Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI TEMBAKAU TERHADAP PROGRAM PEMBINAAN LINGKUNGAN SOSIAL Suteki Fakultas Hukum Universitas Diponegoro [email protected] ABSTRAK Analisis terhadap hubungan hukum dan kemiskinan tidak dapat dilepaskan dari adanya konsep atau model bekerjanya hukum dalam masyarakat. Bertitik tolak dari batasan model yang tidak dikemukakan oleh Seidman, dapat diketahui dalam peranan hukum dalam mengubah dan mengarahkan perilaku atau pola-pola tingkah laku pemegang peran, dalam hal ini adalah warga masyarakat. Apabila perubahan perilaku ini dapat dilaksanakan maka hukum dalam bekerjanya dapat berfungsi sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat (a tool of social Engineering). Dengan demikian pada tingkatan tertentu diharapkan hukum dapat menanggulangi bahkan menghapuskan kemiskinan. Berdasarkan UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, pasal 66A ayat (1), salah satu tujuan bagi hasil cukai pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial. Pendapatan cukai tentu saja tidak lepas dari jerih payah para karyawan/buruh. Setiap hari sejak subuh para buruh/karyawan sudah berangkat kerja menuju brak-brak rokok untuk membuat lintingan batang per batang. Karena itu, pemerintah daerah perlu memperjuangkan konsep regulasi teknis untuk memikirkan nasib buruh/karyawan. Jika dilihat dari tingkat kesejahteraan, kehidupan para buruh tentu masih belum seluruhnya layak. Karena itu, pemerintah kabupaten perlu memprioritaskan nasib para buruh dalam regulasi di tingkat teknis dalam pengelolaan dana bagi hasil cukai tersebut. Melakukan perbaikan nasib buruh dengan cara: (1) pemberian beasiswa bagi putra-putri buruh, (2) memberikan tambahan penghasilan (tunjangan) bagi para pendidik yang mengelola lembaga pendidikan swasta yang kebanyakan berasal dari keluarga buruh, (3) membangun sarana dan prasarana pendidikan, (4) pemberian pelayanan hibah atau kredit lunak, (5) peningkatan jaminan kesehatan, (6) peningkatan sarana dan prasarana publik yang bermanfaat baik secara langsung atau tidak langsung terhadap produktivitas pabrik-pabrik penghasil cukai, serta (7) pemberian subsidi perumahan, dana rehab atau bedah rumah bagi para buruh yang tidak memiliki rumah atau memiliki rumah yang tidak layak huni. Kata Kunci: Cukai Tembakau; Kebijakan Formulasi A. LATAR BELAKANG hanya merupakan jembatan, yang akan membawa Hukum untuk manusia, bukan manusia kita untuk mencapai tujuan hidup sebagai negara untuk hukum. Melalui penalaran seperti ini, maka bangsa. hukum itu bukan merupakan tujuan, akan tetapi masyarakat yang bagaimana yang dicita-citakan 259 Untuk itu kita harus mengetahui Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro oleh bangsa Indonesia baru kemudian kita dapat merupakan salah satu tujuan negara hukum menentukan hukum yang bagaimana yang dapat Indonesia didirikan. Tujuan nasional ini seharusnya membawa rakyat kita ke arah masyarakat yang diterjemahkan ke dalam instrumen peraturan dicita-citakan itu. Cita-cita bangsa Indonesia tidak perundang-undangan di bawah UUD 1945. Hukum lain adalah tujuan nasional yang tercantum dalam dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945. Tujuan perundang-undangan nasional tersebut adalah (1) melindungi segenap mampu mewujudkan kesejahteraan umum (sosial). bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Untuk dapat mewujudkan kesejahteraan sosial, Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) maka hukum harus dapat menciptakan keadilan, mencerdaskan kehidupan bangsa dan (4) ikut bukan hanya keadilan individual (baik keadilan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan legal, maupun keadilan komutatif), melainkan juga kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan keadilan distributif atau dapat diterjemahkan lebih sosial. kongkret menjadi keadilan sosial. wajahnya berupa inilah sistem peraturan yang diharapkan Sebagai negara hukum1, negara Indonesia Berdasarkan uraian di atas tampak jelas dapat mendayagunakan hukum sebagai sarana bahwa hukum dan keadilan sosial memiliki untuk mewujudkan cita-cita nasional atau dalam hubungan yang sangat erat dengan kesejahteraan bahasa kebijakan, hukum dapat digunakan sebagai sosial. Dalam UUD 1945, Kesejahteraan Sosial instrumen kebijakan tertentu (law as an instrument diatur dalam Pasal 33 dan 34. Dapat dikatakan of policy). Memajukan kesejahteraan umum (sosial) bahwa kesejahteraan sosial menyangkut pemenuhan kebutuhan materiil yang harus diatur Jimly Assiddiqie memerinci karaktristik negara hukum dengan menyebut 12 ciri. Karakteristik tersebut yaitu: (1) Supremasi hukum (Supremacy of Law); (2) Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law); (3) Asas legalitas (Due Process of Law); (4) Pembatasan kekuasaan; (5) Organorgan Eksekutif Independen; (6) Peradilan Bebas dan Tidak Memihak; (7) Adanya Peradilan Tata Usaha Negara; (8) Peradilan Tata Negara (Constitutional Court); (9) Perlindungan Hak Asasi Manusia; (10) Bersifat Demokratis (Demecratische Rechtsstaat); (11) Berfungsi Sebagai Sarana Untuk Mewujudkan Tujuan Negera (Welfare Rechtsstaat) dan (12) Transparansi dan Kontrol Sosial. Lihat, Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006, hlm. 151-161. 1 dalam organisasi dan sistem ekonomi yang berdasarkan kekeluargaan. Kesejahteraan sosial adalah sarana materiil yang harus dipenenuhi untuk mencapai rasa aman dan tenteram yang disebut keadilan sosial. Sedangkan keadilan sosial merupakan tujuan yang lebih tinggi daripada sekedar kesejahteraan. Keadilan merupakan condition sine qua non terciptanya ketertiban dan merupakan 260 syarat utama berlangsungnya Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro kehidupan masyarakat. Keadilan menjaga supaya untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Pasal 66A tidak tercipta secara tegas menyatakan bahwa salah satu cara keseimbangan antara hak dan kewajiban, adanya penggunaan alokasi DBHCHT adalah untuk keseimbangan antara kepentingan pribadi dan melakukan pembinaan lingkungan sosial, maka kepentingan sosial. berarti persoalan penaggulangan kemiskinan dapat terjadi ketimpangan sehingga Melalui UU No. 39 Tahun 2007 tentang menjadi salah satu sasaran program tersebut. Cukai, negara sebenarnya ingin agar pelaksanaan Dalam hal ini hokum, melalui peraturan perundang- UU ini juga dapat menciptakan kesejahteraan undang sedang menjalani fungsinya sebagai sosial. Hal ini dapat dibuktikan melalui isi dari sarana untuk melakukan rekayasa sosial (law as a konsiderans UU Cukai tersebut. UU Cukai disusun tool of social engineering). berdasarkan pertimbangan bahwa cukai sebagai Kebijakan terkait Dana Bagi Hasil Cukai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang- Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun 2007 melalui UU barang tertentu yang mempunyai sifat atau Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai dan Putusan karakteristik undang-undang Mahkamah Konstitusi Nomor 54/PUU-VI/2008 merupakan penerimaan negara guna mewujudkan tahun 2008, setiap tahunnya Pemerintah telah kesejahteraan bangsa. Kesejahteraan bangsa mengalokasikan menjadi tanggung jawab negara c.q. pemerintah, sebesar 2% (dua persen) dari penerimaan negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia Instrumen otonomi daerah berusaha membagi kepada provinsi Penghasil Cukai Hasil Tembakau tanggung dan sesuai jawab dengan terhadap kewajiban untuk Provinsi dan menyalurkan Penghasil DBHCHT Tembakau, yang mewujudkan kesejahteraan rakyat oleh pemerintah selanjutnya oleh Provinsi Penerima DBHCHT pusat dengan pemerintah daerah. Salah satu cara bersangkutan untuk mendanai pembangunan di daerah adalah provinsi/kabupaten/ kota di wilayahnya dengan alokasi pendanaan dari pemerintah pusat yang komposisi 30% (tiga puluh persen) untuk provinsi diberikan kepada pemerintah daerah dalam bentuk penghasil, 40% (empat puluh persen) untuk Dana Alokasi Umum (DAU). Pengalokasian dana kabupaten/kota daerah penghasil, dan 30% (tiga bagi hasil tembakau yang diatur dalam UU Cukai puluh persen) untuk kabupaten / kota lainnya. merupakan salah satu cara pemerintah pusat mendanai pembangunan di daerah melalui DAU 261 dibagikan kepada Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro DBHCHT yang dibagikan tersebut bersifat Namun dalam prakteknya kondisi yang terjadi specific grant, di mana penggunaannya sudah malah sebaliknya, masih ditemukannya berbagai diarahkan untuk mendanai kegiatan tertentu kegiatan penggunaan DBHCHT yang tidak sesuai sebagaimana diatur dalam Pasal 66A UU Nomor 39 dengan peruntukannya. Berdasarkan hasil evaluasi tahun 2007 ayat (1) yaitu untuk mendanai yang dilakukan terhadap rencana kerja anggaran peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan maupun realisasi penggunaan anggaran DBHCHT industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi dari ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan menunjukkan barang kena cukai ilegal. Selanjutnya kelima mengalokasikan kegiatan yang sesuai dengan kegiatan tersebut dirinci lebih detil menjadi 21 (dua ketentuan, seperti penggunaan DBHCHT dalam puluh satu) sub jenis kegiatan sebagaimana diatur bidang kesehatan. dalam PMK 84/PMK.07/2008 jo. PMK Nomor beberapa daerah penerima masih daerah dalam ketidaktepatan Masih ditemukan adanya kegiatan 20/PMK.07/2009 tentang Penggunaan DBHCHT pengadaan sarana dan prasarana kesehatan yang dan Sanksi atas Penyalahgunaan DBHCHT. tidak ada kaitannya langsung dengan penanganan Pengaturan penggunaan DBHCHT tersebut penyakit dasarnya sharing penempatan kegiatan DBHCHT untuk menangani kewajiban Pemerintah Pusat kepada Pemerintah penyakit menular, HIV/AIDS, Keluarga Berencana, Daerah penerima DBHCHT guna mendukung dan sebagainya. Kondisi ini tentu berakibat tidak pelaksanaan pencapaian tujuan pengenaan cukai hanya terhadap ketidak tercapaian tujuan cukai hasil tembakau yaitu dalam rangka pengendalian hasil tembakau tersebut, namun juga berpotensi dan pengawasan serta mitigasi terhadap dampak menyalahi ketentuan yang berlaku. pada negatif yang disamping juga merupakan ditimbulkan dalam bentuk produk rangka akibat dampak asap rokok atau tembakau Dari hasil evaluasi yang dilakukan di optimalisasi beberapa daerah, ternyata kondisi ketidaktepatan penerimaan negara CHT sebagaimana dimaksud dalam dalam ketentuan Pasal 2 UU Nomor 39 tahun 2007. tersebut hampir merata terjadi disemua daerah, dan Dengan pengaturan kebijakan DBHCHT salah satu penyebabnya adalah faktor kurangnya sebagaimana tersebut di atas, maka sudah pemahaman unit/aparatur pelaksana di daerah seharusnya DBHCHT yang diberikan kepada dalam daerah penerima digunakan sesuai peruntukannya. penggunaan 262 pengalokasian menterjemahkan penggunaan aturan DBHCHT pelaksanaan DBHCHT sebagaimana tertuang Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dalam PMK 84/PMK.07/2008 jo. PMK Nomor Praktik penggunaan dana alokasi bagi hasil 20/PMK.07/2009, meskipun sosialisasi maupun tembakau di beberapa daerah ditemukan beberapa konsultasi atas pemahaman aturan penggunaan ini variasi. Seperti yang dilaporkan oleh Tim Humas sudah sering dilakukan oleh Pemerintah Pusat Provinsi Jawa Tengah, pengelolaan Dana Bagi maupun Pemerintah Provinsi Penerima. Hasil cukai rokok untuk Jawa Tengah belum Pada tahun 2013 DBHCHT telah memasuki optimal, dari 52,196 M baru sekitar 3 M yang tahun kelima pelaksanaannya, berbagai macam digunakan untuk peningkatan usaha pertanian. tanggapan para pengelola dana DBHCHT di daerah Pada tahun 2011 total alokasi Cukai hasil tembakau terhadap muatan PMK telah didengar, disatu pihak yang dikembalikan ke Provinsi dan kabupaten/kota ada yang menyatakan bahwa pengaturan dalam sebesar 52,196 M, dengan perincian Kabupaten PMK sangat membatasi penggunaan, namun di Kudus mendapatkan 17,2 M, provinsi 15,6 M, Kota pihak lain ada yang menginginkan pengaturan yang Surakarta 1,2 M dan seluruh Kabupatenkota yang lebih rinci lagi. Dalam rangka mengatasi berbagai besarnya antara 450 juta sampai 878 juta. Pada permasalahan tersebut terutama untuk menjawab tahun 2013 ini kenaikan DBHCT untuk Jawa berbagai persoalan penggunaan DBHCHT di Tengah mengalami penurunan yang cukup banyak, bidang kesehatan, kami menyambut baik kehadiran dari Rp 426 milyar pada tahun 2012 menjadi Rp buku “Pedoman Penggunaan Dana Bagi Hasil 364 milyar untuk tahun 2013. Pembagian dana Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dalam Bidang sebesar Rp 426 milyar tersebut adalah 30 % (128 Kesehatan” yang diterbitkan oleh Kementerian milyar) untuk Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Kesehatan bekerjasama dengan Kementerian dan 70 % (298 milyar) sisanya dibagikan ke pada Keuangan. Dengan kehadiran buku pedoman ini 35 Kabupaten/Kota secara proporsional. Sebesar diharapkan dalam 40% dari 298 milyar (119 milyar) diberikan kepada menyusun dan merencanakan kegiatan DBHCHT di 15 Kabupaten/Kota penghasil tembakau, 30% (89 bidang kesehatan yang tepat sasaran dan sesuai milyar) lainnya diberikan kepada 35 kabupaten/kota dengan ketentuan sehingga diharapkan pada secara merata. dapat membantu daerah gilirannya DBH CHT yang diberikan dapat digunakan tujuannya. secara optimal sesuai dengan Menurut Wakil ketua komisi B DPRD Jawa Tengah Muhammad Haris alokasi penggunaan dana bagi hasil cukai untuk pemerintah provinsi 263 Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 belum diarahkan pada upaya Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro peningkatan program pengentasan kemiskinan), di sisi lain produktifitas pertanian dan UMKM. Dari 15,6 M dampak akibat rokok perlu dikendalikan. Dewasa ini yang digunakan untuk mendorong potensi usaha kampanye anti rokok serta adanya peraturan di kecil hanya kurang dari 3 M, selainya digunakan tingkat daerah yang membatasi masyarakat untuk untuk kegiatan lain. Dalam Perubahan APBD 2013 merokok hanya ada beberapa kegiatan yang berdampak mengendalikan dampak rokok bagi kesehatan langsung pada masyarkat misalnya pengembangan masyarakat. Kesadaran terhadap bahaya rokok diversifikasi usaha dan sistem distribusi koperasi terus ditingkatkan namun harapan perolehan ”uang” dan UMKM sebesar 845 juta, pengembangan SDM dari sistem industri rokok tetap pula didambakan dan kelembagaan koperasi dan UMKM 714 juta. oleh jutaan penduduk, termasuk oleh Pemda Masih banyak kegiatan yang terkesan untuk (APBD) di daerah produsen rokok dan tembakau. menghabiskan uang saja misalnya promosi bahaya Keadaan rokok lewat komik, DVD, serta sarana-sarana lain statemen yang menyatakan bahwa cukai rokok itu yang sebenarnya tidak sesuai peruntukan dan tidak adalah ”tax of sin”. diperlukan masyarakat. Haris berharap adanya transparansi dari pemerintah provinsi tentang jelas merupakan demikian sering upaya menggiring untuk pada Permasalahan yang perlu diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: penggunaan alokasi bagi hasil cukai tembakau ini. 1. Bagaimanakah kebijakan pengaturan Karena masih baru, maka perlu transparansi dan (formulasi) penggunaan alokasi Dana Bagi harus Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) terkait benar-benar manfaat tidak hanya menghabiskan anggaran. dengan Situasi dilematis akan dihadapi oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara yang jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Di satu sisi, cukai rokok mempunyai posisi strategis untuk menyokong APBN (termasuk APBD) khususnya pembinaan lingkungan produk kebijakan pengaturan sosial? B. PERMASALAHAN bertanggung program dapat digunakan untuk melakukan pembinaan lingkungan sosial (misalnya 264 2. Apakah penggunaan alokasi DBHCHT mampu mengarahkan pemerintah daerah setempat untuk melaksanakan program pembinaan lingkungan dalam rangka pengentasan kemiskinan? 3. Bagaimana strategi yang ideal tentang penggunaan hukum sebagai sarana untuk Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro mengentaskan kemiskinan melalui studi kasus atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi pelaksanaan kemanusiaan. Pasal ini memberikan pengertian kebijakan pengaturan penggunaan alokasi DBHCHT? bahwa pemerintah berkewajiban untuk mengupayakan agar setiap warga negara dapat C. PEMBAHASAN hidup layak sesuai dengan harkat martabat Negara Indonesia adalah negara hukum, manusia Indonesia, atau dengan kata lain dengan demikian negara telah memiliki landasan pemerintah berkewajiban untuk menanggulangi yuridis yang kuat dalam peranannya melaksanakan atau mengentaskan kemiskinan. pembangunan. Pancasila sebagai ideologi bangsa Sehubungan dengan masalah kemiskinan, dan sebagai pandangan hidup telah memberikan pada Pasal 34 UUD NRI 1945 secara eksplisit arah yang dinyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak diharapkan, yakni menuju keadilan sosial bagi terlantar dipelihara oleh negara. Mengingat bahwa seluruh rakyat Indonesia, dan pembangunan tujuan dibentuknya negara Indonesia adalah untuk manusia Indonesia seutuhnya. Indonesia juga memajukan dapat negara konsekuensinya negara atau pemerintah tidak kesejahteraan (welfare state) yang mempunyai dapat melepaskan tanggung jawabnya untuk kewajiban untuk menyelenggarakan kesejahteraan menaggulangi umum, yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi pembangunan di segala bidang kehidupan, untuk seluruh rakyat Indonesia sebagaimana tercantukm mewujudkan dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD Negara diharapkan mampu difungsikan untuk mengatasi Republik Indonesia 1945, sebagai berikut: kemiskinan yang masih dialami oleh sebagian dan tujuan bagi diklasifikasikan pembangunan sebagai kesejahteraan kemiskinan. kesejahteraan umum, Dalam sosial, maka era hukum “……negara melindungi segenap bangsa dan warga negara kita. Dalam hal ini, hukum dapat seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk dijadikan memajukan umum, mengadakan rekayasa sosial (as a tool of social mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut engineering) dalam upaya mengentaskan rakyat memelihara perdamaian dunia…”. dari kemiskinan. kesejahteraan Pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak 265 sebagai alat atau sarana untuk Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro C.1. Pengertian Hukum Masyarakat patokan yang merupakan keputusan/kebijakan dari Indonesia mempunyai pejabat pemerintah dan bukan hanya merupakan pendapat-pendapat tertentu mengenai hukum. hukum positif tertulis. Terdapat berbagai pengertian atau arti yang C.2. Hakikat Kemiskinan diberikan pada hukum, yang variasinya adalah a. Pengertian Kemiskinan sebagai berikut : Menurut Jhon kecilnya kemiskinan 1) Hukum diartikan sebagai ilmu pengetahuan; diartikan 2) Hukum diartikan sebagai norma atau kaidah, mengakumulasikan basis kekuatan sosial , yang yakni patokan tingkah laku yang diharapakan; sebagai Friedman, peluang untuk meliputi hal-hal sebagai berikut : 3) Hukum diartikan sebagai disiplin, yaitu sistem (1) Modal produktif seperti tanah, perumahan, ajaran tentang kenyataan; perlatan dan lainnya; 4) Hukum diartikan sebagai tata hukum yaitu (2) Sumber-sumber keuangan seperti pendapatan hukum positif tertulis; dan fasilitas kredit; 5) Hukum diartikan sebagai petugas atau pejabat; (3) Organisasi sosial dan politik untuk mencapai 6) Hukum diartikan sebagai keputusan pejabat atau penguasa; kebutuhan bersama; (4) Jaringan-jaringan sosial untuk memperoleh 7) Hukum diartikan sebagai proses pemerintahan; pekerjaan seperti barang-barang, pengetahuan, 8) Hukum diartikan sebagai perilaku yang teratur informasi, keterampilan dan lainnya.3 b. Tolak ukur kemiskinan dan unik; 9) Hukum diartikan sebagai jalinan nilai-nilai.2 Pada tahun 1975 berdasarkan indeksindeks tertentu oleh UNESCO telah diperkirakan Pengertian hukumn yang diberikan bahwa garis batas kemiskinan diukur dari tersebut, menunjukan cakupan hukum yang tidak pendapatan perkapita adalah berkisar pada US $ terbatas pada pengertian hukum yang secara 100 per tahun. Sedangkan mengenai tolak ukur normatif ada dalam undanng-undang saja. Dalan garis kemiskinan, menurut Sayogo adalah jumlah hal ini penulis memilih pengertian hukum sebagai kalori yang dikonsumsikan perkapita. Batas kemiskinan ditentukan pada tingkat 1700 kalori . Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, (Jakarta : Rajawali, 1982), halaman 37-39 2 3 266 Suara Merdeka, 20 Juni 1991, halaman VI Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro sehari perkapita. Batas ini sudah berada di bawah dengan yang sedikit di atas garis kemiskinan kebutuhan atau near poor yang bisa mencapai jumlah yang normal orang Indonesia yang membutuhkan lebih dari 2000 kalori per hari.4 sama. Tahun sebelumnya, jumlah warga yang Menurut kesimpulan penelitian Pusat Studi tergolong near poor mencapai 29,38 juta. Near Institut Teknologi Bandung pada tahun 1992, poor ini menurut BPS ukurannya adalah 1,2 kali walaupun Indonesia memiliki kekayaan yang dari garis kemiskinan. melimpah, akan tetapi kenyataan menunjukan bahwa sebanyak 61,6% rumah tangga petani di Indonesia tergolong miskin dengan kriteria pendapatan Rp.50.000.- (sekarang diperkirakan Rp 500.000,-) atau kurang per bulan per keluarga.5 Sedangkan menurut Alex Emyll, MSP (1992), kriteria bagi batas kemiskinan adalah pendapatan sebesar Rp.20.000.- atau kurang perbulan perorangan.6 Definisi miskin menurut versi amerika serikat yang melihat pada penghasilan tentu berbeda dengan definisi miskin versi Indonesia yang berpedoman pada kemampuan membiayai kehidupannya. Jika tolok ukur miskin menurut versi Amerika adalah mereka yang berpenghasilan dibawah US $ 30 per hari atau setara Rp 270.000, per hari ( Rp 8.100.000,- perbulan /kurs Rp. 9000 per US $ ) maka dapat dikatakan PNS Indonesia Merujuk pada data Badan Pusat Statistik masuk dalam katagori miskin. Namun, pendekatan (BPS) Per Maret 2011, jumlah penduduk miskin kemiskinan di Indonesia dengan tolok ukur sebesar 30,02 juta orang atau 12,49% dari total pengeluaran sebesar Rp. 233.740 per bulan ( seluruh penduduk Indonesia. Jika dibandingkan Equivalen US $ 25, 97 per bulan ) tentunya tidak data Maret 2010, di mana penduduk miskin adalah dapat dibandingkan dengan standar kehidupan di 31,02 juta orang atau 13,33%, maka terjadi Amerika Serikat. penurunan 1 juta orang dalam setahun. Jumlah penduduk miskin 30,02 juta jiwa yang berada dibawah garis kemiskinan adalah jumlah yang masih sangat besar, ini belum ditambahkan Soemitro, Ronny H, Perspektif Sosial Dalam Pemahaman Masalah-Masalah Hukum, (Semarang, Agung Press, 1989), 5 Ibid, halaman 63 6 Suara Merdeka, 14 Agustus 1992, halaman IX 4 Menurut BPS (2007), keluarga yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga yang 267 Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro layak bagi kemanusiaan dengan ciri-ciri atau kriteria beras tidak merupakan bahan kebutuhan pokok sebagai berikut : penduduk pedesaan yang miskin terutama di Pulau (i) Pembelanjaan rendah atau berada di bawah Jawa. garis c. Jenis Kemiskinan (ii) kemiskinan, yaitu kurang dari Rp.175.324 untuk masyarakat perkotaan, dan Belum ada cara yang benar-benar tepat Rp.131.256 untuk masyarakat pedesaan per untuk mendefinisikan kelompok miskin. Alternatif orang per bulan di luar kebutuhan non yang banyak digunakan adalah membedakan pangan; kemiskinan Tingkat pendidikan pada umumnya rendah Kemiskinan absolut mendasarkan pada suatu dan tidak ada keterampilan; jumlah minimum tertentu untuk tingkat hidup (iii) Tidak memiliki tempat tinggal yang layak huni, termasuk tidak memiliki MCK; dan kemiskinan absolut. subsisten. Batasan jumlah minimum inipun masih kabur, karena faktor yang membentuk minimalitas (iv) Pemilikan harta sangat terbatas jumlah atau (v) relatif tersebut bersifat relatif subyektif dan sangat nilainya; dipengaruhi oleh kodisi-kondisi ekonomi suatu Hubungan sosial terbatas, belum banyak negara. Dengan demikian makan akan muncul terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan; dan konsep yang berlawanan yaitu adanya kemiskinan (vi) Akses informasi (koran, radio, televisi, dan internet) terbatas. yang relatif. Kemiskinan relatif mempunyai dasar batas minimum kemiskinan yang tidak tetap. Menurut Sajogyo (1977), garis kemiskinan Batasa kemiskinann yang ditetapkan akan terus berdasarkan kebutuhan minimum rumah tangga berubah yang secara ideal akan meningkat. Hal ini adalah senilai 2.140 kg beras setiap orang per disebabkan karena adamnya dampak pertumbuhan tahun di pedesaan dan 360 kg beras setiap orang dan harapan yang terus berkembang, sementara per tahun di daerah kota. Penetapan garis pertumbuhan itu sendiri diragukan perembesannya kemiskinan ini yang setara dengan nilai beras ( efek tetesnya) bagi kelompok miskin.7 dimaksudkan ini untuk dapat membandingkan tingkat hidup antar waktu dan perbedaan harga Para ahli kependudukan membagi tingkat kemiskinan menjadi dua, yaitu : kebutuhan pokok antar wilayah. Pendapat Sajogyo ini pada masa berikutnya mendapat kritikan dari Both dan Sundrum, karena dalam kenyataannya 7 268 Suara merdeka, 14 Agustus 1991, halaman VI Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (1) Kemiskinan biasa, dimana penghasilan masih menjadi miskin karena mereka sakit dan mereka cukup untuk menjamin kebutuhan primernya, semakin sakit karena mereka semakian miskin. yaitu cukup untuk makan meskipun hannya Pernyatan Winslow ini adalah suatu pernyataan ditahun-tahun yang normal, artinya dtahun itu proses yang sirkuler dan komulatif yang terus tidak terjadi kemarau yang terlalu panjang menerus menurun ketingkat yang lebih rendah yaitu ataupun ada bencana alam lainnya. Namun di mana satu faktor negatif menjalankan dua pada saat-saat sulit misalnya pada paceklik, pernaan sekaligus yaitu menjadi sebab dan akibat dalam kemiskinan biasa seseorang tidak dapat dari faktor-faktor negatif lainnya.9 memenuhi kebutuhan pokoknya secara wajar. Menurut Lampman, terdapat tiga penyebab (2) Kemiskinan luarbiasa atau kemelaratan. Dalam kemiskinan yaitu: hal ini penghasilan untuk menjamin kebutuhan (1) Faktor resiko dari bekerjanya sistem ekonomi primernya tidak cukup. Meskipun tidak ada dan sistem pembangunan yang sedang bencana alam mauoun kemarau yang terlalu dilaksanakan; panjang. Untuk kebutuhan makan saja tidak (2) Faktor batasan sosial yang terjadi karena mencukupi baik dari segi kuantitas maupun dari adanya segi kualitas.8 budaya kemiskinan dan lingkaran setan d. Sebab-sebab timbulnya kemiskinan Gunnar Myrdal mengajukan rintangan-rintangan penyempitan kemiskinan (vicious circle); konsepsi (3) Faktor-faktor perbedaan individu, yaitu karena hubungan kausal sirkuler yang kumulatif sebagai adanya perbedaan dan ketidak merataan landasan untuk menjelaskan terjadinya ketidak distribusi merataan ekonomi nasioanal maupun internasional. masyarakat. Kenyataan menunjukan bahwa Konsepsi Gunnar Myrdal didasarkan pada konsepsi diantara warga masyarakat terdapat jurang lingkaran tak berujung pangkal (Vicious Circle) pemisah anatara mereka yang berpenghasilan C.E.A Winslow. Selanjutnya dikemukakan bahwa tinggi dan para buruh petani yang hannya kemiskinan dan penyakit membentuk lingkaran berpenghasilan rendah.10 pendapatan diantara kemiskinan yang tak berujung pangkal. Orangorang menjadi sakit karena merka miskin. Mereka Soemitro, Ronny H, Studi Hukum dan Kemiskinan, (Semarang : Tugu Muda, 1989), halaman 45. 10 Suara Merdeka, 14 Agustus 1992, halaman VI. 9 Soemitro, Ronny H, Studi Hukum dan Kemiskinan, (Semarang : Tugu Muda, 1989), halaman 30-31. 8 269 waraga Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Sedangkan Sadono Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Sukirno lebih Di sisi lain Satjipto Raharjo, berpendapat, cenderung menyatakan bahwa dualisme teknologi bahwa kemiskinan sekarang bukan disebabkan telah memperkukuh keadaan kemiskinan yang oleh faktor individual atau alam, melainkan terdapat dinegara-negara berkembang, termasuk disebabkan oleh proses-proses serta institusi yang didalamnya Indonesia. Lebih lanjut dikatakan terdapat bahwa akhir-akhir ini disadari pula suatu implikasi dimasukan dalam institusi tersebut disamaping yang tidak menguntungkan dari adanya dualisme institusi-institusi yang lain. Hal ini dapat dimengerti teknologi. pada karena di dalam negara yang berdasarkan hukum, umumnya mengalami perkembangan yang jauh maka warga negara yang ingin meninggkatakan lebih cepat dari pada sektor tradisional. Dengan kesejahtereaan harus berhadapan dengan hukum. demikian jurang tingkat kesejahteraan di antara Dengan demikian, mereka tidak dapat bertindak kedua sektor tersebut makin lamamakin bertambah melalui dan mengiluti proses alami, melainkan lebar. Sehingga walaupun dicita-citakan bahwa dituntut untuk dilakukan melalui jalur hukum yang pembangunan bertujuan telah ditetapkan. Dalam hal ini hukum dapat kesejahteraan seluruh Kegiatan-kegiatan disektor untuk meningkatkan masyarakat, dalam masyarakat. Hukum dapat pada menjadi penghambat atau kendala pertumbuhan kenyataannya manfaat pembangunan terutama ekonomi yang selanjutnya akan menimbulakan dinikmati hannya oleh golongan kecil penduduk di kemiskinan. negara berkembang. Sebagaimana telah secara ekonomi adalah sah untuk dilakukan, tetapi oleh umum disadari bahwa jurang pemisah tingkat hukum dapat dimungkinkan dan pendatan diantara golongan kaya dan miskin telah dilarang, atau untuk melakukannya harus ditempuh menjadi bertambah lebar. Dari pernyataan Sadono melalui prosedur hukum tertentu.12 Sukirno ini dapat dikatakan jurang pemisah yang C.3. Fungsi Hukum semakain melebar tersebut pada akhirnya akan membuat golongan masyarakat berpenghasilan Misalnya tindakan yang secara dinyatakan Hoebel berpendapat bahwa ada empat fungsi dasar hukum yaitu : rendah semakin sulit untuk beradaptasi dengan pembanguan teknologi yang semakin pesat. Dari sini kemiskinan diperkirakan akan 11 muncul.11 Grafika, 1985), halaman 217. 12 Sukirno, Sadono, Ekonomi Pembanguan, (Jakarta, Bima 270 Rahardjo, Satjipto, “Memikirkan Hubungan Hukum dan Kemiskinan”, Gema Keadilan, No.1 Tahun ke 15;1991, hal aman 21 Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 a. Menetapkan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro hubungan-hubungan antar perspektif of the law) dan oleh karena pusat anggota masyarakat, dengan menunjukan perhatiaanya adalah apa yang diperbuat jenis-jenis tingkah laku apa yang diperkenankan pejabat atau penguasa maka tinjauan ini dan apa pula yang dilaranga; kerpakali disebut sebagai the technocrat’s view b. Menentukan pembegian kekuasaan dan mencari siapa saja yang boleh melakukan paksaaan serta siapakah yang of the law. c. Perspektif ketiga adalah perspektif emansipasi harus masyarakat dari hukum. Perspektif ini menaatinya dan sekaligus memilih sanksi- merupakan tinjauan dari bawah terhadap sanksinya yang tepat dan efektif; hukum (the bottom’s up view the law). Dengan c. Menyelesaikan sengketa; perspektif d. Memelihara kemampuan masyarakat untuk kemungkinan dan kemampuan hukum sebagai menyesuaikan diri dengan keadaan kehidupan sarana untuk menampung semua aspirasi yang berubah-ubah, yaitu dengan merumuskan masyarakat.14 kembali hubungan yang esensial antara anggota-anggota masyarakat.13 ini ditinjau kemungkinan- Sesuai dengan tujan penelitian ini, maka yang perlu unutk dijelaskan adalah fungsi hukum Menuerut Profesor Peters, terdapat tiga dalam perspektif engineering penggunaan yaitu : mengubah masyarakat. Salah satu fungsi hukum a. Perspektif pertama adalah perspektif kontrol adalah sebagai alat untuk mengubah masyarakat, ini dapat disebut sebagai tinjauan dari sudut digunakan sebagai alat oleh pelopor perubah pandang seseorang polisi terhadap hukum (the (agent of change). Agent of change atau pelopor policeman view the law). perubahan adalah seorang atau kelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakar untuk memimpin satu atau lebih lembaga-lembaga engineering yang merupakan tinjauan yang kemasyarakatan. Pelopor perubahan memimpin para perspektif pejabat (the official Soemitro, Ronny H, Studi Hukum dan Masyarakat, (Bandung, Alumni, 1985), halaman 10-11. 14 Warassih, Esmi, “Peranan Hukum dan Fungsi-fumngsinya”, Masalah –masalah Hukum, No.5 – 1991, halaman 6. 13 mungkin social dipergunakan adalah sangat untuk dalam masyarakat hukum sarana sosial (social control). Tinjauan yang demikian b. Perspektif kedua dari fungsi hukum didalam bahwa sebagai atau perspektif dari fungsi hukum didalam masyarakat, arti hukum social 271 Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro masyarakat dalam mengubah sistem sosial dan mengadakan dalam menjalankan hal itu langsung tersangkut walaupun secara tidak langsung. Dengan demikan dengan apabila pemerintah ingin membentuk badan-badan tekanan-tekanan perubahan. Setiap untuk perubahan melakukan sosial yang perubahan-perubahan sosial, yang berfungsi untuk mengubah masyarakat secara dikehendaki atau yang direncanakan, selalu berada terencana, di bawah pengendalian serta pengawasan pelopor membentuk badan perubahan tersebut. Oleh karena itu cara-cara menentukan dan untuk mempengaruhi masyarakat dengan sistem- Sampai di sini sudah terungkap bahwa kaidah sistem yang direncanakan dan diatur lebih dahulu hukum dapat mendorong terjadinya perubahan- dinamakan perubahan sosial yang membentuk badan-badan social engineering atau social hukum diperlukan tersebut membatasi serta untuk untuk kekuasaannya. yang secara langsung berpengaruh terhadap planning.15 Kaidah-kaidah hukum sebagai alat untuk mengubah maka masyarakat mempunyai peranan perkembangan di bidang sosial, politik, bahkan di bidang ekonomi.16 penting terutama dalam perubahan-perubahan Dalam hal penggunaan hukum sebagai alat yang direncanakan (intended change atau planed untuk change). Dengan perubahan yang dikehendaki dan tersebut harus disesuaikan dengan anggapan- direncanakan tersebut, dimaksudkan sebagai suatu anggapan masyarakat apabila suatu hasil positif perubahan yang dikehendaki dan direncanakan hendak dicapai. Dengan pernyataan ini maka yang oleh warga-warga masyarakat yang berperan perlu sebagai pelopor masyarakat. Dalam masyarakat- bagaimana masyarakat yang sudah kompleks dimana birokrasi tentang hukum. Artinya, apakah pada suatu saat memegang peranan penting dalam tindakan- fokus masyarakat tertuju pada hukum atau tidak. tindakan sosial, perubahan-perubahan tersebut Kedua, perlu disoroti bagian-bagian manakah dari harus mempinyai dasar hukum untuk sahnya. suatu sistem yang paling dihargai oleh sebagian Legalitas dari perubahan tersebut sangat penting terbesar masyarakat pada suatu saat. Hal-hal inilah artinya. Kaidah-kaidah hukum yang telah terbentuk, secara minimal harus dipertimbangkan.17 dapamerupakan alat yang ampuh Soekanto, Soerjono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (jakarta : Rajawali, 1986), halaman 107. dilakukan masyarakat, pertama 17 272 Ibid, halaman 110-111. Ibid, halaman 116. maka adalah anggapan-anggapan untuk 16 15 mengubah hukum menelaah masyarakat Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Di samping ada beberapa hal yang perlu 8. Adanya diperhatikan, yaitu anggapan masyarakat terhadap hukum dan bagian antara hukum dengan pelaksanaan atau penerapan hukum tersebut.18 paling mendapat terdapat beberapa hukumnya banyak berpengaruh dan mendukung kondisi yang harus mendasari suatu sistem hukum lembaga-lembaga sosial yang telah ada. Suatu agar dapat dipakai sebagai alat untuk mengubah pemerintah yang berkuasa dapat menggunakan masyarakat (a tool of socisl enginering). Kondisi- hukum untuk merubah lembaga-lembaga sosial kondisi tersebut adalah: yang berupa pola-pola tingkah laku yang telah ada. 1. Hukum merupakan aturan-aturan umum yang Perubahan lembaga-lembaga yang berupa pola- tetap; jadi bukan merupakan aturan yang pola tingkah laku tersebut diharapkan hukum bersifat ad hoc; sampai penghargaan yang korelasi masyarakat, 2. Hukum tersebut harus jelas bagi dan diketahui oleh warga-warga masyarakat yang Pada kebanyakan masyarakat sampai tingkatan tertentu sistem mampu mengarahkan tingkah laku tersebut hingga dapat berfungsi sebagai sarana untuk menghapuskan kepentingannya diatur oleh hukum tersebut; atau mengurangi kemiskinan. Hal ini tergantung 3. Sebaiknya dihindari penerapan peraturan- dari dua faktor yaitu: pertama, penguasa harus peraturan yang bersifat retroaktif; berkemauan keras untuk mengadakan perubahan- 4. Hukum tersebut harus dimengerti oleh umum; perubahan dan kedua, perbahan-perubahan itu 5. Tidak hanya dapat terjadi bila tidak terdapat perbedaan ada peraturan-peraturan yang bertentangan; pendapat antara para penguasa politik dengan 6. Pembentukan hukum harus memperhatiakan kemampuan para warga masyarakat untuk kelompok pengendali ekonomi termasuk juga masyarakat yang berekonomi kuat.19 mematuhi hukum tersebut; 7. Perlu dihindarkan terlalu Dalam rangka pembangunan di daerah, banyaknya, perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan perubahan-perubahan hukum, oleh karena prakarsa dan partisipasi masyarakat termasuk di warga-warga masyarakat dapat kehilangan dalamnya lembaga swadaya masyarakat, serta ukuran dan pegangan bagi kegiatannya; peranan pemerintah daerah dalam pembangunan. Ibid, halaman 130. Soemitro, Ronny H, Permasalahan Hukum di Dalam Masyarakat, (Bandunng : Alumni,1984), halaman 73 18 19 273 Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Untuk itu ditingkatkan kemampuan pengelolaan pajak. “Pada 2006, jumlah cukai mencapai Rp 38,5 pembangunan dari seluruh aparatur pemerintah di triliun. Tahun ini meningkat Rp 3,5 triliun menjadi daerah sekaligus dalam rangka mewujudkan Rp 42 triliun. Ketentuan tentang bagi hasil otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggung tembakau dapat disimak pada Pasal 66 UU Cukai. jawab. Pasal 66A Pemerintah daerah yang dimaksud termasuk di dalamnya adalah Pemerintah Provinsi, (1) Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau Pemerintah dengan yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi pemikiran ini, perlu terus dibangun dan ditingkatkan penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2 persen kemapuan daerah untuk membangun antara lain yang digunakan untuk mendanai peningkatan dengan menghimpun dana secara wajar dan tertib kualitas termasuk penggalian dana baru yang tidak pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan bertentangan dengan kepentingan nasional. di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang Kabupaten/Kota. Sebagian besar Sejalan kantong-kantong bahan baku, pembinaan industri, kena cukai ilegal. kemiskinan berada di pedesaan. Oleh karena itu, (4) Pembagian dana bagi hasil cukai hasil usaha untuk mengentaskan kemiskinan seharusnya tembakau dilakukan dengan persetujuan Menteri, diupayakan dari pedesaan. Upaya tersebut antara dengan komposisi 30 persen untuk provinsi lain ditempuh melalui pembentukan lembaga- penghasil, 40 persen untuk kabupaten/kota daerah lembaga swadaya masyarakat untuk menghimpun penghasil, dan 30 persen untuk kabupaten/kota dana pembangunan daerah pedesaan khususnya. lainnya. Pembangunan yang meliputi segala bidang kehidupan, tidak dapat dilakukan hanya oleh sebagian masyarakat, melainkan melibatkan partisipasi seluruh rakyat. Pengesahan UU Cukai ini akan semakin memperkuat posisi cukai sebagai sumber pundi keuangan negara. Cukai menempati urutan ketiga sumber pendapatan negara. Dua besar masih didominasi hasil ekspor baik produk minyak dan gas (migas) maupun non migas serta berbagai jenis 274 Pasal 66D (1) Atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau dapat diberikan sanksi berupa penangguhan sampai dengan penghentian penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau diatur dengan peraturan menteri. Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Ada satu poin baru yang cukup menarik, Berdasarkan Pasal 66A ayat (1), bagi hasil yakni dana bagi hasil untuk daerah penghasil ini untuk bermacam tujuan yang sudah ditentukan, tembakau. Ketentuan tersebut tertuang dalam di antaranya untuk Pasal 66A, 66B, 66C, dan 66D. Penerimaan negara (1) mendanai peningkatan kualitas bahan baku, dari cukai hasil tembakau akan dibagikan kepada (2) pembinaan industri, pembinaan lingkungan provinsi penghasilnya sebesar 2 persen. sosial, Selanjutnya, realisasi dana segitu dibagikan kepada (3) sosialisasi ketentuan di bidang cukai, serta provinsi (4) pemberantasan Barang Kena Cukai (BKC) itu sendiri sebesar 30 persen, kota/kabupaten penghasil sebesar 40 persen20, dan ilegal. kota/kabupaten lainnya yang masih seprovinsi sebesar 30 persen. lewat Situasi sulit akan dihadapi oleh pemerintah pemindahbukuan dari rekening kas umum negara sebagai penyelenggara negara yang bertanggung ke rekening kas umum provinsi dan rekening kas jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Di satu umum kota/kabupaten. Tentu saja bagi-bagi hasil sisi, cukai rokok mempunyai posisi strategis untuk ini atas persetujuan Menteri Keuangan. Bagi hasil menyokong APBN (termasuk APBD), di sisi lain tersebut muncul dalam Dana Alokasi Umum (DAU) dampak akibat rokok perlu dikendalikan. Dewasa ini pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kampanye anti rokok serta adanya peraturan di (APBD). Setiap daerah juga harus siap. Ini tingkat daerah yang membatasi masyarakat untuk berdampak peralihan belanja dari pusat ke daerah. merokok Masalahnya, ada beberapa kendala. Misalnya mengendalikan dampak rokok bagi kesehatan persiapan pencairan APBD. Pemerintah juga perlu masyarakat. Kesadaran terhadap bahaya rokok mempersiapkan terus ditingkatkan namun harapan perolehan ”uang” instrumen Caranya, aturan yang memperlancar belanja daerah. jelas merupakan upaya untuk dari sistem industri rokok tetap pula didambakan oleh jutaan penduduk, termasuk oleh Pemda (APBD) di daerah produsen rokok dan tembakau. Masyarakat Daerah produsen cukai rokok yang meliputi 8 kabupaten yaitu Kabupaten Kudus, Kota Surabaya, Kota Kediri, Kota Malang, Kabupaten Malang, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Pasuruan. 20 kita belum sejahtera. Kelangkaan lapangan kerja di luar sistem produksi rokok memaksa penduduk (buruh, petani) sekaligus Pemda untuk melanggengkan industri rokok yang 275 Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dipenuhi situasi dilematis ini. Rokok terbuat dari pula nasib petani tembakau? Bagaimana pula nasib lintingan tembakau (Nicotania Tobacum). Sampai APBN dan APBD? Vicious circle. Kita sulit untuk tahun 1920-an rokok dikenal luas sebagai menentukan dari mana kita harus mengatasi penenang yang dapat membebaskan perokok dari masalah dilematis ini. kecemasan atau stress. Hal tersebut diperkuat oleh Upaya sistematis dapat dilakukan oleh dukungan para dokter pada waktu itu. Baru setelah pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi 70 tahun kemudian, pengaruh negatif rokok problematika di bidang industri rokok. Upaya-upaya diketahui. Meskipun ditemui situasi yang dilematis, tersebut antara lain: namun, upaya untuk keluar dari situasi dilematis ini 1. Secara terencana pemerintah harus mulai tetap harus dilakukan baik oleh pemerintah maupun mengarahkan rakyat. tembakau Setiap orang saya kira tahu betapa bahayanya rokok bagi kesehatan manusia. Bukan alih tanaman melalui program bagi petani intensifikasi pertanian yang handal. 2. Negara (c.q. Pemerintah Pusat dan Daerah) saja berbahaya bagi penghisapnya tetapi juga secara berbahaya bagi orang-rang yang berada di ketergantungan APBN pada sumber cukai sekitarnya (perokok pasif). Memang belum ada tembakau. studi atau perbandingan penelitian antara biaya yang menyajikan kesehatan 3. Petani yang terencana harus harus mulai mengurangi mengganti tanaman tembakau dengan tanaman lain sesuai dengan dikeluarkan untuk membiayai penyakit akibat program intensifikasi pertanian pemerintah. merokok dengan besarnya dana APBN maupun 4. Penggunaan dana alokasi umum yang berasal APBD yang diterima oleh Pemerintah. Imbangkah dari DBH cukai tembakau harus tepat sasaran antara pendapatan dari rokok dengan bahaya dan diarahkan pada rencana penurunan akibat rokok bagi kesehatan manusia? Siapakah produksi rokok dengan mengalihkan pada yang peduli dengan masalah ini? Mampukah cukai produksi barang lainnya seperti kerajinan tembakau dapat secara signifikan menurunkan tangan, elektronik dll. produksi dan konsumsi rokok? Apa akibatnya bila 5. Pemerintah perlu merumuskan New Deal seluruh penduduk negeri ini tidak menghisap sebagai suatu program yang mereformasi rokok? Bila produksi rokok berhenti, bagaimana sistem keuangan dan perbankan dan membuat nasib para pekerja di pabrik rokok? Bagaimana banyak 276 program untuk membantu para Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro penganggur, melaksanakan jaminan sosial brak-brak rokok untuk membuat lintingan batang yang meliputi bantuan untuk para penganggur, per batang. Karena itu, pemerintah daerah perlu jaminan untuk orang usia lanjut, orang cacat memperjuangkan konsep regulasi teknis untuk dan sebagainya. Di dalamnya termasuk memikirkan nasib buruh/karyawan. Jika dilihat dari program Agricultural Adjusment Administration tingkat kesejahteraan, kehidupan para buruh tentu Act (AAA) untuk memberikan subsidi kepada masih belum seluruhnya layak. Karena itu, petani pemerintah kabupaten perlu memprioritaskan nasib dan dapat memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada orang miskin. para buruh dalam regulasi di tingkat teknis dalam 6. Melakukan perbaikan nasib buruh dengan cara: pengelolaan dana bagi hasil cukai tersebut. (1) pemberian beasiswa bagi putra-putri buruh, (2) memberikan tambahan penghasilan (tunjangan) bagi para pendidik yang mengelola lembaga pendidikan swasta yang kebanyakan berasal dari keluarga buruh, (3) membangun sarana dan prasarana pendidikan, (4) pemberian pelayanan hibah atau kredit lunak, (5) peningkatan jaminan kesehatan, (6) peningkatan sarana dan prasarana publik yang bermanfaat baik secara langsung atau tidak langsung terhadap produktivitas pabrik-pabrik penghasil cukai, serta (7) pemberian subsidi perumahan, dana rehab atau bedah rumah bagi para buruh yang tidak memiliki rumah atau memiliki rumah yang tidak layak huni. Untuk mengakhiri perbincangan ini perlu saya sampaikan bahwa pada nilai keadilan sosial hendaknya menjadi visi utama dalam pengelolaan dana bagi hasil cukai tembakau. Kendati hukum memang seharusnya menjadi alat legitimasi kebijakan, tetapi pada suatu saat kita harus berani melakukan ”rule breaking” sehingga kita menjadi lebih kreatif dalam penegakkan hukum agar tujuan sejati hukum untuk menciptakan kesejahteraan/kebahagiaan tercapai. Kita sadar betul bahwa pada waktu sakit, orang kadang terpaksa menelan pil pahit untuk menyembuhkan penyakitnya. Untuk tujuan ke depan demi kesejahteraan umat manusia secara bertahap masyakat Jawa Tengah harus melepaskan diri dari Sebagaimana kita ketahui, pendapatan cukai tentu saja tidak lepas dari jerih payah para ketergantungannya terhadap industri rokok yang jelas berbahaya bagi kesehatan umat manusia. karyawan/buruh. Setiap hari sejak subuh para buruh/karyawan sudah berangkat kerja menuju 277 Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro C.4. Hubungan Hukum dan Kemiskinan kemudian menggunakan pengetahuan itu untuk Dalam era industrialisasi sebagai ciri dunia ketiga, pada kenyatannya kemiskinan masih mendorong terciptanaya tingkah laku baru ayng mengurangi kemiskinan.21 merupakan sosok yang nyata yang meliputi bagian Sistem hukum dapat menimbulkan besar penduduknya. Kemiskinan dapat terjadi atau mempengaruhi disebabkan oleh karena lembaga-lembaga yang masyarakat. Pernan ini hanya dapat dilakukan membentuk masyarakat yaitu pada tingkah laku dengan persyaratan bahwa peraturan hukum yang berulang-ulang dari anggota masyarakatnya. ditetapkan berdasarkan kehendak sebagai variabel Peraturan-peraturan hukum menetapkan norma- bebas (independent variabel). Sedangkan faktor- norma tingkah laku. Peraturan tersebut mengatur faktor tentang segala sesuatu yang diperbolehkan dan pengidentifikasian sistem hukum dan sebagai sekaligus membatasi, di samping juga menentukan variabel operasional atau penjelasan. Bekerjanya norma-norma yang tidak boleh dilakukan warga hukum dalam masyarakat melibatkan beberapa masyarakat yang dikenai sasaran peraturan unsur atau aspek yang saling memiliki keterkaitan tersebut. sebagai suatu sistem. Beberapa aspek tersebut yang tingkah mempengaruhi laku pemilihan warga dan Lebih lanjut Seidman berpendapat, bila yaitu: Lembaga Pembuat Hukum (Law Making para penguasa di dunia ketiga hendak merubah Institutions), Lembaga Penerap Sanksi (Sanction lembaga-lembaga harus Activity Institutions), Pemegang Peran (Role menggunakan sistem hukum untuk menetapkan Occupant) serta Kekuatan Sosietal Personal norma-norma (Societal Personal Force), Budaya Hukum (Legal masyarakat tingkah laku mereka baru dengan menghormati lembaga-lembaga yang dmaksud dan mengusahakan terbentuknya sarana-sarana untuk mendorong tingkah laku yang sesuai. Lembagalembaga sosial, politik dan ekonomi di dunia ketiga dapat menghasilkan kemiskinan untuk menggunakan sistem hukum guna mengubah lembaga-lembaga itu memerlukan sebuah modal yang menjelaskan bagaimana hukum memberikan pengaruh terhadap tingkah laku-tingkah laku dan Soemitro, Ronny H, Studi Hukum dan Kemiskinan, (Semarang : Tugu Muda, 1989), halaman 9. 21 278 Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Culture)22 serta unsur-unsur Umpan Balik (Feed Back) dari proses bekerjanya hukum yang sedang berjalan. Seidman juga menggambarkan model bekerjanya hukum dalam masyarakat untuk mengarahkan laku pemegang peran dengan diagram berikut : Kekuatan-Sosial dan Personal DPR+Presiden: UUD , UU Cukai, Permenkeu dll Masyarakat umpan balik umpan balik Norma Lembaga Penerapan Sanksi Norma Kegiatan Pemagaran Pemegang Peran Hukum umpan balik Kekuatan-kekuatan Sosial dan Personal Kekuatan-kekuatan Sosial dan Personal Lihat, Lawrence M. Friedman, The Legal System, A Social Science Perspective, Russel Sage Foundation, New York, 1975, hlm. 14-15. 22 279 Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Selanjutnya dikemukan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro alasan-alasan 7. dalam proses pembuatan hukum, pemegang pemegang peran bertingkah laku seperti yang peran sesungguhnya mereka melakukan, berdasarkan peraturan hukum berdasarkan alasan-alasan norma tertentu yang oleh pembuat peraturan yang mereka setujui dan karena alasan hukum ditunjukan pada mereka, yaitu : tingkah laku yang ditujukan pada mereka dar 1. Pemegang peran melakukan tingkah laku peserta dalam proses penyelenggaraan pilihan dari beberapa alternatif tingkah laku peran dalam lembaga pembuat hukum;23 bila mereka memahami tingkah laku itu; 2. 3. 4. 5. 6. akan bertindak sesuai dengan Dari uraian di atas kiranya dapat dipahami Tingkah laku antisipasi dari pihak lain bahwa dalam menelaah hubungan hukum dan merupakan bagian alternatif pilihan tiap kemiskinan tidak dapat dilepaskan dari adanya pemegang peran dalam proses pembuatan konsep atau model bekerjanya hukum dalam hukum dan penegakannya; masyarakat. Bertitik tolak dari batasan model yang Peranana pemegang peran ditentukan oleh tidak dikemukakan oleh Seidman, dapat diketahui norma-norma yang berlaku; dalam peranan hukum dalam mengubah dan Sistem hukum terdiri dari norma-norma yang mengarahkan perilaku atau pola-pola tingkah laku diundangkan oleh negara; pemegang peran, dalam hal ini adalah warga Setiap peraturan hukum yang ditujukan untuk masyarakat. Apabila perubahan perilaku ini dapat merubah tingkah laku pemegang peran dilaksanakan maka hukum dalam bekerjanya dapat berarti merubah alternatif pilihan tingkah laku berfungsi sebagai sarana untuk merekayasa dengan merubah peraturan hukum itu sendiri masyarakat (a tool of social Engineering). Dengan dan dengan mengubah antispasi tingkah laku demikian pada tingkatan tertentu diharapkan hukum oleh pihak-pihak lain; dapat menanggulangi bahkan menghapuskan Dalam proses penyelenggaraan hukum, kemiskinan. pemegang peran akan bertindak sesuai Sementara itu menurut Satjipto Rahardjo, dengan peraturan hukum berdasar alasan- dalam negara Indonesia yang berdasarkan hukum alasan yang disetujui oleh mereka dan ini, cara-cara hukum memegang peranannya di tingkah laku yang ditujukan pada mereka dan karena kenyataan bahwa mereka menduduki 23 peran dalam lembaga pengak hukum; 280 Soemitro, Ronny H, Perspektif Sosial Dlam Pemahaman Masalah-Masalah Hukum, (Semarang : Agung Press, 1989), hlm. 83-86. Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro bidang manajamen bidang-bidang kehidupan, proses alami, melainkan harus mengikuti jalur seperti sosial dan ekonomi. Cara-cara tersebut hukum. Pada keadaan tersebut hukum dapat pada akhirmnya akan mempertemukan usaha menjadi kendala dan penghambat.25 penggulangan kemiskinan dengan hukum. Lebih Dengan memperhatikan kenyataan lanjut Satjipto Rahardjo menunjukan betapa tersebut di muka, apa bila hukum diharapakan komplek serta rumitnya interaksi masalah hukum untuk bisa dipakai sebagai sarana penaggulangan dengan masalah sosial, dalam hal ini kemiskinan. masalah kemiskinan, maka usaha hendaknya Hukum yang diharapkan dapat untuk mencapai dilakukkan dengan koordinasi, konsolodasi dan tujuan-tujuan yang diingunkan mungkin kurang kerja sama yang lebih baik di bidang-bidang lain. berhasil untuk mengerjakannya. Bahkan secara Penangulangan masalah secara hukum saja tanpa sosiologis juga bis ditemukan keadaaa, bagaimana bersama-sama denagn bidang lain niscaya akan hukum justru merupakan hambatan dalam usaha mengurangi hasil yang dicapai, bahkan mungkin menanggulangi kemiskinan. Bagi hukum sendiri, timbul akibat yang berlawanan. Pada akhirnya apabila segala sesuatunya telah dijalankan sesuai dikatakan bahwa penanganan masalah kemiskinan dengan prosedur hukum, maka masalahnya sudah seyogyanya dilakukan secara holistik. diselesaikan dengan baik.24 Penyebaran hukum yang demikian luas ke D. KESIMPULAN dalam hampir setiap bidang kehidupan maka hukum itu bisa berfungsi sebagai penghambat dan 1. Analisis terhadap hubungan hukum dan kendala proses sosial, politik serta ekonomi yang kemiskinan tidak dapat dilepaskan dari adanya berlangsung dalam masyarakat. Hal ini dapat konsep atau model bekerjanya hukum dalam dimengerti karena di negara yang berdasarkan masyarakat. Bertitik tolak dari batasan model hukum ini, setiap warga negara ingin meningkatkan yang tidak dikemukakan oleh Seidman, dapat kesejahteraan atau mencapai tingkat kehidupan diketahui yang lebih baik, harus berhadapan dengan hukum. mengubah dan mengarahkan perilaku atau pola- Dengan demikian ia tidak dapat bertindak mengikuti pola tingkah laku pemegang peran, dalam hal ini dalam peranan hukum dalam adalah warga masyarakat. Apabila perubahan 24 Satjpto Rahardjo, “Memikirkan Hubungan Hukum dan Kemiskinan”, Gema Keadilan, No.1 Tahun ke -15, 1991, hlm. 20. 25 281 Ibid, hlm. 21. Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro perilaku ini dapat dilaksanakan maka hukum dalam pengelolaan dana bagi hasil cukai dalam bekerjanya dapat berfungsi sebagai tersebut. Melakukan perbaikan nasib buruh sarana untuk merekayasa masyarakat (a tool of dengan cara: social Engineering). Dengan demikian pada bagi tingkatan tertentu diharapkan hukum dapat tambahan penghasilan (tunjangan) bagi para menanggulangi pendidik yang mengelola lembaga pendidikan bahkan menghapuskan kemiskinan. putra-putri (1) pemberian beasiswa buruh, (2) memberikan swasta yang kebanyakan berasal dari keluarga 2. Berdasarkan Pasal 66A ayat (1), bagi hasil ini buruh, (3) membangun sarana dan prasarana untuk bermacam tujuan yang sudah ditentukan, pendidikan, (4) pemberian pelayanan hibah atau di antaranya untuk kredit lunak, (5) peningkatan jaminan kesehatan, (1)mendanai peningkatan kualitas bahan baku, (6) peningkatan sarana dan prasarana publik (2)pembinaan industri, pembinaan lingkungan yang bermanfaat baik secara langsung atau sosial, tidak langsung terhadap produktivitas pabrik- (3)sosialisasi ketentuan di bidang cukai, serta pabrik penghasil cukai, serta (7) pemberian (4)pemberantasan Barang Kena Cukai (BKC) subsidi perumahan, dana rehab atau bedah ilegal. rumah bagi para buruh yang tidak memiliki rumah atau memiliki rumah yang tidak layak Pendapatan cukai tentu saja tidak lepas dari huni. jerih payah para karyawan/buruh. Setiap hari sejak subuh para buruh/karyawan sudah berangkat kerja menuju brak-brak rokok untuk membuat lintingan batang per batang. Karena DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, Chedar, 2002, Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan itu, pemerintah daerah perlu memperjuangkan konsep regulasi teknis untuk memikirkan nasib buruh/karyawan. Jika dilihat dari tingkat Penelitian Kualitatif, Jakarta: Pustaka Jaya. Ashshofa, Burhan, 1998, Metode Penelitian Hukum kesejahteraan, kehidupan para buruh tentu masih belum seluruhnya layak. Karena itu, pemerintah kabupaten perlu memprioritaskan nasib para buruh dalam regulasi di tingkat teknis 282 hal 20-21, Jakarta: Rineka Karya , dan Hadari Nawaai dan Mimi Martini, 1996, Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Birowo, M.Antonius, 2004, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Rahardjo, Satjipto, 1991, “Memikirkan Hubungan Hukum dan Kemiskinan”, Gema Keadilan, Aplikasi, Yogyakarta: Gitanyali. No.1 Tahun ke 15 Black Donald, 1976, The Behaviour of Law, New Soemitro, Ronny H, 1989, Perspektif Sosial Dalam York: Academic Press. Pemahaman Masalah-Masalah Hukum, Bogdan, Robert dan Steven J. Taylor, 1993, Kualitatif: Dasar – dasar Penelitian, Semarang: Agung Press Soemitro, Ronny H, 1989, Studi Hukum dan Surabaya: Usaha Nasional. Kemiskinan, Semarang: Tugu Muda Endraswara, Suwardi, 2006, Metode, Teori dan Teknik Penelitian Soemitro, Ronny H, 1985, Studi Hukum dan Masyarakat, Bandung: Alumni Kebudayaan, Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Soemitro, Ronny H, 1984, Permasalahan Hukum di Faisal, Sanafiah, 1990, Penelitian Kualitatif: Dasardasar & Aplikasinya, Malang: Yayasan Dalam Masyarakat, Bandunng: Alumni. Sukirno, Sadono, 1985, Ekonomi Pembangunan, Asah Asih Asuh Jakarta: Bima Grafika. Friedman, Lawrence M., 1975, The Legal System, Tamanaha Brian Z., 2006, A General Jurisprudence A Social Science Perspective, New York: of Law and Society, New York: Oxford Russel Sage Foundation University Press Guba, Egon G. dan Y. Vonna S. Lincoln. 1994, Handbook of Qualitative Warassih, Esmi, “Peranan Hukum dan Fungsifumngsinya”, Masalah –masalah Hukum, Research, London: Sage Publication. No.5 – 19. Indarti, Erlyn, “Selayang Pandang Critical Theory, Critical Legal Theory, dan Critical Legal Peraturan Perundang-undangan: Studies”, Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 Majalah Masalah-Masalah Hukum Fak Hukum Undip, Vol. XXXI No. 3 UU No. 39 Tahun 2007 Tentang Cukai Juli 2002, Semarang. Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.07/2009 Moleong, Lexy, 1996, Metodology Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya Tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi Atas Nasution, 1992, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil CukaiHasilTembakau. 283