GAMBARAN PENYAKIT INFEKSI YANG MENYEBABKAN GIZI BURUK PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANSARI KABUPATEN TEMANGGUNG ARTIKEL Disusun Oleh : SITI DIANA WATI 040114A017 PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN 2017 GAMBARAN PENYAKIT INFEKSI YANG MENYEBABKAN GIZI BURUK PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANSARI KABUPATEN TEMANGGUNG Siti Diana Wati ) Heni Hirawati Pranoto, S.Si.T., M.Kes ), Eti Salafas, S.Si.T., M.Kes ) ) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ngudi Waluyo Ungaran ) Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Latar belakang : Kasus gizi buruk banyak terjadi pada balita. Penderita gizi buruk berisiko kematian 5-20 kali lebih besar daripada anak dengan nutrisi baik lita . Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Kejadian gisi buruktertinggi terdapat di Bansari yaitu sebanyak 30 balita yang tersebar di 13 desa di kecamatan bansari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran penyakit infeksi yang menyebabkan gizi buruk pada balita. Metode : Desain penelitian ini adalah deskriptif, dengan jumlah sampel 30 responden, diambil dengan teknik total sampling. Sampel yang digunakan adalah ibu balita dan balita gizi buruk di wilayah kerja puskesmas bansari kabupaten temanggung. Alat ukur penelitian menggunakan kuesioner. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan balita yang mengalami penyakit infeksi diare sebanyak 22 balita (73,3%), yang menderita ISPA 11 balita (36,7%) dan yang menderita demam tifoid 18 balita (60,0%). Saran : Diharapkan bagi tenaga kesehatan memberikan penyuluhan tentang penyakit infeksi yang bisa menyebabkan gizi buruk sehingga orang tua bisa mengetahui cara untuk mencegah penyakit infeksi tersebut. Kata kunci Referensi : Gizi Buruk, Diare, ISPA, Demam Tifoid, Balita : 40 Pustaka (2007-2015) Gambaran Penyakit Infeksi Yang Menyebabkan Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung | 1 DESCRIPTIVE STUDY ON INFECTIOUS DISEASES THAT CAUSE MALNUTRITION ON TODDLERS ON THE WORKING AREA OF BANSARI PUBLIC HEALTH CENTER OF TEMANGGUNG REGENCY ABSTRACT Background : Cases of malnutrition mostly occur in infants. Patients with malnutrition are at risk of death 5-20 times greater than children with good nutrition. The problem of malnutrition is less and bad influenced directly by factor of food consumption and infectious diseases. The highest incident of malnutrition is found in Bansari, they are 30 children spread in 13 villages in Bansari District. The objective of this study is to reveal the description of infectious diseases that cause malnutrition in todders. Method : The design of this study was descriptive study, with the sample was 30 respondents, taken with total sampling technique. The samples used were mother’s of toddlers and malnutrition children in working area of Bansari Public Health Center of Temanggung Regency. The instrument used questioner. Result : The result showed that toddlers suffering from diarrhea are 22 people (73,3%), who suffer from Acute Respiratory Tract Infection are 11 toddler (36,7%) and who suffer from typhoid fever are 18 toddler (60,0%). Suggestions : It is hoped for health workers to give counseling about infectious diseases that can cause malnutrition so that parents can find out how to prevent the infectious diseases. Keywords : Malnutrition, Diarrhea, PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya untuk memebangun manusia sepenuhnya, dengan melakukan pembinaan kesehatan anak sejak dini melalui kegiatan kesehatan ibu dan anak. Pembinaan kesehatan anak usia dini yaitu sejak dalam kandungan hingga usia balita yang ditunjukkan untuk melindungi anak dari ancaman kematian dan kesakitan yang bisa membawa cacat serta membina dan membekali serta memperbesar potensi anak menjadi manusia yang tangguh (Depkes RI, 2013). Kesepakatan global berupa Millenium Development Goals (MDGS) yang terdiri dari 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator, menegaskan bahwa pada tahun 2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. Untuk Indonesia, indikator yang digunakan ARI, Typhoid Fever, Toddler adalah peresentase anak berusia di bawah 5 tahun (balita) yang mengalami gizi buruk (severe underweight) dan persentase anak-anak berusia 5 tahun (balita) yang mengalami gizi kurang (moderate underweight) (Ariani, 2007). Gizi buruk adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak dipergunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi. (Proverawati, 2009). Berdasarkan hasil Riskesdas (2013), diperoleh prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2SD), memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4% (2007) menurun menjadi 17,9% (2010) kemudian meningkat lagi menjadi 19,6% Gambaran Penyakit Infeksi Yang Menyebabkan Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung | 2 (tahun 2013) terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Dari data di atas prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% dari 2007 sampai 2013. Prevalensi gizi buruk juga mengalami perubahan yaitu dari 5,4% tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% pada tahun 2013. Bappenas dalam laporan hasil Riskesdas (2013), menyatakan bahwa untuk mencapai sasaran MDG’s tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi burukkurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4,1% dalam periode 2013 sampai 2015. Berdasarkan Profil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2015, perkembangan keadaan gizi masyarakat dapat dipantau berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan program menunjukkan bahwa keadaan gizi masyarakat Jawa Tengah yang tercermin dari hasil penimbangan balita pada tahun 2015 menunjukkan jumlah balita yang ada 2.525.320 anak, dari jumlah tersebut yang datang dan ditimbang di Posyandu sebanyak 2.052.431 atau sekitar 81,3 % dengan kejadian gizi buruk 922. Cakupan balita gizi buruk tertinggi tahun 2015 terdapat di Brebes 82 kasus, Cilacap 76 kasus dan Tegal 57 kasus. Presentasi kasus gizi buruk di Temanggung menempati posisi 15 yaitu 27 kasus dan tertinggi dari Kabupaten Semarang 26 kasus , Kota Semarang 13 kasus, dan Kota Salatiga 3 kasus (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2015). Menurut data pemantauan status gizi (PSG) presentasi balita yang ditimbang pada tahun 2014 sebesar 91,4%, menurun bila dibandingkan tahun 2013 sebesar 95,03%. Jumlah kasus balita yang ditimbang pada tahun 2014 sebesar 49.094 anak atau sekitar 87,3 %, yang masuk kedalam bawah garis merah sebesar 493 atau sekitar 1,0 %. Kasus gizi buruk yang paling tinggi pertama kali pada tahun 2015 terdapat di Puskesmas Bansari yaitu 26 anak, kedua Puskesmas Tembarak 18 anak, ketiga Puskesmas Selopampang 16 anak, keempat Puskesmas Pringsurat 15 anak dan yang paling terendah di Puskesmas Kaloran tidak ada yang yang terkena gizi buruk (Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung, 2015). Berdasarkan data Puskesmas Bansari pada periode 2015 angka kejadian gizi buruk di Bansari sebanyak 30 balita. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung dari 10 Orang didapatkan 2 (20%) orang tua dari balita tersebut mengatakan anaknya tidak pernah sakit, 3 (30%) orang tua lainnya mengatakan anaknya pernah menderita diare, 2 (20%) orang tua lainnya mengatakan anaknya pernah menderita typus dan 3 (30%) orang tua lain mengatakan anaknya sering batuk dan pilek. Berdasarkan data dan latar belakang diatas peneliti tertarik mengambil penelitian tentang “ Gambaran Penyakit Infeksi yang Menyebabkan Gizi Buruk Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung”. Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana Gambaran Penyakit Infeksi yang Menyebabkan Gizi Buruk Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung.” Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui Gambaran Penyakit Infeksi yang Menyebabkan Gizi Buruk Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung. Tujuan Khusus penelitian ini untuk mengetahui penyakit diare pada balita dengan gizi buruk di Wilayah kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung, untuk mengetahui penyakit ISPA pada balita dengan gizi buruk di Wilayah kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung untuk mengetahui penyakit demam tifoid pada balita dengan gizi buruk di Wilayah kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung. Gambaran Penyakit Infeksi Yang Menyebabkan Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung | 3 Manfaat penelitian bagi institusi pendidikan dapat dijadikan kajian untuk kegiatan penelitaian selanjutnya dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan, bagi ibu balita menambah dan memberikan informasi kepada ibu balita atau orangtua balita tentang gambaran penyakit infeksi yang menyebabkan gizi buruk pada balita, bagi Puskesmas memberikan informasi kepada pihak Puskesmas tentang penyakit infeksi yang menyebabkan gizi buruk pada balita sehingga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan program gizi yang terdapat di Wilayah Puskesmas. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung pada tanggal 28 Juli sampai 30 Juli 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu balita dan balita gizi buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung pada bulan April 2016-April 2017 sebanyak 30 responden dengan sampel sebanyak 30 orang. Metode pengambilan sampel dengan total sampling. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan kuesioner, data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung, Puskesmas Bansari. Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data yaitu kuesioner. Analisa yang digunakan adalah analisis univariat. HASIL PENELITIAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan penyakit diare pada balita dengan gizi buruk di ketahui bahwa dari 30 responden balita dengan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung, sebagian besar menderita penyakit diare, yaitu sejumlah 22 orang (73,3%), untuk penyakit ISPA diketahui bahwa dari 30 responden balita yang mengalami gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung, sebagian besar tidak menderita penyakit ISPA, yaitu sejumlah 11 orang (36,7%), untuk demam tifoid diketahui bahwa dari 30 responden balita yang mengalami gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung, sebagian besar menderita penyakit demam tifoid, yaitu sejumlah 18 orang (60,0%). PEMBAHASAN Penyakit infeksi diare yang menyebabkan gizi buruk pada balita berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada ibu balita dan balita yang menderita gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung sebanyak 30 responden menunjukkan bahwa dari 30 balita gizi buruk sebagian besar menderita diare yaitu sejumlah 22 balita (73,3%) dan yang tidak menderita diare sejumlah 8 balita (26,7%). Dari hasil analisis penelitian menunjukan bahwa balita yang menderita diare berpeluang besar berstatus gizi buruk dibandingkan dengan anak yang tidak diare. Hal ini disebabkan oleh adanya anoreksia pada penderita diare, sehingga anak lebih makan sedikit daripada biasanya dan kemampuan menyerap sari makanan juga berkurang. Padahal kebutuhan tubuh akan makanan meningkat akibat dari adanya infeksi. Selama diare maka terjadi malabsorbsi zat gizi, dehidrasi parah, dan gagal tumbuh. Malnutrisi dan infeksi sering terjadi secara bersamaan. Malnutrisi meningkatkan resiko infeksi sedangkan infeksi akan menyebabkan malnutrsisi dimana kana mengarah ke arah lingkaran setan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astannudiansyah (2003) di Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang menunjukkan bahwa memang ada Gambaran Penyakit Infeksi Yang Menyebabkan Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung | 4 hubungan yang sangat bermakna antara infeksi diare dengan perubahan status gizi pada balita. Balita yang menderita diare mengalami demam dan penurunan nafsu makan. Demam timbul sebagai respon tubuh saat terjadinya proses inflamasi akibat infeksi dan penurunan nafsu makan atau asupan makanan terjadi sejalan dengan tingkat keparahan infeksi. Semakin parah infeksi yang terjadi maka penurunan asupan makanan akan semakin besar. Apabila anak balita sering sakit maka akan berpengaruh pada tumbuh kembangnya. Infeksi dalam tubuh balita akan berpengaruh terhadap keadaan gizi balita tersebut, dimana reaksi pertama dari infeksi adalah menurunya nafsu makan balita sehingga balita akan menolak makanan yang diberikan oleh ibunya. Hal tersebut berarti akan menyebabkan berkurangnya asupan zat gizi kedalam tubuh anak yang akan menimbulkan gangguan gizi. Hasil analisis menunjukkan bahwa infeksi diare memiliki peluang besar untuk menjadi penyebab dari malnutrisi. Diare yang bisa menyebbakna gizi buruk sendiri adalah diare perssisten dimana diare yang awalnya bersifat akut, tetapi berlangsung lebih dari 14 hari. Kehilangan berat badan yang nyata sering terjadi dan volume tinja dalam jumlah yang banyak sehingga resiko terjadi dehidrasi Sesuai dengan teori WHO bahwa malnutrisi secara langsung tidak hanya disebabkan oleh asupan makanan yang kurang tetapi juga karena adanya penyakit infeksi. Suyitno (2002) menjelaskan apabila anak menderita gizi kurang maka daya tahan tubuhnya lemah, sehingga penyakit mudah menyerang. Penyakit infeksi diare memerlukan tindakan yang cepat dengan membawa berobat ke tempat pelayanan kesehatan seperti bidan atau dokter dan memberikan oralit. Tindakan tersebut akan memperkecil terjadinya gangguan keseimbangan elektrolit pada anak karena prinsip utama dalam pengobatan diare akut adalah rehidrasi. Frekuensi diare yang jarang, durasi diare singkat, serta pemberian tindakan penanggulangan yang tepat menyebabkan diare yang terjadi tidak mempengaruhi status gizi balita. Penyakit diare adalah penyebab utama kematian pada anak-anak. Meskipun bukan kejadian luar biasa namun diare masih menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas. Selain itu beban yang ditimbulkan secara langsung dari penyakit diare ini yaitu malnutrisi, pertumbuhan terhambat, serta perkembangan balita yang tidak seimbang. Hal ini di dukung oleh penelitian Bethony Brooker (2006) yang menunjukkan bahwa anak yang terkena infeksi diare pertumbuhannnya akan lebih pendek dan rendahnya kemampuan disekolah dibandingkan anak yang normal. Penyakit infeksi ISPA yang menyebabkan gizi buruk pada balita berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada ibu balita dan balita yang menderita gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung sebanyak 30 responden menunjukkan bahwa dari 30 balita gizi buruk sebagian besar tidak menderita ISPA yaitu sejumlah 11 balita (36,7%) dan yang tidak menderita ISPA sejumlah 19 balita (63,3%). Hasil analisis penelitian yang dilakukan di Bansari didapatkan bahwa penyakit infeksi ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Bansari hanya sebagian kecil saja karena dari 30 balita yang menderita ISPA hanya 11 balita, jadi untuk penyakit infeksi ISPA sendiri tidaklah terlalu berpengaruh dalam menyebabkan malnutrisi pada balita karena presentasi penderita ISPA kurang Gambaran Penyakit Infeksi Yang Menyebabkan Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung | 5 dari 50 %. Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan antibiotik. ISPA merupakan salah satu penyakit infeksi yang berhubungan dengan masalah gizi. virulensi patogen lebih kuat, sehingga akan menyebabkan keseimbangan terganggu dan akan terjadi infeksi. Salah satu determinan dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi yang baik. Akibat lain adalah terjadinya penurunan produktifitas, menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit yang akan meningkatkan resiko kesakitan salah satunya adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) (Marimbi, 2010). Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Balita dengan gizi yang buruk akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama (Prabu, 2009). Status gizi pada anak sangat penting, karena status gizi yang baik akan meningkatkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh anak, sehingga anak tidak mudah terkena penyakit infeksi.. Semakin rendah status gizi balita maka semakin rendah pula daya tahan tubuh balita, maka semakin rentan balita untuk terinfeksi. Dan pada balita dengan status gizi baik cenderung menderita penyakit infeksi ringan. Sehingga dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap infeksi. Namun jika keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Oleh karena itu, setiap bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi yang ringan merupakan pertanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi. Berdasarkan teori Almatsier (2007), kurangnya asupan makanan di dalam tubuh berdampak mengakibatkan kurang gizi yang dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga dapat mempermudah masuknya kuman kedalam tubuh. Anak yang keadaan gizinya kurang akan mudah mengalami penyakit infeksi, karena disebabkan kurangnya asupan energi dan protein yang tidak mencukupi kebutuhan, maka pembuatan zat antibody terganggu yang dapat beresiko tinggi menderita penyakit infeksi terutama ISPA. Hal ini sejalan dengan pendapat Marmi (2012) yang mengatakan bahwa anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya dapat melemah sehingga mudah terserang penyakit infeksi. Penyakit ISPA sendiri timbul karena menurunnya sistem imunitas atau daya tahan tubuh balita sehingga virus dan bakteri mudah masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas dan semakin lama kan menyerang bagian tubuh lain misalnya paru-paru dan sebagainya sehingga kelamaan akan menjadi infeksi berat (Assegaf dkk, 2012). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Peter Katona (2008) menunjukkan bahwa penurunan sistem imunitas tubuh seseorang mempengaruhi seseorang mudah terserang penyakit infeksi. Seseorang yang memiliki sistem imunitas atau daya tahan tubuh yang Gambaran Penyakit Infeksi Yang Menyebabkan Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung | 6 rendah maka akan rentan terkena penyakit. Penyakit infeksi ISPA sendiri merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas bayi dan balita di Indonesia. Anak balita yang menderita ISPA dalam waktu yang cukup lama dan sering maka berat badannya akan turun dan ini akan berpengaruh pada status gizi balita tersebut. Sejalan dengan penelitian Bloss E, Wainaina F, Bailey RC di Western Kenya tahun 2004 bahwa anak balita yang mengalami ISPA lebih beresiko untuk mengalami gizi buruk. Penyakit infeksi akan memberikan dampak negatif terhadap status gizi anak dalam hal mengurangi nafsu makan dan penyerapan zat gizi dalam usus, terjadi peningkatan katabolisme sehingga cadangan untuk zat gizi yang tersedia tidak cukup untuk pembentukan jaringan tubuh dan pertumbuhan. Oleh karena itu, anak yang mengalami gizi buruk maka akan mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Penyakit infeksi demam tifoid yang menyebabkan gizi buruk pada balita berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada ibu balita dan balita yang menderita gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung sebanyak 30 responden menunjukkan bahwa dari 30 balita gizi buruk sebagian besar menderita demam tifoid yaitu sejumlah 18 balita (60,0%) dan yang tidak menderita demam tifoid sejumlah 12 balita (40,0%). Demam tifoid yang bisa menyeabkan gizi buruk adalah demam tifoid yang berlangsung lebih dari 14 hari dan juga balita mengalami penurunan berta badan yang drastis. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa balita yang menderita demam tifoid berpeluang besar berstatus gizi buruk dibandingkan dengan anak yang tidak demam tifoid. Balita yang mengalami kurang gizi maka daya tahan tubuhnya pun juga menurun sehingga bisa mudah terserang penyakit infeksi. Penyakit infeksi dan gangguan gizi saling mempengaruhi satu sama lain ini diperkuat oleh teori Moehji (2009) yang menyebutkan bahwa terjadinya penyakit infeksi akan memepengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi karena penyakit infeksi sendiri menyebabkan penyerapan gizi dari makanan yang di konsumsi sehingga nafsu makan akan hilang dan mendorong terjadinya gizi kurang yang akhirnya sampai ke gizi buruk. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Achmad Gozali (2010) menyebutkan bahwa balita yang berstatus gizi rendah maka akan lebih mudah terserang infeksi karena kekurangan asupan gizi dapat menurunkan sistem imunitas tubuh balita, oleh karena itu balita yang status gizinya rendah memiliki resiko terkena penyakit infeksi dibandingkan yang balita yang status gizinya baik. Menurut Adiningsih (2010) menyebutkan bahwa penurunan nafsu makan akan disebabkan oleh keaktifan anak . Pada saat anak sangat aktif makan anak sering menolak pemebrian makanan ini dikarenakan anak yang terlalu lelah, apabila dalam kondisi ini anak disuruh makan maka akan menimbulkan emosi yang berpengaruh langsung pada status gizi anak tersebut. Menurut Nurvina (2012) status gizi yang kurang dapat menurunkan daya tahan tubuh anak, sehingga anak mudah terserang penyakit, bahkan status gizi buruk dapat menyebabkan angka mortilitas demam tifoid semakin tinggi . Status Gambaran Penyakit Infeksi Yang Menyebabkan Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung | 7 gizi yang kurang dapat menurunkan daya tahan tubuh anak, sehingga anak mudah terserang penyakit, bahkan status gizi buruk dapat menyebabkan angka mortilitas demam tifoid semakin tinggi. Penurunan status gizi pada penderita demam tifoid akibat kurangnya nafsu makan (anoreksia), menurunnya absorbsi zat-zat gizi karena terjadi luka pada saluran pencernaan dan kebiasaan penderita mengurangi makan pada saat sakit. Peningkatan kekurangan cairan atau zat gizi pada penderita demam tifoid akibat adanya diare, mual atau muntah dan perdarahan terus menerus yang diakibatkan kurangnya trombosit dalam darah sehingga pembekuan luka menjadi menurun. Selain itu meningkatkan kebutuhan baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit dan bakteri salmonella typhi dalam tubuh. (Anggarani H. 2007). Riwayat demam tifoid dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek pada mereka yang mendapat infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah. Riwayat demam tifoid akan terjadi bila pengobatan sebelumnya tidak adekuat, sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya riwayat demam tifoid. wilayah kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung sebagian kecil menderita penyakit infeksi ISPA yaitu 36,7 % (11 balita), balita dengan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung sebagian besar menderita penyakit infeksi demam tifoid yaitu 60,0 % (18 balita). Saran bagi tenaga kesehatan diharapkan kepada tenaga kesehatan untuk lebih memperhatikan keadaan PHBS rumah tangga balita gizi buruk dan memberikan informasi kepada keluarga balita gizi buruk supaya lenih memeperhatikan PHBS rumah tangganya terutama dalam hal kebiasaan mencuci tangan, supaya balita tidak mudah terserang penyakit infeksi, untuk responden diharapkan responden yang memiliki balita dengan gizi buruk bisa menjaga dan memperhatikan PHBS rumah tangganya serta lebih memperhatikan asupan makanan balitanya agar balitanya tidak terkena penyakit infeksi, untuk peneliti selanjutnya sebaiknya, untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk meneliti tentang pengetahuan ibu balita tentang penyakit infeksi yang bisa menyebabkan gizi buruk pada balita. Supaya ibu balita mengetahui apa saja penyakit infeksi yang bisa menyebabkan gizi buruk dan bagaimana cara mencegah supaya balitanya tidak terkena penyakit infeksi tersebut. PENUTUP Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung tentang Gambaran Penyakit Infeksi Yang Menyebabkan Gizi Buruk Pada Balita pada tanggal 28-30 Juli 2017 maka peneliti mengambil kesimpulan : balita dengan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung sebagian besar menderita penyakit infeksi diare yaitu 73,3 % (22 balita), balita dengan gizi buruk di DAFTAR PUSTAKA Almatsier.2007. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedika Pustaka. Arikunto, Suharsini. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Gramedika Pustaka. Astannudiansyah. 2003. Pengaruh Penyakit Infeksi Terhadap Perubahan Status Gizi Pada Anak Umur Bawah Dua Tahun Di Kabupaten Hulu Sungai Selatan [Tesis]. Yogyakarta Gambaran Penyakit Infeksi Yang Menyebabkan Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung | 8 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007. Rencana Aksi Nasional Pangan Dan Gizi 2006-2010. Bloss, Emily dkk.2004. Prevalence and Predictors of Underweight, Stunting, and Wasting among Children Aged 5 and Under in Western Kenya. Vol. 50 No. 5. Diunduh tanggal 28 juli 2017. Moehji S. 2003. Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta: PT Bhratara Niaga Media. Mondal, Dinesh dkk.2009. Attribution of Malnutrition to Cause-Specific Diarrheal Illness Evidence from a Prospective Study of Preschool Children in Mirpur, Dhaka, Bangladesh. Diunduh tanggal 1 agustus 2017. Checkley, William dkk. 2003. Effects of Acute Diarrhea on Linear Growth in Peruvian Children. Vol. 157, No. 2. Diunduh tanggal 28 juli 2017. Newman, Dorland. 2012. Kamus Saku Kedokteran DORLAND. Jakarta: Kedokteran EGC. Prasetyawati, Arsita Eka. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika. Proverawati. 2009. Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika. Depkes RI. 2010. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2010. Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung. 2015. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung Tahun 2015. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2015. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015. Hosoglu, Salih dkk. 2004. Risk Factors for Enteric Perforation in Patients with Typhoid Fever. Vol. 160, No. 1. Diunduh tanggal 1 agustus 2017 Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatrik Tropis. Jakarta: FKUI. Katona, Peter dkk. 2008. The Interaction between Nutrition and Infection. Diunduh tanggal 1 agustus 2017. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Marimbi. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar pada Balita. Yogyakarta: Nuha Medika. Marmi. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gambaran Penyakit Infeksi Yang Menyebabkan Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bansari Kabupaten Temanggung | 9