BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa

advertisement
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Analisa Proksimat Batang Sawit
Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa
proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif,
selulosa dan lain sebagainya bahan baku batang sawit yang telah
dipisahkan menjadi tiga (3) bagian; yaitu parenkim (P), vaskular bundel
(VB) dan campuran parenkim dan vaskular bundel (PVB) (Gambar 1).
Dan juga analisa beberapa sifat kimia bahan baku yang telah dipulping
sebelum dilakukan hidrolisis.
Tabel 1. Analisa Proksimat bahan baku dan pulp batang sawit
No
Parameter
Bahan baku
Pulp
P
VB
PVB
P
VB
PVB
1. Kadar air
10.5
9.88
10.4
10.4
9.56
10.6
2. Kadar abu
6.73
6.14
2.87
3. Kadar zat
8.30
6.17
8.80
ekstraktif
4. Kelarutan
9.53
7.14
9.15
dalam air
panas
5. Kelarutan
8.30
6.17
8.80
dalam air
dingin
6. Kelarutan
14.7
18.6
29.6
dalam NaOH
1%
7. Kadar
6.28
5.65
5.64
2.37
6.76
3.56
Kelarutan
dalam
alkohol
benzena
8. Kadar Lignin
28.9
26.7
28.5
14.9
13.7
6.96
9. Kadar
49.9
53.45
50.08
79.02
78.18
81.1
selulosa
10. Kadar pati
22.8
20.3
14.4
13.5
12.4
5.88
Keterangan : P= parenkim; VB= vaskular bundel; dan PVB= parenkim &
vaskular bundel
17
Dari Tabel 1. Dapat dilihat bahwa setelah dilakukan pemisahan
bagian batang sawit (Gambar 4.), parenkim menunjukkan nilai kadar abu,
ekstraktif,kelarutan dalam air dingin,alkohol benzena,kadar lignin, selulosa
dan pati yang lebih tinggi dibanding bagian lainnya (VB dan PVB).
Parenkim
merupakan bagian
dalam batang yang masih
banyak
mengandung pati (22.8%), akan tetapi ternyata pada serat (VB) juga
masih banyak mengandung pati (20.3%), karena banyaknya pati yang
terperangkap dalam matriks serat limbah sagu, seperti hasil penelitian
yang dilakukan oleh Adeni, et al. (2012) (Gambar 5.). Karena masih cukup
banyak mengandung pati, maka P dan PVB dilakukan perlakuan
pendahuluan untuk mengeluarkan pati dari sampel yang akan dihidrolisis,
dikhawatirkan akan menghambat kerja enzim selulase atau ragi dalam
produksi
bioetanol
dengan
menggunakan
asam
lemah.
Asam
berkosentrasi rendah dapat digunakan dalam proses solubilisasi dan
hidrolisis pada pati, dengan asumsi selulosa tidak ikut terhidrolisis ketika
hidrolisis pati menggunakan asam konsentrasi rendah. Selama proses
hidrolisis selalu terjadi kehilangan glukosa (10-20%) tergantung pada
waktu, suhu dan konsentrasi asam Oleh karena itu diperlukan adanya
faktor koreksi yang didasarkan pada kerugian selama proses hidrolisis pati
ketika memperkirakan konsentrasi pati yang digunakan (Smith et al.,
2006) ,sedangkan untuk VB tidak dilakukan perlakuan pendahuluan untuk
dilihat pengaruhnya pada proses produksi bioetanol.
Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman
yang berikatan dengan bahan lain yaitu lignin dan hemiselulosa
membentuk lignoselulosa. Selulosa mengandung sekitar 50-90% bagian
berkristal dan sisanya bagian amorf. Ikatan β-1,4 glukosida pada serat
selulosa dapat dipecah menjadi monomer glukosa dengan cara hidrolisis
asam atau enzim. Struktur berkristal serta adanya lignin dan hemiselulosa
disekeliling selulosa merupakan hambatan utama dalam menghidrolisis
selulosa. Lignin adalah polimer dengan struktur aromatik yang terbentuk
melalui unit-unit fenilpropan yang berhubungan secara bersama oleh
beberapa jenis ikatan yang berbeda.
18
Lignin secara fisik membungkus
mikrofibril selulosa dalam suatu matrik hidrofobik dan terikat secara
kovalen baik pada selulosa maupun hemiselulosa.
Hubungan lignin
karbohidrat lebih berperan dalam mencegah hidrolisa polimer selulosa
(Judoamidjojo et al. 1989).
Vaskular
bundel (VB)
Parenkim (P)
Gambar 4. Batang sawit (PVB) yang terdiri dari parenkim (P); dan vaskular
bundel (VB)
Penentuan kadar selulosa pada limbah batang sawit dilakukan
beradasarkan Norman dan Jenkins (Wise, 1944). Sedangkan kadar lignin
menggunakan standar SNI dengan proses ekstraksi dengan alkohol 95%.
Kadar lignin batang sawit pada semua bagian (P, VB dan PVB)
menunjukkan nilai yang sama tinggi antara 26-28%. Lignin dalam dinding
sel menutupi selulosa sehingga enzim akan mengalami kesulitan untuk
mengkonversi selulosa menjadi gula dan etanol. Oleh karena itu perlu
adanya delignifikasi atau pretratment untuk mengurangi kadar lignin dalam
sampel sebelum hidrolisis.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya,
tanpa delignifikasi, efisiensi hidrolisis akan menunjukkan hasil yang
rendah (˂ 20%) (Lynd et al., 1999). Dari beberapa metode pretreatment,
alkali pretreatment merupakan salah satu metode yang efektif untuk
meningkatkan area permukaan dengan menambah ukuran partikel
biomasa, memutus ikatan antara lignin dan karbohidrat dan melarutkan
beberapa lignin (Modenbach dan Nokes, 2012). Setelah perlakuan alkalin
pulping (pretreatment) pada semua sampel, kadar lignin batang sawit
19
bagian P, VB dan PVB menunjukkan penurunan, yaitu 14.9; 13.7; 6.96%
secara berurutan. Sehingga diharapkapkan, dengan menurunnya kadar
lignin pada bahan substrat, hidrolisis enzimatis akan maksimal hasilnya.
Seiring menurunnya kadar lignin, maka kadar selulosa bahan menjadi
meningkat. Bagian PVB menunjukkan kadar selulosa yang tertinggi
(81.1%) dibandingkan dua yang lainnya, sehingga menunjukkan bahan
lignoselulosa
yang
cukup
potensial
untuk
dijadikan
bahan
baku
pembuatan bioetanol.
Gambar 5. Butiran pati sagu (arah panah) yang terperangkap pada serat
limbah sagu yang belum dilakukan pretreatment
B. Kadar Gula Pereduksi Batang Sawit dengan Konsentrasi Enzim 10
FPU/g substrat
Hidrolisis enzimatis masing-masing sampel (10%) dilakukan selama
48 jam pada suhu 50° C dengan pemberian selulase dengan masing2
konsentrasi 10 dan 15 FPU/g substrat dan tween 20 sebagai surfaktan.
Setelah 48 jam, inkubasi dihentikan dan hasil hidrolisis akan diberi ragi
saccharomyces cerevisiae (fermipan) untuk difermentasi selama 72 jam
untuk menghasilkan etanol. Sebelum dan sesudah di fermentasi, diambil
sedikit contoh larutan gula untuk diukur kadar glukosa pereduksi yang
dihasilkan sebelum diubah menjadi etanol dan berapa sisanya setelah
menjadi etanol. Sebelum pengukuran, dibuat kurva kadar glukosa murni
sebagai standar perhitungannya (Gambar 6.).
20
Konsentrasi
(g/l)
absorban
Gambar 6. Kurva standar gula
Pengukuran gula pereduksi merupakan parameter utama yang
dianalisa pada proses hidrolisis sebelum dilakukan proses fermentasi
untuk memproduksi etanol. Dari tabel dapat dilihat bahwa, konsentrasi
enzim 10 FPU/g substrat menunjukkan semua perlakuan (P,VB, dan PVB)
menggunakan surfaktan menghasilkan gula pereduksi sebelum fermentasi
yang lebih besar dibandingkan tanpa surfaktan (kontrol). Bagian VB
menghasilkan gula pereduksi tertinggi (63.1 g/l) dibandingkan dua lainnya.
Nilai gula pereduksi sebelum fermentasi atau besarnya glukosa yang
dihasilkan selama proses hidrolisis sangat dipengaruhi oleh konsentrasi
enzim yang digunakan dan bagian batang yang digunakan sebagai
substrat untuk dihidrolisis.
Berdasarkan hasil penelitian pembuatan bioetanol dari ampas tebu
dengan pretreatment perendaman 6% NaOH 12 jam, kemudian
dihidrolisis dengan crude enzim selulase dari Aspergillus niger selama 120
jam menghasilkan kadar gula pereduksi sebanyak 54.47 mg/100 ml
(Gunam et al. 2011).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Kongkiattikajorn dan Yoonan (2006), yaitu hidrolisis kulit ubi kayu
menggunakan kombinasi enzim (amilase, amiloglukosidase, selulase,
xylanase dan pektinase) pada pH 5, suhu 50°C selama 24 jam
menghasilkan gula pereduksi sebanyak 54.14%.
21
Tabel 2. Kadar Gula Pereduksi Sebelum dan sesudah Fermentasi (10
FPU/g substrat)
No
Sampel
Sebelum fermentasi
Sesudah
(g/l)
fermentasi (g/l)
1.
P
18.9
10.4
Kontrol P
16.6
9.74
2.
VB
63.1
21.3
Kontrol VB
30.2
20.7
3.
PVB
32.5
8.46
Kontrol PVB
36.9
8.12
Keterangan : nilai yang tertera adalah rata-rata dua kali ulangan
Beradasarkan analisa statistik (Lampiran 1) pengaruh perlakuan
(pembagian batang sawit menjadi P, VB dan PVB) berpengaruh sangat
nyata terhadap kadar gula pereduksi sebelum fermentasi (10FPU/g
substrat),
sedangkan
pengaruh
kadar
gula
sebelum
fermentasi
berpengaruh tidak nyata terhadap kadar gula pereduksi setelah fermentasi.
Hal ini disebabkan, kadar gula pereduksi setelah fermentasi akan
dipengaruhi oleh proses fermentasi yang berlangsung selama 72 jam.
Dan banyak faktor yang menyebabkan perbedaan hasilnya yang akan
berpengaruh pada kadar etanol yang akan dihasilkan.
C. Kadar Gula Pereduksi Batang Sawit dengan Konsentrasi Enzim 15
FPU/g substrat
Penggunaan konsentrasi enzim 15 FPU/g substrat menunjukkan
semua perlakuan (P,VB, dan PVB) menggunakan surfaktan menghasilkan
gula pereduksi sebelum fermentasi yang lebih besar dibandingkan tanpa
surfaktan (kontrol). Sedangkan dengan konsentrasi enzim 15 FPU/g
substrat,
PVB
menghasilkan
gula
pereduksi
tertinggi
(59.8
g/l)
dibandingkan dua lainnya, meskipun VB menghasilkan gula pereduksi
yang tidak terlalu jauh berbeda, yaitu sebesar 56.9 g/l (Tabel 3.)
Pada saat proses hidrolisis, rantai panjang polisakarida diputus
oleh bantuan enzim yang spesifik, yaitu selulase menjadi gula rantai
pendek atau glukosa. Sedangkan semua kadar gula pereduksi setelah
fermentasi pada semua perlakuan mengalami penurunan, karena
22
beberapa glukosa telah dirubah menjadi etanol oleh kerja ragi
(Taherzadeh dan Karimi, 2007).
Berdasarkan analisa statistik yang ditunjukkan pada lampiran 2.
Perbedaan perlakuan pada pembagian batang sawit (p,VB, dan PVB)
berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kadar pereduksi sebelum
fermentasi (Pr ˃ F = 0.0001). Dan nilai kadar gula pereduksi awal juga
berpengaruh nyata terhadap kadar gula pereduksi setelah fermentasi.
Tabel 3. Kadar Gula Pereduksi Sebelum dan sesudah Fermentasi (15
FPU/g substrat)
No
Sampel
Sebelum fermentasi
Sesudah
(g/l)
fermentasi (g/l)
1.
P
32.4
7.94
Kontrol P
25.2
8.85
2.
VB
56.9
27.1
Kontrol VB
50.8
24.8
3.
PVB
59.8
15.3
Kontrol PVB
46.2
14.6
Keterangan : nilai yang tertera adalah rata-rata dua kali ulangan
Berdasarkan analisa statistik pengaruh perlakuan pembagian
batang sawit (P,VB, dan PVB) berpengaruh tidak nyata pada kadar gula
pereduksi sebelum fermentasi, dan berbeda sangat nyata terhadap
pemberian surfaktan atau tidak pada konsentrasi enzim 10 dan 15 FPU/g
substrat (lampiran 4.) Sedangkan pengaruh konsentrasi gula pereduksi
sebelum fermentasi berpengaruh tidak nyata terhadap konsentrasi setelah
fermentasi pada kedua konsentrasi enzim tersebut (10 dan 15 FPU/g
substrat)
D. Kadar Etanol Batang Sawit dengan Konsentrasi Enzim 10& 15
FPU/g substrat
Fermentasi merupakan proses yang sangat penting dan sangat
menentukan hasil pada proses pembuatan bioetanol. Fermentasi etanol
adalah perubahan 1 mol glukosa (gula) menjadi 2 mol etanol dan 2 mol
CO2.
Pada proses fermentasi etanol, khamir akan melakukan
metabolisme glukosa dan fruktosa membentuk asam piruvat melalui
tahapan reaksi pada jakur Embden-Meyerhof-Parnas, sedangkan asam
23
piruvat yang dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi asetaldehida yang
mengalami dehidrogenasi menjadi etanol.
Reaksi pemecahan glukosa
menjadi etanol seperti berikut ini :
C6H12O6
2C2H5OH + 2CO2
Khamir atau ragi yang sering digunakan dalam fermentasi etanol adalah
Saccharomycescerevisiae, karena jenis ini dapat berproduksi tinggi,
toleran terhadap alkohol yang cukup tinggi (12-18% v/v), tahan terhadap
kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 432°C (Gaur, 2006). Pada penelitian ini, ragi yang digunakan berupa ragi
roti dengan merk dagang fermipan.
Setelah proses hidrolisis selesai, dan dilakukan pengambilan
kurang lebih 5 ml larutan gula untuk dianalisa kadar gula pereduksinya,
ditambahkan ragi sebanyak 5%
(1%) dan urea (3%).
dan penambahan nutrisi berupa NPK
Kemudian ditutup dengan kapas dan dibiarkan
selama 72 jam.
Tabel 4. Kadar etanol batang sawit (10 dan 15 FPU/g substrat)
No
Sampel
Kadar etanol (%)
10 FPU/g substrat
15 FPU/g substrat
1. P
0.31
1.23
Kontrol P
0.11
0.95
2. VB
0.91
1.63
Kontrol VB
0.23
1.23
3. PVB
0.38
0.48
Kontrol PVB
0.29
0.37
Keterangan : nilai yang tertera adalah rata-rata dua kali ulangan
Kadar etanol sampel dengan dua konsentrasi enzim (10 dan 15
FPU/g substrat) dapat dilihat pada tabel 4. Dari tabel tersebut dapat dilihat
bahwa semua perlakuan sampel menggunakan surfaktan, menghasilkan
kadar etanol yang lebih besar dari tanpa penambahan surfaktan (kontrol).
Bagian vaskular bundel (VB) dari batang sawit menghasilkan kadar etanol
tertinggi dibanding dua yang lainnya (0.91% dan 1.63%), pada kedua
konsentrasi enzim (10 & 15 FPU/g substrat). Meskipun nilai tersebut
masih lebih kecil dari kadar etanol kontrol gula yang diukur (6.85%).
24
Kadar etanol dengan konsentrasi enzim 15 FPU/g substrat menghasilkan
nilai yang cukup signifikan dibanding dengan10 FPU/g substrat, kecuali
pada PVB.
Proses fermentasi secara umum dipengaruhi oleh konsentrasi gula
pada substrat. Selain itu, kondisi yang optimal juga menentukan tingginya
kadar etanol yang dihasilkan. pH secara signifikan dapat mempengaruhi
fermentasi, yaitu laju pertumbuhan jamur, laju fermentasi dan formasi
produk sampingan dari fermentasi (Pramanik, 2003). Laju pertumbuhan
mikroba
tergantung
nilai
pH,
karena
pH
membran,enzim dan komponen sel lainnya.
mempengaruhi
fungsi
Pengaruh pH dapat
mengumpalkan protein pada titik isoelektriknya. Pada proses fermentasi,
pH menunjukkan aktifitas ion H+ dalam suatu larutan sehingga
berpengaruh
terhadap
laju
pertumbuhan
mikrobial.
Selama
berlangsungnya proses fermentasi, pH media cenderung mengalami
perubahan oleh berbagai sebab.
Bila menggunakan amonia sebagai
sumber nitrogen, maka pH cenderung mengalami penurunan, sedangkan
apabila menggunakan nitrat dan komponen amino organik, pH cenderung
naik. Perubahan pH juga disebabkan oleh adanya asam-asam organik
seperti asam laktat, asetat dan piruvat yang terbentuk selama proses
fermentasi. Perubahan pH media akan mempengaruhi permeabilitas sel
dan sintesa enzim (Judoamidjojo et al. 1989)
Selain pH, suhu juga merupakan variabel yang penting untuk
dimonitoring selama proses fermentasi berlangsung.
Hasil penelitian
menurut Chin et al. (2010) menunjukkan bahwa kondisi optimum
fermentasi
untuk
menggunakan
ragi
menghasilkan
saccharomyces
menggunakan 33.2°C dan pH 5.3.
bioethanol
cerevisiae
dari
lignoselulosa
adalah
dengan
Karena faktor-faktor tersebut
mempengaruhi laju pertumbuhan mikroba. Elevri dan Putra (2006)
menyatakan bahwa nilai pH awal media fermentasi sangat mempengaruhi
kadar etanol yang dihasilkan karena proton-proton mempengaruhi kinerja
enzim dalam jalur EMP diantaranya fosforfruktokinase yang berperan di
25
dalam glikolisis pada tahap konversi fruktosa 6-fosfat menjadi fruktosa-16-difosfat.
Hasil penelitian Prawitwong et al. (2012) menunjukkan, hidrolisis
30% (w/v) parenkim batang sawit yang telah di pretreatment alkali yang
dihidrolisis dan fermentasi secara bersamaan (HSS-SSF) pada suhu 32°C,
150 rpm selama 5 hari dengan memasukkan campuran enzim 18 FPU/g
substrat selulase GODO-TCL konsentrasi dan 10 U/g substrat Novozyme188
menghasilkan kadar etanol sebanyak 6.1% (w/v). Hasil penelitian ini
kurang optimal menghasilkan kadar etanol, dikarenakan tidak optimumnya
kondisi fermentasi yang digunakan dan kurang banyaknya substrat yang
dimasukkan pada proses hidrolisis.
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Batang sawit pada bagian parenkim (P), vaskular bundel (VB) dan
campuran parenkim dan vaskular bundel (PVB) memberikan hasil yang
tidak berbeda nyata terhadap kadar gula pereduksi sebelum fermentasi
dan kadar etanol yang dihasilkan.
2. Penambahan surfaktan menunjukkan hasil kadar gula pereduksi dan
kadar etanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (tanpa
surfaktan). Kadar gula pereduksi sebelum (10 dan 15 FPU/g substrat)
semua perlakuan pemisahan bagian batang sawit (P,VB dan PVB) lebih
tinggi (16.6-63.1 g/l) dan (25-59.8 g/l) dibandingkan kontrol (tanpa
penambahan surfaktan) (8.12-20.7 g/l) dan (8.85-27.8 g/l).
3. Semakin tinggi konsentrasi enzim yang diberikan pada saat hidrolisis,
semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan setelah fermentasi.
B. Saran
1. Sebaiknya semua bagian batang dilberikan perlakuan pretreatment,
yaitu perebusan dengan asam lemah sebelum alkaline pulping pada
bahan-bahan yang mengandung pati, meskipun sudah berupa limbah
sebelum digunakan sebagai substrat pada proses hidrolisis.
2. Substrat yang dimasukkan pada saat hidrolisis diberikan pada jumlah
yang lebih banyak (high loading substrat), dan tidak dengan
penambahan jumlah enzim.
Sehingga kadar etanol yang dihasilkan
akan meningkat.
27
DAFTAR PUSTAKA
Adeni, D.S, Abd-Aziz, S., Bujang, K.B., and Hassan, M.A. 2012.
Bioconversion of sago residue into value added products. African
Journal of Biotechnology 9(14), 2016-2021.
Alkasrawi, M., eriksson, T., Borjesson, J., Wingen, A., Galbe, M., Tjerneld,
F., and Zacchi, G. 2003. The effect of Tween-20 on simoultaneous
saccharification and fermentation of softwood to ethanol. Enzyme
amd Microb. Techol. 33(1), 71-78.
Anonim. 2008. Standar Nasional Indonesia. SNI 7390. 2008. Bioetanol
Terdenaturasi untuk Gasohol. Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta.
Anonim. 2009. Metode Luff Schoorl [terhubung berkala]. http://queenofsheeba.wordpress.com/2009/11/17/luff-schoorl/[25Juli 2010].
Ballesteros, I., Oliva, J.M., Carrasco,J., Cabanas, A., Navarro, A.A., and
Ballesteros, M. 1998. Effect of surfactants and zeolites on
simultaneous saccharification and fermentation of steam-exploaded
poplar biomass to ethanol. Appl. Biochem. Biotechnol. 70, 369-381.
Castanon M, Wilke CR. Effects of the surfactant Tween-80 on enzymatic
hydrolysis of newspaper. 1981. Biotechnol Bioeng, 23, 1365-1372.
Chin, K., H’ng, P.S., Wong, L.J., Tey, B.T., Paridah, M.T.
Optimization study of ethanolic fermentation from oil palm
rubberwood
and
mixed
hardwood
hydrolysates
Saccharomyces cerevisiae. Bioresource Technology : 101,
3291.
2010.
trunk,
using
3287-
Elevri, P.S., dan Putra, S.R. 2006. Produksi etanol menggunakan
Saccharomyces cerevisiae yang dimobilisasi dengan agar batang.
Anal. Chemis : 1(2), 105-114.
Gaur, K. 2006. Process optimatization for the production of ethanol via
fermentation. Dissertation.
Departement of Biotechnology and
Enviroment Sciences Thapar Institute of Engineering & Technology
(deemed University). Patiala-147004. Patiala Punjab India.
Gunam, I.B.W., Wartini N.M., Anggraeni A.A.M.D., Suparyana P.M. 2011.
Delignifikasi ampas tebu dengan larutan natrium hidroksida sebelum
28
proses sakarifikasi secara enzimatis selulase kasar dari aspergillus
niger FNU 6018. Jurnal Teknologi Indonesia, Vol 34. Jakarta
Helle, S.S., Duff, S.J.B., Cooper D.G. 1993. Effect of surfactants on
cellulose hydrolysis. Biotechnol Bioeng, 42, 611-617.
Judoamidjojo, R.M., Said, E.G., dan Hartoto, L. 1989. Biokonversi.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi
Pusat antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Bogor
Kongkiattikajorn, J., dan Yoonan, K. 2006. Conservation of cassava
industry easte to fermentable sugar. The 2nd Joint International
Conference on “Sustainable Energy and Enviroment (SEE 2006)”,
21-23 November 2006, Bangkok, Thailand.
Lim, K. O. 1986. The energy potential and current utilization of agriculture
and logging wastes in Malaysia.
Lubis, R.E. dan Widanarko, A. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit. PT
Agromedika Pustaka. Jakarta
Lynd L.R. 1996. Overview and Evaluation of fuel ethanol from cellulosic
biomass: Technology, Economics, the Environment, and Policy.
Annu. Rev.Energy Environ. 21, 403–65.
Miller, G.L. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of
reducing sugar. Journal Analysis of Chemistry 31(3).
Modenbach, A.A., Nokes. S.E. 2012. The use of high-solids loadings in
biomass pretreatment-a review. Biotechnol. Bioeng : 109,1430-1442.
Nurdyastuti, I. 2005. Teknologi proses produksi bioetanol dalam prospek
pengembangan biofuel sebagai substitusi bahan bakar minyak.
BBPT.
Ooshima H, Sakata M, Harano Y. 1986. Enhancement of enzymatic
hydrolysis of cellulose by surfactant. Biotechnol Bioeng.28,17271734.
Park JW, Takahata Y, Kajiuchi T, Akehata T. 1992. Effects of nonionic
surfactant on enzymatic hydrolysis of used newspaper. Biotechnol
Bioeng. 39,117-120.
Pramanik, K. 2003. Parametric studies on batch alcohol fermentation
using Saccharomyces yeast extracted from toddy. Journal of
Chinese Institute of Chemical Engineers : 34 (4), 487-492.
29
Prawitwong, P., Kosugi, A., Arai, T., Deng, L., Lee, K.C., Ibrahim, D.,
Murata, Y., Sulaiman,O., Hashim, R., Sudesh, K., Ibrahim, W.A.,
Saito, M., dan Mori, Y. 2012. Efficient ethanol production from
separated parenchyma and vascular bundle of oil palm trunk.
Bioresource Technology : 125, 37-42.
Singh, R.P., Embrandiri, A., Ibrahim, M.H., Esa, N., 2011. Management of
biomass residues generated from palm oil mill: vermicomposting a
sustainable option. Resource, Conservation, Recycling 55, 423e434.
Smith, T.C., Kindred, J.M., Brosnan, J.M., Weightman, R.M, Sherperd,
M.,dan Sylvester-Bradley, R. 2006. Wheat as a feedstock for
alcohol production. HGCA Research Review no.61
Taherzadeh, M.J., dan K. Karimi. 2007. Acid-based hydrolysis processes
for ethanol from lignocellulosic materials : a review. Bioresources : 2
(3), 472-499.
Tjokroadikoesoemo, P.S. 1986.
Jakarta, Gramedia.
HFS dan industri ubi kayu lainnya.
Winarno, F.G. 1992. Kimia pangan dan gizi. Jakarta, Gramedia Pustaka
Utama.
Wu J, Ju LK. 1998. Enhancing enzymatic saccharification of waste
newsprint by surfactant addition. Biotechnol Prog. 14, 649-652.
Yamada, H., Tanaka, R., Sulaiman, O., Hashim, R., Hamid, Z.A.A., Yahya,
M.K.A., Kosugi, A., Arai, T., Murata, Y., Nirasawa, S.,Yamamoto, K.,
Ohara, S., Mohd Yusof, M.N., Ibrahim, W.A., Mori, Y., 2010. Old oil
palm trunk : a promising source of sugars for biethanol production.
Biomass Bioenergy 34, 1608-1613.
Zheng Y, Pan ZL, Zhang RH, Wang DH, Jenkins B. 2008. Non-ionic
surfactants and non-catalytic protein treatment on enzymatic
hydrolysis of pretreated creeping wild ryegrass. Appl Biochem
Biotechnol. 146, 231-248.
30
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisa sidik ragam analisa kadar gula pereduksi
fermentasi (10 FPU/g substrat)
Sumber
DB
Jumlah
Kuadrat
F hitung
keragaman
kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
377.30024
75.46004
12.05
(K)
Kadar gula
5
4.55381
4.55851
0.73
pereduksi (H)
Galat
11
68.8750
6.2613
Total
17
643.8249
sebelum
Pr ˃ F
0.0004
0.4117
Lampiran 2. Analisa sidik ragam analisa kadar gula pereduksi sebelum
dan sesudah fermentasi (15 FPU/g substrat)
Sumber
keragaman
Perlakuan
(K)
Kadar gula
pereduksi
(H)
Galat
Total
Kuadrat
Tengah
93.88106323
F hitung
Pr ˃ F
1
Jumlah
kuadrat
469.46325
48.92
0.0001
5
27.527933
27.5279887
14.35
0.0030
11
17
21.10891122
999.1001500
1.91899193
DB
Lampiran 3. Analisa sidik ragam analisa gula pereduksi sesudah
fermentasi (10 FPU/g substrat) terhadap kadar etanol
Sumber
DB
Jumlah
Kuadrat
F hitung
Pr ˃ F
keragaman
kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
0.25332261 0.5066452
8.98
0.0013
(K)
Kadar gula
5
0.00131132 0.00131132
0.23
0.6392
pereduksi
(H)
Galat
11
0.06207118 0.00564283
Total
17
1.22808112
31
Lampiran 4. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar gula
sebelum fermentasi 10 & 15 FPU/g substrat
Sumber
keragaman
Konsentrasi
sebelum
fermentasi
(10 dan 15
FPU/g
substrat)
(M)
Sampel atau
kontrol (K)
Perlakuan
(H)
Galat
Total
DB
Jumlah kuadrat
1
Pr ˃ F
41.45095452
Kuadrat
Tengah
41.45095452
F
hitung
4.81
0.0367
1
774.06171554
154.81234311
17.97
0.0001
5
0.59347037
0.59347037
0.07
0.7949
28
35
241.1990688
1739.99686875
8.61425217
32
Download