01 cover - Perpustakaan UNISBA

advertisement
PERINGATAN !!!
Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan
referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila
Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan
pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan
karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
KRITIK SOSIAL DALAM LIRIK LAGU
“ADA MEREKA DIKEPALA” KARYA GRUP BAND GOODBYE LENIN
“Studi Kualitatif melalui Pendekatan Analisis Wacana Teun A Van Dijk
mengenai Kritik Sosial dalam
Lirik Lagu “Ada Mereka Dikepala” Karya Grup Band Goodbye Lenin”
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Oleh :
TAUFIK HIDAYAT
10080002262
Bidang Kajian
Ilmu Jurnalistik
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2010
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Judul
Sub Judul
Nama
NPM
Bidang Kajian
: Kritik Sosial Dalam Lirik Lagu “Ada Mereka Di Kepala”
Karya Grup Band Goodbye Lenin
: Studi Kualitatif melalui Pendekatan Analisis Wacana Teun A
Van Dijk mengenai Kritik Sosial dalam Lirik Lagu “Ada
Mereka Di Kepala” Karya Grup Band Goodbye Lenin
: Taufik Hidayat
: 10080002262
: Ilmu Jurnalistik
Menyetujui,
Pembimbing
Rita Gani, S.Sos., MSi.
Mengetahui,
Ketua Bidang Kajian Ilmu Jurnalistik
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (UNISBA)
Ema Khotimah, Dra., S.Pd., M.Si.
M otto :
! ! "
"
# $% " & '
Kupersembahkan Sepenggal Karya Sederhanaku dengan Sepenuh Hati untuk;
Alm. Bapa, Ibu tercinta, keluarga besar Alm H. O. Solihin dan
Kawan-kawan Sejati (Forum Aktivis Mahasiswa UNISBA (FAMU) dan
Gelombang Kosong), Satu kata Terkasih yang Tak Terlupakan
ABSTRAK
Dalam ideologi dominan (penguasa), Imprealisme, Feodalisme, dan kapital
birokrat adalah nyawa kesejahteraan,dan kemakmuran. dan negara hari ini
digambarkan tengah berada dalam situasi yang baik-baik saja. Dikatakan bahwa
saat ini kemiskinan semakin berkurang, kesejahteraan masyarakat semakin
meningkat, tingkat ekonomi terus tumbuh dan sebagainya. Namun dalam realitasnya
keadaan tersebut tidak benar-benar terwujud, kesejahteraan hanya dirasakan
segelintir orang saja sementara banyak masyarakat miskin diluar sana yang
kelaparan. Buruh tertekan dengan upah yang tidak layak serta sistem kerja yang
menjeratnya, para petani tidak bisa lagi bercocok tanam karena tidak ada lahan
untuk digarap, pengangguran semakin meluas, perekonomian pun hanya terpusat di
kota-kota besar. Keadaan ini merupakan representasi Indonesia dari sudut pandang
masyarakat bukan penguasa.
Sebuah Band yang memang concern terhadap masalah-masalah sosial,
yakni Goodbye Lenin, mendokumentasikan keadaan ini dalam sebuah wacana teks
lirik lagu yang berjudul ”Ada Mereka di Kepala”. Dan lirik lagu inilah yang
kemudian coba penulis belejeti melalui sebuah penelitian dengan menggunakan
pendekatan kualitatif Analisis Wacana Kognisi Sosial Teun A. Van Dijk. Dalam
melakukan analisisnya, penulis membagi wacana teks lirik lagu dalam tiga dimensi
yaitu dimensi teks, dimensi kognisi social dan dimensi kontek social.
Pada dimensi teks, penulis memusatkan analisanya pada lingkup internal teks
semata (lirik lagu) yang ditelaah melalui struktur tematik, skematik lirik dan struktur
mikro teks. Kemudian pada dimensi kognisi sosial penelaahan dilakukan melalui
skema-skema yang memetakan kognisi pembuat lirik lagu tersebut, yakni grup band
Goodbye Lenin melalui wawancara mendalam dengan penulis. Sedangkan analisis
dimensi konteks sosial ialah analisis tentang hal-hal diluar teks yang melatar
belakangi terciptanya wacana lirik lagu tersebut atau kondisi Indonesia sebagai
konteks sosial dari wacana lirik lagu “Ada Mereka di Kepala”. Analisa konteks
sosial dilakukan melalui dua cara yaitu analisis kekuasaan (power) dan analisis
akses (acces).
Dan hasil analisis yang dilakukan tersebut, penulis memperoleh suatu
interpretasi atas muatan makna yang berisi tentang kritik sosial yang terkandung
dalam lirik lagu ini. Secara global teks wacana lirik lagu tersebut mengkristal
menjadi suatu gambaran akan kondisi Indonesia yang tidak baik-baik saja, dimana
kelaparan, kemiskinan, pengangguran dan berbagai hal menyedihkan lainnya
menjadi suatu hal mudah ditemui.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Asalamu’allaikum Wr Wb
Hanya kata-kata yang terbayang saat ini yaitu ucapan syukur yang begitu
mendalam dan sepenuh hati kepada penguasa alam semesta, penguasa siang dan
malam, penguasa dalam segala hal, sang penguasa yaitu Alla SWT. Dengan limpahan
karunia, rizki, rahmat serta hidayah-Nya lah, penulis berhasil merampungkan
penelitian ini yang berjudul “Kritk Sosial Dalam Lirik Lagu Ada Mereka di
Kepala Karya Grup Band Goodbye Lenin”. Tak lupa penulis juga mengucapkan
shalawat serta salam pada pimpinan besar revolusi, nabi serta Rasul kita Muhammad
SAW.
Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk melakukan analisis terhadap
makna pesan dibalik sebuah wacana lirik lagu dengan menggunakan pendekatan
Analisis Wacana model Kognisi Sosial dari Teun A Van Dijk. Dari hasil interpretasi
dan analisis yang dilakukan, wacana lirik lagu ini merepresentasikan kritik sosial atas
kondisi Indonesia hari ini, dimana kemiskinan dan kelaparan menjadi pemandangan
umum yang mudah ditemui.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang penulis lakukan dalam
penelitian ini sangat jauh dari kata sempurna. Banyak kesalahan yang menghiasi
skripsi ini, untuk itulah penulis mengharapkan kritik dan saran pada seluruh pembaca
yang memang memiliki kepedulian atas diri penulis, agar kemudian di kesempatan
ii
yang akan dating penulis bias memberikan karya yang lebih baik lagi. Dalam
perjalanannya, skripsi ini tidak akan rampung tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin memberikan penghargaan sebesarbesarnya pada mereka yang telah peduli dan mau membantu dalam proses penelitian
ini :
1. Allah SWT. “Sujud syukur atas limpahan karunia, rizqi, rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga penulis berhasil merampungkan penelitian ini”.
Solawat serta salam kepada pemimpin besar revolusi Nabi Muhammad
SAW.
2. Bapak Yusuf Hamdan, Drs, MSi sebagai dekan Fakultas Ilmu
Komunikasi UNISBA yang telah membuat saya untuk berpikir keras.
3. Ibu
Rita
Gani,
S.sos.,MSi.,
Selaku
Dosen
Pembimbing
yang
menyenangkan. “Terimakasih untuk bimbingan, arahan dan ilmunya
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini”.
4. Ibu Ema Khotimah, Drs.,MSi., selaku Ketua Bimbingan Kajian Ilmu
Jurnalistik FIKOM UNISBA.
5. Ibu Santi Indra Astuti, S.sos.,M.Si dan Bapak Septiawan Santana
Drs.,M.Si terimakasih untuk sharing dan masukannya, juga untuk buku
dan talungtiknya “Its usefull”.
6. Dosen-dosen Unisba lainnya, yang secara tidak langsung telah membantu
penulis untuk berpikir keras dalam mengembangkan wawasan akademis.
iii
7. Rangga Aditiawan, dan Bagus Nugroho selaku manajer Goodbye Lenin
yang sangat Trendy, kooperatif membantu penulis menyampaikan naskah
wawancaranya.
8. Goodbye Lenin (Arvi, Verry, dan Opick) sebagai Key Informant. “Terima
kasih telah membantu penulis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian”.
9. Kedua orang tua penulis. “Untuk Ibunda Hj. E. Koernasih yang telah
melahirkan dan membesarkan saya dengan penuh cinta dan kasih sayang
serta kucuran keringat dan air matanya masih menemani di dunia ini,
terimakasih atas diskusi panjangnya tentang Ali Syari’ati dan Tarikh Nabi
Muhammad SAW. Terimakasih atas rajutan sweeter yang berwarna
merah terang bertulis Mumia Abu Jamal Is Come Back-nya, terimakasih
atas sambutan hangat di waktu anakmu ini pulang kerumah, juga untuk
almarhum Ayahanda H.O. Solihin yang selalu menuntun saya terhadap
perjalanan yang lurus dan baik, walau pada saat rezim Soeharto ayah
selalu di bungkam, di cap makar bahkan dibilang PKI dan KTP ayah
dibelakangnya ditandai Eks PKI karena ayah dulu selalu menentang
kebijakan-kebijakan rezim Soeharto, dulu ayah pernah di tangkap disaat
ayah sedang berdakwah di mesjid, ditangkap oleh intel dengan alasan
tidak jelas, ayah dipukuli, di strum harus mengaku bahwa ayah seorang
PKI, keluarga kita dijauhi sama tetangga, hingga ayah tidak bisa kerja,
karena tidak ada yang mau menerima ayah karena KTP ayah di
iv
belakangnya ada tanda Eks PKI, dan untuk memenuhi kebutuhan perut
keluarga. Ayah rela menjadi pedagang sayur keliling. Terimakasih ayah,
karena
ayah
selalu
memberikan
semangat,
karena
ayah
selalu
mengajarkan saya untuk berpikir keras, karena ayah selalu mengajarkan
saya tentang kesabaran dan ketabahan, karena ayah selalu mengajarkan
tentang bagaimana cara mencintai dan menyayangi Allah SWT.
Terimakasih ayah, atas dongeng-dongeng
sebelum tidur, dongeng-
dongeng yang menakjubkan mengenai perjalanan Rosululloh, Che
Guevara, Mumia Abu Jamal, Tan Malaka. Terimakasih Tuhan,
terimakasih ayah, semoga ayah di surga selalu tersenyum lepas dan selalu
bangga anaknya yang terus berjuang melawan tirani. Dan sampai saat ini
saya bangga sama ayah.
10. Terimakasih buat kaka-kaka saya yang sangat baik untuk mencintai dan
menyayangi saya, kaka Tini, kaka herman, kaka Eky, kaka Ami, kaka
Cucu, kaka Emma, Kartika, dan adikku yang selalu berdiskusi panjang
sampai pagi jika saya sedang berada dirumah. Nayla Nashiva Azzahra,
Rassa Putri Gemilang, Jingga Setia Negara keponakan-keponakan saya
yang cerdas dan jenius Love you full.
11. Terimakasih buat keluarga kedua saya di Natuna no 35, buat ayah Hendra
yang selalu saying pada saya, terimakasih atas diskusi tentang skripsi dan
pengalaman hidupnya, buat ibu saya Ambu yang selalu gelisah jika saya
tidak pulang ke Natuna, terimakasih atas rasa cinta dan kasih sayangnya,
v
sampai kapanpun saya tidak akan melupakan sejarah kebaikan Ambu, dan
ayah Hendra, buat Verry Yudistira dan Putri Minora semoga kalian
berdua hidup sampai tua bersama, buat ibu Jingga. Suci yang cantik dan
baik, serta Ayah jingga yang gagah, Adel dan keponakan yang saya cintai
dan saya sayangi Jingga yang lucu, cerdas yang selalu membuat saya
semakin bersemangat utuk mengerjakan skripsi ini. Saya mencintai dan
menyayangi kalian semua.
12. Seseorang yang sangat berarti bagi penulis. Yang dengan dukungan,
semangat cinta dan do’anya mampu menjadi energy bagi penulis “Think
Astrid Permatasari Nataatmaja”.
13. Eky Darmawan dan Dimas Wijaksana sebagai narasumber partisipan
“Terimakasih untuk waktu dan kerjasamanya”
14. Kawan-kawan FAMU, yang telah membentuk penulis seperti sekarang
ini. “Terimakasih untuk memberikan masukan, perspektif baru dalam
memandang segala sesuatunya juga untuk kesempatannya berjuang
bersama kalian, membela kaum-kaum tertindas. Berjuang untuk
pembebasan nasional demokratik.
15. Ibu towi, ayah towi dan ade Ndu yang masih mencari kebenaran hidup,
Fania, Eky Darmawan serta Bandnya Rock N Roll Mafia, dan Polyester
Embassy yang selalu menemani saya saat sedang mengerjakan skripsi ini.
Arik, Rizal, Levana terimakasih atas bantuan dan pinjaman logistiknya
disaat akhir bulan sedang menyuruh saya untuk tidak punya uang, Bang
vi
Furqon sekeluarga yang selalu menyemangati saya untuk lekas beres
kuliah, serta pinjaman buat bayar UKT. Makasih atas semuanya, saya
tidak akan melupakan kebaikanmu kawan. Hari, Egi, Nurani Kireyna
Putri ketua DAM FIKOM yang militant, Iqbal, Fungky, Adeku Vina,
Riris, Thowi, Komeng, Vidi, Adit, Wedi, Pebong, Ibey, Ibel, Dian, Aris
Badig, Bagol, Aris Buncis, Rahmat, Ical, Alexandreia Indri Wibawa,
Tiara Noviariani, Shinta Whidyana, Foye sang guru Cinta Kata, Kharissa
Niken Pramesty, dan kawan-kawan BEM as true Friends, Thank’s for
support dan sharring-nya tentang kehidupan, cinta, cita-cita dan idealism
kita. You’ll Never Walk Alone.
16. Mumia Abu Jamal Band, buat mareng, Ndih, Deni laser, Agam, Nte,
terimakasih atas kamar diskusinya, saya yakin Band kita akan terus hidup
sampai kapanpun. Band IF Shandy, Lucky, Yadif, whidy, Rizal, Rik-rik,
Dinda, kalian semua adalah senjata semangat saya yang tidak pernah usai
17. Kawan-kawan 86 Fremes yang telah membantu saya untuk job train,
terimakasih Indra (Boxy) Arviawan, Asbo, Tigor.
18. Kawan-kawan Fikom 02 Andri Tongo, Atun, Catur, Toni, kawan-kawan
tangga mesjid aris badag, Nora, Azis, Acil, Suara mahasiswa. Suhe Mr.
Sonjaya, Goodbye lenin. Sunday Screen, dan kawan-kawan lainnya di
UNISBA
19. Karyawan dan Staff-staff UNISBA. Akademik, bidang kajian, perpus
Puslahta, Cleaning Service, Satpam, dan lain-lain, “ nuhun pisan,
vii
walaupun kadang pelayanan kalian tidak ramah, tapi sekali lagi terima
kasih.
20. Terimakasih untuk waktu, keadaan, dan kehidupan ini. Terimakasih
karena kawan-kawan semua telah menganggap saya menjadi orang yang
beradab dan jauh dari Diskriminasi. Terimakasih karena kawan-kawan
selalu baik sama saya. Dan hari ini kawan-kawan telah membuat saya
menangis.
21. Dan pada akhirnya penulis harus mengucapkan rasa terimakasih itu untuk
semua pihak yang tidak bisa diucapkan satu persatu.
“You’ll Never Walk Alone..”
Hanya satu yang menjadi harapan penulis, semoga karya ilmiah ini tidak
menjadi hiasan salon intelektual semata, namun juga dapat menjadi bahan
bakar untuk menggerakan perubahan kearah yang lebih baik. Untuk
Indonesia yang kita cintai dan kehidupan di alam semesta ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Bandung Januari 2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI………………………………………………………………………….i
KATA PENGANTAR..……………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...... ix
DAFTAR GAMBAR………………………….…………………………………...xiii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………xiv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….......1
1.1
Latar Belakang Masalah………………………………………………1
1.2
Perumusan Masalah…………………………………………………...6
1.3
Identifikasi Masalah…………………………………………………..7
1.4
Tujuan Penelitian….………………………………………………….7
1.5
Kegunaan Penelitian……… ………………………………………....8
1.6
Pembatasan Masalah………….. …………………………………….9
1.7
Pengertian Istilah…………………………………………………….10
1.8
Kerangka Pemikiran…………………………………………………11
1.9
Metode Penelitian…………………………………………………...14
1.10
Teknik Pengumpulan Data………………………………………….21
1.10.1 Analisis Tekstual……………………………………….……21
1.10.2 Studi Kepustakaan………………………………………….22
1.10.3 Wawancara………………………………………………….22
1.10.4 Organisasi Karangan………………………………………..23
ix
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….26
2.1. Tinjauan Tentang Musik...................……………………………….......26
2.1.1 Definisi Musik, lagu dan lirik......………………………….....26
2.1.2 Musik Sebagai Medium Komunikasi Massa............................28
2.2
Tinjauan Tentang Bahasa dan Wasana ………………………..........32
2.2.1 Lagu sebagai Wacana.................................................................35
2.3
Kritik Sosial……………………………….........................................37
2.3.1 Pengertian Kritik Sosial..............................................................38
2.4
Telaah tentang Penelitian Sebelumnya……………………………...41
2.4.1
Kritik Sosial Dalam Lirik Lagu Tikus-tikus Kantor………...41
2.4.2
Kapitalisme Semu Asia Tenggara…………………………...43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................48
3.1
Metodologi Penelitian….……………………………………............48
3.1.1 Karakteristik Penelitian Kualitatif…………………………… 49
3.1.2 Pertimbangan Melakukan Penelitian Kualitatif……………….51
3.2
Pendekatan Analisis………………………………….. ……………52
3.2.1
Analisis Wacana Kritis ……………………………………...53
3.2.2
Pendekatan Analisis Wacana Teun A. Van Dijk……………58
3.2.3
Pertimbangan Menggunakan Model Analisis Teun A. Van
Dijk…………………………………………………….……………64
x
BAB IV OBJEK PENELITIAN..............................................................................67
4.1
Lirik lagu “Ada Mereka di Kepala”……………………......................67
4.2
Profil Band Goodbye Lenin...................................................................71
4.2.1 Diskografi Goodbye Lenin...........................................................73
4.3
Profil Partisipan.....................................................................................74
4.3.1 Profil Dimas Wijaksana...............................................................75
4.3.2 Profil Eky Darmawan.................................................................76
BAB V PEMBAHASAN..........................................................................................79
5.1
Analisis Dimensi Teks........................................................................80
5.1.1 Analisis Struktur Makro..............................................................80
5.1.2 Analisis Super Struktur................................................................87
5.1.3 Analisis Struktur Mikro................................................................97
5.2 Analisis Dimensi Kognisi Sosial..........................................................102
5.3
Analisis Dimensi Konteks Sosial.........................................................112
5.3.1 Analisis Kekuasaan.....................................................................113
5.3.2 Analisis Akses.............................................................................116
BAB VI PENUTUP………………………………………………………………120
6.1
Kesimpulan ………………………………………………………...120
6.2
Saran-saran ………………………………………………………...124
xi
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….......xiv
LAMPIRAN………………………………………………………………………xviii
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Model Analisis Wacana Teun A. Van Dijk………………………..60
Gambar 2 : Struktur Teks Analisis Wacana Teun A. Van Dijk……………….63
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Elemen Analisis Wacana Teun A. Van Dijk...........................................63
Tabel 2 : Analisis Metafora.......................................................................................99
Tabel 3 : Analisis Skema Kognisi Sosial................................................................104
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
“Musik adalah karya manusia yang mempunyai bahasa yang universal”,
persoalan ini mungkin sudah sangat sering kita dengar, dimana dalam pernyataan
tersebut kita meyakini bahwa musik dapat diterima oleh siapapun bahkan oleh orang
yang tidak mengerti akan musik sekalipun (non-musisi). Kehadiran musik dalam
peradaban manusia sangat berkaitan erat dengan perkembangan zaman, bahkan musik
bisa dianalogikan sebagai makanan bagi kehidupan manusia. kehidupan akan sangat
membosankan jika musik tidak pernah ada. Sejarah selalu mencatat bahwa musik
selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia, hampir tidak ada
peradaban yang tidak menyertakan musik sebagai bagian dari kebudayaannya. Mulai
dari hal yang paling sederhana dalam kehidupan sampai hal yang paling kompleks
musik selalu dilibatkan. Dari nyanyian pengantar tidur sampai nyanyian penyemangat
perang ada dalam kebudayaan musik. Bahkan saat menulis penelitian ini pun, penulis
senantiasa mendengarkan alunan musik melalui software winamp pada komputer.
Musik sebagai sebuah produk budaya terus berkembang sejalan dengan alur
kehidupan manusia itu sendiri. Tingkat peradaban manusia yang semakin tinggi
membuat musik juga berada dalam tingkatan yang sama, musik selalu berevolusi
mengikuti tuntutan zamannya. Dari musik yang hanya berupa bunyi-bunyian, seperti
batu-batu yang mengeluarkan suara yang unik (ditemukan seperangkat batuan di
daerah Jawa Barat, Indonesia yang mengeluarkan suara yang unik jika dipukul,
diyakini bahwa batuan tersebut merupakan instrument musik purbakala yang
digunakan dalam ritual-ritual tertentu), sampai
kompleksitas
efek
suara
yang
pada musik dengan
rumit, dan itu
hanya
dilihat
tingkat
dari segi
teknologi instrumennya saja. Belum lagi jika kita menelaah tentang konsep musiknya,
yang bermula hanya sebagai pengiring aktivitas manusia semata (seperti ritual
budaya, kontemplasi, relaksasi dan sebagainya), sampai pada musik sebagai sebuah
industri, dimana didalamnya terdapat berbagai macam kepentingan dari mulai,
ekonomi, politik, sosial sampai pada kepentingan kekuasaan. Kemudian pada
perkembangannya terdapat pula genre musik (penggolongan aliran musik
berdasarkan kemiripan bunyi) yang terus bermunculan seiring dengan ditemukannya
teknik-teknik baru untuk menghasilkan bunyi.
Namun dari keberagaman aspek-aspek dalam sebuah musik, terdapat suatu
elemen penting dalam konstruksi sebuah musik yaitu lirik. Lirik menjadi sebuah
bagian dalam musik yang dapat dimuati berbagai pesan. Lirik memainkan peran yang
sangat signifikan bagi salah satu fungsi pesan yang akan di sampaikan. musik sebagai
media penyampai pesan. Banyak musisi yang mengeksplorasi lirik untuk merangkai
pesan yang hendak ia tampilkan pada pendengar musik mereka. Namun walaupun
demikian pada beberapa karya musik ada kalanya tidak menyertakan lirik (teks atau
vokal), untuk jenis musik seperti ini -biasanya musik instrumental-, yaitu pesannya di
paparkan melalui notasi atau melodi musik itu sendiri.
Di era kontemporer (dengan diversifikasi teknologi informasi), musik
memiliki kekuatan tersendiri untuk menyampaikan pesan, baik penyampaiannya
secara eksplisit maupun dalam cara yang lebih implisit. Banyak musisi yang
menggunakan media bermusik untuk menyampaikan gagasan, ide, pendapat, opini,
perspektif dan bahkan kritiknya atas sesuatu hal dan melalui lirik-lah pesan itu
disampaikan pada khalayak luas. Namun walaupun begitu, banyak juga musisimusisi yang membuat musik hanya sebagai sarana ekspresif dari apa yang ia tengah
rasakan. Tidak ada tendensi sebagai kritik sosial, terlebih sebagai alat kontrol sosial.
Musik seperti ini biasanya hanya mengangkat tema-tema yang bersifat personal,
seperti masalah percintaan.
Berbicara tentang kritik sosial dalam sebuah lagu, pada penelitian ini penulis
mencoba untuk mengangkat sebuah lagu yang memotret realitas sosial di Indonesia.
Alasan kenapa penulis lebih tertarik meneliti Lirik lagu “Ada mereka di kepala”
karya grup band Goodbye Lenin, salah satunya adalah ketertarikan penulis terhadap
lirik-lirik yang bertema sosial, banyak musisi-musisi yang membawakan lagu dengan
tema sosial, grup band Homecide, Efek Rumah Kaca, dll. tapi penulis lebih tertarik
untuk meneliti lirik “Ada mereka Dikepala” dari Goodbye lenin ini, walaupun
semuanya bernuansa sosial, Goodbye Lenin dalam album Ep, bertema Ruang plastik,
seperti judul lagu “ jangan sentuh dia” yang menjurus kepada masyarakat di ciptakan
menjadi konsumen, tapi penulis lebih tertarik untuk meneliti lagu “Ada mereka di
kepala” alasannya karena dari Lagu yang berjudul “Ada mereka Dikepala” karya grup
band Goodbye Lenin, secara eksplisit berbicara mengenai Imprealisme, feodalisme,
dan Kapital birokrat yang melahirkan ketidakadilan, diskriminasi, kapitalisme,
industrialisasi, kerusakan alam, kelaparan dan bencana sosial lainnya yang tengah
terjadi di negara ini. Melalui lagu tersebut Goodbye Lenin, berusaha untuk
mengingatkan kembali bahwa kondisi Indonesia berada dalam kondisi yang tidak
baik-baik saja dan bahkan cenderung memprihatinkan. Seperti yang kita ketahui
bersama, bagaimana hari ini buruh mendapatkan upah yang rendah, tenaga mereka
diekploitasi, kesejahteraan yang minim, resiko pemecatan sepihak dan berbagai
masalah lainnya. Kemudian bagaimana petani miskin di pedesaan yang tidak
memiliki akses terhadap tanah karena tanah mereka direbut oleh negara dan
korporasi,
berpenghasilan
sangat
rendah,
terhimpit
kemiskinan
yang
berkesinambungan dan sebagainya. Kesejahteraan di negeri ini hanya dinikmati oleh
segelintir konglomerat yang memeras tenaga buruh demi kepentingan mereka.
Hal-hal yang disebutkan diatas adalah merupakan gambaran tentang
bagaimana negara hari ini terjajah oleh suatu sistem besar imprealisme yang membuat
rakyat semakin sengsara. Dan di sisi lain sistem feodalisme (dalam hubungan
produksi di pedesaan) juga masih mengakar kuat di pelosok desa-desa agraris di
negeri ini. Dan dalam Lirik lagu “Ada Mereka Dikepala” secara tidak langsung
merepresentasikan kondisi Indonesia dalam perspektif mereka (Goodbye Lenin).
Lirik yang terdapat dalam sebuah lagu merupakan cerminan dari kondisi yang
sebenarnya dari persepktif pembuat teks wacana.
Dalam konteks ilmu komunikasi, musik sejatinya dan secara alamiah akan
selalu memiliki muatan pesan yang hendak disampaikan, baik itu tertuang dalam
sebuah lirik maupun dalam semiotik nada, maupun performance musisi tersebut.
Pesan yang dalam praktek komunikasi memegang peranan penting -seperti halnya
lirik dalam sebuah musik- merupakan variabel yang paling substansial dari
terbentuknya proses komunikasi, karena tanpa keberadaan pesan proses komunikasi
pun tidak bisa terjadi.
Begitu signifikannya peranan pesan dalam sebuah proses komunikasi,
menjadi telaah tersendiri yang menarik perhatian banyak pihak untuk menelitinya
lebih dalam tentang ilmu komunikasi. Begitupun halnya dengan penilitian ini yang
akan menganalisis pesan dalam bentuk sebuah wacana teks (lirik lagu). Penelitian
ini, diarahkan untuk menelaah secara kewacanaan tentang muatan pesan yang
memiliki tendensi kritik sosial atas relitas yang terdapat di masyarakat Indonesia hari
ini. Analisis wacana dalam konteks sebuah musik mengambil lirik sebagai pondasi
utama penelitiannya.
Melalui pendekatan Analisis Wacana Teun A. Van Djik, yang juga termasuk
dalam analisis wacana kritis (CDA-Critical Discourse Analysis). Dalam penelitian
ini, penulis menelaah lirik lagu “Ada Mereka Dikepala”, selain melakukan telaah atas
dimensi teks, penulis juga akan mencoba melakukan kajian atas kognisi sosial
pembuat wacana tersebut, dalam hal ini adalah band Goodbye Lenin. Selain meneliti
dimensi teks dari lirik, kognisi pembuat teks wacana, penulis juga akan melakukan
telaah atas konteks sosial tempat wacana tersebut diproduksi.
Ketiga kajian tersebut (dimensi teks, kognisi sosial dan konteks sosial),
merupakan satu kesatuan dalam analisis wacana Teun A. Van Djik. Ketiganya akan
membentuk koherensi global yang pada akhirnya mengkerucut melahirkan suatu
kesimpulan mengenai pemaknaan atas lirik lagu “Ada Mereka Dikepala”. Dan secara
tidak langsung (seperti yang telah dijelaskan di atas), kesimpulan atas pemaknaan ini
akan menjadi suatu kritik terhadap kondisi sosial Indonesia sebagai konteks sosial
tempat dimana wacana lirik tersebut lahir dan diproduksi. Metode kualitatif dengan
pisau bedah Analisis Wacana pendekatan Teun A. Van Djik, ditempuh untuk
memperoleh kedalaman pemaknaan secara interpretatif dari teks wacana lirik lagu
“Ada Mereka Dikepala”, terutama menyangkut muatan pesan yang mengandung
kritik sosial atas realitas yang terjadi hari ini di negara kita tercinta.
1.2
Perumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penelitian ini
mencoba merumuskan dalam sebuah permasalahan yang akan diangkat yaitu :
“ Bagaimana Kritik Sosial yang Digambarkan Dalam lirik Lagu Ada
Mereka Dikepala Karya Grup Band Goodbye Lenin?”
1.3
Identifikasi Masalah.
Merujuk pada rumusan masalah, maka pada penelitian ini mencoba untuk
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut ini :
1. Bagaimana kritik sosial yang digambarkan dalam lirik lagu “Ada Mereka
Dikepala” karya grup band Goodbye Lenin dilihat dari Dimensi Teks?
2. Bagaimana kritik sosial yang digambarkan dalam lirik lagu “Ada Mereka
Dikepala” karya grup band Goodbye Lenin dilihat dari Kognisi Sosial?
3. Bagaimana kritik sosial yang digambarkan dalam lirik lagu “Ada Mereka
Dikepala” karya grup band Goodbye Lenin dilihat dari Konteks Sosial?
1.4
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana kritik sosial yang digambarkan dalam lirik
lagu “Ada Mereka Dikepala” karya grup band Goodbye Lenin dilihat dari
Dimensi Teks.
2. Untuk mengetahui bagaimana kritik sosial yang digambarkan dalam lirik
lagu “Ada Mereka Dikepala” karya grup band Goodbye Lenin dilihat dari
Kognisi Sosial.
3. Untuk mengetahui bagaimana kritik sosial yang digambarkan dalam lirik
lagu “Ada Mereka Dikepala” karya grup band Goodbye Lenin dilihat dari
Konteks Sosial.
1.5
Kegunaan Penelitian
1. Secara teoritis, berharap bahwa penelitian ini akan berguna dan
memberikan kontribusi kongkret atas progresivitas kajian ilmu komunikasi terutama
yang berkaitan dengan metodologi kualitatif tentang analisis kewacanaan dengan
menggunakan pendekatan Teun A. Van Dijk. Pendekatan analisis wacana yang pada
hakekatnya diciptakan untuk menelaah pemberitaan pada suatu media, pada
perkembangannya bisa juga digunakan untuk meneliti wacana-wacana diluar
pemberitaan media. Selama yang menjadi objek kajiannya adalah sebuah wacana,
maka pendekatan analisis wacana bisa digunakan, seperti halnya penelitian ini yang
menelaah lirik lagu sebagi objek kajiannya.
2. Secara praktis, dengan adanya penelitian tentang makna pesan dibalik lirik
lagu ini, berharap khalayak luas bisa dan mau membuka mata tentang makna pesan
yang kadang-kadang secara implisit tersembunyi dibalik wacana yang dikemukan,
baik dalam wacana-wacana pemberitaan dalam media maupun wacana-wacana
lainnya. seperti dalam penelitian ini yang menelaah lirik lagu. Semoga dengan
terkuaknya tabir makna pesan dalam sebuah wacana bisa membawa angin perubahan
atas tatanan sosial di negara kita ini.
1.6
Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis mencoba membatasi masalah yang akan
diangkat, sehingga kemudian lingkup penelitan menjadi jelas dan lebih terfokus pada
masalah yang penulis anggap paling penting. Pembatasan tersebut adalah :
1. Objek yang diteliti adalah lagu karya Band Goodbye Lenin
2. Analisis dilakukan pada teks media yang berupa lirik lagu berjudul “Ada
Mereka Dikepala” dan Grup Band Goodbye Lenin.
3. Metode yang digunakan adalah metodologi kualitatif dengan pendekatan
Analisis Wacana model Kognisi Sosial, Teun A. Van Dijk.
4. Penelitian pada Dimensi teks (Lirik lagu “Ada Mereka Dikepala”)
pengamatan dibatasi pada :
•
Struktur Makro yaitu tematik (topik),
•
Super Struktur yaitu skematik (alur/skema), dan
•
Struktur Mikro yaitu semantik (hanya pada elemen latar) dan retoris
(hanya pada elemen metafora).
5. Pada aspek Kognisi Sosial, yang diteliti adalah grup band Goodbye Lenin
melalui skema person, skema diri, skema peran dan skema peristiwa.
6. Pada Dimensi Konteks Sosial, analisis dilakukan melalui analisis kekuasaan
(power) dan Analisis Akses (acces) terhadap kondisi Indonesia yang relevan
dengan lirik lagu “Ada Mereka Dikepala”. Selain itu dalam dimensi ini
menyertakan pula tanggapan dari perwakilan seniman atau budayawan yang
dikenal concern terhadap kondisi sosial di Indonesia. Seniman tersebut
adalah, Dimas Wijaksana (Mr Sonjaya), Eky Darmawan (RNRM).
1.7
Pengertian Istilah
1. Lirik adalah kata-kata yang disandingkan dengan musik, lirik tidak selalu
berirama. (Encyclopedic Dictionary of Journalism and Communications,
1999; 491)
2. Musik adalah adalah seni memadukan suara bedasarkan komposisi ritme,
harmonisasi, sehingga tercipta susunan suara yang terdengar indah bentuk
represntasi suara berupa tulisan atau tanda-tanda tercetak. (Oxford Advanced
Learner’s Dictionary of Current English,1986; 557)
3. Kritik berasal dari bahasa Yunani, yaitu krinein, yang artinya memisahkan,
memerinci (Kwant dalam Sobur, 2001; 195). Sedangkan kritik sosial yaitu
penilaian atas nilai yang dihubungkan dengan perlunya situasi dan perilaku
ideal. (Sobur, 2001; 195)
4. Goodbye Lenin adalah grup band indie asal Bandung yang beraliran pop
eksperimental. Mereka terdiri dari Opick Marshall (vocal dan Guitar
kyboard), Arvi (Drum) dan verry (Guitar). Goodbye Lenin atau yang biasa
disebut GL telah mengeluarkan Ep Album yakni Ruang Plastik. Dalam setiap
lagu-lagunya Goodbye Lenin, senantiasa memotret realitas sosial yang tengah
menjadi fenomena di Indonesia seperti tentang fenomena Buruh yang di upah
murah (Akhir Episode Mimpi), masih mengakarnya sisa-sisa Feodal di
pedesaan sehingga petani selalu di tindas (akhir episode mimpi),
konsumerisme (Jangan Sentuh Dia, bahkan ada satu lagu yang menyerukan
bahaya laten terhadap penggunaan plastik yang berlebih(Ruang Plastik).
5. “Ada Mereka Dikepala” adalah salah satu lagu karya Goodbye Lenin yang
terdapat dalam Ep album Ruang Plastik (2008). Secara eksplisit lagu ini
bercerita tentang bagaimana Imprealisme, Feodalisme, dan kapital birokrasi
sebagai korporasi kapitalis monopoli asing dan sebagai operator yang selalu
merongrong kehidupan masyarakat, yang kemudian menyebabkan bencana
sosial seperti ketidak adilan, kelaparan, urbanisasi, dan lain sebagainya.
1.8
Kerangka Pemikiran
Kritik Sosial Semua kemajuan lahir dari kritik, karena tanpa kritik bangsa
manusia tidak mungkin bisa mencapai hasil yang kini telah dicapainya itu. (Kwant
dalam Sobur 2001;193). Banyak orang berbicara mengenai kritik, baik dalam arti
yang positif maupun dalam arti yang negatif. Dalam kebudayaan tradisional dan
dalam tatanan hubungan feodalistik kritik adalah merupakan sesuatu yang tabu
bahkan dilarang untuk dilakukan, sedangkan dalam kehidupan budaya modern kritik
lebih dimaknai sebagai zat hidup yang menggerakan kehidupan itu sendiri. Kritik
adalah sesuatu bentuk kebebasan yang mesti disesuaikan dengan sistuasi dan kondisi
pada masa kebudayaan transisi ini. Sementara itu, Muladi menilai “Di Negara
berkembang, kritik sering dilihat sebagai sesuatu yang tidak loyal (disloyalty).
Padahal di masyarakat yang maju, kritik justru merupakan sesuatu yang penting,
sebagai masukan agar sistem politik menjadi lebih baik” (Sobur, 2001;194).
Orang memuji kritik sebagai nilai dasar bangsa manusia, sebagai dasar untuk
pandangan yang penuh harapan bagi masa depan. Namun, orang juga menentang
kritik sebagai perusakan yang tidak sopan, sebagai penyergapan atas nilai-nilai yang
suci. Apakah termasuk memuji atau menentang, kebanyakan orang tidak menyadari
tentang hakikat kritik atau esensi dari kritik itu sendiri. Juga mengenai pentingnya
kritik dalam tata kehidupan bangsa manusia dan dalam susunan hidup
kemasyarakatan kita dewasa ini.
Kritik sosial antara lain sebagai control terhadap jalannya sebuah sistem sosial
atau merupakan proses bermasyarakat. Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan
salah satu variabel penting dalam memelihara sistem sosial. Adanya kritik sosial
dalam suatu masyarakat mencerminkan perubahan yang sedang dialami oleh
masyarakat itu. Jika suatu kritik sosial ingin memenuhi fungsinya dengan efektif,
harus memenuhi beberapa langkah dan syarat. Kritik sosial sebagai pendapat pribadi,
tidak terorganisir akan hilang lenyap dalam saingan pendapat. Ternyata kritik sosial
juga perlu melembagakan diri, menemukan saluran-saluran yang dapat lebih
menjelaskan, memfokuskan, memperinci dan merumuskan dalam langkah-langkah
operasional mengenai apa yang diusulkan untuk diperbaiki.
Berbicara mengenai lirik dalam ranah komunikasi massa, maka kita perlu
mencermati lebih tajam tentang keterkaitan antara penempatan realitas yang ada
dalam wacana tersebut dengan individu sebagai pembuatnya juga dengan faktorfaktor eksternal lainnya. Realitas dalam sebuah wacana -atau dalam hal ini adalah
lirik lagu- dipandang sebagai sesuatu hal yang terbentuk atau dikonstruksikan dalam
struktur yang terdapat dalam masyrakat. Realitas bukanlah sesuatu yang hadir dan
lahir secara alamiah “di luar sana” juga bukanlah sesuatu yang terpisah dengan
individu sebagai produsennya, individu secara aktif turut serta mengkonstruksi
realitas tersebut. Meminjam tesis tentang “Konstruksi atas Realitas Sosial” karya
Peter L Berger dan Thomas Luckman, maka kita akan memahami seperti apa realitas
dikonstruksi oleh seseorang melalui tiga momen, yaitu :
Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke
dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Kedua, Objektivasi,
yaitu hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan
eksternalisasi manusia tersebut. Ketiga, internalisasi. Proses Internalisasi lebih
merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran
sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia
sosial” (Berger dan Luckman dalam Eriyanto, 2002; 14-15).
Pada konteks penelitian ini, gagasan Berger dalam konstruksi realitas yang
terdapat di lirik lagu “Ada mereka di kepala” proses yang pertama kali terjadi adalah
eksternalisasi, pengarang lagu yang memiliki konsepsi dan kerangka pemikiran
tersendiri mengenai kondisi negara ini yang tidak baik-baik saja. Sedangkan dalam
ideologi dominan (penguasa), mereka memiliki pandangan bahwa negara ini tengah
berada dalam situasi yang stabil, rakyat sejahtera, tingkat kemiskinan menurun atau
dalam kata lain bahwa negara ini baik-baik saja. Berbagai skema dan pemahaman
tentang negara ini digunakan untuk mendeskripsikan fenomena yang ada.
1.9
Metode Penelitian dan Pendekatan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif.
Metodologi Kualitatif sendiri merupakan antitesis dari pendekatan positivistik yang
diperkenalkan oleh Comte (istilah Positivisme pertama kali diperkenalkan Auguste
Comte, ini berarti bahwa semua fenomena itu sebagai subjek hukum-hukum alam),
yang kemudian dikenal dengan metodologi kuantitatif, dimana dalam metodologi
kuantitatif selalu menggunakan seperangkat fakta sosial yang bersifat objektif atas
gejala yang nampak mengemuka, “sehingga metodologi ini cenderung melihat
fenomena hanya dari kulit luarnya saja dan tidak mampu memahami makna dibalik
gejala yang tampak tersebut” (Basrowi, 2002; 3).
Metodologi kualitatif sendiri bertujuan untuk mendapatkan pemahaman
tentang kenyataan melalui proses berfikir induktif. Dalam penelitian ini, peneliti
terlibat dalam situasi dan setting fenomena yang diteliti, dalam artian bahwa tidak ada
batasan yang jelas antara peneliti dengan objek yang diteliti, tidak seperti penelitian
kuantitatif dimana peneliti harus berada di luar lingkaran objek penelitian. Setiap
kejadian dalam metodologi kualitatif merupakan sesuatu yang unik dan berbeda
antara satu dengan yang lain karena adanya perbedaan konteks.
Pendekatan Analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
pendekatan analisis wacana yaitu seperangkat prinsip metodologis yang luas,
diterapkan pada bentuk-bentuk ujaran/percakapan dan teks, baik yang terjadi secara
alamiah maupun yang telah direncanakan sebelumya. “Analisis wacana menempatkan
bahasa atau wacana bukan semata-mata alat untuk memproduksi dan mengirimkan
makna/pesan. Bahasa atau wacana merupakan strategi yang digunakan orang-orang
dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu” (Daymon dan Holloway, 2008; 219).
Melalui analisis wacana realitas sosial danggap memiliki wajah ganda dalam
artian bahwa kebenaran bukan merupakan sesuatu yang bersifat tunggal. “Kebenaran
selalu dipengaruhi oleh konteks yang didalamnya melibatkan proses evaluasireevaluasi, posisi-reposisi dan negosiasi-renegosiasi” (Basrowi, 2002; 236). Struktur
yang melingkupi realitas bukanlah satu-satunya variabel yang mendorong individu
untuk merumuskan kebenaran, sifat individu tidak pasif namun secara aktif
melakukan interpretasi atas struktur itu sendiri. Bahkan secara kreatif individu
sebagai agent melakukan negosiasi atas wacana yang dikonstruksinya sesuai dengan
harapan-harapan dan pengalaman subjektifnya sebagai individu unik.
Secara umum, peneliti yang menggunakan pendekatan ini menganggap
bahwa: Teks-teks sosial (yakni wacana yang didalamnya juga termasuk teks lirik
dalam sebuah lagu), tidak melulu merefleksikan atau mencerminkan objek, peristiwa
dan kategori yang telah ada dalam dunia sosial dan alam. Teks-teks tersebut secara
aktif mengkonstruk sebuah versi dari hal-hal tersebut. Mereka tidak hanya
menggambarkan berbagai hal; mereka melakukan banyak hal. Dan dengan aktif
melakukan semua itu, teks-teks tersebut mempunyai implikasi sosial dan politis
(Potter dan Watherell, 1987; 6 dalam Daymon dan Holloway, 2008; 219).”
Analisis Wacana Kritis. Sebelum memahami seperti apa Analisis Wacana
Kritis, perlu diketahui terlebih dahulu tentang bagaimana bahasa sebagai objek utama
dalam kajian analisis wacana dipandang. Cara pandang serta cara memposisikan
bahasa dalam realitas akan mempengaruhi bagaimana analisis dilakukan terhadapnya.
Terdapat tiga perspektif yang dikenal dalam melakukan analisis Wacana : (1)
Postivisme-empiris, (2) Konstruksivisme dan (3) Kritis.
Dalam perspektif kaum positivisme-empiris, bahasa dipandang sebagai
sebuah manifestasi atas realitas yang ditangkap oleh individu secara langsung untuk
kemudian diekspresikan dalam struktur kebahasaan tanpa adanya distorsi dan miss
interpretasi, sejauh apa yang diekspresikan tersebut sesuai dengan tata-cara aturan
baku pembentuk bahasa, logis, sesuai dengan kaidah sintaksis serta terkait erat
dengan pengalaman empiris, maka hal tersebut telah dianggap mewakili realitas
kebenaran. Dalam perspektif ini terdapat garis demarkasi yang jelas antara realitas
dan pemikiran, sehingga dengan asumsi seperti demikian, terdapat konsekuensi logis
tentang cara melakukan analisis wacana. Bahwa dalam perspektif ini orang tidak
perlu meneliti celah subjektivitas atau nilai-nilai yang mendasari suatu wacana dari
individu sebagai produsen wacana tersebut, karena memang dalam pandangan yang
positivistik
individu
dianggap
tidak
memiliki
ruang
untuk
menginjeksi
subjektivitasnya.
“Dalam
pandangan
ini,
wacana
dimaksudkan
untuk
menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa dan mencapai pengertian bersama.
Wacana lantas diukur dengan pertimbangan kebenaran/ketidakbenaran (menurut
sintaksis dan semantik)” (Eriyanto, 2001; 4).
Pandangan yang kedua disebut konstruksivisme. Berbeda dengan pandangan
positivisme-empiris yang memisahkan subjek dan objek bahasa, kosntruksionisme
justru melihat bahwa subjek memiliki keterkaitan yang erat dengan objek bahasa,
bahkan secara lebih substansial lagi, pandangan ini menempatkan subjek sebagai
faktor sentral yang membentuk bahasa serta hubungan-hubungan sosialnya. Bahasa
tidak lagi dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif semata dan
dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. “Terdapat faktor subjektivitas
dari individu yang memiliki fungsi kontrol untuk memasukan maksud-maksud
tertentu dalam setiap wacana” (Hikam dalam Eriyanto, 2001; 5).
Pendekatan Analisis Wacana Teun A. Van Dijk.
Alasan penulis menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Teun A.
Van Dijk atau Pendekatan Kognisi Sosial (Socio Cognitive Approach) dalam
menguraikan makna pesan yang tedapat dalam penelitian ini. Karena sesuai dengan
kondisi objekif ketika suatu teks terlahir dari kognisi sosial dimana si pembuat teks
itu berada. Menurut pandangan ini wacana bukanlah suatu hal yang tidak terikat dan
bebas nilai. Wacana terbentuk dari berbagai macam konstelasi dan merupakan bagian
kecil dari struktur besar masyarakat. Serta yang paling penting bahwa bahasa
merupakan hasil dialektis dari kognisi saat produksi bahasa itu dilakukan. Wacana
merupakan produk yang lahir berdasarkan kandungan-kandungan konginitif si
pembuatnya, bagaimana cara individu melihat realitas untuk kemudian di wacanakan
akan mempengaruhi wacana yang lahir kemudian. Jadi selain adanya pergulatan
berbagai macam kepentingan (termasuk didalamnya praktik kekuasaan), wacana juga
adalah hasil kognitif si pembuatnya. Terlebih lagi, jika kita mengaitkannya dengan
penelitian ini, dimana lirik lagu “Ada Mereka Dikepala” adalah merupakan hasil dari
proses pengkonstruksian realitas yang dilakukan melalui tiga momen –internalisasi,
eksternalisasi dan obyektivasi- (lihat Berger dan Luckman; 1991; 185) dalam kognitif
pembuat lirik. Selain itu dalam lirik ini memiliki kandungan pesan yang berisikan
kritik sosialnya atas kondisi Negara dan masyarakat hari ini yang tertindas dan
terhisap.
Van Dijk melihat bahwa wacana bukan hanya sebidang teks kosong tanpa
makna yang dianggap sudah mewakili kebenaran saat struktur pembentuk bahasa
(sintaksis dan semantik) telah dipenuhinya. Lebih jauh dari itu Van Dijk melihat
bahwa wacana merupakan sebuah kajian yang memiliki tujuan-tujuan tertentu yang
ingin disampaikan pembuatnya. Dan dengan menggunakan pendekatan analisis inilah
Van Dijk berusaha membongkar makna-makna yang secara implisit terkandung
dalam kesatuan wacana tersebut.
Wacana oleh Van Dijk digambarkan memiliki tiga bangunan dimensi : Teks,
Kognisi Sosial dan konteks (Eriyanto, 2001; 225). Inti dari pendekatan Van Dijk
adalah untuk mengelaborasi ketiga dimensi ini ke dalam kesatuan analisis. Menurut
van Dijk ketiga dimensi tadi memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi sebagai
hasil yang merupakan suatu wacana.
Gambar 2 : Model Analisis Wacana Teun A. Van Dijk
(Sumber : Eriyanto, 2001; 225)
Pada dimensi Teks, fokus penelitiannya bertumpu pada struktur teks tersebut
yang memanfaatkan analisis linguistik (kosakata, kalimat, proposisi dan paragraf)
untuk menjelaskan dan memaknai suatu wacana, yang jika dihubungkan dengan
penelitian ini, bahwa teks dalam lirik lagu dilihat dari struktur kebahasaannya.
Walaupun tidak ada kesepakatan bersama tentang struktur baku yang menjadi
landasan membuat suatu lirik lagu, setidaknya ada aturan-aturan tertentu yang tidak
tertulis tentang bagaimana agar sebuah lirik lagu tersebut dapat dengan mudah
diterima oleh khalayak dan sekaligus juga menggugah kesadarannya untuk lebih
memahami secara kognitif tentang karya musik yang dibuat, seperti halnya Judul,
Intro, reffrein dan penutup lagu.
Dimensi Kognisi, merupakan penjabaran yang menjelaskan pada proses saat
teks tersebut di produksi dan di reproduksi oleh pembuat teks. Dalam arti bahwa
perspektif pembuat teks dalam melihat realitas dan bagaimana cara ia memaknai
realitas tersebut akan melahirkan teks yang diintervensi perspektifnya tersebut. Hal
inilah yang disebut oleh Van Dijk sebagai aspek kognisi sosial. Melalui dimensi ini
kita bisa melihat sejauh mana dan bagaimana grup band Goodbye Lenin -sebagai
pembuat lirik lagu “Ada Mereka Dikepala” dalam mengejawantahkan kognisinya
terkait dengan cara bagaimana mereka memahami realitas. Apa yang ditulis dalam
lirik lagu tersebut adalah gambaran mindset mereka dan ekspektasinya terhadap
kebenaran realitas yang mereka tangkap.
Dimensi yang terakhir yaitu konteks berkaitan erat dengan analisis sosial,
disini wacana dihubungan dengan struktur yang lebih besar dan pengetahuan yang
berkembang di masyarakat tentang suatu wacana. Konstruksi wacana dalam pola
pikir masyarakat terkolektifkan dalam suatu kecenderungan pembuatan wacana
tertentu. Konteks dalam analisis wacana Van Dijk merupakan penopang diluar teks
tersebut, karena dalam asumsi analisis kritis teks tidak mungkin sesuatu yang mandiri
dan berdiri sendiri, selalu ada keterkaitan dengan hal-hal yang berada diluar teks
seperti, latar dalam pembuatan lirik lagu, setting sosial tempat lagu tersebut.
1.10
Teknik Pengumpulan Data
Yang disebut dengan data penelitian adalah seluruh fakta dan informasi yang
bisa dijadikan instrumen penelitian. Menurut jenisnya data dalam penelitian ini
dikategorisasikan dalam dua jenis yaitu, data primer dan data sekunder. Data Primer
dalam penelitian ini berasal dari lirik lagu “Ada Mereka Dikepala” karya grup band
Goodbye Lenin. Sedangkan Data Sekunder berasal dari literasi buku, pemberitaan di
media dan berbagai sumber tulisan lainnya yang berkaitan dengan penelitian.
1.10.1 Analisis tekstual
Fokus penelitiannya bertumpu pada Struktur teks tersebut yang memanfaatkan
analisis linguistik (kosakata, kalimat, proposisi, dan paragrap) untuk menjelaskan dan
memaknai suatu wacana, yang dihubungkan dengan penelitian ini, bahwa teks dalam
lirik lagu dilihat dari struktur kebahasaannya. Walaupun tidak ada kesepakatan
bersama tentang struktur baku yang menjadi landasan membuat suatu lirik lagu,
setidaknya ada aturan-aturan tertentu yang tidak tertulis tentang bagaimana agar
sebuah lirik lagu tersebut dapat dengan mudah diterima oleh khalayak dan sekaligus
juga menggugah kesadarannya untuk lebih memahami secara kognitif tentang karya
musik yang dibuat, seperti halnya Judul, Intro, reffrein dan penutup lagu.
1.10.2 Studi Kepustakaan
Mencari dan mengumpulkan segala literasi, buku dan sumber kepustakaan
lainnya yang terkait dengan penelitian ini.
1.10.3 Wawancara
Melakukan wawancara dengan narasumber dan dengan sumber-sumber lain
terkait dengan penelitian ini. Narasumber yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah yang utama yakni, grup band Goodbye Lenin yang terdiri atas Opick
Marshall, Verry dan Arvi. Kemudian selain itu, wawancara pun akan
dilakukan dengan seniman atau budayawan seperti Wildan Syamsudien, juga
dengan salah seorang aktivis gerakan yaitu D. Jeffy sebagai ketua FMN (Front
Mahasiswa Nasional) cabang Bandung. Para narasumber ini dipilih
berdasarkan kepedulian mereka terhadap masalah-masalah sosial, sehingga
apa yang mereka lakukan baik dalam karya maupun aktivitasnya relevan
dengan bahasan di penelitian ini.
1.11
Organisasi Karangan
Secara sistematik penulis mencoba mengorganisasikan penelitian ini dengan
penyusunan organisasi karangan seperti dibawah ini :
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan gambaran awal penelitian, yang mencakup Latar Belakang
Masalah, Rumusan Masalah, Pertanyaan Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan
Penelitian, Kerangka Pemikiran, Pembatasan Masalah, Teknik Pengumpulan data,
Pengertian Istilah dan Organisasi Karangan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini, penulis menggambarkan tinjauan pustaka secara menyeluruh
yang mendasari permasalahan dalam penelitian. Tinjauan tersebut berisi Tinjauan
Tentang Musik, dimana didalamnya berisi sub bagian Definisi Musik, Lagu dan
Lirik. Kemudian juga tentang Musik sebagai Medium Komunikasi Massa. Bagian
lainnya berbicara Tinjauan tentang Bahasa dan wacana, dimana dalam sub bagiannya
terdapat segmen yang membahas Lagu sebagai Wacana. Lalu bagian selanjutnya
yaitu Tinjauan tentang Kritik sosial beserta pengertiannya dan bagian yang terakhir
dalam bab ini adalah Telaah Mengenai Penelitian Sebelumnya yang mengacu pada
dua referensi penelitian karya Aria Lesmana (2004) yaitu Kritik Sosial dalam Lirik
Lagu Tikus-tikus Kantor serta penelitian yang telah dibukukan karya Yoshihara
Kunio (1990) tentang Kapitalisme Semu Asia Tenggara.
BAB III METODELOGI PENELITIAN
Dalam bab ini, penulis akan menggambarkan tentang metodelogi penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu ; Metodologi Penelitian, Karakteristik
Penelitian Kualitatif, Pertimbangan Melakukan Penelitian Kualitatif, Pendekatan
Analisis, Analisis Wacana Kritis, Pendekatan Analisis Wacana Teun A. Van Dijk dan
Pertimbangan Menggunakan Model Analisis Wacana T. A. Van Dijk.
BAB IV PROFIL GRUP BAND GOODBYE LENIN
Isi bab ini merupakan gambaran mengenai profil Grup Band Goodbye Lenin
dan Lirik Lagu Ada Mereka Di kepala sebagai objek penelitian. Dalam bab ini akan
dibahas mengenai : Lirik lagu Ada mereka di kepala, Profile grup band Goodbye
Lenin, Diskografi Goodbye Lenin, dan tentang Profile Partisipan Penelitian seperti,
Profile Dimas Wijaksana (Mr Sonjaya) dan Profile Eky Darmawan (personel
RNRM).
BAB V PEMBAHASAN
Berisi interpretasi dan hasil analisis penulis atas objek penelitian yang
dilakukan dalam tiga pembahasan yakni, pembahasan dalam Dimensi Teks,
pembahasan dalam Kognisi Sosial dan pembahasan dalam Konteks Sosial.
BAB VI PENUTUP
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan tentang Musik
2.1.1
Definisi Musik, Lagu dan Lirik
Definisi dari musik sendiri sangat beragam, hampir tidak ada definsi dari
musik yang bisa diterima secara mutlak. Pengalaman yang berbeda-beda dari tiap
individu dalam memaknai musik yang menyebabkan lahirnya keberagaman ini. Bagi
seorang yang memang terlibat secara professional dengan musik, ia akan memahami
musik sebagai rangkaian nada dengan segala efek bunyi yang dihasilkannya dan
konsep industri yang ada didalamnya, namun lain lagi bagi penikmat musik semata
seperti halnya penulis, yang mungkin hanya memahami musik sebagai sarana
rekreatif semata. Lalu mungkin bagi sebagian orang lainnya musik bisa saja dipahami
sebagai medium transendent dengan penciptanya, definisi musik sangat relatif bagi
setiap orang.
Ada orang yang menganggap suara lolongan binatang atau gemericik air
sebagai musik, namun bagi sebagian yang lain bunyi hanya dapat dipahami sebagai
musik saat ia menggunakan instrument artificial. Dengan keberagaman ini maka
musik itu pada hakikatnya tidak bisa diseragamkan baik dari segi definisi maupun
dari segi apa yang disukai dari tiap-tiap orang tentang musik.
Namun guna
memudahkan penelitian ini penulis merangkum beberapa definisi dari musik itu
sendiri dari beberapa literatur yang berbeda. Berikut ini adalah beberapa diantaranya;
“ Musik adalah paduan bunyi dari beberapa alat atau instrument musik yang bernada
secara teratur dan kesesuaian seni susun padu nada (Kamus Ilmiah Populer Rajasa,
2002;409).” Sedangkan definisi musik berdasarkan kamus bahasa Inggris Oxford,
menyatakan bahwa :
Art of making pleasing combinations in sound of rhytym, harmony and
counterpoint, the sound and compositions so made, written or printed, sign,
representing sound; Musik adalah seni memadukan suara bedasarkan
komposisi ritme, harmonisasi, sehingga tercipta susunan suara yang terdengar
indah bentuk represntasi suara berupa tulisan atau tanda-tanda tercetak
(Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, 1986:557).
Berdasarkan definisi musik di atas penulis menyimpulkan bahwa musik
adalah sebuah seni yang mengkolaborasikan suara berdasarkan ritme, harmonisasi,
sehingga menciptakan sebuah suara yang terdengar indah. Musik merupakan subbagian dari sebuah lagu, walaupun batasan antara lagu dan musik masih sangat
abstrak namun berdasarkan pengertian dari lagu yang dikutip dari kamus bahas
Inggris Oxford menyatakan bahwa lagu adalah :
Singing; music for the voice; short poem or number of verses set to music and
intended to be sing; Bernyayi; musik untuk manusia; puisi pendek atau
serangkain bait atau variasi bermusik yang dapat dinyanyikan oleh suara
manusia. (Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current
English,1986:822).
Dalam sebuah lagu terdapat elemen-elemen lain yang membentuk bunyi
sehingga bunyi tersebut bisa dikatakan sebagai sebuah lagu. Selain musik yang
pengertiannya disederhanakan menjadi bunyi yang dihasilkan melalui instrumen
musik, elemen lain pembentuk sebuah lagu adalah adanya lirik atau rangkaian kata
yang dinyanyikan. R. K. Ruindran dalam kamus Ensiklopedia Jurnalisme dan
Komunikasi, lirik lagu diartikan sebagai : “In another sense the lyrics of a popular
song or other musical compositions are the word as apposed of the music; these may
not always be lyrical in poetic sense; Lirik sebuah lagu popular atau komposisi
musik lainnya adalah kata-kata yang disandingkan dengan musik; lirik ini tidak selalu
berirama” (Encyclopedic Dictionary of Journalism and Communications, 1999:491).
2.1.2
Musik sebagai Medium Komunikasi Massa
Saat ini manusia tengah berada dalam suatu era dimana kecepatan
perkembangan teknologi amat mengagumkan. Kini hampir setiap saat inovasi-inovasi
atau penemuan-penemuan teknologi terbaru diberbagai bidang selalu bermunculan.
Salah satu bidang dalam kehidupan manusia yang selalu mengalami update teknologi
paling cepat adalah dibidang komunikasi. Dengan bebagai macam teknologi yang ada
saat ini komunikasi mengalami kemajuan yang amat pesat dibanding satu dasawarsa
kebelakang.
Dengan perkembangannya ini, hal ini turut mempengaruhi elemen-
elemen yang ada dalam komunikasi itu sendiri yang salah satunya adalah media
massa. Definisi media massa kini tidak hanya lagi berupa alat-alat mekanis yang
mengirim dan menyimpan pesan (seperti kamera televisi, mikrofon, radio dan materi
cetak), tetapi juga institusi yang menggunakan alat-alat tersebut untuk mengirim
pesan. Menurut Dominick dalam buku The Dynamic of Mass Communications,
menyebutkan bahwa ;
Ketika kita berbicara tetang media massa seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah, sound recording (sr), dan film, kita juga akan membicarakan orangorang, kebijakan organisasi dan teknologi yang memproduksi media massa
tersebut. Tentu saja yang disebut media massa juga bukan hanya kedelapan
macam elemen media diatas. Billboard, buku komik poster atau katalog juga
termasuk didalamnya. Hanya saja, delapan macam media massa tadi memiliki
khalayak yang paling banyak dan juga dikenal oleh kita sebagai khalayak
(Dominick, 1996; 25).
Sound Recording (SR), yang sudah diakui sebagai salah satu media massa
tentu saja berkepentingan untuk mengirim pesan kepada khalayak. Salah satu produk
dari SR adalah musik. Musik merupakan bentuk komunikasi yang auditif (ditangkap
oleh indera pendengaran). Ketika musik diawetkan dalam SR, musik menjadi sebuah
pesan. Musik juga dapat menjadi sebuah media ketika pencipta lagu melalui penyanyi
berusaha menyampaikan pesan yang berupa lirik kepada khalayak. Salah satu bentuk
musik adalah lagu. Penelitian ini adalah penelitian bagaimana lirik lagu menjadi
pesan penulis lagu kepada khalayaknya. Jadi musik dianggap sebagai media
komunikasi penulis lagu, pesannya adalah liriknya.
Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah apakah sebenarnya musik juga
bisa dijadikan media massa?. Ataukah musik adalah salah satu bentuk komunikasi
massa?. Seberapa banyak khalayak sampai disebut massa?. Seberapa tersebarnya
khalayak?. Seberapa heterogennya khalayak?. Harus sekompleks apa organisasinya?.
Ini dapat dibuktikan dengan delapan elemen dalam komunikasi sampai komunikasi
itu disebut komunikasi massa. Delapan elemen tersebut adalah sumber, proses
encoding, pesan, saluran, proses decoding, penerima feedback, dan noise. Berikut ini
adalah penjabarannya.
Musik menjadi salah satu bentuk komunikasi massa karena dibuat oleh
komunikator yang terorganisir. Dalam hal ini, sebuah lagu dibuat oleh penciptanya
untuk kemudian dinyanyikan oleh penyanyi atau grup band, selanjutnya lagu tersebut
dikemas dalam sebuah album atau dalam perkembangannya saat ini lagu dikemas
menjadi sebuah RBT (Ringbacktone) untuk dijual pada penikmat lagu atau konsumen
oleh perusahaan rekaman. Komunikator dalam komunikasi massa memiliki sedikit
detail informasi tentang khalayak. Sebuah kelompok musik misalnya, memiliki
jumlah penggemar melalui keanggotaan fans club, jumlah kaset dan CD yang terjual,
RBT yang di download atau banyaknya penonton yang hadir dalam konser mereka.
Proses encoding dalam komunikasi massa selalu melewati beberapa tahap
tertentu. Seorang pencipta lagu memiliki atau membuat suatu lagu yang kemudian
dibawakan atau dinyanyikan penyanyi lain atau kelompok musik, kemudian direkam
dalam bentuk kaset atau CD dengan bantuan mesin. Kemudian diperbanyak,
didistibusikan dan dijual oleh perusahaan rekaman ke toko-toko kaset.
Saluran komunikasi massa dalam mengirim pesannya menggunakan satu atau
lebih alat bantu. Sebuah lagu akan membutuhkan kaset atau CD sebagai tempat
rekaman agar bisa diperdengarkan dan membutuhkan mesin (tape recorder) untuk
merekamnya. Pesan pada komunikasi massa sifatnya umum. Seseorang dapat
mendengar lagu jika ia memiliki tape dan membeli kaset. Sebuah lagu mengandung
pesan yang hendak disampaikan oleh pencipta lagu kepada pendengarnya. Pesan yang
hendak disampaikan itu berupa lirik yang dinyanyikan oleh penyanyinya.
Komunikasi massa selalu melalui proses decoding yang bertahap sebelum pesan itu
disampaikan. Sebuah pemutar kaset atau CD player menguraikan pola-pola partikel
magnet menjadi gelombang suara yang dapat ditangkap indera pendengaran.
Setelah itu sampai pada penerimanya, khalayaknya sesuai namanya
komunikasi massa memiliki khalayak yang banyak, dapat mencapai jutaan orang.
Kedua, khalayak komunikasi massa bersifat heterogen, terdiri dari banyak perbedaan
umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, suku, ras dan lain-lain. Ketiga khalayak
tersebar luas pada wilayah yang luas, komunikator dan penerima dapat saja tidak
bertemu secara fisik.
Feedback yang terjadi biasanya berupa feedback yang tertunda karena
komunikasi jenis ini berlangsung satu arah. Noise yang terjadi biasanya akibat
kesalahan teknis pada mesin yang mengirim pesan. Berdasarkan pembuktian dengan
delapan elemen komunikasi massa diatas maka lagu atau musik dapat juga
digolongkan dalam media komunikasi massa.
Bentuk media massa sangat banyak misalnya, surat kabar, majalah radio,
televisi, film, buku juga sound recording. Lagu sebagai produk sound recording
sering ditampilkan atau diputarkan dalam radio, televisi dan film dimana yang
ketiganya tersebut jelas memenuhi kriteria media massa, yaitu menimbulkan
keserempakan di antara khalayak yang sedang menyimak pesan yang disampaikan
media massa tersebut. Terjadi simbiosis antara radio televisi dan perusahaan rekaman
yang menjual produknya berupa lagu. Ini juga dikuatkan oleh Joseph R. Dominick
sebagai berikut, “Most radio station depended of recording to fill the air time; most
record need air play to sell. MTV (Music Television) demonstrates a three way
symbiosis; record companies as their programming source; and radio station use a
sounding board for new release” (Dominick, 1996;27).
Dengan begitu, musik juga memiliki fungsi yang sama dengan bentuk-bentuk
komunikasi massa lainnya, yaitu fungsi menyampaikan informasi (to inform), fungsi
mendidik (to educate), fungsi menghibur (to entertain) dan fungsi mempengaruhi (to
influence).
2.2
Tinjauan tentang Bahasa dan Wacana
Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk
mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu
komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaaan
dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan
berbagai aspek realitas individual kita. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi
realitas kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek
atau konsep yang diwakili kata-kata itu.
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu
kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam
kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk
berhubungan dengan orang lain. Bahasa dapat juga dianggap sebagai suatu sistem
kode verbal.
Sedangkan definisi wacana, yang penulis kutip dari berbagai sumber literatur,
terdapat kemajemukan dari definisi wacana itu sendiri. Bahkan definisi yang dikutip
dari kamus pun, yang dianggap sebagai referensi dan acuan yang objektif juga
memiliki definisi-definisi yang berbeda pula. Banyak definisi wacana yang lahir dari
disiplin ilmu yang berbeda, sehingga kemudian batasan antara satu definisi dengan
definisi lainnya tampak begitu abstrak.
Wacana kadangkala diangap sebagai suatu kumpulan kalimat yang memiliki
saling keterkaitan yang pada akhirnya menimbulkan makna tertentu (Badudu dalam
Eriyanto, 2001;13). Namun ada pula yang membatasi wacana sebagai suatu aktivitas
pertukaran kebahasaan semata, dimana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya
(Howtorn dalam Eriyanto, 2001;13). Namun selain dua deskripsi tersebut, masih
banyak definisi tentang wacana yang beredar luas dimasyarakat, seperti halnya
definisi yang diungkapkan oleh Foucault yang menganggap bahwa wacana adalah
“Kadangkala sebagai bidang dari semua pernyataan (statement), kadangkala sebagai
sebuah individualisasi kelompok pernyataan dan kadangkala sebagai praktik
regulative yang dilihat dari sejumlah pernyataan” (Focault dalam Eriyanto, 2001;13).
Menilik pada keberagaman tentang definisi wacana, lirik lagu sebagai
sejumlah kata dan kalimat yang terikat dan dihubungkan dalam sebuah lagu dan
musik, bisa dikatakan sebagai sebuah wacana. Lirik lagu yang didalamnya terdapat
elemen-elemen kata dan kalimat saling terkait, memiliki koherensi makna dan
terkolektifkan menjadi satu kesatuan lirik yang utuh.
Lirik lagu sebagai sebuah wacana, memiliki implikasi yang paradoksal.
Disatu sisi lirik yang juga bisa disebut sebagai puisi yang dinyanyikan (musikalisasi
puisi), bersifat mandiri, tunggal berdiri sendiri dan otonom. Lirik lagu pada sisi ini
hanya menafsirkan maknanya pada dirinya sendiri, ia hanya dan harus patuh pada
ketentuan internal dirinya sendiri. Lirik hanyalah dunia rekaan yang tidak terikat,
bebas nilai dan melihat realitas dari perspektif dirinya dan hanya tentang dirinya.
Namun disatu sisi lainnya, lirik yang merupakan produk budaya, dan lahir dari rahim
sosial dimana didalamnya terdapat konstelasi menjadi tidak bebas nilai. Didalamnya
terdapat konsep, gagasan, pesan, pemikiran, harapan yang merupakan aktualisasi atas
realitas yang melingkupinya. Sehingga memaknai sebuah lirik atau puisi tidak cukup
hanya melihat dari aspek-aspek kebahasaan semata (seperti halnya perspektif kaum
positivis), namun lebih jauh dari itu, kita pun harus menggali secara kontekstual agar
mendapat pemahaman yang menyeluruh tentang makna implisit dari sebuh lirik.
Mencipta puisi atau lirik merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan jiwa
yang padat (liris dan ekspresif), sehingga bersifat sugestif dan asosiatif. Sebuah
wacana lagu atau puisi dikatakan puitis, kalau bisa membangkitkan perasaan, menarik
perhatian, menimbulkan tanggapan yang jelas, atau secara umum dapat menimbulkan
keharuan.
2.2.1
Lagu sebagai Wacana
Analisis wacana kritis memandang bahwa wacana disini tidak dipahami
semata sebagai studi bahasa tetapi juga dipahami sebagai kritik atas konteks sosial
yang terjadi. Konteks disini dapat dilihat sebagai latar, situasi, peristiwa dan kondisi
dimana wacana itu muncul. Kemudian dilihat pula konteks komunikasinya, seperti
siapa mengkomunikasikan apa, dengan siapa dan mengapa, dalam jenis khalayak dan
situasi apa, melalui media apa, bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan
komunikasi, dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak.
Dalam studi etnomusikologi, musik dianggap sebagai cerminan dari keadaan
sosial yang ada. Musik dalam struktur sosial terdiri atas dua elemen utama
pembentuknya yakni teks dan konteks. “Teks merupakan kejadian akustik yang
sering diterjemahkan sebagai lirik sedangkan konteks adalah kondisi yang sedang
terjadi dimasyarakat” (Nakagawa, 2000;6).
Sejak dahulu, lagu telah menjadi media seni popular untuk mengekspresikan
sesuatu secara lisan. Lagu dipakai untuk mengekspresikan sesuatu yang dilihat, dirasa
dan didengar baik itu berupa pengalaman pribadi ataupun untuk mengungkap realitas
sosial. Seperti halnya pada lagu-lagu yang menyuarakan diskriminasi rasial, anti
perang, mengkritisi pemerintahan, kritik akan gaya hidup dan lain sebagainya, lagu
memiliki suatu kekuatan untuk menggambarkan pandangan kepercayaan dan nilainilai sosial. Hal ini diperkuat gagasan James Lull dalam buku Popular Music and
Communications (1989), menyatakan bahwa : “Fungsi oposisi musik saat ini
melegitimasi alternatif-alternatif budaya yang berisi nilai-nilai dan gaya hidup pada
budaya dominan yang diinterpretasikan dalam media popular, di rumah, lingkungan
sekitar, lingkungan kerja dan lingkungan sekolah” (Lull, 1989;38).
Sebagai sebuah produk budaya, musik memiliki cara yang unik saat ia
berproses dalam menyampaikan makna pesannya. Musik tidak dengan semerta-merta
lahir sebagai sebuah pandangan sosial atau bahkan lebih jauh sebagai diskursus dalam
sebuah praktik kewacanaan dalam masyarakat, musik justru lahir pertama kali hanya
sebagai produk ekspresif dari si pembuatnya. Masih menurut Lull, musik dalam
fungsi sosialnya hadir dalam dua tahapan, pertama sebagai produk ekspresif dari
produsennya dan yang kedua ia bertransformasi sebagai indikator sejarah bagi
massanya.
Pertama, lirik lagu mengekspresikan pandangan yang dimiliki pencipta lagu
dan penyanyi. Bahkan seringkali merefleksikan kesadaran masyarakat atau
kesadaran popular. Musik adalah bagian budaya tidak resmi massanya,
walaupun mereka seringkali terabaikan karena ahli-ahli lebih tertarik pada
kata-kata tertulis. Padahal, yang menarik tidak hanya pada lirik namun juga
sentimen dan tujuan yang terkandung di dalam lagu tersebut. Kedua, musik
berperan sebagai indikator historis, musik dapat menjelaskan apa yang terjadi
pada saat musik itu dibuat dan disebarkan” (Lull, 1989;38).
Dengan demikian lagu dapat dikatakan sebagai suatu wacana. Mengapa?.
Karena selain terdapat pembahasan hubungan antara konteks-konteks di dalam teks,
lirik sebuah lagu juga dapat mewakili pandangan dunia mengenai suatu peristiwa.
2.3
Kritik Sosial
Semua kemajuan lahir dari kritik, karena tanpa kritik bangsa manusia tidak
mungkin bisa mencapai hasil yang kini telah dicapainya itu. (Kwant dalam Sobur
2001;193). Banyak orang berbicara mengenai kritik, baik dalam arti yang positif
maupun dalam arti yang negatif. Dalam kebudayaan tradisional dan dalam tatanan
hubungan feodalistik kritik adalah merupakan sesuatu yang tabu bahkan dilarang
untuk dilakukan, sedangkan dalam kehidupan budaya modern kritik lebih dimaknai
sebagai zat hidup yang menggerakan kehidupan itu sendiri. Kritik adalah sesuatu
bentuk kebebasan yang mesti disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada masa
kebudayaan transisi ini. Sementara itu, Muladi menilai “Di Negara berkembang,
kritik sering dilihat sebagai sesuatu yang tidak loyal (disloyalty). Padahal di
masyarakat yang maju, kritik justru merupakan sesuatu yang penting, sebagai
masukan agar sistem politik menjadi lebih baik” (Sobur, 2001;194).
Orang memuji kritik sebagai nilai dasar bangsa manusia, sebagai dasar untuk
pandangan yang penuh harapan bagi masa depan. Namun, orang juga menentang
kritik sebagai perusakan yang tidak sopan, sebagai penyergapan atas nilai-nilai yang
suci. Apakah termasuk memuji atau menentang, kebanyakan orang tidak menyadari
tentang hakikat kritik atau esensi dari kritik itu sendiri. Juga mengenai pentingnya
kritik dalam tata kehidupan bangsa manusia dan dalam susunan hidup
kemasyarakatan kita dewasa ini.
2.3.1
Pengertian Kritik Sosial
Dalam Kamus Besar Indonesia Edisi kedua, kritik diartikan sebagai kecaman
atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian pertimbangan baik buruk terhadap
suatu karya, pendapat dan sebagainya. Kritik sendiri secara terminologi berasal dari
bahasa Yunani yaitu krinein yang berarti memisahkan, memerinci. Dalam kenyataan
tersebut, manusia membuat pemisahaan dan perincian antara nilai dan yang bukan
nilai, arti dan bukan arti, baik dan jelek. Jadi kritik adalah suatu penilaian terhadap
kenyataan dalam sorotan norma. Dalam buku yang berjudul Mens en Kritiek, R.C.
Kwant (1975;12), menuliskan bahwa kritik menentukan nilai suatu kenyataan yang
dihadapinya.
Dalam melontarkan kritik, tidak cukup hanya mengetahui kenyataan yang ada,
namun orang yang melancarkan kritik harus berusahan untuk menentukan
apakah yang dihadapinya itu benar-benar seperti apa yang seharusnya oleh
karenanya, orang tersebut harus mengetahui sebelumnya bagaimana
seharusnya. (Kwant, 1975; 90).
Bahkan untuk melontarkan suatu kritik ada sebuah idiom terkenal yang
dikemukakan oleh kawan Mao Tse Tzung dalam salah satu karya tulisannya yang
menjadi pedoman dasar, agar kemudian tidak sembarangan kita melakukan kritik atas
sesuatu hal yakni “no investigation, no right to speak”, idiom ini menegaskan bahwa
dalam mengemukakan sesuatu hal (kritik) haruslah didasari oleh hasil penyelidikan
lebih lanjut atau investigasi terlebih dahulu, sehingga kemudian apa yang kita
sampaikan bukanlah bualan semata atau bahkan lebih lanjut akan memberikan
dampak yang lebih buruk daripada apa yang kita kritisi itu.
Menurut Kwant bentuk kritik dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu kritik
positif dan kritik negatif. Kritik negatif artinya sikap kritis yang kesimpulannya tidak
menyetujui. Biasanya kritik negatif lebih banyak ditemui dibanding kritik yang
positif. Sementara kritik positif artinya suatu penilaian terhadap sesuatu yang
mempunyai kesimpulan menyetujui. Kritik sosial biasanya dituangkan dengan
perlunya suatu sistuasi ideal dan perilaku ideal (ideal conduct). Suatu kritik selalu
menginginkan perbaikan. Hal ini berarti suatu kritik perlu dilandasi data dan
pengetahuan yang tepat, yaitu agar prediksi tentang masalah dalam masyarakat
menjadi tepat, setepat mungkin.
Kepekaan sosial atau socio sensitivity, merupakan inti suatu kritik sosial.
Suatu kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada peneropongan kepentingan
diri saja, melainkan justru menitik beratkan dan mengajak khalayak untuk
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial
karenanya didasarkan pada rasa tanggung jawab bahwa manusia bersama-sama
bertanggungjawab atas perkembangan lingkungan sosialnya.
Kritik sosial antara lain sebagai control terhadap jalannya sebuah sistem sosial
atau merupakan proses bermasyarakat. Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan
salah satu variabel penting dalam memelihara sistem sosial. Adanya kritik sosial
dalam suatu masyarakat mencerminkan perubahan yang sedang dialami oleh
masyarakat itu. Jika suatu kritik sosial ingin memenuhi fungsinya dengan efektif,
harus memenuhi beberapa langkah dan syarat. Kritik sosial sebagai pendapat pribadi,
tidak terorganisir akan hilang lenyap dalam saingan pendapat. Ternyata kritik sosial
juga perlu melembagakan diri, menemukan saluran-saluran yang dapat lebih
menjelaskan, memfokuskan, memperinci dan merumuskan dalam langkah-langkah
oprasional mengenai apa yang diusulkan untuk diperbaiki.
Kritik sosial perlu juga melepaskan diri dari ikatan-ikatan komunal maupun
kepentingan pribadi. Data dan lingkungan lebih luas diperlukan oleh suatu kritik
untuk dapat berperan dan berpengaruh. Mengingat bahwa suatu kritik sosial bukan
lagi merupakan suatu “milik pribadi”, sekali ia disebarkan di masyarakat, maka mau
tidak mau efektifitas kritik sosial sangat ditentukan oleh kesedian kritik ini untuk
diakomodasi dengan kritik-kritik sosial lainnya.
2.4
Telaah tentang Penelitian Sebelumnya
2.4.1 Kritik Sosial dalam Lirik Lagu Tikus-tikus Kantor
Dalam karya penelitian ini kita akan melihat tentang bagaimana kritik sosial
dalam sebuah karya musik (lirik) dilakukan. Kritik sosial dalam wacana lirik lagu
Tikus-tikus kantor karya Iwan Fals tersebut di fokuskan pada masalah korupsi yang
memang telah mengakar budaya di negeri ini. Melalui studi kualitatif dengan
menggunakan pendekatan analisis wacana model Teun A. Van Djik, penelitian ini
mengungkapkan bentuk penulisan melalui bahasa yang digambarkan dalam teks
wacana lirik lagu.
Penelitian skripsi karya Aria Lesmana (2004) ini, mengeksplorasi objek
penelitiannya yang berupa wacana lirik lagu dalam tataran dimensi teks semata, ia
membagi analisis teks tersebut dalam tiga tahapan yakni Stuktur Makro, Super
Struktur dan Struktur Mikro, dimana secara global wacana teks tersebut merujuk pada
suatu masalah sosial yakni masalah korupsi yang terjadi di lembaga-lembaga di
Indonesia, baik lembaga pemerintah maupun lembaga-lembaga swasta dan melalui
wacana lirik tersebut, Iwan Fals sebagai musisi yang menciptakan karya tersebut
berusaha mengkritisi penyakit sosial itu.
Pada tataran Struktur Makro, tema umum yang berusaha dimunculkan dalam
lirik lagu tersebut adalah merupakan pandangan Iwan Fals (pembuat lirik) dalam
memotret budaya korupsi di Indonesia yang dipersonifikasikan melalui sosok seekor
tikus berdasi yang berada di kantor-kontor. Sedangkan subtopik yang muncul dalam
wacana lirik lagu tersebut lebih merupakan sebagai gagasan yang memang koheren
atau lebih tepatnya mendukung topik utama tentang masalah Korupsi itu tadi.
Tematik yang ditampilkan adalah mengindikasikan pandangan penulis
mengenai persoalan korupsi yang terjadi di negaranya yang sudah
berlangsung selama bertahun-tahun, sehingga hal tersebut sudah dianggap
seperti membudaya dan menjadi kisah yang usang. Persoalan tersebut berupa
penggambaran ataupun perumpamaan sosok tikus yang digambarkan dalam
teks. Tidak hanya itu saja, dalam unsur tematik pola perilaku tikus-tikus
kantor dijelaskan secara jelas dalam subtopik yang mendukung topik utama
(Lesmana, 2004; 81)
Super Struktur yang menjadi tahapan analisis selanjutnya dalam penelitian ini
menggambarkan tentang skema yang terbangun dari jalinan Judul, Lead, Body dan
Penutup dalam lirik lagu tersebut yang berkolerasi satu sama lainnya yang kemudian
membentuk koherensi global untuk mendukung tema utama. Dan untuk tingkat
analisis terakhir dalam wacana teks tersebut dilakukan melalui analisis Struktur
Mikro. Pada tingkatan ini analisis dilakukan terhadap elemen-elemen terkecil
pembentuk wacana (semantik, sintaksis, stilisik dan retoris), dan menghasilkan suatu
karakteristik umum yang nampak dalam struktur mikro wacana tersebut yakni
mengenai kritik sosial yang berusaha dimunculkan secara eksplisit oleh Iwan Fals
terkait masalah Korupsi yang telah mengakar dan membudaya di Indonesia. “Pada
tingkatan ini, peneliti mengamati secara umum bahwa karakteristik sturktur mikro
yang muncul dan tampak eksplisit dari teks lagu Iwan Fals mengenai kritik sosial”
(Lesmana, 2004; 82).
Penelitian tentang “Kritik Sosial dalam Lirik Lagu Tikus-tikus Kantor” ini
menjadi penting untuk dibahas dalam penelitian ini, mengingat adanya relevansi
bahasan baik dalam hal objek yang diteliti maupun metode yang digunakan. Sehingga
kemudian posisi dari penelitian ini bisa terlihat dengan jelas, apakah ia merupakan
temuan baru yang memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dibidangnya ataukah ia
hanya merupakan pelengkap dan atau pendukung teori yang telah ada dalam
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya ini.
2.4.2
Kapitalisme Semu Asia Tenggara
Penelitian ini menjadi penting untuk ditelaah lebih jauh berkaitan dengan
penelitian yang penulis lakukan, karena melalui penelitian tentang perkembangan
sistem ekonomi kapitalis di wilayah Asia Tenggara pada dekade tahun 90 an ini, kita
akan melilhat bagaimana sistem kapitalis yang menghamba pada persaingan bebas
dan modal itu, menjadi suatu masalah utama dan yang paling fundamental bagi
kesejahteraan masyarakyat kebanyakan sehingga kemudian diwacanakan dalam teks
lirik lagu “Ada Mereka di kepala” yang penulis teliti.
Dalam penelitian yang telah dibukukan karya Yoshihara Kunio (1990) ini,
penulis mencermati bagaimana tumbuh kembang kapitalis di wilayah ASEAN yang
memiliki perbedaan bentuk dengan Kapitalis yang tumbuh di Eropa pada masa awal
abad ke 19. Menurut Yoshira kapitalis yang tumbuh di Asia Tenggara adalah
kapitalis yang tidak asli, semu, substitusi yang lebih inferior atau dalam bahasa
Yoshihara adalah Kapitalis Ersatz (mengambil dari bahasa Jerman yang berarti
“substitusi”).
Secara sederhana kemunculan sistem kapitalis industri di Eropa adalah
sebagai bentuk keberhasilannya dalam meruntuhkan corak produksi feodal yang saat
itu tengah menggejala di Eropa, dengan kemunculan sistem kapitalis telah melahirkan
pertumbahan ekonomi yang signifikan dan kemajuan teknologi yang masif. Sistem
ini kemudian meluas dengan hasil yang sama di wilayah Amerika Serikat dan
Kemudian Jepang. Namun saat memasuki Asia Tenggara Sistem ini menemukan
bentuknya yang baru dengan hasil yang berbeda dengan Sistem kapitalis yang lahir di
Inggris pada awalnya, yaitu Kapitalis Ersatz, kapitalis yang palsu.
Dalam pandangan Yoshihara, Kapitalis Ersatz ini lahir sebagai dampak dari
dua hal yang terjadi dalam sistem ekonomi di Asia Tenggara. Pertama adalah porsi
campur tangan pemerintah dalam sistem ekonomi itu sendiri yang terlalu dominan,
sehingga kemudian menganggu prinsip persaingan bebas yang melandasi semangat
kapitalisme dan menghambat perkembangannya menjadi tidak dinamis. Serta kualitas
dari intervensi itu yang tidak bermutu yang tidak bisa mengembangkan sistem
ekonomi. Dan yang kedua adalah, Kapitalisme di Asia tenggara tidak didasarkan pada
perkembangan teknologi yang memadai. Akibatnya, tidak terjadi industrialisasi yang
mandiri. Padahal menurut Yoshihara, industrialisasi merupakan sesuatu yang amat
penting dalam pembangunan ekonomi yang mandiri.
Bahkan selain itu, Yoshira memasukan satu unsur lainnya yang membuat
Kapitalisme di Asia tenggara mencapai bentuknya yang baru yakni adanya
diskriminasi terhadap etnis Cina dalam sistem ekonomi yang dikembangkan.
Yoshihara menyebut hal-hal ini lah yang kemudian menjadi hambatan paling berarti
dalam pertumbuhan Kapitalis di wilayah ini sehingga tidak bisa menyamai kapitalis
yang lahir, tumbuh dan berkembang di Eropa.
Keterbelakangan Teknologi, rendahnya kualitas intervensi pemerintah dan
diskriminasi Cina merupakan tiga masalah yang paling sulit yang sedang
menimpa kapitalisme Asia Tenggara. Karena masalah-masalah ini, maka
kapitalisme di kawasan ini telah bergantung pada perekonomian pasar dan
pemerintah bagi perkembangannya, bukannya menjadi pelopor perubahan
ekonomi. Tipe kapitalisme ini sangat berbeda dari kapitalisme yang timbul di
Barat dan Jepang, dimana kapitalisme telah mempelopori pembangunan
ekonomi, paling tidak sejak Revolusi Industri. Kendati adanya kemajuan
industri, peranannya jauh dari dinamis. Agaknya, kapitalisme yang muncul di
asia tenggara merupakan suatu jenis baru : Kapitalisme Semu (Kunio, 1990;
179-189).
Selain
membahas
dan
melakukan
analisa
mengenai
perkembangan
kapitalisme di Asia Tenggara, penelitian ini juga telah berhasil dalam merumuskan
bank data terkait Kapitalisme di wilayah ini. Data-data tersebut merupakan lampiranlampiran tentang daftar-daftar perusahaan yang beroperasi di wilayah ini, daftar
pengusaha pribumi dan kemudian lampiran tentang daftar pengusaha-pengusaha Cina
serta yang terakhir adalah daftar perusahaan yang dikuasai oleh Negara. Daftar ini
kemudian dilengkapi oleh penjelasan, yang meskipun singkat, cukup memberikan
informasi yang penting tentang perusahan-perusahaan dan pengusaha-pengusaha
besar tersebut.
Dari pemaparan singkat mengenai isi penelitian Yoshihara Kunio tentang
kapitalisme di Asia Tenggara, hal penting yang menjadi fokus penulis adalah bahwa
kapitalisme dengan segala bentuknya dan segala perkembangannya (perkembangan
terakhir dari kapitalisme adalah Imprealisme) telah membawa suatu dampak bagi
terciptanya keadaan sosial yang memprihatinkan. Melalui sifat dasar dari kapitalisme
yakni Akumulasi Modal, Eksploitasi Sumber Daya dan Ekspansi pasar, manusia
sebagai faktor yang termasuk dalam sumber daya, telah diekploitasi sedemikian rupa
guna menunjang dan memenuhi hasrat rakus yang mengerikan dari kapitalisme.
Pencurian nilai lebih, alienasi dari alat produksinya, monotonnya pola hidup,
kesejahteraan yang minim, hubungan produksi yang menindas membuat buruh yang
berada dalam kungkungan sistem ini seakan tak layak dalam menjalani kehidupan.
Gambaran ini kemudian menjadi suatu realitas yang terpotret dalam teks wacana
dalam lirik lagu yang penulis telilti. Dengan mengetahui seperti apa kapitalisme
tumbuh dan berkembang, penelitian yang penulis lakukan menjadi memiliki dasar
yang kuat dalam melihat apa yang sebenarnya menjadi masalah masyarakat pada
umumnya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif.
Metodologi Kualitatif sendiri merupakan antitesis dari pendekatan positivistik yang
diperkenalkan oleh Comte (istilah Positivisme pertama kali diperkenalkan Auguste
Comte, ini berarti bahwa semua fenomena itu sebagai subjek hukum-hukum alam),
yang kemudian dikenal dengan metodologi kuantitatif, dimana dalam metodologi
kuantitatif selalu menggunakan seperangkat fakta sosial yang bersifat objektif atas
gejala yang nampak mengemuka, “sehingga metodologi ini cenderung melihat
fenomena hanya dari kulit luarnya saja dan tidak mampu memahami makna dibalik
gejala yang tampak tersebut” (Basrowi, 2002; 3).
Sedangkan metodologi kualitatif yang merupakan landasan berfikir kaum
post-postivisme adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. “Dalam
penelitian kualitatif, peneliti dapat mengenali subjek dan merasakan apa yang mereka
alami dalam kehidupan sehari-hari” (Furchan, dalam Basrowi, 2002; 1).
3.1.1
Karakteristik
Karakteristik Penelitian Kualitatif
penelitian
kualitatif
memiliki
kekhususan
tersendiri
yang
membedakannya dengan penelitian lain (kuantitatif). Perbedaan-perbedaan ini
menjadi benang merah dalam melakukan riset ini. Karakteristik merupakan identitas
yang secara alami melekat pada objek, dalam hal ini objek yang dimaksud adalah
penelitian kualitatif. Dalam buku Metode-metode Riset Kualitatif dalam Public
Relations dan Marketing Communications” karya Christine Daymon dan Immy
Holloway, dikatakan bahwa metode kualitatif sangat berkaitan erat dengan paradigma
interpretatif (Daymon dan Holloway, 2008; 9), dimana hal ini dapat ditelusuri dari
karakteristik yang melekat didalamnya. Berikut ini adalah sembilan karakter yang
dimiliki penelitian kualitatif, yang dirangkum dari buku tersebut :
1. Kata. Riset kualitatif berfokus pada kata, bukannya angka.
2. Keterlibatan peneliti. Instrumen utama riset kualitatif adalah peneliti
terlibat dekat dengan orang-orang atau objek yang diteliti.
3. Sudut pandang partisipan. Kehendak untuk menyelidiki dan menyajikan
berbagai perspektif subjektif para partisipan berhubungan erat dengan riset
kualitatif.
4. Riset skala kecil. Peneliti kualitatif tertarik akan eksplorasi mendalam
guna menghasilkan penjelasan yang kaya, terperinci atau uraian
menyeluruh. Oleh karena itu sampel yang kecil merupakan suatu
keharusan. Layaknya penelitian ini yang memfokuskan kajiannya terhadap
ekplorasi wacana dalam sebuah lirik lagu.
5. Fokus yang holistik. Alih-alih mengarahkan perhatiannya pada satu atau
dua variabel yang terisolasi, peneliti kualitatif cenderung berorientasi pada
aktivitas, pengalaman, keyakinan dan nilai dari orang-orang yang
cakupannya luas dan saling berhubungan, dalam konteks tempat mereka
diposisikan.
6. Fleksibel. Prosedur riset mungkin tidak terstruktur, bisa diubah, dan
kadang-kadang bersifat spontan. Seringkali proses riset bahkan dianggap
“berantakan” saat peneliti berusaha membongkar kompleksitas dunia
sosial.
7. Proses. Riset kualitatif jarang menyediakan gambaran statis dari suatu
fenomena. Sebagai gantinya, ia bertujuan menangkap proses-proses yang
berlangsung dari waktu ke waktu.
8. Latar alami. Secara keseluruhan penyelidikan kualitatif dilaksanakan di
lingkungan yang alami.
9. Induktif, baru deduktif. Riset kualitatif cenderung diawali dengan
pemikiran induktif. Kemudian, melalui proses yang berurutan, dilanjutkan
dengan menerapkan pemikiran deduktif.
Itulah karakter-karakter yang menjadi identitas dalam penelitian kualitatif dan sesuai
dengan salah satu karakternya yaitu fleksibel, bahwa apa yang disebutkan diatas bisa
berubah sesuai dengan proses penelitian yang akan dilakukan.
3.1.2
Pertimbangan Melakukan Penelitian Kualitatif
Namun yang terpenting dari semua itu adalah tentang argumentasi mengapa
melakukan penelitian kualitatif, pertanyaan mendasar ini dilontarkan oleh Strauss dan
Corbin (1997). Pertanyaan tersebut juga sangat relevan jika dikaitkan dengan
penelitian ini. Setidaknya terdapat dua alasan yang mendasari perlunya melakukan
penelitian kualitatif. Pertama, “karena sifat masalah itu sendiri yang mengharuskan
menggunakan penelitian kualitatif. Misalnya, penelitian yang bertujuan menemukan
sifat suatu pengalaman seseorang dengan suatu fenomena, seperti gejala kesakitan,
konversi agama atau gejala ketagihan” (Basrowi, 2002;8).
Alasan yang kedua, yang melandasi penelitian ini harus menggunakan
penelitian kualitatif yaitu karena penelitian bertujuan untuk memahami apa yang
tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk
diketahui atau dipahami. Dalam hal ini penulis mencoba untuk menguak makna pesan
yang tersembunyi dalam teks wacana lirik lagu “Ada Mereka di kepala” karya grup
band Goodbye Lenin. Disamping itu, metode kualitatif diharapkan mampu
memberikan suatu penjelasan secara terperinci tantang fenomena yang sulit
disampaikan dengan metode kuantitatif.
3.2
Pendekatan Analisis
Analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan pendekatan analisis
wacana yaitu seperangkat prinsip metodologis yang luas, diterapkan pada bentukbentuk ujaran/percakapan dan teks, baik yang terjadi secara alamiah maupun yang
telah direncanakan sebelumya. “Analisis wacana menempatkan bahasa atau wacana
bukan semata-mata alat untuk memproduksi dan mengirimkan makna/pesan. Bahasa
atau wacana merupakan strategi yang digunakan orang-orang dengan tujuan untuk
menciptakan efek tertentu” (Daymon dan Holloway, 2008; 219).
Melalui analisis wacana realitas sosial dinggap memiliki wajah ganda dalam
artian bahwa kebenaran bukan merupakan sesuatu yang bersifat tunggal. “Kebenaran
selalu dipengaruhi oleh konteks yang didalamnya melibatkan proses evaluasireevaluasi, posisi-reposisi dan negosiasi-renegosiasi” (Basrowi, 2002; 236). Struktur
yang melingkupi realitas bukanlah satu-satunya variabel yang mendorong individu
untuk merumuskan kebenaran, sifat individu tidak pasif namun secara aktif
melakukan interpretasi atas struktur itu sendiri. Bahkan secara kreatif individu
sebagai agent melakukan negosiasi atas wacana yang dikonstruksinya sesuai dengan
harapan-harapan dan pengalaman subjektifnya sebagai individu unik.
Secara umum, peneliti yang menggunakan pendekatan ini menganggap bahwa
:
Teks-teks sosial (yakni wacana yang didalamnya juga termasuk teks lirik
dalam sebuah lagu), tidak melulu merefleksikan atau mencerminkan objek,
peristiwa dan kategori yang telah ada dalam dunia sosial dan alam. Teks-teks
tersebut secara aktif mengkonstruk sebuah versi dari hal-hal tersebut. Mereka
tidak hanya menggambarkan berbagai hal; mereka melakukan banyak hal.
Dan dengan aktif melakukan semua itu, teks-teks tersebut mempunyai
implikasi sosial dan politis (Potter dan Watherell, 1987; 6 dalam Daymon dan
Holloway, 2008; 219).”
Berangkat dari pernyataan diatas, penulis meyakini bahwa dengan
menggunakan analisis wacana, teks lirik dalam sebuah lagu yang hendak diteliti akan
mampu diinterpretasikan. Konstruksi versi dari objek yang merupakan cerminan
realita seperti yang dijelaskan dalam pernyataan itu akan dibongkar dan ditelaah lebih
jauh dengan menggunakan pisau bedah analisis wacana. Analisis wacana dibutuhkan
karena masalah kebahasaan tidak cukup diselesaikan hanya dengan pendekatan
linguistik, tetapi memerlukan pertimbangan-pertimbangan non-linguistik, misalnya
konteks percakapan, tindak tutur, prinsip interpretasi lokal, prinsip analogi dan
sebagainya. Kedua, kabutuhan akan hadirnya kajian.
3.2.1
Analisis Wacana Kritis
Sebelum memahami seperti apa Analisis Wacana Kritis, perlu diketahui
terlebih dahulu tentang bagaimana bahasa sebagai objek utama dalam kajian analisis
wacana dipandang. Cara pandang serta cara memposisikan bahasa dalam realitas akan
mempengaruhi bagaimana analisis dilakukan terhadapnya. Terdapat tiga perspektif
yang dikenal dalam melakukan analisis Wacana : (1) Postivisme-empiris, (2)
Konstruksivisme dan (3) Kritis.
Dalam perspektif kaum positivisme-empiris, bahasa dipandang sebagai
sebuah manifestasi atas realitas yang ditangkap oleh individu secara langsung untuk
kemudian diekspresikan dalam struktur kebahasaan tanpa adanya distorsi dan miss
interpretasi, sejauh apa yang diekspresikan tersebut sesuai dengan tata-cara aturan
baku pembentuk bahasa, logis, sesuai dengan kaidah sintaksis serta terkait erat
dengan pengalaman empiris, maka hal tersebut telah dianggap mewakili realitas
kebenaran. Dalam perspektif ini terdapat garis demarkasi yang jelas antara realitas
dan pemikiran, sehingga dengan asumsi seperti demikian, terdapat konsekuensi logis
tentang cara melakukan analisis wacana. Bahwa dalam perspektif ini orang tidak
perlu meneliti celah subjektivitas atau nilai-nilai yang mendasari suatu wacana dari
individu sebagai produsen wacana tersebut, karena memang dalam pandangan yang
positivistik
individu
subjektivitasnya.
dianggap
“Dalam
tidak
pandangan
memiliki
ini,
ruang
wacana
untuk
menginjeksi
dimaksudkan
untuk
menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa dan mencapai pengertian bersama.
Wacana lantas diukur dengan pertimbangan kebenaran/ketidakbenaran (menurut
sintaksis dan semantik)” (Eriyanto, 2001; 4).
Pandangan yang kedua disebut konstruksivisme. Berbeda dengan pandangan
postivisme-empiris yang memisahkan subjek dan objek bahasa, kosntruksionisme
justru melihat bahwa subjek memiliki keterkaitan yang erat dengan objek bahasa,
bahkan secara lebih substansial lagi, pandangan ini menempatkan subjek sebagai
faktor sentral yang membentuk bahasa serta hubungan-hubungan sosialnya. Bahasa
tidak lagi dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif semata dan
dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. “Terdapat faktor subjektivitas
dari individu yang memiliki fungsi kontrol untuk memasukan maksud-maksud
tertentu dalam setiap wacana” (Hikam dalam Eriyanto, 2001; 5).
Bahasa dalam paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh pernyataanpernyataan bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan
makna. Oleh karena itu, analisis wacana dimaksudkan untuk membongkar maksudmaksud dan makna-makna tertentu. Wacana adalah suatu upaya pengungkapan
maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan.
Jika pandangan positivis-empiris di analogikan sebagai
tesis,
dan
konstruksionis sebagai anti-tesisnya, maka yang menjadi sintesanya adalah
pandangan kritis, karena memang pandangan ini lahir sebagai kritik dari pandangan
konstruksivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan repproduksi makna
yang terjadi secara historis maupun institusional. Masih dalam buku “Analisis
Wacana” karya Eriyanto, A. S. Hikam menyebutkan bahwa :
Pandangan konstruksivisme masih belum menganilisa faktor-faktor hubungan
kekuasaan yang inheren dalam setiap wacana, yang pada gilirannya berperan
dalam membentuk jenis-jenis subjek tertentu berikut perilaku-perilakunya.
Hal inilah yang melahirkan paradigma kritis. Analisis wacana tidak
dipusatkan pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses
penafsiran seperti pada analisis konstruktivisme. Analisis wacana dalam
paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses
produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang
netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena
sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam
masyarakat. Bahasa disini tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak
diluar diri si pembicara. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk
membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa (Hikam dalam
Eriyanto, 2001; 6).
Pada perkembangannya kemudian pandangan kritis menerapkan analisis
wacana dengan istilah Critical Discourse Analysis (CDA), hal ini untuk membedakan
dengan dua perspektif sebelumnya Discourse Analysis (DA). Menurut Fairclough dan
Wodak, analisis wacana kritis melihat wacana –pemakaian bahasa dalam tuturan dan
tulisan- sebagai bentuk dari praktik sosial. Dengan menggambarkan wacana sebagai
praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis diantara peristiwa diskursif
tertentu dengan situasi, institusi dan struktur sosial yang membentuknya.
Pada akhirnya analisis wacana kritis memang menggunakan bahasa dalam
teks untuk diteliti, namun bahasa yang diteliti disini berbeda dengan studi bahasa
dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa bukan hanya semata diteliti dari aspek
kebahasaan, tetapi dihubungkan juga dengan konteks. Konteks disini berarti bahasa
digunakan untuk tujuan praktik tertentu. Termasuk didalamnya praktik kekuasaan.
Terdapat lima pendekatan dalam analisis wacana kritis, kelima pendekatan ini
diringkas dari Norman Fairclough dan Ruth Wodak, “Critical Discourse Analysis”
dalam Eriyanto “Analisis Wacana” (2001; 15-20) :
1. Analisis Bahasa Kritis (Critical Linguistic)
Lahir dari sekelompok pengajar di Universitas East Angelia pada periode
1970-an. Analisis ini memfokuskan kajiannya terhadap hubungan antara pemilihan,
penggunaan dan pengungkapan bahasa dengan muatan ideologi tertentu. Dalam titik
tertentu ideologi yang terdapat dalam suatu wacana menunjukan bagaimana satu
kelompok berusaha memenangkan dukungan publik, dan bagaimana kelompok lain
berusaha dimarjinalkan.
2. Analisis Wacana Pendekatan Prancis (French Discourse Analysis)
Pecheux adalah orang yang pertama kali memperkenalkan pendekatan ini.
Menurutnya bahasa adalah medan pertarungan melalui berbagai kelompok dan kelas
sosial tertentu yang berusaha menanamkan keyakinan dan pemahamannya. Pecheux
memusatkan perhatiannya pada efek ideologi dari formasi diskursif
yang
memposisikan seseorang sebagai subjek dalam situasi sosial tertentu.
3. Pendekatan Kognisi Sosial (Sicio Cognitive Approach)
Teun A. Van Dijk sebagai pencetus pendekatan ini melihat faktor utama
sebagai elemen utama dalam sebuah produksi wacana. Wacana bukan hanya dilihat
dari strukturnya semata, melainkan juga dilihat dari bagaimana wacana tersebut di
produksi. Proses produksi wacana itu menyertakan suatu proses yang disebut sebagai
kognisi sosial. Dari analisis teks misalnya bisa diketahui bahwa wacana cenderung
memarjinalkan kelompok minoritas dalam pembicaraan publik.
4. Pendekatan Perubahan Sosial (Sociocultural Change Approach)
Analisis wacana ini terutama memusatkan perhatian pada bagaimana wacana
dan perubahan social. Wacana melekat dalam situasi, institusi dan kelas social
tertentu. Memaknai wacana demikian menolong menjelaskan bagaimana wacana
dapat memproduksi dan mereproduksi status-quo dan mentransformasikannya.
5. Pendekatan Wacana Sejarah (Discourse Historical Approach)
Lahir dari hasil pemikiran sekelompok pengajar di Vienna di bawah Ruth
Wodak. Wacana disini disebut historis, karena menurut Wodak analisis wacana harus
menyertakan konteks sejarah bagaimana wacana tentang sesuatu kelompok atau
komunitas digambarkan.
3.2.2
Pendekatan Analisis Wacana Teun A. Van Dijk
Dari kelima pendekatan analisis wacana kritis yang telah coba penulis uraikan
secara singkat diatas, penulis akan menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh
Teun A. Van Dijk atau Pendekatan Kognisi Sosial (Socio Cognitive Approach) dalam
menguraikan makna pesan yang tedapat dalam penelitian ini. Menurut pandangan ini
wacana bukanlah suatu hal yang tidak terikat dan bebas nilai. Wacana terbentuk dari
berbagai macam konstelasi dan merupakan bagian kecil dari struktur besar
masyarakat. Serta yang paling penting bahwa bahasa merupakan hasil dialektis dari
kognisi saat produksi bahasa itu dilakukan. Wacana merupakan produk yang lahir
berdasarkan kandungan-kandungan konginitif si pembuatnya, bagaimana cara
individu melihat realitas untuk kemudian di wacanakan akan mempengaruhi wacana
yang lahir kemudian. Jadi selain adanya pergulatan berbagai macam kepentingan
(termasuk didalamnya praktik kekuasaan), wacana juga adalah hasil kognitif si
pembuatnya. Terlebih lagi, jika kita mengaitkannya dengan penelitian ini, dimana
lirik lagu “Ada Mereka di kepala” karya grup band Goodbye Lenin adalah merupakan
hasil dari proses pengkonstruksian realitas yang dilakukan melalui tiga momen –
internalisasi, eksternalisasi dan obyektivasi- (lihat Berger dan Luckman; 1991; 185)
dalam kognitif pembuat lirik. Selain itu dalam lirik ini memiliki kandungan pesan
yang berisikan kritik sosialnya atas kondisi Negara dan masyarakat hari ini yang
tertindas dan terhisap.
Van Dijk melihat bahwa wacana bukan hanya sebidang teks kosong tanpa
makna yang dianggap sudah mewakili kebenaran saat struktur pembentuk bahasa
(sintaksis dan semantik) telah dipenuhinya. Lebih jauh dari itu Van Dijk melihat
bahwa wacana merupakan sebuah kajian yang memiliki tujuan-tujuan tertentu yang
ingin disampaikan pembuatnya. Dan dengan menggunakan pendekatan analisis inilah
Van Dijk berusaha membongkar makna-makna yang secara implisit terkandung
dalam kesatuan wacana tersebut.
Wacana oleh Van Dijk digambarkan memiliki tiga bangunan dimensi : Teks,
Kognisi Sosial dan konteks (Eriyanto, 2001; 225). Inti dari pendekatan Van Dijk
adalah untuk mengelaborasi ketiga dimensi ini ke dalam kesatuan analisis. Menurut
van Dijk ketiga dimensi tadi memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi sebagai
hasil yang merupakan suatu wacana.
Gambar 2 : Model Analisis Wacana Teun A. Van Dijk
(Sumber : Eriyanto, 2001; 225)
Pada dimensi Teks, fokus penelitiannya bertumpu pada strutur teks tersebut
yang memanfaatkan analisis linguistik (kosakata, kalimat, proposisi dan paragraf)
untuk menjelaskan dan memaknai suatu wacana, yang jika dihubungkan dengan
penelitian ini, bahwa teks dalam lirik lagu dilihat dari struktur kebahasaannya.
Walaupun tidak ada kesepakatan bersama tentang struktur baku yang menjadi
landasan membuat suatu lirik lagu, setidaknya ada aturan-aturan tertentu yang tidak
tertulis tentang bagaimana agar sebuah lirik lagu tersebut dapat dengan mudah
diterima oleh khalayak dan sekaligus juga menggugah kesadarannya untuk lebih
memahami secara kognitif tentang karya musik yang dibuat, seperti halnya Judul,
Intro, reffrein dan penutup lagu.
Dimensi Kognisi, merupakan penjabaran yang menjelaskan pada proses saat
teks tersebut di produksi dan di reproduksi oleh pembuat teks. Dalam arti bahwa
perspektif pembuat teks dalam melihat realitas dan bagaimana cara ia memaknai
realitas tersebut akan melahirkan teks yang diintervensi perspektifnya tersebut. Hal
inilah yang disebut oleh Van Dijk sebagai aspek kognisi sosial. Melalui dimensi ini
kita bisa melihat sejauh mana dan bagaimana grup band Goodbye Lenin -sebagai
pembuat lirik lagu Ada Mereka di kepala- dalam mengejawantahkan kognisinya
terkait dengan cara bagaimana mereka memahami realitas. Apa yang ditulis dalam
lirik lagu tersebut adalah gambaran mindset mereka dan ekspektasinya terhadap
kebenaran realitas yang mereka tangkap.
Dimensi yang terakhir yaitu konteks berkaitan erat dengan analisis sosial,
disini wacana dihubungkan dengan struktur yang lebih besar dan pengetahuan yang
berkembang di masyarakat tentang suatu wacana. Konstruksi wacana dalam pola
pikir masyarakat terkolektifkan dalam suatu kecenderungan pembuatan wacana
tertentu. Konteks dalam analisis wacana Van Dijk merupakan penopang diluar teks
tersebut, karena dalam asumsi analisis kritis teks tidak mungkin sesuatu yang mandiri
dan berdiri sendiri, selalu ada keterkaitan dengan hal-hal yang berada diluar teks
seperti, latar dalam pembuatan lirik lagu, setting sosial tempat lagu tersebut
diproduksi dan atau praktik kekuasaan yang mempengaruhinya.
Van Dijk mengklasifikasikan teks dalam tiga strata, berikut ini adalah
tingkatan-tingkatan dalam teks yang masih dikutip dari Eriyanto :
Gambar 3 : Struktur Teks Analisis Wacana Teun A. Van Dijk
(Sumber : Eriyanto, 2001; 227)
Berikutnya akan diuraikan satu per satu elemen dari analisis wacana Teun A.
Van Dijk, dalam bentuk tabel dibawah ini :
Tabel 1
Elemen Analisis Wacana Teun A. Van Dijk
(Sumber : Eriyanto, 2001; 228)
STRUKTUR WACANA
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
Tematik
Struktur Makro
Tema/topik yang di
Topik
kedepankan dalam suatu
berita.
Skematik
Bagimana bagian dan urutan
Super Struktur
berita diskemakan dalam
Skema
teks berita utuh.
Semantik
Makna yang ingin
ditekankan dalam teks
berita. Misal dengan
memberi detil pada satu sisi
atau membuat eksplisit satu
Struktur Mikro
sisi dan mengurangi detil
Latar
sisi lain.
Retoris
Struktur Mikro
Bagaimana dan dengan cara
Metafora
penekanan dilakukan
3.2.3
Pertimbangan Menggunakan Model Analisis Wacana T. A. Van
Dijk
Dari sekian banyak model analisis wacana, mungkin model analisis yang
dikembangkan oleh Van Dijk inilah yang paling sering diaplikasikan. Selain karena
kepraktisannya, model ini juga dinilai lebih bisa mengakomodir kebutuhan untuk
melakukan analisis wacana yang komprehensif, dari mulai analisis dalam dimensi
teks sampai pada analisis pada tataran konteksnya. Sehingga dari hasil elaborasi dari
tiap dimensi analisis yang dilakukan mampu menghasilkan penelitian yang lebih
baik.
Dalam melakukan penelitian ini, beberapa pertimbangan penulis gunakan
sebelum akhirnya memutuskan menggunakan model Van Dijk sebagai instrument
analisis yang utama. Selain beberapa pertimbangan yang telah penulis ungkapkan
diatas, ada beberapa pertimbangan lain yang melatar belakangi mengapa penulis
menggunakan model ini. Dengan menggunakan model Van Dijk ini penulis, bisa
mengekplorasi temuan-temuan dalam dimensi teks, karena dalam model Van Dijk,
unit analisis yang digunakan menjangkau elemen terkecil dalam suatu teks (Analisis
Struktur Mikro). Hal tersebut menjadi penting mengingat objek yang penulis teliti
bukanlah wacana dalam sebuah pemberitaan, namun sebuah lirik lagu, dimana dalam
sebuah karya seni biasanya banyak terdapat kata-kata kiasan atau metaphor, dan
melalui model inilah penulis bisa menganalisisnya. Selain tentunya penulis juga
memerlukan unit analisis yang lebih luas seperti tema dan skema teks wacana.
Selain faktor internal dalam sebuah wacana yaitu teks, penulis pun ingin
mengatahui sejauh mana peran faktor-faktor ekternal dari wacana tersebut dalam
pembentukan makna, yakni produsen (pembuat) wacana dan konteks wacana
tersebut. Melalui model analisis Van Dijk ini, kedua hal tersebut mendapat fokus
perhatian yang cukup besar (dengan menyertakan analisis dalam tataran kognisi dan
konteks sosial). Hal ini yang kemudian mendorong penulis menggunakan model Van
Dijk ini.
Seperti yang telah diungkapkan diatas, analisis wacana pada model yang
diutarakan Van Dijk pada dasarnya digunakan untuk menganalisa wacana-wacana
dalam teks pemberitaan dalam suatu media, namun dalam perkembangannya
model ini bisa pula digunakan pada wacana lain diluar pemberitaan, selama objek
yang ditelitinya itu adalah sebuah wacana maka model Van Djik ini bisa digunakan
seperti halnya penelitian ini yang menganalisa wacana lirik dalam sebuah lagu.
Namun karena memiliki struktur bangun yang berbeda dengan teks berita pada
umumnya maka peneliti membatasi teori yang digunakan untuk menyesuaikan objek
teks yang diteliti karena teks berita dan teks lirik lagu memiliki perbedaan karakter
dalam mencapai makna pesan. Sifat flexible dan aplikatif dari model ini juga turut
menjadi pertimbangan peneliti dalam menggunakan model analisis wacana Teun A.
Van Dijk ini.
BAB IV
OBJEK PENELITIAN
Pada bab ini penulis mencoba untuk memaparkan secara lebih mendetail
mengenai objek yang dijadikan sumber penelitian. Objek penelitian yang dimaksud,
adalah sebuah lirik lagu yang berjudul “Ada Mereka Di Kepala” karya grup band
Goodbye Lenin. Selain memaparkan lirik tersebut, penulis juga akan mencoba,
memberikan profile singkat mengenai grup band Goodbye Lenin dan juga profile
para narasumber partisipan yang penulis wawancarai.
4.1
Lirik Lagu “Ada Mereka Di Kepala”
Seperti telah disinggung dalam bab-bab sebelumnya, secara eksplisit dan dari
pemahaman sekilas, lirik lagu “Ada Mereka Di kepala” yang diciptakan oleh Very,
Gitaris dari Goodbye Lenin, akan mengantarkan kita pada suatu isu yang hendak
coba disuarakan oleh mereka yaitu tentang permasalahan sosial yang dialami oleh
para buruh kaum tani dan kaum miskin kota di negara ini yang diakibatkan oleh
penghisapan Imprealisme. Lagu ini sendiri dipopulerkan oleh salah satu Grup Band
yang cukup besar dalam scene music indie asal Bandung yaitu Goodbye Lenin.
Album Ep dari Goodbye Lenin yang berjudul “Ruang Plastik” adalah album
yang memuat lagu ini. Dirilis pada pertengahan tahun 2009, album “Ruang Plastik”
ini mendapat respon yang positif dari para penggemarnya. Dengan balutan musik
yang dinamis dan bertempo cepat (up-beat), lagu “Ada Mereka Di kepala”,
memberikan flash pada yang mendengarkannya tentang situasi sosial kita yang seolah
diburu oleh keadaan. Berikut ini adalah lirik lengkap dari lagu berjudul “Ada Mereka
Di Kepala” karya grup band “Goodbye Lenin” :
Ada Mereka Di Kepala
Infrastruktur mengancam tanah subur
Menggenggam kepalsuan
Tersisa karna harta dunia
Garis imprealisme, garis feodalisme
Capital birokrat yang semakin membunuh jiwa
Harus dilawan
Teriak mencoba pahami rasa
Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa
Garis imprealisme, garis feodalisme
Capital birokrat yang semakin membunuh jiwa
Harus dilawan
Teriak mencoba pahami semua
Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa
Teriak mencoba pahami semua
Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa
Berlawan segala bentuk ketidak adilan
(www.myspace.com/gdblenin)
Lagu ini sendiri sebenarnya diinspirasi pada saat aksi satu Mei atau di sebut
May Day. Dimana para demonstran yang terdiri dari Buruh, Petani Kecil, Buruh
Tani, Kaum miskin kota, Mahasiswa dan perempuan yang tergabung dalam alinsi
FPR (Front Perjuangan Rakyat) melalukan long mach dari gedung sate menuju Balai
Kota, mereka memperjuangkan hak mereka yang selama ini tidak di perhatikan oleh
pemerintah, isu yang mereka angkat mengenai penolakan terhadap UUK No.13
tahun 2003 yang bersifat sangat eksploitatif terhadap buruh yang belum di hapuskan
sampai sekarang, bahkan diperparah ketika tahun lalu (2008) dikeluarkan juga SKB 4
menteri yang juga berdampak pada ketidak jelasan kesejahteraan hidup para pekerja.
Dan menuntut UUPA No.5 Tahun 1960 yang menjadi panduan pokok pelaksanaan
Reforma Agraria Sejati agar direalisasikan secara konsisten oleh pemerintahan
manapun.
Cerita di balik lagu ini menjadi menarik bagi peneliti untuk ditelaah lebih
jauh, mengingat saat ini kancah musik Indonesia terutama yang termasuk dalam
mainstream label tidak banyak yang mengangkat isu-isu atau wacana tentang
masalah sosial, apalagi yang berbicara tentang kesejahteraan buruh dan tani. Banyak
kalangan, baik yang berasal dari sesama musisi atau orang awam yang mengakui
bahwa hari ini, kondisi dunia musik Indonesia tengah berada dalam titik nadirnya.
Hal ini bisa dilihat dari muatan atau kualitas musik yang saat ini tengah menjadi
komoditas primadona pasar adalah musik-musik yang hanya berbicara seputar
masalah cinta, sakit hati, pengkhianatan, perselingkuhan dan hal-hal remeh lainnya
dengan lirik-lirik yang cengeng dan mendayu-dayu.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan hal demikian, karena musik adalah
masalah selera baik dari si pembuatnya maupun orang yang mendengarnya, namun
ketika keadaannya menjadi seragam dan hampir semua musisi kita menyuarakan
masalah yang sama maka hal ini menjadi “menjemukan” dan “sangat ironis”.
Kreatifitas dalam bermusik hanya terkungkung oleh urusan cinta dan cinta, padahal
permasalahan bangsa ini jauh lebih besar dari itu dan inilah letak ironisnya karena
permasalahan-permasalahan yang lebih mendasar tersebut tidak tersentuh sama sekali
oleh para musisi kita. Terakhir mungkin hanya Iwan Fals dan Slank yang masih
dikenal luas oleh publik yang tetap mampu menjadikan musiknya sebagai sarana
kritik dan kontrol sosial, walaupun saat ini mereka pun semakin menjerumuskan
idealis bermusiknya pada permintaan pasar.
Dan dalam kondisi seperti itu, munculah “Goodbye Lenin” dengan salah satu
lagu nya yakni “Ada Mereka Di Kepala” yang melabrak semua pakem dalam industri
musik baik dalam arus mainstream dan indie sekalipun, yang mengangkat tema
tentang tuntutan kesejahteraan hidup kaum yang semakin termarginalkan di negara
ini yaitu buruh dan tani. Lagu “Ada Mereka Di Kepala”, seolah menjadi oase
penyegar dalam kancah musik di tanah air yang gersang akan tema-tema sosial.
Tidak banyak memang perubahan yang akan terjadi hanya melalui sebuah
lagu seperti lagu ini. Namun setidaknya, melalui lagu-lagu yang mengangkat
permasalahan sosial, apalagi permasalahan yang cukup substansial bagi bangsa ini,
maka setidaknya masyarakat atau orang-orang yang mendengarkan lagu ini, bisa
meresapi dan menyadari bahwa sebenarnya negara kita hari ini tidak sedang baik-baik
saja. Bahwa hari ini, kita sebenarnya tengah terhisap oleh para penindas ekonomi dan
bahkan di seluruh bidang kehidupan lainnya. Bahwa di negara kita yang kaya ini,
saudara kita buruh dan tani masih didera kebingungan akan nasibnya yang semakin
tak menentu. Semoga dengan hadirnya lagu-lagu yang mewacanakan nasib mereka
yang teralienasikan di negeri ini, perubahan bisa dirintis, walau dari hal yang kecil
seperti lagu “Ada Mereka Di Kepala” ini.
Profile Band Goodbye Lenin
4.2
Goodbye Lenin didirikan oleh tiga orang mahasiswa resah yang bertemu di
sebuah klub menulis (cinta kata) di kampus Universitas Islam Bandung (UNISBA).
mereka adalah Opick Marshall (Vocal/gitar/piano), Verry (Lead Gitar/Programming),
Arvi (Drum).
Lahir pada bulan Mei 2007, Goodbye Lenin adalah Band yang mencoba
memainkan musik pop yang sedikit eksperimental. Nama Goodbye Lenin sendiri di
sadur dari sebuah Film karya Wolfgang Becker pada tahun 2003. Mereka memilih
nama tersebut untuk merepresentasikan kebebasan dan idealisme dalam bermusik.
Lirik lagu-lagu Goodbye Lenin meneriakan tentang kritikan-kritikan pedas
terhadap sistem yang ada, Goodbye Lenin memang tidak membuat lagu cinta seperti
halnya Group Band ST12. Tapi itu bukan berarti mereka anti terhadap tema cinta,
justru karena kecintaan mereka begitu besar terhadap negeri inilah yang membuat
mereka bisa menghasilkan lirik-lirik yang pedas dan menyengat, simak saja lagu
“Ruang Plastik” yang menggambarkan masyarakat yang terperangkap dalam budaya
konsumtif. Agaknya akan lebih tepat menyebut Goodbye Lenin sebagai pergerakan
melalui media musik, ketimbang menyebut mereka sebagai sebuah band.
Dalam situs myspace resmi mereka disebutkan bahwa karakter bermusik band
ini dipengaruhi oleh beberapa musisi internasional seperti; Jon Anderson, Peter
Gabriel, The Beatles, Smashing Pumpkins, Bjork, Radiohead, Eksplosion in The sky,
Star sailor, Mute Math, Copeland, Sean Lenon, Mew, M83, Sugar ros, Aqualung,
Bob Marley. Sedangkan beberapa musisi nasional yang turut berperan dalam
pembentukan karakter musik Goodbye Lenin adalah; Iwan Fals, Ary Juliant, RNRM,
Sore, Santamonica dan Zeke and The Popo, Polyester Embassy, Pure Saturday.
(www.myspace.com/gdblenin). Namun walaupun influence musik mereka sangat
beragam, band ini tidak malu untuk mengakui bahwa musik Goodbye Lenin, berasal
dari roots pop yang sedikit eksperimental. Hal ini bisa kita lihat dari notasi nada yang
mereka gunakan, terdengar mirip-mirip seperti musik Mew pada umumnya, layaknya
gaya progresif Indonesia era tahun 90an, seperti musik Star Sailor pada masa tahun
90an .
Goodbye Lenin sendiri mulai dikenal luas oleh publik pada saat lolos di Final
indie Fest enam Regional Bandung tahun 2008. Hampir di semua lagu yang
diciptakan oleh Goodbye Lenin pasti memiliki muatan sosial tertentu. Pada Album
Ep, kita bisa melihat bagaimana mereka berbicara mengenai konsumerisme yang
menggejala di Indonesia melalui lagu “jangan Sentuh Dia”, kemudian ada juga lagu
yang didedikasikan untuk Widji Tukul, seorang aktivis yang hilang pada saat rezim
Soeharto berjudul “Diatas luka Mereka bicara tentang sejarah” yang menuai banyak
pujian.
Selain itu ada pula lagu yang menyoroti dan mengkritisi tentang pemilu
Presiden tahun 2009 kemarin “Terang” dan masih banyak lagi lagu kreatif lainnya
yang menyoroti berbagai hal dalam kehidupan kita yang kadang luput dari
pengamatan para musisi Indonesia yang cenderung pakem pada permintaan pasar
bukan pada idealisme mereka. Kejeniusan dalam bermusik tidak harus selalu
diidentikan dengan skill musik tingkat tinggi layaknya Jimmi Hendrix, tapi dengan
muatan lirik bermakna dan sarat pesan positif, Goodbye Lenin telah menjadi salah
satu band paling signifikan di Indonesia saat ini, seperti yang diucapkan oleh Agung
Toro Trianto, seorang jurnalis musik, dalam Grey Magazine :
“Goodbye Lenin ini yang membuat saya bersemangat kembali melihat masa
depan musik lokal. This is fukking beautiful, musically and lyrically. Selain
berani menawarkan genre musik yang berbeda dalam musik pop, Goodbye
Lenin juga sarat dengan pesan positif tanpa menggurui. Sangat moderat, juga
cerdas. Quite easy listening. Plus, mereka memiliki nama band yang sangat
keren untuk saat ini, 'Goodbye Lenin'...Damn.” (Toro, Grey magazine
26/2009)
4.2.1
Diskografi Goodbye Lenin
Berikut ini adalah diskografi atau daftar album dan lagu yang pernah dibuat
oleh Goodbye Lenin :
Album Ep “Goodbye Lenin” (Oktober 2009)
1. Terang
2. Ada Mereka Di Kepala
3. We Are The Kites
4. Ruang Plastik
5. Bisa
6. Jangan Sentuh Dia
7. Teknologi membawa Luka
8. Bumi Meretas Sadar
9. Script End sine
10. Diatas Luka Mereka bicara Tentang Sejarah
11. Akhir Episode Mimpi
Profile Partisipan
4.3
Selain melakukan wawancara dengan key informant yakni Goodbye Lenin,
penulis juga melakukan wawancara dengan seniman lain dan masyarakat yang
concern terhadap masalah-masalah yang terdapat dalam wacana lirik lagu yang
penulis teliti. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan keberagaman tanggapan atas
wacana yang terdapat lirik lagu tersebut. Berikut ini adalah profile para partisipan
tersebut.
4.3.1
Profile Dimas Wijaksana ( Band Mr. Sonjaya)
Dimas dengan nama asli Dimas Sonjaya yang lahir di Bandung pada tahun
1980 ini kerap kali enggan disebut seniman atau budayawan. Dimas Wijaksana
adalah seorang musisi asal Bandung yang sangat concern atas penderitaan kaum yang
termarginalkan di negara ini. Tak penting memahami penampilannya yang tidak rapih
terkesan gembel atau rambutnya yang tidak pernah berubah, ia pun tetap ceriwis,
yang harus dipahami dari Dimas Wijaksana adalah syair dan warna musiknya benarbenar khas tapi tidak jenuh, nyinyir tetapi kritis, ringan tapi berbobot, menyakitkan
namun penuh perenungan, greget dan sarat makna. Satu lagi, ia kerap menyuarakan
hati nurani kaum tertindas, mulai dari petani sampai PKL.
Suatu kali ia bercerita tentang tanah petani yang digusur, perkotaan yang
kisruh, peraturan pemerintah yang menyakitkan, lalu lahirlah lagu berjudul ”Ironi
Bangsaku”. Lagu itu kerap ia nyanyikan di mana saja, baik dalam konser tunggal
maupun bersama, atau pada saat ia sendirian minum segelas kopi hangat, maka publik
musik Bandung menyebutnya sebagai Si manusia skip. Lirik lagu yang sederhana,
namun kaya makna. Lirik yang diciptakan Dimas Wijaksana ini kerap dinyanyikan
oleh para aktivis gerakan seluruh Indonesia dalam acara teater yang berhubungan
dengan penindasan kaum kapitalis (Tuan tanah dan pemodal) terhadap kaum proletar
(buruh tani).
Lagu yang paling dicintainya adalah “ Indusrialis Muda”. Dalam pandangan
pria berambut pendek ikal tidak terurus ini, indusrialis muda di ciptakan bagi
kawannya yang kerja menjadi buruh pabrik, yang di beri upah murah, dan selalu
mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dari atasannya.
Enam tahun Dimas Wijaksana mencari jati diri, menolak rekaman,
bersembunyi dari publikasi tapi tetap bermain musik, sikap dan cintanya pada tanah
air menjadi proses penting dari perjalanan hidupnya. Dimas, sepi di panggung layar
kaca dan dari gemerlap lampu-lampu kota, namun lagunya dipuja oleh seluruh rakyat
indonesia yang menyadari ketertindasannya. Lirik dengan nada yang sulit diduga
serta susah ditiru itu telah menyadarkan kita untuk mencintai tanah air seperti
mencintai diri kita sendiri.
Indonesia harus bangga memilki seniman sepertinya, dimana ia tak begitu saja
menjual karya-karyanya demi kekayaan pribadi yang semu. Dimas adalah seniman
yang dibutuhkan Indonesia. Berikut ini adalah daftar lagu yang pernah dibuat oleh
Dimas : Foreman On The, Jam 7 Pagi, Centang Perenang, industrialis Muda, Ironi
Bangsaku, Penjerit Malam, Malam Minggu, .
4.3.2
Profile Eky Darmawan ( Band RNRM)
Satu album berjudul Out Box menjadi suatu pembuktian mengenai
produktivitas dan konsistensi seorang Eky Darmawan. Eky Darmawan adalah
seorang musisi yang setia dengan genre musik rakyatnya atau biasa kita sebut folk,
techno, jazz, Rock, dan pop. Eky memulai semua karya kreatifnya dari sejak tahun
2003. Saat itu ia masih merupakan musisi dari salah satu band yaitu Polyester
Emmbassy dengan membawakan musik-musik, sougest, pop, instrumental.
Eky Darmawan lahir di Bandung pada 24 Juli 1982, sejak tahun 2003 ia
bergabung dengan Rock N Roll Mafia (RNRM). Rekaman indie labelnya pertama
kali di rilis pada tahun 2004. Menurut seniman multi talenta ini, kecintaan pada
musik campuran antara jazz, rock, dan tekhno karena melalui musik seperti itu, di
jaman Globalisasi ini kita bisa menyalurkan aspirasi kita, memuat berbagai pesan,
sehingga pada akhirnya akan bermanfaat bagi rakyat kebanyakan. Karya-karya yang
dilahirkan oleh Eky Darmawan sebagain besar didominasi oleh tema-tema tentang
kritik sosial, alam dan lingkungan serta masalah-masalah kehidupan yang lain.
Eky Darmawan sendiri menolak untuk dipanggil sebagai seorang musisi atau
seniman. Ia lebih nyaman dengan sebutan gerilyawan kesenian, hal ini mengacu pada
konsep seni nya yang memang sering melakukan konser gerilya, dalam artian Eky
sering melakukan konser dimana-mana. Apa yang ia lakukan sebetulnya adalah untuk
mendorong potensi-potensi yang ada di masyarakat bawah yang memang tidak
memiliki ruang yang luas untuk berekspresi. Pada Juli 2008, misalnya, dia melakukan
aksi protes guna menolak tayangan Televisi-televisi indonesia yang tidak mendidik
bagi masyarakat . Dalam aksinya ketika itu, Eky mendendangkan lagu “Television”,
dari Tanah Air hingga beragam negeri. Seperti Belanda (Rotterdam), Belgium,
Singapura, Samarinda, Bali, Makassar, lampung, jogja, solo, Jakarta, Surabaya, dan
Bandung.
BAB V
PEMBAHASAN
Seperti telah dijelaskan di BAB I, pada bagian pembahasan masalah dalam
penelitian ini akan menggunakan pendekatan Analisis Wacana model Kognisi Sosial
Teun A. Van Dijk. Adapun yang dimaksud wacana dalam penelitian ini adalah
berupa lirik lagu karya band Goodbye Lenin yang berjudul “Ada mereka di kepala”.
Dalam model analisis wacana Van Djik ini, analisis ditekankan pada tiga tingkatan
dimensi yakni dimensi teks, dimensi kognisi sosial dan dimensi konteks sosial.
Pada penelitian ini, penulis juga menggunakan pendekatan interpretatif,
dimana pola analisis data dan teks lirik lagu lebih ditekankan pada interpretasi
penulis. Sehingga pada praktiknya, muatan subjektivitas dari penulis dalam menelaah
permasalahan ini akan sangat sulit dihindari. Subjektivitas dalam penelitian ini
merupakan konsekuensi logis dari pemilihan metode kualitatif yang memang
menekankan pada perspektif interpretasi penulis atas makna teks wacana. Namun
subjektivitas dalam penelitian ini bukanlah sesuatu kekurangan atau hal yang akan
melemahkan nilai akhir dari hasil pembahasaannya, karena memang dalam dunia
post-positivis yang menggunakan metodologi kualitatif, subjektivitas adalah sesuatu
yang harus dimunculkan dan bahkan menjadi sesuatu kekuatan tersendiri untuk
memperoleh kedalaman pemaknaan suatu masalah. Sehingga kemudian hasil dari
pembahasan ini adalah data-data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis dari objek
yang diamati, dalam hal ini berupa teks lirik lagu.
5.1
Analisis Dimensi Teks
Dalam dimensi teks, analisis diarahkan pada struktur dari teks wacana itu
sendiri. Struktur sebuah wacana tekstual menurut Van Dijk terbagi dalam tiga
tingkatan, dimana ketiga tingkatan tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi
yang pada akhirnya membentuk makna wacana secara keseluruhan. Ketiga tingkatan
tersebut yakni, Pertama Struktur Makro, Super Struktur dan Struktur Mikro. Analisis
pada tataran dimensi teks ini murni hanya akan menyandarkan penelitiannya
berdasarkan data primer (teks) yakni lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala”.
5.1.1
Analisis Struktur Makro
Pada bagian ini, penulis mencoba untuk melakukan analisis terhadap tema
umum dari lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala” sebagai wacana teks. Elemen tematik
menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan
inti, ringkasan atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang
ingin diungkapkan oleh wartawan (dalam hal ini Goodbye Lenin) dalam
pemberitaannya. Topik menunjukan konsep dominan, sentral dan paling penting dari
isi suatu berita.
Lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala” merepresentasikan pada kita mengenai
pandangan pembuat teks lirik lagu ini tentang kondisi indonesia hari ini, dimana
secara umum kondisi tersebut digambarkan penuh dengan ketidakadilan, banyak
masyarakat yang hidup kesusahan sementara segelintir orang hidup dalam
kemewahan. Walaupun tidak secara eksplisit disebutkan, namun yang menjadi
gagasan umum lagu ini adalah kondisi buruh dan tani yang semakin termarginalkan
di negara ini yang selalu memihak pada kepentingan segelintir orang.
Gagasan
umum adalah sebagai konklusi dari bait-bait yang ada dalam kontruksi lirik lagu,
seperti pada salah satu bait dibawah ini (bait 1) :
Rekontruksi mengancam tanah,
subur menggenggam kepalsuan..
Tersisa karena harta dunia
Bait ini memberikan deskripsi pada kita tentang suasana yang sama sekali
bertolak belakang dan sangat ironis. Disatu sisi segelintir orang berpesta pora,
membangun berbagai pabrik, perusahaan-perusahaan yang berkepentingan hanya
untuk segelintiran orang di tanah subur, yang semestinya di gunakan untuk
penghijauan agar tidak terjadinya bencana banjir, bencana alam. semestinya di
jadikan alat produksi bagi petani-petani miskin agar bisa bertahan hidup. malah
sebalik nya pihak pemodal asing yang bekerja sama dengan pemerintah hari ini, telah
memberikan kebijakan palsu dengan dalih pembangunan-pembangunan pabrik dan
perusahaan itu untuk membantu masyarakat dari penganguguran, padahal dari
pembangunan itu yang menyebabkan masyarakat kita tambah sengsara, kondisi buruh
di upah murah yang tidak sesuai dengan tenaga yang di keluarkan, di satu sisi lahanlahan petani di jual paksa oleh pemerintah dengan harga yang murah, masih banyak
penganguran, dan kerusakan alam di negeri ini semakin banyak. Gagasan ini sengaja
dimunculkan oleh mereka (Goodbye Lenin) sebagai refleksi dari keadaan sebenarnya
di Indonesia. Walaupun gagasan ini bertolak belakang dengan gagasan yang
dimunculkan oleh penguasa (Ideologi dominan) yang menyebutkan bahwa
kesejahteraan rakyat semakin membaik tapi kenyataannya tidaklah demikian, yang
miskin semakin miskin dari hari ke hari. Sementara yang kaya semakin kaya dari tiap
waktunya. Inilah konsekuensi dari negara yang tertindas oleh dua sistem,
Imprealisme dan Feodalisme yang juga sedikit banyak digambarkan dalam lirik lagu
tersebut.
Dalam sebuah lirik lagu, bait merupakan subtopik yang saling berkaitan antara
satu bait dengan bait lain, membentuk koherensi global untuk mendukung tema
tertentu yang menjadi gagasan inti sebuah lirik lagu. Seperti salah satu bait yang
penulis paparkan diatas tadi. Kemudian pada bait lainnya kita masih akan melihat
gambaran kondisi yang sangat memprihatinkan bagi sebagain besar rakyat Indonesia
yaitu buruh dan tani. Gambaran tersebut bisa kita temukan pada bait ke-2 dan bait ke-
3 dalam lagu “Ada Mereka Di Kepala”, yang berbunyi seperti dibawah ini :
Garis Imprealisme,
Garis Feodalisme
Kapital birokrat yang semakin membunuh jiwa
Pada bait yang berikutnya, gagasan yang dimunculkan disitu adalah tentang
bagaimana posisi segelintir orang yaitu pemodal, imprealis monopoli kapitalis asing,
mengeruk keuntungan di tanah negeri ini, mengkondisikan buruh yang semakin
terjerat dalam sistem kerjanya. Upah rendah, PHK sepihak, jaminan kerja yang tidak
maksimal, jaminan kesehatan minim, tunjangan ala kadarnya, lalu belum lagi sistem
out sourching yang merugikan itu adalah beberapa hal musti dialami oleh para buruh
kita. Dan inilah bentuk jeratannya, dimana dengan kondisi yang lemah tersebut buruh
tidak memiliki kekuatan apapun untuk berontak, hak untuk berserikat yang
merupakan kekuatan terakhir buruh, hanya dibatasi pada serikat “palsu” buatan
perusahaan yang tentu saja sepaham dengan kebijakan perusahaan itu, berserikat
diluar itu dianggap sebagai penghianat, perusak, bahkan kriminal. Melawan berarti ia
tidak dapat menghidupi keluarganya. Kondisi ini memposisikan buruh pada kondisi
yang kontradiktif. Mereka diminta berdedikasi dan loyal pada perusahaan tempat
dimana mereka bekerja, sementara di lain pihak perusahaan tidak memberikan timbal
balik yang layak pada mereka.
Sementara pada bait yang kedua, adalah merupakan gambaran umum
mengenai kondisi para petani kita. Para petani di Indonesia atau lebih tepatnya
disebut sebagai para buruh tani, karena mereka tidak lagi memiliki tanah sebagai
lahan garapannya. Mereka para buruh tani ini, bekerja pada tuan tanah (feodal) yang
biasanya menguasai puluhan bahkan ratusan hektare tanah. Sistem penindasan pada
para buruh tani kita kenal dengan sistem sewa tanah. Sewa tanah adalah beban yang
harus dibayarkan para buruh tani tersebut pada tuan tanah feodal yang menguasai
tanah tersebut, karena para petani mendapat “izin” untuk menggarap tanah mereka.
Bentuk pembayaran ini bisa berupa uang atau barang yang merupakan hasil panen,
dan biasanya yang menentukan adalah para tuan tanah tersebut. (Di Jawa sistem ini
kita kenal dengan maro atau bagi paruh, merapat dengan pembagian 75:25, 75%
keuntungan untuk tuan tanah dan 25% keuntungan untuk petani penggarap).
Penindasan tersebut tidak cukup sampai disana karena biasanya para petani
kita juga dibebankan biaya produksi dan pengolahan tanah (bibit, pupuk, pestisida,
alat kerja pertanian). Bahkan di beberapa daerah, karena mengakarnya sistem feodal
lama, pengabdian petani untuk menggarap tanah tidak dihargai sama sekali.
Dan bait ketiga menggambarkan kondisi pemerintahan dalam artian kondisi
birokrasi pemerintahan hari ini adalah sebagai operator penanaman modal
imprealisme monopoli asing, berpihak pada pemodal asing yang menyengsarakan
masyarakat Indonesia, mulai dari sektor perburuhan hingga ke sektor pertanian yang
mengancam kesejahteraan bagi masyarakat kita. Sudah terbukti bahwa pemerintahan
hari ini bukan untuk mensejahterakan rakyatnya melainkan menindas rakyatnya di
bawah rezim pasar bebes yang menyengsarakan.
Kemudian pada tiga bait terakhir, yaitu pada bait ke-3 bait ke-5 dan ke-6
dalam lirik lagu “Ada Mereka Di kepala”, Tema umum tentang kondisi Indonesia
yang tidak baik-baik saja semakin diperkuat. Dalam tiga bait terakhir ini, Goodbye
Lenin mencoba melampirkan persoalan ketertindasan sebagai dampak tidak adanya
keadilan bagi buruh-buruh, industrialisasi yang tidak berpihak pada rakyat kecil, serta
petani kecil, dan buruh tani yang selalu di tindas oleh tuan tanah serta masalah
pengangguran yang semakin menggila tiap tahunnya, tiga bait terakhir ini akan
menggambarkan bagaimana ketertindasan itu harus disikapi dan dilawan oleh
masyarakat yang terkena dampak penindasan secara hak, ekonomi, dan politik, akarakar historisnya adalah bahwa orang miskin tidak memiliki tendensi sedikitpun untuk
memalsukan realitas, karena mereka tidak butuh selubung apapun untuk
menyembunyikan realitas ketertindasannya, hal ini adalah sebuah pembuktian bahwa
semakin berani orang melawan, sebenarnya ia ingin membongkar kemunafikan dan
kebohongan kaum penindasannya. Dalam perjalanan sejarah, pemikiran kritis yang
membongkar tabir kebohongan kekuasaan yang menindas selalu diikuti dengan
gerakan perlawanan. Berikut ini adalah petikan bait yang dimaksud :
Harus dilawan
Teriak mencoba pahami rasa
Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa
Harus dilawan
Teriak mencoba pahami semua
Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa
Teriak mencoba pahami semua
Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa
Berlawan segala bentuk ketidak adilan
Dengan keterkaitan secara umum antara berbagai subtopik dalam lirik, seperti antara
satu bait dengan bait lainnya, tematik teks wacana berujung pada satu kesimpulan
bahwa kondisi Indonesia hari ini sedang tidak baik-baik saja, yang digambarkan
melalui keadaan seperti tanah sebagai lahan petani hancur karena pabrik-pabrik dan
perusahaan-perusahaan yang di bangun seenaknya, pengangguran merebak,
kemiskinan meningkat, buruh hidup tidak layak, petani yang semakin miskin
sementara disisi lain kehidupan segelintir orang hidup bermewah-mewahan, foyafoya dan menindas masyarakat lainnya. Tema umum yang dimunculkan ini adalah
sebagai sebuah upaya untuk merepresentasikan kritik sosial dari sudut pandang
masyarakat biasa atau bukan penguasa yang memang bertolak belakang. Selain itu
tema umum yang merupakan hasil analisis struktur makro dalam teks juga berfungsi
sebagai medium kritik sosial atas kondisi yang tidak adil tadi ini.
5.1.2
Analisis Super Struktur
Melakukan analisis dalam tingkatan ini berarti melakukan kajian terhadap
skema atau alur yang sengaja dibangun oleh penulis lirik lagu (Goodbye Lenin).
Skema atau alur dalam sebuah teks wacana akan memperlihatkan pada kita mengenai
penyusunan urutan-urutan tertentu dari sebuah teks yang kemudian dari urutan ini
akan merefleksikan dan menyokong tema umum. Dalam sebuah lirik lagu, skema
konstruksinya terdiri atas judul, intro, bait, reffrain dan penutup. Namun walaupun
ada pembagian seperti ini, kesemuanya adalah satu kesatuan dari lirik, baik intro,
reffrein, maupun penutup.
Perbedaan penyebutan nama dalam bagian-bagian sebuah lirik dimaksudkan
untuk memberi penegasan tertentu. Skematik memberi penekanan pada suatu bagian
tertentu dan seolah menyamarkan atau bahkan menyembunyikan bagian yang lain.
Hal ini adalah merupakan strategi yang dipakai penulis lirik lagu untuk
mengemukakan pendapatnya tentang mana yang ia anggap penting dan ia anggap
kurang penting.
Judul dalam sebuah lirik lagu memegang peranan penting sebagai sebuah
gerbang yang akan mengantarkan kita pada hamparan makna yang terkandung dalam
bait-bait lirik lagu. Menurut Van Dijk, judul termasuk dalam kategori yang
membentuk summary sebuah teks. “Ada Mereka Di Kepala” yang merupakan judul
dari lirik lagu dalam penelitian ini, secara harfiah menggambarkan tentang suatu
keadaan dimana disuatu tempat (yang masih bisa terlihat) dipenuhi oleh ketidak
adilan, namun tentu saja bukan itu yang dimaksud. Dalam konteks yang lebih luas
dan dihubungkan dengan struktur makro teks yakni tema umum dalam lirik lagu
tersebut, judul “Ada Mereka Di Kepala” merujuk pada kegiatan industri dan elemenelemen terkait lainnya yang terdapat dalam kegiatan tersebut, seperti halnya; buruh,
kapitalis, kemiskinan, pengangguran, dan lain-lain. “Ada Mereka Di Kepala “ yang
dimaksud dalam judul tersebut adalah Imprealisme, Feodalisme dan Kapital birokrat yang
mengeksploitasi negeri ini secara besar-besaran.
Dalam judul “Ada Mereka Di Kepala”, interpretasi yang pertamakali
dimunculkan memiliki tendensi yang negatif dan paradoks. “Ada Mereka Di Kepala”
seperti yang telah dikatakan tadi, merujuk pada Imprealisme, Feodalisme dan Kapital
Birokrat, adalah sebuah ideologi yang berbahaya bagi manusia, namun disisi lain
dengan keberadaan “mereka”, mengindikasikan bahwa “Di Kepala”, terdapat peluang
untuk bekerja, kesempatan untuk menghasilkan pendapatan, kesempatan untuk keluar
dari kemiskinan dan lain sebagainya. Walaupun hal tersebut hanyalah ekspektasi atau
harapan yang belum tentu keadaannya seperti demikian. Sehingga secara keseluruhan
judul “Ada Mereka Di Kepala”, bermakna bias dan ambigu. Ia memberikan ilusi dan
ekpektasi bahwa kegiatan industri akan menguntungkan, memberikan kesempatan
untuk mengubah perekonomian, menguntungkan negara, dan sebagainya. Namun ia
juga memberi arti lain, bahwa dalam kegiatan industri, buruh sebagai tenaga
penggerak utamanya sering kali dikorbankan. Mereka (buruh) adalah klas yang
selalu tertindas oleh berbagai kebijakan, kepentingan dan keserakahan para kaptalis.
Skema lanjutan setelah judul dalam sebuah lirik lagu adalah bait pembuka
atau yang biasa kita kenal dengan intro. Jika dikomparasikan dengan stuktur sebuah
teks berita, maka intro ini bisa dianalogikan sebagai lead berita yaitu sebagai
penghubung antara Judul dan isi teks secara keseluruhan. Intro dalam lirik lagu ini
menggaris bawahi bait-bait seperti dibawah ini :
Rekontruksi mengancam tanah,
subur menggenggam kepalsuan..
Tersisa karena harta dunia
Penulis tidak akan melakukan pemaknaan atas bait tersebut karena telah
dijelaskan dalam analisis struktur makro pada bagian sebelumnya, namun dalam
analisis ini penulis mencoba untuk melakukan telaah mengapa susunan lirik lagu
“Ada Mereka Di Kepala” menempatkan bait tersebut sebagai intro dari lagu ini.
Penempatan bait ini sebagai pembuka dari rangkaian lirik yang lain, memberikan arti
bahwa masalah yang diangkat adalah yang harus pertama kali dicermati oleh
pendengarnya. Pendengar akan diajak untuk menelusuri makna pada bait ini sebelum
menyelami bait-bait yang lain.
Bait pembuka adalah bait yang mengundang pendengar untuk terus berada
dalam dimensi lagu tersebut, ketika Intro ini cukup menarik biasanya pendengar akan
tetap melanjutkan mendengar lagu ini. Seperti layaknya lead dalam sebuah teks berita
maka intro pun harus bisa memberikan gagasan secara keseluruhan dari isi teks.
Dengan mendengarkan intro, secara sepintas pendengar sudah bisa menerka gagasan
umum yang ada di isi teks atau lirik tersebut. Dan relevan dengan pernyataan saya
tersebut, bait pembuka dari lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala” (seperti yang sudah
saya kutip diatas) telah metunaikan tugasnya dengan baik. Bait tersebut mampu
menjawab curious pendengar untuk mengetahui dari awal seperti apa sebenarnya lagu
ini. Bait tersebut memberikan informasi bahwa lagu ini adalah lagu yang sarat akan
pesan-pesan dan bahkan kritik sosial, lagu ini mengangkat persolan ketidakadilan
dalam kehidupan sosial dimana segelintir orang hidup mewah, sementara sebagaian
besar masyarakat lainnya hidup dalam kondisi kelaparan.
Ringkasan mengenai gagasan umum dalam lirik lagu ini telah dilakukan
melalui skematik judul dan bait intro, sedangkan pengejawantahan dari ringkasan
tersebut adalah terletak pada bagian tubuh lirik atau bait-bait selanjutnya. Pada bait
ke-2, bait ke-3, dan bait ke-5. Melalui penempatan ini, bait-bait tersebut diposisikan
Sebagai kepanjang tanganan dari judul dan bait intro. Berikut ini adalah kutipan dari
bait-bait tersebut :
Garis Imprealisme,
Garis Feodalisme
Kapital birokrat yang semakin membunuh jiwa
Harus dilawan
Teriak mencoba pahami rasa
Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa
Harus dilawan
Teriak mencoba pahami semua
Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa
Bait-bait ini berfungsi sebagai bait penjelas dari tema umum yang hendak
ditampilkan. Jika pada analisis tematik kita sudah bisa mengetahui bahwa tema
umum yang dimunculkan dalam lagu ini adalah tentang kondisi negara hari ini yang
sedang tidak baik-baik saja, maka penjelasan akan gagasan tersebut dijelaskan oleh
susunan bait-bait yang saya maksudkan tadi. Bait ke-2 berbicara tentang imprealisme
yaitu pemodal
asing
yang memonopoli
setiap
aset
bangsa serta selalu
menyengsarakan kehidupan buruh yang semakin menggenaskan, feodalisme yaitu
tuan tanah yang mempunyai corak produksi tanah mempunyai susunana masyarakat
pra-modern (pra-ilmiah), karena tidak ada perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan, tapi hanya berupa petani miskin dan buruh tani yang kebutuhan
hidupnya selalu di tekan, di tindas karena keuntungan paling besarnya di keruk oleh
tuan tanah yang mempunyai lahan tanah sendiri, kapital birokrat adalah rezim
pemerintahan yang menjadi opelator untuk melancarkan dan melindungi pemodal
asing, yaitu imprealisme monopoli asing serta yang memelihara budaya feodal untuk
menguatkan sistem penindasan terhadap masyarakat. Dalam artian disini adalah
kehidupan para petani yang terus terjepit dan terhimpit, sedangkan bait ke-3, ke-5
bercerita mengenai segala bentuk kebohongan kekuasaan yang menindas harus
dilawan dengan gerakan perlawanan. Masalah-masalah inilah yang dipotret dan
direkam dengan baik oleh Goodbye Lenin yang kemudian didokumentasikan dalam
bentuk susunan lirik lagu.
Lirik lagu sedikit berbeda dengan logika penyusunan teks berita, dimana
bagian yang dianggap tidak atau kurang penting ditempatkan di bagian akhir,
sedangkan bagian yang penting diposisikan di depan. Ini adalah strategi wartawan
untuk menyamarkan mana yang menurutnya penting atau tidak. Sedangkan dalam
sebuah lirik lagu strategi penyusunan ini adalah dengan menggunakan reffrain.
“Reffrein merupakan bagian ulangan (pada syair lagu), perulangan syair lagu”
(Rajasa, 2002:527). Reffrein atau disingkat reff juga merupakan klimaks yang diberi
penekanan khusus oleh sang penulis lagu. Penekanan ini mengindikasikan bahwa
bagian yang disuarakan dalam reff adalah suatu yang penting, suatu yang ingin
ditonjolkan. Dalam lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala”, yang menjadi reffrain adalah
:
Teriak mencoba pahami semua
Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa
Berlawan segala bentuk ketidak adilan
Lagu memiliki struktur yang unik, antara satu lagu dengan lagu yang lain kadang
memiliki struktur yang berbeda seperti halnya lagu ini, dimana bagian reffrein ditempatkan di
bait akhir lagu. Hal ini bukanlah sebagai strategi untuk menyamarkan makna wacana seperti
dalam penyusunan teks berita. Namun justru dengan ditempatkannya bait tersebut sebagai
bagian reffrein, maka hal ini adalah hal yang ingin ditonjolkan dan yang merupakan bagian
yang paling penting bagi pembuat teks lirik lagu.
Reffrein dalam lirik lagu ini bercerita mengenai dampak yang akhirnya harus
dirasakan oleh buruh dan tani dari kondisi negeri ini yang tidak baik-baik saja seperti
dijelaskan dalam bait-bait sebelumnya. Buruh dan tani diposisikan sebagai korban
dari sistem yang sangat menindas dan menghisap, tidak ada lagi yang bisa dilakukan
oleh mereka. Pilihan bagi mereka untuk keluar dari ketertindasan adalah melawan
segala bentuk kebijakan yang menyengsarakan, membongkar tabir kebohongan
kekuasaan yang menindas dengan gerakan perlawanan.
Secara keseluruhan skematik atau alur penyusunan lirik lagu ini, mendukung tema
sentral dalam analisis struktur makro wacana. Tidak ada skema yang memang bertolak
belakang dengan gagasan tematik, justru dengan skema seperti ini gagasan umum dari
keseluruhan teks lirik semakin diperkuat. Selain untuk memenuhi unsur estetik dari sebuah
lagu, penyusunan bagian per bagian seperti yang telah penulis jelaskan adalah juga sebagai
salah satu strategi yang digunakan pembuat teks lirik lagu tentang mana yang menurutnya
penting dan yang ingin dimunculkan dalam kesadaran para pendengarnya.
5.1.3
Analisis Struktur Mikro
Level terakhir dari analisis wacana Van Dijk dilihat dari dimensi teks yaitu
analisis Struktur Mikro. Pada analisis struktur mikro elemen yang akan diteliti
berkaitan dengan semantikal suatu wacana. Elemen semantik merupakan elemen
terkecil dalam sebuah teks wacana, namun tetap memiliki keterkaitan dan porsi yang
sama dengan elemen lain (tematik dan skematik) dalam menentukan arah makna
suatu teks wacana.
Pada lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala”, analisis struktur mikro ditekankan
pada elemen latar dan metafora. Tanpa bermaksud menegasikan unit analisis elemen
lainnya, penulis beranggapan kedua unit elemen inilah yang bisa dipakai untuk
menganalisis sebuah
teks lirik. Dalam sebuah lirik tidak ada aturan baku yang
mengharuskannya menggunakan susunan kata atau kalimat tertentu, tidak ada
gagasan yang mengharuskannya menggunakan konsep seperti piramida terbalik
dalam berita atau menggunakan rumus 5W+1H. Wacana lirik lebih fleksibel karena
merupakan bentuk ekspresif dari pengarangnya, ia tidak terikat dalam suatu
keharusan musti seperti apa ia terbangun. Latar merupakan deskripsi situasi yang
melingkupi tempat lirik tersebut diproduksi sedangkan metafora adalah pilihan kata
kalimat yang berupa kiasan atau ungkapan terhadap suatu hal.
a. Analisis Latar
Latar merupakan bagian dari lirik yang berpotensi untuk mempengaruhi
semantik (arti) yang ingin ditampilkan. Latar dalam sebuah lirik menunjukan arah
yang hendak dituju sang pengarang lirik dalam menggiring pendengarnya. Dengan
melakukan analisis atas latar suatu lirik akan membantu dalam menyelidiki
bagaimana pengarang lirik lagu memberi pemaknaan atas suatu hal atau peristiwa
dalam tiap-tiap baitnya. “Latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan
dalam suatu teks” (Eriyanto, 2001:235).
Untuk melakukan analisis latar kita diharuskan memiliki kepekaan untuk
melihat dan mendefinisikan peristiwa-peristiwa, situasi, dan kondisi yang terjadi
diseputar teks tersebut diproduksi. Dalam lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala”, latar
yang dimunculkan adalah mengenai !"
Rekontruksi mengancam tanah,
subur menggenggam kepalsuan..
Tersisa karena harta dunia
Garis Imprealisme,
Garis Feodalisme
Kapital birokrat yang semakin membunuh jiwa
Latar dalam bait merupakan kritikan yang ditujukan pada para Imprealis,
Feodalis, dan Kapital Birokrat yang seolah tidak peka terhadap rakyat lainnya yang
tengah merasakan ketertindasan, kelaparan, kemiskinan. Bait ini mengindikasikan
bahwa penulis lagu memiliki keberpihakan pada rakyat yang tertindas, kelaparan dan
miskin. agar kemudian para pendengar musik mereka memiliki pandangan yang sama
bahwa yang harus dipersalahkan atas kondisi tersebut adalah para imprealis (pemodal
asing), Feodalis (Tuan Tanah), dan Kapital Birokrat (rezim pemerintahan hari ini).
Lalu pada bait yang lain kita akan melihat bagaimana latar yang digunakan dalam
menunjukan ketidaksetujuan pembuat teks lirik lagu dalam kehidupan masyarakat
yang semakin terpinggirkan. Hal ini bisa kita lihat pada bait berikut ini :
Harus dilawan
Teriak mencoba pahami rasa
Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa
Harus dilawan
Teriak mencoba pahami semua
Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa
Teriak mencoba pahami semua
Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa
Berlawan segala bentuk ketidak adilan
Muatan makna pada lirik ini telah dijelaskan pada pembahasan analisis
sebelumnya, namun yang akan kita analisis disini adalah bagaimana kemudian baitbait ini melatar belakangi gagasan secara keseluruhan. Sama halnya dengan latar di
bait sebelumnya, bait ini tetap menunjukan keberpihakan pembuat lirik dalam
menyuarakan nasib para buruh dan tani sebagai kelas dan kaum yang semakin
terpinggirkan. Ini digambarkan dalam bait yang berceritra tentang kehidupan buruh,
dimana buruh tetap memaksakan dedikasinya pada perusahaan tempat ia bekerja
walaupun kehidupannya semakin sengsara. Sedangkan pada bait setelahnya, itu
adalah gambaran tentang nasib para petani kita yang kian hari kian miskin. Agar
keluar dari krisis ketertindasan akan hak, maka buruh dan petani sebagai masyarakat
yang tertindas harus membongkar kebohongan kekuasaan, dengan satu bentuk
perlawanan yaitu sebuah gerakan perlawanan. Latar-latar ini lah yang kemudian
menjadi alasan pembenar mengenai gagasan umum dan arah makna dalam wacana
lirik lagu ini yang diposisikan sebagai media kritik sosial yang juga sekaligus
memberikan gambaran tentang kondisi Indonesia secara riil.
b. Analisis Retoris
Dalam sebuah wacana lirik, pengarang tidak selalu mengungkapkan gagasannya
melalui teks yang secara eksplisit mangungkapkan maksud sebenarnya, namun
kadang hal tersebut diungkapkan melalui kiasan, ungkapan atau kata-kata metafora.
Hal ini dilakukan sebagai ornamen atau bumbu dari wacana tersebut. Apa lagi
dalam sebuah lirik, metafora menjadi suatu elemen yang sulit untuk dilepaskan. Lirik
lagu sebagai bentuk ekspresif pengarang, salah satu tujuannya yaitu sebagai sarana
penghibur, sehingga keindahan lirik menjadi suatu keharusan dalam rangkainnya.
Dan melalui metafora lah pengarang melakukannya. Selain sebagai alasan estetik,
metafora juga dipakai sebagai landasan berpikir, alasan pembenar atas pendapat atau
gagasan tertentu kepada publik (Eriyanto, 2001:259). Untuk mengamati lebih jauh
mengenai metafora dalam lirik lagu “Ada Mereka Dikepala”, penulis akan
menyajikannya dalam bentuk sebuah tabel untuk memudahkan analisisnya.
Tabel 2
Analisis Metafora
(Sumber : Hasil Penelitian)
#Ž
$ŝƌŝŬ
%Ăŝƚ
&ŶĂůŝƐŝƐ
1
Rekontruksi
mengancam tanah
subur, menggenggam
kepalsuan.
Tersisa karena Harta
dunia.
1
“Rekontruksi mengancam tanah subur”;
Kalimat tersebut merujuk pada suatu arti yang
menekankan tentang sesuatu yang alami di
rubah menjadi sesuatu hal yang tidak alami
merubah sesuatu hal yang alami menjadi tidak
alami dalam lirik tersebut adalah tanah yang
tadinya utuh menjadi tanah yang tidak utuh.
Selain itu kalimat ini juga memiliki makna
bahwa apa yang dimaksudkan dalam lirik
tersebut merupakan suatu keadaan yang telah
berubah, dimana pada masa lalu hidup tidak
seperti saat ini.
“Menggenggam Kepalsuan”;
Kalimat
tersebut
merujuk
kepada
penggambaran hidup manusia yang selalu
memegang
ketidak
jujuran,
berkedok
kebohongan.
“Tersisa Karena Harta Dunia”;
Kalimat diatas tersebut menggambarkan
segelintir orang atau kelompok yang
menghalalkan berbagai cara melakukan
kegiatan dan menyisakan kehidupannya untuk
mengakumulasikan
modalnya
demi
keuntungan individu dan kelompoknya di atas
penderitaan orang lain .
2
Garis Imprealisme,
Garis Feodalisme
Kapital Birokrat yang
semakin membunuh
jiwa.
2
“Garis Imprealisme”;
Adalah kekuatan Negara maju yang
memonopoli Negara-negara berkembang,
tujuan
dari
imprealisme
adalah
mengeksploitasi,
mengekspansi,
dan
mengakumulasi modal, sehingga menciptakan
Negara berkembang terus bergantung terhadap
Negara maju.
“ Garis Feodalisme”;
Adalah sebuah representasi dari bentuk
penindasan terhadap sistem produksi, biasanya
menganut sistem kerajaan yang dimana
bawahan harus tunduk terhadap atasannya, jika
di desa, biasanya tuan tanah yang
mengesploitasi tanah, lalu menciptakan subuah
sistem dimana petani yang tidak punya lahan
tanah di paksa kerja didirinya, dengan upah
yang murah. Diskriminasi/pembedaan salah
satunya terletak pada pembagian hasil produksi
antara tani dengan tuan tanahnya yang sangat
timpang (75% untuk tuan tanah, 25% untuk
petani), sehingga dari kondisi ini melahirkan
suatu keadaan yang menjerat bagi petani.
“Kapital Birokrat yang selalu membunuh
jiwa”;
Adalah kaki tangan imprealisme atau bisa
disebut boneka imprealisme, operator yang
melindungi
kinerja
pemilik
modal
(imprealisme), dan selalu memelihara sistem
feodalisme di dalamnya. Sehingga sistem
itulah yang menyengsarakan buruh dan tani di
Negara kita.
Harus dilawan.
Teriak mencoba
pahami semua,
Menentang segala
kebijakan yang
membunuh rasa,
3
3
“Harus Di lawan, Teriak mencoba pahami
semua”;
Secara umum lirik pada bait ini merujuk pada
segala bentuk ketidakadilan harus di lawan
dengan keadilan. Adapun metafor pada kalimat
tersebut adalah menggambarkan tentang
bagaimana buruh, dan petani yang tertindas itu
mulai sadar bahwa penindasan dalam bentuk
aturan, harus di tentang oleh kebenaran hak
yang selalu di eksploitasi oleh sistem yang
mereka terapkan.
“Menentang segala kebikan yang membunuh
rasa”;
Menolak setiap aturan yang di mainkan oleh
mereka. karena aturan itulah yang
menyengsarakan kesejahteraan bagi para
buruh, dan petani.
4
Teriak mencoba
pahami semua,
Menentang segala
kebijakan yang
4
“Teriak mencoba pahami semua, menentang
segala kebijakan yang membunuh rasa”;
metafor pada kalimat tersebut adalah
membunuh rasa,
Berlawan segala
bentuk ketidakadilan.
menggambarkan tentang bagaimana buruh, dan
petani yang tertindas itu mulai sadar bahwa
penindasan dalam bentuk aturan, harus di
tentang oleh kebenaran hak yang selalu di
eksploitasi oleh sistem yang mereka terapkan.
Menolak setiap aturan yang di mainkan oleh
mereka. karena aturan itulah yang
menyengsarakan kesejahteraan bagi para
buruh, dan petani.
“Berlawan segala bentuk ketidakadilan”;
Adalah harapan dari kaum tertindas yaitu
buruh dan tani, yang mencoba berbicara
tentang keadilan hak mereka yang di tindas
oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh aturan
pemerintah yang tidak memihak terhadap
mereka yang rugikan.
5.2
Analisis Dimensi Kognisi Sosial
Analisis kognisi sosial adalah analisis yang dilakukan peneliti guna mengetahui
kognisi atau kesadaran mental penulis lirik lagu tersebut. Karena dari kesadaran
mental ini akan berpengaruh terhadap produksi suatu wacana lirik lagu. Pendekatan
kognitif ini didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak memiliki makna, namun makna
itu diberikan oleh pemakai bahasa.
Dalam analisis Van Djik, peristiwa dipahami dan dimengerti didasarkan pada
skema. Van Djik menyebut skema ini sebagai model. Skema ini kemudian di
konseptualisasikan sebagai struktur mental di mana tercakup di dalamnya bagaimana
kita memandang manusia, peranan sosial dan peristiwa. Berikut ini adalah skema
yang memetakan kesadaran mental pembuat lirik lagu, yang digunakan dalam
menyeleksi dan memproses informasi.
•
Skema Person (Person Schemas). Skema ini menggambarkan bagaimana
seseorang mendeskripsikan dan memandang orang lain.
•
Skema Diri (Self Schemas). Skema ini berhubungan dengan bagaimana diri
sendiri dipandang, dipahami dan digambarkan oleh seseorang.
•
Skema Peran (Role Schemas). Skema ini berhubungan dengan bagaimana
seseorang memandang dan menggambarkan peran dan posisi yang ditempati
seseorang dalam masyarakat.
•
Skema Peristiwa (Event Schemas). Skema ini adalah tentang bagaimana kita
menafsirkan dan memaknai suatu peristiwa tertentu.
Berikut ini adalah hasil analisis dalam dimensi kognisi sosial dari grup band Goodbye
Lenin melalui pemetaan skema-skema kognisi yang diambil dari hasil wawancara
penulis dengan grup band Goodbye Lenin. Hasil analisis akan disajikan dalam bentuk
tabel guna memudahkan analisa.
Tabel 3
Analisis Skema Kognisi Sosial
(Sumber : Hasil Penelitian)
No
Skema
1
Skema Person
(Person Schemas).
Skema ini
menggambarkan
bagaimana
seseorang
mendeskripsikan
dan memandang
orang lain.
Hasil Wawancara
Jawaban Pertanyaan 5 :
Imprealisme, Feodalisme
dan Kapital Birokrat tumbuh
karena sebagian kecil orang
(yang sayangnya memegang
sebagian
besar
roda
perekonomian Indonesia dan
bahkan dunia) melakukan
segala cara untuk bisa
memperkaya diri mereka
sendiri. Tidak ada rasa
kebersamaan,
berdagang
yang adil. Semua cari aman.
Menurut kami imprealisme
ini menjadi semaca pokok
permasalahan yang mungkin
bukan hanya dialami di
negara ini, tapi juga di
belahan dunia lain. Dampak
yang paling nyata adalah di
bidang ekonomi, sampai saat
ini ekonomi di Indonesia
hanya dikuasai oleh segelintir
orang saja, tidak ada
pemeretaan di bidang ini
seperti
yang
telah
di
gambarkan dalam lagu “Ada
Analisis
Jawaban
yang
dilontarkan
oleh
Goodbye
Lenin
ini
merupakan
suatu
deskripsi tentang orang
lain (pihak lain) yang
dalam hal ini adalah
Imprealisme,
Feodalisme, dan Kapital
Birokrat. Imprealisme,
Feodalisme, dan Kapital
Birokrat dalam jawaban
tersebut
digambarkan
sebagai sesuatu yang
telah
menyebabkan
kemiskinan semakin tak
terkendali di Indonesia
dan bahkan di belahan
bagian bumi lainnya.
Pandangan
mereka
tentang
Imprealisme,
Feodalisme, dan Kapital
Birokrat
yang
diposisikan
sebagai
musuh sosial ini juga
sebagai refleksi dari
pandangan-pandangan
masyarakat,
karena
Mereka Di Kepala”, sehingga
akibatnya
kemiskinan
semakin bertambah dari
waktu-waktu. Feodalisme itu
satu bentuk relasi penindasan
terhadap sistem produksi,
biasanya terdapat di desadesa dimana tuan tanah yang
mempunyai tanah, memeras
petani kecil, dan buruh tani
yang bekerja padanya dengan
gaji atau sistem bagi hasil
yang tidak sesuai dengan
apa-apa yang petani miskin
dan buruh tani kerjakan. Dan
Kapital birokrat atau kita
sebut Kabir, biasanya mereka
menjadi operator imprealis
monopoli kapitalis asing,
yang menanamkan modal nya
di negeri kita, melindunginya
dari
marabahaya
perusahaan-perusahaan
mereka,
terus
mereka
membuat sistem, di Negara
agraris seperti di indonesia
selalu merugikan kita sebagai
warga nya, diantaranya
mereka selalu melakukan,
Korupsi,
Kolusi
dan
Nepotisme secara besarbesaran.
bagaimana pun juga
Goodbye Lenin adalah
merupakan bagian dari
masyarakat.
Dan
pemahaman
mereka
tentang
Imprealisme,
Feodalisme, dan Kapital
Birokrat.
ini
pada
akhirnya
dapat
kita
temui dalam wacana lirik
lagu
“Ada
Mereka
Dikepala” yang penulis
teliti.
Jawaban Pertanyaan 7 :
Kami pikir, mereka adalah
merupakan golongan yang
paling menderita di negeri
ini,
banyak
kebijakankebijakan yang membuat
mereka
berada
dalam
lingkaran
kemiskinan.
Keadaan yang dikondisikan
ini telah berlangsung lama,
mereka belum tercerahkan
akan hak-haknya. Hal ini bisa
kita lihat dari mayoritas
orang miskin di Indonesia
adalah berasal dari buruh
dan tani. Lagu kami yang
anda teliti itu (Ada Mereka
Di
Kepala),
merepresentasikan
pandangan kami tentang
mereka dan juga sebetulnya
didedikasikan untuk mereka,
lagu itu adalah kritik kami
atas keadaan yang tidak adil
bagi buruh dan tani.
Skema Diri (Self
Schemas). Skema
2
Jawaban Pertanyaan 8 :
Pandangan mereka akan
kondisi buruh dan tani
yang tertindas di negeri
ini, menjadi sebuah latar
dari kesadaran mental
mereka
akan
keberpihakannya
terhadap buruh dan tani
yang
kemudian
di
tuangkan dalam lirik
lagu “Ada Mereka Di
Kepala” Cara mereka
mendeskripsikan buruh
dan tani, lebih fokus
pada
keadaan
ketertindasan
mereka,
bukan misalnya pada
pola hidup mereka atau
siapa mereka sebetulnya,
hal ini mengindikasikan
bahwa apa yang mereka
lihat dalam konteks
sosial yang nyata adalah
seperti
itu
adanya,
bahwa buruh dan tani di
negeri ini lebih identik
dengan ketertindasaan.
Goodbye Lenin dalam
jawaban
tersebut,
memberikan
suatu
gambaran yang sinkron
dengan apa yang mereka
suarakan dalam lagu
tersebut.
Jawaban
sebagai
ini
adalah
gambaran
ini berhubungan
dengan bagaimana
diri sendiri
dipandang,
dipahami dan
digambarkan oleh
seseorang
Bercerita
atau
menyampaikan
sesuatu
pendapat yang menurut kami
layak untuk diangkat atau
diutarakan,
baik
permasalahan individu atau
pun yang lebih besar lagi
(sosial, politik, HAM dll),
yang
lebih
tepatnya
mempropagandakan isu-isu
yang mengangkat buruh dan
tani yang selama ini di tindas.
bagaimana
mereka
memandang tentang diri
mereka sendiri dari segi
karya
yang
mereka
ciptakan. Goodbye Lenin
dalam setiap karyakaryanya yang banyak
memotret
fenomena
sosial,
telah
menempatkan
band
mereka sebagai salah
satu band Indonesia yang
memang concern dengan
masalah-masalah sosial
tidak hanya urusan cinta
dan sakit hati seperti
yang saat ini tengah
menggejala
dalam
industri musik nasional
yang didominasi oleh
band-band yang hanya
menyuarakan tentang itu
Jawaban Pertanyaan 14 :
Dengan semua prestasi
yang pernah didapatkan
Goodbye Lenin dan
respon
positif
dari
pendengar
musik
Indonesia
yang
mengapresiasi
karya
mereka, Goodbye Lenin
tetap low profile dan
tidak sombong. Jawaban
yang sangat diplomatis
tersebut adalah sebagai
suatu
gambaran
bagaimana mereka tetap
Sampai saat ini kami
Cukup senang dalam hal ideide, minimal mulai dikenal
dan bisa diperdebatkan.
Lebih dari itu, biasa saja.
Kami tidak mau berbesar
kepala, apa yang sudah kita
raih saat ini sebetulnya belum
ada apa-apanya, kami hanya
mencoba menciptakan pasar
yang belum ada, baik di
mainstream atau di scene
indie kan pasarnya sudah
baku seperti itu. Nah..kami
sih hanya masuk dengan
pendekatan yang berbeda,
kita tidak malu mengakui
roots kita dari melayu, tapi
kan melayu tidak selalu
mendayu-dayu,
eksekusi
musik kita pada akhirnya
sangat berbeda dengan bandband pop yang sudah ada,
disitu pasar kami. Tapi jika
dikatakan sudah mapan atau
besar
belumlah,
masih
banyak band-band lain di
scene ini (indie) yang lebih
besar dari kami.
membumi dan dekat
dengan
kehidupan
sehari-hari kita. sehingga
akhirnya
fenomena
sosial yang kadang luput
dari perhatian para band
besar (yang terkadang
sombong),
tetap
diperhatikan
oleh
Goodbye Lenin.
Jawaban Pertanyaan 16 :
Secara umum jawabanjawaban Goodbye Lenin
dalam
skema
yang
mendefinisikan
diri
sendiri memiliki poin
yang sama, mereka tetap
menggambarkan
diri
mereka apa adanya tanpa
ada kesan melebihlebihkan atau sombong.
Hal
ini
semakin
mengindikasikan bahwa
kesadaran
mental
mereka mencerminkan
karya-karya
yang
mereka ciptakan. Selain
itu, dalam jawaban ini,
Julukan itu terlalu berat, faith
accomply sebagian orang.
Kami tidak merasa seperti
itu. Seperti yang sudah kami
bilang sebelumnya, masih
banyak band-band lain yang
mungkin lebih pantas disebut
untuk itu, mungkin hal ini
karena kami baru masuk saat
kondisi musik di Indonesia
tengah berada dalam kondisi
yang banyak orang pikir
sedang down, terutama bandband yang berada di mayor
label. Mungkin ini juga
Skema Peran (Role
Schemas). Skema
ini berhubungan
dengan bagaimana
seseorang
memandang dan
menggambarkan
peran dan posisi
yang ditempati
seseorang dalam
masyarakat
3
dipengaruhi oleh penggunaan
lirik berbahasa Indonesia
dalam tema yang beragam
oleh kami, yang justru jarang
dilakukan oleh band-band
mayor atau indie.
dengan tegas merka
memposisikan
band
mereka sebagai band
yang berbeda dengan
band pop kebanyak yang
bergelut dalam tema
yang beragam.
Jawaban Pertanyaan 4 :
Jawaban ini menunjukan
ketidakpuasan mereka
atas peran pemerintah
dalam
menyelesaikan
permasalahn yang ada di
Indonesia. Ada beberapa
hal
yang
menurut
mereka
bisa
diselesaikan,
namun
permasalahan
yang
substansial di negara ini
seperti
kesejahteraan
rakyatnya yang masih
miskin,
belum
terselesaikan
dengan
baik.
Jawaban
ini
menjadi suatu kritik atas
kinerja
pemerintah.
Kritik ini juga banyak
tercermin dalam karyakarya
yang
mereka
ciptakan, seperti lirik
lagu yang penulsi teliti
ini.
Secara umum, kami masih
belum puas akan kinerja
pemerintah
dalam
menyelesaikan permasalahan
yang ada di negeri ini. Mulai
dari sektor lahan pekerjaan
yang tidak di fasilitasi,
banyaknya
kasus-kasus
korupsi di berbagai daerah,
pendidikan, yang seharusnya
di wajibkan bagi setiap anak
bangsa, malah di persulit
dengan biaya yang mahal,
fasilitas-fasilitas rumah sakit
yang tidak bisa di cicipi oleh
orang-orang miskin. Dan
banyak hal lagi yang
membuat hati kami miris.
Jawaban Pertanyaan 18 :
Harapannya pemusik atau
pun
seniman
mampu
menghasilkan karya yang
Jawaban
ini
adalah
tentang peranan musisi
atau seniman dalam
masyarakat.
Menurut
mereka peran musisi
bergizi kepada masayarakat
dan
masyarakat
mampu
mengapresiasi musik atau
seni yang bergizi pula. Dalam
arti, seniman harus bisa lebih
peka
dalam
menangkap
gejala-gejala sosial yang
tengah
berkembang
di
masyarakat untuk kemudian
mentransformasikannya
dalam bentuk karya yang
mereka
buat,
agar
masyarakat juga bias “ngeh”
dengan gejala itu, sehingga
akhirnya masyarakat bisa
mendapat
sesuatu
dari
seniman atau musisi.
atau seniman adalah
sebagai
pihak
yang
seharusnya bisa lebih
peka
untuk
memberitahukan kepada
masyarakat
melalui
karya-karya
mereka
tentang
gejala
atau
fenomena sosial yang
tengah
terjadi
di
masyarakat. Jawaban ini
juga menjadi dasar dari
seluruh
karya
yang
mereka
ciptakan
termasuk lirik lagu “Ada
Mereka Di Kepala“ ini,
karena bagaimana pun
juga Goodbye Lenin
adalah
musisi
yang
peran-perannya
harus
sesuai dengan apa yang
meraka katakan itu. Dan
hal ini terbukti dari
karya-karya
mereka
yang
memang
didominasi oleh tematema tentang gejala atau
fenomena sosial
Jawaban Pertanyaan 19 :
Terkait
di
jawaban
sebelumnya
tentang
peranan musisi dalam
masyarakat,
Goodbye
Lenin menilai bahwa
mereka masih belum
menjalankan
peran
mereka sebagai musisi
Untuk kami sendiri peran
seperti itu masih jauh, kami
hanya
berusaha
untuk
mencapai
kearah
sana.
Banyak musisi diluar kami
yang sudah menjalankan
Skema Peristiwa
(Event Schemas).
Skema ini adalah
tentang bagaimana
kita menafsirkan
dan memaknai
suatu peristiwa
tertentu.
4
peran itu, namun lebih
banyak lagi yang hanya
mengejar pasar saja.
dan banyak juga musisi
yang hanya berorientasi
pada
pasar
tanpa
berusaha
untuk
menjalankan
peran
sosialnya
Jawaban Pertanyaan 6 :
Peristiwa terkini dari
gejolak ekonomi dunia
yang ditandai oleh krisis
financial
global,
ditafsirkan oleh mereka
sebagai suatu dampak
dari
diterapkannya
sistem pasar bebas.
Pandangan ini menjadi
suatu batu pijakan dalam
memahami karya mereka
dalam lirik lagu “Ada
Mereka Di Kepala”
bahwa lagu tersebut
memang terbentuk dari
kognisi sosial mereka
dalam
memahami
kondisi yang terjadi saat
ini,
bahwa
krisis
financial global dan
pasar
bebas
telah
mempengaruhi
kesejahteraan
dunia
ketiga.
Dengan kata lain , korupsi
bukan hanya tumbuh di
Dunia Ketiga, tapi juga di
negara maju. Gilanya lagi,
banyak negara yang secara
ekonomi bergantung kepada
negara maju itu, seperti
Indonesia
sehingga
ikut
terkena dampak dari krisis
keuangan tersebut. Krisis ini
juga
dampak
dari
imprealisme, Feodalisme, dan
Kapital Birokrat tadi, pasar
bebas atau globalisasi yang
diterapkan dalam struktur
ekonomi dunia terbukti gagal.
5.3
Analisis Dimensi Konteks Sosial
Dalam model analisis wacana Van Djik, dimensi konteks sosial adalah
dimensi yang memiliki cakupan yang paling besar, melakukan analisis sosial maka
secara otomatis kita akan berbicara pula tentang masayarakat sebagai elemen yang
membentuk dan mengkonstruksi wacana yang ada dalam suatu teks. Dalam penelitian
ini ketika kita berbicara mengenai ketidakadalian dalam hal ekonomi, maka kita perlu
melihat bagaimana masyarakat memandang hal ini pula dan apa yang melahirkan
pandangan tersebut.
Penelitian ini berusaha untuk memahami sejauh mana sebuah wacana dalam
lirik
lagu
yang
berbicara
mengenai
ketidakadilan
ekonomi,
mampu
merepresentasikan negaranya dan sekaligus mengkritisinya. Dengan asumsi ini maka
penelitian akan konteks sosial disandarkan pada cara pandang dan posisi masyarakat
yang diwakili dalam lirik lagu tersebut yakni masyarakat yang tertindas yaitu klas
buruh dan kaum tani di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari posisi wacana lirik lagu
ini sendiri yang bertolak belakang dengan wacana penguasa saat ini yang menyatakan
bahwa keadaan di negara ini sejahtera, kemiskinan berkurang, kelaparan hilang dan
sebagainya.
Menurut Van Djik dalam Eriyanto (2001; 271), analisis mengenai masyarakat
ini, ada dua poin yang penting; Kekuasaan (power) dan akses (Acces). “Praktik
Kekuasaan. Van Djik mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai suatu kepemilikan
yang dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk
mengontrol kelompok (atau anggota) kelompok lain” (Eriyanto, 2001;272). Masih
menurut Van Djik apa yang dimaksud dengan kepemilikan adalah selain memiliki
sumber-sumber yang bernilai seperti modal, status atau pengetahuan juga memiliki
kontrol atas tindakan-tindakan persuasif yang secara tidak langsung mampu
mempengaruhi kesadaran mental, kepercayaan dan sikap.
Sedangkan Akses adalah berbicara tentang kesempatan suatu kelompok atau
golongan untuk mampu mempengaruhi kesadaran khalayak. Akses sangat erat
kaitannya dengan media. Golongan atau kelompok yang memiliki akses terdekat dan
terbanyak pada media, maka kelompok tersebut lah yang secara tidak langsung
mampu memegang kontrol atas kelompok lain. Akses yang lebih besar bukan hanya
memperoleh keuntungan untuk memopengaruhi kesadaran khalayak secara massif,
namun juga ia dapat menentukan topik apa dan isi wacana yang dapat disebarkan dan
didiskusikan pada khalayak.
5.3.1
Analisis Kekuasaan (Power)
Analisis wacana Van Djik memberikan perhatian yang sangat besar terhadap
masalah kekuasaan ini. Dalam bahasa Van Djik Kekuasaan sering juga diistilahkan
sebagai dominasi atas suatu kelompok terhadap kelompok lainnya. Dalam penelitian
ini kita telah melihat bahwa wacana yang kemudian timbul adalah tentang
ketidakadilan dalam bidang ekonomi, dan politik dimana hanya segelintir masyarakat
saja yang mampu hidup serba berkecukupan, bahkan cenderung mewah dan
berlebihan. Sementara mayoritas
masyarakat lainnya hidup dalam ancaman
kelaparan dan hidup dibawah garis kemiskinan. Selain itu pada wacana dalam lirik
lagu tersebut juga berbicara mengenai masalah-masalah yang ditemui oleh buruh dan
tani di negeri ini. Kondisi ini jika kita kaitkan dalam praktik kekuasaan, maka akan
muncul suatu hubungan antara para pemilik modal (yang digambarkan dalam wacana
lirik lagu sebagai Imprealisme dan Feodalisme), pemerintah atau Negara sebagai
regulator dan tentu saja rakyat yang dalam hubungan ini adalah sebagai pihak yang
tertindas.
Dalam hubungan triangle antara pemodal (Imprealis kapitalis monopoli
asing), Negara dan rakyat (buruh), sebetulnya pertentangan yang paling kontradiktif
adalah antara imprealis kapitalis monopoli asing dan buruh (Borjuasi dan Proletar).
Peranan Negara disini hanyalah sebagai pihak yang membuat regulasi-regulasi yang
mengatur hubungan keduanya, walaupun pada realitasnya regulasi yang muncul
adalah sebagai akibat dari “pesanan” para imprealis kapitalis monopoli asing pada
Negara. Pada tingkatan yang paling ekstrim hubungan antara kapitalis dan buruh
adalah sebagai “yang menindas” dan “yang ditindas”. Kondisi ini bukan semertamerta tanpa alasan yang jelas, karena sejatinya kapitalisme atau dalam
perkembangannya yang paling akhir telah bermetamorfosis menjadi imprealisme,
melalui kekuasaan modalnya mampu untuk melakukan apapun. Dengan tiga sifat
dasar dari Imprealisme yaitu 1). Akumulasi modal, 2). Eksploitasi SDM dan 3).
Ekspansi Pasar. Maka terciptalah kontradiksi itu.
Buruh akan selalu tertindas oleh sejumlah sistem yang mengekangnya, UU
Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 misalnya, yang bersifat sangat eksploitatif
terhadap buruh, belum lagi sistem kerja kontrak atau outsourching yang membuat
buruh semakin tidak berdaya, lalu ada pula SKB 4 mentri yang disahkan tahun lalu
yang kemudian membuat upah buruh semakin minim. Semua persoalan itu adalah
persoalan-persoalan yang mengemuka saja karena jika kita menelaah lebih dalam
tentang permasalahan klas buruh akan semakin komplek dan rumit.
imprealis dan feodalis dalam hubungan produksi, akan terus menjadi penindas
bagi buruh-buruh nya. Penindasan ini tercipta sebagai upaya yang dilakukan
imprealisme untuk menutupi krisis yang terjadi dalam tubuhnya sendiri. Krisis over
produksi adalah salah satunya, yang kemudian dari kondisi ini membutuhkan pasarpasar baru di dunia ketiga, dan selanjutnya juga akan melahirkan penidasanpenidasan baru. Kontradiksi itu, antara buruh dan kapitalis/imprealis, akan semakin
meruncing seiring perkembangan penindasan yang dialami buruh dan krisis yang
terjadi dalam tubuh imprealisme itu sendiri.
Dari kondisi yang telah berlangsung ratusan tahun ini, pihak yang tertindas
kemudian memiliki semacam kesadaran kolektif akan kondisinya yang tertindas, baik
oleh imprealis melalui kekuatan modalnya dan Negara kapital birokrat (sebagai
kepanjang tanganan dari imprealis) melalui kebijakan-kebijakan yang diterapkannya.
Hal ini bisa kita lihat dalam petikan wawancara yang dilakukan dengan Eky
Darmawan, seorang musisi asal Bandung, bahwa menurutnya Imprealislah yang
merupakan akar dari semua masalah yang ada, “Sebenarnya apa yang terjadi ini
(kemiskinan, kelaparan, dan permasalahan lainnya) mungkin secara tidak sengaja
pada akhirnya mengarah pada kesimpulan itu…pada imprealisme“ (sumber :
wawancara Eky Darmawan, 22 Januari 2010). Hal senada juga diungkapkan oleh
Dimas Wijaksana seniman yang dikenal karena keberpihakannya terhadap rakyat
kecil “Kita sebenarnya terjajah juga oleh Arab, Amerika, India dan lain-lain. Anda
tahu itu?? Dan saya pikir Imprealisme itu tadi ya tentang penjajahan. Kita selalu
terjajah bahkan dalam otak dan pikiran kita” (sumber : wawancara Dimas Wijaksana,
21 Januari 2010). Dan dari pemahaman kolektif tentang ketertindasan ini lah pada
akhirnya memunculkan sebuah wacana yang dikemas dalam suatu lirik lagu “Ada
Mereka Di Kepala”. Proses simplifikasi dari suatu kondisi yang makro (kondisi
masyarakat) menjadi sebuah teks lirik lagu, sebetulnya dihubungkan dengan kognisi
sosial pembuat teks lirik lagu tersebut (Goodbye Lenin).
5.3.2
Analisis Akses
Dalam analisis wacana Van Djik, Akses adalah tentang kesempatan suatu
kelompok atau golongan dalam upayanya mempengaruhi kesadaran khalayak. Maka
ketika kita berbicara mengenai akses, ini tidak bisa dipisahkan dari hubungannya
dengan media atau informasi. Namun lebih luas dari sekedar akan akses terhadap
media dan informasi, yang perlu digarisbawahi dalam akses ini adalah tentang akses
terhadap hal-hal yang mampu menjadi alat untuk mempengaruhi kesadaran khalayak.
Kelompok yang lebih dominan biasanya memiliki akses yang jauh lebih besar
dan luas dibandingkan dengan kelompok lainnya. Dalam analisis kekuasaan,
pemetaan akan kelompok mana yang lebih dominan dan kelompok mana yang
didominasi telah dilakukan. Imprealis, feodalis dan kapital birokrasi Negara adalah
tiga kelompok yang mendominasi dalam wacana lirik lagu ini. maka dengan
pemetaan tersebut kita akan melihat sejauh mana akses berpengaruh dalam
pembentukan wacana ini.
Imprealis memiliki akses yang sangat besar atas kontrol media, Melalui
kekuatan modal yang sangat besar, informasi bisa diciptakan (dikonstruksi). Media
sebagai produsen informasi, hari ini telah menjadi suatu industri dan berbicara
mengenai industri maka ini tidak bisa dilepaskan dari Imprealisme itu tadi. Hubungan
antara media dan imprealis ini tentu saja melahirkan akses yang seluas-luasnya bagi
imprealis untuk mengontrol informasi apa-apa saja yang akan ditunjukan pada publik.
Hal ini sangat berbanding terbalik dengan akses yang dimiliki oleh buruh atau
petani. Banyak pemberitaan di media kita tentang perjuangan para petani untuk
merebut kembali tanahnya diinformasikan sebagai penjarahan, aksi kriminalitas,
pembangkangan dan citra negatif lainnya. Lalu misalnya para buruh yang
berdemonstrasi, selain diberitakan dengan porsi yang minim juga kadang tidak
diberitakan mengapa mereka berdemonstrasi, sebaliknya yang diangkat luas adalah
dampak dari aksi tersebut separti kemacetan, kerusuhan dan lain sebagainya.
Tentang akses ini pula, kita bisa melihat bahwa wacana yang berusaha
diangkat melalui lirik lagu ini, didistribusikan dalam jalur independent, artinya
penyebaran akan wacana ini hanya akan didengarkan oleh sebagian kecil masyarakat
saja, hal ini sebagai akibat dari terbatasnya cakupan jalur indie. Akses terhadap jalur
yang lebih besar (mayor label), mereka tidak menyediakan tempat bagi musik-musik
seperti lagu “Ada Mereka di Kepala” ini,. Maka jelas dengan kondisi ini, masyarakat
justru akan lebih sering mendengarkan wacana-wacana yang dilemparkan oleh
kelompok yang dominan. Secara lambat laun wacana-wacana yang di publish oleh
mereka akan mengubah kesadaran khalayak akan kondisi yang terjadi di negara ini.
Selain akses terhadap informasi yang sangat minim dimiliki oleh kaum yang
tertindas itu, permasalahan utamanya adalah tentang keterbatasan akses terhadap alatalat produksi. Buruh tidak memiliki kontrol sama sekali atas alat produksi nya,
sementara tani meskipun memiliki alat-alat produksi sederhana seperti cangkul
namun tanah sebagai kebutuhan pokoknya tidak mereka miliki. Kesenjangan yang
dimiliki oleh buruh dan tani terhadap akses alat-alat produksi ini, melahirkan suatu
kesadaran inferior terhadap para penindasnya. Buruh dan tani selalu merasa tak
berdaya karena tak memiliki akses atas alat-alat produksi nya. Hal ini diamini oleh
Eky Darmawan, yang menurutnya bahwa kondisi buruh dan tani memang selalu
tertindas.
“Saya lihat jelas bahwa buruh dan tani mereka memang tertindas. Siapapun
juga tahu lah kondisinya seperti itu, mereka menjadi korban dari imprealisme
dan prosesnya itu tadi. Ya saya pikir perjuangan nya belum selesai dan
bahkan, seniman pun juga menurut saya menjadi salah satu korbannya… Dan
saya lihat dari kondisi yang ada sekarang belum ada perubahan, ok lah
mungkin perubahan sudah ada, tapi belum mencapai apa yang kita sebut
untuk mencapai standar hidup yang layak tadi”. (sumber : wawancara Eky
Darmawan, 22 Januari 2010)
Imprealis, bukan hanya memiliki jalur yang lebih luas dan besar terhadap
akses-akses itu, baik akses terhadap informasi dan akses terhadap alat-alat produksi.
Namun Imprealis memiliki dan bahkan memonopoli industri media di Indonesia (Hal
ini dapat dilihat dari kepemilikan beberapa statsiun TV oleh pihak yang sama, MNC
misalnya yang memiliki RCTI, Global TV dan TPI). Selain kepemilikan mutlak atas
akses informasi, mereka juga menguasai akses atas alat-alat produksi. Maka dengan
kondisi seperti ini, jelaslah sudah wacana-wacana yang coba dikemukakan oleh pihak
yang tertindas seperti buruh dan tani, tidak mendapat siaran yang luas pada
masyarakat lainnya.
BAB VI
PENUTUP
6.1
Kesimpulan
Melalui pendekatan analisis wacana model kognisi sosial dari Van Djik,
penulis berhasil menyimpulkan temuan-temuan dalam wacana lirik lagu “Ada Mereka
DI Kepala”, dilihat dari Dimensi Teks yaitu Struktur Makro, Super Struktur dan
Struktur Mikro, Dimensi Kognisi Sosial serta Analisis Dimensi Konteks Sosial.
Berikut ini adalah kesimpulan yang telah penulis rangkum :
1.
kritik sosial dalam lirik lagu “Ada Mereka di Kepala”, ditinjau dari
dimensi teks.
a) Struktur Makro.
Dalam analisis terhadap dimensi teks yang difokuskan pada Struktur Makro
(tematik), penulis menemukan bahwa gagasan umum atau tema sentral yang
berusaha dimunculkan dalam wacana lirik lagu ini adalah tentang
ketidakadilan di bidang ekonomi yang terjadi di Indonesia, ketidakadilan ini
terutama dipicu oleh masalah kesenjangan sosial dimana hanya segelintir
pihak saja yang bisa merasakan kemewahan sementara masyarakat lainnya
hidup dalam cengkraman kelaparan dan kemiskinan. Hal ini bisa dilihat dari
koherensi global dalam tiap-tiap baitnya yang mengerucut pada tema tersebut.
Tema yang juga berceritra tentang masalah-masalah yang dihadapi kelas
buruh dan kaum tani ini
juga diperkuat dalam bagian-bagian lain yang
merupakan subtopik yang kemudian mendukung tema sentral.
b) Super Struktur.
Analisis Super Struktur difokuskan dalam penelaahaan suatu wacana secara
skematiknya. Terdapat sebuah alur atau skema tertentu yang berusaha untuk
ditonjolkan dalam wacana lirik lagu ini. Skema tersebut berupa penyusunan
bagian per bagian dalam lirik lagu seperti, bait pembuka (Intro), reff, dan
penutup lagu. Pola penyusunan skematik dalam lirik lagu ini, menjadi
deskripsi yang mendukung tema sentral dalam struktur makro teks. Alur yang
dimunculkan adalah alur yang menjadi landasan dalam menampilkan tema
umum yakni tentang masalah-masalah dalam kehidupan buruh dan tani di
negeri ini.
c) Struktur Mikro.
Tingkatan terakhir dalam melakukan analisis wacana dalam dimensi teks
adalah analisis terhadap stuktur mikro suatu wacana. Dalam penelitian ini,
penulis melakukan analisis terhadap elemen latar dan elemen retoris yaitu
metafora. Berdasarkan hasil analisis tersebut, pada elemen latar penulis
menyimpulkan bahwa apa yang menjadi latar dari lahirnya teks lirik lagu
“Ada Mereka Di Kepala” adalah tentang keberpihakan pembuat lirik lagu
terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh buruh dan tani yang semakin
termarginalkan, sementara segelintir orang dapat berpesta pora, banyak
masyarakat lainnya yang hidup kelaparan. Keberpihakan inilah yang menjadi
latar dari terciptanya lirik lagu ini. Hal ini menjadi relevan dengan tema
sentral maupun skema yang terbangun dalam lirik lagu.
Kemudian secara retoris, penulis banyak menemukan penggunaan kata-kata
atau kalimat kiasan (metafora). Penggunaan metafora ini selain sebagai alasan
estetik, juga memiliki tendensi sebagai pembungkus wacana lirik lagu yang
menonjolkan asumsi (atau bahkan fakta) bahwa Indonesia memang tengah
berada dalam kondisi dimana banyak rakyatnya yang hidup miskin dan
kelaparan.
2.
kritik sosial dalam lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala”, ditinjau dari
dimensi kognisi sosial.
Analisis dalam dimensi kognisi sosial dilakukan melalui pemetaan skema
kognisi sosial dari Goodbye Lenin. Skema yang dimaksud adalah Skema
Person, Skema Diri, Skema Peran dan Skema Peristiwa. Pemetaan dalam
skema-skema tersebut didasarkan pada hasil wawancara penulis dengan grup
band Goodbye Lenin. Secara umum skema-skema tersebut merefleksikan
kesadaran mental atau kognisi sosial Goodbye Lenin yang tercermin dalam
lirik Lagu “Ada Mereka Di Kepala”. Selain itu, skema-skema ini juga
menjadi suatu hasil dari konstruksi kesadaran khalayak yang lebih luas
(masyarakat) terhadap individu-individu Goodbye Lenin mengenai kondisi
sosial yang terjadi di Indonesia.
3.
kritik sosial dalam lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala”, ditinjau dari
dimensi konteks sosial.
Dalam analisis ini, penulisi melakukan kajian terhadap kondisi sosial dalam
masyarakat tempat dimana wacana lirik lagu ini diproduksi. Konteks sosial
yang dimaksud dalam wacana lirik lagu ini adalah Kondisi Indonesia secara
umum. Analisis dalam dimensi ini, dilakukan dalam dua cara, yang pertama
adalah analisis kekuasaan (power) dan yang kedua adalah analisis akses
(acces). Dalam analisis kekuasaan, terdapat pemetaan antara pihak yang
mendominasi dan pihak yang didominasi, pihak yang menindas dan pihak
yang tertindas. Di negara ini kaum imprealis dan pemerintah (Negara) adalah
pihak menindas rakyat (buruh dan tani). Kaum imprealis, Feodal, melakukan
penindasan melalui kekuatan modalnya, sedangkan pemerintah sebagai
Kapital Birokrat, melakukan
penindasaan
melalui kekuasaan dalam
membentuk kebijakan-kebijakan yang kontra rakyat. Lalu dalam analisis
terhadap akses yang dimiliki, kita akan melihat bagaimana kaum imprealis,
Feodal, dan Kapital Birokrat memiliki akses terhadap informasi (media) dan
akses terhadap alat-alat produksi yang lebih besar, bahkan bisa dikatakan
merekalah yang menguasai akses itu dibandingkan dengan rakyat yang
tertindas itu tadi. Dari kondisi sosial yang demikian maka pada akhirnya
melahirkan suatu wacana dalam lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala” yang
memiliki tema umum tentang penindasan yang dialami rakyat.
6.2
Saran
Dari perjalanan panjang menyelami permasalahan dalam penelitian ini,
penulis telah merumuskan saran-saran yang mudah-mudahan dapat berguna, baik
dalam upaya menciptakan perubahan atas kondisi yang semakin tidak berpihak pada
rakyat miskin di Indonesia maupun saran atas penelitian lain yang sejenis. Berikut ini
adalah saran yang telah penulis rangkum :
Secara Teoritis
1. secara Struktur Makro, (Goodbye Lenin) cukup fleksibel namun ada yang
harus di di perjelas dari makna Globalnya agar si pendengar Khususnya
Buruh dan Tani bisa lebih jelas menerima pesan apa yang akan di sampaikan.
2. Secara Super Struktur, (Goodbye Lenin) cukup menarik cara member pesan di
bait reffnya cuman ada beberapa hal yang di ulang-ulang sehingga pesan yang
disampaikan (Goodbye Lenin) terkesan memberi tekanan.
3. Secara Struktur Mikro (Goodbye Lenin) dari elemen latar dan elemen retoris
yaitu
metaforanya
terlalu
sulit
dimengerti,
sehingga
orang
yang
mendengarkan lirik akan sulit untuk memahami atas apa-apa yang akan
disampaikan.
Saran Praktis
1. Wacana kritis hendaknya tidak berhenti dalam tataran hiasan intelektual
semata, namun dapat diturunkan dalam sebuah gerakan yang mampu
melahirkan perubahan bagi bangsa ini.
2. Wacana Kritis harus selalu diharapkan oleh mahasiswa untuk membedah
sebuah permasalahan, agar bisa membangun kecerdasan dari setiap apa-apa
yang di benturkan dengan realitas.
3. Bagi penelitian lain, disarankan agar menggunakan pendekatan analisis
lainnya dalam membedah permasalahan-permasalahan sejenis agar perspektif
atas sebuah wacana bisa lebih kaya.
4. Bagi penelitian wacana kritis lainnya agar, melakukan perbandingan dengan
wacana tandingan agar bisa menghasilkan ulasan yang lebih kaya.
5. Menaikan upah buruh sesuai dengan kebutuhan hidup minimum dan
kebutuhan fisik minimum serta menolak dan menuntut pencabutan peraturan
perundang-undangan yang tidak berpihak bagi buruh, seperti kebijakan out
sourching.
6. Laksanakan UUPA
No. 5 Tahun 1960, mewujudkan Reforma Agraria
sekarang juga dan berikan tanah untuk petani penggarap.
7. Agar masyarakat dapat melakukan penyikapan yang cerdas atas masalahmasalah yang terjadi di negara ini (sosial, ekonomi, politik, budaya dll) tidak
mudah tertipu oleh keindahan sebuah wacana. Berpikir kritis untuk kemudian
maju bergerak melakukan perubahan-perubahan kongkret.
8. Agar musisi-musisi maupun seniman lain mampu menggulirkan wacana kritis
yang memotret gejala dan fenomena sosial secara jujur.
DAFTAR PUSTAKA
Lull, James. Popular Music and Communications. Newburry Park: Sage Publications.
1899
Mulyana, Deddy. 2002. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Nakagawa, Shin. Musik dan Kosmos; Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Yayasan
Obor Indonesia. 2000
Berger, Peter L. dan Luckman, Thomas. Tafsir Sosial Atas Kenyataan; Risalah
tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES.1991.
______. Analisis Framing; Konstruksi Ideologi dan politik Media. Yogyakarta: LKiS.
2002.
Kunio, Yoshihara. Kapitalisme Semu Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES. 1990
Kwant, R.C. Mens en Kritiek. Yogyakarta: Kanisius. 1975
Lesmana, Aria. Kritik Sosial dalam Lirik Lagu Tikus-tikus Kantor. Bandung:
UNISBA. 2004
Rajasa, Sutan. 2002. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya : Karya Utama
Rakhmat, Jalaludin. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Saini, K.M. Krisis Kebudayaan; Pilihan 10 Essai. Bandung: Kelir.2004
Sobur, Alex. Etika Pers; Profesionalisme dengan Nurani. Bandung: Humaniora
Utama Pers.2001
Dominick, Joseph R. The Dynamic of mass Communications 5th Editions. New York:
McGraw-Hill. 1996
Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT
Citra Adhitya Bakti.
Eriyanto. Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS.
2001.
______. Analisis Teks Media; Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana Analisis
Semiotik dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2002
xv
Sukidin, Basrowi. 2002. Metode Penelitian kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya :
Insan Cendikia.
Sumber Lain:
http://www.google.com.(25/1/10)
http://www.myspace.com/gdblenin.com.23/12/09
http://www.one.indoskripsi.com.(24/1/10)
http://www.tempointeraktif.com.(14/10/09)
http://www.wikipedia.com.(23/1/10
http://www.yahoo.com (23/1/10)
Encylopedic Dictionary of Jurnalism and Communications.1999
Jurnal Apokalips.(17/8.08)
Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English.1986
http://www.apokalips.com./12/9/07
xvi
LAMPIRAN-LAMPIRAN
(Lirik Lagu, Naskah Wawancara, Hasil Wawancara,
Foto-foto Narasumber,
Data Pribadi Penulis)
xvi
Lampiran 1
Lirik Lagu “Ada Mereka Di Kepala”
Ciptaan
: Very, Arvi, opick Marshall
Aransemen
: Goodbye Lenin
Durasi
: 5 menit 34 detik
Sumber
: http://www.myspace.com/gdblenin
Ada Mereka Di Kepala
Rekontruksi mengancam tanah subur
Menggenggam kepalsuan
Tersisa karna harta dunia
Garis imprealisme, garis feodalisme
Capital birokrat yang semakin membunuh jiwa
Harus dilawan
Teriak mencoba pahami rasa
Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa
Garis imprealisme, garis feodalisme
Capital birokrat yang semakin membunuh jiwa
Harus dilawan
Teriak mencoba pahami semua
Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa
Teriak mencoba pahami semua
Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa
Berlawan segala bentuk ketidak adilan
xvii
Lampiran 2
Naskah dan Hasil Wawancara
dengan Goodbye Lenin
-Verry, Arvi, Opick MarshallTanggal Wawancara : 23, Januari 2010
Waktu wawancara
: 17.35 WIB.
Tempat Wawancara : Studio Ruang Plastik Jln Natuna No 35
1. Bagaimana sih menurut kalian kondisi Indonesia hari ini?
Multi krisis yang pasti. Mulai dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, krisis
politik praktis yang membingungkan, krisis kemanusiaan yang semakin hari semakin
memprihatinkan.
2. Lalu apa yang menjadi permasalahan utama bangsa ini? Dan siapa yang
harus bertanggung jawab terhadap permasalahan utama tersebut menurut
kalian?
Kalo menurut saya dari Krisis Ekonomi awal dari permasalahan bangsa kita ini
hingga dampaknya terhadap Krisis moral yang semakin parah. Krisis ekonomi yang
membuat bangsa kita terpuruk, Yang harus bertanggung jawab kita semua, yang
masih mempunyai harga diri untuk menyelamatkan bangsa ini dari keterpurukan, dan
pemerintah sebagai yang menjalankan pemerintahan, pemerintah harus bersikap
mandiri tidak tergantung pada hutang terhadap IMF, dan Bank Dunia.
3. Apa harapan kalian atas permasalahan tersebut?
Harapan kami Cuma satu, Segala Krisis harus segera berlalu.
4. Menurut kalian bagaimana peranan pemerintah/Negara dalam penyelesaian
masalah-masalah-masalah rakyat dan seperti apa contoh kongkritnya?
Secara umum, kami masih belum puas akan kinerja pemerintah dalam
menyelesaikan permasalahan yang ada di negeri ini. Mulai dari sektor lahan
pekerjaan yang tidak di fasilitasi, banyaknya kasus-kasus korupsi di berbagai daerah,
pendidikan, yang seharusnya di wajibkan bagi setiap anak bangsa, malah di persulit
dengan biaya yang mahal, fasilitas-fasilitas rumah sakit yang tidak bisa di cicipi oleh
orang-orang miskin. Dan banyak hal lagi yang membuat hati kami miris.
xviii
5. Apa pandangan kalian tentang imperialisme, Feodalisme, dan Kapital
birokrat di Indonesia ?
Imperialisme tumbuh karena sebagian kecil orang (yang sayangnya memegang
sebagian besar roda perekonomian Indonesia dan bahkan dunia) melakukan segala
cara untuk bisa memperkaya diri mereka sendiri. Tidak ada rasa kebersamaan,
berdagang yang adil. Semua cari aman. Menurut kami imprealisme ini menjadi
semaca pokok permasalahan yang mungkin bukan hanya dialami di negara ini, tapi
juga di belahan dunia lain. Dampak yang paling nyata adalah di bidang ekonomi,
sampai saat ini ekonomi di Indonesia hanya dikuasai oleh segelintir orang saja, tidak
ada pemeretaan di bidang ini seperti yang telah di gambarkan dalam lagu “Ada
Mereka Di Kepala”, sehingga akibatnya kemiskinan semakin bertambah dari waktuwaktu. Feodalisme itu satu bentuk relasi penindasan terhadap system produksi,
biasanya terdapat di desa-desa dimana tuan tanah yang mempunyai tanah, memeras
petani kecil, dan buruh tani yang bekerja padanya dengan gaji atau sistem bagi hasil
yang tidak sesuai dengan apa-apa yang petani miskin dan buruh tani kerjakan. Dan
Kapital birokrat atau kita sebut Kabir, biasanya mereka menjadi operator imprealis
monopoli kapitalis asing, yang menanamkan modal nya di negeri kita,
melindunginya dari marabahaya perusahaan-perusahaan mereka, terus mereka
membuat sistem, di Negara agraris seperti di indonesia selalu merugikan kita sebagai
warga nya, diantaranya mereka selalu melakukan, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
secara besar-besaran.
6. Dunia saat ini tengah menghadapi krisis keuangan global, pandangan kalian
tentang masalah ini seperti apa?
Dengan kata lain , korupsi bukan hanya tumbuh di Dunia Ketiga, tapi juga di
negara maju. Gilanya lagi, banyak negara yang secara ekonomi bergantung kepada
negara maju itu, seperti Indonesia sehingga ikut terkena dampak dari krisis keuangan
tersebut. Krisis ini juga dampak dari imprealisme, Feodalisme dan Kapital Birokrat
tadi, pasar bebas atau globalisasi yang diterapkan dalam struktur ekonomi dunia
terbukti gagal.
7. Bagaimana kalian melihat nasib klas buruh, kaum tani dan masyarakat
tertindas lainnya di Indonesia?
Kami pikir, mereka adalah merupakan golongan yang paling menderita di negeri
ini, banyak kebijakan-kebijakan yang membuat mereka berada dalam lingkaran
kemiskinan. Keadaan yang dikondisikan ini telah berlangsung lama, mereka belum
tercerahkan akan hak-haknya. Hal ini bisa kita lihat dari mayoritas orang miskin di
Indonesia adalah berasal dari buruh dan tani. Lagu kami yang anda teliti itu (Ada
Mereka Di Kepala), merepresentasikan pandangan kami tentang mereka juga
sebetulnya didedikasikan untuk mereka, lagu itu adalah kritik kami atas keadaan
yang tidak adil bagi buruh dan tani.
xix
8. Apa sih yang ingin disampaikan Goodbye Lenin dalam karya-karyanya?
Bercerita atau menyampaikan sesuatu pendapat yang menurut kami layak untuk
diangkat atau diutarakan, baik permasalahan individu atau pun yang lebih besar lagi
(sosial, politik, HAM dll), yang lebih tepatnya mempropagandakan isu-isu yang
mengangkat buruh dan tani yang selama ini di tindas.
9. Proses penciptaan suatu karya musik di Goodbye Lenin seperti apa sih?
Biasanya kami berdiskusi tentang keadaan atau situasi nasional, internasional
dulu sebelum membuat musik dan lirik lagunya, karena kami membuat tema buat
lirik lagunya itu harus berdasarkan objektifitas apa-apa yang kami tangkap dan kami
rasakan selama masih hidup.
10. Apa yang melatarbelakangi kalian dalam membuat suatu karya musik
(lirik) khususnya dalam lagu “Ada Mereka Di Kepala”?
Sikap penindasan oleh imprealisme, kapitalisme dan capital birokrat ini harus di
sikapi dan di lawan, karena mereka yang semestinya memihak pada buruh, tani, dan
pada kita sebagai warga Indonesia.
11. Lagu Ada Mereka di Kepala sebetulnya bercerita tentang apa?
Tentang sebuah bentuk penindasan imprealisme, kapitalisme dan capital birokrat
yang selama ini selalu menindas dan memeras para buruh, tani, bahkan mencuri
lahan-lahan petani dengan segala bentuk paksaan, sekaligus lagu ada mereka di
kepala ini merepresentasikan sebuah perlawanan terhadap kaum penindas .
12. Dalam ideologi dominan (peguasa), Negara digambarkan baik-baik saja,
kesejahteraan meningkat, kemiskinan berkurang, hutang lunas dsb. Gambaran
tersebut bertolak belakang dengan salah satu lagu kalian “Banyak asap disana”
yang mengatakan sebaliknya. Bagaimana kalian menyikapi hal ini?
Sikap kami kan sudah disebutkan oleh kamu di atas, bahwa kami sebaliknya dari
pemerintah. Kalau pemerintah mengklaim hal postif, itu biasa, namanya juga yang
sedang memerintah, pasti akan menonjolkan capaian yang bagus-bagus saja. Kalau
boleh tahu, Negara mengatakan hutang lunas itu di mana, kapan dan siapa yang
mengatakannya ya?
13. Musik kalian banyak berbicara tentang fenomena sosial. Apakah hal
tersebut hanya ungkapan ekspresif semata atau ada misi lain dibalik itu,
sebagai kritik sosial misalnya?
Keduanya, ekspresi dan kritik sekaligus. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Artinya
sesuatu hal yang ekspresif bukan berarti tidak dalam bentuk yang kritis.
xx
14. Nama Goodbye Lenin saat ini terbilang sudah cukup besar dalam scene
musik indie. Bagaimana sih Goodbye Lenin memandang diri kalian sendiri?
Sampai saat ini kami Cukup senang dalam hal ide-ide, minimal mulai dikenal dan
bisa diperdebatkan. Lebih dari itu, biasa saja. Kami tidak mau berbesar kepala, apa
yang sudah kita raih saat ini sebetulnya belum ada apa-apanya, kami hanya mencoba
menciptakan pasar yang belum ada, baik di mainstream atau di scene indie kan
pasarnya sudah baku seperti itu. Nah..kami sih hanya masuk dengan pendekatan yang
berbeda, kita tidak malu mengakui roots kita dari melayu, tapi kan melayu tidak
selalu mendayu-dayu, eksekusi musik kita pada akhirnya sangat berbeda dengan
band-band pop yang sudah ada, disitu pasar kami. Tapi jika dikatakan sudah mapan
atau besar belumlah, masih banyak band-band lain di scene ini (indie) yang lebih
besar dari kami.
15. Apa sih yang ingin dicapai oleh kalian? Akan dibawa kemana Goodbye
Lenin oleh kalian?
Sampai kami tidak punya nyawa lagi, Musik kami membawa pengaruh positif
bagi pendengarnya, dan kami akan terus eksplorasi dalam musik maupun lirik, tentu
saja dalam ranah musik pop.
16. Kalian sering disebut-sebut sebagai penyelamat musik Indonesia. Apa
tanggapan kalian tentang hal ini?
Julukan itu terlalu berat, faith accomply sebagian orang. Kami tidak merasa
seperti itu. Seperti yang sudah kami bilang sebelumnya, masih banyak band-band
lain yang mungkin lebih pantas disebut untuk itu, mungkin hal ini karena kami baru
masuk saat kondisi musik di Indonesia tengah berada dalam kondisi yang banyak
orang pikir sedang down terutama band-band yang berada di mayor label. Mungkin
ini juga dipengaruhi oleh penggunaan lirik berbahasa Indonesia dalam tema yang
beragam oleh kami, yang justru jarang dilakukan oleh band-band indie.
17. Dan seperti apa kalian memandang musik nasional saat ini?
Musik Nasional banyak yang bagus dan banyak yang buruk . sayangnya musik
yang bagus kurang mendapatkan publikasi yang layak, dengan kata lain susah
dijangkau dan akhirnya hanya bisa dikonsumsi oleh sebagian orang.
18. Seperti apa sih peranan musisi dalam masyarakat menurut kalian?
Harapannya pemusik atau pun seniman mampu menghasilkan karya yang bergizi
kepada masayarakat dan masyarakat mampu mengapresiasi musik atau seni yang
bergizi pula. Dalam arti, seniman harus bisa lebih peka dalam menangkap gejalagejala sosial yang tengah berkembang di masyarakat untuk kemudian
mentransformasikannya dalam bentuk karya yang
xxi
mereka buat, agar masyarakat juga bias “ngeh” dengan gejala itu, sehingga
akhirnya masyarakat bisa mendapat sesuatu dari seniman atau musisi.
19. Apakah peran tersebut sudah dijalankan oleh Goodbye Lenin dan musisimusisi kita yang lain?
Untuk kami sendiri peran seperti itu masih jauh, kami hanya berusaha untuk
mencapai kearah sana. Banyak musisi diluar kami yang sudah menjalankan peran itu,
namun lebih banyak lagi yang hanya mengejar pasar saja.
20. Filosofi kalian dalam bermusik seperti apa?
Musik adalah sebuah media untuk menghibur, menjadi saluran kami berjuang,
berekspresi, mengungkapkan emosi, mempropagandakan tentang isu-isu kekinian,
berposisi, mengedukasi, berkomunikasi, dan dokumentasi.
21. Influence terbesar kalian dalam musik siapa?
Arvi : Mute Meth, ekplosion in the sky, & Sore, RNRM.
Verry : Gun N Roses, Mew, Ekplosion In the Sky, Oasis
Opick: Star Sailor, Sean Lennon, Copeland, Toriamor, Mew, The album Leaf
22. Bisa tahu background dari masing-masing personil Goodbye Lenin?
Arvi : Mahasiswa Universitas Islam Bandung (UNISBA).
Verry : Mahasiswa Universitas Islam Bandung (UNISBA).
Opick : Mahasiswa Universitas Islam Bandung (UNISBA).
23. Kegiatan masing-masing dari kalian apa sih diluar band?
Arvi : bekerja sebagai Editor di PH 86 Frems
Verry: sekarang tidak bekerja, konsen mengerjakan skripsi.
Opick : Bekerja di Ever Komunika, mengedukasi anak-anak SD Loskulalet
Pangalengan, Ikut berorganisasi tergabung dengan Front Pembebasan Rakyat (FPR).
xxii
Lampiran 3
Naskah dan Hasil Wawancara
dengan Eky Darmawan Band RNRM
Tanggal Wawancara : 22 Januari 2010
Waktu wawancara
: 14.10 WIB
Tempat Wawancara : Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIKOM.
1. Menurut anda bagaimana sih kondisi Indonesia hari ini ?
Saya melihat sebetulnya Indonesia hari ini punya posisi tawar yang potensial.
Negeri yang memang sebetulnya sangat mampu untuk menjadi sesuatu, hanya tinggal
kita harus memperjuangkan apa-apa yang salah dalam internal bangsa ini. Kita harus
kembali percaya pada diri kita sendiri, tidak selalu merasa sebagai bangsa yang
pernah dijajah. Karena ekses itu akibatnya akan terasa secara mentalitas, kan masih
banyak sisa-sisa yang tertinggal sampai sekarang, sampai beberapa generasi
setelahnya. Kita harus bisa membuktikan bahwa dulu kita pernah menjadi bangsa yg
punya sesuatu dan peradaban sendiri. Sementara untuk bisa setara dengan kekuatankekuatan global, masih banyak tantangan untuk kita menuju kesitu karena tetap pada
akhirnya ada berbagai tarik-memenarik kepentingan dalam prosesnya itu, tapi
walaupun demikan sebetulnya saya tetap optimis kalo kita menjadi sesuatu itu bisa.
2. Lalu apa yang menurut anda menjadi permasalahan utama bangsa ini?
Permasalahan utamanya itu adalah tidak adanya kesungguhan dan niat dari
orang-orang untuk memperbaiki apa yg ada. Kadang saya melihat di perjalanan ini
banyak orang-orang yang kurang kuat mentalnya, sehingga ketika menuju ke suatu
proses yg lebih serius akhirnya tidak bisa mencapai apa yg di targetkan, dan hal ini
terjadi pada orang-orang yang yang berada di posisi atau wewenang yang kuat, posisi
yang bisa menggerakan semua itu.
3. Siapa yang harus disalahkan atau bertanggungjawab dalam kondisi
tersebut?
Yang harus disalahkan?, ya saya pikir kita harus menyalahkan diri kita sendiri,
kembali ke diri kita sendiri. Jadi jangan menyalahkan siapa-siapa. Kita semua punya
masalah yang harus di perbaiki.
4. Lalu seperti apa solusi yang anda tawarkan atas permasalahanpermasalahan tersebut?
Proses selanjutnya itu penindaklanjutan dari proses intropeksi. Jika kita memang
punya kesungguhan atau niat untuk memperbaiki diri, maka apapun bisa kita
lakukan. Seriap orang tau, ia harus menempuh jalan yang mana dan harus bagaimana,
tapi yang jelas utamanya adalah intropeksi jadi kita tau posisi kita itu dimana dan
kita harus seperti apa.
xxiii
5. Menurut anda bagaimana peranan Pemerintah/Negara dalam penyelesaian
masalah-masalah masyarakat? Dan seperti apa contoh kongkritnya?
Peranan negara disini atau pemerintah paling tidak sebenarnya harus sesuai
dengan proporsinya, konsekuen dengan apa yang sudah di sepakati. Oke lah saya
tahu dan mungkin kita juga sama-sama tahu, pemerintahan hari ini seperti apa,
mereka hanya manis dimulut, banyak kekurangan disana-sini. Tapi paling tidak
seharusnya ada beberapa yang dijalankan dengan maksimal. Ini seperti yang saya
bilang bahwa tidak ada kesungguhan perseorangan dari mereka yang memiliki
wewenang itu. Mereka kurang bisa menjalankan amanat yg sudah di sepakati.
Banyak contohnya, beberapa masalah disini kan tidak jelas ujungnya pangkal dan
penyelesaiannya seperti apa, kemiskinan, pendidikan, banyak yang tidak jelas seperti
apa.
6. Apa pandangan anda sebagai seorang seniman tentang, Imprealisme,
Feodalisme, dan Kapital Birokrat di Indonesia?
Sebenarnya apa yang terjadi ini mungkin secara tidak sengaja pada akhirnya
mengarah pada kesimpulan itu, pada imprealisme. Mungkin kita secara tidak sadar
sering melakukan penilaian bahwa imprealisme itu seperti ini, Feodalisme, dan
Kapital Birokrat itu seperti ini, tapi saya pikir disini tidak berarti bahwa imperialism,
Feodalisme, dan Kpital Birokrat itu selalu buruk. Apapun juga istilahnya, segala
sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Bagi beberapa orang yang memegang prinsip
yang sama mungkin menganggap bahwa Imprealisme, Feodalisme, dan Kapital
Birokrat itu baik, tapi disisi ada juga yang menentang. Saya pikir masalah ini hanya
tentang perang dalam mempengaruhi masyarakat mana yang harus dilakukan, mana
yang terbaik bagi mereka karena saya lihat imprealisme, Feodalisme, dan Kapital
Birokrat juga memiliki nilai-nilai kebaikan tapi tentu saja hanya bagi mereka yang
memegang prinsip itu. Kondisinya sekarang Imprealisme, Feodalisme, dan Kpital
Birokrat, sudah menjadi bagian dalam hidup kita, sehingga banyak yang menganggap
telah menjadi korbannya.
7. Bagaimana anda melihat nasib klas buruh, kaum tani dan masyarakat
tertindas lainnya di Indonesia?
Saya lihat jelas bahwa buruh dan tani mereka memang tertindas. Siapapun juga
tahu lah kondisinya seperti itu, mereka menjadi korban dari imprealisme,
Kapitalisme, dan Kapital Birokrat, prosesnya itu tadi. Ya saya pikir perjuangan nya
belum selesai dan bahkan, seniman pun juga menurut saya menjadi salah satu
korbannya. Tapi yang jelas kesejahteraan tidak selalu di ukur secara fisik, memang
kita juga tahu standar orang hidup layak itu seperti apa tapi keadaannya memang
begini, diterjemahkannya dari sisi mereka yang menjadi korban. Dan saya lihat dari
kondisi yang ada sekarang belum ada perubahan, ok lah mungkin perubahan sudah
ada, tapi belum mencapai apa yang kita sebut untuk mencapai standar hidup yang
layak tadi.
xxiv
8.
Seperti apa sih seharusnya peranan musisi atau seniman dalam masyarakat
menurut anda?
Kita serba salah, serba salah dalam artian di satu sisi seniman yang dituntut untuk
selalu bisa peka dalam melihat kondisi masyarakat dan kadang hal itu bukanlah hal
yang menarik untuk di explorasi dan berkesenian, di sisi lain kita juga harus
memenuhi kebutuhan dasar, makan, minum dan sebagainya. Berkesenian itu
kebutuhan kita dalam memahami peradaban, sampai dmana
posisi kita, itu kalo menurut saya. Dan ada suatu kondisi dimana ketika kita
mencoba menyuarakan itu menjadi sesuatu lebih menarik atau dalam arti untuk
memenuhi fungsinya atau manfaatnya agar bisa di apresiasi oleh pihak-pihak yang
bisa menyambungkan atau mengakomodir persoalan yang ingin disuarakan. Saya
pikir itu lebih menarik, ketika kesenian itu atau seniman bisa menyuarakan itu
dengan cara yang sifatnya lebih menyentuh.
Namun saya pikir, disini posisi seniman belum begitu signifikan atau malah dianggap
tidak penting sama sekali, kalo menurut saya pada kenyataannya orang-orang barat
lebih bisa menghargai kesenian. Bahwa di pemahaman mereka posisi taraf kesenian
itu adalah juga penting. Sementara di kita berfikir terlalu naïf, sebetulnya relatif
bahwa kesenian itu di anggap penting jadi semuanya itu bisa berjalan dengan
bersamaan menurut saya.
9. Menurut anda apakah hari ini, musisi atau seniman kita telah menjalankan
perannya dengan baik?
Itu relatif, saya gak tau. Saya sendiri sebetulnya ingin menyatakan kalo saya
bukan seniman. Saya adalah gerilyawan kesenian, jadi saya hanya bergerilya saja.
Saya tidak perlu menjadi atau mengharapkan menjadi orang terkenal, karena
sekarang ada fenomena semacam itu. Itu yang membedakan pergerakan orang
kesenian, ada yang mengejar kepentingannya sendiri untuk mnjadi bintang dan ada
yang merasa masih melihat ruang-ruang yang kosong, yaitu ruang-ruang kesenian
yang saya rasa penting untuk harus menjadi gerilyawan karena ruang-ruang ini
sangat penting untuk diisi. Dalam artian saya menyemangati orang-orang yang di
bawah yang justru mempunyai potensi, ini yang kita sama-sama angkat.
Tapi jelas kalo tadi pertanyaannya sampai sejauh mana itu saya tidak tahu, karena
yang saya tahu itu adalah relatif. Masih ada bnyak hal di dalamnya yang tidak bisa
melihatnya hitam dan putih seperti itu. Sejauh mana itu ukurannya. Saya tidak punya
komentar apapun, tapi yang jelas kalo di liat dari kacamata saya sendiri, saya anggap
saya bukan seniman.
10. Apa yang paling menarik dari menjadi seniman?
Yang menarik itu ketika saya paham bahwa hidup saya ini hanyalah ibadah
sebetulnya. Bukan berarti saya tidak butuh uang, saya juga tetap butuh makan, saya
butuh apa-apa, tapi saya pikir ada hal yang jauh lebih penting dari hanya sekedar
makan. Itu adalah tentang kejujuran kita dalam menyampaikan sesuatu. Dalam dunia
kapitalistis dan dunia industri, saya pikir saya juga turut menjadi korban, hak untuk
hidup, hak untuk berekspresi kan menjadi semakin terbatas dan inilah yang menjadi
spirit-nya, kita harus inisiatif sendiri karena kita tidak di fasilitasi oleh
siapapun, negarapun tidak memfasilitasi apalagi orang-orang industri swasta.
Semangat indie itulah yang membuat saya tertarik untuk menjadi gerilyawan
kesenian itu tadi karena ternyata menjadi terkenal itu bukan satu-satunya alternative,
justru ketika kita menjadi tidak terkenal itulah yang menarik, nah itu yang paling
asyik menjadi orang, menjadi diri kita sendiri saja tidak harus menjadi siapapun.
11. Bagaimana sih karya yang baik itu diciptakan?
Perspektif saya karya yang baik itu adalah karya yang jujur sehingga nyawa,
emosi dalam karya tersebut sampai kepada orang yang mengapresiasi. Itu yang saya
pikir baik, tapi karya menjadi baik itu relatif itu karena ketika ada karya atau
membuat sebuah karya, orang yang memang punya benang merah yang sama dengan
karya itu pasti dapat mengapresiasi positif. Ukurannya tdk selalu harus semua orang
suka, itu yang saya bilang relatif tadi, kalo memang kebetulan karyanya itu disukai
oleh mayoritas orang ya memang kebetulan karya itu kena dengan soul-nya dia. Jadi
karya yang bagus itu adalah karya yang jujur.
12. Karya seni sebagai media kritik sosial. Menurut anda?
Menurut saya itu sudah menjadi takdirnya, kesenian itu bagian yang tidak
terlepaskan dari perkembangan peradaban masyarakat. Jadi istilahnya di setiap
peradaban itu ada potensi-potensi kesenian. Pemahaman yang ada ketika mungkin
zaman dulu juga ada kritik sosialnya, tapi ada era nya ketika itu menjadi sangat
terbuka pada beberapa hal dan tertutup untuk hal lainnya. Namun sekarang
keadaannya sudah berubah, banyak terdapat ruang-ruang yang harus dikritisi oleh
seni dan akhirnya kehidupan itu bagian dari kesenian menurut saya, kritik sosial
adalah bagian dari kehidupan yang juga bagian daripada kesenian.
xxvi
Lampiran 4
Naskah dan Hasil Wawancara
Dengan Dimas Wijaksana. Band Mr. Sonjaya
Tanggal Wawancara : 21 Januari 2010
Waktu wawancara
: 15.58 WIB
Tempat Wawancara : Kediaman Dimas Wijaksana JL. Dago Barat No.38 Bandung
1. Menurut anda bagaimana kondisi Indonesia hari ini?
Dalam beberapa bidang seperti misalnya dalam bidang politik, kita itu sudah
ambruk, sudah tidak bermoral. Kita sudah banyak menghilangkan nilai-nilai moral
dan kemanusiaan, banyak rakyat yang tidak puas dengan apa yang terjadi di negeri
ini. Politik hanya dilihat sebagai suatu keharusan memilih capres. Rakyat miskin
hanya dijadikan alat saja, bahwa rakyat miskin harus memimilih capres-capres yang
kaya-kaya itu. Parah!. Padahal orang-orang kaya itu punya sejarah yang buruk..blabla-bla…seperti itu, silahkan cari sendiri. Padahal jika di Indonesia nilai moral dalam
bidang politik dibangun, mungkin saya akan menjadi politikus jika dibandingkan
dengan menjadi seniman yang masa depannya suram.
Itu baru di ruang politik, belum lagi di ruang kebudayaan dan di ruang ekonomi, saat
ini orang sudah masing-masing, individualistis. Di rakyat kecilnya saja para petani
kita sudah seperti itu, ada yang berhasil dalam menanam sesuatu, ilmunya tidak
dibagi, hanya dipakai sendiri. Di ruang sosial sih kita masih bisa bersama-sama
walaupun masih sedikit dan kecil jumlahnya.
2. Lalu apa yang menurut anda menjadi permasalahan utama bangsa ini?
Menurut saya ada hubugan sosial yang tidak berjalan, misalnya saja bicara
tentang tanah, kan sebetulnya itu ada fungsi sosialnya, itu diatur dalam undangundang. Nah fungsi sosial itu yang tidak berjalan. Masyarakat sudah tidak saling
peduli dengan sesamanya dalam ruang sosial yang tidak berfungsi. Baik dalam
bernegara maupun dalam pembangunan sumber daya alam misalnya.
xxvii
3. Siapa yang harus disalahkan dan bertanggungjawab dalam permasalahan
tersebut?
Saya pikir pihak yang paling patut di persalahkan dan bertanggungjawab ya saya
sendiri. Saya telah gagal dalam membuat sebuah revolusi, membuat perubahan.
Padahal saya sendiri menilai negara ini telah ambruk, maka saya lah yang paling
bersalah. Saya sudah buat lagunya untuk itu, tapi saya gagal. Karena perkaranya
tidak ada orang yang mau dipersalahkan, maka saya yang mengambil tanggung
jawab itu.
4. Seperti apa solusi yang anda tawarkan atas permasalahan-permasalahan
tersebut?
Saya pikir orang-orang yang ada di Indonesia harus sadar pada Yang Maha
Kuasa, ingat akan siapa dirinya. Itu solusisnya. Karena jangankan berbicara tentang
negara, kita berbicara masalah di kota Bandung saja, banyak permasalahanpermasalahan yang tidak selesai. Permasalahan jalan rusak saja sebagai contohnya,
itu kan mencelakakan banyak orang, membahayakan. Dan jika orang yang
bertanggungjawab dalam masalah itu memiliki rasa kemanusiaan maka hal seperti itu
tidak akan dibiarkan lama. TIdak akan dibiarkan berlarut-larut, padahal itu hanya
masalah kecil saja, ini kan menjadi gambaran umum.
5. Menurut anda bagaimana peranan Pemerintah/Negara dalam penyelesaian
masalah-masalah masyarakat? Dan seperti apa contoh kongkritnya?
Negara harus berani menghimbau pada mereka yang memiliki kekayaan, yang
memiliki kekuasaan untuk membagi kekayaannya pada mereka yang masih
kekurangan. Saya pikir keadaanya akan lain jika itu dijalankan, rakyat akan terbagi
semua. Padahal kan agama juga sudah mencontohkannya dengan zakat. Kita lihat
revolusi agraria saja tidak pernah terjadi. Kelakuan BTN dan antek-anteknya tuh…
Ini ada contoh yang menggelikan, dulu saya pernah merangkum CD yang berisi
UUD Pokok Agraria untuk disosialisasikan oleh BTN, tapi waktu itu yang keluar
malah pengacaranya yang berbicara keuntungan dan segala macamnya dari hal
itu…wah parah.
6. Apa pandangan anda tentang, Imprealisme, Feodalisme dan Kapital
Birokrat di Indonesia?
Saya gunakan bahasa rakyat saja…saya tidak suka dengan istilah-istilah itu…
Ketika rakyat tidak dibangun, ketika rakyat dengan tanahnya yang subur dan kaya
kemudian miskin, maka saya pikir ada yang salah didalamnya dan itu harus kita
bongkar dan benahi. Kita sebenarnya terjajah juga oleh Eropa, Amerika, India, Cina
dan lain-lain. Anda tahu itu??. Dan saya pikir Imprealisme, Feodalisme, dan Kapital
Birokrat itu tadi ya tentang penjajahan. Kita selalu terjajah bahkan dalam otak dan
pikiran kita.
7. Seperti apa sih seharusnya peranan musisi atau seniman dalam masyarakat
menurut anda?
Saya banyak bertemu dengan musisi-musisi yang genre-nya balad dan semua
musisi balad saya pikir mencintai negaranya, bukan mencintai karena nasionalis
seperti TNI, tapi mencintai Negara dengan jiwa dan hatinya. Jadi ketika ia melihat
rakyat yang miskin kelaparan hatinya akan terketuk dan terenyuh, bahkan walaupun
mungkin itu bukan orang senegaranya.
8. Menurut anda apakah hari ini, musisi atau seniman kita telah menjalankan
perannya dengan baik?
Saya bisa pastikan bahwa, musisi Indonesia tidak merubah keadaan, mereka tidak
banyak berperan dalam perubahan itu. Karena jika sudah ada perubahan, maka tidak
akan ada lagi rakyat yang kelaparan, rakyat yang miskin. Ada mungkin musisi yang
berperan untuk itu, merintis perubahan dari hal kecil seperti Ary Juliant, Ferry Curtis
atau Iman Sholeh, itu musisi-musisi balada di Bandung. Jadi saya pikir tugas
perubahan itu bukan oleh musisi. Karena tidak akan berperan banyak. Fungsi Musisi
itu, apa lagi para musisi balada sebenarnya untuk menggerakan rakyat. Seperti
misalnya pada kasus Ambalat sekarang, harusnya yang berada di garda terdepan itu
para musisi balada untuk membakar rakyatnya.
9. Apa yang paling menarik dari menjadi seniman?
Tidak ada yang menarik menjadi seorang seniman. Karena seniman dalam tataran
pikir saya adalah yang bisa merubah dunia dan hanya satu orang yang saya anggap
berhasil sebagai seniman yaitu Ir. Soekarno. Tidak ada sebetulnya yang ingin disebut
seniman, Ary Juliant misalnya dia hanya ingin disebut Gerilyawan Kesenian, dan
saya pun juga begitu, saya tidak ingin disebut seorang seniman, kita yang anda
anggap sebagai seniman, sebetulnya hanya berjalan kemana-mana dengan keyakinan
kita.
10. Karya seni sebagai media kritik sosial. Menurut anda?
Apa sih yang sebetulnya harus kita kritik kitu?. Negara ini sudah terlalu kacau
dan ambruk untuk dikritik. Karena menurut saya sesuatu yang harus dikritik itu yah
hal-hal yang baik. Karya yang baik dan berkualitas, nah baru itu layak untuk dikritik.
Jika kemudian kita mengnkritik negara ini, apa yang harus dikritik?, toh semuanya
sudah ambrul. Kita berkesenian, membuat karya-karya itu hanya sebagai suara kita,
sebagai masyakarat juga. Dan karena suara kita yang didengar, maka kadang kita
dianggap sebagai mewakili suara rakyat. Hanya sebatas itu saya pikir.
xxix
Lampiran 5
Foto-foto Key Informant Goodbye Lenin
Foto Penulis bersama Goodbye Lenin saat melakukan sesi wawancara/23
Januari 2010/ Studio Ruang Plastik Jln Natuna no 35. Bandung.
xxx
Score Inaguration
Foto Goodbaye Lenin Live in Score/27 November 2009/ Score Ciwalk.
xxxi
Lampiran 6
Foto-foto Narasumber
Foto Penulis saat melakukan wawancara bersama Eky Darmawan Personel
RNRM/ 22 januari 2010/ Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIKOM
xxxii
Lampiran 7
Foto-foto Narasumber
Dimas Wijaksana Band Mr. Sonjaya
saat tengah penulis wawancarai / 21 Januari 2010/
Kediaman Dimas Wijaksana JL.Dago Barat No.38 Bandung.
xxxiii
Download