58 BAB IV PENGEMBANGAN MODEL Pengembangan model

advertisement
BAB IV
PENGEMBANGAN MODEL
Pengembangan model adalah usaha untuk membangun model yang dapat
mempresentasikan sektor industri yang ditinjau. Pembentukan model dimulai
dari pengenalan terhadap inti permasalahan yang nantinya akan mempermudah
dalam penelusuran sub sistem – sub sistem yang menjadi bagian dari
permasalahan tersebut.
IV.1 Deskripsi Umum Sistem Tinjauan
IV.1.1 Produksi Buah – buahan di Indonesia
Letak Indonesia yang berada di jalur khatulistiwa membuat Indonesia memiliki
iklim tropis, kekayaan alam yang melimpah dan curah hujan yang cukup tinggi.
Hal ini menjadikan wilayah Indonesia menjadi sangat subur.
Selain itu,
keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia, membuat Indonesia menempati
urutan kedua setelah Brazil sebagai center of mega biodiversity. Sumber daya
alam hayati khususnya sumber daya pertanian merupakan keunggulan komparatif
yang dapat dikembangkan dan didayagunakan untuk penopang pembangunan
nasional.
Pisang, Jeruk, Mangga, Durian dan Manggis merupakan jenis buah tropis utama
di Indonesia, dengan produksi rata-rata pada tahun 2004 masing-masing sebesar
4,9 juta ton; 2,07 juta ton; 1,44 juta ton; 0,675 juta ton; dan 0,06 juta ton. Total
produksi buah-buahan pada tahun 2003 sekitar 13,55 juta ton, dan meningkat
sekitar 5,90 persen pada tahun 2004 menjadi 14,35 juta ton. Pulau Jawa dan
Sumatera merupakan sentra produksi buah-buahan utama. Potensi buah – buahan
di Indonesia ditampilkan pada Tabel IV.1, 4.2 dan 4.3
58
Tabel IV.1 Produksi Buah – buahan di Indonesia (dalam Ton)
No
Tahun
Komoditi
2000
2001
2002
2003
2004
1 Mangga
876.027
923.294
1.402.906
1.526.474
1.437.665
2 Jeruk
644.052
691.433
968.132
1.529.824
2.071.084
3 Pisang
3.746.962
4.300.422
4.384.384
4.177.155
4.874.439
4 Durian
236.794
347.118
525.064
741.831
675.902
5 Manggis
26.400
25.812
62.055
79.073
62.117
3.670.953
4.320.976
5.479.078
5.227.249
6 Buah Lainnya 2.882.721
Total
8.412.956
9.959.032 11.663.517 13.551.435 14.348.456
Sumber : BPS (2006)
Tabel IV.2 Luas Perkebunan Buah-buahan di Indonesia (dalam Ha)
No
Komoditi
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
1 Mangga
44.185
44.208
184.659
158.894
185.773
2 Jeruk
37.120
35.367
47.824
69.139
72.306
3 Pisang
73.539
76.923
74.751
85.690
95.434
4 Durian
23.021
49.812
41.033
53.770
48.278
5 Manggis
5.192
4.607
8.051
9.354
8.473
6 Buah Lainnya
223.216
272.025
294.272
345.117
296.855
Total
406.273
482.942
650.590
721.964
707.119
Sumber : BPS (2006)
Tabel IV.3 Produktivitas Buah-buahan di Indonesia (Ton/Ha)
No
Komoditi
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
1 Mangga
19.83
20.89
7.60
9.61
7.74
2 Jeruk
17.35
19.55
20.24
22.13
28.64
3 Pisang
50.95
55.91
58.65
48.75
51.08
4 Durian
10.29
6.97
12.80
13.80
14.00
5 Manggis
5.08
5.60
7.71
8.45
7.33
Sumber : BPS (2006)
59
IV.1.2 Produk Sari Buah
Industri sari buah di Indonesia dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan jenis
produk yang dihasilkan, yaitu industri hulu yang khusus mengolah buah menjadi
puree (bubur buah), serta industri hilir yang mengolah puree buah menjadi produk
sari buah yang siap dikonsumsi. Industri hulu (puree) di Indonesia umumnya
masih berada dalam skala usaha kecil dan menengah, sedangkan industri sari buah
umumnya sudah berada pada skala industri besar. Proses pembuatan puree buah
dan sari buah dapat dilihat pada Gambar IV.1 dan 4.2.
•
Proses Pembuatan Puree Buah
Gambar IV.1 Diagram alir Proses Pembuatan Puree Buah
60
•
Proses Pembuatan Sari Buah
Gambar IV.2 Diagram alir Proses Pembuatan Sari Buah
IV.1.3 Kondisi Umum Industri Sari Buah
Industri minuman sari buah di Indonesia baru berkembang sekitar tahun 1980.
Pada saat itu ada beberapa produk sari buah seperti Sunfresh, Buavita,
Caprisonne, Californiana dan Ripe, serta beberapa merk luar negeri seperti
Minute Maid (konsentrat beku), V8 dan Del Monte (siap saji). Seiring dengan
pertumbuhan perekonomian masyarakat di Indonesia, minuman sari buah mulai
dikonsumsi oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Bahkan saat ini minuman
sari buah sudah menjadi komoditi yang pemasarannya sampai ke pedagang kecil
di kaki lima dan pedagang asongan yang dijajakan bersama-sama dengan air
minum dalam kemasan.
61
Saat ini pasar minuman sari buah mulai berkembang di berbagai pelosok di
Indonesia. Di gerai-gerai retail modern, produk sari buah banyak beredar, baik
produk dalam negeri, maupun produk sari buah impor. Produk sari buah domestik
yang beredar di pasaran yaitu : Sunfresh (Chilled Product), Sunripe (Chilled
Product), Sunshine, Diamond, Jungle, Marco, Berri, Fruta, Sunfill, Buavita, ABC
Heinz, Country Choice, Love, Mitu, Capri-Sonne, Californiana dan Calamansi.
Sedangkan Produk sari buah impor yang beredar di pasaran yaitu : Dewlands,
Cyprina, Berri, Just Juice, Sunkist, Ribena, Fruit Tree, Pokka, Lotte, Unif,
Florida, Ceres, Original, Chabba, P&N, Santal, PET Bottle/Can, Mogu-mogu,
Berri, Pokka, Yeo’s, Go-go, Del Monte, Minute Maid, Nekta, Fuze, Martinelis,
Harvey Fresh, Tropicana Season’s, Spring Valley, S&W, Mountain Fresh Fruit,
Golden Pan, Everfresh, Joker dan Pops.
Penciptaan mata rantai distribusi sari buah, bukan saja menambah pendapatan
bagi pedagang informal, namun sekaligus menumbuhkan lapangan kerja baru.
Sebaliknya, penurunan mata rantai distribusi tersebut juga mempunyai dampak
pengurangan kesempatan kerja yang serupa. Penelitian independen oleh LPEM
Universitas Indonesia menyatakan bahwa potensi yang dimiliki oleh komoditi
minuman ringan termasuk didalamnya minuman sari buah adalah :
1. Minuman ringan tidak memiliki karakteristik barang mewah,
2. Minuman ringan dikonsumsi secara luas oleh berbagai lapisan masyarakat,
kelompok pendidikan dan status pekerjaan
3. Minuman ringan merupakan barang yang permintaannya elastis terhadap
harga (Indeks Elastisitas 1.19)
4. Minuman ringan mempertahankan harga produk agar terjangkau masyarakat
sebagai kunci pertumbuhan
5. Minuman ringan memiliki dampak pengganda tenaga kerja yang besar yaitu
multiplier effect dari pertumbuhan industri ini dapat menciptakan lapangan
kerja 4,9 kali dari industri induknya.
62
IV.1.4 Perkembangan Industri Sari Buah di Indonesia
•
Perkembangan Produksi, Kapasitas, dan Utilisasi Industri Sari Buah
Tabel IV.4 Produksi, Kapasitas, dan Utilisasi Industri Sari Buah Tahun 2001-2006
Tahun
Uraian
Satuan
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Kapasitas Izin
Ton
138.053
138.053
141.380 142.194 143.809 146.467
Produksi riil
Ton
70.413
77.755
81.643
84.909
90.147
95.213
%
51,00
56,32
57,75
59,71
62,69
65,00
Utilisasi
Sumber : Departemen Perindustrian (2007)
•
Perkembangan Jumlah Perusahaan, Nilai Investasi dan Tenaga Kerja
Industri Sari Buah
Tabel IV.5 Jumlah Perusahaan, Nilai Investasi dan Tenaga Kerja Industri Sari
Buah Tahun 2001-2006
Tahun
Uraian
Satuan
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Jml Perusahaan
Unit
Usaha
10
10
12
12
13
14
Nilai Investasi
Rp. Juta
76.567
76.580
77.330
77.360
77.588
78.327
Orang
2.625
2.633
2.762
2.765
2.850
2908
Jml Tenaga Kerja
Sumber : Departemen Perindustrian (2007)
•
Perkembangan Ekspor dan Impor Sari Buah
Tabel IV.6 Ekspor dan Impor Sari Buah Tahun 2001-2005
Tahun
Uraian
Satuan
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Ton
36.113
38.005
34.764
39.597
41.555
44.646
US$ Ribu
31.691
34.123
32.008
34.822
31.129
36.388
Ton
19.313
19.379
21.473
37.838
51.622
85.444
US$ Ribu
14.765
15.666
17.473
26.879
38.309
60.919
Ekspor
Impor
Sumber : Departemen Perindustrian (2007)
63
IV.2 Referensi Dinamis Model dan Horison Waktu
Referensi dinamis merupakan grafik atau data deskriptif yang menunjukkan
perkembangan masalah dalam beberapa waktu (Sterman, 2000).
Referensi
dinamis dapat membantu pembuat model untuk mengkarakteristikkan masalah
secara dinamik, mengetahui pola perilaku yang menunjukkan bagaimana
permasalahan timbul, serta bagaimana hal tersebut akan berkembang di masa yang
akan datang.
Pada penelitian ini, referensi dinamis yang digunakan adalah
variabel – variabel kritis yang menjadi kriteria performansi sistem, yaitu :
1. Tingkat pertumbuhan industri yang ditandai dengan tingkat produksi industri
sari buah (2000 – 2006).
2. Tingkat pertumbuhan pasar domestik, yang ditandai dengan tingkat output
industri sari buah untuk pasar domestik (2000 – 2006).
3. Tingkat pertumbuhan pasar ekspor, yang ditandai dengan tingkat output
industri sari buah untuk pasar ekspor (2000 – 2006).
4. Perkembangan kapasitas produksi industri sari buah (2000 – 2006).
5. Tingkat investasi industri sari buah (2000 – 2006).
6. Jumlah penyerapan tenaga kerja industri sari buah (2000 – 2006).
Sedangkan horison waktu adalah periode selama dilakukan proses simulasi
berjalan. Pada penelitian ini, horison waktu simulasi adalah sampai tahun 2020.
Diperkirakan selama rentang waktu simulasi tersebut, tidak ada perubahan
struktur yang cukup dramatis dalam sistem nyata yang dapat mengakibatkan
model menjadi tidak relevan.
IV.3 Batasan Model
Untuk mempermudah proses pembatasan model, dilakukan penentuan variabel –
variabel kunci yang akan diformulasikan secara endogen, eksogen, serta variabel
yang tidak tercakup dalam model. Kurangnya pemahaman mengenai batasan
model, membuat model yang dibangun menjadi tidak relevan dan menghasilkan
output yang tidak masuk akal.
64
IV.4 Struktur Model
Pada posisi penelitian dan state of the art yang ditampilkan pada Bab I, dijelaskan
mengenai sub sistem – sub sistem yang digunakan untuk membangun suatu model
industri. Secara umum, sub sistem yang sebelumnya dipakai untuk membangun
model terdiri atas sub sistem produksi, barang kapital, bahan baku, tenaga kerja,
rumah tangga, populasi konsumsi, pendapatan, keuangan, investasi, pemerintah,
perdagangan internasional, teknologi basis padi, pendapatan petani, teknologi
budidaya dan pasca panen, dan nilai tambah.
Dalam penelitian ini, penyusunan diagram sub sistem dilakukan dengan mengacu
pada model penelitian – penelitian sebelumnya yang terkait dengan kondisi
industri sari buah sekarang, roadmap industri pengolahan buah (Departemen
Perindustrian, 2005), model pengembangan industri pengolahan buah di Jawa
Barat (Disperindag Agro Jawa Barat, 2007), dan model industri nasional
(Forrester, 1991).
Kondisi industri sari buah di Indonesia memiliki tingkat produksi yang rendah,
sedangkan tingkat permintaan domestik dan ekspor produknya cukup tinggi. Hal
ini menyebabkan pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat akan produk sari
buah diperoleh dari impor. Saat ini sekitar 35 merek produk sari buah impor yang
beredar di pasar Indonesia, sedangkan produk sari buah domestik hanya sekitar 17
merek. Tingginya konsumsi masyarakat akan produk sari buah memicu maraknya
produk sari buah impor yang masuk secara ilegal ke Indonesia.
Sehingga
peningkatan produksi pada industri sari buah di Indonesia diharapkan dapat
mememenuhi kebutuhan masyarakat, dan megurangi ketergantungan terhadap
produk sari buah impor.
Untuk meningkatkan produksi pada industri sari buah, harus diperhatikan faktor –
faktor yang dapat mempengaruhi dan menggerakkan tingkat produksi. Hal ini
menjadi dasar dalam pemilihan sub sistem yang tepat untuk membangun model
dinamika sistem industri sari buah, dalam rangka meningkatkan produksi untuk
memenuhi permintaan domestik dan ekspor.
65
Roadmap
industri
pengolahan
buah
yang
dikembangkan
Departemen
Perindustrian berisi program – program aksi yang dikelompokkan menjadi
delapan bidang pengembangan yaitu klaster, infrastruktur, investasi, bahan baku,
teknologi, sumber daya masyarakat, pasar, dan iklim usaha. Tahapan kegiatan
yang terdapat dalam roadmap industri pengolahan buah ditampilkan pada Gambar
IV.3. Pada penelitian ini diambil 4 bidang pengembangan untuk dijadikan sub
sistem dalam model dinamika sistem industri sari buah, yaitu investasi, bahan
baku, sumber daya masyarakat, dan pasar.
Pengembangan investasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah
investasi sektor industri pengolahan buah di Indonesia. Pada penelitian ini peran
tersebut terdapat pada sub sistem keuangan dan pemerintah.
Pengembangan
bahan baku dilakukan dengan tujuan untuk menjaga pasokan bahan baku agar
dapat tersedia secara kontinyu. Pada penelitian ini peran tersebut analog dengan
sub sistem bahan baku. Pengembangan sumber daya masyarakat bertujuan untuk
meningkatkan tenaga kerja yang terampil dan handal pada sektor industri
pengolahan buah. Pada penelitian ini peran tersebut terdapat pada sub sistem
tenaga kerja. Pengembangan pasar dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
permintaan produk olahan buah baik domestik maupun ekspor. Pada penelitian
ini peran tersebut terdapat pada sub sistem permintaan domestik dan permintaan
ekspor.
66
Gambar IV.3 Roadmap Industri Pengolahan Buah (Depperin, 2005)
67
Model pengembangan industri pengolahan buah yang dikembangkan oleh Dinas
Perindustrian Agro Jawa Barat terdiri atas lima sub sistem yaitu sub sistem
lingkungan usaha, sub sistem perdagangan, sub sistem produksi, sub sistem
pembiayaan, dan sub sistem kelembagaan.
Gambaran lengkap mengenai model
pengembangan industri pengolahan buah propinsi Jawa Barat ditampilkan pada
Gambar IV.4.
DEMAND PASAR
SUB SISTEM LINGKUNGAN
USAHA
BAHAN BAKU & BAHAN
PENUNJANG
SUB SISTEM PERDAGANGAN
KEAMANAN INVESTASI
PRODUK & PROMOSI
SUB SISTEM PRODUKSI
KAPASITAS PRODUKSI
KUALITAS (GMP, HACCP,
ISO) JENIS PRODUK
BELANJA & PENDAPATAN
SUB SISTEM PEMBIAYAAN
APLIKASI MANAJEMEN
SDM, TEKNOLOGI, SARANA
PRASARANA, R & D
SUB SISTEM KELEMBAGAAN
JARINGAN KERJA
TENAGA KERJA, ALAT DAN MESIN
Gambar IV.4 Pengembangan Sistem Industri Pengolahan Buah di Jawa Barat
(Disperindag Agro Jawa Barat, 2007)
Sub sistem lingkungan usaha yang terdapat pada model tersebut berkaitan dengan
permintaan pasar dan keamanan investasi.
Pada penelitian ini peran tersebut
diturunkan menjadi sub sistem permintaan domestik dan permintaan ekspor. Sub
sistem perdagangan berkaitan dengan bahan baku, bahan penunjang, dan promosi.
Pada penelitian ini peran tersebut diturunkan menjadi sub sistem permintaan domestik
dan permintaan ekspor. Sub sistem produksi berkaitan dengan tenaga kerja, mesin
68
industri, kapasitas produksi, dan kualitas. Pada penelitian ini peran tersebut terdapat
pada sub sistem produksi dan barang kapital.
Sub sistem pembiayaan berkaitan
dengan belanja dan pendapatan, serta aplikasi manajemen. Pada penelitian ini peran
tersebut diturunkan menjadi sub sistem keuangan dan pemerintah.
Model industri nasional yang dikembangkan Forrester (1991) menyajikan suatu
struktur umpan balik yang berkaitan dengan aktivitas industri dan ekonomi. Struktur
umpan balik ini dibangun oleh enam sektor yang saling berkaitan yaitu sektor
produksi barang konsumsi, sektor produksi barang kapital, sektor rumah tangga,
sektor pemerintah, sektor tenaga kerja, dan sektor keuangan. Rincian sektor secara
lengkap dalam model industri nasional dapat dilihat pada Gambar IV.5.
Sektor produksi barang konsumsi menghasilkan barang, jasa, dan perumahan bagi
sektor rumah tangga dan pemerintah.
Pada penelitian ini, sektor ini diturunkan
menjadi sub sistem produksi dan barang kapital, serta sub sistem permintaan
domestik.
Sektor produksi barang kapital berperan dalam menghasilkan barang
modal bagi sektor produksi barang konsumsi dan sektor pemerintah. Pada penelitian
ini, peran tersebut analog dengan peran yang dijalankan oleh sub sistem produksi dan
barang kapital.
Sektor rumah tangga melakukan pembelian dari sektor produksi
barang konsumsi, membayar pajak, menabung, menampung populasi yang bukan
anggota tenaga kerja, menerima upah bunga, deviden, serta transfer payment. Dalam
model yang dibangun, peran ini diturunkan menjadi sub sistem populasi dan sub
sistem permintaan domestik. Sektor pemerintah berperan dalam menentukan tarif
pajak, melakukan transfer payment, mengendalikan cadangan devisa, inflasi, suku
bunga, dan pengangguran. Pada penelitian ini, peran tersebut tersebut terdapat pada
sub sistem keuangan dan pemerintah. Sektor tenaga kerja menyediakan tenaga kerja
bagi sektor produksi dan sektor pemerintah yang berasal dari sektor rumah tangga.
Pada model penelitian ini, peran tersebut terdapat pada sub sistem tenaga kerja.
Sektor keuangan merupakan agregasi dari seluruh perbankan dan institusi keuangan.
Pada penelitian ini, peran tersebut terdapat pada sub sistem keuangan dan pemerintah.
69
Sektor Produksi
Barang Kapital
Sektor
Tenaga Kerja
Sektor Produksi
Barang Konsumsi
Sektor
Rumah Tangga
Sektor
Pemerintah
Sektor
Finansial
Gambar IV.5 Struktur Model Industri Nasional ( Forrester, 1991)
Keterangan :
Aliran Uang
Aliran Informasi
Aliran Barang Konsumsi
Tenaga Kerja
Aliran Barang Kapital
Berdasarkan roadmap industri pengolahan buah (Depperin, 2005) dan model
pengembangan industri pengolahan buah (Disperindag Agro Jawa Barat, 2007), serta
model industri nasional yang dikembangkan Forrester (1991), maka dikembangkan
70
model dinamika sistem industri pengolahan buah yang paling potensial yaitu produk
sari buah dengan melakukan modifikasi dan pengembangan dari model yang sudah
ada. Model dinamika sistem industri sari buah sebagai industri hilir produk olahan
buah, dibuat berdasarkan tujuh sub sistem yang saling berkaitan yaitu sub sistem
produksi dan barang kapital, sub sistem permintaan domestik, sub sistem permintaan
ekspor, sub sistem bahan baku, sub sistem populasi, sub sistem tenaga kerja, serta sub
sistem keuangan dan pemerintah. Gambaran Keseluruhan sub sistem pada model
dinamika sistem industri sari buah dapat dilihat pada Gambar IV.6 berikut.
Gambar IV.6 Diagram Hubungan Antar Sub Sistem
Keterangan :
U = Aliran Uang
M = Aliran Material
I = Aliran Informasi
T = Tenaga Kerja
71
Sub Sistem Produksi dan Barang Kapital
Sub sistem produksi menghasilkan produk sari buah untuk sub sistem populasi
sebagai konsumen dalam negeri. Untuk melakukan proses produksi, sub sistem ini
membutuhkan input faktor – faktor produksi.
Penentuan faktor produksi mengacu
pada teori Cobb-Douglass, yang menjelaskan bahwa dalam menjalankan fungsi
produksi dibutuhkan faktor – faktor produksi yaitu kapital dan tenaga kerja.
Kebutuhan faktor produksi dalam model ini dikembangkan dengan menambah faktor
ketersediaan bahan baku. Untuk memenuhi kebutuhan akan faktor – faktor produksi
tersebut maka sub sistem produksi melakukan permintaan terhadap sub sistem tenaga
kerja, sub sistem bahan baku, dan sub sistem keuangan. Barang kapital yang berada
di dalam sub sistem produksi berfungsi sebagai mesin – mesin industri untuk
menjalankan produksi. Dengan bertambahnya waktu, barang kapital industri akan
mengalami depresi, sehingga diperlukan penambahan barang kapital. Penambahan
barang kapital dipengaruhi oleh kemampuan finansial industri tersebut, serta regulasi
– regulasi pemerintah yang berkaitan dengan proses investasi di Indonesia.
Sub Sistem Permintaan Domestik
Tingginya tingkat permintaan domestik produk sari buah di Indonesia, menggerakkan
sub sistem produksi untuk meningkatkan jumlah produksinya agar dapat memenuhi
permintaan di dalam negeri. Permintaan domestik sari buah dipengaruhi oleh tingkat
konsumsi per kapita produk sari buah di Indonesia, dan harga produk sari buah lokal
dibandingkan harga sari buah impor. Dalam ekonomi makro, pasar memiliki dua
aspek utama yaitu harga (P) dan kuantitas proses transaksi (Q) (Boediono, 1993).
Semakin tinggi harga akan membuat penawaran menjadi naik, serta permintaan
menjadi menurun.
Hal ini berlaku pula untuk kondisi sebaliknya.
Mekanisme
permintaan dan penawaran yang berhubungan dengan harga ditampilkan pada
Gambar IV.7.
72
Gambar IV.7 Mekanisme Pasar Barang (Boediono, 1993)
Sub Sistem Permintaan Ekspor
Permintaan produk sari buah di pasar ekspor juga menggerakkan sub sistem produksi
untuk meningkatkan jumlah produksi agar dapat memenuhi permintaan ekspor.
Permintaan ekspor sari buah dipengaruhi oleh harga produk sari buah Indonesia yang
dialokasikan untuk ekspor dibandingkan dengan harga pesaing di pasar ekspor.
Seperti halnya pada sub sistem permintaan domestik, mekanisme permintaan dan
penawaran yang berhubungan dengan harga, juga berlaku di dalam sub sistem
permintaan ekspor. Selain itu permintaan ekspor sari buah juga dipengaruhi oleh
tingkat penetrasi pasar produk sari buah Indonesia ke pasar tujuan ekspor.
Sub Sistem Bahan Baku
Sub sistem bahan baku memuat aliran material berupa puree buah sebagai input faktor
produksi kepada sub sistem produksi.
Sebaliknya sub sistem bahan baku
mendapatkan aliran informasi dan aliran keuangan dari sub sistem produksi. Aliran
informasi berupa informasi tentang permintaan kebutuhan bahan baku, sedangkan
aliran keuangan merupakan pendapatan yang diperoleh sub sistem bahan baku karena
pembelian puree buah oleh sub sistem produksi.
73
Sub Sistem Populasi
Sub sistem populasi berfungsi untuk melakukan permintaan atas hasil produksi dari
sub sistem produksi dan barang kapital.
Sub sistem ini juga berperan sebagai
mekanisme terjadinya pertumbuhan angkatan kerja, yaitu menyediakan penduduk
yang akan menjadi angkatan kerja pada sub sub sistem tenaga kerja, serta menampung
penduduk yang bukan angkatan kerja. Tingkat pertumbuhan pendapatan penduduk
suatu negara akan mempengaruhi kualitas hidup penduduk negara tersebut. Kualitas
hidup yang meningkat menyebabkan tingkat kelahiran dan kematian penduduk
menjadi turun. Selain itu sub sistem populasi juga mengerakkan sub sistem produksi
dengan melakukan konsumsi produk sari buah. Meningkatnya PDB per kapita juga
akan meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga permintaan terhadap produk sari
buah akan meningkat.
Sub Sistem Tenaga Kerja
Untuk melaksanakan kegiatan produksi, sub sistem produksi dan barang kapital
meminta aliran tenaga kerja dari sub sistem tenaga kerja.
Sub sistem populasi
kemudian menyalurkan angkatan kerja yang akan menjadi tenaga kerja pada sub
sistem tenaga kerja. Berdasarkan teori ekonomi makro, perekonomian nasional yang
bersifat terbuka terdiri dari empat pasar besar yang saling berkaitan, salah satunya
adalah pasar tenaga kerja (Boediono, 1993). Pada pasar tenaga kerja, permintaan
akan tenaga kerja dari sektor dunia usaha akan bertemu dengan jumlah angkatan kerja
yang tersedia. Pada aliran diagram hubungan antar sub sistem, ditampilkan sub sistem
tenaga kerja memberikan tenaga kerja yang diperlukan untuk mengoperasikan barang
kapital dalam proses produksi.
Kemudian sebaliknya sub sistem produksi
memberikan informasi mengenai kebutuhan tenaga kerja untuk proses produksi.
Sub Sistem Keuangan dan Pemerintah
Kondisi keuangan pada industri sari buah mempengaruhi kemampuan investasi
industri untuk menambah mesin dan peralatan agar proses produksi dapat berjalan
secara optimal. Pemerintah berperan penting dalam meningkatkan investasi industri,
74
dengan memberikan kebijakan – kebijakan di sektor moneter untuk mengawasi dan
memacu pertumbuhan investasi industri di Indonesia.
Sub sistem pemerintah
menggambarkan mekanisme pembentukan produk domestik bruto yang dihitung
berdasarkan harga konstan pada tahun 1993 dan 2000.
IV.5 Diagram Hubungan Kausal
IV.5.1 Sub Sistem Produksi dan Barang Kapital
Sub sistem produksi dan barang kapital dibangun untuk memodelkan interaksi antara
suatu sistem industri dengan lingkungan pasar dan pesaingnya. Struktur kausal yang
membentuk sub sistem produksi dan barang kapital dapat di lihat pada Gambar IV.8.
Sub sistem ini memiliki interaksi dengan seluruh sub sistem lainnya. Sub sistem
bahan baku menyediakan bahan baku, sedangkan sub sistem tenaga kerja
menyediakan sumber daya yang dibutuhkan agar kegiatan produksi dapat berjalan.
Kemudian sub sistem permintaan menggerakkan sub sistem produksi dengan adanya
permintaan pasar yang harus dipenuhi. Besarnya permintaan konsumen tergantung
dari besarnya pangsa pasar dan permintaan pasar.
75
Gambar IV.8 Diagram Hubungan Kausal Sub Sistem Produksi dan Barang Kapital
Realisasi tingkat produksi untuk mencapai tingkat produksi yang diinginkan
tergantung pada ketersediaan bahan baku dan kapasitas produksi.
Pengadaan
kapasitas terpasang dipenuhi oleh barang kapital, apabila kebutuhan kapasitas lebih
76
besar dibandingkan kapasitas yang tersedia, maka akan timbul selisih (gap) kapasitas
yang akan menimbulkan kebutuhan penambahan kapital terpasang.
Peningkatan
kebutuhan produksi akibat penambahan permintaan menyebabkan terjadinya
kekurangan kapasitas produksi sehingga harus dilakukan penambahan kapital. Selain
itu adanya penyusutan kemampuan produksi kapital yang dinyatakan sebagai tingkat
depresiasi kapital juga menjadi faktor perlunya dilakukan penambahan kapital. Gap
kapasitas produksi yang terjadi pada sub sistem produksi akan menentukan besarnya
kebutuhan kapital yang kemudian akan menentukan realisasi investasi kapital.
Realisasi investasi ini juga dipengaruhi oleh tingkat suku bunga yang berlaku,
semakin tinggi tingkat suku bunga maka kebutuhan kapital yang dapat terealisasi akan
semakin sedikit.
Penambahan kapital pada akhirnya akan menyebabkan
bertambahnya kapasitas produksi dan memperkecil gap kapasitas.
Kebutuhan sub sistem produksi akan tenaga kerja dinyatakan dalam variabel tenaga
kerja tersedia yang akan dipenuhi oleh sub sistem tenaga kerja. Kebutuhan produksi
juga akan menimbulkan kebutuhan atas bahan baku yang akan dipenuhi oleh sub
sistem bahan baku. Bahan baku yang digunakan untuk produksi adalah buah segar
yang telah diolah menjadi bubur buah (puree). Selanjutnya ketersediaan tenaga kerja
dan bahan baku ini akan menentukan tingkat produksi aktual industri sari buah.
IV.5.2 Sub sistem Permintaan Domestik
Diagram hubungan kausal pada sub sistem permintaan domestik menggambarkan
struktur umpan balik yang terjadi dalam perdagangan dalam negeri produk sari buah.
Struktur kausal yang membentuk sub sistem permintaan domestik dapat di lihat pada
Gambar IV.9 Permintaan produk sari buah dipengaruhi oleh pangsa pasar domestik,
supply produk impor di pasar dalam negeri, dan daya saing produk domestik
dibanding produk impor. Pembentukan harga domestik produk sari buah ditentukan
oleh biaya produksi.
77
Gambar IV.9 Diagram Hubungan Kausal Sub sistem Permintaan Domestik
Menurut teori ekonomi makro, pasar memiliki dua aspek utama yaitu harga (P) dan
kuantitas proses transaksi (Q) (Boediono, 1993). Semakin tinggi harga akan membuat
tingkat penawaran menjadi naik, serta tingkat permintaan menjadi turun. Hal ini
berlaku pula untuk kondisi sebaliknya. Tarif bea masuk yang dikenakan pada produk
sari buah impor akan meningkatkan harga produk impor tersebut di pasar dalam
negeri. Hal ini membuat tingkat penjualan produk sari buah lokal di dalam negeri
akan meningkat. Selain itu, semakin tinggi nilai tukar rupiah juga akan meningkatkan
harga produk sari buah impor, sehingga daya tarik konsumen untuk membeli produk
sari buah lokal dengan harga yang lebih murah akan naik.
IV.5.3 Sub sistem Permintaan Ekspor
Sub sistem permintaan ekspor menggambarkan interaksi yang terjadi pada
perdagangan internasional produk sari buah nasional.
Struktur kausal yang
membentuk sub sistem permintaan ekspor dapat di lihat pada Gambar IV.10. Sub
sistem permintaan ekspor merupakan input bagi kebutuhan produksi yang akan
dilakukan oleh sub sistem produksi. Permintaan ekspor produk sari buah ditentukan
78
oleh mekanisme pasar, dimana negara yang memiliki daya saing lebih unggul akan
menguasai pasar. Dalam model ini, daya saing produk sari buah diwakili oleh faktor
harga.
Efek harga terhadap pangsa pasar ditentukan oleh harga yang besarnya
dipengaruhi oleh faktor biaya produksi, tarif ekspor, serta fluktuasi nilai tukar rupiah
terhadap dollar.
Daya saing yang dimiliki oleh produk sari buah Indonesia kemudian dibandingkan
dengan produk dari negara lain yang selanjutnya akan mempengaruhi market share
produk sari buah Indonesia. Market share tersebut menentukan berapa persen rasio
permintaan ekspor produk sari buah Indonesia dari total permintaan potensial yang
ada di pasar ekspor. Sementara itu, harga produk juga dibentuk oleh mekanisme
permintaan dan penawaran produk sari buah yang direpresentasikan oleh persediaan
produk jadi dan tingkat permintaan pasar, yang selanjutnya akan menimbulkan
kebutuhan produksi.
Gambar IV.10 Diagram Hubungan Kausal Sub sistem Permintaan Ekspor
IV.5.4 Sub Sistem Bahan Baku
Sub sistem bahan baku menggambarkan mekanisme pengadaan bahan baku untuk
memenuhi tingkat produksi yang diinginkan. Untuk mencerminkan kondisi nyata,
79
dalam model ini bahan baku yang digunakan industri disupply dari dua sumber yaitu
pemasok lokal dan pemasok luar negeri. Tingkat pengiriman bahan baku baik impor
maupun lokal akan menentukan tingkat ketersediaan bahan baku yang selanjutnya
akan mempengaruhi tingkat produksi aktual yang dapat dilakukan oleh industri.
Struktur kausal yang membentuk sub sistem bahan baku dapat dilihat pada Gambar
IV.11
Gambar IV.11 Diagram Hubungan Kausal Sub sistem Bahan Baku
IV.5.5 Sub Sistem Populasi
Sub sistem populasi menyediakan penduduk yang akan menjadi angkatan kerja. Sub
sistem ini juga merupakan penggerak sub sistem permintaan dengan melakukan
konsumsi produk sari buah. Struktur kausal yang membentuk sub sistem populasi
dapat dilihat pada Gambar IV.12.
Mekanisme terjadinya pertumbuhan populasi
digambarkan pada Laju kelahiran dan kematian penduduk yang dipengaruhi oleh
Produk Domestik Bruto Riil. Peningkatan PDB Riil perkapita akan meningkatkan
kualitas hidup masyarakat, antara lain tingkat kesehatan dan tingkat pendidikan. Hal
ini dapat menurunkan angka kelahiran karena tingkat pendidikan yang tinggi akan
80
mengurangi perkawinan di usia muda.
Sementara itu tingkat kesehatan yang
meningkat, otomatis menurunkan angka kematian. Jumlah penduduk yang ada akan
menentukan jumlah angkatan kerja yang dipengaruhi oleh jumlah penduduk usia kerja
serta tingkat partisipasi angkatan kerja nasional. Angkatan kerja nasional tersebut
akan mempengaruhi seberapa besar kebutuhan tenaga kerja industri yang dapat
terpenuhi melalui mekanisme penrekrutan tenaga kerja.
Sub sistem Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Tersedia
+
Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja
+
Angkatan Kerja Nasional
+
+
Tingkat Kelahiran
+
+
+
+
Populasi Penduduk
-
Tingkat Kematian
-
+
Angka Kelahiran
-
PDB per Kapita
-
Angka Kematian
+
PDB Riil
Gambar IV. 12 Diagram Hubungan Kausal Sub sistem Populasi
IV.5.6 Sub Sistem Tenaga Kerja
Sub sistem tenaga kerja menggambarkan mekanisme yang terjadi dalam proses
ketenagakerjaan yaitu perekrutan, pelatihan, pemberhentian tenaga kerja, serta
pengaruh yang diberikan tenaga kerja terhadap tingkat produksi pada sub sistem
produksi dan barang kapital. Struktur kausal yang membentuk sub sistem tenaga
kerja dapat dilihat pada Gambar IV.13.
Kebutuhan produksi akan mendorong
81
penambahan kapital untuk meningkatkan kapasitas terpasang industri, sehingga akan
menambah kebutuhan tenaga kerja.
Kebutuhan tenaga kerja yang lebih besar
dibandingkan tenaga kerja yang tersedia menimbulkan gap tenaga kerja, dan gap ini
dapat dikurangi dengan melakukan perekrutan tenaga kerja baru. Ketersediaan tenaga
kerja akan menentukan tingkat produksi yang akan dihasilkan, sedangkan kemampuan
tenaga kerja direpresentasikan sebagai tingkat keterampilan tenaga kerja yang akan
mempengaruhi produktivitas tenaga kerja.
Sub sistem Produksi
Produktivitas
Tenaga Kerja
+ Penambahan
Kapasitas
Kebutuhan
Produksi
+
+
Penambahan
Kapital
+
+
Tingkat
Produksi
+
+
Output
Tenaga Kerja
Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja
Kebutuhan
Tenaga Kerja
+
-
Gap
Tenaga Kerja
+
Tenaga Kerja Tersedia
+
+
+
-
+
Tingkat
Penyerapan
Tenaga Kerja
Angkatan Kerja Nasional
Sub sistem Populasi
Gambar IV. 13 Diagram Hubungan Kausal Sub sistem Tenaga Kerja
IV.5.7 Sub Sistem Keuangan dan Pemerintah
Sub sistem keuangan dan pemerintah menggambarkan mekanisme terbentuknya
Produk Domesti Bruto (PDB) Indonesia. Komponen – komponen yang membentuk
PDB suatu negara dalam perekonomian terbuka adalah konsumsi masyarakat,
investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor, dan impor (Sukirno, 1999).
82
Akumulasi dana bagi kepentingan investasi Indonesia ditunjukkan oleh variabel
investasi nasional yang merupakan agregat dari investasi industri sari buah dan
investasi lain. Realisasi investasi dipengaruhi oleh perubahan bunga kredit investasi,
dimana dalam teori ekonomi makro disebutkan bahwa suku bunga memegang peranan
penting dalam pertimbangan penanaman investasi.
PDB nominal memiliki tingkat pertumbuhan yang dipengaruhi oleh ekspor nasional,
investasi dan pengeluaran pemerintah. Pengaruh yang diberikan oleh nilai ekspor,
investasi dan pengeluaran pemerintah diperoleh dari hasil perkalian antara money
multiplier dengan tingkat pertumbuhan masing – masing unsur tersebut. Sedangkan
money multiplier dipengaruhi oleh konstanta kencenderungan mengkonsumsi
marginal (MPC) dan konstanta kecenderungan impor marginal (MPI). Dalam model
ini, ekspor, investasi nasional dan pengeluaran pemerintah diasumsikan tumbuh
dengan nilai konstan. Sedangkan tingkat pertumbuhan investasi industri sari buah
diperbaharui oleh tingkat suku bunga investasi. Struktur kausal yang membentuk sub
sistem keuangan dan pemerintah dapat dilihat pada Gambar IV.14.
Gambar IV. 14 Diagram Hubungan Kausal Sub sistem Keuangan dan Pemerintah
83
IV.5.8 Mekanisme Umpan Balik Utama
Mekanisme umpan balik utama menggambarkan struktur kausal gabungan dari semua
sub sistem yang membentuk model pengembangan industri sari buah. Pada bagian ini
digambarkan semua variabel – variabel yang dijadikan instrumen kebijakan dan
bagaimana pengaruhnya terhadap kriteria performansi yang telah ditetapkan. Variabel
– variabel yang dijadikan alat kebijakan adalah tarif bea masuk produk impor, rasio
penggunaan bahan baku impor, penetrasi pasar ekspor, dan promosi investasi.
Sedangkan variabel – variabel yang dijadikan ukuran performansi adalah tingkat
produksi, tingkat permintaan pasar domestik dan ekspor, jumlah tenaga kerja industri,
serta tingkat investasi. Struktur kausal yang menggambarkan mekanisme umpan balik
utama dapat dilihat pada Gambar IV.15 berikut.
84
Gambar IV. 15 Mekanisme Umpan Balik Utama
Penggerak utama dari pembentukan model dinamika sistem industri sari buah ini
adalah adanya naiknya tingkat konsumsi per kapita masyarakat terhadap produk sari
buah, serta permintaan produk sari buah yang cukup tinggi baik permintaan domestik,
maupun permintaan ekspor.
Peningkatan volume produksi untuk memenuhi gap
permintaan yang ada dilakukan dengan memperhatikan faktor – faktor produksi.
Kebutuhan faktor produksi dalam model ini dibatasi pada tenaga kerja, barang kapital
dan bahan baku.
85
Sub sistem tenaga kerja berfungsi dalam pengadaan tenaga kerja yang dibutuhkan
oleh sub sistem produksi. Faktor tenaga kerja merupakan faktor penting sebagai
faktor operasional yang mempengaruhi tingkat produksi pada industri sari buah.
Sedangkan barang kapital dibutuhkan dalam bentuk mesin – mesin industri untuk
menjalankan proses produksi. Penambahan barang kapital diperoleh melalui investasi
yang dilakukan oleh sub sistem keuangan. Iklim investasi di Indonesia termasuk
investasi industri sari buah sangat dipengaruhi oleh kebijakan investasi yang dibuat
oleh pemerintah. Sub sistem bahan baku seperti halnya barang kapital, berfungsi
untuk mendukung jalannya proses produksi dengan menyediakan keperluan bahan
baku bagi sub sistem produksi.
IV.6 Formulasi Model
Langkah selanjutnya dalam pengembangan model dinamika sistem adalah
mengkonversikan konstruksi logis yang ditunjukkan oleh diagram sub sistem, diagram
hubungan kausal, dan diagram alir ke dalam formulasi matematis, untuk selanjutnya
dilakukan simulasi komputer. Alat bantu perangkat lunak yang digunakan untuk
permodelan ini adalah Powersim 2.5 yang bersifat object oriented.
IV.6.1 Sub sistem Produksi dan Barang Kapital
Peramalan Permintaan
PrmlnDmnd.K =
WktPrmlnDmnd =
RefWktRmln
=
PrmlnDmnd
=
TotDmnd_B
=
WktPrmlnDmnd =
RefWktRmln
=
FORECAST(TotDmnd_B.K, WktPrmlnDmnd, RefWktRmln)
1 (1 tahun)
1 (1 Tahun)
Peramalan permintaan (kg/tahun)
Total permintaan (kg/tahun)
Waktu peramalan demand (tahun)
Referensi waktu ramalan (tahun)
TotDmnd_B.K = TkJualPrdDom_B.K + TkJualPrdExp_B.K
TkJualPrdDom = Tingkat penjualan produk domestik (kg/tahun)
TkJualPrdExp_B = Tingkat penjualan produk ekspor (kg/tahun)
86
Tingkat produksi yang diharapkan pada dasarnya bernilai sesuai dengan peramalan
permintaan, dengan waktu ramalan selama satu tahun. Produksi yang diharapkan
diketahui setelah dilakukan peramalan terhadap permintaan berdasarkan total demand
yang diperoleh dari tingkat pengiriman produk sari buah untuk pasar domestik
ditambah tingkat pengiriman produk sari buah untuk pasar ekspor dan masuknya
produk sari buah impor ke dalam negeri.
Tingkat Produksi dan Tingkat Produksi yang Dimungkinkan
TkProd_B.KL =
TkProd_B
=
TkProdMgkn_B =
EfkBhnBk_B =
TkProdMgkn_B.K
TkProdMgkn_B
TkProdPot_B
EfkTK_B
TkProdMgkn_B.K*EfkBhnBk_B
Tingkat Produksi (kg/tahun)
Tingkat produksi yang dimungkinkan (kg/tahun)
Efek bahan baku terhadap tingkat produksi (tanpa satuan)
=
=
=
=
TkProdPot_B.K*EfkTK_B
Tingkat produksi yang dimungkinkan (kg/tahun)
Tingkat produksi potensial (kg/tahun)
Efek tenaga kerja terhadap tingkat produksi (tanpa satuan)
Tingkat produksi merupakan hasil kali antara tingkat produksi yang dimungkinkan
dengan efek bahan baku. Sedangkan tingkat produksi yang dimungkinkan diperoleh
dari hasil kali antara tingkat produksi potensial dengan efek tenaga kerja. Efek bahan
baku dan efek tenaga kerja merupakan perbandingan antara output bahan baku
terhadap tingkat produksi sari buah, serta output tenaga kerja terhadap tingkat
produksi sari buah, yang akan didefinisikan lebih rinci pada sub sistem tenaga kerja
dan sub sistem bahan baku.
Tingkat Produksi Potensial
TkProdPot_B.K =
TkProdPot_B =
KptsTpsg_B
=
IdksUtilKap_B =
KptsTpsg_B.K*IdksUtilKap_B
Tingkat produksi potensial (kg/tahun)
Kapasitas terpasang (kg/tahun)
Indikasi utilisasi kapasitas
Tingkat produksi potensial adalah hasil kali antara kapasitas terpasang dan indikasi
utilisasi kapasitas.
Kapasitas terpasang merupakan suatu output potensial yang
mampu dihasilkan oleh kemampuan produksi barang kapital industri, sedangkan
87
indikasi utilisasi kapasitas adalah perbandingan antara tingkat produksi yang
diharapkan dengan kapasitas terpasang industri sari buah.
Tingkat produksi yang diharapkan
TkProdHrp_B.K = MAX(DmndHrp_B.K)+((WIPHrp_B.K)/WktPenyGapWIP_B)
WktPenyGapWIP_B = 0.2/12 (6 hari)
TkProdHrp_B
= Tingkat produksi yang diharapkan (kg/tahun)
DmndHrp_B
= Permintaan yang diharapkan (kg/tahun)
WIPHrp_B
= WIP yang diharapkan (kg)
WktPenyGapWIP_B = Waktu penyesuaian gap WIP (tahun)
Gap Kapasitas
GapKpts_B.K
= (TkProdHrp_B.K – (KptsTpsg_B.K*Utilisasi_B))/
WktPenyGapKpts_B
WktPenyGapKpts_B = 1 (1 tahun)
GapKpts_B
= Gap kapasitas (kg/tahun)
TkProdHrp_B
= Tingkat produksi yang diharapkan (kg/tahun)
KptsTpsg_B
= Kapasitas terpasang (kg/tahun)
Utilisasi_B
= Utilisasi kapasitas industri sari buah (%)
WktPenyGapKpts_B = Waktu penyesuaian gap kapasitas (tahun)
Kebutuhan Penambahan Kapasitas
KebPnmbKpts_B.K = MAX(GapKpts_B.K)
KebPnmbKpts_B = Kebutuhan penambahan kapasitas (kg/tahun)
GapKpts_B
= Gap kapasitas (kg/tahun)
Adanya gap kebutuhan, yaitu perbedaan antara tingkat produksi yang diharapkan dan
kapasitas terpasang industri yang dihasilkan akan mendorong kebutuhan untuk
menambah kapasitas terpasang dimasa mendatang.
Penambahan kapasitas
disesuaikan dengan besarnya gap kapasitas yang terjadi di industri sari buah.
Barang Kapital
Kapital_B.K
= Kapital_B.J + (DT) (TkPnmbKptl_B.JK – TkDeprKptl.JK)
Kapital_B
= KptsTpsg_B*KptlPerKpts_B
KptlPerKpts_B = GRAPH(TIME,2001,1,[556307.78,554620.32,554714.49,
546986.84, 544045.45,539521.17,534774.81
"Min:0;Max:750"])
88
Kapital_B
= Kapital terpasang (rupiah/tahun)
TkPnmbKptl_B = Tingkat penambahan kapital (rupiah/tahun)
TkDeprKptl
= Tingkat depresiasi kapital (rupiah/tahun)
KptsTpsg_B
= Kapasitas terpasang (kg/tahun)
KptlPerKpts_B = Rasio kapital per kapasitas (rupiah/kg)
DT
= delta time
Jumlah barang kapital merupakan variabel level yang bertambah akibat penambahan
barang kapital dan berkurang dengan terjadinya depresiasi barang kapital.
Nilai
barang kapital tersebut diperoleh dari hasil kali antara kapasitas terpasang industri sari
buah dengan rasio kapital per kapasitas. Penambahan barang kapital secara langsung
akan menambah kapasitas terpasang industri sari buah, sedangkan depresi barang
kapital akan mengurangi kapasitas terpasang industri sari buah.
Mengingat
penambahan kapital dalam sub sistem barang kapital dilakukan dalam satuan
rupiah/tahun sedangkan penambahan kapasitas dilakukan dalam kg/tahun, maka
dilakukan konversi yaitu kapital per kapasitas yang diperoleh dengan membagi nilai
investasi kapital sari buah dalam rupiah dengan kapasitas produksi sari buah dalam kg
pada tahun yang bersangkutan. kapital per kapasitas adalah jumlah kebutuhan
penambahan investasi setiap penambahan 1 kg kapasitas industri sari buah. Data
diperoleh dari data historis nilai investasi dan kapasitas produksi dari tahun 2000 –
2006 (Depperin, 2007).
Kapasitas Terpasang Industri
KptsTpsg_B.K = KptsTpsg_B.J + (DT) (TkPnmbKpts_B.JK – TkDeprKpts_B.JK)
KptsTpsg_B
= Kapasitas terpasang (kg/tahun)
TkPnmbKpts_B = Tingkat penambahan kapasitas (kg/tahun)
TkDeprKpts_B = Tingkat depresiasi kapasitas (kg/tahun)
DT
= delta time
Sama seperti variabel barang kapital, kapasitas terpasang industri juga merupakan
variabel level yang bertambah akibat penambahan kapasitas dan berkurang dengan
terjadinya depresiasi kapasitas.
89
Depresiasi Kapital
TkDeprKptl.KL = Kapital_B.K/UmurKptl.K
Umur kapital = 20
TkDeprKptl = Tingkat depresiasi kapital (rupiah/tahun)
Kapital_B
= Kapital terpasang (rupiah/tahun)
Umur Kptl
= Umur kapital (tahun)
Tingkat depresiasi merupakan nilai dari barang kapital dibagi dengan rata – rata umur
barang kapital, dalam model ini umur rata – rata barang kapital adalah selama 20
tahun.
Depresiasi Kapasitas
TkDeprKpts_B.KL = KptsTpsg_B.K*AngDeprKpts
TkDeprKpts_B
= Tingkat depresiasi kapasitas (kg/tahun)
AngDeprKpts
= GRAPH(EfkDeprKptlKpts/KptsTpsg_B,0,1,
[0,0.05,0.10,0.15,0.2, 0.25,0.3"Min:0;Max:0.5"])
AngDeprKpts
= Angka depresiasi kapasitas (1/tahun)
Kebutuhan Penambahan Kapital
KebPnmbKptl_B.K = MAX(KebPnmbKpts_B.K*KptlPerKpts_B)
KptlPerKpts_B
= GRAPH(TIME,2001,1,[556.3078,554.6203,554.7145,
546.9868,544.0455,539.5212"Min:0;Max:750"])
KebPnmbKptl_B = Kebutuhan penambahan kapital (rupiah/tahun)
KebPnmbKpts_B = Kebutuhan penambahan kapasitas (rupiah/tahun)
KptlPerKpts_B
= Rasio kapital per kapasitas (rupiah/kg)
Kebutuhan Penambahan Kapasitas
KebPnmbKpts_B.K = MAX(GapKpts_B.K)
KebPnmbKpts_B = Kebutuhan penambahan kapasitas (kg/tahun)
GapKpts_B
= Gap kapasitas (kg/tahun)
Kebutuhan penambahan kapasitas dipengaruhi oleh gap kapasitas, yaitu selisih antara
kapasitas yang diharapkan dengan kapasitas aktual industri sari buah.
Pemesanan Kapital
TkPmsnKptl_B.K = MIN(KebPnmbKptl_B.K, KptlAcc_B.K)
TkPmsnKptl_B = Tingkat pemesanan kapital (rupiah/tahun)
90
KebPnmbKptl_B = Kebutuhan penambahan kapital (rupiah/tahun)
KptlAcc_G
= Kapital yang disetujui (rupiah/tahun)
Tingkat pemesanan barang kapital merupakan perbandingan antara kebutuhan
penambahan barang kapital dengan jumlah barang kapital yang disetujui, dikali
dengan rasio kapital per kapasitas. Sedangkan jumlah barang kapital yang disetujui
ditentukan oleh indikasi pemesanan barang kapital dan faktor keuangan berupa
pengaruh bunga kredit investasi.
Indikasi Pemesanan Kapital
IdksPmsnKptl_B.K = (KebPnmbKpts_B.K*KptlPerKpts_B.K)*
(1– TREND(KptlPerKpts_B, 1))
IdksPmsnKptl_B = Indikasi pemesanan kapital (rupiah/tahun)
KebPnmbKpts_B = Kebutuhan penambahan kapasitas (kg/tahun)
KptlPerKpts_B
= Rasio kapital per kapasitas (rupiah/kg)
Besarnya indikasi pemesanan barang kapital ditentukan oleh dua faktor utama yaitu
kebutuhan penambahan kapasitas dan rasio perbandingan antara kapital dengan
kapasitas industri sari buah.
Kapital yang Disetujui
KptlAcc_G.K
EfkBngKrdt
= EfkBngKrdt.K*IdksPmsnKptl_B
= GRAPH(TIME,2000,1,[0.186,0.182,0.178,0.163,
0.141,0.154,0.151"Min:0;Max:0.5"])
KptlAcc_G
= Kapital yang disetujui (rupiah/tahun)
EfkBngKrdt
= Efek bunga kredit
IdksPmsnKptl_B = Indikasi pemesanan kapital (rupiah/tahun)
Jumlah penambahan barang kapital yang disetujui dipengaruhi oleh efek bunga kredit
investasi. Semakin tinggi bunga kredit akan mengurangi jumlah penambahan kapital
yang terealisasi. Efek bunga kredit merupakan suku bunga kredit investasi yang
berlaku di pasar yang dipengaruhi oleh nilai rasio permintaan dan penawaran uang.
Parameter ini menunjukkan tingkat suku bunga yang harus dibayar oleh industri sari
buah ketika melakukan kredit, yang besarnya diperoleh dari data statistik tingkat suku
bunga kredit investasi tahun 2000 – 2006 (KADIN, 2007).
91
Penambahan Kapital
TkPnmbKptl_B.KL = DELAYMTR(TkPmsnKptl_B, DelayAkuisisiKptl,2)
DelayAkuisisiKptl = 1 (1 tahun)
TkPnmbKptl_B
= Tingkat penambahan kapital (rupiah/tahun)
TkPmsnKptl_B
= Tingkat pemesanan kapital (rupiah/tahun)
DelayAkuisisiKptl = Delay akuisisi kapital (tahun)
Dalam proses pemesanan barang kapital, barang kapital yang dipesan belum dapat
langsung dioperasikan, salah satu penyebabnya adalah adanya waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan proses pengiriman setelah pemesanan dilakukan.
Kondisi ini
menyebabkan terjadinya delay waktu pengiriman yang disebut delay akuisisi kapital.
Parameter ini merupakan estimasi dari waktu rata – rata yang dibutuhkan oleh industri
sari buah dalam mengakuisisi kapital yang diajukan, yaitu selama 3 bulan. Validitas
informasi serta estimasi parameter diperoleh dengan melakukan validari reproduksi
perilaku.
Penambahan Kapasitas
TkPnmbKpts_B.KL
TkPnmbKpts_B
TkPnmbKptl_B
KptlPerKpts_B
= TkPnmbKptl_B.K*KptlPerKpts_B
= Tingkat penambahan kapasitas (kg/tahun)
= Tingkat penambahan kapital (rupiah/tahun)
= Rasio kapital per kapasitas (rupiah/kg)
Penambahan kapasitas tergantung dari tambahan barang kapital yang dibeli
berdasarkan mekanisme investasi dalam sub sistem barang kapital.
Penambahan
kapasitas dilakukan terhadap kapasitas terpasang apabila kapasitas yang ada tidak
mampu memenuhi total permintaan terhadap industri sari buah baik domestik maupun
ekspor. Mengingat penambahan kapital dalam sub sistem barang kapital dilakukan
dalam satuan rupiah/tahun sedangkan penambahan kapasitas dilakukan dalam
kg/tahun, maka dilakukan konversi yaitu kapital per kapasitas yang diperoleh dengan
membagi nilai investasi kapital sari buah dalam rupiah dengan kapasitas produksi sari
buah dalam kg pada tahun yang bersangkutan.
92
IV.6.2 Sub sistem Permintaan Domestik
Permintaan Potensial untuk Pasar Domestik
DmndPotDom_B.K =
DmndPotDom_B
=
DmndPot_B
=
IdksDmndShrDom_B =
TkJualImp_B
=
DmndPot_B.K
PerKapita_B
DmndPot_B
Perkapita
Populasi
=
=
=
=
=
DmndPot_B.K + TkJualImp_B.K
Permintaan potensial untuk pasar domestik (kg/tahun)
Permintaan potensial sari buah (kg/tahun)
Indikasi demand share domestik (tanpa satuan)
Tingkat penjualan produk sari buah impor (kg/tahun)
PerKapita_B.K*Populasi.K
0.3047
Permintaan potensial (kg/tahun)
Inisial konsumsi perkapita sari buah (kg/orang/tahun)
Jumlah Penduduk Indonesia (orang)
Permintaan potensial untuk pasar domestik merupakan penjumlahan antara
permintaan potensial sari buah dengan produk sari buah impor yang masuk ke dalam
negeri.
Sedangkan permintaan potensial sari buah adalah hasil perkalian antara
konsumsi per kapita sari buah dengan jumlah penduduk Indonesia selama satu tahun.
Nilai inisial konsumsi perkapita sari buah diperoleh dari pembagian antara jumlah
permintaan domestik sari buah dengan jumlah populasi penduduk Indonesia selama
satu tahun. Efek harga demand domestik diperoleh dengan membandingkan harga
sari buah domestik dengan harga sari buah impor.
Konsumsi Per Kapita Sari Buah
KonsPerKapita_G = GRAPHCURVE(TIME,2001,1,[0.1646, 0.1887, 0.2203, 0.2107,
0.2236, 0.2315"Min:0;Max:1"])
KonsPerKapita_G = Konsumsi perkapita masyarakat untuk sari buah
(kg/orang/tahun)
Parameter ini diperoleh dengan cara mengolah data histroris permintaan domestik sari
buah (Depperin, 2007) dan jumlah populasi penduduk Indonesia (BPS, 2007).
Validitas pengolahan serta estimasi parameter diperoleh dengan melakukan validasi
reproduksi perilaku.
93
Supply Produk Sari Buah Impor
TkJualImp_B.K = (DmndPot_B.K*EfkHrgDmndDom_B)*RasPmnhDmndImp_B
RasPmnhDmndImp_B = GRAPH(TIME,2000,1,[0.09,0.27,0.25,0.26,0.45,0.57,
0.90"Min:0;Max:1"])
TkJualImp_B
= Tingkat penjualan produk impor (kg/tahun)
DmndPot_B
= Permintaan potensial (kg/tahun)
EfkHrgDmndDom_B = Pengaruh harga terhadap permintaan domestik (rupiah)
RasPmnhDmndImp_B = Rasio pemenuhan permintaan produk impor (tanpa
satuan)
Mengingat adanya keterbatasan kapasitas, maka output sari buah yang dihasilkan
tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan sari buah nasional. Untuk itu dilakukan
impor produk sari buah untuk mencukupi kebutuhan konsumsi sari buah di dalam
negeri yang jumlahnya berdasarkan rasio pemenuhan demand impor.
Data rasio
diperoleh dari perbandingan antara volume impor sari buah dengan jumlah produksi
sari buah yang telah dikurangi volumenya untuk ekspor (Depperin, 2007). Validitas
pengolahan serta estimasi parameter diperoleh dengan melakukan validasi reproduksi
perilaku.
Pengaruh Harga Terhadap Permintaan Sari Buah Domestik
EfkHrgDmndDom_B.K = HrgDom_B.K/HrgImp_B.K
HrgImp_B
= IndksHrgImp_B + (IndksHrgImp_B*BeaImp)
BeaImp = 0,1 (10%)
EfkHrgDmndDom_B = Pengaruh harga terhadap permintaan domestik (rupiah)
HrgDom_B
= Harga sari buah domestik (rupiah/kg)
HrgImp_B
= Harga sari buah impor (rupiah/kg)
IndksHrgImp_B
= Indikasi harga impor sari buah impor (rupiah/kg)
BeaImp
= Tarif bea masuk produk sari buah impor
Harga sari buah di pasar domestik ditentukan oleh besarnya permintaan dan
penawaran yang terjadi atas produk sari buah tersebut. Sisi permintaan ditunjukkan
oleh tingkat permintaan sari buah dalam negeri dan sisi penawaran ditunjukkan oleh
output industri sari buah yang dialokasikan untuk pasar dalam negeri. Harga sari buah
domestik harus dibandingkan dengan harga sari buah impor untuk mendapatkan
pengaruh harga demand domestik.
94
Harga Produk Sari Buah Domestik dan Sari Buah Impor
HrgDom_B = GRAPH(TIME,2000,1,[11750,12225,12675,13150,13600,14250,
14600"Min:0;Max:10000"])*BiayaProd_B
HrgImp_B = GRAPH(TIME,2000,1,[11000,11750,11850,13200,13350,
13500, 14500" Min:0;Max:1.5"])*Kurs*10^-4
HrgDom_B = Harga sari buah domestik (rupiah/kg)
HrgImp_B = Harga sari buah impor (rupiah/kg)
Harga sari buah baik produk sari buah domestik maupun sari buah impor untuk tahun
2000 – 2006, diperoleh berdasarkan data perkembangan harga rata – rata sari buah di
pasar (ASRIM, 2007).
Biaya Produksi
BiayaProd_B.K
BiayaTK_B
BiayaTtp_B
BiayaEnergi
ProfitMargin_B
BiayaProd_B
BiayaTK_B
BiayaTtp_B
BiayaEnergi_B
ProfitMargin_B
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
BiayaTK_B+BiayaTtp_B+BiayaEnergi_B+ProfitMargin_B
0.28
0.18
0.29
0.25
Biaya produksi (rupiah/kg)
Biaya tenaga kerja (rupiah/kg)
Biaya tetap (rupiah/kg)
Biaya penggunaan energi dalam proses produksi (rupiah/kg)
Profit margin (rupiah/kg)
Harga produk sari buah domestik ditentukan oleh biaya produksi yang merupakan
harga minimum suatu produk. Biaya produksi terdiri atas biaya tenaga kerja yang
diasumsikan 28% dari harga produk, biaya tetap yang diasumsikan 18% dari harga
produk, biaya energi yang diasumsikan 29% dari harga produk serta profit margin
yang diasumsikan 25% dari harga produk.
Persediaan Produk Jadi Sari Buah Untuk Pasar Domestik
InvPrdJdDom_B.K = InvPrdJdDom_B.J + (DT)(OutIdstrDom_B.JK –
TkJualPrdDom_B.JK)
InvPrdJdDom_B.K = DmndPotDom_B.K*WktCkpInvPrdJd
WktCkpInvPrdJd = 1/12 (1 bulan)
InvPrdJdDom_B = Persediaan produk jadi untuk pasar domestik (kg)
OutIdstrDom_B
= Output industri untuk domestik (kg/tahun)
TkJualPrdDom_B = Tingkat penjualan produk domestik (kg/tahun)
95
DmndPotDom_B
WktCkpInvPrdJd
= Permintaan potensial domestik (kg/tahun)
= Waktu cakup inventori produk jadi (tahun)
Inisial inventori produk jadi sari buah diperoleh dari hasil kali antara permintaan
potensial untuk pasar domestik dengan waktu cakup inventori produk jadi. Jumlah
inventori ini akan berkurang dengan adanya aliran keluar pengiriman sari buah untuk
pasar domestik. Jumlah maksimum pengiriman produk sari buah merupakan kondisi
minimum antara ketersediaan inventori dan permintaan tak terpenuhi. Jika keduanya
sama, maka yang menentukan adalah waktu cakup persediaan produk jadi dan waktu
pengiriman rata – rata produk sari buah untuk pasar domestik.
IV.6.3 Sub sistem Permintaan Ekspor
Permintaan Potensial untuk Pasar Ekspor
DmndPotExp_B.K
InisDmndPotExp_B
DmndPotExp_B
DmndPotExp_B
InisDmndPotExp_B
DmndExp_B.K
DmndExp_B
DmndPotExp_B
MrktShr_B
=
=
=
=
=
=
=
=
=
DmndPotExp_B.J + (DT)PrtmbDmndPotExp_B.JK
6171242
InisDmndPotExp_B (kg/tahun)
Permintaan potensial untuk pasar ekspor (kg/tahun)
Inisial permintaan potensial ekpor sari buah (kg/tahun)
DmndPotExp_B*(1/MrktShr_B)
Permintaan ekspor (kg/tahun)
Permintaan potensial untuk pasar ekspor (kg/tahun)
Market share (tanpa satuan)
Permintaan ekspor merupakan hasil kali antara permintaan potensial untuk ekspor
dengan market share produk sari buah di pasar ekspor. Besarnya permintaan di pasar
ekspor diperoleh dari data potensi ekspor sari buah (Depperin, 2007).
Validitas
pengolahan serta estimasi parameter diperoleh dengan melakukan validasi reproduksi
perilaku.
Pangsa Pasar Produk Sari Buah di Pasar Ekspor
MrktShr_B.K = RasHrgMrktShrExp_B*DELAYINF(EfkHrgDmndExp_B,1) +
(1–RasHrgMrktShrExp_B)
RasHrgMrktShrExp_B = 0.5
96
MrktShr_B
= Market share (tanpa satuan)
RasHrgMrktShrExp_B = Rasio harga terhadap market share ekspor (tanpa satuan)
EfkHrgDmndExp_B = Pengaruh harga terhadap permintaan ekspor
Di pasar ekspor, produk sari buah Indonesia akan bersaing dengan produk sari buah
dari negara lain dalam memperebutkan pasar yang sama. Pangsa pasar produk sari
buah Indonesia di pasar ekspor dipengaruhi oleh rasio harga terhadap market share
ekspor dan efek harga terhadap permintaan ekspor. Sedangkan nilai rasio harga
terhadap pangsa pasar ekspor sari buah diperoleh dari perbandingan antara harga
produk sari buah untuk pasar ekspor dengan harga sari buah pesaing (ASRIM, 2007).
Validitas pengolahan serta estimasi parameter diperoleh dengan melakukan validasi
reproduksi perilaku.
Pengaruh Harga Terhadap Permintaan Ekspor
EfkHrgDmndExp_B.K = HrgExp_B.K/HrgPesaing_B.K
HrgPesaing_B
= GRAPH(TIME,2000,1,[1.31,1.32,1.29,1.31,1.19,
1.16,1.24 "Min:0;Max:1.5"])
EfkHrgDmndExp_B = Pengaruh harga terhadap permintaan ekspor
(tanpa satuan)
HrgPesaing_B
= Harga pesaing di pasar ekspor ($/kg)
HrgExp_B
= Harga ekspor ($/kg)
Pengaruh harga terhadap permintaan ekspor diperoleh dari hasil bagi antara harga
produk sari buah dalam negeri yang dialokasikan untuk ekspor dengan harga produk
sari buah pesaing. Untuk memenuhi permintaan ekspor sari buah, produk sari buah
domestik bersaing dengan produk sari buah pesaing. Tingkat permintaan pasar atas
suatu produk antara lain dipengaruhi oleh ketersediaan produk dan harga produk
tersebut. Faktor ketersediaan produk dan harga produk akan mempengaruhi daya
saing produk, dimana semakin tinggi harga dan semakin lama waktu pengiriman
produk ke pasar ekspor akan menyebabkan daya saing produk menurun. Harga sari
buah impor untuk tahun 2000 – 2006, diperoleh berdasarkan data perkembangan
harga rata – rata sari buah impor di pasar (ASRIM, 2007). Validitas pengolahan serta
estimasi parameter diperoleh dengan melakukan validasi reproduksi perilaku.
97
Efek harga demand ekspor merupakan fungsi non linier dari perbandingan antara
harga sari buah untuk pasar ekspor dengan harga pesaing. Perbedaan harga yang kecil
menimbulkan perubahan pangsa pasar yang kecil. Semakin besar rasio harga, akan
mengurangi pangsa pasar sari buah Indonesia di pasar ekspor, dan sebaliknya
Semakin kecil rasio harga, akan menaikkan pangsa pasar sari buah Indonesia di pasar
ekspor.
Harga Ekspor
HrgExp_B.K =
(BiayaProd_B.K + (PrsntOngTmbhExp.K*BiayaProd_B.K))/Kurs*10^4
BeaExp
= 0.1 (10%)
Kurs
= GRAPH(TIME,2000,1,[8534,8266,8940,8330,9355,
9830,9020 "Min:0;Max: 12000"])
HrgExp_B
= Harga ekspor ($/kg)
BiayaProd_B
= Biaya produksi (rupiah/kg)
BeaExp
= Tarif yang dikenakan untuk produk sari buah yang diekspor
(10/%)
Kurs
= Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika (Rp/$)
Harga ekspor produk sari buah ditentukan oleh biaya produksi yang merupakan harga
minimum suatu produk. Dalam model ini, harga minimum ditentukan dengan cara
yang sama dengan penentuan harga domestik ditambah dengan bea ekspor sebesar
10% dari harga produk. Selain itu, harga untuk pasar ekspor juga ditentukan oleh
mekanisme pasar berupa pengaruh nilai tukar uang yang mengakibatkan perubahan
harga di pasar ekspor. Nilai tukar rupiah terhadap dollar adalah variabel yang berubah
terhadap waktu, yang besarnya berdasarkan nilai tukar rupiah setiap tahun, mulai
tahun 2000 – 2006 (KADIN, 2007). Validitas pengolahan serta estimasi parameter
diperoleh dengan melakukan validasi reproduksi perilaku.
Angka Pertumbuhan Demand Potensial Ekspor
AngPrtmbDmndPotExp_B.K = GRAPH(TIME,2000,1,[4.8518,0.0524,-0.0853,
0.1391, 0.0494,0.0744"Min:-0.5;Max:6"])
AngPrtmbDmndPotExp_B = Angka pertumbuhan permintaan potensial untuk
ekspor (1/tahun)
98
Parameter ini menunjukkan angka pertumbuhan pasar potensial ekspor Indonesia
untuk produk sari buah. Parameter ini diperoleh dengan cara mengolah data histroris
pangsa pasar serta perkembangan volume ekspor sari buah dari tahun ke tahun
(Depperin, 2007). Validitas pengolahan serta estimasi parameter diperoleh dengan
melakukan validasi reproduksi perilaku.
IV.6.4 Sub Sistem Bahan Baku
Tingkat Pemakaian Bahan Baku
TkPakaiBhnBk_B.KL =
WktCkpInvBhnBk
=
TkPakaiBhnBk_B
=
WktCkpInvBhnBk
=
TkKrmBhnBk_B
=
DELAYMTR(TkKrmBhnBk_B.KL, WktCkpInvBhnBk)
0.2/12 (6 hari)
Tingkat pemakaian bahan baku (kg/tahun)
Waktu cakup persediaan bahan baku (tahun)
Tingkat pengiriman bahan baku (kg/tahun)
TkKrmBhnBk_B.KL
TkKrmBhnDom_B
TkKrmBhnDom_B
TkKrmBhnImp_B
TkKrmBhnDom_B.KL + TkKrmBhnImp_B.KL
DELAYMTR(TkPsanBhnDom_B,WktKrmBhnDom)
Tingkat pengiriman bahan baku domestik (kg/tahun)
Tingkat pengiriman bahan baku impor (kg/tahun)
=
=
=
=
Tingkat pemakaian bahan baku mengalami delay karena diperlukan waktu untuk
melakukan pengiriman bahan baku. Dengan adanya ketersediaan bahan baku di
inventori, maka produksi dapat terus berjalan. Jumlah bahan baku yang dipakai untuk
kebutuhan produksi adalah sesuai dengan tingkat produksi yang diharapkan dan waktu
cakup persediaan bahan baku di inventori, yaitu selama 6 hari. Sedangkan tingkat
pengiriman bahan baku adalah akumulasi dari bahan baku baik yang bahan baku
domestik maupun bahan baku impor.
Order Bahan Baku
BhnDomOrd_B.K = BhnDomOrd_B.J + (DT) (TkPsanBhnDom_B.JK –
TkKrmBhnDom_B.JK)
BhnDomOrd_B.K = BhnBkOrdHrp_B.K*(1-PenggBhnImp_B)
PenggBhnImp_B = 0.25
BhnDomOrd_B
= Bahan baku domestik yang diorder (kg)
99
BhnBkOrdHrp_B
PenggBhnImp_B
TkPsanBhnDom_B
TkKrmBhnDom_B
DT = delta time
= Order bahan baku yang diharapkan (kg/tahun)
= Rasio penggunaan bahan baku impor
= Tingkat pemesanan bahan baku domestik (kg/tahun)
= Tingkat pengiriman bahan baku domestik (kg/tahun)
BhnImpOrd_B.K = BhnImpOrd_B.J + (DT) (TkPsanBhnImp_B.JK –
TkKrmBhnImp_B.JK)
BhnImpOrd_B.K = BhnBkOrdHrp_B.K*PenggBhnImp_B
PenggBhnImp_B = 0.25
BhnImpOrd_B
= Bahan baku impor yang dipesan (kg)
BhnBkOrdHrp_B = Order bahan baku yang diharapkan (kg/tahun)
PenggBhnImp_B = Rasio penggunaan bahan baku impor
TkPsanBhnImp_B = Tingkat pemesanan bahan baku impor (kg/tahun)
TkKrmBhnImp_B = Tingkat pengiriman bahan baku impor (kg/tahun)
DT = delta time
Tingkat pemesanan bahan baku, baik bahan baku domestik maupun bahan baku impor
merupakan variabel level yang diperoleh dari selisih antara tingkat pemesanan bahan
baku domestik atau impor dengan tingkat pengiriman bahan baku domestik atau
impor. Nilai inisial tingkat pemesanan bahan baku diperoleh dari hasil kali antara
order bahan baku yang diharapkan dengan rasio penggunaan bahan baku impor.
Nilai rasio diperoleh dengan membandingkan jumlah pemakaian bahan baku impor
dibandingkan pemakaian bahan baku domestik.
Order Bahan Baku yang Diharapkan
BhnBkOrdHrp_B.K = (TkKrmBhnHrp_B.K*(1-PenggBhnImp_B)) /
(WktKrmBhnDom + WktKrmBhnImp)
PenggBhnImp_B
= 0.25
WktKrmBhnDom
= 0.1/12 (3 hari)
WktKrmBhnImp
= 0.2/12 (6 hari)
BhnBkOrdHrp_B
= Order bahan baku yang diharapkan (kg/tahun)
TkKrmBhnHrp_B
= Tingkat pengiriman bahan baku yang diharapkan (kg/tahun)
PenggBhnImp_B
= Rasio penggunaan bahan baku impor
WktKrmBhnDom
= Waktu pengiriman bahan baku domestik (tahun)
WktKrmBhnImp
= Waktu pengiriman bahan baku impor (tahun)
Tingkat Pemesanan Bahan Baku Domestik dan Bahan Baku Impor
TkPsanBhnDom_B.KL = TkPsanBhnHrp_B.K*(1-PenggBhnImp_B)
TkPsanBhnDom_B
= Tingkat pemesanan bahan baku domestik (kg/tahun)
100
TkPsanBhnHrp_B
PenggBhnImp_B
= Tingkat pemesanan bahan baku yang diharapkan
(kg/tahun)
= Rasio penggunaan bahan baku impor
TkPsanBhnImp_B.KL = TkPsanBhnHrp_B.K*PenggBhnImp_B
TkPsanBhnImp_B
= Tingkat pemesanan bahan baku impor (kg/tahun)
TkPsanBhnHrp_B
= Tingkat pemesanan bahan baku yang diharapkan
(kg/tahun)
PenggBhnImp_B
= Rasio penggunaan bahan baku impor
Tingkat Pemesanan Bahan Baku yang Diharapkan
TkPsanBhnHrp_B.K = BhnBkOrdHrp_B.K/WktPenyBhnBkOrd
WktPenyBhnBkOrd = 0.2/12 (6 hari)
TkPsanBhnHrp_B
= Tingkat pemesanan bahan baku yang diharapkan
(kg/tahun)
BhnBkOrdHrp_B
= Order bahan baku yang diharapkan (kg/tahun)
WktPenyBhnBkOrd = Waktu penyesuaian order bahan baku (tahun)
Kebutuhuan bahan baku akan menimbulkan pemesanan bahan baku domestik dan
pemesanan bahan baku impor. Pemesanan dilakukan apabila inventori bahan baku
yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan inventori untuk kapasitas aktual industri sari
buah. Jumlah bahan baku yang dipesan untuk kebutuhan produksi adalah sebanyak
jumlah order yang diharapkan.
Tingkat pemesanan ini dpengaruhi oleh waktu
penyesuaian order bahan baku yaitu selama 6 hari.
Tingkat Pengiriman Bahan Baku
TkKrmBhnDom_B.KL =
DELAYMTR(TkPsanBhnDom_B.KL,WktKrmBhnDom)
WktKrmBhnDom = 0.1/12 (3 hari)
TkKrmBhnDom_B = Tingkat pengiriman bahan baku domestik (kg/tahun)
TkPsanBhnDom_B = Tingkat pemesanan bahan baku domestik (kg/tahun)
WktKrmBhnDom = Waktu pengiriman bahan baku domestik (tahun)
TkKrmBhnImp_B.KL = DELAYMTR(TkPsanBhnImp_B.KL, WktKrmBhnImp)
WktKrmBhnImp
= 0.2/12 (6 hari)
TkKrmBhnImp_B
= Tingkat pengiriman bahan baku impor (kg/tahun)
TkPsanBhnImp_B
= Tingkat pemesanan bahan baku impor (kg/tahun)
WktKrmBhnImp
= Waktu pengiriman bahan baku impor (tahun)
101
Tingkat pengiriman bahan baku baik bahan baku domestik maupun yang diimpor
mengalami delay karena adanya waktu yang dibutuhkan mulai bahan baku dipesan
sampai dilakukan pengiriman. Untuk pengiriman bahan baku domestik membutuhkan
waktu selama 3 hari, sedangkan pengiriman bahan baku impor membutuhkan waktu
selama 6 hari.
Jumlah Persediaan Bahan Baku
InvBhnBk_B.K
= InvBhnBk_B.J + (DT)(TkKrmBhnBk_B.JK –
TkPakaiBhnBk_B.JK)
InvBhnBk_B.K
= TkKrmBhnDom_B.K + TkKrmBhnImp_B.K
InvBhnBk_B
= Persediaan bahan baku (kg)
TkKrmBhnBk_B = Tingkat pengiriman bahan baku (kg/tahun)
TkPakaiBhnBk_B = Tingkat pemakaian bahan baku (kg/tahun)
TkKrmBhnDom_B = Tingkat pengiriman bahan baku domestik (kg/tahun)
TkKrmBhnImp_B = Tingkat pengiriman bahan baku impor (kg/tahun)
DT
= delta time
Persediaan bahan baku merupakan variabel level yang akan bertambah dengan
meningkatnya tingkat pengiriman bahan baku, baik bahan baku domestik maupun
bahan baku impor, dan berkurang dengan adanya tingkat pemakaian bahan baku.
Nilai inisial persediaan bahan baku diperoleh dari penjumlahan tingkat pengiriman
bahan baku domestik dan bahan baku impor.
Jumlah Persediaan Bahan Baku yang Diharapkan
InvBhnBkHrp_B.K
InvBhnBkHrp_B
TkProdHrp_B
WktCkpInvBhnBk
= TkProdHrp_B.K*WktCkpInvBhnBk
= Persediaan bahan baku yang diharapkan (kg/tahun)
= Tingkat produksi yang diharapkan (kg/tahun)
= Waktu cakupan persediaan bahan baku (tahun)
Persediaan bahan baku yang diharapkan dihitung berdasarkan tingkat produksi yang
diharapkan.
Persediaan tersebut sangat tergantung dari jumlah bahan baku yang
dikirim baik dari dari dalam negeri maupun luar negeri.
102
Pengaruh Bahan Baku Terhadap Tingkat Produksi
EfkBhnBk_B.K
EfkBhnBk_B
OutBhnBk_B
TkProdMgkn_B
= MIN((BhnBkOlah_B/TkProdMgkn_B),1)
= Pengaruh bahan baku terhadap tingkat produksi (sari buah)
= Output bahan baku (kg/tahun)
= Tingkat produksi yang dimungkinkan (kg/tahun)
Efek bahan baku dipengaruhi oleh output bahan baku, namun dibatasi oleh tingkat
produksi yang dimungkinkan.
IV.6.5 Sub Sistem Populasi
Jumlah Penduduk
Populasi.K
Populasi
Populasi
Lahir
Mati
DT
= Populasi.J + (DT) (Lahir.JK – Mati.JK)
= 205153920
= Jumlah penduduk Indonesia tahun awal simulasi (orang)
= Laju kelahiran (orang/tahun)
= Laju kematrian (orang/tahun)
= delta time
Perubahan jumlah penduduk Indonesia diasumsikan hanya dipengaruhi oleh laju
kelahiran dan kematian saja. Sedangkan jumlah imigrasi dan emigrasi diasumsikan
seimbang. Waktu simulasi dimulai dari tahun 2000. Inisialisasi jumlah penduduk
Indonesia diperoleh dari BPS Indonesia.
Tingkat kelahiran
Lahir.KL
Lahir
Populasi
AngkaLahir
= Populasi.K*AngkaLahir.K
= Laju kelahiran (orang/tahun)
= Jumlah penduduk Indonesia (orang)
= Angka kelahiran kasar
Tingkat Kematian
Mati.KL
Mati
Populasi
AngkaMati
= Populasi.K*AngkaMati.K
= Laju kematian (orang/tahun)
= Jumlah penduduk Indonesia (orang)
= Angka Kematian Kasar
103
Tingkat kelahiran yang terjadi dalam satu tahun diperoleh dari hasil perkalian antara
jumlah penduduk satu tahun dengan angka kelahiran pada tahun tersebut. Indikator
yang digunakan untuk mengukur angka kelahiran adalah angka kelahiran kasar atau
Crude Birth Rate (CBR), yaitu angka kelahiran per seribu penduduk. Sedangkan
indikator untuk mengukur angka kematian adalah angka kematian kasar atau Crude
Death Rate (CDR), yaitu angka kematian per seribu penduduk.
Crude Birth Rate dan Crude Death Rate
AngkaLahir
= GRAPHLINAS(PDRBperkapita.K,6500000,250000,
T_AngkaLahir)
T_AngkaLahir = [0.0206, 0.0203, 0.02, 0.0198, 0.0196, 0.0195]
T_AngkaLahir = Tabel CBR
PDRBperkapita = PDB riil per kapita penduduk Indonesia (rupiah/orang)
AngkaMati
= GRAPHLINAS(PDRBperkapita, 6500000, 250000,
T_AngkaMati)
T_AngkaMati = [0.0070, 0.0069, 0.0068, 0.0067, 0.0067, 0.0066]
T_AngkaMati = Tabel CDR
PDRBperkapita = PDB riil per kapita penduduk Indonesia (rupiah/orang)
Pada diagram kausal dijelaskan bahwa peningkatan pendapatan akan menurunkan
tingkat kelahiran dan kematian pada suatu negara.
Hubungan antara PDB riil
perkapita dengan angka kelahiran dan angka kematian di Indonesia untuk tahun 2000
– 2006 juga menunjukkan kecenderungan yang mendukung pernyataan tersebut.
PDB Riil Per kapita
PDRBperkapita.K
PDRBperkapita
PDRB
Populasi
=
=
=
=
PDRB.K/Populasi.K
PDB riil per kapita penduduk Indonesia (rupiah/orang)
PDB riil Indonesia (rupiah)
Jumlah penduduk Indonesia (orang)
PDB riil per kapita merupakan indikator bagi pendapatan individu masyarakat, yang
diperoleh dari hasil pembagian antara PDB riil yang dihitung berdasarkan harga
konstan tahun 2000 – 2006 dan jumlah penduduk per tahun. Data Produk Domestik
Bruto riil berdasarkan harga konstan diperoleh dari BPS Indonesia.
104
Tabel PDB riil Indonesia (BPS, 2000 – 2006)
PDRBT = GRAPHCURVE(TIME,2000,1,[1.3897709e15,1.4429846e15,
1.5061244e15,1.5771713e15,1.6568257e15,1.7495469e15,1.8466549e1
5"Min:0; Max:2e15"])
PDRBT = Tabel PDB Riil berdasarkan harga konstan (rupiah/tahun)
Penduduk Indonesia Usia 0 – 14 Tahun dan 15 – 65 Tahun
Pop_0014.K = Pop_0014.J + (DT) (Lahir – Matur_0014 – Mati_0014)
Pop_0014 = 61992855
Pop_0014 = Jumlah penduduk usia 0 – 14 tahun (orang)
Lahir
= Laju kelahiran (orang/tahun)
Matur_0014 = Tingkat maturitas penduduk usia 0 – 14 tahun (orang/tahun)
Mati_0014 = Tingkat kematian penduduk usia 0 – 14 tahun (orang/tahun)
DT
= delta time
Pop_1565.K
Pop_1565
Pop_1565
Mati_1565
Matur_0014
Matur_1565
DT
= Pop_1565.J + (DT) (Matur_0014 – Matur_1565 – Mati_1565)
= 143161065
= Jumlah penduduk usia 15 - 65 tahun (orang)
= Tingkat kematian penduduk usia 15 – 65 tahun (orang/tahun)
= Tingkat maturitas penduduk usia 0 – 14 tahun (orang/tahun)
= Tingkat maturitas penduduk usia 15 – 65 tahun (orang/tahun)
= delta time
Untuk memodelkan jumlah angkatan kerja yang tersedia dalam total jumlah penduduk
Indonesia, maka dalam model ini jumlah penduduk dibagi ke dalam dua struktur
umur. Struktur pertama adalah usia 0 – 14 tahun, batasan usia ini didasarkan pada
program wajib belajar yang dicanangkan pemerintah. Struktur yang kedua yaitu usia
angkatan kerja 15 – 65 tahun. Akumulasi penduduk usia 0 – 14 tahun didapatkan dari
jumlah tingkat kelahiran dikurangi tingkat maturitas 0 – 14 tahun dan tingkat
kematian 0 – 14 tahun.
Sedangkan akumulasi penduduk usia 15 – 65 tahun
didapatkan dari jumlah tingkat maturitas usia 0 – 14 tahun dikurangi tingkat maturitas
15 – 65 tahun dan tingkat kematian 15 – 65 tahun
105
Tingkat kematian Usia 0 – 14 Tahun dan 15 – 65 Tahun
Mati_0014.KL
Mati_0014
Pop_0014
AngkaLahir
= Pop_0014.K*AngkaLahir.K
= Tingkat kematian penduduk usia 0 – 14 tahun (orang/tahun)
= Jumlah penduduk usia 0 – 14 tahun (orang)
= Angka kelahiran kasar (1/tahun)
Mati_1565.KL
Mati_1565
Pop_1565
AngkaMati
= Pop_1565.K*AngkaMati.K
= Tingkat kematian penduduk usia 15 – 65 tahun (orang/tahun)
= Jumlah penduduk usia 15 – 65 tahun (orang)
= Angka Kematian Kasar (1/tahun)
Perhitungan tingkat kematian struktur umur 0 – 1 4 tahun dan 15 – 65 tahun dilakukan
dengan cara yang sama pada perhitungan tingkat kematian pada tingkat jumlah
penduduk total, yaitu hasil perkalian antara jumlah penduduk dengan usia dalam
struktur umur tersebut dan CDR.
Tingkat Maturitas Usia 0 – 14 Tahun dan 15 – 65 Tahun
Matur_0014.KL = DELAYPPL(Lahir, Wkt_0014, (Pop_0014/Wkt_0014))
Wkt_0014
= 14
Matur_0014
= Tingkat maturitas penduduk usia 0 - 14 tahun (orang/tahun)
Lahir
= Laju kelahiran (orang/tahun)
Pop_0014
= Jumlah penduduk usia 0 - 14 tahun (orang)
Wkt_0014
= Lama waktu penduduk berada di usia 0-14 tahun (tahun)
Matur_1565.KL = DELAYPPL(Matur_0014, Wkt_1565, (Pop_1565/Wkt_1565))
Wkt_1565
= 51
Matur_1565
= Tingkat maturitas penduduk usia 15 - 65 tahun (orang/tahun)
Matur_0014
= Tingkat maturitas penduduk usia 0 - 14 tahun (orang/tahun)
Wkt_1565
= Lama waktu penduduk berada di usia 15-65 tahun (tahun)
Tingkat maturitas usia 0 – 14 tahun dipengaruhi oleh laju kelahiran, jumlah populasi
dalam struktur umur 0 – 14 tahun, dan lama seseorang dalam struktur umur tersebut
yaitu 14 tahun. Sedangkan tingkat maturitas usia 15 – 65 tahun dipengaruhi oleh
tingkat maturitas usia 0 – 14 tahun, jumlah populasi dalam struktur umur 15 – 65
tahun, dan lama seseorang dalam struktur umur tersebut yaitu 51 tahun.
106
Angkatan Kerja dan Tenaga Kerja Nasional
AngktKrjNas.K = Pop_1565.K*TkPartspKrj
TkPartspKrj
= 0.65
AngktKrjNas = Angkatan kerja nasional (orang)
TkPartspKrj
= Tingkat partisipasi angkatan kerja
TngKrjNas.K
PrsntsBkrj
TngKrjNas
AngktKrjNas
PrsntsBkrj
= AngktKrjNas.K*PrsntsBkrj
= 0.94
= Tenaga kerja nasional (orang)
= Angkatan kerja nasional (orang)
= Persentase bekerja dari angkatan kerja
Angkatan kerja yang tersedia di Indonesia diwakili oleh jumlah penduduk dalam
struktur umur 15 – 65 tahun. Akumulasi penduduk dalam struktur ini didapatkan dari
jumlah jumlah penduduk pada tingkat maturitas usia 0 – 14 tahun sebagai aliran
masuk dikurangi tingkat maturitas 15 – 65 tahun dan tingkat kematian 15 – 65 tahun.
Selanjutnya jumlah angkatan kerja nasional dihitung dari hasil perkalian antara jumlah
penduduk struktur usia angkatan kerja dengan tingkat partisipasi angkatan kerja. Dan
akhirnya tenaga kerja nasional diperoleh dari hasil perkalian antara angkatan kerja
nasional dengan persentase bekerja dari angkatan kerja.
IV.6.6 Sub Sistem Tenaga Kerja
Total Tenaga Kerja Industri Sari Buah
TKIndustri_B
= KemampuanTK
TKIndustri_B = (TKtdkTrmpl.K*OutTKtdkTrmpl)+(TKtrmpl.K*OutTKtrmpl)
OutTKTrmpl
= 1
OutTKtdkTrmpl = 0.5
TKIndustri_B
= Total tenaga kerja industri sari buah(orang)
TKtdkTrmpl
= Jumlah tenaga kerja tidak terampil (orang)
TKtrmpl
= Jumlah tenaga kerja terampil (orang)
OutTKtdkTrmpl = Output tenaga kerja tidak terampil
OutTKtdkTrmpl = Output tenaga kerja tidak terampil
Jumlah tenaga kerja industri sari buah adalah akumulasi dari tenaga kerja tidak
terampil dan tenaga kerja terampil. Validitas pengolahan serta estimasi parameter
diperoleh dengan melakukan validasi reproduksi perilaku.
107
Tenaga Kerja Tidak Terampil
TKtdkTrmpl.K
= TKtdkTrmpl.J + (DT) (TkRkrutTK.Jk – TkPelatTK.JK –
TkPHKtdkTrmpl.JK)
Inisial TKtdkTrmpl = 0
TKtdkTrmpl
= Jumlah tenaga kerja tidak terampil (orang)
TkRkrutTK
= Tingkat perekrutan tenaga kerja (orang/tahun)
TkPelatTK
= Tingkat pelatihan tenaga kerja (orang/tahun)
TkPHKtdkTrmpl = Tingkat PHK tenaga kerja tidak terampil (orang/tahun)
Inisial TKtdkTrmpl = Jumlah tenaga kerja tidak terampil pada awal simulasi
DT
= delta time
Tenaga Kerja Terampil
TKtrmpl.K
TKtrmpl
TKtrmpl
KebTKHrp_B
TkPelatTK
TkPHKTrmpl
TkPnsiunTK
DT
= TKtrmpl.J + (DT) ( TkPelatTK.JK–TkPHKTrmpl.JK –
TkPnsiunTK.JK)
= KebTKHrp_B
= Jumlah tenaga kerja terampil (orang)
= Kebutuhan tenaga kerja yang diharapkan (orang)
= Tingkat pelatihan tenaga kerja (orang/tahun)
= Tingkat PHK tenaga kerja terampil (orang/tahun)
= Tingkat pensiun tenaga kerja (orang/tahun)
= delta time
Kebutuhan Tenaga Kerja yang Diharapkan
KebTKHrp_B.K
= KebTKPerOutp_B.K*KptsTpsg_B.K
KebTKPerOutp_B = GRAPH(TIME,2000,1,[1.8781,1.9014,1.9072,1.9536,
1.9445, 1.9818,1.9853"Min:0;Max:2.5"])*10^-5
KebTKHrp_B
= Kebutuhan tenaga kerja yang diharapkan (orang)
KebTKPerOutp_B = Kebutuhan tenaga kerja per satu kilogram output kapasitas
terpasang (orang/kg/tahun)
KptsTpsg_B
= Kapasitas terpasang industri sari buah (kg/tahun)
Kebutuhan tenaga kerja yang diharapkan di sektor industri sari buah merupakan hasil
perkalian antara kebutuhan tenaga kerja per satu kilogram output kapasitas terpasang
dengan kapasitas terpasang industri sari buah. Sedangkan Kebutuhan tenaga kerja per
satu kilogram output kapasitas terpasang diperoleh dengan membagi jumlah tenaga
kerja di sektor industri sari buah dengan kapasitas terpasang industri. Data diperoleh
108
dari data historis tenaga kerja dan kapasitas produksi tahun 2000 – 2006 (BPS, 2000 –
2006).
Tingkat Rekrutmen Tenaga Kerja
TkRkrutTK.KL
WktRkrutTK
TkRkrutTK
KsmptKrj
TngKrjNas
WktRkrutTK
=
=
=
=
=
=
MAX(KsmptKrj, TngKrjNas)/WktRkrutTK
8/12 (8 bulan)
Tingkat rekrutmen tenaga kerja (orang/tahun)
Peluang untuk bekerja (orang)
Tenaga kerja nasional (orang)
Waktu perekrutan tenaga kerja (tahun)
Tingkat Rekrutmen Tenaga Kerja yang Diharapkan
TkRkrutHrp = (TkPnsiunTK/WktpenyGapTK)+(KebTKHrp_B – TKIndustri_B)
WktpenyGapTK = 3/12 (3 bulan)
TkRkrutHrp
= Tingkat perekrutan tenaga kerja yang diharapkan
(orang/tahun)
TkPnsiunTK
= Tingkat pensiun tenaga kerja (orang/tahun)
WktpenyGapTK = Waktu penyesuaian gap tenaga kerja (tahun)
KebTKHrp_B
= Kebutuhan tenaga kerja yang diharapkan (orang)
TK_B
= Jumlah tenaga kerja industri (orang)
Kesempatan Kerja
KsmptKrj.K
= KsmptKrj.J + (DT) (TkPnciptKsmptKrj.KL –
TkTutupKsmptKrj.KL
KsmptKrj
= Peluang untuk bekerja (orang)
TkPnciptKsmptKrj = Tingkat penciptaan kesempatan kerja (orang/tahun)
TkTutupKsmptKrj = Tingkat penutupan kesempatan kerja (orang/tahun)
DT
= delta time
Tingkat rekrutmen tenaga kerja dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja nasional,
besarnya peluang untuk bekerja, serta jumlah waktu perekrutan tenaga kerja.
Sedangkan peluang untuk bekerja / kesempatan kerja adalah variabel level yang
bertambah dengan adanya penciptaan kesempatan kerja, dan berkurang akibat
penutupan kesempatan kerja. Waktu rekrut tenaga kerja merupakan waktu rata – rata
bagi industri untuk melakukan perekrutan tenaga kerja.
109
Kesempatan Kerja yang Diharapkan
KsmptKrjHrp.K = TkRkrutHrp.K*WktRkrutTK
WktRkrutTK = 8/12 (8 bulan)
KsmptKrjHrp = Kesempatan kerja yang diharapkan (orang)
TkRkrutTK
= Tingkat perekrutan tenaga kerja (orang/tahun)
WktRkrutTK = Waktu perekrutan tenaga kerja (tahun)
Tingkat Pelatihan Tenaga Kerja
TkPelatTK.KL
WktPelatTK
TkPelatTK
TKtdkTrmpl
WktPelatTK
=
=
=
=
=
TKtdkTrmpl.K/WktPelatTK
1
Tingkat pelatihan tenaga kerja (orang/tahun)
Jumlah tenaga kerja tidak terampil (orang)
Waktu untuk pelatihan tenaga kerja (tahun)
Parameter waktu pelatihan tenaga kerja merupakan waktu rata – rata yang dibutuhkan
tenaga kerja baru belum terampil menjadi tenaga kerja terampil, nilainya diasumsikan
selama satu tahun.
Tingkat Pensiun Tenaga Kerja
TkPnsiunTK.KL
Rata2LmBkj
TkPnsiunTK
TKtrmp
Rata2LmBkj
=
=
=
=
=
TKtrmpl.K/Rata2LmBkj
30
Tingkat pensiun tenaga kerja (orang/tahun)
Jumlah tenaga kerja terampil (orang)
Rata-rata lama bekerja (tahun)
Tingkat pensiun tenaga kerja merupakan hasil bagi antara jumlah tenaga kerja
terampil dengan rata – rata lama bekerja, dengan asumsi rata – rata lama bekerja
adalah 30 tahun.
Output Tenaga Kerja
OutpTK_B
OutpTK_B
TKIndustri_B
KebTKPerOutp_B
= TKIndustri_B/KebTKPerOut_B
= Output tenaga kerja (orang/tahun)
= Total tenaga kerja industri sari buah (orang)
= Kebutuhan tenaga kerja per kilogram output kapasitas
terpasang (orang/kg/tahun)
110
Output tenaga kerja merupakan hasil kali antara total tenaga kerja dengan kebutuhan
tenaga kerja per kilogram output kapasitas terpasang akan menghasilkan output tenaga
kerja untuk satu kilogram produk sari buah yang dihasilkan.
Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Tingkat Produksi
EfkTK_B
EfkTK_B
OutTK_B
TkProdPot_B
=
=
=
=
MAX(OutTK_B/TkProdPot_B)
Pengaruh tenaga kerja terhadap kapasitas produksi sari buah
Output tenaga kerja industri sari buah (orang)
Tingkat produksi potensial (kg/tahun)
Efek tenaga kerja terhadap tingkat produksi sari buah dipengaruhi oleh output tenaga
kerja yang dihasilkan dan tingkat produksi potensial.
IV.6.7 Sub Sistem Keuangan dan Pemerintah
Dalam sub sistem ini dimodelkan mekanisme pembentukan permintaan agregat yang
dalam hal ini adalah produk Domestik Bruto (PDB). Pertumbuhan PDB nominal
dipengaruhi oleh ekspor nasional, investasi, pengeluaran pemerintah, serta money
multipiler.
Pertumbuhan PDB Nominal
PDBN.K = (KonsPem.K+InvestLain.K+InvestIndBuah.K+ExpNas.K)*
MoneyMultiplier
PDBN
= Produk Domestik Bruto Nominal berdasarkan harga berlaku
(rupiah/tahun)
KonsPem
= Pengeluaran pemerintah (rupiah/tahun)
InvestLain
= Investasi diluar investasi industri sari buah (rupiah/tahun)
InvestIndBuah = Investasi industri sari buah (rupiah/tahun)
ExpNas
= Ekspor nasional (rupiah/tahun)
Pengeluaran Pemerintah, Investasi dan Ekspor Nasional
Dalam model yang dibangun, pengeluaran pemerintah dan ekspor nasional setiap
tahunnya tumbuh dengan tingkat pertumbuhan per tahun konstan yaitu masing –
masing sebesar 19% dan 10%. Nilai pertumbuhan ini didapatkan dari rata – rata
111
pertumbuhan pengeluaran pemerintah periode 2000 – 2006 dan rata – rata
pertumbuhan ekspor nasional periode 2000 – 2006 (BPS, 2000 – 2006).
Konsumsi Pemerintah
KonsPem.K =
KonsPemInis =
KonsPem
=
KonsPemInis =
PrubKonsPem =
DT
=
KonsPem.J + (DT) PrubKonsPem.JK
210974400000000
Pengeluaran pemerintah (rupiah/tahun)
Inisialisasi pengeluaran pemerintah (rupiah/tahun)
Tingkat pertambahan pengeluaran pemerintah (rupiah/tahun)
delta time
Tingkat Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah
PrubKonsPem
PrtmbKonsPem
PrubKonsPem
KonsPem
PrtmbKonsPem
=
=
=
=
=
KonsPem*PrtmbKonsPem
0.19
Tingkat pertambahan pengeluaran pemerintah (rupiah/tahun)
Pengeluaran pemerintah (rupiah/tahun)
Pertumbuhan pengeluaran pemerintah (1/tahun)
Ekspor Nasional
ExpNas.K
ExpNasInis
ExpNas
ExpNasInis
PrubExpNas
= ExpNas.J+(DT)PrubExpNas.JK
= 351049662000000
= Ekspor nasional (rupiah/tahun)
= Inisialisasi ekspor nasional (rupiah/tahun)
= Tingkat pertambahan ekspor nasional (rupiah/tahun)
Tingkat Pertumbuhan Ekspor Nasional
PrubExpNas
PrtmbExpNas
PrubExpNas
ExpNas
PrtmbExpNas
= ExpNas*PrtmbExpNas
= 0.10
= Tingkat pertambahan ekspor nasional (rupiah/tahun)
= Ekspor nasional (rupiah/tahun)
= Pertumbuhan ekspor nasional (1/tahun)
Investasi Industri Buah
InvestIndBuah.K = InvestIndBuah.J+(DT)PrubInvestIndBuah.JK
InvestIndBuah
= Investasi industri sari buah (rupiah/tahun)
PrubInvestIndBuah = Tingkat pertambahan investasi (rupiah/tahun)
112
Investasi industri sari buah diasumsikan sebagai investasi kapital industri yang
bertambah dengan adanya perubahan investasi industri buah.
Tingkat Pertumbuhan Investasi Industri Buah
PrubInvestIndBuah = InvestIndBuah*AngkPrtmbInvest
AngkPrtmbInvest = GRAPH(Kapital_B,2001,0.000001,[0.1924,0.017,0.9833,
0.0349, 0.5947,0.9525"Min:0;Max:0.015"]) *10^-2
PrubInvestIndBuah = Tingkat pertambahan investasi (rupiah/tahun)
InvestIndBuah
= Investasi industri sari buah (rupiah/tahun)
AngkPrtmbInvest = Angka pertumbuhan investasi (1/tahun)
Parameter ini merupakan rata – rata pertumbuhan investasi industri sari buah pada
tahun 2000 – 2006 (BPS, 2000 – 2006).
Investasi Lain
InvestLain.K
InvestLainInis
InvestLain
InvestLainInis
=
=
=
=
InvestLain.J + (DT) PrubInvestLain.JK
323798433000000
Investasi diluar investasi sari buah (rupiah/tahun)
Inisialisasi investasi diluar investasi industri sari buah
(rupiah/tahun)
PrubInvestLain = Tingkat pertambahan investasi diluar investasi sari buah
Tingkat Pertumbuhan Investasi Lain
PrubInvestLain
AngkPrubInvestLain
InvestLain
PrubInvestLain
=
=
=
=
InvestLain*AngkPrubInvestLain
0.36
Investasi diluar investasi sari buah (rupiah/tahun)
Tingkat pertambahan investasi diluar investasi sari buah
(rupiah/tahun)
AngkPrubInvestLain = Tingkat pertumbuhan investasi lain (1/tahun)
Money Multiplier
Money Multiplier pada perekonomian terbuka dipengaruhi oleh adanya marginal
propensity to consume dan marginal propensity to import.
MoneyMultiplier = 1/(1-MPC+MPI)
MPC
= 0.69
113
MPI
MPC
MPI
= 0.33
= Marginal propensity to consume (tanpa satuan)
= Marginal propensity to import (tanpa satuan)
Marginal propensity to consume merupakan perbandingan antara pertambahan
konsumsi yang dilakukan dengan adanya pertambahan pendapatan disposible
(sukirno, 1999). Pendapatan disposible adalah pendapatan yang siap dibelanjakan
yaitu pendapatan yang telah dikenai pajak pendapatan. Nilai MPC diperoleh dari rata
– rata prosentase perbandingan pertambahan konsumsi dan pertambahan pendapatan
dari data pembentukan PDB riil tahun 2000 – 2006 (BPS, 2000 – 2006).
Marginal propensity to import merupakan kecenderungan untuk membelanjakan
pendapatan yang diperoleh untuk membeli produk – produk impor.
Dalam model ini, diasumsikan marginal propensity to consume konstan sebesar 0,69
sedangkan marginal propensity to import konstan sebesar 0,33. Nilai ini diperoleh
dari proporsi rata – rata konsumsi dan impor dalam pembentukan PDB nasional pada
periode 2000 – 2006 (BPS, seri 2000 – 2006).
IV.7 Validasi Model
Validasi yang dilakukan pada model yang dibangun dibagi menjadi dua bagian yaitu
validasi struktur yang merupakan penilaian terhadap keserupaan struktur model
dengan sistem nyata, serta validitas kinerja yang merupakan penilaian terhadap hasil
output perilaku model. Validasi struktur yang dilakukan adalah verifikasi struktur dan
uji konsistensi dimensi.
Sedangkan validasi perilaku model dilakukan dengan
melakukan uji reproduksi perilaku, uji prediksi perilaku, dan uji statistik.
114
IV.7.1 Validasi Struktur Model
Validasi struktur model berkaitan dengan batasan sistem, variabel – variabel
pembentuk sistem, dan
asumsi mengenai interaksi yang terjadi dalam sistem
(Forrester, 1961). Dalam melakukan perancangan model, pembuat model dituntut
untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang sistem yang dijadikan
objek penelitian untuk menambah pemahaman terhadap sistem. Informasi ini dapat
berupa pengalaman dan pengetahuan dari orang yang memahami mekanisme kerja
pada sistem atau berasal dari studi literatur.
a. Uji Kesesuaian Struktur
Uji kesesuaian struktur dilakukan untuk menguji apakah struktur model tidak
berlawanan dengan pengetahuan yang ada tentang struktur dari sistem nyata dan
apakah struktur – struktur utama dari sistem nyata tersebut telah dimodelkan (Sushil,
1993). Jawaban dari pertanyaan tersebut akan menentukan tingkat kepercayaan atas
ketepatan struktur model. Struktur pembentuk model kebijakan industri sari buah
dapat dilihat pada bagian 4.3 yaitu dalam bahasan mengenai struktur model. Struktur
ini dibangun berdasarkan informasi yang didapatkan dari pihak – pihak yang terkait
dengan industri sari buah, serta studi literatur atas model – model dasar berikut ini :
1. Jay W. Forrester (1991)
Dalam usaha untuk menunjukkan pengaruh kebijakan pemerintah terhadap sektor
ekonomi, Forrester telah melakukan studi mengenai sub sistem pembentuk
kegiatan ekonomi yeng terdiri dari :
•
Consumer Product Sector
Sektor ini menghasilkan barang, jasa, dan perumahan bagi sektor household
dan government. Sektor ini memiliki peran dalam menentukan harga produk
dan melakukan pembayaran atas faktor – faktor produksi, pajak, bunga, dan
115
deviden.
Dalam penelitian ini, sektor ini diturunkan menjadi sub sistem
produksi dan barang kapital, serta sub sistem permintaan domestik.
•
Capital Producing Sector
Sektor ini berperan dalam menghasilkan barang modal bagi consumer product
sector dan government sector.
Pada penelitian ini, peran tersebut analog
dengan peran yang dijalankan oleh sub sistem kapital.
•
Household Sector
Sektor ini melakukan pembelian dari consumer product sector, membayar
pajak, menabung, menampung populasi yang bukan anggota tenaga kerja,
menerima upah bunga, deviden, serta transfer payment. Dalam model yang
dibangun, peran ini diturunkan menjadi sub sistem populasi dan sub sistem
permintaan domestik.
•
Government Sector
Sektor ini berperan dalam menentukan tarif pajak, melakukan transfer
payment, mengendalikan cadangan devisa, inflasi, suku bunga, dan
pengangguran. Pada penelitian ini, peran tersebut tersebut terdapat pada sub
sistem keuangan dan pemerintah, serta sub sistem permintaan domestik.
•
Labor Sector
Sektor ini menyediakan tenaga kerja bagi production sector dan government
sector yang berasal dari sektor household, serta menentukan upah tenaga kerja
yang harus dibayar industri. Pada model penelitian ini, peran tersebut terdapat
pada sub sistem tenaga kerja.
•
Financial Sector
Sektor ini merupakan agregasi dari seluruh perbankan dan institusi keuangan.
Pada penelitian ini, peran tersebut terdapat pada sub sistem keuangan dan
pemerintah.
116
2. Sterman (2000)
Model ini pertama kali dibangun oleh Meadows, dengan tujuan untuk melihat
instabilitas pada pasar komoditi ternak. Model dibangun atas beberapa sub model,
yaitu :
•
Produksi dan Persediaan
Sub model ini menggambarkan kegiatan produksi yang dilakukan industri,
serta penawaran industri ke pasar barang.
Dalam penelitian ini, peran sub
model tersebut analog dengan peran sub sistem produksi dan barang kapital.
•
Utilisasi Kapasitas
Sub model ini menguraikan kebijakan produsen di agregat industri dalam
menggunakan kapasitas terpasang. Dalam penelitian ini, sub model tersebut
terdapat dalam sub sistem produksi dan barang kapital.
•
Kapasitas Produksi
Sub model ini menggambarkan struktur pemesanan dan akuisisi kapital untuk
memperolah kapasitas produksi yang sesuai dengan kebutuhan produksi.
Dalam penelitian ini, sub model tersebut terdapat pada sub sistem produksi
dan barang kapital.
•
Permintaan Pasar ke Industri
Sub model ini dibangun untuk menggambarkan proses permintaan pasar ke
industri berdasarkan respon pasar terhadap perubahan harga barang. Dalam
penelitian ini, sub model tersebut terdapat pada sub sistem permintaan
domestik dan sub sistem permintaan ekspor.
117
•
Penentuan Harga Komoditi
Sub
model
ini
menguraikan
struktur
keseimbangan permintaan – penawaran.
penentuan
harga
berdasarkan
Dalam penelitian ini, sub model
tersebut terdapat pada sub sistem permintaan domestik dan sub sistem
permintaan ekspor.
b. Uji Konsistensi Dimensi
Uji ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan apakah dimensi satuan – satuan dalam
setiap persamaan menunjukkan keseimbangan pada kedua sisi persamaan (Sushil,
1993).
Uji ini dilakukan dengan melakukan pemeriksaan atas dimensi seluruh
persamaan didalam model untuk memastikan terjadinya konsistensi dimensi yang
digunakan.
IV.7.2 Validasi Perilaku Model
Validasi perilaku model dilakukan untuk mengamati apakah perilaku model sesuai
dengan perilaku sistem nyata secara statistik. Validasi perilaku ini terdiri atas uji
reproduksi perilaku, uji model pada kondisi ekstrim, uji kesalahan integrasi, serta uji
prediksi perilaku.
a. Uji Reproduksi Perilaku
Dalam uji reproduksi perilaku, perilaku yang dihasilkan model dibandingkan dengan
perilaku sistem nyata. Variabel yang diuji adalah variabel – variabel yang dianggap
penting dalam model. Alat statistik yang digunakan dalam menguji validitas kinerja
model pada penelitian ini adalah Theil Inequality (U-Theil). Statistik Theil Inequality
digunakan untuk mengetahui perbedaan output yang dihasilkan oleh model terhadap
data aktual yang disebabkan oleh kesalahan sistematis atau karena efek random
(Sterman, 2000).
118
Pengujian ini meliputi mean square error (MSE), mean absolute error (MAE, Bias
(UM), unequal variation (US), unequal covariation (UC), serta koefisien korelasi (r).
Bias terjadi apabila output model dan data aktual memiliki rataan yang berbeda,
unequal variation mengindikasikan bahwa variansi antara output model dengan data
aktual berbeda, sedangkan unequal covariation menjelaskan bahwa output model dan
data aktual berkorelasi dengan sempurna, namun berbeda pada setiap titik – titiknya.
Pada penelitian ini, validasi dilakukan pada variabel – variabel yang menjadi kriteria
performansi sistem, yaitu tingkat produksi, jumlah tenaga kerja industri, dan tingkat
investasi. Validasi dilakukan pada kurun waktu 2000 – 2006, sehingga dapat dilihat
perubahan konsistensi nilai simulasi terhadap nilai aktual.
•
Tingkat Produksi Sari Buah
Gambar IV.16 Uji Reproduksi Perilaku Tingkat Produksi
1 – Tingkat produksi sari buah (model)
2 – Tingkat produksi sari buah (aktual)
119
Hasil uji statistik Theil Inequality untuk tingkat produksi adalah sebagai berikut :
MSE = 4,827 x 1012
UM = bias
UM
= 0,022
US = unequal variation
US
= 0,037
UC = unequal covariation
UC
= 0,941
R = correlation coefficient
r
= 0,974
Berdasarkan pengujian pada variabel tingkat investasi, output model dan data aktual
memiliki rataan dan variansi yang sama, selain itu output model dan data aktual juga
berkorelasi dengan sempurna, meskipun berbeda pada setiap titik – titiknya.
•
Tenaga Kerja Industri Sari Buah
Gambar IV.17 Uji Reproduksi Perilaku Jumlah Tenaga Kerja Industri Sari Buah
1 – Jumlah tenaga kerja industri sari buah (model)
2 – Jumlah tenaga kerja industri sari buah (aktual)
120
Hasil uji statistik Theil Inequality untuk jumlah tenaga kerja industri adalah sebagai
berikut :
MSE = 6,027 x 103
UM = bias
UM
= 0,262
US = unequal variation
US
= 0,011
UC = unequal covariation
UC
= 0,727
R = correlation coefficient
r
= 0,819
Berdasarkan pengujian pada variabel jumlah tenaga kerja, kesalahan (error)
terkonsentrasi pada bias (UM). Hal ini mengindikasikan bahwa output model dan
data aktual memiliki rataan yang berbeda, namun variansinya mendekati pola yang
sama, dan tetap berkorelasi dengan baik meskipun berbeda pada tiap titiknya,
sehingga secara statistik output model memiliki variansi dan tren yang sama dengan
data. Kesalahan (error) yang terjadi antara output model dengan data aktual bukan
merupakan kesalahan yang sistematis.
•
Tingkat Investasi Industri Sari Buah
Gambar IV.18 Uji Reproduksi Perilaku Tingkat Investasi Industri Sari Buah
121
1 – Tingkat Investasi industri sari buah (model)
2 – Tingkat Investasi industri sari buah (aktual)
Hasil uji statistik Theil Inequality untuk tingkat investasi adalah sebagai berikut :
MSE = 2,558 x 1021
UM = bias
UM
= 0,025
US = unequal variation
US
= 7,891 x 10-5
UC = unequal covariation
UC
= 0,975
R = correlation coefficient
r
= 0,997
Berdasarkan pengujian pada variabel tingkat investasi, output model dan data aktual
memiliki rataan dan variansi yang sama, selain itu output model dan data aktual juga
berkorelasi dengan sempurna, meskipun berbeda pada setiap titiknya.
Semua uji statistik Theil Inequality pada ketiga variabel tersebut menunjukkan bahwa
umumnya error terkonsentrasi pada bias (UM) dan unequal variation (US).
Kesalahan (error) yang terjadi antara output model dengan data aktual bukan
merupakan kesalahan yang sistematis. Sehingga secara keseluruhan model dapat
dinilai valid berdasarkan kriteria validitas reproduksi perilaku.
b. Uji Model Pada Kondisi Ekstrim
Uji model pada kondisi ekstrim dilakukan untuk mengetahui apakah model dapat
menunjukkan robustness-nya apabila pada model dilakukan input pada kondisi
ekstrim. Hal ini berarti, perilaku model harus dapat mengikuti perilaku alami suatu
kejadian.
Model diuji pada kondisi ekstrim dengan melakukan setting nilai
produkstivitas tenaga kerja menjadi sama dengan nol. Tujuannya adalah untuk
menggambarkan ketersediaan tenaga kerja yang diperlukan dalam mengoperasikan
barang kapital.
122
Gambar IV.19 Uji Perilaku Model Pada Kondisi Ekstrim
1 – Tingkat produksi sari buah
2 – Output industri sari buah untuk domestik
3 – Output industri sari buah untuk ekspor
Robustness model ditunjukkan oleh nilai tingkat produksi pada tahun 2002 dibuat
sama dengan nol, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengoperasikan
kapital tidak ada. Hal ini mengakibatkan kegiatan produksi tidak dapat dilakukan.
Variabel lain yang digunakan untuk menilai robustness pada model adalah output
industri yang dialokasikan untuk pasar domestik dan output industri untuk pasar
ekspor. Kedua variabel ini juga mengalami penurunan mencapai level nol pada pada
saat diberlakukan kondisi ekstrim, sehingga dapat disimpulkan bahwa model telah
memenuhi syarat validitas kondisi ekstrim.
c. Uji Kesalahan Integrasi
Uji kesalahan integrasi terbagi atas dua bagian, yaitu uji kesalahan pemilihan time
step dan uji kesalahan pemilihan metode integrasi.
123
Uji kesalahan pemilihan time step dilakukan dengan melakukan simulasi pada
beberapa time step yang berbeda. Tujuannya adalah untuk menguji apakah pada
beberapa rentang time step yang digunakan, model tidak menunjukkan perilaku yang
sangat berbeda. Model dasar disimulasikan dengan time step (interval solusi) sama
dengan 0.05 tahun. Uji kesalahan pemilihan time step dilakukan dengan melakukan
simulasi model dasar pada lima time step yang berbeda, yaitu 0.0125, 0.0325, 0.05,
0.0625, dan 0.125.
Hasil pengujian terhadap empat variabel performansi
menunjukkan bahwa pada rentang time step 0.0125 sampai 0.125 tahun, model tidak
sensitif terhadap pemilihan time step. Dengan demikian, pemilihan time step pada
model dasar dapat diterima.
Gambar IV.20 Uji Perilaku Tingkat Produksi Terhadap Pemilihan Time Step
1 – Tingkat produksi sari buah pada time step 0.0125
2 – Tingkat produksi sari buah pada time step 0.0325
3 – Tingkat produksi sari buah pada time step 0.05
4 – Tingkat produksi sari buah pada time step 0.0625
5 – Tingkat produksi sari buah pada time step 0.125
124
Gambar IV.21 Uji Perilaku Jumlah Tenaga Kerja Industri Terhadap Pemilihan Time
Step
1 – Jumlah tenaga kerja industri sari buah pada time step 0.0125
2 – Jumlah tenaga kerja industri sari buah pada time step 0.0325
3 – Jumlah tenaga kerja industri sari buah pada time step 0.05
4 – Jumlah tenaga kerja industri sari buah pada time step 0.0625
5 – Jumlah tenaga kerja industri sari buah pada time step 0.125
Gambar IV.22 Uji Perilaku Tingkat Investasi Terhadap Pemilihan Time Step
125
1 – Tingkat investasi industri sari buah pada time step 0.0125
2 – Tingkat investasi industri sari buah pada time step 0.0325
3 – Tingkat investasi industri sari buah pada time step 0.05
4 – Tingkat investasi industri sari buah pada time step 0.0625
5 – Tingkat investasi industri sari buah pada time step 0.125
b. Uji Kesalahan Pemilihan Metode Integrasi Simulasi
pada uji kesalahan pemilihan metode integrasi, metode integrasi yang akan
dibandingkan adalah metode Euler dan Runge-Kutta dengan fixed step. Model dasar
disimulasikan dengan menggunakan metode integrasi euler (fixed step). Jika perilaku
model hasil simulasi dengan metode Runge-Kutta tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan, maka metode Euler yang digunakan pada model dapat diterima. Untuk itu,
dilakukan perbandingan antara simulasi model dasar yang dilakukan dengan metode
Euler dengan output simulasi dengan metode Runge-Kutta pada berbagai orde yaitu
Runge-Kutta orde 2, Runge-Kutta orde 3, dan Runge-Kutta orde 4.
Gambar IV.23 Uji Perilaku Tingkat Produksi dengan Pemilihan Metode Integrasi
1 – Tingkat produksi sari buah dengan metode Euler
2 – Tingkat produksi sari buah dengan metode Runge-Kutta orde 2
3 – Tingkat produksi sari buah dengan metode Runge-Kutta orde 3
4 – Tingkat produksi sari buah dengan metode Runge-Kutta orde 4
126
Gambar IV.24 Uji Perilaku Jumlah Tenaga Kerja Industri dengan Pemilihan Metode
Integrasi
1 – Jumlah tenaga kerja sari buah dengan metode Euler
2 – Jumlah tenaga kerja sari buah dengan metode Runge-Kutta orde 2
3 – Jumlah tenaga kerja sari buah dengan metode Runge-Kutta orde 3
4 – Jumlah tenaga kerja sari buah dengan metode Runge-Kutta orde 4
Gambar IV.25 Uji Perilaku Tingkat Investasi dengan Pemilihan Metode Integrasi
127
1 – Tingkat investasi industri sari buah dengan metode Euler
2 – Tingkat investasi industri sari buah dengan metode Runge-Kutta orde 2
3 – Tingkat investasi industri sari buah dengan metode Runge-Kutta orde 3
4 – Tingkat investasi industri sari buah dengan metode Runge-Kutta orde 4
d. Uji Prediksi Perilaku
Uji prediksi perilaku yang dilakukan adalah event prediction test yang memprediksi
dinamika alami dari suatu kejadian, yaitu lonjakan kenaikan dan penurunan
permintaan pasar. Hasil simulasi perilaku model harus menunjukkan perilaku yang
logis dan tidak bertentangan dengan pemikiran rasional. Pada bagian ini akan diuji
perilaku model dalam menghadapi lonjakan permintaan pada sektor industri sari buah,
baik domestik maupun ekspor sebesar 150% pada tahun 2010 karena terjadi
perubahan selera pasar terhadap produk industri. Untuk melakukan uji ini, pada
model dasar digunakan fungsi step pada variabel permintaan pasar domestik dan
permintaan pasar ekspor yang merepresentasikan lonjakan yang terjadi.
•
Perilaku model dalam menghadapi lonjakan permintaan pasar.
Lonjakan permintaan tahun 2010 tidak dapat langsung ditanggapi oleh industri untuk
melakukan produksi sesuai dengan lonjakan permintaan yang terjadi. Hal ini karena
ketika berusaha untuk mencapai tingkat produksi yang diinginkan, industri perlu
melakukan penyesuaian terlebih dahulu terhadap kapasitas produksinya melalui
akuisisi kapital maupun perekrutan tenaga kerja.
Proses akuisisi kapital dan
perekrutan tenaga kerja memerlukan delay, pada awal tahun 2010 sampai tahun 2011,
sehingga tingkat produksi dan kapasitas industri berada di bawah total permintaan
produk sari buah.
Di pasar domestik, lonjakan permintaan pada tahun 2010, ditanggapi industri melalui
pengiriman produk yang berasal dari inventori. Sedangkan tingkat penjualan produk
sari buah tetap berada di bawah permintaan domestik maupun output industri, karena
banyaknya produk sari buah impor yang masuk ke dalam negeri. Dalam model,
industri memerlukan waktu 1 tahun untuk melakukan akuisisi kapital yang dipesan,
128
sehingga baru mulai tahun 2016, tingkat permintaan domestik baru dapat dipenuhi
oleh industri. Hal ini juga terjadi pada pada pasar ekspor.
Gambar IV.26
Perilaku Model Dalam Menghadapi Lonjakan Permintaan Pasar
(kriteria produksi)
1 – Total permintaan produk sari buah
2 – Tingkat produksi sari buah
3 – Kapasitas terpasang industri sari buah
Gambar IV.27 Perilaku Model Dalam Menghadapi Lonjakan Permintaan Pasar
(kriteria pasar domestik)
129
1 – Permintaan domestik sari buah
2 – Tingkat penjualan produk sari buah domestik
Gambar IV.28 Perilaku Model Dalam Menghadapi Lonjakan Permintaan Pasar
(kriteria pasar ekspor)
1 – Permintaan ekspor sari buah
2 – Tingkat penjualan ekspor produk sari buah
130
Download