Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia Penguasaan Teknologi Struktur dan Konstruksi Bangunan Tradisional Manggarai sebagai Kunci Keberhasilan dalam Upaya Pelestariannya Desak Putu Damayanti(1), Iwan Suprijanto(2) (1) Peneliti Pertama Balai Pengembangan Teknologi Pebangunanan Tradisional Denpasar, Puslitbang Permukiman– Kementerian PU. (2) Peneliti Utama Balai Pengembangan Teknologi Pebangunanan Tradisional Denpasar, Puslitbang Permukiman – Kementerian PU. Abstrak Upaya pelestarian bangunan tradisional pada umumnya, dan khususnya bangunan tradisional Manggarai, dapat terwujud karena tersedianya pendanaan, partisipasi masyarakat, dan penguasaan teknologi teknologi struktur dan konstruksi bangunan. Namun aspek pendanaan sering diasumsikan sebagai indikator utama keberhasilan penanganan tersebut. Batasan substansial dalam menilai keberhasilan program, dilihat dari kesesuaian fisik bangunan yang ditangani dengan karakter aslinya. Qualitative Content analyse, digunakan dalam melakukan analisa mendalam terhadap dokumen-dokumen hasil observasi yang telah dilakukan, terkait dengan upaya-upaya pelestarian bangunan tradisional Manggarai. Dari tiga lokasi kajian, yaitu Kampung Todo, Kampung Ruteng Pu’u, dan Kampung Waerebo, didapat bahwa tingkat penguasaan teknologi struktur dan konstruksi bangunan merupakan faktor kunci keberhasilan dalam upaya pelestarian bangunan tradisional Manggarai. Kata kunci: pendanaan, penguasaan teknologi teknologi struktur dan konstruksi, bangunan tradisional Manggarai Polemik Tradisional Penanganan Bangunan Bangunan tradisional memiliki karakteristik yang spesifik, bergantung pada ketersediaan bahan bangunan, penguasaan teknologi struktur, dan dikerjakan secara gotong royong (Prijotomo, 2010). Sehingga dapat dikatakan bangunan tradisional bukanlah produk barang jadi, namun sangat dipengaruhi peran pemakai, masyarakat, dan perencana (Silas, 1986). Namun teknologi struktur dan konstruksi yang digunakan dalam proses pembangunannya serta keberadaan bahan bangunan yang digunakan, dapat bersifat mendorong atau menghambat pengadaan bangunan (Tipplet, 1992). Berdasarkan penelitian arsitektur tradisional Nusa Tenggara Timur, diketahui bahwa dalam membangun bangunan tradisional didasari atas pengetahuan tidak tertulis dan bersifat local genius. Oleh karena itu pelestarian bangunan tradisional menjadi sangat spesifik (BPTPT Denpasar, 2008). Keberadaan bangunan tradisional Manggarai, sebagai salah satu dari sepuluh ragam arsitektur tradisional di provinsi Nusa Tenggara Timur, saat ini makin terpinggirkan keberadaannya (Damayanti dan Suprijanto, 2009). Bangunan panggung berlantai lima ini masih dapat ditemui di beberapa lokasi di Kabupaten Manggarai, yaitu Kampung Waerebo, Todo, dan Ruteng Pu’u. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 75 Penguasaan Teknologi Struktur dan Konstruksi Rumah Tradisional Manggarai sebagai Kunci Keberhasilan Kegiatan Pelestariannya. Berbagai penanganan dalam upaya pelestariannya umumnya bertujuan untuk mempertahankan eksistensi/keberlanjutan bangunan tradisional Manggarai. Namun keberhasilan upaya-upaya tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain dari segi pendanaan (peran perencana dan pemakai), partisipasi masyarakat, dan teknologi struktur dan konstruksi yang digunakan. Sehingga ruang lingkup substansial kajian ini difokuskan untuk melihat faktor kunci keberhasilan kegiatan pelestarian bangunan tradisional Manggarai. Metode Meode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi kualitatif (qualitative contente analyse). Analisis konten kualitatif merupakan metode analisis dengan integrasi yang lebih mendalam secara konseptual (Bungin, 2004) Metode Pengumpulan Data Data sekunder diperoleh dari hasil observasi lapangan Balai Pengembangan Teknologi Pebangunanan Tradisional Denpasar pada tahun 2008-2010, berupa karakter asli bangunan tradisional Manggarai, serta informasi penanganan-penanganan yang pernah dilakukan pada ketiga lokasi tersebut. Data skunder lainnya didapat dari rekaman penanganan bangunan tradisional Manggarai di Kampung Waerebo, dalam program bangunan asuh Danone dari tahun 2009-2011. Data-data yang dikumpulkan berupa: 1) pihak yang melakukan kegiatan penanganan yang pernah dilakukan; 2) partisipasi masyarakat dalam kegiatan tersebut; 3) karakter fisik bangunan yang dihasilkan. Metode Analisa Data Analisis data dilakukan dengan tahap deskripsi data, mencari kecenderungan berdasarkan konteks sosial seputar dokumen, dan mencari signifikasi, serta relevansinya (Zuchdi, 1993). 76 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 Dari data yang telah dikumpulkan, dilakukan analisa mengenai faktor yang sangat berpengaruh terhadap perubahan karakter fisik bangunan yang dihasilkan, khususnya perubahan pada aspek teknologi struktur dan konstruksi, dibandingkan dengan karakteristik aslinya. Aspek teknologi struktur dan konstruksi bangunan yang dikaji, terdiri atas: 1) jenis teknologi struktur dan konstruksi; 2) karakter sambungan konstruksi; 3) bahan bangunan yang digunakan pada teknologi struktur dan konstruksi bangunan; 3) eksisting upper struktur dan lower struktur; 4) eksisting konstruksi dinding. Kajian Teori Namun dewasa ini masyarakat tradisional telah mengalami perubahan budaya dan tradisi, sebagai pengaruh dari perkembangan teknologi, telekomunikasi, dan transportasi. Hal ini merupakan ancaman tersendiri untuk kelestarian bangunan tradisional ke depannya (Marhaento, 2004). Umumnya unsur-unsur dasar (makna) dalam bangunan tradisional mampu bertahan untuk kurun waktu yang lama, meskipun bentuk fisiknya mengalami proses tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan suatu masyarakat, (Prijotomo, 1997). Proses tersebut mengakibatkan keadaan sekarang berbeda dengan keadaan sebelumnya, dan dapat berupa kemunduran maupun kemajuan (Syani, 1995). Faktor penyebab perubahan antara lain: 1) kebutuhan dan fungsi ruang; 2) kemudahan mendapatkanya; dan 3) kemudahan dalam pelaksanaan. Di sisi lain bangunan tradisional yang umumnya berlokasi di dalam suatu lingkungan perumahan tradisional telah ditetapkan sebagai kawasan strategis sosial budaya, yang memiliki fungsi atau berdampingan langsung dengan kawasan yang berfungsi sebagai kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya (UU No.26, tahun 2007). Sehingga pelestarian bangunan tradisional ke depannya akan berdampak langsung terhadap kelestarian Desak Putu Damayanti lingkungan yang berdekatan berdampingan dengannya. atau Gerakan-gerakan pelestarian yang muncul pada umumnya bertujuan untuk melindungi, sekaligus memanfaatkan sumber daya suatu tempat dengan adaptasi terhadap fungsi baru, tanpa menghilangkan makna kehidupan budaya (Pontoh, 1992: 36). Partisipasi masyarakat adat setempat sangatlah penting dalam berbagai kegiatan pelestarian yang dilakukan, selain peran pemerintah maupun pihak swasta (Pangarsa, 2010). Hal-hal teknis lainnya hal tidak kalah penting adalah ketersediaan bahan, alat dan mekanisme pengangkutan, dan ketersediaan tenaga ahli yang memahami teknologi struktur dan konstruksi (Prijotomo, 2010). Berhasil atau tidaknya kegiatan pelestarian yang telah dilakukan, secara fisik dapat dinilai dari sesesuaian karakter bangunan yang dihasilkan, dengan karakter bangunan yang asli. Campur tangan pihak luar sebagai sponsor dana, membuka peluang terjadinya perubahan-perubahan teknologi struktur bangaunan. Dimana umumnya, bangunan tradisional memiliki teknologi struktur dan konstruksi yang spesifik, sedangkan bangunan modern yang ada saat ini bersifat missal (pemanfaatan teknologi struktur bangunan beton). Perbedaan mendasar karakteristik bangunan tradisional dengan bangunan beton terlihat jelas pada aspek teknologi struktur dan konstruksi terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perbedaan aspek teknologi struktur dan konstruksi bangunan tradisional dengan bangunan di perkotaan Aspek Bangunan Tradisional Bangunan di Perkotaan Teknologi struktur Rangka batang, konstruksi balok dan Dinding pemikul, dan konstruksi tiang Konstruksi pasangan batu/bata Karakter sambungan konstruksi ‘hidup’, kokoh, kuat dan konstruksi ‘mati’, kokoh, kuat bergoyang dan tak bergoyang bahan bangunan Bahan pokok: kayu, berkarakter bahan pokok: batu (dan bata), kesementaraan (aus dan lapuk) berkarakter abadi hubungan dengan Terletak di muka bumi, tanpa menancap ke dalam bumi, pondasi wajib berpondasi kedudukan dinding Bukan unsur utama bangunan, Salah satu unsur utama sekadar tirai penjinak iklim bangunan, pengisolasi iklim Sumber : Prijotomo, 2010 Analisis dan Interpretasi Karakter Bangunan Tradisional Manggarai Dalam buku Arsitektur Proto MongoloidNegroid-Austroloid dikatakan bahwa bangunan tradisional Manggarai terletak di Kabupaten Manggarai dan merupakan salah satu dari sepuluh ragam arsitektur tradisional di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Secara umum 75% luas daratan kabupaten Manggarai memiliki ketinggian di atas 1000 m dpal. Posisi Kabupeten Manggarai berada di sebelah barat pulau Flores, seperti pada Gambar 1. kerucut. Bentuk dasar denah bangunan adalah lingkaran dengan luas mencapai 100 m2 tanpa sekat ruangan dan mampu menampung 3-5 KK. Gambar 1. Ragam arsitektur tradisional Provinsi NTT Bangunan tradisional Manggarai yang dikenal dengan sebutan Mbaru (bangunan) atau Gena, merupakan tipe bangunan berlantai 5 dengan ketinggian atap mencapai 7,5 m berbentuk Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 77 Penguasaan Teknologi Struktur dan Konstruksi Rumah Tradisional Manggarai sebagai Kunci Keberhasilan Kegiatan Pelestariannya. Gambar 2. Konsep ruang horizontal Sumber : Damayanti, 2009 Ketinggian bangunan mencapai 7,5 yang terbagi menjadi beberapa bagian. Ngaung (kolong bangunan) merupakan tempat memelihara ternak. Waselele berfungsi sebagai tempat tinggal, sedangkan wasemese yang terletak di atas waselele yang berfungsi sebagai ruang tempat penyimpanan hasil panen. Di atas wasemese terdapat ruang lemparae berfungsi sebagai tempat penyimpanan benih tanaman (padi/jagung). Ruang yang terletak di atas lemparae disebut Sekang Kode yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda pusaka/alat-alat upacara. Ruang paling atas disebut ‘Ruang’ Koe merupakan ruang kosong yang bersifat sakral. Konsep ruang menunjukkan ketinggian ruang menjadi indikator nilai kesakralan ruang. Penamaan masing-masing ruang umumnya berbeda-beda antara daerah satu dengan yang lainnya, lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3. Bangunan ini mampu bertahan dan menjadi tempat pernaungan di bawah kondisi suhu udara luar rata-rata 24°C, suhu terendah bisa mencapai 18°C, dengan alang-alang maupun ijuk sebagai bahan penutup atap. Hasil penelitian terdahulu didapat bahwa selubung bangunan berpengaruh besar terhadap kinerja termal. Dimana bahan penutup atap tersebut memiliki kemampuan menyerap panas (absorbtance) yang besar dan juga memiliki trasmittansi panas (transmittance) yang rendah. Panas dari luar tidak langsung memanaskan udara ruangan, tetapi tertahan oleh atap (Suwantara dkk, 2011). Bangunan ini berdiri di atas struktur rangka kayu, dengan sambungan memanfaatkan simpul ikatan. Tiang kolom menggunakan sistem jepit dengan perkuatan antara tiang dan balok menggunakan sistem sendi (diikat atau pen dan lubang). Khusus untuk bangunan tinggal biasa dewasa ini tiangtiangnya juga ada yang bertumpu dengan sistem sendi seperti yang terlihat pada Gambar 4 (Damayanti dan Suprijanto, 2009). b) c) a) Gambar 3. Konsep ruang horizontal Sumber : Damayanti, 2009 78 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 Gambar 4. Teknologi struktur dan konstruksi Bangunan: a) Sambungan ikatan konstruksi atap; b) Konstruksi atap; c) Sambungan konstruksi kolom balok Kegiatan-Kegiatan Penanganan Bangunan Tradisional Manggarai untuk Desak Putu Damayanti Kampung Todo terletak di Desa Todo, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai. Informasi mengenai kegiatan penanganan yang telah dilakukan berupa bantuan pembangunan 1 (satu) buah bangunan tradisional pada tahun 2008, oleh Pemerintah Daereh setempat. Pengerjaannya dilakukan oleh pihak ketiga tanpa partisipasi masyarakat setempat. Timur awalnya hanya terdapat 4 (empat) buah bangunan tradisional dengan kondisi seperti aslinya. Tahun 2009 dan 2010 kampung Waerebo mendapatkan bantuan penanganan bangunan tradisional di bawah program rumah asuh yang disponsori Danone. Dari hasil musyawarah adat, maka dilakukan pengadaan 3 (tiga) buah bangunan baru dan merenovasi 2 (dua) buah bangunan yang rusak. Gambar 4. Eksisting bangunan di Kampung Todo a) Kampung Ruteng Pu’u terletak di kelurahan Golodukal terletak sekitar 1200 m dpal. Masyarakat kampung Ruteng awalnya membangun bangunan secara bergotong royong dengan mengandalkan hasil hutan sebagai sumber bahan bangunan. Tahun 1983 kampung Ruteng Pu’u mendapat bantuan dari pemerintah setempat untuk merenovasi 2 (dua) buah bangunan tradisional setempat. b) Gambar 6. Eksisting bangunan di Kampung Waerebo: a) Kondisi tahun 2008 (; b) Kondisi tahun 2011 Sumber: BPTPT DPS, 2009 (a) dan Antar,2011 (b) Analisa konten menganai penanganan ketiga lokasi dapat dilihat pada Tabel 2. Gambar 5. Eksisting bangunan di Kampung Ruteng Pu’u di Sedangkan Kampung yang terletak di Desa Satar Lenda, Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Tabel. 2 Analisa konten dari data kegiatan pelestarian di Kampung Todo, Ruteng Pu’u, dan Waerebo Lokasi Data Kegiatan Pihak yang melakukan , mensponsori, merekomendasi Partisipasi masyarakat Kampung Todo Kampung Ruteng Disponsori oleh Pemerintah Daerah setempat (++) Disponsori oleh Pemerintah Daerah setempat (++) 1. Mengawasi, 2. Memberikan informasi mengenai sebagian tata cara pelaksanaan/pengerjaan Mengawasi proses dalam membangun (--) Kampung Waerebo Disponsori oleh Danone dalam program rumah asuh, atas inisiasi Bapak Yori Antar (++) 1. Mengawasi, 2. Memberikan informasi teknologi struktur dan konstruksi 3. Ikut dalam pelaksanaan Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 79 Penguasaan Teknologi Struktur dan Konstruksi Rumah Tradisional Manggarai sebagai Kunci Keberhasilan Kegiatan Pelestariannya. teknologi struktur dan konstruksi 3. Mobilisasi bahan bangunan 4. Melaksanakan upacara adat dalam proses membangun (+-) teknologi struktur dan konstruksi 4. Mobilisasi bahan bangunan 5. Melaksanakan upacara adat dalam proses membangun 6. Menanam 150 bibit pohon pohon dari 51 pohon yang ditebang (++) Bentuk tetap, makna tetap, Bentuk berubah, makna bahan tetap, namun detail sebagian berubah, Bentuk tetap, makna tetap, teknologi struktur dan bahan berubah, dan bahan tetap, detail teknologi konstruksi mengalami detail teknologi struktur struktur dan konstruksi tetap (++) beberapa perubahan dan konstruksi berubah (+-) (--) Keterangan : tanda (+) menunjukkan nilai positif/mendukung kegiatan pelestarian dan kesesuaian bangunan Karakter fisik bangunan yang dihasilkan Dari komparasi data di atas, diketahui bahwa kegiatan pelestarian di ketiga lokasi mendapat sponsor dana dari pihak luar, namun hasil yang dicapai berbeda di masing-masing lokasi, dilihat dari kesesuaian bangunan dengan karakter aslinya. Partisipasi masyarakat di ketiga lokasi menunjukkan tingkatan yang berbeda. Hal ini dikarenakan pengetahuan masyarakat mengenai teknologi teknologi struktur dan konstruksi bangunan di tiap-tiap lokasi tidaklah sama. Diantara ketiga lokasi, tingkat penguasaan teknologi teknologi struktur dan konstruksi oleh masyarakat di kampong Waerebo paling tinggi di antara 2 (dua) lokasi lainnya. Sehingga bangunan yang dihasilkan hamper tidak mengalami perubahan bentuk dan mendekati karakter aslinya. Kesesuaian Teknologi Struktur dan Konstruksi Bangunan yang Dihasilkan dari Kegiatan Pelestarian dengan Karakter Aslinya. Hasil komparasi pada Tabel 2, menunjukkan bahwa faktor pendanaan semata tidak menjamin kesesuaian bangunan yang dihasilkan dengan karakter fisik aslinya. Partisipasi masyarakat sangat berperan sebagai pengontrol kesesuaian pengerjaan fisik di lapangan. Tinggi atau rendahnya partisipasi masyarakat sangat tergantung dari tingkat pemahaman, kemampuan, serta penguasaan teknologi struktur dan konstruksi dalam membangun bangunan tradisional. Tingkat penguasaannya secara visual tergambar pada dikumentasi struktur bangunan yang dihasilkan. Kesesuaiannya dapat dianalisis dari perubahan pada teknologi struktur dan konstruksi yang terjadi. Aspek teknologi struktur dan konstruksi bangunan terdiri atas jenis teknologi struktur dan konstruksi, karakter sambungan, bahan bangunan yang digunakan, upper struktur dan lower struktur, dan eksisting konstruksi dinding yang digunakan pada bangunan tradisional, sebagai wujud fisik dari program penanganan yang ada, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komparasi teknologi struktur dan konstruksi bangunan tradisional hasil program penanganan di tiga lokasi dibandingkan dengan karakter aslinya. Bangunan Aspek Jenis teknologi struktur dan konstruksi Karakter Karakter asli Kampung Todo Kampung Ruteng Pu’u Kampung Waerebo Rangka batang, konstruksi kolom dan balok Rangka batang, konstruksi kolom dan balok Rangka batang, konstruksi kolom dan balok Rangka batang, konstruksi kolom dan balok Sambungan ikat Sambungan ikat, Sambungan pen dan Sambungan ikat 80 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 Desak Putu Damayanti sambungan Bahan bangunan yang digunakan Upper struktur dan lower struktur Konstruksi dinding • Kolom : kayu lokal • Balok : kayu kenti (bersifat lentur, tidak getas) • Penutup atap : gabungan alangalang dan ijuk • Upper struktur : struktur rangka • Lower struktur : tanpa pondasi (kolom tertanam di dalam tanah) sambungan pen dan lubang, serta sambungan paku lubang, sambungan paku, dan pasak dengan banyak modifikasi ikatan • Kolom : kayu lokal • Balok : kayu kenti (bersifat lentur, tidak getas) • Penutup atap : ijuk • Kolom : kayu lokal • Balok : kayu lokal (tidak lentur) • Penutup atap : ijuk • Kolom : kayu lokal • Balok : kayu kenti (bersifat lentur, tidak getas) • Penutup atap : gabungan alangalang dan ijuk • Upper struktur : struktur rangka • Lower struktur : tanpa pondasim kolom tertanam atau diletakkan di atas tanah • Upper struktur : struktur rangka • Lower struktur : tanpa pondasi, kolom diletakkan di atas batu/ coran semen • Upper struktur : struktur rangka • Lower struktur : tanpa pondasi (kolom tertanam + 80 cm di dalam tanah) Ada pada bagian pintu masuk Seluruh bangunan diselubungi dinding Ada pada bagian pintu masuk Ada pada bagian pintu masuk Struktur dan konstruksi pada bangunan yang dihasilkan di masing-masing lokasi, masih tetap mempertahankan konstruksi rangka batang, namun karakter sambungan menunjukkan beragam variasi yang mencerminkan perkembangan dari sambungan ikat. Karakter sambungan bangunan di kampung Waerebo, juga menunjukkan variasi teknisk ikatan sebagai cerminan kreatifitas masyarakat yang berkembang seperti yang tampak pada Gambar 7. Sedangkan pada kampung Todo dan Ruteng Pu’u telah gabungan teknik sambungan dengan pemanfaatan paku sebagai alat penyambung struktur. Merupakan hal yang berbeda antara sambungan ikat yang merupakan sambungan hidup, dibandingkan sambungan paku yang merupakan sambungan mati. Hal ini diindikasikan akan berpengaruh pada elastisitas lentur konstruksi bangunan jika Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 81 Penguasaan Teknologi Struktur dan Konstruksi Rumah Tradisional Manggarai sebagai Kunci Keberhasilan Kegiatan Pelestariannya. terjadi gempa, sesuai penelitian terdahulu (Domenig, 1980). Bahan kayu kenti yang lentur dimanfaatkan sebagai balok, menyebabkan bentuk dasar bangunan adalah bulat. Penggunaaan kayu lokal sebagai balok pada Kampung Ruteng Pu’u, menyebabkan bangunan yang dibangun membentuk segi-8. Banyaknya patahan struktur di tiap titip sudut sambungan antar balok, membuat bangunan di Kampung Ruteng Pu’u dibangun hanya setinggi 3,3 meter. a) b) Gambar 7. Variasi sambungan ikatan struktur di Kampung Waerebo: a) Karakter ikatan awal; b) Variasi ikatan Sumber: BPTPT DPS, 2009 (a) dan Antar, 2011 (b) a) a) b) Gambar 7. Perbedaan struktur balok: a) Balok melingkar dengan kayu kenti; b) Balok segi-8 dengan kayu Sumber: Antar,2011 (a) dan BPTPT DPS, 2009 (b) Upper struktur tidak banyak mengalami perubahan, namun lower struktur pada kampung Ruteng Pu’u mulai menggunakan batu sebagai tumpuan kolom dan tidak ditanam dalam tanah. Penempatan kolom tertanam dan di atas tanah merupakan perlakuan yang berbeda jika dihubungkan dengan perilaku bangunan nantinya dalam merespon gempa. pengaruh bentuk dan bahan penutup atap atap terhadap iklim, maka perbedaan penataan selubung bangunan tersebut menjadi salah satu faktor yang berpengaruh kenyamanan termal bangunan (Hermawan dkk, 2006). Dinding pada karakter bangunan yang asli, hanya terdapat pada bagian enterance. Dinding tidak sebagai pelindung bangunan, karena konstruksi atap yang menjuntai ke bawah sekaligus sebagai pernaungan bangunan. Bangunan di Ruteng Pu’u justru memiliki dinding yang menutupi seluruh sisi bangunan. Berdasarkan penelitian mengenai Setelah dilakukan analisis tingkat kesesuaian teknologi struktur dan konstruksi bangunan yang ditangani dengan karakteristis aslinya, maka berdasarkan data sekunder dan wawancara dengan informan kunci (tetua adat setempat), dijabarkan faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian, seperti pada Tabel 4. 82 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 Penguasaan Teknologi Struktur dan Konstruksi Vs Pendanaan Desak Putu Damayanti Tabel 4. Faktor penyebab perubahan teknologi struktur dan konstruksi Aspek Lokasi Pendanaan Kampung Todo Oleh Pemerintah Daerah setempat, tahun 2008 untuk pembangunan Mbaru Niang Wowang Kampung Ruteng Pu’u Oleh Pemerintah Daerah setempat, tahun 1983 untuk pembangunan 2 buah bangunan tradisional Kampung Waerebo Oleh program bangunan asun Danone tahun 2009-2011 untuk renovasi 2 buah bangunan, pengadaan baru 3 buah bangunan (1 buah dengan pengembangan desain) Karakter Sambungan Bahan Bangunan Yang Digunakan Upper struktur dan lower struktur Konstruksi Dinding Terlihat sambungan lain selain sambungan ikat Masih dipertahankan seperti aslinya Masih dipertahankan seperti aslinya Faktor : kemudahan dalam pelaksanaannya Faktor : kemudahan dalam mendapatkannya Faktor : kemudahan dalam pelaksanaannya Sambungan ikat hanya pada konstruksi atap Perubahan pada bahan balok struktur Perubahan pada lower struktur Faktor : kemudahan dalam pelaksanaannya Masih dipertahankan dengan pengembangan variasi sambungan ikat Faktor : kemudahan dalam mendapatkannya Faktor : kemudahan dalam pelaksanaannya Faktor : kemudahan dalam pelaksanaan dan fungsi ruang/banguanan (bangunan adat) Perubahan pada penambahan dinding sebagai selubung bangunan Faktor : kemudahan dalam pelaksanaannya Masih dipertahankan seperti aslinya Masih dipertahankan seperti aslinya Masih dipertahankan seperti aslinya Faktor : kemudahan dalam pelaksanaannya Faktor : kemudahan dalam mendapatkannya Faktor : kemudahan dalam pelaksanaannya Faktor : kemudahan dalam pelaksanaannya Perubahan yang terjadi dominan disebabkan karena faktor kemudahan dalam pelaksanaannya. Indikator kemudahan dikarenakan masyarakat setempat tidak lagi menguasai pengerjaan struktur seperti aslinya. Di Kampung Ruteng Pu’u, teknik mengikat sebagai sambungan struktur hanya diingat sebagian oleh para tetua, namun tidak mampu dikerjakan karena keterbatasan fisik. Maka berdasarkan kesepakatan dengan pemerintah setempat, terjadi perubahan bentuk sebagai akibat perubahan teknologi struktur dan konstruksi bangunan. Penggunaan paku, pasak, dan pen menjadi pilihan penyelesaian sambungan struktur di Kampung Todo. Sambungan ikat hanya terlihat pada beberapa bagian sambungan kolom dan balok, serta konstruksi atap. Keterbatasan pengetahuan Masih dipertahankan seperti aslinya akan sambungan ikat masa lampau, menjadi faktor penyebab beberapa titik sambungan struktur diselesaikan dengan penggunaan paku. Kesimpulan Dari analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa semakin tinggi penguasaan teknologi struktur dan konstruksi bangunan oleh masyarakat, maka semakin tinggi tingkat kesesuaian bangunan dengan karakter aslinya. Sehingga keberhasilan kegiatan pelestarian dalam mempertahankan karakter bangunan yang dilestarikan, dipengaruhi oleh tingkat penguasaan teknologi teknologi struktur dan konstruksi bangunan oleh masyarakat Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 83 Penguasaan Teknologi Struktur dan Konstruksi Rumah Tradisional Manggarai sebagai Kunci Keberhasilan Kegiatan Pelestariannya. Studi kasus dalam tulisan ini menunjukkan bahwa faktor pendanaan tidak menjadi indikator utama keberhasilan kegiatan pelestarian. Untuk itu perlu adanya dokumentasi mengenai teknologi teknologi struktur dan konstruksi sebagai acuan dalam kegiatan pelestarian ke depannya. Ucapan Terima Kasih Ucapkan terima kasih kami disampaikan kepada bapak Yori Antar melalui program rumah asuh Danone, atas kesediaannya untuk berbagi pengalaman dalam penanganan kampung Waerebo pada Seminar Nasional Nusantara Arsitektur 2011. Ucapkan terima kasih tidak lupa kami disampaikan kepada bapak Ir. Basauli Umar Lubis, MSA, Ph.D. sebagai arahan dan masukannya dalam kegiatan penelitian konservasi lingkungan tradisional tahun 2011. Ucapkan terima kasih juga kami sampaikan kepada saudara Made Widiadnyana Wardiha, ST atas masukan dan sarannya. Dengan tidak mengurangi rasa hormat kami sangat berterimakasih kepada bapak Prof. Dr. Ir. Josef Prijotomo, M. Arch yang dengan tulus meluangkan waktunya sebagai pembimbing selama proses penyusunan karya tulis ilmiah ini. Daftar Pustaka Anonim. (1992). Arsitektur Proto MongoloidNegroid-Austroloid, Kupang-NTT. (Kelompok Kerja Arsitektur Vernakular, tidak diterbitkan) Balai Pengembangan Teknologi Pembangunanan Tradisional. (2009). Laporan Akhir Penelitian Desa-desa Tradisional di Provinsi Bali, NTB, dan NTT. Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum Bungin, Burhan. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif-aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Damayanti, DP dan Suprijanto, Iwan. (2009). Mbaru Niang Wowang Bangunan Manggarai yang makin terpinggirkan. Riset, majalah litbang kementerian pekerjaan umum, Vol. VII, no. 1 (Hal. 24) Domenig, Gaudenz. (1980). Arsitektur Primitif yang Tahan Gempa Hermawan, Purwanto, L.M.F, dkk. (2006). Pengaruh bentuk atap bangunan tradisional Di jawa tengah untuk peningkatan kenyamanan Termal bangunan (sebuah pencarian model arsitektur tropis untuk aplikasi desain arsitektur). Dimensi Teknik Arsitektur. Vol. 34, No. 2: 154-160 Marhaento. H, 2004, Strategi Konservasi Kawasan (Dipresentasikan Sebagai Bahan Ajar Teknik Kehutanan, Universitas Gadjah Mada) Prijotomo, Joseph. (1997). Materi Kuliah Arsitektur Nusantara, Pasca Sarjana FTSP, ITS Surabaya Antar, Yori. (2001). Pengalaman Membangun Waerebo. Denpasar. (dipresentasikan dalam acara Seminar Nasional Nusantara Arsitektur 2011, tanggal 18 Oktober 2011) Prijotomo, 2010, Konservasi Lingkung Bina Nusantara. (Dipresentasikan dalam acara Diskusi Teknik kegiatan Konservasi dan Pengembangan Pola Spasial Pada Lingkungan Pebangunanan Tradisional-Balai PTPT Denpasar) Balai Pengembangan Teknologi Pebangunanan Tradisional. (2008). Laporan akhir penelitian desa-desa tradisional di NTT. Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum Silas, Johan. (1986). Pengertian Pebangunanan. Jurnal Permukiman, Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman, Badan Penelitian dan 84 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 Desak Putu Damayanti Pengembangan Pekerjaan Departemen Pekerjaan Umum Umum, Suwantara, I Ketut, dkk. (2011). Kinerja selubung bangunan bangunan tradisional uma bot terhadap kenyamanan termal hunian, studi lapangan pada musim hujan. PPIS Prosiding, Pertemuan dan presentasi ilmiah standarisasi 2011, Yogyakarta Syani, Abdul. (1995). Sosiologi dan Perubahan Masyarakat, Suatu Interpretasi Kearah Realita Sosial. PT. Pustaka Jaya: Jakarta Tipple, A.G. (1992). Self-Help Transformation to Low Cost Housing: Initial Impressions of Cause, Context and Value. Third World Planning Review, 14 (2): 167-192 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Zuchdi, Darmiyanti. (1993). Panduan Penelitian Analisis Konten. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Yogyakarta http://repository.univpancasila.ac.id/dmdocum ents (Prasetya, L. Edhi. Adaptasi dan keberlanjutan Arsitektur tradisional manggarai, flores barat . Jurusan Arsitektur Universitas Pancasila, Jakarta) diakses pada tanggal 28 November, pkl. 15.00 WITA Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 85 Penguasaan Teknologi Struktur dan Konstruksi Rumah Tradisional Manggarai sebagai Kunci Keberhasilan Kegiatan Pelestariannya. 86 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012