kelayakan usaha produksi kokon pada rumah

advertisement
KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH SUTERA
KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR
REZA PRAYOGA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Kelayakan Usaha
Produksi Kokon pada Rumah Sutera Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor“
benar merupakan hasil karya penulis dengan arahan dari komisi pembimbing yang
belum pernah diajukan pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Saya juga
menyatakan bahwa informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka pada bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
.
Bogor, Juli 2014
Reza Prayoga
NIM H34114068
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ii
ABSTRAK
REZA PRAYOGA. Kelayakan Usaha Produksi Kokon pada Rumah Sutera pada
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh YANTI NURAENI
MUFLIKH.
Rumah Sutera merupakan usaha yang melakukanproduksi kokon. Kokon adalah
hasil akhir dari budidaya ulat sutera. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
kelayakan tanpa pengembangan dan dengan pengembangan usaha produksi kokon dilihat
dari aspek non finansial, aspek finansial, serta melihat nilai switching value. Hasil analisis
finansial, baik tanpa pengembangan maupun dengan pengembangan produksi kokon
menunjukkan layak untuk dijalankan atau diusahakan. Hasil analisis tanpa pengembangan
nilai Net Present Value sebesar Rp29 137 225.8, net B/C sebesar 1.54, Internal Rate of
Return sebesar 14 persen, dan payback period 6 tahun 7 bulan. Sedangkan dengan
pengembangan nilai Net Present Value sebesar Rp364 063 503.3, net B/C sebesar 3.52,
Internal Rate of Return sebesar 40 persen, dan payback period 3 tahun 10 bulan. Nilai
switching value yang dapat ditoleransi yaitu pada saat perubahan penurunan produksi
kokon dan kenaikan harga daun murbei, tanpa pengembangan dan dengan
pengembangan.
Kata kunci: Rumah Sutera, Kelayakan Usaha Produksi Kokon, Analisis Non Finansial,
Analisis Finansial
ABSTRACT
REZA PRAYOGA, Feasibility Analysis on Main Silk Cocoon Production in the
Tamansari District of Bogor regency. Supervised by YANTI NURAENI MUFLIKH
Rumah Sutera is a business that produce cocoon, cocoon is the final product from
silkworm cultivating. This study aimed at analyzing without development and with
development feasibility of produce cocoon from the non-financial aspects and financial
aspects, and at finding out its switching value. Analize result from financial aspect with
development of without development if buying the mulberry leaves show that the
bussuness have appropriateness to be run. The analyse result without development the net
present value is Rp29 137 225, the net B/C is 1.54, Internal Rate of Return 14 percent,
and the payback periode are 6 years and 7 months. If with development, Net Present
Value Rp364 063 503.3, Net B/C 3.52, Internal Rate of Return of 40 percent, Payback
Periode of 3 years and 10 months. Switching value when there is changes ondecreasing
on cocoon production without development and with development if self producing
mulberry leaves the tolerate value production that tolerated.
Keywords : House of Silk , Cocoon Production Feasibility , Analysis of Non Financial ,
Financial Analysis
iii
KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KOKON PADA RUMAH
SUTERA KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR
REZA PRAYOGA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iv
Judul skripsi : Kelayakan Usaha Produksi Kokon pada
Kecamatan Tamansari Kebupaten Bogor
Nama
: Reza Prayoga
NIM
: H34114068
Disetujui oleh
Yanti Nuraeni Muflikh, SP MAgribus
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
Rumah
Sutera
v
PRAKATA
Puji dan syukur kepada penulis panjatkan kepada Tuhan Maha Kuasa yang
telah melimpahkan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang ini. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejakan bulan
Maret 2013, dengan judul Kelayakan Usaha Produksi Kokon pada Rumah Sutera
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor.
Penulisan skripsi melalui penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam
meraih gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada Departemen Agribisnis, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan
kepada Ibu Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribus sebagai dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan mendukung
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, kepada Ibu Tintin Sarianti,SP,
MM sebagai dosen evaluator kolokium yang telah memberikan masukan sebelum
penulis turun lapang. Terimakasih juga penulis ucapkan kapada Bapak Dr Ir
Wahyu Budi Priatna, MSi dan Ibu Situ Jahro, PhD sebagai dosen penguji yang
telah membeirkan masukan dalam penyelesaian skripsi ini dan tidak lupa penulis
ucapkan kepada keluarga besar Rumah Sutera yang telah memberikan kesempatan
untuk melaksanakan penelitian dan telah membantu selama pengumpulan data,
dan juga penulis menghaturkan terima kasih kepada berbagai pihak telah
membantu dama penyelesaian skripsi ini, semoga Tuhan memberikan berkat dan
anugerah yang melimpah.
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak.
Namun demikian, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan karena
keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
masukan berupa saran dan kritik yang dapat bermanfaat bagi perbaikan skripsi ini
kearah yang lebih baik sehingga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi semua
pihak.
.
Bogor, Juli 2014
Reza Prayoga
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
8
Tujuan Penelitian
11
Manfaat Penelitian
12
TINJAUAN PUSTAKA
12
Aspek Non Finansial
13
Aspek Finansial
14
KERANGKA PEMIKIRAN
16
Kerangka Pemikiraan Teoritis
16
Konsep Kelayakan Usaha
17
Aspek Non Finansial
18
Aspek Finansial
20
Kerangka Pemikiran Operasional
22
METODE PENELITIAN
24
Lokasi dan Waktu Penelitian
24
Jenis dan Sumber Data
24
Metode Pengumpulan Data
25
Metode Pengolahan dan Analisis Data
25
Metode Analisis Aspek Non Finansial
25
Analisis Finansial
27
HASIL DAN PEMBAHASAN
30
Gambaran Umum Rumah Sutera
30
Analisis Kelayakan Usaha Kokon
31
HASIL ANALISIS TANPA PENGEMBANGAN
32
Analisis Kelayakan Non Finansial
32
Aspek Pasar
32
vii
Aspek Teknis
35
Aspek Manajemen dan Hukum
39
Aspek Sosial dan Lingkungan
41
Analisis Kelayakan Finansial
42
Analisis Kelayakan Finansial Tanpa Pengembangan Produksi Kokon
44
HASIL ANALISIS DENGAN PENGEMBANGAN
50
Analisis Kelayakan Non Finansial
50
Aspek Pasar
50
Aspek Teknis
52
Aspek Manajemen dan Hukum
53
Aspek Sosial dan Lingkungan
53
Analisis Kelayakan Finansial dengan Pengembangan Produksi Kokon
54
Analisis Kelayakan Finansial
54
Hasil Analisis Aspek Finansial Dengan Pengembangan
58
Analisis Perbandingan tanpa Pengembangan dan dengan Pengembangan
59
SIMPULAN DAN SARAN
61
Simpulan
61
Saran
62
DAFTAR PUSTAKA
63
LAMPIRAN
65
RIWAYAT HIDUP
107
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
Produk domestik bruto lapangan usaha pertanian tahun 2008 - 2012
Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu
2012 - 2013
Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia tahun 2006-2012
Produksi budidaya sutera alam di Provinsi Jawa Barat tahun 2012
Produksi kokon pada Rumah Sutera tahun 2011-2013
Jenis dan sumber data
Metode pengolahan dan analisis data
Fasilitas - fasilitas yang terdapat pada Rumah Sutera
1
2
5
7
9
24
25
36
viii
9 Kualitas kokon berdasarkan grade pada Rumah Sutera
10 Biaya variabel per tahun produksi tanaman murbei pada Rumah Sutera
11 Biaya investasi tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah
Sutera
12 Biaya reinvestasi tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah
Sutera
13 Biaya tetap produksi kokon tanpa pengembangan produksi kokon pada
Rumah Sutera
14 Proyeksi penerimaan penjualan kokon produksi tanpa pengembangan
pada Rumah Sutera
15 Total nilai sisa dan penyusutan biaya investasi tanpa pengembangan
produksi kokon
16 Hasil analisis aspek finansial tanpa pengembangan
17 Fasilitas - fasilitas yang terdapat pada Rumah Sutera
18 Biaya investasi dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah
Sutera tahun 2014
19 Biaya reinvestasi dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah
Sutera tahun 2014
20 Biaya tetap per tahun dengan pengembangan produksi kokon pada
Rumah Sutera tahun 2014
21 Proyeksi penerimaan penjualan dengan pengembangan produksi kokon
pada Rumah Sutera
22 Total nilai sisa dan penyusutan biaya investasi dengan pengembangan
produksi kokon pada Rumah Sutera
23 Hasil analisis aspek finansial dengan pengembangan produksi kokon
jika membeli daun
24 Perbandingan analisis tanpa pengembangan dan dengan pengembangan
apabila memproduksi daun murbei
39
44
45
46
47
48
49
49
52
55
56
56
57
58
58
59
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Perkembangan produksi kokon di Indonesia
6
Kerangka pemikiran operasional tanpa pengembangan dan dengan
pengembangan
23
Hubungan antara NPV dan IRR
28
Struktur organisasi Rumah Sutera tahun 2013
40
Hubungan NPV dan IRR tanpa pengembangan dan dengan
pengembangan
ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Volume ekspor dan impor produksi sutera alam di Indonesia
Pembinaan dan pengembangan Persuteraan Alam Nasional dengan
pendekatan klaster
Hasil-hasil kegiatan persutera alam di Indonesia tahun 2010-2011
Dokumentasi penelitian
Layout tanpa pengembangan produksi kokon pada rumah sutera (lahan
0.5 ha)
Layout dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera
(lahan 1 ha)
Pola produksi kokon pada Rumah Sutera
Biaya variabel tanpa pengembangan produksi kokon
Laba rugi tanpa pengembangan produksi kokon
Arus kas tanpa pengembangan produksi kokon
Switching value penurunan tanpa pengembangan produksi kokon
sebesar 3.86%
Switching value kenaikan harga daun murbei tanpa pengembangan
sebesar 35.11%
Tabel biaya variabel dengan pengembangan produksi kokon
Laba rugi dengan pengembangan produksi kokon
Arus kas dengan pengembangan produksi kokon
Switching value penurunan produksi kokon dengan pengembangan
sebesar 19.19%
Switching value kenaikan harga daun murbei dengan pengembangan
sebesar 88.08%
65
66
69
70
71
72
74
75
76
78
80
82
84
85
87
89
91
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data Produk Domestik Bruto (PDB) dari Badan Pusat Statistik (BPS) terkait
usaha sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu sub sektor tanaman
bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Sektor
kehutanan dinilai cukup berpotensi karena mampu menyumbang PDB, walaupun
kontribusinya tidak sebesar dari produk tanaman bahan makanan, perikanan,
perkebunan dan peternakan. Terlihat pada Tabel 1 di bawah ini mengenai data
PDB pada sektor kehutanan sejak tahun 2008 hingga tahun 2011 terjadi
peningkatan, namun tahun 2012 PDB mengalami penurunan. Sektor kehutanan
perlu dikembangkan di Indonesia agar dapat menyumbang PDB lebih besar dan
dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak.
Tabel 1 Produk domestik bruto lapangan usaha pertanian tahun 2008 - 2012
Tahun
No
Pertanian
1
Tanaman bahan
makanan
Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan
2
3
4
5
2008
2009
2010*)
2011**)
2012***)
349 795.0
419 194.8
482 377.1
530 603.7 314 378.9
105 960.5
83 276.1
40 375.1
137 249.5
111 378.5
104 883.9
45 119.6
176 620.0
136 026.8
119 371.7
48 289.8
199 383.4
153 884.7 72 715.3
129 578.3 70 396.4
51 638.1 24 938.4
227 761.2 121 942.3
Keterangan :
*) angka sementara
**) angka sangat sementara
*** ) angka sangat sangat sementara
sumber: Kementerian Pertanian 2013
Peraturan Menteri No.P35/Menhut-II/2007 menyatakan bahwa yang
termasuk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati
maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu sebagai segala
sesuatu yang bersifat material yang dimanfatkan bagi kegiatan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah telah menetapkan kriteria dan
indikator penentuan jenis HHBK unggulan yang tertuang dalam peraturan Menteri
Kehutanan No.P.21/Menhut-II/2009 tanggal 19 Maret 2009. Komoditas HHBK
unggulan nasional yang diprioritaskan dalam pengembangannya yaitu lebah madu
(madu alam), sutera alam, gaharu, dan bambu.
Karena lebah madu dan sutera alam merupakan HHBK komoditi
peternakkan, sedangkan komoditi gaharu dan bambu bukan merupakan komoditi
peternakkan (kayu), sehingga yang dapat dibandingkan yaitu sutera alam dan
lebah madu. Volume ekspor dan impor terhadap komoditi sutera alam yang
berupa kokon, benang sutera dan kain sutera yang ditunjukkan pada Tabel 2.
2
Volume impor sutera alam pada tahun 2012 lebih kecil dari pada madu alam,
namun volume ekspor sutera alam sebesar 495 ton belum mampu bersaing dengan
madu alam yang volume ekspornya mencapai 659 021 ton. Tahun 2013, volume
impor sutera alam semakin berkurang dari tahun 2012 dan volumenya lebih
sedikit dari lebah madu. Volume ekspor sutera alam terjadi peningkatan yang
sebelumnya tahun 2012 mampu mengekspor sebesar 495 ton, namun tahun 2013
meningkat menjadi 141 654 ton. Penurunan volume impor dan peningkatan
volume ekspor merupakan peluang bagi Indonesia untuk dikembangkan lagi,
karena kemampuan Indonesia untuk memenuhi permintaan nasional cukup baik
ditandai dengan menurunnya volume impor dan volume ekspor meningkat, hal ini
dapat menjadi salah satu komoditi unggulan bagi negara Indonesia.
Tabel 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu
2012 - 2013
2012
Komoditi
Sutera alam
Madu alam
Volume
impor (ton)
175 620
1 555 725
Volume
ekspor (ton)
495
659 021
2013
Volume
impor (ton)
150 351
1 365 518
Volume
ekspor (ton)
141 654
4
Sumber: Kementerian Pertanian, 2013 (diolah)
Perkembangan sutera alam di Indonesia mulai dikenal pada tahun 1718,
bangsa Belanda membawa teknologi untuk budidaya sutera di Indonesia. Sejak
saat itu, sutera alam mulai dikembangkan di Indonesia. Pada tahun 1950
dicanangkan program multiple use of forest lands oleh dr. Soejarwo, yang
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan
lahan kehutanan. Sehingga pada tahun 1954 hingga 1961 pemeliharaan ulat sutera
dilakukan di Cisarua oleh Naito dari Jepang dan Kosasih dari Bandung. Daerah
pengembangan sutera alam diantaranya adalah1.
1. Jawa Barat: Sukabumi, Cianjur dan Garut.
2. Jawa Tengah: Candiroto (Pusat Pembibitan Ulat Sutera/PPUS) dan
Regoloh di Pati (mempunyai usaha persuteraan alam/UPA).
3. Jawa Timur: Gerbo di Pasuruan dan Pare di Kediri.
4. Sumatera Barat: Payakumbuh dan Batu Sangkar.
5. Sumatera Utara: Berastagi dan Dairi.
6. Sulawesi Selatan: Soppeng (sentra produksi benang sutera terbesar di
Indonesia), Wajo dan Majene.
Berdasarkan tahun 2012 dan 2013, negara tujuan ekspor sutera alam adalah
Timor Leste, Amerika Serikat, Switzerland, Denmark, dan Cina, yang merupakan
volume ekspor terbesar yaitu ke Negara Timor Leste pada tahun 2012 hingga
tahun 2013. Sedangkan negara asal impor adalah dari Jepang, Hong Kong, Korea,
Taiwan, Cina, Singapore, India, Australia, Amerika Serikat, Amerika Latin,
Jerman, Malaysia, Sri Lanka, dan Inggris, dan yang merupakan negara asal impor
Kang Ade Bastiawan The Silk Road –Jalur Sutera. 2012. Tersedia pada:
http://bastiawanade.blogspot.com/2012/07/zona-kreatif-kampung-tenun.html
1
3
terbesar adalah dari Cina pada tahun 2012 hingga tahun 20132. Dapat dilihat pada
Lampiran 1 mengenai negara tujuan ekspor dan impor.
Untuk meningkatkan daya saing dan menjadikan Indonesia sebagai
produsen sutera, maka diterbitkan Peraturan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri
Perindustrian, dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor: P.47/Menhut-II/2006; Nomor: 29/M-IND/PER/6/2006; dan nomor
07/PER/M.KUKM/VI/20063 terdapat pada Lampiran 2. Faktor-faktor yang
mempengaruhi usaha persuteraan alam, khususnya produksi kokon yaitu Sumber
Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), teknologi dan manajemen,
sumberdaya kapital atau permodalan, pasar dan pemasaran. Sumber Daya Alam
(SDA) merupakan tempat usaha/lokasi usaha yang sesuai dengan kebutuhan yang
diinginkan oleh kegiatan produksi kokon. Sumber daya alam seperti kondisi iklim,
tanah dan air yang sangat menentukan keberlanjutan usaha dan keberhasilan untuk
memproduksi kokon.
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan penggerak pengelolaan sumber
daya alam. SDM yang dibutuhkan dalam keberhasilan produksi kokon adalah
SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi produksi kokon yang baik
dan terampil. Metode (teknologi dan manajemen) sangat mempengaruhi
keberhasilan produksi kokon yang mana teknologi merupakan teknik yang harus
dikuasai oleh SDM untuk mengolah SDA, agar menghasilkan produk kokon
berlimpah dengan kualitas baik dan dapat bersaing dipasaran. Teknologi dapat
mengefisienkan waktu dan memudahkan pekerjaan, dan manajemen adalah alat
untuk mencapai suatu tujuan bersama dalam suatu organisasi atau perusahaan.
Manajemen yang diperlukan dalam produksi kokon diantaranya manajemen
produk, manajemen SDM, manajemen keuangan dan manajemen pemasaran.
Sumber daya kapital/permodalan merupakan faktor penentu bergeraknya
suatu kegiatan usaha persuteraan alam yang mana seluruh sumber daya akan
bergerak dengan adanya pembiayaan untuk memodali kegiatan produksi kokon.
Faktor pasar dan pemasaran, pasar dan pemasaran merupakan ujung tombak dari
kegiatan usaha produksi kokon karena semua aspek akan menghasilkan produk
kokon yang harus dapat diterima oleh pasar. Pemasaran tersebut harus mampu
menyalurkan produk yang berdasarkan market oriented (sesuai dengan kebutuhan
pasar).
Berdasarkan sistem agribisnis, persuteraan alam merupakan kegiatan
dengan rangkaian usaha yang dimulai dari produksi tanaman murbei,
pemeliharaan ulat (produksi kokon), pemintalan benang dan penenunan kain
sutera. Pada Lampiran 3 dapat dilihat hasil-hasil kegiatan persuteraan alam tahun
2010 hingga 2011 di Indonesia, yang terdiri dari tanaman murbei, bibit telur,
produksi kokon, dan benang sutera. Produksi kokon berpontensi untuk
dikembangkan di Indonesia karena apabila diukur dari kondisi alam, sumber daya
2
Dapertemen Pertanian. 2012. Volume ekspor dan impor ulat sutera di Indonesia. Tersedia pada:
http://database.deptan.go.id/eksim2012asp/eksporSubsek.asp. (diakses tanggal 4 Januari jam
07.23).
3
Departemen kehutanan. 2009. Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan Alam
Nasional
Dengan
Pendekatan
Klaster.
Tersedia
pada:
Http://Www.Dephut.Go.Id/Uploads/INFORMASI/RRL/RLPS/Klaster.Htm
4
manusia yang tersedia, dan kebutuhan atau permintaan kokon untuk kebutuhan
industri benang sutera yang setiap tahunnya belum terpenuhi.
Hasil kegiatan persuteraan alam tahun 2010 hingga 2011 di Indonesia,
terdiri dari tanaman murbei, bibit telur, produksi kokon, dan benang sutera yang
tersebar di 33 Provinsi. Produksi kokon di Provinsi Jawa Barat masih kecil
apabila dibandingkan dengan provinsi lainnya, namun Jawa Barat mampu
memproduksi kokon meskipun produksinya kecil. Pada tahun 2010 hingga 2011
produksi menurun, hal ini menjadi menarik untuk dianalisis kenapa di Jawa Barat
produksinya berkurang. Oleh sebab itu, perlu dianalisis apakah usaha produksi
kokon layak untuk diusahakan dianalisis dengan aspek non finansial maupun
aspek finansial. Usaha produksi kokon cukup sulit untuk diusahakan meskipun
produksi kokon dapat dilakukan dalam waktu yang singkat yaitu satu kali
produksi memerlukan waktu kurang lebih 30 hari.
Berdasarkan data Departemen Perindustrian (Depperin) tahun 2011
menyatakan, hingga saat ini produksi kokon hanya sekitar 250 ton per tahun,
jumlah produksi masih jauh di bawah kebutuhan atau permintaan kokon nasional
yang mencapai 700 ton per tahun4 atau dikatakan Indonesia dapat memenuhi
permintaan kokon sebesar 35.7 persen. Produksi ulat sutera nasional saat ini
belum memenuhi kebutuhan bahan baku sutera dalam negeri dengan kesenjangan
yang sangat jauh. Kebutuhan benang sutera 700 000 kg/tahun dengan
kecenderungan semakin meningkat, namun produksi benang hanya 50 000
kg/tahun dan produksi kokon 325 000 kg/tahun. Sebanyak 80 persen dari total
produksi nasional tersebut berasal dari Sulawesi Selatan.
Produksi kokon sebesar 250 ton dapat menghasilkan benang sutera
sebanyak 41.6 ton yang mana dalam satu box telur yang berisi 25 000 telur dapat
menghasilkan benang sutera sebanyak 5 kg, artinya produksi kokon sebesar 250
ton dapat memelihara telur sebesar 8 333.3 box bibit telur ulat, sehingga dipintal
menghasilkan benang sutera sebesar 41.6 ton dan ditenun menghasilkan kain
sutera sepanjang 2 500 000 meter. Padahal saat ini, produksi industri benang
sutera nasional, baik yang menggunakan mesin modern maupun tradisional,
membutuhkan benang sutera hingga mencapai 87.5 ton setahun, sekitar 47.6
persen yang mampu dipenuhi. Sehingga para industri benang sutera lebih banyak
mengimpor kokon, hal ini yang menjadikan letak peluang bisnis usaha produksi
kokon.
Walaupun kondisi alam di Indonesia cocok untuk produksi kokon, namun
sampai saat ini daerah yang mengusahakan produksi kokon tidak banyak tersebar,
sentra produksi kokon di Indonesia masih pada daerah yang sama yaitu Sulawesi
Selatan dan Jawa Tengah. Kokon diolah menjadi benang sutera yang bermutu
tinggi dan memiliki harga sangat tinggi di pasaran, yang mana kegunaan serat
kokon tidak hanya terbatas sebagai bahan busana saja, namun juga dapat
digunakan sebagai keperluan medis dan sebagai bahan pembuat parasut, hal ini
membuat kebutuhan permintaan kokon semakin tinggi.
4
Salman binustech. 2011. Menhut Kunjungi Lumbung Sutera di Indonesia. Tersedia pada:
http://lalulintasberita.blogspot.com/2011/02/menhut-kunjungi-lumbung-sutera-di.html. (diunduh
tanggal 4 Mei 2013)
5
Tabel 3 menunjukkan bahwa perkembangan produksi budidaya sutera alam
di Indonesia setiap tahunnya mengalami kenaikan dan penurunan produksi apabila
diukur dari jumlah luas lahan murbei, jumlah peternak yang mengusakannya,
penyerapan telur, dan produksi benang sutera sejak tahun 2006 hingga tahun
2012. Pada tahun 2011 jumlah lahan murbei yang diusahakan sebanyak 2 178 ha,
peternak yang mengusahakan budidaya sutera alam sebanyak 3 357 dan
penyerapan telur ulat 5 388 box sehingga dapat menghasilkan kokon sebanyak
159 801 kg dan dipintal menghasilkan benang sutera 17 065 kg.
Produksi tanaman murbei, dan jumlah peternak yang mengusahakan sutera
alam tahun 2011 terjadi peningkatan, namun untuk penyerapan telur ulat sutera
dan benang yang diproduksi terjadi penurunan, dan penurunan produksi benang
disebabkan penyerapan telur ulat yang berkurang. Pada tahun 2012 luas lahan
tanaman murbei meningkat menjadi 2 203 hektar, peternak yang
mengusahakannya meningkat menjadi 2 401, dan kokon yang diproduksi
meningkat sebesar 163 119 kg dan benang sutera sebesar 19 050 kg, namun
penyerapan telur ulat menurun menjadi 4 970 box. Dapat dikatakan bahwa
peningkatan produksi kokon ditentukan oleh faktor ketersediaan tanaman murbei,
peternak yang mengusahakannya, dan penyerapan telur ulat sutera.
Tabel 3 Perkembangan budidaya ulat sutera di Indonesia tahun 2006-2012
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Perkembangan produksi budidaya ulat sutera di Indonesia
Jumlah
Jumlah
Penyerapan
Kokon
Produksi
murbei (ha) peternak (kk) telur fi (box )
(kg)
benang (kg)
1 482
2 936
11 510.25 305.657
43 507
1 520
3 286
12 849.00 384.704
54 923
2 273
3 500
8 401.00 238.315
36 795
2 335
3 377
4 103.50
99.407
15 808
2 025
3 242
5 973.50 155.972
19 661
2 178
3 357
5 388.00 159.801
17 065
2 203
2 401
4 970.88 163.119
19 050
Sumber: Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Ciomas 2012
Berdasarkan data produksi kokon di Indonesia, produksi kokon terendah
dari tahun 2006 hingga tahun 2012 terjadi pada tahun 2009 dan yang tertinggi
tahun 2007. Ditunjukkan pada Gambar 1 di bawah ini, produksi kokon setiap
tahunnya sejak tahun 2006 hingga 2012 produktivitasnya berfluktuatif, fluktuatif
produksi disebabkan oleh perubahan jumlah tanaman murbei (daun murbei),
jumlah peternak yang mengusahakannya dan penyerapan telur ulat sutera yang
diproduksi. Tahun 2011 produksi kokon sebesar 159 801 kg dan tahun 2012
meningkat menjadi 163 119 kg. Peningkatan produksi kokon menjadi hal yang
menarik karena menjadi peluang bagi Indonesia untuk lebih dikembangkan lagi
atau memungkinkan untuk diusahakan.
6
Jumlah
Produksi kokon di Indonesia
600000
400000
200000
0
Produksi kokon
Gambar 1 Perkembangan produksi kokon di Indonesia
Sumber: Rumah Sutera 2013
Perkembangan produksi kokon di Provinsi Jawa Barat tersebar di
Kabupaten Garut, Cianjur, Bandung, Sukabumi, Bogor, Purwakarta, Tasikmalaya,
Majalengka, dan Sumedang. Pada Provinsi Jawa Barat, terdapat kabupatenkabupaten yang hanya melakukan usaha budidaya tanaman murbei yaitu
Purwakarta, Tasikmalaya, Majalengka dan Sumedang. Sedangkan Kabupaten
Bogor, Cianjur, Sukabumi, Bandung dan Garut merupakan kabupaten yang
melakukan usaha budidaya sutera alam secara keseluruhan yaitu memiliki luas
lahan tanaman murbei, mampu menyerap telur ulat, dapat memproduksi kokon
dan benang sutera.
Tabel 4 di bawah ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor merupakan
kabupaten yang produksi kokon terbesar kedua setelah Kabupaten Sukabumi,
maka Kabupaten Bogor merupakan kabupaten yang cukup berpotensi apabila
dilakukan produksi murbei kokon. Pada tahun 2012, Kabupatan Bogor memiliki
tanaman murbei seluas 22 hektar, namun penyerapan telur ulat yang cukup besar
yaitu sebanyak 24 box dan mampu menghasilkan kokon sebesar 852.4 kg yang
menghasilkan 76 kg benang sutera. Peneliti tertarik melakukan penelitan di
Kabupaten Bogor karena memungkinkan terjadi peningkatan produksi kokon
dengan didukung oleh iklim yang cocok yang mana suhu antara 180C sampai
400C, kelembaban yang sesuai yaitu pada ketinggian 40 sampai 800 di atas
permukaan laut, lahan tanaman murbei, penyerapan telur, kapasitas produksi
kokon dan produksi benang sutera. Berikut ini pada Tabel 4 menunjukkan data
perkembangan produksi kokon di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012.
7
Tabel 4 Produksi budidaya sutera alam di Provinsi Jawa Barat tahun 2012
No
Kabupaten
Luas tanaman
murbei (ha)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Bogor
Cianjur
Sukabumi
Bandung
Purwakarta
Garut
Tasikmalaya
Majalengka
Sumedang
Jumlah
22
137.10
35
59
45
231
35
45
10
619.10
Kapasitas
Penyerapan
Produksi
telur (box) kokon (kg)
24.00
712.00
21.00
632.00
64.50
2.015.00
17.00
521.00
0.00
0.00
4.00
136.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
130.50
4 016
Produksi
benang (kg)
76.20
70.22
226.89
58.25
0.00
14.50
0.00
0.00
0.00
446 06
Sumber: Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor 2012
Jumlah impor kokon yang setiap tahun semakin meningkat, sehingga
membuat peternak sutera alam di Indonesia, khususnya di Kabupaten Bogor
mengharuskan mengembangkan usaha produksi kokonnya. Peneliti tertarik
melakukan penelitan di Kabupten Bogor dengan topik penelitian kelayakan usaha
produksi kokon. Pengambilan tempat penelitian di Bogor karena berdasarkan
informasi yang didapat dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor,
menyatakan bahwa di Kabupaten Bogor yang masih bertahan memproduksi
kokon sejak tahun 2011 adalah Rumah Sutera yang dimiliki oleh Bapak Tatang,
sehingga peneliti mengambil tempat penelitian di Rumah Sutera.
Rumah Sutera terletak di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, peneliti
tertarik mengambil judul penelitian mengenai analisis kelayakan usaha produksi
kokon, sebab pada Rumah Sutera belum pernah dilakukan analisis kelayakan
usaha khususnya produksi kokon. Memproduksi kokon sejak tahun 2011 yang
permintaan kokon pada Rumah Sutera setiap tahunnya terjadi peningkatan,
sedangkan produksi kokon belum mampu memenuhi permintaan, karena produksi
kokon sebagian besar setiap tahunnya digunakan sebagai kebutuhan sendiri untuk
dijadikan benang sutera.
Walaupun Rumah Sutera telah berjalan 13 tahun, namun belum pernah
dilakukan analisis kelayakan, maka pada penelitian ini dilakukan analisis
kelayakan agar dapat mengetahui apakah usaha produksi kokon pada Rumah
Sutera ini layak untuk dijalankan atau tidak layak. Oleh sebab itu, peneliti
menganalisis kelayakan usaha produksi kokon berdasarkan tanpa pengembangan
dan dengan pengembangan, kedua analisis ini dianalisis apabila Rumah Sutera
memproduksi daun murbei dan membeli daun murbei berdasarkan aspek non
finansial, dan finansial. Penelitian analisis kelayakan usaha aspek non finansial
diantaranya adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, dan
aspek sosial dan lingkungan. Analisis finansial melalui kriteria finansial yaitu Net
Present Value (NPV), Net benefit Cost ratio (Net B/C), Internal Rate of Return
(IRR), Payback Periode (PP), dan analisis switching value.
8
Rumusan Masalah
Produk sutera memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak digemari
masyarakat tidak hanya di dalam negeri saja tetapi juga di luar negeri, terlihat dari
produksi kokon nasional per tahun rata-rata sebesar 250 ton atau berkisar 31.25
ton benang sutera. Hal ini masih jauh dari kebutuhan atau permintaan kokon
nasional sebesar 700 ton per tahun untuk memenuhi kapasitas produksi industri
pemintalan benang sutera nasional sebesar 87.5 ton setiap tahunnya. Sebanyak 80
persen dari total produksi nasional tersebut berasal dari Sulawesi Selatan 5. Untuk
memenuhi kebutuhan kokon nasional, Indonesia masih impor sebesar 450 ton
kokon per tahun dari China dan Thailand. Potensi ini cukup besar untuk
dikembangkan sebagai komoditas yang bernilai ekonomi, maka teknik budidaya
yang tepat agar dapat menghasilkan kokon yang berkualitas.
Usaha produksi kokon khususnya di Jawa Barat, selama ini banyak
mengalami fluktuasi produksi, hal ini menyebabkan terbatasnya bahan
baku/benang baik dari segi kualitas dan kuantitas. Kabupaten Pati merupakan
sentra produksi benang sutera di Jawa dan sentra produksi kain sutera di Jawa
Barat adalah Garut dan Tasikmalaya. Sejak tahun 2011 Provinsi Jawa Barat, bisa
dikatakan tidak terdapat sentra produksi benang sutera karena setiap peternak
yang memproduksi kokon tidak menjual ke peternak lain, namun diolah sendiri
untuk kebutuhan usaha sendiri dan juga rata-rata peternak yang memproduksi
kokon dan benang sutera dalam jumlah yang sama.
Pada awalnya Rumah Sutera memiliki Peternak kokon plasma, untuk
memenuhi kebutuhan kokonnya. Namun sejak tahun 2012, Rumah Sutera tidak
memiliki pasokan kokon lagi dari plasma, karena peternak plasma tersebut
berhenti melakukan kerjasama alasannya karena keuntungan yang diperoleh tidak
dapat langsung, artinya tingkat pengembalian modal diperoleh dalam waktu
jangka lama. Alasan lain juga karena keterbatasan lahan yang dimilikinya,
sehingga peternak tersebut beralih ke usaha yang lain seperti ke pedagang dan
tanaman hortikultura. Peternak berhenti bekerjasama dengan Rumah Sutera
membuat jumlah kokon yang diproduksi Rumah Sutera menjadi menurun.
Keterbatasan ini membuat menarik perhatian peneliti untuk menganalisis
kelayakan produksi kokon yang diukur berdasarkan analisis kelayakan non
finansial dan finansial dilakukan berdasarkan tanpa pengembangan dan dengan
pengembangan produksi kokon. Rencana pengembangan produksi kokon
dilakukan ditempat usaha yang sama dengan tanpa pengebangan atau dapat
dikatakan dengan mengembangakan usaha produksi kokon yang sudah ada.
Analisis dengan pengembangan dilakukan karena ada permintaan sedangkan
penawaran belum mampu memenuhi permintaan.
5
Salman Binustech. 2011. Menhut kunjungi lumbung sutera di indonesia. Tersedia pada:
Http://lalulintasberita.blogspot.com/2011/02/menhut-kunjungi-lumbung-sutera-di.html.
(diunduh Mei 2013)
9
Tabel 5 Produksi kokon pada Rumah Sutera tahun 2011-2013
Tahun
2011
2012
2013
Asal telur
Soppeng
Candiroto
Balai Persuteraa Alam (BPA) Bilibili
Balai Persuteraa Alam (BPA) Bogor
Total produksi
Soppeng
Candiroto
BPA bili-bili
Total produksi
Soppeng
Candiroto
Balai Persuteraa Alam (BPA) Bogor
Cina
Total produksi
Jumlah telur
(box)
14
1
Jumlah kokon
(kg)
420
6.6
3.5
105
1
31.1
562.7
792
60
852.4
535.3
837
62.9
61.8
1 200
24
2
17
9
2
1
Sumber: Rumah Sutera 2013
Rumah Sutera membeli telur ulat sutera alam dari Soppeng, Candiroto dan
Cina, dan Rumah Sutera memperoleh telur ulat secara gratis dari Balai
Persuteraan Alam (BPA) yang dikelola oleh Lembaga Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Kabupaten Bogor dan Bili-Bili. Telur dari Soppeng
dan Candiroto dibeli dengan harga Rp130 000 dan Cina Rp100 000, harga telur
Cina lebih murah dari pada domestik karena Cina ingin bersaing dengan pasar
Indonesia dibidang sutera alam. Pada tahun 2011, produksi sudah kembali baik
yang mana tahun 2009 hingga tahun 2010, ulat terkena virus febrin, namun tahun
2012 kondisi kembali membaik ditandai dengan produksi kokon meningkat
menjadi 852.4 kg karena virus febrin masih berdampak, sehingga kokon yang
diproduksi tidak maksimal. Rumah Sutera membeli telur ulat sutera dari
Candiroto dan Soppeng dengan tidak membedakan intensitas pembelian,
pembelian dilakukan secara bergantiaan.
Rumah Sutera membeli telur ulat sutera dari Cina karena memiliki
perbedaan kokon yang dihasilkan dari telur ulat sutera, kokon Indonesia
mempunyai panjang filamen berkisar 1000 meter sedangkan kokon asal Cina
hanya 500 meter. Kokon Indonesia lebih panjang tapi per 100 meter putus,
sedangkan kokon Cina dalam 500 meter tidak putus, dan kokon asal China lebih
mudah dipintal. Pada tahun 2012, peternak plasma berhenti bekerjasama dengan
Rumah Sutera, karena pendapatan yang diperoleh hanya sedikit karena telur yang
diproduksi terserang virus febrin, sehingga produksi kokon menjadi berkurang
menjadi 562.7 kg, akibatnya Rumah Sutera memproduksi kokon sendiri. Telur
ulat sutera yang dibeli Rumah Sutera dari semua pemasok bibit telur ulat memiliki
kualitas yang sama.
Produksi kokon berfluktuatif disebabkan karena telur ulat sutera yang
terserang virus febrin, iklim yang tidak menentu (musim kemarau dan hujan)
terjadi pada peralihan dari musim kemarau ke musim hujan menyebabkan
10
munculnya hama dan penyakit yang menyerang ulat sutera dan daun murbei, dan
juga karena peternak plasma berhenti bekerjasama.
Tiga tahun terakhir ini, satu bulan dapat mempoduksi kokon biasanya
Rumah Sutera menghabiskan tiga sampai lima box, alasannya karena keterbatasan
pakan ulat (daun murbei) pada saat pertumbuhan ulat sangat dipengaruhi oleh
pakannya (daun murbei). Produksi kokon ditentukan dari ketersediaan daun
murbei, kemampuan rak pemeliharaan dan alat pengokonan yang tersedia
(serifrem), kokon yang dihasilkan juga bisa berubah karena pada saat
pemeliharaan ulat maupun kokon terserang hama dan penyakit. (Anonoim 1996)
menjelaskan bahwa keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh peternak ulat
sutera alam ketika memproduksi kokon seperti luas tanaman murbei, upah tenaga
kerja, teknologi yang digunakan peternak, penentuan jumlah bibit yang akan
dipelihara merupakan ukuran skala usaha usaha. Penentuan umur usaha
berdasarkan lamanya umur ekonomis peralatan serifrem yaitu selama 13 tahun
karena merupakan investasi yang paling berpengaruh atau terpenting.
Denir adalah sebutan untuk menjelaskan besar kecilnya filamen atau benang
yang digunakan dalam kain. Semakin tinggi denir berarti kain tersebut semakin
tebal. Serat-serat yang dipergunakan untuk membuat benang dibagi menjadi dua
yaitu serat-serat yang mempunyai panjang terbatas yang disebut stapel dan ada
yang mempunyai panjang tidak terbatas yang disebut filamen. Setiap satu box
berjumlah 25 000 butir telur dan sesuai standar kokon yang akan dihasilkan ratarata sebesar 30 kg/box dan apabila dipintal akan menghasilakan kurang lebih tigak
benang sutera. Rumah Sutera tidak memiliki pesaing usaha di Bogor, karena
Rumah Sutera merupakan Petani satu-satunya yang masih bertahan memproduksi
kokon di Kabupaten Bogor.
Untuk memperoleh hasil kokon yang diproduksi lebih optimal, maka dalam
kegiatan produksi kokon perlu memperhatikan kualitas dan kuantitas bibit telur
ulat sutera, kualitas dan kuantitas daun murbei, ruang pemeliharaan ulat sutera
harus steril, dan perlakukan pemberian desinfeksi dan yang tepat agar kokon yang
dihasilkan lebih optimal dan dapat memenuhi permintaan kokon apabila hal ini
diperhatikan maka produksi kokon dapat optimal, sehingga dapat memenuhi
permintaan pasar Indonesia dan Provinsi Jawa Barat khususnya. Produksi kokon
merupakan salah satu komoditas yang menarik untuk diusahakan karena pasar
kokon masih sangat terbuka baik didalam maupun diluar negeri (ekspor) sehingga
dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja bagi masyarakat.
Usaha produksi kokon masih memiliki prospek yang cukup baik untuk
dikembangkan mengingat kebutuhan nasional akan kokon yang hingga saat ini
sebagian besar belum terpenuhi, serta peluang pasar di luar negeri yang sangat
besar, maka prospek produksi kokon di masa mendatang akan sangat cerah.
Apalagi dengan berkembangnya sektor agrowisata yang antara lain ditandai
dengan meningkatnya arus kunjungan wisatawan yang datang ke Rumah Sutera
yang memberikan dampak positif terhadap usaha produksi kokon. Dari uraian di
atas adanya potensi usaha produksi kokon maka peneliti membahas bagaimana
kelayakan usaha produksi kokon tanpa pengembangan dan dengan pengembangan
jika Rumah Sutera memproduksi daun murbei dan membeli daun murbei. Analisis
aspek non finansial yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen
dan hukum, dan aspek sosial dan lingkungan. Aspek finansial dengan
menganalisis Net Present Value (NPV), Net benefit Cost Rasio B/C, Internal Rate
11
of Return (IRR), dan Payback Periode (PP) dan menganalisis switching value,
terlebih dahulu menganalisis manfaat dan biaya untuk perhitungan laba rugi dan
arus kas.
Analisis kelayakan finansial dianalisis dengan membandingkan tanpa
pengembangan produksi dan dengan pengembangan produksi kokon yang
dianalisis tingkat keuntungan yang diperoleh selama umur usaha yaitu 13 tahun.
Analisis tanpa pengembangan produksi kokon dilakukan karena usaha produksi
kokon belum optimal, yang mana ulat sutera yang dipelihara Rumah Sutera
terserang virus febrin yang berasal dari Soppeng, iklim tidak menentu yang
menyebabkan daun murbei kualitas dan kuantitas berkurang, sehingga kuantitas
dan kontinuitasnya hanya bergantung pada daun murbei yang ada di Rumah
Sutera. Analisis rencana pengembangan usaha, karena produksi kokon pada
Rumah Sutera belum optimal, yang mana input (serifrem, rak pemeliharaan, dan
daun murbei yang diproduksi Rumah Sutera belum optimal), oleh sebab itu
analisis ini dilakukan analisis pengembangan usaha produksi pemeliharaan ulat
sutera agar dapat meningkatkan produksi kokon. Pengembangan produksi kokon
dilakukan dengan menambah kapasitas produksi pemeliharaan telur ulat, membeli
daun murbei, membangun ruang ulat kecil, ruang ulat besar, menambah peralatan
serifrem (alat mengokon).
Daun murbei merupakan hal yang terpenting dan diperlukan ketika
memproduksi kokon, sehingga kebutuhan daun murbei harus terpenuhi. Karena
tanpa pengembangan produksi daun murbei terbatas, maka dengan pengembangan
diasumsikan Rumah Sutera membeli daun murbei untuk menjaga ketersediaan
dan kontinuitasnya. Kondisi seperti berat kokon yang dihasilkan berkurang dari
standar normalnya yang mana standar normal dalam satu box telur ulat
menghasilkan 30 kg kokon, perlu dilakukan analisis switching value mengenai
perubahan jumlah produksi kokon. Perubahan penurunan produksi kokon dapat
menyebabkan penurunan penerimaan yang diterima Rumah Sutera. Apabila bisnis
layak secara aspek finansial dan non finansial maka bisnis dapat dijalankan.
Sebaliknya, ketika bisnis dikatakan tidak layak secara non finansial maupun
finansial, maka perlu dilakukan evaluasi atau perbaikan pada kegiatan yang tidak
efisien. Berdasarkan gambaran permasalahan yang telah dijelaskan di atas dapat
dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimana kelayakan usaha produksi kokon diukur dari aspek non
finansial pada Rumah Sutera?
2. Bagaimana kelayakan usaha produksi kokon diukur dari aspek finansial
tanpa pengembangan produksi kokon dan dengan pengembangan produksi
kokon pada Rumah Sutera?
3. Bagaimana tingkat kepekaan kelayakan usaha produksi kokon terhadap
perubahan jumlah produksi kokon dan kenaikan harga daun murbei yang
masih dapat ditoleransi oleh Rumah Sutera?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
penelitian ini ditujukan untuk:
1. Menganalisis kelayakan usaha produksi kokon berdasarkan aspek non
finansial pada Rumah Sutera.
12
2. Menganalisis kelayakan aspek finansial produksi kokon pada kondisi
dengan pengembangan usaha dan tanpa pengembangan produksi kokon
pada Rumah Sutera.
3. Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan usaha produksi kokon terhadap
perubahan jumlah produksi kokon dan kenaikkan harga daun murbei pada
Rumah Sutera.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan
kontribusi bagi pihak-pihak terkait, seperti:
1. Bagi pengusaha diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai
masukan terhadap manajemen perusahaan untuk mengetahui kelayakan
usaha produksi kokon terkait non finansial dan aspek finansial.
2. Untuk penelitian selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi atau sebagai bahan acuan dan bahan perbandingan mengenai
kelayakan usaha produksi kokon.
3. Bagi penulis, penelitian ini sebagai media untuk menerapkan ilmu yang
diperoleh penulis berada dibangku perkuliahan dan dapat menjawab
keingintahuan dari penulis mengenai kelayakan usaha produksi kokon.
Ruang Lingkup Penelitian
Rumah Sutera terletak di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor yang
merupakan usaha yang bergerak di bidang persutera alam yang melakukan
kegiatan agrowisata dan produksi. Produksi sutera alam terdiri dari produksi daun
murbei, produksi kokon, produksi benang sutera dan produksi kain sutera. Pada
penelitian ini ruang lingkup penelitian akan difokuskan pada kelayakkan
pengembangan produksi kokon.
TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan penelitian terdahulu yang penulis jadikan bahan acuan untuk
menulis skripsi ini,terkait dengan aspek non finansial, aspek finansial dan analisis
switching value. Usaha produksi kokon pada Rumah Sutera termasuk ke dalam
usaha menengah. Pada umumnya jumlah box telur digunakan sebagai unit untuk
menyatakan skala pemeliharaan. Satu box berisi 25.000 butir telur ulat, kokon
yang dihasilkan dalam satu box diharapkan adalah 30 sampai 35 kg. Penelitian
yang dilakukan oleh Widagdho (2008), Pradana (2009), Evin (2011), Nurlaela
(2006), dan Nasution (2011).
Topik penelitian ini mengenai kelayakan usaha produksi kokon, pada
penelitian ini peneliti menganalisis kelayakan aspek non finansial yaitu aspek
pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial dan lingkungan. Sedangkan aspek
kelayakan finansial mengenai analisis kriteria Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR), Net benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period
13
(PP),dan switching value. Persamaan dengan penelitian terdahulu yaitu samasama menganalisis komoditas peternakan, sehingga dapat manjadi bahan
perbandingan dengan penelitian ini. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu yaitu lokasi penelitian pada saat mengambil studi kasus di Kabupaten
Bogor dan komoditinya yaitu produksi kokon.
Aspek Non Finansial
Aspek non finansial terdiri dari beberapa aspek, diantaranya adalah aspek
pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, dan aspek sosial, budaya dan
lingkungan. Penelitan yang dilakukan oleh Arief (2009) menunjukkan bahwa
aspek pasar dikatakan layak karena potensi pasar dan pangsa pasar dinilai
memadai untuk pemasaran produk. Sama halnya berdasarkan penelitian Nandana
Widagdho (2008) aspek pasar ditunjukan dari produk yang dihasilkan pada usaha
budidaya anakan kelinci, budidaya kelinci pedaging sesuai dengan permintaan
pasar dan harga yang ditawarkan merupakan harga yang terjangkau oleh
konsumen. Pradana (2009) apabila diukur dari aspek pasar, peluang pasar masih
terbuka karena permintaan yang tinggi
Aspek teknis dapat dikatakan layak apabila lokasi usaha, peralatan dan
penentuan layout suatu usaha harus efektif dan efisien. Arief (2009) apabila
dianalisis dari segi aspek teknis, perusahaan tersebut memilih lokasi yang tepat
serta memiliki sarana dan prasarana pendukung. Sama halnya hasil penelitian dari
Pradana (2009) bahwa aspek teknis kegiatan budidaya ulat sutera menggunakan
teknologi dan peralatan relatif sederhana seperti budidaya pertanian pada
umumnya. Aspek manajemen dikatakan layak apabila, manajemen usaha yang
dilakukan sesuai dengan kriteria manajemen yaitu stuktur organisasi dan adanya
pembagian pekerjaan yang jelas. Penelitian Pradana (2009) menyimpulkan bahwa
aspek manajemen budidaya ulat sutera dapat dilakukan secara perseorangan dan
tidak memerlukan organisasi yang kompleks. Sedangkan Saputera (2011)
menyatakan aspek manajemen pada usaha peternakan ayam broiler tersebut
menerapkan struktur organisasi sederhana namun dapat membuat kegiatan
pembesaran ayam broiler mampu berjalan lancar.
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Widagdho (2008) bahwa analisis aspek
manajemen ditunjukkan dengan adanya struktur organisasi dan pembagian
pekerjaan yang jelas, dan juga telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti,
persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang
unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan. Aspek
sosial dan lingkungan dapat dijalankan apabila suatu usaha membangun usaha
harus memberikan dampak yang positif bagi masyarakat lingkungannya, seperti
halnya penelitian oleh Pradana (2009) yang mengusahakan budidaya ulat sutera
bahwa mampu menyerap tenaga kerja, memanfaatkan lahan tidur, dan ramah
terhadap lingkungan. Sedangkan penelitian oleh Saputera (2011), aspek sosial dan
lingkungan memperlihatkan dengan kepedulian dan rasa tanggung jawab sosial
peternakan terhadap lingkungan sekitar lokasi kandang.
14
Aspek Finansial
Suatu usaha dapat dikatakan layak dari aspek finansial apabila memenuhi
kriteria finansial seperti nilai NPV lebih besar dari nol, IRR lebih besar dari df,
Net B/C yang lebih besar dari 1, payback period kurang dari umur investasi dan
analisis switching value tidak melebihi persentase batas toleransi. Arief (2009)
menggunakan kritera-kriteria penelitian investasi yaitu NPV, IRR, net B/C dan
Payback Period, yang mana analisis yang dilakukan menggunakan arus kas (cash
flow). Analisis finansial berdasarkan kriteria kelayakan investasi menunjukkan
bahwa layak untuk dijalankan. Karena nilai NPV lebih dari nol, nilai net B/C
lebih dari satu dari tinggkat diskonto yang digunakan dan payback period berada
sebelum masa proyek berakhir. Sama halnya penelitian yang dilakukan oleh
Nandana Duta Widagdho, analisis kelayakan finansial pada usaha peternakan
kelinci untuk ketiga pola usaha layak dilaksanakan.
Menurut penelitian Nasution, hasil kelayakan finansial usaha sapi terhadap
aspek finansial yaitu NPV (Net Present Value), IRR (Inernal Rate Return net B/C
(Net benefit Cost Ratio), PP (Payback Period) dan analisis Sensitivitas (Switching
value) menunjukkan layak. Hasil analisis Pradana (2009) berdasarkan kelayakan
finansial untuk perhitungan NPV, IRR, net B/C, payback periode dan analisis
switching value yang mana dibagi menjadi 3 skenario. Produksi kokon
berdasarkan kodisi usaha saat ini (skenario I), yang mana kondisi belum optimal
dengan lahan 2 ha, skenario II yaitu kondisi sudah optimal dengan luas lahan 2 ha,
dan skenario III dengan meningkatkan luas laha mnejadi 6 ha. Analisis skenario I,
menghasilkan nilai (NPV<0), dan net B/C yang dihasilkan (net B/C<1).
Untuk kriteria IRR dan Payback Period, berdasarkan hasil perhitungan
menunjukkan bahwa investasi yang ditanamkan tidak pernah kembali karena
mengalami rugi, sehingga usaha pada kondisi saat ini tidak layak untuk
dijalankan. Skenario II, kondisi sudah optimal, memperoleh nilai NPV (NPV>0),
net B/C (netB/C>1), dan IRR sebesar 29 persen. Berdasarkan kriteria payback
period, investasi yang akan kembali dalam 5.12. Berdasarkan hasil analisis
finansial usaha dengan pengembangan produksi kokon layak untuk dijalankan.
Sedangkan skenario III, (NPV>0), net B/C (net B/C>1), dan IRR > df, dan
Investasi yang dikeluarkan kurang dari umur usaha. Berdasarkan hasil analisis
switching value, usaha dengan pengembangan produksi kokon memiliki tingkat
kepekaan terhadap perubahan ketiga variabel yang dianalisis sensitivitas
perubahannya lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha tanpa pengembangan
produksi kokon.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis finansial yang dilakukan oleh
Nurlaela (2006) padaunit usaha pemintalan dan pertenunan di KOPPUS
Sabilulungan III layak untuk diusahakan. Hal ini terlihat dari nilai NPV yang
positif, net B/C lebih dari satu dan IRR yang lebih besar dari tingkat suku bunga
yang berlaku dan juga pengembalian investasi yang kecil dari umur proyek.
Namun hasil perhitungan analisis ekonomi menunjukkan bahwa unit usaha
pemintalan dan pertenunan tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut
terlihat dari nilai NPV yang negatif, nilai IRR yang lebih kecil dari tingkat
diskonto, nilai net B/C lebih kecil dari nol dan payback period yang lebih
besardari umur proyek.
15
Ketidaklayakan pada analisis ekonomi disebabkan oleh harga bayangan
output yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan harga finasial, karena untuk
produk benang dan kain sutera impor tidak adanya pajak bea masuk sehingga
harga produk sutera impor lebih murah. Hasil analisis sensitivitas secara
menunjukkan bahwa pada unit usaha pemintalan dan pertenunan tersebut tidak
peka terhadap kenaikan harga input. Berdasarkan hasil analisis switching value
menunjukkan bahwa perubahan yang dapat diterima pada unit pemintalan dan
pertenunan yaitu apabila terjadi kenaikan upah tenaga kerja, penurunan harga jual
benang sutera, penurunan produksi benang sutera. Sama halnya penelitian yang
dilakukan oleh Penelitian Saputera (2011) mengenai analisis kelayakan investasi
peternakan ayam broiler sesuai dengan kiteria yang digunakan dalam menilai
kelayakan suatu proyek adalah Net Present Value (NPV), Net benefit Cost Ratio
(Net B/C), Payback Period (PP), dan Internal Rate of Return (IRR), nilai dari
masing-masing kriteria tersebut sesuai dengan nilai indikator yang ditetapkan
sehingga peternakan layak dilanjutkan.
Artikel budidaya ulat sutera dan produksi kokon, luas lahan kebun tanaman
murbei unit terkecil 1 000 m2 ditambah 100 m2 untuk bangunan (60 m2)
pemeliharaan ulat total biaya produksi Rp8 587 500 terdiri dari modal sendiri
dalam bentuk penyediaan lahan 1100 m2 seharga Rp1 100 000 dan dari kredit
sebesar Rp7 487 000 terdiri dari kredit investasi Rp6 797 500 dan modal kerja
Rp689 500. Skim kredit yang dapat dimanfaatkan adalah kredit program (KKPA,
KPKM dll.) tingkat bunga 16 persen atau kredit usaha kecil (KUK) dengan
tingkat bunga 24 persen per tahun. Hasil penelitian Pipit (2008), berdasarkan
produksi kokon sebesar 60 kg/bulan, harga rata-rata Rp 20.000/kg kokon,
sehingga pendapatan peternak sebesar Rp1 200 000/bulan atau Rp9 600 000/tahun
(8 bulan produksi dalam setahun), sedangkan untuk tahun pertama produksi
kokon 50 persen. Pada tingkat bunga 16 persen, menghasilkan NPV pada discoun
factor 16 persen, sebesar Rp4 264 910, Net B/C ratio sebesar 1.5, IRR 33.22
persen, Payback period yaitu selama 3 tahun 2 bulan.
Analisa sensitivitas, apabila harga kokon turun 10 persen sebagai, maka
Nilai NPV pada discoun factor 16 persen sebesar Rp1 535 382, IRR 22.54 persen,
Net B/C ratio sebesar 1.18, dan Payback period selama 4 tahun. Usaha inl layak
dan menguntungkan petani. Apabila dianalisis pada tingkat bunga 24 persen nilai
NPV sebesar Rp1 953 892, B/C 1.23, IRR sebesar 33.22 persen, dan payback
period sebesar 3.72 tahun. Analisis sensitivitas, apabila harga kokon turun 10
persen, NPV pada df 24 persen Rp-294 580, net B/C sebesar 0.97, IRR sebesar
22,54 persen, dan Payback Period selama 4,75 tahun. Dengan penurunan harga
kokon sebesar 10 persen menjadikan usaha tidak layak dan tidak menguntungkan
petani, namun usaha masih layak dan menguntungkan petani dengan penurunan
harga kokon hingga 8 persen6.
Kadir (2008) Budidaya ulat sangat menguntungkan dan berprospek cukup
baik mengingat kebutuhan akan benang sutra yang semakin meningkat. Untuk
membudidayakannya juga tidak membutuhkan biaya yang terlalu banyak, hanya
berkisar Rp1 000 000 sampai Rp2 000 000/box. Sementara penghasilan yang
diperoleh rata-rata Rp7 000 000/tahun dengan pendapatan bersih rata-rata Rp300
000/box. Produksi kokon dalam setiap box dan satu kali periode pemeliharaan
6
Pipit
Robi.
Budidaya
Ulat
Sutera
Dan
Produksi
http://forda.epatrass.co.id/index.php/dashboard/detail_peneliti/285
Kokon.
Tersedia:
16
berkisar antara 30.5 kg/box sampai 40 kg/box dengan rata-rata produksi kokon
sebesar 36.25 kg/box. Apabila harga kokon di tingkat peternak sebesar Rp20
000/kg, maka rata-rata pendapatan kotor yang akan diterima oleh sebesar Rp725
000/box dalam satu kali periode pemeliharaan ulat sutera. Apabila dalam setahun
peternak sutera dapat melakukan kegiatan pemeliharaan ulat sutera sebanyak 10
kali, maka rata-rata total pendapatan kotor yang diperoleh oleh petani sutera
adalah Rp7 250 000/tahun7.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiraan Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini menjelaskan teori-teori
yang relevan terkait dengan permasalahan penelitian.
Agribisnis Ulat Sutera
Agribisnis merupakan seluruh kegiatan usaha yang berkaitan (menunjang
dan atau ditunjang) dengan sektor pertanian dalam arti luas baik pertanian,
peternakan, perikanan, dan kehutanan (Saragih 2010). Agribisnis merupakan
suatu cara lain untuk melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis yang terdiri
dari empat sub sistem yang terkait satu sama lain, ke empat sub sistem tersebut
adalah sub sistem agribisnis hulu, subssistem agribisnis usahatani, sub sistem
agribisnis hilir, dan sub sistem jasa penunjang (supporting institution).
Menempatkan sistem agribisnis sebagai ilmu baru dalam usaha produksi kokon,
maka usaha produksi kokon memiliki subssistem agribisnis yang lengkap mulai
dari pengadaan sarana produksi, budidaya, industri pengolahan, pemasaran dan
kelembagaan pendukung. Salah satu produksi sutera alam adalah produksi kokon,
produksi kokon mempunyai rangkaian kegiatan yang cukup panjang mulai dari
penetasan telur ulat sutera, pemeliharaan ulat sutera kecil dan besar, dan
pengokonan. Hasil akhir pemeliharaan ulat sutera yaitu kokon, hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam proses pengolahan kokon adalah8.
1. Reelability (daya pintal kokon)
Daya pintal kokon diperhitungkan lewat besar, persentase putusnya
sewaktu kokon dipintal. Hasil uji reelability besar sekali pengaruhnya
terhadap harga jual kokon sebagai bahan baku benang sutera dan yang
7
Anonim.2011.Peluang
Infestasi
Sutera
Alam.
www.warintek.ristek.go.id/peluang/investasi/ sutera/alam.
2014)
8
Tersedia
pada:
(Diakses Frbruari
Membaca, Berpikir dan Bekerja. Budidaya Ulat Sutera. 2013. Tersedia pada: http://ulatsutera.blogspot.com/2013/04/beberapa-hal-yang-perlu-diketahui.html. (diunduh Februari 2014)
17
2.
3.
4.
5.
6.
7.
mempengaruhi reelability adalah jenis bibit, suhu dan terutama
kelembapan udara saat pengokonan.
Warna kokon
Rata-rata warna kokon adalah putih namun, ada juga kokon yang
dihasilkan dengan warna lain. Misalnya, warna kuning, kuning emas, hijau
bambu, hijau dan kemerahan. Selain kokon yang berwarna hijau, warna itu
terjadi karena pengaruh sericine. Dengan proses pemutihan (degumming)
warna itu bisa hilang dan benang sutera yang dihasilkan akan berwarna
putih.
Bentuk dan ukuran kokon
Ada beberapa macam bentuk kokon, yaitu elips, bulat, berlekuk dan bulat
panjang. Bentuk yang berbeda ini karena jenis dan sifat ulat yang
dipelihara juga berbeda. Sedangkan besar kecilnya kokon dipengaruhi
banyak hal seperti jenis ulat, kondisi suhu dan kelembapan, serta jumlah
dan kualitas murbei yang diberikan.
Ketegangan kokon
Ketegangan kokon adalah keras atau lembek kulit kokon bila ditekan,
kokon yang baik tentu saja yang keras. Kokon yang lembek tidak bagus
apabila dipintal menjadi benang. Ketegangan kokon dipengaruhi oleh jenis
bibit, kondisi pemeliharaan dan pengokonan.
Kerutan kokon
Pada kulit luar kokon ada kerutan, yang mana di bagian luar kerutannya
kasar, tetapi makin ke dalam makin kecil. Hal yang menyebabkannya
adalah jenis bibit dan kondisi pengokonan. Kerutan yang kasar terjadi
apabila kondisi pengokonan kering. Namun, jika kondisi basah dan suhu
rendah, kerutan yang terjadi lebih rapat dan kecil. Kokon dengan kerutkerut yang terlalu kasar kurang baik saat dipintal.
Berat okon
Pengertian berat kokon adalah berat kokon keseluruhan termasuk berat
kulit kokon ditambah pupa di dalamnya. Jenis ulat, jenis kelamin dan cara
pemeliharaan akan mempengaruhi hal ini.
Berat kulit kokon
Dalam hal ini yang dimaksud hanyalah kulit kokonnya saja, makin berat
kulit kokon makin banyak benang yang bisa dihasilkan. Jenis bibit dan
jenis kelamin serta cara pemeliharaan berperan terhadap keadaan ini.
Konsep Kelayakan Usaha
Pengertian studi kelayakan bisnis adalah penelitian tentang dapat tidaknya
suatu proyek (investasi) dilaksanakan dengan berhasil, berdasarkan kriteria
tertentu. Pengertian proyek adalah pendirian usaha baru atau pengenalan sesuatu
(produk) yang baru ke dalam product mix yang sudah ada selama ini. Pengertian
proyek investasi yaitu suatu rencana menginvestasikan sumber daya yang bisa
dinilai secara independen. Studi kelayakan bisnis merupakan penelaah atau
analisis tentang apakah suatu kegiatan memberikan manfaat atau hasil bila
dirasakan, atau dasar untuk menilai apakah kegiatan investasi atau suatu bisnis
layak untuk dijalankan (Nurmalina et al. 2010) .
Sedangan menurut (Suratman 2002), studi kelayakan proyek merupakan
suatu studi untuk menilai proyek yang dikerjaan di masa mendatang, penilaiannya
18
adalah memberikan rekomendasi apakah sebaiknya proyek yang bersangkutan
layak dikerjakan atau sebaiknya ditunda dulu. Hal ini karena di masa mendatang
penuh ketidakpastian, maka studi yang dilakukan tentunya meliputi berbagai
aspek dan membutuhkan pertimbangan-pertimbangan untuk memutuskannya.
Menurut (Nurmalina et al. 2010) ada beberapa cara dalam menentukan umur
bisnis, diantaranya:
1. Umur ekonomis suatu bisnis ditetapkan berdasarkan jangka waktu
(periode) yang kira-kira sama dengan umur ekonomis dari asset terbesar
yang ada di bisnis. Pada saat tahun selama pemakaian aset tersebut dapat
meminimumkan biaya tahunan (masih menguntungkan jika dipakai).
2. Untuk bisnis bergerak (diberbagai bidang) lebih mudah menggunakan
umur teknis dari unsur-unsur investasi. Umur teknis umumnya lebih
panjang dari umur ekonomis, tapi hal ini tidak berlaku apabila adanya
keusangan teknologi (absolence) dengan ditemukannya teknologi baru.
3. Untuk bisnis yang berumur teknis/ekonomis lebih dari 25 tahun, dapat
menggunakan umur bisnis yakni 25 tahun, karena nilai-nilai sesudah 25
tahun jika di discount rate dengan tingkat suku bunga lebih besar dari 10
persen maka present value-nya akan kecil sekali karena nilai discount
factor-nya kecil atau mendekati nol.
Pelaksanaan analisis kelayakan usaha berdasarkan aspek-aspek yang perlu
diperhatikan menurut (Nurmalina et al. 2010), aspek tersebut yaitu aspek non
finansial dan finansial. Aspek non finansial terkait dengan aspek pasar, teknis,
manajemen dan hukum, aspek sosial dan aspek lingkungan, setiap aspek ini
memiliki keterkaitan satu dengan lain. Untuk dapat menjawab aspek non finansial
berdasarkan kriteria perhitungan sebelumnya menganalisis manfaat dan biaya,
sehingga dapat dilakukan analisis Net Present Value (NPV), Net benefit Cost
Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), Payback Periode (PP) dan
switching value.
Aspek Non Finansial
1. Aspek Pasar
Aspek pasar dilakukan dengan tujuan menciptakan pasar
potensialnya yang suatu usaha dapat menjadikan pemimpin atas produk
yang dipasarkan. Analisis kelayakan suatu usaha dilakukan untuk
mengetahui apakah usaha tersebut berhasil dijalankan, tingkat
keberhasilan tersebut diukur dari manfaat ekonomis investasi, bermanfaat
bagi masyarakat sekitar yang berupa penyerapan tenaga kerja, dan
pemanfaatan sumber daya. Aspek pasar ini perlu dianalisis untuk dapat
mengetahui permintaan terhadap produk saat ini dan yang di masa akan
datang, tanpa aspek pasar suatu usaha akan terancam tidak dapat
dijalankan, dikarenakan kelebihan maupun kekurangan permintaan suatu
produk.
Kelebihan maupun kekurangan permintaan membuat usaha akan
berjalan tidak efisien. Penjelasan mengenai aspek pasar mempelajari
tentang pemintaan, penawaran, harga, program pemasaran dan perkiraan
penjualan yang biasa dicapai perusahaan. Bauran pemasaran adalah alat
pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan
19
pemasarannya dalam pasar (Kotler 1997), bauran pemasaran ditentukan
menjadi empat unsur yang dikenal yaitu produk, harga, tempat dan
promosi.
2. Aspek Teknis
Aspek teknis merupakan suatu aspek yang menjelaskan mengenai
proses pembangunan usaha secara teknis dan pengoperasiannya setelah
usaha tersebut dilakukan. Hal-hal penting yang menjadi dasar dari
penjelasan aspek teknis ini adalah lokasi suatu usaha, baik lokasi pabrik
maupun bukan lokasi pabrik. Besar skala operasi atau luas produksi yang
ditetapkan untuk mencapai suatu tingkatan skala ekonomis, dan layout
bangunan produksi dan fasilitas lainnya.
Menurut (Soeharto 1998) pengkajian aspek teknis mencakup halhal yaitu, menentukan letak geografis lokasi, mencari dan memilih
teknologi prosees produksi, menentukan kapasitas produksi, denah atau
tata letak instalasi (usaha) dan bangunan. Pengkajian aspek teknis ini
dapat memberikan keberhasilan untuk berkelanjutan usaha atau proyek
yaitu merupakan komitmen jangka panjang, berpengaruh besar terhadap
biaya pembangunan usaha dan mempunyai dampak terhadap biaya
operasi atau produksi.
3. Aspek Manajemen dan Hukum
Aspek manajemen mempelajari mengenai manajemen dalam masa
pembangunan bisnis dan manajemen dalam masa operasi, manajemen ini
dilakukan untuk mengelola uang, tanah, mesin, bahan baku, dan tenaga
kerja sehingga dapat mencapai suatu tujuan yang diharapkan oleh
berbagai pihak ketika kegiatan bisnis ini berjalan. Aspek hukum
mempelajari mengenai bentuk badan usaha yang akan digunakan terkait
dengan kekuatan hukum dan konsekuensinya, dan memperlajari jaminanjaminan yang disediakan apabila menggunakan sumber dana yang berupa
pinjaman, sertifikat dan perizinan dan dapat mempermudah dan
mempelancar kegiatan bisnis ketika menjalin kerjasama dengan pihak
lain.
4. Aspek Sosial dan Lingkungan
Aspek sosial ini mempelajari mengenai penambahan kesempatan
kerja atau pengurangan pengangguran, pemerataan kesempatan kerja
mengenai pengaruh bisnis terhadap lingkungan sekitar lokasi bisnis
tersebut. Seperti semakin ramainya daerah, lalu lintas semakin lancar,
adanya penerangan listrik, telepon dan sarana lainnya. Suatu bisnis tidak
akan ditolak oleh masyarakat sekitar apabila secara sosial dapat
memberikan kesejahteraan.
Aspek lingkungan mempelajari tentang pengaruh bisnis terhadap
lingkungan yang perlu diperhatikan dari suatu bisnis apakah memberi
dampak baik atau semakin buruk. Apabila menganalisis kelayakan suatu
bisnis atau usaha, aspek lingkungan perlu diperhatikan dengan
mempertimbangkan masalah dampak lingkungannya, sebagai contoh
dampak terhadap limbah yang dapat mengganggu masyarakat sekitar
terhadap limbah produksi kokon yaitu air, terdapat saluran pembuangan
limbah air bekas pencucian peralatan. Dalam melakukan analisis
20
kelayakan, perlu dimasukkan biaya yang dikeluarkan perusahaan
mengenai limbah produksi tersebut.
Aspek Finansial
Kriteria finansial terdiri dari nilai bersih kini Net Present Value (NPV),
rasio manfaat biaya Net benefit Cost Rasio (Net B/C), tingkat pengembalian
internal yang disebut dengan Internal Rate of Return (IRR), dan jangka waktu
pengembalian modal investasi atau Payback Period (PP), pada saat seluruh
manfaat dan biaya untuk setiap tahun didiskonto dengan Discout Factor (DF).
Discount factor kaitannya dengan preferensi waktu atas uang, sejumlah uang
sekarang lebih disukai dari pada sejumlah uang yang sama pada tahun mendatang
(Nurmalina et al. 2010).
1. Teori Biaya dan Manfaat
Biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, dan
manfaat adalah segala sesuatu yang membantu suatu tujuan (Gittinger J
2008). Biaya adalah pengeluaran atau pengorbanan perusahaan yang
menimbulkan pengurangan manfaat yang diterima. Biaya-biaya yang
digunakan dalam analisis usaha agribisnis adalah biaya-biaya langsung
seperti biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah
biaya yang dikeluarkan pada saat proyek mulai dilakukan, sedangkan
biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan
kebutuhan pada saat proyek berjalan.
Biaya operasional dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel,
komponen biaya pada dasarnya terdiri dari barang-barang fisik, tenaga
kerja, tanah, biaya tak terduga, dan sunk cost (Nurmalina et al. 2010).
Teori manfaat terbagi menjadi tiga yaitu tangible benefit, indirect or
secondary benefit dan intangible benefit. Analisis teori biaya dan manfaat
dilakukan untuk dapat menganalisis arus kas suatu perusahaan yang
terdapat dua macam laporan, yaitu laporan laba rugi dan laporan aliran
kas.
2. Laba Rugi
Menurut (Gittinger J 2008), laba rugi adalah laporan keuangan
yang meringkas penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama
periode akuntansi. Analisis laba digunakan untuk mengetahui besarnya
perubahan laba apabila faktor-faktor seperti biaya produksi, volume, dan
harga penjualan berubah. Biaya tetap adalah total biaya yang besarnya
tetap, artinya tidak bergantung pada volume produksi, sedangkan biaya
variabel berbeda dengan biaya tetap, biaya variabel mempunyai
hubungan erat dengan tingkat produksi artinya jika biaya produksi naik
maka variabel juga naik. Tidak semua biaya modal habis digunakan
selama periode proyek sehingga tersisa suatu nilai yang disebut nilai sisa
yang dimasukkan dalam manfaat yang diterima pada akhir umur usaha.
3. Aliran Kas
Aliran kas disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama satu
periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas
tersebut dengan menunjukkan alasan mengenai perubahan kas tersebut
dari mana sumber-sumber kas dan pengguna-penggunanya. Laporan
aliran kas menurut (Soeharto 1998) yaitu memberikan gambaran
21
4.
5.
6.
5.
mengenai jumlah dana yang tersedia setiap saat yang dapat digunakan
untuk berbagai kebutuhan opersional perusahaan, termaksud investasi
juga memuat jumlah pemasukan dan pengeluaran yang disusun dengan
menelusuri dan mengaji laporan laba rugi. Kriteria yang perlu dimiliki
ketika menjalankan usaha yaitu dana tersebut harus diketahui dari mana
diperoleh dan dalam jumlah berapa pinjamannya, persyaratan pinjaman,
banyak investor yang menanamkan dananya dalam kegiatan bisnis, dan
kemampuan bisnis di masa depan memenuhi kriteria ini. Studi kelayakan
usaha pada dasarnya bertujuan untuk menentukan kelayakan usaha
berdasarkan kriteria investasi.
Net Present Value (NPV)
Untuk mengetahui apakah suatu usaha investasi layak dilaksanakan
atau tidak dilakukan dengan cara mengurangkan antara present value
(nilai saat ini) dan aliran kas bersih operasional atas usaha investasi
selama umur ekonomis termasuk cash flow dengan initial cash flow. Jika
NPV positif maka usulan usaha investasi dinyatakan layak, namun jika
NPV negatif dinyatakan tidak layak untuk dijalankan (Suratman 2002).
Suatu usaha atau investasi dikatakan layak apabila nilai NPV lebih besar
dar nol (NPV > 0)
Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah tingkat pengembalian internal atau tingkat
pengembalian yang menghasilkan NPV arus kas masuk sama dengan
NPV arus kas keluar (Soeharto 2002). Usaha dikatakan layak apabila
nilai IRR lebih besar dari discount rate (IRR<DR).
Net benefit Cost Rasio (Net B/C)
Net B/Cadaah perbandingan jumlah nilai sekarang (net presen
value) dari keuntungan bersih pada tahun-tahun pada saat keuntungan
bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih bernilai negatif
(Nurmalina et al. 2010). Suatu usaha atau investasi dapat dikatakan layak
apabila net B/C lebih besar dari satu (Net B/C>1).
Payback periode (PP)
Analisis payback periode dilakukan untuk menentukan layak atau
tidaknya usulan usaha investasi dihitung dengan cara membandingkan
antara waktu pengembalian total dana untuk investasi dengan umur
ekonomi usaha tersebut (Suratman 2002). Untuk menilai suatu usaha
layak diterima atau tidak yaitu dari hasil perhitungannya harus lebih kecil
dari pada umur investasi.
Analisisi Switching Value (Analisis Nilai Pengganti)
Switching value merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan
maksimum dari perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output dan
penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga
input/peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih
tetap layak. Perubahan tersebut jangan melebihi nilai (NPV<0), jika melebihi
maka bisnis menjadi tidak layak untuk dijalankan (Gittinger 1986, dalam
Nurmalina et al. 2010).
22
Kerangka Pemikiran Operasional
Usaha produksi kokon sangat berpotensi untuk dikembangkan, kerena
terlihat dari peningkatan permintaan kokon setiap tahunnya mengharuskan jumlah
produksi kokon harus ditingkatkan juga agar dapat memenuhi kebutuhan nasional
maupun Jawa Barat yang belum tercukupi. Rumah Sutera merupakan usaha
kegiatan peternakan yang bergerak di bidang produksi kokon, produksi daun
murbei, pemintalan benang, penenunan kain sutera dan agrowisata, namun karena
keterbatasan peneliti maka pada penelitian ini yang akan dianalisis yaitu
memproduksi kokon. Produksi kokon pada Rumah Sutera belum optimal,
sehingga belum mampu memenuhi permintaan khususnya di Jawa Barat padahal
potensi yang belum termanfaatkan karana adanya kendala pada saat
pengembangan yang harus diuji kelayakan usahanya. Penelitian ini menganalisis
aspek kelayakan yaitu aspek non finansial dan finansial dan analisis switching
value dengan kondisi tanpa pengembangan dan dengan pengembangan. Aspekaspek yang digunakan dalam menganalisis kelayakan non finansial adalah aspek
pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial dan lingungan.
Analisis dari aspek finansial dilakukan melalui beberapa kriteria kelayakan
investasi yang bertujuan untuk menganalisa sejauh mana tingkat kelayakan usaha
produksi kokon. Analisis aspek finansial dilakukan melalui analisis berdasarkan
tanpa pengembangan dan dengan pengembangan produksi kokon yaitu rencana
pengembangan usaha produksi kokon, yang dibagi menjadi dua kondisi yaitu
kondisi apabila Rumah Sutera memproduksi daun murbei dan membeli daun
murbei. Analisis finansial menggunakan metode NPV, IRR, Net B/C, Payback
periode, dan analisis switching value. Apabila menghadapi penurunan ouput yaitu
produksi kokon dan peningkatan harga input yaitu kenaikan harga daun murbei,
maka diperlukan kewaspadaan terhadap usaha tersebut dengan menganalisis
melalui analisis pengganti (switching value analysis).
Pada analisis ini akan diketahui berapa besarnya batas perubahan tersebut
sehingga membuat usaha tersebut tidak layak. Apabila hasil analisis baik secara
kriteria non finansial maupun finansial menunjukkan layak, maka usaha produksi
kokon tersebut layak untuk dapat dijalankan, sehingga maka hasil penelitian ini
akan direkomendasikan kepada pemilik Rumah Sutera yaitu Bapak Tatang agar
mengembangkan usahanya. Sedangkan apabila terdapat salah satu aspek
menunjukkan tidak layak, sebaiknya Rumah Sutera mengevaluasi dan
memperbaikinya aspek yang tidak layak tersebut agar usaha produksi kokon
secara keseluruhan dari aspek non finansial maupun finansial layak untuk
dijalankan. Untuk lebih jelasnya, alur kerangka pemikiran operasional dapat
diukur pada Gambar 2.
23
Potensi permintaan kokon semakin meningkat
Produksi kokon nasional maupun Jawa Barat yang belum tercukupi
Rumah sutera
Usaha produksi kokon pada Rumah Sutera
Potensi yang belum termanfaatkan
Adanya rencana pengembangan yang harus diuji kelayakan usaha
Analisis kelayakan usaha produksi kokon
Aspek kelayakan non finansial
Aspek pasar
Aspek teknis
Aspek Manajemen dan hukum
Aspek sosial dan lingkungan
Aspek kelayakan finansial
NPV (Net Present Value)
IRR (Internal Rate of Return)
Net B/C (Net Benefit-Cost Ratio)
PP (Payback Period)
Layak
Tidak layak
Usaha dijalankan
Evaluasi
Analisis switching value
Analisis Rencana
Pengembangan Usaha produksi kokon
Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional tanpa pengembangan dan dengan
pengembangan
24
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Rumah Sutera yang terletak di Kecamatan
Tamansari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian pada Rumah Sutera
dilakukan secara purposive sampling dan dilakukan dengan sengaja dan
merupakan satu-satunya usaha yang masih bertahan memproduksi kokon, karena
Rumah Sutera merupakan usaha produksi ulat sutera yang skala produksi
terlengkap di Asia yaitu dari hulu hingga hilir. Penelitian ini berlangsung pada
bulan Maret 2013, pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret sampai
dengan bulan September tahun 2013 dan responden yang di tuju yaitu pemilik dan
setiap kepala bagian aktivitas yang mengetahui secara lengkap kondisi yang
terjadi pada kegiatan produksi kokon.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian
dengan cara pengamatan langsung di lokasi usaha dan wawancara langsung
dengan pemilik dan tenaga kerja terkait tentang kegiatan usaha produksi kokon.
Wawancara dengan responden menggunakan kuesioner yang berisi daftar
pertanyaan yang relevan dengan tujuan penelitian. Data sekunder adalah data yang
sudah tertulis atau sudah ada sebelumnya yang merupakan literatur yang relevan
dengan topik penelitian, tujuannya adalah untuk mendukung peneliti dalam
melakukan penelitian agar lebih jelas dan spesifik.
Tabel 6 Jenis dan sumber data
Jenis Data
Primer
Aspek Kajian
Sumber Data
Aspek Pasar
Rumah Sutera
Aspek Teknis
Rumah Sutera
Aspek Manajemen dan Hukum
Rumah Sutera
Aspek Sosial dan Lingkungan
Masyarakat sekitar lokasi
Rumah Sutera
Aspek Finansial
Rumah Sutera
Aspek Pasar
Buku studi kelayakan bisnis
Dapertemen Perindustrian
Balai Penelitian dan Pengembanga
Kehutanan
Aspek Teknis
Buku studi kelayakan bisnis
Aspek Manajemen dan Hukum
Buku studi kelayakan bisnis
Peraturan tentang Undang-Undang
pendirian usaha
Aspek Sosial dan Lingkungan
Buku studi kelayakan bisnis
Aspek Finansial
Buku studi kelayakan bisnis
Sekunder
Sumber: Rumah Sutera 2013
25
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data primer yang digunakan pada penelitian ini adalah
dengan melakukan wawancara, observasi dan diskusi. Metode wawancara
dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk tanya jawab
langsung dengan pihak Rumah Sutera dan narasumber seperti kepada pihak Balai
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Teknik observasi dilakukan dengan
melakukan pengamatan langsung di lokasi produksi kokon untuk memperoleh
informasi dan data sebagai pelengkap dari hasil wawancara yang telah dilakukan.
Metode diskusi dilakukan dengan membahas hasil dari wawancara dan observasi,
data diperoleh selanjutnya dilakukan pencatatan terkait data produksi, penerimaan
dari penjualan, pengeluaran biaya-biaya untuk mendukung proses produksi
maupun data yang mendukung yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu kelayakan
usaha produksi kokon. Sedangkan untuk data sekunder, metode pengumpulan data
dilakukan dengan cara studi literatur dan memperoleh data dari internet.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif pada analisis kelayakan
usaha dianalisis untuk mengkaji gambaran mengenai aspek non finansial yaitu
aspek pasar, teknis, dan manajemen dan hukum, dan sosial dan lingkungan dalam
analisis kelayakan usaha produksi kokon. Sedangkan, analisis kuantitatif
dilakukan dengan menganalisis aspek finansial kelayakan usaha produksi kokon
dengan cara mengolah data-data yang berdasarkan kriteria kelayakan usaha, yaitu
analisis nilai bersih sekarang (Net Present Value/NPV), tingkat pengembalian
investasi (Internal Rate of Return/IRR), rasio manfaat dan biaya bersih (Net B/C),
Payback Period/PP), dan analisis switching value melakkan perhitungan kepekaan
produksi kokon dengan adanya penurunan produksi kokon dan kenaikan harga
daun murbei. Metode pengolahan data perhitungan kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan kalkulator dan microsoft excel 2007.
Tabel 7 Metode pengolahan dan analisis data
Metode pengolahan
Kualitatif
Kuantitatif
Aspek kajian
Aspek pasar
Aspek teknis
Aspek manajemen dan hukum
Aspek sosial dan lingkungan
Analisis Net Present Value/NPV, Internal Rate of
Return/IRR, Net B/C, Payback Period, dan switching
value
Sumber: Rumah Sutera 2013
Metode Analisis Aspek Non Finansial
Dalam melakukan analisis kelayakan bisnis, ada beberapa aspek yang perlu
dilakukan, aspek-aspek tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan.
Artinya berkaitan yaitu jika salah satu aspek tidak dipenuhi, maka perlu dilakukan
26
perbaikan atau penambahan yang diperlukan agar usaha layak. Secara umum,
aspek-aspek pada aspek non finansial yang perlu dilakukan studi kelayakan adalah
aspek hukum, aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek dampak
lingkungan (Kasmir dan Jakfar 2010).
Aspek Pasar
Menurut (Nurmalina et al. 2010) aspek pasar diharapkan dapat beroperasi
secara sehat bilamana produk yang dihasilkan mampu mendapatkan tempat di
pasaran serta dapat menghasilkan jumlah penjualan yang memadai dan
menguntungkan. Analisis aspek pasar dilakukan di Rumah Sutera dengan
menganalisis permintaan dan penawaran (produk, harga, promosi, distribusi) dan
perkiraan kapasitas produksi kokon. Dalam aspek pasar ini, sangat berpengaruh
penting dalam berjalannya usaha pada Rumah Sutera, maka sebaiknya Rumah
Sutera mampu menentukan produk yang akan dijual agar produk tersebut dapat
beredar dipasaran atau mampu menentukan pergerakan permintaan konsumen
yang akan dijual di pasar baik saat ini maupun jangka panjang. Oleh sebab itu,
untuk mengkaji aspek pasar, perlu diketahui tingkat permintaan masa lalu, saat
ini, dan di masa yang akan datang. Apabila sesuai dengan kriteria-kriteria aspek
pasar ini dapat dipenuhi oleh Rumah Sutera, maka usaha produksi kokon yang
layak untuk dijalankan.
Aspek Teknis
Aspek teknis dikenal sebagai aspek produksi, hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam aspek ini adalah penentuan lokasi bisnis, luas produksi dan
tata letak (layout). Aspek teknis merupakan aspek yang menganalisis proses
pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis selesai
dibangun (Nurmalina et al. 2010). Aspek teknis berpengaruh atas kelancaran
proses produksi kokon. Analisis ini dikaji berdasarkan kualitatif yang mana untuk
dapat mengetahui gambaran mengenai lokasi usaha produksi kokon pada Rumah
Sutera, luas produksi, proses produksi, dan layout tata letak bangunan maupun
peralatan pada Rumah Sutera. Apabila Rumah Sutera mampu melakukan kegiatan
dalam kriteria aspek teknis diantaranya lokasi usaha berdekatan dengan lokasi
bahan baku, dekat dengan industri pemintalan benang sutera, proses produksi
kokon yang baik, maka usaha produksi kokon pada Rumah Sutera layak untuk
dijalankan apabila dianalisis berdasarkan aspek teknis.
Aspek Manajemen dan Hukum
Aspek manajemen dianalisis untuk dapat mengetahui struktur organisasi
pada setiap sumberdaya tenaga kerja yang menjalankan pekerjaanya masingmasing aktifitas, sehingga dapat diatur pelaksanaan operasional perusahaan yang
dilakukan oleh manajemen perusahaan. Aspek hukum mengkaji mengenai
legilitas usulan usaha yang akan dibangun dan dioperasikan, artinya setiap usaha
yang akan didirikan dan dibangun diwilayah tertentu harus memenuhi hukum dan
tata peraturan yang berlaku di wilayah tersebut (Suratman 2002). Aspek
manajeman dikaji secara deskriptif untuk dapat mengetahui sumber daya manusia
dalam menjalankan masing-masing aktivitas produksi kokon pada Rumah Sutera.
Usaha produksi kokon dikatakan layak apabila Rumah Sutera secara aspek
manajemen dapat dilakukan, seperti adanya koordinasi diantara aktivitas yang
27
ada, struktur organisasi yang jelas dan adanya pembagian kerja yang jelas.
Sedangkan aspek hukum mengenai bentuk badan hukum Rumah Sutera, izin-izin
usaha, adanya sertifikat tanah yang jelas, dan juga terdapat arsip pembayaran
pajak usaha. Apabila Rumah Sutera dapat malakukan kritera aspek berdasarkan
aspek hukum dan manajemen, maka usaha produksi kokon pada Rumah Sutera
dikatakan layak untuk dijalankan.
Aspek Sosial dan Lingkungan
Setiap usaha yang dijalankan tentu akan menimbulkan dampak, baik
dampak positif maupun dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat maupun
pemerintah. Aspek sosial bertujuan untuk mengukur manfaat yang diterima oleh
masyarakat lingkungan suatu usaha. Dampak positif dari aspek sosial bagi
masyarakat adalah tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, seperti
pembangunan jembatan, listrik dan sarana lainnya (Kasmir dan Jakfar 2003)
Aspek lingkungan perlu diperhatikan dari suatu bisnis untuk dapat mengelolah
dampak lingkungan yang merugikan masyarakan, sehingga perusahan
memberikan laporan analisis dampak lingkungan (AMDAL), apabila perusahaan
tidak mampu merealisasikan maka rencana bisnis dianggap tidak layak. Apabila
rencana bisnis dinyatakan tidak layak diperlukan kajian ulang yang memberi
dampak positif sehingga rencana bisnis dianggap layak.
Aspek sosial dan lingkungan dilakukan dengan menganalisis apakah usaha
produksi kokon memiliki dampak yang ditimbulkan usaha tersebut. Analisis
dilakukan untuk menilai apakah usaha produksi kokon memiliki dampak positif
atau negatif kepada masyarakat dilingkungan usaha Rumah Sutera. Aspek ini
menunjang keberlangsungan usaha pada Rumah Sutera, apabila dalam
pengelolaannya dapat dilakukan dengan baik dan sangat penting untuk ditelaah
sebelum investasi atau usaha dijalankan. Jika dengan adanya usaha produksi
kokon ini mampu memberikan dampak yang positif lebih besar dari pada dampak
negatif, maka usaha tersebut layak untuk dijalankan diukur pada aspek sosial dan
lingkungan.
Analisis Finansial
Aspek finansial atau keuangan bertujuan untuk mengetahui perkiraan
pendanaan dan aliran kas proyek bisnis, sehingga bisnis tersebut dapat diartikan
layak atau tidak. Oleh sebab itu, perlu diketahui rincian kebutuhan atas dana serta
sumber dananya diperoleh dari mana. Analisis aspek finansial pada usaha
produksi kokon pada Rumah Sutera ini menggunakan kriteria kelayakan investasi
dengan metode Net Present Value (NPV), Net benefit Cost Ratio (Net B/C),
Payback Period (PP) dan analisis switching value. Switching value untuk
mengukur batas toleransi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Kriteria
investasi akan menunjukkan layak apabila dari aspek finansial usaha produksi
kokon pada Rumah Sutera nilainya sesuai dengan penilaian masing-masing
kriteria.
Net Present Value (NPV)
Menurut (Nurmalina et al. 2010) suatu bisnis atau usaha dikatakan layak
apabila jumlah seluruh manfaat yang diterima melebihi biaya yang dikeluarkan.
Net present value adalah selisih antara total present value manfaat dengan total
28
present value biaya, atau jumlah present value dari hasil manfaat bersih tambahan
selama umur bisnis. Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari 0
(NPV ˃ 0).
NPV=
-
Pada saat:
= Manfaat pada tahun t
= Biaya pada tahun t
t
= Tahun kegiatan bisnis
i
= Tingkat DR (%)
Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat discount rate yang
menghasilan NPV sama dengan nol. IRR dapat diukur untuk mengetahui
pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Bisnis dikatakan layak
jika IRR lebih besar dari opportunity cost of capital nya (Nurmalina et al. 2010).
IRR dianalisis dengan bertujuan untuk mengukur tingkat suku bunga yang akan
menjadikan jumlah nilai sekarang dari net benefit atau jumlah nilai sekarang dari
pengeluaran modal (Primyastanto 2011).
IRR=
-
-
Pada saat:
= Discount rate yang menghasilkan NPV positif
= Discount rate yang menghasilkan NPVegatif
= NPV positif
= NPV negatif
Membandingkan NPV dan IRR
(Soeharto 2002), menyatakan bahwa analisis dengan menggunakan salah
satu metode NPV atau IRR dapat memberikan hasil yang sama mengenai diterima
atau ditolaknya usulan proyek atau usaha, tetapi belum tentu metode-metode
tersebut memberikan urutan ranking yang sama. Analisis kriteria NPV dan IRR
memiliki hubungan yang mana konsepnya IRR sama dengan NPV dan sama
dengan nol pada tingkat discount rate. Apabila discount rate lebih besar dari pada
IRR maka nilai NPV akan negatif, namun apabila discount rate lebih kecil dari
pada IRR, maka nilai NPV akan positif.
NPV
DR
i
IRR
R
Gambar 3 Hubungan antara NPV dan IRR
Sumber: Nurmalina et al.2010
29
Net benefit-Cost Ratio ( Net B/C)
Net B/C ratio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan
manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu bisnis dikatakan layak jika net B/C
lebih besar dari satu dan tidak layak jika net B/C lebih kecil dari satu. Menurut
(Nurmalina et al. 2010), nilai net B/C ratio diperoleh dengan membagi nilai
present net benefit positif dibagi yang negatif dengan menggunakan nilai sekarang
yang diharapkan atas dasar discount factor (Primyastanto 2011).
-
Untuk
-
-
Pada saat:
= Manfaat pada tahun t
= Biaya pada tahun t
i
= Discount rate (%)
t
= Tahun
Payback Periode
Payback periode dilakukan untuk mengukur tingkat cepatnya investasi
dapat kembali dengan arti, bahwa payback periode yang singkat atau cepat
pengembalian investasinya termaksud kemungkinan besar akan dipilih
(Nurmalina et al. 2010). Jika payback period lebih pendek waktunya dari
maksimum payback period nya maka usulan investasi diterima (Umar H 2003).
Payback period dilakukan dengan membandingkan besarnya biaya investasi yang
diperlukan dengan benefit bersih yang diperoleh pada tiap tahun, metode
pengukuran kelayakan investasinya berdasarkan lama waktu investasi sampai
diperoleh kembali biaya yang telah dikeluarkan (Primyastanto 2011).
Payback Peroide =
Pada saat:
I
= Besarnya biaya invesasi yang diperlukan
Ab
= Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahun
Analisis Switching value
Analisis switching value atau nilai peralihan digunakan untuk mengetahui
ambang batas maksimal peningkatan atau penurunan suatu variabel yang dapat
mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak
layak. Untuk menghitung suatu nilai pengganti (switching value) maka harus
menanyakan berapa banyak elemen yang kurang baik dalam analisis proyek yang
akan diganti agar proyek dapat memenuhi tingkat minimum diterimanya proyek
Hal ini dilakukan untuk dapat menentukan apakah proyek akan dilaksanakan atau
tidak yang dapat memperkirakan pengaruh perubahan tersebut terhadap
kepentingan proyek (Gittinger 2008).
Perubahan tersebut yang masih dapat ditoleransi yaitu ketika nilai NPV
sama dengan nol, net B/C sama dengan satu dan IRR sama dengan tingkat suku
bunga yang gunakan, nilai suatu usaha dapat dijalankan apabila perubahan yang
terjadi tidak melebihi nilai switching value. Perubahan kriteria investasi pada
Rumah Sutera ketika memproduksi kokon adalah perubahan penurunan jumlah
30
produksi kokon dan perubahan kenaikan harga daun murbei. Penurunan volume
produksi kokon terjadi karena fluktusai produksi kokon setiap tahunnya, sehingga
mempengaruhi kokon yang diproduksi. Perubahan penurunan produksi kokon
tanpa pengembangan dan dengan pengembangan apabila Rumah Sutera
memproduksi daun murbei sebesar persen dan persen, dan perubahan kenaikan
harga daun murbei masih dapat ditoleransi maksimal sebesar persen dan persen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Rumah Sutera
Rumah Sutera terletak di Kecamatan Tamansari yang dimiliki oleh Bapak
Tatang Ghazali, usaha ini dilakukan dengan maksud sebagai aktivitas yang
dilakukan selama masa pensiun dari PT. Perkebunan Nusantara VIII, usaha ini
bergerak pada produksi kokon, pemintalan benang sutera, dan penenunan kain
sutera dan juga sebagai agrowisata, namun karena keterbatasan waktu penelitian,
peneliti mengambil produksi kokon. Usaha pada Rumah Sutera berdiri pada tahun
2001 dengan luas lahan dua hektar, namun pada tahun 2003 luas lahan bertambah
menjadi empat hektar, 0.5 ha digunakan untuk proses produksi kokon, 0.5 ha
pemintalan benang sutera dan penenunan kain sutera, lahan satu hektar digunakan
untuk rumah pemilik dan usaha agrowisata, dan dua hektar lagi untuk budidaya
tanaman murbei.
Rumah Sutera memiliki motto, visi dan misi. Motto usaha Rumah Sutera
yaitu ‘silk for the human’ artinya penghijauan alam, konservasi alam dan
kesejahteraan masyarakan sekitar, visinya adalah human life (penghijauan,
konservasi alam, dan kesejahteraan petani), dan misinya membangun persuteraan
alam pada umumnya serta secara global pada khususnya. Pada tahun 2001 bulan
Oktober, Rumah Sutera berdiri dengan modal sendiri dengan memiliki kebun
murbei dengan luas 1.5 ha dan pada tahun 2002 selain memproduksi daun murbei
juga memproduksi kokon. Rumah Sutera tadinya memasok daun murbei tahun
2001 dan tahun 2002 dapat memasok kokon kepada perusahaan PT. Indojado
Sutera Pratama yang merupakan pabrik benang sutera terbesar di Asia Tenggara
yang letaknya pada Kabupaten Sukabumi. Namun kerjasama dengan PT. Indojado
Sutera Pratamaterjadi hanya dua tahun karena PT. Indojado Sutera Pratama
mengalami ‘gulung tikar’. Kondisi ini membuat Rumah Sutera memutuskan untuk
menjalankan bisnis sendiri sejak tahun 2004 bulan Agustus dengan tujuan
membantu para peternak di daerah Sukabumi, Cianjur, Priangan dengan jumlah
peternak yang sebelumnya bekerjasama dengan PT. Indojado Sutera Pratama.
Seiring berkembangnya usaha ini, maka pada tahun 2004 Rumah Sutera
sudah mampu memproduksi kokon dan daun murbei secara mandiri dan menjual
benang sutera kepada petani industri benang sutera dan untuk memenuhi
kebutuhan sendiri. Pada tahun 2005 Rumah Sutera membangun pabrik pemintalan
dan membeli mesin-mesin pemintalan benang. Setelah berjalan hampir satu tahun,
Rumah Sutera mendapat bantuan dari Lembaga Swadaya Masyarat (LSM) yang
berupa penyediaan alat pemintalan, sejak tahun ini Rumah Sutera melakukan
31
aktivitas selain budidaya kokon juga melakukan pemintalan kain sutera. Rumah
Sutera juga dijadikan sebagai tempat pelatihan dari Perum Perhutani Bogor dalam
jangka waktu biasanya dilaksanakan dua kali dalam satu tahun.
Pada tahun 2005 hingga sekarang tahun 2014, Rumah Sutera melakukan
usaha produksi tanaman murbei, produksi kokon, pemintalan benang sutera dan
tenun kain sutera. Rumah Sutera lebih berorientasi pada sektor agrowisata yang
memperkenalkan persuteraan alam pada masyarakat sekitar Jawa Barat dan
Nasional kepada Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), SMP, SMA
maupun masyarakat umum. Pendapatan terbesar Rumah Sutera dyaitu dari
agrowisata, sehingga pendapatan terbesar yang diperoleh Rumah Sutera yaitu dari
usaha agrowisata.
Penghargaan yang diperoleh Rumah Sutera terakhir yaitu pada tahun 2012
pemilik Rumah sutera dapat penghargaan dalam Entrepreneurship UKM dalam
rangka HUT DKI Jakarta. Penghargaan yang diperoleh juga dari datangnya team
dari Dapartemen Persuteraan di Thailand pada tahun 2012 dan juga penghargaan
yang diperoleh Rumah Sutera adalah kedatangan istri dari Presiden Ceko untuk
melihat dan menilai kondisi budidaya ulat sutera pada Rumah Sutera. Di
Indonesia produsen yang menjual bibit telur ulat sutera alam hanya Provinsi
Sulawesi Selatan yaitu Soppeng dan Jawa Tengah yaitu Candiroto, kedua
produsen ini dapat membudidayakan bibit telur ulat sutera sesuai dengan
persetujuan dari Dapertemen Kehutanan. Balai Persutera Alam (BPA) Bili-Bili
dan BPA Bogor merupakan penelitiaan, sehingga BPA membeli contoh penelitian
kepata peternak kokon.
Kedua produsen telur tersebut dari jenis bibitnya, jenis bibit dari Soppeng FI
dan dari Candiroto 301 tidak memiliki perbedaan kualitas, Rumah Sutera membeli
telur ulat berdasarkan dari pengalaman, harga telur dari kedua produsen tersebut
sama yang saat ini senilai Rp130 000 yang setiap box berisi 25 000 sudah
termasuk biaya transportasi. Harga jual kokon ditentukan oleh pemerintah, namun
pihak Rumah Sutera juga dapat menentukan dengan melihat kualitas kokonnya
yaitu dari ketebalan serat kokon dan keras kulit kokonnya. Saat ini harga kokon
dalam satu kg Rp45 000 untuk grade A dan Rp40 000 grade B, biasanya
perubahan kenaikan harga kokon dapat berubah dalam waktu tiga tahun satu kali
dan kenaikan harga biasanya naik Rp1000 sampai dengan Rp2500.
Analisis Kelayakan Usaha Kokon
Kriteria keberhasilan analisis kelayakan usaha produksi kokon yaitu
berdasarkan aspek non finansial dan finansial dan analisis switching value. Aspek
non finansial tersebut antara lain, aspek pemasaran, aspek teknik, lingkungan dan
lain-lain, dan aspek-aspek ini memberi masukan penting kepada aspek finansial
dan ekonomi (Imam Soeharto1998). Analisis kelayakan usaha produksi kokon
pada Rumah Sutera mencakup penetasan bibit telur ulat sutera, pemeliharaan ulat,
dan produksi kokon. Produksi kokon memiliki potensi untuk dijalankan maupun
dikembangkan usahanya, beberapa faktor antara lain yaitu kondisi alam yang
mendukung tingginya permintaan kokon, ketersediaan bahan baku, jenis peralatan
yang digunakan dan sumber daya manusia (tenaga kerja) yang terampil serta
memiliki modal.
32
Sejak tahun 2011 Rumah Sutera tidak melakukan kerjasama dengan petani
plasma atas penyediaan kokon, hal ini berdampak pada minimnya kokon yang
diperoleh Rumah Sutera, sehingga mempengaruhi permintaan kokon yang tidak
terpenuhi. Oleh sebab itu peneliti tertarik melakukan analisis kelayakan usaha
produksi kokon baik secara aspek kelayakan non finansial, aspek finansial dan
analisis switching value, analisis kelayakan ini bertujuan untuk pengukuran
kelayakan usaha produksi kokon sesuai dengan kondisi aktual pada Rumah Sutera
tersebut. Usaha produksi kokon dianalisis selama waktu 13 tahun, penentuan
umur usaha ini dilakukan atas dasar umur ekonomis dari pada peralatan (serifrem)
yang mana merupakan asset terpenting yang digunakan dalam waktu yang
digunakan yang dapat meminimumkan biaya tahunan.
Hasil Analisis Tanpa Pengembangan
Analisis Kelayakan Non Finansial
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kelayakan usaha
produksi kokon pada Rumah Sutera adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen dan hukum, aspek sosial dan lingkungan.
Aspek Pasar
Analisis aspek pasar ini dilakukan untuk melihat apakah berdasarkan
kriteria aspek pasar suatu usaha layak atau tidak. Tujuan utama usaha pada
Rumah Sutera yaitu argowisata, sehingga Rumah Sutera memproduksi kokon
dalam satu bulan dua kali agar setiap hari ada pemeliharaan ulat sutera yang mana
dapat memaksimalkan konsumen yang datang. Produksi kokon setiap tahunnya
konstan, sedangkan permintaan semakin meningkatnya, hal ini merupakan
peluang bagi Rumah Sutera untuk meningkatkan produksi kokonnya, untuk
menanggapi peluang tersebut maka dilakukan analisis aspek pasar. Kriteria
kelayakan aspek pasar yaitu adanya peluang pasar kokon, terkait permintaan dan
penawaran. Rumah Sutera melakukan kontrak dengan produsen telur ulat yaitu
Candiroto dan Soppeng dan apabila penetasan ulat kurang sempurna atau ketika
pemeliharaan dari penentasan hingga pemeliharaan ulat kecil kerusakannya
melebihi 50 persen, maka pihak Rumah Sutera menyampaikan keluhannya kepada
produsen pemasok bibit telur ulat sutera tersebut dengan menggantikan bibit telur
ulat yang baru. Untuk menjaga ketersedian dan kualitas bibit telur pihak Rumah
Sutera melakukan pembelian secara bergantian.
Kokon yang diproduksi Rumah Sutera masih belum maksimal (tanpa
pengembangan). Satu box bibit telur ulat yang berisi 2 500 telur standarnya dapat
menghasilkan 30 kg kokon, apabila dipintal dapat menghasilkan lima kg benang
sutera, dan satu kg benang sutera dapat menghasilkan 10 meter kain sutera.
Analisis tanpa pengembangan, dalam satu bulan rata-rata Rumah Sutera mampu
memproduksi kokon sebanyak tiga box atau sekitar 75 kg kokon setiap bulan,
apabila diolah menghasilkan benang sekitar 13 kg dan kain 130 meter, kapasitas
alat pemintalan benang sutera mampu memintal benang dalam satu bulan sebesar
33
1 560 kg. Rata-rata dalam satu tahun Rumah Sutera mampu memproduksi kokon
sebanyak 852.4 kg sampai 1 200 kg atau setara memelihara telur ulat sebanyak 30
sampai 45 box, diolah menghasilkan benang sutera sebanyak 130 kg. Berdasarkan
informasi dari hasil wawancara, permintaan kokon dalam satu tahun sebesar 1 500
kg, sedangkan untuk benang sutera permintaannya sebesar 250 kg dan kain sutera
dalam satu tahun permintaannya sebesar kg 2 500 meter.
1. Permintaan dan Penawaran
Saat ini permintaan kokon cukup menjanjikan, hal ini karena pola
pikir masyarakat Indonesia masih menganggap serat kokon dapat diolah
menjadi benang sutera yang bermutu tinggi. Produk yang dihasilkan pada
usaha produksi kokon merupakan produk yang sesuai dengan permintaan
pasar dan harga yang ditawarkan masih dapat dijangkau oleh masyarakat.
Sejak tahun 2002 hingga tahun 2004 Rumah Sutera mampu menjual
kokon ke PT. Indojado Sutera Pratama, namun karena PT. Indojado
Sutera Pratama mengalami gulung tikar, namun tahun 2004 Rumah
Sutera tidak lagi memasok kokon, karena Rumah Sutera tidak memiliki
pasar kokon, oleh sebab itu, sejak tahun 2004 Rumah Sutera memiliki
alat pemintalan benang sutera sendiri, sehingga kokon yang diterima
Rumah Sutera dapat langsung di olah Rumah Sutera sendiri.
Peternak yang menjual kokon kepada Rumah Sutera sejak tahun
2003 sekitar berjumlah 40 peternak, namun peternak semakin berkurang
yang memproduksi kokon hingga akhirnya hanya dua peternak yang
bertahan. Tahun 2012 dan sekitar Bulan Juni tidak ada peternak plasma
yang bekerja sama dengan Rumah Sutera, peternak tersebut beralih
pekerjaan ke dagang dan menanam tanaman hortikultura. Kokon yang
diterima oleh Rumah Sutera sejak tahun 2012 hingga saat ini membeli
hanya dari Balai Penelitian dan Pengembangan Sutera alam yang
jumlahnya sekitar 10 kg dan kokon yang dijual ke Rumah Sutera
biasanya selama tiga bulan satu kali. Tidak ada perjanjian penjualan
kokon oleh Balai Persuteraan Alam Bogor karena kokon yang dijual
merupakan kokon hasil penelitian dan juga pasti kokon yang diproduksi
tersebut merupakan grade A. Apabila Rumah Sutera memproduksi kokon
dalam jumlah besar, maka dapat dijual kepada industri benang sutera,
namun hingga saat ini Rumah Sutera masih kekurangan kokon. Peternak
yang memproduksi kokon di Jawa Barat masih kekurangan kokon,
sehingga perternak kokon yang ada di Jawa Barat memproduksi kokon
untuk kebutuhan sendiri.
1) Produk
Produk adalah sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumen, menurut Philip Ketler dalam Kasmir dan
Jakfar (2003) menyatakan bahwa produk adalah sesuatu yang dapat
ditawarkan ke pasar agar mendapatkan perhatian, untuk digunakan
atau dikonsumsi sehingga dapat memenuhi keinginan dan
kebutuhan konsumen. Fokus produk utama yang dianalisis oleh
peneliti pada Rumah Sutera adalah produksi kokon, standarnya satu
box telur menghasilkan 30 kg kokon.
34
2) Harga
Harga kokon berbeda-beda yang sesuai dengan berat kokon,
harga ini ditentukan oleh pemerintah Kabupaten Bogor dan juga
berdasakan pertimbangan dari Rumah Sutera atas dasar
kualitasnya, harga kokon yaitu Rp45 000/kg untuk grade A dan
Rp40 000/kg grade B. Karena kelayakan usaha ini terbatas hanya
pada produksi kokon maka penetapan harga yang dimaksud adalah
terhadap harga produk kokon. Mengingat peluang pasar begitu
terbuka yang mana permintaan kokon begitu besar dibandingkan
dengan penawaran, menyebabkan kelangkaan kokon di pasaran.
3) Promosi
Kegiatan promosi yang dilakukan oleh Rumah Sutera yaitu
melalui media internet, media elektronik, komunikasi masyarakat,
elalui iklan dengan menaruh papan nama yang menjelaskan
terdapatnya Rumah Sutera. Rumah Sutera memiliki situs web yaitu
www.Rumahsuteraalam.com. Media promosi informasi melalui
komunikasi masyarakan atau informasi dari mulut ke mulut,
sehingga dari media tersebut. Semakin berkembang atau banyaknya
pengunjung yang tertarik mengunjungi usaha ini membuat Rumah
Sutera dikunjungi melalui media elektronik yaitu stasiun televisi
swasta (Indosiar, RCTI dan SCTV) dan memberitakan melalui
media cetak yaitu koran dengan tujuan untuk mempromosikan
lebih lanjut usaha produksi kokon dan juga banyak mahasiswa
melakukan praktek tugas akhir maupun penelitian pada usaha
produksi kokon.
4) Distribusi
Keberadaan lokasi yang terletak di pinggir jalan raya
menjadikan lokasi usaha produksi kokon pada Rumah Sutera cukup
strategis. Produk yang dihasilkan oleh Rumah Sutera yaitu kokon
dan dipasarkan pada galeri. Konsumen dapat membeli kokon dapat
memesan terlebih dahulu, kemudian pihak Rumah Sutera langsung
mengantar kokon tersebut, menggunakan transportasi yang dimiliki
Rumah Sutera yaitu mobil. Pesanan bibit telur ulat ditentukan dari
kapasitas ruangan dan peralatan pemeliharaan, dan bibit telur ulat
sutera dipesan.
2. Perkiraan kapasitas produksi kokon
Kapasitas adalah kemampuan pembatas dari unit poduksi untuk
berproduksi dalam waktu tertentu, artinya kapasitas ini diukur dari sisi
input dan output (Umar 2003). Sebelum memproduksi kokon, Rumah
Sutera memperkirakan terlebih dahulu kapasitas yang akan dilakukan
untuk produksi, tentu perkiraan utama yang diperhatikan yaitu
ketersediaan daun murbei yang akan dibeli, jumlah box telur ulat yang
akan dipelihara, kapasitas rak pemeliharaan dan alat serifrem. Kapasitas
produksi kokon yang dilakukan Rumah Sutera yaitu dengan melakukan
penelitian pasar agar dapat diketahui apakah waktu yang akan datang
permintaan pasar tinggi atau berkurang, agar penentuan kapasitas dapat
ditambah atau dikurangi. Kapasitas produkis kokon sebesar 1200
kg/tahun sampai 1500 kg/tahun. Dari penjelasan mengenai aspek pasar
35
tersebut, usaha produksi kokon layak untuk dijalankan, karena
berdasarkan kelayakan aspek pasar Rumah Sutera memiliki potensi
dalam memproduksi kokon.
Aspek Teknis
Analisis aspek teknis pada Rumah Sutera yaitu mencakup lokasi usaha, luas
produksi, proses produksi, dan layout. Berikut penjelasan deskripsi hasil analisis
dari aspek teknis.
1. Lokasi usaha
Penentuan lokasi usaha atas pertimbangan yaitu ketersediaan bahan
baku, letak pasar yang dituju berdekatan, tenaga kerja, dan lokasi usaha
merupakan lokasi yang cocok dilakukan produksi kokon di Kabupaten
Bogor yang berada pada ketinggiaan 40 sampai 800 di atas permukaan
laut dan suhu antara 180C sampai 400C. Penentuaan lokasi usaha
produksi kokon ini atas dasar Rumah Sutera tidak kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan bahan baku diantaranya daun murbei, bibit telur
ulat, pembelian desinfeksi, dan sarana produksi lainnya. Tenaga kerja
yang digunakan Rumah Sutera untuk memproduksi kokon tanpa
pengembangan berjumlah dua orang.
2. Luas produksi
(Kasmir dan Jakfar 2003) Mendefinisikan penentuan luas produksi
berkaitan dengan berberapa jumlah produksi yang dihasilkan dalam
waktu tertentu dengan mempertimbangkan kapasitas teknis dan peralatan
yang dimiliki serta biaya yang digunakan paling efisien. Luas produksi
dapat diukur dari segi ekonomis dan teknis, dari segi ekonomis yaitu
produk yang dihasilkan dengan waktu tertentu dengan biaya yang paling
efisien, dan dari segi teknis yaitu jumlah produk yang dihasilkan atas
dasar kemampuan mesin dan peralatan serta peralatan teknis yang
digunakan.
Luas produksi kokon pada Rumah Sutera tanpa pengembangan
seluas satu hektar, fasilitas-fasilitas pada lingkungan produksi kokon
yakni terdapat sumur untuk membersihkan peralatan dan bangunan,
lahan, rak pemeliharaan, rak penetasan, dan serifrem. Luas produksi
kokon tanpa pengembangan terlihat dari kemampuan Rumah Sutera
dalam satu kali produksi dapat memelihara telur ulat sebanyak dua
sampai tiga box. Peralatan yang digunakan untuk mendukung proses
produksi kokon adalah alat pengokon serifem, thermometer,
wadah/ember, sprayer,dan timbangan. Dokumentasi fasilitas ruang ulat
kecil, ruang ulat besar, rak pemeliharaan ulat dan serifrem terdapat pada
Lampiran 4. Tabel 8 ditunjukkan fasilitas-fasilitas yang terdapat pada
Rumah Sutera ketika memproduksi kokon.
36
Tabel 8 Fasilitas-fasilitas yang terdapat pada Rumah Sutera
1
Ruang ulat kecil
6×7
Tanpa pengembangan
(jumlah)
1
2
Ruang ulat besar
6×10
1
4
Rak pemeliharaan ulat
Galeri
6×1
4×5
5
1
No
5
Fasilitas
Ukuran (p×l)
Sumber: Rumah Sutera 2013
3. Proses Produksi Kokon pada Rumah Sutera
(Soeharto 2003) Menjelaskan bahwa proses produksi adalah teknik
atau metode yang dipakai untuk meningkatkan kegunaan barang atau
jasa, pada saat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
menjanjikan banyak pilihan sekaligus risikonya. Proses produksi kokon
meliputi berbagai aktivitas, diantaranya penetasan telur ulat,
pemeliharaan ulat kecil, pemeliharaan ulat besar dan pengokonan. Jenis
ulat sutera yang dipelihara di Rumah Sutera adalah ulat sutera jenis
Bombyx morri L merupakan hasil persilangan antara ulat dari ras Cina
dan ras Jepang yang diproduksi oleh Soppeng dan Candiroto. Setiap satu
siklus periode produksi kokon memerlukan waktu kira-kira 29 sampai 30
hari, penetasan telur dalam waktu lima hari, pemeliharaan ulat kecil
sepuluh hari, pemeliharaan ulat besar sembilan hari, dan pengokonan
dalam waktu lima hari. Apabila musim penghujan, siklus produksi kokon
menjadi lama kira-kira 35 hari dan apabila musim panas produksi
menjadi lebih cepat dari jadwalnya yaitu 25 sampai dengan 28 hari.
Untuk dapat menjaga kualitas kokon, ketentuan yang ditetapkan biasanya
dalam satu tahun tidak boleh dilakukan produksi kokon lebih dari 10
bulan produksi, dan satu bulan produksi kokon dilakukan dua kali.
Menurut tenaga kerja, semua instar ulat dapat hidup normal pada
suhu maksimum dan minimum antara
sampai
, dan bahkan
dapat bertahan pada suhu setinggi
sampai
. Terdapat lima
tahap pertumbuhan ulat yang dikatakan instar yaitu, instar I dapat
dikatakan sebagai tingkat pengumpulan air, instar II sampai IV sebagai
tingkat penahanan air dan instar V sebagai tahap pelepasan air. Pada
instar I pemeliharaan perlu dilakukan dalam lingkungan lembab dan
diberi pakan daun murbei dengan kandungan air tinggi, namun untuk
instar V lingkungan harus relatif kering dengan ventilasi yang baik (H.
Soekiman Atmosoedarjo et al. 2000). (Anwar 1992 dalam H.
Atmosoedarjo et al. 2000) Menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan
antara penggunaan desinfeksi dan tanpa desinfeksi. Pemberiaan
desinfeksi berpengaruh nyata pada moralitas ulat, baik ulat kecil maupun
ulat besar yaitu bekisar 2.286 hingga 16.571 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa semu jenis desinfektan (kaporit, kapur thor, formalin tablet, asam
benzoate, dan air) cukup efektif untuk mencegah timbulya penyakit pada
ulat sutera. Pola produksi kokon terdapat pada Lampiran 6. Proses
produksi kokon pada Rumah Sutera sebagai berikut.
37
1) Penetasan Telur Ulat
Rumah sutera tidak melakukan pembibitan telur secara
mandiri karena keterbatasan teknologi, sehingga telur dibeli dari
Soppeng, Candiroto, BPA Bilibili, BPA Bogor, dan Cina. Telur
diletakkan diruang inkubasi dengan maksud dilakukan penetasan
dalam suhu dan kelembaban yang sudah diatur, sehingga dapat
menetas pada waktu yang diinginkan. Biasanya telur menetas
setelah lima hari masa inkubasi dengan temperatur
C,
kelembaban ruang inkubasi 75 persen sampai dengan 80 persen.
2) Pemeliharaan Ulat Kecil
Masa pertumbuhan ulat kecil pada Rumah Sutera yaitu 10
hari, pemeliharaan ulat kecil harus hati-hati karena ulat kecil ini
mudah terserang penyakit. Bangunan ruang ulat kecil berukuran
6×7 (P×L) meter yang terletak disamping lahan murbei, pada ruang
ulat kecil terdapat dua rak pemeliharaan dengan tiga tingkat,
terdapat alat inkubasi telur ulat dan juga terdapat ruang
penyimpanan daun murbei serta peralatan. Pemeliharaan ulat kecil
berlangsung pada instar I, II, dan III. Untuk instar I biasanya
selama selama waktu empat hari, instar II dua hari berikutnya dan
instar III selama empat hari.
Pakan serta keadaan lingkungan untuk ulat pada instar I
hingga III sangat berpengaruh terhadap kondisi serta pertumbuhan
ulat. Oleh sebab itu, daun harus berkualitas dan dan cara pemberian
pakan daun murbei yang sudah dirajang. Pemeliharaan ulat kecil
harus berhati-hati karena ulat masih kecil, sehingga ruangan harus
steril. Daya tahan hidup ulat pada saat pemeliharaan dipengaruhi
oleh fakor lingkungan terutama suhu, kelembaban, kecukupan
pakan dan kebersihan atau kondisi lingkungan pemeliharaan steril.
Lingkungan dan cuaca pada saat pemeliharaan ulat sutera harus
benar-benar tenang tidak ada gangguan suara yang bising, sehingga
saat pemeliharaan harus jauh dari keramaian, karena suara yang
bising akan menyebabkan proses pertumbuhan ulat menjadi
terhambat bahkan dapat menyebabkan ulat menjadi sakit. Kondisi
cuaca diperhatikan dengan cara mengukur suhu ruangan, mengatur
udara di dalam ruangan. Kelembapan ruangan yang dibutuhakan
selama pemeliharaan ulat kecil berkisar antara 80 persen sampai
dengan 85 persen. Pada waktu sebagian ulat mulai tidur, tenaga
kerja masih tetap memberi pakan ulat karena masih ada sebagian
ulat yang belum tidur. Pemeliharaan ulat kecil berakhir sampai ulat
masa instar III, pada saat ini harus secepatnya dipindahkan ke
tempat pemeliharaan ulat besar, pemindahan ini sebaiknya
dilakukan pada waktu pagi atau sore hari.
3) Pemeliharaan Ulat Besar
Dalam ruangan rumah ulat besar, terdapat tiga rak bertingkat
yang fungsinya tempat pemeliharaan ulat. Suhu ruangan harus tetap
terjaga agar pemeliharaan ulat besar terjaga, apabila suhu ruangan
terlalu panas maka ulat besar cepat mengokon. Persiapan untuk
pemeliharaan ulat besar cara pembersihan ruang tempat
38
pemeliharaan ulat besar tidak berbeda dengan ulat kecil. Semua alat
di dalam ruangan pemeliharan dikeluarkan dan kemudian
dibersihkan dan dicuci dengan baik. Fase ulat besar mencakup
instar IV dan V, instar IV lebih dekat dengan fase ulat kecil, namun
instar V berat kelenjar ulat lebuh capat bertambah sampai 40 persen
dari jumlah berat tubuhnya, keperluan jumlah pakan pada instar V
sebanyak 90 persen dari jumlah keperluan semua instar ulat.
Pemeliharaan ulat besar membutuhkan daun yang banyak
untuk pertumbuhannya, daun dalam jumlah yang banyak akan
menjamin produksi kokon yang tinggi (Atmosoedarjo et al. 2000).
Sedangkan ketika ulat sudah besar, diberi pakan daun murbei yang
banyak dengan pemberian daun yang berkualiatas maka akan dapat
menjamin hasil kokon yang baik. Pada pemeliharaan ulat besar ini,
ulat tidak tahan terhadap suhu dan kelembaban tinggi serta
peredaran udara yang buruk karena nafsu makan ulat cukup tinggi
dan cairan dalam tubuhnya berkurang. Oleh sebab itu, perlukan
adanya ventilasi yang baik agar suhu badan dapat dinormalkan.
Ventilasi diperlukan untuk membuang uap air dan gas-gas yang
berbahaya dari kotoran ulat.
4) Pengokonan
Tahap pengokonan merupakan tahap terakhir dari produsi
kokon, pengokonan dapat dilakukan ketika rata-rata ulat sudah siap
mengkokon mencapai 80 persen. Tanda-tanda ulat akan mengokon
yaitu nafsu makan berkurang dan perlahan ulat akan berhenti
makan, sudah cukupnya tanggal mengokon, tubuh tampak bening
transparan dan kemudian akan keluar lendir dari mulut. Alat
pengokonan diletakkan di atas ulat yang dilapisi oleh koran
kemudian ulat akan melakukan pengokonan dengan naik ke
serifrem. Ulat sutera alam tersebut akan mengeluarkan lendir atau
cairan sebagai proses awal mengokon, kokon dapat dipanen setelah
enam hari setelah pengokonan ini asumsi bahwa saat kokon terlalu
lama dibiarkan dipanen akan menjadi kupu-kupu selama waktu 12
hari, sehingga tenaga kerja mengambil waktu enam atau tujuh hari
dapat dipanen. Biasanya proses pengokonan akan cepat ketika
musim kemarau yang artinya cuaca panas dan sebaliknya proses
pengokonan alam sedikit lama dari yang diperkirakan saat musim
hujan.
Sebelum panen kokon dilakukan, maka terlebih dahulu kokon
harus diperiksa satu atau dua telur dan kokon tersebut dipotong
kulitnya untuk melihat kondisi pupa, apabila warna pupa sudah
coklat berarti kokon sudah bisa dipanen. Setelah kokon dipanen
selanjutnya dapat dibersihkan dan diseleksi dengan tujuan untuk
memisahkan kokon yang baik, dan kokon yang cacat, karena tidak
pernah Rumah Sutera memprodusi kokon dengan tingkat
keberhasilan 100 persen. Produksi kokon dipengaruhi oleh kegiatan
penetasan telur ulat, pemeliharaan ulat kecil, pemeliharaan ulat
besar, dan pengokonan. Kokon dapat dipanen dan menghasilkan
nilai yang tinggi dengan ketentuan yaitu kokon sehat (tidak cacat),
39
warna kokon bersih putih dan pupa tidak tipis dan bila ditekan
kokon keras. Oleh sebab itu diharapkan tenaga kerja yang sudah
memiliki keterampilan untuk mensortir kokon yang rusak. Kelas
atau grade mutu kokon dibagi menjadi empat kelas yaitu A, B, dan
C dengan menggunakan tiga parameter uji yaitu bobot kokon satu
butir dalam gram, dan Rumah Sutera rata-rata menjual kokon grade
A dan B. Dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini penentuan
kualitas kokon berdasarkan grade yang yang ditentukan oleh
Rumah Sutera.
Tabel 9 Kualitas kokon berdasarkan grade pada Rumah Sutera
Parameter yang diuji
Bobot kokon (g/butir)
Persentase kulit kokon (%)
Kokon cacat (%)
A
> 2.0
≥23.0
≤ 2.0
Kualitas
B
1.7-1.9
20.0-22.9
2.0-5.0
C
1.3-1.6
17.0-19.9
5.1-8.0
Sumber: Rumah Sutera 2013
4. Tata letak (Layout)
Tata letak (Layout) merupakan penentuan keseluruhan bangunanbangunan dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh suatu
perusahaan. Kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi layout
tanpa pengembangan antara lain, adanya konsistensi dengan teknologi
produksi, adanya arus produk dalam proses yang lancar dari proses satu
ke proses yang lain, penggunaan ruang optimal, terdapat kemungkinan
untuk dengan mudah melakukan penyesuaian maupun untuk ekspansi,
dan dapat meminimalisasi biaya produksi dan memberikan jaminan yang
cukup untuk kesalamatan kerja (Nurmalina et al. 2010). Tata letak
(layout) tempat produksi harus memiliki ketepatan penempatan fasilitasfasilitas seperti mesin, letak alat-alat produksi, dan lajur pengangkutan
barang.
Pada Rumah Sutera, rumah pemeliharaan ulat kecil maupun besar
terdapat sekat untuk penyimpanan daun mubei dan penyimpanan
peralatan, sehingga dapat memudahkan pengambilan pakan daun murbei
dan pengambilan peralatan, dan juga bangunan ruang pemeliharaan ulat
kecil berdekatan dengan ruang pemeliharaan ulat besar yang dapat
memudahkan dalam pengangkutan ketika ulat dipindahkan. Layout
produksi kokon pada Rumah Sutera, tanpa pengembangan sudah sesuai
dengan kriteria layout, terlampir pada Lampiran 7. Hasil analisis dari
aspek teknis terkait produksi kokon tanpa pengembangan menyimpulkan
bahwa usaha ini layak untuk dijalankan, dengan pertimbangan bahwa
lokasi usaha, luas produksi, proses produksi, dan layout sesuai dengan
kriteria yang diperlukan sesuai apek teknis.
Aspek Manajemen dan Hukum
Analisis aspek manajemen bertujuan untuk mengetahui apakah dengan
adanya usaha dapat direncanakan, pengorganisasian yang akan digunakan,
40
dilaksanakan, dan dikendalikan sehingga rencanaa suatu usaha dapat dinyatakan
layak maupun tidak layak (Umar 2003). Perencanaan secara langsung ditentukan
oleh pemilik yaitu bapak Tatang ketika menentukan jumlah ulat yang akan
dipelihara untuk menghasilkan kokon dan perencanaan besarnya anggaran
(modal) yang akan digunakan. Penentuan produksi kokon atas dasar ketertarikan
pemilik akan sutera alam yang diketahui bahwa pemeliharaan ulat sutera hingga
menjadi kokon memiliki prospek bisnis yang cukup baik karena permintaan
kokon yang tinggi.
Pengorganisasian pada Rumah Sutera dengan berdasarkan tanpa
pengembangan, pembagian tugas dan tanggung jawab yang masih terjadi
pengalihan kerja apabila ada kekurangan tenaga kerja untuk suatu kegiatan,
sehinga dapat mengambil dari kegiatan lain. Selain terjadi pengalihan tugas, juga
masih kurangnya koordinasi yang baik antara pemilik dengan karyawan maupun
sebaliknya. Pengawasan terhadap setiap kegiatan proses produksi kokon
dilakukan oleh pemilik dan tenaga kerja penyuluh, seperti halnya tenaga kerja
melakukan pensortiran ulat dan kokon, pemberikan pakan (daun murbei)
Pengawasan terhadap setiap kegiatan proses produksi kokon dilakukan oleh
pemilik dan tenaga kerja.
Jumlah tenaga kerja secara keseluruhan pada Rumah Sutera sebanyak 13
orang, peran masing-masing tenaga kerja adalah satu orang dibagian galeri, tiga
orang pekerja di bagian pemintalan, tiga orang bekerja di bagian penenunan, satu
orang bekerja di kebun murbei, satu orang bekerja di bagian ulat kecil dan
penetasan, satu orang dibagian pemeliharaan ulat besar dan pengokonan, satu
orang bagian supir serta satu orang bekerja untuk membersihkan lingkungan.
Tenaga kerja lulusan dari SD dan SMA yang sudah berpengalaman di bagian
produksi kokon, untuk memaksimalkan kinerja kepala bagian aktivitas diberikan
pelatihan agar tanggung jawab kerjaan yang dikerjakan lebih jelas dan tepat.
Tenaga kerja yang melakukan proses produksi kokon tanpa pengembangan
sebanyak dua orang. Rumah Sutera memproduksi usaha agrowisata, produksi
kokon, benang sutera dan kain sutera, usaha produksi kokon dan agrowisata
melibatkan tenaga kerja yang sama. Apabila ada kekurangan atau hambatan dalam
memproduksi kokon, maka setiap tenaga kerja dapat langsung berhubungan
dengan pemilik. Jam hari kerja pada Rumah sutera adalah hari senin sampai sabtu
dan mulai kerja dari jam 07.00 sampai 16.00 dan jam istirahat jam 12.00 sampai
13.00. Pada Gambar 4 berikut ditunjukkan struktur organisasi pada Rumah Sutera.
Pemilik dan bagian keuangan
Bagian pemasaran
(Galery)
Bagian ulat
besar
Bagian ulat kecil
dan penetasan
Gambar 4 Struktur organisasi Rumah Sutera tahun 2013
Sumber: Rumah Sutera, 2013
41
Setiap bagian karyawan memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing,
namun ketika terjadi kondisi salah satu bagian kekurangan karyawan untuk
melakukan tugas, maka dapat menggunakan karyawan dari bagian aktivitas yang
lain. Berikut ini deskripsi tanggung jawab setiap bagian kegiatan pada Rumah
Sutera.
1) Pemilik
Mengawasi dan mengelolah setiap kegiatan usaha
Mengelolah keuangan dan penentukan keputusan
2) Pemasaran (galery)
Melakukan penjualan.
Menjaga hubungan baik dengan pelanggan
Membuat pembukuan penjualan setiap harinya
3) Ruang ulat kecil dan penetasan telur
Menjaga kebersihan ruang ulat kecil
Mengawasi dan memperbaiki peralatan yang digunakan di ruang
ulat kecil
Mengontrol setiap pertumbuhan dan memberi pakan ulat kecil
Melakukan penetasan telur
4) Ruang ulat besar dan pengokonan
Menjaga kebersihan ruang ulat besar
Mengawasi dan memperbaiki peralatan yang digunakan di ruang
ulat besar
Mengontrol setiap pertumbuhan dan memberi pakan ulat besar
Melakukan pemindahan ulat yang akan mengokon
Rumah Sutera ini digolongkan dalam usaha perorangan karena modal usaha
yang digunakan berasal dari satu orang yaitu pemilik perusahaan Bapak Tatang
Ghazali. Pengelolannya dilakukan oleh pemilik sendiri dan keuntungan maupun
kerugian ditanggung oleh Bapak Tatang. Produksi kokon pada Rumah Sutera
belum memiliki bentuk badan hukum usaha karena skala usaha yang masih kecil,
dan dikenakan biaya perizinan sebesar Rp1 500 000. Sudah terdapat surat izin
usaha dibuktikan dengan Rumah Sutera membayar biaya perizinan usaha,
membayar pajak usaha yang ditunjukkan terdapat slip pembayaran pajak usaha,
dan terdapat akte tanah. Kegiatan produksi kokon pada Rumah Sutera
menggunakan modal sendiri atau tidak ada pinjaman, sehingga Rumah Sutera
tidak melakukan pembayaran pinjaman. Analisis aspek manajemen tanpa
pengembangan dinyatakan tidak layak untuk diusahakan karena masih adanya
peralihan pekerjaan. Hasil analisis berdasarkan aspek hukum tanpa pengembangan
dikatakan layak, karena sudah sesuai dengan kriteria kelayakan aspek hukum.
Aspek Sosial dan Lingkungan
Apabila diukur dari aspek sosial secara nasional, masyarakat memproduksi
kokon untuk memperoleh benang sutera yang mana merupakan tradisi di Sulawesi
Selatan karena kain sutera digunakan sebagain kain tradisional. Dalam
menjalankan suatu usaha baik secara langsung maupun tidak langsung akan
mendatangkan dampak bagi lingkungan sosial, dampak tersebut terkait dengan
42
dampak sosial dan lingkungan. Aspek sosial berupaya dalam peningkatan
pendapatan dan perluasan tenaga kerja serta pengaruh lingkungan mengenai
dampak limbah produksi. Diukur dari aspek sosial, usaha produksi kokon pada
Rumah Sutera menguntungkan bagi bisnis-bisnis lain di sekitar seperti
terdapatnya curuk nangka (objek wisata), dan juga dapat membuka lapangan
pekerjaan yang saat ini Rumah Sutera telah melibatkan masyarakat sekitar
sebanyak 13 orang, tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi kokon tanpa
pengembangan sebanyak dua orang, sedangkan dengan pengembangan tenaga
kerja bertambah menjadi tiga orang.
Limbah produksi kokon tidak dampak negatif bagi masyarakat sekitar,
aspek lingkungan yang diperhatikan adalah dengan tidak sembarangan membuang
limbah (baik cair maupun padat) produksi kokon seperti limbah air bekas cucian
peralatan karena mengandung bahan kimia. Usaha produksi kokon pada aspek
sosial dan lingkungan dengan analisis tanpa pengembangan ini dikatakan layak
untuk diusahakan karena tidak menimbulkan dampak kerugian negatif bagi
masyarakat, namun saling menguntungkan bagi Rumah Sutera dengan
masyarakat.
Analisis Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial produksi kokon bertujuan untuk mengetahui
apakah usaha produksi kokon yang akan dijalankan Rumah Sutera dikatakan
layak atau tidak layak. Metode analisis untuk menentukan kelayakkan usaha
produksi kokon berdasarkan kriteria investasi yang dilakukan dengan analisis Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net benefit Cost Ratio (Net
B/C), Payback Period (PP) dan switching value. Untuk menganalisis metode
perhitungan tersebut, maka dilakukan analisis laba rugi dan arus kas agar dapat
mengetahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan. Analisis
arus kas disusun untuk menunjukan perubahan kas selama satu periode tertentu
serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukan
dari mana sumber-sumber kas dan penggunaannya. Untuk melakukan perhitungan
kelayakan finansial, asumsi dasar penelitian analisis aspek finansial tanpa
pengembangan sebagai berikut.
1. Umur bisnis atau usaha produksi kokon pada Rumah Sutera di Kecamatan
Tamansari, Kabupaten Bogor yaitu berdasarkan umur ekonomis dari alat
pengokonan (serifrem), karena merupakan asset yang paling berpengaruh
atau terpenting. Alat pengokonan (serifrem) sebagai variabel yang
dijadikan lamanya umur proyek yaitu umur ekonomis 13 tahun.
2. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama usaha untuk persiapan
pemeliharaan membutuhkan waktu satu tahun dan diasumsikan bahwa
awal investasi berada pada bulan pertama di tahun yang pertama, sehingga
tahun pertama belum menghasilkan keuntungan.
3. Satu tahun Rumah Sutera mempu memproduksi kokon selama 10 bulan,
yang satu bulannya memproduksi kokon dua kali.
4. Kokon dijual kepada petani pengolah kokon (PT. Indojado Sutera
Pratama) dan diolah sendiri.
5. Usaha ini didirikan dengan menggunakan modal sepenuhnya dari pemilik
Rumah Sutera tanpa ada bantuan permodalan dari pihak Bank.
43
6. Penentuan harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga yang
berlaku pada saat penelitian dilakukan dan diasumsikan konstan hingga
umur usaha berakhir yaitu kokon grade A Rp45 000 dan grade B Rp40
000, berdasarkan pengalaman persentasi kira-kira grade A sebesar 91.13
persen dan grade B 8.87 persen.
7. Dalam satu box bibit telur ulat terdapat 25.000 telur ulat dengan harga
Rp130 000 per box dan harga bibit diasumsikan tetap selama umur usaha.
8. Penyusutan barang investasi menggunakan metode garis lurus dan
perhitungan beban penyusutan dilakukan untuk perhitungan laba dan rugi
usaha setiap tahunnya.
9. Perhitungan besarnya pajak penghasilan Pasal 17 Undang-undang Nomor
17 Tahun 2000 tentang tarif umum PPh Wajib Pajak Badan dalam negeri
dan bentuk usaha tetap, pajak penghasilan sebesar 25% setiap tahunnya.
10. Tingkat suku bunga yang digunakan dalam analisis adalah tingkat suku
bunga deposito rata-rata Bank Mandiri pada tahun 2013, yaitu sebesar 6%,
dan ingkat suku bunga diasumsikan konstan selama masa umur usaha.
Perhitungan Harga Pokok Produksi
Budidaya tanaman murbei dilakukan dengan kegiatan pembibitan, persiapan
tanam, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen. Produksi tanaman
murbei merupakan dasar dari persuteraan alam, karena budidaya murbei
menghasilkan daun murbei yang digunakan sabagai pakan ulat sutera. Sehingga
budidaya tanaman murbei harus diperhatikan agar daun murbei yang dihasilkan
optimal dan berkualitas. Analisis kelayakan produksi tanaman murbei dilakukan
untuk mengukur Harga Pokok Produksi (HPP) daun murbei yang terjadi pada
Rumah Sutera. Lahan tanaman murbei dengan luas dua hekar dengan jumlah
tanaman dua hektar sebanyak 2000 batang dan produksi rata-rata sama setiap
tahunnya yaitu sebesar 30 000 kg.
Apabila Rumah Sutera memprodusi daun murbei harganya sebesar Rp622
000/ton dan apabila Rumah Sutera membeli daun murbei dari luar harganya
sebesar Rp650 000/ton. Daun murbei yang diproduksi Rumah Sutera hanya
dimanfaatkan untuk kebutuhan Rumah Sutera sendiri (tidak dijual keluar). Rumah
Sutera membeli daun murbei dari luar karena Rumah Sutera berencana
mengembangkan usaha produksi kokonnya. Dua hektar tanaman murbei dapat
mencukupi pemeliharaan telur ulat sutera sebanyak lima box atau sama dengan 2
500 kg daun setiap bulan, sehingga dalam satu tahun sebesar 25 000 kg. Analisis
arus biaya pada analisis finansial pada produksi tanaman murbei terdiri dari biaya
tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk memproduksi daun
murbei adalah sewa lahan. Biaya sewa lahan untuk dua hektar sebesar Rp6 000
000.
Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah selama proses
pemeliharaan tanaman murbei, biaya variabel bergantung pada banyaknya
produksi murbei yang dihasilkan. Variabel yang dikeluarkan yaitu upah tenaga
kerja, cangkul dan alat stek, alat semprotan, pembelian pestisida, pupuk kandang,
dan pupuk kimia. Tenaga kerja yang digunakan untuk pemeliharaan tanaman
murbei yang meliputi aktivitas pemeliharaan sebanyak dua orang, namun
demikian kedua pekerja tidak bekerja secara bersamaan. Pupuk kimia yang
digunakan yang mengandaung Nitrogen, Fosfas dan Kalium (NPK).
44
Pestisida yang digunanakan adalah roundup, pupuk kandang, dan pupuk
kimia yang digunakan adalah pupuk NPK dan diberi dua kali satu tahun sebanyak
2000 ton/tahun untuk dua hektar. Pestisida diberikan agar tanaman murbei jauh
dari serangan hama dan penyakit, dan pupuk ini diberikan agar kualitas daun
murbei semakin baik dan kuantitasnya lebih banyak. Total biaya variabel untuk
produksi tanaman murbei sebesar Rp15 762 500. Rincian pengeluaran biaya
variabel dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Biaya variabel per tahun produksi tanaman murbei pada Rumah Sutera
No
1
2
3
4
5
Keterangan
Jumlah
Upah tenaga kerja
2
Pestisida
40
Pupuk kimia
2 000
Cangkul dan alat stek
3
Alat semprotan
2
Total biaya variabel
Harga
satuan
(Rp)
737 500
12 500
600
75 000
275 000
Nilai (Rp)
12 900 000
500 000
1 200 000
225 000
550 000
15 375 000
Total
penyusutan
(Rp)
112 500
275 000
387 500
Manfaat yang diterima pada saat memproduksi tanaman murbei berasal dari
penjualan murbei, jumlah produksi pertahun sebesar 30 000/tahun dan
diasumsikan rata-rata satu bulan produksi daun mencapai 30 000 kg. Ada pun
rincian perhitungan biaya tetap dan variabel pada Rumah Sutera sebagai berikut.
Jumlah produksi per tahun
= 35 000 kg
Biaya produksi per tahun
= (biaya tetap dan biaya variabel)
= (Rp6 000 000 + Rp15 762 500)
= Rp21 762 500
Harga pokok produksi
=
= Rp622/kg
Analisis Kelayakan Finansial Tanpa Pengembangan Produksi Kokon
Analisis kelayakan finansial tanpa pengembangan produksi kokon dilakukan
dengan maksud melihat kelayakan usaha produksi kokon dengan kondisi yang
benar-benar terjadi (aktual) pada Rumah Sutera.
Analisis Biaya
Analisis biaya produksi kokon terdiri dari biaya pra investasi, biaya
investasi, dan biaya operasional. Biaya pra investasi adalah biaya yang
dikeluarkan Rumah Sutera sebelum usaha dimulai, biaya pra investasi pada usaha
produksi kokon pada Rumah Sutera adalah biaya yang dikeluarkan untuk
pelatihan teknis produksi kokon yang diikuti oleh pemilik yaitu Bapak Tatang
sebelum memulai usaha dan biaya pengurusan perizinan usaha yang nilainya
sebesar Rp2 000 000, yang dikeluarkan pada saat usaha mulai dilakukan pada
45
tahun pertama. Biaya investasi yang dikeluarkan Rumah Sutera diantaranya
adalah pembangunan kandang pemeliharaan ulat besar, kandang pemeliharaan
ulat kecil, rak pemeliharaan ulat, pembelian serifrem, thermometer, sprayer,
timbangan, dan wadah atau ember. Total biaya investasi produksi kokon di
Rumah Sutera sebesar Rp57 955 667.
Dalam produksi kokon, terdapat beberapa variabel investasi yang termasuk
ke dalam biaya tidak tunai, pada saat biaya tersebut sebenarnya pemilik tidak
mengeluarkan biaya untuk membelinya, namun tetap diperhitungkan sebagai
biaya sebagai opportunity cost, biaya tersebut adalah biaya sewa lahan dan
kendaraan mobil. Kendaraan yang digunakan pada Rumah Sutera adalah mobil
sebagai alat transportasi yang merupakan kepemilikan pribadi digunakan untuk
pengangkutan bibit ulat sutera dan membeli sarana produksi sebesar Rp31 666
667.
Biaya mobil ini digunakan sesuai dengan proporsinya sebesar 33.3 persen,
karena selain digunakan sebagai kegiatan produksi kokon juga digunakan untuk
usaha produksi produksi benang sutera dan produksi kain sutera. Biaya yang
dikeluarkan untuk membangun kandang ulat besar sebesar Rp11 750 000,
kandang ulat kecil sebesar Rp7 850 000 dan rak pemeliharaan ulat mengeluarkan
biaya sebesar Rp1 400 000. Serifrem adalah alat yang digunakan untuk proses ulat
mengokon, alat serifrem terbuat dari karet dengan umur ekonomis selama 15
tahun. Untuk satu box bibit telur ulat yang berisi 25 000 bibit telur ulat biasanya
membutuhkan sebanyak 120 buah, dalam analisis ini memerlukan 360 buah
karena maksimal satu kali produksi pada kelayakan usaha ini adalah memelihara
tiga box telur ulat, biayanya sebesar Rp4 320 000.
Biaya thermometer sebesar Rp100 000, sprayer Rp60 000, dan timbangan
yang digunakan untuk mengukur jumlah kokon yang dihasilkan dengan biaya
sebesar Rp35 000, timbangan digunakan untuk mengukur berat kokon, benang
sutera, dan kain sutera, yang mana proporsinya 33.3 persen. Wadah untuk tempat
daun murbei ketika memberikan daun ke ulat saat pemeliharaan sebesar Rp134
000. Rincian biaya investasi tanpa pengembangan produksi kokon dapat diukur
pada Tabel 11 di bawah ini.
Tabel 11 Biaya investasi tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah
Sutera
No
1
2
3
4
5
6
7
8
10
Keterangan
Kandang (UB)
Kandang (UK)
Rak pemeliharaan
Serifem
Thermometer
Sprayer
Timbangan
Wadah/ember
Mobil
Umur
ekonomis
(tahun)
1
13
1
13
5
13
420
13
2
10
2
5
1
13
4
13
1
15
Total biaya
Jumlah
(buah)
Harga satuan
(Rp)
Biaya
(Rp)
11 750 000 11 750 000
7 850 000 7 850 000
280 000 1 400 000
12 000 5 040 000
50 000
100 000
15 000
30 000
105 000
35 000
33 500
134 000
95 000 000 31 666 667
57 955 667
46
Dalam variabel investasi, ada beberapa variabel yang mengalami reinvestasi
yaitu ketika barang yang diinvestasikan telah habis umur ekonomisnya, dapat
diganti dengan barang baru. Serifrem mengalami reinvestasi sebanyak 100
serifrem sebesar Rp1 500 000, sprayer merupakan alat yang digunakan untuk
menyemprot tubuh ulat dengan menggunakan bahan obat popsol tujuannya dapat
menjaga ketahanan tubuh ulat dan mencegah munculnya penyakit, biaya
pembelian sprayer sebesar sebesar Rp60 000, wadah atau ember di reinvestasi
dengan biaya reinvestasi wadah Rp105 000, dan biaya lampu mengalami
reinvestasi sebesar Rp50 000. Total biaya reinvestasi sebesar Rp1 427 000 yang
dikeluarkan Rumah Sutera. Rincian biaya reinvestasi yang dikeluarkan dapat pada
Tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12 Biaya reinvestasi tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah
Sutera
No
Keterangan
1
2
3
4
5
6
Seriframe
Thermometer
Sprayer
Wadah
Timbangan
Lampu
Jumlah
Umur ekonomis
(buah)
(tahun)
84
13
2
10
2
5
4
13
1
13
2
5
Total biaya reinvestasi
Harga satuan
(Rp)
12 000
50 000
15 000
33 500
105 000
25 000
Total
nilai(Rp)
1 008 000
100 000
30 000
134 000
105 000
50 000
1 427 000
Biaya operasional merupakan keseluruhan biaya-biaya yang dikeluarkan
ketika mengambil keputusan kegiatan produksi, atau keseluruhan biaya yang
berhubungan dengan kegiatan produksi. Biaya operasional dibagi menjadi biaya
tetap dan biaya variabel, biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh
Rumah Sutera agar dapat memproduksi kokon yang tidak dipengaruhi oleh
banyak atau sedikitnya kokon yang dihasilkan. Sedangkan biaya variabel adalah
seluruh biaya yang besarnya dapat berubah sesuai dengan perubahan banyaknya
kokon yang diproduksi. Biaya tetap dalam analisis ini mengenai biaya sarana
produksi yang meliputi upah tenaga kerja luar keluarga, sewa lahan, perawatan
transportasi (mobil), perawatan kandang ulat besar dan ulat kecil, perawatan rak
ulat, air, dan listrik.
Sedangkan biaya variabel berasal dari bibit telur ulat, obat popsol, dan biaya
membeli daun murbei. Pada awal tahun pertama, produksi kokon dilakukan
dengan mempersiapkan pembangunan ruang ulat besar maupun ruang ulat kecil
dan membeli peralatan. Rincian biaya variabel terdapat pada lampiran 8. Modal
pribadi usaha adalah modal yang diperoleh dari pemilik perusahaan dan
keuntungan modal sendiri adalah tidak adanya beban biaya bunga seperti modal
pinjaman (Kasmir dan Jakfar 2003). Sewa lahan merupakan komponen biaya
diperhitungkan bagi Rumah Sutera, namun Rumah Sutera menggarap lahan
sendiri (pemilik lahan) dengan luas 0.5 ha, sehingga biaya sewa lahan 0.5 ha
sebesar Rp1 500 000/tahun atas dasar harga tanah dilingkungan usaha.
47
Upah tenaga kerja sebesar Rp11 900 000, perawatan mobil sebesar Rp130
000, yang mana biayanya seain dari produksi kokon juga dari produksi benang
sutera dan kain sutera. Perawatan kandang ulat besar sebesar Rp225 000 dan
kandang ulat kecil sebesar Rp155 000, perawatan rak ulat Rp134 000, biaya
pembelian kaporit dan kapur sebesar Rp90 000, dan penggunaan listrik dan air
adalah Rp872 000. Total biaya tetap produksi kokon sebesar Rp15 006 000,
besarnya biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahunnya ditunjukkan pada Tabel 13
berikut.
Tabel 13 Biaya tetap produksi kokon tanpa pengembangan produksi kokon pada
Rumah Sutera
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Keterangan
Satuan
Sewa lahan
Hektar
Upah tenaga kerja
Orang
Perawatan mobil
Unit
Perawatan kandang UB
Unit
Perawatan kandang UK
Unit
Perawatan rak ulat
Unit
Kaporit dan kapur
Kg
Air + listrik
Meter
Total biaya variabel
Biaya per bulan
(Rp)
537 500
33 000
30 000
20 000
31 500
9 000
115 500
Total Biaya
per tahun (Rp)
1 500 000
11 900 000
130 000
225 000
155 000
134 000
90 000
872 000
15 006 000
Biaya variabel merupakan biaya yang besar nilainya dapat berubah ketika
terjadi perubahan produksi kokon. Komponen yang termasuk biaya variabel
adalah biaya pembelian bibit telur ulat dalam satu box Rp130 000, popsol Rp30
000, dan daun murbei hasil produksi Rumah Sutera sendiri seharga Rp622
000/ton. Biaya pembelian bibit telur ulat sutera dan popsol dilakukan berdasarkan
akan pengalaman yang dialami Rumah Sutera, waktu pemesanan bibit telur ulat
biasanya maksimal sepuluh hari sebelum ulat menetas dan popsol dibeli dalam
satu karung dapat digunakan selama satu tahun. Pada tahun pertama dilakukan
pembangunan ruang ulat kecil, ruang ulat besar, rak pemeliharaan ulat, membeli
bahan baku, dan membeli peralatan yang dibutuhkan, tahun pertama ini tidak
dilakukan pemeliharaan ulat atau tidak memproduksi kokon. Kokon yang
diproduksi belum optimal, hal ini dikarenakan ketersediaan pakan yang terbatas
dan juga pemeliharaan tanaman murbei yang kurang baik. Rincian pengeluaran
biaya variabel setiap tahunnya ditunjukkan pada Lampiran 8.
Analisis Manfaat
Analisis manfaat usaha produksi kokon pada Rumah Sutera yaitu total
produksi kokon yang dihitung berdasarkan penerimaan selama 13 tahun periode
produksi. Penurunan harga kokon jarang terjadi dan harga kokon menurun apabila
petani yang mengolah kokon berkurang. Harga kokon ditentukan berdasarkan
grade yaitu grade A Rp45 000 dan B Rp40 000. Produksi kokon setiap tahun
berbeda-beda dan juga dijual sesuai grade nya, diasumsikan persentasi untuk
grade A yaitu 90 persen dan grade B sebesar 10 persen. Produksi kokon pada
tahun ke-2 hingga tahun ke-9 sebesar 1050 kg, tahun ke-10 sebesar 562.7 kg, ke-
48
11 sebesar 852.4, ke-12 sebesar 1050 kg, dan tahun ke-13 sebesar 1200 kg. Total
penerimaan penjualan kokon dapat diukur pada Tabel 14 di bawah berikut ini.
Tabel 14 Proyeksi penerimaan penjualan kokon tanpa pengembangan pada
Rumah Sutera
Grade A
Tahun total produksi harga jual
(kg)
(Rp)
1
2
945
45 000
3
945
45 000
4
945
45 000
5
945
45 000
6
945
45 000
7
945
45 000
8
945
45 000
9
945
45 000
10
506.43
45 000
11
767.16
45 000
12
945
45 000
13
1080
45 000
Grade B
total produksi harga jual
(kg)
(Rp)
105
40 000
105
40 000
105
40 000
105
40 000
105
40 000
105
40 000
105
40 000
105
40 000
56.27
40 000
85.24
40 000
105
40 000
120
40 000
Total
Penjualan
kokon (Rp)
46 725 000
46 725 000
46 725 000
46 725 000
46 725 000
46 725 000
46 725 000
46 725 000
25 040 150
37 931 800
46 784 525
53 400 000
Pada tahun pertama belum dapat menghasilkan kokon karena tahun pertama
masih dilakukan persiapan usaha, tahun ke dua hingga tahun ke-9 sudah optimal,
namun pada tahun ke-10 terjadi penurunan produksinya disebakan dari telur
terserang virus febrin dan berhentinya peternak plasma bekerjasama dengan
Rumah Sutera, tahun ke-12 produksi naik kembali, dan tahun ke-13 produksi naik.
Penurunan penerimaan produksi kokon karena petani pemeliharaan tanaman
murbei yang berhenti bekerjasama dengan Rumah Sutera (plasma), dan memilih
beralih pekerjaan usaha lain seperti menanam tanaman hortikultura dan pedagang
terjadi dari tahun 2011 dan juga disebabkan dari menurunnya kualitas daun
murbei yang dihasilkan Rumah Sutera. Pemeliharaan telur ulat berkurang
disebabkan pakan (daun murbei) yang terbatas dan juga kualitas daun murbei
menurun. Manfaat yang diperoleh Rumah Sutera tidak diperoleh dari penjualan
kokon saja, tetapi juga dari nilai sisa barang yang sudah habis umur usaha dan
masih bisa dijual. Nilai sisa diperoleh dari biaya investasi yang terdapat hingga
akhir umur proyek, terdapat beberapa variabel investasi yang memiliki nilai sisa
di akhir umur ekonomis dan di akhir umur proyek, sebagaimana terlihat pada
Tabel 15 di bawah ini. Nilai sisa yang terdapat pada usaha produksi kokon
tersebut menjadi tambahan manfaat bagi Rumah Sutera. Penentuaan nilai sisa oleh
Rumah Sutera dengan memperkirakan apabila peralatan masih dapat dijual pada
saat habis umur usaha.
Pada usaha produksi kokon, terdapat peralatan yang tahun terakhir atau
tahun ke-13 belum habis umur ekonomisya yaitu bangunan Rumah ulat besar
(UB) dan ulat kecil (UK), rak pemeliharaan, serifrem, wadah atau ember, dan
mobil. Total nilai sisa pada tahun terakhir yang diperoleh Rumah Sutera sebesar
Rp5 810 566 dan total penyusutan yang dikeluarkan setiap investasi, besarnya
49
penyusutan dalam satu tahun adalah Rp3 738 191, cara menghitung nilai
penyusutan yaitu harga beli dikurangi nilai sisa kemudian dibagikan dengan umur
ekonomis produk.
Tabel 15 Total nilai sisa dan penyusutan biaya investasi tanpa pengembangan
produksi kokon
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Umur teknis
(tahun)
Kandang UB
13
Kandang UK
13
Rak pemeliharaan
13
Serifrem
13
Sprayer
5
Thermometer
10
Wadah/ ember
13
Timbangan
13
Mobil
15
Total
Investasi
Nilai beli
(Rp)
11 750 000
7 850 000
1 400 000
5 040 000
60 000
100 000
134 000
105 000
31 666 667
Nilai sisa
(Rp)
1 175 000
785 000
140 000
504 000
6 000
10 000
13 400
10 500
3 166 666
5 810 566
Penyusutan
(Rp)
813 461
543 461
96 000
348 923
10 800
9 000
9 277
7 269
1 900 000
3 738 191
Hasil Analisis Finansial Tanpa Pengembangan Produksi Kokon
Hasil Perhitungan analisis finansial usaha tanpa pengembangan dan dengan
pengembangan apabila Rumah Sutera memproduksi daun murbei sebagai pakan
ulat sutera, produksi kokon di Rumah Sutera yaitu berdasarkan kriteria NPV, Net
B/C, IRR, dan Payback Periode (PP). Hasil analisis finansial produksi kokon
dapat ditunjukkan pada Tabel 16 berikut ini.
Tabel 16 Hasil analisis aspek finansial tanpa pengembangan
Kriteria
Net Present Value (Rp)
Net B/C
Internal Rate of Return (%)
Payback Period (tahun)
Apabila memproduksi daun murbei
29 137 225.8
1.54
14%
6 tahun 7 bulan
Berdasarkan Tabel 17 diatas, hasil analisis aspek kedua analisis tersebut
memiliki keuntungan masing-masing, yang mana analisis ini Rumah Sutera
memproduksi daun murbei sendiri biayanya sebesar Rp622 000/ton. Tambahan
manfaat yang diterima selama umur usaha yaitu 13 tahun dengan tingkat diskonto
6 persen, yaitu ketika Rumah Sutera memproduksi daun murbei sendiri sebesar
Rp29 137 225.8. Nilai net B/C analisis tersebut layak (Net B/C>1), ditunjukkan
dengan diperoleh nilai sebesar 1.54 yang artinya setiap Rp 1 biaya yang
dikeluarkan oleh Rumah Sutera untuk produksi kokon akan memperoleh manfaat
bersih sebesar Rp1.54. Hasil perhitungan nilai IRR ini layak (IRR>6 persen),
nilainya yaitu 14 persen artinya tepat Rumah Sutera menginvestasikan modal
yang dimiliki untuk usaha produksi kokon apabila dibandingkan dengan
mendepositokan modalnya di lembaga perbankan (Bank Mandiri 6 persen). Nilai
50
payback period atau yang disebut dengan waktu pengembalian investasi yaitu
selama 6 tahun 7 bulan, hal ini menunjukkan bahwa usaha produksi kokon pada
Rumah Sutera ini layak karena waktu pengembalian investasi tercapai sebelum
umur usaha berakhir. Terlampir pada Lampiran 9 dan 10.
Analisis Switching value Tanpa Pengembangan Produksi Kokon
Analisis switching value dilakukan untuk mengukur sejauh mana suatu
usaha dikatakan dapat dijalankan apabila terjadi perubahan variabel atau
mengetahui sejauh mana batas maksimum perubahan yang dapat ditoleransi.
Perubahan yang masih dapat ditoleransi yaitu penurunan jumlah produksi dan
kenaikan biaya daun murbei. perubahan masih dapat ditoleransi ketika NPV sama
dengan nol, net B/C sama dengan satu dan IRR sama dengan discount factor (df)
yang digunakan. Hasil analisis switching value yang masih dapat ditoleransi
terhadap perubahan penurunan produksi kokon tanpa pengembangan sebesar 3.86
persen. Penurunan produksi ini mengakibatkan menurunnya penerimaan Rumah
Sutera pada tahun ke dua dan ke-9, tahun ke-10, dan tahun ke-11, tahun ke-12
sampai ke-13, analisis switching value tersedia pada Lampiran 11. Petani yang
menjual daun murbei semakin sedikit meyebabkan harga daun murbei meningkat.
Persentase perubahan maksimal output yang dapat ditolerir oleh Rumah Sutera
pada kenaikan harga daun murbei tanpa pengembangan sebesar 35.11 persen,
tersedia pada Lampiran 12.
Hasil Analisis dengan Pengembangan
Analisis Kelayakan Non Finansial
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kelayakan usaha
produksi pada Rumah Sutera adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen
dan hukum, aspek sosial dan lingkungan.
Aspek Pasar
Analisis aspek pasar ini dilakukan untuk melihat apakah berdasarkan
kriteria aspek pasar ini layak atau tidak. Kriteria kelayakan aspek pasar yaitu
adanya peluang pasar kokon, terkait permintaan dan penawara dan perkiraan
kapasitas produksi kokon. Produksi kokon yang semakin menurun sedangkan
semakin meningkatnya permintaan terhadap kokon, hal ini merupakan peluang
bagi Rumah Sutera untuk dapat mengembangkan usaha produksi kokon agar
dapat memenuhi permintaan. Untuk menanggapi peluang tersebut maka Rumah
Sutera berencana melakukan pengembangan usaha produksi kokonnya. Analisis
dengan pengembangan produksi kokon dilakukan karena, semakin tingginya
permintaan akan kokon oleh industri benang sutera, sehingga Rumah Sutera
melakukan penambahan pemeliharaan ulat yang dapat meningkatkan produksi
kokon. Rencana pengembangan usaha diasumsikan dalam satu tahun Rumah
Sutera memproduksi kokon sebanyak 4 200 sampai 4 800 kg, sedangkan
berdasarkan wawancara dengan pihak Rumah Sutera, permintaan kokon dalam
satu tahun sebesar 1 500 kg dan setiap tahun peningkatan meningkat, oleh sebab
itu Rumah Sutera mampu memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat.
51
1. Permintaan dan Penawaran
Saat ini permintaan kokon cukup menjanjikan, hal ini karena pola
pikir masyarakat Indonesia masih menganggap serat kokon dapat diolah
menjadi benang sutera yang bermutu tinggi. Produk yang dihasilkan pada
usaha produksi kokon merupakan produk yang sesuai dengan permintaan
pasar dan harga yang ditawarkan masih dapat dijangkau oleh masyarakat.
Analisis aspek pasar berdasarkan pengembangan dilakukan karena
tingginya permintaan sedangkan penawaran masih belum mencukupi
permintaan. Analisis dengan pengembangan membuat kokon yang
diproduksi cukup besar, sehingga dapat dijual kepada industri benang
sutera (dapat memenuhi permintaan).
1) Produk
Fokus produk yang dianalisis oleh peneliti pada Rumah
Sutera adalah produksi kokon, standarnya satu box telur
menghasilkan 30 kg kokon. Kokon yang diproduksi untuk
dipasarkan memiliki ciri khusus yaitu grade A dan B.
2) Harga
Harga kokon yang ditetapkan Rumah Sutera rata-rata setiap
tahunnya tidak mengalami kenaikan dan penurunan, saat ini Rumah
Sutera menjual kokon dengan harga untuk grade A Rp45 000 dan
grade B Rp40 000.
3) Promosi
Kegiatan promosi yang dilakukan oleh Rumah Sutera yaitu
melalui media internet, media elektronik, komunikasi masyarakat
dengan menaruh iklan papan nama yang menjelaskan terdapatnya
Rumah Sutera. Rumah Sutera memiliki situs web yaitu
www.Rumahsuteraalam.com.
4) Distribusi
Keberadaan lokasi yang terletak di pinggir jalan raya
menjadikan lokasi usaha produksi kokon pada Rumah Sutera cukup
strategis. Produk yang dihasilkan oleh Rumah Sutera yaitu kokon
dan dipasarkan pada galeri. Konsumen dapat membeli kokon dapat
memesan terlebih dahulu, kemudian pihak Rumah Sutera langsung
mengantar kokon tersebut, menggunakan transportasi yang dimiliki
Rumah Sutera yaitu mobil.
2. Perkiraan kapasitas produksi kokon
(Soeharto 2003) dalam menentukan besarnya kapasitas dapat
diukur dari jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek dengan
memperhitungkan perubahan produksi, seperti akibat fluktuasi
permintaan pasar, ketersediaan bahan (musiman), dan lain-lain,
sedangkan jangka panjang berhubungan dengan tingkat perkiraan
produksi jangka panjang. Sebelum memproduksi kokon, Rumah Sutera
memperkirakan terlebih dahulu kapasitas yang akan dilakukan untuk
produksi, tentu perkiraan utama yang diperhatikan yaitu ketersediaan
daun murbei yang akan dibeli, jumlah box telur ulat yang akan dipelihara,
kapasitas rak pemeliharaan dan alat serifrem. Upaya Rumah Sutera untuk
rencana pengembangan skala usaha yang akan dilakukan dengan
52
meningkatkan pemeliharaan jumlah box bibit telur ulat,karena semakin
meningkatnya permintaan terhadap kokon yang diproduksi, peningkatan
kapasitas produksi kokon diasumsikan 4 200 sampai 4 800 kg/tahun. Dari
penjelasan mengenai aspek pasar tersebut, usaha produksi kokon layak
untuk dijalankan, karena berdasarkan kelayakan aspek pasar Rumah
Sutera memiliki potensi dalam memproduksi kokon.
Aspek Teknis
Analisis aspek teknis pada Rumah Sutera yaitu mencakup lokasi usaha, luas
produksi, proses produksi, dan layout. Berikut penjelasan deskripsi hasil analisis
dengan pengembangan dari aspek teknis.
1. Lokasi usaha
Rumah Sutera yang dimiliki oleh Bapak Tatang Ghazali berlokasi
di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi usaha atas
pertimbangan yaitu ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju
berdekatan, tenaga kerja, dan lokasi yang cocok dilakukan produksi
kokon. Lokasi usaha cukup strategis, karena lokasi usaha ini berdekatan
dengan pelanggan yaitu petani pemintalan benang dan industri kain
sutera yang berada di Sukabumi dan Cianjur, dan juga lokasi usaha
Rumah Sutera berdekatan dengan tempat wisata lain yang dapat
menguntungkan satu sama lain. Lokasi usaha pada Rumah Sutera tidak
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan bahan baku diantaranya daun
murbei, bibit telur ulat, pembelian desinfeksi, dan sarana produksi
lainnya. Tenaga kerja yang digunakan Rumah Sutera untuk memproduksi
kokon berjumlah tiga orang.
2. Luas produksi
(Kasmir dan Jakfar 2003) Mendefinisikan penentuan luas
produksi berkaitan dengan berberapa jumlah produksi yang dihasilkan
dalam waktu tertentu dengan mempertimbangkan kapasitas teknis dan
peralatan yang dimiliki serta biaya yang digunakan paling efisien. Luas
produksi kokon pada Rumah Sutera dengan pengembangan seluas satu
hektar, fasilitas-fasilitas pada lingkungan produksi kokon yakni terdapat
sumur untuk membersihkan peralatan dan bangunan, lahan, rak
pemeliharaan, rak penetasan, dan serifrem. Luas produksi kokon dengan
pengembangan, luas lahan produksi bertambah menjadi dua hektar
dengan menambah pemeliharaan ulat sutera 14 sampai 16 box. Tabel 17
ditunjukkan fasilitas-fasilitas yang terdapat pada Rumah Sutera ketika
memproduksi kokon dengan pengembangan.
Tabel 17 Fasilitas-fasilitas yang terdapat pada Rumah Sutera
No
Fasilitas
Ukuran (p×l)
Dengan pengembangan
(jumlah)
1
Ruang ulat kecil
6×7
2
2
4
Ruang ulat besar
6×10
2
Rak pemeliharaan ulat
6×1
10
5
Galeri
4×5
1
Sumber: Rumah Sutera 2013
53
3. Proses produksi kokon
Proses produksi kokon dengan pengembangan sama dengan
kondisi tanpa pengembangan.
4. Tata Letak (Layout)
Tata letak (layout) tempat produksi harus memiliki ketepatan
penempatan fasilitas-fasilitas seperti mesin, letak alat-alat produksi, dan
lajur pengangkutan barang. Pada Rumah Sutera, kandang pemeliharaan
ulat kecil maupun besar terdapat sekat untuk penyimpanan daun mubei
dan penyimpanan peralatan, sehingga dapat memudahkan pengambilan
pakan daun murbei dan pengambilan peralatan, dan juga bangunan ruang
pemeliharaan ulat kecil berdekatan dengan ruang pemeliharaan ulat besar
yang dapat memudahkan dalam pengangkutan ketika ulat dipindahkan.
Tata letak (Layout) produksi kokon pada Rumah Sutera dengan
pengembangan sudah sesuai dengan kriteria layout, terlampir pada
Lampiran 13. Hasil analisis dari aspek teknis terkait produksi kokon
dengan pengembangan menyimpulkan bahwa usaha ini layak untuk
dijalankan, dengan pertimbangan bahwa lokasi usaha, luas produksi,
proses produksi, dan layout sesuai dengan kriteria yang diperlukan sesuai
aspek teknis.
Aspek Manajemen dan Hukum
Jumlah tenaga kerja dengan pengembangan sebanyak tiga orang, setiap
bagian karyawan memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, yang mana
dua orang untuk kegiatan pemeliharaan ulat kecil dan satu orang untuk
pemeliharaan ulat besar. Rumah Sutera ini digolongkan dalam usaha perorangan
karena modal usaha yang digunakan berasal dari satu orang yaitu pemilik
perusahaan Bapak Tatang Ghazali. Rumah Sutera sudah mendapatkan izin usaha
dibuktikan dengan Rumah Sutera membayar biaya perizinan usaha, membayar
pajak usaha yang ditunjukkan terdapat slip pembayaran pajak usaha, dan terdapat
akte tanah. Analisis aspek manajemen dengan pengembangan dinyatakan layak
karena sudah tepatnya manajemen yang dijalankan dan aspek hukum layak
dijalankan karena sudah sesuai dengan kriteria kelayakan aspek hukum.
Aspek Sosial dan Lingkungan
Analisis berdasarkan aspek sosial pada Rumah Sutera ini layak dijalankan
ditujukkan Rumah Sutera mempu membuka lapangan pekerjaan yang mana saat
ini Rumah Sutera telah melibatkan masyarakat sekitar sebanyak 13 orang, tenaga
kerja yang digunakan untuk memproduksi kokon dengan pengembangan tenaga
kerja bertambah menjadi tiga orang. Limbah produksi kokon tidak dampak negatif
bagi masyarakat sekitar. Usaha produksi kokon pada aspek sosial dan lingkungan
dengan analisis dengan pengembangan produksi dikatakan layak untuk
diusahakan karena tidak menimbulkan dampak kerugian negatif bagi masyarakat,
namun saling menguntungkan bagi Rumah Sutera dengan masyarakat.
Berdasarkan kriteria aspek sosial dan lingkungan, Rumah Sutera mampu
memenuhi kriteria tersebut sehingga usaha ini layak.
54
Analisis Kelayakan Finansial dengan Pengembangan Produksi Kokon
Analisis Kelayakan Finansial
Rencana pengembangan usaha produksi kokon terletak di lokasi usaha yang
sama dengan usaha produksi tanpa pengembangan. Metode analisis untuk
menentukan kelayakkan usaha produksi kokon menggunakan kriteria investasi
yaitu analisis Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net benefit
Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP) dan switching value. Untuk
melakukan perhitungan kelayakan finansial terkait rencana pengembangan usaha
produksi kokon asumsi dasar penelitian adalah sebagai berikut.
1. Umur bisnis atau usaha produksi kokon pada Rumah Sutera di
Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor yaitu berdasarkan umur
ekonomis dari alat pengokonan (serifrem), karena merupakan asset yang
paling berpengaruh atau terpenting. Alat pengokonan (serifrem) sebagai
variabel yang dijadikan lamanya umur proyek yaitu umur ekonomis 13
tahun.
2. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama usaha untuk persiapan
pemeliharaan, membutuhkan waktu satu tahun, dan diasumsikan bahwa
awal investasi berada pada bulan pertama di tahun yang pertama,
sehingga tahun pertama belum menghasilkan keuntungan.
3. Satu tahun Rumah Sutera mempu memproduksi kokon selama 10 bulan,
yang satu bulannya memproduksi kokon dua kali. Kokon dijual kepada
petani pengolah kokon (PT. Indojado Sutera Pratama) dan diolah sendiri.
4. Usaha ini didirikan dengan menggunakan modal sepenuhnya dari pemilik
Rumah Sutera tanpa ada bantuan permodalan dari pihak Bank.
5. Penentuan harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga yang
berlaku pada saat penelitian dilakukan dan diasumsikan konstan hingga
umur usaha berakhir yaitu kokon grade A Rp45 000 dan grade Rp40
000.
6. Dalam satu box bibit telur ulat terdapat 25.000 telur ulat dengan harga
Rp130 000 per box dan harga bibit diasumsikan tetap selama umur usaha.
7. Penyusutan barang investasi menggunakan metode garis lurus dan
perhitungan beban penyusutan dilakukan untuk perhitungan laba dan rugi
usaha setiap tahunnya.
8. Perhitungan besarnya pajak penghasilan Pasal 17 Undang-undang Nomor
17 Tahun 2000 tentang tarif umum PPh Wajib Pajak Badan dalam negeri
dan bentuk usaha tetap, pajak penghasilan sebesar 25% setiap tahunnya.
9. Tingkat suku bunga yang digunakan dalam analisis adalah tingkat suku
bunga deposito rata-rata Bank Mandiri pada tahun 2013, yaitu sebesar 6
persen. Tingkat suku bunga diasumsikan konstan selama masa umur
usaha.
Analisis kelayakan dengan pengembangan produksi kokon merupakan
analisis rencana pengembangan usaha produksi kokon dilakukan dengan
menambah kapasitas telur ulat yang dipelihara dengan tetap menggunakan input
yang sama. Pengembangan usahanya dengan asumsikan dapat memelihara telur
55
ulat sebanyak 14 hingga 16 box dalam satu bulan. Rencana pengembangan usaha
ini atas dasar kemauan pemilik agar mampu memenuhi permintaan kokon di Jawa
Barat khususnya Kabupaten Bogor. Rumah Sutera dapat memproduksi kokon
pada analisis tanpa pengembangan salah satunya dipengaruhi dari ketersediaan
daun murbei yang diproduksi Rumah Sutera dan juga input-input, yang mana
produksi daun belum optimal dan juga penggunaan input-input belum optimal
sehingga produksi kokon belum optimal, hal ini menyebabkan RUmah Sutera
belum mempu memenuhi permintaan konsumen. Namun pada analisis dengan
pengembangan, produksi sudah optimal dan juga input-input dapat digunakan
secara optimal dan juga diasumsikan Rumah Sutera membeli daun murbei dari
luar atau petani penyedia daun murbei agar kokon yang diproduksi optimal dan
dapat memenuhi permintaan konsumen.
Analisis Biaya
Analisis arus biaya pada analisis finansial dengan pengembangan produksi
kokon terdiri dari biaya pra investasi, investasi, dan biaya operasional. Biaya pra
investasi yang dikeluarkan sama dengan biaya pra investasi pada tanpa
pengembangan produksi kokon yaitu untuk biaya pelatihan dan perizinan
membangun usaha yang besarnya Rp1 500 000. Biaya investasi dengan
pengembangan produksi kokon sama dengan investasi tanpa pengembangan
produksi kokon, perbedaanya terdapat pada penambahan luas lahan menjadi satu
hektar. Rumah pemeliharaan ulat besar bertambah dua dan kecil bertambah satu,
biayanya menjadi Rp35 250 000 dan kandang ulat kecil bertambah satu, sehingga
biayanya sebesar Rp15 700 000. Rak pemeliharaan ulat sutera juga bertambah
biayanya sebesar Rp3 640 000, serifem menjadi 1 920 buah sehingga biayanya
menjadi Rp23 040 000. Timbangan biaya investasinya Rp210 000, thermometer
biayanya Rp250 000, sprayer Rp150 000, wadah sebagai tempat pakan murbei
bertambah menjadi 10 buah dengan biaya Rp335 000, dan mobil sebesar Rp31
666 667. Besarnya biaya investasi dengan pengembangan produksi kokon
bertambah menjadi Rp110 026 607. Biaya investasi yang dikeluarkan dengan
pengembangan produksi kokon dapat ditunjukkan pada Tabel 18 berikut ini.
Tabel 18 Biaya Investasi dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah
Sutera tahun 2014
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Umur
Keterangan
ekonomis
(tahun)
Kandang (UB)
3
13
Kandang (UK)
2
13
Rak pemeliharaan
13
13
Serifem
1 920
13
Timbangan
2
13
Thermometer
5
10
Sprayer
5
5
Wadah/ember
10
13
Mobil
1
15
Total biaya investasi
Jumlah
(buah)
Harga satuan
(Rp)
11 750 000
7 850 000
280 000
12 000
35 000
50 000
15 000
33 500
95 000 000
Biaya
(Rp)
35 250 000
15 700 000
3 640 000
23 040 000
70 000
250 000
75 000
335 000
31 666 667
110 026 667
56
Kapasitas bangunan ruang pemeliharaan ulat besar sebanyak enam box dan
kapasitas bangunan ruang pemeliharaan ulat sutera kecil mampu menampung ulat
delapan box, rencana pengembangan usaha dengan memelihara telur ulat
kapasitasnya sebanyak 14 sampai 16 box, sehingga perlu membangun kandang
pemeliharaan ulat besar, kecil dan rak pemeliharaan ulat. Penggunaan setiap biaya
yang dikeluarkan untuk biaya reinvestasi sedikit berbeda dengan penggunaanya
pada tanpa pengembangan produksi kokon. Biaya reinvestasi tersebut adalah,
serifrem, thermometer, sprayer, wadah, dan timbangan. Total biaya reinvestasi
sebesar Rp5 478 000, rincian biaya reinvestasi ditunjukkan pada Tabel 19 berikut
ini.
Tabel 19 Biaya reinvestasi dengan pengembangan produksi kokon pada Rumah
Sutera tahun 2014
No
1
2
3
4
5
Umur
ekonomis
(tahun)
Serifrem
384
13
Thermometer
5
10
Sprayer
5
5
Wadah/ember
10
13
Timbangan
2
13
Total biaya reinvestasi
Keterangan
Jumlah
(buah)
Harga
satuan (Rp)
12 000
50 000
15 000
33 500
35 000
Total Nilai
(Rp)
4 608 000
250 000
75 000
335 000
210 000
5 478 000
Biaya berikutnya yang dihitung adalah biaya operasional, biaya operasional
dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Analisis ini dengan rencana
pengembangan usaha dengan menambah pemeliharaan telur ulat sutera. Biaya
tetap dengan pengembangan usaha yaitu sewa lahan, upah tenaga kerja, parawatan
transportasi (mobil), perawatan kandang ulat besar, perawatan kandang ulat kecil,
perawatan rak pemeliharaan, dan listrik dan air. Besarnya biaya tetap yang
dikeluarkan per tahun Rp60 455 400 ditunjukkan pada Tabel 20 di bawah ini.
Tabel 20 Biaya tetap per tahun dengan pengembangan produksi kokon pada
Rumah Sutera tahun 2014
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Keterangan
Jumlah
Satuan
Sewa lahan
0.5
Hektar
Upah tenaga kerja
3
Orang
Perawatan mobil
1
Unit
Perawatan kandang UB
3
Unit
Perawatan kandang UK
2
Unit
Perawatan rak ulat
13
Unit
Kapur dan kaporit
150
Kg
Air + listrik
Meter
Total biaya tetap
Biaya per
bulan (Rp)
1 487 500
80 000
90 000
40 000
45 100
1 800
203 000
Nilai (Rp)
1 500 000
53 550 000
130 000
675 000
310 000
348 400
270 000
2 436 000
60 455 400
57
Biaya variabel yang dikeluarkan dengan pengembangan produksi kokon
terdiri dari biaya pembelian bibit telur ulat sutera, biaya pembelian popsol, dan
biaya pembelian daun murbei. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit telur
ulat sutera satu box Rp130 000, popsol Rp30 000 dimana Rumah Sutera membeli
daun murbei dari luar Rumah Sutera membeli dengan harga Rp650 000/ton.
Perubahan biaya daun murbei mempengaruhi perubahan biaya variebel, rincian
pengeluaran biaya variabel setiap tahunnya ditunjukan pada Lampiran 14.
Analisis Manfaat
Manfaat yang diterima pada pengembangan produksi kokon berasal dari
penerimaan penjualan kokon dan nilai sisa barang investasi. Analisis manfaat
berdasarkan penerimaan selama 13 tahun periode produksi dengan rata-rata satu
box dapat menghasilkan kokon sebanyak 30 kg dan harga kokon diasumsikan
sebesar Rp45 000 untuk grade A dan Rp40 000 grade B. Produksi kokon setiap
tahun berbeda-beda dan juga dijual sesuai grade nya, diasumsikan persentasi
untuk grade A yaitu 90 persen dan grade B sebesar 10 persen. Satu bulan dapat
memproduksi kokon dua kali, yang mana pada tahun pertama Rumah Sutera
belum memproduksi kokon, sehingga produksi kokon dimulai dari tahun kedua.
Tahun kedua Rumah Sutera memelihara telur ulat sebanyak 140 box bibit telur
ulat dengan memperoleh kokon sebanyak 4 200 kg. Tahun ketiga hingga tahun
terakhir Rumah Sutera memelihara telur ulat sebanyak 160 box, kemudian
dikalikan 30 kg kokon sehingga kokon yang dihasilkan sebanyak 4 800 kg.
Besarnya penerimaan penjualan kokon setiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel
21.
Tabel 21 Proyeksi penerimaan penjualan dengan pengembangan produksi kokon
pada Rumah Sutera
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Grade A
Total
Harga
produksi (kg)
(Rp)
3 780
45 000
4 320
45 000
4 320
45 000
4 320
45 000
4 320
45 000
4 320
45 000
4 320
45 000
4 320
45 000
4 320
45 000
4 320
45 000
4 320
45 000
4 320
45 000
Grade B
Total
harga
produksi (kg)
(Rp)
420
40 000
480
40 000
480
40 000
480
40 000
480
40 000
480
40 000
480
40 000
480
40 000
480
40 000
480
40 000
480
40 000
480
40 000
Penerimaan
kokon
186 900 000
213 600 000
213 600 000
213 600 000
213 600 000
213 600 000
213 600 000
213 600 000
213 600 000
213 600 000
213 600 000
213 600 000
Manfaat lain yang diterima selain penerimaan dari penjualan kokon juga
diterima dari nilai sisa diperoleh dari barang-barang investasi yang masih
memiliki nilai jual ketika berakhirnya umur proyek yang disebut nilai sisa. Nilai
58
sisa diperoleh dari biaya investasi yang masih memiliki nilai hingga akhir umur
proyek. Terdapat beberapa variabel investasi yang memiliki nilai sisa di akhir
umur usaha yaitu kandang ulat besar, kandang ulat kecil, rak pemeliharaan ulat,
serifrem, timbangan, wadah, dan transportasi. Total nilai sisa sebesar Rp11 066
166 dan penyusutan Rp36 295 608, dapat dilihat pada Tabel 22 di bawah ini.
Tabel 22 Total nilai sisa dan penyusutan biaya investasi dengan pengembangan
produksi kokon pada Rumah Sutera
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Investasi
Kandang UB
Kandang UK
Rak
pemeliharaan
Serifrem
Thermometer
Sprayer
Wadah
Timbangan
Mobil
Umur teknis
(tahun)
13
13
13
Nilai beli
(Rp)
35 250 000
15 700 000
Nilai sisa
(Rp)
3 525 000
1 570 000
3 640 000
364 000
252 000
13
10
5
13
13
13
23 040 000
250 000
75 000
335 000
70 000
31 666 667
2 304 000
33 500
7 000
3 166 666
11 066 166
1 595 076
25 000
30 000
30 115
14 538
31 455 555
36 929 591
Total
Penyusutan
2 440 384
1 086 923
Hasil Analisis Aspek Finansial Dengan Pengembangan
Hasil perhitungan analisis finansial dengan pengembangan produksi kokon
yaitu ketika Rumah Sutera membeli daun murbei sebagai pakan ulat sutera, kokon
menggunakan kriteria nilai NPV, net B/C, IRR, dan Payback Period (PP). Hasil
analisis finansial dengan pengembangan produksi kokon ditunjukkan pada Tabel
23.
Tabel 23 Hasil analisis aspek finansial dengan pengembangan produksi kokon jika
membeli daun
Kriteria
Net Present Value (Rp)
Net B/C
Internal Rate of Return (%)
Payback Period (tahun)
Dengan pengembangan
364 063 503.3
3.52
40%
3 tahun 10 bulan
Berdasarkan Tabel 23 hasil analisis dengan pengembangan produksi kokon,
nilai Net Present Value dikatakan layak untuk dijalankan karena nilainya lebih
besar dari nol (NPV>0) yaitu sebesar Rp364 063 503.3. Artinya tambahan
manfaat bersih yang diterima selama umur proyek yaitu 13 tahun pada tingkat
diskonto yang berlaku (6 persen) sebesar Rp364 063 503.3. Berdasarkan hasil
analisis nilai net B/C, analisis ini menghasilkan nilai yang lebih besar dari 1 (net
B/C>1) yaitu sebesar 3.52. Artinya adalah setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan
selama umur usaha yaitu 13 tahun dengan tingkat diskonto 6 persen,
59
menghasilkan manfaat sebesar Rp3.52, analisis switching value tersedia pada
Lampiran 15 dan 16.
Berdasarkan hasil analisis IRR sebesar 40 persen, yang mana nilai IRR ini
jauh lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku sebesar 6 persen. Artinya
pemilik tepat menginvestasikan modal yang dimiliki untuk usaha produksi kokon,
jika dibandingkan dengan mendepositokan modalnya di lembaga perbankan. Nilai
payback periode atau waktu pengembalian investasi yaitu jika memproduksi daun
murbei selama 3 tahun 10 bulan. Berdasarkan hasil analisis usaha produksi kokon
tanpa pengembangan ini layak untuk dijalankan karena waktu pengembalian
investasi kurang dari umur usaha yaitu 13 tahun.
Analisisis Switching value dengan Pengembangan Produksi Kokon
Analisis switching value menunjukkan bahwa secara aspek finansial usaha
produksi kokon akan tetap dapat mencapai keuntungan, namun jika terjadi
perubahan variabel diantaranya yaitu penurunan jumlah produksi dan kenaikkan
harga jual daun murbei, dapat mempengaruhi nilai NPV, Net B/C, IRR, dan PP.
Persentasi batas kepekaan yang masih dapat diterima Rumah Sutera terhadap
penurunan jumlah produksi sebesar 19.19 persen. Batas perubahan yang masih
dapat ditoleransi Rumah Sutera terhadap perubahan peningkatan harga jual daun
murbei ketika Rumah Sutera memproduksi daun yaitu sebesar 88.08 persen. Hasil
analisis switching value tersedia pada Lampiran 15 dan 16. Apabila perubahan
penurunan produksi kokon dan kenaikan biaya daun murbei tidak melebihi
persentase perubahan atau tidak melebihi batas toleransi maka dikatakan layak
untuk dijalankan
Analisis Perbandingan tanpa Pengembangan dan dengan Pengembangan
Analisis perbandingan tanpa pengembangan dan dengan pengembangan
produksi kokon, dilakukan mengukur kelayakan dengan metode Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net benefit Cost Ratio (Net B/C),
dan Payback Periode (PP), dan melakukan analisis switching value. Hasil
analisisnya dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24 Perbandingan analisis tanpa pengembangan dan dengan pengembangan
apabila memproduksi daun murbei
Uraian
Net Present Value (NPV)
Net benefit Cost Ratio (Net B/C)
Internal Rate of Return (IRR)
Payback Periode (PP)
Switching Value (penurunan produksi
kokon)
Switching Value (kenaikan harga daun
murbei)
Tanpa
Dengan
pengembangan
pengembangan
29 466 304
364 063 503.3
1.55
3.52
14%
40%
6 tahun 7 bulan 3 tahun 10 bulan
3.86
19.15
35.11
88.08
60
Tabel 24 di atas menunjukkan bahwa kedua analisis tersebut memiliki
keuntungan yang dijalankan masing-masing, yang mana nilai NPV ketika
memproduksi kokon tanpa pengembangan memperoleh tambahan menfaat sebesar
Rp29 466 304, namun keuntungan yang diperoleh ketika memproduksi kokon
dengan pengembangan produksi kokon jauh lebih besar dari pada tanpa
pengembangan produksi kokon yaitu sebesar Rp364 063 503.3. Perhitungan nilai
net B/C untuk kedua analisis produksi kokon tersebut menunjukkan layak untuk
dilaksanakan atau dijalankan, ditunjukkan dengan perolehan nilai lebih besar dari
1 (net B/C>1). Hasil analisis nilai net B/C, yang merupakan manfaat yang paling
besar yaitu pada kondisi dengan pengembangan.
Perhitungan IRR untuk kedua usaha produksi tersebut dinyatakan layak
karena memiliki hasil perhitungan nilai IRR lebih besar dari discount factor yang
nilainya sebesar 6 persen, masing-masing nilai sebesar 14 persen dan 40 persen,
sehingga nilai yang lebih menguntungkan yaitu dengan pengembangan.
Perhitungan kriteria waktu pengembalian investasi yang disebut dengan payback
periode terhadap produksi kokon tanpa pengembangan selama 6 tahun 7 bulan,
sedangkan produksi kokon dengan pengembangan waktu pengembalian investasi
3 tahun 10 bulan. Hasil perhitungan payback periode menunjukkan bahwa dengan
pengembangan produksi kokon lebih menguntungkan karena tingkat
pengembalian investasi lebih cepat dari pada tanpa pengembangan produksi
kokon. Oleh sebab itu, jika dibandingkan tanpa pengembangan dan dengan
pengembangan, lebih baik mengusahakan produksi kokon dengan pengembangan
karena waktu pengembalian modal lebih cepat.
Pada Tabel 24 di atas, batas toleransi penurunan jumlah produksi kokon
sebesar 3.86 persen dan kenaikan harga daun murbei 35.11 sebesar persen.
Sedangkan dengan pengembangan batas toleransi sebesar 19.15 persen dan
kenaikan harga daun murbei sebesar 88.08 persen. Persentase perubahan terhadap
parameter tersebut merupakan persentase maksimal yang dapat ditolerir oleh
Rumah Sutera ketika memproduksi kokon. Apabila persentase penurunan julah
produksi dan kenaikan harga daun murbei lebih besar dari persentase yang
ditolerir, maka kegiatan usaha produksi kokon tidak layak untuk dijalankan.
Nilai NPV, Net B/C, IRR, dan PP tanpa pengembangan lebih kecil dari pada
dengan pengembangan karena pada kondisi tanpa pengembangan, produksi belum
optimal yang disebabkan dari berhentinya petani palasma yang bekerjasama dan
juga telur ulat yang dipeihara terserang virus febrin. Oleh sebab itu keuntungan
yang diperoleh sangat kecil. Pada perbandingan analisis tanpa pengembangan dan
pengembangan, lebih baik mengembangkan usaha produksi kokon dengan
pengembangan, risikonya apabila membeli yaitu Rumah Sutera perlu
memperhatikan jumlah dan kontinuitas ketersediaan daun murbeinya. Sumber
daun murbei sebaiknya tidak jauh dari Rumah Sutera, apabila lokasi petani
penyedia daun murbei jauh dapat menyebabkan daun murbei kering dan layu
sahingga kandungan dalam daun berkurang (ulat tidak tumbuh baik).
61
NPV
364 063 503.3
29 137 225
IRR
IRR
DR
i= 6%
14%
40%
Gambar 5 Hubungan NPV dan IRR tanpa pengembangan dan dengan
pengembangan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan dari kelayakan usaha produksi kokonbaik tanpa pengembangan
dan dengan pengembangan pada Rumah Sutera milik Bapak Tatang yaitu
berdasarkan hasil analisis aspek non finansial yang terdiri dari analisis aspek
pasar, aspek teknis, serta aspek sosial dan lingkungan, dan aspek manajemen dan
aspek hukum. Aspek pasar baik tanpa pengembangan dan dengan pengembangan,
layak untuk dijalankan karena adanya potensi pasar dengan penjualan kokon yang
dipasarkan. Analisis dari aspek teknis (tanpa pengembangan dan dengan
pengembangan) menyimpulkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan dengan
pertimbangan bahwa lokasi usaha, luas produksi, proses produksi, dan layout
sesuai dengan kriteria yang diperlukan dari apek teknis. Analisis aspek sosial dan
lingkungan (tanpa pengembangan dan dengan pengembangan) usaha ini tidak
memberikan dampak negatif kepada lingkungan masyarakat usaha produksi
kokon pada Rumah Sutera, sehingga layak untuk dijalankan.
Berdasarkan aspek hukun (tanpa pengembangan dan dengan
pengembangan) layak untuk dijalankan karena usaha produksi kokon pada Rumah
Sutera sudah memenuhi kriteria aspek hukum dan peraturan yang berlaku di
wilayah usaha produksi kokon. Namun berdasakan aspek manajemen usaha ini
tidak layak untuk dijalankan karena pembagian tugas dan tanggung jawab yang
tidak jelas yang mana kesulitan memberikan koordinasi dan pengontrolan antara
pemilik dan tenaga kerja maupun sebaliknya, namun ketika kondisi dengan
pengembangan dikatakan layak karena dengan rencana sudah dilakukan perbaikan
terhadap manajemennya. Berdasarkan analisis aspek kelayakan finansial usaha
produksi kokon tanpa pengembangan dan dengan pengembangan produksi kokon
layak untuk dijalankan, karena nilai NPV lebih besar dari nol, net B/C lebih besar
dari satu, IRR lebih besar dari tingkat diskonto 6 persen dan payback periode (PP)
atau tingkat pengembalian modal kurang dari umur usaha selama 13 tahun.
Hasil analisis kelayakan finansial apabila dibandingkan lebih baik
menjalankan dan mengembangkan usaha produksi kokon dengan pengembangan,
62
karena lebih menguntungan dari pada usaha produksi kokon tanpa pengembangan
produksi kokon. Batas toleransi perubahan maksimum agar produksi kokon layak
terhadap penurunan jumlah produksi kokon jika Rumah Sutera memproduksi
kokon (tanpa pengembangan dan dengan pengembangan sebesar 3.86 persen dan
19.19 persen, sedangkan batas toleransi kelayakan dari kenaikan harga jual daun
murbei sebesar 35.11 persen dan 88.08 persen.
Saran
Saran dari peneliti untuk aspek manajamen jika tanpa pengembangan,
sebaiknya terdapat koordinasi yang tepat antara pemilik dengan tenaga kerja
maupun sebaliknya dan sebaiknya setiap tenaga kerja bertanggung jawab atas
kegiatannya masing-masing agar tidak terjadi pengalihan tenaga kerja, agara
berdasarkan aspek manajeman usaha produksi kokon dikatakan layak untuk
dijalankan. Rumah Sutera dalam menjalankan usaha produksi kokonnya
sebaiknya memperhatikan perubahan penurunan produksi kokonnya dan
kanaikkan harga jual daun murbei. Penurunan produksi sebaiknya tidak melebihi
batas penurunan produksi kokon dan kenaikan harga jual daun murbei tersebut
agar usaha pada Rumah Sutera layak untuk dijalankan.
Rumah Sutera lebih baik mengembangkan produksi kokon dengan
pengembangan, namun perlu memperhatikan ketersediaan dan kontinuitas daun
murbei yang dibeli, agar produksi kokon dapat berjalan baik, karena keberhasilan
produksi kokon ditentukan dari pakan (daun murbei). Untuk penelitian
selanjutnya, sebaiknya dilakukan analisis kelayakan usaha peternakan ulat sutera
tidak hanya sampai usaha menghasilkan kokon saja, tetapi dapat menganalisis
kelayakan usaha pemintalan benang sutera dan penenunan kain sutera. Dengan
demikian dapat dibandingkan pengelolaan usaha dalam kondisi mana yang paling
menguntungkan bagi pelaku usaha baik dari analisis non finansial maupun
finansial dan dengan mengantisipasi ketersediaan daun murbei. Sebaiknya Rumah
Sutera lebih memperluas lahan tanaman murbei, sehingga berpengaruh positif
terhadap bertambahnya kokon yang diproduksi.
Melihat prospek dan peluang usaha produksi kokon yang menjanjikan,
karena kebutuhan kokon yang terus meningkat, maka usaha produksi kokon ini
harus mendapat perhatian penuh oleh pemerintah. Pemerintah sebaiknya
melakukan penyuluhan kepada peternak-peternak ulat sutera (produksi kokon)
dan memberikan pengarahan-pengarahan mengenai teknis produksi kokon agar
peternak semakin mahir dan menguasai teknis pembudidayaannya, sehingga dapat
memberikan hasil yang maksimal. Pemerintah juga bisa memberikan penyuluhan
dan pendidikan mengenai budidaya ulat sutera kepada yang bukan merupakan
peternak ulat sutera agar berani mencoba membudidayakan ulat sutera, mengingat
prospek pembudidayaan ulat sutera yang cukup baik. Dengan begitu, diharapkan
kebutuhan nasional akan kokon dapat terpenuhi Untuk penelitian selanjutnya
sebaiknya dilakukananalisis kelayakan usaha produksi yang tidak hanya sampai
usaha menghasilkan kokon saja, tetapi dapat ditambah dengan melakukan
pemintalan benang sutera dan penenunan kain sutera, serta menganalisis nilai
tambah yang diperoleh dari kokon menjadi benang sutera maupun dari benang
sutera ke kain sutera.
63
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1996. Dalam Ali D, Ashari A. Rencana Proyek Pengembangan Persutera
Alam Suawesi Selatan. Balai Persuteraan Alam Sulawesi Selatan. Ujung
Pandang.
Balai Persutera Alam. 2011. Perkembangan budidaya ulat sutera alam di
Indonesia tahun 2006-2012). Balai Persutera Alam Rimba Ciomas 2006-2012.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Luas lahan pohon murbei untuk sutera
berdasarkan provinsi pada periode 2001-2007 (dalam hektar).
Statistikkehutanan Indonesia: BPS Indonesia.
Betyana BR Sembiring, Cattley R, Fannnysyah R 2011. Kajian Lingkungan
Bisnis Budidaya da Pengolahan Ulat Sutera Alam, Ciapus, Bogor, Jawa Barat
[Tugas Akhir]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Gittinger J. 2008. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Penerjemah Slamet
Utomo dan Komel Mangiri. Universitas Indonesia-Press. Jakarta.
Kasmir dan Jakfar. 2010. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Ke dua. Jakarta (ID):
Kencana.
Kementrian Pertanian. 2012. Statistik peternakan dan kesehatan hewan tentang
Produk domestik bruto lapangan usaha pertanian tahun 2007-2012 (atas dasar
harga berlaku). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kementerian Pertanian RI.
Kotler, keller.2007.Manajemen Pemasaran Jilid 1.Jakarta (ID):PT. Indeks
Mimit. 2011. Manajemen Agribisnis. Universits Brawijaya Press (UB Press).
Nasution I (2011) Analisis Kelayakan Finansial Usaha Sapi Perah Cv Cisarua
Integrated Farming Kabupaten Bogor, Jawa Barat [Skripsi] Bogor: akultas
Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nurlela A. 2006. Analisis kelayakan finansial dan ekonomi usaha pemintalan dan
penenunan sutera alam di Koppus Sabilulung, Kecamatan Sukaresik,
Kabupaten Tasikmalaya [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor (ID):
Departemen Agribisnis FEM-IPB. Bogor.
Pradana M. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus
Pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rachmina D, Burhanuddin. 2009. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi.
Departemen Agribisnis. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Rumah Sutera. 2011-2013. Data Produksi Budidaya Ulat Sutera Pada Rumah
Sutera 2001-2013.
Saputra E. 2011. Analisis Kelayakan Investasi Peternakan Ayam Broiler Pada
Kondisi Risiko (Studi Kasus: Peternakan Rakyat Milik Bapak Marhaya,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
64
Saragih. 2010. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis
Pertanian. P.T. Penerbit IPB Press. Bogor
Soeharto I. 1998. Manajemen Proyek. Edisi ke dua. Jakarta. Erlangga.
Umar H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Ke tiga. Jakarta (ID): PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Widagdho D. 2008. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit
Project, Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat [Skripsi] Bogor: Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor Program Studi Manajemen Agribisnis.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yusup M. 2009. Optimalisasi Produksi Kain Tenun Sutera Pada CV Batu Gede
Di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
65
LAMPIRAN
Lampiran 1 Volume ekspor dan impor produksi sutera alam di Indonesia
2012
Komoditi
Timor Leste
Amerika Serikat
Switzerland
Denmark
Cina
Jepang
Hongkong
Korea
Taiwan
Cina
Singapore
India
Australia
Amerika Latin
Chile
Jeran
Malaysia
Sri Lanka
Inggris
Volume
Impor (ton)
29
18
14 271
53
237 470
21 416
86
211
516
1
4
Volume
Ekspor (ton)
495
400
70
56
-
Sumber: Kementerian Pertanian 2013 (diolah)
-
2013
Volume
Volume
Impor (ton) Ekspor (ton)
1 181
3
1
2
2
4 647
5
227 947
12 682
13
148
191
70
1
-
66
Lampiran 2 Pembinaan dan pengembangan persuteraan alam nasional dengan
pendekatan klaster
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PERSUTERAAN ALAM
NASIONAL DENGAN PENDEKATAN KLASTER
Dalam rangka meningkatkan daya saing dan menjadikan Indonesia negara
produsen sutera, maka dalam pelaksanaannya perlu koordinasi, integrasi dan
komitmen bersama secara berkesinambungan antara Departemen Kehutanan,
Departemen Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah dalam pembinaan dan pengembangan persuteraan alam nasional.
Untuk maksud tersebut diatas telah diterbitkan Peraturan Bersama Menteri
Kehutanan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah Nomor: P.47/Menhut-II/2006; Nomor: 29/M-IND/PER/6/2006;
dan Nomor: 07/PER/M.KUKM/VI/2006 tentang Pembinaan dan Pengembangan
Persuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster. Beberapa hal yang perlu
diketahui para pelaku usaha persuteraan alam yang tertuang dalam Peraturan
Bersama diatas antara lain:
1. Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan dilakukan pada :
a. Sentra produksi persuteraan alam.
b. Daerah potensial dan kawasan hutan negara.
c. Kelompok tani, koperasi, usaha lecil, usaha menengah di bidang
persuteraan alam
2. Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan dilakukan dengan pendekatan
klaster, melalui :
a. Bantuan infrastruktur ekonomi, teknologi dan sarana produksi.
b. Perkuatan kelembagaan dan usaha persuteraan alam serta jaringan
kerjsa usaha pihak-pihak yang berkepentingan.
3. Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan Persuteraan Alam Nasional
dililakukan secara terkoordinasi dengan melibatkan instansi terkait,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan pihak-pihak terkait
lainnya.
4. Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan Alam Nasional mengacu
kepada Rencana Induk Pengembangan Persuteraan Alam Nasional.
Adapun Rencana Induk Pengembangan Persuteraan Alam Nasional (20062010) adalah sebagai berikut:
a. Potensi perkembangan Persuteraan Alam Nasional dari tingkat
hulu hingga ke tingkat hilir :

Kokon berasal dari ulat sutera. Bibit ulat sutera berupa telur
ulat sutera yang pada saat ini diproduksi dan dikembangkan
oleh Perum Perhutani yang berlokasi di Candiroto Jawa
Tengah dan Soppeng Sulawesl Selatan dengan produksi
sebanyak 25.000 box s per tahun. Petani sutera sebanyak
hampir 10.000 orang dengan luas tanaman murbei hampir
10.000 ha dan produksi kokon mendekati 1.000 ton.
67

Industri pemintalan sutera sampai saat ini sebanyak 4.463
unit usaha dengan daerah penghasil utama terdapat di
daerah Sulawesi Selatan dan Jawa Barat. Tenaga kerja yang
terserap sebanyak 7.796 orang dengan nilai produksi
sebesar Rp. 19,5 milyar dan benang sutera yang dihasilkan
sekitar 78 ton per tahun. Produksi ini masih di bawah
kapasitas produksi terpasang industri benang samping
diekspor ke Jepang, Italia, Perancis dan Amerika Serikat.
b. Prospek Pengembangan Persuteraan Alam Indonesia

Persuteraan Alam Indonesia merupakan kelompok agroindustri yang sangat potensial sutera sekitar 400 ton.
 Industri Pertenunan Sutera pada saat ini terdapat 46.257
unit usaha yang mempekerjakan 148.022 tenaga kerja
dengan nilai produksi sebesar Rp 309 miliar. Sentra utama
yang memproduksi kain sutera terdapat di Sulawesi Selatan
dan daerah lain yang memproduksi adalah Jawa Barat,
Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
 Promosi dan pemasaran produk sutera telah berjalan sesuai
mekanisme pasar. Secara tradisional sudah terbentuk
jaringan distribusi pemasaran. Permintaan kain sutera oleh
industri pembatikan sekitar 1 juta meter atau setara 200 ton
benang sutera per bulan, permintaan kain sutera untuk
industri gaun pengantin, interior, garmen dan produk jadi
lainnya di dalam negeri cukup besar, di untuk
dikembangkan karena memiliki berbagai keunggulan antara
lain : geografis alam Indonesia sangat mendukung untuk
menghasilkan murbei dan kokon yang baik dalam jumlah
besar; produk sutera memiliki nilai ekonomi tinggi dan
banyak digemari di dalam negeri dan luar negeri;
persuteraan alam dapat dikelola masyarakat pedesaan
secara luas; permintaan pasar produk sutera baik domestik
maupun ekspor cenderung meningkat.
 Persuteraan Alam Indonesia diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang berarti dalam perekonomian nasional. Hal
ini akan terwujud apabila pengembangan persuteraan alam
nosional dikelola dengan cermat dan konsepsional oleh
instansi pembina dan para stakeholders.
c. Sasaran pengembangan persuteraan alam nasional pada tahun 2010
terdiri dari sasaran pengembangan produk sutera hulu dan produk
sutera hilir.

Sasaran pengembangan produk sutera hulu untuk
memproduksi kokon sebanyak 5.000 ton diperlukan
ketersediaan lahan untuk tanaman murbei seluas 12.250 ha
melalui rehabilitasi tanaman yang sudah ada maupun
penanaman baru dan diharapkan mampu mempekerjakan
petani sebanyak 13.235 KK.
68

Sasaran pengembangan produk sutera hilir yang mencakup
produksi benang sutera sebanyak 625 ton, kebutuhan
benang sutera 900 ton, kain sutera sebanyak 44 juta meter,
tenaga kerja yang terserap sebanyak 235.868 orang dan
nilai impor benang sutera 275 ton dan ekspor produk sutera
sebesar US $ 15.087.
Direktur Bina Perhutanan Sosial,
ttd.
Ir. Billy Hindra, MSc.
NIP. 710001261
Sumber: Direktorat Bina Perhutanan Sosial, Ditjen RLPS
69
Lampiran 3 Hasil-hasil kegiatan persutera alam di Indonesia tahun 2010-2011
No
Provinsi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkul
Lampung
Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara timur
klimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi selatan
Sulawesi tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Tanaman
murbei (ha)
18
8
25
608
273
19
32
12
97
245
45
625
5
52
-
Bibit telur
(box)
4
9
8
266
1,514
1
Sumber: Kementerian Pertanian 2013 (diolah)
4
9
1
2
4,568
34
3
2010
Produksi
kokon (kg)
167
247
172
6,290
36,680
23
115
237
23
20
116,431
1
89
2011
Benang
sutera (ton)
0.20
0.03
0.02
0.77
0.50
0.03
Tanaman
murbei (ha)
8
-
Bibit telur
(box)
4
4
2
138
9,932
2
0.01
0.03
0.00
15.00
0.13
0.01
6
109
-
5
1
14
2,250
24
-
Produksi
kokon (kg)
176
109
49
3,881
61,651
67
643
34
311
78,930
724
-
Benang
sutera (ton)
22.00
14.00
5.30
569.00
3,756.00
8.40
79.44
3.80
38.90
9,994.00
82.44
-
70
Lampiran 4 Dokumentasi penelitian
Ruang ulat kecil
Rak penetasan telur
Lahan tanaman murbei
Ruang ulat besar
Alat serifreme
Kokon
71
Lampiran 5 Layout tanpa pengembangan produksi kokon pada Rumah Sutera (lahan
0.5 ha)
Gerbang
Masuk Rumah
Sutera
Rumah Sutera
Rumah Pemilik dan Usaha Agrowisata
Produksi Benang dan Kain Sutera
sumur
Rumah Ulat
Kecil dan
Penetasan
Rumah
Ulat Besar
0.5 ha
Sumber: Rumah Sutera (2013)
Lahan murbei
2 ha
72
Lampiran 6 Layout dengan pengembangan produksi kokon ada Rumah Sutera
(lahan 1 ha)
Gerbang
Masuk
Rumah
Sutera
Rumah
Sutera
Rumah Pemilik dan Agrowisata
Produksi Benang dan Kain Sutera
Sumur
Rumah
Ulat Kecil
dan
Penetasan
Rumah
Ulat Besar
Rumah Ulat
Besar
0.5 ha
Rumah Ulat
Kecil dan
Penetasan
Sumber: Kajian lingkungan bisnis Betty, Catley, Fanny 2011
Lahan murbei
2 ha
0.5 ha
73
74
Lampiran 7 Pola produksi kokon pada Rumah Sutera
Uraian
Penetasan telur
Pemeliharaan ulat kecil
Pemeliharaan ulat besar
Pengokonan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
12
13
14
15
16
17
18
Keterangan:
Penetasan ulat, apabila pentasan belum seragam lakukan hingga keesokan hari
Instar I, ulat diletakkan dialas kertas parafin
Instar II, ulat diletakkan dialas koran
Instar III, ulat diletakkan dialas koran
Instar IV, ulat diletakkan dialas koran
Instar V, ulat diletakkan dialas koran
Ulat mengeluarkan kelenjar menjadi kokon
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
75
Lampiran 8 Biaya variabel tanpa pengembangan produksi kokon
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Jumlah (box)
35
35
35
35
35
35
35
35
19
28.5
35
40
Bibit telur ulat
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
- 130 000
4 550 000
130 000
4 550 000
130 000
4 550 000
130 000
4 550 000
130 000
4 550 000
130 000
4 550 000
130 000
4 550 000
130 000
4 550 000
130 000
2 470 000
130 000
3 705 000
130 000
4 550 000
130 000
5 200 000
Biaya variabel
Obat-obatan (popsol)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
35
30 000
1 050 000
35
30 000
1 050 000
35
30 000
1 050 000
35
30 000
1 050 000
35
30 000
1 050 000
35
30 000
1 050 000
35
30 000
1 050 000
35
30 000
1 050 000
19
30 000
570 000
28.5
30 000
855 000
35
30 000
1 050 000
40
30 000
1 200 000
Jumlah (ton)
17.5
17.5
17.5
17.5
17.5
17.5
17.5
17.5
9.5
17.5
14.25
20
Daun murbei
Harga (Rp)
622 000
622 000
622 000
622 000
622 000
622 000
622 000
622 000
622 000
622 000
622 000
622 000
Nilai (Rp)
10 885 000
10 885 000
10 885 000
10 885 000
10 885 000
10 885 000
10 885 000
10 885 000
5 909 000
10 885 000
8 863 500
12 440 000
76
Lampiran 9 Laba rugi tanpa pengembangan produksi kokon
Uraian
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Penerimaan
penjualan kokon
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
25040150
37931800
46725000
PV nilai sisa
53400000
5810566
Total penerimaan
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
25040150
37931800
46725000
53400000
4550000
4550000
4550000
4550000
4550000
4550000
4550000
4550000
2470000
3705000
4550000
5200000
Biaya operasional
Biaya variabel
Bibit telur ulat
Obat popsol
1050000
1050000
1050000
1050000
1050000
1050000
1050000
1050000
570000
855000
1050000
1200000
Daun murbei
10885000
10885000
10885000
10885000
10885000
10885000
10885000
10885000
5909000
8863500
10885000
12440000
Total biaya variabel
0
16485000
16485000
16485000
16485000
16485000
16485000
16485000
16485000
8949000
13423500
16485000
18840000
Laba kotor
0
30240000
30240000
30240000
30240000
30240000
30240000
30240000
30240000
16091150
24508300
30240000
34560000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
Perawatan mobil
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
Perawatan kandang UB
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
Perawatan kandang UK
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
Perawatan rak ulat
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
Kaporit dan kapur
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
Air + listrik
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
Penyusutan
3738191
3738191
3738191
3738191
3738191
3738191
3738191
3738191
3738191
3738191
3738191
3738191
18744191
18744191
18744191
18744191
18744191
18744191
18744191
18744191
18744191
18744191
18744191
18744191
Biaya tetap
Upah tenaga kerja
Sewa lahan
Total biaya tetap
13400000
77
Total biaya operasional
Laba Bersih Sebelum
Pajak
Pajak 25%
Laba bersih setelah
pajak
13400000
35229191
35229191
35229191
35229191
35229191
35229191
35229191
35229191
27693191
32167691
35229191
37584191
-13400000
11495809
11495809
11495809
11495809
11495809
11495809
11495809
11495809
-2653041
5764109
11495809
15815809
-3350000
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
-663260.25
1441027.25
2873952.25
3953952.25
-10050000
8621856.75
8621856.75
8621856.75
8621856.75
8621856.75
8621856.75
8621856.75
8621856.75
-1989780.75
4323081.75
8621856.75
11861856.75
78
Lampiran 10 Arus kas tanpa pengembangan produksi kokon
Uraian
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Inflow
Penjualan kokon
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
25040150
37931800
46725000
PV nilai sisa
53400000
5810566
Total inflow
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
25040150
37931800
46725000
59210566
Outflow
Biaya pra investasi
Biaya pelatihan dan perizinan
usaha
Total biaya pra investasi
0
1500000
0
1500000
Biaya investasi
Kandang pemeliharaan ulat
besar
Kandang pemeliharaan ulat
kecil
11750000
7850000
Rak pemeliharaan ulat
1400000
Seriframe
5040000
Thermometer
50000
Sprayer
30000
Timbangan
Wadah/ember
1008000
50000
30000
35000
134000
Mobil
31666667
Total biaya investasi
57955667
0
0
0
0
0
30000
0
0
0
50000
0
1008000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
Biaya operasional
Biaya tetap
Upah tenaga kerja
79
Sewa lahan
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
Perawatan mobil
1500000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
Perawatan kandang UB
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
Perawatan kandang UK
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
Perawatan rak ulat
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
Kaporit dan kapur
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
Bibit telur ulat
4550000
4550000
4550000
4550000
4550000
4550000
4550000
4550000
2470000
3705000
4550000
5200000
Obat popsol
1050000
1050000
1050000
1050000
1050000
1050000
1050000
1050000
570000
855000
1050000
1200000
Daun murbei
10885000
10885000
10885000
10885000
10885000
10885000
10885000
10885000
5909000
8863500
10885000
12440000
0
16485000
16485000
16485000
16485000
16485000
16485000
16485000
16485000
8949000
13423500
16485000
18840000
13400000
31491000
31491000
31491000
31491000
31491000
31491000
31491000
31491000
23955000
28429500
31491000
33846000
Air + listrik
Total biaya tetap
13400000
Biaya variabel
Total biaya variabel
Total biaya operasional
Pajak
-3350000
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
-663260.3
1441027.3
2873952.25
3953952.3
Total outflow
68005667
34364952.25
34364952.25
34364952.25
34364952.25
34364952.25
34394952.25
34364952.25
34364952.25
23291739.7
29920527.3
34364952.25
38807952.3
-68005667
12360047.75
12360047.75
12360047.75
12360047.75
12360047.75
12330047.75
12360047.75
12360047.75
1748410.3
8011272.7
12360047.75
20402613.7
DF 6%
0.94
0.89
0.84
0.79
0.75
0.70
0.67
0.63
0.59
0.56
0.53
0.50
0.47
PV DF
-64156289.62
11000398.5
10377734.43
9790315.5
9236146.698
8713345.942
8200185.967
7754846.869
7315893.272
976303.1794
4220238.521
6142565.064
9565541.458
PV negative
-53778555.19
Net benefit
PV positif
82915780.97
NPV
29137225.77
Net B/C
IRR
Payback Period
1.54
14%
6 tahun 7 bulan
80
Lampiran 11 Switching value penurunan tanpa pengembangan produksi kokon sebesar 3.86%
Uraian
1
2
3
4
5
42900919.19
42900919.19
42900919.19
6
7
8
9
42900919.19
42900919.19
42900919.19
10
11
22981031.89
34827374.78
12
13
Inflow
Penjualan kokon
42900919.19
42900919.19
42900919.19
PV nilai sisa
49029621.94
5810566
Total inflow
42900919.19
42900919.19
42900919.19
42900919.19
42900919.19
42900919.19
42900919.19
42900919.19
22981031.89
34827374.78
42900919.19
54840187.94
Outflow
Biaya pra investasi
Biaya pelatihan dan
perizinan usaha
Total biaya pra investasi
0
1500000
0
1500000
Biaya investasi
Kandang pemeliharaan
ulat besar
Kandang pemeliharaan
ulat kecil
11750000
7850000
Rak pemeliharaan ulat
1400000
Seriframe
5040000
Thermometer
50000
Sprayer
30000
Timbangan
Wadah/ember
1008000
50000
30000
35000
134000
Mobil
31666667
Total biaya investasi
57955667
0
0
0
0
0
30000
0
0
0
50000
0
1008000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
Biaya operasional
Biaya tetap
Upah tenaga kerja
81
Sewa lahan
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
Perawatan mobil
1500000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
Perawatan kandang UB
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
Perawatan kandang UK
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
Perawatan rak ulat
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
Kaporit dan kapur
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
Bibit telur ulat
4550000
4550000
4550000
4550000
4550000
4550000
4550000
4550000
2470000
3705000
4550000
5200000
Obat popsol
1050000
1050000
1050000
1050000
1050000
1050000
1050000
1050000
570000
855000
1050000
1200000
Daun murbei
10885000
10885000
10885000
10885000
10885000
10885000
10885000
10885000
5909000
8863500
10885000
12440000
0
16485000
16485000
16485000
16485000
16485000
16485000
16485000
16485000
8949000
13423500
16485000
18840000
13400000
31491000
31491000
31491000
31491000
31491000
31491000
31491000
31491000
23955000
28429500
31491000
33846000
Air + listrik
Total biaya tetap
13400000
Biaya variabel
Total biaya variabel
Total biaya operasional
Pajak
-3350000
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
-663260.3
1441027.3
2873952.25
3953952.3
Total outflow
68005667
34364952.25
34364952.25
34364952.25
34364952.25
34364952.25
34394952.25
34364952.25
34364952.25
23291739.7
29920527.3
34364952.25
38807952.3
-68005667
8535966.944
8535966.944
8535966.944
8535966.944
8535966.944
8505966.944
8535966.944
8535966.944
-310707.8138
4906847.482
8535966.944
16032235.64
DF 6%
0.94
0.89
0.84
0.79
0.75
0.70
0.67
0.63
0.59
0.56
0.53
0.50
0.47
PV DF
-64156289.62
7596980.192
7166962.446
6761285.326
6378571.062
6017519.87
5656953.824
5355571.262
5052425.719
-173497.6204
2584866.042
4242114.06
7516537.68
PV negatif
-56989327.18
PV positif
56989327.42
Net benefit
NPV
0
Net B/C
1
IRR
Payback Period
6%
13 Tahun
82
Lampiran 12 Switching value kenaikan harga daun murbei tanpa pengembangan sebesar 35.11%
Uraian
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Inflow
Penjualan kokon
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
25040150
37931800
46725000
PV nilai sisa
53400000
5810566
Total inflow
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
46725000
25040150
37931800
46725000
59210566
Outflow
Biaya pra investasi
Biaya pelatihan dan perizinan
usaha
Total biaya pra investasi
0
1500000
0
1500000
Biaya investasi
Kandang pemeliharaan ulat
besar
Kandang pemeliharaan ulat
kecil
11750000
7850000
Rak pemeliharaan ulat
1400000
Seriframe
5040000
Thermometer
50000
Sprayer
30000
Timbangan
Wadah/ember
1008000
50000
30000
35000
134000
Mobil
31666667
Total biaya investasi
57955667
0
0
0
0
0
30000
0
0
0
50000
0
1008000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
11900000
Biaya operasional
Biaya tetap
Upah tenaga kerja
83
Sewa lahan
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
Perawatan mobil
1500000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
Perawatan kandang UB
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
225000
Perawatan kandang UK
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
Perawatan rak ulat
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
134000
Kaporit dan kapur
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
90000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
872000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
15006000
Bibit telur ulat
4550000
4550000
4550000
4550000
4550000
4550000
4550000
4550000
2470000
3705000
4550000
5200000
Obat popsol
1050000
1050000
1050000
1050000
1050000
1050000
1050000
1050000
570000
855000
1050000
1200000
14707195.04
14707195.04
14707195
14707195
14707195
14707195
14707195
14707195
7983905.88
11975858.82
14707195.04
16808222.9
0
20307195.04
20307195.04
20307195.04
20307195.04
20307195.04
20307195.04
20307195.04
20307195.04
11023905.88
16535858.82
20307195.04
23208222.9
13400000
35313195.04
35313195.04
35313195.04
35313195.04
35313195.04
35313195.04
35313195.04
35313195.04
26029905.88
31541858.82
35313195.04
38214222.9
Air + listrik
Total biaya tetap
13400000
Biaya variabel
Daun murbei
Total biaya variabel
Total biaya operasional
Pajak
-3350000
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
2873952.25
-663260.3
1441027.3
2873952.25
3953952.3
Total outflow
68005667
38187147.29
38187147.29
38187147.29
38187147.29
38187147.29
38217147.29
38187147.29
38187147.29
25366645.58
33032886.12
38187147.29
43176175.2
-68005667
8537852.712
8537852.712
8537852.712
8537852.712
8537852.712
8507852.712
8537852.712
8537852.712
-326495.5779
4898913.883
8537852.712
16034390.8
DF 6%
0.94
0.89
0.84
0.79
0.75
0.70
0.67
0.63
0.59
0.56
0.53
0.50
0.47
PV DF
-64156289.62
7598658.519
7168545.773
6762779.031
6379980.218
6018849.262
5658207.968
5356754.416
5053541.902
-182313.4254
2580686.722
4243051.228
7517548.105
PV negatif
-56987743.85
PV positif
56987743.94
Net benefit
NPV
0
Net B/C
1
IRR
Payback Period
6%
13 Tahun
84
Lampiran 13 Biaya variabel dengan pengembangan produksi kokon
Tahun
Jumlah (box)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Biaya variabel
Obat popsol
Bibit telur ulat
140
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
Harga (Rp)
130 000
130 000
130 000
130 000
130 000
130 000
130 000
130 000
130 000
130 000
130 000
130 000
Nilai (Rp)
Jumlah (kg)
18 200 000
20 800 000
20 800 000
20 800 000
20 800 000
20 800 000
20 800 000
20 800 000
20 800 000
20 800 000
20 800 000
20 800 000
140
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
160
Harga satuan (Rp)
30 000
30 000
30 000
30 000
30 000
30 000
30 000
30 000
30 000
30 000
30 000
30 000
Daun murbei
Nilai (Rp)
4 200 000
4 800 000
4 800 000
4 800 000
4 800 000
4 800 000
4 800 000
4 800 000
4 800 000
4 800 000
4 800 000
4 800 000
Jumlah(ton)
70
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
Harga
650 000
650 000
650 000
650 000
650 000
650 000
650 000
650 000
650 000
650 000
650 000
650 000
Nilai (Rp)
45 500 000
52 000 000
52 000 000
52 000 000
52 000 000
52 000 000
52 000 000
52 000 000
52 000 000
52 000 000
52 000 000
52 000 000
85
Lampiran 14 Laba rugi dengan pengembangan produksi kokon
Uraian
1
2
Penerimaan
penjualan
kokon
PV nilai sisa
Total
penerimaan
Biaya
operasional
Biaya variabel
186900000
3
213600000
4
213600000
5
213600000
6
213600000
7
213600000
8
213600000
9
213600000
10
213600000
11
213600000
12
213600000
13
213600000
11066166
186900000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
224666166
18200000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
Obat popsol
4200000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
Daun murbei
Total biaya
variabel
Laba kotor
45500000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
67900000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
0
119000000
136000000
136000000
136000000
136000000
136000000
136000000
136000000
136000000
136000000
136000000
147066166
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
675000
675000
675000
675000
675000
675000
675000
675000
675000
675000
675000
675000
310000
310000
310000
310000
310000
310000
310000
310000
310000
310000
310000
310000
348400
348400
348400
348400
348400
348400
348400
348400
348400
348400
348400
348400
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
Bibit telur ulat
Biaya tetap
Upah tenaga
kerja
Sewa lahan
Perawatan
mobil
Perawatan
kandang UB
Perawatan
kandang UK
Perawatan rak
ulat
Kaporit dan
kapur
86
Air + listrik
Penyusutan
Total biaya
tetap
Total biaya
operasional
Laba Bersih
Sebelum Pajak
Pajak 25%
Laba bersih
setelah pajak
2436000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
36929591
36929591
36929591
36929591
36929591
36929591
36929591
36929591
36929591
36929591
36929591
36929591
57486000
97384991
97384991
97384991
97384991
97384991
97384991
97384991
97384991
97384991
97384991
97384991
97384991
57486000
165284991
174984991
174984991
174984991
174984991
174984991
174984991
174984991
174984991
174984991
174984991
174984991
-57486000
21615009
38615009
38615009
38615009
38615009
38615009
38615009
38615009
38615009
38615009
38615009
49681175
-14371500
5403752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
12420293.75
-43114500
16211256.75
28961256.75
28961256.75
28961256.75
28961256.75
28961256.75
28961256.75
28961256.75
28961256.75
28961256.75
28961256.75
37260881.25
87
Lampiran 15 Arus kas dengan pengembangan produksi kokon
Uraian
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Inflow
Penjualan kokon
186900000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
PV nilai sisa
Total inflow
213600000
11066166
0
186900000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
224666166
Outflow
Biaya pra investasi
Biaya pelatihan dan
perizinan usaha
Total biaya pra investasi
0
1500000
0
1500000
Biaya investasi
Kandang pemeliharaan
ulat besar
Kandang pemeliharaan
ulat kecil
Rak pemeliharaan ulat
Seriframe
Thermometer
35250000
15700000
3640000
5500000
23040000
4608000
250000
Sprayer
75000
Timbangan
70000
Wadah/ember
Mobil
Total biaya investasi
250000
75000
75000
70000
335000
335000
31666667
110026667
0
0
0
0
75000
0
0
0
0
395000
0
10443000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
Biaya operasional
Biaya tetap
Upah tenaga kerja
88
Sewa lahan
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
Perawatan mobil
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
130000
Perawatan kandang UB
675000
675000
675000
675000
675000
675000
675000
675000
675000
675000
675000
675000
Perawatan kandang UK
310000
310000
310000
310000
310000
310000
310000
310000
310000
310000
310000
310000
Perawatan rak ulat
348400
348400
348400
348400
348400
348400
348400
348400
348400
348400
348400
348400
Kaporit dan kapur
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
2436000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
57486000
60455400
60455400
60455400
60455400
60455400
60455400
60455400
60455400
60455400
60455400
60455400
60455400
18200000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
Obat popsol
4200000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
Daun murbei
45500000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
Air + listrik
Total biaya tetap
1500000
Bibit telur ulat
Total biaya variabel
0
67900000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
57486000
128355400
138055400
138055400
138055400
138055400
138055400
138055400
138055400
138055400
138055400
138055400
138055400
Pajak
-14371500
5403752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
12420293.75
Total outflow
153141167
133759152.3
147709152.3
147709152.3
147709152.3
147784152.3
147709152.3
147709152.3
147709152.3
147709152.3
148104152.3
147709152.3
160918693.8
Total biaya operasional
Net benefit
-153141167
53140847.75
65890847.75
65890847.75
65890847.75
65815847.75
65890847.75
65890847.75
65890847.75
65890847.75
65495847.75
65890847.75
63747472.25
DF 6%
0.943396226
0.88999644
0.839619283
0.792093663
0.747258173
0.70496054
0.665057114
0.627412371
0.591898464
0.558394777
0.526787525
0.496969364
0.468839022
PV DF
-144472799.1
47295165.32
55323226.35
52191722.97
49237474.5
46397575.6
43821177.02
41340733.04
39000691.54
36793105.23
34502395.56
32745732.67
29887302.56
PV negatif
-144472799.1
PV positif
508536302.3
NPV
364063503.3
Net B/C
3.52
IRR
40%
Payback Period
3 tahun 10 bulan
89
Lampiran 16 Switching value penurunan produksi kokon dengan pengembangan sebesar 19.19%
Uraian
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
144245407.3
164851894.1
164851894.1
164851894.1
164851894.1
164851894.1
164851894.1
164851894.1
164851894.1
164851894.1
164851894.1
Inflow
Penjualan kokon
PV nilai sisa
Total inflow
213860800
11066166
0
144245407.3
164851894.1
164851894.1
164851894.1
164851894.1
164851894.1
164851894.1
164851894.1
164851894.1
164851894.1
164851894.1
224926966
Outflow
Biaya pra investasi
Biaya pelatihan dan perizinan
usaha
Total biaya pra investasi
0
1500000
0
1500000
Biaya investasi
Kandang pemeliharaan ulat besar
35250000
Kandang pemeliharaan ulat kecil
15700000
Rak pemeliharaan ulat
Seriframe
Thermometer
3540000
5500000
24000000
4896000
250000
Sprayer
75000
Timbangan
70000
Wadah/ember
Mobil
Total biaya investasi
Biaya operasional
Biaya tetap
250000
75000
75000
70000
335000
335000
31666667
110886667
0
0
0
0
75000
0
0
0
0
395000
0
10731000
90
Upah tenaga kerja
Sewa lahan
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
Perawatan mobil
330000
330000
330000
330000
330000
330000
330000
330000
330000
330000
330000
330000
Perawatan kandang UB
900000
900000
900000
900000
900000
900000
900000
900000
900000
900000
900000
900000
Perawatan kandang UK
400000
400000
400000
400000
400000
400000
400000
400000
400000
400000
400000
400000
Perawatan rak ulat
586300
586300
586300
586300
586300
586300
586300
586300
586300
586300
586300
586300
Kaporit dan kapur
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
2436000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
57486000
61208300
61208300
61208300
61208300
61208300
61208300
61208300
61208300
61208300
61208300
61208300
61208300
18200000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
Obat popsol
4200000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
Daun murbei
45500000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
52000000
Air + listrik
Total biaya tetap
Bibit telur ulat
Total biaya variabel
0
67900000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
77600000
57486000
129108300
138808300
138808300
138808300
138808300
138808300
138808300
138808300
138808300
138808300
138808300
138808300
Pajak
-14371500
5403752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
12420293.75
Total outflow
154001167
134512052.3
148462052.3
148462052.3
148462052.3
148537052.3
148462052.3
148462052.3
148462052.3
148462052.3
148857052.3
148462052.3
161959593.8
Total biaya operasional
Net benefit
-154001167
9733355.088
16389841.85
16389841.85
16389841.85
16314841.85
16389841.85
16389841.85
16389841.85
16389841.85
15994841.85
16389841.85
62967372.25
DF 6%
0.943396226
0.88999644
0.839619283
0.792093663
0.747258173
0.70496054
0.665057114
0.627412371
0.591898464
0.558394777
0.526787525
0.496969364
0.468839022
PV DF
-145284119.8
8662651.378
13761227.26
12982289.87
12247443.27
11501319.73
10900180.91
10283189.54
9701122.209
9152002.084
8425883.157
8145249.274
29521561.24
PV negatif
-145284119.8
PV positif
145284119.9
NPV
0
Net B/C
1
IRR
Payback Period
6%
13 Tahun
91
Lampiran 17 Switching value kenaikan harga daun murbei dengan pengembangan sebesar 88.08%
Uraian
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Inflow
Penjualan kokon
186900000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
PV nilai sisa
Total inflow
213600000
11066166
0
186900000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
213600000
224666166
Outflow
Biaya pra investasi
0
Biaya pelatihan dan
perizinan usaha
1500000
Total biaya pra investasi
1500000
0
Biaya investasi
Kandang pemeliharaan ulat
besar
Kandang pemeliharaan ulat
kecil
Rak pemeliharaan ulat
Seriframe
Thermometer
35250000
15700000
3540000
5500000
24000000
4896000
250000
Sprayer
75000
Timbangan
70000
Wadah/ember
Mobil
Total biaya investasi
Biaya operasional
Biaya tetap
250000
75000
75000
70000
335000
335000
31666667
110886667
0
0
0
0
75000
0
0
0
0
395000
0
10731000
92
Upah tenaga kerja
Sewa lahan
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
53550000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
1500000
Perawatan mobil
330000
330000
330000
330000
330000
330000
330000
330000
330000
330000
330000
330000
Perawatan kandang UB
900000
900000
900000
900000
900000
900000
900000
900000
900000
900000
900000
900000
Perawatan kandang UK
400000
400000
400000
400000
400000
400000
400000
400000
400000
400000
400000
400000
Perawatan rak ulat
586300
586300
586300
586300
586300
586300
586300
586300
586300
586300
586300
586300
Kaporit dan kapur
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
2436000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
3672000
57486000
61208300
61208300
61208300
61208300
61208300
61208300
61208300
61208300
61208300
61208300
61208300
61208300
18200000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
20800000
4200000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
4800000
85576363.55
97801558.34
97801558.34
97801558.34
97801558.34
97801558.34
97801558.34
97801558.34
97801558.34
97801558.34
97801558.34
97801558.34
Air + listrik
Total biaya tetap
Bibit telur ulat
Obat popsol
Daun murbei
Total biaya variabel
0
107976363.5
123401558.3
123401558.3
123401558.3
123401558.3
123401558.3
123401558.3
123401558.3
123401558.3
123401558.3
123401558.3
123401558.3
57486000
169184663.5
184609858.3
184609858.3
184609858.3
184609858.3
184609858.3
184609858.3
184609858.3
184609858.3
184609858.3
184609858.3
184609858.3
Pajak
-14371500
5403752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
9653752.25
12420293.75
Total outflow
154001167
174588415.8
194263610.6
194263610.6
194263610.6
194338610.6
194263610.6
194263610.6
194263610.6
194263610.6
194658610.6
194263610.6
207761152.1
Total biaya operasional
Net benefit
-154001167
12311584.2
19336389.41
19336389.41
19336389.41
19261389.41
19336389.41
19336389.41
19336389.41
19336389.41
18941389.41
19336389.41
16905013.91
DF 6%
0.943396226
0.88999644
0.839619283
0.792093663
0.747258173
0.70496054
0.665057114
0.627412371
0.591898464
0.558394777
0.526787525
0.496969364
0.468839022
PV DF
-145284119.8
10957266.11
16235205.41
15316231.52
14449275.02
13578519.49
12859803.33
12131889.93
11445179.18
10797338.85
9978087.653
9609593.138
7925730.191
PV negatif
-145284119.8
PV positif
145284119.8
NPV
0
Net B/C
1
IRR
Payback Period
6%
13 Tahun
93
1
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Reza Prayoga, lahir di Kuamang Kuning pada tanggal 31 Maret
1990. Penulis merupakan anak ke empat dari lima bersaudara, sebagai anak kandung
dari pasangan Janter Tambun dan Rindu Simanjuntak. Penulis memiliki satu orang
kakak laki-laki yang bernama Osbon Mayer Tambun, dua orang kaka perempuan yang
bernama Yeni Martha dan Okta Jenita Tambun serta satu orang adik perempuan yang
bernama Desmalita Tambun.
Pendidikan awal yang diikuti penulis dimulai di SDN 367 Pelepat selama enam
tahun pada tahun 1996 dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan tingkat menengah
pertama diselesaikan penulis pada tahun 2002 sampai 2005 di SMPN 2 Pelepat.
Selanjutnya pada tahun 2008 penulis meyelesaikan pendidikan tingkat atas di SMAN 1
Pelepat Ilir. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program
Diploma jurusan Perencanaan dan Pengendalian Produksi Manufatur/Jasa, Institut
Pertanian Bogor melalui Jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2011
penulis diterima sebagai mahasiswa program sarjana alih jenis, Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Download