2 syafaat format - Jurnal Online UM

advertisement
STRUKTUR AL-QUR’AN SURAT AL-BAQARAH
DALAM PERSPEKTIF STILISTIKA SINTAKSIS
Syafaat
Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang
Abstract: This research aims to explore words or sentences of the Quran that comprise syntactic stylistics, and to investigate forms of the syntactic stylistics of the
Quran. It is also aimed at investigating the semantic effects affected by syntactic stylistics. The researcher has conducted a study on the syntactic stylistics of Surah Baqarah and found seven forms of stylistics, namely, (1) the omission of word and sentence, (2) the addition of word and sentence, (3) the changing of sentence composition, (4) the changing of sentence order, (5) combination of some literals and words,
(6) repetition of words or sentences; (7) the changing structure of sentences (tarki:b)
functions. In terms of semantic effects of the stylistics, the researcher found three
meanings: (1) to emphasize meaning, (2) to add the sharpness argumentation, (3) to
make meaning more specific and (4) to make meaning more esthetic and various.
Keyword: stylistic, syntax, Al-Qur’an, meaning effects
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kata atau kalimat dalam AlQur’an yang mengandung stilistika sintaksis dan untuk mengungkap bentuk-bentuk
dari stilistika sintaksis Al-Qur’an. Disamping itu penelitian ini juga bertujuan mencari efek-efek makna (semantik) dari stilistika sintaksis di atas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa di dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah terdapat tujuh bentuk
stilistika sintaksis, yaitu: (1) penghilangan huruf dan kata, (2) penambahan huruf
dan kata, (3), perubahan bentuk kata ganti dan kata tugas, (4) mendahulukan kata
tertentu dan mengakhirkan kata yang lain, (5) penggabungan beberapa huruf dan
kata, (6) pengulangan kata dan kalimat, dan (7) perubahan struktur (tarki:b). Terkait
dengan efek makna yang ditimbulkan oleh stilistika sintaksis, ditemukan empat
makna semantik: (1) penegasan makna (tauki:d), (2) kelugasan dan kejelasan dalam
pemberian argumen, (3) pengkhususan makna (takhshish), (4) memperkuat unsur estetika (keindahan) dan variasi dalam kalimat.
Kata kunci: stilistika, sintaksis, Al-Qur’an, efek makna
Setiap orang dalam melakukan komunikasi,
baik lisan maupun tulisan, pasti memiliki
gaya bahasa tersendiri yang membedakannya dengan orang lain. Gaya bahasa (style)
merupakan perwujudan penggunaan bahasa
dari seseorang untuk mengemukakan ide,
gagasan, dan pendapat, yang membuahkan
efek tertentu bagi pembaca atau pendengarnya (Aminuddin, 1995). Karya sastra sebagai produk bahasa tulis juga memiliki gaya
bahasa yang memberikan corak tersendiri
dari segi keindahan dan efektifitas pesan
yang disampaikan.
141
Syafaat, Struktur Al-Qur’an Surat Al-Baqarah | 142
Gaya bahasa sebuah karya sastra dapat
diteliti secara rinci dengan memperhatikan
preferensi penggunaan kata atau struktur
bahasa. Penelitian tentang gaya bahasa semacam itu disebut stilistika. Menurut Sudjiman (1993:14) pengkajian stilistika itu
mengidentifikasi ciri-ciri stilistik (stylistic
features) yang membedakan pengarang,
karya, tradisi, atau periode tertentu dari
pengarang. Ciri ini dapat berupa fonologis
(pola bunyi bahasa, matra, rima), sintaksis
(tipe struktur kalimat), leksikal (diksi, frekuensi penggunaan kelas kata tertentu), retoris (majas, citraan).
Salah satu kitab suci berbahasa Arab
yang memiliki gaya bahasa yang khas dan
mengandung nilai sastra yang tinggi adalah
Al-Qur’an. Menurut Syihab (1998:5): “Dalam Al-Qur’an terpadu keindahan bahasa,
ketelitian, keseimbangan, kedalaman makna, kekayaan, kebenaran, serta kemudahan
pemahaman dan kehebatan kesan yang ditimbulkannya.” Al-Muhdar dan Arifin
(1983) mengemukakan bahwa seluruh ayat
Al-Qur’an 100% bernilai sastra, bahkan pakar sastra Arab Mesir Nashr Hamid (dalam
Syamsuddin, 2003) memandang Al-Qur’an
sebagai teks sastra Arab yang teragung dalam sejarah.
Sejak awal tahun 90-an animo masyarakat Indonesia untuk mempelajari isi kandungan Al-Qur’an meningkat, seiring dengan didirikannya lembaga-lembaga kursus
terjemah Al-Qur’an di kota-kota besar, misalnya Pelatihan Program Terjemah AlQur’an (PPTQ) Sistem 40 Jam “Al-Istiqlal”
dan Bahasa Arab Qurani (BAQ). Hal itu
ditandai dengan maraknya pembelajaran
terjemah Al-Qur’an di masjid, kantor, instansi pemerintah dan lainnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2005)
tentang “Pengalaman Pembelajaran Bahasa
Arab Qurani (BAQ) untuk Dewasa di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta” disimpulkan bahwa 60% peserta mengalami kesulitan memahami gramatika (sintaksis) AlQur’an dan 35% peserta mengalami kesuli-
tan menghafal kosakata serta 47% peserta
kesulitan memahami makna kalimat AlQur’an. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa aspek sintaksis Al-Qur’an itu
lebih sulit dibanding aspek linguistik lainnya dalam pembelajaran terjemah AlQur’an.
Berdasakan paparan di atas, dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut: (a)
bentuk-bentuk stilistika sintaksis apa saja
yang terdapat dalam Al-Qur’an, (b) apa efek
makna dari stilistika sintaksis Al-Qur’an?
Beberapa kajian tentang stilistika
bahasa Al-Qur’an telah ditulis oleh para
pakar ilmu Al-Qur’an, misalnya Zarqani
(tanpa tahun) dalam bukunya Mana:hil alIrfa:n fi: Ulu:m Al-Qur’a:n pada bab
Uslu:b Al-Qur’a:n. Buku tersebut secara
umum membahas stilistika Al-Qur’an sehingga cakupannya kurang mendalam.
Dalam pembahasan yang hampir sama,
‘Adzimah (1972) juga menulis buku
Dira:sa:t li Uslu:b Al-Qur’a:n, yang
mengkaji stilistika Al-Qur’an secara umum,
namun disusun secara alfabetik. Demikian
juga Al-Zarkasyi (1972) dalam bukunya alBurha:n fi Ulu:m Al-Qur’a:n, sebenarnya ia
sudah mengkaji secara mendalam tentang
masalah-masalah stilistika hanya saja lebih
fokus pada retorika Al-Qur’an (balaghah).
Kajian-kajian terbaru tentang stilistika telah
dilakukan, di antaranya: Stilistika Al-Qur’an
karya Qalyuby (1997) dan Kajian Linguistik-Semantik terhadap Al-Qur’an karya
Audah (1995). Dalam penelitian ini peneliti
membahas masalah yang belum dikaji, yaitu
stilistika sintaksis Al-Qur’an surat AlBaqarah.
METODE
Penelitian stilistika tentang sintaksis ini
termasuk dalam kategori stilistika deskriptif
karena meneliti nilai-nilai ekspresivitas
khusus yang terkandung dalam suatu bahasa
(Hartoko dkk, 1986:138), dan mengacu pada wujud gaya dalam perbandingannya
143 | BAHASA DAN SENI, Tahun 38, Nomor 2, Agustus 2010
antara individu yang satu dengan yang lain
(Aminuddin, 1995:120). Adapun gaya yang
diperbandingkan adalah gaya sintaksis bahasa Arab Al-Qur’an dengan gaya sintaksis
bahasa Arab non Al-Qur’an.
Untuk mendapatkan data stilistik
sintaksis Al-Qur’an dilakukan analisis perbandingan antara teks Al-Qur’an dan nonAl-Qur’an atau disebut dengan analisis kontrastif. Hanya saja, paparan untuk stilistika
Al-Qur’an menjadi prioritas, karena subjeknya adalah Al-Qur’an, sementara teks non
Al-Qur’an berfungsi sebagai pendukung.
Sebagai penelitian yang bersifat kualitatif,
instrumen kunci dalam penelitian ini adalah
human instrument, artinya peneliti yang
mengumpulkan data, menyajikan data,
mereduksi data, mengorganisasi data, memaknai data dan menyimpulkan hasil penelitian (Bogdan dan Biklen, 1982).
Data dalam penelitian ini berupa teks
Al-Qur’an yang mengandung unsur stilistika sintaksis. Data ini diambil dari sumber
data yang berupa ayat-ayat Al-Qur’an pada
surat Al-Baqarah yang memuat 286 ayat.
Teknik analisis data yang digunakan
yaitu analisis kontrastif, melalui prosedur
sebagai berikut: (1) menganalisis bentuk
sintaksis teks Al-Qur’an surat Al-Baqarah,
(2) menganalisis bentuk sintaksis teks bahasa Arab non-Al-Qur’an, dalam hal ini dipilih buku La: Tahzan karya Syaikh Aid
Abdullah Al-Qarany, (3) membandingkan
kedua hasil analisis sintaksis tersebut, (4)
melakukan validasi hasil kontrastif tersebut
dengan kaidah sintaksis bahasa Arab, dalam
hal ini dipilih buku Jami:’ud Duru:s AlArabiyyah karya Mustofa Al-Ghalayaini,
(5) mencari efek makna stilistika sintaksis
Al-Qur’an surat Al-Baqarah dengan piranti
buku I’ra:bul Qura:n (interpretasi linguistika Al-Qur’an) karya Ad-Darwisy dan buku penunjang lainnya, dan (6) mencari efek
makna stilistika sintaksis non Al-Qur’an
dengan piranti buku al-Bala:ghah alWa:dhihah karya Ali Al-Jarim dan Mustofa
Amin.
HASIL
Bentuk-Bentuk Stilistika Sintaksis AlQur’an pada Surat Al-Baqarah
Di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah,
ditemukan tujuh bentuk stilistika sintaksis
yang terklasifikasikan sebagai berikut: Pertama, penghilangan huruf dan kata (idhma:r
al-harf wa al-kalimah). Menurut kaidah
sintaksis bahasa Arab, struktur kalimat bahasa Arab itu minimal harus terdiri atas fi'il
dan fa:il (dalam jumlah fi'liyah) atau
mubtada' dan khabar (dalam jumlah
ismiyah), dan dipersyaratkan bisa memberikan pemahaman sempurna (jumlah
mufi:dah)
terhadap
mitra
tutur
(mukha:thab) atau pembaca. Demikian juga
pada beberapa jenis frase dipersyaratkan pemenuhan unsur-unsurnya, misalnya frase
idha:fah harus terdiri dari mudha:f dan
mudha:f ilaih, frase washfi harus terdiri dari
man'u:t dan na'at dan sebagainya. Namun,
dalam struktur bahasa Al-Qur’an surat AlBaqarah ditemukan 44 tempat yang tidak
memenuhi persyaratan di atas, yaitu dihilangkannya beberapa unsur pokok dalam
kalimat, seperti dihilangkannya mubtada’,
khabar, fa:’il dan sebagainya.
Kedua, penambahan huruf dan kata
(idha:fat al-harf wa al-kalimah). Di samping adanya unsur penghilangan kata atau
huruf dalam struktur bahasa Arab AlQur’an, juga ditemukan penambahan huruf
dan kata yang terdapat di 43 tempat. Penambahan itu meliputi penambahan harf
ja:rr pada khabar, penambahan dhami:r
fashl, dan la:m tauki:d. Penambahan huruf
dan kata pada ayat Al-Qur’an seperti ini
merupakan kekhasan Al-Qur’an, karena
jarang ditemukan dalam ungkapan atau
tulisan berbahasa Arab non Al-Qur’an meskipun tidak menyimpang dari kaidah bahasa
Arab yang berlaku.
Ketiga, perubahan bentuk kata ganti
dan kata tugas (taghyi:r al-dhama:ir wa
huru:f al-ma'a:ny). Bentuk-bentuk stilistika
sintaksis selanjutnya yang ditemukan pada
Syafaat, Struktur Al-Qur’an Surat Al-Baqarah | 144
surat Al-Baqarah adalah perubahan bentuk
dhami:r muannats dan mudzakkar, perubahan fungsi huruf, perubahan letak huruf
dan perubahan dari mukha:thab (orang
kedua) ke gha:ib (orang ketiga), yang
terletak di 13 tempat. Struktur bahasa seperti itu dianggap khas, karena jarang dijumpai
dalam kaidah sintaksis bahasa Arab, misalnya menyifati isim jama' ghairu ‘a:qil
dengan sifat jama' muannats, ataupun sebaliknya.
Keempat, mendahulukan kata tertentu
dan mengakhirkan kata yang lain (taqdi:m
al-kalimah) di 40 tempat. Jumlah stilistika
sintaksis yang berupa pembalikan posisi,
dengan mendahulukan kata yang mestinya
diakhirkan, pada surat Al-Baqarah dapat
diklasifikasikan menjadi dua macam unsur
stilistika sintaksis, yaitu: (1) mendahulukan
maf’u:l (ma'mu:l) atas fi'il dan fa:’il-nya,
(2) mendahulukan muta'alliq (harf ja:rr)
dari muta'allaq.
Kelima, penggabungan beberapa huruf
dan kata (jam'u al-huruf wa al-kalima:t)
yang terdapat di 26 tempat. Penggabungan
(idgham) dari segi bacaan, banyak dijumpai
dalam qira:at mutawa:tirah. Sedangkan
penggabungan lafadz hanya didasarkan pada kaidah Rasm Utsma:ny yang bersifat
tauqi:fiy (taken for granted).
Keenam, pengulangan kata dan kalimat
(tikra:r al-kalimah wa al-jumlah). Dalam
surat Al-Baqarah, ditemukan 14 kata yang
terklasifikasi menjadi 5 macam unsur
stilistika sintaksis yang terkait dengan
pengulangan kata atau kalimat, yaitu: (1)
mengulang isim dlahir, (2) mengulang kalimat, (3) mengulang kata, (4) menyambung
jama' dengan mufrad pada kata yang sama,
dan (5) mengulang fi’il.
Ketujuh, perubahan struktur (tarki:b).
Secara kuantitatif, stilistika sintaksis yang
terkait dengan perubahan struktur i'rab
terdapat di 20 tempat yang terklasifikasi
menjadi 12 macam unsur, yaitu: (1)
penggunaan dhami:r munfashil untuk sya’n,
(2) harf syarat tanpa jawa:b, (3) am sebagai
kata pembuka, (4) ka:na tanpa khabar, (5)
an mashdariyah masuk pada fi’il amr, (6)
athaf pada kata yang jauh, (7) athaf pada
makna, bukan pada lafadznya, (8) mubtada'
dengan isim nakirah, (9) mengawali kata
dengan dlarf, (10) penggunaan harf jazm
lamma:, (11) penggunaan wa:wu setelah
muna:da: mudha:f, dan (12) badal terhadap
isim nakirah.
Efek Makna dari Stilistika Sintaksis AlQur’an Pada Surat Al-Baqarah
Dalam tinjauan ilmu semantik bahasa
Arab (Bala:ghah) dan tafsir Al-Qur’an,
ternyata stilistika sintaksis di atas menghadirkan efek makna dan estetika tertentu,
yaitu: (1) penegasan makna (tauki:d). Ia
berfungsi sama dengan kata”inna” dan “anna” yang berarti “sesungguhnya”. Namun
Allah SWT sering mengungkapkannya dalam Al-Qur’an dengan pola kalimat yang
berbeda, seperti menambahkan huruf ja:rr
pada khabar, la:m tauki:d, pengulangan kata dan sebagainya. Semuanya memiliki efek
makna yang sama yaitu penguatan atau penegasan. (2) Kelugasan dan kejelasan dalam
pemberian argumen. Efek ini tercermin dalam stilistika perubahan I’ra:b, penggabungan kata dan penghilangan unsur kalimat.
(3) Pengkhususan makna (takhshish). Ini
tercermin dalam pembalikan posisi kata,
seperti mendahulukan khabar dari mubtada,
mendahulukan maf’u:l dari fa:’il. Dan (4)
memperkuat unsur estetika (keindahan) dalam kalimat. Hal ini terlihat dalam pengulangan dan penambahan kata dalam kalimat- kalimat Al-Qur’an
145 | BAHASA DAN SENI, Tahun 38, Nomor 2, Agustus 2010
Tabel Stilistika Sintaksis
No
Unsur Stilistika
Bentuk-Bentuk
1
Penghilangan
a. Penghilangan mubtada'
huruf dan kata
b. Penghilangan khabar
c. Penghilangan fi'il
d. Penghilangan ya:’ mutakallim dan ya:' manqu:sh
e. Penghilangan mudha:f ilaih dan makhsu:sh adzdzamm
Jumlah
2
Penambahan
a. Penambahan harf jar
Huruf dan Kata
b. Penambahan dhami:r fashl
c. Penambahan dhami:r munfashil setelah la:m nafy
d. Penambahan la:m tauki:d
e. Penambahan mi:m jama' pada isim isya:rah
f. Penambahan ha:' sakt
Jumlah
Perubahan bentuk a. Perubahan bentuk muannats dan mudzakkar
3
4
kata ganti dan kata
tugas
b. Perubahan fungsi harf
c. Perubahan letak harf
d. Perubahan dari mukha:thab ke gha:ib
Mendahulukan
kata tertentu dan
mengakhirkan
yang lain
a. Mendahulukan maf'u:l (ma'mu:l) atas fi'il dan fa:'ilnya
b. Mendahulukan muta'alliq (harf ja:rr) dari muta'allaq
Jumlah
a. Menggabungkan dua harf
b. Menggabungkan dua kata
5
Penggabungan
beberapa huruf
dan kata
6
Pengulangan kata
dan kalimat
Jumlah
7
Perubahan struktur
.
Frekuensi
5
7
14
8
10
44
19
11
3
5
4
1
43
3
4
5
1
13
11
29
40
25
1
26
a. Mengulang isim dla:hir
b. Mengulang kalimat
c. Mengulang kata
6
2
3
d. Menyambung jama' dengan mufrad pada kata yang
sama
e. Mengulang fi’il
Jumlah
a. Penggunaan dhami:r munfashil untuk sya'n
b. Harf syarat tanpa jawab
c. Am sebagai kata pembuka
d. Ka:na tanpa khabar
e. An masdariyah masuk pada fi’il amr
f. Athaf pada kata yang jauh
g. Athaf pada makna bukan lafadz
h. Mubtada' dengan isim nakirah
i. Mengawali kata dengan dlaraf
j. Penggunaan harf jazm lamma:
k. Penggunaan wa:wu setelah muna:da: mudha:f
l. Badal terhadap isim nakirah
Jumlah
1
2
14
1
3
3
2
1
2
1
1
2
1
2
1
20
Syafaat, Struktur Al-Qur’an Surat Al-Baqarah | 146
PEMBAHASAN
Bentuk-Bentuk Stilistika Sintaksis AlQur’an Pada Surat Al-Baqarah
Penghilangan Huruf dan Kata
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa
dalam surat Al-Baqarah ditemukan 44 kalimat yang mengandung unsur penghilangan,
yang terklasifikasikan ke dalam lima bentuk
stilistika, yaitu: (1) penghilangan mubtada',
(2) penghilangan khabar, (3) penghilangan
fi'il, (4) penghilangan ya:’ mutakallim dan
ya:’ manqu:sh, dan (5) penghilangan
mudha:f ilaih dan makhsu:sh adz-dzamm.
Contoh dari penghilangan mubtada’
adalah kalimat: shummun bukmun 'umyun =
tuli, bisu dan buta (QS. Al-Baqarah: 18).
Tampak sekali, kalimat tersebut sangat
sederhana dan minimalis, yakni tidak terdapat mubtada' dan kata pendukung lainnya.
Sepintas, ia tidak bisa dipahami, karena
dalam bahasa tulis diperlukan kejelasan
referensi. Mustahil bahasa Al-Qur’an hadir
tanpa makna, bahkan kondisi seperti itulah
yang menjadikan eksistensi mukjizat
semakin jelas. Melalui piranti buku tafsir,
kebuntuan tersebut bisa dipecahkan. Menurut As-Shabuni (tanpa tahun: I/37) bentuk
asal dari kalimat tersebut adalah: hum kash
shummi wal bukmi wal 'umyi = mereka
bagaikan orang yang tuli, bisu, dan buta.
Setelah ditambahkan dua kata; "hum" dan
"ka", kalimat tersebut semakin jelas strukturnya. "Hum" berfungsi sebagai mubtada'
dan Ka berfungsi sebagai kata penghubung
yang mengkaitkan antara "hum" dengan
shummun, bukmun, dan umyun.
Adapun contoh penghilangan fi’il
adalah kalimat: fa in khiftum fa rija:lan aw
rukba:na: = jika kalian takut, maka
berjalan-kakilah atau berkendara (QS. AlBaqarah:139). Pada kalimat di atas, fi'il dan
fail-nya dihilangkan sekaligus, hal itu tidak
bisa diterima sebab setiap maf’u:l harus
didahului fi'il dan fa:’il. Kata "farija:lan"
sebagai maf'ul yang tidak didahului oleh fi'il
dan fa:'il. Jadi semestinya (fa in khiftum fa
shallu: rija:lan aw rukba:na: = Jika kalian
takut, maka shalatlah dengan berjalan kaki
atau berkendara).
Dalam buku La: Tahzan, tidak diketemukan kasus seperti di atas, misalnya pada
kalimat: al-i:ma:nu wal ‘amalus sha:lihu
huma: sirru haya:tika = keimanan dan amal shalih itu rahasia hidupmu (Al-Qarany,
2004:16). Kalimat tersebut terdiri atas
struktur mubtada' dan khabar. Kedua unsur
inti dalam kalimat tersebut tidak ada yang
dihilangkan. Contoh tersebut mewakili
struktur jumlah ismiyyah dalam susunan
bahasa Arab non Al-Qur’an.
Penambahan Huruf dan Kata
Dalam surat Al-Baqarah ditemukan 43
kalimat yang salah satu unsurnya berupa
penambahan. Kalimat-kalimat tersebut terklasifikasikan menjadi enam bentuk stilistika sintaksis, yaitu: (1) penambahan harf
ja:rr, (2) penambahan dhami:r fashl, (3)
penambahan dhami:r munfashil setelah
la:m nafy, (4) penambahan la:m taukid, (5)
penambahan mi:m jama' pada isim isya:rah,
dan (6) penambahan ha:' sakat.
Contoh kalimat dari penambahan itu
adalah: wa ula:ika hum al-muflihu:n = dan
merekalah orang yang beruntung (QS. AlBaqarah:5). Kalimat tersebut mengandung
unsur penambahan dhami:r fashl berupa
kata "hum" yang jatuh setelah "ula:ika".
Dalam ungkapan umum bahasa Arab, dhami:r fashl dipakai untuk menghilangkan kerancuan makna atau mempertegas posisi
mubtada' dan khabar, namun dalam kalimat
di atas fungsi dhami:r hanya sebagai penambah unsur estetis, meski tidak menyalahi kaidah nahwu.
Dalam contoh kalimat: wa la: hum yahzanu:n = mereka tidak merasa susah (QS.
Al-Baqarah:38) ada penambahan dhami:r
'hum' di sela-sela fi’il dan harf nafy. Para
ahli berbeda pendapat tentang kedudukan
kalimat tersebut, ada yang berpendapat
147 | BAHASA DAN SENI, Tahun 38, Nomor 2, Agustus 2010
fungsi 'hum' di sini sebagai tauki:d saja, kalimat asalnya adalah: wa la: yahzanu:n,
tanpa kata “hum”. Sedang yang lain berpendapat 'hum' sebagai mubtada' dan "la:" ikut
pada fi’il-nya yang ditakwil menjadi: wa
hum la: yahzanu:n. Contoh lainnya, pada
kalimat: innaka idzan la min adh-dha:lli:n
= Sesunggunya kamu termasuk orang yang
tersesat (QS. Al-Baqarah:145) terdapat penambahan la:m tauki:d pada khabar yang
diawali harf ja:rr.
Bila dibandingkan dengan struktur sintaksis yang terdapat dalam buku La Tahzan,
susunan seperti di atas jarang dijumpai. Misalnya pada kata: wa la: yusha:bu:na bi alihba:th wa alya’si = mereka tidak menderita depresi dan putus asa (Al-Qarany,
2004:116). Kalimat tersebut terdiri dari la:
nafiy, fi'il mudha:ri', tapi dhami:r munfashilnya tidak ditampakkan. Contoh kalimat
yang lain yaitu: wa ma: lakum min du:n alla:hi min waliyyin wa la: nashi:rin = Dan
tidaklah kalian dari selain Allah menjadi
pelindung dan penolong (QS. AlBaqarah:107).
Perubahan Bentuk Kata Ganti dan Kata
Tugas (Preposisi)
Secara kuantitatif, jumlah perubahan
bentuk dan struktur kata atau kalimat ada
14, kesemuanya dapat diklasifikasi menjadi
empat macam unsur stilistika sintaksis,
yaitu: (1) perubahan bentuk muannats dan
mudzakkar, (2) perubahan fungsi harf, (3)
perubahan letak harf, dan (4) perubahan
dari mukhatab ke gha:ib.
Pada kalimat: wa lahum fi:ha: azwa:jun
muthahharah = dan mereka memiliki istriistri yang suci di surga (QS. Al-Baqarah:25) terdapat contoh perubahan bentuk
muannats dan mudzakkarr. Na’at dari jama'
a:qil berbentuk muanntas yang semestinya
mudzakkar, yaitu wa lahum fi:ha: azwa:jun
muthahharu:n.
Dalam buku La: Tahzan, hampir tidak
ditemukan ketidaksesuaian bentuk mudzak-
kar dan muannats, misalnya: Ha:dzihi:
hulalun mansu:jah yartadi:ha: as-su'ada' =
Inilah perhiasan yang dirangkai dan
dipakai oleh orang-orang yang bahagia
(Al-Qarany, 2004:73). Kalimat tersebut sesuai dengan kaidah nahwu bahwa setiap
jama’ ghairu ’a:qil dianggap muannats.
Kata ”mansu:jah” dijadikan ta’ni:s dengan
menambah huruf ta:’ di akhirnya sebab ia
menjadi na’at dari kata ”hulal” (berjenis
jama’ ghairu ’a:qil).
Contoh lain tentang perubahan susunan
adalah pada kalimat: awa kullama: 'a:hadu:
’ahdan nabadzahu: = apakah mereka setiap
berjanji tidak menepatinya? (QS. AlBaqarah:100). Pada kalimat tersebut terdapat 'wa:wu athaf' yang diapit hamzah
istifha:m dengan harf syarat. Dalam
konteks sintaksis umum bahasa Arab jarang
wa:wu yang terletak di tengah. Dalam hal
ini terdapat dua aliran, yaitu: (a) aliran
Sibawaih; menurutnya hamzah istifha:m itu
posisinya setelah harf athaf, akan tetapi bila
menjadi kalimat pembuka maka didahulukan dari harf athaf, dan ini berbeda
dengan 'hal' istifha:m, (b) aliran Zamakhsari; menurutnya bahwa harf wa:wu, fa',
tsumma terletak setelah hamzah dan tidak
ada hukum ta'khi:r dan taqdi:m, meski
demikian fungsi athaf dari kata-kata tersebut tetap berlaku dengan menyimpan fi'il,
yaitu: a (taf'alu:na) fala: ta'qilu:na (AdDarwisyi, 2002: 99).
Galibnya, kata jama’ taksi:r (plural tak
beraturan) yang menunjukkan makna berakal disifati dengan jama’ pula. Tapi dalam
kalimat: wa lahum fi:ha: azwa:jun muthahharah, azwa:j—yang merupakan jama’ taksi:r berakal—disifati dengan kata mufrad
mu’annats (singular maskulin), yaitu muthahharah. Memang, sejumlah ayat lain juga mengindikasikan adanya grammatical
style yang berbeda dengan tatabahasa Arab
pada umumnya. Contoh kasusnya adalah
potongan ayat, “Janna:t ma’rusya:t” (AlAn’am:141). Kata janna:t yang merupakan
Syafaat, Struktur Al-Qur’an Surat Al-Baqarah | 148
jama’ taksi:r tak berakal seharusnya disifati
dengan mufrad mu’annats, tapi ternyata disifati dengan jama’ mu’annats sa:lim, yakni
ma’ru:sya:t (Ad-Darwisyi, 2002:74).
Mendahulukan Kata Tertentu dari Kata
yang Lain
Contoh dari paparan di atas adalah pada
kalimat: wa min ma: razaqna:hum
yunfiqu:n = dan mereka menafkahkan
sebagian dari rizki yang kami berikan (QS.
Al-Baqarah:3). Semestinya fi'il (yang juga
mengandung fa:il) "yunfiqu:n" diawalkan
dari maf’u:l-nya yang terdiri dari ja:rrmajru:r
"min-ma:".
Didahulukannya
maf’u:l atas fi’il dan fa:’il-nya pada kalimat
di atas adalah untuk memberi kesan bahwa
penekanan kalimat bukan pada perintah
infak itu sendiri melainkan Allah-lah yang
menginfakkan melalui rezeki yang Dia
berikan kepada hamba-Nya (Audah,
1995:375).
Dalam buku La: Tahzan, tidak banyak
ditemukan bentuk kalimat yang disorder
dari segi urutan kecuali kalimat yang memang dikutip dari Al-Qur’an. Misalnya: fa
la: tathlub ghairaha: li annahu: ali:mun
bika= maka jangan mencari yang lain
karena dia maha tahu terhadapmu (AlQarany, 2004:236). Sebaliknya, di dalam
Al-Qur’an justru banyak ditemukan pembalikan susunan. Misalnya: Walla:hu bikulli
syai-in ’ali:m = Sesungguhnya Allah maha
mengetahui atas segala sesuatu. Contoh
pertama kata ”’ali:m” diawalkan dari harf
ja:rr ”bi”, sementara untuk yang kedua
diakhirkan.
Sedang pada contoh kalimat: wa Allahu
bikulli syai-in 'ali:m = Dan Allah
mengetahui segala sesuatu (QS. Al-Baqarah:282), maf’u:l bih (obyek kalimat), yang
berupa frase bi kulli syai-in, seharusnya
berada setelah khabar yang menjadi ‘a:milnya, yakni ‘ali:m. Tapi obyek kalimat justru
menyelai di antara mubtada’ dan khabar
(Ad-Darwisyi, 2002:82). Menurut Zarkasyi,
kata ‘ali:m bermakna “mengetahui tanpa
cacat” sehingga frase ta’alluq (yang terkait
dengannya), yakni bi kulli syai-in, perlu
didahulukan untuk tujuan tauki:d
(alZarkasyi, 1972:522).
Untuk kasus kalimat: faqali:lan ma:
yu'minu:n = Sedikit sekali mereka yang
beriman (QS. Al-Baqarah:88), fa' di sini
merupakan huruf isti’na:fiyah (pembuka).
Kata qali:lan merupakan sifat dari masdar
yang dibuang, yakni i:ma:nan. Struktur kalimat ayat di atas tidak mengikuti tatabahasa
Arab seperti biasanya. Sebab qali:lan yang
merupakan kata keterangan seharusnya berada setelah kata yang diterangkannya, yakni yu’minu:n. Tujuannya adalah untuk
menghadirkan stressing makna pada kata
keterangannya (Ad-Darwisyi, 2002:137).
Sementara itu untuk kalimat: wa la:kin
ka:nu: anfusahum yadllimu:n = akan tetapi
mereka dlalim pada diri sendiri (QS. AlBaqarah:57), kata anfusahum yang berposisi
sebagai maf’u:l bihi (ma’mu:l) dalam ayat
di atas mendahului fi’il (‘a:mil) yang menashab-kannya. Padahal dalam tatabahasa
Arab, urutan wajarnya adalah fi’il, fa:il,
dan maf’u:l bihi.
Penggabungan Beberapa Huruf dan Kata
Jumlah penggabungan yang menjadi
kekhasan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ada
26 kalimat dan dapat diklasifikasi menjadi
dua macam unsur stilistika sintaksis yang
terkait dengan penggabungan beberapa huruf atau kata, yaitu: (1) menggabungkan dua
harf dan (2) menggabungkan dua kata.
Contoh dari keduanya yaitu: fa in ma:
ya:’tiyannakum minni: hudan = Kemudian
jika datang petunjuk-Ku kepadamu (QS. AlBaqarah:38) dan pada kalimat: in tubdush
shadaqa:ti fa ni'imma: hiya = Jika kalian
menampakkan shadaqah maka itu yang terbaik (QS. Al-Baqarah:271).
Dalam buku La: Tahzan yang merupakan representasi bahasa Arab non AlQur’an, sedikit sekali penggabungan dua
149 | BAHASA DAN SENI, Tahun 38, Nomor 2, Agustus 2010
kata seperti contoh ayat di atas. Misalnya,
penggabungan kata "in syarthiyyah" dengan
"la: nafiyah" menjadi "illa:" dalam kalimat:
fa ra-a: ad-dunya jami:lah kama: khuliqat,
wa illa: taghabbasya mindlaruhu: Maka dia
melihat dunia itu indah sebagaimana tercipta, jika tidak maka penghilatannya kabur
(Al-Qarany, 2004:138). Dari bentuk tulisan,
tidak ada bedanya antara illa: istitsna' dengan illa: syarthiyyah tersebut, namun dari
segi arti jelas berbeda, yang pertama berarti
"kecuali" dan yang kedua berarti "jika tidak". Khusus penggabungan pada illa:, baik
dalam Al-Qur’an maupun non Al-Qur’an
banyak dijumpai. Sedang kata "ni'imma:”
hanya dijumpai dalam Al-Qur’an saja.
Pengulangan Kata dan Kalimat
Unsur pengulangan tercermin dalam
kalimat: wa ittaqulla:ha wa yu'allimukumulla:ha wa Alla:hu bikulli syai-in 'ali:m =
dan takutlah pada Allah niscaya Allah akan
mengajari kalian dan Allah mengetahui
segala sesuatu (QS. Al-Baqarah:282), yaitu
pengulangan kata “Allah” yang biasanya
diganti dhami:r, bentuk-bentuk semacam ini
merupakan stilistika sintaksis Al-Qur’an.
Pada kalimat: fa man ta'ajjala fi: yaumaini
fa la: itsma 'alaihi wa man takhkhara fala:
itsma alaihi liman ittaqa: = Barangsiapa
yang ingin cepat berangkat (dari Mina)
sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya.
Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu),
maka tidak ada dosa pula baginya bagi
orang yang bertakwa (QS. Al-Baqarah:203)
terdapat pengulangan fi’il dan maf’u:l.
Hanya saja bentuk fi’il pertama adalah amr
dan kedua adalah ma:dhi.
Demikian juga pada contoh kalimat: wa
ila:hukum ila:hun wa:hidun = dan Tuhan
kalian adalah Tuhan yang satu (QS. AlBaqarah:163). Di sana terdapat pengulangan
kata “ila:h” pada khabar. Hal yang hampir
sama juga terdapat dalam kalimat: ha:fizu:
'ala: ash-shalawa:ti wa ash-shala:t al-
wustha: = Jagalah beberapa waktu shalat
dan shalat ashar (QS. Al-Baqarah:238). Di
sana terdapat pengulangan kata yang
mempunyai akar kata sama, yaitu shalat dan
bentuk jama'-nya shalawa:t. Sedang pada
contoh kalimat: inna Alla:h yahibbu attawwa:bi:na wa yuhibbu al-mutathahhiri:n
= Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang bertaubat dan menyukai orangorang yang bersuci (QS. Al-Baqarah:222),
terdapat pengulangan fi'il, yakni yuhibbu
yang dalam ungkapan bahasa Arab
umumnya cukup diwakili dengan harf athaf
tanpa perlu dilakukan pengulangan.
Perubahan Struktur (Tarki:b)
Adapun kalimat setelahnya memiliki
dua alternatif analisa struktur bahasa.
Pertama,
muharram
adalah
khabar
muqaddam, dan ikhra:juhum sebagai
mubtada’-nya. Jumlah ismiyah ini menjadi
khabar jumlah dari huwa. Kedua, muharram—yang notebene adalah isim maf’u:l—
difungsikan seperti fi’il-nya sehingga dapat
me-rafa’-kan na:’ib al- fa:il-nya, yakni
ikhra:juhum (Ad-Darwisyi, 2002:134).
Sementara itu pada contoh kalimat: law
la: yu'allimukumulla:hu aw ta'ti:na: a:yah
= Seyogyanya Allah mengajari kalian atau
datang pada kami satu ayat (QS. AlBaqarah:118), terdapat kata 'law' yang
biasanya berfungsi sebagai harf syarat dan
membutuhkan jawa:b, sedang pada contoh
di atas tidak terdapat jawa:b as-syarthi.
Pada kalimat: am kuntum syuhada:a idz
hadhara ya:’qu:ba al-maut = Adakah kamu
menjadi saksi ketika Ya`qub kedatangan
(tanda-tanda) maut (QS. Al-Baqarah:133)
merupakan contoh didahulukannya kata am
yang biasanya berfungsi menghadirkan
makna opsi dari dua kata atau lebih. Namun
pada kalimat di atas am berfungsi memutus
rantai makna dengan kalimat sebelumnya.
Dalam beberapa kitab tafsir, am tersebut
disamakan dengan fungsi bal. Pada kalimat:
wa in ka:na dzu: 'usratin fa nadhiratun ila:
Syafaat, Struktur Al-Qur’an Surat Al-Baqarah | 150
maisarah = Dan jika (orang berhutang itu)
dalam kesukaran, maka berilah tangguh
sampai dia berkelapangan (QS. Al-Baqarah:280) terdapat kata kana yang biasanya
disertai isim dan khabar-nya. Akan tetapi
khabar pada kalimat di atas tidak ditemukan. Dalam sintaksis Arab ka:na seperti ini
dinamakan ka:na ta:mm.
Bila diteliti, ternyata dhami:r hi pada
kalimat: fa man 'ufiya lahu: min akhi:hi
syai-un = Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya (QS.
Al-Baqarah:178) tidak merujuk pada isim,
akan tetapi pada makna dari man ‘ufiya
lahu. Padahal dalam kaidah tidak lazim
merujukkan dhami:r pada fi'il atau pada
makna. Sementara itu, kata matsu:bah pada
kalimat: lamatsu:batun min 'indilla:hi khair
= Pahala dari sisi Allah adalah lebih baik
(QS. Al-Baqarah:102) berposisi sebagai
mubtada', akan tetapi ada aturan bahwa
mubtada' itu harus makrifah, kecuali jika
ada hal lain yang membolehkan (musawwigha:t).
Agak ganjil bila sebuah kalimat diawali
oleh keterangan waktu (dlaraf) atau preposisi seperti kalimat: fi ad-dunya wa alakhirah = Di dunia dan di akherat (QS. AlBaqarah:220). Pemisahan kalimat dalam AlQur’an ditandai dengan ra'su ayat, dan untuk kalimat di atas diawali dlaraf, dengan
demikian seakan kata tersebut tak bermakna
lantaran terisolir oleh ra’su a:yat.
Umumnya kata lamma dipakai dalam
konteks syarat, sedang kata lamma pada
kalimat: wa lamma: ya:’tikum matsalu alladzi:na khalau min qablikum = Padahal
belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu (QS. Al-Baqarah:214) berfungsi
sebagai harf jazm dan bermakna nafy. Harf
jazm yang sering dipakai adalah lam dengan
tanpa disambung ma. Pada kalimat: rabbana: wa la: tahmil 'alaina = wahai Tuhan
jangan Engkau bebani kami (QS. AlBaqarah:286) terdapat wa:wu yang diapit
isim muna:da dan la: nahy. Wa:wu
berfungsi menyambung dua kata yang
setara, sedang pada kalimat di atas fungsi
wa:wu bukan athaf melainkan wa:wu
isti'na:f. Kalimat: fidyatun tha'a:mu miski:n
= membayar fidyah berupa makanan untuk
faqir miskin (QS. Al-Baqarah:184) menunjukkan adanya badal pada bentuk yang
berbeda, yaitu mem-badal-kan isim makrifah pada isim nakirah.
Efek Makna dari Stilistika Sintaksis AlQur’an pada Surat Al-Baqarah
Setiap pilihan kata atau kalimat yang
digunakan oleh seseorang pasti memiliki
latar belakang, motif dan maksud tersembunyi, meski ada kesamaan dalam kosakata
dan struktur dengan orang lain. Itulah yang
disebut dengan efek makna, terutama dalam
ungkapan Al-Qur’an. Al-Khalidi (2004:8)
berpendapat bahwa dalam Al-Qur’an terdapat kata-kata yang antonim (mutadha:ddah), hiponim (mutakafi’ah), homonim (mutaqa:ribah), namun tidak dijumpai
sinonim (mutara:difah). Alasannya, mustahil Allah tersebut mengungkapkan kosakata yang berbeda tanpa ada tujuan, sehingga muncul jargon: La: tara:dufa fi AlQur’an (Tidak ada sinonim dalam AlQur’an).
Terkait dengan contoh penghilangan
huruf dan kalimat, pada QS. Al-Baqarah:18
dan Al-Baqarah:139, terdapat kesan makna
yang ringkas dan padat. Kalimat: shummun
bukmun 'umyun, apabila dijabarkan sesuai
aturan qawa:’id nahwiyah niscaya menjadi
panjang dan bertele-tele. Inilah yang dalam
ilmu balaghah disebut tasybi:h bali:gh (perumpamaan singkat yang memiliki unsur
keindahan). Ada tiga unsur yang dibuang
dalam kalimat di atas, yaitu musyabbah
(subjek yang diserupakan), a:dat al-tasybi:h
(kata untuk mengungkapkan keserupaan),
dan wajh al-syibh (objek yang diserupakan)
dan ketiga kata tersebut memiliki “muatan
pesan” yang sama, yakni penolakan terhadap kebenaran (haqq) yang dilakukan oleh
151 | BAHASA DAN SENI, Tahun 38, Nomor 2, Agustus 2010
orang kafir (Ad-Darwisyi, 2002:58-61).
Demikian juga halnya dengan penghilangan
mudha:f ilaih dan ya:’ mutakallim, lebih
banyak disebabkan mafhu:m-nya makna,
baik melalui konteks kalimat atau harakat
huruf.
Bentuk stilistika penambahan kata, juga
mengandung nuansa makna tauki:d (penegasan), sebagaimana pada contoh QS. AlBaqarah:38: La: khaufun ‘alaihim wa la:
hum yahzanu:n. Tampak jelas pada ayat di
atas bahwa hanya orang yang mengikuti petunjuk Allah sajalah yang tidak akan takut
maupun sedih. Seandainya tidak ada penambahan dhamir “hum” sebelum “yahzanu:n”, kalimat tersebut akan bermakna:
“Orang-orang yang mendapatkan hidayah
tidak akan takut dan bersedih, sebagaimana
orang lain juga mendapatkannya”. Dalam
hal ini penyebutan “hum” itu berdampak
pada penguatan tekanan pada obyek (tauki:d). Dengan kata lain, selain Allah tak ada
satu pihak pun yang ditakuti atau dapat
dijadikan tumpuan hidup (Ad-Darwisyi,
2002:155).
Secara
umum
menurut
Musa
Abdurrazaq (2010) perubahan posisi kata
atau kalimat dalam Al-Qur’an memiliki tiga
efek: (1) menciptakan keteraturan susunan
(mura:’a:tus siya:q), (2) keindahan urutan
kalimat (husnu intidla:m al-kala:m), (3)
pengkhususan makna (li at-takhshish).
Untuk bentuk stilistika perubahan posisi
yang terdapat pada QS. Al-Baqarah:100,
mencerminkan unsur keindahan susunan
kalimat (husnu intidla:m al-kala:m). Pada
ayat tersebut terdapat harf wa:wu yang
diapit oleh hamzah istifha:m dan kullama:.
Huruf hamzah dikatagorikan huruf berat
(tsaqil) sebab makhrajnya di tenggorokan
paling bawah, sehingga ia ditempatkan di
awal untuk memudahkan pengucapan dan
memperindah urutannya.
Hal yang hampir sama terdapat pada
QS. Al-Baqarah:3 dan Al-Baqarah:282,
yang mendahulukan jarr majrur daripada
kata ”ali:m” atau ”bashir”. Namun,
menurut Zarkasyi, kata ‘ali:m bermakna
“mengetahui tanpa cacat” sehingga frase
ta’alluq (yang terkait dengannya), yakni bi
kulli syai-in, perlu didahulukan untuk tujuan
tauki:d (al-Zarkasyi, 1972:522).
Sementara itu, penggabungan kata pada
kata imma: yang terdapat dalam QS. AlBaqarah:38 dan QS. Al-Baqarah:271,
menurut Al-Zarkasyi, (1972:429) berasal
dari kata ‘in syarthiyyah’ yang digabung
dengan ‘ma taukid’, dan menurut Imam Zujaj penyebab idgha:m adalah adanya nu:n
tauki:d setelahnya (Jadi kata "imma:" di
atas tidak diterjemahkan dengan "adakalanya/bisa jadi", akan tetapi diterjemahkan
"sungguh jika."). Jadi efek maknanya
adalah penegasan (tauki:d).
Efek makna yang timbul pada kalimat:
wa ittaqulla:ha wa yu'allimukumulla:hu wa
Alla:hu bikulli syai-in 'ali:m (QS. AlBaqarah:163) adalah penegasan keagungan
Allah. Kata Allah diulang tiga kali dan
semuanya menggunakan isim dla:hir, yang
semestinya dua kata berikutnya menggunakan isim dhami:r. Menurut Az-Zarkasyi
(1972:500) penyebutan isim dla:hir yang
semestinya isim dhami:r bertujuan untuk
ta’dhi:m (mengagungkan Allah).
Terdapat pula dalam Al-Qur’an, kata
yang memiliki makna optional diletakkan di
awal kalimat sebagaimana pada QS. AlBaqarah:133: am kuntum syuhada:a idz
hadhara. Di sana kata 'am' berfungsi sebagai munqathi'ah (pemutus hubungan
struktur dengan kalimat sebelumnya) dan
menyimpan makna 'bal' serta hamzah
istifha:m, yang berfungsi li al-inka:ri (untuk
menegasikan potensi kemungkinan terjadinya sesuatu) dan li at-taubi:kh (untuk
menunjukkan kelemahan argumen musuh
agar merasa kalah dan malu). Ash-Shabuny
(tt:138) menafsirkan kata 'am tersebut
dengan ”tetapi akankah kalian”, dengan
demikian kata ’am pada beberapa ayat tidak
diartikan sebagai opsi.
Syafaat, Struktur Al-Qur’an Surat Al-Baqarah | 152
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Setelah dilakukan komparasi antara
teks-teks Al-Qur’an dan non Al-Qur’an,
ditemukan beberapa kekhasan dan gaya bahasa dari aspek sintaksis, yang disebut
dengan stilistika sintaksis. Setiap gaya bahasa yang terpakai dalam Al-Quran, memiliki efek makna tertentu yang menambah
nilai keunggulan dari sang penciptanya.
Pada surat Al-Baqarah ditemukan tujuh
bentuk stilistika sintaksis, yaitu (1) penghilangan huruf dan kata, (2) penambahan
huruf dan kata, (3), perubahan bentuk kata
ganti dan kata tugas, (4) mendahulukan kata
tertentu dan mengakhirkan kata yang lain,
(5) penggabungan beberapa huruf dan kata,
(6) pengulangan kata dan kalimat, dan (7)
perubahan struktur.
Adapun efek makna yang hadir dalam
stilistika di atas, adalah: (1) penegasan makna (tauki:d). Ini tercermin dalam penambahkan huruf ja:rr pada khabar, la:m tauki:d, pengulangan kata dan sebagainya. (2)
Kelugasan dan kejelasan dalam pemberian
argumen. Efek ini tercermin dalam stilistika
perubahan I’ra:b, penggabungan kata dan
penghilangan unsur kalimat. (3) Pengkhususan makna (takhshish). Ini tercermin dalam
pembalikan posisi kata, seperti mendahulukan khabar dari mubtada, mendahulukan
maf’u:l dari fa:’il. Dan (4) memperkuat unsur estetika (keindahan) dan variasi kalimat.
Saran
Berdasarkan temuan yang terkait
dengan kekhasan bahasa Arab Al-Qur’an di
atas, disarankan pada para pengajar ilmu
nahwu (sintaksis bahasa Arab) untuk tujuan
khusus penterjemahan Al-Qur’an atau
penda-laman tafsir, hendaknya memasukkan satu bab khusus dalam kurikulum yaitu
kekhasan (stilistika) sintaksis Al-Qur’an,
dengan harapan pembelajar mampu memahami ungkapan Al-Qur’an dengan mudah
serta mampu menangkap efek makna yang
ditimbulkan dari stilistika Al-Qur’an
tersebut. Disamping itu, dengan memfokuskan diri pada stilistika Al-Qur’an dalam
aspek nahwu, pembelajaran nahwu menjadi
lebih terarah, efektif dan efisien dalam
rangka memahami ungkapan Al-Qur’an.
DAFTAR RUJUKAN
Ad-Darwisyi, Muhyiddin. 2002. I’ra:b AlQur’a:n wa Baya:nuh. Damaskus: Dar
Ibn Katsir. Juz I
Adzimah, Muhammad Abd Khaliq. 1972.
Dira:sa:t li Uslu:b Al-Qur’a:n. Kairo:
Mathba'ah As-Sa'adah
Al-Ghalayaini, Mustofa. Ja:mi’ ud- Duru:s
al-Arabiyyah. Beirut: Dar al-Fikr
Al-Jarim, Ali dan Mustofa Amin. 2002. AlBala:ghah al-Wa:dhihah. Kairo: alMaktabah al-Ilmiyyah
Al-Khalidi, Shalah Abd Fattah. 2004. Latha:if Qura:niyyah. Damaskus: Dar alQalam.
Al-Muhdar, Y.A dan Arifin, B., 1983.
Sejarah Kesusastraan Arab. Surabaya:
PT. Bina Ilmu
Al-Qaisy, Maky Abi Thalib. 1984. Musykil
I'ra:b al-Qur'a:n. Damaskus: Majma' alLughah al-Arabiyyah
Al-Qarany, Aid Abdullah.
2004. La:
Tahzan. Kairo: Maktabah al-Abikan
Aminuddin. 1995. Stilistika: Pengantar
Memahami Bahasa dalam Karya Sastra.
Semarang: IKIP Semarang Press
Ash-Shabuny, Mohammad Ali. Tanpa tahun. Safwat at-Tafa:si:r, Beirut: Dar alFikr
Audah, Abu Audah. 1995. Syawa:hid fi: alI’ja:z al-Qur’a:ny. Amman: Dar Wathaniah
Az-Zarkasyi. 1972. Al-Burha:n fi: Ulu:m
al-Qur'a:n. Kairo: Isa al-Babi al-Halabi
wa asy-Syirkah
Bogdan, Robert, C. dan Biklen, Sari Knopp.
1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to theory and Methods. London: Allyn and Bacon, Inc.
153 | BAHASA DAN SENI, Tahun 38, Nomor 2, Agustus 2010
Hartoko, Dick, dan D. Rachmanto. 1986.
Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta:
Kanisius
Hidayat, D. 2005. Tajribah Haula Ta’li:m
Al-Lughah Al-Qur’a:niyyah Li al-Kib:ar
Fi: Masjid Agung Sunda Kelapa bi
Ja:karta. Makalah disampaikan dalam
Seminar Internasional “Enhancing The
Level of Arabic and Its Role in Dealing
with The Challenge of Globalization” in
Makasar 8-10 September 2005
Lecce, Geoffrey. 1984. Style in Fiction.
London: Longman
Musa, Abdurrazaq. 2010. Al-I’ja:z alBala:ghiy fi: at-Taqdi:m wa at-Ta’khi:r
(Online). Diakses dari: http://quran-
m.com/container.php?fun=artview&id=6
57, tanggal 15 Maret 2011.
Qalyubi, Syihabuddin. 1997. Stilistika AlQur’an. Yogyakarta: IAIN SUKA Press
Shihab, M. Quraish. 1998. Wawasan AlQur’an. Bandung: Penerbit Mizan
Sudjiman, Panuti. 1993. Bunga Rampai
Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Syamsuddin, Sahiron. 2003. Hermeneutika
Al-Qur’an Mazhab Yogya. Yogyakarta:
Jurnal Islamika.
Zarqani, Muhammad Abd Adzim. Tanpa
tahun. Mana:hil al-Irfa:n fi: Ulu:m AlQur’a:n Kairo: Isa al-Ba:bi al-Halabi wa
Syirkah
Download