BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Melahirkan merupakan pengalaman menegangkan, tetapi sekaligus menggembirakan. Ada satu hal yang selama ini tidak disadari dan tidak dilakukan orangtua dan tenaga medis tapi begitu vital bagi kehidupan bayi selanjutnya, yaitu memberi kesempatan bagi bayi untuk memulai menyusu pertama kali (inisiasi menyusu dini) dalam kehidupannya. Selama berpuluh-puluh tahun, baik tenaga kesehatan maupun orangtua berpendapat bahwa bayi baru lahir tidak mungkin dapat menyusu sendiri. Kita berpikir untuk mendapat ASI pertama kalinya, kita harus membantu bayi dengan memasukkan puting susu ke mulut bayi atau menyusuinya. Padahal bayi baru lahir belum siap menyusu sehingga jika ibu ingin menyusui bayi untuk pertama kali, kadang ia hanya melihat dan menjilat puting susu, bahkan kadang menolak tindakan yang mengganggunya ini. Faktanya, saat dilahirkan, bayi mungkin lebih mengerti akan hal ini daripada ibu dan kita. 1. Defenisi Inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Jadi, sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia lain mempunyai kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan dibiarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibunya, setidaknya selama satu jam segera setelah lahir (Roesli, 2008) Sesaat setelah ibu melahirkan maka biasanya bayi akan dibiarkan atau diletakkan di atas dada si ibu agar sang anak mencari sendiri puting ibunya, ini disebut dengan inisiasi menyusu dini/IMD (Kodrat, 2010). Pemberian ASI secara dini juga membiasakan bayi agar terbiasa mengkonsumsi ASI untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sebab untuk ASI merupakan makanan yang memiliki nilai gizi yang tinggi yang didalam ASI mengandung unsur-unsur gizi lengkap yang diperlukan bayi dalam pertumbuhan dan perkembangannya kelak (Saleha, 2008). 2. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini Manfaat Inisiasi menyusu dini bagi bayi adalah: memenuhi kebutuhan nutrisi bayi karena ASI merupakan makanan dengan kualitas dan kuantitas yang optimal; memberi kekebalan pasif kepada bayi melalui kolostrum sebagai imunisasi pertama bagi bayi; meningkatkan kecerdasan; membantu bayi mengkoordinasikan hisap, telan dan nafas; meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi; mencegah kehilangan panas; serta merangsang kolostrum segera keluar. Sedangkan manfaat inisiasi menyusu dini bagi ibu adalah: merangsang produksi oksitosin dan prolaktin; meningkatkan keberhasilan produksi ASI; dan meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi (Sidi et all, 2004). 3. Manfaat Kontak Kulit Antara Ibu - Bayi Manfaat kontak kulit antara ibu dan bayi adalah: dada ibu mampu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara sehingga akan menurunkan kematian karena kedinginan (hypothermia); baik ibu maupun bayi akan merasa lebih tenang, pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil dan bayi akan jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energy; saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya melalui jilatan dan menelan bakteri menguntungkan dikulit ibu sehingga bakteri ini akan berkembang biak membentuk koloni disusu dan kulit bayi, menyaingi bakteri yang merugikan. Bonding (ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga dan setelah itu bayi akan tidur dalam waktu yang lama; makanan yang diperoleh bayi dari ASI sangat diperlukan bagi pertumbuhan bayi dan kemungkinan bayi menderita alergi dapat dihindari lebih awal; bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusu eksklusif dan lebih lama disusui; hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu ibu dan sekitarnya, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin. Bayi mendapat ASI / kolostrum yang pertama kali keluar, cairan ini kaya akan zat yang meningkatkan daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan infeksi, penting untuk pertumbuhan, bahkan kelangsungan hidup bayi. Kolostrum akan membuat lapisan yang melindungi usus bayi yang masih belum matang sekaligus mematangkan dinding usus (Roesli, 2007). 4. Alasan Pentingnya Inisiasi Menyusu Dini Menurut Maryunani (2009), alasan penting melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah karena suhu dada ibu dapat menyesuaikan suhu ideal (thermogulator) yang diperlukan bayi. Kulit dada ibu yang melahirkan 1oC lebih panas dari ibu yang tidak melahirkan. Jika bayinya kedinginan, suhu tubuh ibu otomatis naik 2oC untuk menghangatkan bayi, sehingga dapat menurunkan resiko hipotermia dan menurunkan kematian bayi akibat kedinginan. Kehangatan dada ibu saat bayi diletakkan didada ibu, akan membuat bayi merasakan getaran cinta sehingga merasakan ketenangan, merasa dilindungi dan kuat secara psikis. Bayi akan lebih tenang, karena dengan mendengar pernapasan dan detak jantung ibu dapat menenangkan bayi, menurunkan stress akibat proses kelahiran dan meningkatkan kekebalan tubuh bayi. Bayi yang dibiarkan merayap diperut ibu dan menemukan puting susu ibunya sendiri, akan tercemar bakteri yang tidak berbahaya terlebih dahulu sebagai anti ASI ibu, sehingga bakteri baik ini membentuk koloni disusu dan kulit bayi. Hal ini berarti mencegah kolonisasi bakteri yang lebih ganas dari lingkungan. Pada saat bayi dapat menyusu segera setelah lahir, maka kolostrum makin cepat keluar sehingga bayi akan lebih cepat mendapatkan kolostrum ini, yaitu cairan pertama yang kaya akan antibody dan sangat penting untuk pertumbuhan usus dan ketahanan terhadap infeksi yang dibutuhkan bayi demi kelangsungan hidupnya. Bayi akan belajar menyusu dengan nalurinya sendiri. Sentuhan, kuluman/emutan dan jilatan pada puting ibu akan merangsang oksitosin ibu yang penting dalam menyebabkan kontraksi rahim, sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan, merangsang hormon lain yang membuat ibu merasa tenang, rileks dan merangsang pengaliran ASI dari payudara. Secara psikologis pemberian ASI pada satu jam pertama akan memberikan manfaat yaitu bayi akan mendapat terapi psikologis berupa ketenangan dan kepuasan. Terpenuhinya rasa aman dan nyaman akibat kelelahan selama proses persalinan karena kepala bayi harus melewati pintu atas panggul, panggul dalam dan dasar panggul yang membuat bayi stress. Dengan menemukan puting susu ibu, bayi mendapatkan ketenangan kembali. Pelukan ibu membuat bayi merasa aman dan nyaman seperti dalam rahim ibu. Hal ini merupakan terapi bagi bayi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologis, karena ia mendapat modal pertama membentuk kepercayaan diri terhadap lingkungan. 5. Inisiasi Menyusu Dini Yang Kurang Tepat Menurut Roesli (2008), praktek inisiasi menyusu dini selama ini kurang tepat, dimana penanganan bayi baru lahir sebagai berikut: begitu lahir bayi diletakkan diperut ibu yang sudah dialasi kain kering; bayi segera dikeringkan dengan kain kering, tali pusat dipotong lalu diikat; karena takut kedinginan, bayi dibungkus (dibedong) dengan selimut bayi, kemudian diletakkan didada ibu (tidak terjadi kontak kulit antara bayi dan ibu). Bayi dibiarkan didada ibu (bonding) untuk beberapa lama (10-15 menit) atau sampai tenaga kesehatan selesai menjahit perineum. Selanjutnya diangkat dan disusukan pada ibu dengan cara memasukkan puting ibu ke mulut bayi; setelah itu bayi dibawa ke kamar transisi, atau kamar pemulihan (recovery room) untuk ditimbang, diukur, dicap, diazankan oleh ayah, diberi suntikan vitamin K dan diberi tetes mata. 6. Inisiasi Menyusu Dini Yang Dianjurkan Keberhasilan inisiasi menyusu dini, sangat tergantung pada petugas kesehatan yang menanganinya. Karena petugaslah yang akan membimbing ibu dan bayi melakukan langkah-langkah yang tepat. Untuk itu, Roesli (2008) menganjurkan petugas melakukan langkah –langkah sebagai berikut: begitu lahir bayi diletakkan diperut ibu yang sudah dialasi kain kering; keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya, kecuali kedua tangannya; vernix (zat lemak putih) yang melekat ditubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan, karena zat ini membuat nyaman kulit bayi; tali pusat dipotong lalu diikat; tanpa dibedong, bayi langsung ditengkurapkan didada atau perut ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit ibu. Jika perlu, bayi diberi topi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya. 7. Perilaku Bayi Saat Inisiasi Menyusu Dini Saat inisiasi menyusu dini, dimana bayi baru lahir langsung dikeringkan, diletakkan di perut ibu (kontak kulit) kemudian dibiarkan setidaknya satu jam/sampai bayi berhasil menyusu, semua bayi akan mengalami beberapa tahapan perilaku (prefeeding behaviour). Perilaku bayi saat inisiasi menyusu dini terdiri dari 5 tahap. Tahap pertama merupakan stadium istirahat/diam dalam keadaan siaga, bayi diam tidak bergerak sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. Hal ini berlangsung sekitar 30 menit. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan diluar kandungan. Bonding (hubungan kasih sayang) ini merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman. Hal ini meningkatkan kemampuan menyususi dan mendidik bayinya. Tahap kedua, bayi mulai mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum, mencium dan menjilat tangan. Tahap ini berlangsung antara 30 – 40 menit. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada ditangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan dari payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk payudara puting susu ibu. Tahap ketiga, bayi mengeluarkan air liur. Saat menyadari bahwa ada makanan disekitarnya, bayi mengeluarkan air liurnya. Tahap ke empat, bayi mulai bergerak kearah payudara ibu, dengan kaki menekan perut ibu. menoleh kekanan dan kekiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil. Tahap kelima, bayi mulai menemukan puting ibu, menjilat, mengulum dan membuka mulut lebar sehingga melekat dengan baik (Saleha, 2008). B. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini 1. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini Secara Umum. Pelaksanaan inisiasi menyusu dini dimulai dengan memberitahu ibu dan keluarga tentang asuhan yang akan diberikan, suami atau keluarga dianjurkan untuk mendampingi ibu saat persalinan, biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan (normal, dengan posisi jongkok atau melahirkan di dalam air), dan hindari penggunaan obat kimiawi saat persalinan, dapat diganti dengan cara non-kimiawi (pijat, aroma terapi, gerakan atau hypnobirthing). Setelah bayi lahir, keringkan seluruh badan dan kepala bayi (kecuali kedua tangan) secepatnya, biarkan lemak putih (vernix) karena dapat menyamankan kulit bayi. Lakukan pemotongan dan pengikatan talipusat kemudian tengkurapkan bayi di dada atau perut ibu dan biarkan kulit bayi melekat diperut ibu, posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan minimal satu jam atau setelah menyusu awal selesai. Selimuti ibu dan bayi, jika perlu gunakan topi bayi. Biarkan bayi mencari sendiri puting ibu, ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut, tetapi tidak boleh memaksakan bayi ke puting susu. Hal ini dapat berlangsung selama beberapa menit atau satu jam, bahkan lebih. Selanjutnya, anjurkan suami/keluarga untuk mendukung ibu dan membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi sebelum menyusu, karena dukungan ini akan meningkatkan rasa percaya diri ibu. Biarkan bayi dalam posisi kulit bersentuhan dengan kulit ibunya setidaknya selama satu jam, walaupun ia telah berhasil menyusu pertama sebelum satu jam. Jika belum menemukan puting payudara ibunya dalam waktu satu jam, biarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit ibunya sampai berhasil menyusu pertama. Kesempatan kontak kulit dengan kulit juga dianjurkan pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi caesar. Bayi hanya boleh dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur dan dicap setelah satu jam atau menyusu awal selesai. Prosedur yang invasif, misalnya suntikan vitamin K dan tetesan mata bayi dapat ditunda. Rawat gabung _ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar_ selama satu jam ibu-bayi tidak dipisahkan dan bayi selalu dalam jangkauan ibu. Hindari pemberian minuman pre-laktal (cairan yang diberikan sebelum ASI keluar) (Baskoro, 2008). 2. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini Pada Operasi Caesar Usaha bayi merangkak mencari payudara secara standar pasti tidak dapat dilakukan pada persalinan operasi caesar. Namun, jika diberikan anastesi spinal atau epidural, ibu dalam keadaan sadar sehingga dapat segera memberi respon pada bayi. Bayi dapat segera diposisikan sehingga terjadi kontak kulit ibu dan kulit bayi. Usahakan menyusu pertama dilakukan dikamar operasi. Jika keadaan ibu dan bayi belum memungkinkan, bayi diberikan pada ibu pada kesempatan yang tercepat. Jika dilakukan anestesi umum, kontak dapat terjadi diruang pulih saat ibu sudah dapat merespon walaupun masih mengantuk atau dalam pengaruh obat bius (Roesli, 2008). Inisiasi menyusu dini tetap dapat dilakukan pada persalinan caesar, namun perlu dukungan ekstra, yaitu harus ada tenaga dan pelayanan kesehatan yang suportif. Jika mungkin, diusahakan suhu ruangan 20-50 oC, sediakan selimut untuk menutupi punggung bayi dan badan ibu, siapkan topi bayi untuk mengurangi hilangnya panas dari kepala bayi. Bayi dibiarkan mencari puting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu. Biarkan bayi dalam posisi sulit, bersentuhan dengan kulit ibunya setidaknya selama satu jam. Jika inisiasi menyusu dini belum terjadi di kamar bersalin atau kamar operasi, atau bayi harus dipindah sebelum satu jam maka bayi tetap diletakkan didada ibu, ketika dipindahkan kekamar perawatan ibu atau kamar pulih (Kristyansari, 2009). C. Kontra Indikasi Inisiasi Menyusu Dini. Ada beberapa kondisi yang tidak memungkinkan untuk pelaksanaan inisiasi menyusu dini, baik kondisi ibu maupun kondisi bayi. Namun biasanya kondisi seperti ini hanya ditemui di Rumah Sakit karena kondisi ini merupakan kondisi kegawatdaruratan yang penanganan persalinannya pun hanya dapat dilakukan oleh dokter-dokter yang ahli dibidangnya (Roesli, 2008). 1. Kontra Indikasi Pada Ibu. Kontra indikasi pada ibu antara lain: yang pertama, ibu dengan fungsi kardio respiratorik yang tidak baik, penyakit jantung klasifikasi II dianjurkan untuk sementara tidak menyusu sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi pasien jantung klasifikasi III tidak dibenarkan untuk menyusu. Penilaian akan hal ini harus dilakukan dengan hati-hati. Jika penyakit jantungnya tergolong berat, tak dianjurkan memberi ASI. Mekanisme oksitosin dapat merangsang otot polos. Sementara organ jantung bekerja dibawah pengaruh otot polos. Jadi, menyusu dapat memunculkan kontraksi karena kelenjar tersebut terpacu hingga kerja jantung jadi lebih keras sehingga bisa timbul gagal jantung. Kedua, ibu dengan eklamsia dan pre-eklamsia berat. Keadaan ibu biasanya tidak baik dan dipengaruhi obat-obatan untuk mengatasi penyakit. Biasanya menyebabkan kesadaran menurun sehingga ibu belum sadar betul. Tidak diperbolehkan ASI dipompa dan diberikan pada bayi. Sebaiknya pemberian ASI dihentikan meski tetap perlu dimonitor kadar gula darahnya. Konsultasikan pada dokter mengenai bolehtidaknya pemberian ASI pada bayi dengan mempertimbangkan kondisi ibu serta jenis obat-obatan yang dikonsumsi. Ketiga, ibu dengan penyakit infeksi akut dan aktif. Bahaya penularan pada bayi yang dikhawatirkan. Tuberkulosis paru yang aktif dan terbuka merupakan kontra indikasi mutlak. Pada sepsis keadaan ibu biasanya buruk dan tidak akan mampu menyusu. Banyak perdebatan mengenai penyakit infeksi apakah dibenarkan menyusu atau tidak. Ibu yang positif mengidap AIDS belum tentu bayinya juga positif AIDS. Itu sebabnya ibu yang mengidap AIDS, sama sekali tak boleh memberi ASI pada bayi. Keempat, ibu dengan karsinoma payudara, harus dicegah jangan sampai ASInya keluar karena mempersulit penilaian penyakitnya. Apabila menyusu, ditakutkan adanya sel - sel karsinoma yang terminum si bayi. Kalau semasa menyusu ibu ternyata harus menjalani pengobatan kanker, disarankan menghentikan pemberian ASI. Obatobatan antikanker yang dikonsumsi, bersifat sitostatik yang prinsipnya mematikan sel. Jika obat-obatan ini sampai terserap ASI lalu diminumkan ke bayi, dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan sel-sel bayi. Kelima, ibu dengan gangguan psikologi. Keadaan jiwa si ibu tidak dapat dikontrol bila menderita psikosis. Meskipun pada dasarnya ibu sayang pada bayinya, tetapi selalu ada kemungkinan penderita psikosis membuat cedera pada bayinya. Keenam, ibu dengan gangguan hormon. Bila ibu menyusu mengalami gangguan hormon dan sedang menjalani pengobatan dengan mengonsumsi obat-obatan hormon, sebaiknya pemberian ASI dihentikan. Dikhawatirkan obat yang menekan kelenjar tiroid ini akan masuk ke ASI lalu membuat kelenjar tiroid bayi jadi terganggu. Ketujuh, ibu dengan tuberculosis. Pengidap tuberkulosis aktif tetap boleh menyusu karena kuman penyakit ini tak akan menular lewat ASI, agar tak menyebarkan kuman ke bayi selama menyusu, ibu harus menggunakan masker. Tentu saja ibu harus menjalani pengobatan secara tuntas. Kedelapan, ibu dengan hepatitis. Bila ibu terkena hepatitis selama hamil, biasanya kelak begitu bayi lahir akan ada pemeriksaan khusus yang ditangani dokter anak. Bayi akan diberi antibodi untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya agar tidak terkena penyakit yang sama. Sedangkan untuk ibunya akan ada pemeriksaan laboratorium tertentu berdasarkan hasil konsultasi dokter penyakit dalam. Dari hasil pemeriksaan tersebut baru bisa ditentukan, boleh-tidaknya ibu memberi ASI. Bila hepatitisnya tergolong parah, umumnya tidak dibolehkan memberi ASI karena dikhawatirkan bisa menularkan pada si bayi. 2. Kontra Indikasi Pada Bayi Kontra indikasi pada bayi, antara lain: pertama, bayi kejang. Kejang - kejang pada bayi akibat cedera persalinan atau infeksi tidak memungkinkan untuk menyusu. Ada bahaya aspirasi, bila kejang timbul saat bayi menyusu. Kesadaran bayi yang menurun juga tidak memungkinkan bayi untuk menyusu. Kedua, bayi yang sakit berat. Bayi dengan penyakit jantung atau paru-paru atau penyakit lain yang memerlukan perawatan intensif tidak memungkinkan untuk menyusu, namun setelah keadaan membaik tentu dapat disusui. Misalnya bayi dengan kelainan lahir dengan Berat Badan Lahir Sangat Rendah (Very Low Birth Weight) . Refleks menghisap dan refleks lain pada BBLSR belum baik sehingga tidak memungkinkan untuk menyusu. Ketiga, bayi dengan cacat bawaan. Diperlukan persiapan mental si ibu untuk menerima keadaan bahwa bayinya cacat. Cacat bawaan yang mengancam jiwa si bayi merupakan kontra indikasi mutlak. Cacat ringan seperti labioskhisis, palatoskisis bahkan labiopalatoskisis masih memungkinkan untuk menyusu. D. Penghambat Inisiasi Menyusu Dini Banyak pendapat yang beredar dimasyarakat yang dapat menghambat terjadinya kontak dini kulit ibu dengan bayi, padahal tidak terbukti kebenarannya, justru sebaliknya harus melaksanakan inisiasi menyusu dini. Berikut pendapat di masyarakat dan bantahannya. Pendapat yang pertama adalah karena bayi kedinginan, hal ini tidak benar. Bergman, N (2005) menjelaskan bahwa suhu dada ibu yang melahirkan satu derajat lebih panas daripada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang diletakkan didada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun satu derajat dan jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat dua derajat untuk menghangatkan bayi. Pendapat yang kedua adalah suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonorrhea harus segera diberikan setelah lahir. Menurut American College of Obstetrics and Gynecology dan Academy Breastfeeding Medicine (2007), tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi. Pendapat yang ketiga, bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang dan diukur. Padahal, menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas badan bayi. Selain itu kesempatan vernix meresap, melunakkan dan melindungi kulit bayi lebih besar. Bayi dapat dikeringkan segera setelah lahir. Penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusu awal selesai. Pendapat yang keempat, bayi masih kurang siaga, padahal tidak demikian. Justru pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert). Setelah itu bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang di asup ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk bonding. Pendapat yang kelima, kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi. Hal ini tidak benar, kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh-kembang bayi. Selain sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum melindungi dan mematangkan dinding usus yang masih muda. Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan lain/cairan pre-laktal (tidak benar). Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi dilahirkan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai pada saat itu. Pendapat yang keenam, setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya. Hal ini tidak benar, seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera setelah lahir, keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi menyusu dini membantu menenangkan ibu. Pendapat yang ketujuh, ibu harus dijahit. Sebenarnya tidak masalah, kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area payudara sedangkan yang dijahit adalah bagian bawah perut ibu. Pendapat yang selanjutnya, tenaga kesehatan kurang tersedia untuk menemani ibu. Hal tidak jadi masalah, karena saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan tugasnya, bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan ayah atau keluarga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberi dukungan pada ibu. Pendapat yang terakhir, kamar bersalin atau kamar operasi sibuk. Hal ini juga tidak masalah, karena dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruang pulih atau kamar perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan usahanya mencari payudara dan menyusu dini. E. Beberapa Penelitian Tentang IMD Penelitian yang dilakukan oleh Righard L dan Alade M (1990, dalam Roesli, 2008) terhadap pasangan ibu-bayi baru lahir, untuk melihat keberhasilan IMD pada bayi yang lahir normal atau dengan tindakan menjelaskan bahwa bayi baru lahir yang dibiarkan melakukan kontak kulit dengan kulit ibunya, dapat menyusu sendiri dengan baik, sedangkan bayi yang lahir dengan obat-obatan dan segera dipisahkan dari ibunya tidak dapat menyusu sendiri. Penelitian Sose dkk (1978, dalam Roesli 2008) tentang pengaruh kontak kulit dengan kulit antara ibu dan bayi segera setelah bayi lahir terhadap lama menyusui. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini dengan melakukan kontak kulit ke kulit ibu setidaknya satu jam, hasilnya dua kali lebih lama disusui. Sekitar 59% bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini masih menyusu setelah berumur 6 bulan dan 38% masih menyusu setelah berumur satu tahun, sedangkan bayi yang tidak diberi kesempatan menyusu dini tinggal 29% saja yang masih menyusu saat berumur 6 bulan dan 8% saat berumur satu tahun. Penelitian mengenai hubungan inisiasi menyusu dini dengan keberhasilan ASI Eksklusif yang dilakukan oleh Fika dan Syafiq (2003, dalam Roessli 2008) menunjukkan, bayi yang diberi kesempatan menyusu dini delapan kali lebih berhasil ASI Eksklusif daripada yang tidak diberi kesempatan menyusu dini. Hasil penelitian Edmond dkk (2003, dalam Roesli, 2008) menyimpulkan bahwa menunda permulaan/ inisiasi menyusu meningkatkan kematian bayi. Edmond menjelaskan bahwa dengan memberi kesempatan menyusu dalam satu jam pertama dengan dibiarkan kontak kulit ke kulit ibu (setidaknya selama satu jam), dapat menyelamatkan 22% bayi dibawah 28 hari. Dan jika menyusu pertama dilakukan setelah bayi berusia diatas 2 jam dan dibawah 24 jam pertama, hanya 16% bayi dibawah 28 hari yang bisa diselamatkan. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa selain menyukseskan pemberian ASI Eksklusif, inisiasi menyusu dini juga dapat menyelamatkan nyawa bayi. F. Program Pemerintah Dalam Pelaksanaan IMD Salah satu dukungan pemerintah dalam mewujudkan keberhasilan inisiasi menyusu dini dapat kita lihat dari program persiapan yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini. Persiapan yang dilakukan pemerintah adalah mengadakan pertemuan rumah sakit, dokter kebidanan, dokter anak, dokter anastesi, bidan, tenaga kesehatan yang bertugas di kamar bersalin, kamar operasi dan kamar perawatan ibu melahirkan, untuk mensosialisasikan Rumah Sakit Sayang Bayi yang direvisi tahun 2006 (Kristiyansari, 2009). Selain itu, pemerintah juga mengadakan pelatihan tenaga kesehatan terkait yang dapat menolong, mendukung ibu menyusui, termasuk menolong inisiasi menyusu dini yang benar. Setidaknya antenatal (ibu hamil), dua kali pertemuan dengan tenaga kesehatan bersama orangtua, membahas keuntungan ASI dan menyusui, tatalaksana menyusui yang benar, inisiasi menyusu dini termasuk inisiasi dini pada kelahiran dengan obat-obatan atau tindakan yaitu pertemuan bersama-sama beberapa keluarga membicarakan secara umum dan pertemuan dengan satu keluarga membicarakan secara khusus. Di Rumah Sakit Ibu Sayang Bayi, inisiasi dini termasuk langkah ke empat dari sepuluh langkah keberhasilan menyusui. G. Inisiasi Menyusu Dini dan MDGS Inisiasi menyusu dini berperan dalam pencapaian tujuan Millenium Development Goals (MDGS), khususnya pada tujuan keempat, yakni membantu mengurangi angka kematian bayi. Menurut The World Health Report (2005), angka kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah 20 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan penelitian WHO (2000) di enam negara berkembang yakni Brazil, Ghana, India, Oman Norwegia dan Amerika Serikat, resiko kematian bayi antara 9-12 bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui. Untuk bayi berusia dibawah dua bulan, angka kematian ini meningkat menjadi 48%. Sekitar 40% kematian balita terjadi di usia bayi baru lahir (di bawah satu bulan). Jika bayi menyusu sejak dini, maka akan mengurangi 22% kematian bayi 28 hari. Berarti inisiasi menyusu dini mampu mengurangi 8,8% angka kematian balita (Roesli, 2008). H. Kebijakan WABA Tentang IMD Kebijakan The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) tentang Inisiasi Menyusu Dini terutama dalam satu jam setelah kelahiran, merupakan tahap penting untuk mengurangi kematian bayi dan mengurangi banyak kematian neonatal. Menyelamatkan 1 juta bayi dimulai dari satu tindakan, satu pesan dan satu dukungan yaitu dimulai inisiasi dini dalam satu jam pertama kelahiran. WHO/UNICEF merekomendasikan inisiasi menyusu dini dalam satu jam pertama kelahiran, menyusu secara eksklusif selama 6 bulan, diteruskan dengan makanan pendamping ASI sampai usia 2 tahun. Konferensi tentang hak anak mengakui bahwa setiap anak berhak untuk hidup dan bertahan untuk melangsungkan hidup dan berkembang setelah persalinan. Wanita mempunyai hak untuk mengetahui dan menerima dukungan yang diperlukan untuk melakukan inisiasi menyusu dini yang sesuai. WABA mengeluarkan beberapa kebijakan tentang inisiasi menyusu dini dalam pekan ASI sedunia (World Breasfeeding Week, 2007), antara lain: menggerakkan dunia untuk menyelamatkan satu juta bayi dimulai dengan satu tindakan sederhana yaitu dengan memberi kesempatan pada bayi untuk melakukan inisiasi menyusu dini dalam satu jam pertama kehidupannya; menganjurkan segera terjadi kontak kulit antara ibu dan bayi dan berlanjut dengan menyusui selama 6 bulan secara eksklusif; mendorong Menteri Kesehatan atau orang yang mempunyai kebijakan untuk menyatukan pendapat bahwa inisiasi menyusu dini dalam satu jam pertama adalah indikator penting untuk kesehatan; memastikan keluarga mengetahui pentingnya satu jam pertama untuk bayi dan memastikan mereka untuk melakukan kesempatan yang baik ini pada bayi mereka; memberikan dukungan perubahan baru dan peningkatan kembali Rumah Sakit Sayang Bayi dengan memberi perhatian dalam penggabungan dan perluasan tentang inisiasi menyusu dini. I. Bidan Bidan adalah seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui oleh pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku, jika melakukan praktik yang bersangkutan harus mendaftar untuk mendapatkan izin praktik dari lembaga yang berwenang. Dalam melaksanakan praktik, bidan harus mampu memberikan asuhan sesuai dengan kebutuhan pada: wanita hamil, bersalin, nifas, BBL, bayi dan balita (Hidayat dan mudfilah, 2009). Pelayanan kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan melalui asuhan kebidanan kepada klien yang menjadi tanggung jawab bidan, mulai dari kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana, termasuk kesehatan reproduksi wanita dan pelayanan kesehatan masyarakat (Hidayat dan Mudfilah, 2009). J. Bidan dan Inisiasi Menyusu Dini Persalinan normal ialah terjadinya kelahiran bayi aterm dengan proses pervaginam alami dan tanpa komplikasi. Aspek pelayanan yang penting dalam partus normal ialah kasih sayang, keamanan dan kepuasan pasien. Hal ini lebih bayak dibuktikan oleh para bidan, baik dalam praktek mandiri maupun kolaborasi dengan dokter Obgyn di rumah sakit (Soepardan, 2008). Angka kematian bayi baru lahir di indonesia masih tinggi, sebagian penyebab kematian tersebut dapat dicegah dengan penanganan yang adekuat yang salah satunya adalah dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini. Bidan, sebagai petugas kesehatan yang menangani pertolongan persalinan secara langsung banyak berinteraksi dengan neonatal, sehingga sangat berperan penting dalam promosi dan pelaksanaan inisiasi menyusu dini (Sulistyawati, 2009). Sesuai dengan protokol evidence – based yang telah diperbaharui oleh WHO dan UNICEF tentang asuhan bayi baru lahir untuk satu jam pertama kehidupannya, inisiasi menyusu dini menjadi program yang mendukung perubahan paradigma kebidanan yaitu mencegah terjadinya komplikasi, khususnya pada bayi baru lahir. Dengan dilaksanakannya inisiasi menyusu dini, diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penurunan angka kematian bayi baru lahir (JNPK-KR, 2008). Untuk memudahkan kinerja bidan, JNPK-KR bekerjasama dengan POGI telah menerbitkan buku asuhan persalinan normal dan inisiasi menyusu dini sebagai acuan, serta bekerja sama dengan IBI, IDAI, P2KP-KR dibawah naungan Bakti Husada mengadakan pelatihan – pelatihan terkait, bagi seluruh bidan yang menangani persalinan di Indonesia. Proses melakukan IMD oleh bidan dalam asuhan bayi baru lahir adalah sebagai berikut: 1. Memberikan informasi tentang asuhan yang akan diberikan; 2. Mengeringkan tubuh dan kepala kecuali tangan bayi; 3. Memotong dan mengikat tali pusat bayi; 4. Melakukan kontak kulit bayi dengan kulit ibu dengan cara menelungkupkan bayi diatas perut atau dada ibu (tanpa alas /dibedong). 5. Menyelimuti ibu dan bayi (memasang topi pada bayi jika perlu); 6. Membiarkan bayi mencari sendiri puting susu ibu; 7. Menganjurkan suami/keluarga untuk mendukung ibu; 8. Membiarkan ibu dan bayi sampai 1 jam atau sampai bayi berhasil menyusu. 9. Melakukan asuhan bayi baru lahir setelah bayi selesai menyusu. 10. Melakukan rawat gabung (menempatkan ibu dan bayi dalam ruangan yang sama).