1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan ekonomi adalah kegiatan menjalankan perusahaan. Setiap kegiatan ekonomi
atau kegiatan menjalankan perusahaan harus memenuhi unsur dan syarat-syarat: dilakukan
secara terus menerus, dilakukan secara terang-terangan, dan bertujuan mencari keuntungan.1
Perusahaan atau sering juga disebut korporasi merupakan bagian dari kegiatan
ekonomi, atau lebih tepatnya sebagai salah satu pelaku ekonomi.Korporasi atau perusahaan
memegang peranan penting dalam perputaran roda perekonomian. Memahami perusahaan juga
seharusnya menggunakan metode pendekatan mikro dan metode pendekatan makro, sehingga
pemahaman mengenai perusahaan akan utuh. Melalui pendekatan mikro dikaji hubungan antara
para pihak dalam perusahaan (internal) dan juga antara perusahaan dengan pihak ketiga
(eksternal). Dengan melakukan pendekatan makro akan diperoleh gambaran yang utuh mengenai
pemahaman perusahaan, karena dalam pendekatan makro dikaji mengenai campur tangan negara
dalam kegiatan perusahaan sehingga tercipta suatu masyarakat ekonomi yang sehat dan wajar,
begitu juga tentang perusahaan dari berbagai sudut pandang seperti sosiologis, ekonomi, atau
pun manajemen.2
Perusahaan atau korporasi dalam menjalankan kegiatannya wajib memperhatikan
berbagai aspek disekitarnya, termasuk aspek yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
1
Sri Redjeki Hartono, Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia,(Malang: Bayumedia, 2007), hlm
15
2
Yonathan A. Pahlevi, “Aspek Hukum Perseroan Terbatas (Struktur dan Legalitasnya)”,
http://ideapahlevi.blogspot.com/2013_08_01_archive.html
1
Lingkungan hidup sebagai sumber daya merupakan asset yang sangat diperlukan untuk
menyejahterakan masyarakat.
Konstitusi (UUD 1945) sebagai hukum tertinggi yang menjadi sumber hukum formil
maupun materiil telah diamandemen sebanyak 4 (empat) kali. Sejatinya perubahan tersebut
dimaksudkan untuk merespon perkembangan dan dinamika zaman. Secara umum perubahan
tersebut mengarah kepada bidang politik, hukum, sosial dan lain-lain. Dibidang hukum antara
lain menyangkut pemilihan presiden secara langsung (direct democracy), pembatasan kekuasaan
presiden dan lain-lain. Dibidang hukum amandemen UUD 1945 menyangkut lahirnya lembaga
Negara baru (Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial dan lain-lain).3
Salah satu aspek penting dari amandemen UUD 1945 adalah lahirnya suatu gagasan
tentang pentingnya lingkungan hidup (ecocracy) yang sehat sebagai bagian dari hak asasi
manusia. Hal ini kemudian dinormakan dalam UUD 1945. Secara jelas dalam Pasal 28 H ayat
(1) “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Adanya
ketentuan hak asasi bagi setiap orang sebagaimana dimaksud diatas mengharuskan negara untuk
menjamin terpenuhinya hak tersebut. Disisi lain kita sebagai warga Negara mempunyai
kewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat.Disamping diatur dalam Pasal 28 H ayat 1, pengelolaan lingkungan hidup yang sesuai juga
diatur dalam ketentuan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.4
3
Kementrian
Lingkungan
Hidup,
“Nuansa
Hijau
Konstitusi
http://penegakanhukum.menlh.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=249&Itemid=145
4
Ibid
Kita”,
2
Pengaturan lingkungan hidup yang pada awalnya dimuat dalam Undang-Undang
kemudian “diangkat” dalam UUD merupakan suatu upaya serius yang dilakukan oleh
pemerintah untuk menjamin keberlangsungan fungsi lingkungan hidup agar dapat dinikmati oleh
generasi yang akan datang. Konsekuensi dari diaturnya lingkungan hidup ke dalam UUD 1945
adalah kebijakan, rencana dan/atau program yang dilaksanakan oleh pemerintah harus melihat
aspek keberlanjutan lingkungan hidup.Dengan demikian kebijakan, rencana dan/atau program
yang tertuang dalam bentuk UU, Perpu, PP, Perda tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
konstitusional yang pro-lingkungan.5
Roda perekonomian dalam mendukung pembangunan diharapkan tetap menjaga
lingkungan hidup, sehingga proses pembangunan yang berkelanjutan diharapkan dapat berjalan
dengan maksimal. Lebih dari 30 tahun, Indonesia telah menempatkan pertumbuhan ekonomi
sebagai indikator keberhasilan. Dengan paradigma pembangunan yang dianut, pertumbuhan
ekonomi, paling tidak sebelum terjadi krisis ekonomi, melaju dengan tingkat pertumbuhan
hampir mencapai 8% per-tahun.6 Namun demikian, sangat disayangkan bahwa laju pertumbuhan
ekonomi tersebut harus ditebus dengan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan yang hebat.
Kerusakan lingkungan (atau faktor yang mempunyai potensi menimbulkan kerusakan
lingkungan) tidak menurun bahkan cenderung meningkat. Hal ini terlihat pada beberapa sektor
strategis di dalam pembangunan Indonesia seperti sektor kehutanan, pertanian dan perikanan
maupun pertambangan. Hal ini sebagai akibat pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
yang cenderung mengarah pada pola pengelolaan yang berorientasi jangka pendek.7
5
Ibid
6
Kementrian
Lingkungan
Hidup,
“Dewan
Pembangunan
http://www.menlh.go.id/dewan-nasional-pembangunan-berkelanjutan/
7
Ibid
Nasional
Berkelanjutan”,
3
Melihat pentingnya lingkungan hidup maka keberadaannya memang harus selalu
dijaga. Namun dalam kenyataannya lingkungan hidup itu sendiri tidak selalu dijaga. Berbagai
masalah berkaitan dengan pencemaran atau kerusakan lingkungan banyak terjadi dan pada
akhirnya membawa kerugian bagi masyarakat banyak.
Masalah kerusakan lingkungan hidup merupakan hal yang penting. Menurut
penyebabnya perusakan lingkungan hidup dapat disebabkan oleh alam dan faktor manusia.8
Pengertian manusia dalam hal ini adalah termasuk yang dilakukan melalui korporasi atau
perusahaan.
Perbuatan korporasi yang merusak lingkungan sudah pasti merupakan perbuatan
melawan hukum. Kekuatan korporasi baik secara modal maupun jumlah sumber daya
manusianya bersifat besar, sehingga tindakan perusakan lingkungan yang dilakukan oleh
korporasi sudah pasti akan membawa dampak yang lebih besar daripada tindakan perusakan
lingkungan yang dilakukan oleh orang secara pribadi.
Pada awalnya korporasi atau badan hukum (rechtpersoon) adalah subjek yang hanya
dikenal di dalam hukum perdata. Apa yang dinamakan badan hukum itu sebenarnya adalah
ciptaan hukum, yaitu dengan menunjuk kepada adanya suatu badan yang diberi status sebagai
subjek hukum, di samping subjek hukum yang berwujud manusia alamiah (natuurlijk persoon).
Dengan berjalannya waktu, pesatnya pertumbuhan ekonomi dunia yang mengarah ke globalisasi
dimana memberikan peluang yang besar akan tumbuhnya perusahaan-perusahaan transnasional,
maka peran dari korporasi makin sering kita rasakan bahkan banyak mempengaruhi sektor-sektor
kehidupan manusia. Dampak yang kita rasakan menurut sifatnya ada dua yaitu dampak positif
8
Lingkunganhidup.com,“Kerusakan
Lingkungan
Karena
Peristiwa
Bencana
http://www.artikellingkunganhidup.com/kerusakan-lingkungan-karena-peristiwa-bencana-alam.html
Alam”,
4
dan dampak negatif.Untuk yang berdampak positif, semua sependapat bahwa dampak positif itu
tidak menjadi masalah namun yang berdampak negatif inilah yang saat ini sering dirasakan.9
Mengingat korporasi dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan maka
korporasi harus dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban korporasi
pada dasarnya dapat dilakukan secara administrasi, pidana maupun perdata, termasuk dalam
kaitannya dengan lingkungan hidup. Pertanggungjawaban korporasi secara perdata dalam
perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerusakan lingkungan merupakan suatu hal
yang penting. Hal ini terlihat dari beberapa kasus yang terjadi. Salah satunya adalah kasus
pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh Lapindo Brantas Inc yang mengakibatkan kerugian
yang cukup besar bagi masyarakat.
Lapindo Brantas, Inc (Lapindo) bergerak di bidang usaha eksplorasi dan produksi
migas di Indonesia yang beroperasi melalui skema Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di
blok Brantas, Jawa Timur. Lapindo melakukan eksplorasi secara komersil di 2 Wilayah Kerja
(WK) di darat dan 3 WK lepas pantai dan saat ini total luas WK Blok Brantas secara keseluruhan
adalah 3.042km2.
Komposisi jumlah Penyertaan Saham (Participating Interest) perusahaan terdiri dari
Lapindo Brantas Inc. (Bakrie Group) sebagai operator sebesar 50%, PT Prakarsa Brantas sebesar
32% dan Minarak Labuan Co. Ltd (MLC) sebesar 18%. Dari kepemilikan sebelumnya, walaupun
perizinan usaha Lapindo terdaftar berdasarkan hukum negara bagian Delaware di Amerika
Serikat, namun saat ini 100% sahamnya dimiliki oleh pengusaha nasional.10
Dari berbagai kegiatan eksplorasi yang dilakukan, Lapindo telah menemukan
cadangan-cadangan migas yang berpotensi sangat baik, antara lain di lapangan Wunut yang
9
Wikipedia,
“Pertanggungjawaban
Korporasi”,
http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanggungjawaban_korporasi
10
Lapindo Brantas, “Company Profile: Profil Kita”, http://lapindo-brantas.co.id/id/about/profile/
5
terletak di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Lapangan Wunut dinyatakan komersial dan
mulai berproduksi pada bulan Januari 1999. Kemudian disusul oleh lapangan Carat di Kabupaten
Mojokerto juga yang telah dinyatakan komersial pada tahun 2006, lalu lapangan Tanggulangin
yang mulai dinyatakan komersial pada bulan Juni 2008. Untuk memajukan usahanya, Lapindo
didukung oleh 77 orang karyawan tetap dan kontrak, ditambah 142 orang dari kontrak pihak
ketiga. 11
Seiring dengan upaya pemenuhan perbaikan kuantitas dan kualitas SDM, Lapindo
telah menjalankan serangkaian program guna menunjang pelaksanaan Sistem Manajemen
Sumber Daya Manusia (SDM) Berbasis Kompetensi secara konsisten. Sistem tersebut diterapkan
sejalan dengan inisiatif Lapindo untuk memperbarui strategi-strategi SDM dan strategi
pengembangan bisnis secara keseluruhan melalui meningkatkan kemampuan karyawan kami.
Dalam rangka memantapkan dan menunjang semangat, etos, motivasi dan produktivitas kerja,
perusahaan
senantiasa
mengupayakan
peningkatan
kesejahteraan
pegawainya
dengan
memberlakukan kenaikan upah setiap tahunnya yang jatuh pada bulan April dengan menerapkan
merit increase, berdasarkan hasil kinerja (performance rating) yang dihasilkan dari online
performnace management system (PMS). Di samping itu, untuk menciptakan lingkungan kerja
yang hormonis serta menjunjung tinggi kerja sama tim, perusahaan selalu mengedepankan
kesetaraan kesempatan bagi seluruh karyawan perusahaan.12
Jika diperhatikan visi misi dan tindakan internal yang dilakukan Lapindo memang
cukup baik terutama terhadap karyawan. Namun sebagai sebuah korporasi, Lapindo juga terikat
tanggung jawab terhadap seluruh pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan tersebut
(stakeholder), termasuk atas pencemaran yang telah dilakukan.
11
12
Ibid
Ibid
6
Pada tanggal 29 Mei2006, lumpur panas menyembur dari rekahan tanah yang
jaraknya kurang lebih 200 meter dari sumur Banjar Panji-1 milik PT. Lapindo Brantas di desa
Renokenongo, kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo provinsi Jawa Timur, Indonesia.13
Dimana kebocoran gas tersebut berupa semburan asap putih dari rekahan tanah, membumbung
tinggi sekitar 10 meter. Semburan gas tersebut disertai keluarnya cairan lumpur dan meluber
kelahan warga. Semburan lumpur panas di kabupaten Sidoarjo sampai saat ini belum juga bisa
teratasi. Semburan yang akhirnya membentuk kubangan lumpur panas ini telah memporakporandakan sumber-sumber penghidupan warga setempat dan sekitarnya. Banyak pabrik yang
terpaksa harus tutup, puluhan hektar sawah dan pemukiman penduduk tak bisa digunakan dan
ditempati lagi, begitu pula dengan tambak-tambak bandeng, belum lagi jalan tol SurabayaGempol yang harus ditutup karena semua tergenang lumpur panas.
Pelanggaran korporasi yang dilakukan dan mengakibatkan banjir Lumpur Lapindo
masuk dalam ranah hukum administrasi, perdata dan pidana, yang mana merujuk pada kelalaian
yang dilakukan oleh Perusaahan yang menyebabkan kerusakan pada lingkungan yang ada di
Porong Sidoarjo. Kerusakan lingkungan akibat kelalalaian perusahaan yang tidak sengaja
melakukan pengeboran di tempat yang tidak semestinya aman dilakukan akibat salah
perhitungan, membawa dampak kerugian bagi para warga masyarakat Porong.Tindakan tersebut
mengakibatkan tergenangnya harta benda mereka termasuk tanah dan tempat tinggalnya. Selain
itu pemerintah juga menanggung kerugian dengan mengalokasikan dana dari APBN untuk
menanggulangi bencana lumpur Lapindo tersebut.Pertanggungjawaban korporasi dalam kasus
bencana Lumpur Lapindo, berdasarkan rencana awal penyelidikan yang dilakukan oleh Polda
Jawa Timur mengarah pada korporasi sebagai pembuat, maka Pengurus yang bertanggung
jawab, sedangkan secara perdata telah diajukan gugatan oleh YLBHI kepada Pengadilan Negeri
13
Wikipedia, “Lapindo Brantas Inc”, http://id.wikipedia.org/wiki/Lapindo_Brantas_Inc.
7
Jakarta Pusat. Selain itu organisasi Walhi juga telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan.
Upaya hukum sudah dilakukan namun hingga saat ini pertanggungjawaban Lapindo
secara perdata tidak pernah jelas. Lapindo tidak memberikan ganti rugi yang semestinya kepada
pihak-pihak yang dirugikan. Pemerintahpun akhirnya menyatakan Lapindo dinyatakan tidak
mampu membayar ganti rugi dan memberikan dana talangan Rp. 781 milyar.14Dengan alasan
kemanusiaan dan mencoba menyelesaikan kasus yang telah berjalan berlarut-larut, pemerintah
memang ingin segera menyelesaikan masalah ini melalui dana talangan. Hal ini tidak berarti
Lapindo terbebas dari tanggung jawabnya. Tindakan yang dilakukan oleh Lapindo tentu
mengandung unsur kesalahan dan membawa kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat.
Sebagai korporasi Lapindo tetap harus bertanggungjawab atas tindakan yang telah dilakukan.
Apalagi tindakan tersebut membawa kerugian masyarakat yang tidak sedikit.
Kasus Lapindo merupakan salah satu contoh kasus yang menunjukkan bagaimana
seharusnya korporasi harus bertanggung jawab secara perdata dalam kasus pencemaran atau
perusakan lingkungan hidup. Kasus ini sudah menjadi perhatian berbagai pihak karena upaya
penyelesaiannya yang tidak segera dilakukan. Disamping itu penderitaan yang dialami
masyarakat yang terkena lumpur juga sudah berlangsung lama. Sudah saatnya masyarakat yang
dirugikan kembali kehidupan yang semula. Untuk itu diperlukan pertanggungjawaban dari
Lapindo sebagai korporasi.
Berdasarkan hal-hal sebagaimana diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dan penulisan tesis berkaitan dengan masalah tanggung jawab korporasi
14
Tribunnews, “Lapindo Dinyatakan Tak Mampu Bayar Ganti Rugi, Pemerintah Talangi Rp. 781 Milyar”,
http://www.tribunnews.com/nasional/2014/12/19/lapindo-dinyatakan-tak-mampu-bayar-ganti-rugi-pemerintahtalangi-rp-781-miliar
8
yang berjudul Pertanggungjawaban Korporasi secara Perdata dalam Perbuatan Melawan Hukum
yang Mengakibatkan Kerusakan Lingkungan oleh PT Lapindo Brantas.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan penelitian dalam tesis ini berkaitan dengan pertanggungjawaban
korporasi dalam hal terjadi kerusakan lingkungan. Berdasarkan latar belakang sebagaimana
diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban secara perdata yang dapat dikenakan kepada
PT Lapindo Brantas dalam Melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang mengakibatkan
kerusakan lingkungan?
2.
Bagaimanakah batas tanggung jawab antara korporasi dan direksi selaku pengurus dalam
suatu Perbuatan Melawan Hukum yang mengakibatkan kerusakan lingkungan?
C. Tujuan dan Kegunaan/Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini tidak hanya sebagai salah satu syarat
kelulusan dari program Magister Ilmu Hukum tetapi diharapkan juga:
1.
Untuk mengetahui dan memahami secara mendalam bentuk pertanggungjawaban secara
perdata yang dapat dikenakan kepada PT Lapindo Brantas dalam melakukan perbuatan
melawan hukum yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.
2.
Untuk mengetahui dan memahami secara mendalam batas tanggung jawab antara
korporasi dan direksi selaku pengurus dalam suatu perbuatan melawan hukum yang
mengakibatkan kerusakan lingkungan.
9
2. Kegunaan/Manfaat Penelitian
Kegunaan/manfaat penelitian ini pada dasarnya bersifat teoritis dan praktis, sebagai
berikut:
1.
Kegunaan/manfaat teoritis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi kalangan akademisi dalam
mengembangkan ilmu hukum, khususnya hukum korporasi dan lingkungan.
2.
Kegunaan/manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang dapat disampaikan kepada
lembaga-lembaga negara yang berwenang membentuk undang-undang, mengubah
undang-undang atau memperbaharui undang-undang. Selain itu penelitian ini diharapkan
juga dapat menjadi masukan bagi para pengambil keputusan atau kalangan praktisi di
bidang korporasi dan lingkungan hidup.
D. Kerangka Teori
Hukum pada dasarnya dapat dilihat dari berbagai segi. Salah satunya adalah
memandang hukum sebagai kaidah dimana di dalamnya terdapat sanksi yang tegas. Sudikno
Mertokusumo menyatakan bahwa sanksi tidak lain merupakan reaksi, akibat atau konsekuensi
pelanggaran kaidah sosial.15 Achmad Ali menyatakan bahwa sanksi hukum pada dasarnya
dibedakan atas:16
1. Sanksi privat
2. Sanksi publik
15
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta: PT Toko Gunung
Agung Tbk, 2002), hlm 50
16
Ibid
10
Sanksi privat seringkali disebut juga sanksi perdata.17 Sanksi ini diterapkan pada
semua pihak baik yang bersifat perorangan dan korporasi atau perusahaan.
Korporasi adalah suatu badan hasil ciptaan hukum. Badan yang diciptakannya itu
terdiri dari”corpus”, yaitu struktur fisiknya dan ke dalamnya hukum memasukkan unsur
“animus” yang menurut badan itu mempunyai kepribadian. Oleh karenanya badan hukum itu
merupakan ciptaan hukum maka kecuali penciptaannya, kematiannyapun juga ditentukan oleh
hukum18. Korporasi seringkali disebut sebagai perusahaan dan pada dasarnya dapat berupa badan
hukum dan bukan badan hukum.
Munir Fuady menyatakan secara hukum, tanggung jawab yang normal dari sebuah
perusahaan dapat dibedakan sebagai berikut:19
1. Tanggung jawab hukum dari suatu perusahaan yang tidak berbentuk badan hukum.
Manakala suatu perusahaan tidak berbentuk badan hukum, semisal perusahaan dalam
bentuk firma, usaha dagang biasa (sole proprietorship), maka tidak ada harta yang
terpisah yang merupakan harta perseroan tersebut. Yang ada hanyalah harta dari pemilik
perusahaannya,karena itu, secara hukum, tanggung jawab hukumnya juga tidak terpisah
antara tanggung jawab perseroan dengan tangung jawab pribadi pemilik perusahaan.
Dengan demikian, jika suatu kegiatan yang dilakukan oleh atau atas nama perseroan
(yang bukan badan hukum), dan terjadi kerugian bagi pihak ketiga, maka pihak ketiga
tersebut dapat meminta pemilik perusahaan untuk bertanggungjawab secara hukum,
termasuk meminta agar harta benda pribadi dari pemiliknya tersebut disita dan dilelang.
Hal ini sebagai konsekuensi dari ketentuan hukum yang menyatakan bahwa seluruh harta
17
Istilah sanksi privat tidak terlepas dari istilah hukum perdata. Istilah hukum perdata sering juga disebut
hukum sipil atau hukum privat.
18
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: Alumni, 1986), hlm 110
19
Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia,
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), hlm 2-3
11
benda seseorang menjadi tanggungan bagi hutang-hutangnya. Hal ini dapat dilihat dalam
ketentuan Pasal 1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2. Tanggung jawab hukum dari suatu perusahaan yang berbentuk badan hukum.
Bagi perseroan yang berbentuk badan hukum seperti perseroan terbatas, koperasi, dan
lain-lain, maka secara hukum pada prinsipnya harta bendanya terpisah dari harta benda
pendirinya/pemiliknya. Oleh karena itu, tanggung jawab secara hukum juga dipisahkan
dari harta benda pribadi pemilik perusahaan yang berbentuk badan hukum tersebut. Jadi,
misalnya suatu perseroan terbatas melakukan suatu perbuatan dengan pihak lain, yang
bertanggung jawab adalah perseroan tersebut dan tanggung jawabnya sebatas harta benda
yang dimiliki oleh perseroan tersebut. Harta benda pribadi pemilik perseroan/pemegang
sahamnya tidak dapat disita atau digugat untuk dibebankan tanggung jawab perseroan
tersebut. Ini adalah prinsip yang berlaku umum dalam keadaan normal.
Suatu korporasi dianggap sebagai orang dan pada dasarnya dapat melakukan berbagai
kegiatan. Dengan demikian dapat pula dimintakan pertanggungjawabannya atas perbuatannya itu
termasuk dalam hal ini adalah perbuatan yang melawan hukum.
Istilah Perbuatan Melawan Hukum diberikan oleh para ahli. Salah satunya adalah
Keeton yang mengartikan perbuatan melawan hukum adalah suatu kumpulan dari prinsip-prinsip
hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku berbahaya, untuk memberikan
tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan
ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.20
Pengaturan Perbuatan Melawan Hukum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata). Ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata disebutkan bahwa setiap perbuatan
20
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2005), hlm 3
12
yang melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian itu.
Pengertian Perbuatan Melawan Hukum dalam hal ini bukan merupakan perbuatan
melawan hukum sebagaimana diatur dalam hukum pidana (delik pidana). Pengertian Perbuatan
Melawan Hukum dalam hal ini juga merupakan suatu tindakan perdata yang bukan merupakan
wanprestasi terhadap pelaksanaan perjanjian. Perbuatan Melanggar Hukum dalam hal ini
perbuatan yang melanggar ketentuan hukum termasuk dalam hal ini adalah lingkungan hidup.
Perbuatan Melawan Hukum dalam kasus lingkungan hidup berkaitan dengan tindakan
perusakan lingkungan yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi termasuk dalam hal ini
adalah badan hukum. Sebenarnya banyak upaya hukum dapat dilakukan bagi para pelaku
pencemaran atau perusakan lingkungan karena penyelesaian sengketa dalam bidang lingkungan
hidup pada dasarnya dapat dilakukan secara hukum administrasi, pidana maupun perdata.
Penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan tanpa melalui proses ke pengadilan.
Penyelesaian sengketa lingkungan melalui instrumen hukum perdata menurut Mas
Ahmad Santosa untuk menentukan seseorang atau badan hukum bertanggung jawab terhadap
kerugian yang diakibatkan oleh pencemaran atau perusakan lingkungan, penggugat dituntut
membuktikan adanya pencemaran, serta kaitan antara pencemaran dan kerugian yang diderita. 21
Memahami masalah pertanggungjawaban dalam gugatan perdata tidak terlepas dari
pemahaman teori-teori yang dikenal dalam ilmu hukum. Pertanggungjawaban dalam gugatan
perdata pada dasarnya berkaitan dengan teori-teori pertanggungjawaban sebagai berikut:22
1. Market Share Liability
21
Supriadi, Hukum Lingkungan Indonesia Sebuah Pengantar, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm 285
Ibid, hlm 286
22
13
Teori ini pada intinya dimaksudkan untuk mengatasi persoalan dimana penggugat menderita
kerugian akibat pencemaran oleh sejumlah industri (banyak). Dalam menerapkan teori ini,
penggugat diharuskan menghadirkan sejumlah industri sebagai pihak yang diduga sebagai
contributor substansial(substansial share) zat-zat pencemar. Beban pembuktian (burden of
proof) menurut teori ini berpindah pada tergugat untuk membuktikan bahwa tergugat tidak
melepaskan zat-zat pencemar seperti yang dituduhkan ke dalam lingkungan penerima
(misalnya
sungai
atau
danau).
Apabila
tergugat
gagal
membuktikan,
tergugat
bertanggungjawab atas presentase tertentu dari kerugian penggugat berdasarkan jumlah
kontribusi zat-zat kimia ke dalam lingkungan penerima (market share).23
2. Risk Contribution
Tujuan dari pengembangan teori ini tidak berbeda dengan maksud dan tujuan dari
perkembangan teori market share liability, yaitu mengatasi permasalahan dimana penggugat
mengalami kerugian yang disebabkan pencemaran, akan tetapi tidak dapat diidentifikasi
secara pasti penyebab kerugian tersebut. Penggugat hanya berhasil melakukan identifikasi
zat-zat pencemaran serta kadar yang dikondisikan penggugat melalui air (minuman) dan
makanan.24
3. Concert of Action
Teori ini muncul dan berkembang sebagai jawaban terhadap kemungkinan terlibatnya pihakpihak lain yang membantu dan bekerja sama dengan pencemaran sehingga perbuatan
pencemaran dapat terlaksana dengan sempurna.25
4. Alternative Liability
23
Ibid, hlm 286
Ibid, hlm 287
25
Ibid, hlm 287
24
14
Teori ini muncul dilandasi suatu prinsip bahwa sangatlah tidak adil apabila tergugat mesti
dibebaskan hanya karena penggugat tidak dapat membuktikan secara pasti satu dari sekian
banyak pihak yang bertanggungung jawab atas perbuatan yang minimbulkan kerugian bagi
orang lain.26
5. Enterprise Liability
Teori pertanggungjawab ini sesungguhnya merupakan perluasan pengertian dari teori market
share liability. Teori ini diterapkan dalam situasi ketika penggugat tidak dapat secara spesifik
menunjuk pelaku pencemaran dari sekian banyak perusahaan yang potensial menjadi
penyebab yang ternyata telah mengikuti atau mematuhi standar dan petunjuk yang
ditentukan.27
E. Kerangka Konseptual
Untuk menghindari kesalahan pemahaman atau makna dari batasan yang digunakan
dalam penelitian ini, maka kerangka konseptual yang digunakan adalah sebagai berikut:
a.
Pertanggungjawaban berasal dari kata tanggung jawab yang berarti keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan,
diperkarakan dan sebagainya).28
b.
Perdata atau hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang
satu dengan orang yang lain di dalam masyarakat yang menitikberatkan pada kepentingan
perseorangan (pribadi).29
26
Ibid, hlm 288
Ibid, hlm 288
28
WJS Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm 1014
29
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 2000), hlm 2
27
15
c.
Korporasi adalah suatu badan hasil ciptaan hukum. Badan yang diciptakannya itu terdiri
dari”corpus”, yaitu struktur fisiknya dan ke dalamnya hukum memasukkan unsur
“animus” yang menurut badan itu mempunyai kepribadian. Oleh karenanya badan
hukum itu merupakan ciptaan hukum maka kecuali penciptaannya, kematiannyapun juga
ditentukan oleh hukum.30
d.
Perbuatan Melawan Hukum adalah setiap perbuatan yang melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian itu.31
e.
Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.32
f.
Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan
langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup
sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. 33
g.
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.34
h.
Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung
terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.35
30
Satjipto Rahardjo,op.cit, hlm 110
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
32
Pasal 1 angka 1 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
33
Pasal 1 angka 16 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
34
Pasal 1 angka 16 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
35
Pasal 1 angka 17 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
31
16
F. Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini terdiri dari 5 (lima) bab yang masing-masing diuraikan lagi
menjadi sub bab sebagai berikut.
BAB I
PENDAHULUAN
Bagian ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, dan manfaat dilakukannya penelitian. Selanjutnya diuraikan kerangka
teori dan kerangka konseptual. Dalam kerangka teori diuraikan untuk
menggambarkan kerangka teori-teori, asas-asas dan ketentuan-ketentuan,
sedangkan dalam kerangka konseptual merupakan arti dari definisi-definisi yang
berkaitan dengan istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk
mempermudah pembahasan, pada bagian akhir Bab ini diuraikan sistematika
penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TANGGUNG JAWAB KORPORASI,
PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN
HIDUP
Bagian ini menguraikan mengenai pengertian, teori-teori dan pengaturan hukum
atau dasar hukum tentang tanggung jawab perseroan, perbuatan melawan hukum
dan kerusakan lingkungan. Dalam tanggung jawab perseroan akan dibahas juga
tentang tanggung jawab direksi dalam hal perseroan melakukan perbuatan
melawan hukum.
BAB III
METODE PENELITIAN
17
Bagian ini menguraikan mengenai tipe penelitian yang digunakan pada penelitian
ini. Selanjutnya diuraikan mengenai pendekatan penelitian sebagai penelitian
yuridis normatif yang mengutamakan pembahasan data-data sekunder berupa
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Lebih
lanjut diuraikan mengenai pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
termasuk analisis dan pemaparan yang digunakan dalam penelitian dan penulisan
tesis ini.
BAB IV
PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI SECARA PERDATA DALAM
PERBUATAN
MELAWAN
HUKUM
YANG
MENGAKIBATKAN
KERUSAKAN LINGKUNGAN OLEH PT LAPINDO BRANTAS
Bab ini berisi analisa dari permasalahan yaitu bentuk pertanggungjawaban secara
perdata yang dapat dikenakan kepada PT Lapindo Brantas dalam melakukan
Perbuatan Melawan Hukum yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan batas
tanggung jawab antara korporasi dan direksi selaku pengurus dalam suatu
Perbuatan Melawan Hukum yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dalam
analisis ini juga dikaitkan dengan hasil putusan pengadilan yang berkaitan dengan
gugatan kasus lumpur Lapindo oleh organisasi-organisasi seperti WALHI dan
YBLHI baik ke pengadilan negeri maupun Mahkamah Konstitusi.
BAB V
PENUTUP
Bagian ini merupakan bab terakhir atau penutup dari penulisan tesis ini. Bab ini
terdiri dari kesimpulan-kesimpulan dan saran. Kesimpulan-kesimpulan dihasilkan
dari analisis terhadap permasalahan yang dibahas atau diteliti. Saran ditujukan
kepada pihak-pihak yang relevan atau terkait dengan penelitian yang dilakukan.
18
Download