STRUKTUR AL-QUR’AN SURAT AL-BAQARAH DALAM PERSPEKTIF STILISTIKA SINTAKSIS Syafaat Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang Abstract: This research aims to explore words or sentences of the Quran that comprise syntactic stylistics, and to investigate forms of the syntactic stylistics of the Quran. It is also aimed at investigating the semantic effects affected by syntactic stylistics. The researcher has conducted a study on the syntactic stylistics of Surah Baqarah and found seven forms of stylistics, namely, (1) the omission of word and sentence, (2) the addition of word and sentence, (3) the changing of sentence composition, (4) the changing of sentence order, (5) combination of some literals and words, (6) repetition of words or sentences; (7) the changing structure of sentences (tarki:b) functions. In terms of semantic effects of the stylistics, the researcher found three meanings: (1) to emphasize meaning, (2) to add the sharpness argumentation, (3) to make meaning more specific and (4) to make meaning more esthetic and various. Keyword: stylistic, syntax, Al-Qur’an, meaning effects Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kata atau kalimat dalam AlQur’an yang mengandung stilistika sintaksis dan untuk mengungkap bentuk-bentuk dari stilistika sintaksis Al-Qur’an. Disamping itu penelitian ini juga bertujuan mencari efek-efek makna (semantik) dari stilistika sintaksis di atas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah terdapat tujuh bentuk stilistika sintaksis, yaitu: (1) penghilangan huruf dan kata, (2) penambahan huruf dan kata, (3), perubahan bentuk kata ganti dan kata tugas, (4) mendahulukan kata tertentu dan mengakhirkan kata yang lain, (5) penggabungan beberapa huruf dan kata, (6) pengulangan kata dan kalimat, dan (7) perubahan struktur (tarki:b). Terkait dengan efek makna yang ditimbulkan oleh stilistika sintaksis, ditemukan empat makna semantik: (1) penegasan makna (tauki:d), (2) kelugasan dan kejelasan dalam pemberian argumen, (3) pengkhususan makna (takhshish), (4) memperkuat unsur estetika (keindahan) dan variasi dalam kalimat. Kata kunci: stilistika, sintaksis, Al-Qur’an, efek makna Setiap orang dalam melakukan komunikasi, baik lisan maupun tulisan, pasti memiliki gaya bahasa tersendiri yang membedakannya dengan orang lain. Gaya bahasa (style) merupakan perwujudan penggunaan bahasa dari seseorang untuk mengemukakan ide, gagasan, dan pendapat, yang membuahkan efek tertentu bagi pembaca atau pendengarnya (Aminuddin, 1995). Karya sastra sebagai produk bahasa tulis juga memiliki gaya bahasa yang memberikan corak tersendiri dari segi keindahan dan efektifitas pesan yang disampaikan. 141 Syafaat, Struktur Al-Qur’an Surat Al-Baqarah | 142 Gaya bahasa sebuah karya sastra dapat diteliti secara rinci dengan memperhatikan preferensi penggunaan kata atau struktur bahasa. Penelitian tentang gaya bahasa semacam itu disebut stilistika. Menurut Sudjiman (1993:14) pengkajian stilistika itu mengidentifikasi ciri-ciri stilistik (stylistic features) yang membedakan pengarang, karya, tradisi, atau periode tertentu dari pengarang. Ciri ini dapat berupa fonologis (pola bunyi bahasa, matra, rima), sintaksis (tipe struktur kalimat), leksikal (diksi, frekuensi penggunaan kelas kata tertentu), retoris (majas, citraan). Salah satu kitab suci berbahasa Arab yang memiliki gaya bahasa yang khas dan mengandung nilai sastra yang tinggi adalah Al-Qur’an. Menurut Syihab (1998:5): “Dalam Al-Qur’an terpadu keindahan bahasa, ketelitian, keseimbangan, kedalaman makna, kekayaan, kebenaran, serta kemudahan pemahaman dan kehebatan kesan yang ditimbulkannya.” Al-Muhdar dan Arifin (1983) mengemukakan bahwa seluruh ayat Al-Qur’an 100% bernilai sastra, bahkan pakar sastra Arab Mesir Nashr Hamid (dalam Syamsuddin, 2003) memandang Al-Qur’an sebagai teks sastra Arab yang teragung dalam sejarah. Sejak awal tahun 90-an animo masyarakat Indonesia untuk mempelajari isi kandungan Al-Qur’an meningkat, seiring dengan didirikannya lembaga-lembaga kursus terjemah Al-Qur’an di kota-kota besar, misalnya Pelatihan Program Terjemah AlQur’an (PPTQ) Sistem 40 Jam “Al-Istiqlal” dan Bahasa Arab Qurani (BAQ). Hal itu ditandai dengan maraknya pembelajaran terjemah Al-Qur’an di masjid, kantor, instansi pemerintah dan lainnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2005) tentang “Pengalaman Pembelajaran Bahasa Arab Qurani (BAQ) untuk Dewasa di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta” disimpulkan bahwa 60% peserta mengalami kesulitan memahami gramatika (sintaksis) AlQur’an dan 35% peserta mengalami kesuli- tan menghafal kosakata serta 47% peserta kesulitan memahami makna kalimat AlQur’an. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa aspek sintaksis Al-Qur’an itu lebih sulit dibanding aspek linguistik lainnya dalam pembelajaran terjemah AlQur’an. Berdasakan paparan di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: (a) bentuk-bentuk stilistika sintaksis apa saja yang terdapat dalam Al-Qur’an, (b) apa efek makna dari stilistika sintaksis Al-Qur’an? Beberapa kajian tentang stilistika bahasa Al-Qur’an telah ditulis oleh para pakar ilmu Al-Qur’an, misalnya Zarqani (tanpa tahun) dalam bukunya Mana:hil alIrfa:n fi: Ulu:m Al-Qur’a:n pada bab Uslu:b Al-Qur’a:n. Buku tersebut secara umum membahas stilistika Al-Qur’an sehingga cakupannya kurang mendalam. Dalam pembahasan yang hampir sama, ‘Adzimah (1972) juga menulis buku Dira:sa:t li Uslu:b Al-Qur’a:n, yang mengkaji stilistika Al-Qur’an secara umum, namun disusun secara alfabetik. Demikian juga Al-Zarkasyi (1972) dalam bukunya alBurha:n fi Ulu:m Al-Qur’a:n, sebenarnya ia sudah mengkaji secara mendalam tentang masalah-masalah stilistika hanya saja lebih fokus pada retorika Al-Qur’an (balaghah). Kajian-kajian terbaru tentang stilistika telah dilakukan, di antaranya: Stilistika Al-Qur’an karya Qalyuby (1997) dan Kajian Linguistik-Semantik terhadap Al-Qur’an karya Audah (1995). Dalam penelitian ini peneliti membahas masalah yang belum dikaji, yaitu stilistika sintaksis Al-Qur’an surat AlBaqarah. METODE Penelitian stilistika tentang sintaksis ini termasuk dalam kategori stilistika deskriptif karena meneliti nilai-nilai ekspresivitas khusus yang terkandung dalam suatu bahasa (Hartoko dkk, 1986:138), dan mengacu pada wujud gaya dalam perbandingannya 143 | BAHASA DAN SENI, Tahun 38, Nomor 2, Agustus 2010 antara individu yang satu dengan yang lain (Aminuddin, 1995:120). Adapun gaya yang diperbandingkan adalah gaya sintaksis bahasa Arab Al-Qur’an dengan gaya sintaksis bahasa Arab non Al-Qur’an. Untuk mendapatkan data stilistik sintaksis Al-Qur’an dilakukan analisis perbandingan antara teks Al-Qur’an dan nonAl-Qur’an atau disebut dengan analisis kontrastif. Hanya saja, paparan untuk stilistika Al-Qur’an menjadi prioritas, karena subjeknya adalah Al-Qur’an, sementara teks non Al-Qur’an berfungsi sebagai pendukung. Sebagai penelitian yang bersifat kualitatif, instrumen kunci dalam penelitian ini adalah human instrument, artinya peneliti yang mengumpulkan data, menyajikan data, mereduksi data, mengorganisasi data, memaknai data dan menyimpulkan hasil penelitian (Bogdan dan Biklen, 1982). Data dalam penelitian ini berupa teks Al-Qur’an yang mengandung unsur stilistika sintaksis. Data ini diambil dari sumber data yang berupa ayat-ayat Al-Qur’an pada surat Al-Baqarah yang memuat 286 ayat. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis kontrastif, melalui prosedur sebagai berikut: (1) menganalisis bentuk sintaksis teks Al-Qur’an surat Al-Baqarah, (2) menganalisis bentuk sintaksis teks bahasa Arab non-Al-Qur’an, dalam hal ini dipilih buku La: Tahzan karya Syaikh Aid Abdullah Al-Qarany, (3) membandingkan kedua hasil analisis sintaksis tersebut, (4) melakukan validasi hasil kontrastif tersebut dengan kaidah sintaksis bahasa Arab, dalam hal ini dipilih buku Jami:’ud Duru:s AlArabiyyah karya Mustofa Al-Ghalayaini, (5) mencari efek makna stilistika sintaksis Al-Qur’an surat Al-Baqarah dengan piranti buku I’ra:bul Qura:n (interpretasi linguistika Al-Qur’an) karya Ad-Darwisy dan buku penunjang lainnya, dan (6) mencari efek makna stilistika sintaksis non Al-Qur’an dengan piranti buku al-Bala:ghah alWa:dhihah karya Ali Al-Jarim dan Mustofa Amin. HASIL Bentuk-Bentuk Stilistika Sintaksis AlQur’an pada Surat Al-Baqarah Di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah, ditemukan tujuh bentuk stilistika sintaksis yang terklasifikasikan sebagai berikut: Pertama, penghilangan huruf dan kata (idhma:r al-harf wa al-kalimah). Menurut kaidah sintaksis bahasa Arab, struktur kalimat bahasa Arab itu minimal harus terdiri atas fi'il dan fa:il (dalam jumlah fi'liyah) atau mubtada' dan khabar (dalam jumlah ismiyah), dan dipersyaratkan bisa memberikan pemahaman sempurna (jumlah mufi:dah) terhadap mitra tutur (mukha:thab) atau pembaca. Demikian juga pada beberapa jenis frase dipersyaratkan pemenuhan unsur-unsurnya, misalnya frase idha:fah harus terdiri dari mudha:f dan mudha:f ilaih, frase washfi harus terdiri dari man'u:t dan na'at dan sebagainya. Namun, dalam struktur bahasa Al-Qur’an surat AlBaqarah ditemukan 44 tempat yang tidak memenuhi persyaratan di atas, yaitu dihilangkannya beberapa unsur pokok dalam kalimat, seperti dihilangkannya mubtada’, khabar, fa:’il dan sebagainya. Kedua, penambahan huruf dan kata (idha:fat al-harf wa al-kalimah). Di samping adanya unsur penghilangan kata atau huruf dalam struktur bahasa Arab AlQur’an, juga ditemukan penambahan huruf dan kata yang terdapat di 43 tempat. Penambahan itu meliputi penambahan harf ja:rr pada khabar, penambahan dhami:r fashl, dan la:m tauki:d. Penambahan huruf dan kata pada ayat Al-Qur’an seperti ini merupakan kekhasan Al-Qur’an, karena jarang ditemukan dalam ungkapan atau tulisan berbahasa Arab non Al-Qur’an meskipun tidak menyimpang dari kaidah bahasa Arab yang berlaku. Ketiga, perubahan bentuk kata ganti dan kata tugas (taghyi:r al-dhama:ir wa huru:f al-ma'a:ny). Bentuk-bentuk stilistika sintaksis selanjutnya yang ditemukan pada Syafaat, Struktur Al-Qur’an Surat Al-Baqarah | 144 surat Al-Baqarah adalah perubahan bentuk dhami:r muannats dan mudzakkar, perubahan fungsi huruf, perubahan letak huruf dan perubahan dari mukha:thab (orang kedua) ke gha:ib (orang ketiga), yang terletak di 13 tempat. Struktur bahasa seperti itu dianggap khas, karena jarang dijumpai dalam kaidah sintaksis bahasa Arab, misalnya menyifati isim jama' ghairu ‘a:qil dengan sifat jama' muannats, ataupun sebaliknya. Keempat, mendahulukan kata tertentu dan mengakhirkan kata yang lain (taqdi:m al-kalimah) di 40 tempat. Jumlah stilistika sintaksis yang berupa pembalikan posisi, dengan mendahulukan kata yang mestinya diakhirkan, pada surat Al-Baqarah dapat diklasifikasikan menjadi dua macam unsur stilistika sintaksis, yaitu: (1) mendahulukan maf’u:l (ma'mu:l) atas fi'il dan fa:’il-nya, (2) mendahulukan muta'alliq (harf ja:rr) dari muta'allaq. Kelima, penggabungan beberapa huruf dan kata (jam'u al-huruf wa al-kalima:t) yang terdapat di 26 tempat. Penggabungan (idgham) dari segi bacaan, banyak dijumpai dalam qira:at mutawa:tirah. Sedangkan penggabungan lafadz hanya didasarkan pada kaidah Rasm Utsma:ny yang bersifat tauqi:fiy (taken for granted). Keenam, pengulangan kata dan kalimat (tikra:r al-kalimah wa al-jumlah). Dalam surat Al-Baqarah, ditemukan 14 kata yang terklasifikasi menjadi 5 macam unsur stilistika sintaksis yang terkait dengan pengulangan kata atau kalimat, yaitu: (1) mengulang isim dlahir, (2) mengulang kalimat, (3) mengulang kata, (4) menyambung jama' dengan mufrad pada kata yang sama, dan (5) mengulang fi’il. Ketujuh, perubahan struktur (tarki:b). Secara kuantitatif, stilistika sintaksis yang terkait dengan perubahan struktur i'rab terdapat di 20 tempat yang terklasifikasi menjadi 12 macam unsur, yaitu: (1) penggunaan dhami:r munfashil untuk sya’n, (2) harf syarat tanpa jawa:b, (3) am sebagai kata pembuka, (4) ka:na tanpa khabar, (5) an mashdariyah masuk pada fi’il amr, (6) athaf pada kata yang jauh, (7) athaf pada makna, bukan pada lafadznya, (8) mubtada' dengan isim nakirah, (9) mengawali kata dengan dlarf, (10) penggunaan harf jazm lamma:, (11) penggunaan wa:wu setelah muna:da: mudha:f, dan (12) badal terhadap isim nakirah. Efek Makna dari Stilistika Sintaksis AlQur’an Pada Surat Al-Baqarah Dalam tinjauan ilmu semantik bahasa Arab (Bala:ghah) dan tafsir Al-Qur’an, ternyata stilistika sintaksis di atas menghadirkan efek makna dan estetika tertentu, yaitu: (1) penegasan makna (tauki:d). Ia berfungsi sama dengan kata”inna” dan “anna” yang berarti “sesungguhnya”. Namun Allah SWT sering mengungkapkannya dalam Al-Qur’an dengan pola kalimat yang berbeda, seperti menambahkan huruf ja:rr pada khabar, la:m tauki:d, pengulangan kata dan sebagainya. Semuanya memiliki efek makna yang sama yaitu penguatan atau penegasan. (2) Kelugasan dan kejelasan dalam pemberian argumen. Efek ini tercermin dalam stilistika perubahan I’ra:b, penggabungan kata dan penghilangan unsur kalimat. (3) Pengkhususan makna (takhshish). Ini tercermin dalam pembalikan posisi kata, seperti mendahulukan khabar dari mubtada, mendahulukan maf’u:l dari fa:’il. Dan (4) memperkuat unsur estetika (keindahan) dalam kalimat. Hal ini terlihat dalam pengulangan dan penambahan kata dalam kalimat- kalimat Al-Qur’an 145 | BAHASA DAN SENI, Tahun 38, Nomor 2, Agustus 2010 Tabel Stilistika Sintaksis No Unsur Stilistika Bentuk-Bentuk 1 Penghilangan a. Penghilangan mubtada' huruf dan kata b. Penghilangan khabar c. Penghilangan fi'il d. Penghilangan ya:’ mutakallim dan ya:' manqu:sh e. Penghilangan mudha:f ilaih dan makhsu:sh adzdzamm Jumlah 2 Penambahan a. Penambahan harf jar Huruf dan Kata b. Penambahan dhami:r fashl c. Penambahan dhami:r munfashil setelah la:m nafy d. Penambahan la:m tauki:d e. Penambahan mi:m jama' pada isim isya:rah f. Penambahan ha:' sakt Jumlah Perubahan bentuk a. Perubahan bentuk muannats dan mudzakkar 3 4 kata ganti dan kata tugas b. Perubahan fungsi harf c. Perubahan letak harf d. Perubahan dari mukha:thab ke gha:ib Mendahulukan kata tertentu dan mengakhirkan yang lain a. Mendahulukan maf'u:l (ma'mu:l) atas fi'il dan fa:'ilnya b. Mendahulukan muta'alliq (harf ja:rr) dari muta'allaq Jumlah a. Menggabungkan dua harf b. Menggabungkan dua kata 5 Penggabungan beberapa huruf dan kata 6 Pengulangan kata dan kalimat Jumlah 7 Perubahan struktur . Frekuensi 5 7 14 8 10 44 19 11 3 5 4 1 43 3 4 5 1 13 11 29 40 25 1 26 a. Mengulang isim dla:hir b. Mengulang kalimat c. Mengulang kata 6 2 3 d. Menyambung jama' dengan mufrad pada kata yang sama e. Mengulang fi’il Jumlah a. Penggunaan dhami:r munfashil untuk sya'n b. Harf syarat tanpa jawab c. Am sebagai kata pembuka d. Ka:na tanpa khabar e. An masdariyah masuk pada fi’il amr f. Athaf pada kata yang jauh g. Athaf pada makna bukan lafadz h. Mubtada' dengan isim nakirah i. Mengawali kata dengan dlaraf j. Penggunaan harf jazm lamma: k. Penggunaan wa:wu setelah muna:da: mudha:f l. Badal terhadap isim nakirah Jumlah 1 2 14 1 3 3 2 1 2 1 1 2 1 2 1 20 Syafaat, Struktur Al-Qur’an Surat Al-Baqarah | 146 PEMBAHASAN Bentuk-Bentuk Stilistika Sintaksis AlQur’an Pada Surat Al-Baqarah Penghilangan Huruf dan Kata Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa dalam surat Al-Baqarah ditemukan 44 kalimat yang mengandung unsur penghilangan, yang terklasifikasikan ke dalam lima bentuk stilistika, yaitu: (1) penghilangan mubtada', (2) penghilangan khabar, (3) penghilangan fi'il, (4) penghilangan ya:’ mutakallim dan ya:’ manqu:sh, dan (5) penghilangan mudha:f ilaih dan makhsu:sh adz-dzamm. Contoh dari penghilangan mubtada’ adalah kalimat: shummun bukmun 'umyun = tuli, bisu dan buta (QS. Al-Baqarah: 18). Tampak sekali, kalimat tersebut sangat sederhana dan minimalis, yakni tidak terdapat mubtada' dan kata pendukung lainnya. Sepintas, ia tidak bisa dipahami, karena dalam bahasa tulis diperlukan kejelasan referensi. Mustahil bahasa Al-Qur’an hadir tanpa makna, bahkan kondisi seperti itulah yang menjadikan eksistensi mukjizat semakin jelas. Melalui piranti buku tafsir, kebuntuan tersebut bisa dipecahkan. Menurut As-Shabuni (tanpa tahun: I/37) bentuk asal dari kalimat tersebut adalah: hum kash shummi wal bukmi wal 'umyi = mereka bagaikan orang yang tuli, bisu, dan buta. Setelah ditambahkan dua kata; "hum" dan "ka", kalimat tersebut semakin jelas strukturnya. "Hum" berfungsi sebagai mubtada' dan Ka berfungsi sebagai kata penghubung yang mengkaitkan antara "hum" dengan shummun, bukmun, dan umyun. Adapun contoh penghilangan fi’il adalah kalimat: fa in khiftum fa rija:lan aw rukba:na: = jika kalian takut, maka berjalan-kakilah atau berkendara (QS. AlBaqarah:139). Pada kalimat di atas, fi'il dan fail-nya dihilangkan sekaligus, hal itu tidak bisa diterima sebab setiap maf’u:l harus didahului fi'il dan fa:’il. Kata "farija:lan" sebagai maf'ul yang tidak didahului oleh fi'il dan fa:'il. Jadi semestinya (fa in khiftum fa shallu: rija:lan aw rukba:na: = Jika kalian takut, maka shalatlah dengan berjalan kaki atau berkendara). Dalam buku La: Tahzan, tidak diketemukan kasus seperti di atas, misalnya pada kalimat: al-i:ma:nu wal ‘amalus sha:lihu huma: sirru haya:tika = keimanan dan amal shalih itu rahasia hidupmu (Al-Qarany, 2004:16). Kalimat tersebut terdiri atas struktur mubtada' dan khabar. Kedua unsur inti dalam kalimat tersebut tidak ada yang dihilangkan. Contoh tersebut mewakili struktur jumlah ismiyyah dalam susunan bahasa Arab non Al-Qur’an. Penambahan Huruf dan Kata Dalam surat Al-Baqarah ditemukan 43 kalimat yang salah satu unsurnya berupa penambahan. Kalimat-kalimat tersebut terklasifikasikan menjadi enam bentuk stilistika sintaksis, yaitu: (1) penambahan harf ja:rr, (2) penambahan dhami:r fashl, (3) penambahan dhami:r munfashil setelah la:m nafy, (4) penambahan la:m taukid, (5) penambahan mi:m jama' pada isim isya:rah, dan (6) penambahan ha:' sakat. Contoh kalimat dari penambahan itu adalah: wa ula:ika hum al-muflihu:n = dan merekalah orang yang beruntung (QS. AlBaqarah:5). Kalimat tersebut mengandung unsur penambahan dhami:r fashl berupa kata "hum" yang jatuh setelah "ula:ika". Dalam ungkapan umum bahasa Arab, dhami:r fashl dipakai untuk menghilangkan kerancuan makna atau mempertegas posisi mubtada' dan khabar, namun dalam kalimat di atas fungsi dhami:r hanya sebagai penambah unsur estetis, meski tidak menyalahi kaidah nahwu. Dalam contoh kalimat: wa la: hum yahzanu:n = mereka tidak merasa susah (QS. Al-Baqarah:38) ada penambahan dhami:r 'hum' di sela-sela fi’il dan harf nafy. Para ahli berbeda pendapat tentang kedudukan kalimat tersebut, ada yang berpendapat 147 | BAHASA DAN SENI, Tahun 38, Nomor 2, Agustus 2010 fungsi 'hum' di sini sebagai tauki:d saja, kalimat asalnya adalah: wa la: yahzanu:n, tanpa kata “hum”. Sedang yang lain berpendapat 'hum' sebagai mubtada' dan "la:" ikut pada fi’il-nya yang ditakwil menjadi: wa hum la: yahzanu:n. Contoh lainnya, pada kalimat: innaka idzan la min adh-dha:lli:n = Sesunggunya kamu termasuk orang yang tersesat (QS. Al-Baqarah:145) terdapat penambahan la:m tauki:d pada khabar yang diawali harf ja:rr. Bila dibandingkan dengan struktur sintaksis yang terdapat dalam buku La Tahzan, susunan seperti di atas jarang dijumpai. Misalnya pada kata: wa la: yusha:bu:na bi alihba:th wa alya’si = mereka tidak menderita depresi dan putus asa (Al-Qarany, 2004:116). Kalimat tersebut terdiri dari la: nafiy, fi'il mudha:ri', tapi dhami:r munfashilnya tidak ditampakkan. Contoh kalimat yang lain yaitu: wa ma: lakum min du:n alla:hi min waliyyin wa la: nashi:rin = Dan tidaklah kalian dari selain Allah menjadi pelindung dan penolong (QS. AlBaqarah:107). Perubahan Bentuk Kata Ganti dan Kata Tugas (Preposisi) Secara kuantitatif, jumlah perubahan bentuk dan struktur kata atau kalimat ada 14, kesemuanya dapat diklasifikasi menjadi empat macam unsur stilistika sintaksis, yaitu: (1) perubahan bentuk muannats dan mudzakkar, (2) perubahan fungsi harf, (3) perubahan letak harf, dan (4) perubahan dari mukhatab ke gha:ib. Pada kalimat: wa lahum fi:ha: azwa:jun muthahharah = dan mereka memiliki istriistri yang suci di surga (QS. Al-Baqarah:25) terdapat contoh perubahan bentuk muannats dan mudzakkarr. Na’at dari jama' a:qil berbentuk muanntas yang semestinya mudzakkar, yaitu wa lahum fi:ha: azwa:jun muthahharu:n. Dalam buku La: Tahzan, hampir tidak ditemukan ketidaksesuaian bentuk mudzak- kar dan muannats, misalnya: Ha:dzihi: hulalun mansu:jah yartadi:ha: as-su'ada' = Inilah perhiasan yang dirangkai dan dipakai oleh orang-orang yang bahagia (Al-Qarany, 2004:73). Kalimat tersebut sesuai dengan kaidah nahwu bahwa setiap jama’ ghairu ’a:qil dianggap muannats. Kata ”mansu:jah” dijadikan ta’ni:s dengan menambah huruf ta:’ di akhirnya sebab ia menjadi na’at dari kata ”hulal” (berjenis jama’ ghairu ’a:qil). Contoh lain tentang perubahan susunan adalah pada kalimat: awa kullama: 'a:hadu: ’ahdan nabadzahu: = apakah mereka setiap berjanji tidak menepatinya? (QS. AlBaqarah:100). Pada kalimat tersebut terdapat 'wa:wu athaf' yang diapit hamzah istifha:m dengan harf syarat. Dalam konteks sintaksis umum bahasa Arab jarang wa:wu yang terletak di tengah. Dalam hal ini terdapat dua aliran, yaitu: (a) aliran Sibawaih; menurutnya hamzah istifha:m itu posisinya setelah harf athaf, akan tetapi bila menjadi kalimat pembuka maka didahulukan dari harf athaf, dan ini berbeda dengan 'hal' istifha:m, (b) aliran Zamakhsari; menurutnya bahwa harf wa:wu, fa', tsumma terletak setelah hamzah dan tidak ada hukum ta'khi:r dan taqdi:m, meski demikian fungsi athaf dari kata-kata tersebut tetap berlaku dengan menyimpan fi'il, yaitu: a (taf'alu:na) fala: ta'qilu:na (AdDarwisyi, 2002: 99). Galibnya, kata jama’ taksi:r (plural tak beraturan) yang menunjukkan makna berakal disifati dengan jama’ pula. Tapi dalam kalimat: wa lahum fi:ha: azwa:jun muthahharah, azwa:j—yang merupakan jama’ taksi:r berakal—disifati dengan kata mufrad mu’annats (singular maskulin), yaitu muthahharah. Memang, sejumlah ayat lain juga mengindikasikan adanya grammatical style yang berbeda dengan tatabahasa Arab pada umumnya. Contoh kasusnya adalah potongan ayat, “Janna:t ma’rusya:t” (AlAn’am:141). Kata janna:t yang merupakan Syafaat, Struktur Al-Qur’an Surat Al-Baqarah | 148 jama’ taksi:r tak berakal seharusnya disifati dengan mufrad mu’annats, tapi ternyata disifati dengan jama’ mu’annats sa:lim, yakni ma’ru:sya:t (Ad-Darwisyi, 2002:74). Mendahulukan Kata Tertentu dari Kata yang Lain Contoh dari paparan di atas adalah pada kalimat: wa min ma: razaqna:hum yunfiqu:n = dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan (QS. Al-Baqarah:3). Semestinya fi'il (yang juga mengandung fa:il) "yunfiqu:n" diawalkan dari maf’u:l-nya yang terdiri dari ja:rrmajru:r "min-ma:". Didahulukannya maf’u:l atas fi’il dan fa:’il-nya pada kalimat di atas adalah untuk memberi kesan bahwa penekanan kalimat bukan pada perintah infak itu sendiri melainkan Allah-lah yang menginfakkan melalui rezeki yang Dia berikan kepada hamba-Nya (Audah, 1995:375). Dalam buku La: Tahzan, tidak banyak ditemukan bentuk kalimat yang disorder dari segi urutan kecuali kalimat yang memang dikutip dari Al-Qur’an. Misalnya: fa la: tathlub ghairaha: li annahu: ali:mun bika= maka jangan mencari yang lain karena dia maha tahu terhadapmu (AlQarany, 2004:236). Sebaliknya, di dalam Al-Qur’an justru banyak ditemukan pembalikan susunan. Misalnya: Walla:hu bikulli syai-in ’ali:m = Sesungguhnya Allah maha mengetahui atas segala sesuatu. Contoh pertama kata ”’ali:m” diawalkan dari harf ja:rr ”bi”, sementara untuk yang kedua diakhirkan. Sedang pada contoh kalimat: wa Allahu bikulli syai-in 'ali:m = Dan Allah mengetahui segala sesuatu (QS. Al-Baqarah:282), maf’u:l bih (obyek kalimat), yang berupa frase bi kulli syai-in, seharusnya berada setelah khabar yang menjadi ‘a:milnya, yakni ‘ali:m. Tapi obyek kalimat justru menyelai di antara mubtada’ dan khabar (Ad-Darwisyi, 2002:82). Menurut Zarkasyi, kata ‘ali:m bermakna “mengetahui tanpa cacat” sehingga frase ta’alluq (yang terkait dengannya), yakni bi kulli syai-in, perlu didahulukan untuk tujuan tauki:d (alZarkasyi, 1972:522). Untuk kasus kalimat: faqali:lan ma: yu'minu:n = Sedikit sekali mereka yang beriman (QS. Al-Baqarah:88), fa' di sini merupakan huruf isti’na:fiyah (pembuka). Kata qali:lan merupakan sifat dari masdar yang dibuang, yakni i:ma:nan. Struktur kalimat ayat di atas tidak mengikuti tatabahasa Arab seperti biasanya. Sebab qali:lan yang merupakan kata keterangan seharusnya berada setelah kata yang diterangkannya, yakni yu’minu:n. Tujuannya adalah untuk menghadirkan stressing makna pada kata keterangannya (Ad-Darwisyi, 2002:137). Sementara itu untuk kalimat: wa la:kin ka:nu: anfusahum yadllimu:n = akan tetapi mereka dlalim pada diri sendiri (QS. AlBaqarah:57), kata anfusahum yang berposisi sebagai maf’u:l bihi (ma’mu:l) dalam ayat di atas mendahului fi’il (‘a:mil) yang menashab-kannya. Padahal dalam tatabahasa Arab, urutan wajarnya adalah fi’il, fa:il, dan maf’u:l bihi. Penggabungan Beberapa Huruf dan Kata Jumlah penggabungan yang menjadi kekhasan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ada 26 kalimat dan dapat diklasifikasi menjadi dua macam unsur stilistika sintaksis yang terkait dengan penggabungan beberapa huruf atau kata, yaitu: (1) menggabungkan dua harf dan (2) menggabungkan dua kata. Contoh dari keduanya yaitu: fa in ma: ya:’tiyannakum minni: hudan = Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu (QS. AlBaqarah:38) dan pada kalimat: in tubdush shadaqa:ti fa ni'imma: hiya = Jika kalian menampakkan shadaqah maka itu yang terbaik (QS. Al-Baqarah:271). Dalam buku La: Tahzan yang merupakan representasi bahasa Arab non AlQur’an, sedikit sekali penggabungan dua 149 | BAHASA DAN SENI, Tahun 38, Nomor 2, Agustus 2010 kata seperti contoh ayat di atas. Misalnya, penggabungan kata "in syarthiyyah" dengan "la: nafiyah" menjadi "illa:" dalam kalimat: fa ra-a: ad-dunya jami:lah kama: khuliqat, wa illa: taghabbasya mindlaruhu: Maka dia melihat dunia itu indah sebagaimana tercipta, jika tidak maka penghilatannya kabur (Al-Qarany, 2004:138). Dari bentuk tulisan, tidak ada bedanya antara illa: istitsna' dengan illa: syarthiyyah tersebut, namun dari segi arti jelas berbeda, yang pertama berarti "kecuali" dan yang kedua berarti "jika tidak". Khusus penggabungan pada illa:, baik dalam Al-Qur’an maupun non Al-Qur’an banyak dijumpai. Sedang kata "ni'imma:” hanya dijumpai dalam Al-Qur’an saja. Pengulangan Kata dan Kalimat Unsur pengulangan tercermin dalam kalimat: wa ittaqulla:ha wa yu'allimukumulla:ha wa Alla:hu bikulli syai-in 'ali:m = dan takutlah pada Allah niscaya Allah akan mengajari kalian dan Allah mengetahui segala sesuatu (QS. Al-Baqarah:282), yaitu pengulangan kata “Allah” yang biasanya diganti dhami:r, bentuk-bentuk semacam ini merupakan stilistika sintaksis Al-Qur’an. Pada kalimat: fa man ta'ajjala fi: yaumaini fa la: itsma 'alaihi wa man takhkhara fala: itsma alaihi liman ittaqa: = Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa (QS. Al-Baqarah:203) terdapat pengulangan fi’il dan maf’u:l. Hanya saja bentuk fi’il pertama adalah amr dan kedua adalah ma:dhi. Demikian juga pada contoh kalimat: wa ila:hukum ila:hun wa:hidun = dan Tuhan kalian adalah Tuhan yang satu (QS. AlBaqarah:163). Di sana terdapat pengulangan kata “ila:h” pada khabar. Hal yang hampir sama juga terdapat dalam kalimat: ha:fizu: 'ala: ash-shalawa:ti wa ash-shala:t al- wustha: = Jagalah beberapa waktu shalat dan shalat ashar (QS. Al-Baqarah:238). Di sana terdapat pengulangan kata yang mempunyai akar kata sama, yaitu shalat dan bentuk jama'-nya shalawa:t. Sedang pada contoh kalimat: inna Alla:h yahibbu attawwa:bi:na wa yuhibbu al-mutathahhiri:n = Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang bertaubat dan menyukai orangorang yang bersuci (QS. Al-Baqarah:222), terdapat pengulangan fi'il, yakni yuhibbu yang dalam ungkapan bahasa Arab umumnya cukup diwakili dengan harf athaf tanpa perlu dilakukan pengulangan. Perubahan Struktur (Tarki:b) Adapun kalimat setelahnya memiliki dua alternatif analisa struktur bahasa. Pertama, muharram adalah khabar muqaddam, dan ikhra:juhum sebagai mubtada’-nya. Jumlah ismiyah ini menjadi khabar jumlah dari huwa. Kedua, muharram—yang notebene adalah isim maf’u:l— difungsikan seperti fi’il-nya sehingga dapat me-rafa’-kan na:’ib al- fa:il-nya, yakni ikhra:juhum (Ad-Darwisyi, 2002:134). Sementara itu pada contoh kalimat: law la: yu'allimukumulla:hu aw ta'ti:na: a:yah = Seyogyanya Allah mengajari kalian atau datang pada kami satu ayat (QS. AlBaqarah:118), terdapat kata 'law' yang biasanya berfungsi sebagai harf syarat dan membutuhkan jawa:b, sedang pada contoh di atas tidak terdapat jawa:b as-syarthi. Pada kalimat: am kuntum syuhada:a idz hadhara ya:’qu:ba al-maut = Adakah kamu menjadi saksi ketika Ya`qub kedatangan (tanda-tanda) maut (QS. Al-Baqarah:133) merupakan contoh didahulukannya kata am yang biasanya berfungsi menghadirkan makna opsi dari dua kata atau lebih. Namun pada kalimat di atas am berfungsi memutus rantai makna dengan kalimat sebelumnya. Dalam beberapa kitab tafsir, am tersebut disamakan dengan fungsi bal. Pada kalimat: wa in ka:na dzu: 'usratin fa nadhiratun ila: Syafaat, Struktur Al-Qur’an Surat Al-Baqarah | 150 maisarah = Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan (QS. Al-Baqarah:280) terdapat kata kana yang biasanya disertai isim dan khabar-nya. Akan tetapi khabar pada kalimat di atas tidak ditemukan. Dalam sintaksis Arab ka:na seperti ini dinamakan ka:na ta:mm. Bila diteliti, ternyata dhami:r hi pada kalimat: fa man 'ufiya lahu: min akhi:hi syai-un = Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya (QS. Al-Baqarah:178) tidak merujuk pada isim, akan tetapi pada makna dari man ‘ufiya lahu. Padahal dalam kaidah tidak lazim merujukkan dhami:r pada fi'il atau pada makna. Sementara itu, kata matsu:bah pada kalimat: lamatsu:batun min 'indilla:hi khair = Pahala dari sisi Allah adalah lebih baik (QS. Al-Baqarah:102) berposisi sebagai mubtada', akan tetapi ada aturan bahwa mubtada' itu harus makrifah, kecuali jika ada hal lain yang membolehkan (musawwigha:t). Agak ganjil bila sebuah kalimat diawali oleh keterangan waktu (dlaraf) atau preposisi seperti kalimat: fi ad-dunya wa alakhirah = Di dunia dan di akherat (QS. AlBaqarah:220). Pemisahan kalimat dalam AlQur’an ditandai dengan ra'su ayat, dan untuk kalimat di atas diawali dlaraf, dengan demikian seakan kata tersebut tak bermakna lantaran terisolir oleh ra’su a:yat. Umumnya kata lamma dipakai dalam konteks syarat, sedang kata lamma pada kalimat: wa lamma: ya:’tikum matsalu alladzi:na khalau min qablikum = Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu (QS. Al-Baqarah:214) berfungsi sebagai harf jazm dan bermakna nafy. Harf jazm yang sering dipakai adalah lam dengan tanpa disambung ma. Pada kalimat: rabbana: wa la: tahmil 'alaina = wahai Tuhan jangan Engkau bebani kami (QS. AlBaqarah:286) terdapat wa:wu yang diapit isim muna:da dan la: nahy. Wa:wu berfungsi menyambung dua kata yang setara, sedang pada kalimat di atas fungsi wa:wu bukan athaf melainkan wa:wu isti'na:f. Kalimat: fidyatun tha'a:mu miski:n = membayar fidyah berupa makanan untuk faqir miskin (QS. Al-Baqarah:184) menunjukkan adanya badal pada bentuk yang berbeda, yaitu mem-badal-kan isim makrifah pada isim nakirah. Efek Makna dari Stilistika Sintaksis AlQur’an pada Surat Al-Baqarah Setiap pilihan kata atau kalimat yang digunakan oleh seseorang pasti memiliki latar belakang, motif dan maksud tersembunyi, meski ada kesamaan dalam kosakata dan struktur dengan orang lain. Itulah yang disebut dengan efek makna, terutama dalam ungkapan Al-Qur’an. Al-Khalidi (2004:8) berpendapat bahwa dalam Al-Qur’an terdapat kata-kata yang antonim (mutadha:ddah), hiponim (mutakafi’ah), homonim (mutaqa:ribah), namun tidak dijumpai sinonim (mutara:difah). Alasannya, mustahil Allah tersebut mengungkapkan kosakata yang berbeda tanpa ada tujuan, sehingga muncul jargon: La: tara:dufa fi AlQur’an (Tidak ada sinonim dalam AlQur’an). Terkait dengan contoh penghilangan huruf dan kalimat, pada QS. Al-Baqarah:18 dan Al-Baqarah:139, terdapat kesan makna yang ringkas dan padat. Kalimat: shummun bukmun 'umyun, apabila dijabarkan sesuai aturan qawa:’id nahwiyah niscaya menjadi panjang dan bertele-tele. Inilah yang dalam ilmu balaghah disebut tasybi:h bali:gh (perumpamaan singkat yang memiliki unsur keindahan). Ada tiga unsur yang dibuang dalam kalimat di atas, yaitu musyabbah (subjek yang diserupakan), a:dat al-tasybi:h (kata untuk mengungkapkan keserupaan), dan wajh al-syibh (objek yang diserupakan) dan ketiga kata tersebut memiliki “muatan pesan” yang sama, yakni penolakan terhadap kebenaran (haqq) yang dilakukan oleh 151 | BAHASA DAN SENI, Tahun 38, Nomor 2, Agustus 2010 orang kafir (Ad-Darwisyi, 2002:58-61). Demikian juga halnya dengan penghilangan mudha:f ilaih dan ya:’ mutakallim, lebih banyak disebabkan mafhu:m-nya makna, baik melalui konteks kalimat atau harakat huruf. Bentuk stilistika penambahan kata, juga mengandung nuansa makna tauki:d (penegasan), sebagaimana pada contoh QS. AlBaqarah:38: La: khaufun ‘alaihim wa la: hum yahzanu:n. Tampak jelas pada ayat di atas bahwa hanya orang yang mengikuti petunjuk Allah sajalah yang tidak akan takut maupun sedih. Seandainya tidak ada penambahan dhamir “hum” sebelum “yahzanu:n”, kalimat tersebut akan bermakna: “Orang-orang yang mendapatkan hidayah tidak akan takut dan bersedih, sebagaimana orang lain juga mendapatkannya”. Dalam hal ini penyebutan “hum” itu berdampak pada penguatan tekanan pada obyek (tauki:d). Dengan kata lain, selain Allah tak ada satu pihak pun yang ditakuti atau dapat dijadikan tumpuan hidup (Ad-Darwisyi, 2002:155). Secara umum menurut Musa Abdurrazaq (2010) perubahan posisi kata atau kalimat dalam Al-Qur’an memiliki tiga efek: (1) menciptakan keteraturan susunan (mura:’a:tus siya:q), (2) keindahan urutan kalimat (husnu intidla:m al-kala:m), (3) pengkhususan makna (li at-takhshish). Untuk bentuk stilistika perubahan posisi yang terdapat pada QS. Al-Baqarah:100, mencerminkan unsur keindahan susunan kalimat (husnu intidla:m al-kala:m). Pada ayat tersebut terdapat harf wa:wu yang diapit oleh hamzah istifha:m dan kullama:. Huruf hamzah dikatagorikan huruf berat (tsaqil) sebab makhrajnya di tenggorokan paling bawah, sehingga ia ditempatkan di awal untuk memudahkan pengucapan dan memperindah urutannya. Hal yang hampir sama terdapat pada QS. Al-Baqarah:3 dan Al-Baqarah:282, yang mendahulukan jarr majrur daripada kata ”ali:m” atau ”bashir”. Namun, menurut Zarkasyi, kata ‘ali:m bermakna “mengetahui tanpa cacat” sehingga frase ta’alluq (yang terkait dengannya), yakni bi kulli syai-in, perlu didahulukan untuk tujuan tauki:d (al-Zarkasyi, 1972:522). Sementara itu, penggabungan kata pada kata imma: yang terdapat dalam QS. AlBaqarah:38 dan QS. Al-Baqarah:271, menurut Al-Zarkasyi, (1972:429) berasal dari kata ‘in syarthiyyah’ yang digabung dengan ‘ma taukid’, dan menurut Imam Zujaj penyebab idgha:m adalah adanya nu:n tauki:d setelahnya (Jadi kata "imma:" di atas tidak diterjemahkan dengan "adakalanya/bisa jadi", akan tetapi diterjemahkan "sungguh jika."). Jadi efek maknanya adalah penegasan (tauki:d). Efek makna yang timbul pada kalimat: wa ittaqulla:ha wa yu'allimukumulla:hu wa Alla:hu bikulli syai-in 'ali:m (QS. AlBaqarah:163) adalah penegasan keagungan Allah. Kata Allah diulang tiga kali dan semuanya menggunakan isim dla:hir, yang semestinya dua kata berikutnya menggunakan isim dhami:r. Menurut Az-Zarkasyi (1972:500) penyebutan isim dla:hir yang semestinya isim dhami:r bertujuan untuk ta’dhi:m (mengagungkan Allah). Terdapat pula dalam Al-Qur’an, kata yang memiliki makna optional diletakkan di awal kalimat sebagaimana pada QS. AlBaqarah:133: am kuntum syuhada:a idz hadhara. Di sana kata 'am' berfungsi sebagai munqathi'ah (pemutus hubungan struktur dengan kalimat sebelumnya) dan menyimpan makna 'bal' serta hamzah istifha:m, yang berfungsi li al-inka:ri (untuk menegasikan potensi kemungkinan terjadinya sesuatu) dan li at-taubi:kh (untuk menunjukkan kelemahan argumen musuh agar merasa kalah dan malu). Ash-Shabuny (tt:138) menafsirkan kata 'am tersebut dengan ”tetapi akankah kalian”, dengan demikian kata ’am pada beberapa ayat tidak diartikan sebagai opsi. Syafaat, Struktur Al-Qur’an Surat Al-Baqarah | 152 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Setelah dilakukan komparasi antara teks-teks Al-Qur’an dan non Al-Qur’an, ditemukan beberapa kekhasan dan gaya bahasa dari aspek sintaksis, yang disebut dengan stilistika sintaksis. Setiap gaya bahasa yang terpakai dalam Al-Quran, memiliki efek makna tertentu yang menambah nilai keunggulan dari sang penciptanya. Pada surat Al-Baqarah ditemukan tujuh bentuk stilistika sintaksis, yaitu (1) penghilangan huruf dan kata, (2) penambahan huruf dan kata, (3), perubahan bentuk kata ganti dan kata tugas, (4) mendahulukan kata tertentu dan mengakhirkan kata yang lain, (5) penggabungan beberapa huruf dan kata, (6) pengulangan kata dan kalimat, dan (7) perubahan struktur. Adapun efek makna yang hadir dalam stilistika di atas, adalah: (1) penegasan makna (tauki:d). Ini tercermin dalam penambahkan huruf ja:rr pada khabar, la:m tauki:d, pengulangan kata dan sebagainya. (2) Kelugasan dan kejelasan dalam pemberian argumen. Efek ini tercermin dalam stilistika perubahan I’ra:b, penggabungan kata dan penghilangan unsur kalimat. (3) Pengkhususan makna (takhshish). Ini tercermin dalam pembalikan posisi kata, seperti mendahulukan khabar dari mubtada, mendahulukan maf’u:l dari fa:’il. Dan (4) memperkuat unsur estetika (keindahan) dan variasi kalimat. Saran Berdasarkan temuan yang terkait dengan kekhasan bahasa Arab Al-Qur’an di atas, disarankan pada para pengajar ilmu nahwu (sintaksis bahasa Arab) untuk tujuan khusus penterjemahan Al-Qur’an atau penda-laman tafsir, hendaknya memasukkan satu bab khusus dalam kurikulum yaitu kekhasan (stilistika) sintaksis Al-Qur’an, dengan harapan pembelajar mampu memahami ungkapan Al-Qur’an dengan mudah serta mampu menangkap efek makna yang ditimbulkan dari stilistika Al-Qur’an tersebut. Disamping itu, dengan memfokuskan diri pada stilistika Al-Qur’an dalam aspek nahwu, pembelajaran nahwu menjadi lebih terarah, efektif dan efisien dalam rangka memahami ungkapan Al-Qur’an. DAFTAR RUJUKAN Ad-Darwisyi, Muhyiddin. 2002. I’ra:b AlQur’a:n wa Baya:nuh. Damaskus: Dar Ibn Katsir. Juz I Adzimah, Muhammad Abd Khaliq. 1972. Dira:sa:t li Uslu:b Al-Qur’a:n. Kairo: Mathba'ah As-Sa'adah Al-Ghalayaini, Mustofa. Ja:mi’ ud- Duru:s al-Arabiyyah. Beirut: Dar al-Fikr Al-Jarim, Ali dan Mustofa Amin. 2002. AlBala:ghah al-Wa:dhihah. Kairo: alMaktabah al-Ilmiyyah Al-Khalidi, Shalah Abd Fattah. 2004. Latha:if Qura:niyyah. Damaskus: Dar alQalam. Al-Muhdar, Y.A dan Arifin, B., 1983. Sejarah Kesusastraan Arab. Surabaya: PT. Bina Ilmu Al-Qaisy, Maky Abi Thalib. 1984. Musykil I'ra:b al-Qur'a:n. Damaskus: Majma' alLughah al-Arabiyyah Al-Qarany, Aid Abdullah. 2004. La: Tahzan. Kairo: Maktabah al-Abikan Aminuddin. 1995. Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra. Semarang: IKIP Semarang Press Ash-Shabuny, Mohammad Ali. Tanpa tahun. Safwat at-Tafa:si:r, Beirut: Dar alFikr Audah, Abu Audah. 1995. Syawa:hid fi: alI’ja:z al-Qur’a:ny. Amman: Dar Wathaniah Az-Zarkasyi. 1972. Al-Burha:n fi: Ulu:m al-Qur'a:n. Kairo: Isa al-Babi al-Halabi wa asy-Syirkah Bogdan, Robert, C. dan Biklen, Sari Knopp. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to theory and Methods. London: Allyn and Bacon, Inc. 153 | BAHASA DAN SENI, Tahun 38, Nomor 2, Agustus 2010 Hartoko, Dick, dan D. Rachmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius Hidayat, D. 2005. Tajribah Haula Ta’li:m Al-Lughah Al-Qur’a:niyyah Li al-Kib:ar Fi: Masjid Agung Sunda Kelapa bi Ja:karta. Makalah disampaikan dalam Seminar Internasional “Enhancing The Level of Arabic and Its Role in Dealing with The Challenge of Globalization” in Makasar 8-10 September 2005 Lecce, Geoffrey. 1984. Style in Fiction. London: Longman Musa, Abdurrazaq. 2010. Al-I’ja:z alBala:ghiy fi: at-Taqdi:m wa at-Ta’khi:r (Online). Diakses dari: http://quran- m.com/container.php?fun=artview&id=6 57, tanggal 15 Maret 2011. Qalyubi, Syihabuddin. 1997. Stilistika AlQur’an. Yogyakarta: IAIN SUKA Press Shihab, M. Quraish. 1998. Wawasan AlQur’an. Bandung: Penerbit Mizan Sudjiman, Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti Syamsuddin, Sahiron. 2003. Hermeneutika Al-Qur’an Mazhab Yogya. Yogyakarta: Jurnal Islamika. Zarqani, Muhammad Abd Adzim. Tanpa tahun. Mana:hil al-Irfa:n fi: Ulu:m AlQur’a:n Kairo: Isa al-Ba:bi al-Halabi wa Syirkah