1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai dan mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Adanya perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemilik tersebut dapat dipengaruhi kebijakan yang diputuskan manajemen. Sehingga laba perusahaan dapat diatur, dinaikan atau diturunkan sesuai dengan keinginan manajemen (agent). Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agen dan pihak yang lain disebut prinsipal. Prinsipal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agen, hal ini dapat pula dikatakan bahwa prinsipal memberikan suatu amanah kepada agen untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawab agen maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. Scott (2014) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para pemiliknya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Dimana antara agen dan prinsipal ingin memaksimumkan utilitas masing-masing dengan informasi yang dimiliki. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2 Tetapi di satu sisi, agen memiliki informasi yang lebih banyak (full information) dibanding dengan prinsipal di sisi lain, sehingga menimbulkan adanya asimetri informasi. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajemen dapat memicu manajemen untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk memaksimumkan utilitasnya. Sedangkan bagi pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada. Oleh karena itu, terkadang kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh manajemen perusahaan tanpa sepengetahuan pihak pemilik modal atau investor. Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agen. Pemegang saham sebagai pihak prinsipal mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agen, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan prinsipal. memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metoda akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk tujuan mendapatkan bonus dari prinsipal. Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa jika kedua kelompok (agen dan prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka alasan yang kuat untuk meyakini bahwa http://digilib.mercubuana.ac.id/ 3 agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan prinsipal. Jensen dan Meckling (1976) mengidentifikasi biaya keagenan menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) the monitoring expenditure by the principal adalah biaya pengawasan yang harus dikeluarkan oleh pemilik; 2) the bonding cost adalah biaya yang harus dikeluarkan akibat pemonitoran yang harus dikeluarkan prinsipal kepada agen; 3) the residual loss adalah pengorbanan akibat berkurangnya kemakmuran prinsipal karena perbedaan keputusan antara prinsipal dan agen. 2. Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory) Menurut Ghozali dan Chariri (2007), teori akuntansi positif (positive accounting theory) menganut paham maksimisasi kemakmuran (wealth- maximisation) dan kepentingan pribadi individu. Jadi teori ini dapat digunakan untuk menjelaskan sifat manajer yang memiliki dorongan untuk memaksimalkan kemakmurannya sendiri. Teori ini juga dapat digunakan untuk memprediksi kinerja buruk manajer yang dapat ditutupi oleh kenaikan laba yang diperoleh perusahaan. Pendapat Watts (2002; 2003a) mengenai situasi kenaikan laba untuk kepentingan manajer adalah pemegang saham dan kreditur meminta manajer melakukan prosedur konservatif atas laporan keuangan perusahaan untuk menghindari kelebihan pembayaran kepada manajer. Watts dan Zimmerman (1986) berpendapat bahwa terdapat tiga hipotesis dalam teori akuntansi positif (positive accounting theory) yang dapat memotivasi manajer melakukan manajemen laba. Hipotesis-hipotesis tersebut adalah: (1) Hipotesis program bonus (bonus plan hypotesis), (2) Hipotesis perjanjian hutang (debt covenant hypotesis), dan (3) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4 Hipotesis biaya politik (political cost hypotesis). 2.1 Hipotesis Program Bonus (Bonus Plan Hypotesis) Hipotesis ini menjelaskan tentang perolehan bonus manajer perusahaan atas perhitungan dan pelaporan laba yang diperoleh perusahaan yang dijalankan manajer. Hipotesis ini juga yang membuat manajer perusahaan memilih prosedur akuntansi yang meningkatkan laba atau manajer memilih prosedur yang optimis, karena perhitungan bonus dihitung dari laba yang diperoleh perusahaan. 2.2 Hipotesis Perjanjian Hutang (Debt Covenant Hypotesis) Hipotesis selanjutnya adalah masalah perjanjian hutang / debt convenant. Pada umunya, dalam perjanjian kontrak utang kreditor mensyaratkan kriteriakriteria tertentu sebagai perjanjian atas utang yang diberikan. Kreditor melakukan itu agar memperoleh jaminan dari perusahaan bahwa memiliki cukup kas untuk memenuhi kewajiban tersebut terhadap kreditor. Perjanjian utang tersebut berpedoman pada angka atau rasio akuntansi seperti debt to equity, debt to asset dan lain sebagainya. Menurut Watts dan Zimmerman (1990), semakin tinggi jumlah pinjaman yang ingin diperoleh perusahaan, maka perusahaan berupaya menunjukkan kinerja yang baik agar kreditur yakin bahwa perusahaan mampu menutup hutang-hutangnya. Pada situasi laba yang tinggi, kreditur akan beranggapan dapat mengurangi tingkat risiko utang tidak dibayar. Pada kasus ini standar akuntansi yang konservatif mungkin akan melindungi kreditor. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 5 2.3 Hipotesis Biaya Politis (Political Cost Hypotesis) Hipotesis selanjutnya berkaitan dengan biaya politis. Watts dan Zimmerman (1978) menyatakan bahwa biaya politis muncul karena adanya konflik kepentingan antara manajer atau perusahaan dengan pemerintah sebagai pihak ketiga yang memiliki wewenang untuk mengalihkan kekayaan dari perusahaan kepada masyarakat sesuai peraturan yang berlaku, meliputi regulasi, subsidi pemerintah, pajak, tarif dan lain sebagainya. Dalam hipotesis ini Watts dan Zimmerman (1978) juga menyatakan bahwa perusahaan besar secara politis lebih sensitive daripada perusahaan kecil. Oleh karena itu perusahaan tidak semuanya sama dalam pemilihan prosedur akuntansi terkait dengan biaya politis. Menurut Wydia (2004), jika suatu perusahaan tersebut semakin besar maka perhatian pemerintah semakin tertuju pada perusahaan tersebut dan semakin besar untuk diatur. Maka dari itu perusahaan besar cenderung menjadi perhatian pemerintah dalam setiap peraturan yang berlaku. 3. Manajemen Laba 3.1 Definisi Manajamen Laba Manajemen laba sebagai suatu proses mengambil langkah yang disengaja dalam batas prinsip akuntansi yang berterima umum baik didalam maupun diluar batas General Accepted Accounting Princips (GAAP). Merchan dan Rockness (dalam Hwihanus dan Qurba, 2010). Manajemen laba adalah tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan yang bisa memberikan informasi mengenai keuntungan ekonomis (economic advantage) yang sesungguhnya tidak dialami perusahaan, yang dalam jangka http://digilib.mercubuana.ac.id/ 6 panjang tindakan tersebut bisa merugikan perusahaan. Scott (2014) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political costs (oportunistic earnings management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajemen suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajemen dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Healy dan Wahlen (1998), menyatakan bahwa definisi manajemen laba mengandung beberapa aspek. Pertama intervensi manajemen laba terhadap pelaporan keuangan dapat dilakukan dengan penggunaan judgment, misalnya judgment yang dibutuhkan dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di masa depan untuk ditunjukan dalam laporan keuangan, seperti perkiraan umur ekonomis dan nilai residu aktiva tetap, tanggungjawab untuk pensiun, pajak yang ditangguhkan, kerugian piutang dan penurunan nilai asset. Disamping itu memiliki pilihan untuk metode akuntansi, seperti metode penyusutan dan metode biaya. Kedua, tujuan manajemen laba untuk menyesatkan stakeholders mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Hal ini muncul ketika manajemen memiliki akses terhadap informasi yang tidak dapat diakses oleh pihak luar. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 7 Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setiawati dan Na’im, 2000). Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen laba adalah intervensi manajemen terhadap laporan keuangan, yang berupa pilihan yang dilakukan oleh manajemen terhadap kebijakan-kebijakan akuntansi, yang diperkenankan dalam proses pelaporan keuangan eksternal untuk mencapai tujuan/maksud tertentu, sehinggga dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Positive accounting theory menyebutkan bahwa terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986), yaitu: a. Bonus Plan Hypothesis Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan earnings lebih banyak manajemen akan menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan. b. Debt Covenant Hypothesis Manajemen perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba http://digilib.mercubuana.ac.id/ 8 (Sweeney, 1994). Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal. c. Political Cost Hypothesis Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya: mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain. Scott (2014) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba: a. Bonus Purposes Manajemen yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistik untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini. b. Contracting Motivation Manajemen laba digunakan untuk menghindari biaya atau tingkat bunga yang tinggi c. To Meet Investor’s Earnings Expectation Motivasi supaya laba yang didapat sama atau lebih besar dari laba yang diharapkan menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Perusahaan yang melaporkan laba lebih tinggi daripada yang diharapkan, maka akan terjadi kenaikan harga saham perusahaan tersebut begitu pula sebaliknya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 9 d. Initital Public Offering (IPO) Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan. e. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik. Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu: a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain. b. Mengubah metode akuntansi, perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh: merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. c. Menggeser periode biaya atau pendapatan. Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain : mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai http://digilib.mercubuana.ac.id/ 10 periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai. Pola manajemen laba menurut Scott (2014) dapat dilakukan dengan cara: a. Taking a Bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang. b. Income Minimization Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. c. Income Maximization Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang. d. Income Smoothing Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. 3.2 Klasifikasi Manajemen Laba Menurut Sastradipraja (2010; 33-34), diklasifikasikan sebagai berikut: http://digilib.mercubuana.ac.id/ manajemen laba 11 1) Cosmetic Earnings Management Cosmetic Earnings Management terjadi jika manajer memanipulasi akrual yang tidak memiliki konsekuensi cash flow. Teknik ini merupakan hasil dari kebebasan dalam akuntansi akrual yang mungkin terjadi. Standar Akuntansi Keuangan dan mekanisme pengawasan mengurangi kebebasan ini tetapi tidak mungkin untuk meniadakan pilihan karena kompleksitas dan keragaman aktivitas usaha. Akuntansi akrual membutuhkan estimasi dan pertimbangan (judgement) yang menyebabkan kebebasan manajer dalam menetapkan angka akuntansi. Meskipun kebebasan ini memberikan kesempatan bagi manajer untuk menyajikan gambaran aktivitas usaha perusahaan yang lebih informatif, kebebasan ini juga memungkinkan mereka mempercantik laporan keuangan (window-dress financial statement) dan mengelola earnings. 2) Real Earnings Management Real Earnings Management terjadi jika manajer melakukan aktivitas dengan konsekuensi cash flow. Insentif untuk melakukan earnings management mempengaruhi keputusan investing dan financing oleh manajer. Real earnings management lebih bermasalah dibandingkan dengan cosmetic earnings management karena mencerminkan keputusan usaha yang sering kali mengurangi kekayaan pemegang saham. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 4. Asimetri Informasi 4.1 Definisi Asimetri Informasi Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menambahkan bahwa jika kedua kelompok (agen dan prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan prinsipal. Prinsipal dapat membatasinya dengan menetapkan insentif yang tepat bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktivitas agen yang menyimpang. 4.2 Jenis-jenis Asimetri Informasi Menurut Scott (2014; 13-15), terdapat 2 (dua) macam asimetri informasi, yaitu: 1) Adverse Selection “Adverse selection is a type of information asymmetry whereby one or more parties to a business transaction, or potential transaction, have an information advantage over other parties”. Berdasarkan pernyataan di atas, adverse selection adalah jenis informasi yang diperoleh antara satu pihak dan lainnya berbeda ketika akan atau melangsungkan suatu transaksi bisnis. Adverse selection ini timbul karena manajer perusahaan dan orang dalam (insider) lain yang mengetahui lebih banyak mengenai kondisi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 terkini dan prospek mendatang dari suatu perusahaan dari para investor sebagai pihak luar. 2) Moral Hazard “Moral Hazard is a type of information asymmetry whereby one or more parties to a business transaction, or potential transaction, can observe their action in fulfillment of the transaction but order parties cannot”. Berdasarkan pernyataan di atas, moral hazard adalah jenis informasi dimana satu pihak dapat mengamati tindakan pihak lain sedangkan pihak lainnya tidak dapat mengamati. Moral hazard timbul karena adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian yang merupakan karakter sebagian besar entitas bisnis besar. 4.3 Pengukuran Asimetri Informasi Dalam melakukan pengukuran terhadap asimetri informasi, penulis menggunakan proksi bid-ask spread. Bid-ask spread adalah selisih dari harga bid dan ask sehingga disebut bid-ask spread. Menurut Wasilah (2005), estimasi asimetri dapat dilakukan berdasarkan 3 kategori utama, yaitu: 1) Berdasarkan analyst forecast. Metode ini dikembangkan berdasar;kan pemikiran dari Blackwell dan Dubins. Proxy yang digunakan adalah keakuratan analis dalam melakukan prediksi atas earning per share (EPS) dan diprediksi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 para analis sebagai ukuran asimetri informasi. Masalah yang sering timbul dari perhitungan ini adalah para analis seringkali bersikap over-reacting terhadap informasi positif dan bersikap under-reacting terhadap informasi negative. Selain itu, penggunaan forecast error sebagai cara menghitung asimetri informasi selalu tidak berhubungan dengan tingkat risiko yang dihadapi oleh perusahaan melainkan mungkin berhubungan dengan fluktuasi dari earning dan bukan disebabkan oleh asimetri informasi yang lebih tinggi. Namun, Chung, et al. (1995) dalam Wasilah (2005), berpendapat bahwa ada hubungan yang positif antara pendapat dengan selisih harga bid-ask. 2) Berdasarkan kesempatan berinvestasi. Bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi mempunyai kemampuan lebih baik untuk memprediksi arus kas pada periode mendatang, prediksi tersebut berdasarkan aset perusahaan. Beberapa proksi yang banyak digunakan adalah rasio market value to book value dari ekuitas, market to book value dari asset, price earning ratio. Alasan penggunaan rasio tersebut adalah: a. Rasio market to book value dari ekuitas dan asset, selain mencerminkan kinerja perusahaan, juga mencerminkan potensi pertumbuhan perusahaan dengan aset yang dimilikinya. b. Price earning ratio mencerminkan risiko dari pertumbuhan earning yang dihadapi perusahaan. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 3) Berdasarkan teori market microstructure. Yang menjadi perhatian luas dari teori ini adalah bagaimana harga dan volume perdagangan dapat terbentuk. Untuk melihat kedua faktor tersebut terbentuk melalui bid-ask spread yang menyatakan bahwa terdapat suatu komponen spread yang turut memberikan kontribusi kerugian yang dialami dealer (perusahaan) ketika melakukan transaksi dengan pedagang terinformasi (informed traders). Bid-ask spread merupakan selisih harga beli tertinggi dimana trader (pedagang saham) bersedia membeli suatu saham dengan harga jual terendah dimana trader bersedia menjual saham tersebut. 4.4 Teori Bid-Ask Spread Jika seorang investor ingin membeli atau menjual suatu saham atau sekuritas lain di pasar modal, dia biasanya melakukan transaksi melalui broker/dealer yang memiliki spesialisasi dalam suatu sekuritas. Broker/dealer inilah yang siap untuk menjual pada investor untuk harga ask jika investor ingin membeli suatu sekuritas. Jika investor sudah mempunyai suatu sekuritas dan ingin menjualnya, maka broker/dealer ini yang akan membeli sekuritas dengan harga bid. Perbedaan antara harga bid dan harga ask adalah spread. Jadi, bidask spread merupakan selisih harga beli tertinggi bagi broker/dealer bersedia untuk membeli suatu saham dan harga jual dimana broker/dealer http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 bersedia untuk menjual saham tersebut. Dalam mekanisme pasar modal, pelaku pasar juga menghadapi masalah keagenan. Pasrtisipan pasar saling berinteraksi di pasar modal guna mewujudkan tujuannya, membeli atau menjual sekuritas. Aktivitas yang mereka lakukan utamanya dipengaruhi oleh informasi yang diterima, baik secara langsung (laporan publik) maupun tidak langsung (insider trading). Dealers atau market makers sebagai salah satu partisipan pasar modal mempunyai kemampuan yang terbatas terhadap persepsi yang akan datang, dan menghadapi potensi kerugian dari pedagang yang terinformasi (informed traders) karena mereka tidak memiliki informasi yang superior sebagaimana pedagang yang terinformasi. Timbulnya masalah adverse selection yang mendorong dealer untuk menutupi kerugian dari pedagang yang terinformasi dengan meningkatkan spread-nya terhadap pedagang yang liquid. Jadi, dapat dikatakan bahwa asimetri informasi yang terjadi antara dealer dan pedagang yang terinformasi tercermin pada spread yang ditentukannya (Komalasari, 2001). Sesuai hasil penelitian Richardson (2000), maka penelitian ini mengajukan tiga variabel sebagai proxy atas bid-ask spread yaitu harga pasar saham, volume perdagangan dan volatilitas return, sedangkan variabel likuiditas pasar dan adverse selection tidak dimasukkan. Dasar pemilihan proksi atas bid- ask spread adalah: 1) Quotes merupakan harga pasar saham (quotes) yang diukur dengan rata- rata bid-ask spread pada hari perdagangan terakhir untuk satu tahun tertentu (Wasilah, 2005). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 2) Volume perdagangan (volume trading) merupakan jumlah volume penjualan perusahaan diukur dengan nilai rupiah dari volume perdagangan selama satu periode (Wasilah, 2005). 3) Volatilitas return mencerminkan volatilitas pendapatan perusahaan dan didefinisikan sebagai koefisien variasi profit. Variabel ini diukur menggunakan standar deviasi dari perubahan harga saham bulanan (Wasilah, 2005). Semakin besar risiko pasar, maka akan semakin besar risiko kepemilikan sahamnya. 5. Ukuran Perusahaan Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi investor, kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash flow dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektifitas peran pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum. Ukuran perusahaan menunjukkan besarnya skala perusahaan. Ukuran perusahaan dapat diukur oleh total aktiva (asset). Aktiva itu sendiri menurut Kieso (2011; 192) adalah sebagai berikut: “Asset is a resource controlled by the entity as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the entity”. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa aktiva adalah sumber daya dikendalikan oleh suatu perusahaan sebagai akibat peristiwa masa lalu dan diharapkan akan mendapat manfaat ekonomi masa depan untuk perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan. Perusahaan besar cenderung bertindak hati–hati dalam melakukan pengelolaan perusahaan dan cenderung melakukan pengelolaan laba secara efisien. Perusahaan yang besar lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga mereka akan lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan, sehingga berdampak perusahaan tersebut melaporkan kondisinya lebih akurat (Nasution dan Setiawan, 2007). Veronica dan Utama (2005) menemukan bukti adanya pengaruh negatif antara ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Hasil serupa juga dikemukakan oleh Nuryaman (2008) bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan yang besar dapat mengurangi praktik manajemen laba perusahaan. Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi investor, kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash flow dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektivitas peran http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum. Ukuran perusahaan yang biasa dipakai untuk menentukan tingkat perusahaan adalah: 1) Tenaga kerja, merupakan jumlah pegawai tetap dan kontraktor yang terdaftar atau bekerja di perusahaan pada suatu saat tertentu. 2) Tingkat penjualan, merupakan volume penjualan suatu perusahaan pada suatu periode tertentu misalnya satu tahun. 3) Total utang ditambah dengan nilai pasar saham biasa, merupakan jumlah utang dan nilai pasar saham biasa perusahaan pada saat atau suatu tanggal tertentu. 4) Total aset, merupakan keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan pada saat tertentu. Klasifikasi ukuran perusahaan menurut Small Bussiness Administration (SBA), yaitu: Tabel 2.1 Klasifkasi Ukuran Perusahaan Menurut SBA Small Bussiness Family size Small Medium Large Employment Size 1-4 5-19 20-99 100-499 Asset Size Under $100,000 $100,000-500,000 $500,000-5 million $5-25 million Sales Size $100,000-500,000 $500,000-1 million $1 million-10 million $10 million-50 million Sumber: Small Bussiness Administration (Agustiyana, 2010) Watts dan Zimmerman (1986) dalam teori akuntansi positif menyatakan bahwa ukuran perusahaan digunakan sebagai pedoman biaya politik dan biaya politik akan meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran dan risiko perusahaan. Dalam teori ini dijelaskan bahwa perusahaan besar mempunyai motivasi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 melakukan manajemen laba dengan menurunkan laba guna menurunkan biaya politik. Sebaliknya terjadi bagi perusahaan kecil yang berupaya menampilkan laba yang lebih baik. Kualitas Audit 6. Auditor yang berkualitas adalah auditor yang bisa memberikan informasi yang akurat. Informasi yang akurat adalah informasi yang bisa dengan tepat menunjukkan nilai perusahaan. DeAngelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas dimana seorang auditor tentang adanya menemukan dan melaporkan suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa KAP yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan KAP yang kecil. KAP yang besar jika tidak memberikan kualitas audit yang tinggi akan kehilangan reputasinya, dan jika ini terjadi maka dia akan mengalami kerugian yang lebih besar dengan kehilangan kepercayaan klien. Auditor yang berkualitas harus memberikan informasi yang tepat, tidak hanya mengenakan fee yang lebih tinggi agar pilihan itu benar- benar mencerminkan informasi yang ada pada perusahaan. DeAngelo (1981) menggunakan reputasi auditor sebagai proksi kualitas audit. Dia beranggapan bahwa auditor yang berkualitas tersebut berhubungan dengan ukuran kantor akuntan. Menurut Luhgiatno (2010) dan Aloysia (2003), kualitas audit sebagai variabel dependen dalam penelitian diproksikan http://digilib.mercubuana.ac.id/ dengan ukuran kantor 21 akuntan publik yang diukur dengan menggunakan variabel dummy yaitu nilai 0 untuk KAP non BIG4 dan nilai 1 untuk KAP yang berafiliasi dengan KAP BIG4 internasional. Dengan mengasumsikan bahwa auditor KAP BIG4 memiliki kualitas audit relatif lebih baik dibandingkan dengan auditor KAP non BIG4. Beberapa penelitian di Amerika dan Australia menyebutkan bahwa adanya hubungan antara kualitas audit dengan ukuran KAP. Hubungan tersebut terjadi dalam kaitannya dengan reputasi KAP tersebut. Lennox (1999), menyatakan bahwa perusahaan audit yang besar lebih mampu menangkap sinyal akan penyelewengan keuangan yang terjadi dan mengungkapkannya dalam pendapat audit mereka. Di Indonesia, beberapa penelitian lainnya juga menggunakan ukuran kantor akuntan publik sebagai proksi kualitas audit seperti penelitian yang dilakukan oleh Nuraini dan Sumarno Zain (2007). Mereka mengasumsikan bahwa auditor KAP BIG4 memiliki kualitas audit relatif lebih baik dibandingkan dengan auditor KAP non BIG4. Berikut ini adalah daftar KAP yang termasuk ke dalam kelompok Big Four di Indonesia: 1) Purwantono, Suherman & Surja yang berafiliasi dengan Ernst and Young International. 2) Tanudireja, Wibisana & rekan berafiliasi dengan PriceWaterhouse Coopers. 3) Shidharta dan Widjaja berafiliasi dengan Klynveld Peat Marwick Goeldener (KPMG) International. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 4) Osman, Bing, Satrio, dan rekan berafiliasi dengan Delloitte Touche and Tohmatsu. Leverage 7. Leverage menunjukkan seberapa besar tingkat aset yang dibiayai oleh hutang. Tingkat leverage dapat diketahui melalui perbandingan total hutang dengan total aset. Menurut Van Horn (1997) Financial Leverage merupakan penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap, dengan harapan akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar dari pada beban tetapnya, sehingga keuntungan pemegang saham bertambah. Perusahaan yang memiliki hutang besar, memiliki kecenderungan melanggar perjanjian hutang jika dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki hutang lebih kecil (Mardiyah, 2005). Perusahaan yang melanggar hutang secara potensial menghadapi berbagai kemungkinan seperti, kemungkinan percepatan jatuh tempo, peningkatan tingkat bunga, dan negosiasi ulang masa hutang (Beneish dan Press, 1995 dalam Herawaty dan Baridwan, 2007 8. Penelitian Terdahulu Penelitian serupa telah dilakukan Ni Ketut Muliati (2011) dengan menjadikan asimetri informasi dan ukuran peruasahaan sebagai variabel independen dan manajemen laba sebagai variable dependen menggunakan The Modified Jones Model untuk menghitung discretionary accrual yang menjadi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 proksi dari manajemen laba. menunjukkan bahwa terdapat perngaruh asimetri informasi dan ukuran perusahaan pada manajemen laba. Peneliti selanjutnya dilakukan oleh Rahmawati, dkk. (2006): Variabel yang diteliti yaitu: asimetri informasi sebagai variabel independen dan manajemen laba sebagai variabel dependen, sedangkan variabel kontrol dalam penelitian ini yaitu: varian, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, dan rata-rata kapitalisasi pasar. Teknik analisis data yang digunakan yaitu regresi sederhana. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa variabel independen asimetri informasi berpengaruh secara positif signifikan dan mampu menjelaskan variabel dependen manajemen laba. Rahmawati, dkk. (2006) menemukan juga bahwa berdasarkan hasil regresi antara variabel dependen manajemen laba dengan masing-masing variabel kontrol didapatkan hasil bahwa variabel ukuran perusahaan tidak mampu menjadi variabel kontrol karena R2 ukuran perusahaan lebih besar daripada R2 asimetri informasi yaitu sebesar 0.183306 < 0.267580. Halim, dkk. (2005) menemukan bahwa perusahaan manufaktur yang termasuk Indeks LQ-45 terlihat melakukan tindakan manajemen laba. Asimetri informasi, kinerja masa kini dan masa depan, faktor leverage, ukuran perusahaan berpengaruh signifikan pada manajemen laba. Penelitian lain dilakukan oleh Becker dkk (1998) yang menguji pengaruh kualitas auditor terhadap manajemen laba dan dihasilkan bahwa manajemen laba besar dalam perusahaan dengan kualitas auditor yang lebih rendah daripada http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 perusahaan dengan kualitas auditor lebih tinggi. Berdasarkn hasil penelitiannya dapat sisimpulkan bahwa perusahaan dengan auditor non Big Six memiliki variasi yang besar secara signifikan dalam discretionary accruals dibandingkan perusahaan dengan auditor Big Six. Cristie & Zimmerman (1994) membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan takeover cenderung memilih metode depresiasi dan metode pencatatan persediaan, yang dapat meningkatkan laba akuntansi. Berdasarkan penelitian tersebut juga disimpulkan bahwa terdapat sikap opportunistic manajemen dalam kasus ambil alih perusahaan, sekalipun alasan utama pemilihan metode akuntansi didasarkan pada pertimbangan efisiensi atau pertimbangan memaksimalkan nilai perusahaan. Adapun penelitian terdahulu adalah sebagai berikut: Tabel. 2.2 Hasil penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti 1 Becker 1 dkk (1998) Judul Variabel Penelitian Penelitian The Effect of Kualitas Audit Quality on Auditor dan Earnings Manajemen Management Laba http://digilib.mercubuana.ac.id/ Hasil Penelitian bahwa perusahaan dengan auditor non Big Six memiliki variasi yang besar secara signifikan dalam discretionary accruals dibandingkan perusahaan dengan auditor Big Six. 25 No. Nama Judul Peneliti 2 Richardson (1998) Penelitian Information Asymmetry and Earnings Management: Some Evidence 3 Linda Auditor Size and Audit Elizabeth DeANGELO Quality (1981) 4 Inten Meutia Pengaruh (2004) Independensi Auditor Terhadap Manajemen Laba untuk KAP Big 5 dan Non Big 5 Variabel Hasil Penelitian Penelitian Asimetri terdapat hubungan yang Informasi dan sistematis antara asimetri informasi dengan tingkat Manajemen manajemen laba, asimetri Laba informasi akan mendorong manajemen untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. Auditor size Kualitas audit secara and Audit quality. langsung berhubungan dengan ukuran dari KAP. Kualitas Terdapat hubungan audit dan manajemen laba. negatif antara kualitas audit dengan absolute discretionary accruals. Perusahaan yang diaudit oleh KAP Big 5 memiliki absolute discretionary accruals yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit oleh KAP Non Big 5. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 No. Nama Peneliti 5 Veronica, Sylvia N.P Siregar dan Siddharta Utama (2005) 6 Nuraini A dan Sumarno Zain (2007) Judul Variabel Hasil Penelitian Penelitian Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba (Earning Management) Penelitian Struktur Kepemilik an Analisis Kepemilikan Kepemilikan institusional, kualitas audit, manajemen laba. Asimetri Informasi institusional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap absolute discretionary accrual. asimetri informasi dan ukuran perusahaan Kualitas audit pengaruh kepemilikan institusional dan kualitas audit terhadap manajemen 7 Desmiyawati, Pengaruh dkk. 2009 Asimetri Informasi dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Ukuran Perusahan Praktek Corporate Governan ce Manajemen Laba Ukuran Perusahaan Manajemen Laba http://digilib.mercubuana.ac.id/ ukuran perusahaan berkorelasi secara positif dengan manajemen laba. Perusahaan besar mempunyai insentif yang cukup besar untuk melakukan manajemen laba, karena salah satu alasan utamanya adalah perusahaan besar harus mampu memenuhi ekspektasi dari investor atau pemegang sahamnya. berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba 27 No. Nama Peneliti 8 Nini dan Estralita Trisnawati (2009) Judul Variabel Penelitian Pengaruh Independensi Auditor Pada Kap Big Four Terhadap Manajemen Laba Pada Industri Bahan Dasar, Kimia Penelitian Etika profesi, Non audit services, audit fee pada KAP Big four, praktik manajemen laba. dan Industri Barang Konsumsi 9 Luhgiatno (2010) 10 Ni Ketut Muliati. (2011 Hasil Penelitian (1) Penerapan prinsip etika profesi pada auditor yang bekerja di KAP Big four terbukti memiliki pengaruh terhadap praktik manajemen laba ; (2) Independensi auditor pada KAP big four sangat tinggi, imbalan atau audit fee tidak akan mempengaruhi auditor dalam membatasi praktik manajemen laba; (3) Semakin tinggi non audit services yang diberikan oleh auditor pada KAP big four, semakin kecil kemungkinan praktik manajemen laba. Analisis KAP BIG4, KAP BIG4 dan KAP Pengaruh Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba Studi pada Perusahaan Pengaruh Asimetri yang Melakukan Informasi dan Ukuran IPO di Perusahaan pada Manajemen Laba Indonesia. di Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia KAP spesialis industri, manajemen laba. Asimetri Informasi spesialis industri samasama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap praktik manajemen laba pada perusahaanperngaruh yang Terdapat asimetri informasi melakukan IPO di dan ukuran perusahaan pada Indonesia. manajemen laba Ukuran Perusahaan Manajemen Laba http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 No. Nama Peneliti 11 Angelia (2012) 12 Luhgiatno 2010 13 Maya Indriastuti (2012) Judul Variabel Penelitian Pengaruh Penelitian Ukuran Ukuran Perusahaan, Leverage, Kualitas Audit, dan Independensi Auditor terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Analisis Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba Studi Pada Perusahaan yang Melakukan IPO di Indonesia perusahaan, leverage, kualitas audit, Analisis Kualitas Auditor dan Corporate Governance terhadap manajemen laba Kualitas auditor, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen., manajemen laba. independensi auditor, manajemen laba. Hasil Penelitian Ukuran perusahaan, kualitas audit, dan independensi auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan leverage berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. KAP BIG4, KAP BIG4 dan KAP spesialis industri samaKAP spesialis sama tidak berpengaruh industri, secara signifikan manajemen terhadap praktik laba. manajemen laba pada perusahaan yang melakukan IPO di Indonesia. http://digilib.mercubuana.ac.id/ Variabel kualitas auditor, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional masingmasing berpengaruh secara parsial terhadap manajemen laba. Sedangkan variabel proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh secara signifikan. 29 No. Nama Judul Variabel Peneliti 14 Antonius Herusetya. 2012 Penelitian Penelitian Analisis Kualitas Kualitas Audit Audit Terhadap Manajemen Laba Akuntansi : Studi Manajemen Pendekatan Laba Composite Measure Versus Conventional Measure 15 Annisa Ayu Fitria. 2013 Kualitas Audit Pengaruh Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba dengan Fee Audit Manajemen Laba sebagai Variabel Intervening. 16 Yamaguchi et Acrual Based and al. (2013) Real Earnings Management:An International Comparison for Investor Protection Accrual based earning management, real earning management, outside investor rights, legal enforcement, disclosure regulations, analyst following. http://digilib.mercubuana.ac.id/ Hasil Penelitian Pengaruh negatif kualitas audit terhadap manajemen laba akrual, baik menggunakan pengukuran kualitas audit konvensional maupun multidimensi. ditemukan bukti bahwa Big 4 sebagai pengukuran kualitas audit tunggal memiliki tingkat validitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan proksi-proksi lainnya maupun menggunakan AQMS Kualitas audit berpengaruh terhadap manajemen laba melalui fee audit sebagai variabel intervening Manajemen laba berbasis akrual terhambat, sedangkan manajemen laba riil di implementasikan di negara dengan perlindungan investor yang kuat. Kontrol kualitas audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. 30 B. Rerangka Pemikiran Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. dorongan untuk memilih dan menerapkan Manajer memiliki metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk tujuan mendapatkan bonus dari principal. Asimetri informasi timbul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa depan dibandingkan dengan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Informasi yang lebih banyak dimiliki manajer dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan manajer dan kepentingan untuk memaksimumkan utility-nya. Adanya asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan report mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Report yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya (Ali, 2002). Rahmawati, dkk (2007, hal 68) menyatakan bahwa manajer sebagai pengelola mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan pihak luar yang tidak mungkin mendapatkan seluruh informasi perusahaan. Manajer yang http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 mendapatkan informasi relative lebih banyak mempunyai fleksibilitas dalam mempengaruhi laporan keuangan khususnya laba yang digunakan untuk memaksimalkan kepentingan atau nilai pasar perusahaan. Ketika asimetri informasi tinggi, perusahaan tersebut dapat memanipulasi laba sebelum laporan keuangan diaudit tanpa khawatir terdeteksi. Oleh karena itu, semakin tinggi asimetri informasi yang terjadi, maka akan semakin besar kecenderungannya bahwa perusahaan tersebut tidak akan dimonitor secara efektif. Faktor lain yang mempengaruhi manajemen laba selain asimetri informasi adalah ukuran perusahaan (Halim, dkk. 2005). Halim, dkk. (2005) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Defond (1993) dalam Veronica dan Bachtiar (2003) menemukan bahwa ukuran perusahaan berkorelasi secara positif dengan manajemen laba. Perusahaan besar mempunyai insentif yang cukup besar untuk melakukan manajemen laba, karena salah satu alasan utamanya adalah perusahaan besar harus mampu memenuhi ekspektasi dari investor atau pemegang sahamnya. Sedangkan hasil berbeda didapatkan dari penelitian yang dilakkan oleh Rina Moestika Setyaningrum (2011), menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manaj emen laba, yang berarti peningkatan ukuran perusahaan memberikan kontribusi yang nyata terhadap penurunan manajemen laba (diproksikan dengan Diecretionary Accruals). Hal ini disebabkan perusahaan yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba dibandingkan perusahaan- perusahaan kecil, karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 Untuk mengatasi terjadinya konflik antara agen dan principal dalam mengurangi perilaku manipulasi laba oleh manajemen, maka diperlukan beberapa mekanisme pengawasan dan kontrak. Salah satunya adalah audit atas laporan keuangan. Manajemen perusahaan sebagai agen memerlukan jasa pihak ketiga agar tingkat kepercayaan pihak eksternal perusahaan (salah satunya principal) terhadap pertanggungjawaban semakin tinggi, begitu pula sebaliknya pihak eksternal perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk meyakinkan dirinya bahwa laporan keuangan yang disajikan manajemen perusahaan dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Tingkat kepercayaan pihak pemakai informasi laporan keuangan auditan, terutama pihak eksternal perusahaan dipengaruhi oleh kualitas audit dari auditor. Menurut Piot (2001) pengguna laporan keuangan lebih percaya pada hasil audit dari auditor yang berkualitas. Karena hal tersebut di atas, maka kualitas auditor menambah keyakinan investor bahwa perilaku manajer untuk melakukan manajemen laba dapat diminimalisasi. Penelitian lain dilakukan oleh Becker dkk (1998) yang menguji pengaruh kualitas auditor terhadap manajemen laba dan dihasilkan bahwa manajemen laba besar dalam perusahaan dengan kualitas auditor yang lebih rendah daripada perusahaan dengan kualitas auditor lebih tinggi. Berdasarkn hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan auditor non Big Six memiliki variasi yang besar secara signifikan dalam discretionary accruals dibandingkan perusahaan dengan auditor Big Six. Antonius Herusetya (2012), menemukan adanya pengaruh negatif kualitas audit terhadap perilaku manajemen laba akrual yang diukur dengan akrual http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 diskresioner absolut. Pengujian menggunakan single proxy dari kualitas audit menemukan pengaruh negatif ukuran KAP (Big 4) terhadap akrual diskresioner absolut. Salah satu penyebab manajemen laba adalah leverage. Dengan adanya leverage hal itu dapat menunjukan seberapa besar aset perusahaan yang dibiayai oleh hutang. Leverage diukur dengan cara perbandingan total hutang dengan total aset. Sweeney (dalam Veronica dan Bachtiar, 2004) manajemen perusahaan melakukan manajemen laba dengan tujuan untuk meningkatkan laba bersih perusahaan sebelum ditemukan pelanggaran perjanjian hutang. Sehingga, berdasarkan penelitian ini leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Penelitian ini mengacu pada penelitian Ni Ketut Muliati (2011) tentang pengaruh asimetri informasi dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Adapun faktor-faktor yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu Adanya penambahan variabel lain yang mempengaruhi manajemen laba yaitu kualitas auditor yang diproksikan dengan ukuran KAP dan Leverage yang diproksikan Debt to Asset Ratio (DAR). Berdasarkan telaah pustaka dan penelitian terdahulu variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah asimetri informasi, ukuran perusahaan, kualitas auditor dan leverage sebagai variabel independen. Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,kualitas audit dan proporsi dewan komisaris independen sebagai variabel modersi. Gambar 2.1 manyajikan kerangka pemikiran sebagai berikut: http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 Asimetri Informasi Ukuran Perusahaan Manajemen Laba Kualitas Auditor Leverage Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran C. Hipotesis Penelitian mengenai pengaruh asimetri informasi, ukuran perusahaan terhadap manajemen laba merupakan topik yang menarik untuk dikaji ulang. Dalam penelitian ini, selain proksi asimetri informasi, ukuran perusahaan, peneliti juga menambah proksi penelitian berupa kualitas audit dan leverage, di mana asimetri informasi, ukuran perusahaan ,kualitas audit dan leverage sebagai variabel independen. dan manajemen laba sebagai variabel dependen. Dengan demikian, diharapkan rerangka pemikiran (Gambar 2.2) dapat menggambarkan skema yang menjelaskan hubungan antar variable dalam penelitian ini. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 Hipotesis merupakan jawaban sementara atau jawaban teoritis dari pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan dalam perumusan masalah yang masih harus dibuktikan kebenarannya di dalam kenyataan (empirical verification), percobaan (experimentation) atau praktek (implementation). Mengacu pada konsep teoritis yang berkaitan erat dengan topik dan permasalahan penelitian serta hasilhasil penelitian sebelumnya, maka disusun hipotesis sebagai berikut. Richardson (1998) melakukan pangujian asimetri informasi yang mempengaruhi manajer untuk melakukan earning management, dimana dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara asimetri informasi dengan manajemen laba. Ketika asimetri informasi tinggi, stakeholder tidak memiliki sumber daya yang cukup atas informasi yang relevan dalam memonitor tindakan manajer sehingga akan memunculkan praktik manajemen laba. Akibatnya asimetri informasi ini akan mendorong manajer untuk tidak menyajikan informasi selengkapnya. Jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. Penelitian yang dilakukan oleh Wasilah (2005) juga menunjukkan bahwa variabel independen asimetri informasi berpengaruh secara positif signifikan dan mampu menjelaskan variabel dependen manajemen laba. Berdasarkan analisis di atas, peneliti menduga bahwa asimetri informasi yang tinggi cenderung untuk melakukan manajemen laba Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: H1 : Asimetri informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 Ukuran perusahaan diduga mampu mempengaruhi besaran pengelolaan laba perusahaan, dimana jika pengelolaan laba tersebut oportunis maka semakin besar perusahaan semakin kecil pengelolaan laba (berhubungan negatif) tapi jika pengelolaan laba efisien maka semakin besar ukuran perusahaan semakin tinggi pengelolaan labanya (berhubungan positif) (Silvia dan Siddharta, 2005). Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi investor, kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash flow dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektivitas peran pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum. Terdapat dua pandangan yang berbeda mengenai bentuk hubungan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Pandangan pertama menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan positif dengan manajemen laba. Hal ini bisa dibuktikan pada penelitian Halim, dkk (2005) dengan data LQ-45 di Bursa Efek Indonesia (BEI) menemukan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Pandangan kedua menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh negative terhadap manajemen laba. Penelitian Nuryaman (2008) menggunakan data sampel perusahaan publik sektor manufaktur 2005 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba. Ini mengindikasikan bahwa perusahaan besar kecenderungan melakukan tindakan manajemen labanya lebih kecil dibandingkan dengan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 37 perusahaan yang ukurannya lebih kecil. Berdasarkan analisis di atas, maka penulis menduga ukuran perusahaan besar cenderung untuk melakukan manajemen laba H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Untuk mengatasi terjadinya konflik antara agen dan principal dalam mengurangi perilaku manipulasi laba oleh manajemen, maka diperlukan beberapa mekanisme pengawasan dan kontrak. Salah satunya adalah audit atas laporan keuangan. Manajemen perusahaan sebagai agen memerlukan jasa pihak ketiga agar tingkat kepercayaan pihak eksternal perusahaan (salah satunya principal) terhadap pertanggungjawaban semakin tinggi, begitu pula sebaliknya pihak eksternal perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk meyakinkan dirinya bahwa laporan keuangan yang disajikan manajemen perusahaan dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Tingkat kepercayaan pihak pemakai informasi laporan keuangan auditan, terutama pihak eksternal perusahaan dipengaruhi oleh kualitas audit dari auditor. Berdasarkan analisis diatas, maka penulis menduga kualitas audit dapat menghambat terjadinya praktik manajemen laba. H3 : Kualitas audit berpengaruh berpengaruh positif dan signifikan pada praktik manajemen laba. Mengacu pada hipotesis yang melatarbelakangi tindakan manajemen laba yaitu debt covenanant hypotesis yang menyatakan bahwa jika suatu perusahaan melakukan pelanggaran perjanjian kredit, cenderung akan memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba, maka semakin besar http://digilib.mercubuana.ac.id/ 38 kemungkinan manajemen perusahaan memilih prosedur akuntansi yang menggeser laba akuntansi dari periode mendatang ke periode sekarang (Watt dan Zimmerman,1986). Sweeney (dalam Veronica dan Bachtiar, 2004) manajemen perusahaan melakukan manajemen laba dengan tujuan untuk meningkatkan laba bersih perusahaan sebelum ditemukan pelanggaran perjanjian hutang. Sehingga, berdasarkan penelitian ini leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Dengan demikian maka hipotesis yang dapat dikembangkan H4 : leverage berpengaruh berpengaruh positif dan signifikan pada praktik manajemen laba. http://digilib.mercubuana.ac.id/