efikasi isolat trichoderma terpilih dengan bahan organik untuk

advertisement
J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525
Ginting et al.
Vol. 17, No. 1: 77 – 83, Maret 2017
Keefektifan Isolat Trichoderma Terpilih
77
EFIKASI ISOLAT TRICHODERMA TERPILIH DENGAN
BAHAN ORGANIK UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT
BUSUK PANGKAL BATANG PADA LADA DI LAPANGAN
Cipta Ginting1, Joko Prasetyo1, Aris Nurhidayat2, & Tri Maryono1
1
Jurusan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
2
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Efficacy of selected Trichoderma isolate and organic matter to control foot rot of black pepper in the field.The objective
of this experiment was to determine the efficacy of selected Trichoderma isolatand organic matter to control the disease. Dual
culture method was used to select a Trichoderma isolate. The experiment to evaluate the efficacy of selected isolate consisted
of control (no application of T. harzianum or organic matter), T. harzianum and rice straw, and T. harzianum and coffee husk.
As starter, T. harzianum was grown in broken rice. Two liters of organic matter was infested with suspension of 10 g starter in
100 ml steril water and incubated for 2 weeks. The mixture was applied around the base of black pepper stem. The results
showed that all plants treated with T. harzianum and organic matter did not show disease symptom. Ten percent of the control
plants showed symptoms. However, that the occurrence of the disease was not significantly different between treatments.
Applications ofT. harzianum and rice straw increased the density of Trichoderma for 1 and 2 months after application. T.
harzianum and coffee husk increased the density of the fungus 1 month after application.
Key words: food rot of black pepper, Phytophthora capsici, Trichoderma, organic matter
ABSTRAK
Efikasi isolat Trichoderma terpilih dengan bahan organik untuk mengendalikan penyakit busuk pangkal batang pada
lada di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efikasi isolat Trichoderma terpilih dengan bahan organik untuk
mengendalikan penyakit busuk pangkal batang lada di lapangan. Pemilihan isolat Trichoderma spp. dilakukan dengan teknik
kultur ganda (dual culture). Uji efikasi di lapangan dilakukan dengan tiga perlakuan, yaitu kontrol yaitu tanpa
T.
harzianum dan tanpa bahan organik, T. harzianum dan jerami, serta T. harzianum dan kulit kopi. Untuk menyiapkan starter,
isolat T. harzianum diperbanyak pada menir. Sebanyak 10 g starter yang disuspensikan pada 100 ml air steril dicampurkan
dengan 2 L bahan organik. Setelah diinkubasi selama 2 minggu, T. harzianum dan bahan organik diaplikasikan pada pangkal
batang lada dengan radius 30 cm. Peubah yang diamati ialah keterjadian penyakit dan populasi Trichoderma dalam tanah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua tanaman lada yang diberi T. harzianum dan bahan organik bebas dari penyakit.
Sementara itu, tanaman kontrol menunjukkan gejala penyakit BPBL sebanyak 10%. Akan tetapi, keterjadian penyakit tersebut
tidak berbeda nyata antar-perlakuan.Aplikasi T. harzianum dan jerami meningkatkan kepadatan Trichoderma 1 dan 2 bulan
setelah aplikasi. Aplikasi T. harzianum dan kulit kopi hanya meningkatkan kepadatan jamur 1 bulan setelah aplikasi.
Kata kunci: busuk pangkal batang lada, Phytophthora capsici, Trichoderma, bahan organik
PENDAHULUAN
Penyakit busuk pangkal batang lada (BPBL)
merupakan tantangan terpenting dalam budidaya lada,
yang secara tradisi merupakan tanaman khas di Provinsi
Lampung dan beberapa daerah lain di Indonesia. Penyakit
ini disebabkan oleh jamur Phytophthora capsici Leonian
(yang sebelumnya dikenal sebagai: P. palmivora var.
Piperis atau P. palmivora MF4). Jamur ini merupakan
patogen soilborne yakni yang dapat hidup relatif lama di
dalam tanah dan membentuk struktur atau propagula
yang hidup dan dapat bertahan relatif lama di dalam
tanah, di samping bertahan pada jaringan lada yang
masih hidup. Jamur patogen ini dapat bertahan dalam
tanah selama 18 bulan (Khew & Kueh, 1980).
Sumber inokulum untuk perkembangan penyakit
termasuk tanah yang mencakup bagian-bagian tanaman
lada yang terinfestasi patogen di dalam tanah serta bagianbagian tanaman yang terinfeksi di atas permukaan tanah.
Inokulum disebarkan dengan berbagai cara termasuk air
yang mengalir atau hujan yang memercik pada
permukaan tanah. Selain itu, inokulum dapat juga
disebarkan oleh angin yang membawa percikan air atau
potongan daun yang terinfeksi. Selain itu, sporangium
78
J. HPT Tropika
yang berasosiasi dengan air hujan dapat disebarkan oleh
angin. Inokulum juga dapat disebabkan oleh binatang di
kebun dan stek lada yang terinfeksi (Semangun, 2000).
Phytophthora capsici dapatmenyerang semua
bagian tanaman termasuk akar, pangkal batang, dan
daun. Infeksi pada daun biasanya mulai dari daun-daun
pada bagian bawah tanaman, yang menandakan bahwa
inokulum berasal dari permukaan atau dalam tanah.
Pada daun biasanya terdapat bercak daun dengan
pinggiran bercak yang khas yakni bergerigi (fimbriate).
Daun yang terserang tersebut biasanya gugur sebelum
waktunya. Perkembangan patogen pada daun ini,
terutama daun terinfeksi yang gugur, akan meningkatkan
potensi inokulum pada tanah di sekitar pangkal batang.
Hal ini akan menambah peluang terjadinya infeksi pada
pangka batang yang dapat membunuh tanaman. Pada
musim hujan, hujan yang turun menurunkan suhu tanah
sehingga jamur terstimulasi untuk membentuk zoospora
yang dapat bergerak ke pangkal batang dan memulai
infeksi. Dengan demikian, diperlukan upaya untuk
menurunkan jumlah inokulum dalam tanah (Semangun,
2000).
Sebagaimana dijelaskan dalam Ginting (1999) dan
Semangun (2000), direkomendasikan agar pengelolaan
penyakit busuk pangkal batang lada dilaksanakan dengan
menggunakan varietas tahan, mulsa, perbaikan drainase,
dan fungisida sintetis. Akan tetapi, sampai saat ini
pengelolaan penyakit busuk pangkal batang pada lada
belum memuaskan. Perkembangan penyakit di daerah
penanaman lada utama di Provinsi Lampung terus
berlangsung dan turut melemahkan petani dalam
mempertahankan pertanaman lada atau melakukan
penanaman baru. Dalam kenyataannya, aplikasi fungisida
sering tidak efektif karena penyakit busuk pangkal batang
pada lada dapat berkembang dengan cepat jika
lingkungan mendukung perkembangan penyakit, yang
terjadi pada saat musim hujan. Hal ini didukung oleh
sifat biologi jamur bahwa, menurut Shea and Broadbent
(1983), kepadatan propagula Phytophthora sangat
berfluktuasi dalam waktu dan ruang. Lebih daripada itu,
mengingat gejala awal pada pangkal batang sulit dideteksi,
aplikasi fungsida sering terlambat karena umumnya
didasarkan pada gejala penyakit seperti layu pada tajuk
tanaman padahal gejala pada tajuk pada tanaman yang
terinfeksi pada pangkal batangnya merupakan gejala
lanjut.
Oleh karena berbagai permasalahan tersebut,
dewasa ini telah banyak diupayakan penggunaan agensia
hayati seperti Trichoderma. Hal ini berkat berbagai
pertimbangan bahwa upaya ini merupakan cara yang
ekonomis dan ekologis, murah dan aman. Aplikasi
Trichoderma tidak menimbulkan residu yang
Vol. 17 No. 1, 2017: 77
- 83
membahayakan seperti yang terjadi dalam aplikasi
fungisida sintesis. Penggunaan agensia hayati dalam
konsep pengelolaan penyakit secara terpadu
memberikan harapan yang baik untuk mengendalikan
penyakit (Chet & Henis, 1985, Semangun, 2000, Madan
et al., 2005; Ginting, 2010;). Jamur antagonis
Trichoderma spp. secara nyata dapat menekan P.
capsici secara in vitro (Ginting, 1997a; Ginting, 1997b).
Ginting dan Maryono (2011) menyeleksi isolat terefektif
dari 16 isolat Trichoderma spp. dalam menekan
pertumbuhan P. capsici in vitro dan menemukan bahwa
isolat T. harzianum merupakan isolat terbaik.
Kombinasi perlakuan isolat T. harzianum ini dan bahan
organik menekan intensitas penyakit BPBL di rumah
kaca, sedangkan jenis bahan organik tidak berpengaruh
nyata terhadap intensitas penyakit.
Desai (2002) menunjukkan bahwa formulasi
Trichoderma efektif di tingkat lapangan dan digunakan
secara komersial (Desai, 2002). Namun perlu diketahui
bahwa sampai saat ini penggunaan cara-cara tersebut
tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan dalam
program pengendalian penyakit busuk pangkal batang
pada lada. Salah satu dugaan kuat penyebabnya adalah
karena teknik-teknik tersebut tidak diaplikasikan secara
benar dan terpadu dengan cara-cara lain (Thurston,
1992). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
keefektifan T. harzianum yang dikombinasikan dengan
bahan organik untuk mengendalikan penyakit busuk
pangkal batang pada lada di lapangan.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu. Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung dan Kebun Percobaan
Tanaman Industri dan Penyegar Cahaya Negeri, Abung
Barat, Lampung Utara dari Maret 2014 sampai Februari
2015.
Isolasi dan Identifikasi Trichoderma spp. dan P.
Capsici. Isolat Trichoderma spp. yang diskrining ialah
isolat dari koleksi di Laboratorium Penyakit dan hasil
isolasi baru dari tanah kebun lada tempat uji efikasi
lapangan yakni di Kebun Percobaan Tanaman Industri
dan Penyegar Cahaya Negeri, Abung Barat, Lampung
Utara. Isolat dari koleksi ditransfer ke media PDAL untuk
peremajaan sebelum diuji. PDAL ialah media PDA yang
ditambahi asam laktat sebanyak 1,4 ml per L.
Sementara itu, untuk mendapatkan isolat baru,
terok tanah diambil dari sekitar pangkal batang lada yang
tidak menunjukkan gejala yang dikelilingi oleh tanaman
lada yang telah mati atau sedang menunjukkan gejala.
Ginting et al.
Terok tanah diambil dari empat arah sampai sejauh 30
cm dari pangkal batang lada tersebut. Di laboratorium,
Trichoderma diisolasi dengan metode pengenceran
(Ginting & Maryono, 2011) dengan menggunakan media
PDA-RSC. Media PDA-RSC ialah PDA yang ditambahi
rose bengal (40 ppm) sebelum diotoklaf dan streptomisin
(60 ppm), dan klorampenikol (60 ppm) (PDA-RSC)
setelah diotoklaf. Identifikasi isolat Trichoderma ke
spesies dilakukan menurut Rifai (1969).
P. capsici diisolasi di laboratorium dari daun lada
yang menunjukkan gejala penyakit khas yaitu busuk daun
dengan tepi bergerigi (fimbriate). Untuk itu, daun dengan
gejala dibersihkan pada air keran yang mengalir, lalu
dikeringkan dengan kertas tissu. Potongan daun
berukuran 2 mm yang mencakup bagian yang bergejala
dan tanpa gejala dimasukkan pada larutan natrium
hipoklorida 0,5% selama 1-2 menit, lalu dibilas dengan
air steril, dan dikeringkan pada kertas tissu steril. Tiga
potongan daun tersebut diletakkan pada permukaan
media PDAL dalam cawan petri.
Skrining dari Tujuh isolat Trichoderma spp. Seleksi
untuk memilih isolat Trichoderma dengan daya hambat
tertinggi terhadap pertumbuhan P. capsici dilakukan
dengan metode kultur ganda (dual culture method) pada
media PDA dalam cawan petri. Untuk itu, cawan petri
berisi media yang sudah siap digunakan dibalik dan pada
dasarnya dibuat dua garis yang berpotongan secara tegak
lurus. Pada satu garis dibuat dua titik masing-masing
berjarak 2,25 cm dari pinggir cawan secara berlawanan.
Cuplikan miselium Trichoderma dan P. capsici
berdiameter 0,8 cm diinfestasikan masing-masing pada
kedua titik tersebut. Pengamatan dilakukan setiap 24 jam
dengan mengukur jari-jari koloni P. capsici pada dua
arah. Arah pertama ialah ke pinggri cawan yang
merupakan kontrol dan arah kedua ke arah koloni
Trichoderma yang merupakan pengaruh perlakuan.
Penghambatan pertumbuhan P. capsici oleh
Trichoderma dihitung dengan rumus P = (K-T)/K x
100% dengan P = penghamatan pertumbuhan P. capsici
(%), K = jari-jari koloni P. capsici ke arah pinggir cawan
sebagai kontrol, dan T = jari-jari koloniP. capsici ke
arah koloni Trichoderma sebagai pengaruh perlakuan.
Uji Efikasi T. harzianum di Lapangan. Penelitian di
lapangan dilakukan untuk menguji keefektifan berbagai
isolat T. harzianum yang diaplikasikan dengan bahan
organik yang banyak terdapat di sekitar petani, yaitu
jerami dan kulit kopi. Di lapangan, bahan organik yang
diperoleh dari petani dikeringkan. Jerami padi dipotongpotong sekitar 1-2 cm.Yang menjadi perlakuan ialah (1)
kontrol (T. harzianum tanpa bahan organik), (2) T.
Keefektifan Isolat Trichoderma Terpilih
79
harzianum dan jerami, serta (3) T. harzianum dan kulit
kopi. Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok
dengan tiga perlakuan dan 10 kelompok. Pengelompokan
dilakukan berdasarkan kemiringan lahan.
Pembuatan starter.Sebagai starter, isolat T. harzianum
T3M dikembangkan pada media menir di laboratorium
dengan prosedur sebagai berikut. Menir dikukus di atas
air mendidih selama 1 jam. Menir tersebut dimasukkan
dalam plastik tahan panas sebanyak 250 g per plastik
dan diotoklaf pada suhu 1200C tekanan 1 atm selama 15
menit. Menir tersebut diinvestasi dengan T. harzianum
T3M. Biakan menir diinkubasikan selama 1 bulan
sehingga tampak hijau secara keseluruhan bahan dan
siap untuk digunakan.
Penyiapan lahan tempat uji efikasi di lapangan.Pada
setiap unit percobaan (setiap batang lada) digunakan 2 L
bahan organik, yang ditempatkan dalam kantong plastik
untuk aplikasi dan inkubasi T. harzianumT3M. Aplikasi
(infestasi) agensia (starter) pada bahan organik dilakukan
di rumah kaca Kebun Percobaan Cahaya Negeri Balai
Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Kecamatan
Abung Barat Lampung Utara. Starter diaplikasikan
sebanyak 10 g per batang dengan cara disuspensikan
pada 100 ml air steril dan suspensi disiramkan kepada
bahan organik. Setelah aplikasi atau infestasi bahan
organik, campuran diinkubasikan selama 2 minggu lalu
diaplikasikan pada pangkal batang lada. Masing-masing
bahan organik diaplikasikan pada sekeliling pangkal
batang dengan radius 30 cm. Bahan organik yang telah
diaplikasikan di sekeliling batang lada disiram dengan air
keran.
Pengamatan. Pengamatan dilakukan setiap hari
sekaligus dilakukan dengan pemeliharaan tanaman
termasuk penyiraman jika diperlukan (kelembaban
rendah). Peubah ialah keterjadian penyakit. Data yang
diperoleh diolah secara statistika dengan uji ragam.
Peubah lain ialah populasi jamur total dalam tanah.
Untuk itu, Sebanyak kira-kira 0,5 kg sampel tanah diambil
dari empat arah di sekeliling tanaman sehat tersebut lalu
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan dalam
termos es selama transportasi ke laboratotium.
Di laboratorium, jamur tanah termasuk
Trichoderma diisolasi dengan teknik pengenceran
(dilution plate technique) (Johnson & Curl, 1972;
Ginting & Maryono, 2011). Tanah yang baru disampel
sebanyak 10 g setara berat kering dimasukkan ke dalam
labu erlenmeyer, diaduk dengan 90 ml akuades steril
selama 30 menit. Setelah itu, sebanyak 1 ml suspensi
tanah tersebut dimasukkan ke dalam labu lain yang berisi
80
J. HPT Tropika
Vol. 17 No. 1, 2017: 77
99 ml akuades steril untuk mendapatkan suspensi dengan
pengenceran 103. Dengan cara serupa dibuat suspensi
dengan pengenceran 10 5. Dari suspensi dengan
pengenceran 103 dan 105 tersebut diambil sebanyak 0,25
ml dengan mikropipet untuk dituang dan disebarratakan
pada permukaan media dalam cawan petri. Pengamatan
terhadap kultur jamur dilakukan 3–5 hari kemudian.
Media yang digunakan ialah PDA-RSC.Data yang
diperoleh diolah secara statistika dengan uji ragam dan
dilanjutkan dengan BNT (P<0,05).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan Identifikasi Trichoderma spp. dan
P. capsici. Dari isolasi dari sampel tanah yang diperoleh
dari Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar
Cahaya Negeri, Abung Barat, Lampung Utara diperoleh
dua isolat T1 (Trichoderma harzianum) dan T3
(Trichoderma koningii). Selain kedua isolat ini, lima
isolat Trichoderma yang diperoleh dari Koleksi
Laboratorium Penyakit Tumbuhan Unila (Tabel 1)
digunakan dalam tahap skrining untuk memilih satu isolat
yang paling tinggi daya antagonisnya terhadap P. capsici
untuk uji efikasi di lapangan.
Skrining dari Tujuh isolat Trichoderma spp.. Data
hasil seleksi isolat Trichoderma spp. untuk menghambat
pertumbuhan P. capsici secara in vitro yang diukur dari
pemendekan radius koloni patogen dapat dilihat pada
Gambar 1. Daya hambat isolat T3M lebih tinggi dari
daya hambat isolat T1, T1M, Tk, dan Tv. Dilihat dari
angka daya hambatnya, isolat T3M menunjukkan angka
daya hambat yang tertinggi, meskipun tidak berbeda
nyata dengan daya isolat T2M dan T3. Dengan demikian,
isolat T3M ini dipilih untuk diuji efikasinya dalam
pengendalian penyakit BPBL di lapangan.
Pada penelitian ini, terdapat zona media berwarna
kekuningan pada pertemuan koloni Trichoderma dan
- 83
P. capsici. Hal ini merupakan bukti adanya aktifitas
antagonisme P. capsici oleh T. harzianum dalam bentuk
antobiosis. Trichoderma spp. dapat digunakan sebagai
agensia hayati karena dapat berperan sebagai antagonis
dengan mekanisme antibiosis, parasitisme, dan atau
kompetisi (Cook & Baker, 1983; Ownley & Windham,
2008).Trichoderma dapat menghasilkan senyawa yang
berperan pada aktivitas antibiosis seperti enzim
ekstraselular β-(1,3)-glukanase dan kitinase yang
dikeluarkan dari tubuh Trichoderma dan dapat merusak
dinding sel patogen. Selain itu, Trichoderma
mengeluarkan antibiotika viridin yang merusak jamur
lain(Papavizas, 1985).
Perbedaan daya hambat bahkan terjadi di antara
isolat dalam satu spesies seperti yang ditunjukkan oleh
isolat T1 dan T3M yang keduanya merupakan T.
harzianum. Hal ini menunjukkan bahwa kedua isolat
tersebut mungkin merupakan strain yang berbeda. Rifai
(1969) menyatakan bahwa dalam klasifikasi ke dalam
spesies Trichoderma didasarkan pada ciri mikroskopis
kultur sehingga isolat dalam satu spesies Trichoderma
mungkin mempunyai sifat fisiologis yang berbeda.
Uji Efikasi T. harzianum di Lapangan. Hasil uji efikasi
isolat T3M yang dikombinasikan dengan jerami atau kulit
kopi di lapangan menunjukkan bahwa tanaman lada yang
diberi T. harzianum dan bahan organik bebas dari
penyakit. Sementara itu, tanaman kontrol yakni yang
tidak menerima antagonis menunjukkan gejala penyakit
BPBL sebanyak 10% (Tabel 2). Akan tetapi, analisis
statistika menunjukkan bahwa keterjadian penyakit
tersebut tidak berbeda nyata antar-perlakuan.
Beberapa penelitian menunjukkan keefektifan
aplikasi Trichoderma yang diintegrasikan dengan bahan
organik. Abbasi et al. (2002) menunjukkan bahwa jika
kandungan bahan organik dan aktivitas mikroba tanah
rendah, penyakit akar tanaman cenderung meningkat.
Penambahan kompos ke media pertumbuhan tanaman
Tabel 1. Isolat Trichoderma spp. yang digunakan pada penelitian
Kode Isolat
Spesies
T1
Trichoderma harzianum
T3
Trichoderma koningii
T1M
T2M
T3M
Tk
Tv
Trichoderma koningii
Trichoderma koningii
Trichoderma harzianum
Trichoderma koningii
Trichoderma viride
Sumber Isolat
Isolasi dari tanah lokasi uji efikasi lapangan
kebun Cahaya Negeri
Isolasi dari tanah lokasi uji efikasi lapangan
kebun Cahaya Negeri
Koleksi laboratorium
Koleksi laboratorium
Koleksi laboratorium
Koleksi laboratorium
Koleksi Laboratorium
Ginting et al.
Keefektifan Isolat Trichoderma Terpilih
menghasilkan mikrobiostatis dan penyakit tanaman dapat
tertekan. Akan tetapi, proses alami yang terjadi tidak
secara konsisten patogen tertekan oleh parasitisme
(Hoitink et al., 1997). Infestasi agensia hayati diharapkan
akan meningkatkan konsistensi pengendalian penyakit.
Hal ini sejalan dengan berbagai hasil penelitian yang
ditunjukkan Hoitink et al.(1997) bahwa dengan
disertakannya infestasi agensia hayati seperti
Trichoderma pengendalian penyakit lebih terprediksi.
Berlian et al. (2013) menunjukkan mekanisme
antagonisme Trichoderma spp. yaitu sinergisme antara
antibiosis, mikoparasitisme, dan kompetisi.
Akan tetapi, data hasil uji efikasi di lapangan ini
menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap
keterjadian penyakit. Tidak berbeda nyatanya pengaruh
perlakuan ini dapat disebabkan rendahnya keterjadian
pada tanaman uji. Selama penelitian berlangsung, curah
hujan relatif rendah sehingga kurang mendukung
terjadinya penyakit BPBL di kebun tempat penelitian.
BMKG Stasiun Klimatologi Masgar Kabupaten
Pasawaran Provinsi Lampung menyatakan bahwa curah
81
hujan pada saat penelitian (November 2014 sampai
Februari 2015) sangat rendah jika dibandingkan dengan
beberapa tahun sebelumnya (data tidak diperoleh;
Harianto, Komunikasi Pribadi).
Pada kebun tempat uji efikasi lapangan
dibudidayakan lada varietas Ptaling 1. Varietas ini sangat
rentan terhadap patogen P. capsici. Selain itu, kebun
endemik penyakit BPBL. Sekitar 5 tahun terakhir,
keterjadian penyakit BPBL sangat tinggi. Pada saat
perencanaan penelitian yaitu pada 2014, dari jumlah
tanaman Ptaling 1 yaitu 767 tanaman, hanya 309 tanaman
yang masih hidup, sedangkan yang lain sudah mati akibat
penyakit BPBL. Dari 309 tanaman hidup, sebanyak 175
tanaman merupakan hasil sulaman (Harianto,
Komunikasi Pribadi, 2014).
Aplikasi T. harzianum yang dikombinasikan
dengan bahan organik secara nyata meningkatkan
kepadatan propagul Trichoderma (Gambar 2). Aplikasi
T. harzianum dan jerami meningkatkan kepadatan
Trichoderma 1 dan 2 bulan setelah aplikasi, sementara
aplikasi T. harzianum dan kulit kopi hanya meningkatkan
c
bc
ab
ab
abc
ab
a
Gambar 1. Penghambatan pertumbuhan P. capsici yang dihitung dari pemendekan radius koloni oleh tujuh isolat
Trichoderma spp. T1 = T. harzianum, T3 = T. koningii, T1M = T. koningii, T2M = T. koningii, T3M
= T. harzianum, Tk = T. koningii, dan Tv = T. viride.
Tabel 2. Keterjadian penyakit BPBL 3 bulan setelah infestasi T. harzianum isolat T3M dan bahan organik di
lapangan
Keterjadian penyakit (%)
Perlakuan
Tanpa T. harzianum dan tanpa bahan organik
T. harzianum dan kulit kopi
T. harzianum dan jerami
Data asli
Data transformasi (x+0,5)
10
0
0
1,64 a
0,71 a
0,71 a
82
J. HPT Tropika
Vol. 17 No. 1, 2017: 77
- 83
Gambar 2. Kepadatan propagul Trichoderma spp. pada tanah sekitar pangkal batang lada tempat perlakuan,
Terok tanah diambil dari empat arah sampai 30 cm dari pangkal batang lada
kepadatan jamur 1 bulan setelah aplikasi. Kedua
perlakuan cenderung meningkatkan kepadatan T.
harzianum tetapi tidak berbeda nyata secara statistika.
Sampai 2 bulan setelah aplikasi, kepadatan
propagul hidup Trichoderma pada tanah yang diberi
perlakuan T. harzianum dan bahan organik lebih tinggi
daripada kepadatan propagul Trichoderma pada tanah
kontrol tanpa perlakuan. Bahan organik yang diberikan
bersama T. harzianum dimaksudkan menjadi substrat
awal bagi jamur antagonis ini yang segera dapat
dikolonisasi sehingga Trichoderma dapat bertahan dan
beradaptasi dengan baik.
Kulit kopi memberi pengaruh nyata terhadap
peningkatan propagul Trichoderma hanya 1 bulan
setelah aplikasi, sedangkan jerami padi meningkatkan
propagul sampai 2 bulan setelah aplikasi (Gambar 1).
Dari data yang diperoleh tersebut, dapat disimpulkan
bahwa dibandingkan dengan kulit kopi, jerami lebih baik
dalam mendukung keberadaan Trichoderma dalam
tanah. Akan tetapi, hal ini masih perlu diteliti untuk jangka
panjang dan kondisi yang mendukung pertumbuhan
mikroorganisme termasuk Trichoderma seperti curah
hujan yang mendukung.
penyakit. Sementara itu, tanaman kontrol menunjukkan
gejala penyakit BPBL sebanyak 10% meskipun analisis
statistika menunjukkan bahwa keterjadian penyakit
tersebut tidak berbeda nyata antar-perlakuan.
SANWACANA
Penelitian ini didanai oleh DIPA Universitas
Lampung pada tahun 2014. Ucapan terima kasih
disampaikan kepada Sdr. Harianto atas bantuan teknis
di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar
Cahaya Negeri, Abung Barat, Lampung Utara
DAFTAR PUSTAKA
Abbasi PA, Al-Dahmani J, Sahin F, Hoitink, HAJ, &
Miller SA. 2002. Effect of compost amendments
on disease severity and yield of tomato in
conventional and organic production systems.
Plant Diseases 86 (2):156-161.
SIMPULAN
Berlian I, Setyawan B, & Hadi H. 2013. Mekanisme
antagonism Trichcoderma spp. terhadap
beberapa patogen tular tanah. Warta Perkaretan
32(2): 74–82.
Dari penelitian ini dapat ditarik simpulan bahwa
kepadatan Trichoderma meningkat 1 dan 2 bulan setelah
aplikasi aplikasi T. harzianum dan jerami. Kepadatan
Trichoderma juga meningkat 1 bulan setelah aplikasi
T. harzianum dan kulit kopi. Semua tanaman lada yang
diberi T. harzianum dan bahan organik bebas dari
Chet I & HenisY. 1985. Trichoderma as A Biocontrol
Agent Against Soilborne Root Pathogens. In:
Parker KA, Rovira AD, Moore KJ, Wong PTW,
& Kullmorgen JP (Eds.). Ecology and
Management of Soilborne Plant Pathogens.
pp 110-112. American Phytopathological
society. St. Paul, Minn.
Ginting et al.
Cook RJ & Baker KF. 1983. The Nature and Practice
of Biological Control of Plant Pathogens. The
American Phytopathological Society, St. Paul,
Minnesota. 539 pp.
Desai S. 2002. Comprehensive Testing of Biocontrol
Agents. In: GnanamanickamSS (Ed.). Biological
Control of Crop Diseases. pp 387–420. Marcel
Dekker. New York.
Ginting C. 1997a. Screening for fungal biocontrol agents
against Phytophthora capsici causing foot rot
on black pepper. In: Prosid. Kongr. Nas. XIV
PFI. pp. 406– 410. Palembang, 27–29 Oktober
1997.
Ginting C. 1997b. Determination of the occurence of
suppressive soil to foot rot in black pepper fields.
In: Prosid. Kongr. Nas. XIV PFI. pp. 320–
325. Palembang, 27–29 Oktober 1997.
Ginting C. 1999. Pengendalian hama terpadu (PHT)
pada tanaman lada. Makalah disampaikan pada
pelatihan petugas lapang pada SL-PHT lada.
Diselengga-rakan oleh Proyek Pengendalian
Hama Terpadu Perkebunan Rakyat (PHTPR/
IPM-SECP) Departemen Pertanian. Cahaya
Negeri, Lampung Utara, 16 Juni 1999.
Ginting C. 2010. Pengelolaan Penyakit Tanaman
secara Terpadu. Pidato ilmiah dalam rangka
pengukuhan guru besar tetap ilmu penyakit
tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Bandar Lampung, 13 April 2010.
Ginting C & Maryono T. 2011. Efikasi Trichiderma
harzianum dengan berbagai bahan organik dalam
pengendalian penyakit busuk pangkal batang pada
lada. J. HPT Tropika 11 (2):147-156.
Johnson LF& Curl EA. 1972. Methods for Research
on the Ecology of Soil-borne Plant Pathogens.
Burgess Pub. Co., Minneapolis. 247 hlm.
Hoitink HAJ, Grebus ME, & Stone AG. 1997. Impacts
of compost quality on plant disease severity. In:
Rosen D, Tel-Or E, Hadar Y, & Chen Y (Eds.).
Modern Agriculture and the Environment. pp.
363–371. Springer-Science+Business Media
Dordreccht.
Keefektifan Isolat Trichoderma Terpilih
83
Khew KL &Kueh TK. 1980. Some aspects of the foot
rot disease of black pepper in East Malaysia
(Abstract). http://www.agris.fao.org/agrissearch/search.do?recordID=XB8120265.
Diaksespada 4 Januari 2017.
Madan MS, Mruthyunjaya, Ramana KV, Manoj KA &
AnandarajM. 2005. Assessing the Impact of New
Technologies : A Case Study of Biocontrol
Measure (Trichoderma harzianum) for
Phytophtora Foot Rot in Black Pepper. Focus
on Pepper 2(1)
OwnleyBH&Windham MT. 2008. Biological control of
plant pathogens. In: Trigiano, RN, Windham MT
& Windham AS. (Eds.). Plant Pathology:
Concept and Laboratory Exercise. pp. 423-435.
CRC Press, Boca Raton, Florida.
Papavizas GC. 1985. Trichoderma and Gliocladium:
Biology, Ecology, and Potential for Biocontrol.
Ann. Rev. Phytopathol. 23:23-54.
Rifai MA. 1969. A revision of the genus Trichoderma.
Mycological Papers. 116:1– 56.
Semangun H. 2000. Penyakit-penyakit Tanaman
Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. 835 hlm.
Shea SR &Boadbent P. 1983. Development in cultural
and biological control of Phytophthora diseases.
In: Erwin DC, Bartnicki-Garcia S, & Taso PH
(Eds.).Phytophthora: Its Biology, Taxonomy,
Ecology, and Pathology.pp 335–350.APS Press,
St. Paul, Minnesota.
Thurston HD. 1992. Sustainable Practices for Plant
Disease Management in Traditional Farming
System. Oxford & IBH Publishing Co. Pvt. Ltd
Download