KERAGAMAN KOMUNITAS BAKTERI YANG BERPERAN DALAM SIKLUS NITROGEN DI SITU SAWANGAN-BOJONGSARI, JAWA BARAT LENA NOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Komunitas Bakteri yang Berperan dalam Siklus Nitrogen di Situ Sawangan-Bojongsari, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014 Lena Novita NIM G351100111 *Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus berdasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait. RINGKASAN LENA NOVITA. Keragaman Komunitas Bakteri yang Berperan dalam Siklus Nitrogen di Situ Sawangan-Bojongsari, Jawa Barat. Dibimbing oleh IMAN RUSMANA dan TRI WIDIYANTO. Salah satu permasalahan yang sering dihadapi dalam pengelolaan ekosistem perairan darat diantaranya penurunan kualitas air yang disebabkan polusi senyawa nitrogen. Mekanisme transformasi senyawa nitrogen oleh bakteri indigenous yang terjadi pada badan air merupakan faktor penting untuk diperhatikan dalam upaya menangani dan mengantisipasi permasalahan tersebut. Situ Sawangan-Bojongsari merupakan situ terluas di kota Depok, Jawa Barat. Kegiatan antropogenik sekitar situ dapat menyebabkan polusi senyawa nitrogen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan keragaman komunitas bakteri yang berperan dalam siklus nitrogen serta profil parameter fisika dan kimia yang mempengaruhinya. Sampel air dan sedimen diambil dari 3 titik dengan masing-masing 3 ulangan. Pengambilan sampel air dilakukan pada 3 titik dengan 3 strata kedalaman yaitu permukaan (0 cm), kedalaman secchi (110) cm, dan dasar (230 cm). Pengambilan sampel sedimen juga dilakukan pada titik dengan 3 strata kedalaman yaitu 0-2 cm, 2-5 cm, dan 5-10 cm. Analisis fisika dilakukan pada saat pengambilan sampel yang meliputi pengukuran parameter suhu, pH, dan oksigen terlarut. Analisis kimia air dan air pori sedimen meliputi parameter TN, TP, TOM, DOM, TOC, N-NH3, N-NO3, dan N-NO2. Analisis kelimpahan bakteri yang berperan dalam siklus N dilakukan menggunakan metode MPN. Analisis keragaman bakteri dilakukan menggunakan DGGE. Produk amplifikasi gen nifH, amoA, dan nosZ dijadikan sebagai target untuk analisis DGGE. Kelimpahan tertinggi bakteri pemfiksasi nitrogen terdapat di sedimen pada strata 2-5 cm (4.43 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada kolom air strata 0 cm (2.46 Log sel/mL). Bakteri pengoksidasi amonium dan nitrit hanya terdapat pada bagian kolom air. Kelimpahan tertinggi bakteri pengoksidasi amonium terdapat pada strata 0 cm (2.43 Log sel/mL) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 230 cm (1.86 Log sel/mL). Kelimpahan tertinggi bakteri pengoksidasi nitrit terdapat pada strata 0 cm (2.87 Log sel/mL) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 230 cm (1.48 Log sel/mL). Kelimpahan tertinggi bakteri pereduksi nitratdenitrifikasi terdapat pada sedimen dengan strata 2-5 dan 5-10 cm (6.04 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 0 cm (1.32 Log sel/mL). Kelimpahan tertinggi bakteri pereduksi nitrat-DNRA terdapat pada sedimen strata 5-10 cm (4.32 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada kolom air strata 0 dan 110 cm (1.56 Log sel/mL). Kelimpahan tertinggi bakteri amonifikasi terdapat pada sedimen dengan strata 5-10 cm (4.43 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 0 cm (1.86 Log sel/ml). Total sebanyak 11 pita DNA gen nifH unik dihasilkan setelah DGGE. Sebanyak 6 dari 11 pita DNA dipilih, dianalisis sekuennya dan diidentifikasi melalui pencarian menggunakan program BlastN di Genbank, dan keenam isolat gen tersebut memiliki identitas dan score value tertinggi dengan gen nifH dari uncultured bacterium (80-90%). Hasil analisis kemiripan sekuen asam amino dari gen nifH tersebut menunjukkan bahwa keenam isolat gen nifH memilki kemiripan antara 65 dan 92% dengan protein fungsional dai nifH (nitrogenase). Sebanyak 5 isolat gen nifH merupakan nitrogenase reductase dari uncultured bacterium dan 1 isolat gen nifH merupakan nitrogenase reductase dari Methylomonas sp. MKI. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa keenam isolat gen nifH diantaranya memiliki kekerabatan terdekat dengan kelompok bakteri α atau β proteobakteria yaitu Bradyrhizobium sp. ORS324, Azospirillum brasilense, dan Azotobacter vinelandii. Fragmen gen amoA hanya dapat teramplifikasi dari sampel air. Tidak ada fragmen gen amoA dari sampel sedimen. Total sebanyak 10 pita DNA gen amoA unik dihasilkan setelah DGGE. Sebanyak 6 dari 10 pita DNA gen amoA berdasarkan analisis BlastN merupakan amoA dari uncultured bacterium (86-97%). Analisis sekuen asam amino keenam isolat gen amoA menunjukkan kemiripan antara 56 dan 93% dengan protein fungsional dari amoA (amonia monooksigenase). Sebanyak 5 isolat gen merupakan amonia monooksigenase dari uncultured bacterium dan 1 isolat gen merupakan amonia monooksigenase dari bakteri Nitrosospira sp. III7 (93%). Berdasarkan analisis filogenetik keenam isolat gen amoA memiliki kekerabatan paling dekat dengan genus Nitrosospira. Fragmen gen nosZ hanya teramplifikasi dari sampel sedimen dan tidak ada fragmen gen nosZ dari sampel air. Total sebanyak 12 pita DNA gen nosZ unik terdeteksi setelah analisis DGGE. Sebanyak 7 dari 12 pita DNA telah diisolasi dan analisis BlastN dari isolat gen tersebut menunjukkan bahwa ketujuh isolat gen merupakan nosZ dari uncultured bacterium (9198%). Analisis kemiripan sekuen asam amino dari ketujuh isolat gen nosZ menunjukkan kemiripan antara 87 dan 99% dengan protein fungsional dari nosZ (nitrous oksida reduktase) dan ketujuh isolat gen nosZ merupakan nitrous oksida reduktase dari uncultured bacterium. Berdasarkan hasil analisis filogenetik ketujuh isolat gen nosZ memiliki kekerabatan terdekat dengan genus Azospirillum. Kata kunci: DGGE, nifH, amoA, nosZ SUMMARY LENA NOVITA. Diversity of Bacterial Community that Contribute in Nitrogen Cycle at Lake of Situ Sawangan-Bojongsari, West Java. Under direction of IMAN RUSMANA and TRI WIDIYANTO. One of the problems in freshwater management is the declining of water quality due to pollution of nitrogen compound. Mechanisms of nitrogen transformation by indigenous bacteria in water body have been considered to solve this problem. Situ Sawangan-Bojongsari is the largest lake at Depok city, West Java. Antrophogenic activities on the lake have been accused to cause nitrogen pollution. Accordingly, the aim of this research is to investigate the abundance and diversity of bacterial community that contribute in N cycle as well as to study the profile of physical and chemical parameters that influence the bacterial community. Water and sediment samples were collected from three sampling station, each with three replicate. Water samples were collected from the surface of the water column (0 cm), secchi depth (110) and the bottom (230 cm). Sediment samples were collected by sediment core and divided to three section depth (0-2 cm, 2-5 cm, and 5-10 cm). Analysis of physical factors was fermormed at the time of sampling which included temperature, pH, and DO. Wheter analysis of chemical factors from water and pore water sediment covered some parameters: TN, TOM, DOM, TOC, N-NH3, NNO3, dan N-NO2. Analysis of the bacterial abundance that contribute in N cycle was done using MPN method. The community structure of the bacteria was analyzed using DGGE method. Amplification product of nifH, amoA, and nosZ gene were targeted for DGGE analysis. The most abundance of nitrogen fixing bacteria was found at the sediment in the depth of 2-5 cm (4.43 log cell/mL) and the less abundance was found at the water coloumn in the depth of 0 cm (2.46 log cell/mL). The most abundance of ammonia oxidizing bacteria was found in the depth of 0 cm (270 cell/mL). The less abundance of the bacteria was found in the depth of 230 cm (73 cells/Ml). The most abundance of nitrite oxidizing bacteria was found at the water column in the depth of 0 cm (2.87 log cell/mL) and the less abundance of the bacteria was found in the depth of 230 cm. There was no ammonia and nitrite oxidizing bacteria found in the sediment. The most abundance of nitrate reducing bacteria (denitrification) was found at the sediment in the depth of 2-5 and 5-10 cm (6.04 log cell/mL) and the less abundance of the bacteria was found at the water column in the depth of 0 cm (1.32 log cell/mL). The most abundance of nitrate reducing bacteria (DNRA) was found at the sedimen in the depth of 5-10 cm (4.32 log cell/ml) and the less abundance of the bacteria was found at the water column in the depth of 0 and 110 cm (1.56 log cell/mL). The most abundance of amonifying bacteria was found at the sediment in the depth of 5-10 cm (4.43 log cell/mL) and the less abundance of the bacteria was found at the water column in the depth of 0 cm (1.86 cell/mL). A total of 11 unique bands of nifH gene generated after DGGE analysis. Six of eleven unique bands of the gene selected, sequenced and identified by searching against Genbank using BlastN, and the highest identity and score values of the six isolated sequences were the nifH gene of uncultured bacterium in non-redundant database of Genbank (80-90%). Analysis of amino acid sequence from the six isolated of nifH gene showed similarity between 65 and 92% with the functional protein of nifH (nitrogenase). A total of 5 isolated nifH gene were nitrogenase reductase of uncultured bacterium and one isolated nifH gene was nitrogenase reductase of Methylomonas sp. MKI. However, the most probable affiliations of the bacteria harboring the nifH gene were the nitrogen fixing bacteria from α- or β-proteobacteria, including Bradyrhizobium sp. ORS324, Azospirillum brasilense, and Azotobacter vinelandii. Fragment of amoA gene was amplified from water samples. There was no fragment amoA gene from sediment samples. Total of 10 unique bands of amoA gene can be detected after DGGE anaysis. Six of teen bands of amoA genes according to BlastN analysis were the amoA of uncultured bacterium (86-97 %). Amino acid sequences analysis of the six isolated of amoA genes revealed similarity between 56 and 93 % with functional protein of amoA (ammonia monooxygenase). Total of five isolated of the gene were as ammonia monooxygenase of uncultured bacterium and one isolated was as ammonia monooxygenase of Nitrosospira sp.III7. However based on phylogenetic analysis, the six isolated of amoA gene was belong to the genus Nitrosospira. Fragment of nosZ gene was amplified from sediment samples and there was no fragment nosZ gene from water samples. A total of 12 unique bands of nosZ gene were detected after DGGE analysis. Seven of twelve unique bands were isolated and BlastN analysis of the isolated gene showed that the seven isolated were nosZ of uncultured bacterium (91-98%). Amino acid sequence of the seven isolated of nosZ gene revealed similarity between 87 dan 99% with functional protein of nosZ (nitrous oxide reductase) and the seven isolated of nosZ gene were as nitrous oxide reductase of uncultured bacterium. Interestingly, phylogenetic analysis showed that the seven genes of amoA was belong to the genus Azospirillum. Keywords : DGGE, nifH, amoA, nosZ © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB KERAGAMAN KOMUNITAS BAKTERI YANG BERPERAN DALAM SIKLUS NITROGEN DI SITU SAWANGAN-BOJONGSARI, JAWA BARAT LENA NOVITA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Mikrobiologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Munti Yuhana, S.Pi, M.Si Judul Tesis : Keragaman Komunitas Bakteri yang Berperan dalam Siklus Nitrogen Di Situ Sawangan-Bojongsari, Jawa Barat Nama : Lena Novita NIM : G351100111 Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Iman Rusmana, M.Si Ketua Dr Tri widiyanto, M.Si Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Mikrobiologi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Anja Meryandini, M.S Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Ujian: 24 Januari 2014 Tanggal Lulus: Judul Tesis Nama NIM Keragaman Komunitas Bakteri yang Berperan dalam Siklus Nitrogen Di Situ Sawangan-Bojongsari, Jawa Barat Lena Novita G351100111 Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Tri widiyanto, M.Si Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Mikrobiologi Prof Dr Anja Meryandini, MS Tangga\ Ujian: 24 Januari 2014 Tanggal Lulus: 2 1 MAR '201 4 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 sampai dengan September 2013 ini ialah Keragaman Komunitas Bakteri yang Berperan dalam Siklus Nitrogen di Situ Sawangan-Bojongsari, Jawa Barat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Iman Rusmana, M.Si dan Dr Tri Widiyanto, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan dan pembimbingan terhadap kesempurnaan tesis ini. Terima kasih penulis ucapakan kepada Ibu Dr Munti Yuhana, S.Pi, M.Si sebagai penguji luar komisi dalam ujian tesis yang telah memberikan saran dan kritiknya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Kementrian Riset dan Teknologi atas beasiwa yang telah diberikan selama menempuh masa pendidikan. Terima kasih yang sebesarbesarnya penulis ucapkan kepada Kepala Pusat Penelitian Limnologi (Puslit)-LIPI dan Kepala Bidang Produktivitas Perairan darat, Puslit Limnologi-LIPI yang telah memberikan ijin dan dukungan untuk melanjutkan studi. Terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada seluruh teknisi Laboratorium Mikrobiota Puslit Limnologi-LIPI dan Laboratorium Mikrobiologi-IPB, teman-teman program studi Mikrobiologi 2010, serta teman-teman semua yang bekerja di laboratorium penelitian Mikrobiologi-IPB. Keberhasilan penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari dukungan keluarga, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada Ayahanda Sukardi, Ibunda Rohmah dan Ibunda Euis Suryati yang selalu memberikan do’a dan dukungan selama penulis menyelesaikan pendidikan. Terima kasih yang tak terhingga kepada suami tercinta Adam Adithya, ananda Afrina Damia Khairunisa dan ananda Fathan Arsyad Hammani yang senantiasa memberikan semangat dan do’a. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2014 Lena Novita DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian 1 1 2 2 TINJAUAN PUSTAKA Senyawa Nitrogen di Perairan Siklus Nitrogen di Perairan Keragaman Bakteri Pemfiksasi N2 Keragaman Bakteri Pengoksidasi NH3 Keragaman Bakteri Pengoksidasi NO2 Keragaman Bakteri Pereduksi NO3 Keragaman Bakteri Amonifikasi 3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan Sampel Analisis Parameter Fisika dan Kimia Analisis Kelimpahan Bakteri Analisis Keragaman Bakteri 4 HASIL Profil Parameter Fisika dan Kimia Perairan Situ Sawangan-Bojongsari Profil Kelimpahan Bakteri yang Berperan dalam Siklus N Profil Keragaman Bakteri yang Berperan dalam Siklus N 5 PEMBAHASAN 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran 3 3 8 9 9 10 10 11 11 11 12 12 13 15 15 18 19 29 39 39 39 DAFTAR PUSTAKA 40 LAMPIRAN 46 RIWAYAT HIDUP 55 DAFTAR TABEL 1 Berbagai bentuk nitrogen yang terdapat di perairan ......................... 2 Kuantitas dan kualitas DNA hasil .................................................... 3 Kemiripan sekuen nukleotida gen nifH hasil DGGE terhadap sekuen nukleotida yang terdapat di Genbank (BlastN) ...... 4 Kemiripan sekuen asam amino gen nifH hasil DGGE terhadap sekuen asam amino yang terdapat di Genbank (BlastX) ...... 5 Kemirirpan sekuen nukleotida gen amoA hasil DGGE terhadap sekuen nukleotida yang terdapat di Genbank (BlastN) ....................... 6 Kemiripan sekuen asam amino gen amoA hasil DGGE terhadap sekuen asam amino yang terdapat di Genbank (BlastX) ...... 7 Kemiripan sekuen nukleotida gen nosZ hasil DGGE terhadap sekuen nukleotida yang terdapat di Genbank (BlastN) ....................... 8 Kemiripan sekuen asam amino gen nosZ hasil DGGE terhadap sekuen asam amino yang terdapat di Genbank (BlastX) 3 19 21 22 25 25 28 28 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Siklus nitrogen diperairan.................................................................... Lokasi pengambilan sampel di situ Sawangan-Bojongsari ................. Profil parameter fisika pada kolom air situ Sawangan-Bojongsari ..... Profil kelimpahan senyawa organik pada kolom air (a) dan air pori sedimen (b) di situ Sawangan-Bojongsari ........................................... Profil kelimpahan senyawa nitrogen pada kolom air (a) dan air pori sedimen (b) di situ Sawangan-Bojongsari ........................................... Profil kelimpahan bakteri yang berperan dalam siklus N pada kolom air di situ Sawangan-Bojongsari .......................................................... Profil kelimpahan bakteri yang berperan dalam siklus N pada sedimen di situ Sawangan-Bojongsari ................................................. Visualisasi hasil amplifikasi gen nifH dari sampel air dan sedimen ... Profil DGGE gen nifH dari perairan situ Sawangan-Bojongsari ....... Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida hasil DGGE (kode : nifH) dan sekuen-sekuen nukleotida yang terdapat di Genbank. .............................................................................................. Visualisasi hasil amplifikasi gen amoA dari sampel air dan sedimen . Profil DGGE gen amoA dari perairan situ Sawangan-Bojongsari. ..... Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida hasil DGGE (kode : amoA) dan sekuen-sekuen nukleotida yang terdapat di Genbank. .......................................................................................... Visualisasi hasil amplifikasi gen nosZ dari sampel air dan sedimen ... Profil DGGE gen nosZ dari perairan situ Sawangan-Bojongsari. ....... Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida hasil DGGE (kode : nosZ) dan sekuen-sekuen nukleotida yang terdapat di Genbank. .............................................................................................. 5 12 15 16 17 18 19 20 21 23 24 24 26 27 27 29 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 Urutan nukleotida hasil sekuensing dari pita DNA-DGGE gen nifH Urutan nukleotida hasil sekuensing dari pita DNA-DGGE gen amoA ................................................................................................... Urutan nukleotida hasil sekuensing dari pita DNA-DGGE gen nosZ Surat keterangan bahwa sebagian dari tesis sudah dipublikasikan (in press) 46 48 51 54 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam pengelolaan ekosistem perairan darat diantaranya rendahnya kualitas air yang disebabkan polusi senyawa nitrogen. Pemasukan senyawa nitrogen didominasi oleh aktivitas antropogenik dimana sebanding dengan peningkatan populasi manusia dan pemanfaatan ekosistem perairan (Carpenter et al. 1998). Kegiatan pemanfaatan ekosistem perairan darat seperti danau, sungai, dan situ oleh masyarakat Indonesia yang menyebabkan meningkatnya kadar senyawa nitrogen antara lain budidaya perikanan dan pembuangan limbah industri dan limbah domestik. Polusi senyawa nitrogen pada lingkungan perairan menimbulkan efek negatif baik secara langsung maupun tidak langsung. Efek negatif secara langsung di antaranya disebabkan oleh toksisitas senyawa nitrogen inorganik seperti amonia (NH3), nitrit (NO2) dan nitrat (NO3) (Alonso dan Camargo 2006). Senyawa NH3, NO2 dan NO3 merupakan bentuk-bentuk nitrogen inorganik terlarut yang pada umumnya terdapat di sistem perairan. Senyawa tersebut secara alami diperoleh dari deposisi atmosfer, disolusi dari deposit geologi yang kaya nitrogen, fiksasi nitrogen oleh mikroorganisme tertentu dan degradasi dari senyawa organik secara biologis (Rabalais 2002). Konsentrasi tertentu senyawa NH3, NO2 dan NO3 dapat menyebabkan kematian pada hewan akuatik (Alonso dan Camargo 2006). Senyawa NH3 bersifat toksik terhadap hewan akuatik terutama ikan (Richardson 1997). Senyawa ini dapat menyebabkan gangguan secara fisiologis, neurologis dan sitologis sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan berkurangnya aktivitas konsumsi makanan, fekunditas dan ketahanan tubuh pada organisme akuatik (Richardson 1997; Constable et al. 2003). Senyawa NO2 bersifat toksik dimana menyebabkan perubahan bentuk dan fungsi hemoglobin (Harris dan Coley 1991). Senyawa NO3 memiliki aktivitas toksik yang sama dengan NO2 akan tetapi NO3 harus diubah menjadi NO2 terlebih dahulu pada jaringan tubuh sehingga toksisitas ion NO3- sangat erat kaitannya dengan permeabilitas jaringan tubuh dari organisme akuatik (Jensen 1996; Cheng dan Chen 2002). Sedangkan efek negatif secara tidak langsung di antaranya menyebabkan eutrofikasi (Rabalais et al. 2002). Eutrofikasi dapat menjadi permasalahan yang besar dalam upaya konservasi perairan darat. Eutrofikasi dapat mempercepat pendangkalan sistem perairan sehingga terjadi perubahan bahkan kehilangan fungsinya. Eutrofikasi merupakan status tropik perairan dimana tingginya konsentrasi unsur hara. Peningkatan konsentrasi senyawa NH3, NO2 dan NO3 dapat memicu pertumbuhan, ketahanan dan proliferasi produsen primer seperti fitoplankton, alga, dan makrofit (Anderson et al. 2002). Pengendapan fitoplankton dan tumbuhan air yang mati menyebabkan pendangkalan dan meningkatkan kadar hara perairan (Rabalais et al. 2002). Upaya pelestarian dan pengelolaan perairan darat terhadap permasalahan tersebut dapat dilakukan melalui pengendalian faktor luar dan juga perlu memperhatikan kemampuan ekosistem itu sendiri. Mekanisme tersebut melalui serangkaian proses transformasi senyawa nitrogen (N) dalam siklus N. Proses reaksi dalam tahapan siklus N melibatkan proses mikrobiologis, yaitu fiksasi gas 2 nitrogen (N2), denitrifikasi baik yang dilakukan secara aerob maupun anaerob, nitrifikasi baik secara autotrof maupun heterotrof, oksidasi NH4 secara anaerob (anammox) dan mineralisasi (Hayatsu et al. 2008). Senyawa NH4 dapat lepas dari lingkungan melalui proses oksidasi dengan dua tahapan reaksi yaitu NH4 dioksidasi menjadi NO2 dan selanjutnya NO2 dioksidasi menjadi NO3 oleh bakteri kemoautotrofik pada kondisi aerob. Senyawa NO2 selain dapat dioksidasi oleh bakteri nitrifikasi pada kondisi aerob juga dapat digunakan sebagai akseptor elektron oleh bakteri denitrifikasi pada kondisi lingkungan anaerob (Zumft 1997). Bakteri denitrifikasi dapat pula menggunakan NO3 sebagai akseptor elektron pada kondisi lingkungan anaerob. Senyawa NO3 dan NO2 oleh bakteri denitrifikasi akan direduksi menjadi gas N2O dan N2 (Zumft 1997; Richardson 2000). Meskipun keragaman bakteri yang berperan dalam siklus N telah banyak diteliti, akan tetapi beberapa hasil penelitian dalam sepuluh tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang luar biasa. Adanya penemuan bakteri (Schubert et al. 2006) maupun arkea (Francis et al. 2007) yang dapat melakukan oksidasi NH3 pada kondisi anaerob (anammox) di lingkungan perairan, fototrof pengoksidasi NO2 (Griffin et al. 2007), serta berhasilnya dilakukan analisis genomik organisme yang berperan dalam siklus N (Arp et al. 2007) merupakan beberapa contoh yang menunjukkan bahwa biodiversitas dan kemampuan metabolik yang berperan dalam siklus N masih banyak yang belum diketahui. Keragaman dari mikroba tersebut berkaitan dengan keragaman fungsinya di lingkungan sebagai indikasi adanya perubahan dalam siklus N secara global (Hayatsu et al. 2008). Pemahaman yang baik mengenai mikroba yang berperan dalam siklus N sangat diperlukan untuk mengetahui sekaligus memberikan solusi dalam menangani permasalahan polusi senyawa nitrogen di perairan. Selain itu, dapat memberikan informasi dasar dalam penetapan kelayakan ekosistem tersebut untuk budidaya perikanan. Situ Sawangan-Bojongsari merupakan situ terluas di Kota Depok, Jawa Barat. Adanya peralihan fungsi sempadan situ Sawangan-Bojongsari menjadi lahan pertanian dan lahan terbangun, serta pembuangan limbah domestik ke perairan situ, maka diperkirakan menyebabkan perubahan yang bersifat kurang menguntungkan bagi perairan tersebut seperti dapat menimbulkan pendangkalan situ dan pencemaran air. Purnama (2008) melaporkan bahwa situ SawanganBojongsari telah mengalami pendangkalan 3-5 m akibat adanya sedimentasi dari limbah domestik yang meningkat seiring dengan meningkatnya pemukiman penduduk di sekitar situ. Selain itu, hampir setiap tahun perairan situ SawanganBojongsari ditumbuhi eceng gondok (Eichhornia crassipes), bahkan pertumbuhan Salvinia sp. dapat menutupi hampir 60% perairan (Efendi et al. 1996; Purnama 2008). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan keragaman bakteri yang berperan dalam siklus N di situ Sawangan-Bojongsari serta profil parameter fisika dan kimia perairan yang mempengaruhinya. 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Senyawa Nitrogen di Perairan Nitrogen merupakan komponen kimia dari atmosfer bumi dengan kelimpahan yang paling tinggi (hampir 80%). Nitrogen juga merupakan komponen penting yang menyusun biomolekul seluruh organisme hidup. Unsur ini terdapat dalam protein, asam nukleat, dan beberapa biomolekul lainnya, dimana keberadaannya dalam bentuk senyawa dengan tingkat oksidasi –III (sebagai NH3). Senyawa nitrogen dapat ditemukan diperairan dalam berbagai bentuk, termasuk dalam bentuk terlarut untuk diasimilasi oleh mikroorganisme (Tabel 1). Di perairan, nitrogen dapat berada dalam berbagai bentuk, yaitu NH4, NO2 dan NO3 atau N yang terikat oleh bahan organik atau anorganik (Francis et al. 2007). Tabel 1 Berbagai bentuk nitrogen yang terdapat di perairan (Sigee 2005) Organik Inorganik Larut Dissolved Organic Nitrogen (DON) Dissolved Inorganic Autochthonous : urea, protein, dan Nitrogen (DIN) asam nukleat Anion : NO3, NO2 Allochthonous : humus Kation : NH3 Gas terlarut : N2 Tidak larut Biomassa kompleks : Partikel berukuran besar Organisme hidup dan mati yang berasal dari batuan dan sedimen Senyawa NH3, NO2 dan NO3 merupakan bentuk senyawa nitrogen inorganik yang pada umumnya terdapat di sistem perairan. Senyawa tersebut secara alami diperoleh dari deposisi atmosfer, disolusi dari deposit geologi yang kaya nitrogen, fiksasi nitrogen oleh mikroorganisme tertentu dan degradasi dari senyawa organik secara biologis (Rabalais 2002). Menurut Jickells (2005) senyawa nitrogen inorganik di atmosfer berasal dari emisi secara alami gas NH3 dan N2O dari area tanah, tanaman, dan hasil ekskresi hewan. Deposisi nitrogen inorganik di atmosfer menjadi bentuk senyawa nitrogen teroksidasi (NO3) dan tereduksi (NH4) menjadi bagian penting untuk masuknya senyawa nitrogen inorganik ke sistem perairan (Paerl et al. 2002; Krishnamurthy et al. 2007). Senyawa total NH3 diperairan terdiri dari bentuk terionisasi (NH4+) dan tidak terionsasi (NH3). Konsentrasi relatif dari NH4+ dan NH3 pada dasarnya dipengaruhi oleh suhu dan pH perairan. Pada saat suhu dan pH cenderung meningkat maka konsentrasi NH3 juga akan meningkat, tetapi konsentrasi NH4+ akan menurun (Alonso dan Camargo 2006). Senyawa total NH3 di lingkungan perairan merupakan hasil dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen inorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari 4 dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati). Sumber NH3 yang lain adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer (Paerl et al. 2002; Krishnamurthy et al. 2007), limbah industri dan domestik. Senyawa NH3 yang terdapat dalam mineral masuk ke badan air melalui erosi tanah. Senyawa NH3 juga dapat terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga mengendap di dasar perairan. Senyawa NH3 jarang ditemukan pada perairan yang mendapat cukup pasokan oksigen. Sebaliknya, kadar NH3 relatif tinggi pada wilayah anoksik (tanpa oksigen) yang biasanya terdapat di dasar perairan. Senyawa NH3 bersifat toksik terhadap hewan akuatik terutama pada ikan (Richardson 1997). Aktivitas toksik dari NH3 pada organisme akuatik dapat menyebabkan beberapa hal, antara lain kerusakan efitel insang, ketidakseimbangan osmoregulasi, kegagalan ginjal, ekskresi NH3 darah terhambat, kegagalan neurologis dan cytologist, meningkatkan konsumsi O2 jaringan tubuh, menurunkan kemampuan darah untuk transport O2 ke seluruh jaringan (Richardson 1997; Constable et al. 2003). Di perairan alami, senyawa NO2 biasanya ditemukan dalam kelimpahan yang sangat rendah, lebih rendah daripada NO3, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan O2. Adapun bentuk senyawa NO2 diperairan dapat berupa ion NO2- dan bentuk terionisasi asam nitrit (HNO2) (Russo et al. 2001). Konsentrasi relatif dari NO2- dan HNO2 dipengaruhi oleh pH perairan. Konsentrasi NO2cenderung meningkat dan konsentrasi HNO2 menurun ketika pH cenderung meningkat (Alonso dan Camargo 2006). Senyawa NO2 baik dalam bentuk terionisasi ataupun tidak dapat bersifat toksik terhadap hewan akuatik (Russo et al. 2001). Akan tetapi, dikarenakan pada sistem perairan konsentrasi ion NO2- cenderung lebih tinggi dibandingkan HNO2 maka ion NO2- lebih berperan terhadap toksisitas senyawa NO2 (Jensen 1996). Aktivitas toksik utama dari senyawa NO2 adalah menyebabkan perubahan pada struktur dan fungsi pigmen pembawa O2 (hemoglobin) (Jensen 1996). Pada ikan, masuknya senyawa NO2 ke plasma darah akan berasosiasi dengan oksidasi dari atom Fe (Fe2+ menjadi Fe3+), hemoglobin secara fungsional berubah menjadi methemoglobin sehingga tidak dapat melepaskan O2 (Jensen 1996). Pada dasarnya efek toksisitas dari senyawa NO2 pada ikan antara lain (1) menyebabkan deplesi Cl- baik secara ekstraseluler maupun intraseluler sehingga menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit, (2) deplesi K+ intraseluler dan elevasi K+ ekstraseluler yang dapat mempengaruhi potensial membran, nuerotransmisi, dan fungsi hati, (3) pembentukan senyawa N-nitroso yang bersifat mutagenik dan karsinogenik, (4) kerusakan mitokondria pada sel-sel hati (5) represi pada sistem pertahanan tubuh sehingga menurunkan toleransi terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan parasit (Harris dan Coley 1991; Jensen1996). Senyawa NO3 merupakan bentuk utama nitrogen yang terdapat dalam perairan. Senyawa ini sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil (Sigee 2005). Senyawa ini juga bersifat toksik terhadap hewan akuatik. Sebagaimana aktivitas toksik dari senyawa NO2, senyawa NO3 juga dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi dari pigmen pembawa O2 (hemoglobin, hemosianin) (Scott dan Crunkilton 2000). 5 Siklus Nitrogen di Perairan Nitrogen seperti unsur penting lainnya juga mengalami transformasi secara biologi di lingkungan perairan. Keseluruhan proses transformasi senyawa nitrogen bergabung dalam suatu siklus yang disebut siklus N (Gambar 1). Gambar 1 Siklus N diperairan (Francis et al. 2007) Siklus N meliputi proses biologis yang melibatkan peran mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme menghasilkan dan menggunakan energi dari reaksi oksidasi dan reduksi senyawa nitrogen. Mikroorganisme dalam reaksi biologi pada siklus N antara lain berperan dalam proses fiksasi N2, denitrifikasi baik yang dilakukan secara aerob maupun anaerob oleh bakteri, arkea maupun fungi, nitrifikasi baik yang dilakukan oleh bakteri maupun arkea secara autotrof maupun heterotrof, oksidasi NH4 secara anaerob (annamox) dan mineralisasi (Hayatsu et al. 2008). Lintasan utama N2 terfiksasi ke lingkungan biosfer terjadi melalui proses fiksasi secara biologis dengan melibatkan mikroorganisme diazotrof. Fiksasi N2 di lingkungan perairan turut membentuk keseimbangan nutrien pada badan air yaitu tingkat ketersediaan nutrien dan keseimbangan antara nitrogen dan fosfor. Proses fiksasi N2 melibatkan penggunaan ATP dan reduksi ekuivalen yang berasal dari metabolisme primer. Semua tahapan reaksi dikatalisis oleh nitrogenase (Fischers 1994; Siegbahn et al. 1998). Mekanisme penambatan N2 dimulai dengan dinitrogenase reduktase yang menerima elektron dari donor berupa ferredoksin tereduksi atau flavodoksin, dan berikatan dengan dua molekul MgATP. Elektron ditransfer menuju ke dinitrogenase. Dinitrogenase reduktase dan dinitrogenase membentuk kompleks, elektron ditransfer dan 2 MgATP dihidrolisis menjadi 2 molekul MgADP+Pi. Ketika dinitrogenase telah mengumpulkan cukup elektron, 6 senyawa tersebut mengikat molekul N2, mereduksinya dan dilanjutkan dengan pelepasan NH3. Adapun reaksi fiksasi N2 adalah sebagai berikut : N2 + 8H+ + 8e- + 16 ATP 2NH3 + 16 ADP + 16 Pi + H2 Enzim nitrogenase disandikan oleh gen nif (Fischers 1994; Siegbahn et al. 1998). Nitrogenase terdiri dari dua komponen protein yang sensitif terhadap oksigen. Komponen I (dinitrogenase) merupakan protein Mo-Fe yang berukuran 300 kDa yang terdiri dari dua subunit yaitu subunit α yang disandikan oleh nifK dan subunit β yang disandikan oleh nifD (Fischers 1994). Komponen II (dinitrogenase reductase) merupakan protein Fe-S yang berukuran 35 kDa yang disandikan oleh nifH (Fischers 1994). Aktivitas nitrogenase memerlukan ketersediaan energi dan hanya dapat terjadi pada kondisi anaerob. Aktivitas enzim yang hanya akan terjadi pada kondisi anaerob inilah yang menjadi faktor pembatas fiksasi N2 pada kondisi atmosfer yang kaya akan oksigen. Selain itu, aktivitas enzim nitrogenase juga dihambat oleh ion NH4+ dan sintesisnya dihambat oleh ion NO3- (Fischers 1994). Selain proses fiksasi dalam siklus N juga melibatkan proses oksidasi yaitu nitrifikasi. Proses nitrifikasi meliputi oksidasi NH3 dan oksidasi NO2. Oksidasi NH3 melalui dua tahapan reaksi yaitu reaksi oksidasi NH3 menjadi hidroksilamin (NH2OH) dilanjutkan dengan reaksi oksidasi NH2OH menjadi NO2 (Bothe et al. 2000). Tahapan reaksi dalam proses oksidasi NH3 melibatkan enzim yang berbeda, yaitu : Amonia Monooksigenase (AMO) 1. Enzim AMO mengubah NH3 menjadi NH2OH melalui reaksi : NH3 + O2 + 2H+ + 2e- NH2OH + H2O Enzim AMO pada bakteri Nitrosomonas europea dan juga bakteri pengoksidasi NH3 autotrof lainnya yang termasuk Proteobakteria sub kelas β dan γ, terdiri dari tiga sub unit yaitu AMO-A, AMO-B, dan AMO-C. Enzim ini disandikan oleh gen amoA, amoB, dan amoC. Ketersediaan amonium sangat berpengaruh dalam regulasi ekspresi gen amo baik pada tahap transkripsi, translasi, maupun posttranslasi. Keterbatasan jumlah NH4 menghambat secara spesifik terhadap aktivitas enzim ini (Bothe et al. 2000). Hidroksilamine Oksidoreduktase (HAO) 2. Enzim HAO berperan dalam reaksi oksidasi hidroksilamin menjadi nitrit, yaitu melalui reaksi : NH2OH + H2O NO2- + 5H+ + 4e- Enzim ini memiliki struktur yang kompleks, berada sebagai enzim yang dapat larut di dalam ruang periplasma. Setiap subunit trimerik yang menyusun enzim ini merupakan situs aktif. Enzim HAO disandikan oleh gen hao (Bothe et al. 2000). Senyawa NO2 selanjutnya dioksidasi oleh bakteri pengoksidasi nitrit dengan melibatkan kerja enzim terikat membran yaitu nitrit oksidoreduktase (NOR) (Sinha dan Annachhatre 2007). Reaksi yang terjadi sebagai berikut: NO2- + H2O NO3- + 2H+ + 2e- 7 Reaksi oksidasi dalam siklus N tidak hanya dalam proses nitrifikasi yang terjadi pada kondisi aerob, tetapi juga melibatkan reaksi oksidasi yang terjadi pada kondisi anaerob yaitu reaksi oksidasi NH4 atau anaerob ammonium oxidation (anammox) dimana NH4 secara langsung dioksidasi menjadi gas N2 dengan NO2 sebagai akseptor elektron. reaksi oksidasi ini terjadi di dalam bagian khusus pada sel yang disebut anamoksosom (Niftrik et al. 2004). pada proses ini NH4 dioksidasi dengan menghasilkan hidrazine (N2H4) dan NH2OH (Schalk et al. 1998). Proses anammox dapat terjadi pada berbagai sistem perairan dan tidak hanya terbatas di perairan laut atau payau. Di danau, lapisan sedimen-air merupakan relung ekologi untuk bakteri anammox. Schubert et al. (2006) pertama kali melaporkan terjadinya proses anammox pada lapisan kolom air suboksik di danau Tanganyika. Proses anammox terdapat pada semua lapisan anoksik dengan menyumbangkan 9-13% dari total produksi N2 dari danau tersebut. Adapun proses reduksi senyawa inorganik juga memegang peranan penting dalam siklus N. Proses reduksi NO3 menjadi NO2 merupakan langkah awal untuk 3 proses reaksi selanjutnya dalam siklus N, yaitu asimilasi NO3, denitrifikasi, Dissimilatory Nitrate Reduction to Ammonium (DNRA). Denitrifikasi merupakan proses reduksi NO3 menjadi NO2, NO2 menjadi nitrik oksida (NO), NO menjadi gas nitrous oksida (N2O) hingga pada akhirnya dihasilkan gas N2 (Richardson 2000; Zumft 1997). Setiap tahapan reaksi pada proses denitrifikasi dikatalisis oleh enzim yang berbeda. Reduksi NO3 menjadi NO2 dikatalisis oleh enzim nitrat reduktase. Ada dua macam nitrat reduktase yaitu nitrat reduktase terikat membran (NAR) dan nitrat reduktase pada periplasmik (NAP). Enzim NAR disandikan oleh gen narGHI sedangkan enzim NAP disandikan oleh gen napAB. Aktivitas enzim NAP terjadi pada kondisi aerob dan anaerob, sedangkan aktivitas enzim NAR diduga hanya terjadi pada kondisi anaerob. Hal ini disebabkan adanya penghambatan sistem transfer NO3 ke dalam sel oleh O2 (Moreno-Vivian et al. 1999; Zumft 1997). Richardson (2000) mengemukakan bahwa proses reduksi nitrat oleh enzim NAR berhubungan dengan konservasi energi yaitu sebagai akseptor elektron terakhir dalam rantai respirasi pada kondisi anaerob, sedangkan aktivitas enzim NAP cenderung untuk mengontrol keseimbangan energi pereduksi Reduksi NO2 menjadi NO dikatalisis oleh enzim nitrit reduktase (NIR). Enzim ini disandikan oleh gen nirS dan nirK (Bothe et al. 2000). Nitrik oksida diubah menjadi gas N2O dengan melibatkan enzim nitrik oksidoreduktase (NOR) yang disandikan oleh gen norB dan norC, sedangkan N2O diubah menjadi gas N2 dengan melibatkan enzim nitrous oksidoreduktase (NOS) yang disandikan oleh gen nosZ (Zumft 1997; Richardson 2000). Proses reduksi NO3 juga dapat menghasilkan NH4 sebagai produk akhir, yaitu melalui reaksi reduksi NO3 menjadi NH4 secara disimilatif (DNRA). Proses ini melibatkan dua tahap reaksi yaitu reduksi NO3 menjadi NO2 yang dikatalisis oleh enzim NAR dan reduksi NO2 menjadi NH4 yang dikatalisis oleh dua enzim yaitu NirBD dan multiheme cytochrome c nitrite reductase (Nrf) yang disandikan oleh gen nrfA (Moreno-Vivian et al. 1999; Richardson 2001; Mohan et al. 2004). Nitrogen dalam biomassa dikembalikan kembali ke ekosistem melalui degradasi makromolekul protein dan nukleotida. Proses ini merupakan mineralisasi di mana pengembalian senyawa N organik menjadi inorganik atau 8 dalam bentuk mineral. Tahapan penting dalam proses tersebut adalah deaminasi, yaitu pemindahan gugus amino dari protein dan asam amino yang melepaskan NH4. Amonium juga dilepaskan ke lingkungan ketika senyawa organik didegradasi oleh bakteri heterotrofik. Perombakan senyawa nitrogen organik oleh mikroba akan melepaskan protein yang selanjutnya oleh bakteri yang memiliki enzim proteolitik akan diubah menjadi peptida dan selanjutnya peptida akan menjadi asam amino. Senyawa nitrogen organik dengan berat molekul rendah seperti asam amino, amina, dan amida yang dihasilkan dari proses dekomposisi proteolitik ataupun yang berasal dari residu limbah organik selanjutnya akan mengalami dekomposisi enzimatik melalui reaksi deaminasi yang melibatkan aktivitas enzim deaminase ekstraseluler (Zaman et al. 1999) atau senyawa nitrogen tersebut diasimilasi secara langsung oleh sel mikroba (Barak et al. 1990). Proses deaminasi meliputi reaksi hidrolisis NH2-N yang berikatan α pada gugus C dari asam amino menjadi NH3 dan CO2. Beberapa asam amino dilaporkan dapat dimineralisasi secara langsung, akan tetapi ada beberapa asam amino yang memerlukan waktu lebih lama untuk dimineralisasi (Alef dan Kleiner 1986). Hampir semua bakteri heterotrof dapat melakukan proses deaminasi baik di dalam sel maupun di luar sel. Pelepasan NH3 juga dihasilkan dari reaksi deaminasi dari urea dan nukleotida. Keragaman Bakteri Pemfiksasi N2 Kelompok mikroorganisme diazotrof memiliki peran utama dalam proses fiksasi N2 dimana berperan sebesar 60% dalam proses masuknya N2 ke lingkungan biosfer. Kelompok bakteri ini merupakan bagian dari Prokariota yang termasuk dalam Eubakteria dan Arkea. Mikroorganisme diazotrof pada umumnya dikelompokan berdasarkan kebiasaan hidupnya seperti berupa mikroorganisme yang hidup bebas (free living), simbiotik atau berasosiasi secara tertutup dengan akar tanaman. Mikroorganisme diazotrof yang hidup bebas melakukan fiksasi N2 untuk keuntungannya sendiri dan prosesnya dapat terjadi pada kondisi aerob, anaerob, atau mikroaerob. Pada umumnya mikroorganisme tersebut merupakan kemotrof atau fototrof. Sedangkan diazotrof simbiotik selalu hidup dan melakukan fiksasi N2 pada kondisi mikroaerob atau anaerob. Kelompok mikroorganisme ini berperan dalam penyediaan N terfiksasi untuk inangnya. Bakteri diazotrof kemotrofik yang bersifat aerob obligat antara lain beberapa spesies Azotobacter, dimana dapat memfiksasi N2 secara efisisen dari udara (Garg et al. 2001). Kelompok diazotrof fototrofik yang bersifat aerob meliputi Sianobakteria seperti Anabaena dan Nostoc di mana bakteri tersebut memiliki nitrogenase yang terdapat pada sel khusus yang disebut heterocyst, sehingga terlindungi dari kerusakan akibat O2 (Thiel et al. 1995). Kelompok diazotrof yang bersifat anaerob terdapat pada genus Clostridium di mana memiliki beberapa spesies dengan kemampuan memfiksasi N2 (Chen et al. 2001). Adapun mikroorganisme diazotrof simbiotik di antaranya kelompok Rhizobium yang bersimbiosis dengan tanaman (Van Rhyn dan Vanderleyden 1995), Aktinomiset (Frankia) (Benson dan Silvester 1993), dan Azospirillum (Van de Brock dan Vanderleyden 1995). 9 Keragaman Bakteri Pengoksidasi NH3 Bakteri pengoksidasi NH3 pada umumnya diketahui sebagai bakteri nitrifikasi yang bersifat aerob. Di lain pihak, perkembangan ilmu pengetahuan telah menunjukkan adanya penemuan bakteri (Schubert et al. 2006) maupun arkea (Francis et al. 2007) yang dapat melakukan oksidasi NH3 pada kondisi anaerob (anammox) di lingkungan perairan, sehingga dapat disimpulkan mikroorganisme pengoksidasi NH3 dapat tersebar pada kelompok Beta-proteobakteria, Gammaproteobakteria, Planktomiset, dan Arkea. Pada umumnya di lingkungan, bakteri pengoksidasi NH3 didominasi oleh kelompok bakteri pengoksidasi NH3 autotrofik gram negatif. Kelompok tersebut pada awalnya ditempatkan pada satu kelompok taksonomi berdasarkan kemampuannya untuk tumbuh secara autotrof yang mendapatkan energi dari oksidasi NH3. Sebanyak 5 genus bakteri pengoksidasi NH3 pada awalnya dikelompokan berdasarkan karakteristik fenotip yaitu morfologi sel di mana diklasifikasikan menjadi genus Nitrosomonas, Nitrosococcus, Nitrosospira, Nitrosovibrio, dan Nitrosolobus (Bothe et al. 2000). Berdasarkan kemiripan sekuen 16S rRNA genus Nitrosospira, Nitrosovibrio, dan Nitrosolobus mengacu pada satu genus yaitu Nitrosospira (Head et al. 1993). Semua genus memiliki kekerabatan terdekat dengan organisme β-proteobakteria kecuali Nitrosococcus (Teske et al. 1994). Secara filogenetik anggota dari genus Nitrosococcus tidak homogen. N. mobilis termasuk ke dalam kelompok βproteobakteria, sedangkan N. oceani dan N. halophilus termasuk γ-proteobakteria (Teske et al. 1994). Sejauh ini hanya beberapa bakteri pengoksidasi NH3 yang termasuk γ-proteobakteria telah dapat diisolasi dari perairan laut. Sementara dari habitat tanah atau perairan darat belum ada informasi yang berhasil mengisolasinya. Adapun bakteri anammox diketahui sampai saat ini merupakan bakteri yang termasuk ke dalam filum Plaktomisetes. Keragaman bakteri anammox di perairan tawar pertama kali dilaporkan oleh Schubert et al. (2006) yang menunjukkan bahwa bakteri anammox yang ditemukan di danau Tanganyika berdasarkan analisis filogenetik dari gen 16S rRNA memiliki kekerabatan terdekat dengan Candidatus Scalindua brodae. Sedangkan hasil penelitian Zhang et al. (2007) dengan kajian keragaman dan kelimpahan bakteri pengoksidasi NH4 pada kondisi aerob dan anerob dari sedimen sungai Xingi (China) menunjukkan bahwa berdasarkan analisis 16S rRNA bakteri tersebut memiliki kekerabatan terdekat dengan bakteri anamox Candidatus Brocardia anammoxidans. Keragaman Bakteri Pengoksidasi NO2 Hampir di setiap lingkungan, nitrifikasi ditemukan terbatas pada oksidasi NH3 dan NO2 jarang terakumulasi. Hal ini menyebabkan kajian mengenai bakteri pengoksidasi NO2 menjadi jarang dilakukan dan kajian biokimia serta fisiologisnya hanya fokus pada Nitrobacter. Klasifikasi fenotitifik pada awalnya dilakukan dalam pengelompokkan bakteri tersebut, yaitu berdasarkan morfologi sel dan ultrastruktur membran di mana bakteri pengoksidasi NO2 dikelompokkan 10 menjadi 4 genus antara lain Nitrobacter (bentuk batang) dan Nitrococcus (bentuk kokus) yang memiliki membran sitoplasma dan barkaitan dengan bakteri fotosintetik, Nitrospina (bentuk batang atau spiral) yang tidak memiliki membran sitoplasma, dan Nitrospira yang tumbuh membentuk sel heliks (rantai). Analisis filogenetik dari sekuen 16S rRNA keempat genus tersebut menempatkan keempat genus termasuk pada empat kelompok proteobakteria. Ketersediaan informasi paling banyak saat ini adalah kajian mengenai Nitrobacter (alfa-proteobakteria) dan Nitrospira (beta-proteobakteria). Sedangkan genus bakteri yang masih sangat perlu diperhatikan kajiannya adalah beberapa bakteri yang hanya dikaji sebagai organisme yang dikulturkan seperti Nitrospina gracilis (delta-proteobakteria) dan Nitrococcus mobilis (gamma-proteobakteria) (Bock et al. 1983). Keragaman Bakteri Pereduksi NO3 Beberapa genus bakteri yang dapat mereduksi nitrat antara lain paracoccus (Ellington 2002) dan pseudomonas (Firth dan Edwards 2000). P. stutzeri merupakan bakteri denitrifikasi yang mampu mereduksi NO3 dengan menghasilkan gas N2 (Rius et al. 2001). Bakteri gram negatif lain yang dapat mereduksi NO3 adalah Azospirillum. Beberapa arkea juga diketahui memiliki enzim-enzim yang berperan dalam denitrifikasi di antaranya Pyrobaculum aerophilum yang bersifat halofilik dan termofilik dan Haloarcula marismortui yang juga bersifat halofilik. Selain bakteri, fungi juga diketahui memiliki beberapa enzim reduktase yang berperan dalam proses denitrifikasi seperti pada beberapa khamir dan Fusarium oxysporum (Richardson et al. 2000). Proses reduksi NO 3 secara disimilasi menghasilkan NH4 (DNRA) melibatkan bakteri ananerob. Bakteri fakultatif anaerob yang berperan dalam proses tersebut antara lain Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli dan Staphylococcus carnosus yang dapat mereduksi NO 3 menjadi NH4 pada sitoplasma (Mohan et al. 2004). Sedangkan kelompok enterobakteria yang bersifat anaerob obligat seperti Sulfospirillum delayiani dan Desulfovibrio desulfuricans serta mikroaerofilik obligat seperti Campylobacter jejuni dapat melakukan reduksi NO 3 menjadi NH4 melalui enzim-enzim reduktase yang terdapat pada periplasma (Mohan et al. 2004). Keragaman Bakteri Amonifikasi Beberapa bakteri yang dapat melakukan deaminasi diantaranya bakteri yang termasuk dalam genus Bacillus. Bacillus pasterii dapat melakukan deaminasi beberapa asam amino baik secara oksidatif maupun non oksidatif. Bakteri tersebut secara oksidatif dapat melakukan deaminasi asam amino l-glutamat dan dlaspartat sedangkan secara non oksidatif dapat melakukan deaminasi dl-serina, dltreonina dan l-asparagina (Prabhu 1984). Selain asam amino, nukleotida juga dapat mengalami deaminasi. Bacillus subtilis memiliki enzim guanin deaminase yang berperan dalam deaminasi guanina menjadi xanthina pada saat penggunaan 11 purin sebagai sumber N (Nygaard et al. 2000). Bakteri dari genus Clostridium juga diketahui berperan dalam proses deaminasi. Witheley dan Tahara (1996) melaporkan bahwa Clostridium tetanomorphum memiliki enzim treonina deaminase. Adapun Clostridium botulinum juga dilaporkan dapat melakukan deaminasi beberapa asam amino seperti asparagina, treonina, serina, arginina, ornitina, dan metionina (Landgrebe dan Weaper 1966). Selain itu, bakteri Echerichia coli juga diketahui memiliki kemampuan untuk deaminasi asam amino treonin (Umbarger dan Brown 1957). 3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari 2012 sampai dengan September 2013. Pengambilan sampel dilakukan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat pada tanggal 7 Januari 2012. Analisis parameter kimia dan analisis kelimpahan bakteri dilakukan di laboratorium Mikrobiota, Pusat Penelitian Limnologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sedangkan analisis keragaman bakteri dilakukan di laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor (IPB). Pengambilan Sampel Pengambilan sampel air dan sedimen dilakukan pada tiga titik (Gambar 2). Sampel air diambil di masing-masing titik pada 3 strata kedalaman yaitu air permukaan, kedalaman secchi, dan dasar perairan. Sampel air ditampung menggunakan botol steril berukuran 250 ml. Sampel sedimen diambil menggunakan sediment core pada kedalaman 0-10 cm dengan strata kedalaman 02 cm, 2-5 cm, dan 5-10 cm. Komposit dilakukan terhadap sampel dari masingmasing titik sesuai dengan strata kedalamannya. 12 Gambar 2 Lokasi pengambilan sampel di situ Sawangan-Bojongsari Analisis Parameter Fisika dan Kimia Analisis parameter fisika perairan dilakukan pada saat pengambilan sampel yang meliputi parameter suhu, pH, dan oksigen terlarut. Pengukuran dilakukan menggunakan Water Quality Checker (WQC). Selain itu dilakukan pengukuran kedalaman secchi menggunakan keping secchi. Analisis parameter kimia air dan air pori sedimen meliputi parameter Total Nitrogen (TN), Total Organic Matter (TOM), Dissolve Organic Matter (DOM), Total Organic Carbon (TOC), N-NH3, N-NO3, dan N-NO2 (Greenberg et al. 1992). Analisis Kelimpahan Bakteri Bakteri pemfiksasi N2 Sebanyak 1 ml sampel air diencerkan dengan larutan NaCl fisiologis (0.85%) melalui beberapa pengenceran berseri. Selanjutnya sebanyak 1 ml hasil pengenceran dari 3 pengenceran terakhir diinokulasikan pada 9 ml medium cair bebas N dengan komponen utama (per liter) yaitu 1 g K2HPO4, 3 g KH2PO4, 0.065 g MgSO4, 0.01 g FeCl3.6H2O, 0.07 g CaCl2.2H2O, 5 g dekstrosa serta komponen minor yaitu 240 μg Na2MoO4.2H2O, 3 μg H3BO4, 1,83 μg MnSO4.H2O, 290 μg ZnSO4.7H2O, 130 μg CuSO4.5H2O dan 120 μg CoCl2.6H2O (Phillips et al. 2000). Setelah itu, gas N2 dialirkan ke dalam medium dengan menggunakan syringe steril selama 3 menit. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 7 hari. Uji positif bakteri pemfiksasi N2 dinyatakan apabila kultur bakteri berwarna biru 13 setelah diberi pereaksi fenol alkohol 10 %, nitroprusid 0.5 %, dan campuran hipoklorit teknis dan asam sitrat 20 % (1:4) (Greenberg et al. 1992). Kelimpahan bakteri dihitung melalui metode Most Probable Number (MPN) (Cappucino dan Sherman 1983). Bakteri pengoksidasi NH3 dan NO2 Sebanyak 1 ml sampel air dan 1 gram sedimen diencerkan dengan NaCl fisiologis (0.85%) melalui beberapa pengenceran berseri. Selanjutnya sebanyak 1 ml hasil pengenceran dari 3 pengenceran terakhir diinokulasikan pada 9 ml medium cair yang memiliki komposisi yang terdiri dari (per liter) sebagai berikut 0,9 g Na2HPO4, 0,2 g KH2PO4, 0,1 g MgSO4.7H2O, 0,005 g FeCl3. 6H2O, 0,0184 g CaCl2.6H2O, 0,25 g Yeast Ekstrak, dan penambahan 5 g Na2CO3 sebagai sumber C. Untuk bakteri pengoksidasi NH3dilakukan modifikasi dengan penambahan 1 g NH4Cl dan untuk bakteri pengoksidasi NO2 dilakukan penambahan NaNO2. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 7 hari. Uji positif bakteri pengoksidasi NH3 dinyatakan apabila kultur bakteri berwarna merah muda hingga keunguan setelah diberi pereaksi sulfanilamid 1 % dan NED (Naftalena Etilena Diamina) 0.1 %. Sedangkan uji positif bakteri pengoksidasi NO2 dinyatakan apabila kultur bakteri berwarna kuning setelah diberi pereaksi brucine dan asam sulfat pekat (Greenberg et al. 1992). Kelimpahan bakteri dihitung melalui metode MPN (Cappucino dan Sherman 1983). Bakteri pereduksi NO3 Sebanyak 1 ml sampel air dan 1 g sedimen diencerkan dengan larutan NaCl fisiologis (0.85%) dengan beberapa pengenceran berseri. Selanjutnya sebanyak 1 ml hasil pengenceran dari 3 pengenceran terakhir diinokulasikan pada 9 ml medium cair yang sama seperti untuk bakteri pengoksidasi NH3 tetapi dengan modifikasi penambahan 1 g NaNO3 dan 5 g asetat sebagai sumber C untuk bakteri pereduksi NO3-denitrifikasi serta 5 g glukosa untuk bakteri DNRA. Kondisi anaerob pada media diberikan melalui metode OFN (Oxygen Free Nitrogen) yaitu dengan mengalirkan gas N2 ke dalam media menggunakan syiringe steril selama 3 menit. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama satu hari. Uji positif bakteri pereduksi NO3-denitrifikasi dinyatakan apabila kultur bakteri berwarna merah muda hingga keunguan setelah diberi pereaksi sulfanilamid 1 % dan NED (Naftalena Etilena Diamina) 0.1 %. (Greenberg et al. 1992). Uji positif bakteri DNRA dinyatakan apabila kultur bakteri berwarna biru setelah diberi pereaksi fenol alkohol 10 %, nitroprusid 0.5 %, dan campuran hipoklorit teknis dan asam sitrat 20 % (1:4) (Greenberg et al. 1992). Kelimpahan bakteri dihitung melalui metode MPN (Cappucino dan Sherman 1983). Bakteri amonifikasi Sebanyak 1 ml sampel air atau 1 gram sedimen diencerkan dengan larutan NaCl fisiologis (0.85%) melalui beberapa pengenceran berseri. Selanjutnya sebanyak 1 ml hasil pengenceran dari 3 pengenceran terakhir diinokulasikan pada 9 ml medium cair. Komposisi medium cair yang digunakan sama seperti untuk bakteri pengoksidasi NH3 dengan modifikasi penambahan 5 g pepton. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama satu hari. Uji positif bakteri amonifikasi dinyatakan apabila kultur bakteri berwarna biru setelah diberi pereaksi fenol 14 alkohol 10 %, nitroprusid 0.5 %, dan campuran hipoklorit teknis dan asam sitrat 20 % (1:4) (Greenberg et al. 1992). Kelimpahan bakteri dihitung melalui metode MPN (Cappucino dan Sherman 1983). Analisis Keragaman Bakteri Ekstraksi DNA dari sampel air dan sedimen Sebanyak 250 ml sampel air disaring menggunakan membran filter Whatman dengan diameter pori 0.22 µm. Ekstraksi DNA menggunakan Ultraclean Water DNA Extraction Kit (MOBIO). Sebanyak ± 1 g sedimen digunakan untuk ekstraksi DNA dari sampel sedimen menggunakan Ultraclean Soil DNA Extraction Kit (MOBIO). Kualitas dan kuantitas hasil ekstraksi DNA diukur menggunakan Nanodrop. Amplifikasi DNA Amplifikasi DNA dilakukan untuk mendeteksi gen yang berperan dalam proses fiksasi N2 yaitu nifH, gen yang berperan dalam proses oksidasi NH3 yaitu amoA, dan gen yang berperan dalam proses reduksi N2O yaitu gen nosZ. Amplifikasi gen nifH dilakukan dengan nested PCR menggunakan primer FGPH19 dan PolR untuk amplifikasi pertama serta primer AQER dan PolF/PolFGC Clamp untuk amplifikasi kedua (Zhan dan Sun 2011). Amplifikasi gen amoA dilakukan menggunakan primer AmoA-1F dan AmoA-2R (Chu et al. 2007). Amplifikasi gen nosZ dilakukan menggunakan primer NosZF/ NosZF-GC Clamp dan NosZ1622R (Hou et al. 2012). Setiap reaksi amplifikasi terdiri dari 2 μl DNA template, 5 μl buffer, 5 μl dNTP, 1 unit primer, 0,5 μl KOD Hot Start DNA Polymerase (Novagen) dan akuades steril hingga volume 25 μl. Amplifikasi gen nifH dilakukan pada kondisi denaturasi awal 94 °C selama 5 menit, diikuti 30 siklus pada suhu denaturasi 94 °C selama 1 menit, annealing 56 °C (amplifikasi kedua: 50 °C) selama 1 menit, pemanjangan 72 °C selama 2 menit, selanjutnya pemanjangan akhir pada suhu 72 °C selama 5 menit. Amplifikasi gen amoA dilakukan pada kondisi denaturasi awal 94 °C selama 5 menit, dilanjutkan 35 siklus pada suhu denaturasi 94 °C selama 1 menit, annealing 58 °C selama 1 menit, pemanjangan 72 °C selama 1 menit, diikuti pemanjangan akhir pada suhu 72 °C selama 5 menit. Sedangkan untuk amplifikasi gen nosZ digunakan program touchdown PCR yang meliputi denaturasi awal 94 °C selama 2 menit, denaturasi 94 °C selama 1 menit, dilanjutkan annealing 58-53 °C selama 45 detik dan pemanjangan 72 °C selama 1 menit. Untuk 10 siklus pertama suhu annealing diturunkan 0.5 °C/siklus dan 25 siklus selanjutnya suhu annealing pada 53°C. Hasil amplifikasi DNA dianalisis menggunakan elektroforesis gel agarosa 1.5% dan visualisasi dengan UV transluminator. Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE) Sebanyak 20 µl DNA hasil amplifikasi yang telah dicampurkan dengan 4 µl loading dye dimigrasikan pada polyacrylamide gel 6% (b/v) dalam buffer TAE 1x (pH 7, 10mM sodium acetate, 0.5 mM Na,-EDTA) dengan gel yang dibuat dari 15 40% (b/v) larutan stok acrylamide (acrylamide-N,N'-methylenebisacrylamide, 37.5:1) dan mengandung denaturan (100% denaturan : 7 M urea dan 40% (v/v) formamide). Denaturan untuk elektroforesis gen nifH dan amoA dibuat antara 3565% serta nosZ antara 40-70%. Elektroforesis dilakukan menggunakan DCode Mutation Detection System (Biorad) pada suhu 60°C dan 130 Volt selama 4 jam. Setelah elektroforesis, gel direndam selama 15 menit dengan larutan pewarna Ethidium Bromide (0.5 mg/L). Analisis hasil denaturasi dilakukan menggunakan Gel Doc System. Analisis urutan nukleotida dan filogenetik Fragmen DNA pada gel elektroforesis DGGE yang sudah dipotong direndam dengan 40 μl akuades dan diinkubasi pada inkubator berpenggoyang dengan suhu 37 °C selama 2 jam. Selanjutnya campuran tersebut diinkubasi pada suhu 4 °C selama 24 jam. Campuran digunakan sebagai template untuk amplifikasi ulang primer tanpa GC-Clamp. Produk amplifikasi dianalisis urutan nukleotidanya melalui proses sekuensing menggunakan jasa perusahaan First Base Malaysia dengan protokol standar DNA sekuenser (ABI PRISM 3100). Analisis kemiripan sekuen dilakukan menggunakan program BLAST Analisis filogenetik dilakukan (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST/). menggunakan piranti lunak MEGA 5.0 berdasarkan metode Neighbour-Joining (NJ) dan nilai bootstrap 1000x. 5 HASIL Profil Parameter Fisika dan Kimia Perairan Situ Sawangan-Bojongsari Hasil pengukuran pada saat pengambilan sampel di tiga titik sampling yang berbeda menunjukkan bahwa masing-masing titik sampling memiliki kedalaman secchi yang sama yaitu 110 cm serta kedalaman dasar pada titik sampling mencapai rata-rata 230 cm. Pengukuran parameter pada saat pengambilan sampel menunjukkan nilai parameter suhu kolom air situ Sawangan-Bojongsari menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman (Gambar 3). Kisaran suhu pada strata 0 cm yaitu 26.1-31.1 °C dan pada strata 110 cm yaitu 24.2-29.1 °C. Sedangkan kisaran suhu pada strata 230 cm memiliki nilai yang paling rendah yaitu 23.424.9 °C. Parameter nilai pH juga cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman pada kolom air (Gambar 3). Kisaran nilai pH pada strata 0 cm yaitu 6.40-6.98. Kisaran nilai pH pada strata 110 cm yaitu 6.08-6.90 dan pada strata 230 cm yaitu 6.04-6.14. Begitupun juga dengan konsentrasi O2 terlarut yang cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman pada kolom air. Konsentrasi O2 yang terlarut pada strata 0 cm memiliki kisaran 5.37-7.90 mg/L. Sedangkan pada srata 110 cm konsentrasi O2 terlarut memiliki kisaran 4.01-5.20 mg/L. Konsentrasi terendah O2 terlarut terdapat pada strata 230 cm yaitu dengan kisaran 0.37-0.84 mg/L. 16 Gambar 3 Profil parameter fisika pada kolom air Situ Sawangan-Bojongsari Hasil pengukuran akumulasi senyawa organik yang terdapat di kolom air menunjukkan bahwa akumulasi TOM, DOM, dan TOC semakin meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman (Gambar 4). Akumulasi tertinggi TOM pada kolom air terdapat pada strata 230 cm (25.0 mg/L) dan terendah terdapat pada strata 0 cm (18.11 mg/L). Adapun akumulasi tertinggi DOM terdapat pada strata 230 cm (12.29 mg/L) dan terendah terdapat pada strata 0 cm (7.42 mg/L). Begitupun dengan TOC yang memiliki akumulasi tertinggi terdapat pada strata 230 cm (3.51 mg/L) dan terendah terdapat pada strata 0 cm (1.17 mg/L). (a) (b) Gambar 4 Profil kelimpahan senyawa organik pada kolom air (a) dan sedimen (b) di situ Sawangan-Bojongsari 17 Profil akumulasi senyawa organik pada sedimen menunjukkan bahwa hanya TOM yang meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman. Akumulasi tertinggi TOM pada sedimen terdapat pada strata 5-10 cm (96.67%) dan terendah terdapat pada strata 0-2 cm (62.55%). Adapun akumulasi tertinggi DOM terdapat pada strata 2-5 cm (191.29 mg/L) dan terendah terdapat pada strata 5-10 cm (121.85 mg/L). Akumulasi tertinggi TOC juga terdapat pada strata 2-5 cm (2.22%) dan terendah terdapat pada strata 5-10 cm (1.96%). Akumulasi TN pada sedimen lebih tinggi dibandingkan pada kolom air. Akan tetapi akumulasi senyawa nitrogen anorganik pada masing-masing strata menunjukan nilai yang bervariasi (Gambar 5). Akumulasi TN tertinggi terdapat pada sedimen strata 5-10 cm (10.721 mg/L) dan terendah terdapat pada kolom air strata 110 cm (3.98 mg/L). (a) (b) Gambar 5 Profil kelimpahan senyawa nitrogen pada kolom air (a) dan air pori sedimen (b) di situ Sawangan-Bojongsari Akumulasi senyawa NO3 cenderung menurun seiring dengan bertambahnya strata baik pada kolom air maupun sedimen. Akumulasi NO3 tertinggi terdapat pada kolom air dengan strata 0 cm (0.509 mg/L) dan terendah terdapat pada sedimen dengan strata 5-10 cm (0.042 mg/L). Adapun akumulasi senyawa NO2 hanya terdapat pada kolom air. Akumulasi NO2 tertinggi terdapat pada strata 110 cm (0.061 mg/L) dan terendah terdapat pada strata 0 cm (0.048 mg/L). Akumulasi senyawa NH4 cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman baik pada kolom air maupun sedimen. Akumulasi NH4 tertinggi terdapat pada sedimen dengan strata 5-10 cm (6.449 mg/L) dan terendah terdapat pada kolom air dengan strata 0 cm (0.338 mg/L). 18 Profil Kelimpahan Bakteri yang Berperan dalam Siklus N Kelimpahan bakteri pemfiksasi N2 cenderung tidak menunjukan profil linier seiring dengan bertambahnya kedalaman baik pada kolom air (Gambar 6) maupun pada sedimen (Gambar 7). Kelimpahan tertinggi di kolom air terdapat pada strata 110 cm (2.97 Log sel/ ml) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 0 cm (2.46 Log sel/ml). Adapun kelimpahan tertinggi di sedimen terdapat pada strata 25 cm (4.43 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 5-10 cm (3.97 Log sel/g). Bakteri pengoksidasi NH3 dan NO2 di situ Sawangan-Bojongsari hanya terdapat pada bagian kolom air. Kelimpahan bakteri tersebut cenderung semakin menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman (Gambar 6). Kelimpahan tertinggi bakteri pengoksidasi terdapat pada strata 0 cm (2.43 Log sel/ml) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 230 cm (1.86 Log sel/ml). Adapun kelimpahan tertinggi bakteri pengoksidasi NO2 terdapat pada strata 0 cm (2.87 Log sel/ml) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 230 cm (1.48 Log sel/ml). Bakteri pereduksi NO3 yang terdapat di situ Sawangan-Bojongsari cenderung memiliki kelimpahan yang semakin meningkat dengan semakin bertambahnya kedalaman baik pada kolom air (Gambar 6) maupun pada sedimen (Gambar 7). Kelimpahan tertinggi terdapat pada sedimen dengan strata 2-5 dan 510 cm (6.04 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada kolom air strata 0 cm (1.32 Log sel/ml). Bakteri pereduksi NO3 menjadi NH4 (DNRA) juga dapat ditemukan pada kolom air (Gambar 6) maupun sedimen (Gambar 7) dengan kelimpahan yang cenderung semakin meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman. Kelimpahan tertinggi terdapat pada sedimen strata 5-10 cm (4.32 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada kolom air strata 0 dan 110 cm (1.56 Log sel/ml). Gambar 6 Profil kelimpahan bakteri yang berperan dalam siklus N pada kolom air di situ Sawangan-Bojongsari 19 Gambar 7 Profil kelimpahan bakteri yang berperan dalam siklus N pada sedimen di situ Sawangan-Bojongsari Kelompok bakteri amonifikasi dapat ditemukan dengan kelimpahan yang cenderung semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman baik pada kolom air (Gambar 6) maupun sedimen (Gambar 7). Kelimpahan tertinggi terdapat pada sedimen dengan strata 5-10 cm (4.43 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada kolom air dengan strata 0 cm (1.86 Log sel/ml). Profil Keragaman Bakteri yang Berperan dalam Siklus Nitrogen Total DNA dari sampel air maupun sedimen dapat diisolasi dengan baik. Konsentrasi DNA yang diperoleh dari sampel sedimen cenderung lebih tinggi dibandingkan dari sampel air (Tabel 2). Total DNA yang diperoleh merupakan DNA cetakan yang digunakan untuk amplifikasi sekuen gen nifH, amoA dan nosZ. Tabel 2 Kuantitas dan kualitas DNA hasil isolasi Sampel Strata(cm) DNA (ng/µl) OD 260/280 Air 0 15.5 2.05 110 1.8 1.65 230 2.5 1.86 Sedimen 0-2 19.1 2.09 2-5 37.4 1.82 5-10 35.7 1.99 20 Bakteri pemfiksasi N2 Keragaman bakteri pemfiksasi N2 dilihat berdasarkan hasil DGGE dari produk amplifikasi gen nifH. Amplifikasi gen nifH melalui nested PCR dari semua sampel telah berhasil dilakukan. Hasil visualisasi produk PCR menunjukkan terdeteksinya pita DNA berukuran ~320 bp (Gambar 8). Gambar 8 Visualisasi hasil amplifikasi gen nifH dari sampel air dan sedimen. Lajur M: Marker 100 bp, Lajur 1: air strata0 cm, Lajur 2: air strata110 cm, Lajur 3: air strata230 cm, Lajur 4: sedimen strata0-2 cm, Lajur 5: sedimen strata2-5 cm, Lajur 6: sedimen strata5-10 cm Analisis DGGE dari gen nifH hasil amplifikasi tersebut menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 22 pita DNA gen nifH yang tersebar pada beberapa posisi elektroforetik. Adapun sebanyak 11 pita DNA gen nifH yang berada pada posisi yang berbeda (Gambar 9). Hal ini dapat menunjukkan bahwa di perairan situ Sawangan-Bojongsari terdapat komunitas bakteri pemfiksasi nitrogen dengan jumlah 11 keragaman. Sebanyak 6 pita DNA gen nifH hasil DGGE telah diisiolasi dan diamplifikasi ulang serta dianalisis urutan nukleotidanya (Lampiran 1). Analisis kemiripan sekuen nukleotida melalui perbandingan dengan sekuen nukleotida yang terdapat di GenBank menunjukkan bahwa sekuen-sekuen nukleotida keenam isolat gen nifH memiliki kemiripan antara 80-90% (Tabel 3). Berdasarkan analisis tersebut keenam isolat gen nifH teridentifikasi sebagai nifH dari uncultured bacterium. 21 Gambar 9 Profil DGGE gen nifH dari perairan situ Sawangan-Bojongsari. Lajur 1: air strata0 cm, Lajur 2: air strata 110 cm, Lajur 3: l air strata230 cm, Lajur 4: sedimen strata0-2 cm, Lajur 5: sedimen strata2-5 cm, Lajur 6: sedimen strata5-10 cm Tabel 3 Kemiripan sekuen nukleotida gen nifH hasil DGGE terhadap sekuen nukleotida yang terdapat di Genbank (BlastN) No. Pita Sekuen yang homolog DNA 1 Uncultured bacterium clone Tm2Cl3 dinitrogenase iron protein (nif H) gene, partial 2 Uncultured bacterium clone Tm2Cl3 dinitrogenase iron protein (nif H) gene, partial 3 Uncultured bacterium isolate DGGE gel band 9 nitrogenase iron protein (nifH gene), partial cds. 5 Uncultured bacterium clone NIS10-4 dinitrogenase reductase (nifH) gene, partial cds 6 Uncultured bacterium clone TSR15-1 dinitrogenase reductase (nifH) gene, partial 8 Uncultured bacterium isolate DGGE gel band 9 nitrogenase iron protein (nifH gene), partial cds. Identitas (%) 80 GQ46478.1 81 GQ46478.1 83 GU362108.1 88 AF389793.1 90 HM750811.1 89 GU362108.1 No. Akses 22 Adapun hasil analisis kemiripan sekuen asam amino menunjukkan bahwa sekuen asam amino dari keenam isolat gen nifH memiliki kemiripan antara 6592% dengan protein fungsional dari nifH (nitrogenase reductase), dimana 5 isolat gen nifH merupakan nitrogenase reductase dari uncultured bacterium dan 1 isolat gen nifH merupakan nitrogenase reductase dari Methylomonas sp. MK1 (Tabel 4). Tabel 4 Kemiripan sekuen asam amino gen nifH hasil DGGE terhadap sekuen asam amino yang terdapat di Genbank (BlastX) No. Pita Identitas Sekuen yang homolog No. Akses DNA (%) 1 Dinitrogenase reductase (Uncultured 80 CBJ25170.1 bacterium) 2 Dinitrogenase reductase (Uncultured 82 AAZ06699.1 nitrogen-fixing bacterium) 3 Dinitrogenase reductase (Uncultured 65 AGR39948 soil bacteria) 5 Dinitrogenase reductase (Uncultured 92 AFY12634.1 bacteria) 6 Nitrogenase reductase (Methylomonas 79 WP020483285.1 sp. MK 1) 8 Dinitrogenase reductase (Uncultured 84 ADV51711.1 bacterium) Konstruksi pohon filogenetik untuk gen nifH dibuat menggunakan sekuen nukleotida dari keenam isolat gen nifH hasil DGGE dan beberapa sekuen yang memiliki kemiripan di GenBank. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa semua sekuen mengacu kepada kelompok Proteobacteria (Gambar 10). Sekuen nukleotida isolat gen nifH dengan pita DNA no. 1,2,3, dan 8 memiliki kekerabatan terdekat dengan spesies Bradyrhyzobium sp. ORS324. Sekuen nukleotida isolat gen nifH dengan pita DNA no. 5 memiliki kekerabatan terdekat dengan spesies Azospirillum brasilense dan pita DNA no. 6 memiliki kekerabatan terdekat dengan spesies Azotobacter vinelandii. 23 nifH-1 nifH-2 83 nifH-3 61 nifH-8 37 GU362108.1 (Uncultured bacterium) 75 FJ347435.1 (Bradyrhizobium sp. ORS324) 55 GQ464078.1 (Uncultured bacterium) EF158804.1 (Burkholderia unamae) FJ829467.1 (Herbaspirillum rubrisubalbicans) 72 47 AF484668.1 (Methylosinus sporium) 28 77 AF484662.1 (Methylocystis parvus) 73 AB241413.1 (Rhodopseudomonas lichen) 75 FR669133.1 (Azospirillum brasilense) 97 100 GQ500641.1 (Mesorhizobium sp. N441) AF389793.1 (Uncultured bacterium) nifH-5 43 99 nifH-6 93 HM750811.1 (Uncultured bacterium) EF620496.1 (Azotobacter vinelandii) FJ773236.1 (Leptolyngbya nodulosa) JX862205.1 (Nostoc sp. ARC12) HQ836209.1 (Calothrix sp. LCRNK 13) 87 DQ439648.1 (Anabaena sphaerica) 47 78 EU031808.2 (Trichormus variabilis) AB279992.1 (Clostridium sp.Kas104-4) 27 49 96 0.1 Gambar 10 Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida hasil DGGE (kode : nifH) dan sekuen-sekuen nukleotida yang terdapat di Genbank Bakteri pengoksidasi NH3 Keragaman bakteri pengoksidasi NH3 ditentukan berdasarkan analisis gen amoA sebagai penyandi enzim kunci amonia monooksigenase. Gen amoA hanya dapat teramplifikasi pada sampel air yaitu dengan terdeteksinya pita DNA berukuran 490 bp pada gel elektroforesis (Gambar 11). Total sebanyak 13 pita DNA terdeteksi pada gel DGGE. Pita DNA yang terletak pada posisi berbeda pada gel terdiri dari 10 pita. Hal ini menunjukkan bahwa di situ Sawangan-Bojongsari terdapat 10 keragaman bakteri pengoksidasi NH3 (Gambar 12). 24 Gambar 11 Visualisasi hasil amplifikasi gen amoA dari sampel air dan sedimen. Lajur M: Marker, Lajur 1: air strata0 cm, Lajur 2: air strata110 cm, Lajur 3: air strata230 cm, Lajur 4: sedimen strata0-2 cm, Lajur 5: sedimen strata2-5 cm, Lajur 6: sedimen strata5-10 cm (a) (b) Gambar 12 Profil DGGE gen amoA dari perairan situ Sawangan-Bojongsari. Lajur 1: air strata0 cm, Lajur 2: air strata110 cm, dan Lajur 3: l air strata230 cm Sebanyak 6 isolat gen amoA hasil DGGE (Lampiran 2) telah dianalisis kemiripan sekuen nukleotidanya dan hasilnya menunjukkan bahwa sekuen nukleotida keenam isolat gen amoA memiliki kemiripan antara 86 dan 97% dengan amoA dari uncultured bacterium (Tabel 5). Hasil analisis kemiripan sekuen asam amino keenam isolat gen amoA tersebut menunjukkan kemiripan antara 56 dan 93% dengan fungsional dari amoA yaitu sebagai ammonia monooxygenase. Terdapat sebanyak 5 isolat gen amoA yang teridentifikasi sebagai ammonia monooxygenase dari uncultured bacterium dan satu isolat gen 25 amoA sebagai ammonia monooxygenase dari bakteri Nitrosospira sp. III7 (Tabel 6). Tabel 5 Kemiripan sekuen nukleotida gen amoA hasil DGGE terhadap sekuen nukleotida yang terdapat di Genbank (BlastN) No. pita Identitas Sekuen yang homolog No. Akses DNA (%) 1 Uncultured beta proteobacterium clone 97 DQ435827.1 Wekeromm pHN 12b AmoA (amoA) gene, partial 3 Uncultured beta proteobacterium clone 93 DQ435827.1 Wekeromm pHN 126 AmoA (amoA) gene, partial 4 Uncultured ammonia-oxidizing bacterium 93 EU667649.1 isolate DGGE bands BS AOB 4 putative ammonia monooxygenase subunit A (AmoA) gene, partial 6 Uncultured ammonia-oxidizing bacterium 87 JQ365904.1 clone E AOB 24 putative ammonia monooxygenase subunit a(AmoA) gene, partial 7 Uncultured ammonia-oxidizing bacterium 86 EU667649.1 isolate DGGE bands BS AOB 4 putative ammonia monooxygenase subunit A (amoA) gene, partial 8 Uncultured beta proteobacterium clone 94 DQ009878.1 pm-amoA-1 AmoA (amoA) gene, partial Tabel 6 Kemiripan sekuen asam amino gen amoA hasil DGGE terhadap sekuen asam amino yang terdapat di Genbank (BlastX) No. pita Identitas Sekuen yang homolog No. Akses DNA (%) 1 Ammonia monooxygenase (Nitrosospira sp. 93 AAM77413 III7) 3 Ammonia monooxygenase (uncultured 86 AAP88532.1 bacterium) 4 Ammonia monooxygenase (uncultured 83 CBL43085.1 beta proteobacterium) 6 Ammonia monooxygenase (uncultured beta 79 CBL43085.1 proteobacterium) 7 Ammonium monooxygenase (uncultured 56 AEU16981.1 bacterium) 8 Ammonia monooxygenase (uncultured 84 BAE93361.1 bacterium) 26 Berdasarkan analisis filogenetik dari keenam sekuen nukleotida isolat gen amoA hasil DGGE menunjukkan bahwa keenam isolat gen amoA mengacu kepada bakteri yang termasuk ke dalam kelompok Proteobacteria dan memiliki kekerabatan paling dekat dengan genus Nitrososopira (Gambar 13). 99 99 55 amoA-3 amoA-7 amoA-4 amoA-6 100 99 amoA-1 68 62 100 DQ009878.1 (Uncultured beta proteobacterium) amoA-8 EU667649.1 (Uncultured bacterium) JQ365904.1 (Uncultured bacterium) 99 DQ435827.1 (Uncultured betaproteobacterium) 99 AY123829.1 (Nitrosospira sp. III7) 35 86 37 94 40 78 73 78 AJ298698.1 (Nitrosospira sp. L115) KC477403.1 (Nitrosospira sp. APG3) EU272827.1 (Uncultured Nitrosospira sp.) JX112632.1 (Uncultured Nitrosospira sp.) EF175100.1 (Nitrosospira sp. EnI299) JX112642.1 (Uncultured Nitrosospira sp.) DQ208945.1 (Nitrosospira sp. SJ02) EF175099.1 (Nitrosospira sp. Wyke8) DQ208955.1 (Uncultured Nitrosospira sp.) EU272824.1 (Uncultured Nitrosomonas sp.) 0.05 Gambar 13 Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida hasil DGGE (kode : amoA) dan sekuen-sekuen nukleotida yang terdapat di Genbank Bakteri Pereduksi N2O Amplifikasi gen nosZ dari semua sampel menunjukkan bahwa pada sampel air tidak terdapat gen nosZ. Hasil visualisasi produk PCR menunjukkan terdeteksinya pita DNA berukuran ~453 bp (termasuk GC clamp) pada sampel sedimen (Gambar 14). Analisis DGGE dari produk PCR gen nosZ tersebut menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 19 pita DNA gen nosZ yang tersebar di beberapa posisi elektroforetik pada gel. Sebanyak 12 pita DNA gen nosZ berada pada posisi yang berbeda (Gambar 15). Hal ini menunjukkan bahwa di perairan situ Sawangan-Bojongsari terdapat komunitas bakteri pereduksi gas nitrous oksida dengan jumlah 12 keragaman. Keragaman tertinggi terdapat pada sedimen strata 2-5 cm dan keragaman terendah terdapat pada strata 5-10 cm. 27 Gambar 14 Visualisasi hasil amplifikasi gen nosZ dari sampel air dan sedimen. Lajur M: Marker, Lajur 1: air strata0 cm, Lajur 2: air strata110 cm, Lajur 3: air strata230 cm, Lajur 4: sedimen strata0-2 cm, Lajur 5: sedimen strata2-5 cm, Lajur 6: sedimen strata5-10 cm Gambar 15 Profil DGGE gen nosZ dari perairan situ Sawangan-Bojongsari. Lajur 1: sedimen strata0-2 cm, Lajur 2: sedimen strata2-5 cm, dan Lajur 3: sedimen strata 5-10 cm Hasil analisis dari 7 isolat gen nosZ hasil DGGE menunjukkan bahwa sekuen-sekuen nukleotida dari ketujuh isolat gen nosZ (Lampiran 3) memiliki kemiripan antara 91 dan 98% dengan nosZ dari uncultured bacterium (Tabel 7). Adapun analisis kemiripan sekuen asam amino dari ketujuh isolat gen nosZ tersebut menunjukkan kemiripan antara 87 dan 99% dengan fungsional dari nosZ atau nitrous oxide reductase (Tabel 8). Hasil analisis tersebut pun menunjukkan 28 bahwa ketujuh isolat gen nosZ teridentifikasi sebagai nitrous oxide reductase dari uncultured bacterium. Tabel 7 Kemiripan sekuen nukleotida gen nosZ hasil DGGE terhadap sekuen nukleotida yang terdapat di Genbank (BlastN) No. Pita Identitas Sekuen yang homolog No. Akses DNA (%) 1 Uncultured bacterium nosZ gene for 95 AB672490 nitrous oxide reductase, partial cds 2 Uncultured bacterium clone ISA00346 96 FJ209535.1 putative nitrous oxide reductase (nosZ) gene, partial cds 3 Uncultured bacterium clone ISA00346 97 FJ209535.1 putative nitrous oxide reductase (nosZ) gene, partial cds 4 Uncultured bacterium clone ISA00179 97 FJ209368.1 putative nitrous oxide reductase (nosZ) gene, partial cds 5 Uncultured bacterium clone ISA00179 98 FJ209368.1 putative nitrous oxide reductase (nosZ) gene, partial cds 7 Uncultured bacterium clone ISA00346 89 FJ209535.1 putative nitrous oxide reductase (nosZ) gene, partial cds Uncultured bacterium nosZ gene for 10 nitrous oxide reductase partial cds clone 95 AB672490 D20H2109 Tabel 8 Kemiripan sekuen asam amino gen nosZ hasil DGGE terhadap sekuen asam amino yang terdapat di Genbank No. Pita Identitas Sekuen yang homolog No. Akses DNA (%) 1 Nitrous oxide reductase (Uncultured 87 ABX57712.1 bacterium) 2 NosZ (Uncultured bacterium) 93 ABY19464.1 3 Putative nitrous oxide reductase 93 ADR10855.1 (Uncultured bacterium) 4 Putative nitrous oxide reductase 98 ACI48827.1 5 Putative nitrous oxide reductase 99 ACI48827.1 7 Putative nitrous oxide reductase 86 ACI48827.1 10 Nitrous oxide reductase, partial 90 BAL49515.1 (uncultured bacterium) 29 Adapun hasil analisis filogenetik dari ketujuh gen nosZ hasil DGGE menunjukkan bahwa ketujuh gen tersebut termasuk ke dalam kelompok proteobacteria dan memiliki kekerabatan terdekat dengan Genus Azospirillum (Gambar 16). 42 58 GU136479.1 (Uncultured Azospirillum sp.) FJ209368.1 (Uncultured bacterium) 52 FJ209535.1 (Uncultured bacterium) nosZ-4 75 45 96 46 98 nosZ-5 nosZ-3 nosZ-2 AY072228.1 (Azospirillum largimobile) AB608729.1 (Herbaspirillum sp. TSO61-1) 48 nosZ-7 75 nosZ-10 nosZ-1 98 88 AB672490.1 (Uncultured bacterium) AB480527.1 (Bradyrhizobium sp. D256b) EU192075.1 (Paracoccus sp. BW001) 68 85 99 84 GU136476.1 (Uncultured Azospirillum sp.) AJ631995.1 (Pseudomonas stutzeri) AF361795.1 (Alcaligenes faecalis) DQ865930.1 (Brachymonas denitrificans) 0.1 Gambar 16 Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida hasil DGGE (kode : nosZ) dan sekuen-sekuen nukleotida yang terdapat di Genbank 5 PEMBAHASAN Akumulasi berbagai bentuk senyawa nitrogen di perairan berkaitan erat dengan proses transformasi senyawa nitrogen oleh mikroorganisme yang berperan dalam siklus N pada ekosistem tersebut. Keseluruhan proses transformasi senyawa nitrogen pada suatu lingkungan perairan dipengaruhi oleh parameter fisika dan kimia. Beberapa parameter fisika yang berperan penting di perairan di antaranya suhu, derajat keasamaan (pH) dan oksigen terlarut. Sedangkan beberapa parameter kimia yang penting adalah konsentrasi bentuk senyawa nitrogen dan senyawa organik. Stratifikasi suhu yang terjadi pada kolom air situ Sawangan-Bojongsari diduga disebabkan oleh berkurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke 30 perairan seiring dengan bertambahnya kedalaman. Cahaya matahari yang masuk ke perairan akan diubah menjadi energi panas sehingga lapisan permukaan air akan memiliki suhu yang lebih tinggi dan densitas yang lebih kecil daripada lapisan air dibawahnya (Vassilis et al. 2003). Adapun terjadinya penurunan pH pada kolom air situ Sawangan-Bojongsari diduga berkaitan erat dengan konsentrasi O2 terlarut pada kolom air yang menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman. Sigee (2005) menyatakan bahwa pada kondisi O2 terlarut rendah, konsentrasi karbondioksida (CO2) yang bersifat asam akan meningkat sehingga perairan akan memiliki nilai pH yang rendah. Kisaran nilai pH pada kolom air situ Sawangan-Bojongsari yang berada pada nilai 6.04-6.90 masih memenuhi kisaran Baku Mutu (BM) kelas II yang ditetapkan dalam PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Nilai pH pada sistem perairan merupakan informasi yang penting dikarenakan dapat mempengaruhi toksisitas kimia diperairan, salah satunya adalah NH3 yang dapat terionisasi pada nilai pH rendah (Wurst 2003). Penurunan konsentrasi O2 terlarut dengan bertambahnya kedalaman di situ Sawangan-Bojongsari diantaranya diduga disebabkan oleh keterbatasan cahaya matahari yang masuk ke perairan untuk kelangsungan proses fotosintesis. Oksigen terlarut akan mengalami penurunan konsentrasi berdasarkan kedalaman (Lopes dan Catarina 2006). Aktivitas fotosintesis diperairan menjadi penyebab terjadinya perbedaan konsentrasi O2 terlarut di lapisan epilimnion dan hipolimnion (Edwards et al. 2005). Penurunan konsentrasi O2 terlarut dapat terjadi akibat aktivitas fotosintesis dan difusi O2 pada zona eufotik, sedangkan respirasi terjadi baik dikolom air dari permukaan hingga dasar perairan. Penurunan konsentrasi O2 terlarut juga disebabkan oleh akumulasi senyawa organik yang memerlukan oksigen dalam proses dekomposisinya (Salmin 2005). Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya penurunan konsentrasi O2 terlarut seiring dengan peningkatan akumulasi senyawa organik pada kolom air situ Sawangan-Bojongsari. Selain itu, penurunan O2 terlarut juga seiring dengan peningkatan senyawa NH4 pada kolom air. Hal ini diduga akibat adanya pemanfaatan O2 dalam proses mineralisasi yang juga berkaitan dengan proses dekomposisi dimana menghasilkan senyawa NH4 (Zaman et al. 1999). Nilai kecerahan dari kolom air situ Sawangan-Bojongsari yang terukur pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya (110 cm) pada ketiga titik pengamatan. Hasil pengukuran ini cenderung lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Efendi et al. (1996) dimana rata-rata nilai kecerahan berkisar 40.7-59.7 cm. Begitupun juga hasil penelitian Tarigan (1989) menunjukkan hasil pengukuran kecerahan pada kolom air situ Sawangan-Bojongsari yang lebih rendah yaitu dengan kisaran 5065 cm. Perbedaan nilai kecerahan ini diduga disebabkan oleh perbedaan kondisi pada waktu pengamatan terutama jumlah partikel-partikel terlarut pada kolom air. Sigee (2005) menyatakan bahwa tingkat kecerahan dipengaruhi oleh partikel yang terlarut pada kolom air dan masukan dari luar seperti partikel lumpur pada saat musim hujan. Senyawa TN yang terakumulasi di situ Sawangan-Bojongsari merupakan total dari akumulasi senyawa nitrogen organik maupun inorganik. Tingginya nilai TN diduga berasal dari aliran air menuju situ yang membawa berbagai masukan 31 (limbah industri, domestik, pertanian) dan masukan bahan organik yaitu dari pelapukan tanaman yang sudah tua dan organisme yang sudah mati. Senyawa nitrogen tersebut dapat berperan sebagai substrat dan juga hasil bagi aktivitas mikroorganisme yang berperan dalam siklus N. Senyawa nitrogen organik merupakan substrat penting bagi bakteri amonifikasi untuk menghasilkan senyawa NH3 sebagai senyawa nitrogen yang dapat digunakan secara langsung oleh organisme yang terdapat di perairan (Sigee 2005). Sedangkan senyawa nitrogen inorganik akan mengalami proses transformasi baik melalui reaksi oksidasi ataupun reduksi yang berlangsung untuk kepentingan asimilasi ataupun disimilasi (respirasi) (Richardson 2000). Akumulasi senyawa NO2 dan NO3 di perairan situ Sawangan-Bojongsari masih memenuhi syarat BM kelas II yang ditetapkan dalam PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Sedangkan senyawa NH4 diperairan tersebut sudah melebihi ambang batas yang ditetapkan dalam peraturan. Tinggi atau rendahnya akumulasi berbagai bentuk senyawa nitrogen diperairan diduga akan sangat dipengaruhi oleh kelimpahan dari masing-masing bakteri yang berperan sebagai pelaku dari aktivitas reaksi transformasi senyawa nitrogen dalam siklus N. Kelompok bakteri pemfiksasi N2 berperan penting dalam masuknya molekul N2 ke dalam sistem perairan (Sigee 2005). Kelompok bakteri ini mengubah molekul N2 menjadi senyawa NH4. Amonium merupakan senyawa penting yang akan dimanfaatkan oleh bakteri untuk pertumbuhannya sendiri. Selain itu, NH4 yang dihasilkan oleh bakteri pemfiksasi N2 simbiotik dimanfaatkan oleh inang untuk pertumbuhan sedangkan NH4 yang dihasilkan oleh bakteri pemfiksasi N2 nonsimbiotik dilepaskan ke lingkungan (Sigee 2005). Amonium yang dilepaskan bakteri pemfiksasi N2 ke lingkungan turut mendukung ketersediaan NH4 di lingkungan tersebut untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh organisme lain melalui asimilasi atau dioksidasi sebagai sumber energi bagi bakteri nitrifikasi (Bothe et al. 2000). Dengan adanya pelepasan senyawa NH4 ke lingkungan maka deteksi senyawa NH4 dalam kultur bakteri dapat digunakan sebagai metode untuk mendeteksi keberadaan bakteri pemfiksasi N2. Amonium yang dimanfaatkan untuk kebutuhan organisme selanjutnya merupakan bagian dari senyawa nitrogen organik yang akan mengalami proses remineralisasi menjadi senyawa NH4 kembali (Sigee 2005). Profil kelimpahan bakteri pemfiksasi N2 cenderung tidak linier terhadap pertambahan kedalaman. Kelimpahan tertinggi bakteri pemfiksasi N2 di kolom air Situ Sawangan-Bojongsari terdapat pada strata 110 cm dimana pada strata tersebut ketersediaan O2 terlarut lebih rendah dibandingkan pada strata diatasnya. Berkurangnya ketersediaan O2 terlarut diduga berperan dalam peningkatan kelimpahan bakteri pemfiksasi N2 pada strata tersebut. Hal ini dikarenakan enzim kompleks nitrogenase sangat sensitif terhadap O2 (Gallon 1992). Inaktivasi nitrogenase akan terjadi pada saat ketersediaan O2 di lingkungan (Linkerhägner dan Oelze 1995, Liu et al. 1995). Adapun akumulasi senyawa NH4 dan NO3 pada strata tersebut diduga tidak menghambat aktivitas bakteri pemfiksasi N2. Hal ini berbeda dengan strata 230 cm dimana lapisan ini memiliki ketersedian O2 terlarut yang paling rendah pada kolom air akan tetapi kelimpahan bakteri pemfiksasi N2 pada strata tersebut tidak memiliki nilai yang lebih tinggi daripada strata air di atasnya. Akumulasi senyawa NH4 yang lebih tinggi pada strata tersebut diduga telah dapat menghambat pertumbuhan bakteri pemfiksasi N2. Sigee (2005) 32 menyatakan bahwa aktivitas enzim nitrogenase juga dihambat oleh ion NH4+ dan sintesisnya dihambat oleh ion NO3-. Meskipun demikian, senyawa NH4 dan NO3 berperan dalam mengontrol regulasi sintesis nitrogenase pada saat pemulihan kembali setelah inaktivasi oleh O2. Smith et al. (1990) menyatakan bahwa NH4 berperan dalam regulasi sintesis nitrogenase Anabaena sp. Strain CA (ATCC 33047) pada saat pemulihan setelah inaktivasi, dimana NH4 lebih besar peranannya dibandingkan NO3. Kelimpahan tertinggi bakteri pemfiksasi N2 di lapisan sedimen terdapat pada strata 2-5 cm. Hal ini diduga dengan adanya DOM dan TOC yang tinggi menyebabkan kelimpahan bakteripun lebih tinggi dibandingkan pada strata lainnya. Kondisi ini dapat mengindikasikan bahwa bakteri pemfiksasi N2 pada strata tersebut diduga didominasi oleh bakteri pemfiksasi N2 heterotrofik. Kelimpahan bakteri pemfiksasi N2 pada sedimen strata 5-10 cm lebih rendah dibandingkan dengan kelimpahan pada strata sedimen diatasnya. Meskipun strata tersebut memungkinkan memiliki konsentrasi O2 terlarut yang lebih rendah dibandingkan strata diatasnya, akan tetapi akumulasi senyawa NH4 yang tinggi pada strata tersebut diduga telah dapat menghambat aktivitas fiksasi N2. Selain itu kelimpahan senyawa DOM pada strata tersebut juga lebih rendah dibandingkan dengan sedimen strata 2-5 cm. Senyawa NH4 diketahui dapat menghambat sintesis nitrogenase (Sigee 2005). Hal ini dapat terjadi karena energi yang diperlukan untuk asimilasi NH4 lebih rendah dibandingkan untuk sintesis nitrogenase atau fiksasi N2. Senyawa NH4 dikarenakan dapat menghambat sintesis nitrogenase maka senyawa tersebut juga dapat menghambat laju fiksasi N2. Faktor lingkungan yang juga diduga berpengaruh dalam perbedaan kelimpahan bakteri pemfiksasi N2 pada masing-masing strata kedalaman baik di kolom air maupun sedimen adalah ketersediaan mineral Fe dan Mo dimana dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran kelimpahannya. Kofaktor Mo-Fe merupakan bagian dari dinitrogenase yang terikat pada subunit α dari NifK dan subunit β dari NifD (Fischers 1994). Keragaman komunitas bakteri pemfiksasi N2 pada kolom air lebih tinggi dibandingkan pada sedimen. Keragaman bakteri pemfiksasi N2 paling tinggi terdapat pada sampel air strata 110 cm dan hal ini sejalan dengan kelimpahannya pada strata tersebut yang paling tinggi diantara sampel air. Sedangkan pada kolom air strata 0 cm dan 230 cm terdapat jumlah keragaman yang sama tetapi memiliki keragaman jenis yang berbeda. Perbedaan keragaman pada masing-masing strata diduga karena masing-masing strata baik pada kolom air maupun sedimen Situ Sawangan-Bojongsari memiliki karakteristik fisika dan kimia yang berbeda. Adanya keragaman bakteri pemfiksasi N2 yang sama pada sedimen strata 2-5 cm dan 5-10 cm serta terdapatnya pita DNA gen nifH yang sama posisinya pada gel DGGE meskipun terdapat pada strata yang berbeda dapat diduga bahwa diantara jenis bakteri yang membawa gen nifH tersebut mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Hal ini mengindikasikan bahwa diantara bakteri tersebut memungkinkan ada yang memiliki toleransi tinggi terhadap faktor-faktor yang dapat menghambat nitorgenase. Namun di lain pihak, kajian penelitian ini terbatas pada tingkat genetik sehingga kemampuan dari bakteri tersebut untuk tumbuh dan memfiksasi N2 pada berbagai perubahan kondisi lingkungan tidak dapat diketahui. 33 Hasil penelitian ini menunjukkan adanya gen nifH yang terdapat pada kolom air maupun sedimen (isolat gen nifH dengan pita DNA no. 1) dimana berdasarkan analisis filogenetik dari sekuen nukleotidanya merupakan bakteri yang memiliki kekerabatan terdekat dengan Bradyrhyzobium sp. ORS324. Selain isolat gen nifH pita DNA no. 1, isolat gen nifH pita DNA no. 2,3, dan 8 juga memiliki kekerabatan terdekat dengan spesies Bradyrhyzobium sp. ORS324. Pada penelitian ini juga diperoleh gen nifH yang terdapat pada semua strata di kolom air (Pita DNA no. 6) dan berdasarkan analisis filogenetik dari sekuen nukleotidanya menunjukkan kekerabatan terdekat dengan spesies Azotobacter vinelandii. Azotobacter vinelandii merupakan bakteri pemfiksasi N2 yang hidup bebas. Menurut Garg et al. (2001) Azotobacter di sistem perairan dapat ditemukan sebagai epifit pada makrofit di bawah permukaan air, dan dalam bentuk planktonik yang terdapat di wilayah hipolimnion dimana dalam variasi jumlah yang rendah. Adapun pita DNA no. 6 hasil DGGE merupakan gen nifH yang terdapat pada kolom air di semua strata kedalaman dimana pada masing-masing strata memiliki konsentrasi O2 terlarut yang berbeda yaitu dengan kisaran 0.656.22 mg/L. Hal ini diduga dapat terjadi karena bakteri Azotobacter diazotrofik dapat hidup pada kondisi aerobik meskipun kompleks enzim nitrogenase sangat sensitif terhadap oksigen (Liu et al. 1995). Bakteri tersebut memiliki mekanisme tertentu dalam sistem metabolismenya sehingga dapat bertahan hidup pada kondisi ketersediaan O2. Mekanisme tersebut adalah untuk proteksi nitrogenase dari kerusakan akibat O2, yaitu dengan meningkatkan aktivitas respirasi sehinggga dapat dengan cepat menghilangkan O2 dari permukaan sel dan proteksi konformasi enzim nitrogenase dengan melibatkan asosiasi protein FeSII dengan nitrogenase (Linkerhägner dan Oelze 1995, Liu et al. 1995). Berbeda dengan hasil analisis filogenetik, isolat gen nifH pita DNA no. 6 memiliki kemiripan sekuen asam amino dengan nitrogenase reduktase pada bakteri Methylomonas sp. MK1 (79%). Pita DNA no. 6 hanya terdapat pada kolom air di semua strata. Hal ini memungkinkan terjadi dikarenakan bakteri metanotrof memerlukan O2 untuk proses metabolisme senyawa metan. Murrell dan Dalton (1983) serta Auman et al. (2001) mengemukakan bahwa beberapa bakteri metanotrof memiliki kemampuan untuk melakukan fiksasi N2. Hasil penelitian Auman et al. (2001) menunjukkan bahwa bakteri metanotrof Methylomonas yang berasal dari area penanaman padi dan danau air tawar memiliki kemampuan untuk memfiksasi N2 berdasarkan pengujian aktivitas fiksasi N2 dan analisis gen nifH. Isolat gen nifH pita DNA no. 5 memiliki kekerabatan terdekat dengan spesies Azospirillum brasilense. Gen nifH tersebut terdapat pada kolom air strata 110 cm dengan nilai konsentrasi O2 terlarut 4.70 mg/L. Bakteri yang termasuk ke dalam Genus Azospirillum selain dapat memfiksasi N2 juga dapat mereduksi NO3, memproduksi fitohormon dan vitamin (Patten dan Glick 1996). Pembentukan nitrogenase fungsional pada Azospirillum brasilense dikontrol pada tingkat transkripsi oleh gen struktural nitrogenase yaitu operon nifHDK yang terjadi pada kondisi mikroaerobik dengan keterbatasan nitrogen (Zamaroczy et al. 1989). Vande Brock et al. (1996) mengemukakan bahwa tingkat optimal untuk tekanan oksigen pada aktivitas nitrogenase A. brasilense adalah antara 0.3-1%, dan fiksasi N2 tidak terjadi pada tekanan oksigen di atas 2%, sedangkan pada A.irakense toleransi tekanan oksigen untuk aktivitas nitrogenasenya adalah 2.5%. Pada 34 konsentrasi O2 tinggi, nitrogenase diinaktivasi secara irreversible melalui oksidasi dari pusat ikatan metal-sulfur proteinnya (Vande Brock dan Vanderleyden 1995). Diperolehnya informasi keragaman bakteri pemfiksasi N2 di situ SawanganBojongsari melalui analisis gen nifH menunjukkan bahwa primer yang digunakan pada saat amplifikasi dapat dikatakan sudah tepat. Penggunaan nested-PCR dengan primer FGPH19 dan PolR untuk amplifikasi pertama serta primer AQER dan PolF/PolF-GC clamp untuk amplifikasi kedua oleh Caroline et al. (2011) dalam penelitiannya telah dapat mengungkapkan keragaman serta aktivitas bakteri pemfiksasi N2 yang hidup bebas pada lahan pertanian organik dan konvensional. Zhan dan Sun (2011) melaporkan keragaman mikroorganisme pemfiksasi N2 yang hidup bebas selama proses restorasi ekologi secara alami berdasarkan analisis gen nifH didominasi oleh bakteri yang termasuk pada kelompok proteobakteria dibandingkan sianobakteria. Akumulasi senyawa NO2 pada kolom air dapat diduga diantaranya merupakan hasil aktivitas bakteri pengoksidasi NH3. Penurunan kelimpahan bakteri pengoksidasi NH3 dengan bertambahnya kedalaman menunjukkan bahwa kelimpahan bakteri tersebut juga menurun seiring menurunnya suhu, pH dan konsentrasi O2 terlarut di kolom air situ Sawangan-Bojongsari. Kelimpahan tertinggi bakteri pengoksidasi NH3 terdapat pada kolom air strata 0 cm. Hal ini diduga berkaitan erat dengan konsentrasi O2 terlarut pada strata tersebut. Lapisan air pada strata 0 cm merupakan lapisan yang memiliki konsentrasi O2 terlarut paling tinggi diantara strata lainnya pada kolom air. Bakteri pengoksidasi NH3 memerlukan O2 untuk melakukan aktivitasnya (Bothe et al. 2000), sehingga lingkungan yang kaya akan O2 akan sangat mendukung kehidupan bakteri tersebut. Kelimpahan bakteri pengoksidasi NH3 yang tidak meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi NH4 dikolom air situ Sawangan-Bojongsari (Gambar 4) diduga disebabkan keterbatasan O2 terlarut yang merupakan faktor penting dalam proses oksidasi sehingga mempengaruhi pertumbuhan bakteri pengoksidasi NH3 meskipun NH4 berperan sebagai substrat untuk memperoleh energi. Konsentrasi O2 terlarut pada kolom air situ Sawangan-Bojongsari menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi NH4. Bakteri pengoksidasi NH3 memanfaatkan proses oksidasi NH3 untuk mendapatkan energi bagi pertumbuhannya sehingga ketersediaan O2 merupakan faktor yang sangat penting untuk pertumbuhannya (Bothe et al. 2002). Adapun kelimpahan bakteri pengoksidasi NH3 yang tidak meningkat seiring dengan meningkatnya senyawa organik di kolom air (Gambar 3) diduga berkaitan dengan sistem metabolisme bakteri pengoksidasi NH3 yang merupakan bakteri autotrofik dimana memanfaatkan senyawa CO2 sebagai sumber C dan memperoleh energi dari oksidasi NH3 (Bothe et al. 2000). Meskipun terdapat bakteri pengoksidasi NH3 yang bersifat heterotrofik akan tetapi diduga adanya penurunan kelarutan oksigen seiring dengan peningkatan senyawa organik menyebabkan bakteri yang bersifat heterotrofik anaerobik lebih kompetitif. Kelimpahan tertinggi bakteri pengoksidasi NH3 pada sampel air strata 0 cm sejalan dengan hasil DGGE yang menunjukkan adanya tingkat keragaman tertinggi pada strata tersebut. Keragaman jenis bakteri pada strata tersebut pun berbeda dengan keragaman jenis pada dua strata lainnya. Meskipun jumlah keragaman pada strata 110 dan 230 sama akan tetapi keduanya memiliki keragaman jenis yang berbeda. Terdapat satu keragaman jenis bakteri 35 pengoksidasi NH3 yang konsisten berada pada ketiga strata sampel air (pita DNA no. 3). Hal ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut dapat beradaptasi baik terhadap perubahan faktor fisika seperti suhu, pH dan O2 terlarut maupun faktor kimia seperti senyawa nitrogen terlarut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan penggunaan gen amoA sebagai marker dapat mengungkapkan perubahan komposisi komunitas bakteri pengoksidasi NH3 sebagai respon terhadap perubahan lingkungan seperti konsentrasi NH3 (Kowalchuk dan Stephen 2001) dan pH (De Boer dan Kowalchuck 2001). Perbedaan kedalaman seiring dengan adanya perbedaan suhu pada kolom air situ Sawangan-Bojongsari. Adanya perbedaan suhu telah menunjukkan perbedaan keragaman bakteri pengoksidasi NH3 baik pada tingkat jumlah maupun jenis. Keragaman bakteri pengoksidasi NH3 menurun seiring dengan menurunnya suhu dikolom air. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Avrahami dan Conrad (2003) yang menunjukkan bahwa perbedaan suhu dapat menyebabkan perbedaan komposisi komunitas pada bakteri pengoksidasi NH3. Penurunan suhu juga dapat mengurangi keragaman komunitas bakteri pengoksidasi NH3. Urakawa et al. (2008) menunjukkan bahwa tingkat keragaman bakteri pengoksidasi NH3 lebih rendah pada akuarium dengan biofiltrasi suhu rendah (5.5 °C) dibandingkan pada akuarium dengan suhu lebih tinggi (19.9 °C). Sekuen nukleotida dari keenam isolat gen amoA hasil DGGE yang diidentifikasi berdasarkan analisis kemiripan nukleotida menunjukkan kemiripan dengan amoA dari uncultured bacterium. Akan tetapi keenam isolat gen amoA secara filogenetik memiliki kekerabatan terdekat dengan Nitrosospira. Hal ini dapat menunjukkan bahwa jenis bakteri pengoksidasi NH3 di Situ SawanganBojongsari sebesar 60% sudah dapat diketahui termasuk ke dalam genus Nitrosospira. Beberapa spesies Nitrosospira telah diketahui memiliki kemampuan untuk mengoksidasi NH3 (Stephen et al. 1998, Jiang dan Baken 1999) Primer AmoA-1F dan AmoA-2R telah banyak digunakan untuk melihat keragaman bakteri pengoksidasi NH3. Penelitian Francis et al. (2003) menunjukkan bahwa dengan primer tersebut telah dapat mengungkapkan keragaman bakteri pengoksidasi NH3 di Teluk Chesapeake, North Amerika dimana bakteri pengoksidasi NH3 didominasi oleh kelompok bakteri Nitrosospira dan Nitrosomonas. Hasil penelitian Chu et al. (2007) dengan primer yang sama melaporkan bahwa keragaman bakteri pengoksidasi NH3 di lahan pertanian dengan aplikasi pemupukan dan penambahan bahan organik didominasi oleh kelompok bakteri Nitrosospira. Kelompok bakteri pengoksidasi NO2 berperan penting dalam siklus N selain pengoksidasi NH3 dimana keduanya dapat beraktivitas pada lapisan oksik diperairan. Kelompok bakteri ini berperan dalam masuknya senyawa NO3 ke dalam sistem perairan. Kelimpahan bakteri pengoksidasi NO2 yang semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman diduga disebabkan oleh adanya penurunan kelarutan oksigen seiring dengan bertambahnya kedalaman. Senyawa NO2 merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara NH4 dan NO3 sehingga keberadaannya bersifat sementara dan akumulasinya pada umumnya rendah (Sigee 2005). Akumulasinya yang rendah pada kolom air situ SawanganBojongsari dapat terjadi akibat adanya aktivitas bakteri pengoksidasi NO2 dan pereduksi NO2. Pada lapisan kolom air yang bersifat aerobik memungkinkan terjadinya aktivitas bakteri pengoksidasi NO2 yang akan mengubah NO2 menjadi 36 NO3. Pada lapisan inipun memungkinkan untuk terjadinya aktivitas reduksi NO2 oleh bakteri denitrifikasi dimana memanfaatkan NO2 sebagai akseptor elektron alternatif pengganti oksigen. Profil kelimpahan bakteri pengoksidasi NO2 cenderung berbanding terbalik dengan konsentrasi senyawa organik pada kolom air baik TOM, DOM, maupun TOC. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kelimpahan bakteri pengoksidasi NO2 diduga tidak dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa organik. Hal ini dapat dimengerti karena pada umumnya bakteri pengoksidasi NO2 merupakan bakteri kemolitoautotrof obligat yang memperoleh energi untuk pertumbuhannya melalui oksidasi NO2 menjadi NO3 dan menggunakan CO2 sebagai sumber C (Bothe et al. 2000). Meskipun di lain pihak dalam perkembangan informasinya sejak tahun 1970an sudah dapat diketahui bahwa terdapat bakteri pengoksidasi NO2 yang bersifat litoautotrof fakultatif yaitu beberapa strain dari Nitrobacter dimana dapat tumbuh dengan keberadaan senyawa organik (Bock et al. 1983). Hasil penelitian Degrange et al. (1997) menujukkan bahwa pertumbuhan dan tingkat stabilitas komunitas bakteri Nitrobacter yaitu kompetisi di antara strain bakteri tersebut pada tahap awal dikendalikan oleh konsentrasi NO2 yang tersedia dan menunjukkan bahwa komunitas didominasi oleh kelompok autotrof. Kompetisi dalam komunitas bakteri tersebut selanjutnya dibatasi oleh kemampuan strain bakteri dalam menggunakan sumber C pada saat kondisi aerob dan anaerob. Dalam kondisi ini konsentrasi O2 sudah terbatas akibat adanya strain bakteri autotrof yang mendominasi pada tahap awal. Sehingga pertumbuhan strain heterotrof meningkat seiring dengan penurunan kelimpahan strain autotrof. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa sumber C organik lebih bersifat permanen dibandingkan NO2 sebagai pembentuk komunitas bakteri Nitrobacter dan dapat menunjukkan bahwa strain heterotrof lebih bersifat toleran terhadap perubahan lingkungan. Kelimpahan bakteri pereduksi NO3 di situ Sawangan-Bojongsari yang semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman diduga erat kaitannya dengan konsentrasi O2 terlarut dan senyawa organik. Konsentrasi O2 terlarut yang semakin menurun dan senyawa organik yang semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman diduga meningkatkan aktivitas bakteri pereduksi NO3. Dengan menurunnya akumulasi senyawa NO3 seiring dengan meningkatnya kelimpahan bakteri pereduksi NO3 dapat menunjukkan bahwa NO3 digunakan sebagai akseptor elektron pengganti O2 dalam proses oksidasi senyawa organik. Dalam hal ini senyawa organik karbon berperan sebagai donor elektron. Elektron yang diperoleh dari oksidasi senyawa karbon tersimpan pada molekul NADH dan FADH2 yang akan berperan sebagai donor elektron antara pada rantai respirasi. Jenis sumber C juga diketahui turut mempengaruhi aktivitas reduksi NO3. Hasil penelitian Kelso et al. (1999) menunjukkan bahwa aktivitas reduksi nitrat bakteri pada sedimen perairan air tawar dengan kondisi anaerob lebih tinggi dengan penambahan sumber karbon glukosa (90,6 %) dibandingkan dengan penambahan asetat (72%). Adapun ditemukan kelimpahan yang sama bakteri pereduksi NO3 pada sedimen strata 2-5 cm dan 5-10 cm tetapi dengan konsentrasi DOM dan TOC yang lebih tinggi pada strata 2-5 diduga disebabkan oleh adanya konsentrasi O2 terlarut yang lebih rendah pada strata 5-10 sebagai lapisan sedimen yang paling bawah. Konsentrasi O2 terlarut yang lebih rendah memungkinkan 37 terjadinya aktivitas reduksi NO3 yang lebih tinggi sehingga akan sangat mendukung pertumbuhan bakteri pereduksi NO3 pada kondisi lingkungan anaerob. Aktivitas bakteri pereduksi NO3 pada beberapa bakteri dapat terjadi pada rentang konsentrasi O2 terlarut yang berbeda. Bakteri Pseudomonas stutzeri tidak dapat melakukan aktivitas reduksi NO3 pada kondisi aerobik. Sintesis enzim NO3 reduktase pada bakteri ini terjadi pada konsentrasi O2 terlarut dibawah 5 mg/L (Lalucat et al. 2006). Akumulasi senyawa NO2 yang rendah pada kolom air atau bahkan tidak terdeteksi pada sedimen di situ Sawangan-Bojongsari diduga dapat terjadi akibat adanya aktivitas bakteri denitrifikasi yaitu pereduksi NO2. Kelimpahan senyawa organik yang tinggi dan konsentrasi O2 yang rendah pada lapisan sedimen diduga dapat menyebabkan tingginya aktivitas bakteri pereduksi NO2. Richardson (2000) mengemukakan bahwa denitrifikasi merupakan proses reduksi NO3 yang berhubungan langsung dengan proses transfer elektron, dimana senyawa organik berperan sebagai donor elektron dan NO3 sebagai akseptor elektron terakhir. Bakteri denitrifikasi juga dapat memanfaatkan NO2, NO, atau N2O sebagai akseptor elektron terakhir pengganti O2 dalam rantai respirasi (Zumft 1997, Richardson 2000). Gen nosZ hanya dapat teramplifikasi dari sampel sedimen, walaupun hasil analisis kelimpahan bakteri pereduksi NO3 menunjukan nilai yang positif pada sampel air. Hal ini dapat menunjukkan bahwa bakteri pereduksi NO3 yang terdapat pada kolom air tidak memiliki kemampuan untuk sekaligus mereduksi gas N2O dan bakteri pereduksi NO3 yang terdapat pada sedimen diantaranya mampu mereduksi gas N2O. Gen nosZ merupakan gen yang berperan dalam reaksi akhir pada tahapan proses denitrifikasi (Zumft 1997). Beberapa bakteri dapat melakukan aktivitas denitrifikasi secara lengkap yang meliputi reaksi reduksi NO3 menjadi NO2, reduksi NO2 menjadi NO, reduksi NO menjadi N2O dan reduksi N2O menjadi gas N2 seperti Pseudomonas stutzeri (Lalucat et al. 2006) dan Bradyrhizobium japonicum. Tidak teramplifikasinya bakteri yang membawa gen nosZ pada kolom air dapat diduga karena adanya penghambatan oksigen terhadap pertumbuhan bakteri pereduksi N2O. Wlodarczyk et al. (2004) menyatakan bahwa reduksi N2O menjadi N2 lebih mudah dihambat oleh O2 dibandingkan reduksi NO3 menjadi N2O. Keragaman tertinggi bakteri pereduksi N2O di perairan situ SawanganBojongsari terdapat pada lapisan sedimen strata 2-5 cm dan keragaman terendah terdapat pada strata 5-10 cm. Perbedaan keragaman bakteri tersebut pada masingmasing strata diduga disebabkan oleh perbedaan karakteristik parameter fisika dan kimia pada masing-masing strata sedimen. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komunitas bakteri denitrifikasi dipengaruhi oleh kondisi tanah seperti suhu, kelembaban, pH dan konsentrasi substrat (seperti NO3, NO2 dan senyawa organik karbon) (Stres et al. 2008, Henderson et al. 2010 ). Ketujuh isolat gen nosZ yang diidentifikasi berdasarkan analisis filogenetik diketahui memiliki kekerabatan terdekat dengan bakteri Azospirillum. Hasil penelitian Tibelius dan Knowles (1984) menunjukkan bahwa Azospirillum brasilens sp7 merupakan salah satu organisme yang menggunakan aktivitas hidrogenase (H2 uptake system) pada saat kondisi denitrifikasi yaitu dengan kondisi anaerob dimana N2O sebagai akseptor elektron dan NH4Cl sebagai sumber nitrogen. 38 Penggunaan primer yang sama telah dapat mengungkapkan keragaman bakteri pereduksi N2O pada beberapa kondisi lingkungan yang berbeda. Hou et al. (2012) dapat mengungkapkan keragaman bakteri berdasarkan gen nosZ pada sistem pengolahan limbah tanaman dengan daerah geografis yang berbeda dimana keragaman bakteri yang diperoleh termasuk dalam α- atau β-proteobakteria, Alicycliphilus denitricans, Herbaspirillum sp., Paracoccus denitrificans, dan Rhodopseudomonas palustris. Penelitian Enwall et al. (2005) menggunakan primer yang sama dapat mengungkapkan komposisi dari keragaman komunitas bakteri denitrifikasi sebagai perbedaan respon terhadap lamanya pemupukan. Bakteri pereduksi NO3-denitrifikasi berperan dalam pelepasan senyawa nitrogen (NO3) dari lingkungan perairan yaitu menjadi gas N2O atau N2. Berbeda halnya dengan bakteri DNRA yang selain melepaskan senyawa NO3 dari lingkungan tetapi turut berperan penting dalam menyediakan senyawa nitrogen (NH4) kembali sehingga dapat digunakan oleh organisme lainnya di lingkungan perairan. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri DNRA berperan penting dalam jaring-jaring makanan di ekosistem tersebut. Peningkatan senyawa NH4 seiring dengan bertambahnya kedalaman di situ Sawangan-Bojongsari diantaranya juga disebabkan oleh adanya aktivitas bakteri DNRA. Kelimpahan bakteri tersebut juga meningkat seiring dengan menurunnya senyawa NO3 dan NO2 serta O2 terlarut. Selain itu, kelimpahan bakteri tersebut juga meningkat seiring dengan meningkatnya senyawa organik. Bakteri DNRA merupakan bakteri pereduksi NO3 yang bersifat fermentatif sehingga keberadaan senyawa organik juga dapat turut mempengaruhi aktivitasnya. Ketersediaan sulfida juga berpengaruh dalam aktivitas dari bakteri pereduksi NO3 yaitu dapat menghambat pada dua tahap reaksi akhir denitrifikasi sehingga memicu untuk terjadinya aktivitas reduksi NO3 melalui jalur DNRA (Burgin dan Stephen 2007). Peningkatan senyawa NH4 seiring dengan meningkatnya kedalaman pada kolom air diduga disebabkan oleh adanya aktivitas bakteri amonifikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas bakteri DNRA. Selain dikarenakan kelimpahannya yang lebih rendah dibandingkan bakteri amonifikasi, bakteri DNRA bersifat anaerob sehingga aktivitasnya sangat dipengaruhi oleh ketersediaan O2 (Moreno-Vivian et al. 1999). Ketersedian O2 terlarut pada kolom air memungkinkan terdapatnya kelimpahan serta aktivitas bakteri amonifikasi yang lebih tinggi dibandingkan bakteri DNRA. Kelimpahan bakteri amonifikasi semakin meningkat dengan meningkatnya senyawa TOM. Proses amonifikasi sangat berkaitan erat dengan proses perombakan bahan organik. Menurut Patel et al. (2000) tingginya konsentrasi protein, polipeptida dan peptida pada badan air dapat menjadi faktor utama bagi pertumbuhan bakteri proteolitik secara intensif. Dengan tingginya pertumbuhan bakteri proteolitik diduga dapat meningkatkan aktivitas amonifikasi. 39 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kelimpahan tertinggi bakteri pemfiksasi N2 terdapat di sedimen pada strata 2-5 cm (4.43 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada kolom air strata 0 cm (2.46 Log sel/mL). Bakteri pengoksidasi NH3 dan NO2 hanya terdapat pada bagian kolom air. Kelimpahan tertinggi bakteri pengoksidasi NH3 terdapat pada strata 0 cm (2.43 Log sel/mL) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 230 cm (1.86 Log sel/mL). Kelimpahan tertinggi bakteri pengoksidasi NO2 terdapat pada strata 0 cm (2.87 Log sel/ml) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 230 cm (1.48 Log sel/mL). Kelimpahan tertinggi bakteri pereduksi NO3 (denitrifikasi) terdapat pada sedimen dengan strata 2-5 dan 5-10 cm (6.04 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 0 cm (1.32 Log sel/mL). Kelimpahan tertinggi bakteri pereduksi NO3 menjadi NH4 (DNRA) terdapat pada sedimen strata 5-10 cm (4.32 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada kolom air strata 0 dan 110 cm (1.56 Log sel/mL). Kelimpahan tertinggi bakteri amonifikasi terdapat pada sedimen dengan strata 5-10 cm (4.43 Log sel/g) dan kelimpahan terendah terdapat pada strata 0 cm (1.86 Log sel/mL). Pada perairan situ Sawangan-Bojongsari terdapat 11 keragaman jenis bakteri pemfiksasi N2. Analisis filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida sebanyak 6 isolat gen nifH hasil DGGE menunjukkan bahwa isolat gen nifH diantaranya memiliki kekerabatan terdekat dengan Bradyrhyzobium sp. ORS324. Azospirillum brasilense dan Azotobacter vinelandii. Komunitas bakteri pengoksidasi NH3 terdiri dari 10 keragaman jenis dan berdasarkan analisis filogenetik sebanyak 6 isolat gen amoA memiliki kekerabatan paling dekat dengann genus Nitrosospira. Sedangkan komunitas bakteri pereduksi gas N2O di situ Sawangan-Bojongsari berdasarkan hasil analisis DGGE dari gen nosZ dapat diketahui terdiri dari 12 keragaman. Sebanyak 7 isolat gen nosZ memiliki kekerabatan terdekat dengan genus Azospirillum. Saran Penelitian ini meliputi kajian mengenai kelimpahan dan keragaman bakteri yang berperan dalam siklus N serta distribusi parameter fisika dan kimia yang diketahui dapat mempengaruhi komunitas bakteri tersebut di situ SawanganBojongsari. Untuk dapat memberikan informasi yang lengkap sehingga dapat dijadikan acuan dalam penetapan kelayakan perairan tersebut sebagai habitat bagi produksi perikanan seperti sistem budidaya Karamba Jaring Apung (KJA) maka diperlukan kajian mengenai aktivitas dari bakteri yang berperan dalam siklus N khususnya bagi penghasil dan perombak senyawa nitrogen yang bersifat toksik. 40 DAFTAR PUSTAKA Alef K, Kleiner D. 1986. Arginine ammonification, a simple method to estimate microbial activity potential in soils. Soil Biol Biochem 18: 233-235. Alonso A, Camargo JA. 2006. Ecological and toxicological effects of inorganic nitrogen pollution in aquatic ecosystems: A global assessment. Environment International 32: 831-849. Anderson DM, Glibert PM, Burkholder JM. 2002. Harmful algal blooms and eutrophication: nutrient sources, composition, and consequences. Estuaries 25: 704-26. Arp DJ, Chain PSG, Klotz MG. 2007. The impact of genome analyses on our understanding of ammonia-oxidizing bacteria. Ann Rev Microbiol 61: 503528. Auman AJ, Speake CC, Lidstrom ME. 2001. nifH sequences and nitrogen fixation in type I and type II methanotrophs. Appl Environ Microbiol 67(9): 40094016. Avrahami S, Conrad R. 2003. Patterns of community change among ammonia oxidizers in meadow soils upon long-term incubation at different temperatures. Appl Environ Microbiol 69(10): 6152-6164. Barak P, Molina JAE, Hadas A, Clapp CE. 1990. Mineralization of amino acids and evidence of direct assimilation of organic nitrogen. Soil Sci Soc of America J 54: 769-774. Benson DR, Silvester WB. 1993. Biology of Frankia strains, actinomycete symbionts of actinorhizal plants. Microbiological Rev 57: 293-319. Bock E, Sundermeyer-Klinger H, Sttackebrandt E. 1983. New facultative litotrophic nitrite oxydizing bacteria. Arch Microbiol 136: 281-284. Bothe H, Jost G, Schloter M, Ward BB, Witzel KP. 2000. Molecular analysis of ammonia oxidation and denitrification in natural environments. FEMS Microbiol Rev 24: 673-690. Burgin AJ, Stephen KH. 2007. Have we overemphasized the role of denitrification in aquatic ecosystems? A review of nitrate removal pathways. Front Ecol Environ 5(2): 89-96. Cappucino GJ, Sherman N. 1983. Microbiology : A Laboratory Manual. California (US). Addison-Wesley Publishing Company Inc. hlm 31-35. Caroline HO, Angela J, Carlo L, Julia MC, Stephen PC. 2001. Diversity and activity of free living nitrogen fixing bacteria and total bacteria in organic and conventionally managemen soils. Appl Environ Microbiol 77(3): 911919. Carpenter SR, Caraco NF, Correll DL, Howarth RW, Sharpley AN, Smith VH. 1998. Nonpoint pollution of surface waters with phosphorus and nitrogen. Ecol Appl 8: 559-568. Chen JS, Toth J, Kasap M. 2001. Nitrogen-fixation genes and nitrogenase activity in Clostridium acetobutylicum and Clostridium beijerinckii. J Ind Microbiol Biotechnol 27(5): 281-286. Cheng SY, Chen JC. 2002. Study on the oxyhemocyanin, deoxyhemocyanin, oxygen affinity and acid–base balance of Marsupenaeus japonicus 41 following exposure to combined elevated nitrite and nitrate. Aquatic Toxicol 61:181-193. Chu H, Fujii T, Morimoto S, Lin X, Yagi K, Hu Junli, Zhang J. 2007. Community structure of ammonia-oxidizing bacteria under long-term application of mineral fertilizer and organic manure in a sandy loam soil. Appl Environ Microbiol 73(2): 485-491. Constable M, Charlton M, Jensen F, McDonald K, Craig G, Taylor KW. 2003. An ecological risk assessment of ammonia in the aquatic environment. Hum Ecol Risk Assess 9: 527-548. De Boer W, Kowalchuk GA. 2001. Nitrification in acid soils: microrganisms and mechanisms. Soil Biol Biochem 33: 853-866. Degrange V, Robert L, Rene B. 1997. Activity, size and structure of Nitrobacter community as affected by organic carbon and nitrite in sterile soil. FEMS Microbiol Ecol 24: 173-180. Edwards JW, Joseph DC, David A. 2005. Hypolimnetic oxygen depletion dinamycs in the central basin of lake Erie. Ecol Model 31(2): 262-271. Efendi H, Hartoto DI, Erwin. 1996. Telaah lanjutan karakteristik kualitas air di Situ Bojongsari, Bogor. JIPI 6(1): 11-14. Ellington MJK, Bhakoo KK, Sawers G, Richardson DJ, Ferquson SJ. 2002. Hierarchy of carbon sources selection in Paracoccus pantothrophus: strict correlation between reduction state of the carbon substrate and aerobic expression of the nap operon. J of Bacteriol 184: 4767-4774. Enwall K, Philippot L, Hallin S. 2005. Activity and composition of the denitrifying bacterial community respond differently to long-term fertilization. Appl Environ Microbiol 71(12): 8335-8343. Firth JR, Edwards C. 2000. Analysis of denitrification by Pseudomonas stutzeri under nutrient-limited condition using membran inlet mass spectrometry. J of Appl Microbiol 88: 853-859. Fischer HM. 1994. Genetic regulation of nitrogen fixation in Rhizobia. Microbiol Rev 58(3): 352-386. Francis CA, Beman JM, Kuypers MM. 2007. New processes and players in the nitrogen cycle: the microbial ecology of anaerobic and archaeal ammonia oxidation. The ISME J 1: 19-27. Francis CA, Mullan GD, Ward BB. 2003. Diversity of ammonia monooxygenase (amoA) genes across environmental gradients in Chesapeake Bay Sediment. Geobiology 1: 129-140. Gallon JR. 1992. Reconciling the incompatible: N2 fixation and O2. New Phytol 122: 571-609. Garg SK, Bhatnagar A, Kalla A, Narula N. 2001. In vitro nitrogen fixation, phosphate solubilization, survival and nutrient release by Azotobacter strains in an aquatic system. Bioresour Technol 80: 101-109. Greenberg AE, Clesceri LS, Eaton AD. 1992. Standard Methods for Examination of Water and Wastewater. Ed ke-18. Washington DC (US): Publication Office American Public Health Assoc. Griffin BM, Schott J, Schink,B. 2007. Nitrite, an electron donor for anoxygenic photosynthesis. Science 316: 1870-1879 42 Harris RR, Coley S. 1991. The effects of nitrite on chloride regulation in the crayfish Pacifastacus leniusculus Dana (Crustacea Decapoda). J Comp Physiol 161B: 199-206. Hayatsu M, Tago K, Saito M. 2008. Various players in the nitrogen cycle: Diversity and functions of the microorganisms involved in nitrification and denitrification. Soil Sci and Plant Nutri 54: 33-45. Head IM, Hiorns WD, Embley TM, McCarthy AJ, Saunders JR. 1993. The phylogeny of autotrophic ammonia-oxidizing bacteria as determined by analysis of 16S ribosomal RNA gene sequences. J Gen Microbiol 139: 1147-1153. Henderson SL, Dandie CE, Patten CL, Zebarth BJ, Burton D, Trevors JT, Goyer C. 2010. Changes in denitrifier abundance, denitrification gene mRNA levels, nitrous oxide emissions, and denitrification in anoxic soil microcosms amended with glucose and plant residues. Appl Environ Microbiol 76(7): 2155-2164. Hou J, Li L, Zhang S, Wang P, Wang C. 2012. Diversity of nosZ gene in three municipal wastewater treatment plants located in different geographic regions. African J of Microbiol Res 6(15): 3574-3581. Jensen FB. 1996. Uptake, elimination and effects of nitrite and nitrate in freshwater crayfish (Astacus astacus). Aquat Toxicol 34: 95-104. Jiang QQ, Bakken LR. 1999. Comparison of Nitrosospira strains isolated from terestial environment. FEMS Microbiol Ecol 30: 171-186. Jickells TD. 2005. External inputs as a contributor to eutrophication problems. J Sea Res 54: 58-69. Kelso BHL, Smith RV, Laughlin RJ. 1999. Effects of carbon substrates on nitrite accumulation in freshwater sediments. Appl Environ Microbiol 5(1): 61-66. Kowalchuk GA, Stephen JR. 2001. Ammonia-oxidizing bacteria: a model for molecular microbial ecology. Ann Rev Microbiol 55: 485-529. Krishnamurthy A, Moore JK, Zender CS, Luo C. 2007. Effects of atmospheric inorganic nitrogen deposition on ocean biogeochemistry. J of geophysical Research 112: 1-10 Lalucat J, Bennasar A, Bosch R, Garcia-Valdes E, Palleroni NJ. 2006. Biology of Pseudomonas stutzeri. Microbiol Mol Biol Rev 70(2): 510-547. Landgrebe JC, Weaper RH. 1966. Deamination of amino acids by Clostridium botulinum. J of Bacteriol 92: 1565-1566. Linkerhägner K, Oelze J. 1995. Cellular ATP level and nitrogenase switchoff upon oxygen stress in chemostat cultures of Azotobacter vinelandii. J Bacteriol 177: 5289-5293. Liu J, Lee F, Lin C, Yao X, Davenport JW, Wong T. 1995. Alternative function of the electron transport system in Azotobacter vinelandii: removal of excess reductant by the cytochrome d pathway. Appl Environ Microbiol 61: 39984003. Lopes FJ, Catarina S. 2006. Temporal and spatial distribution of dissolved oxygen in the Ria De Aveiroo lagoon. Ecological Modelling 197 (1-2): 67-88. Mohan SB, Schmid M, Jetten M, Cole J. 2004. Detection and widespread distribution of the nrfA gene encoding nitrite reduction to ammonia, a short circuit in the biological nitrogen cycle that competes with denitrification. FEMS Microbiol Ecol 49: 433-443. 43 Moreno-Vivian C, Cabello P, Martinez-Luque M, Blasco R, Castillo F. 1991. Procaryotic nitrate reduction; Molecular properties and functional distinction among bacterial nitrate reductase. J of Bacteriol 181: 6573-6484. Murrell JC, Dalton H. 1983. Nitrogen fixation in obligate methanotrophs. J Gen Microbiol 129: 3481-3486. Niftrik LA, Fuerst JA, Damste JSS, Kuenen JG, Jetten MSM, Strous M. 2004. The anammoxosome: an intracytoplasmic compartment in anammox bacteria. FEMS Microbiol Lett 233: 7-13. Nygaard P, Bested SM, Andersen KAK, Saxild HH. 2000. Bacillus subtilis guanine deaminase is encoded by the yknA gene and is induced during growth with purine as nitrogen source. Microbiol 146: 3061-3069. Paerl HW, Dennis RL, Whitall DR. 2002. Atmospheric deposition of nitrogen: Implications for nutrient over-enrichment of coastal waters. Estuaries 25: 677-693. Patel AB, Fukami K, Ni shi jama T. 2000. Regulation of seasonal variability of aminopeptidase activities in surface and bottom waters of Uranouchi Inlet, Japan-Aqua. Microbial Ecol 21: 139-149. Patten C, Glick BR. 1996. Bacterial biosynthesis of lndole - 3-acetic acid. Can J Microbiol 42: 207-220. Peoples MB, Crasswell ET. 1992. Biological nitrogen fixation: investments, expectations and actual contributions to agriculture. Plant Soil 141:13-39. Phillips DA, Martinez-Romero E, Yang GP, Joseph CM. 2000. Release of Nitrogen: a key trait in selecting bacterial endophytes for agronomically useful nitrogen fixation. Di dalam Ladha JK, Reddy PM, editor. The Quest for Nitrogen Fixation in Rice. Proceedings on the Third Working Group Meeting on Assesing Opportunities for Nitrogen Fixation in Rice, 9-12 August. 1999, Los Banos: IRRI. hlm 205-219. Prabhu KA. 1984. Deamination of amino acids by Bacillus pasteurii. Enzyme and Microb Tech : 65-67. Purnama NE. 2008. Pendugaan Erosi dengan Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) di Situ Bojongsari, Depok. [Tesis]. Bogor (ID). Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Rabalais NN. 2002. Nitrogen in aquatic ecosystems. Ambio 31: 102-12. Rabalais NN, Turner RE, Wiseman WJ Jr. 2002. Gulf of Mexico Hypoxia, a.k.a. ‘‘The Dead Zone’’. Ann Rev of Ecol and System 33: 235-63. Richardson J. 1997. Acute ammonia toxicity for eight New Zealand indigenous freshwater species. NZ J Mar Freshw Res 31: 85-90. Richardson DJ. 2000. Bacterial respiration: a flexible process for a changing environment. Microbiol 146: 551-571. Rius N, Fuste MC, Guasp C, Lalucat J, Loren JG. 2001. Clonal population structure of Pseudomonas stutzeri, a species with exceptional diversity. J of Bacteriol 183: 736-744. Russo RC, Thurston RV, Emerson K. 2001. Acute toxicity of nitrite to rainbow trout (Salmo gairdneri): effects of pH, nitrite species, and anion species. Can J Fish Aquat Sci 38: 387-393. Salmin. 2005. Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biologi (BOD) sebagai salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Oceana 3: 21-26. 44 Schalk J, Oustad H, Kuenen H, Jetten MSM. 1998. The anaerobic oxidation of hydrazine: a novel reaction in microbial nitrogen metabolism. FEMS Microbiol Lett 158: 61-67. Schubert CJ, Durisch-Kaiser E, Wehrli B, Thamdrup B, Lam P, Kuypers MMM. 2006. Anaerobic ammonium oxidation in a tropical freshwater system (Lake Tanganyika). Environ Microbiol 8(10): 1857-1863. Scott G, Crunkilton RL. 2000. Acute and chronic toxicity of nitrate to fatheadminnows (Pimephales promelas), Ceriodaphnia dubia and Daphnia magna. Environ Toxicol Chem 19: 2918-2922. Siegbahn PEM, Westerberg J, Svenson M, Crabtree RH. 1998. Nitrogen fixation by nitrogenase : A quantum chemical study. J Phys Chem B102: 1615- 1623. Sigee DC. 2005. Freshwater Microbiology; Biodiversity and Dinamic Interaction of Microorganism in The Aquatic Environment. John Wiley & Son. England (GB): J Wiley. Sinha B, Annachhatre AP. 2007. Partial nitrification-operational parameters and microorganism involved. Rev Environ Sci Biotechnol 6: 285-313. Smith RL, Van Baalen C, Tabita FR. 1990. Contol of nitrogenise recovery from oxygen inactivation by ammonia in the Cyanobacterium Anabaena sp Strain CA (ATCC 33047). J of Bacteriology 172(5): 2788-2790. Stephen JR, Kowalchuk GA, Bruns MAV, McCaig AE, Philips CJ, Embley TM, Prosser JI. 1998. Analysis of β-subgroup proteobacterial ammonia oxidizer populations in soil by denaturing gradient electrophoresis analysis and hierarchical phylogenetic probing. Appl Environ Microbiol 64(8): 29582965. Stres B, Danevcic T, Pal L, Fuka MM, Resman L, Leskovec S, Hacin J, Stopar D, Mahne I, Mandic-Mulec I. 2008. Influence of temperature and soil water content on bacterial, archaeal and denitrifying microbial communities in drained fen grassland soil microcosms. FEMS Microbiol Ecol 66: 110-122. Tarigan. 1989. Fluktuasi Zona Fotik. Di dalam: Nontji A, Hartoto DI, editor. Limnologi Situ Bojongsari. Puslit Limnologi LIPI. Bogor. hlm 20-29. Teske A, Alm E, Regan JM, Toze S, Rittmann BE, Stahl DA. 1994. Evolutionary relationships among ammonia- and nitrite-xidizing bacteria. J Bacteriol 176: 6623-6630. Thiel T, Lyons EM, Erker JC, Ernst A. 1995. A second nitrogenase in vegetative cells of a heterocyst-forming cyanobacterium. Proc Natl Acad Sci 92: 93589362. Tibelius KH, Knowles R. 1984. Uptake hidrogenase activity in denitrifying Azospirillum brasilense grown anaerobically with nitrous oxide or nitrate. J of Bacteriol 157 (1): 84-88. Umbarger HE, Brown B. Threonine deamination in Echerichia coli II. : Evidence for two I-threonine deaminases. J Bacteriol 73(1): 105-113. Urakawa H, Tajima Y, Numata Y, Tsuneda S. 2008. Low temperature decreased the phylogenetic diversity of ammonia-oxidizing archaea and bacteria in aquarium biofiltration systems. Appl Environ Microbiol 74(3): 894-899. Van Rhyn P, Vanderleyden J. 1995. The Rhizobium-plant symbiosis. Microbiological Rev 59: 124-142. Vande Brock A, Vanderleyden J. 1995. Review: genetics of the Azospirillumplant association. Crit Rev Plant Sci 5: 445-466. 45 Vande Brock A, Keijers V, Vanderleyden J. 1996. Effect of oxygen on the freeliving nitrogen fixation activity and expression of the Azospirillum brasilense nifH gene in various plant -associated diazotrophs. Symbiosis 21: 25-40. Vasilis ZA, Soultana KG. 2003. Simulation of water temperature and dissolved oxygen distribution in lake Verogitis, Greece. Ecol Model 160: 39-53. Witheley HR, Tahara M. 1966. Threonine deaminase of Clostridium tetanomorphum. I. Purification and properties. J of Biological Chem 241(21): 4881-4889. Wlodarczyk T, Glinski J, Kotowska U. 2004. N2O emmisison from mineral soils. Res Agr Eng 50: 117-22. Wurts WA. 2003. Pond pH cycle and ammonia toxicity. World Aquacult 34(2): 20-21. Zaman M, Di HJ, Cameron, KC. 1999. Gross N-mineralization and nitrification rates and their relationships to enzyme activities and soil microbial biomass in soils treated with dairy shed effluent and ammonium fertilizer in the field. Soil Use and Management 15: 188-194. Zamaroczy M, Delorme F, Elmerich C. 1989. Regulation of transcription and promoter mapping of the structural genes for nitrogenase (nifHDK) of Azospirillum brasilense Sp7. Mol Gen Genet 220: 88-94. Zhan J, Sun Q. 2011. Diversity of free-living nitrogen microorganism in wetlands of copper mine tailing during the process of natural ecological restoration. J of environ sci 23(3): 476-487. Zhang Y, Ruan XH, Op de Camp HJM, Smits TJM, Jetten MSM, Scmid MC. 2007. Diversity and abundance of aerobic and anaerobic ammoniumoxidizing bacteria in freshwater sediments of the Xinyi River (China). Environ Microbiol 9:2375-2382. Zumft WG. 1997. Cell biology and molecular basic of denitrification. Microbiol and Mol Biol Rev: 533-616. 46 Lampiran 1 Urutan nukleotida hasil sekuensing dari pita DNA-DGGE gen nifH >1st_BASE_1337833_NifH_1_PolF AGGACACAGTCCCGAGCTGGCTGCTGCAAAAGGGGGGAAGGTCGAGGTCCTGGAGCT CGAAGAGGTGATGAAGGTCGTTACCGCCAAATTGCGCTGAGTAGTCGGCGTTCCGGC GATTGACAGTGCGCGAAAGGCTAGCGCGGCGCAAGTCATCACCTCCATCCACTTCCTC GGAGAGAACGGCGCCTATGAGGACATCGACTATGTTTCCTACTACGAGCTCGTCGAC GTCGTGTGCTGCGGCTTTTCCATGCCGATCCGCGAGAACAACGAGCAGGAAATCTACT TCGTCATGACGGGCGAAAAGATGGATTGA >1st_BASE_1337834_NifH_1_AQER AGGACAAGCAGTCCCGAGCTGGCTGCTGCAAAAGGGGGGAAGGTCGAGGTCCTGGA GCTCGAAGAGGTGATGAAGGTCGTTACCGCCAAATTGCGCTGAGTAGTCGGCGTTCC GGCGATTGACAGTGCGCGAAAGGCTAGCGCGGCGCAAGTCATCACCTCCATCCACTT CCTCGGAGAGAACGGCGCCTATGAGGACATCGACTATGTTTCCTACTACGAGCTCGTC GACGTCGTGTGCTGCGGCTTTTCCATTGGCCGATCCGCGAGAACAACGAGCAGGAAA TCTACTTCGTCATGACGGGCGAAAAGATGGATTGACC >1st_BASE_1337835_NifH _2_PolF NNAGAAGGACACAGTCCCGAGCTGGCTGCTGCAGGGGGAAGGTCGAGGACCTGGAG CTCGAAGAGGTGATGAAGGTCGTTACCGCCATATTCGCTGCGCTGAGTAGTCGGCGTT CCGGAGATGGTGTAGTTTGCGCGAAAGGCTAGCGCGGCGCAAGTCATCACCTCCATC CACTTCCTCGAAGAGAACGGCGCCTATGAGGACATCGACTATGTTTCCTACTACGAGC TCGTCGACGTCGTGTGCTGCGGCTTTTCCATGCCGATCCGCGAGAACAACGAGCAGGA AATCTACTTCGTCATGACGGGCGAAAAGATGGCG >1st_BASE_1337836_NifH _2_AQER CCAGAGAAGGACACAGTCCCGAGCTGGCTGCTGCAGGGGGAAGGTCGAGGACCTGG AGCTCGAAGAGGTGATGAAGGTCGTTACCGCCATATTCGCTGCGCTGAGTAGTCGGC GTTCCGGAGATGGTGTAGTTTGCGCGAAAGGCTAGCGCGGCGCAAGTCATCACCTCC ATCCACTTCCTCGAAGAGAACGGCGCCTATGAGGACATCGACTATGTTTCCTACTACG AGCTCGTCGACGTCGTGTGCTGCGGCTTTTCCATGCCGATCCGCGAGAACAACGAGCA GGAAATCTACTTCGTCATGACGGGCGAAAAGATGGCGNNNNNNN >1st_BASE_1337837_NifH_3_PolF NNNNNNNNNNNNNANNNNAGNANACGTCCTGAGCTNGCTGCTGCAGGNGGAAGGTC GAGGACCTGGAGNTCGAAGAGGTGATGAAGGTCGNTACCGCCATATTCGCTGCGTGA GTCCGGCGTTCCGGAGNNGGTGTCGGTTGCGCGGGCCGCGGCGTCATCACCTCCATCC ACTTCCTCGAAGAGAACGGCGCCTATGAGGACATCGACTATGTTTCCTACTACGAGCT CGTCGACGTCGTGTGCTGCGGCTTTTCCATGCCGATCCGCGAGAACAACGAGCAGGA AATCTACTTCGTCATGACGGGCGAAAAGATGGCG >1st_BASE_1337838_NifH_3_AQER NNNNNNNNNNNGTCGCNGACTCCGATGTAGAGTCCTGAGCCGTGTTAGGCGAATCGT CATGGTTAACCGGGCGGAGTTCGCCTCGAGGAACGTCATCGATGAATNGCCGCGTNC TCGCCCTTCCCGTTCCCGGCTAGGAGTTGAGGGCGGTGATCACTTGCGTCGCGCTAGC CTTTCTTGGGGTCTTCTCGATCGCCATAACCTCGACGCTTCCCGCTTCGGCCNACAGA ATGAAGATCTTGTTCTGCGTCGTGTGCTACACGAGCGGGCGCGCCGAGGCGGCTTTCG GATCGGAACTGTGGCTTGTGGTGTCCAAGCNGACGGGATTAGTCATCTTTTCGATCTC AAAAATGCTGATGCTTAATTTGACATCGCCCTCTATGCCTCTGTCTTGCGCAATCCGC GGGTAGCGCTGGTTTTTCTTCAGCTCCCTATGCGCCGCACTTCTAAACGTATTATGCGC GGGGGNATATCCCCTTCGCTGGGCCCAGAGGCTTTGACTGGTTCTGGTGACAAAGGC GTAGGCGCACGCGCTGGN 47 >1st_BASE_1320427_NifH_5_PolF GAGCCCTATCTGCGGCAGCTCAAGAACGTGCTCGAACACGGTGCCGACGAGGTGAGA CGACGACTTGGAGTACATCCATGATGATCAGATTCGAATGCACCGTATGCGTGTGATC CGAGGCCCCCGAGCCTGAACCGGGCTGCGCTTGACCCGGCCTCGTAGCTTCCATCGCC CTTCTGTACCTCCTAGAGGATTACGCCTACGACGACAAGCTCGATTATGCCTTCTACG ACGTTCTCGGCGACGTGGTTTGCGGCGGCTTCGCGATGCCCATTCGTGAAGCGAGGCC CAGGAAATCTACATCATCAA >1st_BASE_1320428_NifH_5_AQER GCGTCGATGCATGCGAACGCCGCAACCACGTCGCCTAGAACGTCGTAGAAAGCATAA TCGAGCTTTTCGTCCTCTGAGTATCCTCGAGTTGTTCGATAAGGTTGATGAAACTTCTG ATGCCGCATCCAGCGCCGCCCACTCCAGGCTCGGGCCCGCCGGATTCCACGCATATGG TGCCTTTGATATCCGGCCTTACCGATGTCCTCCAATTCGACGCCGTCACCTTCGGCCCC CAATGTGTCGAGCACGGTCTGTTGGTAGAGTCCCCCGAGCAGAAGTCGGGTCGAGTC CGCCTTGGGACCACAA >1st_BASE_1320429_NifH_6_PolF GGGGGTATCTGCGCACGCGCAGAACACAGTGTTCAGCTGTTGGCGACGAGGCTCCGT CGAGACTGGACTCGTCGATGTGCTGGGATTCGTTACCGCGTTGTCCGTTGCGCCGAGT CCGGCGGTCCTGAGCCGGGGGTCGGCTGTGCCGGCCGCGGTGTTATCACCGCCATCA ACTTCCTCGAAGAGGATGGTGCCTACGATGACAATCTCGATTTCGCCTTCTACGACGT TCTCGGCGACGTGGTGTGCGGCGGCTTCGCGATGCCCATTCGTGAAAACAAGGCCCA GGAAATCTACATCATCATG >1st_BASE_1320430_NifH_6_AQER TNNNGANATGTCATCGCGAGCGCCGCAACTACGTCGCCGTAGTACGTCGTAGAAGAC GTAGTCCATGTTTTCATCGTAGGCGTTTCTTCTTCGTGGAAGTTGATGGTGATGATGGT CCGCGACCACGTCCCATAAGGGGGTTCAGGATACCAGTCTCGGATTTCATACACCGCC ATAACAGATTTGGACCTCTCCGATAGTTCCGGATCTTCGCGGTCCCCTTCTCGGCCGC CATCTCCAAGATGGTGTTGTGTGCCGTGGCGTGCAAGATCAGACGGGGAGAGTCCGC TTTGGGATCGCAAG >1st_BASE_1320433_NifH_8_PolF GGGGTATCTGCGCAGGCCTAGAACATCCTTCGAGCCTGGCGCCGACGCCGGCAACGT CGAGGACCTCGAGATCGAAGAGGTCATGAAGGTCGGCTACCGGGATATCCGCTGCGC CGAGTCCGGCGGTCCGGAGCCGGGCGTCGGTTGCGCCGGCCGCGGCGTTATCACCTC CATCAACTTCCTCGAGGAGAACGGCGCCTATGACGACATCCACTATGTCTCCTTCTAC GAGCTCGGCGACGAGGTGTGCTGCGGCTTTGCCAGCCGATCCTCGAGAAAAGGGGCC GAGACATTTCGTCACA >1st_BASE_1320434_NifH_8_AQER TNNGGNGTGGGCATCGCGAGCGCCGCAGACACGTCGCCGAGCACGTCGTAGGAGACG TAGTCGATGTCCTCATAGGCGCCGTTCTCCTCGAGGAAGTTGATCGAGGTGATGACGC CGCGGCCGGCGCAACCGACGCCGGGCTCCGGACCGCCGGACTCGACGCAGCGGATAT CCCGGTAGCCGACCTTCATGACCTCTTCGATCTCGAGGTCCTCGACGCTGCCGGCCTC AGCCGCCAGGCTCAGGATCGTGTCCTGCGCCTTGGCGTGCAGGATCAGACGGGTGGA GTCGGCCTTGGGGTCGCAGGGGCG 48 Lampiran 2 Urutan nukleotida hasil sekuensing dari pita DNA-DGGE gen amoA >1st_BASE_1350034_Amo_1_AmoA_1F NNNNNNNNNNNNNNNNGGTNTTGGCCTGCANGTNNTNNNTGATNCNGAGTCATAGA GGAAAACACAGGCTGCATAGCTCCGCAGACCATTATAGTTTTGTGACGCNGNGTGTC NCTATGCATCGCAGTGTNGGATCTATCGACGTGAATCNNAGNTCCTGTCTACTTTTTTC GAGCCNGTGCTTTTCATCCGTTTGATCCGGCCGGATCCGGGCCACGTCCTCATCACGG AGGTGATATTGGNAAGCCGACCTTGGCGGCTTATTACTCGTTGTCAGGNCCGAATGGT GATTTAACCGATCTTCATGGCGCAACTTAATCCTGCCATGTTTACACGCTGTTGTCTTT GTTAATGTCCTTTAAATACATTTACCAGGGGCCAAACCCCANACCCCA >1st_BASE_1350034_Amo_1_AmoA_2R CGCGCTACCCCATCTACTTCGTTTTCCCCTCCGCCATGATCCCGGGTGCCATCATCATG GACACCGTCATGCTGCTCACGCGCAACTGGATGATCACCGCCCTGGTTGGAGGCGGC GCCGTTGGCCTGCTGTTCTACCCGGGCAACTGGCCCATCATTGGACCGACCCACCTGC CGCTGGTAGCCGAAGGCGTGCTGCTTTCCCTGGCTGACTACACCGGCTTCCTGTATGT ACGCACGGGTACCCCCGAGTATATACGGCTGATCGAACAAGGGTCCTTGCGCACGTTT GGCGGGCACACCTCCGTCATTGCCGCCTTTTTCTCCGCGTTCGTCTCCATGCTCATGTT CTGCGTATGGTGGTACATTGGCAAACTCTACTGCACCGCCTGCTACTAAGTCAAAGGC CCACGCGGCCGGGTTACCATGAAGAACGACGTCACCGCCTACGGC >1st_BASE_1350036_Amo_3_AmoA_1F NNNNNNNANNNNNANAATGCTGCCTGGATTGTACTGTGACGACTGGTGTGGATTTCT CTGCTGGTACTCCCGATCAACTGGACGTATACATTTTGCGTTCTNGACAACTCGTTGA ATAATCTGGTGTTTGGGTCACGATTCCTGAATCGTCAAGATAACGGTGAAAAGGCCAA CTATGTGTACCGCTCCCGTTCATGTTCAAATGTGTCTGAGGCTTGGACATTTGTTTCTG ACTACAACCTACTGATGTTTCAAGCTGGTCTGACCCATGGCTCGACCTTTAATGGCTC CGTTGCATATGTCCCCAACTCACCGCGCAGGACATCTCATTGCCGCAGCTCTGCATGT AACCCTTCTTGTGGAATGTATCTAGTACAGTCTGATGCTATGAATTATGAAATAGATG CAAACTCTTTAGGTTTTTTCACGGCGCCTGAATAAGGCTTTCACGATGTGCCGAGGGG N >1st_BASE_1350037_Amo_3_AmoA_2R CGCGCTACCGCATCTACTTCGTTTTCCCATCCGCCTTGAACCGGGGTGCCATCATCATG GACACCGTCATGCTGCTCACGCGCAACTGGATGATCACCGCCCTGGTTGGAGGCGGC GCCGTTGGCCTACTGTTCTACCCGGGCAACTGGCCCATCATTGGACCGACCCACCTGC CGCTGGGAGCCGAAGGCATCCTGCTTTCCCTGGCTGACTACACCGACTTCCTGTATGT ACGCACAGGTACCCCCAAGTATATACGGCTGATCGAACAAGGTTCCTTGCGCACGTTT GGCGGACACACCTCCGTCATTGCCGCCTTTTTCTCCGCGTTCGTTTCCATGCTCATGTT CTGCGTACGGTAGTACATTGGCATACTCTACTGCACCGCCTGCTACTAAGTCAAAGGC CCACGCGGCCGGGTTACCATGAAGAACGACGTCACCGCCTACGGC >1st_BASE_1344831_AmoA_4_AmoA_1F.ab1 NNNNNNNNNNNCANANCCAGCCTGAGACAGCGCGTTTTCCGGAGTGGTGTTCAAGGT GCAGGCCAACATGGACGCCAACCACCGCGACCGCATCGCCTTCGTGCGCATGGCCTC GGGCAAGTACACGCCGGGCATGAAGCTCAAGGTGCAGCGCACCGGCAAAGAGCTGC GCCCCACCAGTGTGGTGACCTTCATGAGCCAACGTCGCGAAGCCGTGGAAGAGGCTT TTGCGGGCGACATTATTGGTTTTACCACCCACGGCGGCGTGCAGCTGGGCGACACCAT CACCGACGGCGCGAATTTGCAATTCACCGGCTTGCCGTTTTTTGCGCCTGAACTCTTC ATGACCGTGATCCTGAAGAACCCACTGCGTACCAAGCAACTGCAAACCGGCCTGGAC CAATTGGGTGAAGAAGGCTTTCCCGAGGGGACCACCAGTAGAAACCCCANA >1st_BASE_1344832_AmoA_4_AmoA_2R.ab1 CGCGGTACCGCATCTACTTCGTTTTCCCATCCGCCTTGATCCCGGGTGCCATCATCATG GACACCGTCATGCTGCTCAAGCGCAACTGGATGATCACCGCCATGGTTGGAGGCGGC GCCGTTGGCCTACTGTTCTACCCGGGCAACTGGCCCATCATTGGACCGACCCACCTGC 49 CGCTGGTAGCCGAATGCATGCTGCTTTCCCTGGCTGACTACACCGGCTCCCTGTATGT ACGCACGGGTACCCCCGAGTATATATGGCTGATCGAAAAAGGTTCATTGCGCACGTT GGGCGGACACACCTCCGTCATTGCCGCCTTTTTCTCCGCGTTCGTTTCCATGCTCATGT TCTGCGTACGGTAGTACATTGGCATACTCTACTGCACCGCCTGCTACTAAGTCAAAGG CCCACGCGGCCGGGTTATCATGAAGAACGACGTCTCCGCCTAC >1st_BASE_1350040_Amo_6_AmoA_1F.ab1 NNNNNNTGNNNNCAGCGCGTTTTCCGGNGTGGTGTTCANGNNGCAGGCCAACATNNA CGCCAACCACCGCGACCGCATCGCCTTCGTGCGCATGGCCTCGGGCAAGTACACGCC GGGCATGAAGCTCAAGGTGCAGCGCACCGGCAAAGAGCTGCGCCCCACCAGTGTGGT GACCTTCATGAGCCAACGTCGCGAAGCCGTGGAAGAGGCTTTTGCGGGCGACATTAT TGGTTTTACCACCCACGGCGGCGTGCAGCTGGGCGACACCATCACCGACGGCGCGAA TTTGCAATTCACCGGCTTGCCGTTTTTTGCGCCTGAACTCTTCATGACCGTGATCCTGA AGAACCCACTGCGTACCAAGCAACTGCAAACCGGCCTGGACCAATTGGGTGAAGAAG GTTCCCCCGAGGGGGANTNNNNNNNNNNTNTNNTNNNNNNANNNN >1st_BASE_1350041_Amo_6_AmoA_2R.ab1 CGCGGTACCGCATCTACTTCGTATTCCCATCCGCCTTGATACCGGGTGCCATCATCAT GGACACCGTCATGCTGCTCAAGCGCAACTGGAAAATGGCATTCCATGGTTGGAGGCG GCGCCGTTGACCTACTGATCTACCCGGGCAACTGGCCCATCATTGGACCGACACACCT GCCGCTGGTCGCCGAATGCATGCTGCTTTCCCTGGCTGACTACACCGGCTCCCTGTAA CGGCACGGGTACCCCCGAGTATATATGGCTGATCGAAAAAGGTTCATTGCGCACGTT GGGCGGACACACCTCCGTCATTGCCGCCTTTTTCTCCGCAAAAGGGCTTGCACATGTT CTGCGTACGGTAGTACATTGGCATACTCTACTGCACCGCCTGCTACTAAGTCAAAGGC CCACGCGGCCGGGTGATCAAGAAGAACGACGTCTCC >1st_BASE_1350042_Amo_7_AmoA_1F NNNTGGTTGGTACCCAATGGGTTCTTTCGGGACACGGGCATGAAAAGTTCAGGGCAA AAACGGCAAGCCGGTGAATTGCAAATTCGCGCCGTCGGTGATGGTGTCGCCCAGCTG CACGCCGCCGTGGGTGGTAAAACCAATAATGTCGCCCGCAAAAGCCTCTTCCACGGC TTCGCGACGTTGGCTCATGAAGGTCACCACACTGGTGGGGCGCAGCTCTTTGCCGGTG CGCTGCACCTTGAGCTTCATGCCCGGCGTGTACTTGCCCGAGGCCATGCGCACGAAGG CGATGCGGTCGCGGTGGTTGGCGTCCATGTTGGCCTGCACCTTGAACACCACTCCGGA AAACGCGCTGTCTTCAGGCTGGATTTCTTTGACCACGGGCTGTTTGTTGACCACCAGA AGAAACCCCAAAA >1st_BASE_1350043_Amo_7_AmoA_2R CGCGCTACCGCAAAGTCTACTTCGTTTTCCCTGGGGACCGCCTTGAACCGGGGTGCCA TCATCATGGATTCACCGTCATGCTGCTCACGCGCAACTGGATGATCACCGCCCTGGTT GGGAGGCGGCGCCGTTGGCCTACTGTTCTACCCGTACCTATACTGGCCCATCATTGGA CCGTCCCACCCTGCCGCTGGGAGCCGAAGGCATCCTGCTTAAGCTGGCTGACTACACC GACTTCCTGTATAAATACGCACAGGTACCCCCAAGTATATACGGCTGATCGAACAAG GTTCCTTGCGCACGTTTGGCGGACACACCTCCGTCATTGCCGCCTTTTTCCGCGGGTGT TCGTTTCCATGCTCATGTTCTGCGTACGGTAGTACATTGAAAATACTGCACCGCCTGCT ACTAAGGGCCGGGTTACCATGAAGAACGACGTCACCGCCTACGGC >1st_BASE_1344838_AmoA_8_AmoA_1F NNNNCGCGCTACCGCATCTACTTCGTTTTCCCATCCGCCTTGAACCAAATGGTGCCAT CATCATGGACACCGTCATGCTGCTCACGCGCAACTGGATGATCACCGCCCTGGTTGGA GGCGGCGCCGTTGGCCTGGGGTGTTCTACCCGGGCAACTGGCCCATCATTGGACCGAC CCACCTGCCGTTGTAGCCGAAGGCATCCTGCTTTCCCTGGCTGACTACACCGACTTCC TGTAAGTACGCACAGGTACCCCCAAGTATATACGGCTGATCGAACAAGGTTCCTTGCG CACGTTTGGCGGACACACCTCCGTCATTGCCGCCTTTTTCTCCGCGTTCGCCTCCATGC TCATGTTCTGCGTACGGTAGTACATTGGCATACTCTACTGCACCGCCTGCTACTAAGT CAAAGGCCCACGCGGCCGGGTTACCATGAAGAACGACGTCACCGCCTACGGC 50 >1st_BASE_1344839_AmoA_8_AmoA_2R AAAAAGACCCGCCGGTGGGGTTGCTTGGTACCCAATGGGTTCTTCAGAACCGGGCAT GAAAAATTCAGGGGCAAAAAACGGCAAGCCGGTGAATTGCAATTCGCGCCGTCGGTG ATGGTGTCGCCCAGCTGCACGCCGCCGTGGGTGGTAAAACCAATAATGTCGCCCGCA AAAGCCTCTTCCACGGCTTCGCGACGTTGGCTCATGAAGGTCACCACACTGGTGGGGC GCAGCTCTTTGCCGGTGCGCTGCACCTTGAGCTTCATGCCCGGCGTGTACTTGCCCGA GGCCATGCGCACGAAGGCGATGCGGTCGCGGTGGTTGGCGTCCATGTTGGCCTGCAC CTTGAACACCACTCCGGAAAACGCGCTGTCTTCAGGCTGGATTTCTTTGACCACGGGC TGTTTGTTGACCACCATAANAAAACCCCAAA 51 Lampiran 3 Urutan nukleotida hasil sekuensing dari pita DNA-DGGE gen nosZ >1st_BASE_1350042_Nos_1_NosZ_F NGGGAAAAACGGGAAGCCGCATGAGGCCTACAGGGCGACAAGAACGCCAAGGCAGT GGTTGACCGCATTGATGTCCACTACCAGCCCGGGCATGGTTTCACCTCCATGGGAGAA ACCAAGGAAGCGGACGGCAAGTTCTTTATCTCGGACAACAAGTTCTCCAAGGATCGC TTGCTGCCGGTGGGACCGTTACATCCGGAAGTCGCCCAGATGATAGACATCAGCGGC GACAAGATGAAGCTGGTTGGCGAACACACCACCTGGCCCGAGCCGCACGATGCGATC ATTGTGCGACGCGATCGGGTAAAGACACGACAAGTCTACAATCTGGATGAGTTCCCT CTTGCGACCAAGGATCCCAAGGACTGCAAGGTGGTACGCAACGGCAACAAAGGTCCG AA >1st_BASE_1350043_Nos_1_NosZ_1622_R NNNNNNNNNNNNNNNNNACTTGGTCGCAGAGGGACTCATCCAGATTGTAGACTTGTC GTGTCTTTACCCAGATCGCGTCGCACAATGATCGCATCGTGCGGCTCGGGCCACGTGG TGTGTTCGCCAACCAGCTTCATCTTGTCGCCGCTGATGTCTATCATCTGGGCGACTTCC GGATGTAACGGTCCCACCGGCAGCAAGCGATCCTTGGAGAACTTGTTGTCCGAGATA AAGAACTTGCCGTCCGCTTCCTTGGTTTCTCCCATGGAGGTGAAACCATGCCCGGGCT GGTAGTGGACATCAATGCGGTCAACCACTGGCTTGGCGTTCTTGTCGCCCTTGAACGC CTTCATGGCTGCTTCCACGTTCCACTTCACGATCTGGCTGTCGAGGAACAACGA >1st_BASE_1353735_Nos_2_NosZ_F ANNCATCGCGTTCAAGGGCGACAAGCAGGCCAAGGTGGTCCTGGACCGCATCGACGT GCATTACCAGCCCGGGCATGGCTTCACCTCGATGGGCGAAACCAAGGATTCGGACGG CCGCTTCTTCATCTCGGACAACAAGTTCTCCAAGGACCGCTTCCTGCCCGTGGGTCCG TTGCATGCCGAAACCGCTCAGCTGATCGACATCAGCGGCGACAAGATGAAGCTGGTG GCCGACCATTCGGTGTACTCGGAGCCGCACGATTCGATCATCGTCCGCCGTGACATCA TCAAGACGCGTCAGGTCTACAACATGGACGACTTCCCGCTGGCGGTGAAGGATCCCA AGGACTCAGGCGTCTTCCGCAACGGAACA >1st_BASE_1353736_Nos_2_NosZ_1622R AAGTTCGTTCCATGTTGTAGACCTGACGCGTCTTGATGATGTCACGGCGGACGATGAT CGAATCGTGCGGCTCCGAGTACACCGAATGGTCGGCCACCAGCTTCATCTTGTCGCCG CTGATGTCGATCAGCTGAGCGGTCTCGGCATGCAACGGACCCACGGGCAGGAAACGG TCCTTGGAGAACTTGTTGTCCGAGATGAAGAACCTGCCATCCGATTCCTTGGTCTCGC CCATCGAGGTGAAGCCATGCCCCGGCTGGTAATGCACGTCGATGCGGTCCAGGACTA CCTTGGCCTGCTTGTCGCCCTTGAACGCCTTGATTGCCGCTGCCACGTTCCACTTCACG ATCTGGCTGTCAGGGAACAACGATGA >1st_BASE_1350046_Nos_3_NosZ_F GGGGGGAGAAGGGAGCGGCATCAGGCGTTCAGGGCGACAAGCACGCCAAGGTAGTC CTGGACCGCATCGACGTGCACTACCAGCCCGGGCATGGCTTCACCTCGATGGGAGAG ACCAAGGAAACGGATGGCCGCTTCTTCATCTCGGACAACAAGTTCTCCAAGGACCGC TTCCTGCCCGTGGGTCCGTTGCATGCCGAAACCGCCCAGATGATCGACATCAGCGGCG ACAAGATGAAGCTGGTGGCCGACCATTCGGTGTACTCGGAGCCGCACGATTCGATCA TCGTCCGCCGCGACATCATCAAGACGCGTCAGGTCTACAACATGGACGACTTCCCGCT CGCGGCGAAGGATCCCAAGGACTCAGGCGTCTTCCGCAACGCAAAA >1st_BASE_1350047_Nos_3_NosZ_1622R CCNTGGTTTGTAGACCTGACGCGTCTTGATGATAGCCACGGCGGACGATGATCGAATC GTGCGGCTCCGAGTACACCGAATGGTCGGCCACCAGCTTCATCTTGTCGCCGCTGATG TCGATCAGCTGCGCGGTTTCGGCATGCAACGGACCCACGGGCAGGAAACGGTCCTTG GAGAACTTGTTGTCCGAGATGAAGAACCGGCCATCCGTTTCCTTGGTCTCGCCCATCG AGGTGAAGCCATGCCCGGGCTGGTAGTGCACGTCGATGCGGTCCAGGACTACCTTGG CCTGCTTGTCGCCCTTGAACGCCTTGATTGCCGCTGCCACGTTCCACTTCCGATCTGGC TGCAGGGAACAACGAGCAGA 52 >1st_BASE_1344835_NosZ_4_NosZ_F ACCCCTCGAAAAAAATGGAGCGGCATCAGGCGTTCAGGGCGACAAGCACGCCAAGGT AGTCCTGGACCGCATCGACGTGCACTACCAGCCCGGGCATGGCTTCACCTCGATGGGC GAGACCAAGGAAACGGATGGCCGCTTCTTCATCTCGGACAACAAGTTCTCCAAGGAC CGTTTCCTGCCCGTGGGTCCGTTGCATGCCGAAACCGCGCAGATGATCGACATCAGCG GCGACAAGATGAAGCTGGTGGCCGACCATTCGGTGTACTCGGAGCCGCACGATTCGA TCATCGTCCGCCGCGACATCATCAAGACGCGTCAGGTCTACAACATGGACGACTTCCC GCTCGCGGTGAAGGATCCCAAGGACTCAGGCGTCTTCCGCAACGGCAACAAGGTCCG A >1st_BASE_1344836_NosZ_4_NosZ_1622_R AACCCCCCAAGGCAAGCGCTTGGACTTTACCGCCAGCGGGAAGTCGTCCATGTTGTA GACCTGACGCGTCTTGATGATGTCACGGCGGACGATGATCGAATCGTGCGGCTCCGA GTACACCGAATGGTCGGCCACCAGCTTCATCTTGTCGCCGCTGATGTCAATCAGCTGC GCGGTTTCGGCATGCAACGGACCCACGGGCAGGAAACGGTCCTTGGAGAACTTGTTG TCCGAGATGAAGAACCGGCCATCCGTTTCCTTGGTCTCGCCCATCGAGGTGAAGCCAT GCCCGGGCTGGTAGTGCACGTCGATGCGGTCCAGGACTACCTTGGCCTGCTTGTCGCC CTTGAACGCCTTGATTGCCGCTGCCACGTTCCACTTCACGATCTGGCTGTCGATGAAC AACGA >1st_BASE_1362770_Nos_5_NosZ_F GGGGATACAGTGTCAGCGGCATCAGGCGTTCAGGGCGACAAGCAGGCCAAGGTAGTC CTGGACCGCATCGACGTGCACTACCAGCCCGGGCATGGCTTCACCTCGATGGGCGAG ACCAAGGAAACGGATGGCCGCTTCTTCATCTCGGACAACAAGTTCTCCAAGGACCGTT TCCTGCCCGTGGGTCCGTTGCATGCCGAAACCGCGCAGCTGATCGACATCAGCGGCG ACAAGATGAAGCTGGTGGCCGACCATTCGGTGTACTCGGAGCCGCACGATTCGATCA TCGTCCGCCGTGACATCATCAAGACGCGTCAGGTCTACAACATGGACGACTTCCCGCT CGCGGTGAAGGATCCCAAGGACTCAGGCGTCTTCCGCAACGGCAACAAGGTGCGAAA >1st_BASE_1362771_Nos_5_NosZ_1622R TGGGCAGATCGCATTGGGGTCTTACGCGAGCGGGAGTCGTCCATGTTGTAGACCTGAC GCGTCTTGATGATGTCACGGCGGACGATGATCGAATCGTGCGGCTCCGAGTACACCG AATGGTCGGCCACCAGCTTCATCTTGTCGCCGCTGATGTCGATCAGCTGCGCGGTTTC GGCATGCAACGGACCCACGGGCAGGAAACGGTCCTTGGAGAACTTGTTGTCCGAGAT GAAGAAGCGGCCATCCGTTTCCTTGGTCTCGCCCATCGAGGTGAAGCCATGCCCGGGC TGGTAGTGCACGTCGATGCGGTCCAGGACTACCTTGGCCTGCTTGTCGCCCTTGAACG CCTTGATTGCCGCTGCCACGTTCCACTTCACGATCTGGCTGTCGATGAACAACGAAN >1st_BASE_1353738_Nos_7_NosZ_1622R GCCTTTGACCTCGCGAGAGGGTACTCATCCATATTGTAGACCTGACGCGTCTTGATGA TATCGCGGCGGACGAGATCGCATCGTGCGGCTCCGAGCACGCCGAGTGGTCGGCCAC CAGCTTCATCTTGTCGCCGCTGATGTCTATCATCTGGGCGACTTCCGGATGCAACGGA CCCACCGGCAGGAAACGATCCTTGGAGAACTTGTTGTCCGAGATGAAGAACTTGCCG TCCGCTTCCTTGGTTTCTCCCATGGAGGTGAAACCATGCCCGGGCTGGTAGTGCACAT CAATGCGGTCCACCACTGCCTTGGCCTGCTTGTCGCCCTTGAACGCCTTGATGGCCGC TTCCACGTTCCACTTCACGATCTGGCTGTCAGGGAACAACGATN >1st_BASE_1353737_Nos_7_NosZ_F GGGAAAGAGTGCCTGCAGCATCACGCGTACAGGGCGACAAGAACGCCAAGGCAGTG CTGGACCGCATCGACGTCCACTACCAGCCCGGGCATGGTTTCACCTCCATGGGAGAA ACCAAGGAAACGGACGGCCGCTTCTTTATCTCGGACAACAAGTTCTCCAAGGACCGC TTGCTGCCCGTGGGACCGTTGCATGCCGAAGCCGCCCAGATGATCGACATCAGCGGC GACAAGATGAAGCTGGTGGGCGAACACTCGACCGTGCTCCGAGCCGCACGATGCGAT CATCGTGCGACGCGACATCATCAAGACACGACAGGTCTACAACATGGACGACTTCCC TCTTGCGACGAAGGATCCCAAGGACTCAAGGGTGTTCCGCAACGGCAACAAGGTCCG AAN 53 >1st_BASE_1367367_Nos_10_NosZ_F GGGGGGAAAAGGAAGCGGCATCAGGCGTACAGGGCGACAAGAACGCCAAGCCAGTG CTGGACCGCATTGATGTCCACTACCAACCCGGGCATGGTTTCACCTCGATGGGAGAAA CCAAGGACGCGGACGGCCGCTTCTTTATCTCGGACAACAAGTTCTCCAAGGATCGCTT GCTGCCGGTGGGACCGCTGCATGCGGAAGCCGCCCAGATGATAGACATCAGCGGCGA CAAGATGAAACTGGTGGGTGAACCACGACCTGGCCCGAGCCGCACGATGCGATCATC GTGCGACGCGATATCGTGAAGACTCGGCAGGTCTACAATCTGGATGAGTTCCCTCTTG CGACCAAGGATCCCAAGGACTGCAAGGTGGTACGCAACGGCAACAAGGTCCGGNC >1st_BASE_1362773_Nos_10_NosZ_1622R. NNTNAGGTGCAAGGTGTGGACCTGGAGCGTGAGGTAGATCTCTGTGCGCTTATGTCAT TTGAGGTCTCAGCCGTTTTGTGTCAGCTCCTACGACACGGGGGCGGTTGGTTCCCTCA TCCGTGCTTCTTGTCAGAAGCGCTGGGCGCGGGTCGTGGAAGTCTCACGCCTGGATGT GCCGGTGGTGGCATTTGAAGTTTTAGGAACCACGCACCACTCCCACAAAAAATCTAA CGAGTCCCATACAATCTCTTTGCGATCGCCTTCTCAGCGCCACCCGTGGCAGCGCCCG CTGCTCTCTTCCAGAAAGCCTGGGCACATTTGTCTGTGTAAAATCTGGGCTACCTTGG TGCTGTGGGTAACGAATGATTTTGGTACTATTCTTCAAAGAGTTCCTACGAAACGGCA ATCATCATCAAGGAATGATTACAACCCTGCATCACCCTGTACCCATATTCGAACTCCG ACATGATTTGACAAGAGAAGACTCGAAAAGAGTCTTGAAATCCAAACGAGTGCAATT TAGACCCCAGAACGACCAACGACGGGCGGGCAATTCTCCTGCCAGCGCCGCCAATTT ACCTTACCATTTAAGATAAGAGGTTGTTGCACTAAATGCCGT 54 Lampiran 4 Surat keterangan bahwa sebagian tesis sudah dipublikasikan (in press) 55 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 7 Nopember 1983. Penulis merupakan anak dari Bapak Sukardi, MM.Pd dan Ibu Rohmah, S.Pd. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Sumedang dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Program Studi Biologi pada tahun 2006. Pada akhir tahun 2006 hingga awal 2009 penulis bekerja di Laboratorium Klinik Pramita, Jakarta sebagai staf laboratorium Bioteknologi. Pada tahun 2009 penulis diterima bekerja di Pusat Penelitian Limnologi LIPI sebagai staf peneliti bidang Produktivitas Perairan Darat. Penulis mendapatkan kesempatan dari pihak beasiswa Kementrian Riset dan Teknologi untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program Studi Mikrobiologi IPB pada tahun 2010.