1 ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN IKAN OLEH KAPAL ASING DI WILAYAH HUKUM LAUT INDONESIA (Jurnal) Oleh: TRIYADI ANDANI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 1 ABSTRAK ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN IKAN OLEH KAPAL ASING DI WILAYAH LAUT INDONESIA Oleh Triyadi Andani, Tri Andrisman S.H.,M.H., Firganefi S.H.,M.H. Email: [email protected] Semakin banyaknya kapal-kapal berbendera asing yang dioperasikan oleh Badan Hukum Indonesia Hal ini dapat berakibat berkurangnya hasil tangkapan yang diusahakan oleh nelayan lokal/tradisional Indonesia. Melihat hal tersebut penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan 1. Apakah faktor penyebab terjadinya kejahatan pencurian ikan oleh kapal asing di wilayah hukum laut Indonesia dan 2. Bagaimanakah upaya penanggulangan kejahatan pencurian ikan oleh kapal asing di wilayah hukum laut Indonesia. Pendekatan masalah yang digunakan yaitu pendekatan yuridis normatif, yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer, dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, dan studi lapangan. Datadata tersebut lalu dilakukan pengolahan melalui tahap seleksi data, klasifikasi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah tersebut kemudian disajikan dalam bentuk uraian, yang lalu diinterpretasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan. Faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian ikan oleh kapal asing yaitu karena luasnya wilayah perairan indonesia yang sangat luas dan factor lemahnya patrol di wilayah. upaya penanggulangan tindak pidana pencurian ikan (Illegal Fishing) di wilayah Zona Ekonomi Eklusif Indonesia oleh kapal asing yakni dilakukan dengan dua cara : Upaya Penal dan Upaya Nonpenal. Agar supaya aparat pemerintah, aparat penegak hukum, serta Stake Holder lebih mengoptimalkan tugas dan fungsi nya, dan terdapat regulasi yang jelas atau produk hukum yang tegas terhadap pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal asing. Diharapkan pemerintah, penegak hukum, serta masyarakat dapat memberikan pengawasan secara optimal terhadap perairan laut Indonesia. Kata Kunci : Analisis Kriminologis, Pencurian, Illegal Fishing 2 ABSTRACT CRIMINOLOGICAL ANALYSIS OF CRIME THEFT OF FISH BY FOREIGN SHIPS IN THE SEA OF INDONESIA By Triyadi Andani, Tri Andrisman S.H.,M.H., Firganefi S.H.,M.H. Email : [email protected] Increasing number of foreign flagged vessels operated by the Indonesian Legal Entity This can result in reduced catches sought by local fishermen / traditional Indonesia. Seeing that this study was conducted to answer the question 1.What is the factors that causes the crime of illegal fishing by foreign vessels in the area of maritime law of Indonesia and 2. How is the crime prevention efforts of illegal fishing by foreign vessels in the Indonesian marine law. The approach used is problem normative juridical, juridical empirical. The data used are primary data and secondary data. The data collection is done with literature studies and field studies. These data are then made through the selection phase of data processing, data classification and systematization of data. The data that has been processed is then presented in narrative form, which is then interpreted or construed to be discussed and analyzed qualitatively, and then to subsequently be concluded. Factors that cause the crime of illegal fishing by foreign vessels is because of the breadth of the territorial waters of Indonesia are very broad and weak factor patrol in the area. the response to the crime of illegal fishing (Illegal Fishing) in the Indonesian Exclusive Economic Zone by foreign ships that is done in two ways: Efforts Penal and effort Nonpenal. In order for government officials, law enforcement officers, as well Stake Holder to further optimize its duties and functions, and there are clear regulations or laws which firmly against illegal fishing carried out by foreign vessels. Expected government, law enforcement, and the community can provide optimal surveillance of the marine waters of Indonesia. Keywords: criminological analysis, Theft, Illegal Fishing 3 I. PENDAHULUAN Luas wilayah perairan Indonesia merupakan potensi alam yang besar untuk dimanfaatkan bagi pembangunan nasional. Pembangunan nasional diarahkan pada pendayagunaan sumber daya laut dan dasar laut serta pemanfaatan fungsi wilayah laut nasional termasuk Zona Ekonomi Eksklusifnya secara serasi dan seimbang dengan memperhatikan daya dukung sumber daya kelautan dan kelestariannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja. Oleh karena telah disahkannya rezim hukum Zona Ekonomi Eksklusif dalam lingkup Hukum Laut Internasional yang baru, maka sumber daya perikanan yang dimiliki bangsa Indonesia menjadi bertambah besar jumlahnya dan berperan sangat potensial untuk menunjang peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat. Walaupun sumber daya perikanan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, namun demikian dalam memanfaatkan sumber daya perikanan harus seimbang dengan daya dukungnya sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat secara terus menerus dan lestari.1 Berdasarkan hal tersebut perlu diperhatikan bagaimana Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 yang telah mengarahkan kebijaksanaannya. Sehubungan dengan hal ini Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 pada butir ekonomi, khususnya mengenai pertanian di dalam huruf e-nya menyatakan : Pembangunan perikanan diarahkan pada upaya peningkatan pendapatan dan taraf hidup nelayan, 1 Syekhu, Delik Pencurian Ikan yang Dilakukan Oleh Nelayan Asing Di Selat Makasar, Makasar, 2009. Kegiatan penangkapan ikan di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif perlu diatur melalui pola pengusahaan yang menjamin penerimaan sebesar-besarnya bagi negara. Dalam konsiderans menimbang Keputusan Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan Nomor 45 Tahun 2000 bahwa : (a) Bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam pemberian izin usaha di bidang perikanan, Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan sedang melakukan penataan di bidang perikanan; (b) Bahwa untuk menjamin kelangsungan investasi di bidang perikanan selama proses penataan tersebut pada butir a, dipandang perlu untuk mengatur ketentuan pemberian izin usaha perikanan dengan Keputusan Menteri. Berdasarkan hal tersebut di atas masalah pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan di wilayah perikanan Republik Indonesia mencakup pengusahaan budidaya dan penangkapan. Di bidang penangkapan diatur jumlah tangkapan yang diperbolehkan, jenis dan ukuran yang tidak boleh ditangkap; daerah, jalur dan waktu atau musim penangkapan, alat-alat penangkapan dan syarat teknis kapal perikanan dan perizinan usaha perikanan tangkap. Dalam peraturan perizinan penangkapan sumber daya perikanan diatur antara lain subyek hukum yang dapat melakukan usaha penangkapan ikan, syaratsyarat dan prosedur perizinan, kewajiban subyek hukum yang memperoleh izin, instansi pemerintah yang berwenang memberikan izin, dan pengawasan usaha penangkapan. 4 Akan tetapi, masih banyak ditemukan pelanggaran ketentuan penangkapan perikanan seperti pelanggaran jalur/daerah penangkapan ikan oleh kapal-kapal bermesin dengan bobot dan peralatan tertentu dengan memasuki jalur yang sebenarnya hanya diperuntukkan bagi nelayan lokal/tradisional. Semakin banyaknya kapal-kapal berbendera asing yang dioperasikan oleh Badan Hukum Indonesia yang dilengkapi peralatan canggih, mereka dengan mudah mengetahui tempat-tempat pemusatan ikan dan langsung menangkap dengan peralatan yang canggih tersebut. Hal ini dapat berakibat berkurangnya hasil tangkapan yang diusahakan oleh nelayan lokal/tradisional Indonesia. Seperti contoh kasus yang terjadi di perairan dekat Pontianak dan Laut Aru. “Jumlah tangkapan sebuah kapal asing di perairan kita mencapai 300 ton sampai 600 ton per tahun. Tinggal dihitung kerugian Indonesia. Tongkol harganya US$1. Tapi, kan mereka bukan hanya menangkap tongkol, melainkan juga udang, ikan pelagi, kakap merah. Hitungan saya, Indonesia dirugikan US$15 miliar sampai US$25 miliar,” kata Susi kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.2 Badan Keamanan Laut (Bakamla) menangkap 3 kapal ikan asing Filipina dan 2 kapal ikan Indonesia di wilayah Perairan Sulawesi Utara pada Operasi Nusantara IV. Kelima kapal tersebut ditangkap oleh kapal patroli Bakamla KN Singa Laut 4802 yang dikomandani Letkol Maritim Agus Tri Ariyanto. Kapal tersebut dikawal ke Pangkalan PSDKP Bitung untuk proses hukum lebih lanjut. Pelaksana Tugas Sestama Bakamla RI Laksma Maritim Dicky R. Munaf mengungkapkan Operasi Nusantara IV merupakan upaya untuk penegakkan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUU Fishing). Kelima kapal tersebut berlayar tanpa dokumen dan tidak memiliki dokumen perjalanan dan visa yang sah. "Penangkapan kapal ikan asing tersebut merupakan bentuk realisasi Bakamla dalam penegakan peraturan IUU Fishing," katanya seperti dikutip dalam rilis yang diterima Bisnis. Tiga kapal ikan asing tersebut ditangkap pada saat menangkap ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia yang masing-masing bermuatan ikan tuna dan ikan layar. Ketiga kapal asing tersebut antara lain Kapal KM Reychel01 yang ditangkap pada Senin (4/5) pukul 07.00 Wita dan dinakhodai oleh Jorl dengan 8 orang anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Filipina.3 Enam tahun lalu kapal Eka Sakti milik Sahring—nelayan asal Nusa Tenggara Timur—dibakar dan ditenggelamkan oleh Angkatan Laut Australia atas tuduhan melanggar Undang-Undang Pengelolaan Perikanan Australia 1991.Belakangan Pengadilan Federal Australia, 1 April 2014, mengeluarkan keputusan membebaskan Sahring dari sanksi dan mendapat ganti rugi 44.000 dollar Australia. Sayangnya, tidak ada reaksi apa pun dari Pemerintah Indonesia terhadap kasus Sahring versus Australia yang sempat populer ini. Padahal, kasus ini memberi pelajaran bahwa penenggelaman kapal asing yang melakukan pencurian ikan di laut teritorial suatu negara bukanlah hal baru dalam penegakan hukum 3 2 http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/201 4/12/141205_indonesia_kapal_asing diakses tanggal 12 Juni 2015 pukul 11.00. http://sulawesi.bisnis.com/read/20150505/12/188380/ lagi-3-kapal-ikan-asing-ditangkap-di-perairanindonesia diakses tanggal 12 Juni 2015 pukul 11.00. 5 di laut. Namun, tindakan semacam itu tetap harus dilakukan dengan benar dan profesional.4 Secara teoritis, kejahatan pencurian ikan (illegal Fishing) adalah tindakan menangkap ikan dengan menggunakan Surat Penangkapan Ikan (SPI) palsu, tidak dilengkapi dengan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), isi dokumen izin tidak sesuai dengan kapal dan jenis alat tangkapnya, menangkap jenis dan ukuran ikan yang dilarang. Sedangkan menurut Undangundang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pencurian ikan (illegal fishing) adalah pencurian yang dilakukan karena menangkap ikan tanpa SIUP dan SIPI, menggunakan bahan peledak, bahan beracun, bahan berbahaya dan lainnya yang mengakibatkan kerusakan dan kepunahan sumber daya ikan. Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis berusaha untuk menuangkan kedalam skripsi yang berjudul : “ Analisis Kriminologis Kejahatan Pencurian Ikan Oleh Kapal Asing di Wilayah Hukum Laut Indonesia”. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Apakah faktor penyebab terjadinya kejahatan pencurian ikan oleh kapal asing di wilayah hukum laut Indonesia ? b. Bagaimanakah upaya penanggulangan kejahatan pencurian ikan oleh kapal asing di wilayah hukum laut Indonesia? Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam skripisi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan 4 http://nasional.kompas.com/read/2014/12/12/140000 81/Penenggelaman.Kapal.Asing diakses tanggal 12 Juni 2015 pukul 11.00 yuridis empiris. Sedangkan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dengan studi pustaka, dan studi lapangan . Pengolahan data yaitu melalui editing dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, lalu diinterpretasikan untuk dianalisis secara kualitatif, kemudian selanjutnya untuk ditarik suatu kesimpulan. II. PEMBAHASAN A. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Pencurian Ikan oleh Kapal Asing di Wilayah Hukum Laut Indonesia Indonesia merupakan Negara kepulauan terdiri dari pulau-pulau dengan dikelilingi oleh lautan yang luas. Terdiri dari sekitar 13.667 pulau, dengan luas daratan 1.922.570 km² dengan luas perairan laut yang mencapai 3.257.483 km² (belum termasuk perairan ZEE). Panjang garis pantainya mencapai 81.497 km², merupakan garis pantai terpanjang di dunia. Jika ditambah dengan ZEE, maka luas perairan Indonesia sekitar 7,9km² atau 81% dari luas keseluruhan.5 Dari kekayaan alam yang ada diantara lain kita mempunyai hutan yang banyak menghasilkan kayu,pertanian menghasilkan bahan pangan seperti padi, jagung, dan palawija, pertambangan menghasilkan batu bara, emas, minyak, bauksit, dan banyak tempat pariwisata. Sedangkan yang ada di lautan kekayaan alamnya berupa ikan, udang, ubur-ubur, agar-agar. Selain itu, di 5 http://www.astalog.com/4407/jelaskan-potensisumber-daya-laut-indonesia.htm 6 dasar laut masih ada sejumlah kekayaan berupa tambang minyak.6 Usaha-Usaha penangkapan ikan laut sarat dengan aspek-aspek sosial, sebab penangkapan ikan dilakukan oleh nelayan yang memiliki berbagai tingkat kemampuan ekonomi, mulai dari nelayannelayan tradisional yang memiliki modal kecil yang menangkap ikan untuk keperluan sehari-hari, sampai pada nelayan-nelayan bertarap multinasional.7 Menurut H.A.S Natabaya, faktor-faktor yang mempengaruhi penangkapan ikan di wilayah ZEEI adalah : 1. Faktor geografis Kepulauan Indonesia yang terletak di antara dua benua dan dua samudra dengan letak geografis yang terletak digaris equator yang beriklim tropis memiliki sumber daya ikan yang dicirikan oleh sifat banyak jenis (Multi Species). Keadaan alam tersebut mempengaruhi musim penangkapan ikan. 2. Faktor Teknis Dengan meningkatnya IPTEK penangkapan ikan, seperti penggunaan Souer, untuk mengetahui lokasi ikan, diciptakannya jarring-jaring model baru, dan digunakannya satelit untuk mengetahui lokasi ikan. 3. Faktor Ekonomi Dengan adanya perkembangan sosial ekonomi telah mendorong manusia untuk mengeksploitasi SDA, termasuk ikan untuk dijadikan komoditi yang sangat potensial dalam menunjang pertumbuhan ekonomi. Pulau-pulau yang berdampingan dengan Malaka dan Singapura memegang peranan penting dalam pemasokan ikan segar, khususnya di Asia Tenggara. Sebagian besar pemasokan ikan ke Malaka datang dari pulau bengkalis, Rupat dan Sumatera. 4. Faktor Sosial 6 Gatot Supramono, Hukum Acara Pidana dan Hukum Pidana di Bidang Perikanan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2011, hlm.1. Kriminologi sebagai keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan jahat sebagai gejala sosial (The body of know ledgeregarding crimeans a sosial phenomenon). Kriminologi mencakup proses-proses pembuatan hukum. Pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum. Sebagaimana telah dikemukakan, kejahatan merupakan problem bagi manusia karena meskipun telah ditetapkan sanksi yang berat kejahatan masih terjadi. Hal ini merupakan permasalahan yang belum dapat dipecehkan sampai sekarang.8 Perilaku menyimpang dapat dikategorikan ke dalam bentuk kejahatan, untuk mengetahui faktor pendorong atau penyebab seseorang melakukan kejahatan, kita tinjau hal-hal yang terdapat kriminologi. Karena munurut Sutherland and Cressey, kriminologi adalah himpunan pengetahuan mengenai kejahatan sebagai gejala masyarakat. Yang termasuk dalam ruang lingkupnya adalah proses perbuatan perundang-undangan, pelanggaran 7 H.A.S Natabaya, Laporan Penelitian Tentang Aspek-Aspek Hukum Pengelolaan Perikanan di Perairan Nasional ZEEI, Sinar Grafika,Jakarta, 1994, Hlm.16 8 Soerjano Soekanto, Faktor-Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, Rajawali, Jakarta, 1986, Hlm.36. 7 perundang-undangan dan rekasi terhadap pelanggaran tersebut. ekonomi, tingkat peradaban dan keadaan politik suatu Negara.11 Selanjutnya disebutkan bahwa Kriminologi terdiri atas 3 (tiga) bagian utama, yaitu : Sutherland menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah perilaku yang dilarang oleh Negara karena merupakan perbuatan yang merugikan Negara dan terhadap perbuatan itu Negara bereaksi dengan hukuman sebagai upaya pamungkas.12 a. Ilmu kemasyarakatan dari hukum atau pemasyarakatan hukum, yaitu usaha penganalisaan keadaan secara ilmiah yang akan turut memperkembangkan hukum pidana. b. Etiologi criminal, yaitu penelitian secara ilmiah mengenai sebab-sebab dari kejahatan. c. Pemberantasan atau pencegahan kejahatan.9 Menurut Lamark Tarde (dikutip oleh B.Bosu) bahwa seseorang melakukan kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor sekitarnya atau lingkungannya, baik ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan serta kebudayaan termasuk perhubungan dengan dunia luar serta penemuan teknologi baru. 10 Selanjutnya tokoh aliran Bip Sosiologi yang dipelopori oleh D.Prins, Van Hamel, D.Simons berpendapat bahwa kejahatan timbul karena faktor individu seperti keadaan psikis dan fisik dari si penjahat dan juga karena faktor lingkungan. Kemudian beliau menerangkan bahwa faktor individu itu meliputi sifat individu yang diperoleh sebagai warisan dari orang tuanya, keadaan badaniah kelamin, umur, temperamen kesehatan, dan minuman keras. Sedangkan dari sudut faktor lingkungan yang mendorong seseorang melakukan kejahatan itu meliputi keadaan alam (geografisnya dan kriminologis), keadaan Dalam pengertian yuridis membatasi kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh Negara sebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi. Sementara penjahat merupakan para pelaku pelanggar hukum tersebut dan diputus oleh pengadilan atas perbuatannya tersebut. Penetapan aturan dalam hukum pidana itu merupakan gambaran dari reaksi negatif masyarakat atas suatu kejahatan yang dimiliki oleh para pembentuk undang-undang pidana. Meski tidak sepenuhnya setuju dengan definisi oleh para sarjana yang menganut aliran yuridis, Bonger menyatakan bahwa kejahatan merupakan perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari Negara berupa pemberian derita dan kemudian sebagai reaksi terhadap rumusan rumusan hukum (legal definitions) mengenai kejahatan. Alasan diterimanya definisi yuridis tentang kejahatan ini oleh Hasskel dan Yablonsky adalah : 1. Statistik kejahatan berasal dari pelanggaran-pelanggaran hukum yang diketahui oleh polisi, yang dipertegas dalam catatan-catatan penahanan atau peradilan serta datadata yang diperoleh dari orang-orang yang berada dari dalam penjara atau 9 Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis Viktimlogi, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, Hlm.74 10 B.Bosu, Sendi-Sendi Kriminologi, Usaha Nasional, Jakarta, 1982, Hlm.37 11 Ibid. Hlm.39. Topo Santoso, Kriminologi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, Hlm.14 12 8 parole. Perilaku yang tidak normatif serta perilaku anti-sosial yang tidak melanggar hukum tidak mungkin menjadi bagian catatan apapun. 2. Tidak ada kesepakatan umum mengenai apa yang dimaksud perilaku anti sosial; 3. Tidak ada kesepakatan umum mengenai norma-norma yang pelanggarannya merupakan perilaku non normatif (kecuali bagi hukum pidana); 4. Hukum menyediakan perlindungan bagi stigmatisasi yang tidak adil. Adalah suatu kesalahan apabila meninggalkan hal ini dalam rangka membuat pengertian kejahatan menjadi lebih enklusif.13 Dengan adanya sakit jiwa yang diderita oleh seseorang maka dalam setiap tindakanya secara tidak sadar sehingga bias menjurus kepada hal kejahatan. Factor-faktor illegal fishing diatas merupakan suatu faktor yang berhubungan dengan kesempatan terjadinya kriminalitas yang dapat berupa persiapanm, pemberian, pendorongan, atau pendukung adanya suatu tindakan kriminal yang mempunyai perwujudan yang bermacam-macam, masalah ini mempunyai aspek-aspek sosial ekonomi, yuridis, religious, dan politis. Rendahnya mental ada hubungan nya dengan tingkat intelegensia maka dengan mudah menyesuaikan diri dengan masyarakat, akan tetapi dengan tingkat intelegensia yang rendah maka ia akan terkekang dalam kehidupannya sehingga mentalnya menjadi rendah dan cenderung mencari jalan keluar sendiri yang kadang bertentangan dengan kehendak masyarakat. Penjahat atau pelaku kejahatan merupakan para pelaku pelanggar hukum pidana dan telah diputus oleh pengadilan atas pelanggarnya dan dalam hukum pidana dikenal dengan istilah hukum pidana 14 . Perbuatan jahat merupakan perbuatan kriminal, ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan kriminalitas, yaitu : 1.Faktor yang bersumber pada indvidu a. Sifat Khusus dalam Individu 1). Sakit jiwa 13 Ibid, Hlm.15. 14 H.R. Abdussalam, Kriminologi, Restu Agung, Jakarta, 2007, Hlm. 17 2). Daya Emosional Masalah emosional berhubungan erat dengan masalah sosial yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan yang menyimpang. Emosi tersebut dapat mengarah pada hal kriminal jika tidak mampu mencapai keseimbangan antara emosi dengan kehendak masyarakat. 3). Rendahnya mental 4). Anatomi Ukuran yang menjadi anotomi yaitu : a). Dikala ia berhadapan dengan suatu kejadian atau perubahan yang belum pernah dialami. b). dikala ia berhadapan dengan sesuatu yang baru. Dengan dipengaruhinya salah satu ukuran maka orang itu akan mengalami anatomi karena tidak ada 9 pegangan sehingga melakukan kejahatan. cenderung b. Sifat umum dalam individu 1). Umur Pada umumnya para pelaku tindak pidana kejahatan itu adalah orang yang sudah dewasa bukan dari anak-anak, hal ini disebabkan karena adanya ketidakmungkinan anak-anak melakukan suatu tindak pidana, sebab mereka belum dewasa dalam hal pikiran sehingga mereka belum dapat menentukan mana perbuatan yang baik dan yang buruk. 2). Seks (jenis Kelamin) Laki-laki pada umumnya menduduki peringkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan. Dikota besar dan modern, rasio kejahatan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan kurang lebih 50:1. Dengan adanya perbandingan tersebut maka pelaku tindak pidana banyak dilakukan oleh kaum lakilaki dari pada kaum perempuan, hal ini disebabkan adanya faktor yang mendasari bagi kaum perempuan, yaitu : - Faktor jasmani atau kekuatan fisik yang lebih besar dari pada laki-laki yang diperlukan untuk mobilitas, bergerak dengan cepat dan dalam melakukan tindak kekerasan. - Norma susila yang lebih ditekankan pada perempuan, berupa tabu dan larangan bagi anak-anak gadis untuk melakukan kejahatan. - Anak perempuan lebih banyak melakukan praktek seks bebas daripada melakukan kejahatan.15 3). Pendidikan Individu Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang maka kemungkinan untuk melakukan tindak pidana itu sedikit, sehingga dengan kata lain para pelaku kejahatan yang lain pada umumnya dilakukan oleh orang yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah. Jika seseorang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, maka orang tersebut memperoleh pekerjaan, membentengi dirinya dari pengaruh luar dirinya yang kurang baik, sebab salah satu yang menyebabkan seseorang tersebut melakukan tindak pidana karena ia tidak memperoleh pekerjaan yang tetap. 4). Kedudukan masyarakat individu dalam Jika seseorang mempunyai kedudukan yang dihormati di masyarakat maka ia tidak akan melakukan suatu tindak pidana, hal ini disebabkan karena adanya keengganan atau rasa malu kepada masyarakat dilingkungannya untuk berbuat yang dilarang oleh norma. 5). Masalah Rekreasi dan Hiburan Individu Jika seseorang yang kurang rekreasi atau menikmati suatu hiburan apabila dengan ditambah tidak memperoleh pekerjaan yang tetap maka ia di dalam pikirannya 15 Kartini Kartono, Patologi Sosial, Rajawali Pers, Jakarta, 1992, Hlm,87 10 akan terasa kelelahan sehingga dengan keadaan tersebut maka ia dapat dengan mudah melakukan tindak pidana. Kejahatan itu dapat pula terjadi didalam suatu masyarakat jika ada faktor yang dapat menimbulkan adanya atau terjadinya kejahatan, ada beberapa sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya kejahatan, terdapat dalam 3 faktor : 1. Dibagi kondisi sosial yang dapat menimbulkan hal-hal merugikan kehidupan manusia, antara lain: kemiskinan, pengangguran, pemerataan kekayaan yang belum merata. Dengan adanya aktivitas Illegal Fishing akan mendorong kearah pengurangan pendapatan rumah nelayan dan arena itu akan mengakibatkan terjadinya kemiskinan, pengangguran serta pemerataan kekayaan yang tidak merata. 2. Kondisi yang ditimbulkan oleh urbanisasi dan industrialisasi. 3. Kondisi lingkungan yang memudahkan orang melakukan kejahatan.17 2.Faktor yang Bersumber Dari Luar Individu Faktor Ekonomi Sistem ekonomi masyarakat tertentu tidak memungkinkan suatu golongan sosial dalam masyarakat tertentu memenuhi aspirasi dan keperluan fisik mental dan sosial secara tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Keperluan golongan tersebut dapat bersifat dan berakibat positif maupun negatif. Maka ada kemungkinan besar karena perhitungan mendesak, yang bersambutan dari golongan sosial tersebut (yang mampu ataupun tidak mampu) dan adanya kesempatan bagi orang yang bersangkutan akan tidak segan-segan melakukan tindakan kriminal demi pemenuhan kepentingannya dan menanggung segala akibatnya.16 Faktor ekonomi inilah salah satu penyebab terjadinya Illegal Fishing yaitu dikarenakan pola piker nelayan it begins with a paradox. Yang mana masyarakat nelayan masyarakat terbelanggu kemiskinan di tengah melimpahnya sumber daya perikanan. Pola pikir nelayang yang destrukif yang umumnya masih pada tahapan konvensional, yakni menitik beratkan pada kebutuhan dirinya sendiri demi memperoleh keuntungan yang besar. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tersebut nelayan sering melanggar peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dikarenakan masalah ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian terhadap pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal asing di wilayah perairan laut Indonesia bahwa factor penyebab terjadinya pencurian ikan yakni luas wilayah laut Indonesia yang sangat luas dan kurangnya personil sehingga menyulitkan aparat penegak hukum untuk melakukan patroli, serta kurangnya armada dan peralatan untuk memantau titik-titik rawan pencurian. B. Upaya Penanggulangan Kejahatan Pencurian Ikan oleh Kapal Asing di Wilayah Perairan Laut Indonesia 17 16 Abdulsyani, Sosiologi Kriminal, Remadja Karya, bandung, 1987, Hlm.44. Ninik Widyati & Panji Anoraga, Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya (Ditinjau dari Segi kriminilogi dan sosial), PT. Paramita, Jakarta, 1987, Hlm.21 11 Kebijakan hukum pidana berkaitan dengan proses penegakan hukum (pidana) secara menyeluruh. Oleh sebab itu, kebijakan hukum pidana diarahkan pada konkretisasi/operasionalisasi/fungsionalisasi hukum pidana materil (subtansil), hukum pidana formal (hukum acara pidana) dan hukum pelaksanaan pidana. Selanjutnya kebijakan hukum pidana dapat diakitkan dengan tindakan tindakan:18 1. Bagaimana upaya pemerintah untuk menanggulangi kejahatan dengan hukum pidana; 2. Bagaimana merumuskan hukum pidana agar sesuai dengan kondisi masyarakat; 3. Bagaimana kebijakan pemerintah untuk mengatur masyarakat dengan hukum pidana; 4. Bagaimana menggunakan hukum pidana untuk menagtur masyarakat dalam rangka mencapai tujuan yang lebih besar. Penggunaan hukum pidana dalam mengatur masyarakat (lewat peraturan perundangundangan) pada hakekatnya merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan (policy). Operasionalisasi kebijakan hukum pidana dengan sarana penal (pidana) dapat dilakukan melalui proses yang terdiri atas tiga tahap, yakni: 1. Tahap formulasi (kebijakan legislatif) 2. Tahap aplikasi (kebijakan yudikatif) 3. Tahap eksekusi (kebijakan 19 eksekutif/administratif) Upaya penanggulangan kejahatan dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1.PenegakanhukumdibidangPeradilanpidan a(dengan saranapenal) 2. Penegakanhukumdengan penal sarananon- 1. Upaya Penal Dalam kaitannya dengan penegakan hukum usaha perikanan, maka untuk menopang penegakan hukum di bidang perikanan yang bersangkutan perlu dibentuk lembaga peradilannya, dalam Pasal 71 UU No.31 Tahun 2004 dinyatakan bahwa dengan Undang-Undang ini dibentuk pengadilan perikanan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang perikanan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang perikanan. Pengadilan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada lingkungan peradilan umum. Untuk pertama kali pengadilan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk di pengadilan Negeri Jakarta Utara, Medan, Pontianak, Bitung dan Tual. Daerah hukum pengadilan perikanan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan. Pengadilan perikanan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggak undang-undang ini mulai berlaku, sudah melaksanakan tugas dan fungsinnya. Pembentukan pengadilan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan keputusan presiden.20 18 Aloysius Wisnubroto, Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan penyalahgunaan computer, univ atmajaya, hlm.10. 19 Barda Nawawi Arif, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penaggulangan Kejahatan, Jakarta, Kencana Media Grup, Hlm. 7879 20 Ibid. Hlm.430. 12 Ketentuan yang termaktub dalam Pasal 71 UU no. 31 tahun 2004 telah diubah oleh Pasal 71 UU No. 45 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa dengan undang-undang ini bentuk pengadilan perikanan yang berwenang memeriksa, memutus, dan mengadili tindak pidana di bidang perikanan. Pengadilan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan peradilan khusus yang berada dalam lingkup peradilan umum. Pengadilan perikanan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 akan dibentuk di pengadilan negeri Jakarta Utara, Medan, Pontianak, Bitung, Tual. Pengadilan perikanan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di pengadilan negeri. Pembentukan pengadilan perikanan selanjutnya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan keputusan Presiden. Peranan pengadilan perikanan untuk saat ini sangat dibutuhkan apalagi melihat maraknya Illegal Fishing yang terjadi di wilayah perikanan Republik Indonesia, apalagi yang dilakukan oleh waga Negara asing, sehingga Pasal 71 UU No. 31 Tahun 2004 ditambah satu Pasal lagi yakni Pasal 71 A yang berbunyi pengadilan perikanan berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, baik yang dilakukan oleh warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing.21 pengadilan sendiri, tetapi hukum acara yang digunakan tetap mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam Pasal 72 UU No. 31 Tahun 2004 dinyatakan bahwa penyidikan dalam perkara tindak pidana di bidang perikanan, dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. Oleh karena itu, penyidik yang diserahi tugas untuk melakukan penyidikan atas terjadinya tindak pidana perikanan diatur dalam Pasal 73 UU No. 31 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa penyidikan tindak pidana di bidang perikanan dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil Perikanan, Perwira TNI AL, dan Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (ayat(1)). Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan kordinasi ayat (2), untuk melakukan kordinasi dalam penanganan tindak pidana di bidang perikanan, menteri dapat membentuk forum kordinasi ayat (3).22 Penyidik dalm tindak pidana dibidang perikanan dalam Pasal 73 terdiri dari (1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan, (2) Perwira TNI AL, dan (3) Pejabat Kepolisian Republik Indonesia, Penyidik mempunyai wewenang : a) Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang perikanan; b) Memanggil dan memeriksa tersangka dan/atau saksi; c) Membawa dan menghadapakan orang sebagai tersangka dan/atau saksi untuk didengar keteranganya; d) Menggeledah sarana dan prasarana perikanan yang diduga dipergunakan dalam atau menjadi tempat 1.Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perikanan Menurut Resky Maulana : Penyidikan dilakukan oleh suatu lembaga tertentu yang tugas dan tanggung jawabnya khusus di bidang penyidikan, yakni Kepolisian Republik Indonesia. Khusus untuk perkara perikanan ini, walaupun mempunyai 21 Ibid hlm 431. 22 Berdasarkan hasil wawancara dengan responden Resky Maulana tanggal 15 Desember 2015, Selaku Polisi di Kepolisian Air 13 e) f) g) h) i) j) k) l) melakukan tindak pidana di bidang perikanan; Menghentikan memeriksa, menangkap, membawa, dan/atau menahan kapal dan/atau orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang perikanan; Memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha perikanan; Memotret tersangka dan/atau barang bukti tindak pidana di bidang perikanan; Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tindak pidana di bidang perikanan; Membuat dan mendatangani berita acara pemeriksaan; Melakukan penyitaan terhadap barang bukti yang digunakan dan/atau hasil tindak pidana; Melakukan penghentian penyidikan dan; Mengadakan tindakan lain yang menurut hukum bertanggung jawab23 Penyidik sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat menahan tersangka paling lama 20 (dua puluh) hari. Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) apabila diperlukan untuk pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum paling lama 10 (sepuluh) hari. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan (7) tidak menutup kemungkinan tersangka dikeluarkan dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan 23 Dr.Erna Dewi, Firganefi, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Dinamika Dan Perkembangan), PKKPUU FH UNILA,2013, Hlm.76 pemeriksaan sudah terpenuhi. Setelah waktu 30 hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum. Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 73 UU No. 31 Tahun 2004 mengalami perubahan oleh Pasal 73 UU No,45 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa penyidikan tindak pidana di bidang perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain penyidik TNI AL, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di ZEE. Penyidikan terhadap tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di pelabuhan perikanan, diutamakan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan. Penyidik dapat melakukan kordinasi dalam penanganan penyidikan tindak pidana di bidang perikanan. Untuk melakukan kordinasi dalam penanganan tindak pidana di bidang perikanan, menteri membentuk forum kordinasi. Selain itu, ketentuan penyidikan terhadap tindak pidana perikanan ini ditambah menjadi dua Pasal, yaitu Pasal 73A dan Pasal 73 UU No. 45 Tahun 2009. Dalam Pasal 73A dinyatakan bahwa penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 berwenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang perikanan; b. Memanggil dan memeriksa tersangka dan/atau saksi untuk didengar keterangannya; c. Membawa dan menghadapkan seseorang sebagai tersangka dan/atau saksi untuk didengar keterangannya; 14 d. Menggeledah sarana dan prasarana perikanan yang diduga digunakan dalam atau menjadi tempat melakukan tindak pidana di bidang perikanan; e. Menghentikan, memeriksa, menangkap, membawa, dan/atau menahan kapal dan/atau orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang perikanan; f. Memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha perikanan; g. Memotret tersangka dan/atau barang bukti tindak pidana d bidang perikanan; h. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tindak pidana di bidang perikanan; i. Membuat dan mendatangani berita acara pemeriksaan; j. Melakukan penyitaan terhadap barang bukti yang digunakan dan/atau hasil tindak pidana; k. Mengadakan tindakan lain yang menurut hukum dapat dipertanggungjawabkan. 2. Upaya NonPenal Kebijakanpenanggulangankejahatan dengansarana nonpenalhanyameliputi penggunaansarana sosialuntukmemperbaikikondisikondisisosialtertentu, namunsecaratidaklangsung mempengaruhiupayapencegahanterjadinya 24 kejahatan. Jalur non penal,yaitu dengancara: 24 BardaNawawiArief,“MasalahPenegakanHukum&P enanggulanganKejahatan”.Penerbit CitraAdityaBhakti,Bandung.2001. a. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punisment), termasuk di dalamnyapenerapan sanksi admnistratifdan sanksi perdata. b. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pembinaan melalui media massa (influencing views of society on crime and punishment). Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh Dinas kelautan dan Perikanan, dan Polair dalam mencegah terjadinya kejahatan Illegal Fishing, antara lain sebagai berikut : a. Melaksanakan Patroli Mengadakan patrol merupakan salah satu upaya efektif dalam mencegah terjadinya praktek Ilegal Fishing. Dengan mengadakan patroli aparat dapat mengetahui secara langsung sesuai dengan mandat yang telah diberikan kepada instansi-instansi tersebut. Berdasarkan wawancara Resky Maulana, yaitu : menyatakan bahwa Polair juga melakukan patroli di daerah-daerah yang rawan terjadi Illegal Fishing. Jenis patroli pun dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah laut, diantaranya : 1. Patroli Rutin, yaitu patrol yang dilakukan secara terus-menerus, sesuai degan jadwal yang telah ditetapkan. 2. Patroli Selektif, yaitu patroli yang dilakukan di daerah-daerah tertentu atau daerah yang disangka sering terjadi praktek Illegal Fishing. 3. Patroli Insidentil, yaitu Patroli yang dilaksanakan pada tempattempat terjadinya kejadian perkara (TKP). 15 Dari jenis patroli yang telah ditetapkan Polair tersebut dapat digambarkan bahwa polair mempunyai target tinggi dalam mencegah praktek Illegal Fishing. Namun target tersebut belum mencapai target, adapun yang menjadi kendalanya yaitu karena jauhnya wilayah ZEEI, luasnya wilayah laut yang perlu diamankan serta minimnya dana operasional dan kurang modernnya arma pol air untuk melakukan patroli tersebut.25 Untuk menaggulangi kelemahan tersebut KAPOLRI telah mengeluarkan perintah tahun 2008 tentang pengamanan wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar demi meningkatkan kinerja Polair, yaitu diantaranya : - Usulan pembangunan pangkalan pol air di pulau-pulau terluar. Miningkatkan kegiatan patrol kapalkapal pol air di pulau-pulau terluar. Penempatan kapal air di pulau-pulau terluar merupakan salah satu peran serta untuk menekan terjadinya prakter Illegal fishing. Dengan tingginya kesadaran hukum nelayan tidak akan melakukan tindak pidana perikanan dalam hal apapun, selain itu masih rendahnya tingkat pendidikan nelayan, sehingga pengetahuan akan hukum perikanan masih minim. Ini dibuktikan dengan belum adanya sosialisasi UndangUndang perikanan No. 31 Tahun 2004 telah keluar Undang-Undang No.45 Tahun 2009.26 III. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan pencurian ikan (Illegal Fishing) di wilayah Zona Ekonomi Eklusuf Indonesia oleh kapal asing yaitu disebabkan oleh factor lemahnya patrol di wilayah ZEEI serta didukung oleh terbukannya wilayah ZEEI, armada kapal untuk patrol kurang modern untuk bersaing dengan kapal ikan asing, dan sumber daya ikan yang berada di ZEEI belum digali oleh nelayan Indonesia didukung dengan adanya kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat. 2. upaya penanggulangan kejahatan pencurian ikan (Illegal Fishing) di wilayah Zona Ekonomi Eklusif Indonesia oleh kapal asing yakni dilakukan dengan dua cara : a) upaya preventif yaitu dengan cara melakukan patrol secara intensif oleh kepolisian perairan dan DKP di wilayah ZEEI serta diberikan Demikian seperti yang disampaikan A.Faisal : bahwa, bahwa patrol juga telah dilakukan oleh DKP pusat hingga mencapai ZEEI secara rutin berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan. Namun keterbatasan dana dan kalah saingan armada DKP dengan kapal Illegal Fishing membuat adanya kesempatan bagi kapal ikan asing untuk menjarah ikan ZEEI. Selain mengadakan patroli, upaya preventif yang dilakukan yakni mengadakan mengadakan penyuluhan hukum kepada nelayan Indonesia bahkan nelayan asing yang memiliki SIPI dan SIUP untuk membantu aparat terkait dalam menegakan hukum di wilayah ZEEI. Tingkat kesadaran hukum para nelayan, 25 Berdasarkan hasil wawancara dengan responden Resky Maulana tanggal 15 Desember 2015, Selaku Polisi di Kepolisian Air 26 Berdasarkan hasil wawancara dengan responden A. Faisal tanggal 15 Desember 2015, Selaku Pegawai Negeri Sipil Dinas Kelautan dan Perikanan 16 penyuluhan hukum bagi nelayan Indonesia maupun nelayan asing. Upaya refresif yaitu dengan cara mengadakan penindakan tegas terhadap para pelaku Illegal Fishing dengan cara : penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, proses penyidikan, penyerahan perkara kepada penunut umum di Kejaksaan untuk ditindak lanjuti serta dijatuhkannya putusan terhadap pelaku. A. Saran 1. Agar supaya aparat pemerintah, aparat penegak hukum, serta Stake Holder lebih mengoptimalkan tugas dan fungsi nya, dan terdapat regulasi yang jelas atau produk hukum yang tegas terhadap pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal asing. Agar supaya pemerintah meningkatkan sarana dan prasarana agar tugas dan fungsi dapat berjalan dengan baik. 2. Agar supaya penengakan hukum dapat dilakukan secara tegas dan tidak pandang bulu, agar nelayan dapat berdaulat dalam mengeksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan. Diharapkan pemerintah, penegak hukum, serta masyarakat dapat memberikan pengawasan secara optimal terhadap perairan laut Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Ac. Sanusi Has, 1977. Dasar-Dasar Penologi Edisi III, Bandung , Tarasito. Abdulsyani. 1987. Sosiologi Kriminologi. Bandung:1987. Arif, Barda Nawawi. 2001. Penegakan Hukum Masalah dan penanggulangan Bandung: Sinar Grafika Abdussalam,H.R. 2007. Jakarta: Restu Agung. Kejahatan. Kriminologi. Atmasasmita, Romli. 2010. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung: PT Refika Aditama.