Kota Cerdas Saat Ini dan Masa Depan 22 Aspek Ganti Kerugian Mengapa Ini Baik ? Pengadaan Tanah untuk Mengapa Ini Kepentingan Umum Kurang Baik ? 24 Edisi 07/Tahun XIII/Juli 2015 28 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Karya Cipta Infrastruktur Permukiman Semua Bergerak untuk Permukiman Layak LENSA CK • Pelantikan Pejabat Eselon III di Lingkungan Ditjen Cipta Karya • Pelantikan Pejabat Eselon IV dan Serah Terima Jabatan di Lingkungan Ditjen Cipta Karya daftar isi Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 Berita Utama Bergerak 4 Semua untuk Permukiman Layak liputan khusus Kondisi dan 8 Mengurai Kinerja PDAM dalam Menggapai 100% Akses Aman Air Minum info baru 4 Karya Rangkul 12 Cipta Civitas Akademika dalam Pendampingan Pemberdayaan Masyarakat untuk Mendukung Gerakan 100-0-100 14 PUPR 14 Kementerian Berpartisipasi Dalam GPMB Expo & Awards 2015 PUPR Gelar 15 Kementerian Persiapan Asia Pacific Urban Forum 6 dan Pertemuan Tingkat Tinggi Habitat III Cipta Karya 16 Ditjen Tangani Tanggap Darurat Bencana di Beberapa Wilayah 8 inovasi 15 18 Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat Mendukung Kinerja TPS 3R Pasar, Potensi 20 Sampah Besar yang Belum Termanfaatkan 18 Cerdas 22 Kota Saat Ini dan Masa Depan Ganti Kerugian 24 Aspek Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Sebaiknya Ini Baik ? 28 Mengapa Mengapa Ini Kurang Baik ? RESENSI Air Minum 30 Penyediaan Perkotaan Belajar dari Keberhasilan KPS SPAM Kabupaten Tangerang 2 24 editorial Pelindung Pelindung Budi Yuwono P Andreas Suhono Penanggung Jawab Antonius Budiono Penanggung Jawab Dewan Redaksi Rina Agustin Indriani Susmono, Danny Sutjiono, M. Sjukrul Amin, Amwazi Idrus, GuratnoRedaksi Hartono, Tamin MZ. Amin, Dewan Nugroho Utomo Adjar Prajudi, Rina Farida, Dwityo A.Tri Soeranto, Dodi Krispatmadi, Pemimpin RedaksiMochammad Natsir, Nugroho Tri Utomo Dian Irawati, Sudarwanto Penyunting dan Penyelaras Naskah T.M. Hasan,Redaksi Bukhori Pemimpin Deddy Sumantri, Sri Murni Edi K. Bagian Produksi Erwin A. Setyadhi, Djoko Karsono, Diana Kusumastuti, Penyunting RedaksiBernardi Heryawan, M. Sundoro, Chandra RP. Situmorang, Ardhani P, Bhima Dhananjaya, Fajar Santoso, Ilham Muhargiady, Sri Murni Edi K, Desrah, Bagian Produksi Wardhiana R. Julianto, Bukhori, AriSuryaningrum, Iswanti, Bramanti Nawangsari Bhima Dhananjaya, Djati Waluyo Widodo, Indah Raftiarty, Danang Pidekso Bagian Administrasi & Distribusi Bagian Administrasi & Distribusi Fajar Drestha Birawa, Nurdian Ayuningtyas Luargo, Joni Santoso, Nurfathiah Kontributor Kontributor Dwityo A. Soeranto, Hadi Sucahyono, Sudarwanto, Edward Nieke Nindyaputri, R. Abdurrahman, Mulana MP. Sibuea, Tanozisochi Kusumastuti, Adjar Prajudi,Lase, RinaDiana Farida, Didiet A. Akhdiat, Dian Irawati, Akhdiat,Th Srimulyatini RG. Eko Djuli Didiet S, DedyA.Permadi, Nieke Nindyaputri, Prasetyo, M. Sundoro, Respati, Joerni Makmoerniati, Syamsul Hadi, Oloan MS, Sandhi Eko Bramono, Hendarko Rudi S, Iwan Dharma S, Rina Agustin, Ade Syaiful Rachman, Kusumawardhani, Handy B. Legowo, Dodi Krispatmadi, Indah Widyahapsari. Rudi A. Arifin, Endang Setyaningrum, Alex A. Chalik, Djoko Mursito, N. Sardjiono, Oloan M.Redaksi Simatupang, Hilwan, Kun Hidayat S, Alamat Deddy Sumantri, Halasan Sitompul, Jl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110 Sitti Bellafolijani, M. Aulawi Dzin Nun, Telp/Fax. 021-72796578 Ade Syaiful Rahman, Aryananda Sihombing, Agus Achyar, Ratria Anggraini, Dian Suci Hastuti, Email Emah Sudjimah, Susi MDS Simanjuntak, [email protected] Didik S. Fuadi, Kusumawardhani, Airyn Saputri, Budi Prastowo, Aswin G. Sukahar, Wahyu K. Susanto, websitePutri Intan Suri, http://ciptakarya.pu.go.id Siti Aliyah Junaedi Alamat Redaksi Jl. Patimuratwitter No. 20, Kebayoran Baru 12110 @ditjenck Telp/Fax. 021-72796578 Email [email protected] instagram @ditjenck Cover : Sebuah Keluarga di Musi Banyu Asin Sumatera Selatan (foto : Dian Rosalia) Buletin ini menggunakan 100% kertas daur ulang (cyclus paper) Bergerak Harmonis Mencipta Permukiman Layak Indonesia masih membanggakan kisah sukses Kampung Improvement Program (KIP) pada tahun 1969 yang dilaksanakan di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Ketika itu, untuk meningkatkan kualitas permukiman kumuh, pemerintah mengambil kebijakan untuk memperbaiki kampung, sebagai alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan penggusuran rumah kumuh atau pemindahan secara besarbesaran. Sasaran utama KIP adalah peningkatan kualitas lingkungan permukiman melalui pendekatan Tri Bina, yaitu bina fisik lingkungan, bina perekonomian ma­ syarakat, dan bina aspek sosial masyarakat. Program KIP ini berjalan dengan baik dan mendapatkan apresiasi yang sangat baik oleh dunia internasional, bahkan menjadi contoh penanganan permukiman kumuh di negara lain. Kita mencatat, program KIP di Surabaya yang didukung juga oleh Prof. Johan Silas pernah mendapatkan penghargaan World Habitat Award pada tahun 1992. Semangat dan prinsip KIP terus diacu hingga saat ini dalam program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Pendekatan pemberdayaan lahir dari pemahaman bahwa pena­ nganan permukiman kumuh perlu ditempuh dengan cara bijak dan manusiawi, misalnya dengan memadukan pendekatan top-down sesuai peraturan yang berlaku, dengan pendekatan bottom-up yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. Pendekatan pemberdayaan hanya satu cara. Perkembangan urbanisasi menyedot banyak energi pemerintah untuk membenahi efek bola salju di segala bidang. Di bidang penyediaan prasarana permukiman, selain pendekatan pemberdayaan, pemerintah membawa dua layer lain, yaitu pembentukan sistem infrastruktur permukiman yang bersifat kolaboratif dan komprehensif, terintegrasi dengan sistem kota, serta menja­ min keamanan bermukim. Berikutnya adalah fasilitasi Pemda dengan tanggung ja­ wab dalam hal perencanaan dan pelaksanaan program, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai pendampingan. Dalam urusan pembangunan fisik infrastruktur permukiman, Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat selalu berada di depan (leading). Namun, membangun kawasan perkotaan tidak sekadar membangun prasarana kota, tapi juga tentang membangun ekonomi perkotaan, mengelola keragaman sosial dan budaya, hingga merangkul warga kota untuk mau terlibat dalam pembangunan perkotaan. Pergerakan yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat serta swasta menjadi gerakan yang harmonis untuk mewujudkan per­ mukiman yang layak huni dan berkelanjutan. (Teks : Buchori) Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkait bidang Cipta Karya ke email [email protected] atau saran dan pengaduan di www.pu.go.id Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 3 berita utama Semua Bergerak untuk Permukiman Layak Permukiman yang layak huni dan sehat menjadi tempat ideal untuk mendidik sumber daya manusia yang berkualitas. Penyediaan infrastruktur dasar permukiman menjadi kunci untuk mewujudkan cita-cita tersebut. V isi Indonesia saat ini untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Kualitas ini dapat tercipta dari lingkungan permukiman yang sehat dan produktif. SDM berkualitas akan siap meng­ gerakkan Indonesia dari middle income country men­ jadi negara maju dengan mulai menggerakan perekonomian dari pengelolaan sumber daya alam yang semakin terbatas ke arah industri manufaktur. Untuk memberikan pelayanan dasar permukiman, pemerintah telah mencanangkan sebuah gerakan bernama 100-0-100. Ge­ rakan ini merupakan hasil bacaan sebuah target besar negeri ini yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, yaitu penyediaan 100% akses aman Foto Atas : Huntap Pagerjurang 4 air minun, 0% kawasan permukiman kumuh, dan 100% akses sani­ tasi layak. Penegasan dari bahasa program menjadi sebuah gerakan diungkapkan Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Andreas Suhono. Dari ma­sukan stakeholder, penamaan gerakan dimaksudkan untuk merangkul semua potensi sumber daya yang dimiliki negeri ini untuk sama-sama bertanggung jawab mewujudkannya. Kementerian PUPR melalui Ditjen Cipta Karya terus menjalin sinergi antara Renstra Kementerian PUPR dan RPJMD. Kegiatan ini sekaligus merupakan pembinaan terhadap Pemda hingga tercipta kemandirian. Sinergitas mencakup proses perencanaan pembangunan bidang Cipta karya sebagai upaya meningkatkan kualitas infrastruktur permukiman. Upaya pemerintah meningkatkan kualitas infrastruktur per­ mukiman telah menampakkan hasil yang direfleksikan dengan cakupan pelayanan infrastruktur, antara lain pelayanan air minum dari 47,7% pada 2009 menjadi 70,5% pada 2014, dan cakupan pelayanan sanitasi dari 51% pada 2009 menjadi 61,04% pada 2014. Begitu pula dengan penanganan kawasan permukiman kumuh yang telah diturunkan dari 57.800 Ha pada 2009 menjadi 38.431 ha pada 2014. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan Ditjen Cipta Karya bersama Pemda dan stakeholder lainnya telah menampakkan kemajuan berarti. Kendati demikian, pembangunan infrastruktur permukiman peru terus ditingkatkan untuk menjaga lingkungan permukiman berita utama agar tidak mengalami penurunan kualitas maupun jangkauan pelayanannya. Di sisi lain, Indonesia dihadapkan pada tantangan migrasi penduduk ke kawasan perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data BPS 2014, diperkirakan pada 2025 sebanyak 68% penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan. Kondisi tersebut akan meningkatkan kebutuhan terhadap pelayanan dasar infrastruktur permukiman. Urusan pekerjaan umum dan tata ruang merupakan pelayanan dasar yang menjadi urusan wajib yang dilaksanakan secara bersama antara pemerintah dan Pemda. Hal tersebut tertuang dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pemda perlu memprioritaskan urusan pemerintahan wajib dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Sementara Ditjen Cipta Karya melaksanakan tugas pembangunan, khususnya mendukung penyediaan infrastruktur pelayanan dasar yang dilaksanakan bersama dengan Pemda, dengan mengacu pada agenda dan program RPJMN. Operasionalisasi RPJMN adalah Rencana dan Strategi (Renstra) bidang Cipta Karya 2015-2019 yang pelaksanaannya harus bersinergi dengan RPJMD. Dalam pelaksanaannya, Ditjen Cipta Karya menetapkan tiga pendekatan, yaitu pertama, sistem infrastruktur permukiman Renstra Cipta Karya dan RPJMD sehingga tercipta keterpaduan pembangunan yang sesuai dengan tujuan amanat pembangunan nasional. Pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya di daerah dilandasi RTRW dan Perda terkait, serta perencanaan sektor seperti Strategi Sanitasi Kota (SSK), Rencana Induk Sistem Pengembangan Air Minum (RISPAM), dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Tantangan Pendanaan Amanat RPJMN tersebut membutuhkan pendanaan dalam kurun 5 tahun mencapai Rp800 triliun, sementara kemampuan APBN hanya Rp128 triliun. Dengan outcome yang langsung menyentuh masyarakat tersebut, pembangunan infrastruktur permukiman dimungkinkan untuk mencari potensi sumber pembiayaan non APBN, salah satunya Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN). Namun menurut Andreas pemanfaatan PHLN diarahkan dengan selektif. Kriteria kegiatannya antara lain selektif dan fo­kus men­­dukung gerakan 100-0-100, bersifat masif dan membutuhkan yang bersifat kolaboratif dan komprehensif, terintegrasi dengan sistem kota, serta menjamin keamanan bermukim. Kedua, fasilitasi Pemda dengan tanggung jawab dalam hal perencanaan dan pelaksanaan program, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai pendampingan. Ketiga, pemberdayaan masyarakat seba­ gai kunci keberhasilan program melalui proses partisipatif dari perencanaan sampai pengawasan. Sementara Direktur Keterpaduan Infrastruktur Permukiman, Dwityo A. Soeranto, menyampaikan dalam mendukung per­ wujudan permukiman yang layak huni, perencanaan pemba­ ngunan infrastruktur bidang Cipta Karya perlu dituangkan da­ lam dokumen Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM). Untuk itu diperlukan sinergitas RPJMN, Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 5 berita utama pembiayaan besar, mendapat respon Pemda berupa komitmen dan kesiapan, serta kegiatan yang sustainable. Di sisi lain, kemampuan pembiayaan pembangunan bidang permukiman oleh Pemerintah Daerah semakin meningkat seiring desentralisasi fiskal. Peluang itu harus dibarengi sinkronisasi pe­ ren­ canaan program antara RPJMD dengan Renstra Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. “Dalam RPJMN 2015-2019 sasaran bidang permukiman ada gap dengan kemampuan pendanaan APBN dan harus kreatif mencari sumber lain. Begitu pula strategi pendanaan ini harus sinkron dengan RPJMD,” ungkap Andreas Suhono saat membuka Rapat Terbatas Keterpaduan Perencanaan Program bidang Cipta Karya melalui Sinergi RPJMN, Renstra PUPR, dan RPJMD, di Denpasar Juli 2015. Sementara Dwityo A. Soeranto, menjelaskan era RPJMN 20152019 terjadi pergeseran strategi pembiayaan pembangunan bi­ dang Cipta Karya. Sebelumnya pemerintah pusat mendominasi peran dengan mengalokasikan 67%. Tapi tahun depan menjadi 35%, sisanya oleh Pemda 35, swasta 15%, serta lainnya dari pinjaman dan hibah luar negeri serta masyarakat. Ada gap yang menganga antara kemampuan APBN dan target RPJMN 2015-2019. Kebutuhan dana untuk mencapai 100-0-100 selama lima tahun mendatang sebesar Rp825 triliun, sementara kemampuan APBN (termasuk pinjaman dan hibah luar negeri) sebesar Rp124,4 triliun. 6 Dwityo memaparkan, dalam prioritas tahunan penyiapan ke­ giatan pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) Ditjen Cipta Karya tahun 2015-2019 terdapat 24 kegiatan prioritas dengan total nilai pinjaman sebesar USD 8,6 miliar. Tahun 2015 ini terdapat dua kegiatan yaitu, pertama, Small Scale Water Treatment Plant for Emergency Relief senilai USD 25 juta dengan donor dari Pemerintah Spanyol. Kegiatannya adalah pengadaan IPA Mobile untuk penanganan darurat bencana yang akan ditempatkan di 4 depo, yaitu Kota Medan, Kota Bekasi, Kota Surabaya, dan Kota Makassar. Kedua, IKK Water Supply Program and Small Water Treatment Plant for Water Scarcity senilai USD 100 juta dari Pemerintah Hongaria (USD 50 juta) dan ADB (USD 50 juta). Kegiatannya antara lain pembangunan intake, transmisi air baku, unit produksi, reservoir, jaringan distribusi utama, dan bangunan pendukung. Di bidang air minum, kebutuhan pendanaan untuk mencapai 100% akses aman air minum sebesar Rp 274 triliun dengan kemampuan APBN sebesar Rp34 triliun. Target 100% akses aman air minum diupayakan melalui pemenuhan 60% jaringan perpipaan atau 27.733.280 sambungan rumah (SR) dan 40% Bukan Jaringan Perpipaan (BJP) terlindungi sebanyak 1.920.361 RT. Pada saat yang sama PDAM se-Indonesia juga dalam keadaan sehat dengan bantuan program maupun manajemen dari pemerintah. Pinjaman luar negeri untuk bidang air minum ditekankan untuk mebiayai kegiatan yang bersifat cost recoverable, kecuali berita utama pada kegiatan pemberdayaan yang telah berjalan. Pinjaman juga ditekankan untuk peningkatan kapasitas nasional, mendorong replikasi proyek PHLN yang berhasil dengan rupiah, dan menjaga keberlanjutan proyek pinjaman luar negeri. Di bidang penyehatan lingkungan permukiman, ada sem­ bilan kegiatan yang sedang berjalan, yaitu Denpasar Sewerage Depelopment Project (DSDP) Tahap II, Urban Drainage System Improvement and Water Supply Works for the Semarang Area of Semarang City (Componen C), Metropolitan Sanitation Mana­ gemenet Investmen Program: engineering services for Jakarta Sewerage (MSMIP), dan lainnya. Dari pelaksanaan kegiatan PHLN tahun 2010-2014, ada lima pelajaran penting yang perlu diperbaiki ke depannya. Pertama, penetapan lahan perlu disiapkan dengan matang. Lokasi proyek tidak boleh diubah secara sepihak. Kedua, dokumen lelang (AMDAL/RKL/RPL) perlu disiapkan dengan baik. Ketiga, peng­ gunaan metode full e-procurement perlu disepakati dengan donor. Keempat, institusi pengelola harus sudah disiapkan dengan baik. Kelima, lingkup kegiatan technical assistance perlu disepakati secara rinci. Perubahan nyata telah dicatat dalam kegiatan di bidang air limbah untuk meningkatkan akses pelayanan sanitasi layak. DSDP tahap I telah melayani sebanyak 8.647 SR dan DSDP tahap II sebanyak 7.500 SR. Sedangkan melalui kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) USRI telah dimanfaatkan masyarakat di 1.438 lokasi yang tersebar di 34 kabupaten/kota atau setara dengan pelayanan kepada 503.300 jiwa. Sedangkan target kontribusi pada kegiatan PHLN 2015- 2019 melalui kegiatan DSDP III, Jakarta Sewerage, Development of Septage Treatment Plant, Sewerage Development Program, dan Greater Bandung akan melayani sebanyak 16,4 juta jiwa. Sementara di bidang persampahan, melalui advanced SWM-SUD, The Improvement of Solid Waste Management to Support Regional Area and Metropolitan Cities akan menyumbang pelayanan kepada 17 juta jiwa. Kota Tanpa Permukiman Kumuh telah dicita-citakan Indonesia delapan tahun lalu dalam UU Nomor 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Cita-cita ini didukung dengan UU nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang mengatur tentang pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan dan permukiman kumuh. Tidak hanya dari internal, Indonesia juga berkomitmen pada amanat global dalam Agenda Habitat, Rio+20, Millennium Development Goals (MDGs), dan Sustainable Development Goals (SDGs). Kegiatan PHLN yang sudah berjalan dan dirasakan masya­ rakat perdesaan maupun perkotaan secara nyata misalnya melalui NUSP-2, P2KP, dan RISE-II. Selama lima tahun ke depan, pemerintah menambah lagi kegiatan bidang pengembangan kawasan permukiman dengan kegiatan Slum Improvement in Strategic Human Settlements Area (SISHA) atau Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh di Kawasan Strategis, National Slum Upgrading (NSU) atau Program Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh, dan Rural Settlement Infrastructure Development (RSID) atau Pengembangan Infrastruktur Permukiman di Kawasan Perdesaan. (Teks: Buchori) Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 7 liputan khusus Mengurai Kondisi dan Kinerja PDAM dalam Menggapai 100% Akses Aman Air Minum Teguh Indra Budiman *) Pada tahun 2013, proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum aman adalah 67,73 persen (BPS, 2013). peningkatan akses aman air minum melalui jaringan perpipaan juga memerlukan telaahan secara seksama agar kondisi dan kinerjanya dapat dipetakan secara komprehensif. Tulisan ini akan mencoba menelaah kondisi dan kinerja PDAM sehingga diharapkan dapat diperoleh gambaran yang cukup utuh. Selain itu, telaah komparasi lintas wilayah, korelasi, dan tabulasi silang antar variabel juga dilakukan agar diketahui pola tertentu dari PDAM. I Prasedimentasi ni berarti masih terdapat 100 juta jiwa penduduk yang belum memiliki akses aman air minum. Di sisi lain, target capaian universal access (100% akses aman air minum) di tahun 2019 telah ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019. Untuk mencapai target tersebut dibutuhkan upaya dan komitmen yang kuat dari semua pihak. Oleh karena itu, para pemangku kepentingan harus telah siap dan mengetahui betul kondisi dan kapasitas saat ini untuk menggapai target tersebut. Dukungan data dan informasi yang rinci dan komprehensif mengenai kondisi pelayanan air minum menjadi tuntutan yang wajib dipenuhi agar pengembangan strategi dan jenis intervensi yang akan diterapkan ke depan menjadi lebih terarah, tepat sasaran dan sesuai kebutuhan. Hal yang patut menjadi perhatian ialah tipologi tiap daerah dan entitas pengelola air minum yang memiliki corak berbeda, sehingga penerapan strategi dan pola intervensi tidak dapat digeneralisasi begitu saja. PDAM yang merupakan salah satu entitas penting dalam Sebaran Pelanggan PDAM Dari laporan kinerja PDAM 2014 yang telah dikeluarkan oleh BPPSPAM, dapat diurai sebaran jumlah pelanggan PDAM. Secara nasional jumlah pelanggan PDAM masih didominasi PDAM yang memiliki jumlah pelanggan di bawah 10.000 Sambungan Langganan (SL) (44%) dan di kisaran 10.000 – 50.000 SL, yaitu mencapai 46%. Sebagian besar jumlah pelanggan PDAM di (i) Pulau Sumatera, (ii) Pulau Kalimantan & Sulawesi, serta (iii) Papua, Maluku, NTB, NTT, Bali memiliki jumlah pelanggan di bawah 10.000 SL. Sedangkan di Pulau Jawa, sebanyak 73% PDAM-nya memiliki jumlah pelanggan di kisaran 10.000 – 50.000 SL. Jumlah dan kepadatan penduduk, serta tipologi wilayah perkotaan yang lebih tinggi di Pulau Jawa menjadikan jumlah pelanggan PDAM relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Selain itu, keberadaan infrastruktur yang lebih baik di Pulau Jawa juga turut memberi andil. Gambaran Umum Kinerja PDAM Kinerja PDAM secara nasional selama periode 2006-2014 secara umum mengalami trend peningkatan yang cukup signifikan. Jika di tahun 2006 PDAM sehat hanya sebesar 18% saja, di tahun 2014 kondisinya sudah mencapai 51%. Di sisi lain, PDAM kurang sehat dan sakit secara bertahap liputan khusus Gambar 1 Klasifikasi Jumlah Pelanggan PDAM secara Nasional Tahun 2014 50% 45% 46% 44% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 6% 4% 5% 0% <10.000 10.000 s/d 50.000 Sumber : BPPSPAM (Buku Kinerja PDAM 2014 - diolah) 50.001 s/d 100.000 >100.000 Jumlah Pelanggan (Unit SL) bila dibandingkan dengan 3 (tiga) wilayah lainnya. Untuk PDAM di (i) Pulau Sumatera, (ii) Pulau Kalimantan & Sulawesi, dan (iii) Papua, Maluku, NTT, NTB, Bali rata-rata memiliki nilai skor kinerja di kisaran 2,2 s.d 2.8 sehingga berada di kategori PDAM kurang sehat. PDAM yang berada di Pulau Sumatera secara umum memiliki mengalami penurunan, walaupun di periode 2014 masih terdapat 49% PDAM kurang sehat dan sakit. Dari hasil telaahan data, diketahui bahwa PDAM yang berlokasi di Pulau Jawa memiliki rerata skor kinerja sebesar 3,20 yang berarti ada di kategori PDAM Sehat. Nilai skor kinerja ini yang paling besar Gambar 2 Distribusi Rentang Jumlah Pelanggan PDAM Per Wilayah Tahun 2014 Pulau Sumatera 63% Papua, Maluku, NTB, NTT, Bali 60% Kalimantan & Sulawesi Pulau Jawa 32% 32% 57% 6% < 10.000 3% 2% 9% 0% 37% 73% 10.000 s/d 50.000 3%3% 11% 50.001 s/d 100.000 9% > 100.000 Sumber : BPPSPAM (Buku Kinerja PDAM 2014 - diolah) Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 9 liputan khusus kinerja yang paling rendah dan ini mencerminkan kebutuhan penanganan ekstra. Di Pulau Jawa terdapat 86% PDAM kategori sehat dan hanya 5% saja yang masuk dalam kategori sakit. Kondisi ini kontras dengan PDAM yang berada di Pulau Sumatera yang hanya memiliki 25% yang mengindikasikan bahwa jumlah pelanggan tidak menjadi determinan utama atas daya saing dan kinerja suatu PDAM. Namun, temuan menarik lainnya ialah PDAM yang memiliki jumlah pelanggan di atas 42.000 semuanya merupakan PDAM sehat (Kuadrant 2). Ini juga dapat menjadi salah satu indikasi Gambar 3 Perkembangan Kinerja PDAM Secara Nasional Periode 2006-2014 55% Sehat 50% 45% 50% 43% 51% 41% 40% 35% 39% 38% 30% 30% 29% Kurang Sehat 25% Sakit 20% 15% 10% 21% 18% 2006 2007 2008 2009 2010 20% 2011 2012 2013 20% 2014 Sumber : BPPSPAM (2015) PDAM kategori sehat dan 35% dalam kategori sakit. Jika dilihat secara lebih mendetail pada tingkatan provinsi, diketahui bahwa rerata skor kinerja PDAM yang berada di Provinsi Bali merupakan yang paling tinggi (3,49), disusul oleh Jawa Tengah (3,32), Jawa Barat (3,31), dan Banten (3,25). Provinsi-provinsi yang berada di Pulau Jawa semuanya memiliki rerata skor kinerja PDAM sehat (di atas 2,8) dari 12 (dua belas) provinsi yang berada di kategori ini. Terdapat empat provinsi yang memiliki rerata skor kinerja PDAM kategori sakit, yaitu (i) Sulawesi Tenggara, (ii) Riau, (iii) Lampung, dan (iv) Bangka Belitung. Ini mengindikasikan bahwa diperlukannya upaya cepat dan ekstra keras untuk mendorong kinerja PDAM di wilayah ini, dengan tetap memperhatikan tipologi tiap PDAM-nya. Kinerja PDAM dan Keterkaitan dengan Faktor Pembentuknya Dengan dilakukan tabulasi silang (cross tabulation) antara nilai kinerja tiap PDAM dan jumlah pelanggan (unit SL), terlihat pola tertentu dari PDAM. Terdapat hubungan positif antara kedua variabel tersebut, namun korelasinya tidak terlalu kuat (koefisien korelasi R = 0,32). Dalam Gambar 8 terlihat bahwa PDAM yang sehat dengan pelanggan relatif kecil (Kuadant 1) cukup banyak 10 bahwa dalam level tertentu, skala ekonomis masih tetap berjalan. Kondisi ini juga dapat menjadi salah satu bukti penguat bahwa regionalisasi pengelolaan air minum dengan cakupan pelanggan yang besar masih tetap dibutuhkan. Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa terdapat 76 PDAM (21,2%) yang berada di kategori sehat dan memiliki tarif FCR (full cost recovery). Selain itu, terdapat 106 PDAM sehat namun tingkat tarifnya tidak FCR (29,5%). Ini mengindikasikan bahwa walaupun PDAM tersebut masuk kategori sehat, namun keberlanjutan usahanya terancam karena tarif air minum yang ditetapkan masih di bawah biaya produksi. Selain itu, hal ini juga mengindikasikan bahwa PDAM masih bergantung pada dukungan pemerintah daerah dalam penyertaan modal agar roda usaha PDAM tetap bisa berlangsung. Porsi terbesar, yaitu sebanyak 160 PDAM (44,6%) termasuk ke dalam PDAM tidak sehat dan tarifnya tidak FCR (Gambar 10 di Kuadrant 4). PDAM di kategori ini merupakan PDAM yang berada di posisi terberat yang dapat mengancam kelangsungan usaha PDAM.Pembenahan penetapan tarif dalam hal ini merupakan salah satu kunci penting atas peningkatan keberlanjutan kinerja PDAM ke depan. Jika dilihat pola dan kecenderungannya secara umum, semakin sedikit jumlah sambungan pelanggan, maka semakin besar liputan khusus Gambar 4 PDAM menurut Tingkat Kesehatan dan Tingkat Cost Recovery Tahun 2014 Kuadrant 1 Kuadrant 2 PDAM Sehat & Tarif Tidak FCR PDAM Sehat & Tarif FCR 106 PDAM (29,5%) 76 PDAM (21,2%) PDAM Tdk Sehat & Tarif Tdk FCR PDAM Tidak Sehat & Tarif FCR 160 PDAM (44,6%) 17 PDAM (5,7%) Kuadrant 4 Kuadrant 3 Sumber : BPPSPAM (Buku Kinerja PDAM 2014 - diolah) Ket : PDAM Tidak Sehat = PDAM Kurang Sehat & Sakit kerugian yang diderita oleh PDAM akibat semakin besarnya jurang perbedaan (gap) antara tarif air yang lebih rendah dibandingkan dengan harga pokok produksi. Kecenderungan ini ditemui di seluruh wilayah meliputi (i) Pulau Sumatera, (ii) Pulau Jawa, (iii) Pulau Kalimantan & Sulawesi, serta (iv) Papua, Maluku, NTT, NTB, Bali. Sedangkan dari hasil tabulasi silang antara antara nilai kinerja tiap PDAM dan tingkat kehilangan air (non revenue water/NRW), menunjukkan korelasi negatif dan memiliki keterkaitannya yang kuat (koefisien korelasi R = -0,52). Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan NRW merupakan salah satu faktor penentu peningkatan kinerja PDAM. Namun upaya penurunan NRW merupakan tantangan yang multi-dimensi yang tidak hanya melibatkan permasalahan teknis saja dan dibutuhkan keterlibatan dan peran serta banyak pihak dalam mengatasinya. Temuan penting lainnya ialah hasil tabulasi silang antara antara nilai kinerja tiap PDAM dan rasio jumlah pegawai per 1000 pelanggan (Gambar 14), menunjukkan korelasi negatif dan memiliki keterkaitannya yang kuat (koefisien korelasi R = -0,64). Ini mengindikasikan bahwa PDAM yang memiliki rasio jumlah pegawai yang besar, belum bisa mengelola efisiensi dan efektivi­ tas pegawai dan dengan kata lain bertambahnya jumlah pegawai malah menjadi beban usaha. Indikator rasio jumlah pegawai per 1000 pelanggan memang digunakan untuk mengukur efisiensi pegawai PDAM terhadap pelanggan. Dari Gambar 14 terlihat bahwa PDAM kategori sehat memiliki rasio jumlah pegawai per 1000 pelanggan ≤ 18 pegawai. Arah ke Depan RPJMN 2015-2019 secara umum telah menjabarkan kebijakan dan strategi dalam mencapai 100% akses aman air minum. Terdapat 3 (tiga) pendekatan yang digunakan, yaitu (i) optimalisasi dan pembangunan baru (supply side), (ii) peningkatan efisiensi layanan air minum (demand side), dan (iii) penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment). Terkait dengan optimalisasi pe­ nyediaan layanan air minum, khususnya untuk PDAM akan dila­ kukan melalui bantuan program PDAM menuju 100% PDAM Sehat. Beberapa strategi yang sudah ditetapkan, khusus dalam konteks PDAM diantaranya melalui (i) penurunan Non-Revenue Water (NRW) dan pemanfaatan idle capacity, (ii) pembangunan infrastruktur air minum untuk memperluas cakupan layanan, (iii) rehabilitasi infrastruktur air minum, (iv) penyehatan pengelola infrastruktur air minum, dan (v) penerapan tarif atau iuran bagi seluruh sarana dan prasarana air minum terbangun yang menuju prinsip tarif pemulihan biaya penuh (full cost recovery). Namun pelaksanaan riil atas strategi dan pola intervensi dalam peningkatan kinerja PDAM harus dilakukan secara lebih rinci dan harus sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang dihadapi. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan ialah dengan mengelompokan PDAM ke dalam kategori tertentu. Pengelompokan PDAM dalam hal ini dapat didasarkan pada 2 variabel atau lebih (pendekatan matriks). Dengan cara ini PDAM dengan karakteristik tertentu yang relatif sama, akan masuk ke dalam suatu group (kuadrant) dan ditentukan pola intervensinya sesuai dengan kebutuhannya. Beberapa analisis menggunakan tabulasi silang antar 2 variabel dan diklasifikasikan menjadi 4 group (kuadrant) sebagaimana yang diuraikan di awal tulisan merupakan contoh kongkret atas pe­nerapan pendekatan ini. Penggunaan empat aspek penilaian PDAM yaitu (i) aspek keuangan, (ii) aspek pelayanan, (iii) aspek operasional dan (iv) aspek sumber daya manusia juga dapat ditetapkan atau dengan menggunakan variabel lainnya yang dianggap relevan. Melalui tulisan ini diharapkan dapat memberikan sedikit kon­ tribusi pemikiran menuju 100% PDAM Sehat dan pencapaian universal access (100% akses aman air minum) di tahun 2019. *) Konsultan Lepas dan Penulis Lepas. Pengalaman Project di Ditjen Cipta Karya (KemenPU), Kemenpera, Kemenperin, Kemendag, Kemnaker, Bappeda Kab/Kota, dll Filtrasi Baik Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 11 info baru Cipta Karya Rangkul Civitas Akademika dalam Pendampingan Pemberdayaan Masyarakat untuk Mendukung Gerakan 100-0-100 Yoyok Setyo Utomo*) Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menjalin kerjasama dengan Perguruan Tinggi untuk melakukan Pendampingan Pembangunan Infrastruktur Permukiman dalam rangka mendukung Gerakan 100% Akses Air Minum Aman, 0% kawasan kumuh dan 100% Akses Aman Sanitasi. D itjen Cipta Karya menangkap peluang besarnya po­ tensi Civitas Akademika di Indonesia sebanyak 3.178 Perguruan Tinggi dengan jumlah mahasiswa lebih dari 5 juta mahasiswa, dan setiap tahunnya sebanyak lebih dari 1 juta mahasiswa melakukan Kuliah Kerja Nyata yang tersebar ke seluruh Indonesia, hal ini merupakan peluang bagi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai salah satu solusi yang strategis dalam rangka mewujudkan visi dan misi Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam rangka melaksanakan Pembangunan Infrastruktur Permukiman yang layak Huni dan berkelanjutan. Pada tahun 2014 Direktorat Jenderal Cipta Karya melalui Sa­tuan Kerja Pembinaan dan Pengendalian Prasaranadan Sarana Dasar Perdesaan (P3SDP) melakukan kerjasama dengan 8 Perguruan Tinggi, yakni Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta), Universitas Pattimura (Ambon), Universitas Darussalam (Ambon), Universitas NTB (Mataram), Universitas Udayana (Bali), Universitas Haluoleo (Sultra), Universitas Negeri Medan (Medan) dan Universitas Balikpapan (Kalimantan Timur) untuk melaksanakan Program Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa dalam rangka Pendampingan Kelembagaan SPAM Perpipaan Berbasis Masyarakat. Sampai dengan Juli 2015, telah diterjunkan 620 orang maha­ 12 Penandatanganan PKS SPAM DesaantaraDitjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umumdengan Universitas Gadjah Mada siswa yang terdiri dari, UGM sebanyak 300 mahasiswa KKN di 13 desa, Universitas Udayana 240 mahasiswa KKN di 10 desa, dan Universitas NTB 80 mahasiswa KKN di 1 desa. Program KKN Tematik SPAM Perpipaan Berbasis Masyarakat telah memberi manfaat kepada beberapa pihak. Pertama, bagi emerintah, hasil pembangunan infrastruktur permukiman da­ pat dimanfaatkan dan dikelola secara pberkelanjutan. Kedua, bagi perguruan tinggi untuk mewujudkan darma ketiga yakni pengabdian pada masyarakat. Ketiga, bagi mahasiswa hasil KKN dapat dirasakan kegunaannya bagi masyarakat. Keempat, bagi masyarakat, kelompok mampu mengelola infrastruktur yang dibangun secara mandiri dan berkelanjutan. Kegiatan KKN Tematik Pendampingan SPAM Perpipaan Berba­ sis Masyarakat tahun 2014 memiliki output antara lain, Identifikasi Masalah dan Analisis Potensi, Terbentuknya Kelembagaan Pe­ ngelola SPAM, Kesepakatan Iuran oleh Masyarakat, dan AD/ART Pengelolaan SPAM. Pada tahun 2015 - 2019 Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Satuan Kerja Perencanaan dan Pengendalian Program Infrastruk­tur Permukiman akan mengajak Perguruan Tinggi Negeri/swasta yang tersebar di seluruh Indonesia untuk bekerjasama dan bersinergi dalam Program Pendampingan Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa dengan Pola Tematik dalam mendukung Infrastruktur Permuki­ man tidak terbatas pada SPAM Perpipaan Berbasis Masyarakat saja tetapi seluruh sektor yang ada di Direktorat Jenderal Cipta Karya yang merupakan salah satu terobosan dalam mendorong terwujudnya dukungan gerakan 100-0-100 dengan keterpaduan pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Permukiman yang ber­ basis kemitraan secara berkelanjutan. info baru Sosialisasi & Peminatan Monitoring & Evaluasi Penyusunan Naskah PKS Pelaksanaan KKN TOT Dosen Pembimbing Lapangan Pembekalan Mahasiswa Siklus Pelaksanaan Program Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa dalam rangka pendampingan Kelembagaan SPAM Perpipaan Berbasis Masyarakat. Pada saat yang bersamaan Ditjen. Cipta Karya yang diinisiasi oleh Sesditjen. Cipta Karya (Ibu Rina Agustin) telah membuka acara Workshop Sosialisasi dan Penjaringan Minat pada 29 Juni2 Juli 2015 di Yogyakarta dengan mengundang 22 Perguruan Tinggi Negeri dan swasta terkait Program Pendampingan Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa dengan Pola Tematik dalam mendukung KEGIATAN Pembekalan dan Pelepasan Mahasiswa KKN PPM Universitas Pattimura, Maluku tahun 2014 Infrastruktur Permukiman. Selanjutnya akan dilakukan proses seleksi minat untuk bergabung dalam program tersebut yang akan dilanjutkan penyusunan kerjasama antara Direktorat Jenderal Cipta Karya dengan Perguruan Tinggi terseleksi. Harapan kedepan melihat potensi yang ada kerjasama ini tidak hanya terbatas pada Perguruan Tinggi dan Pemerintah Pusat saja, namun diharapkan keterlibatan para Stakeholders di daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, dunia usaha/swasta serta masyarakat untuk bersinergi dan berperan aktif dalam upaya optimalisasi pemanfaatan prasarana dan sarana Infrastruktur Permukiman terbangun maupun yang akan dibangun dalam rangka mendukung gerakan 100-0-100 secara berkelanjutan. *) Kepala Satker Perencanaan dan Pengendalian Program Infrastruktur Permukiman (Randal PIP) Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat JUMLAH KETERANGAN Perguruan Tinggi yang mendapatkan Sosialisasi program 11 Perguruan Tinggi Dosen Pembimbing Lapangan yang mendapatkan pembekalan 21 Orang Perguruan Tinggi yang telah melaksanakan pendampingan di Lapangan 4 Perguruan Tinggi Univ. Udayana, Univ. Pattimura, Univ. Darussalam, Univ. Haluoleo, Mahasiswa yang mendapatkan pembekalan 309 Mahasiswa Jumlah Desa yang didampingi 17 Desa Univ. Udayana : 50 Mhs, Univ. Pattimura : 75 Mhs, Univ. Darussalam : 3 Mhs, Univ. Haluoleo : 124 Mhs, Univ. Udayana : 2 Desa, Univ. Pattimura : 6 Desa, Univ. Darussalam :3 Desa, Univ. Haluoleo : 6 Desa, Berminat : 8 Perguruan Tinggi Output yang telah dicapai dari hasil pelaksanaan Pendampingan KKN Tematik SPAM Perpipaan Berbasis Masyarakat Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 13 info baru Kementerian PUPR Berpartisipasi Dalam GPMB Expo & Awards 2015 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ikut berpartisipasi dalam pameran Gelar Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Budaya (GPMB) Expo & Award 2015, yang dimulai pada Kamis (30/07 – 02/08/ 2015), di Jakarta Convention Centre (JCC), Senayan. G PMB Expo & Award 2015 bertema Gerakan Desa untuk Masyarakat yang lebih Berbudaya, Ber­ ka­ rakter dan Berbudaya Menuju Indonesia He­bat. Acara tersebut dibuka oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise. Yohana mengatakan bahwa acara GPMB Expo & Award 2015 merupakan upaya untuk memperkuat dan mengembangkan budaya lokal maupun budaya nasional. “Budaya penting untuk diangkat dan dikenali, dicintai, dikem­ bangkan serta dilestarikan oleh masyarakat di setiap daerah. Untuk itu diperlukan dukungan dari dunia usaha, organisasi masyarakat, perguruan tinggi dan para tokoh masyarakat,” kata Yohana. Setelah membuka GPMB Expo & Award 2015, Yohana meninjau 14 area pameran. Saat mengunjungi stand Kementerian PUPR, Yohana didampingi oleh Staf Ahli Menteri PUPR bidang Sosial Ekonomi dan Investasi, Rido Matari Ichwan mendapatkan penjelasan mengenai kegiatan pemberdayaan yang dilakukan Kementerian PUPR. Pameran yang berlangsung hingga tanggal 2 Agustus 2015 itu menampilkan berbagai aktivitas yang telah berperan aktif secara bersama-sama dalam mendukung pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa. GPMB EXPO & Awards 2015 juga dimeriahkan dengan rang­ kaian kegiatan antara lain pameran, seminar, donor darah, talkshow, festival jamu gedong dan festival kuliner nusantara, cerdas ceria dan lomba menyanyi berbasis budaya, alam, dan sejarah. Dalam acara tersebut juga dilakukan pemberian penghargaan bagi perusahaan swasta dalam pemberdayaan masyarakat melalui Forum Corporate for Community Development (CFCD). (Teks : ari) info baru Kementerian PUPR Gelar Persiapan Asia Pacific Urban Forum 6 dan Pertemuan Tingkat Tinggi Habitat III Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggelar Rapat Persiapan the 6th Asia Pacific Urban Forum (APUF) dan the Asia-Pacific High Level Regional Meeting (HLRM) for Habitat III di Jakarta, Senin (27/07/2015). D irjen Cipta Karya Andreas Suhono mengungkapkan Habitat III merupakan siklus ketiga dari konferensi PBB yang diselenggarakan 20 tahunan, dengan tujuan untuk memastikan komitmen bersama menuju pem­­­bangunan perkotaan yang berkelanjutan. APUF 6 dengan tema Sustainable Urban Development in Asia-Pacific : Towards a New Urban Agenda dan Asia-Pacific HLRM ini akan diadakan di Jakarta 19-22 Oktober mendatang. “Konferensi diharapkan akan menghasilkan konsensus glo­ bal tentang “New Urban Agenda”, kesepakatan untuk menghadapi tantangan dan peluang di balik urbanisasi untuk pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, dan menyepakati kebijakan per­ kotaan dan perumahan yang mempengaruhi masa depan kota,” kata Andreas. Andreas menjelaskan, APUF merupakan sarana bagi negaranegara dalam regional Asia-Pasifik untuk berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam mendukung urbanisasi berkelanjutan, berbagi pengetahuan, proses, dan substansi dalam penyusunan national reports, dan memberikan kesempatan bagi negara-negara di Asia-Pasifik untuk dapat menyampaikan pendapat, ide, inovasi dan rekomendasi untuk agenda Habitat selanjutnya (PrepComm 3 for Habitat III) yang akan dilaksanakan di Indonesia di tahun 2016. Sementara, Indonesia sebagai salah satu anggota Bureau of Preparatory Committee in Asia-Pacific memiliki tanggung jawab lebih dalam menyusun Asia-Pacific Regional Reports. High Level Regional Meeting untuk mengkoordinasikan 69 negara di AsiaPasifik dalam penyusunan regional reports, sehingga dapat meng­ himpun pendapat, ide, dan rekomendasi untuk penyusunan. Andreas mengharapkan, kegiatan ini dapat menciptakan dis­ kusi yang bermanfaat diantara stakeholders, dapat bertukar pe­ ngalaman mengenai kebijakan dan solusi dalam menghadapi tan­ tangan urbanisasi antar negara, “Selain itu, dengan kegiatan ini kita dapat memperoleh input dari negara-negara di Asia-Pasifik mengenai isu-isu yang perlu diangkat dalam New Urban Agenda, dan mendapatkan outcomes yang disetujui dari negara-negara di Asia-Pasifik untuk diajukan ke dalam New Urban Agenda,” ujar Andreas. Acara ini dihadiri oleh Direktur Keterpaduan Infrastruktur Per­ mukiman (KIP) Ditjen Cipta Karya, Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Ditjen Cipta Karya, Direktur Pengembangan Air Minum Ditjen Cipta Karya, perwakilan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Polda Metro Jaya dan Pemprov DKI Jakarta. (Teks : bns) Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 15 info baru Ditjen Cipta Karya Tangani Tanggap Darurat Bencana di Beberapa Wilayah Sabtu (25/07/2015) telah terjadi bencana di beberapa wilayah Indonesia.Banyak hutan yang terbakar dan membuat Indonesia menjadi perhatian dunia internasional, karena asapnya menyebar ke negaranegara tetangga. 16 info baru M eski kebakaran itu tidak dipengaruhi langsung fenomena El Nino, tetapi kondisi udara yang kering serta curah hujan yang minim membuat kobaran api sulit dikendalikan. Selain itu, banyak sentra pertanian yang gagal panen karena distribusi cu­ rah hujan yang tidak memenuhi kebutuhan makanan. Sementara di Provinsi Riau, menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika stasiun Pekanbaru Sugarin, mengatakan secara umum kondisi cuaca di Wilayah Riau Cerah Berawan disertai Kabut Asap tipis pada pagi dan malam hari. Satelit Tera dan Aqua memantau 158 titik panas di Sumatera. Sebanyak 79 titik panas diantaranya muncul di Riau. Selain itu bencana Gunung Api Raung di Jawa Timur yang saat ini dalam level III (Siaga) diharapkan, masyarakat di sekitar Gunung Raung dan pengunjung/wisatawan/pendaki tidak diperbolehkan mendekati kawah yang ada di puncak Gunung Raung dalam radius 3 km dari pusat kawah aktif. Walaupun belum ada korban jiwa, masyarakat di sekitar Gunung Raung dihimbau agar tetap tenang, tidak mendengar­ kan isu-isu tentang letusan Gunung Raung. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi selalu berkoordinasi dengan Pemerin­ tah Provinsi Jawa Timur (BPBD) dan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Jember (BPBD Kabupaten) tentang aktivitas Gunung Raung. Masyakat yang bermukim dan beraktivitas di bantaran sungai agar selalu berhati-hati karena endapan material vulkanik lepas hasil letusan Gunung Raung di sekitar puncak dan lereng gunung dapat menjadi ancaman bahaya lahar jika terjadi hujan di sekitar daerah puncak. Pemerintah Daerah senantiasa berkoordinasi dengan Pos Pengamatan Gunung Raung di Kampung Manggaran, Desa Sumber Arum, Kecamatan Songon, Kabupaten Banyuwangi atau dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung. Untuk menanggulangi beberapa bencana yang terjadi, Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah menyiapkan beberapa peralatan tanggap darurat di Jawa Timur. Untuk Bencana erupsi Gunung Sinabung telah dimobilisasi 71 unit MCK, 3 unit Hidran Umum (HU) berkapasitas 1.000 liter dan 38 unit HU berkapasitas 2.000 liter, WC Knock Down 2 seat dengan total 30 unit. Sedangkan untuk 1.754 jiwa pengungsi Gunung Gamalama sudah memasang 10 unit Tenda Hunian Darurat (THD), WC Knock Down 2 seat dengan total 30 unit dan 3 Mobil Tangki Air (MTA) dengan kapasitas 4.000 liter. (Teks : bns) Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 17 inovasi Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat Mendukung Kinerja TPS 3R Sumiaty dan Netty Timbang Allo *) Kunci keberhasilan suatu infrastruktur, tergantung dari proses pelaksanaan yang sudah dilakukan dan hasilnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, termasuk di dalamnya adalah infrastruktur persampahan, seperti Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R). F ungsi TPS 3R dalam memperpanjang umur teknis Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah, menjadi sangat penting, namun dapat tergagalkan jika masyarakat masih menganggap sampah sebagai barang yang “patut untuk dijauhi” dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang masih belum memberikan komitmen me­ madai. Peran Serta Pemerintah Kabupaten/Kota Data menunjukkan bahwa sejumlah 38% TPS 3R yang sudah dibangun melalui fasilitasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara nasional, yang sudah berfungsi optimal. Umumnya masih banyak ditemukan TPS 3R “tidak difungsikan”, sebagai klarifikasi atas istilah “tidak berfungsi”. Salah satu aspek yang sangat berpengaruh besar adalah peran serta Pemerintah Kabupaten/Kota dalam mendukung TPS 3R itu sendiri. Jika Pemerintah Kabupaten/Kota sangat peduli terhadap TPS 3R ter­ sebut, maka TPS 3R akan sukses dan berjalan secara optimal. Satu hal yang perlu dicatat, bahwa TPS 3R tersebut akan diserahterimakan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, sebagai aset. Komitmen Pemerintah Kabupaten/ Kota dalam memberikan dukungan dana, khususnya dana untuk 18 biaya operasi-pelihara-rawat, seringkali masih sangat bergantung dari kebijakan para pemangku kepentingan yang ada di daerah masing-masing. Masih belum terdapat ketentuan yang mengikat, bahwa alokasi biaya operasi-pelihara-rawat TPS 3R, tidak boleh inovasi bergantung pada komitmen politik yang sifatnya fluktuatif, namun suatu keharusan yang mengikat secara legal. Pengalaman penyelenggaraan TPS 3R yang sudah berhasil, khususnya oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang bergabung dalam AKKOPSI (Asosiasi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi), ditunjukkan dengan komitmen yang tinggi dalam mendukung program TPS 3R yang sudah terbangun. Saat ini, lahirnya sebuah komitmen dalam penyelenggaraan TPS 3R hanya dapat diperoleh dari pimpinan daerah yang ingin memajukan penanganan sampah di daerahnya. Selain itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dirasa perlu untuk terus karenanya, masih dibutuhkan intervensi Pemerintah Kabupaten/ Kota dalam membantu masyarakat untuk mengelola TPS 3R. Pada akhirnya, Pemerintah Kabupaten/Kota yang diuntungkan dengan keberhasilan TPS 3R, dengan semakin berkurangnya frekuensi pembebasan lahan untuk pengadaan TPA sampah. Seluruh kabupaten/kota tentunya memiliki mimpi yang sama untuk mewujudkan smart city, yang salah satunya ditunjukkan dengan budaya kota tersebut dalam menangani sampah di sumber atau pada skala komunal/kawasan, melalui TPS 3R. Oleh karenanya, kesadaran bersama, yang dilanjutkan dengan kolaborasi antara masyarakat dan Pemerintah Kabupaten/Kota, perlu untuk disinergikan bersama. Bukanlah tidak mungkin un­ tuk melahirkan semakin banyak smart city di Indonesia, yang salah satunya kriterianya adalah ditinjau dari aspek penanganan sampah. Kesadaran bersama, yang dilanjutkan dengan kolaborasi antara masyarakat dan Pemerintah Kabupaten/Kota, perlu untuk disinergikan bersama. mengapresiasi kesuksesan yang telah diraih oleh beberapa TPS 3R di berbagai kabupaten/kota, misalnya dengan melaksanakan semacam kompetisi tahunan untuk TPS 3R se-Indonesia, dengan menobatkan pengelola terbaik. Peran Serta Masyarakat Selain itu, tingkat kesadaran masyarakat dalam mewujudkan pola hidup bersih dan sehat, masih perlu untuk ditingkatkan secara signifikan, dalam mengupayakan keberhasilan dalam penyelesaian masalah sampah. Ada rasa kepedulian dalam ma­ syarakat untuk mengolah sampah, namun seringkali saat ini masih terkendala pada biaya yang dibutuhkan dalam pengolahan sampah, sehingga masyarakat menjadi kembali tidak berdaya. Oleh *) Staf Seksi Wilayah II, Subdirektorat Persampahan, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan dan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kontak dengan penulis: [email protected] Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 19 Foto : http://kabarselebes.com inovasi Sampah Pasar, Potensi Besar yang Belum Termanfaatkan Arief Imam Triputra dan Kadir *) Seperti kebanyakan sistem penanganan sampah eksisting di Indonesia, sampah yang timbul di kawasan pasar, belum dipandang sebagai sumber daya. 20 M eskipun seluruh sampah, berdasarkan paradigma zero waste, harus dianggap sebagai sumber daya dalam penanganannya. Konsep zero waste ini sesungguhnya meniru cara alam untuk menggunakan kembali sumber daya, termasuk yang seharusnya diimplementasikan dalam hal penanganan sampah pasar. Penanganan sampah pasar saat ini hanya dilakukan dengan metode konvensional, yaitu kumpulangkut-buang. Konsep ini bertentangangan dengan UndangUndang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dimana pengelolaan sampah harus didorong berdasarkan asas berkelanjutan dan asas nilai ekonomi, sebagaimana termaktub dalam Pasal 3. Pengelolaan kebersihan pasar yang buruk juga melanggar Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan. inovasi Foto : http://4.bp.blogspot.com Infrastruktur Tempat Pengolahan Sampah Terpadu/TPST TPST merupakan sebuah infrastruktur pengolahan sampah berbasis institusi, yang dapat berperan untuk menekan jumlah sampah yang harus diangkut dan diolah di Tempat Pemrosesan Akhir/ TPST di kawasan pasar ini harus mampu memilah sampah anorganik dan sampah organik, dengan bantuan proses pemi­ lahan di kios-kios pasar. Sampah anorganik seperti sampah kertas, sampah logam, sampah plastik, dan sampah kaca, dapat dipilah dan dijual di Bank Sampah. Sampah organik dapat diolah dengan proses biologis, baik proses anaerobik, proses aerobik, dan/ atau kombinasinya. Masih tersedia juga sampah residu, seperti sampah karet, sampah tekstil, dan sampah lain-lain, yang tidak dapat diolah secara biologis dan tidak laku untuk dijual pada Bank Foto : http://www.jambiupdate.com Potensi Sampah Pasar Sampah pasar dengan komposisi sampah organik mencapai 7580 % dari seluruh timbulan sampah, memiliki nilai rerata timbulan sampah sebesar 0,2-0,6 liter/m2 pasar/hari atau 0,1-0,3 kg/m2 pasar/hari. Sebagai contoh, Pasar Kramat Jati-Kota Jakarta seluas 25 hektar, Pasar Induk-Kota Medan seluas 12 hektar, Pasar Angso Duo-Kota Jambi seluas 7,2 hektar, dan Pasar Tanjung-Kabupaten Jember seluas 2,5 hektar, maka masing-masing pasar memiliki potensi sampah organik yang dapat diolah dengan proses bio­ logis untuk menghasilkan kompos padat sejumlah 30 ton/hari, 14,4 ton/hari, 8,64 ton/hari, dan 3 ton/hari, masing-masing untuk Pasar Kramat Jati-Kota Jakarta, Pasar Induk-Kota Medan, Pasar Angso Duo-Kota Jambi, dan Pasar Tanjung-Kabupaten Jember. Jika diasumsikan bahwa 1 ton kompos padat dihargai Rp 250.000, maka potensi pendapatan yang dapat diperoleh dari penjualan kompos padat dapat mencapai Rp 7,5 juta/hari, Rp 3,6 juta/hari, Rp 2,16 juta/hari, dan Rp 750 ribu/hari, untuk masing-masing pasar tersebut. Manfaat ekonomi yang besar ini hanya berasal dari cara me­ manfaatkan kembali sumber daya sampah organik yang be­rasal dari timbulan sampah pasar. Nilai ini juga bisa bertambah jika kita memanfaatkan sampah anorganik dengan menjualnya ke lapak atau Bank Sampah. Sampah, untuk harus dapat diangkut serta diolah lebih lanjut pada TPA sampah dengan proses pengurugan. Dalam jangka pendek, program ini akan berkesan mengurangi luasan pasar untuk kegiatan komersial. Akan tetapi, dalam jangka panjang, akan dapat menerapkan prinsip zero waste, dimana da­ pat memberikan keuntungan ekonomi, lingkungan dan tentu saja sangat mendukung pembangunan berkelanjutan dengan mengurangi beban sampah yang masuk ke TPA sampah. Dengan mendorong penanganan sampah pasar yang baik, maka peran utama penanganan sampah di hulu atau di sumber sampah dapat terlaksana, sehingga akan semakin memperpanjang usia teknis TPA sampah di kabupaten/kota tersebut. *) Staf Seksi Wilayah I, Subdirektorat Pengelolaan Persampahan, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kontak dengan penulis: anakminggu@gmail. com TPA sampah. Sebagai infrastruktur yang mendorong penanganan sampah setempat, maka kinerja TPST diharapkan dapat berperan optimal, sehingga akan diperoleh kebermanfaatan/outcome, terkait luasan TPA sampah yang dapat dikurangi setiap tahunnya, akibat peran TPST. Untuk mengoptimalkan kinerja TPST ini, maka perlu didorong upaya pemilahan sampah, sehingga kinerja pemilahan sampah organik dan sampah anorganik akan semakin baik. Hal ini tentunya akan semakin mempermudah proses pengolahan di TPST. Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 21 inovasi Kota Cerdas Saat Ini dan Masa Depan sumber : http://www.smartcityindonesia.org/ Masmian Mahida*) Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia pada sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia 237,6 juta jiwa dengan persentase populasi tinggal di perkotaan sebesar 50% dan diperkirakan tahun 2025 menjadi 284 juta jiwa dengan persentase populasi tinggal di perkotaan sebesar 60%. 22 P erkiraan pertumbuhan populasi yang tinggal di perkotaan dalam kurun waktu 15 tahun (20102025) adalah 10%, peningkatan tersebut tentunya dapat menimbulkan persoalan baru jika tidak mengacu pada pengembangan perkotaan (urban development), seperti perencanaan spasial (spatial planning), rege­nerasi perkotaan (urban regeneration), dan perancangan kota (urban design). Banyak permasalahan ketika populasi perkotaan padat dan tidak terkendali, seperti kumuh, sampah dan limbah pabrik, air bersih, banjir, dan polusi udara. Sementara itu, merujuk dokumen tinjauan target Sustainable Development Goals (2015): tujuan ke11 adalah membuat perkotaan dan kawasan permukiman yang inklusif, aman, berketahanan, dan berkelanjutan (make cities and human settlements inclusive, safe, resilient, and sustainable). inovasi Ini pun sejalan dengan arahan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla pada saat pembukaan Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) tahun 2015 bahwa sejumlah kriteria minimum sebuah kehidupan kota bisa dikatakan nyaman apabila terdapat ruang hijau terbuka, sistem transportasi yang memadai, tempat tinggal yang nyaman serta lingkungan yang aman dan bersahabat. Dapat disimpulkan bahwa kota mempunyai fungsi bagaimana memberikan kehidupan yang lebih besar pada masa yang akan datang dan bagaimana lahan/ sumber daya alam terbatas itu menjadi suatu kehidupan yang lebih nyaman. Oleh karenanya, dibutuhkan perancangan, pengendalian, dan pemantauan pengembangan kota, yang salah satunya dengan formulasi Kota Cerdas (Smart City). Kota Cerdas mendesak dan penting bagi pengembangan kota saat ini (present) dan masa depan (future). Kota Cerdas meringankan banyak masalah penting yang menyertai proses urbanisasi besar, seperti tersebut di atas. Sifat Kota Cerdas adalah pemanfaatan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK), sumber daya manusia, modal sosial, dan sumber daya lingkungan untuk pembangunan eko­ nomi, keberlanjutan sosial/lingkungan, dan kualitas hidup ma­ nusia yang tinggi (Pan, 2013). Analisis Mengapa solusinya Kota Cerdas? Beberapa alasan logis me­ nge­muka, antara lain pertama, populasi penduduk dunia akan bergerak dan terkonsentrasi ke perkotaan (UN Eco and Social Affairs, 2011). Kedua, ancaman terhadap perkotaan, yaitu menurunnya kua­ litas infrastruktur, penuaan demografi, rendahnya kualitas ling­ kungan, meningkatnya tuntutan kehidupan yang makin cepat, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, peningkatan aksesibilitas, dan kesempatan. Ketiga, tugas pemimpin kota untuk menyediakan tingkat layanan tinggi bagi publik dan swasta, peningkatan efi­ siensi, dan inovasi. Keempat, layanan kota terintegrasi dengan in­ dikator antara lain manejemen-perencanaan-efisien, kolaboratif dan responsif, infrastruktur– berkelanjutan, dan masyarakat-sehat dan produktif. Salah satu program pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam upaya menciptakan kawasan permukiman yang nyaman perlu diapresiasi. Programnya dikenal dengan Gerakan 100-0-100yang tercantum dalam RPJM 20152019, yakni 100% aman air minum, 0 % kawasan permukiman kumuh, 100 % akses sanitasi layak. Kemudian Program Pengem­ bangan Kota Hijau (P2KH) dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan, dan Program Penataan dan Peles­ tarian Kota Pusaka (P3KP) dengan tujuan mendorong pe­nge­lolaan Kawasan Pusaka untuk mengembalikan jati diri dan mencegah kawasan kumuh baru akibat urbanisasi. Setidaknya upaya-upaya tersebut sudah termasuk kategori pengembangan implementasi Kota Cerdas (Pan, 2013), tinggal perlu boost (dorongan) peran serta semua stakeholders pada aspek manajemen (management) dan kepemimpinan (leadership). Keberhasilan implementasi Kota Cerdas tentu sebagian besar akan ditentukan oleh kontribusi peran stakeholders, yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat. Menurut Usman, 2014 dapat dicapai dengan strategi peran serta, seperti berikut : 1. Enabling, yakni menempatkan pemerintah dan swasta sebagai pihak yang memfasilitasi sumber daya, ide, dana, dan material. 2. Empowering, menempatkan masyarakat dan pemerintah atau swasta pada posisi kurang lebih sejajar. Masyarakat ditempatkan sebagai subyek pembangunan dan terlibat aktif dalam proses formulasi dan eksekusi kebijakan dan program pembangunan. 3. Delegating, menempatkan masyarakat lebih dominan dari pada pemerintah atau swasta. Sedang pemerintah atau swasta hanya sebagai fasilitator. Tantangan saat ini dan ke depan adalah bagaimana meng­ implementasikan secara integral Kota Cerdas dengan keter­ libatan aktif dan inovatif para stakeholders lintas sektoral, dalam menciptakan Smart Infrastructures, Smart Building, Smart Transportation, Smart Health, Smart Government, Smart Citizen, Smart Energy, Smart Technology, dan Smart Security dalam mewu­ jud­kan perkotaan dan kawasan permukiman yang inklusif, aman, ber­ketahanan, dan berkelanjutan. *) Peneliti Pusat Litbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 23 inovasi Aspek Ganti Kerugian Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Cahyani Kusrianingsih, SH*) Pengadaan tanah merupakan salah satu cara pemerintah untuk menyediakan tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan dalam lokasi yang tepat, pada saat yang tepat dan dengan harga yang wajar. Hal yang banyak menimbulkan masalah dalam pengadaan tanah antara lain adalah mekanisme penilaian dan pemberian ganti kerugian. 24 P ada tahun 2012, pemerintah mengeluarkan UndangUndang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 ini mencabut Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 beserta peraturan pelaksanaannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, dinyatakan secara jelas bahwa ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Penilaian besarnya nilai ganti kerugian dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan inovasi kerugian lain yang dapat dinilai. Berdasarkan penilaian besarnya ganti kerugian pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham dan bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Apabila terjadi penolakan atas bentuk dan besaran ganti kerugian maka pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 hari kerja setelah ditandatangani berita acara hasil musyawarah. Selanjutnya Pengadilan Negeri berhak memutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri paling lama 14 hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Dan selan­ jutnya Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam wak­ tu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan ka­sasi diterima. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Menurut Peraturan Perundang-undangan Landasan hukum mengenai pengadaan tanah, dalam perkem­ bangannya selalu mengalami perubahan dalam rangka upaya untuk melakukan perbaikan di bidang pengaturan hukum pengadaan tanah. Peraturan pertama yang mengatur tentang pengadaan tanah adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1976, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1985 tentang Pembebasan Tanah, Pelepasan atau Penyerahan Hak Atas Tanah. Istilah “pengadaan tanah” secara yuridis pertama kali dikenal sejak keluarnya Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut. Dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 sebagai penganti Keputusan Presiden di atas, disebutkan bahwa pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah. Selanjutnya pada tahun 2012, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 2 Tahun 2012 yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 ini mencabut Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 beserta peraturan pelaksanaannya. Pasal 1 angka 2 UU Nomor 2 Tahun 2012 menyatakan bahwa pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Pihak yang berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki obyek pengadaan tanah. Obyek Pengadaan Tanah adalah tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan dan tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai. Pengertian Pengadaan tanah lebih lanjut dijabarkan dalam Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pe­ tunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, pengadaan tanah adalah kegiatan pelepasan hak atas tanah dengan memberikan ganti-rugi yang pemanfaatannya harus untuk kepentingan umum. Sedangkan yang dimaksud dengan kepentingan umum me­ nurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 “kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat.” Terkait dengan hal ini UU Nomor 2 Tahun 2012 khususnya dalam Pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. UU Nomor 2 Tahun 2012 juga menjelaskan Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana di maksud dalam Pasal 4 ayat (1) digunakan untuk pembangunan: (a) pertahanan dan keamanan nasional; (b) jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api; (c) waduk,bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya; (d) pelabuhan, bandar udara, dan terminal; (e) infrastruktur minyak, gas, dan panasbumi; (f ) pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik; (g) jaringan telekomunikasi dan informatika pemerintah; (h) tempat pembuangan dan pengolahan sampah; (i) rumah sakit pemerintah/pemerintah daerah; (j) fasilitas keselamatan umum; (k) tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah; (l) fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik; dan (m) cagar alam dan cagar budaya. Pelaksanaan pengadaan tanah menurut Undang-Undang dila­kukan dengan cara penyerahan/pelepasan hak ataupun pen­ cabutan hak atas tanah. Berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2012 Pasal 1 ayat (9), pelepasan hak adalah kegiatan pemutusan hubungan hukum dari pihak yang berhak kepada negara melalui Lembaga Pertanahan. Pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum mengandung beberapa prinsip yang harus diperhatikan dan ditaati agar pelaksanaannya mencapai tujuan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat, antara lain, Prinsip Musyawarah, Prinsip Kepentingan Umum, Prinsip Pelaksanaan atau Penyerahan Hak Atas Tanah, Prinsip Penghormatan terhadap Hak Atas Tanah, Prinsip Ganti Kerugian, Prinsip Rencana Tata Ruang Bentuk Ganti Kerugian Dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 yang dimaksud dengan ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Ganti kerugian dimaksud diberikan berdasarkan ketentuan Pasal 33, Penilaian besarnya nilai ganti kerugian oleh Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi: a. tanah; b. ruang atas tanah dan bawah tanah; c. bangunan; d.tanaman; e. benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau f. kerugian lain yang dapat dinilai. Bentuk ganti kerugiannya diatur pada Pasal 36 UU Nomor 2 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk: a. uang; b. tanah pengganti; c. permukiman kembali; d. kepemilikan saham; atau e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Bentuk dan besaran ganti kerugian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012. Ganti kerugian menurut ketentuan Pasal 1 dari Peraturan Presiden tersebut disebutkan sebagai “Penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses Pengadaan Tanah”. Dalam Pasal 65 Penilai bertugas melakukan penilaian besarnya ganti kerugian bidang per Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 25 inovasi bidang tanah, meliputi: a. tanah; b. ruang atas tanah dan bawah tanah; c. bangunan; d. tanaman; e. benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau f. kerugian lain yang dapat dinilai. Adapun bentuk ganti kerugian yang dapat diberikan dalam proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum tersebut, berdasarkan Pasal 74 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 adalah sebagai berikut: a. uang; b. tanah pengganti; c. pemukiman kembali; d. kepemilikan Saham; atau e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Bentuk ganti kerugian dalam Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 meliputi uang, tanah pengganti, pemukiman kembali,Kepemilikan saham atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Ganti kerugian dalam bentuk uang diberikan dalam bentuk mata uang rupiah. Pemberian ganti kerugian dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak penetapan bentuk ganti kerugian oleh pelaksana pengadaan tanah. Ganti kerugian dalam bentuk tanah pengganti diberikan oleh instansi yang memerlukan tanah melalui Pelaksana Pengadaan Tanah. Pemberian ganti kerugian dilakukan oleh Instansi yang memerlukan tanah setelah mendapat permintaan tertulis dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Tanah pengganti diberikan untuk dan atas nama pihak yang berhak. Pelaksanaan penyediaan tanah pengganti dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sejak penetapan bentuk ganti kerugian oleh Pelaksana Pengadaan Tanah. Ganti kerugian dalam bentuk permukiman kembali diberikan oleh Instansi yang memerlukan tanah melalui Pelaksana Pe­ ngadaan Tanah. Pelaksanaan penyediaan permukiman kembali dilakukan paling lama satu tahun sejak penetapan bentuk ganti kerugian oleh Pelaksana Pengadaan Tanah. Ganti kerugian dalam bentuk kepemilikan saham diberikan oleh Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk perusahaan terbuka dan mendapat pe­ nugasan khusus dari Pemerintah. Pemberian ganti kerugian dalam bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak dapat berupa gabungan dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a sampai huruf d. Ganti Kerugian tidak diberikan terhadap pelepasan hak objek pengadaan tanah yang dimiliki/dikuasai Pemerintah/badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, kecuali: objek pengadaan tanah yang telah berdiri bangunan yang dipergunakan secara aktif untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan; objek pengadaan tanah yang dimilik/dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara/Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah dan/atau objek Pengadaan Tanah kas desa. Tahapan Pelaksanaan Pengadaan Tanah Pengadaan tanah pada prinsipnya dilaksanakan oleh Lembaga Pertanahan, yang dalam pelaksanaannya dapat mengikut sertakan atau berkoordinasi dengan pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota. Proses pelaksanaan pengadaan tanah diatur dalam Pasal 27 UU Nomor 2 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa berdasrkan penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada Lembaga Pertanahan. Pada ayat (2) dijelaskan bahwa proses pelaksaan pengadaan tanah meliputi tahapan: inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; penilaian ganti kerugian; musyawarah penetapan ganti kerugian; pemberian ganti 26 kerugian; dan pelepasan tanah instansi. Dalam ayat (3) pasal yang sama dijelaskan bahwa setelah penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), Pihak yang berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan. Selanjutnya dalam ayat (4) menjelaskan beralihnya hak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan memberikan ganti kerugian yang nilainya ditetapkan saat nilai pengumuman penetapan lokasi. Lebih lanjut Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 menjelaskan bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui tahapan: perencanaan; persiapan; pelaksanaan; dan penyerahan hasil. Pada tahap perencanaan, setiap instansi yang memerlukan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum membuat rencana pengadaan tanah yang didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Prioritas Pembangunan yang tercantum dalam rencana pembangunan jangka menengah, rencana strategis dan rencana kerja pemerintah instansi yang bersangkutan. Pada tahap persiapan ada kewajiban pemberitahuan rencana pembangunan kepada masyarakat pada lokasi rencana pembangunan. Pasal 11 ayat (2) menjelaskan bahwa pemberitahuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam waktu paling lama 20 hari kerja sejak dokumen perencanaan pengadaaan tanah diterima resmi oleh gubernur. Pemberitahuan dapat dilakukan dengan cara sosialisasi, tatap muka, surat pemberitahuan, atau melalui media cetak atau media elektronik. Tahapan pelaksanaan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (KPPT). KPPT kemudian membentuk Pelaksana Pengadaan Tanah yang sekurang-kurangnya berunsurkan pejabat yang membidangi urusan pengadaan tanah di lingkungan Kantor Pertanahan; pejabat pada Kantor Pertanahan setempat pada lokasi pengadaan tanah; pejabat satuan kerja perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan pertanahan; camat setempat pada lokasi pengadaan tanah; dan lurah/kepala desa atau nama lain pada lokasi pengadaan tanah. Pada tahapan penyerahan hasil, Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah, paling lambat 7 (tujuh) hari sejak pelepasan hak objek pengadaan tanah. Selanjutnya instansi yang memerlukan tanah tersebut dapat mulai melaksanakan pembangunan. Mekanisme Penyelesaian Hukum Masalah Ganti kerugian Dalam Pasal 40 UU Nomor 2 Tahun 2012, pemberian ganti kerugian atas objek pengadaan tanah diberikan langsung kepada pihak yang berhak. Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pemberian ganti kerugian pada prinsipnya harus diserahkan langsung kepada pihak yang berhak atas ganti kerugian. Apabila berhalangan, pihak yang berhak karena hukum dapat memberikan kuasa kepada pihak lain atau ahli waris. Penerima kuasa hanya dapat menerima kuasa dari satu orang yang berhak atas ganti kerugian, yang berhak antara lain: (a) pemegang hak atas tanah; (b) pemegang hak pengololaan; (c) nadzir, untuk tanah wakaf; (d) pemilik tanah bekas milik adat; (e) masyarakat hukum adat; (f ) pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik; (g) pemegang dasar penguasaan atas tanah; dan/atau (h) pemilik bangunan, tanaman atau benda lain yang berkaitan dengan tanah. Dalam Pasal 41 disebutkan ganti kerugian diberikan kepada inovasi dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Ayat (4) menjelaskan bahwa Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. pihak yang berhak berdasarkan hasil penilaian yang ditetapkan dalam musyawarah dan/atau putusan pengadilan negeri/Mah­ kamah Agung. Pada saat pemberian ganti kerugian pihak yang berhak menerima ganti kerugian wajib, melakukan pelepasan hak dan menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan objek pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan. Bukti yang dimaksud merupakan satu-satunya alat bukti yang sah menurut hukum dan tidak dapat diganggu gugat di kemudian hari. Tuntutan pihak lain atas objek pengadaan tanah yang telah diserahkan kepada instansi yang memerlukan tanah menjadi tanggung jawab pihak yang berhak menerima ganti kerugian. Selanjutnya pemberian ganti kerugian diatur dalam Pasal 42, yaitu dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/ atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, atau putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, ganti kerugian dititipkan di pengadilan negeri setempat. Penitipan ganti kerugian juga dilakukan terhadap: pihak yang berhak menerima ganti kerugian tidak diketahui keberadaannya; atau objek pengadaan tanah yang akan diberikan ganti kerugian: 1) sedang menjadi objek perkara di pengadilan; 2) masih diper­ sengketakan kepemilikannya; 3) diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau 4) menjadi jaminan di bank. Pada saat pelaksanaan pemberian ganti kerugian dan pelepasan hak telah dilaksanakan atau pemberian pemberian ganti kerugian sudah dititipkan di pengadilan negeri, kepemilikan atau hak atas tanah dari pihak yang berhak menjadi hapus dan alat bukti haknya dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya menjadi tanah yang di kuasai langsung oleh negara. Dalam Pasal 44 UU Nomor 2 Tahun 2012 dijelaskan bahwa pihak yang berhak menerima ganti kerugian atau instansi yang memperoleh tanah dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat diberikan insentif perpajakan. Apabila terjadi penolakan atas bentuk dan besaran ganti kerugian maka pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah ditandatangani berita acara hasil musyawarah. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 73 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012. Dalam ayat (2) pasal tersebut diterangkan selanjutnya bahwa Pengadilan Negeri berhak me­ mutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Sementara ayat (3) menjelaskan bahwa pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana Kesimpulan Ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Hal tersebut secara jelas dinyatakan dalam dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi: tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan kerugian lain yang dapat dinilai. Pemberian Ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk: uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham dan bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Apabila terjadi penolakan atas bentuk dan besaran ganti kerugian, mekanisme penyelesaian hukum yang dapat ditempuh adalah pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 hari kerja setelah ditandatangani berita acara hasil musyawarah. Selanjutnya Pengadilan Negeri berhak memutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri paling lama 14 hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Dan selan­ jutnya Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam wak­ tu paling lama 30 hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Saran Pemerintah perlu memperhatikan bentuk pemberian ganti ke­ rugian berdasarkan nilai ganti kerugian, agar tidak menimbulkan masalah antara pemerintah dan masyarakat dalam proses pe­ ngadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Selain itu, masyarakat juga diharapkan ikut serta secara aktif dalam proses pengadaan tanah mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga akan terjadi keseimbangan hak antara ma­ syarakat dan pihak yang memerlukan tanah. *) Staf Bagian Hukum dan Perundang-undangan, Setditjen. Cipta Karya Daftar Referensi • Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Ed. 1, Cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta, 2008 • Maria S.W. Sumardjono. Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Jakarta: Kompas, 2008 • Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, Mitra Kebijakan Tanah, Yogyakarta, 2004 • Sufirman Rahman, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Hukum dari Perspektif Hak Asasi Manusia, Unhas, Makassar, 2006 • Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum • Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 27 sebaiknya anda tahu MENGAPA INI BAIK ? Street Furniture | Kursi Desain dan Material Desain dan Material Desain dan Material Desain dan Warna Material sederhana seperti kayu mampu dibuat kursi ruang luar dengan desain yang unik. Desain bangku ruang luar seperti ini sederhana dan mampu direplikasi dengan mudah. Bangku ruang luar sebaiknya dibuat dengan material yang kokoh seperti pada contoh di gambar ini. Desain bangku ruang luar dapat juga dibuat meliuk-liuk seperti pada gambar ini. Warna yang dipakai pun tegas. MENGAPA INI KURANG BAIK ? Street Furniture | Kursi Desain dan Material Desain dan Material Desain dan Warna Desain dan Warna Kursi ruang luar ini dibuat mempertimbangkan desain, tahan, dan kualitas visual. Warna untuk bangku ruang luar ini terlalu kuat sehingga mengganggu tampilan visual. Desain dan warna seperti pada gambar contoh ini kurang sesuai dengan konteks lingkungannya. Pemilihan cat besi kurang mampu bertahan terhadap cuaca sehingga perawatan harus dilakukan terus menerus. Pemilihan warna yang terlalu kuat juga kurang baik dari kualitas visual. 28 sebaiknya anda tahu MENGAPA INI BAIK ? Dinding | Finishing Desain, Material, Pengerjaan dan Pengerjaan dinding batu sebaiknya dikerjakan dengan rapi seperti pada gambar ini, dengan tingkat kerenggangan yang cukup rapat. Desain, Material, Pengerjaan dan Penggunaan pecahan batu alami seperti pada gambar ini juga dapat menjadi elemen visual yang menarik apabila batu ditempatkan dengan jarak yang sangat rapat. Desain, Material, Pengerjaan dan Batu alam dengan modul kecil seperti pada gambar dapat memberi keunikan tersendiri bagi dinding. Desain, Material, Pengerjaan dan Penyusunan batu bata dengan permainan pola mampu memberikan tampilan yang baik, meski pada pekerjaan yang cukup berumur. MENGAPA INI KURANG BAIK ? Dinding | Finishing Desain, Material, dan Pengerjaan Desain, Material, dan Pengerjaan Desain, Material, dan Pengerjaan Finishing dinding menggunakan cat tembok yang tidak tahan terhadap cuaca dan tidak mudah dibersihkan. Pemilihan warna kurang baik, sebaiknya menggunakan warna-warna yang tidak terlalu mencolok, terutama untuk bidangbidang dinding yang cukup luas. Pemilihan warna pada bagian atas dinding sebaiknya digunakan warna lain yang lebih natural, atau menggunakan material batu alam atau batu sikat. Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 29 resensi Model Percepatan Layanan Penyediaan Air Minum Perkotaan Belajar dari Keberhasilan KPS SPAM Kabupaten Tangerang Hendra Djamal*) Pada tanggal 1 Juli 2015 Ketua Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Ir. Tamin M. Zakaria Amin, M.Sc, MBA meluncurkan buku “Model Percepatan Layanan Penyediaan Air Minum Perkotaan”. 30 B uku setebal 72 halaman ini berisi pembahasan mengenai Best Practice Kerjasama Pemerintah Swasta Sistem Penyediaan Air Minum (KPS SPAM) Kabupaten Tangerang. Buku yang diterbitkan BPPSPAM tersebut cukup menarik, mengingat KPS tersebut merupakan yang pertama terkait air minum di Indonesia. Bukan hanya itu, KPS ini juga merupakan pendampingan pertama yang dilakukan BPPSPAM. Saat peluncuran, Tamin sempat mengatakan bahwa buku tersebut diluncurkan untuk memotivasi pemerintah daerah untuk melakukan kerjasama dengan pihak swasta, mengingat resensi keterbatasan dana dari pemerintah pusat dalam meningkatkan pelayanan air minum kepada masyarakat. Motivasi ini sangat perlu, mengingat pasca Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air sempat ada kekhawatiran bebera­ pa pihak, ketika akan melakukan kerjasama dengan pihak swasta. Padahal MK masih memberikan peluang bagi pemerintah untuk bekerjasama dengan pihak swasta. Di dalam buku ini kita akan mendapat gambaran yang jelas mengenai awal mula timbulnya KPS tersebut, dimana disebabkan beberapa faktor, diantaranya rendahnya pelayanan air minum dan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB). Berdasarkan buku kinerja BPPSPAM tahun 2009, cakupan pelayanan air minum di daerah ini pada tahun 2008 lalu hanya 11%. Tidak hanya itu, pelayanan PDAM belum memenuhi unsur 3K yakni kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Timbulnya KPS ini juga dilatarbelakangi adanya KLB muntaber berturut-turut dari tahun 2005 hingga 2007. Lingkungan yang tidak sehat dan konsumsi air terkontaminasi bakteri E-Coli menyebabkan masyarakat menderita penyakit mutaber terutama di Kecamatan Sepatan, Kecamatan Mauk dan Kecamatan Pakuhaji. Dengan kondisi tersebut, pemerintah menganggap proyek KPS SPAM Tangerang merupakan proyek yang sangat penting dan mendesak untuk direalisasikan. Oleh karenanya proyek ini dimasukkan di dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus Ekonomi tahun 2008-2009. Buku ini mengelompokkan beberapa tahapan yakni penyiapan kerjasama, pra konstruksi, konstruksi, operasional dan monitoring. Pada tahapan penyiapan kerjasama dijelaskan bahwa pada saat itu Bupati Tangerang membentuk tim pengadaan badan usaha dalam penyediaan dan pelayanan air minum untuk Kecamatan Sepatan, Pasar Kemis, Cikupa, Balaraja, dan Jayanti. Tim tersebut diketuai oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang. Pada proses penyiapan kerjasama ini BPPSPAM yang pada saat itu dipimpin ketuanya, Rachmat Karnadi memainkan peranannya, terutama pada penyusunan pra feasibility study (pra FS). BPPSPAM juga melakukan pendampingan pada tim untuk mendapatkan persetujuan DPRD setempat. Secara lengkap dalam buku tersebut juga dijelaskan banyaknya perusahaan yang berminat menanamkan modalnya pada proyek tersebut, dimana ada 15 perusahaan/konsorsium mengikuti proses lelang. Hingga akhirnya didapat pemenangnya yakni Acuatico Capitalink yang kemudian mendirikan perusahaan yakni PT. Aetra Air Tangerang (AAT). Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya perwujudan dari KPS itu ditandai dengan diresmikannya Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sepatan Kabupaten Tangerang oleh Wakil Presiden pada saat itu Budiono, yakni pada tanggal 11 Juli 2012 yang lalu. Buku ini juga dilengkapi dengan foto-foto dan gambargambar yang menunjukkan proses terwujudnya KPS tersebut. Dari sisi penyajian cukup menarik, namun akan lebih baik bila juga dirinci narasumber yang sempat diwawancara dan sumber foto. Secara garis besar buku ini punya kekuatan sebagai ilmu pengetahuan terutama bagi stakeholder terkait air minum seperti PDAM dan pemerintah daerah seluruh Indonesia. Sehingga daerah lain memiliki keinginan yang kuat untuk juga melakukan hal yang sama dengan apa yang sudah dilakukan Kabupaten Tangerang, dimana kini pelayanan air minum di daerah tersebut menjadi meningkat. *) Tenaga Ahli Komunikasi BPPSPAM Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 31 lensa ck Pelantikan Pejabat Eselon III di Lingkungan Ditjen Cipta Karya Foto-foto : Manti dan Aji 32 lensa ck Pelantikan Pejabat Eselon IV dan Serah Terima Jabatan di Lingkungan Ditjen Cipta Karya Foto-foto : Manti dan Aji Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015 33 seputar kita Gubernur Sumbar Fasilitasi Serah Terima Alat Berat Untuk Empat TPA Gubernur Jabar Alokasikan Rp. 615 Miliar untuk Sanitasi Dalam sambutannya pada acara Silaturahmi dan halal bilhalal Pegawai Dinas Permukiman dan Perumahan (Diskimrum) Provinsi Jawa Barat di Aula Diskimrum Jabar, Rabu (22/7/2015), Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menegaskan kembali dukungan APBD Provinsi Jawa Barat untuk pembangunan sektor sanitasi. Seperti yang sudah diamanatkan UU dan arahan dari Pemerintah Pusat, maka kita sudah menganggarkan dalam APBD 2015. Hampir 2/3 dari anggaran 10 persen itu kita gunakan untuk pembangunan infrastruktur dan perbaikan sanitasi lingkungan yaitu sebesar Rp. 615 Miliar untuk program sanitasi,” kata Heryawan. Menurut Gubernur Jawa Barat, selain untuk pembangunan sanitasi lingkungan juga akan mendorong percepatan pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Regional di Legok Nangka Kabupaten Bandung dan di Nambo Kabupaten Bogor. Persampahan modern dan sanitasi yang baik merupakan program yang sangat penting sehingga memerlukan dukungan. Gubernur Provinsi Sumatera Barat, Irwan Prayitno pada Jumat (3/7/2015) memfasilitasi penyerahan alat berat untuk empat Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Empat TPA ini sendiri tersebar di Kabupaten Agam, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Sawahlunto dan Kota Payakumbuh. Kegiatan yang dilaksanakan di ruang Rapat Gubernur ini dihadiri oleh Bupati dan Walikota penerima Aset, Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman Sumbar, Kasatker Pengembangan Air Minum dan Sanitasi Provinsi Sumbar, dan SKPD daerah terkait. “Dalam penyerahan alat berat ini juga dilakukan serah terima aset sehingga nantinya diharapkan kabupaten/kota dapat memelihara aset dengan dana operasionalnya dari APBD II, dengan serah terima aset ini untuk pemeliharaan sudah menjadi kewajiban kabupaten/kota,” ujar Irwan. Proteksi Kebakaran Pada Gedung Tidak Bisa Diabaikan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memiliki peran penting sebagai instansi pembina bangunan gedung sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Cipta Karya Andreas Suhono dalam acara Ngabuburit Pintar “Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung Tinggi”, di ruang Sapta Taruna Ditjen Cipta Karya, Jum’at (3/07/2015). Tujuan dari acara tersebut untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman para stakeholder yang terlibat dalam hal penanganan proteksi terhadap kebakaran. 34 “Peraturan Menteri ini menjelaskan sistem proteksi keba­ karan pada bangunan gedung dan lingkungan yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, proteksi pasif maupun caracara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran,” kata Andreas. Kasubdit SPAM Perdesaan Ir. Agus Achyar, M.Sc Kasubdit SPAM Perkotaan Ir. Somba Tambing, Dipl.SE Kasubdit SPAM Khusus Ir. Meike Kencanawulan M, MDM Kasubdit Standarisasi dan Kelembagaan Ir. Hilwan, M.Sc Kasubdit Pengelolaan Air Limbah Suharsono Adi Broto, ST, MM Kasubdit Pengelolaan Persampahan Ir. M. Sundoro, M.Eng Kasubdit PLP Khusus Ir. Rudi Azrul Arifin, M.Sc Kasubdit Standarisasi dan Kelembagaan Marsaulina FMP, ST, ME Kasubag Tata Usaha Lilis Susilo Rahayu, SE Kasubdit Kawasan Permukiman Perkotaan Ir. Nieke Nindyaputri, M.Sc Kasubdit Kawasan Permukiman Perdesaan Ir. Hendarko Rudi S, MT Kasubdit Kawasan Permukiman Khusus Aswin G. Sukahar, ST.MB.Env Kasubdit Standarisasi dan Kelembagaan Ir. Firman H. N, MURP Kasubag Tata Usaha Dra. Wardhiana Suryaningrum, M.Si Kasubdit Pengelolaan Rumah Negara Ir. M. Hidayat, MM Kasubdit Penataan Bangunan dan Lingkungan Khusus Ir. Dian Irawati, MT Kasubdit Standarisasi dan Kelembagaan Ir. Wahyu Kusumo S, MUM Kasubag Tata Usaha Dra. Ida Puspita Kasubdit Keterpaduan Pelaksanaan Ir. Tanozisochi Lase, M.Sc Kasubdit Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Sri Murni Edi K, S.Kom, MM Kasubdit Pemantauan dan Evaluasi Ir. Joerni Makmoerniati, M.Sc Kasubag Tata Usaha Karmawan, ST, MM Kelompok Jabatan Fungsional Kasubag Tata Usaha Sugiharto Wasitoadi, S.Sos Kasubdit Perencanaan Teknis Ir. Oloan M.S, Dipl.SE Kasubdit Bangunan Gedung Umum Jonny Zainuri E., ST, MCM Kasubdit Perencanaan Teknis Ir. Prasetyo, M.Eng Kasubdit Keterpaduan Pembiyaan Ir. R. Mulana MPS, MT Kasubdit Perencanaan Teknis Ir. Didiet A. Akhdiat, M.Si Direktur Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Ir. Muhammad Natsir, M.Sc Kasubdit Perencanaan Teknis Ir. Diana Kusumastuti, MT Direktur Pengembangan PLP Ir. Dodi Krispatmadi, M.Env.E Kasubdit Keterpaduan Perencanaan dan Kemitraan Ir. Edward Abdurrahman, MSc Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman Ir. Rina Farida, MT Kabag Kepegawaian dan Ortala Dra. Retno Triyanti H, MM Kabag Hukum dan Komunikasi Publik Deddy Sumantri, SH.CES Direktur Bina Penataan Bangunan Ir. Adjar Prajudi, M.Sc, MCM Sekretaris Ditjen Cipta Karya Ir. Rina Agustin I, MURP Kabag Keuangan dan Umum Drs. Dwi Hidayat Djati, M.Si Direktur Keterpaduan Infrastruktur Permukiman Ir. Dwityo A. Soeranto, MURP Direktur Jenderal Cipta Karya Dr. Ir. Andreas Suhono, M.Sc Kabag PBMN Ir. Ilham Muhargiady, M.Sc STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA Kunjungi Kami di : website : http://ciptakarya.pu.go.id twitter : @ditjenck instagram : @ditjenck