Abstrak Bidang Rekayasa Budidaya

advertisement
KAJIAN
PENGARUH
FLUKTUASI
KUALITAS
AIR
PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT EUCHEMA SPINOSUM
TERHADAP
TINGKAT
A.Niartiningsih, Mahatma Lanuru dan Muh.Tauhid Umar
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS
Rumput laut adalah salah satu sumberdaya alam bahari yang selain merupakan sumber bahan
makanan, juga merupakan komoditas ekspor non migas dengan prospek pemasaran yang baik di
masa datang. Salah satu jenis rumput laut yang dibudidayakan di Sulawesi Selatan adalah
Eucheuma spninosum. Seperti jenis rumput laut lainnya, pertumbuhan Eucheuma spninosum
dipengaruhi oleh kualitas air dan dinamika massa air perairan. Kajian tentang pengaruh fluktuasi
kualitas air terhadap pertumbuhan rumput laut jenis Eucheuma spinosum belum banyak dilakukan
sehingga salah satu keutamaan dan tujuan dari penelitian ini adalah melakukan kajian pengaruh
fluktuasi kualitas air terhadap pertumbuhan rumput laut jenis Eucheuma spinosum di Sulawesi
Selatan. Penelitian dilakukan di tiga lokasi perairan yang berbeda di Kab. Takalar, yaitu Lantang Peo,
Rewataya dan Kalukuang. Pengamatan pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan dengan
metode tali rentang di setiap lokasi akan dilakukan setiap 10-12 hari selama 40 hari. Selain itu, akan
dilakukan pula pengukuran kualitas air pada masing-masing lokasi yang meliputi kecepatan arus,
tinggi gelombang, nitrat, fosfat, kecerahan, pasang surut, kekeruhan, salinitas, suhu, pH, DO, substrat
dan kedalaman perairan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktuasi kualitas air yang ditandai
dengan perubahan salinitas dan suhu menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan berat rumput
laut E. spinosum di perairan Kalukuang dan Rewataya. Hasil analisis PCA menunjukkan bahwa
kecerahan, suhu, dan salinitas memiliki kaitan kuat dan positif terhadap pertumbuhan berat rumput
laut E. spinosum di lokasi penelitian. Berat awal bibit berpengaruh terhadap terhadap pertumbuhan
rumput laut E. spinosum di lokasi penelitian.
Kata kunci: Eucheuma spinosum,kualitas air, PCA, rumput laut
BUDIDAYA UDANG VANAME
MODULAR DI TAMBAK
(LITOPENEAUS
VANNAMEI)
DENGAN
SISTEM
Abdul Malik Tangko, Utojo dan Machluddin Amin
Balai Riset Budidaya Perikanan Budidaya Air Payaua
Jl.Makmur Dg Sitakka, No 129 Maros, Tlp.(0411)371 544
Budidaya udang vaname dengan sistem modular di tambak telah dilakukan di Instalasi Tambak
Percobaan Maranak milik Balai Riset Perikanan Budidaya Air payau Maros, yang berlangsung mulai
14 September hingga 6 Desember 2009, bertujuan untuk mengetahui frekuensi pemindahan udang
yang optimal untuk pertumbuhan, sintasan dan produksi. Penelitian ini menggunakan 8 petak
tambak masing-masing berukuran luas100 m 2 dengan perlakuan adalah frekuensi pemindahan
udang yang terdiri dari 3 perlakuan yaitu 1 kali pindah (A), 2 kali pindah (B) dan tidak dipindahkan
(C) masing-masing 2 kali ulangan yang dirancang dengan rancangan acak lengkap (RAL). Hewan uji
berupa tokolan udang vaname( 0,11 g) dengan padat penebaran 1.000 ekor/petak (10 ekor/m 2).
Pada bulan pertama pemeliharaan menggunakan pakan alami dari hasil pemupukan dan pada bulan
kedua sampai panen menggunakan
pakan tambahan (pellet).
Hasil pemindahan udang
menunjukkan bahwa pemindahan I untuk perlakuan 2 kali pindah (B) jumlah rata-rata udang yang
dipindahkan 824 ekor (82,4 %) dengan rata-rata berat 5,65 g dengan lama pada tambak I sebelum
dipindahkan 30 hari, kemudian pada pemindahan ke II untuk perlakuan yang sama jumlah rata-rata
udang yang dipindahkan 701 (70,1 %) dengan rata-rata berat 12,44 g dengan lama pemeliharaan
pada tambak ke II juga 30 hari. Sedangkan pemindahan udang pada perlakuan 1 kali pindah (A)
jumlah rata-rata udang yang dipindahkan 892 ekor (89,2 %) dengan rata-rata berat 7,02 g dengan
lama pemeliharaan pada tambak I 45 hari. Jumlah hasil panen udang tertinggi pada perlakuan 1
kali pindah (A) dengan jumlah rata-rata 717 ekor (71,7 %) dengan total udang yang dipanen 1434
ekor dan terendah pada perlakuan 2 kali pindah (B) dengan jumlah rata-rata 576 ekor (57,6 %)
dengan total udang yang dipanen 1153 ekor. Begitu pula produksi udang tertinggi pada perlakuan
1 kali pindah (A) dengan rata-rata produksi 10,2 kg dengan total produksi 20,4 kg dan terendah
pada perlakuan 2 kali pindah (B) dengan rata-rata produksi 7,9 kg dan total produksi 15,9 kg. Hasil
pengujian statistik (Anova)
menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi pemindahan udang
berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap pertumbuhan, sintasan dan produksi.
Kualitas air
selama penelitian masih berada pada kisaran yang layak bagi kehidupan dan pertumbuhan udang
vaname yang dibudidayakan.
Kata kunci: Budidaya, modular, pertumbuhan, produksi, sintasan, udang Vaname
KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN PLANKTON DI KAWASAN TAMBAK KABUPATEN
PONTIANAK KALIMANTAN BARAT
Abdul Malik Tangko, Utojo dan Erfan A. Hendradjat
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros
Penelitian atau survei telah dilakukan di perairan pertambakan Kabupaten Pontianak Kalimantan
Barat pada tahun 2009 bertujuan untuk mengetahui komposisi dan kelimpahan plankton dalam
rangka mendukung pengelolaan tambak yang berkelanjutan. Pengambilan sampel plankton pada
lokasi tambak yang representatif dengan menggunakan plankton net no. 25. Sampel plankton
dipekatkan dari 100 L menjadi 100 mL kemudian diawetkan dalam larutan MAF. Identifikasi plankton
menggunakan mikroskop yang berpedoman pada buku identifikasi plankton dan perhitungannya
menggunakan metode counting cell. Hasil penelitian menunjukkan bahwa plankton yang didapatkan
pada semua stasiun terdiri dari empat kelas yaitu kelas Bacillariophyceae (14 genus), kelas
Cyanophyceae (2 genus), kelas Chromonadeae (2 genus) dan kelas Crustaceae (10 genus). Secara
umum kelimpahan plankton berkisar 10- 4436 ind./L perstasiun dengan kelimpahan rata-rata 260
ind,/L perstasiun dan jumlah genus pada seluruh stasiun sebanyak 123 genera dengan rata-rata 3,9
/perstasiun. Fitoplankton didominasi oleh kelas Bacillariophyceae sebanyak 14 genus. Sedangkan
zooplankton hanya dari kelas Crustaceae sebanyak 10 genus. Fitoplankton kelas Bacillariophyceae
didominasi oleh Navicula sp,Oscillatoria sp, Coscinodiscus sp,Thallasinema sp dan Pleurosigma sp,
protoperidinium, dan Prorocentrum. Sedangkan zooplankton dari kelas Crustaceae didominasi
Nauplii copepoda dan Copepoda. Hasil uji indeks biologi plankton menunjukkan bahwa 17 (53,13%)
stasiun tergolong dalam ketegori stabil sedang (moderat) oleh karena indeks keanekaragamannya (
H1)>1 dan 25(78,13 %) stasiun yang komonitas planktonnya menyebar secara merata, karena nilai
indeks keseragamaanya (E) mendekati nilai 1 dan 19 (59,38 %) stasiun tidak terdapat spesies yang
mendominasi spesies lainnya karena nilai indeks dominasinya (D) mendekati 0. Berdasarkan nilai
rata-rata hasil uji indeks biologinya menunjukan bahwa kondisi perairan pertambakan di Kabupaten
Pontianak Kalimantan Barat termasuk stabil sedang (moderat) dan komonitas planktonnya menyebar
secara merata serta hanya sebagian kecil spesies yang dominan terhadap spesies lainnya.
Kata kunci: Kalimantan Barat, kelimpahan, komposisi, plankton, Pontianak, tambak
EVALUASI KONDISI PERAIRAN DALAM MENDUKUNG PERIKANAN BUDIDAYA AIR
TAWAR DI KABUPATEN PACITAN, PROVINSI JAWA TIMUR
Adang Saputra1), I Nyoman Radiarta1), Rasidi1), dan Erlania1)
1). Peneliti pada Pusat Riset Perikanan Budidaya
E-mail: [email protected]
Visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia yaitu “Indonesia penghasil produk
kelautan dan perikanan terbesar 2015”, dan “mensejahterakan masyarakat kelautan dan perikanan”,
sehingga perikanan menjadi sangat sentral untuk dikembangkan. Salah satu daerah yang potensial
untuk dikembangkan kegiatan perikanannya adalah Kabupaten Pacitan, karena salah satu program
unggulan dari dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan adalah meningkatkan produksi
sektor perikanan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi kualitas perairan untuk
mendukung percepatan budidaya perikanan air tawar di Kabupaten Pacitan. Dari hasil analisis
terhadap kualitas perairan di Kabupaten Pacitan menunjukkan bahwa pengembangan budidaya ikan
nila sangat potensial dikembangkan di Kecamatan Bandar, Kecamatan Nawangan, dan Kecamatan
Punung. Untuk pengembangan budidaya ikan mas/tombro sangat potensial dikembangkan di
Kecamatan Punung, Kebondalem, dan Kecamatan Pacitan. Untuk budidaya ikan lele potensial
dikembangkan di Kecamatan Pacitan dan Kecamatan Punung.
Kata kunci: Budidaya perikanan, Kabupaten Pacitan, kelayakan lahan, kualitas air
STUDI AWAL PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN BERPIGMENTERHADAP WARNA
DAN KECERAHAN BENIH KAKAP MERAH (LUTJANUS SEBAE)
Afifah, Daniar Kusumawati, dan Titiek Aslianti
Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali
PO BOX 140 Singaraja 81101 Telp. 0362 92278 / fax 0362 92272
E-mail : [email protected]
Pigmentasi dan kecerahan pada tubuh ikan merupakan salah satu indikator dalam pengamatan awal
kondisi kesehatan ikan serta dapat meningkatkan nilai jual pada jenis ikan tertentu khususnya ikan
hias. Penelitian ini dilakukan pada benih ikan kakap merah (L. sebae) umur 45 hari (TL= ± 4 cm; BW=
± 1 gr) dengan 3 perlakuan penambahan bahan berpigmen pada pakan yaitu A. tepung spirulina B.
carophyll pink dan C. minyak buah merah. Parameter utama yang diamati adalah performansi warna
dan kecerahan tubuh kakap merah dengan menggunakan program adobe photoshop. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bahan pewarna memberikan perubahan performa warna dan kecerahan pada
benih ikan kakap merah. Dari 2 ban dominan pada tubuh kakap merah L. sebae yakni ban hitam dan
ban putih, pemberian tepung spirulina (A) dan carophyll pink (B) memberikan perubahan yang
terkonsentrasi pada kecerahan pada bagian ban hitam dengan variasi warna kuning dan magenta
(merah keunguan). Sedangkan dengan penambahan minyak buah merah (C) perubahan pigmen
tubuh lebih terkonsentrasi pada ban putih dengan warna mendekati cyan sehingga kecerahan warna
yang didapatkan juga jauh lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain. Pada pengamatan
parameter penunjang diketahui terdapat korelasi mengikuti hubungan polynomial dari masing-masing
perlakuan dengan laju pertumbuhan harian (SGR) dan konversi pakan (FCR) yang digambarkan
pada persamaan y=-0.276x2+0.86x+6.391 dan y= -0.047x2+0.158x+0.52.
Kata kunci: Bahan berpigmen, benih kakap merah, kecerahan warna
PENDUGAAN DAYA DUKUNG PRODUKSI IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI
WADUK KUTO PANJANG RIAU
Ir. Agus Djoko Utomo
Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang
Perairan Waduk Kota Panjang Fungsi Utamanya yaitu sebagai Pembangkit tenaga Listrik namun
ditinjau dari segi perikanan mempunyai arti penting yaitu sebagai tempat hidup organisme air, tempat
mata pencaharian Nelayan dan tempat pembudidaya ikan yang harus dijaga kelestariannya agar
dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan data atau
informasi tentang ambang batas produksi ikan Keramba Jaring Apung di Waduk Kuto Panjang.
Diharapkan informasi tersebut dapat memberikan masukkan untuk pengelolaan Keramba Jaring
Apung di Waduk Kuto Panjang. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metoda survei pada
berbagai lokasi di Waduk Kuto Panjang pada bulan Agustus – Oktober 2009. Lokasi yang diambil
diutamakan pada perairan yang terdapat keramba jarring Apung yaitu sekitar PLTA, Jembatan I dan
Jembatan II. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tata ruang pengembangan KJA di waduk kuto
panjang perlu dibenahi seharusnya tidak boleh ada pengambangan KJA di dekat PLTA. Jumlaj KJA
dekat PLTA ada 703 buah, , di jembatan I ada 62 buah dan di jembatan II ada 37 buah. Daya dukung
perairan untuk pengembangan KJA ada 9.908 ton/tahun., terdiri dari 2.275 petak KJA. Kenyataan
dilapangan jumlah KJA belum melebihi daya dukung yaitu baru mencapai 2.784 70n/tahun, terdiri
dari 802 petak KJA.
Kata Kunci: Daya dukung perairan waduk, keramba jaring apung, produksi ikan
PENGARUH FREKUENSI PUPUK SUSULAN TERHADAP PERTUMBUHAN
RUMPUT LAUT, GRACILARIA VERRUCOSA DI TAMBAK
Andi Marsambuana Pirzan dan Burhanuddin
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros
Penelitian dilaksanakan di Tambak Percobaan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros
bertujuan menelaah pengaruh frekuensi pupuk susulan berbeda terhadap pertumbuhan rumput laut,
Gracilaria verrucosa di tambak. Petakan tambak yang digunakan sebanyak enam petak, masingmasing berukuran 1000 m 2. Bibit rumput laut yang ditebar sebagai organisme uji berasal dari
Kabupaten Takalar sedangkan ikan bandeng diperoleh dari penggelondong di Kabupaten Maros.
Percobaan diset dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan frekuensi pupuk susulan
berbeda, yaitu tanpa pemupukan susulan (A), pemupukan susulan tiap dua minggu sekali (B), dan
pemupukan susulan tiap empat minggu sekali (C), masing-masing dua kali ulangan. Pupuk susulan
yang diaplikasikan adalah Urea dan SP-36, masing-masing 3 dan 1,5 kg/1000 m 2. Rumput laut
ditebar dengan kepadatan 250 kg/1000 m 2 dan dipelihara selama 42 hari sedangkan ikan bandeng
ditebar dengan kepadatan 100 ind./1000 m 2. Pengamatan laju pertumbuhan rumput laut dilakukan
tiap dua minggu sekali dan produksi rumput laut ditentukan dengan menimbang pada saat panen.
Analisis kandungan agar dan pengukuran ikan bandeng, masing-masing dilakukan sebelum
penebaran dan setelah panen. Laju pertumbuhan dan produksi rumput laut yang diperoleh tidak beda
nyata (P>0,05) antarperlakuan pemupukan susulan, masing-masing perlakuan (A) sebesar 5,99%
dan 2300 kg/1000 m2, (B) 4,63% dan 1340 kg/1000 m 2, dan (C) 5,61% dan 1980 kg/1000 m 2.
Kandungan agar tidak beda nyata (P>0,05) antarperlakuan, yaitu: (A), (B), dan (C) masing-masing
5,09; 6,68; dan 5,69%. Terbatas dari penelitian ini untuk pemeliharaan rumput laut di tambak, maka
aplikasi pupuk organik sebagai pemupukan dasar sebanyak 20 kg / 1000 m 2 diikuti oleh pemupukan
susulan berupa pupuk anorganik, yaitu Urea 3 kg/1000 m 2 dan SP-36 1,5 kg/1000 m 2 tiap empat
minggu sekali. Penebaran ikan bandeng 100 ind./1000 m 2 dapat mengatasi kelimpahan lumut dan
kelekap yang menghambat pertumbuhan rumput laut.
Kata kunci: Frekuensi, pupuk, rumput laut, Sulawesi Selatan, tambak
PERKEMBANGAN POLIKULTUR BANDENG DAN UDANG WINDU DI KECAMATAN
KETAPANG-LAMPUNG SELATAN
Anjang Bangun Prasetio, Adang Saputera dan Rasidi
Pusat Riset Perikanan Budidaya, Jl. Ragunan No.20. Pasar Minggu, Jakarta Selatan
E-mail: [email protected]
Adanya kendala serta permasalahan yang dihadapi para pembudidaya ikan dan udang menyebabkan
menurunnya produkitivitas tambak sementara ini, sehingga kegiatan budidaya yang dilakukan dengan
sistim monokultur selama ini belum banyak memberikan kontribusi dalam pembangunan perikanan di
daerah.Dengan berkembangnya polikutur bandeng dan udang di masyarakat tentunya dapat
dijadikan harapan bagi pembudidaya untuk meningkatkan produktivitas tambak, sehingga akan
terpenuhi kebutuhan ekonominya. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ketapang yang merupakan
salah satu sentra polikultur bandeng dan udang windu di Kabupaten Lampung Selatan. Pengumpulan
data dan informasi dilakukan dengan melakukan desk study dan survey lapangan. Desk study
dilakukan dengan mengkompilasi dan mensintesa data-data sekunder yang terkait untuk menjawab
tujuan studi. Survei lapangan meliputi wawancara mendalam dengan responden kunci dan observasi
kondisi tambak. Semua data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk menentukan opsi
kebijakan pengembangan polikultur bandeng dan udang windu ke depan. Kecamatan Ketapang
mempunyai potensi lahan untuk tambak sekitar 1.500 ha dan budidaya yang berkembang adalah
polikultur bandeng dan udang windu. Adapun teknologi budidayanya yaitu diawali penebaran
gelondongan bandeng (ukuran 5-7 cm) kemudian dilanjutkan penebaran udang windu PL 12 setelah
bandeng mencapai umur dua bulan dari mulai tebar. Informasi di lapang menunjukan bahwa untuk
bandeng dengan padat tebar 2.000 ekor/ha,diperoleh hasil panen sebesar 300 kg/ha, sedangkan
untuk udang windu dengan padat tebar 10.000 ekor/ha, diperoleh hasil panen sebesar 80
kg/ha.Tulisan ini memberikan informasi tentang perkembangan polikultur bandeng dan udang windu
di wilayah Kecamatan Ketapang, serta opsi kebijakan pengembangannya kedepan.
Kata kunci: Ikan bandeng, opsi kebijakan, polikultur, udang windu
PIGMENTASI, PERTUMBUHAN DAN SINTASAN SPAT TIRAM MUTIARA PINCTADA
MAXIMA (JAMESON) PADA BERBAGAI TINGKAT INTENSITAS CAHAYA
Tjahjo Winanto
Jurusan Perikanan dan Kelautan FST Unsoed. E-mail: [email protected]
Intensitas cahaya berpengaruh terhadap fungsi dan struktur fisiologis spat. Penelitian dilakukan untuk
mengetahui pengaruh intensitas cahaya terhadap distribusi, pertumbuhan dan sintasan spat tiram
mutiara Pinctada maxima. Disain percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan
perlakuan empat tingkat intensitas cahaya, yaitu 0 (ditutup rapat), 500, 1000, 1500 and 2000 lux,
masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas cahaya
berpengaruh terhadap pigmentasi, pertumbuhan dan sintasan spat, intensitas cahaya optimum untuk
pertumbuhan dan sintasan spat adalah ≤ 500 lux.
Kata Kunci : Intensitas cahaya, pertumbuhan, pigmentasi, spat Pinctada maxima, sintasan
SINTASAN DAN MOULTING LOBSTER CAPIT MERAH (CHERAX QUADRICARINATUS)
PADA BERBAGAI PERIODE PEMBERIAN AERASI DAN pH AIR MEDIA
PEMELIHARAAN
Dade Jubaedah, Marsi, Try Sulistyo Hadi, Boris Marini
Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh periode pemberian aerasi dan pH air media
pemeliharaan terhadap sintasan dan moulting lobster capit merah (Cherax quadricarinatus).
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial (RALF). Faktor perlakuan pertama
adalah perlakuan pemberian aerasi yang terdiri dari A0 (24 jam pemberian aerasi), A1 (18 jam
pemberian aerasi), A2 (12 jam pemberian aerasi) dan A3 (6 jam pemberian aerasi). Faktor
perlakuan kedua adalah pH yang terdiri darii P1 (nilai pH 6  0,2), P2 (nilai pH 7,5  0,2) dan P3 (
nilai pH 9  0,2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintasan benih lobster capit merah
dipengaruhi oleh pH dengan rataan sintasan terbaik (93,75%) diperoleh pada lobster yang dipelihara
pada air media dengan pH 6 (P1). Frekuensi moulting tertinggi (0,92 kali) juga diperoleh pada
kombinasi perlakuan pemberian aerasi 24 jam dan pH 6 (A0P1), tetapi periode moulting tersingkat
(18,58%) diperoleh pada kombinasi perlakuan pemberian aerasi 12 jam dengan pH 9 (A2P3).
REKAYASA TEKNOLOGI
(CROMILEPTES ALTIVELIS)
PEMBUAHAN
BUATAN
IKAN
KERAPU
TIKUS
Dwi Soeharmanto, Santoso Junadi, Iskandar, Sumarso
Balai Budidaya Air Payau Situbondo
Pembuahan buatan ikan laut masih jarang dilakukan utamanya karena ketersediaan dan kesiapan
induk untuk memijah sangat terbatas. Tingkat keberhasilan yang dicapainyapun masih rendah dan
dirasa sangat sulit karena waktu kematangan induk jantan dan betina yang tersedia sering tidak
bersamaan. Teknik ini sangat banyak gunanya termasuk diantaranya akan mempercepat
berkembangnya penemuan teknik transgenesis (Subyakto, 2010) yang dapat memasukkan gen
pertumbuhan melalui sperma secara injeksi maupun elektroporesis. Teknologi transfer gen dapat
mempercepat pertumbuhan ikan (Devlin et al, 1995), meningkatkan daya tahan terhadap penyakit
(Dunham, 2002) maupun gen lain untuk tujuan pengembangan budidaya modern ke depan. Teknik
pembuahan buatan ini dimulai dengan pengelolaan induk secara baik melalui pemberian pakan dan
pengelolaan lingkungan. Induk dipilih yang matang gonad kemudian dilakukan penyuntikan dengan
hormon HCG. Dosis yang digunakan adalah 1000 IU untuk induk betina dan 500 IU untuk induk
jantan sekaligus. Waktu penyuntikan dilakukan pada saat diameter telur sudah mencapai minimal 400
u (Vatanakul, 2002). Kemudian setelah 48 jam dari penyuntikan dilakukan pengeluaran telur dan
sperma dengan cara mengurut bagian perutnya (striping) secara perlahan dan hati-hati. Hasil
peneluran ini selanjutnya dicampur dalam wadah dan diaduk selama 2 menit menggunakan bulu
ayam. Setelah dicuci bersih telur hasil pembuahan ini dipelihara dalam bak pemeliharaan.
Kata kunci: Hormon HCG, matang gonad, pembuahan buatan, striping, transgenesis
PENTOKOLAN UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) DALAM WADAH
MENGGUNAKAN ATAP DAUN KELAPA
Erfan A. Hendrajat
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan atap daun kelapa pada wadah
pentokolan terhadap pertumbuhan dan sintasan benih udang vaname. Penelitian berlangsung pada
bulan Agustus hingga September 2009 dimana pada musim kemarau biasanya kondisi cuaca terik
terjadi pada siang hari. Wadah percobaan yang digunakan adalah bak fiber glass ukuran 75x75x60
cm sebanyak 4 buah yang disetting di luar ruangan (out door) dan dilengkapi aerasi. Masing-masing
bak diberi subtrat tanah tambak dan disisi air tambak sebanyak 150 liter. Bobot awal rata-rata hewan
uji 0,015 g ditebar dengan kepadatan 4 ekor/liter (600 ekor/bak). Pakan yang diberikan adalah pakan
komersial dalam bentuk powder dengan dosis 50 – 100% dari bobot biomassa, diberikan 2 kali per
hari. Perlakuan yang dicobakan adalah: A (Pemberian atap daun kelapa pada wadah pentokolan) dan
B (Tanpa atap) masing-masing dengan 2 ulangan. Hasil pentokolan selama 30 hari menunjukkan
bahwa pertumbuhan mutlak dan sintasan antara perlakuan A dengan perlakuan B berbeda nyata
(P<0,05), dimana pertumbuhan mutlak lebih tinggi pada perlakuan B (1,040 g/ekor) dibanding
pertumbuhan mutlak pada perlakuan A (0,410 g/ekor). Sedangkan sintasan lebih tinggi pada
perlakuan A (86,58%) dibanding sintasan pada perlakuan B (13,33%).
Kata kunci: Atap, pentokolan, pertumbuhan, sintasan, udang vaname
EVALUASI PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN SINTASAN IKAN NILA PADA KERAMBA
JARING APUNG DI DANAU MANINJAU,
SUMATERA BARAT
Erlania, Anjang B. Prasetio dan Rasidi
Pusat Riset Perikanan Budidaya, Jl. Ragunan 20 Pasar Minggu – Jakarta Selatan 12540
Email : [email protected]
Danau Maninjau memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan kegiatan budidaya ikan di
KJA. Tingkat produksi dari kegiatan budidaya tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya
yaitu kualitas benih yang digunakan serta kondisi perairan. Kondisi budidaya pada KJA dengan
kepadatan tinggi dan penggunaan pakan buatan secara intensif akan mempengaruhi laju
pertumbuhan produksi dan sintasan dari ikan yang dibudidayakan. Penelitian ini bertujuan untuk
melakukan evaluasi terhadap kegiatan budidaya ikan nila yang dilakukan oleh masyarakat di Danau
Maninjau. Koleksi data telah dilakukan melalui interview langsung dengan para pembudidaya yang
mewakili 6 kelompok pembudidaya ikan, kemudian dilakukan analisis pertumbuhan, produksi dan
sintasan. Pengukuran parameter kualitas air juga dilakukan untuk mengetahui kondisi perairan Danau
Maninjau sebagai media budidaya. Laju pertumbuhan rata-rata 1,38 g/hari, laju produksi rata-rata
6.550 g/hari dan sintasan rata-rata 57%. Kondisi kualitas air Danau Maninjau secara umum masih
berada dalam kisaran optimal untuk pertumbuhan ikan nila, kecuali beberapa parameter yang sudah
melebihi nilai baku mutu.
Kata kunci: Ikan nila (Oreochromis niloticus), keramba jaring apung (KJA), pertumbuhan, produksi,
sintasan
KLASIFIKASI KESEUAIAN LAHAN MANGROVE UNTUK SILVOFISHERY DI KAWASAN
REHABILITASI MANGROVE PANTAI UTARA KABUPATEN BREBES DAN PEMALANG
Erny Poedjirahajoe
Fakultas Kehutanan UGM. Email: [email protected]
Keberhasilan rehabilitasi mangrove di Pantai Utara Kabupaten Pemalang telah mengembalikan
fungsi ekosistem semula. Mangrove yang telah terbentuk, kemudian dimanfaatkan untuk
pengembangan silvofishery, yaitu dengan cara membuat tambak berbentuk komplangan atau
empang parit (Poedjirahajoe, 1997). Penelitian terdahulu (Poedjirahajoe, 2005) menyimpulkan bahwa
silvofishery pola empang parit tahun tanam 2001 mempunyai hasil yang optimal bagi perikanan
tambak, khususnya kepiting bakau. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian diatas, yaitu
mengklasifikasi lahan mangrove untuk silvofishery di wilayah Pantai Utara Desa Kaliwlingi Kabupaten
Brebes dan Desa Pesantren Kabupaten Pemalang. Penelitian dilakukan dengan cara
membandingkan kriteria kesesuaian lahan yang sudah dibuat di Desa Mojo Kabupaten Pemalang
dengan menggunakan komoditas kepiting.. Output dari penelitian ini berupa klasifikasi lahan untuk
silvofishery yang selanjutnya dipetakan guna mempermudah gambaran lokasi di lapangan. Penelitian
dilakukan dengan cara menentukan kembali beberapa areal mangrove silvofishery yang termasuk
dalam kategori S1, S2, S3 dan NS. Penentuan tersebut dilakukan dengan cara meneliti kawasan
mangrove lain yang masih satu garis pantai dengan penelitian terdahulu. Penentuan kategori S1, S2,
S3 dan NS dilakukan dengan cara meneliti habitat, terutama faktor fisik kimia yang meliputi salinitas,
suhu, DO, ketebalan lumpur, N, P, K dan BO. Klasifikasi dilakukan dengan cara pengelompokan
berupa dendrogram berdasarkan faktor fisik, kimia habitat yang telah diukur. Hasil klasifikasi
kemudian dipetakan dengan menggunakan peta dasar Rupa Bumi 1999 Bakosurtanal. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada semua lokasi penelitian yang dipilih ternyata menunjukkan hasil
katagori yang tidak sesuai untuk komoditas kepiting. Ketidak sesuaian lahan hanya disebabkan oleh
satu jenis plankton yang tidak ada pada setiap lokasi penelitian. Tidak adanya satu jenis plankton
dapat diatasi dengan meningkatkan faktor lahan yang diukur dan merupakan faktor yang peka
terhadap keberadaan plankton seperti salinitas, suhu, pH atau DO. Disarankan untuk penelitian
berikutnya menggunakan jenis lain seperti udang galah atau ikan bandeng.
Kata kunci: Klasifikasi Lahan, silvofishery
BUDIDAYA UDANG WINDU, PERMASALAHAN DAN STRATEGINYA DI MASA KINI
Gunarto
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, 90512 Maros Sulawesi Selatan
Email : [email protected]
Seiring dengan menurunnya kualitas lingkungan perairan pantai, maka pada masa sekarang ini
penyakit udang baik bakteri maupun virus telah berkembang di semua perairan pantai, sehingga
budidaya udang windu pola intensif tidak ada lagi di masyarakat petambak ataupun pengusaha.
Dalam pelaksanaan budidaya udang windu pola intensif strategi yang harus diperhatikan adalah
pemilihan lokasi tambak yang tepat, teknik persiapan tambak, lokasi sumber benih udang dan
kualitas benih, penggunaan probiotik/bioflok dan teknik pengelolan air dengan cara ganti air
seminimal mungkin. Pada penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa udang windu yang
dibudidayakan secara intensif di tambak dengan masa pemeliharaan selama 112 hari, udang tidak
tumbuh optimum karena dengan padat tebar 20 ekor/m 2, dicapai sintasan 90 – 98% dengan ukuran
udang rata-rata sekitar 14 g/ekor dan produksi 1706,9 – 1953,3 kg/ha. Kurang optimalnya
pertumbuhan udang kemungkinan karena salinitas yang tinggi (35 – 46 ppt) pada masa pemeliharaan
di tambak. Selain itu kandungan protein pakan yang tidak mencapai 40%, sehingga perlu perbaikan
kualitas pakan. Stategi lainnya adalah benur windu harus ditokolkan lebih lama lagi sehingga
menjadi ukuran yang lebih besar (misalnya tokolan PL 50) baru kemudian ditebar di tambak.
Kata kunci: Budidaya intensif, kualitas pakan, salinitas tinggi, tokolan PL50
STUDI AWAL PRODUKSI
LABORATORIUM
BIOFLOK
SECARA
MASSAL
Gunarto, Hidayat Suryanto dan Andi Sahrijana
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, 90512 Maros Sulawesi Selatan
Email : [email protected]
DALAM
SKALA
Bioflok adalah suatu bentuk agregasi dari bakteri heterotrof, fitoplankton dan protozoa yang dapat
dimanfaatkan sebagai subsitusi pakan bagi ikan/udang yang dibudidayakan, sehingga akan
membantu dalam efisiensi biaya produksi. Tujuan penelitian adalah untuk membandingkan tiga
teknik produksi bioflok yang sudah ada yaitu dari metode A (modifikasi dari metode AIYU Shirotabiota
Indonesia), metode B (modifikasi dari metode Avnimelech, 1999), dan metode C (modifikasi metode
dari Avnimelech, 2007). Enam unit tangki fiberglas kerucut volume 250 L masing-masing diisi air
tambak salinitas 35 ppt sebanyak 200 L. Pada metode A dan B air tambak dikaporit 100 ppm terlebih
dahulu sebelum digunakan untuk produksi bioflok, sedangkan pada metode C air tambak tidak
dikaporit. Sumber C yang ditambahkan ke media air dalam bak kerucut adalah mollase dan juga
tepung tapioka dengan kandungan C = 50%. Sedangkan sumber N dari pupuk Za dengan
kandungan N = 21%, kemudian dari pakan udang, kandungan N = 6,4% dan dari Ammonium klorida
(NH4CL), N = 0,34g per 5g NH4CL). C N rasio di setiap metode dipertahankan pada kisaran 20 : 1.
Pengamatan dilakukan pada kecepatan tumbuh flok dari ketiga metode tersebut juga nilai nutrisinya
(protein, lemak, karbohidrat), parameter kualitas air (amoniak, nitrit, nitrat, fosfat, pH, oksigen terlarut,
salinitas) dan dilakukan pengukuran Total Suspended Solid (TSS). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa produksi flok tercepat dijumpai di metode B (6 hari), disusul metode C (20 hari) dan yang
paling lambat adalah metode A (25 hari). Di metode A dengan jumlah pakan udang sebagai sumber
N sebanyak 2% dari volume air dalam bak kerucut, dirasa terlalu banyak, sehingga menyebabkan
sumber C yang ditambahkan juga harus banyak. Hal tersebut menyebabkan pH air media
penumbuhan flok menjadi rendah (pH air = 4,5), menyebabkan flok tidak tumbuh, meskipun telah
ditambahkan dolomit untuk meningkatkan pH air. Setelah air diganti sebanyak 95%, maka lima hari
kemudian bioflok segera terbentuk. Kadar protein flok cukup tinggi di ketiga metode yaitu 25,72 –
27,43% (A), 23,09 – 30,89% (B) dan 30,6% (C). Nilai TSS pada kisaran 91,4 – 98,4 mg/L (A), 80,8 –
151,6 mg/L (B) dan 114,4 – 196,8 mg/L (C).
Kata kunci: Bakteri heterotrofik, bioflok, nilai nutrisi
BUDIDAYA TERPADU UDANG WINDU (PENAEUS MONODON), VANAME
(LITOPENAEUS VANNAMEI), IKAN BANDENG (CHANOS CHANOS) DAN RUMPUT
LAUT (GRACILARIA VERRUCOSA) DI TAMBAK
Hidayat Suryanto Suwoyo dan Brata Pantjara
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau
Jl. Makmur Dg. Sitakka. No. 129, Maros, Sulawesi Selatan
Email : [email protected]
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan produksi yang optimal dari polikultur udang windu, udang
vaname, bandeng dan rumput laut di tambak. Penelitian dilakukan di Instalasi Tambak Percobaan
(ITP), Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. Tambak yang digunakan berukuran 0,5 ha
sebanyak 6 petak. Sebagai perlakuan adalah budidaya terpadu udang windu, udang vaname, ikan
bandeng dan rumput laut yaitu : A (udang windu 10.000 ekor/ha + bandeng 1200 ekor/ha + rumput
laut 2000 kg/ha), B (udang vaname 10.000 ekor/ha + bandeng 1200 ekor/ha + rumput laut 2000
kg/ha) dan C (udang windu 5.000 ekor/ha + udang vaname 5.000 ekor/ha bandeng 1200 ekor/ha +
rumput laut 2000 kg/ha). Masing masing perlakuan dengan 2 ulangan dan waktu pemeliharan
berlangsung selama ± 3 bulan. Udang windu dan udang vaname yang ditebar berupa tokolan 3-4
minggu dengan berat-rata-rata masing-masing 0,104 dan 0,129 g/ekor. Sedangkan bandeng yang
ditebar berupa gelondongan berukuran 120 – 150 g/ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
produksi udang windu, ikan bandeng dan rumput laut pada perlakuan A masing masing 52,2 kg/ha;
583,18 kg /ha, dan 565 kg/ha. Produksi udang vaname, ikan bandeng dan rumput laut pada
perlakuan B masing-masing : 6,4 kg/ha, 476,10 kg /ha, dan 502 kg/ha. Produksi udang windu,
udang vaname, ikan bandeng dan rumput laut pada perlakuan C masing masing 11,8 kg/ha, 49,8
kg/ha, 366,82 kg /ha, dan 753 kg/ha. Sintasan udang windu dan bandeng pada perlakuan A masing
masing 23,24% dan 94,17%, sedangkan perlakuan B, sintasan udang vaname dan bandeng masing
masing 7,78 % dan 95,42 %. Sedangkan sintasan udang windu, vaname dan bandeng pada
perlakuan C masing-masing 26,4%, 56,64% dan 58,83%. Sintasan dan produksi udang yang rendah
disebabkan terserang penyakit WSSV, namun hasil dari budidaya terpadu (polikultur) dengan
bandeng dan rumput laut masih dapat diharapkan untuk membantu kelangsungan usaha
pertambakan.
Kata Kunci : polikultur, sintasan, bintik putih
PEMETAAN KELAYAKAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN NILA DI
KECAMATAN WAJAK, KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR
I Nyoman Radiarta, Adang Saputra dan Hatim Albasri
Pusat Riset Perikanan Budidaya, Jl. Ragunan 20, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540, Telp. 021-7805052,
78834847, Email: [email protected]
Kabupaten Malang merupakan salah satu lokasi program nasional minapolitan. Untuk mendukung
program tersebut, kabupaten ini telah menetapkan Kecamatan Wajak sebagai sentra wilayah
pengembangan minapolitan. Tujuan dari penelitian adalah untuk melakukan kajian tingkat kelayakan
lahan untuk pengembangan budidaya ikan nila (Oreochomis Niloticus) di Kecamatan Wajak.
Pengumpulan data telah dilakukan pada bulan Mei 2010. Sebanyak 18 titik pengamatan kualitas
perairan telah dikumpulkan selama survei lapangan. Titik pengamatan disebar secara proposional
yang mewakili daerah sentra dan penyangga minapolitan. Data kualitas air dan data sekunder
lainnya kemudian dianalisis secara spasial dengan sistem informasi geografis (SIG). Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa dari total luasan potensi pengembangan sekitar 9987 Ha, lokasi dengan
kategori sangat layak, layak dan tidak layak masing-masing ditemukan seluas 1121 Ha, 4867 Ha
dan 1787 Ha. Lokasi potensial untuk pengembangan budidaya ikan nila menjadi terbatas dengan
adanya wilayah hutan dan pemukiman seluas 2212 Ha. Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi
bahan masukan dan pertimbangan bagi instansi terkait di Kabupaten Malang guna mendukung
keberhasilan pelaksanaan program minapolitan.
Kata kunci: Ikan Nila, kelayakan lahan, Malang, minapolitan, SIG
MODEL SPASIAL DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK
PENENTUAN LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN BUDIDAYA TIRAM MUTIARA DI
PROVINSI PAPUA BARAT
I Nyoman Radiarta
Pusat Riset Perikanan Budidaya
Jl. Ragunan 20, Pasar Minggu Jakarta Indonesia 12540. Telp. 021-7805052, 78834847
Email: [email protected]
Pemilihan lokasi adalah tahapan awal yang sangat penting bagi kegiatan budidaya laut. Penelitian ini
bertujuan untuk melakukan analisis tingkat kelayakan perairan untuk pengembangan budidaya tiram
mutiara dengan sistem long-line di Provinsi Papua Barat dengan menggunakan data penginderaan
jauh (inderaja) dan sistem informasi geografis (SIG). Empat parameter biofisik yang mempengaruhi
budidaya tiram mutiara digunakan dalam penelitian ini meliputi: konsentrasi klorofil, kandungan
sedimen, suhu perairan, dan kedalaman perairan. Data yang digunakan umumnya diekstrak dari data
inderaja (satelit MODIS). Tingkat kelayakan perairan dianalisis dengan menggunakan multi-criteria
evaluation dan SIG. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari total luasan potensi perairan sekitar
35,711 km2 (kedalaman kurang dari 50 m) terdapat sekitar 23% yang diklasifikasikan sangat layak
bagi pengembangan budidaya tiram mutiara.
Kata kunci: SIG, penginderaan jauh, budidaya tiram mutiara, Papua Barat
KERAGAAN BENIH UDANG GALAH (MACROBRACHIUM ROSENBERGII) DARI
SUMBER POPULASI BERBEDA PADA MEDIA pH RENDAH
Ikhsan Khasani1), Veza Febtasia2), Supono3), Asep Sopian1)
Penelitian bertujuan untuk mengetahui keragaan benih udang galah dari beberapa populasi, yaitu
asal sungai Asahan (Medan), Musi (Palembang) dan Barito (Kalimantan). Kegiatan diawali dengan
melakukan pemijahan pada masing-masing populasi dan dilanjutkan dengan pemeliharaan larvanya
hingga menjadi pasca larva (PL). Pengujian dilakukan selama 42 hari. Asam cuka (asam asetat)
konsumsi digunakan sebagai bahan untuk membuat stratifikasi pH. Konsentrasi pH yang diterapkan
didasarkan pada uji LD50, dan didapatkan pH 5,2. Sebagai variabel bebas adalah benih udang galah
asal 3 populasi, dengan ulangan lima kali. Wadah pemeliharaan berupa keranjang plastik ukuran
50x30x40 cm yang dimodifikasi dengan dilapisi terpal dan diisi air sebanyak 50 L. Kepadatan
masing-masing perlakuan 2 ekor/L dengan pemberian pakan 3 kali sehari 10% dari biomassa. Hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan asal populasi benih udang galah yang dipelihara pada
pH 5,2 tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak, pertumbuhan bobot
mutlak, laju pertambahan panjang spesifik, dan laju pertambahan bobot spesifik, tetapi memberikan
pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup benih udang galah. Kelangsungan hidup benih udang
galah populasi asal Musi sebesar 61,4% relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan populasi Asahan
sebesar 46,2%, dan Barito sebesar 35,4%.
Kata kunci : pH rendah, sintasan, sumber populasi, udang galah
THE EFFECTS OF WELL BOAT TRANSPORT ON STRESS RESPONSES UNDER
DIFFERENT DENSITIES OF RAINBOW TROUT (ONCORHYNCHUS MYKISS, WALBAUM
1792)
Yunita Maimunah
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang
The transport of harvested fish has been recognized to bring stress effect on fish. In this study the
stress effects mainly assessed by monitoring the chemical blood characteristics in each transport
sequences which were loading, transporting and unloading. The objectives of this paper were to test
the new well boat design from MMC Tendos AS, Norway, with circulatory tanks and suction pumps
would show such effects, and further to compare the transport densities of fish and the effects of
unloading by pumping in terms of stress response. The Rainbow trout (Oncorhynchus mykiss,
Walbaum 1792) were transported in two biomass densities, 18 % volume (low density) and 26 %
volume (high density). The results showed that the low density fish recovered faster from the induced
handling stress encountered at crowding with respect to HCO 3-, glucose, and lactate levels. However,
it was observed a significant reduction in oxygen consumption in the high density tank during
transport. This was probably due to a slight sedation effect from the metabolic CO2 accumulation in
the transport tank. After unloading, significantly elevated levels of pCO 2 and lactate, and significantly
lower potassium and blood pH were observed in the low density group compared to the high density
group, and also when compared to data obtained for both groups under transport. The results thus
clearly demonstrated that most stress was induced by handling under crowding and pumping on
loading and unloading, whereas the transport may benefit from increased fish density up to at least 26
volume %.
Keywords: Blood, rainbow trout, stress, transportation, well-boat
PERAN MANIPULASI LINGKUNGAN BUDIDAYA SUPERINTENSIF
KEPITING BAKAU (SCYLLA PARAMAMOSAIN) DALAM UPAYA
PENINGKATAN PRODUKSI KEPITING SOFT SHELL
Istiyanto Samidjan
Program Studi Budidaya Perairan, Fak.Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip
Kondisi saat ini kepiting bakau (Scylla paramamosain) cangkang lunak merupakan salah satu jenis
kepiting konsumsi yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Tingkat mortalitas yang masih tinggi 60 – 70%,
disebabkan oleh lingkungan yang kurang layak dan pakan yang diberikan belum sesuai. Teknologi
yang diterapkan oleh petani pembudidaya kepiting bakau masih sangat sederhana. Salah satu
teknologi yang dapat diterapkan adalah dengan manipulasi lingkungan terutama pH berbeda (6, 7, 8,
9) dengan diberi pakan buatan dengan sumber lemak nabati (oil corn). Sehingga mampu
meningkatkan produksi kepiting cangkang lunak (soft shell). Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui teknik manipulasi lingkungan pada pH berbeda terhadap kelulushidupan dan
pertumbuhan (produksi) kepiting cangkang lunak (soft shell) dengan budidaya superintensif sistem
batery. Materi yang digunakan adalah kepiting bakau (S. paramamosain) dewasa yang diperoleh dari
hasil tangkapan nelayan di wilayah perairan Pidodo Kulon, Kendal berjumlah 60 ekor. Kepiting bakau
ini berukuran berat tubuh kurang lebih 142.35g±1.95. Metode yang digunakan adalah metode
eksperimental yang dilakukan di lapangan, dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan yaitu perlakuan tersebut pH A (6) B (7), C (8), D(9) pH berbeda,
dengan diberi pakan buatan dengan sumber lemak nabati 5% perbiomas/hari diberikan dengan
frekuensi 2 kali perhari pada pagi dan sore hari. Data yang diperoleh adalah data pertumbuhan
biomassa mutlak, kelulushidupan, FCR, PER, NPU dan data pengamatan kualitas air selama
pemeliharaan 42 hari. Data dianalisis dengan analisis ragam. Penelitian dilakukan di tambak dengan
sistem bateri dan padat penebaran 1 ekor/basket atau 25 ekor/m². Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemberian kombinasi pakan berpengaruh yang sangat nyata (p<0,01) terhadap pertumbuhan
mutlak, kelulushidupan kepiting bakau dan nilai konversi pakan. Pertumbuhan mutlak kepiting bakau
tertinggi diperoleh dari perlakuan C (57.25±0.985 gr) dan Kelulushidupan kepiting bakau perlakuan B
dan C (91.6667±2.887 %). Kualitas air selama pemeliharaan masih berada dalam kisaran yang layak
untuk budidaya kepiting bakau cangkang lunak (soft shell).
Kata kunci: Kelulushidupan, Kepiting bakau (Scylla paramamosain), kualitas air, lemak nabati,
manipulasi lingkungan, pH, Pertumbuhan, soft shell.
REKAYASA TEKNOLOGI BUDIDAYA KEPITING BAKAU SOFT SHELL BERBASIS
PAKAN BUATAN DENGAN SUMBER LEMAK HEWANI DENGAN CLOSED SYSTEM
YANG RAMAH LINGKUNGAN
Istiyanto Samidjan
Program Studi Budidaya Perairan,Fak.Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip
Jalan Hayam Wuruk 4A Semarang, Telp 024-8311525, HP.081390713299
Email: [email protected]
Produksi kepiting Bakau (Scylla paramamosain) cangkang lunak (Soft shell) saat ini sangat
berkembang dengan baik dan merupakan salah satu komoditi unggulan eksport Indonesia. Teknik
budidayanya saat ini masih tergantung pada pakan buatan bersumber lemak hewani (oil cod) dan
teknik rekayasa lingkungan menggunakan biofiltrasi biologi untuk mengolah air secara closed system
sangat baik untuk meningkatkan kelulushidupan kepiting dan produksi softshell. Permasalahannya
adalah tingkat mortalitas yang masih tinggi 70 – 80 %, disebabkan oleh pakan yang diberian belum
sesuai dan lingkungan yang jelek. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan adalah aplikasi
berbagai dosis formula pakan buatan dengan sumber lemak hewani (1% s/d 7% Perbiomass/perhari)
dapat meningkatkan produksi kepiting soft shell (cangkang lunak) dan perbaikan lingkungan dengan
biofiltrasi biuologi secara closed system. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh
pemberian berbagai dosis pakan buatan dengan formula sumber lemak hewani dan manipulasi
lingkungan (biofiltrasi bilogi) terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan kepiting bakau (S.
paramamosain) dengan budidaya sistem batery.
Materi yang digunakan adalah kepiting bakau (S. paramamosain) dewasa yang diperoleh dari hasil
tangkapan nelayan di wilayah perairan Pidodo Kulon, Kendal berjumlah 48 ekor. Kepiting bakau ini
berukuran berat tubuh kurang lebih 144.3g±1.82. Metode yang digunakan adalah metode
eksperimental yang dilakukan di lapangan, dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan yaitu perlakuan A (pakan buatan 1%Perbiomas/hari), perlakuan B
(3% Perbiomass /hari), perlakuan C (5%perbiomass/hari), D (1% perbiomass/hari dan perlakuan E
(kontrol diberi ikan kuniran 3% perbiomass/hari). Data yang diperoleh adalah pertumbuhan biomassa
mutlak, laju pertumbuhan harian, kelulushidupan, FCR, NPU, PER dan data pengamatan kualitas air
selama pemeliharaan 42 hari. Data dianalisis dengan analisis ragam. Penelitian dilakukan di tambak
dengan sistem bateri dan padat penebaran 1 ekor/basket atau 25 ekor/m², pakan diberikan 2 kali
pada pagi dan sore.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan buatan dengan sumber lemak hewani pada
berbagai dosis berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap pertumbuhan biomassa mutlak,
kelulushidupan kepiting bakau. Pertumbuhan biomassa mutlak kepiting bakau tertinggi diperoleh dari
perlakuan C (5%perbiomass/hari), yaitu 55.26±0.764 gr dan kelulushidupan C (95.31±3.12 &)
Kualitas air selama pemeliharaan masih berada dalam kisaran yang layak untuk budidaya kepiting
bakau.
Kata kunci : Kepiting bakau, cangkang lunak, Pertumbuhan, Kelulushidupan.
KLONING GEN HORMON PERTUMBUHAN IKAN KERAPU TIKUS (CROMILEPTES
ALTIVELIS) PADA VEKTOR EKSPRESI PROTEIN REKOMBINAN
Ken Ratih Probosaria), Irvan Faizal a,, Ratu Siti Aliaha), Alimuddinb), M.Husni Amarullaha), Dody Irawana)
dan Suhendar I Sachoemara)
a) Pusat Teknologi Produksi Pertanian – Badan Pengkajian dan Penerapan teknologi (BPPT), Jakarta;
b) Fakultas Perikanan dan lmu Kelautan – Institut Pertanian Bogor
Salah satu penghambat utama dalam budidaya ikan kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) adalah
pertumbuhannya yang lambat. Untuk mengatasi hambatan tersebut, dalam penelitian ini dilakukan
produksi protein rekombinan hormon pertumbuhan oleh Escherichia coli (E. coli) yang mampu
mengekspresikan protein. Pada tahapan awal, dilakukan konstruksi pGEMTeasy-ktGH yang
membawa gen ktGH (hormon pertumbuhan ikan kerapu tikus), kemudian diperbanyak di dalam host
non ekspresi E. coli DH5α dengan teknik elektroporasi. Selanjutnya dilakukan isolasi konstruksi
pGEMTeasy-ktGH, untuk kemudian dipotong dengan menggunakan enzim EcoRI untuk mengisolasi
gen ktGH. Gen ktGH diligasikan dengan vektor ekspresi pETBlue-2 (Novagen) (rasio molar 2,5:1)
untuk menciptakan konstruksi baru, pBlueKNKT. Pada gen ktGH yang akan diligasikan dengan
pETBlue-2 diberikan perlakuan End Conversion Mix (Novagen) agar tercipta sisi restriksi yang
bersifat tumpul (blunt end) pada kedua sisinya. Konstruksi pBlueKNKT selanjutnya dikloning ke dalam
E. coli Novablue. Untuk mendeteksi koloni positif yang mengandung konstruksi pBlueKNKT,
dilakukan isolasi konstruksi pBlueKNKT, single digestion, dan PCR (insert dan orientasi). Setelah
dideteksi, dapat diketahui bahwa konstruksi pBlueKNKT bersifat stabil dan mampu membawa gen
ktGH di dalam E. coli Novablue.
Kata kunci: Hormon pertumbuhan ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis), kloning, pETBlue-2, E. coli
Novablue
PENGGUNAAN JENIS
PUPUK ORGANIK PADA BUDIDAYA UDANG WINDU
(PENAEUS MONODON FABRICIUS) DI TAMBAK
Machluddin Amin, Herlina Jompa dan Abd. MalikTangko
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau
Penelitian
ini bertujuan mengetahui pengaruh penggunaan jenis pupuk organik terhadap
pertumbuhan dan sintasan udang windu (Penaeus mondon Fabricius) di tambak
dengan
menggunakan 6 petak tambak ukuran 500 m2. Perlakuan yang dicobakan pada penelitian ini
adalah penggunaan berbagai jenis pupuk organik yaitu perlakuan A = kotoran ayam , perlakuan B =
kotoran sapi dan perlakuan B = dedak masing-masing diulang 2 kali Hewan uji yang digunakan
adalah udang windu PL 20 (0,028 g/ekor) dengan padat tebar 2 ekor/m2. Sebelum penebaran
organisme uji dilakukan persiapan masing-masing tambak meliputi pengeringan dan pengolahan
dasar tambak. perbaikan pematang tambak, pemberantasan hama dengan saponin sebanyak 1,25
kg/ha (25 kg/ha), pengapuran dengan kapur pertanian sebanyak 16 kg/petak (320 kg/ha), kapur
dolomit 100 kg/petak (2000 kg/ha), pemupukan anorganik masing-masing pupuk urea 7,5 kg/petak
(150 kg/ha), SP36 3,75 kg/petak (75 kg/ha). Pemupukan susulan urea dan SP36 dilakukan pada
setiap 15 hari dengan dosis 5% dari pupuk awal. Peubah yang diamati meliputi pertumbuhan berat
mutlak udang windu, setiap 15 hari serta sintasan dan produksi udang windu pada akhir penelitian.
Parameter penunjang yang diukur meliputi suhu, salinias oksigen terlarut, pH, BOT, PO4, NO2, NO3,
Fe, plankton dan bakteri dilakukan setiap 2 minggu. Pengamatan tanah dasar tambak meliputi pH,
BOT, posfat, nitrat dan tekstur tanah dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perlakuan jenis pupuk organik tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
pertumbuhan dan sintasan udang windu namun tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi
udang windu. Berat/ekor akhir udang windu tertinggi pada perlakuan C (dedak) dan sintasan udang
windu tertinggi diperoleh pada perlakuan A (kotoran ayam) dan B (kotoran sapi).
Kata kunci: Pupuk organik, tambak, udang windu
KESESUAIAN
LAHAN BUDIDAYA TAMBAK
RENCANA KAWASAN MINAPOLITAN BANDENG
KABUPATEN
SERANG
DALAM
Markus Mangampa1) dan Adang Saputra2)
1) Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau; 2) Pusat Riset Perikanan Budidaya
Kabupaten Serang memiliki 8 kecamatan pesisir dengan luas tambak kurang lebih 6.064 Ha tetapi
produktivitas tambaknya relatif rendah. Oleh karena itu dilakukan penelitian pada tiga kecamatan
yang mempunyai areal tambak yang luas yaitu kecamatan Pontang, Tirtayasa dan Tanara. untuk
melihat beberapa parameter yang menjadi salah satu faktor pembatas menurunnya kesuburan
tambak. Disamping itu dilakukan pengumpulan data sekunder berupa cara pengelolaan tambak dan
capaian produksi dari beberapa petambak. Tujuan penelitian ini adalah masukkan rekomendasi
alternatif pengelolaan budidaya tambak sebagai salah satu upaya peningkatan produktivitas tambak
di kabupaten Serang. Hasil análisis menunjukkan bahwa salah satu faktor pembatas kesuburan tanah
adalah rendahnya kandungan N total dalam tanah tambak yaitu berkisar: 0,00–0,21% dan relatif
sama untuk ke tiga kecamatan. Demikian pula kandungan bahan organik dalam tanah tambak relatif
rendah khususnya Tanara yaitu:0,13–1,63%, menyusul Tirtayasa : 0,66–8,21% dan Pontang : 1,53–
5,58%. Kandungan Fe dalam tanah tambak relatif tinggi yaitu : 32,50–2436,50 ppm, Tekstur tanah
tambak di 3 kecamatan rata rata didominasi oleh fraksi pasir dengan kelas tekstur lempung berpasir,
lempung liat berpasir yang cukup layak untuk budidaya tambak. Sedangkan beberapa peubah mutu
air memperlihatkan kisaran yang masih layak untuk budidaya tambak, kecuali Nitrat dan alkalinitas
cukup rendah dengan kisaran masing masing ;0,0105–0,0374 mg/L dan 86,1–183,66 mg/L.
Rekomendasi alternatif pengelolaahan budidaya tambak pada tiga kecamatan ini adalah (1)
perbaikan tingkat kesuburan tanah dengan penggunaan pupuk urea dan pupuk organik utamanya
dari kotoran ayam, dan (2) penanaman mangrove (perbaikan jalur hijau) mencegah abrasi yang besar
dan sebagai perangkap polutan yang mencermari perairan tambak ( menurunkan kadar Fe dalam air
dan tanah tambak).
Kata kunci: Kabupaten Serang, kesesuaian tambak, minapolitan Bandeng
PENGGUNAAN SHELTER PADA PENTOKOLAN UDANG VANNAMEI (LITOPENAEUS
VANNAMEI) DENGAN WADAH BAK FIBER
Markus Mangampa
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau
Jl. Makmur Dg Sitakka 129 Maros 90512, Telepon: (0411) 371544
Penelitian penggunaan shelter pada pentokolan udang vaname dengan wadah bak fiberglas (bak
terkontrol) bertujuan untuk mengetahui pengaruh shelter terhadap sintasan dan pertumbuhan udang
vaname yang ditokolkan dalam bak fiberglas. Riset ini dilaksanakan di Marana Maros, Instalasi Riset
BRPBAP, menggunakan 9 bak fiberglas, berukuran 1,0x1,0x0,75 m3/bak dengan perlakuan : jenis
shelter yaitu (A) shelter dari rumput laut dengan metode apung, (B) shelter dari waring hitam dan
(C) tanpa shelter, setiap perlakuan dengan 3 ulangan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa
pentokolan udang vaname selama 15 hari dalam bak fiberglas dengan menggunakan shelter rumput
laut menghasilkan sintasan sebesar 92+1,803%, lebih tinggi dan berbeda nyata dengan pentokolan
menggunakan waring hitam yaitu: 81,03+2.644% dan pentokolan tanpa menggunakan shelter yaitu:
83,49+2.736%. Pertumbuhan antara ke 3 perlakuan relatif tinggi pada pentokolan shelter rumput laut
yaitu 0,099+0,002 g/ekor, dibandingkan dengan pentokolan menggunakan shelter waring hitam yaitu
0,084+0,0026 g/ekor, dan tanpa shelter yaitu 0,087+0,003 g/ekor, namun pertumbuhan ke 3
perlakuan ini berbeda tidak nyata. Perbedaan ini disebabkan karena rumput laut mempunyai
keunggulan spesifik terhadap pentokolan maupun pembesaran udang váname.. Pemeliharaan ini
dilakukan dalam bak terkontrol sehingga umumnya peubah mutu air memperlihatkan kisaran yang
layak untuk budidaya udang, namun beberap peubah mutu air seperti oksigen terlarut dan suhu
memperlihatkan kisaran yang berbeda antara ke 3 perlakuan, namun relatif kecil.
Kata kunci: Pentokolan, pertumbuhan, shelter, sintasan, udang vannamei
ANALISIS KARAKTERISTIK LAHAN, PENENTUAN POTENSI DAN TINGKAT
KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI
PERAIRAN PESISIR KOTA BAU-BAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Mudian Paena
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP)
Jl. Makmur Daeng Sitakkan No. 129 Maros Sulawesi Selatan
[email protected]
Kota Bau-Bau sejak tahun 2000 merupakan salah satu kabupaten sentra produksi rumput laut di
Provinsi Sulawesi Tenggara. Sampai saat ini belum ada informasi yang memadai tentang potensi
dan tingkat kesesuaian lahan budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii) di perairan pesisir Kota
Bau-Bau, demikian pula dengan karakteristik físika dan kimia oseanografinya. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui karakteristik, potensi dan kesesuaian lahan budidaya rumput laut di perairan
pesisir Kota Bau-Bau. Metode penelitian yang dilakukan adalah survei lapangan dan pemanfaatan
sistem informasi geografis. Bahan yang digunakan adalah peta digital Rupa bumi Indonesia wilayah
Kota Bau-Bau dan peralatan survei lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi lahan
budidaya rumput laut di Kota Bau-Bau mencapai 3.685,45 ha, dengan tingkat kesesuaian lahan
sesuai 3,320.72 ha, dan 364,73 tidak sesuai. Karakter perairan pesisir Kota Bau-Bau dicirikan
dengan kecerahan 5,3-10,5 meter, kedalaman 4,5–35 meter, suhu 28,78-30,30oC, pH antara 8,18,17, salinitas 35,88- 36,98 ppt, oksigen terlarut 5,81-6,85 mg/L, bahan organik total 31,79 – 44,84
mg/L, nitrit 0,008 – 0,0014 mg/L, nitrat <0,0008 – 0,0068 mg/L, fosfat 0,0302 – 0,6857 mg/L, besi
0,028 – 0,264 mg/L dan total suspensi 72 - 118 mg/L.
Kata kunci: kesesuaian, Kota Bau-Bau, potensi, rumput laut
PEMELIHARAAN KRABLET KEPITING BAKAU (SCYLLA PARAMAMOSAIN) DENGAN
PERLAKUAN PHOTOPERIOD YANG BERBEDA
Muslimin, Sulaeman dan Noor Bimo Adhiyudanto
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros
Jln. Makmur Dg Sitakka no.129 Maros Sulawesi Selatan
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi pertumbuhan dan sintasan krablet kepiting bakau
(Scylla paramamosain) dengan perlakuan photoperiod yang berbeda. Kegiatan ini dilakukan di
Instalasi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Dusun Lawallu, Kec. Mangkoso Kab. Barru.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah krablet kepiting bakau umur 30 hari dengan
bobot awal dan lebar karapaks adalah 0,02±0,1 g dan 0,04±0,1 mm. Penelitian ini di desain dengan
rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan, di mana masing-masing perlakuan diulang empat
kali. Perlakuan photoperiod yang diujicobakan dalam penelitian ini adalah:
1. Perlakuan A (24 jam gelap)
2. Perlakuan B (18 jam gelap dan 6 jam terang)
3. Perlakuan C (12 jam gelap dan 12 jam terang)
4. Perlakuan D (24 jam terang)
Wadah yang digunakan dalam pemeliharaan krablet berupa toples berbahan kaca berukuran tinggi
22 cm dan diameter 15 cm dengan volume 3 L. Wadah ini diisi air laut salinitas 32 ppt sebanyak 2
L/toples. Kepadatan larva dalam toples sebanyak 8 ekor/toples. Pemberian pakan dilakukan dua kali
sehari (pagi 08.00; sore 18.00 wita). Jenis pakan yang diberikan berupa potongan cumi-cumi, dengan
dosis 15-5% dari bobot badan. Pergantian air dilakukan setiap hari sebanyak 60-70%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan photoperiod berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju
pertumbuhan bobot krablet kepiting bakau. Laju pertumbuhan tertinggi diperoleh pada perlakuan
A(24 jam gelap) dengan nilai sebesar 8,7± 0,3 secara berurut perlakuan C(12 jam gelap; 12 jam
terang) sebesar 8,3±0,8 dan perlakuan D(24 jam terang) sebesar 7,8±0,6 serta terendah pada
perlakuan B 18 jam gelap; 6 jam terang) sebesar 6,6±0,8. Sedangkan sintasan krablet kepiting bakau
tidak berpengaruh terhadap perlakuan photoperiod. Sintasan krablet kepiting bakau tertinggi
diperoleh pada perlakuan C (12 jam gelap;12 jam terang) sebesar 59±10.
Kata kunci: Kepiting Bakau, krablet, photoperiod
SINTASAN DAN PERTUMBUHAN BENIH UDANG PAMA (PENAEUS SEMISULCATUS)
DENGAN PERLAKUAN SUBSTRAT BERBEDA
Muslimin, Sulaeman dan Muh. Tjaronge
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros
Email: [email protected]
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang sintasan dan pertumbuhan benih udang
pama dengan perlakuan substrat yang berbeda. Penelitian ini dilakukan pada bulan OktoberDesember 2009 di Instalasi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Dusun Lawallu Kec.
Mangkoso Kab. Barru. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah benih udang pama (Post
Larva 25) dengan panjang 1,8±0,2 cm dan bobot awal 0,03±0,01 g. Wadah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah bak fiberglass berukuran tinggi 44 cm,diameter 40 cm serta volume 55 L.
Penelitian ini didesain dengan rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan, di mana masingmasing perlakuan diulang tiga kali. Perlakuan yang diujicobakan dalam penelitian ini adalah A.
Substrat tanah tambak; B. Substrat tanah pantai; dan C. Substrat tanah sawah. Hasil penelitian
menujukkan bahwa sintasan dan pertumbuhan bobot benih udang pama berbeda nyata (P<0,05)
antara perlakuan substrat tanah tambak, substrat tanah sawah dan substak tanah pantai, di mana
sintasan dan pertubuhan bobot tertinggi diperoleh pada perlakuan substrat tanah pantai sebesar
71,0±5,5 dan 21,3±0,5. Pertumbuhan panjang benih udang pama tidak berpengaruh nyata terhadap
perbedaan substrat.
Kata kunci: Pertumbuhan, sintasan substrat, udang pama
PARAMETER KUALITAS AIR DALAM POLIKULTUR HUNA CAPIT MERAH (CHERAX
QUADRICARINATUS)
Yohanna Retnaning Widyastuti dan Rani Rahmayani
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor
Kolam ikan air tawar memiliki relung ekologi yang dapat dimanfaatkan secara terintegrasi untuk
membudidayakan beberapa komoditas sesuai kaidah polikultur. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui kualitas air dalam polikultur huna capit merah (Cherax quadricarinatus) guna peningkatan
produktivitas kolam budidaya. Penelitian dilakukan di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya
Air Tawar & Toksikologi, BRPBAT, Bogor. Penelitian dirancang dalam rancangan acak lengkap
(RAL), dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan menggunakan 9 kolam semen berukuran 10m 2 . Perlakuan
A (monokultur) huna dengan kepadatan 10 ekor, B (polikultur 1) : 10 ekor huna + 10 ekor tambakan
dan C (polikultur 2) : 10 ekor huna + 10 ekor tambakan + 3 ekor koan per m 3. Parameter kualitas air
yang diamati :suhu, DO, pH, kesadahan, total bahan organik (TOM), NO 2, NO3, NH4, diukur secara
rutin setiap bulan. Pengamatan selama 24 jam untuk suhu, DO, pH dan kecerahan dengan selang
pengambilan sample setiap 6 jam dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Hasil menunjukan bahwa
kisaran suhu dan pH cenderung sama pada kolam mono maupun polikultur. Kadar oksigen terlarut
pada polikultur huna, tambakan dan koan menurun pada akhir penelitian karena minimnya plankton
pada kolam tersebut. Pada kolam polikultur proses nitrifikasi dan denitrifikasi berjalan dengan baik
sehingga terjadi penurunan kadar amoniak. Polikultur huna, tambakan dan koan menghasilkan
pertumbuhan huna terbaik dengan berat akhir 58.25 ± 14.89 g dan panjang total 12.74 ± 1.14 cm
dibanding kolam monokultur 50.21± 14.00 g dan 12.04 ± 1.16 cm karena didukung kualitas air yang
cenderung lebih baik.
Kata kunci: huna capit merah, kualitas air, polikultur
TEKNIK TRANSPORTASI TERTUTUP BENIH NILA BEST (OREOCHROMIS NILOTICUS)
DENGAN LAMA PENGANGKUTAN BERBEDA
Nuryadi, Vitas Atmadi Prakoso, Gleni Hasan Huwoyon dan Rudhy Gustiano
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Jl. Sempur No. 1, Bogor 16151
 [email protected]
Ikan nila merupakan jenis ikan pangan potensial bagi budidaya air tawar dan memerlukan riset dalam
penanganan dan metode pengangkutannya untuk mendukung kegiatan budidaya dan perdagangan
di masa mendatang. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah mengetahui metode transportasi
dan penanganan yang baik pada benih ikan nila. Benih ikan yang digunakan berkisar antara 3-5 cm.
Padat tebar yang digunakan sebanyak 50 ekor per liter yang dimasukan dalam kantong plastik yang
diberi air dan gas oksigen dengan perbandingan 1:3 yang disimpan dalam box styrofoam. Benih ikan
nila yang digunakan pada penelitian ini merupakan populasi Nila BEST. Lama perlakuan adalah 12,
24 dan 36 jam dengan tiga ulangan. Setelah ikan dikeluarkan dari kantong plastik, ikan dipelihara
selama 2 hari dan diberi pakan komersial sebanyak 3-5% bobot tubuh per hari. Sintasan diamati
selama penelitian dan setelah 2 hari masa pemeliharaan. Hasil yang diperoleh memperlihatkan
bahwa lama pengangkutan terbaik pada benih nila BEST didapat pada perlakuan 12 jam dengan
sintasan tertinggi pada perlakuan 12 jam (99,7%), 24 jam (98,0%) dan 36 jam (95,0%). Perbedaan
antar perlakuan tidak berbeda nyata.
Kata kunci: benih nila best (Oreochromis niloticus), transportasi, waktu
KESEIMBANGAN DISTRIBUSI ZOO-FITOPLANKTON PADA BUDIDAYA UDANG
VANAMEI POLA TRADISIONAL DENGAN PENAMBAHAN SUMBER KARBOHIDRAT
Sahabuddin, A.Sahrijanna dan Gunarto
Peneliti pada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau
Email : [email protected]
Kegiatan penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keseimbangan distribusi zoofitoplankton di tambak pada budidaya udang vanamei pola tradisional dengan penambahan sumber
karbohidrat. Perlakuan dalam riset yakni; a).Tepung tapioka 40% 3-5 hari sekali; b) Fermentasi
probiotik 5 ppm; dan c) Kontrol. Hasil kegiatan ditemukan fitoplankton yakni pada perlakuan; a)
Navicula sp, Pleurosigma sp, Prorocentrum sp, Oscillatoria sp, sedang zooplankton didominasi dari
kopepoda dan juga terdapat genera Branchionus sp. Pada perlakuan b) di dominasi kopepoda,
kemudian terdapat fitoplankton dari genera Oscillatoria sp, Coscinodiscus sp. Nilai indeks
diversitasnya antara 1,1235-1,3321; sedang indeks keseragamannya yakni ; 0,6634-0,9323;
dominansinya yakni ; 0,1-0,4. Perlakuan fermentasi 5 ppm cenderung mempunyai populasi plankton
yang cukup tinggi.
Kata kunci: Distribusi, karbohidrat, plankton, vanamei
PERTUMBUHAN KERANG KEPAH POLYMESODA EROSA (SOLANDER, 1786) YANG
DI PELIHARA PADA TAMBAK DI DELTA MAHAKAM PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Samsul Rizal1, Johannes Hutabarat2, Ita Widowati2
1) Mahasiswa Double Degree Beasiswa Unggulan Konsentrasi Perencanaan dan Pengelolaan Sumberdaya
Kelautan Progam Studi Magister Manajemen Sumber Daya Pantai Universitas Diponegoro, Semarang.
2) Staf Pengajar Magister Manajemen Sumber Daya Pantai Universitas Diponegoro, Semarang.
Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan tambak tidak produktif di Delta Mahakam, dengan
cara melakukan ujicoba pemeliharaan kerang kepah (Polymesoda erosa) adapun aspek yang dikaji
yaitu pertumbuhan morfometrik (panjang cangkang, tinggi cangkang, tebal cangkang), pertumbuhan
biometrik (berat total), kelangsungan hidup dan kondisi lingkungan kerang kepah pada tambak dua
jenis tambak. Metoda penelitian yaitu eksperimental lapangan. Rancangan percobaan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok. Faktor A yaitu kelas ukuran
kerang yang terdiri dari kelas ukuran I (40 – 60,99 mm), II (61 – 80,99 mm) dan kelas ukuran III (81 –
100 mm). Faktor B yaitu lokasi penelitian dimana tambak Rhizophora sp dan tambak tanpa
bervegetasi. Untuk menganalisis tambak dan kelas ukuran apakah berpengaruh terhadap
pertumbuhan digunakan uji ANOVA 1 arah. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan tambak dan
kelas ukuran berpengaruh terhadap pertumbuhan morfometrik, biometrik. Pertumbuhan panjang
cangkang lebih cepat dari pada tinggi dan tebal cangkang, pertumbuhan kerang pada tambak
Rhizophora sp lebih baik dari tambak tanpa vegetasi. Kelangsungan hidup kerang Rhizophora sp 100
%, sedangkan tambak tanpa vegetasi 90,12 %. Parameter lingkungan seperti suhu, oksigen terlarut,
salinitas dan pH masih mendukung bagi perkembangan kerang kepah.
Kata Kunci: Delta Mahakam, kelas ukuran, pertumbuhan, Polymesoda erosa, tambak
DINAMIKA PLANKTON PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (PENAEUS MONODON)
SISTEM MODULAR DI TAMBAK DENGAN KONDISI YANG EKSTRIM
Suwardi Tahe dan Machluddin Amin
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau
Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Telp (0411) 371544
E=mail litkanta @ indosat,net.id
Plankton merupakan pakan alami yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan
sintasan udang pada sistem budidaya udang smiintensif di tambak. Penelitian ini dilaksanakan di
Instalasi Tambak Percobaan Maranak, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui dinamika plankton pada budidaya udang windu (Penaeus
monodon) sisem modular di tambak dengan kondisi yang ekstrim. Penelitian menggunakan 4 petak
tambak ukuran 2500 m 2 dan tandon sebagai sumber air. Sebelum penebaran udang terlebih dahulu
dilakukan persiapan tambak yang meliputi: Pengeringan tambak, pengapuran dengan kapur bakar
2000 kg/ha, pemberantasan hama dengan saponin 20 kg/ha. Untuk menumbuhkan pakan alami
dilakukan pemupukan dasar urea dan SP-36 dosis masing-masing 150 kg/ha dan 200 kg/ha. Hewan
uji adalah tokolan udang windu bobot awal rata-rata 0,074 ± 0,02 g yang ditebar dengan kepadatan
60.000 ekor/ha atau 15000 ekor/petak. Penelitian menggunakan dua perlakuan masing-masing terdiri
dua ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah A=Pemindahan udang 45 hari pemeliharaan dan B=
Tanpa pemindahan udang. Selama pemeliharaan 70 hari udang diberi pakan komersil dosis 50-3%
menurun seirng dengan bertambahnya berat biomassa udang. Pengambilan sampel plankton
dilakukan dengan menyaring air tambak menggunakan plankton net no 25. sebanyak 100 L,
kemudian disaring dan dipadatkan menjadi 100 mL, selanjutnya sampel diawetkan dengan
menggunakan larutan lugol 1 cc. Identifikasi jenis plankton dilakukan di Laboratorium mrnggunakan
mikroskop yang berpedoman pada buku identifikasi plankton dan perhitungannya menggunakan
Sedwick Rafter Counting Cell. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah individu plankton
pada perlakuan A dan B masing-masing 103 dan 80 ind/L dan jumlah genera diperoleh pada
perlakuan A 6 jenis dan perlakuan B 5 jenis. Indeks keragaman yang diperoleh selama penelitian
pada perlakuan A 1,033 dan perlakuan B 1,008. Indeks keseragaman pada perlakuan A dan B
masing-masing 0,636 dan 0,737. Indeks dominansi pada perlakuan A 0,500 dan B=0,442
Kata kunci: Modular, plankton, salinitas tinggi, tambak
TOLERANSI BENIH IKAN MAS RAJADANU PADA BERBAGAI SALINITAS BERBEDA
Vitas Atmadi Prakoso, M.H. Fariduddin Ath-thar  dan Otong Zenal Arifin
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Jl. Sempur No. 1, Bogor 16151

[email protected]
Peningkatan permintaan ikan mas dan ketersediaan perairan payau telah meningkatkan kesempatan
untuk mengembangkan strain baru yang cocok untuk dibudidayakan di perairan tersebut. Ikan Mas
strain Rajadanu yang memiliki performa pertumbuhan unggul merupakan salah satu kandidat strain
yang akan dibudidayakan pada perairan payau. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk melakukan
evaluasi toleransi salinitas larva dan benih ikan nila Mas Rajadanu. Perlakuan yang diberikan adalah
salinitas 0 ppt (kontrol), 4 ppt, 8 ppt dan 12 ppt dengan masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Ikan
uji yang digunakan adalah benih ukuran 2-5 cm. Metode perlakuan dilakukan dengan memindahkan
ikan secara langsung ke dalam media bersalinitas tanpa dilakukan aklimatisasi. Hasil yang diperoleh
memperlihatkan bahwa benih ikan mas rajadanu dapat hidup dengan sintasan diatas 90% pada
salinitas 4 – 8 ppt, tetapi pertumbuhan panjang dan bobotnya lebih lambat dibandingkan dengan
kontrol (0 ppt). Disimpulkan bahwa larva dan benih ikan mas Rajadanu dapat hidup dengan baik
hingga salinitas 8 ppt, namun pemeliharaan ikan mas rajadanu di perairan bersalinitas menyebabkan
penurunan pada laju pertumbuhan panjang dan bobot.
Kata kunci : Ikan Mas Rajadanu, Pertumbuhan, Salinitas
PENGARUH WARNA WADAH TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN
PERTUMBUHAN LARVA IKAN BALASHARK (BALANTIOCHEILUS MELANOPTERUS)
Tutik Kadarini, Nurul Tri Jayanti, Eni Kusrini, Siti Subandiyah dan Lili Sholichah
Kematian tertinggi saat ikan mulai makan dan salah satu faktor yang mempengaruhi adalah seperti
jenis pakan, pencahayaan dan kekontrasan warna wadah, Penyesuaian diri dengan parameter
tersebut akan meningkatkan efisiensi larva dalam memangsa pakan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh wadah berbeda terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva
balashark (Balantiocheilus melanopterus ). Wadah yang digunakan baskom volume 5 liter sebanyak
12 buah. Wadah berwarna digunakan sekaligus sebagai perlakuan adalah a.Putih. b. Merah c.
Kuning, dan d. Hijau, dimana masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Ikan uji yang digunakan
larva balashark umur 6 hari dan ditebar kepadatannya 10 ekor/L.. Jenis pakan artemia diberikan
secara adlibitum (sekenyangnya) dan frekuensi pemberian tiga kali sehari. Rancangan percobaan
yang digunakan Rancangan Acak lengkap. Parameter yang diamati kelangsungan hidup,
pertumbuhan dan kualitas air. Pengamatan pertumbuhan dengan menimbang dan mengukur panjang
larva setiap 10 hari sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dari warna wadah
putih,merah,kuning dan hijau yang terbaik adalah warna wadah putih.
VALIDASI POTENSI KAWASAN PESISIR, LUAS TAMBAK DAN LAHAN POTENSIAL
UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA TAMBAK DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG,
PROVINSI
SULAWESI
TENGAH
DENGAN
MENGGUNAKAN
TEKNOLOGI
PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Utojo dan Hasnawi
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Jalan Makmur Daeng Sitakka No. 129 Maros 90512, Sulawesi
Selatan
Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah memiliki kawasan pesisir yang cukup potensial untuk
pengembangan budidaya tambak, namun sampai saat ini belum diperoleh data rinci potensinya
karena rencana tataruang wilayah pesisir belum terinventarisir secara lengkap. Adanya laju
perubahan fungsi lahan yang cepat menyebabkan adanya perubahan ekosistem, karakteristik lahan
dan tipologi pesisir serta potensi kawasan pertambakan, sehingga diperlukan akurasi data terkini
melalui validasi potensi, luas tambak dan lahan potensial untuk budidaya tambak. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan potensi, luas tambak dan lahan potensial untuk budidaya tambak yang
akurat dan terkini di Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah. Penentuan potensi, luas tambak
dan lahan potensial budidaya tambak bersumber dari citra landsat-7ETM akuisisi 2002 dan peta
Rupa Bumi Indonesia skala 1:50.000, lembar Parigi Moutong sebagai peta dasar. Mekanisme
pemetaan potensi, luas tambak dan lahan potensial budidaya tambak yang akurat dan terkini melalui
hasil klasifikasi citra dengan hasil digitasi peta Rupa Bumi Indonesia yang diintegrasikan
menggunakan analisis spasial dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mendapatkan peta
awal. Keakuratan peta awal ditingkatkan dengan survei lapang dan didapatkan peta akhir potensi,
luas tambak dan lahan potensial budidaya tambak yang akurat dan terkini. Hasil analisis spasial
menggunakan Sistem Informasi Geografis, di dapatkan data potensi lahan budidaya tambak di
Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah seluas 23.805 ha, luas tambak yang ada 5.400 ha dan
lahan potensial untuk budidaya tambak seluas 18.405 ha yang tersebar di enam kecamatan pesisir.
Luas lahan mangrove di Kabupaten Parigi Moutong adalah 7.509 ha yang didominasi Rhizophora,
Avicennia, Bruguiera dan Nypa. Lahan potensial untuk budidaya tambak di Kabupaten Parigi
Moutong, sebagian besar berasal dari kawasan mangrove dan sawah lahan kering.
Kata kunci: Kabupaten Parigi Moutong, lahan potensial budidaya tambak, luas tambak, penginderaan
jauh dan sistem informasi geografis, validasi potensi
,
Download