Ubi kayu (Manihot esculenta)

advertisement
26
TINJAUAN PUSTAKA
Ubi Kayu (Manihot esculenta)
Ubi kayu (Manihot esculenta) tumbuh dengan sangat baik di daerah-daerah
dengan suhu antara 25oC-29oC dengan ketinggian daerah sekitar 1.500 m. dpl.
ke bawah, dan dengan rata-rata curah hujan antara 1.000-1.500 mm per tahun. Akan
tetapi, tanaman ini juga dapat tumbuh di daerah kering dengan hasil yang lebih
rendah. Untuk hasil panen yang lebih baik dapat diperoleh dengan pemberian pupuk
potash (kalium karbonat). Beberapa varietas tanaman ubi kayu yang banyak
memberikan hasil adalah sebagai berikut:
1. Jenis Mangi yaitu umbi-umbian berbentuk panjang bertangkai, kadar zat tepung
sekitar 37%, rasanya manis, dan umbi yang dihasilkan sebanyak ±200
kuintal/hektar luas pertanaman.
2. Jenis Valenca yaitu umbi-umbian yang berukuran sedang sampai gemuk dan
bertangkai, kadar zat tepung 33,1%, rasanya manis, dan umbi yang dihasilkan
sebanyak 200 kuintal per hektar luas pertanaman.
3. Jenis Betawi yaitu umbi-umbian yang berukuran gemuk dan tidak bertangkai,
kadar zat tepung ± 34,4%, rasanya manis, dan umbi yang dihasilkan sebanyak
200-300 kuintal per hektar luas pertanaman.
4. Jenis Bogor yaitu umbi-umbian yang berukuran gemuk dan bertangkai, kadar zat
tepung 30,9%, rasanya pahit dan beracun, dan umbi yang dihasilkan sebanyak
400 kuintal per hektar luas pertanaman.
9
27
10
5. Jenis Basiorao yaitu umbi-umbian yang berukuran agak gemuk dan bertangkai,
kadar zat tepung 31,2%, beracun dan rasanya pahit, dan umbi yang dihasilkan
sebanyak 300 kuintal per hektar luas pertanaman.
6. Jenis Sao Pedro Petro yaitu umbi-umbian yang berukuran sedang sampai gemuk
dan bertangkai, kadar zat tepung 35,4%, pahit dan beracun, dan umbi yang
dihasilkan sebanyak 400 kuintal per hektar luas pertanaman.
7. Jenis Muara yaitu umbi-umbian yang berukuran gemuk, kadar zat tepung 26,9%,
sangat beracun, dan umbi yang dihasilkan sebanyak 400 kuintal per hektar luas
pertanaman
(Kartasapoetra, 1989).
Komponen fisik ubi kayu terdiri dari kulit, biasanya terdapat 2 lapis kulit
yaitu kulit luar dan kulit dalam. Diikuti oleh daging ubi kayu dengan lapisan
kambium dan daging ubi kayu yang berwarna putih, kuning atau gading. Umbiumbinya kaya akan karbohidrat dan dapat diolah dengan berbagai macam
pengolahan seperti peragian ubi yang disebut dengan tape ubi. Umbi yang mentah
dapat diolah menjadi tepung tapioka dan daunnya yang kering dimanfaatkan untuk
pakan ternak (Syarief dan Irawati, 1988).
Ubi kayu/singkong (Manihot esculenta) merupakan sejenis tanaman umbiumbian yang mengandung karbohidrat tinggi dengan kadar amilosa yang rendah dan
amilopektin yang tinggi sehingga dapat dijadikan bahan makanan sumber
karbohidrat sebagai pengganti beras. Karbohidrat yang tinggi pada ubi kayu ternyata
merupakan sifat yang tidak dimiliki oleh umbi-umbian lainnya sehingga ubi kayu
dapat dimanfaatkan secara luas (Rismayani, 2007). Kandungan gizi yang terkandung
dalam 100 gram ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 2.
28
11
Tabel 2. Kandungan gizi dalam 100 gram ubi kayu
Komponen gizi
Energi
Karbohidrat
Protein
Lemak
Mineral
Zat besi
Kalsium
Fosfor
Vitamin C
Vitamin B
Air
Kadar per 100 gram bahan
146 Kal
34,7 g
1,2 g
0,3 g
1,3 g
0,0007 mg
0,003 mg
0,004 mg
0,003 mg
0,006 mg
62,5 g
Sumber : Suprapti (2005)
Pati
Pati merupakan karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin.
Amilosa adalah bagian polimer linier dengan ikatan α-(1,4) unit glukosa yang
memiliki derajat polimerisasi setiap molekulnya yaitu 102-104 unit glukosa.
Sedangkan amilopektin merupakan polimer α-(1,4) unit glukosa yang memiliki
percabangan α-(1,6) unit glukosa dengan derajat polimerisasi yang lebih besar yaitu
104-105 unit glukosa. Bagian percabangan amilopektin terdiri dari α-D-glukosa
dengan derajat polimerisasi sekitar 20-25 unit glukosa (Kusnandar, 2011).
Jumlah pati yang dihasilkan dengan beberapa perbandingan molekul amilosa
dan amilopektin tergantung dari sumber tanaman asal, seperti tapioka yang hanya
mengandung amilosa sebesar 17% dan sisanya adalah amilopektin yaitu sebesar 83%
sedangkan pada jagung jumlah amilosa bisa mencapai 25% sampai 80% dan sisanya
amilopektin (Smith, 1982).
Menurut Winarno (1992), kandungan pati yang terdapat di dalam ubi kayu
adalah 34,6%. Amilosa merupakan fraksi pati yang terlarut. Molekul amilosa yang
memiliki sifat hidrofilik dengan afinitas air yang tinggi menyebabkan amilosa pati
29
12
semakin paralel dengan ikatan hidrogen. Apabila afinitas tersebut menurun maka
ukuran pati akan membesar sehingga pada konsentrasi rendah akan terjadi presipitasi
dan pada konsentrasi tinggi akan terbentuk gel. Hubungan antara molekul amilosa ini
disebut retrogradasi.
Amilopektin merupakan fraksi pati yang tidak larut. Berbeda dengan amilosa
dengan struktur yang lurus, struktur amilopektin yang bercabang cenderung tidak
sekuat dan sefleksibel amilosa (Winarno, 1992). Dalam struktur granula pati, posisi
amilosa dan amilopektin berada dalam suatu cincin-cincin dengan jumlah cincin
sekitar 16 buah dalam suatu granula pati. Cincin-cincin dalam suatu granula pati
tersebut terdiri atas lapisan-lapisan yaitu cincin lapisan amorf dan cincin lapisan
semikristal (Hustiany, 2006).
Saat dipanaskan maka granula pati akan mengalami pengembangan dan
bersifat tidak kembali ke bentuk semula yang disebut dengan gelatinisasi. Proses
gelatinisasi ini terjadi akibat hilangnya sifat polarisasi cahaya pada hilum yang akan
tercapai pada titik suhu tertentu. Ikatan granula yang bervariasi pada pati merupakan
faktor yang menentukan besarnya suhu untuk mencapai gelatinisasi. Kisaran suhu
gelatinisasi pada kentang 57-870C, tapioka 68-920C, gandum 50-860C, corn waxy 68900C, jagung 70-890C (Swinkels, 1985). Komposisi amilosa dan amilopektin dapat
dilihat pada Tabel 3 dan Struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada
Gambar 1. Tabel 3. Komposisi amilosa dan amilopektin
Properti
Struktur umum
Ikatan
Panjang rantai rata-rata
Derajat polimerisasi
Kompleks dengan iod
Kemampuan membentuk
gel dan film
Sumber : Kusnandar, 2011
Amilosa
Lurus
α-1,4
~ 103
~ 103
Biru (~ 650 nm)
Kuat
Amilopektin
Bercabang
α-1,4 dan α-1,6
20-25
104-105
Ungu-Coklat (~ 550 nm)
Lemah
30
13
Gambar 1. Struktur molekul amilosa dan amilopektin (Eliasson, 2004)
Granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau, dan tidak berasa
apabila dalam keadaan murni. Granula pati memiliki bentuk dan ukuran yang
bervariasi. Bentuk, ukuran, dan sifat granula pati tergantung dari sumber patinya, ada
yang berbentuk bulat, oval, atau tak beraturan (Koswara, 2006). Karakteristik
granula pati dapat dilihat pada Tabel 4, sifat granula beberapa jenis pati pada Tabel
5, dan karakteristik gelatinisasi beberapa jenis pati pada Tabel 6.
Tabel 4. Karakteristik granula pati
Sumber
Jagung
Kentang
Ubi Jalar
Tapioka
Gandum
Beras
Sumber : Fennema (1985)
Diameter
Kisaran (µm)
21-96
15-100
15-55
6-36
2-38
3-9
Rata-rata (µm)
25
33
25-50
20
20-22
5
31
14
Tabel 5. Sifat granula beberapa jenis pati
Pati
Jagung
Kentang
Gandum
Tapioka
Tipe
Biji-bijian
Umbi-umbian
Biji-bijian
Umbi-umbian
Diameter
15 µm
33 µm
15 µm
33 µm
Bentuk
Melingkar, poligon
Oval, bulat
Melingkar, lentikuler
Oval, kerucut potong
Sumber : Beyum dan Roels (1985) di dalam Koswara (2006)
Tabel 6. Karakteristik gelatinisasi beberapa jenis pati
Pati
Jagung
Kentang
Gandum
Tapioka
Suhu
Gelatinisasi
Koffer (0C)
62-67-72
58-63-68
58-61-64
59-64-69
Suhu
Pemasakan
Brabender (0C)
75-80
60-65
80-85
65-70
”Peak”
Viskositas
Brabender (BU)
700
3000
200
1200
Daya
Pembengkakan
pada 950C (BU)
24
1153
21
71
Sumber : Beyum dan Roels (1985) di dalam Koswara (2006)
Pati Resisten
Pati dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok pati yaitu pati dengan
daya cerna cepat atau rapid digestible starch (RDS) dan pati dengan daya cerna
lambat
atau
slowly
digestible
starch
(SDS). RDS adalah fraksi pati yang
menyebabkan kenaikan glukosa darah setelah makanan masuk ke dalam saluran
pencernaan, sedangkan SDS adalah fraksi pati yang dicerna sempurna dalam usus
halus dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan RDS. Selain itu, ada pula
pati resisten (resistant starch) yang merupakan fraksi pati yang tidak dapat dicerna
oleh usus halus tetapi dapat terfermentasi di dalam usus besar. Pati resisten dapat
diperoleh secara alami dari kentang mentah, pisang mentah, serealia, dan juga bahan
pangan lain melalui proses modifikasi (Kusnandar, 2011)
Pati resisten (Resistant Starch/RS) merupakan istilah yang digunakan dalam
ilmu gizi dan ilmu pangan sebagai jenis pati yang tidak tercerna (resisten) dalam
saluran sistem pencernaan manusia. Pati resistan memiliki sifat fisiologis yang unik
sehingga sering direkomendasikan penggunaannya dibandingkan dengan serat yang
32
15
lainnya. Pati resistan dapat digunakan untuk meningkatkan serat pangan dengan
sedikit perubahan dari penampakan dan sifat organoleptik pangan. Menurut metode
pengukurannya, definisi pati resistan harus merefleksikan seberapa besar pati
dicerna serta apa yang terjadi pada pati tersebut saat melalui proses pencernaan
(Wikipedia, 2011).
Pati resisten memiliki cakupan yang luas dan berbagai macam jenis yang
terbagi menjadi empat jenis yaitu RS1, RS2, RS3, dan RS4. RS1 secara fisik
merupakan pati yang terperangkap diantara matriks, protein dan dinding sel tanaman
seperti pada biji-bijian atau leguminosa dan biji yang tidak diproses. RS2 merupakan
granula pati yang tahan terhadap pencernaan oleh enzim α-amilase. RS2 terdapat
pada bahan pangan yang patinya dimakan secara mentah atau ketika granulanya tidak
tergelatinisasi selama proses pemasakan seperti kentang yang belum dimasak, pati
jagung atau pati pisang yang tinggi amilosa. RS3 adalah pati retrogradasi, nonanguler
atau pati yang untuk dimakan. RS jenis ini terbentuk akibat proses pengolahan dan
pendinginan seperti kentang yang dimasak lalu didinginkan. RS4 merupakan jenis
pati resisten yang terbentuk akibat modifikasi secara kimia melalui asetilasi dan
hidroksipropilasi yang akan mempengaruhi aksi dari enzim amilase (tahan
cerna). Daya hambat terhadap kerja enzim tergantung pada jenis dan panjang
ikatan (Wikipedia, 2011).
Proses Fisik
Proses gelatinisasi, propagasi, dan perlakuan panas dibutuhkan untuk
menghasilkan pati dengan kalori rendah yang erat kaitannya dengan sifat tahan cerna
pati tersebut selama proses pencernaan di dalam tubuh. Perlakuan panas dilakukan
untuk memperoleh pati dalam bentuk pati resisten atau pati tahan cerna. Suhu yang
33
digunakan pada proses pengolahan untuk menghasilkan pati resisten ini pada
umumnya di atas suhu gelatinisasi pati. Cara lain untuk memperoleh pati resisten
yaitu dengan secara simultan melalui proses pengeringan dengan menggunakan alat
seperti drum driers atau extruder (Sajilata, et al., 2006).
Proses pemanasan dan pendinginan dapat mempengaruhi karakteristik pati
resisten. Proses produksi pati resisten akan optimal pada titik suhu gelatinisasi pati
yaitu pada suhu 120oC selama 20 menit dan kemudian melalui proses pendinginan
pada suhu ruang (Kusnandar, 2011).
Proses pendinginan pati yang telah tergelatinisasi akan mengakibatkan
perubahan pada struktur pati tersebut. Perubahan struktur tersebut akan membentuk
pati teretrogradasi yaitu pati dengan kristal baru yang tidak larut. Gelatinisasi
dan retrogradasi
pada
proses pengolahan pati memiliki pengaruh terhadap
daya cerna pati pada proses pencernaan oleh enzim amilase di dalam usus halus
(Calixto dan Abia, 1991).
Peningkatan kadar pati resisten sebesar 1% pada bahan baku gandum dapat
dicapai melalui proses autoclaving atau pemanasan dengan uap bertekanan tinggi.
Proses autoclaving dapat meningkatkan kadar pati resiten tiga kali lebih banyak
pada tepung roti dan empat kali lebih banyak pada tepung produk pastry
(Siljestrom dan Asp, 1985).
Berdasarkan hasil penelitian Marsono dan Topping (1999) menunjukkan
bahwa proses parboiling dapat meningkatkan kandungan pati resisten pada beras.
Parboiling merupakan proses pemanasan terhadap pati sebelum proses pengolahan
lebih lanjut. Peningkatan kadar pati resisten juga dapat dicapai melalui proses
pendinginan dan pembekuan.
34
Proses Kimia
Proses produksi pati resisten, selain dengan proses fisik, juga dapat
dilakukan melalui modifikasi kimia. Proses kimia juga menggunakan pemanasan.
Pati yang dimodifikasi khususnya yang berkelembapan rendah. Hasil dari modifikasi
ini akan membentuk oligosakarida dan 1,6-anhidro-B-D-glukopiranosa yang
merupakan senyawa yang sangat reaktif. Proses kimia dapat membentuk pati
tahan cerna yang
tidak dapat didegradasi atau dicerna oleh enzim amilase
(Calixto dan Abia, 1991)
Menurut Meisel (1941) di dalam Wulan, et al. (2007), kekuatan
pembentukan gel meningkat karena peningkatan asam dan menurunkan waktu reaksi
atau sebaliknya penurunan konsentrasi asam akan meningkatkan waktu reaksi
sehingga dapat dilakukan pati termodifikasi asam dengan tingkat pembentukan gel
yang berbeda-beda pada fluiditas yang sama. Apabila kadar asam ditingkatkan maka
viskositas dari pati termodifikasi tersebut juga akan menurun.
Proses produksi pati resisten yang sederhana dapat dilakukan dengan
perlakuan asam. Metode modifikasi hidrolisis asam merupakan metode modifikasi
dengan cara menghidrolisis ikatan α-D glukosa dari molekul pati sehingga
terjadi pelemahan struktur granula pati, molekul pati yang lebih pendek dan dapat
mengubah kekentalannya menjadi lebih rendah saat pemasakan (Kusnandar, 2011).
Perlakuan asam dengan perbandingan pati dari HCl 160 : 1 pada suhu 90°C selama 1
jam dapat menghasilkan pati resisten 49,50%. Proses produksi pati resisten juga
dapat dilakukan melalui modifikasi HCl 1% (w/w) pada suhu 25°C selama
kurang lebih 78 jam yang menghasilkan pati resisten 35%. Modifikasi
dengan
kombinasi
perlakuan
panas
dapat
menghasilkan
pati
kimia
resisten
35
hingga
63,20%. Pada modifikasi secara kimiawi dengan menggunakan
HCl,
keberadaan Cl- akan berikatan dengan polimer pati sehingga terjadi ikatan
silang
yaitu interaksi
antara
Cl--amilosa
menyebabkan struktur pati menjadi kuat
enzim sehingga
meningkatkan
pati
resisten
dan
Cl--amilopektin
yang
dan mampu menahan hidrolisis
(Munoz, et al., 2001).
Studi Pendahuluan yang Telah Dilaksanakan
Penelitian pendahuluan yang telah dilaksanakan adalah optimalisasi proses
modifikasi pati untuk meningkatkan kadar pati resisten pada pati ubi kayu (manihot
esculenta crantz) dan pengaruhnya terhadap absorpsi glukosa, trigliserida dan
kolesterol secara in vivo. Penelitian ini menggunakan bahan dasar ubi kayu.
Modifikasi pati yang menghasilkan kadar pati resisten tertinggi akan diuji secara in
vivo untuk mengetahui pengaruh pati resisten terhadap penyerapan glukosa,
trigliserida dan kolesterol. Pengujian ini dilakukan pada tikus wistar. Pati yang
menghasilkan kadar pati resisten paling tinggi adalah pati debranching tanpa
modifikasi fisik/kimia (kadar pati resisten : 8,29%). Perlakuan debranching terbukti
memberikan pengaruh nyata terhadap kadar pati resisten. Penelitian selanjutnya
menunjukkan kemampuan pati resisten untuk menurunkan kadar glukosa darah dan
kadar trigliserida darah secara in vivo pada tikus (Apriana, et al., 2007).
Download