Templat tesis dan disertasi

advertisement
KERAGAMAN KOMUNITAS BAKTERI
YANG BERPERAN DALAM SIKLUS NITROGEN
DI SITU SAWANGAN-BOJONGSARI, JAWA BARAT
LENA NOVITA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Komunitas
Bakteri yang Berperan dalam Siklus Nitrogen di Situ Sawangan-Bojongsari, Jawa
Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Lena Novita
NIM G351100111
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus berdasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
RINGKASAN
LENA NOVITA. Keragaman Komunitas Bakteri yang Berperan dalam
Siklus Nitrogen di Situ Sawangan-Bojongsari, Jawa Barat. Dibimbing oleh
IMAN RUSMANA dan TRI WIDIYANTO.
Salah satu permasalahan yang sering dihadapi dalam pengelolaan
ekosistem perairan darat diantaranya penurunan kualitas air yang
disebabkan polusi senyawa nitrogen. Mekanisme transformasi senyawa
nitrogen oleh bakteri indigenous yang terjadi pada badan air merupakan
faktor penting untuk diperhatikan dalam upaya menangani dan
mengantisipasi permasalahan tersebut. Situ Sawangan-Bojongsari
merupakan situ terluas di kota Depok, Jawa Barat. Kegiatan antropogenik
sekitar situ dapat menyebabkan polusi senyawa nitrogen. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan keragaman komunitas bakteri
yang berperan dalam siklus nitrogen serta profil parameter fisika dan kimia
yang mempengaruhinya.
Sampel air dan sedimen diambil dari 3 titik dengan masing-masing 3
ulangan. Pengambilan sampel air dilakukan pada 3 titik dengan 3 strata
kedalaman yaitu permukaan (0 cm), kedalaman secchi (110) cm, dan dasar
(230 cm). Pengambilan sampel sedimen juga dilakukan pada titik dengan 3
strata kedalaman yaitu 0-2 cm, 2-5 cm, dan 5-10 cm. Analisis fisika
dilakukan pada saat pengambilan sampel yang meliputi pengukuran
parameter suhu, pH, dan oksigen terlarut. Analisis kimia air dan air pori
sedimen meliputi parameter TN, TP, TOM, DOM, TOC, N-NH3, N-NO3,
dan N-NO2. Analisis kelimpahan bakteri yang berperan dalam siklus N
dilakukan menggunakan metode MPN. Analisis keragaman bakteri
dilakukan menggunakan DGGE. Produk amplifikasi gen nifH, amoA, dan
nosZ dijadikan sebagai target untuk analisis DGGE.
Kelimpahan tertinggi bakteri pemfiksasi nitrogen terdapat di sedimen
pada strata 2-5 cm (4.43 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada
kolom air strata 0 cm (2.46 Log sel/mL). Bakteri pengoksidasi amonium
dan nitrit hanya terdapat pada bagian kolom air. Kelimpahan tertinggi
bakteri pengoksidasi amonium terdapat pada strata 0 cm (2.43 Log sel/mL)
dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 230 cm (1.86 Log sel/mL).
Kelimpahan tertinggi bakteri pengoksidasi nitrit terdapat pada strata 0 cm
(2.87 Log sel/mL) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 230 cm
(1.48 Log sel/mL). Kelimpahan tertinggi bakteri pereduksi nitratdenitrifikasi terdapat pada sedimen dengan strata 2-5 dan 5-10 cm (6.04 Log
sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 0 cm (1.32 Log sel/mL).
Kelimpahan tertinggi bakteri pereduksi nitrat-DNRA terdapat pada sedimen
strata 5-10 cm (4.32 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada
kolom air strata 0 dan 110 cm (1.56 Log sel/mL). Kelimpahan tertinggi
bakteri amonifikasi terdapat pada sedimen dengan strata 5-10 cm (4.43 Log
sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 0 cm (1.86 Log sel/ml).
Total sebanyak 11 pita DNA gen nifH unik dihasilkan setelah DGGE.
Sebanyak 6 dari 11 pita DNA dipilih, dianalisis sekuennya dan
diidentifikasi melalui pencarian menggunakan program BlastN di Genbank,
dan keenam isolat gen tersebut memiliki identitas dan score value tertinggi
dengan gen nifH dari uncultured bacterium (80-90%). Hasil analisis
kemiripan sekuen asam amino dari gen nifH tersebut menunjukkan bahwa
keenam isolat gen nifH memilki kemiripan antara 65 dan 92% dengan
protein fungsional dai nifH (nitrogenase). Sebanyak 5 isolat gen nifH
merupakan nitrogenase reductase dari uncultured bacterium dan 1 isolat
gen nifH merupakan nitrogenase reductase dari Methylomonas sp. MKI.
Analisis filogenetik menunjukkan bahwa keenam isolat gen nifH
diantaranya memiliki kekerabatan terdekat dengan kelompok bakteri α atau
β proteobakteria yaitu Bradyrhizobium sp. ORS324, Azospirillum brasilense,
dan Azotobacter vinelandii.
Fragmen gen amoA hanya dapat teramplifikasi dari sampel air. Tidak
ada fragmen gen amoA dari sampel sedimen. Total sebanyak 10 pita DNA
gen amoA unik dihasilkan setelah DGGE. Sebanyak 6 dari 10 pita DNA
gen amoA berdasarkan analisis BlastN merupakan amoA dari uncultured
bacterium (86-97%). Analisis sekuen asam amino keenam isolat gen amoA
menunjukkan kemiripan antara 56 dan 93% dengan protein fungsional dari
amoA (amonia monooksigenase). Sebanyak 5 isolat gen merupakan amonia
monooksigenase dari uncultured bacterium dan 1 isolat gen merupakan
amonia monooksigenase dari bakteri Nitrosospira sp. III7 (93%).
Berdasarkan analisis filogenetik keenam isolat gen amoA memiliki
kekerabatan paling dekat dengan genus Nitrosospira.
Fragmen gen nosZ hanya teramplifikasi dari sampel sedimen dan tidak
ada fragmen gen nosZ dari sampel air. Total sebanyak 12 pita DNA gen
nosZ unik terdeteksi setelah analisis DGGE. Sebanyak 7 dari 12 pita DNA
telah diisolasi dan analisis BlastN dari isolat gen tersebut menunjukkan
bahwa ketujuh isolat gen merupakan nosZ dari uncultured bacterium (9198%). Analisis kemiripan sekuen asam amino dari ketujuh isolat gen nosZ
menunjukkan kemiripan antara 87 dan 99% dengan protein fungsional dari
nosZ (nitrous oksida reduktase) dan ketujuh isolat gen nosZ merupakan
nitrous oksida reduktase dari uncultured bacterium. Berdasarkan hasil
analisis filogenetik ketujuh isolat gen nosZ memiliki kekerabatan terdekat
dengan genus Azospirillum.
Kata kunci: DGGE, nifH, amoA, nosZ
SUMMARY
LENA NOVITA. Diversity of Bacterial Community that Contribute in
Nitrogen Cycle at Lake of Situ Sawangan-Bojongsari, West Java. Under
direction of IMAN RUSMANA and TRI WIDIYANTO.
One of the problems in freshwater management is the declining of
water quality due to pollution of nitrogen compound. Mechanisms of
nitrogen transformation by indigenous bacteria in water body have been
considered to solve this problem. Situ Sawangan-Bojongsari is the largest
lake at Depok city, West Java. Antrophogenic activities on the lake have
been accused to cause nitrogen pollution. Accordingly, the aim of this
research is to investigate the abundance and diversity of bacterial
community that contribute in N cycle as well as to study the profile of
physical and chemical parameters that influence the bacterial community.
Water and sediment samples were collected from three sampling
station, each with three replicate. Water samples were collected from the
surface of the water column (0 cm), secchi depth (110) and the bottom (230
cm). Sediment samples were collected by sediment core and divided to three
section depth (0-2 cm, 2-5 cm, and 5-10 cm). Analysis of physical factors
was fermormed at the time of sampling which included temperature, pH,
and DO. Wheter analysis of chemical factors from water and pore water
sediment covered some parameters: TN, TOM, DOM, TOC, N-NH3, NNO3, dan N-NO2. Analysis of the bacterial abundance that contribute in N
cycle was done using MPN method. The community structure of the
bacteria was analyzed using DGGE method. Amplification product of nifH,
amoA, and nosZ gene were targeted for DGGE analysis.
The most abundance of nitrogen fixing bacteria was found at the
sediment in the depth of 2-5 cm (4.43 log cell/mL) and the less abundance
was found at the water coloumn in the depth of 0 cm (2.46 log cell/mL).
The most abundance of ammonia oxidizing bacteria was found in the depth
of 0 cm (270 cell/mL). The less abundance of the bacteria was found in the
depth of 230 cm (73 cells/Ml). The most abundance of nitrite oxidizing
bacteria was found at the water column in the depth of 0 cm (2.87 log
cell/mL) and the less abundance of the bacteria was found in the depth of
230 cm. There was no ammonia and nitrite oxidizing bacteria found in the
sediment. The most abundance of nitrate reducing bacteria (denitrification)
was found at the sediment in the depth of 2-5 and 5-10 cm (6.04 log
cell/mL) and the less abundance of the bacteria was found at the water
column in the depth of 0 cm (1.32 log cell/mL). The most abundance of
nitrate reducing bacteria (DNRA) was found at the sedimen in the depth of
5-10 cm (4.32 log cell/ml) and the less abundance of the bacteria was found
at the water column in the depth of 0 and 110 cm (1.56 log cell/mL). The
most abundance of amonifying bacteria was found at the sediment in the
depth of 5-10 cm (4.43 log cell/mL) and the less abundance of the bacteria
was found at the water column in the depth of 0 cm (1.86 cell/mL).
A total of 11 unique bands of nifH gene generated after DGGE
analysis. Six of eleven unique bands of the gene selected, sequenced and
identified by searching against Genbank using BlastN, and the highest
identity and score values of the six isolated sequences were the nifH gene of
uncultured bacterium in non-redundant database of Genbank (80-90%).
Analysis of amino acid sequence from the six isolated of nifH gene showed
similarity between 65 and 92% with the functional protein of nifH
(nitrogenase). A total of 5 isolated nifH gene were nitrogenase reductase of
uncultured bacterium and one isolated nifH gene was nitrogenase reductase
of Methylomonas sp. MKI. However, the most probable affiliations of the
bacteria harboring the nifH gene were the nitrogen fixing bacteria from α- or
β-proteobacteria, including Bradyrhizobium sp. ORS324, Azospirillum
brasilense, and Azotobacter vinelandii.
Fragment of amoA gene was amplified from water samples. There was
no fragment amoA gene from sediment samples. Total of 10 unique bands
of amoA gene can be detected after DGGE anaysis. Six of teen bands of
amoA genes according to BlastN analysis were the amoA of uncultured
bacterium (86-97 %). Amino acid sequences analysis of the six isolated of
amoA genes revealed similarity between 56 and 93 % with functional
protein of amoA (ammonia monooxygenase). Total of five isolated of the
gene were as ammonia monooxygenase of uncultured bacterium and one
isolated was as ammonia monooxygenase of Nitrosospira sp.III7. However
based on phylogenetic analysis, the six isolated of amoA gene was belong to
the genus Nitrosospira.
Fragment of nosZ gene was amplified from sediment samples and
there was no fragment nosZ gene from water samples. A total of 12 unique
bands of nosZ gene were detected after DGGE analysis. Seven of twelve
unique bands were isolated and BlastN analysis of the isolated gene showed
that the seven isolated were nosZ of uncultured bacterium (91-98%). Amino
acid sequence of the seven isolated of nosZ gene revealed similarity
between 87 dan 99% with functional protein of nosZ (nitrous oxide
reductase) and the seven isolated of nosZ gene were as nitrous oxide
reductase of uncultured bacterium. Interestingly, phylogenetic analysis
showed that the seven genes of amoA was belong to the genus Azospirillum.
Keywords : DGGE, nifH, amoA, nosZ
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KERAGAMAN KOMUNITAS BAKTERI
YANG BERPERAN DALAM SIKLUS NITROGEN
DI SITU SAWANGAN-BOJONGSARI, JAWA BARAT
LENA NOVITA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Munti Yuhana, S.Pi, M.Si
Judul Tesis : Keragaman Komunitas Bakteri yang Berperan dalam Siklus
Nitrogen Di Situ Sawangan-Bojongsari, Jawa Barat
Nama
: Lena Novita
NIM
: G351100111
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Iman Rusmana, M.Si
Ketua
Dr Tri widiyanto, M.Si
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Mikrobiologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Anja Meryandini, M.S
Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian:
24 Januari 2014
Tanggal Lulus:
Judul Tesis
Nama
NIM
Keragaman Komunitas Bakteri yang Berperan dalam Siklus
Nitrogen Di Situ Sawangan-Bojongsari, Jawa Barat
Lena Novita
G351100111
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Tri widiyanto, M.Si
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Mikrobiologi
Prof Dr Anja Meryandini, MS
Tangga\ Ujian:
24 Januari 2014
Tanggal Lulus:
2 1 MAR '201 4
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 sampai dengan September
2013 ini ialah Keragaman Komunitas Bakteri yang Berperan dalam Siklus
Nitrogen di Situ Sawangan-Bojongsari, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Iman Rusmana, M.Si dan
Dr Tri Widiyanto, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan arahan,
masukan dan pembimbingan terhadap kesempurnaan tesis ini. Terima kasih
penulis ucapakan kepada Ibu Dr Munti Yuhana, S.Pi, M.Si sebagai penguji luar
komisi dalam ujian tesis yang telah memberikan saran dan kritiknya. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada Kementrian Riset dan Teknologi atas beasiwa yang
telah diberikan selama menempuh masa pendidikan. Terima kasih yang sebesarbesarnya penulis ucapkan kepada Kepala Pusat Penelitian Limnologi (Puslit)-LIPI
dan Kepala Bidang Produktivitas Perairan darat, Puslit Limnologi-LIPI yang telah
memberikan ijin dan dukungan untuk melanjutkan studi. Terima kasih tak lupa
penulis sampaikan kepada seluruh teknisi Laboratorium Mikrobiota Puslit
Limnologi-LIPI dan Laboratorium Mikrobiologi-IPB, teman-teman program studi
Mikrobiologi 2010, serta teman-teman semua yang bekerja di laboratorium
penelitian Mikrobiologi-IPB.
Keberhasilan penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari dukungan keluarga,
oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada Ayahanda Sukardi, Ibunda
Rohmah dan Ibunda Euis Suryati yang selalu memberikan do’a dan dukungan
selama penulis menyelesaikan pendidikan. Terima kasih yang tak terhingga
kepada suami tercinta Adam Adithya, ananda Afrina Damia Khairunisa dan
ananda Fathan Arsyad Hammani yang senantiasa memberikan semangat dan do’a.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Lena Novita
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
1
1
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Senyawa Nitrogen di Perairan
Siklus Nitrogen di Perairan
Keragaman Bakteri Pemfiksasi N2
Keragaman Bakteri Pengoksidasi NH3
Keragaman Bakteri Pengoksidasi NO2
Keragaman Bakteri Pereduksi NO3
Keragaman Bakteri Amonifikasi
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan Sampel
Analisis Parameter Fisika dan Kimia
Analisis Kelimpahan Bakteri
Analisis Keragaman Bakteri
4 HASIL
Profil Parameter Fisika dan Kimia Perairan Situ Sawangan-Bojongsari
Profil Kelimpahan Bakteri yang Berperan dalam Siklus N
Profil Keragaman Bakteri yang Berperan dalam Siklus N
5 PEMBAHASAN
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
3
3
8
9
9
10
10
11
11
11
12
12
13
15
15
18
19
29
39
39
39
DAFTAR PUSTAKA
40
LAMPIRAN
46
RIWAYAT HIDUP
55
DAFTAR TABEL
1 Berbagai bentuk nitrogen yang terdapat di perairan .........................
2 Kuantitas dan kualitas DNA hasil ....................................................
3 Kemiripan sekuen nukleotida gen nifH hasil DGGE
terhadap sekuen nukleotida yang terdapat di Genbank (BlastN) ......
4 Kemiripan sekuen asam amino gen nifH hasil DGGE
terhadap sekuen asam amino yang terdapat di Genbank (BlastX) ......
5 Kemirirpan sekuen nukleotida gen amoA hasil DGGE terhadap
sekuen nukleotida yang terdapat di Genbank (BlastN) .......................
6 Kemiripan sekuen asam amino gen amoA hasil DGGE
terhadap sekuen asam amino yang terdapat di Genbank (BlastX) ......
7 Kemiripan sekuen nukleotida gen nosZ hasil DGGE terhadap
sekuen nukleotida yang terdapat di Genbank (BlastN) .......................
8 Kemiripan sekuen asam amino gen nosZ hasil DGGE
terhadap sekuen asam amino yang terdapat di Genbank (BlastX)
3
19
21
22
25
25
28
28
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Siklus nitrogen diperairan....................................................................
Lokasi pengambilan sampel di situ Sawangan-Bojongsari .................
Profil parameter fisika pada kolom air situ Sawangan-Bojongsari .....
Profil kelimpahan senyawa organik pada kolom air (a) dan air pori
sedimen (b) di situ Sawangan-Bojongsari ...........................................
Profil kelimpahan senyawa nitrogen pada kolom air (a) dan air pori
sedimen (b) di situ Sawangan-Bojongsari ...........................................
Profil kelimpahan bakteri yang berperan dalam siklus N pada kolom
air di situ Sawangan-Bojongsari ..........................................................
Profil kelimpahan bakteri yang berperan dalam siklus N pada
sedimen di situ Sawangan-Bojongsari .................................................
Visualisasi hasil amplifikasi gen nifH dari sampel air dan sedimen ...
Profil DGGE gen nifH dari perairan situ Sawangan-Bojongsari .......
Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida hasil
DGGE (kode : nifH) dan sekuen-sekuen nukleotida yang terdapat di
Genbank. ..............................................................................................
Visualisasi hasil amplifikasi gen amoA dari sampel air dan sedimen .
Profil DGGE gen amoA dari perairan situ Sawangan-Bojongsari. .....
Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida hasil
DGGE (kode : amoA) dan sekuen-sekuen nukleotida yang terdapat
di Genbank. ..........................................................................................
Visualisasi hasil amplifikasi gen nosZ dari sampel air dan sedimen ...
Profil DGGE gen nosZ dari perairan situ Sawangan-Bojongsari. .......
Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida hasil
DGGE (kode : nosZ) dan sekuen-sekuen nukleotida yang terdapat di
Genbank. ..............................................................................................
5
12
15
16
17
18
19
20
21
23
24
24
26
27
27
29
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Urutan nukleotida hasil sekuensing dari pita DNA-DGGE gen nifH
Urutan nukleotida hasil sekuensing dari pita DNA-DGGE gen
amoA ...................................................................................................
Urutan nukleotida hasil sekuensing dari pita DNA-DGGE gen nosZ
Surat keterangan bahwa sebagian dari tesis sudah dipublikasikan
(in press)
46
48
51
54
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan yang sering dihadapi dalam pengelolaan ekosistem perairan
darat diantaranya rendahnya kualitas air yang disebabkan polusi senyawa nitrogen.
Pemasukan senyawa nitrogen didominasi oleh aktivitas antropogenik dimana
sebanding dengan peningkatan populasi manusia dan pemanfaatan ekosistem
perairan (Carpenter et al. 1998). Kegiatan pemanfaatan ekosistem perairan darat
seperti danau, sungai, dan situ oleh masyarakat Indonesia yang menyebabkan
meningkatnya kadar senyawa nitrogen antara lain budidaya perikanan dan
pembuangan limbah industri dan limbah domestik.
Polusi senyawa nitrogen pada lingkungan perairan menimbulkan efek
negatif baik secara langsung maupun tidak langsung. Efek negatif secara langsung
di antaranya disebabkan oleh toksisitas senyawa nitrogen inorganik seperti
amonia (NH3), nitrit (NO2) dan nitrat (NO3) (Alonso dan Camargo 2006).
Senyawa NH3, NO2 dan NO3 merupakan bentuk-bentuk nitrogen inorganik
terlarut yang pada umumnya terdapat di sistem perairan. Senyawa tersebut secara
alami diperoleh dari deposisi atmosfer, disolusi dari deposit geologi yang kaya
nitrogen, fiksasi nitrogen oleh mikroorganisme tertentu dan degradasi dari
senyawa organik secara biologis (Rabalais 2002). Konsentrasi tertentu senyawa
NH3, NO2 dan NO3 dapat menyebabkan kematian pada hewan akuatik (Alonso
dan Camargo 2006). Senyawa NH3 bersifat toksik terhadap hewan akuatik
terutama ikan (Richardson 1997). Senyawa ini dapat menyebabkan gangguan
secara fisiologis, neurologis dan sitologis sehingga pada akhirnya dapat
menyebabkan berkurangnya aktivitas konsumsi makanan, fekunditas dan
ketahanan tubuh pada organisme akuatik (Richardson 1997; Constable et al.
2003). Senyawa NO2 bersifat toksik dimana menyebabkan perubahan bentuk dan
fungsi hemoglobin (Harris dan Coley 1991). Senyawa NO3 memiliki aktivitas
toksik yang sama dengan NO2 akan tetapi NO3 harus diubah menjadi NO2 terlebih
dahulu pada jaringan tubuh sehingga toksisitas ion NO3- sangat erat kaitannya
dengan permeabilitas jaringan tubuh dari organisme akuatik (Jensen 1996; Cheng
dan Chen 2002). Sedangkan efek negatif secara tidak langsung di antaranya
menyebabkan eutrofikasi (Rabalais et al. 2002). Eutrofikasi dapat menjadi
permasalahan yang besar dalam upaya konservasi perairan darat. Eutrofikasi dapat
mempercepat pendangkalan sistem perairan sehingga terjadi perubahan bahkan
kehilangan fungsinya. Eutrofikasi merupakan status tropik perairan dimana
tingginya konsentrasi unsur hara. Peningkatan konsentrasi senyawa NH3, NO2 dan
NO3 dapat memicu pertumbuhan, ketahanan dan proliferasi produsen primer
seperti fitoplankton, alga, dan makrofit (Anderson et al. 2002). Pengendapan
fitoplankton dan tumbuhan air yang mati menyebabkan pendangkalan dan
meningkatkan kadar hara perairan (Rabalais et al. 2002).
Upaya pelestarian dan pengelolaan perairan darat terhadap permasalahan
tersebut dapat dilakukan melalui pengendalian faktor luar dan juga perlu
memperhatikan kemampuan ekosistem itu sendiri. Mekanisme tersebut melalui
serangkaian proses transformasi senyawa nitrogen (N) dalam siklus N. Proses
reaksi dalam tahapan siklus N melibatkan proses mikrobiologis, yaitu fiksasi gas
2
nitrogen (N2), denitrifikasi baik yang dilakukan secara aerob maupun anaerob,
nitrifikasi baik secara autotrof maupun heterotrof, oksidasi NH4 secara anaerob
(anammox) dan mineralisasi (Hayatsu et al. 2008). Senyawa NH4 dapat lepas dari
lingkungan melalui proses oksidasi dengan dua tahapan reaksi yaitu NH4
dioksidasi menjadi NO2 dan selanjutnya NO2 dioksidasi menjadi NO3 oleh bakteri
kemoautotrofik pada kondisi aerob. Senyawa NO2 selain dapat dioksidasi oleh
bakteri nitrifikasi pada kondisi aerob juga dapat digunakan sebagai akseptor
elektron oleh bakteri denitrifikasi pada kondisi lingkungan anaerob (Zumft 1997).
Bakteri denitrifikasi dapat pula menggunakan NO3 sebagai akseptor elektron pada
kondisi lingkungan anaerob. Senyawa NO3 dan NO2 oleh bakteri denitrifikasi
akan direduksi menjadi gas N2O dan N2 (Zumft 1997; Richardson 2000).
Meskipun keragaman bakteri yang berperan dalam siklus N telah banyak
diteliti, akan tetapi beberapa hasil penelitian dalam sepuluh tahun terakhir
menunjukkan perkembangan yang luar biasa. Adanya penemuan bakteri (Schubert
et al. 2006) maupun arkea (Francis et al. 2007) yang dapat melakukan oksidasi
NH3 pada kondisi anaerob (anammox) di lingkungan perairan, fototrof
pengoksidasi NO2 (Griffin et al. 2007), serta berhasilnya dilakukan analisis
genomik organisme yang berperan dalam siklus N (Arp et al. 2007) merupakan
beberapa contoh yang menunjukkan bahwa biodiversitas dan kemampuan
metabolik yang berperan dalam siklus N masih banyak yang belum diketahui.
Keragaman dari mikroba tersebut berkaitan dengan keragaman fungsinya di
lingkungan sebagai indikasi adanya perubahan dalam siklus N secara global
(Hayatsu et al. 2008). Pemahaman yang baik mengenai mikroba yang berperan
dalam siklus N sangat diperlukan untuk mengetahui sekaligus memberikan solusi
dalam menangani permasalahan polusi senyawa nitrogen di perairan. Selain itu,
dapat memberikan informasi dasar dalam penetapan kelayakan ekosistem tersebut
untuk budidaya perikanan.
Situ Sawangan-Bojongsari merupakan situ terluas di Kota Depok, Jawa
Barat. Adanya peralihan fungsi sempadan situ Sawangan-Bojongsari menjadi
lahan pertanian dan lahan terbangun, serta pembuangan limbah domestik ke
perairan situ, maka diperkirakan menyebabkan perubahan yang bersifat kurang
menguntungkan bagi perairan tersebut seperti dapat menimbulkan pendangkalan
situ dan pencemaran air. Purnama (2008) melaporkan bahwa situ SawanganBojongsari telah mengalami pendangkalan 3-5 m akibat adanya sedimentasi dari
limbah domestik yang meningkat seiring dengan meningkatnya pemukiman
penduduk di sekitar situ. Selain itu, hampir setiap tahun perairan situ SawanganBojongsari ditumbuhi eceng gondok (Eichhornia crassipes), bahkan pertumbuhan
Salvinia sp. dapat menutupi hampir 60% perairan (Efendi et al. 1996; Purnama
2008).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan keragaman
bakteri yang berperan dalam siklus N di situ Sawangan-Bojongsari serta profil
parameter fisika dan kimia perairan yang mempengaruhinya.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Senyawa Nitrogen di Perairan
Nitrogen merupakan komponen kimia dari atmosfer bumi dengan
kelimpahan yang paling tinggi (hampir 80%). Nitrogen juga merupakan
komponen penting yang menyusun biomolekul seluruh organisme hidup. Unsur
ini terdapat dalam protein, asam nukleat, dan beberapa biomolekul lainnya,
dimana keberadaannya dalam bentuk senyawa dengan tingkat oksidasi –III
(sebagai NH3). Senyawa nitrogen dapat ditemukan diperairan dalam berbagai
bentuk, termasuk dalam bentuk terlarut untuk diasimilasi oleh mikroorganisme
(Tabel 1). Di perairan, nitrogen dapat berada dalam berbagai bentuk, yaitu NH4,
NO2 dan NO3 atau N yang terikat oleh bahan organik atau anorganik (Francis et al.
2007).
Tabel 1 Berbagai bentuk nitrogen yang terdapat di perairan (Sigee 2005)
Organik
Inorganik
Larut
Dissolved Organic Nitrogen (DON) Dissolved
Inorganic
Autochthonous : urea, protein, dan Nitrogen (DIN)
asam nukleat
Anion : NO3, NO2
Allochthonous : humus
Kation : NH3
Gas terlarut : N2
Tidak larut
Biomassa kompleks :
Partikel berukuran besar
Organisme hidup dan mati
yang berasal dari batuan
dan sedimen
Senyawa NH3, NO2 dan NO3 merupakan bentuk senyawa nitrogen inorganik
yang pada umumnya terdapat di sistem perairan. Senyawa tersebut secara alami
diperoleh dari deposisi atmosfer, disolusi dari deposit geologi yang kaya nitrogen,
fiksasi nitrogen oleh mikroorganisme tertentu dan degradasi dari senyawa organik
secara biologis (Rabalais 2002). Menurut Jickells (2005) senyawa nitrogen
inorganik di atmosfer berasal dari emisi secara alami gas NH3 dan N2O dari area
tanah, tanaman, dan hasil ekskresi hewan. Deposisi nitrogen inorganik di atmosfer
menjadi bentuk senyawa nitrogen teroksidasi (NO3) dan tereduksi (NH4) menjadi
bagian penting untuk masuknya senyawa nitrogen inorganik ke sistem perairan
(Paerl et al. 2002; Krishnamurthy et al. 2007).
Senyawa total NH3 diperairan terdiri dari bentuk terionisasi (NH4+) dan
tidak terionsasi (NH3). Konsentrasi relatif dari NH4+ dan NH3 pada dasarnya
dipengaruhi oleh suhu dan pH perairan. Pada saat suhu dan pH cenderung
meningkat maka konsentrasi NH3 juga akan meningkat, tetapi konsentrasi NH4+
akan menurun (Alonso dan Camargo 2006). Senyawa total NH3 di lingkungan
perairan merupakan hasil dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan
nitrogen inorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari
4
dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati).
Sumber NH3 yang lain adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi
udara atmosfer (Paerl et al. 2002; Krishnamurthy et al. 2007), limbah industri dan
domestik. Senyawa NH3 yang terdapat dalam mineral masuk ke badan air melalui
erosi tanah. Senyawa NH3 juga dapat terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi
dan koloid sehingga mengendap di dasar perairan. Senyawa NH3 jarang
ditemukan pada perairan yang mendapat cukup pasokan oksigen. Sebaliknya,
kadar NH3 relatif tinggi pada wilayah anoksik (tanpa oksigen) yang biasanya
terdapat di dasar perairan.
Senyawa NH3 bersifat toksik terhadap hewan akuatik terutama pada ikan
(Richardson 1997). Aktivitas toksik dari NH3 pada organisme akuatik dapat
menyebabkan beberapa hal, antara lain kerusakan efitel insang,
ketidakseimbangan osmoregulasi, kegagalan ginjal, ekskresi NH3 darah terhambat,
kegagalan neurologis dan cytologist, meningkatkan konsumsi O2 jaringan tubuh,
menurunkan kemampuan darah untuk transport O2 ke seluruh jaringan
(Richardson 1997; Constable et al. 2003).
Di perairan alami, senyawa NO2 biasanya ditemukan dalam kelimpahan
yang sangat rendah, lebih rendah daripada NO3, karena bersifat tidak stabil
dengan keberadaan O2. Adapun bentuk senyawa NO2 diperairan dapat berupa ion
NO2- dan bentuk terionisasi asam nitrit (HNO2) (Russo et al. 2001). Konsentrasi
relatif dari NO2- dan HNO2 dipengaruhi oleh pH perairan. Konsentrasi NO2cenderung meningkat dan konsentrasi HNO2 menurun ketika pH cenderung
meningkat (Alonso dan Camargo 2006).
Senyawa NO2 baik dalam bentuk terionisasi ataupun tidak dapat bersifat
toksik terhadap hewan akuatik (Russo et al. 2001). Akan tetapi, dikarenakan pada
sistem perairan konsentrasi ion NO2- cenderung lebih tinggi dibandingkan HNO2
maka ion NO2- lebih berperan terhadap toksisitas senyawa NO2 (Jensen 1996).
Aktivitas toksik utama dari senyawa NO2 adalah menyebabkan perubahan pada
struktur dan fungsi pigmen pembawa O2 (hemoglobin) (Jensen 1996). Pada ikan,
masuknya senyawa NO2 ke plasma darah akan berasosiasi dengan oksidasi dari
atom Fe (Fe2+ menjadi Fe3+), hemoglobin secara fungsional berubah menjadi
methemoglobin sehingga tidak dapat melepaskan O2 (Jensen 1996). Pada
dasarnya efek toksisitas dari senyawa NO2 pada ikan antara lain (1) menyebabkan
deplesi Cl- baik secara ekstraseluler maupun intraseluler sehingga menimbulkan
ketidakseimbangan elektrolit, (2) deplesi K+ intraseluler dan elevasi K+
ekstraseluler yang dapat mempengaruhi potensial membran, nuerotransmisi, dan
fungsi hati, (3) pembentukan senyawa N-nitroso yang bersifat mutagenik dan
karsinogenik, (4) kerusakan mitokondria pada sel-sel hati (5) represi pada sistem
pertahanan tubuh sehingga menurunkan toleransi terhadap penyakit yang
disebabkan oleh bakteri dan parasit (Harris dan Coley 1991; Jensen1996).
Senyawa NO3 merupakan bentuk utama nitrogen yang terdapat dalam
perairan. Senyawa ini sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil (Sigee
2005). Senyawa ini juga bersifat toksik terhadap hewan akuatik. Sebagaimana
aktivitas toksik dari senyawa NO2, senyawa NO3 juga dapat menyebabkan
perubahan struktur dan fungsi dari pigmen pembawa O2 (hemoglobin,
hemosianin) (Scott dan Crunkilton 2000).
5
Siklus Nitrogen di Perairan
Nitrogen seperti unsur penting lainnya juga mengalami transformasi secara
biologi di lingkungan perairan. Keseluruhan proses transformasi senyawa nitrogen
bergabung dalam suatu siklus yang disebut siklus N (Gambar 1).
Gambar 1 Siklus N diperairan (Francis et al. 2007)
Siklus N meliputi proses biologis yang melibatkan peran mikroorganisme.
Beberapa mikroorganisme menghasilkan dan menggunakan energi dari reaksi
oksidasi dan reduksi senyawa nitrogen. Mikroorganisme dalam reaksi biologi
pada siklus N antara lain berperan dalam proses fiksasi N2, denitrifikasi baik yang
dilakukan secara aerob maupun anaerob oleh bakteri, arkea maupun fungi,
nitrifikasi baik yang dilakukan oleh bakteri maupun arkea secara autotrof maupun
heterotrof, oksidasi NH4 secara anaerob (annamox) dan mineralisasi (Hayatsu et
al. 2008).
Lintasan utama N2 terfiksasi ke lingkungan biosfer terjadi melalui proses
fiksasi secara biologis dengan melibatkan mikroorganisme diazotrof. Fiksasi N2 di
lingkungan perairan turut membentuk keseimbangan nutrien pada badan air yaitu
tingkat ketersediaan nutrien dan keseimbangan antara nitrogen dan fosfor. Proses
fiksasi N2 melibatkan penggunaan ATP dan reduksi ekuivalen yang berasal dari
metabolisme primer. Semua tahapan reaksi dikatalisis oleh nitrogenase (Fischers
1994; Siegbahn et al. 1998). Mekanisme penambatan N2 dimulai dengan
dinitrogenase reduktase yang menerima elektron dari donor berupa ferredoksin
tereduksi atau flavodoksin, dan berikatan dengan dua molekul MgATP. Elektron
ditransfer menuju ke dinitrogenase. Dinitrogenase reduktase dan dinitrogenase
membentuk kompleks, elektron ditransfer dan 2 MgATP dihidrolisis menjadi 2
molekul MgADP+Pi. Ketika dinitrogenase telah mengumpulkan cukup elektron,
6
senyawa tersebut mengikat molekul N2, mereduksinya dan dilanjutkan dengan
pelepasan NH3. Adapun reaksi fiksasi N2 adalah sebagai berikut :
N2 + 8H+ + 8e- + 16 ATP
2NH3 + 16 ADP + 16 Pi + H2
Enzim nitrogenase disandikan oleh gen nif (Fischers 1994; Siegbahn et al.
1998). Nitrogenase terdiri dari dua komponen protein yang sensitif terhadap
oksigen. Komponen I (dinitrogenase) merupakan protein Mo-Fe yang berukuran
300 kDa yang terdiri dari dua subunit yaitu subunit α yang disandikan oleh nifK
dan subunit β yang disandikan oleh nifD (Fischers 1994). Komponen II
(dinitrogenase reductase) merupakan protein Fe-S yang berukuran 35 kDa yang
disandikan oleh nifH (Fischers 1994).
Aktivitas nitrogenase memerlukan ketersediaan energi dan hanya dapat
terjadi pada kondisi anaerob. Aktivitas enzim yang hanya akan terjadi pada
kondisi anaerob inilah yang menjadi faktor pembatas fiksasi N2 pada kondisi
atmosfer yang kaya akan oksigen. Selain itu, aktivitas enzim nitrogenase juga
dihambat oleh ion NH4+ dan sintesisnya dihambat oleh ion NO3- (Fischers 1994).
Selain proses fiksasi dalam siklus N juga melibatkan proses oksidasi yaitu
nitrifikasi. Proses nitrifikasi meliputi oksidasi NH3 dan oksidasi NO2. Oksidasi
NH3 melalui dua tahapan reaksi yaitu reaksi oksidasi NH3 menjadi hidroksilamin
(NH2OH) dilanjutkan dengan reaksi oksidasi NH2OH menjadi NO2 (Bothe et al.
2000). Tahapan reaksi dalam proses oksidasi NH3 melibatkan enzim yang berbeda,
yaitu :
Amonia Monooksigenase (AMO)
1.
Enzim AMO mengubah NH3 menjadi NH2OH melalui reaksi :
NH3 + O2 + 2H+ + 2e-
NH2OH + H2O
Enzim AMO pada bakteri Nitrosomonas europea dan juga bakteri pengoksidasi
NH3 autotrof lainnya yang termasuk Proteobakteria sub kelas β dan γ, terdiri dari
tiga sub unit yaitu AMO-A, AMO-B, dan AMO-C. Enzim ini disandikan oleh gen
amoA, amoB, dan amoC. Ketersediaan amonium sangat berpengaruh dalam
regulasi ekspresi gen amo baik pada tahap transkripsi, translasi, maupun
posttranslasi. Keterbatasan jumlah NH4 menghambat secara spesifik terhadap
aktivitas enzim ini (Bothe et al. 2000).
Hidroksilamine Oksidoreduktase (HAO)
2.
Enzim HAO berperan dalam reaksi oksidasi hidroksilamin menjadi nitrit, yaitu
melalui reaksi :
NH2OH + H2O
NO2- + 5H+ + 4e-
Enzim ini memiliki struktur yang kompleks, berada sebagai enzim yang dapat
larut di dalam ruang periplasma. Setiap subunit trimerik yang menyusun enzim ini
merupakan situs aktif. Enzim HAO disandikan oleh gen hao (Bothe et al. 2000).
Senyawa NO2 selanjutnya dioksidasi oleh bakteri pengoksidasi nitrit
dengan melibatkan kerja enzim terikat membran yaitu nitrit oksidoreduktase
(NOR) (Sinha dan Annachhatre 2007). Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
NO2- + H2O
NO3- + 2H+ + 2e-
7
Reaksi oksidasi dalam siklus N tidak hanya dalam proses nitrifikasi yang
terjadi pada kondisi aerob, tetapi juga melibatkan reaksi oksidasi yang terjadi
pada kondisi anaerob yaitu reaksi oksidasi NH4 atau anaerob ammonium
oxidation (anammox) dimana NH4 secara langsung dioksidasi menjadi gas N2
dengan NO2 sebagai akseptor elektron. reaksi oksidasi ini terjadi di dalam
bagian khusus pada sel yang disebut anamoksosom (Niftrik et al. 2004). pada
proses ini NH4 dioksidasi dengan menghasilkan hidrazine (N2H4) dan NH2OH
(Schalk et al. 1998).
Proses anammox dapat terjadi pada berbagai sistem perairan dan tidak
hanya terbatas di perairan laut atau payau. Di danau, lapisan sedimen-air
merupakan relung ekologi untuk bakteri anammox. Schubert et al. (2006)
pertama kali melaporkan terjadinya proses anammox pada lapisan kolom air
suboksik di danau Tanganyika. Proses anammox terdapat pada semua lapisan
anoksik dengan menyumbangkan 9-13% dari total produksi N2 dari danau
tersebut.
Adapun proses reduksi senyawa inorganik juga memegang peranan penting
dalam siklus N. Proses reduksi NO3 menjadi NO2 merupakan langkah awal untuk
3 proses reaksi selanjutnya dalam siklus N, yaitu asimilasi NO3, denitrifikasi,
Dissimilatory Nitrate Reduction to Ammonium (DNRA). Denitrifikasi merupakan
proses reduksi NO3 menjadi NO2, NO2 menjadi nitrik oksida (NO), NO menjadi
gas nitrous oksida (N2O) hingga pada akhirnya dihasilkan gas N2 (Richardson
2000; Zumft 1997). Setiap tahapan reaksi pada proses denitrifikasi dikatalisis oleh
enzim yang berbeda. Reduksi NO3 menjadi NO2 dikatalisis oleh enzim nitrat
reduktase. Ada dua macam nitrat reduktase yaitu nitrat reduktase terikat membran
(NAR) dan nitrat reduktase pada periplasmik (NAP). Enzim NAR disandikan oleh
gen narGHI sedangkan enzim NAP disandikan oleh gen napAB. Aktivitas enzim
NAP terjadi pada kondisi aerob dan anaerob, sedangkan aktivitas enzim NAR
diduga hanya terjadi pada kondisi anaerob. Hal ini disebabkan adanya
penghambatan sistem transfer NO3 ke dalam sel oleh O2 (Moreno-Vivian et al.
1999; Zumft 1997). Richardson (2000) mengemukakan bahwa proses reduksi
nitrat oleh enzim NAR berhubungan dengan konservasi energi yaitu sebagai
akseptor elektron terakhir dalam rantai respirasi pada kondisi anaerob, sedangkan
aktivitas enzim NAP cenderung untuk mengontrol keseimbangan energi pereduksi
Reduksi NO2 menjadi NO dikatalisis oleh enzim nitrit reduktase (NIR).
Enzim ini disandikan oleh gen nirS dan nirK (Bothe et al. 2000). Nitrik oksida
diubah menjadi gas N2O dengan melibatkan enzim nitrik oksidoreduktase (NOR)
yang disandikan oleh gen norB dan norC, sedangkan N2O diubah menjadi gas N2
dengan melibatkan enzim nitrous oksidoreduktase (NOS) yang disandikan oleh
gen nosZ (Zumft 1997; Richardson 2000).
Proses reduksi NO3 juga dapat menghasilkan NH4 sebagai produk akhir,
yaitu melalui reaksi reduksi NO3 menjadi NH4 secara disimilatif (DNRA). Proses
ini melibatkan dua tahap reaksi yaitu reduksi NO3 menjadi NO2 yang dikatalisis
oleh enzim NAR dan reduksi NO2 menjadi NH4 yang dikatalisis oleh dua enzim
yaitu NirBD dan multiheme cytochrome c nitrite reductase (Nrf) yang disandikan
oleh gen nrfA (Moreno-Vivian et al. 1999; Richardson 2001; Mohan et al. 2004).
Nitrogen dalam biomassa dikembalikan kembali ke ekosistem melalui
degradasi makromolekul protein dan nukleotida. Proses ini merupakan
mineralisasi di mana pengembalian senyawa N organik menjadi inorganik atau
8
dalam bentuk mineral. Tahapan penting dalam proses tersebut adalah deaminasi,
yaitu pemindahan gugus amino dari protein dan asam amino yang melepaskan
NH4. Amonium juga dilepaskan ke lingkungan ketika senyawa organik
didegradasi oleh bakteri heterotrofik. Perombakan senyawa nitrogen organik oleh
mikroba akan melepaskan protein yang selanjutnya oleh bakteri yang memiliki
enzim proteolitik akan diubah menjadi peptida dan selanjutnya peptida akan
menjadi asam amino. Senyawa nitrogen organik dengan berat molekul rendah
seperti asam amino, amina, dan amida yang dihasilkan dari proses dekomposisi
proteolitik ataupun yang berasal dari residu limbah organik selanjutnya akan
mengalami dekomposisi enzimatik melalui reaksi deaminasi yang melibatkan
aktivitas enzim deaminase ekstraseluler (Zaman et al. 1999) atau senyawa
nitrogen tersebut diasimilasi secara langsung oleh sel mikroba (Barak et al. 1990).
Proses deaminasi meliputi reaksi hidrolisis NH2-N yang berikatan α pada gugus C
dari asam amino menjadi NH3 dan CO2. Beberapa asam amino dilaporkan dapat
dimineralisasi secara langsung, akan tetapi ada beberapa asam amino yang
memerlukan waktu lebih lama untuk dimineralisasi (Alef dan Kleiner 1986).
Hampir semua bakteri heterotrof dapat melakukan proses deaminasi baik di dalam
sel maupun di luar sel. Pelepasan NH3 juga dihasilkan dari reaksi deaminasi dari
urea dan nukleotida.
Keragaman Bakteri Pemfiksasi N2
Kelompok mikroorganisme diazotrof memiliki peran utama dalam proses
fiksasi N2 dimana berperan sebesar 60% dalam proses masuknya N2 ke
lingkungan biosfer. Kelompok bakteri ini merupakan bagian dari Prokariota yang
termasuk dalam Eubakteria dan Arkea. Mikroorganisme diazotrof pada umumnya
dikelompokan berdasarkan kebiasaan hidupnya seperti berupa mikroorganisme
yang hidup bebas (free living), simbiotik atau berasosiasi secara tertutup dengan
akar tanaman. Mikroorganisme diazotrof yang hidup bebas melakukan fiksasi N2
untuk keuntungannya sendiri dan prosesnya dapat terjadi pada kondisi aerob,
anaerob, atau mikroaerob. Pada umumnya mikroorganisme tersebut merupakan
kemotrof atau fototrof. Sedangkan diazotrof simbiotik selalu hidup dan
melakukan fiksasi N2 pada kondisi mikroaerob atau anaerob. Kelompok
mikroorganisme ini berperan dalam penyediaan N terfiksasi untuk inangnya.
Bakteri diazotrof kemotrofik yang bersifat aerob obligat antara lain
beberapa spesies Azotobacter, dimana dapat memfiksasi N2 secara efisisen dari
udara (Garg et al. 2001). Kelompok diazotrof fototrofik yang bersifat aerob
meliputi Sianobakteria seperti Anabaena dan Nostoc di mana bakteri tersebut
memiliki nitrogenase yang terdapat pada sel khusus yang disebut heterocyst,
sehingga terlindungi dari kerusakan akibat O2 (Thiel et al. 1995). Kelompok
diazotrof yang bersifat anaerob terdapat pada genus Clostridium di mana memiliki
beberapa spesies dengan kemampuan memfiksasi N2 (Chen et al. 2001). Adapun
mikroorganisme diazotrof simbiotik di antaranya kelompok Rhizobium yang
bersimbiosis dengan tanaman (Van Rhyn dan Vanderleyden 1995), Aktinomiset
(Frankia) (Benson dan Silvester 1993), dan Azospirillum (Van de Brock dan
Vanderleyden 1995).
9
Keragaman Bakteri Pengoksidasi NH3
Bakteri pengoksidasi NH3 pada umumnya diketahui sebagai bakteri
nitrifikasi yang bersifat aerob. Di lain pihak, perkembangan ilmu pengetahuan
telah menunjukkan adanya penemuan bakteri (Schubert et al. 2006) maupun arkea
(Francis et al. 2007) yang dapat melakukan oksidasi NH3 pada kondisi anaerob
(anammox) di lingkungan perairan, sehingga dapat disimpulkan mikroorganisme
pengoksidasi NH3 dapat tersebar pada kelompok Beta-proteobakteria, Gammaproteobakteria, Planktomiset, dan Arkea. Pada umumnya di lingkungan, bakteri
pengoksidasi NH3 didominasi oleh kelompok bakteri pengoksidasi NH3 autotrofik
gram negatif. Kelompok tersebut pada awalnya ditempatkan pada satu kelompok
taksonomi berdasarkan kemampuannya untuk tumbuh secara autotrof yang
mendapatkan energi dari oksidasi NH3. Sebanyak 5 genus bakteri pengoksidasi
NH3 pada awalnya dikelompokan berdasarkan karakteristik fenotip yaitu
morfologi sel di mana diklasifikasikan menjadi genus Nitrosomonas,
Nitrosococcus, Nitrosospira, Nitrosovibrio, dan Nitrosolobus (Bothe et al. 2000).
Berdasarkan kemiripan sekuen 16S rRNA genus Nitrosospira, Nitrosovibrio, dan
Nitrosolobus mengacu pada satu genus yaitu Nitrosospira (Head et al. 1993).
Semua genus memiliki kekerabatan terdekat dengan organisme β-proteobakteria
kecuali Nitrosococcus (Teske et al. 1994). Secara filogenetik anggota dari genus
Nitrosococcus tidak homogen. N. mobilis termasuk ke dalam kelompok βproteobakteria, sedangkan N. oceani dan N. halophilus termasuk γ-proteobakteria
(Teske et al. 1994). Sejauh ini hanya beberapa bakteri pengoksidasi NH3 yang
termasuk γ-proteobakteria telah dapat diisolasi dari perairan laut. Sementara dari
habitat tanah atau perairan darat belum ada informasi yang berhasil
mengisolasinya.
Adapun bakteri anammox diketahui sampai saat ini merupakan bakteri
yang termasuk ke dalam filum Plaktomisetes. Keragaman bakteri anammox di
perairan tawar pertama kali dilaporkan oleh Schubert et al. (2006) yang
menunjukkan bahwa bakteri anammox yang ditemukan di danau Tanganyika
berdasarkan analisis filogenetik dari gen 16S rRNA memiliki kekerabatan
terdekat dengan Candidatus Scalindua brodae. Sedangkan hasil penelitian Zhang
et al. (2007) dengan kajian keragaman dan kelimpahan bakteri pengoksidasi NH4
pada kondisi aerob dan anerob dari sedimen sungai Xingi (China) menunjukkan
bahwa berdasarkan analisis 16S rRNA bakteri tersebut memiliki kekerabatan
terdekat dengan bakteri anamox Candidatus Brocardia anammoxidans.
Keragaman Bakteri Pengoksidasi NO2
Hampir di setiap lingkungan, nitrifikasi ditemukan terbatas pada oksidasi
NH3 dan NO2 jarang terakumulasi. Hal ini menyebabkan kajian mengenai bakteri
pengoksidasi NO2 menjadi jarang dilakukan dan kajian biokimia serta
fisiologisnya hanya fokus pada Nitrobacter. Klasifikasi fenotitifik pada awalnya
dilakukan dalam pengelompokkan bakteri tersebut, yaitu berdasarkan morfologi
sel dan ultrastruktur membran di mana bakteri pengoksidasi NO2 dikelompokkan
10
menjadi 4 genus antara lain Nitrobacter (bentuk batang) dan Nitrococcus (bentuk
kokus) yang memiliki membran sitoplasma dan barkaitan dengan bakteri
fotosintetik, Nitrospina (bentuk batang atau spiral) yang tidak memiliki membran
sitoplasma, dan Nitrospira yang tumbuh membentuk sel heliks (rantai). Analisis
filogenetik dari sekuen 16S rRNA keempat genus tersebut menempatkan keempat
genus termasuk pada empat kelompok proteobakteria. Ketersediaan informasi
paling banyak saat ini adalah kajian mengenai Nitrobacter (alfa-proteobakteria)
dan Nitrospira (beta-proteobakteria). Sedangkan genus bakteri yang masih sangat
perlu diperhatikan kajiannya adalah beberapa bakteri yang hanya dikaji sebagai
organisme yang dikulturkan seperti Nitrospina gracilis (delta-proteobakteria) dan
Nitrococcus mobilis (gamma-proteobakteria) (Bock et al. 1983).
Keragaman Bakteri Pereduksi NO3
Beberapa genus bakteri yang dapat mereduksi nitrat antara lain
paracoccus (Ellington 2002) dan pseudomonas (Firth dan Edwards 2000). P.
stutzeri merupakan bakteri denitrifikasi yang mampu mereduksi NO3 dengan
menghasilkan gas N2 (Rius et al. 2001). Bakteri gram negatif lain yang dapat
mereduksi NO3 adalah Azospirillum. Beberapa arkea juga diketahui memiliki
enzim-enzim yang berperan dalam denitrifikasi di antaranya Pyrobaculum
aerophilum yang bersifat halofilik dan termofilik dan Haloarcula marismortui
yang juga bersifat halofilik. Selain bakteri, fungi juga diketahui memiliki
beberapa enzim reduktase yang berperan dalam proses denitrifikasi seperti
pada beberapa khamir dan Fusarium oxysporum (Richardson et al. 2000).
Proses reduksi NO 3 secara disimilasi menghasilkan NH4 (DNRA)
melibatkan bakteri ananerob. Bakteri fakultatif anaerob yang berperan dalam
proses tersebut antara lain Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli dan
Staphylococcus carnosus yang dapat mereduksi NO 3 menjadi NH4 pada
sitoplasma (Mohan et al. 2004). Sedangkan kelompok enterobakteria yang
bersifat anaerob obligat seperti Sulfospirillum delayiani dan Desulfovibrio
desulfuricans serta mikroaerofilik obligat seperti Campylobacter jejuni dapat
melakukan reduksi NO 3 menjadi NH4 melalui enzim-enzim reduktase yang
terdapat pada periplasma (Mohan et al. 2004).
Keragaman Bakteri Amonifikasi
Beberapa bakteri yang dapat melakukan deaminasi diantaranya bakteri yang
termasuk dalam genus Bacillus. Bacillus pasterii dapat melakukan deaminasi
beberapa asam amino baik secara oksidatif maupun non oksidatif. Bakteri tersebut
secara oksidatif dapat melakukan deaminasi asam amino l-glutamat dan dlaspartat sedangkan secara non oksidatif dapat melakukan deaminasi dl-serina, dltreonina dan l-asparagina (Prabhu 1984). Selain asam amino, nukleotida juga
dapat mengalami deaminasi. Bacillus subtilis memiliki enzim guanin deaminase
yang berperan dalam deaminasi guanina menjadi xanthina pada saat penggunaan
11
purin sebagai sumber N (Nygaard et al. 2000). Bakteri dari genus Clostridium
juga diketahui berperan dalam proses deaminasi. Witheley dan Tahara (1996)
melaporkan bahwa Clostridium tetanomorphum memiliki enzim treonina
deaminase. Adapun Clostridium botulinum juga dilaporkan dapat melakukan
deaminasi beberapa asam amino seperti asparagina, treonina, serina, arginina,
ornitina, dan metionina (Landgrebe dan Weaper 1966). Selain itu, bakteri
Echerichia coli juga diketahui memiliki kemampuan untuk deaminasi asam amino
treonin (Umbarger dan Brown 1957).
3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Januari 2012 sampai dengan September
2013. Pengambilan sampel dilakukan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kota Depok,
Jawa Barat pada tanggal 7 Januari 2012. Analisis parameter kimia dan analisis
kelimpahan bakteri dilakukan di laboratorium Mikrobiota, Pusat Penelitian
Limnologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sedangkan analisis
keragaman bakteri dilakukan di laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,
Institut Pertanian Bogor (IPB).
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel air dan sedimen dilakukan pada tiga titik (Gambar 2).
Sampel air diambil di masing-masing titik pada 3 strata kedalaman yaitu air
permukaan, kedalaman secchi, dan dasar perairan. Sampel air ditampung
menggunakan botol steril berukuran 250 ml. Sampel sedimen diambil
menggunakan sediment core pada kedalaman 0-10 cm dengan strata kedalaman 02 cm, 2-5 cm, dan 5-10 cm. Komposit dilakukan terhadap sampel dari masingmasing titik sesuai dengan strata kedalamannya.
12
Gambar 2 Lokasi pengambilan sampel di situ Sawangan-Bojongsari
Analisis Parameter Fisika dan Kimia
Analisis parameter fisika perairan dilakukan pada saat pengambilan sampel
yang meliputi parameter suhu, pH, dan oksigen terlarut. Pengukuran dilakukan
menggunakan Water Quality Checker (WQC). Selain itu dilakukan pengukuran
kedalaman secchi menggunakan keping secchi.
Analisis parameter kimia air dan air pori sedimen meliputi parameter Total
Nitrogen (TN), Total Organic Matter (TOM), Dissolve Organic Matter (DOM),
Total Organic Carbon (TOC), N-NH3, N-NO3, dan N-NO2 (Greenberg et al.
1992).
Analisis Kelimpahan Bakteri
Bakteri pemfiksasi N2
Sebanyak 1 ml sampel air diencerkan dengan larutan NaCl fisiologis
(0.85%) melalui beberapa pengenceran berseri. Selanjutnya sebanyak 1 ml hasil
pengenceran dari 3 pengenceran terakhir diinokulasikan pada 9 ml medium cair
bebas N dengan komponen utama (per liter) yaitu 1 g K2HPO4, 3 g KH2PO4,
0.065 g MgSO4, 0.01 g FeCl3.6H2O, 0.07 g CaCl2.2H2O, 5 g dekstrosa serta
komponen minor yaitu 240 μg Na2MoO4.2H2O, 3 μg H3BO4, 1,83 μg MnSO4.H2O,
290 μg ZnSO4.7H2O, 130 μg CuSO4.5H2O dan 120 μg CoCl2.6H2O (Phillips et al.
2000). Setelah itu, gas N2 dialirkan ke dalam medium dengan menggunakan
syringe steril selama 3 menit. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 7 hari.
Uji positif bakteri pemfiksasi N2 dinyatakan apabila kultur bakteri berwarna biru
13
setelah diberi pereaksi fenol alkohol 10 %, nitroprusid 0.5 %, dan campuran
hipoklorit teknis dan asam sitrat 20 % (1:4) (Greenberg et al. 1992). Kelimpahan
bakteri dihitung melalui metode Most Probable Number (MPN) (Cappucino dan
Sherman 1983).
Bakteri pengoksidasi NH3 dan NO2
Sebanyak 1 ml sampel air dan 1 gram sedimen diencerkan dengan NaCl
fisiologis (0.85%) melalui beberapa pengenceran berseri. Selanjutnya sebanyak 1
ml hasil pengenceran dari 3 pengenceran terakhir diinokulasikan pada 9 ml
medium cair yang memiliki komposisi yang terdiri dari (per liter) sebagai berikut
0,9 g Na2HPO4, 0,2 g KH2PO4, 0,1 g MgSO4.7H2O, 0,005 g FeCl3. 6H2O, 0,0184
g CaCl2.6H2O, 0,25 g Yeast Ekstrak, dan penambahan 5 g Na2CO3 sebagai
sumber C. Untuk bakteri pengoksidasi NH3dilakukan modifikasi dengan
penambahan 1 g NH4Cl dan untuk bakteri pengoksidasi NO2 dilakukan
penambahan NaNO2. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 7 hari. Uji
positif bakteri pengoksidasi NH3 dinyatakan apabila kultur bakteri berwarna
merah muda hingga keunguan setelah diberi pereaksi sulfanilamid 1 % dan NED
(Naftalena Etilena Diamina) 0.1 %. Sedangkan uji positif bakteri pengoksidasi
NO2 dinyatakan apabila kultur bakteri berwarna kuning setelah diberi pereaksi
brucine dan asam sulfat pekat (Greenberg et al. 1992). Kelimpahan bakteri
dihitung melalui metode MPN (Cappucino dan Sherman 1983).
Bakteri pereduksi NO3
Sebanyak 1 ml sampel air dan 1 g sedimen diencerkan dengan larutan NaCl
fisiologis (0.85%) dengan beberapa pengenceran berseri. Selanjutnya sebanyak 1
ml hasil pengenceran dari 3 pengenceran terakhir diinokulasikan pada 9 ml
medium cair yang sama seperti untuk bakteri pengoksidasi NH3 tetapi dengan
modifikasi penambahan 1 g NaNO3 dan 5 g asetat sebagai sumber C untuk bakteri
pereduksi NO3-denitrifikasi serta 5 g glukosa untuk bakteri DNRA. Kondisi
anaerob pada media diberikan melalui metode OFN (Oxygen Free Nitrogen) yaitu
dengan mengalirkan gas N2 ke dalam media menggunakan syiringe steril selama 3
menit. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama satu hari. Uji positif bakteri
pereduksi NO3-denitrifikasi dinyatakan apabila kultur bakteri berwarna merah
muda hingga keunguan setelah diberi pereaksi sulfanilamid 1 % dan NED
(Naftalena Etilena Diamina) 0.1 %. (Greenberg et al. 1992). Uji positif bakteri
DNRA dinyatakan apabila kultur bakteri berwarna biru setelah diberi pereaksi
fenol alkohol 10 %, nitroprusid 0.5 %, dan campuran hipoklorit teknis dan asam
sitrat 20 % (1:4) (Greenberg et al. 1992). Kelimpahan bakteri dihitung melalui
metode MPN (Cappucino dan Sherman 1983).
Bakteri amonifikasi
Sebanyak 1 ml sampel air atau 1 gram sedimen diencerkan dengan larutan
NaCl fisiologis (0.85%) melalui beberapa pengenceran berseri. Selanjutnya
sebanyak 1 ml hasil pengenceran dari 3 pengenceran terakhir diinokulasikan pada
9 ml medium cair. Komposisi medium cair yang digunakan sama seperti untuk
bakteri pengoksidasi NH3 dengan modifikasi penambahan 5 g pepton. Inkubasi
dilakukan pada suhu ruang selama satu hari. Uji positif bakteri amonifikasi
dinyatakan apabila kultur bakteri berwarna biru setelah diberi pereaksi fenol
14
alkohol 10 %, nitroprusid 0.5 %, dan campuran hipoklorit teknis dan asam sitrat
20 % (1:4) (Greenberg et al. 1992). Kelimpahan bakteri dihitung melalui metode
MPN (Cappucino dan Sherman 1983).
Analisis Keragaman Bakteri
Ekstraksi DNA dari sampel air dan sedimen
Sebanyak 250 ml sampel air disaring menggunakan membran filter
Whatman dengan diameter pori 0.22 µm. Ekstraksi DNA menggunakan
Ultraclean Water DNA Extraction Kit (MOBIO). Sebanyak ± 1 g sedimen
digunakan untuk ekstraksi DNA dari sampel sedimen menggunakan Ultraclean
Soil DNA Extraction Kit (MOBIO). Kualitas dan kuantitas hasil ekstraksi DNA
diukur menggunakan Nanodrop.
Amplifikasi DNA
Amplifikasi DNA dilakukan untuk mendeteksi gen yang berperan dalam
proses fiksasi N2 yaitu nifH, gen yang berperan dalam proses oksidasi NH3 yaitu
amoA, dan gen yang berperan dalam proses reduksi N2O yaitu gen nosZ.
Amplifikasi gen nifH dilakukan dengan nested PCR menggunakan primer
FGPH19 dan PolR untuk amplifikasi pertama serta primer AQER dan PolF/PolFGC Clamp untuk amplifikasi kedua (Zhan dan Sun 2011). Amplifikasi gen amoA
dilakukan menggunakan primer AmoA-1F dan AmoA-2R (Chu et al. 2007).
Amplifikasi gen nosZ dilakukan menggunakan primer NosZF/ NosZF-GC Clamp
dan NosZ1622R (Hou et al. 2012).
Setiap reaksi amplifikasi terdiri dari 2 μl DNA template, 5 μl buffer, 5 μl
dNTP, 1 unit primer, 0,5 μl KOD Hot Start DNA Polymerase (Novagen) dan
akuades steril hingga volume 25 μl. Amplifikasi gen nifH dilakukan pada kondisi
denaturasi awal 94 °C selama 5 menit, diikuti 30 siklus pada suhu denaturasi
94 °C selama 1 menit, annealing 56 °C (amplifikasi kedua: 50 °C) selama 1
menit, pemanjangan 72 °C selama 2 menit, selanjutnya pemanjangan akhir pada
suhu 72 °C selama 5 menit. Amplifikasi gen amoA dilakukan pada kondisi
denaturasi awal 94 °C selama 5 menit, dilanjutkan 35 siklus pada suhu denaturasi
94 °C selama 1 menit, annealing 58 °C selama 1 menit, pemanjangan 72 °C
selama 1 menit, diikuti pemanjangan akhir pada suhu 72 °C selama 5 menit.
Sedangkan untuk amplifikasi gen nosZ digunakan program touchdown PCR yang
meliputi denaturasi awal 94 °C selama 2 menit, denaturasi 94 °C selama 1 menit,
dilanjutkan annealing 58-53 °C selama 45 detik dan pemanjangan 72 °C selama 1
menit. Untuk 10 siklus pertama suhu annealing diturunkan 0.5 °C/siklus dan 25
siklus selanjutnya suhu annealing pada 53°C. Hasil amplifikasi DNA dianalisis
menggunakan elektroforesis gel agarosa 1.5% dan visualisasi dengan UV
transluminator.
Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE)
Sebanyak 20 µl DNA hasil amplifikasi yang telah dicampurkan dengan 4 µl
loading dye dimigrasikan pada polyacrylamide gel 6% (b/v) dalam buffer TAE 1x
(pH 7, 10mM sodium acetate, 0.5 mM Na,-EDTA) dengan gel yang dibuat dari
15
40% (b/v) larutan stok acrylamide (acrylamide-N,N'-methylenebisacrylamide,
37.5:1) dan mengandung denaturan (100% denaturan : 7 M urea dan 40% (v/v)
formamide). Denaturan untuk elektroforesis gen nifH dan amoA dibuat antara 3565% serta nosZ antara 40-70%. Elektroforesis dilakukan menggunakan DCode
Mutation Detection System (Biorad) pada suhu 60°C dan 130 Volt selama 4 jam.
Setelah elektroforesis, gel direndam selama 15 menit dengan larutan pewarna
Ethidium Bromide (0.5 mg/L). Analisis hasil denaturasi dilakukan menggunakan
Gel Doc System.
Analisis urutan nukleotida dan filogenetik
Fragmen DNA pada gel elektroforesis DGGE yang sudah dipotong
direndam dengan 40 μl akuades dan diinkubasi pada inkubator berpenggoyang
dengan suhu 37 °C selama 2 jam. Selanjutnya campuran tersebut diinkubasi pada
suhu 4 °C selama 24 jam. Campuran digunakan sebagai template untuk
amplifikasi ulang primer tanpa GC-Clamp. Produk amplifikasi dianalisis urutan
nukleotidanya melalui proses sekuensing menggunakan jasa perusahaan First
Base Malaysia dengan protokol standar DNA sekuenser (ABI PRISM 3100).
Analisis kemiripan sekuen dilakukan menggunakan program BLAST
Analisis
filogenetik
dilakukan
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST/).
menggunakan piranti lunak MEGA 5.0 berdasarkan metode Neighbour-Joining
(NJ) dan nilai bootstrap 1000x.
5 HASIL
Profil Parameter Fisika dan Kimia Perairan Situ Sawangan-Bojongsari
Hasil pengukuran pada saat pengambilan sampel di tiga titik sampling yang
berbeda menunjukkan bahwa masing-masing titik sampling memiliki kedalaman
secchi yang sama yaitu 110 cm serta kedalaman dasar pada titik sampling
mencapai rata-rata 230 cm. Pengukuran parameter pada saat pengambilan sampel
menunjukkan nilai parameter suhu kolom air situ Sawangan-Bojongsari menurun
seiring dengan bertambahnya kedalaman (Gambar 3). Kisaran suhu pada strata 0
cm yaitu 26.1-31.1 °C dan pada strata 110 cm yaitu 24.2-29.1 °C. Sedangkan
kisaran suhu pada strata 230 cm memiliki nilai yang paling rendah yaitu 23.424.9 °C.
Parameter nilai pH juga cenderung menurun dengan bertambahnya
kedalaman pada kolom air (Gambar 3). Kisaran nilai pH pada strata 0 cm yaitu
6.40-6.98. Kisaran nilai pH pada strata 110 cm yaitu 6.08-6.90 dan pada strata 230
cm yaitu 6.04-6.14. Begitupun juga dengan konsentrasi O2 terlarut yang
cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman pada kolom air.
Konsentrasi O2 yang terlarut pada strata 0 cm memiliki kisaran 5.37-7.90 mg/L.
Sedangkan pada srata 110 cm konsentrasi O2 terlarut memiliki kisaran 4.01-5.20
mg/L. Konsentrasi terendah O2 terlarut terdapat pada strata 230 cm yaitu dengan
kisaran 0.37-0.84 mg/L.
16
Gambar 3 Profil parameter fisika pada kolom air Situ Sawangan-Bojongsari
Hasil pengukuran akumulasi senyawa organik yang terdapat di kolom air
menunjukkan bahwa akumulasi TOM, DOM, dan TOC semakin meningkat
seiring dengan bertambahnya kedalaman (Gambar 4). Akumulasi tertinggi TOM
pada kolom air terdapat pada strata 230 cm (25.0 mg/L) dan terendah terdapat
pada strata 0 cm (18.11 mg/L). Adapun akumulasi tertinggi DOM terdapat pada
strata 230 cm (12.29 mg/L) dan terendah terdapat pada strata 0 cm (7.42 mg/L).
Begitupun dengan TOC yang memiliki akumulasi tertinggi terdapat pada strata
230 cm (3.51 mg/L) dan terendah terdapat pada strata 0 cm (1.17 mg/L).
(a)
(b)
Gambar 4 Profil kelimpahan senyawa organik pada kolom air (a) dan sedimen (b)
di situ Sawangan-Bojongsari
17
Profil akumulasi senyawa organik pada sedimen menunjukkan bahwa hanya
TOM yang meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman. Akumulasi
tertinggi TOM pada sedimen terdapat pada strata 5-10 cm (96.67%) dan terendah
terdapat pada strata 0-2 cm (62.55%). Adapun akumulasi tertinggi DOM terdapat
pada strata 2-5 cm (191.29 mg/L) dan terendah terdapat pada strata 5-10 cm
(121.85 mg/L). Akumulasi tertinggi TOC juga terdapat pada strata 2-5 cm
(2.22%) dan terendah terdapat pada strata 5-10 cm (1.96%).
Akumulasi TN pada sedimen lebih tinggi dibandingkan pada kolom air.
Akan tetapi akumulasi senyawa nitrogen anorganik pada masing-masing strata
menunjukan nilai yang bervariasi (Gambar 5). Akumulasi TN tertinggi terdapat
pada sedimen strata 5-10 cm (10.721 mg/L) dan terendah terdapat pada kolom air
strata 110 cm (3.98 mg/L).
(a)
(b)
Gambar 5 Profil kelimpahan senyawa nitrogen pada kolom air (a) dan air pori
sedimen (b) di situ Sawangan-Bojongsari
Akumulasi senyawa NO3 cenderung menurun seiring dengan bertambahnya
strata baik pada kolom air maupun sedimen. Akumulasi NO3 tertinggi terdapat
pada kolom air dengan strata 0 cm (0.509 mg/L) dan terendah terdapat pada
sedimen dengan strata 5-10 cm (0.042 mg/L). Adapun akumulasi senyawa NO2
hanya terdapat pada kolom air. Akumulasi NO2 tertinggi terdapat pada strata 110
cm (0.061 mg/L) dan terendah terdapat pada strata 0 cm (0.048 mg/L). Akumulasi
senyawa NH4 cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman baik
pada kolom air maupun sedimen. Akumulasi NH4 tertinggi terdapat pada sedimen
dengan strata 5-10 cm (6.449 mg/L) dan terendah terdapat pada kolom air dengan
strata 0 cm (0.338 mg/L).
18
Profil Kelimpahan Bakteri yang Berperan dalam Siklus N
Kelimpahan bakteri pemfiksasi N2 cenderung tidak menunjukan profil linier
seiring dengan bertambahnya kedalaman baik pada kolom air (Gambar 6) maupun
pada sedimen (Gambar 7). Kelimpahan tertinggi di kolom air terdapat pada strata
110 cm (2.97 Log sel/ ml) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 0 cm
(2.46 Log sel/ml). Adapun kelimpahan tertinggi di sedimen terdapat pada strata 25 cm (4.43 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 5-10 cm (3.97
Log sel/g).
Bakteri pengoksidasi NH3 dan NO2 di situ Sawangan-Bojongsari hanya
terdapat pada bagian kolom air. Kelimpahan bakteri tersebut cenderung semakin
menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman (Gambar 6). Kelimpahan
tertinggi bakteri pengoksidasi terdapat pada strata 0 cm (2.43 Log sel/ml) dan
kelimpahan terendah terdapat pada strata 230 cm (1.86 Log sel/ml). Adapun
kelimpahan tertinggi bakteri pengoksidasi NO2 terdapat pada strata 0 cm (2.87
Log sel/ml) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 230 cm (1.48 Log
sel/ml).
Bakteri pereduksi NO3 yang terdapat di situ Sawangan-Bojongsari
cenderung memiliki kelimpahan yang semakin meningkat dengan semakin
bertambahnya kedalaman baik pada kolom air (Gambar 6) maupun pada sedimen
(Gambar 7). Kelimpahan tertinggi terdapat pada sedimen dengan strata 2-5 dan 510 cm (6.04 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada kolom air strata 0
cm (1.32 Log sel/ml).
Bakteri pereduksi NO3 menjadi NH4 (DNRA) juga dapat ditemukan pada
kolom air (Gambar 6) maupun sedimen (Gambar 7) dengan kelimpahan yang
cenderung semakin meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman.
Kelimpahan tertinggi terdapat pada sedimen strata 5-10 cm (4.32 Log sel/g) dan
kelimpahan terendah terdapat pada kolom air strata 0 dan 110 cm (1.56 Log
sel/ml).
Gambar 6 Profil kelimpahan bakteri yang berperan dalam siklus N pada kolom
air di situ Sawangan-Bojongsari
19
Gambar 7 Profil kelimpahan bakteri yang berperan dalam siklus N pada sedimen
di situ Sawangan-Bojongsari
Kelompok bakteri amonifikasi dapat ditemukan dengan kelimpahan yang
cenderung semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman baik pada kolom
air (Gambar 6) maupun sedimen (Gambar 7). Kelimpahan tertinggi terdapat pada
sedimen dengan strata 5-10 cm (4.43 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat
pada kolom air dengan strata 0 cm (1.86 Log sel/ml).
Profil Keragaman Bakteri yang Berperan dalam Siklus Nitrogen
Total DNA dari sampel air maupun sedimen dapat diisolasi dengan baik.
Konsentrasi DNA yang diperoleh dari sampel sedimen cenderung lebih tinggi
dibandingkan dari sampel air (Tabel 2). Total DNA yang diperoleh merupakan
DNA cetakan yang digunakan untuk amplifikasi sekuen gen nifH, amoA dan nosZ.
Tabel 2 Kuantitas dan kualitas DNA hasil isolasi
Sampel
Strata(cm)
DNA (ng/µl) OD 260/280
Air
0
15.5
2.05
110
1.8
1.65
230
2.5
1.86
Sedimen
0-2
19.1
2.09
2-5
37.4
1.82
5-10
35.7
1.99
20
Bakteri pemfiksasi N2
Keragaman bakteri pemfiksasi N2 dilihat berdasarkan hasil DGGE dari
produk amplifikasi gen nifH. Amplifikasi gen nifH melalui nested PCR dari
semua sampel telah berhasil dilakukan. Hasil visualisasi produk PCR
menunjukkan terdeteksinya pita DNA berukuran ~320 bp (Gambar 8).
Gambar 8 Visualisasi hasil amplifikasi gen nifH dari sampel air dan sedimen.
Lajur M: Marker 100 bp, Lajur 1: air strata0 cm, Lajur 2: air strata110
cm, Lajur 3: air strata230 cm, Lajur 4: sedimen strata0-2 cm, Lajur 5:
sedimen strata2-5 cm, Lajur 6: sedimen strata5-10 cm
Analisis DGGE dari gen nifH hasil amplifikasi tersebut menunjukkan bahwa
terdapat sebanyak 22 pita DNA gen nifH yang tersebar pada beberapa posisi
elektroforetik. Adapun sebanyak 11 pita DNA gen nifH yang berada pada posisi
yang berbeda (Gambar 9). Hal ini dapat menunjukkan bahwa di perairan situ
Sawangan-Bojongsari terdapat komunitas bakteri pemfiksasi nitrogen dengan
jumlah 11 keragaman.
Sebanyak 6 pita DNA gen nifH hasil DGGE telah diisiolasi dan
diamplifikasi ulang serta dianalisis urutan nukleotidanya (Lampiran 1). Analisis
kemiripan sekuen nukleotida melalui perbandingan dengan sekuen nukleotida
yang terdapat di GenBank menunjukkan bahwa sekuen-sekuen nukleotida keenam
isolat gen nifH memiliki kemiripan antara 80-90% (Tabel 3). Berdasarkan analisis
tersebut keenam isolat gen nifH teridentifikasi sebagai nifH dari uncultured
bacterium.
21
Gambar 9 Profil DGGE gen nifH dari perairan situ Sawangan-Bojongsari. Lajur
1: air strata0 cm, Lajur 2: air strata 110 cm, Lajur 3: l air strata230 cm,
Lajur 4: sedimen strata0-2 cm, Lajur 5: sedimen strata2-5 cm, Lajur
6: sedimen strata5-10 cm
Tabel 3 Kemiripan sekuen nukleotida gen nifH hasil DGGE terhadap sekuen
nukleotida yang terdapat di Genbank (BlastN)
No. Pita
Sekuen yang homolog
DNA
1
Uncultured bacterium clone Tm2Cl3
dinitrogenase iron protein (nif H) gene,
partial
2
Uncultured bacterium clone Tm2Cl3
dinitrogenase iron protein (nif H) gene,
partial
3
Uncultured bacterium isolate DGGE
gel band 9 nitrogenase iron protein
(nifH gene), partial cds.
5
Uncultured bacterium clone NIS10-4
dinitrogenase reductase (nifH) gene,
partial cds
6
Uncultured bacterium clone TSR15-1
dinitrogenase reductase (nifH) gene,
partial
8
Uncultured bacterium isolate DGGE
gel band 9 nitrogenase iron protein
(nifH gene), partial cds.
Identitas
(%)
80
GQ46478.1
81
GQ46478.1
83
GU362108.1
88
AF389793.1
90
HM750811.1
89
GU362108.1
No. Akses
22
Adapun hasil analisis kemiripan sekuen asam amino menunjukkan bahwa
sekuen asam amino dari keenam isolat gen nifH memiliki kemiripan antara 6592% dengan protein fungsional dari nifH (nitrogenase reductase), dimana 5 isolat
gen nifH merupakan nitrogenase reductase dari uncultured bacterium dan 1 isolat
gen nifH merupakan nitrogenase reductase dari Methylomonas sp. MK1 (Tabel 4).
Tabel 4 Kemiripan sekuen asam amino gen nifH hasil DGGE terhadap sekuen
asam amino yang terdapat di Genbank (BlastX)
No. Pita
Identitas
Sekuen yang homolog
No. Akses
DNA
(%)
1
Dinitrogenase reductase (Uncultured
80
CBJ25170.1
bacterium)
2
Dinitrogenase reductase (Uncultured
82
AAZ06699.1
nitrogen-fixing bacterium)
3
Dinitrogenase reductase (Uncultured
65
AGR39948
soil bacteria)
5
Dinitrogenase reductase (Uncultured
92
AFY12634.1
bacteria)
6
Nitrogenase reductase (Methylomonas
79
WP020483285.1
sp. MK 1)
8
Dinitrogenase reductase (Uncultured
84
ADV51711.1
bacterium)
Konstruksi pohon filogenetik untuk gen nifH dibuat menggunakan sekuen
nukleotida dari keenam isolat gen nifH hasil DGGE dan beberapa sekuen yang
memiliki kemiripan di GenBank. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa semua
sekuen mengacu kepada kelompok Proteobacteria (Gambar 10).
Sekuen nukleotida isolat gen nifH dengan pita DNA no. 1,2,3, dan 8
memiliki kekerabatan terdekat dengan spesies Bradyrhyzobium sp. ORS324.
Sekuen nukleotida isolat gen nifH dengan pita DNA no. 5 memiliki kekerabatan
terdekat dengan spesies Azospirillum brasilense dan pita DNA no. 6 memiliki
kekerabatan terdekat dengan spesies Azotobacter vinelandii.
23
nifH-1
nifH-2
83
nifH-3
61
nifH-8
37
GU362108.1 (Uncultured bacterium)
75
FJ347435.1 (Bradyrhizobium sp. ORS324)
55
GQ464078.1 (Uncultured bacterium)
EF158804.1 (Burkholderia unamae)
FJ829467.1 (Herbaspirillum rubrisubalbicans)
72 47
AF484668.1
(Methylosinus sporium)
28
77
AF484662.1
(Methylocystis
parvus)
73
AB241413.1 (Rhodopseudomonas lichen)
75
FR669133.1 (Azospirillum brasilense)
97
100
GQ500641.1 (Mesorhizobium sp. N441)
AF389793.1 (Uncultured bacterium)
nifH-5
43
99
nifH-6
93
HM750811.1 (Uncultured bacterium)
EF620496.1 (Azotobacter vinelandii)
FJ773236.1 (Leptolyngbya nodulosa)
JX862205.1 (Nostoc sp. ARC12)
HQ836209.1 (Calothrix sp. LCRNK 13)
87
DQ439648.1 (Anabaena sphaerica)
47
78
EU031808.2 (Trichormus variabilis)
AB279992.1 (Clostridium sp.Kas104-4)
27
49
96
0.1
Gambar 10 Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida hasil
DGGE (kode : nifH) dan sekuen-sekuen nukleotida yang terdapat di
Genbank
Bakteri pengoksidasi NH3
Keragaman bakteri pengoksidasi NH3 ditentukan berdasarkan analisis gen
amoA sebagai penyandi enzim kunci amonia monooksigenase. Gen amoA hanya
dapat teramplifikasi pada sampel air yaitu dengan terdeteksinya pita DNA
berukuran 490 bp pada gel elektroforesis (Gambar 11).
Total sebanyak 13 pita DNA terdeteksi pada gel DGGE. Pita DNA yang
terletak pada posisi berbeda pada gel terdiri dari 10 pita. Hal ini menunjukkan
bahwa di situ Sawangan-Bojongsari terdapat 10 keragaman bakteri pengoksidasi
NH3 (Gambar 12).
24
Gambar 11 Visualisasi hasil amplifikasi gen amoA dari sampel air dan sedimen.
Lajur M: Marker, Lajur 1: air strata0 cm, Lajur 2: air strata110 cm,
Lajur 3: air strata230 cm, Lajur 4: sedimen strata0-2 cm, Lajur 5:
sedimen strata2-5 cm, Lajur 6: sedimen strata5-10 cm
(a)
(b)
Gambar 12 Profil DGGE gen amoA dari perairan situ Sawangan-Bojongsari.
Lajur 1: air strata0 cm, Lajur 2: air strata110 cm, dan Lajur 3: l air
strata230 cm
Sebanyak 6 isolat gen amoA hasil DGGE (Lampiran 2) telah dianalisis
kemiripan sekuen nukleotidanya dan hasilnya menunjukkan bahwa sekuen
nukleotida keenam isolat gen amoA memiliki kemiripan antara 86 dan 97%
dengan amoA dari uncultured bacterium (Tabel 5). Hasil analisis kemiripan
sekuen asam amino keenam isolat gen amoA tersebut menunjukkan kemiripan
antara 56 dan 93% dengan fungsional dari amoA yaitu sebagai ammonia
monooxygenase. Terdapat sebanyak 5 isolat gen amoA yang teridentifikasi
sebagai ammonia monooxygenase dari uncultured bacterium dan satu isolat gen
25
amoA sebagai ammonia monooxygenase dari bakteri Nitrosospira sp. III7 (Tabel
6).
Tabel 5 Kemiripan sekuen nukleotida gen amoA hasil DGGE terhadap sekuen
nukleotida yang terdapat di Genbank (BlastN)
No. pita
Identitas
Sekuen yang homolog
No. Akses
DNA
(%)
1
Uncultured beta proteobacterium clone
97
DQ435827.1
Wekeromm pHN 12b AmoA (amoA) gene,
partial
3
Uncultured beta proteobacterium clone
93
DQ435827.1
Wekeromm pHN 126 AmoA (amoA) gene,
partial
4
Uncultured ammonia-oxidizing bacterium
93
EU667649.1
isolate DGGE bands BS AOB 4 putative
ammonia monooxygenase subunit A
(AmoA) gene, partial
6
Uncultured ammonia-oxidizing bacterium
87
JQ365904.1
clone E AOB 24 putative ammonia
monooxygenase subunit a(AmoA) gene,
partial
7
Uncultured ammonia-oxidizing bacterium
86
EU667649.1
isolate DGGE bands BS AOB 4 putative
ammonia monooxygenase subunit A
(amoA) gene, partial
8
Uncultured beta proteobacterium clone
94
DQ009878.1
pm-amoA-1 AmoA (amoA) gene, partial
Tabel 6 Kemiripan sekuen asam amino gen amoA hasil DGGE terhadap sekuen
asam amino yang terdapat di Genbank (BlastX)
No. pita
Identitas
Sekuen yang homolog
No. Akses
DNA
(%)
1
Ammonia monooxygenase (Nitrosospira sp.
93
AAM77413
III7)
3
Ammonia monooxygenase (uncultured
86
AAP88532.1
bacterium)
4
Ammonia monooxygenase (uncultured
83
CBL43085.1
beta proteobacterium)
6
Ammonia monooxygenase (uncultured beta
79
CBL43085.1
proteobacterium)
7
Ammonium monooxygenase (uncultured
56
AEU16981.1
bacterium)
8
Ammonia monooxygenase (uncultured
84
BAE93361.1
bacterium)
26
Berdasarkan analisis filogenetik dari keenam sekuen nukleotida isolat gen
amoA hasil DGGE menunjukkan bahwa keenam isolat gen amoA mengacu
kepada bakteri yang termasuk ke dalam kelompok Proteobacteria dan memiliki
kekerabatan paling dekat dengan genus Nitrososopira (Gambar 13).
99
99
55
amoA-3
amoA-7
amoA-4
amoA-6
100
99
amoA-1
68
62
100
DQ009878.1 (Uncultured beta proteobacterium)
amoA-8
EU667649.1 (Uncultured bacterium)
JQ365904.1 (Uncultured bacterium)
99
DQ435827.1 (Uncultured betaproteobacterium)
99
AY123829.1 (Nitrosospira sp. III7)
35
86
37
94
40
78
73
78
AJ298698.1 (Nitrosospira sp. L115)
KC477403.1 (Nitrosospira sp. APG3)
EU272827.1 (Uncultured Nitrosospira sp.)
JX112632.1 (Uncultured Nitrosospira sp.)
EF175100.1 (Nitrosospira sp. EnI299)
JX112642.1 (Uncultured Nitrosospira sp.)
DQ208945.1 (Nitrosospira sp. SJ02)
EF175099.1 (Nitrosospira sp. Wyke8)
DQ208955.1 (Uncultured Nitrosospira sp.)
EU272824.1 (Uncultured Nitrosomonas sp.)
0.05
Gambar 13 Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida hasil
DGGE (kode : amoA) dan sekuen-sekuen nukleotida yang terdapat
di Genbank
Bakteri Pereduksi N2O
Amplifikasi gen nosZ dari semua sampel menunjukkan bahwa pada sampel
air tidak terdapat gen nosZ. Hasil visualisasi produk PCR menunjukkan
terdeteksinya pita DNA berukuran ~453 bp (termasuk GC clamp) pada sampel
sedimen (Gambar 14). Analisis DGGE dari produk PCR gen nosZ tersebut
menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 19 pita DNA gen nosZ yang tersebar di
beberapa posisi elektroforetik pada gel. Sebanyak 12 pita DNA gen nosZ berada
pada posisi yang berbeda (Gambar 15). Hal ini menunjukkan bahwa di perairan
situ Sawangan-Bojongsari terdapat komunitas bakteri pereduksi gas nitrous oksida
dengan jumlah 12 keragaman. Keragaman tertinggi terdapat pada sedimen strata
2-5 cm dan keragaman terendah terdapat pada strata 5-10 cm.
27
Gambar 14 Visualisasi hasil amplifikasi gen nosZ dari sampel air dan sedimen.
Lajur M: Marker, Lajur 1: air strata0 cm, Lajur 2: air strata110 cm,
Lajur 3: air strata230 cm, Lajur 4: sedimen strata0-2 cm, Lajur 5:
sedimen strata2-5 cm, Lajur 6: sedimen strata5-10 cm
Gambar 15 Profil DGGE gen nosZ dari perairan situ Sawangan-Bojongsari. Lajur
1: sedimen strata0-2 cm, Lajur 2: sedimen strata2-5 cm, dan Lajur 3:
sedimen strata 5-10 cm
Hasil analisis dari 7 isolat gen nosZ hasil DGGE menunjukkan bahwa
sekuen-sekuen nukleotida dari ketujuh isolat gen nosZ (Lampiran 3) memiliki
kemiripan antara 91 dan 98% dengan nosZ dari uncultured bacterium (Tabel 7).
Adapun analisis kemiripan sekuen asam amino dari ketujuh isolat gen nosZ
tersebut menunjukkan kemiripan antara 87 dan 99% dengan fungsional dari nosZ
atau nitrous oxide reductase (Tabel 8). Hasil analisis tersebut pun menunjukkan
28
bahwa ketujuh isolat gen nosZ teridentifikasi sebagai nitrous oxide reductase dari
uncultured bacterium.
Tabel 7 Kemiripan sekuen nukleotida gen nosZ hasil DGGE terhadap sekuen
nukleotida yang terdapat di Genbank (BlastN)
No. Pita
Identitas
Sekuen yang homolog
No. Akses
DNA
(%)
1
Uncultured bacterium nosZ gene for
95
AB672490
nitrous oxide reductase, partial cds
2
Uncultured bacterium clone ISA00346
96
FJ209535.1
putative nitrous oxide reductase (nosZ)
gene, partial cds
3
Uncultured bacterium clone ISA00346
97
FJ209535.1
putative nitrous oxide reductase (nosZ)
gene, partial cds
4
Uncultured bacterium clone ISA00179
97
FJ209368.1
putative nitrous oxide reductase (nosZ)
gene, partial cds
5
Uncultured bacterium clone ISA00179
98
FJ209368.1
putative nitrous oxide reductase (nosZ)
gene, partial cds
7
Uncultured bacterium clone ISA00346
89
FJ209535.1
putative nitrous oxide reductase (nosZ)
gene, partial cds
Uncultured bacterium nosZ gene for
10
nitrous oxide reductase partial cds clone
95
AB672490
D20H2109
Tabel 8 Kemiripan sekuen asam amino gen nosZ hasil DGGE terhadap sekuen
asam amino yang terdapat di Genbank
No. Pita
Identitas
Sekuen yang homolog
No. Akses
DNA
(%)
1
Nitrous oxide reductase (Uncultured
87
ABX57712.1
bacterium)
2
NosZ (Uncultured bacterium)
93
ABY19464.1
3
Putative nitrous oxide reductase
93
ADR10855.1
(Uncultured bacterium)
4
Putative nitrous oxide reductase
98
ACI48827.1
5
Putative nitrous oxide reductase
99
ACI48827.1
7
Putative nitrous oxide reductase
86
ACI48827.1
10
Nitrous oxide reductase, partial
90
BAL49515.1
(uncultured bacterium)
29
Adapun hasil analisis filogenetik dari ketujuh gen nosZ hasil DGGE
menunjukkan bahwa ketujuh gen tersebut termasuk ke dalam kelompok
proteobacteria dan memiliki kekerabatan terdekat dengan Genus Azospirillum
(Gambar 16).
42
58
GU136479.1 (Uncultured Azospirillum sp.)
FJ209368.1 (Uncultured bacterium)
52
FJ209535.1 (Uncultured bacterium)
nosZ-4
75
45
96
46
98
nosZ-5
nosZ-3
nosZ-2
AY072228.1 (Azospirillum largimobile)
AB608729.1 (Herbaspirillum sp. TSO61-1)
48
nosZ-7
75
nosZ-10
nosZ-1
98
88
AB672490.1 (Uncultured bacterium)
AB480527.1 (Bradyrhizobium sp. D256b)
EU192075.1 (Paracoccus sp. BW001)
68
85
99
84
GU136476.1 (Uncultured Azospirillum sp.)
AJ631995.1 (Pseudomonas stutzeri)
AF361795.1 (Alcaligenes faecalis)
DQ865930.1 (Brachymonas denitrificans)
0.1
Gambar 16 Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida hasil
DGGE (kode : nosZ) dan sekuen-sekuen nukleotida yang terdapat di
Genbank
5 PEMBAHASAN
Akumulasi berbagai bentuk senyawa nitrogen di perairan berkaitan erat
dengan proses transformasi senyawa nitrogen oleh mikroorganisme yang berperan
dalam siklus N pada ekosistem tersebut. Keseluruhan proses transformasi
senyawa nitrogen pada suatu lingkungan perairan dipengaruhi oleh parameter
fisika dan kimia. Beberapa parameter fisika yang berperan penting di perairan di
antaranya suhu, derajat keasamaan (pH) dan oksigen terlarut. Sedangkan beberapa
parameter kimia yang penting adalah konsentrasi bentuk senyawa nitrogen dan
senyawa organik.
Stratifikasi suhu yang terjadi pada kolom air situ Sawangan-Bojongsari
diduga disebabkan oleh berkurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke
30
perairan seiring dengan bertambahnya kedalaman. Cahaya matahari yang masuk
ke perairan akan diubah menjadi energi panas sehingga lapisan permukaan air
akan memiliki suhu yang lebih tinggi dan densitas yang lebih kecil daripada
lapisan air dibawahnya (Vassilis et al. 2003).
Adapun terjadinya penurunan pH pada kolom air situ Sawangan-Bojongsari
diduga berkaitan erat dengan konsentrasi O2 terlarut pada kolom air yang
menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman. Sigee (2005) menyatakan
bahwa pada kondisi O2 terlarut rendah, konsentrasi karbondioksida (CO2) yang
bersifat asam akan meningkat sehingga perairan akan memiliki nilai pH yang
rendah. Kisaran nilai pH pada kolom air situ Sawangan-Bojongsari yang berada
pada nilai 6.04-6.90 masih memenuhi kisaran Baku Mutu (BM) kelas II yang
ditetapkan dalam PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air. Nilai pH pada sistem perairan merupakan
informasi yang penting dikarenakan dapat mempengaruhi toksisitas kimia
diperairan, salah satunya adalah NH3 yang dapat terionisasi pada nilai pH rendah
(Wurst 2003).
Penurunan konsentrasi O2 terlarut dengan bertambahnya kedalaman di situ
Sawangan-Bojongsari diantaranya diduga disebabkan oleh keterbatasan cahaya
matahari yang masuk ke perairan untuk kelangsungan proses fotosintesis. Oksigen
terlarut akan mengalami penurunan konsentrasi berdasarkan kedalaman (Lopes
dan Catarina 2006). Aktivitas fotosintesis diperairan menjadi penyebab terjadinya
perbedaan konsentrasi O2 terlarut di lapisan epilimnion dan hipolimnion (Edwards
et al. 2005). Penurunan konsentrasi O2 terlarut dapat terjadi akibat aktivitas
fotosintesis dan difusi O2 pada zona eufotik, sedangkan respirasi terjadi baik
dikolom air dari permukaan hingga dasar perairan. Penurunan konsentrasi O2
terlarut juga disebabkan oleh akumulasi senyawa organik yang memerlukan
oksigen dalam proses dekomposisinya (Salmin 2005). Hal ini dapat ditunjukkan
dengan adanya penurunan konsentrasi O2 terlarut seiring dengan peningkatan
akumulasi senyawa organik pada kolom air situ Sawangan-Bojongsari. Selain itu,
penurunan O2 terlarut juga seiring dengan peningkatan senyawa NH4 pada kolom
air. Hal ini diduga akibat adanya pemanfaatan O2 dalam proses mineralisasi yang
juga berkaitan dengan proses dekomposisi dimana menghasilkan senyawa NH4
(Zaman et al. 1999).
Nilai kecerahan dari kolom air situ Sawangan-Bojongsari yang terukur pada
penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya
(110 cm) pada ketiga titik pengamatan. Hasil pengukuran ini cenderung lebih
tinggi dibandingkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Efendi et al.
(1996) dimana rata-rata nilai kecerahan berkisar 40.7-59.7 cm. Begitupun juga
hasil penelitian Tarigan (1989) menunjukkan hasil pengukuran kecerahan pada
kolom air situ Sawangan-Bojongsari yang lebih rendah yaitu dengan kisaran 5065 cm. Perbedaan nilai kecerahan ini diduga disebabkan oleh perbedaan kondisi
pada waktu pengamatan terutama jumlah partikel-partikel terlarut pada kolom air.
Sigee (2005) menyatakan bahwa tingkat kecerahan dipengaruhi oleh partikel yang
terlarut pada kolom air dan masukan dari luar seperti partikel lumpur pada saat
musim hujan.
Senyawa TN yang terakumulasi di situ Sawangan-Bojongsari merupakan
total dari akumulasi senyawa nitrogen organik maupun inorganik. Tingginya nilai
TN diduga berasal dari aliran air menuju situ yang membawa berbagai masukan
31
(limbah industri, domestik, pertanian) dan masukan bahan organik yaitu dari
pelapukan tanaman yang sudah tua dan organisme yang sudah mati. Senyawa
nitrogen tersebut dapat berperan sebagai substrat dan juga hasil bagi aktivitas
mikroorganisme yang berperan dalam siklus N. Senyawa nitrogen organik
merupakan substrat penting bagi bakteri amonifikasi untuk menghasilkan senyawa
NH3 sebagai senyawa nitrogen yang dapat digunakan secara langsung oleh
organisme yang terdapat di perairan (Sigee 2005). Sedangkan senyawa nitrogen
inorganik akan mengalami proses transformasi baik melalui reaksi oksidasi
ataupun reduksi yang berlangsung untuk kepentingan asimilasi ataupun disimilasi
(respirasi) (Richardson 2000). Akumulasi senyawa NO2 dan NO3 di perairan situ
Sawangan-Bojongsari masih memenuhi syarat BM kelas II yang ditetapkan dalam
PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air. Sedangkan senyawa NH4 diperairan tersebut sudah melebihi
ambang batas yang ditetapkan dalam peraturan. Tinggi atau rendahnya akumulasi
berbagai bentuk senyawa nitrogen diperairan diduga akan sangat dipengaruhi oleh
kelimpahan dari masing-masing bakteri yang berperan sebagai pelaku dari
aktivitas reaksi transformasi senyawa nitrogen dalam siklus N.
Kelompok bakteri pemfiksasi N2 berperan penting dalam masuknya molekul
N2 ke dalam sistem perairan (Sigee 2005). Kelompok bakteri ini mengubah
molekul N2 menjadi senyawa NH4. Amonium merupakan senyawa penting yang
akan dimanfaatkan oleh bakteri untuk pertumbuhannya sendiri. Selain itu, NH4
yang dihasilkan oleh bakteri pemfiksasi N2 simbiotik dimanfaatkan oleh inang
untuk pertumbuhan sedangkan NH4 yang dihasilkan oleh bakteri pemfiksasi N2
nonsimbiotik dilepaskan ke lingkungan (Sigee 2005). Amonium yang dilepaskan
bakteri pemfiksasi N2 ke lingkungan turut mendukung ketersediaan NH4 di
lingkungan tersebut untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh organisme lain
melalui asimilasi atau dioksidasi sebagai sumber energi bagi bakteri nitrifikasi
(Bothe et al. 2000). Dengan adanya pelepasan senyawa NH4 ke lingkungan maka
deteksi senyawa NH4 dalam kultur bakteri dapat digunakan sebagai metode untuk
mendeteksi keberadaan bakteri pemfiksasi N2. Amonium yang dimanfaatkan
untuk kebutuhan organisme selanjutnya merupakan bagian dari senyawa nitrogen
organik yang akan mengalami proses remineralisasi menjadi senyawa NH4
kembali (Sigee 2005).
Profil kelimpahan bakteri pemfiksasi N2 cenderung tidak linier terhadap
pertambahan kedalaman. Kelimpahan tertinggi bakteri pemfiksasi N2 di kolom air
Situ Sawangan-Bojongsari terdapat pada strata 110 cm dimana pada strata
tersebut ketersediaan O2 terlarut lebih rendah dibandingkan pada strata diatasnya.
Berkurangnya ketersediaan O2 terlarut diduga berperan dalam peningkatan
kelimpahan bakteri pemfiksasi N2 pada strata tersebut. Hal ini dikarenakan enzim
kompleks nitrogenase sangat sensitif terhadap O2 (Gallon 1992). Inaktivasi
nitrogenase akan terjadi pada saat ketersediaan O2 di lingkungan (Linkerhägner
dan Oelze 1995, Liu et al. 1995). Adapun akumulasi senyawa NH4 dan NO3 pada
strata tersebut diduga tidak menghambat aktivitas bakteri pemfiksasi N2. Hal ini
berbeda dengan strata 230 cm dimana lapisan ini memiliki ketersedian O2 terlarut
yang paling rendah pada kolom air akan tetapi kelimpahan bakteri pemfiksasi N2
pada strata tersebut tidak memiliki nilai yang lebih tinggi daripada strata air di
atasnya. Akumulasi senyawa NH4 yang lebih tinggi pada strata tersebut diduga
telah dapat menghambat pertumbuhan bakteri pemfiksasi N2. Sigee (2005)
32
menyatakan bahwa aktivitas enzim nitrogenase juga dihambat oleh ion NH4+ dan
sintesisnya dihambat oleh ion NO3-. Meskipun demikian, senyawa NH4 dan NO3
berperan dalam mengontrol regulasi sintesis nitrogenase pada saat pemulihan
kembali setelah inaktivasi oleh O2. Smith et al. (1990) menyatakan bahwa NH4
berperan dalam regulasi sintesis nitrogenase Anabaena sp. Strain CA (ATCC
33047) pada saat pemulihan setelah inaktivasi, dimana NH4 lebih besar
peranannya dibandingkan NO3.
Kelimpahan tertinggi bakteri pemfiksasi N2 di lapisan sedimen terdapat pada
strata 2-5 cm. Hal ini diduga dengan adanya DOM dan TOC yang tinggi
menyebabkan kelimpahan bakteripun lebih tinggi dibandingkan pada strata
lainnya. Kondisi ini dapat mengindikasikan bahwa bakteri pemfiksasi N2 pada
strata tersebut diduga didominasi oleh bakteri pemfiksasi N2 heterotrofik.
Kelimpahan bakteri pemfiksasi N2 pada sedimen strata 5-10 cm lebih rendah
dibandingkan dengan kelimpahan pada strata sedimen diatasnya. Meskipun strata
tersebut memungkinkan memiliki konsentrasi O2 terlarut yang lebih rendah
dibandingkan strata diatasnya, akan tetapi akumulasi senyawa NH4 yang tinggi
pada strata tersebut diduga telah dapat menghambat aktivitas fiksasi N2. Selain itu
kelimpahan senyawa DOM pada strata tersebut juga lebih rendah dibandingkan
dengan sedimen strata 2-5 cm. Senyawa NH4 diketahui dapat menghambat
sintesis nitrogenase (Sigee 2005). Hal ini dapat terjadi karena energi yang
diperlukan untuk asimilasi NH4 lebih rendah dibandingkan untuk sintesis
nitrogenase atau fiksasi N2. Senyawa NH4 dikarenakan dapat menghambat sintesis
nitrogenase maka senyawa tersebut juga dapat menghambat laju fiksasi N2. Faktor
lingkungan yang juga diduga berpengaruh dalam perbedaan kelimpahan bakteri
pemfiksasi N2 pada masing-masing strata kedalaman baik di kolom air maupun
sedimen adalah ketersediaan mineral Fe dan Mo dimana dalam penelitian ini tidak
dilakukan pengukuran kelimpahannya. Kofaktor Mo-Fe merupakan bagian dari
dinitrogenase yang terikat pada subunit α dari NifK dan subunit β dari NifD
(Fischers 1994).
Keragaman komunitas bakteri pemfiksasi N2 pada kolom air lebih tinggi
dibandingkan pada sedimen. Keragaman bakteri pemfiksasi N2 paling tinggi
terdapat pada sampel air strata 110 cm dan hal ini sejalan dengan kelimpahannya
pada strata tersebut yang paling tinggi diantara sampel air. Sedangkan pada kolom
air strata 0 cm dan 230 cm terdapat jumlah keragaman yang sama tetapi memiliki
keragaman jenis yang berbeda. Perbedaan keragaman pada masing-masing strata
diduga karena masing-masing strata baik pada kolom air maupun sedimen Situ
Sawangan-Bojongsari memiliki karakteristik fisika dan kimia yang berbeda.
Adanya keragaman bakteri pemfiksasi N2 yang sama pada sedimen strata 2-5
cm dan 5-10 cm serta terdapatnya pita DNA gen nifH yang sama posisinya pada
gel DGGE meskipun terdapat pada strata yang berbeda dapat diduga bahwa
diantara jenis bakteri yang membawa gen nifH tersebut mampu beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan. Hal ini mengindikasikan bahwa diantara bakteri
tersebut memungkinkan ada yang memiliki toleransi tinggi terhadap faktor-faktor
yang dapat menghambat nitorgenase. Namun di lain pihak, kajian penelitian ini
terbatas pada tingkat genetik sehingga kemampuan dari bakteri tersebut untuk
tumbuh dan memfiksasi N2 pada berbagai perubahan kondisi lingkungan tidak
dapat diketahui.
33
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya gen nifH yang terdapat pada kolom
air maupun sedimen (isolat gen nifH dengan pita DNA no. 1) dimana berdasarkan
analisis filogenetik dari sekuen nukleotidanya merupakan bakteri yang memiliki
kekerabatan terdekat dengan Bradyrhyzobium sp. ORS324. Selain isolat gen nifH
pita DNA no. 1, isolat gen nifH pita DNA no. 2,3, dan 8 juga memiliki
kekerabatan terdekat dengan spesies Bradyrhyzobium sp. ORS324.
Pada penelitian ini juga diperoleh gen nifH yang terdapat pada semua strata
di kolom air (Pita DNA no. 6) dan berdasarkan analisis filogenetik dari sekuen
nukleotidanya menunjukkan kekerabatan terdekat dengan spesies Azotobacter
vinelandii. Azotobacter vinelandii merupakan bakteri pemfiksasi N2 yang hidup
bebas. Menurut Garg et al. (2001) Azotobacter di sistem perairan dapat ditemukan
sebagai epifit pada makrofit di bawah permukaan air, dan dalam bentuk
planktonik yang terdapat di wilayah hipolimnion dimana dalam variasi jumlah
yang rendah. Adapun pita DNA no. 6 hasil DGGE merupakan gen nifH yang
terdapat pada kolom air di semua strata kedalaman dimana pada masing-masing
strata memiliki konsentrasi O2 terlarut yang berbeda yaitu dengan kisaran 0.656.22 mg/L. Hal ini diduga dapat terjadi karena bakteri Azotobacter diazotrofik
dapat hidup pada kondisi aerobik meskipun kompleks enzim nitrogenase sangat
sensitif terhadap oksigen (Liu et al. 1995). Bakteri tersebut memiliki mekanisme
tertentu dalam sistem metabolismenya sehingga dapat bertahan hidup pada
kondisi ketersediaan O2. Mekanisme tersebut adalah untuk proteksi nitrogenase
dari kerusakan akibat O2, yaitu dengan meningkatkan aktivitas respirasi sehinggga
dapat dengan cepat menghilangkan O2 dari permukaan sel dan proteksi
konformasi enzim nitrogenase dengan melibatkan asosiasi protein FeSII dengan
nitrogenase (Linkerhägner dan Oelze 1995, Liu et al. 1995).
Berbeda dengan hasil analisis filogenetik, isolat gen nifH pita DNA no. 6
memiliki kemiripan sekuen asam amino dengan nitrogenase reduktase pada
bakteri Methylomonas sp. MK1 (79%). Pita DNA no. 6 hanya terdapat pada
kolom air di semua strata. Hal ini memungkinkan terjadi dikarenakan bakteri
metanotrof memerlukan O2 untuk proses metabolisme senyawa metan. Murrell
dan Dalton (1983) serta Auman et al. (2001) mengemukakan bahwa beberapa
bakteri metanotrof memiliki kemampuan untuk melakukan fiksasi N2. Hasil
penelitian Auman et al. (2001) menunjukkan bahwa bakteri metanotrof
Methylomonas yang berasal dari area penanaman padi dan danau air tawar
memiliki kemampuan untuk memfiksasi N2 berdasarkan pengujian aktivitas
fiksasi N2 dan analisis gen nifH.
Isolat gen nifH pita DNA no. 5 memiliki kekerabatan terdekat dengan
spesies Azospirillum brasilense. Gen nifH tersebut terdapat pada kolom air strata
110 cm dengan nilai konsentrasi O2 terlarut 4.70 mg/L. Bakteri yang termasuk ke
dalam Genus Azospirillum selain dapat memfiksasi N2 juga dapat mereduksi NO3,
memproduksi fitohormon dan vitamin (Patten dan Glick 1996). Pembentukan
nitrogenase fungsional pada Azospirillum brasilense dikontrol pada tingkat
transkripsi oleh gen struktural nitrogenase yaitu operon nifHDK yang terjadi pada
kondisi mikroaerobik dengan keterbatasan nitrogen (Zamaroczy et al. 1989).
Vande Brock et al. (1996) mengemukakan bahwa tingkat optimal untuk tekanan
oksigen pada aktivitas nitrogenase A. brasilense adalah antara 0.3-1%, dan fiksasi
N2 tidak terjadi pada tekanan oksigen di atas 2%, sedangkan pada A.irakense
toleransi tekanan oksigen untuk aktivitas nitrogenasenya adalah 2.5%. Pada
34
konsentrasi O2 tinggi, nitrogenase diinaktivasi secara irreversible melalui oksidasi
dari pusat ikatan metal-sulfur proteinnya (Vande Brock dan Vanderleyden 1995).
Diperolehnya informasi keragaman bakteri pemfiksasi N2 di situ SawanganBojongsari melalui analisis gen nifH menunjukkan bahwa primer yang digunakan
pada saat amplifikasi dapat dikatakan sudah tepat. Penggunaan nested-PCR
dengan primer FGPH19 dan PolR untuk amplifikasi pertama serta primer AQER
dan PolF/PolF-GC clamp untuk amplifikasi kedua oleh Caroline et al. (2011)
dalam penelitiannya telah dapat mengungkapkan keragaman serta aktivitas bakteri
pemfiksasi N2 yang hidup bebas pada lahan pertanian organik dan konvensional.
Zhan dan Sun (2011) melaporkan keragaman mikroorganisme pemfiksasi N2 yang
hidup bebas selama proses restorasi ekologi secara alami berdasarkan analisis gen
nifH didominasi oleh bakteri yang termasuk pada kelompok proteobakteria
dibandingkan sianobakteria.
Akumulasi senyawa NO2 pada kolom air dapat diduga diantaranya
merupakan hasil aktivitas bakteri pengoksidasi NH3. Penurunan kelimpahan
bakteri pengoksidasi NH3 dengan bertambahnya kedalaman menunjukkan bahwa
kelimpahan bakteri tersebut juga menurun seiring menurunnya suhu, pH dan
konsentrasi O2 terlarut di kolom air situ Sawangan-Bojongsari. Kelimpahan
tertinggi bakteri pengoksidasi NH3 terdapat pada kolom air strata 0 cm. Hal ini
diduga berkaitan erat dengan konsentrasi O2 terlarut pada strata tersebut. Lapisan
air pada strata 0 cm merupakan lapisan yang memiliki konsentrasi O2 terlarut
paling tinggi diantara strata lainnya pada kolom air. Bakteri pengoksidasi NH3
memerlukan O2 untuk melakukan aktivitasnya (Bothe et al. 2000), sehingga
lingkungan yang kaya akan O2 akan sangat mendukung kehidupan bakteri tersebut.
Kelimpahan bakteri pengoksidasi NH3 yang tidak meningkat seiring dengan
bertambahnya konsentrasi NH4 dikolom air situ Sawangan-Bojongsari (Gambar 4)
diduga disebabkan keterbatasan O2 terlarut yang merupakan faktor penting dalam
proses oksidasi sehingga mempengaruhi pertumbuhan bakteri pengoksidasi NH3
meskipun NH4 berperan sebagai substrat untuk memperoleh energi. Konsentrasi
O2 terlarut pada kolom air situ Sawangan-Bojongsari menurun seiring dengan
meningkatnya konsentrasi NH4. Bakteri pengoksidasi NH3 memanfaatkan proses
oksidasi NH3 untuk mendapatkan energi bagi pertumbuhannya sehingga
ketersediaan O2 merupakan faktor yang sangat penting untuk pertumbuhannya
(Bothe et al. 2002).
Adapun kelimpahan bakteri pengoksidasi NH3 yang tidak meningkat seiring
dengan meningkatnya senyawa organik di kolom air (Gambar 3) diduga berkaitan
dengan sistem metabolisme bakteri pengoksidasi NH3 yang merupakan bakteri
autotrofik dimana memanfaatkan senyawa CO2 sebagai sumber C dan
memperoleh energi dari oksidasi NH3 (Bothe et al. 2000). Meskipun terdapat
bakteri pengoksidasi NH3 yang bersifat heterotrofik akan tetapi diduga adanya
penurunan kelarutan oksigen seiring dengan peningkatan senyawa organik
menyebabkan bakteri yang bersifat heterotrofik anaerobik lebih kompetitif.
Kelimpahan tertinggi bakteri pengoksidasi NH3 pada sampel air strata 0 cm
sejalan dengan hasil DGGE yang menunjukkan adanya tingkat keragaman
tertinggi pada strata tersebut. Keragaman jenis bakteri pada strata tersebut pun
berbeda dengan keragaman jenis pada dua strata lainnya. Meskipun jumlah
keragaman pada strata 110 dan 230 sama akan tetapi keduanya memiliki
keragaman jenis yang berbeda. Terdapat satu keragaman jenis bakteri
35
pengoksidasi NH3 yang konsisten berada pada ketiga strata sampel air (pita DNA
no. 3). Hal ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut dapat beradaptasi baik
terhadap perubahan faktor fisika seperti suhu, pH dan O2 terlarut maupun faktor
kimia seperti senyawa nitrogen terlarut.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan penggunaan gen amoA
sebagai marker dapat mengungkapkan perubahan komposisi komunitas bakteri
pengoksidasi NH3 sebagai respon terhadap perubahan lingkungan seperti
konsentrasi NH3 (Kowalchuk dan Stephen 2001) dan pH (De Boer dan
Kowalchuck 2001). Perbedaan kedalaman seiring dengan adanya perbedaan suhu
pada kolom air situ Sawangan-Bojongsari. Adanya perbedaan suhu telah
menunjukkan perbedaan keragaman bakteri pengoksidasi NH3 baik pada tingkat
jumlah maupun jenis. Keragaman bakteri pengoksidasi NH3 menurun seiring
dengan menurunnya suhu dikolom air. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Avrahami dan Conrad (2003) yang menunjukkan bahwa perbedaan suhu dapat
menyebabkan perbedaan komposisi komunitas pada bakteri pengoksidasi NH3.
Penurunan suhu juga dapat mengurangi keragaman komunitas bakteri
pengoksidasi NH3. Urakawa et al. (2008) menunjukkan bahwa tingkat keragaman
bakteri pengoksidasi NH3 lebih rendah pada akuarium dengan biofiltrasi suhu
rendah (5.5 °C) dibandingkan pada akuarium dengan suhu lebih tinggi (19.9 °C).
Sekuen nukleotida dari keenam isolat gen amoA hasil DGGE yang
diidentifikasi berdasarkan analisis kemiripan nukleotida menunjukkan kemiripan
dengan amoA dari uncultured bacterium. Akan tetapi keenam isolat gen amoA
secara filogenetik memiliki kekerabatan terdekat dengan Nitrosospira. Hal ini
dapat menunjukkan bahwa jenis bakteri pengoksidasi NH3 di Situ SawanganBojongsari sebesar 60% sudah dapat diketahui termasuk ke dalam genus
Nitrosospira. Beberapa spesies Nitrosospira telah diketahui memiliki kemampuan
untuk mengoksidasi NH3 (Stephen et al. 1998, Jiang dan Baken 1999)
Primer AmoA-1F dan AmoA-2R telah banyak digunakan untuk melihat
keragaman bakteri pengoksidasi NH3. Penelitian Francis et al. (2003)
menunjukkan bahwa dengan primer tersebut telah dapat mengungkapkan
keragaman bakteri pengoksidasi NH3 di Teluk Chesapeake, North Amerika
dimana bakteri pengoksidasi NH3 didominasi oleh kelompok bakteri Nitrosospira
dan Nitrosomonas. Hasil penelitian Chu et al. (2007) dengan primer yang sama
melaporkan bahwa keragaman bakteri pengoksidasi NH3 di lahan pertanian
dengan aplikasi pemupukan dan penambahan bahan organik didominasi oleh
kelompok bakteri Nitrosospira.
Kelompok bakteri pengoksidasi NO2 berperan penting dalam siklus N selain
pengoksidasi NH3 dimana keduanya dapat beraktivitas pada lapisan oksik
diperairan. Kelompok bakteri ini berperan dalam masuknya senyawa NO3 ke
dalam sistem perairan. Kelimpahan bakteri pengoksidasi NO2 yang semakin
menurun dengan bertambahnya kedalaman diduga disebabkan oleh adanya
penurunan kelarutan oksigen seiring dengan bertambahnya kedalaman. Senyawa
NO2 merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara NH4 dan NO3 sehingga
keberadaannya bersifat sementara dan akumulasinya pada umumnya rendah
(Sigee 2005). Akumulasinya yang rendah pada kolom air situ SawanganBojongsari dapat terjadi akibat adanya aktivitas bakteri pengoksidasi NO2 dan
pereduksi NO2. Pada lapisan kolom air yang bersifat aerobik memungkinkan
terjadinya aktivitas bakteri pengoksidasi NO2 yang akan mengubah NO2 menjadi
36
NO3. Pada lapisan inipun memungkinkan untuk terjadinya aktivitas reduksi NO2
oleh bakteri denitrifikasi dimana memanfaatkan NO2 sebagai akseptor elektron
alternatif pengganti oksigen.
Profil kelimpahan bakteri pengoksidasi NO2 cenderung berbanding terbalik
dengan konsentrasi senyawa organik pada kolom air baik TOM, DOM, maupun
TOC. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kelimpahan bakteri pengoksidasi NO2
diduga tidak dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa organik. Hal ini dapat
dimengerti karena pada umumnya bakteri pengoksidasi NO2 merupakan bakteri
kemolitoautotrof obligat yang memperoleh energi untuk pertumbuhannya melalui
oksidasi NO2 menjadi NO3 dan menggunakan CO2 sebagai sumber C (Bothe et al.
2000). Meskipun di lain pihak dalam perkembangan informasinya sejak tahun
1970an sudah dapat diketahui bahwa terdapat bakteri pengoksidasi NO2 yang
bersifat litoautotrof fakultatif yaitu beberapa strain dari Nitrobacter dimana dapat
tumbuh dengan keberadaan senyawa organik (Bock et al. 1983). Hasil penelitian
Degrange et al. (1997) menujukkan bahwa pertumbuhan dan tingkat stabilitas
komunitas bakteri Nitrobacter yaitu kompetisi di antara strain bakteri tersebut
pada tahap awal dikendalikan oleh konsentrasi NO2 yang tersedia dan
menunjukkan bahwa komunitas didominasi oleh kelompok autotrof. Kompetisi
dalam komunitas bakteri tersebut selanjutnya dibatasi oleh kemampuan strain
bakteri dalam menggunakan sumber C pada saat kondisi aerob dan anaerob.
Dalam kondisi ini konsentrasi O2 sudah terbatas akibat adanya strain bakteri
autotrof yang mendominasi pada tahap awal. Sehingga pertumbuhan strain
heterotrof meningkat seiring dengan penurunan kelimpahan strain autotrof. Dalam
hal ini dapat dikatakan bahwa sumber C organik lebih bersifat permanen
dibandingkan NO2 sebagai pembentuk komunitas bakteri Nitrobacter dan dapat
menunjukkan bahwa strain heterotrof lebih bersifat toleran terhadap perubahan
lingkungan.
Kelimpahan bakteri pereduksi NO3 di situ Sawangan-Bojongsari yang
semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman diduga erat kaitannya
dengan konsentrasi O2 terlarut dan senyawa organik. Konsentrasi O2 terlarut yang
semakin menurun dan senyawa organik yang semakin meningkat dengan
bertambahnya kedalaman diduga meningkatkan aktivitas bakteri pereduksi NO3.
Dengan menurunnya akumulasi senyawa NO3 seiring dengan meningkatnya
kelimpahan bakteri pereduksi NO3 dapat menunjukkan bahwa NO3 digunakan
sebagai akseptor elektron pengganti O2 dalam proses oksidasi senyawa organik.
Dalam hal ini senyawa organik karbon berperan sebagai donor elektron. Elektron
yang diperoleh dari oksidasi senyawa karbon tersimpan pada molekul NADH dan
FADH2 yang akan berperan sebagai donor elektron antara pada rantai respirasi.
Jenis sumber C juga diketahui turut mempengaruhi aktivitas reduksi NO3. Hasil
penelitian Kelso et al. (1999) menunjukkan bahwa aktivitas reduksi nitrat bakteri
pada sedimen perairan air tawar dengan kondisi anaerob lebih tinggi dengan
penambahan sumber karbon glukosa (90,6 %) dibandingkan dengan penambahan
asetat (72%). Adapun ditemukan kelimpahan yang sama bakteri pereduksi NO3
pada sedimen strata 2-5 cm dan 5-10 cm tetapi dengan konsentrasi DOM dan
TOC yang lebih tinggi pada strata 2-5 diduga disebabkan oleh adanya konsentrasi
O2 terlarut yang lebih rendah pada strata 5-10 sebagai lapisan sedimen yang
paling bawah. Konsentrasi O2 terlarut yang lebih rendah memungkinkan
37
terjadinya aktivitas reduksi NO3 yang lebih tinggi sehingga akan sangat
mendukung pertumbuhan bakteri pereduksi NO3 pada kondisi lingkungan anaerob.
Aktivitas bakteri pereduksi NO3 pada beberapa bakteri dapat terjadi pada
rentang konsentrasi O2 terlarut yang berbeda. Bakteri Pseudomonas stutzeri tidak
dapat melakukan aktivitas reduksi NO3 pada kondisi aerobik. Sintesis enzim NO3
reduktase pada bakteri ini terjadi pada konsentrasi O2 terlarut dibawah 5 mg/L
(Lalucat et al. 2006).
Akumulasi senyawa NO2 yang rendah pada kolom air atau bahkan tidak
terdeteksi pada sedimen di situ Sawangan-Bojongsari diduga dapat terjadi akibat
adanya aktivitas bakteri denitrifikasi yaitu pereduksi NO2. Kelimpahan senyawa
organik yang tinggi dan konsentrasi O2 yang rendah pada lapisan sedimen diduga
dapat menyebabkan tingginya aktivitas bakteri pereduksi NO2. Richardson (2000)
mengemukakan bahwa denitrifikasi merupakan proses reduksi NO3 yang
berhubungan langsung dengan proses transfer elektron, dimana senyawa organik
berperan sebagai donor elektron dan NO3 sebagai akseptor elektron terakhir.
Bakteri denitrifikasi juga dapat memanfaatkan NO2, NO, atau N2O sebagai
akseptor elektron terakhir pengganti O2 dalam rantai respirasi (Zumft 1997,
Richardson 2000).
Gen nosZ hanya dapat teramplifikasi dari sampel sedimen, walaupun hasil
analisis kelimpahan bakteri pereduksi NO3 menunjukan nilai yang positif pada
sampel air. Hal ini dapat menunjukkan bahwa bakteri pereduksi NO3 yang
terdapat pada kolom air tidak memiliki kemampuan untuk sekaligus mereduksi
gas N2O dan bakteri pereduksi NO3 yang terdapat pada sedimen diantaranya
mampu mereduksi gas N2O. Gen nosZ merupakan gen yang berperan dalam
reaksi akhir pada tahapan proses denitrifikasi (Zumft 1997). Beberapa bakteri
dapat melakukan aktivitas denitrifikasi secara lengkap yang meliputi reaksi
reduksi NO3 menjadi NO2, reduksi NO2 menjadi NO, reduksi NO menjadi N2O
dan reduksi N2O menjadi gas N2 seperti Pseudomonas stutzeri (Lalucat et al.
2006) dan Bradyrhizobium japonicum. Tidak teramplifikasinya bakteri yang
membawa gen nosZ pada kolom air dapat diduga karena adanya penghambatan
oksigen terhadap pertumbuhan bakteri pereduksi N2O. Wlodarczyk et al. (2004)
menyatakan bahwa reduksi N2O menjadi N2 lebih mudah dihambat oleh O2
dibandingkan reduksi NO3 menjadi N2O.
Keragaman tertinggi bakteri pereduksi N2O di perairan situ SawanganBojongsari terdapat pada lapisan sedimen strata 2-5 cm dan keragaman terendah
terdapat pada strata 5-10 cm. Perbedaan keragaman bakteri tersebut pada masingmasing strata diduga disebabkan oleh perbedaan karakteristik parameter fisika dan
kimia pada masing-masing strata sedimen. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa komunitas bakteri denitrifikasi dipengaruhi oleh kondisi tanah seperti suhu,
kelembaban, pH dan konsentrasi substrat (seperti NO3, NO2 dan senyawa organik
karbon) (Stres et al. 2008, Henderson et al. 2010 ).
Ketujuh isolat gen nosZ yang diidentifikasi berdasarkan analisis filogenetik
diketahui memiliki kekerabatan terdekat dengan bakteri Azospirillum. Hasil
penelitian Tibelius dan Knowles (1984) menunjukkan bahwa Azospirillum
brasilens sp7 merupakan salah satu organisme yang menggunakan aktivitas
hidrogenase (H2 uptake system) pada saat kondisi denitrifikasi yaitu dengan
kondisi anaerob dimana N2O sebagai akseptor elektron dan NH4Cl sebagai
sumber nitrogen.
38
Penggunaan primer yang sama telah dapat mengungkapkan keragaman
bakteri pereduksi N2O pada beberapa kondisi lingkungan yang berbeda. Hou et al.
(2012) dapat mengungkapkan keragaman bakteri berdasarkan gen nosZ pada
sistem pengolahan limbah tanaman dengan daerah geografis yang berbeda dimana
keragaman bakteri yang diperoleh termasuk dalam α- atau β-proteobakteria,
Alicycliphilus denitricans, Herbaspirillum sp., Paracoccus denitrificans, dan
Rhodopseudomonas palustris. Penelitian Enwall et al. (2005) menggunakan
primer yang sama dapat mengungkapkan komposisi dari keragaman komunitas
bakteri denitrifikasi sebagai perbedaan respon terhadap lamanya pemupukan.
Bakteri pereduksi NO3-denitrifikasi berperan dalam pelepasan senyawa
nitrogen (NO3) dari lingkungan perairan yaitu menjadi gas N2O atau N2. Berbeda
halnya dengan bakteri DNRA yang selain melepaskan senyawa NO3 dari
lingkungan tetapi turut berperan penting dalam menyediakan senyawa nitrogen
(NH4) kembali sehingga dapat digunakan oleh organisme lainnya di lingkungan
perairan. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri DNRA berperan penting dalam
jaring-jaring makanan di ekosistem tersebut.
Peningkatan senyawa NH4 seiring dengan bertambahnya kedalaman di situ
Sawangan-Bojongsari diantaranya juga disebabkan oleh adanya aktivitas bakteri
DNRA. Kelimpahan bakteri tersebut juga meningkat seiring dengan menurunnya
senyawa NO3 dan NO2 serta O2 terlarut. Selain itu, kelimpahan bakteri tersebut
juga meningkat seiring dengan meningkatnya senyawa organik. Bakteri DNRA
merupakan bakteri pereduksi NO3 yang bersifat fermentatif sehingga keberadaan
senyawa organik juga dapat turut mempengaruhi aktivitasnya. Ketersediaan
sulfida juga berpengaruh dalam aktivitas dari bakteri pereduksi NO3 yaitu dapat
menghambat pada dua tahap reaksi akhir denitrifikasi sehingga memicu untuk
terjadinya aktivitas reduksi NO3 melalui jalur DNRA (Burgin dan Stephen 2007).
Peningkatan senyawa NH4 seiring dengan meningkatnya kedalaman pada
kolom air diduga disebabkan oleh adanya aktivitas bakteri amonifikasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan aktivitas bakteri DNRA. Selain dikarenakan
kelimpahannya yang lebih rendah dibandingkan bakteri amonifikasi, bakteri
DNRA bersifat anaerob sehingga aktivitasnya sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan O2 (Moreno-Vivian et al. 1999). Ketersedian O2 terlarut pada kolom
air memungkinkan terdapatnya kelimpahan serta aktivitas bakteri amonifikasi
yang lebih tinggi dibandingkan bakteri DNRA. Kelimpahan bakteri amonifikasi
semakin meningkat dengan meningkatnya senyawa TOM. Proses amonifikasi
sangat berkaitan erat dengan proses perombakan bahan organik. Menurut Patel et
al. (2000) tingginya konsentrasi protein, polipeptida dan peptida pada badan air
dapat menjadi faktor utama bagi pertumbuhan bakteri proteolitik secara intensif.
Dengan tingginya pertumbuhan bakteri proteolitik diduga dapat meningkatkan
aktivitas amonifikasi.
39
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kelimpahan tertinggi bakteri pemfiksasi N2 terdapat di sedimen pada strata
2-5 cm (4.43 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada kolom air strata 0
cm (2.46 Log sel/mL). Bakteri pengoksidasi NH3 dan NO2 hanya terdapat pada
bagian kolom air. Kelimpahan tertinggi bakteri pengoksidasi NH3 terdapat pada
strata 0 cm (2.43 Log sel/mL) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 230
cm (1.86 Log sel/mL). Kelimpahan tertinggi bakteri pengoksidasi NO2 terdapat
pada strata 0 cm (2.87 Log sel/ml) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata
230 cm (1.48 Log sel/mL). Kelimpahan tertinggi bakteri pereduksi NO3
(denitrifikasi) terdapat pada sedimen dengan strata 2-5 dan 5-10 cm (6.04 Log
sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 0 cm (1.32 Log sel/mL).
Kelimpahan tertinggi bakteri pereduksi NO3 menjadi NH4 (DNRA) terdapat pada
sedimen strata 5-10 cm (4.32 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada
kolom air strata 0 dan 110 cm (1.56 Log sel/mL). Kelimpahan tertinggi bakteri
amonifikasi terdapat pada sedimen dengan strata 5-10 cm (4.43 Log sel/g) dan
kelimpahan terendah terdapat pada strata 0 cm (1.86 Log sel/mL).
Pada perairan situ Sawangan-Bojongsari terdapat 11 keragaman jenis bakteri
pemfiksasi N2. Analisis filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida sebanyak 6
isolat gen nifH hasil DGGE menunjukkan bahwa isolat gen nifH diantaranya
memiliki kekerabatan terdekat dengan Bradyrhyzobium sp. ORS324. Azospirillum
brasilense dan Azotobacter vinelandii. Komunitas bakteri pengoksidasi NH3
terdiri dari 10 keragaman jenis dan berdasarkan analisis filogenetik sebanyak 6
isolat gen amoA memiliki kekerabatan paling dekat dengann genus Nitrosospira.
Sedangkan komunitas bakteri pereduksi gas N2O di situ Sawangan-Bojongsari
berdasarkan hasil analisis DGGE dari gen nosZ dapat diketahui terdiri dari 12
keragaman. Sebanyak 7 isolat gen nosZ memiliki kekerabatan terdekat dengan
genus Azospirillum.
Saran
Penelitian ini meliputi kajian mengenai kelimpahan dan keragaman bakteri
yang berperan dalam siklus N serta distribusi parameter fisika dan kimia yang
diketahui dapat mempengaruhi komunitas bakteri tersebut di situ SawanganBojongsari. Untuk dapat memberikan informasi yang lengkap sehingga dapat
dijadikan acuan dalam penetapan kelayakan perairan tersebut sebagai habitat bagi
produksi perikanan seperti sistem budidaya Karamba Jaring Apung (KJA) maka
diperlukan kajian mengenai aktivitas dari bakteri yang berperan dalam siklus N
khususnya bagi penghasil dan perombak senyawa nitrogen yang bersifat toksik.
40
DAFTAR PUSTAKA
Alef K, Kleiner D. 1986. Arginine ammonification, a simple method to estimate
microbial activity potential in soils. Soil Biol Biochem 18: 233-235.
Alonso A, Camargo JA. 2006. Ecological and toxicological effects of inorganic
nitrogen pollution in aquatic ecosystems: A global assessment. Environment
International 32: 831-849.
Anderson DM, Glibert PM, Burkholder JM. 2002. Harmful algal blooms and
eutrophication: nutrient sources, composition, and consequences. Estuaries
25: 704-26.
Arp DJ, Chain PSG, Klotz MG. 2007. The impact of genome analyses on our
understanding of ammonia-oxidizing bacteria. Ann Rev Microbiol 61: 503528.
Auman AJ, Speake CC, Lidstrom ME. 2001. nifH sequences and nitrogen fixation
in type I and type II methanotrophs. Appl Environ Microbiol 67(9): 40094016.
Avrahami S, Conrad R. 2003. Patterns of community change among ammonia
oxidizers in meadow soils upon long-term incubation at different
temperatures. Appl Environ Microbiol 69(10): 6152-6164.
Barak P, Molina JAE, Hadas A, Clapp CE. 1990. Mineralization of amino acids
and evidence of direct assimilation of organic nitrogen. Soil Sci Soc of
America J 54: 769-774.
Benson DR, Silvester WB. 1993. Biology of Frankia strains, actinomycete
symbionts of actinorhizal plants. Microbiological Rev 57: 293-319.
Bock E, Sundermeyer-Klinger H, Sttackebrandt E. 1983. New facultative
litotrophic nitrite oxydizing bacteria. Arch Microbiol 136: 281-284.
Bothe H, Jost G, Schloter M, Ward BB, Witzel KP. 2000. Molecular analysis of
ammonia oxidation and denitrification in natural environments. FEMS
Microbiol Rev 24: 673-690.
Burgin AJ, Stephen KH. 2007. Have we overemphasized the role of
denitrification in aquatic ecosystems? A review of nitrate removal pathways.
Front Ecol Environ 5(2): 89-96.
Cappucino GJ, Sherman N. 1983. Microbiology : A Laboratory Manual.
California (US). Addison-Wesley Publishing Company Inc. hlm 31-35.
Caroline HO, Angela J, Carlo L, Julia MC, Stephen PC. 2001. Diversity and
activity of free living nitrogen fixing bacteria and total bacteria in organic
and conventionally managemen soils. Appl Environ Microbiol 77(3): 911919.
Carpenter SR, Caraco NF, Correll DL, Howarth RW, Sharpley AN, Smith VH.
1998. Nonpoint pollution of surface waters with phosphorus and nitrogen.
Ecol Appl 8: 559-568.
Chen JS, Toth J, Kasap M. 2001. Nitrogen-fixation genes and nitrogenase activity
in Clostridium acetobutylicum and Clostridium beijerinckii. J Ind Microbiol
Biotechnol 27(5): 281-286.
Cheng SY, Chen JC. 2002. Study on the oxyhemocyanin, deoxyhemocyanin,
oxygen affinity and acid–base balance of Marsupenaeus japonicus
41
following exposure to combined elevated nitrite and nitrate. Aquatic Toxicol
61:181-193.
Chu H, Fujii T, Morimoto S, Lin X, Yagi K, Hu Junli, Zhang J. 2007. Community
structure of ammonia-oxidizing bacteria under long-term application of
mineral fertilizer and organic manure in a sandy loam soil. Appl Environ
Microbiol 73(2): 485-491.
Constable M, Charlton M, Jensen F, McDonald K, Craig G, Taylor KW. 2003. An
ecological risk assessment of ammonia in the aquatic environment. Hum
Ecol Risk Assess 9: 527-548.
De Boer W, Kowalchuk GA. 2001. Nitrification in acid soils: microrganisms and
mechanisms. Soil Biol Biochem 33: 853-866.
Degrange V, Robert L, Rene B. 1997. Activity, size and structure of Nitrobacter
community as affected by organic carbon and nitrite in sterile soil. FEMS
Microbiol Ecol 24: 173-180.
Edwards JW, Joseph DC, David A. 2005. Hypolimnetic oxygen depletion
dinamycs in the central basin of lake Erie. Ecol Model 31(2): 262-271.
Efendi H, Hartoto DI, Erwin. 1996. Telaah lanjutan karakteristik kualitas air di
Situ Bojongsari, Bogor. JIPI 6(1): 11-14.
Ellington MJK, Bhakoo KK, Sawers G, Richardson DJ, Ferquson SJ. 2002.
Hierarchy of carbon sources selection in Paracoccus pantothrophus: strict
correlation between reduction state of the carbon substrate and aerobic
expression of the nap operon. J of Bacteriol 184: 4767-4774.
Enwall K, Philippot L, Hallin S. 2005. Activity and composition of the
denitrifying bacterial community respond differently to long-term
fertilization. Appl Environ Microbiol 71(12): 8335-8343.
Firth JR, Edwards C. 2000. Analysis of denitrification by Pseudomonas stutzeri
under nutrient-limited condition using membran inlet mass spectrometry. J
of Appl Microbiol 88: 853-859.
Fischer HM. 1994. Genetic regulation of nitrogen fixation in Rhizobia. Microbiol
Rev 58(3): 352-386.
Francis CA, Beman JM, Kuypers MM. 2007. New processes and players in the
nitrogen cycle: the microbial ecology of anaerobic and archaeal ammonia
oxidation. The ISME J 1: 19-27.
Francis CA, Mullan GD, Ward BB. 2003. Diversity of ammonia monooxygenase
(amoA) genes across environmental gradients in Chesapeake Bay Sediment.
Geobiology 1: 129-140.
Gallon JR. 1992. Reconciling the incompatible: N2 fixation and O2. New Phytol
122: 571-609.
Garg SK, Bhatnagar A, Kalla A, Narula N. 2001. In vitro nitrogen fixation,
phosphate solubilization, survival and nutrient release by Azotobacter strains
in an aquatic system. Bioresour Technol 80: 101-109.
Greenberg AE, Clesceri LS, Eaton AD. 1992. Standard Methods for Examination
of Water and Wastewater. Ed ke-18. Washington DC (US): Publication
Office American Public Health Assoc.
Griffin BM, Schott J, Schink,B. 2007. Nitrite, an electron donor for anoxygenic
photosynthesis. Science 316: 1870-1879
42
Harris RR, Coley S. 1991. The effects of nitrite on chloride regulation in the
crayfish Pacifastacus leniusculus Dana (Crustacea Decapoda). J Comp
Physiol 161B: 199-206.
Hayatsu M, Tago K, Saito M. 2008. Various players in the nitrogen cycle:
Diversity and functions of the microorganisms involved in nitrification and
denitrification. Soil Sci and Plant Nutri 54: 33-45.
Head IM, Hiorns WD, Embley TM, McCarthy AJ, Saunders JR. 1993. The
phylogeny of autotrophic ammonia-oxidizing bacteria as determined by
analysis of 16S ribosomal RNA gene sequences. J Gen Microbiol 139:
1147-1153.
Henderson SL, Dandie CE, Patten CL, Zebarth BJ, Burton D, Trevors JT, Goyer
C. 2010. Changes in denitrifier abundance, denitrification gene mRNA
levels, nitrous oxide emissions, and denitrification in anoxic soil microcosms
amended with glucose and plant residues. Appl Environ Microbiol 76(7):
2155-2164.
Hou J, Li L, Zhang S, Wang P, Wang C. 2012. Diversity of nosZ gene in three
municipal wastewater treatment plants located in different geographic
regions. African J of Microbiol Res 6(15): 3574-3581.
Jensen FB. 1996. Uptake, elimination and effects of nitrite and nitrate in
freshwater crayfish (Astacus astacus). Aquat Toxicol 34: 95-104.
Jiang QQ, Bakken LR. 1999. Comparison of Nitrosospira strains isolated from
terestial environment. FEMS Microbiol Ecol 30: 171-186.
Jickells TD. 2005. External inputs as a contributor to eutrophication problems. J
Sea Res 54: 58-69.
Kelso BHL, Smith RV, Laughlin RJ. 1999. Effects of carbon substrates on nitrite
accumulation in freshwater sediments. Appl Environ Microbiol 5(1): 61-66.
Kowalchuk GA, Stephen JR. 2001. Ammonia-oxidizing bacteria: a model for
molecular microbial ecology. Ann Rev Microbiol 55: 485-529.
Krishnamurthy A, Moore JK, Zender CS, Luo C. 2007. Effects of atmospheric
inorganic nitrogen deposition on ocean biogeochemistry. J of geophysical
Research 112: 1-10
Lalucat J, Bennasar A, Bosch R, Garcia-Valdes E, Palleroni NJ. 2006. Biology of
Pseudomonas stutzeri. Microbiol Mol Biol Rev 70(2): 510-547.
Landgrebe JC, Weaper RH. 1966. Deamination of amino acids by Clostridium
botulinum. J of Bacteriol 92: 1565-1566.
Linkerhägner K, Oelze J. 1995. Cellular ATP level and nitrogenase switchoff
upon oxygen stress in chemostat cultures of Azotobacter vinelandii. J
Bacteriol 177: 5289-5293.
Liu J, Lee F, Lin C, Yao X, Davenport JW, Wong T. 1995. Alternative function of
the electron transport system in Azotobacter vinelandii: removal of excess
reductant by the cytochrome d pathway. Appl Environ Microbiol 61: 39984003.
Lopes FJ, Catarina S. 2006. Temporal and spatial distribution of dissolved oxygen
in the Ria De Aveiroo lagoon. Ecological Modelling 197 (1-2): 67-88.
Mohan SB, Schmid M, Jetten M, Cole J. 2004. Detection and widespread
distribution of the nrfA gene encoding nitrite reduction to ammonia, a short
circuit in the biological nitrogen cycle that competes with denitrification.
FEMS Microbiol Ecol 49: 433-443.
43
Moreno-Vivian C, Cabello P, Martinez-Luque M, Blasco R, Castillo F. 1991.
Procaryotic nitrate reduction; Molecular properties and functional distinction
among bacterial nitrate reductase. J of Bacteriol 181: 6573-6484.
Murrell JC, Dalton H. 1983. Nitrogen fixation in obligate methanotrophs. J Gen
Microbiol 129: 3481-3486.
Niftrik LA, Fuerst JA, Damste JSS, Kuenen JG, Jetten MSM, Strous M. 2004.
The anammoxosome: an intracytoplasmic compartment in anammox
bacteria. FEMS Microbiol Lett 233: 7-13.
Nygaard P, Bested SM, Andersen KAK, Saxild HH. 2000. Bacillus subtilis
guanine deaminase is encoded by the yknA gene and is induced during
growth with purine as nitrogen source. Microbiol 146: 3061-3069.
Paerl HW, Dennis RL, Whitall DR. 2002. Atmospheric deposition of nitrogen:
Implications for nutrient over-enrichment of coastal waters. Estuaries 25:
677-693.
Patel AB, Fukami K, Ni shi jama T. 2000. Regulation of seasonal variability of
aminopeptidase activities in surface and bottom waters of Uranouchi Inlet,
Japan-Aqua. Microbial Ecol 21: 139-149.
Patten C, Glick BR. 1996. Bacterial biosynthesis of lndole - 3-acetic acid. Can J
Microbiol 42: 207-220.
Peoples MB, Crasswell ET. 1992. Biological nitrogen fixation: investments,
expectations and actual contributions to agriculture. Plant Soil 141:13-39.
Phillips DA, Martinez-Romero E, Yang GP, Joseph CM. 2000. Release of
Nitrogen: a key trait in selecting bacterial endophytes for agronomically
useful nitrogen fixation. Di dalam Ladha JK, Reddy PM, editor. The Quest
for Nitrogen Fixation in Rice. Proceedings on the Third Working Group
Meeting on Assesing Opportunities for Nitrogen Fixation in Rice, 9-12
August. 1999, Los Banos: IRRI. hlm 205-219.
Prabhu KA. 1984. Deamination of amino acids by Bacillus pasteurii. Enzyme and
Microb Tech : 65-67.
Purnama NE. 2008. Pendugaan Erosi dengan Metode USLE (Universal Soil Loss
Equation) di Situ Bojongsari, Depok. [Tesis]. Bogor (ID). Departemen
Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Rabalais NN. 2002. Nitrogen in aquatic ecosystems. Ambio 31: 102-12.
Rabalais NN, Turner RE, Wiseman WJ Jr. 2002. Gulf of Mexico Hypoxia, a.k.a.
‘‘The Dead Zone’’. Ann Rev of Ecol and System 33: 235-63.
Richardson J. 1997. Acute ammonia toxicity for eight New Zealand indigenous
freshwater species. NZ J Mar Freshw Res 31: 85-90.
Richardson DJ. 2000. Bacterial respiration: a flexible process for a changing
environment. Microbiol 146: 551-571.
Rius N, Fuste MC, Guasp C, Lalucat J, Loren JG. 2001. Clonal population
structure of Pseudomonas stutzeri, a species with exceptional diversity. J of
Bacteriol 183: 736-744.
Russo RC, Thurston RV, Emerson K. 2001. Acute toxicity of nitrite to rainbow
trout (Salmo gairdneri): effects of pH, nitrite species, and anion species.
Can J Fish Aquat Sci 38: 387-393.
Salmin. 2005. Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biologi (BOD)
sebagai salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Oceana 3:
21-26.
44
Schalk J, Oustad H, Kuenen H, Jetten MSM. 1998. The anaerobic oxidation of
hydrazine: a novel reaction in microbial nitrogen metabolism. FEMS
Microbiol Lett 158: 61-67.
Schubert CJ, Durisch-Kaiser E, Wehrli B, Thamdrup B, Lam P, Kuypers MMM.
2006. Anaerobic ammonium oxidation in a tropical freshwater system (Lake
Tanganyika). Environ Microbiol 8(10): 1857-1863.
Scott G, Crunkilton RL. 2000. Acute and chronic toxicity of nitrate to
fatheadminnows (Pimephales promelas), Ceriodaphnia dubia and Daphnia
magna. Environ Toxicol Chem 19: 2918-2922.
Siegbahn PEM, Westerberg J, Svenson M, Crabtree RH. 1998. Nitrogen fixation
by nitrogenase : A quantum chemical study. J Phys Chem B102: 1615- 1623.
Sigee DC. 2005. Freshwater Microbiology; Biodiversity and Dinamic Interaction
of Microorganism in The Aquatic Environment. John Wiley & Son. England
(GB): J Wiley.
Sinha B, Annachhatre AP. 2007. Partial nitrification-operational parameters and
microorganism involved. Rev Environ Sci Biotechnol 6: 285-313.
Smith RL, Van Baalen C, Tabita FR. 1990. Contol of nitrogenise recovery from
oxygen inactivation by ammonia in the Cyanobacterium Anabaena sp Strain
CA (ATCC 33047). J of Bacteriology 172(5): 2788-2790.
Stephen JR, Kowalchuk GA, Bruns MAV, McCaig AE, Philips CJ, Embley TM,
Prosser JI. 1998. Analysis of β-subgroup proteobacterial ammonia oxidizer
populations in soil by denaturing gradient electrophoresis analysis and
hierarchical phylogenetic probing. Appl Environ Microbiol 64(8): 29582965.
Stres B, Danevcic T, Pal L, Fuka MM, Resman L, Leskovec S, Hacin J, Stopar D,
Mahne I, Mandic-Mulec I. 2008. Influence of temperature and soil water
content on bacterial, archaeal and denitrifying microbial communities in
drained fen grassland soil microcosms. FEMS Microbiol Ecol 66: 110-122.
Tarigan. 1989. Fluktuasi Zona Fotik. Di dalam: Nontji A, Hartoto DI, editor.
Limnologi Situ Bojongsari. Puslit Limnologi LIPI. Bogor. hlm 20-29.
Teske A, Alm E, Regan JM, Toze S, Rittmann BE, Stahl DA. 1994. Evolutionary
relationships among ammonia- and nitrite-xidizing bacteria. J Bacteriol 176:
6623-6630.
Thiel T, Lyons EM, Erker JC, Ernst A. 1995. A second nitrogenase in vegetative
cells of a heterocyst-forming cyanobacterium. Proc Natl Acad Sci 92: 93589362.
Tibelius KH, Knowles R. 1984. Uptake hidrogenase activity in denitrifying
Azospirillum brasilense grown anaerobically with nitrous oxide or nitrate. J
of Bacteriol 157 (1): 84-88.
Umbarger HE, Brown B. Threonine deamination in Echerichia coli II. : Evidence
for two I-threonine deaminases. J Bacteriol 73(1): 105-113.
Urakawa H, Tajima Y, Numata Y, Tsuneda S. 2008. Low temperature decreased
the phylogenetic diversity of ammonia-oxidizing archaea and bacteria in
aquarium biofiltration systems. Appl Environ Microbiol 74(3): 894-899.
Van Rhyn P, Vanderleyden J. 1995. The Rhizobium-plant symbiosis.
Microbiological Rev 59: 124-142.
Vande Brock A, Vanderleyden J. 1995. Review: genetics of the Azospirillumplant association. Crit Rev Plant Sci 5: 445-466.
45
Vande Brock A, Keijers V, Vanderleyden J. 1996. Effect of oxygen on the freeliving nitrogen fixation activity and expression of the Azospirillum
brasilense nifH gene in various plant -associated diazotrophs. Symbiosis 21:
25-40.
Vasilis ZA, Soultana KG. 2003. Simulation of water temperature and dissolved
oxygen distribution in lake Verogitis, Greece. Ecol Model 160: 39-53.
Witheley HR, Tahara M. 1966. Threonine deaminase of Clostridium
tetanomorphum. I. Purification and properties. J of Biological Chem
241(21): 4881-4889.
Wlodarczyk T, Glinski J, Kotowska U. 2004. N2O emmisison from mineral soils.
Res Agr Eng 50: 117-22.
Wurts WA. 2003. Pond pH cycle and ammonia toxicity. World Aquacult 34(2):
20-21.
Zaman M, Di HJ, Cameron, KC. 1999. Gross N-mineralization and nitrification
rates and their relationships to enzyme activities and soil microbial biomass
in soils treated with dairy shed effluent and ammonium fertilizer in the field.
Soil Use and Management 15: 188-194.
Zamaroczy M, Delorme F, Elmerich C. 1989. Regulation of transcription and
promoter mapping of the structural genes for nitrogenase (nifHDK) of
Azospirillum brasilense Sp7. Mol Gen Genet 220: 88-94.
Zhan J, Sun Q. 2011. Diversity of free-living nitrogen microorganism in wetlands
of copper mine tailing during the process of natural ecological restoration. J
of environ sci 23(3): 476-487.
Zhang Y, Ruan XH, Op de Camp HJM, Smits TJM, Jetten MSM, Scmid MC.
2007. Diversity and abundance of aerobic and anaerobic ammoniumoxidizing bacteria in freshwater sediments of the Xinyi River (China).
Environ Microbiol 9:2375-2382.
Zumft WG. 1997. Cell biology and molecular basic of denitrification. Microbiol
and Mol Biol Rev: 533-616.
46
Lampiran 1 Urutan nukleotida hasil sekuensing dari pita DNA-DGGE gen nifH
>1st_BASE_1337833_NifH_1_PolF
AGGACACAGTCCCGAGCTGGCTGCTGCAAAAGGGGGGAAGGTCGAGGTCCTGGAGCT
CGAAGAGGTGATGAAGGTCGTTACCGCCAAATTGCGCTGAGTAGTCGGCGTTCCGGC
GATTGACAGTGCGCGAAAGGCTAGCGCGGCGCAAGTCATCACCTCCATCCACTTCCTC
GGAGAGAACGGCGCCTATGAGGACATCGACTATGTTTCCTACTACGAGCTCGTCGAC
GTCGTGTGCTGCGGCTTTTCCATGCCGATCCGCGAGAACAACGAGCAGGAAATCTACT
TCGTCATGACGGGCGAAAAGATGGATTGA
>1st_BASE_1337834_NifH_1_AQER
AGGACAAGCAGTCCCGAGCTGGCTGCTGCAAAAGGGGGGAAGGTCGAGGTCCTGGA
GCTCGAAGAGGTGATGAAGGTCGTTACCGCCAAATTGCGCTGAGTAGTCGGCGTTCC
GGCGATTGACAGTGCGCGAAAGGCTAGCGCGGCGCAAGTCATCACCTCCATCCACTT
CCTCGGAGAGAACGGCGCCTATGAGGACATCGACTATGTTTCCTACTACGAGCTCGTC
GACGTCGTGTGCTGCGGCTTTTCCATTGGCCGATCCGCGAGAACAACGAGCAGGAAA
TCTACTTCGTCATGACGGGCGAAAAGATGGATTGACC
>1st_BASE_1337835_NifH _2_PolF
NNAGAAGGACACAGTCCCGAGCTGGCTGCTGCAGGGGGAAGGTCGAGGACCTGGAG
CTCGAAGAGGTGATGAAGGTCGTTACCGCCATATTCGCTGCGCTGAGTAGTCGGCGTT
CCGGAGATGGTGTAGTTTGCGCGAAAGGCTAGCGCGGCGCAAGTCATCACCTCCATC
CACTTCCTCGAAGAGAACGGCGCCTATGAGGACATCGACTATGTTTCCTACTACGAGC
TCGTCGACGTCGTGTGCTGCGGCTTTTCCATGCCGATCCGCGAGAACAACGAGCAGGA
AATCTACTTCGTCATGACGGGCGAAAAGATGGCG
>1st_BASE_1337836_NifH _2_AQER
CCAGAGAAGGACACAGTCCCGAGCTGGCTGCTGCAGGGGGAAGGTCGAGGACCTGG
AGCTCGAAGAGGTGATGAAGGTCGTTACCGCCATATTCGCTGCGCTGAGTAGTCGGC
GTTCCGGAGATGGTGTAGTTTGCGCGAAAGGCTAGCGCGGCGCAAGTCATCACCTCC
ATCCACTTCCTCGAAGAGAACGGCGCCTATGAGGACATCGACTATGTTTCCTACTACG
AGCTCGTCGACGTCGTGTGCTGCGGCTTTTCCATGCCGATCCGCGAGAACAACGAGCA
GGAAATCTACTTCGTCATGACGGGCGAAAAGATGGCGNNNNNNN
>1st_BASE_1337837_NifH_3_PolF
NNNNNNNNNNNNNANNNNAGNANACGTCCTGAGCTNGCTGCTGCAGGNGGAAGGTC
GAGGACCTGGAGNTCGAAGAGGTGATGAAGGTCGNTACCGCCATATTCGCTGCGTGA
GTCCGGCGTTCCGGAGNNGGTGTCGGTTGCGCGGGCCGCGGCGTCATCACCTCCATCC
ACTTCCTCGAAGAGAACGGCGCCTATGAGGACATCGACTATGTTTCCTACTACGAGCT
CGTCGACGTCGTGTGCTGCGGCTTTTCCATGCCGATCCGCGAGAACAACGAGCAGGA
AATCTACTTCGTCATGACGGGCGAAAAGATGGCG
>1st_BASE_1337838_NifH_3_AQER
NNNNNNNNNNNGTCGCNGACTCCGATGTAGAGTCCTGAGCCGTGTTAGGCGAATCGT
CATGGTTAACCGGGCGGAGTTCGCCTCGAGGAACGTCATCGATGAATNGCCGCGTNC
TCGCCCTTCCCGTTCCCGGCTAGGAGTTGAGGGCGGTGATCACTTGCGTCGCGCTAGC
CTTTCTTGGGGTCTTCTCGATCGCCATAACCTCGACGCTTCCCGCTTCGGCCNACAGA
ATGAAGATCTTGTTCTGCGTCGTGTGCTACACGAGCGGGCGCGCCGAGGCGGCTTTCG
GATCGGAACTGTGGCTTGTGGTGTCCAAGCNGACGGGATTAGTCATCTTTTCGATCTC
AAAAATGCTGATGCTTAATTTGACATCGCCCTCTATGCCTCTGTCTTGCGCAATCCGC
GGGTAGCGCTGGTTTTTCTTCAGCTCCCTATGCGCCGCACTTCTAAACGTATTATGCGC
GGGGGNATATCCCCTTCGCTGGGCCCAGAGGCTTTGACTGGTTCTGGTGACAAAGGC
GTAGGCGCACGCGCTGGN
47
>1st_BASE_1320427_NifH_5_PolF
GAGCCCTATCTGCGGCAGCTCAAGAACGTGCTCGAACACGGTGCCGACGAGGTGAGA
CGACGACTTGGAGTACATCCATGATGATCAGATTCGAATGCACCGTATGCGTGTGATC
CGAGGCCCCCGAGCCTGAACCGGGCTGCGCTTGACCCGGCCTCGTAGCTTCCATCGCC
CTTCTGTACCTCCTAGAGGATTACGCCTACGACGACAAGCTCGATTATGCCTTCTACG
ACGTTCTCGGCGACGTGGTTTGCGGCGGCTTCGCGATGCCCATTCGTGAAGCGAGGCC
CAGGAAATCTACATCATCAA
>1st_BASE_1320428_NifH_5_AQER
GCGTCGATGCATGCGAACGCCGCAACCACGTCGCCTAGAACGTCGTAGAAAGCATAA
TCGAGCTTTTCGTCCTCTGAGTATCCTCGAGTTGTTCGATAAGGTTGATGAAACTTCTG
ATGCCGCATCCAGCGCCGCCCACTCCAGGCTCGGGCCCGCCGGATTCCACGCATATGG
TGCCTTTGATATCCGGCCTTACCGATGTCCTCCAATTCGACGCCGTCACCTTCGGCCCC
CAATGTGTCGAGCACGGTCTGTTGGTAGAGTCCCCCGAGCAGAAGTCGGGTCGAGTC
CGCCTTGGGACCACAA
>1st_BASE_1320429_NifH_6_PolF
GGGGGTATCTGCGCACGCGCAGAACACAGTGTTCAGCTGTTGGCGACGAGGCTCCGT
CGAGACTGGACTCGTCGATGTGCTGGGATTCGTTACCGCGTTGTCCGTTGCGCCGAGT
CCGGCGGTCCTGAGCCGGGGGTCGGCTGTGCCGGCCGCGGTGTTATCACCGCCATCA
ACTTCCTCGAAGAGGATGGTGCCTACGATGACAATCTCGATTTCGCCTTCTACGACGT
TCTCGGCGACGTGGTGTGCGGCGGCTTCGCGATGCCCATTCGTGAAAACAAGGCCCA
GGAAATCTACATCATCATG
>1st_BASE_1320430_NifH_6_AQER
TNNNGANATGTCATCGCGAGCGCCGCAACTACGTCGCCGTAGTACGTCGTAGAAGAC
GTAGTCCATGTTTTCATCGTAGGCGTTTCTTCTTCGTGGAAGTTGATGGTGATGATGGT
CCGCGACCACGTCCCATAAGGGGGTTCAGGATACCAGTCTCGGATTTCATACACCGCC
ATAACAGATTTGGACCTCTCCGATAGTTCCGGATCTTCGCGGTCCCCTTCTCGGCCGC
CATCTCCAAGATGGTGTTGTGTGCCGTGGCGTGCAAGATCAGACGGGGAGAGTCCGC
TTTGGGATCGCAAG
>1st_BASE_1320433_NifH_8_PolF
GGGGTATCTGCGCAGGCCTAGAACATCCTTCGAGCCTGGCGCCGACGCCGGCAACGT
CGAGGACCTCGAGATCGAAGAGGTCATGAAGGTCGGCTACCGGGATATCCGCTGCGC
CGAGTCCGGCGGTCCGGAGCCGGGCGTCGGTTGCGCCGGCCGCGGCGTTATCACCTC
CATCAACTTCCTCGAGGAGAACGGCGCCTATGACGACATCCACTATGTCTCCTTCTAC
GAGCTCGGCGACGAGGTGTGCTGCGGCTTTGCCAGCCGATCCTCGAGAAAAGGGGCC
GAGACATTTCGTCACA
>1st_BASE_1320434_NifH_8_AQER
TNNGGNGTGGGCATCGCGAGCGCCGCAGACACGTCGCCGAGCACGTCGTAGGAGACG
TAGTCGATGTCCTCATAGGCGCCGTTCTCCTCGAGGAAGTTGATCGAGGTGATGACGC
CGCGGCCGGCGCAACCGACGCCGGGCTCCGGACCGCCGGACTCGACGCAGCGGATAT
CCCGGTAGCCGACCTTCATGACCTCTTCGATCTCGAGGTCCTCGACGCTGCCGGCCTC
AGCCGCCAGGCTCAGGATCGTGTCCTGCGCCTTGGCGTGCAGGATCAGACGGGTGGA
GTCGGCCTTGGGGTCGCAGGGGCG
48
Lampiran 2 Urutan nukleotida hasil sekuensing dari pita DNA-DGGE gen amoA
>1st_BASE_1350034_Amo_1_AmoA_1F
NNNNNNNNNNNNNNNNGGTNTTGGCCTGCANGTNNTNNNTGATNCNGAGTCATAGA
GGAAAACACAGGCTGCATAGCTCCGCAGACCATTATAGTTTTGTGACGCNGNGTGTC
NCTATGCATCGCAGTGTNGGATCTATCGACGTGAATCNNAGNTCCTGTCTACTTTTTTC
GAGCCNGTGCTTTTCATCCGTTTGATCCGGCCGGATCCGGGCCACGTCCTCATCACGG
AGGTGATATTGGNAAGCCGACCTTGGCGGCTTATTACTCGTTGTCAGGNCCGAATGGT
GATTTAACCGATCTTCATGGCGCAACTTAATCCTGCCATGTTTACACGCTGTTGTCTTT
GTTAATGTCCTTTAAATACATTTACCAGGGGCCAAACCCCANACCCCA
>1st_BASE_1350034_Amo_1_AmoA_2R
CGCGCTACCCCATCTACTTCGTTTTCCCCTCCGCCATGATCCCGGGTGCCATCATCATG
GACACCGTCATGCTGCTCACGCGCAACTGGATGATCACCGCCCTGGTTGGAGGCGGC
GCCGTTGGCCTGCTGTTCTACCCGGGCAACTGGCCCATCATTGGACCGACCCACCTGC
CGCTGGTAGCCGAAGGCGTGCTGCTTTCCCTGGCTGACTACACCGGCTTCCTGTATGT
ACGCACGGGTACCCCCGAGTATATACGGCTGATCGAACAAGGGTCCTTGCGCACGTTT
GGCGGGCACACCTCCGTCATTGCCGCCTTTTTCTCCGCGTTCGTCTCCATGCTCATGTT
CTGCGTATGGTGGTACATTGGCAAACTCTACTGCACCGCCTGCTACTAAGTCAAAGGC
CCACGCGGCCGGGTTACCATGAAGAACGACGTCACCGCCTACGGC
>1st_BASE_1350036_Amo_3_AmoA_1F
NNNNNNNANNNNNANAATGCTGCCTGGATTGTACTGTGACGACTGGTGTGGATTTCT
CTGCTGGTACTCCCGATCAACTGGACGTATACATTTTGCGTTCTNGACAACTCGTTGA
ATAATCTGGTGTTTGGGTCACGATTCCTGAATCGTCAAGATAACGGTGAAAAGGCCAA
CTATGTGTACCGCTCCCGTTCATGTTCAAATGTGTCTGAGGCTTGGACATTTGTTTCTG
ACTACAACCTACTGATGTTTCAAGCTGGTCTGACCCATGGCTCGACCTTTAATGGCTC
CGTTGCATATGTCCCCAACTCACCGCGCAGGACATCTCATTGCCGCAGCTCTGCATGT
AACCCTTCTTGTGGAATGTATCTAGTACAGTCTGATGCTATGAATTATGAAATAGATG
CAAACTCTTTAGGTTTTTTCACGGCGCCTGAATAAGGCTTTCACGATGTGCCGAGGGG
N
>1st_BASE_1350037_Amo_3_AmoA_2R
CGCGCTACCGCATCTACTTCGTTTTCCCATCCGCCTTGAACCGGGGTGCCATCATCATG
GACACCGTCATGCTGCTCACGCGCAACTGGATGATCACCGCCCTGGTTGGAGGCGGC
GCCGTTGGCCTACTGTTCTACCCGGGCAACTGGCCCATCATTGGACCGACCCACCTGC
CGCTGGGAGCCGAAGGCATCCTGCTTTCCCTGGCTGACTACACCGACTTCCTGTATGT
ACGCACAGGTACCCCCAAGTATATACGGCTGATCGAACAAGGTTCCTTGCGCACGTTT
GGCGGACACACCTCCGTCATTGCCGCCTTTTTCTCCGCGTTCGTTTCCATGCTCATGTT
CTGCGTACGGTAGTACATTGGCATACTCTACTGCACCGCCTGCTACTAAGTCAAAGGC
CCACGCGGCCGGGTTACCATGAAGAACGACGTCACCGCCTACGGC
>1st_BASE_1344831_AmoA_4_AmoA_1F.ab1
NNNNNNNNNNNCANANCCAGCCTGAGACAGCGCGTTTTCCGGAGTGGTGTTCAAGGT
GCAGGCCAACATGGACGCCAACCACCGCGACCGCATCGCCTTCGTGCGCATGGCCTC
GGGCAAGTACACGCCGGGCATGAAGCTCAAGGTGCAGCGCACCGGCAAAGAGCTGC
GCCCCACCAGTGTGGTGACCTTCATGAGCCAACGTCGCGAAGCCGTGGAAGAGGCTT
TTGCGGGCGACATTATTGGTTTTACCACCCACGGCGGCGTGCAGCTGGGCGACACCAT
CACCGACGGCGCGAATTTGCAATTCACCGGCTTGCCGTTTTTTGCGCCTGAACTCTTC
ATGACCGTGATCCTGAAGAACCCACTGCGTACCAAGCAACTGCAAACCGGCCTGGAC
CAATTGGGTGAAGAAGGCTTTCCCGAGGGGACCACCAGTAGAAACCCCANA
>1st_BASE_1344832_AmoA_4_AmoA_2R.ab1
CGCGGTACCGCATCTACTTCGTTTTCCCATCCGCCTTGATCCCGGGTGCCATCATCATG
GACACCGTCATGCTGCTCAAGCGCAACTGGATGATCACCGCCATGGTTGGAGGCGGC
GCCGTTGGCCTACTGTTCTACCCGGGCAACTGGCCCATCATTGGACCGACCCACCTGC
49
CGCTGGTAGCCGAATGCATGCTGCTTTCCCTGGCTGACTACACCGGCTCCCTGTATGT
ACGCACGGGTACCCCCGAGTATATATGGCTGATCGAAAAAGGTTCATTGCGCACGTT
GGGCGGACACACCTCCGTCATTGCCGCCTTTTTCTCCGCGTTCGTTTCCATGCTCATGT
TCTGCGTACGGTAGTACATTGGCATACTCTACTGCACCGCCTGCTACTAAGTCAAAGG
CCCACGCGGCCGGGTTATCATGAAGAACGACGTCTCCGCCTAC
>1st_BASE_1350040_Amo_6_AmoA_1F.ab1
NNNNNNTGNNNNCAGCGCGTTTTCCGGNGTGGTGTTCANGNNGCAGGCCAACATNNA
CGCCAACCACCGCGACCGCATCGCCTTCGTGCGCATGGCCTCGGGCAAGTACACGCC
GGGCATGAAGCTCAAGGTGCAGCGCACCGGCAAAGAGCTGCGCCCCACCAGTGTGGT
GACCTTCATGAGCCAACGTCGCGAAGCCGTGGAAGAGGCTTTTGCGGGCGACATTAT
TGGTTTTACCACCCACGGCGGCGTGCAGCTGGGCGACACCATCACCGACGGCGCGAA
TTTGCAATTCACCGGCTTGCCGTTTTTTGCGCCTGAACTCTTCATGACCGTGATCCTGA
AGAACCCACTGCGTACCAAGCAACTGCAAACCGGCCTGGACCAATTGGGTGAAGAAG
GTTCCCCCGAGGGGGANTNNNNNNNNNNTNTNNTNNNNNNANNNN
>1st_BASE_1350041_Amo_6_AmoA_2R.ab1
CGCGGTACCGCATCTACTTCGTATTCCCATCCGCCTTGATACCGGGTGCCATCATCAT
GGACACCGTCATGCTGCTCAAGCGCAACTGGAAAATGGCATTCCATGGTTGGAGGCG
GCGCCGTTGACCTACTGATCTACCCGGGCAACTGGCCCATCATTGGACCGACACACCT
GCCGCTGGTCGCCGAATGCATGCTGCTTTCCCTGGCTGACTACACCGGCTCCCTGTAA
CGGCACGGGTACCCCCGAGTATATATGGCTGATCGAAAAAGGTTCATTGCGCACGTT
GGGCGGACACACCTCCGTCATTGCCGCCTTTTTCTCCGCAAAAGGGCTTGCACATGTT
CTGCGTACGGTAGTACATTGGCATACTCTACTGCACCGCCTGCTACTAAGTCAAAGGC
CCACGCGGCCGGGTGATCAAGAAGAACGACGTCTCC
>1st_BASE_1350042_Amo_7_AmoA_1F
NNNTGGTTGGTACCCAATGGGTTCTTTCGGGACACGGGCATGAAAAGTTCAGGGCAA
AAACGGCAAGCCGGTGAATTGCAAATTCGCGCCGTCGGTGATGGTGTCGCCCAGCTG
CACGCCGCCGTGGGTGGTAAAACCAATAATGTCGCCCGCAAAAGCCTCTTCCACGGC
TTCGCGACGTTGGCTCATGAAGGTCACCACACTGGTGGGGCGCAGCTCTTTGCCGGTG
CGCTGCACCTTGAGCTTCATGCCCGGCGTGTACTTGCCCGAGGCCATGCGCACGAAGG
CGATGCGGTCGCGGTGGTTGGCGTCCATGTTGGCCTGCACCTTGAACACCACTCCGGA
AAACGCGCTGTCTTCAGGCTGGATTTCTTTGACCACGGGCTGTTTGTTGACCACCAGA
AGAAACCCCAAAA
>1st_BASE_1350043_Amo_7_AmoA_2R
CGCGCTACCGCAAAGTCTACTTCGTTTTCCCTGGGGACCGCCTTGAACCGGGGTGCCA
TCATCATGGATTCACCGTCATGCTGCTCACGCGCAACTGGATGATCACCGCCCTGGTT
GGGAGGCGGCGCCGTTGGCCTACTGTTCTACCCGTACCTATACTGGCCCATCATTGGA
CCGTCCCACCCTGCCGCTGGGAGCCGAAGGCATCCTGCTTAAGCTGGCTGACTACACC
GACTTCCTGTATAAATACGCACAGGTACCCCCAAGTATATACGGCTGATCGAACAAG
GTTCCTTGCGCACGTTTGGCGGACACACCTCCGTCATTGCCGCCTTTTTCCGCGGGTGT
TCGTTTCCATGCTCATGTTCTGCGTACGGTAGTACATTGAAAATACTGCACCGCCTGCT
ACTAAGGGCCGGGTTACCATGAAGAACGACGTCACCGCCTACGGC
>1st_BASE_1344838_AmoA_8_AmoA_1F
NNNNCGCGCTACCGCATCTACTTCGTTTTCCCATCCGCCTTGAACCAAATGGTGCCAT
CATCATGGACACCGTCATGCTGCTCACGCGCAACTGGATGATCACCGCCCTGGTTGGA
GGCGGCGCCGTTGGCCTGGGGTGTTCTACCCGGGCAACTGGCCCATCATTGGACCGAC
CCACCTGCCGTTGTAGCCGAAGGCATCCTGCTTTCCCTGGCTGACTACACCGACTTCC
TGTAAGTACGCACAGGTACCCCCAAGTATATACGGCTGATCGAACAAGGTTCCTTGCG
CACGTTTGGCGGACACACCTCCGTCATTGCCGCCTTTTTCTCCGCGTTCGCCTCCATGC
TCATGTTCTGCGTACGGTAGTACATTGGCATACTCTACTGCACCGCCTGCTACTAAGT
CAAAGGCCCACGCGGCCGGGTTACCATGAAGAACGACGTCACCGCCTACGGC
50
>1st_BASE_1344839_AmoA_8_AmoA_2R
AAAAAGACCCGCCGGTGGGGTTGCTTGGTACCCAATGGGTTCTTCAGAACCGGGCAT
GAAAAATTCAGGGGCAAAAAACGGCAAGCCGGTGAATTGCAATTCGCGCCGTCGGTG
ATGGTGTCGCCCAGCTGCACGCCGCCGTGGGTGGTAAAACCAATAATGTCGCCCGCA
AAAGCCTCTTCCACGGCTTCGCGACGTTGGCTCATGAAGGTCACCACACTGGTGGGGC
GCAGCTCTTTGCCGGTGCGCTGCACCTTGAGCTTCATGCCCGGCGTGTACTTGCCCGA
GGCCATGCGCACGAAGGCGATGCGGTCGCGGTGGTTGGCGTCCATGTTGGCCTGCAC
CTTGAACACCACTCCGGAAAACGCGCTGTCTTCAGGCTGGATTTCTTTGACCACGGGC
TGTTTGTTGACCACCATAANAAAACCCCAAA
51
Lampiran 3 Urutan nukleotida hasil sekuensing dari pita DNA-DGGE gen nosZ
>1st_BASE_1350042_Nos_1_NosZ_F
NGGGAAAAACGGGAAGCCGCATGAGGCCTACAGGGCGACAAGAACGCCAAGGCAGT
GGTTGACCGCATTGATGTCCACTACCAGCCCGGGCATGGTTTCACCTCCATGGGAGAA
ACCAAGGAAGCGGACGGCAAGTTCTTTATCTCGGACAACAAGTTCTCCAAGGATCGC
TTGCTGCCGGTGGGACCGTTACATCCGGAAGTCGCCCAGATGATAGACATCAGCGGC
GACAAGATGAAGCTGGTTGGCGAACACACCACCTGGCCCGAGCCGCACGATGCGATC
ATTGTGCGACGCGATCGGGTAAAGACACGACAAGTCTACAATCTGGATGAGTTCCCT
CTTGCGACCAAGGATCCCAAGGACTGCAAGGTGGTACGCAACGGCAACAAAGGTCCG
AA
>1st_BASE_1350043_Nos_1_NosZ_1622_R
NNNNNNNNNNNNNNNNNACTTGGTCGCAGAGGGACTCATCCAGATTGTAGACTTGTC
GTGTCTTTACCCAGATCGCGTCGCACAATGATCGCATCGTGCGGCTCGGGCCACGTGG
TGTGTTCGCCAACCAGCTTCATCTTGTCGCCGCTGATGTCTATCATCTGGGCGACTTCC
GGATGTAACGGTCCCACCGGCAGCAAGCGATCCTTGGAGAACTTGTTGTCCGAGATA
AAGAACTTGCCGTCCGCTTCCTTGGTTTCTCCCATGGAGGTGAAACCATGCCCGGGCT
GGTAGTGGACATCAATGCGGTCAACCACTGGCTTGGCGTTCTTGTCGCCCTTGAACGC
CTTCATGGCTGCTTCCACGTTCCACTTCACGATCTGGCTGTCGAGGAACAACGA
>1st_BASE_1353735_Nos_2_NosZ_F
ANNCATCGCGTTCAAGGGCGACAAGCAGGCCAAGGTGGTCCTGGACCGCATCGACGT
GCATTACCAGCCCGGGCATGGCTTCACCTCGATGGGCGAAACCAAGGATTCGGACGG
CCGCTTCTTCATCTCGGACAACAAGTTCTCCAAGGACCGCTTCCTGCCCGTGGGTCCG
TTGCATGCCGAAACCGCTCAGCTGATCGACATCAGCGGCGACAAGATGAAGCTGGTG
GCCGACCATTCGGTGTACTCGGAGCCGCACGATTCGATCATCGTCCGCCGTGACATCA
TCAAGACGCGTCAGGTCTACAACATGGACGACTTCCCGCTGGCGGTGAAGGATCCCA
AGGACTCAGGCGTCTTCCGCAACGGAACA
>1st_BASE_1353736_Nos_2_NosZ_1622R
AAGTTCGTTCCATGTTGTAGACCTGACGCGTCTTGATGATGTCACGGCGGACGATGAT
CGAATCGTGCGGCTCCGAGTACACCGAATGGTCGGCCACCAGCTTCATCTTGTCGCCG
CTGATGTCGATCAGCTGAGCGGTCTCGGCATGCAACGGACCCACGGGCAGGAAACGG
TCCTTGGAGAACTTGTTGTCCGAGATGAAGAACCTGCCATCCGATTCCTTGGTCTCGC
CCATCGAGGTGAAGCCATGCCCCGGCTGGTAATGCACGTCGATGCGGTCCAGGACTA
CCTTGGCCTGCTTGTCGCCCTTGAACGCCTTGATTGCCGCTGCCACGTTCCACTTCACG
ATCTGGCTGTCAGGGAACAACGATGA
>1st_BASE_1350046_Nos_3_NosZ_F
GGGGGGAGAAGGGAGCGGCATCAGGCGTTCAGGGCGACAAGCACGCCAAGGTAGTC
CTGGACCGCATCGACGTGCACTACCAGCCCGGGCATGGCTTCACCTCGATGGGAGAG
ACCAAGGAAACGGATGGCCGCTTCTTCATCTCGGACAACAAGTTCTCCAAGGACCGC
TTCCTGCCCGTGGGTCCGTTGCATGCCGAAACCGCCCAGATGATCGACATCAGCGGCG
ACAAGATGAAGCTGGTGGCCGACCATTCGGTGTACTCGGAGCCGCACGATTCGATCA
TCGTCCGCCGCGACATCATCAAGACGCGTCAGGTCTACAACATGGACGACTTCCCGCT
CGCGGCGAAGGATCCCAAGGACTCAGGCGTCTTCCGCAACGCAAAA
>1st_BASE_1350047_Nos_3_NosZ_1622R
CCNTGGTTTGTAGACCTGACGCGTCTTGATGATAGCCACGGCGGACGATGATCGAATC
GTGCGGCTCCGAGTACACCGAATGGTCGGCCACCAGCTTCATCTTGTCGCCGCTGATG
TCGATCAGCTGCGCGGTTTCGGCATGCAACGGACCCACGGGCAGGAAACGGTCCTTG
GAGAACTTGTTGTCCGAGATGAAGAACCGGCCATCCGTTTCCTTGGTCTCGCCCATCG
AGGTGAAGCCATGCCCGGGCTGGTAGTGCACGTCGATGCGGTCCAGGACTACCTTGG
CCTGCTTGTCGCCCTTGAACGCCTTGATTGCCGCTGCCACGTTCCACTTCCGATCTGGC
TGCAGGGAACAACGAGCAGA
52
>1st_BASE_1344835_NosZ_4_NosZ_F
ACCCCTCGAAAAAAATGGAGCGGCATCAGGCGTTCAGGGCGACAAGCACGCCAAGGT
AGTCCTGGACCGCATCGACGTGCACTACCAGCCCGGGCATGGCTTCACCTCGATGGGC
GAGACCAAGGAAACGGATGGCCGCTTCTTCATCTCGGACAACAAGTTCTCCAAGGAC
CGTTTCCTGCCCGTGGGTCCGTTGCATGCCGAAACCGCGCAGATGATCGACATCAGCG
GCGACAAGATGAAGCTGGTGGCCGACCATTCGGTGTACTCGGAGCCGCACGATTCGA
TCATCGTCCGCCGCGACATCATCAAGACGCGTCAGGTCTACAACATGGACGACTTCCC
GCTCGCGGTGAAGGATCCCAAGGACTCAGGCGTCTTCCGCAACGGCAACAAGGTCCG
A
>1st_BASE_1344836_NosZ_4_NosZ_1622_R
AACCCCCCAAGGCAAGCGCTTGGACTTTACCGCCAGCGGGAAGTCGTCCATGTTGTA
GACCTGACGCGTCTTGATGATGTCACGGCGGACGATGATCGAATCGTGCGGCTCCGA
GTACACCGAATGGTCGGCCACCAGCTTCATCTTGTCGCCGCTGATGTCAATCAGCTGC
GCGGTTTCGGCATGCAACGGACCCACGGGCAGGAAACGGTCCTTGGAGAACTTGTTG
TCCGAGATGAAGAACCGGCCATCCGTTTCCTTGGTCTCGCCCATCGAGGTGAAGCCAT
GCCCGGGCTGGTAGTGCACGTCGATGCGGTCCAGGACTACCTTGGCCTGCTTGTCGCC
CTTGAACGCCTTGATTGCCGCTGCCACGTTCCACTTCACGATCTGGCTGTCGATGAAC
AACGA
>1st_BASE_1362770_Nos_5_NosZ_F
GGGGATACAGTGTCAGCGGCATCAGGCGTTCAGGGCGACAAGCAGGCCAAGGTAGTC
CTGGACCGCATCGACGTGCACTACCAGCCCGGGCATGGCTTCACCTCGATGGGCGAG
ACCAAGGAAACGGATGGCCGCTTCTTCATCTCGGACAACAAGTTCTCCAAGGACCGTT
TCCTGCCCGTGGGTCCGTTGCATGCCGAAACCGCGCAGCTGATCGACATCAGCGGCG
ACAAGATGAAGCTGGTGGCCGACCATTCGGTGTACTCGGAGCCGCACGATTCGATCA
TCGTCCGCCGTGACATCATCAAGACGCGTCAGGTCTACAACATGGACGACTTCCCGCT
CGCGGTGAAGGATCCCAAGGACTCAGGCGTCTTCCGCAACGGCAACAAGGTGCGAAA
>1st_BASE_1362771_Nos_5_NosZ_1622R
TGGGCAGATCGCATTGGGGTCTTACGCGAGCGGGAGTCGTCCATGTTGTAGACCTGAC
GCGTCTTGATGATGTCACGGCGGACGATGATCGAATCGTGCGGCTCCGAGTACACCG
AATGGTCGGCCACCAGCTTCATCTTGTCGCCGCTGATGTCGATCAGCTGCGCGGTTTC
GGCATGCAACGGACCCACGGGCAGGAAACGGTCCTTGGAGAACTTGTTGTCCGAGAT
GAAGAAGCGGCCATCCGTTTCCTTGGTCTCGCCCATCGAGGTGAAGCCATGCCCGGGC
TGGTAGTGCACGTCGATGCGGTCCAGGACTACCTTGGCCTGCTTGTCGCCCTTGAACG
CCTTGATTGCCGCTGCCACGTTCCACTTCACGATCTGGCTGTCGATGAACAACGAAN
>1st_BASE_1353738_Nos_7_NosZ_1622R
GCCTTTGACCTCGCGAGAGGGTACTCATCCATATTGTAGACCTGACGCGTCTTGATGA
TATCGCGGCGGACGAGATCGCATCGTGCGGCTCCGAGCACGCCGAGTGGTCGGCCAC
CAGCTTCATCTTGTCGCCGCTGATGTCTATCATCTGGGCGACTTCCGGATGCAACGGA
CCCACCGGCAGGAAACGATCCTTGGAGAACTTGTTGTCCGAGATGAAGAACTTGCCG
TCCGCTTCCTTGGTTTCTCCCATGGAGGTGAAACCATGCCCGGGCTGGTAGTGCACAT
CAATGCGGTCCACCACTGCCTTGGCCTGCTTGTCGCCCTTGAACGCCTTGATGGCCGC
TTCCACGTTCCACTTCACGATCTGGCTGTCAGGGAACAACGATN
>1st_BASE_1353737_Nos_7_NosZ_F
GGGAAAGAGTGCCTGCAGCATCACGCGTACAGGGCGACAAGAACGCCAAGGCAGTG
CTGGACCGCATCGACGTCCACTACCAGCCCGGGCATGGTTTCACCTCCATGGGAGAA
ACCAAGGAAACGGACGGCCGCTTCTTTATCTCGGACAACAAGTTCTCCAAGGACCGC
TTGCTGCCCGTGGGACCGTTGCATGCCGAAGCCGCCCAGATGATCGACATCAGCGGC
GACAAGATGAAGCTGGTGGGCGAACACTCGACCGTGCTCCGAGCCGCACGATGCGAT
CATCGTGCGACGCGACATCATCAAGACACGACAGGTCTACAACATGGACGACTTCCC
TCTTGCGACGAAGGATCCCAAGGACTCAAGGGTGTTCCGCAACGGCAACAAGGTCCG
AAN
53
>1st_BASE_1367367_Nos_10_NosZ_F
GGGGGGAAAAGGAAGCGGCATCAGGCGTACAGGGCGACAAGAACGCCAAGCCAGTG
CTGGACCGCATTGATGTCCACTACCAACCCGGGCATGGTTTCACCTCGATGGGAGAAA
CCAAGGACGCGGACGGCCGCTTCTTTATCTCGGACAACAAGTTCTCCAAGGATCGCTT
GCTGCCGGTGGGACCGCTGCATGCGGAAGCCGCCCAGATGATAGACATCAGCGGCGA
CAAGATGAAACTGGTGGGTGAACCACGACCTGGCCCGAGCCGCACGATGCGATCATC
GTGCGACGCGATATCGTGAAGACTCGGCAGGTCTACAATCTGGATGAGTTCCCTCTTG
CGACCAAGGATCCCAAGGACTGCAAGGTGGTACGCAACGGCAACAAGGTCCGGNC
>1st_BASE_1362773_Nos_10_NosZ_1622R.
NNTNAGGTGCAAGGTGTGGACCTGGAGCGTGAGGTAGATCTCTGTGCGCTTATGTCAT
TTGAGGTCTCAGCCGTTTTGTGTCAGCTCCTACGACACGGGGGCGGTTGGTTCCCTCA
TCCGTGCTTCTTGTCAGAAGCGCTGGGCGCGGGTCGTGGAAGTCTCACGCCTGGATGT
GCCGGTGGTGGCATTTGAAGTTTTAGGAACCACGCACCACTCCCACAAAAAATCTAA
CGAGTCCCATACAATCTCTTTGCGATCGCCTTCTCAGCGCCACCCGTGGCAGCGCCCG
CTGCTCTCTTCCAGAAAGCCTGGGCACATTTGTCTGTGTAAAATCTGGGCTACCTTGG
TGCTGTGGGTAACGAATGATTTTGGTACTATTCTTCAAAGAGTTCCTACGAAACGGCA
ATCATCATCAAGGAATGATTACAACCCTGCATCACCCTGTACCCATATTCGAACTCCG
ACATGATTTGACAAGAGAAGACTCGAAAAGAGTCTTGAAATCCAAACGAGTGCAATT
TAGACCCCAGAACGACCAACGACGGGCGGGCAATTCTCCTGCCAGCGCCGCCAATTT
ACCTTACCATTTAAGATAAGAGGTTGTTGCACTAAATGCCGT
54
Lampiran 4 Surat keterangan bahwa sebagian tesis sudah dipublikasikan (in press)
55
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 7 Nopember
1983. Penulis merupakan anak dari Bapak Sukardi, MM.Pd dan Ibu Rohmah,
S.Pd. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Sumedang dan pada tahun
yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di
Program Studi Biologi pada tahun 2006. Pada akhir tahun 2006 hingga awal 2009
penulis bekerja di Laboratorium Klinik Pramita, Jakarta sebagai staf laboratorium
Bioteknologi. Pada tahun 2009 penulis diterima bekerja di Pusat Penelitian
Limnologi LIPI sebagai staf peneliti bidang Produktivitas Perairan Darat. Penulis
mendapatkan kesempatan dari pihak beasiswa Kementrian Riset dan Teknologi
untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program Studi
Mikrobiologi IPB pada tahun 2010.
Download