1 ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN

advertisement
1
ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN
IKAN OLEH KAPAL ASING DI WILAYAH HUKUM LAUT
INDONESIA
(Jurnal)
Oleh:
TRIYADI ANDANI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
1
ABSTRAK
ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN
IKAN OLEH KAPAL ASING DI WILAYAH LAUT
INDONESIA
Oleh
Triyadi Andani, Tri Andrisman S.H.,M.H., Firganefi S.H.,M.H.
Email: [email protected]
Semakin banyaknya kapal-kapal berbendera asing yang dioperasikan oleh Badan
Hukum Indonesia Hal ini dapat berakibat berkurangnya hasil tangkapan yang
diusahakan oleh nelayan lokal/tradisional Indonesia. Melihat hal tersebut
penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan 1. Apakah faktor
penyebab terjadinya kejahatan pencurian ikan oleh kapal asing di wilayah hukum
laut Indonesia dan 2. Bagaimanakah upaya penanggulangan kejahatan pencurian
ikan oleh kapal asing di wilayah hukum laut Indonesia.
Pendekatan masalah yang digunakan yaitu pendekatan yuridis normatif, yuridis
empiris. Data yang digunakan adalah data primer, dan data sekunder.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, dan studi lapangan. Datadata tersebut lalu dilakukan pengolahan melalui tahap seleksi data, klasifikasi
data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah tersebut kemudian disajikan
dalam bentuk uraian, yang lalu diinterpretasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan
pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutnya ditarik
suatu kesimpulan.
Faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian ikan oleh kapal
asing yaitu karena luasnya wilayah perairan indonesia yang sangat luas dan factor
lemahnya patrol di wilayah. upaya penanggulangan tindak pidana pencurian ikan
(Illegal Fishing) di wilayah Zona Ekonomi Eklusif Indonesia oleh kapal asing
yakni dilakukan dengan dua cara : Upaya Penal dan Upaya Nonpenal.
Agar supaya aparat pemerintah, aparat penegak hukum, serta Stake Holder lebih
mengoptimalkan tugas dan fungsi nya, dan terdapat regulasi yang jelas atau
produk hukum yang tegas terhadap pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal
asing. Diharapkan pemerintah, penegak hukum, serta masyarakat dapat
memberikan pengawasan secara optimal terhadap perairan laut Indonesia.
Kata Kunci : Analisis Kriminologis, Pencurian, Illegal Fishing
2
ABSTRACT
CRIMINOLOGICAL ANALYSIS OF CRIME THEFT OF FISH BY
FOREIGN SHIPS IN THE SEA OF
INDONESIA
By
Triyadi Andani, Tri Andrisman S.H.,M.H., Firganefi S.H.,M.H.
Email : [email protected]
Increasing number of foreign flagged vessels operated by the Indonesian Legal
Entity This can result in reduced catches sought by local fishermen / traditional
Indonesia. Seeing that this study was conducted to answer the question 1.What is
the factors that causes the crime of illegal fishing by foreign vessels in the area of
maritime law of Indonesia and 2. How is the crime prevention efforts of illegal
fishing by foreign vessels in the Indonesian marine law.
The approach used is problem normative juridical, juridical empirical. The data
used are primary data and secondary data. The data collection is done with
literature studies and field studies. These data are then made through the selection
phase of data processing, data classification and systematization of data. The data
that has been processed is then presented in narrative form, which is then
interpreted or construed to be discussed and analyzed qualitatively, and then to
subsequently be concluded.
Factors that cause the crime of illegal fishing by foreign vessels is because of the
breadth of the territorial waters of Indonesia are very broad and weak factor patrol
in the area. the response to the crime of illegal fishing (Illegal Fishing) in the
Indonesian Exclusive Economic Zone by foreign ships that is done in two ways:
Efforts Penal and effort Nonpenal.
In order for government officials, law enforcement officers, as well Stake Holder
to further optimize its duties and functions, and there are clear regulations or laws
which firmly against illegal fishing carried out by foreign vessels. Expected
government, law enforcement, and the community can provide optimal
surveillance of the marine waters of Indonesia.
Keywords: criminological analysis, Theft, Illegal Fishing
3
I. PENDAHULUAN
Luas wilayah perairan Indonesia merupakan
potensi alam yang besar untuk dimanfaatkan
bagi pembangunan nasional. Pembangunan
nasional diarahkan pada pendayagunaan
sumber daya laut dan dasar laut serta
pemanfaatan fungsi wilayah laut nasional
termasuk Zona Ekonomi Eksklusifnya
secara serasi dan seimbang dengan
memperhatikan daya dukung sumber daya
kelautan
dan
kelestariannya
untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat serta
memperluas kesempatan usaha dan lapangan
kerja.
Oleh karena telah disahkannya rezim hukum
Zona Ekonomi Eksklusif dalam lingkup
Hukum Laut Internasional yang baru, maka
sumber daya perikanan yang dimiliki bangsa
Indonesia
menjadi
bertambah
besar
jumlahnya dan berperan sangat potensial
untuk menunjang peningkatan kesejahteraan
dan kemakmuran seluruh rakyat. Walaupun
sumber daya perikanan dimanfaatkan untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran
dan
kesejahteraan rakyat, namun demikian
dalam
memanfaatkan
sumber
daya
perikanan harus seimbang dengan daya
dukungnya sehingga diharapkan dapat
memberikan manfaat secara terus menerus
dan lestari.1
Berdasarkan hal tersebut perlu diperhatikan
bagaimana Garis-Garis Besar Haluan
Negara Tahun 1999 yang telah mengarahkan
kebijaksanaannya. Sehubungan dengan hal
ini Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun
1999 pada butir ekonomi, khususnya
mengenai pertanian di dalam huruf e-nya
menyatakan : Pembangunan perikanan
diarahkan
pada
upaya
peningkatan
pendapatan dan taraf hidup nelayan,
1
Syekhu, Delik Pencurian Ikan yang Dilakukan Oleh
Nelayan Asing Di Selat Makasar, Makasar, 2009.
Kegiatan penangkapan ikan di wilayah Zona
Ekonomi Eksklusif perlu diatur melalui pola
pengusahaan yang menjamin penerimaan
sebesar-besarnya bagi negara.
Dalam konsiderans menimbang Keputusan
Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan
Nomor 45 Tahun 2000 bahwa :
(a) Bahwa dalam rangka meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam
pemberian izin usaha di bidang perikanan,
Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan
sedang melakukan penataan di bidang
perikanan;
(b) Bahwa untuk menjamin kelangsungan
investasi di bidang perikanan selama proses
penataan tersebut pada butir a, dipandang
perlu untuk mengatur ketentuan pemberian
izin usaha perikanan dengan Keputusan
Menteri.
Berdasarkan hal tersebut di atas masalah
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya
perikanan di wilayah perikanan Republik
Indonesia mencakup pengusahaan budidaya
dan penangkapan. Di bidang penangkapan
diatur
jumlah
tangkapan
yang
diperbolehkan, jenis dan ukuran yang tidak
boleh ditangkap; daerah, jalur dan waktu
atau
musim
penangkapan,
alat-alat
penangkapan dan syarat teknis kapal
perikanan dan perizinan usaha perikanan
tangkap. Dalam peraturan perizinan
penangkapan sumber daya perikanan diatur
antara lain subyek hukum yang dapat
melakukan usaha penangkapan ikan, syaratsyarat dan prosedur perizinan, kewajiban
subyek hukum yang memperoleh izin,
instansi pemerintah yang berwenang
memberikan izin, dan pengawasan usaha
penangkapan.
4
Akan tetapi, masih banyak ditemukan
pelanggaran
ketentuan
penangkapan
perikanan seperti pelanggaran jalur/daerah
penangkapan
ikan
oleh
kapal-kapal
bermesin dengan bobot dan peralatan
tertentu dengan memasuki jalur yang
sebenarnya hanya diperuntukkan bagi
nelayan
lokal/tradisional.
Semakin
banyaknya kapal-kapal berbendera asing
yang dioperasikan oleh Badan Hukum
Indonesia yang dilengkapi peralatan
canggih, mereka dengan mudah mengetahui
tempat-tempat pemusatan ikan dan langsung
menangkap dengan peralatan yang canggih
tersebut.
Hal
ini
dapat
berakibat
berkurangnya
hasil
tangkapan
yang
diusahakan oleh nelayan lokal/tradisional
Indonesia.
Seperti contoh kasus yang terjadi di perairan
dekat Pontianak dan Laut Aru. “Jumlah
tangkapan sebuah kapal asing di perairan
kita mencapai 300 ton sampai 600 ton per
tahun. Tinggal dihitung kerugian Indonesia.
Tongkol harganya US$1. Tapi, kan mereka
bukan hanya menangkap tongkol, melainkan
juga udang, ikan pelagi, kakap merah.
Hitungan saya, Indonesia dirugikan US$15
miliar sampai US$25 miliar,” kata Susi
kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome
Wirawan.2
Badan
Keamanan
Laut
(Bakamla)
menangkap 3 kapal ikan asing Filipina dan 2
kapal ikan Indonesia di wilayah Perairan
Sulawesi Utara pada Operasi Nusantara IV.
Kelima kapal tersebut ditangkap oleh kapal
patroli Bakamla KN Singa Laut 4802 yang
dikomandani Letkol Maritim Agus Tri
Ariyanto. Kapal tersebut dikawal ke
Pangkalan PSDKP Bitung untuk proses
hukum lebih lanjut.
Pelaksana Tugas Sestama Bakamla RI
Laksma Maritim Dicky R. Munaf
mengungkapkan Operasi Nusantara IV
merupakan upaya untuk penegakkan Illegal,
Unreported, and Unregulated Fishing (IUU
Fishing). Kelima kapal tersebut berlayar
tanpa dokumen dan tidak memiliki dokumen
perjalanan dan visa yang sah. "Penangkapan
kapal ikan asing tersebut merupakan bentuk
realisasi Bakamla dalam penegakan
peraturan IUU Fishing," katanya seperti
dikutip dalam rilis yang diterima Bisnis.
Tiga kapal ikan asing tersebut ditangkap
pada saat menangkap ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia yang masing-masing bermuatan
ikan tuna dan ikan layar. Ketiga kapal asing
tersebut antara lain Kapal KM Reychel01
yang ditangkap pada Senin (4/5) pukul
07.00 Wita dan dinakhodai oleh Jorl dengan
8 orang anak buah kapal (ABK)
berkewarganegaraan Filipina.3
Enam tahun lalu kapal Eka Sakti milik
Sahring—nelayan asal Nusa Tenggara
Timur—dibakar dan ditenggelamkan oleh
Angkatan Laut Australia atas tuduhan
melanggar Undang-Undang Pengelolaan
Perikanan
Australia
1991.Belakangan
Pengadilan Federal Australia, 1 April 2014,
mengeluarkan keputusan membebaskan
Sahring dari sanksi dan mendapat ganti rugi
44.000 dollar Australia. Sayangnya, tidak
ada reaksi apa pun dari Pemerintah
Indonesia terhadap kasus Sahring versus
Australia yang sempat populer ini. Padahal,
kasus ini memberi pelajaran bahwa
penenggelaman kapal asing yang melakukan
pencurian ikan di laut teritorial suatu negara
bukanlah hal baru dalam penegakan hukum
3
2
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/201
4/12/141205_indonesia_kapal_asing diakses tanggal
12 Juni 2015 pukul 11.00.
http://sulawesi.bisnis.com/read/20150505/12/188380/
lagi-3-kapal-ikan-asing-ditangkap-di-perairanindonesia diakses tanggal 12 Juni 2015 pukul 11.00.
5
di laut. Namun, tindakan semacam itu tetap
harus dilakukan dengan benar dan
profesional.4
Secara teoritis, kejahatan pencurian ikan
(illegal Fishing) adalah tindakan menangkap
ikan
dengan
menggunakan
Surat
Penangkapan Ikan (SPI) palsu, tidak
dilengkapi dengan Surat Izin Penangkapan
Ikan (SIPI), isi dokumen izin tidak sesuai
dengan kapal dan jenis alat tangkapnya,
menangkap jenis dan ukuran ikan yang
dilarang. Sedangkan menurut Undangundang No. 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan pencurian ikan (illegal fishing)
adalah pencurian yang dilakukan karena
menangkap ikan tanpa SIUP dan SIPI,
menggunakan bahan peledak, bahan
beracun, bahan berbahaya dan lainnya yang
mengakibatkan kerusakan dan kepunahan
sumber daya ikan.
Berdasarkan uraian pada latar belakang di
atas, maka penulis berusaha untuk
menuangkan kedalam skripsi yang berjudul :
“
Analisis
Kriminologis
Kejahatan
Pencurian Ikan Oleh Kapal Asing di
Wilayah Hukum Laut Indonesia”.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
yang
menjadi
permasalahan
dalam
penelitian ini adalah:
a. Apakah faktor penyebab terjadinya
kejahatan pencurian ikan oleh kapal asing di
wilayah hukum laut Indonesia ?
b. Bagaimanakah upaya penanggulangan
kejahatan pencurian ikan oleh kapal asing di
wilayah hukum laut Indonesia?
Pendekatan masalah yang digunakan untuk
menjawab permasalahan dalam skripisi ini
adalah pendekatan yuridis normatif dan
4
http://nasional.kompas.com/read/2014/12/12/140000
81/Penenggelaman.Kapal.Asing diakses tanggal 12
Juni 2015 pukul 11.00
yuridis empiris. Sedangkan sumber data
yang digunakan adalah data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data dengan studi
pustaka, dan studi lapangan . Pengolahan
data yaitu melalui editing dan sistematisasi
data. Data yang sudah diolah kemudian
disajikan dalam bentuk uraian, lalu
diinterpretasikan untuk dianalisis secara
kualitatif, kemudian selanjutnya untuk
ditarik suatu kesimpulan.
II. PEMBAHASAN
A. Faktor
Penyebab
Terjadinya
Kejahatan Pencurian Ikan oleh Kapal
Asing di Wilayah Hukum Laut
Indonesia
Indonesia merupakan Negara kepulauan
terdiri dari pulau-pulau dengan dikelilingi
oleh lautan yang luas. Terdiri dari sekitar
13.667 pulau, dengan luas daratan 1.922.570
km² dengan luas perairan laut yang
mencapai 3.257.483 km² (belum termasuk
perairan ZEE). Panjang garis pantainya
mencapai 81.497 km², merupakan garis
pantai terpanjang di dunia. Jika ditambah
dengan ZEE, maka luas perairan Indonesia
sekitar 7,9km² atau 81% dari luas
keseluruhan.5
Dari kekayaan alam yang ada diantara lain
kita mempunyai hutan yang banyak
menghasilkan kayu,pertanian menghasilkan
bahan pangan seperti padi, jagung, dan
palawija, pertambangan menghasilkan batu
bara, emas, minyak, bauksit, dan banyak
tempat pariwisata. Sedangkan yang ada di
lautan kekayaan alamnya berupa ikan,
udang, ubur-ubur, agar-agar. Selain itu, di
5
http://www.astalog.com/4407/jelaskan-potensisumber-daya-laut-indonesia.htm
6
dasar laut masih ada sejumlah kekayaan
berupa tambang minyak.6
Usaha-Usaha penangkapan ikan laut
sarat dengan aspek-aspek sosial,
sebab penangkapan ikan dilakukan
oleh nelayan yang memiliki
berbagai
tingkat
kemampuan
ekonomi, mulai dari nelayannelayan tradisional yang memiliki
modal kecil yang menangkap ikan
untuk keperluan sehari-hari, sampai
pada
nelayan-nelayan
bertarap
multinasional.7
Menurut H.A.S Natabaya, faktor-faktor
yang mempengaruhi penangkapan ikan di
wilayah ZEEI adalah :
1. Faktor geografis
Kepulauan Indonesia yang terletak
di antara dua benua dan dua
samudra dengan letak geografis
yang terletak digaris equator yang
beriklim tropis memiliki sumber
daya ikan yang dicirikan oleh sifat
banyak jenis (Multi Species).
Keadaan
alam
tersebut
mempengaruhi musim penangkapan
ikan.
2. Faktor Teknis
Dengan
meningkatnya
IPTEK
penangkapan
ikan,
seperti
penggunaan
Souer,
untuk
mengetahui
lokasi
ikan,
diciptakannya jarring-jaring model
baru, dan digunakannya satelit
untuk mengetahui lokasi ikan.
3. Faktor Ekonomi
Dengan adanya perkembangan
sosial ekonomi telah mendorong
manusia untuk mengeksploitasi
SDA, termasuk ikan untuk dijadikan
komoditi yang sangat potensial
dalam menunjang pertumbuhan
ekonomi.
Pulau-pulau
yang
berdampingan dengan Malaka dan
Singapura
memegang
peranan
penting dalam pemasokan ikan
segar, khususnya di Asia Tenggara.
Sebagian besar pemasokan ikan ke
Malaka datang dari pulau bengkalis,
Rupat dan Sumatera.
4. Faktor Sosial
6
Gatot Supramono, Hukum Acara Pidana dan Hukum
Pidana di Bidang Perikanan, PT. Rineka Cipta,
Jakarta, 2011, hlm.1.
Kriminologi sebagai keseluruhan ilmu
pengetahuan
yang
bertalian
dengan
perbuatan jahat sebagai gejala sosial (The
body of know ledgeregarding crimeans a
sosial phenomenon). Kriminologi mencakup
proses-proses
pembuatan
hukum.
Pelanggaran hukum dan reaksi atas
pelanggaran hukum.
Sebagaimana telah dikemukakan, kejahatan
merupakan problem bagi manusia karena
meskipun telah ditetapkan sanksi yang berat
kejahatan masih terjadi. Hal ini merupakan
permasalahan yang belum dapat dipecehkan
sampai sekarang.8
Perilaku menyimpang dapat dikategorikan
ke dalam bentuk kejahatan, untuk
mengetahui faktor pendorong atau penyebab
seseorang melakukan kejahatan, kita tinjau
hal-hal yang terdapat kriminologi. Karena
munurut
Sutherland
and
Cressey,
kriminologi adalah himpunan pengetahuan
mengenai
kejahatan
sebagai
gejala
masyarakat. Yang termasuk dalam ruang
lingkupnya adalah proses perbuatan
perundang-undangan,
pelanggaran
7
H.A.S Natabaya, Laporan Penelitian Tentang
Aspek-Aspek Hukum Pengelolaan Perikanan di
Perairan Nasional ZEEI, Sinar Grafika,Jakarta, 1994,
Hlm.16
8
Soerjano Soekanto, Faktor-Faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum, Rajawali, Jakarta,
1986, Hlm.36.
7
perundang-undangan dan rekasi terhadap
pelanggaran tersebut.
ekonomi, tingkat peradaban dan keadaan
politik suatu Negara.11
Selanjutnya disebutkan bahwa Kriminologi
terdiri atas 3 (tiga) bagian utama, yaitu :
Sutherland menekankan bahwa ciri pokok
dari kejahatan adalah perilaku yang dilarang
oleh Negara karena merupakan perbuatan
yang merugikan Negara dan terhadap
perbuatan itu Negara bereaksi dengan
hukuman sebagai upaya pamungkas.12
a. Ilmu kemasyarakatan dari hukum
atau pemasyarakatan hukum, yaitu
usaha penganalisaan keadaan secara
ilmiah
yang
akan
turut
memperkembangkan hukum pidana.
b. Etiologi criminal, yaitu penelitian
secara ilmiah mengenai sebab-sebab
dari kejahatan.
c. Pemberantasan atau pencegahan
kejahatan.9
Menurut Lamark Tarde (dikutip oleh
B.Bosu) bahwa seseorang melakukan
kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor
sekitarnya atau lingkungannya, baik
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan
serta kebudayaan termasuk perhubungan
dengan dunia luar serta penemuan teknologi
baru. 10 Selanjutnya tokoh aliran Bip
Sosiologi yang dipelopori oleh D.Prins, Van
Hamel, D.Simons berpendapat bahwa
kejahatan timbul karena faktor individu
seperti keadaan psikis dan fisik dari si
penjahat dan juga karena faktor lingkungan.
Kemudian beliau menerangkan bahwa faktor
individu itu meliputi sifat individu yang
diperoleh sebagai warisan dari orang tuanya,
keadaan
badaniah
kelamin,
umur,
temperamen kesehatan, dan minuman keras.
Sedangkan dari sudut faktor lingkungan
yang mendorong seseorang melakukan
kejahatan itu meliputi keadaan alam
(geografisnya dan kriminologis), keadaan
Dalam pengertian yuridis membatasi
kejahatan sebagai perbuatan yang telah
ditetapkan oleh Negara sebagai kejahatan
dalam hukum pidananya dan diancam
dengan suatu sanksi. Sementara penjahat
merupakan para pelaku pelanggar hukum
tersebut dan diputus oleh pengadilan atas
perbuatannya tersebut. Penetapan aturan
dalam hukum pidana itu merupakan
gambaran dari reaksi negatif masyarakat
atas suatu kejahatan yang dimiliki oleh para
pembentuk undang-undang pidana. Meski
tidak sepenuhnya setuju dengan definisi
oleh para sarjana yang menganut aliran
yuridis,
Bonger
menyatakan
bahwa
kejahatan merupakan perbuatan anti sosial
yang secara sadar mendapat reaksi dari
Negara berupa pemberian derita dan
kemudian sebagai reaksi terhadap rumusan
rumusan
hukum
(legal
definitions)
mengenai kejahatan.
Alasan diterimanya definisi yuridis tentang
kejahatan ini oleh Hasskel dan Yablonsky
adalah :
1. Statistik kejahatan berasal dari
pelanggaran-pelanggaran
hukum
yang diketahui oleh polisi, yang
dipertegas dalam catatan-catatan
penahanan atau peradilan serta datadata yang diperoleh dari orang-orang
yang berada dari dalam penjara atau
9
Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah
Tangga Dalam Perspektif Yuridis Viktimlogi, Sinar
Grafika, Jakarta, 2000, Hlm.74
10
B.Bosu, Sendi-Sendi Kriminologi, Usaha Nasional,
Jakarta, 1982, Hlm.37
11
Ibid. Hlm.39.
Topo Santoso, Kriminologi, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2014, Hlm.14
12
8
parole. Perilaku yang tidak normatif
serta perilaku anti-sosial yang tidak
melanggar hukum tidak mungkin
menjadi bagian catatan apapun.
2. Tidak ada kesepakatan umum
mengenai apa yang dimaksud
perilaku anti sosial;
3. Tidak ada kesepakatan umum
mengenai
norma-norma
yang
pelanggarannya merupakan perilaku
non normatif (kecuali bagi hukum
pidana);
4. Hukum menyediakan perlindungan
bagi stigmatisasi yang tidak adil.
Adalah suatu kesalahan apabila
meninggalkan hal ini dalam rangka
membuat
pengertian
kejahatan
menjadi lebih enklusif.13
Dengan adanya sakit jiwa
yang diderita oleh seseorang maka
dalam setiap tindakanya secara tidak
sadar sehingga bias menjurus kepada
hal kejahatan.
Factor-faktor
illegal
fishing
diatas
merupakan suatu faktor yang berhubungan
dengan kesempatan terjadinya kriminalitas
yang dapat berupa persiapanm, pemberian,
pendorongan, atau pendukung adanya suatu
tindakan kriminal yang mempunyai
perwujudan
yang
bermacam-macam,
masalah ini mempunyai aspek-aspek sosial
ekonomi, yuridis, religious, dan politis.
Rendahnya
mental
ada
hubungan nya dengan tingkat
intelegensia maka dengan mudah
menyesuaikan
diri
dengan
masyarakat, akan tetapi dengan
tingkat intelegensia yang rendah
maka ia akan terkekang dalam
kehidupannya sehingga mentalnya
menjadi rendah dan cenderung
mencari jalan keluar sendiri yang
kadang
bertentangan
dengan
kehendak masyarakat.
Penjahat atau pelaku kejahatan merupakan
para pelaku pelanggar hukum pidana dan
telah diputus oleh pengadilan atas
pelanggarnya dan dalam hukum pidana
dikenal dengan istilah hukum pidana 14 .
Perbuatan jahat merupakan perbuatan
kriminal, ada beberapa faktor yang dapat
menimbulkan kriminalitas, yaitu :
1.Faktor yang bersumber pada indvidu
a. Sifat Khusus dalam Individu
1). Sakit jiwa
13
Ibid, Hlm.15.
14
H.R. Abdussalam, Kriminologi, Restu Agung,
Jakarta, 2007, Hlm. 17
2). Daya Emosional
Masalah
emosional
berhubungan erat dengan masalah
sosial yang dapat mendorong
seseorang
untuk
melakukan
perbuatan yang menyimpang. Emosi
tersebut dapat mengarah pada hal
kriminal jika tidak mampu mencapai
keseimbangan antara emosi dengan
kehendak masyarakat.
3). Rendahnya mental
4). Anatomi
Ukuran yang menjadi anotomi yaitu
:
a). Dikala ia berhadapan dengan
suatu kejadian atau perubahan yang
belum pernah dialami.
b). dikala ia berhadapan dengan
sesuatu yang baru.
Dengan dipengaruhinya salah satu
ukuran maka orang itu akan
mengalami anatomi karena tidak ada
9
pegangan
sehingga
melakukan kejahatan.
cenderung
b. Sifat umum dalam individu
1). Umur
Pada umumnya para pelaku
tindak pidana kejahatan itu adalah
orang yang sudah dewasa bukan dari
anak-anak, hal ini disebabkan karena
adanya ketidakmungkinan anak-anak
melakukan suatu tindak pidana,
sebab mereka belum dewasa dalam
hal pikiran sehingga mereka belum
dapat menentukan mana perbuatan
yang baik dan yang buruk.
2). Seks (jenis Kelamin)
Laki-laki pada umumnya
menduduki peringkat yang lebih
tinggi dibandingkan dengan anak
perempuan. Dikota besar dan
modern, rasio kejahatan yang
dilakukan oleh laki-laki
dan
perempuan kurang lebih 50:1.
Dengan
adanya
perbandingan
tersebut maka pelaku tindak pidana
banyak dilakukan oleh kaum lakilaki dari pada kaum perempuan, hal
ini disebabkan adanya faktor yang
mendasari bagi kaum perempuan,
yaitu :
- Faktor jasmani atau kekuatan
fisik yang lebih besar dari pada
laki-laki yang diperlukan untuk
mobilitas, bergerak dengan
cepat dan dalam melakukan
tindak kekerasan.
- Norma susila yang lebih
ditekankan pada perempuan,
berupa tabu dan larangan bagi
anak-anak
gadis
untuk
melakukan kejahatan.
-
Anak perempuan lebih banyak
melakukan praktek seks bebas
daripada melakukan kejahatan.15
3). Pendidikan Individu
Dengan semakin tingginya
tingkat pendidikan yang diperoleh
seseorang maka kemungkinan untuk
melakukan tindak pidana itu sedikit,
sehingga dengan kata lain para
pelaku kejahatan yang lain pada
umumnya dilakukan oleh orang yang
memiliki tingkat pendidikan lebih
rendah. Jika seseorang memiliki
tingkat pendidikan yang lebih tinggi,
maka orang tersebut memperoleh
pekerjaan, membentengi dirinya dari
pengaruh luar dirinya yang kurang
baik, sebab salah satu yang
menyebabkan seseorang tersebut
melakukan tindak pidana karena ia
tidak memperoleh pekerjaan yang
tetap.
4).
Kedudukan
masyarakat
individu
dalam
Jika seseorang mempunyai
kedudukan yang dihormati di
masyarakat maka ia tidak akan
melakukan suatu tindak pidana, hal
ini disebabkan karena adanya
keengganan atau rasa malu kepada
masyarakat dilingkungannya untuk
berbuat yang dilarang oleh norma.
5). Masalah Rekreasi dan Hiburan
Individu
Jika seseorang yang kurang
rekreasi atau menikmati suatu
hiburan apabila dengan ditambah
tidak memperoleh pekerjaan yang
tetap maka ia di dalam pikirannya
15
Kartini Kartono, Patologi Sosial, Rajawali Pers,
Jakarta, 1992, Hlm,87
10
akan terasa kelelahan sehingga
dengan keadaan tersebut maka ia
dapat dengan mudah melakukan
tindak pidana.
Kejahatan itu dapat pula terjadi didalam
suatu masyarakat jika ada faktor yang
dapat menimbulkan adanya atau terjadinya
kejahatan, ada beberapa sebab-sebab yang
mengakibatkan terjadinya kejahatan,
terdapat dalam 3 faktor :
1. Dibagi kondisi sosial yang dapat
menimbulkan
hal-hal
merugikan
kehidupan manusia, antara lain:
kemiskinan,
pengangguran,
pemerataan kekayaan yang belum
merata. Dengan adanya aktivitas
Illegal Fishing akan mendorong
kearah
pengurangan
pendapatan
rumah nelayan dan arena itu akan
mengakibatkan terjadinya kemiskinan,
pengangguran
serta
pemerataan
kekayaan yang tidak merata.
2. Kondisi yang ditimbulkan oleh
urbanisasi dan industrialisasi.
3. Kondisi
lingkungan
yang
memudahkan
orang
melakukan
kejahatan.17
2.Faktor yang Bersumber Dari Luar
Individu
Faktor Ekonomi
Sistem ekonomi masyarakat tertentu
tidak memungkinkan suatu golongan
sosial
dalam
masyarakat
tertentu
memenuhi aspirasi dan keperluan fisik
mental
dan
sosial
secara
tidak
bertentangan dengan undang-undang yang
berlaku. Keperluan golongan tersebut
dapat bersifat dan berakibat positif
maupun negatif. Maka ada kemungkinan
besar karena perhitungan mendesak, yang
bersambutan dari golongan sosial tersebut
(yang mampu ataupun tidak mampu) dan
adanya kesempatan bagi orang yang
bersangkutan akan tidak segan-segan
melakukan tindakan kriminal demi
pemenuhan
kepentingannya
dan
menanggung segala akibatnya.16
Faktor ekonomi inilah salah satu penyebab
terjadinya
Illegal
Fishing
yaitu
dikarenakan pola piker nelayan it begins
with a paradox. Yang mana masyarakat
nelayan
masyarakat
terbelanggu
kemiskinan di tengah melimpahnya
sumber daya perikanan. Pola pikir
nelayang yang destrukif yang umumnya
masih pada tahapan konvensional, yakni
menitik beratkan pada kebutuhan dirinya
sendiri demi memperoleh keuntungan
yang besar. Sehingga untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi tersebut nelayan
sering melanggar peraturan yang sudah
ditetapkan oleh pemerintah dikarenakan
masalah ekonomi.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap
pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal
asing di wilayah perairan laut Indonesia
bahwa factor penyebab terjadinya pencurian
ikan yakni luas wilayah laut Indonesia yang
sangat luas dan kurangnya personil sehingga
menyulitkan aparat penegak hukum untuk
melakukan patroli, serta kurangnya armada
dan peralatan untuk memantau titik-titik
rawan pencurian.
B. Upaya Penanggulangan Kejahatan
Pencurian Ikan oleh Kapal Asing di
Wilayah Perairan Laut Indonesia
17
16
Abdulsyani, Sosiologi Kriminal, Remadja Karya,
bandung, 1987, Hlm.44.
Ninik Widyati & Panji Anoraga, Perkembangan
Kejahatan dan Masalahnya (Ditinjau dari Segi
kriminilogi dan sosial), PT. Paramita, Jakarta, 1987,
Hlm.21
11
Kebijakan hukum pidana berkaitan dengan
proses penegakan hukum (pidana) secara
menyeluruh. Oleh sebab itu, kebijakan
hukum
pidana
diarahkan
pada
konkretisasi/operasionalisasi/fungsionalisasi
hukum pidana materil (subtansil), hukum
pidana formal (hukum acara pidana) dan
hukum pelaksanaan pidana. Selanjutnya
kebijakan hukum pidana dapat diakitkan
dengan tindakan tindakan:18
1. Bagaimana upaya pemerintah untuk
menanggulangi kejahatan dengan
hukum pidana;
2. Bagaimana merumuskan hukum
pidana agar sesuai dengan kondisi
masyarakat;
3. Bagaimana kebijakan pemerintah
untuk mengatur masyarakat dengan
hukum pidana;
4. Bagaimana menggunakan hukum
pidana untuk menagtur masyarakat
dalam rangka mencapai tujuan yang
lebih besar.
Penggunaan hukum pidana dalam mengatur
masyarakat (lewat peraturan perundangundangan) pada hakekatnya merupakan
bagian dari suatu langkah kebijakan
(policy). Operasionalisasi kebijakan hukum
pidana dengan sarana penal (pidana) dapat
dilakukan melalui proses yang terdiri atas
tiga tahap, yakni:
1. Tahap
formulasi
(kebijakan
legislatif)
2. Tahap aplikasi (kebijakan yudikatif)
3. Tahap
eksekusi
(kebijakan
19
eksekutif/administratif)
Upaya
penanggulangan
kejahatan
dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1.PenegakanhukumdibidangPeradilanpidan
a(dengan saranapenal)
2.
Penegakanhukumdengan
penal
sarananon-
1. Upaya Penal
Dalam kaitannya dengan penegakan hukum
usaha perikanan, maka untuk menopang
penegakan hukum di bidang perikanan yang
bersangkutan perlu dibentuk lembaga
peradilannya, dalam Pasal 71 UU No.31
Tahun 2004 dinyatakan bahwa dengan
Undang-Undang ini dibentuk pengadilan
perikanan yang berwenang memeriksa,
mengadili, dan memutus tindak pidana di
bidang
perikanan
yang
berwenang
memeriksa, mengadili, dan memutus tindak
pidana di bidang perikanan. Pengadilan
perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berada pada lingkungan peradilan
umum. Untuk pertama kali pengadilan
perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibentuk di pengadilan Negeri Jakarta
Utara, Medan, Pontianak, Bitung dan Tual.
Daerah hukum pengadilan perikanan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3)
sesuai dengan daerah hukum pengadilan
negeri yang bersangkutan. Pengadilan
perikanan sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (3) paling lambat 2 (dua) tahun
terhitung sejak tanggak undang-undang ini
mulai berlaku, sudah melaksanakan tugas
dan fungsinnya. Pembentukan pengadilan
perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan secara bertahap sesuai dengan
kebutuhan
yang
ditetapkan
dengan
keputusan presiden.20
18
Aloysius Wisnubroto, Kebijakan Hukum Pidana
dalam Penanggulangan penyalahgunaan computer,
univ atmajaya, hlm.10.
19
Barda Nawawi Arif, Masalah Penegakan Hukum
dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penaggulangan
Kejahatan, Jakarta, Kencana Media Grup, Hlm. 7879
20
Ibid. Hlm.430.
12
Ketentuan yang termaktub dalam Pasal 71
UU no. 31 tahun 2004 telah diubah oleh
Pasal 71 UU No. 45 Tahun 2009 yang
menyatakan bahwa dengan undang-undang
ini bentuk pengadilan perikanan yang
berwenang memeriksa, memutus, dan
mengadili tindak pidana di bidang
perikanan.
Pengadilan
perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan peradilan khusus yang berada
dalam lingkup peradilan umum. Pengadilan
perikanan sebagaimana yang dimaksud pada
ayat 1 akan dibentuk di pengadilan negeri
Jakarta Utara, Medan, Pontianak, Bitung,
Tual. Pengadilan perikanan sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) berkedudukan
di
pengadilan
negeri.
Pembentukan
pengadilan perikanan selanjutnya dilakukan
secara bertahap sesuai dengan kebutuhan
yang ditetapkan dengan keputusan Presiden.
Peranan pengadilan perikanan untuk saat ini
sangat dibutuhkan apalagi melihat maraknya
Illegal Fishing yang terjadi di wilayah
perikanan Republik Indonesia, apalagi yang
dilakukan oleh waga Negara asing, sehingga
Pasal 71 UU No. 31 Tahun 2004 ditambah
satu Pasal lagi yakni Pasal 71 A yang
berbunyi pengadilan perikanan berwenang
memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara tindak pidana di bidang perikanan
yang terjadi di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia, baik
yang dilakukan oleh warga Negara
Indonesia maupun warga Negara asing.21
pengadilan sendiri, tetapi hukum acara yang
digunakan tetap mengacu kepada Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP). Dalam Pasal 72 UU No. 31
Tahun 2004 dinyatakan bahwa penyidikan
dalam perkara tindak pidana di bidang
perikanan, dilakukan berdasarkan hukum
acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain
dalam undang-undang ini. Oleh karena itu,
penyidik yang diserahi tugas untuk
melakukan penyidikan atas terjadinya tindak
pidana perikanan diatur dalam Pasal 73 UU
No. 31 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa
penyidikan tindak pidana di bidang
perikanan dilakukan oleh Pegawai Negeri
Sipil Perikanan, Perwira TNI AL, dan
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
(ayat(1)). Penyidik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat melakukan kordinasi
ayat (2), untuk melakukan kordinasi dalam
penanganan tindak pidana di bidang
perikanan, menteri dapat membentuk forum
kordinasi ayat (3).22
Penyidik dalm tindak pidana dibidang
perikanan dalam Pasal 73 terdiri dari (1)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan,
(2) Perwira TNI AL, dan (3) Pejabat
Kepolisian Republik Indonesia, Penyidik
mempunyai wewenang :
a) Menerima laporan dan pengaduan
dari seseorang tentang adanya tindak
pidana di bidang perikanan;
b) Memanggil
dan
memeriksa
tersangka dan/atau saksi;
c) Membawa dan menghadapakan
orang sebagai tersangka dan/atau
saksi untuk didengar keteranganya;
d) Menggeledah sarana dan prasarana
perikanan yang diduga dipergunakan
dalam
atau
menjadi
tempat
1.Penyidikan Tindak Pidana di Bidang
Perikanan
Menurut Resky Maulana : Penyidikan
dilakukan oleh suatu lembaga tertentu yang
tugas dan tanggung jawabnya khusus di
bidang penyidikan, yakni Kepolisian
Republik Indonesia. Khusus untuk perkara
perikanan ini, walaupun mempunyai
21
Ibid hlm 431.
22
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden
Resky Maulana tanggal 15 Desember 2015, Selaku
Polisi di Kepolisian Air
13
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
melakukan tindak pidana di bidang
perikanan;
Menghentikan
memeriksa,
menangkap, membawa, dan/atau
menahan kapal dan/atau orang yang
disangka melakukan tindak pidana di
bidang perikanan;
Memeriksa
kelengkapan
dan
keabsahan
dokumen
usaha
perikanan;
Memotret tersangka dan/atau barang
bukti tindak pidana di bidang
perikanan;
Mendatangkan orang ahli yang
diperlukan dalam hubungannya
dengan tindak pidana di bidang
perikanan;
Membuat dan mendatangani berita
acara pemeriksaan;
Melakukan
penyitaan
terhadap
barang bukti yang digunakan
dan/atau hasil tindak pidana;
Melakukan penghentian penyidikan
dan;
Mengadakan tindakan lain yang
menurut hukum bertanggung jawab23
Penyidik sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (4) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil
penyidikan kepada penuntut umum. Untuk
kepentingan penyidikan, penyidik dapat
menahan tersangka paling lama 20 (dua
puluh) hari. Jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) apabila diperlukan
untuk pemeriksaan yang belum selesai,
dapat diperpanjang oleh penuntut umum
paling lama 10 (sepuluh) hari. Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan (7)
tidak menutup kemungkinan tersangka
dikeluarkan dari tahanan sebelum berakhir
waktu penahanan tersebut, jika kepentingan
23
Dr.Erna Dewi, Firganefi, Sistem Peradilan Pidana
Indonesia (Dinamika Dan Perkembangan), PKKPUU
FH UNILA,2013, Hlm.76
pemeriksaan sudah terpenuhi. Setelah waktu
30 hari tersebut, penyidik harus sudah
mengeluarkan tersangka dari tahanan demi
hukum.
Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 73
UU No. 31 Tahun 2004 mengalami
perubahan oleh Pasal 73 UU No,45 Tahun
2009 yang menyatakan bahwa penyidikan
tindak pidana di bidang perikanan di
wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia dilakukan oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Perikanan, Penyidik
Perwira TNI AL, dan/atau Penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Selain penyidik TNI AL, Penyidik Pegawai
Negeri
Sipil
Perikanan
berwenang
melakukan penyidikan terhadap tindak
pidana di bidang perikanan yang terjadi di
ZEE. Penyidikan terhadap tindak pidana di
bidang perikanan yang terjadi di pelabuhan
perikanan, diutamakan dilakukan oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan.
Penyidik dapat melakukan kordinasi dalam
penanganan penyidikan tindak pidana di
bidang perikanan. Untuk melakukan
kordinasi dalam penanganan tindak pidana
di bidang perikanan, menteri membentuk
forum kordinasi. Selain itu, ketentuan
penyidikan
terhadap
tindak
pidana
perikanan ini ditambah menjadi dua Pasal,
yaitu Pasal 73A dan Pasal 73 UU No. 45
Tahun 2009. Dalam Pasal 73A dinyatakan
bahwa penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 73 berwenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan
dari seseorang tentang adanya tindak
pidana di bidang perikanan;
b. Memanggil
dan
memeriksa
tersangka dan/atau saksi untuk
didengar keterangannya;
c. Membawa
dan
menghadapkan
seseorang sebagai tersangka dan/atau
saksi untuk didengar keterangannya;
14
d. Menggeledah sarana dan prasarana
perikanan yang diduga digunakan
dalam
atau
menjadi
tempat
melakukan tindak pidana di bidang
perikanan;
e. Menghentikan,
memeriksa,
menangkap, membawa, dan/atau
menahan kapal dan/atau orang yang
disangka melakukan tindak pidana di
bidang perikanan;
f. Memeriksa
kelengkapan
dan
keabsahan
dokumen
usaha
perikanan;
g. Memotret tersangka dan/atau barang
bukti tindak pidana d bidang
perikanan;
h. Mendatangkan ahli yang diperlukan
dalam hubungannya dengan tindak
pidana di bidang perikanan;
i. Membuat dan mendatangani berita
acara pemeriksaan;
j. Melakukan
penyitaan
terhadap
barang bukti yang digunakan
dan/atau hasil tindak pidana;
k. Mengadakan tindakan lain yang
menurut
hukum
dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Upaya NonPenal
Kebijakanpenanggulangankejahatan
dengansarana
nonpenalhanyameliputi
penggunaansarana
sosialuntukmemperbaikikondisikondisisosialtertentu,
namunsecaratidaklangsung
mempengaruhiupayapencegahanterjadinya
24
kejahatan.
Jalur non penal,yaitu dengancara:
24
BardaNawawiArief,“MasalahPenegakanHukum&P
enanggulanganKejahatan”.Penerbit
CitraAdityaBhakti,Bandung.2001.
a. Pencegahan
tanpa
pidana
(prevention without punisment),
termasuk di dalamnyapenerapan
sanksi
admnistratifdan
sanksi
perdata.
b. Mempengaruhi pandangan
masyarakat mengenai kejahatan dan
pembinaan melalui media massa
(influencing views of society on
crime and punishment).
Adapun langkah-langkah yang dilakukan
oleh Dinas kelautan dan Perikanan, dan
Polair dalam mencegah terjadinya kejahatan
Illegal Fishing, antara lain sebagai berikut :
a. Melaksanakan Patroli
Mengadakan patrol merupakan salah
satu upaya efektif dalam mencegah
terjadinya praktek Ilegal Fishing.
Dengan mengadakan patroli aparat
dapat mengetahui secara langsung
sesuai dengan mandat yang telah
diberikan kepada instansi-instansi
tersebut.
Berdasarkan wawancara Resky
Maulana, yaitu : menyatakan bahwa
Polair juga melakukan patroli di
daerah-daerah yang rawan terjadi
Illegal Fishing. Jenis patroli pun
dilakukan sesuai dengan situasi dan
kondisi wilayah laut, diantaranya :
1. Patroli Rutin, yaitu patrol yang
dilakukan secara terus-menerus,
sesuai degan jadwal yang telah
ditetapkan.
2. Patroli Selektif, yaitu patroli
yang dilakukan di daerah-daerah
tertentu atau daerah yang
disangka sering terjadi praktek
Illegal Fishing.
3. Patroli Insidentil, yaitu Patroli
yang dilaksanakan pada tempattempat
terjadinya
kejadian
perkara (TKP).
15
Dari jenis patroli yang telah ditetapkan
Polair tersebut dapat digambarkan bahwa
polair mempunyai target tinggi dalam
mencegah praktek Illegal Fishing. Namun
target tersebut belum mencapai target,
adapun yang menjadi kendalanya yaitu
karena jauhnya wilayah ZEEI, luasnya
wilayah laut yang perlu diamankan serta
minimnya dana operasional dan kurang
modernnya arma pol air untuk melakukan
patroli tersebut.25
Untuk menaggulangi kelemahan tersebut
KAPOLRI telah mengeluarkan perintah
tahun 2008 tentang pengamanan wilayah
perbatasan dan pulau-pulau terluar demi
meningkatkan
kinerja
Polair,
yaitu
diantaranya :
-
Usulan pembangunan pangkalan pol air
di pulau-pulau terluar.
Miningkatkan kegiatan patrol kapalkapal pol air di pulau-pulau terluar.
Penempatan kapal air di pulau-pulau
terluar
merupakan salah satu peran serta untuk
menekan terjadinya prakter Illegal fishing.
Dengan tingginya kesadaran hukum nelayan
tidak akan melakukan tindak pidana
perikanan dalam hal apapun, selain itu
masih rendahnya tingkat pendidikan
nelayan, sehingga pengetahuan akan hukum
perikanan masih minim. Ini dibuktikan
dengan belum adanya sosialisasi UndangUndang perikanan No. 31 Tahun 2004 telah
keluar Undang-Undang No.45 Tahun
2009.26
III. SIMPULAN
Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa:
1. Faktor yang menyebabkan terjadinya
kejahatan pencurian ikan (Illegal
Fishing) di wilayah Zona Ekonomi
Eklusuf Indonesia oleh kapal asing
yaitu disebabkan oleh factor
lemahnya patrol di wilayah ZEEI
serta didukung oleh terbukannya
wilayah ZEEI, armada kapal untuk
patrol kurang modern untuk bersaing
dengan kapal ikan asing, dan sumber
daya ikan yang berada di ZEEI
belum digali oleh nelayan Indonesia
didukung dengan adanya kebutuhan
ekonomi yang semakin meningkat.
2. upaya penanggulangan kejahatan
pencurian ikan (Illegal Fishing) di
wilayah Zona Ekonomi Eklusif
Indonesia oleh kapal asing yakni
dilakukan dengan dua cara :
a) upaya preventif yaitu dengan cara
melakukan patrol secara intensif oleh
kepolisian perairan dan DKP di
wilayah ZEEI serta diberikan
Demikian seperti yang disampaikan A.Faisal
: bahwa, bahwa patrol juga telah dilakukan
oleh DKP pusat hingga mencapai ZEEI
secara rutin berdasarkan jadwal yang telah
ditetapkan. Namun keterbatasan dana dan
kalah saingan armada DKP dengan kapal
Illegal Fishing membuat adanya kesempatan
bagi kapal ikan asing untuk menjarah ikan
ZEEI. Selain mengadakan patroli, upaya
preventif yang dilakukan yakni mengadakan
mengadakan penyuluhan hukum kepada
nelayan Indonesia bahkan nelayan asing
yang memiliki SIPI dan SIUP untuk
membantu aparat terkait dalam menegakan
hukum di wilayah ZEEI.
Tingkat kesadaran hukum para nelayan,
25
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden
Resky Maulana tanggal 15 Desember 2015, Selaku
Polisi di Kepolisian Air
26
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden A.
Faisal tanggal 15 Desember 2015, Selaku Pegawai
Negeri Sipil Dinas Kelautan dan Perikanan
16
penyuluhan hukum bagi nelayan
Indonesia maupun nelayan asing.
Upaya refresif yaitu dengan cara
mengadakan penindakan tegas terhadap para
pelaku Illegal Fishing dengan cara :
penangkapan, penahanan, penggeledahan,
penyitaan, proses penyidikan, penyerahan
perkara kepada penunut umum di Kejaksaan
untuk ditindak lanjuti serta dijatuhkannya
putusan terhadap pelaku.
A. Saran
1. Agar supaya aparat pemerintah, aparat
penegak hukum, serta Stake Holder lebih
mengoptimalkan tugas dan fungsi nya,
dan terdapat regulasi yang jelas atau
produk hukum yang tegas terhadap
pencurian ikan yang dilakukan oleh
kapal asing. Agar supaya pemerintah
meningkatkan sarana dan prasarana agar
tugas dan fungsi dapat berjalan dengan
baik.
2. Agar supaya penengakan hukum dapat
dilakukan secara tegas dan tidak
pandang bulu, agar nelayan dapat
berdaulat dalam mengeksploitasi sumber
daya
kelautan
dan
perikanan.
Diharapkan
pemerintah,
penegak
hukum,
serta
masyarakat
dapat
memberikan pengawasan secara optimal
terhadap perairan laut Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ac. Sanusi Has, 1977. Dasar-Dasar
Penologi Edisi III, Bandung , Tarasito.
Abdulsyani. 1987. Sosiologi Kriminologi.
Bandung:1987.
Arif,
Barda Nawawi. 2001.
Penegakan
Hukum
Masalah
dan
penanggulangan
Bandung: Sinar Grafika
Abdussalam,H.R.
2007.
Jakarta: Restu Agung.
Kejahatan.
Kriminologi.
Atmasasmita, Romli. 2010. Teori dan
Kapita Selekta Kriminologi, Bandung: PT
Refika Aditama.
Download