KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH SUTERA KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR REZA PRAYOGA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 i PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Kelayakan Usaha Produksi Kokon pada Rumah Sutera Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor“ benar merupakan hasil karya penulis dengan arahan dari komisi pembimbing yang belum pernah diajukan pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Saya juga menyatakan bahwa informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. . Bogor, Juli 2014 Reza Prayoga NIM H34114068 *Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait. ii ABSTRAK REZA PRAYOGA. Kelayakan Usaha Produksi Kokon pada Rumah Sutera pada Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh YANTI NURAENI MUFLIKH. Rumah Sutera merupakan usaha yang melakukanproduksi kokon. Kokon adalah hasil akhir dari budidaya ulat sutera. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan tanpa pengembangan dan dengan pengembangan usaha produksi kokon dilihat dari aspek non finansial, aspek finansial, serta melihat nilai switching value. Hasil analisis finansial, baik tanpa pengembangan maupun dengan pengembangan produksi kokon menunjukkan layak untuk dijalankan atau diusahakan. Hasil analisis tanpa pengembangan nilai Net Present Value sebesar Rp29 137 225.8, net B/C sebesar 1.54, Internal Rate of Return sebesar 14 persen, dan payback period 6 tahun 7 bulan. Sedangkan dengan pengembangan nilai Net Present Value sebesar Rp364 063 503.3, net B/C sebesar 3.52, Internal Rate of Return sebesar 40 persen, dan payback period 3 tahun 10 bulan. Nilai switching value yang dapat ditoleransi yaitu pada saat perubahan penurunan produksi kokon dan kenaikan harga daun murbei, tanpa pengembangan dan dengan pengembangan. Kata kunci: Rumah Sutera, Kelayakan Usaha Produksi Kokon, Analisis Non Finansial, Analisis Finansial ABSTRACT REZA PRAYOGA, Feasibility Analysis on Main Silk Cocoon Production in the Tamansari District of Bogor regency. Supervised by YANTI NURAENI MUFLIKH Rumah Sutera is a business that produce cocoon, cocoon is the final product from silkworm cultivating. This study aimed at analyzing without development and with development feasibility of produce cocoon from the non-financial aspects and financial aspects, and at finding out its switching value. Analize result from financial aspect with development of without development if buying the mulberry leaves show that the bussuness have appropriateness to be run. The analyse result without development the net present value is Rp29 137 225, the net B/C is 1.54, Internal Rate of Return 14 percent, and the payback periode are 6 years and 7 months. If with development, Net Present Value Rp364 063 503.3, Net B/C 3.52, Internal Rate of Return of 40 percent, Payback Periode of 3 years and 10 months. Switching value when there is changes ondecreasing on cocoon production without development and with development if self producing mulberry leaves the tolerate value production that tolerated. Keywords : House of Silk , Cocoon Production Feasibility , Analysis of Non Financial , Financial Analysis iii KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH SUTERA KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR REZA PRAYOGA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 iv Judul skripsi : Kelayakan Usaha Produksi Kokon pada Kecamatan Tamansari Kebupaten Bogor Nama : Reza Prayoga NIM : H34114068 Disetujui oleh Yanti Nuraeni Muflikh, SP MAgribus Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen Tanggal Lulus : Rumah Sutera v PRAKATA Puji dan syukur kepada penulis panjatkan kepada Tuhan Maha Kuasa yang telah melimpahkan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang ini. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejakan bulan Maret 2013, dengan judul Kelayakan Usaha Produksi Kokon pada Rumah Sutera Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Penulisan skripsi melalui penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribus sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan mendukung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, kepada Ibu Tintin Sarianti,SP, MM sebagai dosen evaluator kolokium yang telah memberikan masukan sebelum penulis turun lapang. Terimakasih juga penulis ucapkan kapada Bapak Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi dan Ibu Situ Jahro, PhD sebagai dosen penguji yang telah membeirkan masukan dalam penyelesaian skripsi ini dan tidak lupa penulis ucapkan kepada keluarga besar Rumah Sutera yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian dan telah membantu selama pengumpulan data, dan juga penulis menghaturkan terima kasih kepada berbagai pihak telah membantu dama penyelesaian skripsi ini, semoga Tuhan memberikan berkat dan anugerah yang melimpah. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak. Namun demikian, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang dapat bermanfaat bagi perbaikan skripsi ini kearah yang lebih baik sehingga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak. . Bogor, Juli 2014 Reza Prayoga vi DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 8 Tujuan Penelitian 11 Manfaat Penelitian 12 TINJAUAN PUSTAKA 12 Aspek Non Finansial 13 Aspek Finansial 14 KERANGKA PEMIKIRAN 16 Kerangka Pemikiraan Teoritis 16 Konsep Kelayakan Usaha 17 Aspek Non Finansial 18 Aspek Finansial 20 Kerangka Pemikiran Operasional 22 METODE PENELITIAN 24 Lokasi dan Waktu Penelitian 24 Jenis dan Sumber Data 24 Metode Pengumpulan Data 25 Metode Pengolahan dan Analisis Data 25 Metode Analisis Aspek Non Finansial 25 Analisis Finansial 27 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 Gambaran Umum Rumah Sutera 30 Analisis Kelayakan Usaha Kokon 31 HASIL ANALISIS TANPA PENGEMBANGAN 32 Analisis Kelayakan Non Finansial 32 Aspek Pasar 32 vii Aspek Teknis 35 Aspek Manajemen dan Hukum 39 Aspek Sosial dan Lingkungan 41 Analisis Kelayakan Finansial 42 Analisis Kelayakan Finansial Tanpa Pengembangan Produksi Kokon 44 HASIL ANALISIS DENGAN PENGEMBANGAN 50 Analisis Kelayakan Non Finansial 50 Aspek Pasar 50 Aspek Teknis 52 Aspek Manajemen dan Hukum 53 Aspek Sosial dan Lingkungan 53 Analisis Kelayakan Finansial dengan Pengembangan Produksi Kokon 54 Analisis Kelayakan Finansial 54 Hasil Analisis Aspek Finansial Dengan Pengembangan 58 Analisis Perbandingan tanpa Pengembangan dan dengan Pengembangan 59 SIMPULAN DAN SARAN 61 Simpulan 61 Saran 62 DAFTAR PUSTAKA 63 LAMPIRAN 65 RIWAYAT HIDUP 107 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 Produk domestik bruto lapangan usaha pertanian tahun 2008 - 2012 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia tahun 2006-2012 Produksi budidaya sutera alam di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 Produksi kokon pada Rumah Sutera tahun 2011-2013 Jenis dan sumber data Metode pengolahan dan analisis data Fasilitas - fasilitas yang terdapat pada Rumah Sutera 1 2 5 7 9 24 25 36 viii 9 Kualitas kokon berdasarkan grade pada Rumah Sutera 10 Biaya variabel per tahun produksi tanaman murbei pada Rumah Sutera 11 Biaya investasi tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera 12 Biaya reinvestasi tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera 13 Biaya tetap produksi kokon tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera 14 Proyeksi penerimaan penjualan kokon produksi tanpa pengembangan pada Rumah Sutera 15 Total nilai sisa dan penyusutan biaya investasi tanpa pengembangan produksi kokon 16 Hasil analisis aspek finansial tanpa pengembangan 17 Fasilitas - fasilitas yang terdapat pada Rumah Sutera 18 Biaya investasi dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera tahun 2014 19 Biaya reinvestasi dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera tahun 2014 20 Biaya tetap per tahun dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera tahun 2014 21 Proyeksi penerimaan penjualan dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera 22 Total nilai sisa dan penyusutan biaya investasi dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera 23 Hasil analisis aspek finansial dengan pengembangan produksi kokon jika membeli daun 24 Perbandingan analisis tanpa pengembangan dan dengan pengembangan apabila memproduksi daun murbei 39 44 45 46 47 48 49 49 52 55 56 56 57 58 58 59 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 Perkembangan produksi kokon di Indonesia 6 Kerangka pemikiran operasional tanpa pengembangan dan dengan pengembangan 23 Hubungan antara NPV dan IRR 28 Struktur organisasi Rumah Sutera tahun 2013 40 Hubungan NPV dan IRR tanpa pengembangan dan dengan pengembangan ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED. ix DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Volume ekspor dan impor produksi sutera alam di Indonesia Pembinaan dan pengembangan Persuteraan Alam Nasional dengan pendekatan klaster Hasil-hasil kegiatan persutera alam di Indonesia tahun 2010-2011 Dokumentasi penelitian Layout tanpa pengembangan produksi kokon pada rumah sutera (lahan 0.5 ha) Layout dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera (lahan 1 ha) Pola produksi kokon pada Rumah Sutera Biaya variabel tanpa pengembangan produksi kokon Laba rugi tanpa pengembangan produksi kokon Arus kas tanpa pengembangan produksi kokon Switching value penurunan tanpa pengembangan produksi kokon sebesar 3.86% Switching value kenaikan harga daun murbei tanpa pengembangan sebesar 35.11% Tabel biaya variabel dengan pengembangan produksi kokon Laba rugi dengan pengembangan produksi kokon Arus kas dengan pengembangan produksi kokon Switching value penurunan produksi kokon dengan pengembangan sebesar 19.19% Switching value kenaikan harga daun murbei dengan pengembangan sebesar 88.08% 65 66 69 70 71 72 74 75 76 78 80 82 84 85 87 89 91 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Data Produk Domestik Bruto (PDB) dari Badan Pusat Statistik (BPS) terkait usaha sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Sektor kehutanan dinilai cukup berpotensi karena mampu menyumbang PDB, walaupun kontribusinya tidak sebesar dari produk tanaman bahan makanan, perikanan, perkebunan dan peternakan. Terlihat pada Tabel 1 di bawah ini mengenai data PDB pada sektor kehutanan sejak tahun 2008 hingga tahun 2011 terjadi peningkatan, namun tahun 2012 PDB mengalami penurunan. Sektor kehutanan perlu dikembangkan di Indonesia agar dapat menyumbang PDB lebih besar dan dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Tabel 1 Produk domestik bruto lapangan usaha pertanian tahun 2008 - 2012 Tahun No Pertanian 1 Tanaman bahan makanan Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan 2 3 4 5 2008 2009 2010*) 2011**) 2012***) 349 795.0 419 194.8 482 377.1 530 603.7 314 378.9 105 960.5 83 276.1 40 375.1 137 249.5 111 378.5 104 883.9 45 119.6 176 620.0 136 026.8 119 371.7 48 289.8 199 383.4 153 884.7 72 715.3 129 578.3 70 396.4 51 638.1 24 938.4 227 761.2 121 942.3 Keterangan : *) angka sementara **) angka sangat sementara *** ) angka sangat sangat sementara sumber: Kementerian Pertanian 2013 Peraturan Menteri No.P35/Menhut-II/2007 menyatakan bahwa yang termasuk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu sebagai segala sesuatu yang bersifat material yang dimanfatkan bagi kegiatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah telah menetapkan kriteria dan indikator penentuan jenis HHBK unggulan yang tertuang dalam peraturan Menteri Kehutanan No.P.21/Menhut-II/2009 tanggal 19 Maret 2009. Komoditas HHBK unggulan nasional yang diprioritaskan dalam pengembangannya yaitu lebah madu (madu alam), sutera alam, gaharu, dan bambu. Karena lebah madu dan sutera alam merupakan HHBK komoditi peternakkan, sedangkan komoditi gaharu dan bambu bukan merupakan komoditi peternakkan (kayu), sehingga yang dapat dibandingkan yaitu sutera alam dan lebah madu. Volume ekspor dan impor terhadap komoditi sutera alam yang berupa kokon, benang sutera dan kain sutera yang ditunjukkan pada Tabel 2. 2 Volume impor sutera alam pada tahun 2012 lebih kecil dari pada madu alam, namun volume ekspor sutera alam sebesar 495 ton belum mampu bersaing dengan madu alam yang volume ekspornya mencapai 659 021 ton. Tahun 2013, volume impor sutera alam semakin berkurang dari tahun 2012 dan volumenya lebih sedikit dari lebah madu. Volume ekspor sutera alam terjadi peningkatan yang sebelumnya tahun 2012 mampu mengekspor sebesar 495 ton, namun tahun 2013 meningkat menjadi 141 654 ton. Penurunan volume impor dan peningkatan volume ekspor merupakan peluang bagi Indonesia untuk dikembangkan lagi, karena kemampuan Indonesia untuk memenuhi permintaan nasional cukup baik ditandai dengan menurunnya volume impor dan volume ekspor meningkat, hal ini dapat menjadi salah satu komoditi unggulan bagi negara Indonesia. Tabel 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu 2012 - 2013 2012 Komoditi Sutera alam Madu alam Volume impor (ton) 175 620 1 555 725 Volume ekspor (ton) 495 659 021 2013 Volume impor (ton) 150 351 1 365 518 Volume ekspor (ton) 141 654 4 Sumber: Kementerian Pertanian, 2013 (diolah) Perkembangan sutera alam di Indonesia mulai dikenal pada tahun 1718, bangsa Belanda membawa teknologi untuk budidaya sutera di Indonesia. Sejak saat itu, sutera alam mulai dikembangkan di Indonesia. Pada tahun 1950 dicanangkan program multiple use of forest lands oleh dr. Soejarwo, yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan lahan kehutanan. Sehingga pada tahun 1954 hingga 1961 pemeliharaan ulat sutera dilakukan di Cisarua oleh Naito dari Jepang dan Kosasih dari Bandung. Daerah pengembangan sutera alam diantaranya adalah1. 1. Jawa Barat: Sukabumi, Cianjur dan Garut. 2. Jawa Tengah: Candiroto (Pusat Pembibitan Ulat Sutera/PPUS) dan Regoloh di Pati (mempunyai usaha persuteraan alam/UPA). 3. Jawa Timur: Gerbo di Pasuruan dan Pare di Kediri. 4. Sumatera Barat: Payakumbuh dan Batu Sangkar. 5. Sumatera Utara: Berastagi dan Dairi. 6. Sulawesi Selatan: Soppeng (sentra produksi benang sutera terbesar di Indonesia), Wajo dan Majene. Berdasarkan tahun 2012 dan 2013, negara tujuan ekspor sutera alam adalah Timor Leste, Amerika Serikat, Switzerland, Denmark, dan Cina, yang merupakan volume ekspor terbesar yaitu ke Negara Timor Leste pada tahun 2012 hingga tahun 2013. Sedangkan negara asal impor adalah dari Jepang, Hong Kong, Korea, Taiwan, Cina, Singapore, India, Australia, Amerika Serikat, Amerika Latin, Jerman, Malaysia, Sri Lanka, dan Inggris, dan yang merupakan negara asal impor Kang Ade Bastiawan The Silk Road –Jalur Sutera. 2012. Tersedia pada: http://bastiawanade.blogspot.com/2012/07/zona-kreatif-kampung-tenun.html 1 3 terbesar adalah dari Cina pada tahun 2012 hingga tahun 20132. Dapat dilihat pada Lampiran 1 mengenai negara tujuan ekspor dan impor. Untuk meningkatkan daya saing dan menjadikan Indonesia sebagai produsen sutera, maka diterbitkan Peraturan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: P.47/Menhut-II/2006; Nomor: 29/M-IND/PER/6/2006; dan nomor 07/PER/M.KUKM/VI/20063 terdapat pada Lampiran 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi usaha persuteraan alam, khususnya produksi kokon yaitu Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), teknologi dan manajemen, sumberdaya kapital atau permodalan, pasar dan pemasaran. Sumber Daya Alam (SDA) merupakan tempat usaha/lokasi usaha yang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh kegiatan produksi kokon. Sumber daya alam seperti kondisi iklim, tanah dan air yang sangat menentukan keberlanjutan usaha dan keberhasilan untuk memproduksi kokon. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan penggerak pengelolaan sumber daya alam. SDM yang dibutuhkan dalam keberhasilan produksi kokon adalah SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi produksi kokon yang baik dan terampil. Metode (teknologi dan manajemen) sangat mempengaruhi keberhasilan produksi kokon yang mana teknologi merupakan teknik yang harus dikuasai oleh SDM untuk mengolah SDA, agar menghasilkan produk kokon berlimpah dengan kualitas baik dan dapat bersaing dipasaran. Teknologi dapat mengefisienkan waktu dan memudahkan pekerjaan, dan manajemen adalah alat untuk mencapai suatu tujuan bersama dalam suatu organisasi atau perusahaan. Manajemen yang diperlukan dalam produksi kokon diantaranya manajemen produk, manajemen SDM, manajemen keuangan dan manajemen pemasaran. Sumber daya kapital/permodalan merupakan faktor penentu bergeraknya suatu kegiatan usaha persuteraan alam yang mana seluruh sumber daya akan bergerak dengan adanya pembiayaan untuk memodali kegiatan produksi kokon. Faktor pasar dan pemasaran, pasar dan pemasaran merupakan ujung tombak dari kegiatan usaha produksi kokon karena semua aspek akan menghasilkan produk kokon yang harus dapat diterima oleh pasar. Pemasaran tersebut harus mampu menyalurkan produk yang berdasarkan market oriented (sesuai dengan kebutuhan pasar). Berdasarkan sistem agribisnis, persuteraan alam merupakan kegiatan dengan rangkaian usaha yang dimulai dari produksi tanaman murbei, pemeliharaan ulat (produksi kokon), pemintalan benang dan penenunan kain sutera. Pada Lampiran 3 dapat dilihat hasil-hasil kegiatan persuteraan alam tahun 2010 hingga 2011 di Indonesia, yang terdiri dari tanaman murbei, bibit telur, produksi kokon, dan benang sutera. Produksi kokon berpontensi untuk dikembangkan di Indonesia karena apabila diukur dari kondisi alam, sumber daya 2 Dapertemen Pertanian. 2012. Volume ekspor dan impor ulat sutera di Indonesia. Tersedia pada: http://database.deptan.go.id/eksim2012asp/eksporSubsek.asp. (diakses tanggal 4 Januari jam 07.23). 3 Departemen kehutanan. 2009. Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan Alam Nasional Dengan Pendekatan Klaster. Tersedia pada: Http://Www.Dephut.Go.Id/Uploads/INFORMASI/RRL/RLPS/Klaster.Htm 4 manusia yang tersedia, dan kebutuhan atau permintaan kokon untuk kebutuhan industri benang sutera yang setiap tahunnya belum terpenuhi. Hasil kegiatan persuteraan alam tahun 2010 hingga 2011 di Indonesia, terdiri dari tanaman murbei, bibit telur, produksi kokon, dan benang sutera yang tersebar di 33 Provinsi. Produksi kokon di Provinsi Jawa Barat masih kecil apabila dibandingkan dengan provinsi lainnya, namun Jawa Barat mampu memproduksi kokon meskipun produksinya kecil. Pada tahun 2010 hingga 2011 produksi menurun, hal ini menjadi menarik untuk dianalisis kenapa di Jawa Barat produksinya berkurang. Oleh sebab itu, perlu dianalisis apakah usaha produksi kokon layak untuk diusahakan dianalisis dengan aspek non finansial maupun aspek finansial. Usaha produksi kokon cukup sulit untuk diusahakan meskipun produksi kokon dapat dilakukan dalam waktu yang singkat yaitu satu kali produksi memerlukan waktu kurang lebih 30 hari. Berdasarkan data Departemen Perindustrian (Depperin) tahun 2011 menyatakan, hingga saat ini produksi kokon hanya sekitar 250 ton per tahun, jumlah produksi masih jauh di bawah kebutuhan atau permintaan kokon nasional yang mencapai 700 ton per tahun4 atau dikatakan Indonesia dapat memenuhi permintaan kokon sebesar 35.7 persen. Produksi ulat sutera nasional saat ini belum memenuhi kebutuhan bahan baku sutera dalam negeri dengan kesenjangan yang sangat jauh. Kebutuhan benang sutera 700 000 kg/tahun dengan kecenderungan semakin meningkat, namun produksi benang hanya 50 000 kg/tahun dan produksi kokon 325 000 kg/tahun. Sebanyak 80 persen dari total produksi nasional tersebut berasal dari Sulawesi Selatan. Produksi kokon sebesar 250 ton dapat menghasilkan benang sutera sebanyak 41.6 ton yang mana dalam satu box telur yang berisi 25 000 telur dapat menghasilkan benang sutera sebanyak 5 kg, artinya produksi kokon sebesar 250 ton dapat memelihara telur sebesar 8 333.3 box bibit telur ulat, sehingga dipintal menghasilkan benang sutera sebesar 41.6 ton dan ditenun menghasilkan kain sutera sepanjang 2 500 000 meter. Padahal saat ini, produksi industri benang sutera nasional, baik yang menggunakan mesin modern maupun tradisional, membutuhkan benang sutera hingga mencapai 87.5 ton setahun, sekitar 47.6 persen yang mampu dipenuhi. Sehingga para industri benang sutera lebih banyak mengimpor kokon, hal ini yang menjadikan letak peluang bisnis usaha produksi kokon. Walaupun kondisi alam di Indonesia cocok untuk produksi kokon, namun sampai saat ini daerah yang mengusahakan produksi kokon tidak banyak tersebar, sentra produksi kokon di Indonesia masih pada daerah yang sama yaitu Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Kokon diolah menjadi benang sutera yang bermutu tinggi dan memiliki harga sangat tinggi di pasaran, yang mana kegunaan serat kokon tidak hanya terbatas sebagai bahan busana saja, namun juga dapat digunakan sebagai keperluan medis dan sebagai bahan pembuat parasut, hal ini membuat kebutuhan permintaan kokon semakin tinggi. 4 Salman binustech. 2011. Menhut Kunjungi Lumbung Sutera di Indonesia. Tersedia pada: http://lalulintasberita.blogspot.com/2011/02/menhut-kunjungi-lumbung-sutera-di.html. (diunduh tanggal 4 Mei 2013) 5 Tabel 3 menunjukkan bahwa perkembangan produksi budidaya sutera alam di Indonesia setiap tahunnya mengalami kenaikan dan penurunan produksi apabila diukur dari jumlah luas lahan murbei, jumlah peternak yang mengusakannya, penyerapan telur, dan produksi benang sutera sejak tahun 2006 hingga tahun 2012. Pada tahun 2011 jumlah lahan murbei yang diusahakan sebanyak 2 178 ha, peternak yang mengusahakan budidaya sutera alam sebanyak 3 357 dan penyerapan telur ulat 5 388 box sehingga dapat menghasilkan kokon sebanyak 159 801 kg dan dipintal menghasilkan benang sutera 17 065 kg. Produksi tanaman murbei, dan jumlah peternak yang mengusahakan sutera alam tahun 2011 terjadi peningkatan, namun untuk penyerapan telur ulat sutera dan benang yang diproduksi terjadi penurunan, dan penurunan produksi benang disebabkan penyerapan telur ulat yang berkurang. Pada tahun 2012 luas lahan tanaman murbei meningkat menjadi 2 203 hektar, peternak yang mengusahakannya meningkat menjadi 2 401, dan kokon yang diproduksi meningkat sebesar 163 119 kg dan benang sutera sebesar 19 050 kg, namun penyerapan telur ulat menurun menjadi 4 970 box. Dapat dikatakan bahwa peningkatan produksi kokon ditentukan oleh faktor ketersediaan tanaman murbei, peternak yang mengusahakannya, dan penyerapan telur ulat sutera. Tabel 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia tahun 2006-2012 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Perkembangan produksi budidaya ulat sutera di Indonesia Jumlah Jumlah Penyerapan Kokon Produksi murbei (ha) peternak (kk) telur fi (box ) (kg) benang (kg) 1 482 2 936 11 510.25 305.657 43 507 1 520 3 286 12 849.00 384.704 54 923 2 273 3 500 8 401.00 238.315 36 795 2 335 3 377 4 103.50 99.407 15 808 2 025 3 242 5 973.50 155.972 19 661 2 178 3 357 5 388.00 159.801 17 065 2 203 2 401 4 970.88 163.119 19 050 Sumber: Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Ciomas 2012 Berdasarkan data produksi kokon di Indonesia, produksi kokon terendah dari tahun 2006 hingga tahun 2012 terjadi pada tahun 2009 dan yang tertinggi tahun 2007. Ditunjukkan pada Gambar 1 di bawah ini, produksi kokon setiap tahunnya sejak tahun 2006 hingga 2012 produktivitasnya berfluktuatif, fluktuatif produksi disebabkan oleh perubahan jumlah tanaman murbei (daun murbei), jumlah peternak yang mengusahakannya dan penyerapan telur ulat sutera yang diproduksi. Tahun 2011 produksi kokon sebesar 159 801 kg dan tahun 2012 meningkat menjadi 163 119 kg. Peningkatan produksi kokon menjadi hal yang menarik karena menjadi peluang bagi Indonesia untuk lebih dikembangkan lagi atau memungkinkan untuk diusahakan. 6 Jumlah Produksi kokon di Indonesia 600000 400000 200000 0 Produksi kokon Gambar 1 Perkembangan produksi kokon di Indonesia Sumber: Rumah Sutera 2013 Perkembangan produksi kokon di Provinsi Jawa Barat tersebar di Kabupaten Garut, Cianjur, Bandung, Sukabumi, Bogor, Purwakarta, Tasikmalaya, Majalengka, dan Sumedang. Pada Provinsi Jawa Barat, terdapat kabupatenkabupaten yang hanya melakukan usaha budidaya tanaman murbei yaitu Purwakarta, Tasikmalaya, Majalengka dan Sumedang. Sedangkan Kabupaten Bogor, Cianjur, Sukabumi, Bandung dan Garut merupakan kabupaten yang melakukan usaha budidaya sutera alam secara keseluruhan yaitu memiliki luas lahan tanaman murbei, mampu menyerap telur ulat, dapat memproduksi kokon dan benang sutera. Tabel 4 di bawah ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor merupakan kabupaten yang produksi kokon terbesar kedua setelah Kabupaten Sukabumi, maka Kabupaten Bogor merupakan kabupaten yang cukup berpotensi apabila dilakukan produksi murbei kokon. Pada tahun 2012, Kabupatan Bogor memiliki tanaman murbei seluas 22 hektar, namun penyerapan telur ulat yang cukup besar yaitu sebanyak 24 box dan mampu menghasilkan kokon sebesar 852.4 kg yang menghasilkan 76 kg benang sutera. Peneliti tertarik melakukan penelitan di Kabupaten Bogor karena memungkinkan terjadi peningkatan produksi kokon dengan didukung oleh iklim yang cocok yang mana suhu antara 180C sampai 400C, kelembaban yang sesuai yaitu pada ketinggian 40 sampai 800 di atas permukaan laut, lahan tanaman murbei, penyerapan telur, kapasitas produksi kokon dan produksi benang sutera. Berikut ini pada Tabel 4 menunjukkan data perkembangan produksi kokon di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012. 7 Tabel 4 Produksi budidaya sutera alam di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 No Kabupaten Luas tanaman murbei (ha) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Bogor Cianjur Sukabumi Bandung Purwakarta Garut Tasikmalaya Majalengka Sumedang Jumlah 22 137.10 35 59 45 231 35 45 10 619.10 Kapasitas Penyerapan Produksi telur (box) kokon (kg) 24.00 712.00 21.00 632.00 64.50 2.015.00 17.00 521.00 0.00 0.00 4.00 136.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 130.50 4 016 Produksi benang (kg) 76.20 70.22 226.89 58.25 0.00 14.50 0.00 0.00 0.00 446 06 Sumber: Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor 2012 Jumlah impor kokon yang setiap tahun semakin meningkat, sehingga membuat peternak sutera alam di Indonesia, khususnya di Kabupaten Bogor mengharuskan mengembangkan usaha produksi kokonnya. Peneliti tertarik melakukan penelitan di Kabupten Bogor dengan topik penelitian kelayakan usaha produksi kokon. Pengambilan tempat penelitian di Bogor karena berdasarkan informasi yang didapat dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, menyatakan bahwa di Kabupaten Bogor yang masih bertahan memproduksi kokon sejak tahun 2011 adalah Rumah Sutera yang dimiliki oleh Bapak Tatang, sehingga peneliti mengambil tempat penelitian di Rumah Sutera. Rumah Sutera terletak di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, peneliti tertarik mengambil judul penelitian mengenai analisis kelayakan usaha produksi kokon, sebab pada Rumah Sutera belum pernah dilakukan analisis kelayakan usaha khususnya produksi kokon. Memproduksi kokon sejak tahun 2011 yang permintaan kokon pada Rumah Sutera setiap tahunnya terjadi peningkatan, sedangkan produksi kokon belum mampu memenuhi permintaan, karena produksi kokon sebagian besar setiap tahunnya digunakan sebagai kebutuhan sendiri untuk dijadikan benang sutera. Walaupun Rumah Sutera telah berjalan 13 tahun, namun belum pernah dilakukan analisis kelayakan, maka pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan agar dapat mengetahui apakah usaha produksi kokon pada Rumah Sutera ini layak untuk dijalankan atau tidak layak. Oleh sebab itu, peneliti menganalisis kelayakan usaha produksi kokon berdasarkan tanpa pengembangan dan dengan pengembangan, kedua analisis ini dianalisis apabila Rumah Sutera memproduksi daun murbei dan membeli daun murbei berdasarkan aspek non finansial, dan finansial. Penelitian analisis kelayakan usaha aspek non finansial diantaranya adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, dan aspek sosial dan lingkungan. Analisis finansial melalui kriteria finansial yaitu Net Present Value (NPV), Net benefit Cost ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), Payback Periode (PP), dan analisis switching value. 8 Rumusan Masalah Produk sutera memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak digemari masyarakat tidak hanya di dalam negeri saja tetapi juga di luar negeri, terlihat dari produksi kokon nasional per tahun rata-rata sebesar 250 ton atau berkisar 31.25 ton benang sutera. Hal ini masih jauh dari kebutuhan atau permintaan kokon nasional sebesar 700 ton per tahun untuk memenuhi kapasitas produksi industri pemintalan benang sutera nasional sebesar 87.5 ton setiap tahunnya. Sebanyak 80 persen dari total produksi nasional tersebut berasal dari Sulawesi Selatan 5. Untuk memenuhi kebutuhan kokon nasional, Indonesia masih impor sebesar 450 ton kokon per tahun dari China dan Thailand. Potensi ini cukup besar untuk dikembangkan sebagai komoditas yang bernilai ekonomi, maka teknik budidaya yang tepat agar dapat menghasilkan kokon yang berkualitas. Usaha produksi kokon khususnya di Jawa Barat, selama ini banyak mengalami fluktuasi produksi, hal ini menyebabkan terbatasnya bahan baku/benang baik dari segi kualitas dan kuantitas. Kabupaten Pati merupakan sentra produksi benang sutera di Jawa dan sentra produksi kain sutera di Jawa Barat adalah Garut dan Tasikmalaya. Sejak tahun 2011 Provinsi Jawa Barat, bisa dikatakan tidak terdapat sentra produksi benang sutera karena setiap peternak yang memproduksi kokon tidak menjual ke peternak lain, namun diolah sendiri untuk kebutuhan usaha sendiri dan juga rata-rata peternak yang memproduksi kokon dan benang sutera dalam jumlah yang sama. Pada awalnya Rumah Sutera memiliki Peternak kokon plasma, untuk memenuhi kebutuhan kokonnya. Namun sejak tahun 2012, Rumah Sutera tidak memiliki pasokan kokon lagi dari plasma, karena peternak plasma tersebut berhenti melakukan kerjasama alasannya karena keuntungan yang diperoleh tidak dapat langsung, artinya tingkat pengembalian modal diperoleh dalam waktu jangka lama. Alasan lain juga karena keterbatasan lahan yang dimilikinya, sehingga peternak tersebut beralih ke usaha yang lain seperti ke pedagang dan tanaman hortikultura. Peternak berhenti bekerjasama dengan Rumah Sutera membuat jumlah kokon yang diproduksi Rumah Sutera menjadi menurun. Keterbatasan ini membuat menarik perhatian peneliti untuk menganalisis kelayakan produksi kokon yang diukur berdasarkan analisis kelayakan non finansial dan finansial dilakukan berdasarkan tanpa pengembangan dan dengan pengembangan produksi kokon. Rencana pengembangan produksi kokon dilakukan ditempat usaha yang sama dengan tanpa pengebangan atau dapat dikatakan dengan mengembangakan usaha produksi kokon yang sudah ada. Analisis dengan pengembangan dilakukan karena ada permintaan sedangkan penawaran belum mampu memenuhi permintaan. 5 Salman Binustech. 2011. Menhut kunjungi lumbung sutera di indonesia. Tersedia pada: Http://lalulintasberita.blogspot.com/2011/02/menhut-kunjungi-lumbung-sutera-di.html. (diunduh Mei 2013) 9 Tabel 5 Produksi kokon pada Rumah Sutera tahun 2011-2013 Tahun 2011 2012 2013 Asal telur Soppeng Candiroto Balai Persuteraa Alam (BPA) Bilibili Balai Persuteraa Alam (BPA) Bogor Total produksi Soppeng Candiroto BPA bili-bili Total produksi Soppeng Candiroto Balai Persuteraa Alam (BPA) Bogor Cina Total produksi Jumlah telur (box) 14 1 Jumlah kokon (kg) 420 6.6 3.5 105 1 31.1 562.7 792 60 852.4 535.3 837 62.9 61.8 1 200 24 2 17 9 2 1 Sumber: Rumah Sutera 2013 Rumah Sutera membeli telur ulat sutera alam dari Soppeng, Candiroto dan Cina, dan Rumah Sutera memperoleh telur ulat secara gratis dari Balai Persuteraan Alam (BPA) yang dikelola oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kabupaten Bogor dan Bili-Bili. Telur dari Soppeng dan Candiroto dibeli dengan harga Rp130 000 dan Cina Rp100 000, harga telur Cina lebih murah dari pada domestik karena Cina ingin bersaing dengan pasar Indonesia dibidang sutera alam. Pada tahun 2011, produksi sudah kembali baik yang mana tahun 2009 hingga tahun 2010, ulat terkena virus febrin, namun tahun 2012 kondisi kembali membaik ditandai dengan produksi kokon meningkat menjadi 852.4 kg karena virus febrin masih berdampak, sehingga kokon yang diproduksi tidak maksimal. Rumah Sutera membeli telur ulat sutera dari Candiroto dan Soppeng dengan tidak membedakan intensitas pembelian, pembelian dilakukan secara bergantiaan. Rumah Sutera membeli telur ulat sutera dari Cina karena memiliki perbedaan kokon yang dihasilkan dari telur ulat sutera, kokon Indonesia mempunyai panjang filamen berkisar 1000 meter sedangkan kokon asal Cina hanya 500 meter. Kokon Indonesia lebih panjang tapi per 100 meter putus, sedangkan kokon Cina dalam 500 meter tidak putus, dan kokon asal China lebih mudah dipintal. Pada tahun 2012, peternak plasma berhenti bekerjasama dengan Rumah Sutera, karena pendapatan yang diperoleh hanya sedikit karena telur yang diproduksi terserang virus febrin, sehingga produksi kokon menjadi berkurang menjadi 562.7 kg, akibatnya Rumah Sutera memproduksi kokon sendiri. Telur ulat sutera yang dibeli Rumah Sutera dari semua pemasok bibit telur ulat memiliki kualitas yang sama. Produksi kokon berfluktuatif disebabkan karena telur ulat sutera yang terserang virus febrin, iklim yang tidak menentu (musim kemarau dan hujan) terjadi pada peralihan dari musim kemarau ke musim hujan menyebabkan 10 munculnya hama dan penyakit yang menyerang ulat sutera dan daun murbei, dan juga karena peternak plasma berhenti bekerjasama. Tiga tahun terakhir ini, satu bulan dapat mempoduksi kokon biasanya Rumah Sutera menghabiskan tiga sampai lima box, alasannya karena keterbatasan pakan ulat (daun murbei) pada saat pertumbuhan ulat sangat dipengaruhi oleh pakannya (daun murbei). Produksi kokon ditentukan dari ketersediaan daun murbei, kemampuan rak pemeliharaan dan alat pengokonan yang tersedia (serifrem), kokon yang dihasilkan juga bisa berubah karena pada saat pemeliharaan ulat maupun kokon terserang hama dan penyakit. (Anonoim 1996) menjelaskan bahwa keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh peternak ulat sutera alam ketika memproduksi kokon seperti luas tanaman murbei, upah tenaga kerja, teknologi yang digunakan peternak, penentuan jumlah bibit yang akan dipelihara merupakan ukuran skala usaha usaha. Penentuan umur usaha berdasarkan lamanya umur ekonomis peralatan serifrem yaitu selama 13 tahun karena merupakan investasi yang paling berpengaruh atau terpenting. Denir adalah sebutan untuk menjelaskan besar kecilnya filamen atau benang yang digunakan dalam kain. Semakin tinggi denir berarti kain tersebut semakin tebal. Serat-serat yang dipergunakan untuk membuat benang dibagi menjadi dua yaitu serat-serat yang mempunyai panjang terbatas yang disebut stapel dan ada yang mempunyai panjang tidak terbatas yang disebut filamen. Setiap satu box berjumlah 25 000 butir telur dan sesuai standar kokon yang akan dihasilkan ratarata sebesar 30 kg/box dan apabila dipintal akan menghasilakan kurang lebih tigak benang sutera. Rumah Sutera tidak memiliki pesaing usaha di Bogor, karena Rumah Sutera merupakan Petani satu-satunya yang masih bertahan memproduksi kokon di Kabupaten Bogor. Untuk memperoleh hasil kokon yang diproduksi lebih optimal, maka dalam kegiatan produksi kokon perlu memperhatikan kualitas dan kuantitas bibit telur ulat sutera, kualitas dan kuantitas daun murbei, ruang pemeliharaan ulat sutera harus steril, dan perlakukan pemberian desinfeksi dan yang tepat agar kokon yang dihasilkan lebih optimal dan dapat memenuhi permintaan kokon apabila hal ini diperhatikan maka produksi kokon dapat optimal, sehingga dapat memenuhi permintaan pasar Indonesia dan Provinsi Jawa Barat khususnya. Produksi kokon merupakan salah satu komoditas yang menarik untuk diusahakan karena pasar kokon masih sangat terbuka baik didalam maupun diluar negeri (ekspor) sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja bagi masyarakat. Usaha produksi kokon masih memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan mengingat kebutuhan nasional akan kokon yang hingga saat ini sebagian besar belum terpenuhi, serta peluang pasar di luar negeri yang sangat besar, maka prospek produksi kokon di masa mendatang akan sangat cerah. Apalagi dengan berkembangnya sektor agrowisata yang antara lain ditandai dengan meningkatnya arus kunjungan wisatawan yang datang ke Rumah Sutera yang memberikan dampak positif terhadap usaha produksi kokon. Dari uraian di atas adanya potensi usaha produksi kokon maka peneliti membahas bagaimana kelayakan usaha produksi kokon tanpa pengembangan dan dengan pengembangan jika Rumah Sutera memproduksi daun murbei dan membeli daun murbei. Analisis aspek non finansial yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, dan aspek sosial dan lingkungan. Aspek finansial dengan menganalisis Net Present Value (NPV), Net benefit Cost Rasio B/C, Internal Rate 11 of Return (IRR), dan Payback Periode (PP) dan menganalisis switching value, terlebih dahulu menganalisis manfaat dan biaya untuk perhitungan laba rugi dan arus kas. Analisis kelayakan finansial dianalisis dengan membandingkan tanpa pengembangan produksi dan dengan pengembangan produksi kokon yang dianalisis tingkat keuntungan yang diperoleh selama umur usaha yaitu 13 tahun. Analisis tanpa pengembangan produksi kokon dilakukan karena usaha produksi kokon belum optimal, yang mana ulat sutera yang dipelihara Rumah Sutera terserang virus febrin yang berasal dari Soppeng, iklim tidak menentu yang menyebabkan daun murbei kualitas dan kuantitas berkurang, sehingga kuantitas dan kontinuitasnya hanya bergantung pada daun murbei yang ada di Rumah Sutera. Analisis rencana pengembangan usaha, karena produksi kokon pada Rumah Sutera belum optimal, yang mana input (serifrem, rak pemeliharaan, dan daun murbei yang diproduksi Rumah Sutera belum optimal), oleh sebab itu analisis ini dilakukan analisis pengembangan usaha produksi pemeliharaan ulat sutera agar dapat meningkatkan produksi kokon. Pengembangan produksi kokon dilakukan dengan menambah kapasitas produksi pemeliharaan telur ulat, membeli daun murbei, membangun ruang ulat kecil, ruang ulat besar, menambah peralatan serifrem (alat mengokon). Daun murbei merupakan hal yang terpenting dan diperlukan ketika memproduksi kokon, sehingga kebutuhan daun murbei harus terpenuhi. Karena tanpa pengembangan produksi daun murbei terbatas, maka dengan pengembangan diasumsikan Rumah Sutera membeli daun murbei untuk menjaga ketersediaan dan kontinuitasnya. Kondisi seperti berat kokon yang dihasilkan berkurang dari standar normalnya yang mana standar normal dalam satu box telur ulat menghasilkan 30 kg kokon, perlu dilakukan analisis switching value mengenai perubahan jumlah produksi kokon. Perubahan penurunan produksi kokon dapat menyebabkan penurunan penerimaan yang diterima Rumah Sutera. Apabila bisnis layak secara aspek finansial dan non finansial maka bisnis dapat dijalankan. Sebaliknya, ketika bisnis dikatakan tidak layak secara non finansial maupun finansial, maka perlu dilakukan evaluasi atau perbaikan pada kegiatan yang tidak efisien. Berdasarkan gambaran permasalahan yang telah dijelaskan di atas dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Bagaimana kelayakan usaha produksi kokon diukur dari aspek non finansial pada Rumah Sutera? 2. Bagaimana kelayakan usaha produksi kokon diukur dari aspek finansial tanpa pengembangan produksi kokon dan dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera? 3. Bagaimana tingkat kepekaan kelayakan usaha produksi kokon terhadap perubahan jumlah produksi kokon dan kenaikan harga daun murbei yang masih dapat ditoleransi oleh Rumah Sutera? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini ditujukan untuk: 1. Menganalisis kelayakan usaha produksi kokon berdasarkan aspek non finansial pada Rumah Sutera. 12 2. Menganalisis kelayakan aspek finansial produksi kokon pada kondisi dengan pengembangan usaha dan tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera. 3. Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan usaha produksi kokon terhadap perubahan jumlah produksi kokon dan kenaikkan harga daun murbei pada Rumah Sutera. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan kontribusi bagi pihak-pihak terkait, seperti: 1. Bagi pengusaha diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan terhadap manajemen perusahaan untuk mengetahui kelayakan usaha produksi kokon terkait non finansial dan aspek finansial. 2. Untuk penelitian selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau sebagai bahan acuan dan bahan perbandingan mengenai kelayakan usaha produksi kokon. 3. Bagi penulis, penelitian ini sebagai media untuk menerapkan ilmu yang diperoleh penulis berada dibangku perkuliahan dan dapat menjawab keingintahuan dari penulis mengenai kelayakan usaha produksi kokon. Ruang Lingkup Penelitian Rumah Sutera terletak di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor yang merupakan usaha yang bergerak di bidang persutera alam yang melakukan kegiatan agrowisata dan produksi. Produksi sutera alam terdiri dari produksi daun murbei, produksi kokon, produksi benang sutera dan produksi kain sutera. Pada penelitian ini ruang lingkup penelitian akan difokuskan pada kelayakkan pengembangan produksi kokon. TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan penelitian terdahulu yang penulis jadikan bahan acuan untuk menulis skripsi ini,terkait dengan aspek non finansial, aspek finansial dan analisis switching value. Usaha produksi kokon pada Rumah Sutera termasuk ke dalam usaha menengah. Pada umumnya jumlah box telur digunakan sebagai unit untuk menyatakan skala pemeliharaan. Satu box berisi 25.000 butir telur ulat, kokon yang dihasilkan dalam satu box diharapkan adalah 30 sampai 35 kg. Penelitian yang dilakukan oleh Widagdho (2008), Pradana (2009), Evin (2011), Nurlaela (2006), dan Nasution (2011). Topik penelitian ini mengenai kelayakan usaha produksi kokon, pada penelitian ini peneliti menganalisis kelayakan aspek non finansial yaitu aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial dan lingkungan. Sedangkan aspek kelayakan finansial mengenai analisis kriteria Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period 13 (PP),dan switching value. Persamaan dengan penelitian terdahulu yaitu samasama menganalisis komoditas peternakan, sehingga dapat manjadi bahan perbandingan dengan penelitian ini. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu lokasi penelitian pada saat mengambil studi kasus di Kabupaten Bogor dan komoditinya yaitu produksi kokon. Aspek Non Finansial Aspek non finansial terdiri dari beberapa aspek, diantaranya adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, dan aspek sosial, budaya dan lingkungan. Penelitan yang dilakukan oleh Arief (2009) menunjukkan bahwa aspek pasar dikatakan layak karena potensi pasar dan pangsa pasar dinilai memadai untuk pemasaran produk. Sama halnya berdasarkan penelitian Nandana Widagdho (2008) aspek pasar ditunjukan dari produk yang dihasilkan pada usaha budidaya anakan kelinci, budidaya kelinci pedaging sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan merupakan harga yang terjangkau oleh konsumen. Pradana (2009) apabila diukur dari aspek pasar, peluang pasar masih terbuka karena permintaan yang tinggi Aspek teknis dapat dikatakan layak apabila lokasi usaha, peralatan dan penentuan layout suatu usaha harus efektif dan efisien. Arief (2009) apabila dianalisis dari segi aspek teknis, perusahaan tersebut memilih lokasi yang tepat serta memiliki sarana dan prasarana pendukung. Sama halnya hasil penelitian dari Pradana (2009) bahwa aspek teknis kegiatan budidaya ulat sutera menggunakan teknologi dan peralatan relatif sederhana seperti budidaya pertanian pada umumnya. Aspek manajemen dikatakan layak apabila, manajemen usaha yang dilakukan sesuai dengan kriteria manajemen yaitu stuktur organisasi dan adanya pembagian pekerjaan yang jelas. Penelitian Pradana (2009) menyimpulkan bahwa aspek manajemen budidaya ulat sutera dapat dilakukan secara perseorangan dan tidak memerlukan organisasi yang kompleks. Sedangkan Saputera (2011) menyatakan aspek manajemen pada usaha peternakan ayam broiler tersebut menerapkan struktur organisasi sederhana namun dapat membuat kegiatan pembesaran ayam broiler mampu berjalan lancar. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Widagdho (2008) bahwa analisis aspek manajemen ditunjukkan dengan adanya struktur organisasi dan pembagian pekerjaan yang jelas, dan juga telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti, persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan. Aspek sosial dan lingkungan dapat dijalankan apabila suatu usaha membangun usaha harus memberikan dampak yang positif bagi masyarakat lingkungannya, seperti halnya penelitian oleh Pradana (2009) yang mengusahakan budidaya ulat sutera bahwa mampu menyerap tenaga kerja, memanfaatkan lahan tidur, dan ramah terhadap lingkungan. Sedangkan penelitian oleh Saputera (2011), aspek sosial dan lingkungan memperlihatkan dengan kepedulian dan rasa tanggung jawab sosial peternakan terhadap lingkungan sekitar lokasi kandang. 14 Aspek Finansial Suatu usaha dapat dikatakan layak dari aspek finansial apabila memenuhi kriteria finansial seperti nilai NPV lebih besar dari nol, IRR lebih besar dari df, Net B/C yang lebih besar dari 1, payback period kurang dari umur investasi dan analisis switching value tidak melebihi persentase batas toleransi. Arief (2009) menggunakan kritera-kriteria penelitian investasi yaitu NPV, IRR, net B/C dan Payback Period, yang mana analisis yang dilakukan menggunakan arus kas (cash flow). Analisis finansial berdasarkan kriteria kelayakan investasi menunjukkan bahwa layak untuk dijalankan. Karena nilai NPV lebih dari nol, nilai net B/C lebih dari satu dari tinggkat diskonto yang digunakan dan payback period berada sebelum masa proyek berakhir. Sama halnya penelitian yang dilakukan oleh Nandana Duta Widagdho, analisis kelayakan finansial pada usaha peternakan kelinci untuk ketiga pola usaha layak dilaksanakan. Menurut penelitian Nasution, hasil kelayakan finansial usaha sapi terhadap aspek finansial yaitu NPV (Net Present Value), IRR (Inernal Rate Return net B/C (Net benefit Cost Ratio), PP (Payback Period) dan analisis Sensitivitas (Switching value) menunjukkan layak. Hasil analisis Pradana (2009) berdasarkan kelayakan finansial untuk perhitungan NPV, IRR, net B/C, payback periode dan analisis switching value yang mana dibagi menjadi 3 skenario. Produksi kokon berdasarkan kodisi usaha saat ini (skenario I), yang mana kondisi belum optimal dengan lahan 2 ha, skenario II yaitu kondisi sudah optimal dengan luas lahan 2 ha, dan skenario III dengan meningkatkan luas laha mnejadi 6 ha. Analisis skenario I, menghasilkan nilai (NPV<0), dan net B/C yang dihasilkan (net B/C<1). Untuk kriteria IRR dan Payback Period, berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa investasi yang ditanamkan tidak pernah kembali karena mengalami rugi, sehingga usaha pada kondisi saat ini tidak layak untuk dijalankan. Skenario II, kondisi sudah optimal, memperoleh nilai NPV (NPV>0), net B/C (netB/C>1), dan IRR sebesar 29 persen. Berdasarkan kriteria payback period, investasi yang akan kembali dalam 5.12. Berdasarkan hasil analisis finansial usaha dengan pengembangan produksi kokon layak untuk dijalankan. Sedangkan skenario III, (NPV>0), net B/C (net B/C>1), dan IRR > df, dan Investasi yang dikeluarkan kurang dari umur usaha. Berdasarkan hasil analisis switching value, usaha dengan pengembangan produksi kokon memiliki tingkat kepekaan terhadap perubahan ketiga variabel yang dianalisis sensitivitas perubahannya lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha tanpa pengembangan produksi kokon. Berdasarkan hasil perhitungan analisis finansial yang dilakukan oleh Nurlaela (2006) padaunit usaha pemintalan dan pertenunan di KOPPUS Sabilulungan III layak untuk diusahakan. Hal ini terlihat dari nilai NPV yang positif, net B/C lebih dari satu dan IRR yang lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku dan juga pengembalian investasi yang kecil dari umur proyek. Namun hasil perhitungan analisis ekonomi menunjukkan bahwa unit usaha pemintalan dan pertenunan tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut terlihat dari nilai NPV yang negatif, nilai IRR yang lebih kecil dari tingkat diskonto, nilai net B/C lebih kecil dari nol dan payback period yang lebih besardari umur proyek. 15 Ketidaklayakan pada analisis ekonomi disebabkan oleh harga bayangan output yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan harga finasial, karena untuk produk benang dan kain sutera impor tidak adanya pajak bea masuk sehingga harga produk sutera impor lebih murah. Hasil analisis sensitivitas secara menunjukkan bahwa pada unit usaha pemintalan dan pertenunan tersebut tidak peka terhadap kenaikan harga input. Berdasarkan hasil analisis switching value menunjukkan bahwa perubahan yang dapat diterima pada unit pemintalan dan pertenunan yaitu apabila terjadi kenaikan upah tenaga kerja, penurunan harga jual benang sutera, penurunan produksi benang sutera. Sama halnya penelitian yang dilakukan oleh Penelitian Saputera (2011) mengenai analisis kelayakan investasi peternakan ayam broiler sesuai dengan kiteria yang digunakan dalam menilai kelayakan suatu proyek adalah Net Present Value (NPV), Net benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP), dan Internal Rate of Return (IRR), nilai dari masing-masing kriteria tersebut sesuai dengan nilai indikator yang ditetapkan sehingga peternakan layak dilanjutkan. Artikel budidaya ulat sutera dan produksi kokon, luas lahan kebun tanaman murbei unit terkecil 1 000 m2 ditambah 100 m2 untuk bangunan (60 m2) pemeliharaan ulat total biaya produksi Rp8 587 500 terdiri dari modal sendiri dalam bentuk penyediaan lahan 1100 m2 seharga Rp1 100 000 dan dari kredit sebesar Rp7 487 000 terdiri dari kredit investasi Rp6 797 500 dan modal kerja Rp689 500. Skim kredit yang dapat dimanfaatkan adalah kredit program (KKPA, KPKM dll.) tingkat bunga 16 persen atau kredit usaha kecil (KUK) dengan tingkat bunga 24 persen per tahun. Hasil penelitian Pipit (2008), berdasarkan produksi kokon sebesar 60 kg/bulan, harga rata-rata Rp 20.000/kg kokon, sehingga pendapatan peternak sebesar Rp1 200 000/bulan atau Rp9 600 000/tahun (8 bulan produksi dalam setahun), sedangkan untuk tahun pertama produksi kokon 50 persen. Pada tingkat bunga 16 persen, menghasilkan NPV pada discoun factor 16 persen, sebesar Rp4 264 910, Net B/C ratio sebesar 1.5, IRR 33.22 persen, Payback period yaitu selama 3 tahun 2 bulan. Analisa sensitivitas, apabila harga kokon turun 10 persen sebagai, maka Nilai NPV pada discoun factor 16 persen sebesar Rp1 535 382, IRR 22.54 persen, Net B/C ratio sebesar 1.18, dan Payback period selama 4 tahun. Usaha inl layak dan menguntungkan petani. Apabila dianalisis pada tingkat bunga 24 persen nilai NPV sebesar Rp1 953 892, B/C 1.23, IRR sebesar 33.22 persen, dan payback period sebesar 3.72 tahun. Analisis sensitivitas, apabila harga kokon turun 10 persen, NPV pada df 24 persen Rp-294 580, net B/C sebesar 0.97, IRR sebesar 22,54 persen, dan Payback Period selama 4,75 tahun. Dengan penurunan harga kokon sebesar 10 persen menjadikan usaha tidak layak dan tidak menguntungkan petani, namun usaha masih layak dan menguntungkan petani dengan penurunan harga kokon hingga 8 persen6. Kadir (2008) Budidaya ulat sangat menguntungkan dan berprospek cukup baik mengingat kebutuhan akan benang sutra yang semakin meningkat. Untuk membudidayakannya juga tidak membutuhkan biaya yang terlalu banyak, hanya berkisar Rp1 000 000 sampai Rp2 000 000/box. Sementara penghasilan yang diperoleh rata-rata Rp7 000 000/tahun dengan pendapatan bersih rata-rata Rp300 000/box. Produksi kokon dalam setiap box dan satu kali periode pemeliharaan 6 Pipit Robi. Budidaya Ulat Sutera Dan Produksi http://forda.epatrass.co.id/index.php/dashboard/detail_peneliti/285 Kokon. Tersedia: 16 berkisar antara 30.5 kg/box sampai 40 kg/box dengan rata-rata produksi kokon sebesar 36.25 kg/box. Apabila harga kokon di tingkat peternak sebesar Rp20 000/kg, maka rata-rata pendapatan kotor yang akan diterima oleh sebesar Rp725 000/box dalam satu kali periode pemeliharaan ulat sutera. Apabila dalam setahun peternak sutera dapat melakukan kegiatan pemeliharaan ulat sutera sebanyak 10 kali, maka rata-rata total pendapatan kotor yang diperoleh oleh petani sutera adalah Rp7 250 000/tahun7. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiraan Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini menjelaskan teori-teori yang relevan terkait dengan permasalahan penelitian. Agribisnis Ulat Sutera Agribisnis merupakan seluruh kegiatan usaha yang berkaitan (menunjang dan atau ditunjang) dengan sektor pertanian dalam arti luas baik pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan (Saragih 2010). Agribisnis merupakan suatu cara lain untuk melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis yang terdiri dari empat sub sistem yang terkait satu sama lain, ke empat sub sistem tersebut adalah sub sistem agribisnis hulu, subssistem agribisnis usahatani, sub sistem agribisnis hilir, dan sub sistem jasa penunjang (supporting institution). Menempatkan sistem agribisnis sebagai ilmu baru dalam usaha produksi kokon, maka usaha produksi kokon memiliki subssistem agribisnis yang lengkap mulai dari pengadaan sarana produksi, budidaya, industri pengolahan, pemasaran dan kelembagaan pendukung. Salah satu produksi sutera alam adalah produksi kokon, produksi kokon mempunyai rangkaian kegiatan yang cukup panjang mulai dari penetasan telur ulat sutera, pemeliharaan ulat sutera kecil dan besar, dan pengokonan. Hasil akhir pemeliharaan ulat sutera yaitu kokon, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengolahan kokon adalah8. 1. Reelability (daya pintal kokon) Daya pintal kokon diperhitungkan lewat besar, persentase putusnya sewaktu kokon dipintal. Hasil uji reelability besar sekali pengaruhnya terhadap harga jual kokon sebagai bahan baku benang sutera dan yang 7 Anonim.2011.Peluang Infestasi Sutera Alam. www.warintek.ristek.go.id/peluang/investasi/ sutera/alam. 2014) 8 Tersedia pada: (Diakses Frbruari Membaca, Berpikir dan Bekerja. Budidaya Ulat Sutera. 2013. Tersedia pada: http://ulatsutera.blogspot.com/2013/04/beberapa-hal-yang-perlu-diketahui.html. (diunduh Februari 2014) 17 2. 3. 4. 5. 6. 7. mempengaruhi reelability adalah jenis bibit, suhu dan terutama kelembapan udara saat pengokonan. Warna kokon Rata-rata warna kokon adalah putih namun, ada juga kokon yang dihasilkan dengan warna lain. Misalnya, warna kuning, kuning emas, hijau bambu, hijau dan kemerahan. Selain kokon yang berwarna hijau, warna itu terjadi karena pengaruh sericine. Dengan proses pemutihan (degumming) warna itu bisa hilang dan benang sutera yang dihasilkan akan berwarna putih. Bentuk dan ukuran kokon Ada beberapa macam bentuk kokon, yaitu elips, bulat, berlekuk dan bulat panjang. Bentuk yang berbeda ini karena jenis dan sifat ulat yang dipelihara juga berbeda. Sedangkan besar kecilnya kokon dipengaruhi banyak hal seperti jenis ulat, kondisi suhu dan kelembapan, serta jumlah dan kualitas murbei yang diberikan. Ketegangan kokon Ketegangan kokon adalah keras atau lembek kulit kokon bila ditekan, kokon yang baik tentu saja yang keras. Kokon yang lembek tidak bagus apabila dipintal menjadi benang. Ketegangan kokon dipengaruhi oleh jenis bibit, kondisi pemeliharaan dan pengokonan. Kerutan kokon Pada kulit luar kokon ada kerutan, yang mana di bagian luar kerutannya kasar, tetapi makin ke dalam makin kecil. Hal yang menyebabkannya adalah jenis bibit dan kondisi pengokonan. Kerutan yang kasar terjadi apabila kondisi pengokonan kering. Namun, jika kondisi basah dan suhu rendah, kerutan yang terjadi lebih rapat dan kecil. Kokon dengan kerutkerut yang terlalu kasar kurang baik saat dipintal. Berat okon Pengertian berat kokon adalah berat kokon keseluruhan termasuk berat kulit kokon ditambah pupa di dalamnya. Jenis ulat, jenis kelamin dan cara pemeliharaan akan mempengaruhi hal ini. Berat kulit kokon Dalam hal ini yang dimaksud hanyalah kulit kokonnya saja, makin berat kulit kokon makin banyak benang yang bisa dihasilkan. Jenis bibit dan jenis kelamin serta cara pemeliharaan berperan terhadap keadaan ini. Konsep Kelayakan Usaha Pengertian studi kelayakan bisnis adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (investasi) dilaksanakan dengan berhasil, berdasarkan kriteria tertentu. Pengertian proyek adalah pendirian usaha baru atau pengenalan sesuatu (produk) yang baru ke dalam product mix yang sudah ada selama ini. Pengertian proyek investasi yaitu suatu rencana menginvestasikan sumber daya yang bisa dinilai secara independen. Studi kelayakan bisnis merupakan penelaah atau analisis tentang apakah suatu kegiatan memberikan manfaat atau hasil bila dirasakan, atau dasar untuk menilai apakah kegiatan investasi atau suatu bisnis layak untuk dijalankan (Nurmalina et al. 2010) . Sedangan menurut (Suratman 2002), studi kelayakan proyek merupakan suatu studi untuk menilai proyek yang dikerjaan di masa mendatang, penilaiannya 18 adalah memberikan rekomendasi apakah sebaiknya proyek yang bersangkutan layak dikerjakan atau sebaiknya ditunda dulu. Hal ini karena di masa mendatang penuh ketidakpastian, maka studi yang dilakukan tentunya meliputi berbagai aspek dan membutuhkan pertimbangan-pertimbangan untuk memutuskannya. Menurut (Nurmalina et al. 2010) ada beberapa cara dalam menentukan umur bisnis, diantaranya: 1. Umur ekonomis suatu bisnis ditetapkan berdasarkan jangka waktu (periode) yang kira-kira sama dengan umur ekonomis dari asset terbesar yang ada di bisnis. Pada saat tahun selama pemakaian aset tersebut dapat meminimumkan biaya tahunan (masih menguntungkan jika dipakai). 2. Untuk bisnis bergerak (diberbagai bidang) lebih mudah menggunakan umur teknis dari unsur-unsur investasi. Umur teknis umumnya lebih panjang dari umur ekonomis, tapi hal ini tidak berlaku apabila adanya keusangan teknologi (absolence) dengan ditemukannya teknologi baru. 3. Untuk bisnis yang berumur teknis/ekonomis lebih dari 25 tahun, dapat menggunakan umur bisnis yakni 25 tahun, karena nilai-nilai sesudah 25 tahun jika di discount rate dengan tingkat suku bunga lebih besar dari 10 persen maka present value-nya akan kecil sekali karena nilai discount factor-nya kecil atau mendekati nol. Pelaksanaan analisis kelayakan usaha berdasarkan aspek-aspek yang perlu diperhatikan menurut (Nurmalina et al. 2010), aspek tersebut yaitu aspek non finansial dan finansial. Aspek non finansial terkait dengan aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, aspek sosial dan aspek lingkungan, setiap aspek ini memiliki keterkaitan satu dengan lain. Untuk dapat menjawab aspek non finansial berdasarkan kriteria perhitungan sebelumnya menganalisis manfaat dan biaya, sehingga dapat dilakukan analisis Net Present Value (NPV), Net benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), Payback Periode (PP) dan switching value. Aspek Non Finansial 1. Aspek Pasar Aspek pasar dilakukan dengan tujuan menciptakan pasar potensialnya yang suatu usaha dapat menjadikan pemimpin atas produk yang dipasarkan. Analisis kelayakan suatu usaha dilakukan untuk mengetahui apakah usaha tersebut berhasil dijalankan, tingkat keberhasilan tersebut diukur dari manfaat ekonomis investasi, bermanfaat bagi masyarakat sekitar yang berupa penyerapan tenaga kerja, dan pemanfaatan sumber daya. Aspek pasar ini perlu dianalisis untuk dapat mengetahui permintaan terhadap produk saat ini dan yang di masa akan datang, tanpa aspek pasar suatu usaha akan terancam tidak dapat dijalankan, dikarenakan kelebihan maupun kekurangan permintaan suatu produk. Kelebihan maupun kekurangan permintaan membuat usaha akan berjalan tidak efisien. Penjelasan mengenai aspek pasar mempelajari tentang pemintaan, penawaran, harga, program pemasaran dan perkiraan penjualan yang biasa dicapai perusahaan. Bauran pemasaran adalah alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan 19 pemasarannya dalam pasar (Kotler 1997), bauran pemasaran ditentukan menjadi empat unsur yang dikenal yaitu produk, harga, tempat dan promosi. 2. Aspek Teknis Aspek teknis merupakan suatu aspek yang menjelaskan mengenai proses pembangunan usaha secara teknis dan pengoperasiannya setelah usaha tersebut dilakukan. Hal-hal penting yang menjadi dasar dari penjelasan aspek teknis ini adalah lokasi suatu usaha, baik lokasi pabrik maupun bukan lokasi pabrik. Besar skala operasi atau luas produksi yang ditetapkan untuk mencapai suatu tingkatan skala ekonomis, dan layout bangunan produksi dan fasilitas lainnya. Menurut (Soeharto 1998) pengkajian aspek teknis mencakup halhal yaitu, menentukan letak geografis lokasi, mencari dan memilih teknologi prosees produksi, menentukan kapasitas produksi, denah atau tata letak instalasi (usaha) dan bangunan. Pengkajian aspek teknis ini dapat memberikan keberhasilan untuk berkelanjutan usaha atau proyek yaitu merupakan komitmen jangka panjang, berpengaruh besar terhadap biaya pembangunan usaha dan mempunyai dampak terhadap biaya operasi atau produksi. 3. Aspek Manajemen dan Hukum Aspek manajemen mempelajari mengenai manajemen dalam masa pembangunan bisnis dan manajemen dalam masa operasi, manajemen ini dilakukan untuk mengelola uang, tanah, mesin, bahan baku, dan tenaga kerja sehingga dapat mencapai suatu tujuan yang diharapkan oleh berbagai pihak ketika kegiatan bisnis ini berjalan. Aspek hukum mempelajari mengenai bentuk badan usaha yang akan digunakan terkait dengan kekuatan hukum dan konsekuensinya, dan memperlajari jaminanjaminan yang disediakan apabila menggunakan sumber dana yang berupa pinjaman, sertifikat dan perizinan dan dapat mempermudah dan mempelancar kegiatan bisnis ketika menjalin kerjasama dengan pihak lain. 4. Aspek Sosial dan Lingkungan Aspek sosial ini mempelajari mengenai penambahan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran, pemerataan kesempatan kerja mengenai pengaruh bisnis terhadap lingkungan sekitar lokasi bisnis tersebut. Seperti semakin ramainya daerah, lalu lintas semakin lancar, adanya penerangan listrik, telepon dan sarana lainnya. Suatu bisnis tidak akan ditolak oleh masyarakat sekitar apabila secara sosial dapat memberikan kesejahteraan. Aspek lingkungan mempelajari tentang pengaruh bisnis terhadap lingkungan yang perlu diperhatikan dari suatu bisnis apakah memberi dampak baik atau semakin buruk. Apabila menganalisis kelayakan suatu bisnis atau usaha, aspek lingkungan perlu diperhatikan dengan mempertimbangkan masalah dampak lingkungannya, sebagai contoh dampak terhadap limbah yang dapat mengganggu masyarakat sekitar terhadap limbah produksi kokon yaitu air, terdapat saluran pembuangan limbah air bekas pencucian peralatan. Dalam melakukan analisis 20 kelayakan, perlu dimasukkan biaya yang dikeluarkan perusahaan mengenai limbah produksi tersebut. Aspek Finansial Kriteria finansial terdiri dari nilai bersih kini Net Present Value (NPV), rasio manfaat biaya Net benefit Cost Rasio (Net B/C), tingkat pengembalian internal yang disebut dengan Internal Rate of Return (IRR), dan jangka waktu pengembalian modal investasi atau Payback Period (PP), pada saat seluruh manfaat dan biaya untuk setiap tahun didiskonto dengan Discout Factor (DF). Discount factor kaitannya dengan preferensi waktu atas uang, sejumlah uang sekarang lebih disukai dari pada sejumlah uang yang sama pada tahun mendatang (Nurmalina et al. 2010). 1. Teori Biaya dan Manfaat Biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, dan manfaat adalah segala sesuatu yang membantu suatu tujuan (Gittinger J 2008). Biaya adalah pengeluaran atau pengorbanan perusahaan yang menimbulkan pengurangan manfaat yang diterima. Biaya-biaya yang digunakan dalam analisis usaha agribisnis adalah biaya-biaya langsung seperti biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada saat proyek mulai dilakukan, sedangkan biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan pada saat proyek berjalan. Biaya operasional dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel, komponen biaya pada dasarnya terdiri dari barang-barang fisik, tenaga kerja, tanah, biaya tak terduga, dan sunk cost (Nurmalina et al. 2010). Teori manfaat terbagi menjadi tiga yaitu tangible benefit, indirect or secondary benefit dan intangible benefit. Analisis teori biaya dan manfaat dilakukan untuk dapat menganalisis arus kas suatu perusahaan yang terdapat dua macam laporan, yaitu laporan laba rugi dan laporan aliran kas. 2. Laba Rugi Menurut (Gittinger J 2008), laba rugi adalah laporan keuangan yang meringkas penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akuntansi. Analisis laba digunakan untuk mengetahui besarnya perubahan laba apabila faktor-faktor seperti biaya produksi, volume, dan harga penjualan berubah. Biaya tetap adalah total biaya yang besarnya tetap, artinya tidak bergantung pada volume produksi, sedangkan biaya variabel berbeda dengan biaya tetap, biaya variabel mempunyai hubungan erat dengan tingkat produksi artinya jika biaya produksi naik maka variabel juga naik. Tidak semua biaya modal habis digunakan selama periode proyek sehingga tersisa suatu nilai yang disebut nilai sisa yang dimasukkan dalam manfaat yang diterima pada akhir umur usaha. 3. Aliran Kas Aliran kas disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama satu periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukkan alasan mengenai perubahan kas tersebut dari mana sumber-sumber kas dan pengguna-penggunanya. Laporan aliran kas menurut (Soeharto 1998) yaitu memberikan gambaran 21 4. 5. 6. 5. mengenai jumlah dana yang tersedia setiap saat yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan opersional perusahaan, termaksud investasi juga memuat jumlah pemasukan dan pengeluaran yang disusun dengan menelusuri dan mengaji laporan laba rugi. Kriteria yang perlu dimiliki ketika menjalankan usaha yaitu dana tersebut harus diketahui dari mana diperoleh dan dalam jumlah berapa pinjamannya, persyaratan pinjaman, banyak investor yang menanamkan dananya dalam kegiatan bisnis, dan kemampuan bisnis di masa depan memenuhi kriteria ini. Studi kelayakan usaha pada dasarnya bertujuan untuk menentukan kelayakan usaha berdasarkan kriteria investasi. Net Present Value (NPV) Untuk mengetahui apakah suatu usaha investasi layak dilaksanakan atau tidak dilakukan dengan cara mengurangkan antara present value (nilai saat ini) dan aliran kas bersih operasional atas usaha investasi selama umur ekonomis termasuk cash flow dengan initial cash flow. Jika NPV positif maka usulan usaha investasi dinyatakan layak, namun jika NPV negatif dinyatakan tidak layak untuk dijalankan (Suratman 2002). Suatu usaha atau investasi dikatakan layak apabila nilai NPV lebih besar dar nol (NPV > 0) Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah tingkat pengembalian internal atau tingkat pengembalian yang menghasilkan NPV arus kas masuk sama dengan NPV arus kas keluar (Soeharto 2002). Usaha dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari discount rate (IRR<DR). Net benefit Cost Rasio (Net B/C) Net B/Cadaah perbandingan jumlah nilai sekarang (net presen value) dari keuntungan bersih pada tahun-tahun pada saat keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih bernilai negatif (Nurmalina et al. 2010). Suatu usaha atau investasi dapat dikatakan layak apabila net B/C lebih besar dari satu (Net B/C>1). Payback periode (PP) Analisis payback periode dilakukan untuk menentukan layak atau tidaknya usulan usaha investasi dihitung dengan cara membandingkan antara waktu pengembalian total dana untuk investasi dengan umur ekonomi usaha tersebut (Suratman 2002). Untuk menilai suatu usaha layak diterima atau tidak yaitu dari hasil perhitungannya harus lebih kecil dari pada umur investasi. Analisisi Switching Value (Analisis Nilai Pengganti) Switching value merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum dari perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output dan penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input/peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak. Perubahan tersebut jangan melebihi nilai (NPV<0), jika melebihi maka bisnis menjadi tidak layak untuk dijalankan (Gittinger 1986, dalam Nurmalina et al. 2010). 22 Kerangka Pemikiran Operasional Usaha produksi kokon sangat berpotensi untuk dikembangkan, kerena terlihat dari peningkatan permintaan kokon setiap tahunnya mengharuskan jumlah produksi kokon harus ditingkatkan juga agar dapat memenuhi kebutuhan nasional maupun Jawa Barat yang belum tercukupi. Rumah Sutera merupakan usaha kegiatan peternakan yang bergerak di bidang produksi kokon, produksi daun murbei, pemintalan benang, penenunan kain sutera dan agrowisata, namun karena keterbatasan peneliti maka pada penelitian ini yang akan dianalisis yaitu memproduksi kokon. Produksi kokon pada Rumah Sutera belum optimal, sehingga belum mampu memenuhi permintaan khususnya di Jawa Barat padahal potensi yang belum termanfaatkan karana adanya kendala pada saat pengembangan yang harus diuji kelayakan usahanya. Penelitian ini menganalisis aspek kelayakan yaitu aspek non finansial dan finansial dan analisis switching value dengan kondisi tanpa pengembangan dan dengan pengembangan. Aspekaspek yang digunakan dalam menganalisis kelayakan non finansial adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial dan lingungan. Analisis dari aspek finansial dilakukan melalui beberapa kriteria kelayakan investasi yang bertujuan untuk menganalisa sejauh mana tingkat kelayakan usaha produksi kokon. Analisis aspek finansial dilakukan melalui analisis berdasarkan tanpa pengembangan dan dengan pengembangan produksi kokon yaitu rencana pengembangan usaha produksi kokon, yang dibagi menjadi dua kondisi yaitu kondisi apabila Rumah Sutera memproduksi daun murbei dan membeli daun murbei. Analisis finansial menggunakan metode NPV, IRR, Net B/C, Payback periode, dan analisis switching value. Apabila menghadapi penurunan ouput yaitu produksi kokon dan peningkatan harga input yaitu kenaikan harga daun murbei, maka diperlukan kewaspadaan terhadap usaha tersebut dengan menganalisis melalui analisis pengganti (switching value analysis). Pada analisis ini akan diketahui berapa besarnya batas perubahan tersebut sehingga membuat usaha tersebut tidak layak. Apabila hasil analisis baik secara kriteria non finansial maupun finansial menunjukkan layak, maka usaha produksi kokon tersebut layak untuk dapat dijalankan, sehingga maka hasil penelitian ini akan direkomendasikan kepada pemilik Rumah Sutera yaitu Bapak Tatang agar mengembangkan usahanya. Sedangkan apabila terdapat salah satu aspek menunjukkan tidak layak, sebaiknya Rumah Sutera mengevaluasi dan memperbaikinya aspek yang tidak layak tersebut agar usaha produksi kokon secara keseluruhan dari aspek non finansial maupun finansial layak untuk dijalankan. Untuk lebih jelasnya, alur kerangka pemikiran operasional dapat diukur pada Gambar 2. 23 Potensi permintaan kokon semakin meningkat Produksi kokon nasional maupun Jawa Barat yang belum tercukupi Rumah sutera Usaha produksi kokon pada Rumah Sutera Potensi yang belum termanfaatkan Adanya rencana pengembangan yang harus diuji kelayakan usaha Analisis kelayakan usaha produksi kokon Aspek kelayakan non finansial Aspek pasar Aspek teknis Aspek Manajemen dan hukum Aspek sosial dan lingkungan Aspek kelayakan finansial NPV (Net Present Value) IRR (Internal Rate of Return) Net B/C (Net Benefit-Cost Ratio) PP (Payback Period) Layak Tidak layak Usaha dijalankan Evaluasi Analisis switching value Analisis Rencana Pengembangan Usaha produksi kokon Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional tanpa pengembangan dan dengan pengembangan 24 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Rumah Sutera yang terletak di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian pada Rumah Sutera dilakukan secara purposive sampling dan dilakukan dengan sengaja dan merupakan satu-satunya usaha yang masih bertahan memproduksi kokon, karena Rumah Sutera merupakan usaha produksi ulat sutera yang skala produksi terlengkap di Asia yaitu dari hulu hingga hilir. Penelitian ini berlangsung pada bulan Maret 2013, pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan September tahun 2013 dan responden yang di tuju yaitu pemilik dan setiap kepala bagian aktivitas yang mengetahui secara lengkap kondisi yang terjadi pada kegiatan produksi kokon. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian dengan cara pengamatan langsung di lokasi usaha dan wawancara langsung dengan pemilik dan tenaga kerja terkait tentang kegiatan usaha produksi kokon. Wawancara dengan responden menggunakan kuesioner yang berisi daftar pertanyaan yang relevan dengan tujuan penelitian. Data sekunder adalah data yang sudah tertulis atau sudah ada sebelumnya yang merupakan literatur yang relevan dengan topik penelitian, tujuannya adalah untuk mendukung peneliti dalam melakukan penelitian agar lebih jelas dan spesifik. Tabel 6 Jenis dan sumber data Jenis Data Primer Aspek Kajian Sumber Data Aspek Pasar Rumah Sutera Aspek Teknis Rumah Sutera Aspek Manajemen dan Hukum Rumah Sutera Aspek Sosial dan Lingkungan Masyarakat sekitar lokasi Rumah Sutera Aspek Finansial Rumah Sutera Aspek Pasar Buku studi kelayakan bisnis Dapertemen Perindustrian Balai Penelitian dan Pengembanga Kehutanan Aspek Teknis Buku studi kelayakan bisnis Aspek Manajemen dan Hukum Buku studi kelayakan bisnis Peraturan tentang Undang-Undang pendirian usaha Aspek Sosial dan Lingkungan Buku studi kelayakan bisnis Aspek Finansial Buku studi kelayakan bisnis Sekunder Sumber: Rumah Sutera 2013 25 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data primer yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara, observasi dan diskusi. Metode wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk tanya jawab langsung dengan pihak Rumah Sutera dan narasumber seperti kepada pihak Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Teknik observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lokasi produksi kokon untuk memperoleh informasi dan data sebagai pelengkap dari hasil wawancara yang telah dilakukan. Metode diskusi dilakukan dengan membahas hasil dari wawancara dan observasi, data diperoleh selanjutnya dilakukan pencatatan terkait data produksi, penerimaan dari penjualan, pengeluaran biaya-biaya untuk mendukung proses produksi maupun data yang mendukung yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu kelayakan usaha produksi kokon. Sedangkan untuk data sekunder, metode pengumpulan data dilakukan dengan cara studi literatur dan memperoleh data dari internet. Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif pada analisis kelayakan usaha dianalisis untuk mengkaji gambaran mengenai aspek non finansial yaitu aspek pasar, teknis, dan manajemen dan hukum, dan sosial dan lingkungan dalam analisis kelayakan usaha produksi kokon. Sedangkan, analisis kuantitatif dilakukan dengan menganalisis aspek finansial kelayakan usaha produksi kokon dengan cara mengolah data-data yang berdasarkan kriteria kelayakan usaha, yaitu analisis nilai bersih sekarang (Net Present Value/NPV), tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return/IRR), rasio manfaat dan biaya bersih (Net B/C), Payback Period/PP), dan analisis switching value melakkan perhitungan kepekaan produksi kokon dengan adanya penurunan produksi kokon dan kenaikan harga daun murbei. Metode pengolahan data perhitungan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan kalkulator dan microsoft excel 2007. Tabel 7 Metode pengolahan dan analisis data Metode pengolahan Kualitatif Kuantitatif Aspek kajian Aspek pasar Aspek teknis Aspek manajemen dan hukum Aspek sosial dan lingkungan Analisis Net Present Value/NPV, Internal Rate of Return/IRR, Net B/C, Payback Period, dan switching value Sumber: Rumah Sutera 2013 Metode Analisis Aspek Non Finansial Dalam melakukan analisis kelayakan bisnis, ada beberapa aspek yang perlu dilakukan, aspek-aspek tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. Artinya berkaitan yaitu jika salah satu aspek tidak dipenuhi, maka perlu dilakukan 26 perbaikan atau penambahan yang diperlukan agar usaha layak. Secara umum, aspek-aspek pada aspek non finansial yang perlu dilakukan studi kelayakan adalah aspek hukum, aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek dampak lingkungan (Kasmir dan Jakfar 2010). Aspek Pasar Menurut (Nurmalina et al. 2010) aspek pasar diharapkan dapat beroperasi secara sehat bilamana produk yang dihasilkan mampu mendapatkan tempat di pasaran serta dapat menghasilkan jumlah penjualan yang memadai dan menguntungkan. Analisis aspek pasar dilakukan di Rumah Sutera dengan menganalisis permintaan dan penawaran (produk, harga, promosi, distribusi) dan perkiraan kapasitas produksi kokon. Dalam aspek pasar ini, sangat berpengaruh penting dalam berjalannya usaha pada Rumah Sutera, maka sebaiknya Rumah Sutera mampu menentukan produk yang akan dijual agar produk tersebut dapat beredar dipasaran atau mampu menentukan pergerakan permintaan konsumen yang akan dijual di pasar baik saat ini maupun jangka panjang. Oleh sebab itu, untuk mengkaji aspek pasar, perlu diketahui tingkat permintaan masa lalu, saat ini, dan di masa yang akan datang. Apabila sesuai dengan kriteria-kriteria aspek pasar ini dapat dipenuhi oleh Rumah Sutera, maka usaha produksi kokon yang layak untuk dijalankan. Aspek Teknis Aspek teknis dikenal sebagai aspek produksi, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek ini adalah penentuan lokasi bisnis, luas produksi dan tata letak (layout). Aspek teknis merupakan aspek yang menganalisis proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis selesai dibangun (Nurmalina et al. 2010). Aspek teknis berpengaruh atas kelancaran proses produksi kokon. Analisis ini dikaji berdasarkan kualitatif yang mana untuk dapat mengetahui gambaran mengenai lokasi usaha produksi kokon pada Rumah Sutera, luas produksi, proses produksi, dan layout tata letak bangunan maupun peralatan pada Rumah Sutera. Apabila Rumah Sutera mampu melakukan kegiatan dalam kriteria aspek teknis diantaranya lokasi usaha berdekatan dengan lokasi bahan baku, dekat dengan industri pemintalan benang sutera, proses produksi kokon yang baik, maka usaha produksi kokon pada Rumah Sutera layak untuk dijalankan apabila dianalisis berdasarkan aspek teknis. Aspek Manajemen dan Hukum Aspek manajemen dianalisis untuk dapat mengetahui struktur organisasi pada setiap sumberdaya tenaga kerja yang menjalankan pekerjaanya masingmasing aktifitas, sehingga dapat diatur pelaksanaan operasional perusahaan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Aspek hukum mengkaji mengenai legilitas usulan usaha yang akan dibangun dan dioperasikan, artinya setiap usaha yang akan didirikan dan dibangun diwilayah tertentu harus memenuhi hukum dan tata peraturan yang berlaku di wilayah tersebut (Suratman 2002). Aspek manajeman dikaji secara deskriptif untuk dapat mengetahui sumber daya manusia dalam menjalankan masing-masing aktivitas produksi kokon pada Rumah Sutera. Usaha produksi kokon dikatakan layak apabila Rumah Sutera secara aspek manajemen dapat dilakukan, seperti adanya koordinasi diantara aktivitas yang 27 ada, struktur organisasi yang jelas dan adanya pembagian kerja yang jelas. Sedangkan aspek hukum mengenai bentuk badan hukum Rumah Sutera, izin-izin usaha, adanya sertifikat tanah yang jelas, dan juga terdapat arsip pembayaran pajak usaha. Apabila Rumah Sutera dapat malakukan kritera aspek berdasarkan aspek hukum dan manajemen, maka usaha produksi kokon pada Rumah Sutera dikatakan layak untuk dijalankan. Aspek Sosial dan Lingkungan Setiap usaha yang dijalankan tentu akan menimbulkan dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat maupun pemerintah. Aspek sosial bertujuan untuk mengukur manfaat yang diterima oleh masyarakat lingkungan suatu usaha. Dampak positif dari aspek sosial bagi masyarakat adalah tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, seperti pembangunan jembatan, listrik dan sarana lainnya (Kasmir dan Jakfar 2003) Aspek lingkungan perlu diperhatikan dari suatu bisnis untuk dapat mengelolah dampak lingkungan yang merugikan masyarakan, sehingga perusahan memberikan laporan analisis dampak lingkungan (AMDAL), apabila perusahaan tidak mampu merealisasikan maka rencana bisnis dianggap tidak layak. Apabila rencana bisnis dinyatakan tidak layak diperlukan kajian ulang yang memberi dampak positif sehingga rencana bisnis dianggap layak. Aspek sosial dan lingkungan dilakukan dengan menganalisis apakah usaha produksi kokon memiliki dampak yang ditimbulkan usaha tersebut. Analisis dilakukan untuk menilai apakah usaha produksi kokon memiliki dampak positif atau negatif kepada masyarakat dilingkungan usaha Rumah Sutera. Aspek ini menunjang keberlangsungan usaha pada Rumah Sutera, apabila dalam pengelolaannya dapat dilakukan dengan baik dan sangat penting untuk ditelaah sebelum investasi atau usaha dijalankan. Jika dengan adanya usaha produksi kokon ini mampu memberikan dampak yang positif lebih besar dari pada dampak negatif, maka usaha tersebut layak untuk dijalankan diukur pada aspek sosial dan lingkungan. Analisis Finansial Aspek finansial atau keuangan bertujuan untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas proyek bisnis, sehingga bisnis tersebut dapat diartikan layak atau tidak. Oleh sebab itu, perlu diketahui rincian kebutuhan atas dana serta sumber dananya diperoleh dari mana. Analisis aspek finansial pada usaha produksi kokon pada Rumah Sutera ini menggunakan kriteria kelayakan investasi dengan metode Net Present Value (NPV), Net benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP) dan analisis switching value. Switching value untuk mengukur batas toleransi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Kriteria investasi akan menunjukkan layak apabila dari aspek finansial usaha produksi kokon pada Rumah Sutera nilainya sesuai dengan penilaian masing-masing kriteria. Net Present Value (NPV) Menurut (Nurmalina et al. 2010) suatu bisnis atau usaha dikatakan layak apabila jumlah seluruh manfaat yang diterima melebihi biaya yang dikeluarkan. Net present value adalah selisih antara total present value manfaat dengan total 28 present value biaya, atau jumlah present value dari hasil manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari 0 (NPV ˃ 0). NPV= - Pada saat: = Manfaat pada tahun t = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis i = Tingkat DR (%) Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat discount rate yang menghasilan NPV sama dengan nol. IRR dapat diukur untuk mengetahui pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Bisnis dikatakan layak jika IRR lebih besar dari opportunity cost of capital nya (Nurmalina et al. 2010). IRR dianalisis dengan bertujuan untuk mengukur tingkat suku bunga yang akan menjadikan jumlah nilai sekarang dari net benefit atau jumlah nilai sekarang dari pengeluaran modal (Primyastanto 2011). IRR= - - Pada saat: = Discount rate yang menghasilkan NPV positif = Discount rate yang menghasilkan NPVegatif = NPV positif = NPV negatif Membandingkan NPV dan IRR (Soeharto 2002), menyatakan bahwa analisis dengan menggunakan salah satu metode NPV atau IRR dapat memberikan hasil yang sama mengenai diterima atau ditolaknya usulan proyek atau usaha, tetapi belum tentu metode-metode tersebut memberikan urutan ranking yang sama. Analisis kriteria NPV dan IRR memiliki hubungan yang mana konsepnya IRR sama dengan NPV dan sama dengan nol pada tingkat discount rate. Apabila discount rate lebih besar dari pada IRR maka nilai NPV akan negatif, namun apabila discount rate lebih kecil dari pada IRR, maka nilai NPV akan positif. NPV DR i IRR R Gambar 3 Hubungan antara NPV dan IRR Sumber: Nurmalina et al.2010 29 Net benefit-Cost Ratio ( Net B/C) Net B/C ratio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu bisnis dikatakan layak jika net B/C lebih besar dari satu dan tidak layak jika net B/C lebih kecil dari satu. Menurut (Nurmalina et al. 2010), nilai net B/C ratio diperoleh dengan membagi nilai present net benefit positif dibagi yang negatif dengan menggunakan nilai sekarang yang diharapkan atas dasar discount factor (Primyastanto 2011). - Untuk - - Pada saat: = Manfaat pada tahun t = Biaya pada tahun t i = Discount rate (%) t = Tahun Payback Periode Payback periode dilakukan untuk mengukur tingkat cepatnya investasi dapat kembali dengan arti, bahwa payback periode yang singkat atau cepat pengembalian investasinya termaksud kemungkinan besar akan dipilih (Nurmalina et al. 2010). Jika payback period lebih pendek waktunya dari maksimum payback period nya maka usulan investasi diterima (Umar H 2003). Payback period dilakukan dengan membandingkan besarnya biaya investasi yang diperlukan dengan benefit bersih yang diperoleh pada tiap tahun, metode pengukuran kelayakan investasinya berdasarkan lama waktu investasi sampai diperoleh kembali biaya yang telah dikeluarkan (Primyastanto 2011). Payback Peroide = Pada saat: I = Besarnya biaya invesasi yang diperlukan Ab = Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahun Analisis Switching value Analisis switching value atau nilai peralihan digunakan untuk mengetahui ambang batas maksimal peningkatan atau penurunan suatu variabel yang dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak. Untuk menghitung suatu nilai pengganti (switching value) maka harus menanyakan berapa banyak elemen yang kurang baik dalam analisis proyek yang akan diganti agar proyek dapat memenuhi tingkat minimum diterimanya proyek Hal ini dilakukan untuk dapat menentukan apakah proyek akan dilaksanakan atau tidak yang dapat memperkirakan pengaruh perubahan tersebut terhadap kepentingan proyek (Gittinger 2008). Perubahan tersebut yang masih dapat ditoleransi yaitu ketika nilai NPV sama dengan nol, net B/C sama dengan satu dan IRR sama dengan tingkat suku bunga yang gunakan, nilai suatu usaha dapat dijalankan apabila perubahan yang terjadi tidak melebihi nilai switching value. Perubahan kriteria investasi pada Rumah Sutera ketika memproduksi kokon adalah perubahan penurunan jumlah 30 produksi kokon dan perubahan kenaikan harga daun murbei. Penurunan volume produksi kokon terjadi karena fluktusai produksi kokon setiap tahunnya, sehingga mempengaruhi kokon yang diproduksi. Perubahan penurunan produksi kokon tanpa pengembangan dan dengan pengembangan apabila Rumah Sutera memproduksi daun murbei sebesar persen dan persen, dan perubahan kenaikan harga daun murbei masih dapat ditoleransi maksimal sebesar persen dan persen. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Rumah Sutera Rumah Sutera terletak di Kecamatan Tamansari yang dimiliki oleh Bapak Tatang Ghazali, usaha ini dilakukan dengan maksud sebagai aktivitas yang dilakukan selama masa pensiun dari PT. Perkebunan Nusantara VIII, usaha ini bergerak pada produksi kokon, pemintalan benang sutera, dan penenunan kain sutera dan juga sebagai agrowisata, namun karena keterbatasan waktu penelitian, peneliti mengambil produksi kokon. Usaha pada Rumah Sutera berdiri pada tahun 2001 dengan luas lahan dua hektar, namun pada tahun 2003 luas lahan bertambah menjadi empat hektar, 0.5 ha digunakan untuk proses produksi kokon, 0.5 ha pemintalan benang sutera dan penenunan kain sutera, lahan satu hektar digunakan untuk rumah pemilik dan usaha agrowisata, dan dua hektar lagi untuk budidaya tanaman murbei. Rumah Sutera memiliki motto, visi dan misi. Motto usaha Rumah Sutera yaitu ‘silk for the human’ artinya penghijauan alam, konservasi alam dan kesejahteraan masyarakan sekitar, visinya adalah human life (penghijauan, konservasi alam, dan kesejahteraan petani), dan misinya membangun persuteraan alam pada umumnya serta secara global pada khususnya. Pada tahun 2001 bulan Oktober, Rumah Sutera berdiri dengan modal sendiri dengan memiliki kebun murbei dengan luas 1.5 ha dan pada tahun 2002 selain memproduksi daun murbei juga memproduksi kokon. Rumah Sutera tadinya memasok daun murbei tahun 2001 dan tahun 2002 dapat memasok kokon kepada perusahaan PT. Indojado Sutera Pratama yang merupakan pabrik benang sutera terbesar di Asia Tenggara yang letaknya pada Kabupaten Sukabumi. Namun kerjasama dengan PT. Indojado Sutera Pratamaterjadi hanya dua tahun karena PT. Indojado Sutera Pratama mengalami ‘gulung tikar’. Kondisi ini membuat Rumah Sutera memutuskan untuk menjalankan bisnis sendiri sejak tahun 2004 bulan Agustus dengan tujuan membantu para peternak di daerah Sukabumi, Cianjur, Priangan dengan jumlah peternak yang sebelumnya bekerjasama dengan PT. Indojado Sutera Pratama. Seiring berkembangnya usaha ini, maka pada tahun 2004 Rumah Sutera sudah mampu memproduksi kokon dan daun murbei secara mandiri dan menjual benang sutera kepada petani industri benang sutera dan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Pada tahun 2005 Rumah Sutera membangun pabrik pemintalan dan membeli mesin-mesin pemintalan benang. Setelah berjalan hampir satu tahun, Rumah Sutera mendapat bantuan dari Lembaga Swadaya Masyarat (LSM) yang berupa penyediaan alat pemintalan, sejak tahun ini Rumah Sutera melakukan 31 aktivitas selain budidaya kokon juga melakukan pemintalan kain sutera. Rumah Sutera juga dijadikan sebagai tempat pelatihan dari Perum Perhutani Bogor dalam jangka waktu biasanya dilaksanakan dua kali dalam satu tahun. Pada tahun 2005 hingga sekarang tahun 2014, Rumah Sutera melakukan usaha produksi tanaman murbei, produksi kokon, pemintalan benang sutera dan tenun kain sutera. Rumah Sutera lebih berorientasi pada sektor agrowisata yang memperkenalkan persuteraan alam pada masyarakat sekitar Jawa Barat dan Nasional kepada Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), SMP, SMA maupun masyarakat umum. Pendapatan terbesar Rumah Sutera dyaitu dari agrowisata, sehingga pendapatan terbesar yang diperoleh Rumah Sutera yaitu dari usaha agrowisata. Penghargaan yang diperoleh Rumah Sutera terakhir yaitu pada tahun 2012 pemilik Rumah sutera dapat penghargaan dalam Entrepreneurship UKM dalam rangka HUT DKI Jakarta. Penghargaan yang diperoleh juga dari datangnya team dari Dapartemen Persuteraan di Thailand pada tahun 2012 dan juga penghargaan yang diperoleh Rumah Sutera adalah kedatangan istri dari Presiden Ceko untuk melihat dan menilai kondisi budidaya ulat sutera pada Rumah Sutera. Di Indonesia produsen yang menjual bibit telur ulat sutera alam hanya Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Soppeng dan Jawa Tengah yaitu Candiroto, kedua produsen ini dapat membudidayakan bibit telur ulat sutera sesuai dengan persetujuan dari Dapertemen Kehutanan. Balai Persutera Alam (BPA) Bili-Bili dan BPA Bogor merupakan penelitiaan, sehingga BPA membeli contoh penelitian kepata peternak kokon. Kedua produsen telur tersebut dari jenis bibitnya, jenis bibit dari Soppeng FI dan dari Candiroto 301 tidak memiliki perbedaan kualitas, Rumah Sutera membeli telur ulat berdasarkan dari pengalaman, harga telur dari kedua produsen tersebut sama yang saat ini senilai Rp130 000 yang setiap box berisi 25 000 sudah termasuk biaya transportasi. Harga jual kokon ditentukan oleh pemerintah, namun pihak Rumah Sutera juga dapat menentukan dengan melihat kualitas kokonnya yaitu dari ketebalan serat kokon dan keras kulit kokonnya. Saat ini harga kokon dalam satu kg Rp45 000 untuk grade A dan Rp40 000 grade B, biasanya perubahan kenaikan harga kokon dapat berubah dalam waktu tiga tahun satu kali dan kenaikan harga biasanya naik Rp1000 sampai dengan Rp2500. Analisis Kelayakan Usaha Kokon Kriteria keberhasilan analisis kelayakan usaha produksi kokon yaitu berdasarkan aspek non finansial dan finansial dan analisis switching value. Aspek non finansial tersebut antara lain, aspek pemasaran, aspek teknik, lingkungan dan lain-lain, dan aspek-aspek ini memberi masukan penting kepada aspek finansial dan ekonomi (Imam Soeharto1998). Analisis kelayakan usaha produksi kokon pada Rumah Sutera mencakup penetasan bibit telur ulat sutera, pemeliharaan ulat, dan produksi kokon. Produksi kokon memiliki potensi untuk dijalankan maupun dikembangkan usahanya, beberapa faktor antara lain yaitu kondisi alam yang mendukung tingginya permintaan kokon, ketersediaan bahan baku, jenis peralatan yang digunakan dan sumber daya manusia (tenaga kerja) yang terampil serta memiliki modal. 32 Sejak tahun 2011 Rumah Sutera tidak melakukan kerjasama dengan petani plasma atas penyediaan kokon, hal ini berdampak pada minimnya kokon yang diperoleh Rumah Sutera, sehingga mempengaruhi permintaan kokon yang tidak terpenuhi. Oleh sebab itu peneliti tertarik melakukan analisis kelayakan usaha produksi kokon baik secara aspek kelayakan non finansial, aspek finansial dan analisis switching value, analisis kelayakan ini bertujuan untuk pengukuran kelayakan usaha produksi kokon sesuai dengan kondisi aktual pada Rumah Sutera tersebut. Usaha produksi kokon dianalisis selama waktu 13 tahun, penentuan umur usaha ini dilakukan atas dasar umur ekonomis dari pada peralatan (serifrem) yang mana merupakan asset terpenting yang digunakan dalam waktu yang digunakan yang dapat meminimumkan biaya tahunan. Hasil Analisis Tanpa Pengembangan Analisis Kelayakan Non Finansial Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kelayakan usaha produksi kokon pada Rumah Sutera adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial dan lingkungan. Aspek Pasar Analisis aspek pasar ini dilakukan untuk melihat apakah berdasarkan kriteria aspek pasar suatu usaha layak atau tidak. Tujuan utama usaha pada Rumah Sutera yaitu argowisata, sehingga Rumah Sutera memproduksi kokon dalam satu bulan dua kali agar setiap hari ada pemeliharaan ulat sutera yang mana dapat memaksimalkan konsumen yang datang. Produksi kokon setiap tahunnya konstan, sedangkan permintaan semakin meningkatnya, hal ini merupakan peluang bagi Rumah Sutera untuk meningkatkan produksi kokonnya, untuk menanggapi peluang tersebut maka dilakukan analisis aspek pasar. Kriteria kelayakan aspek pasar yaitu adanya peluang pasar kokon, terkait permintaan dan penawaran. Rumah Sutera melakukan kontrak dengan produsen telur ulat yaitu Candiroto dan Soppeng dan apabila penetasan ulat kurang sempurna atau ketika pemeliharaan dari penentasan hingga pemeliharaan ulat kecil kerusakannya melebihi 50 persen, maka pihak Rumah Sutera menyampaikan keluhannya kepada produsen pemasok bibit telur ulat sutera tersebut dengan menggantikan bibit telur ulat yang baru. Untuk menjaga ketersedian dan kualitas bibit telur pihak Rumah Sutera melakukan pembelian secara bergantian. Kokon yang diproduksi Rumah Sutera masih belum maksimal (tanpa pengembangan). Satu box bibit telur ulat yang berisi 2 500 telur standarnya dapat menghasilkan 30 kg kokon, apabila dipintal dapat menghasilkan lima kg benang sutera, dan satu kg benang sutera dapat menghasilkan 10 meter kain sutera. Analisis tanpa pengembangan, dalam satu bulan rata-rata Rumah Sutera mampu memproduksi kokon sebanyak tiga box atau sekitar 75 kg kokon setiap bulan, apabila diolah menghasilkan benang sekitar 13 kg dan kain 130 meter, kapasitas alat pemintalan benang sutera mampu memintal benang dalam satu bulan sebesar 33 1 560 kg. Rata-rata dalam satu tahun Rumah Sutera mampu memproduksi kokon sebanyak 852.4 kg sampai 1 200 kg atau setara memelihara telur ulat sebanyak 30 sampai 45 box, diolah menghasilkan benang sutera sebanyak 130 kg. Berdasarkan informasi dari hasil wawancara, permintaan kokon dalam satu tahun sebesar 1 500 kg, sedangkan untuk benang sutera permintaannya sebesar 250 kg dan kain sutera dalam satu tahun permintaannya sebesar kg 2 500 meter. 1. Permintaan dan Penawaran Saat ini permintaan kokon cukup menjanjikan, hal ini karena pola pikir masyarakat Indonesia masih menganggap serat kokon dapat diolah menjadi benang sutera yang bermutu tinggi. Produk yang dihasilkan pada usaha produksi kokon merupakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan masih dapat dijangkau oleh masyarakat. Sejak tahun 2002 hingga tahun 2004 Rumah Sutera mampu menjual kokon ke PT. Indojado Sutera Pratama, namun karena PT. Indojado Sutera Pratama mengalami gulung tikar, namun tahun 2004 Rumah Sutera tidak lagi memasok kokon, karena Rumah Sutera tidak memiliki pasar kokon, oleh sebab itu, sejak tahun 2004 Rumah Sutera memiliki alat pemintalan benang sutera sendiri, sehingga kokon yang diterima Rumah Sutera dapat langsung di olah Rumah Sutera sendiri. Peternak yang menjual kokon kepada Rumah Sutera sejak tahun 2003 sekitar berjumlah 40 peternak, namun peternak semakin berkurang yang memproduksi kokon hingga akhirnya hanya dua peternak yang bertahan. Tahun 2012 dan sekitar Bulan Juni tidak ada peternak plasma yang bekerja sama dengan Rumah Sutera, peternak tersebut beralih pekerjaan ke dagang dan menanam tanaman hortikultura. Kokon yang diterima oleh Rumah Sutera sejak tahun 2012 hingga saat ini membeli hanya dari Balai Penelitian dan Pengembangan Sutera alam yang jumlahnya sekitar 10 kg dan kokon yang dijual ke Rumah Sutera biasanya selama tiga bulan satu kali. Tidak ada perjanjian penjualan kokon oleh Balai Persuteraan Alam Bogor karena kokon yang dijual merupakan kokon hasil penelitian dan juga pasti kokon yang diproduksi tersebut merupakan grade A. Apabila Rumah Sutera memproduksi kokon dalam jumlah besar, maka dapat dijual kepada industri benang sutera, namun hingga saat ini Rumah Sutera masih kekurangan kokon. Peternak yang memproduksi kokon di Jawa Barat masih kekurangan kokon, sehingga perternak kokon yang ada di Jawa Barat memproduksi kokon untuk kebutuhan sendiri. 1) Produk Produk adalah sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, menurut Philip Ketler dalam Kasmir dan Jakfar (2003) menyatakan bahwa produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar agar mendapatkan perhatian, untuk digunakan atau dikonsumsi sehingga dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen. Fokus produk utama yang dianalisis oleh peneliti pada Rumah Sutera adalah produksi kokon, standarnya satu box telur menghasilkan 30 kg kokon. 34 2) Harga Harga kokon berbeda-beda yang sesuai dengan berat kokon, harga ini ditentukan oleh pemerintah Kabupaten Bogor dan juga berdasakan pertimbangan dari Rumah Sutera atas dasar kualitasnya, harga kokon yaitu Rp45 000/kg untuk grade A dan Rp40 000/kg grade B. Karena kelayakan usaha ini terbatas hanya pada produksi kokon maka penetapan harga yang dimaksud adalah terhadap harga produk kokon. Mengingat peluang pasar begitu terbuka yang mana permintaan kokon begitu besar dibandingkan dengan penawaran, menyebabkan kelangkaan kokon di pasaran. 3) Promosi Kegiatan promosi yang dilakukan oleh Rumah Sutera yaitu melalui media internet, media elektronik, komunikasi masyarakat, elalui iklan dengan menaruh papan nama yang menjelaskan terdapatnya Rumah Sutera. Rumah Sutera memiliki situs web yaitu www.Rumahsuteraalam.com. Media promosi informasi melalui komunikasi masyarakan atau informasi dari mulut ke mulut, sehingga dari media tersebut. Semakin berkembang atau banyaknya pengunjung yang tertarik mengunjungi usaha ini membuat Rumah Sutera dikunjungi melalui media elektronik yaitu stasiun televisi swasta (Indosiar, RCTI dan SCTV) dan memberitakan melalui media cetak yaitu koran dengan tujuan untuk mempromosikan lebih lanjut usaha produksi kokon dan juga banyak mahasiswa melakukan praktek tugas akhir maupun penelitian pada usaha produksi kokon. 4) Distribusi Keberadaan lokasi yang terletak di pinggir jalan raya menjadikan lokasi usaha produksi kokon pada Rumah Sutera cukup strategis. Produk yang dihasilkan oleh Rumah Sutera yaitu kokon dan dipasarkan pada galeri. Konsumen dapat membeli kokon dapat memesan terlebih dahulu, kemudian pihak Rumah Sutera langsung mengantar kokon tersebut, menggunakan transportasi yang dimiliki Rumah Sutera yaitu mobil. Pesanan bibit telur ulat ditentukan dari kapasitas ruangan dan peralatan pemeliharaan, dan bibit telur ulat sutera dipesan. 2. Perkiraan kapasitas produksi kokon Kapasitas adalah kemampuan pembatas dari unit poduksi untuk berproduksi dalam waktu tertentu, artinya kapasitas ini diukur dari sisi input dan output (Umar 2003). Sebelum memproduksi kokon, Rumah Sutera memperkirakan terlebih dahulu kapasitas yang akan dilakukan untuk produksi, tentu perkiraan utama yang diperhatikan yaitu ketersediaan daun murbei yang akan dibeli, jumlah box telur ulat yang akan dipelihara, kapasitas rak pemeliharaan dan alat serifrem. Kapasitas produksi kokon yang dilakukan Rumah Sutera yaitu dengan melakukan penelitian pasar agar dapat diketahui apakah waktu yang akan datang permintaan pasar tinggi atau berkurang, agar penentuan kapasitas dapat ditambah atau dikurangi. Kapasitas produkis kokon sebesar 1200 kg/tahun sampai 1500 kg/tahun. Dari penjelasan mengenai aspek pasar 35 tersebut, usaha produksi kokon layak untuk dijalankan, karena berdasarkan kelayakan aspek pasar Rumah Sutera memiliki potensi dalam memproduksi kokon. Aspek Teknis Analisis aspek teknis pada Rumah Sutera yaitu mencakup lokasi usaha, luas produksi, proses produksi, dan layout. Berikut penjelasan deskripsi hasil analisis dari aspek teknis. 1. Lokasi usaha Penentuan lokasi usaha atas pertimbangan yaitu ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju berdekatan, tenaga kerja, dan lokasi usaha merupakan lokasi yang cocok dilakukan produksi kokon di Kabupaten Bogor yang berada pada ketinggiaan 40 sampai 800 di atas permukaan laut dan suhu antara 180C sampai 400C. Penentuaan lokasi usaha produksi kokon ini atas dasar Rumah Sutera tidak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan bahan baku diantaranya daun murbei, bibit telur ulat, pembelian desinfeksi, dan sarana produksi lainnya. Tenaga kerja yang digunakan Rumah Sutera untuk memproduksi kokon tanpa pengembangan berjumlah dua orang. 2. Luas produksi (Kasmir dan Jakfar 2003) Mendefinisikan penentuan luas produksi berkaitan dengan berberapa jumlah produksi yang dihasilkan dalam waktu tertentu dengan mempertimbangkan kapasitas teknis dan peralatan yang dimiliki serta biaya yang digunakan paling efisien. Luas produksi dapat diukur dari segi ekonomis dan teknis, dari segi ekonomis yaitu produk yang dihasilkan dengan waktu tertentu dengan biaya yang paling efisien, dan dari segi teknis yaitu jumlah produk yang dihasilkan atas dasar kemampuan mesin dan peralatan serta peralatan teknis yang digunakan. Luas produksi kokon pada Rumah Sutera tanpa pengembangan seluas satu hektar, fasilitas-fasilitas pada lingkungan produksi kokon yakni terdapat sumur untuk membersihkan peralatan dan bangunan, lahan, rak pemeliharaan, rak penetasan, dan serifrem. Luas produksi kokon tanpa pengembangan terlihat dari kemampuan Rumah Sutera dalam satu kali produksi dapat memelihara telur ulat sebanyak dua sampai tiga box. Peralatan yang digunakan untuk mendukung proses produksi kokon adalah alat pengokon serifem, thermometer, wadah/ember, sprayer,dan timbangan. Dokumentasi fasilitas ruang ulat kecil, ruang ulat besar, rak pemeliharaan ulat dan serifrem terdapat pada Lampiran 4. Tabel 8 ditunjukkan fasilitas-fasilitas yang terdapat pada Rumah Sutera ketika memproduksi kokon. 36 Tabel 8 Fasilitas-fasilitas yang terdapat pada Rumah Sutera 1 Ruang ulat kecil 6×7 Tanpa pengembangan (jumlah) 1 2 Ruang ulat besar 6×10 1 4 Rak pemeliharaan ulat Galeri 6×1 4×5 5 1 No 5 Fasilitas Ukuran (p×l) Sumber: Rumah Sutera 2013 3. Proses Produksi Kokon pada Rumah Sutera (Soeharto 2003) Menjelaskan bahwa proses produksi adalah teknik atau metode yang dipakai untuk meningkatkan kegunaan barang atau jasa, pada saat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjanjikan banyak pilihan sekaligus risikonya. Proses produksi kokon meliputi berbagai aktivitas, diantaranya penetasan telur ulat, pemeliharaan ulat kecil, pemeliharaan ulat besar dan pengokonan. Jenis ulat sutera yang dipelihara di Rumah Sutera adalah ulat sutera jenis Bombyx morri L merupakan hasil persilangan antara ulat dari ras Cina dan ras Jepang yang diproduksi oleh Soppeng dan Candiroto. Setiap satu siklus periode produksi kokon memerlukan waktu kira-kira 29 sampai 30 hari, penetasan telur dalam waktu lima hari, pemeliharaan ulat kecil sepuluh hari, pemeliharaan ulat besar sembilan hari, dan pengokonan dalam waktu lima hari. Apabila musim penghujan, siklus produksi kokon menjadi lama kira-kira 35 hari dan apabila musim panas produksi menjadi lebih cepat dari jadwalnya yaitu 25 sampai dengan 28 hari. Untuk dapat menjaga kualitas kokon, ketentuan yang ditetapkan biasanya dalam satu tahun tidak boleh dilakukan produksi kokon lebih dari 10 bulan produksi, dan satu bulan produksi kokon dilakukan dua kali. Menurut tenaga kerja, semua instar ulat dapat hidup normal pada suhu maksimum dan minimum antara sampai , dan bahkan dapat bertahan pada suhu setinggi sampai . Terdapat lima tahap pertumbuhan ulat yang dikatakan instar yaitu, instar I dapat dikatakan sebagai tingkat pengumpulan air, instar II sampai IV sebagai tingkat penahanan air dan instar V sebagai tahap pelepasan air. Pada instar I pemeliharaan perlu dilakukan dalam lingkungan lembab dan diberi pakan daun murbei dengan kandungan air tinggi, namun untuk instar V lingkungan harus relatif kering dengan ventilasi yang baik (H. Soekiman Atmosoedarjo et al. 2000). (Anwar 1992 dalam H. Atmosoedarjo et al. 2000) Menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara penggunaan desinfeksi dan tanpa desinfeksi. Pemberiaan desinfeksi berpengaruh nyata pada moralitas ulat, baik ulat kecil maupun ulat besar yaitu bekisar 2.286 hingga 16.571 persen. Hal ini menunjukkan bahwa semu jenis desinfektan (kaporit, kapur thor, formalin tablet, asam benzoate, dan air) cukup efektif untuk mencegah timbulya penyakit pada ulat sutera. Pola produksi kokon terdapat pada Lampiran 6. Proses produksi kokon pada Rumah Sutera sebagai berikut. 37 1) Penetasan Telur Ulat Rumah sutera tidak melakukan pembibitan telur secara mandiri karena keterbatasan teknologi, sehingga telur dibeli dari Soppeng, Candiroto, BPA Bilibili, BPA Bogor, dan Cina. Telur diletakkan diruang inkubasi dengan maksud dilakukan penetasan dalam suhu dan kelembaban yang sudah diatur, sehingga dapat menetas pada waktu yang diinginkan. Biasanya telur menetas setelah lima hari masa inkubasi dengan temperatur C, kelembaban ruang inkubasi 75 persen sampai dengan 80 persen. 2) Pemeliharaan Ulat Kecil Masa pertumbuhan ulat kecil pada Rumah Sutera yaitu 10 hari, pemeliharaan ulat kecil harus hati-hati karena ulat kecil ini mudah terserang penyakit. Bangunan ruang ulat kecil berukuran 6×7 (P×L) meter yang terletak disamping lahan murbei, pada ruang ulat kecil terdapat dua rak pemeliharaan dengan tiga tingkat, terdapat alat inkubasi telur ulat dan juga terdapat ruang penyimpanan daun murbei serta peralatan. Pemeliharaan ulat kecil berlangsung pada instar I, II, dan III. Untuk instar I biasanya selama selama waktu empat hari, instar II dua hari berikutnya dan instar III selama empat hari. Pakan serta keadaan lingkungan untuk ulat pada instar I hingga III sangat berpengaruh terhadap kondisi serta pertumbuhan ulat. Oleh sebab itu, daun harus berkualitas dan dan cara pemberian pakan daun murbei yang sudah dirajang. Pemeliharaan ulat kecil harus berhati-hati karena ulat masih kecil, sehingga ruangan harus steril. Daya tahan hidup ulat pada saat pemeliharaan dipengaruhi oleh fakor lingkungan terutama suhu, kelembaban, kecukupan pakan dan kebersihan atau kondisi lingkungan pemeliharaan steril. Lingkungan dan cuaca pada saat pemeliharaan ulat sutera harus benar-benar tenang tidak ada gangguan suara yang bising, sehingga saat pemeliharaan harus jauh dari keramaian, karena suara yang bising akan menyebabkan proses pertumbuhan ulat menjadi terhambat bahkan dapat menyebabkan ulat menjadi sakit. Kondisi cuaca diperhatikan dengan cara mengukur suhu ruangan, mengatur udara di dalam ruangan. Kelembapan ruangan yang dibutuhakan selama pemeliharaan ulat kecil berkisar antara 80 persen sampai dengan 85 persen. Pada waktu sebagian ulat mulai tidur, tenaga kerja masih tetap memberi pakan ulat karena masih ada sebagian ulat yang belum tidur. Pemeliharaan ulat kecil berakhir sampai ulat masa instar III, pada saat ini harus secepatnya dipindahkan ke tempat pemeliharaan ulat besar, pemindahan ini sebaiknya dilakukan pada waktu pagi atau sore hari. 3) Pemeliharaan Ulat Besar Dalam ruangan rumah ulat besar, terdapat tiga rak bertingkat yang fungsinya tempat pemeliharaan ulat. Suhu ruangan harus tetap terjaga agar pemeliharaan ulat besar terjaga, apabila suhu ruangan terlalu panas maka ulat besar cepat mengokon. Persiapan untuk pemeliharaan ulat besar cara pembersihan ruang tempat 38 pemeliharaan ulat besar tidak berbeda dengan ulat kecil. Semua alat di dalam ruangan pemeliharan dikeluarkan dan kemudian dibersihkan dan dicuci dengan baik. Fase ulat besar mencakup instar IV dan V, instar IV lebih dekat dengan fase ulat kecil, namun instar V berat kelenjar ulat lebuh capat bertambah sampai 40 persen dari jumlah berat tubuhnya, keperluan jumlah pakan pada instar V sebanyak 90 persen dari jumlah keperluan semua instar ulat. Pemeliharaan ulat besar membutuhkan daun yang banyak untuk pertumbuhannya, daun dalam jumlah yang banyak akan menjamin produksi kokon yang tinggi (Atmosoedarjo et al. 2000). Sedangkan ketika ulat sudah besar, diberi pakan daun murbei yang banyak dengan pemberian daun yang berkualiatas maka akan dapat menjamin hasil kokon yang baik. Pada pemeliharaan ulat besar ini, ulat tidak tahan terhadap suhu dan kelembaban tinggi serta peredaran udara yang buruk karena nafsu makan ulat cukup tinggi dan cairan dalam tubuhnya berkurang. Oleh sebab itu, perlukan adanya ventilasi yang baik agar suhu badan dapat dinormalkan. Ventilasi diperlukan untuk membuang uap air dan gas-gas yang berbahaya dari kotoran ulat. 4) Pengokonan Tahap pengokonan merupakan tahap terakhir dari produsi kokon, pengokonan dapat dilakukan ketika rata-rata ulat sudah siap mengkokon mencapai 80 persen. Tanda-tanda ulat akan mengokon yaitu nafsu makan berkurang dan perlahan ulat akan berhenti makan, sudah cukupnya tanggal mengokon, tubuh tampak bening transparan dan kemudian akan keluar lendir dari mulut. Alat pengokonan diletakkan di atas ulat yang dilapisi oleh koran kemudian ulat akan melakukan pengokonan dengan naik ke serifrem. Ulat sutera alam tersebut akan mengeluarkan lendir atau cairan sebagai proses awal mengokon, kokon dapat dipanen setelah enam hari setelah pengokonan ini asumsi bahwa saat kokon terlalu lama dibiarkan dipanen akan menjadi kupu-kupu selama waktu 12 hari, sehingga tenaga kerja mengambil waktu enam atau tujuh hari dapat dipanen. Biasanya proses pengokonan akan cepat ketika musim kemarau yang artinya cuaca panas dan sebaliknya proses pengokonan alam sedikit lama dari yang diperkirakan saat musim hujan. Sebelum panen kokon dilakukan, maka terlebih dahulu kokon harus diperiksa satu atau dua telur dan kokon tersebut dipotong kulitnya untuk melihat kondisi pupa, apabila warna pupa sudah coklat berarti kokon sudah bisa dipanen. Setelah kokon dipanen selanjutnya dapat dibersihkan dan diseleksi dengan tujuan untuk memisahkan kokon yang baik, dan kokon yang cacat, karena tidak pernah Rumah Sutera memprodusi kokon dengan tingkat keberhasilan 100 persen. Produksi kokon dipengaruhi oleh kegiatan penetasan telur ulat, pemeliharaan ulat kecil, pemeliharaan ulat besar, dan pengokonan. Kokon dapat dipanen dan menghasilkan nilai yang tinggi dengan ketentuan yaitu kokon sehat (tidak cacat), 39 warna kokon bersih putih dan pupa tidak tipis dan bila ditekan kokon keras. Oleh sebab itu diharapkan tenaga kerja yang sudah memiliki keterampilan untuk mensortir kokon yang rusak. Kelas atau grade mutu kokon dibagi menjadi empat kelas yaitu A, B, dan C dengan menggunakan tiga parameter uji yaitu bobot kokon satu butir dalam gram, dan Rumah Sutera rata-rata menjual kokon grade A dan B. Dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini penentuan kualitas kokon berdasarkan grade yang yang ditentukan oleh Rumah Sutera. Tabel 9 Kualitas kokon berdasarkan grade pada Rumah Sutera Parameter yang diuji Bobot kokon (g/butir) Persentase kulit kokon (%) Kokon cacat (%) A > 2.0 ≥23.0 ≤ 2.0 Kualitas B 1.7-1.9 20.0-22.9 2.0-5.0 C 1.3-1.6 17.0-19.9 5.1-8.0 Sumber: Rumah Sutera 2013 4. Tata letak (Layout) Tata letak (Layout) merupakan penentuan keseluruhan bangunanbangunan dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi layout tanpa pengembangan antara lain, adanya konsistensi dengan teknologi produksi, adanya arus produk dalam proses yang lancar dari proses satu ke proses yang lain, penggunaan ruang optimal, terdapat kemungkinan untuk dengan mudah melakukan penyesuaian maupun untuk ekspansi, dan dapat meminimalisasi biaya produksi dan memberikan jaminan yang cukup untuk kesalamatan kerja (Nurmalina et al. 2010). Tata letak (layout) tempat produksi harus memiliki ketepatan penempatan fasilitasfasilitas seperti mesin, letak alat-alat produksi, dan lajur pengangkutan barang. Pada Rumah Sutera, rumah pemeliharaan ulat kecil maupun besar terdapat sekat untuk penyimpanan daun mubei dan penyimpanan peralatan, sehingga dapat memudahkan pengambilan pakan daun murbei dan pengambilan peralatan, dan juga bangunan ruang pemeliharaan ulat kecil berdekatan dengan ruang pemeliharaan ulat besar yang dapat memudahkan dalam pengangkutan ketika ulat dipindahkan. Layout produksi kokon pada Rumah Sutera, tanpa pengembangan sudah sesuai dengan kriteria layout, terlampir pada Lampiran 7. Hasil analisis dari aspek teknis terkait produksi kokon tanpa pengembangan menyimpulkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan, dengan pertimbangan bahwa lokasi usaha, luas produksi, proses produksi, dan layout sesuai dengan kriteria yang diperlukan sesuai apek teknis. Aspek Manajemen dan Hukum Analisis aspek manajemen bertujuan untuk mengetahui apakah dengan adanya usaha dapat direncanakan, pengorganisasian yang akan digunakan, 40 dilaksanakan, dan dikendalikan sehingga rencanaa suatu usaha dapat dinyatakan layak maupun tidak layak (Umar 2003). Perencanaan secara langsung ditentukan oleh pemilik yaitu bapak Tatang ketika menentukan jumlah ulat yang akan dipelihara untuk menghasilkan kokon dan perencanaan besarnya anggaran (modal) yang akan digunakan. Penentuan produksi kokon atas dasar ketertarikan pemilik akan sutera alam yang diketahui bahwa pemeliharaan ulat sutera hingga menjadi kokon memiliki prospek bisnis yang cukup baik karena permintaan kokon yang tinggi. Pengorganisasian pada Rumah Sutera dengan berdasarkan tanpa pengembangan, pembagian tugas dan tanggung jawab yang masih terjadi pengalihan kerja apabila ada kekurangan tenaga kerja untuk suatu kegiatan, sehinga dapat mengambil dari kegiatan lain. Selain terjadi pengalihan tugas, juga masih kurangnya koordinasi yang baik antara pemilik dengan karyawan maupun sebaliknya. Pengawasan terhadap setiap kegiatan proses produksi kokon dilakukan oleh pemilik dan tenaga kerja penyuluh, seperti halnya tenaga kerja melakukan pensortiran ulat dan kokon, pemberikan pakan (daun murbei) Pengawasan terhadap setiap kegiatan proses produksi kokon dilakukan oleh pemilik dan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja secara keseluruhan pada Rumah Sutera sebanyak 13 orang, peran masing-masing tenaga kerja adalah satu orang dibagian galeri, tiga orang pekerja di bagian pemintalan, tiga orang bekerja di bagian penenunan, satu orang bekerja di kebun murbei, satu orang bekerja di bagian ulat kecil dan penetasan, satu orang dibagian pemeliharaan ulat besar dan pengokonan, satu orang bagian supir serta satu orang bekerja untuk membersihkan lingkungan. Tenaga kerja lulusan dari SD dan SMA yang sudah berpengalaman di bagian produksi kokon, untuk memaksimalkan kinerja kepala bagian aktivitas diberikan pelatihan agar tanggung jawab kerjaan yang dikerjakan lebih jelas dan tepat. Tenaga kerja yang melakukan proses produksi kokon tanpa pengembangan sebanyak dua orang. Rumah Sutera memproduksi usaha agrowisata, produksi kokon, benang sutera dan kain sutera, usaha produksi kokon dan agrowisata melibatkan tenaga kerja yang sama. Apabila ada kekurangan atau hambatan dalam memproduksi kokon, maka setiap tenaga kerja dapat langsung berhubungan dengan pemilik. Jam hari kerja pada Rumah sutera adalah hari senin sampai sabtu dan mulai kerja dari jam 07.00 sampai 16.00 dan jam istirahat jam 12.00 sampai 13.00. Pada Gambar 4 berikut ditunjukkan struktur organisasi pada Rumah Sutera. Pemilik dan bagian keuangan Bagian pemasaran (Galery) Bagian ulat besar Bagian ulat kecil dan penetasan Gambar 4 Struktur organisasi Rumah Sutera tahun 2013 Sumber: Rumah Sutera, 2013 41 Setiap bagian karyawan memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, namun ketika terjadi kondisi salah satu bagian kekurangan karyawan untuk melakukan tugas, maka dapat menggunakan karyawan dari bagian aktivitas yang lain. Berikut ini deskripsi tanggung jawab setiap bagian kegiatan pada Rumah Sutera. 1) Pemilik Mengawasi dan mengelolah setiap kegiatan usaha Mengelolah keuangan dan penentukan keputusan 2) Pemasaran (galery) Melakukan penjualan. Menjaga hubungan baik dengan pelanggan Membuat pembukuan penjualan setiap harinya 3) Ruang ulat kecil dan penetasan telur Menjaga kebersihan ruang ulat kecil Mengawasi dan memperbaiki peralatan yang digunakan di ruang ulat kecil Mengontrol setiap pertumbuhan dan memberi pakan ulat kecil Melakukan penetasan telur 4) Ruang ulat besar dan pengokonan Menjaga kebersihan ruang ulat besar Mengawasi dan memperbaiki peralatan yang digunakan di ruang ulat besar Mengontrol setiap pertumbuhan dan memberi pakan ulat besar Melakukan pemindahan ulat yang akan mengokon Rumah Sutera ini digolongkan dalam usaha perorangan karena modal usaha yang digunakan berasal dari satu orang yaitu pemilik perusahaan Bapak Tatang Ghazali. Pengelolannya dilakukan oleh pemilik sendiri dan keuntungan maupun kerugian ditanggung oleh Bapak Tatang. Produksi kokon pada Rumah Sutera belum memiliki bentuk badan hukum usaha karena skala usaha yang masih kecil, dan dikenakan biaya perizinan sebesar Rp1 500 000. Sudah terdapat surat izin usaha dibuktikan dengan Rumah Sutera membayar biaya perizinan usaha, membayar pajak usaha yang ditunjukkan terdapat slip pembayaran pajak usaha, dan terdapat akte tanah. Kegiatan produksi kokon pada Rumah Sutera menggunakan modal sendiri atau tidak ada pinjaman, sehingga Rumah Sutera tidak melakukan pembayaran pinjaman. Analisis aspek manajemen tanpa pengembangan dinyatakan tidak layak untuk diusahakan karena masih adanya peralihan pekerjaan. Hasil analisis berdasarkan aspek hukum tanpa pengembangan dikatakan layak, karena sudah sesuai dengan kriteria kelayakan aspek hukum. Aspek Sosial dan Lingkungan Apabila diukur dari aspek sosial secara nasional, masyarakat memproduksi kokon untuk memperoleh benang sutera yang mana merupakan tradisi di Sulawesi Selatan karena kain sutera digunakan sebagain kain tradisional. Dalam menjalankan suatu usaha baik secara langsung maupun tidak langsung akan mendatangkan dampak bagi lingkungan sosial, dampak tersebut terkait dengan 42 dampak sosial dan lingkungan. Aspek sosial berupaya dalam peningkatan pendapatan dan perluasan tenaga kerja serta pengaruh lingkungan mengenai dampak limbah produksi. Diukur dari aspek sosial, usaha produksi kokon pada Rumah Sutera menguntungkan bagi bisnis-bisnis lain di sekitar seperti terdapatnya curuk nangka (objek wisata), dan juga dapat membuka lapangan pekerjaan yang saat ini Rumah Sutera telah melibatkan masyarakat sekitar sebanyak 13 orang, tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi kokon tanpa pengembangan sebanyak dua orang, sedangkan dengan pengembangan tenaga kerja bertambah menjadi tiga orang. Limbah produksi kokon tidak dampak negatif bagi masyarakat sekitar, aspek lingkungan yang diperhatikan adalah dengan tidak sembarangan membuang limbah (baik cair maupun padat) produksi kokon seperti limbah air bekas cucian peralatan karena mengandung bahan kimia. Usaha produksi kokon pada aspek sosial dan lingkungan dengan analisis tanpa pengembangan ini dikatakan layak untuk diusahakan karena tidak menimbulkan dampak kerugian negatif bagi masyarakat, namun saling menguntungkan bagi Rumah Sutera dengan masyarakat. Analisis Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial produksi kokon bertujuan untuk mengetahui apakah usaha produksi kokon yang akan dijalankan Rumah Sutera dikatakan layak atau tidak layak. Metode analisis untuk menentukan kelayakkan usaha produksi kokon berdasarkan kriteria investasi yang dilakukan dengan analisis Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP) dan switching value. Untuk menganalisis metode perhitungan tersebut, maka dilakukan analisis laba rugi dan arus kas agar dapat mengetahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan. Analisis arus kas disusun untuk menunjukan perubahan kas selama satu periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukan dari mana sumber-sumber kas dan penggunaannya. Untuk melakukan perhitungan kelayakan finansial, asumsi dasar penelitian analisis aspek finansial tanpa pengembangan sebagai berikut. 1. Umur bisnis atau usaha produksi kokon pada Rumah Sutera di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor yaitu berdasarkan umur ekonomis dari alat pengokonan (serifrem), karena merupakan asset yang paling berpengaruh atau terpenting. Alat pengokonan (serifrem) sebagai variabel yang dijadikan lamanya umur proyek yaitu umur ekonomis 13 tahun. 2. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama usaha untuk persiapan pemeliharaan membutuhkan waktu satu tahun dan diasumsikan bahwa awal investasi berada pada bulan pertama di tahun yang pertama, sehingga tahun pertama belum menghasilkan keuntungan. 3. Satu tahun Rumah Sutera mempu memproduksi kokon selama 10 bulan, yang satu bulannya memproduksi kokon dua kali. 4. Kokon dijual kepada petani pengolah kokon (PT. Indojado Sutera Pratama) dan diolah sendiri. 5. Usaha ini didirikan dengan menggunakan modal sepenuhnya dari pemilik Rumah Sutera tanpa ada bantuan permodalan dari pihak Bank. 43 6. Penentuan harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga yang berlaku pada saat penelitian dilakukan dan diasumsikan konstan hingga umur usaha berakhir yaitu kokon grade A Rp45 000 dan grade B Rp40 000, berdasarkan pengalaman persentasi kira-kira grade A sebesar 91.13 persen dan grade B 8.87 persen. 7. Dalam satu box bibit telur ulat terdapat 25.000 telur ulat dengan harga Rp130 000 per box dan harga bibit diasumsikan tetap selama umur usaha. 8. Penyusutan barang investasi menggunakan metode garis lurus dan perhitungan beban penyusutan dilakukan untuk perhitungan laba dan rugi usaha setiap tahunnya. 9. Perhitungan besarnya pajak penghasilan Pasal 17 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang tarif umum PPh Wajib Pajak Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak penghasilan sebesar 25% setiap tahunnya. 10. Tingkat suku bunga yang digunakan dalam analisis adalah tingkat suku bunga deposito rata-rata Bank Mandiri pada tahun 2013, yaitu sebesar 6%, dan ingkat suku bunga diasumsikan konstan selama masa umur usaha. Perhitungan Harga Pokok Produksi Budidaya tanaman murbei dilakukan dengan kegiatan pembibitan, persiapan tanam, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen. Produksi tanaman murbei merupakan dasar dari persuteraan alam, karena budidaya murbei menghasilkan daun murbei yang digunakan sabagai pakan ulat sutera. Sehingga budidaya tanaman murbei harus diperhatikan agar daun murbei yang dihasilkan optimal dan berkualitas. Analisis kelayakan produksi tanaman murbei dilakukan untuk mengukur Harga Pokok Produksi (HPP) daun murbei yang terjadi pada Rumah Sutera. Lahan tanaman murbei dengan luas dua hekar dengan jumlah tanaman dua hektar sebanyak 2000 batang dan produksi rata-rata sama setiap tahunnya yaitu sebesar 30 000 kg. Apabila Rumah Sutera memprodusi daun murbei harganya sebesar Rp622 000/ton dan apabila Rumah Sutera membeli daun murbei dari luar harganya sebesar Rp650 000/ton. Daun murbei yang diproduksi Rumah Sutera hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan Rumah Sutera sendiri (tidak dijual keluar). Rumah Sutera membeli daun murbei dari luar karena Rumah Sutera berencana mengembangkan usaha produksi kokonnya. Dua hektar tanaman murbei dapat mencukupi pemeliharaan telur ulat sutera sebanyak lima box atau sama dengan 2 500 kg daun setiap bulan, sehingga dalam satu tahun sebesar 25 000 kg. Analisis arus biaya pada analisis finansial pada produksi tanaman murbei terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk memproduksi daun murbei adalah sewa lahan. Biaya sewa lahan untuk dua hektar sebesar Rp6 000 000. Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah selama proses pemeliharaan tanaman murbei, biaya variabel bergantung pada banyaknya produksi murbei yang dihasilkan. Variabel yang dikeluarkan yaitu upah tenaga kerja, cangkul dan alat stek, alat semprotan, pembelian pestisida, pupuk kandang, dan pupuk kimia. Tenaga kerja yang digunakan untuk pemeliharaan tanaman murbei yang meliputi aktivitas pemeliharaan sebanyak dua orang, namun demikian kedua pekerja tidak bekerja secara bersamaan. Pupuk kimia yang digunakan yang mengandaung Nitrogen, Fosfas dan Kalium (NPK). 44 Pestisida yang digunanakan adalah roundup, pupuk kandang, dan pupuk kimia yang digunakan adalah pupuk NPK dan diberi dua kali satu tahun sebanyak 2000 ton/tahun untuk dua hektar. Pestisida diberikan agar tanaman murbei jauh dari serangan hama dan penyakit, dan pupuk ini diberikan agar kualitas daun murbei semakin baik dan kuantitasnya lebih banyak. Total biaya variabel untuk produksi tanaman murbei sebesar Rp15 762 500. Rincian pengeluaran biaya variabel dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Biaya variabel per tahun produksi tanaman murbei pada Rumah Sutera No 1 2 3 4 5 Keterangan Jumlah Upah tenaga kerja 2 Pestisida 40 Pupuk kimia 2 000 Cangkul dan alat stek 3 Alat semprotan 2 Total biaya variabel Harga satuan (Rp) 737 500 12 500 600 75 000 275 000 Nilai (Rp) 12 900 000 500 000 1 200 000 225 000 550 000 15 375 000 Total penyusutan (Rp) 112 500 275 000 387 500 Manfaat yang diterima pada saat memproduksi tanaman murbei berasal dari penjualan murbei, jumlah produksi pertahun sebesar 30 000/tahun dan diasumsikan rata-rata satu bulan produksi daun mencapai 30 000 kg. Ada pun rincian perhitungan biaya tetap dan variabel pada Rumah Sutera sebagai berikut. Jumlah produksi per tahun = 35 000 kg Biaya produksi per tahun = (biaya tetap dan biaya variabel) = (Rp6 000 000 + Rp15 762 500) = Rp21 762 500 Harga pokok produksi = = Rp622/kg Analisis Kelayakan Finansial Tanpa Pengembangan Produksi Kokon Analisis kelayakan finansial tanpa pengembangan produksi kokon dilakukan dengan maksud melihat kelayakan usaha produksi kokon dengan kondisi yang benar-benar terjadi (aktual) pada Rumah Sutera. Analisis Biaya Analisis biaya produksi kokon terdiri dari biaya pra investasi, biaya investasi, dan biaya operasional. Biaya pra investasi adalah biaya yang dikeluarkan Rumah Sutera sebelum usaha dimulai, biaya pra investasi pada usaha produksi kokon pada Rumah Sutera adalah biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan teknis produksi kokon yang diikuti oleh pemilik yaitu Bapak Tatang sebelum memulai usaha dan biaya pengurusan perizinan usaha yang nilainya sebesar Rp2 000 000, yang dikeluarkan pada saat usaha mulai dilakukan pada 45 tahun pertama. Biaya investasi yang dikeluarkan Rumah Sutera diantaranya adalah pembangunan kandang pemeliharaan ulat besar, kandang pemeliharaan ulat kecil, rak pemeliharaan ulat, pembelian serifrem, thermometer, sprayer, timbangan, dan wadah atau ember. Total biaya investasi produksi kokon di Rumah Sutera sebesar Rp57 955 667. Dalam produksi kokon, terdapat beberapa variabel investasi yang termasuk ke dalam biaya tidak tunai, pada saat biaya tersebut sebenarnya pemilik tidak mengeluarkan biaya untuk membelinya, namun tetap diperhitungkan sebagai biaya sebagai opportunity cost, biaya tersebut adalah biaya sewa lahan dan kendaraan mobil. Kendaraan yang digunakan pada Rumah Sutera adalah mobil sebagai alat transportasi yang merupakan kepemilikan pribadi digunakan untuk pengangkutan bibit ulat sutera dan membeli sarana produksi sebesar Rp31 666 667. Biaya mobil ini digunakan sesuai dengan proporsinya sebesar 33.3 persen, karena selain digunakan sebagai kegiatan produksi kokon juga digunakan untuk usaha produksi produksi benang sutera dan produksi kain sutera. Biaya yang dikeluarkan untuk membangun kandang ulat besar sebesar Rp11 750 000, kandang ulat kecil sebesar Rp7 850 000 dan rak pemeliharaan ulat mengeluarkan biaya sebesar Rp1 400 000. Serifrem adalah alat yang digunakan untuk proses ulat mengokon, alat serifrem terbuat dari karet dengan umur ekonomis selama 15 tahun. Untuk satu box bibit telur ulat yang berisi 25 000 bibit telur ulat biasanya membutuhkan sebanyak 120 buah, dalam analisis ini memerlukan 360 buah karena maksimal satu kali produksi pada kelayakan usaha ini adalah memelihara tiga box telur ulat, biayanya sebesar Rp4 320 000. Biaya thermometer sebesar Rp100 000, sprayer Rp60 000, dan timbangan yang digunakan untuk mengukur jumlah kokon yang dihasilkan dengan biaya sebesar Rp35 000, timbangan digunakan untuk mengukur berat kokon, benang sutera, dan kain sutera, yang mana proporsinya 33.3 persen. Wadah untuk tempat daun murbei ketika memberikan daun ke ulat saat pemeliharaan sebesar Rp134 000. Rincian biaya investasi tanpa pengembangan produksi kokon dapat diukur pada Tabel 11 di bawah ini. Tabel 11 Biaya investasi tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera No 1 2 3 4 5 6 7 8 10 Keterangan Kandang (UB) Kandang (UK) Rak pemeliharaan Serifem Thermometer Sprayer Timbangan Wadah/ember Mobil Umur ekonomis (tahun) 1 13 1 13 5 13 420 13 2 10 2 5 1 13 4 13 1 15 Total biaya Jumlah (buah) Harga satuan (Rp) Biaya (Rp) 11 750 000 11 750 000 7 850 000 7 850 000 280 000 1 400 000 12 000 5 040 000 50 000 100 000 15 000 30 000 105 000 35 000 33 500 134 000 95 000 000 31 666 667 57 955 667 46 Dalam variabel investasi, ada beberapa variabel yang mengalami reinvestasi yaitu ketika barang yang diinvestasikan telah habis umur ekonomisnya, dapat diganti dengan barang baru. Serifrem mengalami reinvestasi sebanyak 100 serifrem sebesar Rp1 500 000, sprayer merupakan alat yang digunakan untuk menyemprot tubuh ulat dengan menggunakan bahan obat popsol tujuannya dapat menjaga ketahanan tubuh ulat dan mencegah munculnya penyakit, biaya pembelian sprayer sebesar sebesar Rp60 000, wadah atau ember di reinvestasi dengan biaya reinvestasi wadah Rp105 000, dan biaya lampu mengalami reinvestasi sebesar Rp50 000. Total biaya reinvestasi sebesar Rp1 427 000 yang dikeluarkan Rumah Sutera. Rincian biaya reinvestasi yang dikeluarkan dapat pada Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12 Biaya reinvestasi tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera No Keterangan 1 2 3 4 5 6 Seriframe Thermometer Sprayer Wadah Timbangan Lampu Jumlah Umur ekonomis (buah) (tahun) 84 13 2 10 2 5 4 13 1 13 2 5 Total biaya reinvestasi Harga satuan (Rp) 12 000 50 000 15 000 33 500 105 000 25 000 Total nilai(Rp) 1 008 000 100 000 30 000 134 000 105 000 50 000 1 427 000 Biaya operasional merupakan keseluruhan biaya-biaya yang dikeluarkan ketika mengambil keputusan kegiatan produksi, atau keseluruhan biaya yang berhubungan dengan kegiatan produksi. Biaya operasional dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel, biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh Rumah Sutera agar dapat memproduksi kokon yang tidak dipengaruhi oleh banyak atau sedikitnya kokon yang dihasilkan. Sedangkan biaya variabel adalah seluruh biaya yang besarnya dapat berubah sesuai dengan perubahan banyaknya kokon yang diproduksi. Biaya tetap dalam analisis ini mengenai biaya sarana produksi yang meliputi upah tenaga kerja luar keluarga, sewa lahan, perawatan transportasi (mobil), perawatan kandang ulat besar dan ulat kecil, perawatan rak ulat, air, dan listrik. Sedangkan biaya variabel berasal dari bibit telur ulat, obat popsol, dan biaya membeli daun murbei. Pada awal tahun pertama, produksi kokon dilakukan dengan mempersiapkan pembangunan ruang ulat besar maupun ruang ulat kecil dan membeli peralatan. Rincian biaya variabel terdapat pada lampiran 8. Modal pribadi usaha adalah modal yang diperoleh dari pemilik perusahaan dan keuntungan modal sendiri adalah tidak adanya beban biaya bunga seperti modal pinjaman (Kasmir dan Jakfar 2003). Sewa lahan merupakan komponen biaya diperhitungkan bagi Rumah Sutera, namun Rumah Sutera menggarap lahan sendiri (pemilik lahan) dengan luas 0.5 ha, sehingga biaya sewa lahan 0.5 ha sebesar Rp1 500 000/tahun atas dasar harga tanah dilingkungan usaha. 47 Upah tenaga kerja sebesar Rp11 900 000, perawatan mobil sebesar Rp130 000, yang mana biayanya seain dari produksi kokon juga dari produksi benang sutera dan kain sutera. Perawatan kandang ulat besar sebesar Rp225 000 dan kandang ulat kecil sebesar Rp155 000, perawatan rak ulat Rp134 000, biaya pembelian kaporit dan kapur sebesar Rp90 000, dan penggunaan listrik dan air adalah Rp872 000. Total biaya tetap produksi kokon sebesar Rp15 006 000, besarnya biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahunnya ditunjukkan pada Tabel 13 berikut. Tabel 13 Biaya tetap produksi kokon tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera No 1 2 3 4 5 6 7 8 Keterangan Satuan Sewa lahan Hektar Upah tenaga kerja Orang Perawatan mobil Unit Perawatan kandang UB Unit Perawatan kandang UK Unit Perawatan rak ulat Unit Kaporit dan kapur Kg Air + listrik Meter Total biaya variabel Biaya per bulan (Rp) 537 500 33 000 30 000 20 000 31 500 9 000 115 500 Total Biaya per tahun (Rp) 1 500 000 11 900 000 130 000 225 000 155 000 134 000 90 000 872 000 15 006 000 Biaya variabel merupakan biaya yang besar nilainya dapat berubah ketika terjadi perubahan produksi kokon. Komponen yang termasuk biaya variabel adalah biaya pembelian bibit telur ulat dalam satu box Rp130 000, popsol Rp30 000, dan daun murbei hasil produksi Rumah Sutera sendiri seharga Rp622 000/ton. Biaya pembelian bibit telur ulat sutera dan popsol dilakukan berdasarkan akan pengalaman yang dialami Rumah Sutera, waktu pemesanan bibit telur ulat biasanya maksimal sepuluh hari sebelum ulat menetas dan popsol dibeli dalam satu karung dapat digunakan selama satu tahun. Pada tahun pertama dilakukan pembangunan ruang ulat kecil, ruang ulat besar, rak pemeliharaan ulat, membeli bahan baku, dan membeli peralatan yang dibutuhkan, tahun pertama ini tidak dilakukan pemeliharaan ulat atau tidak memproduksi kokon. Kokon yang diproduksi belum optimal, hal ini dikarenakan ketersediaan pakan yang terbatas dan juga pemeliharaan tanaman murbei yang kurang baik. Rincian pengeluaran biaya variabel setiap tahunnya ditunjukkan pada Lampiran 8. Analisis Manfaat Analisis manfaat usaha produksi kokon pada Rumah Sutera yaitu total produksi kokon yang dihitung berdasarkan penerimaan selama 13 tahun periode produksi. Penurunan harga kokon jarang terjadi dan harga kokon menurun apabila petani yang mengolah kokon berkurang. Harga kokon ditentukan berdasarkan grade yaitu grade A Rp45 000 dan B Rp40 000. Produksi kokon setiap tahun berbeda-beda dan juga dijual sesuai grade nya, diasumsikan persentasi untuk grade A yaitu 90 persen dan grade B sebesar 10 persen. Produksi kokon pada tahun ke-2 hingga tahun ke-9 sebesar 1050 kg, tahun ke-10 sebesar 562.7 kg, ke- 48 11 sebesar 852.4, ke-12 sebesar 1050 kg, dan tahun ke-13 sebesar 1200 kg. Total penerimaan penjualan kokon dapat diukur pada Tabel 14 di bawah berikut ini. Tabel 14 Proyeksi penerimaan penjualan kokon tanpa pengembangan pada Rumah Sutera Grade A Tahun total produksi harga jual (kg) (Rp) 1 2 945 45 000 3 945 45 000 4 945 45 000 5 945 45 000 6 945 45 000 7 945 45 000 8 945 45 000 9 945 45 000 10 506.43 45 000 11 767.16 45 000 12 945 45 000 13 1080 45 000 Grade B total produksi harga jual (kg) (Rp) 105 40 000 105 40 000 105 40 000 105 40 000 105 40 000 105 40 000 105 40 000 105 40 000 56.27 40 000 85.24 40 000 105 40 000 120 40 000 Total Penjualan kokon (Rp) 46 725 000 46 725 000 46 725 000 46 725 000 46 725 000 46 725 000 46 725 000 46 725 000 25 040 150 37 931 800 46 784 525 53 400 000 Pada tahun pertama belum dapat menghasilkan kokon karena tahun pertama masih dilakukan persiapan usaha, tahun ke dua hingga tahun ke-9 sudah optimal, namun pada tahun ke-10 terjadi penurunan produksinya disebakan dari telur terserang virus febrin dan berhentinya peternak plasma bekerjasama dengan Rumah Sutera, tahun ke-12 produksi naik kembali, dan tahun ke-13 produksi naik. Penurunan penerimaan produksi kokon karena petani pemeliharaan tanaman murbei yang berhenti bekerjasama dengan Rumah Sutera (plasma), dan memilih beralih pekerjaan usaha lain seperti menanam tanaman hortikultura dan pedagang terjadi dari tahun 2011 dan juga disebabkan dari menurunnya kualitas daun murbei yang dihasilkan Rumah Sutera. Pemeliharaan telur ulat berkurang disebabkan pakan (daun murbei) yang terbatas dan juga kualitas daun murbei menurun. Manfaat yang diperoleh Rumah Sutera tidak diperoleh dari penjualan kokon saja, tetapi juga dari nilai sisa barang yang sudah habis umur usaha dan masih bisa dijual. Nilai sisa diperoleh dari biaya investasi yang terdapat hingga akhir umur proyek, terdapat beberapa variabel investasi yang memiliki nilai sisa di akhir umur ekonomis dan di akhir umur proyek, sebagaimana terlihat pada Tabel 15 di bawah ini. Nilai sisa yang terdapat pada usaha produksi kokon tersebut menjadi tambahan manfaat bagi Rumah Sutera. Penentuaan nilai sisa oleh Rumah Sutera dengan memperkirakan apabila peralatan masih dapat dijual pada saat habis umur usaha. Pada usaha produksi kokon, terdapat peralatan yang tahun terakhir atau tahun ke-13 belum habis umur ekonomisya yaitu bangunan Rumah ulat besar (UB) dan ulat kecil (UK), rak pemeliharaan, serifrem, wadah atau ember, dan mobil. Total nilai sisa pada tahun terakhir yang diperoleh Rumah Sutera sebesar Rp5 810 566 dan total penyusutan yang dikeluarkan setiap investasi, besarnya 49 penyusutan dalam satu tahun adalah Rp3 738 191, cara menghitung nilai penyusutan yaitu harga beli dikurangi nilai sisa kemudian dibagikan dengan umur ekonomis produk. Tabel 15 Total nilai sisa dan penyusutan biaya investasi tanpa pengembangan produksi kokon No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Umur teknis (tahun) Kandang UB 13 Kandang UK 13 Rak pemeliharaan 13 Serifrem 13 Sprayer 5 Thermometer 10 Wadah/ ember 13 Timbangan 13 Mobil 15 Total Investasi Nilai beli (Rp) 11 750 000 7 850 000 1 400 000 5 040 000 60 000 100 000 134 000 105 000 31 666 667 Nilai sisa (Rp) 1 175 000 785 000 140 000 504 000 6 000 10 000 13 400 10 500 3 166 666 5 810 566 Penyusutan (Rp) 813 461 543 461 96 000 348 923 10 800 9 000 9 277 7 269 1 900 000 3 738 191 Hasil Analisis Finansial Tanpa Pengembangan Produksi Kokon Hasil Perhitungan analisis finansial usaha tanpa pengembangan dan dengan pengembangan apabila Rumah Sutera memproduksi daun murbei sebagai pakan ulat sutera, produksi kokon di Rumah Sutera yaitu berdasarkan kriteria NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Periode (PP). Hasil analisis finansial produksi kokon dapat ditunjukkan pada Tabel 16 berikut ini. Tabel 16 Hasil analisis aspek finansial tanpa pengembangan Kriteria Net Present Value (Rp) Net B/C Internal Rate of Return (%) Payback Period (tahun) Apabila memproduksi daun murbei 29 137 225.8 1.54 14% 6 tahun 7 bulan Berdasarkan Tabel 17 diatas, hasil analisis aspek kedua analisis tersebut memiliki keuntungan masing-masing, yang mana analisis ini Rumah Sutera memproduksi daun murbei sendiri biayanya sebesar Rp622 000/ton. Tambahan manfaat yang diterima selama umur usaha yaitu 13 tahun dengan tingkat diskonto 6 persen, yaitu ketika Rumah Sutera memproduksi daun murbei sendiri sebesar Rp29 137 225.8. Nilai net B/C analisis tersebut layak (Net B/C>1), ditunjukkan dengan diperoleh nilai sebesar 1.54 yang artinya setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan oleh Rumah Sutera untuk produksi kokon akan memperoleh manfaat bersih sebesar Rp1.54. Hasil perhitungan nilai IRR ini layak (IRR>6 persen), nilainya yaitu 14 persen artinya tepat Rumah Sutera menginvestasikan modal yang dimiliki untuk usaha produksi kokon apabila dibandingkan dengan mendepositokan modalnya di lembaga perbankan (Bank Mandiri 6 persen). Nilai 50 payback period atau yang disebut dengan waktu pengembalian investasi yaitu selama 6 tahun 7 bulan, hal ini menunjukkan bahwa usaha produksi kokon pada Rumah Sutera ini layak karena waktu pengembalian investasi tercapai sebelum umur usaha berakhir. Terlampir pada Lampiran 9 dan 10. Analisis Switching value Tanpa Pengembangan Produksi Kokon Analisis switching value dilakukan untuk mengukur sejauh mana suatu usaha dikatakan dapat dijalankan apabila terjadi perubahan variabel atau mengetahui sejauh mana batas maksimum perubahan yang dapat ditoleransi. Perubahan yang masih dapat ditoleransi yaitu penurunan jumlah produksi dan kenaikan biaya daun murbei. perubahan masih dapat ditoleransi ketika NPV sama dengan nol, net B/C sama dengan satu dan IRR sama dengan discount factor (df) yang digunakan. Hasil analisis switching value yang masih dapat ditoleransi terhadap perubahan penurunan produksi kokon tanpa pengembangan sebesar 3.86 persen. Penurunan produksi ini mengakibatkan menurunnya penerimaan Rumah Sutera pada tahun ke dua dan ke-9, tahun ke-10, dan tahun ke-11, tahun ke-12 sampai ke-13, analisis switching value tersedia pada Lampiran 11. Petani yang menjual daun murbei semakin sedikit meyebabkan harga daun murbei meningkat. Persentase perubahan maksimal output yang dapat ditolerir oleh Rumah Sutera pada kenaikan harga daun murbei tanpa pengembangan sebesar 35.11 persen, tersedia pada Lampiran 12. Hasil Analisis dengan Pengembangan Analisis Kelayakan Non Finansial Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kelayakan usaha produksi pada Rumah Sutera adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial dan lingkungan. Aspek Pasar Analisis aspek pasar ini dilakukan untuk melihat apakah berdasarkan kriteria aspek pasar ini layak atau tidak. Kriteria kelayakan aspek pasar yaitu adanya peluang pasar kokon, terkait permintaan dan penawara dan perkiraan kapasitas produksi kokon. Produksi kokon yang semakin menurun sedangkan semakin meningkatnya permintaan terhadap kokon, hal ini merupakan peluang bagi Rumah Sutera untuk dapat mengembangkan usaha produksi kokon agar dapat memenuhi permintaan. Untuk menanggapi peluang tersebut maka Rumah Sutera berencana melakukan pengembangan usaha produksi kokonnya. Analisis dengan pengembangan produksi kokon dilakukan karena, semakin tingginya permintaan akan kokon oleh industri benang sutera, sehingga Rumah Sutera melakukan penambahan pemeliharaan ulat yang dapat meningkatkan produksi kokon. Rencana pengembangan usaha diasumsikan dalam satu tahun Rumah Sutera memproduksi kokon sebanyak 4 200 sampai 4 800 kg, sedangkan berdasarkan wawancara dengan pihak Rumah Sutera, permintaan kokon dalam satu tahun sebesar 1 500 kg dan setiap tahun peningkatan meningkat, oleh sebab itu Rumah Sutera mampu memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat. 51 1. Permintaan dan Penawaran Saat ini permintaan kokon cukup menjanjikan, hal ini karena pola pikir masyarakat Indonesia masih menganggap serat kokon dapat diolah menjadi benang sutera yang bermutu tinggi. Produk yang dihasilkan pada usaha produksi kokon merupakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan masih dapat dijangkau oleh masyarakat. Analisis aspek pasar berdasarkan pengembangan dilakukan karena tingginya permintaan sedangkan penawaran masih belum mencukupi permintaan. Analisis dengan pengembangan membuat kokon yang diproduksi cukup besar, sehingga dapat dijual kepada industri benang sutera (dapat memenuhi permintaan). 1) Produk Fokus produk yang dianalisis oleh peneliti pada Rumah Sutera adalah produksi kokon, standarnya satu box telur menghasilkan 30 kg kokon. Kokon yang diproduksi untuk dipasarkan memiliki ciri khusus yaitu grade A dan B. 2) Harga Harga kokon yang ditetapkan Rumah Sutera rata-rata setiap tahunnya tidak mengalami kenaikan dan penurunan, saat ini Rumah Sutera menjual kokon dengan harga untuk grade A Rp45 000 dan grade B Rp40 000. 3) Promosi Kegiatan promosi yang dilakukan oleh Rumah Sutera yaitu melalui media internet, media elektronik, komunikasi masyarakat dengan menaruh iklan papan nama yang menjelaskan terdapatnya Rumah Sutera. Rumah Sutera memiliki situs web yaitu www.Rumahsuteraalam.com. 4) Distribusi Keberadaan lokasi yang terletak di pinggir jalan raya menjadikan lokasi usaha produksi kokon pada Rumah Sutera cukup strategis. Produk yang dihasilkan oleh Rumah Sutera yaitu kokon dan dipasarkan pada galeri. Konsumen dapat membeli kokon dapat memesan terlebih dahulu, kemudian pihak Rumah Sutera langsung mengantar kokon tersebut, menggunakan transportasi yang dimiliki Rumah Sutera yaitu mobil. 2. Perkiraan kapasitas produksi kokon (Soeharto 2003) dalam menentukan besarnya kapasitas dapat diukur dari jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek dengan memperhitungkan perubahan produksi, seperti akibat fluktuasi permintaan pasar, ketersediaan bahan (musiman), dan lain-lain, sedangkan jangka panjang berhubungan dengan tingkat perkiraan produksi jangka panjang. Sebelum memproduksi kokon, Rumah Sutera memperkirakan terlebih dahulu kapasitas yang akan dilakukan untuk produksi, tentu perkiraan utama yang diperhatikan yaitu ketersediaan daun murbei yang akan dibeli, jumlah box telur ulat yang akan dipelihara, kapasitas rak pemeliharaan dan alat serifrem. Upaya Rumah Sutera untuk rencana pengembangan skala usaha yang akan dilakukan dengan 52 meningkatkan pemeliharaan jumlah box bibit telur ulat,karena semakin meningkatnya permintaan terhadap kokon yang diproduksi, peningkatan kapasitas produksi kokon diasumsikan 4 200 sampai 4 800 kg/tahun. Dari penjelasan mengenai aspek pasar tersebut, usaha produksi kokon layak untuk dijalankan, karena berdasarkan kelayakan aspek pasar Rumah Sutera memiliki potensi dalam memproduksi kokon. Aspek Teknis Analisis aspek teknis pada Rumah Sutera yaitu mencakup lokasi usaha, luas produksi, proses produksi, dan layout. Berikut penjelasan deskripsi hasil analisis dengan pengembangan dari aspek teknis. 1. Lokasi usaha Rumah Sutera yang dimiliki oleh Bapak Tatang Ghazali berlokasi di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi usaha atas pertimbangan yaitu ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju berdekatan, tenaga kerja, dan lokasi yang cocok dilakukan produksi kokon. Lokasi usaha cukup strategis, karena lokasi usaha ini berdekatan dengan pelanggan yaitu petani pemintalan benang dan industri kain sutera yang berada di Sukabumi dan Cianjur, dan juga lokasi usaha Rumah Sutera berdekatan dengan tempat wisata lain yang dapat menguntungkan satu sama lain. Lokasi usaha pada Rumah Sutera tidak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan bahan baku diantaranya daun murbei, bibit telur ulat, pembelian desinfeksi, dan sarana produksi lainnya. Tenaga kerja yang digunakan Rumah Sutera untuk memproduksi kokon berjumlah tiga orang. 2. Luas produksi (Kasmir dan Jakfar 2003) Mendefinisikan penentuan luas produksi berkaitan dengan berberapa jumlah produksi yang dihasilkan dalam waktu tertentu dengan mempertimbangkan kapasitas teknis dan peralatan yang dimiliki serta biaya yang digunakan paling efisien. Luas produksi kokon pada Rumah Sutera dengan pengembangan seluas satu hektar, fasilitas-fasilitas pada lingkungan produksi kokon yakni terdapat sumur untuk membersihkan peralatan dan bangunan, lahan, rak pemeliharaan, rak penetasan, dan serifrem. Luas produksi kokon dengan pengembangan, luas lahan produksi bertambah menjadi dua hektar dengan menambah pemeliharaan ulat sutera 14 sampai 16 box. Tabel 17 ditunjukkan fasilitas-fasilitas yang terdapat pada Rumah Sutera ketika memproduksi kokon dengan pengembangan. Tabel 17 Fasilitas-fasilitas yang terdapat pada Rumah Sutera No Fasilitas Ukuran (p×l) Dengan pengembangan (jumlah) 1 Ruang ulat kecil 6×7 2 2 4 Ruang ulat besar 6×10 2 Rak pemeliharaan ulat 6×1 10 5 Galeri 4×5 1 Sumber: Rumah Sutera 2013 53 3. Proses produksi kokon Proses produksi kokon dengan pengembangan sama dengan kondisi tanpa pengembangan. 4. Tata Letak (Layout) Tata letak (layout) tempat produksi harus memiliki ketepatan penempatan fasilitas-fasilitas seperti mesin, letak alat-alat produksi, dan lajur pengangkutan barang. Pada Rumah Sutera, kandang pemeliharaan ulat kecil maupun besar terdapat sekat untuk penyimpanan daun mubei dan penyimpanan peralatan, sehingga dapat memudahkan pengambilan pakan daun murbei dan pengambilan peralatan, dan juga bangunan ruang pemeliharaan ulat kecil berdekatan dengan ruang pemeliharaan ulat besar yang dapat memudahkan dalam pengangkutan ketika ulat dipindahkan. Tata letak (Layout) produksi kokon pada Rumah Sutera dengan pengembangan sudah sesuai dengan kriteria layout, terlampir pada Lampiran 13. Hasil analisis dari aspek teknis terkait produksi kokon dengan pengembangan menyimpulkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan, dengan pertimbangan bahwa lokasi usaha, luas produksi, proses produksi, dan layout sesuai dengan kriteria yang diperlukan sesuai aspek teknis. Aspek Manajemen dan Hukum Jumlah tenaga kerja dengan pengembangan sebanyak tiga orang, setiap bagian karyawan memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, yang mana dua orang untuk kegiatan pemeliharaan ulat kecil dan satu orang untuk pemeliharaan ulat besar. Rumah Sutera ini digolongkan dalam usaha perorangan karena modal usaha yang digunakan berasal dari satu orang yaitu pemilik perusahaan Bapak Tatang Ghazali. Rumah Sutera sudah mendapatkan izin usaha dibuktikan dengan Rumah Sutera membayar biaya perizinan usaha, membayar pajak usaha yang ditunjukkan terdapat slip pembayaran pajak usaha, dan terdapat akte tanah. Analisis aspek manajemen dengan pengembangan dinyatakan layak karena sudah tepatnya manajemen yang dijalankan dan aspek hukum layak dijalankan karena sudah sesuai dengan kriteria kelayakan aspek hukum. Aspek Sosial dan Lingkungan Analisis berdasarkan aspek sosial pada Rumah Sutera ini layak dijalankan ditujukkan Rumah Sutera mempu membuka lapangan pekerjaan yang mana saat ini Rumah Sutera telah melibatkan masyarakat sekitar sebanyak 13 orang, tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi kokon dengan pengembangan tenaga kerja bertambah menjadi tiga orang. Limbah produksi kokon tidak dampak negatif bagi masyarakat sekitar. Usaha produksi kokon pada aspek sosial dan lingkungan dengan analisis dengan pengembangan produksi dikatakan layak untuk diusahakan karena tidak menimbulkan dampak kerugian negatif bagi masyarakat, namun saling menguntungkan bagi Rumah Sutera dengan masyarakat. Berdasarkan kriteria aspek sosial dan lingkungan, Rumah Sutera mampu memenuhi kriteria tersebut sehingga usaha ini layak. 54 Analisis Kelayakan Finansial dengan Pengembangan Produksi Kokon Analisis Kelayakan Finansial Rencana pengembangan usaha produksi kokon terletak di lokasi usaha yang sama dengan usaha produksi tanpa pengembangan. Metode analisis untuk menentukan kelayakkan usaha produksi kokon menggunakan kriteria investasi yaitu analisis Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP) dan switching value. Untuk melakukan perhitungan kelayakan finansial terkait rencana pengembangan usaha produksi kokon asumsi dasar penelitian adalah sebagai berikut. 1. Umur bisnis atau usaha produksi kokon pada Rumah Sutera di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor yaitu berdasarkan umur ekonomis dari alat pengokonan (serifrem), karena merupakan asset yang paling berpengaruh atau terpenting. Alat pengokonan (serifrem) sebagai variabel yang dijadikan lamanya umur proyek yaitu umur ekonomis 13 tahun. 2. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama usaha untuk persiapan pemeliharaan, membutuhkan waktu satu tahun, dan diasumsikan bahwa awal investasi berada pada bulan pertama di tahun yang pertama, sehingga tahun pertama belum menghasilkan keuntungan. 3. Satu tahun Rumah Sutera mempu memproduksi kokon selama 10 bulan, yang satu bulannya memproduksi kokon dua kali. Kokon dijual kepada petani pengolah kokon (PT. Indojado Sutera Pratama) dan diolah sendiri. 4. Usaha ini didirikan dengan menggunakan modal sepenuhnya dari pemilik Rumah Sutera tanpa ada bantuan permodalan dari pihak Bank. 5. Penentuan harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga yang berlaku pada saat penelitian dilakukan dan diasumsikan konstan hingga umur usaha berakhir yaitu kokon grade A Rp45 000 dan grade Rp40 000. 6. Dalam satu box bibit telur ulat terdapat 25.000 telur ulat dengan harga Rp130 000 per box dan harga bibit diasumsikan tetap selama umur usaha. 7. Penyusutan barang investasi menggunakan metode garis lurus dan perhitungan beban penyusutan dilakukan untuk perhitungan laba dan rugi usaha setiap tahunnya. 8. Perhitungan besarnya pajak penghasilan Pasal 17 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang tarif umum PPh Wajib Pajak Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak penghasilan sebesar 25% setiap tahunnya. 9. Tingkat suku bunga yang digunakan dalam analisis adalah tingkat suku bunga deposito rata-rata Bank Mandiri pada tahun 2013, yaitu sebesar 6 persen. Tingkat suku bunga diasumsikan konstan selama masa umur usaha. Analisis kelayakan dengan pengembangan produksi kokon merupakan analisis rencana pengembangan usaha produksi kokon dilakukan dengan menambah kapasitas telur ulat yang dipelihara dengan tetap menggunakan input yang sama. Pengembangan usahanya dengan asumsikan dapat memelihara telur 55 ulat sebanyak 14 hingga 16 box dalam satu bulan. Rencana pengembangan usaha ini atas dasar kemauan pemilik agar mampu memenuhi permintaan kokon di Jawa Barat khususnya Kabupaten Bogor. Rumah Sutera dapat memproduksi kokon pada analisis tanpa pengembangan salah satunya dipengaruhi dari ketersediaan daun murbei yang diproduksi Rumah Sutera dan juga input-input, yang mana produksi daun belum optimal dan juga penggunaan input-input belum optimal sehingga produksi kokon belum optimal, hal ini menyebabkan RUmah Sutera belum mempu memenuhi permintaan konsumen. Namun pada analisis dengan pengembangan, produksi sudah optimal dan juga input-input dapat digunakan secara optimal dan juga diasumsikan Rumah Sutera membeli daun murbei dari luar atau petani penyedia daun murbei agar kokon yang diproduksi optimal dan dapat memenuhi permintaan konsumen. Analisis Biaya Analisis arus biaya pada analisis finansial dengan pengembangan produksi kokon terdiri dari biaya pra investasi, investasi, dan biaya operasional. Biaya pra investasi yang dikeluarkan sama dengan biaya pra investasi pada tanpa pengembangan produksi kokon yaitu untuk biaya pelatihan dan perizinan membangun usaha yang besarnya Rp1 500 000. Biaya investasi dengan pengembangan produksi kokon sama dengan investasi tanpa pengembangan produksi kokon, perbedaanya terdapat pada penambahan luas lahan menjadi satu hektar. Rumah pemeliharaan ulat besar bertambah dua dan kecil bertambah satu, biayanya menjadi Rp35 250 000 dan kandang ulat kecil bertambah satu, sehingga biayanya sebesar Rp15 700 000. Rak pemeliharaan ulat sutera juga bertambah biayanya sebesar Rp3 640 000, serifem menjadi 1 920 buah sehingga biayanya menjadi Rp23 040 000. Timbangan biaya investasinya Rp210 000, thermometer biayanya Rp250 000, sprayer Rp150 000, wadah sebagai tempat pakan murbei bertambah menjadi 10 buah dengan biaya Rp335 000, dan mobil sebesar Rp31 666 667. Besarnya biaya investasi dengan pengembangan produksi kokon bertambah menjadi Rp110 026 607. Biaya investasi yang dikeluarkan dengan pengembangan produksi kokon dapat ditunjukkan pada Tabel 18 berikut ini. Tabel 18 Biaya Investasi dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera tahun 2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Umur Keterangan ekonomis (tahun) Kandang (UB) 3 13 Kandang (UK) 2 13 Rak pemeliharaan 13 13 Serifem 1 920 13 Timbangan 2 13 Thermometer 5 10 Sprayer 5 5 Wadah/ember 10 13 Mobil 1 15 Total biaya investasi Jumlah (buah) Harga satuan (Rp) 11 750 000 7 850 000 280 000 12 000 35 000 50 000 15 000 33 500 95 000 000 Biaya (Rp) 35 250 000 15 700 000 3 640 000 23 040 000 70 000 250 000 75 000 335 000 31 666 667 110 026 667 56 Kapasitas bangunan ruang pemeliharaan ulat besar sebanyak enam box dan kapasitas bangunan ruang pemeliharaan ulat sutera kecil mampu menampung ulat delapan box, rencana pengembangan usaha dengan memelihara telur ulat kapasitasnya sebanyak 14 sampai 16 box, sehingga perlu membangun kandang pemeliharaan ulat besar, kecil dan rak pemeliharaan ulat. Penggunaan setiap biaya yang dikeluarkan untuk biaya reinvestasi sedikit berbeda dengan penggunaanya pada tanpa pengembangan produksi kokon. Biaya reinvestasi tersebut adalah, serifrem, thermometer, sprayer, wadah, dan timbangan. Total biaya reinvestasi sebesar Rp5 478 000, rincian biaya reinvestasi ditunjukkan pada Tabel 19 berikut ini. Tabel 19 Biaya reinvestasi dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera tahun 2014 No 1 2 3 4 5 Umur ekonomis (tahun) Serifrem 384 13 Thermometer 5 10 Sprayer 5 5 Wadah/ember 10 13 Timbangan 2 13 Total biaya reinvestasi Keterangan Jumlah (buah) Harga satuan (Rp) 12 000 50 000 15 000 33 500 35 000 Total Nilai (Rp) 4 608 000 250 000 75 000 335 000 210 000 5 478 000 Biaya berikutnya yang dihitung adalah biaya operasional, biaya operasional dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Analisis ini dengan rencana pengembangan usaha dengan menambah pemeliharaan telur ulat sutera. Biaya tetap dengan pengembangan usaha yaitu sewa lahan, upah tenaga kerja, parawatan transportasi (mobil), perawatan kandang ulat besar, perawatan kandang ulat kecil, perawatan rak pemeliharaan, dan listrik dan air. Besarnya biaya tetap yang dikeluarkan per tahun Rp60 455 400 ditunjukkan pada Tabel 20 di bawah ini. Tabel 20 Biaya tetap per tahun dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera tahun 2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 Keterangan Jumlah Satuan Sewa lahan 0.5 Hektar Upah tenaga kerja 3 Orang Perawatan mobil 1 Unit Perawatan kandang UB 3 Unit Perawatan kandang UK 2 Unit Perawatan rak ulat 13 Unit Kapur dan kaporit 150 Kg Air + listrik Meter Total biaya tetap Biaya per bulan (Rp) 1 487 500 80 000 90 000 40 000 45 100 1 800 203 000 Nilai (Rp) 1 500 000 53 550 000 130 000 675 000 310 000 348 400 270 000 2 436 000 60 455 400 57 Biaya variabel yang dikeluarkan dengan pengembangan produksi kokon terdiri dari biaya pembelian bibit telur ulat sutera, biaya pembelian popsol, dan biaya pembelian daun murbei. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit telur ulat sutera satu box Rp130 000, popsol Rp30 000 dimana Rumah Sutera membeli daun murbei dari luar Rumah Sutera membeli dengan harga Rp650 000/ton. Perubahan biaya daun murbei mempengaruhi perubahan biaya variebel, rincian pengeluaran biaya variabel setiap tahunnya ditunjukan pada Lampiran 14. Analisis Manfaat Manfaat yang diterima pada pengembangan produksi kokon berasal dari penerimaan penjualan kokon dan nilai sisa barang investasi. Analisis manfaat berdasarkan penerimaan selama 13 tahun periode produksi dengan rata-rata satu box dapat menghasilkan kokon sebanyak 30 kg dan harga kokon diasumsikan sebesar Rp45 000 untuk grade A dan Rp40 000 grade B. Produksi kokon setiap tahun berbeda-beda dan juga dijual sesuai grade nya, diasumsikan persentasi untuk grade A yaitu 90 persen dan grade B sebesar 10 persen. Satu bulan dapat memproduksi kokon dua kali, yang mana pada tahun pertama Rumah Sutera belum memproduksi kokon, sehingga produksi kokon dimulai dari tahun kedua. Tahun kedua Rumah Sutera memelihara telur ulat sebanyak 140 box bibit telur ulat dengan memperoleh kokon sebanyak 4 200 kg. Tahun ketiga hingga tahun terakhir Rumah Sutera memelihara telur ulat sebanyak 160 box, kemudian dikalikan 30 kg kokon sehingga kokon yang dihasilkan sebanyak 4 800 kg. Besarnya penerimaan penjualan kokon setiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Proyeksi penerimaan penjualan dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Grade A Total Harga produksi (kg) (Rp) 3 780 45 000 4 320 45 000 4 320 45 000 4 320 45 000 4 320 45 000 4 320 45 000 4 320 45 000 4 320 45 000 4 320 45 000 4 320 45 000 4 320 45 000 4 320 45 000 Grade B Total harga produksi (kg) (Rp) 420 40 000 480 40 000 480 40 000 480 40 000 480 40 000 480 40 000 480 40 000 480 40 000 480 40 000 480 40 000 480 40 000 480 40 000 Penerimaan kokon 186 900 000 213 600 000 213 600 000 213 600 000 213 600 000 213 600 000 213 600 000 213 600 000 213 600 000 213 600 000 213 600 000 213 600 000 Manfaat lain yang diterima selain penerimaan dari penjualan kokon juga diterima dari nilai sisa diperoleh dari barang-barang investasi yang masih memiliki nilai jual ketika berakhirnya umur proyek yang disebut nilai sisa. Nilai 58 sisa diperoleh dari biaya investasi yang masih memiliki nilai hingga akhir umur proyek. Terdapat beberapa variabel investasi yang memiliki nilai sisa di akhir umur usaha yaitu kandang ulat besar, kandang ulat kecil, rak pemeliharaan ulat, serifrem, timbangan, wadah, dan transportasi. Total nilai sisa sebesar Rp11 066 166 dan penyusutan Rp36 295 608, dapat dilihat pada Tabel 22 di bawah ini. Tabel 22 Total nilai sisa dan penyusutan biaya investasi dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Investasi Kandang UB Kandang UK Rak pemeliharaan Serifrem Thermometer Sprayer Wadah Timbangan Mobil Umur teknis (tahun) 13 13 13 Nilai beli (Rp) 35 250 000 15 700 000 Nilai sisa (Rp) 3 525 000 1 570 000 3 640 000 364 000 252 000 13 10 5 13 13 13 23 040 000 250 000 75 000 335 000 70 000 31 666 667 2 304 000 33 500 7 000 3 166 666 11 066 166 1 595 076 25 000 30 000 30 115 14 538 31 455 555 36 929 591 Total Penyusutan 2 440 384 1 086 923 Hasil Analisis Aspek Finansial Dengan Pengembangan Hasil perhitungan analisis finansial dengan pengembangan produksi kokon yaitu ketika Rumah Sutera membeli daun murbei sebagai pakan ulat sutera, kokon menggunakan kriteria nilai NPV, net B/C, IRR, dan Payback Period (PP). Hasil analisis finansial dengan pengembangan produksi kokon ditunjukkan pada Tabel 23. Tabel 23 Hasil analisis aspek finansial dengan pengembangan produksi kokon jika membeli daun Kriteria Net Present Value (Rp) Net B/C Internal Rate of Return (%) Payback Period (tahun) Dengan pengembangan 364 063 503.3 3.52 40% 3 tahun 10 bulan Berdasarkan Tabel 23 hasil analisis dengan pengembangan produksi kokon, nilai Net Present Value dikatakan layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar dari nol (NPV>0) yaitu sebesar Rp364 063 503.3. Artinya tambahan manfaat bersih yang diterima selama umur proyek yaitu 13 tahun pada tingkat diskonto yang berlaku (6 persen) sebesar Rp364 063 503.3. Berdasarkan hasil analisis nilai net B/C, analisis ini menghasilkan nilai yang lebih besar dari 1 (net B/C>1) yaitu sebesar 3.52. Artinya adalah setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan selama umur usaha yaitu 13 tahun dengan tingkat diskonto 6 persen, 59 menghasilkan manfaat sebesar Rp3.52, analisis switching value tersedia pada Lampiran 15 dan 16. Berdasarkan hasil analisis IRR sebesar 40 persen, yang mana nilai IRR ini jauh lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku sebesar 6 persen. Artinya pemilik tepat menginvestasikan modal yang dimiliki untuk usaha produksi kokon, jika dibandingkan dengan mendepositokan modalnya di lembaga perbankan. Nilai payback periode atau waktu pengembalian investasi yaitu jika memproduksi daun murbei selama 3 tahun 10 bulan. Berdasarkan hasil analisis usaha produksi kokon tanpa pengembangan ini layak untuk dijalankan karena waktu pengembalian investasi kurang dari umur usaha yaitu 13 tahun. Analisisis Switching value dengan Pengembangan Produksi Kokon Analisis switching value menunjukkan bahwa secara aspek finansial usaha produksi kokon akan tetap dapat mencapai keuntungan, namun jika terjadi perubahan variabel diantaranya yaitu penurunan jumlah produksi dan kenaikkan harga jual daun murbei, dapat mempengaruhi nilai NPV, Net B/C, IRR, dan PP. Persentasi batas kepekaan yang masih dapat diterima Rumah Sutera terhadap penurunan jumlah produksi sebesar 19.19 persen. Batas perubahan yang masih dapat ditoleransi Rumah Sutera terhadap perubahan peningkatan harga jual daun murbei ketika Rumah Sutera memproduksi daun yaitu sebesar 88.08 persen. Hasil analisis switching value tersedia pada Lampiran 15 dan 16. Apabila perubahan penurunan produksi kokon dan kenaikan biaya daun murbei tidak melebihi persentase perubahan atau tidak melebihi batas toleransi maka dikatakan layak untuk dijalankan Analisis Perbandingan tanpa Pengembangan dan dengan Pengembangan Analisis perbandingan tanpa pengembangan dan dengan pengembangan produksi kokon, dilakukan mengukur kelayakan dengan metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Periode (PP), dan melakukan analisis switching value. Hasil analisisnya dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Perbandingan analisis tanpa pengembangan dan dengan pengembangan apabila memproduksi daun murbei Uraian Net Present Value (NPV) Net benefit Cost Ratio (Net B/C) Internal Rate of Return (IRR) Payback Periode (PP) Switching Value (penurunan produksi kokon) Switching Value (kenaikan harga daun murbei) Tanpa Dengan pengembangan pengembangan 29 466 304 364 063 503.3 1.55 3.52 14% 40% 6 tahun 7 bulan 3 tahun 10 bulan 3.86 19.15 35.11 88.08 60 Tabel 24 di atas menunjukkan bahwa kedua analisis tersebut memiliki keuntungan yang dijalankan masing-masing, yang mana nilai NPV ketika memproduksi kokon tanpa pengembangan memperoleh tambahan menfaat sebesar Rp29 466 304, namun keuntungan yang diperoleh ketika memproduksi kokon dengan pengembangan produksi kokon jauh lebih besar dari pada tanpa pengembangan produksi kokon yaitu sebesar Rp364 063 503.3. Perhitungan nilai net B/C untuk kedua analisis produksi kokon tersebut menunjukkan layak untuk dilaksanakan atau dijalankan, ditunjukkan dengan perolehan nilai lebih besar dari 1 (net B/C>1). Hasil analisis nilai net B/C, yang merupakan manfaat yang paling besar yaitu pada kondisi dengan pengembangan. Perhitungan IRR untuk kedua usaha produksi tersebut dinyatakan layak karena memiliki hasil perhitungan nilai IRR lebih besar dari discount factor yang nilainya sebesar 6 persen, masing-masing nilai sebesar 14 persen dan 40 persen, sehingga nilai yang lebih menguntungkan yaitu dengan pengembangan. Perhitungan kriteria waktu pengembalian investasi yang disebut dengan payback periode terhadap produksi kokon tanpa pengembangan selama 6 tahun 7 bulan, sedangkan produksi kokon dengan pengembangan waktu pengembalian investasi 3 tahun 10 bulan. Hasil perhitungan payback periode menunjukkan bahwa dengan pengembangan produksi kokon lebih menguntungkan karena tingkat pengembalian investasi lebih cepat dari pada tanpa pengembangan produksi kokon. Oleh sebab itu, jika dibandingkan tanpa pengembangan dan dengan pengembangan, lebih baik mengusahakan produksi kokon dengan pengembangan karena waktu pengembalian modal lebih cepat. Pada Tabel 24 di atas, batas toleransi penurunan jumlah produksi kokon sebesar 3.86 persen dan kenaikan harga daun murbei 35.11 sebesar persen. Sedangkan dengan pengembangan batas toleransi sebesar 19.15 persen dan kenaikan harga daun murbei sebesar 88.08 persen. Persentase perubahan terhadap parameter tersebut merupakan persentase maksimal yang dapat ditolerir oleh Rumah Sutera ketika memproduksi kokon. Apabila persentase penurunan julah produksi dan kenaikan harga daun murbei lebih besar dari persentase yang ditolerir, maka kegiatan usaha produksi kokon tidak layak untuk dijalankan. Nilai NPV, Net B/C, IRR, dan PP tanpa pengembangan lebih kecil dari pada dengan pengembangan karena pada kondisi tanpa pengembangan, produksi belum optimal yang disebabkan dari berhentinya petani palasma yang bekerjasama dan juga telur ulat yang dipeihara terserang virus febrin. Oleh sebab itu keuntungan yang diperoleh sangat kecil. Pada perbandingan analisis tanpa pengembangan dan pengembangan, lebih baik mengembangkan usaha produksi kokon dengan pengembangan, risikonya apabila membeli yaitu Rumah Sutera perlu memperhatikan jumlah dan kontinuitas ketersediaan daun murbeinya. Sumber daun murbei sebaiknya tidak jauh dari Rumah Sutera, apabila lokasi petani penyedia daun murbei jauh dapat menyebabkan daun murbei kering dan layu sahingga kandungan dalam daun berkurang (ulat tidak tumbuh baik). 61 NPV 364 063 503.3 29 137 225 IRR IRR DR i= 6% 14% 40% Gambar 5 Hubungan NPV dan IRR tanpa pengembangan dan dengan pengembangan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan dari kelayakan usaha produksi kokonbaik tanpa pengembangan dan dengan pengembangan pada Rumah Sutera milik Bapak Tatang yaitu berdasarkan hasil analisis aspek non finansial yang terdiri dari analisis aspek pasar, aspek teknis, serta aspek sosial dan lingkungan, dan aspek manajemen dan aspek hukum. Aspek pasar baik tanpa pengembangan dan dengan pengembangan, layak untuk dijalankan karena adanya potensi pasar dengan penjualan kokon yang dipasarkan. Analisis dari aspek teknis (tanpa pengembangan dan dengan pengembangan) menyimpulkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan dengan pertimbangan bahwa lokasi usaha, luas produksi, proses produksi, dan layout sesuai dengan kriteria yang diperlukan dari apek teknis. Analisis aspek sosial dan lingkungan (tanpa pengembangan dan dengan pengembangan) usaha ini tidak memberikan dampak negatif kepada lingkungan masyarakat usaha produksi kokon pada Rumah Sutera, sehingga layak untuk dijalankan. Berdasarkan aspek hukun (tanpa pengembangan dan dengan pengembangan) layak untuk dijalankan karena usaha produksi kokon pada Rumah Sutera sudah memenuhi kriteria aspek hukum dan peraturan yang berlaku di wilayah usaha produksi kokon. Namun berdasakan aspek manajemen usaha ini tidak layak untuk dijalankan karena pembagian tugas dan tanggung jawab yang tidak jelas yang mana kesulitan memberikan koordinasi dan pengontrolan antara pemilik dan tenaga kerja maupun sebaliknya, namun ketika kondisi dengan pengembangan dikatakan layak karena dengan rencana sudah dilakukan perbaikan terhadap manajemennya. Berdasarkan analisis aspek kelayakan finansial usaha produksi kokon tanpa pengembangan dan dengan pengembangan produksi kokon layak untuk dijalankan, karena nilai NPV lebih besar dari nol, net B/C lebih besar dari satu, IRR lebih besar dari tingkat diskonto 6 persen dan payback periode (PP) atau tingkat pengembalian modal kurang dari umur usaha selama 13 tahun. Hasil analisis kelayakan finansial apabila dibandingkan lebih baik menjalankan dan mengembangkan usaha produksi kokon dengan pengembangan, 62 karena lebih menguntungan dari pada usaha produksi kokon tanpa pengembangan produksi kokon. Batas toleransi perubahan maksimum agar produksi kokon layak terhadap penurunan jumlah produksi kokon jika Rumah Sutera memproduksi kokon (tanpa pengembangan dan dengan pengembangan sebesar 3.86 persen dan 19.19 persen, sedangkan batas toleransi kelayakan dari kenaikan harga jual daun murbei sebesar 35.11 persen dan 88.08 persen. Saran Saran dari peneliti untuk aspek manajamen jika tanpa pengembangan, sebaiknya terdapat koordinasi yang tepat antara pemilik dengan tenaga kerja maupun sebaliknya dan sebaiknya setiap tenaga kerja bertanggung jawab atas kegiatannya masing-masing agar tidak terjadi pengalihan tenaga kerja, agara berdasarkan aspek manajeman usaha produksi kokon dikatakan layak untuk dijalankan. Rumah Sutera dalam menjalankan usaha produksi kokonnya sebaiknya memperhatikan perubahan penurunan produksi kokonnya dan kanaikkan harga jual daun murbei. Penurunan produksi sebaiknya tidak melebihi batas penurunan produksi kokon dan kenaikan harga jual daun murbei tersebut agar usaha pada Rumah Sutera layak untuk dijalankan. Rumah Sutera lebih baik mengembangkan produksi kokon dengan pengembangan, namun perlu memperhatikan ketersediaan dan kontinuitas daun murbei yang dibeli, agar produksi kokon dapat berjalan baik, karena keberhasilan produksi kokon ditentukan dari pakan (daun murbei). Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan analisis kelayakan usaha peternakan ulat sutera tidak hanya sampai usaha menghasilkan kokon saja, tetapi dapat menganalisis kelayakan usaha pemintalan benang sutera dan penenunan kain sutera. Dengan demikian dapat dibandingkan pengelolaan usaha dalam kondisi mana yang paling menguntungkan bagi pelaku usaha baik dari analisis non finansial maupun finansial dan dengan mengantisipasi ketersediaan daun murbei. Sebaiknya Rumah Sutera lebih memperluas lahan tanaman murbei, sehingga berpengaruh positif terhadap bertambahnya kokon yang diproduksi. Melihat prospek dan peluang usaha produksi kokon yang menjanjikan, karena kebutuhan kokon yang terus meningkat, maka usaha produksi kokon ini harus mendapat perhatian penuh oleh pemerintah. Pemerintah sebaiknya melakukan penyuluhan kepada peternak-peternak ulat sutera (produksi kokon) dan memberikan pengarahan-pengarahan mengenai teknis produksi kokon agar peternak semakin mahir dan menguasai teknis pembudidayaannya, sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal. Pemerintah juga bisa memberikan penyuluhan dan pendidikan mengenai budidaya ulat sutera kepada yang bukan merupakan peternak ulat sutera agar berani mencoba membudidayakan ulat sutera, mengingat prospek pembudidayaan ulat sutera yang cukup baik. Dengan begitu, diharapkan kebutuhan nasional akan kokon dapat terpenuhi Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukananalisis kelayakan usaha produksi yang tidak hanya sampai usaha menghasilkan kokon saja, tetapi dapat ditambah dengan melakukan pemintalan benang sutera dan penenunan kain sutera, serta menganalisis nilai tambah yang diperoleh dari kokon menjadi benang sutera maupun dari benang sutera ke kain sutera. 63 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1996. Dalam Ali D, Ashari A. Rencana Proyek Pengembangan Persutera Alam Suawesi Selatan. Balai Persuteraan Alam Sulawesi Selatan. Ujung Pandang. Balai Persutera Alam. 2011. Perkembangan budidaya ulat sutera alam di Indonesia tahun 2006-2012). Balai Persutera Alam Rimba Ciomas 2006-2012. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Luas lahan pohon murbei untuk sutera berdasarkan provinsi pada periode 2001-2007 (dalam hektar). Statistikkehutanan Indonesia: BPS Indonesia. Betyana BR Sembiring, Cattley R, Fannnysyah R 2011. Kajian Lingkungan Bisnis Budidaya da Pengolahan Ulat Sutera Alam, Ciapus, Bogor, Jawa Barat [Tugas Akhir]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gittinger J. 2008. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Penerjemah Slamet Utomo dan Komel Mangiri. Universitas Indonesia-Press. Jakarta. Kasmir dan Jakfar. 2010. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Ke dua. Jakarta (ID): Kencana. Kementrian Pertanian. 2012. Statistik peternakan dan kesehatan hewan tentang Produk domestik bruto lapangan usaha pertanian tahun 2007-2012 (atas dasar harga berlaku). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI. Kotler, keller.2007.Manajemen Pemasaran Jilid 1.Jakarta (ID):PT. Indeks Mimit. 2011. Manajemen Agribisnis. Universits Brawijaya Press (UB Press). Nasution I (2011) Analisis Kelayakan Finansial Usaha Sapi Perah Cv Cisarua Integrated Farming Kabupaten Bogor, Jawa Barat [Skripsi] Bogor: akultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nurlela A. 2006. Analisis kelayakan finansial dan ekonomi usaha pemintalan dan penenunan sutera alam di Koppus Sabilulung, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor (ID): Departemen Agribisnis FEM-IPB. Bogor. Pradana M. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus Pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rachmina D, Burhanuddin. 2009. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Departemen Agribisnis. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rumah Sutera. 2011-2013. Data Produksi Budidaya Ulat Sutera Pada Rumah Sutera 2001-2013. Saputra E. 2011. Analisis Kelayakan Investasi Peternakan Ayam Broiler Pada Kondisi Risiko (Studi Kasus: Peternakan Rakyat Milik Bapak Marhaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 64 Saragih. 2010. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. P.T. Penerbit IPB Press. Bogor Soeharto I. 1998. Manajemen Proyek. Edisi ke dua. Jakarta. Erlangga. Umar H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Ke tiga. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Widagdho D. 2008. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project, Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat [Skripsi] Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Program Studi Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yusup M. 2009. Optimalisasi Produksi Kain Tenun Sutera Pada CV Batu Gede Di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 65 LAMPIRAN Lampiran 1 Volume ekspor dan impor produksi sutera alam di Indonesia 2012 Komoditi Timor Leste Amerika Serikat Switzerland Denmark Cina Jepang Hongkong Korea Taiwan Cina Singapore India Australia Amerika Latin Chile Jeran Malaysia Sri Lanka Inggris Volume Impor (ton) 29 18 14 271 53 237 470 21 416 86 211 516 1 4 Volume Ekspor (ton) 495 400 70 56 - Sumber: Kementerian Pertanian 2013 (diolah) - 2013 Volume Volume Impor (ton) Ekspor (ton) 1 181 3 1 2 2 4 647 5 227 947 12 682 13 148 191 70 1 - 66 Lampiran 2 Pembinaan dan pengembangan persuteraan alam nasional dengan pendekatan klaster PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PERSUTERAAN ALAM NASIONAL DENGAN PENDEKATAN KLASTER Dalam rangka meningkatkan daya saing dan menjadikan Indonesia negara produsen sutera, maka dalam pelaksanaannya perlu koordinasi, integrasi dan komitmen bersama secara berkesinambungan antara Departemen Kehutanan, Departemen Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dalam pembinaan dan pengembangan persuteraan alam nasional. Untuk maksud tersebut diatas telah diterbitkan Peraturan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: P.47/Menhut-II/2006; Nomor: 29/M-IND/PER/6/2006; dan Nomor: 07/PER/M.KUKM/VI/2006 tentang Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster. Beberapa hal yang perlu diketahui para pelaku usaha persuteraan alam yang tertuang dalam Peraturan Bersama diatas antara lain: 1. Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan dilakukan pada : a. Sentra produksi persuteraan alam. b. Daerah potensial dan kawasan hutan negara. c. Kelompok tani, koperasi, usaha lecil, usaha menengah di bidang persuteraan alam 2. Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan dilakukan dengan pendekatan klaster, melalui : a. Bantuan infrastruktur ekonomi, teknologi dan sarana produksi. b. Perkuatan kelembagaan dan usaha persuteraan alam serta jaringan kerjsa usaha pihak-pihak yang berkepentingan. 3. Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan Persuteraan Alam Nasional dililakukan secara terkoordinasi dengan melibatkan instansi terkait, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan pihak-pihak terkait lainnya. 4. Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan Alam Nasional mengacu kepada Rencana Induk Pengembangan Persuteraan Alam Nasional. Adapun Rencana Induk Pengembangan Persuteraan Alam Nasional (20062010) adalah sebagai berikut: a. Potensi perkembangan Persuteraan Alam Nasional dari tingkat hulu hingga ke tingkat hilir : Kokon berasal dari ulat sutera. Bibit ulat sutera berupa telur ulat sutera yang pada saat ini diproduksi dan dikembangkan oleh Perum Perhutani yang berlokasi di Candiroto Jawa Tengah dan Soppeng Sulawesl Selatan dengan produksi sebanyak 25.000 box s per tahun. Petani sutera sebanyak hampir 10.000 orang dengan luas tanaman murbei hampir 10.000 ha dan produksi kokon mendekati 1.000 ton. 67 Industri pemintalan sutera sampai saat ini sebanyak 4.463 unit usaha dengan daerah penghasil utama terdapat di daerah Sulawesi Selatan dan Jawa Barat. Tenaga kerja yang terserap sebanyak 7.796 orang dengan nilai produksi sebesar Rp. 19,5 milyar dan benang sutera yang dihasilkan sekitar 78 ton per tahun. Produksi ini masih di bawah kapasitas produksi terpasang industri benang samping diekspor ke Jepang, Italia, Perancis dan Amerika Serikat. b. Prospek Pengembangan Persuteraan Alam Indonesia Persuteraan Alam Indonesia merupakan kelompok agroindustri yang sangat potensial sutera sekitar 400 ton. Industri Pertenunan Sutera pada saat ini terdapat 46.257 unit usaha yang mempekerjakan 148.022 tenaga kerja dengan nilai produksi sebesar Rp 309 miliar. Sentra utama yang memproduksi kain sutera terdapat di Sulawesi Selatan dan daerah lain yang memproduksi adalah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Promosi dan pemasaran produk sutera telah berjalan sesuai mekanisme pasar. Secara tradisional sudah terbentuk jaringan distribusi pemasaran. Permintaan kain sutera oleh industri pembatikan sekitar 1 juta meter atau setara 200 ton benang sutera per bulan, permintaan kain sutera untuk industri gaun pengantin, interior, garmen dan produk jadi lainnya di dalam negeri cukup besar, di untuk dikembangkan karena memiliki berbagai keunggulan antara lain : geografis alam Indonesia sangat mendukung untuk menghasilkan murbei dan kokon yang baik dalam jumlah besar; produk sutera memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak digemari di dalam negeri dan luar negeri; persuteraan alam dapat dikelola masyarakat pedesaan secara luas; permintaan pasar produk sutera baik domestik maupun ekspor cenderung meningkat. Persuteraan Alam Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam perekonomian nasional. Hal ini akan terwujud apabila pengembangan persuteraan alam nosional dikelola dengan cermat dan konsepsional oleh instansi pembina dan para stakeholders. c. Sasaran pengembangan persuteraan alam nasional pada tahun 2010 terdiri dari sasaran pengembangan produk sutera hulu dan produk sutera hilir. Sasaran pengembangan produk sutera hulu untuk memproduksi kokon sebanyak 5.000 ton diperlukan ketersediaan lahan untuk tanaman murbei seluas 12.250 ha melalui rehabilitasi tanaman yang sudah ada maupun penanaman baru dan diharapkan mampu mempekerjakan petani sebanyak 13.235 KK. 68 Sasaran pengembangan produk sutera hilir yang mencakup produksi benang sutera sebanyak 625 ton, kebutuhan benang sutera 900 ton, kain sutera sebanyak 44 juta meter, tenaga kerja yang terserap sebanyak 235.868 orang dan nilai impor benang sutera 275 ton dan ekspor produk sutera sebesar US $ 15.087. Direktur Bina Perhutanan Sosial, ttd. Ir. Billy Hindra, MSc. NIP. 710001261 Sumber: Direktorat Bina Perhutanan Sosial, Ditjen RLPS 69 Lampiran 3 Hasil-hasil kegiatan persutera alam di Indonesia tahun 2010-2011 No Provinsi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkul Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara timur klimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi selatan Sulawesi tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Tanaman murbei (ha) 18 8 25 608 273 19 32 12 97 245 45 625 5 52 - Bibit telur (box) 4 9 8 266 1,514 1 Sumber: Kementerian Pertanian 2013 (diolah) 4 9 1 2 4,568 34 3 2010 Produksi kokon (kg) 167 247 172 6,290 36,680 23 115 237 23 20 116,431 1 89 2011 Benang sutera (ton) 0.20 0.03 0.02 0.77 0.50 0.03 Tanaman murbei (ha) 8 - Bibit telur (box) 4 4 2 138 9,932 2 0.01 0.03 0.00 15.00 0.13 0.01 6 109 - 5 1 14 2,250 24 - Produksi kokon (kg) 176 109 49 3,881 61,651 67 643 34 311 78,930 724 - Benang sutera (ton) 22.00 14.00 5.30 569.00 3,756.00 8.40 79.44 3.80 38.90 9,994.00 82.44 - 70 Lampiran 4 Dokumentasi penelitian Ruang ulat kecil Rak penetasan telur Lahan tanaman murbei Ruang ulat besar Alat serifreme Kokon 71 Lampiran 5 Layout tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera (lahan 0.5 ha) Gerbang Masuk Rumah Sutera Rumah Sutera Rumah Pemilik dan Usaha Agrowisata Produksi Benang dan Kain Sutera sumur Rumah Ulat Kecil dan Penetasan Rumah Ulat Besar 0.5 ha Sumber: Rumah Sutera (2013) Lahan murbei 2 ha 72 Lampiran 6 Layout dengan pengembangan produksi kokon ada Rumah Sutera (lahan 1 ha) Gerbang Masuk Rumah Sutera Rumah Sutera Rumah Pemilik dan Agrowisata Produksi Benang dan Kain Sutera Sumur Rumah Ulat Kecil dan Penetasan Rumah Ulat Besar Rumah Ulat Besar 0.5 ha Rumah Ulat Kecil dan Penetasan Sumber: Kajian lingkungan bisnis Betty, Catley, Fanny 2011 Lahan murbei 2 ha 0.5 ha 73 74 Lampiran 7 Pola produksi kokon pada Rumah Sutera Uraian Penetasan telur Pemeliharaan ulat kecil Pemeliharaan ulat besar Pengokonan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Keterangan: Penetasan ulat, apabila pentasan belum seragam lakukan hingga keesokan hari Instar I, ulat diletakkan dialas kertas parafin Instar II, ulat diletakkan dialas koran Instar III, ulat diletakkan dialas koran Instar IV, ulat diletakkan dialas koran Instar V, ulat diletakkan dialas koran Ulat mengeluarkan kelenjar menjadi kokon 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 75 Lampiran 8 Biaya variabel tanpa pengembangan produksi kokon Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jumlah (box) 35 35 35 35 35 35 35 35 19 28.5 35 40 Bibit telur ulat Harga (Rp) Nilai (Rp) - 130 000 4 550 000 130 000 4 550 000 130 000 4 550 000 130 000 4 550 000 130 000 4 550 000 130 000 4 550 000 130 000 4 550 000 130 000 4 550 000 130 000 2 470 000 130 000 3 705 000 130 000 4 550 000 130 000 5 200 000 Biaya variabel Obat-obatan (popsol) Jumlah (kg) Harga (Rp) Nilai (Rp) 35 30 000 1 050 000 35 30 000 1 050 000 35 30 000 1 050 000 35 30 000 1 050 000 35 30 000 1 050 000 35 30 000 1 050 000 35 30 000 1 050 000 35 30 000 1 050 000 19 30 000 570 000 28.5 30 000 855 000 35 30 000 1 050 000 40 30 000 1 200 000 Jumlah (ton) 17.5 17.5 17.5 17.5 17.5 17.5 17.5 17.5 9.5 17.5 14.25 20 Daun murbei Harga (Rp) 622 000 622 000 622 000 622 000 622 000 622 000 622 000 622 000 622 000 622 000 622 000 622 000 Nilai (Rp) 10 885 000 10 885 000 10 885 000 10 885 000 10 885 000 10 885 000 10 885 000 10 885 000 5 909 000 10 885 000 8 863 500 12 440 000 76 Lampiran 9 Laba rugi tanpa pengembangan produksi kokon Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Penerimaan penjualan kokon 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 25040150 37931800 46725000 PV nilai sisa 53400000 5810566 Total penerimaan 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 25040150 37931800 46725000 53400000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 2470000 3705000 4550000 5200000 Biaya operasional Biaya variabel Bibit telur ulat Obat popsol 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 570000 855000 1050000 1200000 Daun murbei 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 5909000 8863500 10885000 12440000 Total biaya variabel 0 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 8949000 13423500 16485000 18840000 Laba kotor 0 30240000 30240000 30240000 30240000 30240000 30240000 30240000 30240000 16091150 24508300 30240000 34560000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Perawatan mobil 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 Perawatan kandang UB 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 Perawatan kandang UK 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 Perawatan rak ulat 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 Kaporit dan kapur 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 Air + listrik 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 Penyusutan 3738191 3738191 3738191 3738191 3738191 3738191 3738191 3738191 3738191 3738191 3738191 3738191 18744191 18744191 18744191 18744191 18744191 18744191 18744191 18744191 18744191 18744191 18744191 18744191 Biaya tetap Upah tenaga kerja Sewa lahan Total biaya tetap 13400000 77 Total biaya operasional Laba Bersih Sebelum Pajak Pajak 25% Laba bersih setelah pajak 13400000 35229191 35229191 35229191 35229191 35229191 35229191 35229191 35229191 27693191 32167691 35229191 37584191 -13400000 11495809 11495809 11495809 11495809 11495809 11495809 11495809 11495809 -2653041 5764109 11495809 15815809 -3350000 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 -663260.25 1441027.25 2873952.25 3953952.25 -10050000 8621856.75 8621856.75 8621856.75 8621856.75 8621856.75 8621856.75 8621856.75 8621856.75 -1989780.75 4323081.75 8621856.75 11861856.75 78 Lampiran 10 Arus kas tanpa pengembangan produksi kokon Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Inflow Penjualan kokon 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 25040150 37931800 46725000 PV nilai sisa 53400000 5810566 Total inflow 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 25040150 37931800 46725000 59210566 Outflow Biaya pra investasi Biaya pelatihan dan perizinan usaha Total biaya pra investasi 0 1500000 0 1500000 Biaya investasi Kandang pemeliharaan ulat besar Kandang pemeliharaan ulat kecil 11750000 7850000 Rak pemeliharaan ulat 1400000 Seriframe 5040000 Thermometer 50000 Sprayer 30000 Timbangan Wadah/ember 1008000 50000 30000 35000 134000 Mobil 31666667 Total biaya investasi 57955667 0 0 0 0 0 30000 0 0 0 50000 0 1008000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 Biaya operasional Biaya tetap Upah tenaga kerja 79 Sewa lahan 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Perawatan mobil 1500000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 Perawatan kandang UB 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 Perawatan kandang UK 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 Perawatan rak ulat 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 Kaporit dan kapur 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 Bibit telur ulat 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 2470000 3705000 4550000 5200000 Obat popsol 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 570000 855000 1050000 1200000 Daun murbei 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 5909000 8863500 10885000 12440000 0 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 8949000 13423500 16485000 18840000 13400000 31491000 31491000 31491000 31491000 31491000 31491000 31491000 31491000 23955000 28429500 31491000 33846000 Air + listrik Total biaya tetap 13400000 Biaya variabel Total biaya variabel Total biaya operasional Pajak -3350000 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 -663260.3 1441027.3 2873952.25 3953952.3 Total outflow 68005667 34364952.25 34364952.25 34364952.25 34364952.25 34364952.25 34394952.25 34364952.25 34364952.25 23291739.7 29920527.3 34364952.25 38807952.3 -68005667 12360047.75 12360047.75 12360047.75 12360047.75 12360047.75 12330047.75 12360047.75 12360047.75 1748410.3 8011272.7 12360047.75 20402613.7 DF 6% 0.94 0.89 0.84 0.79 0.75 0.70 0.67 0.63 0.59 0.56 0.53 0.50 0.47 PV DF -64156289.62 11000398.5 10377734.43 9790315.5 9236146.698 8713345.942 8200185.967 7754846.869 7315893.272 976303.1794 4220238.521 6142565.064 9565541.458 PV negative -53778555.19 Net benefit PV positif 82915780.97 NPV 29137225.77 Net B/C IRR Payback Period 1.54 14% 6 tahun 7 bulan 80 Lampiran 11 Switching value penurunan tanpa pengembangan produksi kokon sebesar 3.86% Uraian 1 2 3 4 5 42900919.19 42900919.19 42900919.19 6 7 8 9 42900919.19 42900919.19 42900919.19 10 11 22981031.89 34827374.78 12 13 Inflow Penjualan kokon 42900919.19 42900919.19 42900919.19 PV nilai sisa 49029621.94 5810566 Total inflow 42900919.19 42900919.19 42900919.19 42900919.19 42900919.19 42900919.19 42900919.19 42900919.19 22981031.89 34827374.78 42900919.19 54840187.94 Outflow Biaya pra investasi Biaya pelatihan dan perizinan usaha Total biaya pra investasi 0 1500000 0 1500000 Biaya investasi Kandang pemeliharaan ulat besar Kandang pemeliharaan ulat kecil 11750000 7850000 Rak pemeliharaan ulat 1400000 Seriframe 5040000 Thermometer 50000 Sprayer 30000 Timbangan Wadah/ember 1008000 50000 30000 35000 134000 Mobil 31666667 Total biaya investasi 57955667 0 0 0 0 0 30000 0 0 0 50000 0 1008000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 Biaya operasional Biaya tetap Upah tenaga kerja 81 Sewa lahan 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Perawatan mobil 1500000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 Perawatan kandang UB 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 Perawatan kandang UK 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 Perawatan rak ulat 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 Kaporit dan kapur 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 Bibit telur ulat 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 2470000 3705000 4550000 5200000 Obat popsol 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 570000 855000 1050000 1200000 Daun murbei 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 10885000 5909000 8863500 10885000 12440000 0 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 16485000 8949000 13423500 16485000 18840000 13400000 31491000 31491000 31491000 31491000 31491000 31491000 31491000 31491000 23955000 28429500 31491000 33846000 Air + listrik Total biaya tetap 13400000 Biaya variabel Total biaya variabel Total biaya operasional Pajak -3350000 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 -663260.3 1441027.3 2873952.25 3953952.3 Total outflow 68005667 34364952.25 34364952.25 34364952.25 34364952.25 34364952.25 34394952.25 34364952.25 34364952.25 23291739.7 29920527.3 34364952.25 38807952.3 -68005667 8535966.944 8535966.944 8535966.944 8535966.944 8535966.944 8505966.944 8535966.944 8535966.944 -310707.8138 4906847.482 8535966.944 16032235.64 DF 6% 0.94 0.89 0.84 0.79 0.75 0.70 0.67 0.63 0.59 0.56 0.53 0.50 0.47 PV DF -64156289.62 7596980.192 7166962.446 6761285.326 6378571.062 6017519.87 5656953.824 5355571.262 5052425.719 -173497.6204 2584866.042 4242114.06 7516537.68 PV negatif -56989327.18 PV positif 56989327.42 Net benefit NPV 0 Net B/C 1 IRR Payback Period 6% 13 Tahun 82 Lampiran 12 Switching value kenaikan harga daun murbei tanpa pengembangan sebesar 35.11% Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Inflow Penjualan kokon 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 25040150 37931800 46725000 PV nilai sisa 53400000 5810566 Total inflow 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 46725000 25040150 37931800 46725000 59210566 Outflow Biaya pra investasi Biaya pelatihan dan perizinan usaha Total biaya pra investasi 0 1500000 0 1500000 Biaya investasi Kandang pemeliharaan ulat besar Kandang pemeliharaan ulat kecil 11750000 7850000 Rak pemeliharaan ulat 1400000 Seriframe 5040000 Thermometer 50000 Sprayer 30000 Timbangan Wadah/ember 1008000 50000 30000 35000 134000 Mobil 31666667 Total biaya investasi 57955667 0 0 0 0 0 30000 0 0 0 50000 0 1008000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 11900000 Biaya operasional Biaya tetap Upah tenaga kerja 83 Sewa lahan 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Perawatan mobil 1500000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 Perawatan kandang UB 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 225000 Perawatan kandang UK 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 Perawatan rak ulat 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 134000 Kaporit dan kapur 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 872000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 15006000 Bibit telur ulat 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 4550000 2470000 3705000 4550000 5200000 Obat popsol 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 1050000 570000 855000 1050000 1200000 14707195.04 14707195.04 14707195 14707195 14707195 14707195 14707195 14707195 7983905.88 11975858.82 14707195.04 16808222.9 0 20307195.04 20307195.04 20307195.04 20307195.04 20307195.04 20307195.04 20307195.04 20307195.04 11023905.88 16535858.82 20307195.04 23208222.9 13400000 35313195.04 35313195.04 35313195.04 35313195.04 35313195.04 35313195.04 35313195.04 35313195.04 26029905.88 31541858.82 35313195.04 38214222.9 Air + listrik Total biaya tetap 13400000 Biaya variabel Daun murbei Total biaya variabel Total biaya operasional Pajak -3350000 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 2873952.25 -663260.3 1441027.3 2873952.25 3953952.3 Total outflow 68005667 38187147.29 38187147.29 38187147.29 38187147.29 38187147.29 38217147.29 38187147.29 38187147.29 25366645.58 33032886.12 38187147.29 43176175.2 -68005667 8537852.712 8537852.712 8537852.712 8537852.712 8537852.712 8507852.712 8537852.712 8537852.712 -326495.5779 4898913.883 8537852.712 16034390.8 DF 6% 0.94 0.89 0.84 0.79 0.75 0.70 0.67 0.63 0.59 0.56 0.53 0.50 0.47 PV DF -64156289.62 7598658.519 7168545.773 6762779.031 6379980.218 6018849.262 5658207.968 5356754.416 5053541.902 -182313.4254 2580686.722 4243051.228 7517548.105 PV negatif -56987743.85 PV positif 56987743.94 Net benefit NPV 0 Net B/C 1 IRR Payback Period 6% 13 Tahun 84 Lampiran 13 Biaya variabel dengan pengembangan produksi kokon Tahun Jumlah (box) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Biaya variabel Obat popsol Bibit telur ulat 140 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 Harga (Rp) 130 000 130 000 130 000 130 000 130 000 130 000 130 000 130 000 130 000 130 000 130 000 130 000 Nilai (Rp) Jumlah (kg) 18 200 000 20 800 000 20 800 000 20 800 000 20 800 000 20 800 000 20 800 000 20 800 000 20 800 000 20 800 000 20 800 000 20 800 000 140 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 Harga satuan (Rp) 30 000 30 000 30 000 30 000 30 000 30 000 30 000 30 000 30 000 30 000 30 000 30 000 Daun murbei Nilai (Rp) 4 200 000 4 800 000 4 800 000 4 800 000 4 800 000 4 800 000 4 800 000 4 800 000 4 800 000 4 800 000 4 800 000 4 800 000 Jumlah(ton) 70 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 Harga 650 000 650 000 650 000 650 000 650 000 650 000 650 000 650 000 650 000 650 000 650 000 650 000 Nilai (Rp) 45 500 000 52 000 000 52 000 000 52 000 000 52 000 000 52 000 000 52 000 000 52 000 000 52 000 000 52 000 000 52 000 000 52 000 000 85 Lampiran 14 Laba rugi dengan pengembangan produksi kokon Uraian 1 2 Penerimaan penjualan kokon PV nilai sisa Total penerimaan Biaya operasional Biaya variabel 186900000 3 213600000 4 213600000 5 213600000 6 213600000 7 213600000 8 213600000 9 213600000 10 213600000 11 213600000 12 213600000 13 213600000 11066166 186900000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 224666166 18200000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 Obat popsol 4200000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 Daun murbei Total biaya variabel Laba kotor 45500000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 67900000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 0 119000000 136000000 136000000 136000000 136000000 136000000 136000000 136000000 136000000 136000000 136000000 147066166 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 Bibit telur ulat Biaya tetap Upah tenaga kerja Sewa lahan Perawatan mobil Perawatan kandang UB Perawatan kandang UK Perawatan rak ulat Kaporit dan kapur 86 Air + listrik Penyusutan Total biaya tetap Total biaya operasional Laba Bersih Sebelum Pajak Pajak 25% Laba bersih setelah pajak 2436000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 36929591 36929591 36929591 36929591 36929591 36929591 36929591 36929591 36929591 36929591 36929591 36929591 57486000 97384991 97384991 97384991 97384991 97384991 97384991 97384991 97384991 97384991 97384991 97384991 97384991 57486000 165284991 174984991 174984991 174984991 174984991 174984991 174984991 174984991 174984991 174984991 174984991 174984991 -57486000 21615009 38615009 38615009 38615009 38615009 38615009 38615009 38615009 38615009 38615009 38615009 49681175 -14371500 5403752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 12420293.75 -43114500 16211256.75 28961256.75 28961256.75 28961256.75 28961256.75 28961256.75 28961256.75 28961256.75 28961256.75 28961256.75 28961256.75 37260881.25 87 Lampiran 15 Arus kas dengan pengembangan produksi kokon Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Inflow Penjualan kokon 186900000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 PV nilai sisa Total inflow 213600000 11066166 0 186900000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 224666166 Outflow Biaya pra investasi Biaya pelatihan dan perizinan usaha Total biaya pra investasi 0 1500000 0 1500000 Biaya investasi Kandang pemeliharaan ulat besar Kandang pemeliharaan ulat kecil Rak pemeliharaan ulat Seriframe Thermometer 35250000 15700000 3640000 5500000 23040000 4608000 250000 Sprayer 75000 Timbangan 70000 Wadah/ember Mobil Total biaya investasi 250000 75000 75000 70000 335000 335000 31666667 110026667 0 0 0 0 75000 0 0 0 0 395000 0 10443000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 Biaya operasional Biaya tetap Upah tenaga kerja 88 Sewa lahan 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Perawatan mobil 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 130000 Perawatan kandang UB 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 675000 Perawatan kandang UK 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 310000 Perawatan rak ulat 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 348400 Kaporit dan kapur 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 2436000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 57486000 60455400 60455400 60455400 60455400 60455400 60455400 60455400 60455400 60455400 60455400 60455400 60455400 18200000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 Obat popsol 4200000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 Daun murbei 45500000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 Air + listrik Total biaya tetap 1500000 Bibit telur ulat Total biaya variabel 0 67900000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 57486000 128355400 138055400 138055400 138055400 138055400 138055400 138055400 138055400 138055400 138055400 138055400 138055400 Pajak -14371500 5403752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 12420293.75 Total outflow 153141167 133759152.3 147709152.3 147709152.3 147709152.3 147784152.3 147709152.3 147709152.3 147709152.3 147709152.3 148104152.3 147709152.3 160918693.8 Total biaya operasional Net benefit -153141167 53140847.75 65890847.75 65890847.75 65890847.75 65815847.75 65890847.75 65890847.75 65890847.75 65890847.75 65495847.75 65890847.75 63747472.25 DF 6% 0.943396226 0.88999644 0.839619283 0.792093663 0.747258173 0.70496054 0.665057114 0.627412371 0.591898464 0.558394777 0.526787525 0.496969364 0.468839022 PV DF -144472799.1 47295165.32 55323226.35 52191722.97 49237474.5 46397575.6 43821177.02 41340733.04 39000691.54 36793105.23 34502395.56 32745732.67 29887302.56 PV negatif -144472799.1 PV positif 508536302.3 NPV 364063503.3 Net B/C 3.52 IRR 40% Payback Period 3 tahun 10 bulan 89 Lampiran 16 Switching value penurunan produksi kokon dengan pengembangan sebesar 19.19% Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 144245407.3 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 Inflow Penjualan kokon PV nilai sisa Total inflow 213860800 11066166 0 144245407.3 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 164851894.1 224926966 Outflow Biaya pra investasi Biaya pelatihan dan perizinan usaha Total biaya pra investasi 0 1500000 0 1500000 Biaya investasi Kandang pemeliharaan ulat besar 35250000 Kandang pemeliharaan ulat kecil 15700000 Rak pemeliharaan ulat Seriframe Thermometer 3540000 5500000 24000000 4896000 250000 Sprayer 75000 Timbangan 70000 Wadah/ember Mobil Total biaya investasi Biaya operasional Biaya tetap 250000 75000 75000 70000 335000 335000 31666667 110886667 0 0 0 0 75000 0 0 0 0 395000 0 10731000 90 Upah tenaga kerja Sewa lahan 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Perawatan mobil 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 Perawatan kandang UB 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 Perawatan kandang UK 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 Perawatan rak ulat 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 Kaporit dan kapur 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 2436000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 57486000 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 18200000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 Obat popsol 4200000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 Daun murbei 45500000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 52000000 Air + listrik Total biaya tetap Bibit telur ulat Total biaya variabel 0 67900000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 77600000 57486000 129108300 138808300 138808300 138808300 138808300 138808300 138808300 138808300 138808300 138808300 138808300 138808300 Pajak -14371500 5403752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 12420293.75 Total outflow 154001167 134512052.3 148462052.3 148462052.3 148462052.3 148537052.3 148462052.3 148462052.3 148462052.3 148462052.3 148857052.3 148462052.3 161959593.8 Total biaya operasional Net benefit -154001167 9733355.088 16389841.85 16389841.85 16389841.85 16314841.85 16389841.85 16389841.85 16389841.85 16389841.85 15994841.85 16389841.85 62967372.25 DF 6% 0.943396226 0.88999644 0.839619283 0.792093663 0.747258173 0.70496054 0.665057114 0.627412371 0.591898464 0.558394777 0.526787525 0.496969364 0.468839022 PV DF -145284119.8 8662651.378 13761227.26 12982289.87 12247443.27 11501319.73 10900180.91 10283189.54 9701122.209 9152002.084 8425883.157 8145249.274 29521561.24 PV negatif -145284119.8 PV positif 145284119.9 NPV 0 Net B/C 1 IRR Payback Period 6% 13 Tahun 91 Lampiran 17 Switching value kenaikan harga daun murbei dengan pengembangan sebesar 88.08% Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Inflow Penjualan kokon 186900000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 PV nilai sisa Total inflow 213600000 11066166 0 186900000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 213600000 224666166 Outflow Biaya pra investasi 0 Biaya pelatihan dan perizinan usaha 1500000 Total biaya pra investasi 1500000 0 Biaya investasi Kandang pemeliharaan ulat besar Kandang pemeliharaan ulat kecil Rak pemeliharaan ulat Seriframe Thermometer 35250000 15700000 3540000 5500000 24000000 4896000 250000 Sprayer 75000 Timbangan 70000 Wadah/ember Mobil Total biaya investasi Biaya operasional Biaya tetap 250000 75000 75000 70000 335000 335000 31666667 110886667 0 0 0 0 75000 0 0 0 0 395000 0 10731000 92 Upah tenaga kerja Sewa lahan 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 53550000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Perawatan mobil 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 330000 Perawatan kandang UB 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 Perawatan kandang UK 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 400000 Perawatan rak ulat 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 586300 Kaporit dan kapur 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 2436000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 3672000 57486000 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 61208300 18200000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 20800000 4200000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 4800000 85576363.55 97801558.34 97801558.34 97801558.34 97801558.34 97801558.34 97801558.34 97801558.34 97801558.34 97801558.34 97801558.34 97801558.34 Air + listrik Total biaya tetap Bibit telur ulat Obat popsol Daun murbei Total biaya variabel 0 107976363.5 123401558.3 123401558.3 123401558.3 123401558.3 123401558.3 123401558.3 123401558.3 123401558.3 123401558.3 123401558.3 123401558.3 57486000 169184663.5 184609858.3 184609858.3 184609858.3 184609858.3 184609858.3 184609858.3 184609858.3 184609858.3 184609858.3 184609858.3 184609858.3 Pajak -14371500 5403752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 9653752.25 12420293.75 Total outflow 154001167 174588415.8 194263610.6 194263610.6 194263610.6 194338610.6 194263610.6 194263610.6 194263610.6 194263610.6 194658610.6 194263610.6 207761152.1 Total biaya operasional Net benefit -154001167 12311584.2 19336389.41 19336389.41 19336389.41 19261389.41 19336389.41 19336389.41 19336389.41 19336389.41 18941389.41 19336389.41 16905013.91 DF 6% 0.943396226 0.88999644 0.839619283 0.792093663 0.747258173 0.70496054 0.665057114 0.627412371 0.591898464 0.558394777 0.526787525 0.496969364 0.468839022 PV DF -145284119.8 10957266.11 16235205.41 15316231.52 14449275.02 13578519.49 12859803.33 12131889.93 11445179.18 10797338.85 9978087.653 9609593.138 7925730.191 PV negatif -145284119.8 PV positif 145284119.8 NPV 0 Net B/C 1 IRR Payback Period 6% 13 Tahun 93 1 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Reza Prayoga, lahir di Kuamang Kuning pada tanggal 31 Maret 1990. Penulis merupakan anak ke empat dari lima bersaudara, sebagai anak kandung dari pasangan Janter Tambun dan Rindu Simanjuntak. Penulis memiliki satu orang kakak laki-laki yang bernama Osbon Mayer Tambun, dua orang kaka perempuan yang bernama Yeni Martha dan Okta Jenita Tambun serta satu orang adik perempuan yang bernama Desmalita Tambun. Pendidikan awal yang diikuti penulis dimulai di SDN 367 Pelepat selama enam tahun pada tahun 1996 dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan tingkat menengah pertama diselesaikan penulis pada tahun 2002 sampai 2005 di SMPN 2 Pelepat. Selanjutnya pada tahun 2008 penulis meyelesaikan pendidikan tingkat atas di SMAN 1 Pelepat Ilir. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Diploma jurusan Perencanaan dan Pengendalian Produksi Manufatur/Jasa, Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa program sarjana alih jenis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.