ANALISIS WACANA BIAS GENDER DALAM PEMBERITAAN KASUS KORUPSI “ANGELINA SONDAKH” DALAM HARIAN KOMPAS Abstrak Setiap teks yang dituangkan dalam sebuah wacana tidak dapat diterima tanpa diolah terlebih dahulu dalam pikiran manusia. Sebab setiap teks mengandung berbagai makna yang dapat terinternalisasi dalam masyarakat sebagai sebuah kebenaran. Termasuk kedalamnya pemberitaan tentang perempuan. Penelitian ini akan berusaha melihat dan membuktikan bias gender dalam teks pemberitaan koruptor perempuan dalam harian Kompas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana cara harian Kompas mencerminkan dan menampilkan posisi perempuan dalam pemberitaan kasus korupsi yang dilakukan oleh koruptor perempuan yang sedang hangat diperbincangkan di media massa. Penelitian ini fokus pada analisis teks yang bersifat kualitatif dan menggunakan paradigma kritis. Dengan melakukan analisis pada sembilan teks berita harian Kompas, metode analisis wacana Sara Mills akan menunjukkan bagaimana aktor ditampilkan teks dan bagaimana pembaca mengidentifikasi dirinya dalam penceritaan teks. Hasil penelitian yang didapatkan adalah Harian Kompas masih menampilkan posisi perempuan dengan bias gender. Sebab setiap sifat, sikap dan karakter bias gender pada perempuan terdapat dalam teks berita. Khususnya pula dalam pemberitaan koruptor perempuan Angelina Sondakh. Angelina Sondakh direpresentasikan dengan stereotip yang melekat pada perempuan dalam masyarakat. Hasil yang terdapat tidak terlalu signifikan, namun bias gender dalam harian Kompas terlihat melalui penempatan posisi Angelina Sondakh sebagai objek pemberitaan, bukan sebagai subjek. Kata kunci : teks berita, wacana, bias gender, posisi perempuan, Sara Mills Pendahuluan Masyarakat dikejutkan dengan berbagai kasus korupsi yang muncul ke permukaan yang diawali dengan ditangkapnya Nunun Nurbaeti, pada Desember 2011 di Bangkok, Thailand. Tersangka kasus suap senilai 24 Milyar terhadap anggota DPR periode 1999-2004 saat pemilihan DGS BI Miranda S Gultom tahun 2004 ini buron sejak Februari 2011. Kasus Nunun ini kontroversial mengingat statusnya sebagai istri dari mantan Wakapolri, Komjen (Purn) Adang Dorojatun, yang mestinya berlaku sebagai garda depan dalam pemberantasan korupsi. Menyusul kemudian Mindo Rosalina Manullang, mantan direktur pemasaran PT Anak Negeri yang terlibat kasus suap Wisma Atlet di Palembang. Kasus ini menyeret nama Angelina Sondakh, anggota DPR dari Partai Demokrat yang mulai 27 April 2012 resmi mendekam di sel tahanan KPK. Angie juga diduga terlibat dalam kasus korupsi dana bantuan bagi perguruan tinggi di lingkungan Kemendikbud senilai 600 Milyar. Ada pula nama Inong Malinda Dee yang membobol dana nasabah Citibank dalam 64 transaksi senilai 27,3 Milyar dan 53 transaksi senilai 2 juta dollar AS. Inong yang di dunia maya banyak beredar foto syurnya, tiba-tiba mengubah penampilan menjadi berkerudung setelah menjadi terdakwa. Soal berkerudung mendadak ini juga terjadi pada Nunun Nurbaeti dan Neneng Sri Wahyuni. Padahal hal tersebut bukanlah sesuatu yang akan diberitakan jika koruptor laki-laki yang mengubah gaya dan penampilannya. Tak kalah heboh kasus Wa Ode Nurhayati, anggota Banggar DPR dari partai PAN, yang berhasil “menabung” 50,5 Milyar dari berbagai proyek yang negosiasinya melewati Banggar. Kemudian Miranda S Gultom, sang mantan DGS BI yang ditetapkan menjadi tersangka sejak 26 Januari 2012 setelah penyelidikan sekian lama menemukan bukti kuat bahwa dia terlibat dalam kasus suap pemilihan dirinya sebagai DGS BI pada tahun 2004. Ada pula Dharnawati, yang terlibat dalam kasus korupsi Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) bidang transportasi di Kemenakertrans, dan telah divonis 2,5 tahun. Tertangkapnya Neneng Sri Wahyuni pada Rabu, 13/6/2012, menambah panjang daftar peserta parade ini. Tersangka kasus korupsi PLTS di Kemenakertrans ini telah buron selama 336 hari, dan menjelajah 192 negara dalam pelariannya. Istri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin ini didakwa menjadi makelar oper kontrak proyek PLTS yang merugikan negara sebesar 3.8 Milyar (http://www.ccde.or.id). Kasus korupsi yang dilakukan oleh perempuan terkuak satu demi satu mendominasi dan tidak pernah absen menghiasi isi media massa. Setengah tahun terakhir, media massa memberitakan rentetan kasus korupsi yang dilakukan oleh perempuan. Munculnya sejumlah nama perempuan yang terlibat dalam kasus korupsi dalam waktu yang bersamaan adalah sebuah fenomena baru dan khusus. Mulai dari Nunun Nurbaeti, Mindo Rosalina Manulang, Miranda Gultom, Angelina Sondakh, Inong Malinda Dee, Waode Nurhayati, dan Neneng Sri Wahyuni menjadi objek pemberitaan yang sering muncul dalam pemberitaan. Hal ini terlihat dengan sangat jelas, ketika para tersangka korupsi perempuan disoroti oleh hampir seluruh media. Media sering menjadikan perempuan sebagai konsumsi publik, perempuan “dijual” dalam kemasan yang menarik dan menjadi konsumsi publik.. Karena keberadaan perempuan sering tidak diperhitungkan ketika pembangunan dirancang, juga akibat mengakarnya stereotip yang memojokkan kaum perempuan. Stereotip ini telah terinternalisasi kedalam cara berpikir masyarakat akibat sosialisasi sejak dini, tetap bertahan karena secara sengaja dimanfaatkan oleh pihak yang menduduki posisi hegemonik untuk mempertahankan kedudukan maupun struktur kehidupan sosial perempuan itu sendiri. Permasalahan yang dihadapi oleh perempuan jika tidak dipahami dengan persfektif gender yang benar, maka yang terjadi adalah bias gender. Bias gender adalah pembagian posisi dan peran yang tidak adil antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dengan sifat feminim dipandang selayaknya berperan di sektor domestik sebaliknya laki-laki yang maskulin sudah sepatutnya berperan di sektor publik. Bias Gender adalah kebijakan/ program/ kegiatan atau kondisi yang memihak atau merugikan salah satu jenis kelamin. Kesadaran gender harus dimulai melalui individual sehingga dapat mengarah ke institusional. Jika perlu media seharusnya memiliki visi dan misi pemberdayaan. Harian Kompas sesuai dengan pedoman pemimpinnya, bepegang pada prinsip humanism transedental (kemanuasiaan yang beriman) yang sudah tertanam sebagai roh sejak Kompas terbit (Sularto, 2011:18). Pemberitaan kasus korupsi yang melibatkan Angelina Sondakh juga ditemukan dalam Harian Kompas. Penelitian ini diharapkan akan membuktikan bagaimana harian Kompas mencerminkan dan menampilkan posisi perempuan dalam pemberitaan kasus korupsi yang dilakukan koruptor perempuan khususnya Angelina Sondakh dalam rentang waktu 27 April 2012-31 Desember 2012 sehingga akan terlihat ada atau tidaknya bias gender dalam pemberitaan tersebut. Kajian Literatur Paradigma Komunikasi Ada tiga paradigma dalam kajian ilmu komunikasi. Paradigma positivisme, paradigma konstruktivisme dan paradigma kritis. Paradigma positivisme memandang bahwa orang tidak perlu mengetahui maknamakna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya. Oleh sebab itu, tata bahasa dan kebenaran sintaksis yang menjadi cara pandang tentang wacana. Analisis wacana dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa dan pengertian bersama. Paradigma konstruktivisme memandang wacana sebagai hasil dari kontrol subjeksubjek yang memiliki maksud-maksud tertentu yang menciptakan makna. Jika dibandingkan dengan kedua paradigma diatas, maka paradigma kritis memandang wacana sebagai representasi yang berperan membentuk subjek tertentu, tema-tema dan strategi strategi yang dikuasai oleh kelompok dominan. Paradigma ini melihat analisis wacana untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa. Teori Interaksionisme Simbolik Demikian pentingnya bahasa, sehingga manusia menjadi makhluk sosial melalui kemampuannya memformulasikan bahasa berdasarkan sistem makna. Teori interaksionisme simbolik juga memiliki pengaruh terhadap berbagai teori feminis. Sejumlah teori feminis sosiolinguistik, psikologi sosial dan sosiolog memfokuskan perhatian pada tradisi teori ini yang mendefinisikannya sebagai medium kunci melalui mana “pikiran, diri, dan masyarakat diproduksi komunikasi simbolik atau bahasa. Bagaimana masyarakat melihat dan memandang bahkan memahami sebuah bahasa tentang pemberitaan yang melibatkan perempuan dalam media, akan merepresentasikan realitas sosial yang ada dalam masyarakat. Kecenderungan yang didapatkan adalah ketimpangan sosial. Teori Hegemoni Antonio Gramsci membangun suatu teori yang menekankan bagaimana penerimaan kelompok yang didominasi terhadap kehadiran kelompok yang dominan berlangsung dalam suatu proses damai, tanpa tindak kekerasan. Media dapat menjadi sarana dimana satu kelompok mengukuhkan posisinya dan merendahkan kelompok lain. Namun bukan berarti media adalah kekuatan jahat yang merendahkan masyarakat bawah.. Khalayak tidak merasa dimanipulasi media( Eriyanto,2001:103). Wacana bahwa perempuan identik dengan sifat lemah lembut, keibuan, lemah, tak berdaya dan tidak mandiri telah terhegemoni dalam masyarakat. Posisi perempuan adalah posisi dibawah kekuasaan laki-laki. Hal ini dipengaruhi pula dengan ideologi patriarki yang juga telah terhegemoni dalam kehidupan bermasyarakat. Teori Feminisme Feminisme ialah teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan sosial; atau kegiatan yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan (Sugihastuti, 2007:93). Ada beberapa aliran dalam gerakan feminisme, antara lain feminisme liberal, feminisme radikal dan feminisme sosialis. Asumsi dasar feminisme liberal adalah bahwa kebebasan (freedom) dan kesamaan equality) berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik (Setiadi, 2011:895). Feminisme radikal menganggap bahwa perbedaan gender bisa dijelaskan melalui perbedaan biologis atau psikologis antara laki-laki dan perempuan seperti yang diungkapkan Bashin. Aliran ini melihat kekuasaan laki-laki atas kaum perempuan yang didasarkan pada pemilikan dan kontrol kaum laki-laki atas kapasitas reproduktif reproduktif perempuan telah menyebabkan penindasan pada perempuan (Sugihastuti, 2007:97). Feminisme sosialis (Sugihastuti, 2007:98), menganggap konstruksi sosial sebagai sumber ketidakadilan terhadap perempuan, termasuk didalamnya adalah stereotip-stereotip yang dilekatkan pada perempuan. Analisis Wacana Analisis wacana akan membuktikan dan mengkritisi bahwa bahasa yang digunakan tidak selamanya netral, karena banyak pengaruh didalamnya.. Semakin banyak yang kritis dalam memandang sebuah wacana dalam media, semakin sedikit pula kondisi sosial yang timpang yang terbentuk dalam pikiran masyarakat dan yang terjadi dalam kehidupan nyata dalam bermasyarakat. Salah satu teori yang menggunakan paradigma kritis dalam analisisnya adalah model analisis Sara Mills. Pendekatan persfektif feminis Sara Mills lebih menekankan bagaimana perempuan dicitrakan dalam teks berita. Sara Mills merupakan salah satu penganut teori feminis, metode analisisnya sangat cocok untuk menggambarkan relasi kekuasaan dan ideologi yang dibahas dalam pemberitaan. Titik perhatian dari perspektif wacana feminis adalah menunjukkan bagaimana teks bias dalam menampilkan perempuan. Perempuan cenderung ditampilkan dalam teks sebagai pihak yang salah, marjinal dibandingkan dengan pihak laki-laki. Produksi Teks Media Pamela J.Shoemaker dan Stephen D.Reese (Sudibyo, 2001:7), menyatakan dalam proses menyatakan bahwa dalam proses psoduksi berita setidaknya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain: (1) Faktor Individual (Individual Level); (2) Rutinitas Media (Media Routine); (3) Organisasi(organization); (4) Ekstra media (extramedia); (5) Ideologi (ideological). Metodologi Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis isi teks media. Metode penelitian adalah analisis wacana model Sara Mills. Analisis wacana model ini dalam praktiknya melihat pada bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks dan memusatkan perhatian pada bagaimana pembaca dan penulis ditampilkan dalam teks (Eriyanto, 2001:200). Dengan konsep bagaimana posisi aktor-aktor dalam teks berita, akan didapat siapa yang dominan menceritakan kejadian atau peristiwa (sebagai subjek) serta posisi yang ditarik ke dalam berita yang terdapat dalam teks berita. Selain itu juga diperhatikan bagaimana pembaca dan penulis ditampilkan dalam teks. Bagaimana pembaca mengidentifikasikan dirinya dalam penceritaan teks(Eriyanto,2001:200). Objek dalam penelitian ini adalah Harian Kompas. Selain unggul dalam pemberitaan, harian Kompas juga dikenal sebagai surat kabar yang prestisius dan dapat dipercaya. Pemberitaan mengenai Angelina Sondakh juga dimuat dalam pemberitaan Kompas. Kompas yang memiliki spesifikasi khusus dalam bidang ekonomi dan politik ini, memberikan informasi tentang Angelina Sondakh dalam setiap perjalanan persidangan kasus korupsi yang melibatkannya. Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah dengan Studi Kepustakaan (Library Research), dan Studi Dokumen (Document Research). Tingkat Posisi Subjek-Objek Posisi Penulis-Pembaca Model Analisis Sara Mills Yang Ingin Dilihat Bagaimana peristiwa dilihat. Dari kacamata siapa peristiwa itu dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai objek (Pencerita). Siapa yang diposisikan sebagai subjek (yang diceritakan). Apakah masing-masing aktor mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri atau gagasannya ataukah kehadirannya, gagasannya ditampilkan oleh kelompok atau orang lain. Bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks. Bagaimana pembaca memposisikan dirinya dalam teks yang ditampilkan. Kepada kelompok manakah pembaca mengidentifikasikan dirinya. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Dengan besarnya pengaruh ideologi patriarki, Angelina Sondakh adalah salah satu perempuan yang mendapatkan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri dan menunjukkan kemampuannya sebagai seorang perempuan yang berpendidikan. Hal ini memberikan sebuah kekuatan publik yang cukup tinggi terhadap Angelina Sondakh. Angelina Sondakh berhasil menggebrak segala stereotip tentang perempuan yang dianggap lemah. Menyusul kemudian Angelina Sondakh membuktikan bahwa dia adalah kaum intelektual yang terpilih menajdi wakil rakyat di DPR RI. Kekuatan tersebut semakin bersinar karena didukung melalui sebuah partai besar yang sedang berkembang di masa itu. Posisi Angelina Sondakh sedikitnya membuktikan bahwa perempuan juga berhak dan mampu berada pada sektor publik. Angelina Sondakh dapat dikatakan sebagai seorang perempuan yang mendobrak ideologi patriarki yang selama ini membungkam posisi perempuan. Sehingga sebenarnya, jika dilihat dari hasil analisis wacana, ada bias gender yang cukup ekstrim jika dikaitkan dengan posisi Angelina Sondakh di ruang publik. Perilaku korupsi tentu tidak dapat disetujui oleh siapapun. Pelakunya juga tidak terbatas gender. Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah selama tidak terjadi ketimpangan atau ketidakadilan gender. Namun yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah menghasilkan berbagai ketimpangan yang menjadi sistem dan struktur masyarakat. Kemudian perempuan menjadi salah satu korban dari struktur dan sistem yang terbentuk tersebut. Hal inilah yang disebut dengan bias gender. Berita tentang kasus korupsi yang melibatkan koruptor perempuan seperti Angelina Sondakh tidak harus memunculkan persoalan-persoalan lain diluar proses hukum yang melibatkan dirinya. Pemberitaan dalam surat kabar cenderung mendeskripsikan permasalahan yang terjadi dengan penambahanpenambahan cerita lain sebagai bumbu berita tersebut. Terkadang tidak sadar bahwa hal tersebut dapat membentuk realitas sosial yang semakin melekat dalam masyarakat. Terkesan bumbu-bumbu cerita yang tidak seharusnya digunakan dalam pemberitaan berfungsi untuk membuat berita menjadi lebih menarik untuk dibaca. Sifat penelitian ini berada pada level mikro, sehingga analisis data akan membuktikan kecenderungan bias gender dalam kalimat yang digunakan dalam sebuah teks pemberitaan. Hal ini juga akan membuktikan ideologi ataupun perspektif gender yang dimiliki oleh Kompas. Fakta-fakta kecenderungan perempuan menangis, lemah lembut, tidak berdaya adalah realitas yang telah terhegemoni dalam masyarakat. Penting sekali media membukakan informasi yang dapat membuka wawasan masyarakat dalam persfektif gender. Pemberitaan dalam harian Kompas juga memiliki warna lain, selain dari fokus utama pemberitaan tentang kasus korupsi itu sendiri. Ada hal-hal yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan perilaku korupsinya yang ditambahkan dalam pemberitaan. Tidak relevan membahas kasus korupsi dari sisi penyebab dengan status atau jenis kelamin. Secara kritis, peneliti menemukan bahwa harian Kompas, walaupun tidak secara dominan telah menjadi sarana dimana kelompok dominan dapat mengontrol kelompok yang tidak dominan. Dalam hal ini, Angelina Sondakh selalu diposisikan sebagai objek pemberitaan. Pemberitaan yang mengandung bias gender tidaklah objektif. Dengan melihat hasil analisis data, dapat dibenarkan bahwa perjuangan kaum feminis wajar diperjuangkan demi kepentingan hak-hak perempuan. Penutup Harian Kompas, dalam menyajikan pemberitaan mengenai koruptor perempuan menampilkan semua proses hukum dengan baik. Namun, dalam kaitannya dalam menampilkan perempuan, harian Kompas juga turut memberikan warna lain dari pemberitaan kasus korupsi. Dalam pemberitaan di harian Kompas, Angelina Sondakh direpresentasikan sebagi seorang pejabat perempuan yang melakukan tindak pidana korupsi. Pembaca menikmati setiap alur pemberitaan dengan baik tanpa melihat ketimpangan dalam pemberitaan tersebut, pembaca dapat terhegemoni dengan cepat dan akibat hegemoni tersebut, pemikiran akan perempuan sebagai kaum nomor dua tidak akan pernah dapat terselesaikan. Terdapat negosiasi antara pembaca dan penulis, dimana penulis menempatkan posisi pembaca sebagai penikmat alur pemberitaan dan perkembangan kasus korupsi Angelina Sondakh. Kompas sebagai media massa professional dalam produksi teks berita khususnya mengenai pemberitaan kasus korupsi yang dilakukan perempuan hendaknya tetap menyajikan informasi dengan persfektif adil gender, agar tidak bias dalam menampilkan perempuan. Representasi subjek dalam sebuah pemberitaan akan menghasilkan muatan ideologi tertentu. Diharapkan setiap media massa memiliki sebuah misi pemberdayaan bagi posisi kesetaraan gender. Setiap wartawan juga semakin memperhatikan penggunaan bahasa dalam menulis sebuah berita. Daftar Pustaka Ardianto,Elvinaro.2007.Filsafat Ilmu Komunikasi.Bandung:Simbiosa Rekatama Media. Eriyanto.2001.Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:LKis Yogyakarta. Fakih, Mansour.2004.Analisis Gender dan Transformasi Sosial.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Handayani,Trisakti & Sugiarti.2008.Konsep dan teknik Penelitian Gender.Malang: UMM Press. Kajian Informasi, pendidikan dan Penerbitan Sumatera.2002. Jurnalisme Tidak Ramah Gender.Medan:KIPPAS. Setiadi, Elly.2011.Pengantar Sosiologi.Jakarta:Kencana Prenada Media Group. Sobur,Alex.2004.Analisis Teks Media.Bandung:PT Remaja Rosdakarya Sugihastuti.2007. Gender dan inferioritas Perempuan.Yogyakarta.Pustaka Pelajar. Sudibyo,Agus.2001. Politik Media dan Pertarungan Wacana.Yogyakarta:LKis Yogyakarta SUMBER LAIN: http://www.ccde.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=75 6:bias-gender-dalam-fenomena-korupsi&catid=3:bingkai&Itemid=4. (Diakses tanggal 28 Oktober 2012) www.kompas.com ( Diakses tanggal 10 Januari2012) http://terinspirasikomunikasi.blogspot.com/2012/12/paradigma-positivismekonstruktivisme.html (diakses tanggal 16 Januari 2012) ARTIKEL: Munawar, Budhy. (2013, Januari). Partisisipasi Perempuan di Ruang Publik. Dipresentasikan pada seminar “Perempuan dan Ruang Publik”, Medan, Sumatera Utara. Artikel Jurnal di Website Herman,Edward S., Chomsky Noam.(2005, Desember 23). Third World Traveller. Manifacturing Consent A Propaganda Model.1-20. Februari 17, 2013. http://www.thirdworldtraveler.com/Herman%20/Manufac_Consent_Prop_M odel.html