untuk Permukiman Layak - Ditjen Cipta Karya

advertisement
Kota Cerdas
Saat Ini dan Masa
Depan
22
Aspek Ganti Kerugian
Mengapa Ini Baik ?
Pengadaan Tanah untuk Mengapa Ini
Kepentingan Umum
Kurang Baik ?
24
Edisi 07/Tahun XIII/Juli 2015
28
KEMENTERIAN
PEKERJAAN UMUM
DAN PERUMAHAN RAKYAT
Karya Cipta Infrastruktur Permukiman
Semua Bergerak
untuk
Permukiman Layak
LENSA CK • Pelantikan Pejabat Eselon III
di Lingkungan Ditjen Cipta Karya
• Pelantikan Pejabat Eselon IV dan Serah Terima Jabatan
di Lingkungan Ditjen Cipta Karya
daftar isi
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
Berita Utama
Bergerak
4 Semua
untuk Permukiman Layak
liputan khusus
Kondisi dan
8 Mengurai
Kinerja PDAM dalam
Menggapai 100%
Akses Aman Air Minum
info baru
4
Karya Rangkul
12 Cipta
Civitas Akademika dalam
Pendampingan Pemberdayaan
Masyarakat untuk Mendukung
Gerakan 100-0-100
14
PUPR
14 Kementerian
Berpartisipasi Dalam GPMB
Expo & Awards 2015
PUPR Gelar
15 Kementerian
Persiapan Asia Pacific Urban
Forum 6 dan Pertemuan
Tingkat Tinggi Habitat III
Cipta Karya
16 Ditjen
Tangani Tanggap Darurat
Bencana di Beberapa Wilayah
8
inovasi
15
18 Kolaborasi
Pemerintah dan
Masyarakat Mendukung
Kinerja TPS 3R
Pasar, Potensi
20 Sampah
Besar yang Belum
Termanfaatkan
18
Cerdas
22 Kota
Saat Ini dan Masa Depan
Ganti Kerugian
24 Aspek
Pengadaan Tanah untuk
Kepentingan Umum
Sebaiknya
Ini Baik ?
28 Mengapa
Mengapa Ini Kurang Baik ?
RESENSI
Air Minum
30 Penyediaan
Perkotaan
Belajar dari Keberhasilan
KPS SPAM Kabupaten
Tangerang
2
24
editorial
Pelindung
Pelindung
Budi Yuwono P
Andreas Suhono
Penanggung Jawab
Antonius Budiono
Penanggung Jawab
Dewan Redaksi
Rina Agustin Indriani
Susmono, Danny Sutjiono,
M. Sjukrul Amin, Amwazi Idrus,
GuratnoRedaksi
Hartono, Tamin MZ. Amin,
Dewan
Nugroho
Utomo Adjar Prajudi, Rina Farida,
Dwityo
A.Tri
Soeranto,
Dodi
Krispatmadi,
Pemimpin
RedaksiMochammad Natsir,
Nugroho
Tri Utomo
Dian Irawati,
Sudarwanto
Penyunting dan Penyelaras Naskah
T.M. Hasan,Redaksi
Bukhori
Pemimpin
Deddy Sumantri, Sri Murni Edi K.
Bagian Produksi
Erwin A. Setyadhi, Djoko Karsono,
Diana Kusumastuti,
Penyunting
RedaksiBernardi Heryawan,
M. Sundoro,
Chandra
RP. Situmorang,
Ardhani
P, Bhima
Dhananjaya,
Fajar Santoso, Ilham Muhargiady,
Sri Murni
Edi K, Desrah,
Bagian
Produksi
Wardhiana
R. Julianto,
Bukhori,
AriSuryaningrum,
Iswanti, Bramanti
Nawangsari
Bhima Dhananjaya, Djati Waluyo Widodo,
Indah Raftiarty, Danang Pidekso
Bagian Administrasi & Distribusi
Bagian Administrasi & Distribusi
Fajar Drestha Birawa, Nurdian Ayuningtyas
Luargo, Joni Santoso, Nurfathiah
Kontributor
Kontributor
Dwityo A. Soeranto, Hadi Sucahyono,
Sudarwanto,
Edward
Nieke Nindyaputri,
R. Abdurrahman,
Mulana MP. Sibuea,
Tanozisochi
Kusumastuti,
Adjar Prajudi,Lase,
RinaDiana
Farida,
Didiet A. Akhdiat,
Dian
Irawati,
Akhdiat,Th Srimulyatini
RG. Eko
Djuli Didiet
S, DedyA.Permadi,
Nieke
Nindyaputri,
Prasetyo, M.
Sundoro,
Respati,
Joerni Makmoerniati,
Syamsul
Hadi,
Oloan MS, Sandhi Eko Bramono,
Hendarko Rudi S, Iwan Dharma S, Rina Agustin,
Ade Syaiful Rachman, Kusumawardhani,
Handy B. Legowo, Dodi Krispatmadi,
Indah Widyahapsari.
Rudi A. Arifin, Endang Setyaningrum,
Alex A. Chalik, Djoko Mursito, N. Sardjiono,
Oloan M.Redaksi
Simatupang, Hilwan, Kun Hidayat S,
Alamat
Deddy
Sumantri,
Halasan
Sitompul,
Jl.
Patimura
No. 20,
Kebayoran
Baru 12110
Sitti Bellafolijani,
M. Aulawi Dzin Nun,
Telp/Fax.
021-72796578
Ade Syaiful Rahman, Aryananda Sihombing,
Agus Achyar, Ratria Anggraini, Dian Suci Hastuti,
Email
Emah Sudjimah, Susi MDS Simanjuntak,
[email protected]
Didik S. Fuadi, Kusumawardhani, Airyn Saputri,
Budi Prastowo, Aswin G. Sukahar,
Wahyu K. Susanto,
websitePutri Intan Suri,
http://ciptakarya.pu.go.id
Siti Aliyah Junaedi
Alamat Redaksi
Jl. Patimuratwitter
No. 20, Kebayoran Baru 12110
@ditjenck
Telp/Fax. 021-72796578
Email
[email protected]
instagram
@ditjenck
Cover :
Sebuah Keluarga di Musi Banyu Asin
Sumatera Selatan
(foto : Dian Rosalia)
Buletin ini menggunakan 100%
kertas daur ulang (cyclus paper)
Bergerak Harmonis
Mencipta
Permukiman Layak
Indonesia masih membanggakan kisah sukses Kampung Improvement Program (KIP)
pada tahun 1969 yang dilaksanakan di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan
Surabaya. Ketika itu, untuk meningkatkan kualitas permukiman kumuh, pemerintah
mengambil kebijakan untuk memperbaiki kampung, sebagai alternatif yang lebih baik
dibandingkan dengan penggusuran rumah kumuh atau pemindahan secara besarbesaran. Sasaran utama KIP adalah peningkatan kualitas lingkungan permukiman
melalui pendekatan Tri Bina, yaitu bina fisik lingkungan, bina perekonomian ma­
syarakat, dan bina aspek sosial masyarakat. Program KIP ini berjalan dengan baik dan
mendapatkan apresiasi yang sangat baik oleh dunia internasional, bahkan menjadi
contoh penanganan permukiman kumuh di negara lain. Kita mencatat, program KIP di
Surabaya yang didukung juga oleh Prof. Johan Silas pernah mendapatkan penghargaan
World Habitat Award pada tahun 1992.
Semangat dan prinsip KIP terus diacu hingga saat ini dalam program pemberdayaan
masyarakat yang dilakukan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat. Pendekatan pemberdayaan lahir dari pemahaman bahwa pena­
nganan permukiman kumuh perlu ditempuh dengan cara bijak dan manusiawi,
misalnya dengan memadukan pendekatan top-down sesuai peraturan yang berlaku,
dengan pendekatan bottom-up yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
masyarakat setempat.
Pendekatan pemberdayaan hanya satu cara. Perkembangan urbanisasi menyedot
banyak energi pemerintah untuk membenahi efek bola salju di segala bidang. Di bidang
penyediaan prasarana permukiman, selain pendekatan pemberdayaan, pemerintah
membawa dua layer lain, yaitu pembentukan sistem infrastruktur permukiman yang
bersifat kolaboratif dan komprehensif, terintegrasi dengan sistem kota, serta menja­
min keamanan bermukim. Berikutnya adalah fasilitasi Pemda dengan tanggung ja­
wab dalam hal perencanaan dan pelaksanaan program, sedangkan pemerintah pusat
berperan sebagai pendampingan.
Dalam urusan pembangunan fisik infrastruktur permukiman, Ditjen Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat selalu berada di depan (leading).
Namun, membangun kawasan perkotaan tidak sekadar membangun prasarana kota,
tapi juga tentang membangun ekonomi perkotaan, mengelola keragaman sosial
dan budaya, hingga merangkul warga kota untuk mau terlibat dalam pembangunan
perkotaan. Pergerakan yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan
masyarakat serta swasta menjadi gerakan yang harmonis untuk mewujudkan per­
mukiman yang layak huni dan berkelanjutan. (Teks : Buchori)
Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkait bidang Cipta Karya ke email [email protected]
atau saran dan pengaduan di www.pu.go.id
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
3
berita utama
Semua Bergerak
untuk Permukiman Layak
Permukiman yang layak huni dan
sehat menjadi tempat ideal untuk
mendidik sumber daya manusia yang
berkualitas. Penyediaan infrastruktur
dasar permukiman menjadi kunci untuk
mewujudkan cita-cita tersebut.
V
isi Indonesia saat ini untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Kualitas
ini dapat tercipta dari lingkungan permukiman yang
sehat dan produktif. SDM berkualitas akan siap meng­
gerakkan Indonesia dari middle income country men­
jadi negara maju dengan mulai menggerakan perekonomian dari
pengelolaan sumber daya alam yang semakin terbatas ke arah
industri manufaktur.
Untuk memberikan pelayanan dasar permukiman, pemerintah
telah mencanangkan sebuah gerakan bernama 100-0-100. Ge­
rakan ini merupakan hasil bacaan sebuah target besar negeri ini
yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019, yaitu penyediaan 100% akses aman
Foto Atas : Huntap Pagerjurang
4
air minun, 0% kawasan permukiman kumuh, dan 100% akses sani­
tasi layak.
Penegasan dari bahasa program menjadi sebuah gerakan
diungkapkan Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Andreas Suhono.
Dari ma­sukan stakeholder, penamaan gerakan dimaksudkan untuk
merangkul semua potensi sumber daya yang dimiliki negeri ini
untuk sama-sama bertanggung jawab mewujudkannya.
Kementerian PUPR melalui Ditjen Cipta Karya terus menjalin
sinergi antara Renstra Kementerian PUPR dan RPJMD. Kegiatan
ini sekaligus merupakan pembinaan terhadap Pemda hingga
tercipta kemandirian. Sinergitas mencakup proses perencanaan
pembangunan bidang Cipta karya sebagai upaya meningkatkan
kualitas infrastruktur permukiman.
Upaya pemerintah meningkatkan kualitas infrastruktur per­
mukiman telah menampakkan hasil yang direfleksikan dengan
cakupan pelayanan infrastruktur, antara lain pelayanan air minum
dari 47,7% pada 2009 menjadi 70,5% pada 2014, dan cakupan
pelayanan sanitasi dari 51% pada 2009 menjadi 61,04% pada 2014.
Begitu pula dengan penanganan kawasan permukiman kumuh
yang telah diturunkan dari 57.800 Ha pada 2009 menjadi 38.431
ha pada 2014. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kegiatan
yang dilakukan Ditjen Cipta Karya bersama Pemda dan stakeholder
lainnya telah menampakkan kemajuan berarti.
Kendati demikian, pembangunan infrastruktur permukiman
peru terus ditingkatkan untuk menjaga lingkungan permukiman
berita utama
agar tidak mengalami penurunan kualitas maupun jangkauan
pelayanannya. Di sisi lain, Indonesia dihadapkan pada tantangan
migrasi penduduk ke kawasan perkotaan yang cenderung
meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data BPS 2014, diperkirakan pada 2025 sebanyak
68% penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan. Kondisi
tersebut akan meningkatkan kebutuhan terhadap pelayanan
dasar infrastruktur permukiman.
Urusan pekerjaan umum dan tata ruang merupakan pelayanan
dasar yang menjadi urusan wajib yang dilaksanakan secara
bersama antara pemerintah dan Pemda. Hal tersebut tertuang
dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Pemda perlu memprioritaskan urusan pemerintahan wajib dalam
rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Sementara Ditjen Cipta Karya melaksanakan tugas
pembangunan, khususnya mendukung penyediaan infrastruktur
pelayanan dasar yang dilaksanakan bersama dengan
Pemda, dengan mengacu pada agenda dan program RPJMN.
Operasionalisasi RPJMN adalah Rencana dan Strategi (Renstra)
bidang Cipta Karya 2015-2019 yang pelaksanaannya harus
bersinergi dengan RPJMD.
Dalam pelaksanaannya, Ditjen Cipta Karya menetapkan tiga
pendekatan, yaitu pertama, sistem infrastruktur permukiman
Renstra Cipta Karya dan RPJMD sehingga tercipta keterpaduan
pembangunan yang sesuai dengan tujuan amanat pembangunan
nasional.
Pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya di daerah
dilandasi RTRW dan Perda terkait, serta perencanaan sektor seperti
Strategi Sanitasi Kota (SSK), Rencana Induk Sistem Pengembangan
Air Minum (RISPAM), dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL).
Tantangan Pendanaan
Amanat RPJMN tersebut membutuhkan pendanaan dalam kurun
5 tahun mencapai Rp800 triliun, sementara kemampuan APBN
hanya Rp128 triliun. Dengan outcome yang langsung menyentuh
masyarakat tersebut, pembangunan infrastruktur permukiman
dimungkinkan untuk mencari potensi sumber pembiayaan non
APBN, salah satunya Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN).
Namun menurut Andreas pemanfaatan PHLN diarahkan
dengan selektif. Kriteria kegiatannya antara lain selektif dan fo­kus
men­­dukung gerakan 100-0-100, bersifat masif dan membutuhkan
yang bersifat kolaboratif dan komprehensif, terintegrasi dengan
sistem kota, serta menjamin keamanan bermukim. Kedua, fasilitasi
Pemda dengan tanggung jawab dalam hal perencanaan dan
pelaksanaan program, sedangkan pemerintah pusat berperan
sebagai pendampingan. Ketiga, pemberdayaan masyarakat seba­
gai kunci keberhasilan program melalui proses partisipatif dari
perencanaan sampai pengawasan.
Sementara Direktur Keterpaduan Infrastruktur Permukiman,
Dwityo A. Soeranto, menyampaikan dalam mendukung per­
wujudan permukiman yang layak huni, perencanaan pemba­
ngunan infrastruktur bidang Cipta Karya perlu dituangkan da­
lam dokumen Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM). Untuk itu diperlukan sinergitas RPJMN,
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
5
berita utama
pembiayaan besar, mendapat respon Pemda berupa komitmen
dan kesiapan, serta kegiatan yang sustainable.
Di sisi lain, kemampuan pembiayaan pembangunan bidang
permukiman oleh Pemerintah Daerah semakin meningkat seiring
desentralisasi fiskal. Peluang itu harus dibarengi sinkronisasi pe­
ren­
canaan program antara RPJMD dengan Renstra Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat.
“Dalam RPJMN 2015-2019 sasaran bidang permukiman ada gap
dengan kemampuan pendanaan APBN dan harus kreatif mencari
sumber lain. Begitu pula strategi pendanaan ini harus sinkron
dengan RPJMD,” ungkap Andreas Suhono saat membuka Rapat
Terbatas Keterpaduan Perencanaan Program bidang Cipta Karya
melalui Sinergi RPJMN, Renstra PUPR, dan RPJMD, di Denpasar Juli
2015.
Sementara Dwityo A. Soeranto, menjelaskan era RPJMN 20152019 terjadi pergeseran strategi pembiayaan pembangunan bi­
dang Cipta Karya. Sebelumnya pemerintah pusat mendominasi
peran dengan mengalokasikan 67%. Tapi tahun depan menjadi
35%, sisanya oleh Pemda 35, swasta 15%, serta lainnya dari
pinjaman dan hibah luar negeri serta masyarakat.
Ada gap yang menganga antara kemampuan APBN dan target
RPJMN 2015-2019. Kebutuhan dana untuk mencapai 100-0-100
selama lima tahun mendatang sebesar Rp825 triliun, sementara
kemampuan APBN (termasuk pinjaman dan hibah luar negeri)
sebesar Rp124,4 triliun.
6
Dwityo memaparkan, dalam prioritas tahunan penyiapan ke­
giatan pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) Ditjen Cipta Karya
tahun 2015-2019 terdapat 24 kegiatan prioritas dengan total nilai
pinjaman sebesar USD 8,6 miliar.
Tahun 2015 ini terdapat dua kegiatan yaitu, pertama, Small
Scale Water Treatment Plant for Emergency Relief senilai USD 25
juta dengan donor dari Pemerintah Spanyol. Kegiatannya adalah
pengadaan IPA Mobile untuk penanganan darurat bencana yang
akan ditempatkan di 4 depo, yaitu Kota Medan, Kota Bekasi, Kota
Surabaya, dan Kota Makassar.
Kedua, IKK Water Supply Program and Small Water Treatment
Plant for Water Scarcity senilai USD 100 juta dari Pemerintah
Hongaria (USD 50 juta) dan ADB (USD 50 juta). Kegiatannya
antara lain pembangunan intake, transmisi air baku, unit produksi,
reservoir, jaringan distribusi utama, dan bangunan pendukung.
Di bidang air minum, kebutuhan pendanaan untuk mencapai
100% akses aman air minum sebesar Rp 274 triliun dengan
kemampuan APBN sebesar Rp34 triliun. Target 100% akses
aman air minum diupayakan melalui pemenuhan 60% jaringan
perpipaan atau 27.733.280 sambungan rumah (SR) dan 40% Bukan
Jaringan Perpipaan (BJP) terlindungi sebanyak 1.920.361 RT. Pada
saat yang sama PDAM se-Indonesia juga dalam keadaan sehat
dengan bantuan program maupun manajemen dari pemerintah.
Pinjaman luar negeri untuk bidang air minum ditekankan
untuk mebiayai kegiatan yang bersifat cost recoverable, kecuali
berita utama
pada kegiatan pemberdayaan yang telah berjalan. Pinjaman juga
ditekankan untuk peningkatan kapasitas nasional, mendorong
replikasi proyek PHLN yang berhasil dengan rupiah, dan menjaga
keberlanjutan proyek pinjaman luar negeri.
Di bidang penyehatan lingkungan permukiman, ada sem­
bilan kegiatan yang sedang berjalan, yaitu Denpasar Sewerage
Depelopment Project (DSDP) Tahap II, Urban Drainage System
Improvement and Water Supply Works for the Semarang Area of
Semarang City (Componen C), Metropolitan Sanitation Mana­
gemenet Investmen Program: engineering services for Jakarta
Sewerage (MSMIP), dan lainnya.
Dari pelaksanaan kegiatan PHLN tahun 2010-2014, ada lima
pelajaran penting yang perlu diperbaiki ke depannya. Pertama,
penetapan lahan perlu disiapkan dengan matang. Lokasi proyek
tidak boleh diubah secara sepihak. Kedua, dokumen lelang
(AMDAL/RKL/RPL) perlu disiapkan dengan baik. Ketiga, peng­
gunaan metode full e-procurement perlu disepakati dengan donor.
Keempat, institusi pengelola harus sudah disiapkan dengan baik.
Kelima, lingkup kegiatan technical assistance perlu disepakati
secara rinci.
Perubahan nyata telah dicatat dalam kegiatan di bidang
air limbah untuk meningkatkan akses pelayanan sanitasi layak.
DSDP tahap I telah melayani sebanyak 8.647 SR dan DSDP tahap II
sebanyak 7.500 SR. Sedangkan melalui kegiatan Sanitasi Berbasis
Masyarakat (SANIMAS) USRI telah dimanfaatkan masyarakat
di 1.438 lokasi yang tersebar di 34 kabupaten/kota atau setara
dengan pelayanan kepada 503.300 jiwa.
Sedangkan target kontribusi pada kegiatan PHLN 2015-
2019 melalui kegiatan DSDP III, Jakarta Sewerage, Development
of Septage Treatment Plant, Sewerage Development Program,
dan Greater Bandung akan melayani sebanyak 16,4 juta jiwa.
Sementara di bidang persampahan, melalui advanced SWM-SUD,
The Improvement of Solid Waste Management to Support Regional
Area and Metropolitan Cities akan menyumbang pelayanan kepada
17 juta jiwa.
Kota Tanpa Permukiman Kumuh telah dicita-citakan Indonesia
delapan tahun lalu dalam UU Nomor 17/2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Cita-cita ini
didukung dengan UU nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman yang mengatur tentang pencegahan
dan peningkatan kualitas terhadap perumahan dan permukiman
kumuh. Tidak hanya dari internal, Indonesia juga berkomitmen
pada amanat global dalam Agenda Habitat, Rio+20, Millennium
Development Goals (MDGs), dan Sustainable Development Goals
(SDGs).
Kegiatan PHLN yang sudah berjalan dan dirasakan masya­
rakat perdesaan maupun perkotaan secara nyata misalnya
melalui NUSP-2, P2KP, dan RISE-II. Selama lima tahun ke depan,
pemerintah menambah lagi kegiatan bidang pengembangan
kawasan permukiman dengan kegiatan Slum Improvement in
Strategic Human Settlements Area (SISHA) atau Penanganan
Kawasan Permukiman Kumuh di Kawasan Strategis, National Slum
Upgrading (NSU) atau Program Peningkatan Kualitas Permukiman
Kumuh, dan Rural Settlement Infrastructure Development (RSID) atau
Pengembangan Infrastruktur Permukiman di Kawasan Perdesaan.
(Teks: Buchori)
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
7
liputan khusus
Mengurai Kondisi dan Kinerja PDAM
dalam Menggapai 100%
Akses Aman Air Minum
Teguh Indra Budiman *)
Pada tahun 2013, proporsi rumah tangga
yang memiliki akses terhadap sumber air
minum aman adalah 67,73 persen (BPS,
2013).
peningkatan akses aman air minum melalui jaringan perpipaan
juga memerlukan telaahan secara seksama agar kondisi dan
kinerjanya dapat dipetakan secara komprehensif. Tulisan ini
akan mencoba menelaah kondisi dan kinerja PDAM sehingga
diharapkan dapat diperoleh gambaran yang cukup utuh. Selain
itu, telaah komparasi lintas wilayah, korelasi, dan tabulasi silang
antar variabel juga dilakukan agar diketahui pola tertentu dari
PDAM.
I
Prasedimentasi
ni berarti masih terdapat 100 juta jiwa penduduk yang belum
memiliki akses aman air minum. Di sisi lain, target capaian
universal access (100% akses aman air minum) di tahun 2019
telah ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019.
Untuk mencapai target tersebut dibutuhkan upaya dan
komitmen yang kuat dari semua pihak. Oleh karena itu, para
pemangku kepentingan harus telah siap dan mengetahui betul
kondisi dan kapasitas saat ini untuk menggapai target tersebut.
Dukungan data dan informasi yang rinci dan komprehensif
mengenai kondisi pelayanan air minum menjadi tuntutan yang
wajib dipenuhi agar pengembangan strategi dan jenis intervensi
yang akan diterapkan ke depan menjadi lebih terarah, tepat
sasaran dan sesuai kebutuhan. Hal yang patut menjadi perhatian
ialah tipologi tiap daerah dan entitas pengelola air minum yang
memiliki corak berbeda, sehingga penerapan strategi dan pola
intervensi tidak dapat digeneralisasi begitu saja.
PDAM yang merupakan salah satu entitas penting dalam
Sebaran Pelanggan PDAM
Dari laporan kinerja PDAM 2014 yang telah dikeluarkan oleh
BPPSPAM, dapat diurai sebaran jumlah pelanggan PDAM. Secara
nasional jumlah pelanggan PDAM masih didominasi PDAM
yang memiliki jumlah pelanggan di bawah 10.000 Sambungan
Langganan (SL) (44%) dan di kisaran 10.000 – 50.000 SL, yaitu
mencapai 46%.
Sebagian besar jumlah pelanggan PDAM di (i) Pulau Sumatera,
(ii) Pulau Kalimantan & Sulawesi, serta (iii) Papua, Maluku, NTB, NTT,
Bali memiliki jumlah pelanggan di bawah 10.000 SL. Sedangkan di
Pulau Jawa, sebanyak 73% PDAM-nya memiliki jumlah pelanggan
di kisaran 10.000 – 50.000 SL.
Jumlah dan kepadatan penduduk, serta tipologi wilayah
perkotaan yang lebih tinggi di Pulau Jawa menjadikan jumlah
pelanggan PDAM relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan
wilayah lainnya. Selain itu, keberadaan infrastruktur yang lebih
baik di Pulau Jawa juga turut memberi andil.
Gambaran Umum Kinerja PDAM
Kinerja PDAM secara nasional selama periode 2006-2014 secara
umum mengalami trend peningkatan yang cukup signifikan. Jika
di tahun 2006 PDAM sehat hanya sebesar 18% saja, di tahun 2014
kondisinya sudah mencapai 51%.
Di sisi lain, PDAM kurang sehat dan sakit secara bertahap
liputan khusus
Gambar 1 Klasifikasi Jumlah Pelanggan PDAM secara Nasional Tahun 2014
50%
45%
46%
44%
40%
35%
30%
25%
20%
15%
10%
6%
4%
5%
0%
<10.000
10.000 s/d 50.000
Sumber : BPPSPAM (Buku Kinerja PDAM 2014 - diolah)
50.001 s/d 100.000
>100.000
Jumlah Pelanggan (Unit SL)
bila dibandingkan dengan 3 (tiga) wilayah lainnya. Untuk PDAM
di (i) Pulau Sumatera, (ii) Pulau Kalimantan & Sulawesi, dan (iii)
Papua, Maluku, NTT, NTB, Bali rata-rata memiliki nilai skor kinerja di
kisaran 2,2 s.d 2.8 sehingga berada di kategori PDAM kurang sehat.
PDAM yang berada di Pulau Sumatera secara umum memiliki
mengalami penurunan, walaupun di periode 2014 masih terdapat
49% PDAM kurang sehat dan sakit.
Dari hasil telaahan data, diketahui bahwa PDAM yang berlokasi
di Pulau Jawa memiliki rerata skor kinerja sebesar 3,20 yang berarti
ada di kategori PDAM Sehat. Nilai skor kinerja ini yang paling besar
Gambar 2 Distribusi Rentang Jumlah Pelanggan PDAM Per Wilayah Tahun 2014
Pulau Sumatera
63%
Papua, Maluku, NTB, NTT, Bali
60%
Kalimantan & Sulawesi
Pulau Jawa
32%
32%
57%
6%
< 10.000 3% 2%
9% 0%
37%
73%
10.000 s/d 50.000 3%3%
11%
50.001 s/d 100.000 9%
> 100.000
Sumber : BPPSPAM (Buku Kinerja PDAM 2014 - diolah)
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
9
liputan khusus
kinerja yang paling rendah dan ini mencerminkan kebutuhan
penanganan ekstra.
Di Pulau Jawa terdapat 86% PDAM kategori sehat dan hanya 5%
saja yang masuk dalam kategori sakit. Kondisi ini kontras dengan
PDAM yang berada di Pulau Sumatera yang hanya memiliki 25%
yang mengindikasikan bahwa jumlah pelanggan tidak menjadi
determinan utama atas daya saing dan kinerja suatu PDAM.
Namun, temuan menarik lainnya ialah PDAM yang memiliki
jumlah pelanggan di atas 42.000 semuanya merupakan PDAM
sehat (Kuadrant 2). Ini juga dapat menjadi salah satu indikasi
Gambar 3 Perkembangan Kinerja PDAM Secara Nasional Periode 2006-2014
55%
Sehat
50%
45%
50%
43%
51%
41%
40%
35%
39%
38%
30%
30%
29%
Kurang
Sehat
25%
Sakit
20%
15%
10%
21%
18%
2006 2007 2008 2009 2010 20%
2011 2012 2013 20%
2014
Sumber : BPPSPAM (2015)
PDAM kategori sehat dan 35% dalam kategori sakit.
Jika dilihat secara lebih mendetail pada tingkatan provinsi,
diketahui bahwa rerata skor kinerja PDAM yang berada di Provinsi
Bali merupakan yang paling tinggi (3,49), disusul oleh Jawa Tengah
(3,32), Jawa Barat (3,31), dan Banten (3,25). Provinsi-provinsi yang
berada di Pulau Jawa semuanya memiliki rerata skor kinerja PDAM
sehat (di atas 2,8) dari 12 (dua belas) provinsi yang berada di
kategori ini.
Terdapat empat provinsi yang memiliki rerata skor kinerja
PDAM kategori sakit, yaitu (i) Sulawesi Tenggara, (ii) Riau, (iii)
Lampung, dan (iv) Bangka Belitung. Ini mengindikasikan bahwa
diperlukannya upaya cepat dan ekstra keras untuk mendorong
kinerja PDAM di wilayah ini, dengan tetap memperhatikan tipologi
tiap PDAM-nya.
Kinerja PDAM dan Keterkaitan dengan Faktor Pembentuknya
Dengan dilakukan tabulasi silang (cross tabulation) antara nilai
kinerja tiap PDAM dan jumlah pelanggan (unit SL), terlihat pola
tertentu dari PDAM. Terdapat hubungan positif antara kedua
variabel tersebut, namun korelasinya tidak terlalu kuat (koefisien
korelasi R = 0,32). Dalam Gambar 8 terlihat bahwa PDAM yang
sehat dengan pelanggan relatif kecil (Kuadant 1) cukup banyak
10
bahwa dalam level tertentu, skala ekonomis masih tetap berjalan.
Kondisi ini juga dapat menjadi salah satu bukti penguat bahwa
regionalisasi pengelolaan air minum dengan cakupan pelanggan
yang besar masih tetap dibutuhkan.
Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa terdapat 76 PDAM
(21,2%) yang berada di kategori sehat dan memiliki tarif FCR (full
cost recovery). Selain itu, terdapat 106 PDAM sehat namun tingkat
tarifnya tidak FCR (29,5%). Ini mengindikasikan bahwa walaupun
PDAM tersebut masuk kategori sehat, namun keberlanjutan
usahanya terancam karena tarif air minum yang ditetapkan masih
di bawah biaya produksi. Selain itu, hal ini juga mengindikasikan
bahwa PDAM masih bergantung pada dukungan pemerintah
daerah dalam penyertaan modal agar roda usaha PDAM tetap
bisa berlangsung. Porsi terbesar, yaitu sebanyak 160 PDAM
(44,6%) termasuk ke dalam PDAM tidak sehat dan tarifnya tidak
FCR (Gambar 10 di Kuadrant 4). PDAM di kategori ini merupakan
PDAM yang berada di posisi terberat yang dapat mengancam
kelangsungan usaha PDAM.Pembenahan penetapan tarif dalam
hal ini merupakan salah satu kunci penting atas peningkatan
keberlanjutan kinerja PDAM ke depan.
Jika dilihat pola dan kecenderungannya secara umum, semakin
sedikit jumlah sambungan pelanggan, maka semakin besar
liputan khusus
Gambar 4 PDAM menurut Tingkat Kesehatan dan Tingkat Cost
Recovery Tahun 2014
Kuadrant 1
Kuadrant 2
PDAM Sehat & Tarif Tidak FCR
PDAM Sehat & Tarif FCR
106 PDAM
(29,5%)
76 PDAM
(21,2%)
PDAM Tdk Sehat & Tarif Tdk FCR
PDAM Tidak Sehat & Tarif FCR
160 PDAM
(44,6%)
17 PDAM
(5,7%)
Kuadrant 4
Kuadrant 3
Sumber : BPPSPAM (Buku Kinerja PDAM 2014 - diolah)
Ket : PDAM Tidak Sehat = PDAM Kurang Sehat & Sakit
kerugian yang diderita oleh PDAM akibat semakin besarnya jurang
perbedaan (gap) antara tarif air yang lebih rendah dibandingkan
dengan harga pokok produksi. Kecenderungan ini ditemui di
seluruh wilayah meliputi (i) Pulau Sumatera, (ii) Pulau Jawa, (iii)
Pulau Kalimantan & Sulawesi, serta (iv) Papua, Maluku, NTT, NTB,
Bali.
Sedangkan dari hasil tabulasi silang antara antara nilai kinerja
tiap PDAM dan tingkat kehilangan air (non revenue water/NRW),
menunjukkan korelasi negatif dan memiliki keterkaitannya
yang kuat (koefisien korelasi R = -0,52). Hal ini mengindikasikan
bahwa penurunan NRW merupakan salah satu faktor penentu
peningkatan kinerja PDAM. Namun upaya penurunan NRW
merupakan tantangan yang multi-dimensi yang tidak hanya
melibatkan permasalahan teknis saja dan dibutuhkan keterlibatan
dan peran serta banyak pihak dalam mengatasinya.
Temuan penting lainnya ialah hasil tabulasi silang antara
antara nilai kinerja tiap PDAM dan rasio jumlah pegawai per
1000 pelanggan (Gambar 14), menunjukkan korelasi negatif dan
memiliki keterkaitannya yang kuat (koefisien korelasi R = -0,64).
Ini mengindikasikan bahwa PDAM yang memiliki rasio jumlah
pegawai yang besar, belum bisa mengelola efisiensi dan efektivi­
tas pegawai dan dengan kata lain bertambahnya jumlah pegawai
malah menjadi beban usaha. Indikator rasio jumlah pegawai per
1000 pelanggan memang digunakan untuk mengukur efisiensi
pegawai PDAM terhadap pelanggan. Dari Gambar 14 terlihat
bahwa PDAM kategori sehat memiliki rasio jumlah pegawai per
1000 pelanggan ≤ 18 pegawai.
Arah ke Depan
RPJMN 2015-2019 secara umum telah menjabarkan kebijakan dan
strategi dalam mencapai 100% akses aman air minum. Terdapat
3 (tiga) pendekatan yang digunakan, yaitu (i) optimalisasi dan
pembangunan baru (supply side), (ii) peningkatan efisiensi layanan
air minum (demand side), dan (iii) penciptaan lingkungan yang
kondusif (enabling environment). Terkait dengan optimalisasi pe­
nyediaan layanan air minum, khususnya untuk PDAM akan dila­
kukan melalui bantuan program PDAM menuju 100% PDAM Sehat.
Beberapa strategi yang sudah ditetapkan, khusus dalam
konteks PDAM diantaranya melalui (i) penurunan Non-Revenue
Water (NRW) dan pemanfaatan idle capacity, (ii) pembangunan
infrastruktur air minum untuk memperluas cakupan layanan, (iii)
rehabilitasi infrastruktur air minum, (iv) penyehatan pengelola
infrastruktur air minum, dan (v) penerapan tarif atau iuran bagi
seluruh sarana dan prasarana air minum terbangun yang menuju
prinsip tarif pemulihan biaya penuh (full cost recovery).
Namun pelaksanaan riil atas strategi dan pola intervensi
dalam peningkatan kinerja PDAM harus dilakukan secara lebih
rinci dan harus sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang
dihadapi. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan ialah
dengan mengelompokan PDAM ke dalam kategori tertentu.
Pengelompokan PDAM dalam hal ini dapat didasarkan pada 2
variabel atau lebih (pendekatan matriks). Dengan cara ini PDAM
dengan karakteristik tertentu yang relatif sama, akan masuk ke
dalam suatu group (kuadrant) dan ditentukan pola intervensinya
sesuai dengan kebutuhannya.
Beberapa analisis menggunakan tabulasi silang antar 2 variabel
dan diklasifikasikan menjadi 4 group (kuadrant) sebagaimana
yang diuraikan di awal tulisan merupakan contoh kongkret atas
pe­nerapan pendekatan ini.
Penggunaan empat aspek penilaian PDAM yaitu (i) aspek
keuangan, (ii) aspek pelayanan, (iii) aspek operasional dan (iv)
aspek sumber daya manusia juga dapat ditetapkan atau dengan
menggunakan variabel lainnya yang dianggap relevan.
Melalui tulisan ini diharapkan dapat memberikan sedikit kon­
tribusi pemikiran menuju 100% PDAM Sehat dan pencapaian
universal access (100% akses aman air minum) di tahun 2019.
*) Konsultan Lepas dan Penulis Lepas. Pengalaman Project di Ditjen
Cipta Karya (KemenPU), Kemenpera, Kemenperin, Kemendag,
Kemnaker, Bappeda Kab/Kota, dll
Filtrasi Baik
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
11
info baru
Cipta Karya Rangkul Civitas Akademika
dalam Pendampingan Pemberdayaan
Masyarakat untuk Mendukung Gerakan
100-0-100
Yoyok Setyo Utomo*)
Direktorat Jenderal Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat menjalin kerjasama
dengan Perguruan Tinggi untuk
melakukan Pendampingan Pembangunan
Infrastruktur Permukiman dalam rangka
mendukung Gerakan 100% Akses Air
Minum Aman, 0% kawasan kumuh dan
100% Akses Aman Sanitasi.
D
itjen Cipta Karya menangkap peluang besarnya po­
tensi Civitas Akademika di Indonesia sebanyak 3.178
Perguruan Tinggi dengan jumlah mahasiswa lebih
dari 5 juta mahasiswa, dan setiap tahunnya sebanyak
lebih dari 1 juta mahasiswa melakukan Kuliah Kerja
Nyata yang tersebar ke seluruh Indonesia, hal ini merupakan
peluang bagi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat sebagai salah satu solusi yang strategis dalam rangka
mewujudkan visi dan misi Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam
rangka melaksanakan Pembangunan Infrastruktur Permukiman
yang layak Huni dan berkelanjutan.
Pada tahun 2014 Direktorat Jenderal Cipta Karya melalui Sa­tuan
Kerja Pembinaan dan Pengendalian Prasaranadan Sarana Dasar
Perdesaan (P3SDP) melakukan kerjasama dengan 8 Perguruan
Tinggi, yakni Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta), Universitas
Pattimura (Ambon), Universitas Darussalam (Ambon), Universitas
NTB (Mataram), Universitas Udayana (Bali), Universitas Haluoleo
(Sultra), Universitas Negeri Medan (Medan) dan Universitas
Balikpapan (Kalimantan Timur) untuk melaksanakan Program
Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa dalam rangka Pendampingan
Kelembagaan SPAM Perpipaan Berbasis Masyarakat.
Sampai dengan Juli 2015, telah diterjunkan 620 orang maha­
12
Penandatanganan PKS SPAM DesaantaraDitjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan
Umumdengan Universitas Gadjah Mada
siswa yang terdiri dari, UGM sebanyak 300 mahasiswa KKN di 13
desa, Universitas Udayana 240 mahasiswa KKN di 10 desa, dan
Universitas NTB 80 mahasiswa KKN di 1 desa.
Program KKN Tematik SPAM Perpipaan Berbasis Masyarakat
telah memberi manfaat kepada beberapa pihak. Pertama, bagi
emerintah, hasil pembangunan infrastruktur permukiman da­
pat dimanfaatkan dan dikelola secara pberkelanjutan. Kedua,
bagi perguruan tinggi untuk mewujudkan darma ketiga yakni
pengabdian pada masyarakat. Ketiga, bagi mahasiswa hasil KKN
dapat dirasakan kegunaannya bagi masyarakat. Keempat, bagi
masyarakat, kelompok mampu mengelola infrastruktur yang
dibangun secara mandiri dan berkelanjutan.
Kegiatan KKN Tematik Pendampingan SPAM Perpipaan Berba­
sis Masyarakat tahun 2014 memiliki output antara lain, Identifikasi
Masalah dan Analisis Potensi, Terbentuknya Kelembagaan Pe­
ngelola SPAM, Kesepakatan Iuran oleh Masyarakat, dan AD/ART
Pengelolaan SPAM.
Pada tahun 2015 - 2019 Direktorat Jenderal Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui
Satuan Kerja Perencanaan dan Pengendalian Program Infrastruk­tur
Permukiman akan mengajak Perguruan Tinggi Negeri/swasta yang
tersebar di seluruh Indonesia untuk bekerjasama dan bersinergi
dalam Program Pendampingan Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa
dengan Pola Tematik dalam mendukung Infrastruktur Permuki­
man tidak terbatas pada SPAM Perpipaan Berbasis Masyarakat
saja tetapi seluruh sektor yang ada di Direktorat Jenderal Cipta
Karya yang merupakan salah satu terobosan dalam mendorong
terwujudnya dukungan gerakan 100-0-100 dengan keterpaduan
pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Permukiman yang ber­
basis kemitraan secara berkelanjutan.
info baru
Sosialisasi &
Peminatan
Monitoring &
Evaluasi
Penyusunan
Naskah PKS
Pelaksanaan KKN
TOT Dosen
Pembimbing
Lapangan
Pembekalan
Mahasiswa
Siklus Pelaksanaan Program Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa dalam
rangka pendampingan Kelembagaan SPAM Perpipaan Berbasis
Masyarakat.
Pada saat yang bersamaan Ditjen. Cipta Karya yang diinisiasi
oleh Sesditjen. Cipta Karya (Ibu Rina Agustin) telah membuka
acara Workshop Sosialisasi dan Penjaringan Minat pada 29 Juni2 Juli 2015 di Yogyakarta dengan mengundang 22 Perguruan
Tinggi Negeri dan swasta terkait Program Pendampingan Kuliah
Kerja Nyata Mahasiswa dengan Pola Tematik dalam mendukung
KEGIATAN Pembekalan dan Pelepasan Mahasiswa KKN PPM Universitas Pattimura, Maluku
tahun 2014
Infrastruktur Permukiman. Selanjutnya akan dilakukan proses
seleksi minat untuk bergabung dalam program tersebut yang akan
dilanjutkan penyusunan kerjasama antara Direktorat Jenderal
Cipta Karya dengan Perguruan Tinggi terseleksi.
Harapan kedepan melihat potensi yang ada kerjasama ini
tidak hanya terbatas pada Perguruan Tinggi dan Pemerintah Pusat
saja, namun diharapkan keterlibatan para Stakeholders di daerah,
baik provinsi maupun kabupaten/kota, dunia usaha/swasta serta
masyarakat untuk bersinergi dan berperan aktif dalam upaya
optimalisasi pemanfaatan prasarana dan sarana Infrastruktur
Permukiman terbangun maupun yang akan dibangun dalam
rangka mendukung gerakan 100-0-100 secara berkelanjutan.
*) Kepala Satker Perencanaan dan Pengendalian Program
Infrastruktur Permukiman (Randal PIP) Ditjen Cipta Karya,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
JUMLAH KETERANGAN
Perguruan Tinggi yang mendapatkan
Sosialisasi program
11 Perguruan Tinggi
Dosen Pembimbing Lapangan yang
mendapatkan pembekalan
21 Orang
Perguruan Tinggi yang telah
melaksanakan pendampingan
di Lapangan
4 Perguruan Tinggi
Univ. Udayana,
Univ. Pattimura,
Univ. Darussalam,
Univ. Haluoleo,
Mahasiswa yang mendapatkan
pembekalan
309 Mahasiswa
Jumlah Desa yang didampingi
17 Desa
Univ. Udayana : 50 Mhs,
Univ. Pattimura : 75 Mhs,
Univ. Darussalam : 3 Mhs,
Univ. Haluoleo : 124 Mhs,
Univ. Udayana : 2 Desa,
Univ. Pattimura : 6 Desa,
Univ. Darussalam :3 Desa,
Univ. Haluoleo : 6 Desa,
Berminat : 8 Perguruan Tinggi
Output yang telah dicapai dari hasil pelaksanaan Pendampingan KKN Tematik SPAM Perpipaan Berbasis Masyarakat
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
13
info baru
Kementerian PUPR Berpartisipasi
Dalam GPMB Expo & Awards 2015
Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat (PUPR) ikut
berpartisipasi dalam pameran Gelar
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis
Budaya (GPMB) Expo & Award 2015,
yang dimulai pada Kamis (30/07 – 02/08/
2015), di Jakarta Convention Centre (JCC),
Senayan.
G
PMB Expo & Award 2015 bertema Gerakan Desa
untuk Masyarakat yang lebih Berbudaya, Ber­
ka­
rakter dan Berbudaya Menuju Indonesia He­bat.
Acara tersebut dibuka oleh Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana
Yembise. Yohana mengatakan bahwa acara GPMB Expo & Award
2015 merupakan upaya untuk memperkuat dan mengembangkan
budaya lokal maupun budaya nasional.
“Budaya penting untuk diangkat dan dikenali, dicintai, dikem­
bangkan serta dilestarikan oleh masyarakat di setiap daerah. Untuk
itu diperlukan dukungan dari dunia usaha, organisasi masyarakat,
perguruan tinggi dan para tokoh masyarakat,” kata Yohana.
Setelah membuka GPMB Expo & Award 2015, Yohana meninjau
14
area pameran. Saat mengunjungi stand Kementerian PUPR, Yohana
didampingi oleh Staf Ahli Menteri PUPR bidang Sosial Ekonomi dan
Investasi, Rido Matari Ichwan mendapatkan penjelasan mengenai
kegiatan pemberdayaan yang dilakukan Kementerian PUPR.
Pameran yang berlangsung hingga tanggal 2 Agustus 2015 itu
menampilkan berbagai aktivitas yang telah berperan aktif secara
bersama-sama dalam mendukung pemberdayaan masyarakat dan
pembangunan desa.
GPMB EXPO & Awards 2015 juga dimeriahkan dengan rang­
kaian kegiatan antara lain pameran, seminar, donor darah,
talkshow, festival jamu gedong dan festival kuliner nusantara,
cerdas ceria dan lomba menyanyi berbasis budaya, alam, dan
sejarah.
Dalam acara tersebut juga dilakukan pemberian penghargaan
bagi perusahaan swasta dalam pemberdayaan masyarakat melalui
Forum Corporate for Community Development (CFCD). (Teks : ari)
info baru
Kementerian PUPR Gelar Persiapan Asia
Pacific Urban Forum 6 dan Pertemuan
Tingkat Tinggi Habitat III
Direktorat Jenderal Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) menggelar
Rapat Persiapan the 6th Asia Pacific Urban
Forum (APUF) dan the Asia-Pacific High
Level Regional Meeting (HLRM) for
Habitat III di Jakarta, Senin (27/07/2015).
D
irjen Cipta Karya Andreas Suhono mengungkapkan
Habitat III merupakan siklus ketiga dari konferensi PBB
yang diselenggarakan 20 tahunan, dengan tujuan
untuk memastikan komitmen bersama menuju
pem­­­bangunan perkotaan yang berkelanjutan. APUF
6 dengan tema Sustainable Urban Development in Asia-Pacific
: Towards a New Urban Agenda dan Asia-Pacific HLRM ini akan
diadakan di Jakarta 19-22 Oktober mendatang.
“Konferensi diharapkan akan menghasilkan konsensus glo­
bal tentang “New Urban Agenda”, kesepakatan untuk menghadapi
tantangan dan peluang di balik urbanisasi untuk pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan, dan menyepakati kebijakan per­
kotaan dan perumahan yang mempengaruhi masa depan kota,”
kata Andreas.
Andreas menjelaskan, APUF merupakan sarana bagi negaranegara dalam regional Asia-Pasifik untuk berbagi pengalaman
dan praktik terbaik dalam mendukung urbanisasi berkelanjutan,
berbagi pengetahuan, proses, dan substansi dalam penyusunan
national reports, dan memberikan kesempatan bagi negara-negara
di Asia-Pasifik untuk dapat menyampaikan pendapat, ide, inovasi
dan rekomendasi untuk agenda Habitat selanjutnya (PrepComm 3
for Habitat III) yang akan dilaksanakan di Indonesia di tahun 2016.
Sementara, Indonesia sebagai salah satu anggota Bureau of
Preparatory Committee in Asia-Pacific memiliki tanggung jawab
lebih dalam menyusun Asia-Pacific Regional Reports. High Level
Regional Meeting untuk mengkoordinasikan 69 negara di AsiaPasifik dalam penyusunan regional reports, sehingga dapat meng­
himpun pendapat, ide, dan rekomendasi untuk penyusunan.
Andreas mengharapkan, kegiatan ini dapat menciptakan dis­
kusi yang bermanfaat diantara stakeholders, dapat bertukar pe­
ngalaman mengenai kebijakan dan solusi dalam menghadapi tan­
tangan urbanisasi antar negara,
“Selain itu, dengan kegiatan ini kita dapat memperoleh input
dari negara-negara di Asia-Pasifik mengenai isu-isu yang perlu
diangkat dalam New Urban Agenda, dan mendapatkan outcomes
yang disetujui dari negara-negara di Asia-Pasifik untuk diajukan ke
dalam New Urban Agenda,” ujar Andreas.
Acara ini dihadiri oleh Direktur Keterpaduan Infrastruktur Per­
mukiman (KIP) Ditjen Cipta Karya, Direktur Penataan Bangunan
dan Lingkungan (PBL) Ditjen Cipta Karya, Direktur Pengembangan
Air Minum Ditjen Cipta Karya, perwakilan Kementerian Luar Negeri,
Kementerian Hukum dan HAM, Polda Metro Jaya dan Pemprov DKI
Jakarta. (Teks : bns)
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
15
info baru
Ditjen Cipta Karya
Tangani Tanggap Darurat Bencana
di Beberapa Wilayah
Sabtu (25/07/2015) telah terjadi bencana di
beberapa wilayah Indonesia.Banyak hutan
yang terbakar dan membuat Indonesia
menjadi perhatian dunia internasional,
karena asapnya menyebar ke negaranegara tetangga.
16
info baru
M
eski kebakaran itu tidak dipengaruhi langsung
fenomena El Nino, tetapi kondisi udara yang kering
serta curah hujan yang minim membuat kobaran
api sulit dikendalikan. Selain itu, banyak sentra
pertanian yang gagal panen karena distribusi cu­
rah hujan yang tidak memenuhi kebutuhan makanan.
Sementara di Provinsi Riau, menurut Kepala Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika stasiun Pekanbaru Sugarin, mengatakan
secara umum kondisi cuaca di Wilayah Riau Cerah Berawan disertai
Kabut Asap tipis pada pagi dan malam hari. Satelit Tera dan Aqua
memantau 158 titik panas di Sumatera. Sebanyak 79 titik panas
diantaranya muncul di Riau.
Selain itu bencana Gunung Api Raung di Jawa Timur yang saat
ini dalam level III (Siaga) diharapkan, masyarakat di sekitar Gunung
Raung dan pengunjung/wisatawan/pendaki tidak diperbolehkan
mendekati kawah yang ada di puncak Gunung Raung dalam
radius 3 km dari pusat kawah aktif.
Walaupun belum ada korban jiwa, masyarakat di sekitar
Gunung Raung dihimbau agar tetap tenang, tidak mendengar­
kan isu-isu tentang letusan Gunung Raung. Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi selalu berkoordinasi dengan Pemerin­
tah Provinsi Jawa Timur (BPBD) dan Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Jember
(BPBD Kabupaten) tentang aktivitas Gunung Raung.
Masyakat yang bermukim dan beraktivitas di bantaran sungai
agar selalu berhati-hati karena endapan material vulkanik lepas
hasil letusan Gunung Raung di sekitar puncak dan lereng gunung
dapat menjadi ancaman bahaya lahar jika terjadi hujan di sekitar
daerah puncak.
Pemerintah Daerah senantiasa berkoordinasi dengan Pos
Pengamatan Gunung Raung di Kampung Manggaran, Desa
Sumber Arum, Kecamatan Songon, Kabupaten Banyuwangi
atau dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di
Bandung.
Untuk menanggulangi beberapa bencana yang terjadi,
Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat telah menyiapkan beberapa peralatan
tanggap darurat di Jawa Timur. Untuk Bencana erupsi Gunung
Sinabung telah dimobilisasi 71 unit MCK, 3 unit Hidran Umum
(HU) berkapasitas 1.000 liter dan 38 unit HU berkapasitas 2.000
liter, WC Knock Down 2 seat dengan total 30 unit. Sedangkan untuk
1.754 jiwa pengungsi Gunung Gamalama sudah memasang 10
unit Tenda Hunian Darurat (THD), WC Knock Down 2 seat dengan
total 30 unit dan 3 Mobil Tangki Air (MTA) dengan kapasitas 4.000 liter.
(Teks : bns)
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
17
inovasi
Kolaborasi
Pemerintah dan Masyarakat
Mendukung Kinerja TPS 3R
Sumiaty dan Netty Timbang Allo *)
Kunci keberhasilan suatu infrastruktur,
tergantung dari proses pelaksanaan
yang sudah dilakukan dan hasilnya dapat
dirasakan langsung oleh masyarakat,
termasuk di dalamnya adalah infrastruktur
persampahan, seperti Tempat Pengolahan
Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R).
F
ungsi TPS 3R dalam memperpanjang umur teknis
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah, menjadi
sangat penting, namun dapat tergagalkan jika
masyarakat masih menganggap sampah sebagai
barang yang “patut untuk dijauhi” dan Pemerintah
Kabupaten/Kota yang masih belum memberikan komitmen me­
madai.
Peran Serta Pemerintah Kabupaten/Kota
Data menunjukkan bahwa sejumlah 38% TPS 3R yang sudah
dibangun melalui fasilitasi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) secara nasional, yang sudah berfungsi optimal.
Umumnya masih banyak ditemukan TPS 3R “tidak difungsikan”,
sebagai klarifikasi atas istilah “tidak berfungsi”. Salah satu aspek
yang sangat berpengaruh besar adalah peran serta Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam mendukung TPS 3R itu sendiri. Jika
Pemerintah Kabupaten/Kota sangat peduli terhadap TPS 3R ter­
sebut, maka TPS 3R akan sukses dan berjalan secara optimal.
Satu hal yang perlu dicatat, bahwa TPS 3R tersebut akan
diserahterimakan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota, sebagai aset. Komitmen Pemerintah Kabupaten/
Kota dalam memberikan dukungan dana, khususnya dana untuk
18
biaya operasi-pelihara-rawat, seringkali masih sangat bergantung
dari kebijakan para pemangku kepentingan yang ada di daerah
masing-masing. Masih belum terdapat ketentuan yang mengikat,
bahwa alokasi biaya operasi-pelihara-rawat TPS 3R, tidak boleh
inovasi
bergantung pada komitmen politik yang sifatnya fluktuatif, namun
suatu keharusan yang mengikat secara legal.
Pengalaman penyelenggaraan TPS 3R yang sudah berhasil,
khususnya oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang bergabung
dalam AKKOPSI (Asosiasi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi),
ditunjukkan dengan komitmen yang tinggi dalam mendukung
program TPS 3R yang sudah terbangun. Saat ini, lahirnya
sebuah komitmen dalam penyelenggaraan TPS 3R hanya
dapat diperoleh dari pimpinan daerah yang ingin memajukan
penanganan sampah di daerahnya. Selain itu, Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dirasa perlu untuk terus
karenanya, masih dibutuhkan intervensi Pemerintah Kabupaten/
Kota dalam membantu masyarakat untuk mengelola TPS 3R. Pada
akhirnya, Pemerintah Kabupaten/Kota yang diuntungkan dengan
keberhasilan TPS 3R, dengan semakin berkurangnya frekuensi
pembebasan lahan untuk pengadaan TPA sampah.
Seluruh kabupaten/kota tentunya memiliki mimpi yang sama
untuk mewujudkan smart city, yang salah satunya ditunjukkan
dengan budaya kota tersebut dalam menangani sampah di
sumber atau pada skala komunal/kawasan, melalui TPS 3R.
Oleh karenanya, kesadaran bersama, yang dilanjutkan dengan
kolaborasi antara masyarakat dan Pemerintah Kabupaten/Kota,
perlu untuk disinergikan bersama. Bukanlah tidak mungkin un­
tuk melahirkan semakin banyak smart city di Indonesia, yang
salah satunya kriterianya adalah ditinjau dari aspek penanganan
sampah.
Kesadaran bersama, yang dilanjutkan dengan
kolaborasi antara masyarakat dan Pemerintah
Kabupaten/Kota, perlu untuk disinergikan
bersama.
mengapresiasi kesuksesan yang telah diraih oleh beberapa TPS
3R di berbagai kabupaten/kota, misalnya dengan melaksanakan
semacam kompetisi tahunan untuk TPS 3R se-Indonesia, dengan
menobatkan pengelola terbaik.
Peran Serta Masyarakat
Selain itu, tingkat kesadaran masyarakat dalam mewujudkan
pola hidup bersih dan sehat, masih perlu untuk ditingkatkan
secara signifikan, dalam mengupayakan keberhasilan dalam
penyelesaian masalah sampah. Ada rasa kepedulian dalam ma­
syarakat untuk mengolah sampah, namun seringkali saat ini
masih terkendala pada biaya yang dibutuhkan dalam pengolahan
sampah, sehingga masyarakat menjadi kembali tidak berdaya. Oleh
*) Staf Seksi Wilayah II, Subdirektorat Persampahan, Direktorat
Pengembangan Penyehatan Lingkungan dan Permukiman,
Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat. Kontak dengan penulis: [email protected]
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
19
Foto : http://kabarselebes.com
inovasi
Sampah Pasar, Potensi Besar
yang Belum Termanfaatkan
Arief Imam Triputra dan Kadir *)
Seperti kebanyakan sistem penanganan
sampah eksisting di Indonesia, sampah
yang timbul di kawasan pasar, belum
dipandang sebagai sumber daya.
20
M
eskipun seluruh sampah, berdasarkan paradigma
zero waste, harus dianggap sebagai sumber daya
dalam penanganannya.
Konsep zero waste ini sesungguhnya meniru
cara alam untuk menggunakan kembali sumber
daya, termasuk yang seharusnya diimplementasikan dalam hal
penanganan sampah pasar. Penanganan sampah pasar saat ini
hanya dilakukan dengan metode konvensional, yaitu kumpulangkut-buang. Konsep ini bertentangangan dengan UndangUndang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,
dimana pengelolaan sampah harus didorong berdasarkan asas
berkelanjutan dan asas nilai ekonomi, sebagaimana termaktub
dalam Pasal 3. Pengelolaan kebersihan pasar yang buruk juga
melanggar Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan.
inovasi
Foto : http://4.bp.blogspot.com
Infrastruktur Tempat Pengolahan Sampah Terpadu/TPST
TPST merupakan sebuah infrastruktur pengolahan sampah berbasis
institusi, yang dapat berperan untuk menekan jumlah sampah
yang harus diangkut dan diolah di Tempat Pemrosesan Akhir/
TPST di kawasan pasar ini harus mampu memilah sampah
anorganik dan sampah organik, dengan bantuan proses pemi­
lahan di kios-kios pasar. Sampah anorganik seperti sampah kertas,
sampah logam, sampah plastik, dan sampah kaca, dapat dipilah
dan dijual di Bank Sampah. Sampah organik dapat diolah dengan
proses biologis, baik proses anaerobik, proses aerobik, dan/
atau kombinasinya. Masih tersedia juga sampah residu, seperti
sampah karet, sampah tekstil, dan sampah lain-lain, yang tidak
dapat diolah secara biologis dan tidak laku untuk dijual pada Bank
Foto : http://www.jambiupdate.com
Potensi Sampah Pasar
Sampah pasar dengan komposisi sampah organik mencapai 7580 % dari seluruh timbulan sampah, memiliki nilai rerata timbulan
sampah sebesar 0,2-0,6 liter/m2 pasar/hari atau 0,1-0,3 kg/m2
pasar/hari. Sebagai contoh, Pasar Kramat Jati-Kota Jakarta seluas
25 hektar, Pasar Induk-Kota Medan seluas 12 hektar, Pasar Angso
Duo-Kota Jambi seluas 7,2 hektar, dan Pasar Tanjung-Kabupaten
Jember seluas 2,5 hektar, maka masing-masing pasar memiliki
potensi sampah organik yang dapat diolah dengan proses bio­
logis untuk menghasilkan kompos padat sejumlah 30 ton/hari,
14,4 ton/hari, 8,64 ton/hari, dan 3 ton/hari, masing-masing untuk
Pasar Kramat Jati-Kota Jakarta, Pasar Induk-Kota Medan, Pasar
Angso Duo-Kota Jambi, dan Pasar Tanjung-Kabupaten Jember.
Jika diasumsikan bahwa 1 ton kompos padat dihargai Rp 250.000,
maka potensi pendapatan yang dapat diperoleh dari penjualan
kompos padat dapat mencapai Rp 7,5 juta/hari, Rp 3,6 juta/hari, Rp
2,16 juta/hari, dan Rp 750 ribu/hari, untuk masing-masing pasar
tersebut.
Manfaat ekonomi yang besar ini hanya berasal dari cara me­
manfaatkan kembali sumber daya sampah organik yang be­rasal
dari timbulan sampah pasar. Nilai ini juga bisa bertambah jika kita
memanfaatkan sampah anorganik dengan menjualnya ke lapak
atau Bank Sampah.
Sampah, untuk harus dapat diangkut serta diolah lebih lanjut pada
TPA sampah dengan proses pengurugan.
Dalam jangka pendek, program ini akan berkesan mengurangi
luasan pasar untuk kegiatan komersial. Akan tetapi, dalam jangka
panjang, akan dapat menerapkan prinsip zero waste, dimana da­
pat memberikan keuntungan ekonomi, lingkungan dan tentu
saja sangat mendukung pembangunan berkelanjutan dengan
mengurangi beban sampah yang masuk ke TPA sampah. Dengan
mendorong penanganan sampah pasar yang baik, maka peran
utama penanganan sampah di hulu atau di sumber sampah dapat
terlaksana, sehingga akan semakin memperpanjang usia teknis
TPA sampah di kabupaten/kota tersebut.
*) Staf Seksi Wilayah I, Subdirektorat Pengelolaan Persampahan,
Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman,
Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat. Kontak dengan penulis: anakminggu@gmail.
com
TPA sampah. Sebagai infrastruktur yang mendorong penanganan
sampah setempat, maka kinerja TPST diharapkan dapat berperan
optimal, sehingga akan diperoleh kebermanfaatan/outcome,
terkait luasan TPA sampah yang dapat dikurangi setiap tahunnya,
akibat peran TPST.
Untuk mengoptimalkan kinerja TPST ini, maka perlu didorong
upaya pemilahan sampah, sehingga kinerja pemilahan sampah
organik dan sampah anorganik akan semakin baik. Hal ini tentunya
akan semakin mempermudah proses pengolahan di TPST.
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
21
inovasi
Kota Cerdas
Saat Ini dan Masa Depan
sumber : http://www.smartcityindonesia.org/
Masmian Mahida*)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
Indonesia pada sensus penduduk tahun
2010 jumlah penduduk Indonesia 237,6
juta jiwa dengan persentase populasi
tinggal di perkotaan sebesar 50% dan
diperkirakan tahun 2025 menjadi 284 juta
jiwa dengan persentase populasi tinggal
di perkotaan sebesar 60%.
22
P
erkiraan pertumbuhan populasi yang tinggal di
perkotaan dalam kurun waktu 15 tahun (20102025) adalah 10%, peningkatan tersebut tentunya
dapat menimbulkan persoalan baru jika tidak
mengacu pada pengembangan perkotaan (urban
development), seperti perencanaan spasial (spatial planning),
rege­nerasi perkotaan (urban regeneration), dan perancangan kota
(urban design).
Banyak permasalahan ketika populasi perkotaan padat dan
tidak terkendali, seperti kumuh, sampah dan limbah pabrik, air
bersih, banjir, dan polusi udara. Sementara itu, merujuk dokumen
tinjauan target Sustainable Development Goals (2015): tujuan ke11 adalah membuat perkotaan dan kawasan permukiman yang
inklusif, aman, berketahanan, dan berkelanjutan (make cities and
human settlements inclusive, safe, resilient, and sustainable).
inovasi
Ini pun sejalan dengan arahan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla pada
saat pembukaan Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) tahun 2015
bahwa sejumlah kriteria minimum sebuah kehidupan kota bisa
dikatakan nyaman apabila terdapat ruang hijau terbuka, sistem
transportasi yang memadai, tempat tinggal yang nyaman serta
lingkungan yang aman dan bersahabat. Dapat disimpulkan bahwa
kota mempunyai fungsi bagaimana memberikan kehidupan yang
lebih besar pada masa yang akan datang dan bagaimana lahan/
sumber daya alam terbatas itu menjadi suatu kehidupan yang
lebih nyaman.
Oleh karenanya, dibutuhkan perancangan, pengendalian, dan
pemantauan pengembangan kota, yang salah satunya dengan
formulasi Kota Cerdas (Smart City). Kota Cerdas mendesak dan
penting bagi pengembangan kota saat ini (present) dan masa
depan (future). Kota Cerdas meringankan banyak masalah penting
yang menyertai proses urbanisasi besar, seperti tersebut di atas.
Sifat Kota Cerdas adalah pemanfaatan infrastruktur teknologi
informasi dan komunikasi (TIK), sumber daya manusia, modal
sosial, dan sumber daya lingkungan untuk pembangunan eko­
nomi, keberlanjutan sosial/lingkungan, dan kualitas hidup ma­
nusia yang tinggi (Pan, 2013).
Analisis
Mengapa solusinya Kota Cerdas? Beberapa alasan logis me­
nge­muka, antara lain pertama, populasi penduduk dunia akan
bergerak dan terkonsentrasi ke perkotaan (UN Eco and Social
Affairs, 2011).
Kedua, ancaman terhadap perkotaan, yaitu menurunnya kua­
litas infrastruktur, penuaan demografi, rendahnya kualitas ling­
kungan, meningkatnya tuntutan kehidupan yang makin cepat,
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, peningkatan aksesibilitas, dan
kesempatan. Ketiga, tugas pemimpin kota untuk menyediakan
tingkat layanan tinggi bagi publik dan swasta, peningkatan efi­
siensi, dan inovasi. Keempat, layanan kota terintegrasi dengan in­
dikator antara lain manejemen-perencanaan-efisien, kolaboratif
dan responsif, infrastruktur– berkelanjutan, dan masyarakat-sehat
dan produktif.
Salah satu program pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat dalam upaya menciptakan kawasan
permukiman yang nyaman perlu diapresiasi. Programnya dikenal
dengan Gerakan 100-0-100yang tercantum dalam RPJM 20152019, yakni 100% aman air minum, 0 % kawasan permukiman
kumuh, 100 % akses sanitasi layak. Kemudian Program Pengem­
bangan Kota Hijau (P2KH) dengan tujuan meningkatkan kualitas
hidup masyarakat perkotaan, dan Program Penataan dan Peles­
tarian Kota Pusaka (P3KP) dengan tujuan mendorong pe­nge­lolaan
Kawasan Pusaka untuk mengembalikan jati diri dan mencegah
kawasan kumuh baru akibat urbanisasi.
Setidaknya upaya-upaya tersebut sudah termasuk kategori
pengembangan implementasi Kota Cerdas (Pan, 2013), tinggal
perlu boost (dorongan) peran serta semua stakeholders pada aspek
manajemen (management) dan kepemimpinan (leadership).
Keberhasilan implementasi Kota Cerdas tentu sebagian
besar akan ditentukan oleh kontribusi peran stakeholders, yakni
pemerintah, swasta, dan masyarakat. Menurut Usman, 2014 dapat
dicapai dengan strategi peran serta, seperti berikut :
1. Enabling, yakni menempatkan pemerintah dan swasta sebagai
pihak yang memfasilitasi sumber daya, ide, dana, dan material.
2. Empowering, menempatkan masyarakat dan pemerintah
atau swasta pada posisi kurang lebih sejajar. Masyarakat
ditempatkan sebagai subyek pembangunan dan terlibat aktif
dalam proses formulasi dan eksekusi kebijakan dan program
pembangunan.
3. Delegating, menempatkan masyarakat lebih dominan dari
pada pemerintah atau swasta. Sedang pemerintah atau swasta
hanya sebagai fasilitator.
Tantangan saat ini dan ke depan adalah bagaimana meng­
implementasikan secara integral Kota Cerdas dengan keter­
libatan aktif dan inovatif para stakeholders lintas sektoral,
dalam menciptakan Smart Infrastructures, Smart Building, Smart
Transportation, Smart Health, Smart Government, Smart Citizen,
Smart Energy, Smart Technology, dan Smart Security dalam mewu­
jud­kan perkotaan dan kawasan permukiman yang inklusif, aman,
ber­ketahanan, dan berkelanjutan.
*) Peneliti Pusat Litbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi, Badan
Litbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
23
inovasi
Aspek Ganti Kerugian Pengadaan Tanah
untuk Kepentingan Umum
Cahyani Kusrianingsih, SH*)
Pengadaan tanah merupakan salah satu
cara pemerintah untuk menyediakan tanah
yang dibutuhkan untuk pembangunan
dalam lokasi yang tepat, pada saat yang
tepat dan dengan harga yang wajar. Hal
yang banyak menimbulkan masalah dalam
pengadaan tanah antara lain adalah
mekanisme penilaian dan pemberian ganti
kerugian.
24
P
ada tahun 2012, pemerintah mengeluarkan UndangUndang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Kepentingan Umum yang ditindaklanjuti
dengan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden
Nomor 71 Tahun 2012 ini mencabut Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005 beserta peraturan pelaksanaannya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, dinyatakan
secara jelas bahwa ganti kerugian adalah penggantian yang layak
dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan
tanah. Penilaian besarnya nilai ganti kerugian dilakukan bidang per
bidang tanah, meliputi tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah,
bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan
inovasi
kerugian lain yang dapat dinilai. Berdasarkan penilaian besarnya
ganti kerugian pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam
bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan
saham dan bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Apabila terjadi penolakan atas bentuk dan besaran ganti
kerugian maka pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan
kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14
hari kerja setelah ditandatangani berita acara hasil musyawarah.
Selanjutnya Pengadilan Negeri berhak memutus bentuk dan/atau
besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 hari kerja
sejak diterimanya pengajuan keberatan. Pihak yang keberatan
terhadap putusan Pengadilan Negeri paling lama 14 hari kerja
dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Dan selan­
jutnya Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam wak­
tu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan ka­sasi
diterima.
Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Menurut
Peraturan Perundang-undangan
Landasan hukum mengenai pengadaan tanah, dalam perkem­
bangannya selalu mengalami perubahan dalam rangka upaya
untuk melakukan perbaikan di bidang pengaturan hukum
pengadaan tanah. Peraturan pertama yang mengatur tentang
pengadaan tanah adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
15 Tahun 1975, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun
1976, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1985
tentang Pembebasan Tanah, Pelepasan atau Penyerahan Hak Atas
Tanah.
Istilah “pengadaan tanah” secara yuridis pertama kali dikenal
sejak keluarnya Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993
tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum. Pengadaan Tanah adalah setiap
kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan
ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut. Dalam
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 sebagai penganti
Keputusan Presiden di atas, disebutkan bahwa pengadaan tanah
adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara
memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau
menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang
berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah.
Selanjutnya pada tahun 2012, pemerintah mengeluarkan UU
Nomor 2 Tahun 2012 yang ditindaklanjuti dengan Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012. Peraturan Presiden Nomor 71
Tahun 2012 ini mencabut Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun
2005 beserta peraturan pelaksanaannya. Pasal 1 angka 2 UU
Nomor 2 Tahun 2012 menyatakan bahwa pengadaan tanah adalah
kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian
yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Pihak yang berhak
adalah pihak yang menguasai atau memiliki obyek pengadaan
tanah. Obyek Pengadaan Tanah adalah tanah, ruang atas tanah
dan bawah tanah, bangunan dan tanaman, benda yang berkaitan
dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai.
Pengertian Pengadaan tanah lebih lanjut dijabarkan dalam
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 dan Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pe­
tunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa, pengadaan tanah adalah kegiatan
pelepasan hak atas tanah dengan memberikan ganti-rugi yang
pemanfaatannya harus untuk kepentingan umum.
Sedangkan yang dimaksud dengan kepentingan umum me­
nurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
“kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat.” Terkait dengan
hal ini UU Nomor 2 Tahun 2012 khususnya dalam Pasal 1 ayat (6)
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Kepentingan Umum
adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus
diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat.
UU Nomor 2 Tahun 2012 juga menjelaskan Tanah untuk
Kepentingan Umum sebagaimana di maksud dalam Pasal 4
ayat (1) digunakan untuk pembangunan: (a) pertahanan dan
keamanan nasional; (b) jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur
kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api; (c)
waduk,bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran
pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
(d) pelabuhan, bandar udara, dan terminal; (e) infrastruktur
minyak, gas, dan panasbumi; (f ) pembangkit, transmisi, gardu,
jaringan, dan distribusi tenaga listrik; (g) jaringan telekomunikasi
dan informatika pemerintah; (h) tempat pembuangan dan
pengolahan sampah; (i) rumah sakit pemerintah/pemerintah
daerah; (j) fasilitas keselamatan umum; (k) tempat pemakaman
umum Pemerintah/Pemerintah Daerah; (l) fasilitas sosial, fasilitas
umum, dan ruang terbuka hijau publik; dan (m) cagar alam dan
cagar budaya.
Pelaksanaan pengadaan tanah menurut Undang-Undang
dila­kukan dengan cara penyerahan/pelepasan hak ataupun pen­
cabutan hak atas tanah. Berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2012 Pasal
1 ayat (9), pelepasan hak adalah kegiatan pemutusan hubungan
hukum dari pihak yang berhak kepada negara melalui Lembaga
Pertanahan.
Pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum
mengandung beberapa prinsip yang harus diperhatikan dan
ditaati agar pelaksanaannya mencapai tujuan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat, antara lain, Prinsip Musyawarah,
Prinsip Kepentingan Umum, Prinsip Pelaksanaan atau Penyerahan
Hak Atas Tanah, Prinsip Penghormatan terhadap Hak Atas Tanah,
Prinsip Ganti Kerugian, Prinsip Rencana Tata Ruang
Bentuk Ganti Kerugian
Dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 yang dimaksud dengan ganti
kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak
yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Ganti kerugian
dimaksud diberikan berdasarkan ketentuan Pasal 33, Penilaian
besarnya nilai ganti kerugian oleh Penilai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (1) dilakukan bidang per bidang tanah,
meliputi: a. tanah; b. ruang atas tanah dan bawah tanah; c.
bangunan; d.tanaman; e. benda yang berkaitan dengan tanah;
dan/atau f. kerugian lain yang dapat dinilai.
Bentuk ganti kerugiannya diatur pada Pasal 36 UU Nomor 2
Tahun 2012 yang menyatakan bahwa pemberian ganti kerugian
dapat diberikan dalam bentuk: a. uang; b. tanah pengganti; c.
permukiman kembali; d. kepemilikan saham; atau e. bentuk lain
yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Bentuk dan besaran ganti kerugian diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012. Ganti kerugian menurut
ketentuan Pasal 1 dari Peraturan Presiden tersebut disebutkan
sebagai “Penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang
berhak dalam proses Pengadaan Tanah”. Dalam Pasal 65 Penilai
bertugas melakukan penilaian besarnya ganti kerugian bidang per
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
25
inovasi
bidang tanah, meliputi: a. tanah; b. ruang atas tanah dan bawah
tanah; c. bangunan; d. tanaman; e. benda yang berkaitan dengan
tanah; dan/atau f. kerugian lain yang dapat dinilai.
Adapun bentuk ganti kerugian yang dapat diberikan dalam
proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum tersebut,
berdasarkan Pasal 74 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012
adalah sebagai berikut: a. uang; b. tanah pengganti; c. pemukiman
kembali; d. kepemilikan Saham; atau e. bentuk lain yang disetujui
oleh kedua belah pihak.
Bentuk ganti kerugian dalam Peraturan Presiden Nomor
71 Tahun 2012 meliputi uang, tanah pengganti, pemukiman
kembali,Kepemilikan saham atau bentuk lain yang disetujui oleh
kedua belah pihak. Ganti kerugian dalam bentuk uang diberikan
dalam bentuk mata uang rupiah. Pemberian ganti kerugian
dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak penetapan
bentuk ganti kerugian oleh pelaksana pengadaan tanah.
Ganti kerugian dalam bentuk tanah pengganti diberikan oleh
instansi yang memerlukan tanah melalui Pelaksana Pengadaan
Tanah. Pemberian ganti kerugian dilakukan oleh Instansi yang
memerlukan tanah setelah mendapat permintaan tertulis dari
Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Tanah pengganti diberikan
untuk dan atas nama pihak yang berhak. Pelaksanaan penyediaan
tanah pengganti dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sejak
penetapan bentuk ganti kerugian oleh Pelaksana Pengadaan
Tanah.
Ganti kerugian dalam bentuk permukiman kembali diberikan
oleh Instansi yang memerlukan tanah melalui Pelaksana Pe­
ngadaan Tanah. Pelaksanaan penyediaan permukiman kembali
dilakukan paling lama satu tahun sejak penetapan bentuk ganti
kerugian oleh Pelaksana Pengadaan Tanah. Ganti kerugian dalam
bentuk kepemilikan saham diberikan oleh Badan Usaha Milik
Negara yang berbentuk perusahaan terbuka dan mendapat pe­
nugasan khusus dari Pemerintah.
Pemberian ganti kerugian dalam bentuk lain yang disetujui
oleh kedua belah pihak dapat berupa gabungan dua atau lebih
bentuk ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat
(1) huruf a sampai huruf d. Ganti Kerugian tidak diberikan terhadap
pelepasan hak objek pengadaan tanah yang dimiliki/dikuasai
Pemerintah/badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah,
kecuali: objek pengadaan tanah yang telah berdiri bangunan
yang dipergunakan secara aktif untuk penyelenggaraan tugas
pemerintahan; objek pengadaan tanah yang dimilik/dikuasai oleh
Badan Usaha Milik Negara/Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik
Daerah dan/atau objek Pengadaan Tanah kas desa.
Tahapan Pelaksanaan Pengadaan Tanah
Pengadaan tanah pada prinsipnya dilaksanakan oleh Lembaga
Pertanahan, yang dalam pelaksanaannya dapat mengikut sertakan
atau berkoordinasi dengan pemerintah provinsi atau pemerintah
kabupaten/kota. Proses pelaksanaan pengadaan tanah diatur
dalam Pasal 27 UU Nomor 2 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa
berdasrkan penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan
Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), instansi
yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan
tanah kepada Lembaga Pertanahan.
Pada ayat (2) dijelaskan bahwa proses pelaksaan pengadaan
tanah meliputi tahapan: inventarisasi dan identifikasi penguasaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; penilaian ganti
kerugian; musyawarah penetapan ganti kerugian; pemberian ganti
26
kerugian; dan pelepasan tanah instansi. Dalam ayat (3) pasal yang
sama dijelaskan bahwa setelah penetapan lokasi pembangunan
untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 ayat (1), Pihak yang berhak hanya dapat mengalihkan hak
atas tanahnya kepada instansi yang memerlukan tanah melalui
Lembaga Pertanahan. Selanjutnya dalam ayat (4) menjelaskan
beralihnya hak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
dengan memberikan ganti kerugian yang nilainya ditetapkan saat
nilai pengumuman penetapan lokasi.
Lebih lanjut Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012
menjelaskan bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum
diselenggarakan melalui tahapan: perencanaan; persiapan;
pelaksanaan; dan penyerahan hasil. Pada tahap perencanaan,
setiap instansi yang memerlukan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum membuat rencana pengadaan tanah
yang didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Prioritas
Pembangunan yang tercantum dalam rencana pembangunan
jangka menengah, rencana strategis dan rencana kerja pemerintah
instansi yang bersangkutan. Pada tahap persiapan ada kewajiban
pemberitahuan rencana pembangunan kepada masyarakat pada
lokasi rencana pembangunan. Pasal 11 ayat (2) menjelaskan bahwa
pemberitahuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dalam waktu paling lama 20 hari kerja
sejak dokumen perencanaan pengadaaan tanah diterima resmi
oleh gubernur. Pemberitahuan dapat dilakukan dengan cara
sosialisasi, tatap muka, surat pemberitahuan, atau melalui media
cetak atau media elektronik.
Tahapan pelaksanaan dilaksanakan oleh Kepala Kantor
Wilayah BPN selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (KPPT).
KPPT kemudian membentuk Pelaksana Pengadaan Tanah yang
sekurang-kurangnya berunsurkan pejabat yang membidangi
urusan pengadaan tanah di lingkungan Kantor Pertanahan;
pejabat pada Kantor Pertanahan setempat pada lokasi pengadaan
tanah; pejabat satuan kerja perangkat daerah provinsi yang
membidangi urusan pertanahan; camat setempat pada lokasi
pengadaan tanah; dan lurah/kepala desa atau nama lain pada
lokasi pengadaan tanah.
Pada tahapan penyerahan hasil, Ketua Pelaksana Pengadaan
Tanah menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada instansi yang
memerlukan tanah, paling lambat 7 (tujuh) hari sejak pelepasan hak
objek pengadaan tanah. Selanjutnya instansi yang memerlukan
tanah tersebut dapat mulai melaksanakan pembangunan.
Mekanisme Penyelesaian Hukum Masalah Ganti kerugian
Dalam Pasal 40 UU Nomor 2 Tahun 2012, pemberian ganti kerugian
atas objek pengadaan tanah diberikan langsung kepada pihak
yang berhak. Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pemberian
ganti kerugian pada prinsipnya harus diserahkan langsung kepada
pihak yang berhak atas ganti kerugian. Apabila berhalangan, pihak
yang berhak karena hukum dapat memberikan kuasa kepada
pihak lain atau ahli waris. Penerima kuasa hanya dapat menerima
kuasa dari satu orang yang berhak atas ganti kerugian, yang
berhak antara lain: (a) pemegang hak atas tanah; (b) pemegang
hak pengololaan; (c) nadzir, untuk tanah wakaf; (d) pemilik tanah
bekas milik adat; (e) masyarakat hukum adat; (f ) pihak yang
menguasai tanah negara dengan itikad baik; (g) pemegang dasar
penguasaan atas tanah; dan/atau (h) pemilik bangunan, tanaman
atau benda lain yang berkaitan dengan tanah.
Dalam Pasal 41 disebutkan ganti kerugian diberikan kepada
inovasi
dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 14 (empat belas)
hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.
Ayat (4) menjelaskan bahwa Mahkamah Agung wajib memberikan
putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
permohonan kasasi diterima.
pihak yang berhak berdasarkan hasil penilaian yang ditetapkan
dalam musyawarah dan/atau putusan pengadilan negeri/Mah­
kamah Agung. Pada saat pemberian ganti kerugian pihak yang
berhak menerima ganti kerugian wajib, melakukan pelepasan
hak dan menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan objek
pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah
melalui Lembaga Pertanahan. Bukti yang dimaksud merupakan
satu-satunya alat bukti yang sah menurut hukum dan tidak dapat
diganggu gugat di kemudian hari. Tuntutan pihak lain atas objek
pengadaan tanah yang telah diserahkan kepada instansi yang
memerlukan tanah menjadi tanggung jawab pihak yang berhak
menerima ganti kerugian.
Selanjutnya pemberian ganti kerugian diatur dalam Pasal
42, yaitu dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/
atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil musyawarah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, atau putusan pengadilan
negeri/Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38, ganti kerugian dititipkan di pengadilan negeri setempat.
Penitipan ganti kerugian juga dilakukan terhadap: pihak yang
berhak menerima ganti kerugian tidak diketahui keberadaannya;
atau objek pengadaan tanah yang akan diberikan ganti kerugian:
1) sedang menjadi objek perkara di pengadilan; 2) masih diper­
sengketakan kepemilikannya; 3) diletakkan sita oleh pejabat yang
berwenang; atau 4) menjadi jaminan di bank.
Pada saat pelaksanaan pemberian ganti kerugian dan
pelepasan hak telah dilaksanakan atau pemberian pemberian
ganti kerugian sudah dititipkan di pengadilan negeri, kepemilikan
atau hak atas tanah dari pihak yang berhak menjadi hapus
dan alat bukti haknya dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya
menjadi tanah yang di kuasai langsung oleh negara. Dalam
Pasal 44 UU Nomor 2 Tahun 2012 dijelaskan bahwa pihak yang
berhak menerima ganti kerugian atau instansi yang memperoleh
tanah dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat
diberikan insentif perpajakan.
Apabila terjadi penolakan atas bentuk dan besaran ganti
kerugian maka pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan
kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14
(empat belas) hari kerja setelah ditandatangani berita acara hasil
musyawarah. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 73 ayat (1) Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012. Dalam ayat (2) pasal tersebut
diterangkan selanjutnya bahwa Pengadilan Negeri berhak me­
mutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan
keberatan. Sementara ayat (3) menjelaskan bahwa pihak yang
keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana
Kesimpulan
Ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada
pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Hal tersebut
secara jelas dinyatakan dalam dalam UU Nomor 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum. Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian dilakukan bidang
per bidang tanah, meliputi: tanah, ruang atas tanah dan bawah
tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan
tanah, dan kerugian lain yang dapat dinilai. Pemberian Ganti
kerugian dapat diberikan dalam bentuk: uang, tanah pengganti,
permukiman kembali, kepemilikan saham dan bentuk lain yang
disetujui oleh kedua belah pihak.
Apabila terjadi penolakan atas bentuk dan besaran ganti
kerugian, mekanisme penyelesaian hukum yang dapat ditempuh
adalah pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada
pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 hari
kerja setelah ditandatangani berita acara hasil musyawarah.
Selanjutnya Pengadilan Negeri berhak memutus bentuk dan/atau
besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 hari kerja
sejak diterimanya pengajuan keberatan. Pihak yang keberatan
terhadap putusan Pengadilan Negeri paling lama 14 hari kerja
dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Dan selan­
jutnya Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam wak­
tu paling lama 30 hari kerja sejak permohonan kasasi diterima.
Saran
Pemerintah perlu memperhatikan bentuk pemberian ganti ke­
rugian berdasarkan nilai ganti kerugian, agar tidak menimbulkan
masalah antara pemerintah dan masyarakat dalam proses pe­
ngadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Selain itu, masyarakat juga diharapkan ikut serta secara aktif dalam
proses pengadaan tanah mulai dari perencanaan sampai dengan
pelaksanaan, sehingga akan terjadi keseimbangan hak antara ma­
syarakat dan pihak yang memerlukan tanah.
*) Staf Bagian Hukum dan Perundang-undangan, Setditjen. Cipta
Karya
Daftar Referensi
• Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam
Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Ed. 1, Cet. 2, Sinar
Grafika, Jakarta, 2008
• Maria S.W. Sumardjono. Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi
Sosial dan Budaya, Jakarta: Kompas, 2008
• Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah untuk
Kepentingan Umum, Mitra Kebijakan Tanah, Yogyakarta, 2004
• Sufirman Rahman, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan
Hukum dari Perspektif Hak Asasi Manusia, Unhas, Makassar, 2006
• Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
• Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
27
sebaiknya anda tahu
MENGAPA INI BAIK ?
Street Furniture | Kursi
Desain dan Material
Desain dan Material
Desain dan Material
Desain dan Warna
Material sederhana seperti kayu
mampu dibuat kursi ruang
luar dengan desain yang unik.
Desain bangku ruang luar
seperti ini sederhana
dan
mampu
direplikasi dengan
mudah.
Bangku ruang luar sebaiknya
dibuat dengan material yang
kokoh seperti pada contoh di
gambar ini.
Desain bangku ruang luar
dapat juga dibuat meliuk-liuk
seperti pada gambar ini. Warna
yang dipakai pun tegas.
MENGAPA INI KURANG BAIK ?
Street Furniture | Kursi
Desain dan Material
Desain dan Material
Desain dan Warna
Desain dan Warna
Kursi ruang luar ini dibuat
mempertimbangkan
desain,
tahan, dan kualitas visual.
Warna untuk bangku ruang
luar ini terlalu kuat sehingga
mengganggu tampilan visual.
Desain dan warna seperti
pada gambar contoh ini
kurang sesuai dengan konteks
lingkungannya.
Pemilihan cat besi kurang
mampu bertahan
terhadap
cuaca
sehingga perawatan
harus
dilakukan
terus
menerus. Pemilihan warna
yang terlalu kuat juga kurang
baik dari kualitas visual.
28
sebaiknya anda tahu
MENGAPA INI BAIK ?
Dinding | Finishing
Desain,
Material,
Pengerjaan
dan
Pengerjaan
dinding
batu
sebaiknya dikerjakan
dengan
rapi
seperti
pada gambar ini, dengan
tingkat kerenggangan yang
cukup rapat.
Desain,
Material,
Pengerjaan
dan
Penggunaan pecahan batu
alami seperti pada gambar ini
juga dapat menjadi elemen
visual yang menarik apabila
batu ditempatkan dengan
jarak yang sangat rapat.
Desain,
Material,
Pengerjaan
dan
Batu alam dengan modul kecil
seperti pada gambar dapat
memberi keunikan tersendiri
bagi dinding.
Desain,
Material,
Pengerjaan
dan
Penyusunan
batu
bata
dengan permainan
pola
mampu memberikan tampilan
yang
baik,
meski
pada
pekerjaan yang cukup berumur.
MENGAPA INI KURANG BAIK ?
Dinding | Finishing
Desain, Material, dan Pengerjaan
Desain, Material, dan Pengerjaan
Desain, Material, dan Pengerjaan
Finishing dinding menggunakan cat
tembok yang tidak tahan terhadap
cuaca dan tidak mudah dibersihkan.
Pemilihan warna kurang baik, sebaiknya
menggunakan warna-warna yang tidak
terlalu mencolok, terutama untuk bidangbidang dinding yang cukup luas.
Pemilihan warna pada bagian atas dinding
sebaiknya digunakan warna lain yang
lebih natural, atau menggunakan material
batu alam atau batu sikat.
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
29
resensi
Model Percepatan Layanan
Penyediaan Air Minum Perkotaan
Belajar dari Keberhasilan KPS SPAM Kabupaten Tangerang
Hendra Djamal*)
Pada tanggal 1 Juli 2015 Ketua Badan
Pendukung Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum (BPPSPAM)
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Ir. Tamin M. Zakaria
Amin, M.Sc, MBA meluncurkan buku
“Model Percepatan Layanan Penyediaan
Air Minum Perkotaan”.
30
B
uku setebal 72 halaman ini berisi pembahasan
mengenai Best Practice Kerjasama Pemerintah
Swasta Sistem Penyediaan Air Minum (KPS SPAM)
Kabupaten Tangerang. Buku yang diterbitkan
BPPSPAM tersebut cukup menarik, mengingat KPS
tersebut merupakan yang pertama terkait air minum di Indonesia.
Bukan hanya itu, KPS ini juga merupakan pendampingan pertama
yang dilakukan BPPSPAM.
Saat peluncuran, Tamin sempat mengatakan bahwa buku
tersebut diluncurkan untuk memotivasi pemerintah daerah
untuk melakukan kerjasama dengan pihak swasta, mengingat
resensi
keterbatasan dana dari pemerintah pusat dalam meningkatkan
pelayanan air minum kepada masyarakat.
Motivasi ini sangat perlu, mengingat pasca Mahkamah
Konstitusi (MK) membatalkan undang-undang Nomor 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air sempat ada kekhawatiran bebera­
pa pihak, ketika akan melakukan kerjasama dengan pihak swasta.
Padahal MK masih memberikan peluang bagi pemerintah untuk
bekerjasama dengan pihak swasta.
Di dalam buku ini kita akan mendapat gambaran yang jelas
mengenai awal mula timbulnya KPS tersebut, dimana disebabkan
beberapa faktor, diantaranya rendahnya pelayanan air minum
dan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB). Berdasarkan buku
kinerja BPPSPAM tahun 2009, cakupan pelayanan air minum di
daerah ini pada tahun 2008 lalu hanya 11%. Tidak hanya itu,
pelayanan PDAM belum memenuhi unsur 3K yakni kualitas,
kuantitas, dan kontinuitas.
Timbulnya KPS ini juga dilatarbelakangi adanya KLB muntaber
berturut-turut dari tahun 2005 hingga 2007. Lingkungan yang
tidak sehat dan konsumsi air terkontaminasi bakteri E-Coli
menyebabkan masyarakat menderita penyakit mutaber terutama
di Kecamatan Sepatan, Kecamatan Mauk dan Kecamatan Pakuhaji.
Dengan kondisi tersebut, pemerintah menganggap
proyek KPS SPAM Tangerang merupakan
proyek yang sangat penting
dan mendesak untuk
direalisasikan. Oleh karenanya proyek
ini dimasukkan di dalam Inpres Nomor 5 Tahun
2008 tentang Fokus Ekonomi tahun 2008-2009.
Buku ini mengelompokkan beberapa tahapan yakni penyiapan
kerjasama, pra konstruksi, konstruksi, operasional dan monitoring.
Pada tahapan penyiapan kerjasama dijelaskan bahwa pada saat
itu Bupati Tangerang membentuk tim pengadaan badan usaha
dalam penyediaan dan pelayanan air minum untuk Kecamatan
Sepatan, Pasar Kemis, Cikupa, Balaraja, dan Jayanti. Tim tersebut
diketuai oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang.
Pada proses penyiapan kerjasama ini BPPSPAM yang pada
saat itu dipimpin ketuanya, Rachmat Karnadi memainkan
peranannya, terutama pada penyusunan pra feasibility study
(pra FS). BPPSPAM juga melakukan pendampingan pada tim
untuk mendapatkan persetujuan DPRD setempat.
Secara lengkap dalam buku tersebut juga dijelaskan
banyaknya perusahaan yang berminat menanamkan
modalnya pada proyek tersebut, dimana ada 15
perusahaan/konsorsium mengikuti proses lelang.
Hingga akhirnya didapat pemenangnya yakni Acuatico Capitalink
yang kemudian mendirikan perusahaan yakni PT. Aetra Air
Tangerang (AAT). Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya
perwujudan dari KPS itu ditandai dengan diresmikannya Instalasi
Pengolahan Air (IPA) Sepatan Kabupaten Tangerang oleh Wakil
Presiden pada saat itu Budiono, yakni pada tanggal 11 Juli 2012
yang lalu.
Buku ini juga dilengkapi dengan foto-foto dan gambargambar yang menunjukkan proses terwujudnya KPS tersebut.
Dari sisi penyajian cukup menarik, namun akan lebih baik bila
juga dirinci narasumber yang sempat diwawancara dan sumber
foto. Secara garis besar buku ini punya kekuatan sebagai ilmu
pengetahuan terutama bagi stakeholder terkait air minum seperti
PDAM dan pemerintah daerah seluruh Indonesia.
Sehingga daerah lain memiliki keinginan yang kuat untuk
juga melakukan hal yang sama dengan apa yang sudah dilakukan
Kabupaten Tangerang, dimana kini pelayanan air minum di daerah
tersebut menjadi meningkat.
*) Tenaga Ahli Komunikasi BPPSPAM
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
31
lensa ck
Pelantikan Pejabat Eselon III
di Lingkungan Ditjen Cipta Karya
Foto-foto : Manti dan Aji
32
lensa ck
Pelantikan Pejabat Eselon IV
dan Serah Terima Jabatan di Lingkungan
Ditjen Cipta Karya
Foto-foto : Manti dan Aji
Edisi 074Tahun XIII4Juli 2015
33
seputar kita
Gubernur Sumbar Fasilitasi
Serah Terima Alat Berat
Untuk Empat TPA
Gubernur Jabar Alokasikan
Rp. 615 Miliar untuk Sanitasi
Dalam sambutannya pada acara Silaturahmi dan halal bilhalal
Pegawai Dinas Permukiman dan Perumahan (Diskimrum) Provinsi
Jawa Barat di Aula Diskimrum Jabar, Rabu (22/7/2015), Gubernur
Jawa Barat Ahmad Heryawan menegaskan kembali dukungan
APBD Provinsi Jawa Barat untuk pembangunan sektor sanitasi.
Seperti yang sudah diamanatkan UU dan arahan dari
Pemerintah Pusat, maka kita sudah menganggarkan dalam APBD
2015. Hampir 2/3 dari anggaran 10 persen itu kita gunakan untuk
pembangunan infrastruktur dan perbaikan sanitasi lingkungan
yaitu sebesar Rp. 615 Miliar untuk program sanitasi,” kata
Heryawan.
Menurut Gubernur Jawa Barat, selain untuk pembangunan
sanitasi lingkungan juga akan mendorong percepatan
pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)
Regional di Legok Nangka Kabupaten Bandung dan di Nambo
Kabupaten Bogor. Persampahan modern dan sanitasi yang baik
merupakan program yang sangat penting sehingga memerlukan
dukungan.
Gubernur Provinsi Sumatera Barat, Irwan Prayitno pada Jumat
(3/7/2015) memfasilitasi penyerahan alat berat untuk empat
Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Empat TPA ini sendiri tersebar
di Kabupaten Agam, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Sawahlunto
dan Kota Payakumbuh.
Kegiatan yang dilaksanakan di ruang Rapat Gubernur ini
dihadiri oleh Bupati dan Walikota penerima Aset, Kepala Dinas
Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman Sumbar, Kasatker
Pengembangan Air Minum dan Sanitasi Provinsi Sumbar, dan SKPD
daerah terkait. “Dalam penyerahan alat berat ini juga dilakukan
serah terima aset sehingga nantinya diharapkan kabupaten/kota
dapat memelihara aset dengan dana operasionalnya dari APBD II,
dengan serah terima aset ini untuk pemeliharaan sudah menjadi
kewajiban kabupaten/kota,” ujar Irwan.
Proteksi Kebakaran Pada Gedung
Tidak Bisa Diabaikan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
memiliki peran penting sebagai instansi pembina bangunan
gedung sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, serta Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang
Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung dan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang
Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Cipta
Karya Andreas Suhono dalam acara Ngabuburit Pintar “Proteksi
Kebakaran pada Bangunan Gedung Tinggi”, di ruang Sapta
Taruna Ditjen Cipta Karya, Jum’at (3/07/2015). Tujuan dari acara
tersebut untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman
para stakeholder yang terlibat dalam hal penanganan proteksi
terhadap kebakaran.
34
“Peraturan Menteri ini menjelaskan sistem proteksi keba­
karan pada bangunan gedung dan lingkungan yang terdiri
atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang
maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik
untuk tujuan sistem proteksi aktif, proteksi pasif maupun caracara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan
lingkungannya terhadap bahaya kebakaran,” kata Andreas.
Kasubdit SPAM Perdesaan
Ir. Agus Achyar, M.Sc
Kasubdit SPAM Perkotaan
Ir. Somba Tambing, Dipl.SE
Kasubdit SPAM Khusus
Ir. Meike Kencanawulan M, MDM
Kasubdit Standarisasi
dan Kelembagaan
Ir. Hilwan, M.Sc
Kasubdit Pengelolaan
Air Limbah
Suharsono Adi Broto, ST, MM
Kasubdit Pengelolaan
Persampahan
Ir. M. Sundoro, M.Eng
Kasubdit PLP Khusus
Ir. Rudi Azrul Arifin, M.Sc
Kasubdit Standarisasi
dan Kelembagaan
Marsaulina FMP, ST, ME
Kasubag Tata Usaha
Lilis Susilo Rahayu, SE
Kasubdit Kawasan
Permukiman Perkotaan
Ir. Nieke Nindyaputri, M.Sc
Kasubdit Kawasan
Permukiman Perdesaan
Ir. Hendarko Rudi S, MT
Kasubdit Kawasan
Permukiman Khusus
Aswin G. Sukahar, ST.MB.Env
Kasubdit Standarisasi
dan Kelembagaan
Ir. Firman H. N, MURP
Kasubag Tata Usaha
Dra. Wardhiana Suryaningrum,
M.Si
Kasubdit Pengelolaan
Rumah Negara
Ir. M. Hidayat, MM
Kasubdit Penataan Bangunan
dan Lingkungan Khusus
Ir. Dian Irawati, MT
Kasubdit Standarisasi
dan Kelembagaan
Ir. Wahyu Kusumo S, MUM
Kasubag Tata Usaha
Dra. Ida Puspita
Kasubdit Keterpaduan
Pelaksanaan
Ir. Tanozisochi Lase, M.Sc
Kasubdit Pengelolaan
Data dan Sistem Informasi
Sri Murni Edi K, S.Kom, MM
Kasubdit Pemantauan
dan Evaluasi
Ir. Joerni Makmoerniati, M.Sc
Kasubag Tata Usaha
Karmawan, ST, MM
Kelompok Jabatan Fungsional
Kasubag Tata Usaha
Sugiharto Wasitoadi, S.Sos
Kasubdit Perencanaan Teknis
Ir. Oloan M.S, Dipl.SE
Kasubdit Bangunan
Gedung Umum
Jonny Zainuri E., ST, MCM
Kasubdit Perencanaan Teknis
Ir. Prasetyo, M.Eng
Kasubdit Keterpaduan
Pembiyaan
Ir. R. Mulana MPS, MT
Kasubdit Perencanaan Teknis
Ir. Didiet A. Akhdiat, M.Si
Direktur Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum
Ir. Muhammad Natsir, M.Sc
Kasubdit Perencanaan Teknis
Ir. Diana Kusumastuti, MT
Direktur Pengembangan
PLP
Ir. Dodi Krispatmadi, M.Env.E
Kasubdit Keterpaduan
Perencanaan dan Kemitraan
Ir. Edward Abdurrahman, MSc
Direktur Pengembangan
Kawasan Permukiman
Ir. Rina Farida, MT
Kabag Kepegawaian
dan Ortala
Dra. Retno Triyanti H, MM
Kabag Hukum
dan Komunikasi Publik
Deddy Sumantri, SH.CES
Direktur Bina Penataan
Bangunan
Ir. Adjar Prajudi, M.Sc, MCM
Sekretaris Ditjen Cipta Karya
Ir. Rina Agustin I, MURP
Kabag Keuangan dan Umum
Drs. Dwi Hidayat Djati, M.Si
Direktur Keterpaduan
Infrastruktur Permukiman
Ir. Dwityo A. Soeranto, MURP
Direktur Jenderal Cipta Karya
Dr. Ir. Andreas Suhono, M.Sc
Kabag PBMN
Ir. Ilham Muhargiady, M.Sc
STRUKTUR ORGANISASI
DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA
Kunjungi Kami di :
website :
http://ciptakarya.pu.go.id
twitter :
@ditjenck
instagram :
@ditjenck
Download