laporan kunjungan kerja spesifik komisi vii dpr ri ke kebun raya eka

advertisement
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI
KE KEBUN RAYA EKA KARYA BEDUGUL
PROVINSI BALI
DALAM RANGKA PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP
17 – 19 FEBRUARI 2017
KOMISI VII
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA
2017
BAGIAN I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Harga obat sintetis saat ini semakin mahal di mata kalangan masyarakat karena
sebagian bahan baku masih diimpor. Sebenarnya Indonesia memiliki tanaman
berkhasiat obat yang telah digunakan secara turun temurun sejak jaman nenek
moyang. Gerakan kembali ke alam telah mendorong pemakaian tanaman obatobatan sebagai alternatif pengganti obat sintetis, yang dikenal dengan obat herbal.
Di Indonesia, bukti-bukti penggunaan tanaman obat-obatan terekam dalam
naskah-naskah lama seperti lontar usada di Bali, serat primbon jampi di Jawa, serat
racikan boreh wulang dalem, serta relief di candi Borobudur yang menggambarkan
orang meracik tumbuh-tumbuhan untuk bahan pengobatan. Saat ini pengobatan
herbal telah diterima hampir di seluruh dunia.
Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali yang berada dalam ketinggian 1.250 –
1.450 dari permukaan laut dengan suhu berkisar 18 – 20 derajat Celcius adalah
salah satu kebun raya yang ada di Indonesia yang mengkhususkan pada koleksi
tumbuhan tropika kawasan timur Indonesia memiliki koleksi tanaman obat-obatan
dan hasil riset tanaman obat-obatan. Saat ini Kebun Raya Eka Karya Bedugul
memiliki koleksi lebih dari 2.100 jenis tumbuhan,
beberapa koleksi tanaman obat
yaitu Alstonia scholaris R. Rr, Vitex trifolia L., Mentha aravensis L, dan lain-lain.
Kebun Raya Eka Karya Bedugul mengakomodasi kearifan lokal Bali di bidang
pengobatan tradisional yang dikenal sebagai usada. Kebun Raya "Eka Karya" Bali
mewujudkan salah satu bentuk kearifan tradisional di bidang pengobatan tersebut
dalam sebuah taman yang disebut sebagai Taman Usada. Koleksinya lebih dari 300
jenis, ditanam dalam taman seluas 1.600 m2 ini berasal dari berbagai Kabupaten di
Bali dan dilengkapi dengan sarana pendidikan berupa papan interpretasi berisi
penjelasan singkat mengenai tanaman koleksi tersebut serta fungsinya dalam
pengobatan tradisional Bali.
Peran LIPI dalam dokumentasi, riset, dan diseminasi hasil riset tanaman
obat-obatan menjadi semakin penting. Saat ini pemanfaatan tanaman obat sekitar
80% diambil dari alam yaitu dari hutan sehingga menimbulkan ancaman konservasi.
Baru sekitar 20% tanaman obat-obatan itu dibudidayakan. Disinilah peran penting
LIPI daam membudidayakan tanaman obat-obatan yang saat ini masih belum
banyak dibudidayakan. LIPI sebagai lembaga riset harus proaktif mengembangkan
teknik budidaya tanaman obat-obatan serta mensosisalisasikan kepada masyarakat.
Apa lagi saat ini ada kecenderungan rantai pemasaran tanaman obat-obatan masih
tertutup, dan hanya menguntungkan salah satu pihak saja. Peran LIPI dalam
mengembangkan tanaman obat-obatan sangat penting untuk mensukseskan
program saintifikasi jamu.
LIPI pada tahun 2030 menargetkan hasil risetnya menghasilkan enam obat
yaitu obat biosimilar, obat herbal, dan obat diagnostic. Untuk riset tanaman obat ada
dua riset yang dilakukan yaitu riset tanaman obat hulu yang mencakup
mengidentifikasi tanaman obat yang berasal dari tanaman hutan, budidaya tanaman
obat, dan pemanenan/penyediaan bahan baku. Riset tanaman obat hilir yang
mencakup kegitan uji toksisitas pra klinis dan klinis.
B. DASAR HUKUM
Dasar Hukum pelaksanaan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI
adalah:
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2014 tentang Tata Tertib.
3. Keputusan Rapat Komisi VII DPR RI tentang Agenda Kerja Masa
Persidangan III Tahun Sidang 2016-2017.
C. TUJUAN KUNJUNGAN LAPANGAN
Maksud kunjungan lapangan adalah terkait dengan pelaksanaan tugas
dan fungsi Komisi VII DPR RI, khususnya fungsi pengawasan.
Sedangkan
tujuan kunjungan lapangan ini secara khusus adalah:
1. Mendapatkan informasi terbaru mengenai bio-resources tanaman obatobatan yang dikembangkan oleh LIPI.
2. Mendapatan informasi tentang riset tanaman obat-obatan terutama yang
terkait dengan riset dasar dan riset aplikasi.
3. Tindak lanjut hasil riset aplikasi ke dalam
pengembangan produk hasil
tanaman obat-obatan serta kemungkinannya mengembangkan dalam skala
komersial melalui kerjasama dengan swasta.
D. WAKTU, LOKASI KUNJUNGAN DAN AGENDA KEGIATAN
Kegiatan kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI dilaksanakan pada
tanggal 17 – 19 Februari 2017 dengan tujuan lokasi kunjungan keKebun Raya
Eka Karya Bedugul Bali dengan kegiatan:
1. Pertemuan dengan Kepala LIPI, Pejabat Kementerian Ristek dan Dikti
beserta jajarannya membahas hasil kerja LIPI di bidang riset tanaman
obat-obatan herbal.
2. Kunjungan ke Kebun Raya Eka Karya Bedugul
E. ANGGOTA TIM KUNJUNGAN LAPANGAN
Kunjungan lapangan ini diikuti oleh Anggota Komisi VII DPR RI, yang
merupakan representasi dari fraksi-fraksi, sebagai berikut:
No
No
Fraksi
Jabatan
Angg
1
H. Gus Irawan Pasaribu, SE Ak, MM, CA
327
Gerindra
K.Tim
2
Syaikhul Islam Ali, Lc
63
PKB
WK.Tim
3
Ir. Nazarudin Kiemas
134
PDIP
Anggota
4
Merchy Chriesty Barends, ST
228
PDIP
Anggota
5
Andi Ridwan Wittiri
226
PDIP
Anggota
6
Eni Maulani Saragih
291
P Golkar
Anggota
7
Drs. Bambang Heri Purnama, ST, MH
305
P Golkar
Anggota
8
Ir. H. Harry Poernomo
358
P Gerindra
Anggota
9
Bambang Haryadi, SE
367
P Gerindra
Anggota
10
Sayed Abubakar A. Assegaf
404
P Demokrat
Anggota
11
Dr.Ir. Hj. Andi Yulianis Paris
502
PAN
Anggota
12
Bara K. Hasibuan, MA
500
PAN
Anggota
13
H. Rofi Munawar, Lc
115
PKS
Anggota
14
H. Achmad Farial
517
PPP
Anggota
F. METODOLOGI PELAKSANAAN KEGIATAN
Metode pelaksanaan kegiatan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI
adalah sebagai berikut :
a. Persiapan
-
Menghimpun data dan informasi awal.
-
Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait yang akan menjadi
lokasi kunjungan kerja.
-
Mempersiapkan administrasi keberangkatan
b. Pelaksanaan Kunjungan KerjaSpesifik
Pelaksanaan Kunjungan Kerja SpesifikKomisi VII DPR RIdilakukan
dengan cara kunjungan lapangan dan diskusi didalam ruangan.
c. Pelaporan
Pelaporan merupakan resume kegiatan yang dituangkan secara deskriptif.
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN
2. 1. Peninjauan ke lokasi
2.1.2. Peninjauan Lokasi Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali
Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali merupakan salah satu Kebun Raya
yang
dibawah pengelolaan LIPI dengan tugas dan fungsi utama
memadukan
penelitian botani, pelestarian tumbuhan, pendidikan dan rekreasi.
Kebun Raya ini dibangun berawal dari gagasan Prof. Ir. Kusnoto
Setyodiwiryo, Direktur Lembaga Pusat Penyelidikan Alam yang merangkap sebagai
Kepala Kebun Raya Indonesia, dan I Made Taman, Kepala Lembaga Pelestarian
dan Pengawetan Alam saat itu yang berkeinginan untuk mendirikan cabang Kebun
Raya di luar Jawa, dalam hal ini Bali. Pendekatan kepada Pemda Bali dimulai tahun
1955, hingga akhirnya pada tahun 1958 pejabat yang berwenang di Bali secara
resmi menawarkan kepada Lembaga Pusat Penyelidikan Alam untuk mendirikan
Kebun Raya di Bali.
Berdasarkan kesepakatan lokasi Kebun Raya ditetapkan seluas 50 ha yang
meliputi areal hutan reboisasi Candikuning serta berbatasan langsung dengan Cagar
Alam Batukau. Tepat pada tanggal 15 Juli 1959 Kebun Raya “Eka Karya” Bali
diresmikan
oleh
Prof.
Ir.
Kusnoto
Setyodiwiryo,
Direktur
Lembaga
Pusat
Penyelidikan Alam sebagai realisasi SK Kepala Daerah Tingkat I Bali tanggal 19
Januari 1959 No. 19/E.3/2/4.
Nama “ Eka Karya ” untuk Kebun Raya Bali diusulkan oleh I Made Taman. “
Eka ” berarti Satu dan “ Karya ” berarti Hasil Kerja . Jadi “ Eka Karya ” dapat
diartikan sebagai Kebun Raya pertama yang merupakan hasil kerja bangsa
Indonesia sendiri setelah Indonesia merdeka. Kebun raya ini dikhususkan untuk
mengoleksi Gymnospermae (tumbuhan berdaun jarum) dari seluruh dunia karena
jenis-jenis ini dapat tumbuh dengan baik di dalam kebun raya. Koleksi pertama
banyak didatangkan dari Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Cibodas, antara lain
Araucaria bidwillii , Cupresus sempervirens dan Pinus masoniana . Jenis lainnya
yang merupakan tumbuhan asli daerah ini antara lain Podocarpus imbricatus dan
Casuarina junghuhniana.
Sejak resmi berdiri, perkembangan Kebun Raya “Eka Karya” Bali selalu
mengalami pasang surut dengan silih bergantinya pengelolaan, yaitu antara Dinas
Kehutanan Propinsi Bali dan Kebun Raya sendiri. Pengelolaan Kebun Raya sempat
dua kali dititipkan pada Dinas Kehutanan Propinsi Bali, yaitu pada 15 Juli 1959 – 16
Mei 1964 dan setelah peristiwa G 30 S/PKI (1966 – 1975). Pengelolaan kebun
secara langsung oleh staf kebun raya dilakukan juga selama 2 periode, yakni sejak
16 Mei 1964 – Desember 1965 dan 1 April 1975 hingga sekarang.
Sejak tahun 1964 hingga saat ini, Kebun Raya “Eka Karya” Bali telah
mengalami 11 kali pergantian kepemimpinan dengan berbagai pembaharuan. Di
bawah kepemimpinan I Gede Ranten, B.Sc. (1975 – 1977), luas kebun raya
bertambah hingga 129,2 ha. Perluasannya diresmikan oleh Ketua Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia saat itu yaitu Prof. Dr. Ir. Tubagus Bachtiar Rifai pada
tanggal 30 April 1976 yang ditandai dengan penanaman Chamae cyparis obtusa.
Di bawah kepemimpinan Ir. Mustaid Siregar, M.Si (2001 – 2008) luas kebun
raya bertambah lagi menjadi 157,5 ha. Meski pada awal berdirinya ditujukan untuk
konservasi tumbuhan berdaun jarum (Gymnospermae), kini Kebun Raya yang
berada di ketinggian 1.250 – 1.450 m dpl dengan suhu berkisar antara 18 - 20°C dan
kelembaban 70 – 90% ini berkembang menjadi kawasan konservasi ex-situ
tumbuhan pegunungan tropika kawasan timur Indonesia. Statusnya saat ini adalah
Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali.
2.2.2. Peran LIPI dan Kebun Raya Eka Karya Dalam Eksplorasi Bio-Resources
dan riset tanaman obat.
LIPI dan Kebun Raya Eka Karya Bedugul memiliki keterikatan yang erat
dengan kearifan local masyarakat bali di bidang pengobatan. Masyarakat Bali
mempunyai budaya yang unik dan beragam didasari konsep Trihita Karana. Konsep
Tri Hita Karanaadalah suatu konsepsi yang mengintegrasikan secara selaras tiga
komponen penyebab kesejahteraan dan kebahagian hidup. Ketiga komponen
tersebut yaitu: Hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan
manusia dengan lingkungan.
Kebun raya “Eka Karya” Bali mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan
inventarisasi, eksplorasi, koleksi, pemeliharaan, re-introkduksi, pengembangan,
pendataan, pendokumentasian, pelayanan jasa ilmiah, pemasyarakatan ilmu
pengetahuan di bidang konservasi dan introduksi tumbuhan dataran tinggi kering
yang mempunyai nilai ekonomi untuk dikoleksi dalam bentuk kebun botani(SK
Kepala LIPI No.1019/M/2002). Untuk melaksanakan tugas tersebut di atas Unit
Pelaksana Teknis Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya”Eka Karya” Bali –LIPI
mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Melakukan inventarisasi berbagai jenis tumbuhan tropika yang berhabitat di
dataran tinggi kering.
2. Membantu melaksanakan eksplorasi jenis-jenis tumbuhan tropika yang
berhabitat di dataran tinggi kering.
3. Melakukan konservasi terhadap tumbuhan tropika yang berhabitat di dataran
tinggi kering yang mempunyai nilai ilmu pengetahuandan potensi ekonomi
dalam rangka melestarikan sumberdaya nabati di bumi Indonesia.
4. Melakukan penelitian tumbuhan terutama dalam bidang biosistematik,
propagasi, re-introkduksi, ekologi dan konservasi.
5. Melakukan jasa ilmiah di bidang arsitektur lansekap pertamanan, ragam
tanaman hias(florikultura) introduksi daya guna flora yang berhabitat di
dataran tinggi kering dan pelayanan jasa untuk menumbuhkan apresiasi
masyarakat terhadap alam lingkungan tropika.
6. Melakukan
kerjasama
dibidang
kebun
raya
tingkat
Nasional
dan
Internasional.
7. Melakukan evaluasi hasil inventarisasi flora yang berhabitat di dataran tinggi
kering serta menyusun laporan.
8. Melakukan urusan tata usaha.
Dalam rangka riset
sumberdaya hayati dan tanaman obat-obatan LIPI dan
Kebun Raya di Indonesia focus pada kegiatan sebagai berikut:
1. Inventarisasi, kajian ekologi dan etnobotani dalam rakangka pengayaan
koleksi dan pengetahuan tradisional tumbuhan obat di Indonesia.
2. Perbanyakan beberapa jenis tumbuhan obat langka secara vegetative antara
lain bidara upas (Merreia mammosa), sanrego (Lunasia amara), akar kuning
(Coscinium fenestratum), kayu kulim (Scorodocarpus borneonensis), dan
unyur buut (Kadsura scandents).
3. Budidaya tanaman obat tidak langka namun berbahan khusus seperti
Artemisia annua untuk produsi zat artemisin (anti malaria).
4. Pengembangan produk seperti inulis dari tanaman Dahlia.
5. Pengembangan obat herbal sebagai tonik/aprodisiak dari Rennealia spp.
(Rubiaceae) dan Horstebtia scaphyfera (Zingiberaceae)
6. Pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan lahan marginal di sekitar
kebun raya seperti kebun raya Kuningan dengan menanam jahe merah
sebagai baha baku minuman kesehatan jahe instan.
7. Pengembangan
tanaman
koleksi
berpotensi
minyak
atsiri
seperti
Zanthoxylum, akar wangi (Cymopogon winterianus).
LIPI
dalam mengembangkan riset tanaman obat melakukan kerjasama
terkait dengan kegiatan eksplorasi, penelitian potensi manfat, pengembangan
produk,produksi massal, lisensi dengan berbagai kalangan seperti perguruan
tinggi, lembaga penelitian, pelaku industry baik dari dalam maupun luar negeri.
Mitra kerjasama LIPI dari kalangan perguruan tinggi adalah Kyoto University
dan Kassart University. Untuk kalangan swasata dan pelaku industry bekerja
sama dengan PT Kalbe Farma, PT Nano Herbal Indonesia, PT Mustika Ratu.
Hasil riset LIPI yang terkait dengan tanaman obat ada yang telah mencapai
skala komersil dan menghasilkan PNBP namun menghadapi hambatan dalam uji
klinik. Padalah tanaman obat-obatan memiliki nilai ekonomi yang cukup
signifikan. Untuk tahun 2015 diperkirakan nilai penjualan jamu dan produk herbal
berkisar Rp 20 triliun untuk pasar domestic sementara untuk pasar ekspor
mencapai Rp 16 triliun.
Tanaman obat di Indonesia mencapai sekitar 30.000 jenis, 7.500 – 9.600
berpotensi sebagai obat, 8.500 sudah diteliti namun baru 300 spesies yang telah
digunakan sebagai obat tradisional. Data tersebut menunjukkan besarnya
potensi
penggunaan
bahan
herbal
sekaligus
potensi
ekonomi
yang
ditimbulkannya melalui pemasaran produk obat-obatan dan kosmetika sangat
besar. Oleh karena itu sangat mendesak untuk dilakukan riset pengembagab
bahan baku obat tradisional secara sistematis dan terintegrasi mulai dari hulu
hingga hilir.
LIPI telah membuat roadmap di bidang penelitian tumbuhan obat dengan tiga
tahapan kegiatan.

Kegiatan riset eksplorasi tumbuhan obat di hutan yang meliputi
inventarisasi, kajian ekologi dan etnobotani.

Kegiatan berikutnya adalah membuat koleksi dan upaya perbanyakan
baik untuk keperluan reintroduksi maupun untuk bahan penelitian
lanjutan dan kegaitan sosial.

Kegiatan lantan adalah riset ke arah produk herbasl dengan
bekerjasama dengan pihak ketiga yang mempunyai sarana prasarna.
Kegitan ini memerlukan waktu hingga 7 (tujuh) tahun untuk
memperoleh produk herbal terstandar. Target dalam renstra 2015 –
2019 antara lain: dua tahun pertama (2015 – 2016) difokuskan untuk
melakukan penguatan ilmiah terhadap efek farmakologi dan identifikasi
senyawa aktif pada Rennellia spp dan Horstentia scaphyfera. Pada
tahun 2017 – 2019 diharapkan sudah berhasil disusun konsep produk
obat herbal tonik berbahan baku Rennellia spp. Dan Horstentia
scaphyfera.
Road Maps 2020 - 2045
2.2.3. Dukungan kelancaran riset di bidang tumbuha obat yang diperlukan LIPI
Ukuran keberhasilan riset tanaman obatan adalah jika hasil riset tersebut
yang berupa obat-obatan berbahan baku tanaman obat atau yang dikenal dengan
obat herbal mampu menembus pasar. Ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi.
Persyaratan pertama adalah akes, kemudahan akses dalam koleksi
tumbuhan obat di berbagai kawasan hutan sebagai bagian dari tahap kegiatan
konservasi secara umum, tanpa dikenakan administrasi/biaya oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karena LIPI sebagai sesama lembaga
pemerintah yang berkewajiban melakukan konservasi dan LIPI bukan lembaga riset
komersil.
Persyaratan kedua adalah perlunya
regulasi yang
mengatur tentang
kewajiban pengusaha di bidang farmasi, jamu dan minuman kesehatan yang
menggunakan bahan baku tumbuhan obat untuk berkontribusi dalam mendanai
peneltian dasar di bidang tanaman obat, melibatkan LIPI dan atau Kebun Raya
dalam suatu rangkaian kegiatan pengembangan produk herbal.
Persyaratan ketiga adalah regulasi yang mewajibakan perusahaan farmasi,
obat-obatan herbal, dan minuman/makanan kesehatan untuk melakukan kolaborasi
riset komersil di bidang tanama obat-obatan.
Selain regulasi, LIPI membutuhkan prasarana riset terutama laboratorium
kultur jaringan skala besar untuk produksi tanaman obat jenis tertentu. Untuk
menghasilkan produk-produk teregistrasi BPOM, harus memiliki fasilitas Cara
Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) dan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik (CPOTB), sampai saat ini LIPI tidak memiliki laboratorium tersebut. Untuk itu
perlu dibangun laboratorium sekaligus Technopark terkait industry ganaman obat
herbal dan pengelolaannya. Yang lebih penting adalah Pemeritah harus memberikan
proteksi terhadap obat-obatan herbal berbahan baku sumber daya hayati Indonesia.
2.2.4.Hambatan Riset Tanaman Obat yang dihadapi LIPI

Banyak Peraturan (lebih dari 16 peraturan) yang mengatur riset tanaman
obat, namun Pelaksana Peraturan tidak direncanakan terstruktur seperti:
perlu ada laboratorium yang benar-benar melaksanakannya sehari-hari
sehingga saat ini jika terjadi permasalahan, sulit melakukan solusi
permasalan dengan benar karena factor rendahnya sinergi dan koodinasi.

Penyediaan Bahan Baku Obat (BBO) juga sangat penting untuk mengurangi
import, ini dipecahkan dengan cara antara lain penggunaanteknologi kultur
jaringan tanaman obat perlu mendapatkan perhatian terutama dalam
penyediaan laboratorium kultur jaringan.
BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
3.1. Kesimpulan

Tim kunjungan spesifik Komisi VII DPR RI memahami permasalahan yang
dihadapi ole LIPI dalam mengembangangkan riset tanaman obat.

Tim kunjungan spesifik Komisi VII DPR RI meminta kepada Komisi VII DPR
RI untuk memperjuangkan kebutuhan LIPI yang terkait dengan regulasi
dengan meminta kepada Pemerintah untuk membuat regulasi yang mengatur
sinergi kegiatan riset lembaga-lembaga pemerintah agar lebih focus dan
menghasilkan hasil riset dasar, riset aplikasi, dan riset industry sehingga
memberi manfaat bagi kemajuan ekonomi Indonesia.

Tim kunjungan spesifik Komisi VII DPR RI akan memperjuangkan kebutuhan
LIPI yang terkait dengan pengadaan laboratorium kultur jaringan yang
mendukung riset tanaman obat melalui kebijakan anggaran tahun 2018 dan
insentif bagi peneliti.
3.2. Rekomendasi

Tim kunjungan spesifik Komisi VII DPR RI merekomendasikan untuk
mengadakan Rapat Kerja Kepala LIPI dan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan RI dengan agenda membahas sinergi kegiatan riset tanaman
obat-obatan.
JAKARTA, 20 Februari 2017
Ketua Tim,
H. GUS IRAWAN PASARIBU, SE, AK, MM, CA
Download