PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TSTS TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X MAN 3 MALANG PADA MATERI REAKSI REDOKS Rulia Susialis, Muhammad Su’aidy, Hayuni Retno Widarti Universistas Negeri Malang E-mail: [email protected] ABSTRAC: The purpose of the research: 1) to know whether the teaching can be done, 2) cognitive learning achievement, and 3) learning motivation of student when the TSTS type of cooperative learning model (experimental class) and the explanation-discussion learning model (control class) is applied to teach redoxs reaction. This research used quasi experimental design with post test only design. The results of the research showed that 1) lesson plan of teaching redoxs reaction concept with explanation-discussion learning model and TSTS type of cooperative learning model was done according the plan with little difficulties in time management, 2) the research of hypothesis testing showed that there is no difference significanly on the student cognitive learning achievement between the experimental class and the control class. Nevertheless, the average of the student cognitive learning achievement on experimental class (70,95) is better than the control class (66,62), and 3) all student are motivated with the TSTS type of cooperative learning model of teaching redoxs reaction concept. The percentage of learning motivation the experimental class 100%, while on the control class is 85,71%. Key Words : TSTS (Two Stay Two Stray) type of cooperative learning model, cognitive learning achievement, learning motivation, redoxs reaction. ABSTRAK: Tujuan penelitian adalah 1) mengetahui keterlaksanaan pembelajaran, 2) hasil belajar kognitif, dan 3) motivasi belajar siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (kelas eksperimen) dan model pembelajaran ceramah-diskusi (kelas kontrol) pada materi reaksi redoks. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Quasy Exsperimental dengan desain post test only. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) pelaksanaan pembelajaran materi konsep reaksi redoks menggunakan model pembelajaran ceramah-diskusi dan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS sesuai dengan rencana pembelajaran dengan kendala alokasi waktu, 2) hasil pengujian hipotesis menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Namun rata-rata nilai hasil belajar kognitif kelas eksperimen (70,95) lebih baik dari pada kelas kontrol (66,62), dan 3) semua siswa termotivasi pada pembelajaran materi konsep reaksi redoks menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS. Persentase motivasi belajar siswa kelas eksperimen sebesar 100%, sedangkan pada kelas kontrol sebesar 85,71%. Kata kunci: hasil belajar kognitif, motivasi belajar, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, materi reaksi redoks. Penggunaan kurikulum KTSP diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang erat kaitannya dengan keberhasilan kualitas belajar mengajar di kelas. Pembelajaran yang sesuai dengan prinsip kurikulum KTSP salah satunya adalah pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif mempunyai banyak tipe, salah satunya adalah TSTS (Two Stay Two Stray) (Lie, 2002:60). Secara singkat pembelajaran kooperatif tipe TSTS memiliki langkah-langkah pembelajaran mulai dari pembentukan kelompok, penyajian materi oleh guru lalu diskusi kelompok. Setelah diskusi kelompok, dua orang anggota kelompok diberikan tugas sebagai penerima tamu dan dua anggota kelompok lainnya diberikan tugas sebagai tamu. Penerima tamu tetap tinggal dikelompoknya untuk memberikan informasi hasil diskusi kelompoknya kepada dua orang tamu yang berasal dari kelompok lain. Dua anggota kelompok sebagai tamu mencari informasi dari kelompok lain. Kemudian, dua orang anggota kelompok yang menjadi tamu kembali kekelompoknya untuk saling bertukar informasi dan membahas informasi apa saja yang didapatkan dengan anggota kelompoknya yang menjadi penerima tamu. Setelah itu, presentasi perwakilan kelompok dan kelompok lain memberikan tanggapan, sedangkan guru sebagai fasilitator dan memberikan penguatan materi yang dipresentasikan oleh siswa. Langkah terakhir dari pembelajaran kooperatif tipe TSTS, yaitu penarikan kesimpulan oleh beberapa siswa dan pemberian kuis (jika waktu memungkinkan). Materi reaksi redoks terdiri dari tiga konsep, yaitu konsep reaksi redoks berdasarkan penggabungan dan pelepasan oksigen; konsep reaksi redoks berdasarkan penerimaan dan pelapasan elektron; konsep reaksi redoks berdasarkan perubahan bilangan oksidasi. Karakteristik ketiga konsep redoks antara lain, yaitu lebih banyak memberikan informasi, hitungan matematis penjumlahan-pengurangan dan lebih banyak materi bersifat hafalan. Berdasarkan karakteristik materi konsep reaksi redoks di atas, pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat digunakan sebagai alternatif model pembelajarannya. Selain karena karakteristik materi pelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, model pembelajaran ini mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya antara lain dapat meningkatkan interaksi siswa, sehingga siswa menjadi aktif dalam bertukar informasi hasil diskusinya dengan kelompok lain. Keaktifan tersebut dapat mengakibatkan meningkatnya prestasi belajar, daya ingat, motivasi belajar dan tanggung jawab, sedangkan kelemahannya membutuhkan waktu yang lama (Faiq, 2013). Tujuan penelitian adalah mengetahui keterlaksanaan pembelajaran, hasil belajar kognitif, dan motivasi belajar siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (kelas eksperimen) dan model pembelajaran ceramah-diskusi (kelas kontrol) pada materi reaksi redoks. METODE Rancangan penelitian yang digunakan yaitu rancangan eksperimen semu (Quasy Exsperimental Design). Rancangan eksperimen semu digunakan untuk membandingkan hasil belajar kognitif siswa dalam pembelajaran antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Sebelum kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan perlakuan, perlu dilakukan suatu uji untuk mengetahui kemampuan awal. Rancangan penelitian menggunakan desain post test only. Penelitian dilakukan pada siswa kelas X MAN 3 Malang semester 2 tahun ajaran 2012/2013 pada tanggal 7 Februari 2013 sampai dengan 5 April 2013. Penelitian dilakukan sebanyak 6 kali pertemuan untuk penyampaian materi, dan 1 kali pertemuan untuk mengambil data hasil belajar kognitif dan data motivasi belajar siswa. Populasi dalam penelitian adalah siswa kelas X MAN 3 Malang. Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Pemilihan sampel penelitian disarankan oleh guru pelajaran kimia kelas X MAN 3 Malang. Berdasarkan saran guru kimia kelas X MAN 3 Malang diperoleh kelas X-D dan X-E yang mempunyai kemampuan awal sama. Kelas kontrol dan kelas eksperimen ditentukan dengan cara pengundian dan hasilnya adalah kelas X-D sebagai kelas kontrol dan kelas X-E sebagai kelas eksperimen. Instrumen yang digunakan dalam penelitian meliputi instrumen perlakuan dan instrumen pengukuran. Instrumen perlakuan, berupa silabus pembelajaran, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), hand out dan LKS, sedangkan instrumen pengukuran berupa instrumen untuk mengukur hasil belajar kognitif dalam bentuk soal tes obyektif dan instrumen untuk mengukur motivasi belajar berupa angket. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan mulai tanggal 7 Februari 2013 sampai dengan 5 April 2013 di MAN 3 Malang. Terdapat tiga macam data yang akan dianalisis, yaitu data kemampuan awal siswa, hasil belajar kognitif, dan motivasi belajar. Data kemampuan awal dan data hasil belajar kognitif siswa dianalisis dengan statistik deskriptif dan inferensial, sedangkan data motivasi belajar siswa hanya dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. HASIL Pelaksanaan Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS dan Model Pembelajaran Ceramah-Diskusi Petemuan ke-1, saat pembentukan kelompok dan berkumpul dengan kelompok kondisi kelas belum kondusif. Siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran yang diterapkan. Kuis belum terlaksana. Pada pertemuan ke-2, kondisi kelas sudah agak kondusif. Semua tahapan pembelajaran dapat terlaksana. Pertemuan ke-3, siswa sudah terbiasa dengan pembelajaran yang dilaksanakan, kondisi kelas sudah kondusif. Kuis belum terlaksana. Peretmuan ke-4, semua tahapan pembelajaran dapat terlaksana dengan cukup lancar. Pertemuan-5, semua tahapan pembelajara dapat terlaksana engan baik, kuis digantikan dengan permainan rangking 1. Pertemuan ke-6 merupakan ulasan materi pembelajaran dari pertemuan ke-1 sampai dengan pertemuan ke-5 dan mendiskusikan kuis yang belum terlaksana. (Materi pelajaran yang digunakan sebagai bahan diskusi adalah: pertemuan ke-1: perkembangan konsep reaksi redoks, pertemuan ke-2: bilangan oksidasi, pertemuan ke-3: oksidator-reduktor, hasil oksidasi dan hasil reduksi, pertemuan ke-4: reaksi konproporsionasi dan disproporsionasi, dan pertemuan ke-5: tatanama IUPAC senyawa berdasarkan sistem Stock). Deskripsi Data Kemampuan Awal dan Hasil Belajar Kognitif Siswa Data kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh dari nilai ulangan harian hukum dasar kimia pada semester 1, sedangkan data hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh dari nilai tes hasil materi reaksi redoks. Data kemampuan awal dan hasil belajar kognitif siswa dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Data Kemampuan Awal Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Uraian Jumlah siswa Rata-rata Simpangan baku Nilai tertinggi Nilai terendah Kemampuan Awal Kelas Eksperimen Kontol 22 21 71,86 74,47 9,43 6,62 88,00 85,00 52,50 60,00 Hasil Belajar Kognitif Kelas Eksperimen Kontrol 22 21 70,95 66,62 12,86 13,88 97,00 90,00 50,00 43,00 Analisis Data Kemampuan Awal Siswa dan Uji Hipotesis Penelitian Analisis data kemampuan awal siswa dilakukan untuk mengetahui apakah dua kelas yang digunakan untuk penelitian memiliki kemampuan yang sama, sedangkan uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dengan hasil belajar kognitif siswa kelas kontrol. Analisis datanya menggunakan uji-t Independent-Sample t-Test dengan bantuan program SPSS 16.0 for Windows. Sebelum dilakukan uji-t, perlu dilakukan prasyarat analisis yaitu, uji normalitas dan homogenitas varian. Hasil uji prasyarat analisis diperoleh bahwa data kemampuan awal dan data hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai sebaran yang normal dan varian yang homogen. Tabel 2 Hasil Uji-t Kemampuan Awal Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Uraian Kemampuan awal siswa Hipotesis penelitian Nilai Statistik Uji-t 1,047 1,063 Nilai t-tabel df 2,01954 41 Nilai Signifikansi 0,301 0,294 Pada Tabel 2 diperoleh hasil uji kemampuan awal, yaitu nilai statistik uji-t atau t-hitung sebesar 1,047 dan nilai signifikansinya sebesar 0,301. Nilai statistik uji-t atau t-hitung lebih kecil dari nilai t-tabel (2,01954) dan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kemampuan awal siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil uji hipotesis diperoleh nilai statistik uji-t atau t-hitung dan nilai signifikansi sebesar 1,063 dan 0,294. Nilai statistik uji-t atau t-hitung lebih kecil dari nilai t-tabel (2,01954) dan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar kognitif siswa antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Dengan kata lain, tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar kognitif siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan hasil belajar kognitif siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran ceramah-diskusi. Walaupun tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar kognitif siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, namun rata-rata hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen lebih tinggi (70,95) daripada rata-rata hasil belajar kognitif siswa kelas kontrol (66,62), dapat dilihat pada Tabel 1. Deskripsi Data Motivasi Belajar Siswa Data motivasi belajar siswa pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan model pembelajaran diperoleh dari angket motivasi belajar yang diberikan kepada siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Angket motivasi belajar diberikan setelah proses pembelajaran dan tes evaluasi hasil belajar selesai dilaksanakan. Angket motivasi belajar diberikan pada tanggal 28 Maret 2013 di kelas eksperimen dan pada tanggal 5 April 2013 di kelas kontrol, siswa diberi waktu 10 menit untuk mengisi angket tersebut. Tabel 3 Data Motivasi Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Uraian Jumlah siswa Rata-rata Nilai tertinggi Nilai terendah Kelas Eksperimen 22 3,15 3,56 2,97 Kontrol 21 2,65 2,89 2,38 Dari data pada Tabel 3 dapat diamati bahwa motivasi dalam mengikuti pembelajaran antara kelas eksperimen dan kelas kontrol terdapat perbedaan. Secara keseluruhan, motivasi belajar kelas eksperimen lebih tinggi dari motivasi belajar kelas kontrol. Berdasarkan kriteria motivasi belajar siswa yang telah ditetapkan, data motivasi belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Persentase Motivasi Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Kontrol Sangat Tidak Termotivasi 0% 0% Tidak Termotivasi 0% 14,29% Termotivasi 90,91% 85,71% Sangat Termotivasi 9,09% 0% Motivasi belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat juga dibedakan dengan membandingkan skor rata-rata setiap indikator yang terdapat dalam angket kelas eksperimen dan kelas kontrol. Angket motivasi belajar terdapat empat indikator yang diukur pada siswa. Empat indikator tersebut antara lain: a) attention (perhatian terhadap pelajaran), b) relevance (keterkaitan), c) confidence (percaya diri), dan d) satisfication (kepuasan). Skor rata-rata setiap indikator dalam angket motivasi belajar dapat diamati pada Tabel 5. Tabel 5 Data Skor Rata-rata Motivasi Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol per Indikator Indikator Attention (perhatian terhadap pelajaran) Relevance (keterkaitan) Confidence (percaya diri) Satisfication (kepuasan) Kelas Eksperimen 3,13 3,14 3,12 3,19 Kelas Kontrol 2,60 2,51 2,53 2,96 Pada Tabel 5 menunjukkan skor rata-rata setiap indikator dalam angket motivasi belajar, terdapat perbedaan antara siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen memiliki skor rata-rata yang lebih tinggi daripada kelas kontrol pada semua indikatornya. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata skor per indikator kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Oleh karena itu dapat disimpulkan lebih lanjut, bahwa motivasi belajar kelas eksperimen dalam mengikuti kegiatan pembelajaran lebih baik daripada kelas kontrol. PEMBAHASAN Pelaksanaan pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS dan Model Pembelajaran Ceramah-Diskusi Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS merupakan salah satu model pembelajaran yang dalam pelaksanaannya menggunakan pendekatan konstruktivistik. Hal ini dikarenakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Metode pembelajaran pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS banyak menggunakan metode diskusi, baik diskusi kelompok maupun diskusi kelas. Diskusi dilakukan dengan anggota kelompok sendiri dan anggota kelompok lain, sehingga siswa lebih berperan aktif dalam kelompok sendiri dan dalam kelompok lain. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada penelitian dapat terlaksana dengan cukup baik, semua tahap-tahap dalam model pembelajaran kooperatif tipe TSTS sebagian besar dapat dilakukan dengan baik. Walaupun pada pertemuan pertama kondisi kelas belum kondusif saat siswa akan berkumpul dengan kelompoknya masing-masing dan saat akan dilaksanakan tahap diskusi dengan anggota kelompok lain. Hal ini dikarenakan, siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS. Pada pertemuan ke-1, kuis tidak terlaksana karena keterbatasan waktu. Pertemuan ke-2, semua tahapan pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat terlaksana dengan cukup lancar dan kondisi kelas sudah agak kondusif. Pertemuan ke-3, siswa sudah mulai terbiasa dalam mengikuti tahapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS. Namun membutuhkan waktu yang lebih lama, khususnya pada tahap diskusi, sehingga berpengaruh pada waktu pemberian kuis yang tidak dapat terlaksana. Pertemuan ke-4, semua tahapan dalam pembelajaran sudah terlaksana dengan baik. Pertemuan ke-5, kuis tidak diberikan namun diganti dengan permainan rangking satu. Pertemuan ke-6, merupakan ulasan kembali materi pembelajaran yang telah dilaksanakan. Pada pertemuan ini, dilaksanakan diskusi soal-soal kuis yang belum terlaksana. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe TSTS dapat menciptakan interaksi antar siswa dalam proses pembelajaran. Interaksi antar siswa tersebut dapat dilihat saat proses diskusi, baik diskusi kelompok dengan anggota kelompok sendiri, anggota kelompok lain, maupun diskusi kelas. Jadi dapat disimpulkan, bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat meningkatkan interaksi antar siswa dan aktivitas dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, namum membutuhkan waktu yang lebih banyak, sehingga waktu merupakan kendala dalam model pembelajaran kooperatif tipe TSTS. Pembelajaran menggunakan model pembelajaran ceramah-diskusi dalam penelitian dapat berjalan cukup baik. Semua tahapannya sebagian besar dapat terlaksana. Model pembelajaran ceramah-disksusi, memberikan kegiatan diskusi kelompok pada siswa, sehingga terdapat interaksi antara siswa. Namun interaksi siswa yang terdapat dalam model pembelajaran ceramah-diskusi tidak sebanyak interaksi yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif tipe TSTS. Hasil Belajar Kognitif Siswa Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaaan yang signifikan hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Namun jika dilihat nilai rata-rata hasil belajar kognitifnya, hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih tinggi/baik daripada hasil belajar kognitif kelas kontrol. Nilai rata-rata hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen sebesar 70,95 dan kelas kontrol sebesar 66,62. Kenaikan hasil belajar kognitif kelas eksperimen juga didukung dengan data kemampuan awal siswa. Kelas eksperimen mempunyai rata-rata kemampuan awal sebesar 71,86 dan kelas kontrol mempunyai rata-rata kemampuan awal sebesar 74,47. Kelas eksperimen yang awalnya mempunyai rata-rata kemampuan awal lebih rendah daripada kelas kontrol, namun hasil belajar kognitifnya dapat lebih tinggi daripada kelas kontrol. Tidak adanya perbedaan yang signifikan pada hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol mungkin karena beberapa hal, antara lain: 1) kurangnya alokasi waktu. Hal ini berdampak pada langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS kurang sempurna. Selama 6 kali pertemuan, pemberian kuis hanya terlaksana 3 kali, yaitu pada pertemuan ke-2, pertemuan ke-4, dan pertemuan ke-5. Dari langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, yang paling banyak membutuhkan waktu lebih lama adalah pada tahap diskusi dikelompok sendiri atau dengan kelompok lain. 2) materi reaksi redoks merupakan materi yang kompleks dan cukup sulit dipahami oleh siswa kelas X, seperti hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Febrianto (2011:59) yang menyatakan bahwa materi pokok perkembangan konsep reaksi redoks tergolong materi yang sulit. Hal ini dikarenakan materi reaksi redoks merupakan materi yang saling berhubungan dengan materi sebelumnya, yaitu sistem periodik, ikatan kimia, dan tatanama senyawa. Karakteristik materi konsep reaksi redoks lebih banyak bersifat hafalan dan pemahaman konsep. 3) antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sama-sama terdapat kegiatan pembelajaran diskusi dan penjelasan materi oleh guru. Kegiatan diskusi di kelas kontrol yaitu diskusi dengan anggota kelompok masing-masing, sedangkan kegiatan diskusi di kelas eksperimen, yaitu diskusi dengan anggota kelompok masing-masing dan dengan anggota kelompok lain. Kegiatan lainnya yang membedakan pembelajaran di kelas eksperimen dan di kelas kontrol, yaitu kegiatan pembahasan hasil diskusi dan penarikan kesimpulan. Kegiatan pembahasan hasil diskusi di kelas eksperimen, presentasi perwakilan kelompok dan guru hanya sebagai moderator untuk memberikan penguatan konsep-konsep pelajaran yang didpatkan oleh siswa, sedangkan kegiatan pembahasan hasil diskusi di kelas kontrol, guru dan siswa membahas bersama-sama. Pada kegiatan penarikan kesimpulan di kelas eksperimen, siswa diminta untuk menyimpulkan materi pelajaran yang didapatkannya dan guru hanya memberikan penguatan, sedangkan kegiatan penarikan kesimpulan di kelas kontrol dilakukan guru dan siswa secara bersama-sama. Walaupun terdapat persamaan kegiatan pembelajaran antara pembelajaran kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran ceramah-diskusi, namun pada pembelajaran di kelas eksperimen lebih banyak terdapat interaksi antar siswa. Hal itu dikarenakan di kelas eksperimen terdapat diskusi yang berulang, yaitu diskusi dengan anggota kelompok masing-masing dan anggota kelompok lain. Pada langkah pembahasan dan penarikan kesimpulan, di kelas eksperimen menuntut siswa untuk mempresentasikan hasil diskusinya dan menyimpulkan sendiri materi pelajaran yang sudah dipelajari. Dengan demikian dapat disimpulkan lebih lanjut, bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, siswa lebih banyak berinteraksi antar siswa dan lebih aktif belajar daripada pembelajaran menggunakan model pembelajaran ceramah-diskusi. Motivasi Belajar Siswa Data motivasi belajar siswa kelas eksperimen dan kontrol, diperoleh melalui angket motivasi yang diberikan setelah proses pembelajaran selesai dilaksanakan, yaitu setelah tes evaluasi hasil belajar. Indikator motivasi belajar dalam angket ada empat, yaitu: (1) attention (perhatian terhadap pelajaran), (2) relevance (keterkaitan), (3) confidence (percaya diri), dan (4) satisfaction (kepuasan). Menurut Suciati (2001:54), indikator tersebut merupakan empat kondisi motivasional yang harus diperhatikan agar pembelajaran menjadi menarik. Pembelajaran yang menarik akan membuat siswa menjadi lebih termotivasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil perhitungan angket motivasi belajar, diperoleh skor rata-rata keempat indikator motivasi pada kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Oleh karena itu, jika dilihat dari skor rata-rata indikator tersebut, dapat diketahui kondisi motivasional pada kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol. Perhatian, keterkaitan, keyakinan diri dan kepuasan kelas eksperimen dalam mengikuti kegiatan pembelajaran lebih tinggi daripada kelas kontrol, sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan pembelajaran pada kelas eksperiman lebih menarik daripada pembelajaran pada kelas kontrol. Menurut Suciati (2001:54), pembelajaran yang menarik akan membuat siswa menjadi lebih termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran, sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar kelas eksperimen lebih tinggi daripada motivasi belajar kelas kontrol. Menurut Sardiman (1986:40), bahwa hasil belajar akan menjadi optimal kalau ada motivasi belajar, sehingga motivasi belajar akan meningkatkan hasil belajar. Adanya motivasi yang lebih tinggi, kelas eksperimen akan lebih berhasil dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan akan mendapat hasil belajar yang lebih baik daripada kelas kontrol. Hal ini juga didukung oleh pernyataan yang dikemukakan Slavin (1995:7), bahwa motivasi berfungsi sebagai pemandu hasil belajar. Selain itu, hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Abidah (2009) menyatakan, bahwa siswa senang dan termotivasi untuk belajar dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS. PENUTUP Kesimpulan Pelaksanaan pembelajaran materi konsep reaksi redoks menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan model pembelajaran ceramah-diskusi sesuai dengan rencana pembelajaran dengan kendala alokasi waktu. Hasil uji hipotesis menunjukkan, bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar kognitif antara kelas yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan kelas yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran ceramah-diskusi. Namun jika dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar kognitifnya, rat-rata hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen (70,95) lebih besar daripada hasil belajar kognitif siswa kelas kontrol (66,62). Dengan demikian, jika dimulai dari kemampuan awal yang sama maka dapat dikatakan bahwa peningkatan hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS mempunyai motivasi belajar lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran ceramah-diskusi. Saran Berdsarkan kesimpulan di atas, maka saran yang diajukan sebagai berikut. Kendala dalam pembelajaran, memerlukan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS perlu mempertimbangkan alokasi waktu dan materi. Interaksi siswa, hasil belajar kognitif, dn motivasi belajar siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Maka perlu dilakukan penelitian penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan materi yang lain. Peneliti lain dapat menguji pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan variabel yang lainnya, misalnya pada pemahaman konsep, perbedaan sikap siswa, dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dari hasil penelitian, kegiatan pembelajaran pada materi konsep reaksi redoks dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS terbukti dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif lainnya, misalnya TGT terhadap motivasi belajar siswa dalam materi konsep reaksi redoks. DAFTAR RUJUKAN Abidah, N. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray (TSTS) untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi belajar Siswa terhadap Pelajaran Matematika pada kelas X-2 SMAN 8 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM. Faiq, M. 2013. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray, (Online), (http://penelitiantindakankelas.blogspot.- com/2013/03/model-pembelajaran-kooperatif-two-stay-two-stray.html?m=1), diakses 12 April 2013. Febrianto, G.J. 2011. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Materi Perkembangan Konsep Redoks terhadap Hasil Belajar dan Motivasi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Purwosari. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang. Lie, A. 2002. Mempraktekkan Cooperative learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT. Gramedia Sardiman. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Slavin, R.E. 1995. Research on Cooperative Learning and Achievement: What We Know, What We Need to Know. Center for Research on the Education of Student Placed at Risk John Hopkins University, (Online), Oktober 1995: 1-18, (www.konferenslund.se/pp/TAPPS_Slavin.pdf), diakses 5 September 2012. Suciati. 2001. Teori Belajar & Motivasi. Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka.