BAHASA, BELAJAR, DAN PENGAJARAN BAHASA Oleh: Dra. Ninip

advertisement
1
BAHASA, BELAJAR, DAN PENGAJARAN BAHASA
Oleh:
Dra. Ninip Hanifah, M. Hum.
NIP: 195308151993032001
AKADEMI BAHASA ASING BOROBUDUR
JAKARTA
JANUARI 2011
BAHASA, BELAJAR, DAN PENGAJARAN BAHASA
I. Pendahuluan
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
bahasa, manusia mampu berkomunikasi dengan sesama manusia secara baik.
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, bahasa berkembang
menyesuaikan perkembangan-perkembangan zaman.
Bahasa dapat diartikan sebagai suatu sistem tanda arbitrer yang digunakan
oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasikan diri. Bahasa merupakan sistem yang sistematis dalam bentuk
lambang-lambang manasuka. Lambang-lambang tersebut bersifat vokal, tetapi
mungkin juga bersifat visual serta mengandung makna konvensional.
Bahasa memiliki banyak fungsi. Fungsi bahasa menurut Kramsch (1998) adalah
selain berfungsi sebagai pengekspresi pikiran, perasaan, ide, kreativitas, juga
berfungsi sebagai alat penyebar dan pemeroleh
ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan dipelajari melalui bahasa dan sebaliknya disebarluaskan pula melalui
bahasa, baik itu bahasa tulis maupun bahasa lisan.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa, banyak masyarakat yang belum
mampu men
r guasai bahasa secara baik. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa tutur dan
tindak tutur yang terjadi di masyarakat. Banyak masyarakat yang belum mamahami
konsep-konsep berkomunikasi secara baik.
Bertitik tolak dari peranan bahasa dalam masyarakat, bahasa perlu dibelajarkan
kepada siswa secara baik. Penguasaan bahasa yang baik mempengaruhi pola pikir
yang baik. Agar siswa mampu menguasai bahasa secara baik, guru dalam
pembelajaran perlu menggunakan berbagai pendekatan, strategi, dan metode secara
bervariasi.
Berdasarkan uraian
di atas, rumusan dalam makalah ini adalah
"Bagaimanakah Bahasa, Belajar, dan Pengajaran Bahasa?"
II. Pembatasan
A.
Bahasa
Berbaciai rumusan tentang bahasa telah dikemukakan oleh para pakar.
Lindgren (1972) menyebut bahasa itu sebagai perekat masyarakat. Broom dan
Selznik (1973) menyebutkan bahwa bahasa sebagai faktor penentu dalam penciptaan
masyarakat manusia. Wardhaugh (1977) berpendapat bahasa adalah suatu sistem
lambang bunyi suara yang arbitrer, yang digunakan untuk berkomunikasi
antarmanusia.
Ontologi bahasa banyak definisikan oleh sejumlah ahli bahasa. Dalam
pandangan Sapir, seorang filsuf dan ahli bahasa, (dalam Stork & Widdowson, 1974),
bahasa merupakan suatu cara manusia yang noninstingtif untuk mengomunikasikan
gagasan, enosi, dan hasrat melalui sarana sistem simbol yang dihasilkan secara
manasuka. Bahasa, menurut Brown (1980: 6), adalah sistem yang sistematis dalam
bentuk lambang-lambang manasuka; lambang-lambang tersebut bersifat vokal, tetapi
mungkin jugai bersifat visual !>erta mengandung makna konvensional.
Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh Wardhaugh (1977) yang
menyebutkan bahwa bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi suara yang
manasuka
a (arbitrer), yang digunakan untuk berkomunikasi antar manusia. Sejalan
dengan
n pendapat di atas, Brown (2007: 6) mengemukakan bahasa adalah
keterampilanr khusus yang kompleks, berkembang dalam diri anak-anak secara
2
spontan, tsnpa usaha sadar atau instruksi formal, dipakai tanpa memahami logika
yang mendasarinya, secarci kualitatif sama dalam diri setiap orang, dan berbeda dari
kecakapan kecakapan lain yang sifatnya lebih umum dalam hal memposes informasi
atau berperilaku secara cerdas. Sedangkan Ron Scollon (2004: 272) mengemukakan
bahwa bahasa adalah sesuatu yang datang "unit-unit yang dikemas rapi" dan
merupakan sebuah fenomena yang melibatkan banyak faktor, kompleks, dan
senantiasa berubah.
Kridalaksana (1983) mempertegas ketiga definisi di atas lewat pernyataannya
bahwa bahasa adalah sistem lambang yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu
masyarakai untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.
Mengacu pada uraiar di atas, tampak bahwa intisari dari pendapat para pakar
di atas adalah bahwa terdapat tiga sifat bahasa yang sama-sama diutamakan, yaitu
bahasa sebagai sistem tanda atau sistem lambang, bahasa sebagai alat komunikasi,
dan bahasa digunakan oleh kelompok manusia atau masyarakat. Mereka juga
memandang bahasa bersifat arbitrer, manusiawi, berhubungan dengan suara dan
pendengaran, konvensional dan bersistem.
Konsolidasi dari sejumlah kemungkinan definisi bahasa itu menghasilkan definisi
gabungan terikut ini (Brown, 2007: 6).
1. Bahasa itu sistematis;.
2. Bahasa adalah sepe angkat simbol mana suka.
3. Simbol-simbol itu utamanya adalah vokal, tetapi juga bisa visual.
4. Simbol mengonvensionalkan makna yang dirujuk.
5. Bahasa dipakai untuk berkomunikasi.
6. Bahasa beroperasi dalam sebuah komunitas atau budaya wicara.
7. Bahasa pada dasarnya untuk manusia, walaupun bisa terjadi tak hanya
terbcitas untuk manusia.
8. Bahasa dikuasai oleh semua orang dalam cara yang sama; bahasa dan
pem Deiajaran bahasa sama-sama mempunyai karakteristik universal.
Bahasa sargatlah per ting bagi interaksi manusia karena, menurut Samavor &
Porter (2001: 137), bahasa memiliki fungsi sebagai label, interaksi, dan transmisi.
Fungsi labe berperan untuk mengidentifikasi atau memberi nama pada orang, benda,
atau tindakan. Fungsi interkasi berkutat dengan perihal berbagi dan
mengkomur ikasikan gagasan dan emosi. Dan, fungsi transmisi merupakan proses
menghantarkan informasi kepada orang lain.
Bahasa memiliki banyak fungsi. Menurut Dell Hymes, fungsi bahasa tersebut
antara lain: (1) untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial, (2) untuk
menyampaikan pengalaman tentang keindahan, kebaikan, keluhuran budi, (3) untuk
mengatur kontak sosial, (4) untuk mengatur perilaku atau perasaan sendiri, (5) untuk
mengatur psrilaku perasaan orang lain, (6) untuk mengungkapkan perasaan, (7)
untuk mensmdai perihal hubungan sosial, (7) untuk menunjukkan dunia di luar
bahasa, (8) jntuk mengajarkan berbagai kemampuan dan keterampilan.
Baha;;a selalu dinarris dan tidak statis. Bahasa tumbuh dan berkembang
dalam lingkungan pemakainya. Pertumbuhan dan perkembangan bahasa tersebut
menghadirkan satu pemikiran terbaru akan perlunya pengkajian yang mendalam
tentang keterkaitan bahasa dengan masyarakat penggunanya. Untuk kepentingan
inilah lahir bsberapa cabang ilmu kebahasaan seperti Sosiolinguistik, Psikolonguistik,
dan Pragmatik.
Sejalan dengan konsep di atas Gumpers dan Hymes (1972:14)
mengatakan,"Correlation sociolinguistics sees the relationship of linguistic to social
categories as a match between closely connected but nevertheless independent
systems. Language is regarded as a set or rules enabling speakers to translate
3
information from the outside world into sound'. Hal itu berarti bahwa hubungan
sosiolinguistik memperlihatkan hubungan linguistik dengan kelompok-kelompok sosial
sebagai suétu kesamaan antara sistem yang terbuka tetapi bebas. Bahasa dianggap
sebagai seperangkat atau aturan-aturan yang memungkinkan penutur untuk
menerjemahkan informasi dari dunia luar ke dalam suara.
Dalarr korteks di atas bahasa selalu tumbuh dan berkembang seiring
pertumbuhan dar perkembéingan budaya masyarakat penggunanya. Hingga saat ini,
bahasa Indonesia merupake n bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata
baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa
asing.
Berdcsarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa bahasa
adalah penanda keberadaan manusia sebagai makhluk berbudaya. Bahasa menjadi
ikon utama penanda jalinan sosial manusia dalam masyarakatnya. Bahasa menjadi
penyangga interaksi manusia dengan alam sekitarnya. Dengan demikian, bahasa
tidaklah mungkin untuk dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam setiap helaan
nafas marusia, manusia akan senantiasa menggunakan bahasa sebagai
penandanya. Dari tanda te sebut adalah kebudayaan manusia itu sendiri. Bahasa
menjadi alat sekaligus sarana bagi manusia untuk membentuk pikiran, perasaan,
keinginan dan perbuatan-perbuatannya; alat yang dipakai untuk memengaruhi dan
dipengaruhi lingkungannya.
Bahasa menjadi sarana bagi manusia untuk berbuat dan berpikir. Pikiran
manusia teisebui dikonstruksi melalui dan oleh bahasa. Bahasa menjadi bahan
utama unUn merangkai fenomena-fenomena alam dan pengaruhnya baik antar
entitas alarr itu sendiri majpun dari dan untuk diri individu (manusia) itu sendiri.
Memang tidak midah untuk memahami bagaimana proses pemikiran manusia dapat
dirangkai dîlam konstruks makna yang disebut bahasa. Sebenarnya bahasa
merupakan usaha dan upaya budaya manusia untuk 'mengenal' dan 'menguasai' diri
dan alam ingkungannya. Bahasa dijadikan 'alat' untuk 'memperkecil' realitas
hidupnya dclam oentuk simbol-simbol bermakna yang abstrak. Konstruksi simbol
inilah yang kemudian disebu: dengan bahasa.
Menurut (Geertz, 1976: 22) Sistem bahasa mempunyai fungsi sebagai sarana
berlangsungnya interaksi manusia di dalam masyarakat, berarti di dalam tindak laku
berbahasa haruslah disertai norma-norma yang berlaku di dalam budaya itu. Sistem
tindak laku berbahasa menurut norma-norma budaya ini disebut tata cara berbahasa.
B.
1.
Belajar
Pengertian Belajar
BeberEpa definisi mengenai belajar telah dikemukakan beberapa ahli. Definisidefinisi tersebut memiliki perbedaan dan persamaan. Namun, sebagian besar definisidefinisi tersebut memiliki benang merah. Berikut ini dikemukakan beberapa
pengertian tentang belajar.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman
(Learning is defined as the modification or strengthening of behavior through
experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu
kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan
tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan
hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan (Oemar Hamalik, 2010: 27).
4
Berikut ini disajkikan beberapa pengertian belajar:
a. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi
dengan lingkungan (Oemar Hamalik, 2010: 25).
b. Skiner [dalam Barlow, 1985) mengartikan belajar sebagai suatu proses adaptasi
atau penyesuaian tingkah laku yang berlaku secara porogesif.
c. Hilgard & Bower dalam bukunya Théories of Learning (1975) mengemukakan
bahwa Delajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap
sesuati situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulangulang dalam situasi itu, di mana dasar kecenderungan respon pembawaan,
kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seorang (misalnya kelelahan,
pengaruh obat, dan nsebagainya).
d. Trursan Hakim, dalam bukunya Belajar secara efektif (2002) mengartikan belajar
adalah proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan
ditampakkan dalam peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti
peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,
keterampilan, daya fikir, dan lain-lain kemampuan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang
setelah seseorang melkakukan aktivitas tertentu. Dalam proses belajar, terdapat
interaksi dengan ingkungan. Dalam interaksi itulah terjadi serangkaian pengalamanpengalamar
belajar. William Burton, mengemukakan bahwa: A good learning
situation consist of a rich and varied séries of learning expériences unified around a
vigorous pu pose and carried on in interaction with a rich, varied and propocative
environment.
Berdasarkan pengert an-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut.
1) Situasi belajar harus bertujuan, dan tujuan-tujuan itu diterima baik oleh
masyarakat. Tujuan merupakan salah satu aspek dari belajar.
2) Tujuan dan maksud beléjar timbul dan kehidupan anak sendiri.
3) Di dalam mencapai tujuan, murid senantiasa akan menemui kesulitan, rintangan,
dan situasi-situasi yang lidak menyenangkan.
4) Hasil belajar yang utamji adalah pola tingkah laku yang bulat.
5) Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenarnya. Belajar apa yang
diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelajari.
6) Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belajar dipersatukan dan dihubungkan dengan
tujuan dalam situasi belajar.
7) Murid memberikan reaksi Secara keseluruhan.
8) Murid mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang bermakna baginya.
9) Murid diîrahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam lingkungan.
10) Murid-murid (dibawa/diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berhubungan
maupun yang tidak berhubungan dengan tujuan utama dalam situasi belajar.
r
2.
Belajar adalalah Suatu Proses
Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai
tujuan. Jadi, merupakan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh.
3.
Belajar dengan Jalan Mengalami
Pengalaman seseorang diperoleh dari interaksi antara individu dengan
lingkungan. VVIliam Buton, menyatakan bahwa: Experiencing means living
through actual situations and recting vigorously to various aspects of those
stiations for purposes apperent to learner. Experiencing includes whatever one
5
does or undergoes which results in changed behavior, in changed values,
meanings, attitudes, or skill.
Pengalaman adélah sebagai sumber pengetahuan dan keterampilan,
bersifat pendidikan, yang merupakan satu kesatuan di sekitar tujuan murid,
pengalaman pendidikan bersifat kontinu dan interaktif, membantu integrasi
pribadi murid. Pada gar s besarnya pengalaman itu terbagi menjadi dua.
1) Pengalaman langsung, yaitu pengalaman yang dialami secara langsung
yang merupakan partisipasi yang sesungguhnya, berbuat, dan
sebagainya.
2) Pengalaman pengganti, yaitu melalui observasi, gambar, dan grafis.
4.
Hasil dan Bukti Belajar ialah Adanya Perubahan Tingkah Laku
Seseorang dikatakan belajar jika terdapat bukti adanya perubahan tingkah
laku. Ferubahan tersebut misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
mengeiti menjadi mengerti, dari tidak bisa menjadi isa, dan sebagainya. Tingkah
laku memiliki unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur
rohaniah sedangkan unsur motoris adalah unsur jasmaniah.
Tngkah laku méinusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan
tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek
itu adai ah:
a. Pengetahuan
b. Pengertian
c. Kebiasaan
d. Keterampilan
e. Apresiasi
f. Emosional
g. Hubungan sosial
h. Jasmani
i. Etis atau budi pekerti
j . Sikap.
Jika seseorang telah melakukan perbuatan belajar, maka akan terlihat
terjadinya perubahan dalam salah satu atau beberapa aspek tingkah laku
tersebut. (Oemar Hamaik, 2010: 30)
5.
Ciri- ciri Belajar
Prinsip-prinsip belajar rrenurut William Burton (2010: 31) sebagai berikut.
a. Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui (under
going)
b. Proses itu melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata pelajaranmata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan tertentu.
c. Pendalaman belajar secara maksimal bermakna bagi kehidupan murid.
d. Pendalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan murid sendiri yang
mendorong motivasi yang kontinu.
e. Proses be ajar dan hasil belajar disyarati oleh hereditas dan lingkungan.
f. Proses belajar dan hasil usaha belajar secara material dipengaruhi oleh
perbedaan-perbedaan individual di kalangan murid-murid.
g. Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalaman-pengalaman
dan hasil-hasil yang diinginkan disesuaikan dengan kematangan murid.
h. Proses belajar yang lerbaik apabila murid mengetahui status dan kemajuan.
i. Proses beajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur.
j. Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain, tetapi dapat
didiskusikan secara terpisah.
6
k. Proses belajar berlangsung secara efektif di bawah bimbingan yang
merangsang dan membimbing tanpa tekanan dan paksaan.
I. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan.
m. Hasil hasil belajar citerima oleh murid apabila member kepuasan pada
kebutuhannya dan berguna serta bermakna baginya.
n. Hasil hasil belajar dilengkapi dengan
jalan serangkaian pengalamanpengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang baik.
o. Hasil hasil belajar itu lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan
kecepatan yang berbeda-beda.
p. Hasil hasil belajar yjing telah dicapai adalah bersifat kompleks dan dapat
berubah-ubah (adaptable), jadi tidak sederhana dan statis.
6. Faktor-faktor Belajar
Belajar yang efektif, sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor (Hamalik, 2010: 33).
Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan. (Siswa yang belajar melakukan
banyak kegiatan, baik kegiatan neural system, seperti melihat, mendengar,
merasakan, berpikir, kegiatan motoris, dan kegiatan-kegiatan lain untuk
memperoleh sikap, kebiasaan, dan minat)
b. Belajar memerlukan latihan
c. Belajar siswa lebih berhasil. Belajar akan berhasil jika siswa merasa berhasil
dan mendapat kepuasannya.
d. Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal dalam
belajarnya.
e. Faktor asosiasi, yaitu mengasosiasikan antara pengalaman lama dan baru.
f. Pengalaman masa larmau dan pengertian-pengertian yang telah dimiliki siswa.
g. Faktor kesiapan belajar. Siswa yang telah siap belajar akan dapat melakukan
kegiatan belajar lebih mudah dan lebih berhasil.
h. Faktor minat dan usahei.
i. Faktor-faktor fisiologis. Kondisi badan siswa yang belajar sangat berpengaruh
dalam proses belajar.
j. Faktor intelegensi. Siswa yang cerdas akan lebih mudah dan berhasil dalam
kegiatan belajarnya.
7. Teori-teori Belajar
Terdapat banyak teon tentang belajar. Antara teori yang satu dengan teori
yang lain memiliki perbedaan dan persamaan. Berikut ini diuraikan teori-teori
belajar da am pandangan Dsikologis, yaitu:
a. Teori Psikologi Klasik tentang Belajar
Menurut teori ini manusia terdiri dari jiwa (mind) dan badan (body) atau
zat {mitter). Dalam pandangan ini, hakikat belajar adalah all learning is a
process of developing ar training of mind. Kita belajar melihat objek dengan
menggunakan substansi dan sensasi. Kita mengembangkan kekuatan
mencipta, ingatan, keinginan, dan pikiran, dengan meraihnya. Dengan kata lain,
pendidikan adalah suatu proses self development atau self cultivation atau self
reatizaiion.
b. Teori Psikologi Daya (Faculty Psychology) dan Belajar
Menurut teoti ini, jiwa manusia dari berbagai daya, mengingat, berpikir,
merasakan, kemauan, dan sebagainya. Tiap daya memiliki fungsi sendirisendiri. Semua oranc memiliki daya tersebut, hanya kekuatannya yang
berbeda. Agar daya-daya tersebut berkembang (terbentuk) daya-daya tersebut
pertu dilatih sehingga berfungsi. Apabila salah satu daya dilatih, maka daya
tersebjt akan mempengaruhi daya-daya yang lain dan seseorang dapat
melakukan transfer of Jearning terhadap situasi lain.
Konsekuensi dari teori ini adalah kurikulum perlu menyediakan mata
pelajaran-mata
pelajaran
yang
dapat
mengembangkan
daya-daya
tersebjt. Penekanannya bukan terletak pada materinya, melainkan
pemb€ ntukcinnya, pendidikan dengan latihan.
c. Teori Mental State
Teori ini berpangkal pada psikologi asosiasi yang dikembangkan oleh J.
Herbait yang pada prinsipnya, jiwa manusia terdiri dari kesan-kesan/tanggapantanggepan yang masuk melalui penginderaan. Kesan-kesan tersebut
berasosiasi satu sama lainnya dan membentuk mental atau kesadaran
manusia. Tambah kuat asosiasi itu, tambah lama kesan-kesan itu tinggal di
dalam jiwa kita. Kesan-kesan itu berasosiasi satu sama lain dan membentuk
mental atau kesadaran.
Menurut teori ini, belajar adalah memperoleh pengetahuan melalui alat
indera yanci disampakan dalam bentuk perangsang-perangsang dari luar.
Pengaaman-pengalarran berasosiasi dan bereproduksi. Lebih banyak ulangan
dan latihan, lebih banyak pengalaman dan pengetahuan yang didapat dan
pengalaman/pengetahuan tersebut tinggal dalam kasadaran dan ingatan
seseorang.
d. Teori Psikologi Behaviorisme dan Belajar/Teori Belajar Asosiasi
Eehav onsme adalah studi tentang kelakuan manusia. Menurut aliran ini,
belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan pembentukan antara stimulus dan
respon. Dengan memberikan rangsangan (stimulus) maka siswa akan
merespon. Hubungan antara stimulus-respon ini akan menimbulkan kebiasaankebiasaan otomatis pada belajar. Jadi pada dasarnyakelakuan anak adalah
terdiri .atas respon-respon tertentu terhadap stimulus-stimulus tertentu. Dengan
latihan -latihan, maka hubungan-hubungan itu akan semakin menjadi kuat. Inilah
yang disebu; S-R Bond Theory.
e. Teori Conectionism dan Hukum Belajar
Teori di atas menjadi dasar dalam teori connectionism. Teori ini mempunyai
doktrin pokok, yaitu hubungan nantara stimulus dan respon, asosiasi-asosiasi
dibuat antara kesan-ke^san pengadaan dan dorongan-dorongan untuk berbuat.
Ikatan-ikatan (bond) eitau koneksi-koneksi dapat diperkuat atau diperlemah
serasi dengan banyaknya penggunaan dan pengaruh-pengaruh dari
penggunaan itu.
f. Teori E elajar Kognitif
Teori ini mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses terpadu
yang berlangsung
di dalam
diri seseorang dalam upaya memperoleh
pemahaman dan struktur kognitif lama. Memperoleh pemahaman berarti
menangkap makna alau arti dari suatu objek atau situasi yang dihadapi.
Sedangkan struktur kognitif adalah persepsi atau tanggapan seseorang tentang
keadaan dalam lingkungan sekitarnya yang mempengaruhi ide-ide, perasaan,
tindaten, dan hubungan sosial orang yang bersangkutan.
8
g. Teori Psikologi Gestal tentang Belajar
Menur jt aliran ini, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yang
berstruktur. Suatu keseluruhan bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsurunsur. Unsur-unsur itu berada dalam keseluruhan menurut struktur yang telah
tertentu dan saling berinteraksi satu sama lain.
Contoh: kepala manusia bukan merupakan penjumlahan dari tempurung
kepala telinga, mate, hidung, mulut, rambut, dagu, dan dahi. Kepala
merupakan keseluruhan unsur-unsur kepala yang terletak pada struktur
tertentu.
Teori osikologi Gestal sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang
belajar Beberapa prinsip yang perlu mendapat perhatian, adalah sebagai
berikut
1) Tingkah laku terjadi berkat interaksi antara individu dan lingkungannya,
faktor herediter (natural endowment) lebih berpengaruh.
2) Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan yang dinamis,
adanya ganggjan terhadap keseimbangan itu akan mendorong
terjadinya tingkah laku.
3) Belajar mengutamakan aspek pemahaman (inight) terhadap situasi
problematis.
4) Belajar menitikberatkan pada situasi sekarang, dalam situai tersebut
menemukan diri iya.
5) Belajar dimulai dari keseluruhan dan bagian-bagian hanya bermakna
talam keseluruhan.
h.
C.
Teori PsikologiField Theory tentang Belajar
Teori ini mengemukakan bahwa:
1) Belajar dimulai dari suatu keseluruhan. Keseluruhan yang menjadi
permulaan baru menuju ke bagian-bagian. Mulai dari hal-hal yang
kompleks menuju ke hal-hal yang sederhana. Mulai dari organisasi
mata pelajaran yang menyeluruh menuju ke tugas-tugas harian yang
berurutan. Belajar mulai dari suatu unit menuju ke hal-hal yang mudah
dipahami, diferensial pengetahuan dan keterampilan.
2) Keseluruhan member makna pada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi
dalam suatu keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam
rangka keselurjhan tersebut. Dalam hal ini keseluruhan yang
memberikan makna pada bagian-bagian tersebut.
3) Indivicuasi bagian-bagian dari suatu keseluruhan. Mula-mula siswa
melihat suatu sebagai keseluruhan. Bagian-bagian dilihat dalam
hubungan fungsional dengan keseluruhan. Lambat laun dia melakukan
diferensiasi bagian-bagian dari keseluruhan menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil.
4) Siswa belajar menggunakan pemahaman (insight). Pemahaman adalah
kemampuan molihat hubungan-hubungan antara berbagai faktor atau
unsur dalam situasi yang problematis.
Pengajaran Bahasa
Pengajaran
1. Istilah Pembelajaran can Pengajaran
Psmbe ajaran adalah penguasaan atau pemerolehan pengetahuan
tentang suatu subjek atau sebuah keterampilan dengan belajar, pengalaman,
atau instruksi (Brown, 2007: 8). Slevin dalam Brown (2007: 9) mendefinisikan
pembelajaran sebagai sebuah perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan
oleh pengalaman.
9
Pengajaran didefinisikan sebagai sesuatu yang menunjukkan atau
membaitu seseorang mempelajari cara melakukan sesuatu, member instruksi,
memandu dalam pengojian sesuatu, menyiapkan pengetahuan, menjadikan
tahu atau paham. Memilah-milah komponen definisi tentang pembelajaran, kita
bisa mendapatkan, seperti yang kita dapati dalam bahasa, berbagai domain
penelitian dan penyelidikan (hamalik, 2010: 8):
a. Belajar adalah menguasai atau memperoleh.
b. Belajar adalah mengingat-ingat informasi atau keterampilan.
c. Mengingat-ingat itu melibatkan sistem penyimpanan, memori, organisasi
koc nitif.
d. Belajar i:u melibatkan perhatian aktif-sadar pada dan bertindak menurut
per stiwa-peristiwa di luar serta di dalam organisme.
e. Bel ajar itu relatif permanen tetapi tunduk pada lupa.
f. Belajar melibatkan pelbagai bentuk latihan, mungkin latihan yang ditopang
dergan imbalan dan hukuman.
g. Bel ajar adalah sebuah perubahan dalam perilaku.
Pengajaran tidak bisa didefinisikan terpisah dari pembelajaran.
Pengajeran adalah memandu dan memfasilitasi pembelajaran yang
memungkinkan pembelajar untuk belajar, menetapkan kondisi-kondisi
pembelajaran. Pemahaman tentang pembelajaran, akan menentukan filosofi
pendidikan, gaya mengejar, pendekatan, metode, dan teknik mengajar di kelas.
Sobuah definisi yang diperluas atau teori tentang pengajaran akan
menerangkan prinsip-prinsip kunci dalam memilih metode dan teknik tertentu.
Sebuah teori pengajaran, sejalan dengan pemahaman utuh Anda tentang
pembelajar dan materi aokok yang harus dipelajari, akan memandu kita untuk
menemukan prosedur-prosedur efektif pembelajaran pada waktu tertentu, bagi
pembelajar tertentu, dan dalam konteks tertentu. Dengan kata lain, teori
mengajar adalah teori Anda tentang pembelajaran yang 'dibalik' (Brown, 2007: 9)
Pandangan tentang istilah pengajaran terus-menerus berkembang dan
mengalami kemajuan. Berikut ini dikemukakan tentang pengajaran oleh Hamalik
(2010:44)
a. Pengajaran maksudnya sama dengan kegiatan mengajar
Kegiatan itu dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada
siiiwa. Kegiatan guru adalah yang paling aktif, paling menonjol, dan paling
menentukan. Penciajaran sama artinya dengan perbuatan mengajar.
b. Pengajaran adalah interaksi belajar dan mengajar
Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses saling mempengaruhi
artara guru dan siswa. Di antara keduanya terdapat hubungan atau
komunikasi interaksi.
Proses pengajaran itu berlangsung dalam situasi pengajaran, di mana di
ds lamnya terdapat komponen-komponen faktor-faktor:
1) Tujuan mengajar
2) Siswa yang belajar
3) Guru
4) Metode mengajar
5) Ala: bantu
6) Penilaian
7) Situasi pengajaran
Dalam proses pengajaran, semua komponen tersebut bergerak
sekaligus dalam suatu rangkaian kegiatan yang terarah dalam rangka
10
membawa pertumbuhan siswa ke tujuan yang diinginkan. Jadi dapat
dikemukakan bahwa pengajaran merupakan suatu pola yang di dalamnya
tersusun suatu prosedur yang direncanakan.
c.
Pengajaran sebacai suatu sistem
Pengertian pengajaran sesungguhnya lebih luas dari pada hanya sebagai
suatu proses atau prosedur belaka. Pengajaran adalah suatu sistem yang
luas, yaing mengandung banyak aspek, di antaranya:
1) Profesi guru.
2) Peilcembangs n dan pertumbuhan siswa sebagai organism yang
Sedang berkembang.
3) Tujuan dari pendidikan dan pengajaran yang berpangkal pada filsafat
hidup masyarakat.
4) Program pendidikan atau kurikulum sekolah.
5) Perencanaan pengajaran.
6) Bimbingan di sekolah
7) Huoungan dengan masyarakat pada umumnya dan hubungan dengan
lembaga-lembaga/instansi-instansi pada khususnya.
d.
Pengajaran identik dengan pendidikan
Proses pergajaran adalah proses pendidikan. Setiap kegiatan
pengajaran adalah untuk mencapai tujuan pendidikan.
2. Pengajaran Bahas;
Perkembangan pengajaran bahasa dewasa ini cenderung dilakukan
secara terpadu, dari komponen bahasa, komponen kultural, komponen
sosial, (Jan komponen psikologis. Hal itu dilakukan dalam rangka
memperkuat tesis Sapir-Whorf, yang menyatakan bahwa bahasa dan budaya
tidak dapat dipisahkan.
3. Berbagai istilah dalam pengajaran bahasa
Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang pengajaran bahasa, berikut
akan dijelaskan tiga istilah yang memiliki keterkaitan erat dan sering
digunakan dalam pengajaran bahasa. Ketiga istilah itu adalah yaitu (1)
pendekatan, (2) metode, dan (3) teknik. Berikut uraian ketiga istilah tersebut
yang diambil dari Edward Anthony, ketua Departemen Linguistik, Pittsburgh
University, sebagaimana dikutip oleh Parerà.
a.
Pendekatan
Pendekatan merupakan aksioma, sesuatu yang baku, dan tidak dapat
lagi dibantah akan kebenarannya. Pendekatan merupakan satu latar
belakang filosofis mengenai pokok bahasan yang hendak diajarkan. Sebagai
contohnya adalah pendekatan aural-oral dalam pengajaran bahasa.
Perdeka:an aural-oral memiliki sejumlah asumsi linguistik seperti (a) bahasa
merupakan lambang bunyi yang bermakna dan alami; (b) setiap bahasa
berstruktur secara khas atau tidak ada dua bahasa yang sama, dan (3)
struktur bahasa dapat ditemukan dan dideskripsikan secara sistematik.
Selain asumsi linguistik, pendekatan aural-oral juga dapat dijelaskan
berdasarkan asumsi dalam pengajaran dan pelajaran bahasa. Ada lima
sunisi dasar dalam pengajaran bahasa, yaitu: (1) manifestasi pertama dari
bahasa (aural-oral harus diajarkan lebih dahulu daripada manifestasi
sekunder (baca dan tulisan); (2) manifestasi kedua dari bahasa akan
11
diajarkan dalam urutan tertentu, yakni mulai dengan baca dan sesudah itu
tulis; (3) manifestasi ketiga dari bahasa dalam bentuk sastra dan susastra
merupakan manifestasi dalam bentuk reseptif dan produktif; (4) secara
pro ;edural kita berpendapat bahwa (a) bahasa adalah suatu kebiasaan, (b)
kebiasaan itu dipetoleh dengan pengulangan, (c) bahasa harus diajarkan
melalu pengulangan; dan (5) setiap bahasa adalah unik. la mempunyai
struktur tersendiri. Sebab itu, mungkin ada baiknya diadakan perbandingan
antara bahasa ibu dan bahasa sasaran/ajaran.
b.
Metode
Mstode merupakan satu rancangan menyeluruh untuk menyajikan
secara teratur bahan-bahan bahasa, tak ada bagian-bagiannya yang saling
bertentangan, dan semuanya berdasarkan pada asumsi pendekatan.
Perdekatan bersifat aksiomatik dan metode bersifat prosedural.
Dalam satu pendekatan bisa terdapat banyak metode. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi presentasi/penyajian bahasa secara teratur bagi
para pelajar. Sebagai contoh, mengajarkan bahasa Inggris kepada orang
Indonesia akan berbeda dengan mengajarkan bahasa Inggris kepada orang
yang berbahasa Cina. Mengajarkan bahasa Indonesia kepada orang yang
berbahasain ibu bahasa Jawa berbeda dengan mengajarkan kepada mereka
yang beroahasa ibu bahasa Gayo (Aceh). Juga tujuan pengajaran bahasa
menentukan pula metode dan presentasi pengajaran bahasa, seperti untuk
membaca, untuk berbicara lancar, atau untuk terjemahan.
Dalam pengajaran bahasa, sedikitnya ada lima belas macam metode
yang telah diinventarisir oleh Prancis Mackey, ke lima belas metode itu
adalah (1) Direct Method, (2) Natural Method, (3) Psychological Method, (4)
Phcnetic Method, (tj Reading Method, (6) Grammar Method, (7) Translation
Method, (8) Grammar, (9) Eclectic Method Translation Method, (10) Unit
Method, (11) Language Control Method, (12) Mim-mem Methode, (13)
Practice-iheory Method, (14) Cognate Method, dan (15) Dual Language
Method.
Selain metode di atas terdapat beberapa metode pembelajaran
bahasa, Suyatno (2004: 15) mengemukakan nmetode pembelajaran bahasa,
antara lain: 1) me.ode tatabahasa/terjemahan, 2) metode membaca, 3)
metDde audiolingua, metode reseptif dan produktif, 4) metode langsung, 5)
metDde <omunikatif, 6) metode integratif, metode tematik, 7) metode
quantum, 8) metode konstruktivitis, 9) metode partisipatori, 10) metode
kontekstual.
c.
Teknik
Teknik meruoakan usaha pemenuhan akan metode
dalam
pelaksanaan pengajaran bahasa dalam kelas. Teknik merupakan satu
kecerdikan, satu siasat atau satu ikhtiar yang dipergunakan untuk memenuhi
tujuan secara langsung. Teknik bergantung pada guru, kebolehan pribadi,
dan komposisi kelas. Contoh-contoh pemanfaatan peralatan teknologi
sepurti: laboratorium bahasa, kaset, tape-recorder, closed circuit televition,
fotografi, dan serrua peralatan teknik lainnya. Secara singkat teknik
merupakan bagairricina harus kita laksanakan apa yang telah kita putuskan.
Setiap metode di atas memiliki keunggulan dan juga kelemahan
mas ing-rr asing sebagai contoh yakni pada metode langsung yang
mer erapkan sistem belajar yang dirasa dapat membuat siswa senang dalam
belajar bahasa karena menggunakan kosakata dan struktur sehari-hari yang
dipakai siswa dengan tata bahasa yang diajarkan menurut situasinya tetapi
12
kelemahan ini terjadi karena pada umumnya pengajaran dilakukan di kelas
dar itu pun dengan waktu yang berjam-jam.
Pada hakikanya semua metode pengajaran bahasa terjadi dari
penahapan seleksi, gradasi, persentasi dan repetisi tertentu dari bahan
pelajaran. Oleh karena itu, untuk membedakan suatu metode dengan
me ode yang lain kita harus menggunakan keempat tahap tersebut sebagai
kriteria. Tahap seleksi dilakukan karena tidak mungkin mengajarkan semua
bidang pengetahuan tetapi kita harus menyeleksi bagian mana yang akan
kita ajarkan. Tahap gradasi dilakukan karena tidak mungkin kita mengajarkan
secara serentak semua yang telah kita seleksi. Tahap persentasi dilakukan
karuna tidak mungkin kita mengajar tanpa mengkomunikasikan sesuatu itu
kepada orang lain. Tahap repetisi dilakukan karena tidak mungkin kita
mempelajari sesuau keterampilan dari suatu keadaan yang tunggal saja.
Senua keterampilan bergantung pada prakteknya.
Guna mencapai keberhasilan dalam pengajaran Bahasa Indonesia
selain menmggunakan metode-metode di atas diperlukan juga pendekatanperdekalan dalam oengajaran bahasa, pendekatan ini bertujuan agar siswa
dapat dengan senang dan juga dengan mudah menyerap atau belajar seperti
pendekatan komunikatif yang mempunyai hakikat bahwa bahasa adalah
suatu sistem buat ekspresi makna. Beberapa pendekatan yang lain adalah:
a. Pendekatan Situasional
b. Pendekatan Audiolingual
c. Pendekatan Komunikatif
d. Pendekatan Keterampilan proses
e. Pendekatan CESA
f. Pendekatan Alamiah
g. Pendekatan Struktural
h. Pendekatan Kontekstual
i. Dsb.
Pengajaran Bahasa dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pada umumnya strategi pembelajaran termasuk di dalamnya pembelajaran
bahasa menciacu pada kurikulum yang berlaku, walaupun kurikulum yang baik
bukanlan satu-satunya jaminan tercapainya mutu pendidikan yang diinginkan.
Mutu proses dan hasil pendidikan akan lebih banyak bergantung pada guru
sebagai pihak yang mengimplementasikan kurikulum tersebut dalam praktek
pembelajaran.
Penentuan tentang pendekatan yang digunakan untuk
menetapkan teknik dan metode pembelajaran bahasa tidak dapat dilepaskan dari
masalah kurikulum yang berlaku.
Sejak tahun 2004 telah diberlakukan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK), kemudian tahun 2006 kurikulum tersebut mendapat penyempurnaan
seperlunya dan disebutlah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berarti
acuan kita dalam pembicaraan pembelajaran bahasa adalah pada kurikulum
yang bersangkutan. Bai< KBK/KTSP merupakan penyempurnaan dari beberapa
kurikulum yang pernah terlaku sebelumnya. Mulai dari kurikulum 1984, kurikulum
1994, bahkan dalam KTSP lebih dipertegas lagi, bahwa pengajaran bahasa dan
sastra
penekanannya pada pengajaran pragmatic/ penguasaan kompetensi.
Penekanan pengajaran bahasa pada pragmatik, senapas dengan roh KTSP yang
menekankan pada komptensi, yakni penguasaan yang bermuara pada
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai -nilai yang harus direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak. Karena itu dalam pengajaran bahasa Indonesia
penekanannya lebih pada peningkatan kompetensi komunikatif dengan
pengertian siswa terampil menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun
13
tulisan, ditambah dengan pemahaman keberagaman budaya Indonesia melalui
khazanah pengajaran kesusastraan Indonesia (Depdiknas, 2006).
E.
Pragmatik sebagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa
Ada tiga konsep dasar yang perlu dijelaskan yakni pertama sintaksis yang
mempeajri liubungan formal bahasa, kedua semantik yang mempelajari
hubung an tanda dengan objek, dan ketiga pragmatik yang mengkaji hubungan
antara landa bahasa dengan penafsir, serta menelaah bahasa dari pandangan
fungsional bahasa. Karena pragmatik secara khusus memperhatikan hubungan
antara struk:ur bahasa dengan prinsip-prinsip pemakaiannya, maka pada
hakikatnya pragmatik objek kajiannya lebih mengarah kepada kemampuan
keterarr pilan bahasa can kemampuan menggunakan bahasa sesuai dengan
tindak komunikatifnya.
Sebagai pendekatan, pragmatik memberi sumbangan yang sangat besar
dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonedia,
dengan beberapa alasan, bahwa pragmatik:
a. lebih mementingkan penggunaan bahasa sesuai dengan peristiwa komunikatif
dan prinsip penggunaan bahasa;
b. dimaksudkan untuk menajamkan empat keterampilan berbahasa (menyimak,
berbicara, menulis, dan membaca) dalam berkomunikasi baik secara lisan
maupun tulisan;
c. tidak hanya mementingkan kebenaran bentuk, tetapi juga memperhatikan
kesesuaian atau ketepatan bentuk dengan kontes penggunaan bahasa secara
utuh;
d. memberi peluang yang sangat besar bagi siswa untuk berlatih menggunakan
bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan peristiwa komunikatif yang
mungkin ditemukan stau terjadi dalam kehidupan sehari-hari;
e. memungkinkan terjadinya integrasi beberapa keterampilan berbahasa secara
komprehensif sehingga sangat mendukung pengembangan kemampuan
siswa dalam berbagai peristiwa kumonikatif baik yang diperlukan di dalam
maupun di luar kelas; dan
f. berupaya mewujudkan fungsi komunikatif bahasa secara maksimal.
F.
Pendekatan Komunikatif dalam Pengajaran Bahasa
Berhubung pendekatan sintetik gramatikal atau pendekatan yang lebih
mengarah ke penguasaan kaidah-kaidah linguistik seperti sintaksis, morfologi,
dan kota kata yang selama ini digunakan dipandang gagal dalam pengajaran
bahasa, maka mulai kurikulum 1984 hingga KBK/KTSP yang saat ini berlaku
dianjurkan agar dalam pengajaran bahasa menggunakan pendekatan
komunikatif. Pendekatan ini mengacu pada asumsi bahwa penguasaan bahasa
sangat dipengaruhi oleh faktor budaya dan pola pikir masyarakat penggunanya
dan bukan keidah linguistik sebagai dasar utamanya. Asumsi ini mengacu pada
pendapat Dcuglas Brcwn (1987) dalam bukunya, "Principles of Language
teachinc" yarg mengatakan bahwa terdapat saling keterkaitan antara bahasa,
budaya dan pola pikir pamakai bahasa, la mengatakan ketidaktahuan pembicara
tentang budaya dan pola pikir lawan bicara akan menyebabkan kesalahpahaman
dan berakiba: terputusnya komunikasi bahasa. Kenyataan inilah sehingga para ,
ahli per didikan pengajaran bahasa mencoba memikirkan pendekatan bahasa
yang lebih tepiat dan pendekatan itu adalah pendekatan komunikatif.
Landasan teoritis "pendekatan komunikatif didasarkan pada pendapat
beberapa ahli, di antaranya, Savignon dalam tulisannya "Teaching for
Commuiication " (1982) mengemukakan bahwa penguasaan sistem bunyi dan
pola struktur dasar tidak berarti penguasaan bagaimana menggunakan bahasa
14
atau kumanrpuan komunikatif. Menurutnya kemampuan komunikatif adalah
kemamauan berkomunikasi dalam situasi yang sebenarnya. Broughton (1980)
mendef nisikan, bahwa kemampuan komunikatif sebagai kemampuan untuk
berekspresi/berkomunikasi secara tepat dalam situasi dan tempat yang tepat.
Widdowson (1981) mengatakan bahwa mempelajari suatu bahasa bukan hanya
menyargkut kemampuan menyusun kalimat atau bagian kalimat yang cocok
dalam konteks tertentu, tetapi selanjutnya mampu menggunakan bentuk-bentuk
tadi dalam situasi dan tempat yang tepat. Widdowson menjelaskan perbedaan
tadi dengan menggunakan istilah "usage" dan "use" atau istilah yang digunakan
de Saussure "langue" dan "parole" dan Chomsky menyebutnya dengan istilah
Competence and performance". Jadi dalam proses komunikasi kemampuan
linguistik dan komuniketif digunakan secara bersama-sama. Kerangka berpikir
seperti di ataslah yang menjadi acuan "Pendekatan Komunikatif" di dalam intraksi
belajar mengajar bahasa. Teknik yang dikembangkan dalam pendekatan
komunikatif didasarkan atas keaktifan siswa lewat pengalaman belajarnya, dan
bukan atas penyajian guru (experiential and discovery learning teachniques).
Dalam pendekatan komunikatif ini peranan guru lebih banyak memberi dorongan
kepada siswa untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya sendiri tanpa
rasa takut berbuat kesalahan, dan kalau terdapat kesalahan maka hal tersebut
harus d terim a sebagai gejala yang wajar yang sukar dihindari. Jadi guru dalam
ini hanya berfungsi sebagai pengelola kelas atau bertindak sebagai fasilitator,
motivator dan evaluator saja.
Dengan memperhatikan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa dan sastra lebih
menitikteratkan pada kemampuan komunikatif siswa dalam siatuasi yang
sebenarnya atau pada tempat yang tepat. Kemampuan komunikatif di sini
menyangkut kemampuan negosiasi, komprehensi, dan ekspresi. Dengan
demikian pendekatan komunikatif juga dapat diartikan sebagai sebuah
pendekatan yang mengetengahkan teknik-teknik interaksi yang mengutamakan
negosiasi, komprehensi, dan ekspresi.
G. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL).
Pengertian
Pendekatan
kontekstual
(Contextual
Teaching
and
Learning/CTL) menuai: Nurhadi (2002: 4) "Konsepsi pembelajaran yang
membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata
dengan motivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya
dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat."
Sejalan dengan pendapat tersebut, rumusan CTL menurut Johnson (2002: 25).
The CTL system is an education proses that aims to help students see
meaninv in tne academic material they are studying by connecting academic
subjects with the context of their daily lives, that is, with the context of their
persona social, and cultural circumstances. To achieve this aim, the system
encompass tie followit\g eight components: making meaningful connections,
doing significant work S9lf-regulated learning, collaborating, critical and creative
thinking, nurturing, the individual, reaching high standards, using authentic
assessment.
Kitipan di atas mengandung arti bahwa sistem CTL merupakan suatu
proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam
pembelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan
pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem
15
CTL akan menuntun siswa kedelapan komponen CTL: melakukan hubungan yang
bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri,
bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara/merawat pribadi siswa,
mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.
Selanjutnya Nurhadi ( 2 0 0 4 : 1 2 ) mengemukakan bahwa pendekatan CTL
memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme, inquiri, pemodelan,
masyarakat belajar, bertanya, penilaian autentik, dan refleksi. Dalam pembelajaran
tersebut siswa aktif, kreatif, menyenangkan, dan melakukan kegiatan yang
bermakn a.
Melalui landasan filosofo konstruktivisme, CTL merupakan pendekatan yang
memungkinkan siswa untuk belajar mengalami sendiri apa yang dipelajari. Melalui
CTL, siswa dharapkan belajar melalui "mengalami" bukan menmghafal. Zahorik
( 1 9 9 5 : 2 1) mengemukakcin tentang filosofi konstruktivisme.
Menurut filosofi konstruktivisme, pengetahuan bersifat nonobjektif, temporer,
dan selailu berubah. Segala sesuatu bersifat temporer, berubah, dan tidak
menentu Kitalah yang memberi makna terhadap realitas yang ada. Pengetahuan
tidak pasti dan tidak tetap. Belajar adalah pemaknaan pengetahuan, bukan
perolehai pengetahuan dan mengajar diartikan sebagai kegiatan atau proses
menggali makna, bukan memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar.
Otak atau akal manusia berfungsi sebagai alat untuk melakukan interpretasi
sehingga muncul makna /ang unik.
1.
Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual, di dalamnya terdapat beberapa karakteristik
tertentu. Johnson (20D2: 2 4 ) mengemukakan komponen utama dalam
pembelajaran kontekstual. Terdapat delapan komponen utama dalam
pembelajaran kontekstual, komponen tersebut antara lain: 1) melakukan hubungan
yang bermakna (marking meaningful connections); 2) melakukan kegiatankegiatan yang signifikan (doing significant work); 3) siswa melakukan pekerjaan
yang sianifikamada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada
hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya/hasilnya yang
sifatnya nyata; 4) bekerja sama (collaborating); 6) berpikir kritis dan kreatif (critical
and creative thinking); 7) siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih
tinggi secara kritis dan kreatif; 8) mengasuh atau memelihara pribadi siswa
(nurturinci the individual); 9) mencapai standar yang tinggi (reaching high
Standard J); 10) menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment)
Menurut The Northweat Regional Education Laboratory USA dalam Nurhadi
( 2 0 0 4 ) mengidentifikasikan adanya enam kunci dasar dari pembelajaran
kontekstual,
a. Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penilaian pribadi sangat
terkait dengan kepeningan siswa di dalam mempelajari isi materi pelajaran.
Pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan nyata atau siswa mengerti
menfaat isi pembelajaran, jika mereka merasakan berkepentingan untuk belajar
demi kehidupannya di masa yang akan datang
b. Penerapan pengetahuan: adalah kemampuan siswa untuk memahami apa yang
dipela ari dam diterapkan dalam tatanan kehidupan dan fungsi di masa sekarang
atau di masa yang ak? n datang.
c. Berpikir tingkat tinggi: siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berpikir kritis dan
berpikir kreatif dalam pengumpulan data, pemahaman suatu isu dan
pemecahan suatu madalah.
16
d. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: isi pembelajaran harus
dikaitkan dengan standar local, provinsi, nasional, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta dunia kerja.
e. Responsive terhadap budaya: Guru harus memahami dan menghargai nilai,
kepercayaan, dan kebiasaan siswa, teman, pendidik, dan masyarakat tempat ia
mendidik. Ragam individu dan budaya suatu kelompok serta hubungan
antarbudaya tersebut akan mempengaruhi pembelajaran dan sekaligus akan
berpengaruh terhadap cara mengajar guru.
f. Penilaian autentik: penggunaan berbagai strategi penilaian (misalnya penilaian
proyek/tugas terstrukur, kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubrik, daftar
cek, Dedoman observasi, dan sebagainya) akan merefleksikan hasil belajar
sesungguhnya..
1
2. Fokus Pembelajaran Kontekstual
Menurut Senduk (2004: 19) "Pembelajaran kontekstual menempatkan
siswa di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa
dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor
kebutuhan individual siswa dan peranan guru." Jadi dalam pembelajaran, siswa
perlu diajak mempelajari apa-apa yang bermakna bagi siswa. Sehubungan
dengan tu maka pendekatan pembelajaran kontekstual harus menekankan pada
kebermaknaan apa yang dipelajari siswa dengan kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu, pembelajaran yang dilaksanakan di kelas perlu memperhatikan model
pembela|aran yang berasosiasi dengan CTL.
•
Yasin (2004 : 19-20) mengemukakan tentang pembelajaran yang berasosiasi
dengan OTL:
a. Mode pembelajaran belajar berbasis masalah (Problem-Based Learning).
Suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata
sebagai statu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensi dari materi pelajaran. Dalam hal ini, siswa yterlibat dalam
penyelidikan untuk pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan
dan konsep dari be'bagai isi materi pelajaran. Pendekatan ini mencakup
pengimpulan informasi yang berkaitan dengan pertanyaan, mensintesis, dan
mempresentasikan penemuannya kepada orang lain.
b. Pengajaran Autentik (Autenthic Instruktion), yaitu pendekatan pengajaran yang
memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna, la
mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting
di dalam konteks kehidupan nyata.
c. Belajar Berbasis Inqüri {Inquiry-Based Learning) yang membutuhkan strategi
pengajaran yang mengikuti metodologi saina dan menyediakan kesempatan
untuk pembelajaran bermakna.
d. Belajar Berbasis Proyek/Tugas (Project-Based Learning) yang membutuhkan
suatu pendekatan pengajaran komprehenshif di mana lingkungan belajar siswa
(kelas) didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah
auteniik tennasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan
melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan
siswa untuk bekerja secara mandiri dalam mengkonstruksi (membentuk)
pembelajarannya, dan mengkulminasikannya dalam produk nyata.
e. Belajar Berbasis Kerja (Work-Based Learning) yang memerlukan suatu
pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks
tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan
bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja. Jdalam hal
17
ini, tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan
materi pelajaran untuk kepentingan siswa.
f. Belajar Berbasis ,. asa-layanan (Service Learning) yang memerlukan
penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa-layanan
masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasalayanan tersebut, jadi menekankan hubungan antara pengalaman jasa layanan
dan pembelajaran akademis.
g. Belajar Koperatif (Coperative learning) yang memerlukan pendekatan
pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama
3. Penerapan Pembelajaran Kontekstual di Kelas
Untuk menerapkan pendekatan kontekstual di dalam kelas, diperlukan
strategi dengan melibatkan komponen-komponen yang ada. Ada tujuh komponen
utama pembelajaran yang mendasari pembelajaran kontekstual di kelas. Ketujuh
komponen tersebut menurut Nurhadi (2004: 31) "Tujuh komponen utama
pendekatan kontekstual, yaitu: konstruktivisme (Constructivism), bertanya
(Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (learning Community),
pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic
Assessment).'
III. Kesimpulan
Berdasarkan uraian /ang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa
bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa
bahasa seseorang tidak mampu mengungkap realita-realita dalam kehidupan dan
budaya lingkungannya. Bahasa didefinisikan sebagai suatu sistem lambang bunyi
suara yang arbitrer, yang digunakan untuk berkomunikasi antarmanusia.
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang disadari. Perubahan
yang terjaci di dalam diri seseorang setelah seseorang melkakukan aktivitas
tertentu. Dalam proses belajar, terdapat interaksi dengan lingkungannya. Dengan
bahasa seseorang mampu melakukan aktivitas belajar. Terdapat beberapa teori
belajar. Teori-teori tersebut antara yang satu dengan lainnya memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing.
Istilah pengajaran dan pembelajaran memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaan dan perbedaan tersebut saling melengkapi. Persamaan kedua hal
tersebut terletak pada proses belajarnya, sedangkan perbedaannya terletak pada
penekanan subjek belajar. Pembelajaran adalah penguasaan atau pemerolehan
pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah keterampilan dengan belajar,
pengalaman, atau instruks. Pembelajaran sebagai sebuah perubahan dalam diri
seseorang yang disebabkan oleh pengalaman.
Pengajaran didefinisikan sebagai sesuatu yang menunjukkan atau membantu
seseorang mempelajari cara melakukan sesuatu, member instruksi, memandu dalam
pengkajian sesuatu, menyiapkan pengetahuan, menjadikan tahu atau paham.
Pe nbelcijaran akam berhasil jika dilakukan dengan berbagai strategi,
pendekatan, dar metode. Penggunaan pendekatan dan metode yang bervariasi
menjadikan siswa termotivasi dalam proses pembelajaran.
18
Daftar Pustaka
Brown, H. Douglas. 2000. Principles of Language Learning and Teaching. USA:
Addison Wesley Longman, Inc.
Brukerhofi, David B. 1988. Sosiology. New York: West Publish Comp.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum 2004. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia. Jakarta: Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Djojosuroto, Kinayati. 2007. Filsafat Bahasa. Jakarta: Pustaka Book Publish.
Fathurohrran, Pupuh. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Refika Aditama.
Hamalik Oemar. 2010. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: BUmi Aksara.
Hymes, Dell. 1966. Culture and Society. University of California, Berkeley
Johnson, EilaineB. 2006. Contextual Teaching & LLearning. Bandung: MLC.
Kramsch, Claire 1998. Language and Culture. New York: Oxford University Press.
Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL).
Jakarta: Depdiknas
. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dan
Penerapannya da/am KBK. Malang: Universitas Malang.
Samovar, .amy. A.2001. Comunication Between Culture. California State University:
Wadswoth.
Subana, M. 2005. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka
Seta.
Sumiati. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima
Suyatno. 2304. Teknik Pembelajaran bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC.
Download