Dampak Perubahan Iklim pada Perikanan Tambak di Pesisir Cilacap ................................................................. (Supriatin dan Martono) DAMPAK PERUBAHAN IKLIM (EL NINO, LA NINA, TINGGI MUKA LAUT) PADA PERIKANAN TAMBAK DI PESISIR CILACAP (The Effect Climate Change to Breakesh Water Fishery in Cilacap Coastal Zone) Lilik S. Supriatin dan Martono Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer, LAPAN Jl. dr. Djundjunan 133 Bandung, Jawa Barat, Indonesia E-mail: [email protected] ABSTRAK Ikan sebagai pangan hewani sangat diperlukan untuk kesehatan dan kecerdasan generasi penerus. Salah satu sumber penghasil ikan adalah perikanan tambak yang terletak di kawasan pesisir kabupaten Cilacap. Saat ini perikanan tambak mendapat ancaman dari perubahan iklim, yaitu berupa El Nino, La nina, dan naiknya tinggi muka laut. Penelitian ini bertujuan mengetahui dampak El Nino dan La Nina pada tinggi muka laut serta mengetahui proyeksi temporal pengaruh dari perubahan iklim ( El Nino, La Nina dan tinggi muka laut perairan Selatan Jawa) pada tambak. Metode yang digunakan adalah analisis statistik dan simulasi. Berdasarkan penelitian ini El Nino menurunkan tinggi muka laut perairan Selatan Jawa antara 5 sampai 12 cm dan La Nina menaikkan muka laut perairan Selatan Jawa antara 3 sampai dengan 5 cm. Simulasi dengan menggunakan software Powersim Constructor 2.5 menghasilkan kenaikan muka laut perairan Selatan Jawa yang jika dibandingkan dengan hasil dari IPCC memiliki koefisien korelasi sebesar 0,99. Hasil simulasi tersebut dipergunakan untuk proyeksi temporal penggenangan kawasan tambak di kabupaten Cilacap. Kawasan tambak terbesar yang terdapat di kabupaten Cilacap terletak di kecamatan Kampung Laut yang menurut proyeksi akan tergenang pada tahun 2026. Oleh karena itu segera dilakukan tindakan mitigasi. Naiknya muka laut yang selain disebabkan oleh pemanasan global dan La Nina akan mengakibatkan hilangnya kawasan pesisir sebagai salah satu penghasil pangan (protein hewani). Kata kunci: El Nino, La Nina, muka laut, pesisir, tambak ABSTRACT Fish as animal food is very necessary for the health and intelligence of future generations. One source of fish is a fish pond, located in the coastal district of Cilacap district. Currently the fishing pond received threats from climate change, namely in the form of El Nino, La nina, and rising sea levels. This study aims to determine the impact of El Nino and La Nina in sea levels as well as knowing the projection temporal effects of climate change (El Nino, La Nina and South Sea surface height Java) in the ponds. The method used is the statistical analysis and simulation. From these results El Nino lowered Java South Sea surface height between 5 to 12 cm and La Nina raise face south Java Sea between 3 to 5 cm. Simulations using the software Powersim Constructor 2.5 produces South Sea level rise Java when compared with the results of the IPCC has a correlation coefficient of 0,99. The simulation results used to flooding temporal projection pond area in the district of Cilacap. Region's largest pond contained in Cilacap district is located in the district of Kampung Laut which according to projections will be stagnant in 2026. Therefore urgent action on mitigation. Rising sea levels are only caused by global warming and La Nina will result in the loss of coastal areas as one of the producers of food (animal protein). Keywords: El Nino, La Nina, sea level, coastal, breakesh water fishery PENDAHULUAN Pangan menurut Undang-undang No. 18 Tahun 2012 adalah segala sesuatu yang bersumber dari sumber hayati di darat dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman untuk konsumsi manusia. Perikanan tambak adalah salah satu sumber pangan hewani dimana air untuk media pertumbuhan dan perkembangan ikannya berasal dari air payau (campuran antara air laut dan air sungai). Kondisi tambak di kawasan pesisir yang baik (tidak terdapat gangguan baik dari alam maupun manusia) akan menghasilkan produksi ikan yang maksimum yang akhirnya akan menuju kepada ketahanan pangan dan ketahanan nasional masyarakat Indonesia dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 165 Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 165-172 Salah satu gangguan dan ancaman dari alam terhadap produksi perikanan tambak untuk saat ini adalah perubahan iklim. Trewartha dan Horn (1995) menyatakan bahwa perubahan iklim adalah variasi-variasi iklim yang terjadi selama kurun waktu lebih dari 30 tahun. Beberapa indikasi perubahan iklim ditandai dengan peningkatan kejadian iklim dan cuaca ekstrem (ENSO dan La Nina) dan kenaikan tinggi muka laut yang dapat mengakibatkan banjir rob (banjir karena naiknya tinggi muka laut) (Ashok dan Saji, 2007; Ratnaningayu, 2009; Sahu et al., 2010; Susandi et al., 2008). Amri dan Arifin (2016) menambahkan bahwa perubahan iklim dapat dilihat dari pergeseran musim dan intensitas hujan serta mempengaruhi ekosistem di pesisir dan kehidupan manusia didalamnya. Selanjutnya Adger, et al. (2009) menambahkan bahwa perubahan iklim akan mempengaruhi ketersediaan air yang berdampak pada kehidupan, kestabilan pangan dan kesehatan. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan negara-negara lain yang terletak di tepi laut dan pesisir pantai akan sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, terutama kenaikkan tinggi muka laut. Pengaruh perubahan iklim akan sangat dirasakan sekali oleh masyarakat yang mata pencahariannya sangat tergantung pada sumber daya pesisir seperti petani bandeng, petani udang dan petani lahan sawah pasang-surut (Madiarta dan Stalker, 2007). Kenaikan tinggi muka laut akan mempengaruhi tambak dari dua sisi, yaitu kuantitas (fisik) berupa tergenangnya kawasan tambak dan kualitas (kandungan kimia) berupa naiknya suhu air, rendahnya konsentrasi oksigen terlarut dan pH air yang dapat menyebabkan kematian ikan (Rossieg et al., 2004). Kejadian ekstrem juga berpengaruh terhadap kenaikan muka laut, seperti terjadinya fenomena La Nina yang dapat menimbulkan kenaikan muka laut sebesar 15 cm. Fenomena La Nina diprediksi semakin panjang dan sering terjadi di masa depan. Selain menaikkan tinggi muka laut dan meningkatkan intensitas hujan, La-Nina juga mengakibatkan meningkatkan tingginya gelombang laut. Peningkatan intensitas hujan dan ketinggian muka laut, keduanya akan mengancam penggenangan dan hilangnya kawasan budidaya di pesisir dan pantai. Lain dengan fenomena El Nino yang selain mengurangi intensitas curah hujan juga mengurangi ketinggian muka laut di Indonesia. Kabupaten Cilacap adalah salah satu kabupaten di provinsi Jawa Tengah yang batas wilayahnya berbatasan langsung dengan laut (Samudera Hindia atau perairan Selatan Jawa) di sebelah selatan. Sepuluh buah kecamatan (Patimuan, Bantarsari, Kawunganten, Kampung Laut, Jeruklegi, Cilacap Utara, Cilacap Tengah, Adipala, Cilacap Selatan dan Nusawungu) dari 24 kecamatan yang terdapat di kabupaten Cilacap terletak dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia (kawasan pesisir) serta terdapatnya perikanan tambak (perikanan air payau). Faktor inilah yang menjadi latar belakang pengambilan lokasi penelitian ini. Oleh karena itu adalah penting untuk mengkaji dampak perubahan iklim (El Nino, La Nina, dan tinggi muka laut) pada perikanan tambak di pesisir Kabupaten Cilacap. Penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama adalah mengetahui dampak El Nino dan La Nina pada tinggi muka laut perairan Selatan Jawa yang berbatasan dengan Kabupaten Cilacap. Kedua adalah mengetahui proyeksi temporal pengaruh dari perubahan iklim (El Nino, La Nina dan tinggi muka laut perairan Selatan Jawa) pada perikanan tambak. METODE Data yang digunakan adalah data tinggi muka laut bulanan dari tahun 1993-2014.Data ini diperoleh dari Oceanwatch NOAA yang dapat diakses melalui http://pifscoceanwatch.irc.noaa.gov/las/servlets/dataset. Data pendukung berupa ketinggian topografi 10 kecamatan (Patimuan, Bantarsari, Kawunganten, Kampung Laut, Jeruklegi, Cilacap Utara, Cilacap Tengah, Adipala, Cilacap Selatan dan Nusawungu) lokasi penelitian yang memiliki perikanan tambak. Pada penelitian ini hanya data tinggi muka laut perairan Selatan Jawa yang akan dianalisis. Data tinggi muka laut tahunan akan dianalisis selama tahun-tahun kejadian El Nino dan La Nina serta tahun normal (tahun tanpa kejadian El Nino dan La Nina). Setelah itu dibuat simulasi untuk mengetahui proyeksi temporal dari tinggi muka laut beberapa tahun ke depan. Sebelum simulasi, terlebih dahulu dibuat asumsi, diagram simpal kausal (causal loop diagram) dan diagram alir (flowchart). Simulasi dilakukan dengan menggunakan software Powersim Constructor 2.5. 166 Dampak Perubahan Iklim pada Perikanan Tambak di Pesisir Cilacap ................................................................. (Supriatin dan Martono) Gambar 1 menyajikan diagram simpal kausal, sedangkan Gambar 2 menyajikan diagram alir dalam Powersim Constructor 2.5. - fenomena El Nino + fenomena La Nina tinggi muka laut + penggenangan tambak - + Gambar 1. Diagram simpal kausal dalam Powersim Constructor 2.5 Berdasarkan Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa fenomena El Nino akan mengurangi tinggi muka laut (bertanda negatif) dan fenomena La Nina akan menambah tinggi muka laut (bertanda +). Fenomena La Nina dan perubahan tinggi muka laut (karena pencairan gletsyer yang disebabkan pemanasan global/naiknya suhu) akan berpengaruh positif (semakin menggenangi) pada penggenangan kawasan pesisir (perikanan tambak). Sementara fenomena El Nino akan mengurangi (bertanda -) ketinggian genangan pada kawasan pesisir. konstanta_kenaikan_muka_laut tinggi_muka_laut laju_kenaikan_muka_laut fenomena_la_nina fenomena_el_nino Gambar 2. Diagram alir dalam Powersim Constructor 2.5 Asumsi yang digunakan untuk menjalankan model tinggi muka laut ini adalah pertama periode kejadian El Nino dibuat konstan (tetap) yaitu setiap 3 tahun sekali. Kedua kejadian La Nina terjadi setiap tahun setelah tahun-tahun kejadian El Nino. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 3 menyajikan tinggi muka laut untuk seluruh perairan Indonesia. Berdasarkan Gambar 3 akan dianalisis tinggi muka laut hanya untuk perairan Selatan Jawa saja yang berbatasan dengan Kabupaten Cilacap (lokasi penelitian). Hasil pengolahan data dan analisis dari Gambar 3 akan disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Gambar 4 menyajikan tinggi muka laut rata-rata bulanan perairan Selatan Jawa selama periode pengamatan 1993-2014. Kabupaten Cilacap terletak dan berbatasan langsung dengan perairan Selatan Jawa. Berdasarkan Gambar 4 ini, maka rata-rata tahunan tinggi muka laut perairan Selatan Jawa adalah sekitar 56 cm. Untuk mengetahui pengaruh dari fenomena ENSO dan La Nina pada tinggi muka laut perairan Selatan Jawa akan dibandingkan antara tinggi muka laut rata-rata tahunan (1993-2014) dengan tinggi muka laut setiap tahun. Gambar 6 167 Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 165-172 menyajikan anomali tinggi muka Laut perairan Selatan Jawa setiap tahun dibandingkan dengan tinggi muka laut rata-rata tahunan. Gambar 3. Variasi Bulanan Tinggi Muka Laut Perairan Indonesia Periode 1993-2014. Gambar 4. Tinggi Muka Laut Rata-Rata Bulanan Lokasi Perairan Selatan Jawa. 168 Dampak Perubahan Iklim pada Perikanan Tambak di Pesisir Cilacap ................................................................. (Supriatin dan Martono) Gambar 5. Perairan Selatan Jawa dan Kabupaten Cilacap. Gambar 6. Anomali Tinggi Muka Laut Selatan Jawa. Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa ketika terjadi fenomena ENSO (El Nino) pada tahun 1994 anomali tinggi muka laut perairan Selatan Jawa adalah -11,63 cm. El Nino tahun 1997 anomali tinggi muka laut sebesar -11,50 cm dan El Nino tahun 2002 adalah -4,95 cm. Sedangkan sewaktu terjadi La Nina, anomali tinggi muka laut perairan Selatan Jawa untuk tahun 1999 adalah 2,55 cm dan tahun 2000 sebesar 5,03 cm. Jadi dapat disimpulkan ketika terjadi El Nino, maka anomali tinggi muka laut perairan Selatan Jawa sampai bernilai negatif terhadap tinggi muka laut rata-rata tahunan. Sewaktu terjadi La Nina, anomali tinggi muka laut bernilai positif. Hal ini disebabkan ketika terjadi fenomena El Nino, kolam panas (warm pool) yang seharusnya terdapat di wilayah Indonesia bergerak ke Timur sehingga mengurangi volume laut dan tinggi muka laut, sedangkan ketika terjadi La Nina, kolam panas akan bergerak ke wilayah Indonesia sehingga meningkatkan volume laut dan menambah tinggi muka laut. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang telah dilakukan oleh Sofian, et al. (2007) sebelumnya. Sofian, et al. (2007) menyatakan bahwa kenaikan tinggi muka laut pada saat La Nina disebabkan karena adanya trade wind di Samudera Pasifik yang menguat dan banyak membawa massa uap air (warm pool) dari Pasifik Timur (sekitar Peru) ke daerah perairan Indonesia, salah satunya adalah perairan Selatan Jawa. Kenaikan tinggi muka laut ketika terjadi La Nina berpengaruh terhadap risiko erosi, abrasi dan genangan air laut. Untuk mengetahui proyeksi tinggi muka laut beberapa tahun ke depan dan pengaruh ENSO dan La Nina pada tinggi muka laut dan kawasan budidaya (perikanan tambak) daerah pesisir akan dilakukan simulasi. Tabel 1 menyajikan hasil simulasi proyeksi tinggi muka laut perairan Selatan Jawa. Jika dikorelasikan antara hasil simulasi dari IPCC dengan hasil dari penelitian ini diperoleh nilai koefisien korelasi r sebesar 0,99. Hal ini menunjukkan bahwa luaran dari simulasi model ini dapat digunakan. Disebabkan koefisien korelasi antara luaran proyeksi tinggi muka laut dari IPCC (2007) dengan hasil simulasi dari penelitian ini, maka model tinggi muka laut dapat digunakan untuk proyeksi temporal tinggi muka laut beberapa tahun ke depan kawasan pesisir (kecamatan) di 169 Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 165-172 Kabupaten Cilacap yang akan tergenang karena pengaruh dari perubahan iklim (El Nino, La Nina dan naiknya tinggi muka laut). Tabel 2 menyajikan proyeksi bila kecamatan-kecamatan yang terletak di kawasan pesisir Kabupaten Cilacap dan terdapat perikanan tambak akan tergenang dengan memperhatikan ketinggian topografi dari permukaan laut. Tabel 1. Proyeksi Temporal Tinggi Muka Laut Perairan Selatan Jawa. Tahun IPCC (cm) Hasil Simulasi (cm) 2013 64,91 64,23 2020 84,91 84,47 2030 116,91 117,67 2050 184,91 201,04 2080 322,91 438 Sumber: IPCC, 2007 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa kecamatan di kabupaten Cilacap yang mengkhawatirkan adalah kecamatan Kampung Laut yang menurut hasil simulasi penelitian ini akan tergenang pada tahun 2026 (10 tahun dari sekarang) sehingga diperlukan tindakan mitigasi segera. Sepuluh kecamatan pada Tabel 2 adalah penghasil ikan dari sektor perikanan tambak. Dengan tergenangnya kawasan perikanan tambak, maka secara otomatis akan menghilangkan kawasan pesisir dan produksi ikan. Tabel 3 menyajikan produksi ikan yang dihasilkan perikanan tambak dari 10 kecamatan pada tahun 2014. Tabel 2. Proyeksi Temporal Tinggi Muka Laut dan Kecamatan yang Tergenang No Kecamatan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kampung Laut Patimuan Adipala Bantarsari Nusawungu Kawunganten Cilacap Tengah Cilacap Utara Jeruklegi Cilacap Selatan Ketinggian dpl (m) 1 5 8 8 10 56 5 6 9 6 Perkiraan tahun tergenang 2026 2086 2105 2105 2114 2186 2086 2093 2110 2093 Tinggi muka laut (m) 1,02 5,09 8,19 8,19 10,19 57,37 5,09 6,10 9,22 6,10 Tabel 3. Produksi Ikan dari Perikanan Tambak (Air Payau)Tahun 2014. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kecamatan Kampung Laut Patimuan Adipala Bantarsari Nusawungu Kawunganten Cilacap Tengah Cilacap Utara Jeruklegi Cilacap Selatan Sumber: BPS, 2014. Luas tambak (Ha) 620 75 18,05 337 17 242 72,30 54,65 69,44 7,50 Produksi (kg) 370.233 37.210 63.031 880.188 Nilai (Rp x 1000) 7.068.039 375.325 848.150 22.153.601 418.305 3.771 71.605 83.918 12.036 9.935.583 275.394 2.380.613 2.211.190 441.252 Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa kecamatan Kampung Laut adalah kecamatan yang memiliki luas tambak paling luas diantara 9 kecamatan lainnya yang juga memiliki tambak, walaupun secara produksi dan rupiah yang dihasilkan lebih kecil daripada kecamatan Bantarsari. Jika tidak dilakukan mitigasi dari sekarang, maka Indonesia akan kehilangan luas area tambak atau kawasan pesisir sebesar 1512,94 Ha dengan produktivitas 13101,42 kg ikan/Ha dan nilai rupiah sebesar Rp 45.689.147.000,00 (empat puluh lima milyar enam ratus delapan puluh sembilan juta seratus empat puluh tujuh ribu rupiah). Kecamatan di Kabupaten Cilacap yang memiliki perikanan tambak disajikan pada Gambar 7. 170 Dampak Perubahan Iklim pada Perikanan Tambak di Pesisir Cilacap ................................................................. (Supriatin dan Martono) Gambar 7. Kecamatan di Kabupaten Cilacap yang Memiliki Perikanan Tambak. KESIMPULAN ENSO (El Nino) pada tahun 1994 dan 1997 mengakibatkan penurunan muka laut perairan Selatan Jawa sampai 11,6 cm dari kondisi normal. La Nina mengakibatkan kenaikan muka laut perairan Selatan Jawa. La Nina pada tahun 1999 menaikkan muka laut 2,55 cm dan tahun 2000 sebesar 5,03 cm. Data tinggi muka laut pada kondisi normal, tahun El Nino, dan tahun La Nina dipergunakan sebagai input untuk simulasi model proyeksi temporal tinggi muka laut perairan Selatan Jawa. Hasil simulasi proyeksi tinggi muka laut perairan Selatan Jawa jika dikorelasikan dengan simulasi dari IPCC menghasilkan koefisien korelasi r sebesar 0,99. Simulasi menghasilkan bahwa perairan Selatan Jawa pada tahun 2026 akan naik 1 m sehingga kecamatan Kampung Laut yang memiliki luas tambak terbesar di kabupaten Cilacap akan tergenang. Tergenangnya kawasan tambak berarti pula hilangnya produksi ikan dan hilangnya nilai rupiah. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan Terima Kasih penulis ucapkan pada Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer, LAPAN yang telah menjadikan kegiatan ini sebagai salah satu program kegiatan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Adger, W.N., Agrawala,S., Mirza, M.M.Q., Conde,C.,O ”Brien,K., Pulhin,J., Pulwarty,R.,Smith,B. dan Takahashi,k. (2007). Assessment of Adaptation Practices, Options, Constraints and Capacity.In:Parry,M.L.,Canziani,O.F.,Palutikof,J.P.,van der Linden,P.J. and Hanson,C.E. (eds.).Climate Change 2007:Impact, Adaptation and Vulnerability.Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel of Climate Change (IPCC), Cambridge University Press, Cambridge, UK.p.717-743. Amri, S. N. and T. Arifin. (2016). Adaptation Strategy of Seaweed Cultivation to Face the Climate Change (Case Study on Segoro Anakan Bay Ngadirejo, Pacitan). Forum Geografi. 30(1), 34-44. Ashok, K. dan Saji N. H. (2007). On Impact of ENSO and Indian Ocean Dipole events on the sub regional Indian Summer monsoon rainfall, natural Hazards, 42(2), 273-285. Badan Pusat Statistik. (2014). Cilacap dalam Angka, BPS Kabupaten Cilacap. IPCC. (2007). Climate Change 2007 – The Physical Science Basis, Cambridge University Press, Cambridge. Moediarto, R dan P. Stalker. (2007). Sisi lain Perubahan Iklim Mengapa Indonesia harus Beradaptasi untuk Melindungi Rakyat Miskinnya.United Nations Development Programme Indonesia. Ratnaningayu. (2009). Dari Timor ke Krui: Bagaimana petani dan nelayan menghadapi dampak perubahan iklim?, Saresehan iklim, Jakarta, November 2009. Pelangi Indonesia. RI (Republik Indonesia). (2012). Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Lembaran Negara RI Tahun 2012, No. 227. Sekretariat Negara. Jakarta. Roessig, J.M., C.M.Woodley,.J.J.Cech JR,. L.J. Hansen. (2004). Effect of Global Climate Change on Marine and Estuarine Fishes and Fisheries. Reviews in Fish Biology and Fisheries 14: 251-275. 171 Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 165-172 Sahu, N., Y. Yamashiki and K. Takara. (2010). Impact Assessment of IOD/ENSO in the Asian Region. Annual Disaster. Prev.Res. Inst., Kyoto University., No. 53B, 2010, 97-103. Sofian, I. (2007). Simulation of The Java using an Oceanic Feneral Circulation Model, J. Geomatika, Vol. 13, No. 2: 1-14. Susandi, A., Herlianti, I., Tamamadin, M., Nurlela, I. (2008). Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketinggian Muka Laut Di Wilayah Banjarmasin. Jurnal Ekonomi Lingkungan, 12(2), 1-8. Trewartha, G. T dan L. H. Horn. (1995). Pengantar Iklim, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 172