46 5 MANFAAT DAN NILAI EKONOMI TNDS Manfaat TNDS Identifikasi manfaat TNDS dilakukan dengan analisis fungsi yaitu menterjemahkan karakteristik ekosisitem ke dalam daftar barang dan jasa (De Groot et al. 2002). Ini berguna untuk melihat dan menentukan ketersediaan saat ini dan potensi ekosistem dalam konteks ekologi dan biofisik. Dari hasil identifikasi yang telah dilakukan maka manfaat dari TNDS adalah: 1 Pemeliharaan keanekaragaman hayati TNDS merupakan habitat penting bagi flora dan fauna. Untuk mengukur pentingnya jasa pemeliharaan keanekaragaman hayati ini, nilai (ekologi) ditentukan berdasarkan keragaman, keunikan dan integritas. (a) Keragaman: TNDS memiliki keragaman ekosistem yang tinggi, yang merupakan area kunci bagi konservasi di pulau Kalimantan. Hutan rawa gambut dan danau merupakan rumah bagi 675 jenis tumbuh-tumbuhan, 266 jenis ikan, 310 jenis burung, 515 jenis mamalia, 8 jenis kura-kura air tawar dan 5 jenis labi-labi serta 3 jenis buaya terdapat di kawasan ini (RPJM TNDS 2007-2011). Sementara itu juga merupakan rumah bagi tumbuhan yang berjumlah 794 jenis (species) yang tergolong dalam 99 familia (Giesen 2000), termasuk didalamnya 136 spesies anggrek. (b) Keunikan: ada beberapa spesies endemik di TNDS, untuk jenis hewan yaitu: 1 jenis reptil, 5 spesies burung, 26 spesies mamalia, 78 persen spesies ikan air tawar yang ada merupakan endemic air tawar Kalimantan. Sementara itu jumlah tumbuhan endemik ada 59 marga (Giesen 1987), dan terdapat pula spesies rumput air yang tidak biasa dan terdapat 30-43 spesies endemik (Giesen & Agloinby 2000). Tumbuhan khas dan asli yaitu tembesu/ tengkawang (Shorea beccariana). Selain itu juga terdapat tumbuhan hutan dataran rendah seperti jelutung (Dyera costulata), ramin (Gonystylus bancanus), meranti (Shorea sp.), keruing (Dipterocarpus sp.), dan kayu ulin (Eusideroxylon zwageri). (c) Integritas: Taman ini meliputi 132.000 ha dan terdiri dari zona inti, yang merupakan serangkaian danau musiman yang saling berhubungan (sekitar 82.000 ha), dengan daerah sekitarnya adalah lahan kering. 2 Pengatur pasokan air Di TNDS terdapat dua buah sungai utama yaitu sungai Tawang dan sungai Leboyan. Sungai Tawang merupakan sungai yang menghubungkan antara sungai Kapuas dengan danau di komplek TNDS, sedangkan sungai Leboyan berhulu ke sungai Embaloh. Curah hujan tahunan di TNDS berfluktuasi sekitar 3.900 mm per tahun, sementara bukit-bukit sekitarnya dan daerah tangkapan air pegunungan menerima 4.500-6.000 mm per tahun (Aglionby 2000). Pada bagian atas cekungan Kapuas sangat datar, dan air dari Sungai Kapuas berkumpul pada bagian hulu secara alami dekat Semitau, yaitu bagian hilir dari TNDS. Karena tingkat curah hujan tinggi, sebagian besar daerah dataran rendah di cekungan dibanjiri pada bulan-bulan basah. Tiga perempat dari danau atau sekitar 6.500 km2 bagian atas Kapuas adalah termasuk dalam TN. Danau-danau bertindak sebagai buffer untuk sistem 47 Sungai Kapuas, pencegah banjir dan ketinggian air penyangga di musim kemarau. Menurut model yang dikembangkan oleh Klepper (1994), seperempat dari puncak banjir Sungai Kapuas hulu tersedot ke TNDS dan hutan rawa, sehingga secara signifikan mengurangi banjir di bagian hilir. Selama musim kemarau, hingga 50 persen air di Sungai Kapuas bagian atas terdiri dari air yang mengalir dari danau dan hutan rawa, sehingga mempertahankan tingkat air dan menjaga pasokan air di hilir. Selain itu aliran sungai Tawang dan Kapuas merupakan potensi untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan sebagai air baku yang potensial untuk kebutuhan penduduk di sekitar aliran sungai Kapuas dan kecamatan-kecamatan terdekat. Potensi ini sudah mulai dirintis dengan dikerjakannya proyek pembangkit listrik mikro hidro di beberapa tempat di TNDS (Indriatmoko 2010). 3 Rekreasi dan pariwisata Pemanfaatan potensi pariwisata masih sangat kecil bila dilihat dari jumlah kunjungan yang datang ke TNDS, dimana pada tahun 2010 tercatat oleh Balai TNDS hanya 121 orang yang datang berkunjung. Jumlah pengunjung masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan taman nasional lain yang ada di Indonesia. Hal ini diduga karena beberapa hal yang berkaitan dengan manajemen pariwisata yang ada saat ini. Jika kapasitas manajemen meningkat dalam hal infrastruktur yang lebih baik, peralatan dan personil, perluasan dan promosi taman bisa menerima lebih banyak pengunjung. Usaha pemerintah daerah kabupaten Kapuas Hulu dalam mempromosikan TNDS ini adalah dengan menggelar festival TNDSTNBK pada tanggal 28 November 2011 yang lalu. Menurut Drs. Alexander Rombonang,MMA (Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwsata Kapuas Hulu) mengatakan bahwa Festival Danau Sentarum yang baru pertama kali dilaksanakan tersebut bertujuan untuk memperomosikan objek wisata Danau Sentarum yang sudah ditetapkan sebagai destinasi objek wisata nasional di Indonesia. 4 Penyimpan karbon TNDS merupakan situs aktif gambut pembentuk habitat. Menurut Anshari 2010 gambut di taman ini mulai terbentuk pada kuarter akhir dan telah memainkan peran penting dalam siklus karbon global masa lalu dan saat ini. Sebuah studi awal 2007 untuk mengkuantifikasi penyimpanan karbon organik total dalam hutan rawa gambut TNDS telah mengungkapkan kedalaman gambut sangat bervariasi, mulai 2,0-9,6 meter. Nilai pH, abu, dan total nitrogen sangat rendah. Bulk density berkisar 0,08-0,1 g [cm.sup.-3]. Dan konsentrasi rata-rata karbon organik total 53 persen. Penyimpanan karbon rata-rata dalam sampel adalah 2.800 ([+ atau -] 1.200) t C / ha, sekitar 10 kali karbon atas tanah penyimpanan di hutan hujan primer. Variasi di antara sampel adalah tinggi (1,000-4,000 t / ha), terutama karena variasi kedalaman gambut. Penyimpanan karbon total dalam hutan rawa gambut TNDS diperkirakan mencapai 33,5 juta ton, setara dengan sekitar 122,6 juta ton C [O.sub.2]. 5 Gudang berbagai hasil sumberdaya alam Berbagai hasil alam yang dihasilkan di TNDS yaitu: perikanan, kehutanan, pertanian, hasil hutan non kayu. Sektor perikanan memang menjadi urat nadi bagi masyarakat di TNDS, hasil ikan dari TNDS merupakan pasokan utama (40-60 persen) ikan air tawar di Kalimantan Barat (TNDS 2011). Hasil kayu dari hutan TNDS merupakan andalan bagi masyarakat untuk membuat bangunan rumah dan keperluan lainnya, bahkan sempat menjadi incaran kegiatan penebangan liar. 48 Kegiatan pertanian di TNDS adalah berupa kegiatan berladang berpindah dengan tanaman utama padi diselingi jenis-jenis palawija seperti jagung, timun, dan lainlain yang umumnya untuk dikonsumsi sendiri. Hasil hutan non kayu yang dihasilkan di TNDS sangat beragam. Namun yang menjadi andalan utama adalh madu hutan.Madu hutan ini dihasilkan oleh lebah liar (Apis dorsata). Lebah liar tersebut datang ke kawasan secara musiman pada saat pohon-pohon mulai berbunga yang berlangsung antara bulan November-Maret setiap tahunnya. Hasil hutan non kayu, seperti rotan, bemban, pandan, tumbuhan obat, tumbuhan pewarna telah dimanfaatkan sejak dulu oleh masyarakat. Hasil hutan non kayu tersebut sebagai bahan baku untuk kerajinan, alat-alat penangkap ikan, alat-alat kebutuhan rumah tangga, maupun bahan pembuat samak, obat-obatan, bahan konsumsi serta kebutuhan lainnya. 6 Ruang bagi mahluk hidup TNDS dengan luasan 132.000 ha merupakan ruang bagi berbagai kegiatan mahluk hidup yang tinggal di dalamnya. TNDS berisi pemukiman manusia, yang sudah ada sebelum TNDS dibentuk. Ada 45 kampung permanen dan 10 kampung non permanen di dalam TNDS, yang merupakan tempat hidup bagi manusia dengan segala aktivitasnya. Keberadaan manusia dalam TNDS mengindikasikan adanya kegiatan budidaya, produksi energy dan interaksi antara mahluk hidup yang ada. Sebagai ruang hidup, tidak hanya manusia tetapi juga mahluk hidup lainnya seperti habitat untuk berbagai jenis flora dan fauna yang beraneka ragam. Keberadaan mahluk hidup yang bersimbiosis dengan alam lingkungan yang ada menjadi ruang tempat penelitian, rekreasi dan lain sebagainya. Sehingga TNDS memberikan dan menyediakan berbagai informasi ilmiah, estetika dan juga spiritual. Dari identifikasi tersebut maka jenis barang dan jasa yang dihasilkan oleh TNDS bisa diklasifikasikan berdasarkan kegunaan yaitu telah digunakan (usefull) dan belum digunakan (not usefull yet), serta barang dan jasa yang memiliki pasar (marketable) dan belum memiliki pasar (not marketable). Hasil klasifikasi tersebut dapat dilihat pada matriks berikut: U s e f u l l Useful Not marketable Not use Not marketable Useful Marketable Not use Marketable Marketable Gambar 10 Klasifikasi jenis barang dan jasa yang dihasilkan oleh TNDS berdasarkan kegunaan dan pasar yang tersedia 49 Karena tidak semua barang dan jasa tersebut digunakan saat ini, dan yang digunakan saat ini belum semuanya memiliki pasar, sehingga seringkali kawasan konservasi atau kawasan sumberdaya alam lainnya dianggap tidak bernilai. Akibatnya pengelolaan terhadap kawasan tersebut tidak dilakukan sebagaimana mestinya dan dianggap sebagai beban karena harus dibiayai. Ini mengindikasikan bahwa pemanfaatan terhadap hasil TNDS masih lemah, karena secara ekonomi lemah. Hal ini disebabkan adanya manfaat yang hilang dan tidak digunakan sebagaimana mestinya. Terjadinya deforestrasi hutan dan degradasi lingkungan di TNDS menunjukkan bahwa pengelolaan belum berjalan dengan baik. Tidak stabilnya sistem hidrologi, rusaknya sistim iklim dan musim yang tak menentu, seringnya terjadi kebakaran hutan dapat menyebabkan stabilitas ekonomi terganggu. Biodiversity yang semakin menurun merupakan hambatan dalam pemenuhan ekonomi masyarakat di masa depan, hal ini berarti potensi barang dan jasa yang dihasilkan akan hilang yang menyebabkan manfaat yang dihasilkan juga akan hilang. Untuk mengubah penggunaan/pemanfaatan yang masih rendah menjadi tinggi memang harus dilakukan secara hati-hati, dirancang dengan memperhatikan lingkungan dan biodiversity yang ada. Salah satu cara masuk adalah dengan mengetahui nilai potensi yang ada di TNDS dengan melakukan penilaian terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh TNDS. Nilai Ekonomi TNDS Nilai Guna Langsung Nilai guna langsung yang dinilai dalam penelitian ini dibatasi pada hasilhasil yang diperoleh oleh masyarakat di dalam kawasan, yang terdiri dari nilai dari perikanan tangkap, madu, karet, padi ladang dan kayu bakar. Nilai Ekonomi Perikanan Tangkap Nilai ekonomi perikanan tangkap dihitung dengan menggunakan pendekatan langsung (harga pasar) terbatas jenis ikan tertentu yang diusahakan untuk dijual. Masyarakat di TNDS hampir semuanya bermata pencaharian sebagai nelayan. Pada umumnya masyarakat menangkap ikan dengan menggunakan sarana transportasi berupa sampan, long boat, dan peralatan menangkap ikan menggunakan pancing, jala, rabai, tempilar, jermal, pukat, bubu warin dan bubu bidang . Masyarakat melakukan aktifitas menangkap ikan setiap harinya, dengan trip dalam sehari rata-rata 1-2 kali. Dari hasil wawancara disebutkan jenis ikan yang paling sering mereka tangkap dan sering didapat adalah ikan toman (Channa micropeltes), biawan (Helostoma temminckii), lais jungan (Kriptopterus apogon), dan ikan belida (Notopterus sp). Sementara dari Balai TNDS dinyatakan ada 25 jenis ikan yang dominan ditangkap dan diperdagangkan dari perairan Danau Sentarum, seperti pada Tabel 9. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai ekonomi perikanan tangkap di TNDS secara keseluruhan adalah sebesar Rp 15.505.850.000/tahun atau sebesar Rp 117.468,56/ha/tahun.Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. 50 Tabel 9 Jenis ikan yang umumnya ditangkap dan diperdagangkan dari perairan TNDS No. Jenis ikan Dijual dalam bentuk 1 Toman (Channa micropeltes) Ikan segar, ikan asin dan kerupuk 2 Runtuk (Channa bankanensis) Ikan segar, ikan asin dan kerupuk 3 Kerandang (Channa pleuropthalmus) Ikan segar, ikan asin dan kerupuk 4 Delak (Channa striata) Ikan segar, ikan asin dan kerupuk 5 Biawan (Helostoma temminckii) Ikan segar dan ikan asin 6 Kaloi (Osphronemus gouramy) Ikan segar dan ikan asin 7 Piam (Leptobarbus hoevenii) Ikan segar, ikan asin dan kerupuk 8 Belida (Notopterus sp) Ikan segar dan kerupuk 9 Kelabau (Osteochilus triporos) Ikan segar 10 Menyadin (Osteochilus triporos) Ikan segar 11 Tengadak (Barbodes schanenfedii) Ikan segar 12 Tengalan (Puntioplites bulu) Ikan segar 13 Tebirin (Belodontichthys dinema) Ikan segar 14 Lais jungang (Kriptopterus apogon) Ikan salai 15 Lais butu (Ompok hypopthalmus) Ikan salai 16 Bauk ketub (Thynnichthys polylepis) Ikan segar 17 Baung (Mystus nemurus) Ikan segar dan ikan asin 18 Tapah (Wallago laeri) Ikan segar 19 Betutu (Oxyeleotris marmorata) Ikan segar 20 Juara (Pangasius polyuranodon) Ikansegar dan ikan asin 21 Ulang-uli (Botia macracanthus) Ikan hias 22 Siluk (Scleropages formosus) Ikan hias 23 Ringau (Datnoides microlepis) Ikan hias 24 Engkadik (Botia hymenophysa) Ikan hias 25 Seluang merah (Epalzeorhynchus Ikan hias kalopterus Sumber: Data Statistik Balai TNDS 2011 Hasil valuasi ekonomi untuk ikan ini jauh lebih tinggi dari valuasi ekonomi ikan tahun 2007 sebesar Rp 10.152.650,27/tahun (Handayani 2008), hal ini diduga karena perbedaan pendekatan yang dilakukan dan harga ikan yang sudah berubah menjadi lebih tinggi dibanding 5 tahun yang lalu. Handayani menggunakan metode Effect on Production (EOP), sementara penelitian ini langsung menggunakan harga pasar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa ikan sudah memiliki pasar yang jelas. Nilai Ekonomi Madu Untuk menghitung nilai ekonomi madu yang dihasilkan di TNDS digunakan pendekatan dengan menggunakan harga pasar dari nilai hasil penjualan madu yang diorganisir oleh APDS. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa semenjak berdirinya APDS pada tahun 2006, sebagian besar madu yang dihasilkan oleh masyarakat di jual ke APDS. Tercatat bahwa hasil produksi madu tertinggi diperoleh pada tahun 2008-2009, dimana saat itu produksi madu yang dihasilkan 51 sebanyak 16.214 kg. Harga madu yang berlaku pada tahun tersebut Rp 45.000/kg. Berikut data hasil penjualan madu semenjak APDS berdiri (Tabel 10): Tabel 10 Hasil penjualan madu dari hasil tikung di TNDS melalui APDS Uraian 2006-2007 5 89 7.378 7683 4.329 4.320 28.000 Jumlah periau Jumlah anggota Luas (ha) Jumlah tikung Produksi (Kg) Terjual (Kg) Harga (Rp/kg) Omzet penjualan 120.960.000 (Rp) Sumber: Data penjualan APDS Tahun 2007-2008 2008-2009 8 8 158 175 12.363 12.363 13.253 15.764 163 16.214 105 15.850 28.000 45.000 3.008.000 714.001.500 2009-2010 9 217 15.607 16.863 4.219 4.179 45.000 227.131.000 Dari data tersebut di atas tampak bahwa hasil madu yang dihasilkan tidak stabil, hal ini disebabkan oleh faktor alam yang terjadi di daerah periau tersebut. Faktor alam sangat menentukan hasil madu yang dihasilkan. Walaupun jumlah periau, jumlah anggota dan jumlah tikung serta luasan bertambah tapi tidak secara signifikan memperbesar produksi madu yang dihasilkan, dapat diilustrasikan pada Gambar 11. Produksi Madu di TNDS 20000 15000 Jlh anggota 10000 Luas (ha) 5000 Jlh tikung Produksi (kg) 0 2006-2007 2007-2008 2008-2009 2009-2010 Gambar 11 Produksi madu dari hasil tikung anggota periau di TNDS Nilai ekonomi ini diperoleh dari hasil produksi madu tertinggi yang pernah dihasilkan oleh para periau dikalikan dengan harga pasar yang berlaku saat ini. Dari perhitungan nilai ekonomi produksi madu diperoleh hasil sebesar Rp 729.630.000/tahun atau sama dengan Rp 59.017,23/ha/tahun. Nilai ini merupakan nilai pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan madu yang dibeli oleh APDS dari anggota periaunya. Nilai ekonomi dari madu tersebut di atas belum menggambarkan nilai madu yang sesungguhnya yang dapat dihasilkan di TNDS, karena nilai tersebut hanya menghitung hasil produksi madu yang berasal dari tikung. Padahal di TNDS madu selain dihasilkan dari tikung, juga dihasilkan dari 52 lalau dan repak. Selain itu hanya madu yang dihasilkan anggota periau yang dihitung, kenyataannya masih ada masyarakat yang belum menjadi anggota periau yang juga mengusahakan tikung dan menjual langsung hasil madunya. Nilai Ekonomi Karet Nilai ekonomi karet dimasukkan dalam perhitungan valuasi ekonomi karena keberadaan dari kebun karet milik masyarakat, terutama masyarakat Dayak yang ada di TN. Masyarakat melayu saat penelitian juga sudah mulai melakukan penanaman karet pada 2-3 tahun terakhir, tapi belum ada yang menghasilkan. Sehingga dalam valuasi untuk nilai karet hanya menghitung dari masyarakat Dayak yang ada. Nilai getah karet diduga dari potensi getah karet yang ada di dalam kawasan TNDS dan dikalikan dengan harga getah karet yang berlaku di pasar. Berdasarkan data dan perhitungan yang telah dilakukan maka nilai ekonomi karet untuk TNDS adalah sebesar Rp 2.218.796.000/tahun atau sama dengan Rp 16.809,06/ha/tahun. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai Ekonomi Ladang (Padi) Nilai ekonomi ladang juga dimasukkan dalam perhitungan valuasi, karena ladang masyarakat umumnya berada di dekat sungai dan merupakan satu kesatuan ekosistem TNDS. Seperti karet, ladang diusahakan tiap tahunnya oleh masyarakat Dayak yang tinggal di dalam kawasan. Nilai ladang diduga dari potensi ladang yang ada di dalam kawasan TNDS dan harga beras yang berlaku di pasar. Berdasarkan hasil perhitungan maka nilai ekonomi hasil ladang di TNDS sebesar Rp 81.200.000/tahun atau sama dengan Rp 35.826,01/ha/tahun. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil ladang biasanya tidak cukup untuk makan selama satu tahun. Hasil ladang ini semuanya untuk dimakan. Selain faktor keberuntungan karena tidak terkena hama dan faktor alam lainnya, keahlian dalam mengelola ladang dan banyaknya ladang yang dimiliki atau diolah oleh satu keluarga menjadi penentu untuk keberhasilan hasil ladang yang didapat nantinya. Seperti tahun 2011 saat penelitian dilakukan, ladang penduduk tidak menghasilkan karena habis dimakan hama belalang. Nilai Ekonomi Kayu Bakar Masyarakat di dalam TNDS sebagian besar masih menggunakan kayu bakar dalam kegiatan memasak sehari-hari yang diperoleh dari lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Selain itu juga kayu bakar digunakan untuk bahan bakar membuat ikan salai dan kerupuk kering/basah. Ini menunjukkan ketergantungan terhadap kayu bakar tersebut masih cukup tinggi, dan bila dinilai secara ekonomi akan memberikan nilai yang cukup tinggi pula. Kayu bakar merupakan nilai guna langsung dari hutan dengan potensi yang melimpah di sekitar kawasan tempat tinggal masyarakat, karena kayu bakar belum ada nilainya, masyarakat tinggal mengumpulkan dan mengambilnya secara gratis dari alam. Untuk menghitung nilai ekonomi kayu bakar digunakan pendekatan dengan menggunakan biaya pengadaan. Pendekatan dengan biaya pengadaan sangat ditentukan oleh karakteristik sosial ekonomi masyarakat pengguna suatu komoditi. Berdasarkan data dan hasil perhitungan menggunakan regresi linier berganda maka diperoleh model kurva permintaannya adalah : 53 Y = 7.86 - 0.000033 X1 - 0.00000022 X2 + 0.0164 X3 + 0.110 X4 - 0.103 X5 + 0.114 X6 Nilai ekonomi kayu bakar diduga dengan model tersebut di atas dengan menganggap variabel lain tetap (dalam hal ini digunakan nilai rata-rata), sehingga konsumsi kayu bakar hanya ditentukan oleh biaya pengadaan (harga). Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai kesediaan berkorban, nilai yang dikorbankan, dan surplus konsumen kayu bakar berturut-turut adalah Rp 3.133.090,50/orang/tahun; Rp -196.389,50/orang/tahun; dan Rp 3.329.491,50/ orang/tahun. Lampiran 4 menyajikan perhitungan nilai ekonomi kayu bakar. Selanjutnya untuk penghitungan nilai ekonomi total akan digunakan nilai surplus konsumen yang diperoleh. Maka nilai ekonomi kayu bakar untuk TNDS adalah Rp 25,22/ha/tahun. Nilai rekreasi dan pariwisata Nilai rekreasi dan pariwisata merupakan nilai manfaat langsung atau dapat dikonsumsi secara langsung oleh pengunjung. Nilai rekreasi dihitung berdasarkan tiket biaya masuk ke kawasan TNDS. Potensi-potensi pariwisata yang dimiliki oleh TNDS telah menarik minat para wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1988 Rayon II, biaya masuk untuk wisatawan mancanegara adalah Rp 15.000 dan untuk wisatawan nusantara adalah Rp 1.500. Sejak tahun 2007 telah terjadi peningkatan kunjungan ke TNDS (Gambar 12) dimana wisatawan nusantara selalu lebih tinggi daripada wisatawan mancanegara, kecuali pada tahun 2007 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara lebih tinggi dari wisatawan nusantara. Jumlah (orang) Perkembangan Jumlah Pengunjung 70 60 50 40 30 20 10 0 Nusantara Mancanegara 2007 2008 2009 2010 Tahun Gambar 12 Data perkembangan jumlah pengunjung TNDS 2007-2010 Sumber : Data Statistik Balai TNDS 2011 Berdasarkan data terakhir, untuk tahun 2011 biaya masuk yang diterima TNDS sebesar Rp 14.426.000 (TNDS 2011). Nilai tersebut merupakan nilai moneter yang diterima oleh TNDS dari kegiatan rekreasi dan pariwisata. Untuk melihat nilai potensi bisa dengan menggunakan pendekatan metode biaya perjalanan. Metode ini menentukan nilai rekreasi dari kawasan konservasi dengan melihat kesediaan membayar (willingness-to-pay) para pengunjung. Metode ini menunjukkan bahwa nilai kawasan konservasi bukan hanya dari tiket masuk saja, 54 tetapi juga mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan pengunjung menuju lokasi kawasan konservasi dan hilangnya pendapatan potensial mereka karena waktu yang digunakannya untuk kunjungannya tersebut. Metode biaya perjalanan ini menunjukkan bahwa para pengunjung lebih bersedia membayar lebih seperti halnya tiket masuk aktual ke taman nasional. Namun nilai potensi ini belum berhasil dihitung langsung pada penelitian ini, karena masih rendahnya tingkat kunjungan ke TNDS dan saat penelitian berlangsung tidak adanya kunjungan wisatawan. Nilai Guna Tidak Langsung Nilai Air untuk Rumah Tangga Untuk menduga nilai ekonomi air pada jasa air untuk rumah tangga ini dilakukan dengan melakukan kalkulasi terhadap air yang digunakan oleh rumah tangga. Pemakaian air untuk rumah tangga terdiri dari kebutuhan untuk memasak, mandi dan mencuci, serta kakus. Masyarakat mengambil sumber air yang digunakan semuanya berasal air sungai. Keberadaan akan sumber air mempengaruhi perilaku masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka terhadap air. Selain faktor budaya dan kebiasaan, perilaku tersebut juga dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi. Untuk keperluan minum dan masak biasanya air sungai diendapkan terlebih dahulu pada wadah yang ada di rumah seperti tempayan dan sebagainya, karena air sungai terkadang keruh apalagi pada saat hujan di hulu. Selain itu juga masyarakat memiliki penampungan air hujan untuk konsumsi sehari-hari. Saat ini masyarakat Tekenang dan Pengembung juga telah dapat memanfaatkan air yang sudah dipipanisasi oleh Balai TNDS dari bukit Tekenang terutama di musim kemarau. Kondisi sumber air masyarakat dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Kondisi pemanfaatan air di TNDS Kampung/ Desa/ Dusun SPTN Lanjak Pulau Majang Kedungkang SPTN Semitau Kenelang Pengembung Tekenang Madang Permai SPTN Selimbau Batu Rawan Gudang Hulu Gudang Hilir Meresak Penawan Sumber Air Alternatif Sumber Air Jarak ke Air (m) Sungai Sungai Sungai Sungai Sungai Sungai Sungai Air hujan Air hujan Air hujan Air hujan dan Bukit Tekenang Air hujan dan Bukit Tekenang Air hujan 5-20 100-300 Sungai Sungai Sungai Sungai Sungai Air hujan Air hujan Air hujan Air hujan Air hujan 2 2-5 1-5 2 2 2-5 2-5 1-2 1-2 Keterangan Pipanisasi BTNDS Pipanisasi BTNDS Berdasarkan hasil kalkulasi untuk mengestimasi nilai air berdasarkan konsumsi rumah tangga dapat diketahui nilai ekonomi air untuk rumah tangga di TNDS adalah sebesar Rp 964.476.000/tahun atau setara dengan Rp 55 7.306,64/ha/tahun (Perhitungan nilai air untuk rumah tangga dapat dilihat pada Lampiran 5). Nilai ini lebih tinggi dari hasil penelitian yang dilakukan Handayani (2008) untuk nilai air rumah tangga sebesar Rp 331.989.327/tahun. Hal ini dikarenakan perbedaan data yang digunakan untuk rata-rata konsumsi air/orang/hari dan harga air yang sudah lebih tinggi di saat penelitian ini dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa air merupakan satu kebutuhan vital masyarakat yang semakin hari nilainya semakin tinggi, dan ini disediakan secara cuma-cuma oleh alam di TNDS. Nilai air rumah tangga di TNDS ini juga lebih tinggi dari nilai air untuk masyarakat pada lahan basah Muthurajawela di Sri Lanka sebesar US$ 39,191 per tahun (Schyut and Brander 2004), karena cakupan luas TNDS jauh lebih besar dibanding Muthurajawela seluas 3068 ha, dan jumlah penduduk lokal yang memanfaatkan air tersebut. Nilai Air untuk Transportasi Transportasi air merupakan urat nadi kehidupan masyarakat di dalam kawasan TNDS. Untuk menghitung nilai ekonomi air digunakan dengan menggunakan pendekatan langsung (harga pasar). Akses menuju ke dalam kawasan TNDS hanya dapat ditempuh melalui jalur sungai. Seluruh masyarakat di TNDS masih sangat tergantung pada transportasi sungai, namun begitu belum ada jasa transportasi sungai yang disediakan oleh masyarakat. Alat transportasi yang tersedia hanya penyewaan speedboat yang dilakukan oleh penduduk di ibukota kecamatan, dan hanya melayani untuk pulang pergi dalam sehari, jika orang luar datang dan akan menginap biasanya driver dari speedboat akan menjemput lagi keesokan harinya. Oleh karena itu tidak heran bahwa di setiap rumah memiliki speedboat, minimal 1 buah dengan ukuran minimal 3,3 PK untuk transportasi dan pemenuhan kebutuhan hidup lainnya seperti kegiatan menangkap ikan sehari-hari. Umumnya speedboat yang dimiliki masyarakat dibeli di negara tetangga yaitu Malaysia, dengan alasan harga yang lebih murah dan jarak yang lebih dekat. Seperti yang dikemukakan oleh banyak reponden bahwa harga speed 3,3 PK di Lubuk Antu (Malaysia) hanya 7,7 juta yang buka bungkus (baru), tetapi di Indonesia di ibukota kabupaten seperti Putussibau bisa berkisar 10-12 juta rupiah. Harga bahan bakar bensin campur oli sebagai bahan bakar speed mencapai Rp 9000 – Rp 10000 saat penelitian ini berlangsung, jadi dua kali lipat harga normal. Nilai ekonomi air untuk jasa transportasi ini akan dihitung dari biaya bahan bakar yang diperlukan untuk kegiatan setiap hari dan kegiatan masyarakat keluar kampung/dusun/desa ke ibukota kecamatan terdekat yang rata-rata dilakukan setiap bulan satu kali. Di TNDS, masyarakat biasanya menggunakan alat transportasi sehari-hari untuk menangkap ikan dan pergi keluar kampung masing-masing untuk urusan keluarga, urusan sekolah anak, pergi berobat dan urusan lainnya rata-rata sekali dalam sebulan. Pergi keluar kampung biasa hanya dilakukan ke ibukota kecamatan terdekat, maka biaya transportasi TNDS secara keseluruhan adalah sebesar Rp 28.736.100.000,-/tahun atau sebesar Rp 217.697,73/ha/tahun. (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6) Nilai air untuk transportasi ini jauh lebih tinggi dibanding nilai air untuk transportasi di Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) yaitu sebesar Rp 56 10.005.621.212/tahun (Roslinda dan Yuliantini 2011). Hal ini dikarenakan perbedaan kondisi dan metode yang dipergunakan. Nilai Air untuk Perikanan Budidaya Budidaya ikan dilakukan oleh masyarakat di TNDS sebagai salah satu tabungan ketika ikan tangkapan tidak memberikan hasil yang mencukupi untuk kebutuhan mereka. Budidaya dilakukan di dalam keramba apung. Bisa dikatakan seluruh masyarakat di kawasan TNDS memiliki keramba, meskipun jumlah kepemilikannya berbeda di tiap nelayan. Jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan toman (Channa micropeltes). Toman adalah sejenis ikan karnivora atau pemakan daging yang hidup bebas di perairan Danau Sentarum. Ikan tersebut ditangkap sewaktu masih kecil untuk dijadikan bibit dan dipindahkan kedalam keramba untuk kemudian dibudidayakan.Harga ikan budidaya dihitung dengan menggunakan pendekatan langsung (harga pasar) terbatas jenis ikan tertentu yang diusahakan untuk dijual. Berdasarkan perhitungan maka nilai ekonomi perikanan budidaya di TNDS saat penelitian adalah sebesar Rp. 4.587.500.000,-/tahun atau sama dengan Rp 34.753,79/ha/tahun. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran7). Ada dugaan budidaya ikan toman secara intensif merupakan ancaman yang perlu diperhatikan karena akibat dari budidaya ikan dalam keramba semacam ini tidak hanya berbahaya bagi keanekaragaman hayati ikan di danau (karena semua anak-anak ikan dari berbagai jenis yang tertangkap dimanfaatkan sebagi pakan), tapi juga terhadap rusaknya kualitas air danau karena adanya pembusukan sisasisa pakan di dasar perairan. Nilai Ekonomi Simpanan Karbon Pendekatan yang digunakan untuk menghitung nilai ekonomi karbon adalah dengan harga pasar. Penentuan nilai karbon dalam penelitian ini difokuskan pada simpanan karbon dalam tanah gambut yang terdapat pada hutan rawa gambut. Dari hasil perhitungan, maka nilai simpanan karbon di TNDS per tahun sebesar Rp. 431.636.400.000 atau setara dengan Rp 3.269.972/ha/tahun. (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8). Nilai ini merupakan nilai manfaat yang diberikan kepada masyarakat lokal maupun global atas kualitas ekosistem kawasan TNDS sebagai suatu ekosistem yang mampu berfungsi sebagai penyimpan CO2 atau berfungsi dalam pengatur iklim. Nilai ini jauh lebih tinggi dibanding yang diberikan oleh lahan basah Pantanal di Brazil dimana jasa ekosistem sebagai pengatur iklim sebesar US$ 120.50 (Schyut and Brander 2004). Nilai Pilihan Pendekatan yang digunakan untuk menghitung nilai pilihan adalah dengan harga pasar. Nilai pilihan merupakan nilai harapan masa yang akan datang terhadap komoditas yang saat ini digunakan (konsumsi) maupun yang belum dimanfaatkan. Nilai pilihan ini meliputi jenis flora dan fauna. Jenis flora antara lain jenis anggrek (Bulbophyllum, Coelogyne, Dendrobium, Dimorphorchis, Grammatophylum, Phalaenopsis, Taenia, Spathoglottis and Vanda), sedangkan jenis fauna adalah jenis ikan (ulang uli dan ringau) dan jenis reptilia (labi-labi). Dari hasil perhitungan nilai ekonomi maka diperoleh hasil sebesar Rp 57 86.205.000.000/tahun atau sama dengan Rp 653.068,18/ha/tahun (perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9). Dengan demikian nilai pilihan berupa flora dan fauna yang masih tersimpan dalam kawasan TNDS adalah Rp 653.068,18/ha/thn. Nilai pilihan tersebut cukup besar jika dibandingkan nilai pilihan TNGH (Widada 2004) adalah Rp 20.024/ha/thn, hal ini dikarenakan masih banyak flora dan fauna yang belum dimanfaatkan dan akan berguna pada masa depan. Selain itu juga perbedaan metode yang digunakan untuk menghitung nilai pilihan. Namun nilai ini belum mengcover semua nilai pilihan dari TNDS karena masih banyak potensi flora dan fauna yang belum dinilai dan potensi yang dinilai juga hanya berdasarkan jumlah pengambilan/tangkapan yang mampu dilakukan oleh masyarakat. Hal ini dilakukan karena tidak adanya data yang akurat mengenai potensi flora dan fauna di lokasi penelitian. Selain itu beberapa jenis lain tidak dimasukkan dalam hitungan karena sudah termasuk fauna yang dilindungi seperti ikan Arwana /siluk (Scleropages formosus) sudah masuk dalam threatened species IUCN dan CITES Appendix 1 , dan Orang utan (Pongo pygmaeus) masuk dalam endangered species IUCN dan CITES Appendix 1. Walaupun demikian untuk kelestarian jenis flora dan fauna tersebut sebaiknya dalam pengambilannya perlu dilakukan dengan arif dan bijaksana. Dalam PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, ada beberapa jenis flora dan fauna yang ada dilokasi penelitian merupakan jenis yang dilindungi seperti anggrek (Bulbophyllum beccarii), sedangkan untuk jenis fauna adalah labi-labi (Amyda cartilaginea). Oleh karena itu pengambilan jenis flora dan fauna tersebut harus melalui mekanisme seperti yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 104/Kpts-II/2000 tentang Tata Cara Pengambilan Tumbuhan Liar dan Menangkap Satwa Liar. Selain jenis flora dan fauna juga perlu diperhatikan jumlah pengambilannya. Seperti yang tertulis dalam Peraturan Pemerintah No 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar, pasal 19, pasal 44 (1), pasal 49. Nilai Ekonomi Total TNDS Kayu merupakan nilai guna langsung dari hutan, di kawasan TNDS terdapat banyak sekali jenis-jenis kayu komersil, seperti tembesu, bengkirai, meranti dan lain-lain. Kayu-kayu tersebut apabila ditebang dan dijual akan menghasilkan nilai ekonomi yang sangat tinggi. Akan tetapi, karena kayu-kayu tersebut berada di kawasan TN sehingga keberadaannya tidak bisa diproduksi/tidak ditebang. Pemanfaatan kayu merupakan biaya kesempatan bagi manfaat TNDS lainnya, dimana apabila kayu hutan dieksploitasi, maka manfaat hutan yang lain akan hilang karenanya. Pendugaan NET dilakukan dengan menjumlahkan nilai ekonomi dari produk atau jasa lingkungan yang diberikan oleh TNDS, maka diperoleh nilai ekonomi total TNDS seperti Tabel 12. Data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa nilai ekonomi simpanan karbon sangat tinggi (sekitar 75,19 persen) dibanding nilai ekonomi lainnya yang dihitung. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ekosistem TNDS relatif masih baik, memiliki kawasan gambut yang masih cukup terjaga. Namun di lain pihak, 58 menunjukkan bahwa persepsi masyarakat, terutama masyarakat di sekitar TNDS masih rendah terhadap sumberdaya alam. Simpanan karbon merupakan nilai yang didasaarkan pada persepsi masyarakat dunia dan merupakan fungsi regulasi dari ekosistem secara luas. Secara riel sampai saat ini nilai simpanan karbon tersebut belum dapat dirasakan oleh masyarakat, walaupun memiliki potensi besar untuk dapat masuk dalam pasar jasa lingkungan (environmental service market). Oleh karenanya dalam penelitian ini NET yang akan dipakai adalah NET tanpa simpanan karbon karena manfaat simpanan karbon belum dapat memenuhi persyaratan untuk menghasilkan suatu nilai. Tabel 12 Ringkasan hasil perhitungan NET TNDS No 1. 2. 3. Jenis Nilai Nilai Guna Langsung Macam Nilai 1. Ikan Tangkap 2. Madu 3. Karet 4. Padi 5. Kayu bakar 6. Pariwisata Nilai Guna 1. Air RT Tidak 2. Air transportasi Langsung 3. Air perikanan 4. Simpanan karbon Nilai Pilihan 1. Pilihan Total Valuasi ekonomi (Rp/tahun) Valuasi ekonomi per ha (Rp/tahun) % 15.505.805.000 729.630.000 2.218.796.000 81.200.000 3.329.492 14.426.000 964.476.000 28.736.100.000 4.587.500.000 117.468,22 5.527,5 16.809,06 615,15 25,22 109,29 7.306,64 217.697,73 34.753,79 2,79 0,07 0,15 0,03 0,00 0,00 0,08 5,72 0,98 431.636.400.000 86.205.000.000 570.703.707.492 3.269.972,73 653.068,18 4.323.353,51 75,19 14,99 100,00 Bila nilai simpanan karbon tidak diperhatikan (Tabel 13), nampak bahwa nilai pilihan memiliki proporsi yang jauh lebih tinggi dibandingkan nilai lainnya, yaitu sebesar 62,00 persen dari total nilai ekonomi TNDS. Nilai pilihan tersebut menggambarkan dan menginformasikan bahwa terdapat banyak potensi alam yang bermanfaat di TNDS. Nilai ini juga menginformasikan jika kondisi TNDS saat ini masih dalam kondisi yang cukup baik, dan ini berarti akan dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat baik di dalam/sekitar kawasan dan juga masyarakat secara luas. Nilai ini hampir sama dengan manfaat ekonomi mengenai informasi untuk pendidikan dan pengetahuan di The Dutch Wadden Sea (Belanda) sebesar US$ 6,048,000 tahun 2003 (Schyut dan Brander 2004). Setelah nilai pilihan, nampak bahwa nilai guna tidak langsung yang terdiri dari nilai jasa air memiliki proporsi yang tinggi dibandingkan nilai guna langsung yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Nilai air di TNDS ini dilihat dari nilai air untuk rumah tangga, nilai air untuk transportasi dan nilai air untuk perikanan. Nilai air memberikan kontribusi sebesar 24,66 persen dari total nilai ekonomi yang dinilai dan ini langsung dirasakan oleh masyarakat di TNDS. Air danau dan sungai yang ada merupakan urat nadi kehidupan masyarakat. Ekosistem TNDS yang unik dan kompleks menyediakan air bagi masyarakat baik kondisi basah maupun kering. Nilai ekonomi air bagi masyarakat TNDS adalah sebesar Rp 259.758,16/ha/tahun. Nilai ekonomi air ini akan lebih besar lagi bila menghitung penyediaan air bersih bagi masyarakat di luar kawasan TNDS seperti yang 59 dilakukan oleh Handayani (2008). Handayani menghitung penyediaan air bersih bagi masyarakat di hilir TNDS, yaitu kota Sintang, Sanggau dan Pontianak dengan metode CVM dan diperoleh nilai untuk masing-masing kota berturutturut: Rp 11.896.180.647,97; Rp 29.387.062.143,90 ; dan Rp 107.753.908.429,64. Nilai air TNDS ini berpeluang juga untuk dihargai dalam pasar jasa lingkungan (Nurrochmat et al. 2010). Pasar jasa lingkungan dapat diartikan sebagai kesempatan untuk masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan konservasi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat tidak hanya dari sisi ekonomi (economic rewards) tapi juga dari sisi lain yaitu dengan adanya peningkatan modal sosial dan pengakuan atas hak masyarakat dalam mengelola dan mengakses sumberdaya alam. Tabel 13 Ringkasan hasil perhitungan NET TNDS tanpa nilai simpanan karbon No 1. 2. 3. Jenis Nilai Macam Nilai Nilai Guna 1. Ikan Tangkap Langsung 2. Madu 3. Karet 4. Padi 5. Kayu bakar 6. Pariwisata Nilai Guna 1. Air RT Tidak 2. Air transportasi Langsung 3. Air perikanan Nilai Pilihan 1. Pilihan Total Valuasi ekonomi (Rp/tahun) 15.505.805.000 729.630.000 2.218.796.000 81.200.000 3.329.492 14.426.000 964.476.000 28.736.100.000 4.587.500.000 86.205.000.000 139.067.307.492 Valuasi ekonomi per ha (Rp/tahun) 117.468,22 5.527,5 16.809,06 615,15 25,22 109,29 7.306,64 217,697,73 34.753,79 653.068,18 1.053.380,78 % 11,15 0,52 1.60 0,06 0,00 0,01 0,69 20,67 3,30 62,00 100,00 Nilai ekonomi perikanan tangkap menduduki proporsi ketiga yaitu 11,15 persen yaitu sebesar Rp 117.468,22/ha/tahun. Nilai ekonomi perikanan tangkap yang dihitung dengan menggunakan harga pasar ini, secara nyata langsung dirasakan oleh masyarakat di dalam kawasan TNDS. Sektor perikanan ini merupakan kegiatan ekonomi utama dalam kehidupan masyarakat di TNDS, selain itu juga hasil tangkapan ini berkontribusi besar terhadap hasil perikanan daerah. Data dari Dinas Perikanan Kabupaten Kapuas Hulu mencatat bahwa produksi ikan air tawar tangkap tahun 2011 adalah sebesar 20.635 ton dan dari danau sentarum menyumbang sekitar 31 persen dari produksi tersebut (± 6,4 ribu ton). Ini berarti memberikan kontribusi pula pada pendapatan daerah. Namun sayangnya kontribusi ini dihitung dari sektor perikanan, bukan dari sektor kehutanan yang merupakan tempat/habitat dimana ikan tersebut hidup dan diambil. Kondisi ini seringkali terjadi yang berakibat pada tidak berimbangnya penghitungan terhadap kontribusi sektor kehutanan pada PAD. Nilai-nilai lainnya walaupun proporsinya tidak terlalu besar, tetapi dirasakan langsung oleh masyarakat di sekitar dan di dalam TNDS, seperti nilai madu,karet dan padi ladang, dan nilai rekreasi yang dirasakan oleh pengunjung. Nilai karet dan ladang hanya dirasakan oleh masyarakat di SPTN Lanjak dan Selimbau, karena hanya di dua tempat ini saat penelitian mengusahakan karet dan ladang. Di SPTN Semitau sebenarnya juga telah ada masyarakat mengusahakan karet namun belum menghasilkan. Nilai madu cukup memberikan sumbangan yang cukup 60 besar bagi masyarakat, tapi hasilnya sangat tergantung pada kondisi alam. Jika bunga-bunga tanaman yang ada di TNDS tidak ada maka lebah tidak akan datang, sehingga tidak akan ada madu yang akan dipanen masyarakat. Oleh karena itu kelestarian ekosistem TNDS menjadi hal penting bagi masyarakat. Nilai rekreasi dan pariwisata dalam penghitungan ini dirasakan sangat kecil karena merupakan nilai moneter yang real diterima pihak Balai TNDS. Sebenarnya potensi nilai ekonomi TNDS sangat tinggi melihat potensi alam dan potensi wisata yang ada. Hal ini dapat dibuktikan bahwa TNDS merupakan tempat tujuan dan pilihan syuting beberapa studio TV untuk acara-acara wisata alam seperti Jejak Petualang dan Mancing Mania, yang bila dihitung untuk satu kali syuting biayanya tidak kurang dari Rp 250 juta. Atau bila di analogikan dengan nilai rekreasi kawasan Pantanal adalah US$ 423.640.000 pada tahun 1994 atau sama dengan Rp 934.126.200.000 atau sama dengan Rp 7.076.713, 64/ha/tahun. Ini menunjukkan potensi wisata yang ada perlu untuk dikembangkan, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar baik masyarakat lokal juga masyarakat secara luas. NET TNDS sebesar Rp 139.067.307.492/tahun atau Rp 1.053.380,78/ha/ tahun menunjukkan bahwa TNDS sebagai kawasan konservasi yang selama ini dianggap sebagai pusat pengeluaran (cost center) adalah tidak benar. Ini dapat dibuktikan dengan besarnya biaya pengelolaan TNDS tahun 2010 adalah sebesar Rp 6.768.844.000 jika dibandingkan dengan nilai ekonomi total TNDS, biaya tersebut hanya sebesar 4,87 persen dibandingkan nilai manfaatnya (Gambar 13). Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi merupakan kegiatan yang sangat efisien dan tidak berseberangan dengan kegiatan ekonomi tetapi mendukung pembangunan ekonomi. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Widada (2004) di TNGH Jawa Barat. Biaya dan Manfaat Pengelolaan TNDS Biaya pengelolaan 5% Manfaat ekonomi 95% Gambar 13 Biaya dan nilai manfaat ekonomi pengelolaan TNDS Berdasarkan penggunaanya, NET TNDS dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu nilai penggunaan langsung (nilai perikanan tangkap, nilai madu, nilai karet, nilai padi ladang dan nilai rekreasi dan pariwisata), nilai penggunaan tidak langsung (nilai air) dan nilai pilihan (Gambar 14). 61 Nilai ekonomi TNDS berdasarkan penggunaannya 13% Guna Langsung 25% 62% Guna Tidak Langsung Pilihan Gambar 14 Nilai ekonomi TNDS berdasarkan penggunaannya. Berdasarkan Gambar 14 diketahui bahwa nilai guna langsung yang dirasakan masyarakat sekitar TNDS lebih kecil prosentasenya dibanding nilai guna tidak langsung dan nilai pilihan. Untuk itu perlu diusahakan untuk menggeser komposisi nilai-nilai tersebut, sehingga nilai guna langsung dapat meningkat prosentasenya, yang berarti dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Usaha yang mungkin dilakukan dalam waktu dekat adalah dengan meningkatkan nilai tambah dari hasil-hasil sumberdaya alam yang dihasilkan, seperti yang sudah dilakukan terhadap hasil madu hutan. Dalam jangka panjang usaha yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan jasa-jasa lingkungan yang ada agar dapat dirasakan manfaatnya juga oleh masyarakat, seperti pengoptimalan kegiatan ekowisata di TNDS. Kesemuanya ini harus didukung dengan kelembagaan yang kokoh dari manajemen TNDS, berarti pembenahan kelembagaan pengelolaan sangat dibutuhkan agar tujuan ini dapat dicapai. Besarnya NET berdasarkan hasil penelitian belum menggambarkan NET TNDS secara keseluruhan karena ada beberapa nilai ekonomi yang belum masuk dan tidak diperhitungkan dalam penelitian ini, seperti nilai manfaat fungsional (nilai pencegahan banjir dan erosi, stabilitas iklim mikro, proses ekologi (pendauran hara, penyerbukan oleh satwa), nilai sumber plasma nutfah, nilai masing-masing satwa langka (untuk kasus TNDS seperti ikan arwana, orang utan, beberapa jenis burung) (Dixon dan Sherman 1990; Pearce 1992 dalam Munasinghe 1993). Sebelum dikembangkannya konsep ekonomi ekologi, pandangan terhadap nilai kawasan konservasi hanya berdasarkan berapa besar yang dapat kawasan berikan kepada negara yang dilihat berdasarkan pungutan atau karcis masuk ke kawasan. Sebagai gambaran biaya karcis masuk TNDS yang besarnya Rp 1500 per orang dan pada tahun 2011 hanya menyumbang sebesar Rp 14.426.000. Padahal nilai ekonomi TNDS tidak hanya dari hasil pariwisata, tetapi apa yang dinikmati masyarakat di sekitar dan dalam kawasan berupa hasil ikan, madu, karet, berladang, kayu bakar, air dan kemudahan transportasi dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penetapan pilihan kebijakan khususnya dalam pengelolaan TNDS dan pengelolaan kawasan konservasi umumnya di Indonesia. 62 Berdasarkan konsep ekonomi ekologi, maka penting dalam kebijakan pengelolaan TNDS untuk memperhatikan NET. Hal ini berkaitan dengan karakteristik dari sumberdaya alam TNDS yang menghasilkan barang dan jasa lingkungan yang umumnya merupakan barang publik atau dikenal sebagai common-pool resources (Ostrom 2008). Dari hasil penilaian ekonomi yang telah dilakukan maka telah diketahui pula fungsi, manfaat dan nilai dari kawasan TNDS. Berdasarkan hasil tersebut maka pengelola dan penjaga kawasan konservasi mempunyai hak untuk memperoleh imbalan jasa yang wajar. Dalam penentuan besar imbal jasa, diperlukan paling tidak dua prinsip yaitu Poluter Pay Principle (PPP) dan User Pay Principle (UPP). PPP adalah siapa yang membuat polusi harus membayar, dan UPP adalah siapa yang menggunakan jasa lingkungan harus membayar. PPP membuat seluruh pelaku ekonomi sadar mengenai seluruh biaya termasuk biaya lingkungan, sehingga mereka sadar dan dapat menghindarkan, mengurangi atau mengembalikan fungsi hutan kearah kondisi awalnya. Sedangkan untuk pengguna hutan, UPP berupaya untuk mengenakan ongkos yang dapat merefleksikan nilai dari sumberdaya alam yang mereka gunakan sehingga dapat menjamin tidak terjadinya penggunaan yang berlebihan atau kerusakan sumberdaya alam. Tidak diterapkannya kedua prinsip ini dapat menimbulkan insentif ekonomi untuk memanfaatkan kawasan penghasil jasa lingkungan secara berlebihan, dan menimbulkan eksternalitas ekonomi. Instrumen yang sudah berjalan seperti DR dan PSDH umumnya berlaku untuk setiap m3 barang tangible seperti kayu dan non kayu, dan bukan untuk jasa lingkungan yang dihasilkan. Karena itu, pajak terhadap jasa lingkungan kawasan konservasi sudah waktunya untuk diberlakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, baik dalam bentuk finansial maupun non finansial seperti fasilitas pendidikan dan pelatihan masyarakat hulu, kesehatan masyarakat hulu, dan infrastruktur lain yang dibutuhkan. Payment Environmental Services (PES) juga dapat menjadi pilihan dalam upaya penerapan imbal jasa lingkungan yang dihasilkan. Dalam penerapannya diperlukan kelembagaan yang mantap sehingga PES yang diterapkan dapat mencapai sasaran yg diharapkan. 6 PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN TNDS Banyaknya manfaat serta tingginya nilai ekonomi tentunya menarik perhatian berbagai pihak dalam kegiatan pengelolaan TNDS. Banyaknya pihak yang berkepentingan tentunya dapat menimbulkan konflik bila terdapat perbedaan tujuan dan kesamaan kepentingan terhadap kawasan. Oleh karena itu kajian pemangku kepentingan dilakukan untuk melihat siapa saja, bagaimana kedudukan dan bagaimana hubungan yang terjadi diantara pemangku kepentingan yang ada di TNDS.