389 BAB VI KESIMPULAN Apropriasi rap Manggarai

advertisement
389
BAB VI
KESIMPULAN
Apropriasi rap Manggarai dapat terjadi karena ada keterhubungan dengan
unsur-unsur budaya dalam masyarakatnya berupa musik, lirik, dan cara penyajian.
Unsur perkusi dalam sampel-sampel musik rap mempunyai keterhubungan
dengan nggong dan gendang dalam musik Manggarai. Nggong dan gendang
sebagai pembentuk irama dalam musik tradisional Manggarai mempunyai
kesamaan dengan fungsi perkusi dalam musik rap. Keterhubungan kedua berupa
lirik yang berbentuk rima. Dalam tradisi Manggarai ketrampilan menggunakan
kata-kata berima berbentuk go’et dilakukan oleh tongka dalam upacara-upacara
adat Manggarai, selain itu go’et-go’et juga menjadi syair dalam dere tradisional
Manggarai yang berbentuk sanda dan mbata. Struktur rima pada sanda dan
mbata disesuaikan dengan berbagai go’et tradisional.
Keterhubungan cara penyampaian dalam musik rap di mana rapper
menyampaikan isi lirik dengan cepat mengikuti irama lagu memiliki konsep yang
sama dengan para pemimpin adat mengucapkan mantra atau doa. Dalam acara
tudak atau doa kepada nenek moyang para pemimpin mengucapkan doa atau
mantra dengan cara melagukannya secara cepat. Demikian juga dalam acara tahun
baru atau penti.
Keempat, rap mendasarkan lagu-lagunya pada spontanitas dan improvisasi
sehingga sebuah lagu rap tidak pernah ditampilkan dengan cara yang sama dalam
setiap pertunjukannya. Spontanitas dan improvisasi ini dikenal pula dalam lagulagu tradisional Manggarai. Ketiadaan formulasi yang ketat dalam lagu tradisional
390
Manggarai menyebabkan para penyanyi dapat mengkreasikan sendiri jenis tema
dan langgam yang diperdengarkan. Format semacam ini menjadi ciri khas musikmusik Afro-Amerika seperti blues serta jazz.
Format lagu rap lebih singkat dan lugas dibandingkan lagu-lagu
tradisional dan pop daerah Manggarai. Konsep musik tradisional Manggarai tidak
dipengaruhi oleh industri musik sehingga bentuk lagu tidak mempertimbangkan
konsep industri musik, sementara musik pop daerah masih dipengaruhi oleh
bentuk lagu tradisional. Rap Manggarai tidak mengikuti konsep musik tradisional
maupun pop daerah Manggarai. Musik rap Manggarai mengikuti format rap
Amerika dengan unsur-unsur yang diapropriasikan untuk memenuhi selera lokal.
Musik tradisional Manggarai selalu menggambarkan realitas kehidupan
masyarakatnya, yaitu masyarakat agraris yang hidup di wilayah rural. Lirik-lirik
lagu tradisional Manggarai sebagian berupa kritik terhadap kehidupan sosial,
ekonomi, dan politik dalam masyarakat. Secara konseptual lagu-lagu rap yang
berisi narasi kehidupan para rapper dan lingkungan di sekitarnya mempunyai
kesamaan dengan lagu tradisional Manggarai, tetapi mobilitas yang dilakukan
oleh warga dan para rapper ke luar wilayah Manggarai menyebabkan narasi itu
menjadi beragam. Rap Manggarai tidak hanya berbicara tentang kehidupan
masyarakat Manggarai yang berada di dalam wilayah geografis dan budayanya
tetapi juga di wilayah urban dengan budaya Manggarai sebagai identitas bagi para
perantau.
Fenomena mobilitas sosial dan urbanisasi menciptakan konsep baru
tentang otentisitas pada rap Manggarai. Otentisitas dalam rap yang berdasar atas
391
konsep “keepin it real” menuntut rapper untuk menciptakan narasi yang
berpegang teguh pada refleksi kehidupan masyarakat di sekitarnya. “Keepin it
real” dalam rap Amerika bertitik tolak pada ghetto atau neighborhoods (hood)
sebagai ruang bagi praktek-praktek kultural para rapper dan tempat yang
menandai keberadaan rapper dalam bentuk curriculum vitae. Otentisitas seorang
rapper berdasarkan keterlibatannya dalam posse atau neighborhood dan
dilegitimasikan oleh lingkungannya dari tempat-tempat yang dinarasikan dalam
lagu-lagunya. Rap Manggarai menekankan budaya Manggarai sebagai batas
kultural untuk ruang yang menentukan otentisitas seorang rapper. Posisi tempat
tidak berpengaruh secara signifikan dalam legitimasi seorang rapper. Posisi
rapper yang berasal dari di Labuan Bajo, Ruteng, atau Borong tidak berpengaruh
terhadap legitimasinya di kalangan anggota komunitas atau masyarakat
pendengar. Demikian pula tempat produksi di Makassar, Surabaya, Yogyakarta,
atau Denpasar tidak menjadikan seorang rapper kehilangan otentisitasnya dalam
rap Manggarai.
Konsep ruang berupa batas kultural yaitu budaya Manggarai menciptakan
ruang realitas dan imajinasi dalam rap Manggarai. Ruang realitas dalam konteks
ini adalah narasi kehidupan masyarakat rural, dalam perspektif rural, dan
dinyanyikan oleh rapper Manggarai, sementara ruang imajinasi adalah narasi
kehidupan masyarakat urban, dengan perspektif urban, atau narasi kehidupan rural
dengan perspektif urban, oleh rapper Manggarai. Perbedaan atau persamaan
perspektif antara rapper dan penggemarnya menjadi faktor kedua dalam
392
menentukan realitas dan imajinasi dalam rap Manggarai karena para pendengar
memberikan legitimasi berdasarkan batas kultural yang sudah dipahaminya.
Hibriditas rap Amerika di Manggarai berikutnya terdapat dalam tema. Rap
Amerika berbicara tentang kehidupan urban dengan tema kekerasan, kriminalitas,
ketegangan rasial, homophobia, misogyny, dan persoalan-persoalan anak muda di
wilayah tertentu karena dibatasi oleh ruang dan tempat tertentu untuk memperoleh
legitimasi oleh komunitas rap dan pendengarnya. Rap Manggarai mempunyai
tema yang lebih beragam karena berbicara tentang masyarakat urban dan rural.
Tema-tema yang dituliskan berbicara tentang modernitas, urbanisasi, persoalanpersoalan yang dihadapi para perantau, kehidupan hedonis, korupsi, pandangan
kaum urban tentang budaya asalnya, dan kondisi masyarakat rural yang
mengalami perubahan karena faktor dari dalam masyarakat itu sendiri maupun
pengaruh dari luar. Keragaman tema ini termasuk tema-tema yang tidak terdapat
dalam rap Amerika seperti cinta kepada pasangan maupun orang tua,
persahabatan, dan kerinduan terhadap kampung halaman. Rap Manggarai yang
merujuk pada kepribadian, kondisi, dan situasi lokal ini merupakan percampuran
antara budaya kulit hitam Amerika dengan budaya Manggarai.
Rap Manggarai diproduksi dan didistribusikan secara underground
sehingga tidak terpengaruh oleh tuntutan industri rekaman. Kondisi ini memberi
kesempatan bagi para rapper untuk menyalurkan kreativitas dengan lebih bebas
tanpa pengaruh industri musik global yang menerapkan standarisasi format dan isi
untuk memenuhi target keuntungan. Kreativitas para rapper terlihat melalui
indigenisasi dalam unsur-unsur lagu: pertama, teks yang berisi topik-topik lokal
393
berdasarkan fenomena dalam masyarakat, institusi-institusi lokal, dan simbolsimbol budaya yang dikenal oleh masyarakat setempat. Kedua, penggunaan
bahasa daerah atau bahasa Indonesia dengan dialek lokal. hal ini berhubungan
dengan penggunaan ungkapan-ungkapan tradisional berupa go’et-go’et sebagai
bagian dari identitas Manggarai. Ketiga, unsur bunyi berupa alat musik tradisional
maupun unsur bunyi lokal yang dikenal oleh penduduk setempat sebagai suara
latar dalam lagu. Keempat, berupa cara penyampaian yang lebih sopan dan tidak
menggunakan kata-kata vulgar. Jika terdapat penggunaan ungkapan-ungkapan rap
Amerika, tujuan para rapper agar masih terasa hubungannya dengan rap dari
tempas asalnya.
Indigenisasi ini menunjukkan hibriditas rap Amerika oleh musisi lokal
tidak hanya bertujuan untuk memenuhi selera konsumen lokal dan menjadikannya
tidak terasa asing bagi para pendengarnya, tetapi bentuk dari cultural
reterritorialization yang berupa sintesis budaya secara terus-menerus dan aktif
antara budaya lokal dan budaya dari luar dengan cara-cara baru. Musik rap
Amerika dipergunakan secara kreatif oleh rapper Manggarai dengan memasukkan
unsur-unsur budaya lokal menggunakan teknologi musik yang baru sehingga
memunculkan bentuk hibrid.
Cultural reterritorialization juga terlihat dalam produksi musik rap yang
mengandalkan komunitas rap dan distribusi melalui jaringan penggemar lokal.
Sistem produksi dengan mengandalkan produser yang berasal dari satu komunitas
mendukung idealisme dan ide-ide kreatif tanpa tuntutan pasar. Dalam wujud
paling ekstrim sistem ini mengandalkan fanatisme penggemar berdasarkan
394
identitas budaya dibandingkan materi lagunya. Sistem distribusi independen
memberi jalan pada distribusi alternatif melalui distro, jaringan pertemanan
sesama komunitas rap di berbagai kota, situs musik online, serta media sosial.
Sistem produksi dan distribusi ini merupakan bentuk khas dalam musik-musik rap
underground di Indonesia setelah keluarnya rap dari industri musik arus utama.
Dalam konteks hubungan antara industri musik arus utama dengan indie,
cultural reterritorialization menjadi salah satu strategi rapper untuk menolak
standarisasi produk musik dalam budaya global yang cenderung homogen.
Melalui cultural reterritorialization rapper Manggarai menggunakan format
musik global untuk melakukan revitalisasi nilai-nilai tradisional yang tidak dapat
diekspresikan melalui genre musik lainnya karena berbagai keterbatasan. Dengan
cultural reterritorialization melalui rap budaya Manggarai terbuka bagi
interpretasi dan pemahaman baru yang disesuaikan dengan kondisi jamannya.
Download