1 PERSEPSI REMAJA TENTANG PERILAKU SEKS PRANIKAH (Studi Pada Remaja di Kota Tangerang) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh: AMAR RASYIDILLAH NIM: 1112015000115 JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 2 3 i 4 ii 5 iii 6 Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benarbenar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al ‘Ashr: 1-3) Karya sederhana ini ku persembahkan untuk diriku sebagai bentuk pertanggung jawabanku kepada-Nya, untuk Ayah dan Mamah, serta orang-orang yang menyayangiku dan ku sayangi. iv 7 ABSTRAK Amar Rasyidillah (NIM. 1112015000115). Persepsi Remaja Tentang Hubungan Seks Pranikah (Studi Pada Remaja di Kota Tangerang). Skripsi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Semakin meningkatnya perilaku seks pranikah dikalangan remaja semakin mengkhawatirkan, karena dari berbagai penelitian menyimpulkan bahwa seks pranikah sangat berbahaya bagi kesehatan. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku seks pranikah, salah satunya adalah persepsi dari individu tentang hubungan seks pranikah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi remaja tentang hubungan seks pranikah. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni – September 2016 di Desa Karang Mulya, Kecamatan Karang Tengah, Kota Tagerang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian meliputi remaja yang berusia 16-23 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Responden dalam penelitian ini berjumlah 96 remaja dari 2045 remaja. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cluster random sampling. Untuk menentukan siapa saja yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini menggunakan metode convenience sampling. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, persepsi remaja yang meliputi aspek pengetahuan, sikap serta tindakan cukup baik menurut penilaian remaja. Ini terlihat dari perhitungan rumus yang menunjukan bahwa persepsi remaja tentang hubungan seks pranikah di Kota Tangerang sudah cukup baik dengan prosentase sebesar 66.49 (Cukup Baik). Kata Kunci: Persepsi, Remaja, Seks Pranikah. v 8 ABSTRACT Amar Rasyidillah (NIM. 1112015000115). Perceptions of Youth About Sex Prenuptial (Study in Adolescents in Kota Tangerang). Thesis Department of Education Social Sciences, Faculty of Science and Teaching Tarbiyah State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. The increasing premarital sexual behavior among adolescents increasingly worrying, because of various studies conclude that premarital sex is very harmful for health. There are several factors that can affect the appearance of premarital sexual behavior, one of which is the perception of people about premarital sex. This study aims to determine how perceptions of teenagers about premarital sex. This research was conducted in June – September 2016 Karang Mulya, Karang Tengah District, Tangerang City. The method used in this research is descriptive analysis method with quantitative approach. The study population includes adolescents aged 16-23 years, both male and female. Respondents in this study amounted to 96 adolescents from the 2045 teen. The sampling technique used in this study is a random cluster sampling technique. To determine who will be the respondent in this study using a convenience sampling method. From the research that has been done, the perception of teenagers covering aspects of knowledge, attitudes and actions well enough by rating teenagers. This is evident from the calculation formula which shows that the perception of adolescents about premarital sex in the city of Tangerang is quite good with a percentage of 66.49 (Pretty Good). Keywords: Perception, Adolescent, Premarital Sex. vi 9 KATA PENGANTAR بسم هللا الرمحن الرحمي Puji syukur kehadirat Allah swt. atas limpahan rahmat, inayah, dan hidayahNya serta karunia-Nya yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Perilaku Antara Remaja yang Melakukan Hubungan Seks Pranikah dengan Remaja yang Tidak Melakukan Hubungan Seks Pranikah (Studi Komparasi Pada Remaja di Kota Tangerang)”. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw. yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benerang seperti saat ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Walaupun waktu, tenaga dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan, penghargaan, dukungan serta bantuan dari berbagai pihak kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis sangat berterimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 3. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS yang telah tulus dan ikhlas memberikan melayani penulis selama penulis kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Bapak Drs. Syaripulloh, M.Si selaku dosen pembimbing utama, terima kasih atas bimbingan, saran, motivasi dan petunjuknya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. vii 10 5. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang juga telah banyak memberikan masukan-masukan dan motivasinya selama penulis menyusun skripsi. 6. Ibu Jakiatin Nisa, M.Pd selaku Dosen Penasehat Akademik. 7. Ibu Dr. Ulfah Fajarini, M.Si selaku dosen penguji pertama yang telah membantu demi kesempurnaan skripsi ini. 8. Bapak Sodikin, M.Si. selaku dosen penguji kedua yang telah membantu demi kesempurnaan skripsi ini. 9. Para Bapak/Ibu dosen di Jurusan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan ilmu kepada penulis serta meluangkan waktunya untuk mengajar dan memberikan bimbingan kepada para mahasiswanya. 10. Bapak H. Muhammad, S.Sos selaku Kepala Kelurahan Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian. 11. Yang paling penulis hormati dan kasihi setelah Allah swt. dan RasulNya, yaitu kepada kedua orang tua saya: Ibunda Alawiyah dan Bapak Harun yang senantiasa memberikan doa, hingga doa-doanya bisa saya rasakan di hati sangat menyejukkan. 12. Adik-adikku yang terus memberikan motivasi untuk tetap semangat menyelesaikan tugas akhir. 13. Teman-teman seperjuangan Pendidikan IPS angkatan 2012 serta teman-teman Konsentrasi Sosiologi-Antropologi 2012 terlebih khusus kepada teman-teman mahasiswa seperjuangan Kelas C P.IPS angkatan 2012 FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak bisa disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa persahabatan kita, tetap kompak selalu dan terus jalin tali silaturrahmi. 14. Febriani Ramadhana atas dukungan yang telah diberikan dan yang selalu siap membantu dan selalu memberi motivasi kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir ini. viii 11 15. Winda Agnes yang terus memberikan motivasi serta dukungan yang telah diberikan dan semoga kau lekas sembuh. Aamiin.. Karena rasa sakit tidaklah permanent, rasa sakit yang kau alami semoga menjadi penghapus dosa. Semoga bisa mengambil hikmah dan bangkit segera dari tempat tidurmu. Struggle to survive. Semangatlah.!! 16. Teman seperjuangan Social Ethnic Voyager (Aal, Ozay, Darul, Oge, Puji Ebe, Ucup, Bokir, Rizal, Agus, Wais) atas segala motivasi yang tiada henti dan waktu yang disediakan untuk berbagai di setiap kesempatan. 17. Teman seperjuangan The Lobby (Ema Dina, Hajar, Lae, Ikrom, Fajar, Ozay, Nuning, Wildan, Kusum) atas segala motivasi yang tiada henti dan waktu yang disediakan untuk berbagai di setiap kesempatan. 18. Sahabat-sahabatku yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat tiada henti, semangat buat kalian. 19. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, terima kasih atas doa dan bantuannya. 20. Semua responden, terima kasih karena menjadikan skripsi ini terwujud, penulis berharap skripsi ini di kemudian hari dapat bermanfaat, baik bagi pihak-pihak terkait, peneliti selanjutnya maupun bagi pembaca. 21. Kepada para informan kunci dalam memberikan informasi tambahan atas kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. Begitu panjang perjalanan untuk menempuh sebuah proses yang dinanti untuk mendapatkan sebuah kebanggaan, lika-liku perjuangan, pengorbanan, harapan dan semoga pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah swt. Aamiin. Jakarta, 03 Februari 2017 Penulis ix 12 DAFTAR ISI PERNYATAAN KARYA ILMIAH ....................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ......................................... ii LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ........................................ iii PERSEMBAHAN .................................................................................................... iv ABSTRAK ............................................................................................................... v ABSTRACT ............................................................................................................. vi KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................................ x DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 9 C. Pembatasan Penelitian ........................................................................ 9 D. Perumusan Masalah ............................................................................ 9 E. Tujuan Penelitian ................................................................................ 10 F. Manfaat Penelitian .............................................................................. 10 BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGUJIAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teori ................................................................................... 12 1. Hakikat Persepsi ........................................................................... 12 a. Pengertian Persepsi ................................................................. 12 b. Proses Terjadinya Persepsi ..................................................... 14 c. Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi .................................... 14 2. Remaja ........................................................................................... 15 a. Pengertian Remaja ................................................................ 15 b. Perkembangan di Usia Remaja ............................................ 18 1) Perkembangan Fisik ....................................................... 18 x 13 2) Perkembangan Kognitif .................................................. 21 3) Perkembangan Seksual ................................................... 24 4) Perkembangan Psikososial ............................................. 25 3. Hakikat Perilaku ............................................................................ 26 a. Pengertian Perilaku ................................................................. 26 b. Bentuk Perilaku ...................................................................... 27 c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku......... 34 4. Seks Pranikah................................................................................. 35 a. Pengertian Seks Pranikah ...................................................... 35 b. Bentuk-bentuk Perilaku Seks Pranikah ................................. 38 c. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perilaku Seks Pranikah ... 38 d. Dampak Perilaku Seks Pranikah ............................................ 40 B. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................ 43 C. Kerangka Berpikir .............................................................................. 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 47 B. Metode Penelitian ............................................................................... 48 C. Populasi dan Sampel........................................................................... 49 D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 50 E. Teknik Pengelolahan dan Analisis Data ............................................. 53 F. Etika Penelitian .................................................................................. 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 57 B. Karakteristik Responden ................................................................... 58 C. Deskripsi Data ................................................................................... 59 D. Pembahasan ....................................................................................... 73 1. Pengetahuan Remaja ................................................................... 73 2. Sikap Remaja ............................................................................... 76 3. Tindakan Remaja ......................................................................... 80 E. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 83 xi 14 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ........................................................................................ 84 B. Saran ................................................................................................... 84 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 86 LAMPIRAN .............................................................................................................. 91 xii 15 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ....................................................................... 48 Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Remaja ........................................................ 52 Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Kelurahan Karang Mulya ....................................... 58 Tabel 4.2 Jumlah Responden .................................................................................... 58 Tabel 4.3 Seks adalah hubungan laki-laki dan perempuan yang disadari hasrat atau keinginan (libido) dengan tujuan untuk mencari kenikmatan ......... 60 Tabel 4.4 Hubungan seks boleh dilakukan yang penting tidak menyebabkan kehamilan ................................................................................................ 61 Tabel 4.5 Saling ketertarikan pada lawan jenis, merupakan bentuk dari perilaku seksual pranikah ........................................................................................ 61 Tabel 4.6 Pergaulan bebas merupakan faktor penyebab perilaku seks pranikah ...... 62 Tabel 4.7 Kehamilan, melahirkan bayi yang tidak normal serta infeksi organ reproduksi, merupakan resiko dari hubungan seksual pranikah bagi remaja ........................................................................................................ 62 Tabel 4.8 HIV/AIDS, Sifilis, Herfes, Kencing Nanah serta Klamida, merupakan penyakit-penyakit yang diakibatkan karena sering berganti-ganti pasangan .................................................................................................... 63 Tabel 4.9 Penyakit kelamin diakibatkan oleh infeksi yang ditularkan melalui hubungan seks ......................................................................................... 64 Tabel 4.10 Seseorang boleh berhubungan seks jika orang tersebut dan pasangannya telah resmi menikah ........................................................... 64 Tabel 4.11 Seorang remaja boleh melakukan hubungan seksual sebelum menikah jika keduanya saling mencintai ............................................................... 65 Tabel 4.12 Seseorang yang berani melakukan hubungan seksual sebelum menikah berarti sanggup menanggung dosa besar ................................................. 65 xiii 16 Tabel 4.13 Seseorang yang melakukan hubungan seks sebelum menikah adalah orang yang telah berbuat suatu kesalahan melanggar norma-norma di masyarakat ............................................................................................... 66 Tabel 4.14 Remaja belum pantas melakukan hubungan seks ................................... 67 Tabel 4.15 Jika pasangan saya meminta untuk berhubungan seksual maka saya akan menolaknya dan meminta putus darinya ........................................ 67 Tabel 4.16 Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah ......................... 68 Tabel 4.17 Se-sayang apapun dengan pasangan, saya berusaha untuk menolak melakukan hubungan seksual .................................................................. 68 Tabel 4.18 Melakukan hubungan seksual dengan pacar di tempat sepi .................... 69 Tabel 4.19 Berganti-ganti pacar memperluas pergaulan dan pengalaman ................ 69 Tabel 4.20 Hubungan seks pranikah akan tetap dilakukan meskipun dilarang ......... 70 Tabel 4.21 Mengajak pasangan ke tempat sepi ......................................................... 71 Tabel 4.22 Kalau sampai terjadi kehamilan tidak diinginkan, menggugurkan kandungan (aborsi) menjadi langkah saya agar terhindar dari cemoohan masyarakat ............................................................................. 71 Tabel 4.23 Interpretasi Data ...................................................................................... 72 Tabel 4.24 Rata-rata Skor Penelitian Responden ...................................................... 72 xiv 17 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir..................................................................... 46 Gambar 3.1 Peta Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang ................................ 47 Gambar 4.1 Pie Chart Pengetahuan Remaja Tentang Hubungan Seks Pranikah ..... 75 Gambar 4.2 Pie Chart Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seks Pranikah .............. 78 Gambar 4.3 Pie Chart Tindakan Remaja Terhadap Hubungan Seks Pranikah ....... 81 xv 18 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Uji Referensi Lampiran 2 Master Tabel Lampiran 3 Surat Bimbingan Skripsi Lampiran 4 Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 5 Surat Keterangan Dari Kelurahan Lampiran 6 Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Concent) Lampiran 7 Instrumen Penelitian Lampiran 8 Pedoman Wawancara Lampiran 9 Hasil Wawancara Lampiran 10 Portal Berita xvi 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam setiap kehidupan pasti semua orang pernah mengalami proses perubahan. Namun tidak semua dalam perubahan masyarakat itu sesuai dengan nilai dan norma sosial, ada pula yang melakukan aktivitasnya tidak sesuai dengan nilai dan norma. Karena tidak sesuai dengan nilai dan norma sehingga terjadi penyimpangan sosial. Oleh karena itu, dalam masa perubahan masyarakat, banyak sekali timbul masalah sosial, yang mengakibatkan perubahan-perubahan pula terhadap nilai-nilai kemasyarakatan lama yang dianggap tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman.1 Titik permasalahan yang menjadikan sekelompok orang menjadi menyimpang adalah cara manusia itu sendiri dalam mencapai tujuan. Semua orang memiliki tujuan dan kehendak untuk kepuasan diri. Namun tidak semua orang mendasarkan diri pada tatanan nilai dan norma yang ada dalam memenuhi kebutuhannya. Ada sebagian kelompok orang menilai bahwa nilai dan norma justru dianggap sebagai bentuk pengekangan atas kebebasan dirinya. Motif untuk mencapai tujuan dengan caranya sendiri tanpa mengindahkan nilai dan norma masyarakat itulah yang menjadi faktor pendorong sekelompok orang melakukan penyimpangan.2 Perilaku dapat dianggap menyimpang apabila tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau dengan kata lain penyimpangan adalah segala macam pola perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri terhadap kehendak masyarakat. 3 Senada dengan itu, situasi sosial yang tidak diinginkan oleh sejumlah orang karena dikhawatirkan akan mengganggu sistem sosial dan perilaku orang-orang 1 Abdulsyani, Sosiologi; Skematika, Teori dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 183. 2 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi; Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Permasalahannya, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 185. 3 Arief Herdiyanto, Penyimpangan Sosial, modul: sosiologi, Sos.II.01, h. 5. 1 20 2 yang terlibat didalamnya merupakan perilaku yang menyimpang dari nilai atau norma-norma.4 Sejalan dengan itu, Kartini Kartono menyatakan bahwa perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang tidak adekuat, tidak bisa di terima oleh masyarakat pada umumnya, dan tidak sesuai dengan norma sosial yang ada.5 Lemert membagi penyimpangan dalam dua bentuk yakni penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder.6 Pertama, penyimpangan primer adalah penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku masih dapat diterima masyarakat. Ciri penyimpangan ini bersifat temporer atau sementara, tidak dilakukan secara berulang-ulang dan masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Contohnya: melanggar rambu-rambu lalu lintas serta menunggak iuran listrik, air dan telepon dsb. Kedua, penyimpangan sekunder adalah penyimpangan yang berupa perbuatan yang dilakukan seseorang yang secara umum dikenal sebagai perilaku menyimpang. Pelaku didominasi oleh tindakan menyimpang tersebut, karena merupakan tindakan pengulangan dari penyimpangan sebelumnya. Penyimpangan ini tidak bisa ditolerir oleh masyarakat. Contohnya: pencuri, pemabuk, penyalahgunaan narkoba, pembunuh, pelacuran, minum-minuman keras, penjudi, serta pergaulan bebas hingga melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Disadari atau tidak disadari pasti semua orang pernah melakukan tindakan menyimpang, baik dalam skala besar maupun kecil akan berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan dalam masyarakat. Tindakan menyimpang dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan dilakukan oleh siapa saja. Sejauh mana penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala luas atau sempit tentu akan berakibat teranggunya keseimbangan kehidupan dalam masyarakat.7 Memang tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat 4 Yesmil Anwar dan Adang, Sosiologi untuk Universitas, (Bandung: Refika Aditama, 2013), h. 258. 5 Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), h. 14. 6 Arief Herdiyanto, Penyimpangan Sosial, modul: sosiologi, Sos.II.01, h. 6. 7 Arief Herdiyanto, Penyimpangan Sosial, modul: sosiologi, Sos.II.01, h. 5. 21 3 demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang. Namun dalam hal ini peneiti lebih memfokuskan pada perilaku menyimpang pada remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Perilaku seks di luar nikah bukanlah barang baru, mengingat gejala itu sudah sudah menjadi menu berita sehari-hari di berbagai media massa. Gejala-gejala ini secara umum diakui sebagai salah perbuatan menyimpang sebab sistem nilai dan norma sosial yang berlaku pada umumnya adalah persyaratan seseorang untuk menjalin hubungan seks adalah melalui proses yang dibenarkan menurut norma-norma, baik norma susila, norma agama maupun norma hukum.8 Berdasarkan survei yang telah dilakukan bahwa ketika mulai beranjak dewasa (usia 18), survei menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen individu pernah melakukan hubungan seks.9 Belakangan ini memang hubungan seks pranikah menjadi fenomena yang melanda kaum remaja. Banyak yang ingin melakukannya lantaran ingin tahu. Wajar saja secara alamiah manusia perlu seks. Namun, seks yang seperti apa? Seks yang telah diatur secara hukum maupun agama. Nah, seks bebas dalam artian hubungan badan di luar pernikahan dianggap sebagai kesalahan. Pilihan saya jatuh kepada masa remaja itu adalah karena masa remaja adalah bagian umur yang sangat banyak mengalami kesukaran dalam hidup.10 Remaja sebagai generasi muda merupakan aset bangsa yang sangat penting karena pada pundaknya terletak tanggung jawab kelangsungan hidup bangsa. 8 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi; Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Permasalahannya, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 208. 9 John W. Santrock, Perkembangna Masa Hidup, Edisi Ketigabelas, Jilid II., terj. Benedictine Widyasinta, (Jakarta: Penerbeit Erlangga, 2012), h. 16. 10 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), h. 72. 4 22 Seks pranikah dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan kedalam perilaku menyimpang. Tingkah laku menyimpang adalah tingkah laku yang tidak adekuat, tidak bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya, dan tidak sesuai dengan norma sosial yang ada.11 Dijelaskan di dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada, sedangkan perilaku menyimpang yang disengaja bukan si pelaku tidak mengetahui aturan yang ada. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang menggangu. Kondisi tersebut apabila di dukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan disertai sifat atau kepribadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat. Masa remaja seringkali merupakan masa yang kritis di mana mereka dihadapkan pada berbagai masalah. Memasuki gerbang remaja, umumnya remaja merasa dirinya sudah besar, dalam arti bukan anak-anak lagi. Oleh karena itu, terkadang remaja cenderung susah untuk diatur, meskipun oleh orang tuanya sendiri. Batasan tentang remaja pun berbeda-beda tapi pada umumnya seseorang dapat dikatakan remaja pada usia antara 10-20 tahun.12 Karena pada masa ini telah terjadi berbagai perubahan, di mana perubahan jasmani pada masa ini lebih cepat terjadi, sebagiannya tampak nyata dari luar, seperti bertambah besar, tinggi, dan berat. Sebagian lainnya dari dalam, misalnya kegiatan hormon seksual. Perubahan hormon seksual ini mungkin 11 Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), h. 14. Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h. 12. 12 235 membawa kepada berbagai masalah salah satunya melakukan perilaku seksual sebelum menikah.13 Adanya perubahan hormon seksual yang dialami remaja, maka dorongan untuk melakukan seks pun meningkat. Mereka mulai tertarik pada jenis kelamin lain, mereka mulai mengenal apa yang dinamakan cinta, saling memberi dan menerima kasih sayang dari orang lain. Hal ini merupakan awal ketertarikan lawan jenis, yang kemudian berlanjut dengan berpacaran di mana ekspresi perasaan pada masa pacaran diwujudkan dengan bersentuhan, berpegangan tangan, berpelukan, dan berciuman serta bercumbuan yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksualnya. Maka dari itu pacaran merupakan pintu masuk pertama terjadinya penyimpangan seksual. Pacaran bagi remaja di anggap perbuatan tidak melanggar norma budaya masyarakat serta norma agama. Selama ini terjadi, pacaran merupakan awal dari pergaulan bebas. Karena merasa memiliki pacar itulah berani memulai aktivitas seksual pegangan tangan, memeluk, meraba, mencium dan puncaknya melakukan hubungan badan sehingga ada diantaranya telah hamil di luar pernikahan. Ketertarikan antar remaja yang berpacaran tersebut dipengaruhi oleh dua aspek yakni intimasi dan passion. Yang dimaksud intimasi ialah hubungan yang akrab, intim, menyatu, saling percaya dan saling menerima. Sedangkan passion ialah terjadinya hubungan antar individu tersebut, lebih dikarenakan oleh unsur-unsur biologis, ketertarikan fisik, atau dorongan seksual.14 Seks mereka bersifat tidak tetap atau cenderung tidak setia pada pasangan mereka. Dengan demikian seks pranikah dapat didefinisikan sebagai aktivitas hubungan seksual yang tidak teratur dan dilakukan sebelum menikah, sesuai dalam penelitian ini perilaku seks pranikah yang di maksud ialah aktivitas hubungan badan yang dilakukan bersama pasangan 13 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama (Psikologi Atitama), (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), h. 40. 14 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 105. 24 6 kencannya. Karena melakukan hubungan seks pranikah bersama pasangan didasarkan pada perasaan suka sama suka. Apabila terus dibiarkan akan dapat berdampak buruk dan semakin membahayakan bagi diri remaja itu sendiri, keluarga maupun orang lain. Karena itu sudah menjadi tanggung jawab semua pihak dan menjadi pemikiran serius bagi orang tua, masyarakat, pendidik, agamawan bahkan remaja itu sendiri. Suatu penelitian yang pernah dilakukan BKKBN (Badan Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional) menyatakan bahwa perilaku seksual remaja belakangan ini memang mencemaskan. Menurut data yang diperoleh dari hasil survei BKKBN bahwa 46 persen remaja berusia 15-19 tahun di Indonesia sudah melakukan hubungan intim pranikah. Hal itu dikatakan Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN, dr. Julianto Witjaksono SpOG, KFER, MGO. “Paling tidak, beri pandangan bahwa ini bahaya dan mengancam generasi muda. Pernikahan dini, penyimpangan prilaku. Masalah penyimpangan remaja semestinya bisa dikendalikan. Harus dikendalikan, bisa mencegah menghambat angka kehamilan pranikah, penyimpangan seksual akan bisa berdampak pada kesehatan remaja,” tegasnya dalam Seminar Kesehatan Reproduksi Remaja “Strategi Kesehatan Reproduksi Remaja dalam Upaya Meningkatkan Kesehatan Ibu di Indonesia” di Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Sabtu, 9 Agustus 2014.15 Masalah seks pranikah sering kali terjadi pada usia remaja. Tak hanya mereka yang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) tetapi juga mulai terjadi pada anak-anak Sekolah Menengah Pertama (SMP). Padahal seks pranikah dapat merugikan kesehatan reproduksi dan juga menimbulkan masalah sosial. Direktur Direktorat Bina Ketahanan Remaja BKKBN Temazaro Zega mengatakan, remaja perlu diberi pendidikan agar tidak melakukan seks pranikah. Zega pun menyatakan bahwa BKKBN kini tak 15 Dikutip dari http://anekainfounik.net/2014/08/10/bkkbn-46-remaja-sudah-lakukanhubungan-seks-bebas/ di akses pada 09 Oktober 2015, 13.43 WIB. 257 hanya menyasar pada anak-anak SMA, tetapi juga sejak mereka duduk di bangku SMP. “Kita lihat perilaku remaja SMP sudah berisiko. Mereka harus diberikan pemahaman. Pendidikan kesehatan reproduksi bukan mengajarkan remaja berhubungan seks. Tapi supaya mereka terhindar dari perilaku berisiko,” terang Zega di Gedung BKKBN, Jakarta, Selasa (10/2/2015).16 Berita mengejutkan datang dari harian kabar Radar Banten yang mengatakan bahwa Kota Tangerang merupakan zona merah daerah paling banyak penderita HIV dan AIDS di wilayah kota/kabupaten se-Provinsi Banten. Hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten dr. Ria Oktarini. Menurutnya, kasus HIV/AIDS tertinggi di Provinsi Banten terdapat di Kota Tangerang dengan jumlah penderita sebanyak 705 penderita HIV dan 395 menderita AIDS, dengan jumlah meninggal dunia sebanyak 21 orang.17 Sedangkan menurut Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemerintah Kabupaten Tangerang, Naniek Isnaini menemukan data kenaikan jumlah penderita HIV dan AIDS yang menulari anak-anak. Saat ini terdata ada 33 anak yang menderita HIV/AIDS di wilayah tersebut. Pendataan terus dilakukan untuk melakukan langkah penanggulangan lebih serius lagi karena penyakit tersebut terus bertambah dari tahun ke tahun. Naniek juga mengatakan perlu strategi khusus untuk menekan laju pertumbuhan endemi virus tersebut dengan melibatkan berbagai pihak. Dia menyebutkan saat ini terdapat 862 kasus penderita HIV/AIDS yang sebelumnya hanya sebanyak 685 kasus selama tahun 2014.18 Banyaknya variasi seksualitas dan perilaku seksual membutuhkan perspektif yang holistik atau menyeluruh. Bagaimanapun kesehatan seksual 16 Soegeng Haryadi, dalam http://palembang.tribunnews.com/2015/02/10/seks-pranikahdisinyalir-merambah-kalangan-usia-pelajar-smp# di akses pada 15 Oktober 2015, 19.40 WIB. 17 Wahyudin, dalam http://www.radarbanten.co.id/kota-tangerang-zona-merah-hivaid/ di akses pada 02 Januari 2016, 13.32 WIB. 18 Andi Nur Aminah, dalam http://m.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabeknasional/15/12/17/nzhu8d384-ada-33-anak-terkena-hivaids-di-tangerang di akses pada 03 Januari 2016, 10.30 WIB. 268 memiliki banyak dimensi antara lain sosio-kultural, agama dan etika, psikologi dan biologis. Dimensi sosio-kultural merupakan dimensi yang melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia, bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku tersebut di terima atau tidak berdasarkan kultur yang ada sehingga keragaman kultural secara global menyebabkan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadirkan spektrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya, perilaku yang tidak diperbolehkan selama pacaran, hal-hal yang di anggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual atau menentukan peran yang boleh dan tidak boleh dinikahi. Singkatnya, setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai dan sikap seksual juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya. Misalnya, bagi penganut bangsa timur khususnya Indonesia, melakukan hubungan intim di luar nikah merupakan sebuah aib walaupun sekarang mulai memudar, akan tetapi bagi masyarakat barat hal tersebut merupakan hal yang wajar dan biasa terjadi. Berbagai data diatas, ternyata banyak sekali penyimpangan sosial pada seksual pranikah remaja berangkat dari pergaulan negatif. Bagi sebagian remaja, pergaulan atau gaul merupakan sebuah keharusan. Masalah akan timbul bila pergaulan yang dijalani seringkali tidak diimbangi dan dibentengi dengan citra diri. Hal itu akan mengakibatkan remaja bergaul tanpa kendali, tanpa batasan norma, etika, hukum dan agama. Pengaruh-pengaruh inilah yang mengakibatkan adanya perubahanperubahan dalam perilaku serta pandangan remaja terhadap apa yang boleh dilakukan dalam berpacaran sudah begitu memperihatinkan. 279 Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul: “Persepsi Remaja Tentang Perilaku Seks Pranikah (Studi Pada Remaja di Desa Karang Mulya, Kota Tangerang)”. B. Identitikasi Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, penulis mengidentifikasikan beberapa masalah, yaitu: 1. Perubahan tingkah laku remaja yang menyebabkan terjadinya penyimpangan sosial. 2. Rendahnya pengetahuan remaja terhadap perilaku seks pranikah di Kota Tangerang. 3. Maraknya fenomena perilaku seksual remaja yang ada dari jaman dulu hingga sekarang. 4. Kerugian yang akan di dapat remaja yang melakukan penyimpangan sosial. 5. Lemahnya dukungan sosial orang tua untuk membentengi perilaku seksual remaja di Kota Tangerang. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis membatasi masalah pada adanya persepsi remaja tentang perilaku seks pranikah dengan deskripsi sebagai berikut: 1. Remaja yang berusia 16-23 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. 2. Remaja yang bertempat tinggal di Desa Karang Mulya, Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang. 3. Persepsi yang di maksud adalah persepsi yang meliputi tiga aspek, yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan. D. Perumusan Masalah Dari batasan masalah yang dikemukakan diatas, penulis mengajukan rumusan masalah yang akan diteliti adalah untuk melihat bagaimana 2810 persepsi remaja tentang perilaku seks pranikah di Desa Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang. E. Tujuan Penelitian Dalam pembahasan penelitian ini, tujuan yang dicapai adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi remaja tentang perilaku seks pranikah di Desa Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang. F. Manfaat Penelitian Kegiatan penelitian sederhana ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang baik bagi remaja yang bersangkutan maupun bagi masyarakat luas. Adapun manfaat penulisan melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kegunaan Teoritis a. Sebagai sumbangan pendidikan ilmu pemikiran pengetahuan bagi sosial, perkembangan serta ilmu memberikan pengetahuan yang berharga bagi perkembangan imu pengetahuan dan pendidikan, terutama yang berkaitan tentang perilaku sosial dengan disiplin ilmu Sosiologi dan Antropologi. b. Memberikan rujukan referensi untuk para peneliti selanjutnya dan pengembangan keilmuan dalam bidang Sosiologi dan Antropologi. 2. Kegunaan Praktis a. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran nyata tentang perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Desa Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang. Serta sebagai bahan renungan dan pelajaran bagi para orang tua untuk mengawasi dan mendidik dengan baik perilaku anaknya. 2911 b. Bagi Peneliti Memperluas wawasan dalam pengkajian tentang perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Desa Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang. c. Bagi FITK UIN Jakarta Memperkaya referensi untuk Fakultas Ilmu Tarbiyah Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. 30 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Persepsi a. Pengertian Persepsi Setiap manusia memiliki pendapat, pandangan, pemikiran atau kesan yang berbeda-beda terhadap suatu objek atau fenomena. Perbedaan ini terjadi karena cara atau tradisi yang dimiliki seseorang berbeda dengan orang lain. Hal ini biasa disebut dengan persepsi. Dalam memandang suatu permasalahan setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda-beda. Persepsi seseorang berkaitan dengan pengalaman, kemampuan maupun daya persepsi yang diterimanya. Persepsi merupakan bagian dari konsep diri manusia. Persepsi tidak akan lepas dari peristiwa, objek dan lingkungan sekitarnya. Melalui persepsilah manusia memandang dunianya. Persepsi seringkali dinamakan dengan pendapat, sikap dan penilaian. Persepsi berasal dari kata bahasa Inggris, yakni perception. Perception diartikan sebagai “perasaan atau daya tangkap”. Menurut J.P. Chaplin menyatakan bahwa persepsi sebagai proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera.1 Sedangkan Bimo Walgito menyatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris.2 Menurut Kartono bahwa persepsi adalah pandangan interprestasi seseorang atau individu terhadap 1 2 J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), h. 358. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum. (Yogyakarta:Penerbit Andi, 2010), h. 99. 12 2 13 suatu kesan objek yang diinformasikan kepada dirinya dan lingkungan tempat ia berada sehingga dapat menentukan tindakannya.3 Persepsi tidak hanya bergantung kepada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan.4 Persepsi seseorang berkaitan dengan pengalaman, kemampuan maupun daya persepsi yang diterimanya. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan, keinginan, sikap dan tujuan kita.5 Meskipun alat untuk menerima stimulus tersebut serupa pada setiap individu tetapi interpretasinya berbeda. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda pada setiap objek. Perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya perbedaaan-perbedaan individual, perbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap atau perbedaan motivasi.6 Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang terintegrasi dari pengamatan, tanggapan dan penilaian seseorang terhadap objek, peristiwa dan realitas kehidupan yang ditangkap oleh alat indera manusia yang kemudian diorientasikan sehingga kita peka terhadap objek atau fenomena di sekeliling dan menimbulkan suatu penilaian serta pemahaman terhadap terhadap objek atau fenomena tersebut. 3 Kartini Kartono, Bimbingan Belajar. (Jakarta: Rajawali, 2001), h. 67. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum. (Yogyakarta: Andi Offset, 1997), h. 53. 5 Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 51. 6 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 105. 4 3 14 b. Proses Terjadinya Persepsi Proses terjadinya persepsi yaitu objek menimbulkan stimulus dan stimulasi mengenai alat indera (reseptor). Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses alami atau proses fisik. Dalam proses persepsi perlu adanya perhatian sebagai langkah persiapan dalam langkah persepsi itu. Hal tersebut menunjukan bahwa individu tidak hanya dikenai oleh satu stimulus saja, tetapi individu dikenai berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitarnya. Akan tetapi stimulus tidak mendapatkan suatu respon individu untuk dipersepsi.7 Maka dapat disimpulkan dari pernyataan di atas bahwa proses terjadinya persepsi melalui tiga tahapan, yaitu: tahap pertama yang dinamakan tahap fisik atau kealaman, tahap kedua yang disebut sebagai tahap fisiologis dan tahap ketiga yaitu tahap psikologis yang merupakan proses terakhir yang menyadari apa yang individu terima melalui otak. c. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Persepsi pada setiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Bimo Walgito, ada dua faktor yang mepengaruhi persepsi antara lain: faktor internal dan faktor eksternal.8 Faktor internal adalah faktor yang ada dalam individu itu sendiri, seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berfikir, dan kerangka acuan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor stimulus itu sendiri dan faktor lingkungan di mana persepsi itu berlangsung. Walaupun stimulusnya orang sama, tetapi kalau situasi sosial yang melatarbelakangi stimulus orang berbeda 7 8 46. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum. (Yogyakarta: Andi Offset, 2002), h. 89-90. Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), (Yogyakarta : Andi Offset, 2005), h. 4 15 maka berbeda hasil persepsinya.9 Dengan demikian persepsi bersifat subjektif sehingga berbeda-beda antara individu yang satu dengan yang lain. 2. Remaja a. Pengertian Remaja Masa remaja adalah fase perkembangan anak yang menginjak antara masa anak-anak ke masa dewasa. Masa tersebut juga disebut masa transisi.10 Remaja berasal dari kata latin yaitu “adolescence” diperoleh dari kata adolescere yang berarti untuk tumbuh dan berkembang menjadi dewasa.11 Yulia dan Singgih D. Gunarsa mengatakan bahwa, remaja berasal dari kata latin yaitu adolenscentia yang berasal dari istilah latin, adolenscentia yang berarti masa muda yang terjadi antara 17-30 tahun, atau masa tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolenscentia mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional dan fisik sehingga memperjelas pemahaman tentang remaja dan membantu dalam menghindari kekaburan menentukan masa remaja. Akhirnya, Yulia dan Singgih D. Gunarsa menyimpulkan bahwa proses perkembangan psikis remaja dimulai antara 12-22 tahun.12 Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization), membedakan dua kelompok yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun.13 Zakiah Darajat Mengungkapkan bahwa pembatasan usia remaja yang hampir disepakati oleh banyak para ahli jiwa ialah 13 sampai 21 9 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 105. 10 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi; Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Permasalahannya, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 54. 11 Zahrotun Nihayah, dkk., Psikologi Perkembangan: Tinjauan Psikologi Barat dan Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 105. 12 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 13. 13 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h. 12. 5 16 tahun.14 Senada dengan itu, Monks menyatakan bahwa remaja adalah suatu masa peralihan antara masa remaja dan masa dewasa. Fase masa remaja secara global berlangsung antara usia 12-21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, 18-21 tahun masa remaja akhir.15 Sedangkan menurut Zakiah Darajat di dalam bukunya Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia menyatakan bahwa remaja adalah masa peralihan dari anak menjelang dewasa. Semakin maju suatu masyarakat, semakin banyak syarat yang diperlukan untuk menjadi dewasa, semakin panjang masa yang diperlukan untuk mempersiapkan diri dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan dan semakin banyak pula masalah masalah yang dihadapi oleh remaja itu, karena sukarnya memenuhi syarat-syarat dan sebagainya. Usia remaja yang hampir disepakati oleh banyak ahli jiwa, ialah antara 13-21 tahun.16 Sejalan dengan itu Hurlock dalam Psikologi Remaja karya Sarlito Sarwono, menambahkan pendapatnya dalam membagi masa remaja menjadi masa remaja awal sekitar 13-16 tahun dan masa remaja akhir sekitar 16-18 tahun. Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa remaja.17 Dari definisi di atas, apabila seorang sudah menikah/kawin pada usia tersebut. Maka orang tersebut pun dianggap dan 14 Zakiah Darajat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1982), h. 11. F.J. Monks dan A.M.P. Knoers, Psikologi Perkembangan, terj. Siti Rahayu Haditono, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2006), h. 262. 16 Zakiah Darajat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1977), h. 110. 17 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h. 17. 15 6 17 diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluarga.18 WHO memberikan definisi tentang remaja yang bersifat konseptual. Remaja adalah suatu masa dimana: 1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksualnya. 2) Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. 3) Terjadi peralihan ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada kedaan yang relatif lebih mandiri. Dalam definisi tersebut terdapat tiga kriteria yaitu biologis, psikologis dan sosial-ekonomi.19 Masa remaja juga merupakan masa transisisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama, serta kognitif dan sosial. Kemudian Sarwono dalam bukunya menjelaskan bahwa remaja sebagai individu yang tengah mengalami perkembangan fisik dan mental, beliau membatasi usia remaja ini antara 11-24 tahun dengan pertimbangan sebagai berikut:20 1) Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tandatanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik). 2) Kebanyakan masyarakat indonesia, usia 11 tahun sudah di anggap akil baligh, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial). 18 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), 19 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, h. 11-12. Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja., h. 18-19. h. 19. 20 7 18 3) Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri, tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual, dan tercapainya puncak perkembangan kognitif, maupun moral (kriteria psikologis). 4) Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat/tradisi) belum bisa memberikan pendapat sendiri dan sebagainya. Dengan perkatan lain, orang-orang yang sampai batas usia 24 tahun belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis, masih dapat digolongkan remaja. b. Perkembangan di Usia Remaja 1) Perkembangan Fisik Yang dimaksud dengan perubahan fisik remaja yaitu terjadinya perubahan secara biologis yang ditandai dengan kematangan organ seks primer maupun sekunder, yang dipengaruhi oleh kematangan hormon seksual.21 Perubahan fisik tersebut terjadi selama masa remaja dibagi menjadi beberapa tahap:22 a) Faktor Eksternal Perubahan yang terjadi dan dapat dilihat pada fisik luar anak. Perubahan tersebut ialah: (1) Tinggi Badan Rata-rata anak perempuan mencapai tinggi matang pada usia antara tujuh belas 21 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 16. Dikutip dari http://www.danang-setya-aji.blogspot.com/2011/12/perkembangan-fisikpada-remaja.html?m=1 di akses pada 29 Juni 2016, 12:59 WIB 22 19 8 dan delapan belas tahun, rata-rata anak lakilaki kira-kira setahun setelahnya. Perubahan tinggi badan remaja dipengaruhi asupan makanan yang diberikan, pada anak yang diberikan imunisasi pada masa bayi cenderung lebih tinggi dari pada anak yang tidak mendapatkan imunisasi. Anak yang tidak diberikan imunisasi lebih banyak menderita sakit sehingga pertumbuhannya terhambat. (2) Berat Badan Perubahan berat badan mengikuti jadwal yang sama dengan perubahan tinggi badan, perubahan berat badan terjadi akibat penyebaran lemak pada bagian-bagian tubuh yang hanya mengandung sedikit lemak atau bahkan tidak mengandung lemak. Ketidak seimbangan perubahan tinggi badan dengan berat badan menimbulkan ketidak idealan badan anak, jika perubahan tinggi badan lebih cepat dari berat badan, maka bentuk tubuh anak menjadi jangkung (tinggi kurus), sedangkan jika perubahan berat badan lebih cepat dari perubahan tinggi badan, maka bentuk tubuh anak menjadi gemuk atau gembrot (gemuk pendek). (3) Proporsi Tubuh Berbagai anggota tubuh lambat laun, mencapai perbandingan yang tumbuh baik. Misalnya badan melebar dan memanjang 20 9 sehingga anggota badan tidak lagi kelihatan terlalu panjang. (4) Organ Seks Baik laki-laki maupun perempuan organ seks mengalami ukuran matang pada akhir masa remaja, tetapi fungsinya belum matang sampai beberapa tahun kemudian. (5) Ciri-ciri Seks Sekunder Ciri-ciri seks sekunder yang utama, perkembangannya matang pada masa akhir masa remaja. Ciri sekunder tersebut antara lain ditandai dengan tumbunya kumis dan jakun pada laki-laki sedangkan pada wanita ditanda dengan membesarnya payudara. b) Faktor Internal Perubahan yang terjadi dalam organ dalam tubuh remaja dan tidak tampak dari luar. Perubahan ini nantinya sangat mempengaruhi kepribadian remaja. Perubahan tersebut adalah: (1) Sistem Pencernaan Perut menjadi lebih panjang dan tidak lagi terlampau berbentuk pipa, usus bertambah panjang dan bertambah besar, otot-otot di perut dan dinding-dinding usus menjadi bertambah lebih tebal berat dan dan kuat, hati kerongkongan bertambah panjang. (2) Sistem Peredaran Darah Jantung tumbuh pesat selama masa remaja, pada usia tujuh belas atau delapan belas, beratnya dua belas kali berat pada 10 21 waktu lahir. Panjang dan tebal dinding pembuluh darah meningkat dan mencapai tingkat kematangan bilamana jantung sudah matang. (3) Sistem Pernafasan Kapasitas paru-paru anak perempuan hampir matang pada usia tujuh belas tahun; anak laki-laki mencapat tingkat kematangan baru beberapa tahun kemudian. (4) Sistem Endokrin Kegiatan gonad (kelenjar kelamin) yang meningkat menyebabkan pada ketidak masa puber seimbangan sementara dari seluruh sistem endokrin pada masa awal puber. Kelenjar-kelenjar seks berkembang pesat dan berfungsi, meskipun belum mencapai ukuran yang matang sampai akhir masa remaja atau awal masa dewasa. (5) Jaringan Tubuh Perkembangan kerangka berhenti ratarata pada usia delapan belas tahun. Jaringan selain tulang, khususnya bagi perkembangan otot, terus berkembang sampai tulang mencapai ukuran yang matang. 2) Perkembangan Kognitif Menurut Piaget proses perkembangan kognitif dipengaruhi oleh empat faktor yakni: a) pemasakan 11 22 (maturity), b) kontak dengan lingkungan (pengalaman), c) transmisi sosial, d) proses ekuilibrasi (keseimbangan).23 a) Pemasakan (maturity) Yang di maksud dengan pemasakan ialah proses pembentukan struktur dan jaringan-jaringan otot pada organ-organ fisik pada taraf yang relatif baik (matang), dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, yang kemudian mempengaruhi perkembangan kognitif individu yang bersangkutan. b) Kontak dengan lingkungan (pengalaman) Ketika individu melakukan kontak dengan lingkunga hidupnya, maka ia akan memperoleh dua pengalaman, yakni pengalaman fisik maupun pengalaman sosial, atau pengalaman mental. Pengalaman fisik, terjadi bila ia langsung melakukan suatu aktivitas yang menggunakan benda tertentu, kemudian ia mampu mengabstraksi, membayangkan atau mengekspresikan kembali sifat-sifat objek tertentu, melalui verbal/tulisan simbolik. Sedangkan pengalaman sosial, terjadi seandainya ia melakukan interaksi dengan individu lain baik teman, saudara, atau orang tua sendiri. Pengalaman mental, menurut Piaget, lebih mengarah pada pengalaman logikamatematik. Karena pengalaman ini diperoleh melaui permainan individu yang menggunakan balok-balok. Dari balok-balok tersebut, individu belajar menghitung secara matematis. 23 55. Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 54- 12 23 c) Transmisi Sosial Pengalaman individu berhubungan dengan lingkunga sosial (teman, orang tua, atau orang dewasa lain), akan membawa pengaruh pada penilaian atau kemampuan untuk mengevaluasi diri dan orang lain. ia dapat menilai kemampuan dan kelemahan diri sendiri maupun orang lain. Dari hal itu, individu akan belajar dari memperbaiki pengalaman dirinya, orang lain untuk bisa juga untuk tetapi membantu perkembangan orang lain. sebenarnya, lingkungan ini juga mencakup lebih luas, bukan hanya orang-perorangan, tetapi juga meliputi lembagalembaga sosial lainnya, seperti sekolah, rumah sakit, kelurahan, dan sebagainya. d) Proses Ekuilibrasi (keseimbangan) Proses ekuilibrium dapat terjadi kalau individu memiliki kemampuan untuk melakukan adaptasi (penyesuaian diri) agar terjadi keseimbangan, keselarasan maupun keharmonisan antara diri individu dengan lingkungan hidupnya. Sebelum terjadi ekuilibrium, menurut Santrock (1998) berarti individu mengalami suatu kondisi yang tak seimbang (un-equilibrium) yaitu yang ditandai dengan proses asimilasi dan akomodasi. (1) Proses asimilasi ialah proses pemahaman dan penyerapan antara informasi yang baru, agar dapat menjadi satu dengan skema/kerangka informasi yang dimiliki sebelumnya. Saat ini, individu berupaya untuk mengubah hal-hal yang berasal dari luar, untuk disesuaikan dengan apa yang sudah ada dalam dirinya. 13 24 (2) Proses akomodasi ialah proses mental individu untuk dapat menyesuaikan diri agar sesuai dengan kondisi lingkungan di luar dirinya. Jadi mengubah individu konsep, berupaya untuk pemahaman atau pengertian yang lama, agar sesuai dengan yang baru. 3) Pekembangan Seksual Mengenai hubungan antara percepatan perkembangan fisik dengan permasalahan seksualitas genital. Pertumbuhan organ-organ genital yang ada baik di dalam maupun di luar badan sangat menentukan bagi perkembangan tingkah laku seksual selanjutnya. Tetapi disamping tanda-tanda kelamin yang primer ini, maka juga tandatanda sekunder di pandang dari sudut psikososial, memang peranan penting sebagai tanda-tanda perkembangan seksual baik bagi remaja sendiri maupun bagi orang-orang lain, misalnya perubahan suara pada anak laki-laki merupakan tanda-tanda yang jelas bagi perkembangan anak laki-laki kearah keadaan dewasa. Seperti halnya reaksi masyarakat atau orang-orang sekeliling terhadap pertumbuhan badan anak, begitu pula pemaksaan seksual mempengaruhi tingkah laku sekeliling terhadapnya. Pada tinjauan mengenai pemaksaan seksual pada anak laki-laki dan anak perempuan perlu diperhatikan unisitas individu, meskipun memaksakan seksual berlangsung pada batasbatas tertentu dan urutan tertentu pada perkembangan ciricirinya, namun anak-anak remaja begitu berbeda secara individual. 14 25 Pekembangan seksualitas bermula dari pertumbuhan organ-organ genital yang ada baik dalam maupun di luar badan sangat menentukan bagi perkembangan tingkah laku seksualnya. Tetapi di samping tanda-tanda kelamin yang primer ini maka juga tanda-tanda kelamin sekunder, di pandang dari sudut psikososial, memegang peranan penting sebagai tanda-tanda perkembangan seksual, baik bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang lain.24 4) Perkembangan Psikososial Menurut Marcia perkembangan psikososial terjadi karena orang tua dan kepribadian diri remaja yang akan menentukan pembentukan status identitasnya. Secara prinsip, orang tua yang memiliki ciri-ciri seperti: memiliki pola asuh demokratis, komunikatif, empatif, prososial, generatif, penuh penerimaan, terbuka atas kritik, bertanggung jawab, memiliki rasa percaya diri, harga diri, memiliki dasar filosofi misi dan visi yang jelas dalam hidup berkeluarga, akan membantu perkembangan anak untuk mencapai identitas diri dengan baik. Mungkin orang tua itu, tidak hebat dalam pendidikan, pekerjaan, atau kedudukan di lingkungan masyarakat, namun ia memiliki gambaran yang jelas untuk mendidik dan mengembangkan anak-anaknya dengan baik, maka suatu ketika anak itu akan menjadi seorang individu yang memiliki prinsip dan jati diri yang jelas.25 24 F.J. Monks dan A.M.P. Knoers, Psikologi Perkembangan, terj. Siti Rahayu Haditono, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2006), h. 269. 25 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 8687. 15 26 3. Hakikat Perilaku a. Pengertian Perilaku Perilaku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata perilaku berarti tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.26 Menurut Skiner seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan dan respons.27 Sedangkan Benjamin S. Bloom, membagi perilaku menjadi tiga domain, yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (affective), dan tindakan (practice).28 Di dalam bukunya Saifudin Azwar dijelaskan bahwa perilaku manusia diartikan sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun kompleks serta mempunyai sifat diferensial, artinya satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respons yang berbeda dan beberapa stimulus yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respon yang sama.29 Jadi jelas bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor dalam diri maupun faktor lingkungan yang ada di sekitarnya. Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang diamati langsung, maupun yang dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan menurut Kurt Lewin, perilaku adalah fungsi karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktorfaktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan 26 Dikutip dari http://kbbi.co.id/arti-kata/perilaku di akses pada 09 Juni 2016, 13.57 WIB. Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 132. 28 Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni., h. 142. 29 Saifuddin Azwar, Sikap manusia: Teori dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2011), h. 9-10. 27 16 27 perilaku, terkadang kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu sehingga menjadikan prediksi perilaku lebih kompleks. 30 Jadi, perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong dan kekuatan-kekuatan penahan. Berdasarkan beberapa teori di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Serta perilaku manusia tidak dapat lepas dari adanya individu itu sendiri dan lingkungan di mana individu itu berperilaku manusia di dorong oleh kebiasaan, motif, nilai-nilai, kekuatan pendorong dan kekuatan penahan sebagai reaksi atau respon seseorang yang muncul karena adanya pengalaman proses pembelajaran dan rangsangan dari lingkungan tertentu sehingga manusia itu berperilaku. Perilaku, lingkungan, dan individu saling berinteraksi satu dengan yang lain. Ini berarti bahwa perilaku individu dapat mempengaruhi individu itu sendiri, di samping itu perilaku juga berpengaruh terhadap lingkungan, begitu pula lingkungan dapat mempengaruhi individu. b. Bentuk Perilaku Berdasarkan teori Bloom, yang di kutip Notoatmodjo dalam bukunya Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, membagi 30 Saifuddin Azwar, Sikap manusia: Teori dan Pengukurannya, h. 11. 17 28 perilaku menjadi tiga domain, yaitu: pengetahuan (knowledge), sikap (affective), dan tindakan (practice).31 1) Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan adalah unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa orang yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya.32 Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).33 Jadi, sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan juga meliputi seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep dan fantasi.34 Tingkat pengetahuan menurut Notoatmodjo, tercakup dalam enam tingkatan, yaitu:35 a) Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Contoh: Seorang remaja baik putra maupun puteri mengetahui apa arti dari hubungan seksual pranikah. 31 Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 143. 32 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi I, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 99. 33 Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni., h. 144. 34 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi I., h. 101. 35 Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni., h. 144-146. 18 29 b) Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan suatu materi tersebut secara benar. Contoh: remaja memahami efekefek yang ditimbulkan seseorang pria dan wanita jika melakukan hubungan seksual diartikan sebagai pranikah. c) Aplikasi (application), kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Contoh: seorang remaja putra maupun puteri tidak akan melakukan hubungan seksual pranikah, karena tahu dampak yang akan ditimbulkan dari hubungan seksual pranikah. d) Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat di lihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. Contoh: remaja tahu jika pacaran terlalu intim dan tidak di awasi oleh kedua orang tua, dapat mengakibatkan hubungan seksual pranikah. e) Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang 19 30 baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Contohnya: bila remaja puteri hamil dalam keadaan masih sekolah maka pilihan untuk digugurkan (aborsi) atau berhenti sekolah. f) Evaluasi (evaluation), tingkat pengetahuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Contoh: dapat menafsirkan sebab-sebab apabila remaja melakukan hubungan seksual pranikah. 2) Sikap (affective) Sikap adalah istilah yang mencerminkan rasa senang, tidak senang atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu. Sesuatu itu bisa benda, kejadian, situasi, orang-orang ata kelompok. Kalau yang timbul terhadap sesuatu itu adalah perasaan senang, maka disebut sikap positif sedangkan kalau perasaan tak senang disebut sikap negatif. Kalau tidak timbul apa-apa, berarti sikapnya netral.36 Sejalan dengan itu sikap merupakan kesiapan atau keadaan siap untuk timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku. Sikap juga merupakan organisasi keyakinankeyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajek, yang memberi dasar kepada orang untuk membuat respons dalam cara tertentu. Sikap merupakan 36 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), h. 201. 20 31 penentu dalam tingkah laku manusia, sebagai reaksi sikap selalu berhubungan dengan dua hal yaitu ‘like’ atau ‘dislike’ (senang atau tidak senang, suka atau tidak suka). Mengacu pada adanya faktor perbedaan individu (pengalaman, latar belakang, pendidikan, dan kecerdasan), maka reaksi yang dimunculkan terhadap satu objek tertentu akan berbeda pada setiap orang.37 Dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung di lihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Jika kita memahami sikap seseorang, mungkin kita dapat mengerti/memahami perilaku apa yang ditampilkan seseorang.38 Menurut Alport (1954) yang di kutip dari Notoatmodjo dalam bukunya menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu:39 a) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek c) Kecenderungan untuk bertindak (tend tobehave) Ketiga komponen ini secara membentuk sikap yang utuh (total bersama-sama attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Seperti 37 Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 67. Frits Kluytmans, Perilaku Manusia (Pengantar singkat tentang Psikologi), terj. Samsunuwiyati Mar‟at, (Jakarta: PT Refika Aditama, 2006), h. 102. 39 Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 148. 38 21 32 halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:40 a) Menerima (receiving), yaitu sikap dimana seseorang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). b) Menanggapi (responding), yaitu sikap memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. c) Menghargai (valuing), yaitu sikap dimana subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain merespon. d) Bertanggungjawab (responsible), sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggungjawab terhadap apa yang diyakininya. 3) Tindakan (practice) Tindakan adalah aturan yang dilakukan, melakukan atau mengadakan aturan-aturan untuk mengatasi sesuatu atau perbuatan. Adanya hubungan yang erat antara pengetahuan dan sikap yang merupakan kecenderungan untuk bertindak. Tindakan nampak menjadi lebih konsisten, serasi, sesuai dengan sikap bila sikap individu sama dengan sikap kelompok, di mana ia adalah bagiannya atau kelompoknya.41 40 Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 148-149. 41 Dikutip dari http://landasanteori.com/2015/08/pengertian-tindakan-kesehatanhidup.html?m=1 di akses pada 25 Juli 2016, 16.56 WIB. 22 33 Hal ini sesuai dengan teori aksi bahwa tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari situasi eksternal dalam posisi sebagai objek. Sebagai subjek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan. Manusia memilih dan mengevaluasi terhadap tindakan dilakukannya. yang akan, sedang dan telah 42 Menurut Notoatmodjo, tindakan atau praktik ini dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:43 a) Persepsi (persection), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan di ambil adalah merupakan praktik tingkatan pertama. b) Praktik terpimpin (guided response), yaitu apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. c) Mekanisme (mechanism), yaitu apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka orang tersebut sudah dapat mencapai praktek tingkat tiga. d) Adaptasi (adaptation), yaitu suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang dengan baik. Artinya apa yang dilakukan tidak sekedar 42 George Ritzer, Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, terj. Alimandan (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), h. 53-54. 43 Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 149-150). 23 34 rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi atau tindakan atau perilaku yang berkualitas. c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menurut Lawrence Green, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku seksual antara lain:44 1) Faktor predisposisi (predisposing factors) Faktor-faktor yang mendahului perilaku yang memberikan dasar rasional atau motivasi untuk perilaku tersebut antara lain terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Dalam hal ini khususnya yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja. 2) Faktor pemudah (enabling factors) Faktor-faktor yang mendahului perilaku yang memungkinkan sebuah motivasi untuk direalisasikan, yaitu antara lain: ketersediaan sumber daya kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, dan keterampilan tenaga kesehatan. Faktor pemudah ini juga menyangkut keterjangkauan berbagai sumber daya. Biaya, jarak, ketersediaan transportasi, jam buka. 3) Faktor pendorong (reinforcing factors) Faktor-faktor yang yang mengikuti sebuah perilaku yang memberikan pengaruh berkelanjutan terhadap perilaku tersebut, dan berkontribusi terhadap persistensi atau penanggulangan perilaku tersebut. 44 Yuli Trisnawati, dkk. Perilaku Seksual Remaja SMA di Purwokerto dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 1 No. 1 Edisi Desember 2010), h. 6. 24 35 4. Seks Pranikah a. Pengertian Seks Pranikah Seks pranikah atau yang disebut juga free sex terus bergulir di kancah hidup modern, seakan tak ada kekuatan yang mampu menghalanginya, semua nilai dan kebiasaan tradisional pun tak berdaya dilabraknya. Setelah sekian lama seks menjadi sesuatu yang terlarang, identik dengan dosa dan jahat, kini hampir tak ada sesuatu yang tidak berbau seks.45 Seks adalah bagian dari kehidupan manusia. Sesuatu yang ada dan tidak bisa di tolak. Sesuatu yang muncul dan bisa menimbulkan berbagai masalah apabila tidak dikendalikan, diatur, diredam secara baik. Seiring dengan perkembangan biologis pada umumnya, maka pada usia remaja seorang mencapai tahapan kematangan organ-organ seks. Kematangan organ-organ seks secara bio-fisiologis, kemampuan untuk melakukan hubungan diikuti seks dengan sekaligus munculnya dorongan (hasrat) untuk melakukan hubungan tersebut. Dorongan atau hasrat ini mempunyai ciri kenikmatan bila mana dilakukan dan karena itu dorongan tersebut berkecenderungan untuk dilakukan. Dorongan seks karena itu disebut sebagai dengan prinsip kenikmatan.46 Aktivitas manusia digerakkan oleh usaha untuk mencapai pemuasan yang menyenangkan dari hasrat-hasrat yang berakar dalam „libido‟ atau energi psikis instingtual. Selama perkembangan seksual yang normal, individu menekan atau memendam hasrat atau keinginan yang dirasa tidak patut.47 Seks merupakan energi psikis yang ikut mendorong manusia untuk aktif 45 Paulus Subiyanto, Smart Sex: Panduan Praktis untuk Memaknai Seksualitas Pranikah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 57. 46 Singgih D. Gunarsa dan Yulia Singgih, Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1991), h. 91. 47 John Scott, Teori Sosial: Masalah-masalah Pokok dalam Sosiologi, terj. Ahmad Lintang Lazuardi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 104. 25 36 bertingkah laku. Tidak hanya berbuat di bidang seks saja, yaitu melakukan relasi seksual atau bersenggama, akan tetapi juga melakukan kegiatan-kegiatan non-seksual. Misalnya ikut mendorong untuk berpartisipasi di bidang ilmu pengetahuan seni, sosial, budaya, tugas-tugas moril, dan lain sebagainya. Sebagai energi psikis, seks menjadi motivasi atau tenaga dorong untuk berbuat atau bertingkah laku. Freud menyebut seks sebagai libido sexualis (libido = gasang, dukana, dorongan hidup nafsu erotik).48 Sejalan dengan itu, apabila remaja memasuki usia subur dan produktif. Artinya secara fisiologis, mereka telah mencapai kematangan organ-organ reproduksi, baik remaja laki-laki maupu remaja wanita. Kematangan organ reproduksi tersebut, mendorong individu untuk melakukan hubungan sosial baik dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis. Mereka berupaya mengembangkan diri melalui pergaulan, dengan membentuk teman sebaya (peer-group). Pergaulan bebas yang tak terkendali secara normatif dan etika moral antar remaja yang berkelainan jenis, akan berakibat adanya hubungan seksual di luar nikah.49 Sedangkan menurut Sarlito W. Sarwono perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama.50 48 Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1, Ed. 2, Cet. 8., (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), h.189. 49 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 89. 50 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Grafindo Persada, 2012), h. 174175. 26 37 Sejalan dengan itu, hubungan seks didefinisikan sebagai persenyawaan, persetubuhan, dan satu aktivitas merangsang dari sentuhan kulit secara keseluruhan, sampai mempertemukan alat kemaluan lelaki ke dalam organ vital wanita. Rangsangan ini adalah naluri alamiah semua makhluk hidup untuk menyambung generasi seterusnya agar gen ini tidak terputus. Sedangkan hubungan seksual pranikah merupakan tindakan seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun agama dan kepercayaan masing-masing individu.51 Mengenai perilaku seksual pranikah menurut Sarlito W. Sarwono terjadi karena adanya pergeseran norma-norma tentang perilaku seksual dikalangan remaja DKI. Hal-hal yang dianggap tabu pada kalangan remaja tahun 1950-an seperti berciuman dan bercumbuan, sekarang malah dibenarkan oleh remaja-remaja tahun 1980-an. Bahkan ada sebagian kecil yang setuju pada free sex (seks bebas). Bukan itu saja, sebagian kecil responden juga mengaku pernah berhubungan seks. Umumnya dengan pelacur atau wanita-wanita dewasa atau teman-teman, tetapi ada juga yang pernah bersenggama dengan pacarnya bahkan menyatakan bahwa bersenggama dengan pacar tidak apa-apa asalkan dapat mencegah akibat-akibat yang tidak diharapkan, yaitu mencegah kehamilan.52 Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa seks pranikah adalah kegiatan yang dilakukan secara berdua pada waktu dan tempat yang telah disepakati bersama dari dua orang lain jenis yang belum terikat pernikahan. Dengan demikian, seks pranikah dapat dikatakan sebagai suatu aktivitas 51 Di kutip dari http://ms.m.wikipedia.org/wiki/Hubungan_seks di akses pada 25 Agustus 2016, 22:26 WIB. 52 Masri Singarimbun, Penduduk dan Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996), h. 112. 27 38 seksual yang didorong oleh hasrat seksual, yang dilakukan tanpa mengindahkan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat yang mengaturnya, dan dilakukan oleh pria dan wanita sebelum adanya ikatan pernikahan menurut agama dan hukum, mulai dari bentuk perilaku seks yang paling ringan sampai tahapan senggama. Perilaku seks pranikah adalah aktivitas seksual yang dilakukan di luar pernikahan yang sama dengan zina, perilaku ini di nilai sebagai perilaku seks yang menjadi masalah sosial bagi masyarakat dan negara karena dilakukan di luar pernikahan. b. Bentuk-bentuk Perilaku Seks Pranikah Kinsey mengemukakan bahwa perilaku seksual meliputi empat tahap sebagai berikut:53 1) Bersentuhan, mulai dari berpegangan tangan sampai berpelukan. 2) Berciuman, mulai dari ciuman singkat, hingga berciuman bibir dengan memainkan lidah. 3) Bercumbuan, menyentuh bagian yang sensitif dari tubuh pasangan dan mengarah pada pembangkitan gairah seksual. 4) Berhubungan kelamin, aktivitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan. c. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perilaku Seks Pranikah Perilaku negatif remaja terutama hubungannya dengan penyimpangan seksualitas seperti seks pranikah, pada dasarnya belum murni tindakan diri mereka saja (faktor internal) 53 Sunanti Zalbawi Soejoeti, Perilaku Seks Di Kalangan Remaja dan Permasalahannya, (Artikel Media Litbang Kesehatan Volume XI Nomor I Tahun 2001), h. 31. 28 39 melainkan ada faktor pendukung atau mempengaruhi dari luar (faktor eksternal). 1) Faktor internal, yaitu berasal dari dalam diri sendiri Bagaimana mengekspresikan perasaan, keinginan dan pendapat berbagai macam masalah. Menentukan pilihan ataupun mengambil keputusan bukan hal yang gampang. Dalam memutuskan sesuatu, harus mempunyai dasar, pertimbangan dan prinsip yang matang dan bisa dipertanggungjawabkan. 2) Faktor eksternal, yaitu yang berasal dari luar Kemampuan orang tua dalam mendidik akan mempengaruhi pemahaman remaja memahami suatu hal, terutama masalah seks. Agama mengajarkan mana yang baik dan yang buruk. Pemahaman terhadap apa yang diajarkan agama akan mempengaruhi perilaku. Remaja cenderung banyak menghabiskan waktu bersama teman sebayanya sehingga tingkah laku dan nilai-nilai yang dipegang banyak dipengaruhi oleh pergaulan. Agoes Dariyo mengungkapkan di dalam bukunya bahwa sikap merupakan predisposisi (penentu) yang memunculkan adanya perilaku yang sesuai dengan sikapnya. Sikap tumbuh diawali dari pengetahuan yang dipersepsikan sebagai sesuatu hal yang baik (positif) maupun yang tidak baik (negatif), kemudian di diinternalisasikan ke dalam dirinya. Sejalan dengan itu, apabila remaja melakukan seksual pranikah maka dipersepsikan menjadi dua bagian:54 1) Positif, apabila remaja memiliki sikap positif terhadap perilaku seksual pranikah maka akan memiliki kecenderungan untuk melakukannya. 54 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 87. 40 29 2) Negatif, apabila remaja memiliki sikap negatif terhadap perilaku seksual pranikah maka akan memiliki kecenderungan untuk tidak melakukannya. Dari pernyataan di atas dapat disimpulakan bahwa adanya perubahan secara fisik, kognitif, psikososial dan emosional menjadi pengalaman tersendiri bagi remaja. Pengalaman yang diterima dalam kehidupan remaja dapat membentuk sikap positif ataupun negatif pada diri remaja tersebut. d. Dampak Perilaku Seks Pranikah Setiap perbuatan pasti ada balasannya, begitu juga dengan setiap perilaku pasti ada konsekuensinya, sedangkan konsekuensi yang ditimbulkan dari hubungan seks pranikah sangat jelas terlihat khususnya bagi remaja putri. Hamil di luar nikah merupakan salah satu produk dari akibat perbuatan ini. Perilaku seks pranikah khususnya bagi remaja akan menimbulkan masalah antara lain: 1) Memaksa remaja yang masih berstatus pelajar akan dikeluarkan dari sekolah/kampus, sementara secara mental mereka tidak siap untuk dibebani masalah ini. 2) Kemungkinan terjadinya aborsi yang tak bertanggung jawab dan membahayakan, karena mereka merasa panik, bingung dalam menghadapi resiko kehamilan dan dan akhirnya mengambil jalan pintas dengan cara aborsi. 3) Pengalaman seksualitas yang terlalu dini sering memberi akibat di masa dewasa. Seseorang yang sering melakukan hubungan seks pranikah tidak jarang akan merasakan bahwa hubungan seks bukan merupakan sesuatu yang sakral lagi sehingga ia tidak akan dapat menikmati lagi hubungan seksual sebagai hubungan yang suci melainkan 30 41 akan merasakan hubungan seks hanya sebagai alat untuk memuaskan nafsunya saja. 4) Hubungan seks yang dilakukan sebelum menikah dan berganti-ganti pasangan sering kali menimbulkan akibatakibat yang mengerikan sekali bagi pelakunya, seperti terjangkitnya berbagai penyakit kelamin dari yang ringan sampai yang berat. Penyakit kelamin adalah semua jenis penyakit yang ditularkan dari satu orang kepada orang lainnya melalui hubungan seksual.55 Berikut adalah jenis penyakit kelamin yang disebabkan akibat berhubungan seksual yaitu:56 1) Sifilis, atau disebut juga raja singa adalah penyakit kelamin yang sangat berbahaya yang disebabkan bakteri Treponema pallidum yang mempengaruhi seluruh tubuh penderitanya. Selain bagi penderitanya, penyakit kelamin ini juga sangat berbahaya bagi keturunannya. 2) Gonore, atau disebut pula penyakit kencing nanah adalah penyakit kelamin yang mudah menular akibat peradangan yang disebabkan oleh bakteri Gonokokus. 3) Chancroid atau kangkroid adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh bakteri. Seperti halnya penyakit gonore atau kencing nanah, penyakit ini dapat disembuhkan jika diketahui sejak awal dan langsung mendapat pengobatan yang tepat. 4) Kutil Genital adalah penyakit kelamin berupa kutil (bintilbintil kecil seperti jerawat berwarna kemerah-merahan atau kecoklat-coklatan atau keputih-putihan dengan 55 Ki Guno Asmoro, Kamasutra & Kecerdasan Seks Modern, (Yogyakarta: Smile-Books, 2005), h. 241. 56 Ki Guno Asmoro, Kamasutra & Kecerdasan Seks Modern., h. 243-247. 31 42 permukaan kasar yang tumbuh di kulit) yang tumbuh di kemaluan yang disebabkan oleh virus. 5) Herpes Genital adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh virus akibat hubungan seksual yang ditandai munculnya luka berupa gelembung-gelembung kecil berisi getah bening, berkumpul-kumpul letaknya dan lekas mengering pada daerah di sekitar alat kelamin dan juga mulut. Munculnya luka-luka tersebut seolah datang dan pergi dengan sendirinya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. 6) AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yang bermakna penyakit hilangnya sistim kekebalan tubuh adalah penyakit yang diakibatkan oleh virus HIV (Human Immunodefiency Virus) yang berarti virus penyerang kekebalan tubuh manusia. Sesuai dengan namanya, virus ini menyerang dan membunuh sel-sel darah putih hingga akhirnya tubuh tidak lagi mempunyai kekuatan atau kekebalan untuk mempertahankan diri dari serangan kuman. 7) Chlamydia atau Klamida adalah penyakit menular seksual yang paling umum, di beri nama Chlamydia Trachomitis, suatu organisme yang menyebar melalui kontak seksual dan menyerang organ genital laki-laki dan perempuan.57 Bukan hanya itu saja kondisi psikologis akibat dari perilaku seks pranikah, pada sebagian pelajar lain dampaknya bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah karena telah melanggar norma, depresi, marah, ketegangan mental dan kebingunan untuk menghadapi segala kemungkinan resiko yang 57 John W. Santrock, Adolescence: Perkembangan Remaja, terj. Shinto B. Adelar & Sherly Saragih, (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 419. 32 43 akan terjadi, perasaan seperti itu akan timbul pada diri remaja jika remaja menyesali perbuatan yang sudah dilakukannya. Kehamilan remaja, pengguguran kandungan (aborsi), terputusnya sekolah, perkawinan di usia muda, perceraian, penyakit kelamin, penyalahgunaan obat merupakan akibat buruk petualangan cinta dan seks yang salah saat remaja masih sebagai seorang pelajar. Akibatnya, masa depan mereka yang penuh harapan hancur berantakan karena masalah cinta dan seks. Untuk itulah, pendidikan seks bagi remaja yang masih berada di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah menegah Atas (SMA) sebaiknya diberikan agar mereka sadar bagaimana menjaga organ reproduksinya tetap sehat dan mereka mempunyai pengetahuan tentang seks yang benar. B. Hasil Penelitian yang Relevan Sebagai kajian yang relevan dan memiliki hubungan dengan masalah yang diteliti penulis menyertakan telaah pustaka yang mengkaji tentang perilaku remaja dan hubungan seks pranikah. 1. Skripsi Anna Salisa Nim D3205007 Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi 2010 yang berjudul “Perilaku Seks Pranikah di Kalangan Remaja Kota Surakarta”. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dengan hasil penelitian, bahwa ada pengaruh secara signifikan perilaku seks remaja di kalangan remaja karena kegagalan fungsi keluarga, pengaruh media serta rendahnya pendidikan nilai-nilai agama.58 2. Skripsi M. Irsyad Nim E41107003 Mahasiswa Universitas Hasanuddin Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi 2012 yang berjudul “Tanggapan Mahasiswa Terhadap 58 Anna Salisa, Perilaku Seks Pranikah di Kalagan Remaja, (Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, 2010). 33 44 Perilaku Hubungan Seks Pranikah”. Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pengumpulan data melalui observasi, menggunakan kuesioner yang langsung dibagikan kepada responden dan wawancara langsung kepada responden. Dengan hasil penelitian, bahwa pada dasarnya mahasiswa tidak menyetujui dan menilai negatif terhadap perilaku hubungan seks pranikah pada kalangan remaja berdasarkan pemahaman, pengetahuan, dan tindakan yang dimilikinya.59 3. Jurnal Citra Puspita Sari Mahasiswa Universitas Gunadarma Fakultas Psikologi yang berjudul “Harga Diri Pada Remaja Putri yang Telah Melakukan Hubungan Seks Pranikah”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Dengan hasil penelitian, bahwa pada dasarnya remaja melakukan hubungan seks pranikah dikarenakan tingkat religiusitas tergolong rendah, ketidakhadiran orang tua, pergaulan dengan teman yang sudah melakukan hubungan seks pranikah, pengalaman pacaran, informasi tentang seks yang di rasa kurang dan rasa penasaran.60 4. Jurnal Taufik dan Nisa Rachmah Nur Anganthi Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Psikologi yang berjudul “Seksualitas Remaja: Perbedaan Seksualitas Antara Remaja yang Tidak Melakukan Hubungan Seksual dan Remaja yang Melakukan Hubungan Seksual”. Perilaku seksual pranikah dalam penelitian ini akan diungkap dengan kuesioner perilaku seksual pranikah, yang disusun berdasarkan aspek-aspek perilaku seksual pranikah yaitu: karakteristik responden; latar belakang keluarga; aktivitas dan sifat pergaulan; aktivitas seksual aktif dan pasif (aktif yaitu dilakukan dengan pasangan, pasif yaitu dilakukan tidak dengan pasangan), serta sikap 59 M. Irsyad, Tanggapan Mahasiswa Terhadap Perilaku Hubungan Seks Pranikah, (Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, 2012). 60 Citra Puspita Sari, Harga Diri Pada Remaja Putri yang Telah Melakukan Hubungan Seks Pranikah, (Jurnal Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma). 34 45 terhadap perilaku seksual bebas. Dengan hasil penelitian, bahwa ada perbedaan secara signifikan antara seksualitas antara remaja yang tidak melakukan hubungan seksual dan remaja yang melakukan hubungan seksual.61 Di sini perbedaan skripsi yang akan penulis teliti sangat jelas, karena penulis lebih condong kepada perbedaan perilaku remaja dan hubungan seks pranikah yang akan dilakukan di Desa Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang. Di mana dari pengamatan penulis judul ini belum pernah di angkat sebagai bahan penelitian. C. Kerangka Berpikir Pada dasarnya perilaku manusia dalam hal ini adalah perilaku terhadap hubungan seksual sebelum menikah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Seperti yang diuraikan sebelumnya pada tinjauan pustaka bahwa perilaku adalah hasil antara stimulus dengan respon dalam orang yang berperilaku tersebut. Perilaku adalah keseluruhan pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor eksternal dan internal. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini remaja mengalami perubahan secara kognitif, fisik, psikis maupun secara seksual. Namun demikian masa ini juga menjadi masa yang rentan bagi remaja, karena pada masa ini remaja sedang mengalami gejolak seiring munculnya dorongan rasa ingin tahu yang tinggi terutama pada masalah seksual, tetapi belum diimbangi dengan kematangan pribadi dan tingkat pengetahuan yang memadai. Dorongan rasa ingin tahu pada diri remaja merupakan potensi sangat berharga dalam pengembangan kemampuan dan kepribadian individu, tetapi jika tidak diarahkan dengan baik akan dapat menimbulkan beberapa permasalahan yang bisa merugikan banyak pihak terutama dirinya, keluarga maupun masyarakat. 61 Taufik Dan Nisa Rachmah Nur Anganthi, Seksualitas Remaja: Perbedaan Seksualitas Antara Remaja yang Tidak Melakukan Hubungan Seksual dan Remaja yang Melakukan Hubungan Seksual, (Jurnal Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2005). 35 46 Dalam hal ini remaja mulai mengembangkan pola aktivitas seksual, dengan menjalin hubungan besama lawan jenisnya dengan berpacaran. Pengalaman yang dialaminya dalam menjalin hubungan ini dapat membentuk perilaku remaja terhadap hubungan seksual karena berpacaran, memungkinkan pasangan untuk mengekspresikan seksualitasnya. Pengalaman tersebut dapat mempengaruhi perilaku remaja terhadap hubungan seksual pranikah, positif ataupun negatif tergantung dari seberapa kuat pengalaman-pengalaman yang di terima dalam kehidupannya. Mengacu pada keterangan di atas maka apabila remaja memiliki pengalaman yang menyenangkan terhadap seks, maka akan bersikap positif pula pada perilaku seksual pranikah. Sedangkan remaja yang memiliki pengalaman tidak menyenangkan mengenai seks maka akan bersikap negatif serta remaja tersebut tidak akan berperilaku seksual pranikah. Untuk lebih jelasnya, peneliti akan menggambarkannya kedalam bagan kerangka berpikir sebagai berikut: Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir Predisposing Factors: • Persepsi • Pengetahuan • Sikap • Tindakan • Kepercayaan • Nilai Reinforcing Factors: Sikap dan perilaku petugas kesehatan, orang lain, orang tua, pegawai, dll. Enabling Factors: • Ketersediaan fasilitas • Keterjangkauan fasilitas Perilaku Seksual Remaja 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang Provisi Banten. Dengan alasan mengapa penulis memilih lokasi tersebut sebagai obyek penelitian, karena Kota Tangerang memuncaki daftar kota yang endemis penyebaran penyakit HIV dan AIDS di wilayah kota/kabupaten seProvinsi Banten.1 Gambar 3.1 Peta Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian yang diambil oleh peneliti dilaksanakan secara bertahap mulai dari kegiatan pendahuluan, pelaksanaan (studi lapangan), sampai kegiatan akhir penelitian (pembuatan laporan). 1 Wahyudin, dalam http://www.radarbanten.co.id/kota-tangerang-zona-merah-hivaid/ di akses pada 02 Januari 2016, 13.32 WIB. 47 2 48 Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian Waktu Penelitian No Desember 2015 Jenis Kegiatan 1 1. Konsultasi Judul 2. Acc Judul 3. Penyusunan Proposal 4. Persiapan & Seminar Proposal 5. Konsultasi Skripsi 6. Persiapan Penelitian 7. Penelitian 8. Olah Data Penelitian 9. Sidang Hasil Penelitian 10 Pengumpulan Skripsi B. 2 3 Januari 2016 4 1 2 3 Juli 2016 4 1 2 3 Agustus 2016 4 1 2 3 September 2016 4 1 2 3 Oktober 2016 4 1 2 3 November 2016 4 1 2 3 Februari 2017 4 Metode Penelitian Metode penelitian yang penulis gunakan di dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif. Yaitu menggambarkan persepsi remaja tentang perilaku seksual pranikah di Desa Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang. Pendekatan kuantitatif menggunakan cara kerja perhitungan, statistik.2 Dengan demikian metode penelitian yang dipergunakan metode deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandanganpandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruhpengaruh dari suatu fenomena.3 2 M. Hariwijaya, Metodologi dan Penulisan; Skripsi, Tesis dan Disertasi untuk Ilmu Sosial dan Humaniora, (Yogyakarta: Parama Ilmu), h. 71. 3 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarata: Ghalia Indonesia, 1988), Cet. 3, h. 63. 1 2 3 4 3 49 C. Populasi dan Sample 1. Populasi Dalam penelitian sosial, populasi didefinisikan sebagai subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian.4 Populasi adalah himpunan semua individu yang dapat memberikan data dan informasi untuk suatu penelitian.5 Sedangkan menurut Margono, populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Jadi, populasi berhubungan dengan data, bukan manusianya. Kalau setiap manusia memberikan suatu data, maka banyaknya atau ukuan populasi akan sama dengan banyaknya manusia.6 Berdasarkan uraian ini dapat ditegaskan bahwa populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang bertempat tinggal di Desa Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang yang berusia 16-23 tahun, baik laki-laki maupun perempuan yang berjumlah 2045 orang. 2. Sampel Sampel sering didefinisikan sebagai bagian dari populasi.7 Sampel adalah sebagian dari unit-unit dalam populasi yang ciri-ciri atau karakteristiknya bener-benar diselidiki.8 Mengingat keterbatasan waktu dan biaya, maka penelitian ini menggunakan sampel dengan minimal sample size (untuk menentukan batas minimal dari besarnya sampel) sampel dapat ditentukan dengan rumus Taro Yamane sebagai berikut:9 4 Masri Mansoer dan Elin Driana, Statistik Sosial, (Jakarta: Ushul Press, 2009), h. 23. Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah, 2014), h. 64. 6 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 118. 7 Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), h. 119. 8 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah, 2014), h. 64. 9 Riduwan, Belajar Mudah Penelitian; untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 65. 5 4 50 Keterangan : N : Jumlah populasi n : Jumlah sampel d2 : tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (0.1) Perhitungan : Berdasarkan perhitungan di atas, maka jumlah minimal sampel yang harus didapatkan adalah 96 remaja. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cluster random sampling. Untuk menentukan siapa saja yang akan dijadikan subjek dalam penelitian ini menggunakan metode convenience sampling. Dengan menggunakan metode ini, di mana subjek dipilih karena aksesibilitas kemudahan serta kedekatan mereka kepada peneliti.10 D. Tekhnik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data secara tepat, penulis melakukan prosedur pengumpulan data sebagai berikut: 1. Wawancara (interview) Wawancara atau yang sering disebut juga dengan interview adalah suatu proses tanya jawab lisan, dalam mana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengar dengan telinga sendiri dari suaranya.11 Adapun pengumpulan data, peneliti melakukan wawancara terpimpin, yaitu wawancara yang dilakukan dengan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci. 10 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 155. 11 Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2012), h. 88. 5 51 2. Observasi (Pengamatan) Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.12 Dengan kata lain observasi ini dilaksanakan untuk memperoleh data yang menyeluruh dengan cara mengamati secara langsung dan mencatat data-data yang dibutuhkan. 3. Angket (Kuesioner) Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.13 Sedangkan menurut Sukandarrumidi, kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengirimkan suatu daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi.14 Adapun angket di sini berupa questionnare (daftar pertanyaan yang setiap pertanyannya sudah disediakan jawabannya untuk dipilih atau disediakan tempat untuk mengisi jawaban). Dengan kata lain kuesioner yang dipergunakan berbentuk ratting-scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pertanyaan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan. Teknik pengukuran dari angket ini menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.15 Pada skala likert, subjek penelitian dihadapkan pada pertanyaan positif dan negatif, dan mereka diminta untuk menyatakan apakah “sangat setuju”, “setuju”, “tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju”.16 Maka skor tertinggi untuk jawaban yang paling positif adalah 4 (empat) dan skor terendah untuk jawaban 12 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 52. 13 Sugiyono. Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan R&D. (Bandung: Alfabeta, 2015). h. 142. 14 Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2012), h. 78. 15 Anas Sudjiono, Pengntar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 43. 16 Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 143. 6 52 negatif adalah 1 (satu). Selanjutnya angket disebarkan kepada para responden. Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Remaja Variabel Dimensi a. Pengetahuan tentang hubungan seks pranikah b. Sikap terhadap hubungan seks pranikah Persepsi Remaja c. Tindakan terhadap hubungan seks pranikah Indikator Pengertian seks pranikah Hubungan seks pranikah Bentuk-bentuk seksual pranikah Penyebab seksual pranikah Resiko hubungan seks pranikah Penyakit menular seksual Seks setelah menikah Seks sebelum menikah Melanggar norma agama dan masyarakat Remaja belum pantas melakukan hubungan seks pranikah Pasangan meminta berhubungan seks pranikah Tidak melakukan hubungan seks pranikah Menolak melakukan hubungan seks pranikah meskipun sayang Aktivitas pacaran Pasangan yang tidak tetap Hubungan seks pranikah akan tetap dilakukan meski dilarang Mengajak pacar ke tempat sepi Menggugurkan kandungan/ aborsi Butir Soal 1 2 3 4 5 6, 7 8 9 10, 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 7 53 E. Tekhnik Pengelolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data Setelah data dikumpulkan, maka langkah selanjutnya data harus di olah terlebih dahulu sebelum disajikan. Langkah-langkah dalam pengolahan data, yaitu:17 a. Editting (pemeriksaan data). Yaitu kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai menghimpun data di lapangan. Kegiatan ini menjadi penting karena kenyataannya bahwa data yang terhimpun kadang kala belum memenuhi harapan peneliti, ada di antaranya kurang atau terlewatkan, tumpang tindih, berlebihan bahkan terlupakan. b. Coding (pemberian kode). Setelah tahap editing selesai dilakukan, kegiatan berikutnya adalah mengklasifikasi data-data tersebut melalui tahapan coding. Maksudnya bahwa data yang telah di edit tersebut diberi identitas sehingga memiliki arti tertentu pada saat dianalisis. Dengan kata lain, melakukan konversi data ke dalam angka-angka sehingga memudahkan dalam pengolahan data selanjutnya. Pemberian kode untuk setiap kelompok pertanyaan dalam format kuesioner yang dilakukan peneliti yaitu dengan skor untuk setiap jawaban kuesioner. c. Klasifikasi Kumpulan data yang didapat setelah melalui proses pencarian di lapanan dan setelah melalui proses editing yaitu pemisahan/pemilihan data mana yang dianggap penting/relevan dan mana yang sebaliknya.18 Data kemudian dikelompokan sesuai dengan kategori yang sudah ditentukan. Biasanya dikelompokan sesuai dengan masalah, tujuan dan hipotesis. 17 M. Burhan Bungin, Metodelogi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 164-168. 18 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), h. 99-100. 8 54 d. Tabulasi Data (Proses Pembeberan) Yaitu bagian terakhir dari pengolahan data. Maksud tabulasi adalah data yang sudah diklasifikasikan dimasukkan ke dalam tabel-tabeldan mengatur angka-ang serta menghitung jumlah atau frekuensi data atau nilai prosentasenya. 2. Analisis Data Menganalisa data yang sudah ditabulasikan dengan membandingkan antara satu sampel dengan sampel lainnya. Langkah pertama yang dilakukan dalam menganalisa data adalah dengan membuat prosentase hasil angket yang telah diperoleh dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi, sebagai berikut: Keterangan: P : Tingkat prosentase F : Frekuensi dari hasil jawaban N : Jumlah responden Langkah selanjutnya adalah interpretasi data yang dilakukan peneliti setelah semua data dan angket selesai dikerjakan. Peneliti melakukan interpretasi data denganmenggunakancara seperti yang telah dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto, yaitu sebagai berikut: a. Baik, apabila nilai yang diperoleh berada pada interval 76-100% b. Cukup, apabila nilai yang diperoleh berada pada interval 5675% c. Kurang baik, apabila nilai yang diperoleh berada pada interval 40-55% d. Tidak baik, apabila nilai yang diperoleh kurang dari 40% 9 55 Untuk menentukan langkah-langkah prosentase digunakan perhitungan sederhana sebagai berikut:19 a. Menentukan nilai harapan (NH). Nilai ini dapat diketahui dengan mengambil jumlah pertanyaan dengan skor tertinggi pada angket. b. Menghitung nilai skor (NS). Nilai ini merupakan nilai rata-rata sebenarnya yang diperoleh dari hasil penelitian. c. F. Menentukan kategori dengan rumus sebagai berikut: Etika Penelitian Masalah etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian ini berhadapan langsung dengan manusia, maka peneliti memperhatikan masalah etika penelitian yang meliputi:20 1. Informed Consent (lembar persetujuan) Lembar persetujuan ini diberikan pada subyek yang akan diteliti, tujuannya adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subyek bersedia diteliti maka harus menandatangani lembaran persetujuan. Jika menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak subyek. 2. Menjamin kerahasiaan responden Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak akan mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh subyek. Lembar tersebut hanya diberi kode yang diketahui oleh peneliti saja. Peneliti menjamin kerahasiaan identitas serta semua 19 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,(Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet. Ke-14. h. 196. 20 Sulistyaningsih, Metodologi Penelitian Kebidanan: Kuantitatif-Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 145-147. 10 56 informasi yang diperoleh dari informan dan tidak akan diungkap di depan umum, hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. 3. Menjamin keamanan responden Keamanan responden harus dipenuhi untuk tindakan invasif pada tubuh manusia maupun tidakan yang dapat menginvasi pemikiran responden. 11 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Secara geografis Kelurahan Karang Mulya merupakan salah satu Kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang Provinsi Banten. Kelurahan Karang Mulya merupakan merupakan wilayah paling timur Kota Tangerang dan berbatasan langsung dengan provinsi DKI Jakarta. Adapun batas-batas administratif Kelurahan Karang Mulya adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kelurahan Kembangan, Kecamatan Kembangan Jakarta Barat b. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kelurahan Karang Timur, Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang c. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kelurahan Parung Jaya, Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang d. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kelurahan Meruya Utara Kecamatan Kembangan Jakarta Barat 2. Wilayah Wilayah Kelurahan Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang, merupakan daerah rendah dengan ketinggian 18m di atas permukaan air laut. Sedangkan banyaknya curah hujan 1,858 mm. Sedangkan suhu udara rata-rata 270C. Kelurahan Karang Mulya memiliki luas daerah 217 Ha dengan jumlah penduduk 16.048 jiwa dengan jumlah remaja 2.045 jiwa pada bulan Juli 2016. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk Kelurahan Karang Mulya menurut kelompok usia dapat di lihat dalam tabel berikut ini. 57 12 58 Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Kelurahan Karang Mulya Bulan Juli 2016 No. Kelompok Umur Jumlah 1. 0–3 652 2. 4–6 528 3. 7 – 12 1278 4. 13 – 15 691 5. 16 – 18 675 6. 19 – 23 1370 7. 24 – 35 3691 8. 36 – 45 3062 9. 46 – 59 2843 10. 60 > (Ke atas) 1258 Jumlah B. 16.048 Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah remaja yang tinggal dan menetap di Kelurahan Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang. Selanjutnya, responden merupakan remaja yang berusia antara 16 sampai 23 tahun dan dianggap paling mengetahui permasalahan yang dihadapi dan bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan. Adapun jumlah responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini, jika dilihat dari range umur per 2 (dua) tahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2 Jumlah Responden dari Range Umur Per 2 (dua) Tahun No. Umur Jumlah 1. 16 – 17 34 2. 18 – 19 37 3. 20 – 21 19 59 13 4. 22 – 23 Jumlah 6 96 Pada saat peneliti melakukan pengamatan atau observasi di Kelurahan Karang Mulya Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang. Peneliti menemukan remaja yang berperilaku mengarah pada pergaulan bebas. Selain itu peneliti juga mendapatkan informasi tentang adanya remaja yang hamil di luar nikah. Kemudian untuk menentukan siapa saja yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini maka peneliti menggunakan metode convenience sampling. Dengan menggunakan metode ini, di mana responden dipilih karena aksesibilitas nyaman serta kedekatan mereka kepada peneliti. Selain itu peneliti juga di bantu assisten peneliti sebanyak enam orang teman yang memang mengenal dekat dengan kehidupan responden. Memang kenyataan dilapangan pada saat pengambilan data, beberapa remaja tidak mau memberikan informasi dengan alasan karena privasi dan malu. Tetapi dengan pendekatan yang intens terhadap responden maka peneliti dapat menyakinkan responden serta berkat bantuan dari teman maka peneliti mendapatkan informasi yang dibutuhkan. C. Deskripsi Data Pada pembahasan sebelumnya, peneliti telah mengemukakan bahwa salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui penyebaran angket kepada 96 responden. Angket yang penulis sebarkan terdiri dari satu komponen pertanyaan yang berjumlah 20 item pertanyaan yang di susun berdasarkan pokok penelitian dan indikator dari variabel yang diteliti, yaitu mengenai persepsi remaja. Teknik pengukuran dari angket ini menggunakan skala likert dengan bobot nilai 1 – 4. Setelah dilakukan tahap penelitian yang meliputi wawancara dan penyebaran angket, maka langkah selanjutnya pendeskripsian data, yaitu gambaran dari semua data yang peneliti peroleh dari hasil penelitian. 14 60 Data yang disajikan dalam penelitian ini adalah hasil penyebaran angket tentang persepsi remaja yang diperoleh dari responden. Adapun hasil pengelolahan angket pada teknik prosentase menggunakan rumus sebagai berikut: Keterangan: P : Tingkat prosentase F : Frekuensi dari hasil jawaban N : Jumlah responden Untuk memudahkan menganalisis data hasil penelitian tersebut, maka setiap item dibuat tabulasi yang merupakan proses merubah data dari instrumen. Pengumpulan data (angket) menjadi tabel-tabel angka (prosentase). Dan untuk lebih jelasnya tentang penyebaran persepsi remaja tentang perilaku seks pranikah dapat di lihat pada masing-masing tabel berikut. Tabel 4.3 Seks adalah hubungan laki-laki dan perempuan yang disadari hasrat atau keinginan (libido) dengan tujuan untuk mencari kenikmatan Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 32 33.33% Setuju 41 42.71% Tidak setuju 19 19.79% Sangat tidak setuju 4 4.17% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 32 dengan prosentase sebesar 33.33%, sedangkan yang menjawab setuju 41 dengan prosentase sebesar 42.71%, kemudian yang menjawab tidak setuju 19 dengan prosentase sebesar 19.79% dan yang menjawab sangat tidak setuju 4 dengan prosentase sebesar 4.17%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja setuju dengan seks adalah 15 61 hubungan laki-laki dan perempuan yang disadari hasrat atau keinginan (libido) dengan tujuan untuk mencari kenikmatan. Tabel 4.4 Hubungan seks boleh dilakukan yang penting tidak menyebabkan kehamilan Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 18 18.75% Setuju 24 25% Tidak setuju 40 41.67% Sangat tidak setuju 14 14.58% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 18 dengan prosentase sebesar 18.75%, sedangkan yang menjawab setuju 24 dengan prosentase sebesar 25%, kemudian yang menjawab tidak setuju 40 dengan prosentase sebesar 41.67% dan yang menjawab sangat tidak setuju 14 dengan prosentase sebesar 14.58%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja tidak setuju dengan hubungan seks boleh dilakukan yang penting tidak menyebabkan kehamilan. Tabel 4.5 Saling ketertarikan pada lawan jenis, merupakan bentuk dari perilaku seksual pranikah Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 30 31.25% Setuju 37 38.54% Tidak setuju 28 29.17% Sangat tidak setuju 1 1.04% Jumlah 96 100% 16 62 Pada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 30 dengan prosentase sebesar 31.25%, sedangkan yang menjawab setuju 37 dengan prosentase sebesar 38.54%, kemudian yang menjawab tidak setuju 28 dengan prosentase sebesar 29.17% dan yang menjawab sangat tidak setuju 1 dengan prosentase sebesar 1.04%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja setuju dengan saling ketertarikan pada lawan jenis, merupakan bentuk dari perilaku seksual pranikah. Tabel 4.6 Pergaulan bebas merupakan faktor penyebab perilaku seksual pranikah Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 34 35.42% Setuju 29 30.21% Tidak setuju 21 21.87% Sangat tidak setuju 12 12.5% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.6 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 34 dengan prosentase sebesar 35.42%, sedangkan yang menjawab setuju 29 dengan prosentase sebesar 30.21%, kemudian yang menjawab tidak setuju 21 dengan prosentase sebesar 21.87% dan yang menjawab sangat tidak setuju 12 dengan prosentase sebesar 12.5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat setuju dengan pergaulan bebas merupakan faktor penyebab perilaku seksual pranikah. Tabel 4.7 Kehamilan, melahirkan bayi yang tidak normal serta infeksi organ reproduksi, merupakan resiko dari hubungan seksual pranikah bagi remaja 63 Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 25 26.04% Setuju 24 25% Tidak setuju 33 34.38% 17 Sangat tidak setuju 14 14.58% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.7 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 25 dengan prosentase sebesar 26.04%, sedangkan yang menjawab setuju 24 dengan prosentase sebesar 25%, kemudian yang menjawab tidak setuju 33 dengan prosentase sebesar 34.38% dan yang menjawab sangat tidak setuju 14 dengan prosentase sebesar 14.58%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja tidak setuju dengan kehamilan, melahirkan bayi yang tidak normal serta infeksi organ reproduksi, merupakan resiko dari hubungan seksual pranikah bagi remaja. Tabel 4.8 HIV/AIDS, Sifilis, Herfes, Kencing Nanah serta Klamida, merupakan penyakit-penyakit yang diakibatkan karena sering berganti-ganti pasangan Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 35 36.46% Setuju 14 14.58% Tidak setuju 15 15.63% Sangat tidak setuju 32 33.33% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.8 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 35 dengan prosentase sebesar 36.46%, sedangkan yang menjawab setuju 14 dengan prosentase sebesar 14.58%, kemudian yang menjawab tidak setuju 15 dengan prosentase sebesar 15.63% dan yang menjawab sangat tidak setuju 32 dengan prosentase sebesar 33.33%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat setuju dengan HIV/AIDS, Sifilis, Herfes, Kencing Nanah serta Klamida, merupakan penyakit-penyakit yang diakibatkan karena sering berganti-ganti pasangan. 18 64 Tabel 4.9 Penyakit kelamin diakibatkan oleh infeksi yang ditularkan melalui hubungan seks Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 32 33.33% Setuju 32 33.33% Tidak setuju 19 19.79% Sangat tidak setuju 13 13.54% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.9 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 32 dengan prosentase sebesar 33.33%, sedangkan yang menjawab setuju 32 dengan prosentase sebesar 33.33%, kemudian yang menjawab tidak setuju 19 dengan prosentase sebesar 19.79% dan yang menjawab sangat tidak setuju 13 dengan prosentase sebesar 13.54%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat setuju dan setuju dengan penyakit kelamin diakibatkan oleh infeksi yang ditularkan melalui hubungan seks. Tabel 4.10 Seseorang boleh berhubungan seks jika orang tersebut dan pasangannya telah resmi menikah Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 52 54.17% Setuju 28 29.17% Tidak setuju 8 8.33% Sangat tidak setuju 8 8.33% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.10 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 52 dengan prosentase sebesar 54.17%, sedangkan yang 19 65 menjawab setuju 28 dengan prosentase sebesar 29.17%, kemudian yang menjawab tidak setuju 8 dengan prosentase sebesar 8.33% dan yang menjawab sangat tidak setuju 8 dengan prosentase sebesar 8.33%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat setuju seseorang boleh berhubungan seks jika orang tersebut dan pasangannya telah resmi menikah. Tabel 4.11 Seorang remaja boleh melakukan hubungan seksual sebelum menikah jika keduanya saling mencintai Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 25 26.04% Setuju 22 22.92% Tidak setuju 26 27.08% Sangat tidak setuju 23 23.96% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.11 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 25 dengan prosentase sebesar 26.04%, sedangkan yang menjawab setuju 22 dengan prosentase sebesar 22.92%, kemudian yang menjawab tidak setuju 26 dengan prosentase sebesar 27.08% dan yang menjawab sangat tidak setuju 23 dengan prosentase sebesar 23.96%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja tidak setuju seorang remaja boleh melakukan hubungan seksual sebelum menikah jika keduanya saling mencintai. Tabel 4.12 Seseorang yang berani melakukan hubungan seksual sebelum menikah berarti sanggup menanggung dosa besar Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 32 33.33% Setuju 27 28.13% Tidak setuju 20 20.83% 66 20 Sangat tidak setuju 17 17.71% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.12 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 32 dengan prosentase sebesar 33.33%, sedangkan yang menjawab setuju 27 dengan prosentase sebesar 28.13%, kemudian yang menjawab tidak setuju 20 dengan prosentase sebesar 20.83% dan yang menjawab sangat tidak setuju 17 dengan prosentase sebesar 17.71%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat setuju seseorang yang berani melakukan hubungan seksual sebelum menikah berarti sanggup menanggung dosa besar. Tabel 4.13 Seseorang yang melakukan hubungan seks sebelum menikah adalah orang yang telah berbuat suatu kesalahan melanggar norma-norma di masyarakat Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 23 23.96% Setuju 43 44.79% Tidak setuju 25 26.04% Sangat tidak setuju 5 5.21% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.13 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 23 dengan prosentase sebesar 23.96%, sedangkan yang menjawab setuju 43 dengan prosentase sebesar 44.79%, kemudian yang menjawab tidak setuju 25 dengan prosentase sebesar 26.04% dan yang menjawab sangat tidak setuju 5 dengan prosentase sebesar 5.21%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja setuju seseorang yang melakukan hubungan seks sebelum menikah adalah orang yang telah berbuat suatu kesalahan melanggar norma-norma di masyarakat. 21 67 Tabel 4.14 Remaja belum pantas melakukan hubungan seks Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 35 36.46% Setuju 35 36.46% Tidak setuju 18 18.75% Sangat tidak setuju 8 8.33% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.14 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 35 dengan prosentase sebesar 36.46%, sedangkan yang menjawab setuju 35 dengan prosentase sebesar 36.46%, kemudian yang menjawab tidak setuju 18 dengan prosentase sebesar 18.75% dan yang menjawab sangat tidak setuju 8 dengan prosentase sebesar 8.33%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat setuju dan setuju bahwa remaja belum pantas melakukan hubungan seks. Tabel 4.15 Jika pasangan saya meminta untuk berhubungan seksual maka saya akan menolaknya dan meminta putus darinya Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 38 39.58% Setuju 24 25% Tidak setuju 24 25% Sangat tidak setuju 10 10.42% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.15 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 38 dengan prosentase sebesar 39.58%, sedangkan yang menjawab setuju 24 dengan prosentase sebesar 25%, kemudian yang menjawab tidak setuju 24 dengan prosentase sebesar 25% dan yang 6822 menjawab sangat tidak setuju 10 dengan prosentase sebesar 10.42%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat setuju jika pasangan saya meminta untuk berhubungan seksual maka saya akan menolaknya dan meminta putus darinya. Tabel 4.16 Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 41 42.71% Setuju 27 28.12% Tidak setuju 18 18.75% Sangat tidak setuju 10 10.42% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.16 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 41 dengan prosentase sebesar 42.71%, sedangkan yang menjawab setuju 27 dengan prosentase sebesar 28.12%, kemudian yang menjawab tidak setuju 18 dengan prosentase sebesar 18.75% dan yang menjawab sangat tidak setuju 10 dengan prosentase sebesar 10.42%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat setuju untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Tabel 4.17 Se-sayang apapun dengan pasangan, saya berusaha untuk menolak melakukan hubungan seksual Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 30 31.25% Setuju 33 34.38% Tidak setuju 21 21.87% Sangat tidak setuju 12 12.5% Jumlah 96 100% 23 69 Pada tabel 4.17 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 30 dengan prosentase sebesar 31.25%, sedangkan yang menjawab setuju 33 dengan prosentase sebesar 34.38%, kemudian yang menjawab tidak setuju 21 dengan prosentase sebesar 21.87% dan yang menjawab sangat tidak setuju 12 dengan prosentase sebesar 12.5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja setuju se-sayang apapun dengan pasangan akan berusaha menolak melakukan hubungan seksual. Tabel 4.18 Melakukan hubungan seksual dengan pacar di tempat sepi Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 15 15.62% Setuju 30 31.25% Tidak setuju 15 15.62% Sangat tidak setuju 36 37.5% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.18 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 15 dengan prosentase sebesar 15.62%, sedangkan yang menjawab setuju 30 dengan prosentase sebesar 31.25%, kemudian yang menjawab tidak setuju 15 dengan prosentase sebesar 15.62% dan yang menjawab sangat tidak setuju 36 dengan prosentase sebesar 37.5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat tidak setuju melakukan hubungan seksual dengan pacar di tempat sepi. Tabel 4.19 Berganti-ganti pacar memperluas pergaulan dan pengalaman Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 17 17.71% Setuju 17 17.71% Tidak setuju 27 28.12% 24 70 Sangat tidak setuju 35 36.46% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.19 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 17 dengan prosentase sebesar 17.71%, sedangkan yang menjawab setuju 17 dengan prosentase sebesar 17.71%, kemudian yang menjawab tidak setuju 27 dengan prosentase sebesar 28.12% dan yang menjawab sangat tidak setuju 35 dengan prosentase sebesar 36.46%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat tidak setuju berganti-ganti pacar memperluas pergaulan dan pengalaman. Tabel 4.20 Hubungan seksual akan tetap saya lakukan meskipun ini dilarang Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 11 11.46% Setuju 23 23.96% Tidak setuju 35 36.46% Sangat tidak setuju 27 28.12% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.20 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 11 dengan prosentase sebesar 11.46%, sedangkan yang menjawab setuju 23 dengan prosentase sebesar 23.96%, kemudian yang menjawab tidak setuju 35 dengan prosentase sebesar 36.46% dan yang menjawab sangat tidak setuju 27 dengan prosentase sebesar 28.12%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja tidak setuju hubungan seksual akan tetap dilakukan meskipun dilarang. 25 71 Tabel 4.21 Mengajak pasangan ke tempat yang sepi supaya bisa melakukan hubungan badan layaknya suami istri Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 18 18.75% Setuju 17 17.71% Tidak setuju 29 30.21% Sangat tidak setuju 32 33.33% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.21 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 18 dengan prosentase sebesar 18.75%, sedangkan yang menjawab setuju 17 dengan prosentase sebesar 17.71%, kemudian yang menjawab tidak setuju 29 dengan prosentase sebesar 30.21% dan yang menjawab sangat tidak setuju 32 dengan prosentase sebesar 33.33%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat tidak setuju mengajak pasangan ke tempat yang sepi supaya bisa melakukan hubungan badan layaknya suami istri. Tabel 4.22 Kalau sampai terjadi kehamilan tidak diinginkan, menggugurkan kandungan (aborsi) menjadi langkah saya agar terhindar dari cemoohan masyarakat Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat setuju 14 14.58% Setuju 15 15.63% Tidak setuju 26 27.08% Sangat tidak setuju 41 42.71% Jumlah 96 100% Pada tabel 4.22 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju 14 dengan prosentase sebesar 14.58%, sedangkan yang menjawab setuju 15 dengan prosentase sebesar 15.63%, kemudian yang 26 72 menjawab tidak setuju 26 dengan prosentase sebesar 27.08% dan yang menjawab sangat tidak setuju 41 dengan prosentase sebesar 42.71%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja sangat tidak setuju kalau sampai terjadi kehamilan tidak diinginkan, menggugurkan kandungan (aborsi) menjadi langkah saya agar terhindar dari cemoohan masyarakat. Tabel 4.23 Interpretasi Data Jumlah Aspek Penelitian Jumlah Item Skor - Pengetahuan 7 1867 - Sikap 7 1961 - Tindakan 6 1314 20 Item 5142 Responden 96 3 Aspek Penelitian Tabel 4.24 Rata-rata Skor Penelitian Responden No. 1. 2. 3. Aspek Penelitian Pengetahuan Sikap Tindakan NS/NH x Skor NH NS 1867 7x4= 28 1867 ÷ 96 = 19.45 Cukup 7x4= 28 1961 ÷ 96 = 20.43 Cukup 6x4= 24 1314 ÷ 96 = 13.69 Cukup 1961 1314 100% Kategori Baik Baik Baik 73 27 Rata-rata skor: D. Pembahasan Dari hasil analisis dan interpretasi data diatas, bahwa dapat disimpulkan dalam sub bab pembahasan ini yang akan dipaparkan satu persatu. 1. Pengetahuan Remaja Pengetahuan adalah unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya.1 Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).2 Jadi, sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan juga meliputi seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep dan fantasi.3 Memang tingkat pengetahuan dapat mempengaruhi terjadinya suatu perilaku. Hal ini berdasarkan teori Lawrence Green yang menyatakan bahwa perilaku seseorang terbentuk dan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. 1 Dimana pengetahuan termasuk di dalam faktor Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi I, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 99. Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni., h. 144. 3 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi I., h. 101. 2 2 74 predisposisi bersama dengan sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilainilai yang terdapat di masyarakat. Selain itu faktor pendukung juga memiliki peranan penting dalam terjadinya suatu perilaku yaitu dengan tersedianya sarana, fasilitas maupun kesempatan untuk terwujudnya suatu tindakan.4 Pengetahuan remaja tentang seks pranikah sesuai dengan kemampuan berpikir mereka atas apa yang mereka lihat, yang mereka alami dan temukan. Mengetahui pengertian, faktor, dampak, penyebab, resiko, dan akibat dari seks pranikah membuat remaja berpikir panjang untuk melakukan seks sebelum menikah. Ketika remaja yang tidak melakukan seks sebelum menikah, walaupun mereka ingin, mereka pun memikirkan resiko-resikonya dalam jangka panjang. Berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan terkait dengan perilaku seks pranikah di kalangan remaja menurut responden yang tidak melakukan seks pranikah beliau mengatakan bahwa perilaku seks pranikah untuk saat sekarang adalah hal yang lumrah dengan banyak faktor pendukung, yang salah satunya adalah kurangnya pengetahuan tentang berbagai hal negatif dari perilaku seks pranikah tersebut, misalnya hamil, penularan penyakit seksual dan sebagainya.5 Sehingga pengetahuan ini dapat meminimalisir apa yang mereka lakukan. Hal ini pun sebaliknya terjadi pada remaja yang melakukan seks sebelum menikah, mereka kurang memahami apa itu seks. Mereka hanya melakukan apa yang mereka inginkan sekarang, tanpa memikirkan resiko dalam jangka panjang. 4 Yuli Trisnawati, dkk. Perilaku Seksual Remaja SMA di Purwokerto dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 1 No. 1 Edisi Desember 2010), h. 6 5 Hasil Wawancara, Tangerang, 25 September 2016. (responden yang tidak melakukan seks pranikah) 3 75 Gambar 4.1 Pie Chart Pengetahuan Remaja Tentang Hubungan Seks Pranikah Pengetahuan Remaja Tentang Hubungan Seks Pranikah 15% Seks Merupakan Hubungan yang Disadari untuk Mencari Kenikmatan Hubungan Seks Wajar Asalkan Tidak Hamil Bentuk Seksual Pranikah 16% 13% 13% Faktor Penyebab Seksual Pranikah Resiko Hubungan Seks Pranikah 13% 15% 15% Penyakit Akibat Hubungan Seks Pranikah Penyakit Kelamin Ditularkan Hubungan Seks Berdasarkan pie chart diatas sebagian besar remaja mengetahui seks merupakan hubungan yang disadari hasrat dengan tujuan untuk mencari kenikmatan pada aspek pengetahuan remaja tentang hubungan seks pranikah dengan prosentase sebesar 16% dan hanya sebagian kecil remaja yang mengetahui resiko hubungan seks pranikah dengan prosentase sebesar 13%. Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi remaja pada aspek pengetahuan mengenai seks merupakan hubungan laki-laki dan perempuan yang disadari hasrat dengan tujuan untuk mencari kenikmatan lebih besar daripada persepsi remaja pada aspek pengetahuan mengenai resiko hubungan seks pranikah. Tentu dari hasil tersebut karena kurangnya pengetahuan remaja akan resiko serta bahaya seks ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu mulai dari kurangnya peran kelurga, sekolah dan lingkungan dalam mensosiali-sasikan pengetahuan seks, dan kurangnya pemahaman akan nilai-nilai agama dalam kehidupan. Selanjutnya di zaman sekarang, peran media massa sangat berpengaruh, mulai dari internet, televisi, koran dan sebagainya yang akhir-akhir ini semakin banyak memberikan pengetahuan seksual secara transparan. Seharusnya 764 media massa digunakan oleh remaja sebagai sumber pengetahuan yang paling berpengaruh karena media massa banyak menyajikan berbagai macam informasi dan pengetahuan tentang seks secara terbuka dan transparan. Media massa mempunyai pengaruh yang besar dalam upaya memberikan informasi dan pengetahuan tentang seks bagi dirinya. Berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan terkait dengan dari mana anda mendapatkan informasi seks pranikah menurut responden yang melakukan dan tidak melakukan seks pranikah mereka mengatakan bahwa kebanyakan sih dari internet, jadi keterbukaan dan kejelasan media di dalam menyajikan setiap informasi dan pengetahuan tentang seks dinilai memiliki nilai lebih dibandingkan dengan sumber lainnya seperti keluarga dan sekolah. Berdasarkan penjelasan diatas dikarenakan adanya perbedaan kesempatan untuk memperoleh informasi tentang seksual, kurangnya informasi seksual dari orang tua dan sekolah, adanya berbagai informasi yang menyesatkan yang menimbulkan terjadinya salah persepsi tentang seksual serta munculnya rasa keingintahuan yang dalam terhadap masalah seksual dapat menyebabkan terjadinya hubungan seksual pranikah. Dengan artian pemahaman yang baik terhadap akibat hubungan seksual pranikah akan menurunkan resiko melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini disebabkan karena pemahaman agama yang menjadikan seorang remaja enggan melakukan seks pranikah karena mereka mengetahui perbuatan tersebut termasuk dosa besar.6 Karena dengan pemahaman demikian diharapkan remaja akan berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk melakukan hubungan seksual pranikah. 2. Sikap Remaja Sikap mencerminkan rasa senang, tidak senang atau perasaan biasa-biasa saja dari seseorang terhadap sesuatu, berupa benda, 6 Hasil Wawancara, Tangerang, 25 September 2016. (responden yang tidak melakukan seks pranikah) 5 77 kejadian, situasi, orang-orang atau kelompok. Jika yang timbul terhadap sesuatu itu adalah perasaan senang, maka disebut sikap positif sedangkan kalau perasaan tak senang, sikap negatif. Kalau tidak timbul apa-apa, berarti sikapnya netral.7 Selanjutnya sikap merupakan penentu dalam tingkah laku manusia, sebagai reaksi sikap selalu berhubungan dengan dua hal yaitu ‘like’ atau ‘dislike’ (senang atau tidak senang, suka atau tidak suka). Mengacu pada adanya faktor perbedaan individu (pengalaman, latar belakang, pendidikan, dan kecerdasan), maka reaksi yang dimunculkan terhadap satu objek tertentu akan berbeda pada setiap orang.8 Sikap terbentuk karena adanya interaksi seseorang terhadap lingkungan fisik maupun sosial di sekitarnya. Berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap seseorang terhadap seks antara lain adalah pengalaman pribadi, pengalaman punya pacar, punya teman yang pernah melakukan hubungan seksual, dan dorongan teman yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Secara signifikan, hal tersebut sangat berpengaruh terhadap remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah. Selanjutnya peran media massa pun sangat besar, terutama mudahnya dan bebasnya dalam penggunaan internet, sehingga tidak adanya batasan dalam memperoleh apapun yang diinginkan, sekalipun pemanfaatan yang menyimpang. Seks dipandang sebagai sebuah kebutuhan, kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap individu sejalan dengan kehidupannya karena seks merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap mahluk hidup, termasuk manusia. Hal ini pun disebabkan oleh berbagai macam, diantaranya adalah pengetahuan, keyakinan, lingkungan serta emosi yang memegang peranan penting dalam penentuan sikap. 7 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), h. 201. 8 Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 67. 6 78 Gambar 4.2 Pie Chart Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seks Pranikah Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seks Pranikah 14% Hubungan Seks Setelah Menikah Hubungan Seks Sebelum Menikah Melanggar Norma Agama 16% 15% 12% 14% 14% 15% Remaja Belum Pantas Melakukan Hubungan Seks Pasangan Meminta Berhubungan Seks Tidak Melakukan Hubungan Seksual Sebelum Menikah Melanggar Norma Masyarakat Berdasarkan pie chart diatas sebagian besar remaja menyikapi hubungan seks setelah menikah pada aspek sikap remaja terhadap hubungan seks pranikah dengan prosentase sebesar 16% dan hanya sebagian kecil remaja yang menyikapi hubungan seks sebelum menikah dengan prosentase sebesar 12%. Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi remaja pada aspek sikap mengenai hubungan seks setelah menikah lebih besar daripada persepsi remaja pada aspek sikap mengenai melakukan hubungan seks sebelum menikah. Tentu dari hasil tersebut karena seseorang akan bersikap positif terhadap suatu objek itu memberikan suatu kesenangan terhadap individu tersebut dan sebaliknya seseorang akan memiliki sikap negatif bila tidak suka terhadap objek itu. Hal ini senada dengan pendapat Agoes Dariyo yang mengungkapkan di dalam bukunya bahwa sikap merupakan predisposisi (penentu) yang memunculkan adanya perilaku yang sesuai dengan sikapnya. Sikap tumbuh diawali 797 dari pengetahuan yang dipersepsikan sebagai sesuatu hal yang baik (positif) maupun yang tidak baik (negatif), kemudian di diinternalisasikan ke dalam dirinya. Sejalan dengan itu, apabila remaja melakukan seksual pranikah maka dipersepsiakan menjadi dua bagian:9 1) Positif, apabila remaja memiliki sikap positif terhadap perilaku seksual pranikah maka akan memiliki kecenderungan untuk melakukannya. 2) Negatif, apabila remaja memiliki sikap negatif terhadap perilaku seksual pranikah maka akan memiliki kecenderungan untuk tidak melakukannya. Dari pernyataan di atas dapat disimpulakan bahwa adanya perubahan secara fisik, kognitif, psikososial dan emosional menjadi pengalaman tersendiri bagi remaja. Pengalaman yang diterima dalam kehidupan remaja dapat membentuk sikap positif ataupun negatif pada diri remaja tersebut. Sikap remaja terhadap seks bebas mempunyai dua aspek yaitu sikap pribadi dan sikap sosial. Sikap pribadi terhadap seks bebas adalah penerimaan secara pribadi terhadap seks bebas, yaitu menerima atau menolak perilaku seks bebas. Sikap sosial adalah sikap yang terjadi karena adanya norma dan aturan sosial yang ada di dalam masyarakat. Sebagai contoh, jika sikap seorang remaja terhadap perilaku seks bebas adalah menerima perilaku seks bebas, namun norma dan aturan sosial yang ada di masyarakat melarangnya bahkan menganggap itu perbuatan dosa, maka remaja menyesuaikan sikap pribadinya tersebut dengan sikap yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya tersebut sehingga sikapnya menolak perilaku seks bebas. Sikap remaja terhadap seks pranikah adalah sikap menolak atau menerima perilaku seks pranikah pada remaja. Seorang remaja dalam penelitian ini dituntut untuk dapat menyikapi seks pranikah dengan sikap yang tepat sehingga di dalam masyarakat dan kehidupan 9 87. Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 8 80 pribadinya tidak akan menerima dampak negatif seks pranikah karena melakukannya. Selanjutnya, masa remaja merupakan usia yang rentan terhadap hubungan seksual, karena mereka ingin mencari jati diri mereka dan mulai menyikapi perilaku seks dengan berbagai tingkah laku. 3. Tindakan Remaja Tindakan adalah aturan yang dilakukan, melakukan atau mengadakan aturan-aturan untuk mengatasi sesuatu atau perbuatan. Tindakan pun nampak menjadi lebih konsisten, serasi, sesuai dengan sikap bila sikap individu sama dengan sikap kelompok, di mana ia adalah bagiannya atau kelompoknya.10 Selanjutnya, adanya hubungan yang erat antara pengetahuan dan sikap yang merupakan kecenderungan untuk bertindak. Hal ini sesuai dengan teori aksi bahwa tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari situasi eksternal dalam posisi sebagai objek. Sebagai subjek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Manusia memilih dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan telah dilakukannya.11 Remaja melakukan tindakan berdasarkan pada tujuan, seperti halnya untuk menjawab segala rasa kengintahuan dan penasaran remaja akan seks sehingga dengan berbagai cara dan metode mereka akan berusaha untuk mencari tahu hal tersebut, misalnya dengan membaca dari media massa. Jika dikaitkan dengan tindakan remaja dalam melakukan seks pranikah, tentu tidak akan terlepas dari pengetahuan apa yang mereka miliki dan bagaimana cara mereka dalam menyikapi. Sudah dikatakan sebelumnya, bahwa remaja yang memiliki pengetahuan lebih tentang seks secara keseluruhan akan lebih mampu mengkontrol apa yang 10 Di kutip dari http://landasanteori.com/2015/08/pengertian-tindakan-kesehatanhidup.html?m=1 di akses pada 25 Juli 2016, 16.56 WIB. 11 George Ritzer, Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, terj. Alimandan (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), h. 53-54. 819 akan dilakukan, semakin remaja mendapat bekal pengetahuan tentang seksualitas, maka akan semakin berhati-hati dalam perilakunya, serta akan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan menyangkut seksualitasnya. Sebaliknya, remaja yang kurang dalam memahami tentang seks, akan melakukan seks sebelum menikah tanpa berpikir panjang. Pengetahuan ini merupakan awal seseorang dalam menyikapi dan bertindak dalam melakukan seks pranikah. Gambar 4.3 Pie Chart Tindakan Remaja Terhadap Hubungan Seks Pranikah Tindakan Remaja Yang Melakukan Hubungan Seks Pranikah Menolak Melakukan Hubungan Seks Meskipun Sayang 15% 21% Melakukan Hubungan Seksual dengan Pacar di Tempat Sepi Berganti-ganti Pacar Memperluas Pergaulan 16% 16% Hubungan Seks Pranikah Tetap Dilakukan Meskipun Dilarang Mengajak Pasangan Ke Tempat Sepi 16% 16% Menggugurkan Kandungan (Aborsi) Berdasarkan pie chart diatas sebagian besar remaja menolak melakukan hubungan seks pranikah meskipun sayang pada aspek tindakan remaja terhadap hubungan seks pranikah dengan prosentase sebesar 21% dan hanya sebagian kecil remaja yang menggugurkan kandungan (aborsi) kalau sampai terjadi kehamilan yang tidak diinginkan dengan prosentase sebesar 15%. Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi remaja pada aspek tindakan mengenai hubungan seks pranikah remaja menolak melakukan hubungan seks pranikah meskipun sayang dengan pasangan lebih besar daripada persepsi 10 82 remaja pada aspek tindakan mengenai melakukan hubungan seks sebelum menikah menggugurkan kandungan (aborsi) kalau sampai terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Berdasarkan dari hasil tersebut karena tindakan remaja yang melakukan seks pranikah, umumnya melakukan hal-hal negatif atau hal-hal yang mengarah pada penyimpangan seksual. Menurut Sarwono hal ini terjadi karena adanya pergeseran norma-norma tentang perilaku seksual dikalangan remaja. Hal-hal yang dianggap tabu pada kalangan remaja tahun 1950-an seperti berciuman dan bercumbuan, sekarang malah dibenarkan oleh remaja-remaja masa kini. Bahkan ada sebagian kecil yang setuju pada free sex (seks bebas). Bukan itu saja, bahkan banyak dari mereka yang sudah pernah berhubungan badan.12 Remaja yang melakukan hal tersebut, sudah tidak lagi mengendahkan pandangan atau pendapat masyarakat lagi. Perilaku-perilaku yang mengarah pada seks pranikah di atas, biasanya dilakukan oleh sepasang kekasih yang belum sah secara hukum dan agama yang biasa disebut dengan pacaran. Berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan terkait dengan perilaku seks pranikah di kalangan remaja menurut responden yang melakukan seks pranikah beliau mengatakan bahwa saya melakukan seks pranikah karena sangat mencintai pacar saya, walau saya sendiri terkadang sukar membedakan apakah ini nafsu atau rasa sayang.13 Saat sekarang memang perilaku seks pranikah tersebut adalah hal yang lumrah dan pacaran tanpa aktivitas seksual akan terasa hampa. Belakangan ini, pacaran ini sudah merebak dikalangan remaja, jadi tidak mengherankan kalau seorang remaja melakukan seks pranikah. Pada kalangan remaja, perilaku seks bebas tersebut dapat dimotivasi oleh rasa sayang dan cinta dengan di dominasi oleh perasaan kedekatan dan 12 Masri Singarimbun, Penduduk dan Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996), h. 112. 13 Hasil Wawancara, Tangerang, 23 September 2016. (responden yang melakukan seks pranikah) 11 83 gairah yang tinggi terhadap pasangannya, tanpa disertai oleh komitmen yang jelas, dimana remaja tersebut ingin menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah di anut oleh kelompoknya, dalam hal ini kelompoknya telah melakukan seks bebas. Berbagai alasan yang dikemukakan, dapat diartikan karena adanya rasa saling suka dan cinta dan biasanya disebut sebagai bukti cinta, sayang serta pengikat hubungan. Selanjutnya berbicara mengenai tindakan remaja yang tidak melakukan atau tidak mengarah pada seks pranikah, memang agak sedikit sulit. Hal ini disebabkan karena hampir sebagian remaja khususnya yang pacaran, mengarah pada seks pranikah. Biasanya remaja yang tidak melakukan seks pranikah, memiliki perasaaan dihantui dosa, remaja yang malu-malu ketika berinteraksi dengan lawan jenis, jarang berada dalam satu kumpulan dengan lawan jenis, memiliki batasan-batasan ketika bersikap dengan lawan jenis, dan tidak ada persentuhan ketika berinteraksi satu sama lainnya. F. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini tidaklah sempurna karena dari itu penulis mengakui adanya keterbatasan dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut: 1. Ruang lingkup penelitian ini bahwa penelitian didasarkan pada remaja di Desa Karang Mulya, Kota Tangerang sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan di tempat lain. 2. Responden masih banyak yang bertanya mengenai materi kuesioner yang disebarkan peneliti. 3. Penelitian ini tidak menggunakan uji validitas dan reliabilitas. 4. Peneliti tidak melakukan penelitian lebih lanjut terutama dalam hal menggali faktor-faktor yang mungkin dapat menyebabkan dan mempengaruhi remaja melakukan hubungan seksual pranikah seperti sosial ekonomi, kultur (budaya dan agama), dan pengalaman. 12 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa persepsi remaja tentang hubungan seks pranikah di Kota Tangerang sudah cukup baik dengan prosentase sebesar 66.49 (Cukup Baik). Dengan hasil ini dapat dikatakan bahwa tanggapan mengenai Kota Tangerang zona merah penyebaran penyakit HIV dan AIDS di wilayah kota/kabupaten seProvinsi Banten sudah mulai terkikis dengan adanya hasil tersebut, namun pemerintah sebaiknya memberikan penyuluhan akan bahayanya perilaku seks pranikah dikalangan remaja. Mengenai dampak dari perilaku seks pranikah dikalangan remaja diketahui berbagai resiko, yaitu adanya kehamilan di luar nikah, tertularnya penyakit kelamin dan terjadinya pengguguran kandungan (aborsi). B. Saran Setelah penulis memaparkan kesimpulan sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, selanjutnya penulis memberikan beberapa saran kepada pihak-pihak yang terkait, yaitu: 1. Diharapkan kepada pemerintah, organisasi-organisasi sosial yang terkait untuk meningkatkan peranannya terhadap masalah perilaku seks pranikah yang semakin marak terjadi dikalangan remaja. 2. Kepada remaja sebaiknya jika orang tua memberikan nasehat anda dapat menerima dan menerapkannya dengan baik. 3. Kepada orang tua hendaknya dapat menjalankan fungsinya sebagai orang tua secara maksimal, sehingga dapat menjadi contoh teladan yang baik bagi anaknya dan sebaiknya para orang tua untuk mendampingi anak dalam kegiatan-kegitan anak sehari-sehari agar dapat terkontrol dengan baik. 84 13 85 4. Kepada para agamawan agar dapat menghidupkan perilaku terpuji di lingkungan dengan membudayakan perilaku yang islami. Dan sebaiknya apa yang diajarkan tentang religiositas sebaiknya dengan cara yang dapat diterima dengan mudah oleh remaja. 5. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan, maka dari itu kepada peneliti lainnya yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut, diharapkan keterbatasan yang ada dalam penelitian ini. dapat menyempurnakan 14 DAFTAR PUSTAKA Rujukan Buku: Abdulsyani, Sosiologi; Skematika, Teori dan Terapan, Jakarta: Bumi Aksara, 2012. Anwar, Yesmil dan Adang, Sosiologi untuk Universitas, Bandung: Refika Aditama, 2013. Asmoro, Ki Guno. Kamasutra & Kecerdasan Seks Modern, Yogyakarta: SmileBooks, 2005. Azwar, Saifuddin. Sikap manusia: Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2011. Bungin, M. Burhan. Metodelogi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana, 2009. Chaplin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001. Darajat, Zakiah, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1977. Darajat, Zakiah. Pembinaan Remaja, Jakarta: Bulan Bintang, 1982. Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama (Psikologi Atitama), Bandung: Refika Aditama, 2007. Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004. Faisal, Sanapiah. Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasinya, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007. Hariwijaya, M. Metodologi dan Penulisan; Skripsi, Tesis dan Disertasi untuk Ilmu Sosial dan Humaniora, Yogyakarta: Parama Ilmu. Jahja, Yudrik. Psikologi Perkembangan, Jakarta: kencana, 2011. Kartono, Kartini. Bimbingan Belajar, Jakarta: Rajawali, 2001. Kartono, Kartini. Patologi Sosial Jilid 1, Ed. 2, Cet. 8., Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003. Kartono, Kartini. Patologi Sosial Jilid I, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013. 86 15 87 Kluytmans, Frits. Perilaku Manusia (Pengantar singkat tentang Psikologi), terj. Samsunuwiyati Mar‟at, Jakarta: Refika Aditama, 2006. Kluytmans, Frits. Perilaku Manusia (Pengantar Singkat tentang Psikologi), terj. Samsunuwiyati Mar‟at dan Lieke Indiningsih Kartono, Bandung: Refika, 2006. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi I, Jakarta: Rineka Cipta, 2011. Mansoer, Masri dan Elin Driana, Statistik Sosial, Jakarta: Ushul Press, 2009. Margono, S. Metode Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Monks, F.J. dan A.M.P. Knoers, Psikologi Perkembangan, terj. Siti Rahayu Haditono, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2006. Nihayah, Zahrotun. dkk., Psikologi Perkembangan: Tinjauan Psikologi Barat dan Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006. Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah, Jakarta: Kencana, 2012. Notoatmodjo, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikas,. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007. Riduwan, Belajar Mudah Penelitian; untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula, Bandung: Alfabeta, 2013. Ritzer, George. Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, terj. Alimandan, Jakarta: CV. Rajawali, 1985. Santrock, John W. Adolescence: Perkembangan Remaja, terj. Shinto B. Adelar & Sherly Saragih, Jakarta: Erlangga, 2003. Santrock, John W. Perkembangna Masa Hidup, Edisi Ketigabelas, Jilid II., terj. Benedictine Widyasinta, Jakarta: Erlangga, 2012. Sarwono, Sarlito Wirawan. Pengantar Psikologi Umum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010. Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi Remaja, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012. Scott, John. Teori Sosial: Masalah-masalah Pokok dalam Sosiologi, terj. Ahmad Lintang Lazuardi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. 16 88 Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi; Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Permasalahannya, Jakarta: Kencana, 2013. Singarimbun, Masri. Penduduk dan Perubahan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996. Singgih, D. Gunarsa. dan Singgih, Yulia, Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1991. Siregar, Syofian. Metode Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS, Jakarta: Kencana, 2013. Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 1995. Subagyo, P. Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2015. Subiyanto, Paulus. Smart Sex: Panduan Praktis untuk Memaknai Seksualitas Pranikah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005. Sugiyono. Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2015. Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2012. Sulistyaningsih, Metodologi Penelitian Kebidanan: Kuantitatif-Kualitatif, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012. Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah, 2014. Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Walgito, Bimo. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset, 1997. Walgito, Bimo. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset, 2002. Walgito, Bimo. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2010. Walgito, Bimo. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Andi Offset, 2003. 17 89 Walgito, Bimo. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Andi Offset, 2005. Zulkifli, L. Psikologi Perkembangan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992. Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Rujukan Elektronik: Herdiyanto, Arief. Penyimpangan Sosial, modul: sosiologi, Sos.II.01. Irsyad, M. Tanggapan Mahasiswa Terhadap Perilaku Hubungan Seks Pranikah, Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, 2012. Salisa, Anna. Perilaku Seks Pranikah di Kalagan Remaja, Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, 2010. Sari, Citra Puspita. Harga Diri Pada Remaja Putri yang Telah Melakukan Hubungan Seks Pranikah, Jurnal Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma. Soejoeti, Sunanti Zalbawi. Perilaku Seks Di Kalangan Remaja dan Permasalahannya, Artikel Media Litbang Kesehatan Volume XI Nomor I Tahun 2001. Taufik dan Nisa Rachmah Nur Anganthi, Seksualitas Remaja: Perbedaan Seksualitas Antara Remaja yang Tidak Melakukan Hubungan Seksual dan Remaja yang Melakukan Hubungan Seksual, Jurnal Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2005. Trisnawati, Yuli. dkk. Perilaku Seksual Remaja SMA di Purwokerto dan Faktorfaktor yang Mempengaruhinya, Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 1 No. 1 Edisi Desember 2010. Aminah, Andi Nur. http://m.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabeknasional/15/12/17/nzhu8d384-ada-33-anak-terkena-hivaids-di-tangerang 18 90 Haryadi, Soegeng. http://palembang.tribunnews.com/2015/02/10/seks-pranikahdisinyalir-merambah-kalangan-usia-pelajar-smp# Wahyudin, http://www.radarbanten.co.id/kota-tangerang-zona-merah-hivaid/ http://anekainfounik.net/2014/08/10/bkkbn-46-remaja-sudah-lakukan-hubunganseks-bebas/ http://dr-suparyanto.blogspot.com/2014/03/konsep-perilaku-dan-carapengukuran.html?m=1 http://duniakebidanan.wordpress.com/category/perilaku-kesehatan/ http://kbbi.co.id/arti-kata/perilaku http://landasanteori.com/2015/08/pengertian-tindakan-kesehatan-hidup.html?m=1 http://ms.m.wikipedia.org/wiki/Hubungan_seks http://www.danang-setya-aji.blogspot.com/2011/12/perkembangan-fisik-padaremaja.html?m=1 19 LAMPIRAN 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 MASTER TABEL Butir Pertanyaan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 1 3 4 3 1 4 2 2 3 3 3 3 3 2 4 3 3 2 3 1 4 3 3 3 4 3 2 3 3 4 4 3 2 3 3 4 2 2 2 3 2 2 1 2 3 3 4 2 4 2 2 3 3 4 4 2 1 3 3 3 1 2 3 3 2 4 3 1 2 1 3 2 1 2 1 3 2 2 2 2 4 2 3 4 3 4 2 3 4 3 4 4 4 2 3 3 3 2 4 4 3 3 3 3 2 3 4 2 3 2 4 2 3 4 4 4 3 2 2 2 2 3 2 4 2 1 3 4 1 3 1 3 3 3 3 3 2 4 4 2 1 2 3 4 4 4 3 4 2 4 3 4 3 4 3 4 3 3 4 2 2 2 1 2 5 4 2 2 3 2 2 4 2 2 1 4 2 1 2 3 2 2 4 2 3 2 4 2 4 1 3 1 3 3 4 4 2 3 2 3 3 4 4 1 4 6 1 1 1 2 1 4 2 4 1 2 1 1 2 1 1 2 2 1 3 3 2 4 1 2 1 4 1 4 3 4 3 4 4 2 1 3 3 2 1 4 7 2 4 1 4 4 2 4 2 4 1 2 3 3 3 3 4 1 3 4 3 1 4 3 2 2 4 2 3 3 3 4 2 4 3 3 4 4 3 3 1 8 3 3 3 1 3 4 2 3 4 3 1 4 4 2 2 4 4 3 4 3 3 4 3 4 3 4 2 4 4 4 4 3 4 3 1 4 1 3 4 1 9 4 4 3 2 2 1 4 1 2 4 4 3 3 4 4 1 1 4 2 1 4 3 4 3 4 1 3 2 3 1 2 3 1 4 2 1 3 3 2 2 10 2 1 2 4 4 4 1 3 4 2 2 2 2 3 3 4 4 2 3 3 3 3 2 1 2 4 2 3 3 3 4 2 4 3 2 1 2 2 4 2 11 3 3 1 3 4 3 4 4 2 2 2 4 1 2 4 3 3 3 4 4 2 2 2 3 3 1 4 4 2 4 3 3 4 3 4 2 2 2 3 3 12 2 3 3 4 2 2 2 1 4 3 3 2 3 4 3 2 2 3 3 3 2 2 3 1 4 4 4 4 2 4 3 4 3 3 3 2 4 1 2 4 13 4 2 2 4 4 4 4 2 2 4 4 3 3 2 1 4 2 4 4 3 4 2 4 4 3 4 4 3 1 1 2 1 4 4 1 3 2 2 3 2 14 3 3 4 4 3 2 2 3 1 3 3 2 2 1 4 4 4 3 4 4 3 2 3 1 2 1 3 4 2 3 4 4 3 4 1 4 2 1 4 2 15 2 3 2 4 4 1 4 4 1 3 3 4 3 4 2 4 3 2 3 3 4 2 2 2 1 1 4 3 2 3 3 1 3 2 2 2 2 2 3 3 16 3 1 4 4 1 1 1 4 1 4 4 3 1 2 1 1 1 3 1 1 3 3 3 3 2 1 2 1 4 1 1 3 4 3 4 3 3 1 1 2 17 3 3 1 1 4 4 3 4 4 1 1 1 2 1 1 4 3 1 2 2 3 3 2 4 3 3 2 1 3 1 2 2 1 3 1 2 2 2 3 2 18 4 2 3 1 2 2 3 2 2 2 3 2 1 4 1 1 1 3 2 2 2 3 3 4 2 1 3 1 3 1 2 3 2 4 2 3 3 2 4 2 19 1 4 2 4 2 1 1 1 1 3 4 3 1 4 1 1 1 3 2 1 4 3 4 2 4 1 1 1 4 1 2 4 4 3 1 2 4 4 2 4 20 3 1 3 3 3 4 1 1 1 2 1 2 1 4 1 3 4 2 1 2 1 3 2 4 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 2 2 3 4 3 2 Jml 54 50 50 58 57 52 52 53 48 53 53 54 44 56 45 56 48 55 52 54 56 59 54 60 48 48 49 54 56 53 55 54 60 59 45 49 52 46 54 48 30 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 4 3 2 4 4 3 3 2 4 3 3 2 3 4 3 4 3 2 2 2 2 4 4 3 4 1 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 2 1 2 4 3 3 4 3 4 4 2 4 2 3 2 2 3 3 2 3 2 2 2 2 2 1 2 2 1 3 4 3 3 4 2 2 2 3 3 3 3 4 4 2 2 2 4 2 4 3 2 4 1 1 3 3 2 4 1 2 2 2 3 4 2 2 2 2 2 3 2 4 3 3 2 4 3 4 3 4 3 3 3 2 4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 3 3 2 3 2 2 4 2 2 2 3 1 2 3 2 4 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 2 1 1 1 4 2 3 4 1 2 4 2 4 3 4 2 4 4 1 3 2 4 4 3 4 2 3 3 2 4 3 1 2 2 2 4 3 4 1 4 4 4 2 2 3 2 3 1 2 2 4 1 1 4 4 1 2 2 2 1 3 1 3 2 4 2 2 3 1 3 2 1 2 4 3 4 2 1 4 1 1 4 3 4 2 4 3 4 4 4 4 3 1 1 1 1 4 1 1 4 4 1 3 1 3 1 4 1 4 4 2 4 1 4 4 3 3 4 4 2 2 3 3 2 3 1 1 4 2 4 3 3 2 4 4 4 4 3 4 4 3 3 1 1 2 4 1 3 3 1 4 2 3 1 4 3 4 2 1 4 2 4 3 3 3 3 3 4 3 4 1 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 2 4 4 3 3 4 4 4 4 2 4 4 2 4 3 1 4 4 4 4 4 4 3 1 1 4 4 3 3 2 4 4 1 3 1 4 2 2 1 2 1 1 1 3 3 2 3 3 4 4 1 4 4 2 4 2 4 1 3 3 2 3 1 4 1 2 1 2 2 3 3 2 3 1 1 3 1 1 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 3 2 1 1 4 3 1 3 4 1 2 3 1 4 1 4 4 1 1 2 4 1 4 3 4 3 3 2 2 1 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 3 3 2 3 3 4 1 3 4 3 2 2 3 3 2 4 2 4 2 3 3 3 3 4 3 2 3 4 3 4 3 3 3 1 1 2 3 3 4 3 4 2 3 1 3 4 4 3 4 2 4 4 4 2 2 4 3 4 3 4 3 4 3 2 3 4 1 4 4 4 1 4 3 3 3 3 4 1 4 1 4 2 2 2 3 4 3 2 4 3 3 2 4 2 3 3 4 2 2 1 1 4 2 4 3 3 2 3 2 3 2 3 1 3 4 4 4 4 4 4 3 4 2 3 2 3 1 2 4 2 4 3 4 3 4 4 4 3 3 3 4 1 4 3 3 4 4 4 4 4 4 2 3 4 4 4 2 4 4 3 3 1 2 3 3 2 4 1 1 4 2 3 1 2 3 3 4 4 4 3 4 2 3 3 3 2 4 2 4 4 3 4 4 3 3 3 4 1 1 3 4 2 3 4 4 4 2 4 1 3 3 4 3 1 2 1 2 1 1 3 4 3 3 3 1 4 1 3 2 3 1 4 2 1 1 3 2 3 3 4 3 3 2 3 3 3 3 4 3 2 3 1 3 3 2 4 1 1 1 1 4 1 2 4 1 2 3 2 4 4 2 3 2 4 2 1 2 1 4 1 2 4 1 2 1 1 1 1 4 3 2 3 1 1 4 2 1 1 4 1 1 3 1 1 2 2 4 2 4 4 1 3 3 2 1 2 1 3 1 2 2 2 2 2 1 1 2 3 1 1 4 1 3 2 4 2 1 3 4 1 2 1 3 1 1 1 2 3 1 1 2 3 3 1 4 2 2 3 2 4 2 4 1 1 1 3 2 2 2 3 3 1 2 1 3 3 1 2 1 2 1 3 3 1 1 3 2 1 4 1 2 2 1 2 2 2 1 4 2 2 4 4 2 2 1 3 1 2 1 3 1 4 1 1 1 1 1 3 1 3 2 2 2 4 2 4 1 1 2 1 2 3 3 1 2 1 4 1 4 2 2 1 1 1 56 50 53 54 48 49 47 49 53 56 56 55 56 58 57 56 56 53 57 47 51 60 47 49 52 62 46 55 61 52 49 59 51 60 54 57 49 54 59 49 51 55 55 52 53 51 31 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 Jml Ratarata 3 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 2 2 2 1 4 2 2 1 1 4 3 3 2 2 4 4 4 3 4 1 4 4 3 3 4 4 4 4 4 2 3 3 3 4 3 4 4 3 4 1 4 4 4 4 1 2 4 4 4 2 4 3 3 3 2 3 4 4 3 3 4 4 4 4 2 1 3 4 4 3 2 2 2 2 4 2 1 2 2 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 2 3 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 3 4 4 4 1 3 4 3 2 1 1 1 2 4 2 1 1 1 4 1 1 2 2 1 1 3 1 2 1 2 3 2 2 3 1 3 2 2 2 1 2 2 2 3 2 3 1 2 1 2 1 1 1 4 4 3 2 1 293 238 288 277 252 244 275 316 241 266 276 289 282 291 273 216 208 210 213 194 54 55 58 56 58 63 56 63 58 59 5142 53.56 32 33 34 35 INFORMED CONCENT Saya adalah mahasiswa Program Sarjana Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Konsentrasi Sosiologi-Antropologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses belajar pada Program Sarjana Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Konsentrasi Sosiologi-Antropologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Adakah Perbedaan Perilaku Antara Remaja yang Melakukan dengan Remaja yang Tidak Melakukan Seks Pranikah di Desa Karang Mulya Kota Tangerang. Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan saudara/i untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediaan saudara/i untuk menjawab pertanyaan dengan jujur dan apa adanya. Demikian secara sadar dan sukarela tidak ada unsur paksaan dari manapun, saudara/i berperan serta dalam penelitian ini dan bersedia menandatangani lembar persetujuan ini. Jika saudara bersedia, silahkan menandatangani persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan saudara. Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama (inisial) : Umur : Alamat : Menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Identitas pribadi sebagai responden akan dirahasiakan dan semua informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Atas perhatian dan kesediaan saudara/i menjadi responden dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih. Tangerang, September 2016 Responden 36 Instrumen Penelitian Identitas Sampel Kode Responden : .... (di isi oleh peneliti) Waktu : ............... /...... – ...... – 2016 Nama (inisial) : ................................. Alamat : ............................................ Usia : ...................... Tahun Jenis Kelamin : Laki Perempuan Petunjuk pengisian: 1. Pilihlah satu dari empat alternatif jawaban yang tersedia yang anda anggap paling sesuai dengan diri anda. 2. Berilah tanda chek list () atau silang (X) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan anda. 3. Alternatif jawaban : SS : bila anda sangat setuju dengan pernyataan tersebut. S : bila anda setuju dengan pernyataan tersebut. TS : bila anda tidak setuju dengan pernyataan tersebut. STS : bila anda sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut. 4. Kejujuran anda dalam mengisi angket ini sangat saya rahasiakan, guna mendapatkan informasi yang valid. 5. Diharapkan semua soal dalam angket ini dapat terisi semua dan saya ucapkan terima kasih atas partisipasinya. No. Pertanyaan 1. Seks adalah hubungan laki-laki dan perempuan yang disadari hasrat atau keinginan (libido) dengan tujuan untuk mencari kenikmatan. 2. Hubungan seks boleh dilakukan yang penting tidak menyebabkan kehamilan. SS S TS STS 37 3. Saling ketertarikan pada lawan jenis, merupakan bentuk dari perilaku seksual pranikah. 4. Pergaulan bebas merupakan faktor penyebab perilaku seksual pranikah. 5. Kehamilan, melahirkan bayi yang tidak normal serta infeksi organ reproduksi, merupakan resiko dari hubungan seksual pranikah bagi remaja. 6. HIV/AIDS, Sifilis, Herfes, Kencing Nanah serta Klamida, merupakan penyakit-penyakit yang diakibatkan karena sering berganti-ganti pasangan. 7. Penyakit kelamin diakibatkan oleh infeksi yang ditularkan melalui hubungan seks. 8. Seseorang boleh berhubungan seks jika orang tersebut dan pasangannya telah resmi menikah. 9. Seorang remaja boleh melakukan hubungan seksual sebelum menikah jika keduanya saling mencintai. 10. Seseorang yang berani melakukan hubungan seksual sebelum menikah berarti sanggup menanggung dosa besar. Seseorang yang melakukan hubungan seks sebelum menikah 11. adalah orang yang telah berbuat suatu kesalahan melanggar norma-norma di masyarakat. 12. Setujukah anda bahwa remaja belum pantas untuk melakukan hubungan seksual. 13. Jika pasangan saya meminta untuk berhubungan seksual, maka saya akan menolaknya dan meminta putus darinya. 14. Setujukah anda untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. 15. Se-sayang apapun dengan pasangan, saya berusaha untuk menolak melakukan hubungan seksual. 16. Saya mau melakukan hubungan seksual dengan pacar, asal di tempat sepi. 38 17. Untuk memperluas pengalaman dan pergaulan perlu berganti-ganti pacar. 18. Hubungan seksual akan tetap saya lakukan meskipun ini dilarang. 19. Mengajak pasangan ke tempat-tempat yang sepi supaya bisa melakukan hubungan badan layaknya suami istri. Kalau sampai terjadi kehamilan tidak diinginkan, 20. menggugurkan kandungan/aborsi menjadi langkah saya agar terhindar dari cemoohan masyarakat. TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI ANDA ^_^ 39 PEDOMAN WAWANCARA Identitas Subjek Nama (inisial) : .................................. Waktu : ........-........ – 2016 / ...... : ...... Alamat :.................................... Usia : ................................................ Status : ................................... Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan Pertanyaan Wawancara 1. Apakah anda sudah pernah pacaran? 2. Menurut anda haruskah seumuran anda sudah mempunya pacar? 3. Apakah anda mengetahui kalau perilaku pacaran erat kaitannya dengan hubungan seks pranikah? Lalu bagaimana pendapat anda tentang melakukan hubungan seksual sebelum menikah pada masa remaja yang bermula dari masa pacaran? 4. Apakah anda mengetahui mengenai hubungan seks pranikah? Jika iya, dari mana anda mendapatkan informasi tentang itu? 5. Bagaimana pendapat anda mengenai seks bebas yang terjadi di kalangan remaja? 6. Apakah wajar jika remaja melakukan seks bebas? 7. Apakah anda pernah melakukannya? Jika iya, Apa sajakah faktor yang melatarbelakangi anda sehingga memutuskan melakukan hubungan seksual sebelum menikah? Jika tidak, Apa sajakah faktor yang melatarbelakangi anda sehingga memutuskan untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah? 8. Bagaimana hubungan pertemanan dan pergaulan anda terhadap orangorang di sekitar anda, baik dengan keluarga maupun teman-teman serta masyarakat di sekitar? 9. Apakah anda mengetahui dampak dari melakukan hubungan seks pranikah? 10. Apa pesan anda untuk remaja yang lain tentang hubungan seks pranikah? 40 HASIL WAWANCARA Wawancara dengan X usia 18 tahun pekerjaan kurir dan dilakukan pada hari Jumat, 23 September 2016 di tempat biasa kumpul anak remaja di daerah tersebut karena suasana sewaktu wawancara cukup ramai maka dari itu informan meminta menjauh dari tempat itu hal ini dilakukan untuk menjaga kerahasiaan informan. Waktu wawancara antara pukul 21:45 – 22:03 WIB. Suasana sewaktu wawancara cukup tenang. Informan sedang duduk santai dengan secangkir kopi, sebatang rokok ditangan dan tidak ada kesan terburu-buru ketika wawancara. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Udah.. Seharusnya belum sih tapi karena kebanyaan teman saya udah punya pacar jadi saya juga ikutan deh. Iyaa.. Saya mengetahui kalo pacaran itu pintu masuk hubungan seks. Karena klo orang pacaran itu erat kaitannya dengan pelampiasan hasrat seks seperti berkencan, mencium, meraba, sampe melakukan hubungan badan yang dilakukan oleh mereka yang belum sah. Tau.. Dari internet dan media sosial. Seks bebas dikalangan remaja sudah meluas karena gampangnya mencari situs porno di internet. Karena gampangnya mengakses situs-situs porno justru menjadi faktor pemicu yang paling rentan terhadap maraknya pola perilaku seks pranikah di kalangan remaja. Wajar aja sih mas klo menurut saya.. Soalnya itu suatu kebebasan berekspresi yang dilakukan oleh sepasang kekasih yang saling mencintai. Pernah.. Saya melakukan itu karena sangat mencintai pacar saya, walau saya sendiri terkadang sukar membedakan apakah ini nafsu atau rasa sayang. Baik-baik aja kok mas. Iyaa.. Dampak dari melakukan hubungan seksual menyebabkan penyakit seperti HIV/AIDS, kencing nanah, raja singa dll. Untuk semua remaja sebaiknya tidak usah berhubungan seks bebas dan sebaiknya dihindari karena merugikan masa depan anda khususnya pihak wanita yang bakalan menanggung rasa malu karena dapat menyebabkan halhal yang tidak diinginkan. 41 HASIL WAWANCARA Wawancara dengan Y usia 20 tahun pekerjaan ngajar dan dilakukan pada hari Minggu, 25 September 2016 di depan halaman rumah informan. Waktu wawancara antara pukul 14:24 – 14:33 WIB. Suasana sewaktu wawancara cukup tenang. Informan sedang santai menikmati waktu disertai makan cemilan dan tidak ada kesan terburu-buru ketika wawancara. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Udah.. Seharusnya sih udah yaa tapi tergantung orang sih itu mah. Biasanya sih pemikiran masyarakat seperti itu yaa. Persepsi yang ada tuh biasanya klo abis pacaran pasti pernah begini nih begitu tuh.. Seharusnya pacaran gak selalu di isi dengan seks yaa. Pacaran tuh bisa ngerjain tugas bareng, yaa pokoknya bisa bikin semangat. Tau itu mah.. Biasanya sih dari internet kebanyakan mah. Seks bebas dikalangan remaja kayaknya udah makin marak mas, karena para remaja gampang banget mengakses situs-situs yang menjurus pada perilaku seks bebas gitu. Udah gitu di tv banyak menayangkan berita-berita itu dan media sosial juga banyak menampilkan hal-hal porno. Tidak wajar.. Karena remaja belum matang dari sisi pikiran belum bisa bertanggungjawab, namanya remaja masih labil mas. Tidak.. Yaa paling sih faktor agama yaa mas karena agama sangat melarang hal itu. Dosanya beehhh besar dah pokoknya se tau saya sih gitu mas. Baik-baik aja sih gak ada masalah. Dampaknya sih banyak yaa mas tapi setau saya sih paling kena HIV/AIDS, penyakit kelamin, hamil di luar nikah, raja singa yaa se tau saya sih itu. Sebaiknya jangan dahh.. Karena remaja kan kayak tadi yang saya bilang tuh belum matang pikirannya, belum bisa tanggung jawab apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, belum lagi nanggung dosanya. 42 Kota Tangerang Zona Merah HIV/AIDS Sabtu, 9 Agustus 2014 15:27 SERANG – Kota Tangerang merupakan zona merah daerah paling banyak penderita HIV dan AIDS di Provinsi Banten. Hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Dinkes Banten dr Ria Oktarini. Kata dia, kasus HIV AIDS tertinggi di Provinsi Banten terdapat di Kota Tangerang peringkat pertama dengan jumlah penderita sebanyak 705 penderita HIV dan 395 menderita AIDS, dengan jumlah meninggal dunia sebanyak 21 orang. Sementara itu, posisi penderita berikutnya ditepati oleh Kabupaten Tangerang 533 penderita HIV dan AIDS sebanyak 299 penderita dengan jumlah meninggal dunia 16 orang. Sementara Kabupaten Serang sebanyak 369 penderita HIV dan 97 penderita AIDS dengan jumlah meninggal dunia 24 orang. “Tren yang paling banyak memang dari penggunaan jarum suntik,” kata dia, Sabtu (9/8/2014). Peringkat berikutnya, Kota Cilegon sebanyak 140 penderita HIV dan 103 penderita AIDS dengtan jumlah meninggal dunia 46 orang. Kota Tangsel jumlah penderita 120 HIV dengan 60 penderita AIDS dengan jumlah meninggal dunia 60 orang. Kota Serang sebanyak 56 penderita HIV dan sebanyak 86 AIDS dengan jumlah meninggal dunia 32 orang. Kabupaten Lebak sebanyak 44 penderita HIV dan sebanyak 57 penderita AIDS dan sebanyak 13 orang meninggal dunia. Sementara Kabupaten Pandeglang sebanyak 62 penderita HIV dan sebanyak 37 penderita AIDS dan 13 orang meninggal dunia. Alasan Ria, mengenai Kota Tangerang paling banyak terjangkit HIV dan AIDS ini karena dekat dengan DKI Jakarta dengan pola hidup perkotaan. “Peringkat secara nasional berubah, Kota Tangerang dekat dengan Jakarta. Banten di posisi 15 secara nasional,” terangnya. (WAHYUDIN) Sumber : http://www.radarbanten.co.id/kota-tangerang-zona-merah-hivaids/ 43 Ada 33 Anak Terkena HIV-AIDS di Tangerang Thursday, 17 December 2015 | 16:10 WIB REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Aparat Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemerintah Kabupaten Tangerang, Banten menemukan data kenaikan jumlah penderita HIV-AIDS yang menulari anak-anak. Saat ini terdata ada 33 anak yang menderita HIV-AIDS di wilayah tersebut. Pendataan terus dilakukan untuk melakukan langkah penanggulangan lebih serius lagi karena penyakit tersebut terus bertambah dari tahun ke tahun. "Penderita HIV-AIDS di wilayah ini terus bertambah, belakangan menimpa anak ada sebanyak 33 kasus dan 34 kasus ibu rumah tangga," kata Kepala Dinkes Pemkab Tangerang, Naniek Isnaini di Tangerang, Kamis (17/12). Naniek mengatakan perlu strategi khusus untuk menekan laju pertumbuhan endemi virus tersebut dengan melibatkan berbagai pihak. Dia menyebutkan saat ini terdapat 862 kasus penderita HIV-AIDS yang sebelumnya hanya sebanyak 685 kasus selama tahun 2014. Semula penderita HIV-AIDS hanya tersebar pada kawasan tertentu. Tapi sejak awal 2015 sudah hampir menyeluruh dari sebanyak 29 kecamatan yang ada. Menurut dia langkah pencegahan baru dilaksanakan oleh bidang kesehatan saja. Belum terlibat secara langsung pihak lain seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, budayawan dan pihak berkepentingan lainnya. Pihaknya prihatin terhadap kasus HIV-AIDS yang menimpa anak dan ibu rumah tangga itu, karena mereka tidak mengetahui secara pasti penyebab penyebarannya. Meski populasi penyebaran virus itu di antaranya melalui jarum suntik, kaum homoseksual dan PSK karena sering berganti pasangan, tapi perlu upaya untuk pencegahan. Dia mengatakan bahwa penyebaran virus tersebut selama 2015 telah meningkat drastis yakni mencapai 22,6 persen. Penderita kadang enggan untuk melaporkan karena ada anggapan negatif dari masyarakat bahwa bila ada warga yang kena HIV-AIDS akan dijauhi atau dikucilkan. Sementara itu, Sekretaris Daerah Pemkab Tangerang, Iskandar Mirsyad mengatakan pihaknya berupaya untuk menekan jumlah penderita HIV-AIDS salah satunya dengan menutup lokasi prostitusi di Desa Dadap, Kecamatan Kosambi. Pemkab Tangerang, katanya, berencana membangun Islamic Center di Desa Dadap yang merupakan lokasi prostitusi mulai 2016. Padahal sebelumnya, Pemkab Tangerang sudah merancang proyek tersebut agar nantinya dapat dimanfaatkan untuk pusat kegiatan keagamaan. Demikian pula di kawasan itu nantinya dibangun Masjid Agung yang terbesar di kawasan Pantai Utara agar dapat menampung umat menjalankan ibadah yang berasal dari wilayah sekitar. Red: Andi Nur Aminah Sumber : http://m.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabeknasional/15/12/17/nzhu8d384-ada-33-anak-terkena-hivaids-di-tangerang 44 Seks Pranikah Disinyalir Merambah Kalangan Usia Pelajar SMP Selasa, 10 Februari 2015 17:24 SRIPOKU.COM, JAKARTA -– Masalah seks pranikah sering kali terjadi pada usia remaja. Tak hanya mereka yang duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA), tetapi juga mulai terjadi pada anak-anak sekolah menengah pertama (SMP). Padahal, seks pranikah dapat merugikan kesehatan reproduksi dan juga menimbulkan masalah sosial. Direktur Direktorat Bina Ketahanan Remaja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Temazaro Zega mengatakan, remaja perlu diberi pendidikan agar tidak melakukan seks pranikah. Menurut Zega, BKKBN kini tak hanya menyasar pada anak-anak SMA, tetapi juga sejak mereka duduk di bangku SMP. “Kita lihat perilaku remaja SMP sudah berisiko. Mereka harus diberikan pemahaman. Pendidikan kesehatan reproduksi bukan mengajarkan remaja berhubungan seks. Tapi supaya mereka terhindar dari perilaku berisiko,” terang Zega di Gedung BKKBN, Jakarta, Selasa (10/2/2015). Zega mengatakan, BKKBN pun melakukan program Genre untuk mengajak remaja melakukan pola hidup sehat, bebas dari narkoba, menghindari kehidupan seks bebas, dan mendewasakan usia pernikahan. “Remaja didorong untuk mendewasakan usia pernikahan supaya mereka nikah pada usia lebih matang,” kata Zega. Ia menjelaskan, usia ideal menikah untuk wanita minimal di usia 21 tahun dan laki-laki minimal usia 25 tahun. Para remaja iini diharapkan dapat menyelesaikan sekolahnya, kemudian bekerja, lalu merencanakan untuk berumah tangga. Untuk diketahui, hamil usia dini dapat meningkatkan risiko angka kematian ibu dan bayi. Zega mengungkapkan, berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2010, seks pranikah berisiko dilakukan pada anak-anak atau remaja pada usia 10-24 tahun. Menurut Zega, media internet yang mudah diakses merupakan salah satu pengaruh remaja melakukan perilaku seks pranikah. Editor: Soegeng Haryadi Source : Kompas.com Sumber : http://palembang.tribunnews.com/2015/02/10/seks-pranikah-disinyalirmerambah-kalangan-usia-pelajar-smp# 45 BKKBN: 46 % Remaja Sudah Lakukan Hubungan Seks Bebas Foto Pelajar SMP dan SMA Hamil di Luar Nikah Sebuah fakta dari hasil survey oleh BKKBN menyatakan bahwa 46 persen remaja berusia 15-19 tahun di Indonesia sudah melakukan hubungan intim bebas pra nikah. Hal itu dikatakan Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Julianto Witjaksono SpOG, KFER, MGO. “Paling tidak, beri pandangan bahwa ini bahaya dan mengancam generasi muda. Pernikahan dini, penyimpangan prilaku. Masalah penyimpangan remaja semestinya bisa dikendalikan. Harus dikendalikan, bisa mencegah menghambat angka kehamilan pra nikah, penyimpangan seksual akan bias berdampak pada kesehatan remaja,” tegasnya dalam Seminar Kesehatan Reproduksi Remaja “Strategi Kesehatan Reproduksi Remaja dalam Upaya Meningkatkan Kesehatan Ibu di Indonesia” di Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Sabtu, 9 Agustus 2014. Sehingga, lanjutnya, Indonesia dapat siap menghadapi tantangan bonus demografi 2025 atau AFTA 2015. Generasi ini harus disiapkan sejak dini. “Kualitas manusia Indonesia, tak hanya pendidikan sekolah, tetapi harus disiapkan sejak dini dalam kandungan.Kehamilan remaja memicu tingginya angka kematian bayi. Bayi berbobot rendah,” jelasnya. Julianto menegaskan bahwa pendewasaan usia perkawinan penting dilakukan. Jika sudah menikah, kata dia, menunda kehamilan sampai usia 20 tahun keatas tentu sangat baik. “Remaja saat ini rentan terhadap godaan-godaan, banyak terjadiabortus, penyakit seksual, hati-hati cari pacar,” katanya. BKKBN terus menyosialisasikan masalah kesehatan dan pendidikan reproduksi dengan sasaran sekolah, universitas, pramuka, pusat kesehatan reproduksi seperti di Jayapura. “Itu semacam UKS, tempatnya dilengkapi petugas medis yang ramah, akses mudah, diminati remaja kita. Banyaknya masyarakat yang datang menunjukan bagaimana rakyat butuh konseling,” tutupnya. Pentingnya Pendidikan Seks Usia Dini Pendidikan seks sejak usia dini penting dilakukan untuk masa depan anak agar terlindungi dari kekerasan seksual. Pihak yang paling bertanggung jawab untuk hal itu adalah orang terdekat dengan anak-anak, yaitu orangtua. Direktur Human Resources PT Unilever Indonesia Tbk, Enny Sampurno menjelaskan di era digital saat ini segala informasi dengan sangat mudah dapat diakses anak-anak termasuk berita dan foto-foto tentang pornografi. Jika tidak membekali dengan pendidikan seks sejak dini, bisa berdampak buruk bagi masa depan anak-anak. Salah satunya adalah membuat anak rentan menjadi korban kekerasan seksual. Berdasarkan survey Komnas HAM Anak 2002, 67,3 persen pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) pernah melakukan hubungan seks usia dini bersama temannya. Itu artinya, setiap enam dari sepuluh anak SMP pernah melakukan hubungan seks pra nikah. 46 Oleh karena itu, lanjut Enny, pendidikan seks pada anak penting dilakukan sejak anak mulai mengenal bahasa atau sekitar dua tahun. Karena pada usia tersebut perkembangan otak anak sangat pesat hingga mencapai 80 persen. Anak dapat menyerap segala hal yang diajarkan dengan cepat. Oleh karena itu, pendidikan seks lebih baik diberikan oleh orangtuanya, dibandingkan dari orang lain yang belum tentu benar. “Pendidikan seks sejak dini dapat melindungi diri serta menjaga diri anak dari ancaman kekerasan seksual yang bisa merusak masa depannya,” ungkap Enny di sela penutupan Unilever Day Care di Jakarta, Jumat (8/8). Praktisi multiple intelligence and holistic learning Ayah Edy mengatakan peran orang tua dalam hal ini ayah dan ibu sangatlah penting dan menjadi kunci keberhasilan dalam mendidik anak. Secara filosofi, anak-anak lahir dari „kerjasama‟ antara ayah dan ibu. Untuk itu perlu kerjasama yang kuat dari keduanya dalam mendidik anak untuk menciptakan generasi yang kuat dan tangguh. Agar anak dapat mencapai masa depannya yang cerah. Ayah Edy menambahkan, sampai saat ini tidak ada sekolah untuk para orangtua. Namun, para orangtua dapat mencari sumber informasi yang dapat dipertanggung-jawabkan tentang bagaimana memberikan pendidikan seks pada anak. Sebelum memberikan pendidikan seks pada anak, orangtua perlu membekali diri dengan pengetahuan tentang edukasi seks yang mencakupself defense system, left brain system, dan brain response system. Untuk self defense system, orangtua perlu memberi pemahaman pada anak bagaimana dia melindungi dirinya dan menjaga diri dari kekerasan seksual, yaitu dengan memperkenalkan pada anak nama-nama organ tubuh dan reproduksi serta fungsinya masing-masing dengan menggunakan nama yang benar. Sedangkan left brain system yaitu mengajarkan pendidikan seks lewat otak kiri anak. Karena, cara kerja otak kiri adalah merespon hal-hal yang bersifat sains seperti berhitung, membaca, menulis, dan ilmu pengetahuan. Pendidikan seks yang ditangkap otak kiri akan merespon bagian tubuh sebagai anggota tubuh biasa yang mempunyai fungsinya masing-masing yakni membuat anak melihat segala sesuatunya dengan science, seperti halnya seorang dokter menghadapi pasien. “Sedangkan otak kanan merespon hal-hal yang terdiri dari imajinasi, bahasa, kreativitas, seni, dan budaya,” jelas Ayah Edy. Sedangkan brain response system diperlukan agar anak memiliki daya tolak. Jika ada ancaman kekerasan seksual pada dirinya. Contohnya anak akan berani berteriak minta tolong, berlari, dan mencari pertolongan jika ada orang lain yang menyentuh organ vitalnya. Pendidikan seks usia dini perlu dilatih dan dipraktekkan langsung pada setiap anak secara perorangan ataupun bersama-sama dan bukan hanya diceritakan saja. Pelatihan ini perlu disegarkan kembali dan diulang-ulang minimal setiap enam bulan sekali agar anak memiliki right response atau respon yang benar terhadap setiap ancaman yang datang tak terduga. Sumber : https://anekainfounik.net/2014/08/10/bkkbn-46-remaja-sudah-lakukan-hubungan-seksbebas/