1 BAHASA, BELAJAR, DAN PENGAJARAN BAHASA Oleh: Dra. Ninip Hanifah, M. Hum. NIP: 195308151993032001 AKADEMI BAHASA ASING BOROBUDUR JAKARTA JANUARI 2011 BAHASA, BELAJAR, DAN PENGAJARAN BAHASA I. Pendahuluan Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa, manusia mampu berkomunikasi dengan sesama manusia secara baik. Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, bahasa berkembang menyesuaikan perkembangan-perkembangan zaman. Bahasa dapat diartikan sebagai suatu sistem tanda arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa merupakan sistem yang sistematis dalam bentuk lambang-lambang manasuka. Lambang-lambang tersebut bersifat vokal, tetapi mungkin juga bersifat visual serta mengandung makna konvensional. Bahasa memiliki banyak fungsi. Fungsi bahasa menurut Kramsch (1998) adalah selain berfungsi sebagai pengekspresi pikiran, perasaan, ide, kreativitas, juga berfungsi sebagai alat penyebar dan pemeroleh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dipelajari melalui bahasa dan sebaliknya disebarluaskan pula melalui bahasa, baik itu bahasa tulis maupun bahasa lisan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa, banyak masyarakat yang belum mampu men r guasai bahasa secara baik. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi di masyarakat. Banyak masyarakat yang belum mamahami konsep-konsep berkomunikasi secara baik. Bertitik tolak dari peranan bahasa dalam masyarakat, bahasa perlu dibelajarkan kepada siswa secara baik. Penguasaan bahasa yang baik mempengaruhi pola pikir yang baik. Agar siswa mampu menguasai bahasa secara baik, guru dalam pembelajaran perlu menggunakan berbagai pendekatan, strategi, dan metode secara bervariasi. Berdasarkan uraian di atas, rumusan dalam makalah ini adalah "Bagaimanakah Bahasa, Belajar, dan Pengajaran Bahasa?" II. Pembatasan A. Bahasa Berbaciai rumusan tentang bahasa telah dikemukakan oleh para pakar. Lindgren (1972) menyebut bahasa itu sebagai perekat masyarakat. Broom dan Selznik (1973) menyebutkan bahwa bahasa sebagai faktor penentu dalam penciptaan masyarakat manusia. Wardhaugh (1977) berpendapat bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi suara yang arbitrer, yang digunakan untuk berkomunikasi antarmanusia. Ontologi bahasa banyak definisikan oleh sejumlah ahli bahasa. Dalam pandangan Sapir, seorang filsuf dan ahli bahasa, (dalam Stork & Widdowson, 1974), bahasa merupakan suatu cara manusia yang noninstingtif untuk mengomunikasikan gagasan, enosi, dan hasrat melalui sarana sistem simbol yang dihasilkan secara manasuka. Bahasa, menurut Brown (1980: 6), adalah sistem yang sistematis dalam bentuk lambang-lambang manasuka; lambang-lambang tersebut bersifat vokal, tetapi mungkin jugai bersifat visual !>erta mengandung makna konvensional. Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh Wardhaugh (1977) yang menyebutkan bahwa bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi suara yang manasuka a (arbitrer), yang digunakan untuk berkomunikasi antar manusia. Sejalan dengan n pendapat di atas, Brown (2007: 6) mengemukakan bahasa adalah keterampilanr khusus yang kompleks, berkembang dalam diri anak-anak secara 2 spontan, tsnpa usaha sadar atau instruksi formal, dipakai tanpa memahami logika yang mendasarinya, secarci kualitatif sama dalam diri setiap orang, dan berbeda dari kecakapan kecakapan lain yang sifatnya lebih umum dalam hal memposes informasi atau berperilaku secara cerdas. Sedangkan Ron Scollon (2004: 272) mengemukakan bahwa bahasa adalah sesuatu yang datang "unit-unit yang dikemas rapi" dan merupakan sebuah fenomena yang melibatkan banyak faktor, kompleks, dan senantiasa berubah. Kridalaksana (1983) mempertegas ketiga definisi di atas lewat pernyataannya bahwa bahasa adalah sistem lambang yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu masyarakai untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Mengacu pada uraiar di atas, tampak bahwa intisari dari pendapat para pakar di atas adalah bahwa terdapat tiga sifat bahasa yang sama-sama diutamakan, yaitu bahasa sebagai sistem tanda atau sistem lambang, bahasa sebagai alat komunikasi, dan bahasa digunakan oleh kelompok manusia atau masyarakat. Mereka juga memandang bahasa bersifat arbitrer, manusiawi, berhubungan dengan suara dan pendengaran, konvensional dan bersistem. Konsolidasi dari sejumlah kemungkinan definisi bahasa itu menghasilkan definisi gabungan terikut ini (Brown, 2007: 6). 1. Bahasa itu sistematis;. 2. Bahasa adalah sepe angkat simbol mana suka. 3. Simbol-simbol itu utamanya adalah vokal, tetapi juga bisa visual. 4. Simbol mengonvensionalkan makna yang dirujuk. 5. Bahasa dipakai untuk berkomunikasi. 6. Bahasa beroperasi dalam sebuah komunitas atau budaya wicara. 7. Bahasa pada dasarnya untuk manusia, walaupun bisa terjadi tak hanya terbcitas untuk manusia. 8. Bahasa dikuasai oleh semua orang dalam cara yang sama; bahasa dan pem Deiajaran bahasa sama-sama mempunyai karakteristik universal. Bahasa sargatlah per ting bagi interaksi manusia karena, menurut Samavor & Porter (2001: 137), bahasa memiliki fungsi sebagai label, interaksi, dan transmisi. Fungsi labe berperan untuk mengidentifikasi atau memberi nama pada orang, benda, atau tindakan. Fungsi interkasi berkutat dengan perihal berbagi dan mengkomur ikasikan gagasan dan emosi. Dan, fungsi transmisi merupakan proses menghantarkan informasi kepada orang lain. Bahasa memiliki banyak fungsi. Menurut Dell Hymes, fungsi bahasa tersebut antara lain: (1) untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial, (2) untuk menyampaikan pengalaman tentang keindahan, kebaikan, keluhuran budi, (3) untuk mengatur kontak sosial, (4) untuk mengatur perilaku atau perasaan sendiri, (5) untuk mengatur psrilaku perasaan orang lain, (6) untuk mengungkapkan perasaan, (7) untuk mensmdai perihal hubungan sosial, (7) untuk menunjukkan dunia di luar bahasa, (8) jntuk mengajarkan berbagai kemampuan dan keterampilan. Baha;;a selalu dinarris dan tidak statis. Bahasa tumbuh dan berkembang dalam lingkungan pemakainya. Pertumbuhan dan perkembangan bahasa tersebut menghadirkan satu pemikiran terbaru akan perlunya pengkajian yang mendalam tentang keterkaitan bahasa dengan masyarakat penggunanya. Untuk kepentingan inilah lahir bsberapa cabang ilmu kebahasaan seperti Sosiolinguistik, Psikolonguistik, dan Pragmatik. Sejalan dengan konsep di atas Gumpers dan Hymes (1972:14) mengatakan,"Correlation sociolinguistics sees the relationship of linguistic to social categories as a match between closely connected but nevertheless independent systems. Language is regarded as a set or rules enabling speakers to translate 3 information from the outside world into sound'. Hal itu berarti bahwa hubungan sosiolinguistik memperlihatkan hubungan linguistik dengan kelompok-kelompok sosial sebagai suétu kesamaan antara sistem yang terbuka tetapi bebas. Bahasa dianggap sebagai seperangkat atau aturan-aturan yang memungkinkan penutur untuk menerjemahkan informasi dari dunia luar ke dalam suara. Dalarr korteks di atas bahasa selalu tumbuh dan berkembang seiring pertumbuhan dar perkembéingan budaya masyarakat penggunanya. Hingga saat ini, bahasa Indonesia merupake n bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Berdcsarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa bahasa adalah penanda keberadaan manusia sebagai makhluk berbudaya. Bahasa menjadi ikon utama penanda jalinan sosial manusia dalam masyarakatnya. Bahasa menjadi penyangga interaksi manusia dengan alam sekitarnya. Dengan demikian, bahasa tidaklah mungkin untuk dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam setiap helaan nafas marusia, manusia akan senantiasa menggunakan bahasa sebagai penandanya. Dari tanda te sebut adalah kebudayaan manusia itu sendiri. Bahasa menjadi alat sekaligus sarana bagi manusia untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatannya; alat yang dipakai untuk memengaruhi dan dipengaruhi lingkungannya. Bahasa menjadi sarana bagi manusia untuk berbuat dan berpikir. Pikiran manusia teisebui dikonstruksi melalui dan oleh bahasa. Bahasa menjadi bahan utama unUn merangkai fenomena-fenomena alam dan pengaruhnya baik antar entitas alarr itu sendiri majpun dari dan untuk diri individu (manusia) itu sendiri. Memang tidak midah untuk memahami bagaimana proses pemikiran manusia dapat dirangkai dîlam konstruks makna yang disebut bahasa. Sebenarnya bahasa merupakan usaha dan upaya budaya manusia untuk 'mengenal' dan 'menguasai' diri dan alam ingkungannya. Bahasa dijadikan 'alat' untuk 'memperkecil' realitas hidupnya dclam oentuk simbol-simbol bermakna yang abstrak. Konstruksi simbol inilah yang kemudian disebu: dengan bahasa. Menurut (Geertz, 1976: 22) Sistem bahasa mempunyai fungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi manusia di dalam masyarakat, berarti di dalam tindak laku berbahasa haruslah disertai norma-norma yang berlaku di dalam budaya itu. Sistem tindak laku berbahasa menurut norma-norma budaya ini disebut tata cara berbahasa. B. 1. Belajar Pengertian Belajar BeberEpa definisi mengenai belajar telah dikemukakan beberapa ahli. Definisidefinisi tersebut memiliki perbedaan dan persamaan. Namun, sebagian besar definisidefinisi tersebut memiliki benang merah. Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian tentang belajar. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan (Oemar Hamalik, 2010: 27). 4 Berikut ini disajkikan beberapa pengertian belajar: a. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan (Oemar Hamalik, 2010: 25). b. Skiner [dalam Barlow, 1985) mengartikan belajar sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlaku secara porogesif. c. Hilgard & Bower dalam bukunya Théories of Learning (1975) mengemukakan bahwa Delajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuati situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulangulang dalam situasi itu, di mana dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan nsebagainya). d. Trursan Hakim, dalam bukunya Belajar secara efektif (2002) mengartikan belajar adalah proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan ditampakkan dalam peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya fikir, dan lain-lain kemampuan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah seseorang melkakukan aktivitas tertentu. Dalam proses belajar, terdapat interaksi dengan ingkungan. Dalam interaksi itulah terjadi serangkaian pengalamanpengalamar belajar. William Burton, mengemukakan bahwa: A good learning situation consist of a rich and varied séries of learning expériences unified around a vigorous pu pose and carried on in interaction with a rich, varied and propocative environment. Berdasarkan pengert an-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1) Situasi belajar harus bertujuan, dan tujuan-tujuan itu diterima baik oleh masyarakat. Tujuan merupakan salah satu aspek dari belajar. 2) Tujuan dan maksud beléjar timbul dan kehidupan anak sendiri. 3) Di dalam mencapai tujuan, murid senantiasa akan menemui kesulitan, rintangan, dan situasi-situasi yang lidak menyenangkan. 4) Hasil belajar yang utamji adalah pola tingkah laku yang bulat. 5) Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenarnya. Belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelajari. 6) Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belajar dipersatukan dan dihubungkan dengan tujuan dalam situasi belajar. 7) Murid memberikan reaksi Secara keseluruhan. 8) Murid mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang bermakna baginya. 9) Murid diîrahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam lingkungan. 10) Murid-murid (dibawa/diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan tujuan utama dalam situasi belajar. r 2. Belajar adalalah Suatu Proses Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Jadi, merupakan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh. 3. Belajar dengan Jalan Mengalami Pengalaman seseorang diperoleh dari interaksi antara individu dengan lingkungan. VVIliam Buton, menyatakan bahwa: Experiencing means living through actual situations and recting vigorously to various aspects of those stiations for purposes apperent to learner. Experiencing includes whatever one 5 does or undergoes which results in changed behavior, in changed values, meanings, attitudes, or skill. Pengalaman adélah sebagai sumber pengetahuan dan keterampilan, bersifat pendidikan, yang merupakan satu kesatuan di sekitar tujuan murid, pengalaman pendidikan bersifat kontinu dan interaktif, membantu integrasi pribadi murid. Pada gar s besarnya pengalaman itu terbagi menjadi dua. 1) Pengalaman langsung, yaitu pengalaman yang dialami secara langsung yang merupakan partisipasi yang sesungguhnya, berbuat, dan sebagainya. 2) Pengalaman pengganti, yaitu melalui observasi, gambar, dan grafis. 4. Hasil dan Bukti Belajar ialah Adanya Perubahan Tingkah Laku Seseorang dikatakan belajar jika terdapat bukti adanya perubahan tingkah laku. Ferubahan tersebut misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengeiti menjadi mengerti, dari tidak bisa menjadi isa, dan sebagainya. Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur rohaniah sedangkan unsur motoris adalah unsur jasmaniah. Tngkah laku méinusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adai ah: a. Pengetahuan b. Pengertian c. Kebiasaan d. Keterampilan e. Apresiasi f. Emosional g. Hubungan sosial h. Jasmani i. Etis atau budi pekerti j . Sikap. Jika seseorang telah melakukan perbuatan belajar, maka akan terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut. (Oemar Hamaik, 2010: 30) 5. Ciri- ciri Belajar Prinsip-prinsip belajar rrenurut William Burton (2010: 31) sebagai berikut. a. Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui (under going) b. Proses itu melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata pelajaranmata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan tertentu. c. Pendalaman belajar secara maksimal bermakna bagi kehidupan murid. d. Pendalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan murid sendiri yang mendorong motivasi yang kontinu. e. Proses be ajar dan hasil belajar disyarati oleh hereditas dan lingkungan. f. Proses belajar dan hasil usaha belajar secara material dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individual di kalangan murid-murid. g. Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalaman-pengalaman dan hasil-hasil yang diinginkan disesuaikan dengan kematangan murid. h. Proses belajar yang lerbaik apabila murid mengetahui status dan kemajuan. i. Proses beajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur. j. Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain, tetapi dapat didiskusikan secara terpisah. 6 k. Proses belajar berlangsung secara efektif di bawah bimbingan yang merangsang dan membimbing tanpa tekanan dan paksaan. I. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan. m. Hasil hasil belajar citerima oleh murid apabila member kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta bermakna baginya. n. Hasil hasil belajar dilengkapi dengan jalan serangkaian pengalamanpengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang baik. o. Hasil hasil belajar itu lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan kecepatan yang berbeda-beda. p. Hasil hasil belajar yjing telah dicapai adalah bersifat kompleks dan dapat berubah-ubah (adaptable), jadi tidak sederhana dan statis. 6. Faktor-faktor Belajar Belajar yang efektif, sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor (Hamalik, 2010: 33). Faktor-faktor tersebut antara lain: a. Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan. (Siswa yang belajar melakukan banyak kegiatan, baik kegiatan neural system, seperti melihat, mendengar, merasakan, berpikir, kegiatan motoris, dan kegiatan-kegiatan lain untuk memperoleh sikap, kebiasaan, dan minat) b. Belajar memerlukan latihan c. Belajar siswa lebih berhasil. Belajar akan berhasil jika siswa merasa berhasil dan mendapat kepuasannya. d. Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal dalam belajarnya. e. Faktor asosiasi, yaitu mengasosiasikan antara pengalaman lama dan baru. f. Pengalaman masa larmau dan pengertian-pengertian yang telah dimiliki siswa. g. Faktor kesiapan belajar. Siswa yang telah siap belajar akan dapat melakukan kegiatan belajar lebih mudah dan lebih berhasil. h. Faktor minat dan usahei. i. Faktor-faktor fisiologis. Kondisi badan siswa yang belajar sangat berpengaruh dalam proses belajar. j. Faktor intelegensi. Siswa yang cerdas akan lebih mudah dan berhasil dalam kegiatan belajarnya. 7. Teori-teori Belajar Terdapat banyak teon tentang belajar. Antara teori yang satu dengan teori yang lain memiliki perbedaan dan persamaan. Berikut ini diuraikan teori-teori belajar da am pandangan Dsikologis, yaitu: a. Teori Psikologi Klasik tentang Belajar Menurut teori ini manusia terdiri dari jiwa (mind) dan badan (body) atau zat {mitter). Dalam pandangan ini, hakikat belajar adalah all learning is a process of developing ar training of mind. Kita belajar melihat objek dengan menggunakan substansi dan sensasi. Kita mengembangkan kekuatan mencipta, ingatan, keinginan, dan pikiran, dengan meraihnya. Dengan kata lain, pendidikan adalah suatu proses self development atau self cultivation atau self reatizaiion. b. Teori Psikologi Daya (Faculty Psychology) dan Belajar Menurut teoti ini, jiwa manusia dari berbagai daya, mengingat, berpikir, merasakan, kemauan, dan sebagainya. Tiap daya memiliki fungsi sendirisendiri. Semua oranc memiliki daya tersebut, hanya kekuatannya yang berbeda. Agar daya-daya tersebut berkembang (terbentuk) daya-daya tersebut pertu dilatih sehingga berfungsi. Apabila salah satu daya dilatih, maka daya tersebjt akan mempengaruhi daya-daya yang lain dan seseorang dapat melakukan transfer of Jearning terhadap situasi lain. Konsekuensi dari teori ini adalah kurikulum perlu menyediakan mata pelajaran-mata pelajaran yang dapat mengembangkan daya-daya tersebjt. Penekanannya bukan terletak pada materinya, melainkan pemb€ ntukcinnya, pendidikan dengan latihan. c. Teori Mental State Teori ini berpangkal pada psikologi asosiasi yang dikembangkan oleh J. Herbait yang pada prinsipnya, jiwa manusia terdiri dari kesan-kesan/tanggapantanggepan yang masuk melalui penginderaan. Kesan-kesan tersebut berasosiasi satu sama lainnya dan membentuk mental atau kesadaran manusia. Tambah kuat asosiasi itu, tambah lama kesan-kesan itu tinggal di dalam jiwa kita. Kesan-kesan itu berasosiasi satu sama lain dan membentuk mental atau kesadaran. Menurut teori ini, belajar adalah memperoleh pengetahuan melalui alat indera yanci disampakan dalam bentuk perangsang-perangsang dari luar. Pengaaman-pengalarran berasosiasi dan bereproduksi. Lebih banyak ulangan dan latihan, lebih banyak pengalaman dan pengetahuan yang didapat dan pengalaman/pengetahuan tersebut tinggal dalam kasadaran dan ingatan seseorang. d. Teori Psikologi Behaviorisme dan Belajar/Teori Belajar Asosiasi Eehav onsme adalah studi tentang kelakuan manusia. Menurut aliran ini, belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan pembentukan antara stimulus dan respon. Dengan memberikan rangsangan (stimulus) maka siswa akan merespon. Hubungan antara stimulus-respon ini akan menimbulkan kebiasaankebiasaan otomatis pada belajar. Jadi pada dasarnyakelakuan anak adalah terdiri .atas respon-respon tertentu terhadap stimulus-stimulus tertentu. Dengan latihan -latihan, maka hubungan-hubungan itu akan semakin menjadi kuat. Inilah yang disebu; S-R Bond Theory. e. Teori Conectionism dan Hukum Belajar Teori di atas menjadi dasar dalam teori connectionism. Teori ini mempunyai doktrin pokok, yaitu hubungan nantara stimulus dan respon, asosiasi-asosiasi dibuat antara kesan-ke^san pengadaan dan dorongan-dorongan untuk berbuat. Ikatan-ikatan (bond) eitau koneksi-koneksi dapat diperkuat atau diperlemah serasi dengan banyaknya penggunaan dan pengaruh-pengaruh dari penggunaan itu. f. Teori E elajar Kognitif Teori ini mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses terpadu yang berlangsung di dalam diri seseorang dalam upaya memperoleh pemahaman dan struktur kognitif lama. Memperoleh pemahaman berarti menangkap makna alau arti dari suatu objek atau situasi yang dihadapi. Sedangkan struktur kognitif adalah persepsi atau tanggapan seseorang tentang keadaan dalam lingkungan sekitarnya yang mempengaruhi ide-ide, perasaan, tindaten, dan hubungan sosial orang yang bersangkutan. 8 g. Teori Psikologi Gestal tentang Belajar Menur jt aliran ini, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yang berstruktur. Suatu keseluruhan bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsurunsur. Unsur-unsur itu berada dalam keseluruhan menurut struktur yang telah tertentu dan saling berinteraksi satu sama lain. Contoh: kepala manusia bukan merupakan penjumlahan dari tempurung kepala telinga, mate, hidung, mulut, rambut, dagu, dan dahi. Kepala merupakan keseluruhan unsur-unsur kepala yang terletak pada struktur tertentu. Teori osikologi Gestal sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar Beberapa prinsip yang perlu mendapat perhatian, adalah sebagai berikut 1) Tingkah laku terjadi berkat interaksi antara individu dan lingkungannya, faktor herediter (natural endowment) lebih berpengaruh. 2) Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan yang dinamis, adanya ganggjan terhadap keseimbangan itu akan mendorong terjadinya tingkah laku. 3) Belajar mengutamakan aspek pemahaman (inight) terhadap situasi problematis. 4) Belajar menitikberatkan pada situasi sekarang, dalam situai tersebut menemukan diri iya. 5) Belajar dimulai dari keseluruhan dan bagian-bagian hanya bermakna talam keseluruhan. h. C. Teori PsikologiField Theory tentang Belajar Teori ini mengemukakan bahwa: 1) Belajar dimulai dari suatu keseluruhan. Keseluruhan yang menjadi permulaan baru menuju ke bagian-bagian. Mulai dari hal-hal yang kompleks menuju ke hal-hal yang sederhana. Mulai dari organisasi mata pelajaran yang menyeluruh menuju ke tugas-tugas harian yang berurutan. Belajar mulai dari suatu unit menuju ke hal-hal yang mudah dipahami, diferensial pengetahuan dan keterampilan. 2) Keseluruhan member makna pada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi dalam suatu keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam rangka keselurjhan tersebut. Dalam hal ini keseluruhan yang memberikan makna pada bagian-bagian tersebut. 3) Indivicuasi bagian-bagian dari suatu keseluruhan. Mula-mula siswa melihat suatu sebagai keseluruhan. Bagian-bagian dilihat dalam hubungan fungsional dengan keseluruhan. Lambat laun dia melakukan diferensiasi bagian-bagian dari keseluruhan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. 4) Siswa belajar menggunakan pemahaman (insight). Pemahaman adalah kemampuan molihat hubungan-hubungan antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi yang problematis. Pengajaran Bahasa Pengajaran 1. Istilah Pembelajaran can Pengajaran Psmbe ajaran adalah penguasaan atau pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah keterampilan dengan belajar, pengalaman, atau instruksi (Brown, 2007: 8). Slevin dalam Brown (2007: 9) mendefinisikan pembelajaran sebagai sebuah perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman. 9 Pengajaran didefinisikan sebagai sesuatu yang menunjukkan atau membaitu seseorang mempelajari cara melakukan sesuatu, member instruksi, memandu dalam pengojian sesuatu, menyiapkan pengetahuan, menjadikan tahu atau paham. Memilah-milah komponen definisi tentang pembelajaran, kita bisa mendapatkan, seperti yang kita dapati dalam bahasa, berbagai domain penelitian dan penyelidikan (hamalik, 2010: 8): a. Belajar adalah menguasai atau memperoleh. b. Belajar adalah mengingat-ingat informasi atau keterampilan. c. Mengingat-ingat itu melibatkan sistem penyimpanan, memori, organisasi koc nitif. d. Belajar i:u melibatkan perhatian aktif-sadar pada dan bertindak menurut per stiwa-peristiwa di luar serta di dalam organisme. e. Bel ajar itu relatif permanen tetapi tunduk pada lupa. f. Belajar melibatkan pelbagai bentuk latihan, mungkin latihan yang ditopang dergan imbalan dan hukuman. g. Bel ajar adalah sebuah perubahan dalam perilaku. Pengajaran tidak bisa didefinisikan terpisah dari pembelajaran. Pengajeran adalah memandu dan memfasilitasi pembelajaran yang memungkinkan pembelajar untuk belajar, menetapkan kondisi-kondisi pembelajaran. Pemahaman tentang pembelajaran, akan menentukan filosofi pendidikan, gaya mengejar, pendekatan, metode, dan teknik mengajar di kelas. Sobuah definisi yang diperluas atau teori tentang pengajaran akan menerangkan prinsip-prinsip kunci dalam memilih metode dan teknik tertentu. Sebuah teori pengajaran, sejalan dengan pemahaman utuh Anda tentang pembelajar dan materi aokok yang harus dipelajari, akan memandu kita untuk menemukan prosedur-prosedur efektif pembelajaran pada waktu tertentu, bagi pembelajar tertentu, dan dalam konteks tertentu. Dengan kata lain, teori mengajar adalah teori Anda tentang pembelajaran yang 'dibalik' (Brown, 2007: 9) Pandangan tentang istilah pengajaran terus-menerus berkembang dan mengalami kemajuan. Berikut ini dikemukakan tentang pengajaran oleh Hamalik (2010:44) a. Pengajaran maksudnya sama dengan kegiatan mengajar Kegiatan itu dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siiiwa. Kegiatan guru adalah yang paling aktif, paling menonjol, dan paling menentukan. Penciajaran sama artinya dengan perbuatan mengajar. b. Pengajaran adalah interaksi belajar dan mengajar Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses saling mempengaruhi artara guru dan siswa. Di antara keduanya terdapat hubungan atau komunikasi interaksi. Proses pengajaran itu berlangsung dalam situasi pengajaran, di mana di ds lamnya terdapat komponen-komponen faktor-faktor: 1) Tujuan mengajar 2) Siswa yang belajar 3) Guru 4) Metode mengajar 5) Ala: bantu 6) Penilaian 7) Situasi pengajaran Dalam proses pengajaran, semua komponen tersebut bergerak sekaligus dalam suatu rangkaian kegiatan yang terarah dalam rangka 10 membawa pertumbuhan siswa ke tujuan yang diinginkan. Jadi dapat dikemukakan bahwa pengajaran merupakan suatu pola yang di dalamnya tersusun suatu prosedur yang direncanakan. c. Pengajaran sebacai suatu sistem Pengertian pengajaran sesungguhnya lebih luas dari pada hanya sebagai suatu proses atau prosedur belaka. Pengajaran adalah suatu sistem yang luas, yaing mengandung banyak aspek, di antaranya: 1) Profesi guru. 2) Peilcembangs n dan pertumbuhan siswa sebagai organism yang Sedang berkembang. 3) Tujuan dari pendidikan dan pengajaran yang berpangkal pada filsafat hidup masyarakat. 4) Program pendidikan atau kurikulum sekolah. 5) Perencanaan pengajaran. 6) Bimbingan di sekolah 7) Huoungan dengan masyarakat pada umumnya dan hubungan dengan lembaga-lembaga/instansi-instansi pada khususnya. d. Pengajaran identik dengan pendidikan Proses pergajaran adalah proses pendidikan. Setiap kegiatan pengajaran adalah untuk mencapai tujuan pendidikan. 2. Pengajaran Bahas; Perkembangan pengajaran bahasa dewasa ini cenderung dilakukan secara terpadu, dari komponen bahasa, komponen kultural, komponen sosial, (Jan komponen psikologis. Hal itu dilakukan dalam rangka memperkuat tesis Sapir-Whorf, yang menyatakan bahwa bahasa dan budaya tidak dapat dipisahkan. 3. Berbagai istilah dalam pengajaran bahasa Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang pengajaran bahasa, berikut akan dijelaskan tiga istilah yang memiliki keterkaitan erat dan sering digunakan dalam pengajaran bahasa. Ketiga istilah itu adalah yaitu (1) pendekatan, (2) metode, dan (3) teknik. Berikut uraian ketiga istilah tersebut yang diambil dari Edward Anthony, ketua Departemen Linguistik, Pittsburgh University, sebagaimana dikutip oleh Parerà. a. Pendekatan Pendekatan merupakan aksioma, sesuatu yang baku, dan tidak dapat lagi dibantah akan kebenarannya. Pendekatan merupakan satu latar belakang filosofis mengenai pokok bahasan yang hendak diajarkan. Sebagai contohnya adalah pendekatan aural-oral dalam pengajaran bahasa. Perdeka:an aural-oral memiliki sejumlah asumsi linguistik seperti (a) bahasa merupakan lambang bunyi yang bermakna dan alami; (b) setiap bahasa berstruktur secara khas atau tidak ada dua bahasa yang sama, dan (3) struktur bahasa dapat ditemukan dan dideskripsikan secara sistematik. Selain asumsi linguistik, pendekatan aural-oral juga dapat dijelaskan berdasarkan asumsi dalam pengajaran dan pelajaran bahasa. Ada lima sunisi dasar dalam pengajaran bahasa, yaitu: (1) manifestasi pertama dari bahasa (aural-oral harus diajarkan lebih dahulu daripada manifestasi sekunder (baca dan tulisan); (2) manifestasi kedua dari bahasa akan 11 diajarkan dalam urutan tertentu, yakni mulai dengan baca dan sesudah itu tulis; (3) manifestasi ketiga dari bahasa dalam bentuk sastra dan susastra merupakan manifestasi dalam bentuk reseptif dan produktif; (4) secara pro ;edural kita berpendapat bahwa (a) bahasa adalah suatu kebiasaan, (b) kebiasaan itu dipetoleh dengan pengulangan, (c) bahasa harus diajarkan melalu pengulangan; dan (5) setiap bahasa adalah unik. la mempunyai struktur tersendiri. Sebab itu, mungkin ada baiknya diadakan perbandingan antara bahasa ibu dan bahasa sasaran/ajaran. b. Metode Mstode merupakan satu rancangan menyeluruh untuk menyajikan secara teratur bahan-bahan bahasa, tak ada bagian-bagiannya yang saling bertentangan, dan semuanya berdasarkan pada asumsi pendekatan. Perdekatan bersifat aksiomatik dan metode bersifat prosedural. Dalam satu pendekatan bisa terdapat banyak metode. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi presentasi/penyajian bahasa secara teratur bagi para pelajar. Sebagai contoh, mengajarkan bahasa Inggris kepada orang Indonesia akan berbeda dengan mengajarkan bahasa Inggris kepada orang yang berbahasa Cina. Mengajarkan bahasa Indonesia kepada orang yang berbahasain ibu bahasa Jawa berbeda dengan mengajarkan kepada mereka yang beroahasa ibu bahasa Gayo (Aceh). Juga tujuan pengajaran bahasa menentukan pula metode dan presentasi pengajaran bahasa, seperti untuk membaca, untuk berbicara lancar, atau untuk terjemahan. Dalam pengajaran bahasa, sedikitnya ada lima belas macam metode yang telah diinventarisir oleh Prancis Mackey, ke lima belas metode itu adalah (1) Direct Method, (2) Natural Method, (3) Psychological Method, (4) Phcnetic Method, (tj Reading Method, (6) Grammar Method, (7) Translation Method, (8) Grammar, (9) Eclectic Method Translation Method, (10) Unit Method, (11) Language Control Method, (12) Mim-mem Methode, (13) Practice-iheory Method, (14) Cognate Method, dan (15) Dual Language Method. Selain metode di atas terdapat beberapa metode pembelajaran bahasa, Suyatno (2004: 15) mengemukakan nmetode pembelajaran bahasa, antara lain: 1) me.ode tatabahasa/terjemahan, 2) metode membaca, 3) metDde audiolingua, metode reseptif dan produktif, 4) metode langsung, 5) metDde <omunikatif, 6) metode integratif, metode tematik, 7) metode quantum, 8) metode konstruktivitis, 9) metode partisipatori, 10) metode kontekstual. c. Teknik Teknik meruoakan usaha pemenuhan akan metode dalam pelaksanaan pengajaran bahasa dalam kelas. Teknik merupakan satu kecerdikan, satu siasat atau satu ikhtiar yang dipergunakan untuk memenuhi tujuan secara langsung. Teknik bergantung pada guru, kebolehan pribadi, dan komposisi kelas. Contoh-contoh pemanfaatan peralatan teknologi sepurti: laboratorium bahasa, kaset, tape-recorder, closed circuit televition, fotografi, dan serrua peralatan teknik lainnya. Secara singkat teknik merupakan bagairricina harus kita laksanakan apa yang telah kita putuskan. Setiap metode di atas memiliki keunggulan dan juga kelemahan mas ing-rr asing sebagai contoh yakni pada metode langsung yang mer erapkan sistem belajar yang dirasa dapat membuat siswa senang dalam belajar bahasa karena menggunakan kosakata dan struktur sehari-hari yang dipakai siswa dengan tata bahasa yang diajarkan menurut situasinya tetapi 12 kelemahan ini terjadi karena pada umumnya pengajaran dilakukan di kelas dar itu pun dengan waktu yang berjam-jam. Pada hakikanya semua metode pengajaran bahasa terjadi dari penahapan seleksi, gradasi, persentasi dan repetisi tertentu dari bahan pelajaran. Oleh karena itu, untuk membedakan suatu metode dengan me ode yang lain kita harus menggunakan keempat tahap tersebut sebagai kriteria. Tahap seleksi dilakukan karena tidak mungkin mengajarkan semua bidang pengetahuan tetapi kita harus menyeleksi bagian mana yang akan kita ajarkan. Tahap gradasi dilakukan karena tidak mungkin kita mengajarkan secara serentak semua yang telah kita seleksi. Tahap persentasi dilakukan karuna tidak mungkin kita mengajar tanpa mengkomunikasikan sesuatu itu kepada orang lain. Tahap repetisi dilakukan karena tidak mungkin kita mempelajari sesuau keterampilan dari suatu keadaan yang tunggal saja. Senua keterampilan bergantung pada prakteknya. Guna mencapai keberhasilan dalam pengajaran Bahasa Indonesia selain menmggunakan metode-metode di atas diperlukan juga pendekatanperdekalan dalam oengajaran bahasa, pendekatan ini bertujuan agar siswa dapat dengan senang dan juga dengan mudah menyerap atau belajar seperti pendekatan komunikatif yang mempunyai hakikat bahwa bahasa adalah suatu sistem buat ekspresi makna. Beberapa pendekatan yang lain adalah: a. Pendekatan Situasional b. Pendekatan Audiolingual c. Pendekatan Komunikatif d. Pendekatan Keterampilan proses e. Pendekatan CESA f. Pendekatan Alamiah g. Pendekatan Struktural h. Pendekatan Kontekstual i. Dsb. Pengajaran Bahasa dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Pada umumnya strategi pembelajaran termasuk di dalamnya pembelajaran bahasa menciacu pada kurikulum yang berlaku, walaupun kurikulum yang baik bukanlan satu-satunya jaminan tercapainya mutu pendidikan yang diinginkan. Mutu proses dan hasil pendidikan akan lebih banyak bergantung pada guru sebagai pihak yang mengimplementasikan kurikulum tersebut dalam praktek pembelajaran. Penentuan tentang pendekatan yang digunakan untuk menetapkan teknik dan metode pembelajaran bahasa tidak dapat dilepaskan dari masalah kurikulum yang berlaku. Sejak tahun 2004 telah diberlakukan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), kemudian tahun 2006 kurikulum tersebut mendapat penyempurnaan seperlunya dan disebutlah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berarti acuan kita dalam pembicaraan pembelajaran bahasa adalah pada kurikulum yang bersangkutan. Bai< KBK/KTSP merupakan penyempurnaan dari beberapa kurikulum yang pernah terlaku sebelumnya. Mulai dari kurikulum 1984, kurikulum 1994, bahkan dalam KTSP lebih dipertegas lagi, bahwa pengajaran bahasa dan sastra penekanannya pada pengajaran pragmatic/ penguasaan kompetensi. Penekanan pengajaran bahasa pada pragmatik, senapas dengan roh KTSP yang menekankan pada komptensi, yakni penguasaan yang bermuara pada pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai -nilai yang harus direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Karena itu dalam pengajaran bahasa Indonesia penekanannya lebih pada peningkatan kompetensi komunikatif dengan pengertian siswa terampil menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun 13 tulisan, ditambah dengan pemahaman keberagaman budaya Indonesia melalui khazanah pengajaran kesusastraan Indonesia (Depdiknas, 2006). E. Pragmatik sebagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa Ada tiga konsep dasar yang perlu dijelaskan yakni pertama sintaksis yang mempeajri liubungan formal bahasa, kedua semantik yang mempelajari hubung an tanda dengan objek, dan ketiga pragmatik yang mengkaji hubungan antara landa bahasa dengan penafsir, serta menelaah bahasa dari pandangan fungsional bahasa. Karena pragmatik secara khusus memperhatikan hubungan antara struk:ur bahasa dengan prinsip-prinsip pemakaiannya, maka pada hakikatnya pragmatik objek kajiannya lebih mengarah kepada kemampuan keterarr pilan bahasa can kemampuan menggunakan bahasa sesuai dengan tindak komunikatifnya. Sebagai pendekatan, pragmatik memberi sumbangan yang sangat besar dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonedia, dengan beberapa alasan, bahwa pragmatik: a. lebih mementingkan penggunaan bahasa sesuai dengan peristiwa komunikatif dan prinsip penggunaan bahasa; b. dimaksudkan untuk menajamkan empat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, menulis, dan membaca) dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan; c. tidak hanya mementingkan kebenaran bentuk, tetapi juga memperhatikan kesesuaian atau ketepatan bentuk dengan kontes penggunaan bahasa secara utuh; d. memberi peluang yang sangat besar bagi siswa untuk berlatih menggunakan bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan peristiwa komunikatif yang mungkin ditemukan stau terjadi dalam kehidupan sehari-hari; e. memungkinkan terjadinya integrasi beberapa keterampilan berbahasa secara komprehensif sehingga sangat mendukung pengembangan kemampuan siswa dalam berbagai peristiwa kumonikatif baik yang diperlukan di dalam maupun di luar kelas; dan f. berupaya mewujudkan fungsi komunikatif bahasa secara maksimal. F. Pendekatan Komunikatif dalam Pengajaran Bahasa Berhubung pendekatan sintetik gramatikal atau pendekatan yang lebih mengarah ke penguasaan kaidah-kaidah linguistik seperti sintaksis, morfologi, dan kota kata yang selama ini digunakan dipandang gagal dalam pengajaran bahasa, maka mulai kurikulum 1984 hingga KBK/KTSP yang saat ini berlaku dianjurkan agar dalam pengajaran bahasa menggunakan pendekatan komunikatif. Pendekatan ini mengacu pada asumsi bahwa penguasaan bahasa sangat dipengaruhi oleh faktor budaya dan pola pikir masyarakat penggunanya dan bukan keidah linguistik sebagai dasar utamanya. Asumsi ini mengacu pada pendapat Dcuglas Brcwn (1987) dalam bukunya, "Principles of Language teachinc" yarg mengatakan bahwa terdapat saling keterkaitan antara bahasa, budaya dan pola pikir pamakai bahasa, la mengatakan ketidaktahuan pembicara tentang budaya dan pola pikir lawan bicara akan menyebabkan kesalahpahaman dan berakiba: terputusnya komunikasi bahasa. Kenyataan inilah sehingga para , ahli per didikan pengajaran bahasa mencoba memikirkan pendekatan bahasa yang lebih tepiat dan pendekatan itu adalah pendekatan komunikatif. Landasan teoritis "pendekatan komunikatif didasarkan pada pendapat beberapa ahli, di antaranya, Savignon dalam tulisannya "Teaching for Commuiication " (1982) mengemukakan bahwa penguasaan sistem bunyi dan pola struktur dasar tidak berarti penguasaan bagaimana menggunakan bahasa 14 atau kumanrpuan komunikatif. Menurutnya kemampuan komunikatif adalah kemamauan berkomunikasi dalam situasi yang sebenarnya. Broughton (1980) mendef nisikan, bahwa kemampuan komunikatif sebagai kemampuan untuk berekspresi/berkomunikasi secara tepat dalam situasi dan tempat yang tepat. Widdowson (1981) mengatakan bahwa mempelajari suatu bahasa bukan hanya menyargkut kemampuan menyusun kalimat atau bagian kalimat yang cocok dalam konteks tertentu, tetapi selanjutnya mampu menggunakan bentuk-bentuk tadi dalam situasi dan tempat yang tepat. Widdowson menjelaskan perbedaan tadi dengan menggunakan istilah "usage" dan "use" atau istilah yang digunakan de Saussure "langue" dan "parole" dan Chomsky menyebutnya dengan istilah Competence and performance". Jadi dalam proses komunikasi kemampuan linguistik dan komuniketif digunakan secara bersama-sama. Kerangka berpikir seperti di ataslah yang menjadi acuan "Pendekatan Komunikatif" di dalam intraksi belajar mengajar bahasa. Teknik yang dikembangkan dalam pendekatan komunikatif didasarkan atas keaktifan siswa lewat pengalaman belajarnya, dan bukan atas penyajian guru (experiential and discovery learning teachniques). Dalam pendekatan komunikatif ini peranan guru lebih banyak memberi dorongan kepada siswa untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya sendiri tanpa rasa takut berbuat kesalahan, dan kalau terdapat kesalahan maka hal tersebut harus d terim a sebagai gejala yang wajar yang sukar dihindari. Jadi guru dalam ini hanya berfungsi sebagai pengelola kelas atau bertindak sebagai fasilitator, motivator dan evaluator saja. Dengan memperhatikan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa dan sastra lebih menitikteratkan pada kemampuan komunikatif siswa dalam siatuasi yang sebenarnya atau pada tempat yang tepat. Kemampuan komunikatif di sini menyangkut kemampuan negosiasi, komprehensi, dan ekspresi. Dengan demikian pendekatan komunikatif juga dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan yang mengetengahkan teknik-teknik interaksi yang mengutamakan negosiasi, komprehensi, dan ekspresi. G. Pendekatan Kontekstual Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL). Pengertian Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) menuai: Nurhadi (2002: 4) "Konsepsi pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dengan motivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat." Sejalan dengan pendapat tersebut, rumusan CTL menurut Johnson (2002: 25). The CTL system is an education proses that aims to help students see meaninv in tne academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with the context of their persona social, and cultural circumstances. To achieve this aim, the system encompass tie followit\g eight components: making meaningful connections, doing significant work S9lf-regulated learning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing, the individual, reaching high standards, using authentic assessment. Kitipan di atas mengandung arti bahwa sistem CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam pembelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem 15 CTL akan menuntun siswa kedelapan komponen CTL: melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara/merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik. Selanjutnya Nurhadi ( 2 0 0 4 : 1 2 ) mengemukakan bahwa pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme, inquiri, pemodelan, masyarakat belajar, bertanya, penilaian autentik, dan refleksi. Dalam pembelajaran tersebut siswa aktif, kreatif, menyenangkan, dan melakukan kegiatan yang bermakn a. Melalui landasan filosofo konstruktivisme, CTL merupakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk belajar mengalami sendiri apa yang dipelajari. Melalui CTL, siswa dharapkan belajar melalui "mengalami" bukan menmghafal. Zahorik ( 1 9 9 5 : 2 1) mengemukakcin tentang filosofi konstruktivisme. Menurut filosofi konstruktivisme, pengetahuan bersifat nonobjektif, temporer, dan selailu berubah. Segala sesuatu bersifat temporer, berubah, dan tidak menentu Kitalah yang memberi makna terhadap realitas yang ada. Pengetahuan tidak pasti dan tidak tetap. Belajar adalah pemaknaan pengetahuan, bukan perolehai pengetahuan dan mengajar diartikan sebagai kegiatan atau proses menggali makna, bukan memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar. Otak atau akal manusia berfungsi sebagai alat untuk melakukan interpretasi sehingga muncul makna /ang unik. 1. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual, di dalamnya terdapat beberapa karakteristik tertentu. Johnson (20D2: 2 4 ) mengemukakan komponen utama dalam pembelajaran kontekstual. Terdapat delapan komponen utama dalam pembelajaran kontekstual, komponen tersebut antara lain: 1) melakukan hubungan yang bermakna (marking meaningful connections); 2) melakukan kegiatankegiatan yang signifikan (doing significant work); 3) siswa melakukan pekerjaan yang sianifikamada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya/hasilnya yang sifatnya nyata; 4) bekerja sama (collaborating); 6) berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking); 7) siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif; 8) mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturinci the individual); 9) mencapai standar yang tinggi (reaching high Standard J); 10) menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment) Menurut The Northweat Regional Education Laboratory USA dalam Nurhadi ( 2 0 0 4 ) mengidentifikasikan adanya enam kunci dasar dari pembelajaran kontekstual, a. Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepeningan siswa di dalam mempelajari isi materi pelajaran. Pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan nyata atau siswa mengerti menfaat isi pembelajaran, jika mereka merasakan berkepentingan untuk belajar demi kehidupannya di masa yang akan datang b. Penerapan pengetahuan: adalah kemampuan siswa untuk memahami apa yang dipela ari dam diterapkan dalam tatanan kehidupan dan fungsi di masa sekarang atau di masa yang ak? n datang. c. Berpikir tingkat tinggi: siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berpikir kritis dan berpikir kreatif dalam pengumpulan data, pemahaman suatu isu dan pemecahan suatu madalah. 16 d. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar local, provinsi, nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dunia kerja. e. Responsive terhadap budaya: Guru harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan, dan kebiasaan siswa, teman, pendidik, dan masyarakat tempat ia mendidik. Ragam individu dan budaya suatu kelompok serta hubungan antarbudaya tersebut akan mempengaruhi pembelajaran dan sekaligus akan berpengaruh terhadap cara mengajar guru. f. Penilaian autentik: penggunaan berbagai strategi penilaian (misalnya penilaian proyek/tugas terstrukur, kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubrik, daftar cek, Dedoman observasi, dan sebagainya) akan merefleksikan hasil belajar sesungguhnya.. 1 2. Fokus Pembelajaran Kontekstual Menurut Senduk (2004: 19) "Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peranan guru." Jadi dalam pembelajaran, siswa perlu diajak mempelajari apa-apa yang bermakna bagi siswa. Sehubungan dengan tu maka pendekatan pembelajaran kontekstual harus menekankan pada kebermaknaan apa yang dipelajari siswa dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pembelajaran yang dilaksanakan di kelas perlu memperhatikan model pembela|aran yang berasosiasi dengan CTL. • Yasin (2004 : 19-20) mengemukakan tentang pembelajaran yang berasosiasi dengan OTL: a. Mode pembelajaran belajar berbasis masalah (Problem-Based Learning). Suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai statu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Dalam hal ini, siswa yterlibat dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari be'bagai isi materi pelajaran. Pendekatan ini mencakup pengimpulan informasi yang berkaitan dengan pertanyaan, mensintesis, dan mempresentasikan penemuannya kepada orang lain. b. Pengajaran Autentik (Autenthic Instruktion), yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna, la mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata. c. Belajar Berbasis Inqüri {Inquiry-Based Learning) yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi saina dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna. d. Belajar Berbasis Proyek/Tugas (Project-Based Learning) yang membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehenshif di mana lingkungan belajar siswa (kelas) didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah auteniik tennasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam mengkonstruksi (membentuk) pembelajarannya, dan mengkulminasikannya dalam produk nyata. e. Belajar Berbasis Kerja (Work-Based Learning) yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja. Jdalam hal 17 ini, tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan siswa. f. Belajar Berbasis ,. asa-layanan (Service Learning) yang memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa-layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasalayanan tersebut, jadi menekankan hubungan antara pengalaman jasa layanan dan pembelajaran akademis. g. Belajar Koperatif (Coperative learning) yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama 3. Penerapan Pembelajaran Kontekstual di Kelas Untuk menerapkan pendekatan kontekstual di dalam kelas, diperlukan strategi dengan melibatkan komponen-komponen yang ada. Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari pembelajaran kontekstual di kelas. Ketujuh komponen tersebut menurut Nurhadi (2004: 31) "Tujuh komponen utama pendekatan kontekstual, yaitu: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).' III. Kesimpulan Berdasarkan uraian /ang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa bahasa seseorang tidak mampu mengungkap realita-realita dalam kehidupan dan budaya lingkungannya. Bahasa didefinisikan sebagai suatu sistem lambang bunyi suara yang arbitrer, yang digunakan untuk berkomunikasi antarmanusia. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang disadari. Perubahan yang terjaci di dalam diri seseorang setelah seseorang melkakukan aktivitas tertentu. Dalam proses belajar, terdapat interaksi dengan lingkungannya. Dengan bahasa seseorang mampu melakukan aktivitas belajar. Terdapat beberapa teori belajar. Teori-teori tersebut antara yang satu dengan lainnya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Istilah pengajaran dan pembelajaran memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan dan perbedaan tersebut saling melengkapi. Persamaan kedua hal tersebut terletak pada proses belajarnya, sedangkan perbedaannya terletak pada penekanan subjek belajar. Pembelajaran adalah penguasaan atau pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah keterampilan dengan belajar, pengalaman, atau instruks. Pembelajaran sebagai sebuah perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman. Pengajaran didefinisikan sebagai sesuatu yang menunjukkan atau membantu seseorang mempelajari cara melakukan sesuatu, member instruksi, memandu dalam pengkajian sesuatu, menyiapkan pengetahuan, menjadikan tahu atau paham. Pe nbelcijaran akam berhasil jika dilakukan dengan berbagai strategi, pendekatan, dar metode. Penggunaan pendekatan dan metode yang bervariasi menjadikan siswa termotivasi dalam proses pembelajaran. 18 Daftar Pustaka Brown, H. Douglas. 2000. Principles of Language Learning and Teaching. USA: Addison Wesley Longman, Inc. Brukerhofi, David B. 1988. Sosiology. New York: West Publish Comp. Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum 2004. Jakarta: Dirjen Dikdasmen. . 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Djojosuroto, Kinayati. 2007. Filsafat Bahasa. Jakarta: Pustaka Book Publish. Fathurohrran, Pupuh. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Refika Aditama. Hamalik Oemar. 2010. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: BUmi Aksara. Hymes, Dell. 1966. Culture and Society. University of California, Berkeley Johnson, EilaineB. 2006. Contextual Teaching & LLearning. Bandung: MLC. Kramsch, Claire 1998. Language and Culture. New York: Oxford University Press. Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL). Jakarta: Depdiknas . 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dan Penerapannya da/am KBK. Malang: Universitas Malang. Samovar, .amy. A.2001. Comunication Between Culture. California State University: Wadswoth. Subana, M. 2005. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Seta. Sumiati. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima Suyatno. 2304. Teknik Pembelajaran bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC.