I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 1 A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan konsep dan pengertian batas wilayah B.POKOK BAHASAN/SUB POKOK BAHASAN: Pengertian Batas wilayah dan tipologi batas wilayah a. Pengertian batas wilayah b. Tipologi batas wilayah c. Kontrak perkuliahan C. MEDIA AJAR : Handout D. METODE EVALUASI DAN PENILAIAN : a. Pre-tes b. Kuis E. METODE AJAR: STAR : TCL (Teacher Centered Learning) + SCL (Student Centered Learning) F. AKTIVITAS MAHASISWA a. Memperhatikan, mencatat, membaca modul b. Berdiskusi c. Mengerjakan soal pre-tes dan kuis G. AKTIVITAS DOSEN DAN NAMA DOSEN a. Menjelaskan materi pokok bahasan b. Membuat soal pre-tes dan kuis c. Memandu diskusi d. Nama Dosen : Sumaryo II.BAHAN AJAR A.Pengertian Batas Wilayah Konsep tentang batas wilayah tidak terlepas dari konsep tentang wilayah itu sendiri. Istilah wilayah mengacu pada unit geografis dengan batas-batas tertentu dimana komponenkomponen di dalamnya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional satu dengan lainnya (Rustiadi, dkk., 2011). Konsep wilayah yang paling klasik mengenai tipologi wilayah, membagi wilayah ke dalam tiga kategori yaitu wilayah homogen (uniform), wilayah nodal dan wilayah perencanaan (Hagget, Cliff dan Frey, 1977). Kemudian Blair (1991) mengemukakan konsep wilayah fungsional administratif. Pewilayahan konsep wilayah fungsional administratif dilakukan atas dasar satuan politik administrasi di atas permukaan bumi menjadi unit-unit wilayah dalam berbagai tingkatan mulai dari wilayah negara, provinsi (state), kabupaten (district), kota (municipality), kecamatan dan desa (Rustiadi, dkk., 2011). Selanjutnya, dalam buku ini pengertian batas wilayah adalah batas dari suatu wilayah menurut konsep politik administrasi seperti yang dikemukakan oleh Blair yaitu batas negara atau batas internasional, kemudian batas subnasional di suatu negara, misalnya provinsi dan kabupaten/kota. Secara umum, batas wilayah adalah tanda pemisah antara unit regional (wilayah) geografi yang bersebelahan. Unit regional geografi tersebut bisa dalam aspek fisik, aspek politik, aspek sosio-kultural dan aspek ekonomi. Dalam tulisan ini pengertian batas wilayah lebih ditekankan pada pemisah wilayah yang didefinisikan atas dasar aspek politik seperti 1 diuraikan pada sub bab pendahuluan. Secara fisik tanda pemisah tersebut bisa berupa fenomena alam seperti sungai dan punggung bukit atau berupa tanda buatan manusia seperti tuga/pilar dan jalan (Jones, 1945; Prescott, 1987). Atas dasar letak geografisnya batas wilayah bisa terletak di darat dan di laut (batas maritim). Batas memiliki banyak arti tergantung konteks, fungsi dan persepsi masyarakat yang hidup disekitarnya (Prescott, 1987). Dalam konteks wilayah yang dibatasi dikenal ada batas wilayah negara (batas internasional) dan batas wilayah daerah dalam suatu negara misalnya kalau di Indonesia adalah batas antar provinsi, antar kabupaten/kota, antar kecamatan, atau antar desa. Batas wilayah negara secara tegas didefinisikan sebagai suatu garis yang memisahkan wilayah kedaulatan suatu negara terhadap negara lain. Sedangkan batas wilayah daerah dalam suatu negara hanya merupakan batas kewenangan pengelolaan administrasi pemerintahan antar daerah otonom (Subowo, 2009). Dari kata batas muncul istilah perbatasan. Perbatasan (Borders) bisa memiliki dua aspek yaitu: Border Lines atau Garis Batas dan Boundary/Boundaries (sempadan atau kawasan) disekitar garis batas. Secara spasial dapat diilustrasikan seperti Gambar 1. PERBATASAN Gambar 1 : Garis batas (border line) dan kawasan perbatasan (boundary) B. TIPOLOGI BATAS WILAYAH Tipologi menurut kamus Inggris Oxford Amerika memiliki arti studi atau analisis menggunakan klasifikasi menurut tipe-tipe secara umum. Dalam buku ini akan diuraikan tipologi batas wilayah yang meliputi : 1. Klasifikasi batas wilayah 2. Fungsi batas wilayah B.1. Klasifikasi Batas Wilayah Batas wilayah sebenarnya tidak hanya sekedar sebuah garis (borderlines), namun merupakan suatu garis yang terletak di suatu kawasan yang disebut kawasan perbatasan (boundary), sehingga sebagai garis maupun sebagai kawasan mungkin saja dianggap sebagai pemisah antara dua wilayah atau mungkin tidak (John, 1945). Bagi seorang surveyor akan lebih perhatian terhadap garis batas, namun bagi perencana dan administrator wilayah, 2 kawasan perbatasan akan lebih menjadi perhatian. Oleh sebab itu klasifikasi batas wilayah dapat dilakukan atas dasar berbagai kriteria. Dalam tulisan ini klasifikasi batas wilayah dilakukan atas dasar beberapa kriteria yaitu letak geografis dan konteks wilayah yang dibatasinya, fungsinya, bentuk atau tipe dan ketergantungannya pada elemen alam. 1.Atas dasar letak geografis dan konteks wilayah yang dibatasi Secara geografis batas wilayah bisa terletak di darat dan di laut. Untuk batas wilayah internasional (antar negara) di laut sering disebut batas maritim. Secara fisik ada perbedaan yang sangat menonjol antara batas wilayah di darat dan batas maritim. Kalau batas wilayah di darat, titik-titik batasnya bisa secara fisik ditandai di lapangan misalnya dengan tanda-tanda buatan seperti tugu atau pilar atau dengan ditandai menggunakan referensi kenampakan alam seperti sungai atau punggung bukit (watershed), tetapi hal tersebut tentunya sulit dilakukan untuk garis batas maritim. Batas maritim didefinisikan dengan segmen garis batas yang menghubungkan titik-titik batas yang telah disepakati. Titik-titik batas ini dinyatakan di peta dalam koordinat geografis (lintang dan bujur) pada datum geodetik tertentu. Disamping itu ada perbedaan yang penting juga antara batas wilayah di darat dan batas maritim. Dalam batas maritim dikenal ada dua pengertian dasar yang penting yaitu limit batas maritim (maritime limits) dan batas maritim (maritime boundaries), sedang batas wilayah di darat tidak dikenal dua hal tersebut. Dua pengertian tersebut akan diuraikan pada klasifikasi atas dasar fungsi. Dalam konteks wilayah yang dibatasi dikenal ada batas wilayah negara (batas internasional) dan batas wilayah sub nasional dalam suatu negara atau kalau di Indonesia adalah batas daerah antar provinsi, antar kabupaten/kota, antar kecamatan dan antar desa. B.2. Atas dasar fungsinya Saat ini fungsi batas wilayah sebenarnya hampir duplikasi dengan aktivitas manusia itu sendiri. Bertambahnya peran pemerintah dalam semua aspek kehidupan membuat fungsi batas menjadi semakin jelas dan penting. Pada tahap awal pasca kolonialisasi, klasifikasi batas wilayah khususnya batas internasional umumnya didasarkan atas fungsi militer (strategi pertahanan) dan non militer (John, 1945). Caflisch, (2006) mengklasifikasi fungsi batas wilayah internasional (antar negara) atas dasar tiga ciri yang berbeda yaitu pertama berfungsi sebagai batas kedaulatan (sovereignty) dan batas hak berdaulat atau yurisdiksi (sovereign rights). Kedua, batas wilayah berfungsi sebagai daerah/kawasan perbatasan (boundaries) dan garis alokasi (allocation lines). Ketiga, batas wilayah berfungsi tunggal (single) dan fragmented borders. Sedangkan menurut Wood, (2000), fungsi batas internasional bisa bermakna: ekonomi, kultural dan politik. Menurut Wuryandari, dkk., (2009) batas negara memiliki 7 fungsi yaitu: militer strategis, ekonomi, konstitutif, identitas nasional, persatuan nasional, pembangunan negara bangsa, pencapaian kepentingan domestik. Pada tulisan ini klasifikasi fungsi batas wilayah internasional mengacu pada Caflisch, (2006). a. Fungsi batas kedaulatan dan hak berdaulat Dalam hal kedaulatan, fungsi batas wilayah internasional secara tegas didefinisikan sebagai garis yang memisahkan wilayah teritorial dan berdaulat penuh suatu negara terhadap negara tetangganya. Untuk batas maritim, sesuai dengan UNCLOS 1982 (United Nation on Convention of the Law of the Sea-1982), suatu negara pantai selain memiliki batas laut teritorial yang bisa mencapai batas yang tidak melebihi 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal (Pasal 3) juga dapat memiliki batas yurisdiksi (hak berdaulat) di luar batas laut teritorial. Di dalam laut teritorialnya, sebuah negara pantai memiliki kedaulatan penuh, namun diberi kewajiban memberikan hak lintas damai bagi kapal-kapal negara lain sepanjang kapal negara lain tersebut tidak mengganggu perdamaian, aturan hukum dan kemanan negara yang dilewati (Pasal 19 ayat 1). Selain batas laut teritorial, nagara pantai juga dapat 3 melakukan klaim batas wilayah hak berdaulat atau yurisdiksi yaitu zona tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), dan Landas Kontinen. Oleh sebab itu di dalam konteks batas maritim perlu terlebih dahulu difahami pengertian tentang limit batas maritim (maritime limits) dan batas maritim (maritime boundaries), Limit batas maritim adalah batas terluar zona maritim sebuah negara (laut teritorial, zona tambahan, ZEE, landas kontinen) yang lebarnya diukur dari garis pangkal. Pada dasarnya limit batas maritim ini ditentukan secara unilateral (sepihak), jika tidak ada tumpang tindih dengan negara lain. Penetuan limit batas maritm dilakukan oleh suatu negara yang letaknya di tengah samudera dan jauh sekali dari negara-negara lain, maka negara tersebut bisa menentukan batas terluar zona maritimnya secara sepihak tanpa harus berurusan dengan negara tetangga. Batas terluar ini disebut dengan limit batas maritim (maritime limits) (Antunes,N.M.S., 2000). Sebagai contoh, di sebelah selatan P. Jawa, karena jauh dari negara lain maka Indonesia dapat mengklaim secara penuh batas territorial 12 mil dan ZEE selebar 200 mil laut dari garis pangkal. Batas terluar territorial dan ZEE semacam ini disebut dengan "maritime limits". Meski demikian, kenyataannya jarang ada satu negara yang bisa menentukan zona maritim tanpa berurusan dengan negara lain. Misalnya, di Selat Malaka, Indonesia tidak mungkin mengklaim 200 mil ZEE karena jaraknya dengan Malaysia dekat sekali, sementara itu, Malaysia juga berhak atas ZEE. Disinilah diperlukan usaha membagi laut. Prosesnya disebut maritime delimitation yang dilakukan secara bilateral. Proses maritime delimitation ini menghasilkan maritime boundaries (batas maritim). Sebagai ilustrasi dapat digambarkan seperti pada Gambar 2 (Andi,I.M.A,2011) Gambar 2 : Maritime Limits dan Maritime Boundary (Sumber : Arsana, 2011) Zona maritim yang bisa diklaim oleh negara pantai untuk fungsi kedaulatan maupun hak berdaulat baik dengan metode Maritime Limits dan Maritime Boundary (tergantung kondisi lapangan) harus mengacu kepada ketentuan UNCLOS 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea tahun 1982). Gambar 3 mengilustrasikan zona maritim yang bisa diklaim oleh negara pantai diukur dari garis pangkal. 4 Zona Yurisdiksi Maritim Landas kontinen Garis pangkal Perairan pedalaman dasar laut, lapisan tanah, spesies sedenter Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Kawasan Laut Bebas tubuh air, dasar laut, lapisan tanah bawah 12 M Laut Teritorial Shelf zona Tambahan 200 M 12 M Permukaan laut Slop Atas [email protected] © 2008 Dataran tinggi atau Teras Slop bawah tanjakan Laut dalam I Made Andi and Arsana (c) 2011 Why do you want to take this off? What you are doing is a crime unethical I Made Andi Arsana Teknik Geodesi dan Geomatika, UGM Gambar 3 : Zona Batas Maritim menurut UNCLOS 1982 (Sumber : Andi,I.M.A.,2009) 1. Laut Teritorial (sovereignty), Pasal 3 UNCLOS 1982 menyebutkan bahwa setiap negara pantai berhak menetapkan lebar laut teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan konvensi ini. Di dalam TALOS (The Manual on Technical Aspect of the UNCLOS) ditegaskan lagi bahwa laut teritorial diukur dari garis pangkal ke arah laut denga jarak yang tidak melebih 12 mil laut. Dengan demikian, di kawasan laut yang terletak di bagian dalam garis batas teritorialnya, sebuah negara pantai memiliki kedaulatan penuh. Namun demikian sesuai dengan UNCLOS, negara tersebut juga harus memberikan lintas damai kepada kapal-kapal negara lain sepanjang kapal-kapal negara asing tidak melanggar hukum dan perdamaian (sebagai catatan 1 mil laut = 1852 m ). 2. Zona Tambahan (sovereign rights) Dalam Pasal 33 UNCLOS 1982 disebutkan bahwa negara pantai dapat melaksanakan pengawasan pada wilayah laut di luar laut teritorialnya sejauh maksimum 24 mil laut dari garis pangkal. Pengawasan yang dimaksud adalah untuk: a) Mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter di dalam laut teritorialnya b) Menghukum pelanggaran peraturan perundang-undangan tersebut di atas yang dilakukan di dalam wilayah atau laut teritorialnya. 3. Zona Ekonomi Eksklusif (sovereign rights) Bab V pasal 55, 56 dan 57 UNCLOS 1982 mengatur mengenai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). ZEE adalah suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rejim hukum khusus yang ditetapkan dalam UNCLOS 1982, berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi negara pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan negara lain di atur. Di dalam ZEE, negara pantai memiliki hak eksklusif untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam, kebebasan navigasi, hak penerbangan udara, dan melakukan penanaman kabel serta jalur pipa ( Andi,I.M.A, 2007). 4. Landas Kontinen (sovereign rights) 5 Pasal 76 UNCLOS 1982 menyebutkan tentang batas landas kontinen, yaitu meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran tepi kontinen atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Pasal 77 menyebutkan bahwa negara pantai menjalankan hak berdaulat di landas kontinen untuk tujuan mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumberdaya alamnya. Sumberdaya alam yang dapat dieksplorasi dan dieksploitasi terdiri dari sumberdaya mineral, sumberdaya non hayati, sumberdaya hayati jenis sedenter yaitu organisme yang pada tingkat sudah dapat dipanen tetap berada pada atau di bawah dasar laut. a) berfungsi sebagai daerah/kawasan perbatasan (boundaries) dan garis alokasi (allocation lines). b) batas wilayah berfungsi tunggal (single) dan fragmented borders. 3. Batas Alam (Natural Boundaries) dan Batas Buatan (Artificial Boundaries) Klasifikasi batas wilayah yang mungkin selama ini paling banyak dikenal adalah Batas Alam (Natural Boundaries) dan Batas Buatan (Artificial Boundaries). Batas Alam memiliki dua arti, pertama, “naturally-marked boundary” yaitu fenomena alam yang digunakan sebagai batas oleh manusia seperti sungai dan punggung bukit. Kedua “naturally-made barrier” artinya fenomena alam yang memang secara alami sudah menjadi pemisah antara dua wilayah, sebagai contoh padang pasir (Jones, 1945). Pada konteks batas wilayah yang akan dibicarakan disini lebih ditekankan kepada makna “naturally-marked boundary” yaitu fenomena alam yang digunakan sebagai tanda batas wilayah. Dua fenomena alam yang paling sering dipakai sebagai natural boundaries adalah pegunungan (watershed) dan sungai. Dua jenis batas ini secara keseluruhan memiliki perbedaan dalam hal sifat dan persoalan di dalam penggunaanya sebagai batas. Perbedaan lebih lanjut terhadap dua jenis natural boundary ini muncul dari atribut keunggulan sifat-sifat alam yang dimiliki. Watershed (Garis Pemisah Air). Garis batas pada watershed merupakan garis khayal yang dimulai dari suatu puncak gunung dan menyelusuri punggung bukit yang mengarah kepada puncak gunung berikutnya. Ketentuan untuk menetapkan garis batas pada watershed ini adalah: 1) Garis batas tersebut tidak boleh memotong sungai, 2) Garis batas merupakan garis pemisah air yang terpendek, karena kemungkinan terdapat lebih dari satu garis pemisah air (lihat Gambar 4). a DAERAH A b DAERAH B c Kontur gunung Watershed b Garis Batas Gambar 4: Watershed dalam peta topografi sebagai natural boundaries 6 (Sumber : Permendagri No.1 tahun 2006) Gambar 5: Garis batas Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Tengah yang menggunakan Watershed , kenampakan pada Citra satelit SRTM (Sumber: PPBW Bakosurtanal, 2009 Sungai sebagai natural boundaries 7 Gambar 6: Sungai Motamalibaka sebagai natural boundary batas negara Republik Indonesia dengan Republik Demokratik Timor Leste. (Sumber: Survey Demarkasi PPBW Bakosurtanal - Teknik Geodesi UGM tahun 2003, dokumentasi Dedi Atunggal) Danau sebagai natural boundaries Danau sebagai fenomena alam juga dapat digunakan sebagai batas alam. Jika seluruh danau masuk ke wilayah salah satu daerah, maka tepi danau merupakan batas antara dua daerah. Jika garis batas memotong danau, maka garis batas di tengah danau adalah garis khayal yang menghubungkan antara dua titik yang merupakan perpotongan garis batas dengan tepi danau (lihat gambat di bawah). P2 DAERAH A P1 DAERAH B Gambar 7: Danau sebagai batas alam (Sumber : Permendagri No1 tahun 2006) Batas Buatan (Artificial Boundaries) Batas buatan artinya tanda batas yang dibuat oleh manusia sebagai pemisah dua atau lebih wilayah. Batas buatan misalnya dalam bentuk tugu atau pilar beton. Contoh tanda-tanda batas yang dibuat adalah seperti gambar-gambar berikut: 8 d c b a (a) (b) Gambar 8: Tanda batas buatan berupa pilar beton a). Pilar batas daerah Kab. Bantul- Kab. Sleman yang sudah terpasang. b) Kerangka beton pilar batas Sebelum terpasang TIPE TUGU BATAS RI-MALAYSIA 10,16 cm 1,35 m 22,86 cm 30,48 cm 45,72 cm 10,16 cm IND IND 76,20 cm 60,96 cm 91,44 cm 30,48 cm 16,24 cm 0,5 m 40,64 cm 60,96 cm 100 cm JARAK 300 KM JARAK 50 KM 60,96 cm JARAK 5 KM JARAK < 200 M Gambar 9: Tipe pilar batas wilayah negara Republik Indonesia- Malaysia di Kalimantan (Sumber : Amirullah Idris, 2006) 9 Gambar 10: Pilar batas negara RI- Malaysia tipe A yang sudah dipasang di Sekapal Kalimantan (Sumber : Amirullah Idris, 2006). Termasuk dalam Batas Buatan adalah, bangunan-bangunan infrastruktur yang dibuat manusia yang digunakan sebagai batas pemisah wilayah, sebagai contoh jalan, jalan kereta api (rel), selokan/saluran irigasi. Batas Buatan : As Jalan P1 Daerah A P3 P2 Daerah B Daerah C T Keterangan : .......... batas daerah titik acuan batas P : Titik kontrol batas T titik batas Gambar 11 : As Jalan sebagai batas wilayah tiga daerah (Sumber : Permendagri No.1 tahun 2006) 10 Gambar 12 : Jalan dan jalan kereta api sebagai artificial boundaries (Sumber : Permendagri No.1 tahun 2006). Artificial Boundaries : Tipe Astronomik Tipe yang lain dari batas buatan adalah tipe Astronomik atau Geometrik. Tipe ini sudah cukup kuno dan digunakan pada zaman kolonialisasi, ketika para kolonial melakukan delimitasi dan demarkasi batas wilayah koloninya. Pada waktu itu sangat populer, batas ditentukan menggunakan garis meridian (bujur) dan garis paralel (lintang), sehingga dalam demarkasi garis batas lintang dan bujur tersebut digunakan teknologi astronomi geodesi. Sebagai contoh garis lintang utara 450 dan 490 ditetapkan sebagai garis batas antara Kanada dan Amerika Serikat. Contoh tanda batas astronomik yang sangat populer di Amerika Serikat adalah garis batas Maxon-Dixon Line yaitu batas antara negara bagian Maryland dengan negara bagian Pennsylvania. Menurut sejarah, pada tahun 1632 Raja Inggris Charles I memberikan sebagian tanah koloninya di benua Amerika kepada Cecilius Calvert yang kemudian disebut tanah Maryland. Batas tanah Maryland ditetapkan disebelah utara pada garis 400 LU (Lintang Utara). Kurang lebih limapuluh tahun kemudian pada tahun 1681 Raja Charles II memberikan sebagian tanah koloninya kepada William Penn yang disebut tanah Pennsylvania yang terletak disebelah utara tanah Maryland. Konflik antara Calvert dan William Penn mulai terjadi ketika masing-masing melakukan klaim atas dasar garis lintang 400 LU khususnya terhadap kota bersejarah Philadelphia yang masing-masing mengklaim masuk ke wilayahnya. Selain perebutan kota Philadelphia, konflik juga terjadi disebabkan karena pada saat memberikan tanah-tanah koloninya pada umumnya tidak disertai adanya peta batas yang akurat. Konflik yang disertai kekerasan dan peperangan antara dua koloni tersebut berlangsung cukup lama, sampai akhirnya pada tahun 1763 dua orang surveyor ternama Inggris bernama Charles Mason and Jeremiah Dixon membantu perundingan dalam menegaskan garis batas lintang 400 LU di lapangan. Di Inggris, Charles Mason adalah 11 seorang astronomer yang bekerja di the Royal Observatory, sedang Dixon adalah seorang surveyor yang sangat terkenal di Inggris. Pada bulan November 1763, Mason-Dixon mulai melakukan penentuan lokasi yang pasti kota Philadelphia yang selanjutnya digunakan sebagai base point (titik ikat) untuk seluruh pengukuran. Batas Maryland- Pennsylvania ternyata terletak 15 mile di sebelah selatan kota Philadelphia, pada lintang 390 43’ 18,3” LU. Kemudian titik ini di pasang di lapangan dan titik ini dikenal sebagai the "Post mark'd West." (Pos Barat). Selanjutnya dari Pos Barat ini ditarik garis lurus ke arah timur yang dikenal sebagai Mason-Dixon Line, lihat Gambar 13. Gambar 13: Garis batas Mason-Dixon Line antara Maryland dan Pennsylvania di Amerika (Kathryn DeVan, Fall 2008). Contoh yang lain batas buatan Astronomik adalah batas wilayah antara Nugini (Papua) Belanda dan Nugini (Papua) Inggris/Australia yang ditetapkan pada garis bujur 1410 BT Greenwich sesuai konvensi tahun 1895 antara Belanda dan Inggris. Setelah ditetapkan melalui konvensi tahun 1895, selanjutnya antara Belanda dan Inggris melakukan demarkasi di lapangan. Demarkasi dilakukan dengan metode Astronomi geodesi. 12 Gambar 14 : Garis batas buatan Astronomik antara Papua Belanda (Indonesia) dengan Papua Inggris (Papua Nugini) Dari hasil kajian dokumen surat menyurat antara kedua negara dalam melakukan demarkasi yang dipelajari dari dokumen yang ada di The National Archieve London (Sumaryo,2010), diperoleh informasi sebagai berikut : 1. Telah dilakukan survey hidrografi pantai utara Nugini yang dilakukan tahun 1924-30 oleh kapal survey “Tideman” mendapatkan bahwa garis bujur 1410 Bujur Timur Greenwich (BT) yang merupakan batas antara Nugini Belanda dan Nugini Australia terletak sekitar dua kilometer di sebelah timur titik yang sebelumnya diasumsikan berdasarkan survey pada tahun 1896-99 yang dilakukan oleh kapal survey Jerman “Mowe” 2. Untuk memperoleh konfirmasi posisi yang tepat dari garis bujur tersebut disepakati masing-masing yaitu pihak Belanda dan Australia melakukan survey ulang. 3. Survey hidrografi oleh Belanda menggunakan kapal “Willeboard Snellius”, terhadap posisi garis bujur 141° BT di garis pantai utara Nugini ditetapkan dari titik astronomis “Van Aller” di Tandjong Soedja (Humbolt Bay, Western Side) ternyata mendapatkan posisi lain dengan perbedaan jarak 398 meter, menurut observasi yang dilakukan oleh pihak Australia pada tahun 1928. 4. Melalui perjanjian bersama, diputuskan untuk membagi dua perbedaan jarak 398 m tersebut seperti disepakati oleh perwakilan negara masing-masing. Mengingat posisi baru ini tidak cocok untuk pendirian tugu maka setelah konferensi lanjutan ditetapkan sebuah lokasi lain karena alasan kepentingan praktis, berjarak sekitar 31 meter di sebelah barat posisi hasil pembagian perbedaan jarak tersebut. 5. Melalui pengukuran, tugu tersebut kini berdiri pada jarak 167,7 meter di sebelah timur posisi bujur 141° BT yang ditetapkan dengan observasi Belanda dan 230,3 meter di sebelah barat posisi bujur 141° BT yang ditetapkan dengan observasi Australia. 6. Atas dasar kesepakatan tersebut maka Australia, menurut perhitungannya sendiri, mendapat lajur tambahan mengarah dari utara ke selatan selebar 230,3 meter, sementara Hindia Belanda memperoleh lajur yang serupa dengan lebar 167,7 meter. Batas wilayah yang berupa garis bujur atau garis lintang pada dasarnya merupakan batas yang bersifat khayal. Berbeda dengan garis batas yang berupa fenomena alam seperti punggung bukit atau sungai yang secara nyata ada di lapangan. Batas wilayah antara Nugini 13 Belanda dan Nugini Australia pada garis bujur 1410 BT Greenwich sesuai konvensi tahun 1895 antara Belanda dan Inggris juga merupakan batas khayal. Namun demikian antara Belanda dan Australia/Inggris menyadari betul bahwa batas khayal tersebut harus ditegaskan keberadaannya di lapangan. Sesuai dengan teknologi yang ada saat itu penegasan garis bujur di lapangan dilakukan dengan metode astronomi. Penegasan lapangan dengan metode astronomi terhadap kedudukan bujur 1410 timur Greenwich di garis pantai utara Nugini yang dilakukan oleh surveyor Belanda dari kapal “Willeboard Snellius” pada tahun 1933, menghasilkan perbedaan 398 m dari posisi yang dilakukan oleh pihak surveyor Mandataris Australia tahun 1928. Secara geometris perbedaan tersebut dapat diilustrasikan seperti Gambar 15 berikut : Gambar 15 : Hasil penegasan batas wilayah koloni secara astronomik oleh Belanda dan Inggris/Australia di Papua Pada titik hasil penegasan bersama itulah kemudian dipasang tugu batas yang ditetapkan sebagai bujur 1410 timur dari Greenwich yang selanjutnya disepakati sebagai batas wilayah antara Nugini Belanda dan Nugini Australia. Tugu tersebut terdiri dari bagian dasar setinggi 1 meter ditumpangi dengan obelisk setinggi 2,7 meter dengan ukuran dasar 1,5 meter. Prasasti yang tertulis pada tugu tersebut adalah sebagai berikut: Oostelijk grens Nederlandsch Nieuw Guinea 1410 O.L.Gr. Eastern Border Netherlands New Guinea 1410 E.L.Gr 14 Yang menarik secara teknis terungkap bahwa setelah masing-masing pihak menentukan posisi bujur 1410 BT di lapangan, ternyata survey yang dilakukan oleh pihak Australia jatuhnya posisi bujur 1410 BT justru ke arah timur yaitu ke arah wilayah Nugini Australia. Demikian halnya juga survey yang dilakukan oleh pihak Belanda ternyata jatuhnya posisi bujur 1410 BT justru ke arah barat yaitu ke arah wilayah Nugini Belanda. Namun kedua belah pihak menyadari betul bahwa dengan teknologi yang ada saat itu bagaimanapun perlu dilakukan penegasan batas wilayah di lapangan sekali untuk selamanya, meskipun penegasan batas di masa depan mungkin membuktikan bahwa batas yang ditetapkan tersebut tidak berada tepat pada garis bujur 1410 BT, namun hasil kesepakatan penegasan batas yang dilakukan pada tahun 1934 berlaku sekali dan untuk selamanya, karena demarkasi baru di lapangan nampaknya akan menyebabkan komplikasi jika, dalam pada itu, wilayah negara pada sisi perbatasan menjadi berharga/mahal dan memiliki nilai startegis. Contoh lain batas Astronomik adalah batas wilayah negara Republik IndonesiaMalaysia di pulau Sebatik yang diwarisi dari batas yang dibuat pada perjanjian antara Inggris dan Belanda pada tahun 1891. Batas astronomik tersebut terletak pada 40 10’ LU, memotong Pulau Sebatik dari barat ke timur (lihat Gambar16 ). Gambar 16: Batas Astronomik sebagai batas negara RI-Malaysia di P. Sebatik (Sumber Amirullah Idris, 2006) Batas buatan Astronomik secara geometrik bentuknya bagus, lurus mengikuti garis lintang atau bujur, namun pada kasus-kasus tertentu sering dibatalkan tidak berdasarkan perjanjian karena garis batas astronomik sering memotong fenomena alam yang menyatukan suatu wilayah. III. EVALUASI Evaluasi proses belajar mengajar minggu 1 dilakukan dengan dua cara: 1) Pre-Test : dilakukan sebelum materi kuliah diberikan untuk mengetahui pengetahuan mahasiswa terhadap materi Penetapan & Penegasan Batas Wiayah sebelum perkuliahan. Soal pre-test dalam bentuk pilhan ganda. 2) Evaluasi minggu I dalam bentuk menjawab soal-soal 15 Materi evaluasi minggu I: a) Jelaskan pengertian border line dan boundary a) Dalam konteks batas internasional dikenal istilah : Sovereignty dan Sovereign right. Jelaskan perbedaan kedua pengertian tersebut. b) Ada beberapa jenis zona maritim yaitu : Laut teritorial, perairan Pedalaman, Perairan Kepulauan, Zona Tambahan, ZEE,dan Landas Kontinen. Jelaskan masing-masing zone tersebut disertai ilustrasi gambar. c) Apa perbedaan pengertian tentang limit batas maritim (maritime limits) dan batas maritim d) e) f) g) h) (maritime boundaries), Jelaskan pengertian Artificial Boundaries Tipe Astronomik dan berikan contoh Jelaskan dan beri contoh batas wilayah yang menggunakan fenomena alam. Apakah fungsi batas internasional (antar negara) Apakah fungsi batas wilayah daerah otonom di Indomesia Pengertian batas wilayah tidak lepas dari konsep wilayah geografis yang dibatasi. Dalam konteks batas wilayah daerah otonom di Indonesia konsep wilayah menagcu konsep yang mana? Jelaskan. Jawaban soal akan didiskusikan di dalam kelas DAFTAR BACAAN (REFERENSI): 1. Caflisch, L., 2006, A Typology of Borders, International Symposium on Land and River Boundary Demarcation and Maintenance in Support of Borderland Development Bangkok, Thailand, 7-11 November 2006. 2. Churchill, R. and Lowe, A. (1999). The Law of the Sea, Manchester University Press Cole, George. M. (1997). Water Boundaries . 3. Jones,B.,S., 2000, Boundary Making, A Handbooks for Statesmen, Treaty Editors and Boundary Commissioners, William S. Hein & Co.Inc., Buffalo, New York. 4. Sutisna, S., 2004, Pandang Wilayah Perbatasan Indonesia, Pusat Pemetaan Batas Wilayah, Bakosurtanal 16