Skenario Liberalisasi Energi Makin Terkuak Ichsanuddin Noorsy, Ekonom UGM. Selasa, 14 September 2010 JAKARTA (Suara Karya): Rencana pembatasan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi merupakan bagian dari upaya pemerintah meliberalisasi sektor energi. Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) tahun ini, yang akan berlanjut hingga tidak ada lagi subsidi, pun akan diterapkan untuk BBM bersubsidi. Dengan modus pembatasan penggunaan BBM bersubsidi, pemerintah secara bertahap akan menaikkan harga premium dan solar sampai akhirnya subsidi ditiadakan. Alasan pembengkakan subsidi seperti disampaikan pemerintah saat menaikkan TDL pun akan dikemukakan lagi untuk pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Pada akhirnya nanti harga BBM di dalam negeri akan mengikuti mekanisme pasar. Ekonom UGM Ichsanuddin Noorsy mengatakan, pembatasan BBM bersubsidi mengarah pada pemberlakuan sepenuhnya liberalisasi di sektor energi. Kebijakan ini sudah disepakati oleh pemerintah dengan Bank Dunia serta lembaga atau negara donor lainnya. "Rencana pembatasan penggunaan BBM bersubsidi yang pasti akan dilanjutkan dengan kenaikan harganya, sebenarnya bukan karena persoalan keterbatasan pembiayaan untuk subsidi. Sama dengan kasus kenaikan TDL, kebijakan pemerintah ini sudah mengarah pada pemberlakuan sepenuhnya mekanisme pasar di sektor energi. Pemerintah didikte oleh lembaga donor dan negara asing yang hanya berani mengalihkannya dengan membebani masyarakatnya," kata Ichsanuddin Noorsy kepada Suara Karya di Jakarta, Senin (13/9). Menurut dia, pemerintah sudah berjanji kepada Bank Dunia untuk memberlakukan pembatasan BBM bersubsidi sebelum pemilihan umum 2009. Pemerintah akan memberlakukannya secara bertahap mulai 2010 dan diawali dengan membatasi BBM bersubsidi. "Jadi, tinggal menunggu waktu, pada saatnya akan berlaku mekanisme pasar untuk premium dan solar, walaupun mungkin tidak sepenuhnya sesuai harga pasar hingga 2014. Tetapi, sedikit demi sedikit, subsidi dikurangi sampai akhirnya tercapai syarat minimal besaran subsidi. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga mengurangi subsidi listrik. Jadi, semua bukan persoalan keterbatasan pembiayaan. Tapi memang, pemerintah didikte oleh perusahaan energi dunia melalui World Bank (Bank Dunia)," kata dia. Ichsanuddin memprediksi, liberalisasi sektor energi akan memperburuk daya saing industri serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Perekonomian Indonesia akan makin lemah dan kalah bersaing dengan bangsa lain. "Meski liberalisasi sektor energi bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, pemerintah seakan-akan tidak punya pilihan karena adanya kesepakatan pelaksanaan mekanisme pasar dengan Bank Dunia. Tidak ada itu komitmen pemerintah yang katanya mendukung ekonomi kerakyatan dan ketahanan ekonomi nasional. Jadi, Indonesia sendiri tidak pernah bisa menjaga ketahanan energi dan hanya akan menjadi ladang eksploitasi bagi perusahaan energi asing," tuturnya. Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis, mengatakan DPR dan pemerintah memang sudah sepakat membatasi konsumsi BBM bersubsidi melalui sejumlah kebijakan. Apalagi BBM bersubsidi justru banyak dinikmati masyarakat kelas menengah ke atas. "Sebab dari tahun ke tahun, subsidi BBM selalu melebihi kuota. Ini tidak diperkenankan, karena melanggar Undang-Undang APBN. Jadi pembatasan penggunaan BBM bersubsidi bisa dilakukan pemerintah," katanya. Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo berharap kebijakan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi, khususnya jenis premium, bisa segera diterapkan. Tujuannya, agar anggaran subsidi tidak membengkak, seiring dengan konsumsi BBM yang terus meningkat dan berpotensi melebihi kuota APBN. "Saya inginnya program penghematan BBM ini sudah bisa dilaksanakan pada kuartal IV 2010," katanya. Tahun ini, kuota konsumsi BBM bersubsidi ditetapkan 36,5 juta kiloliter (kl). Namun, hingga Juli 2010, total konsumsi BBM bersubsidi sudah mencapai 21 juta kl. Rencana kebijakan pembatasan konsumsi BBM ini sudah dibahas di tingkat Menko Perekonomian bersama PT Pertamina (Persero) dan Badan Pelaksana Sektor Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas). Meski demikian, Agus mengaku belum mengkhawatirkan kenaikan tingkat konsumsi BBM dari target 36,5 juta kl. Sebab, saat ini, harga minyak dunia turun dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat. Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah akan segera menerapkan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi bagi masyarakat kelas menengah ke atas. Namun, pemerintah masih mencari waktu yang tepat realisasi kebijakan ini. "Kita harus mencari waktu yang tepat dan sosialisasikan agar masyarakat paham tentang mengapa kendaraan tertentu jangan menggunakan premium. Cukuplah subsidi diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu atau yang perlu. Kalau orang mampu beli mobil, pantas-pantasnya bisa membayar premium tak bersubsidi," katanya. Menurut Hatta, subsidi tujuannya membantu warga tidak mampu. Namun, selama ini, banyak warga mampu bahkan yang bermobil mewah justru menggunakan premium yang notabene disubsidi pemerintah. (Indra)