PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi 2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini 3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah 4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah Selamat membaca !!! Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh UPT PERPUSTAKAAN UNISBA KRITIK SOSIAL DALAM LIRIK LAGU “ADA MEREKA DIKEPALA” KARYA GRUP BAND GOODBYE LENIN “Studi Kualitatif melalui Pendekatan Analisis Wacana Teun A Van Dijk mengenai Kritik Sosial dalam Lirik Lagu “Ada Mereka Dikepala” Karya Grup Band Goodbye Lenin” SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Oleh : TAUFIK HIDAYAT 10080002262 Bidang Kajian Ilmu Jurnalistik FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2010 LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI Judul Sub Judul Nama NPM Bidang Kajian : Kritik Sosial Dalam Lirik Lagu “Ada Mereka Di Kepala” Karya Grup Band Goodbye Lenin : Studi Kualitatif melalui Pendekatan Analisis Wacana Teun A Van Dijk mengenai Kritik Sosial dalam Lirik Lagu “Ada Mereka Di Kepala” Karya Grup Band Goodbye Lenin : Taufik Hidayat : 10080002262 : Ilmu Jurnalistik Menyetujui, Pembimbing Rita Gani, S.Sos., MSi. Mengetahui, Ketua Bidang Kajian Ilmu Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (UNISBA) Ema Khotimah, Dra., S.Pd., M.Si. M otto : ! ! " " # $% " & ' Kupersembahkan Sepenggal Karya Sederhanaku dengan Sepenuh Hati untuk; Alm. Bapa, Ibu tercinta, keluarga besar Alm H. O. Solihin dan Kawan-kawan Sejati (Forum Aktivis Mahasiswa UNISBA (FAMU) dan Gelombang Kosong), Satu kata Terkasih yang Tak Terlupakan ABSTRAK Dalam ideologi dominan (penguasa), Imprealisme, Feodalisme, dan kapital birokrat adalah nyawa kesejahteraan,dan kemakmuran. dan negara hari ini digambarkan tengah berada dalam situasi yang baik-baik saja. Dikatakan bahwa saat ini kemiskinan semakin berkurang, kesejahteraan masyarakat semakin meningkat, tingkat ekonomi terus tumbuh dan sebagainya. Namun dalam realitasnya keadaan tersebut tidak benar-benar terwujud, kesejahteraan hanya dirasakan segelintir orang saja sementara banyak masyarakat miskin diluar sana yang kelaparan. Buruh tertekan dengan upah yang tidak layak serta sistem kerja yang menjeratnya, para petani tidak bisa lagi bercocok tanam karena tidak ada lahan untuk digarap, pengangguran semakin meluas, perekonomian pun hanya terpusat di kota-kota besar. Keadaan ini merupakan representasi Indonesia dari sudut pandang masyarakat bukan penguasa. Sebuah Band yang memang concern terhadap masalah-masalah sosial, yakni Goodbye Lenin, mendokumentasikan keadaan ini dalam sebuah wacana teks lirik lagu yang berjudul ”Ada Mereka di Kepala”. Dan lirik lagu inilah yang kemudian coba penulis belejeti melalui sebuah penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif Analisis Wacana Kognisi Sosial Teun A. Van Dijk. Dalam melakukan analisisnya, penulis membagi wacana teks lirik lagu dalam tiga dimensi yaitu dimensi teks, dimensi kognisi social dan dimensi kontek social. Pada dimensi teks, penulis memusatkan analisanya pada lingkup internal teks semata (lirik lagu) yang ditelaah melalui struktur tematik, skematik lirik dan struktur mikro teks. Kemudian pada dimensi kognisi sosial penelaahan dilakukan melalui skema-skema yang memetakan kognisi pembuat lirik lagu tersebut, yakni grup band Goodbye Lenin melalui wawancara mendalam dengan penulis. Sedangkan analisis dimensi konteks sosial ialah analisis tentang hal-hal diluar teks yang melatar belakangi terciptanya wacana lirik lagu tersebut atau kondisi Indonesia sebagai konteks sosial dari wacana lirik lagu “Ada Mereka di Kepala”. Analisa konteks sosial dilakukan melalui dua cara yaitu analisis kekuasaan (power) dan analisis akses (acces). Dan hasil analisis yang dilakukan tersebut, penulis memperoleh suatu interpretasi atas muatan makna yang berisi tentang kritik sosial yang terkandung dalam lirik lagu ini. Secara global teks wacana lirik lagu tersebut mengkristal menjadi suatu gambaran akan kondisi Indonesia yang tidak baik-baik saja, dimana kelaparan, kemiskinan, pengangguran dan berbagai hal menyedihkan lainnya menjadi suatu hal mudah ditemui. i KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Asalamu’allaikum Wr Wb Hanya kata-kata yang terbayang saat ini yaitu ucapan syukur yang begitu mendalam dan sepenuh hati kepada penguasa alam semesta, penguasa siang dan malam, penguasa dalam segala hal, sang penguasa yaitu Alla SWT. Dengan limpahan karunia, rizki, rahmat serta hidayah-Nya lah, penulis berhasil merampungkan penelitian ini yang berjudul “Kritk Sosial Dalam Lirik Lagu Ada Mereka di Kepala Karya Grup Band Goodbye Lenin”. Tak lupa penulis juga mengucapkan shalawat serta salam pada pimpinan besar revolusi, nabi serta Rasul kita Muhammad SAW. Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk melakukan analisis terhadap makna pesan dibalik sebuah wacana lirik lagu dengan menggunakan pendekatan Analisis Wacana model Kognisi Sosial dari Teun A Van Dijk. Dari hasil interpretasi dan analisis yang dilakukan, wacana lirik lagu ini merepresentasikan kritik sosial atas kondisi Indonesia hari ini, dimana kemiskinan dan kelaparan menjadi pemandangan umum yang mudah ditemui. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang penulis lakukan dalam penelitian ini sangat jauh dari kata sempurna. Banyak kesalahan yang menghiasi skripsi ini, untuk itulah penulis mengharapkan kritik dan saran pada seluruh pembaca yang memang memiliki kepedulian atas diri penulis, agar kemudian di kesempatan ii yang akan dating penulis bias memberikan karya yang lebih baik lagi. Dalam perjalanannya, skripsi ini tidak akan rampung tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin memberikan penghargaan sebesarbesarnya pada mereka yang telah peduli dan mau membantu dalam proses penelitian ini : 1. Allah SWT. “Sujud syukur atas limpahan karunia, rizqi, rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis berhasil merampungkan penelitian ini”. Solawat serta salam kepada pemimpin besar revolusi Nabi Muhammad SAW. 2. Bapak Yusuf Hamdan, Drs, MSi sebagai dekan Fakultas Ilmu Komunikasi UNISBA yang telah membuat saya untuk berpikir keras. 3. Ibu Rita Gani, S.sos.,MSi., Selaku Dosen Pembimbing yang menyenangkan. “Terimakasih untuk bimbingan, arahan dan ilmunya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini”. 4. Ibu Ema Khotimah, Drs.,MSi., selaku Ketua Bimbingan Kajian Ilmu Jurnalistik FIKOM UNISBA. 5. Ibu Santi Indra Astuti, S.sos.,M.Si dan Bapak Septiawan Santana Drs.,M.Si terimakasih untuk sharing dan masukannya, juga untuk buku dan talungtiknya “Its usefull”. 6. Dosen-dosen Unisba lainnya, yang secara tidak langsung telah membantu penulis untuk berpikir keras dalam mengembangkan wawasan akademis. iii 7. Rangga Aditiawan, dan Bagus Nugroho selaku manajer Goodbye Lenin yang sangat Trendy, kooperatif membantu penulis menyampaikan naskah wawancaranya. 8. Goodbye Lenin (Arvi, Verry, dan Opick) sebagai Key Informant. “Terima kasih telah membantu penulis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian”. 9. Kedua orang tua penulis. “Untuk Ibunda Hj. E. Koernasih yang telah melahirkan dan membesarkan saya dengan penuh cinta dan kasih sayang serta kucuran keringat dan air matanya masih menemani di dunia ini, terimakasih atas diskusi panjangnya tentang Ali Syari’ati dan Tarikh Nabi Muhammad SAW. Terimakasih atas rajutan sweeter yang berwarna merah terang bertulis Mumia Abu Jamal Is Come Back-nya, terimakasih atas sambutan hangat di waktu anakmu ini pulang kerumah, juga untuk almarhum Ayahanda H.O. Solihin yang selalu menuntun saya terhadap perjalanan yang lurus dan baik, walau pada saat rezim Soeharto ayah selalu di bungkam, di cap makar bahkan dibilang PKI dan KTP ayah dibelakangnya ditandai Eks PKI karena ayah dulu selalu menentang kebijakan-kebijakan rezim Soeharto, dulu ayah pernah di tangkap disaat ayah sedang berdakwah di mesjid, ditangkap oleh intel dengan alasan tidak jelas, ayah dipukuli, di strum harus mengaku bahwa ayah seorang PKI, keluarga kita dijauhi sama tetangga, hingga ayah tidak bisa kerja, karena tidak ada yang mau menerima ayah karena KTP ayah di iv belakangnya ada tanda Eks PKI, dan untuk memenuhi kebutuhan perut keluarga. Ayah rela menjadi pedagang sayur keliling. Terimakasih ayah, karena ayah selalu memberikan semangat, karena ayah selalu mengajarkan saya untuk berpikir keras, karena ayah selalu mengajarkan saya tentang kesabaran dan ketabahan, karena ayah selalu mengajarkan tentang bagaimana cara mencintai dan menyayangi Allah SWT. Terimakasih ayah, atas dongeng-dongeng sebelum tidur, dongeng- dongeng yang menakjubkan mengenai perjalanan Rosululloh, Che Guevara, Mumia Abu Jamal, Tan Malaka. Terimakasih Tuhan, terimakasih ayah, semoga ayah di surga selalu tersenyum lepas dan selalu bangga anaknya yang terus berjuang melawan tirani. Dan sampai saat ini saya bangga sama ayah. 10. Terimakasih buat kaka-kaka saya yang sangat baik untuk mencintai dan menyayangi saya, kaka Tini, kaka herman, kaka Eky, kaka Ami, kaka Cucu, kaka Emma, Kartika, dan adikku yang selalu berdiskusi panjang sampai pagi jika saya sedang berada dirumah. Nayla Nashiva Azzahra, Rassa Putri Gemilang, Jingga Setia Negara keponakan-keponakan saya yang cerdas dan jenius Love you full. 11. Terimakasih buat keluarga kedua saya di Natuna no 35, buat ayah Hendra yang selalu saying pada saya, terimakasih atas diskusi tentang skripsi dan pengalaman hidupnya, buat ibu saya Ambu yang selalu gelisah jika saya tidak pulang ke Natuna, terimakasih atas rasa cinta dan kasih sayangnya, v sampai kapanpun saya tidak akan melupakan sejarah kebaikan Ambu, dan ayah Hendra, buat Verry Yudistira dan Putri Minora semoga kalian berdua hidup sampai tua bersama, buat ibu Jingga. Suci yang cantik dan baik, serta Ayah jingga yang gagah, Adel dan keponakan yang saya cintai dan saya sayangi Jingga yang lucu, cerdas yang selalu membuat saya semakin bersemangat utuk mengerjakan skripsi ini. Saya mencintai dan menyayangi kalian semua. 12. Seseorang yang sangat berarti bagi penulis. Yang dengan dukungan, semangat cinta dan do’anya mampu menjadi energy bagi penulis “Think Astrid Permatasari Nataatmaja”. 13. Eky Darmawan dan Dimas Wijaksana sebagai narasumber partisipan “Terimakasih untuk waktu dan kerjasamanya” 14. Kawan-kawan FAMU, yang telah membentuk penulis seperti sekarang ini. “Terimakasih untuk memberikan masukan, perspektif baru dalam memandang segala sesuatunya juga untuk kesempatannya berjuang bersama kalian, membela kaum-kaum tertindas. Berjuang untuk pembebasan nasional demokratik. 15. Ibu towi, ayah towi dan ade Ndu yang masih mencari kebenaran hidup, Fania, Eky Darmawan serta Bandnya Rock N Roll Mafia, dan Polyester Embassy yang selalu menemani saya saat sedang mengerjakan skripsi ini. Arik, Rizal, Levana terimakasih atas bantuan dan pinjaman logistiknya disaat akhir bulan sedang menyuruh saya untuk tidak punya uang, Bang vi Furqon sekeluarga yang selalu menyemangati saya untuk lekas beres kuliah, serta pinjaman buat bayar UKT. Makasih atas semuanya, saya tidak akan melupakan kebaikanmu kawan. Hari, Egi, Nurani Kireyna Putri ketua DAM FIKOM yang militant, Iqbal, Fungky, Adeku Vina, Riris, Thowi, Komeng, Vidi, Adit, Wedi, Pebong, Ibey, Ibel, Dian, Aris Badig, Bagol, Aris Buncis, Rahmat, Ical, Alexandreia Indri Wibawa, Tiara Noviariani, Shinta Whidyana, Foye sang guru Cinta Kata, Kharissa Niken Pramesty, dan kawan-kawan BEM as true Friends, Thank’s for support dan sharring-nya tentang kehidupan, cinta, cita-cita dan idealism kita. You’ll Never Walk Alone. 16. Mumia Abu Jamal Band, buat mareng, Ndih, Deni laser, Agam, Nte, terimakasih atas kamar diskusinya, saya yakin Band kita akan terus hidup sampai kapanpun. Band IF Shandy, Lucky, Yadif, whidy, Rizal, Rik-rik, Dinda, kalian semua adalah senjata semangat saya yang tidak pernah usai 17. Kawan-kawan 86 Fremes yang telah membantu saya untuk job train, terimakasih Indra (Boxy) Arviawan, Asbo, Tigor. 18. Kawan-kawan Fikom 02 Andri Tongo, Atun, Catur, Toni, kawan-kawan tangga mesjid aris badag, Nora, Azis, Acil, Suara mahasiswa. Suhe Mr. Sonjaya, Goodbye lenin. Sunday Screen, dan kawan-kawan lainnya di UNISBA 19. Karyawan dan Staff-staff UNISBA. Akademik, bidang kajian, perpus Puslahta, Cleaning Service, Satpam, dan lain-lain, “ nuhun pisan, vii walaupun kadang pelayanan kalian tidak ramah, tapi sekali lagi terima kasih. 20. Terimakasih untuk waktu, keadaan, dan kehidupan ini. Terimakasih karena kawan-kawan semua telah menganggap saya menjadi orang yang beradab dan jauh dari Diskriminasi. Terimakasih karena kawan-kawan selalu baik sama saya. Dan hari ini kawan-kawan telah membuat saya menangis. 21. Dan pada akhirnya penulis harus mengucapkan rasa terimakasih itu untuk semua pihak yang tidak bisa diucapkan satu persatu. “You’ll Never Walk Alone..” Hanya satu yang menjadi harapan penulis, semoga karya ilmiah ini tidak menjadi hiasan salon intelektual semata, namun juga dapat menjadi bahan bakar untuk menggerakan perubahan kearah yang lebih baik. Untuk Indonesia yang kita cintai dan kehidupan di alam semesta ini. Wassalamu’alaikum Wr. Wb Bandung Januari 2010 Penulis viii DAFTAR ISI ABSTRAKSI………………………………………………………………………….i KATA PENGANTAR..……………………………………………………………...ii DAFTAR ISI……………………………………………………………………...... ix DAFTAR GAMBAR………………………….…………………………………...xiii DAFTAR TABEL…………………………………………………………………xiv BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….......1 1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………………1 1.2 Perumusan Masalah…………………………………………………...6 1.3 Identifikasi Masalah…………………………………………………..7 1.4 Tujuan Penelitian….………………………………………………….7 1.5 Kegunaan Penelitian……… ………………………………………....8 1.6 Pembatasan Masalah………….. …………………………………….9 1.7 Pengertian Istilah…………………………………………………….10 1.8 Kerangka Pemikiran…………………………………………………11 1.9 Metode Penelitian…………………………………………………...14 1.10 Teknik Pengumpulan Data………………………………………….21 1.10.1 Analisis Tekstual……………………………………….……21 1.10.2 Studi Kepustakaan………………………………………….22 1.10.3 Wawancara………………………………………………….22 1.10.4 Organisasi Karangan………………………………………..23 ix BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….26 2.1. Tinjauan Tentang Musik...................……………………………….......26 2.1.1 Definisi Musik, lagu dan lirik......………………………….....26 2.1.2 Musik Sebagai Medium Komunikasi Massa............................28 2.2 Tinjauan Tentang Bahasa dan Wasana ………………………..........32 2.2.1 Lagu sebagai Wacana.................................................................35 2.3 Kritik Sosial……………………………….........................................37 2.3.1 Pengertian Kritik Sosial..............................................................38 2.4 Telaah tentang Penelitian Sebelumnya……………………………...41 2.4.1 Kritik Sosial Dalam Lirik Lagu Tikus-tikus Kantor………...41 2.4.2 Kapitalisme Semu Asia Tenggara…………………………...43 BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................48 3.1 Metodologi Penelitian….……………………………………............48 3.1.1 Karakteristik Penelitian Kualitatif…………………………… 49 3.1.2 Pertimbangan Melakukan Penelitian Kualitatif……………….51 3.2 Pendekatan Analisis………………………………….. ……………52 3.2.1 Analisis Wacana Kritis ……………………………………...53 3.2.2 Pendekatan Analisis Wacana Teun A. Van Dijk……………58 3.2.3 Pertimbangan Menggunakan Model Analisis Teun A. Van Dijk…………………………………………………….……………64 x BAB IV OBJEK PENELITIAN..............................................................................67 4.1 Lirik lagu “Ada Mereka di Kepala”……………………......................67 4.2 Profil Band Goodbye Lenin...................................................................71 4.2.1 Diskografi Goodbye Lenin...........................................................73 4.3 Profil Partisipan.....................................................................................74 4.3.1 Profil Dimas Wijaksana...............................................................75 4.3.2 Profil Eky Darmawan.................................................................76 BAB V PEMBAHASAN..........................................................................................79 5.1 Analisis Dimensi Teks........................................................................80 5.1.1 Analisis Struktur Makro..............................................................80 5.1.2 Analisis Super Struktur................................................................87 5.1.3 Analisis Struktur Mikro................................................................97 5.2 Analisis Dimensi Kognisi Sosial..........................................................102 5.3 Analisis Dimensi Konteks Sosial.........................................................112 5.3.1 Analisis Kekuasaan.....................................................................113 5.3.2 Analisis Akses.............................................................................116 BAB VI PENUTUP………………………………………………………………120 6.1 Kesimpulan ………………………………………………………...120 6.2 Saran-saran ………………………………………………………...124 xi DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….......xiv LAMPIRAN………………………………………………………………………xviii xii DAFTAR GAMBAR Gambar 1 : Model Analisis Wacana Teun A. Van Dijk………………………..60 Gambar 2 : Struktur Teks Analisis Wacana Teun A. Van Dijk……………….63 xiii DAFTAR TABEL Tabel 1 : Elemen Analisis Wacana Teun A. Van Dijk...........................................63 Tabel 2 : Analisis Metafora.......................................................................................99 Tabel 3 : Analisis Skema Kognisi Sosial................................................................104 xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah “Musik adalah karya manusia yang mempunyai bahasa yang universal”, persoalan ini mungkin sudah sangat sering kita dengar, dimana dalam pernyataan tersebut kita meyakini bahwa musik dapat diterima oleh siapapun bahkan oleh orang yang tidak mengerti akan musik sekalipun (non-musisi). Kehadiran musik dalam peradaban manusia sangat berkaitan erat dengan perkembangan zaman, bahkan musik bisa dianalogikan sebagai makanan bagi kehidupan manusia. kehidupan akan sangat membosankan jika musik tidak pernah ada. Sejarah selalu mencatat bahwa musik selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia, hampir tidak ada peradaban yang tidak menyertakan musik sebagai bagian dari kebudayaannya. Mulai dari hal yang paling sederhana dalam kehidupan sampai hal yang paling kompleks musik selalu dilibatkan. Dari nyanyian pengantar tidur sampai nyanyian penyemangat perang ada dalam kebudayaan musik. Bahkan saat menulis penelitian ini pun, penulis senantiasa mendengarkan alunan musik melalui software winamp pada komputer. Musik sebagai sebuah produk budaya terus berkembang sejalan dengan alur kehidupan manusia itu sendiri. Tingkat peradaban manusia yang semakin tinggi membuat musik juga berada dalam tingkatan yang sama, musik selalu berevolusi mengikuti tuntutan zamannya. Dari musik yang hanya berupa bunyi-bunyian, seperti batu-batu yang mengeluarkan suara yang unik (ditemukan seperangkat batuan di daerah Jawa Barat, Indonesia yang mengeluarkan suara yang unik jika dipukul, diyakini bahwa batuan tersebut merupakan instrument musik purbakala yang digunakan dalam ritual-ritual tertentu), sampai kompleksitas efek suara yang pada musik dengan rumit, dan itu hanya dilihat tingkat dari segi teknologi instrumennya saja. Belum lagi jika kita menelaah tentang konsep musiknya, yang bermula hanya sebagai pengiring aktivitas manusia semata (seperti ritual budaya, kontemplasi, relaksasi dan sebagainya), sampai pada musik sebagai sebuah industri, dimana didalamnya terdapat berbagai macam kepentingan dari mulai, ekonomi, politik, sosial sampai pada kepentingan kekuasaan. Kemudian pada perkembangannya terdapat pula genre musik (penggolongan aliran musik berdasarkan kemiripan bunyi) yang terus bermunculan seiring dengan ditemukannya teknik-teknik baru untuk menghasilkan bunyi. Namun dari keberagaman aspek-aspek dalam sebuah musik, terdapat suatu elemen penting dalam konstruksi sebuah musik yaitu lirik. Lirik menjadi sebuah bagian dalam musik yang dapat dimuati berbagai pesan. Lirik memainkan peran yang sangat signifikan bagi salah satu fungsi pesan yang akan di sampaikan. musik sebagai media penyampai pesan. Banyak musisi yang mengeksplorasi lirik untuk merangkai pesan yang hendak ia tampilkan pada pendengar musik mereka. Namun walaupun demikian pada beberapa karya musik ada kalanya tidak menyertakan lirik (teks atau vokal), untuk jenis musik seperti ini -biasanya musik instrumental-, yaitu pesannya di paparkan melalui notasi atau melodi musik itu sendiri. Di era kontemporer (dengan diversifikasi teknologi informasi), musik memiliki kekuatan tersendiri untuk menyampaikan pesan, baik penyampaiannya secara eksplisit maupun dalam cara yang lebih implisit. Banyak musisi yang menggunakan media bermusik untuk menyampaikan gagasan, ide, pendapat, opini, perspektif dan bahkan kritiknya atas sesuatu hal dan melalui lirik-lah pesan itu disampaikan pada khalayak luas. Namun walaupun begitu, banyak juga musisimusisi yang membuat musik hanya sebagai sarana ekspresif dari apa yang ia tengah rasakan. Tidak ada tendensi sebagai kritik sosial, terlebih sebagai alat kontrol sosial. Musik seperti ini biasanya hanya mengangkat tema-tema yang bersifat personal, seperti masalah percintaan. Berbicara tentang kritik sosial dalam sebuah lagu, pada penelitian ini penulis mencoba untuk mengangkat sebuah lagu yang memotret realitas sosial di Indonesia. Alasan kenapa penulis lebih tertarik meneliti Lirik lagu “Ada mereka di kepala” karya grup band Goodbye Lenin, salah satunya adalah ketertarikan penulis terhadap lirik-lirik yang bertema sosial, banyak musisi-musisi yang membawakan lagu dengan tema sosial, grup band Homecide, Efek Rumah Kaca, dll. tapi penulis lebih tertarik untuk meneliti lirik “Ada mereka Dikepala” dari Goodbye lenin ini, walaupun semuanya bernuansa sosial, Goodbye Lenin dalam album Ep, bertema Ruang plastik, seperti judul lagu “ jangan sentuh dia” yang menjurus kepada masyarakat di ciptakan menjadi konsumen, tapi penulis lebih tertarik untuk meneliti lagu “Ada mereka di kepala” alasannya karena dari Lagu yang berjudul “Ada mereka Dikepala” karya grup band Goodbye Lenin, secara eksplisit berbicara mengenai Imprealisme, feodalisme, dan Kapital birokrat yang melahirkan ketidakadilan, diskriminasi, kapitalisme, industrialisasi, kerusakan alam, kelaparan dan bencana sosial lainnya yang tengah terjadi di negara ini. Melalui lagu tersebut Goodbye Lenin, berusaha untuk mengingatkan kembali bahwa kondisi Indonesia berada dalam kondisi yang tidak baik-baik saja dan bahkan cenderung memprihatinkan. Seperti yang kita ketahui bersama, bagaimana hari ini buruh mendapatkan upah yang rendah, tenaga mereka diekploitasi, kesejahteraan yang minim, resiko pemecatan sepihak dan berbagai masalah lainnya. Kemudian bagaimana petani miskin di pedesaan yang tidak memiliki akses terhadap tanah karena tanah mereka direbut oleh negara dan korporasi, berpenghasilan sangat rendah, terhimpit kemiskinan yang berkesinambungan dan sebagainya. Kesejahteraan di negeri ini hanya dinikmati oleh segelintir konglomerat yang memeras tenaga buruh demi kepentingan mereka. Hal-hal yang disebutkan diatas adalah merupakan gambaran tentang bagaimana negara hari ini terjajah oleh suatu sistem besar imprealisme yang membuat rakyat semakin sengsara. Dan di sisi lain sistem feodalisme (dalam hubungan produksi di pedesaan) juga masih mengakar kuat di pelosok desa-desa agraris di negeri ini. Dan dalam Lirik lagu “Ada Mereka Dikepala” secara tidak langsung merepresentasikan kondisi Indonesia dalam perspektif mereka (Goodbye Lenin). Lirik yang terdapat dalam sebuah lagu merupakan cerminan dari kondisi yang sebenarnya dari persepktif pembuat teks wacana. Dalam konteks ilmu komunikasi, musik sejatinya dan secara alamiah akan selalu memiliki muatan pesan yang hendak disampaikan, baik itu tertuang dalam sebuah lirik maupun dalam semiotik nada, maupun performance musisi tersebut. Pesan yang dalam praktek komunikasi memegang peranan penting -seperti halnya lirik dalam sebuah musik- merupakan variabel yang paling substansial dari terbentuknya proses komunikasi, karena tanpa keberadaan pesan proses komunikasi pun tidak bisa terjadi. Begitu signifikannya peranan pesan dalam sebuah proses komunikasi, menjadi telaah tersendiri yang menarik perhatian banyak pihak untuk menelitinya lebih dalam tentang ilmu komunikasi. Begitupun halnya dengan penilitian ini yang akan menganalisis pesan dalam bentuk sebuah wacana teks (lirik lagu). Penelitian ini, diarahkan untuk menelaah secara kewacanaan tentang muatan pesan yang memiliki tendensi kritik sosial atas relitas yang terdapat di masyarakat Indonesia hari ini. Analisis wacana dalam konteks sebuah musik mengambil lirik sebagai pondasi utama penelitiannya. Melalui pendekatan Analisis Wacana Teun A. Van Djik, yang juga termasuk dalam analisis wacana kritis (CDA-Critical Discourse Analysis). Dalam penelitian ini, penulis menelaah lirik lagu “Ada Mereka Dikepala”, selain melakukan telaah atas dimensi teks, penulis juga akan mencoba melakukan kajian atas kognisi sosial pembuat wacana tersebut, dalam hal ini adalah band Goodbye Lenin. Selain meneliti dimensi teks dari lirik, kognisi pembuat teks wacana, penulis juga akan melakukan telaah atas konteks sosial tempat wacana tersebut diproduksi. Ketiga kajian tersebut (dimensi teks, kognisi sosial dan konteks sosial), merupakan satu kesatuan dalam analisis wacana Teun A. Van Djik. Ketiganya akan membentuk koherensi global yang pada akhirnya mengkerucut melahirkan suatu kesimpulan mengenai pemaknaan atas lirik lagu “Ada Mereka Dikepala”. Dan secara tidak langsung (seperti yang telah dijelaskan di atas), kesimpulan atas pemaknaan ini akan menjadi suatu kritik terhadap kondisi sosial Indonesia sebagai konteks sosial tempat dimana wacana lirik tersebut lahir dan diproduksi. Metode kualitatif dengan pisau bedah Analisis Wacana pendekatan Teun A. Van Djik, ditempuh untuk memperoleh kedalaman pemaknaan secara interpretatif dari teks wacana lirik lagu “Ada Mereka Dikepala”, terutama menyangkut muatan pesan yang mengandung kritik sosial atas realitas yang terjadi hari ini di negara kita tercinta. 1.2 Perumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penelitian ini mencoba merumuskan dalam sebuah permasalahan yang akan diangkat yaitu : “ Bagaimana Kritik Sosial yang Digambarkan Dalam lirik Lagu Ada Mereka Dikepala Karya Grup Band Goodbye Lenin?” 1.3 Identifikasi Masalah. Merujuk pada rumusan masalah, maka pada penelitian ini mencoba untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut ini : 1. Bagaimana kritik sosial yang digambarkan dalam lirik lagu “Ada Mereka Dikepala” karya grup band Goodbye Lenin dilihat dari Dimensi Teks? 2. Bagaimana kritik sosial yang digambarkan dalam lirik lagu “Ada Mereka Dikepala” karya grup band Goodbye Lenin dilihat dari Kognisi Sosial? 3. Bagaimana kritik sosial yang digambarkan dalam lirik lagu “Ada Mereka Dikepala” karya grup band Goodbye Lenin dilihat dari Konteks Sosial? 1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana kritik sosial yang digambarkan dalam lirik lagu “Ada Mereka Dikepala” karya grup band Goodbye Lenin dilihat dari Dimensi Teks. 2. Untuk mengetahui bagaimana kritik sosial yang digambarkan dalam lirik lagu “Ada Mereka Dikepala” karya grup band Goodbye Lenin dilihat dari Kognisi Sosial. 3. Untuk mengetahui bagaimana kritik sosial yang digambarkan dalam lirik lagu “Ada Mereka Dikepala” karya grup band Goodbye Lenin dilihat dari Konteks Sosial. 1.5 Kegunaan Penelitian 1. Secara teoritis, berharap bahwa penelitian ini akan berguna dan memberikan kontribusi kongkret atas progresivitas kajian ilmu komunikasi terutama yang berkaitan dengan metodologi kualitatif tentang analisis kewacanaan dengan menggunakan pendekatan Teun A. Van Dijk. Pendekatan analisis wacana yang pada hakekatnya diciptakan untuk menelaah pemberitaan pada suatu media, pada perkembangannya bisa juga digunakan untuk meneliti wacana-wacana diluar pemberitaan media. Selama yang menjadi objek kajiannya adalah sebuah wacana, maka pendekatan analisis wacana bisa digunakan, seperti halnya penelitian ini yang menelaah lirik lagu sebagi objek kajiannya. 2. Secara praktis, dengan adanya penelitian tentang makna pesan dibalik lirik lagu ini, berharap khalayak luas bisa dan mau membuka mata tentang makna pesan yang kadang-kadang secara implisit tersembunyi dibalik wacana yang dikemukan, baik dalam wacana-wacana pemberitaan dalam media maupun wacana-wacana lainnya. seperti dalam penelitian ini yang menelaah lirik lagu. Semoga dengan terkuaknya tabir makna pesan dalam sebuah wacana bisa membawa angin perubahan atas tatanan sosial di negara kita ini. 1.6 Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini penulis mencoba membatasi masalah yang akan diangkat, sehingga kemudian lingkup penelitan menjadi jelas dan lebih terfokus pada masalah yang penulis anggap paling penting. Pembatasan tersebut adalah : 1. Objek yang diteliti adalah lagu karya Band Goodbye Lenin 2. Analisis dilakukan pada teks media yang berupa lirik lagu berjudul “Ada Mereka Dikepala” dan Grup Band Goodbye Lenin. 3. Metode yang digunakan adalah metodologi kualitatif dengan pendekatan Analisis Wacana model Kognisi Sosial, Teun A. Van Dijk. 4. Penelitian pada Dimensi teks (Lirik lagu “Ada Mereka Dikepala”) pengamatan dibatasi pada : • Struktur Makro yaitu tematik (topik), • Super Struktur yaitu skematik (alur/skema), dan • Struktur Mikro yaitu semantik (hanya pada elemen latar) dan retoris (hanya pada elemen metafora). 5. Pada aspek Kognisi Sosial, yang diteliti adalah grup band Goodbye Lenin melalui skema person, skema diri, skema peran dan skema peristiwa. 6. Pada Dimensi Konteks Sosial, analisis dilakukan melalui analisis kekuasaan (power) dan Analisis Akses (acces) terhadap kondisi Indonesia yang relevan dengan lirik lagu “Ada Mereka Dikepala”. Selain itu dalam dimensi ini menyertakan pula tanggapan dari perwakilan seniman atau budayawan yang dikenal concern terhadap kondisi sosial di Indonesia. Seniman tersebut adalah, Dimas Wijaksana (Mr Sonjaya), Eky Darmawan (RNRM). 1.7 Pengertian Istilah 1. Lirik adalah kata-kata yang disandingkan dengan musik, lirik tidak selalu berirama. (Encyclopedic Dictionary of Journalism and Communications, 1999; 491) 2. Musik adalah adalah seni memadukan suara bedasarkan komposisi ritme, harmonisasi, sehingga tercipta susunan suara yang terdengar indah bentuk represntasi suara berupa tulisan atau tanda-tanda tercetak. (Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English,1986; 557) 3. Kritik berasal dari bahasa Yunani, yaitu krinein, yang artinya memisahkan, memerinci (Kwant dalam Sobur, 2001; 195). Sedangkan kritik sosial yaitu penilaian atas nilai yang dihubungkan dengan perlunya situasi dan perilaku ideal. (Sobur, 2001; 195) 4. Goodbye Lenin adalah grup band indie asal Bandung yang beraliran pop eksperimental. Mereka terdiri dari Opick Marshall (vocal dan Guitar kyboard), Arvi (Drum) dan verry (Guitar). Goodbye Lenin atau yang biasa disebut GL telah mengeluarkan Ep Album yakni Ruang Plastik. Dalam setiap lagu-lagunya Goodbye Lenin, senantiasa memotret realitas sosial yang tengah menjadi fenomena di Indonesia seperti tentang fenomena Buruh yang di upah murah (Akhir Episode Mimpi), masih mengakarnya sisa-sisa Feodal di pedesaan sehingga petani selalu di tindas (akhir episode mimpi), konsumerisme (Jangan Sentuh Dia, bahkan ada satu lagu yang menyerukan bahaya laten terhadap penggunaan plastik yang berlebih(Ruang Plastik). 5. “Ada Mereka Dikepala” adalah salah satu lagu karya Goodbye Lenin yang terdapat dalam Ep album Ruang Plastik (2008). Secara eksplisit lagu ini bercerita tentang bagaimana Imprealisme, Feodalisme, dan kapital birokrasi sebagai korporasi kapitalis monopoli asing dan sebagai operator yang selalu merongrong kehidupan masyarakat, yang kemudian menyebabkan bencana sosial seperti ketidak adilan, kelaparan, urbanisasi, dan lain sebagainya. 1.8 Kerangka Pemikiran Kritik Sosial Semua kemajuan lahir dari kritik, karena tanpa kritik bangsa manusia tidak mungkin bisa mencapai hasil yang kini telah dicapainya itu. (Kwant dalam Sobur 2001;193). Banyak orang berbicara mengenai kritik, baik dalam arti yang positif maupun dalam arti yang negatif. Dalam kebudayaan tradisional dan dalam tatanan hubungan feodalistik kritik adalah merupakan sesuatu yang tabu bahkan dilarang untuk dilakukan, sedangkan dalam kehidupan budaya modern kritik lebih dimaknai sebagai zat hidup yang menggerakan kehidupan itu sendiri. Kritik adalah sesuatu bentuk kebebasan yang mesti disesuaikan dengan sistuasi dan kondisi pada masa kebudayaan transisi ini. Sementara itu, Muladi menilai “Di Negara berkembang, kritik sering dilihat sebagai sesuatu yang tidak loyal (disloyalty). Padahal di masyarakat yang maju, kritik justru merupakan sesuatu yang penting, sebagai masukan agar sistem politik menjadi lebih baik” (Sobur, 2001;194). Orang memuji kritik sebagai nilai dasar bangsa manusia, sebagai dasar untuk pandangan yang penuh harapan bagi masa depan. Namun, orang juga menentang kritik sebagai perusakan yang tidak sopan, sebagai penyergapan atas nilai-nilai yang suci. Apakah termasuk memuji atau menentang, kebanyakan orang tidak menyadari tentang hakikat kritik atau esensi dari kritik itu sendiri. Juga mengenai pentingnya kritik dalam tata kehidupan bangsa manusia dan dalam susunan hidup kemasyarakatan kita dewasa ini. Kritik sosial antara lain sebagai control terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau merupakan proses bermasyarakat. Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan salah satu variabel penting dalam memelihara sistem sosial. Adanya kritik sosial dalam suatu masyarakat mencerminkan perubahan yang sedang dialami oleh masyarakat itu. Jika suatu kritik sosial ingin memenuhi fungsinya dengan efektif, harus memenuhi beberapa langkah dan syarat. Kritik sosial sebagai pendapat pribadi, tidak terorganisir akan hilang lenyap dalam saingan pendapat. Ternyata kritik sosial juga perlu melembagakan diri, menemukan saluran-saluran yang dapat lebih menjelaskan, memfokuskan, memperinci dan merumuskan dalam langkah-langkah operasional mengenai apa yang diusulkan untuk diperbaiki. Berbicara mengenai lirik dalam ranah komunikasi massa, maka kita perlu mencermati lebih tajam tentang keterkaitan antara penempatan realitas yang ada dalam wacana tersebut dengan individu sebagai pembuatnya juga dengan faktorfaktor eksternal lainnya. Realitas dalam sebuah wacana -atau dalam hal ini adalah lirik lagu- dipandang sebagai sesuatu hal yang terbentuk atau dikonstruksikan dalam struktur yang terdapat dalam masyrakat. Realitas bukanlah sesuatu yang hadir dan lahir secara alamiah “di luar sana” juga bukanlah sesuatu yang terpisah dengan individu sebagai produsennya, individu secara aktif turut serta mengkonstruksi realitas tersebut. Meminjam tesis tentang “Konstruksi atas Realitas Sosial” karya Peter L Berger dan Thomas Luckman, maka kita akan memahami seperti apa realitas dikonstruksi oleh seseorang melalui tiga momen, yaitu : Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Kedua, Objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Ketiga, internalisasi. Proses Internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial” (Berger dan Luckman dalam Eriyanto, 2002; 14-15). Pada konteks penelitian ini, gagasan Berger dalam konstruksi realitas yang terdapat di lirik lagu “Ada mereka di kepala” proses yang pertama kali terjadi adalah eksternalisasi, pengarang lagu yang memiliki konsepsi dan kerangka pemikiran tersendiri mengenai kondisi negara ini yang tidak baik-baik saja. Sedangkan dalam ideologi dominan (penguasa), mereka memiliki pandangan bahwa negara ini tengah berada dalam situasi yang stabil, rakyat sejahtera, tingkat kemiskinan menurun atau dalam kata lain bahwa negara ini baik-baik saja. Berbagai skema dan pemahaman tentang negara ini digunakan untuk mendeskripsikan fenomena yang ada. 1.9 Metode Penelitian dan Pendekatan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Metodologi Kualitatif sendiri merupakan antitesis dari pendekatan positivistik yang diperkenalkan oleh Comte (istilah Positivisme pertama kali diperkenalkan Auguste Comte, ini berarti bahwa semua fenomena itu sebagai subjek hukum-hukum alam), yang kemudian dikenal dengan metodologi kuantitatif, dimana dalam metodologi kuantitatif selalu menggunakan seperangkat fakta sosial yang bersifat objektif atas gejala yang nampak mengemuka, “sehingga metodologi ini cenderung melihat fenomena hanya dari kulit luarnya saja dan tidak mampu memahami makna dibalik gejala yang tampak tersebut” (Basrowi, 2002; 3). Metodologi kualitatif sendiri bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses berfikir induktif. Dalam penelitian ini, peneliti terlibat dalam situasi dan setting fenomena yang diteliti, dalam artian bahwa tidak ada batasan yang jelas antara peneliti dengan objek yang diteliti, tidak seperti penelitian kuantitatif dimana peneliti harus berada di luar lingkaran objek penelitian. Setiap kejadian dalam metodologi kualitatif merupakan sesuatu yang unik dan berbeda antara satu dengan yang lain karena adanya perbedaan konteks. Pendekatan Analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan pendekatan analisis wacana yaitu seperangkat prinsip metodologis yang luas, diterapkan pada bentuk-bentuk ujaran/percakapan dan teks, baik yang terjadi secara alamiah maupun yang telah direncanakan sebelumya. “Analisis wacana menempatkan bahasa atau wacana bukan semata-mata alat untuk memproduksi dan mengirimkan makna/pesan. Bahasa atau wacana merupakan strategi yang digunakan orang-orang dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu” (Daymon dan Holloway, 2008; 219). Melalui analisis wacana realitas sosial danggap memiliki wajah ganda dalam artian bahwa kebenaran bukan merupakan sesuatu yang bersifat tunggal. “Kebenaran selalu dipengaruhi oleh konteks yang didalamnya melibatkan proses evaluasireevaluasi, posisi-reposisi dan negosiasi-renegosiasi” (Basrowi, 2002; 236). Struktur yang melingkupi realitas bukanlah satu-satunya variabel yang mendorong individu untuk merumuskan kebenaran, sifat individu tidak pasif namun secara aktif melakukan interpretasi atas struktur itu sendiri. Bahkan secara kreatif individu sebagai agent melakukan negosiasi atas wacana yang dikonstruksinya sesuai dengan harapan-harapan dan pengalaman subjektifnya sebagai individu unik. Secara umum, peneliti yang menggunakan pendekatan ini menganggap bahwa: Teks-teks sosial (yakni wacana yang didalamnya juga termasuk teks lirik dalam sebuah lagu), tidak melulu merefleksikan atau mencerminkan objek, peristiwa dan kategori yang telah ada dalam dunia sosial dan alam. Teks-teks tersebut secara aktif mengkonstruk sebuah versi dari hal-hal tersebut. Mereka tidak hanya menggambarkan berbagai hal; mereka melakukan banyak hal. Dan dengan aktif melakukan semua itu, teks-teks tersebut mempunyai implikasi sosial dan politis (Potter dan Watherell, 1987; 6 dalam Daymon dan Holloway, 2008; 219).” Analisis Wacana Kritis. Sebelum memahami seperti apa Analisis Wacana Kritis, perlu diketahui terlebih dahulu tentang bagaimana bahasa sebagai objek utama dalam kajian analisis wacana dipandang. Cara pandang serta cara memposisikan bahasa dalam realitas akan mempengaruhi bagaimana analisis dilakukan terhadapnya. Terdapat tiga perspektif yang dikenal dalam melakukan analisis Wacana : (1) Postivisme-empiris, (2) Konstruksivisme dan (3) Kritis. Dalam perspektif kaum positivisme-empiris, bahasa dipandang sebagai sebuah manifestasi atas realitas yang ditangkap oleh individu secara langsung untuk kemudian diekspresikan dalam struktur kebahasaan tanpa adanya distorsi dan miss interpretasi, sejauh apa yang diekspresikan tersebut sesuai dengan tata-cara aturan baku pembentuk bahasa, logis, sesuai dengan kaidah sintaksis serta terkait erat dengan pengalaman empiris, maka hal tersebut telah dianggap mewakili realitas kebenaran. Dalam perspektif ini terdapat garis demarkasi yang jelas antara realitas dan pemikiran, sehingga dengan asumsi seperti demikian, terdapat konsekuensi logis tentang cara melakukan analisis wacana. Bahwa dalam perspektif ini orang tidak perlu meneliti celah subjektivitas atau nilai-nilai yang mendasari suatu wacana dari individu sebagai produsen wacana tersebut, karena memang dalam pandangan yang positivistik individu dianggap tidak memiliki ruang untuk menginjeksi subjektivitasnya. “Dalam pandangan ini, wacana dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa dan mencapai pengertian bersama. Wacana lantas diukur dengan pertimbangan kebenaran/ketidakbenaran (menurut sintaksis dan semantik)” (Eriyanto, 2001; 4). Pandangan yang kedua disebut konstruksivisme. Berbeda dengan pandangan positivisme-empiris yang memisahkan subjek dan objek bahasa, kosntruksionisme justru melihat bahwa subjek memiliki keterkaitan yang erat dengan objek bahasa, bahkan secara lebih substansial lagi, pandangan ini menempatkan subjek sebagai faktor sentral yang membentuk bahasa serta hubungan-hubungan sosialnya. Bahasa tidak lagi dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif semata dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. “Terdapat faktor subjektivitas dari individu yang memiliki fungsi kontrol untuk memasukan maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana” (Hikam dalam Eriyanto, 2001; 5). Pendekatan Analisis Wacana Teun A. Van Dijk. Alasan penulis menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Teun A. Van Dijk atau Pendekatan Kognisi Sosial (Socio Cognitive Approach) dalam menguraikan makna pesan yang tedapat dalam penelitian ini. Karena sesuai dengan kondisi objekif ketika suatu teks terlahir dari kognisi sosial dimana si pembuat teks itu berada. Menurut pandangan ini wacana bukanlah suatu hal yang tidak terikat dan bebas nilai. Wacana terbentuk dari berbagai macam konstelasi dan merupakan bagian kecil dari struktur besar masyarakat. Serta yang paling penting bahwa bahasa merupakan hasil dialektis dari kognisi saat produksi bahasa itu dilakukan. Wacana merupakan produk yang lahir berdasarkan kandungan-kandungan konginitif si pembuatnya, bagaimana cara individu melihat realitas untuk kemudian di wacanakan akan mempengaruhi wacana yang lahir kemudian. Jadi selain adanya pergulatan berbagai macam kepentingan (termasuk didalamnya praktik kekuasaan), wacana juga adalah hasil kognitif si pembuatnya. Terlebih lagi, jika kita mengaitkannya dengan penelitian ini, dimana lirik lagu “Ada Mereka Dikepala” adalah merupakan hasil dari proses pengkonstruksian realitas yang dilakukan melalui tiga momen –internalisasi, eksternalisasi dan obyektivasi- (lihat Berger dan Luckman; 1991; 185) dalam kognitif pembuat lirik. Selain itu dalam lirik ini memiliki kandungan pesan yang berisikan kritik sosialnya atas kondisi Negara dan masyarakat hari ini yang tertindas dan terhisap. Van Dijk melihat bahwa wacana bukan hanya sebidang teks kosong tanpa makna yang dianggap sudah mewakili kebenaran saat struktur pembentuk bahasa (sintaksis dan semantik) telah dipenuhinya. Lebih jauh dari itu Van Dijk melihat bahwa wacana merupakan sebuah kajian yang memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin disampaikan pembuatnya. Dan dengan menggunakan pendekatan analisis inilah Van Dijk berusaha membongkar makna-makna yang secara implisit terkandung dalam kesatuan wacana tersebut. Wacana oleh Van Dijk digambarkan memiliki tiga bangunan dimensi : Teks, Kognisi Sosial dan konteks (Eriyanto, 2001; 225). Inti dari pendekatan Van Dijk adalah untuk mengelaborasi ketiga dimensi ini ke dalam kesatuan analisis. Menurut van Dijk ketiga dimensi tadi memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi sebagai hasil yang merupakan suatu wacana. Gambar 2 : Model Analisis Wacana Teun A. Van Dijk (Sumber : Eriyanto, 2001; 225) Pada dimensi Teks, fokus penelitiannya bertumpu pada struktur teks tersebut yang memanfaatkan analisis linguistik (kosakata, kalimat, proposisi dan paragraf) untuk menjelaskan dan memaknai suatu wacana, yang jika dihubungkan dengan penelitian ini, bahwa teks dalam lirik lagu dilihat dari struktur kebahasaannya. Walaupun tidak ada kesepakatan bersama tentang struktur baku yang menjadi landasan membuat suatu lirik lagu, setidaknya ada aturan-aturan tertentu yang tidak tertulis tentang bagaimana agar sebuah lirik lagu tersebut dapat dengan mudah diterima oleh khalayak dan sekaligus juga menggugah kesadarannya untuk lebih memahami secara kognitif tentang karya musik yang dibuat, seperti halnya Judul, Intro, reffrein dan penutup lagu. Dimensi Kognisi, merupakan penjabaran yang menjelaskan pada proses saat teks tersebut di produksi dan di reproduksi oleh pembuat teks. Dalam arti bahwa perspektif pembuat teks dalam melihat realitas dan bagaimana cara ia memaknai realitas tersebut akan melahirkan teks yang diintervensi perspektifnya tersebut. Hal inilah yang disebut oleh Van Dijk sebagai aspek kognisi sosial. Melalui dimensi ini kita bisa melihat sejauh mana dan bagaimana grup band Goodbye Lenin -sebagai pembuat lirik lagu “Ada Mereka Dikepala” dalam mengejawantahkan kognisinya terkait dengan cara bagaimana mereka memahami realitas. Apa yang ditulis dalam lirik lagu tersebut adalah gambaran mindset mereka dan ekspektasinya terhadap kebenaran realitas yang mereka tangkap. Dimensi yang terakhir yaitu konteks berkaitan erat dengan analisis sosial, disini wacana dihubungan dengan struktur yang lebih besar dan pengetahuan yang berkembang di masyarakat tentang suatu wacana. Konstruksi wacana dalam pola pikir masyarakat terkolektifkan dalam suatu kecenderungan pembuatan wacana tertentu. Konteks dalam analisis wacana Van Dijk merupakan penopang diluar teks tersebut, karena dalam asumsi analisis kritis teks tidak mungkin sesuatu yang mandiri dan berdiri sendiri, selalu ada keterkaitan dengan hal-hal yang berada diluar teks seperti, latar dalam pembuatan lirik lagu, setting sosial tempat lagu tersebut. 1.10 Teknik Pengumpulan Data Yang disebut dengan data penelitian adalah seluruh fakta dan informasi yang bisa dijadikan instrumen penelitian. Menurut jenisnya data dalam penelitian ini dikategorisasikan dalam dua jenis yaitu, data primer dan data sekunder. Data Primer dalam penelitian ini berasal dari lirik lagu “Ada Mereka Dikepala” karya grup band Goodbye Lenin. Sedangkan Data Sekunder berasal dari literasi buku, pemberitaan di media dan berbagai sumber tulisan lainnya yang berkaitan dengan penelitian. 1.10.1 Analisis tekstual Fokus penelitiannya bertumpu pada Struktur teks tersebut yang memanfaatkan analisis linguistik (kosakata, kalimat, proposisi, dan paragrap) untuk menjelaskan dan memaknai suatu wacana, yang dihubungkan dengan penelitian ini, bahwa teks dalam lirik lagu dilihat dari struktur kebahasaannya. Walaupun tidak ada kesepakatan bersama tentang struktur baku yang menjadi landasan membuat suatu lirik lagu, setidaknya ada aturan-aturan tertentu yang tidak tertulis tentang bagaimana agar sebuah lirik lagu tersebut dapat dengan mudah diterima oleh khalayak dan sekaligus juga menggugah kesadarannya untuk lebih memahami secara kognitif tentang karya musik yang dibuat, seperti halnya Judul, Intro, reffrein dan penutup lagu. 1.10.2 Studi Kepustakaan Mencari dan mengumpulkan segala literasi, buku dan sumber kepustakaan lainnya yang terkait dengan penelitian ini. 1.10.3 Wawancara Melakukan wawancara dengan narasumber dan dengan sumber-sumber lain terkait dengan penelitian ini. Narasumber yang dimaksud dalam penelitian ini adalah yang utama yakni, grup band Goodbye Lenin yang terdiri atas Opick Marshall, Verry dan Arvi. Kemudian selain itu, wawancara pun akan dilakukan dengan seniman atau budayawan seperti Wildan Syamsudien, juga dengan salah seorang aktivis gerakan yaitu D. Jeffy sebagai ketua FMN (Front Mahasiswa Nasional) cabang Bandung. Para narasumber ini dipilih berdasarkan kepedulian mereka terhadap masalah-masalah sosial, sehingga apa yang mereka lakukan baik dalam karya maupun aktivitasnya relevan dengan bahasan di penelitian ini. 1.11 Organisasi Karangan Secara sistematik penulis mencoba mengorganisasikan penelitian ini dengan penyusunan organisasi karangan seperti dibawah ini : BAB I PENDAHULUAN Merupakan gambaran awal penelitian, yang mencakup Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Pertanyaan Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Pembatasan Masalah, Teknik Pengumpulan data, Pengertian Istilah dan Organisasi Karangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini, penulis menggambarkan tinjauan pustaka secara menyeluruh yang mendasari permasalahan dalam penelitian. Tinjauan tersebut berisi Tinjauan Tentang Musik, dimana didalamnya berisi sub bagian Definisi Musik, Lagu dan Lirik. Kemudian juga tentang Musik sebagai Medium Komunikasi Massa. Bagian lainnya berbicara Tinjauan tentang Bahasa dan wacana, dimana dalam sub bagiannya terdapat segmen yang membahas Lagu sebagai Wacana. Lalu bagian selanjutnya yaitu Tinjauan tentang Kritik sosial beserta pengertiannya dan bagian yang terakhir dalam bab ini adalah Telaah Mengenai Penelitian Sebelumnya yang mengacu pada dua referensi penelitian karya Aria Lesmana (2004) yaitu Kritik Sosial dalam Lirik Lagu Tikus-tikus Kantor serta penelitian yang telah dibukukan karya Yoshihara Kunio (1990) tentang Kapitalisme Semu Asia Tenggara. BAB III METODELOGI PENELITIAN Dalam bab ini, penulis akan menggambarkan tentang metodelogi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu ; Metodologi Penelitian, Karakteristik Penelitian Kualitatif, Pertimbangan Melakukan Penelitian Kualitatif, Pendekatan Analisis, Analisis Wacana Kritis, Pendekatan Analisis Wacana Teun A. Van Dijk dan Pertimbangan Menggunakan Model Analisis Wacana T. A. Van Dijk. BAB IV PROFIL GRUP BAND GOODBYE LENIN Isi bab ini merupakan gambaran mengenai profil Grup Band Goodbye Lenin dan Lirik Lagu Ada Mereka Di kepala sebagai objek penelitian. Dalam bab ini akan dibahas mengenai : Lirik lagu Ada mereka di kepala, Profile grup band Goodbye Lenin, Diskografi Goodbye Lenin, dan tentang Profile Partisipan Penelitian seperti, Profile Dimas Wijaksana (Mr Sonjaya) dan Profile Eky Darmawan (personel RNRM). BAB V PEMBAHASAN Berisi interpretasi dan hasil analisis penulis atas objek penelitian yang dilakukan dalam tiga pembahasan yakni, pembahasan dalam Dimensi Teks, pembahasan dalam Kognisi Sosial dan pembahasan dalam Konteks Sosial. BAB VI PENUTUP Hasil penelitian disajikan dalam bentuk kesimpulan dan saran BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan tentang Musik 2.1.1 Definisi Musik, Lagu dan Lirik Definisi dari musik sendiri sangat beragam, hampir tidak ada definsi dari musik yang bisa diterima secara mutlak. Pengalaman yang berbeda-beda dari tiap individu dalam memaknai musik yang menyebabkan lahirnya keberagaman ini. Bagi seorang yang memang terlibat secara professional dengan musik, ia akan memahami musik sebagai rangkaian nada dengan segala efek bunyi yang dihasilkannya dan konsep industri yang ada didalamnya, namun lain lagi bagi penikmat musik semata seperti halnya penulis, yang mungkin hanya memahami musik sebagai sarana rekreatif semata. Lalu mungkin bagi sebagian orang lainnya musik bisa saja dipahami sebagai medium transendent dengan penciptanya, definisi musik sangat relatif bagi setiap orang. Ada orang yang menganggap suara lolongan binatang atau gemericik air sebagai musik, namun bagi sebagian yang lain bunyi hanya dapat dipahami sebagai musik saat ia menggunakan instrument artificial. Dengan keberagaman ini maka musik itu pada hakikatnya tidak bisa diseragamkan baik dari segi definisi maupun dari segi apa yang disukai dari tiap-tiap orang tentang musik. Namun guna memudahkan penelitian ini penulis merangkum beberapa definisi dari musik itu sendiri dari beberapa literatur yang berbeda. Berikut ini adalah beberapa diantaranya; “ Musik adalah paduan bunyi dari beberapa alat atau instrument musik yang bernada secara teratur dan kesesuaian seni susun padu nada (Kamus Ilmiah Populer Rajasa, 2002;409).” Sedangkan definisi musik berdasarkan kamus bahasa Inggris Oxford, menyatakan bahwa : Art of making pleasing combinations in sound of rhytym, harmony and counterpoint, the sound and compositions so made, written or printed, sign, representing sound; Musik adalah seni memadukan suara bedasarkan komposisi ritme, harmonisasi, sehingga tercipta susunan suara yang terdengar indah bentuk represntasi suara berupa tulisan atau tanda-tanda tercetak (Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, 1986:557). Berdasarkan definisi musik di atas penulis menyimpulkan bahwa musik adalah sebuah seni yang mengkolaborasikan suara berdasarkan ritme, harmonisasi, sehingga menciptakan sebuah suara yang terdengar indah. Musik merupakan subbagian dari sebuah lagu, walaupun batasan antara lagu dan musik masih sangat abstrak namun berdasarkan pengertian dari lagu yang dikutip dari kamus bahas Inggris Oxford menyatakan bahwa lagu adalah : Singing; music for the voice; short poem or number of verses set to music and intended to be sing; Bernyayi; musik untuk manusia; puisi pendek atau serangkain bait atau variasi bermusik yang dapat dinyanyikan oleh suara manusia. (Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English,1986:822). Dalam sebuah lagu terdapat elemen-elemen lain yang membentuk bunyi sehingga bunyi tersebut bisa dikatakan sebagai sebuah lagu. Selain musik yang pengertiannya disederhanakan menjadi bunyi yang dihasilkan melalui instrumen musik, elemen lain pembentuk sebuah lagu adalah adanya lirik atau rangkaian kata yang dinyanyikan. R. K. Ruindran dalam kamus Ensiklopedia Jurnalisme dan Komunikasi, lirik lagu diartikan sebagai : “In another sense the lyrics of a popular song or other musical compositions are the word as apposed of the music; these may not always be lyrical in poetic sense; Lirik sebuah lagu popular atau komposisi musik lainnya adalah kata-kata yang disandingkan dengan musik; lirik ini tidak selalu berirama” (Encyclopedic Dictionary of Journalism and Communications, 1999:491). 2.1.2 Musik sebagai Medium Komunikasi Massa Saat ini manusia tengah berada dalam suatu era dimana kecepatan perkembangan teknologi amat mengagumkan. Kini hampir setiap saat inovasi-inovasi atau penemuan-penemuan teknologi terbaru diberbagai bidang selalu bermunculan. Salah satu bidang dalam kehidupan manusia yang selalu mengalami update teknologi paling cepat adalah dibidang komunikasi. Dengan bebagai macam teknologi yang ada saat ini komunikasi mengalami kemajuan yang amat pesat dibanding satu dasawarsa kebelakang. Dengan perkembangannya ini, hal ini turut mempengaruhi elemen- elemen yang ada dalam komunikasi itu sendiri yang salah satunya adalah media massa. Definisi media massa kini tidak hanya lagi berupa alat-alat mekanis yang mengirim dan menyimpan pesan (seperti kamera televisi, mikrofon, radio dan materi cetak), tetapi juga institusi yang menggunakan alat-alat tersebut untuk mengirim pesan. Menurut Dominick dalam buku The Dynamic of Mass Communications, menyebutkan bahwa ; Ketika kita berbicara tetang media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, sound recording (sr), dan film, kita juga akan membicarakan orangorang, kebijakan organisasi dan teknologi yang memproduksi media massa tersebut. Tentu saja yang disebut media massa juga bukan hanya kedelapan macam elemen media diatas. Billboard, buku komik poster atau katalog juga termasuk didalamnya. Hanya saja, delapan macam media massa tadi memiliki khalayak yang paling banyak dan juga dikenal oleh kita sebagai khalayak (Dominick, 1996; 25). Sound Recording (SR), yang sudah diakui sebagai salah satu media massa tentu saja berkepentingan untuk mengirim pesan kepada khalayak. Salah satu produk dari SR adalah musik. Musik merupakan bentuk komunikasi yang auditif (ditangkap oleh indera pendengaran). Ketika musik diawetkan dalam SR, musik menjadi sebuah pesan. Musik juga dapat menjadi sebuah media ketika pencipta lagu melalui penyanyi berusaha menyampaikan pesan yang berupa lirik kepada khalayak. Salah satu bentuk musik adalah lagu. Penelitian ini adalah penelitian bagaimana lirik lagu menjadi pesan penulis lagu kepada khalayaknya. Jadi musik dianggap sebagai media komunikasi penulis lagu, pesannya adalah liriknya. Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah apakah sebenarnya musik juga bisa dijadikan media massa?. Ataukah musik adalah salah satu bentuk komunikasi massa?. Seberapa banyak khalayak sampai disebut massa?. Seberapa tersebarnya khalayak?. Seberapa heterogennya khalayak?. Harus sekompleks apa organisasinya?. Ini dapat dibuktikan dengan delapan elemen dalam komunikasi sampai komunikasi itu disebut komunikasi massa. Delapan elemen tersebut adalah sumber, proses encoding, pesan, saluran, proses decoding, penerima feedback, dan noise. Berikut ini adalah penjabarannya. Musik menjadi salah satu bentuk komunikasi massa karena dibuat oleh komunikator yang terorganisir. Dalam hal ini, sebuah lagu dibuat oleh penciptanya untuk kemudian dinyanyikan oleh penyanyi atau grup band, selanjutnya lagu tersebut dikemas dalam sebuah album atau dalam perkembangannya saat ini lagu dikemas menjadi sebuah RBT (Ringbacktone) untuk dijual pada penikmat lagu atau konsumen oleh perusahaan rekaman. Komunikator dalam komunikasi massa memiliki sedikit detail informasi tentang khalayak. Sebuah kelompok musik misalnya, memiliki jumlah penggemar melalui keanggotaan fans club, jumlah kaset dan CD yang terjual, RBT yang di download atau banyaknya penonton yang hadir dalam konser mereka. Proses encoding dalam komunikasi massa selalu melewati beberapa tahap tertentu. Seorang pencipta lagu memiliki atau membuat suatu lagu yang kemudian dibawakan atau dinyanyikan penyanyi lain atau kelompok musik, kemudian direkam dalam bentuk kaset atau CD dengan bantuan mesin. Kemudian diperbanyak, didistibusikan dan dijual oleh perusahaan rekaman ke toko-toko kaset. Saluran komunikasi massa dalam mengirim pesannya menggunakan satu atau lebih alat bantu. Sebuah lagu akan membutuhkan kaset atau CD sebagai tempat rekaman agar bisa diperdengarkan dan membutuhkan mesin (tape recorder) untuk merekamnya. Pesan pada komunikasi massa sifatnya umum. Seseorang dapat mendengar lagu jika ia memiliki tape dan membeli kaset. Sebuah lagu mengandung pesan yang hendak disampaikan oleh pencipta lagu kepada pendengarnya. Pesan yang hendak disampaikan itu berupa lirik yang dinyanyikan oleh penyanyinya. Komunikasi massa selalu melalui proses decoding yang bertahap sebelum pesan itu disampaikan. Sebuah pemutar kaset atau CD player menguraikan pola-pola partikel magnet menjadi gelombang suara yang dapat ditangkap indera pendengaran. Setelah itu sampai pada penerimanya, khalayaknya sesuai namanya komunikasi massa memiliki khalayak yang banyak, dapat mencapai jutaan orang. Kedua, khalayak komunikasi massa bersifat heterogen, terdiri dari banyak perbedaan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, suku, ras dan lain-lain. Ketiga khalayak tersebar luas pada wilayah yang luas, komunikator dan penerima dapat saja tidak bertemu secara fisik. Feedback yang terjadi biasanya berupa feedback yang tertunda karena komunikasi jenis ini berlangsung satu arah. Noise yang terjadi biasanya akibat kesalahan teknis pada mesin yang mengirim pesan. Berdasarkan pembuktian dengan delapan elemen komunikasi massa diatas maka lagu atau musik dapat juga digolongkan dalam media komunikasi massa. Bentuk media massa sangat banyak misalnya, surat kabar, majalah radio, televisi, film, buku juga sound recording. Lagu sebagai produk sound recording sering ditampilkan atau diputarkan dalam radio, televisi dan film dimana yang ketiganya tersebut jelas memenuhi kriteria media massa, yaitu menimbulkan keserempakan di antara khalayak yang sedang menyimak pesan yang disampaikan media massa tersebut. Terjadi simbiosis antara radio televisi dan perusahaan rekaman yang menjual produknya berupa lagu. Ini juga dikuatkan oleh Joseph R. Dominick sebagai berikut, “Most radio station depended of recording to fill the air time; most record need air play to sell. MTV (Music Television) demonstrates a three way symbiosis; record companies as their programming source; and radio station use a sounding board for new release” (Dominick, 1996;27). Dengan begitu, musik juga memiliki fungsi yang sama dengan bentuk-bentuk komunikasi massa lainnya, yaitu fungsi menyampaikan informasi (to inform), fungsi mendidik (to educate), fungsi menghibur (to entertain) dan fungsi mempengaruhi (to influence). 2.2 Tinjauan tentang Bahasa dan Wacana Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaaan dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual kita. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata itu. Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain. Bahasa dapat juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal. Sedangkan definisi wacana, yang penulis kutip dari berbagai sumber literatur, terdapat kemajemukan dari definisi wacana itu sendiri. Bahkan definisi yang dikutip dari kamus pun, yang dianggap sebagai referensi dan acuan yang objektif juga memiliki definisi-definisi yang berbeda pula. Banyak definisi wacana yang lahir dari disiplin ilmu yang berbeda, sehingga kemudian batasan antara satu definisi dengan definisi lainnya tampak begitu abstrak. Wacana kadangkala diangap sebagai suatu kumpulan kalimat yang memiliki saling keterkaitan yang pada akhirnya menimbulkan makna tertentu (Badudu dalam Eriyanto, 2001;13). Namun ada pula yang membatasi wacana sebagai suatu aktivitas pertukaran kebahasaan semata, dimana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya (Howtorn dalam Eriyanto, 2001;13). Namun selain dua deskripsi tersebut, masih banyak definisi tentang wacana yang beredar luas dimasyarakat, seperti halnya definisi yang diungkapkan oleh Foucault yang menganggap bahwa wacana adalah “Kadangkala sebagai bidang dari semua pernyataan (statement), kadangkala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan dan kadangkala sebagai praktik regulative yang dilihat dari sejumlah pernyataan” (Focault dalam Eriyanto, 2001;13). Menilik pada keberagaman tentang definisi wacana, lirik lagu sebagai sejumlah kata dan kalimat yang terikat dan dihubungkan dalam sebuah lagu dan musik, bisa dikatakan sebagai sebuah wacana. Lirik lagu yang didalamnya terdapat elemen-elemen kata dan kalimat saling terkait, memiliki koherensi makna dan terkolektifkan menjadi satu kesatuan lirik yang utuh. Lirik lagu sebagai sebuah wacana, memiliki implikasi yang paradoksal. Disatu sisi lirik yang juga bisa disebut sebagai puisi yang dinyanyikan (musikalisasi puisi), bersifat mandiri, tunggal berdiri sendiri dan otonom. Lirik lagu pada sisi ini hanya menafsirkan maknanya pada dirinya sendiri, ia hanya dan harus patuh pada ketentuan internal dirinya sendiri. Lirik hanyalah dunia rekaan yang tidak terikat, bebas nilai dan melihat realitas dari perspektif dirinya dan hanya tentang dirinya. Namun disatu sisi lainnya, lirik yang merupakan produk budaya, dan lahir dari rahim sosial dimana didalamnya terdapat konstelasi menjadi tidak bebas nilai. Didalamnya terdapat konsep, gagasan, pesan, pemikiran, harapan yang merupakan aktualisasi atas realitas yang melingkupinya. Sehingga memaknai sebuah lirik atau puisi tidak cukup hanya melihat dari aspek-aspek kebahasaan semata (seperti halnya perspektif kaum positivis), namun lebih jauh dari itu, kita pun harus menggali secara kontekstual agar mendapat pemahaman yang menyeluruh tentang makna implisit dari sebuh lirik. Mencipta puisi atau lirik merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan jiwa yang padat (liris dan ekspresif), sehingga bersifat sugestif dan asosiatif. Sebuah wacana lagu atau puisi dikatakan puitis, kalau bisa membangkitkan perasaan, menarik perhatian, menimbulkan tanggapan yang jelas, atau secara umum dapat menimbulkan keharuan. 2.2.1 Lagu sebagai Wacana Analisis wacana kritis memandang bahwa wacana disini tidak dipahami semata sebagai studi bahasa tetapi juga dipahami sebagai kritik atas konteks sosial yang terjadi. Konteks disini dapat dilihat sebagai latar, situasi, peristiwa dan kondisi dimana wacana itu muncul. Kemudian dilihat pula konteks komunikasinya, seperti siapa mengkomunikasikan apa, dengan siapa dan mengapa, dalam jenis khalayak dan situasi apa, melalui media apa, bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi, dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak. Dalam studi etnomusikologi, musik dianggap sebagai cerminan dari keadaan sosial yang ada. Musik dalam struktur sosial terdiri atas dua elemen utama pembentuknya yakni teks dan konteks. “Teks merupakan kejadian akustik yang sering diterjemahkan sebagai lirik sedangkan konteks adalah kondisi yang sedang terjadi dimasyarakat” (Nakagawa, 2000;6). Sejak dahulu, lagu telah menjadi media seni popular untuk mengekspresikan sesuatu secara lisan. Lagu dipakai untuk mengekspresikan sesuatu yang dilihat, dirasa dan didengar baik itu berupa pengalaman pribadi ataupun untuk mengungkap realitas sosial. Seperti halnya pada lagu-lagu yang menyuarakan diskriminasi rasial, anti perang, mengkritisi pemerintahan, kritik akan gaya hidup dan lain sebagainya, lagu memiliki suatu kekuatan untuk menggambarkan pandangan kepercayaan dan nilainilai sosial. Hal ini diperkuat gagasan James Lull dalam buku Popular Music and Communications (1989), menyatakan bahwa : “Fungsi oposisi musik saat ini melegitimasi alternatif-alternatif budaya yang berisi nilai-nilai dan gaya hidup pada budaya dominan yang diinterpretasikan dalam media popular, di rumah, lingkungan sekitar, lingkungan kerja dan lingkungan sekolah” (Lull, 1989;38). Sebagai sebuah produk budaya, musik memiliki cara yang unik saat ia berproses dalam menyampaikan makna pesannya. Musik tidak dengan semerta-merta lahir sebagai sebuah pandangan sosial atau bahkan lebih jauh sebagai diskursus dalam sebuah praktik kewacanaan dalam masyarakat, musik justru lahir pertama kali hanya sebagai produk ekspresif dari si pembuatnya. Masih menurut Lull, musik dalam fungsi sosialnya hadir dalam dua tahapan, pertama sebagai produk ekspresif dari produsennya dan yang kedua ia bertransformasi sebagai indikator sejarah bagi massanya. Pertama, lirik lagu mengekspresikan pandangan yang dimiliki pencipta lagu dan penyanyi. Bahkan seringkali merefleksikan kesadaran masyarakat atau kesadaran popular. Musik adalah bagian budaya tidak resmi massanya, walaupun mereka seringkali terabaikan karena ahli-ahli lebih tertarik pada kata-kata tertulis. Padahal, yang menarik tidak hanya pada lirik namun juga sentimen dan tujuan yang terkandung di dalam lagu tersebut. Kedua, musik berperan sebagai indikator historis, musik dapat menjelaskan apa yang terjadi pada saat musik itu dibuat dan disebarkan” (Lull, 1989;38). Dengan demikian lagu dapat dikatakan sebagai suatu wacana. Mengapa?. Karena selain terdapat pembahasan hubungan antara konteks-konteks di dalam teks, lirik sebuah lagu juga dapat mewakili pandangan dunia mengenai suatu peristiwa. 2.3 Kritik Sosial Semua kemajuan lahir dari kritik, karena tanpa kritik bangsa manusia tidak mungkin bisa mencapai hasil yang kini telah dicapainya itu. (Kwant dalam Sobur 2001;193). Banyak orang berbicara mengenai kritik, baik dalam arti yang positif maupun dalam arti yang negatif. Dalam kebudayaan tradisional dan dalam tatanan hubungan feodalistik kritik adalah merupakan sesuatu yang tabu bahkan dilarang untuk dilakukan, sedangkan dalam kehidupan budaya modern kritik lebih dimaknai sebagai zat hidup yang menggerakan kehidupan itu sendiri. Kritik adalah sesuatu bentuk kebebasan yang mesti disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada masa kebudayaan transisi ini. Sementara itu, Muladi menilai “Di Negara berkembang, kritik sering dilihat sebagai sesuatu yang tidak loyal (disloyalty). Padahal di masyarakat yang maju, kritik justru merupakan sesuatu yang penting, sebagai masukan agar sistem politik menjadi lebih baik” (Sobur, 2001;194). Orang memuji kritik sebagai nilai dasar bangsa manusia, sebagai dasar untuk pandangan yang penuh harapan bagi masa depan. Namun, orang juga menentang kritik sebagai perusakan yang tidak sopan, sebagai penyergapan atas nilai-nilai yang suci. Apakah termasuk memuji atau menentang, kebanyakan orang tidak menyadari tentang hakikat kritik atau esensi dari kritik itu sendiri. Juga mengenai pentingnya kritik dalam tata kehidupan bangsa manusia dan dalam susunan hidup kemasyarakatan kita dewasa ini. 2.3.1 Pengertian Kritik Sosial Dalam Kamus Besar Indonesia Edisi kedua, kritik diartikan sebagai kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian pertimbangan baik buruk terhadap suatu karya, pendapat dan sebagainya. Kritik sendiri secara terminologi berasal dari bahasa Yunani yaitu krinein yang berarti memisahkan, memerinci. Dalam kenyataan tersebut, manusia membuat pemisahaan dan perincian antara nilai dan yang bukan nilai, arti dan bukan arti, baik dan jelek. Jadi kritik adalah suatu penilaian terhadap kenyataan dalam sorotan norma. Dalam buku yang berjudul Mens en Kritiek, R.C. Kwant (1975;12), menuliskan bahwa kritik menentukan nilai suatu kenyataan yang dihadapinya. Dalam melontarkan kritik, tidak cukup hanya mengetahui kenyataan yang ada, namun orang yang melancarkan kritik harus berusahan untuk menentukan apakah yang dihadapinya itu benar-benar seperti apa yang seharusnya oleh karenanya, orang tersebut harus mengetahui sebelumnya bagaimana seharusnya. (Kwant, 1975; 90). Bahkan untuk melontarkan suatu kritik ada sebuah idiom terkenal yang dikemukakan oleh kawan Mao Tse Tzung dalam salah satu karya tulisannya yang menjadi pedoman dasar, agar kemudian tidak sembarangan kita melakukan kritik atas sesuatu hal yakni “no investigation, no right to speak”, idiom ini menegaskan bahwa dalam mengemukakan sesuatu hal (kritik) haruslah didasari oleh hasil penyelidikan lebih lanjut atau investigasi terlebih dahulu, sehingga kemudian apa yang kita sampaikan bukanlah bualan semata atau bahkan lebih lanjut akan memberikan dampak yang lebih buruk daripada apa yang kita kritisi itu. Menurut Kwant bentuk kritik dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu kritik positif dan kritik negatif. Kritik negatif artinya sikap kritis yang kesimpulannya tidak menyetujui. Biasanya kritik negatif lebih banyak ditemui dibanding kritik yang positif. Sementara kritik positif artinya suatu penilaian terhadap sesuatu yang mempunyai kesimpulan menyetujui. Kritik sosial biasanya dituangkan dengan perlunya suatu sistuasi ideal dan perilaku ideal (ideal conduct). Suatu kritik selalu menginginkan perbaikan. Hal ini berarti suatu kritik perlu dilandasi data dan pengetahuan yang tepat, yaitu agar prediksi tentang masalah dalam masyarakat menjadi tepat, setepat mungkin. Kepekaan sosial atau socio sensitivity, merupakan inti suatu kritik sosial. Suatu kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru menitik beratkan dan mengajak khalayak untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial karenanya didasarkan pada rasa tanggung jawab bahwa manusia bersama-sama bertanggungjawab atas perkembangan lingkungan sosialnya. Kritik sosial antara lain sebagai control terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau merupakan proses bermasyarakat. Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan salah satu variabel penting dalam memelihara sistem sosial. Adanya kritik sosial dalam suatu masyarakat mencerminkan perubahan yang sedang dialami oleh masyarakat itu. Jika suatu kritik sosial ingin memenuhi fungsinya dengan efektif, harus memenuhi beberapa langkah dan syarat. Kritik sosial sebagai pendapat pribadi, tidak terorganisir akan hilang lenyap dalam saingan pendapat. Ternyata kritik sosial juga perlu melembagakan diri, menemukan saluran-saluran yang dapat lebih menjelaskan, memfokuskan, memperinci dan merumuskan dalam langkah-langkah oprasional mengenai apa yang diusulkan untuk diperbaiki. Kritik sosial perlu juga melepaskan diri dari ikatan-ikatan komunal maupun kepentingan pribadi. Data dan lingkungan lebih luas diperlukan oleh suatu kritik untuk dapat berperan dan berpengaruh. Mengingat bahwa suatu kritik sosial bukan lagi merupakan suatu “milik pribadi”, sekali ia disebarkan di masyarakat, maka mau tidak mau efektifitas kritik sosial sangat ditentukan oleh kesedian kritik ini untuk diakomodasi dengan kritik-kritik sosial lainnya. 2.4 Telaah tentang Penelitian Sebelumnya 2.4.1 Kritik Sosial dalam Lirik Lagu Tikus-tikus Kantor Dalam karya penelitian ini kita akan melihat tentang bagaimana kritik sosial dalam sebuah karya musik (lirik) dilakukan. Kritik sosial dalam wacana lirik lagu Tikus-tikus kantor karya Iwan Fals tersebut di fokuskan pada masalah korupsi yang memang telah mengakar budaya di negeri ini. Melalui studi kualitatif dengan menggunakan pendekatan analisis wacana model Teun A. Van Djik, penelitian ini mengungkapkan bentuk penulisan melalui bahasa yang digambarkan dalam teks wacana lirik lagu. Penelitian skripsi karya Aria Lesmana (2004) ini, mengeksplorasi objek penelitiannya yang berupa wacana lirik lagu dalam tataran dimensi teks semata, ia membagi analisis teks tersebut dalam tiga tahapan yakni Stuktur Makro, Super Struktur dan Struktur Mikro, dimana secara global wacana teks tersebut merujuk pada suatu masalah sosial yakni masalah korupsi yang terjadi di lembaga-lembaga di Indonesia, baik lembaga pemerintah maupun lembaga-lembaga swasta dan melalui wacana lirik tersebut, Iwan Fals sebagai musisi yang menciptakan karya tersebut berusaha mengkritisi penyakit sosial itu. Pada tataran Struktur Makro, tema umum yang berusaha dimunculkan dalam lirik lagu tersebut adalah merupakan pandangan Iwan Fals (pembuat lirik) dalam memotret budaya korupsi di Indonesia yang dipersonifikasikan melalui sosok seekor tikus berdasi yang berada di kantor-kontor. Sedangkan subtopik yang muncul dalam wacana lirik lagu tersebut lebih merupakan sebagai gagasan yang memang koheren atau lebih tepatnya mendukung topik utama tentang masalah Korupsi itu tadi. Tematik yang ditampilkan adalah mengindikasikan pandangan penulis mengenai persoalan korupsi yang terjadi di negaranya yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun, sehingga hal tersebut sudah dianggap seperti membudaya dan menjadi kisah yang usang. Persoalan tersebut berupa penggambaran ataupun perumpamaan sosok tikus yang digambarkan dalam teks. Tidak hanya itu saja, dalam unsur tematik pola perilaku tikus-tikus kantor dijelaskan secara jelas dalam subtopik yang mendukung topik utama (Lesmana, 2004; 81) Super Struktur yang menjadi tahapan analisis selanjutnya dalam penelitian ini menggambarkan tentang skema yang terbangun dari jalinan Judul, Lead, Body dan Penutup dalam lirik lagu tersebut yang berkolerasi satu sama lainnya yang kemudian membentuk koherensi global untuk mendukung tema utama. Dan untuk tingkat analisis terakhir dalam wacana teks tersebut dilakukan melalui analisis Struktur Mikro. Pada tingkatan ini analisis dilakukan terhadap elemen-elemen terkecil pembentuk wacana (semantik, sintaksis, stilisik dan retoris), dan menghasilkan suatu karakteristik umum yang nampak dalam struktur mikro wacana tersebut yakni mengenai kritik sosial yang berusaha dimunculkan secara eksplisit oleh Iwan Fals terkait masalah Korupsi yang telah mengakar dan membudaya di Indonesia. “Pada tingkatan ini, peneliti mengamati secara umum bahwa karakteristik sturktur mikro yang muncul dan tampak eksplisit dari teks lagu Iwan Fals mengenai kritik sosial” (Lesmana, 2004; 82). Penelitian tentang “Kritik Sosial dalam Lirik Lagu Tikus-tikus Kantor” ini menjadi penting untuk dibahas dalam penelitian ini, mengingat adanya relevansi bahasan baik dalam hal objek yang diteliti maupun metode yang digunakan. Sehingga kemudian posisi dari penelitian ini bisa terlihat dengan jelas, apakah ia merupakan temuan baru yang memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dibidangnya ataukah ia hanya merupakan pelengkap dan atau pendukung teori yang telah ada dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya ini. 2.4.2 Kapitalisme Semu Asia Tenggara Penelitian ini menjadi penting untuk ditelaah lebih jauh berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan, karena melalui penelitian tentang perkembangan sistem ekonomi kapitalis di wilayah Asia Tenggara pada dekade tahun 90 an ini, kita akan melilhat bagaimana sistem kapitalis yang menghamba pada persaingan bebas dan modal itu, menjadi suatu masalah utama dan yang paling fundamental bagi kesejahteraan masyarakyat kebanyakan sehingga kemudian diwacanakan dalam teks lirik lagu “Ada Mereka di kepala” yang penulis teliti. Dalam penelitian yang telah dibukukan karya Yoshihara Kunio (1990) ini, penulis mencermati bagaimana tumbuh kembang kapitalis di wilayah ASEAN yang memiliki perbedaan bentuk dengan Kapitalis yang tumbuh di Eropa pada masa awal abad ke 19. Menurut Yoshira kapitalis yang tumbuh di Asia Tenggara adalah kapitalis yang tidak asli, semu, substitusi yang lebih inferior atau dalam bahasa Yoshihara adalah Kapitalis Ersatz (mengambil dari bahasa Jerman yang berarti “substitusi”). Secara sederhana kemunculan sistem kapitalis industri di Eropa adalah sebagai bentuk keberhasilannya dalam meruntuhkan corak produksi feodal yang saat itu tengah menggejala di Eropa, dengan kemunculan sistem kapitalis telah melahirkan pertumbahan ekonomi yang signifikan dan kemajuan teknologi yang masif. Sistem ini kemudian meluas dengan hasil yang sama di wilayah Amerika Serikat dan Kemudian Jepang. Namun saat memasuki Asia Tenggara Sistem ini menemukan bentuknya yang baru dengan hasil yang berbeda dengan Sistem kapitalis yang lahir di Inggris pada awalnya, yaitu Kapitalis Ersatz, kapitalis yang palsu. Dalam pandangan Yoshihara, Kapitalis Ersatz ini lahir sebagai dampak dari dua hal yang terjadi dalam sistem ekonomi di Asia Tenggara. Pertama adalah porsi campur tangan pemerintah dalam sistem ekonomi itu sendiri yang terlalu dominan, sehingga kemudian menganggu prinsip persaingan bebas yang melandasi semangat kapitalisme dan menghambat perkembangannya menjadi tidak dinamis. Serta kualitas dari intervensi itu yang tidak bermutu yang tidak bisa mengembangkan sistem ekonomi. Dan yang kedua adalah, Kapitalisme di Asia tenggara tidak didasarkan pada perkembangan teknologi yang memadai. Akibatnya, tidak terjadi industrialisasi yang mandiri. Padahal menurut Yoshihara, industrialisasi merupakan sesuatu yang amat penting dalam pembangunan ekonomi yang mandiri. Bahkan selain itu, Yoshira memasukan satu unsur lainnya yang membuat Kapitalisme di Asia tenggara mencapai bentuknya yang baru yakni adanya diskriminasi terhadap etnis Cina dalam sistem ekonomi yang dikembangkan. Yoshihara menyebut hal-hal ini lah yang kemudian menjadi hambatan paling berarti dalam pertumbuhan Kapitalis di wilayah ini sehingga tidak bisa menyamai kapitalis yang lahir, tumbuh dan berkembang di Eropa. Keterbelakangan Teknologi, rendahnya kualitas intervensi pemerintah dan diskriminasi Cina merupakan tiga masalah yang paling sulit yang sedang menimpa kapitalisme Asia Tenggara. Karena masalah-masalah ini, maka kapitalisme di kawasan ini telah bergantung pada perekonomian pasar dan pemerintah bagi perkembangannya, bukannya menjadi pelopor perubahan ekonomi. Tipe kapitalisme ini sangat berbeda dari kapitalisme yang timbul di Barat dan Jepang, dimana kapitalisme telah mempelopori pembangunan ekonomi, paling tidak sejak Revolusi Industri. Kendati adanya kemajuan industri, peranannya jauh dari dinamis. Agaknya, kapitalisme yang muncul di asia tenggara merupakan suatu jenis baru : Kapitalisme Semu (Kunio, 1990; 179-189). Selain membahas dan melakukan analisa mengenai perkembangan kapitalisme di Asia Tenggara, penelitian ini juga telah berhasil dalam merumuskan bank data terkait Kapitalisme di wilayah ini. Data-data tersebut merupakan lampiranlampiran tentang daftar-daftar perusahaan yang beroperasi di wilayah ini, daftar pengusaha pribumi dan kemudian lampiran tentang daftar pengusaha-pengusaha Cina serta yang terakhir adalah daftar perusahaan yang dikuasai oleh Negara. Daftar ini kemudian dilengkapi oleh penjelasan, yang meskipun singkat, cukup memberikan informasi yang penting tentang perusahan-perusahaan dan pengusaha-pengusaha besar tersebut. Dari pemaparan singkat mengenai isi penelitian Yoshihara Kunio tentang kapitalisme di Asia Tenggara, hal penting yang menjadi fokus penulis adalah bahwa kapitalisme dengan segala bentuknya dan segala perkembangannya (perkembangan terakhir dari kapitalisme adalah Imprealisme) telah membawa suatu dampak bagi terciptanya keadaan sosial yang memprihatinkan. Melalui sifat dasar dari kapitalisme yakni Akumulasi Modal, Eksploitasi Sumber Daya dan Ekspansi pasar, manusia sebagai faktor yang termasuk dalam sumber daya, telah diekploitasi sedemikian rupa guna menunjang dan memenuhi hasrat rakus yang mengerikan dari kapitalisme. Pencurian nilai lebih, alienasi dari alat produksinya, monotonnya pola hidup, kesejahteraan yang minim, hubungan produksi yang menindas membuat buruh yang berada dalam kungkungan sistem ini seakan tak layak dalam menjalani kehidupan. Gambaran ini kemudian menjadi suatu realitas yang terpotret dalam teks wacana dalam lirik lagu yang penulis telilti. Dengan mengetahui seperti apa kapitalisme tumbuh dan berkembang, penelitian yang penulis lakukan menjadi memiliki dasar yang kuat dalam melihat apa yang sebenarnya menjadi masalah masyarakat pada umumnya. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Metodologi Kualitatif sendiri merupakan antitesis dari pendekatan positivistik yang diperkenalkan oleh Comte (istilah Positivisme pertama kali diperkenalkan Auguste Comte, ini berarti bahwa semua fenomena itu sebagai subjek hukum-hukum alam), yang kemudian dikenal dengan metodologi kuantitatif, dimana dalam metodologi kuantitatif selalu menggunakan seperangkat fakta sosial yang bersifat objektif atas gejala yang nampak mengemuka, “sehingga metodologi ini cenderung melihat fenomena hanya dari kulit luarnya saja dan tidak mampu memahami makna dibalik gejala yang tampak tersebut” (Basrowi, 2002; 3). Sedangkan metodologi kualitatif yang merupakan landasan berfikir kaum post-postivisme adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. “Dalam penelitian kualitatif, peneliti dapat mengenali subjek dan merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari” (Furchan, dalam Basrowi, 2002; 1). 3.1.1 Karakteristik Karakteristik Penelitian Kualitatif penelitian kualitatif memiliki kekhususan tersendiri yang membedakannya dengan penelitian lain (kuantitatif). Perbedaan-perbedaan ini menjadi benang merah dalam melakukan riset ini. Karakteristik merupakan identitas yang secara alami melekat pada objek, dalam hal ini objek yang dimaksud adalah penelitian kualitatif. Dalam buku Metode-metode Riset Kualitatif dalam Public Relations dan Marketing Communications” karya Christine Daymon dan Immy Holloway, dikatakan bahwa metode kualitatif sangat berkaitan erat dengan paradigma interpretatif (Daymon dan Holloway, 2008; 9), dimana hal ini dapat ditelusuri dari karakteristik yang melekat didalamnya. Berikut ini adalah sembilan karakter yang dimiliki penelitian kualitatif, yang dirangkum dari buku tersebut : 1. Kata. Riset kualitatif berfokus pada kata, bukannya angka. 2. Keterlibatan peneliti. Instrumen utama riset kualitatif adalah peneliti terlibat dekat dengan orang-orang atau objek yang diteliti. 3. Sudut pandang partisipan. Kehendak untuk menyelidiki dan menyajikan berbagai perspektif subjektif para partisipan berhubungan erat dengan riset kualitatif. 4. Riset skala kecil. Peneliti kualitatif tertarik akan eksplorasi mendalam guna menghasilkan penjelasan yang kaya, terperinci atau uraian menyeluruh. Oleh karena itu sampel yang kecil merupakan suatu keharusan. Layaknya penelitian ini yang memfokuskan kajiannya terhadap ekplorasi wacana dalam sebuah lirik lagu. 5. Fokus yang holistik. Alih-alih mengarahkan perhatiannya pada satu atau dua variabel yang terisolasi, peneliti kualitatif cenderung berorientasi pada aktivitas, pengalaman, keyakinan dan nilai dari orang-orang yang cakupannya luas dan saling berhubungan, dalam konteks tempat mereka diposisikan. 6. Fleksibel. Prosedur riset mungkin tidak terstruktur, bisa diubah, dan kadang-kadang bersifat spontan. Seringkali proses riset bahkan dianggap “berantakan” saat peneliti berusaha membongkar kompleksitas dunia sosial. 7. Proses. Riset kualitatif jarang menyediakan gambaran statis dari suatu fenomena. Sebagai gantinya, ia bertujuan menangkap proses-proses yang berlangsung dari waktu ke waktu. 8. Latar alami. Secara keseluruhan penyelidikan kualitatif dilaksanakan di lingkungan yang alami. 9. Induktif, baru deduktif. Riset kualitatif cenderung diawali dengan pemikiran induktif. Kemudian, melalui proses yang berurutan, dilanjutkan dengan menerapkan pemikiran deduktif. Itulah karakter-karakter yang menjadi identitas dalam penelitian kualitatif dan sesuai dengan salah satu karakternya yaitu fleksibel, bahwa apa yang disebutkan diatas bisa berubah sesuai dengan proses penelitian yang akan dilakukan. 3.1.2 Pertimbangan Melakukan Penelitian Kualitatif Namun yang terpenting dari semua itu adalah tentang argumentasi mengapa melakukan penelitian kualitatif, pertanyaan mendasar ini dilontarkan oleh Strauss dan Corbin (1997). Pertanyaan tersebut juga sangat relevan jika dikaitkan dengan penelitian ini. Setidaknya terdapat dua alasan yang mendasari perlunya melakukan penelitian kualitatif. Pertama, “karena sifat masalah itu sendiri yang mengharuskan menggunakan penelitian kualitatif. Misalnya, penelitian yang bertujuan menemukan sifat suatu pengalaman seseorang dengan suatu fenomena, seperti gejala kesakitan, konversi agama atau gejala ketagihan” (Basrowi, 2002;8). Alasan yang kedua, yang melandasi penelitian ini harus menggunakan penelitian kualitatif yaitu karena penelitian bertujuan untuk memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk diketahui atau dipahami. Dalam hal ini penulis mencoba untuk menguak makna pesan yang tersembunyi dalam teks wacana lirik lagu “Ada Mereka di kepala” karya grup band Goodbye Lenin. Disamping itu, metode kualitatif diharapkan mampu memberikan suatu penjelasan secara terperinci tantang fenomena yang sulit disampaikan dengan metode kuantitatif. 3.2 Pendekatan Analisis Analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan pendekatan analisis wacana yaitu seperangkat prinsip metodologis yang luas, diterapkan pada bentukbentuk ujaran/percakapan dan teks, baik yang terjadi secara alamiah maupun yang telah direncanakan sebelumya. “Analisis wacana menempatkan bahasa atau wacana bukan semata-mata alat untuk memproduksi dan mengirimkan makna/pesan. Bahasa atau wacana merupakan strategi yang digunakan orang-orang dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu” (Daymon dan Holloway, 2008; 219). Melalui analisis wacana realitas sosial dinggap memiliki wajah ganda dalam artian bahwa kebenaran bukan merupakan sesuatu yang bersifat tunggal. “Kebenaran selalu dipengaruhi oleh konteks yang didalamnya melibatkan proses evaluasireevaluasi, posisi-reposisi dan negosiasi-renegosiasi” (Basrowi, 2002; 236). Struktur yang melingkupi realitas bukanlah satu-satunya variabel yang mendorong individu untuk merumuskan kebenaran, sifat individu tidak pasif namun secara aktif melakukan interpretasi atas struktur itu sendiri. Bahkan secara kreatif individu sebagai agent melakukan negosiasi atas wacana yang dikonstruksinya sesuai dengan harapan-harapan dan pengalaman subjektifnya sebagai individu unik. Secara umum, peneliti yang menggunakan pendekatan ini menganggap bahwa : Teks-teks sosial (yakni wacana yang didalamnya juga termasuk teks lirik dalam sebuah lagu), tidak melulu merefleksikan atau mencerminkan objek, peristiwa dan kategori yang telah ada dalam dunia sosial dan alam. Teks-teks tersebut secara aktif mengkonstruk sebuah versi dari hal-hal tersebut. Mereka tidak hanya menggambarkan berbagai hal; mereka melakukan banyak hal. Dan dengan aktif melakukan semua itu, teks-teks tersebut mempunyai implikasi sosial dan politis (Potter dan Watherell, 1987; 6 dalam Daymon dan Holloway, 2008; 219).” Berangkat dari pernyataan diatas, penulis meyakini bahwa dengan menggunakan analisis wacana, teks lirik dalam sebuah lagu yang hendak diteliti akan mampu diinterpretasikan. Konstruksi versi dari objek yang merupakan cerminan realita seperti yang dijelaskan dalam pernyataan itu akan dibongkar dan ditelaah lebih jauh dengan menggunakan pisau bedah analisis wacana. Analisis wacana dibutuhkan karena masalah kebahasaan tidak cukup diselesaikan hanya dengan pendekatan linguistik, tetapi memerlukan pertimbangan-pertimbangan non-linguistik, misalnya konteks percakapan, tindak tutur, prinsip interpretasi lokal, prinsip analogi dan sebagainya. Kedua, kabutuhan akan hadirnya kajian. 3.2.1 Analisis Wacana Kritis Sebelum memahami seperti apa Analisis Wacana Kritis, perlu diketahui terlebih dahulu tentang bagaimana bahasa sebagai objek utama dalam kajian analisis wacana dipandang. Cara pandang serta cara memposisikan bahasa dalam realitas akan mempengaruhi bagaimana analisis dilakukan terhadapnya. Terdapat tiga perspektif yang dikenal dalam melakukan analisis Wacana : (1) Postivisme-empiris, (2) Konstruksivisme dan (3) Kritis. Dalam perspektif kaum positivisme-empiris, bahasa dipandang sebagai sebuah manifestasi atas realitas yang ditangkap oleh individu secara langsung untuk kemudian diekspresikan dalam struktur kebahasaan tanpa adanya distorsi dan miss interpretasi, sejauh apa yang diekspresikan tersebut sesuai dengan tata-cara aturan baku pembentuk bahasa, logis, sesuai dengan kaidah sintaksis serta terkait erat dengan pengalaman empiris, maka hal tersebut telah dianggap mewakili realitas kebenaran. Dalam perspektif ini terdapat garis demarkasi yang jelas antara realitas dan pemikiran, sehingga dengan asumsi seperti demikian, terdapat konsekuensi logis tentang cara melakukan analisis wacana. Bahwa dalam perspektif ini orang tidak perlu meneliti celah subjektivitas atau nilai-nilai yang mendasari suatu wacana dari individu sebagai produsen wacana tersebut, karena memang dalam pandangan yang positivistik individu subjektivitasnya. dianggap “Dalam tidak pandangan memiliki ini, ruang wacana untuk menginjeksi dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa dan mencapai pengertian bersama. Wacana lantas diukur dengan pertimbangan kebenaran/ketidakbenaran (menurut sintaksis dan semantik)” (Eriyanto, 2001; 4). Pandangan yang kedua disebut konstruksivisme. Berbeda dengan pandangan postivisme-empiris yang memisahkan subjek dan objek bahasa, kosntruksionisme justru melihat bahwa subjek memiliki keterkaitan yang erat dengan objek bahasa, bahkan secara lebih substansial lagi, pandangan ini menempatkan subjek sebagai faktor sentral yang membentuk bahasa serta hubungan-hubungan sosialnya. Bahasa tidak lagi dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif semata dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. “Terdapat faktor subjektivitas dari individu yang memiliki fungsi kontrol untuk memasukan maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana” (Hikam dalam Eriyanto, 2001; 5). Bahasa dalam paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh pernyataanpernyataan bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna. Oleh karena itu, analisis wacana dimaksudkan untuk membongkar maksudmaksud dan makna-makna tertentu. Wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Jika pandangan positivis-empiris di analogikan sebagai tesis, dan konstruksionis sebagai anti-tesisnya, maka yang menjadi sintesanya adalah pandangan kritis, karena memang pandangan ini lahir sebagai kritik dari pandangan konstruksivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan repproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Masih dalam buku “Analisis Wacana” karya Eriyanto, A. S. Hikam menyebutkan bahwa : Pandangan konstruksivisme masih belum menganilisa faktor-faktor hubungan kekuasaan yang inheren dalam setiap wacana, yang pada gilirannya berperan dalam membentuk jenis-jenis subjek tertentu berikut perilaku-perilakunya. Hal inilah yang melahirkan paradigma kritis. Analisis wacana tidak dipusatkan pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada analisis konstruktivisme. Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Bahasa disini tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak diluar diri si pembicara. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa (Hikam dalam Eriyanto, 2001; 6). Pada perkembangannya kemudian pandangan kritis menerapkan analisis wacana dengan istilah Critical Discourse Analysis (CDA), hal ini untuk membedakan dengan dua perspektif sebelumnya Discourse Analysis (DA). Menurut Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis melihat wacana –pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan- sebagai bentuk dari praktik sosial. Dengan menggambarkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis diantara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi dan struktur sosial yang membentuknya. Pada akhirnya analisis wacana kritis memang menggunakan bahasa dalam teks untuk diteliti, namun bahasa yang diteliti disini berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa bukan hanya semata diteliti dari aspek kebahasaan, tetapi dihubungkan juga dengan konteks. Konteks disini berarti bahasa digunakan untuk tujuan praktik tertentu. Termasuk didalamnya praktik kekuasaan. Terdapat lima pendekatan dalam analisis wacana kritis, kelima pendekatan ini diringkas dari Norman Fairclough dan Ruth Wodak, “Critical Discourse Analysis” dalam Eriyanto “Analisis Wacana” (2001; 15-20) : 1. Analisis Bahasa Kritis (Critical Linguistic) Lahir dari sekelompok pengajar di Universitas East Angelia pada periode 1970-an. Analisis ini memfokuskan kajiannya terhadap hubungan antara pemilihan, penggunaan dan pengungkapan bahasa dengan muatan ideologi tertentu. Dalam titik tertentu ideologi yang terdapat dalam suatu wacana menunjukan bagaimana satu kelompok berusaha memenangkan dukungan publik, dan bagaimana kelompok lain berusaha dimarjinalkan. 2. Analisis Wacana Pendekatan Prancis (French Discourse Analysis) Pecheux adalah orang yang pertama kali memperkenalkan pendekatan ini. Menurutnya bahasa adalah medan pertarungan melalui berbagai kelompok dan kelas sosial tertentu yang berusaha menanamkan keyakinan dan pemahamannya. Pecheux memusatkan perhatiannya pada efek ideologi dari formasi diskursif yang memposisikan seseorang sebagai subjek dalam situasi sosial tertentu. 3. Pendekatan Kognisi Sosial (Sicio Cognitive Approach) Teun A. Van Dijk sebagai pencetus pendekatan ini melihat faktor utama sebagai elemen utama dalam sebuah produksi wacana. Wacana bukan hanya dilihat dari strukturnya semata, melainkan juga dilihat dari bagaimana wacana tersebut di produksi. Proses produksi wacana itu menyertakan suatu proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Dari analisis teks misalnya bisa diketahui bahwa wacana cenderung memarjinalkan kelompok minoritas dalam pembicaraan publik. 4. Pendekatan Perubahan Sosial (Sociocultural Change Approach) Analisis wacana ini terutama memusatkan perhatian pada bagaimana wacana dan perubahan social. Wacana melekat dalam situasi, institusi dan kelas social tertentu. Memaknai wacana demikian menolong menjelaskan bagaimana wacana dapat memproduksi dan mereproduksi status-quo dan mentransformasikannya. 5. Pendekatan Wacana Sejarah (Discourse Historical Approach) Lahir dari hasil pemikiran sekelompok pengajar di Vienna di bawah Ruth Wodak. Wacana disini disebut historis, karena menurut Wodak analisis wacana harus menyertakan konteks sejarah bagaimana wacana tentang sesuatu kelompok atau komunitas digambarkan. 3.2.2 Pendekatan Analisis Wacana Teun A. Van Dijk Dari kelima pendekatan analisis wacana kritis yang telah coba penulis uraikan secara singkat diatas, penulis akan menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Teun A. Van Dijk atau Pendekatan Kognisi Sosial (Socio Cognitive Approach) dalam menguraikan makna pesan yang tedapat dalam penelitian ini. Menurut pandangan ini wacana bukanlah suatu hal yang tidak terikat dan bebas nilai. Wacana terbentuk dari berbagai macam konstelasi dan merupakan bagian kecil dari struktur besar masyarakat. Serta yang paling penting bahwa bahasa merupakan hasil dialektis dari kognisi saat produksi bahasa itu dilakukan. Wacana merupakan produk yang lahir berdasarkan kandungan-kandungan konginitif si pembuatnya, bagaimana cara individu melihat realitas untuk kemudian di wacanakan akan mempengaruhi wacana yang lahir kemudian. Jadi selain adanya pergulatan berbagai macam kepentingan (termasuk didalamnya praktik kekuasaan), wacana juga adalah hasil kognitif si pembuatnya. Terlebih lagi, jika kita mengaitkannya dengan penelitian ini, dimana lirik lagu “Ada Mereka di kepala” karya grup band Goodbye Lenin adalah merupakan hasil dari proses pengkonstruksian realitas yang dilakukan melalui tiga momen – internalisasi, eksternalisasi dan obyektivasi- (lihat Berger dan Luckman; 1991; 185) dalam kognitif pembuat lirik. Selain itu dalam lirik ini memiliki kandungan pesan yang berisikan kritik sosialnya atas kondisi Negara dan masyarakat hari ini yang tertindas dan terhisap. Van Dijk melihat bahwa wacana bukan hanya sebidang teks kosong tanpa makna yang dianggap sudah mewakili kebenaran saat struktur pembentuk bahasa (sintaksis dan semantik) telah dipenuhinya. Lebih jauh dari itu Van Dijk melihat bahwa wacana merupakan sebuah kajian yang memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin disampaikan pembuatnya. Dan dengan menggunakan pendekatan analisis inilah Van Dijk berusaha membongkar makna-makna yang secara implisit terkandung dalam kesatuan wacana tersebut. Wacana oleh Van Dijk digambarkan memiliki tiga bangunan dimensi : Teks, Kognisi Sosial dan konteks (Eriyanto, 2001; 225). Inti dari pendekatan Van Dijk adalah untuk mengelaborasi ketiga dimensi ini ke dalam kesatuan analisis. Menurut van Dijk ketiga dimensi tadi memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi sebagai hasil yang merupakan suatu wacana. Gambar 2 : Model Analisis Wacana Teun A. Van Dijk (Sumber : Eriyanto, 2001; 225) Pada dimensi Teks, fokus penelitiannya bertumpu pada strutur teks tersebut yang memanfaatkan analisis linguistik (kosakata, kalimat, proposisi dan paragraf) untuk menjelaskan dan memaknai suatu wacana, yang jika dihubungkan dengan penelitian ini, bahwa teks dalam lirik lagu dilihat dari struktur kebahasaannya. Walaupun tidak ada kesepakatan bersama tentang struktur baku yang menjadi landasan membuat suatu lirik lagu, setidaknya ada aturan-aturan tertentu yang tidak tertulis tentang bagaimana agar sebuah lirik lagu tersebut dapat dengan mudah diterima oleh khalayak dan sekaligus juga menggugah kesadarannya untuk lebih memahami secara kognitif tentang karya musik yang dibuat, seperti halnya Judul, Intro, reffrein dan penutup lagu. Dimensi Kognisi, merupakan penjabaran yang menjelaskan pada proses saat teks tersebut di produksi dan di reproduksi oleh pembuat teks. Dalam arti bahwa perspektif pembuat teks dalam melihat realitas dan bagaimana cara ia memaknai realitas tersebut akan melahirkan teks yang diintervensi perspektifnya tersebut. Hal inilah yang disebut oleh Van Dijk sebagai aspek kognisi sosial. Melalui dimensi ini kita bisa melihat sejauh mana dan bagaimana grup band Goodbye Lenin -sebagai pembuat lirik lagu Ada Mereka di kepala- dalam mengejawantahkan kognisinya terkait dengan cara bagaimana mereka memahami realitas. Apa yang ditulis dalam lirik lagu tersebut adalah gambaran mindset mereka dan ekspektasinya terhadap kebenaran realitas yang mereka tangkap. Dimensi yang terakhir yaitu konteks berkaitan erat dengan analisis sosial, disini wacana dihubungkan dengan struktur yang lebih besar dan pengetahuan yang berkembang di masyarakat tentang suatu wacana. Konstruksi wacana dalam pola pikir masyarakat terkolektifkan dalam suatu kecenderungan pembuatan wacana tertentu. Konteks dalam analisis wacana Van Dijk merupakan penopang diluar teks tersebut, karena dalam asumsi analisis kritis teks tidak mungkin sesuatu yang mandiri dan berdiri sendiri, selalu ada keterkaitan dengan hal-hal yang berada diluar teks seperti, latar dalam pembuatan lirik lagu, setting sosial tempat lagu tersebut diproduksi dan atau praktik kekuasaan yang mempengaruhinya. Van Dijk mengklasifikasikan teks dalam tiga strata, berikut ini adalah tingkatan-tingkatan dalam teks yang masih dikutip dari Eriyanto : Gambar 3 : Struktur Teks Analisis Wacana Teun A. Van Dijk (Sumber : Eriyanto, 2001; 227) Berikutnya akan diuraikan satu per satu elemen dari analisis wacana Teun A. Van Dijk, dalam bentuk tabel dibawah ini : Tabel 1 Elemen Analisis Wacana Teun A. Van Dijk (Sumber : Eriyanto, 2001; 228) STRUKTUR WACANA HAL YANG DIAMATI ELEMEN Tematik Struktur Makro Tema/topik yang di Topik kedepankan dalam suatu berita. Skematik Bagimana bagian dan urutan Super Struktur berita diskemakan dalam Skema teks berita utuh. Semantik Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita. Misal dengan memberi detil pada satu sisi atau membuat eksplisit satu Struktur Mikro sisi dan mengurangi detil Latar sisi lain. Retoris Struktur Mikro Bagaimana dan dengan cara Metafora penekanan dilakukan 3.2.3 Pertimbangan Menggunakan Model Analisis Wacana T. A. Van Dijk Dari sekian banyak model analisis wacana, mungkin model analisis yang dikembangkan oleh Van Dijk inilah yang paling sering diaplikasikan. Selain karena kepraktisannya, model ini juga dinilai lebih bisa mengakomodir kebutuhan untuk melakukan analisis wacana yang komprehensif, dari mulai analisis dalam dimensi teks sampai pada analisis pada tataran konteksnya. Sehingga dari hasil elaborasi dari tiap dimensi analisis yang dilakukan mampu menghasilkan penelitian yang lebih baik. Dalam melakukan penelitian ini, beberapa pertimbangan penulis gunakan sebelum akhirnya memutuskan menggunakan model Van Dijk sebagai instrument analisis yang utama. Selain beberapa pertimbangan yang telah penulis ungkapkan diatas, ada beberapa pertimbangan lain yang melatar belakangi mengapa penulis menggunakan model ini. Dengan menggunakan model Van Dijk ini penulis, bisa mengekplorasi temuan-temuan dalam dimensi teks, karena dalam model Van Dijk, unit analisis yang digunakan menjangkau elemen terkecil dalam suatu teks (Analisis Struktur Mikro). Hal tersebut menjadi penting mengingat objek yang penulis teliti bukanlah wacana dalam sebuah pemberitaan, namun sebuah lirik lagu, dimana dalam sebuah karya seni biasanya banyak terdapat kata-kata kiasan atau metaphor, dan melalui model inilah penulis bisa menganalisisnya. Selain tentunya penulis juga memerlukan unit analisis yang lebih luas seperti tema dan skema teks wacana. Selain faktor internal dalam sebuah wacana yaitu teks, penulis pun ingin mengatahui sejauh mana peran faktor-faktor ekternal dari wacana tersebut dalam pembentukan makna, yakni produsen (pembuat) wacana dan konteks wacana tersebut. Melalui model analisis Van Dijk ini, kedua hal tersebut mendapat fokus perhatian yang cukup besar (dengan menyertakan analisis dalam tataran kognisi dan konteks sosial). Hal ini yang kemudian mendorong penulis menggunakan model Van Dijk ini. Seperti yang telah diungkapkan diatas, analisis wacana pada model yang diutarakan Van Dijk pada dasarnya digunakan untuk menganalisa wacana-wacana dalam teks pemberitaan dalam suatu media, namun dalam perkembangannya model ini bisa pula digunakan pada wacana lain diluar pemberitaan, selama objek yang ditelitinya itu adalah sebuah wacana maka model Van Djik ini bisa digunakan seperti halnya penelitian ini yang menganalisa wacana lirik dalam sebuah lagu. Namun karena memiliki struktur bangun yang berbeda dengan teks berita pada umumnya maka peneliti membatasi teori yang digunakan untuk menyesuaikan objek teks yang diteliti karena teks berita dan teks lirik lagu memiliki perbedaan karakter dalam mencapai makna pesan. Sifat flexible dan aplikatif dari model ini juga turut menjadi pertimbangan peneliti dalam menggunakan model analisis wacana Teun A. Van Dijk ini. BAB IV OBJEK PENELITIAN Pada bab ini penulis mencoba untuk memaparkan secara lebih mendetail mengenai objek yang dijadikan sumber penelitian. Objek penelitian yang dimaksud, adalah sebuah lirik lagu yang berjudul “Ada Mereka Di Kepala” karya grup band Goodbye Lenin. Selain memaparkan lirik tersebut, penulis juga akan mencoba, memberikan profile singkat mengenai grup band Goodbye Lenin dan juga profile para narasumber partisipan yang penulis wawancarai. 4.1 Lirik Lagu “Ada Mereka Di Kepala” Seperti telah disinggung dalam bab-bab sebelumnya, secara eksplisit dan dari pemahaman sekilas, lirik lagu “Ada Mereka Di kepala” yang diciptakan oleh Very, Gitaris dari Goodbye Lenin, akan mengantarkan kita pada suatu isu yang hendak coba disuarakan oleh mereka yaitu tentang permasalahan sosial yang dialami oleh para buruh kaum tani dan kaum miskin kota di negara ini yang diakibatkan oleh penghisapan Imprealisme. Lagu ini sendiri dipopulerkan oleh salah satu Grup Band yang cukup besar dalam scene music indie asal Bandung yaitu Goodbye Lenin. Album Ep dari Goodbye Lenin yang berjudul “Ruang Plastik” adalah album yang memuat lagu ini. Dirilis pada pertengahan tahun 2009, album “Ruang Plastik” ini mendapat respon yang positif dari para penggemarnya. Dengan balutan musik yang dinamis dan bertempo cepat (up-beat), lagu “Ada Mereka Di kepala”, memberikan flash pada yang mendengarkannya tentang situasi sosial kita yang seolah diburu oleh keadaan. Berikut ini adalah lirik lengkap dari lagu berjudul “Ada Mereka Di Kepala” karya grup band “Goodbye Lenin” : Ada Mereka Di Kepala Infrastruktur mengancam tanah subur Menggenggam kepalsuan Tersisa karna harta dunia Garis imprealisme, garis feodalisme Capital birokrat yang semakin membunuh jiwa Harus dilawan Teriak mencoba pahami rasa Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa Garis imprealisme, garis feodalisme Capital birokrat yang semakin membunuh jiwa Harus dilawan Teriak mencoba pahami semua Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa Teriak mencoba pahami semua Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa Berlawan segala bentuk ketidak adilan (www.myspace.com/gdblenin) Lagu ini sendiri sebenarnya diinspirasi pada saat aksi satu Mei atau di sebut May Day. Dimana para demonstran yang terdiri dari Buruh, Petani Kecil, Buruh Tani, Kaum miskin kota, Mahasiswa dan perempuan yang tergabung dalam alinsi FPR (Front Perjuangan Rakyat) melalukan long mach dari gedung sate menuju Balai Kota, mereka memperjuangkan hak mereka yang selama ini tidak di perhatikan oleh pemerintah, isu yang mereka angkat mengenai penolakan terhadap UUK No.13 tahun 2003 yang bersifat sangat eksploitatif terhadap buruh yang belum di hapuskan sampai sekarang, bahkan diperparah ketika tahun lalu (2008) dikeluarkan juga SKB 4 menteri yang juga berdampak pada ketidak jelasan kesejahteraan hidup para pekerja. Dan menuntut UUPA No.5 Tahun 1960 yang menjadi panduan pokok pelaksanaan Reforma Agraria Sejati agar direalisasikan secara konsisten oleh pemerintahan manapun. Cerita di balik lagu ini menjadi menarik bagi peneliti untuk ditelaah lebih jauh, mengingat saat ini kancah musik Indonesia terutama yang termasuk dalam mainstream label tidak banyak yang mengangkat isu-isu atau wacana tentang masalah sosial, apalagi yang berbicara tentang kesejahteraan buruh dan tani. Banyak kalangan, baik yang berasal dari sesama musisi atau orang awam yang mengakui bahwa hari ini, kondisi dunia musik Indonesia tengah berada dalam titik nadirnya. Hal ini bisa dilihat dari muatan atau kualitas musik yang saat ini tengah menjadi komoditas primadona pasar adalah musik-musik yang hanya berbicara seputar masalah cinta, sakit hati, pengkhianatan, perselingkuhan dan hal-hal remeh lainnya dengan lirik-lirik yang cengeng dan mendayu-dayu. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan hal demikian, karena musik adalah masalah selera baik dari si pembuatnya maupun orang yang mendengarnya, namun ketika keadaannya menjadi seragam dan hampir semua musisi kita menyuarakan masalah yang sama maka hal ini menjadi “menjemukan” dan “sangat ironis”. Kreatifitas dalam bermusik hanya terkungkung oleh urusan cinta dan cinta, padahal permasalahan bangsa ini jauh lebih besar dari itu dan inilah letak ironisnya karena permasalahan-permasalahan yang lebih mendasar tersebut tidak tersentuh sama sekali oleh para musisi kita. Terakhir mungkin hanya Iwan Fals dan Slank yang masih dikenal luas oleh publik yang tetap mampu menjadikan musiknya sebagai sarana kritik dan kontrol sosial, walaupun saat ini mereka pun semakin menjerumuskan idealis bermusiknya pada permintaan pasar. Dan dalam kondisi seperti itu, munculah “Goodbye Lenin” dengan salah satu lagu nya yakni “Ada Mereka Di Kepala” yang melabrak semua pakem dalam industri musik baik dalam arus mainstream dan indie sekalipun, yang mengangkat tema tentang tuntutan kesejahteraan hidup kaum yang semakin termarginalkan di negara ini yaitu buruh dan tani. Lagu “Ada Mereka Di Kepala”, seolah menjadi oase penyegar dalam kancah musik di tanah air yang gersang akan tema-tema sosial. Tidak banyak memang perubahan yang akan terjadi hanya melalui sebuah lagu seperti lagu ini. Namun setidaknya, melalui lagu-lagu yang mengangkat permasalahan sosial, apalagi permasalahan yang cukup substansial bagi bangsa ini, maka setidaknya masyarakat atau orang-orang yang mendengarkan lagu ini, bisa meresapi dan menyadari bahwa sebenarnya negara kita hari ini tidak sedang baik-baik saja. Bahwa hari ini, kita sebenarnya tengah terhisap oleh para penindas ekonomi dan bahkan di seluruh bidang kehidupan lainnya. Bahwa di negara kita yang kaya ini, saudara kita buruh dan tani masih didera kebingungan akan nasibnya yang semakin tak menentu. Semoga dengan hadirnya lagu-lagu yang mewacanakan nasib mereka yang teralienasikan di negeri ini, perubahan bisa dirintis, walau dari hal yang kecil seperti lagu “Ada Mereka Di Kepala” ini. Profile Band Goodbye Lenin 4.2 Goodbye Lenin didirikan oleh tiga orang mahasiswa resah yang bertemu di sebuah klub menulis (cinta kata) di kampus Universitas Islam Bandung (UNISBA). mereka adalah Opick Marshall (Vocal/gitar/piano), Verry (Lead Gitar/Programming), Arvi (Drum). Lahir pada bulan Mei 2007, Goodbye Lenin adalah Band yang mencoba memainkan musik pop yang sedikit eksperimental. Nama Goodbye Lenin sendiri di sadur dari sebuah Film karya Wolfgang Becker pada tahun 2003. Mereka memilih nama tersebut untuk merepresentasikan kebebasan dan idealisme dalam bermusik. Lirik lagu-lagu Goodbye Lenin meneriakan tentang kritikan-kritikan pedas terhadap sistem yang ada, Goodbye Lenin memang tidak membuat lagu cinta seperti halnya Group Band ST12. Tapi itu bukan berarti mereka anti terhadap tema cinta, justru karena kecintaan mereka begitu besar terhadap negeri inilah yang membuat mereka bisa menghasilkan lirik-lirik yang pedas dan menyengat, simak saja lagu “Ruang Plastik” yang menggambarkan masyarakat yang terperangkap dalam budaya konsumtif. Agaknya akan lebih tepat menyebut Goodbye Lenin sebagai pergerakan melalui media musik, ketimbang menyebut mereka sebagai sebuah band. Dalam situs myspace resmi mereka disebutkan bahwa karakter bermusik band ini dipengaruhi oleh beberapa musisi internasional seperti; Jon Anderson, Peter Gabriel, The Beatles, Smashing Pumpkins, Bjork, Radiohead, Eksplosion in The sky, Star sailor, Mute Math, Copeland, Sean Lenon, Mew, M83, Sugar ros, Aqualung, Bob Marley. Sedangkan beberapa musisi nasional yang turut berperan dalam pembentukan karakter musik Goodbye Lenin adalah; Iwan Fals, Ary Juliant, RNRM, Sore, Santamonica dan Zeke and The Popo, Polyester Embassy, Pure Saturday. (www.myspace.com/gdblenin). Namun walaupun influence musik mereka sangat beragam, band ini tidak malu untuk mengakui bahwa musik Goodbye Lenin, berasal dari roots pop yang sedikit eksperimental. Hal ini bisa kita lihat dari notasi nada yang mereka gunakan, terdengar mirip-mirip seperti musik Mew pada umumnya, layaknya gaya progresif Indonesia era tahun 90an, seperti musik Star Sailor pada masa tahun 90an . Goodbye Lenin sendiri mulai dikenal luas oleh publik pada saat lolos di Final indie Fest enam Regional Bandung tahun 2008. Hampir di semua lagu yang diciptakan oleh Goodbye Lenin pasti memiliki muatan sosial tertentu. Pada Album Ep, kita bisa melihat bagaimana mereka berbicara mengenai konsumerisme yang menggejala di Indonesia melalui lagu “jangan Sentuh Dia”, kemudian ada juga lagu yang didedikasikan untuk Widji Tukul, seorang aktivis yang hilang pada saat rezim Soeharto berjudul “Diatas luka Mereka bicara tentang sejarah” yang menuai banyak pujian. Selain itu ada pula lagu yang menyoroti dan mengkritisi tentang pemilu Presiden tahun 2009 kemarin “Terang” dan masih banyak lagi lagu kreatif lainnya yang menyoroti berbagai hal dalam kehidupan kita yang kadang luput dari pengamatan para musisi Indonesia yang cenderung pakem pada permintaan pasar bukan pada idealisme mereka. Kejeniusan dalam bermusik tidak harus selalu diidentikan dengan skill musik tingkat tinggi layaknya Jimmi Hendrix, tapi dengan muatan lirik bermakna dan sarat pesan positif, Goodbye Lenin telah menjadi salah satu band paling signifikan di Indonesia saat ini, seperti yang diucapkan oleh Agung Toro Trianto, seorang jurnalis musik, dalam Grey Magazine : “Goodbye Lenin ini yang membuat saya bersemangat kembali melihat masa depan musik lokal. This is fukking beautiful, musically and lyrically. Selain berani menawarkan genre musik yang berbeda dalam musik pop, Goodbye Lenin juga sarat dengan pesan positif tanpa menggurui. Sangat moderat, juga cerdas. Quite easy listening. Plus, mereka memiliki nama band yang sangat keren untuk saat ini, 'Goodbye Lenin'...Damn.” (Toro, Grey magazine 26/2009) 4.2.1 Diskografi Goodbye Lenin Berikut ini adalah diskografi atau daftar album dan lagu yang pernah dibuat oleh Goodbye Lenin : Album Ep “Goodbye Lenin” (Oktober 2009) 1. Terang 2. Ada Mereka Di Kepala 3. We Are The Kites 4. Ruang Plastik 5. Bisa 6. Jangan Sentuh Dia 7. Teknologi membawa Luka 8. Bumi Meretas Sadar 9. Script End sine 10. Diatas Luka Mereka bicara Tentang Sejarah 11. Akhir Episode Mimpi Profile Partisipan 4.3 Selain melakukan wawancara dengan key informant yakni Goodbye Lenin, penulis juga melakukan wawancara dengan seniman lain dan masyarakat yang concern terhadap masalah-masalah yang terdapat dalam wacana lirik lagu yang penulis teliti. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan keberagaman tanggapan atas wacana yang terdapat lirik lagu tersebut. Berikut ini adalah profile para partisipan tersebut. 4.3.1 Profile Dimas Wijaksana ( Band Mr. Sonjaya) Dimas dengan nama asli Dimas Sonjaya yang lahir di Bandung pada tahun 1980 ini kerap kali enggan disebut seniman atau budayawan. Dimas Wijaksana adalah seorang musisi asal Bandung yang sangat concern atas penderitaan kaum yang termarginalkan di negara ini. Tak penting memahami penampilannya yang tidak rapih terkesan gembel atau rambutnya yang tidak pernah berubah, ia pun tetap ceriwis, yang harus dipahami dari Dimas Wijaksana adalah syair dan warna musiknya benarbenar khas tapi tidak jenuh, nyinyir tetapi kritis, ringan tapi berbobot, menyakitkan namun penuh perenungan, greget dan sarat makna. Satu lagi, ia kerap menyuarakan hati nurani kaum tertindas, mulai dari petani sampai PKL. Suatu kali ia bercerita tentang tanah petani yang digusur, perkotaan yang kisruh, peraturan pemerintah yang menyakitkan, lalu lahirlah lagu berjudul ”Ironi Bangsaku”. Lagu itu kerap ia nyanyikan di mana saja, baik dalam konser tunggal maupun bersama, atau pada saat ia sendirian minum segelas kopi hangat, maka publik musik Bandung menyebutnya sebagai Si manusia skip. Lirik lagu yang sederhana, namun kaya makna. Lirik yang diciptakan Dimas Wijaksana ini kerap dinyanyikan oleh para aktivis gerakan seluruh Indonesia dalam acara teater yang berhubungan dengan penindasan kaum kapitalis (Tuan tanah dan pemodal) terhadap kaum proletar (buruh tani). Lagu yang paling dicintainya adalah “ Indusrialis Muda”. Dalam pandangan pria berambut pendek ikal tidak terurus ini, indusrialis muda di ciptakan bagi kawannya yang kerja menjadi buruh pabrik, yang di beri upah murah, dan selalu mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dari atasannya. Enam tahun Dimas Wijaksana mencari jati diri, menolak rekaman, bersembunyi dari publikasi tapi tetap bermain musik, sikap dan cintanya pada tanah air menjadi proses penting dari perjalanan hidupnya. Dimas, sepi di panggung layar kaca dan dari gemerlap lampu-lampu kota, namun lagunya dipuja oleh seluruh rakyat indonesia yang menyadari ketertindasannya. Lirik dengan nada yang sulit diduga serta susah ditiru itu telah menyadarkan kita untuk mencintai tanah air seperti mencintai diri kita sendiri. Indonesia harus bangga memilki seniman sepertinya, dimana ia tak begitu saja menjual karya-karyanya demi kekayaan pribadi yang semu. Dimas adalah seniman yang dibutuhkan Indonesia. Berikut ini adalah daftar lagu yang pernah dibuat oleh Dimas : Foreman On The, Jam 7 Pagi, Centang Perenang, industrialis Muda, Ironi Bangsaku, Penjerit Malam, Malam Minggu, . 4.3.2 Profile Eky Darmawan ( Band RNRM) Satu album berjudul Out Box menjadi suatu pembuktian mengenai produktivitas dan konsistensi seorang Eky Darmawan. Eky Darmawan adalah seorang musisi yang setia dengan genre musik rakyatnya atau biasa kita sebut folk, techno, jazz, Rock, dan pop. Eky memulai semua karya kreatifnya dari sejak tahun 2003. Saat itu ia masih merupakan musisi dari salah satu band yaitu Polyester Emmbassy dengan membawakan musik-musik, sougest, pop, instrumental. Eky Darmawan lahir di Bandung pada 24 Juli 1982, sejak tahun 2003 ia bergabung dengan Rock N Roll Mafia (RNRM). Rekaman indie labelnya pertama kali di rilis pada tahun 2004. Menurut seniman multi talenta ini, kecintaan pada musik campuran antara jazz, rock, dan tekhno karena melalui musik seperti itu, di jaman Globalisasi ini kita bisa menyalurkan aspirasi kita, memuat berbagai pesan, sehingga pada akhirnya akan bermanfaat bagi rakyat kebanyakan. Karya-karya yang dilahirkan oleh Eky Darmawan sebagain besar didominasi oleh tema-tema tentang kritik sosial, alam dan lingkungan serta masalah-masalah kehidupan yang lain. Eky Darmawan sendiri menolak untuk dipanggil sebagai seorang musisi atau seniman. Ia lebih nyaman dengan sebutan gerilyawan kesenian, hal ini mengacu pada konsep seni nya yang memang sering melakukan konser gerilya, dalam artian Eky sering melakukan konser dimana-mana. Apa yang ia lakukan sebetulnya adalah untuk mendorong potensi-potensi yang ada di masyarakat bawah yang memang tidak memiliki ruang yang luas untuk berekspresi. Pada Juli 2008, misalnya, dia melakukan aksi protes guna menolak tayangan Televisi-televisi indonesia yang tidak mendidik bagi masyarakat . Dalam aksinya ketika itu, Eky mendendangkan lagu “Television”, dari Tanah Air hingga beragam negeri. Seperti Belanda (Rotterdam), Belgium, Singapura, Samarinda, Bali, Makassar, lampung, jogja, solo, Jakarta, Surabaya, dan Bandung. BAB V PEMBAHASAN Seperti telah dijelaskan di BAB I, pada bagian pembahasan masalah dalam penelitian ini akan menggunakan pendekatan Analisis Wacana model Kognisi Sosial Teun A. Van Dijk. Adapun yang dimaksud wacana dalam penelitian ini adalah berupa lirik lagu karya band Goodbye Lenin yang berjudul “Ada mereka di kepala”. Dalam model analisis wacana Van Djik ini, analisis ditekankan pada tiga tingkatan dimensi yakni dimensi teks, dimensi kognisi sosial dan dimensi konteks sosial. Pada penelitian ini, penulis juga menggunakan pendekatan interpretatif, dimana pola analisis data dan teks lirik lagu lebih ditekankan pada interpretasi penulis. Sehingga pada praktiknya, muatan subjektivitas dari penulis dalam menelaah permasalahan ini akan sangat sulit dihindari. Subjektivitas dalam penelitian ini merupakan konsekuensi logis dari pemilihan metode kualitatif yang memang menekankan pada perspektif interpretasi penulis atas makna teks wacana. Namun subjektivitas dalam penelitian ini bukanlah sesuatu kekurangan atau hal yang akan melemahkan nilai akhir dari hasil pembahasaannya, karena memang dalam dunia post-positivis yang menggunakan metodologi kualitatif, subjektivitas adalah sesuatu yang harus dimunculkan dan bahkan menjadi sesuatu kekuatan tersendiri untuk memperoleh kedalaman pemaknaan suatu masalah. Sehingga kemudian hasil dari pembahasan ini adalah data-data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis dari objek yang diamati, dalam hal ini berupa teks lirik lagu. 5.1 Analisis Dimensi Teks Dalam dimensi teks, analisis diarahkan pada struktur dari teks wacana itu sendiri. Struktur sebuah wacana tekstual menurut Van Dijk terbagi dalam tiga tingkatan, dimana ketiga tingkatan tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi yang pada akhirnya membentuk makna wacana secara keseluruhan. Ketiga tingkatan tersebut yakni, Pertama Struktur Makro, Super Struktur dan Struktur Mikro. Analisis pada tataran dimensi teks ini murni hanya akan menyandarkan penelitiannya berdasarkan data primer (teks) yakni lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala”. 5.1.1 Analisis Struktur Makro Pada bagian ini, penulis mencoba untuk melakukan analisis terhadap tema umum dari lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala” sebagai wacana teks. Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh wartawan (dalam hal ini Goodbye Lenin) dalam pemberitaannya. Topik menunjukan konsep dominan, sentral dan paling penting dari isi suatu berita. Lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala” merepresentasikan pada kita mengenai pandangan pembuat teks lirik lagu ini tentang kondisi indonesia hari ini, dimana secara umum kondisi tersebut digambarkan penuh dengan ketidakadilan, banyak masyarakat yang hidup kesusahan sementara segelintir orang hidup dalam kemewahan. Walaupun tidak secara eksplisit disebutkan, namun yang menjadi gagasan umum lagu ini adalah kondisi buruh dan tani yang semakin termarginalkan di negara ini yang selalu memihak pada kepentingan segelintir orang. Gagasan umum adalah sebagai konklusi dari bait-bait yang ada dalam kontruksi lirik lagu, seperti pada salah satu bait dibawah ini (bait 1) : Rekontruksi mengancam tanah, subur menggenggam kepalsuan.. Tersisa karena harta dunia Bait ini memberikan deskripsi pada kita tentang suasana yang sama sekali bertolak belakang dan sangat ironis. Disatu sisi segelintir orang berpesta pora, membangun berbagai pabrik, perusahaan-perusahaan yang berkepentingan hanya untuk segelintiran orang di tanah subur, yang semestinya di gunakan untuk penghijauan agar tidak terjadinya bencana banjir, bencana alam. semestinya di jadikan alat produksi bagi petani-petani miskin agar bisa bertahan hidup. malah sebalik nya pihak pemodal asing yang bekerja sama dengan pemerintah hari ini, telah memberikan kebijakan palsu dengan dalih pembangunan-pembangunan pabrik dan perusahaan itu untuk membantu masyarakat dari penganguguran, padahal dari pembangunan itu yang menyebabkan masyarakat kita tambah sengsara, kondisi buruh di upah murah yang tidak sesuai dengan tenaga yang di keluarkan, di satu sisi lahanlahan petani di jual paksa oleh pemerintah dengan harga yang murah, masih banyak penganguran, dan kerusakan alam di negeri ini semakin banyak. Gagasan ini sengaja dimunculkan oleh mereka (Goodbye Lenin) sebagai refleksi dari keadaan sebenarnya di Indonesia. Walaupun gagasan ini bertolak belakang dengan gagasan yang dimunculkan oleh penguasa (Ideologi dominan) yang menyebutkan bahwa kesejahteraan rakyat semakin membaik tapi kenyataannya tidaklah demikian, yang miskin semakin miskin dari hari ke hari. Sementara yang kaya semakin kaya dari tiap waktunya. Inilah konsekuensi dari negara yang tertindas oleh dua sistem, Imprealisme dan Feodalisme yang juga sedikit banyak digambarkan dalam lirik lagu tersebut. Dalam sebuah lirik lagu, bait merupakan subtopik yang saling berkaitan antara satu bait dengan bait lain, membentuk koherensi global untuk mendukung tema tertentu yang menjadi gagasan inti sebuah lirik lagu. Seperti salah satu bait yang penulis paparkan diatas tadi. Kemudian pada bait lainnya kita masih akan melihat gambaran kondisi yang sangat memprihatinkan bagi sebagain besar rakyat Indonesia yaitu buruh dan tani. Gambaran tersebut bisa kita temukan pada bait ke-2 dan bait ke- 3 dalam lagu “Ada Mereka Di Kepala”, yang berbunyi seperti dibawah ini : Garis Imprealisme, Garis Feodalisme Kapital birokrat yang semakin membunuh jiwa Pada bait yang berikutnya, gagasan yang dimunculkan disitu adalah tentang bagaimana posisi segelintir orang yaitu pemodal, imprealis monopoli kapitalis asing, mengeruk keuntungan di tanah negeri ini, mengkondisikan buruh yang semakin terjerat dalam sistem kerjanya. Upah rendah, PHK sepihak, jaminan kerja yang tidak maksimal, jaminan kesehatan minim, tunjangan ala kadarnya, lalu belum lagi sistem out sourching yang merugikan itu adalah beberapa hal musti dialami oleh para buruh kita. Dan inilah bentuk jeratannya, dimana dengan kondisi yang lemah tersebut buruh tidak memiliki kekuatan apapun untuk berontak, hak untuk berserikat yang merupakan kekuatan terakhir buruh, hanya dibatasi pada serikat “palsu” buatan perusahaan yang tentu saja sepaham dengan kebijakan perusahaan itu, berserikat diluar itu dianggap sebagai penghianat, perusak, bahkan kriminal. Melawan berarti ia tidak dapat menghidupi keluarganya. Kondisi ini memposisikan buruh pada kondisi yang kontradiktif. Mereka diminta berdedikasi dan loyal pada perusahaan tempat dimana mereka bekerja, sementara di lain pihak perusahaan tidak memberikan timbal balik yang layak pada mereka. Sementara pada bait yang kedua, adalah merupakan gambaran umum mengenai kondisi para petani kita. Para petani di Indonesia atau lebih tepatnya disebut sebagai para buruh tani, karena mereka tidak lagi memiliki tanah sebagai lahan garapannya. Mereka para buruh tani ini, bekerja pada tuan tanah (feodal) yang biasanya menguasai puluhan bahkan ratusan hektare tanah. Sistem penindasan pada para buruh tani kita kenal dengan sistem sewa tanah. Sewa tanah adalah beban yang harus dibayarkan para buruh tani tersebut pada tuan tanah feodal yang menguasai tanah tersebut, karena para petani mendapat “izin” untuk menggarap tanah mereka. Bentuk pembayaran ini bisa berupa uang atau barang yang merupakan hasil panen, dan biasanya yang menentukan adalah para tuan tanah tersebut. (Di Jawa sistem ini kita kenal dengan maro atau bagi paruh, merapat dengan pembagian 75:25, 75% keuntungan untuk tuan tanah dan 25% keuntungan untuk petani penggarap). Penindasan tersebut tidak cukup sampai disana karena biasanya para petani kita juga dibebankan biaya produksi dan pengolahan tanah (bibit, pupuk, pestisida, alat kerja pertanian). Bahkan di beberapa daerah, karena mengakarnya sistem feodal lama, pengabdian petani untuk menggarap tanah tidak dihargai sama sekali. Dan bait ketiga menggambarkan kondisi pemerintahan dalam artian kondisi birokrasi pemerintahan hari ini adalah sebagai operator penanaman modal imprealisme monopoli asing, berpihak pada pemodal asing yang menyengsarakan masyarakat Indonesia, mulai dari sektor perburuhan hingga ke sektor pertanian yang mengancam kesejahteraan bagi masyarakat kita. Sudah terbukti bahwa pemerintahan hari ini bukan untuk mensejahterakan rakyatnya melainkan menindas rakyatnya di bawah rezim pasar bebes yang menyengsarakan. Kemudian pada tiga bait terakhir, yaitu pada bait ke-3 bait ke-5 dan ke-6 dalam lirik lagu “Ada Mereka Di kepala”, Tema umum tentang kondisi Indonesia yang tidak baik-baik saja semakin diperkuat. Dalam tiga bait terakhir ini, Goodbye Lenin mencoba melampirkan persoalan ketertindasan sebagai dampak tidak adanya keadilan bagi buruh-buruh, industrialisasi yang tidak berpihak pada rakyat kecil, serta petani kecil, dan buruh tani yang selalu di tindas oleh tuan tanah serta masalah pengangguran yang semakin menggila tiap tahunnya, tiga bait terakhir ini akan menggambarkan bagaimana ketertindasan itu harus disikapi dan dilawan oleh masyarakat yang terkena dampak penindasan secara hak, ekonomi, dan politik, akarakar historisnya adalah bahwa orang miskin tidak memiliki tendensi sedikitpun untuk memalsukan realitas, karena mereka tidak butuh selubung apapun untuk menyembunyikan realitas ketertindasannya, hal ini adalah sebuah pembuktian bahwa semakin berani orang melawan, sebenarnya ia ingin membongkar kemunafikan dan kebohongan kaum penindasannya. Dalam perjalanan sejarah, pemikiran kritis yang membongkar tabir kebohongan kekuasaan yang menindas selalu diikuti dengan gerakan perlawanan. Berikut ini adalah petikan bait yang dimaksud : Harus dilawan Teriak mencoba pahami rasa Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa Harus dilawan Teriak mencoba pahami semua Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa Teriak mencoba pahami semua Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa Berlawan segala bentuk ketidak adilan Dengan keterkaitan secara umum antara berbagai subtopik dalam lirik, seperti antara satu bait dengan bait lainnya, tematik teks wacana berujung pada satu kesimpulan bahwa kondisi Indonesia hari ini sedang tidak baik-baik saja, yang digambarkan melalui keadaan seperti tanah sebagai lahan petani hancur karena pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan yang di bangun seenaknya, pengangguran merebak, kemiskinan meningkat, buruh hidup tidak layak, petani yang semakin miskin sementara disisi lain kehidupan segelintir orang hidup bermewah-mewahan, foyafoya dan menindas masyarakat lainnya. Tema umum yang dimunculkan ini adalah sebagai sebuah upaya untuk merepresentasikan kritik sosial dari sudut pandang masyarakat biasa atau bukan penguasa yang memang bertolak belakang. Selain itu tema umum yang merupakan hasil analisis struktur makro dalam teks juga berfungsi sebagai medium kritik sosial atas kondisi yang tidak adil tadi ini. 5.1.2 Analisis Super Struktur Melakukan analisis dalam tingkatan ini berarti melakukan kajian terhadap skema atau alur yang sengaja dibangun oleh penulis lirik lagu (Goodbye Lenin). Skema atau alur dalam sebuah teks wacana akan memperlihatkan pada kita mengenai penyusunan urutan-urutan tertentu dari sebuah teks yang kemudian dari urutan ini akan merefleksikan dan menyokong tema umum. Dalam sebuah lirik lagu, skema konstruksinya terdiri atas judul, intro, bait, reffrain dan penutup. Namun walaupun ada pembagian seperti ini, kesemuanya adalah satu kesatuan dari lirik, baik intro, reffrein, maupun penutup. Perbedaan penyebutan nama dalam bagian-bagian sebuah lirik dimaksudkan untuk memberi penegasan tertentu. Skematik memberi penekanan pada suatu bagian tertentu dan seolah menyamarkan atau bahkan menyembunyikan bagian yang lain. Hal ini adalah merupakan strategi yang dipakai penulis lirik lagu untuk mengemukakan pendapatnya tentang mana yang ia anggap penting dan ia anggap kurang penting. Judul dalam sebuah lirik lagu memegang peranan penting sebagai sebuah gerbang yang akan mengantarkan kita pada hamparan makna yang terkandung dalam bait-bait lirik lagu. Menurut Van Dijk, judul termasuk dalam kategori yang membentuk summary sebuah teks. “Ada Mereka Di Kepala” yang merupakan judul dari lirik lagu dalam penelitian ini, secara harfiah menggambarkan tentang suatu keadaan dimana disuatu tempat (yang masih bisa terlihat) dipenuhi oleh ketidak adilan, namun tentu saja bukan itu yang dimaksud. Dalam konteks yang lebih luas dan dihubungkan dengan struktur makro teks yakni tema umum dalam lirik lagu tersebut, judul “Ada Mereka Di Kepala” merujuk pada kegiatan industri dan elemenelemen terkait lainnya yang terdapat dalam kegiatan tersebut, seperti halnya; buruh, kapitalis, kemiskinan, pengangguran, dan lain-lain. “Ada Mereka Di Kepala “ yang dimaksud dalam judul tersebut adalah Imprealisme, Feodalisme dan Kapital birokrat yang mengeksploitasi negeri ini secara besar-besaran. Dalam judul “Ada Mereka Di Kepala”, interpretasi yang pertamakali dimunculkan memiliki tendensi yang negatif dan paradoks. “Ada Mereka Di Kepala” seperti yang telah dikatakan tadi, merujuk pada Imprealisme, Feodalisme dan Kapital Birokrat, adalah sebuah ideologi yang berbahaya bagi manusia, namun disisi lain dengan keberadaan “mereka”, mengindikasikan bahwa “Di Kepala”, terdapat peluang untuk bekerja, kesempatan untuk menghasilkan pendapatan, kesempatan untuk keluar dari kemiskinan dan lain sebagainya. Walaupun hal tersebut hanyalah ekspektasi atau harapan yang belum tentu keadaannya seperti demikian. Sehingga secara keseluruhan judul “Ada Mereka Di Kepala”, bermakna bias dan ambigu. Ia memberikan ilusi dan ekpektasi bahwa kegiatan industri akan menguntungkan, memberikan kesempatan untuk mengubah perekonomian, menguntungkan negara, dan sebagainya. Namun ia juga memberi arti lain, bahwa dalam kegiatan industri, buruh sebagai tenaga penggerak utamanya sering kali dikorbankan. Mereka (buruh) adalah klas yang selalu tertindas oleh berbagai kebijakan, kepentingan dan keserakahan para kaptalis. Skema lanjutan setelah judul dalam sebuah lirik lagu adalah bait pembuka atau yang biasa kita kenal dengan intro. Jika dikomparasikan dengan stuktur sebuah teks berita, maka intro ini bisa dianalogikan sebagai lead berita yaitu sebagai penghubung antara Judul dan isi teks secara keseluruhan. Intro dalam lirik lagu ini menggaris bawahi bait-bait seperti dibawah ini : Rekontruksi mengancam tanah, subur menggenggam kepalsuan.. Tersisa karena harta dunia Penulis tidak akan melakukan pemaknaan atas bait tersebut karena telah dijelaskan dalam analisis struktur makro pada bagian sebelumnya, namun dalam analisis ini penulis mencoba untuk melakukan telaah mengapa susunan lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala” menempatkan bait tersebut sebagai intro dari lagu ini. Penempatan bait ini sebagai pembuka dari rangkaian lirik yang lain, memberikan arti bahwa masalah yang diangkat adalah yang harus pertama kali dicermati oleh pendengarnya. Pendengar akan diajak untuk menelusuri makna pada bait ini sebelum menyelami bait-bait yang lain. Bait pembuka adalah bait yang mengundang pendengar untuk terus berada dalam dimensi lagu tersebut, ketika Intro ini cukup menarik biasanya pendengar akan tetap melanjutkan mendengar lagu ini. Seperti layaknya lead dalam sebuah teks berita maka intro pun harus bisa memberikan gagasan secara keseluruhan dari isi teks. Dengan mendengarkan intro, secara sepintas pendengar sudah bisa menerka gagasan umum yang ada di isi teks atau lirik tersebut. Dan relevan dengan pernyataan saya tersebut, bait pembuka dari lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala” (seperti yang sudah saya kutip diatas) telah metunaikan tugasnya dengan baik. Bait tersebut mampu menjawab curious pendengar untuk mengetahui dari awal seperti apa sebenarnya lagu ini. Bait tersebut memberikan informasi bahwa lagu ini adalah lagu yang sarat akan pesan-pesan dan bahkan kritik sosial, lagu ini mengangkat persolan ketidakadilan dalam kehidupan sosial dimana segelintir orang hidup mewah, sementara sebagaian besar masyarakat lainnya hidup dalam kondisi kelaparan. Ringkasan mengenai gagasan umum dalam lirik lagu ini telah dilakukan melalui skematik judul dan bait intro, sedangkan pengejawantahan dari ringkasan tersebut adalah terletak pada bagian tubuh lirik atau bait-bait selanjutnya. Pada bait ke-2, bait ke-3, dan bait ke-5. Melalui penempatan ini, bait-bait tersebut diposisikan Sebagai kepanjang tanganan dari judul dan bait intro. Berikut ini adalah kutipan dari bait-bait tersebut : Garis Imprealisme, Garis Feodalisme Kapital birokrat yang semakin membunuh jiwa Harus dilawan Teriak mencoba pahami rasa Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa Harus dilawan Teriak mencoba pahami semua Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa Bait-bait ini berfungsi sebagai bait penjelas dari tema umum yang hendak ditampilkan. Jika pada analisis tematik kita sudah bisa mengetahui bahwa tema umum yang dimunculkan dalam lagu ini adalah tentang kondisi negara hari ini yang sedang tidak baik-baik saja, maka penjelasan akan gagasan tersebut dijelaskan oleh susunan bait-bait yang saya maksudkan tadi. Bait ke-2 berbicara tentang imprealisme yaitu pemodal asing yang memonopoli setiap aset bangsa serta selalu menyengsarakan kehidupan buruh yang semakin menggenaskan, feodalisme yaitu tuan tanah yang mempunyai corak produksi tanah mempunyai susunana masyarakat pra-modern (pra-ilmiah), karena tidak ada perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, tapi hanya berupa petani miskin dan buruh tani yang kebutuhan hidupnya selalu di tekan, di tindas karena keuntungan paling besarnya di keruk oleh tuan tanah yang mempunyai lahan tanah sendiri, kapital birokrat adalah rezim pemerintahan yang menjadi opelator untuk melancarkan dan melindungi pemodal asing, yaitu imprealisme monopoli asing serta yang memelihara budaya feodal untuk menguatkan sistem penindasan terhadap masyarakat. Dalam artian disini adalah kehidupan para petani yang terus terjepit dan terhimpit, sedangkan bait ke-3, ke-5 bercerita mengenai segala bentuk kebohongan kekuasaan yang menindas harus dilawan dengan gerakan perlawanan. Masalah-masalah inilah yang dipotret dan direkam dengan baik oleh Goodbye Lenin yang kemudian didokumentasikan dalam bentuk susunan lirik lagu. Lirik lagu sedikit berbeda dengan logika penyusunan teks berita, dimana bagian yang dianggap tidak atau kurang penting ditempatkan di bagian akhir, sedangkan bagian yang penting diposisikan di depan. Ini adalah strategi wartawan untuk menyamarkan mana yang menurutnya penting atau tidak. Sedangkan dalam sebuah lirik lagu strategi penyusunan ini adalah dengan menggunakan reffrain. “Reffrein merupakan bagian ulangan (pada syair lagu), perulangan syair lagu” (Rajasa, 2002:527). Reffrein atau disingkat reff juga merupakan klimaks yang diberi penekanan khusus oleh sang penulis lagu. Penekanan ini mengindikasikan bahwa bagian yang disuarakan dalam reff adalah suatu yang penting, suatu yang ingin ditonjolkan. Dalam lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala”, yang menjadi reffrain adalah : Teriak mencoba pahami semua Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa Berlawan segala bentuk ketidak adilan Lagu memiliki struktur yang unik, antara satu lagu dengan lagu yang lain kadang memiliki struktur yang berbeda seperti halnya lagu ini, dimana bagian reffrein ditempatkan di bait akhir lagu. Hal ini bukanlah sebagai strategi untuk menyamarkan makna wacana seperti dalam penyusunan teks berita. Namun justru dengan ditempatkannya bait tersebut sebagai bagian reffrein, maka hal ini adalah hal yang ingin ditonjolkan dan yang merupakan bagian yang paling penting bagi pembuat teks lirik lagu. Reffrein dalam lirik lagu ini bercerita mengenai dampak yang akhirnya harus dirasakan oleh buruh dan tani dari kondisi negeri ini yang tidak baik-baik saja seperti dijelaskan dalam bait-bait sebelumnya. Buruh dan tani diposisikan sebagai korban dari sistem yang sangat menindas dan menghisap, tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh mereka. Pilihan bagi mereka untuk keluar dari ketertindasan adalah melawan segala bentuk kebijakan yang menyengsarakan, membongkar tabir kebohongan kekuasaan yang menindas dengan gerakan perlawanan. Secara keseluruhan skematik atau alur penyusunan lirik lagu ini, mendukung tema sentral dalam analisis struktur makro wacana. Tidak ada skema yang memang bertolak belakang dengan gagasan tematik, justru dengan skema seperti ini gagasan umum dari keseluruhan teks lirik semakin diperkuat. Selain untuk memenuhi unsur estetik dari sebuah lagu, penyusunan bagian per bagian seperti yang telah penulis jelaskan adalah juga sebagai salah satu strategi yang digunakan pembuat teks lirik lagu tentang mana yang menurutnya penting dan yang ingin dimunculkan dalam kesadaran para pendengarnya. 5.1.3 Analisis Struktur Mikro Level terakhir dari analisis wacana Van Dijk dilihat dari dimensi teks yaitu analisis Struktur Mikro. Pada analisis struktur mikro elemen yang akan diteliti berkaitan dengan semantikal suatu wacana. Elemen semantik merupakan elemen terkecil dalam sebuah teks wacana, namun tetap memiliki keterkaitan dan porsi yang sama dengan elemen lain (tematik dan skematik) dalam menentukan arah makna suatu teks wacana. Pada lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala”, analisis struktur mikro ditekankan pada elemen latar dan metafora. Tanpa bermaksud menegasikan unit analisis elemen lainnya, penulis beranggapan kedua unit elemen inilah yang bisa dipakai untuk menganalisis sebuah teks lirik. Dalam sebuah lirik tidak ada aturan baku yang mengharuskannya menggunakan susunan kata atau kalimat tertentu, tidak ada gagasan yang mengharuskannya menggunakan konsep seperti piramida terbalik dalam berita atau menggunakan rumus 5W+1H. Wacana lirik lebih fleksibel karena merupakan bentuk ekspresif dari pengarangnya, ia tidak terikat dalam suatu keharusan musti seperti apa ia terbangun. Latar merupakan deskripsi situasi yang melingkupi tempat lirik tersebut diproduksi sedangkan metafora adalah pilihan kata kalimat yang berupa kiasan atau ungkapan terhadap suatu hal. a. Analisis Latar Latar merupakan bagian dari lirik yang berpotensi untuk mempengaruhi semantik (arti) yang ingin ditampilkan. Latar dalam sebuah lirik menunjukan arah yang hendak dituju sang pengarang lirik dalam menggiring pendengarnya. Dengan melakukan analisis atas latar suatu lirik akan membantu dalam menyelidiki bagaimana pengarang lirik lagu memberi pemaknaan atas suatu hal atau peristiwa dalam tiap-tiap baitnya. “Latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam suatu teks” (Eriyanto, 2001:235). Untuk melakukan analisis latar kita diharuskan memiliki kepekaan untuk melihat dan mendefinisikan peristiwa-peristiwa, situasi, dan kondisi yang terjadi diseputar teks tersebut diproduksi. Dalam lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala”, latar yang dimunculkan adalah mengenai !" Rekontruksi mengancam tanah, subur menggenggam kepalsuan.. Tersisa karena harta dunia Garis Imprealisme, Garis Feodalisme Kapital birokrat yang semakin membunuh jiwa Latar dalam bait merupakan kritikan yang ditujukan pada para Imprealis, Feodalis, dan Kapital Birokrat yang seolah tidak peka terhadap rakyat lainnya yang tengah merasakan ketertindasan, kelaparan, kemiskinan. Bait ini mengindikasikan bahwa penulis lagu memiliki keberpihakan pada rakyat yang tertindas, kelaparan dan miskin. agar kemudian para pendengar musik mereka memiliki pandangan yang sama bahwa yang harus dipersalahkan atas kondisi tersebut adalah para imprealis (pemodal asing), Feodalis (Tuan Tanah), dan Kapital Birokrat (rezim pemerintahan hari ini). Lalu pada bait yang lain kita akan melihat bagaimana latar yang digunakan dalam menunjukan ketidaksetujuan pembuat teks lirik lagu dalam kehidupan masyarakat yang semakin terpinggirkan. Hal ini bisa kita lihat pada bait berikut ini : Harus dilawan Teriak mencoba pahami rasa Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa Harus dilawan Teriak mencoba pahami semua Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa Teriak mencoba pahami semua Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa Berlawan segala bentuk ketidak adilan Muatan makna pada lirik ini telah dijelaskan pada pembahasan analisis sebelumnya, namun yang akan kita analisis disini adalah bagaimana kemudian baitbait ini melatar belakangi gagasan secara keseluruhan. Sama halnya dengan latar di bait sebelumnya, bait ini tetap menunjukan keberpihakan pembuat lirik dalam menyuarakan nasib para buruh dan tani sebagai kelas dan kaum yang semakin terpinggirkan. Ini digambarkan dalam bait yang berceritra tentang kehidupan buruh, dimana buruh tetap memaksakan dedikasinya pada perusahaan tempat ia bekerja walaupun kehidupannya semakin sengsara. Sedangkan pada bait setelahnya, itu adalah gambaran tentang nasib para petani kita yang kian hari kian miskin. Agar keluar dari krisis ketertindasan akan hak, maka buruh dan petani sebagai masyarakat yang tertindas harus membongkar kebohongan kekuasaan, dengan satu bentuk perlawanan yaitu sebuah gerakan perlawanan. Latar-latar ini lah yang kemudian menjadi alasan pembenar mengenai gagasan umum dan arah makna dalam wacana lirik lagu ini yang diposisikan sebagai media kritik sosial yang juga sekaligus memberikan gambaran tentang kondisi Indonesia secara riil. b. Analisis Retoris Dalam sebuah wacana lirik, pengarang tidak selalu mengungkapkan gagasannya melalui teks yang secara eksplisit mangungkapkan maksud sebenarnya, namun kadang hal tersebut diungkapkan melalui kiasan, ungkapan atau kata-kata metafora. Hal ini dilakukan sebagai ornamen atau bumbu dari wacana tersebut. Apa lagi dalam sebuah lirik, metafora menjadi suatu elemen yang sulit untuk dilepaskan. Lirik lagu sebagai bentuk ekspresif pengarang, salah satu tujuannya yaitu sebagai sarana penghibur, sehingga keindahan lirik menjadi suatu keharusan dalam rangkainnya. Dan melalui metafora lah pengarang melakukannya. Selain sebagai alasan estetik, metafora juga dipakai sebagai landasan berpikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik (Eriyanto, 2001:259). Untuk mengamati lebih jauh mengenai metafora dalam lirik lagu “Ada Mereka Dikepala”, penulis akan menyajikannya dalam bentuk sebuah tabel untuk memudahkan analisisnya. Tabel 2 Analisis Metafora (Sumber : Hasil Penelitian) #Ž $ŝƌŝŬ %Ăŝƚ &ŶĂůŝƐŝƐ 1 Rekontruksi mengancam tanah subur, menggenggam kepalsuan. Tersisa karena Harta dunia. 1 “Rekontruksi mengancam tanah subur”; Kalimat tersebut merujuk pada suatu arti yang menekankan tentang sesuatu yang alami di rubah menjadi sesuatu hal yang tidak alami merubah sesuatu hal yang alami menjadi tidak alami dalam lirik tersebut adalah tanah yang tadinya utuh menjadi tanah yang tidak utuh. Selain itu kalimat ini juga memiliki makna bahwa apa yang dimaksudkan dalam lirik tersebut merupakan suatu keadaan yang telah berubah, dimana pada masa lalu hidup tidak seperti saat ini. “Menggenggam Kepalsuan”; Kalimat tersebut merujuk kepada penggambaran hidup manusia yang selalu memegang ketidak jujuran, berkedok kebohongan. “Tersisa Karena Harta Dunia”; Kalimat diatas tersebut menggambarkan segelintir orang atau kelompok yang menghalalkan berbagai cara melakukan kegiatan dan menyisakan kehidupannya untuk mengakumulasikan modalnya demi keuntungan individu dan kelompoknya di atas penderitaan orang lain . 2 Garis Imprealisme, Garis Feodalisme Kapital Birokrat yang semakin membunuh jiwa. 2 “Garis Imprealisme”; Adalah kekuatan Negara maju yang memonopoli Negara-negara berkembang, tujuan dari imprealisme adalah mengeksploitasi, mengekspansi, dan mengakumulasi modal, sehingga menciptakan Negara berkembang terus bergantung terhadap Negara maju. “ Garis Feodalisme”; Adalah sebuah representasi dari bentuk penindasan terhadap sistem produksi, biasanya menganut sistem kerajaan yang dimana bawahan harus tunduk terhadap atasannya, jika di desa, biasanya tuan tanah yang mengesploitasi tanah, lalu menciptakan subuah sistem dimana petani yang tidak punya lahan tanah di paksa kerja didirinya, dengan upah yang murah. Diskriminasi/pembedaan salah satunya terletak pada pembagian hasil produksi antara tani dengan tuan tanahnya yang sangat timpang (75% untuk tuan tanah, 25% untuk petani), sehingga dari kondisi ini melahirkan suatu keadaan yang menjerat bagi petani. “Kapital Birokrat yang selalu membunuh jiwa”; Adalah kaki tangan imprealisme atau bisa disebut boneka imprealisme, operator yang melindungi kinerja pemilik modal (imprealisme), dan selalu memelihara sistem feodalisme di dalamnya. Sehingga sistem itulah yang menyengsarakan buruh dan tani di Negara kita. Harus dilawan. Teriak mencoba pahami semua, Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa, 3 3 “Harus Di lawan, Teriak mencoba pahami semua”; Secara umum lirik pada bait ini merujuk pada segala bentuk ketidakadilan harus di lawan dengan keadilan. Adapun metafor pada kalimat tersebut adalah menggambarkan tentang bagaimana buruh, dan petani yang tertindas itu mulai sadar bahwa penindasan dalam bentuk aturan, harus di tentang oleh kebenaran hak yang selalu di eksploitasi oleh sistem yang mereka terapkan. “Menentang segala kebikan yang membunuh rasa”; Menolak setiap aturan yang di mainkan oleh mereka. karena aturan itulah yang menyengsarakan kesejahteraan bagi para buruh, dan petani. 4 Teriak mencoba pahami semua, Menentang segala kebijakan yang 4 “Teriak mencoba pahami semua, menentang segala kebijakan yang membunuh rasa”; metafor pada kalimat tersebut adalah membunuh rasa, Berlawan segala bentuk ketidakadilan. menggambarkan tentang bagaimana buruh, dan petani yang tertindas itu mulai sadar bahwa penindasan dalam bentuk aturan, harus di tentang oleh kebenaran hak yang selalu di eksploitasi oleh sistem yang mereka terapkan. Menolak setiap aturan yang di mainkan oleh mereka. karena aturan itulah yang menyengsarakan kesejahteraan bagi para buruh, dan petani. “Berlawan segala bentuk ketidakadilan”; Adalah harapan dari kaum tertindas yaitu buruh dan tani, yang mencoba berbicara tentang keadilan hak mereka yang di tindas oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh aturan pemerintah yang tidak memihak terhadap mereka yang rugikan. 5.2 Analisis Dimensi Kognisi Sosial Analisis kognisi sosial adalah analisis yang dilakukan peneliti guna mengetahui kognisi atau kesadaran mental penulis lirik lagu tersebut. Karena dari kesadaran mental ini akan berpengaruh terhadap produksi suatu wacana lirik lagu. Pendekatan kognitif ini didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak memiliki makna, namun makna itu diberikan oleh pemakai bahasa. Dalam analisis Van Djik, peristiwa dipahami dan dimengerti didasarkan pada skema. Van Djik menyebut skema ini sebagai model. Skema ini kemudian di konseptualisasikan sebagai struktur mental di mana tercakup di dalamnya bagaimana kita memandang manusia, peranan sosial dan peristiwa. Berikut ini adalah skema yang memetakan kesadaran mental pembuat lirik lagu, yang digunakan dalam menyeleksi dan memproses informasi. • Skema Person (Person Schemas). Skema ini menggambarkan bagaimana seseorang mendeskripsikan dan memandang orang lain. • Skema Diri (Self Schemas). Skema ini berhubungan dengan bagaimana diri sendiri dipandang, dipahami dan digambarkan oleh seseorang. • Skema Peran (Role Schemas). Skema ini berhubungan dengan bagaimana seseorang memandang dan menggambarkan peran dan posisi yang ditempati seseorang dalam masyarakat. • Skema Peristiwa (Event Schemas). Skema ini adalah tentang bagaimana kita menafsirkan dan memaknai suatu peristiwa tertentu. Berikut ini adalah hasil analisis dalam dimensi kognisi sosial dari grup band Goodbye Lenin melalui pemetaan skema-skema kognisi yang diambil dari hasil wawancara penulis dengan grup band Goodbye Lenin. Hasil analisis akan disajikan dalam bentuk tabel guna memudahkan analisa. Tabel 3 Analisis Skema Kognisi Sosial (Sumber : Hasil Penelitian) No Skema 1 Skema Person (Person Schemas). Skema ini menggambarkan bagaimana seseorang mendeskripsikan dan memandang orang lain. Hasil Wawancara Jawaban Pertanyaan 5 : Imprealisme, Feodalisme dan Kapital Birokrat tumbuh karena sebagian kecil orang (yang sayangnya memegang sebagian besar roda perekonomian Indonesia dan bahkan dunia) melakukan segala cara untuk bisa memperkaya diri mereka sendiri. Tidak ada rasa kebersamaan, berdagang yang adil. Semua cari aman. Menurut kami imprealisme ini menjadi semaca pokok permasalahan yang mungkin bukan hanya dialami di negara ini, tapi juga di belahan dunia lain. Dampak yang paling nyata adalah di bidang ekonomi, sampai saat ini ekonomi di Indonesia hanya dikuasai oleh segelintir orang saja, tidak ada pemeretaan di bidang ini seperti yang telah di gambarkan dalam lagu “Ada Analisis Jawaban yang dilontarkan oleh Goodbye Lenin ini merupakan suatu deskripsi tentang orang lain (pihak lain) yang dalam hal ini adalah Imprealisme, Feodalisme, dan Kapital Birokrat. Imprealisme, Feodalisme, dan Kapital Birokrat dalam jawaban tersebut digambarkan sebagai sesuatu yang telah menyebabkan kemiskinan semakin tak terkendali di Indonesia dan bahkan di belahan bagian bumi lainnya. Pandangan mereka tentang Imprealisme, Feodalisme, dan Kapital Birokrat yang diposisikan sebagai musuh sosial ini juga sebagai refleksi dari pandangan-pandangan masyarakat, karena Mereka Di Kepala”, sehingga akibatnya kemiskinan semakin bertambah dari waktu-waktu. Feodalisme itu satu bentuk relasi penindasan terhadap sistem produksi, biasanya terdapat di desadesa dimana tuan tanah yang mempunyai tanah, memeras petani kecil, dan buruh tani yang bekerja padanya dengan gaji atau sistem bagi hasil yang tidak sesuai dengan apa-apa yang petani miskin dan buruh tani kerjakan. Dan Kapital birokrat atau kita sebut Kabir, biasanya mereka menjadi operator imprealis monopoli kapitalis asing, yang menanamkan modal nya di negeri kita, melindunginya dari marabahaya perusahaan-perusahaan mereka, terus mereka membuat sistem, di Negara agraris seperti di indonesia selalu merugikan kita sebagai warga nya, diantaranya mereka selalu melakukan, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme secara besarbesaran. bagaimana pun juga Goodbye Lenin adalah merupakan bagian dari masyarakat. Dan pemahaman mereka tentang Imprealisme, Feodalisme, dan Kapital Birokrat. ini pada akhirnya dapat kita temui dalam wacana lirik lagu “Ada Mereka Dikepala” yang penulis teliti. Jawaban Pertanyaan 7 : Kami pikir, mereka adalah merupakan golongan yang paling menderita di negeri ini, banyak kebijakankebijakan yang membuat mereka berada dalam lingkaran kemiskinan. Keadaan yang dikondisikan ini telah berlangsung lama, mereka belum tercerahkan akan hak-haknya. Hal ini bisa kita lihat dari mayoritas orang miskin di Indonesia adalah berasal dari buruh dan tani. Lagu kami yang anda teliti itu (Ada Mereka Di Kepala), merepresentasikan pandangan kami tentang mereka dan juga sebetulnya didedikasikan untuk mereka, lagu itu adalah kritik kami atas keadaan yang tidak adil bagi buruh dan tani. Skema Diri (Self Schemas). Skema 2 Jawaban Pertanyaan 8 : Pandangan mereka akan kondisi buruh dan tani yang tertindas di negeri ini, menjadi sebuah latar dari kesadaran mental mereka akan keberpihakannya terhadap buruh dan tani yang kemudian di tuangkan dalam lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala” Cara mereka mendeskripsikan buruh dan tani, lebih fokus pada keadaan ketertindasan mereka, bukan misalnya pada pola hidup mereka atau siapa mereka sebetulnya, hal ini mengindikasikan bahwa apa yang mereka lihat dalam konteks sosial yang nyata adalah seperti itu adanya, bahwa buruh dan tani di negeri ini lebih identik dengan ketertindasaan. Goodbye Lenin dalam jawaban tersebut, memberikan suatu gambaran yang sinkron dengan apa yang mereka suarakan dalam lagu tersebut. Jawaban sebagai ini adalah gambaran ini berhubungan dengan bagaimana diri sendiri dipandang, dipahami dan digambarkan oleh seseorang Bercerita atau menyampaikan sesuatu pendapat yang menurut kami layak untuk diangkat atau diutarakan, baik permasalahan individu atau pun yang lebih besar lagi (sosial, politik, HAM dll), yang lebih tepatnya mempropagandakan isu-isu yang mengangkat buruh dan tani yang selama ini di tindas. bagaimana mereka memandang tentang diri mereka sendiri dari segi karya yang mereka ciptakan. Goodbye Lenin dalam setiap karyakaryanya yang banyak memotret fenomena sosial, telah menempatkan band mereka sebagai salah satu band Indonesia yang memang concern dengan masalah-masalah sosial tidak hanya urusan cinta dan sakit hati seperti yang saat ini tengah menggejala dalam industri musik nasional yang didominasi oleh band-band yang hanya menyuarakan tentang itu Jawaban Pertanyaan 14 : Dengan semua prestasi yang pernah didapatkan Goodbye Lenin dan respon positif dari pendengar musik Indonesia yang mengapresiasi karya mereka, Goodbye Lenin tetap low profile dan tidak sombong. Jawaban yang sangat diplomatis tersebut adalah sebagai suatu gambaran bagaimana mereka tetap Sampai saat ini kami Cukup senang dalam hal ideide, minimal mulai dikenal dan bisa diperdebatkan. Lebih dari itu, biasa saja. Kami tidak mau berbesar kepala, apa yang sudah kita raih saat ini sebetulnya belum ada apa-apanya, kami hanya mencoba menciptakan pasar yang belum ada, baik di mainstream atau di scene indie kan pasarnya sudah baku seperti itu. Nah..kami sih hanya masuk dengan pendekatan yang berbeda, kita tidak malu mengakui roots kita dari melayu, tapi kan melayu tidak selalu mendayu-dayu, eksekusi musik kita pada akhirnya sangat berbeda dengan bandband pop yang sudah ada, disitu pasar kami. Tapi jika dikatakan sudah mapan atau besar belumlah, masih banyak band-band lain di scene ini (indie) yang lebih besar dari kami. membumi dan dekat dengan kehidupan sehari-hari kita. sehingga akhirnya fenomena sosial yang kadang luput dari perhatian para band besar (yang terkadang sombong), tetap diperhatikan oleh Goodbye Lenin. Jawaban Pertanyaan 16 : Secara umum jawabanjawaban Goodbye Lenin dalam skema yang mendefinisikan diri sendiri memiliki poin yang sama, mereka tetap menggambarkan diri mereka apa adanya tanpa ada kesan melebihlebihkan atau sombong. Hal ini semakin mengindikasikan bahwa kesadaran mental mereka mencerminkan karya-karya yang mereka ciptakan. Selain itu, dalam jawaban ini, Julukan itu terlalu berat, faith accomply sebagian orang. Kami tidak merasa seperti itu. Seperti yang sudah kami bilang sebelumnya, masih banyak band-band lain yang mungkin lebih pantas disebut untuk itu, mungkin hal ini karena kami baru masuk saat kondisi musik di Indonesia tengah berada dalam kondisi yang banyak orang pikir sedang down, terutama bandband yang berada di mayor label. Mungkin ini juga Skema Peran (Role Schemas). Skema ini berhubungan dengan bagaimana seseorang memandang dan menggambarkan peran dan posisi yang ditempati seseorang dalam masyarakat 3 dipengaruhi oleh penggunaan lirik berbahasa Indonesia dalam tema yang beragam oleh kami, yang justru jarang dilakukan oleh band-band mayor atau indie. dengan tegas merka memposisikan band mereka sebagai band yang berbeda dengan band pop kebanyak yang bergelut dalam tema yang beragam. Jawaban Pertanyaan 4 : Jawaban ini menunjukan ketidakpuasan mereka atas peran pemerintah dalam menyelesaikan permasalahn yang ada di Indonesia. Ada beberapa hal yang menurut mereka bisa diselesaikan, namun permasalahan yang substansial di negara ini seperti kesejahteraan rakyatnya yang masih miskin, belum terselesaikan dengan baik. Jawaban ini menjadi suatu kritik atas kinerja pemerintah. Kritik ini juga banyak tercermin dalam karyakarya yang mereka ciptakan, seperti lirik lagu yang penulsi teliti ini. Secara umum, kami masih belum puas akan kinerja pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di negeri ini. Mulai dari sektor lahan pekerjaan yang tidak di fasilitasi, banyaknya kasus-kasus korupsi di berbagai daerah, pendidikan, yang seharusnya di wajibkan bagi setiap anak bangsa, malah di persulit dengan biaya yang mahal, fasilitas-fasilitas rumah sakit yang tidak bisa di cicipi oleh orang-orang miskin. Dan banyak hal lagi yang membuat hati kami miris. Jawaban Pertanyaan 18 : Harapannya pemusik atau pun seniman mampu menghasilkan karya yang Jawaban ini adalah tentang peranan musisi atau seniman dalam masyarakat. Menurut mereka peran musisi bergizi kepada masayarakat dan masyarakat mampu mengapresiasi musik atau seni yang bergizi pula. Dalam arti, seniman harus bisa lebih peka dalam menangkap gejala-gejala sosial yang tengah berkembang di masyarakat untuk kemudian mentransformasikannya dalam bentuk karya yang mereka buat, agar masyarakat juga bias “ngeh” dengan gejala itu, sehingga akhirnya masyarakat bisa mendapat sesuatu dari seniman atau musisi. atau seniman adalah sebagai pihak yang seharusnya bisa lebih peka untuk memberitahukan kepada masyarakat melalui karya-karya mereka tentang gejala atau fenomena sosial yang tengah terjadi di masyarakat. Jawaban ini juga menjadi dasar dari seluruh karya yang mereka ciptakan termasuk lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala“ ini, karena bagaimana pun juga Goodbye Lenin adalah musisi yang peran-perannya harus sesuai dengan apa yang meraka katakan itu. Dan hal ini terbukti dari karya-karya mereka yang memang didominasi oleh tematema tentang gejala atau fenomena sosial Jawaban Pertanyaan 19 : Terkait di jawaban sebelumnya tentang peranan musisi dalam masyarakat, Goodbye Lenin menilai bahwa mereka masih belum menjalankan peran mereka sebagai musisi Untuk kami sendiri peran seperti itu masih jauh, kami hanya berusaha untuk mencapai kearah sana. Banyak musisi diluar kami yang sudah menjalankan Skema Peristiwa (Event Schemas). Skema ini adalah tentang bagaimana kita menafsirkan dan memaknai suatu peristiwa tertentu. 4 peran itu, namun lebih banyak lagi yang hanya mengejar pasar saja. dan banyak juga musisi yang hanya berorientasi pada pasar tanpa berusaha untuk menjalankan peran sosialnya Jawaban Pertanyaan 6 : Peristiwa terkini dari gejolak ekonomi dunia yang ditandai oleh krisis financial global, ditafsirkan oleh mereka sebagai suatu dampak dari diterapkannya sistem pasar bebas. Pandangan ini menjadi suatu batu pijakan dalam memahami karya mereka dalam lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala” bahwa lagu tersebut memang terbentuk dari kognisi sosial mereka dalam memahami kondisi yang terjadi saat ini, bahwa krisis financial global dan pasar bebas telah mempengaruhi kesejahteraan dunia ketiga. Dengan kata lain , korupsi bukan hanya tumbuh di Dunia Ketiga, tapi juga di negara maju. Gilanya lagi, banyak negara yang secara ekonomi bergantung kepada negara maju itu, seperti Indonesia sehingga ikut terkena dampak dari krisis keuangan tersebut. Krisis ini juga dampak dari imprealisme, Feodalisme, dan Kapital Birokrat tadi, pasar bebas atau globalisasi yang diterapkan dalam struktur ekonomi dunia terbukti gagal. 5.3 Analisis Dimensi Konteks Sosial Dalam model analisis wacana Van Djik, dimensi konteks sosial adalah dimensi yang memiliki cakupan yang paling besar, melakukan analisis sosial maka secara otomatis kita akan berbicara pula tentang masayarakat sebagai elemen yang membentuk dan mengkonstruksi wacana yang ada dalam suatu teks. Dalam penelitian ini ketika kita berbicara mengenai ketidakadalian dalam hal ekonomi, maka kita perlu melihat bagaimana masyarakat memandang hal ini pula dan apa yang melahirkan pandangan tersebut. Penelitian ini berusaha untuk memahami sejauh mana sebuah wacana dalam lirik lagu yang berbicara mengenai ketidakadilan ekonomi, mampu merepresentasikan negaranya dan sekaligus mengkritisinya. Dengan asumsi ini maka penelitian akan konteks sosial disandarkan pada cara pandang dan posisi masyarakat yang diwakili dalam lirik lagu tersebut yakni masyarakat yang tertindas yaitu klas buruh dan kaum tani di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari posisi wacana lirik lagu ini sendiri yang bertolak belakang dengan wacana penguasa saat ini yang menyatakan bahwa keadaan di negara ini sejahtera, kemiskinan berkurang, kelaparan hilang dan sebagainya. Menurut Van Djik dalam Eriyanto (2001; 271), analisis mengenai masyarakat ini, ada dua poin yang penting; Kekuasaan (power) dan akses (Acces). “Praktik Kekuasaan. Van Djik mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai suatu kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk mengontrol kelompok (atau anggota) kelompok lain” (Eriyanto, 2001;272). Masih menurut Van Djik apa yang dimaksud dengan kepemilikan adalah selain memiliki sumber-sumber yang bernilai seperti modal, status atau pengetahuan juga memiliki kontrol atas tindakan-tindakan persuasif yang secara tidak langsung mampu mempengaruhi kesadaran mental, kepercayaan dan sikap. Sedangkan Akses adalah berbicara tentang kesempatan suatu kelompok atau golongan untuk mampu mempengaruhi kesadaran khalayak. Akses sangat erat kaitannya dengan media. Golongan atau kelompok yang memiliki akses terdekat dan terbanyak pada media, maka kelompok tersebut lah yang secara tidak langsung mampu memegang kontrol atas kelompok lain. Akses yang lebih besar bukan hanya memperoleh keuntungan untuk memopengaruhi kesadaran khalayak secara massif, namun juga ia dapat menentukan topik apa dan isi wacana yang dapat disebarkan dan didiskusikan pada khalayak. 5.3.1 Analisis Kekuasaan (Power) Analisis wacana Van Djik memberikan perhatian yang sangat besar terhadap masalah kekuasaan ini. Dalam bahasa Van Djik Kekuasaan sering juga diistilahkan sebagai dominasi atas suatu kelompok terhadap kelompok lainnya. Dalam penelitian ini kita telah melihat bahwa wacana yang kemudian timbul adalah tentang ketidakadilan dalam bidang ekonomi, dan politik dimana hanya segelintir masyarakat saja yang mampu hidup serba berkecukupan, bahkan cenderung mewah dan berlebihan. Sementara mayoritas masyarakat lainnya hidup dalam ancaman kelaparan dan hidup dibawah garis kemiskinan. Selain itu pada wacana dalam lirik lagu tersebut juga berbicara mengenai masalah-masalah yang ditemui oleh buruh dan tani di negeri ini. Kondisi ini jika kita kaitkan dalam praktik kekuasaan, maka akan muncul suatu hubungan antara para pemilik modal (yang digambarkan dalam wacana lirik lagu sebagai Imprealisme dan Feodalisme), pemerintah atau Negara sebagai regulator dan tentu saja rakyat yang dalam hubungan ini adalah sebagai pihak yang tertindas. Dalam hubungan triangle antara pemodal (Imprealis kapitalis monopoli asing), Negara dan rakyat (buruh), sebetulnya pertentangan yang paling kontradiktif adalah antara imprealis kapitalis monopoli asing dan buruh (Borjuasi dan Proletar). Peranan Negara disini hanyalah sebagai pihak yang membuat regulasi-regulasi yang mengatur hubungan keduanya, walaupun pada realitasnya regulasi yang muncul adalah sebagai akibat dari “pesanan” para imprealis kapitalis monopoli asing pada Negara. Pada tingkatan yang paling ekstrim hubungan antara kapitalis dan buruh adalah sebagai “yang menindas” dan “yang ditindas”. Kondisi ini bukan semertamerta tanpa alasan yang jelas, karena sejatinya kapitalisme atau dalam perkembangannya yang paling akhir telah bermetamorfosis menjadi imprealisme, melalui kekuasaan modalnya mampu untuk melakukan apapun. Dengan tiga sifat dasar dari Imprealisme yaitu 1). Akumulasi modal, 2). Eksploitasi SDM dan 3). Ekspansi Pasar. Maka terciptalah kontradiksi itu. Buruh akan selalu tertindas oleh sejumlah sistem yang mengekangnya, UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 misalnya, yang bersifat sangat eksploitatif terhadap buruh, belum lagi sistem kerja kontrak atau outsourching yang membuat buruh semakin tidak berdaya, lalu ada pula SKB 4 mentri yang disahkan tahun lalu yang kemudian membuat upah buruh semakin minim. Semua persoalan itu adalah persoalan-persoalan yang mengemuka saja karena jika kita menelaah lebih dalam tentang permasalahan klas buruh akan semakin komplek dan rumit. imprealis dan feodalis dalam hubungan produksi, akan terus menjadi penindas bagi buruh-buruh nya. Penindasan ini tercipta sebagai upaya yang dilakukan imprealisme untuk menutupi krisis yang terjadi dalam tubuhnya sendiri. Krisis over produksi adalah salah satunya, yang kemudian dari kondisi ini membutuhkan pasarpasar baru di dunia ketiga, dan selanjutnya juga akan melahirkan penidasanpenidasan baru. Kontradiksi itu, antara buruh dan kapitalis/imprealis, akan semakin meruncing seiring perkembangan penindasan yang dialami buruh dan krisis yang terjadi dalam tubuh imprealisme itu sendiri. Dari kondisi yang telah berlangsung ratusan tahun ini, pihak yang tertindas kemudian memiliki semacam kesadaran kolektif akan kondisinya yang tertindas, baik oleh imprealis melalui kekuatan modalnya dan Negara kapital birokrat (sebagai kepanjang tanganan dari imprealis) melalui kebijakan-kebijakan yang diterapkannya. Hal ini bisa kita lihat dalam petikan wawancara yang dilakukan dengan Eky Darmawan, seorang musisi asal Bandung, bahwa menurutnya Imprealislah yang merupakan akar dari semua masalah yang ada, “Sebenarnya apa yang terjadi ini (kemiskinan, kelaparan, dan permasalahan lainnya) mungkin secara tidak sengaja pada akhirnya mengarah pada kesimpulan itu…pada imprealisme“ (sumber : wawancara Eky Darmawan, 22 Januari 2010). Hal senada juga diungkapkan oleh Dimas Wijaksana seniman yang dikenal karena keberpihakannya terhadap rakyat kecil “Kita sebenarnya terjajah juga oleh Arab, Amerika, India dan lain-lain. Anda tahu itu?? Dan saya pikir Imprealisme itu tadi ya tentang penjajahan. Kita selalu terjajah bahkan dalam otak dan pikiran kita” (sumber : wawancara Dimas Wijaksana, 21 Januari 2010). Dan dari pemahaman kolektif tentang ketertindasan ini lah pada akhirnya memunculkan sebuah wacana yang dikemas dalam suatu lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala”. Proses simplifikasi dari suatu kondisi yang makro (kondisi masyarakat) menjadi sebuah teks lirik lagu, sebetulnya dihubungkan dengan kognisi sosial pembuat teks lirik lagu tersebut (Goodbye Lenin). 5.3.2 Analisis Akses Dalam analisis wacana Van Djik, Akses adalah tentang kesempatan suatu kelompok atau golongan dalam upayanya mempengaruhi kesadaran khalayak. Maka ketika kita berbicara mengenai akses, ini tidak bisa dipisahkan dari hubungannya dengan media atau informasi. Namun lebih luas dari sekedar akan akses terhadap media dan informasi, yang perlu digarisbawahi dalam akses ini adalah tentang akses terhadap hal-hal yang mampu menjadi alat untuk mempengaruhi kesadaran khalayak. Kelompok yang lebih dominan biasanya memiliki akses yang jauh lebih besar dan luas dibandingkan dengan kelompok lainnya. Dalam analisis kekuasaan, pemetaan akan kelompok mana yang lebih dominan dan kelompok mana yang didominasi telah dilakukan. Imprealis, feodalis dan kapital birokrasi Negara adalah tiga kelompok yang mendominasi dalam wacana lirik lagu ini. maka dengan pemetaan tersebut kita akan melihat sejauh mana akses berpengaruh dalam pembentukan wacana ini. Imprealis memiliki akses yang sangat besar atas kontrol media, Melalui kekuatan modal yang sangat besar, informasi bisa diciptakan (dikonstruksi). Media sebagai produsen informasi, hari ini telah menjadi suatu industri dan berbicara mengenai industri maka ini tidak bisa dilepaskan dari Imprealisme itu tadi. Hubungan antara media dan imprealis ini tentu saja melahirkan akses yang seluas-luasnya bagi imprealis untuk mengontrol informasi apa-apa saja yang akan ditunjukan pada publik. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan akses yang dimiliki oleh buruh atau petani. Banyak pemberitaan di media kita tentang perjuangan para petani untuk merebut kembali tanahnya diinformasikan sebagai penjarahan, aksi kriminalitas, pembangkangan dan citra negatif lainnya. Lalu misalnya para buruh yang berdemonstrasi, selain diberitakan dengan porsi yang minim juga kadang tidak diberitakan mengapa mereka berdemonstrasi, sebaliknya yang diangkat luas adalah dampak dari aksi tersebut separti kemacetan, kerusuhan dan lain sebagainya. Tentang akses ini pula, kita bisa melihat bahwa wacana yang berusaha diangkat melalui lirik lagu ini, didistribusikan dalam jalur independent, artinya penyebaran akan wacana ini hanya akan didengarkan oleh sebagian kecil masyarakat saja, hal ini sebagai akibat dari terbatasnya cakupan jalur indie. Akses terhadap jalur yang lebih besar (mayor label), mereka tidak menyediakan tempat bagi musik-musik seperti lagu “Ada Mereka di Kepala” ini,. Maka jelas dengan kondisi ini, masyarakat justru akan lebih sering mendengarkan wacana-wacana yang dilemparkan oleh kelompok yang dominan. Secara lambat laun wacana-wacana yang di publish oleh mereka akan mengubah kesadaran khalayak akan kondisi yang terjadi di negara ini. Selain akses terhadap informasi yang sangat minim dimiliki oleh kaum yang tertindas itu, permasalahan utamanya adalah tentang keterbatasan akses terhadap alatalat produksi. Buruh tidak memiliki kontrol sama sekali atas alat produksi nya, sementara tani meskipun memiliki alat-alat produksi sederhana seperti cangkul namun tanah sebagai kebutuhan pokoknya tidak mereka miliki. Kesenjangan yang dimiliki oleh buruh dan tani terhadap akses alat-alat produksi ini, melahirkan suatu kesadaran inferior terhadap para penindasnya. Buruh dan tani selalu merasa tak berdaya karena tak memiliki akses atas alat-alat produksi nya. Hal ini diamini oleh Eky Darmawan, yang menurutnya bahwa kondisi buruh dan tani memang selalu tertindas. “Saya lihat jelas bahwa buruh dan tani mereka memang tertindas. Siapapun juga tahu lah kondisinya seperti itu, mereka menjadi korban dari imprealisme dan prosesnya itu tadi. Ya saya pikir perjuangan nya belum selesai dan bahkan, seniman pun juga menurut saya menjadi salah satu korbannya… Dan saya lihat dari kondisi yang ada sekarang belum ada perubahan, ok lah mungkin perubahan sudah ada, tapi belum mencapai apa yang kita sebut untuk mencapai standar hidup yang layak tadi”. (sumber : wawancara Eky Darmawan, 22 Januari 2010) Imprealis, bukan hanya memiliki jalur yang lebih luas dan besar terhadap akses-akses itu, baik akses terhadap informasi dan akses terhadap alat-alat produksi. Namun Imprealis memiliki dan bahkan memonopoli industri media di Indonesia (Hal ini dapat dilihat dari kepemilikan beberapa statsiun TV oleh pihak yang sama, MNC misalnya yang memiliki RCTI, Global TV dan TPI). Selain kepemilikan mutlak atas akses informasi, mereka juga menguasai akses atas alat-alat produksi. Maka dengan kondisi seperti ini, jelaslah sudah wacana-wacana yang coba dikemukakan oleh pihak yang tertindas seperti buruh dan tani, tidak mendapat siaran yang luas pada masyarakat lainnya. BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Melalui pendekatan analisis wacana model kognisi sosial dari Van Djik, penulis berhasil menyimpulkan temuan-temuan dalam wacana lirik lagu “Ada Mereka DI Kepala”, dilihat dari Dimensi Teks yaitu Struktur Makro, Super Struktur dan Struktur Mikro, Dimensi Kognisi Sosial serta Analisis Dimensi Konteks Sosial. Berikut ini adalah kesimpulan yang telah penulis rangkum : 1. kritik sosial dalam lirik lagu “Ada Mereka di Kepala”, ditinjau dari dimensi teks. a) Struktur Makro. Dalam analisis terhadap dimensi teks yang difokuskan pada Struktur Makro (tematik), penulis menemukan bahwa gagasan umum atau tema sentral yang berusaha dimunculkan dalam wacana lirik lagu ini adalah tentang ketidakadilan di bidang ekonomi yang terjadi di Indonesia, ketidakadilan ini terutama dipicu oleh masalah kesenjangan sosial dimana hanya segelintir pihak saja yang bisa merasakan kemewahan sementara masyarakat lainnya hidup dalam cengkraman kelaparan dan kemiskinan. Hal ini bisa dilihat dari koherensi global dalam tiap-tiap baitnya yang mengerucut pada tema tersebut. Tema yang juga berceritra tentang masalah-masalah yang dihadapi kelas buruh dan kaum tani ini juga diperkuat dalam bagian-bagian lain yang merupakan subtopik yang kemudian mendukung tema sentral. b) Super Struktur. Analisis Super Struktur difokuskan dalam penelaahaan suatu wacana secara skematiknya. Terdapat sebuah alur atau skema tertentu yang berusaha untuk ditonjolkan dalam wacana lirik lagu ini. Skema tersebut berupa penyusunan bagian per bagian dalam lirik lagu seperti, bait pembuka (Intro), reff, dan penutup lagu. Pola penyusunan skematik dalam lirik lagu ini, menjadi deskripsi yang mendukung tema sentral dalam struktur makro teks. Alur yang dimunculkan adalah alur yang menjadi landasan dalam menampilkan tema umum yakni tentang masalah-masalah dalam kehidupan buruh dan tani di negeri ini. c) Struktur Mikro. Tingkatan terakhir dalam melakukan analisis wacana dalam dimensi teks adalah analisis terhadap stuktur mikro suatu wacana. Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis terhadap elemen latar dan elemen retoris yaitu metafora. Berdasarkan hasil analisis tersebut, pada elemen latar penulis menyimpulkan bahwa apa yang menjadi latar dari lahirnya teks lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala” adalah tentang keberpihakan pembuat lirik lagu terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh buruh dan tani yang semakin termarginalkan, sementara segelintir orang dapat berpesta pora, banyak masyarakat lainnya yang hidup kelaparan. Keberpihakan inilah yang menjadi latar dari terciptanya lirik lagu ini. Hal ini menjadi relevan dengan tema sentral maupun skema yang terbangun dalam lirik lagu. Kemudian secara retoris, penulis banyak menemukan penggunaan kata-kata atau kalimat kiasan (metafora). Penggunaan metafora ini selain sebagai alasan estetik, juga memiliki tendensi sebagai pembungkus wacana lirik lagu yang menonjolkan asumsi (atau bahkan fakta) bahwa Indonesia memang tengah berada dalam kondisi dimana banyak rakyatnya yang hidup miskin dan kelaparan. 2. kritik sosial dalam lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala”, ditinjau dari dimensi kognisi sosial. Analisis dalam dimensi kognisi sosial dilakukan melalui pemetaan skema kognisi sosial dari Goodbye Lenin. Skema yang dimaksud adalah Skema Person, Skema Diri, Skema Peran dan Skema Peristiwa. Pemetaan dalam skema-skema tersebut didasarkan pada hasil wawancara penulis dengan grup band Goodbye Lenin. Secara umum skema-skema tersebut merefleksikan kesadaran mental atau kognisi sosial Goodbye Lenin yang tercermin dalam lirik Lagu “Ada Mereka Di Kepala”. Selain itu, skema-skema ini juga menjadi suatu hasil dari konstruksi kesadaran khalayak yang lebih luas (masyarakat) terhadap individu-individu Goodbye Lenin mengenai kondisi sosial yang terjadi di Indonesia. 3. kritik sosial dalam lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala”, ditinjau dari dimensi konteks sosial. Dalam analisis ini, penulisi melakukan kajian terhadap kondisi sosial dalam masyarakat tempat dimana wacana lirik lagu ini diproduksi. Konteks sosial yang dimaksud dalam wacana lirik lagu ini adalah Kondisi Indonesia secara umum. Analisis dalam dimensi ini, dilakukan dalam dua cara, yang pertama adalah analisis kekuasaan (power) dan yang kedua adalah analisis akses (acces). Dalam analisis kekuasaan, terdapat pemetaan antara pihak yang mendominasi dan pihak yang didominasi, pihak yang menindas dan pihak yang tertindas. Di negara ini kaum imprealis dan pemerintah (Negara) adalah pihak menindas rakyat (buruh dan tani). Kaum imprealis, Feodal, melakukan penindasan melalui kekuatan modalnya, sedangkan pemerintah sebagai Kapital Birokrat, melakukan penindasaan melalui kekuasaan dalam membentuk kebijakan-kebijakan yang kontra rakyat. Lalu dalam analisis terhadap akses yang dimiliki, kita akan melihat bagaimana kaum imprealis, Feodal, dan Kapital Birokrat memiliki akses terhadap informasi (media) dan akses terhadap alat-alat produksi yang lebih besar, bahkan bisa dikatakan merekalah yang menguasai akses itu dibandingkan dengan rakyat yang tertindas itu tadi. Dari kondisi sosial yang demikian maka pada akhirnya melahirkan suatu wacana dalam lirik lagu “Ada Mereka Di Kepala” yang memiliki tema umum tentang penindasan yang dialami rakyat. 6.2 Saran Dari perjalanan panjang menyelami permasalahan dalam penelitian ini, penulis telah merumuskan saran-saran yang mudah-mudahan dapat berguna, baik dalam upaya menciptakan perubahan atas kondisi yang semakin tidak berpihak pada rakyat miskin di Indonesia maupun saran atas penelitian lain yang sejenis. Berikut ini adalah saran yang telah penulis rangkum : Secara Teoritis 1. secara Struktur Makro, (Goodbye Lenin) cukup fleksibel namun ada yang harus di di perjelas dari makna Globalnya agar si pendengar Khususnya Buruh dan Tani bisa lebih jelas menerima pesan apa yang akan di sampaikan. 2. Secara Super Struktur, (Goodbye Lenin) cukup menarik cara member pesan di bait reffnya cuman ada beberapa hal yang di ulang-ulang sehingga pesan yang disampaikan (Goodbye Lenin) terkesan memberi tekanan. 3. Secara Struktur Mikro (Goodbye Lenin) dari elemen latar dan elemen retoris yaitu metaforanya terlalu sulit dimengerti, sehingga orang yang mendengarkan lirik akan sulit untuk memahami atas apa-apa yang akan disampaikan. Saran Praktis 1. Wacana kritis hendaknya tidak berhenti dalam tataran hiasan intelektual semata, namun dapat diturunkan dalam sebuah gerakan yang mampu melahirkan perubahan bagi bangsa ini. 2. Wacana Kritis harus selalu diharapkan oleh mahasiswa untuk membedah sebuah permasalahan, agar bisa membangun kecerdasan dari setiap apa-apa yang di benturkan dengan realitas. 3. Bagi penelitian lain, disarankan agar menggunakan pendekatan analisis lainnya dalam membedah permasalahan-permasalahan sejenis agar perspektif atas sebuah wacana bisa lebih kaya. 4. Bagi penelitian wacana kritis lainnya agar, melakukan perbandingan dengan wacana tandingan agar bisa menghasilkan ulasan yang lebih kaya. 5. Menaikan upah buruh sesuai dengan kebutuhan hidup minimum dan kebutuhan fisik minimum serta menolak dan menuntut pencabutan peraturan perundang-undangan yang tidak berpihak bagi buruh, seperti kebijakan out sourching. 6. Laksanakan UUPA No. 5 Tahun 1960, mewujudkan Reforma Agraria sekarang juga dan berikan tanah untuk petani penggarap. 7. Agar masyarakat dapat melakukan penyikapan yang cerdas atas masalahmasalah yang terjadi di negara ini (sosial, ekonomi, politik, budaya dll) tidak mudah tertipu oleh keindahan sebuah wacana. Berpikir kritis untuk kemudian maju bergerak melakukan perubahan-perubahan kongkret. 8. Agar musisi-musisi maupun seniman lain mampu menggulirkan wacana kritis yang memotret gejala dan fenomena sosial secara jujur. DAFTAR PUSTAKA Lull, James. Popular Music and Communications. Newburry Park: Sage Publications. 1899 Mulyana, Deddy. 2002. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Nakagawa, Shin. Musik dan Kosmos; Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Yayasan Obor Indonesia. 2000 Berger, Peter L. dan Luckman, Thomas. Tafsir Sosial Atas Kenyataan; Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES.1991. ______. Analisis Framing; Konstruksi Ideologi dan politik Media. Yogyakarta: LKiS. 2002. Kunio, Yoshihara. Kapitalisme Semu Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES. 1990 Kwant, R.C. Mens en Kritiek. Yogyakarta: Kanisius. 1975 Lesmana, Aria. Kritik Sosial dalam Lirik Lagu Tikus-tikus Kantor. Bandung: UNISBA. 2004 Rajasa, Sutan. 2002. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya : Karya Utama Rakhmat, Jalaludin. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Saini, K.M. Krisis Kebudayaan; Pilihan 10 Essai. Bandung: Kelir.2004 Sobur, Alex. Etika Pers; Profesionalisme dengan Nurani. Bandung: Humaniora Utama Pers.2001 Dominick, Joseph R. The Dynamic of mass Communications 5th Editions. New York: McGraw-Hill. 1996 Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT Citra Adhitya Bakti. Eriyanto. Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS. 2001. ______. Analisis Teks Media; Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2002 xv Sukidin, Basrowi. 2002. Metode Penelitian kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya : Insan Cendikia. Sumber Lain: http://www.google.com.(25/1/10) http://www.myspace.com/gdblenin.com.23/12/09 http://www.one.indoskripsi.com.(24/1/10) http://www.tempointeraktif.com.(14/10/09) http://www.wikipedia.com.(23/1/10 http://www.yahoo.com (23/1/10) Encylopedic Dictionary of Jurnalism and Communications.1999 Jurnal Apokalips.(17/8.08) Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English.1986 http://www.apokalips.com./12/9/07 xvi LAMPIRAN-LAMPIRAN (Lirik Lagu, Naskah Wawancara, Hasil Wawancara, Foto-foto Narasumber, Data Pribadi Penulis) xvi Lampiran 1 Lirik Lagu “Ada Mereka Di Kepala” Ciptaan : Very, Arvi, opick Marshall Aransemen : Goodbye Lenin Durasi : 5 menit 34 detik Sumber : http://www.myspace.com/gdblenin Ada Mereka Di Kepala Rekontruksi mengancam tanah subur Menggenggam kepalsuan Tersisa karna harta dunia Garis imprealisme, garis feodalisme Capital birokrat yang semakin membunuh jiwa Harus dilawan Teriak mencoba pahami rasa Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa Garis imprealisme, garis feodalisme Capital birokrat yang semakin membunuh jiwa Harus dilawan Teriak mencoba pahami semua Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa Teriak mencoba pahami semua Menentang segala kebijakan yang membunuh rasa Berlawan segala bentuk ketidak adilan xvii Lampiran 2 Naskah dan Hasil Wawancara dengan Goodbye Lenin -Verry, Arvi, Opick MarshallTanggal Wawancara : 23, Januari 2010 Waktu wawancara : 17.35 WIB. Tempat Wawancara : Studio Ruang Plastik Jln Natuna No 35 1. Bagaimana sih menurut kalian kondisi Indonesia hari ini? Multi krisis yang pasti. Mulai dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, krisis politik praktis yang membingungkan, krisis kemanusiaan yang semakin hari semakin memprihatinkan. 2. Lalu apa yang menjadi permasalahan utama bangsa ini? Dan siapa yang harus bertanggung jawab terhadap permasalahan utama tersebut menurut kalian? Kalo menurut saya dari Krisis Ekonomi awal dari permasalahan bangsa kita ini hingga dampaknya terhadap Krisis moral yang semakin parah. Krisis ekonomi yang membuat bangsa kita terpuruk, Yang harus bertanggung jawab kita semua, yang masih mempunyai harga diri untuk menyelamatkan bangsa ini dari keterpurukan, dan pemerintah sebagai yang menjalankan pemerintahan, pemerintah harus bersikap mandiri tidak tergantung pada hutang terhadap IMF, dan Bank Dunia. 3. Apa harapan kalian atas permasalahan tersebut? Harapan kami Cuma satu, Segala Krisis harus segera berlalu. 4. Menurut kalian bagaimana peranan pemerintah/Negara dalam penyelesaian masalah-masalah-masalah rakyat dan seperti apa contoh kongkritnya? Secara umum, kami masih belum puas akan kinerja pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di negeri ini. Mulai dari sektor lahan pekerjaan yang tidak di fasilitasi, banyaknya kasus-kasus korupsi di berbagai daerah, pendidikan, yang seharusnya di wajibkan bagi setiap anak bangsa, malah di persulit dengan biaya yang mahal, fasilitas-fasilitas rumah sakit yang tidak bisa di cicipi oleh orang-orang miskin. Dan banyak hal lagi yang membuat hati kami miris. xviii 5. Apa pandangan kalian tentang imperialisme, Feodalisme, dan Kapital birokrat di Indonesia ? Imperialisme tumbuh karena sebagian kecil orang (yang sayangnya memegang sebagian besar roda perekonomian Indonesia dan bahkan dunia) melakukan segala cara untuk bisa memperkaya diri mereka sendiri. Tidak ada rasa kebersamaan, berdagang yang adil. Semua cari aman. Menurut kami imprealisme ini menjadi semaca pokok permasalahan yang mungkin bukan hanya dialami di negara ini, tapi juga di belahan dunia lain. Dampak yang paling nyata adalah di bidang ekonomi, sampai saat ini ekonomi di Indonesia hanya dikuasai oleh segelintir orang saja, tidak ada pemeretaan di bidang ini seperti yang telah di gambarkan dalam lagu “Ada Mereka Di Kepala”, sehingga akibatnya kemiskinan semakin bertambah dari waktuwaktu. Feodalisme itu satu bentuk relasi penindasan terhadap system produksi, biasanya terdapat di desa-desa dimana tuan tanah yang mempunyai tanah, memeras petani kecil, dan buruh tani yang bekerja padanya dengan gaji atau sistem bagi hasil yang tidak sesuai dengan apa-apa yang petani miskin dan buruh tani kerjakan. Dan Kapital birokrat atau kita sebut Kabir, biasanya mereka menjadi operator imprealis monopoli kapitalis asing, yang menanamkan modal nya di negeri kita, melindunginya dari marabahaya perusahaan-perusahaan mereka, terus mereka membuat sistem, di Negara agraris seperti di indonesia selalu merugikan kita sebagai warga nya, diantaranya mereka selalu melakukan, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme secara besar-besaran. 6. Dunia saat ini tengah menghadapi krisis keuangan global, pandangan kalian tentang masalah ini seperti apa? Dengan kata lain , korupsi bukan hanya tumbuh di Dunia Ketiga, tapi juga di negara maju. Gilanya lagi, banyak negara yang secara ekonomi bergantung kepada negara maju itu, seperti Indonesia sehingga ikut terkena dampak dari krisis keuangan tersebut. Krisis ini juga dampak dari imprealisme, Feodalisme dan Kapital Birokrat tadi, pasar bebas atau globalisasi yang diterapkan dalam struktur ekonomi dunia terbukti gagal. 7. Bagaimana kalian melihat nasib klas buruh, kaum tani dan masyarakat tertindas lainnya di Indonesia? Kami pikir, mereka adalah merupakan golongan yang paling menderita di negeri ini, banyak kebijakan-kebijakan yang membuat mereka berada dalam lingkaran kemiskinan. Keadaan yang dikondisikan ini telah berlangsung lama, mereka belum tercerahkan akan hak-haknya. Hal ini bisa kita lihat dari mayoritas orang miskin di Indonesia adalah berasal dari buruh dan tani. Lagu kami yang anda teliti itu (Ada Mereka Di Kepala), merepresentasikan pandangan kami tentang mereka juga sebetulnya didedikasikan untuk mereka, lagu itu adalah kritik kami atas keadaan yang tidak adil bagi buruh dan tani. xix 8. Apa sih yang ingin disampaikan Goodbye Lenin dalam karya-karyanya? Bercerita atau menyampaikan sesuatu pendapat yang menurut kami layak untuk diangkat atau diutarakan, baik permasalahan individu atau pun yang lebih besar lagi (sosial, politik, HAM dll), yang lebih tepatnya mempropagandakan isu-isu yang mengangkat buruh dan tani yang selama ini di tindas. 9. Proses penciptaan suatu karya musik di Goodbye Lenin seperti apa sih? Biasanya kami berdiskusi tentang keadaan atau situasi nasional, internasional dulu sebelum membuat musik dan lirik lagunya, karena kami membuat tema buat lirik lagunya itu harus berdasarkan objektifitas apa-apa yang kami tangkap dan kami rasakan selama masih hidup. 10. Apa yang melatarbelakangi kalian dalam membuat suatu karya musik (lirik) khususnya dalam lagu “Ada Mereka Di Kepala”? Sikap penindasan oleh imprealisme, kapitalisme dan capital birokrat ini harus di sikapi dan di lawan, karena mereka yang semestinya memihak pada buruh, tani, dan pada kita sebagai warga Indonesia. 11. Lagu Ada Mereka di Kepala sebetulnya bercerita tentang apa? Tentang sebuah bentuk penindasan imprealisme, kapitalisme dan capital birokrat yang selama ini selalu menindas dan memeras para buruh, tani, bahkan mencuri lahan-lahan petani dengan segala bentuk paksaan, sekaligus lagu ada mereka di kepala ini merepresentasikan sebuah perlawanan terhadap kaum penindas . 12. Dalam ideologi dominan (peguasa), Negara digambarkan baik-baik saja, kesejahteraan meningkat, kemiskinan berkurang, hutang lunas dsb. Gambaran tersebut bertolak belakang dengan salah satu lagu kalian “Banyak asap disana” yang mengatakan sebaliknya. Bagaimana kalian menyikapi hal ini? Sikap kami kan sudah disebutkan oleh kamu di atas, bahwa kami sebaliknya dari pemerintah. Kalau pemerintah mengklaim hal postif, itu biasa, namanya juga yang sedang memerintah, pasti akan menonjolkan capaian yang bagus-bagus saja. Kalau boleh tahu, Negara mengatakan hutang lunas itu di mana, kapan dan siapa yang mengatakannya ya? 13. Musik kalian banyak berbicara tentang fenomena sosial. Apakah hal tersebut hanya ungkapan ekspresif semata atau ada misi lain dibalik itu, sebagai kritik sosial misalnya? Keduanya, ekspresi dan kritik sekaligus. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Artinya sesuatu hal yang ekspresif bukan berarti tidak dalam bentuk yang kritis. xx 14. Nama Goodbye Lenin saat ini terbilang sudah cukup besar dalam scene musik indie. Bagaimana sih Goodbye Lenin memandang diri kalian sendiri? Sampai saat ini kami Cukup senang dalam hal ide-ide, minimal mulai dikenal dan bisa diperdebatkan. Lebih dari itu, biasa saja. Kami tidak mau berbesar kepala, apa yang sudah kita raih saat ini sebetulnya belum ada apa-apanya, kami hanya mencoba menciptakan pasar yang belum ada, baik di mainstream atau di scene indie kan pasarnya sudah baku seperti itu. Nah..kami sih hanya masuk dengan pendekatan yang berbeda, kita tidak malu mengakui roots kita dari melayu, tapi kan melayu tidak selalu mendayu-dayu, eksekusi musik kita pada akhirnya sangat berbeda dengan band-band pop yang sudah ada, disitu pasar kami. Tapi jika dikatakan sudah mapan atau besar belumlah, masih banyak band-band lain di scene ini (indie) yang lebih besar dari kami. 15. Apa sih yang ingin dicapai oleh kalian? Akan dibawa kemana Goodbye Lenin oleh kalian? Sampai kami tidak punya nyawa lagi, Musik kami membawa pengaruh positif bagi pendengarnya, dan kami akan terus eksplorasi dalam musik maupun lirik, tentu saja dalam ranah musik pop. 16. Kalian sering disebut-sebut sebagai penyelamat musik Indonesia. Apa tanggapan kalian tentang hal ini? Julukan itu terlalu berat, faith accomply sebagian orang. Kami tidak merasa seperti itu. Seperti yang sudah kami bilang sebelumnya, masih banyak band-band lain yang mungkin lebih pantas disebut untuk itu, mungkin hal ini karena kami baru masuk saat kondisi musik di Indonesia tengah berada dalam kondisi yang banyak orang pikir sedang down terutama band-band yang berada di mayor label. Mungkin ini juga dipengaruhi oleh penggunaan lirik berbahasa Indonesia dalam tema yang beragam oleh kami, yang justru jarang dilakukan oleh band-band indie. 17. Dan seperti apa kalian memandang musik nasional saat ini? Musik Nasional banyak yang bagus dan banyak yang buruk . sayangnya musik yang bagus kurang mendapatkan publikasi yang layak, dengan kata lain susah dijangkau dan akhirnya hanya bisa dikonsumsi oleh sebagian orang. 18. Seperti apa sih peranan musisi dalam masyarakat menurut kalian? Harapannya pemusik atau pun seniman mampu menghasilkan karya yang bergizi kepada masayarakat dan masyarakat mampu mengapresiasi musik atau seni yang bergizi pula. Dalam arti, seniman harus bisa lebih peka dalam menangkap gejalagejala sosial yang tengah berkembang di masyarakat untuk kemudian mentransformasikannya dalam bentuk karya yang xxi mereka buat, agar masyarakat juga bias “ngeh” dengan gejala itu, sehingga akhirnya masyarakat bisa mendapat sesuatu dari seniman atau musisi. 19. Apakah peran tersebut sudah dijalankan oleh Goodbye Lenin dan musisimusisi kita yang lain? Untuk kami sendiri peran seperti itu masih jauh, kami hanya berusaha untuk mencapai kearah sana. Banyak musisi diluar kami yang sudah menjalankan peran itu, namun lebih banyak lagi yang hanya mengejar pasar saja. 20. Filosofi kalian dalam bermusik seperti apa? Musik adalah sebuah media untuk menghibur, menjadi saluran kami berjuang, berekspresi, mengungkapkan emosi, mempropagandakan tentang isu-isu kekinian, berposisi, mengedukasi, berkomunikasi, dan dokumentasi. 21. Influence terbesar kalian dalam musik siapa? Arvi : Mute Meth, ekplosion in the sky, & Sore, RNRM. Verry : Gun N Roses, Mew, Ekplosion In the Sky, Oasis Opick: Star Sailor, Sean Lennon, Copeland, Toriamor, Mew, The album Leaf 22. Bisa tahu background dari masing-masing personil Goodbye Lenin? Arvi : Mahasiswa Universitas Islam Bandung (UNISBA). Verry : Mahasiswa Universitas Islam Bandung (UNISBA). Opick : Mahasiswa Universitas Islam Bandung (UNISBA). 23. Kegiatan masing-masing dari kalian apa sih diluar band? Arvi : bekerja sebagai Editor di PH 86 Frems Verry: sekarang tidak bekerja, konsen mengerjakan skripsi. Opick : Bekerja di Ever Komunika, mengedukasi anak-anak SD Loskulalet Pangalengan, Ikut berorganisasi tergabung dengan Front Pembebasan Rakyat (FPR). xxii Lampiran 3 Naskah dan Hasil Wawancara dengan Eky Darmawan Band RNRM Tanggal Wawancara : 22 Januari 2010 Waktu wawancara : 14.10 WIB Tempat Wawancara : Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIKOM. 1. Menurut anda bagaimana sih kondisi Indonesia hari ini ? Saya melihat sebetulnya Indonesia hari ini punya posisi tawar yang potensial. Negeri yang memang sebetulnya sangat mampu untuk menjadi sesuatu, hanya tinggal kita harus memperjuangkan apa-apa yang salah dalam internal bangsa ini. Kita harus kembali percaya pada diri kita sendiri, tidak selalu merasa sebagai bangsa yang pernah dijajah. Karena ekses itu akibatnya akan terasa secara mentalitas, kan masih banyak sisa-sisa yang tertinggal sampai sekarang, sampai beberapa generasi setelahnya. Kita harus bisa membuktikan bahwa dulu kita pernah menjadi bangsa yg punya sesuatu dan peradaban sendiri. Sementara untuk bisa setara dengan kekuatankekuatan global, masih banyak tantangan untuk kita menuju kesitu karena tetap pada akhirnya ada berbagai tarik-memenarik kepentingan dalam prosesnya itu, tapi walaupun demikan sebetulnya saya tetap optimis kalo kita menjadi sesuatu itu bisa. 2. Lalu apa yang menurut anda menjadi permasalahan utama bangsa ini? Permasalahan utamanya itu adalah tidak adanya kesungguhan dan niat dari orang-orang untuk memperbaiki apa yg ada. Kadang saya melihat di perjalanan ini banyak orang-orang yang kurang kuat mentalnya, sehingga ketika menuju ke suatu proses yg lebih serius akhirnya tidak bisa mencapai apa yg di targetkan, dan hal ini terjadi pada orang-orang yang yang berada di posisi atau wewenang yang kuat, posisi yang bisa menggerakan semua itu. 3. Siapa yang harus disalahkan atau bertanggungjawab dalam kondisi tersebut? Yang harus disalahkan?, ya saya pikir kita harus menyalahkan diri kita sendiri, kembali ke diri kita sendiri. Jadi jangan menyalahkan siapa-siapa. Kita semua punya masalah yang harus di perbaiki. 4. Lalu seperti apa solusi yang anda tawarkan atas permasalahanpermasalahan tersebut? Proses selanjutnya itu penindaklanjutan dari proses intropeksi. Jika kita memang punya kesungguhan atau niat untuk memperbaiki diri, maka apapun bisa kita lakukan. Seriap orang tau, ia harus menempuh jalan yang mana dan harus bagaimana, tapi yang jelas utamanya adalah intropeksi jadi kita tau posisi kita itu dimana dan kita harus seperti apa. xxiii 5. Menurut anda bagaimana peranan Pemerintah/Negara dalam penyelesaian masalah-masalah masyarakat? Dan seperti apa contoh kongkritnya? Peranan negara disini atau pemerintah paling tidak sebenarnya harus sesuai dengan proporsinya, konsekuen dengan apa yang sudah di sepakati. Oke lah saya tahu dan mungkin kita juga sama-sama tahu, pemerintahan hari ini seperti apa, mereka hanya manis dimulut, banyak kekurangan disana-sini. Tapi paling tidak seharusnya ada beberapa yang dijalankan dengan maksimal. Ini seperti yang saya bilang bahwa tidak ada kesungguhan perseorangan dari mereka yang memiliki wewenang itu. Mereka kurang bisa menjalankan amanat yg sudah di sepakati. Banyak contohnya, beberapa masalah disini kan tidak jelas ujungnya pangkal dan penyelesaiannya seperti apa, kemiskinan, pendidikan, banyak yang tidak jelas seperti apa. 6. Apa pandangan anda sebagai seorang seniman tentang, Imprealisme, Feodalisme, dan Kapital Birokrat di Indonesia? Sebenarnya apa yang terjadi ini mungkin secara tidak sengaja pada akhirnya mengarah pada kesimpulan itu, pada imprealisme. Mungkin kita secara tidak sadar sering melakukan penilaian bahwa imprealisme itu seperti ini, Feodalisme, dan Kapital Birokrat itu seperti ini, tapi saya pikir disini tidak berarti bahwa imperialism, Feodalisme, dan Kpital Birokrat itu selalu buruk. Apapun juga istilahnya, segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Bagi beberapa orang yang memegang prinsip yang sama mungkin menganggap bahwa Imprealisme, Feodalisme, dan Kapital Birokrat itu baik, tapi disisi ada juga yang menentang. Saya pikir masalah ini hanya tentang perang dalam mempengaruhi masyarakat mana yang harus dilakukan, mana yang terbaik bagi mereka karena saya lihat imprealisme, Feodalisme, dan Kapital Birokrat juga memiliki nilai-nilai kebaikan tapi tentu saja hanya bagi mereka yang memegang prinsip itu. Kondisinya sekarang Imprealisme, Feodalisme, dan Kpital Birokrat, sudah menjadi bagian dalam hidup kita, sehingga banyak yang menganggap telah menjadi korbannya. 7. Bagaimana anda melihat nasib klas buruh, kaum tani dan masyarakat tertindas lainnya di Indonesia? Saya lihat jelas bahwa buruh dan tani mereka memang tertindas. Siapapun juga tahu lah kondisinya seperti itu, mereka menjadi korban dari imprealisme, Kapitalisme, dan Kapital Birokrat, prosesnya itu tadi. Ya saya pikir perjuangan nya belum selesai dan bahkan, seniman pun juga menurut saya menjadi salah satu korbannya. Tapi yang jelas kesejahteraan tidak selalu di ukur secara fisik, memang kita juga tahu standar orang hidup layak itu seperti apa tapi keadaannya memang begini, diterjemahkannya dari sisi mereka yang menjadi korban. Dan saya lihat dari kondisi yang ada sekarang belum ada perubahan, ok lah mungkin perubahan sudah ada, tapi belum mencapai apa yang kita sebut untuk mencapai standar hidup yang layak tadi. xxiv 8. Seperti apa sih seharusnya peranan musisi atau seniman dalam masyarakat menurut anda? Kita serba salah, serba salah dalam artian di satu sisi seniman yang dituntut untuk selalu bisa peka dalam melihat kondisi masyarakat dan kadang hal itu bukanlah hal yang menarik untuk di explorasi dan berkesenian, di sisi lain kita juga harus memenuhi kebutuhan dasar, makan, minum dan sebagainya. Berkesenian itu kebutuhan kita dalam memahami peradaban, sampai dmana posisi kita, itu kalo menurut saya. Dan ada suatu kondisi dimana ketika kita mencoba menyuarakan itu menjadi sesuatu lebih menarik atau dalam arti untuk memenuhi fungsinya atau manfaatnya agar bisa di apresiasi oleh pihak-pihak yang bisa menyambungkan atau mengakomodir persoalan yang ingin disuarakan. Saya pikir itu lebih menarik, ketika kesenian itu atau seniman bisa menyuarakan itu dengan cara yang sifatnya lebih menyentuh. Namun saya pikir, disini posisi seniman belum begitu signifikan atau malah dianggap tidak penting sama sekali, kalo menurut saya pada kenyataannya orang-orang barat lebih bisa menghargai kesenian. Bahwa di pemahaman mereka posisi taraf kesenian itu adalah juga penting. Sementara di kita berfikir terlalu naïf, sebetulnya relatif bahwa kesenian itu di anggap penting jadi semuanya itu bisa berjalan dengan bersamaan menurut saya. 9. Menurut anda apakah hari ini, musisi atau seniman kita telah menjalankan perannya dengan baik? Itu relatif, saya gak tau. Saya sendiri sebetulnya ingin menyatakan kalo saya bukan seniman. Saya adalah gerilyawan kesenian, jadi saya hanya bergerilya saja. Saya tidak perlu menjadi atau mengharapkan menjadi orang terkenal, karena sekarang ada fenomena semacam itu. Itu yang membedakan pergerakan orang kesenian, ada yang mengejar kepentingannya sendiri untuk mnjadi bintang dan ada yang merasa masih melihat ruang-ruang yang kosong, yaitu ruang-ruang kesenian yang saya rasa penting untuk harus menjadi gerilyawan karena ruang-ruang ini sangat penting untuk diisi. Dalam artian saya menyemangati orang-orang yang di bawah yang justru mempunyai potensi, ini yang kita sama-sama angkat. Tapi jelas kalo tadi pertanyaannya sampai sejauh mana itu saya tidak tahu, karena yang saya tahu itu adalah relatif. Masih ada bnyak hal di dalamnya yang tidak bisa melihatnya hitam dan putih seperti itu. Sejauh mana itu ukurannya. Saya tidak punya komentar apapun, tapi yang jelas kalo di liat dari kacamata saya sendiri, saya anggap saya bukan seniman. 10. Apa yang paling menarik dari menjadi seniman? Yang menarik itu ketika saya paham bahwa hidup saya ini hanyalah ibadah sebetulnya. Bukan berarti saya tidak butuh uang, saya juga tetap butuh makan, saya butuh apa-apa, tapi saya pikir ada hal yang jauh lebih penting dari hanya sekedar makan. Itu adalah tentang kejujuran kita dalam menyampaikan sesuatu. Dalam dunia kapitalistis dan dunia industri, saya pikir saya juga turut menjadi korban, hak untuk hidup, hak untuk berekspresi kan menjadi semakin terbatas dan inilah yang menjadi spirit-nya, kita harus inisiatif sendiri karena kita tidak di fasilitasi oleh siapapun, negarapun tidak memfasilitasi apalagi orang-orang industri swasta. Semangat indie itulah yang membuat saya tertarik untuk menjadi gerilyawan kesenian itu tadi karena ternyata menjadi terkenal itu bukan satu-satunya alternative, justru ketika kita menjadi tidak terkenal itulah yang menarik, nah itu yang paling asyik menjadi orang, menjadi diri kita sendiri saja tidak harus menjadi siapapun. 11. Bagaimana sih karya yang baik itu diciptakan? Perspektif saya karya yang baik itu adalah karya yang jujur sehingga nyawa, emosi dalam karya tersebut sampai kepada orang yang mengapresiasi. Itu yang saya pikir baik, tapi karya menjadi baik itu relatif itu karena ketika ada karya atau membuat sebuah karya, orang yang memang punya benang merah yang sama dengan karya itu pasti dapat mengapresiasi positif. Ukurannya tdk selalu harus semua orang suka, itu yang saya bilang relatif tadi, kalo memang kebetulan karyanya itu disukai oleh mayoritas orang ya memang kebetulan karya itu kena dengan soul-nya dia. Jadi karya yang bagus itu adalah karya yang jujur. 12. Karya seni sebagai media kritik sosial. Menurut anda? Menurut saya itu sudah menjadi takdirnya, kesenian itu bagian yang tidak terlepaskan dari perkembangan peradaban masyarakat. Jadi istilahnya di setiap peradaban itu ada potensi-potensi kesenian. Pemahaman yang ada ketika mungkin zaman dulu juga ada kritik sosialnya, tapi ada era nya ketika itu menjadi sangat terbuka pada beberapa hal dan tertutup untuk hal lainnya. Namun sekarang keadaannya sudah berubah, banyak terdapat ruang-ruang yang harus dikritisi oleh seni dan akhirnya kehidupan itu bagian dari kesenian menurut saya, kritik sosial adalah bagian dari kehidupan yang juga bagian daripada kesenian. xxvi Lampiran 4 Naskah dan Hasil Wawancara Dengan Dimas Wijaksana. Band Mr. Sonjaya Tanggal Wawancara : 21 Januari 2010 Waktu wawancara : 15.58 WIB Tempat Wawancara : Kediaman Dimas Wijaksana JL. Dago Barat No.38 Bandung 1. Menurut anda bagaimana kondisi Indonesia hari ini? Dalam beberapa bidang seperti misalnya dalam bidang politik, kita itu sudah ambruk, sudah tidak bermoral. Kita sudah banyak menghilangkan nilai-nilai moral dan kemanusiaan, banyak rakyat yang tidak puas dengan apa yang terjadi di negeri ini. Politik hanya dilihat sebagai suatu keharusan memilih capres. Rakyat miskin hanya dijadikan alat saja, bahwa rakyat miskin harus memimilih capres-capres yang kaya-kaya itu. Parah!. Padahal orang-orang kaya itu punya sejarah yang buruk..blabla-bla…seperti itu, silahkan cari sendiri. Padahal jika di Indonesia nilai moral dalam bidang politik dibangun, mungkin saya akan menjadi politikus jika dibandingkan dengan menjadi seniman yang masa depannya suram. Itu baru di ruang politik, belum lagi di ruang kebudayaan dan di ruang ekonomi, saat ini orang sudah masing-masing, individualistis. Di rakyat kecilnya saja para petani kita sudah seperti itu, ada yang berhasil dalam menanam sesuatu, ilmunya tidak dibagi, hanya dipakai sendiri. Di ruang sosial sih kita masih bisa bersama-sama walaupun masih sedikit dan kecil jumlahnya. 2. Lalu apa yang menurut anda menjadi permasalahan utama bangsa ini? Menurut saya ada hubugan sosial yang tidak berjalan, misalnya saja bicara tentang tanah, kan sebetulnya itu ada fungsi sosialnya, itu diatur dalam undangundang. Nah fungsi sosial itu yang tidak berjalan. Masyarakat sudah tidak saling peduli dengan sesamanya dalam ruang sosial yang tidak berfungsi. Baik dalam bernegara maupun dalam pembangunan sumber daya alam misalnya. xxvii 3. Siapa yang harus disalahkan dan bertanggungjawab dalam permasalahan tersebut? Saya pikir pihak yang paling patut di persalahkan dan bertanggungjawab ya saya sendiri. Saya telah gagal dalam membuat sebuah revolusi, membuat perubahan. Padahal saya sendiri menilai negara ini telah ambruk, maka saya lah yang paling bersalah. Saya sudah buat lagunya untuk itu, tapi saya gagal. Karena perkaranya tidak ada orang yang mau dipersalahkan, maka saya yang mengambil tanggung jawab itu. 4. Seperti apa solusi yang anda tawarkan atas permasalahan-permasalahan tersebut? Saya pikir orang-orang yang ada di Indonesia harus sadar pada Yang Maha Kuasa, ingat akan siapa dirinya. Itu solusisnya. Karena jangankan berbicara tentang negara, kita berbicara masalah di kota Bandung saja, banyak permasalahanpermasalahan yang tidak selesai. Permasalahan jalan rusak saja sebagai contohnya, itu kan mencelakakan banyak orang, membahayakan. Dan jika orang yang bertanggungjawab dalam masalah itu memiliki rasa kemanusiaan maka hal seperti itu tidak akan dibiarkan lama. TIdak akan dibiarkan berlarut-larut, padahal itu hanya masalah kecil saja, ini kan menjadi gambaran umum. 5. Menurut anda bagaimana peranan Pemerintah/Negara dalam penyelesaian masalah-masalah masyarakat? Dan seperti apa contoh kongkritnya? Negara harus berani menghimbau pada mereka yang memiliki kekayaan, yang memiliki kekuasaan untuk membagi kekayaannya pada mereka yang masih kekurangan. Saya pikir keadaanya akan lain jika itu dijalankan, rakyat akan terbagi semua. Padahal kan agama juga sudah mencontohkannya dengan zakat. Kita lihat revolusi agraria saja tidak pernah terjadi. Kelakuan BTN dan antek-anteknya tuh… Ini ada contoh yang menggelikan, dulu saya pernah merangkum CD yang berisi UUD Pokok Agraria untuk disosialisasikan oleh BTN, tapi waktu itu yang keluar malah pengacaranya yang berbicara keuntungan dan segala macamnya dari hal itu…wah parah. 6. Apa pandangan anda tentang, Imprealisme, Feodalisme dan Kapital Birokrat di Indonesia? Saya gunakan bahasa rakyat saja…saya tidak suka dengan istilah-istilah itu… Ketika rakyat tidak dibangun, ketika rakyat dengan tanahnya yang subur dan kaya kemudian miskin, maka saya pikir ada yang salah didalamnya dan itu harus kita bongkar dan benahi. Kita sebenarnya terjajah juga oleh Eropa, Amerika, India, Cina dan lain-lain. Anda tahu itu??. Dan saya pikir Imprealisme, Feodalisme, dan Kapital Birokrat itu tadi ya tentang penjajahan. Kita selalu terjajah bahkan dalam otak dan pikiran kita. 7. Seperti apa sih seharusnya peranan musisi atau seniman dalam masyarakat menurut anda? Saya banyak bertemu dengan musisi-musisi yang genre-nya balad dan semua musisi balad saya pikir mencintai negaranya, bukan mencintai karena nasionalis seperti TNI, tapi mencintai Negara dengan jiwa dan hatinya. Jadi ketika ia melihat rakyat yang miskin kelaparan hatinya akan terketuk dan terenyuh, bahkan walaupun mungkin itu bukan orang senegaranya. 8. Menurut anda apakah hari ini, musisi atau seniman kita telah menjalankan perannya dengan baik? Saya bisa pastikan bahwa, musisi Indonesia tidak merubah keadaan, mereka tidak banyak berperan dalam perubahan itu. Karena jika sudah ada perubahan, maka tidak akan ada lagi rakyat yang kelaparan, rakyat yang miskin. Ada mungkin musisi yang berperan untuk itu, merintis perubahan dari hal kecil seperti Ary Juliant, Ferry Curtis atau Iman Sholeh, itu musisi-musisi balada di Bandung. Jadi saya pikir tugas perubahan itu bukan oleh musisi. Karena tidak akan berperan banyak. Fungsi Musisi itu, apa lagi para musisi balada sebenarnya untuk menggerakan rakyat. Seperti misalnya pada kasus Ambalat sekarang, harusnya yang berada di garda terdepan itu para musisi balada untuk membakar rakyatnya. 9. Apa yang paling menarik dari menjadi seniman? Tidak ada yang menarik menjadi seorang seniman. Karena seniman dalam tataran pikir saya adalah yang bisa merubah dunia dan hanya satu orang yang saya anggap berhasil sebagai seniman yaitu Ir. Soekarno. Tidak ada sebetulnya yang ingin disebut seniman, Ary Juliant misalnya dia hanya ingin disebut Gerilyawan Kesenian, dan saya pun juga begitu, saya tidak ingin disebut seorang seniman, kita yang anda anggap sebagai seniman, sebetulnya hanya berjalan kemana-mana dengan keyakinan kita. 10. Karya seni sebagai media kritik sosial. Menurut anda? Apa sih yang sebetulnya harus kita kritik kitu?. Negara ini sudah terlalu kacau dan ambruk untuk dikritik. Karena menurut saya sesuatu yang harus dikritik itu yah hal-hal yang baik. Karya yang baik dan berkualitas, nah baru itu layak untuk dikritik. Jika kemudian kita mengnkritik negara ini, apa yang harus dikritik?, toh semuanya sudah ambrul. Kita berkesenian, membuat karya-karya itu hanya sebagai suara kita, sebagai masyakarat juga. Dan karena suara kita yang didengar, maka kadang kita dianggap sebagai mewakili suara rakyat. Hanya sebatas itu saya pikir. xxix Lampiran 5 Foto-foto Key Informant Goodbye Lenin Foto Penulis bersama Goodbye Lenin saat melakukan sesi wawancara/23 Januari 2010/ Studio Ruang Plastik Jln Natuna no 35. Bandung. xxx Score Inaguration Foto Goodbaye Lenin Live in Score/27 November 2009/ Score Ciwalk. xxxi Lampiran 6 Foto-foto Narasumber Foto Penulis saat melakukan wawancara bersama Eky Darmawan Personel RNRM/ 22 januari 2010/ Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIKOM xxxii Lampiran 7 Foto-foto Narasumber Dimas Wijaksana Band Mr. Sonjaya saat tengah penulis wawancarai / 21 Januari 2010/ Kediaman Dimas Wijaksana JL.Dago Barat No.38 Bandung. xxxiii