IMPLIKASI KERAGAMAN SOSIAL, EKONOMI DAN POLITIK

advertisement
Suliha Neonufa, ST, MT, Implikasi Keragaman Sosial, Ekonomi dan Politik
dalam Perencanaan Kota di Indonesia
IMPLIKASI KERAGAMAN SOSIAL, EKONOMI DAN POLITIK
DALAM PERENCANAAN KOTA DI INDONESIA
Suliha N.I Neonufa, ST.MT*
Abstract
The dynamic development of a city, including urban issues is essentially
caused by various factors in the characteristics of socio-cultural, political and
economic. The diversity of problems that result from the variety of urban
characteristics caused complex problems, contribute to the clutter face of the
city.
This study aimed to identify characteristics of urban issues and its
implications that affect the planning of cities in Indonesia. This study was
conducted on characteristics aspects of socio-cultural, political and economic
and its implications in urban and city planning in Indonesia. This study begins
with the history of the development planning of cities in Indonesia. Study of the
dynamic dimensions aspects of urban social, economic and political is presenting
information about the potential and problems of urban areas from the perspective
of these aspects. Implications of diversity in aspects of urban planning is the next
discussion, which presents the role of these aspects of urban characteristics in
directing urban planning in Indonesia and its problems. By identifying the
implications of these characteristics, recommendations are formulated for the
relevant stakeholders in city planning, so they can provide good space for
community activities in the city.
Key words: Implications; Socio-Culture: Politics, Economics, Urban Planning
Abstrak
Perkembangan kota yang dinamis, termasuk permasalahan perkotaan pada
hakekatnya disebabkan oleh berbagai faktor yang terangkum dalam karakteristik sosial
budaya, politik dan ekonomi kota. Keragaman permasalahan yang diakibatkan berbagai
karakteristik perkotaan tersebut menyebabkan berbagai permasalahan yang kompleks,
menyumbang pada kesemrawutan wajah kota.
Kajian ini bertujuan untuk menemukenali karakteristik persoalan perkotaan dan
implikasinya yang mempengaruhi perencanaan kota di Indonesia. Kajian ini dilakukan
terhadap aspek-aspek karakteristik sosial budaya, politik dan ekonomi perkotaan serta
implikasinya dalam perencanaan kota di Indonesia. Kajian ini diawali dengan sejarah
perkembangan perencanaan kota-kota di Indonesia. Kajian aspek-aspek dinamis
perkotaan seperti aspek sosial, ekonomi dan politik menyajikan informasi menyangkut
dimensi potensi dan permasalahan perkotaan dilihat dari sudut pandang aspek-aspek
tersebut. Implikasi keragaman aspek dalam perencanaan kota merupakan pembahasan
selanjutnya, yang menyajikan peran aspek karakteristik perkotaan tersebut dalam
mengarahkan perencanaan kota di Indonesia serta permasalahnnya. Dengan
teridentifikasinya
implikasi karakteristik tersebut,
dirumuskan rekomendasi
bagi,pihak terkait dengan perencanaan kota sehingga mampu menyediakan ruang bagi
aktivitas masyarakat kota secara layak.
Kata Kunci: Implikasi; Sosial Budaya; Politik; Ekonomi; Perencanaan Kota
* Staf Pengajar Jurusan Arsitektur, Fakultas Sains dan Teknik-UNDANA
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Suliha Neonufa, ST, MT, Implikasi Keragaman Sosial, Ekonomi dan Politik
dalam Perencanaan Kota di Indonesia
Perkembangan
dan pertumbuhan kota pada hakekatnya disebabkan oleh
pertambahan penduduk, baik secara alami ataupun akibat migrasi serta perubahan
dan perkembangan kegiatan usahanya yang disebabkan oleh perubahan pola
sosial budaya dan sosial ekonomi penduduk sebagai masyarakat kota (Djoko
Sujarto, 1981). Pertambahan penduduk dan aktivitas tersebut membutuhkan ruang
untuk mewadahinya. Akibat keterbatasan ruang sedangkan kebutuhan ruang tidak
terbatas, maka ruang yang ada pemanfaatanya perlu direncanakan secara baik.
Dinamika dan kompleksitas kota-kota di Indonesia dalam berbagai aspek
antara lain aspek lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan politik perkotaan. Secara
fisik, kota-kota di Indonesia tumbuh makin padat dari hari ke hari. Makin
bertambahnya penduduk kota dan aktivitas mendorong makin padatnya bangunan
baik bangunan pemanen berlantai banyak maupun bangunan darurat di
pemukiman kumuh sampai bantaran sungai. Lahan kota menjadi makin sempit
sehinga hampir tidak terdapat ruang untuk pepohonan.
Secara
ekonomi,
kawasan
perkotaan
berperan
penting
dalam
pembangunan nasional. Perkotaan merupakan tempat perkembangan industri
manufaktur dan jasa yang menawarkan peluang bagi peningkatan nilai tambah
perekonomian secara menyeluruh. Peningkatan ekonomi pertumbuhan kota
memberikan dukungan terhadap Product Domestic Regional Bruto (PDRB),
memberikan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat, penyediaan sarana dan
prasarana umum serta penyediaan sarana dan teknologi untuk peningkatan
pengetahuan dan kepentingan warga masyarakat namun ketidakseimbangan
antara kebutuhan yang makin meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk
kota dan keterbatasan kemampuan kota menyediakan pelayanan menimbulkan
berbagai permasalahan seperti keterbatasan penyediaan pelayanan, kualitas
lingkungan hidup kota yeng rendah, kesemrawutan, kemacetan lalulitas,
pemukiman kumuh, masalah PKL, tingginya angka penganguran akibat PHK
maupun kurangnya lapangan kerja akibat tidak seimbangnya lapangan kerja
dengan angkatan kerja. Akibatnya, jumlah penduduk miskin perkotaan makin
bertamba.
Secara sosial, kota berkembang dengan pola modern dan menarik minat
penduduk sehingga kota-kota dibanjiri oleh arus urbanisasi. Dalam buku Bunga
Rampai, Pembangunan Kota Indonesia Abad 21-Konsep dan Pendekatan
Pembangunan Perkotaan di Indonesia, Buku I diperoleh data bahwa Tahun 1971
jumlah penduduk perkotaan di Indonesia sebesar 17, 4% dari total jumlah
penduduk. Tahun 1980 meningkat menjadi 22,27%, Tahun 1995 35,9% dan data
Tahun 2004 menunjukan jumlah penduduk di perkotaan 48,3%. Angka ini
diprediksikan akan meningkat menjadi 68,3% pada Tahun 2025 atau lebih besar
dari jumlah penduduk di perdesaan. Disisi lain, pola hidup tradisional yang
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Suliha Neonufa, ST, MT, Implikasi Keragaman Sosial, Ekonomi dan Politik
dalam Perencanaan Kota di Indonesia
dibawa kaum urban dari desa masih bercampur dengan perilaku masyarakat kota
sehingga melahirkan dualisme yang khas.
Dari berbagai fakta, karakteristik kota-kota di Indonesia dicirikan oleh
pola masyarakat yang masih bersifat dualistik dalam segala aspek, dimana terjadi
pembauran pola antara tata kehidupan tradisional dan ruralistik dengan
masyarakat modern yang urbanistik; perekonomian formal dan perekonomian
informal; teknologi maju dengan teknologi sederhana, yang kesemuanya masih
bercampur baur dalam kota sebagai wadah kehidupan dan penghidup (Djoko
Sujarto, 1981). Pola dualistik yang lebih dipengaruhi oleh aspek sosial dan
eknomi kemudian secara nyata terwujudkan dalam pola fisik wajah kota-kota di
Indonesia.
Dengan melihat kompleksitas permasalahan yang ada, kota-kota di
Indonesia perlu direncanakan dengan baik sehingga mampu menyediakan
lingkungan ruang bagi aktivitas masyarakat kota secara layak dengan
mempertimbangkan karakteristik masyarakat kota yang dualistik dan sangat
dinamis.
Tulisan
merupakan
kajian terhadap aspek-aspek perkotaan serta
implikasinya dalam perencanaan kota di Indonesia. Kajian ini diawali dengan
sejarah perkembangan perencanaan kota-kota di Indonesia. Pola tersebut
kemudian mempengaruhi kota-kota saat ini. Kajian aspek-aspek dinamis
perkotaan seperti aspek sosial, ekonomi dan politik menyajikan informasi
menyangkut dimensi potensi dan permasalahan perkotaan dilihat dari sudut
pandang aspek-aspek tersebut. Implikasi keragaman aspek dalam perencanaan
kota merupakan pembahasan selanjutnya, yang menyajikan peran perkotaan
tersebut
dalam
mengarahkan
perencanaan
kota
di
Indonesia
serta
permasalahnnya. Kajian ini akan dilengkapi dengan kesimpulan dan saran berupa
masukan terhadap perencanaan kota yang didasarkan pada kajian aspek-aspek
terdahulu.
Terminologi Istilah
1. Pengertian Kota
Secara umum, kota adalah wilayah kota yang secara administratif berada di wilayah yang
dibatasi oleh batas administratif berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Contoh: Kota Kupang. Sedangkan wilayah perkotaan didevinisikan sebagai suatu kota
dan wilayah pengaruhnya. Secara fungsional suatu wilayah perkotaan dengan kota-kota
kecil atau desa-desa yang mempunyai sifat saling bergantung dengan kota induknya.
Contoh: Bandung dengan Bandung Raya
Menurut Djoko Sujarto, kota dapat diartikan dari berbagai sudut tinjuan antara lain:
- Secara demografis: kota merupakan tempat dimana terdapat pemusatan atau
konsentrasi penduduk yang sangat tinggi dibandingkan dengan wilayah sekitarnya.
- Secara sosial budaya: kota adalah suatu lingkungan dengan pola sosial budaya yang
sangat beragam dengan berbagai pergeseran dan perubahan
- Secara sosial ekonomis: kota adalah suatu lingkungan dengan kegiatan perkonomian
dan kegiatan usaha yang beragam dan didominasi oleh kegiatan usaha bukan
pertanian yaitu jasa, perdagangan, perangkutan dan industri
- Secara fisik: kota adalah suatu lingkungan dimana terdapat suatu tatanan lingkungan
fisik yang didominasi oleh struktur binaaan
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Suliha Neonufa, ST, MT, Implikasi Keragaman Sosial, Ekonomi dan Politik
dalam Perencanaan Kota di Indonesia
-
Secara geografis: kota adalah suatu lingkungan yang menempati suatu lokasi yang
strategis secara sosial, ekonomi dan fisik pada suatu wilayah.
Secara politis administrasi: kota adalah suatu wilayah dengan batas kewenangan
pemerintaan yang dibatasi oleh suatu batas wilayah administratif kota
Secara statistik: kota adalah wilayah yang besaran atau ukuran penduduknya sesuai
batasan atau kriteria kependudukan kota
Menurut Amos Rapoport, mengutip pendapat Jorge E.Hardoi dalam buku
Perancangan Kota Secara Terpadu, devinisi kota secara spesifik ditentukan oleh 10
kriteria, antara lain:
1. Ukuran dan jumlah penduduk yang besar terhadap massa dan tempat
2. Bersifat permanen
3. Kepadatan minimum terhadap massa dan tempat
4. Struktur tata ruang perkotaan seperti yang ditunjukan oleh jalur jalan dan ruangruang perkotaan yang nyata
5. Tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja
6. Fungsi perkotaan minimum yang diperinci, yang meliputi sebuah pasar, sebuah pusat
administratif atau pemerintahan, sebuah pusat militer, sebuah pusat keagamaan, atau
sebuah pusat aktivitas intelektual bersama dengan kelembagaan yang sama
7. Heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hirarkis pada masyarakat
8. Pusat ekonomi kota yang menghubungkan suatu daerah pertanian di tepi kota dan
memproses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas
9. Pusat pelayanan (services) bagi daerah-daerah lingkungan setempat
10. Pusat penyebaran, memiliki suatu falsafah hidup perkotaan pada masa dan tempat itu.
2. Definisi Perencanaan
John Friedman (1987) memberikan definisi perencanaan sebagai upaya menjembatani
pengetahuan ilmiah dan teknik (scientific and technical knowledge) kepada tindakantindakan dalam kawasan publik, menyangkut proses pengarahan sosial dan proses
transformasi sosial. Perencanaan didevinisikan sebagai suatu usaha pemikiran secara
rasional untuk mencapai kebutuhan baru dimasa mendatang. Suatu perencanaan
ditentukan oleh 3 faktor (ruang, waktu dan sumber-sumber). (Djoko Sujarto, 1981)
3. Definisi Perencanaan Kota
Perencanaan Kota didefinisikan sebagai: (Djoko Sujarto, 2005)
 Penataan kota yang berorientasi pada masa mendatang dengan menetapkan strategi
yang mengarah kepada tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan kota
 Penataan kota yang merupakan suatu kegiatan sektor publik. Penataan ruang kota
menjelaskan suatu proses dimana sektor publik pada tingkat nasional, regional
maupun lokal mengusahakan untuk dapat mempengaruhi kegiatan swasta dan
masyarakat sebagai stakeholder dalam kota melalui pedoman pengarahan, peraturan
dan perangsang (insentif). Dalam hal ini, berbagai keputusan dan keinginan yang
diputuskan oleh masyarakat dan kegiatan usaha sebagai stakeholder pembangunan
kota juga akan menjadi pertimbangan sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam
penataan ruang kota
 Penataan ruang kota merupakan wujud fisik dari berbagai pertimbangan keinginan
masa datang, yang bertolak dari pengembangan ekonomi, sosial dan politik. Tata
ruang fisik kota ini merupakan perwujudan dari apa yang harus diarahkan untuk
mencapai perkembangan dimasa mendatang
Perencanaan Kota di Indonesia
1. Sejarah Perkembangan Perencanaan Kota
Pertambahan penduduk dan aktivitas membutuhkan ruang untuk
mewadahinya. Akibat keterbatasan ruang sedangkan kebutuhan ruang tidak
terbatas, maka ruang yang ada pemanfaatanya perlu direncanakan secara baik.
Menurut Djoko Sujarto, perencanaan kota di Indonesia sejak awalnya
dikelompokkan dalam tahapan sebagai berikut: Masa sebelum VOC, Masa VOC,
Awal abad ke-20, Masa Perang Dunia II, Masa Pasca Perang, Dekade 50 dan 60an, Awal 70-an dan Akhir 70-an sampai sekarang. Perkembangan perencanaan
kota di Indonesia terlihat pada Tabel 1.
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Suliha Neonufa, ST, MT, Implikasi Keragaman Sosial, Ekonomi dan Politik
dalam Perencanaan Kota di Indonesia
Tabel 1
Perkembangan Perencanaan Kota di Indonesia
Masa
Pra VOC
Kompleksitas Permasalahan
 Kelompok-kelompok pemerintahan kecil
 Penguasa yang dikuasa
Masa VOC
 Konflik kolonial vs pribumi
 Masalah kepentingan pertahanan dan
perluasan kekuasaan kolonial
 Pengaruh Revolusi Industri di Eropa
 Peningkatan produksi barang mentah alam
(perkebunan)
 Ekonomi kolonial makin meluas
 Kepadatan penduduk Jawa-transmigrasi
(1905)
Awal Abad
ke- 20
Masa Perang
Dunia II
(Jepang)
Masa Pasca
Perang
 Masalah perekonomian bangsa
 Masa peran kemerdekaan dan perjuangan
kemerdekaan
 Masalah
pembangunan
perekonomian
nasional
 Hubungan bantuan pembangunan antar
bangsa (Marshal Plan)
 Tingkat urbanisasi (desa-kota) meningkat
Pendekatan Perencanaan
Tradisi dan spiritual yang dikelnal
antara lain:
 Hasta Kosala-Kosali (Bali)
 Bintal Jemur (Jawa)
Bentuk
kota
kolonial
yang
berlandaskan pendekatan masa abad
pertengahan di Eropa
 Mulai diperkenalkan pendekatan
perencanaan modern
 Bentuk kota kolonial moodern
dengan suatu perencanaan modern
 Pengembangan penataan fisik
kota, pengembangan fisik kota
untuk pengembangan kepentingan
ekonomi kolonial
 Stagnasi
 Perlu pendekatan perenanaan
komprehensif
 Perencanaan
pembangunan
nasional
 Perencanaan kota mengalami
stagnasi
Dekade 50 dan  Konflik regional
 Pembangunan Semesta Berencana
60-an
Rencana Pembangunan Nasional
 Pembangunan nasional yang semakin
kompleks
 Kesadaran perencanaan mulai
meningkat
 Peningkatan
tenaga
ahli
Perencanaan Wilayah dan Kota
pembangunan
nasional,  Pendkatan perencanaan canggih
Akhir 70-an  Kompleksitas
regional dan lokal semakin meningkat
 Perencanaan wilayah dan kota
 Pengaruh metoda-metoda dan teknologi
digalakan
negera maju
 Pengembangan
metoda-metoda
perencanaan yang terterap di
Indonesia
 Peningkatan program transmigrasi
dan perbaikan kampung berencana
Sumber: Djoko Sujarto, Perkembangan Perencanaan Tata Ruang Kota di Indonesia. 1981.
Dari berbagai sumber, disimpulkan bahwa perkembangan kota-kota di
Indonesia sebagian besar merupakan produk perencanaan kota pada masa kolonial.
Kota-kota yang dibangun pada masa itu diarahkan untuk memenuhi kepentingan
pemerintahan kolonial semata, sesuai dengan pertimbangan awal pembangunan kotakota pada masa kolonial antara lain (Peter J.M.Nas, 1986):
 Kepentingan perdagangan regional dan internasional
 Kontrol tenaga kerja
 Aspek politik
Pada kota-kota ini, dilakukan pemisahan secara tegas pemukiman dan fasilitas
milik pemerintah kolonial dan masyarakat pribumi. Bagian kota kolonial dikenal
sebagai kawasan elite yang memiliki fasilitas lengkap, sedangkan pemukiman
pribumi tidak tertata dan tanpa utilitas yang kontras (Anthony D.King, 1990)
2. Produk Perencanaan Kota di Indonesia
Dalam hal perencanaan pembangunan kota di Indonesia, diawali dengan
diberlakukannya De Statuten van 1642, khusus bagi kota Batavia (Jakarta sekarang.
Periode berikutnya oleh Pemerintah Indonesia ditetapkan Standsvorming Ordonantie,
Staatblaad No. 168 tahun 1948. Ketentuan ini berlaku sampai dengan ditetapkannya
Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang secara tegas
mencabut berlakunya Standsvorming Ordonantie, Staatblaad No. 168 tahun 1948,
yang berbau kolonial tersebut.
Undang-undang tentang Penataan Ruang baru ditetapkan pada tahun 1992,
tepatnya pada tanggal 13 Oktober 1992, namun hal ini tidak berarti bahwa kegiatan
perencanaan tata ruang kota tidak dilakukan Pemerintah. Sejak sekitar tahun 1970-an,
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Suliha Neonufa, ST, MT, Implikasi Keragaman Sosial, Ekonomi dan Politik
dalam Perencanaan Kota di Indonesia
perencanaan tata ruang secara komprehensif telah dilaksanakan di bawah tanggung
jawab Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, yang bekerjasama dengan
Ditjen PUOD (Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah) Departemen Dalam
Negeri. Pada umumnya pola penataan ruang pada masa itu lebih mengacu pada pola
penataan ruang di Eropah, yakni dengan pola pemintakatan atau zoning yang ketat.
Dalam pelaksanaannya produk penataan ruang pola zoning tidak efektif,
sehingga terbit Instruksi Menteri Dalam Negeri No.: 30 tahun 1985 tentang
Penegakan Hukum/ Peraturan Dalam Rangka Pengelolaan Daerah Perkotaan, yang
diikuti dengan terbitnya: (a) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1986
tentang Penetapan Batas Wilayah Kota di Seluruh Indonesia, dan (b) Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor: 2 tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Kota. Kedua peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut merupakan acuan para pihak
terlibat dalam penyusunan tata ruang kota, sebelum ditetapkannya Peraturan
Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Penataan Ruang.
Produk perencanaan tata ruang kota yang mengacu pada kedua peraturan
Menteri Dalam Negeri tersebut dirasa lebih luwes (fleksible), karena lebih
mendasarkan pada kecenderungan yang terjadi, dan setiap 5 (lima) tahun dievaluasi
dan bila terjadi penyimpangan dapat direvisi kembali. Namun dengan tidak adanya
sanksi terhadap pelanggaran rencana tata ruang kota ini menunjukkan pula adanya
ketidakpastian dari rencana tata ruang kota yang telah ditetapkan sebagai peraturan
daerah tersebut.
Akibat berbagai dinamika perkembangan kota, tahun 2007 pemerintah
mensahkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang
menjadi penyempurnaan dari produk undang-undang tata ruang sebelumnya. Undnagundang ini diharapkan menjadi jawaban atas permasalahan penegakan aturan tata
ruang. Undang-undang ini dilengkapi dengan mekanisme punishment and reward
bukan saja bagi masyarakat yang melanggar aturan tata ruang, termasuk juga
pemerintah yang menetapkan kebijakan tataruang yan menyalahi undang-undang.
Hadirnya produk hukum ini membawa angin segar bagi perencanaan kota di
Indonesia.
3. Perencanaan Kota Indonesia Saat ini
Perencanaan kota di Indonesia saat ini dihadapkan pada kondisi yang
dilematis akibat dualisme dalam kehidupan kota yang lahir sebagai warisan
perencanaan kota masa kolonial. Berbagai ketimpangan dalam struktur sosial
ekonomi dan sosial budaya akibat pertimbangan politik pada masa kolonial kemudian
berlanjut membentuk pola dualisme pada wajah kota-kota di Indonesia saat ini.
Dualisme antara formal dan informal, teknologi maju dan teknologi terbelakang
modern dan tradisional merupakan karakteritk kota-kota Indonesia. Namun dalam
kenyataannya, dualisme wajah perkotaan Indonesia ini tidak merupakan dua kutub
yang berkonflik melainkan secara fungsional saling melengkapi dan saling tenggang
rasa. Kondisi ini menjadi identitas kota Indonesia yang sangat kontras dibandingkan
kota-kota lain di negara-negara maju, seperti pada Tabel 2. (Djoko Sujarto, 1981).
Tabel 2
Perbedaan Struktural Kinerja dan Tampilan
Pusat Kota Negara Maju dan Pusat Kota di Indonesia
Ciri Utama
Kepadatan penduduk
Kegiatan fungsional
Pemanfaatan lahan
Penggunaan dan peruntukan lahan
Pola pemusatan dan kegiatan
fungsional
Struktur bangunan
Sifat kekotaan
Pusat Kota di
Negara Maju
Rendah
Spesialist
Intesif fertikal
Homogen produktif
Pusat Kota di Indonesia
Tinggi atau tidak merata
Beranekaragam
Intensif vertikal dan horisontal
Heterogen produktif dan konsumtif
Terpusat dan hirarkis
Vertikal dan skala
monumental
Sangat menyolok dan
menjadi identitas kota yang
jelas
monolistik
Terpusat dan penetratif dengan
hirarki fungsional yang tidak jelas
Vertikal dan horisontal dengan skala
monomental dan skala manusia
Tidak jelas dalam beberapa kota
bahkan masih ada suasana yang
bukan urban
Dualistik yang kontinum
Pola sosial budaya, sosial ekonomi
dan struktur fisik
Sumber: Djoko Sujarto, Perkembangan Perencanaan Tata Ruang Kota di Indonesia. 1981.
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Suliha Neonufa, ST, MT, Implikasi Keragaman Sosial, Ekonomi dan Politik
dalam Perencanaan Kota di Indonesia
Aspek Sosial, Ekonomi dan Politik dalam Permasalahan Kota di Indonesia
Sebelum membahas lebih jauh aspek-aspek yang terkandung dalam
permasalahan kota di Indonesia, berikut ini disajikan isu-isu umum menyangkut
pembangunan kota di Indonesia saat ini (Gita Chandrika Napitupulu, 2005). Isu
perkotaan di Indonesia secara umum terdiri atas 2 bagian yaitu permasalahan
eksternal kota dan internal kota.
 Permasalahan Eksternal
1. Ketidak seimbangan pertumbuhan antara kota besar, metropolitan dengan kota
menengah dan kecil, menimbulkan urbanisasi
2. Kesenjangan pembangunan desa-kota
Konsentrasi pembangunan di kota, tidak sinergisnya kegiatan ekonomi kota
dan desa. Peran kota yang diharapkan mendorong perkembangan desa
(tricling down effect) justru merugikan pertumbuhan kota
3. Belum berkembangnya wilayah-wilayah strategis dan cepat bertumbuh
4. Banyak wilayah masih tertinggal dalam pembangunan
 Permasalahan internal
1. Kemiskinan perkotaan (slum area, squater area ),
2. Kualitas lingkungan hidup perkotaan
3. Keamanan dan ketertiban kota
4. Kapasitas daerah dalam pengembangan dan pengelolaan perkotaan
Tantangan pengembangan perkotaan di Indonesia:
1. Penyediaan lapangan kerja
2. Penyediaan lingkungan perumahan, prasarana dan sarana serta pelayanan
dasar
3. Peningkatan kualitas lingkungan hidup
4. Penserasian antar golongan dan penyelesaian masalah sosial lainnya
5. Peningkatan kesadaran budaya
6. Peningkatan keamanan dan ketertiban kota
7. Pengendalian pengembangan sistem perkotaan dan kota-kota baru
8. Pengendalian dan pencegahan urban sprawl dan konurbasi
9. Penanganan masalah pedesaan, pinggiran kota, hubungan antar kota dan desakota
10. Peningkatan kapasitas, kelembagaan, pembiayaan, pengelolaan kota dalam
peningkatan pelayanan masyarakat
11. Peningkatan kinerja kota dalam menjalankan peran sebagai motor pendorong
pembangunan wilayah dan pelayanan wilayah pengaruhnya
Keseluruhan isu tersebut diatas klasifikasi dan dibahas berdasarkan aspek sosial,
ekonomi dan politik dalam kaitan dengan pembangunan kota di Indonesia.
1. Aspek Sosial
’The city is a product of the society’
Kota adalah produk dari masyarakatnya. Kiasan ini sedikit banyak
mencerminkan apa dan bagaimana seharusnya suatu kota. Sebagai produk dari
masyarakatnya, kota merupakan pencerminan perilaku hidup masyarakatnya.
Isu sosial utama perkotaan di Indonesia adalah urbanisasi. Walaupun
pemicunya lebih pada aspek ekonomi, namun pada kajian ini dimasukan
dalam aspek sosial, mengingat urbanisasi lebih dipandang sebagai salah satu
bentuk perilaku sosial masyarakat. Urbanisasi disini tidak hanya dimaksudkan
sebagai perpindahan penduduk dari desa-kota tapi juga mencakup proses
pengkotaan kawasan perdesaan (Gita Chandrika Napitupulu, 2005).
Tingginya arus urbanisasi di kawasan perkotaan seperti Jakarta dan
Surabaya memberikan berbagai dampak ikutan yang pada akhirnya
menimbulkan permasalahan bagi kota yang didatangi. Makin meningkatnya
penganguran akibat terbatasnya lapangan kerja dikota serta rendahnya
ketrampilan kaum urbanis, peningkatan kegiatan ekonomi informal yang
memicu lahirnya Pedagang Kaki Lima (PKL), eksploitasi tenaga kerja,
masalah sosial dan kriminalitas bahkan menyumbang makin luasnya areal
pemukiman kumuh. Akibat urbanisasi secara internal kota berakibat pada:
 Eksploitasi SDM
 Konversi lahan pertanian
 Menurunnya kualitas lingkungan
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Suliha Neonufa, ST, MT, Implikasi Keragaman Sosial, Ekonomi dan Politik
dalam Perencanaan Kota di Indonesia

Menurunnya kualitas hidup masyarakat kota akibat masalah sosial
ekonomi serta penurunan kualitas pelayanan kebutuhan dasar perkotaan
dan pedesaan
 Tidak mandirinya dan terarahnya pembangunan kota-kota baru sehingga
menjadi beban bagi kota inti
Sedangkan secara eksternal, urbanisasi menyebabkan masalah untuk kotakota diwilayah lain:
 Tidak meratanya penyebaranan penduduk (20% penduduk kota berada di
Jabodetabek)
 Tidak optimalnya fungsi ekonomian perkotaan terutama kota menengah
dan kecil
 Tidak optimalnya peranan kota dalam memfasilitasi pengembangan
wilayah
 Tidak sinergisnya pengembangan peran kota-kota dalam mendukung
perwujudan sistem kota-kota nasional
Disisi lain, masyarakat kota dengan gaya hidup modern dan tingkat
pendapatan tinggi diperhadapkan pada kenyataan bahwa dalam satu kawasan
kota terdapat masyarakat berpenghasilan minim dengan pola hidup tradisional
yang dibawa dari kampung halaman. Kondisi ini menciptakan kesenjangan
sosial yang rentan terhadap konflik akibat kecemburuan sosial. Selain itu,
beragamnya lapisan sosial masyarakat kota juga berpengaruh pada akses
terhadap fasilitas umum, dimana masyarakat yang mampu, dapat dengan
leluasa mengakses fasilitas namun tidak bagi masyarakan kurang mampu
(Savitri Rayanti Soegijoko, 2005)
2. Aspek Ekonomi
Ditinjau dari aspek ekonomi, kawasan perkotaan berperan penting dalam
pembangunan nasional. Kota merupakan motor penggerak ekonomi. Hal ini
disebabkan karena kota merupakan tempat perkembangan industri manufaktur
dan jasa yang menawarkan peluang bagi peningkatan nilai tambah
perekonomian secara menyeluruh.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi kota memberikan dukungan terhadap
Product Domestic Regional Bruto (PDRB), memberikan lapangan kerja yang
luas bagi masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana umum serta
penyediaan sarana dan teknologi untuk peningkatan pengetahuan dan
kepentingan warga masyarakat. Potensi ekonomi kota merupakan daya tarik
yang sangat besar bagi masuknya urbanisasi ke kota.
Di sisi lain ketidakseimbangan antara kebutuhan yang makin meningkat
seiring peningkatan jumlah penduduk kota dan keterbatasan kemampuan kota
menyediakan pelayanan menimbulkan berbagai permasalahan seperti
keterbatasan penyediaan pelayanan, kualitas lingkungan hidup kota yeng
rendah, kesemrawutan, kemacetan lalulitas, pemukiman kumuh, masalah
PKL, tingginya angka penganguran akibat PHK maupun kurangnya lapangan
kerja akibat tidak seimbangnya lapangan kerja dengan angkatan kerja.
Akibatnya, jumlah penduduk miskin perkotaan makin bertambah.
Makin terbatasnya luasan lahan di perkotaan akibat peningkatan jumlah
penduduk dan tingginya kebutuhan membuat nilai lahan dari hari ke hari
makin tinggi. Konsekwansinya makin melambungnya harga lahan membuat
makin sulit untuk memiliki tanah di perkotaan. Kondisi ini berakibat pada
kesulitan masyarakat berpenghasilan rendah untuk memperoleh lahan bagi
pemukiman sehingga bermunculan pemukiman kumuh bahkan sampai ke
bantaran sungai.
Perubahan struktur ekonomi kota kearah industri menyebabkan lokasi
industri dikembangkan pada kawasan tertentu diluar kota namun memiliki
akses ke pusat kota. Kondisi ini akan meningkatkan pengembangan jasa dan
properti di pusat kota sehingga nilai lahan makin tinggi, mendorong
pemanfataan lahan secara intensif vertikal, temasuk dengan memperkenalkan
pola superblok. (Djoko Sujarto, 2005)
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Suliha Neonufa, ST, MT, Implikasi Keragaman Sosial, Ekonomi dan Politik
dalam Perencanaan Kota di Indonesia
`
Kota Jakarta dengan superblok kontras dengan pemukiman kumuh
Sumber: http://cikoblog.blogspot.com/2006/06/google-earth-for-jakarta-indonesia.html
Secara eksternal, pertumbuhan ekonomi perkotaan di Indonesia cenderung
tidak merata. Ketidak merataan ini bahkan akan amat terasa jka dibandingkan
antara desa dan kota. Dampak dari ketidakmerataan ini adalah pola tricle
down effect (efek menetes ke bawah) yang diharapkan dari kota tidak tercipta,
yang jerjadi adalah backwash effect yaitu pemerasan atau eksploitasi terhadap
sumberdaya kawasan sekitar kota maupun desa (Savitri Rayanti Soegijoko,
2005).
3. Aspek Politik
Aspek politik dalam perkembangan kota lebih berkaitan dengan
kebijakan pemerintah yang mempengaruhi kehidupan kota. Pola
pembangunan yang diarahkan terkonsentrasi pada pemerintah pusat membuat
pembangunan perkotaan tidak merata dan terkesan lamban. Lahirnya undangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai
penyempurnaan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 memberikan
perubahan paradigma perencanaan di Indonesia dimana paradigma
pembangunan diarahkan pada desentrasisasi dan otonomi daerah. Pemerintah,
menurut undang-undang ini, memberikan kewenangan lebih besar kepada
pemerintah daerah (kabupaten/kota) untuk merencanakan, menyelenggarakan
sekaligus mengawasi menyelenggarakan pembangunan. Pola perencanaan
yang semula bersifat top down planning berubah menjadi buttom up planning.
Dalam kaitan dengan undang-undang tersebut, kewenangan
pengelolaan kawasan perkotaan menjadi tanggungjawab pemerintahan
kabupaten/kota. Kondisi ini membawa angin segar bagi perencanaan kota
karena dengan sendirinya porsi bagi perencanaan kota akan semakin besar
sekaligus memberikan harapa bahwa dengan semakin sempitnya cakupan
perencanaan, perencanaan kota akan semakin detail dan mempu
memperhatikan berbagai aspek kehidupan kota secara menyeluruh sehingga
mampu mengatasi berbagai permasalahan perkotaan yang ada selama ini
(Haryo Sasongko, 2005)
Implikasi Aspek Sosial, Ekonomi dan Politik dalam Perencanaan Kota di Indonesia
Implikasi aspek-aspek sosial, ekonomi dan politik dalam perencanaan kota di
Indonesia antara lain:
1. Aspek Sosial
 Dualisme wajah kota akan selalu ada dan merupakan ciri kota Indonesia yang
perlu dilihat sebagai tantangan yang membutuhkan jawaban konkrit dalam
bentuk perencanaan kota yang manusiawi.
 Kota terbuka untuk seluruh masyarakat, tugas stakeholder (pemerintah,
masyarakat dan swasta) untuk bersama-sama mengatasi permasalahan kota.
 Keragaman sosial dalam perkotaan merupakan potensi sekaligus tantangan
bagi perencanaan kota, dimana perencanaan harus menyediaan ruang bagi
keragaman tersebut bukan mengeliminasi bahkan menciptakan keseragaman.
 Perencanaan kota harus bersifat komprehensif, tidak memberikan penekanan
semata pada perumbuhan ekonomi serta perbaikan lingkungan fisik/visual
semata namun perlu diarahkan pada upaya perencanaan yang mewadahi
komunitas sosial budaya dan perencanaan sumberdaya yang selama ini belum
memperoleh perhatian serius.
 Peningkatan peranserta masyarakat dalam segala lapisan dalam perencanaan
kota
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Suliha Neonufa, ST, MT, Implikasi Keragaman Sosial, Ekonomi dan Politik
dalam Perencanaan Kota di Indonesia



Perlu adanya kepekaan sosio-kultural para penentu kebijakan dalam
perencanaan kota
Keunikan dan kearifan lokal agar diserap sebaga landasan dalam
merencanakan kota untuk mencegah penyeragaman wajah kota
Dalam kaitan dengan urbanisasi, perlu diterapkan secara baik penerapan
konsep hubungan Desa-Kota sehingga terjamin pencapaian tricle down effect
(efek menetes ke bawah), dimana desa/kawasan sekitar kota memperoleh
manfaat positif dari kota dan berkembang seiring perkembangan kota
sehingga penduduk tidak tertarik untuk lari ke kota-kota besar.
2. Aspek Ekonomi
 Pembangunan ekonomi kota tidak hanya diarahkan pada peningkatan taraf
hidup dan pendapatan semata namun lebih pada menjamin pemerataan
kesempatan memperoleh pekerjaan (lapangan kerja)
 Menciptakan iklim kota yang kondusif bagi investasi dan kegiatan ekonomi
kota
 Perencanaan kota menempatkan proporsi yang seimbang antara pembangunan
ekonomi dengan upaya penciptaan lingkungan kota yang nyaman dan layak
secara fisik-termasuk diantaranya pemanfaatan lahan untuk fasilitas umum
dan penyediaan ruang terbuka hijau kota
 Perencanaan kota harus menggurangi kesenjangan ekonomi antar warga kota
3. Aspek Politik
 Implikasi perubahan paradigma pembangunan kearah desentralisasi dan
otonomi daerah memberikan implikasi positif bagi perkembangan
perencanaan kota serta secara perlahan mampu mengatasi permasalahan kota
yang kompleks. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor
650/989/IV/Bangda, tanggal 5 juni 2000 tentang Pedoman Umum Penyusunan
Program Dasar Pembangunan Perkotaan (PDPP), kriteria pengukuran tingkat
desentralisasi di bidang pembangunan kota sekaligus implikasi desentralisasi
dan otonomi daerah bagi pembangunan kota antara lain:
a. Tranparansi perkotaan
b. Demokratisasi pengambilan keputusan dan kebijakan pembangunan
perkotaan
c. Pertanggungjawaban
pemerintah
kepada
masyarakat
dalam
penyelenggaraan pembangunan perkotaan
d. Efisiensi dan efektivitas pengelolaan pembangunan perkotaan
e. Percepatan dan ketepatan perumusan, pelaksanaan dan pengendalian
pembangunan perkotaan
f. Optimalisasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan
pemeliharaan kota
g. Keadilan bagi setiap warga kota.
 Perlu adanya penerapan mekanisme punishment and reward yang diatur
secara tegas dalam produk tata ruang disertai dengan mekanisme penegakan
aturan tata ruang yang pasti sehingga menjadi dasar penerapan secara tegas
produk kebijakan perencanaan kota
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan kajian ini, beberapa hal yang menjadi kesimpulan dan saran antara lain:
1. Keragaman sosial, ekonomi dan politik yang terlihat dalam dualisme kota di
Indonesia merupakan ciri khas kota kita yang akan tetap ada, yang perlu dilihat
sebagai potensi serta tantangan bagi perencanaan kota
2. Penanganan keragaman sosial, ekonomi dan politik kota di Indonesia perlu
dilakukan secara komprehensif
dengan melibatkan semua stakeholder
(pemerintah, masyarakat dan swasta)
3. Penerapan peraturan tata ruang dengan mekanisme punishment and reward yang
diatur secara tegas dalam produk tata ruang khususnya Undang-Undang Nomor
26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjadi dasar pelaksanaan kebijakan
perencanaan kota
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Suliha Neonufa, ST, MT, Implikasi Keragaman Sosial, Ekonomi dan Politik
dalam Perencanaan Kota di Indonesia
DAFTAR RUJUKAN
1. Budihardjo, Eko, Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan Perkotaan,
Gadjah Mada University Press, Jogjakarta, 1987.
2. King, Anthony D. Colonial Urban Development. Culture, Social Power and
Environment. Routledge & Kegan Paul. London. 1990.
3. Nas, Peter J.M, The Indonesian City, Studies in Urban Development and
Planning, Forris Publications, Holland. 1986.
4. Sujarto, Djoko. Pengenalan dan Pemahaman Kota dan Perkotaan,
Mimeograph Jurusan Teknik Planologi FTSP-ITB , Penerbit ITB.
Bandung
5. ------------------, Proses Perencanaan, Mimeograph Jurusan Teknik Planologi
FTSP-ITB , Penerbit ITB. Bandung, 1981.
6. ------------------, Perkembangan Perencanaan Tata Ruang Kota di
Indonesia,
Mimeograph Jurusan Teknik Planologi FTSP-ITB , Penerbit ITB.
Bandung.
7. ------------------, Urban Design dalam Kebijaksanaan Perencanaan Kota di
Indonesia, Mimeograph Jurusan Teknik Planologi FTSP-ITB ,
Penerbit ITB. Bandung
8. Sunardi, Reformasi Perencanaan Tata Ruang Kota, Makalah disampaikan
pada
Workshop dan Temu Alumni Magister Perencanaan Kota dan Daerah UGM,
Jogjakarta, 2004.
9. Yayasan Sugijanto Soegijoko&Urban and Regional Development Institute
(URDI), Bunga Rampai, Pembangunan Kota Indonesia Abad 21Konsep dan Pendekatan Pembangunan Perkotaan di Indonesia,
Buku I –2005.
10. Yayasan Sugijanto Soegijoko&Urban and Regional Develoopment Institute
(URDI), Bunga Rampai, Pembangunan Kota Indonesia Abad 21Konsep dan Pendekatan Pembangunan Perkotaan di Indonesia,
Buku 2 –2005.
11. Zahnd, Markus. Perancangan Kota Secara Terpadu, Kanisius, Jogjakarta,
1999.
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Download