dilema hukum dan keadilan sosial dalam - E

advertisement
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL
CUKAI TEMBAKAU TERHADAP PROGRAM PEMBINAAN LINGKUNGAN SOSIAL
Suteki
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
[email protected]
ABSTRAK
Analisis terhadap hubungan hukum dan kemiskinan tidak dapat dilepaskan dari adanya konsep
atau model bekerjanya hukum dalam masyarakat. Bertitik tolak dari batasan model yang tidak
dikemukakan oleh Seidman, dapat diketahui dalam peranan hukum dalam mengubah dan mengarahkan
perilaku atau pola-pola tingkah laku pemegang peran, dalam hal ini adalah warga masyarakat. Apabila
perubahan perilaku ini dapat dilaksanakan maka hukum dalam bekerjanya dapat berfungsi sebagai sarana
untuk merekayasa masyarakat (a tool of social Engineering). Dengan demikian pada tingkatan tertentu
diharapkan hukum dapat menanggulangi bahkan menghapuskan kemiskinan. Berdasarkan UU No. 39
Tahun 2007 tentang Cukai, pasal 66A ayat (1), salah satu tujuan bagi hasil cukai pembinaan industri,
pembinaan lingkungan sosial. Pendapatan cukai tentu saja tidak lepas dari jerih payah para
karyawan/buruh. Setiap hari sejak subuh para buruh/karyawan sudah berangkat kerja menuju brak-brak
rokok untuk membuat lintingan batang per batang. Karena itu, pemerintah daerah perlu memperjuangkan
konsep regulasi teknis untuk memikirkan nasib buruh/karyawan. Jika dilihat dari tingkat kesejahteraan,
kehidupan para buruh tentu masih belum seluruhnya layak. Karena itu, pemerintah kabupaten perlu
memprioritaskan nasib para buruh dalam regulasi di tingkat teknis dalam pengelolaan dana bagi hasil cukai
tersebut. Melakukan perbaikan nasib buruh dengan cara: (1) pemberian beasiswa bagi putra-putri buruh,
(2) memberikan tambahan penghasilan (tunjangan) bagi para pendidik yang mengelola lembaga
pendidikan swasta yang kebanyakan berasal dari keluarga buruh, (3) membangun sarana dan prasarana
pendidikan, (4) pemberian pelayanan hibah atau kredit lunak, (5) peningkatan jaminan kesehatan, (6)
peningkatan sarana dan prasarana publik yang bermanfaat baik secara langsung atau tidak langsung
terhadap produktivitas pabrik-pabrik penghasil cukai, serta (7) pemberian subsidi perumahan, dana rehab
atau bedah rumah bagi para buruh yang tidak memiliki rumah atau memiliki rumah yang tidak layak huni.
Kata Kunci: Cukai Tembakau; Kebijakan Formulasi
A. LATAR BELAKANG
hanya merupakan jembatan, yang akan membawa
Hukum untuk manusia, bukan manusia
kita untuk mencapai tujuan hidup sebagai negara
untuk hukum. Melalui penalaran seperti ini, maka
bangsa.
hukum itu bukan merupakan tujuan, akan tetapi
masyarakat yang bagaimana yang dicita-citakan
259
Untuk
itu
kita
harus
mengetahui
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
oleh bangsa Indonesia baru kemudian kita dapat
merupakan salah satu tujuan negara hukum
menentukan hukum yang bagaimana yang dapat
Indonesia didirikan. Tujuan nasional ini seharusnya
membawa rakyat kita ke arah masyarakat yang
diterjemahkan ke dalam instrumen peraturan
dicita-citakan itu. Cita-cita bangsa Indonesia tidak
perundang-undangan di bawah UUD 1945. Hukum
lain adalah tujuan nasional yang tercantum dalam
dalam
alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945. Tujuan
perundang-undangan
nasional tersebut adalah (1) melindungi segenap
mampu mewujudkan kesejahteraan umum (sosial).
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Untuk dapat mewujudkan kesejahteraan sosial,
Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3)
maka hukum harus dapat menciptakan keadilan,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan (4) ikut
bukan hanya keadilan individual (baik keadilan
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
legal, maupun keadilan komutatif), melainkan juga
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
keadilan distributif atau dapat diterjemahkan lebih
sosial.
kongkret menjadi keadilan sosial.
wajahnya
berupa
inilah
sistem
peraturan
yang
diharapkan
Sebagai negara hukum1, negara Indonesia
Berdasarkan uraian di atas tampak jelas
dapat mendayagunakan hukum sebagai sarana
bahwa hukum dan keadilan sosial memiliki
untuk mewujudkan cita-cita nasional atau dalam
hubungan yang sangat erat dengan kesejahteraan
bahasa kebijakan, hukum dapat digunakan sebagai
sosial. Dalam UUD 1945, Kesejahteraan Sosial
instrumen kebijakan tertentu (law as an instrument
diatur dalam Pasal 33 dan 34. Dapat dikatakan
of policy). Memajukan kesejahteraan umum (sosial)
bahwa
kesejahteraan
sosial
menyangkut
pemenuhan kebutuhan materiil yang harus diatur
Jimly Assiddiqie memerinci karaktristik negara hukum
dengan menyebut 12 ciri. Karakteristik tersebut yaitu: (1)
Supremasi hukum (Supremacy of Law); (2) Persamaan dalam
Hukum (Equality before the Law); (3) Asas legalitas (Due
Process of Law); (4) Pembatasan kekuasaan; (5) Organorgan Eksekutif Independen; (6) Peradilan Bebas dan Tidak
Memihak; (7) Adanya Peradilan Tata Usaha Negara; (8)
Peradilan Tata Negara (Constitutional Court); (9)
Perlindungan Hak Asasi Manusia; (10) Bersifat Demokratis
(Demecratische Rechtsstaat); (11) Berfungsi Sebagai Sarana
Untuk Mewujudkan Tujuan Negera (Welfare Rechtsstaat) dan
(12) Transparansi dan Kontrol Sosial. Lihat, Jimly Asshiddiqie,
Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta,
2006, hlm. 151-161.
1
dalam organisasi dan sistem ekonomi yang
berdasarkan kekeluargaan. Kesejahteraan sosial
adalah sarana materiil yang harus dipenenuhi untuk
mencapai rasa aman dan tenteram yang disebut
keadilan
sosial.
Sedangkan
keadilan
sosial
merupakan tujuan yang lebih tinggi daripada
sekedar
kesejahteraan.
Keadilan
merupakan
condition sine qua non terciptanya ketertiban dan
merupakan
260
syarat
utama
berlangsungnya
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
kehidupan masyarakat. Keadilan menjaga supaya
untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Pasal 66A
tidak
tercipta
secara tegas menyatakan bahwa salah satu cara
keseimbangan antara hak dan kewajiban, adanya
penggunaan alokasi DBHCHT adalah untuk
keseimbangan antara kepentingan pribadi dan
melakukan pembinaan lingkungan sosial, maka
kepentingan sosial.
berarti persoalan penaggulangan kemiskinan dapat
terjadi
ketimpangan
sehingga
Melalui UU No. 39 Tahun 2007 tentang
menjadi salah satu sasaran program tersebut.
Cukai, negara sebenarnya ingin agar pelaksanaan
Dalam hal ini hokum, melalui peraturan perundang-
UU ini juga dapat menciptakan kesejahteraan
undang sedang menjalani fungsinya sebagai
sosial. Hal ini dapat dibuktikan melalui isi dari
sarana untuk melakukan rekayasa sosial (law as a
konsiderans UU Cukai tersebut. UU Cukai disusun
tool of social engineering).
berdasarkan pertimbangan bahwa cukai sebagai
Kebijakan terkait Dana Bagi Hasil Cukai
pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-
Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun 2007 melalui UU
barang tertentu yang mempunyai sifat atau
Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai dan Putusan
karakteristik
undang-undang
Mahkamah Konstitusi Nomor 54/PUU-VI/2008
merupakan penerimaan negara guna mewujudkan
tahun 2008, setiap tahunnya Pemerintah telah
kesejahteraan bangsa. Kesejahteraan bangsa
mengalokasikan
menjadi tanggung jawab negara c.q. pemerintah,
sebesar 2% (dua persen) dari penerimaan negara
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia
Instrumen otonomi daerah berusaha membagi
kepada provinsi Penghasil Cukai Hasil Tembakau
tanggung
dan
sesuai
jawab
dengan
terhadap
kewajiban
untuk
Provinsi
dan
menyalurkan
Penghasil
DBHCHT
Tembakau,
yang
mewujudkan kesejahteraan rakyat oleh pemerintah
selanjutnya oleh Provinsi Penerima DBHCHT
pusat dengan pemerintah daerah. Salah satu cara
bersangkutan
untuk mendanai pembangunan di daerah adalah
provinsi/kabupaten/ kota di wilayahnya dengan
alokasi pendanaan dari pemerintah pusat yang
komposisi 30% (tiga puluh persen) untuk provinsi
diberikan kepada pemerintah daerah dalam bentuk
penghasil, 40% (empat puluh persen) untuk
Dana Alokasi Umum (DAU). Pengalokasian dana
kabupaten/kota daerah penghasil, dan 30% (tiga
bagi hasil tembakau yang diatur dalam UU Cukai
puluh persen) untuk kabupaten / kota lainnya.
merupakan salah satu cara pemerintah pusat
mendanai pembangunan di daerah melalui DAU
261
dibagikan
kepada
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
DBHCHT yang dibagikan tersebut bersifat
Namun dalam prakteknya kondisi yang terjadi
specific grant, di mana penggunaannya sudah
malah sebaliknya, masih ditemukannya berbagai
diarahkan untuk mendanai kegiatan tertentu
kegiatan penggunaan DBHCHT yang tidak sesuai
sebagaimana diatur dalam Pasal 66A UU Nomor 39
dengan peruntukannya. Berdasarkan hasil evaluasi
tahun 2007 ayat (1) yaitu untuk mendanai
yang dilakukan terhadap rencana kerja anggaran
peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan
maupun realisasi penggunaan anggaran DBHCHT
industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi
dari
ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan
menunjukkan
barang kena cukai ilegal. Selanjutnya kelima
mengalokasikan kegiatan yang sesuai dengan
kegiatan tersebut dirinci lebih detil menjadi 21 (dua
ketentuan, seperti penggunaan DBHCHT dalam
puluh satu) sub jenis kegiatan sebagaimana diatur
bidang kesehatan.
dalam PMK 84/PMK.07/2008 jo. PMK Nomor
beberapa
daerah
penerima
masih
daerah
dalam
ketidaktepatan
Masih
ditemukan
adanya
kegiatan
20/PMK.07/2009 tentang Penggunaan DBHCHT
pengadaan sarana dan prasarana kesehatan yang
dan Sanksi atas Penyalahgunaan DBHCHT.
tidak ada kaitannya langsung dengan penanganan
Pengaturan penggunaan DBHCHT tersebut
penyakit
dasarnya
sharing
penempatan kegiatan DBHCHT untuk menangani
kewajiban Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
penyakit menular, HIV/AIDS, Keluarga Berencana,
Daerah penerima DBHCHT guna mendukung
dan sebagainya. Kondisi ini tentu berakibat tidak
pelaksanaan pencapaian tujuan pengenaan cukai
hanya terhadap ketidak tercapaian tujuan cukai
hasil tembakau yaitu dalam rangka pengendalian
hasil tembakau tersebut, namun juga berpotensi
dan pengawasan serta mitigasi terhadap dampak
menyalahi ketentuan yang berlaku.
pada
negatif
yang
disamping
juga
merupakan
ditimbulkan
dalam
bentuk
produk
rangka
akibat
dampak
asap
rokok
atau
tembakau
Dari hasil evaluasi yang dilakukan di
optimalisasi
beberapa daerah, ternyata kondisi ketidaktepatan
penerimaan negara CHT sebagaimana dimaksud
dalam
dalam ketentuan Pasal 2 UU Nomor 39 tahun 2007.
tersebut hampir merata terjadi disemua daerah, dan
Dengan pengaturan kebijakan DBHCHT
salah satu penyebabnya adalah faktor kurangnya
sebagaimana tersebut di atas, maka sudah
pemahaman unit/aparatur pelaksana di daerah
seharusnya DBHCHT yang diberikan kepada
dalam
daerah penerima digunakan sesuai peruntukannya.
penggunaan
262
pengalokasian
menterjemahkan
penggunaan
aturan
DBHCHT
pelaksanaan
DBHCHT sebagaimana
tertuang
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
dalam PMK 84/PMK.07/2008 jo. PMK Nomor
Praktik penggunaan dana alokasi bagi hasil
20/PMK.07/2009, meskipun sosialisasi maupun
tembakau di beberapa daerah ditemukan beberapa
konsultasi atas pemahaman aturan penggunaan ini
variasi. Seperti yang dilaporkan oleh Tim Humas
sudah sering dilakukan oleh Pemerintah Pusat
Provinsi Jawa Tengah, pengelolaan Dana Bagi
maupun Pemerintah Provinsi Penerima.
Hasil cukai rokok untuk Jawa Tengah belum
Pada tahun 2013 DBHCHT telah memasuki
optimal, dari 52,196 M baru sekitar 3 M yang
tahun kelima pelaksanaannya, berbagai macam
digunakan untuk peningkatan usaha pertanian.
tanggapan para pengelola dana DBHCHT di daerah
Pada tahun 2011 total alokasi Cukai hasil tembakau
terhadap muatan PMK telah didengar, disatu pihak
yang dikembalikan ke Provinsi dan kabupaten/kota
ada yang menyatakan bahwa pengaturan dalam
sebesar 52,196 M, dengan perincian Kabupaten
PMK sangat membatasi penggunaan, namun di
Kudus mendapatkan 17,2 M, provinsi 15,6 M, Kota
pihak lain ada yang menginginkan pengaturan yang
Surakarta 1,2 M dan seluruh Kabupatenkota yang
lebih rinci lagi. Dalam rangka mengatasi berbagai
besarnya antara 450 juta sampai 878 juta. Pada
permasalahan tersebut terutama untuk menjawab
tahun 2013 ini kenaikan DBHCT untuk Jawa
berbagai persoalan penggunaan DBHCHT di
Tengah mengalami penurunan yang cukup banyak,
bidang kesehatan, kami menyambut baik kehadiran
dari Rp 426 milyar pada tahun 2012 menjadi Rp
buku “Pedoman Penggunaan Dana Bagi Hasil
364 milyar untuk tahun 2013. Pembagian dana
Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dalam Bidang
sebesar Rp 426 milyar tersebut adalah 30 % (128
Kesehatan” yang diterbitkan oleh Kementerian
milyar) untuk Pemerintah Provinsi Jawa Tengah,
Kesehatan bekerjasama dengan Kementerian
dan 70 % (298 milyar) sisanya dibagikan ke pada
Keuangan. Dengan kehadiran buku pedoman ini
35 Kabupaten/Kota secara proporsional. Sebesar
diharapkan
dalam
40% dari 298 milyar (119 milyar) diberikan kepada
menyusun dan merencanakan kegiatan DBHCHT di
15 Kabupaten/Kota penghasil tembakau, 30% (89
bidang kesehatan yang tepat sasaran dan sesuai
milyar) lainnya diberikan kepada 35 kabupaten/kota
dengan ketentuan sehingga diharapkan pada
secara merata.
dapat
membantu
daerah
gilirannya DBH CHT yang diberikan dapat
digunakan
tujuannya.
secara
optimal
sesuai
dengan
Menurut Wakil ketua komisi B DPRD Jawa
Tengah Muhammad Haris alokasi penggunaan
dana bagi hasil cukai untuk pemerintah provinsi
263
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
belum
diarahkan
pada
upaya
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
peningkatan
program pengentasan kemiskinan), di sisi lain
produktifitas pertanian dan UMKM. Dari 15,6 M
dampak akibat rokok perlu dikendalikan. Dewasa ini
yang digunakan untuk mendorong potensi usaha
kampanye anti rokok serta adanya peraturan di
kecil hanya kurang dari 3 M, selainya digunakan
tingkat daerah yang membatasi masyarakat untuk
untuk kegiatan lain. Dalam Perubahan APBD 2013
merokok
hanya ada beberapa kegiatan yang berdampak
mengendalikan dampak rokok bagi kesehatan
langsung pada masyarkat misalnya pengembangan
masyarakat. Kesadaran terhadap bahaya rokok
diversifikasi usaha dan sistem distribusi koperasi
terus ditingkatkan namun harapan perolehan ”uang”
dan UMKM sebesar 845 juta, pengembangan SDM
dari sistem industri rokok tetap pula didambakan
dan kelembagaan koperasi dan UMKM 714 juta.
oleh jutaan penduduk, termasuk oleh Pemda
Masih banyak kegiatan yang terkesan untuk
(APBD) di daerah produsen rokok dan tembakau.
menghabiskan uang saja misalnya promosi bahaya
Keadaan
rokok lewat komik, DVD, serta sarana-sarana lain
statemen yang menyatakan bahwa cukai rokok itu
yang sebenarnya tidak sesuai peruntukan dan tidak
adalah ”tax of sin”.
diperlukan masyarakat. Haris berharap adanya
transparansi dari pemerintah provinsi tentang
jelas
merupakan
demikian
sering
upaya
menggiring
untuk
pada
Permasalahan yang perlu diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
penggunaan alokasi bagi hasil cukai tembakau ini.
1. Bagaimanakah
kebijakan
pengaturan
Karena masih baru, maka perlu transparansi dan
(formulasi) penggunaan alokasi Dana Bagi
harus
Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) terkait
benar-benar
manfaat
tidak
hanya
menghabiskan anggaran.
dengan
Situasi dilematis akan dihadapi oleh
pemerintah sebagai penyelenggara negara yang
jawab
terhadap
kesejahteraan
rakyatnya. Di satu sisi, cukai rokok mempunyai
posisi strategis untuk menyokong APBN (termasuk
APBD)
khususnya
pembinaan
lingkungan
produk
kebijakan
pengaturan
sosial?
B. PERMASALAHAN
bertanggung
program
dapat
digunakan
untuk
melakukan pembinaan lingkungan sosial (misalnya
264
2. Apakah
penggunaan
alokasi
DBHCHT
mampu
mengarahkan pemerintah daerah setempat
untuk melaksanakan program pembinaan
lingkungan
dalam
rangka
pengentasan
kemiskinan?
3. Bagaimana strategi yang ideal tentang
penggunaan hukum sebagai sarana untuk
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
mengentaskan kemiskinan melalui studi kasus
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
pelaksanaan
kemanusiaan. Pasal ini memberikan pengertian
kebijakan
pengaturan
penggunaan alokasi DBHCHT?
bahwa
pemerintah
berkewajiban
untuk
mengupayakan agar setiap warga negara dapat
C.
PEMBAHASAN
hidup layak sesuai dengan harkat martabat
Negara Indonesia adalah negara hukum,
manusia Indonesia, atau dengan kata lain
dengan demikian negara telah memiliki landasan
pemerintah berkewajiban untuk menanggulangi
yuridis yang kuat dalam peranannya melaksanakan
atau mengentaskan kemiskinan.
pembangunan. Pancasila sebagai ideologi bangsa
Sehubungan dengan masalah kemiskinan,
dan sebagai pandangan hidup telah memberikan
pada Pasal 34 UUD NRI 1945 secara eksplisit
arah
yang
dinyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak
diharapkan, yakni menuju keadilan sosial bagi
terlantar dipelihara oleh negara. Mengingat bahwa
seluruh rakyat Indonesia, dan pembangunan
tujuan dibentuknya negara Indonesia adalah untuk
manusia Indonesia seutuhnya. Indonesia juga
memajukan
dapat
negara
konsekuensinya negara atau pemerintah tidak
kesejahteraan (welfare state) yang mempunyai
dapat melepaskan tanggung jawabnya untuk
kewajiban untuk menyelenggarakan kesejahteraan
menaggulangi
umum, yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi
pembangunan di segala bidang kehidupan, untuk
seluruh rakyat Indonesia sebagaimana tercantukm
mewujudkan
dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD Negara
diharapkan mampu difungsikan untuk mengatasi
Republik Indonesia 1945, sebagai berikut:
kemiskinan yang masih dialami oleh sebagian
dan
tujuan
bagi
diklasifikasikan
pembangunan
sebagai
kesejahteraan
kemiskinan.
kesejahteraan
umum,
Dalam
sosial,
maka
era
hukum
“……negara melindungi segenap bangsa dan
warga negara kita. Dalam hal ini, hukum dapat
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
dijadikan
memajukan
umum,
mengadakan rekayasa sosial (as a tool of social
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
engineering) dalam upaya mengentaskan rakyat
memelihara perdamaian dunia…”.
dari kemiskinan.
kesejahteraan
Pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945
menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak
265
sebagai
alat
atau
sarana
untuk
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
C.1. Pengertian Hukum
Masyarakat
patokan yang merupakan keputusan/kebijakan dari
Indonesia
mempunyai
pejabat pemerintah dan bukan hanya merupakan
pendapat-pendapat tertentu mengenai hukum.
hukum positif tertulis.
Terdapat berbagai pengertian atau arti yang
C.2. Hakikat Kemiskinan
diberikan pada hukum, yang variasinya adalah
a. Pengertian Kemiskinan
sebagai berikut :
Menurut
Jhon
kecilnya
kemiskinan
1) Hukum diartikan sebagai ilmu pengetahuan;
diartikan
2) Hukum diartikan sebagai norma atau kaidah,
mengakumulasikan basis kekuatan sosial , yang
yakni patokan tingkah laku yang diharapakan;
sebagai
Friedman,
peluang
untuk
meliputi hal-hal sebagai berikut :
3) Hukum diartikan sebagai disiplin, yaitu sistem
(1) Modal produktif seperti tanah, perumahan,
ajaran tentang kenyataan;
perlatan dan lainnya;
4) Hukum diartikan sebagai tata hukum yaitu
(2) Sumber-sumber keuangan seperti pendapatan
hukum positif tertulis;
dan fasilitas kredit;
5) Hukum diartikan sebagai petugas atau pejabat;
(3) Organisasi sosial dan politik untuk mencapai
6) Hukum diartikan sebagai keputusan pejabat
atau penguasa;
kebutuhan bersama;
(4) Jaringan-jaringan sosial untuk memperoleh
7) Hukum diartikan sebagai proses pemerintahan;
pekerjaan seperti barang-barang, pengetahuan,
8) Hukum diartikan sebagai perilaku yang teratur
informasi, keterampilan dan lainnya.3
b. Tolak ukur kemiskinan
dan unik;
9) Hukum diartikan sebagai jalinan nilai-nilai.2
Pada tahun 1975 berdasarkan indeksindeks tertentu oleh UNESCO telah diperkirakan
Pengertian
hukumn
yang
diberikan
bahwa garis batas kemiskinan
diukur dari
tersebut, menunjukan cakupan hukum yang tidak
pendapatan perkapita adalah berkisar pada US $
terbatas pada pengertian hukum yang secara
100 per tahun. Sedangkan mengenai tolak ukur
normatif ada dalam undanng-undang saja. Dalan
garis kemiskinan, menurut Sayogo adalah jumlah
hal ini penulis memilih pengertian hukum sebagai
kalori
yang
dikonsumsikan
perkapita.
Batas
kemiskinan ditentukan pada tingkat 1700 kalori
. Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi
Hukum Dalam Masyarakat, (Jakarta : Rajawali, 1982),
halaman 37-39
2
3
266
Suara Merdeka, 20 Juni 1991, halaman VI
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
sehari perkapita. Batas ini sudah berada di bawah
dengan yang sedikit di atas garis kemiskinan
kebutuhan
atau near poor yang bisa mencapai jumlah yang
normal
orang
Indonesia
yang
membutuhkan lebih dari 2000 kalori per hari.4
sama. Tahun sebelumnya, jumlah warga yang
Menurut kesimpulan penelitian Pusat Studi
tergolong near poor mencapai 29,38 juta. Near
Institut Teknologi Bandung pada tahun 1992,
poor ini menurut BPS ukurannya adalah 1,2 kali
walaupun Indonesia memiliki kekayaan yang
dari garis kemiskinan.
melimpah, akan tetapi kenyataan menunjukan
bahwa sebanyak 61,6% rumah tangga petani di
Indonesia
tergolong
miskin
dengan
kriteria
pendapatan Rp.50.000.- (sekarang diperkirakan Rp
500.000,-) atau kurang per bulan per keluarga.5
Sedangkan menurut Alex Emyll, MSP (1992),
kriteria bagi batas kemiskinan adalah pendapatan
sebesar
Rp.20.000.-
atau
kurang
perbulan
perorangan.6
Definisi miskin menurut versi amerika
serikat yang melihat pada penghasilan tentu
berbeda dengan definisi miskin versi Indonesia
yang berpedoman pada kemampuan membiayai
kehidupannya. Jika tolok ukur miskin menurut versi
Amerika adalah mereka yang berpenghasilan
dibawah US $ 30 per hari atau setara Rp 270.000,
per hari ( Rp 8.100.000,- perbulan /kurs Rp. 9000
per US $ ) maka dapat dikatakan PNS Indonesia
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik
masuk dalam katagori miskin. Namun, pendekatan
(BPS) Per Maret 2011, jumlah penduduk miskin
kemiskinan di Indonesia dengan tolok ukur
sebesar 30,02 juta orang atau 12,49% dari total
pengeluaran sebesar Rp. 233.740 per bulan (
seluruh penduduk Indonesia. Jika dibandingkan
Equivalen US $ 25, 97 per bulan ) tentunya tidak
data Maret 2010, di mana penduduk miskin adalah
dapat dibandingkan dengan standar kehidupan di
31,02 juta orang atau 13,33%, maka terjadi
Amerika Serikat.
penurunan 1 juta orang dalam setahun.
Jumlah
penduduk miskin 30,02 juta jiwa yang berada
dibawah garis kemiskinan adalah jumlah yang
masih sangat besar, ini
belum ditambahkan
Soemitro, Ronny H, Perspektif Sosial Dalam Pemahaman
Masalah-Masalah Hukum, (Semarang, Agung Press, 1989),
5 Ibid, halaman 63
6 Suara Merdeka, 14 Agustus 1992, halaman IX
4
Menurut BPS (2007), keluarga yang sama
sekali
tidak
mempunyai
kemampuan
untuk
memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang
mempunyai sumber mata pencaharian akan tetapi
tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga yang
267
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
layak bagi kemanusiaan dengan ciri-ciri atau kriteria
beras tidak merupakan bahan kebutuhan pokok
sebagai berikut :
penduduk pedesaan yang miskin terutama di Pulau
(i)
Pembelanjaan rendah atau berada di bawah
Jawa.
garis
c. Jenis Kemiskinan
(ii)
kemiskinan,
yaitu
kurang
dari
Rp.175.324 untuk masyarakat perkotaan, dan
Belum ada cara yang benar-benar tepat
Rp.131.256 untuk masyarakat pedesaan per
untuk mendefinisikan kelompok miskin. Alternatif
orang per bulan di luar kebutuhan non
yang banyak digunakan adalah membedakan
pangan;
kemiskinan
Tingkat pendidikan pada umumnya rendah
Kemiskinan absolut mendasarkan pada suatu
dan tidak ada keterampilan;
jumlah minimum tertentu untuk tingkat hidup
(iii) Tidak memiliki tempat tinggal yang layak huni,
termasuk tidak memiliki MCK;
dan
kemiskinan
absolut.
subsisten. Batasan jumlah minimum inipun masih
kabur, karena faktor yang membentuk minimalitas
(iv) Pemilikan harta sangat terbatas jumlah atau
(v)
relatif
tersebut bersifat relatif subyektif dan sangat
nilainya;
dipengaruhi oleh kodisi-kondisi ekonomi suatu
Hubungan sosial terbatas, belum banyak
negara. Dengan demikian makan akan muncul
terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan; dan
konsep yang berlawanan yaitu adanya kemiskinan
(vi) Akses informasi (koran, radio, televisi, dan
internet) terbatas.
yang relatif. Kemiskinan relatif mempunyai dasar
batas minimum kemiskinan yang tidak tetap.
Menurut Sajogyo (1977), garis kemiskinan
Batasa kemiskinann yang ditetapkan akan terus
berdasarkan kebutuhan minimum rumah tangga
berubah yang secara ideal akan meningkat. Hal ini
adalah senilai 2.140 kg beras setiap orang per
disebabkan karena adamnya dampak pertumbuhan
tahun di pedesaan dan 360 kg beras setiap orang
dan harapan yang terus berkembang, sementara
per tahun di daerah kota. Penetapan garis
pertumbuhan itu sendiri diragukan perembesannya
kemiskinan ini yang setara dengan nilai beras
( efek tetesnya) bagi kelompok miskin.7
dimaksudkan ini untuk dapat membandingkan
tingkat hidup antar waktu dan perbedaan harga
Para ahli kependudukan membagi tingkat
kemiskinan menjadi dua, yaitu :
kebutuhan pokok antar wilayah. Pendapat Sajogyo
ini pada masa berikutnya mendapat kritikan dari
Both dan Sundrum, karena dalam kenyataannya
7
268
Suara merdeka, 14 Agustus 1991, halaman VI
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
(1) Kemiskinan biasa, dimana penghasilan masih
menjadi miskin karena mereka sakit dan mereka
cukup untuk menjamin kebutuhan primernya,
semakin sakit karena mereka semakian miskin.
yaitu cukup untuk makan meskipun hannya
Pernyatan Winslow ini adalah suatu pernyataan
ditahun-tahun yang normal, artinya dtahun itu
proses yang sirkuler dan komulatif yang terus
tidak terjadi kemarau yang terlalu panjang
menerus menurun ketingkat yang lebih rendah yaitu
ataupun ada bencana alam lainnya. Namun
di mana satu faktor negatif menjalankan dua
pada saat-saat sulit misalnya pada paceklik,
pernaan sekaligus yaitu menjadi sebab dan akibat
dalam kemiskinan biasa seseorang tidak dapat
dari faktor-faktor negatif lainnya.9
memenuhi kebutuhan pokoknya secara wajar.
Menurut Lampman, terdapat tiga penyebab
(2) Kemiskinan luarbiasa atau kemelaratan. Dalam
kemiskinan yaitu:
hal ini penghasilan untuk menjamin kebutuhan
(1) Faktor resiko dari bekerjanya sistem ekonomi
primernya tidak cukup. Meskipun tidak ada
dan sistem pembangunan yang sedang
bencana alam mauoun kemarau yang terlalu
dilaksanakan;
panjang. Untuk kebutuhan makan saja tidak
(2) Faktor batasan sosial yang terjadi karena
mencukupi baik dari segi kuantitas maupun dari
adanya
segi kualitas.8
budaya kemiskinan dan lingkaran setan
d. Sebab-sebab timbulnya kemiskinan
Gunnar Myrdal mengajukan
rintangan-rintangan
penyempitan
kemiskinan (vicious circle);
konsepsi
(3) Faktor-faktor perbedaan individu, yaitu karena
hubungan kausal sirkuler yang kumulatif sebagai
adanya perbedaan dan ketidak merataan
landasan untuk menjelaskan terjadinya ketidak
distribusi
merataan ekonomi nasioanal maupun internasional.
masyarakat. Kenyataan menunjukan bahwa
Konsepsi Gunnar Myrdal didasarkan pada konsepsi
diantara warga masyarakat terdapat jurang
lingkaran tak berujung pangkal (Vicious Circle)
pemisah anatara mereka yang berpenghasilan
C.E.A Winslow. Selanjutnya dikemukakan bahwa
tinggi dan para buruh petani yang hannya
kemiskinan dan penyakit membentuk lingkaran
berpenghasilan rendah.10
pendapatan
diantara
kemiskinan yang tak berujung pangkal. Orangorang menjadi sakit karena merka miskin. Mereka
Soemitro, Ronny H, Studi Hukum dan Kemiskinan,
(Semarang : Tugu Muda, 1989), halaman 45.
10 Suara Merdeka, 14 Agustus 1992, halaman VI.
9
Soemitro, Ronny H, Studi Hukum dan Kemiskinan,
(Semarang : Tugu Muda, 1989), halaman 30-31.
8
269
waraga
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Sedangkan
Sadono
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Sukirno
lebih
Di sisi lain Satjipto Raharjo, berpendapat,
cenderung menyatakan bahwa dualisme teknologi
bahwa kemiskinan sekarang bukan disebabkan
telah memperkukuh keadaan kemiskinan yang
oleh faktor individual atau alam, melainkan
terdapat dinegara-negara berkembang, termasuk
disebabkan oleh proses-proses serta institusi yang
didalamnya Indonesia. Lebih lanjut dikatakan
terdapat
bahwa akhir-akhir ini disadari pula suatu implikasi
dimasukan dalam institusi tersebut disamaping
yang tidak menguntungkan dari adanya dualisme
institusi-institusi yang lain. Hal ini dapat dimengerti
teknologi.
pada
karena di dalam negara yang berdasarkan hukum,
umumnya mengalami perkembangan yang jauh
maka warga negara yang ingin meninggkatakan
lebih cepat dari pada sektor tradisional. Dengan
kesejahtereaan harus berhadapan dengan hukum.
demikian jurang tingkat kesejahteraan di antara
Dengan demikian, mereka tidak dapat bertindak
kedua sektor tersebut makin lamamakin bertambah
melalui dan mengiluti proses alami, melainkan
lebar. Sehingga walaupun dicita-citakan bahwa
dituntut untuk dilakukan melalui jalur hukum yang
pembangunan
bertujuan
telah ditetapkan. Dalam hal ini hukum dapat
kesejahteraan
seluruh
Kegiatan-kegiatan
disektor
untuk
meningkatkan
masyarakat,
dalam
masyarakat.
Hukum
dapat
pada
menjadi penghambat atau kendala pertumbuhan
kenyataannya manfaat pembangunan terutama
ekonomi yang selanjutnya akan menimbulakan
dinikmati hannya oleh golongan kecil penduduk di
kemiskinan.
negara berkembang. Sebagaimana telah secara
ekonomi adalah sah untuk dilakukan, tetapi oleh
umum disadari bahwa jurang pemisah tingkat
hukum dapat dimungkinkan dan
pendatan diantara golongan kaya dan miskin telah
dilarang, atau untuk melakukannya harus ditempuh
menjadi bertambah lebar. Dari pernyataan Sadono
melalui prosedur hukum tertentu.12
Sukirno ini dapat dikatakan jurang pemisah yang
C.3. Fungsi Hukum
semakain melebar tersebut pada akhirnya akan
membuat golongan masyarakat berpenghasilan
Misalnya
tindakan
yang secara
dinyatakan
Hoebel berpendapat bahwa ada empat
fungsi dasar hukum yaitu :
rendah semakin sulit untuk beradaptasi dengan
pembanguan teknologi yang semakin pesat. Dari
sini kemiskinan diperkirakan akan
11
muncul.11
Grafika, 1985), halaman 217.
12
Sukirno, Sadono, Ekonomi Pembanguan, (Jakarta, Bima
270
Rahardjo, Satjipto, “Memikirkan Hubungan Hukum dan
Kemiskinan”, Gema Keadilan, No.1 Tahun ke 15;1991,
hal aman 21
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
a. Menetapkan
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
hubungan-hubungan
antar
perspektif of the law) dan oleh karena pusat
anggota masyarakat, dengan menunjukan
perhatiaanya adalah apa yang diperbuat
jenis-jenis tingkah laku apa yang diperkenankan
pejabat atau penguasa maka tinjauan ini
dan apa pula yang dilaranga;
kerpakali disebut sebagai the technocrat’s view
b. Menentukan
pembegian
kekuasaan
dan
mencari siapa saja yang boleh melakukan
paksaaan
serta
siapakah
yang
of the law.
c. Perspektif ketiga adalah perspektif emansipasi
harus
masyarakat
dari
hukum.
Perspektif
ini
menaatinya dan sekaligus memilih sanksi-
merupakan tinjauan dari bawah terhadap
sanksinya yang tepat dan efektif;
hukum (the bottom’s up view the law). Dengan
c. Menyelesaikan sengketa;
perspektif
d. Memelihara kemampuan masyarakat untuk
kemungkinan dan kemampuan hukum sebagai
menyesuaikan diri dengan keadaan kehidupan
sarana untuk menampung semua aspirasi
yang berubah-ubah, yaitu dengan merumuskan
masyarakat.14
kembali hubungan yang esensial antara
anggota-anggota masyarakat.13
ini
ditinjau
kemungkinan-
Sesuai dengan tujan penelitian ini, maka
yang perlu unutk dijelaskan adalah fungsi hukum
Menuerut Profesor Peters, terdapat tiga
dalam
perspektif
engineering
penggunaan
yaitu :
mengubah masyarakat. Salah satu fungsi hukum
a. Perspektif pertama adalah perspektif kontrol
adalah sebagai alat untuk mengubah masyarakat,
ini dapat disebut sebagai tinjauan dari sudut
digunakan sebagai alat oleh pelopor perubah
pandang seseorang polisi terhadap hukum (the
(agent of change). Agent of change atau pelopor
policeman view the law).
perubahan adalah seorang atau kelompok orang
yang mendapat kepercayaan dari masyarakar
untuk memimpin satu atau lebih lembaga-lembaga
engineering yang merupakan tinjauan yang
kemasyarakatan. Pelopor perubahan memimpin
para
perspektif
pejabat
(the
official
Soemitro, Ronny H, Studi Hukum dan Masyarakat,
(Bandung, Alumni, 1985), halaman 10-11.
14
Warassih, Esmi, “Peranan Hukum dan Fungsi-fumngsinya”,
Masalah –masalah Hukum, No.5 – 1991, halaman 6.
13
mungkin
social
dipergunakan
adalah
sangat
untuk
dalam
masyarakat
hukum
sarana
sosial (social control). Tinjauan yang demikian
b. Perspektif kedua dari fungsi hukum didalam
bahwa
sebagai
atau
perspektif dari fungsi hukum didalam masyarakat,
arti
hukum
social
271
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
masyarakat dalam mengubah sistem sosial dan
mengadakan
dalam menjalankan hal itu langsung tersangkut
walaupun secara tidak langsung. Dengan demikan
dengan
apabila pemerintah ingin membentuk badan-badan
tekanan-tekanan
perubahan.
Setiap
untuk
perubahan
melakukan
sosial
yang
perubahan-perubahan
sosial,
yang berfungsi untuk mengubah masyarakat secara
dikehendaki atau yang direncanakan, selalu berada
terencana,
di bawah pengendalian serta pengawasan pelopor
membentuk
badan
perubahan tersebut. Oleh karena itu cara-cara
menentukan
dan
untuk mempengaruhi masyarakat dengan sistem-
Sampai di sini sudah terungkap bahwa kaidah
sistem yang direncanakan dan diatur lebih dahulu
hukum dapat mendorong terjadinya perubahan-
dinamakan
perubahan sosial yang membentuk badan-badan
social
engineering
atau
social
hukum
diperlukan
tersebut
membatasi
serta
untuk
untuk
kekuasaannya.
yang secara langsung berpengaruh terhadap
planning.15
Kaidah-kaidah hukum sebagai alat untuk
mengubah
maka
masyarakat
mempunyai
peranan
perkembangan di bidang sosial, politik, bahkan di
bidang ekonomi.16
penting terutama dalam perubahan-perubahan
Dalam hal penggunaan hukum sebagai alat
yang direncanakan (intended change atau planed
untuk
change). Dengan perubahan yang dikehendaki dan
tersebut harus disesuaikan dengan anggapan-
direncanakan tersebut, dimaksudkan sebagai suatu
anggapan masyarakat apabila suatu hasil positif
perubahan yang dikehendaki dan direncanakan
hendak dicapai. Dengan pernyataan ini maka yang
oleh warga-warga masyarakat yang berperan
perlu
sebagai pelopor masyarakat. Dalam masyarakat-
bagaimana
masyarakat yang sudah kompleks dimana birokrasi
tentang hukum. Artinya, apakah pada suatu saat
memegang peranan penting dalam tindakan-
fokus masyarakat tertuju pada hukum atau tidak.
tindakan sosial, perubahan-perubahan tersebut
Kedua, perlu disoroti bagian-bagian manakah dari
harus mempinyai dasar hukum untuk sahnya.
suatu sistem yang paling dihargai oleh sebagian
Legalitas dari perubahan tersebut sangat penting
terbesar masyarakat pada suatu saat. Hal-hal inilah
artinya. Kaidah-kaidah hukum yang telah terbentuk,
secara minimal harus dipertimbangkan.17
dapamerupakan
alat
yang
ampuh
Soekanto, Soerjono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum,
(jakarta : Rajawali, 1986), halaman 107.
dilakukan
masyarakat,
pertama
17
272
Ibid, halaman 110-111.
Ibid, halaman 116.
maka
adalah
anggapan-anggapan
untuk
16
15
mengubah
hukum
menelaah
masyarakat
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Di samping ada beberapa hal yang perlu
8. Adanya
diperhatikan, yaitu anggapan masyarakat terhadap
hukum dan bagian
antara
hukum
dengan
pelaksanaan atau penerapan hukum tersebut.18
paling
mendapat
terdapat
beberapa
hukumnya banyak berpengaruh dan mendukung
kondisi yang harus mendasari suatu sistem hukum
lembaga-lembaga sosial yang telah ada. Suatu
agar dapat dipakai sebagai alat untuk mengubah
pemerintah yang berkuasa dapat menggunakan
masyarakat (a tool of socisl enginering). Kondisi-
hukum untuk merubah lembaga-lembaga sosial
kondisi tersebut adalah:
yang berupa pola-pola tingkah laku yang telah ada.
1. Hukum merupakan aturan-aturan umum yang
Perubahan lembaga-lembaga yang berupa pola-
tetap; jadi bukan merupakan aturan yang
pola tingkah laku tersebut diharapkan hukum
bersifat ad hoc;
sampai
penghargaan
yang
korelasi
masyarakat,
2. Hukum tersebut harus jelas bagi dan diketahui
oleh
warga-warga
masyarakat
yang
Pada
kebanyakan masyarakat
sampai
tingkatan
tertentu
sistem
mampu
mengarahkan tingkah laku tersebut hingga dapat
berfungsi sebagai sarana untuk menghapuskan
kepentingannya diatur oleh hukum tersebut;
atau mengurangi kemiskinan. Hal ini tergantung
3. Sebaiknya dihindari penerapan peraturan-
dari dua faktor yaitu: pertama, penguasa harus
peraturan yang bersifat retroaktif;
berkemauan keras untuk mengadakan perubahan-
4. Hukum tersebut harus dimengerti oleh umum;
perubahan dan kedua, perbahan-perubahan itu
5. Tidak
hanya dapat terjadi bila tidak terdapat perbedaan
ada
peraturan-peraturan
yang
bertentangan;
pendapat antara para penguasa politik dengan
6. Pembentukan hukum harus memperhatiakan
kemampuan para warga masyarakat untuk
kelompok pengendali ekonomi termasuk juga
masyarakat yang berekonomi kuat.19
mematuhi hukum tersebut;
7. Perlu
dihindarkan
terlalu
Dalam rangka pembangunan di daerah,
banyaknya,
perlu
terus
dikembangkan
dan
ditingkatkan
perubahan-perubahan hukum, oleh karena
prakarsa dan partisipasi masyarakat termasuk di
warga-warga masyarakat dapat kehilangan
dalamnya lembaga swadaya masyarakat, serta
ukuran dan pegangan bagi kegiatannya;
peranan pemerintah daerah dalam pembangunan.
Ibid, halaman 130.
Soemitro, Ronny H, Permasalahan Hukum di Dalam
Masyarakat, (Bandunng : Alumni,1984), halaman 73
18
19
273
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Untuk itu ditingkatkan kemampuan pengelolaan
pajak. “Pada 2006, jumlah cukai mencapai Rp 38,5
pembangunan dari seluruh aparatur pemerintah di
triliun. Tahun ini meningkat Rp 3,5 triliun menjadi
daerah sekaligus dalam rangka mewujudkan
Rp 42 triliun. Ketentuan tentang bagi hasil
otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggung
tembakau dapat disimak pada Pasal 66 UU Cukai.
jawab.
Pasal 66A
Pemerintah
daerah
yang
dimaksud
termasuk di dalamnya adalah Pemerintah Provinsi,
(1) Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau
Pemerintah
dengan
yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi
pemikiran ini, perlu terus dibangun dan ditingkatkan
penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2 persen
kemapuan daerah untuk membangun antara lain
yang digunakan untuk mendanai peningkatan
dengan menghimpun dana secara wajar dan tertib
kualitas
termasuk penggalian dana baru yang tidak
pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan
bertentangan dengan kepentingan nasional.
di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang
Kabupaten/Kota.
Sebagian
besar
Sejalan
kantong-kantong
bahan
baku,
pembinaan
industri,
kena cukai ilegal.
kemiskinan berada di pedesaan. Oleh karena itu,
(4) Pembagian dana bagi hasil cukai hasil
usaha untuk mengentaskan kemiskinan seharusnya
tembakau dilakukan dengan persetujuan Menteri,
diupayakan dari pedesaan. Upaya tersebut antara
dengan komposisi 30 persen untuk provinsi
lain ditempuh melalui pembentukan lembaga-
penghasil, 40 persen untuk kabupaten/kota daerah
lembaga swadaya masyarakat untuk menghimpun
penghasil, dan 30 persen untuk kabupaten/kota
dana pembangunan daerah pedesaan khususnya.
lainnya.
Pembangunan
yang
meliputi
segala
bidang
kehidupan, tidak dapat dilakukan hanya oleh
sebagian
masyarakat,
melainkan
melibatkan
partisipasi seluruh rakyat.
Pengesahan UU Cukai ini akan semakin
memperkuat posisi cukai sebagai sumber pundi
keuangan negara. Cukai menempati urutan ketiga
sumber pendapatan negara. Dua besar masih
didominasi hasil ekspor baik produk minyak dan
gas (migas) maupun non migas serta berbagai jenis
274
Pasal 66D
(1) Atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil
cukai hasil tembakau dapat diberikan sanksi
berupa penangguhan sampai dengan penghentian
penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau
yang dibuat di Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi atas
penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil
tembakau diatur dengan peraturan menteri.
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Ada satu poin baru yang cukup menarik,
Berdasarkan Pasal 66A ayat (1), bagi hasil
yakni dana bagi hasil untuk daerah penghasil
ini untuk bermacam tujuan yang sudah ditentukan,
tembakau. Ketentuan tersebut tertuang dalam
di antaranya untuk
Pasal 66A, 66B, 66C, dan 66D. Penerimaan negara
(1) mendanai peningkatan kualitas bahan baku,
dari cukai hasil tembakau akan dibagikan kepada
(2) pembinaan industri, pembinaan lingkungan
provinsi
penghasilnya
sebesar
2
persen.
sosial,
Selanjutnya, realisasi dana segitu dibagikan kepada
(3) sosialisasi ketentuan di bidang cukai, serta
provinsi
(4) pemberantasan Barang Kena Cukai (BKC)
itu
sendiri
sebesar
30
persen,
kota/kabupaten penghasil sebesar 40 persen20, dan
ilegal.
kota/kabupaten lainnya yang masih seprovinsi
sebesar
30
persen.
lewat
Situasi sulit akan dihadapi oleh pemerintah
pemindahbukuan dari rekening kas umum negara
sebagai penyelenggara negara yang bertanggung
ke rekening kas umum provinsi dan rekening kas
jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Di satu
umum kota/kabupaten. Tentu saja bagi-bagi hasil
sisi, cukai rokok mempunyai posisi strategis untuk
ini atas persetujuan Menteri Keuangan. Bagi hasil
menyokong APBN (termasuk APBD), di sisi lain
tersebut muncul dalam Dana Alokasi Umum (DAU)
dampak akibat rokok perlu dikendalikan. Dewasa ini
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kampanye anti rokok serta adanya peraturan di
(APBD). Setiap daerah juga harus siap. Ini
tingkat daerah yang membatasi masyarakat untuk
berdampak peralihan belanja dari pusat ke daerah.
merokok
Masalahnya, ada beberapa kendala. Misalnya
mengendalikan dampak rokok bagi kesehatan
persiapan pencairan APBD. Pemerintah juga perlu
masyarakat. Kesadaran terhadap bahaya rokok
mempersiapkan
terus ditingkatkan namun harapan perolehan ”uang”
instrumen
Caranya,
aturan
yang
memperlancar belanja daerah.
jelas
merupakan
upaya
untuk
dari sistem industri rokok tetap pula didambakan
oleh jutaan penduduk, termasuk oleh Pemda
(APBD) di daerah produsen rokok dan tembakau.
Masyarakat
Daerah produsen cukai rokok yang meliputi 8 kabupaten
yaitu Kabupaten Kudus, Kota Surabaya, Kota Kediri, Kota
Malang, Kabupaten Malang, Kabupaten Kediri, dan
Kabupaten Pasuruan.
20
kita
belum
sejahtera.
Kelangkaan lapangan kerja di luar sistem produksi
rokok memaksa penduduk (buruh, petani) sekaligus
Pemda untuk melanggengkan industri rokok yang
275
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
dipenuhi situasi dilematis ini. Rokok terbuat dari
pula nasib petani tembakau? Bagaimana pula nasib
lintingan tembakau (Nicotania Tobacum). Sampai
APBN dan APBD? Vicious circle. Kita sulit untuk
tahun 1920-an rokok dikenal luas sebagai
menentukan dari mana kita harus mengatasi
penenang yang dapat membebaskan perokok dari
masalah dilematis ini.
kecemasan atau stress. Hal tersebut diperkuat oleh
Upaya sistematis dapat dilakukan oleh
dukungan para dokter pada waktu itu. Baru setelah
pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi
70 tahun kemudian, pengaruh negatif rokok
problematika di bidang industri rokok. Upaya-upaya
diketahui. Meskipun ditemui situasi yang dilematis,
tersebut antara lain:
namun, upaya untuk keluar dari situasi dilematis ini
1. Secara terencana pemerintah harus mulai
tetap harus dilakukan baik oleh pemerintah maupun
mengarahkan
rakyat.
tembakau
Setiap orang saya kira tahu betapa
bahayanya rokok bagi kesehatan manusia. Bukan
alih
tanaman
melalui
program
bagi
petani
intensifikasi
pertanian yang handal.
2. Negara (c.q. Pemerintah Pusat dan Daerah)
saja berbahaya bagi penghisapnya tetapi juga
secara
berbahaya bagi orang-rang yang berada di
ketergantungan APBN pada sumber cukai
sekitarnya (perokok pasif). Memang belum ada
tembakau.
studi
atau
perbandingan
penelitian
antara
biaya
yang
menyajikan
kesehatan
3. Petani
yang
terencana
harus
harus
mulai
mengurangi
mengganti
tanaman
tembakau dengan tanaman lain sesuai dengan
dikeluarkan untuk membiayai penyakit akibat
program intensifikasi pertanian pemerintah.
merokok dengan besarnya dana APBN maupun
4. Penggunaan dana alokasi umum yang berasal
APBD yang diterima oleh Pemerintah. Imbangkah
dari DBH cukai tembakau harus tepat sasaran
antara pendapatan dari rokok dengan bahaya
dan diarahkan pada rencana penurunan
akibat rokok bagi kesehatan manusia? Siapakah
produksi rokok dengan mengalihkan pada
yang peduli dengan masalah ini? Mampukah cukai
produksi barang lainnya seperti kerajinan
tembakau dapat secara signifikan menurunkan
tangan, elektronik dll.
produksi dan konsumsi rokok? Apa akibatnya bila
5. Pemerintah perlu merumuskan New Deal
seluruh penduduk negeri ini tidak menghisap
sebagai suatu program yang mereformasi
rokok? Bila produksi rokok berhenti, bagaimana
sistem keuangan dan perbankan dan membuat
nasib para pekerja di pabrik rokok? Bagaimana
banyak
276
program
untuk
membantu
para
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
penganggur, melaksanakan jaminan sosial
brak-brak rokok untuk membuat lintingan batang
yang meliputi bantuan untuk para penganggur,
per batang. Karena itu, pemerintah daerah perlu
jaminan untuk orang usia lanjut, orang cacat
memperjuangkan konsep regulasi teknis untuk
dan sebagainya.
Di dalamnya termasuk
memikirkan nasib buruh/karyawan. Jika dilihat dari
program Agricultural Adjusment Administration
tingkat kesejahteraan, kehidupan para buruh tentu
Act (AAA) untuk memberikan subsidi kepada
masih belum seluruhnya layak. Karena itu,
petani
pemerintah kabupaten perlu memprioritaskan nasib
dan
dapat
memberikan
Bantuan
Langsung Tunai (BLT) kepada orang miskin.
para buruh dalam regulasi di tingkat teknis dalam
6. Melakukan perbaikan nasib buruh dengan cara:
pengelolaan dana bagi hasil cukai tersebut.
(1) pemberian beasiswa bagi putra-putri buruh,
(2)
memberikan
tambahan
penghasilan
(tunjangan) bagi para pendidik yang mengelola
lembaga pendidikan swasta yang kebanyakan
berasal dari keluarga buruh, (3) membangun
sarana
dan
prasarana
pendidikan,
(4)
pemberian pelayanan hibah atau kredit lunak,
(5)
peningkatan
jaminan
kesehatan,
(6)
peningkatan sarana dan prasarana publik yang
bermanfaat baik secara langsung atau tidak
langsung terhadap produktivitas pabrik-pabrik
penghasil cukai, serta (7) pemberian subsidi
perumahan, dana rehab atau bedah rumah bagi
para buruh yang tidak memiliki rumah atau
memiliki rumah yang tidak layak huni.
Untuk mengakhiri perbincangan ini perlu
saya sampaikan bahwa pada nilai keadilan sosial
hendaknya menjadi visi utama dalam pengelolaan
dana bagi hasil cukai tembakau. Kendati hukum
memang seharusnya menjadi alat legitimasi
kebijakan, tetapi pada suatu saat kita harus berani
melakukan ”rule breaking” sehingga kita menjadi
lebih kreatif dalam penegakkan hukum agar tujuan
sejati
hukum
untuk
menciptakan
kesejahteraan/kebahagiaan tercapai. Kita sadar
betul bahwa pada waktu sakit, orang kadang
terpaksa menelan pil pahit untuk menyembuhkan
penyakitnya. Untuk tujuan
ke depan demi
kesejahteraan umat manusia secara bertahap
masyakat Jawa Tengah harus melepaskan diri dari
Sebagaimana kita ketahui, pendapatan
cukai tentu saja tidak lepas dari jerih payah para
ketergantungannya terhadap industri rokok yang
jelas berbahaya bagi kesehatan umat manusia.
karyawan/buruh. Setiap hari sejak subuh para
buruh/karyawan sudah berangkat kerja menuju
277
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
C.4. Hubungan Hukum dan Kemiskinan
kemudian menggunakan pengetahuan itu untuk
Dalam era industrialisasi sebagai ciri dunia
ketiga, pada kenyatannya kemiskinan masih
mendorong terciptanaya tingkah laku baru ayng
mengurangi kemiskinan.21
merupakan sosok yang nyata yang meliputi bagian
Sistem hukum dapat menimbulkan
besar penduduknya. Kemiskinan dapat terjadi
atau
mempengaruhi
disebabkan oleh karena lembaga-lembaga yang
masyarakat. Pernan ini hanya dapat dilakukan
membentuk masyarakat yaitu pada tingkah laku
dengan persyaratan bahwa peraturan hukum
yang berulang-ulang dari anggota masyarakatnya.
ditetapkan berdasarkan kehendak sebagai variabel
Peraturan-peraturan hukum menetapkan norma-
bebas (independent variabel). Sedangkan faktor-
norma tingkah laku. Peraturan tersebut mengatur
faktor
tentang segala sesuatu yang diperbolehkan dan
pengidentifikasian sistem hukum dan sebagai
sekaligus membatasi, di samping juga menentukan
variabel operasional atau penjelasan. Bekerjanya
norma-norma yang tidak boleh dilakukan warga
hukum dalam masyarakat melibatkan beberapa
masyarakat yang dikenai sasaran peraturan
unsur atau aspek yang saling memiliki keterkaitan
tersebut.
sebagai suatu sistem. Beberapa aspek tersebut
yang
tingkah
mempengaruhi
laku
pemilihan
warga
dan
Lebih lanjut Seidman berpendapat, bila
yaitu: Lembaga Pembuat Hukum (Law Making
para penguasa di dunia ketiga hendak merubah
Institutions), Lembaga Penerap Sanksi (Sanction
lembaga-lembaga
harus
Activity Institutions), Pemegang Peran (Role
menggunakan sistem hukum untuk menetapkan
Occupant) serta Kekuatan Sosietal Personal
norma-norma
(Societal Personal Force), Budaya Hukum (Legal
masyarakat
tingkah
laku
mereka
baru
dengan
menghormati lembaga-lembaga yang dmaksud dan
mengusahakan terbentuknya sarana-sarana untuk
mendorong tingkah laku yang sesuai. Lembagalembaga sosial, politik dan ekonomi di dunia ketiga
dapat
menghasilkan
kemiskinan
untuk
menggunakan sistem hukum guna mengubah
lembaga-lembaga itu memerlukan sebuah modal
yang menjelaskan bagaimana hukum memberikan
pengaruh terhadap tingkah laku-tingkah laku dan
Soemitro, Ronny H, Studi Hukum dan Kemiskinan,
(Semarang : Tugu Muda, 1989), halaman 9.
21
278
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Culture)22 serta unsur-unsur Umpan Balik (Feed Back) dari proses bekerjanya hukum yang
sedang berjalan. Seidman juga menggambarkan model bekerjanya hukum dalam masyarakat untuk
mengarahkan laku pemegang peran dengan diagram berikut :
Kekuatan-Sosial dan
Personal
DPR+Presiden:
UUD , UU Cukai,
Permenkeu dll
Masyarakat
umpan balik
umpan balik
Norma
Lembaga Penerapan
Sanksi
Norma
Kegiatan Pemagaran
Pemegang
Peran
Hukum
umpan balik
Kekuatan-kekuatan
Sosial dan Personal
Kekuatan-kekuatan
Sosial dan Personal
Lihat, Lawrence M. Friedman, The Legal System, A Social Science Perspective, Russel Sage Foundation, New York,
1975, hlm. 14-15.
22
279
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Selanjutnya
dikemukan
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
alasan-alasan
7.
dalam proses pembuatan hukum, pemegang
pemegang peran bertingkah laku seperti yang
peran
sesungguhnya mereka melakukan, berdasarkan
peraturan hukum berdasarkan alasan-alasan
norma tertentu yang oleh pembuat peraturan
yang mereka setujui dan karena alasan
hukum ditunjukan pada mereka, yaitu :
tingkah laku yang ditujukan pada mereka dar
1.
Pemegang peran melakukan tingkah laku
peserta dalam proses penyelenggaraan
pilihan dari beberapa alternatif tingkah laku
peran dalam lembaga pembuat hukum;23
bila mereka memahami tingkah laku itu;
2.
3.
4.
5.
6.
akan
bertindak
sesuai
dengan
Dari uraian di atas kiranya dapat dipahami
Tingkah laku antisipasi dari pihak lain
bahwa dalam menelaah hubungan hukum dan
merupakan bagian alternatif pilihan tiap
kemiskinan tidak dapat dilepaskan dari adanya
pemegang peran dalam proses pembuatan
konsep atau model bekerjanya hukum dalam
hukum dan penegakannya;
masyarakat. Bertitik tolak dari batasan model yang
Peranana pemegang peran ditentukan oleh
tidak dikemukakan oleh Seidman, dapat diketahui
norma-norma yang berlaku;
dalam peranan hukum dalam mengubah dan
Sistem hukum terdiri dari norma-norma yang
mengarahkan perilaku atau pola-pola tingkah laku
diundangkan oleh negara;
pemegang peran, dalam hal ini adalah warga
Setiap peraturan hukum yang ditujukan untuk
masyarakat. Apabila perubahan perilaku ini dapat
merubah tingkah laku pemegang peran
dilaksanakan maka hukum dalam bekerjanya dapat
berarti merubah alternatif pilihan tingkah laku
berfungsi sebagai sarana untuk merekayasa
dengan merubah peraturan hukum itu sendiri
masyarakat (a tool of social Engineering). Dengan
dan dengan mengubah antispasi tingkah laku
demikian pada tingkatan tertentu diharapkan hukum
oleh pihak-pihak lain;
dapat menanggulangi bahkan menghapuskan
Dalam proses penyelenggaraan hukum,
kemiskinan.
pemegang peran akan bertindak sesuai
Sementara itu menurut Satjipto Rahardjo,
dengan peraturan hukum berdasar alasan-
dalam negara Indonesia yang berdasarkan hukum
alasan yang disetujui oleh mereka dan
ini, cara-cara hukum memegang peranannya di
tingkah laku yang ditujukan pada mereka dan
karena kenyataan bahwa mereka menduduki
23
peran dalam lembaga pengak hukum;
280
Soemitro, Ronny H, Perspektif Sosial Dlam Pemahaman
Masalah-Masalah Hukum, (Semarang : Agung Press,
1989), hlm. 83-86.
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
bidang manajamen bidang-bidang kehidupan,
proses alami, melainkan harus mengikuti jalur
seperti sosial dan ekonomi. Cara-cara tersebut
hukum. Pada keadaan tersebut hukum dapat
pada akhirmnya akan mempertemukan usaha
menjadi kendala dan penghambat.25
penggulangan kemiskinan dengan hukum. Lebih
Dengan
memperhatikan
kenyataan
lanjut Satjipto Rahardjo menunjukan betapa
tersebut di muka, apa bila hukum diharapakan
komplek serta rumitnya interaksi masalah hukum
untuk bisa dipakai sebagai sarana penaggulangan
dengan masalah sosial, dalam hal ini kemiskinan.
masalah kemiskinan, maka usaha hendaknya
Hukum yang diharapkan dapat untuk mencapai
dilakukkan dengan koordinasi, konsolodasi dan
tujuan-tujuan yang diingunkan mungkin kurang
kerja sama yang lebih baik di bidang-bidang lain.
berhasil untuk mengerjakannya. Bahkan secara
Penangulangan masalah secara hukum saja tanpa
sosiologis juga bis ditemukan keadaaa, bagaimana
bersama-sama denagn bidang lain niscaya akan
hukum justru merupakan hambatan dalam usaha
mengurangi hasil yang dicapai, bahkan mungkin
menanggulangi kemiskinan. Bagi hukum sendiri,
timbul akibat yang berlawanan. Pada akhirnya
apabila segala sesuatunya telah dijalankan sesuai
dikatakan bahwa penanganan masalah kemiskinan
dengan prosedur hukum, maka masalahnya sudah
seyogyanya dilakukan secara holistik.
diselesaikan dengan baik.24
Penyebaran hukum yang demikian luas ke
D. KESIMPULAN
dalam hampir setiap bidang kehidupan maka
hukum itu bisa berfungsi sebagai penghambat dan
1. Analisis
terhadap
hubungan
hukum
dan
kendala proses sosial, politik serta ekonomi yang
kemiskinan tidak dapat dilepaskan dari adanya
berlangsung dalam masyarakat. Hal ini dapat
konsep atau model bekerjanya hukum dalam
dimengerti karena di negara yang berdasarkan
masyarakat. Bertitik tolak dari batasan model
hukum ini, setiap warga negara ingin meningkatkan
yang tidak dikemukakan oleh Seidman, dapat
kesejahteraan atau mencapai tingkat kehidupan
diketahui
yang lebih baik, harus berhadapan dengan hukum.
mengubah dan mengarahkan perilaku atau pola-
Dengan demikian ia tidak dapat bertindak mengikuti
pola tingkah laku pemegang peran, dalam hal ini
dalam
peranan
hukum
dalam
adalah warga masyarakat. Apabila perubahan
24
Satjpto Rahardjo, “Memikirkan Hubungan Hukum dan
Kemiskinan”, Gema Keadilan, No.1 Tahun ke -15, 1991,
hlm. 20.
25
281
Ibid, hlm. 21.
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
perilaku ini dapat dilaksanakan maka hukum
dalam pengelolaan dana bagi hasil cukai
dalam bekerjanya dapat berfungsi sebagai
tersebut. Melakukan perbaikan nasib buruh
sarana untuk merekayasa masyarakat (a tool of
dengan cara:
social Engineering). Dengan demikian pada
bagi
tingkatan tertentu diharapkan hukum dapat
tambahan penghasilan (tunjangan) bagi para
menanggulangi
pendidik yang mengelola lembaga pendidikan
bahkan
menghapuskan
kemiskinan.
putra-putri
(1) pemberian beasiswa
buruh,
(2)
memberikan
swasta yang kebanyakan berasal dari keluarga
2. Berdasarkan Pasal 66A ayat (1), bagi hasil ini
buruh, (3) membangun sarana dan prasarana
untuk bermacam tujuan yang sudah ditentukan,
pendidikan, (4) pemberian pelayanan hibah atau
di antaranya untuk
kredit lunak, (5) peningkatan jaminan kesehatan,
(1)mendanai peningkatan kualitas bahan baku,
(6) peningkatan sarana dan prasarana publik
(2)pembinaan industri, pembinaan lingkungan
yang bermanfaat baik secara langsung atau
sosial,
tidak langsung terhadap produktivitas pabrik-
(3)sosialisasi ketentuan di bidang cukai, serta
pabrik penghasil cukai, serta (7) pemberian
(4)pemberantasan Barang Kena Cukai (BKC)
subsidi perumahan, dana rehab atau bedah
ilegal.
rumah bagi para buruh yang tidak memiliki
rumah atau memiliki rumah yang tidak layak
Pendapatan cukai tentu saja tidak lepas dari
huni.
jerih payah para karyawan/buruh. Setiap hari
sejak subuh para buruh/karyawan sudah
berangkat kerja menuju brak-brak rokok untuk
membuat lintingan batang per batang. Karena
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chedar, 2002, Pokoknya Kualitatif:
Dasar-dasar Merancang dan Melakukan
itu, pemerintah daerah perlu memperjuangkan
konsep regulasi teknis untuk memikirkan nasib
buruh/karyawan.
Jika
dilihat
dari
tingkat
Penelitian Kualitatif, Jakarta: Pustaka Jaya.
Ashshofa, Burhan, 1998, Metode Penelitian Hukum
kesejahteraan, kehidupan para buruh tentu
masih belum seluruhnya layak. Karena itu,
pemerintah kabupaten perlu memprioritaskan
nasib para buruh dalam regulasi di tingkat teknis
282
hal 20-21, Jakarta: Rineka Karya , dan
Hadari Nawaai dan Mimi Martini, 1996,
Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Jurnal Law Reform
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Birowo, M.Antonius, 2004, Metode Penelitian
Komunikasi:
Teori
dan
Rahardjo, Satjipto, 1991, “Memikirkan Hubungan
Hukum dan Kemiskinan”, Gema Keadilan,
Aplikasi,
Yogyakarta: Gitanyali.
No.1 Tahun ke 15
Black Donald, 1976, The Behaviour of Law, New
Soemitro, Ronny H, 1989, Perspektif Sosial Dalam
York: Academic Press.
Pemahaman Masalah-Masalah Hukum,
Bogdan, Robert dan Steven J. Taylor, 1993,
Kualitatif: Dasar – dasar Penelitian,
Semarang: Agung Press
Soemitro, Ronny H, 1989, Studi Hukum dan
Surabaya: Usaha Nasional.
Kemiskinan, Semarang: Tugu Muda
Endraswara, Suwardi, 2006, Metode, Teori dan
Teknik
Penelitian
Soemitro, Ronny H, 1985, Studi Hukum dan
Masyarakat, Bandung: Alumni
Kebudayaan,
Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Soemitro, Ronny H, 1984, Permasalahan Hukum di
Faisal, Sanafiah, 1990, Penelitian Kualitatif: Dasardasar & Aplikasinya, Malang: Yayasan
Dalam Masyarakat, Bandunng: Alumni.
Sukirno, Sadono, 1985, Ekonomi Pembangunan,
Asah Asih Asuh
Jakarta: Bima Grafika.
Friedman, Lawrence M., 1975, The Legal System,
Tamanaha Brian Z., 2006, A General Jurisprudence
A Social Science Perspective, New York:
of Law and Society, New York: Oxford
Russel Sage Foundation
University Press
Guba, Egon G. dan Y. Vonna S. Lincoln. 1994,
Handbook
of
Qualitative
Warassih, Esmi, “Peranan Hukum dan Fungsifumngsinya”, Masalah –masalah Hukum,
Research,
London: Sage Publication.
No.5 – 19.
Indarti, Erlyn, “Selayang Pandang Critical Theory,
Critical Legal Theory, dan Critical Legal
Peraturan Perundang-undangan:
Studies”,
Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945
Majalah
Masalah-Masalah
Hukum Fak Hukum Undip, Vol. XXXI No. 3
UU No. 39 Tahun 2007 Tentang Cukai
Juli 2002, Semarang.
Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.07/2009
Moleong, Lexy, 1996, Metodology Penelitian
Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya
Tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil
Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi Atas
Nasution, 1992, Metode Penelitian Naturalistik
Kualitatif, Bandung: Tarsito
Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil
CukaiHasilTembakau.
283
Download