5 manfaat dan nilai ekonomi tnds

advertisement
46
5 MANFAAT DAN NILAI EKONOMI TNDS
Manfaat TNDS
Identifikasi manfaat TNDS dilakukan dengan analisis fungsi yaitu
menterjemahkan karakteristik ekosisitem ke dalam daftar barang dan jasa (De
Groot et al. 2002). Ini berguna untuk melihat dan menentukan ketersediaan saat
ini dan potensi ekosistem dalam konteks ekologi dan biofisik. Dari hasil
identifikasi yang telah dilakukan maka manfaat dari TNDS adalah:
1 Pemeliharaan keanekaragaman hayati
TNDS merupakan habitat penting bagi flora dan fauna. Untuk mengukur
pentingnya jasa pemeliharaan keanekaragaman hayati ini, nilai (ekologi)
ditentukan berdasarkan keragaman, keunikan dan integritas.
(a) Keragaman: TNDS memiliki keragaman ekosistem yang tinggi, yang
merupakan area kunci bagi konservasi di pulau Kalimantan. Hutan rawa
gambut dan danau merupakan rumah bagi 675 jenis tumbuh-tumbuhan, 266
jenis ikan, 310 jenis burung, 515 jenis mamalia, 8 jenis kura-kura air tawar
dan 5 jenis labi-labi serta 3 jenis buaya terdapat di kawasan ini (RPJM TNDS
2007-2011). Sementara itu juga merupakan rumah bagi tumbuhan yang
berjumlah 794 jenis (species) yang tergolong dalam 99 familia (Giesen 2000),
termasuk didalamnya 136 spesies anggrek.
(b) Keunikan: ada beberapa spesies endemik di TNDS, untuk jenis hewan yaitu:
1 jenis reptil, 5 spesies burung, 26 spesies mamalia, 78 persen spesies ikan air
tawar yang ada merupakan endemic air tawar Kalimantan. Sementara itu
jumlah tumbuhan endemik ada 59 marga (Giesen 1987), dan terdapat pula
spesies rumput air yang tidak biasa dan terdapat 30-43 spesies endemik
(Giesen & Agloinby 2000). Tumbuhan khas dan asli yaitu tembesu/
tengkawang (Shorea beccariana). Selain itu juga terdapat tumbuhan hutan
dataran rendah seperti jelutung (Dyera costulata), ramin (Gonystylus
bancanus), meranti (Shorea sp.), keruing (Dipterocarpus sp.), dan kayu ulin
(Eusideroxylon zwageri).
(c) Integritas: Taman ini meliputi 132.000 ha dan terdiri dari zona inti, yang
merupakan serangkaian danau musiman yang saling berhubungan (sekitar
82.000 ha), dengan daerah sekitarnya adalah lahan kering.
2 Pengatur pasokan air
Di TNDS terdapat dua buah sungai utama yaitu sungai Tawang dan sungai
Leboyan. Sungai Tawang merupakan sungai yang menghubungkan antara sungai
Kapuas dengan danau di komplek TNDS, sedangkan sungai Leboyan berhulu ke
sungai Embaloh.
Curah hujan tahunan di TNDS berfluktuasi sekitar 3.900 mm per tahun,
sementara bukit-bukit sekitarnya dan daerah tangkapan air pegunungan menerima
4.500-6.000 mm per tahun (Aglionby 2000). Pada bagian atas cekungan Kapuas
sangat datar, dan air dari Sungai Kapuas berkumpul pada bagian hulu secara alami
dekat Semitau, yaitu bagian hilir dari TNDS. Karena tingkat curah hujan tinggi,
sebagian besar daerah dataran rendah di cekungan dibanjiri pada bulan-bulan
basah. Tiga perempat dari danau atau sekitar 6.500 km2 bagian atas Kapuas
adalah termasuk dalam TN. Danau-danau bertindak sebagai buffer untuk sistem
47
Sungai Kapuas, pencegah banjir dan ketinggian air penyangga di musim kemarau.
Menurut model yang dikembangkan oleh Klepper (1994), seperempat dari puncak
banjir Sungai Kapuas hulu tersedot ke TNDS dan hutan rawa, sehingga secara
signifikan mengurangi banjir di bagian hilir. Selama musim kemarau, hingga 50
persen air di Sungai Kapuas bagian atas terdiri dari air yang mengalir dari danau
dan hutan rawa, sehingga mempertahankan tingkat air dan menjaga pasokan air di
hilir.
Selain itu aliran sungai Tawang dan Kapuas merupakan potensi untuk
pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan sebagai air baku yang potensial untuk
kebutuhan penduduk di sekitar aliran sungai Kapuas dan kecamatan-kecamatan
terdekat. Potensi ini sudah mulai dirintis dengan dikerjakannya proyek
pembangkit listrik mikro hidro di beberapa tempat di TNDS (Indriatmoko 2010).
3 Rekreasi dan pariwisata
Pemanfaatan potensi pariwisata masih sangat kecil bila dilihat dari jumlah
kunjungan yang datang ke TNDS, dimana pada tahun 2010 tercatat oleh Balai
TNDS hanya 121 orang yang datang berkunjung. Jumlah pengunjung masih jauh
lebih rendah dibandingkan dengan taman nasional lain yang ada di Indonesia. Hal
ini diduga karena beberapa hal yang berkaitan dengan manajemen pariwisata yang
ada saat ini. Jika kapasitas manajemen meningkat dalam hal infrastruktur yang
lebih baik, peralatan dan personil, perluasan dan promosi taman bisa menerima
lebih banyak pengunjung. Usaha pemerintah daerah kabupaten Kapuas Hulu
dalam mempromosikan TNDS ini adalah dengan menggelar festival TNDSTNBK pada tanggal 28 November 2011 yang lalu. Menurut Drs. Alexander
Rombonang,MMA (Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwsata Kapuas Hulu)
mengatakan bahwa Festival Danau Sentarum yang baru pertama kali dilaksanakan
tersebut bertujuan untuk memperomosikan objek wisata Danau Sentarum yang
sudah ditetapkan sebagai destinasi objek wisata nasional di Indonesia.
4 Penyimpan karbon
TNDS merupakan situs aktif gambut pembentuk habitat. Menurut Anshari
2010 gambut di taman ini mulai terbentuk pada kuarter akhir dan telah
memainkan peran penting dalam siklus karbon global masa lalu dan saat ini.
Sebuah studi awal 2007 untuk mengkuantifikasi penyimpanan karbon organik
total dalam hutan rawa gambut TNDS telah mengungkapkan kedalaman gambut
sangat bervariasi, mulai 2,0-9,6 meter. Nilai pH, abu, dan total nitrogen sangat
rendah. Bulk density berkisar 0,08-0,1 g [cm.sup.-3]. Dan konsentrasi rata-rata
karbon organik total 53 persen. Penyimpanan karbon rata-rata dalam sampel
adalah 2.800 ([+ atau -] 1.200) t C / ha, sekitar 10 kali karbon atas tanah
penyimpanan di hutan hujan primer. Variasi di antara sampel adalah tinggi
(1,000-4,000 t / ha), terutama karena variasi kedalaman gambut. Penyimpanan
karbon total dalam hutan rawa gambut TNDS diperkirakan mencapai 33,5 juta
ton, setara dengan sekitar 122,6 juta ton C [O.sub.2].
5 Gudang berbagai hasil sumberdaya alam
Berbagai hasil alam yang dihasilkan di TNDS yaitu: perikanan, kehutanan,
pertanian, hasil hutan non kayu. Sektor perikanan memang menjadi urat nadi bagi
masyarakat di TNDS, hasil ikan dari TNDS merupakan pasokan utama (40-60
persen) ikan air tawar di Kalimantan Barat (TNDS 2011). Hasil kayu dari hutan
TNDS merupakan andalan bagi masyarakat untuk membuat bangunan rumah dan
keperluan lainnya, bahkan sempat menjadi incaran kegiatan penebangan liar.
48
Kegiatan pertanian di TNDS adalah berupa kegiatan berladang berpindah dengan
tanaman utama padi diselingi jenis-jenis palawija seperti jagung, timun, dan lainlain yang umumnya untuk dikonsumsi sendiri.
Hasil hutan non kayu yang dihasilkan di TNDS sangat beragam. Namun
yang menjadi andalan utama adalh madu hutan.Madu hutan ini dihasilkan oleh
lebah liar (Apis dorsata). Lebah liar tersebut datang ke kawasan secara musiman
pada saat pohon-pohon mulai berbunga yang berlangsung antara bulan
November-Maret setiap tahunnya. Hasil hutan non kayu, seperti rotan, bemban,
pandan, tumbuhan obat, tumbuhan pewarna telah dimanfaatkan sejak dulu oleh
masyarakat. Hasil hutan non kayu tersebut sebagai bahan baku untuk kerajinan,
alat-alat penangkap ikan, alat-alat kebutuhan rumah tangga, maupun bahan
pembuat samak, obat-obatan, bahan konsumsi serta kebutuhan lainnya.
6 Ruang bagi mahluk hidup
TNDS dengan luasan 132.000 ha merupakan ruang bagi berbagai kegiatan
mahluk hidup yang tinggal di dalamnya. TNDS berisi pemukiman manusia, yang
sudah ada sebelum TNDS dibentuk. Ada 45 kampung permanen dan 10 kampung
non permanen di dalam TNDS, yang merupakan tempat hidup bagi manusia
dengan segala aktivitasnya. Keberadaan manusia dalam TNDS mengindikasikan
adanya kegiatan budidaya, produksi energy dan interaksi antara mahluk hidup
yang ada. Sebagai ruang hidup, tidak hanya manusia tetapi juga mahluk hidup
lainnya seperti habitat untuk berbagai jenis flora dan fauna yang beraneka ragam.
Keberadaan mahluk hidup yang bersimbiosis dengan alam lingkungan yang
ada menjadi ruang tempat penelitian, rekreasi dan lain sebagainya. Sehingga
TNDS memberikan dan menyediakan berbagai informasi ilmiah, estetika dan juga
spiritual.
Dari identifikasi tersebut maka jenis barang dan jasa yang dihasilkan oleh
TNDS bisa diklasifikasikan berdasarkan kegunaan yaitu telah digunakan (usefull)
dan belum digunakan (not usefull yet), serta barang dan jasa yang memiliki pasar
(marketable) dan belum memiliki pasar (not marketable). Hasil klasifikasi
tersebut dapat dilihat pada matriks berikut:
U
s
e
f
u
l
l
Useful
Not marketable
Not use
Not marketable
Useful
Marketable
Not use
Marketable
Marketable
Gambar 10 Klasifikasi jenis barang dan jasa yang dihasilkan oleh TNDS
berdasarkan kegunaan dan pasar yang tersedia
49
Karena tidak semua barang dan jasa tersebut digunakan saat ini, dan yang
digunakan saat ini belum semuanya memiliki pasar, sehingga seringkali kawasan
konservasi atau kawasan sumberdaya alam lainnya dianggap tidak bernilai.
Akibatnya pengelolaan terhadap kawasan tersebut tidak dilakukan sebagaimana
mestinya dan dianggap sebagai beban karena harus dibiayai. Ini mengindikasikan
bahwa pemanfaatan terhadap hasil TNDS masih lemah, karena secara ekonomi
lemah. Hal ini disebabkan adanya manfaat yang hilang dan tidak digunakan
sebagaimana mestinya.
Terjadinya deforestrasi hutan dan degradasi lingkungan di TNDS
menunjukkan bahwa pengelolaan belum berjalan dengan baik. Tidak stabilnya
sistem hidrologi, rusaknya sistim iklim dan musim yang tak menentu, seringnya
terjadi kebakaran hutan dapat menyebabkan stabilitas ekonomi terganggu.
Biodiversity yang semakin menurun merupakan hambatan dalam pemenuhan
ekonomi masyarakat di masa depan, hal ini berarti potensi barang dan jasa yang
dihasilkan akan hilang yang menyebabkan manfaat yang dihasilkan juga akan
hilang.
Untuk mengubah penggunaan/pemanfaatan yang masih rendah menjadi
tinggi memang harus dilakukan secara hati-hati, dirancang dengan memperhatikan
lingkungan dan biodiversity yang ada. Salah satu cara masuk adalah dengan
mengetahui nilai potensi yang ada di TNDS dengan melakukan penilaian terhadap
barang dan jasa yang dihasilkan oleh TNDS.
Nilai Ekonomi TNDS
Nilai Guna Langsung
Nilai guna langsung yang dinilai dalam penelitian ini dibatasi pada hasilhasil yang diperoleh oleh masyarakat di dalam kawasan, yang terdiri dari nilai
dari perikanan tangkap, madu, karet, padi ladang dan kayu bakar.
Nilai Ekonomi Perikanan Tangkap
Nilai ekonomi perikanan tangkap dihitung dengan menggunakan pendekatan
langsung (harga pasar) terbatas jenis ikan tertentu yang diusahakan untuk dijual.
Masyarakat di TNDS hampir semuanya bermata pencaharian sebagai nelayan.
Pada umumnya masyarakat menangkap ikan dengan menggunakan sarana
transportasi berupa sampan, long boat,
dan peralatan menangkap ikan
menggunakan pancing, jala, rabai, tempilar, jermal, pukat, bubu warin dan bubu
bidang . Masyarakat melakukan aktifitas menangkap ikan setiap harinya, dengan
trip dalam sehari rata-rata 1-2 kali. Dari hasil wawancara disebutkan jenis ikan
yang paling sering mereka tangkap dan sering didapat adalah ikan toman (Channa
micropeltes), biawan (Helostoma temminckii), lais jungan (Kriptopterus apogon),
dan ikan belida (Notopterus sp). Sementara dari Balai TNDS dinyatakan ada 25
jenis ikan yang dominan ditangkap dan diperdagangkan dari perairan Danau
Sentarum, seperti pada Tabel 9.
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai ekonomi perikanan tangkap di TNDS
secara keseluruhan adalah sebesar Rp 15.505.850.000/tahun atau sebesar Rp
117.468,56/ha/tahun.Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
50
Tabel 9 Jenis ikan yang umumnya ditangkap dan diperdagangkan dari perairan
TNDS
No.
Jenis ikan
Dijual dalam bentuk
1
Toman (Channa micropeltes)
Ikan segar, ikan asin dan kerupuk
2
Runtuk (Channa bankanensis)
Ikan segar, ikan asin dan kerupuk
3
Kerandang (Channa pleuropthalmus) Ikan segar, ikan asin dan kerupuk
4
Delak (Channa striata)
Ikan segar, ikan asin dan kerupuk
5
Biawan (Helostoma temminckii)
Ikan segar dan ikan asin
6
Kaloi (Osphronemus gouramy)
Ikan segar dan ikan asin
7
Piam (Leptobarbus hoevenii)
Ikan segar, ikan asin dan kerupuk
8
Belida (Notopterus sp)
Ikan segar dan kerupuk
9
Kelabau (Osteochilus triporos)
Ikan segar
10 Menyadin (Osteochilus triporos)
Ikan segar
11 Tengadak (Barbodes schanenfedii)
Ikan segar
12 Tengalan (Puntioplites bulu)
Ikan segar
13 Tebirin (Belodontichthys dinema)
Ikan segar
14 Lais jungang (Kriptopterus apogon)
Ikan salai
15 Lais butu (Ompok hypopthalmus)
Ikan salai
16 Bauk ketub (Thynnichthys polylepis) Ikan segar
17 Baung (Mystus nemurus)
Ikan segar dan ikan asin
18 Tapah (Wallago laeri)
Ikan segar
19 Betutu (Oxyeleotris marmorata)
Ikan segar
20 Juara (Pangasius polyuranodon)
Ikansegar dan ikan asin
21 Ulang-uli (Botia macracanthus)
Ikan hias
22 Siluk (Scleropages formosus)
Ikan hias
23 Ringau (Datnoides microlepis)
Ikan hias
24 Engkadik (Botia hymenophysa)
Ikan hias
25 Seluang merah (Epalzeorhynchus Ikan hias
kalopterus
Sumber: Data Statistik Balai TNDS 2011
Hasil valuasi ekonomi untuk ikan ini jauh lebih tinggi dari valuasi ekonomi
ikan tahun 2007 sebesar Rp 10.152.650,27/tahun (Handayani 2008), hal ini diduga
karena perbedaan pendekatan yang dilakukan dan harga ikan yang sudah berubah
menjadi lebih tinggi dibanding 5 tahun yang lalu. Handayani menggunakan
metode Effect on Production (EOP), sementara penelitian ini langsung
menggunakan harga pasar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa ikan
sudah memiliki pasar yang jelas.
Nilai Ekonomi Madu
Untuk menghitung nilai ekonomi madu yang dihasilkan di TNDS digunakan
pendekatan dengan menggunakan harga pasar dari nilai hasil penjualan madu
yang diorganisir oleh APDS. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa semenjak
berdirinya APDS pada tahun 2006, sebagian besar madu yang dihasilkan oleh
masyarakat di jual ke APDS. Tercatat bahwa hasil produksi madu tertinggi
diperoleh pada tahun 2008-2009, dimana saat itu produksi madu yang dihasilkan
51
sebanyak 16.214 kg. Harga madu yang berlaku pada tahun tersebut Rp 45.000/kg.
Berikut data hasil penjualan madu semenjak APDS berdiri (Tabel 10):
Tabel 10 Hasil penjualan madu dari hasil tikung di TNDS melalui APDS
Uraian
2006-2007
5
89
7.378
7683
4.329
4.320
28.000
Jumlah periau
Jumlah anggota
Luas (ha)
Jumlah tikung
Produksi (Kg)
Terjual (Kg)
Harga (Rp/kg)
Omzet penjualan
120.960.000
(Rp)
Sumber: Data penjualan APDS
Tahun
2007-2008
2008-2009
8
8
158
175
12.363
12.363
13.253
15.764
163
16.214
105
15.850
28.000
45.000
3.008.000
714.001.500
2009-2010
9
217
15.607
16.863
4.219
4.179
45.000
227.131.000
Dari data tersebut di atas tampak bahwa hasil madu yang dihasilkan tidak
stabil, hal ini disebabkan oleh faktor alam yang terjadi di daerah periau tersebut.
Faktor alam sangat menentukan hasil madu yang dihasilkan. Walaupun jumlah
periau, jumlah anggota dan jumlah tikung serta luasan bertambah tapi tidak secara
signifikan memperbesar produksi madu yang dihasilkan, dapat diilustrasikan pada
Gambar 11.
Produksi Madu di TNDS
20000
15000
Jlh anggota
10000
Luas (ha)
5000
Jlh tikung
Produksi (kg)
0
2006-2007
2007-2008
2008-2009
2009-2010
Gambar 11 Produksi madu dari hasil tikung anggota periau di TNDS
Nilai ekonomi ini diperoleh dari hasil produksi madu tertinggi yang pernah
dihasilkan oleh para periau dikalikan dengan harga pasar yang berlaku saat ini.
Dari perhitungan nilai ekonomi produksi madu diperoleh hasil sebesar Rp
729.630.000/tahun atau sama dengan Rp 59.017,23/ha/tahun. Nilai ini merupakan
nilai pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan madu yang dibeli oleh APDS
dari anggota periaunya. Nilai ekonomi dari madu tersebut di atas belum
menggambarkan nilai madu yang sesungguhnya yang dapat dihasilkan di TNDS,
karena nilai tersebut hanya menghitung hasil produksi madu yang berasal dari
tikung. Padahal di TNDS madu selain dihasilkan dari tikung, juga dihasilkan dari
52
lalau dan repak. Selain itu hanya madu yang dihasilkan anggota periau yang
dihitung, kenyataannya masih ada masyarakat yang belum menjadi anggota periau
yang juga mengusahakan tikung dan menjual langsung hasil madunya.
Nilai Ekonomi Karet
Nilai ekonomi karet dimasukkan dalam perhitungan valuasi ekonomi karena
keberadaan dari kebun karet milik masyarakat, terutama masyarakat Dayak yang
ada di TN. Masyarakat melayu saat penelitian juga sudah mulai melakukan
penanaman karet pada 2-3 tahun terakhir, tapi belum ada yang menghasilkan.
Sehingga dalam valuasi untuk nilai karet hanya menghitung dari masyarakat
Dayak yang ada. Nilai getah karet diduga dari potensi getah karet yang ada di
dalam kawasan TNDS dan dikalikan dengan harga getah karet yang berlaku di
pasar.
Berdasarkan data dan perhitungan yang telah dilakukan maka nilai ekonomi
karet untuk TNDS adalah sebesar Rp 2.218.796.000/tahun atau sama dengan Rp
16.809,06/ha/tahun. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Nilai Ekonomi Ladang (Padi)
Nilai ekonomi ladang juga dimasukkan dalam perhitungan valuasi, karena
ladang masyarakat umumnya berada di dekat sungai dan merupakan satu kesatuan
ekosistem TNDS. Seperti karet, ladang diusahakan tiap tahunnya oleh masyarakat
Dayak yang tinggal di dalam kawasan. Nilai ladang diduga dari potensi ladang
yang ada di dalam kawasan TNDS dan harga beras yang berlaku di pasar.
Berdasarkan hasil perhitungan maka nilai ekonomi hasil ladang di TNDS
sebesar Rp 81.200.000/tahun atau sama dengan Rp 35.826,01/ha/tahun.
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil ladang biasanya
tidak cukup untuk makan selama satu tahun. Hasil ladang ini semuanya untuk
dimakan. Selain faktor keberuntungan karena tidak terkena hama dan faktor alam
lainnya, keahlian dalam mengelola ladang dan banyaknya ladang yang dimiliki
atau diolah oleh satu keluarga menjadi penentu untuk keberhasilan hasil ladang
yang didapat nantinya. Seperti tahun 2011 saat penelitian dilakukan, ladang
penduduk tidak menghasilkan karena habis dimakan hama belalang.
Nilai Ekonomi Kayu Bakar
Masyarakat di dalam TNDS sebagian besar masih menggunakan kayu bakar
dalam kegiatan memasak sehari-hari yang diperoleh dari lingkungan sekitar
tempat tinggal mereka. Selain itu juga kayu bakar digunakan untuk bahan bakar
membuat ikan salai dan kerupuk kering/basah. Ini menunjukkan ketergantungan
terhadap kayu bakar tersebut masih cukup tinggi, dan bila dinilai secara ekonomi
akan memberikan nilai yang cukup tinggi pula. Kayu bakar merupakan nilai guna
langsung dari hutan dengan potensi yang melimpah di sekitar kawasan tempat
tinggal masyarakat, karena kayu bakar belum ada nilainya, masyarakat tinggal
mengumpulkan dan mengambilnya secara gratis dari alam.
Untuk menghitung nilai ekonomi kayu bakar digunakan pendekatan dengan
menggunakan biaya pengadaan. Pendekatan dengan biaya pengadaan sangat
ditentukan oleh karakteristik sosial ekonomi masyarakat pengguna suatu
komoditi. Berdasarkan data dan hasil perhitungan menggunakan regresi linier
berganda maka diperoleh model kurva permintaannya adalah :
53
Y = 7.86 - 0.000033 X1 - 0.00000022 X2 + 0.0164 X3 + 0.110 X4 - 0.103 X5 + 0.114 X6
Nilai ekonomi kayu bakar diduga dengan model tersebut di atas dengan
menganggap variabel lain tetap (dalam hal ini digunakan nilai rata-rata), sehingga
konsumsi kayu bakar hanya ditentukan oleh biaya pengadaan (harga).
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai kesediaan berkorban, nilai yang
dikorbankan, dan surplus konsumen kayu bakar berturut-turut adalah Rp
3.133.090,50/orang/tahun; Rp -196.389,50/orang/tahun; dan Rp 3.329.491,50/
orang/tahun. Lampiran 4 menyajikan perhitungan nilai ekonomi kayu bakar.
Selanjutnya untuk penghitungan nilai ekonomi total akan digunakan nilai surplus
konsumen yang diperoleh. Maka nilai ekonomi kayu bakar untuk TNDS adalah
Rp 25,22/ha/tahun.
Nilai rekreasi dan pariwisata
Nilai rekreasi dan pariwisata merupakan nilai manfaat langsung atau dapat
dikonsumsi secara langsung oleh pengunjung. Nilai rekreasi dihitung berdasarkan
tiket biaya masuk ke kawasan TNDS. Potensi-potensi pariwisata yang dimiliki
oleh TNDS telah menarik minat para wisatawan, baik wisatawan nusantara
maupun mancanegara Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1988 Rayon II, biaya masuk untuk wisatawan mancanegara adalah Rp 15.000 dan
untuk wisatawan nusantara adalah Rp 1.500. Sejak tahun 2007 telah terjadi
peningkatan kunjungan ke TNDS (Gambar 12) dimana wisatawan nusantara
selalu lebih tinggi daripada wisatawan mancanegara, kecuali pada tahun 2007
jumlah kunjungan wisatawan mancanegara lebih tinggi dari wisatawan nusantara.
Jumlah (orang)
Perkembangan Jumlah Pengunjung
70
60
50
40
30
20
10
0
Nusantara
Mancanegara
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 12 Data perkembangan jumlah pengunjung TNDS 2007-2010
Sumber : Data Statistik Balai TNDS 2011
Berdasarkan data terakhir, untuk tahun 2011 biaya masuk yang diterima
TNDS sebesar Rp 14.426.000 (TNDS 2011). Nilai tersebut merupakan nilai
moneter yang diterima oleh TNDS dari kegiatan rekreasi dan pariwisata. Untuk
melihat nilai potensi bisa dengan menggunakan pendekatan metode biaya
perjalanan. Metode ini menentukan nilai rekreasi dari kawasan konservasi dengan
melihat kesediaan membayar (willingness-to-pay) para pengunjung. Metode ini
menunjukkan bahwa nilai kawasan konservasi bukan hanya dari tiket masuk saja,
54
tetapi juga mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan pengunjung menuju lokasi
kawasan konservasi dan hilangnya pendapatan potensial mereka karena waktu
yang digunakannya untuk kunjungannya tersebut. Metode biaya perjalanan ini
menunjukkan bahwa para pengunjung lebih bersedia membayar lebih seperti
halnya tiket masuk aktual ke taman nasional. Namun nilai potensi ini belum
berhasil dihitung langsung pada penelitian ini, karena masih rendahnya tingkat
kunjungan ke TNDS dan saat penelitian berlangsung tidak adanya kunjungan
wisatawan.
Nilai Guna Tidak Langsung
Nilai Air untuk Rumah Tangga
Untuk menduga nilai ekonomi air pada jasa air untuk rumah tangga ini
dilakukan dengan melakukan kalkulasi terhadap air yang digunakan oleh rumah
tangga. Pemakaian air untuk rumah tangga terdiri dari kebutuhan untuk
memasak, mandi dan mencuci, serta kakus. Masyarakat mengambil sumber air
yang digunakan semuanya berasal air sungai. Keberadaan akan sumber air
mempengaruhi perilaku masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka terhadap
air. Selain faktor budaya dan kebiasaan, perilaku tersebut juga dipengaruhi oleh
faktor sosial ekonomi.
Untuk keperluan minum dan masak biasanya air sungai diendapkan terlebih
dahulu pada wadah yang ada di rumah seperti tempayan dan sebagainya, karena
air sungai terkadang keruh apalagi pada saat hujan di hulu. Selain itu juga
masyarakat memiliki penampungan air hujan untuk konsumsi sehari-hari. Saat ini
masyarakat Tekenang dan Pengembung juga telah dapat memanfaatkan air yang
sudah dipipanisasi oleh Balai TNDS dari bukit Tekenang terutama di musim
kemarau. Kondisi sumber air masyarakat dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Kondisi pemanfaatan air di TNDS
Kampung/
Desa/ Dusun
SPTN Lanjak
Pulau Majang
Kedungkang
SPTN Semitau
Kenelang
Pengembung
Tekenang
Madang Permai
SPTN Selimbau
Batu Rawan
Gudang Hulu
Gudang Hilir
Meresak
Penawan
Sumber
Air
Alternatif
Sumber Air
Jarak ke
Air (m)
Sungai
Sungai
Sungai
Sungai
Sungai
Sungai
Sungai
Air hujan
Air hujan
Air hujan
Air hujan dan Bukit Tekenang
Air hujan dan Bukit Tekenang
Air hujan
5-20
100-300
Sungai
Sungai
Sungai
Sungai
Sungai
Air hujan
Air hujan
Air hujan
Air hujan
Air hujan
2
2-5
1-5
2
2
2-5
2-5
1-2
1-2
Keterangan
Pipanisasi BTNDS
Pipanisasi BTNDS
Berdasarkan hasil kalkulasi untuk mengestimasi nilai air berdasarkan
konsumsi rumah tangga dapat diketahui nilai ekonomi air untuk rumah tangga di
TNDS adalah sebesar Rp 964.476.000/tahun atau setara dengan Rp
55
7.306,64/ha/tahun (Perhitungan nilai air untuk rumah tangga dapat dilihat pada
Lampiran 5). Nilai ini lebih tinggi dari hasil penelitian yang dilakukan Handayani
(2008) untuk nilai air rumah tangga sebesar Rp 331.989.327/tahun. Hal ini
dikarenakan perbedaan data yang digunakan untuk rata-rata konsumsi
air/orang/hari dan harga air yang sudah lebih tinggi di saat penelitian ini
dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa air merupakan satu kebutuhan vital
masyarakat yang semakin hari nilainya semakin tinggi, dan ini disediakan secara
cuma-cuma oleh alam di TNDS. Nilai air rumah tangga di TNDS ini juga lebih
tinggi dari nilai air untuk masyarakat pada lahan basah Muthurajawela di Sri
Lanka sebesar US$ 39,191 per tahun (Schyut and Brander 2004), karena cakupan
luas TNDS jauh lebih besar dibanding Muthurajawela seluas 3068 ha, dan jumlah
penduduk lokal yang memanfaatkan air tersebut.
Nilai Air untuk Transportasi
Transportasi air merupakan urat nadi kehidupan masyarakat di dalam
kawasan TNDS. Untuk menghitung nilai ekonomi air digunakan dengan
menggunakan pendekatan langsung (harga pasar).
Akses menuju ke dalam kawasan TNDS hanya dapat ditempuh melalui jalur
sungai. Seluruh masyarakat di TNDS masih sangat tergantung pada transportasi
sungai, namun begitu belum ada jasa transportasi sungai yang disediakan oleh
masyarakat. Alat transportasi yang tersedia hanya penyewaan speedboat yang
dilakukan oleh penduduk di ibukota kecamatan, dan hanya melayani untuk pulang
pergi dalam sehari, jika orang luar datang dan akan menginap biasanya driver dari
speedboat akan menjemput lagi keesokan harinya. Oleh karena itu tidak heran
bahwa di setiap rumah memiliki speedboat, minimal 1 buah dengan ukuran
minimal 3,3 PK untuk transportasi dan pemenuhan kebutuhan hidup lainnya
seperti kegiatan menangkap ikan sehari-hari.
Umumnya speedboat yang dimiliki masyarakat dibeli di negara tetangga
yaitu Malaysia, dengan alasan harga yang lebih murah dan jarak yang lebih dekat.
Seperti yang dikemukakan oleh banyak reponden bahwa harga speed 3,3 PK di
Lubuk Antu (Malaysia) hanya 7,7 juta yang buka bungkus (baru), tetapi di
Indonesia di ibukota kabupaten seperti Putussibau bisa berkisar 10-12 juta rupiah.
Harga bahan bakar bensin campur oli sebagai bahan bakar speed mencapai Rp
9000 – Rp 10000 saat penelitian ini berlangsung, jadi dua kali lipat harga normal.
Nilai ekonomi air untuk jasa transportasi ini akan dihitung dari biaya bahan bakar
yang diperlukan untuk kegiatan setiap hari dan kegiatan masyarakat keluar
kampung/dusun/desa ke ibukota kecamatan terdekat yang rata-rata dilakukan
setiap bulan satu kali.
Di TNDS, masyarakat biasanya menggunakan alat transportasi sehari-hari
untuk menangkap ikan dan pergi keluar kampung masing-masing untuk urusan
keluarga, urusan sekolah anak, pergi berobat dan urusan lainnya rata-rata sekali
dalam sebulan. Pergi keluar kampung biasa hanya dilakukan ke ibukota
kecamatan terdekat, maka biaya transportasi TNDS secara keseluruhan adalah
sebesar Rp 28.736.100.000,-/tahun atau sebesar Rp 217.697,73/ha/tahun.
(Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6)
Nilai air untuk transportasi ini jauh lebih tinggi dibanding nilai air untuk
transportasi di Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) yaitu sebesar Rp
56
10.005.621.212/tahun (Roslinda dan Yuliantini 2011). Hal ini dikarenakan
perbedaan kondisi dan metode yang dipergunakan.
Nilai Air untuk Perikanan Budidaya
Budidaya ikan dilakukan oleh masyarakat di TNDS sebagai salah satu
tabungan ketika ikan tangkapan tidak memberikan hasil yang mencukupi untuk
kebutuhan mereka. Budidaya dilakukan di dalam keramba apung. Bisa dikatakan
seluruh masyarakat di kawasan TNDS memiliki keramba, meskipun jumlah
kepemilikannya berbeda di tiap nelayan. Jenis ikan yang dibudidayakan adalah
ikan toman (Channa micropeltes). Toman adalah sejenis ikan karnivora atau
pemakan daging yang hidup bebas di perairan Danau Sentarum. Ikan tersebut
ditangkap sewaktu masih kecil untuk dijadikan bibit dan dipindahkan kedalam
keramba untuk kemudian dibudidayakan.Harga ikan budidaya dihitung dengan
menggunakan pendekatan langsung (harga pasar) terbatas jenis ikan tertentu yang
diusahakan untuk dijual.
Berdasarkan perhitungan maka nilai ekonomi perikanan budidaya di TNDS
saat penelitian adalah sebesar Rp. 4.587.500.000,-/tahun atau sama dengan Rp
34.753,79/ha/tahun. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran7).
Ada dugaan budidaya ikan toman secara intensif merupakan ancaman yang
perlu diperhatikan karena akibat dari budidaya ikan dalam keramba semacam ini
tidak hanya berbahaya bagi keanekaragaman hayati ikan di danau (karena semua
anak-anak ikan dari berbagai jenis yang tertangkap dimanfaatkan sebagi pakan),
tapi juga terhadap rusaknya kualitas air danau karena adanya pembusukan sisasisa pakan di dasar perairan.
Nilai Ekonomi Simpanan Karbon
Pendekatan yang digunakan untuk menghitung nilai ekonomi karbon adalah
dengan harga pasar. Penentuan nilai karbon dalam penelitian ini difokuskan pada
simpanan karbon dalam tanah gambut yang terdapat pada hutan rawa gambut.
Dari hasil perhitungan, maka nilai simpanan karbon di TNDS per tahun sebesar
Rp. 431.636.400.000 atau setara dengan Rp 3.269.972/ha/tahun. (Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8).
Nilai ini merupakan nilai manfaat yang diberikan kepada masyarakat lokal
maupun global atas kualitas ekosistem kawasan TNDS sebagai suatu ekosistem
yang mampu berfungsi sebagai penyimpan CO2 atau berfungsi dalam pengatur
iklim. Nilai ini jauh lebih tinggi dibanding yang diberikan oleh lahan basah
Pantanal di Brazil dimana jasa ekosistem sebagai pengatur iklim sebesar US$
120.50 (Schyut and Brander 2004).
Nilai Pilihan
Pendekatan yang digunakan untuk menghitung nilai pilihan adalah dengan
harga pasar. Nilai pilihan merupakan nilai harapan masa yang akan datang
terhadap komoditas yang saat ini digunakan (konsumsi) maupun yang belum
dimanfaatkan. Nilai pilihan ini meliputi jenis flora dan fauna. Jenis flora antara
lain jenis anggrek (Bulbophyllum, Coelogyne, Dendrobium, Dimorphorchis,
Grammatophylum, Phalaenopsis, Taenia, Spathoglottis and Vanda), sedangkan
jenis fauna adalah jenis ikan (ulang uli dan ringau) dan jenis reptilia (labi-labi).
Dari hasil perhitungan nilai ekonomi maka diperoleh hasil sebesar Rp
57
86.205.000.000/tahun atau sama dengan Rp 653.068,18/ha/tahun (perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9).
Dengan demikian nilai pilihan berupa flora dan fauna yang masih tersimpan
dalam kawasan TNDS adalah Rp 653.068,18/ha/thn. Nilai pilihan tersebut cukup
besar jika dibandingkan nilai pilihan TNGH (Widada 2004) adalah Rp
20.024/ha/thn, hal ini dikarenakan masih banyak flora dan fauna yang belum
dimanfaatkan dan akan berguna pada masa depan. Selain itu juga perbedaan
metode yang digunakan untuk menghitung nilai pilihan. Namun nilai ini belum
mengcover semua nilai pilihan dari TNDS karena masih banyak potensi flora dan
fauna yang belum dinilai dan potensi yang dinilai juga hanya berdasarkan jumlah
pengambilan/tangkapan yang mampu dilakukan oleh masyarakat. Hal ini
dilakukan karena tidak adanya data yang akurat mengenai potensi flora dan fauna
di lokasi penelitian. Selain itu beberapa jenis lain tidak dimasukkan dalam
hitungan karena sudah termasuk fauna yang dilindungi seperti ikan Arwana /siluk
(Scleropages formosus) sudah masuk dalam threatened species IUCN dan CITES
Appendix 1 , dan Orang utan (Pongo pygmaeus) masuk dalam endangered species
IUCN dan CITES Appendix 1.
Walaupun demikian untuk kelestarian jenis flora dan fauna tersebut
sebaiknya dalam pengambilannya perlu dilakukan dengan arif dan bijaksana.
Dalam PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, ada
beberapa jenis flora dan fauna yang ada dilokasi penelitian merupakan jenis yang
dilindungi seperti anggrek (Bulbophyllum beccarii), sedangkan untuk jenis fauna
adalah labi-labi (Amyda cartilaginea). Oleh karena itu pengambilan jenis flora dan
fauna tersebut harus melalui mekanisme seperti yang tertuang dalam Keputusan
Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 104/Kpts-II/2000 tentang Tata Cara
Pengambilan Tumbuhan Liar dan Menangkap Satwa Liar. Selain jenis flora dan
fauna juga perlu diperhatikan jumlah pengambilannya. Seperti yang tertulis dalam
Peraturan Pemerintah No 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan
Satwa Liar, pasal 19, pasal 44 (1), pasal 49.
Nilai Ekonomi Total TNDS
Kayu merupakan nilai guna langsung dari hutan, di kawasan TNDS terdapat
banyak sekali jenis-jenis kayu komersil, seperti tembesu, bengkirai, meranti dan
lain-lain. Kayu-kayu tersebut apabila ditebang dan dijual akan menghasilkan nilai
ekonomi yang sangat tinggi. Akan tetapi, karena kayu-kayu tersebut berada di
kawasan TN sehingga keberadaannya tidak bisa diproduksi/tidak ditebang.
Pemanfaatan kayu merupakan biaya kesempatan bagi manfaat TNDS lainnya,
dimana apabila kayu hutan dieksploitasi, maka manfaat hutan yang lain akan
hilang karenanya. Pendugaan NET dilakukan dengan menjumlahkan nilai
ekonomi dari produk atau jasa lingkungan yang diberikan oleh TNDS, maka
diperoleh nilai ekonomi total TNDS seperti Tabel 12.
Data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa nilai ekonomi simpanan karbon
sangat tinggi (sekitar 75,19 persen) dibanding nilai ekonomi lainnya yang
dihitung. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ekosistem TNDS relatif masih baik,
memiliki kawasan gambut yang masih cukup terjaga. Namun di lain pihak,
58
menunjukkan bahwa persepsi masyarakat, terutama masyarakat di sekitar TNDS
masih rendah terhadap sumberdaya alam. Simpanan karbon merupakan nilai yang
didasaarkan pada persepsi masyarakat dunia dan merupakan fungsi regulasi dari
ekosistem secara luas. Secara riel sampai saat ini nilai simpanan karbon tersebut
belum dapat dirasakan oleh masyarakat, walaupun memiliki potensi besar untuk
dapat masuk dalam pasar jasa lingkungan (environmental service market). Oleh
karenanya dalam penelitian ini NET yang akan dipakai adalah NET tanpa
simpanan karbon karena manfaat simpanan karbon belum dapat memenuhi
persyaratan untuk menghasilkan suatu nilai.
Tabel 12 Ringkasan hasil perhitungan NET TNDS
No
1.
2.
3.
Jenis Nilai
Nilai Guna
Langsung
Macam Nilai
1. Ikan Tangkap
2. Madu
3. Karet
4. Padi
5. Kayu bakar
6. Pariwisata
Nilai Guna
1. Air RT
Tidak
2. Air transportasi
Langsung
3. Air perikanan
4. Simpanan
karbon
Nilai Pilihan 1. Pilihan
Total
Valuasi ekonomi
(Rp/tahun)
Valuasi ekonomi per ha
(Rp/tahun)
%
15.505.805.000
729.630.000
2.218.796.000
81.200.000
3.329.492
14.426.000
964.476.000
28.736.100.000
4.587.500.000
117.468,22
5.527,5
16.809,06
615,15
25,22
109,29
7.306,64
217.697,73
34.753,79
2,79
0,07
0,15
0,03
0,00
0,00
0,08
5,72
0,98
431.636.400.000
86.205.000.000
570.703.707.492
3.269.972,73
653.068,18
4.323.353,51
75,19
14,99
100,00
Bila nilai simpanan karbon tidak diperhatikan (Tabel 13), nampak bahwa
nilai pilihan memiliki proporsi yang jauh lebih tinggi dibandingkan nilai lainnya,
yaitu sebesar 62,00 persen dari total nilai ekonomi TNDS. Nilai pilihan tersebut
menggambarkan dan menginformasikan bahwa terdapat banyak potensi alam
yang bermanfaat di TNDS. Nilai ini juga menginformasikan jika kondisi TNDS
saat ini masih dalam kondisi yang cukup baik, dan ini berarti akan dapat
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat baik di dalam/sekitar kawasan dan
juga masyarakat secara luas. Nilai ini hampir sama dengan manfaat ekonomi
mengenai informasi untuk pendidikan dan pengetahuan di The Dutch Wadden Sea
(Belanda) sebesar US$ 6,048,000 tahun 2003 (Schyut dan Brander 2004).
Setelah nilai pilihan, nampak bahwa nilai guna tidak langsung yang terdiri
dari nilai jasa air memiliki proporsi yang tinggi dibandingkan nilai guna langsung
yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Nilai air di TNDS ini dilihat dari nilai air
untuk rumah tangga, nilai air untuk transportasi dan nilai air untuk perikanan.
Nilai air memberikan kontribusi sebesar 24,66 persen dari total nilai ekonomi
yang dinilai dan ini langsung dirasakan oleh masyarakat di TNDS. Air danau dan
sungai yang ada merupakan urat nadi kehidupan masyarakat. Ekosistem TNDS
yang unik dan kompleks menyediakan air bagi masyarakat baik kondisi basah
maupun kering. Nilai ekonomi air bagi masyarakat TNDS adalah sebesar Rp
259.758,16/ha/tahun. Nilai ekonomi air ini akan lebih besar lagi bila menghitung
penyediaan air bersih bagi masyarakat di luar kawasan TNDS seperti yang
59
dilakukan oleh Handayani (2008). Handayani menghitung penyediaan air bersih
bagi masyarakat di hilir TNDS, yaitu kota Sintang, Sanggau dan Pontianak
dengan metode CVM dan diperoleh nilai untuk masing-masing kota berturutturut: Rp 11.896.180.647,97; Rp 29.387.062.143,90 ; dan Rp 107.753.908.429,64.
Nilai air TNDS ini berpeluang juga untuk dihargai dalam pasar jasa lingkungan
(Nurrochmat et al. 2010). Pasar jasa lingkungan dapat diartikan sebagai
kesempatan untuk masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan konservasi untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat tidak hanya dari sisi ekonomi (economic
rewards) tapi juga dari sisi lain yaitu dengan adanya peningkatan modal sosial dan
pengakuan atas hak masyarakat dalam mengelola dan mengakses sumberdaya
alam.
Tabel 13 Ringkasan hasil perhitungan NET TNDS tanpa nilai simpanan karbon
No
1.
2.
3.
Jenis Nilai
Macam Nilai
Nilai
Guna 1. Ikan Tangkap
Langsung
2. Madu
3. Karet
4. Padi
5. Kayu bakar
6. Pariwisata
Nilai Guna
1. Air RT
Tidak
2. Air transportasi
Langsung
3. Air perikanan
Nilai Pilihan 1. Pilihan
Total
Valuasi ekonomi
(Rp/tahun)
15.505.805.000
729.630.000
2.218.796.000
81.200.000
3.329.492
14.426.000
964.476.000
28.736.100.000
4.587.500.000
86.205.000.000
139.067.307.492
Valuasi ekonomi per ha
(Rp/tahun)
117.468,22
5.527,5
16.809,06
615,15
25,22
109,29
7.306,64
217,697,73
34.753,79
653.068,18
1.053.380,78
%
11,15
0,52
1.60
0,06
0,00
0,01
0,69
20,67
3,30
62,00
100,00
Nilai ekonomi perikanan tangkap menduduki proporsi ketiga yaitu 11,15
persen yaitu sebesar Rp 117.468,22/ha/tahun. Nilai ekonomi perikanan tangkap
yang dihitung dengan menggunakan harga pasar ini, secara nyata langsung
dirasakan oleh masyarakat di dalam kawasan TNDS. Sektor perikanan ini
merupakan kegiatan ekonomi utama dalam kehidupan masyarakat di TNDS,
selain itu juga hasil tangkapan ini berkontribusi besar terhadap hasil perikanan
daerah. Data dari Dinas Perikanan Kabupaten Kapuas Hulu mencatat bahwa
produksi ikan air tawar tangkap tahun 2011 adalah sebesar 20.635 ton dan dari
danau sentarum menyumbang sekitar 31 persen dari produksi tersebut (± 6,4 ribu
ton). Ini berarti memberikan kontribusi pula pada pendapatan daerah. Namun
sayangnya kontribusi ini dihitung dari sektor perikanan, bukan dari sektor
kehutanan yang merupakan tempat/habitat dimana ikan tersebut hidup dan
diambil. Kondisi ini seringkali terjadi yang berakibat pada tidak berimbangnya
penghitungan terhadap kontribusi sektor kehutanan pada PAD.
Nilai-nilai lainnya walaupun proporsinya tidak terlalu besar, tetapi dirasakan
langsung oleh masyarakat di sekitar dan di dalam TNDS, seperti nilai madu,karet
dan padi ladang, dan nilai rekreasi yang dirasakan oleh pengunjung. Nilai karet
dan ladang hanya dirasakan oleh masyarakat di SPTN Lanjak dan Selimbau,
karena hanya di dua tempat ini saat penelitian mengusahakan karet dan ladang. Di
SPTN Semitau sebenarnya juga telah ada masyarakat mengusahakan karet namun
belum menghasilkan. Nilai madu cukup memberikan sumbangan yang cukup
60
besar bagi masyarakat, tapi hasilnya sangat tergantung pada kondisi alam. Jika
bunga-bunga tanaman yang ada di TNDS tidak ada maka lebah tidak akan datang,
sehingga tidak akan ada madu yang akan dipanen masyarakat. Oleh karena itu
kelestarian ekosistem TNDS menjadi hal penting bagi masyarakat.
Nilai rekreasi dan pariwisata dalam penghitungan ini dirasakan sangat kecil
karena merupakan nilai moneter yang real diterima pihak Balai TNDS.
Sebenarnya potensi nilai ekonomi TNDS sangat tinggi melihat potensi alam dan
potensi wisata yang ada. Hal ini dapat dibuktikan bahwa TNDS merupakan
tempat tujuan dan pilihan syuting beberapa studio TV untuk acara-acara wisata
alam seperti Jejak Petualang dan Mancing Mania, yang bila dihitung untuk satu
kali syuting biayanya tidak kurang dari Rp 250 juta. Atau bila di analogikan
dengan nilai rekreasi kawasan Pantanal adalah US$ 423.640.000 pada tahun 1994
atau sama dengan Rp 934.126.200.000 atau sama dengan Rp 7.076.713,
64/ha/tahun. Ini menunjukkan potensi wisata yang ada perlu untuk dikembangkan,
sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar baik masyarakat lokal juga
masyarakat secara luas.
NET TNDS sebesar Rp 139.067.307.492/tahun atau Rp 1.053.380,78/ha/
tahun menunjukkan bahwa TNDS sebagai kawasan konservasi yang selama ini
dianggap sebagai pusat pengeluaran (cost center) adalah tidak benar. Ini dapat
dibuktikan dengan besarnya biaya pengelolaan TNDS tahun 2010 adalah sebesar
Rp 6.768.844.000 jika dibandingkan dengan nilai ekonomi total TNDS, biaya
tersebut hanya sebesar 4,87 persen dibandingkan nilai manfaatnya (Gambar 13).
Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi merupakan kegiatan
yang sangat efisien dan tidak berseberangan dengan kegiatan ekonomi tetapi
mendukung pembangunan ekonomi. Hasil penelitian ini mendukung hasil
penelitian Widada (2004) di TNGH Jawa Barat.
Biaya dan Manfaat Pengelolaan TNDS
Biaya
pengelolaan
5%
Manfaat
ekonomi
95%
Gambar 13 Biaya dan nilai manfaat ekonomi pengelolaan TNDS
Berdasarkan penggunaanya, NET TNDS dapat diklasifikasikan menjadi 3
(tiga) macam, yaitu nilai penggunaan langsung (nilai perikanan tangkap, nilai
madu, nilai karet, nilai padi ladang dan nilai rekreasi dan pariwisata), nilai
penggunaan tidak langsung (nilai air) dan nilai pilihan (Gambar 14).
61
Nilai ekonomi TNDS berdasarkan
penggunaannya
13%
Guna Langsung
25%
62%
Guna Tidak Langsung
Pilihan
Gambar 14 Nilai ekonomi TNDS berdasarkan penggunaannya.
Berdasarkan Gambar 14 diketahui bahwa nilai guna langsung yang
dirasakan masyarakat sekitar TNDS lebih kecil prosentasenya dibanding nilai
guna tidak langsung dan nilai pilihan. Untuk itu perlu diusahakan untuk
menggeser komposisi nilai-nilai tersebut, sehingga nilai guna langsung dapat
meningkat prosentasenya, yang berarti dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Usaha yang mungkin dilakukan dalam
waktu dekat adalah dengan meningkatkan nilai tambah dari hasil-hasil
sumberdaya alam yang dihasilkan, seperti yang sudah dilakukan terhadap hasil
madu hutan. Dalam jangka panjang usaha yang dilakukan adalah dengan
memanfaatkan jasa-jasa lingkungan yang ada agar dapat dirasakan manfaatnya
juga oleh masyarakat, seperti pengoptimalan kegiatan ekowisata di TNDS.
Kesemuanya ini harus didukung dengan kelembagaan yang kokoh dari
manajemen TNDS, berarti pembenahan kelembagaan pengelolaan sangat
dibutuhkan agar tujuan ini dapat dicapai.
Besarnya NET berdasarkan hasil penelitian belum menggambarkan NET
TNDS secara keseluruhan karena ada beberapa nilai ekonomi yang belum masuk
dan tidak diperhitungkan dalam penelitian ini, seperti nilai manfaat fungsional
(nilai pencegahan banjir dan erosi, stabilitas iklim mikro, proses ekologi
(pendauran hara, penyerbukan oleh satwa), nilai sumber plasma nutfah, nilai
masing-masing satwa langka (untuk kasus TNDS seperti ikan arwana, orang utan,
beberapa jenis burung) (Dixon dan Sherman 1990; Pearce 1992 dalam
Munasinghe 1993).
Sebelum dikembangkannya konsep ekonomi ekologi, pandangan terhadap
nilai kawasan konservasi hanya berdasarkan berapa besar yang dapat kawasan
berikan kepada negara yang dilihat berdasarkan pungutan atau karcis masuk ke
kawasan. Sebagai gambaran biaya karcis masuk TNDS yang besarnya Rp 1500
per orang dan pada tahun 2011 hanya menyumbang sebesar Rp 14.426.000.
Padahal nilai ekonomi TNDS tidak hanya dari hasil pariwisata, tetapi apa yang
dinikmati masyarakat di sekitar dan dalam kawasan berupa hasil ikan, madu,
karet, berladang, kayu bakar, air dan kemudahan transportasi dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan untuk penetapan pilihan kebijakan khususnya dalam
pengelolaan TNDS dan pengelolaan kawasan konservasi umumnya di Indonesia.
62
Berdasarkan konsep ekonomi ekologi, maka penting dalam kebijakan
pengelolaan TNDS untuk memperhatikan NET. Hal ini berkaitan dengan
karakteristik dari sumberdaya alam TNDS yang menghasilkan barang dan jasa
lingkungan yang umumnya merupakan barang publik atau dikenal sebagai
common-pool resources (Ostrom 2008).
Dari hasil penilaian ekonomi yang telah dilakukan maka telah diketahui pula
fungsi, manfaat dan nilai dari kawasan TNDS. Berdasarkan hasil tersebut maka
pengelola dan penjaga kawasan konservasi mempunyai hak untuk memperoleh
imbalan jasa yang wajar. Dalam penentuan besar imbal jasa, diperlukan paling
tidak dua prinsip yaitu Poluter Pay Principle (PPP) dan User Pay Principle
(UPP). PPP adalah siapa yang membuat polusi harus membayar, dan UPP adalah
siapa yang menggunakan jasa lingkungan harus membayar. PPP membuat seluruh
pelaku ekonomi sadar mengenai seluruh biaya termasuk biaya lingkungan,
sehingga mereka sadar dan dapat menghindarkan, mengurangi atau
mengembalikan fungsi hutan kearah kondisi awalnya. Sedangkan untuk pengguna
hutan, UPP berupaya untuk mengenakan ongkos yang dapat merefleksikan nilai
dari sumberdaya alam yang mereka gunakan sehingga dapat menjamin tidak
terjadinya penggunaan yang berlebihan atau kerusakan sumberdaya alam.
Tidak diterapkannya kedua prinsip ini dapat menimbulkan insentif ekonomi
untuk memanfaatkan kawasan penghasil jasa lingkungan secara berlebihan, dan
menimbulkan eksternalitas ekonomi. Instrumen yang sudah berjalan seperti DR
dan PSDH umumnya berlaku untuk setiap m3 barang tangible seperti kayu dan
non kayu, dan bukan untuk jasa lingkungan yang dihasilkan. Karena itu, pajak
terhadap jasa lingkungan kawasan konservasi sudah waktunya untuk diberlakukan
baik secara langsung maupun tidak langsung, baik dalam bentuk finansial maupun
non finansial seperti fasilitas pendidikan dan pelatihan masyarakat hulu, kesehatan
masyarakat hulu, dan infrastruktur lain yang dibutuhkan.
Payment Environmental Services (PES) juga dapat menjadi pilihan dalam
upaya penerapan imbal jasa lingkungan yang dihasilkan. Dalam penerapannya
diperlukan kelembagaan yang mantap sehingga PES yang diterapkan dapat
mencapai sasaran yg diharapkan.
6 PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN
TNDS
Banyaknya manfaat serta tingginya nilai ekonomi tentunya menarik
perhatian berbagai pihak dalam kegiatan pengelolaan TNDS. Banyaknya pihak
yang berkepentingan tentunya dapat menimbulkan konflik bila terdapat perbedaan
tujuan dan kesamaan kepentingan terhadap kawasan. Oleh karena itu kajian
pemangku kepentingan dilakukan untuk melihat siapa saja, bagaimana kedudukan
dan bagaimana hubungan yang terjadi diantara pemangku kepentingan yang ada
di TNDS.
Download