6 TINJAUAN PUSTAKA Zona Intertidal Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan gelombang tiap saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik lautan yakni pasang surut. Zona intertidal merupakan daerah yang paling sempit diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi sampai pada surut terendah. Zona ini hanya terdapat pada daerah pulau atau daratan yang luas dengan pantai yang landai. Semakin landai pantainya maka zona intertidalnya semakin luas, sebaliknya semakin terjal pantainya maka zona intertidalnya akan semakin sempit (Nybakken, 1992). Zona intertidal secara berkala terendam oleh pasang naik dan kering lagi, saat pasang naik dan kering lagi saat pasang surut, dua kali sehari pada kebanyakan pesisir laut. Zona atas mengalami pemaparan yang lebih lama ke udara dan variasi suhu serta kadar garam yang lebih besar (Campbell, 2008). Akibat seringnya hempasan gelombang dan pasang surut maka daerah intertidal sangat kaya akan oksigen. Pengadukan yang sering terjadi menyebabkan interaksi antar atmosfir dan perairan sangat tinggi sehingga difusi gas dari permukaan keperairan juga tinggi. Pantai berbatu di zona intertidal merupakan salah satu lingkungan yang subur dan kaya akan oksigen. Selain oksigen daerah ini juga mendapatkan sinar matahari yang cukup, sehingga sangat cocok untuk beberapa jenis organisme untuk berkembang biak (Muhaimin, 2013). Pada tiap zona intertidal terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara satu daerah dengan daerah yang lain. Jenis substrat daerah intertidal ada yang Universitas Sumatera Utara 7 berpasir adapula yang berbatu. Hal lain yang dapat dilihat yakni pembagian zona juga dapat dilihat dari pasang surutnya dan organismenya. Subtrat zona intertidal yang umumnya berbatu dan berpasir menyeleksi perilaku dan anatomi organisme intertidal. Konfigurasi teluk atau garis pesisir mempengaruhi magnitudo pasang dan pemaparan relatif organisme intertidal keadaan pengaruh gelombang (Campbell, 2008). Ekosistem intertidal merupakan salah satu ekosistem pada daerah pesisir yang sangat kompleks dan kaya. Banyak pola interaksi antar organisme laut yang dapat ditemukan pada ekosistem ini. Hewan yang hidup pada daerah ini harus dapat beradaptasi dengan keadaan yang ekstrim tersebut. Bentuk adaptasi organisme sangat berkembang utamanya bentuk morfologi yang dibentuk sedemikian rupa. Pada tiap zona intertidal organisme yang hidup sudah mampu untuk bertahan dengan karakteristik lingkungan tersebut (Syahid, 2012). Biota Pada Zona Intertidal Biota pada zona intertidal merupakan berbagai jenis-jenis hewan yang terdapat pada zona intertidal. Menurut Prajitno (2009) “biota pada ekosistem pantai berbatu adalah salah satu daerah ekologi yang paling familiar, habitat dan interaksinya sudah diketahui ilmuan. Keberadaan fauna menjadi salah satu unsur penting di dalam ekosistem. Fauna bersama dengan makhluk hidup lainnya membentuk komponen biotik. Unsur biotik dan abiotik akan membentuk ekosistem. Gangguan terhadap fauna dapat mempengaruhi keseimbangan lingkungan hidup. Salah satunya yaitu makrozoobenthos. Ini merupakan organisme aquatik yang hidup di dasar perairan Universitas Sumatera Utara 8 dengan pergerakan relatif lambat yang sangat dipengaruhi oleh substrat dasar serta kualitas perairan (Yunitawati, 2012). Banyak macam organisme di daerah pantai berpasir, salah satunya adalah meiofauna. Meiofauna dapat pula diartikan sebagai kelompok metazoa kecil yang berada di antara mikrofauna dan makrofauna. Meiofauna yang hidup pada substrat lunak (lumpur pasir) yaitu Foraminifera. Foraminifera termasuk dalam Filum Protozoa yang mulai berkembang pada jaman Kambrium. Mayoritas hidup pada lingkungan laut dan mempunyai ukuran yang beragam mulai dari 3 µm sampai 3 mm (Hutabarat, 2000). Makrozoobenthos Bentos merupakan organisme air hidupnya terdapat pada substrat dasar suatu perairan baik bersifat sesil maupun vagil. Berdasarkan sifat hidupnya bentos dibedakan menjadi fitobentos yang bersifat tumbuhan serta zoobentos yang bersifat hewan (Barus, 2004). Ukuran tubuh makrozoobentos dapat mencapai sekurang-kurangnya 3-5 m pada saat pertumbuhan maksimum. Makrozoobentos, terutama yang bersifat herbivora dan detrivora dapat menghancurkan makrofit akuatif yang hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk ke dalam perairan menjadi potonganpotongan yang lebih kecil, sehingga memudahkan mikroba untuk menguraikan menjadi nutrien bagi produsen perairan. Organisme yang termasuk makrozoobentos diantaranya adalah Oligochaeta, Mollusca, Nematoda, Annelida, dan beberapa ordo dari kelas Crustacea seperti ordo Isopoda, Decapoda, Copepoda, Ostracoda dan Amphipoda (Nugroho, 2006). Universitas Sumatera Utara 9 Kelimpahan makrozoobentos pada ekosistem pantai sangat penting pengaruhnya terhadap struktur rantai makanan. Makrozoobentos bersifat relatif menetap pada dasar perairan. Tekanan ekologis yang berlebihan dapat mengurangi kelimpahan organisme ini sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Penyebaran makrozoobentos erat sekali hubungannya dengan kondisi perairan dimana organisme ini ditemukan. Sumber bahan organik pada sedimen adalah lamun dan tinja biota bentik. Gangguan lingkungan di daerah pesisir akan mempengaruhi secara langsung organisme-organisme yang menjadi sumber bahan organik dalam sedimen tersebut (Ruswahyuni, 2008). Struktur komunitas makrozoobentos memiliki fungsi sangat penting di dalam perairan karena sebagian besar menempati tingkat trofik kedua maupun ketiga sedangkan bagian yang lain mempunyai peranan penting di dalam proses mineralisasi dan pendaurulangan bahan-bahan organik, baik yang berasal dari perairan maupun dari daratan. Peranan penting lainnya dalam siklus nutrien di dasar perairan sehingga dalam ekosistem perairan makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus materi mulai alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi (Satino, 2012). Organisme bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau tinggal didalam sedimen dasar. Organisme benthos meliputi organisme nabati yang disebut fitobenthos dan organisme hewani disebut zoobenthos. Berdasarkan ukurannya maka organisme bentos dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu makrozoobentos dan mikrozoobenthos. Makrozoobenthos adalah organisme yang tersaring oleh saringan bertingkat dengan ukuran 0,5 mm. Klasifikasi makrozoobenthos menjadi tiga kelompok yaitu mikrofauna yang ukurannya lebih Universitas Sumatera Utara 10 kecil dari 0,1 mm, meiofauna yang berukuran antara 0,1 mm dan makrofauna yang ukurannya lebih besar dari 1,0 mm (Syamsurisal, 2011). Menurut Simamora (2009) hewan benthos dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk memisahkan hewan dari sedimennya. Berdasarkan kategori tersebut benthos dapat dibagi atas: a. Makrobenthos, kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan benthos yang terbesar. b. Mesobenthos, kelompok benthos yang berukuran 0,1 – 1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir atau lumpur. Hewan yang termasuk kelompok ini adalah moluska kecil, cacing kecil dan crustacean kecil. c. Mikrobenthos, kelompok benthos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm. Kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang termasuk ke dalam protozoa khususnya ciliata. Makrozoobenthos dapat bersifat toleran maupun bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Organisme yang memiliki kisaran toleransi yang luas akan memiliki penyebaran yang luas juga. Sebaliknya organisme yang kisaran toleransinya sempit (sensitif) maka penyebarannya juga sempit. Makrozoobenthos yang memiliki toleran lebih tinggi maka tingkat kelangsungan hidupnya akan semakin tinggi. Tingkat pencemaran terhadap perairan dapat dilihat dengan identifikasi makrozoobenthos yang terdapat di wilayah mangrove tersebut (Syamsurisal, 2011). Universitas Sumatera Utara 11 Struktur Komunitas Makrozoobentos Setiap sistem lingkungan memiliki keanekaragaman yang berbeda. Komunitas yang mempunyai keanekaragaman tinggi lebih stabil dibandingkan dengan komunitas yang memiliki keanekaaragaman jenis rendah. Dominasi ialah spesies yang mendominasi pada suatu komunitas pada tiap habitat. Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui pemusatan dan penyebaran jenis-jenis dominan. Jika dominasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis, nilai indeks dominasi akan meningkat dan sebaliknya jika beberapa jenis mendominasi secara bersamasama maka nilai indeks dominasi akan rendah (Umar, 2012). Menurut Kreps (1989) menyatakan bahwa kategori frekuensi kehadiran adalah sebagai berikut: FK = 0 – 25% : Kehadiran sangat jarang FK = 25 – 50% : Kehadiran jarang FK = 50 – 75% : Kehadiran sedang FK = 75 – 100% : Kehadiran sering/absolute Perbedaan keseragaman dapat disebabkan oleh perbedaan pilihan habitat yang lebih disukai oleh tiap jenis fauna. Makrozoobenthos umumnya bersifat herbivora yang mengkonsumsi makroalga yang tumbuh di atas substrat (Malik, 2013). Menurut Krebs (1989), kategori indeks keseragaman adalah sebagai berikut : 0 ≤ E < 0,4 : keseragaman rendah 0,4 ≤ E < 0,6 : keseragaman sedang 0,6 ≤ E ≤ 1,0 : keseragaman tinggi Universitas Sumatera Utara 12 Keanekaragaman Makrozoobentos Keseragaman hewan bentos dalam suatu perairan dapat diketahui dari indeks keseragamannya. Semakin kecil nilai suatu indeks keanekaragaman (E) semakin kecil pula keseragaman jenis dalam komunitas, artinya penyebaran jumlah individu tidak sama ada kecenderungan didominasi oleh jenis tertentu. Suatu komunitas yang masing-masing jenisnya mempunyai jumlah individu yang cukup besar dan menunjukkan bahwa ekosistem tersebut mempunyai satuan. Selanjutnya untuk dominansi dapat diketahui dengan menghitung indeks dominansinya (C), bahwa nilai indeks dominansi yang tinggi (ada yang mendominansi) sedangkan nilai indeks dominansi terkaitsatu sama lain, dimana apabila organisme beranekaragam berarti organisme tersebut tidak seragam dan tentu ada yang dominan (Syamsurisal, 2011). Menurut Krebs (1989) kategori indeks keanekaragaman adalah sebagai berikut : H’ < 1 : Keragaman spesiesnya/Generah rendah, pentebaran jumlah individu tiap spesies atau genera rendah, kestabilan komunitas rendah dan keadaan perairan telah tercemar berat. 1 < H’ < 3 : Keragaman sedang penyebaran jumlah individu tiap spesies atau genera sedang, kestabilan komunitas sedang dan keadaan perairan telah tercemar sedang. H’ > 3 : Keragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies atau genera tinggi dan perairannya masih bersi/ belum tercemar. Menurut Wijayanti (2007) untuk memprediksi atau memperkirakan tingkat pencemaran air laut, dapat dianalisa berdasarkan indeks keanekaragaman hewan Universitas Sumatera Utara 13 makrobenthos maupun berdasarkan sifat fisika-kimia. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan klasifikasi derajat pencemaran, seperti yang tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Derajat Pencemaran Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Indeks Keanekaragaman >3 1. 1-3 <1 3,0 – 4,5 2,0 - 3,0 2. 1,0 – 2,0 < 1,0 >3 2,0 – 3,0 3. 1,6 – 2,0 1,0– 1,5 < 1,0 Sumber : Wijayanti (2007) No. Tingkat Pencemaran Air bersih Setengah tercemar Tercemar berat Tercemar sangat ringan Tercemar ringan Tercemar sedang Tercemar berat Tidak tercemar Tercemar sangat ringan Tercemar ringan Tercemar sedang Tercemar berat Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Menurut Nugroho (2006) dalam lingkungan yang dinamis, analisis biologi khususnya analisis struktur komunitas bentos, dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kualitas perairan. Dengan sifatnya yang menetap, perubahan perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya sangat mempengaruhi komposisi maupun kelimpahannya. Beberapa organisme makrozoobentos sering dipakai sebagai spesies indikator kandungan bahan organik dan dapat memberikan gambaran yang lebih tepat dibandingkan dengan pengujian secara fisika kimia. Universitas Sumatera Utara 14 Menurut Simamora (2009) Alasan menjadikan makrozoobenthos sebagai indikator biologis perairan adalah : 1. Mudah ditemukan di habitat perairan 2. Jumlahnya sangat banyak pada lingkungan yang berbeda jenis bentos yang hidup berbeda pula. 3. Perairan yang kecil kadang-kadang tidak dapat menjadi tempat hidup ikan, tetapi dapat menjadi tempat hidup bentos. 4. Perpindahannya sangat terbatas sehingga mudah diawasi. 5. Ukurannya kecil tetapi mudah dikumpulkan dikoleksi dan diidentifikasi. 6. Pengamatan dapat dilakukan lebih cepat dengan peralatan sederhana. 7. Bentos adalah konsumsi sebagian besar ikan, sehingga perubahan komunitasbentos dapat mempengaruhi jaring-jaring makanan di perairan tersebut. Makrozoobentos umumnya sangat peka terhadap perubahan lingkungan perairan yang ditempatinya, karena itulah makroinvertebrata ini sering dijadikan sebagai indikator ekologi di suatu perairan dikarenakan cara hidup, ukuran tubuh, dan perbedaan kisaran toleransi di antara spesies di dalam lingkungan perairan. Menurut Ravera (1979) diacu oleh Sinaga (2009) daya toleransi bentos terhadap pencemaran bahan organik dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: 1. Jenis Intoleran Jenis intoleran memiliki kisaran toleransi yang sempit terhadap pencemaran dan tidak tahan terhadap tekanan lingkungan, sehingga hanya hidup dan berkembang di perairan yang belum atau sedikit tercemar. Universitas Sumatera Utara 15 2. Jenis Toleran Jenis toleran mempunyai daya toleran yang lebar, sehingga dapat berkembang mencapai kepadatan tertinggi dalam perairan yang tercemar berat. 3. Jenis Fakultatif Jenis fakultatif dapat bertahan hidup lingkungan yang agak lebar, antara perairan yang belum tercemar sampai dengan tercemar sedang dan masih dapat hidup pada perairan yang tercemar berat. Kriteria tingkat kondisi perairan berdasarkan indeks keanekaragaman jenis tersaji dalam Tabel 2. Tabel 2. Kriteria Tingkat Kondisi Perairan Berdasarkan Bioindikator Makrozoobenthos. H’ Indikasi - Keanekaragaman biota sangat rendah <1,0 - Pencemaran berat - Kesuburan sulit dimanfaatkan - Keanekaragaman biota rendah 1 – 1,5 - Pencemaran sedang sampai berat - Kesuburan sulit dimanfaatkan - Keanekaragaman biota sedang 1,5 – 2 - Pencemaran ringan sampai sedang - Kesuburan dapat dimanfaatkan - Keanekaragaman biota tinggi >2,0 - Pencemaran ringan atau belum tercemar - Kesuburan dapat dimanfaatkan Sumber : Taqwa (2010). Contoh makrozoobentos sebagai bioindikator kualitas air di perairan pesisir menurut Pakpahan dkk., (2013) adalah jika perairan tercemar berat terdapat Nassarius sp., jika tercemar sedang adalah Neritina sp., Cerithium sp., Pinna sp., Portunus sp., Arenicola sp., sedangkan tercemar ringan adalah Uca sp., Planaria sp., Mactra sp., untuk perairan yang tidak tercemar dijumpai Mactromeris sp., Balanus sp., Astropecten sp., Cerithium sp.. Namun ada juga genus yang dapat dijumpai pada berbagai kategori kualitas perairan yaitu Perinereis sp. Arenicola sp., Portunus sp. Universitas Sumatera Utara 16 Parameter Fisika Kimia Pendukung Kehidupan Makrozoobentos Kehidupan organisme bentik dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya baik fisik, kimia maupun biologi (suhu, salinitas, pH, tekstur sedimen dan kandungan bahan organik pada sedimen). Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalitas. Suhu juga akan menyebabkan kenaikan metabolisme organisme perairan, sehingga kebutuhan oksigen terlarut menjadi meningkat (Nybakken, 1992). Sifat fisik perairan seperti kedalaman, kecepatan arus, warna, kecerahan dan suhu air. Sifat kimia perairan antara lain, kandungan gas terlarut, bahan organik, pH, kandungan hara dan faktor biologi yang berpengaruh adalah komposisi jenis hewan dalam perairan diantaranya adalah produsen yang merupakan sumber makanan bagi hewan bentos dan hewan predator yang akan mempengaruhi kelimpahan bentos (Setyobudiandi, 1997 diacu oleh Rakhmanda, 2011). Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat menembus dan menyebar keberbagai tempat dimuka bumi. Pengukuran suhu atau temperatur air menjadi hal yang mutlakdilakukan dalam penelitian ekosistem akuatik. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu air dapat mempengaruhi kehidupan biota air secara tidak langsung, yaitu melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air. Semakin tinggi suhu air, Universitas Sumatera Utara 17 semakin rendah daya larut oksigen di dalam air, dan sebaliknya. Perubahan suhu air yang drastis dapat mematikan biota air karena terjadi perubahan daya angkut darah. Suhu yang baik untuk pertumbuhan makrozoobenthos berkisar antara 25° sampai 30°C (Kawuri dkk., 2012). Salinitas Salinitas merupakan kondisi lingkungan yang menyangkut kosentrasi garam dilingkungan perairan dan air yang terkandung di dalam tanah. Gastropoda yang bersifat mobile memiliki kemampuan untuk bergerak guna menghindari salinitas yang terlalu rendah. Namun Bivalvia yang bersifat sessile akan mengalami kematian jika pengaruh air tawar berlangsung lama. Kisaran salinitas yang masih mampu mendukung kehidupan organisme perairan, khususnya fauna makrozoobentos adalah 15 - 35‰ (Umar, 2012). Fluktuasi salinitas di daerah intertidal dapat disebabkan oleh dua hal, pertama akibat hujan lebat sehingga salinitas akan sangat turun dan kedua akibat penguapan yang sangat tinggi pada siang hari sehingga salinitas akan sangat tinggi. Organisme yang hidup di daerah intertidal biasanya telah beradaptasi untuk menoleri perubahan salinitas hingga 15‰ (Effendi, 2003). Oksigen Terlarut (DO) Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer semakin besar suhu dan ketinggian serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Kehidupan Universitas Sumatera Utara 18 di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 4 mg/L. Peningkatan suhu sebesar 1ºC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10%. Kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga berkurang dengan meningkatnya salinitas (Effendi, 2003). pH Pengaruh nilai pH terhadap komunitas biologi perairan ditunjukkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh pH terhadap Komunitas Biologi Perairan Nilai pH 6 – 6,5 5,5 - 6 5 – 5,5 4,5 - 5 Pengaruh Umum Keanekaragaman benthos sedikit menurun. Kelimpahan total, biomassa, dan produktifitas tidak mengalami perubahan. Penurunan nilai keanekaragaman benthos semakin tampak. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti. Penurunan keanekaragaman dan komposi jenis benthos semakin besar. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa benthos Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis benthos semakin besar. Penurunan kelimpahan total dan biomassa benthos Sumber: Effendi, 2003 Sebagian besar biota akuatik menyukai nilai pH berkisar antara 5,0 - 9,0 hal ini menunjukkan adanya kelimpahan dari organisme makrozoobenthos, dimana sebagian besar organisme dasar perairan seperti polychaeta, moluska dan bivalvia memiliki tingkat asosiasi terhadap derajat keasaman yang berbeda-beda (Hawkes, 1978 dalam Marpaung, 2013). pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa ammonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki Universitas Sumatera Utara 19 pH rendah. Namun pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan ammonia yang tak terionisasi dan bersifat toksik. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi, 2003). Substrat Substrat dasar merupakan satu diantara faktor ekologis utama yang mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos. Jika substrat mengalami perubahan maka struktur komunitas makrozoobenthos akan mengalami perubahan pula. Pengamatan terhadap kondisi fisik (tipe substrat) dan kimiawi sedimen dalam hubungannya dengan struktur komunitas makrozoobenthos sangat penting untuk dilakukan, karena sedimen merupakan habitat bagi makrozoobenthos (Yunitawati, dkk., 2012). Substrat lumpur dan pasir merupakan habitat yang paling disukai makrozoobenthos. Benthos tidak menyenangi dasar perairan berupa batuan, tetapi jika dasar batuan tersebut memiliki bahan organik yang tinggi, maka habitat tersebut akan kaya dengan benthos. Makrozoobenthos (terutama molluska) terdapat dalam jumlah yang sedikit pada tipe tanah liat. Hal ini dikarena substrat liat dapat menekan perkembangan dan kehidupan makrozoobenthos, karena partikel-partikel liat sulit ditembus oleh makrozoobenthos untuk melakukan aktivitas kehidupannya. Selain itu, tanah liat juga mempunyai kandungan unsur hara yang sedikit (Arief, 2003). Universitas Sumatera Utara