Sifat Fisikokimia dan indeks glikemik berbagai

advertisement
III. METODOLOGI PENELITIAN
A.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kimia antara lain heksana, air
destilata, dietil eter, kertas saring, batu didih, KI, eter, metanol, etanol, alkohol,
aseton, amilosa murni, petroleum eter, bufer fosfat, enzim pepsin, enzim
pankreatin, termamyl, aluminium foil, celite kering, crucible kering porositas 2,
K2SO4, HgO, Na2S2O3, H2SO4, H3BO3, HCl, pereaksi folin, Na2CO3, NaOH,
larutan Luff-Schoorl, indikator PP, indikator pati, indikator metil merah-metilen
blue, CH3COOH, buffer asetat, kertas saring dan glukosa murni. Bahan-bahan
yang digunakan untuk analisis daya cerna pati antara lain pati murni, buffer Nafosfat, larutan enzim α-amilase, pereaksi dinitrosalisilat, air destilata, larutan
maltose standar, dan glukosa murni.
B.
Alat
Alat-alat yang digunakan untuk analisis fisik adalah Chromameter CR-300
(Minolta Camera, Co. Japan 82281029) dan Rheoner. Alat-alat yang digunakan
untuk analisis kimia adalah pipet tetes, pipet volumetrik 10, 5, dan 2 ml, gelas
piala ukuran 100 dan 400 ml, cawan alumunium, cawan porselen, labu lemak,
labu Kjeldahl, cawan petri, gelas ukur 10, 100 dan 300 ml, erlenmeyer 100, 300
dan 1000 ml, neraca analitik, pendingin balik, tanur, oven pengering, alat destilasi,
desikator, soxhlet, gegep, pinset, tabung reaksi, bunsen, hot plate, batang
pengaduk, dan spektrofotometer. Alat-alat yang diginakan untuk uji indeks
glikemik antara lain kertas uji indeks glikemik, jarum dan alat penguji kadar
glukosa (Gluconometer).
C.
Metode Penelitian
1.
Analisis Kimia
a. Uji Kadar Air Metode Oven Udara (AOAC 1995)
Kadar air sampel bahan pangan dapat ditentukan secara langsung dengan
menggunakan metode oven pada suhu 105oC. sampel sejumlah 3–5 gram
ditimbang dan kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan
sebelumnya dan diketahui bobotnya. Sampel dan cawan dikeringkan dalam
oven bersuhu 105oC selama 6 jam. Cawan kemudian didinginkan dan
15
ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap.
Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar air (%bb) = ((a-(b-c))/a) x 100%
Kadar air (%bk) = ((a-(b-c)/ (b-c)) x 100%
Keterangan:
a = berat sampel awal (g)
b = berat sampel akhir dan cawan (g)
c = berat cawan (g)
b. Uji Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)
Kadar abu dalam bahan pangan dapat ditentukan dengan menimbang sisa
mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 550oC di dalam tanur.
Sejumlah 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan
porselen yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Cawan dan sampel
tersebut dibakar dengan pembakaran bunsen dalam ruang asap sampai sampel
tidak berasap dan diabukan pada tanur pengabuan suhu 550oC sampai
dihasilkan abu yang berwarna abu-abu terang dan bobotnya telah konstan.
Selanjutnya kembali didinginkan di dalam desikator dan ditimbang segera
setelah mencapai suhu ruang. Kadar abu dihitung menggunakan rumus:
Kadar abu (%) = Bobot setelah pengabuan-Bobot cawan x 100
Bobot awal sampel
c. Uji Kadar Protein dengan metoda Kjeldahl (AOAC 1995)
Analisis kadar protein dibagi dalam 3 tahap :
a) Digesti
Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g dalam labu digesti dan
ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat dan dimasukkan batu didih untuk
mempercepat proses digesti. Sampel dipanaskan sampai sampel
menjadi jernih kekuningan tanpa partikel di dalam sampel. Blanko
dibuat pula tanpa sampel.
16
b) Destilasi
Larutan asam borat ditambahkan ke dalam labu Erlenmeyer
penerima destilat dan dipasang di rangkaian alat destilasi. Selang
pengalir destilat harus tercelup dalam larutan asam borat. Sampel
dimasukkan ke dalam alat destilasi dan didestilasi sampai jumlah
destilat mencapai sekitar 20 ml.
c) Titrasi
Larutan HCl yang sudah distandardisasi dicari normalitasnya.
Indikator metil merah-metilen biru ditambahkan ke dalam sampel.
Sampel kemudian dititrasi menggunakan HCl
sampai terjadi
perubahan warna. Volume HCl yang terpakai dicatat dan dihitung
menggunakan rumus:
% N = Normalitas HCl x Volume HCl terpakai x 14,007g N x 100
Bobot sampel
Mol
% Protein = % N x 6,25
d. Uji Kadar Lemak dengan ekstraksi Soxhlet (AOAC 1995)
Metode yang digunakan adalah metode Soxhlet. Prinsip analisis ini adalah
melarutkan lemak dengan pelarut dietil eter. Lemak yang dihasilkan adalah
lemak kasar. Sejumlah 2 gram sampel ditimbang dan dimasukan ke dalam
selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas. Sumbat selongsong kertas
yang berisi dengan kapas, lalu keringkan dalam oven pada suhu tidak lebih
dari 800C selama 1 jam.
Kertas saring yang telah kering dimasukkan dalam alat ekstraksi Soxhlet
yang telah dihubungkan ke labu lemak bersama dengan dietil eter. Kemudian
sampel direfluks selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam
labu lemak berwarna jernih. Pelarut dalam labu lemak didestilasi, labu yang
berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC sampai pelarut
menguap semua. Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut
ditimbang sampai memperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung
dengan rumus :
17
Kadar Lemak (%) =
Bobot lemak (g)
100%
Bobot sampel(g)
e. Uji Kadar Karbohidrat (by difference)
Analisis dilakukan dengan metode by difference yaitu dengan menghitung
selisih yang dihasilkan setelah perhitungan kadar air, kadar abu, kadar lemak,
dan kadar protein.
Kadar Karbohidrat (%) = 100 - (Kadar air + Kadar Abu + Kadar Protein +
Kadar Lemak )
f. Total Gula (Metode Luff Schoorl, SNI-01-2892-1992)
Timbang bahan 2.5-25 gram sampel, dipindahkan dalam labu takar 100 ml
dan tambahkan 20 ml akuades, bubur Al(OH)3 dan larutan Pb asetat.
Penambahan bahan penjernih ini diberikan tetes demi tetes sampai penetesan
reagensia tidak menimbulkan pengeruhan lagi, kemudian tambahkan aquades
sampai tanda tera dan disaring.
Filtrat ditampung dalam gelas piala. Tambahkan Na2CO3 anhidrat atau
K/Na oksalat anhidrat atau Na fosfat secukupnya untuk menghilangkan
kelebihan Pb. Diambil 50 ml filtrtat bebas Pb, masukkan ke dalam erlenmeyer,
tambahkan 25 ml aquades dan 10 ml HCl 30%. Panaskan di atas penangas air
pada suhu 67-70oC selama 10 menit lalu dinginkan secepatnya sampai suhu
20oC. Netralkan dengan NaOH 45%, kemudian diencerkan sampai volume
tertentu sehingga 25 ml air mengandung 15-60 mg gula pereduksi.
Sebanyak 25 ml larutan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
ditambahkan 25 ml larutan Luff Schrool. Blanko dibuat dari 25 ml larutan
Luff Schrool ditambah 25 ml akuades. Kemudian erlenmeyer dihubungkan
dengan pendingin balik lalu dididihkan (usahakan 2 menit sudah mendidih).
Pendidihan pertahankan 10 menit lalu didinginkan dan tambahkan 15 ml KI
20% dan 25 ml H2SO4 26.5%.
Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na thiosulfat 0.1 N
menggunakan indikator pati 2-3 ml. Penetapan berat glukosa dilakukan
18
dengan membandingkan volume Na-thiosulfat yang diperlukan dengan tabel
Luff Schrool.
Total Gula (%) = bobot glukosa x FP x 100%
bobot sampel
g. Uji Kadar Pati (Direct Acid Hydrolisis Method; AOAC 1995)
Sampel yang telah dihaluskan, ditimbang 2-5 g, dan ditambahkan 50 ml
akuades serta diaduk selama 1 jam. Suspensi disaring dengan kertas saring dan
dicuci dengan akuades sampai volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung
karbohidrat yang larut dan dibuang.
Untuk bahan yang mengandung lemak, pati yang terdapat sebagai residu
pada kertas saring dicuci 5 kali dengan 10 ml eter. Eter dibiarkan menguap
dari residu, kemudian dicuci lagi dengan 150 ml alkohol
10% untuk
membebaskan karbohidrat yang terlarut.
Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam
erlenmeyer dengan pencucian 200 ml akuades dan ditambahkan 20 ml HCl
25%, lalu ditutup dengan pendingin balik dan dipanaskan di atas penangas air
mendidih selama 2,5 jam. Setelah dingin, larutan dinetralkan dengan larutan
NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 500 ml, kemudian disaring.
Penentuan kadar gula dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh.
Berat glukosa yang dikalikan dengan faktor konversi 0,9 merupakan berat
pati.
h. Uji Kadar Amilosa (Muchtadi dan Sugiyono 1992)
Pengukuran kadar amilosa didasarkan pada kurva standar. Mula-mula
dilakukan pembuatan amilosa standar, yaitu dengan menimbang amilosa
kentang sebagai amilosa murni sebanyak 40 mg, lalu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N.
Campuran tersebut dipanaskan dalam air mendidih dipindahkan ke dalam labu
takar 100 ml dan ditambahkan sampai tanda tera. Larutan campuran dipipet ke
dalam labu takar masing-masing 1, 2, 3, 4 dan 5 ml. Ke dalam labu takar
tersebut ditambahkan asam asetat 1 N berturut-turut sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8
dan 1 ml serta masing-masing labu takar ditambah pula dengan 2 ml larutan
19
iod. Kemudian ditambahkan air sampai tanda tera. Setelah itu, larutan dikocok
dan
dibiarkan
selama
20
menit.
Absorbansinya
diukur
dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm yaitu panjang gelombang
yang memberikan absorbansi maksimum untuk warna biru. Kurva standar
dibuat dengan cara memplot kadar amilosa (sumbu x) dengan absorbansinya
(sumbu y).
Kadar Amilosa =
x 100%
Keterangan:
A : absorbansi sampel pada panjang gelombang 620 nm
S : slope kemiringan pada kurva standar
FP : faktor pengenceran
W : berat sampel
i. Komposisi Mineral (Miller 1998)
Analisis komposisi mineral dilakukan dengan menggunakan alat Atomic
Absorption Spectrophotometer. Persiapan sampel yang dilakukan adalah
sebagai berikut. Mula-mula sampel sebanyak 1-2 g dimasukkan ke dalam
cawan porselin ukuran 50 ml yang telah dikeringkan (600C, 15 menit) dan
telah didinginkan. Selanjutnya sampel dibakar atau dioven 2500C sampai
asapnya habis (2 jam) dan diletakkan dalam tanur pengabuan 5500C selama 6
jam. Apabila sampel tetap berwarna hitam ditambahkan 1 ml air destilata
bebas ion dan 1 ml HNO3 pekat. Kemudian diuapkan sampai kering (1101500C), dan diabukan lagi 3500C selama 30 menit.
Setelah semua sampel telah menjadi abu berwarna putih, ditambahkan 5 –
6 ml HCl 6 N dan dipanaskan di hot plate dengan suhu rendah sampai kering.
Kemudian ditambahkan 15 ml HCl 3 N dan dipanaskan kembali sampai mulai
mendidih, dan didinginkan. Larutan abu dituangkan ke dalam labu takar
melalui kertas saring. Cawan dibilas dengan HCl 3 N 10 ml dan dipanaskan
sampai mulai mendidih. Setelah didinginkan larutan dituang kembali melalui
kertas saring ke dalam labu takar. Selanjutnya cawan dibilas dengan air
destilata bebas ion minimal 3 kali, dan air bekas pembilasan juga dituang
20
melalui kertas saring ke dalam
labu
takar. Khusus untuk analisis Ca
ditambahkan 5 ml Stronsium Klorida untuk tiap 100 ml larutan. Setelah itu
labu takar ditepatkan sampai tanda tera dengan air destilata, dan sampel siap
dianalisis dengan Atomic Absorption Spectrophotometer.
Kadar mineral (mg/l) =
Keterangan:
FP
W
a= konsentrasi sampel dari kurva standar (mg/L)
FP= faktor pengenceran
W= berat sampel (g)
j. Uji Kadar Serat Pangan Metode Enzimatis (AOAC 1995)
Sampel kering diekstrak lemaknya dengan pelarut petroleum eter pada
suhu kamar selama 15 menit. Sejumlah 1 gram sampel bebas lemak (w)
dimasukkan ke dalam erlenmeyer, dan ditambahkan 25 ml 0.1 M buffer fosfat
pH 6.0 dibuat suspensi. Selanjutnya, ditambahkan 0.1 ml termamyl, ditutup
dengan alufo dan diinkubasi pada suhu 100oC selama 15 menit, diangkat dan
didinginkan, dan ditambahkan 20 ml akuades dan pH diatur menjadi 1.5
dengan menambahkan HCl 4 M. Tambahkan 100 mg pepsin, ditutup dan
diinkubasi pada suhu 40C dan diagitasi selama 60 menit. Tambahkan 20 ml
akuades dan pH diatur menjadi 6.8 dan tuangkan 100 mg pankreatin, ditutup
dan diinkubasi pada suhu 40C selama 60 menit sambil diagitasi, dan terakhir
pH diatur dengan HCl menjadi 4.5. Selanjutnya, disaring dengan crucible
kering porositas 2 yang telah ditimbang bobotnya yang mengandung celite
kering (bobot diketahui), lalu dicuci dua kali dengan akuades.
Residu (serat makanan tidak larut/IDF)
Sampel dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton, dan
dikeringkan pada suhu 105C sampai berat tetap (sekitar 12 jam). Timbanglah
sampel setelah didinginkan dalam desikator (D1). Selanjutnya, sampel
diabukan dalam tanur 500C selama minimal 5 jam dan ditimbang setelah
didinginkan dalam desikator (I1).
21
Filtrat (serat makanan larut /SDF)
Volume filtrat diatur dengan akuades sampai dengan 100 ml, lalu
ditambah dengan 400 ml etanol 95% hangat (60oC), diendapkan selama 1 jam.
Filtrat disaring dengan crucible kering porositas 2 yang mengandung 0.5 g
celite kering dan dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml aseton, dan
dikeringkan dengan oven pada suhu 105 C sampai berat konstan, didinginkan
dalam desikator dan ditimbang (D2). Selanjutnya diabukan dalam tanur 500oC
selama minimal 5 jam. Dinginkan dalam desikator dan ditimbang (I2).
Serat makanan total TDF dan blanko
Serat makanan total (TDF) ditentukan dengan menjumlahkan nilai SDF
dan IDF. Nilai blanko untuk IDF dan SDF diperoleh dengan cara yang sama
namun tanpa menggunakan sampel
Nilai IDF (%) = ((D1-I1-B1)/w) x 100%
Nilai SDF (%) = ((D2-I2-B2)/w) x 100%
Serat Pangan = IDF + SDF
Keterangan:
2.
W
: berat sampel (g)
D
: berat setelah analisis dan dikeringkan (g)
I
: berat setelah diabukan (g)
B
: berat blanko bebas serat (g)
Analisis Daya Cerna Pati in vitro (Muchtadi 1989)
Daya cerna pati sampel dihitung sebagai persentase terhadap pati murni
(soluble starch). Suspensi sampel (1%) dipanaskan dalam penangas air selama 30
menit untuk mencapai suhu 90oC, dan didinginkan. Sebanyak 2 ml larutan sampel
dalam tabung reaksi ditambah 3 ml air destilata dan 5 ml larutan buffer Na-fosfat
0,1 M dengan pH 7,0, selanjutnya diinkubasikan pada penangas air 37oC selama
15 menit.
Larutan tersebut ditambahkan 5 ml larutan enzim α-amilase dan
diinkubasikan pada penangas air 37oC selama 15 menit. Tabung reaksi lain
ditempatkan 1 ml campuran reaksi, dan ditambahkan 2 ml pereaksi dinitrosalisilat
22
lalu dipanaskan dalam penangas air 100oC selama 10 menit. Setelah didinginkan,
campuran reaksi diencerkan dengan menambahkan 10 ml air destilata.
Warna oranye–merah yang terbentuk dari campuran reaksi diukur
absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm.
Kadar maltosa dari campuran reaksi dihitung dengan menggunakan kurva standar
maltosa murni yang diperoleh dengan cara mereaksikan larutan maltosa standar
dengan pereaksi dinitrosalisilat menggunakan prosedur seperti di atas. Daya cerna
sampel dihitung sebagai persentase terhadap pati murni:
Daya cerna =
3.
x 100%
Uji Indeks Glikemik (Miller et. al. 1996; El 1999)
Setiap porsi penyajian produk olahan snack yang akan ditentukan IG-nya
mengandung 50 g karbohidrat. Produk tersebut diberikan kepada relawan yang
telah menjalani puasa penuh (kecuali air) selama semalam (sekitar pukul 22.00
sampai pukul 08.00 keesokan harinya). Panelis yang digunakan terdiri atas dua
kategori yaitu individu normal (non DM) sebanyak 10 orang, serta 10 individu
penderita diabetes (DM).
Sebelum konsumsi sampel, responden normal dan DM diambil contoh
darahnya sebanyak 50 μL sampel darah dari ujung jari (finger-prick capillary
blood samples method) dan diukur kadar glukosanya. Hasilnya dinyatakan sebagai
kadar glukosa darah puasa (kadar glukosa menit ke-0). Setelah konsumsi produk
sebanyak 50 μL sampel darah diambil kembali dari ujung jari setiap 30 menit
untuk diukur kadar glukosanya (pengukuran kadar glukosa menit ke-30, 60, 90,
dan 120). Sebagai standar, responden diberikan 50 gram glukosa murni.
Kadar glukosa darah (pada waktu setiap pengambilan sampel) diplotkan
pada dua sumbu, yaitu sumbu waktu (x) dan sumbu kadar glukosa darah (y).
Indeks glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva
antara pangan yang diukur IG-nya dengan pangan acuan (glukosa murni)
dikalikan 100 (Miller et al. 2003).
Indeks Glikemik =
L
L
A
A
x 100
23
Beban glikemik
Konsep beban glikemik diperkenalkan dengan perhitungan yang
sederhana, yaitu mengalikan nilai IG suatu makanan dengan kandungan
karbohidrat per sajian kemudian dibagi 100 (Leeds et al. 2003).
Beban Glikemik =
4.
IG K
Analisis Fisik
Analisis fisik merupakan analisis yang mendeskripsikan mengenai kondisi
fisik dari produk yang diteliti. Analisis fisik dalam penelitian ini dilakukan secara
obyektif dan subyektif. Analisis fisik yang dilakukan secara obyektif adalah uji
warna (Chromameter) dan kekerasan (Rheoner). Analisis fisik secara subyektif
dilakukan melalui uji evaluasi sensori. Berbagai analisis fisik yang dilakukan
dalam penelitian ini antara lain:
a. Analisis Warna (Metode Hunter)
Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter
CR-300 (Minolta Camera, Co. Japan 82281029). Sebelum digunakan alat ini
dikalibrasi dengan standar warna putih. Sampel diletakkan pada tempat yang
tersedia, setelah menekan tombol start diperoleh nilai L, a dan b. ketiga
parameter tersebut merupakan ciri notasi warna Hunter.
Notasi L berkisar antara 0 (hitam) hingga
100 (putih). Notasi a
menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dangan nilai +a (positif)
dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80
untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran birukuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan
nilai –b (negatif) dari 0 sampai –80 untuk warna biru. Selanjutnya dari nilai a
dan b dapat dihitung 0Hue dengan rumus:
0
Hue = tan-1
24
Jika hasil yang diperoleh:
180 – 540
Maka produk berwarna red (R)
540 – 900
Maka produk berwarna yellow red (YR)
900 – 1260
Maka produk berwarna yellow (Y)
1260 – 1620
Maka produk berwarna yellow green (YG)
1620 – 1980
Maka produk berwarna green (G)
1980 – 2340
Maka produk berwarna blue green (BG)
2340 – 2700
Maka produk berwarna blue (B)
2700 – 3060
Maka produk berwarna blue purple (BP)
3060 – 3420
Maka produk berwarna purple (P)
3420 - 180
Maka produk berwarna red purple (RP)
b. Analisis Tekstur, Rheoner
Parameter tekstur yang diukur pada produk snack fruit soy bar adalah
kekerasan. Kekerasan didefinisikan sebagai gaya maksimal yang dibutuhkan
untuk memecahkan sampel. Pengukuran dilakukan pada snack dengan
menggunakann Rheoner. Probe yang digunakan adalah silinder berujung
runcing (d = 2mm). Kekerasan diperoleh dari nilai puncak tertinggi selama
pengujian dikalikan skala pada kertas pengujian.
c. Uji evaluasi sensori
Uji evaluasi sensori yang diatur pada penelitian ini adalah uji rating
hedonik dan uji ranking hedonik. Sampel yang diujikan secara subyektif
melalui evaluasi sensori ini adalah fruit soy bar. Uji rating hedonik dievaluasi
melalui penilaian karakteristik sensori yang meliputi aroma, warna, kekerasan,
tekstur dan rasa. Skor penilaian berkisar antara 1 (sangat tidak suka) hingga 5
(sangat suka). Uji rating hedonik dilakukan dengan tanpa membandingkan
karakteristik sensori antar produk. Uji lanjut rating hedonik adalah Duncan
test melalui SPSS.
Uji ranking hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan
konsumen dengan membandingkan keseluruhan karakteristik sensori antar
25
produk. Skor penilaian berkisar antara 1 (paling disukai) hingga 4 (paling
tidak disukai). Uji lanjut ranking hedonik adalah Friedman test melalui SPSS.
26
Download