KARAKTERISASI AKTIVITAS DIALISAT ENZIM

advertisement
1
PENDAHULUAN
Cacing tanah dikenal sebagai hewan
avertebrata yang banyak dijumpai di tanahtanah gembur. Jenis cacing tanah yang umum
ditemukan, antara lain Lumbricus rubellus,
Lumbricus terrestris, Eisenia foetida, dan
Eisenia
andrei.
Cacing
ini
umum
dipergunakan sebagai salah satu indikator
kesuburan tanah, namun pemanfaatan cacing
ini untuk kesehatan dan kosmetika baru
dimulai akhir-akhir ini. Hewan ini secara
tradisional hanya dimanfaatkan untuk
makanan ternak dan umpan ikan. Beberapa
negara di Asia Timur diketahui telah
menggunakan ekstrak cacing tanah untuk
mengobati penyakit yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah dan pengobatan
pada pecahnya pembuluh darah (Zhao et al.
2007).
Penelitian dan pemahaman mengenai
enzim mengalami kemajuan pesat sejak abad
ke-20. Enzim merupakan protein yang
disintesis di dalam sel dan dapat mempercepat
reaksi termodinamika sedemikian rupa
sehingga kecepatan reaksi dapat berjalan
sesuai dengan proses biokimia yang
dibutuhkan untuk mengatur kehidupan
(Nelson & Cox 2005). Enzim digunakan pada
beberapa industri, antara lain keju, sirup, bir,
sari buah, gula pasir, asam amino, kertas, dan
deterjen. Salah satu enzim yang banyak
dimanfaatkan industri adalah protease.
Protease pada cacing tanah, seperti
dikemukakan oleh Charles Darwin pada tahun
1883, dapat melarutkan fibrin (Zhao et al.
2007).
Ekstraksi enzim protease fibrinolitik
cacing tanah diprakarsai oleh ilmuwan
Jepang, Hisashi Mihara (1991). Mihara
berhasil mengisolasi 6 fraksi protease tersebut
dan diberi nama komersial lumbrokinase.
Yanti (2003) menemukan bahwa ekstraksi
menggunakan kromatografi kolom penukar
anion Streamline-DEAE menghasilkan 3
fraksi protease fibrinolitik dari L. rubellus.
Para peneliti dari Korea dan Cina meneliti
kemungkinan penggunaan ekstrak cacing
tanah
sebagai
suplemen
pencegah
penyumbatan darah dan penstabil tekanan
darah. Titik berat penelitian mereka adalah
penemuan senyawa aktif pada ekstrak cacing
tanah. Pengembangan penelitian protease
cacing tanah di Indonesia belum banyak
dilakukan, terutama yang menggunakan
E.foetida galur lokal. Perbedaan lokasi dan
kondisi dapat mempengaruhi karakter enzim
yang didapat (Liu et al. 2004). Produsen obat
di Indonesia umumnya menggunakan ekstrak
kasar L. rubellus yang kemudian dikemas dan
digunakan sebagai obat trombolitik dan
fibrinolitik komersial.
Berdasarkan data yang ada saat ini, harga
obat trombolitik yang ada di pasaran relatif
mahal dan pemberiannya disuntikkan secara
intravena. Sebagai contoh, anistreplase dijual
dengan harga £495 tiap dosisnya (Gray, et al.
2009). Lumbrokinase dari E. foetida galur
lokal belum pernah ditentukan aktivitas
trombolitiknya secara in vitro. Maka, tujuan
penelitian ini adalah mengisolasi ekstrak
enzim, memurnikan, serta menentukan untuk
mengetahui aktivitas enzim secara in vitro.
Aktivitas enzim digunakan sebagai dasar
untuk menghasilkan obat trombolitik baru.
Cacing E. foetida juga diharapkan dapat
menjadi substitusi L. rubellus yang telah
banyak dimanfaatkan. Hipotesis penelitian ini
adalah cacing E. foetida dapat menghasilkan
enzim protease fibrinolitik yang dapat
dikarakterisasi dan diuji secara in vitro dengan
fibrin sebagai substrat. Manfaat penelitian ini
adalah berdasarkan enzim yang sudah
dikarakterisasi dapat menghasilkan obat
trombolitik baru yang dapat diberikan per oral
dan lebih ekonomis.
TINJAUAN PUSTAKA
Cacing Eisenia foetida
E. foetida adalah kelompok cacing tanah
yang memiliki 75-165 segmen tubuh.
Klitelium, atau penebalan kulit yang berfungsi
sebagai organ reproduksi cacing, terletak pada
segmen ke-13 dan segmen ke-17. Cacing ini
berwarna merah coklat hingga ungu tua dan
berbentuk gilig. E. foetida termasuk dalam
dunia Eukariota, filum Coelomata, kelas
Annelida,
ordo
Oligochaeta,
famili
Lumbricideae, genus Eisenia, spesies Eisenia
foetida sesuai data Uniprot dengan nomor
akses 6396.
Motilitas cacing ini sangat tinggi seperti
spesies Pheretima lainnya. Pergerakan cacing
dibantu oleh seta yang berfungsi sebagai
jangkar dan lendir yang dapat melicinkan
lubang di dalam tanah. Lendir dihasilkan oleh
kelenjar pada epidermis cacing sekaligus
berfungsi sebagai alat pertahanan diri. E.
foetida memiliki semacam mulut di bagian
depan tubuh yang disebut prostomium.
Prostomium membantu pergerakan dan
sebagai jalan masuk makanan. Jika tanah yang
akan ditembus terlalu keras, maka cacing akan
memakan tanah sekaligus dengan unsur nutrisi
dan dikeluarkan kembali sebagai humus
(Agustinus 2009).
2
Lingkungan cacing dipenuhi berbagai
mikrob lain seperti kapang, parasit, dan
bakteri baik patogen maupun nonpatogen,
tetapi cacing E. foetida tidak memiliki
antibodi dalam tubuhnya. Tidak adanya
antibodi menyebabkan cacing tidak dapat
membuat respon imun dapatan untuk melawan
mikrob. Sistem kekebalan bawaan yang
dimiliki oleh spesies ini adalah berbagai jenis
peptida untuk melawan bakteri (Liu et al.
2004).
Ampela
Kantung
Klitelium
Kerongkongan
Usus
serina, rantai samping karboksil aspartat dan
glutamat, gugus sulfhidril sisteina, rantai
samping amino lisina, dan gugus fenol tirosina
(Campbell & Farrell 2006).
Lumbrokinase, seperti protease serina
lainnya, memiliki inhibitor yang spesifik.
Contoh inhibitor yang spesifik terhadap
protease
serina,
antara
lain
diisopropilfosfoflouridat (DIPF) (Campbell &
Farrell 2006), aprotinin (Katzung 2006; Cho
et al. 2003), fenilmetilsulfonil fluorida, N-ptorsil-L-lisina klorometil keton (TLCK), N-ptorsil-L-fenilalanina klorometil keton (TPCK),
inhibitor tripsin dari kacang kedelai (SBTI),
inhibitor tripsin dari kacang lima, dan
leupeptin (Cho et al. 2003). Asam
aminokaproat dapat berperan sebagai inhibitor
fibrinolisis dengan menghambat aktivasi
plasmin. Asam aminokaproat diinjeksikan
secara intravena untuk mengobati perdarahan
(Katzung 2006).
Gambar 1 Cacing tanah E. foetida
Sumber: www.carigold.com
Protease Cacing
Enzim fibrinolitik cacing tanah termasuk
kelompok protease serina, yang memiliki
aktivitas fibrinolitik dan trombolitik kuat
(Cong et al. 2001). Isolasi beberapa jenis
protease E. foetida yang dilakukan sekitar
tahun 1980 berhasil memurnikan dan
mengemasnya dalam bentuk obat. Protease
ini dapat digunakan dalam pengobatan
penggumpalan darah (Wang et al. 2003;
Parcell 2011).
Enzim ini, seperti halnya protease serina
menyerupai tripsin lain, mempunyai dua
rantai. N-pyroglutamated sebagai rantai
pendek dan N-glycosylated sebagai rantai
panjangnya. Rantai panjang enzim ini
mempunyai struktur cincin yang belum pernah
ditemukan sebelumnya. Struktur tersebut
berupa delapan cincin yang terbentuk akibat
ikatan disulfida pada dua residu sistein yang
berdekatan. Kedua residu sisteina ini juga
dihubungkan oleh ikatan cis-peptida (Zhao et
al. 2007). Struktur lumbrokinase pada Gambar
2 diperoleh dari Protein Data Bank dengan
nomor akses 1m9u.
Enzim protease adalah jenis enzim yang
dapat menghidrolisis protein menjadi peptida
atau asam amino yang lebih sederhana (Jain et
al. 2005). Jenis-jenis protease dibedakan
berdasarkan residu asam amino pada masingmasing enzim. Contoh residu asam amino
yang terdapat pada enzim protease, antara lain
gugus imidazol histidina, gugus hidroksil
Gambar 2 Struktur 3 dimensi lumbrokinase
Sumber: www.pdb.org
Mekanisme Koagulasi Darah
Darah adalah cairan tubuh yang mengalir
di dalam pembuluh darah. Darah terbagi atas
fase cair dan fase padat. Fase cair darah
disebut plasma dan mengandung air, protein,
dan zat-zat terlarut lain. Sementara fase
padatan darah terdiri atas sel darah merah, sel
darah putih, dan keping darah (Bell 2002).
Pembentukan sel-sel darah manusia, atau
dikenal dengan hematopoiesis, terjadi di
sumsum tulang belakang (Hoffbrand, et al.
2006; Smith, et al. 2004).
Darah memiliki fungsi yang penting dalam
metabolisme dan pertahanan sistem imun. Sel
darah merah memegang peranan penting
dalam metabolisme karena sel-sel darah
merah mentranspor oksigen menuju sel-sel
tubuh dan karbon dioksida menuju paru-paru
(Hoffbrand, et al. 2006). Tubuh yang
kekurangan pasokan oksigen tidak dapat
3
menjalankan fungsi respirasinya dengan baik
dan akan mengalami respirasi anaerobik.
Respirasi anaerobik yang berkelanjutan dapat
menyebabkan tubuh mengalami asidosis dan
ketosis (Nelson & Cox 2005). Sementara, sel
darah putih berperan dalam pertahanan tubuh
terhadap antigen (Smith, et al. 2004). Peran
sel darah putih ini menyebabkan sel-sel ini
harus mampu bergerak dengan cepat menuju
tempat terjadinya infeksi (Bell 2002). Laju alir
darah dalam pembuluh senantiasa harus dijaga
dengan
serangkaian mekanisme yang
memastikan darah tidak terlalu encer dan
tidak terlalu pekat. Mekanisme ini lazim
disebut hemostasis. Hemostasis terdiri atas
dua proses yang saling setimbang, yaitu
prokoagulasi dan fibrinolisis (Escobar et al.
2002).
Penggumpalan darah atau prokoagulasi
terjadi ketika sel darah bertemu dengan sel-sel
endotelial atau jika terjadi kerusakan pada
jaringan kulit. Mekanisme pembekuan ini
dapat dilihat pada Gambar 3. Sel-sel
endotelial sebenarnya bersifat antikoagulan
dan inert terhadap faktor-faktor pembekuan
darah (Escobar et al. 2002). Namun adanya
luka dapat mengubah sifat sel endotelial
menjadi sangat prokoagulan. Perubahan sifat
sel dipengaruhi, antara lain oleh adanya
kolagen, faktor von Willebrand, dan
glikoprotein Ib (GPIb) yang ada pada
membran keping darah (Katzung 2006; Olson
2004; Escobar et al. 2002).
Sifat
prokoagulan
sel
endotelial
menyebabkan penempelan trombosit atau
keping darah pada dinding pembuluh darah
(Katzung 2006). Penempelan keping darah
diikuti oleh perubahan bentuk trombosit dan
pelepasan adenosin difosfat (ADP). Pelepasan
ADP menyebabkan pecahnya keping-keping
darah lain dan mulai menyumbat lubang pada
pembuluh. Keping darah yang telah aktif akan
menyediakan permukaan fosfolipida yang
bertindak sebagai perantara kedua yang akan
mengaktifkan faktor-faktor pembekuan darah,
baik pada sistem intrinsik maupun ekstrinsik.
Seiring
dengan
terjadinya
kerusakan
pembuluh darah, sistem hemostasis juga akan
mengalirkan darah melalui pembuluh darah
lain di sekitar pembuluh yang rusak untuk
mempercepat proses pembekuan darah
(Escobar et al. 2002).
Bekuan darah merupakan trombosittrombosit yang saling terangkai melalui
sejumlah reaksi biokimia dan membentuk
agregat trombosit (Escobar et al. 2002). Asam
arakidonat dalam trombosit akan diubah
menjadi tromboksan A2 (TXA2) yang
berfungsi sebagai pengaktif trombosit dan
vasokonstriktor bersama ADP dan serotonin
(5-HT) (Olson 2004; Escobar et al. 2002).
Pengaktifan trombosit mengubah konformasi
pada reseptor αIIbβIII integrin (glikoprotein
IIb/IIIa) sehingga mudah mengikat fibrinogen
dan membentuk ikatan silang antarmolekul
trombosit
sehingga
terbentuk agregat
trombosit. Agregat trombosit terdiri dari
fibrin, trombosit, dan sisa-sisa eritrosit yang
tidak larut. Agregat yang pembentukannya
tidak terkendali dapat menyumbat pembuluh
darah, serta menyebabkan iskemia jaringan
(Olson 2004; Katzung 2006).
Akhir
pembekuan
darah
adalah
pembentukan fibrin melalui dua jalur, yaitu
jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik yang
keduanya akan mengaktifkan jalur normal
(Escobar et al. 2002). Inisiasi reaksi berantai
pembentukan agregat trombosit dipengaruhi
oleh pengaktifan faktor-faktor pembekuan
darah yang prosesnya berbentuk reaksi
berantai atau efek domino (Katzung 2006;
Escobar et al. 2002).
Faktor-faktor
pembekuan darah yang terlibat dalam proses
ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Setiap
reaksi merupakan akibat dari reaksi
sebelumnya. Jika satu di antara faktor-faktor
tersebut tidak dapat diaktifkan, maka akan
mengakibatkan koagulasi terhambat, inisiasi
tahap
selanjutnya
terhambat,
waktu
pembentukan bekuan darah semakin lama,
atau terjadi perdarahan secara terus-menerus
(cenderung disalahartikan dengan kekurangan
faktor XII) (Escobar et al. 2002). Jalur
pembentukan bekuan yang paling singkat
dimulai dengan pengaktifan jalur ekstrinsik.
Jalur ekstrinsik adalah aktivasi faktor
pembekuan darah yang dipicu oleh kerusakan
dinding endotelial pembuluh darah. Jalur ini
disebut ekstrinsik karena masuknya faktor
jaringan, senyawa yang tidak ditemukan di
dalam darah, ke dalam pembuluh. Faktor
jaringan ini, atau dikenal juga sebagai
tromboplastin atau faktor III, dilepaskan oleh
jaringan pembuluh yang terluka. Bersamasama dengan ion kalsium, faktor III ini akan
mengaktifkan faktor VII menjadi faktor VIIa.
Faktor VIIa, bersama dengan faktor III dan
ion kalsium dapat memproduksi trombin
dalam jumlah kecil dengan sangat cepat.
Tujuannya, mempercepat pembentukan fibrin
melalui pelepasan keping darah dari eritrosit.
Selain itu, faktor VIIa juga akan mengaktifkan
faktor IX pada jalur intrinsik (Escobar et al.
2002).
Jalur intrinsik diinisiasi adanya paparan
senyawa asing bermuatan negatif seperti
kolagen,
dinding
subendotelial,
atau
4
fosfolipida sehingga mengaktifkan faktor XII
menjadi XIIa. Faktor XIIa bersama dengan
faktor Fitzgerald (high-molecular-weight
kininogen (HMWK)) dan faktor Fletcher
(prekallikrein) akan mengaktifkan faktor XI
menjadi XIa. Peran HMWK adalah
mempercepat aktivasi faktor XI. Selanjutnya,
faktor XIa dengan ion kalsium akan
mengaktifkan faktor IX menjadi IXa. Ion
kalsium juga akan berperan dalam tahap
selanjutnya pada jalur intrinsik ini, yaitu
ketika bersama faktor IXa, VIIa, dan
fosfolipida faktor keping darah 3 (platelet
factor 3 (PF3)) mengaktifkan jalur normal
(faktor X menjadi faktor Xa) (Escobar et al.
2002).
Pertemuan jalur intrinsik dan ekstrinsik
adalah pembentukan faktor Xa. Faktor
koagulasi
ini
mengkatalis
perubahan
protrombin menjadi trombin (faktor IIa) pada
jalur akhir dengan bantuan faktor Va, PF3,
dan ion kalsium (Escobar et al. 2002).
Trombin memotong fibrinopeptida dari
fibrinogen yang larut air menjadi monomer
fibrin lalu akhirnya menjadi polimer fibrin
yang tidak larut. Perubahan bentuk peptida
tersebut meningkatkan densitas darah
(Jackson 1988). Trombin memiliki beberapa
peranan. Peranan pertama adalah kembali ke
siklus sebelumnya untuk mempercepat
aktivasi faktor V dan VIII. Peranan kedua
adalah mengubah
fibrinogen
menjadi
monomer fibrin yang masih larut air. Peranan
ketiga adalah membuat ikatan silang polimer
fibrin dengan mengaktifkan faktor XIII
menjadi XIIIa. Peranan trombin yang terakhir
adalah sebagai bioregulator hemostasis darah
dalam keadaan normal dan patologis (Escobar
et al. 2002).
Enzim Protease Fibrinolisis dan
Obat Trombolitik
Fibrinolisis adalah proses degradasi fibrin
secara enzimatis. Proses ini secara otomatis
diaktifkan bersamaan dengan pembekuan
darah, yaitu ketika terjadi luka pada dinding
endotelial. Proses fisiologis ini akan
menghilangkan deposit polimer fibrin secara
bertahap hingga menjadi produk degradasi
yang larut air. Produk degradasi yang
dihasilkan kemudian akan dibuang dari
peredaran darah oleh makrofag-makrofag
yang ada pada sistem retikuloendotelial.
Fungsi penting proses ini adalah untuk
membebaskan pembuluh dari bekuan darah
dan memulai proses penyembuhan dinding
pembuluh (Escobar et al. 2002).
Enzim yang mampu mendegradasi fibrin
secara spesifik adalah plasmin. Plasmin
termasuk dalam kelompok protease serin dan
bersirkulasi dalam bentuk inaktifnya, yaitu
plasminogen. Plasminogen akan diaktifkan
oleh aktivator (tissue plasminogen activator/
t-PA) jika terjadi luka pada dinding endotelial.
Plasmin
dapat
mempengaruhi
bentuk
koagulasi darah dan mengurangi kecepatan
pembentukan bekuan trombosit karena
kemampuan spesifiknya mendegradasi fibrin
(Katzung 2006).
Gambar 3 Pembentukan bekuan darah
Sumber: Katzung 2006
5
Obat trombolitik adalah obat yang bekerja
menghancurkan bekuan darah yang telah
terbentuk dengan mengaktifkan plasminogen.
Agregat fibrin yang terbentuk dan menyumbat
pembuluh darah akan dihancurkan oleh
plasmin dan menghasilkan produk degradasi
berupa cuplikan-cuplikan protein yang larut
air. Obat trombolitik digunakan pada
pencegahan penyakit trombosis seperti infark
jantung, serebrovaskular, dan emboli paru
(Olson 2004). Obat trombolitik efektif
melisiskan trombin jika diberikan secara
intravena (Katzung 2006).
Contoh golongan obat trombolitik yang
umum digunakan, antara lain streptokinase,
urokinase,
anistreplase,
dan
aktivator
plasminogen jaringan. Streptokinase adalah
protein ekstraseluler yang disintesis oleh
Streptococcus β-hemoliticus yang bergabung
dengan plasminogen proaktivator. Urokinase
adalah enzim yang disintesis di ginjal manusia
dan memiliki kemampuan melisiskan plasmin.
Kedua jenis obat ini mengaktifkan
plasminogen, terutama plasminogen yang
terperangkap di dalam bekuan darah sehingga
bekuan darah dapat dihancurkan dari dalam
(Katzung 2006). Anistreplase (streptokinase
yang diberi gugus anisol) merupakan obat
trombolitik yang terdiri atas plasminogen
yang dimurnikan dan streptokinase yang telah
diasilasi untuk melindungi sisi aktif enzim.
Gugus asil streptokinase segera terhidrolisis,
ketika obat disuntikkan secara intravena, dan
mengaktifkan streptokinase. Keuntungan obat
ini adalah kemampuannya berikatan dengan
plasminogen terikat trombin daripada
plasminogen
bebas
dan
aktivitas
trombolitiknya lebih tinggi (Katzung 2006).
Aktivator plasminogen jaringan (tissue
plasminogen activators/ tPA) adalah obat
yang menyebabkan fibrinolisis hanya pada
plasminogen yang terikat pada bekuan darah.
Beberapa contoh aktivator plasminogen
jaringan, antara lain alteplase, reteplase, dan
tenecteplase. Ketiganya merupakan DNA
rekombinan dari t-PA manusia (Katzung
2006).
Titik kerja obat-obatan secara umum
terbagi dalam empat titik utama, yaitu
mengaktivasi plasmin, mendegradasi fibrin,
mendegradasi fibrinogen, dan mencegah
aktivasi fibrinogen menjadi fibrin (Gambar 4).
Sebagai contoh, anistreplase dan streptokinase
bekerja mengaktifkan plasmin. Menurut Yanti
(2003), lumbrokinase memiliki kelebihan
dapat bekerja pada keempat titik kerja utama
obat-obatan trombolitik tersebut sehingga
peluruhan bekuan darah berlangsung lebih
cepat.
Pemurnian Enzim
Enzim bekerja sebagai katalis yang
mengaktifkan atau mempercepat berbagai
reaksi di dalam tubuh dengan menurunkan
energi aktivasi. Reaksi-reaksi enzimatis dalam
sistem biologis sangat rumit dan sulit untuk
mempelajari reaksi suatu jenis enzim secara in
vivo, maka perlu dilakukan pemurnian enzim
dari protein dan metabolit lainnya sehingga
dihasilkan produk murni yang hanya
mengandung enzim yang akan dipelajari.
Enzim yang telah dimurnikan tersebut dapat
diamati aktivitasnya dengan jelas secara in
vitro (Farrell & Ranallo 2000).
Fraksi yang akan didapatkan dari
pemurnian enzim, antara lain ekstrak kasar,
presipitat, dialisat, dan eluat. Fraksi tersebut
diukur konsentrasi protein, aktivitas enzim,
dan spesifisitas terhadap substrat untuk
memastikan bahwa enzim yang didapat adalah
enzim yang sedang diteliti dan mendapatkan
karakter enzim tersebut. Ekstrak kasar enzim
diperoleh
dengan
resuspensi
dengan
menggunakan bufer. Resuspensi harus
dilakukan pada suhu rendah untuk mencegah
kerusakan enzim. Campuran kemudian
disentrifugasi
pada
kecepatan
6000 g
(Campbell & Farrell 2006).
Perlakuan dengan sentrifugasi mungkin
masih meninggalkan protein lain yang tidak
dikehendaki,
yang
dapat
mengurangi
efektifitas enzim sehingga harus dilakukan
presipitasi atau pengendapan protein dengan
menggunakan garam amonium sulfat dengan
konsentrasi tertentu. Garam ini akan mengikat
air bebas sehingga protein yang sebelumnya
berikatan dengan air pada gugus hidrofiliknya
akan mengendap karena air yang dapat
menstabilkan protein tersebut sekarang terikat
pada garam (Farrell & Ranallo 2000).
Selanjutnya,
dilakukan
dialisis
untuk
menghilangkan garam-garam yang terikat
pada endapan protein. Dialisis dilakukan
dengan memasukkan larutan ke kantong
dialisis dengan pori-pori 10 kD dalam larutan
bufer. Perlakuan dilakukan beberapa kali
hingga amonium sulfat tidak terdeteksi.
Langkah pemurnian terakhir adalah
penentuan spesifisitas enzim menggunakan
kromatografi kolom. Kromatografi kolom
untuk purifikasi enzim dibedakan menjadi
kromatografi penukar ion, kromatografi
afinitas, dan kromatografi filtrasi gel. Jenis
kromatografi kolom yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kromatografi penukar
anion yang memisahkan enzim menggunakan
perbedaan titik isolistrik protease dengan
pengaturan pH di dalam kolom (Farrell &
Ranallo 2000; Campbell & Farrell 2006).
6
Anistreplase, Urokinase,
Streptokinase, t-PA
Plasminogen
Asam aminokaproat
Lumbrokinase
Plasmin
Fibrinogen
Produk Degradasi
Fibrin
Protrombin
Trombin
Keterangan:
meningkatkan jumlah
mengaktifkan
mendegradasi
menghambat
Gambar 4 Fibrinolisis
Sumber: Zhao et al. 2007; Katzung 2006
Elektroforesis
Elektroforesis adalah pemisahan molekul
berdasarkan bobot molekul dan muatan
elektronnya. Molekul yang bermuatan negatif
cenderung bergerak ke kutub positif.
Kecepatan perpindahan molekul tergantung
muatan
elektronnya,
tegangan
yang
digunakan, dan koefisien gesek. Molekul yang
secara umum dipisahkan menggunakan teknik
ini adalah protein dan asam nukleat. Media
penahan yang dapat digunakan dalam
elektroforesis, antara lain cairan, kertas, gel.
Akan tetapi, media yang sering digunakan
adalah media berbasis gel. Agarosa dan
poliakrilamida termasuk golongan media
berbasis gel. Agarosa mampu memisahkan
asam nukleat sementara poliakrilamida
mampu memisahkan molekul protein (Farrell
& Ranallo 2000).
Gel poliakrilamida adalah gabungan
polimer
akrilamida
den an
N,N’metilenbisakrilamida.
Semakin
tinggi
konsentrasi akrilamida yang digunakan,
semakin lambat pergerakan protein di dalam
gel. Konsentrasi bisakrilamida yang optimum
berkisar antara 3-5%. Komponen lain yang
diperlukan
adalah
N,N,N’,N’-
tetrametiletilendiamin (TEMED), amonium
persulfat, deterjen natrium dodesil sulfat
(SDS), dan merkaptoetanol. TEMED adalah
katalis yang menyebabkan pembentukan
radikal bebas selama reaksi ikatan silang
antarmolekul akrilamida. Jumlah TEMED
menentukan kecepatan pengerasan gel.
Amonium persulfat berfungsi menginisiasi
pembentukan radikal bebas yang mengikat
semua molekul akrilamida (Farrell & Ranallo
2000). Deterjen SDS terikat pada protein
dengan perbandingan 1.4 g SDS untuk setiap
gram protein dan menyelubunginya dengan
muatan negatif. Merkaptoetanol menyebabkan
kerusakan struktur 3 dimensi protein yang
dipanaskan. Kerusakan ini disebabkan
pecahnya ikatan disulfida menjadi gugusgugus sulfhidrin sehingga protein menjadi
berbentuk spiral yang sama dan memiliki
rasio muatan:massa yang sama pula.
Akibatnya, keterpisahan protein di dalam gel
hanya ditentukan oleh massa protein tersebut.
Bufer Tris digunakan untuk mengarahkan dan
mengatur arus pada gel penahan (Girindra
1990; Farrell & Ranallo 2000).
Pembuatan media elektroforesis saat ini
menggunakan dua macam gel yang disusun
7
menjadi satu. Sejumlah besar gel di lapisan
bawah memiliki konsentrasi akrilamida tinggi
dan pH sekitar 8.5 (gel pemisah) sementara
lapisan tipis gel di atas, gel penahan, memiliki
pH sekitar 6.5 dan konsentrasi akrilamida
yang lebih rendah, yaitu sekitar 3%. Protein
yang memasuki gel penahan cenderung
bergerak lebih cepat karena ukuran pori gel
lebih besar. Protein yang telah memasuki gel
pemisah pergerakannya melambat karena
konsentrasi akrilamida pada gel pemisah yang
lebih tinggi sehingga menimbulkan efek
akordeon dan pita protein yang terbentuk
lebih tipis. Perbedaan pH pada kedua lapisan
gel juga mempengaruhi perpindahan protein.
Protein yang memasuki gel penahan akan
dikelilingi oleh ion klorida yang sangat
elektronegatif dan glisin yang kurang
elektronegatif. Protein tersebut kemudian
didorong memasuki gel penahan dengan
adanya perbedaan tegangan. Kenaikan pH
menjadi 8.5 menyebabkan efek ikatan glisinprotein menjadi hilang dan protein terpisahkan
akibat perbedaan bobot molekulnya (Farrell &
Ranallo 2000).
Pengukuran Aktivitas dan Spesifisitas
Enzim
Penelitian ini mengukur aktivitas enzim
dengan menggunakan beberapa faktor, antara
lain pH, suhu inkubasi, dan waktu inkubasi.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
aktivitas enzim namun tidak diteliti, antara
lain kekuatan ionik ikatan dan keberadaan
inhibitor atau aktivator (Farrell & Ranallo
2000).
Aktivitas enzim
umumnya
diukur
berdasarkan jumlah µmol produk yang
terbentuk tiap satuan waktu (menit). Namun,
untuk mengukur jumlah aktivitas pada volume
tertentu, digunakan aktivitas relatif yaitu
pengukuran jumlah unit aktivitas tiap satuan
volume (Farrell & Ranallo 2000). Produk
yang akan diukur pada penelitian ini adalah
jumlah tirosina yang terbentuk pada
pemecahan molekul kasein oleh enzim
protease. Reagen Folin-Ciocalteau digunakan
dalam pengukuran molekul tirosina dengan
menghasilkan warna biru (Folin & Ciocalteu
1972 di dalam Acharya & Katyare 2004) dan
diukur serapannya pada panjang gelombang
578 nm (Jackson 1988; Walter 1988). Warna
biru
tersebut
diakibatkan
reduksi
fosfomolibdat oleh tirosina dengan adanya ion
tembaga dalam suasana basa (Spies 1957
dalam Acharya & Katyare 2004).
Pengujian spesifisitas enzim dilakukan
dengan metode spektrofotometri dengan
menggunakan modifikasi metode Harris
(1991). Substrat yang digunakan untuk
menguji spesifisitas enzim adalah fibrin.
Fibrin yang berwarna putih dan tidak larut air
diwarnai menggunakan karmoisin. Campuran
tersebut kemudian diresuspensi dalam bufer
dan diamati intensitas warnanya pada 515 nm.
Campuran kemudian dibagi ke dalam 5
tabung. Dua tabung di antaranya ditambahkan
akuades (blanko), sementara ketiga tabung
lainnya ditambahkan enzim (sampel).
Absorban kelima tabung diukur dan diratarata.
Selisih
absorban
menunjukkan
kemampuan enzim memotong molekul fibrin
menjadi molekul yang larut air sehingga
ikatan fibrin dan pewarna menjadi terpotong.
Akibatnya, intensitas warna pada sampel
meningkat.
Inhibitor enzim adalah senyawa yang
dapat
menginaktivasi
enzim
dan
menyebabkan penurunan laju reaksi yang
dikatalisis oleh enzim tersebut (Jain et al.
2005). Inhibitor dibagi menjadi dua kelas
besar, yaitu inhibitor reversibel dan inhibitor
nonreversibel. Inhibitor reversibel dapat
memisah secara cepat dari enzim target karena
ikatannya sangat lemah. Inhibitor reversibel
dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok, yaitu
kompetitif, nonkompetitif, dan inkompetitif.
Faktor-faktor utama yang membagi ketiga
kelompok enzim tersebut, antara lain
konsentrasi substrat, situs penempelan enzim,
dan keadaan kompleks enzim ketika inhibitor
menempel. Inhibitor nonreversibel terikat
secara kuat dengan enzim targetnya dan tidak
mudah lepas. Ikatan yang terjadi antara enzim
dan inhibitor dapat berupa ikatan kovalen atau
nonkovalen (Jain et al. 2005).
Ion logam adalah kofaktor dalam aktivasi
zimogen tertentu. Ion logam berperan sebagai
donor asam Lewis. Beberapa ion logam yang
terlibat dalam reaksi-reaksi di tubuh manusia,
antara lain Mn 2+, Mg2+, dan Zn2+. Contoh
peranan ion logam pada enzim adalah
perikatan Zn2+ dengan rantai samping
imidazol pada histidina atau rantai samping
karboksilat pada asam glutamat (Campbell &
Farrell 2006).
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah blender,
spektrofotometer UV-Vis Spectronic Helios α,
kuvet kuarsa, sentrifus Sorvall Super T21,
inkubator, pH meter, oven vakum, kantung
dialisis cut-off 10 kD, kromatografi kolom,
corong vakum, alat-alat gelas, pengaduk
Download