persepsi remaja tentang perilaku seks pranikah

advertisement
1
PERSEPSI REMAJA TENTANG PERILAKU
SEKS PRANIKAH
(Studi Pada Remaja di Kota Tangerang)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
AMAR RASYIDILLAH
NIM: 1112015000115
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
2
3
i
4
ii
5
iii
6
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benarbenar dalam kerugian. Kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran
dan nasehat-menasehati supaya menetapi
kesabaran. (QS. Al ‘Ashr: 1-3)
Karya sederhana ini ku persembahkan untuk diriku sebagai
bentuk pertanggung jawabanku kepada-Nya, untuk Ayah dan
Mamah, serta orang-orang yang menyayangiku dan ku sayangi.
iv
7
ABSTRAK
Amar Rasyidillah (NIM. 1112015000115). Persepsi Remaja Tentang
Hubungan Seks Pranikah (Studi Pada Remaja di Kota Tangerang). Skripsi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semakin meningkatnya perilaku seks pranikah dikalangan remaja semakin
mengkhawatirkan, karena dari berbagai penelitian menyimpulkan bahwa seks
pranikah sangat berbahaya bagi kesehatan. Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi munculnya perilaku seks pranikah, salah satunya adalah persepsi
dari individu tentang hubungan seks pranikah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana persepsi remaja tentang hubungan seks pranikah.
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni – September 2016 di Desa
Karang Mulya, Kecamatan Karang Tengah, Kota Tagerang.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian meliputi
remaja yang berusia 16-23 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Responden
dalam penelitian ini berjumlah 96 remaja dari 2045 remaja. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cluster random
sampling. Untuk menentukan siapa saja yang akan dijadikan responden dalam
penelitian ini menggunakan metode convenience sampling.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, persepsi remaja yang meliputi
aspek pengetahuan, sikap serta tindakan cukup baik menurut penilaian remaja. Ini
terlihat dari perhitungan rumus yang menunjukan bahwa persepsi remaja tentang
hubungan seks pranikah di Kota Tangerang sudah cukup baik dengan prosentase
sebesar 66.49 (Cukup Baik).
Kata Kunci: Persepsi, Remaja, Seks Pranikah.
v
8
ABSTRACT
Amar Rasyidillah (NIM. 1112015000115). Perceptions of Youth About Sex
Prenuptial (Study in Adolescents in Kota Tangerang). Thesis Department of
Education Social Sciences, Faculty of Science and Teaching Tarbiyah State
Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
The increasing premarital sexual behavior among adolescents increasingly
worrying, because of various studies conclude that premarital sex is very harmful
for health. There are several factors that can affect the appearance of premarital
sexual behavior, one of which is the perception of people about premarital sex.
This study aims to determine how perceptions of teenagers about premarital sex.
This research was conducted in June – September 2016 Karang Mulya, Karang
Tengah District, Tangerang City.
The method used in this research is descriptive analysis method with
quantitative approach. The study population includes adolescents aged 16-23
years, both male and female. Respondents in this study amounted to 96
adolescents from the 2045 teen. The sampling technique used in this study is a
random cluster sampling technique. To determine who will be the respondent in
this study using a convenience sampling method.
From the research that has been done, the perception of teenagers covering
aspects of knowledge, attitudes and actions well enough by rating teenagers. This
is evident from the calculation formula which shows that the perception of
adolescents about premarital sex in the city of Tangerang is quite good with a
percentage of 66.49 (Pretty Good).
Keywords: Perception, Adolescent, Premarital Sex.
vi
9
KATA PENGANTAR
‫بسم هللا الرمحن الرحمي‬
Puji syukur kehadirat Allah swt. atas limpahan rahmat, inayah, dan hidayahNya serta karunia-Nya yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Perbedaan Perilaku Antara Remaja yang Melakukan
Hubungan Seks Pranikah dengan Remaja yang Tidak Melakukan Hubungan Seks
Pranikah (Studi Komparasi Pada Remaja di Kota Tangerang)”. Sholawat dan
salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw. yang
telah membawa umatnya dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang
benerang seperti saat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Walaupun waktu, tenaga dan
pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis
miliki, demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca pada umumnya.
Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan, penghargaan,
dukungan serta bantuan dari berbagai pihak kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Untuk itu penulis sangat berterimakasih kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan.
3.
Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS
yang telah tulus dan ikhlas memberikan melayani penulis selama
penulis kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.
Bapak Drs. Syaripulloh, M.Si selaku dosen pembimbing utama, terima
kasih atas bimbingan, saran, motivasi dan petunjuknya sehingga
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.
vii
10
5.
Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si selaku dosen pembimbing kedua
yang juga telah banyak memberikan masukan-masukan
dan
motivasinya selama penulis menyusun skripsi.
6.
Ibu Jakiatin Nisa, M.Pd selaku Dosen Penasehat Akademik.
7.
Ibu Dr. Ulfah Fajarini, M.Si selaku dosen penguji pertama yang telah
membantu demi kesempurnaan skripsi ini.
8.
Bapak Sodikin, M.Si. selaku dosen penguji kedua yang telah
membantu demi kesempurnaan skripsi ini.
9.
Para Bapak/Ibu dosen di Jurusan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan ilmu
kepada penulis serta meluangkan waktunya untuk mengajar dan
memberikan bimbingan kepada para mahasiswanya.
10.
Bapak H. Muhammad, S.Sos selaku Kepala Kelurahan Karang Mulya
Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang yang telah mengijinkan
penulis untuk melakukan penelitian.
11.
Yang paling penulis hormati dan kasihi setelah Allah swt. dan RasulNya, yaitu kepada kedua orang tua saya: Ibunda Alawiyah dan Bapak
Harun yang senantiasa memberikan doa, hingga doa-doanya bisa saya
rasakan di hati sangat menyejukkan.
12.
Adik-adikku yang terus memberikan motivasi untuk tetap semangat
menyelesaikan tugas akhir.
13.
Teman-teman seperjuangan Pendidikan IPS angkatan 2012 serta
teman-teman Konsentrasi Sosiologi-Antropologi 2012 terlebih khusus
kepada teman-teman mahasiswa seperjuangan Kelas C P.IPS angkatan
2012 FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak bisa
disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa persahabatan kita, tetap
kompak selalu dan terus jalin tali silaturrahmi.
14.
Febriani Ramadhana atas dukungan yang telah diberikan dan yang
selalu siap membantu dan selalu memberi motivasi kepada penulis
sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir ini.
viii
11
15.
Winda Agnes yang terus memberikan motivasi serta dukungan yang
telah diberikan dan semoga kau lekas sembuh. Aamiin.. Karena rasa
sakit tidaklah permanent, rasa sakit yang kau alami semoga menjadi
penghapus dosa. Semoga bisa mengambil hikmah dan bangkit segera
dari tempat tidurmu. Struggle to survive. Semangatlah.!!
16.
Teman seperjuangan Social Ethnic Voyager (Aal, Ozay, Darul, Oge,
Puji Ebe, Ucup, Bokir, Rizal, Agus, Wais) atas segala motivasi yang
tiada henti dan waktu yang disediakan untuk berbagai di setiap
kesempatan.
17.
Teman seperjuangan The Lobby (Ema Dina, Hajar, Lae, Ikrom, Fajar,
Ozay, Nuning, Wildan, Kusum) atas segala motivasi yang tiada henti
dan waktu yang disediakan untuk berbagai di setiap kesempatan.
18.
Sahabat-sahabatku yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
memberikan semangat tiada henti, semangat buat kalian.
19.
Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, terima kasih
atas doa dan bantuannya.
20.
Semua responden, terima kasih karena menjadikan skripsi ini
terwujud, penulis berharap skripsi ini di kemudian hari dapat
bermanfaat, baik bagi pihak-pihak terkait, peneliti selanjutnya maupun
bagi pembaca.
21.
Kepada para informan kunci dalam memberikan informasi tambahan
atas kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.
Begitu panjang perjalanan untuk menempuh sebuah proses yang dinanti
untuk mendapatkan sebuah kebanggaan, lika-liku perjuangan, pengorbanan,
harapan dan semoga pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah swt. Aamiin.
Jakarta, 03 Februari 2017
Penulis
ix
12
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KARYA ILMIAH ....................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ......................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ........................................ iii
PERSEMBAHAN .................................................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................... v
ABSTRACT ............................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 9
C. Pembatasan Penelitian ........................................................................ 9
D. Perumusan Masalah ............................................................................ 9
E. Tujuan Penelitian ................................................................................ 10
F. Manfaat Penelitian .............................................................................. 10
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGUJIAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teori ................................................................................... 12
1. Hakikat Persepsi ........................................................................... 12
a. Pengertian Persepsi ................................................................. 12
b. Proses Terjadinya Persepsi ..................................................... 14
c. Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi .................................... 14
2. Remaja ........................................................................................... 15
a. Pengertian Remaja ................................................................ 15
b. Perkembangan di Usia Remaja ............................................ 18
1) Perkembangan Fisik ....................................................... 18
x
13
2) Perkembangan Kognitif .................................................. 21
3) Perkembangan Seksual ................................................... 24
4) Perkembangan Psikososial ............................................. 25
3. Hakikat Perilaku ............................................................................ 26
a. Pengertian Perilaku ................................................................. 26
b. Bentuk Perilaku ...................................................................... 27
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku......... 34
4. Seks Pranikah................................................................................. 35
a. Pengertian Seks Pranikah ...................................................... 35
b. Bentuk-bentuk Perilaku Seks Pranikah ................................. 38
c. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perilaku Seks Pranikah ... 38
d. Dampak Perilaku Seks Pranikah ............................................ 40
B. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................ 43
C. Kerangka Berpikir .............................................................................. 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 47
B. Metode Penelitian ............................................................................... 48
C. Populasi dan Sampel........................................................................... 49
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 50
E. Teknik Pengelolahan dan Analisis Data ............................................. 53
F. Etika Penelitian .................................................................................. 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 57
B. Karakteristik Responden ................................................................... 58
C. Deskripsi Data ................................................................................... 59
D. Pembahasan ....................................................................................... 73
1.
Pengetahuan Remaja ................................................................... 73
2.
Sikap Remaja ............................................................................... 76
3.
Tindakan Remaja ......................................................................... 80
E. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 83
xi
14
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................................ 84
B. Saran ................................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 86
LAMPIRAN .............................................................................................................. 91
xii
15
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ....................................................................... 48
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Remaja ........................................................ 52
Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Kelurahan Karang Mulya ....................................... 58
Tabel 4.2 Jumlah Responden .................................................................................... 58
Tabel 4.3 Seks adalah hubungan laki-laki dan perempuan yang disadari hasrat
atau keinginan (libido) dengan tujuan untuk mencari kenikmatan ......... 60
Tabel 4.4 Hubungan seks boleh dilakukan yang penting tidak menyebabkan
kehamilan ................................................................................................ 61
Tabel 4.5 Saling ketertarikan pada lawan jenis, merupakan bentuk dari perilaku
seksual pranikah ........................................................................................ 61
Tabel 4.6 Pergaulan bebas merupakan faktor penyebab perilaku seks pranikah ...... 62
Tabel 4.7 Kehamilan, melahirkan bayi yang tidak normal serta infeksi organ
reproduksi, merupakan resiko dari hubungan seksual pranikah bagi
remaja ........................................................................................................ 62
Tabel 4.8 HIV/AIDS, Sifilis, Herfes, Kencing Nanah serta Klamida, merupakan
penyakit-penyakit yang diakibatkan karena sering berganti-ganti
pasangan .................................................................................................... 63
Tabel 4.9 Penyakit kelamin diakibatkan oleh infeksi yang ditularkan melalui
hubungan seks ......................................................................................... 64
Tabel 4.10 Seseorang boleh berhubungan seks jika orang tersebut dan
pasangannya telah resmi menikah ........................................................... 64
Tabel 4.11 Seorang remaja boleh melakukan hubungan seksual sebelum menikah
jika keduanya saling mencintai ............................................................... 65
Tabel 4.12 Seseorang yang berani melakukan hubungan seksual sebelum menikah
berarti sanggup menanggung dosa besar ................................................. 65
xiii
16
Tabel 4.13 Seseorang yang melakukan hubungan seks sebelum menikah adalah
orang yang telah berbuat suatu kesalahan melanggar norma-norma di
masyarakat ............................................................................................... 66
Tabel 4.14 Remaja belum pantas melakukan hubungan seks ................................... 67
Tabel 4.15 Jika pasangan saya meminta untuk berhubungan seksual maka saya
akan menolaknya dan meminta putus darinya ........................................ 67
Tabel 4.16 Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah ......................... 68
Tabel 4.17 Se-sayang apapun dengan pasangan, saya berusaha untuk menolak
melakukan hubungan seksual .................................................................. 68
Tabel 4.18 Melakukan hubungan seksual dengan pacar di tempat sepi .................... 69
Tabel 4.19 Berganti-ganti pacar memperluas pergaulan dan pengalaman ................ 69
Tabel 4.20 Hubungan seks pranikah akan tetap dilakukan meskipun dilarang ......... 70
Tabel 4.21 Mengajak pasangan ke tempat sepi ......................................................... 71
Tabel 4.22 Kalau sampai terjadi kehamilan tidak diinginkan, menggugurkan
kandungan (aborsi) menjadi langkah saya agar terhindar dari
cemoohan masyarakat ............................................................................. 71
Tabel 4.23 Interpretasi Data ...................................................................................... 72
Tabel 4.24 Rata-rata Skor Penelitian Responden ...................................................... 72
xiv
17
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir..................................................................... 46
Gambar 3.1 Peta Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang ................................ 47
Gambar 4.1 Pie Chart Pengetahuan Remaja Tentang Hubungan Seks Pranikah ..... 75
Gambar 4.2 Pie Chart Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seks Pranikah .............. 78
Gambar 4.3 Pie Chart Tindakan Remaja Terhadap Hubungan Seks Pranikah ....... 81
xv
18
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji Referensi
Lampiran 2 Master Tabel
Lampiran 3 Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 4 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 5 Surat Keterangan Dari Kelurahan
Lampiran 6 Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Concent)
Lampiran 7 Instrumen Penelitian
Lampiran 8 Pedoman Wawancara
Lampiran 9
Hasil Wawancara
Lampiran 10 Portal Berita
xvi
19
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam setiap kehidupan pasti semua orang pernah mengalami proses
perubahan. Namun tidak semua dalam perubahan masyarakat itu sesuai
dengan nilai dan norma sosial, ada pula yang melakukan aktivitasnya tidak
sesuai dengan nilai dan norma. Karena tidak sesuai dengan nilai dan norma
sehingga terjadi penyimpangan sosial. Oleh karena itu, dalam masa
perubahan masyarakat, banyak sekali timbul masalah sosial, yang mengakibatkan perubahan-perubahan pula terhadap nilai-nilai kemasyarakatan
lama yang dianggap tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman.1
Titik permasalahan yang menjadikan sekelompok orang menjadi
menyimpang adalah cara manusia itu sendiri dalam mencapai tujuan. Semua
orang memiliki tujuan dan kehendak untuk kepuasan diri. Namun tidak
semua orang mendasarkan diri pada tatanan nilai dan norma yang ada dalam
memenuhi kebutuhannya. Ada sebagian kelompok orang menilai bahwa
nilai dan norma justru dianggap sebagai bentuk pengekangan atas kebebasan
dirinya. Motif untuk mencapai tujuan dengan caranya sendiri tanpa
mengindahkan nilai dan norma masyarakat itulah yang menjadi faktor
pendorong sekelompok orang melakukan penyimpangan.2
Perilaku dapat dianggap menyimpang apabila tidak sesuai dengan
nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau
dengan kata lain penyimpangan adalah segala macam pola perilaku yang
tidak berhasil menyesuaikan diri terhadap kehendak masyarakat. 3 Senada
dengan itu, situasi sosial yang tidak diinginkan oleh sejumlah orang karena
dikhawatirkan akan mengganggu sistem sosial dan perilaku orang-orang
1
Abdulsyani, Sosiologi; Skematika, Teori dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h.
183.
2
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi; Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Permasalahannya, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 185.
3
Arief Herdiyanto, Penyimpangan Sosial, modul: sosiologi, Sos.II.01, h. 5.
1
20
2
yang terlibat didalamnya merupakan perilaku yang menyimpang dari nilai
atau norma-norma.4 Sejalan dengan itu, Kartini Kartono menyatakan bahwa
perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang tidak adekuat, tidak bisa di
terima oleh masyarakat pada umumnya, dan tidak sesuai dengan norma
sosial yang ada.5
Lemert membagi penyimpangan dalam dua bentuk yakni penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder.6 Pertama, penyimpangan
primer adalah penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku
masih dapat diterima masyarakat. Ciri penyimpangan ini bersifat temporer
atau sementara, tidak dilakukan secara berulang-ulang dan masih dapat
ditolerir oleh masyarakat. Contohnya: melanggar rambu-rambu lalu lintas
serta menunggak iuran listrik, air dan telepon dsb. Kedua, penyimpangan
sekunder adalah penyimpangan yang berupa perbuatan yang dilakukan
seseorang yang secara umum dikenal sebagai perilaku menyimpang. Pelaku
didominasi oleh tindakan menyimpang tersebut, karena merupakan tindakan
pengulangan dari penyimpangan sebelumnya. Penyimpangan ini tidak bisa
ditolerir oleh masyarakat. Contohnya: pencuri, pemabuk, penyalahgunaan
narkoba, pembunuh, pelacuran, minum-minuman keras, penjudi, serta
pergaulan bebas hingga melakukan hubungan seksual sebelum menikah.
Disadari atau tidak disadari pasti semua orang pernah melakukan
tindakan menyimpang, baik dalam skala besar maupun kecil akan berakibat
terganggunya keseimbangan kehidupan dalam masyarakat. Tindakan
menyimpang dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan dilakukan oleh
siapa saja. Sejauh mana penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam
skala luas atau sempit tentu akan berakibat teranggunya keseimbangan
kehidupan dalam masyarakat.7 Memang tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat
4
Yesmil Anwar dan Adang, Sosiologi untuk Universitas, (Bandung: Refika Aditama,
2013), h. 258.
5
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), h. 14.
6
Arief Herdiyanto, Penyimpangan Sosial, modul: sosiologi, Sos.II.01, h. 6.
7
Arief Herdiyanto, Penyimpangan Sosial, modul: sosiologi, Sos.II.01, h. 5.
21
3
demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti
mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa
pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud
penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri
dari dorongan-dorongan untuk menyimpang.
Namun dalam hal ini peneiti lebih memfokuskan pada perilaku
menyimpang pada remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum
menikah. Perilaku seks di luar nikah bukanlah barang baru, mengingat
gejala itu sudah sudah menjadi menu berita sehari-hari di berbagai media
massa. Gejala-gejala ini secara umum diakui sebagai salah perbuatan
menyimpang sebab sistem nilai dan norma sosial yang berlaku pada
umumnya adalah persyaratan seseorang untuk menjalin hubungan seks
adalah melalui proses yang dibenarkan menurut norma-norma, baik norma
susila, norma agama maupun norma hukum.8
Berdasarkan survei yang telah dilakukan bahwa ketika mulai beranjak
dewasa (usia 18), survei menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen individu
pernah melakukan hubungan seks.9 Belakangan ini memang hubungan seks
pranikah menjadi fenomena yang melanda kaum remaja. Banyak yang ingin
melakukannya lantaran ingin tahu. Wajar saja secara alamiah manusia perlu
seks. Namun, seks yang seperti apa? Seks yang telah diatur secara hukum
maupun agama. Nah, seks bebas dalam artian hubungan badan di luar
pernikahan dianggap sebagai kesalahan. Pilihan saya jatuh kepada masa
remaja itu adalah karena masa remaja adalah bagian umur yang sangat
banyak mengalami kesukaran dalam hidup.10 Remaja sebagai generasi muda
merupakan aset bangsa yang sangat penting karena pada pundaknya terletak
tanggung jawab kelangsungan hidup bangsa.
8
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi; Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Permasalahannya, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 208.
9
John W. Santrock, Perkembangna Masa Hidup, Edisi Ketigabelas, Jilid II., terj.
Benedictine Widyasinta, (Jakarta: Penerbeit Erlangga, 2012), h. 16.
10
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2010), h. 72.
4
22
Seks pranikah dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan kedalam perilaku menyimpang. Tingkah laku menyimpang adalah tingkah
laku yang tidak adekuat, tidak bisa diterima oleh masyarakat pada
umumnya, dan tidak sesuai dengan norma sosial yang ada.11 Dijelaskan di
dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena
terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun
dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Untuk mengetahui latar belakang
perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang
yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si pelaku
kurang memahami aturan-aturan yang ada, sedangkan perilaku menyimpang
yang disengaja bukan si pelaku tidak mengetahui aturan yang ada.
Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi
perilaku yang menggangu. Kondisi tersebut apabila di dukung oleh
lingkungan yang kurang kondusif dan disertai sifat atau kepribadian yang
kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan
perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma
yang ada di masyarakat.
Masa remaja seringkali merupakan masa yang kritis di mana mereka
dihadapkan pada berbagai masalah. Memasuki gerbang remaja, umumnya
remaja merasa dirinya sudah besar, dalam arti bukan anak-anak lagi. Oleh
karena itu, terkadang remaja cenderung susah untuk diatur, meskipun oleh
orang tuanya sendiri. Batasan tentang remaja pun berbeda-beda tapi pada
umumnya seseorang dapat dikatakan remaja pada usia antara 10-20 tahun.12
Karena pada masa ini telah terjadi berbagai perubahan, di mana perubahan
jasmani pada masa ini lebih cepat terjadi, sebagiannya tampak nyata dari
luar, seperti bertambah besar, tinggi, dan berat. Sebagian lainnya dari dalam,
misalnya kegiatan hormon seksual. Perubahan hormon seksual ini mungkin
11
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), h. 14.
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2012), h. 12.
12
235
membawa kepada berbagai masalah salah satunya melakukan perilaku
seksual sebelum menikah.13
Adanya perubahan hormon seksual yang dialami remaja, maka
dorongan untuk melakukan seks pun meningkat. Mereka mulai tertarik pada
jenis kelamin lain, mereka mulai mengenal apa yang dinamakan cinta,
saling memberi dan menerima kasih sayang dari orang lain. Hal ini
merupakan awal ketertarikan lawan jenis, yang kemudian berlanjut dengan
berpacaran di mana ekspresi perasaan pada masa pacaran diwujudkan
dengan bersentuhan, berpegangan tangan, berpelukan, dan berciuman serta
bercumbuan yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan
memuaskan dorongan seksualnya. Maka dari itu pacaran merupakan pintu
masuk pertama terjadinya penyimpangan seksual. Pacaran bagi remaja di
anggap perbuatan tidak melanggar norma budaya masyarakat serta norma
agama. Selama ini terjadi, pacaran merupakan awal dari pergaulan bebas.
Karena merasa memiliki pacar itulah berani memulai aktivitas seksual
pegangan tangan, memeluk, meraba, mencium dan puncaknya melakukan
hubungan badan sehingga ada diantaranya telah hamil di luar pernikahan.
Ketertarikan antar remaja yang berpacaran tersebut dipengaruhi oleh dua
aspek yakni intimasi dan passion. Yang dimaksud intimasi ialah hubungan
yang akrab, intim, menyatu, saling percaya dan saling menerima. Sedangkan
passion ialah terjadinya hubungan antar individu tersebut, lebih dikarenakan
oleh unsur-unsur biologis, ketertarikan fisik, atau dorongan seksual.14
Seks mereka bersifat tidak tetap atau cenderung tidak setia pada
pasangan mereka. Dengan demikian seks pranikah dapat didefinisikan
sebagai aktivitas hubungan seksual yang tidak teratur dan dilakukan
sebelum menikah, sesuai dalam penelitian ini perilaku seks pranikah yang di
maksud ialah aktivitas hubungan badan yang dilakukan bersama pasangan
13
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama (Psikologi
Atitama), (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), h. 40.
14
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h.
105.
24
6
kencannya. Karena melakukan hubungan seks pranikah bersama pasangan
didasarkan pada perasaan suka sama suka.
Apabila terus dibiarkan akan dapat berdampak buruk dan semakin
membahayakan bagi diri remaja itu sendiri, keluarga maupun orang lain.
Karena itu sudah menjadi tanggung jawab semua pihak dan menjadi
pemikiran serius bagi orang tua, masyarakat, pendidik, agamawan bahkan
remaja itu sendiri.
Suatu penelitian yang pernah dilakukan BKKBN (Badan Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional) menyatakan bahwa perilaku seksual
remaja belakangan ini memang mencemaskan. Menurut data yang diperoleh
dari hasil survei BKKBN bahwa 46 persen remaja berusia 15-19 tahun di
Indonesia sudah melakukan hubungan intim pranikah. Hal itu dikatakan
Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN, dr.
Julianto Witjaksono SpOG, KFER, MGO.
“Paling tidak, beri pandangan bahwa ini bahaya dan mengancam
generasi muda. Pernikahan dini, penyimpangan prilaku. Masalah
penyimpangan remaja semestinya bisa dikendalikan. Harus
dikendalikan, bisa mencegah menghambat angka kehamilan pranikah,
penyimpangan seksual akan bisa berdampak pada kesehatan remaja,”
tegasnya dalam Seminar Kesehatan Reproduksi Remaja “Strategi
Kesehatan Reproduksi Remaja dalam Upaya Meningkatkan Kesehatan
Ibu di Indonesia” di Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok,
Sabtu, 9 Agustus 2014.15
Masalah seks pranikah sering kali terjadi pada usia remaja. Tak hanya
mereka yang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) tetapi juga
mulai terjadi pada anak-anak Sekolah Menengah Pertama (SMP). Padahal
seks pranikah dapat merugikan kesehatan reproduksi dan juga menimbulkan
masalah sosial. Direktur Direktorat Bina Ketahanan Remaja BKKBN
Temazaro Zega mengatakan, remaja perlu diberi pendidikan agar tidak
melakukan seks pranikah. Zega pun menyatakan bahwa BKKBN kini tak
15
Dikutip dari http://anekainfounik.net/2014/08/10/bkkbn-46-remaja-sudah-lakukanhubungan-seks-bebas/ di akses pada 09 Oktober 2015, 13.43 WIB.
257
hanya menyasar pada anak-anak SMA, tetapi juga sejak mereka duduk di
bangku SMP.
“Kita lihat perilaku remaja SMP sudah berisiko. Mereka harus
diberikan pemahaman. Pendidikan kesehatan reproduksi bukan
mengajarkan remaja berhubungan seks. Tapi supaya mereka terhindar
dari perilaku berisiko,” terang Zega di Gedung BKKBN, Jakarta,
Selasa (10/2/2015).16
Berita mengejutkan datang dari harian kabar Radar Banten yang
mengatakan bahwa Kota Tangerang merupakan zona merah daerah paling
banyak penderita HIV dan AIDS di wilayah kota/kabupaten se-Provinsi
Banten. Hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi Pengendalian Penyakit
Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten dr. Ria Oktarini.
Menurutnya, kasus HIV/AIDS tertinggi di Provinsi Banten terdapat di
Kota Tangerang dengan jumlah penderita sebanyak 705 penderita HIV dan
395 menderita AIDS, dengan jumlah meninggal dunia sebanyak 21 orang.17
Sedangkan menurut Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemerintah
Kabupaten Tangerang, Naniek Isnaini menemukan data kenaikan jumlah
penderita HIV dan AIDS yang menulari anak-anak. Saat ini terdata ada 33
anak yang menderita HIV/AIDS di wilayah tersebut. Pendataan terus
dilakukan untuk melakukan langkah penanggulangan lebih serius lagi
karena penyakit tersebut terus bertambah dari tahun ke tahun. Naniek juga
mengatakan perlu strategi khusus untuk menekan laju pertumbuhan endemi
virus tersebut dengan melibatkan berbagai pihak. Dia menyebutkan saat ini
terdapat 862 kasus penderita HIV/AIDS yang sebelumnya hanya sebanyak
685 kasus selama tahun 2014.18
Banyaknya variasi seksualitas dan perilaku seksual membutuhkan
perspektif yang holistik atau menyeluruh. Bagaimanapun kesehatan seksual
16
Soegeng Haryadi, dalam http://palembang.tribunnews.com/2015/02/10/seks-pranikahdisinyalir-merambah-kalangan-usia-pelajar-smp# di akses pada 15 Oktober 2015, 19.40 WIB.
17
Wahyudin, dalam http://www.radarbanten.co.id/kota-tangerang-zona-merah-hivaid/ di
akses pada 02 Januari 2016, 13.32 WIB.
18
Andi Nur Aminah, dalam http://m.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabeknasional/15/12/17/nzhu8d384-ada-33-anak-terkena-hivaids-di-tangerang di akses pada 03 Januari
2016, 10.30 WIB.
268
memiliki banyak dimensi antara lain sosio-kultural, agama dan etika,
psikologi dan biologis. Dimensi sosio-kultural merupakan dimensi yang
melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia,
bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari
lingkungan sosial serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas
dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain seksualitas dipengaruhi oleh
norma dan peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku tersebut di
terima atau tidak berdasarkan kultur yang ada sehingga keragaman kultural
secara global menyebabkan variabilitas yang sangat luas dalam norma
seksual dan menghadirkan spektrum tentang keyakinan dan nilai yang luas.
Misalnya, perilaku yang tidak diperbolehkan selama pacaran, hal-hal yang
di anggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam
perilaku seksual atau menentukan peran yang boleh dan tidak boleh
dinikahi. Singkatnya, setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat
dalam membentuk nilai dan sikap seksual juga dalam membentuk atau
menghambat perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya. Misalnya,
bagi penganut bangsa timur khususnya Indonesia, melakukan hubungan
intim di luar nikah merupakan sebuah aib walaupun sekarang mulai
memudar, akan tetapi bagi masyarakat barat hal tersebut merupakan hal
yang wajar dan biasa terjadi.
Berbagai data diatas, ternyata banyak sekali penyimpangan sosial
pada seksual pranikah remaja berangkat dari pergaulan negatif. Bagi
sebagian remaja, pergaulan atau gaul merupakan sebuah keharusan. Masalah
akan timbul bila pergaulan yang dijalani seringkali tidak diimbangi dan
dibentengi dengan citra diri. Hal itu akan mengakibatkan remaja bergaul
tanpa kendali, tanpa batasan norma, etika, hukum dan agama.
Pengaruh-pengaruh inilah yang mengakibatkan adanya perubahanperubahan dalam perilaku serta pandangan remaja terhadap apa yang boleh
dilakukan dalam berpacaran sudah begitu memperihatinkan.
279
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
meneliti dengan judul: “Persepsi Remaja Tentang Perilaku Seks Pranikah
(Studi Pada Remaja di Desa Karang Mulya, Kota Tangerang)”.
B.
Identitikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas,
penulis mengidentifikasikan beberapa masalah, yaitu:
1.
Perubahan tingkah laku remaja yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan sosial.
2.
Rendahnya pengetahuan remaja terhadap perilaku seks pranikah
di Kota Tangerang.
3.
Maraknya fenomena perilaku seksual remaja yang ada dari jaman
dulu hingga sekarang.
4.
Kerugian
yang akan
di
dapat
remaja
yang melakukan
penyimpangan sosial.
5.
Lemahnya dukungan sosial orang tua untuk membentengi
perilaku seksual remaja di Kota Tangerang.
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis membatasi masalah
pada adanya persepsi remaja tentang perilaku seks pranikah dengan
deskripsi sebagai berikut:
1.
Remaja yang berusia 16-23 tahun, baik laki-laki maupun
perempuan.
2.
Remaja yang bertempat tinggal di Desa Karang Mulya,
Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang.
3.
Persepsi yang di maksud adalah persepsi yang meliputi tiga
aspek, yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan.
D.
Perumusan Masalah
Dari batasan masalah yang dikemukakan diatas, penulis mengajukan
rumusan masalah yang akan diteliti adalah untuk melihat bagaimana
2810
persepsi remaja tentang perilaku seks pranikah di Desa Karang Mulya
Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang.
E.
Tujuan Penelitian
Dalam pembahasan penelitian ini, tujuan yang dicapai adalah untuk
mengetahui bagaimana persepsi remaja tentang perilaku seks pranikah di
Desa Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang.
F.
Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian sederhana ini diharapkan mampu memberikan
manfaat yang baik bagi remaja yang bersangkutan maupun bagi masyarakat
luas. Adapun manfaat penulisan melakukan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.
Kegunaan Teoritis
a.
Sebagai
sumbangan
pendidikan
ilmu
pemikiran
pengetahuan
bagi
sosial,
perkembangan
serta
ilmu
memberikan
pengetahuan yang berharga bagi perkembangan imu pengetahuan
dan pendidikan, terutama yang berkaitan tentang perilaku sosial
dengan disiplin ilmu Sosiologi dan Antropologi.
b.
Memberikan rujukan referensi untuk para peneliti selanjutnya dan
pengembangan
keilmuan
dalam
bidang
Sosiologi
dan
Antropologi.
2.
Kegunaan Praktis
a.
Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
nyata tentang perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Desa
Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang. Serta
sebagai bahan renungan dan pelajaran bagi para orang tua untuk
mengawasi dan mendidik dengan baik perilaku anaknya.
2911
b.
Bagi Peneliti
Memperluas wawasan dalam pengkajian tentang perilaku
seks pranikah di kalangan remaja di Desa Karang Mulya
Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang.
c.
Bagi FITK UIN Jakarta
Memperkaya referensi untuk Fakultas Ilmu Tarbiyah
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
30
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Deskripsi Teori
1.
Hakikat Persepsi
a.
Pengertian Persepsi
Setiap manusia memiliki pendapat, pandangan, pemikiran
atau kesan yang berbeda-beda terhadap suatu objek atau
fenomena. Perbedaan ini terjadi karena cara atau tradisi yang
dimiliki seseorang berbeda dengan orang lain. Hal ini biasa
disebut dengan persepsi. Dalam memandang suatu permasalahan
setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda-beda. Persepsi
seseorang berkaitan dengan pengalaman, kemampuan maupun
daya persepsi yang diterimanya. Persepsi merupakan bagian dari
konsep diri manusia. Persepsi tidak akan lepas dari peristiwa,
objek dan lingkungan sekitarnya. Melalui persepsilah manusia
memandang dunianya. Persepsi seringkali dinamakan dengan
pendapat, sikap dan penilaian.
Persepsi
berasal
dari
kata
bahasa
Inggris,
yakni
perception. Perception diartikan sebagai “perasaan atau daya
tangkap”. Menurut J.P. Chaplin menyatakan bahwa persepsi
sebagai proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian
objektif dengan bantuan indera.1 Sedangkan Bimo Walgito
menyatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang
didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses
diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga
disebut proses sensoris.2 Menurut Kartono bahwa persepsi
adalah pandangan interprestasi seseorang atau individu terhadap
1
2
J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), h. 358.
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum. (Yogyakarta:Penerbit Andi, 2010), h. 99.
12
2
13
suatu kesan objek yang diinformasikan kepada dirinya dan
lingkungan tempat ia berada sehingga dapat menentukan
tindakannya.3
Persepsi tidak hanya bergantung kepada rangsangan fisik
tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan
lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan.4
Persepsi seseorang berkaitan dengan pengalaman, kemampuan
maupun daya persepsi yang diterimanya. Persepsi adalah
pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan
yang
diperoleh
dengan
menyimpulkan
informasi
dan
menafsirkan pesan, keinginan, sikap dan tujuan kita.5 Meskipun
alat untuk menerima stimulus tersebut serupa pada setiap
individu tetapi interpretasinya berbeda. Setiap orang mempunyai
persepsi yang berbeda pada setiap objek. Perbedaan persepsi
dapat ditelusuri pada adanya perbedaaan-perbedaan individual,
perbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap atau
perbedaan motivasi.6
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka penulis dapat
menarik suatu kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu
proses yang terintegrasi dari pengamatan, tanggapan dan
penilaian seseorang terhadap objek, peristiwa dan realitas
kehidupan yang ditangkap oleh alat indera manusia yang
kemudian diorientasikan sehingga kita peka terhadap objek atau
fenomena di sekeliling dan menimbulkan suatu penilaian serta
pemahaman terhadap terhadap objek atau fenomena tersebut.
3
Kartini Kartono, Bimbingan Belajar. (Jakarta: Rajawali, 2001), h. 67.
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum. (Yogyakarta: Andi Offset, 1997), h. 53.
5
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 51.
6
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta,
1995), h. 105.
4
3
14
b.
Proses Terjadinya Persepsi
Proses terjadinya persepsi yaitu objek menimbulkan
stimulus dan stimulasi mengenai alat indera (reseptor). Proses
stimulus mengenai alat indera merupakan proses alami atau
proses fisik. Dalam proses persepsi perlu adanya perhatian
sebagai langkah persiapan dalam langkah persepsi itu. Hal
tersebut menunjukan bahwa individu tidak hanya dikenai oleh
satu stimulus saja, tetapi individu dikenai berbagai macam
stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitarnya. Akan tetapi
stimulus tidak mendapatkan suatu respon individu untuk
dipersepsi.7
Maka dapat disimpulkan dari pernyataan di atas bahwa
proses terjadinya persepsi melalui tiga tahapan, yaitu: tahap
pertama yang dinamakan tahap fisik atau kealaman, tahap kedua
yang disebut sebagai tahap fisiologis dan tahap ketiga yaitu
tahap psikologis yang merupakan proses terakhir yang
menyadari apa yang individu terima melalui otak.
c.
Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi pada setiap individu dipengaruhi oleh beberapa
faktor.
Menurut
Bimo
Walgito,
ada
dua
faktor
yang
mepengaruhi persepsi antara lain: faktor internal dan faktor
eksternal.8 Faktor internal adalah faktor yang ada dalam individu
itu sendiri, seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berfikir,
dan kerangka acuan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor
stimulus itu sendiri dan faktor lingkungan di mana persepsi itu
berlangsung. Walaupun stimulusnya orang sama, tetapi kalau
situasi sosial yang melatarbelakangi stimulus orang berbeda
7
8
46.
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum. (Yogyakarta: Andi Offset, 2002), h. 89-90.
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), (Yogyakarta : Andi Offset, 2005), h.
4
15
maka berbeda hasil persepsinya.9 Dengan demikian persepsi
bersifat subjektif sehingga berbeda-beda antara individu yang
satu dengan yang lain.
2.
Remaja
a.
Pengertian Remaja
Masa remaja adalah fase perkembangan anak yang
menginjak antara masa anak-anak ke masa dewasa. Masa
tersebut juga disebut masa transisi.10 Remaja berasal dari kata
latin yaitu “adolescence” diperoleh dari kata adolescere yang
berarti untuk tumbuh dan berkembang menjadi dewasa.11 Yulia
dan Singgih D. Gunarsa mengatakan bahwa, remaja berasal dari
kata latin yaitu adolenscentia yang berasal dari istilah latin,
adolenscentia yang berarti masa muda yang terjadi antara 17-30
tahun, atau masa tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolenscentia
mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup
kematangan mental, emosional dan fisik sehingga memperjelas
pemahaman tentang remaja dan membantu dalam menghindari
kekaburan menentukan masa remaja. Akhirnya, Yulia dan
Singgih D. Gunarsa menyimpulkan bahwa proses perkembangan
psikis remaja dimulai antara 12-22 tahun.12
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (World Health
Organization), membedakan dua kelompok yaitu remaja awal
10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun.13 Zakiah Darajat
Mengungkapkan bahwa pembatasan usia remaja yang hampir
disepakati oleh banyak para ahli jiwa ialah 13 sampai 21
9
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta,
1995), h. 105.
10
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi; Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Permasalahannya, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 54.
11
Zahrotun Nihayah, dkk., Psikologi Perkembangan: Tinjauan Psikologi Barat dan Islam,
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 105.
12
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 13.
13
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012),
h. 12.
5
16
tahun.14 Senada dengan itu, Monks menyatakan bahwa remaja
adalah suatu masa peralihan antara masa remaja dan masa
dewasa. Fase masa remaja secara global berlangsung antara usia
12-21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal,
15-18 tahun masa remaja pertengahan, 18-21 tahun masa remaja
akhir.15
Sedangkan menurut Zakiah Darajat di dalam bukunya
Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia menyatakan bahwa
remaja adalah masa peralihan dari anak menjelang dewasa.
Semakin maju suatu masyarakat, semakin banyak syarat yang
diperlukan untuk menjadi dewasa, semakin panjang masa yang
diperlukan
untuk
mempersiapkan
diri
dengan
berbagai
pengetahuan dan keterampilan dan semakin banyak pula
masalah masalah yang dihadapi oleh remaja itu, karena sukarnya
memenuhi syarat-syarat dan sebagainya. Usia remaja yang
hampir disepakati oleh banyak ahli jiwa, ialah antara 13-21
tahun.16
Sejalan dengan itu Hurlock dalam Psikologi Remaja karya
Sarlito Sarwono, menambahkan pendapatnya dalam membagi
masa remaja menjadi masa remaja awal sekitar 13-16 tahun dan
masa remaja akhir sekitar 16-18 tahun. Masa remaja awal dan
akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir
individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih
mendekati masa remaja.17
Dari definisi di atas, apabila seorang sudah menikah/kawin
pada usia tersebut. Maka orang tersebut pun dianggap dan
14
Zakiah Darajat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1982), h. 11.
F.J. Monks dan A.M.P. Knoers, Psikologi Perkembangan, terj. Siti Rahayu Haditono,
(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2006), h. 262.
16
Zakiah Darajat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Bulan
Bintang, 1977), h. 110.
17
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012),
h. 17.
15
6
17
diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum
maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluarga.18
WHO memberikan definisi tentang remaja yang bersifat
konseptual. Remaja adalah suatu masa dimana:
1)
Individu
berkembang
dari
saat
pertama
kali
ia
menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai
saat ia mencapai kematangan seksualnya.
2)
Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola
identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
3)
Terjadi peralihan ketergantungan sosial-ekonomi yang
penuh kepada kedaan yang relatif lebih mandiri.
Dalam definisi tersebut terdapat tiga kriteria yaitu
biologis, psikologis dan sosial-ekonomi.19
Masa remaja juga merupakan masa transisisi dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa, yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama, serta kognitif
dan sosial.
Kemudian Sarwono dalam bukunya menjelaskan bahwa
remaja sebagai individu yang tengah mengalami perkembangan
fisik dan mental, beliau membatasi usia remaja ini antara 11-24
tahun dengan pertimbangan sebagai berikut:20
1)
Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tandatanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik).
2)
Kebanyakan masyarakat indonesia, usia 11 tahun sudah di
anggap akil baligh, baik menurut adat maupun agama,
sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka
sebagai anak-anak (kriteria sosial).
18
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012),
19
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, h. 11-12.
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja., h. 18-19.
h. 19.
20
7
18
3)
Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan
perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri,
tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual,
dan tercapainya puncak perkembangan kognitif, maupun
moral (kriteria psikologis).
4)
Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu
untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas
usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua,
belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa
(secara adat/tradisi) belum bisa memberikan pendapat
sendiri dan sebagainya. Dengan perkatan lain, orang-orang
yang sampai batas usia 24 tahun belum dapat memenuhi
persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis,
masih dapat digolongkan remaja.
b.
Perkembangan di Usia Remaja
1)
Perkembangan Fisik
Yang dimaksud dengan perubahan fisik remaja yaitu
terjadinya perubahan secara biologis yang ditandai dengan
kematangan organ seks primer maupun sekunder, yang
dipengaruhi
oleh
kematangan
hormon
seksual.21
Perubahan fisik tersebut terjadi selama masa remaja dibagi
menjadi beberapa tahap:22
a)
Faktor Eksternal
Perubahan yang terjadi dan dapat dilihat
pada fisik luar anak. Perubahan tersebut ialah:
(1) Tinggi Badan
Rata-rata anak perempuan mencapai
tinggi matang pada usia antara tujuh belas
21
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 16.
Dikutip dari http://www.danang-setya-aji.blogspot.com/2011/12/perkembangan-fisikpada-remaja.html?m=1 di akses pada 29 Juni 2016, 12:59 WIB
22
19
8
dan delapan belas tahun, rata-rata anak lakilaki kira-kira setahun setelahnya. Perubahan
tinggi badan remaja dipengaruhi asupan
makanan yang diberikan, pada anak yang
diberikan
imunisasi
pada
masa
bayi
cenderung lebih tinggi dari pada anak yang
tidak mendapatkan imunisasi. Anak yang
tidak diberikan imunisasi lebih banyak
menderita sakit sehingga pertumbuhannya
terhambat.
(2) Berat Badan
Perubahan berat badan mengikuti
jadwal yang sama dengan perubahan tinggi
badan, perubahan berat badan terjadi akibat
penyebaran
lemak
pada
bagian-bagian
tubuh yang hanya mengandung sedikit
lemak atau bahkan tidak mengandung
lemak. Ketidak seimbangan perubahan
tinggi
badan
dengan
berat
badan
menimbulkan ketidak idealan badan anak,
jika perubahan tinggi badan lebih cepat dari
berat badan, maka bentuk tubuh anak
menjadi jangkung (tinggi kurus), sedangkan
jika perubahan berat badan lebih cepat dari
perubahan tinggi badan, maka bentuk tubuh
anak menjadi gemuk atau gembrot (gemuk
pendek).
(3) Proporsi Tubuh
Berbagai anggota tubuh lambat laun,
mencapai perbandingan yang tumbuh baik.
Misalnya badan melebar dan memanjang
20
9
sehingga anggota badan tidak lagi kelihatan
terlalu panjang.
(4) Organ Seks
Baik
laki-laki
maupun
perempuan
organ seks mengalami ukuran matang pada
akhir masa remaja, tetapi fungsinya belum
matang sampai beberapa tahun kemudian.
(5) Ciri-ciri Seks Sekunder
Ciri-ciri seks sekunder yang utama,
perkembangannya matang pada masa akhir
masa remaja. Ciri sekunder tersebut antara
lain ditandai dengan tumbunya kumis dan
jakun pada laki-laki sedangkan pada wanita
ditanda dengan membesarnya payudara.
b)
Faktor Internal
Perubahan yang terjadi dalam organ
dalam tubuh remaja dan tidak tampak dari luar.
Perubahan ini nantinya sangat mempengaruhi
kepribadian remaja. Perubahan tersebut adalah:
(1) Sistem Pencernaan
Perut menjadi lebih panjang dan tidak
lagi
terlampau
berbentuk
pipa,
usus
bertambah panjang dan bertambah besar,
otot-otot di perut dan dinding-dinding usus
menjadi
bertambah
lebih
tebal
berat
dan
dan
kuat,
hati
kerongkongan
bertambah panjang.
(2) Sistem Peredaran Darah
Jantung tumbuh pesat selama masa
remaja, pada usia tujuh belas atau delapan
belas, beratnya dua belas kali berat pada
10
21
waktu lahir. Panjang dan tebal dinding
pembuluh darah meningkat dan mencapai
tingkat kematangan bilamana jantung sudah
matang.
(3) Sistem Pernafasan
Kapasitas paru-paru anak perempuan
hampir matang pada usia tujuh belas tahun;
anak laki-laki mencapat tingkat kematangan
baru beberapa tahun kemudian.
(4) Sistem Endokrin
Kegiatan gonad (kelenjar kelamin)
yang
meningkat
menyebabkan
pada
ketidak
masa
puber
seimbangan
sementara dari seluruh sistem endokrin
pada masa awal puber. Kelenjar-kelenjar
seks berkembang pesat dan berfungsi,
meskipun belum mencapai ukuran yang
matang sampai akhir masa remaja atau awal
masa dewasa.
(5) Jaringan Tubuh
Perkembangan kerangka berhenti ratarata pada usia delapan belas tahun. Jaringan
selain tulang, khususnya bagi perkembangan otot, terus berkembang sampai
tulang mencapai ukuran yang matang.
2)
Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget proses perkembangan kognitif
dipengaruhi oleh empat faktor yakni: a) pemasakan
11
22
(maturity), b) kontak dengan lingkungan (pengalaman),
c) transmisi sosial, d) proses ekuilibrasi (keseimbangan).23
a) Pemasakan (maturity)
Yang di maksud dengan pemasakan ialah proses
pembentukan struktur dan jaringan-jaringan otot pada
organ-organ fisik pada taraf yang relatif baik
(matang), dibandingkan dengan kondisi sebelumnya,
yang
kemudian
mempengaruhi
perkembangan
kognitif individu yang bersangkutan.
b) Kontak dengan lingkungan (pengalaman)
Ketika individu melakukan kontak dengan
lingkunga hidupnya, maka ia akan memperoleh dua
pengalaman,
yakni
pengalaman
fisik
maupun
pengalaman
sosial,
atau
pengalaman
mental.
Pengalaman fisik, terjadi bila ia langsung melakukan
suatu aktivitas yang menggunakan benda tertentu,
kemudian ia mampu mengabstraksi, membayangkan
atau
mengekspresikan
kembali
sifat-sifat
objek
tertentu, melalui verbal/tulisan simbolik. Sedangkan
pengalaman sosial, terjadi seandainya ia melakukan
interaksi dengan individu lain baik teman, saudara,
atau orang tua sendiri. Pengalaman mental, menurut
Piaget, lebih mengarah pada pengalaman logikamatematik. Karena pengalaman ini diperoleh melaui
permainan individu yang menggunakan balok-balok.
Dari
balok-balok
tersebut,
individu
belajar
menghitung secara matematis.
23
55.
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 54-
12
23
c) Transmisi Sosial
Pengalaman
individu
berhubungan
dengan
lingkunga sosial (teman, orang tua, atau orang dewasa
lain), akan membawa pengaruh pada penilaian atau
kemampuan untuk mengevaluasi diri dan orang lain.
ia dapat menilai kemampuan dan kelemahan diri
sendiri maupun orang lain. Dari hal itu, individu akan
belajar
dari
memperbaiki
pengalaman
dirinya,
orang
lain
untuk
bisa
juga
untuk
tetapi
membantu perkembangan orang lain. sebenarnya,
lingkungan ini juga mencakup lebih luas, bukan hanya
orang-perorangan, tetapi juga meliputi lembagalembaga sosial lainnya, seperti sekolah, rumah sakit,
kelurahan, dan sebagainya.
d) Proses Ekuilibrasi (keseimbangan)
Proses ekuilibrium dapat terjadi kalau individu
memiliki kemampuan untuk melakukan adaptasi
(penyesuaian
diri)
agar
terjadi
keseimbangan,
keselarasan
maupun keharmonisan antara diri
individu dengan lingkungan hidupnya. Sebelum
terjadi ekuilibrium, menurut Santrock (1998) berarti
individu mengalami suatu kondisi yang tak seimbang
(un-equilibrium) yaitu yang ditandai dengan proses
asimilasi dan akomodasi.
(1) Proses asimilasi ialah proses pemahaman dan
penyerapan antara informasi yang baru, agar
dapat menjadi satu dengan skema/kerangka
informasi yang dimiliki sebelumnya. Saat ini,
individu berupaya untuk mengubah hal-hal
yang berasal dari luar, untuk disesuaikan
dengan apa yang sudah ada dalam dirinya.
13
24
(2) Proses
akomodasi
ialah
proses
mental
individu untuk dapat menyesuaikan diri agar
sesuai dengan kondisi lingkungan di luar
dirinya.
Jadi
mengubah
individu
konsep,
berupaya
untuk
pemahaman
atau
pengertian yang lama, agar sesuai dengan
yang baru.
3)
Pekembangan Seksual
Mengenai hubungan antara percepatan perkembangan fisik dengan permasalahan seksualitas genital.
Pertumbuhan organ-organ genital yang ada baik di dalam
maupun di luar badan sangat menentukan bagi perkembangan tingkah laku seksual selanjutnya. Tetapi disamping
tanda-tanda kelamin yang primer ini, maka juga tandatanda sekunder di pandang dari sudut psikososial, memang
peranan penting sebagai tanda-tanda perkembangan
seksual baik bagi remaja sendiri maupun bagi orang-orang
lain, misalnya perubahan suara pada anak laki-laki
merupakan tanda-tanda yang jelas bagi perkembangan
anak laki-laki kearah keadaan dewasa. Seperti halnya
reaksi masyarakat atau orang-orang sekeliling terhadap
pertumbuhan badan anak, begitu pula pemaksaan seksual
mempengaruhi tingkah laku sekeliling terhadapnya. Pada
tinjauan mengenai pemaksaan seksual pada anak laki-laki
dan anak perempuan perlu diperhatikan unisitas individu,
meskipun memaksakan seksual berlangsung pada batasbatas tertentu dan urutan tertentu pada perkembangan ciricirinya, namun anak-anak remaja begitu berbeda secara
individual.
14
25
Pekembangan seksualitas bermula dari pertumbuhan
organ-organ genital yang ada baik dalam maupun di luar
badan sangat menentukan bagi perkembangan tingkah
laku seksualnya. Tetapi di samping tanda-tanda kelamin
yang primer ini maka juga tanda-tanda kelamin sekunder,
di pandang dari sudut psikososial, memegang peranan
penting sebagai tanda-tanda perkembangan seksual, baik
bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang lain.24
4)
Perkembangan Psikososial
Menurut Marcia perkembangan psikososial terjadi
karena orang tua dan kepribadian diri remaja yang akan
menentukan pembentukan status identitasnya. Secara
prinsip, orang tua yang memiliki ciri-ciri seperti: memiliki
pola asuh demokratis, komunikatif, empatif, prososial,
generatif,
penuh
penerimaan,
terbuka
atas
kritik,
bertanggung jawab, memiliki rasa percaya diri, harga diri,
memiliki dasar filosofi misi dan visi yang jelas dalam
hidup berkeluarga, akan membantu perkembangan anak
untuk mencapai identitas diri dengan baik. Mungkin orang
tua itu, tidak hebat dalam pendidikan, pekerjaan, atau
kedudukan di lingkungan masyarakat, namun ia memiliki
gambaran yang jelas untuk mendidik dan mengembangkan
anak-anaknya dengan baik, maka suatu ketika anak itu
akan menjadi seorang individu yang memiliki prinsip dan
jati diri yang jelas.25
24
F.J. Monks dan A.M.P. Knoers, Psikologi Perkembangan, terj. Siti Rahayu Haditono,
(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2006), h. 269.
25
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 8687.
15
26
3.
Hakikat Perilaku
a.
Pengertian Perilaku
Perilaku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
perilaku berarti tanggapan atau reaksi individu terhadap
rangsangan atau lingkungan.26 Menurut Skiner seorang ahli
perilaku mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil
hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan dan
respons.27
Sedangkan Benjamin S. Bloom, membagi perilaku
menjadi tiga domain, yaitu pengetahuan (knowledge), sikap
(affective), dan tindakan (practice).28 Di dalam bukunya
Saifudin Azwar dijelaskan bahwa perilaku manusia diartikan
sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun kompleks
serta mempunyai sifat diferensial, artinya satu stimulus dapat
menimbulkan lebih dari satu respons yang berbeda dan beberapa
stimulus yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respon yang
sama.29 Jadi jelas bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor dalam
diri maupun faktor lingkungan yang ada di sekitarnya. Perilaku
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang diamati
langsung, maupun yang dapat diamati oleh pihak luar.
Sedangkan menurut Kurt Lewin, perilaku adalah fungsi
karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif,
nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi
satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktorfaktor
lingkungan
dalam
menentukan
perilaku.
Faktor
lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan
26
Dikutip dari http://kbbi.co.id/arti-kata/perilaku di akses pada 09 Juni 2016, 13.57 WIB.
Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, (Jakarta: Rineka Cipta,
2007), h. 132.
28
Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni., h. 142.
29
Saifuddin Azwar, Sikap manusia: Teori dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset, 2011), h. 9-10.
27
16
27
perilaku,
terkadang
kekuatannya
lebih
besar
daripada
karakteristik individu sehingga menjadikan prediksi perilaku
lebih kompleks. 30 Jadi, perilaku manusia adalah suatu keadaan
yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong dan
kekuatan-kekuatan penahan.
Berdasarkan beberapa teori di atas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa perilaku perilaku manusia merupakan hasil
daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia
dengan
lingkungannya
yang
terwujud
dalam
bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku
merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus
yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini
dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat,
bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Serta perilaku
manusia tidak dapat lepas dari adanya individu itu sendiri dan
lingkungan di mana individu itu berperilaku manusia di dorong
oleh kebiasaan, motif, nilai-nilai, kekuatan pendorong dan
kekuatan penahan sebagai reaksi atau respon seseorang yang
muncul karena adanya pengalaman proses pembelajaran dan
rangsangan dari lingkungan tertentu sehingga manusia itu
berperilaku.
Perilaku,
lingkungan,
dan
individu
saling
berinteraksi satu dengan yang lain. Ini berarti bahwa perilaku
individu dapat mempengaruhi individu itu sendiri, di samping
itu perilaku juga berpengaruh terhadap lingkungan, begitu pula
lingkungan dapat mempengaruhi individu.
b.
Bentuk Perilaku
Berdasarkan teori Bloom, yang di kutip Notoatmodjo
dalam bukunya Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, membagi
30
Saifuddin Azwar, Sikap manusia: Teori dan Pengukurannya, h. 11.
17
28
perilaku menjadi tiga domain, yaitu: pengetahuan (knowledge),
sikap (affective), dan tindakan (practice).31
1)
Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah unsur-unsur yang mengisi akal
dan alam jiwa orang yang sadar, secara nyata terkandung
dalam otaknya.32 Pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behaviour).33 Jadi, sesuatu yang
hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang
dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan
dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan juga
meliputi seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan,
konsep dan fantasi.34 Tingkat pengetahuan menurut
Notoatmodjo, tercakup dalam enam tingkatan, yaitu:35
a) Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu
materi
yang
telah
dipelajari
sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan
yang
telah
diterima.
Contoh:
Seorang remaja baik putra maupun puteri
mengetahui apa arti dari hubungan seksual
pranikah.
31
Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, (Jakarta: Rineka Cipta,
2007), h. 143.
32
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi I, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 99.
33
Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni., h. 144.
34
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi I., h. 101.
35
Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni., h. 144-146.
18
29
b) Memahami (comprehension), diartikan sebagai
suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan
suatu
materi
tersebut
secara benar. Contoh: remaja memahami efekefek yang ditimbulkan seseorang pria dan
wanita
jika
melakukan
hubungan
seksual
diartikan
sebagai
pranikah.
c) Aplikasi
(application),
kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya). Contoh: seorang remaja putra
maupun puteri tidak akan melakukan hubungan
seksual pranikah, karena tahu dampak yang
akan ditimbulkan dari hubungan seksual pranikah.
d) Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk
menjabarkan suatu materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di
dalam satu struktur organisasi dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
ini dapat di lihat dari penggunaan kata kerja,
seperti
dapat
menggambarkan
(membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. Contoh: remaja tahu
jika pacaran terlalu intim dan tidak di awasi
oleh kedua orang tua, dapat mengakibatkan
hubungan seksual pranikah.
e) Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan
untuk meletakkan atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
19
30
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada. Contohnya:
bila remaja puteri hamil dalam keadaan masih
sekolah maka pilihan untuk digugurkan (aborsi)
atau berhenti sekolah.
f)
Evaluasi (evaluation), tingkat pengetahuan yang
berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi
atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Contoh: dapat menafsirkan sebab-sebab apabila
remaja melakukan hubungan seksual pranikah.
2)
Sikap (affective)
Sikap adalah istilah yang mencerminkan rasa
senang, tidak senang atau perasaan biasa-biasa saja
(netral) dari seseorang terhadap sesuatu. Sesuatu itu bisa
benda, kejadian, situasi, orang-orang ata kelompok. Kalau
yang timbul terhadap sesuatu itu adalah perasaan senang,
maka disebut sikap positif sedangkan kalau perasaan tak
senang disebut sikap negatif. Kalau tidak timbul apa-apa,
berarti sikapnya netral.36
Sejalan dengan itu sikap merupakan kesiapan atau
keadaan siap untuk timbulnya suatu perbuatan atau
tingkah laku. Sikap juga merupakan organisasi keyakinankeyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang
relatif ajek, yang memberi dasar kepada orang untuk
membuat respons dalam cara tertentu. Sikap merupakan
36
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2010), h. 201.
20
31
penentu dalam tingkah laku manusia, sebagai reaksi sikap
selalu berhubungan dengan dua hal yaitu ‘like’ atau
‘dislike’ (senang atau tidak senang, suka atau tidak suka).
Mengacu
pada
adanya
faktor
perbedaan
individu
(pengalaman, latar belakang, pendidikan, dan kecerdasan),
maka reaksi yang dimunculkan terhadap satu objek
tertentu akan berbeda pada setiap orang.37
Dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak
dapat langsung di lihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu. Sikap belum merupakan suatu tindakan
atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan
suatu perilaku. Jika kita memahami sikap seseorang,
mungkin kita dapat mengerti/memahami perilaku apa yang
ditampilkan seseorang.38 Menurut Alport (1954) yang di
kutip dari Notoatmodjo dalam bukunya menjelaskan
bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok,
yaitu:39
a) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep
terhadap suatu objek
b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap
suatu objek
c) Kecenderungan untuk bertindak (tend tobehave)
Ketiga
komponen
ini
secara
membentuk sikap yang utuh (total
bersama-sama
attitude). Dalam
penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berpikir,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Seperti
37
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 67.
Frits Kluytmans, Perilaku Manusia (Pengantar singkat tentang Psikologi), terj.
Samsunuwiyati Mar‟at, (Jakarta: PT Refika Aditama, 2006), h. 102.
39
Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, (Jakarta: Rineka Cipta,
2007), h. 148.
38
21
32
halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan,
yaitu:40
a) Menerima (receiving), yaitu sikap dimana
seseorang atau subjek mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
b) Menanggapi
(responding),
yaitu
sikap
memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c) Menghargai (valuing), yaitu sikap dimana
subjek atau seseorang memberikan nilai yang
positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti
membahasnya dengan orang lain dan bahkan
mengajak
atau
mempengaruhi
orang
lain
merespon.
d) Bertanggungjawab (responsible), sikap yang
paling tinggi tindakannya adalah bertanggungjawab terhadap apa yang diyakininya.
3)
Tindakan (practice)
Tindakan adalah aturan yang dilakukan, melakukan
atau mengadakan aturan-aturan untuk mengatasi sesuatu
atau perbuatan. Adanya hubungan yang erat antara
pengetahuan dan sikap yang merupakan kecenderungan
untuk
bertindak.
Tindakan
nampak
menjadi
lebih
konsisten, serasi, sesuai dengan sikap bila sikap individu
sama dengan sikap kelompok, di mana ia adalah
bagiannya atau kelompoknya.41
40
Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, (Jakarta: Rineka Cipta,
2007), h. 148-149.
41
Dikutip
dari
http://landasanteori.com/2015/08/pengertian-tindakan-kesehatanhidup.html?m=1 di akses pada 25 Juli 2016, 16.56 WIB.
22
33
Hal ini sesuai dengan teori aksi bahwa tindakan
manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek
dan dari situasi eksternal dalam posisi sebagai objek.
Sebagai subjek manusia bertindak atau berperilaku untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia
bukan tanpa tujuan. Manusia memilih dan mengevaluasi
terhadap
tindakan
dilakukannya.
yang
akan,
sedang
dan
telah
42
Menurut Notoatmodjo, tindakan atau praktik ini
dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan menurut
kualitasnya, yaitu:43
a)
Persepsi (persection), mengenal dan memilih
berbagai objek sehubungan dengan tindakan
yang akan di ambil adalah merupakan praktik
tingkatan pertama.
b) Praktik terpimpin (guided response), yaitu
apabila subjek atau seseorang telah melakukan
sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan
atau menggunakan panduan.
c)
Mekanisme (mechanism), yaitu apabila subjek
atau
seseorang
telah
melakukan
atau
mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka
orang tersebut sudah dapat mencapai praktek
tingkat tiga.
d) Adaptasi (adaptation), yaitu suatu tindakan atau
praktik yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya apa yang dilakukan tidak sekedar
42
George Ritzer, Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, terj. Alimandan
(Jakarta: CV. Rajawali, 1985), h. 53-54.
43
Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, (Jakarta: Rineka Cipta,
2007), h. 149-150).
23
34
rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah
dilakukan
modifikasi
atau
tindakan
atau
perilaku yang berkualitas.
c.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut
Lawrence
Green,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi terbentuknya perilaku seksual antara lain:44
1)
Faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor-faktor
yang mendahului
perilaku
yang
memberikan dasar rasional atau motivasi untuk perilaku
tersebut antara lain terwujud dalam pengetahuan, persepsi,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
Dalam hal ini khususnya yang berkaitan dengan perilaku
seksual remaja.
2)
Faktor pemudah (enabling factors)
Faktor-faktor
yang mendahului
perilaku
yang
memungkinkan sebuah motivasi untuk direalisasikan,
yaitu antara lain: ketersediaan sumber daya kesehatan,
keterjangkauan sumber daya kesehatan, dan keterampilan
tenaga kesehatan. Faktor pemudah ini juga menyangkut
keterjangkauan berbagai sumber daya. Biaya, jarak,
ketersediaan transportasi, jam buka.
3)
Faktor pendorong (reinforcing factors)
Faktor-faktor yang yang mengikuti sebuah perilaku yang
memberikan pengaruh berkelanjutan terhadap perilaku
tersebut, dan berkontribusi terhadap persistensi atau
penanggulangan perilaku tersebut.
44
Yuli Trisnawati, dkk. Perilaku Seksual Remaja SMA di Purwokerto dan Faktor-faktor
yang Mempengaruhinya, (Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 1 No. 1 Edisi Desember 2010), h. 6.
24
35
4.
Seks Pranikah
a.
Pengertian Seks Pranikah
Seks pranikah atau yang disebut juga
free sex terus
bergulir di kancah hidup modern, seakan tak ada kekuatan yang
mampu menghalanginya, semua nilai dan kebiasaan tradisional
pun tak berdaya dilabraknya. Setelah sekian lama seks menjadi
sesuatu yang terlarang, identik dengan dosa dan jahat, kini
hampir tak ada sesuatu yang tidak berbau seks.45
Seks adalah bagian dari kehidupan manusia. Sesuatu yang
ada dan tidak bisa di tolak. Sesuatu yang muncul dan bisa
menimbulkan berbagai masalah apabila tidak dikendalikan,
diatur, diredam secara baik. Seiring dengan perkembangan
biologis pada umumnya, maka pada usia remaja seorang
mencapai tahapan kematangan organ-organ seks. Kematangan
organ-organ
seks
secara
bio-fisiologis,
kemampuan
untuk
melakukan
hubungan
diikuti
seks
dengan
sekaligus
munculnya dorongan (hasrat) untuk melakukan hubungan
tersebut. Dorongan atau hasrat ini mempunyai ciri kenikmatan
bila mana dilakukan dan karena itu dorongan tersebut
berkecenderungan untuk dilakukan. Dorongan seks karena itu
disebut sebagai dengan prinsip kenikmatan.46
Aktivitas manusia digerakkan oleh usaha untuk mencapai
pemuasan yang menyenangkan dari hasrat-hasrat yang berakar
dalam „libido‟ atau energi psikis instingtual. Selama perkembangan seksual yang normal, individu menekan atau memendam
hasrat atau keinginan yang dirasa tidak patut.47 Seks merupakan
energi psikis yang ikut mendorong manusia untuk aktif
45
Paulus Subiyanto, Smart Sex: Panduan Praktis untuk Memaknai Seksualitas Pranikah,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 57.
46
Singgih D. Gunarsa dan Yulia Singgih, Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga,
(Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1991), h. 91.
47
John Scott, Teori Sosial: Masalah-masalah Pokok dalam Sosiologi, terj. Ahmad Lintang
Lazuardi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 104.
25
36
bertingkah laku. Tidak hanya berbuat di bidang seks saja, yaitu
melakukan relasi seksual atau bersenggama, akan tetapi juga
melakukan
kegiatan-kegiatan
non-seksual.
Misalnya
ikut
mendorong untuk berpartisipasi di bidang ilmu pengetahuan
seni, sosial, budaya, tugas-tugas moril, dan lain sebagainya.
Sebagai energi psikis, seks menjadi motivasi atau tenaga dorong
untuk berbuat atau bertingkah laku. Freud menyebut seks
sebagai libido sexualis (libido = gasang, dukana, dorongan
hidup nafsu erotik).48
Sejalan dengan itu, apabila remaja memasuki usia subur
dan produktif. Artinya secara fisiologis, mereka telah mencapai
kematangan organ-organ reproduksi, baik remaja laki-laki
maupu remaja wanita. Kematangan organ reproduksi tersebut,
mendorong individu untuk melakukan hubungan sosial baik
dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis. Mereka
berupaya mengembangkan diri melalui pergaulan, dengan
membentuk teman sebaya (peer-group). Pergaulan bebas yang
tak terkendali secara normatif dan etika moral antar remaja yang
berkelainan jenis, akan berakibat adanya hubungan seksual di
luar nikah.49
Sedangkan menurut Sarlito W. Sarwono perilaku seksual
adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual,
baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.
Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai
dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu,
dan bersenggama.50
48
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1, Ed. 2, Cet. 8., (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2003), h.189.
49
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 89.
50
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Grafindo Persada, 2012), h. 174175.
26
37
Sejalan dengan itu, hubungan seks didefinisikan sebagai
persenyawaan, persetubuhan, dan satu aktivitas merangsang dari
sentuhan kulit secara keseluruhan, sampai mempertemukan alat
kemaluan lelaki ke dalam organ vital wanita. Rangsangan ini
adalah naluri alamiah semua makhluk hidup untuk menyambung
generasi seterusnya agar gen ini tidak terputus. Sedangkan
hubungan seksual pranikah merupakan tindakan seksual yang
dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut
hukum maupun agama dan kepercayaan masing-masing
individu.51
Mengenai perilaku seksual pranikah menurut Sarlito W.
Sarwono terjadi karena adanya pergeseran norma-norma tentang
perilaku seksual dikalangan remaja DKI. Hal-hal yang dianggap
tabu pada kalangan remaja tahun 1950-an seperti berciuman dan
bercumbuan, sekarang malah dibenarkan oleh remaja-remaja
tahun 1980-an. Bahkan ada sebagian kecil yang setuju pada free
sex (seks bebas). Bukan itu saja, sebagian kecil responden juga
mengaku pernah berhubungan seks. Umumnya dengan pelacur
atau wanita-wanita dewasa atau teman-teman, tetapi ada juga
yang pernah bersenggama dengan pacarnya bahkan menyatakan
bahwa bersenggama dengan pacar tidak apa-apa asalkan dapat
mencegah akibat-akibat yang tidak diharapkan, yaitu mencegah
kehamilan.52
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
seks pranikah adalah kegiatan yang dilakukan secara berdua
pada waktu dan tempat yang telah disepakati bersama dari dua
orang lain jenis yang belum terikat pernikahan. Dengan
demikian, seks pranikah dapat dikatakan sebagai suatu aktivitas
51
Di kutip dari http://ms.m.wikipedia.org/wiki/Hubungan_seks di akses pada 25 Agustus
2016, 22:26 WIB.
52
Masri Singarimbun, Penduduk dan Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,
1996), h. 112.
27
38
seksual yang didorong oleh hasrat seksual, yang dilakukan tanpa
mengindahkan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat
yang mengaturnya, dan dilakukan oleh pria dan wanita sebelum
adanya ikatan pernikahan menurut agama dan hukum, mulai dari
bentuk perilaku seks yang paling ringan sampai tahapan
senggama. Perilaku seks pranikah adalah aktivitas seksual yang
dilakukan di luar pernikahan yang sama dengan zina, perilaku
ini di nilai sebagai perilaku seks yang menjadi masalah sosial
bagi masyarakat dan negara karena dilakukan di luar
pernikahan.
b.
Bentuk-bentuk Perilaku Seks Pranikah
Kinsey mengemukakan bahwa perilaku seksual meliputi
empat tahap sebagai berikut:53
1)
Bersentuhan, mulai dari berpegangan tangan sampai
berpelukan.
2)
Berciuman, mulai dari ciuman singkat, hingga berciuman
bibir dengan memainkan lidah.
3)
Bercumbuan, menyentuh bagian yang sensitif dari tubuh
pasangan dan mengarah pada pembangkitan gairah
seksual.
4)
Berhubungan
kelamin,
aktivitas
seksual
dengan
memasukan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin
perempuan.
c.
Faktor-faktor yang Menyebabkan Perilaku Seks Pranikah
Perilaku negatif remaja terutama hubungannya dengan
penyimpangan seksualitas seperti seks pranikah, pada dasarnya
belum murni tindakan diri mereka saja (faktor internal)
53
Sunanti Zalbawi Soejoeti, Perilaku Seks Di Kalangan Remaja dan Permasalahannya,
(Artikel Media Litbang Kesehatan Volume XI Nomor I Tahun 2001), h. 31.
28
39
melainkan ada faktor pendukung atau mempengaruhi dari luar
(faktor eksternal).
1)
Faktor internal, yaitu berasal dari dalam diri sendiri
Bagaimana mengekspresikan perasaan, keinginan
dan pendapat berbagai macam masalah. Menentukan
pilihan ataupun mengambil keputusan bukan hal yang
gampang. Dalam memutuskan sesuatu, harus mempunyai
dasar, pertimbangan dan prinsip yang matang dan bisa
dipertanggungjawabkan.
2)
Faktor eksternal, yaitu yang berasal dari luar
Kemampuan orang tua dalam mendidik akan
mempengaruhi pemahaman remaja memahami suatu hal,
terutama masalah seks. Agama mengajarkan mana yang
baik dan yang buruk. Pemahaman terhadap apa yang
diajarkan agama akan mempengaruhi perilaku. Remaja
cenderung banyak menghabiskan waktu bersama teman
sebayanya sehingga tingkah laku dan nilai-nilai yang
dipegang banyak dipengaruhi oleh pergaulan.
Agoes Dariyo mengungkapkan di dalam bukunya bahwa
sikap merupakan predisposisi (penentu) yang memunculkan
adanya perilaku yang sesuai dengan sikapnya. Sikap tumbuh
diawali dari pengetahuan yang dipersepsikan sebagai sesuatu hal
yang baik (positif) maupun yang tidak baik (negatif), kemudian
di diinternalisasikan ke dalam dirinya. Sejalan dengan itu,
apabila remaja melakukan seksual pranikah maka dipersepsikan
menjadi dua bagian:54
1)
Positif, apabila remaja memiliki sikap positif terhadap
perilaku
seksual
pranikah
maka
akan
memiliki
kecenderungan untuk melakukannya.
54
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 87.
40
29
2)
Negatif, apabila remaja memiliki sikap negatif terhadap
perilaku seksual pranikah maka akan memiliki kecenderungan untuk tidak melakukannya.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulakan bahwa adanya
perubahan secara fisik, kognitif, psikososial dan emosional
menjadi pengalaman tersendiri bagi remaja. Pengalaman yang
diterima dalam kehidupan remaja dapat membentuk sikap positif
ataupun negatif pada diri remaja tersebut.
d.
Dampak Perilaku Seks Pranikah
Setiap perbuatan pasti ada balasannya, begitu juga dengan
setiap
perilaku
pasti
ada
konsekuensinya,
sedangkan
konsekuensi yang ditimbulkan dari hubungan seks pranikah
sangat jelas terlihat khususnya bagi remaja putri. Hamil di luar
nikah merupakan salah satu produk dari akibat perbuatan ini.
Perilaku seks pranikah khususnya bagi remaja akan menimbulkan masalah antara lain:
1)
Memaksa remaja yang masih berstatus pelajar akan
dikeluarkan dari sekolah/kampus, sementara secara mental
mereka tidak siap untuk dibebani masalah ini.
2)
Kemungkinan terjadinya aborsi yang tak bertanggung
jawab dan membahayakan, karena mereka merasa panik,
bingung dalam menghadapi resiko kehamilan dan dan
akhirnya mengambil jalan pintas dengan cara aborsi.
3)
Pengalaman seksualitas yang terlalu dini sering memberi
akibat di masa dewasa. Seseorang yang sering melakukan
hubungan seks pranikah tidak jarang akan merasakan
bahwa hubungan seks bukan merupakan sesuatu yang
sakral lagi sehingga ia tidak akan dapat menikmati lagi
hubungan seksual sebagai hubungan yang suci melainkan
30
41
akan merasakan hubungan seks hanya sebagai alat untuk
memuaskan nafsunya saja.
4)
Hubungan seks yang dilakukan sebelum menikah dan
berganti-ganti pasangan sering kali menimbulkan akibatakibat yang mengerikan sekali bagi pelakunya, seperti
terjangkitnya berbagai penyakit kelamin dari yang ringan
sampai yang berat.
Penyakit
kelamin adalah semua jenis penyakit yang
ditularkan dari satu orang kepada orang lainnya melalui
hubungan seksual.55 Berikut adalah jenis penyakit kelamin yang
disebabkan akibat berhubungan seksual yaitu:56
1)
Sifilis, atau disebut juga raja singa adalah penyakit
kelamin yang sangat berbahaya yang disebabkan bakteri
Treponema pallidum yang mempengaruhi seluruh tubuh
penderitanya. Selain bagi penderitanya, penyakit kelamin
ini juga sangat berbahaya bagi keturunannya.
2)
Gonore, atau disebut pula penyakit kencing nanah adalah
penyakit kelamin yang mudah menular akibat peradangan
yang disebabkan oleh bakteri Gonokokus.
3)
Chancroid atau kangkroid adalah penyakit kelamin yang
disebabkan oleh bakteri. Seperti halnya penyakit gonore
atau kencing nanah, penyakit ini dapat disembuhkan jika
diketahui sejak awal dan langsung mendapat pengobatan
yang tepat.
4)
Kutil Genital adalah penyakit kelamin berupa kutil (bintilbintil kecil seperti jerawat berwarna kemerah-merahan
atau kecoklat-coklatan atau keputih-putihan dengan
55
Ki Guno Asmoro, Kamasutra & Kecerdasan Seks Modern, (Yogyakarta: Smile-Books,
2005), h. 241.
56
Ki Guno Asmoro, Kamasutra & Kecerdasan Seks Modern., h. 243-247.
31
42
permukaan kasar yang tumbuh di kulit) yang tumbuh di
kemaluan yang disebabkan oleh virus.
5)
Herpes Genital adalah penyakit kelamin yang disebabkan
oleh virus akibat hubungan seksual yang ditandai
munculnya luka berupa gelembung-gelembung kecil berisi
getah bening, berkumpul-kumpul letaknya dan lekas
mengering pada daerah di sekitar alat kelamin dan juga
mulut. Munculnya luka-luka tersebut seolah datang dan
pergi dengan sendirinya selama berbulan-bulan atau
bahkan bertahun-tahun.
6)
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yang
bermakna penyakit hilangnya sistim kekebalan tubuh
adalah penyakit yang diakibatkan oleh virus HIV (Human
Immunodefiency Virus) yang berarti virus penyerang
kekebalan tubuh manusia. Sesuai dengan namanya, virus
ini menyerang dan membunuh sel-sel darah putih hingga
akhirnya tubuh tidak lagi mempunyai kekuatan atau
kekebalan untuk mempertahankan diri dari serangan
kuman.
7)
Chlamydia atau Klamida adalah penyakit menular seksual
yang paling umum, di beri nama Chlamydia Trachomitis,
suatu organisme yang menyebar melalui kontak seksual
dan menyerang organ genital laki-laki dan perempuan.57
Bukan hanya itu saja kondisi psikologis akibat dari
perilaku seks pranikah, pada sebagian pelajar lain dampaknya
bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah karena telah
melanggar norma, depresi, marah, ketegangan mental dan
kebingunan untuk menghadapi segala kemungkinan resiko yang
57
John W. Santrock, Adolescence: Perkembangan Remaja, terj. Shinto B. Adelar & Sherly
Saragih, (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 419.
32
43
akan terjadi, perasaan seperti itu akan timbul pada diri remaja
jika remaja menyesali perbuatan yang sudah dilakukannya.
Kehamilan remaja, pengguguran kandungan (aborsi),
terputusnya sekolah, perkawinan di usia muda, perceraian,
penyakit kelamin, penyalahgunaan obat merupakan akibat buruk
petualangan cinta dan seks yang salah saat remaja masih sebagai
seorang pelajar. Akibatnya, masa depan mereka yang penuh
harapan hancur berantakan karena masalah cinta dan seks.
Untuk itulah, pendidikan seks bagi remaja yang masih berada di
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah menegah Atas
(SMA) sebaiknya diberikan agar mereka sadar bagaimana
menjaga
organ
reproduksinya
tetap
sehat
dan
mereka
mempunyai pengetahuan tentang seks yang benar.
B.
Hasil Penelitian yang Relevan
Sebagai kajian yang relevan dan memiliki hubungan dengan masalah
yang diteliti penulis menyertakan telaah pustaka yang mengkaji tentang
perilaku remaja dan hubungan seks pranikah.
1.
Skripsi Anna Salisa Nim D3205007 Mahasiswa Universitas
Sebelas Maret Surakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Sosiologi 2010 yang berjudul “Perilaku Seks Pranikah
di
Kalangan
Remaja
Kota
Surakarta”.
Penelitian
ini
menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Dengan hasil penelitian, bahwa ada pengaruh secara signifikan
perilaku seks remaja di kalangan remaja karena kegagalan
fungsi keluarga, pengaruh media serta rendahnya pendidikan
nilai-nilai agama.58
2.
Skripsi M. Irsyad Nim E41107003 Mahasiswa Universitas
Hasanuddin Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan
Sosiologi 2012 yang berjudul “Tanggapan Mahasiswa Terhadap
58
Anna Salisa, Perilaku Seks Pranikah di Kalagan Remaja, (Skripsi Program Studi
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, 2010).
33
44
Perilaku Hubungan Seks Pranikah”. Penelitian yang digunakan
adalah penelitian deskriptif dengan pengumpulan data melalui
observasi, menggunakan kuesioner yang langsung dibagikan
kepada responden dan wawancara langsung kepada responden.
Dengan hasil penelitian, bahwa pada dasarnya mahasiswa tidak
menyetujui dan menilai negatif terhadap perilaku hubungan seks
pranikah pada kalangan remaja berdasarkan pemahaman,
pengetahuan, dan tindakan yang dimilikinya.59
3.
Jurnal Citra Puspita Sari Mahasiswa Universitas Gunadarma
Fakultas Psikologi yang berjudul “Harga Diri Pada Remaja Putri
yang Telah Melakukan Hubungan Seks Pranikah”. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Dengan hasil
penelitian, bahwa pada dasarnya remaja melakukan hubungan
seks pranikah dikarenakan tingkat religiusitas tergolong rendah,
ketidakhadiran orang tua, pergaulan dengan teman yang sudah
melakukan hubungan seks pranikah, pengalaman pacaran,
informasi tentang seks yang di rasa kurang dan rasa penasaran.60
4.
Jurnal Taufik dan Nisa Rachmah Nur Anganthi Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Psikologi yang
berjudul “Seksualitas Remaja: Perbedaan Seksualitas Antara
Remaja yang Tidak Melakukan Hubungan Seksual dan Remaja
yang Melakukan Hubungan Seksual”. Perilaku seksual pranikah
dalam penelitian ini akan diungkap dengan kuesioner perilaku
seksual pranikah, yang disusun berdasarkan aspek-aspek
perilaku seksual pranikah yaitu: karakteristik responden; latar
belakang keluarga; aktivitas dan sifat pergaulan; aktivitas
seksual aktif dan pasif (aktif yaitu dilakukan dengan pasangan,
pasif yaitu dilakukan tidak dengan pasangan), serta sikap
59
M. Irsyad, Tanggapan Mahasiswa Terhadap Perilaku Hubungan Seks Pranikah, (Skripsi
Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, 2012).
60
Citra Puspita Sari, Harga Diri Pada Remaja Putri yang Telah Melakukan Hubungan
Seks Pranikah, (Jurnal Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma).
34
45
terhadap perilaku seksual bebas. Dengan hasil penelitian, bahwa
ada perbedaan secara signifikan antara seksualitas antara remaja
yang tidak melakukan hubungan seksual dan remaja yang
melakukan hubungan seksual.61
Di sini perbedaan skripsi yang akan penulis teliti sangat jelas, karena
penulis lebih condong kepada perbedaan perilaku remaja dan hubungan seks
pranikah yang akan dilakukan di Desa Karang Mulya Kecamatan Karang
Tengah, Kota Tangerang. Di mana dari pengamatan penulis judul ini belum
pernah di angkat sebagai bahan penelitian.
C.
Kerangka Berpikir
Pada dasarnya perilaku manusia dalam hal ini adalah perilaku
terhadap hubungan seksual sebelum menikah dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Seperti yang diuraikan sebelumnya pada tinjauan pustaka bahwa
perilaku adalah hasil antara stimulus dengan respon dalam orang yang
berperilaku tersebut. Perilaku adalah keseluruhan pemahaman dan aktivitas
seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor eksternal dan
internal.
Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa.
Pada masa ini remaja mengalami perubahan secara kognitif, fisik, psikis
maupun secara seksual. Namun demikian masa ini juga menjadi masa yang
rentan bagi remaja, karena pada masa ini remaja sedang mengalami gejolak
seiring munculnya dorongan rasa ingin tahu yang tinggi terutama pada
masalah seksual, tetapi belum diimbangi dengan kematangan pribadi dan
tingkat pengetahuan yang memadai. Dorongan rasa ingin tahu pada diri
remaja
merupakan
potensi
sangat
berharga
dalam
pengembangan
kemampuan dan kepribadian individu, tetapi jika tidak diarahkan dengan
baik akan dapat menimbulkan beberapa permasalahan yang bisa merugikan
banyak pihak terutama dirinya, keluarga maupun masyarakat.
61
Taufik Dan Nisa Rachmah Nur Anganthi, Seksualitas Remaja: Perbedaan Seksualitas
Antara Remaja yang Tidak Melakukan Hubungan Seksual dan Remaja yang Melakukan Hubungan
Seksual, (Jurnal Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2005).
35
46
Dalam hal ini remaja mulai mengembangkan pola aktivitas seksual,
dengan menjalin hubungan besama lawan jenisnya dengan berpacaran.
Pengalaman yang dialaminya dalam menjalin hubungan ini dapat membentuk perilaku remaja terhadap hubungan seksual karena berpacaran,
memungkinkan pasangan untuk mengekspresikan seksualitasnya. Pengalaman tersebut dapat mempengaruhi perilaku remaja terhadap hubungan
seksual pranikah, positif ataupun negatif tergantung dari seberapa kuat
pengalaman-pengalaman yang di terima dalam kehidupannya.
Mengacu pada keterangan di atas maka apabila remaja memiliki
pengalaman yang menyenangkan terhadap seks, maka akan bersikap positif
pula pada perilaku seksual pranikah. Sedangkan remaja yang memiliki
pengalaman tidak menyenangkan mengenai seks maka akan bersikap negatif
serta remaja tersebut tidak akan berperilaku seksual pranikah.
Untuk lebih jelasnya, peneliti akan menggambarkannya kedalam
bagan kerangka berpikir sebagai berikut:
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir
Predisposing
Factors:
• Persepsi
• Pengetahuan
• Sikap
• Tindakan
• Kepercayaan
• Nilai
Reinforcing
Factors:
Sikap dan perilaku
petugas kesehatan,
orang lain, orang
tua, pegawai, dll.
Enabling Factors:
• Ketersediaan
fasilitas
• Keterjangkauan
fasilitas
Perilaku Seksual
Remaja
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Tempat dan Waktu Penelitian
1.
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Karang Mulya Kecamatan
Karang Tengah, Kota Tangerang Provisi Banten. Dengan alasan
mengapa penulis memilih lokasi tersebut sebagai obyek penelitian,
karena Kota Tangerang memuncaki daftar kota yang endemis
penyebaran penyakit HIV dan AIDS di wilayah kota/kabupaten seProvinsi Banten.1
Gambar 3.1
Peta Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang
2.
Waktu Penelitian
Waktu penelitian yang diambil oleh peneliti dilaksanakan
secara bertahap mulai dari kegiatan pendahuluan, pelaksanaan (studi
lapangan), sampai kegiatan akhir penelitian (pembuatan laporan).
1
Wahyudin, dalam http://www.radarbanten.co.id/kota-tangerang-zona-merah-hivaid/ di
akses pada 02 Januari 2016, 13.32 WIB.
47
2
48
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Penelitian
Waktu Penelitian
No
Desember
2015
Jenis Kegiatan
1
1.
Konsultasi Judul
2.
Acc Judul
3.
Penyusunan Proposal
4.
Persiapan & Seminar
Proposal
5.
Konsultasi Skripsi
6.
Persiapan Penelitian
7.
Penelitian
8.
Olah Data Penelitian
9.
Sidang Hasil
Penelitian
10
Pengumpulan Skripsi
B.
2
3
Januari
2016
4
1
2
3
Juli
2016
4
1
2
3
Agustus
2016
4
1
2
3
September
2016
4
1
2
3
Oktober
2016
4
1
2
3
November
2016
4
1
2
3
Februari
2017
4
Metode Penelitian
Metode penelitian yang penulis gunakan di dalam penelitian ini adalah
metode
deskriptif
analisis
dengan
pendekatan
kuantitatif.
Yaitu
menggambarkan persepsi remaja tentang perilaku seksual pranikah di Desa
Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang. Pendekatan
kuantitatif menggunakan cara kerja perhitungan, statistik.2 Dengan demikian
metode penelitian yang dipergunakan metode deskriptif kuantitatif.
Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang
tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat,
serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu,
termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandanganpandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruhpengaruh dari suatu fenomena.3
2
M. Hariwijaya, Metodologi dan Penulisan; Skripsi, Tesis dan Disertasi untuk Ilmu
Sosial dan Humaniora, (Yogyakarta: Parama Ilmu), h. 71.
3
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarata: Ghalia Indonesia, 1988), Cet. 3, h. 63.
1
2
3
4
3
49
C.
Populasi dan Sample
1.
Populasi
Dalam penelitian sosial, populasi didefinisikan sebagai subjek
yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian.4 Populasi adalah
himpunan semua individu yang dapat memberikan data dan informasi
untuk suatu penelitian.5 Sedangkan
menurut Margono, populasi
adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang
lingkup dan waktu yang kita tentukan. Jadi, populasi berhubungan
dengan data, bukan manusianya. Kalau setiap manusia memberikan
suatu data, maka banyaknya atau ukuan populasi akan sama dengan
banyaknya manusia.6 Berdasarkan uraian ini dapat ditegaskan bahwa
populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang bertempat tinggal di
Desa Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang
yang berusia 16-23 tahun, baik laki-laki maupun perempuan yang
berjumlah 2045 orang.
2.
Sampel
Sampel sering didefinisikan sebagai bagian dari populasi.7
Sampel adalah sebagian dari unit-unit dalam populasi yang ciri-ciri
atau karakteristiknya bener-benar diselidiki.8 Mengingat keterbatasan
waktu dan biaya, maka penelitian ini menggunakan sampel dengan
minimal sample size (untuk menentukan batas minimal dari besarnya
sampel) sampel dapat ditentukan dengan rumus Taro Yamane sebagai
berikut:9
4
Masri Mansoer dan Elin Driana, Statistik Sosial, (Jakarta: Ushul Press, 2009), h. 23.
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah,
2014), h. 64.
6
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 118.
7
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2009), h. 119.
8
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah,
2014), h. 64.
9
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian; untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula,
(Bandung: Alfabeta, 2013), h. 65.
5
4
50
Keterangan :
N
: Jumlah populasi
n
: Jumlah sampel
d2
: tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (0.1)
Perhitungan :
Berdasarkan perhitungan di atas, maka jumlah minimal sampel
yang harus didapatkan adalah 96 remaja. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cluster random
sampling.
Untuk menentukan siapa saja yang akan dijadikan subjek dalam
penelitian ini menggunakan metode convenience sampling. Dengan
menggunakan metode ini, di mana subjek dipilih karena aksesibilitas
kemudahan serta kedekatan mereka kepada peneliti.10
D.
Tekhnik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data secara tepat, penulis melakukan prosedur
pengumpulan data sebagai berikut:
1.
Wawancara (interview)
Wawancara atau yang sering disebut juga dengan interview
adalah suatu proses tanya jawab lisan, dalam mana dua orang atau
lebih berhadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain
dan mendengar dengan telinga sendiri dari suaranya.11 Adapun
pengumpulan data, peneliti melakukan wawancara terpimpin, yaitu
wawancara yang dilakukan dengan membawa sederetan pertanyaan
lengkap dan terperinci.
10
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah,
(Jakarta: Kencana, 2012), h. 155.
11
Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula,
(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2012), h. 88.
5
51
2.
Observasi (Pengamatan)
Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis
terhadap gejala-gejala yang diteliti.12 Dengan kata lain observasi ini
dilaksanakan untuk memperoleh data yang menyeluruh dengan cara
mengamati secara langsung dan mencatat data-data yang dibutuhkan.
3.
Angket (Kuesioner)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya.13 Sedangkan menurut Sukandarrumidi, kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan cara
mengirimkan suatu daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi.14
Adapun angket di sini berupa questionnare (daftar pertanyaan yang
setiap pertanyannya sudah disediakan jawabannya untuk dipilih atau
disediakan tempat untuk mengisi jawaban). Dengan kata lain
kuesioner
yang
dipergunakan
berbentuk
ratting-scale
(skala
bertingkat), yaitu sebuah pertanyaan diikuti oleh kolom-kolom yang
menunjukkan tingkatan-tingkatan. Teknik pengukuran dari angket ini
menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang
tentang fenomena sosial.15 Pada skala likert, subjek penelitian
dihadapkan pada pertanyaan positif dan negatif, dan mereka diminta
untuk menyatakan apakah “sangat setuju”, “setuju”, “tidak setuju”,
dan “sangat tidak setuju”.16 Maka skor tertinggi untuk jawaban yang
paling positif adalah 4 (empat) dan skor terendah untuk jawaban
12
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), h. 52.
13
Sugiyono. Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan R&D. (Bandung: Alfabeta,
2015). h. 142.
14
Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula,
(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2012), h. 78.
15
Anas Sudjiono, Pengntar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),
h. 43.
16
Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasinya,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 143.
6
52
negatif adalah 1 (satu). Selanjutnya angket disebarkan kepada para
responden.
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Perilaku Remaja
Variabel
Dimensi
a. Pengetahuan
tentang hubungan
seks pranikah
b. Sikap terhadap
hubungan seks
pranikah
Persepsi
Remaja
c. Tindakan terhadap
hubungan seks
pranikah
Indikator
Pengertian seks pranikah
Hubungan seks pranikah
Bentuk-bentuk seksual
pranikah
Penyebab seksual pranikah
Resiko hubungan seks
pranikah
Penyakit menular seksual
Seks setelah menikah
Seks sebelum menikah
Melanggar norma agama dan
masyarakat
Remaja belum pantas
melakukan hubungan seks
pranikah
Pasangan meminta
berhubungan seks pranikah
Tidak melakukan hubungan
seks pranikah
Menolak melakukan hubungan
seks pranikah meskipun sayang
Aktivitas pacaran
Pasangan yang tidak tetap
Hubungan seks pranikah akan
tetap dilakukan meski dilarang
Mengajak pacar ke tempat sepi
Menggugurkan kandungan/
aborsi
Butir
Soal
1
2
3
4
5
6, 7
8
9
10, 11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
7
53
E.
Tekhnik Pengelolahan dan Analisis Data
1.
Pengolahan Data
Setelah data dikumpulkan, maka langkah selanjutnya data harus
di olah terlebih dahulu sebelum disajikan. Langkah-langkah dalam
pengolahan data, yaitu:17
a.
Editting (pemeriksaan data).
Yaitu kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai
menghimpun data di lapangan. Kegiatan ini menjadi penting
karena kenyataannya bahwa data yang terhimpun kadang kala
belum memenuhi harapan peneliti, ada di antaranya kurang atau
terlewatkan, tumpang tindih, berlebihan bahkan terlupakan.
b.
Coding (pemberian kode).
Setelah
tahap
editing
selesai
dilakukan,
kegiatan
berikutnya adalah mengklasifikasi data-data tersebut melalui
tahapan coding. Maksudnya bahwa data yang telah di edit
tersebut diberi identitas sehingga memiliki arti tertentu pada saat
dianalisis. Dengan kata lain, melakukan konversi data ke dalam
angka-angka sehingga memudahkan dalam pengolahan data
selanjutnya. Pemberian kode untuk setiap kelompok pertanyaan
dalam format kuesioner yang dilakukan peneliti yaitu dengan
skor untuk setiap jawaban kuesioner.
c.
Klasifikasi
Kumpulan data yang didapat setelah melalui proses
pencarian di lapanan dan setelah melalui proses editing yaitu
pemisahan/pemilihan data mana yang dianggap penting/relevan
dan mana
yang sebaliknya.18 Data kemudian dikelompokan
sesuai dengan kategori yang sudah ditentukan. Biasanya
dikelompokan sesuai dengan masalah, tujuan dan hipotesis.
17
M. Burhan Bungin, Metodelogi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 164-168.
18
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta,
2015), h. 99-100.
8
54
d.
Tabulasi Data (Proses Pembeberan)
Yaitu bagian terakhir dari pengolahan data. Maksud
tabulasi adalah data yang sudah diklasifikasikan dimasukkan ke
dalam tabel-tabeldan mengatur angka-ang serta menghitung
jumlah atau frekuensi data atau nilai prosentasenya.
2.
Analisis Data
Menganalisa
data
yang
sudah
ditabulasikan
dengan
membandingkan antara satu sampel dengan sampel lainnya. Langkah
pertama yang dilakukan dalam menganalisa data adalah dengan
membuat prosentase hasil angket yang telah diperoleh dengan
menggunakan rumus distribusi frekuensi, sebagai berikut:
Keterangan:
P : Tingkat prosentase
F : Frekuensi dari hasil jawaban
N : Jumlah responden
Langkah selanjutnya adalah interpretasi data yang dilakukan
peneliti setelah semua data dan angket selesai dikerjakan. Peneliti
melakukan interpretasi data denganmenggunakancara seperti yang
telah dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto, yaitu sebagai berikut:
a.
Baik, apabila nilai yang diperoleh berada pada interval 76-100%
b.
Cukup, apabila nilai yang diperoleh berada pada interval 5675%
c.
Kurang baik, apabila nilai yang diperoleh berada pada interval
40-55%
d.
Tidak baik, apabila nilai yang diperoleh kurang dari 40%
9
55
Untuk menentukan langkah-langkah prosentase digunakan
perhitungan sederhana sebagai berikut:19
a.
Menentukan nilai harapan (NH). Nilai ini dapat diketahui
dengan mengambil jumlah pertanyaan dengan skor tertinggi
pada angket.
b.
Menghitung nilai skor (NS). Nilai ini merupakan nilai rata-rata
sebenarnya yang diperoleh dari hasil penelitian.
c.
F.
Menentukan kategori dengan rumus sebagai berikut:
Etika Penelitian
Masalah etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian, mengingat penelitian ini berhadapan langsung dengan
manusia, maka peneliti memperhatikan masalah etika penelitian yang
meliputi:20
1.
Informed Consent (lembar persetujuan)
Lembar persetujuan ini diberikan pada subyek yang akan diteliti,
tujuannya adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta
dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subyek bersedia
diteliti maka harus menandatangani lembaran persetujuan. Jika
menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak
subyek.
2.
Menjamin kerahasiaan responden
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak akan
mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data yang
diisi oleh subyek. Lembar tersebut hanya diberi kode yang diketahui
oleh peneliti saja. Peneliti menjamin kerahasiaan identitas serta semua
19
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,(Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), Cet. Ke-14. h. 196.
20
Sulistyaningsih, Metodologi Penelitian Kebidanan: Kuantitatif-Kualitatif, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2012), h. 145-147.
10
56
informasi yang diperoleh dari informan dan tidak akan diungkap di
depan umum, hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
3.
Menjamin keamanan responden
Keamanan responden harus dipenuhi untuk tindakan invasif
pada tubuh manusia maupun tidakan yang dapat menginvasi
pemikiran responden.
11
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1.
Letak Geografis
Secara geografis Kelurahan Karang Mulya merupakan salah satu
Kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Karang Tengah Kota
Tangerang Provinsi Banten. Kelurahan Karang Mulya merupakan
merupakan wilayah paling timur Kota Tangerang dan berbatasan
langsung dengan provinsi DKI Jakarta.
Adapun batas-batas administratif Kelurahan Karang Mulya
adalah sebagai berikut:
a.
Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kelurahan
Kembangan, Kecamatan Kembangan Jakarta Barat
b.
Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kelurahan
Karang Timur, Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang
c.
Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kelurahan Parung
Jaya, Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang
d.
Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kelurahan
Meruya Utara Kecamatan Kembangan Jakarta Barat
2.
Wilayah
Wilayah Kelurahan Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah
Kota Tangerang, merupakan daerah rendah dengan ketinggian 18m di
atas permukaan air laut. Sedangkan banyaknya curah hujan 1,858 mm.
Sedangkan suhu udara rata-rata 270C.
Kelurahan Karang Mulya memiliki luas daerah 217 Ha dengan
jumlah penduduk 16.048 jiwa dengan jumlah remaja 2.045 jiwa pada
bulan Juli 2016. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk
Kelurahan Karang Mulya menurut kelompok usia dapat di lihat dalam
tabel berikut ini.
57
12
58
Tabel 4.1
Komposisi Penduduk Kelurahan Karang Mulya
Bulan Juli 2016
No.
Kelompok Umur
Jumlah
1.
0–3
652
2.
4–6
528
3.
7 – 12
1278
4.
13 – 15
691
5.
16 – 18
675
6.
19 – 23
1370
7.
24 – 35
3691
8.
36 – 45
3062
9.
46 – 59
2843
10.
60 > (Ke atas)
1258
Jumlah
B.
16.048
Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah remaja yang tinggal dan
menetap di Kelurahan Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah, Kota
Tangerang. Selanjutnya, responden merupakan remaja yang berusia antara
16 sampai 23 tahun dan dianggap paling mengetahui permasalahan yang
dihadapi dan bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan. Adapun
jumlah responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini, jika dilihat dari
range umur per 2 (dua) tahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2
Jumlah Responden dari Range Umur Per 2 (dua) Tahun
No.
Umur
Jumlah
1.
16 – 17
34
2.
18 – 19
37
3.
20 – 21
19
59
13
4.
22 – 23
Jumlah
6
96
Pada saat peneliti melakukan pengamatan atau observasi di Kelurahan
Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang. Peneliti
menemukan remaja yang berperilaku mengarah pada pergaulan bebas.
Selain itu peneliti juga mendapatkan informasi tentang adanya remaja yang
hamil di luar nikah. Kemudian untuk menentukan siapa saja yang akan
dijadikan responden dalam penelitian ini maka peneliti menggunakan
metode convenience sampling. Dengan menggunakan metode ini, di mana
responden dipilih karena aksesibilitas nyaman serta kedekatan mereka
kepada peneliti. Selain itu peneliti juga di bantu assisten peneliti sebanyak
enam orang teman yang memang mengenal dekat dengan kehidupan
responden. Memang kenyataan dilapangan pada saat pengambilan data,
beberapa remaja tidak mau memberikan informasi dengan alasan karena
privasi dan malu. Tetapi dengan pendekatan yang intens terhadap responden
maka peneliti dapat menyakinkan responden serta berkat bantuan dari teman
maka peneliti mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
C.
Deskripsi Data
Pada pembahasan sebelumnya, peneliti telah mengemukakan bahwa
salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui
penyebaran angket kepada 96 responden. Angket yang penulis sebarkan
terdiri dari satu komponen pertanyaan yang berjumlah 20 item pertanyaan
yang di susun berdasarkan pokok penelitian dan indikator dari variabel yang
diteliti, yaitu mengenai persepsi remaja. Teknik pengukuran dari angket ini
menggunakan skala likert dengan bobot nilai 1 – 4.
Setelah dilakukan tahap penelitian yang meliputi wawancara dan
penyebaran angket, maka langkah selanjutnya pendeskripsian data, yaitu
gambaran dari semua data yang peneliti peroleh dari hasil penelitian.
14
60
Data yang disajikan dalam penelitian ini adalah hasil penyebaran
angket tentang persepsi remaja yang diperoleh dari responden. Adapun hasil
pengelolahan angket pada teknik prosentase menggunakan rumus sebagai
berikut:
Keterangan:
P
: Tingkat prosentase
F
: Frekuensi dari hasil jawaban
N
: Jumlah responden
Untuk memudahkan menganalisis data hasil penelitian tersebut, maka
setiap item dibuat tabulasi yang merupakan proses merubah data dari
instrumen.
Pengumpulan
data
(angket)
menjadi
tabel-tabel
angka
(prosentase). Dan untuk lebih jelasnya tentang penyebaran persepsi remaja
tentang perilaku seks pranikah dapat di lihat pada masing-masing tabel
berikut.
Tabel 4.3
Seks adalah hubungan laki-laki dan perempuan yang disadari hasrat atau
keinginan (libido) dengan tujuan untuk mencari kenikmatan
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
32
33.33%
Setuju
41
42.71%
Tidak setuju
19
19.79%
Sangat tidak setuju
4
4.17%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 32 dengan prosentase sebesar 33.33%, sedangkan yang
menjawab setuju 41 dengan prosentase sebesar 42.71%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 19 dengan prosentase sebesar 19.79% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 4 dengan prosentase sebesar 4.17%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa remaja setuju dengan seks adalah
15
61
hubungan laki-laki dan perempuan yang disadari hasrat atau keinginan
(libido) dengan tujuan untuk mencari kenikmatan.
Tabel 4.4
Hubungan seks boleh dilakukan yang penting tidak menyebabkan
kehamilan
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
18
18.75%
Setuju
24
25%
Tidak setuju
40
41.67%
Sangat tidak setuju
14
14.58%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 18 dengan prosentase sebesar 18.75%, sedangkan yang
menjawab setuju 24 dengan prosentase sebesar 25%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 40 dengan prosentase sebesar 41.67% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 14 dengan prosentase sebesar 14.58%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja tidak setuju dengan
hubungan seks boleh dilakukan yang penting tidak menyebabkan
kehamilan.
Tabel 4.5
Saling ketertarikan pada lawan jenis, merupakan bentuk dari perilaku
seksual pranikah
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
30
31.25%
Setuju
37
38.54%
Tidak setuju
28
29.17%
Sangat tidak setuju
1
1.04%
Jumlah
96
100%
16
62
Pada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 30 dengan prosentase sebesar 31.25%, sedangkan yang
menjawab setuju 37 dengan prosentase sebesar 38.54%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 28 dengan prosentase sebesar 29.17% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 1 dengan prosentase sebesar 1.04%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa remaja setuju dengan saling ketertarikan
pada lawan jenis, merupakan bentuk dari perilaku seksual pranikah.
Tabel 4.6
Pergaulan bebas merupakan faktor penyebab perilaku seksual pranikah
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
34
35.42%
Setuju
29
30.21%
Tidak setuju
21
21.87%
Sangat tidak setuju
12
12.5%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.6 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 34 dengan prosentase sebesar 35.42%, sedangkan yang
menjawab setuju 29 dengan prosentase sebesar 30.21%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 21 dengan prosentase sebesar 21.87% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 12 dengan prosentase sebesar 12.5%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat setuju dengan pergaulan
bebas merupakan faktor penyebab perilaku seksual pranikah.
Tabel 4.7
Kehamilan, melahirkan bayi yang tidak normal serta infeksi organ
reproduksi, merupakan resiko dari hubungan seksual pranikah bagi remaja
63
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
25
26.04%
Setuju
24
25%
Tidak setuju
33
34.38%
17
Sangat tidak setuju
14
14.58%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.7 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 25 dengan prosentase sebesar 26.04%, sedangkan yang
menjawab setuju 24 dengan prosentase sebesar 25%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 33 dengan prosentase sebesar 34.38% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 14 dengan prosentase sebesar 14.58%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja tidak setuju dengan
kehamilan, melahirkan bayi yang tidak normal serta infeksi organ
reproduksi, merupakan resiko dari hubungan seksual pranikah bagi remaja.
Tabel 4.8
HIV/AIDS, Sifilis, Herfes, Kencing Nanah serta Klamida, merupakan
penyakit-penyakit yang diakibatkan karena sering berganti-ganti pasangan
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
35
36.46%
Setuju
14
14.58%
Tidak setuju
15
15.63%
Sangat tidak setuju
32
33.33%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.8 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 35 dengan prosentase sebesar 36.46%, sedangkan yang
menjawab setuju 14 dengan prosentase sebesar 14.58%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 15 dengan prosentase sebesar 15.63% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 32 dengan prosentase sebesar 33.33%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat setuju dengan
HIV/AIDS, Sifilis, Herfes, Kencing Nanah serta Klamida, merupakan
penyakit-penyakit yang diakibatkan karena sering berganti-ganti pasangan.
18
64
Tabel 4.9
Penyakit kelamin diakibatkan oleh infeksi yang ditularkan melalui
hubungan seks
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
32
33.33%
Setuju
32
33.33%
Tidak setuju
19
19.79%
Sangat tidak setuju
13
13.54%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.9 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 32 dengan prosentase sebesar 33.33%, sedangkan yang
menjawab setuju 32 dengan prosentase sebesar 33.33%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 19 dengan prosentase sebesar 19.79% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 13 dengan prosentase sebesar 13.54%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat setuju dan setuju
dengan penyakit kelamin diakibatkan oleh infeksi yang ditularkan melalui
hubungan seks.
Tabel 4.10
Seseorang boleh berhubungan seks jika orang tersebut dan pasangannya
telah resmi menikah
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
52
54.17%
Setuju
28
29.17%
Tidak setuju
8
8.33%
Sangat tidak setuju
8
8.33%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.10 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 52 dengan prosentase sebesar 54.17%, sedangkan yang
19
65
menjawab setuju 28 dengan prosentase sebesar 29.17%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 8 dengan prosentase sebesar 8.33% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 8 dengan prosentase sebesar 8.33%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat setuju seseorang boleh
berhubungan seks jika orang tersebut dan pasangannya telah resmi menikah.
Tabel 4.11
Seorang remaja boleh melakukan hubungan seksual sebelum menikah jika
keduanya saling mencintai
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
25
26.04%
Setuju
22
22.92%
Tidak setuju
26
27.08%
Sangat tidak setuju
23
23.96%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.11 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 25 dengan prosentase sebesar 26.04%, sedangkan yang
menjawab setuju 22 dengan prosentase sebesar 22.92%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 26 dengan prosentase sebesar 27.08% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 23 dengan prosentase sebesar 23.96%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja tidak setuju seorang
remaja boleh melakukan hubungan seksual sebelum menikah jika keduanya
saling mencintai.
Tabel 4.12
Seseorang yang berani melakukan hubungan seksual sebelum menikah
berarti sanggup menanggung dosa besar
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
32
33.33%
Setuju
27
28.13%
Tidak setuju
20
20.83%
66
20
Sangat tidak setuju
17
17.71%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.12 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 32 dengan prosentase sebesar 33.33%, sedangkan yang
menjawab setuju 27 dengan prosentase sebesar 28.13%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 20 dengan prosentase sebesar 20.83% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 17 dengan prosentase sebesar 17.71%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat setuju seseorang
yang berani melakukan hubungan seksual sebelum menikah berarti sanggup
menanggung dosa besar.
Tabel 4.13
Seseorang yang melakukan hubungan seks sebelum menikah adalah orang
yang telah berbuat suatu kesalahan melanggar norma-norma di masyarakat
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
23
23.96%
Setuju
43
44.79%
Tidak setuju
25
26.04%
Sangat tidak setuju
5
5.21%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.13 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 23 dengan prosentase sebesar 23.96%, sedangkan yang
menjawab setuju 43 dengan prosentase sebesar 44.79%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 25 dengan prosentase sebesar 26.04% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 5 dengan prosentase sebesar 5.21%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa remaja setuju seseorang yang
melakukan hubungan seks sebelum menikah adalah orang yang telah
berbuat suatu kesalahan melanggar norma-norma di masyarakat.
21
67
Tabel 4.14
Remaja belum pantas melakukan hubungan seks
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
35
36.46%
Setuju
35
36.46%
Tidak setuju
18
18.75%
Sangat tidak setuju
8
8.33%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.14 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 35 dengan prosentase sebesar 36.46%, sedangkan yang
menjawab setuju 35 dengan prosentase sebesar 36.46%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 18 dengan prosentase sebesar 18.75% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 8 dengan prosentase sebesar 8.33%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat setuju dan setuju bahwa
remaja belum pantas melakukan hubungan seks.
Tabel 4.15
Jika pasangan saya meminta untuk berhubungan seksual maka saya akan
menolaknya dan meminta putus darinya
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
38
39.58%
Setuju
24
25%
Tidak setuju
24
25%
Sangat tidak setuju
10
10.42%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.15 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 38 dengan prosentase sebesar 39.58%, sedangkan yang
menjawab setuju 24 dengan prosentase sebesar 25%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 24 dengan prosentase sebesar 25% dan yang
6822
menjawab sangat tidak setuju 10 dengan prosentase sebesar 10.42%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat setuju jika
pasangan saya meminta untuk berhubungan seksual maka saya akan
menolaknya dan meminta putus darinya.
Tabel 4.16
Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
41
42.71%
Setuju
27
28.12%
Tidak setuju
18
18.75%
Sangat tidak setuju
10
10.42%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.16 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 41 dengan prosentase sebesar 42.71%, sedangkan yang
menjawab setuju 27 dengan prosentase sebesar 28.12%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 18 dengan prosentase sebesar 18.75% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 10 dengan prosentase sebesar 10.42%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat setuju untuk
tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah.
Tabel 4.17
Se-sayang apapun dengan pasangan, saya berusaha untuk menolak
melakukan hubungan seksual
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
30
31.25%
Setuju
33
34.38%
Tidak setuju
21
21.87%
Sangat tidak setuju
12
12.5%
Jumlah
96
100%
23
69
Pada tabel 4.17 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 30 dengan prosentase sebesar 31.25%, sedangkan yang
menjawab setuju 33 dengan prosentase sebesar 34.38%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 21 dengan prosentase sebesar 21.87% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 12 dengan prosentase sebesar 12.5%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa remaja setuju se-sayang apapun dengan
pasangan akan berusaha menolak melakukan hubungan seksual.
Tabel 4.18
Melakukan hubungan seksual dengan pacar di tempat sepi
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
15
15.62%
Setuju
30
31.25%
Tidak setuju
15
15.62%
Sangat tidak setuju
36
37.5%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.18 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 15 dengan prosentase sebesar 15.62%, sedangkan yang
menjawab setuju 30 dengan prosentase sebesar 31.25%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 15 dengan prosentase sebesar 15.62% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 36 dengan prosentase sebesar 37.5%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat tidak setuju melakukan
hubungan seksual dengan pacar di tempat sepi.
Tabel 4.19
Berganti-ganti pacar memperluas pergaulan dan pengalaman
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
17
17.71%
Setuju
17
17.71%
Tidak setuju
27
28.12%
24
70
Sangat tidak setuju
35
36.46%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.19 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 17 dengan prosentase sebesar 17.71%, sedangkan yang
menjawab setuju 17 dengan prosentase sebesar 17.71%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 27 dengan prosentase sebesar 28.12% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 35 dengan prosentase sebesar 36.46%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat tidak setuju
berganti-ganti pacar memperluas pergaulan dan pengalaman.
Tabel 4.20
Hubungan seksual akan tetap saya lakukan meskipun ini dilarang
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
11
11.46%
Setuju
23
23.96%
Tidak setuju
35
36.46%
Sangat tidak setuju
27
28.12%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.20 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 11 dengan prosentase sebesar 11.46%, sedangkan yang
menjawab setuju 23 dengan prosentase sebesar 23.96%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 35 dengan prosentase sebesar 36.46% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 27 dengan prosentase sebesar 28.12%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja tidak setuju hubungan
seksual akan tetap dilakukan meskipun dilarang.
25
71
Tabel 4.21
Mengajak pasangan ke tempat yang sepi supaya bisa melakukan hubungan
badan layaknya suami istri
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
18
18.75%
Setuju
17
17.71%
Tidak setuju
29
30.21%
Sangat tidak setuju
32
33.33%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.21 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 18 dengan prosentase sebesar 18.75%, sedangkan yang
menjawab setuju 17 dengan prosentase sebesar 17.71%, kemudian yang
menjawab tidak setuju 29 dengan prosentase sebesar 30.21% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 32 dengan prosentase sebesar 33.33%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat tidak setuju
mengajak pasangan ke tempat yang sepi supaya bisa melakukan hubungan
badan layaknya suami istri.
Tabel 4.22
Kalau sampai terjadi kehamilan tidak diinginkan, menggugurkan kandungan
(aborsi) menjadi langkah saya agar terhindar dari cemoohan masyarakat
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat setuju
14
14.58%
Setuju
15
15.63%
Tidak setuju
26
27.08%
Sangat tidak setuju
41
42.71%
Jumlah
96
100%
Pada tabel 4.22 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 14 dengan prosentase sebesar 14.58%, sedangkan yang
menjawab setuju 15 dengan prosentase sebesar 15.63%, kemudian yang
26
72
menjawab tidak setuju 26 dengan prosentase sebesar 27.08% dan yang
menjawab sangat tidak setuju 41 dengan prosentase sebesar 42.71%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat tidak setuju kalau
sampai terjadi kehamilan tidak diinginkan, menggugurkan kandungan
(aborsi) menjadi langkah saya agar terhindar dari cemoohan masyarakat.
Tabel 4.23
Interpretasi Data
Jumlah
Aspek Penelitian
Jumlah Item
Skor
-
Pengetahuan
7
1867
-
Sikap
7
1961
-
Tindakan
6
1314
20 Item
5142
Responden
96
3 Aspek Penelitian
Tabel 4.24
Rata-rata Skor Penelitian Responden
No.
1.
2.
3.
Aspek
Penelitian
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
NS/NH x
Skor
NH
NS
1867
7x4=
28
1867 ÷
96 =
19.45
Cukup
7x4=
28
1961 ÷
96 =
20.43
Cukup
6x4=
24
1314 ÷
96 =
13.69
Cukup
1961
1314
100%
Kategori
Baik
Baik
Baik
73
27
Rata-rata skor:
D.
Pembahasan
Dari hasil analisis dan interpretasi data diatas, bahwa dapat disimpulkan dalam sub bab pembahasan ini yang akan dipaparkan satu persatu.
1.
Pengetahuan Remaja
Pengetahuan adalah unsur-unsur yang mengisi akal dan alam
jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam
otaknya.1
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behaviour).2 Jadi, sesuatu yang hadir dan
terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi,
persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya.
Pengetahuan
juga
meliputi
seluruh
penggambaran,
apersepsi,
pengamatan, konsep dan fantasi.3
Memang tingkat pengetahuan dapat mempengaruhi terjadinya
suatu perilaku. Hal ini berdasarkan teori Lawrence Green yang
menyatakan bahwa perilaku seseorang terbentuk dan dipengaruhi oleh
tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor
pendorong.
1
Dimana
pengetahuan
termasuk
di
dalam
faktor
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi I, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 99.
Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni., h. 144.
3
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi I., h. 101.
2
2
74
predisposisi bersama dengan sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilainilai yang terdapat di masyarakat. Selain itu faktor pendukung juga
memiliki peranan penting dalam terjadinya suatu perilaku yaitu
dengan tersedianya sarana, fasilitas maupun kesempatan untuk
terwujudnya suatu tindakan.4
Pengetahuan remaja tentang seks pranikah sesuai dengan
kemampuan berpikir mereka atas apa yang mereka lihat, yang mereka
alami dan temukan. Mengetahui pengertian, faktor, dampak,
penyebab, resiko, dan akibat dari seks pranikah membuat remaja
berpikir panjang untuk melakukan seks sebelum menikah. Ketika
remaja yang tidak melakukan seks sebelum menikah, walaupun
mereka ingin, mereka pun memikirkan resiko-resikonya dalam jangka
panjang. Berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan terkait
dengan perilaku seks pranikah di kalangan remaja menurut responden
yang tidak melakukan seks pranikah beliau mengatakan bahwa
perilaku seks pranikah untuk saat sekarang adalah hal yang lumrah
dengan banyak faktor pendukung, yang salah satunya adalah
kurangnya pengetahuan tentang berbagai hal negatif dari perilaku seks
pranikah tersebut, misalnya hamil, penularan penyakit seksual dan
sebagainya.5 Sehingga pengetahuan ini dapat meminimalisir apa yang
mereka lakukan. Hal ini pun sebaliknya terjadi pada remaja yang
melakukan seks sebelum menikah, mereka kurang memahami apa itu
seks. Mereka hanya melakukan apa yang mereka inginkan sekarang,
tanpa memikirkan resiko dalam jangka panjang.
4
Yuli Trisnawati, dkk. Perilaku Seksual Remaja SMA di Purwokerto dan Faktor-faktor
yang Mempengaruhinya, (Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 1 No. 1 Edisi Desember 2010), h. 6
5
Hasil Wawancara, Tangerang, 25 September 2016. (responden yang tidak melakukan
seks pranikah)
3
75
Gambar 4.1
Pie Chart Pengetahuan Remaja Tentang
Hubungan Seks Pranikah
Pengetahuan Remaja Tentang
Hubungan Seks Pranikah
15%
Seks Merupakan Hubungan yang
Disadari untuk Mencari Kenikmatan
Hubungan Seks Wajar Asalkan
Tidak Hamil
Bentuk Seksual Pranikah
16%
13%
13%
Faktor Penyebab Seksual Pranikah
Resiko Hubungan Seks Pranikah
13%
15%
15%
Penyakit Akibat Hubungan Seks
Pranikah
Penyakit Kelamin Ditularkan
Hubungan Seks
Berdasarkan pie chart diatas sebagian besar remaja mengetahui
seks merupakan hubungan yang disadari hasrat dengan tujuan untuk
mencari kenikmatan pada aspek pengetahuan remaja tentang
hubungan seks pranikah dengan prosentase sebesar 16% dan hanya
sebagian kecil remaja yang mengetahui resiko hubungan seks pranikah dengan prosentase sebesar 13%. Jadi dapat disimpulkan bahwa
persepsi remaja pada aspek pengetahuan mengenai seks merupakan
hubungan laki-laki dan perempuan yang disadari hasrat dengan tujuan
untuk mencari kenikmatan lebih besar daripada persepsi remaja pada
aspek pengetahuan mengenai resiko hubungan seks pranikah.
Tentu dari hasil tersebut karena kurangnya pengetahuan remaja
akan resiko serta bahaya seks ini disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu mulai dari kurangnya peran kelurga, sekolah dan lingkungan
dalam mensosiali-sasikan pengetahuan seks, dan kurangnya pemahaman akan nilai-nilai agama dalam kehidupan. Selanjutnya di zaman
sekarang, peran media massa sangat berpengaruh, mulai dari internet,
televisi, koran dan sebagainya yang akhir-akhir ini semakin banyak
memberikan pengetahuan seksual secara transparan. Seharusnya
764
media massa digunakan oleh remaja sebagai sumber pengetahuan
yang paling berpengaruh karena media massa banyak menyajikan
berbagai macam informasi dan pengetahuan tentang seks secara
terbuka dan transparan. Media massa mempunyai pengaruh yang
besar dalam upaya memberikan informasi dan pengetahuan tentang
seks bagi dirinya. Berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan
terkait dengan dari mana anda mendapatkan informasi seks pranikah
menurut responden yang melakukan dan tidak melakukan seks
pranikah mereka mengatakan bahwa kebanyakan sih dari internet, jadi
keterbukaan dan kejelasan media di dalam menyajikan setiap
informasi dan pengetahuan tentang seks dinilai memiliki nilai lebih
dibandingkan dengan sumber lainnya seperti keluarga dan sekolah.
Berdasarkan penjelasan diatas dikarenakan adanya perbedaan
kesempatan untuk memperoleh informasi tentang seksual, kurangnya
informasi seksual dari orang tua dan sekolah, adanya berbagai
informasi yang menyesatkan yang menimbulkan terjadinya salah
persepsi tentang seksual serta munculnya rasa keingintahuan yang
dalam terhadap masalah seksual dapat menyebabkan terjadinya
hubungan seksual pranikah. Dengan artian pemahaman yang baik
terhadap akibat hubungan seksual pranikah akan menurunkan resiko
melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini disebabkan karena
pemahaman agama yang menjadikan seorang remaja enggan
melakukan seks pranikah karena mereka mengetahui perbuatan
tersebut termasuk dosa besar.6 Karena dengan pemahaman demikian
diharapkan remaja akan berhati-hati dalam mengambil keputusan
untuk melakukan hubungan seksual pranikah.
2.
Sikap Remaja
Sikap mencerminkan rasa senang, tidak senang atau perasaan
biasa-biasa saja dari seseorang terhadap sesuatu, berupa benda,
6
Hasil Wawancara, Tangerang, 25 September 2016. (responden yang tidak melakukan
seks pranikah)
5
77
kejadian, situasi, orang-orang atau kelompok. Jika yang timbul
terhadap sesuatu itu adalah perasaan senang, maka disebut sikap
positif sedangkan kalau perasaan tak senang, sikap negatif. Kalau
tidak timbul apa-apa, berarti sikapnya netral.7
Selanjutnya sikap
merupakan penentu dalam tingkah laku manusia, sebagai reaksi sikap
selalu berhubungan dengan dua hal yaitu ‘like’ atau ‘dislike’ (senang
atau tidak senang, suka atau tidak suka). Mengacu pada adanya faktor
perbedaan individu (pengalaman, latar belakang, pendidikan, dan
kecerdasan), maka reaksi yang dimunculkan terhadap satu objek
tertentu akan berbeda pada setiap orang.8
Sikap terbentuk karena adanya interaksi seseorang terhadap
lingkungan fisik maupun sosial di sekitarnya. Berbagai macam faktor
yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap seseorang terhadap
seks antara lain adalah pengalaman pribadi, pengalaman punya pacar,
punya teman yang pernah melakukan hubungan seksual, dan dorongan
teman yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Secara
signifikan, hal tersebut sangat berpengaruh terhadap remaja yang
melakukan hubungan seksual pranikah. Selanjutnya peran media
massa pun sangat besar, terutama mudahnya dan bebasnya dalam
penggunaan
internet,
sehingga
tidak
adanya
batasan
dalam
memperoleh apapun yang diinginkan, sekalipun pemanfaatan yang
menyimpang.
Seks dipandang sebagai sebuah kebutuhan, kebutuhan yang
harus dipenuhi oleh setiap individu sejalan dengan kehidupannya
karena seks merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap mahluk
hidup, termasuk manusia. Hal ini pun disebabkan oleh berbagai
macam, diantaranya adalah pengetahuan, keyakinan, lingkungan serta
emosi yang memegang peranan penting dalam penentuan sikap.
7
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2010), h. 201.
8
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 67.
6
78
Gambar 4.2
Pie Chart Sikap Remaja Terhadap
Hubungan Seks Pranikah
Sikap Remaja Terhadap
Hubungan Seks Pranikah
14%
Hubungan Seks Setelah
Menikah
Hubungan Seks Sebelum
Menikah
Melanggar Norma Agama
16%
15%
12%
14%
14%
15%
Remaja Belum Pantas
Melakukan Hubungan Seks
Pasangan Meminta
Berhubungan Seks
Tidak Melakukan Hubungan
Seksual Sebelum Menikah
Melanggar Norma Masyarakat
Berdasarkan pie chart diatas sebagian besar remaja menyikapi
hubungan seks setelah menikah pada aspek sikap remaja terhadap
hubungan seks pranikah dengan prosentase sebesar 16% dan hanya
sebagian kecil remaja yang menyikapi hubungan seks sebelum
menikah dengan prosentase sebesar 12%. Jadi dapat disimpulkan
bahwa persepsi remaja pada aspek sikap mengenai hubungan seks
setelah menikah lebih besar daripada persepsi remaja pada aspek sikap
mengenai melakukan hubungan seks sebelum menikah.
Tentu dari hasil tersebut karena seseorang akan bersikap positif
terhadap suatu objek itu memberikan suatu kesenangan terhadap
individu tersebut dan sebaliknya seseorang akan memiliki sikap
negatif bila tidak suka terhadap objek itu. Hal ini senada dengan
pendapat Agoes Dariyo yang mengungkapkan di dalam bukunya
bahwa sikap merupakan predisposisi (penentu) yang memunculkan
adanya perilaku yang sesuai dengan sikapnya. Sikap tumbuh diawali
797
dari pengetahuan yang dipersepsikan sebagai sesuatu hal yang baik
(positif) maupun yang tidak baik (negatif), kemudian di diinternalisasikan ke dalam dirinya. Sejalan dengan itu, apabila remaja melakukan seksual pranikah maka dipersepsiakan menjadi dua bagian:9
1) Positif, apabila remaja memiliki sikap positif terhadap
perilaku
seksual
pranikah
maka
akan
memiliki
kecenderungan untuk melakukannya.
2) Negatif, apabila remaja memiliki sikap negatif terhadap
perilaku seksual pranikah maka akan memiliki
kecenderungan untuk tidak melakukannya.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulakan bahwa adanya
perubahan secara fisik, kognitif, psikososial dan emosional menjadi
pengalaman tersendiri bagi remaja. Pengalaman yang diterima dalam
kehidupan remaja dapat membentuk sikap positif ataupun negatif pada
diri remaja tersebut.
Sikap remaja terhadap seks bebas mempunyai dua aspek yaitu
sikap pribadi dan sikap sosial. Sikap pribadi terhadap seks bebas
adalah penerimaan secara pribadi terhadap seks bebas, yaitu menerima
atau menolak perilaku seks bebas. Sikap sosial adalah sikap yang
terjadi karena adanya norma dan aturan sosial yang ada di dalam
masyarakat. Sebagai contoh, jika sikap seorang remaja terhadap
perilaku seks bebas adalah menerima perilaku seks bebas, namun
norma dan aturan sosial yang ada di masyarakat melarangnya bahkan
menganggap itu perbuatan dosa, maka remaja menyesuaikan sikap
pribadinya tersebut dengan sikap yang diharapkan oleh lingkungan
sosialnya tersebut sehingga sikapnya menolak perilaku seks bebas.
Sikap remaja terhadap seks pranikah adalah sikap menolak atau
menerima perilaku seks pranikah pada remaja. Seorang remaja dalam
penelitian ini dituntut untuk dapat menyikapi seks pranikah dengan
sikap yang tepat sehingga di dalam masyarakat dan kehidupan
9
87.
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h.
8
80
pribadinya tidak akan menerima dampak negatif seks pranikah karena
melakukannya. Selanjutnya, masa remaja merupakan usia yang rentan
terhadap hubungan seksual, karena mereka ingin mencari jati diri
mereka dan mulai menyikapi perilaku seks dengan berbagai tingkah
laku.
3.
Tindakan Remaja
Tindakan adalah aturan yang dilakukan, melakukan atau
mengadakan aturan-aturan untuk mengatasi sesuatu atau perbuatan.
Tindakan pun nampak menjadi lebih konsisten, serasi, sesuai dengan
sikap bila sikap individu sama dengan sikap kelompok, di mana ia
adalah bagiannya atau kelompoknya.10 Selanjutnya, adanya hubungan
yang erat antara pengetahuan dan sikap yang merupakan kecenderungan untuk bertindak.
Hal ini sesuai dengan teori aksi bahwa tindakan manusia muncul
dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari situasi eksternal
dalam posisi sebagai objek. Sebagai subjek manusia bertindak atau
berperilaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Manusia memilih
dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan telah
dilakukannya.11 Remaja melakukan tindakan berdasarkan pada tujuan,
seperti halnya untuk menjawab segala rasa kengintahuan dan
penasaran remaja akan seks sehingga dengan berbagai cara dan
metode mereka akan berusaha untuk mencari tahu hal tersebut,
misalnya dengan membaca dari media massa.
Jika dikaitkan dengan tindakan remaja dalam melakukan seks
pranikah, tentu tidak akan terlepas dari pengetahuan apa yang mereka
miliki dan bagaimana cara mereka dalam menyikapi. Sudah dikatakan
sebelumnya, bahwa remaja yang memiliki pengetahuan lebih tentang
seks secara keseluruhan akan lebih mampu mengkontrol apa yang
10
Di kutip dari http://landasanteori.com/2015/08/pengertian-tindakan-kesehatanhidup.html?m=1 di akses pada 25 Juli 2016, 16.56 WIB.
11
George Ritzer, Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, terj. Alimandan
(Jakarta: CV. Rajawali, 1985), h. 53-54.
819
akan dilakukan, semakin remaja mendapat bekal pengetahuan tentang
seksualitas, maka akan semakin berhati-hati dalam perilakunya, serta
akan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan menyangkut
seksualitasnya. Sebaliknya, remaja yang kurang dalam memahami
tentang seks, akan melakukan seks sebelum menikah tanpa berpikir
panjang. Pengetahuan ini merupakan awal seseorang dalam menyikapi
dan bertindak dalam melakukan seks pranikah.
Gambar 4.3
Pie Chart Tindakan Remaja Terhadap
Hubungan Seks Pranikah
Tindakan Remaja Yang Melakukan
Hubungan Seks Pranikah
Menolak Melakukan Hubungan
Seks Meskipun Sayang
15%
21%
Melakukan Hubungan Seksual
dengan Pacar di Tempat Sepi
Berganti-ganti Pacar
Memperluas Pergaulan
16%
16%
Hubungan Seks Pranikah Tetap
Dilakukan Meskipun Dilarang
Mengajak Pasangan Ke Tempat
Sepi
16%
16%
Menggugurkan Kandungan
(Aborsi)
Berdasarkan pie chart diatas sebagian besar remaja menolak
melakukan hubungan seks pranikah meskipun sayang pada aspek
tindakan remaja terhadap hubungan seks pranikah dengan prosentase
sebesar 21% dan hanya sebagian kecil remaja yang menggugurkan
kandungan (aborsi) kalau sampai terjadi kehamilan yang tidak
diinginkan dengan prosentase sebesar 15%. Jadi dapat disimpulkan
bahwa persepsi remaja pada aspek tindakan mengenai hubungan seks
pranikah remaja menolak melakukan hubungan seks pranikah
meskipun sayang dengan pasangan lebih besar daripada persepsi
10
82
remaja pada aspek tindakan mengenai melakukan hubungan seks
sebelum menikah menggugurkan kandungan (aborsi) kalau sampai
terjadi kehamilan yang tidak diinginkan.
Berdasarkan dari hasil tersebut karena tindakan remaja yang
melakukan seks pranikah, umumnya melakukan hal-hal negatif atau
hal-hal yang mengarah pada penyimpangan seksual. Menurut
Sarwono hal ini terjadi karena adanya pergeseran norma-norma
tentang perilaku seksual dikalangan remaja. Hal-hal yang dianggap
tabu pada kalangan remaja tahun 1950-an seperti berciuman dan
bercumbuan, sekarang malah dibenarkan oleh remaja-remaja masa
kini. Bahkan ada sebagian kecil yang setuju pada free sex (seks
bebas). Bukan itu saja, bahkan banyak dari mereka yang sudah pernah
berhubungan badan.12 Remaja yang melakukan hal tersebut, sudah
tidak lagi mengendahkan pandangan atau pendapat masyarakat lagi.
Perilaku-perilaku yang mengarah pada seks pranikah di atas,
biasanya dilakukan oleh sepasang kekasih yang belum sah secara
hukum dan agama yang biasa disebut dengan pacaran. Berdasarkan
wawancara yang telah penulis lakukan terkait dengan perilaku seks
pranikah di kalangan remaja menurut responden yang melakukan seks
pranikah beliau mengatakan bahwa saya melakukan seks pranikah
karena sangat mencintai pacar saya, walau saya sendiri terkadang
sukar membedakan apakah ini nafsu atau rasa sayang.13 Saat sekarang
memang perilaku seks pranikah tersebut adalah hal yang lumrah dan
pacaran tanpa aktivitas seksual akan terasa hampa. Belakangan ini,
pacaran
ini
sudah
merebak
dikalangan
remaja,
jadi
tidak
mengherankan kalau seorang remaja melakukan seks pranikah. Pada
kalangan remaja, perilaku seks bebas tersebut dapat dimotivasi oleh
rasa sayang dan cinta dengan di dominasi oleh perasaan kedekatan dan
12
Masri Singarimbun, Penduduk dan Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,
1996), h. 112.
13
Hasil Wawancara, Tangerang, 23 September 2016. (responden yang melakukan seks
pranikah)
11
83
gairah yang tinggi terhadap pasangannya, tanpa disertai oleh
komitmen yang jelas, dimana remaja tersebut ingin menjadi bagian
dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah di anut
oleh kelompoknya, dalam hal ini kelompoknya telah melakukan seks
bebas. Berbagai alasan yang dikemukakan, dapat diartikan karena
adanya rasa saling suka dan cinta dan biasanya disebut sebagai bukti
cinta, sayang serta pengikat hubungan.
Selanjutnya berbicara mengenai tindakan remaja yang tidak
melakukan atau tidak mengarah pada seks pranikah, memang agak
sedikit sulit. Hal ini disebabkan karena hampir sebagian remaja
khususnya yang pacaran, mengarah pada seks pranikah. Biasanya
remaja yang tidak melakukan seks pranikah, memiliki perasaaan
dihantui dosa, remaja yang malu-malu ketika berinteraksi dengan
lawan jenis, jarang berada dalam satu kumpulan dengan lawan jenis,
memiliki batasan-batasan ketika bersikap dengan lawan jenis, dan
tidak ada persentuhan ketika berinteraksi satu sama lainnya.
F.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini tidaklah sempurna karena dari itu penulis mengakui
adanya keterbatasan dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Ruang lingkup penelitian ini bahwa penelitian didasarkan pada remaja
di Desa Karang Mulya, Kota Tangerang sehingga hasil penelitian
tidak dapat digeneralisasikan di tempat lain.
2.
Responden masih banyak yang bertanya mengenai materi kuesioner
yang disebarkan peneliti.
3.
Penelitian ini tidak menggunakan uji validitas dan reliabilitas.
4.
Peneliti tidak melakukan penelitian lebih lanjut terutama dalam hal
menggali faktor-faktor yang mungkin dapat menyebabkan dan
mempengaruhi remaja melakukan hubungan seksual pranikah seperti
sosial ekonomi, kultur (budaya dan agama), dan pengalaman.
12
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa persepsi remaja tentang hubungan seks pranikah di Kota Tangerang
sudah cukup baik dengan prosentase sebesar 66.49 (Cukup Baik). Dengan
hasil ini dapat dikatakan bahwa tanggapan mengenai Kota Tangerang zona
merah penyebaran penyakit HIV dan AIDS di wilayah kota/kabupaten seProvinsi Banten sudah mulai terkikis dengan adanya hasil tersebut, namun
pemerintah sebaiknya memberikan penyuluhan akan bahayanya perilaku
seks pranikah dikalangan remaja. Mengenai dampak dari perilaku seks
pranikah dikalangan remaja diketahui berbagai resiko, yaitu adanya
kehamilan di luar nikah, tertularnya penyakit kelamin dan terjadinya
pengguguran kandungan (aborsi).
B.
Saran
Setelah penulis memaparkan kesimpulan sebagaimana yang telah
disebutkan sebelumnya, selanjutnya penulis memberikan beberapa saran
kepada pihak-pihak yang terkait, yaitu:
1.
Diharapkan kepada pemerintah, organisasi-organisasi sosial yang
terkait untuk meningkatkan peranannya terhadap masalah perilaku
seks pranikah yang semakin marak terjadi dikalangan remaja.
2.
Kepada remaja sebaiknya jika orang tua memberikan nasehat anda
dapat menerima dan menerapkannya dengan baik.
3.
Kepada orang tua hendaknya dapat menjalankan fungsinya sebagai
orang tua secara maksimal, sehingga dapat menjadi contoh teladan
yang baik bagi anaknya dan sebaiknya para orang tua untuk
mendampingi anak dalam kegiatan-kegitan anak sehari-sehari agar
dapat terkontrol dengan baik.
84
13
85
4.
Kepada para agamawan agar dapat menghidupkan perilaku terpuji di
lingkungan dengan membudayakan perilaku yang islami. Dan
sebaiknya apa yang diajarkan tentang religiositas sebaiknya dengan
cara yang dapat diterima dengan mudah oleh remaja.
5.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan,
maka dari itu kepada peneliti lainnya yang berminat untuk melakukan
penelitian
lebih
lanjut,
diharapkan
keterbatasan yang ada dalam penelitian ini.
dapat
menyempurnakan
14
DAFTAR PUSTAKA
Rujukan Buku:
Abdulsyani, Sosiologi; Skematika, Teori dan Terapan, Jakarta: Bumi Aksara,
2012.
Anwar, Yesmil dan Adang, Sosiologi untuk Universitas, Bandung: Refika
Aditama, 2013.
Asmoro, Ki Guno. Kamasutra & Kecerdasan Seks Modern, Yogyakarta: SmileBooks, 2005.
Azwar, Saifuddin. Sikap manusia: Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset, 2011.
Bungin, M. Burhan. Metodelogi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi,
dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana,
2009.
Chaplin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001.
Darajat, Zakiah, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang,
1977.
Darajat, Zakiah. Pembinaan Remaja, Jakarta: Bulan Bintang, 1982.
Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama (Psikologi
Atitama), Bandung: Refika Aditama, 2007.
Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004.
Faisal, Sanapiah. Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasinya,
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007.
Hariwijaya, M. Metodologi dan Penulisan; Skripsi, Tesis dan Disertasi untuk
Ilmu Sosial dan Humaniora, Yogyakarta: Parama Ilmu.
Jahja, Yudrik. Psikologi Perkembangan, Jakarta: kencana, 2011.
Kartono, Kartini. Bimbingan Belajar, Jakarta: Rajawali, 2001.
Kartono, Kartini. Patologi Sosial Jilid 1, Ed. 2, Cet. 8., Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2003.
Kartono, Kartini. Patologi Sosial Jilid I, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013.
86
15
87
Kluytmans, Frits. Perilaku Manusia (Pengantar singkat tentang Psikologi), terj.
Samsunuwiyati Mar‟at, Jakarta: Refika Aditama, 2006.
Kluytmans, Frits. Perilaku Manusia (Pengantar Singkat tentang Psikologi), terj.
Samsunuwiyati Mar‟at dan Lieke Indiningsih Kartono, Bandung: Refika,
2006.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi I, Jakarta: Rineka Cipta, 2011.
Mansoer, Masri dan Elin Driana, Statistik Sosial, Jakarta: Ushul Press, 2009.
Margono, S. Metode Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Monks, F.J. dan A.M.P. Knoers, Psikologi Perkembangan, terj. Siti Rahayu
Haditono, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2006.
Nihayah, Zahrotun. dkk., Psikologi Perkembangan: Tinjauan Psikologi Barat dan
Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya
Ilmiah, Jakarta: Kencana, 2012.
Notoatmodjo, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka
Cipta, 2007.
Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikas,. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian; untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula,
Bandung: Alfabeta, 2013.
Ritzer, George. Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, terj.
Alimandan, Jakarta: CV. Rajawali, 1985.
Santrock, John W. Adolescence: Perkembangan Remaja, terj. Shinto B. Adelar &
Sherly Saragih, Jakarta: Erlangga, 2003.
Santrock, John W. Perkembangna Masa Hidup, Edisi Ketigabelas, Jilid II., terj.
Benedictine Widyasinta, Jakarta: Erlangga, 2012.
Sarwono, Sarlito Wirawan. Pengantar Psikologi Umum, Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2010.
Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi Remaja, Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2012.
Scott, John. Teori Sosial: Masalah-masalah Pokok dalam Sosiologi, terj. Ahmad
Lintang Lazuardi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
16
88
Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi; Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Permasalahannya,
Jakarta: Kencana, 2013.
Singarimbun, Masri. Penduduk dan Perubahan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset, 1996.
Singgih, D. Gunarsa. dan Singgih, Yulia, Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan
Keluarga, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1991.
Siregar, Syofian. Metode Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi Perbandingan
Perhitungan Manual & SPSS, Jakarta: Kencana, 2013.
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka
Cipta, 1995.
Subagyo, P. Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Rineka
Cipta, 2015.
Subiyanto, Paulus. Smart Sex: Panduan Praktis untuk Memaknai Seksualitas
Pranikah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta,
2015.
Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula,
Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2012.
Sulistyaningsih,
Metodologi
Penelitian
Kebidanan:
Kuantitatif-Kualitatif,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: FITK UIN Syarif
Hidayatullah, 2014.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial,
Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Walgito, Bimo. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset, 1997.
Walgito, Bimo. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset, 2002.
Walgito, Bimo. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2010.
Walgito, Bimo. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Andi Offset,
2003.
17
89
Walgito, Bimo. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Andi Offset,
2005.
Zulkifli, L. Psikologi Perkembangan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.
Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara, 2009.
Rujukan Elektronik:
Herdiyanto, Arief. Penyimpangan Sosial, modul: sosiologi, Sos.II.01.
Irsyad, M. Tanggapan Mahasiswa Terhadap Perilaku Hubungan Seks Pranikah,
Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Hasanuddin, 2012.
Salisa, Anna. Perilaku Seks Pranikah di Kalagan Remaja, Skripsi Program Studi
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret,
2010.
Sari, Citra Puspita. Harga Diri Pada Remaja Putri yang Telah Melakukan
Hubungan
Seks
Pranikah,
Jurnal
Fakultas
Psikologi,
Universitas
Gunadarma.
Soejoeti,
Sunanti
Zalbawi.
Perilaku
Seks
Di
Kalangan
Remaja
dan
Permasalahannya, Artikel Media Litbang Kesehatan Volume XI Nomor I
Tahun 2001.
Taufik dan Nisa Rachmah Nur Anganthi, Seksualitas Remaja: Perbedaan
Seksualitas Antara Remaja yang Tidak Melakukan Hubungan Seksual dan
Remaja yang Melakukan Hubungan Seksual, Jurnal Fakultas Psikologi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2005.
Trisnawati, Yuli. dkk. Perilaku Seksual Remaja SMA di Purwokerto dan Faktorfaktor yang Mempengaruhinya, Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 1 No. 1 Edisi
Desember 2010.
Aminah, Andi Nur. http://m.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabeknasional/15/12/17/nzhu8d384-ada-33-anak-terkena-hivaids-di-tangerang
18
90
Haryadi, Soegeng. http://palembang.tribunnews.com/2015/02/10/seks-pranikahdisinyalir-merambah-kalangan-usia-pelajar-smp#
Wahyudin, http://www.radarbanten.co.id/kota-tangerang-zona-merah-hivaid/
http://anekainfounik.net/2014/08/10/bkkbn-46-remaja-sudah-lakukan-hubunganseks-bebas/
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2014/03/konsep-perilaku-dan-carapengukuran.html?m=1
http://duniakebidanan.wordpress.com/category/perilaku-kesehatan/
http://kbbi.co.id/arti-kata/perilaku
http://landasanteori.com/2015/08/pengertian-tindakan-kesehatan-hidup.html?m=1
http://ms.m.wikipedia.org/wiki/Hubungan_seks
http://www.danang-setya-aji.blogspot.com/2011/12/perkembangan-fisik-padaremaja.html?m=1
19
LAMPIRAN
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
MASTER TABEL
Butir Pertanyaan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
1
3
4
3
1
4
2
2
3
3
3
3
3
2
4
3
3
2
3
1
4
3
3
3
4
3
2
3
3
4
4
3
2
3
3
4
2
2
2
3
2
2
1
2
3
3
4
2
4
2
2
3
3
4
4
2
1
3
3
3
1
2
3
3
2
4
3
1
2
1
3
2
1
2
1
3
2
2
2
2
4
2
3
4
3
4
2
3
4
3
4
4
4
2
3
3
3
2
4
4
3
3
3
3
2
3
4
2
3
2
4
2
3
4
4
4
3
2
2
2
2
3
2
4
2
1
3
4
1
3
1
3
3
3
3
3
2
4
4
2
1
2
3
4
4
4
3
4
2
4
3
4
3
4
3
4
3
3
4
2
2
2
1
2
5
4
2
2
3
2
2
4
2
2
1
4
2
1
2
3
2
2
4
2
3
2
4
2
4
1
3
1
3
3
4
4
2
3
2
3
3
4
4
1
4
6
1
1
1
2
1
4
2
4
1
2
1
1
2
1
1
2
2
1
3
3
2
4
1
2
1
4
1
4
3
4
3
4
4
2
1
3
3
2
1
4
7
2
4
1
4
4
2
4
2
4
1
2
3
3
3
3
4
1
3
4
3
1
4
3
2
2
4
2
3
3
3
4
2
4
3
3
4
4
3
3
1
8
3
3
3
1
3
4
2
3
4
3
1
4
4
2
2
4
4
3
4
3
3
4
3
4
3
4
2
4
4
4
4
3
4
3
1
4
1
3
4
1
9
4
4
3
2
2
1
4
1
2
4
4
3
3
4
4
1
1
4
2
1
4
3
4
3
4
1
3
2
3
1
2
3
1
4
2
1
3
3
2
2
10
2
1
2
4
4
4
1
3
4
2
2
2
2
3
3
4
4
2
3
3
3
3
2
1
2
4
2
3
3
3
4
2
4
3
2
1
2
2
4
2
11
3
3
1
3
4
3
4
4
2
2
2
4
1
2
4
3
3
3
4
4
2
2
2
3
3
1
4
4
2
4
3
3
4
3
4
2
2
2
3
3
12
2
3
3
4
2
2
2
1
4
3
3
2
3
4
3
2
2
3
3
3
2
2
3
1
4
4
4
4
2
4
3
4
3
3
3
2
4
1
2
4
13
4
2
2
4
4
4
4
2
2
4
4
3
3
2
1
4
2
4
4
3
4
2
4
4
3
4
4
3
1
1
2
1
4
4
1
3
2
2
3
2
14
3
3
4
4
3
2
2
3
1
3
3
2
2
1
4
4
4
3
4
4
3
2
3
1
2
1
3
4
2
3
4
4
3
4
1
4
2
1
4
2
15
2
3
2
4
4
1
4
4
1
3
3
4
3
4
2
4
3
2
3
3
4
2
2
2
1
1
4
3
2
3
3
1
3
2
2
2
2
2
3
3
16
3
1
4
4
1
1
1
4
1
4
4
3
1
2
1
1
1
3
1
1
3
3
3
3
2
1
2
1
4
1
1
3
4
3
4
3
3
1
1
2
17
3
3
1
1
4
4
3
4
4
1
1
1
2
1
1
4
3
1
2
2
3
3
2
4
3
3
2
1
3
1
2
2
1
3
1
2
2
2
3
2
18
4
2
3
1
2
2
3
2
2
2
3
2
1
4
1
1
1
3
2
2
2
3
3
4
2
1
3
1
3
1
2
3
2
4
2
3
3
2
4
2
19
1
4
2
4
2
1
1
1
1
3
4
3
1
4
1
1
1
3
2
1
4
3
4
2
4
1
1
1
4
1
2
4
4
3
1
2
4
4
2
4
20
3
1
3
3
3
4
1
1
1
2
1
2
1
4
1
3
4
2
1
2
1
3
2
4
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
2
2
3
4
3
2
Jml
54
50
50
58
57
52
52
53
48
53
53
54
44
56
45
56
48
55
52
54
56
59
54
60
48
48
49
54
56
53
55
54
60
59
45
49
52
46
54
48
30
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
4
3
2
4
4
3
3
2
4
3
3
2
3
4
3
4
3
2
2
2
2
4
4
3
4
1
3
4
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
2
1
2
4
3
3
4
3
4
4
2
4
2
3
2
2
3
3
2
3
2
2
2
2
2
1
2
2
1
3
4
3
3
4
2
2
2
3
3
3
3
4
4
2
2
2
4
2
4
3
2
4
1
1
3
3
2
4
1
2
2
2
3
4
2
2
2
2
2
3
2
4
3
3
2
4
3
4
3
4
3
3
3
2
4
3
3
4
4
3
3
3
4
4
4
3
3
2
3
2
2
4
2
2
2
3
1
2
3
2
4
3
4
3
4
4
3
3
3
3
3
2
1
1
1
4
2
3
4
1
2
4
2
4
3
4
2
4
4
1
3
2
4
4
3
4
2
3
3
2
4
3
1
2
2
2
4
3
4
1
4
4
4
2
2
3
2
3
1
2
2
4
1
1
4
4
1
2
2
2
1
3
1
3
2
4
2
2
3
1
3
2
1
2
4
3
4
2
1
4
1
1
4
3
4
2
4
3
4
4
4
4
3
1
1
1
1
4
1
1
4
4
1
3
1
3
1
4
1
4
4
2
4
1
4
4
3
3
4
4
2
2
3
3
2
3
1
1
4
2
4
3
3
2
4
4
4
4
3
4
4
3
3
1
1
2
4
1
3
3
1
4
2
3
1
4
3
4
2
1
4
2
4
3
3
3
3
3
4
3
4
1
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
3
3
4
2
4
4
3
3
4
4
4
4
2
4
4
2
4
3
1
4
4
4
4
4
4
3
1
1
4
4
3
3
2
4
4
1
3
1
4
2
2
1
2
1
1
1
3
3
2
3
3
4
4
1
4
4
2
4
2
4
1
3
3
2
3
1
4
1
2
1
2
2
3
3
2
3
1
1
3
1
1
4
3
4
4
4
3
4
4
4
3
3
2
1
1
4
3
1
3
4
1
2
3
1
4
1
4
4
1
1
2
4
1
4
3
4
3
3
2
2
1
3
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
4
3
3
2
3
3
4
1
3
4
3
2
2
3
3
2
4
2
4
2
3
3
3
3
4
3
2
3
4
3
4
3
3
3
1
1
2
3
3
4
3
4
2
3
1
3
4
4
3
4
2
4
4
4
2
2
4
3
4
3
4
3
4
3
2
3
4
1
4
4
4
1
4
3
3
3
3
4
1
4
1
4
2
2
2
3
4
3
2
4
3
3
2
4
2
3
3
4
2
2
1
1
4
2
4
3
3
2
3
2
3
2
3
1
3
4
4
4
4
4
4
3
4
2
3
2
3
1
2
4
2
4
3
4
3
4
4
4
3
3
3
4
1
4
3
3
4
4
4
4
4
4
2
3
4
4
4
2
4
4
3
3
1
2
3
3
2
4
1
1
4
2
3
1
2
3
3
4
4
4
3
4
2
3
3
3
2
4
2
4
4
3
4
4
3
3
3
4
1
1
3
4
2
3
4
4
4
2
4
1
3
3
4
3
1
2
1
2
1
1
3
4
3
3
3
1
4
1
3
2
3
1
4
2
1
1
3
2
3
3
4
3
3
2
3
3
3
3
4
3
2
3
1
3
3
2
4
1
1
1
1
4
1
2
4
1
2
3
2
4
4
2
3
2
4
2
1
2
1
4
1
2
4
1
2
1
1
1
1
4
3
2
3
1
1
4
2
1
1
4
1
1
3
1
1
2
2
4
2
4
4
1
3
3
2
1
2
1
3
1
2
2
2
2
2
1
1
2
3
1
1
4
1
3
2
4
2
1
3
4
1
2
1
3
1
1
1
2
3
1
1
2
3
3
1
4
2
2
3
2
4
2
4
1
1
1
3
2
2
2
3
3
1
2
1
3
3
1
2
1
2
1
3
3
1
1
3
2
1
4
1
2
2
1
2
2
2
1
4
2
2
4
4
2
2
1
3
1
2
1
3
1
4
1
1
1
1
1
3
1
3
2
2
2
4
2
4
1
1
2
1
2
3
3
1
2
1
4
1
4
2
2
1
1
1
56
50
53
54
48
49
47
49
53
56
56
55
56
58
57
56
56
53
57
47
51
60
47
49
52
62
46
55
61
52
49
59
51
60
54
57
49
54
59
49
51
55
55
52
53
51
31
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
Jml
Ratarata
3
4
4
3
3
4
4
4
3
4
4
2
2
2
1
4
2
2
1
1
4
3
3
2
2
4
4
4
3
4
1
4
4
3
3
4
4
4
4
4
2
3
3
3
4
3
4
4
3
4
1
4
4
4
4
1
2
4
4
4
2
4
3
3
3
2
3
4
4
3
3
4
4
4
4
2
1
3
4
4
3
2
2
2
2
4
2
1
2
2
3
4
4
4
4
4
4
3
4
3
3
3
3
3
4
3
4
3
3
4
4
3
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
3
4
3
2
3
3
4
4
4
2
4
4
4
4
4
4
4
3
3
2
3
4
4
4
1
3
4
3
2
1
1
1
2
4
2
1
1
1
4
1
1
2
2
1
1
3
1
2
1
2
3
2
2
3
1
3
2
2
2
1
2
2
2
3
2
3
1
2
1
2
1
1
1
4
4
3
2
1
293
238
288
277
252
244
275
316
241
266
276
289
282
291
273
216
208
210
213
194
54
55
58
56
58
63
56
63
58
59
5142
53.56
32
33
34
35
INFORMED CONCENT
Saya adalah mahasiswa Program Sarjana Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Konsentrasi Sosiologi-Antropologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian
ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses belajar
pada Program Sarjana Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Konsentrasi
Sosiologi-Antropologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Adakah Perbedaan Perilaku
Antara Remaja yang Melakukan dengan Remaja yang Tidak Melakukan Seks
Pranikah di Desa Karang Mulya Kota Tangerang. Untuk keperluan tersebut saya
mohon kesediaan saudara/i untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
Selanjutnya saya mohon kesediaan saudara/i untuk menjawab pertanyaan dengan
jujur dan apa adanya. Demikian secara sadar dan sukarela tidak ada unsur paksaan
dari manapun, saudara/i berperan serta dalam penelitian ini dan bersedia
menandatangani lembar persetujuan ini. Jika saudara bersedia, silahkan
menandatangani persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan saudara.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama (inisial)
:
Umur
:
Alamat
:
Menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Identitas pribadi sebagai responden akan dirahasiakan dan semua informasi yang
diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini.
Atas perhatian dan kesediaan saudara/i menjadi responden dalam penelitian
ini saya ucapkan terima kasih.
Tangerang, September 2016
Responden
36
Instrumen Penelitian
Identitas Sampel
Kode Responden : .... (di isi oleh peneliti)
Waktu : ............... /...... – ...... – 2016
Nama (inisial)
: .................................
Alamat : ............................................
Usia
: ...................... Tahun
Jenis Kelamin :
Laki
Perempuan
Petunjuk pengisian:
1. Pilihlah satu dari empat alternatif jawaban yang tersedia yang anda anggap
paling sesuai dengan diri anda.
2. Berilah tanda chek list () atau silang (X) pada salah satu jawaban yang
paling sesuai dengan keadaan anda.
3. Alternatif jawaban :
SS
: bila anda sangat setuju dengan pernyataan tersebut.
S
: bila anda setuju dengan pernyataan tersebut.
TS
: bila anda tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
STS
: bila anda sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
4. Kejujuran anda dalam mengisi angket ini sangat saya rahasiakan, guna
mendapatkan informasi yang valid.
5. Diharapkan semua soal dalam angket ini dapat terisi semua dan saya
ucapkan terima kasih atas partisipasinya.
No.
Pertanyaan
1.
Seks adalah hubungan laki-laki dan perempuan yang disadari
hasrat atau keinginan (libido) dengan tujuan untuk mencari
kenikmatan.
2.
Hubungan seks boleh dilakukan yang penting tidak
menyebabkan kehamilan.
SS
S
TS
STS
37
3.
Saling ketertarikan pada lawan jenis, merupakan bentuk dari
perilaku seksual pranikah.
4.
Pergaulan bebas merupakan faktor penyebab perilaku
seksual pranikah.
5.
Kehamilan, melahirkan bayi yang tidak normal serta infeksi
organ reproduksi, merupakan resiko dari hubungan seksual
pranikah bagi remaja.
6.
HIV/AIDS, Sifilis, Herfes, Kencing Nanah serta Klamida,
merupakan penyakit-penyakit yang diakibatkan karena
sering berganti-ganti pasangan.
7.
Penyakit kelamin diakibatkan oleh infeksi yang ditularkan
melalui hubungan seks.
8.
Seseorang boleh berhubungan seks jika orang tersebut dan
pasangannya telah resmi menikah.
9.
Seorang remaja boleh melakukan hubungan seksual sebelum
menikah jika keduanya saling mencintai.
10. Seseorang yang berani melakukan hubungan seksual
sebelum menikah berarti sanggup menanggung dosa besar.
Seseorang yang melakukan hubungan seks sebelum menikah
11. adalah orang yang telah berbuat suatu kesalahan melanggar
norma-norma di masyarakat.
12. Setujukah anda bahwa remaja belum pantas untuk
melakukan hubungan seksual.
13. Jika pasangan saya meminta untuk berhubungan seksual,
maka saya akan menolaknya dan meminta putus darinya.
14. Setujukah anda untuk tidak melakukan hubungan seksual
sebelum menikah.
15. Se-sayang apapun dengan pasangan, saya berusaha untuk
menolak melakukan hubungan seksual.
16. Saya mau melakukan hubungan seksual dengan pacar, asal di
tempat sepi.
38
17. Untuk memperluas pengalaman dan pergaulan perlu
berganti-ganti pacar.
18. Hubungan seksual akan tetap saya lakukan meskipun ini
dilarang.
19. Mengajak pasangan ke tempat-tempat yang sepi supaya bisa
melakukan hubungan badan layaknya suami istri.
Kalau sampai terjadi kehamilan tidak diinginkan,
20. menggugurkan kandungan/aborsi menjadi langkah saya agar
terhindar dari cemoohan masyarakat.
TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI ANDA ^_^
39
PEDOMAN WAWANCARA
Identitas Subjek
Nama (inisial) : ..................................
Waktu
: ........-........ – 2016 / ...... : ......
Alamat
:....................................
Usia
: ................................................
Status
: ...................................
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Perempuan
Pertanyaan Wawancara
1. Apakah anda sudah pernah pacaran?
2. Menurut anda haruskah seumuran anda sudah mempunya pacar?
3. Apakah anda mengetahui kalau perilaku pacaran erat kaitannya dengan
hubungan seks pranikah? Lalu bagaimana pendapat anda tentang
melakukan hubungan seksual sebelum menikah pada masa remaja yang
bermula dari masa pacaran?
4. Apakah anda mengetahui mengenai hubungan seks pranikah? Jika iya, dari
mana anda mendapatkan informasi tentang itu?
5. Bagaimana pendapat anda mengenai seks bebas yang terjadi di kalangan
remaja?
6. Apakah wajar jika remaja melakukan seks bebas?
7. Apakah anda pernah melakukannya?
Jika iya, Apa sajakah faktor yang melatarbelakangi anda sehingga
memutuskan melakukan hubungan seksual sebelum menikah?
Jika tidak, Apa sajakah faktor yang melatarbelakangi anda sehingga
memutuskan untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah?
8. Bagaimana hubungan pertemanan dan pergaulan anda terhadap orangorang di sekitar anda, baik dengan keluarga maupun teman-teman serta
masyarakat di sekitar?
9. Apakah anda mengetahui dampak dari melakukan hubungan seks pranikah?
10. Apa pesan anda untuk remaja yang lain tentang hubungan seks pranikah?
40
HASIL WAWANCARA
Wawancara dengan X usia 18 tahun pekerjaan kurir dan dilakukan pada hari
Jumat, 23 September 2016 di tempat biasa kumpul anak remaja di daerah tersebut
karena suasana sewaktu wawancara cukup ramai maka dari itu informan meminta
menjauh dari tempat itu hal ini dilakukan untuk menjaga kerahasiaan informan.
Waktu wawancara antara pukul 21:45 – 22:03 WIB. Suasana sewaktu wawancara
cukup tenang. Informan sedang duduk santai dengan secangkir kopi, sebatang
rokok ditangan dan tidak ada kesan terburu-buru ketika wawancara.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Udah..
Seharusnya belum sih tapi karena kebanyaan teman saya udah punya pacar
jadi saya juga ikutan deh.
Iyaa.. Saya mengetahui kalo pacaran itu pintu masuk hubungan seks. Karena
klo orang pacaran itu erat kaitannya dengan pelampiasan hasrat seks seperti
berkencan, mencium, meraba, sampe melakukan hubungan badan yang
dilakukan oleh mereka yang belum sah.
Tau.. Dari internet dan media sosial.
Seks bebas dikalangan remaja sudah meluas karena gampangnya mencari
situs porno di internet. Karena gampangnya mengakses situs-situs porno
justru menjadi faktor pemicu yang paling rentan terhadap maraknya pola
perilaku seks pranikah di kalangan remaja.
Wajar aja sih mas klo menurut saya.. Soalnya itu suatu kebebasan
berekspresi yang dilakukan oleh sepasang kekasih yang saling mencintai.
Pernah.. Saya melakukan itu karena sangat mencintai pacar saya, walau saya
sendiri terkadang sukar membedakan apakah ini nafsu atau rasa sayang.
Baik-baik aja kok mas.
Iyaa.. Dampak dari melakukan hubungan seksual menyebabkan penyakit
seperti HIV/AIDS, kencing nanah, raja singa dll.
Untuk semua remaja sebaiknya tidak usah berhubungan seks bebas dan
sebaiknya dihindari karena merugikan masa depan anda khususnya pihak
wanita yang bakalan menanggung rasa malu karena dapat menyebabkan halhal yang tidak diinginkan.
41
HASIL WAWANCARA
Wawancara dengan Y usia 20 tahun pekerjaan ngajar dan dilakukan pada hari
Minggu, 25 September 2016 di depan halaman rumah informan. Waktu
wawancara antara pukul 14:24 – 14:33 WIB. Suasana sewaktu wawancara cukup
tenang. Informan sedang santai menikmati waktu disertai makan cemilan dan
tidak ada kesan terburu-buru ketika wawancara.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Udah..
Seharusnya sih udah yaa tapi tergantung orang sih itu mah.
Biasanya sih pemikiran masyarakat seperti itu yaa. Persepsi yang ada tuh
biasanya klo abis pacaran pasti pernah begini nih begitu tuh.. Seharusnya
pacaran gak selalu di isi dengan seks yaa. Pacaran tuh bisa ngerjain tugas
bareng, yaa pokoknya bisa bikin semangat.
Tau itu mah.. Biasanya sih dari internet kebanyakan mah.
Seks bebas dikalangan remaja kayaknya udah makin marak mas, karena
para remaja gampang banget mengakses situs-situs yang menjurus pada
perilaku seks bebas gitu. Udah gitu di tv banyak menayangkan berita-berita
itu dan media sosial juga banyak menampilkan hal-hal porno.
Tidak wajar.. Karena remaja belum matang dari sisi pikiran belum bisa
bertanggungjawab, namanya remaja masih labil mas.
Tidak.. Yaa paling sih faktor agama yaa mas karena agama sangat melarang
hal itu. Dosanya beehhh besar dah pokoknya se tau saya sih gitu mas.
Baik-baik aja sih gak ada masalah.
Dampaknya sih banyak yaa mas tapi setau saya sih paling kena HIV/AIDS,
penyakit kelamin, hamil di luar nikah, raja singa yaa se tau saya sih itu.
Sebaiknya jangan dahh.. Karena remaja kan kayak tadi yang saya bilang tuh
belum matang pikirannya, belum bisa tanggung jawab apabila terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan, belum lagi nanggung dosanya.
42
Kota Tangerang Zona Merah HIV/AIDS
Sabtu, 9 Agustus 2014 15:27
SERANG – Kota Tangerang merupakan zona merah daerah paling banyak
penderita HIV dan AIDS di Provinsi Banten. Hal ini disampaikan oleh Kepala
Seksi Pengendalian Penyakit Dinkes Banten dr Ria Oktarini.
Kata dia, kasus HIV AIDS tertinggi di Provinsi Banten terdapat di Kota
Tangerang peringkat pertama dengan jumlah penderita sebanyak 705 penderita
HIV dan 395 menderita AIDS, dengan jumlah meninggal dunia sebanyak 21
orang.
Sementara itu, posisi penderita berikutnya ditepati oleh Kabupaten Tangerang 533
penderita HIV dan AIDS sebanyak 299 penderita dengan jumlah meninggal dunia
16 orang. Sementara Kabupaten Serang sebanyak 369 penderita HIV dan 97
penderita AIDS dengan jumlah meninggal dunia 24 orang.
“Tren yang paling banyak memang dari penggunaan jarum suntik,” kata dia,
Sabtu (9/8/2014).
Peringkat berikutnya, Kota Cilegon sebanyak 140 penderita HIV dan 103
penderita AIDS dengtan jumlah meninggal dunia 46 orang. Kota Tangsel jumlah
penderita 120 HIV dengan 60 penderita AIDS dengan jumlah meninggal dunia 60
orang.
Kota Serang sebanyak 56 penderita HIV dan sebanyak 86 AIDS dengan jumlah
meninggal dunia 32 orang. Kabupaten Lebak sebanyak 44 penderita HIV dan
sebanyak 57 penderita AIDS dan sebanyak 13 orang meninggal dunia. Sementara
Kabupaten Pandeglang sebanyak 62 penderita HIV dan sebanyak 37 penderita
AIDS dan 13 orang meninggal dunia.
Alasan Ria, mengenai Kota Tangerang paling banyak terjangkit HIV dan AIDS
ini karena dekat dengan DKI Jakarta dengan pola hidup perkotaan. “Peringkat
secara nasional berubah, Kota Tangerang dekat dengan Jakarta. Banten di posisi
15 secara nasional,” terangnya.
(WAHYUDIN)
Sumber :
http://www.radarbanten.co.id/kota-tangerang-zona-merah-hivaids/
43
Ada 33 Anak Terkena HIV-AIDS di Tangerang
Thursday, 17 December 2015 | 16:10 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Aparat Dinas Kesehatan (Dinkes)
Pemerintah Kabupaten Tangerang, Banten menemukan data kenaikan jumlah
penderita HIV-AIDS yang menulari anak-anak. Saat ini terdata ada 33 anak yang
menderita HIV-AIDS di wilayah tersebut. Pendataan terus dilakukan untuk
melakukan langkah penanggulangan lebih serius lagi karena penyakit tersebut
terus bertambah dari tahun ke tahun.
"Penderita HIV-AIDS di wilayah ini terus bertambah, belakangan menimpa anak
ada sebanyak 33 kasus dan 34 kasus ibu rumah tangga," kata Kepala Dinkes
Pemkab Tangerang, Naniek Isnaini di Tangerang, Kamis (17/12).
Naniek mengatakan perlu strategi khusus untuk menekan laju pertumbuhan
endemi virus tersebut dengan melibatkan berbagai pihak. Dia menyebutkan saat
ini terdapat 862 kasus penderita HIV-AIDS yang sebelumnya hanya sebanyak 685
kasus selama tahun 2014. Semula penderita HIV-AIDS hanya tersebar pada
kawasan tertentu. Tapi sejak awal 2015 sudah hampir menyeluruh dari sebanyak
29 kecamatan yang ada.
Menurut dia langkah pencegahan baru dilaksanakan oleh bidang kesehatan saja.
Belum terlibat secara langsung pihak lain seperti tokoh agama, tokoh masyarakat,
budayawan dan pihak berkepentingan lainnya. Pihaknya prihatin terhadap kasus
HIV-AIDS yang menimpa anak dan ibu rumah tangga itu, karena mereka tidak
mengetahui secara pasti penyebab penyebarannya. Meski populasi penyebaran
virus itu di antaranya melalui jarum suntik, kaum homoseksual dan PSK karena
sering berganti pasangan, tapi perlu upaya untuk pencegahan.
Dia mengatakan bahwa penyebaran virus tersebut selama 2015 telah meningkat
drastis yakni mencapai 22,6 persen. Penderita kadang enggan untuk melaporkan
karena ada anggapan negatif dari masyarakat bahwa bila ada warga yang kena
HIV-AIDS akan dijauhi atau dikucilkan.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Pemkab Tangerang, Iskandar Mirsyad
mengatakan pihaknya berupaya untuk menekan jumlah penderita HIV-AIDS salah
satunya dengan menutup lokasi prostitusi di Desa Dadap, Kecamatan Kosambi.
Pemkab Tangerang, katanya, berencana membangun Islamic Center di Desa
Dadap yang merupakan lokasi prostitusi mulai 2016. Padahal sebelumnya,
Pemkab Tangerang sudah merancang proyek tersebut agar nantinya dapat
dimanfaatkan untuk pusat kegiatan keagamaan.
Demikian pula di kawasan itu nantinya dibangun Masjid Agung yang terbesar di
kawasan Pantai Utara agar dapat menampung umat menjalankan ibadah yang
berasal dari wilayah sekitar.
Red: Andi Nur Aminah
Sumber :
http://m.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabeknasional/15/12/17/nzhu8d384-ada-33-anak-terkena-hivaids-di-tangerang
44
Seks Pranikah Disinyalir Merambah Kalangan Usia Pelajar SMP
Selasa, 10 Februari 2015 17:24
SRIPOKU.COM, JAKARTA -– Masalah seks pranikah sering kali terjadi pada
usia remaja. Tak hanya mereka yang duduk di bangku sekolah menengah atas
(SMA), tetapi juga mulai terjadi pada anak-anak sekolah menengah pertama
(SMP). Padahal, seks pranikah dapat merugikan kesehatan reproduksi dan juga
menimbulkan masalah sosial.
Direktur Direktorat Bina Ketahanan Remaja Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) Temazaro Zega mengatakan, remaja perlu diberi
pendidikan agar tidak melakukan seks pranikah. Menurut Zega, BKKBN kini tak
hanya menyasar pada anak-anak SMA, tetapi juga sejak mereka duduk di bangku
SMP.
“Kita lihat perilaku remaja SMP sudah berisiko. Mereka harus diberikan
pemahaman. Pendidikan kesehatan reproduksi bukan mengajarkan remaja
berhubungan seks. Tapi supaya mereka terhindar dari perilaku berisiko,” terang
Zega di Gedung BKKBN, Jakarta, Selasa (10/2/2015).
Zega mengatakan, BKKBN pun melakukan program Genre untuk mengajak
remaja melakukan pola hidup sehat, bebas dari narkoba, menghindari kehidupan
seks bebas, dan mendewasakan usia pernikahan.
“Remaja didorong untuk mendewasakan usia pernikahan supaya mereka nikah
pada usia lebih matang,” kata Zega.
Ia menjelaskan, usia ideal menikah untuk wanita minimal di usia 21 tahun dan
laki-laki minimal usia 25 tahun. Para remaja iini diharapkan dapat menyelesaikan
sekolahnya, kemudian bekerja, lalu merencanakan untuk berumah tangga. Untuk
diketahui, hamil usia dini dapat meningkatkan risiko angka kematian ibu dan bayi.
Zega mengungkapkan, berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2010, seks
pranikah berisiko dilakukan pada anak-anak atau remaja pada usia 10-24 tahun.
Menurut Zega, media internet yang mudah diakses merupakan salah satu
pengaruh remaja melakukan perilaku seks pranikah.
Editor: Soegeng Haryadi
Source : Kompas.com
Sumber :
http://palembang.tribunnews.com/2015/02/10/seks-pranikah-disinyalirmerambah-kalangan-usia-pelajar-smp#
45
BKKBN: 46 % Remaja Sudah Lakukan Hubungan Seks Bebas
Foto Pelajar SMP dan SMA Hamil di Luar Nikah
Sebuah fakta dari hasil survey oleh BKKBN menyatakan bahwa 46 persen remaja berusia
15-19 tahun di Indonesia sudah melakukan hubungan intim bebas pra nikah. Hal itu
dikatakan Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Julianto Witjaksono
SpOG, KFER, MGO.
“Paling tidak, beri pandangan bahwa ini bahaya dan mengancam generasi muda.
Pernikahan dini, penyimpangan prilaku. Masalah penyimpangan remaja semestinya bisa
dikendalikan. Harus dikendalikan, bisa mencegah menghambat angka kehamilan pra
nikah, penyimpangan seksual akan bias berdampak pada kesehatan remaja,” tegasnya
dalam Seminar Kesehatan Reproduksi Remaja “Strategi Kesehatan Reproduksi Remaja
dalam Upaya Meningkatkan Kesehatan Ibu di Indonesia” di Kampus Universitas
Indonesia (UI) Depok, Sabtu, 9 Agustus 2014.
Sehingga, lanjutnya, Indonesia dapat siap menghadapi tantangan bonus demografi 2025
atau AFTA 2015. Generasi ini harus disiapkan sejak dini. “Kualitas manusia Indonesia,
tak hanya pendidikan sekolah, tetapi harus disiapkan sejak dini dalam
kandungan.Kehamilan remaja memicu tingginya angka kematian bayi. Bayi berbobot
rendah,” jelasnya.
Julianto menegaskan bahwa pendewasaan usia perkawinan penting dilakukan. Jika sudah
menikah, kata dia, menunda kehamilan sampai usia 20 tahun keatas tentu sangat baik.
“Remaja saat ini rentan terhadap godaan-godaan, banyak terjadiabortus, penyakit seksual,
hati-hati cari pacar,” katanya. BKKBN terus menyosialisasikan masalah kesehatan dan
pendidikan reproduksi dengan sasaran sekolah, universitas, pramuka, pusat kesehatan
reproduksi seperti di Jayapura.
“Itu semacam UKS, tempatnya dilengkapi petugas medis yang ramah, akses mudah,
diminati remaja kita. Banyaknya masyarakat yang datang menunjukan bagaimana rakyat
butuh konseling,” tutupnya.
Pentingnya Pendidikan Seks Usia Dini
Pendidikan seks sejak usia dini penting dilakukan untuk masa depan anak agar
terlindungi dari kekerasan seksual. Pihak yang paling bertanggung jawab untuk hal itu
adalah orang terdekat dengan anak-anak, yaitu orangtua. Direktur Human Resources PT
Unilever Indonesia Tbk, Enny Sampurno menjelaskan di era digital saat ini segala
informasi dengan sangat mudah dapat diakses anak-anak termasuk berita dan foto-foto
tentang pornografi.
Jika tidak membekali dengan pendidikan seks sejak dini, bisa berdampak buruk bagi
masa depan anak-anak. Salah satunya adalah membuat anak rentan menjadi korban
kekerasan seksual. Berdasarkan survey Komnas HAM Anak 2002, 67,3 persen pelajar
Sekolah Menengah Pertama (SMP) pernah melakukan hubungan seks usia dini bersama
temannya. Itu artinya, setiap enam dari sepuluh anak SMP pernah melakukan hubungan
seks pra nikah.
46
Oleh karena itu, lanjut Enny, pendidikan seks pada anak penting dilakukan sejak anak
mulai mengenal bahasa atau sekitar dua tahun. Karena pada usia tersebut perkembangan
otak anak sangat pesat hingga mencapai 80 persen. Anak dapat menyerap segala hal yang
diajarkan dengan cepat. Oleh karena itu, pendidikan seks lebih baik diberikan oleh
orangtuanya, dibandingkan dari orang lain yang belum tentu benar.
“Pendidikan seks sejak dini dapat melindungi diri serta menjaga diri anak dari ancaman
kekerasan seksual yang bisa merusak masa depannya,” ungkap Enny di sela penutupan
Unilever Day Care di Jakarta, Jumat (8/8). Praktisi multiple intelligence and holistic
learning Ayah Edy mengatakan peran orang tua dalam hal ini ayah dan ibu sangatlah
penting dan menjadi kunci keberhasilan dalam mendidik anak. Secara filosofi, anak-anak
lahir dari „kerjasama‟ antara ayah dan ibu.
Untuk itu perlu kerjasama yang kuat dari keduanya dalam mendidik anak untuk
menciptakan generasi yang kuat dan tangguh. Agar anak dapat mencapai masa depannya
yang cerah. Ayah Edy menambahkan, sampai saat ini tidak ada sekolah untuk para
orangtua. Namun, para orangtua dapat mencari sumber informasi yang dapat
dipertanggung-jawabkan tentang bagaimana memberikan pendidikan seks pada anak.
Sebelum memberikan pendidikan seks pada anak, orangtua perlu membekali diri dengan
pengetahuan tentang edukasi seks yang mencakupself defense system, left brain system,
dan brain response system.
Untuk self defense system, orangtua perlu memberi pemahaman pada anak bagaimana dia
melindungi dirinya dan menjaga diri dari kekerasan seksual, yaitu dengan
memperkenalkan pada anak nama-nama organ tubuh dan reproduksi serta fungsinya
masing-masing dengan menggunakan nama yang benar. Sedangkan left brain system
yaitu mengajarkan pendidikan seks lewat otak kiri anak. Karena, cara kerja otak kiri
adalah merespon hal-hal yang bersifat sains seperti berhitung, membaca, menulis, dan
ilmu pengetahuan.
Pendidikan seks yang ditangkap otak kiri akan merespon bagian tubuh sebagai anggota
tubuh biasa yang mempunyai fungsinya masing-masing yakni membuat anak melihat
segala sesuatunya dengan science, seperti halnya seorang dokter menghadapi pasien.
“Sedangkan otak kanan merespon hal-hal yang terdiri dari imajinasi, bahasa, kreativitas,
seni, dan budaya,” jelas Ayah Edy.
Sedangkan brain response system diperlukan agar anak memiliki daya tolak. Jika ada
ancaman kekerasan seksual pada dirinya. Contohnya anak akan berani berteriak minta
tolong, berlari, dan mencari pertolongan jika ada orang lain yang menyentuh organ
vitalnya. Pendidikan seks usia dini perlu dilatih dan dipraktekkan langsung pada setiap
anak secara perorangan ataupun bersama-sama dan bukan hanya diceritakan saja.
Pelatihan ini perlu disegarkan kembali dan diulang-ulang minimal setiap enam bulan
sekali agar anak memiliki right response atau respon yang benar terhadap setiap ancaman
yang datang tak terduga.
Sumber :
https://anekainfounik.net/2014/08/10/bkkbn-46-remaja-sudah-lakukan-hubungan-seksbebas/
Download