Anak menderita HIV/Aids Catatan untuk fasilitator

advertisement
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Bab 8 – Anak menderita HIV/Aids
Catatan untuk fasilitator
Ringkasan Kasus:
Krishna adalah seorang bayi laki-laki berusia 8 bulan yang dibawa ke Rumah Sakit dari sebuah desa.
Menurut keterangan Krishna beberapa kali menderita pneumonia dan diare yang berkepanjangan sejak ia
berusia 5 bulan. Saat ini dia menderita batuk dan demam selama 8 hari. Karena anak terlihat makin parah,
sesak napas dan tidak bisa menetek/minum, kemudian Ibu membawanya ke Rumah Sakit. Di Rumah Sakit
Krishna dicurigai menderita infeksi HIV. Terdapat beberapa indikator adanya infeksi HIV: infeksi berulangulang, sariawan pada mulut, limfadenopati menyeluruh, dan hepatosplenomegali. Ayah Krishna ternyata
sering sakit selama kurang lebih setahun terakhir dan mengalami penurunan berat badan. Infeksi HIV
dipastikan setelah hasil pemeriksaan darah ( ELISA) orang tuanya positf HIV, demikian juga dengan
Krishna. Dari gejala yang ada dan hasil pemeriksaan laboratorium, infeksi HIV telah dapat dipastikan,
walaupun tes antibodi yang dilakukan sebelum usia 18 bulan mungkin merefleksikan adanya antibodi
maternal daripada infeksi sesungguhnya. Selama sakit, tanda dan gejala-gejala yang ada pada Krishna
adalah pneumonia berat dan pada foto dada kesan terlihat adanya infiltrat interstisial bilateral. Dia
mendapat pengobatan awal untuk penyakit pneumonia carinii dengan kotrimoksazole per oral dan suntikan
Ampisilin untuk kemungkinan diagnosis pneumonia bakterial. Untuk kandidiasis oral, pada awalnya diterapi
dengan nistatin oral, namun karena tidak menunjukkan perbaikan
diganti dengan flukonasol, dan
berangsur-angsur hilang dalam waktu 3 hari. Pneumonia yang diderita Krishna pulih secara perlahan. Dia
diperbolehkan pulang dengan tetap diberikan kotrimoksazol oral untuk profilaksis dengan rencana tindak
lanjut untuk memantau kondisi klinis, pertumbuhan, gizi dan status imunisasi serta untuk memberikan
dukungan psikososial kepada keluarganya. Orang tuanya diberi nasihat tentang infeksi HIV. Mereka juga
diberi informasi tentang bagaimana meningkatkan kualitas dan kelangsungan hidup penderita dengan
infeksi HIV, bahwa perawatan , pengobatan dan pemantauan merupakan hal yang sangat penting.
Setelah menyelesaikan studi kasus ini, peserta diharapkan mampu:
Memahami bagaimana penularan infeksi HIV
Melakukan penilaian triase kegawat daruratan dan merawat anak yang menderita HIV/AIDS
Memahami bahwa manajemen infeksi pada anak-anak penderita HIV hampir sama dengan anakanak lain, walaupun anak-anak penderita HIV kemungkinan akan mengalami infeksi yang
berulang-ulang, parah dan berkepanjangan dengan kemungkinan terdapat infeksi baru yang
muncul.
Menduga adanya kemungkinan infeksi HIV pada anak dengan tanda klinis yang umum dijumpai
pada HIV pada anak.
Memahami manajemen khusus untuk kondisi-kondisi yang terkait dengan HIV.
Memahami bahwa imunisasi merupakan hal yang vital bagi anak-anak yang terinfeksi HIV. Hanya
vaksin BCG yang tidak diberikan jika anak menderita infeksi HIV.
Konseling bagi orang tua mengenai HIV/AIDS, menjelaskan bahwa penyakit tersebut dapat
diobati, namun demikian kualitas dan kelangsungan hidup dapat ditingkatkan apabila diikuti
dengan penanganan yang tepat. Kerahasian test harus dijamin.
Jika di wilayah anda tersedia terapi anti-retroviral, beri saran kepada orang tua mengenai terapi
tersebut.
Tidak lanjut perawatan merupakan hal yang penting untuk memantau kondisi klinis anak,
pertumbuhan, gizi dan status imunisasi serta dukungan psikologis.
Memberikan perawatan paliatif yang memadai jika diperlukan.
Pemeriksaan:
Pemeriksaan darah lengkap ( ditemukan anemia ringan yang dapat diterapi dengan tablet besi
oral setelah infeksi teratasi dan nafsu makan anak meningkat)
Gula darah dalam batas normaol
Foto dada dijumpai gambaran infiltrat interstisial bilateral yang menunjukkan kemungkinan
pneumonia pneumocystis pada penderita infeksi HIV.
Perawatan darurat yang diberikan:
Mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka (Rujuk hal. 8)
Oksigen melalui nasal prongs (Rujuk hal. 12, 303)
Obat-obatan yang digunakan:
Kotrimoxazole per oral
Ampisilin awalnya diberikan secara intravena kemudian diganti Amoksilin per oral.
nystatin oral selama 3 hari, kemudian flukonasol selama 7 hari
parasetamol oral untuk nyeri dan demam
Perawatan tambahan yang diberikan:
Pemantauan frekuensi napas, denyut nadi, dan tekanan darah secara teliti.
Terapi oksigen dilanjutkan sampai distress pernapasan berat dan sianosis menghilang
Asupan makanan melalui pipa nasogastrik diberikan di awal kemudian dilanjutkan dengan
makanan yang kaya nutrisi per oral
Bagian 8 – Anak-anak penderita HIV/AIDS
Catatan untuk peserta
Studi Kasus 6
Masalah:
Krishna adalah seorang bayi laki-laki berusia 8 bulan yang dibawa ke Rumah Sakit dari desa yang tidak
jauh. Krishna menderita batuk dan demam selama 8 hari. Dia tampak sesak napas, demam tinggi dan tidak
mampu minum/menetek. Pada saat pemeriksaan, anak terlihat kurus, pucat, kebiruan (sianosis) dan
dijumpai tarikan dinding dada suprasternal dan subkostal. Selain itu didapatkan bercak-bercak putih pada
lidah serta bagian belakang dan sisi dalam mulut.
Kondisi mulut Krishna
Apakah tahapan anda dalam manajemen anak dengan sakit berat?
Catatlah informasi penting dari permasalahan yang diajukan
Tanda kedaruratan dan penting apa yang anda ketahui berdasarkan riwayat penyakitnya?
Pengobatan kedaruratan apa yang diperlukan oleh Krishna?
Pemeriksaan apa yang harus anda lakukan?
Catatlah kemungkinan sebab penyakit
Apakah diagnosis awal anda?
Apakah anda mencurigai bahwa anak tersebut menderita HIV? Jika ya, tanda-tanda klinis apa
yang menunjukkan HIV/AIDS?
Pemeriksaan apa yang akan anda lakukan?
Interpretasi apa yang dapat anda buat berdasarkan hasil pemeriksaan yang ada?
Bagaimana tata laksana anak tersebut?
Progress:
Krisha diobati dengan kotrimoksazol per oral untuk dosis PCP dan suntikan Ampisilin. Dia kemungkinan
menderita Pneumonia pneumocystis carinii sesuai tanda dan gejala yang ada yaitu pneumonia berat dan
infiltrat pada foto thorax (Rujuk hal. 291). Sariawan dimulut dirawat dengan nistatin oral, namun karena tidak
membaik, sehingga diganti dengan flukonasol dan terlihat perbaikan yang cepat dalam 2-3 hari. Pada
awalnya anak mendapat asupan makan melalui pipa nasogastrik karena sariawan di mulutnya. Setelah
sariawan di mulut berkurang dan anak bisa menetek dilanjutkan pemberian makanan per oral. Ibu diminta
memberi ASI sesering yang diinginkan dan pemberian makanan per oral (makanan ringan lebih dari 3 kali
sehari). Ibunya memutuskan untuk melanjutkan memberi ASI supaya mendapatkan gizi terbaik. Orang
tuanya diberi arahan untuk memberikan makanan yang bergizi. Demamnya diterapi dengan paracetamol
tablet. Oksigen dilanjutkan hingga distress pernapasan berat dan sianosis yang diderita pulih, dan dapat
minum kembali tanpa sesak napas.
Kondisi Krishna membaik secara perlahan, walaupun memerlukan lebih dari 2 minggu sampai demam
teratasi, dan pulih dari batuk serta kesulitan bernapas. Terapi kotrimoksazol peroral dilanjutkan selama 3
minggu dan suntikan Ampisilin diganti Amoksilin oral setelah 5 hari dan tidak dilanjutkan lagi setelah 5 hari.
Pemulangan pasien direncanakan pada saat kondisinya membaik. Krishna dipulangkan dengan pemberian
antibiotik profilaksis: kotrimoxazole 2 kali sehari selama 3 hari setiap minggu (Rujuk hal. 238). Tindak
lanjutnya adalah selama 2 minggu pemantauan terhadap:
-
kondisi klinis
-
pertumbuhan
-
gizi
-
imunisasi campak saat berusia 9 bulan
-
dukungan psikologis bagi keluarga
orang tua Krishna diberi saran tentang proses penularan HIV/AIDS pada anak, bahwa penyakit tersebut
tidak dapat disembuhkan, namun kualitas dan kelangsungan hidup anak dapat ditingkatkan apabila
penanganan infeksi yang cepat dan asupan gizi dioptimalkan. Orang tua Krishna diberitahu bahwa
perawatan lanjutan sangat penting bagi kesehatan Krishna. Obat antiretroviral semakin meningkat
ketersediaannya, namun orang tua Krishna memepertimbangkan apakah mereka harus menggunakan obat
tersebut. Konseling bagi orang tua direncanakan dengan melibatkan tenaga psikolog.
Kesimpulan:
Krishna adalah penderita infeksi HIV yang ditularkan melalui transmisi perinatal, datang dengan kondisi gizi
buruk, infeksi pernafasan dan gastrointestinal berulang serta sariawan pada mulut. Krishna dan orang
tuanya telah dipastikan menderita infeksi HIV. Tanda dan gejala yang diderita Krishna adalah pneumonia
berat dan infiltrasi interstisial bilateral bilateral pada foto thorax. Dia telah mendapatkan terapi awal untuk
kemungkinan pneumonia pneumocystitis carinii dengan kotrimoksazole, tetapi juga dirawat dengan suntikan
Ampisilin karena tidak mungkin untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis infeksi bakteri. Kandidiasis
pada mulut awalnya diobati dengan nystatin oral namun baru pulih pada saat diobati dengan flukonazol.
Proses pemulihan pneumonia-nya berjalan lambat. Krishna dipulangkan dengan pemberian antibiotik
kotrimoksazol untuk profilaksis dengan perencanaan tindak lanjut. Orang tua Krishna diberi arahan
mengenai penyakit HIV yang tidak dapat disembuhkan, komplikasi yang mungkin muncul, dan pengobatan
yang dapat dilakukan. Mereka diinformasikan tentang kemungkinan peningkatan kualitas dan kelangsungan
hidup apabila diberikan pengobatan yang cepat dan segera terhadap gejala infeksi berulang,dengan
pemberian terapi kotrimoksazol untuk profilaksis, dan asupan gizi yang baik. Kepada orangtua juga
dijelaskan tentang obat-obat antiretroviral yang tersedia, namun orangtua belum bersedia dan akan
membahas lagi pada saat kunjungan ulang. Mereka diinformasikan bahwa infeksi HIV tidak dapat ditularkan
antara Krishna dan saudara perempuannya, atau kepada anak-anak lain yang melakukan kontak dengan
Krishna. Mereka juga diinformasikan tentang kebutuhan akan kontrasepsi untuk mencegah adanya
kehamilan serta tentang penggunaan kondom.
Sebagian besar infeksi dan manajemen anak dengan infeksi HIV hampir sama dengan anak-anak lain,
walaupun anak-anak pengidap infeksi HIV mungkin memiliki tingkat kekambuhan yang lebih sering, lebih
berat dan infeksi lain yang berlangsung lebih lama dari infeksi lain pada umumnya.
Terdapat gejala dan tanda yang bervariasi saat anak dinyatakan kemungkinan menderita infeksi HIV
(Rujuk hal. 224). Anak-anak diduga terkena infeksi HIV apabila ia menderita infeksi berulang, sariawan
pada mulut, parotitis kronis, limfadenopati generalisata, hepatosplenomegali, demam persisten atau
berulang, disfungsi neurologik, herpes zoster, dermatitis akibat HIV. Pengobatan pada infeksi berulang,
dukungan gizi, konseling dan pemantauan sebaiknya diberikan bagi anak untuk meningkatkan kualitas
hidupnya. Obat antiretroviral sekarang semakin banyak dan telah tersedia di Indonesia. Masih dijumpai
masalah seputar logistik/pengadaan, distribusi, kepatuhan terhadap terapi, keberadaan tenaga konselor,
pengobatan tindak lanjut, biaya dan lain-lain. Meskipun demikian, anak-anak dengan infeksi HIV yang
berasal dari keluarga tidak mampu tetap dapat hidup dengan baik dengan tersedianya obat antiretroviral.
Dengan tersedianya obat-obat antiretroviral, anak-anak dengan infeksi HIV dapat tumbuh dengan baik
sehingga stigma dan diskrimasi yang timbul dapat dikurangi.
Untuk informasi lebih jauh, silahkan akses:
http://www.who.int/hiv/toolkit/arv/en/indek.isp
http://www.who.int/3by5/publications/documents/arv_guidelines/en
Download