28 bab iii kerugian dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh

advertisement
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB III
KERUGIAN DAN UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH
PIHAK KETIGA TERHADAP KERUGIAN AKIBAT KELALAIAN
LIKUIDATOR SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 148 AYAT (2)
UU PT
3.1. Kerugian Dalam Hukum
Menurut Wirdjono Prodjodikoro kerugian harus diartikan dalam arti yang
luas yaitu tidak hanya mengenai harta kekayaan saja melainkan juga mengenai
kepentingan-kepentingan lain dari seorang manusia, yaitu tubuh, jiwa dan
kehormatan seseorang.13
Dalam hukum dikenal 2 (dua) klasifikasi kerugian :14
a. Kerugian materil
: yaitu kerugian yang nyata-nyata ada yang diderita
Oleh pemohon
b. Kerugian Immateril
: yaitu kerugian atas manfaat yang kemungkinan akan
Diterima oleh pemohon di kemudian hari atau
kerugian dari kehilangan keuntungan yang mungkin
diterima oleh pemohon dikemudian hari.
13
Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, Vorkink-Von Hoeve.Bandung h.20-21
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4da27259c45b9/di-mana-pengaturan-kerugiankonsekuensial-dalam-hukum-indonesia
14
28
Skripsi
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
29
Secara historis, hukum yang mengatur mengenai ganti rugi perdata sudah dikenal
sejak zaman Romawi, dapat dilihat dalam Lex Aquilia pada chapter pertamanya.
Pasal 1365 BW menentukan kewajiban membayar ganti rugi bagi pelaku Perbuatan
Melanggar Hukum namun tidak ada pengaturan lebih lanjut mengenai ganti kerugian
tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah ada perbedaan pengertian kerugian
karena perbuatan melanggar hokum dengan kerugian karena wanprestasi.
Rosa Agustina melihat bahwa kerugian dalam pasal 1365 BW dinamakan sebagai
“schade” (rugi) saja, sedangkan kerugian akibat wanprestasi oleh Pasal 1246 BW
dinamakan “kosten, scaden, en interesten” (biaya, kerugian, dan bunga).
Menurut Rosa Agustina di dalam undang-undang tidak diatur tentang ganti kerugian
yang harus dibayar karena perbuatan melanggar hukum, sedang dalam Pasal 580 ke-7
Reglement Burgerlijk Rechtvordering juga memakai
istilah “kosten, scade en
interesten” untuk menyebutkan kerugian sebagai akibat Perbuatan Melanggar Hukum
(pidana). Maka dapat dianggap bahwa pembuat B.W. sebetulnya tidak membedakan
kerugian akibat Perbuatan Melanggar Hukum dan kerugian akibat wanprestasi.
Keduanya meliputi juga ketiadaan penerimaan suatu keuntungan, yang mula-mula
diharapkan oleh korban sebagaimana diatur dalam Pasal 1246 BW.
Kerugian yang diatur dalam pasal 1247 dan 1250 BW tidak dapat diterapkan untuk
Perbuatan Melanggar Hukum karena:
Skripsi
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
30
a. Pasal 1247 BW mengenai “perbuatan perikatan” yang berarti bahwa perikatan
tersebut dilahirkan dari persetujuan, sedang Perbuatan Melanggar Hukum tidaklah
merupakan perikatan yang lahir dari persetujuan;
b. Pasal 1250 BW membebankan pembayaran bunga atas penggantian biaya, rugi,
dan bunga dalam hal terjadi kelambatan pembayaran sejumlah uang, sedang
yang dialami karena perbuatan melanggar hukum bukan disebabkan karena
tidak dilakukannya pembayaran uang tepat pada waktunya.
Kerugian akibat dari suatu perbuatan melanggar hukum dapat berupa kerugian
kekayaan (vermogensschade) atau kerugian yang bersifat idiil. Perbuatan Melanggar
Hukum selain dapat mengakibatkan kerugian uang, tetapi juga dapat menyebabkan
kerugian moral atau idiil.
Dalam arrest Hoge Raad dalam kasus W.P. Kreuningen vs. Van Bessum cs.
belumlah memutuskan bahwa pelaku Perbuatan Melanggar Hukum pada umumnya
berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdt. diwajibkan mengganti kerugian idiil. Maka
konsekuensi dari arrest tersebut menurut Rutten ialah bahwa dalam menerapkan
Pasal 1365 KUHPerdt. juga dapat dituntut penggantian kerugian idiil dengan catatan
akan diperhitungkan ex aequo et bono (menurut kelayakan dan kewajaran).
Menurut ketentuan Pasal 1246 KUHPerdt. kerugian yang disebabkan karena
tidak dipenuhinya perikatan pada umumnya harus diganti dengan kerugian yang
dialami oleh penderita dan juga dengan keuntungan yang sekiranya dapat
diharapkannya (gederfdewinst). Maka itu dianut pendapat bahwa pelaku Perbuatan
Melanggar Hukum harus mengganti kerugian yang ditimbulkannya, maupun
Skripsi
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
31
keuntungan yang dapat diharapkan diterima. Mengenai penggantian atas keuntungan
yang sekiranya dapat diharapkan diterimanya tidaklah semudah diperkirakan untuk
menetapkan besarnya jumlah ganti kerugian tersebut. Besarnya ganti kerugian
ditetapkan dengan penafsiran di mana diusahakan agar si penderita sebanyak
mungkin dikembalikan pada keadaan sebelum terjadinya perbuatan melanggar
hukum.
15
3.2. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga
Terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga karena kelalaian
Likuidator, upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga adalah gugatan
ganti rugi berdasarkan perbuatan melanggar hukum berdasar pasal 1365 BW, karena
perikatan yang lahir dari undang-undang bukanlah perikatan yang lahir dari suatu
persetujuan sehingga pasal 1247 BW tidak dapat berlaku seperti telah dijelaskan
dalam sub-bab sebelumnya.
Perbuatan Melanggar Hukum diatur dalam pasal 1365 BW – 1380 BW. Dalam
pasal 1365 BW yang berbunyi :
“Setiap Perbuatan Melanggar Hukum yang oleh karenanya menimbulkan
kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya
menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”
Berdasarkan pasal ini, diatur bahwa dalam hal seseorang melakukan suatu Perbuatan
Melanggar Hukum maka dia wajib membayar ganti rugi atas perbuatannya.
15
Skripsi
Agustina 51-66
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
32
Perbuatan Melanggar Hukum pada awalnya mengandung arti sempit yang
sama artinya dengan perbuatan melanggar undang-undang (onwetmatige daad).
Semenjak adanya putusan hoge raad dalam kasus cohen vs Lindenbaum. Sejak
putusan ini hoge raad mulai menafsirkan Perbuatan Melanggar Hukum secara luas.
Perbuatan Melanggar Hukum kemudian diartikan tidak hanya perbuatan yang
melanggar kaidah-kaidah tertulis tetapi juga perbuatan yang bertentangan dengan
kewajiban hukum si pelaku , melanggar hak subyektif orang lain perbuatan yang
melanggar kaidah yang tidak tertulis, yaitu kaedah yang mengatur tata susila, dan
kepatutan dalam lalu lintas masyarakat.
Menurut R.Wirjono Projodikoro dalam bukunya yang berjudul “perbuatan
melanggar hukum”, perkataan “perbuatan” dalam rangkaian kata-kata “perbuatan
melanggar hukum” dapat diartikan positif melainkan juga negatif, yaitu meliputi juga
hal yang orang dengan berdiam diri saja dapat dikatakan melanggar hukum karena
menurut hukum seharusnya orang itu bertindak.
Menurut Munir Fuady unsur-unsur dari suatu perbuatan melanggar hukum,
yaitu:
1. Adanya suatu perbuatan;
2. Perbuatan tersebut melanggar hukum;
3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku;
4. Adanya kerugian bagi korban;
5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian
Skripsi
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
33
Penjelasan dari unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:16
1.
Adanya Suatu Perbuatan
Suatu Perbuatan Melanggar Hukum diawali oleh suatu perbuatan dari si
pelakunya. Umumnya diterima anggapan bahwa dengan perbuatan di sini
dimaksudkan, baik berbuat sesuatu (aktif) maupun tidak berbuat sesuatu (pasif). Oleh
karena itu, terhadap Perbuatan Melanggar Hukum tidak ada unsur “persetujuan atau
kata sepakat” dan tidak ada juga unsur “causa yang diperbolehkan”sebagaimana yang
terdapat dalam kontrak”.
2.
Perbuatan Tersebut Melanggar Hukum
Perbuatan yang dilakukan tersebut haruslah melanggar hukum. Sejak tahun
1919, unsur melanggar hukum ini diartikan dalam arti yang seluas-luasnya, yakni
meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku;
b. Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum si pelaku;
c. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
d. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden);
e. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat
untuk memperhatikan kepentingan orang lain (indruist tegen de zorgvuldigheid,
welke in het maatschappelijk verkeer betaamt ten aanzein van ander person of goed)
3.
Adanya Kesalahan dari Pihak Pelaku
Agar dapat dikenakan Pasal 1365 BW. tentang Perbuatan Melanggar Hukum,
undang-undang dan yurisprudensi mensyaratkan agar pada pelaku haruslah
mengandung unsur kesalahan (schuldement) dalam melaksan akan perbuatan tersebut.
Dengan dicantumkannya syarat kesalahan dalam Pasal 1365 BW. Pembuat undangundang berkehendak menekankan bahwa pelaku perbuatan melanggar hukum,
hanyalah bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkannya apabila perbuatan
tersebut dapat dipersalahkan padanya. Suatu tindakan dianggap oleh hukum
mengandung unsur kesalahan sehingga dapat dimintakan tanggung jawabnya secara
hukum jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Ada unsur kesengajaan;
b. Ada unsur kelalaian (negligence, culpa);
c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgrond),
seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain-lain.
Terdapat tiga aliran terhadap persyaratan unsur “kesalahan” di samping unsur
“melanggar hukum” dalam suatu perbuatan melanggar hukum, yaitu
a. Aliran yang menyatakan cukup hanya unsur melanggar hukum saja;
16
Skripsi
Munir,Fuady, Perbuatan Melawan Hukum.,PT.Citra Aditya Bakti., Bandung., hlm. 10-14.
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
34
Aliran ini menyatakan bahwa dengan unsur melanggar hukum terutama dalam
artinya yang luas, sudah inklusif unsur kesalahan di dalamnya, sehingga tidak
diperlukan lagi unsur kesalahan terhadap suatu perbuatan melanggar hukum.
Di negeri Belanda aliran ini dianut oleh Van Oven.
b. Aliran yang menyatakan cukup hanya unsur kesalahan saja; Aliran ini
menyatakan bahwa dengan unsur kesalahan, sudah mencakup juga unsur
Perbuatan Melanggar Hukum di dalamnya, sehingga tidak diperlukan lagi
unsur “melanggar hukum” terhadap suatu perbuatan melanggar hukum. Di
negeri Belanda aliran ini dianut oleh Van Goudever.
c. Aliran yang menyatakan diperlukan baik unsur melanggar hukum maupun
unsur kesalahan. Aliran ini mengajarkan bahwa suatu Perbuatan Melanggar
Hukum mesti mensyaratkan unsur melanggar hukum dan unsur kesalahan
sekaligus, karena dalam unsur melanggar hukum saja belum tentu mencakup
unsur kesalahan. Di negeri Belanda aliran ini dianut oleh Meyers.
4. Adanya Kerugian Bagi Korban
Adanya kerugian (schade) bagi korban juga merupakan syarat agar gugatan
berdasarkan Pasal 1365 BW. dapat dipergunakan. Berbeda dengan kerugian karena
wanprestasi yang hanya mengenal kerugian materil, maka kerugian karena Perbuatan
Melanggar Hukum di samping kerugian materil, yurisprudensi juga mengakui konsep
kerugian immaterial yang juga akan dinilai dengan uang.
5.
Adanya Hubungan Kausal Antara Perbuatan Dengan Kerugian
Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang
terjadi juga merupakan syarat dari suatu perbuatan melanggar hukum. Untuk
hubungan sebab akibat ada 2 (dua) macam teori, yaitu (a) teori hubungan faktual dan
(b) teori penyebab kira-kira.
a. Teori Hubungan Faktual
Hubungan sebab akibat secara factual (causation in fact) hanyalah merupakan
masalah “fakta” atau apa yang secara factual telah terjadi. Setiap penyebab
yang mengakibatkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara
faktual, asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat tanpa
penyebabnya. Dalam hukum tentang perbuatan melanggar hukum, sebab
akibat jenis ini sering disebut dengan hukum mengenai “sine qua non”. Von
Buri merupakan salah satu ahli hukum Eropa Kontinental yang sangat
mendukung ajaran akibat faktual ini.
b. Teori Penyebab Kira-Kira
Teori ini bertujuan agar lebih praktis dan agar tercapainya elemen kepastian
hukum dan hukum yang lebih adil, maka diciptakanlah konsep proximate
cause atau sebab kira-kira. Proximate cause merupakan bagian yang paling
membingungkan dan paling banyak pertentangan pendapat dalam hukum
tentang perbuatan melanggar hukum. Kadang-Kadang untuk penyebab jenis
Skripsi
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
35
ini disebut juga dengan istilah legal cause atau dengan berbagai penyebutan
lainnya.
3.3. Tinjauan Yuridis Pasal 148 UU PT
Berdasar pasal 148 ayat (1) yang berbunyi “dalam hal pemberitahuan kepada
kreditor dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam pasal 147 berlum dilakukan,
pembubaran perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga.”, dari rumusan pasal ini
menjadi pertanyaan siapakah pihak ketiga ini? Berdasar pasal 142 ayat (2) huruf b
UU PT diatur bahwa Perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali
dalam rangka likuidasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa PT yang sudah “dalam
likuidasi” tidak mungkin memiliki hubungan hukum baru kecuali dalam hal
Likuidasi. Apabila menghubungkan pasal 142 ayat (2) huruf b dengan pasal 148 ayat
(1) jo pasal 147 UU PT maka pihak ketiga yang belum diberitahukan adalah kreditor
dan Menkumham dan kreditor tersebut adalah kreditor yang sudah memiliki
hubungan hukum dengan PT sebelum pembubaran. Menjadi penting untuk dipahami
bahwa pihak ketiga merupakan pihak lain diluar likuidator dan PT sehingga tafsir
pasal ini adalah pembubaran hanya tidak berlaku bagi pihak diluar PT tetapi secara
“intern” PT, pembubaran tetap berlaku beserta segala dampak hukumnya mengenai
status PT “dalam likuidasi” seperti wewenang perwakilan PT “dalam likuidasi” telah
beralih dari direksi kepada Likuidator.
Berdasar pasal 148 ayat (2) UU PT yang berbunyi “Dalam hal likuidator lalai
melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), likuidator secara
Skripsi
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
36
tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
pihak ketiga. ”
Seperti yang dijabarkan dalam sub-bab I, bahwa terdapat 2 (dua) jenis
kerugian yaitu materiil dan immateriil serta terdapat 2 (dua) upaya hukum yang dapat
dilakukan terhadap kerugian, yaitu wanprestasi dan perbuatan melanggar hukum.
Apabila dilihat dalam rumusan pasal 148 ayat (2) UU PT penyebab kerugian
pihak ketiga adalah karena likuidator lalai dalam melakukan kewajibannya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 148 ayat (1) yang kemudian merujuk pasal 147
UU PT. Menjadi penting untuk diperhatikan adalah apakah lalai dapat digugat
wanprestasi ataukah PMH.
3.3.1. Kewajiban Likuidator Sebagai Perikatan yang Lahir Karena Undangundang
Berdasar pasal 1233 BW yang berbunyi “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik
karena persetujuan, baik karena undang-undang ” diatur bahwa perikatan bersumber
dari undang-undang dan perjanjian.
Berdasar pasal 1352 BW yang berbunyi “perikatan-perikatan yang dilahirkan
demi undang-undang, timbul dari undang-undang saja, atau dari undang-undang
sebagai akibat dari perbuatan orang” maka perikatan yang bersumber dari undangundang dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu perikatan yang timbul dari undang-undang
saja dan perikatan yang timbul dari undang-undang sebagai akibat dari perbuatan
orang. Berdasarkan pasal 1353 BW yang berbunyi “perikatan-perikatan yang
Skripsi
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
37
dilahirkan dari undang-undnag sebagai akibat dari perbuatan orang, terbit dari
perbuatan halal atau dari perbuatan melanggar hukum”.
Berdasar pasal 148 ayat (2) UU PT diatur bahwa “dalam hal likuidator lalai
melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)” dan dalam pasal
148 ayat (1) dinyataan bahwa “Dalam hal pemberitahuan kepada kreditor dan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 belum dilakukan, pembubaran
Perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga.” Dan dalam pasal 147 UU PT dinyatakan
sebagai berikut :
“(1) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal pembubaran Perseroan, likuidator wajib memberitahukan:
a.
kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dengan
cara mengumumkan pembubaran Perseroan dalam surat kabar
dan Berita Negara Republik Indonesia; dan
b.
pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam
daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi.
(2) Pemberitahuan kepada kreditor dalam surat kabar dan Berita Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat:
a.
pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya;
b.
nama dan alamat likuidator;”
Berdasarkan pasal 147 UU PT tersebut dapat dilihat bahwa kewajibankewajiban Likuidator untuk memberitahukan pembubaran PT kepada kreditor dan
Menkumham merupakan kewajiban yang dilimpahkan oleh undang-undang dan tidak
dapat dirubah oleh kesepakatan Likuidator, sehingga a contrarionya adalah
kewajiban-kewajiban likuidator tersebut merupakan perikatan yang lahir dari undangundang saja.
Skripsi
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
38
3.3.2. Kelalaian Likuidator Dalam Pasal 148 ayat (2) UU PT Sebagai Perbuatan
Melanggar Hukum
Kewajiban pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 148 ayat (2)
UU PT sebenarnya merujuk pada kewajiban likuidator yang dimaksud dalam pasal
147 UU PT dan pasal 148 ayat (2) mengatur dalam hal likuidator melakukan
kewajibannya yang disebutkan dalam pasal 147 UU PT.
Kelalaian likuidator yang dimaksud dalam pasal 148 ayat (2) UU PT hanya
dapat melalui upaya hukum Perbuatan Melanggar Hukum karena kewajiban
likuidator yang dilalaikan dalam pasal 148 ayat (2) merupakan kewajiban yang
dibebankan oleh UU yaitu pasal 147 UU PT, sebagaimana dijelaskan dalam sub-bab
“Kewajiban Likuidator Sebagai Perikatan yang Lahir Karena Undang-undang”.
Kelalaian Likuidator sebagaimana dimaksud dalam pasal 148 ayat (2) tidak dapat
diupayakan wanprestasi karena sesuai doktrin wanprestasi didasarkan pada hubungan
kontraktual yang dituangkan oleh para pihak dalam suatu perjanjian tertulis.
Dalam ilmu hukum diajarkan bahwa agar suatu perbuatan dapat dianggap
sebagai kelalaian, haruslah memenuhi unsur pokok sebagai berikut :17
1.
Adanya suatu perbuatan atau mengabaikan sesuatu yang
mestinya dilakukan;
17
Skripsi
2.
Adanya suatu kewajiban kehati-hatian (duty of care);
3.
Tidak dijalankan kewajiban kehati-hatian tersebut;
4.
Adanya kerugian bagi orang lain;
Fuady, Op. Cit., hlm. 73.
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
39
5.
Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan atau tidak
melakukan perbuatan dengan kerugian yang timbul.
Persyaratan (unsur) pokok terhadap kelalaian tersebut sejalan dengan persyaratan
yang diberikan oleh pasal 1365 KUH Perdata untuk
suatu perbuatan melanggar
hukum.18
Apabila dianalisa dalam kasus
pasal 148 ayat (2) UU PT unsur-unsur
kelalaian tersebut maka:
1.
Adanya suatu perbuatan atau mengabaikan sesuatu yang mestinya dilakukan:
2.
Dalam hal ini likuidator mengabaikan kewajiban yang diamatkan oleh pasal
147 UU PT.
3.
Adanya suatu kewajiban kehati-hatian (duty of care):
Dalam pasal 142 ayat (6) disebutkan bahwa “Ketentuan mengenai
pengangkatan,
pemberhentian
sementara,
pemberhentian,
wewenang,
kewajiban, tanggung jawab, dan pengawasan terhadap Direksi mutatis
mutandis berlaku bagi likuidator. ”. Berdasar pasal 92 ayat (1) UU PT
“direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan
sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.”
Berdasarkan pasal 97 ayat (2) jo pasal 97 ayat (1) direksi wajib mengurus
Perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab, Sehingga berdasar
pasal 142 ayat (6) UU PT likuidator wajib menjalankan proses likuidasi
dengan itikad baik dan penuh hati-hati.
18
Skripsi
Fuady, Op. Cit., hlm. 73.
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
40
4.
Tidak dijalankan kewajiban kehati-hatian tersebut:
Kondisi apabila likuidator melakukan kelalaianlah yang diatur oleh pasal 148
ayat (2).
5.
Adanya kerugian bagi orang lain:
Dalam pasal 148 ayat (2) kelalaian yang dilakukan oleh likuidator
mengakibatkan kerugian pihak ketiga. Pihak ketiga ini menurut penulis adalah
stakeholders. Rudhi Prasetya berpendapat bahwa “menurut pandangan yang
mutakhir tidak dapat dipungkiri bahwa eksistensi perseroan itu berpengaruh
banyak untuk kepentingan dan kehidupan masyarakat yang lebih luas.
Eksistensi perseroan berpengaruh terhadap kehidupan para karyawannya,
para suppliernya, para rekanan-rekanan usahanya, dan masyarakat
sekitarnya, pendek kata para “stakeholdersnya”. Kerugian dalam BW terdiri
dari 2 yaitu : kerugian yang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang
seharusnya diperoleh (pasal 1246 BW) , hal ini membuka peluang para
stakeholders yang merasa dirugikan oleh kelalaian likuidator untuk
mengajukan gugatan PMH.
6.
Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan atau tidak melakukan
perbuatan dengan kerugian yang timbul:
Skripsi
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
41
Dalam bukunya Munir Fuady berpendapat bahwa “untuk hubungan sebab ada
2 (dua) macam teori yaitu teori hubungan factual dan teori penyebab kirakira.19
3.3.3. Tanggung Jawab Perseroan
Perseroan adalah badan hukum yang merupakan subjek hukum tersendiri
dalam lalu lintas hukum, hal ini ditegaskan dalam putusan MA no.047 K/Pdt/1988
dalam putusan tersebut seorang Direktur Perseroan tidak dapat dituntut secara perdata
atas perjanjian yang dibuat untuk dan atas nama PT. Menurut Yahya Harahap untuk
pertanggung jawaban kontraktual PT, dalam diri Perseroan selaku subyek hukum
independen yang terpisah dari pemegang saham dan pengurus melekat tanggung
jawab kontraktual atas perjanjian yang dibuat untuk dan atas nama PT. Berdasarkan
pasal 1338 jo 1320 BW maka perjanjian itu mengikat para pihak selayaknya Undangundang . Sehingga a contrarionya adalah perjanjian yang dibuat untukdan atas nama
PT mengikat PT tersebut selayaknya undang-undnag, sehingga berdasarkan pasal
1243 BW jo 1267 BW apabila PT wanprestasi maka PT dapat dituntut untuk
membayar biaya,ganti kerugian, dan bunga.
Menurut Yahya Harahap tanggung jawab PT dalam Perbuatan Melanggar
Hukum wajib dilihat dari titik tolak
teori badan hukum yang dianut. Apabila
menganut teori fiksi dari Von savigny yang berpendapat bahwa PT merupakan badan
ukum yang tidak memiliki tubuh sendiri sehingga tidak mungkin PT melakukan
19
Skripsi
Fuady, Op. Cit., hlm. 13.
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
42
kesalahan apalagi merugikan orang lain. Salah satu unsur 1365 BW adalah kesalahan
yang dilakukan karena sengaja atau kelalaian sehingga PT tidak dapat dituntut PMH.
Tetapi pandangan tersebut telah lama ditinggalkan dan dikesampingkan oleh “teori
organ” yang diajarkan oleh Von Gierke. Teori ini berpendapat bahwa di samping
Perseroan tersebut terdapat orang yang terdiri dari pemegang saham dan pengurus.
Orang itu merupakan orang sesungguhnya yang cakap hukum. Kehendak PT
dibentuk dari pikiran anggotanya sehingga saat membentuk kehendak anggota
tersebut bertindak sebagai organ PT. Maka kehendak yang dimaksud PT merupakan
kehendak Perseroan tersebut sebagai badan hukum.20
Arrest Hoge Raad Belanda juga cenderung menganut teori organ. Menurut
Yahya Harahap, yang dimaksud organ PT adalah orang yang melakukan “fungsi”
Perseroan yang menyebabkan orang-orang itu dianggap mempunyai “pengaruh”
membentuk kehendak Perseroan. Oleh karena itu Apabila tindakan Perseroan
dilakukan oleh orang yang mempunyai wewenang dan kapasitas untuk bertindak
melakukan perbuatan hukum sesuai dengan fungsi yang diberikan kepadanya, dan
ternyata tindakamnnya itu “salah” karena melanggar hukum atau hak orang lain,
Perseroan dianggap memenuhi unsur”kesalahan” (schuld, Wrong ful) berdasar pasal
1365 BW. Walaupun secara umum, yang dianggap organ Perseroan menurut hukum
adalah orang yang berkewajiban dan berwenang untuk “mewakili” Perseroan yang
diatur dalam AD. Dalam UU PT berdasar pasal 1 angka 2 UU PT, organ yang penting
dalam PT adalah Direksi, Dewan Komisaris, dan RUPS. Sehingga apabila
20
Skripsi
Yahya. Op.cit.,h.122-123.
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
43
dihubungkan dengan teori organ maka apabila organ-organ tersebut telah melakukan
suatu perbuatan hukum yang untuk dan atas nama PT dan perbuatan tersebut
melanggar hukum atau hak orang lain maka PT dapat dituntut untuk bertanggung
jawab PMH berdasar 1365 BW. 21
3.3.4. Tanggung Jawab Dalam Pasal 148 UU PT
Berdasarkan pasal 142 ayat (6) UU PT dimana pengangkatan, pemberhentian,
pemberhentian sementara, wewenang, kewajiban, tanggung jawab, dan pengawasan
direksi mutatis mutandis berlaku terhadap likuidator maka dapat disimpulkan bahwa
likuidator merupakan organ PT. Apabila dihubungkan dengan pendapat Wirjono
Prodjodikoro yang mengatakan bahwa perbuatan dalam kata perbuatan melanggar
hukum tidak hanya berlaku “positif” tetapi juga “negatif”. Negatif berarti melingkupi
orang yang hanya diam saja dapat dikatakan melanggar hukum. 22Berdasarkan teori
organ, dan pendapat Wirjono Prodjodikoro tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
apabila Likuidator melakukan suatu perbuatan melanggar hukum maka terhadap PT
dapat dituntut pertanggung jawaban bedasarkan pasal 1365 BW, baik perbuatan
tersebut dalam arti positif maupun negatif. Dapat disimpulkan bahwa pertanggung
jawaban terhadap tuntutan pihak ketiga merupakan tanggung jawab dari PT tetapi
Likuidator memiliki tanggung jawab yang bersifat “internal” kepada PT berdasar
pasal 97 ayat (3),(4),(5),(6) UU PT. Menjadi penting untuk diperhatikan bahwa dalam
21
22
Skripsi
Yahya,. Ibid,.h.124.
Wirjono,Op.cit.,h.8
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
44
pasal 148 (2) UU PT diatur bahwa Perseroan bertanggung jawab secara renteng
terhadap kerugian yang diderita pihak ketiga. Tanggung renteng dalam hukum
perdata tidak diatur banyak. Berdasar pasal 1282 BW diatur bahwa
“Tiada
perikatan
dianggap
tanggung
menanggung
(tanggung
renteng)
melainkan,jika hal itu dinyatakan secara tegas, aturan ini hanya dikecualikan dalam
hal-hal dimana suatu perikatan karena kekuatan suatu penetapan undang-undang
dianggap tanggung menanggung.”
Dari rumusan pasal tersebut terlihat bahwa tanggung renteng merupakan suatu
perikatan yang lahir karena suatu perjanjian atau ditetapkan dalam suatu undangundang. Tanggung renteng dalam bahasa Inggris adalah joint and several liability,
dalam Black’s Law Dictionary menyatakan bahwa tanggung renteng adalah
“Liability of copromisors of the same performance when each of them individually
has the duty of fully performing the application, and the oblige can sue all or any of
them upon breach of performance. A liability is said to be joint and several when the
kredtitor may demand payment or sue one or more of the parties to such liability
separately, or all of them at his option…”
Tanggung renteng yang dimaksud dalam Black’s Law Dictionary ini sejalan dengan
pasal 1278 BW. Dalam doktrin hokum perdata tanggung renteng dalam 1278 BW dan
Black’s Law dictionary ini dikenal sebagai Tanggung renteng aktif.
Selain tanggung renteng aktif dikenal tanggung renteng pasif yang diatur
dalam pasal 1280 Bw yang berbunyi
Skripsi
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
45
“Adalah terjadi suatu perikatan tanggung menangung dipihaknya orang
orang yang berutang manakala mereka kesemuanya diwajibkan melakukan suatu hal
yang sama , sedemikian bahwa salah satu dapat dituntut untuk seluruhnya dan
pemenuhan oleh salah satu membebaskan orang-orang yang berutang lainnya
terhadap si berpiutang.”
Dari rumusan pasal 1278 BW dan pasal 1280 BW terlihat bahwa pihak yag
terikat oleh tanggung renteng itu, dalam perikatan tanggung renteng aktif adalah si
kreditor sedangkan dalam tanggung renteng pasif adalah si debitor.
Dari penjabaran konsep tanggung renteng diatas terlihat jelas bahwa konsep tanggung
renteng dalam pasal 148 ayat (2) UU PT adalah konsep tanggung renteng pasif karena
Likuidator dan Perseroan bertanggung renteng atas kerugian yang diderita oleh pihak
ketiga, sehingga terlihat posisi dari Likuidator dan Perseroan merupakan debitor dari
Pihak ketiga yang dirugikan. Apabila dihubungkan dengan teori organ yang dianut
dalam UU PT maka rumusan pasal tersebut menjadi tidak tepat karena untuk suatu
kerugian yang diakibatkan oleh suatu perbuatan hokum yang dilakukan untuk dan
atas nama PT dan perbuatan tersebut ternyata melanggar hokum oleh suatu organ PT,
PT dapat dimintai pertanggungjawaban berdasar pasal 1365 BW.
Skripsi
MARKUS SUGIARTO
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN
PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
Download