BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori CAPM ( Capital Asset Pricing Model ) CAPM adalah sebuah model yang menggambarkan hubungan antara risiko dan return yang diharapkann, model ini digunakan dalam penilaian harga sekuritas Model CAPM diperkenalkan oleh Treynor, Sharpe dan Litner. Model CAPM merupakan pengembangan teori portofolio yang dikemukan oleh Markowitz dengan memperkenalkan istilah baru yaitu risiko sistematik (systematic risk) dan risiko spesifik/risiko tidak sistematik (spesific risk /unsystematic risk). Pada tahun 1990, William Sharpe memperoleh nobel ekonomi atas teori pembentukan harga aset keuangan yang kemudian disebut Capital Asset Pricing Model (CAPM). Bodie et al. (2005) menjelaskan bahwa Capital Asset Pricing Model (CAPM) merupakan hasil utama dari ekonomi keuangan modern. Capital Asset Pricing Model (CAPM) memberikan prediksi yang tepat antara hubungan risiko sebuah aset dan tingkat harapan pengembalian (expected return). 2.1.2 Teori Sinyal (Signaling Theory) Menurut Watts (2000) Signaling Theory (teori sinyal) mengemukakan tentang bagaimana seharusnya suatu perusahaan memberikan sinyal kepada para pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik yang dicantumkan dalam laporan keuangan perusahaan. Sinyal tersebut dapat berupa promosi atau informasi yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kinerja yang lebih baik jika dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Pada umumnya pengukuran dari sinyal kinerja perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan. Dalam penelitian ini informasi atau sinyal yang diberikan oleh perusahaan kepada investor adalah kinerja dalam mengelola lingkungan (environment) yang dinyatakan dalam bentuk pemeringkatan. Teori sinyal menekankan bahwa informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan kepada investor termasuk informasi yang penting sehingga diharapkan menghasilkan respon yang ditunjukan dengan perubahan harga saham. Informasi yang mengandung nilai positif diharapkan memberikan sinyal yang positif, begitu sebaliknya informasi yang bersifat negatif akan direaksi negatif juga. Akan tetapi tidak semua informasi yang bersifat positif direaksi positif oleh investor, bisa saja informasi yang memberi sinyal positif direaksi negatif oleh investor. Hal tersebut tidak terlepas dari apa yang dimaksud dengan efisiensi pasar secara keputusan yang menekankan kecanggihan investor dalam mengelola informasi (Hartono, 2010). 2.1.3 Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product merupakan statistika perekonomian yang paling diperhatikan karena dianggap sebagai ukuran tunggal terbaik mengenai kesejahteraan masyarakat. Hal yang mendasarinya karena PDB mengukur dua hal pada saat bersamaan adalah total pendapatan semua orang dalam perekonomian dan total pembelanjaan negara untuk membeli barang dan jasa hasil dari perekonomian. Alasan PDB dapat melakukan pengukuran total pendapatan dan pengeluaran dikarenakan untuk suatu perekonomian secara keseluruhan, pendapatan pasti sama dengan pengeluaran (Mankiw,2006:5). Produk Domestik Bruto dapat dihitung dengan menggunakan salah satu dari dua cara yaitu menambahkan semua pengeluaran rumah tangga atau menambahkan semua pendapatan (upah, sewa dan keuntungan) yang dibayar perusahaan. Namun, dalam hal ini yang terpenting adalah tahu mengenai fungsi PDB dalam perekonomian, apa yang dapat diukur dan yang tidak, komponen dan jenis serta hubungan PDB dengan kesejahteraan. Dalam hal pengukuran, PDB mencoba menjadi ukuran yang meliputi banyak hal, termasuk di dalamnya adalah barang – barang yang diproduksi dalam perekonomian dan dijual secara legal di pasaran. PDB juga memasukkan nilai pasar dari jasa perumahan pada perekonomian. PDB meliputi barang yang dapat dihitung (makanan, pakaian, mobil) maupun jasa yang tidak dapat dihitung (potong rambut, pembersihan rumah, kunjungan ke dokter). PDB mengikutsertakan barang dan jasa yang sedang diproduksi. PDB mengukur nilai produksi dalam batas geografis sebuah negara. PDB mengukur nilai produksi yang terjadi sepanjang suatu interval waktu. Biasanya, interval tersebut adalah setahun atau satu kuartal (tiga bulan). PDB mengukur aliran pendapatan dan pengeluaran dalam perekonomian selama interval tesebut. Sedangkan hal – hal yang tidak dapat diukur oleh PDB yaitu PDB mengecualikan banyak barang yang diproduksi dan dijual secara gelap, seperti obat – obatan terlarang. PDB juga tidak mencakup barang – barang yang tidak pernah memasuki pasar karena diproduksi dan dikonsumsi dalam rumah tangga (Mankiw,2006:7-10). Setelah mengetahui apa yang dapat dan tidak diukur dengan PDB, selanjutnya kita harus mengetahui komponen – komponen dari PDB. PDB (yang ditunjukkan sebagai Y) dibagi atas empat komponen : 1) konsumsi (C) 2) investasi (I) 3) belanja negara (G) 4) ekspor neto (NX) Persamaan ini merupakan persamaan identitas – sebuah persamaan yang pasti benar dilihat dari bagaimana variabel - variabel persamaan tersebut dijabarkan. Komponen tersebut (Mankiw,2006:11-13) : 1) Konsumsi (consumption) adalah pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga. 2) Investasi (investment) adalah pembelian barang yang nantinya akan digunakan untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa. 3) Belanja pemerintah (government purchases) mencakup pembelanjaan barang dan jasa oleh pemerintah daerah, negara bagian, dan pusat (federal). 4) Ekspor neto (net exports) sama dengan pembelian produk dalam negeri oleh orang asing (ekspor) dikurangi pembelian produk luar negeri oleh warga negara (impor). Ketika mempelajari perubahan perekonomian seiring berlalunya waktu, ekonom ingin memisahkan dua pengaruh (perekonomian menghasilkan output barang dan jasa dengan lebih banyak dan barang dan jasa dijual pada harga yang lebih tinggi). Khususnya, mereka ingin suatu ukuran jumlah barang dan jasa keseluruhan yang diproduksi perekonomian yang tidak terpengaruh perubahan harga barang dan jasa tersebut (Mankiw,2006:14). Untuk mendapatkan ukuran dari jumlah produksi yang tidak dipengaruhi oleh perubahan harga, kita menggunakan PDB riil (real PDB) yang menilai produksi barang dan jasa pada harga tetap. PDB riil menggunakan harga tahun pokok yang tetap untuk menentukan nilai produksi barang dan jasa dalam perekonomian. Karena PDB riil tidak dipengaruhi perubahan harga, perubahan PDB riil hanya mencerminkan perubahan jumlah barang dan jasa yang diproduksi. Jadi, PDB riil merupakan ukuran produksi barang dan jasa dalam perekonomian (Mankiw,2006:15-16). Selain PDB riil, alat ukur yang lain yaitu PDB nominal. PDB nominal mengukur produksi barang dan jasa yang dinilai dengan harga – harga di masa sekarang. PDB nominal dalam perhitungannya dipengaruhi kenaikan jumlah barang atau jasa yang diproduksi dan juga kenaikan harga barang atau jasa tersebut. Dari kedua statistika ini kita dapat mengetahui statistika yang ketiga , deflator PDB, yang mencerminkan harga barang dan jasa namun bukan jumlah yang diproduksi. Deflator PDB mengukur tingkat harga – harga saat ini relatif terhadap tingkat harga – harga di tahun pokok. Deflator PDB merupakan salah satu ukuran yang digunakan oleh para ekonom untuk mengamati rata – rata tingkat harga dalam perekonomian (Mankiw,2006:17). Hubungan PDB dengan kesejahteraan dapat dijelaskan sebagai berikut. PDB dapat mengukur total pendapatan maupun total pengeluaran perekonomian untuk barang dan jasa. Jadi, PDB per orang (kapita) memberi tahu kita pendapatan dan pengeluaran dari rata – rata seseorang dalam perekonomian. Karena kebanyakan orang lebih memilih pendapatan dan pengeluaran yang lebih tinggi, PDB per orang (kapita) sepertinya merupakan ukuran kesejahteraan rata – rata perorangan yang cukup alamiah. PDB per kapita memberitahukan kita apa yang terjadi pada rata – rata penduduk, namun di belakang rata – rata tersebut terdapat perbedaan yang besar antara berbagai pengalaman yang dialami orang – orang. Pada akhirnya, kita dapat menyimpulkan bahwa PDB merupakan ukuran kesejahteraan yang baik untuk berbagai tujuan, namun tidak untuk semua tujuan (Mankiw,2006:19-22). 2.1.4 Pasar Modal Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrument derivative maupun instrument lainnya. pasar modal meupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi, dengan demikian, pasar modal menfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terikat lainnya. Instrument keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrument jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrument derivative seperti option, futures, dan lain-lain. Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek“. Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrument. 2.1.5 Ukuran perusahaan Ukuran perusahaan adalah suatu ukuran yang menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan, antara lain total penjualan, rata-rata tingkat penjualan, dan total aktiva (Widjadja, 2009). Pada umumnya perusahaan besar yang memiliki total aktiva yang besar mampu menghasilkan laba yang besar. Menurut Bambang Riyanto (2001:299), mengemukakan bahwa ukuran perusahaan merupakan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukan pada total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata penjualan, dan total aktiva. Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2009:117), mengemukakan bahwa ukuran perusahaan merupakan rata- rata penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun, dalam hal ini penjualan lebih besar dari pada biaya variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya jika penjualan lebih kecil dari pada biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita kerugian. Rajan dan Zingales (2001) dalam Hadri Kusuma (2005:85) menyebutkanbahwa menurut teori critical, semakin besar skala perusahaan maka profitabilitas juga akan meningkat, tetapi pada titik atau jumlah tertentu ukuran perusahaan akhirnya akan menurunkan laba (profit) perusahaan. Teori critical resources menekankan pada pengendalian oleh pemilik perusahaan terhadap sumber daya perusahaan seperti asset, teknologi, kekayaan intelektual sebagai faktorfaktor yang menentukan ukuran perusahaan. Adanya sumber daya yang besar, maka perusahaan dapat melakukan investasi baik untuk aktiva lancar maupun aktiva tetap dan juga memenuhi permintaan produk. Hal ini akan semakin memperluas pangsa pasar. Penjualan yang semakin meningkat, perusahaan dapat menutup biaya yang keluar pada saat proses produksi, dengan begitu laba perusahaan akan meningkat. 2.1.6 Dividen Payout Ratio Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang dimiliki. Pembagian ini akan mengurangi laba ditahan dan kas yang tersedia bagi perusahaan, tapi distribusi keuntungan kepada para pemilik memang adalah tujuan bisnis. Proporsi pendapatan dibayarkan sebagai dividen kepada para pemegang saham, biasanya dinyatakan sebagai persentase. Payout ratio juga dapat dinyatakan sebagai dividen dibayarkan sebagai proporsi dari arus kas. Payout ratio adalah metrik keuangan utama yang digunakan untuk menentukan kelanjutan pembayaran dividen perusahaan. Sebuah rasio payout rendah umumnya lebih baik untuk rasio payout yang lebih tinggi, dengan rasio lebih dari 100% menunjukkan perusahaan tersebut membayar lebih dividen daripada membuat laba bersih. Banyak perusahaan menetapkan kisaran target untuk rasio payout mereka, dan mendefinisikan mereka sebagai persentase dari pendapatan yang berkelanjutan, atau arus kas. Perusahaan-perusahaan dengan catatan jangka panjang terbaik dari pembayaran dividen memiliki rasio payout stabil selama bertahun-tahun. Sementara banyak perusahaan blue-chip meningkatkan dividen mereka dari tahun ke tahun, karena mereka memiliki pertumbuhan pendapatan yang stabil juga, rasio payout mereka tetap sangat stabil selama periode diperpanjang. 2.1.7 Return Saham Salah satu tujuan investor berinvestasi adalah untuk mendapatkan return. Tanpa adanya tingkat keuntungan yang dinikmati dari suatu investasi, tentunya investor tidak akan melakukan investasi. Jadi semua investasi mempunyai tujuan utama mendapatkan return (Ang, 1997: 202) 2.1.7.1 Jenis-Jenis Return Saham Menurut Jogiyanto (2009: 199), return saham dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1) Return realisasian merupakan return yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. 2) Return ekspektasian merupakan return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor dimasa mendatang. 2.1.7.2 Komponen Return Saham Menurut Tandelilin (2001: 48), return saham terdiri dari dua komponen, yaitu: 1) Capital gain (loss) yaitu kenaikan (penurunan) harga suatu saham yang bisa memberikan keuntungan (kerugian) bagi investor. 2) Yield merupakan komponen return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara periodik dari suatu investasi saham. 2.2 Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan, tujuan penelitian, landasan teori dan penelitian terdahulu yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 2.2.1 Pengaruh Produk Domestik Bruto pada Return Saham Jika pertumbuhan ekonomi meningkat tentu saja akan meningkatkan daya beli masyarakat dan pola investasinya, sehingga hal tersebut akan mendorong perusahaan untuk meningkatkan penjualan maupun labanya. Sangkyun (1997) yang meneliti pengaruh antara variabel makro berupa harga konsumen, PDB, tingkat inflasi, dan tingkat bunga terhadap return saham menemukan hasil bahwa hanya PDB yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap return saham, sedangkan variabel lain tidak berpengaruh. Hooker (2004) juga mendukung hasil penelitian tersebut dimana return pasar dipengaruhi secara positif signifikan oleh PDB. Penelitian Chiarella & Gao (2004) menemukan hasil bahwa PDB berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. H1 : PDB berpengaruh positif pada Return Saham 2.2.2 Pengaruh Ukuran perusahaan pada Return Saham Ukuran (size) perusahaan bisa diukur menggunakan total aktiva, penjualan atau modal perusahaan. Salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan. Semakin besar total aktiva semakin mampu perusahaan untuk menghasilkan laba. Semakin besar perusahaan menghasilkan laba, maka akan besar dividen yang dibagikan. Selain itu, jika kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, maka harga saham akan meningkat (Husnan; 1993:332). Indriani (2005) menemukan bahwa perusahaan yang memiliki total aktiva dalam jumlah yang besar maka perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan karena pada tahap tersebut arus kas telah positif dan dianggap memiliki prospek yang lebih baik dalam jangka relatif lama. Selain itu, perusahaan dengan total aktiva besar relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibandingkan perusahaan yang memiliki total aktiva kecil. H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif pada Return Saham 2.2.3 Pengaruh Dividen Payout Ratio pada Return Saham Rasio keuangan lain yang masih mengalami masalah inkonsistensi hasil penelitian adalah dividend payout ratio. DPR merupakan perbandingan antara dividend per share dan earning per share (Ang, 2007). Perusahaan yang memiliki DPR yang tinggi tentu saja menyebabkan nilai harga sahamnya meningkat karena investor memiliki kepastian pembagian dividen yang lebih baik atas investasinya (Kurniati, 2003). Peningkatan ini ikut mendongkrak jumlah permintaan atas saham tersebut, yang ikut meningkatkan harga saham dan berimbas pada return yang positif (Amarjit, 2010). Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin besar DPR maka akan semakin meningkat return saham, demikian juga sebaliknya. H3 : Dividen Payout Ratio berpengaruh positif pada Return Saham