wanita karier atau ibu rumah tangga

advertisement
WANITA KARIER ATAU IBU RUMAH TANGGA
Oleh : Agustin Handayani
Fakultas Psikologi UNISSULA
ABSTRACT
The role of a woman is not only focused on reproductive health issues
(childbirth). In fact, in recent years this designation that the male is the
breadwinner and the female figure is kanca wingking that is still entrenched in
Indonesian society seems no longer relevant. The role of women in the success
of national development is not only focused on domestic issues alone but today
women also have control in its function as a working woman who has a need to
actualize. The need for self-actualization is what ultimately led to conflict dual role
in a woman works. They are faced with a situation of multiple roles at the same
time that women work, mothers and wives whose responsibilities have functions
and roles are equally mild.
Keywords: Social Status, Dual Role, Dual Role Conflict
PENDAHULUAN
Kesehatan wanita seringkali keliru untuk didefinisikan. Dalam
beberapa tahun terakhir ini pemahaman tentang kesehatan wan ita masih
terpusat pada persoalan fertilitas . Meskipun penekanan persoalan fertilitas
terbukti bermanfaat sebagai contoh konsep kesehatan wan ita menurut
usia yaitu berkisar antara usia 15 - 45 tahun dan sistem reproduksi itu
sendiri tetapi mulai beberapa tahun belakangan ini fokus kesehatan
seorang wan ita telah meluas tidak hanya terkait masalah fertilitas tetapi
sudah mengarah pada kesehatan ibu, infeksi traktus reproduksi (lTR)
hingga kanker organ-organ reproduksi. Meskipun demikian prakteknya
banyak aspek kesehatan wanita yang terabaikan.
Dominasi fungsi reproduksi dalam konseptualisasi kesehatan
wanita jelas ada perbedaan yang mencolok jika kita mencermati definisi
kesehatan wanita. Sesuai dengan pendapat (Marge Koblinsky, 1997)
menyatakan bahwa relatif hanya sedikit pernyataan eksplisit dalam
literatur tentang definisi kesehatan wanita. Pernyataan-pernyataan yang
40
ada menunjukkan adanya tumpang tindih yang tinggi dengan definisi
kesehatan reproduksi dan kesehatan ibu.
Apabila kita cermati, pengertian definisi kesehatan kaum wanita
sebenarnya lebih luas dari fungsi reproduksi itu sendiri karena meliputi
banyak aspek sosial kehidupan wanita yang mungkin mempengaruhi
kesehatan seperti yang tersebut di bawah ini :
IIKesehatan seorang wanita merupakan kesejahteraan total yang bukan
hanya ditentukan oleh faktor biologis dan reproduktif melainkan juga
dipengaruhi oleh
beban kerja,
gizi,
stress,
perang,
migrasi dan
sebagainya" (Marge Koblinsky, 1997).
Melihat fenomena di atas harus kita sadari bahwa peran seorang
wanita tidak hanya berkutat pada masalah
kesehatan reproduksi
(melahirkan). Bahkan beberapa tahun belakangan ini sebutan bahwa lakilaki merupakan sosok pencari nafkah dan perempuan adalah kanca
wingking yang sampai saat ini masih membudaya di tengah masyarakat
Indonesia nampaknya sudah tidak relevan lagi.
Dewasa ini para ibu tidak hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga
tetapi sudah merambah di berbagai bidang pekerjaan seperti sebagai
tenaga pendidik (guru atau dosen), karyawan baik negeri atau swasta,
pegawai bank, LSM, wiraswata hingga pekerja sosial. Meskipun demikian
tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan jauh lebih rendah daripada
laki-Iaki tetapi jika dilihat berdasarkan jumlah angkatan kerja, jumlah
angkatan kerja perempuan lebih banyak daripada laki-Iaki.
Masuknya perempuan kelapangan pekerjaan lebih dikarenakan
dorongan pemenuhan dan usaha untuk menambah penghasilan keluarga
sebagai akibat suami yang tidak bisa bekerja lagi atau mencari nafkah
guna mencukupi kebutuhan keluarga dikarenakan sakit, kecelakaan dan
PHK.
(Bainar,
1998)
menyatakan
bahwa
peran
wan ita
dalam
mensukseskan pembangunan selalu mendapat porsi tersendiri dalam
GBHN
pada
setiap
pelita.
Hal
ini
tertuang
dalam
TAP
MPR
41
NO.IIIMPR/1998 tentang GBHN yang menyatakan " Wanita baik sebagai
warga Negara maupun sebagai sumber insan bagi pembangunan
mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sarna dengan pria di
segala
bidang
kehidupan
bangsa
dan
dalam
segenap
kegiatan
pembangunan ". Hal ini lah yang menjadi faktor pendorong peningkatan
angkatan kerja wan ita.
Bekerja adalah salah satu faktor mendasar demi terpenuhinya
kebutuhan hidup bagi keluarga yang menjadi tanggungannya. Oi sisi lain,
selain faktor keuangan yang tercukupi, wanita yang bekerja akan banyak
mendapatkan keuntungan dari pekerjaannya tersebut. Antara lain :
meluasnya jaringan hubungan pertemanan
(hubungan sosialisasi),
adanya kesempatan untuk menyalurkan hobi atau bakat yang selama ini
mungkin terpendam, kesempatan untuk menunjukkan eksistensi diri
dengan positif (citra diri positif) baik di lingkungan kerja, tempat tinggal
atau di lingkungan dimana suami bekerja (Taufiqurrahman, 2014).
Selain sebagai ibu bekerja ada beberapa hal yang perlu disadari
.•
oleh seorang wanita terkait peran yang diambilnya. Menurut (Aini, 2011)
ibu pekerja adalah selain sebagai seorang perempuan yang bekerja, dia
adalah juga seorang ibu yang memiliki anak dan seorang istri yang
bersuami yang memiliki tugas menjaga keselarasan dan keharmonisan
keluarganya dengan tetap menjalankan kewajibannya yang rutin untuk
mendapatkan gaji atau penghasilan. Peran ibu pekerja yang beragam ini
dinamakan peran ganda. Peran ganda yang dilakukannya ini tentu saja
tidak mudah bagi seorang wanita pekerja dan tidak sedikit diantara para
wan ita pekerja ini sering mendatangkan konflik.
Pekerjaan di dalam rumah menuntut seorang ibu untuk senantiasa
menjaga buah hatinya dan melakukan perannya sebagai seorang istri.
Sedangkan bagi ibu yang bekerja diluar rumah harus pandai membagi
waktunya dalam menerapkan fungsinya sebagi ibu, istri dan wanita
bekerja. Tentu saja hal ini tidaklah mudah untuk diterapkan apabila tidak
ada kerjasama dan saling pengertian antara anggota keluarga yang lain.
42
(Bainar, 1998) menyebutkan bahwa seorang ibu yang bekerja selain
mendapat dampak kelelahan fisik juga tidak sedikit yang mempengaruhi
aspek psikologisnya. Jika seorang ibu bekerja maka waktu untuk berada
di rumah semakin sedikit, hal ini akan menimbulkan ketidakharmonisan
keluarga, dan masyarakat juga akan menilai keadaan ini sebagai
kesalahan dari seorang istri yang jarang tinggal di rumah. Selain itu, bagi
ibu yang bekerja seringkali mendapati perasaan bersalah karena sering
meninggalkan rumah tangganya dan tidak jarang dengan penghasilan
yang lebih besar dari suami juga akan membuat seorang wanita bekerja
menjadi tidak enak dan merasa tidak nyaman.
Sejalan dengan pendapat di atas, (Santrock, 2012) menyatakan
bahwa
pasangan
yang
bekerja
dapat
memiliki
masalah
dalam
menemukan keseimbangan antara bekerja dan hal-hal lainnya dalam
hidup. Oleh karena itu banyak pasangan pencari nafkah ganda (suami istri
sama-sama bekerja) berusaha menjalankan berbagai strategi adaptasi
untuk mengkoordinasikan pekerjaan mereka dan mengurus keluarga.
Harapannya meskipun ada beberapa waktu yang tidak bisa dilalui dengan
kebersamaan tetapi sebagai orang tua mereka dapat menjalankan
fungsinya untuk mendidik anak-anak mereka dengan baik terutama
berkaitan dengan masalah pendidikan kesehatan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan kesehatan dalam hal ini
memberikan pengetahuan dan bagaimana bersikap dan berperilaku sehat
merupakan tanggung jawab yang tidak mudah bagi orangtua di era yang
serba canggih ini. Perlu disadari bahwa internet memainkan peran penting
dalam kehidupan saat ini dari berbagai kalangan dari anak-anak sampai
orang tua. Internet dapat digunakan secara efektif di berbagai bidang
kehidupan, namun tidak sedikit penggunaan internet yang berlebihan akan
menimbulkan permasalahan dan dapat memicu kecanduan dengan
internet, bahkan dapat memunculkan perilaku-perilaku yang tidak sehat
sebagai contoh : perilaku kecanduan game on line, perilaku seks bebas,
43
hingga minum-minuman keras yang pad a akhirnya kita sendiri pula yang
menanggung dari akibat yang ditimbulkan.
Serangkaian permasalahan atas peran ganda seorang ibu pekerja
ternyata begitu kompleks. Selain dari permasalahan yang terjadi pada
lingkungan keluarga baik itu masalah sosial ataupun masalah yang
berkaitan dengan pendidikan kesehatan, masyarakat, hingga diri sendiri
yang pada akhirnya membuat penulis tertarik untuk mengupas lebih dalam
terkait status sosial wan ita terhadap pendidikan kesehatan anak.
KAJIAN TEORI
A. Status Sosial Wan ita
Peran berganda wan ita termasuk peran mereka dalam
keluarga dan masyarakat seringkali tidak diakui, sehingga mereka
sering tidak mendapatkan dukungan sosial, psikologis dan ekonomis
yang sangat diperlukan. Kesehatan perempuan bergantung pada
peningkatan ekonomi dan sosial dalam bidang pendidikan, kualitas
kerja dan standar hidup (Namora L., 2013).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Status adalah
keadaan
atau
kedudukan
orang/badan
dan
sebagainya
dalam
hubungannya dengan masyarakat dan sekitarnya. Sosial berarti
berkenaan dengan masyarakat. Jadi status sosial wan ita berarti
kedudukan wan ita dalam masyarakat.
Menurut Sukanto Soejono (Namora L., 2013) menyatakan
bahwa status sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam
masyarakat sehubungan dengan orang lain dalam arti lingkungan
pergaulannya, prestisenya dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya.
B.
Faktor yang Mempengaruhi Status Wanita
1. Status wanita dipengaruhi oleh :
a. Rendahnya kedudukan wanita dari pria
b. Rendahnya tingkat pendidikan wanita dibanding pria
44
c. Perlindungan hukum
2. Status wanita mencakup 2 (dua) aspek, yaitu :
a. Aspek Ekonomi Wan ita
Aspek
ini
mendiskripsikan
sejauh
mana
wanita
dapat
mengontrol ekonomi atas dirinya dibanding dengan pria
b. Aspek Kekusaan Sosial
Aspek ini menggambarkan seberapa berpengaruhnya wan ita
terhadap orang lain di luar rumah tangganya
3. Status wan ita meliputi :
a. Status Reproduksi
Yaitu pelestari keturunan. Hal ini mengisyaratkan apabila
seorang wanita tidak mampu melahirkan anak maka status
sosialnya dianggap rendah dibandingkan wan ita yang bisa
mempunyai anak
b. Status Produksi
Yaitu sebagai pencari nafkah dan bekerja di luar. Santrock
mengatakan bahwa wanita yang bekerja akan meningkatkan
harga dirinya. Wanita yang bekerja mempunyai status yang
lebih tinggi dibanding dengan wanita yang tidak bekerja.
C. Konflik Peran Ganda
(Sapto, 2007) menyatakan bahwa konflik peran ganda sebagai
konflik peran yang muncul antara harapan dari dua peran yang
berbeda yang dimiliki oleh seseorang. Konflik peran ganda dapat
diartikan sebagai situasi dimana harapan-harapan peran seseorang
datang pada saat yang bersamaan, baik dari individu sendiri maupun
dari lingkungan tetapi bersifat bertentangan.
D. Bentuk Konflik Peran Ganda
Greenhaus dan Beutell (Triwahyuni, 2007) menyebutkan ada
3 (tiga) bentuk konflik peran ganda, yaitu :
45
1. Time Based Conflict
Konflik yang terjadi karena waktu yang digunakan untuk memenuhi
satu peran tidak dapat digunakan untuk memenuhi peran lainnya
artinya pada saat yang bersamaan seorang yang mengalami konflik
peran ganda tidak akan bisa melakukan dua atau lebih peran
sekaligus.
2. Strains Based Conflict
Konflik yang disebabkan oleh gejala-gejala stress seperti kelelahan
dan mudah marah yang diakibatkan oleh satu peran yang
menggangu peran yang lain
3. Behaviour Based Conflict
Konflik yang terjadi jika tingkah laku tertentu yang dituntut oleh satu
peran mempersulit individu dalam memenuhi tuntutan peran yang
lain
Sejalan dengan pendapat di atas, (Triwahyuni, 2007) mengatakan
bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda
pada ibu yang bekerja antara lain : usia anak, kualitas pengganti peran
ibu, orang yang membantu pekerjaan rumah tangga, usia ibu bekerja.
E.
Peran Wan ita
Menurut (Kartono, 1992) peran seorang wanita berkaitan
dengan kedudukannya dalam keluarga adalah sebagai berikut:
1. Ibu rumah tangga penerus generasi, perempuan berperan aktif
dalam
peningkatan
kualitas generasi penerus sejak dalam
kandungan
2. Istri dan teman hidup partner seks, sikap istri mendampingi suami
merupakan relasi dalam hubungan yang setara sehingga dapat
tercapai kasih saying dan kelanggengan perkawinan
3. Pendidik anak,
anak
memperoleh
pendidikan
sejak dalam
kandungan. Memberikan contoh berperilaku yang baik karena
anak belajar berperilaku dari keluarga. Ibu dapat memberikan
46
pendidikan
akhlak,
budi
pekerti,
dan
pendidikan
masalah
reproduksi
4. Pengatur rumah
tangga,
perempuan
menjaga,
memelihara,
mengatur rumah tangga, menciptakan ketenangan keluarga. Istri
mengatur ekonomi keluarga, pemeliharaan kesehatan keluarga,
menyiapkan makanan bergizi setiap hari, menumbuhkan rasa
memiliki dan bertanggung jawab terhadap sanitasi rumah tangga
dan menciptakan pola hidup sehat jasmani, rohani dan sosial.
Berbicara tentang anak maka tidak akan lepas dari peran orang tua.
Tahun-tahun terakhir belakangan ini memang tahun yang dirasakan paling
sulit bagi orangtua manapun yang mempunyai seorang anak. Bahkan
apabila anak tersebut menginjak usia remaja. Banyak hal dan persolan
yang harus dipecahkan dan disampaikan oleh orang tua, tentu tidaklah
mudah terlebih bagi seorang ibu yang bekerja dalam menerapkan
pendidikan yang sehat bagi anak-anaknya.
Pendidikan kesehatan merupakan hal penting yang harus diketahui
dan dijalankan oleh seorang anak karena dengan bekal pengetahuan
akan kesehatan yang baik minimal anak mengetahui dengan pasti prinsip
dasar hidup sehat. Harapannya akan menimbulkan sikap dan perilaku
hidup sehat dimanapun mereka berada dan pada akhirnya akan
membentuk kebisaan hidup sehat baik untuk dirinya sendiri, di lingkungan
sekolah dan lingkungan tempat tinggal mereka.
Oleh karena itu, apabila ditarik benang merah dari apa yang penulis
paparkan di atas ada tiga prinsip penting yang harus dilakukan untuk
melindungi keluarga dari efek media yang tidak pantas yaitu : (1) Ajarkan
Intimasi Seksual yang Suci, (2) Buat dan Pelihara Keintiman Sejati dalam
Hubungan Keluarga Anda, (3) Lakukan Perawatan Diri Setiap Hari.
KESIMPULAN
Peran berganda wanita termasuk peran mereka dalam keluarga
dan masyarakat seringkali tidak diakui sehingga mereka sering tidak
47
mendapatkan dukungan sosial, psikologis dan ekonomis yang sangat
diperlukan. Kesehatan perempuan bergantung pada peningkatan ekonomi
dan sosial dalam bidang pendidikan, kondisi kerja dan standar hidup. Hal
ini lah yang memicu para ibu untuk melakukan peran nya tidak hanya
sebagai seorang ibu dan istri tapi juga wan ita pekerja.
Kebutuhan aktualisasi diri dan kebutuhan hidup yang semakin
tinggi membuat para ibu tidak bisa hanya berdiam diri saja. Oi sisi lain
para ibu dituntut untuk mendidik anak-anaknya dengan baik dan menjadi
pribadi yang luhur dan bertanggung jawab sehingga dalam setiap perilaku
yang dimunculkan akan membentuk kebiasaan hidup yang sehat tetapi di
sisi lain para ibu pekerja dituntut untuk bisa membantu kebutuhan
keluarganya.
Peran dan status yang lebih dari satu inilah yang terkadang
memunculkan konflik yang dinamakan konflik peran ganda. Tekanan yang
berasal dari keluarga, masyarakat dan diri sendiri inilah yang dapat
menimbulkan konflik terutama apabila dihadapkan pad a bagaimana
membentuk sikap dan perilaku yang positif pada anak-anak terkait pola
hidup sehat dan menerapkannya untuk minimal bagi diri anak-anak
mereka.
48
DAFTAR PUSTAKA
Aini,
N. (2011). Hubungan an tara Dukungan Suami dengan
Kecenderungan Konflik Peran Ganda pada Ibu Pekerja. Skripsi
(tidak diterbitkan). Surabaya: Universitas Hang Tuah.
Bainar. (1998). Wacana Perempuan
Kemoderenan. Yogyakarta: Cides.
dalam
Keindonesiaan
dan
Kartono, K. (1992). Psikologi Wanita. Jilid 2. Bandung: Bandar Maju.
Marge Koblinsky, d. (1997). Kesehatan Wanita Sebuah Perspektif Global.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Namora L., L. (2013). Psikologi Kespro 'Wanita dan Perkembangan
Reproduksinya". Jakarta: Kencana Premada Media Group.
Santrock, J. W. (2012). Ufe Span Development (Perkembangan Masa
Hidup) Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Sapto, S. N. (2007). Hubungan antara Persepsi terhadap Komunikasi
Keluarga dengan Konflik Peran Ibu 8ekerja. Semarang: UNDIP
Taufiqurrahman, D. (2014). Prosiding Seminar Nasional "Ketahanan
Keluarga sebagai Aset 8angsa". Malang: Ummer Press.
Triwahyuni, B. (2007). Hubungan Konflik Peran Ganda dengan Kepuasan
Kerja pada Wanita Menikah . Yogyakarta: Universitas Gunadharma.
Download