1 PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN SAHAM TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar Bursa Efek Indonesia) Ratnawati Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Wisnuwardhana Malang [email protected] Abstract: The purpose of this study was to examine the effect of managerial stock ownership, institutional and foreign to the disclosure of CSR. The population of this study is a manufacturing company that went public in the Indonesia Stock Exchange for the year 2012 totaling 131 companies. The samples used purposive sampling approach dengen Judgment Sampling generate a total sample of 55 companies. The results showed that managerial stock ownership negatively affect the disclosure of corporate social responsibility. Institutional share ownership has a positive effect on corporate social responsibility. Foreign ownership has no effect on corporate social responsibility. Keywords: managerial shareholding, institutional shareholding, foreign ownership and corporate social responsibility disclosure PENDAHULUAN Di dalam akuntansi konvensional (mainstream accounting), pusat perhatian yang dilayani perusahaan adalah stockholders dan bondholders sedangkan pihak yang lain sering diabaikan. Dewasa ini tuntutan terhadap perusahaan semakin besar. Tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel serta tata kelola perusahaan yang semakin bagus (good corporate governance) semakin memaksa perusahaan untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya. Masyarakat membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan aktivitas sosialnya sehingga hak masyarakat untuk hidup aman dan tentram, kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi. Oleh karena itu dalam perkembangan sekarang ini akuntansi konvensional telah banyak dikritik karena tidak dapat mengakomodir kepentingan masyarakat secara luas, sehingga kemudian muncul konsep akuntansi baru yang disebut sebagai Social Responsibility Accounting (SRA) atau Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial. Pengungkapan corporate social responsibility merupakan proses komunikasi dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut memperluas tanggung jawab organisasi (khususnya perusahaan) di luar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal khususnya pemegang saham. Perluasan tersebut dibuat dengan asumsi bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang saham (Gray et. al., 1987). 2 Owen (2005) mengatakan bahwa kasus Enron di Amerika telah menyebabkan perusahaan-perusahaan lebih memberikan perhatian yang besar terhadap pelaporan sustainabilitas dan pertanggungjawaban sosial perusahaan. Isu-isu yang berkaitan dengan reputasi, manajemen risiko dan keunggulan kompetitif nampak menjadi kekuatan yang mendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan informasi sosial. Dari hasil studi literatur yang dilakukan oleh Finch (2005) menunjukkan bahwa motivasi perusahaan untuk melakukan pengungkapan sosial lebih banyak dipengaruhi oleh usaha untuk mengkomunikasikan kepada stakeholder mengenai kinerja manajemen dalam mencapai manfaat bagi perusahaan dalam jangka panjang. Pelaksanaan aktivitas CSR tidak bisa terlepas dari penerapan good corporate governance. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia menyatakan bahwa tujuan pelaksanaan corporate governance adalah mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab perusahaan pada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Salah satu faktor corporate governance yang berpengaruh atas pelaksanaan CSR adalah struktur kepemilikan manajerial, institusional dan kemepilikan saham asing. Kepemilikan manajerial adalah kondisi yang menunjukkan bahwa manajer memiliki saham dalam perusahaan atau manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan manajemen, semakin tinggi pula motivasi untuk mengungkapkan aktivitas perusahaan yang dilakukan. Nasir dan Abdullah (2004) menemukan bukti bahwa kepemilikan saham manajerial berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. Anggraini (2006) menyimpulkan bahwa semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan, maka perusahaan akan semakin banyak mengungkapkan informasi sosial. Namun ketidakkonsistenan hasil ditunjukkan oleh penelitian Said et al. (2009) yang menemukan bahwa kepemilikan saham manajerial tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Pemegang saham institusional biasanya berbentuk entitas seperti perbankan, asuransi, dana pensiun, reksa dana, dan institusi lain. Investor institusional umumnya merupakan pemegang saham yang cukup besar karena memiliki pendanaan yang besar. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar untuk menghalangi perilaku opportunistic manajer. Penelitian Anggraini (2006) menyimpulkan bahwa semakin besar kepemilikan institusional dalam perusahaan maka tekanan terhadap manajemen perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial pun semakin besar. Begitu juga, Matoussi dan Chakroun (2008) menyatakan bahwa perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar lebih mampu untuk memonitor kinerja manajemen. Investor institusional memiliki power dan experience serta bertanggungjawab dalam menerapkan prinsip corporate governance untuk melindungi hak dan kepentingan seluruh pemegang saham sehingga mereka menuntut perusahaan untuk melakukan komunikasi secara transparan. Hasil yang berbeda ditunjukan oleh Barnae dan Rubin (2005) bahwa pemegang saham institusional tidak memiliki hubungan terhadap CSR. Kepemilikan saham asing adalah jumlah saham yang dimiliki oleh pihak asing (luar negeri) baik oleh individu maupun lembaga terhadap saham perusahaan di Indonesia. Selama ini kepemilikan asing merupakan pihak yang dianggap concern terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan saham 3 asing biasanya lebih sering menghadapi masalah asimetri informasi dikarenakan alasan hambatan geografis dan bahasa. Oleh karena itu, perusahaan dengan kepemilikan saham asing yang besar akan terdorong untuk melaporkan atau mengungkapkan informasinya secara sukarela dan lebih luas (Huafang dan Jianguo, 2007). Hasil yang berbeda ditunjukan oleh Amran dan Devi (2008), tidak menemukan pengaruh kepemilikan saham asing terhadap pengungkapan CSR Berdasarkan hasil kajian empiris yang sudah diuraikan, menunjukan hasil yang belum konsisten tentang pengaruh kepemilikan saham manajerial, institusional dan asing terhadap pengungkapan CSR. Atas dasar tersebut, penelitian ini mencoba mengkaji kembali tentang pengaruh kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham institusional dan kepemilikan saham asing terhadap pengungkapan corporate social responsibility pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. TEORI KEAGENAN (AGENCY THEORY) Agency theory merupakan teori yang menjelaskan tentang hubungan kontraktual antara pihak yang mendelegasikan pengambilan keputusan tertentu (principal/pemilik/pemegang saham) dengan pihak yang menerima pendelegasian tersebut (agent/direksi/manajemen). Agency theory memfokuskan pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mempengaruhi hubungan prinsipal dan agen (Alijoyo, Antonius dan Subarto Zaini: 2004) Teori agensi memberikan pandangan yang terbaru terhadap good corporate governance (GCG), yaitu para pendiri perseroan dapat membuat perjanjian yang seimbang antara principal (pemegang saham) dengan agen (direksi). Teori agensi menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional (disebut agents) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-hari. Teori ini muncul setelah fenomena terpisahnya kepemilikan perusahaan dengan pengelolaan, terutama pada perusahaanperusahaan besar yang modern. Dalam rangka memahami tanggung jawab perusahaan maka digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biayakeagenan (agency cost). Penyebab timbulnya manajemen laba akan dapat dijelaskan dengan menggunakan teori agensi. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dengan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing -masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ali, 2002). Adanya ketidakseimbangan penguasaan informasi ini akan memicu munculnya kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Dengan adanya asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) akan memberi kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) sehingga akan menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan. 4 CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY Ebert (2003) mendefinisikan corporate social responsibility sebagai usaha perusahaan untuk menyeimbangkan komitmen-komitmennya terhadap kelompok-kelompok dan individualindividual dalam lingkungan perusahaan tersebut, termasuk didalamnya adalah pelanggan, perusahaan-perusahaan lain, para karyawan, dan investor. CSR memberikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggung jawab di bidang hukum (Darwin, 2004). Suojanen (1954) memformulasikan teori perusahaan bahwa perusahaan merupakan bagian dari bentuk komunitas sosial sebagai suatu institusi keputusankeputusan yang dibuat berpengaruh terhadap banyak pihak dari pada hanya sekedar kepada pemegang saham. Manajemen bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan, pengaruh dari perusahaan sebagai bagian dari warga Negara. Berdasarkan formulasi tersebut, Raar (2004) menafsirkan pentingnya pencantuman lingkungan dan nilai sosial dalam kebijakan perusahaan dan sebagai indikator kunci kinerja yang dapat meningkatkan reputasi dan sekaligus menciptakan kesejahteraan untuk para investor dan perusahaan itu sendiri. Sementara Keraf (1997) lebih menekankan pada upaya untuk menciptakan bisnis yang lebih manusiawi dan sekaligus untuk memperkecil aspek negatif dari aktivitas bisnis tersebut. Selain itu Keraf (1997) mengajukan argumentasi bahwa bisnis (perusahaan) adalah bagian dari masyarakat dan dijalankan oleh masyarakat oleh karenanya sebagai bagian dari integral dari masyarakat dituntut untuk memiliki tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap kehidupan masyarakat. Tanggung jawab sosial perusahaan terkait dengan nilai dan standar yang dilakukan berkenaan dengan beroperasinya sebuah perusahaan (corporate), maka CSR didefinisikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan berkontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas (ACCA, 2004). STRUKTUR KEPEMILIKAN SAHAM Masalah pengungkapan corporate social responsibility merupakan masalah yang timbul sebagai akibat pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan mempunyai kepentingan yang berbedabeda. Perbedaan tersebut antara lain karena karakteristik kepemilikan dalam perusahaan, seperti (1).Kepemilikan menyebar (dispersed ownership). Ditemukan bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan yang lebih besar kepada pihak manajemen daripada perusahaan yang kepemilikannya lebih terkonsentrasi, (2) Kepemilikan terkonsentrasi (closely held). Dalam tipe kepemilikan seperti ini timbul dua kelompok pemegang saham, yaitu controlling interest dan minority interest (shareholders). Adanya agency problem dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional). Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kontrol yang mereka miliki. Beberapa penelitian mengenai struktur kepemilikan dilakukan oleh Crutchley (1999) dengan membangun sebuah model yang menunjukkan empat 5 keputusan yang saling terkait menyangkut leverage, dividend, insider ownership, dan institutional ownership ditentukan secara simultan dalam kerangka agency cost. Penelitian Crutchley (1999), memberikan bukti bahwa ada keterkaitan antara keputusan leverage, dividend payout ratio, insider ownership, dan institutional ownership yang ditentukan secara simultan meskipun tidak menyeluruh. Pada penelitiannya Crutchley (1999) juga membuktikan bahwa kepemilikan institusional merupakan subtitusi kepemilikan manajerial. Classens et al. (2000) menyatakan bahwa kepemilikan oleh bank akan menurunkan kemungkinan perusahaan mengalami kebangrutan. Namun, apabila struktur kepemilikan perusahaan dimiliki oleh dewan direksi atau dewan komisarisnya maka dewan tersebut justru akan cenderung melakukan tindakan -tindakan ekspropriasi yang menguntungkannya secara pribadi. Oleh karena itu dengan kepemilikan perusahaaan dimiliki oleh direksi semakin meningkat maka keputusan yang diambil oleh direksi akan lebih cenderung untuk menguntungkan dirinya dan secara keseluruhan akan merugikan perusahaan sehingga kemungkinan nilai perusahaan akan cenderung mengalami penurunan. KEPEMILIKAN SAHAM MANAJERIAL Saham merupakan bentuk pendanaan jangka panjang yang tidak memiliki batas waktu pengembalian. Saham menunjukkan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Pemilik saham suatu perusahaan adalah pemegang saham, dan merupakan pemilik perusahaan. Tanggung jawab pemilik perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas pada modal yang disetorkan atau yang dimiliki (Husnan, 1998). Ada berbagai kebijakan yang dapat diterapkan oleh para pemegang saham dalam mengatur distribusi modalnya atau kebijakan dalam membentuk struktur kepemilikan perusahaan yang mereka miliki. Ada sebagian perusahaan yang mengambil kebijakan kompensasi perusahaana bagi para manajernya dengan cara memberikan hak kepada para manajer untuk memiliki sebagian saham perusahaan (Ratnaningsih dan Hartono, 2001). Secara khusus kepemilikan manajer terhadap perusahaan atau yang biasa dikenal dengan istilah Insider Ownership ini didefinisikan sebagai persentase suara yang berkaitan dengan saham dan option yang dimiliki oleh manajer dan direksi suatu perusahaan (Mathiesen, 2004). Kepemilikan manajer (insider ownership) tersebut dapat menyebabkan munculnya benefit maupun cost bagi perusahaan, karena insider ownership tersebut kemudian memberikan dampak pada perilaku pihak manajemen (Jensen, 1992). Berdasarkan teori keagenan, diketahui bahwa kepentingan manajer selaku pengelola perusahaan akan dapat berbeda dengan kepentingan pemegang saham (Elloumi dan Gueyie, 2001). Manajer dapat mengambil tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan pribadinya, berlawanan dengan upaya untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Konflik kepentingan yang sangat potensial ini menyebabkan pentingnya suatu mekanisme yang diterapkan guna melindungi kepentingan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Tingkat asimetri informasi akan cenderung relatif tinggi pada perusahaan dengan tingkat kesempatan investasi yang besar. Manajer atau pengelola perusahaan memiliki informasi privat tentang nilai proyek di masa akan datang dan tindakan mereka tidaklah dapat diawasi dengan detail oleh pemegang saham. Sehingga biaya agensi antara manajer dengan pemegang saham akan meningkat pada 6 perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi. KEPEMILIKAN SAHAM INSTITUSIONAL Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dana perwalian serta institusi lainnya pada akhir tahun (Belkaoui and Philip:1989). Menurut Gapensi, (1997), kepemilikan institusional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Adanya kepemilikan oleh investor institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen. Navissi and Vic. (2006) menyatakan bahwa ketatnya pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat tergantung pada besarnya investasi yang dilakukan. Bathala et al., (1994) juga menemukan bahwa kepemilikan institusional menggantikan kepemilikan manajerial dalam mengontrol agency cost. Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi keuangan untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan juga akan meningkat. Keberadaan investor institusional dapat menunjukkan mekanisme corporate governance yang kuat yang dapat digunakan untuk memonitor manajemen perusahaan. Pengaruh investor institusional terhadap manajemen perusahaan dapat menjadi sangat penting serta dapat digunakan untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dengan para pemegang saham. Hal tersebut disebabkan jika tingkat kepemilikan manajerial tinggi, dapat berdampak buruk terhadap perusahaan karena dapat menimbulkan masalah pertahanan, yang berarti jika kepemilikan manajerial tinggi, mereka memiliki posisi yang kuat untuk melakukan kontrol terhadap perusahaan dan pihak pemegang saham eksternal akan mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan manajer. Hal ini disebabkan tingginya hak voting yang dimiliki manajer (Navissi, Farshid and Naiker, Vic. 2006). Adanya pengawasan yang optimal terhadap kinerja manajer maka akan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. KEPEMILIKAN SAHAM ASING Kepemilikan saham asing adalah jumlah saham yang dimiliki oleh pihak asing (luar negeri) baik oleh individu maupun lembaga terhadap saham perusahaan di Indonesia. Selama ini kepemilikan asing merupakan pihak yang dianggap concern terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Seperti diketahui, negara-negara di Eropa sangat memperhatikan isu sosial misalnya hak asasi manusia, pendidikan, tenaga kerja, dan lingkungan seperti efek rumah kaca, pembalakan liar, serta pencemaran air. Hal ini menjadikan perusahaan multinasional mulai mengubah perilaku mereka dalam beroperasi demi menjaga legitimasi dan reputasi perusahaan (Fauzi, 2008). Perusahaan dengan kepemilikan saham asing biasanya lebih sering menghadapi masalah asimetri informasi dikarenakan alasan hambatan geografis dan bahasa. Oleh karena itu, perusahaan dengan kepemilikan saham asing yang besar akan terdorong untuk melaporkan atau mengungkapkan informasinya secara sukarela dan lebih luas (Huafang dan Jianguo, 2007). 7 HIPOTESIS PENELITIAN Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan manajemen, semakin tinggi pula motivasi untuk mengungkapkan aktivitas perusahaan yang dilakukan. Nasir dan Abdullah (2004) menemukan bukti bahwa kepemilikan saham manajerial berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. Anggraini (2006) menyimpulkan bahwa semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan, maka perusahaan akan semakin banyak mengungkapkan informasi sosial. Namun ketidakkonsistenan hasil ditunjukkan oleh penelitian Said et al. (2009) yang menemukan bahwa kepemilikan saham manajerial tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Berdasarkan hasil kajian empiris maka hipotesis penelitian ini sebagai berikut: H1 : Kepemilikan saham manajerial berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar untuk menghalangi perilaku opportunistic manajer. Penelitian Anggraini (2006) menunjukkan bahwa semakin besar kepemilikan institusional dalam perusahaan maka tekanan terhadap manajemen perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial pun semakin besar. Begitu juga, Matoussi dan Chakroun (2008) menyatakan bahwa perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar lebih mampu untuk memonitor kinerja manajemen. Investor institusional memiliki power dan experience serta bertanggungjawab dalam menerapkan prinsip corporate governance untuk melindungi hak dan kepentingan seluruh pemegang saham sehingga mereka menuntut perusahaan untuk melakukan komunikasi secara transparan. Berdasarkan hasil kajian empiris maka hipotesis penelitian ini sebagai berikut: H2 : Kepemilikan saham institusional berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility Kepemilikan saham asing adalah jumlah saham yang dimiliki oleh pihak asing (luar negeri) baik oleh individu maupun lembaga terhadap saham perusahaan di Indonesia. Perusahaan dengan kepemilikan saham asing biasanya lebih sering menghadapi masalah asimetri informasi dikarenakan alasan hambatan geografis dan bahasa. Oleh karena itu, perusahaan dengan kepemilikan saham asing yang besar akan terdorong untuk melaporkan atau mengungkapkan informasinya secara sukarela dan lebih luas (Huafang dan Jianguo, 2007). Menurut Haniffa dan Cooke (2005) dan Puspitasari (2009), perusahaan yang memiliki kepemilikan saham asing cenderung memberikan pengungkapan yang lebih luas Berdasarkan hasil kajian empiris maka hipotesis penelitian ini sebagai berikut: H3 : Kepemilikan saham asing berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Sesuai dengan pokok masalah dan tujuan penelitian, penelitian ini menggunakan pola explanatory research (penelitian penjelasan). Penelitian explanatory research adalah adalah penelitian yang bermaksud menjelaskan pengaruh antar dua variabel atau lebih, yang bersifat simetris, kausal dan timbal balik (Sugiyono, 2012). Pola pengaruh yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah pengaruh kepemilikan saham manajerial, institusional dan asing terhadap pengungkapan CSR 8 Populasi Dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2012 yang berjumlah 131 perusahaan. Alasan dilakukan pada perusahaan manufaktur karena merupakan perusahaan yang relatif lebih banyak memiliki dampak pada lingkungan dibandingkan dengan perusahaan jasa atau dagang. Penentuan sampel digunakan dengan metode purposive sampling dengen pendekatan Judgment Sampling, yaitu sampel yang dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa perusahaan manufaktur tersebut adalah perusahaan yang paling sesuai untuk dijadikan sampel penelitian berdasarkan kriteria, yaitu sebagai berikut: (1) Perusahaan manufaktur yang memublikasikan laporan tahunan atau annual report periode 2012 secara lengkap. (2) Perusahaan tersebut menerbitkan data tentang CSR. Berdasarkan kriteria sampel, maka jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 55 perusahaan. Definisi Operasional Variabel 1. Kepemilikan saham manajerial diukur dengan menghitung prosentase (%) jumlah lembar saham yang dimiliki manajemen yaitu manajer, komisaris terafiliasi (diluar komisaris independent) dan direksi dibagi lembar saham yang beredar. KSM = Jumlah Saham yang dim iliki manajer, direksi dan komisaris Jumlah lembar saham beredar 2. Kepemilikan saham institusional diukur dengan menghitung prosentase (%) jumlah lembar saham yang dimiliki oleh investor institusional dibagi lembar saham yang beredar KSI = Jumlah Saham yang dim iliki investor institusio nal Jumlah lembar saham beredar 3. Kepemilikan saham asing diukur dari rasio prosentase (%) jumlah kepemilikan saham yang dimiliki pihak asing terhadap total lembar saham yang beredar. KS = Jumlah Saham yang dim iliki investor a sin g Jumlah lembar saham beredar 4. Pengungkapan corporate social responsibility diukur menggunakan Corporate Social Responsibility Index (CSRI) yang akan dinilai dengan membandingkan jumlah pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan dengan jumlah pengungkapan yang diisyaratkan. Berdasarkan peraturan BAPEPAM No.VIII.G.2 tentang laporan tahunan dan kesesuaian item untuk diaplikasikan di Indonesia, terdapat 78 item pengungkapan yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia (Hackston dan Milne :1996 dan Sembiring :2005).. Perhitungan Indeks Luas Pengungkapan CSR dirumuskan sebagai berikut: CSRI = t Jumlah item yang diungkapkan 78 Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda. Metode ini digunakan untuk melihat pengaruh kepemilikan saham manajerial, institusional dan asing terhadap pengungkapan CSR. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Metode analisis regresi berganda digunakan untuk melihat ada tidaknya pengaruh kepemilikan saham manajerial, institusional dan asing terhadap pengungkapan CSR. Hasil perhitungan analisis regresi linier berganda dilakukan 9 dengan bantuan Statistical Package for Social Science (SPSS) 17.0 for windows, seperti yang ditampilkan pada Tabel 1 berikut : Tabel 1 Rekapitulasi Hasil analisis Regresi Linier Berganda Variabel Standardized Penelitian Coefficients Beta t X1 -0,450 -3,149 X2 0,335 2,284 X3 0,037 0,281 Adj R Square : 0.127 F hitung : 3,621 Prob. F : 0.019 *). Signifikan secara statistik pada tingkat α = 5% Sumber : Data primer Diolah Berdasarkan Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa besarnya nilai t hitung untuk variabel kepemilikan saham manajerial (X1) sebesar -3,149 dengan signifikansi sebesar 0.003 lebih kecil dari signifikan statistik pada α = 5%, sehingga menolak H0 yang artinya bahwa kepemilikan saham manajerial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. Besarnya nilai t hitung untuk variabel kepemilikan saham institusional (X2) adalah 2,284 dengan signifikansi sebesar 0.027 lebih kecil dari signifikan statistik pada α = 5%, sehingga menolak H0 yang artinya bahwa kepemilikan saham institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. Besarnya nilai t hitung untuk variabel kepemilikan saham asing (X3) adalah 0,281 dengan signifikansi sebesar 0.778 lebih besar dari signifikan statistik pada α = 5%, sehingga menerima H0 yang artinya bahwa kepemilikan saham asing tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Uji F dalam penelitian ini digunakan untuk menguji ketepatan atau keberartian model penelitian. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai F sebesar Prob. 0.003* 0.027* 0.778 Keterangan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan 3,621 dengan nilai probabilitas sebesar 0.019 dan signifikan pada alpha (α) sebesar 5% (0,05). Hal ini mempunyai makna bahwa kepemilikan saham manajerial, institusional dan asing layak untuk menjelaskan pengungkapan CSR. Sedangkan daya prediksi dari model regresi (Adj. R-square) yang dibentuk dalam pengujian ini sebesar 0.127. Hasil ini mengindikasikan bahwa kepemilikan saham manajerial, institusional dan asing mempunyai kontribusi terhadap pengungkapan CSR sebesar 12,7%, sedangkan sisanya 87,3% dipengaruhi oleh variabel lain di luar model. Pengaruh kepemilikan saham manajerial terhadap pengungkapan corporate social responsibility Berdasarkan hasil analisis statistik inferensial ditemukan bukti bahwa kepemilikan saham manajerial berpengaruh negatif terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Hasil ini dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan manajemen, semakin rendah perusahaan mengeluarkan program CSR. Hal ini karena semakain banyak manajemen memiliki saham pada perusahaan bisa menimbulkan adanya perbedaan 10 kepentingan antara pemegang saham (sebagai prinsipal) dengan pihak manajemen sebagai agen. Pertentangan dan tarik menarik kepentingan antara prinsipal dan agen dapat menimbulkan permasalahan yang dalam Agency Theory dikenal sebagai Asymmetric Information (AI) yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Ketergantungan pihak eksternal pada angka akuntansi, kecenderungan manajer untuk mencari keuntungan sendiri dan tingkat Asymmetric Information yang tinggi menyebabkan keinginan besar bagi manajer untuk memanipulasi kerja yang dilaporkan untuk kepentingan diri sendiri. Hasil kajian ini mendukung kajian yang dilakukan oleh Barnea and Rubin (2006) yang menemukan bahwa kepemilikan manajemen berhubungan negatif terhadap CSR. Hasil ini bertentangan dengan kajian yang dikemukakan oleh Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan manajemen, semakin tinggi pula motivasi untuk mengungkapkan aktivitas perusahaan yang dilakukan. Kepemilikan manajemen berpengaruh positif terhadap pengeluaran program CSR. Penelitian Nasir dan Abdullah (2004) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif dalam hubungan antara kepemilikan saham manajerial terhadap luas pengungkapan CSR. Hal senada juga disampaikan Rosmasita (2007) yang menemukan bahwa kepemilikan saham manajerial berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR di Indonesia. Pengaruh kepemilikan saham institusional terhadap pengungkapan corporate social responsibility Berdasarkan hasil analisis statistik inferensial ditemukan bukti bahwa kepemilikan saham institusional berpengaruh positif terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Pemegang saham institusional biasanya berbentuk entitas seperti perbankan, asuransi, dana pensiun, reksa dana, dan institusi lain. Investor institusional umumnya merupakan pemegang saham yang cukup besar karena memiliki pendanaan yang besar. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar untuk menghalangi perilaku opportunistic manajer. Dengan demikian, kepemilikan institusional dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pengungkapan sukarela. Hal ini berarti kepemilikan institusional dapat mendorong perusahaan untuk meningkatkan pengungkapan CSR. Hasil kajian ini memeperluas kajian yang dilakukan oleh Mursalim (2007), bahwa kepemilikan institusional dapat dijadikan sebagai upaya untuk mengurangi masalah keagenan dengan meningkatkan proses monitoring. Pemegang saham institusional juga memiliki opportunity, resources, dan expertise untuk menganalisis kinerja dan tindakan manajemen. Investor institusional sebagai pemilik sangat berkepentingan untuk membangun reputasi perusahaan. Anggraini (2006) menunjukkan bahwa semakin besar kepemilikan institusional dalam perusahaan maka tekanan terhadap manajemen perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial pun semakin besar. Matoussi dan Chakroun (2008) menyatakan bahwa perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar lebih mampu untuk memonitor kinerja manajemen. Pengaruh kepemilikan saham asing terhadap pengungkapan corporate social responsibility Berdasarkan hasil analisis statistik inferensial ditemukan bukti bahwa kepemilikan asing tidak berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social 11 responsibility. Hasil ini dapat dijelaskan bahwa kepemilikan asing dalam perusahaan di Indonesia tidak menggambarkan tingginya indeks GRI sebagai ukuran pengungkapan CSR. Kemungkinan yang mendasari perusahaan dengan kepemilikan asing terutama Eropa dan Amerika ini memiliki pengungkapan yang relatif kecil karena jika kepemilikan mereka pada perusahaan di Indonesia dikonsolidasikan dengan perusahaan induk di negara asal maka kemungkinan persentase kepemilikan tersebut sangat kecil, sehingga mereka menjadi kurang memperhatikan pengungkapan CSR sebagai suatu hal yang penting untuk diungkapkan kepada publik dan lebih banyak perusahaan unregulated company sehingga pengungkapan CSR cenderung tidak menjadi fokus utama perusahaan dalam menyajikan laporan tahunan. Selain itu, Hal ini terjadi karena kepemilikan asing dalam perusahaan di Indonesia persentase kepemilikannya relatif kecil, selain itu, investor asing lebih menekankan pada trading yang mengharapkan return saham bukan deviden, sehingga mereka menjadi kurang memperhatikan pengungkapan CSR. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Marwata (2006), Amran dan Devi (2008), Machmud dan Chaerul (2008), dan Said et al. (2009) yang tidak menemukan pengaruh kepemilikan saham asing terhadap pengungkapan CSR. KESIMPULAN Kepemilikan saham manajerial berpengaruh negatif terhadap corporate social responsibility. Hasil ini menunjukan bahwa semakain banyak manajemen memiliki saham pada perusahaan bisa menimbulkan adanya perbedaan kepentingan antara pemegang saham (sebagai prinsipal) dengan pihak manajemen sebagai agen, sehingga memunculkan Asymmetric Information dan tingkat Asymmetric Information yang tinggi menyebabkan pengungkapan laporan CSR semakin kecil. Kepemilikan saham institusional berpengaruh positif terhadap corporate social responsibility. Hasil ini menunjukan bahwa tingkat kepemilikan institusional yang tinggi menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar untuk meningkatkan pengungkapan CSR. Kepemilikan asing tidak berpengaruh terhadap corporate social responsibility. Hal ini terjadi karena kepemilikan asing dalam perusahaan di Indonesia persentase kepemilikannya relatif kecil, selain itu, investor asing lebih menekankan pada trading yang mengharapkan return saham bukan deviden, sehingga mereka menjadi kurang memperhatikan pengungkapan CSR. Hasil temuan ini dapat memberikan manfaat, dimana perusahaan perlu menyeimbangkan antara jumlah kepemilikan saham, hal ini dilakukan agar efektif menjalankan fungsinya dalam hal komunikasi, koordinasi serta pembuatan keputusan berkaitan dengan corporate social responsibility. Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan. Pertama, data CSR yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar berasal dari laporan tahunan perusahaan sehingga tidak semua item diungkapkan secara jelas. Berdasarkan keterbatasan diatas, peneliti selanjutnya diharapkan untuk menganalisis aktivitas CSR perusahaan secara lebih mendalam pada laporan tanggung jawab sosial terpisah serta memperbaharui item pengungkapan sesuai kondisi masyarakat saat ini. DAFTAR PUSTAKA Ali Irfan. 2002. Pelaporan Keuangan dan Asimetri Informasi dalam Hubungan Agensi. Lintasan Ekonomi Vol. XIX. No.2. Juli 2002. Alijoyo, Antonius dan Subarto Zaini. 2004. Komisaris Independen, 12 Penggerak Praktik GCG di Perusahaan, Penerbit PT Indeks, Jakarta. Amran, Azlan dan Susela Devi. 2008. The Impact of Government and Foreign Affiliate Influence on Corporate Social Reporting in Malaysia. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 23, No. 4, hal 386-404. Anggraini, R. Retno. 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan FaktorFaktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang Belkaoui, Ahmed and Philip G. Karpik. 1989. Determinants of the Corporate Decision to Disclose Sosial Information. Accounting, Auditing and Accountabilit Journal. Vol. 2, No. 1, p. 36- 51 Barnea, Amir and Amir Rubin. 2005. Corporate Social Responsibility As A Conflict Between Owners . CIBC Centre for Corporate Governance and Risk Management Working Paper Series. Bathala, C.T et al. 1994, Managerial ownership, debt policy and the impact of institutional holdings: an agency perspective. Financial Management, vol.23, no.3, Autumn. Claessens, S., S. Djankov, J. P. Han, dan Larry H. P. 2000. Expropriation of Minority Shareholders: Evidence from East Asia. Policy Research. Working Paper 2088 The World Bank Crutchley, Claire E., Marlin R.H Jensen, Jhon S. Jahera, Jr dan Jennie E. Raymeond. 1999. Agency Problem and The Simultaneity of Financial Decision Making, The Role of Institutional Ownership, International Review of Financial Analysis 8:2. Darwin, Ali. 2004. Penerapan Sustainability Reporting di Indonesia. Konvensi Nasional Akuntansi V, Program Profesi Lanjutan. Yogyakarta, 13-15 Desember. Ebert, Ronald J dan Ricky W. Griffin. 2003, Bisnis, edisi 6, Jakarta:Prenhallindo. Fama, E. F. dan Jensen Meckling. 1983. Separation of Ownership and Control. Journal of Law and Economics. 26, 301-325. Fauzi, Hasan. 2008. Corporate Social and Environment Perfomance: A Comparative Study Between Indonesian Companies and Multinational Companies (MNCs) Operating In Indonesia. Journal of Knowledge Globalization, Vol. I, No 1, Spring 2008 Finch, Nigel. 2005. The Motivations for Adopting Sustainability Disclosure. Macquaarie Graduate School of Management. Social Science Research Network Gapensi, B. 1997. Intermediate Financial Management, Fifth Edition, The Dryden Press, New York Gray, Rob; Dave Owen and Keith Maunders. 1987. Corporate Social Reporting: Emerging Trends in Accountability and the Social Contract. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 1, No. 1, p. 6- 20 Hackston, David and Markus J. Milne. 1996. Some Determinants of Social and Environmental Disclosure in New Zealand Companies. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 9, No. 1, p. 77-108 13 Haniffa, R.M., dan T.E. Cooke. 2005. “The Impact of Culture and Governance on Corporate Social Reporting”. Journal of Accounting and Public Policy 24, pp. 391-430. Huafang, Xiao dan Jianguo, Yuan. 2007. Ownership Structure, Board Composition and Corporate Voluntary Disclosure: Evidence from Listed Companies in China. Managerial Auditing Journal Vol. 22 No. 6. Husnan, Suad. 1998. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka Panjang). Yogyakarta : BPFE Jensen, M.C. and Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs, dan Ownership Structure. Journal of Financial Economics. Vol 3, p. 305-360. Jensen, G.R; Solberg dan T.S.Zorn.1992. Simultaneous Determinant of Insider ownership, debt and devident policies. Journal of financial and quantitative analysis. Keraf,A.Sony.1997. Etika Lingkungan,Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Matoussi, Hamadi, dan Chakroun, Raida. 2008. “Board Composition, ownership Structure and Voluntary Disclosure in Annual Reports: Evidence from Tunisia”. Laboratoire Interdisciplinaire de Gestion Universite-Enterprise (LIGUE). Mathiesen, H.2004. Empirical studies on ownership structure and performance. http://www.encycogov.com Nasir, Moch. N.A dan Abdullah, S.N. 2004. Voluntary Disclosure and Corporate Governance among Financially Distressed Firms in Malaysia. Financial Reporting, Regulation and Governance. Vol. 3 No. 1. Navissi, Farshid and Naiker, Vic. 2006. Institutional ownership and Corporate Value. Journal of Managerial Finance, Vol. 32, No.1, pp.247-256. Owen, David. 2005. CSR After Enron: A Role for the Academic Accounting Profession?. Working Paper. Sosial Science Research Network. Puspitasari, Apriani Daning. 2009. FaktorFaktor yang mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Laporan Tahunan Perusahaan DiIndonesia. Skripsi tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro Raar, Jean. 2004. Environmental and Social Responsibillity: A Normative Financial Reporting Concept. The Fouth Asia Pasific Interdiciplinary Research in Accounting (Apira), Conference, Singapore. Ratnaningsih, Dewi dan Jogiyanto Hartono.2001. Conclict of interest problem in the management – controlled Firms. Jurnal ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol.243. Said, Roshima, Yuserrie Hj. Zainuddin, dan Hasnah Haron. 2009. The Relatinship between Corporate Social Responsibility and Corporate Governance Characteristic in Malaysian Public Listed Companies. Social Responsibility Journal. Vol. 5, No. 2, hal 212-226. Sembiring, Eddy Rismanda. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional 14 Akuntansi VIII. September. Solo 15-16 Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Bisnis. CV. Bandung. Alfabeta. Suojanen, W., 1954. Accounting Theory and the Large Corporation, Accounting Review, July, dalam Raar, Jean. 2004. Environmental Accounting Responsibility: A Normative Financial Reporting Concept. The Fourth Asia Pasific Interdiciplinary Research in Accounting (Apira) 2004 Conference, Singapore. The Association of Chartered Certified Accountants (ACCA). 2004. An Introduction to Sustainability Reporting for Organisations in Indonesia.