7 BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antar pemegang saham
(shareholders)
sebagai
principal
dan
manajemen
sebagai
agen.
Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk
bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka
pihak manajemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya
kepada pemegang saham. (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Randhy
Ichsan, 2013).
Jensen dan Meckling (1976) dalam Randhy Ichsan (2013) menjelaskan
hubungan keagenan sebagai “agency relationship as a contract under
which one or more person (the principals) engage another person (the
agent) to perform some service on their behalf which involves delegating
some decision making authority to the agent”.
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih
orang (principal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu
jasa atas nama principal serta memberi wewenang kepada agen membuat
keputusan yang terbaik bagi principal. Jika kedua belah pihak tersebut
mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan,
7
maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan
kepentingan principal.
Hubungan antara principal dengan agen dapat mengarah pada kondisi
ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agen
berada pada posisi yang memiliki informasi lebih banyak tentang
perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa
individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri
sendiri, maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan
mendorong agen untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak
diketahui principal. (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Randhy Ichsan,
2013).
Perbedaan kepentingan antara principal dan agen dapat mempengaruhi
beberapa hal yang menyangkut kinerja perusahaan, salah satunya adalah
kebijakan perusahaan mengenai pajak. Sistem perpajakan di Indonesia
yang menggunakan self assessment system yaitu wewenang yang diberikan
oleh pemerintah untuk menghitung dan melaporkan pajak sendiri.
Penggunaan self assessment system dapat memberikan kesempatan pihak
agen untuk menghitung penghasilan kena pajak serendah mungkin,
sehingga beban pajak yang ditanggung perusahaan menjadi turun. Hal ini
dilakukan pihak agen karena adanya asimetris informasi terhadap pihak
principal, dengan melakukan manajemen pajak maka pihak agen akan
memperoleh keuntungan tersendiri yang tidak bisa didapatkan dari
kerjasama dengan pihak principal.
8
Salah satu cara yang digunakan untuk memonitor masalah kontrak dan
membatasi perilaku opprtunistik manajemen adalah corporate governance.
Prinsip-prinsip pokok corporate governance yang perlu diperhatikan
untuk terselenggaranya praktik good corporate governance adalah
transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), keadilan
(fairness), dan responsibilitas (responcibility). Corporate governance
diarahkan untuk mengurangi asimetri informasi antara principal dan agen
yang
pada
akhirnya
diharapkan
dapat
meminimalkan
tindakan
penghindaran pajak.
2. Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)
Corporate Governance merupakan studi yang mempelajari hubungan
direktur, manajer, karyawan, pemegang saham, pelanggan, kreditur dan
pemasok terhadap perusahaan dan hubungan antar sesamanya. (Hendra,
2012 dalam Rahmi, 2014).
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI),
Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan
hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya
sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain
sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
Menurut Keputusan Menteri BUMN nomor Kep-117/M-MBU/2002,
Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan
oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
9
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam
jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder
lainnya, berlandaskan peraturan perudangan dan nilai-nilai etika.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Corporate
Governance adalah suatu mekanisme yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan melalui hubungan antara pemegang saham, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pihak pemerintah, karyawan, serta
para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehingga dapat
meningkatkan nilai perusahaan. (Rahmi, 2014).
a. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Menurut
Keputusan
Menteri
BUMN
nomor
Kep-117/M-
MBU/2002 prinsip-prinsip Good Corporate Governance yaitu :
1) Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan
informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
2) Kemandirian, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola
secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh
/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi
yang sehat.
3) Akuntabilitas,
yaitu
pertangungjawaban
kejelasan
organ
fungsi,
sehingga
pelaksanaan
pengelolaan
dan
perusahaan
terlaksana secara efektif.
10
4) Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5) Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Mekanisme Good Corporate Governance
Variabel yang digunakan sebagai proksi corporate governance
dalam beberapa penelitian adalah struktur kepemilikan institusional.
Proksi yang digunakan untuk mengukur struktur dewan digunakan
jumlah dewan komisaris dan prosentase dewan komisaris independen,
jumlah komite audit, sedangkan untuk transparansi informasi adalah
kualitas audit.
1) Kepemilikan Institusional
Kepemilikan Institusional merupakan proporsi kepemilikan
saham oleh institusi pendiri perusahaan, bukan institusi pemegang
saham publik yang di ukur dengan persentase jumlah saham yang
dimiliki oleh investor institusi intern. (Sujoko, 2007 dalam Rahmi,
2014).
Adanya tanggung jawab perusahaan kepada pemegang saham,
maka pemilik institusional memiliki insentif untuk memastikan
bahwa manajemen perusahaan membuat keputusan yang akan
11
memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Agresifitas pajak
mengarah pada penghematan pajak, itu juga menyebabkan sebuah
perusahaan potensial dikenakan sanksi oleh IRS terkait biaya
pelaksanaan dan biaya agency (Chen, 2008 dalam Rahmi, 2014).
Dalam penelitian ini kepemilikan institusional diukur dengan
menggunakan presentase (Khurana, 2006 dalam Rahmi, 2014).
Kepemilikan institusional dapat diukur dengan menggunakan rasio
sebagai berikut :
2) Komisaris Independen
Dewan
direksi
berfungsi
untuk
mengurus
sementara
dewan
komisaris
berfungsi
untuk
perusahaan,
melakukan
pengawasan. Selain itu, komisaris independen berfungsi sebagai
kekuatan penyeimbang dalam pengambilan keputusan oleh dewan
komisaris. (Rahmi, 2014).
Komisaris independen didefinisikan sebagai seseorang yang
tidak terafiliasi dalam segala hal dengan pemegang saham
pengendali, tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direksi atau
dewan komisaris serta tidak menjabat sebagai direktur pada suatu
perusahaan yang terkait dengan perusahaan pemilik menurut
peraturan yang dikeluarkan oleh BEI, jumlah komisaris independen
proporsional dengan jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang
12
saham yang tidak berperan sebagai pengendali dengan ketentuam
jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya tiga puluh
persen (30%) dari seluruh anggota komisaris, disamping hal itu
komisaris independen memahami undang-undang dan peraturan
tentang pasar modal serta diusulkan oleh pemegang saham yang
bukan merupakan pemegang saham pengendali dalam Rapat
Umum Pemegang Saham. (Pohan dalam Rahmi, 2014).
Dalam penelitian ini variabel struktur dewan komisaris
diproksikan dengan persentase keberadaan dewan komisaris
independen dalam suatu perusahaan (Mayangsari, 2003 dalam
Rahmi, 2014). Proporsi dewan komisaris independen diukur
dengan rasio sebagai berikut :
3) Komite Audit
Pada umumnya, komite ini berfungsi sebagai pengawas proses
pembuatan laporan keuangan dan pengawasan internal, karena BEI
mengharuskan semua emiten untuk membentuk dan memiliki
komite audit yang diketuai oleh komisaris independen. Suatu
komite yang bekerja secara professional dan independen yang
dibantu oleh dewan komisaris dan dengan demikian, tugasnya
adalah membantu dan memperkuat fungsi dewan komisaris (atau
dewan
pengawas)
dalam
menjalankan
fungsi
pengawasan
13
(oversight) atas proses pelaporan keuangan, manajemen resiko dan
pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate governance di
perusahaan-perusahaan. (Nuralifmida, 2011)
Kualifikasi terpenting dari anggota komite audit terletak pada
common sense, kecerdasan dan suatu pandangan yang independen.
Siallagan (2006) dalam Rahmi (2014) menjelaskan komite audit
meningkatkan integritas dan kredibilitas pelaporan keuangan
melalui :
a) Pengawasan
atas
proses
pelaporan
termasuk
sistem
pengendalian internal.
b) Penggunaan prinsip akuntansi berterima umum.
c) Mengawasi proses audit secara keseluruhan
Dalam penelitian ini digunakan jumlah komite audit dalam
suatu perusahaan sebagai alat ukur dan dilambangkan dengan
KOMITE. (Mayangsari, 2003 dalam Nuralifmida, 2011).
4) Kualitas Audit
Dalam penerapan corporate governance kualitas audit dengan
pengungkapan yang akurat (transparansi) menjadi salah satu
elemen yang penting. Auditor yang memiliki kemampuan dan
kualitas yang tinggi akan mempertahankan reputasinya dengan
memberikan kualitas audit yang tinggi pula.
Peningkatan transparansi terhadap pemegang saham dalam hal
pajak semakin dituntut oleh otoritas publik. Alasannya adalah
14
adanya asumsi bahwa implikasi dari perilaku pajak yang agresif,
pemegang saham tidak ingin perusahaan mereka mengambil posisi
agresif dalam hal pajak dan akan mencegah tindakan tersebut jika
mereka mengetahui sebelumnya. (Sartori, 2010 dalam Rahmi,
2014).
Kualitas audit dapat diukur dengan menggunakan proksi
ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP), apakah KAP tersebut
masuk dalam KAP The Big Four atau tidak. (Susiana dan
Herawati, 2007 dalam Nuralifmida, 2011). Untuk penelitian ini
perusahaan yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) The
Big Four akan diberi nilai 1 dan apabila tidak diaudit oleh keempat
Kantor Akuntan Publik (KAP) The big Four akan diberi nilai 0.
(Nuralifmida, 2011).
3. Ukuran Perusahaan
Ukuran
perusahaan
merupakan
suatu
skala
dimana
dapat
diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara
lain : total aktiva, penjualan, log size, nilai pasar saham, kapitalisasi pasar,
dan lain-lain yang semuanya berkorelasi tinggi. Semakin besar total
aktiva, penjualan, log size, nilai pasar saham, dan kapitalisasi pasar maka
semakin besar pula ukuran pasar tersebut. Pada dasarnya ukuran
perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar
(large firm), perusahaan menengah (medium size) dan perusahaan kecil
(small firm). (Agus Sartono, 2010).
15
Salah satu ukuran kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba
yang maksimal dapat dilihat dari rasio-rasio yang menunjukkan
perkembangan atau kemunduran dari operasional normal perusahaan
tersebut, hal ini dapat dilihat salah satunya dari rasio pertumbuhan, dimana
rasio pertumbuhan menunjukkan ukuran kenaikan atau penurunan kinerja
keuangan suatu perusahaan yang dapat dilihat dari perbandingan tahun
sebelum dan sesudah maupun sedang berjalan untuk beberapa pos
akuntansi keuangan perusahaan. (Agus Sartono, 2010).
Variabel ini diukur dengan rata-rata jumlah nilai kekayaan yang
dimiliki suatu perusahaan (total aktiva). Skala yang digunakan adalah
skala rasio. Ukuran perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total
aktiva, penjualan atau modal dari perusahaan tersebut. Salah satu tolak
ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva
dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar
menunjukkan
bahwa
perusahaan
tersebut
telah
mencapai
tahap
kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan dianggap
memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain
itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih
mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total asset yang
kecil. (Theresa Adelina Victoria Surbakti, 2012).
Menurut Danis Ardyansyah (2014) Perusahaan yang besar cenderung
memiliki aset yang besar. Aset akan mengalami penyusutan setiap
tahunnya yang dapat mengurangi laba bersih perusahaan, sehingga
16
menurunkan beban pajak yang dibayarkan. Richardson dan Lanis (2007)
dalam Danis Ardyansyah menyebutkan bahwa, semakin besar perusahaan
maka akan semakin rendah effective tax rate (ETR) yang dimilikinya.
Ukuran perusahaan diukur dengan cara logaritma natural dari nilai
buku total nilai aset perusahaan (Gupta dan Newberry, 1997 dalam
Theresa, 2012).
4. Leverage
Leverage menunjuk pada hutang yang dimiliki perusahaan. Sumber
dana perusahaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumber dana intern
dan sumber dana ekstern. Sumber dana intern berasal dari laba yang
ditahan, pemilik perusahaan yang tercermin pada lembar saham atau
persentase kepemilikan yang tertuang dalam neraca. Sementara sumber
dana ekstern merupakan sumber dana perusahaan yang berasal dari luar
perusahaan, misalnya hutang. Kedua sumber dana ini tertuang dalam
neraca pada sisi kewajiban. (Agus Sartono R, 2010).
Leverage juga dapat diartikan sebagai penggunaan aktiva atau dana
dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya atau
membayar beban tetap. Kalau pada “operating leverage” penggunaan
aktiva dengan biaya tetap adalah dengan harapan bahwa revenue yang
dihasilkan oleh penggunaan aktiva tersebut akan cukup untuk menutup
biaya tetap dan biaya variable, maka pada “financial leverage”
penggunaan dana dengan beban tetap itu adalah dengan harapan untuk
17
memperbesar pendapatan per lembar saham biasa (EPS = Earning Per
Share).
Konsep operating leverage dan financial leverage bermanfaat untuk
analisis, perencanaan dan pengendalian keuangan. Dalam manajemen
keuangan, leverage adalah penggunaan assets dan sumber dana (sources of
funds) oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan
maksud agar meningkatkan potensial pemegang saham.
Perusahaan menggunakan operating leverage dan financial leverage
dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya
assets dan sumber dananya, dengan demikian akan meningkatkan
keuntungan pemegang saham. Sebaliknya leverage juga meningkatkan
variabilitas (risiko) keuntungan, karena jika perusahaan ternyata
mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya maka
penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham.
Konsep leverage tersebut sangat penting terutama untuk menunjukkan
kepada analis keuangan dalam melihat trade-off antara risiko dan tingkat
keuntungan dari berbagai tipe keputusan finansial. (Agus Sartono R,
2010).
Besar kecilnya hutang yang dimiliki perusahaan akan sangat
berpengaruh terhadap besar kecilnya pajak yang dibayar. Hal ini
dikarenakan biaya bunga dapat dikurangkan dalam menghitung pajak,
sehingga hutang dapat mempengaruhi secara langsung tarif pajak
perusahaan. (Theresa, 2012).
18
Leverage diukur sebagai rasio dengan cara membandingkan total
kewajiban dengan ekuitas pada suatu perusahaan. Hal tersebut dilakukan
untuk mengetahui kemampuan perusahaan atas penggunaan hutang untuk
membiayai investasi. (Theresa Adelina Victoria Surbakti, 2012).
5. Tax Avoidance
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada
tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap praturan
perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang
akan dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax
planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak.
Jika tujuan perencanaan pajak adalah merekayasa agar beban pajak
(tax burden) dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan
peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuat undang-undang,
maka perencanaan pajak di sini sama dengan tax avoidance karena secara
hakikat ekonomis keduanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan
setelah pajak (after tax return) karena pajak merupakan unsur pengurang
laba yang tersedia, baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun
untuk diinvestasikan kembali. (Erly Suandy, 2011).
Menurut Erly Suandy (2011) penghindaran pajak adalah rekayasa “tax
affairs” yang masih tetap berada dalam bingkai ketentuan perpajakan
(lawful).Penghindaran pajak dapat terjadi di dalam bunyi ketentuan atau
19
tertulis di undang-undang dan berada dalam jiwa dari undang-undang atau
dapat juga terjadi dalam bunyi ketentuan undang-undang tetapi
berlawanan dengan jiwa undang-undang.Komite urusan fiskal dari
Organization for Economic Cooperation and Development (OEDC)
menyebutkan ada tiga karakter penghindaran pajak sebagai berikut.
a. Adanya unsur artifisial di mana berbagai pengaturan seolah-olah
terdapat di dalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan
factor pajak.
b. Skema semacam ini sering memanfaatkan loopholes dari undangundang atau menerapkan ketentuan-ketentuan legal untuk berbagai
tujuan, padahal bukan iu yang sebenarnya dimaksudkan oleh pembuat
undang-undang.
c. Kerahasiaan juga sebagai bentuk dari skema ini di mana umumnya
para konsultan menunjukkan alat atau cara untuk melakukan
penghindaran pajak dengan syarat Wajib Pajak menjaga serahasia
mungkin.
Pertumbuhan aktivitas tax avoidance diharapkan melahirkan dua
perspektif alternatif mengenai motivasi dan efek dari aktivitas ini,
beberapa studi perusahaan tentang tax avoidance sebagai perluasan dari
kegiatan penghematan pajak. (Desai dan Darmapala, 2007 dalam
Nuralifmida, 2011).
Sebuah pendekatan teoritis menekankan interaksi dari aktivitas tax
avoidance dan problem agensi yang merekat pada perusahaan go public,
20
oleh karena itu aktivitas tax avoidance dapat menciptakan suatu alternatif
pilihan dalam dalam perencanaan pajak yang bisa menghemat besarnya
pajak yang dibayarkan oleh perusahaan. Sekat yang membatasi legal dan
ilegalnya suatu tindakan penghematan pajak dalam upaya tax planning
masih sulit dibedakan, sehingga diharapkan perusahaan lebih baik
mematuhi peraturan perpajakan dan tidak memanfaatkan dari peraturan
perpajakan untuk kebaikan perusahaan di masa yang akan datang, karena
dengan pajak yang dibayarkan oleh perusahaan kepada Negara akan
digunakan untuk memfasilitasi masyarakat sehingga dapat menaikkan
derajat kehidupan masyarakat Indonesia. (Bovi, 2005 dalam Nuralifmida,
2011).
Menurut Dyreng at al., (2010) variabel ini dihitung melalui CASH
ETR (cash effective tax rate) perusahaan yaitu kas yang dikeluarkan untuk
biaya pajak dibagi dengan laba sebelum pajak. Adapun rumus untuk
menghitung CASH ETR adalah sebagai berikut :
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian terkait tax avoidance sudah banyak dilakukan. Seperti I Gusti
Ayu Cahya Maharani dan Ketut Alit Suardana yang telah melakukan
penelitian tentang pengaruh corporate governance, profitabilitas, dan
karakteristik eksekutif pada tax avoidance. Penelitian ini dilakukan pada tahun
2014, metode yang digunakan yaitu analisis regresi linear berganda, dari
21
penelitian ini diperoleh hasil bahwa variabel yang berpengaruh negatif adalah
proporsi dewan komisaris, kualitas audit, komite audit, dan ROA, sedangkan
risiko perusahaan berpengaruh positif terhadap tax avoidance.
Calvin Swingly dan I Made Sukartha juga meneliti tentang pengaruh
karakteristik eksekutif, komite audit, ukuran perusahaan, leverage dan sales
growth pada tax avoidance. Penelitian dilakukan pada tahun 2015 dengan
menggunakan
metode
analisis
linier
berganda.Hasil
penelitian
ini
menunjukkan bahwa karakter eksekutif dan ukuran perusahaan berpengaruh
positif pada tax avoidance, sedangkan leverage berpengaruh berpengaruh
negatif pada tax avoidance. Variabel komite audit dan sales growth tidak
berpengaruh terhadap tax avoidance.
Penelitian Ni Nyoman Kristiana Dewi dan I Ketut Jati (2014) juga
melakukan penelitian terkait tax avoidance yaitu pengaruh karakter eksekutif,
karakteristik perusahaan, dan dimensi tata kelola perusahaan yang baik pada
tax avoidance.Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa risiko perusahaan, kualitas audit
dan komite audit berpengaruh terhadap tax avoidance masing-masing sebesar
0,012, 0,005, dan 0,017.
Scott D. Dyreng, et al (2010) telah melakukan penelitian tentang pengaruh
eksekutif terhadap tax avoidance. Penelitian ini dilakukan dengan metode
analisis regresi.Penelitian tersebut menunjukkan bahwa eksekutif berpengaruh
positif terhadap tax avoidance.
22
Brad Badertscher, et al. (2009) telah melakukan penelitian pengaruh
kepemilikan modal swasta pada tax avoidance. Penelitian ini menggunakan
metode analisis regresi.Hasil penelitian menyebutkan bahwa kepemilikan
modal swasta berpengaruh negatif terhadap tax avoidance karena tarif pajak
perusahaan swasta jauh lebih rendah dibanding perusahaan pemerintah.
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
1
2
3
Peneliti
I Gusti Ayu
Cahya
Maharani &
Ketut Alit
Suardana
(2014)
Calvin
Swingly & I
Made Sukarta
(2015)
Ni Nyoman
Kristiana
Dewi & I
Ketut Jati
(2014)
4
Scott D.
Dyreng, et
al(2010)
5
Brad
Badertscher, et
al (2009)
Variabel yang
Digunakan
Variabel dependen :
Tax Avoidance
Variabel independen :
Corporate
Governance,
Profitabilitas dan
Karakteristik Eksekutif
Variabel dependen :
Tax Avoidance
Variabel independen :
Karakter Eksekutif,
Komite Audit, Ukuran
Perusahaan, Leverage
dan Sales Growth
Variabel dependen :
Tax Avoidance
Metode
Penelitian
Metode Analisis
Regresi Linear
Berganda
Metode Analisis
Regresi Linear
Berganda
Metode Analisis
Regresi Linear
Berganda
Variabel independen :
Karakter Eksekutif,
Karakteristik
Perusahaan, dan
Dimensi Tata Kelola
Perusahaan
Variabel dependen :
Tax Avoidance
Variabel independen :
Karakteristik Eksekutif
Variabel dependen :
Tax Avoidance
Metode Analisis
Regresi
Metode Analisis
Regresi
Hasil Penelitian
Proporsi dewan komisaris,
kualitas audit, komite audit dan
ROA berpengaruh negatif
terhadap tax avoidance
Resiko Perusahaan
berpengaruh positif terhadap
tax avoidance
Leverage berpengaruh negatif
terhadap tax avoidance
Karakter eksekutif dan ukuran
perusahaan berpengaruh positif
terhadap tax avoidance
Komite audit dan sales growth
tidak berpengaruh pada tax
avoidance
Resiko perusahaan, kualitas
audit dan komite audit
berpengaruh terhadap tax
avoidance
Ukuran perusahaan,
multinational company,
kepemilikan institusional dan
proporsi dewan komisaris tidak
berpaengaruh terhadap tax
avoidance
Karakteristik Eksekutif
berpengaruh terhadap tax
avoidance
Kepemilikan modal swasta
berpengaruh negatif terhadap
tax avoidance.
Variabel independen :
Kepemilikan Modal
Swasta
23
Proksi :
book tax differences
(BTD), discretionary
permanent book tax
differences (DTAX)
dan cash effective tax
rate (CETR)
Sumber : E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, The Accounting Review Vol.85 No.4 2010,
Working Paper.
C. Rerangka Pemikiran
1. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap tax avoidance
Secara khusus, corporate governance menjadi faktor yang penting
dalam penilaian yang mengharapkan adanya penghematan pajak.
Nuralifmida (2011) menyatakan bahwa pemilik institusional memainkan
peran penting dalam memantau, mendisiplinkan dan mempengaruhi
manajer.
Besar
kecilnya
kepemilikan
institusional
maka
akan
mempengaruhi kebijakan pajak agresif oleh perusahaan, semakin kecil
kepemilikan institusional akan meningkatkan kebijakan pajak, semakin
besar kepemilikan institusional akan mengurangi tindakan kebijakan pajak
agresif.
Ha1: Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap tax
avoidance
2. Pengaruh komisaris independen terhadap tax avoidance
Komisaris independen didefinisikan sebagai seorang yang tidak
terafiliasi dalam segala hal dengan pemegang saham pengendali.
Kehadiran komisaris independen dalam dewan komisaris mampu
meningkatkan pengawasan kinerja direksi.jumlah dewan komisaris
24
independen yang semakin banyak menandakan bahwa dewan komisaris
independen melakukan fungsi pengawasan dan koordinasi dalam
perusahaan yang semakin baik. (Rahmi, 2014).
Ha2 : Komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap tax
avoidance
3. Pengaruh komite audit terhadap tax avoidance
Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris
untuk membantu dewan komisaris dalam menjalankan fungsi pengawasan
terhadap kinerja direksi dan timmanajemen. Kehadiran komite audit
berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah-masalah yang
berhubungan dengan kebijakan keuangan, akuntansi dan pengendalian
intern kebijakan keuangan yang baik akan meningkatkan pertumbuhan
laba yang baik juga bagi perusahaan. (Mayangsari, 2003 dalam
Nuralifmida, 2011).
Sehingga itu, komite audit bertanggung jawab dalam mengendalikan
manajer dalam meningkatkan pertumbuhan laba dimana nantinya manajer
cenderung melakukan penekanan-penekanan terhadap biaya-biaya yang
dikeluarkan terutama pajak. (Rahmi, 2014).
Ha3 : Komite audit berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance
4. Pengaruh kualitas audit terhadap tax avoidance
Dalam penerapan corporate governance kualitas audit dengan
pengungkapan yang akurat (transparansi) menjadi salah satu elemen yang
penting. Peningkatan transparansi terhadap pemegang saham dalam hal
25
pajak semakin dituntut oleh otoritas publik. (Sartori, 2010 dalam Rahmi,
2014).
Auditor yang memiliki kemampuan dan kualitas yang tinggi akan
mempertahankan reputasinya dengan memberikan kualitas audit yang
tinggi pula. Perusahaan yang memilih menggunakan jasa auditor yang
berkualitas dapat menjamin informasi keuangan yang dilaporkan pada
investor.
Sehingga
investor
akan
lebih
percaya
atas
informasi
tersebut.(Febri, dkk 2013).
Ha4 : Kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance.
5. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap tax avoidance
Ukuran perusahaan merupakan salah satu karakterisitik perusahaan. Ni
Nyoman dan I Ketut (2014) mendefinisikan ukuran perusahaan sebagai
skala atau nilai yang dapat mengklasifikasikan suatu perusahaan ke dalam
kategori besar atau kecil berdasarkan total asset, log size, dan sebagainya.
Menurut Ni Nyoman dan I Ketut (2014), semakin besar ukuran
perusahaannya, maka transaksi yang dilakukan akan semakin kompleks.
Jadi hal itu memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan celah-celah
yang ada untuk melakukan tindakan tax avoidance dari setiap transaksi.
Dari uraian tersebut dapat diambil hipotesis yaitu :
Ha5 : Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tax
avoidance.
26
6. Pengaruh leverage terhadap tax avoidance
Leverage merupakan tingkat hutang yang digunakan perusahaan dalam
melakukan pembiayaan. Komponen biaya atas bunga pinjaman dapat
menjadi pengurang pajak (deductible expense). Maka dari itu, perusahaan
lebih banyak menggunakan hutang dalam struktur modalnya atau dengan
kata lain memiliki tingkat leverage yang tinggi akan memiliki tarif pajak
yang lebih kecil daripada perusahaan yang lebih banyak menggunakan
saham. Dengan kata lain, perusahaan dengan struktur modal yang lebih
besar menggunakan hutang dapat melakukan penghindaran pajak
dibandingkan dengan menggunakan saham. (Theresa, 2012). Dari
penjelasan tersebut dapat diambil hipotesis yaitu :
Ha6 : Leverage berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance.
27
Gambar 2.1
Rerangka Pemikiran
K e p e m ilik a n In stitu sio n a l
H a1
K o m isa ris In d e p e n d e n
H a2
K o m ite A u d it
H a3
K u a lita s A u d it
H a4
U k u ran P eru sah aan
H a5
Leverage
H a6
T a x A v o id a n c e
D. Hipotesis
Berdasarkan dari latar belakang, perumusan masalah, kajian pustaka dan
rerangka pemikiran, maka dapat diajukan suatu hipotesis yang dirumuskan
sebagai berikut :
Ha1 : Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap tax
avoidance
Ha2 : Komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance
Ha3 : Komite audit berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance
Ha4 : Kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance
28
Ha5 : Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance
Ha6 : Leverage berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance
29
Download