II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Umum dan Ruang Lingkup

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Umum dan Ruang Lingkup Advokat
Perkataan Advocaat secara etimologis berasal dari bahasa Latin, yaitu Advocare yang berarti to
defend, to call to one’s aid to vouch or warrant. Sedang dalam bahasa Inggris Advocate berarti: to
speak in favour of or depend by argument, to support, indicate, or recommended publicly. Advokat
secara terminologis, berarti seorang ahli hukum yang memberikan bantuan atau pertolongan dalam
soal-soal hukum. Bantuan atau pertolongan ini bersifat memberi nasihat-nasihat sebagai jasa-jasa
baik, dalam perkembangannya kemudian dapat diminta oleh siapapun yang memerlukan,
membutuhkannya untuk beracara dalam hukum. Jasa hukum adalah jasa yang diberikan Advokat
berupa memberikan konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan
melakukan tindakan hokum lain untuk kepentingan hukum klien. Perkataan Advokat dengan istilah
demikian sebenarnya telah mengandung nilai-nilai historis dengan tidak merubah kata aslinya, oleh
karena itu, lebih tepat dan dapat dipertahankan dengan menulis Advokat.
Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Poerwadarminta terbitan PN Balai Pustaka 1976
disebutkan: Advokat adalah Pengacara atau ahli hukum yang berwenang bertindak sebagai penasehat
atau pembela perkara dalam pengadilan. Istilah advokat sudah dikenal ratusan tahun yang lalu dan
identik dengan advocato, attorney, rechtsanwalt, barrister, procureurs, advocaat, abogado dan lain
sebagainya di Eropa yang kemudian diambil alih oleh negara-negara jajahannya. Kata advokat
berasal dari bahasa Latin, advocare, yang berarti to defend, to call to one’s aid, to vouch or to
warrant. Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar
pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Advokat sesuai
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasal 1 Ayat
(1). Pengertian lengkap terdapat pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Pasal 1 mengenai
Advokat, antara lain:
1. Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar
pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
2. Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan
hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum
lain untuk kepentingan hukum klien.
Pengertian lainnya yang terdapat pada Kode Etik Advokat Indonesia yaitu:
Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar Pengadilan
yang memenuhi persyaratan berdasarkan Undang-Undang yang berlaku, baik sebagai Advokat,
Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara Praktek ataupun sebagai Konsultan Hukum. UndangUndang Advokat membedakan antara Advokat Indonesia dan Advokat asing, dimana yang dimaksud
dengan Advokat Indonesia adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun
diluar Pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik
sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara Praktek ataupun sebagai Konsultan
Hukum. Advokat asing adalah Advokat berkewarganegaraan asing sebagai karyawan atau tenaga ahli
dalam bidang hukum asing atas izin Pemerintah dengan rekomendasi Organisasi Advokat, dilarang
beracara di sidang pengadilan, berpraktik dan/atau membuka kantor jasa hukum atau perwakilannya
di Indonesia. Pemberian jasa hukum yang dilakukan oleh Advokat kepada masyarakat atau kliennya,
sesungguhnya mempunyai landasan hukum. Perihal bantuan hukum termasuk didalamnya prinsip
equality before the law dan acces to legal councel, dalam hukum positif Indonesia telah diatur secara
jelas dan tegas melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Dalam Pasal 1 Ayat (9): “Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara
cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu.” Landasan kerja Advokat sampai saat ini hanya
menggunakan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan
Kode Etik Profesi Advokat sebagai tatanan dalam menertibkan kerja mereka sendiri melalui berbagai
Organisasi Advokat.
Kelemahan ini jelas hanya mempunyai sanksi administratif saja dan tidak memiliki sanksi yuridis
yang lebih berat bagi Advokat. Dengan kelemahan ini, maka banyak Advokat yang melakukan peran
menyimpang dari tugas dan fungsinya. Pada dasarnya Advokat merupakan profesi bebas; dalam arti
tidak ada batas kewenangan dalam melakukan bantuan, pembelaan, perwakilan, atau pendampingan
terhadap kliennya. Kewenangan Advokat dalam memberikan batuan hukum kepada klien dalam
perkara pidana diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHAP) diatur dalam Bab VII
Pasal 54-62 dan Pasal 69-74 mengenai bantuan hukum. Demikian juga Advokat bebas melakukan
tugasnya, baik yang berkaitan dengan kewenangan materi hokum atau wilayah praktek di lembaga
peradilan manapun (perdata atau pidana) (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah
Agung). Kewajiban secara harfiah dalam Kamus Umum Bahasa Inggris- Indonesia, IndonesiaInggris susunan WJS. Poerwadarminta terbitan PN Balai Pustaka 1976 disebutkan kewajiban dari
kata “wajib” berasal dari kata “oblige” mempunyai arti mewajibkan; mengikat; mengharuskan, “due”
mempunyai arti kewajiban; keharusan, dan “necessary” mempunyai arti memaksa; perlu; sesuatu
yang memaksa. Berdasarkan arti diatas maka dapat disimpulkan kewajiban adalah hal yang harus
dilakukan, tidak boleh tidak melakukan/memenuhi, sudah sepatutnya. Dalam kaitannya untuk
mencegah terjadinya penyalahgunaan atau penyelewengan dalam praktik profesi Advokat, dikenal
adanya “normative ethic” yang terkandung ketentuan-ketentuan seperti:
1. Kewajiban pada diri sendiri;
2. Kewajiban-kewajiban bagi masyarakat umum;
3. Ketentuan-ketentuan tentang partnership;
4. Kewajiban terhadap orang atau profesi yang dilayani.
Kewajiban yang terletak berdasarkan kaidah/norma hukum disebut kewajiban yuridis. Kewajiban
yuridis yang menyatakan keharusan eksternal karena adanya hukum yang diberlakukan dan
dipaksakan oleh pemerintah dan kewajiban yang menyentuh keharusan internal karena adanya
kesadaran batin, sebagai suatu dorongan batin yang tak mungkin dihindari. Tugas merupakan
kewajiban, wajib adalah sesuatu yang dilakukan atau ditentukan untuk dilakukan. Kewajiban
merupakan “beban” yang harus dilaksanakan. Pengertian beban disini tentu dalam arti luas, tidak
selalu berkonotasi tidak menyenangkan demikian dapat diartikan sebagai kesediaan dasariah untuk
melakukan apa yang menjadi kewajibannya (kesadaran diri“tahu diri”). Kewajiban melahirkan suatu
tanggung jawab atau responsibilitas (responsibility). Tanggung jawab dengan demikian dapat
diartikan sebagai kesediaan dasariah untuk melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya.Setiap
bentuk tanggung jawab senantiasa menuntut pertanggungjawaban apabila perbuatan itu telah selesai
dilakukan. Pertanggung jawaban ini adalah suatu tindakan memberi penjelasan yang dapat
dibenarkan baik secara moral maupun secara hukum.
Tugas Advokat berarti sesuatu yang wajib dilakukan oleh Advokat dalam memberikan jasa hukum
kepada masyarakat/kliennya. Oleh karena itu, Advokat dalam menjalankan tugasnya bertanggung
jawab kepada negara, masyarakat, pengadilan, klien, dan pihak lawannya. Kewajiban-kewajiban
yang harus dipenuhi oleh para Advokat dalam Kode Etik Profesi Advokat Indonesia mengandung
kewajiban-kewajiban yang yang oleh para Advokat dibebankan kepada dirinya sendiri, yaitu:
1. Kepribadian Advokat: yang menyatakan pribadi yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan dalam tugasnya menjujung tinggi hokum berdasarkan pancasila dan UUD 1945 serta sumpah
jabatan (Kode Etik Profesi Advokat Indonesia: Pasal 2):“Advokat Indonesia adalah warga negara
Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam
mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang
dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah jabatannya.” Tidak boleh bersikap diskriminatif
(Pasal 3 (a)): “Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hokum kepada setiap
orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hokum dengan pertimbangan oleh karena tidak
sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak
dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan
politik dan atau kedudukan sosialnya.”
2. Hubungan dengan klien: tuntutan kewajiban antara lain menyebutkan bahwa Advokat dalam
mengurus perkara mendahulukan kepentingan klien daripada kepentingan pribadinya (Pasal 4
(d), (f)):
d. “Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan
klien.”
f. “Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti
terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.”tidak dibenarkan dengan sengaja
membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu (Pasal 4 (e)): “Advokat tidak
dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.”
3. Hubungan dengan teman sejawat: Advokat antara lain berkewajiban untuk tidak menarik seorang
klien dari teman sejawat (Pasal 5 (d)): “Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut
seorang klien dari teman sejawat.”
4. Cara bertindak dan menangani perkara: ada kewajiban yang antara lain menyebutkan bahwa
advokat tidak diperkenankan menambah catatancatatan pada berkas di dalam/di luar sidang
meskipun hanya bersifat ”ad informandum” (Pasal 7 (c)):
“Dalam perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi Hakim apabila
bersama-sama dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia menyampaikan surat, termasuk surat
yang bersifat ”ad informandum” maka hendaknya seketika itu tembusan dari surat tersebut wajib
diserahkan atau dikirimkan pula kepada Advokat pihak lawan.” dan tidak dibenarkan
menghubungi saksi-saksi pihak lawan untuk mendengar mereka dalam perkara yang
bersangkutan (Pasal 7 (e)): “Advokat tidak dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi
saksisaksi yang diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum
dalam perkara pidana.”
5. Ketentuan-ketentuan lain: seperti tidak boleh menawarkan jasanya, baik secara langsung maupun
tidak langsung (Pasal 8 (b), (f)): “Pemasangan iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang
adalah dilarang termasuk pemasangan papan nama dengan ukuran dan/atau bentuk yang berlebih
lebihan.” Advokat tidak dibenarkan melalui media massa mencari publisitas bagi dirinya dan atau
untuk menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya sebagai advokat mengenai
perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali apabila keterangan-keterangan yang ia
berikan itu bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum yang wajib diperjuangkan setiap
Advokat.”
6. Pelaksanaan Kode Etik Profesi Advokat: diawasi dan dievaluasi oleh Dewan Kehormatan
Advokat. Termasuk kewajiban kuasa hukum antara lain:
a. Menerima segala permintaan atau nasehat dari penasehat hokum atas segala hal dari yang kecil
maupun yang besar,
b. Tidak melakukan tindakan hukum apapun tanpa diketahui, tidak diperintahkan/disetujui klienAdvokat,
c. Advokat tidak boleh memindahkan/menggunakan Advokat pengganti kepada advokat lain tanpa
ada persetujuan klien- Advokat.
d. Dengan pemberian surat kuasa tersebut klien harus telah siap dengan konsekuensi pembayaran
jasa/bantuan hukum sesuai kasus\ yang dihadapinya dengan persetujuan sebelumnya antara klien-
Advokat. Presepsi masyarakat terhadap tugas advokat sampai saat ini masih banyak yang salah
paham. Banyak yang menganggap bahwa tugas advokat hanya membela perkara di pengadilan dalam
perkara perdata, pidana, dan tata usaha negara, di depan kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.
Sesungguhnya pekerjaan Advokat tidak hanya bersifat litigasi, tetapi mencakup tugas lain di\ luar
pengadilan bersifat nonlitigasi. Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan, tugas Advokat
adalah:
1. Membela kepentingan masyarakat (publik defender) dan kliennya.
2. Advokat dibutuhkan pada saat seseorang atau lebih anggota masyarakat menghadapi suatu
masalah atau problem di bidang hukum.
3. Dalam menjalankan tugasnya, selain harus disumpah terlebih dahulu sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing.
4. Dalam menjalankan tugasnya, ia juga harus memahami Kode Etik Profesi Advokat sebagai
landasan moral dan sesuai undang-undang Advokat. Tugas advokat dalam memberikan jasa
hukum kepada masyarakat tidak terinci dalam uraian tugas (dalam Undang-Undang Advokat
Nomor 18 Tahun 2003), karena ia bukan pejabat negara sebagai pelaksana hukum. Tetapi
merupakan profesi yang bergerak di bidang hukum untuk memberikan pembelaan,
pendampingan, dan menjadi kuasa untuk dan atas nama kliennya. Advokat dalam menjalankan
profesinya dilarang membeda-bedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin,
agama, politik, ras, atau latar belakang sosial, dan budaya (lihat sebagaimana ketentuan dalam
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003). Memang ada kewajiban
Advokat untuk tidak menolak klien. Akan tetapi, tidak begitu pada pandangan-pandangan
modern saat ini sebagaimana diajarkan pada doktrin kebebasan memilih klien tersebut.
Selain alasan diskriminatif seperti tersebut diatas seorang advokat juga tidak dibenarkan menolak
perkara bagi klien yang tidak mampu membayar fee-nya, maka Advokat juga diwajibkan untuk
memberikan bantuan hokum cuma-cuma (lihat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1)
Undang- Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003). Hanya saja aturan teknisnya dan yang
menanggung biayanya harus diatur dalam peraturan pemerintah (lihat sebagaimana ketentuan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan Dan Tata Cara
Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma) Hubungan yang sangat khusus dan antara Advokat
dan kliennya itu diakibatkan adanya suatu hubungan fiduciary antara Advokat dan kliennya.
Hubungan tersebut, ada suatu kepercayaan yang penuh (trust and confidance) yang diberikan oleh
kilen kepada Advokat tersebut. Hubungan fiduciary yang dimaksudkan untuk tugas fiduciary duties
dari seorang Advokat adalah tugas yang terbit secara hukum (by the operation of law) dari suatu
hubungan hukum yang menerbitkan hubungan fiduciary antara Advokat dan kliennya, yang
menyebabkan advokat berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum trust, sehinggaseorang
Advokat mempunyai tanggung jawab moral dan hukum yang sangat tinggi terhadap kliennya,
kemampuan (duty of care and skill), itikad baik, loyalitas, dan kejujuran terhadap kliennya, dengan
derajat yang tinggi (high degree) dan tidak terbagi.Hubungan fiduciary menerbitkan kewajiban
fiduciary duties tersebut, jika antara advokat dan kliennya terjadi pemberian jasa hukum oleh
Advokat, secara teoritis-yuridis, akan terjadi hubungan sebagai berikut:
1. Hubungan Fiduciaries
Yang menerbitkan fiduciary duties, termasuk duty of loyalty dari Advokat terhadap kliennya.
2. Hubungan Keagenan
Dalam ini Advokat sebagai penerima kuasa tidak boleh bertindak merugikan kepentingan
pemberi kuasa. Hubungan keagenan menimbulkan hubungan kontraktual yaitu hubungan kontrak
antara Advokat dan kliennya dimana Advokat pada prinsipnya berjanji akan memberikan jasa
hukum kepada kliennya sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh kliennya itu. Hubungan antara
Advokat dan klien ini tunduk pula pada kaidah-kaidah hukum kontrak, dalam hal kontrak ini
pemberian jasa tertentu, kontrak ini pemberian jasa tertentu, kontrak pemberian kuasa, atau
kontrak keagenan.
3. Hubungan Pemberian Kuasa Advokat sebagai penerima kuasa tidak boleh bertindak merugikan
kepentingan pemberi kuasa.
4. Hukum Pembuktian Oleh Advokat, fakta/data yang didapat dari kliennya tidak boleh digunakan
sebagai alat bukti di pengadilan.Kata fungsi bermakna jabatan, faal, besaran dan kegunaan.
Namun pengertian yang paling tepat yang sering dipakai pada fungsi ialah kata kegunaan. Makna
fungsi bila dilihat dari kata kegunaan itu lebih cenderung kepada kegunaan pokok atau manfaat
pokok. Tugas dan fungsi dalam sebuah pekerjaan atau profesi apapun tidak dapat dipisahkan satu
dengan lainnya. Karena keduanya merupakan system kerja yang saling mendukung. Dalam
menjalankan tugasnya, seorang Advokat harus berfungsi:
a. Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia;
b. Memperjuangkan hak-hak asasi manusia dalam negara hukum indonesia;
c. Melaksanakan Kode Etik Profesi Advokat;
d. Memegang teguh sumpah Advokat dalam rangka menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran;
e. Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (nilai keadilan dan kebenaran) dan moralitas;
f. Menjunjung tinggi citra profesi advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile);
g. Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat, dan martabat Advokat;
h. Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan Advokat terhadap masyarakat;
i.
Menangani perkara-perkara sesuai Kode Etik Profesi Advokat;
j.
Membela klien dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab;
k. Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan keahlian dan pengetahuan yang merugikan
masyarakat;
l.
Memelihara kepribadian Advokat;
m. Menjaga hubungan baik dengan klien maupun teman sejawat antara sesama Advokat yang
didasarkan pada kejujuran, kerahasiaan, dan keterbukaan serta saling menghargai dan
mempercayai;
n. Memelihara persatuan dan kesatuan Advokat agar sesuai dengan wadah tunggalOrganisasi
Advokat;
o. Memberikan pelayanan hukum (legal service);
p. Memberikan nasehat hukum (legal advice);
q. Memberikan konsultasi hukum (legal consultation);
r. Memberikan pendapat hukum (legal opinion);
s. Menyusun kontrak-kontrak (legal drafting);
t.
Memberikan informasi hukum (legal information);
u. Membela kepentingan klien (litigation);
v. Mewakili klien di muka pengadilan (legal repcresentation);
w. Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada rakyat yng lemah dan tidak mampu
(legal aid).
B. Pengertian Etika, Moral dan Kode Etik Profesi Advokat
Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” (jamaknya “ta etha”), yang berarti kebiasaan.53 Selain
etika, juga dikenal kata “moral” atau “moralitas” yang berasal dari bahasa latin, yaitu “mos”
(jamaknya “mores”), yang artinya juga kebiasaan.54 Oleh filsuf Yunani, Aristoteles, etika
digunakan untuk menunjukkan filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan
norma moral, perintah, tindakan kebajikan dan suara hati.
Kata yang agak dekat dengan pengertian etika adalah moral. Kata moral yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, kelakuan, tabiat, watak, akhlak dan cara hidup. Secara etimologi, kata etika
(bahasa Yunani) sama dengan arti kata moral (bahasa Latin), yaitu adat istiadat mengenai baikburuk suatu perbuatan. Namun demikian moral tidak sama dengan etika. Moralitas merupakan
kualitas yang terkandung di dalam perbuatan manusia, yang dengannya dapat menilai perbuatan
itu benar atau salah, baik atau jahat. Moralitas menurut Austin Fagothey,dalam buku Right and
Reason, dapat bersifat intrinsik dan dapat juga bersifat ekstrinsik. Moralitas intrinsic menetapkan
sebuah perbuatan baik atau buruk secara terpisah atau terlepas dari ketentuan hukum positif yang
ada. Menilai didasarkan atas esensi perbuatan itu sendiri, bukan karena diperintahkan atau
dilarang oleh hukum (lex naturalis, natural law).
Moralitas ekstrinsik menetapkan perbuatan benar atau salah, disesuaikan dengan pola
”diperintahkan” atau ”dilarang” yang dinyatakan oleh penguasa atau pemerintah, melalui hukum
positif (hukum manusia berdasarkan kekuasaan). Apapun bentuk dan aktualitasnya baik
undangundang maupun kebiasaan dalam praktik penyelenggaraan Negara negara/pemerintah.
Kata moral lebih mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia, menuntun manusia
bagaimana seharusnya ia hidup atau apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Sedangkan etika adalah ilmu, yakni pemikiran rasional, kritis dan sistematis tentang ajaranajaran moral. Etika menuntun seseorang untuk memahami mengapa atau atas dasar apa ia harus
mengikuti ajaran moral tertentu. Dalam artian ini, etika dapat disebut filsafat moral. Etika
menyangkut manusia sebagai perseorangan, hukum positif dan hukum adat menyangkut
masyarakat. Etika memberi peraturan-peraturan untuk perseorangan, dimana etika menghendaki
kesempurnaan manusia. Sebaliknya hukum positif/adat ditujukan pada manusia sebagai makhluk
sosial menghendaki kesempurnaan masyarakat. Etika profesi adalah norma-norma, syarat-syarat
dan ketentuanketentuan yang harus dipenuhi oleh sekelompok orang yang disebut kalangan
profesional. Profesional itu adalah orang yang menyandang suatu profesi tertentu disebut seorang
professional. Selanjutnya peraturan-peraturan mengenai profesi pada umumnya mengatur hakhak yang mendasar dan mempunyai peraturan-peraturan mengenai tingkah laku atau perbuatan
dalam melaksanakan profesinya yang dalam banyak hal disalurkan melalui kode etik.
C. Pengertian dan Ruang Lingkup Hak Advokat dan Klien
Kamus Umum Bahasa Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris susunan WJS. Poerwadarminta terbitan
PN Balai Pustaka 1976 disebutkan berasal dari kata ”authority” mempunyai arti mempunyai
kekuasaan, ”competency” mempunyai arti kecakapan; kemampuan; ”right” mempunyai arti hak; adil;
tepat; benar; baik; lurus; menegakkan, ”property” mempunyai arti milik, punya, ”truth” mempunyai
arti kenyataan; keadilan, ”privilege” mempunyai arti hak istimewa. Satjipto Rahardjo, hak
mempunyai pengertian sempit dan luas. Hak dalam arti sempit yaitu : Pengalokasian kekuasaan yang
dilakukan secara teratur atau Tuntutan kepada kepada orang lain untuk melaksanakan kewajibannya
Pengertian dalam arti luas, yaitu pengalokasian kekuasaan yang dilakukan secara teratur atau
tuntutan kepada orang lain untuk melaksanakan kewajibannya dengan adanya unsur kemerdekaan
dan imunitas. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, Hak itu memberi keleluasaan kepada individu untuk
melaksanakannya, yang menonjol ialah segi aktif dalam hubungan hukum itu. Hak adalah
kepentingan yang dilindungi hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan atau
kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Berdasarkan arti diatas maka dapat disimpulkan hak
adalah kuasa atas sesuatu, hal yang benar, wewenang dan berkuasa. Hak manusia adalah hak yang
dianggap melekat pada setiap manusia, sebab berkaitan dengan realitas hidup manusia sendiri. Jenis
dan Macam hak manusia, hak pribadi (personal/privat right) yaitu hak kebebasan untuk bergerak,
bepergian dan berpindah-pindah tempat, hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat,
hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan, hak kebebasan untuk memilih,
memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing. Hak publik yang
tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia antara lain:
1. Hak Politik (Political Right),
2. Hak Hukum (Legal Equality Right),
3. Hak Ekonomi (Property Rigths),
4. Hak Hak Sosial Budaya (Social Culture Right),
5. Peradilan (Procedural Rights).
Hak manusia tidak dapat direbut atau dicabut karena sudah ada sejak manusia itu ada, tidak
bergantung dari persetujuan orang, merupakan bagian dari ekstensi manusia di dunia. Sedangkan hak
undang-undang adalah hak yang melekat pada manusia karena diberikan oleh undang-undang.
Adanya hak tersebut lebih kemudian daripada hak manusia, dijamin dengan peraturanperaturan, dan
dapat dicabut oleh manusia yang memberikan (penguasa/negara).
Hak dan kewajiban merupakan wadah kedudukan dari peran (role), dimana kedudukan tertentu
lazimnya memegang peranan/kekuasaan (role accupant). Suatu hak sebenarnya merupakan
wewenang untuk berbuat, sedangkan kewajiban merupakan tugas atau beban. Tindakan pemegang
peran/kekuasaan ini harus dapat mengontrol keputusan sendiri itu memerlukan kemampuan
intelektual, dan analisis antara hukum dengan lingkungan sosial, moral/etika, dan tujuan luhur
pemegang peran/kuasa. Kekuasaan atau power berarti suatu kemampuan untuk mempengaruhi orang
atau merubah orang atau situasi. “Expert Power” adalah Kekuasaan yang berdasarkan keahlian atau
kepakaran adalah kekuasaan yang muncul sebagai akibat dari kepakaran atau keahlian yang dimiliki
oleh seseorang. Wewenang (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang
lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu.
Kekuasaan atau wewenang mutlak diperlukan dalam pelaksanaan penegakan hukum dan ketertiban
masyarakat. Kekuasaan atau kewenangan merupakan tugas bagi para pemelihara dan penegak
keadilan atau para penegak hukum. Kekuasaan atau kewenangan di dalam hak dan kewajiban
Advokat digunakan untuk menjamin kemandirian Advokat dalam menjalankan fungsi tugas pokok
sebagai Advokat profesional. Advokat sebagai manusia mempunyai kelemahan, khilaf, keliru maka
tidak mustahil suatu ketika terjadi penyimpangan, atau pelanggaran normanorma yang menimbulkan
keadaan tidak tertib, tidak memenuhi peraturan yang ada, sehingga perlu dipulihkan kembali dengan
adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat dan Kode Etik Profesi Advokat.
Hak Advokat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat pada
Pasal 14, 15, 16, 17, 18 (2), 19 (2).
Advokat bebas dan tanpa takut mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam siding pengadilan
untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya. Hak karena undang-undang tersebut,
merupakan kebebasan dari Advokat untuk melakukan atau tidak melakukan setiap tindakan dan
mengeluarkan atau tidak mengeluarkan pendapat, keterangan, atau dokumen kepada siapapun dalam
menjalankan profesinya.Yang dimaksud dengan “bebas” adalah tanpa tekanan, ancaman, hambatan
tanpa rasa takut, atau perlakuan yang merendahkan martabat profesi. Kebebasan tersebut
dilaksanakan sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.Advokat tidak
dapat diindentikkan dengan kliennya dalam membela perkara oleh pihak yang berwenang dan atau
masyarakat, karena Advokat pada prinsipnya hanyalan pemegang kuasa/agen dari kliennya.
Ketidakidentikkan antara Advokat dan kliennya tersebut sesuai dengan hukum keagenan, dimana
agen hanya bertindak untuk dan atas nama, dan selama agen masih menjalankan tugas sesuai dengan
tugas yang didelegasikan kepadanya dan dilakukan secara profesional, maka Advokat tersebut tidak
dapat menjadi tanggung gugat, tetapi pihak prinsipallah yang harus bertanggung jawab secara
hukum. Prinsip tidak menyamakan Advokat dengan kliennya disebut juga dengan prinsip pemisahan
profesional (professional detachment principle) atau prinsip nonakuntabilitas (nonaccountability),
yang diakui dengan tegas oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003.
Advokat sebagai salah satu profesional secara etika (yang dikuatkan oleh hukum) wajib juga menjaga
rahasia yang didapat dari kliennya. Akan tetapi ketentuan ini tidaklah berlaku mutlak disebabkan
alasan-alasan sebagai berikut:
1. Advokat tidak semata-mata merupakan “alter ego” dari kliennya tetapi merupakan
pihak profesional yang bekerja sesuai dengan profesi.
2. Masih ada kepentingan lain yang mungkin lebih penting dari kepentingan
melindungi rahasia antara klien dan Advokat.
3. Sistem peradilan pidana “adversary” di Indonesia tidak semata-mata memberlakukan sistem
“accusatorial” (Advokat semata-mata berpihak kepada klien), tetapi juga berlaku sistem
“inquisitorial” (Advokat berpihak pada keadilan).Perlindungan hukum tentang kerahasiaan
hubungan antara advokat dengan klien sesuai dengan doktrin perlindungan hasil kerja (work
product protection). Doktrin perlindungan hasil kerja adalah perlindungan terhadap kerahasiaan
antara Advokat dan kliennya bukan hanya rahasia yang terbit dari hubungan langsung (konsultasi)
antara Advokat dan kliennya, melainkan termasuk juga perlindungan kerahasiaan dari informasi
yang didapatkan Advokat dari sumber lain yang berkaitan dengan kasus yang bersangkutan.
Advokat mempunyai hak imunitas atau hak kekebalan, yakni tidak dapat dituntut, baik secara
perdata maupun pidana dalam menjalankan profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan
pembelaan terhadap klien di pengadilan, lembaga peradilan lainnya, atau dalam dengar pendapat
di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Beberapa pasal dalam Undang-Undang
Advokat hanya memberikan kekebalan terhadap Advokat dalam menjalankan profesinya dengan
“itikad baik”. Dalam hal ini dibuktikan bahwa Advokat tersebut dalam menjalankan profesinya
tidak dengan itikad baik, yang bersangkutan dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.
Hak Imunitas adalah kebebasan dari Advokat untuk melakukan atau tidak melakukan setiap
tindakan dan mengeluarkan atau tidak mengeluarkan pendapat, keterangan, atau dokumen kepada
siapapun dalam menjalankan tugas profesinya, sehingga karenanya, dia tidak dapat dihukum
(pidana atau perdata) sebagai konsekuensi dari pelaksanaan tugas profesinya itu. “Kebebasan”
adalah terhadap dan karena tindakannya tersebut, terhadap para Advokat ataupun kliennya tidak
dilakukan tekanan, ancaman, hambatan, ketakutan, atau perlakuan yang merendahkan harkat dan
martabat profesi advokat.
D. Hak-Hak Advokad
Hak mempunyai pengertian sempit dan luas, hak dalam arti sempit yaitu : Pengalokasian kekuasaan
yang dilakukan secara teratur atau Tuntutan kepada kepada orang lain untuk melaksanakan
kewajibannya. Pengertian dalam arti luas, yaitu pengalokasian kekuasaan yang dilakukan secara
teratur atau tuntutan kepada orang lain untuk melaksanakan kewajibannya dengan adanya unsur
kemerdekaan dan imunitas.
1. Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang
menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode
etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
2. Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi
tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundangundangan.
3. Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas
profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang
pengadilan.
4. Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen
lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan
tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Download