1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Stigma masyarakat terhadap Orang Dengan HIV&AIDS sampai
sekarang ini masih sangat besar. Stigma sering kali menyebabkan
terjadinya diskriminasi dan pada gilirannya akan mendorong munculnya
pelanggaran HAM bagi ODHA dan keluarganya, hal semacam itu dapat
memperparah
pencegahan
epidemik
dan
HIV&AIDS.
perawatan
dengan
Mereka
menghambat
memelihara
kebisuan
usaha
dan
penyangkalan tentang HIV&AIDS, seperti juga mendorong keterpinggiran
ODHA dan mereka yang rentan terhadap infeksi HIV.
Mengingat
HIV&AIDS
sering
diasosiasikan
dengan
seks,
penggunaan narkoba dan kematian, banyak orang yang tidak peduli, tidak
menerima, dan takut terhadap penyakit ini di hampir seluruh lapisan
masyarakat. Bentuk lain dari stigma berkembang melalui internalisasi oleh
ODHA dengan persepsi negatif tentang diri mereka sendiri1. Stigma yang
dihubungkan dengan penyakit menimbulkan efek psikologi yang berat
tentang bagaimana ODHA melihat diri mereka sendiri. Hal ini bisa
mendorong dalam beberapa kasus terjadinya depresi.
Orang dengan HIV menerima perlakuan yang tidak adil dan stigma
karena penyakit yang dideritanya. Stigma pada ODHA melekat kuat
karena masyarakat masih memegang teguh nilai-nilai moral, agama dan
1
Ahwan, Zainul. 2014. “Stigma dan diskriminasi HIV&AIDS pada Orang Dengan
HIVdan AIDS (ODHA) di masyarakat basis anggota Nahdlatul Ulama’ (NU) Bangil”. Fakultas
Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Yudharta Pasuruan.
1
budaya
atau
adat
istiadat
etika
ketimuran
(Indonesia)
dimana
masyarakatnya belum/tidak membenarkan adanya hubungan di luar nikah
dan seks dengan berganti-ganti pasangan, sehingga virus ini menginfeksi
seseorang maka dianggap sebagai sebuah balasan akibat perilakunya yang
merugikan diri sendiri. Hal ini terjadi karena masyarakat menganggap
ODHA sebagai sosok yang menakutkan. Oleh karena itu mencibir,
menjauhi serta menyingkirkan ODHA adalah sebuah hal biasa karena
menjadi sumber penularan bagi anggota kelompok masyarakat lainnya.
Justifikasi seperti inilah yang keliru atau salah karena bisa saja masyarakat
tidak mengerti bahwa penularan virus HIV itu tidak hanya melalui
hubungan seksual akibat “jajan sex” tetapi ada banyak korban ODHA
yang tertular akibat penyebab lain seperti jarum suntik, transfusi darah
ataupun pada bayi-bayi yang tidak berdosa karena ibunya adalah ODHA.
Begitu angka HIV&AIDS meningkat, kemiskinan semakin
bertambah parah dan kombinasi dari keduanya akan menyebabkan krisis
pangan. Permasalahan tingginya kasus HIV&AIDS yang terjadi di Kota
Yogyakarta menjadikan ODHA (Orang Dengan HIV&AIDS) cenderung
membatasi diri dengan lingkungan sekitar. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Waluyo, dkk yang dikutip oleh Pian Hermawati. Menyimpulkan
bahwa stigma yang diberikan oleh masyarakat membuat ODHA menjadi
tertutup. Stigma terhadap ODHA yang masih melekat di dalam
masyarakat yang membuat diskriminasi terhadap ODHA semakin kuat.
Masih banyak masyarakat yang mengganggap bahwa ODHA itu adalah
2
manusia yang kotor yang melakukkan hal-hal yang tidak bermoral seperti
pengguna narkoba, PSK (Penjaja Seks Komersil), wanita simpanan dan
lain-lain2. Perilaku semacam itu membuat masyarakat cenderung takut dan
mempunyai pandangan negatif berlebihan jika hidup bersama orang HIV.
Dalam diri masyarakat sendiri mempunyai alasan untuk menghindari
komunikasi dengan orang HIV karena tidak ingin dicap buruk masyarakat
lain. Keinginan diberi cap sebagai masyarakat yang baik selalu menjadi
harapan untuk menjaga harga diri sendiri atau keluarga di masyarakat.
Sedangkan di Indonesia sendiri banyaknya jumlah orang yang
terinfeksi virus HIV&AIDS sendiri terus meningkat. Setidaknya dalam
satu dasawarsa ini tercatat 24.745 kasus HIV&AIDS dengan 211 orang
diantaranya meninggal dunia3, sedangkan di DIY sendiri terdapat 3146
kasus HIV&AIDS (Dinas Kesehatan, September 2015) 4 . Sedangkan
HIV/AIDS di kabupaten Sleman meningkat tajam. Berikut ini tabel jumlah
penderita
HIV&AIDS
di
D.I
Yogyakarta
berdasarkan
tempat
tinggal/wilayah.
2
Pian Hermawati, 2011, Hubungan Persepsi ODHA terhadap Stigma HIV/AIDS
Masyarakat dengan Interaksi Sosial pada ODHA, Tesis, Jakarta : Fakultas Piskologi, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
3
Sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes RI 17 Oktober 2014 Edit terakhir:
18 November 2014 diakses melalui http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?lang=id&gg=1 tanggal
24 April 2016 Pukul 13.00 WIB.
4
Diakses melalui http://aidsyogya.or.id/2016/data-hiv-aids/data-kasus-hiv-aids-sd-sept2015/ tanggal 24 April 2016 Pukul 13.04 WIB.
3
Tabel I. 1
Jumlah Penderita HIV&AIDS berdasarkan Tempat
tinggal/wilayah di DIY (Maret 2016)
ASAL
AIDS
HIV
JUMLAH
PENDERITA
KOTA
229
759
988
YOGYA
KAB.
272
742
1014
BANTUL
KAB. KULON
57
161
218
PROGO
KAB.
GUNUNG
138
225
363
KIDUL
KAB.
316
744
1060
SLEMAN
LUAR DIY
257
561
818
TAK
35
74
109
DIKETAHUI
JUMLAH
1304
3266
4570
Sumber : aidsyogya.or.id
Menurut tabel di atas menunjukkan kota dengan jumlah penderita
HIV&AIDS berdasarkan wilayah secara berturut-turut dari yang paling
tinggi ke yang paling rendah adalah Kabupaten Sleman, Kabupaten
Bantul, Kota Yogya, Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulon
Progo. Oleh karena itu dalam penelitian ini hal yang menjadi ketertarikan
untuk diteliti adalah Kabupaten Sleman yang berada di posisi teratas
jumlah penderita HIV&AIDS di D.I Yogyakarta. Penelitian ini ingin
mengetahui bagaimana penyebab stigma masyarakat terhadap terhadap Ibu
Rumah Tangga penderita HIV&AIDS.
Orang yang hidup dengan HIV&AIDS menghadapi beberapa
tantangan dalam menghadapi penyakit mereka, sementara itu adanya
stigma menjadi masalah psikososial yang terkait dengan HIV. Stigma
4
terkait
HIV
dan
AIDS
merupakan
pengetahuan
tentang
status
mendevaluasi orang yang hidup dengan HIV yang berarti memperlakukan
seseorang tidak penting dalam lingkungan sosialnya 5 . Dari realitas
tersebut, tentunya harus disikapi oleh semua pihak agar dapat dicegah
meluasnya, HIV&AIDS harus dipahami sebagai ancaman serius dan
masalah penting karena akan sangat berkaitan dengan masa depan bangsabangsa di dunia dan umat manusia secara keseluruhan.
Kegagalan
generasi
sekarang
menemukan
metode
untuk
menghilangkan sindrom tersebut akan merupakan beban bagi generasi
yang akan datang. Aspek lain yang tidak boleh diabaikan dari HIV&AIDS
adalah persoalan diskriminasi. Karena diskriminasi muncul dalam bentuk
perlakuan yang tidak adil berdasarkan prasangka negatif pada orang-orang
deng HIV&AIDS6. Misalnya diskriminasi ini yaitu penolakan fasilitas
kesehatan seperti rumah sakit, ataupun puskesmas dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada orang dengan HIV&AIDS, ataupun
keluarga/masyarakat
yang
menolak
orang-orang
yang
terkena
HIV&AIDS. Selain menimbulkan masalah dalam akses layanan
kesehatan, tindakan diskriminasi ini juga menimbulkan efek psikologis
yang pada akhirnya akan menimbulkan depresi berlebihan oleh orang
penyandang HIV&AIDS.
5
Arifin, Nurul, 2005, Membuka Mata Masyarakat : “Menghapus Diskriminasi dan
Stigma Perempuan dengan HIV&AIDS” dalam Jurnal Perempuan No. 43, Melindungi Perempuan
dari HIV&AIDS, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta.
6
Fatmah
Afrianty
Gobel
dalam
alamat
situs
http://www.kebijakanaidsindonesia.net/id/artikel/artikel-kontribusi/1005-stigma dan-diskriminasiterhadap-odha-tugas-dan-tanggungjawab-siapa diakses pada tanggal 21 Juni 2016 Pukul 13.25
WIB.
5
Diketahui bersama bahwa peran keluarga sangat berperan penting
dalam hal proteksi anggota keluarga dari HIV&AIDS. Keluarga
merupakan inti dari proses kehidupan manusia berasal serta mempunyai
visi dan misi untuk menciptakan kenyamanan di zona tersebut7. Ayah, Ibu
dan Anak mempunnyai peran serta fungsi di setiap tugas dan pelayanan
dalam keluarga. Sebagai ayah mempunyai peran menjadi garda terdepan
mengatur laju perjalanan keluarga menuju tujuan hidup sebuah keluarga.
Ibu berperan penting mengenai penciptaan kaderisasi keluarga kepada
anak-anaknya dari proses regenerasi. Tentu peran ibu mempunyai peran
strategis dalam hal pengembangan anak. Begitu juga peran tersebut
diartikan fleksibel yang mempunyai konotasi terdampak positif bagi
kelangsungan kesejahteraan keluarga.
Membahas mengenai stigma masyarakat terhadap ibu rumah
tangga penderita HIV&AIDS cenderung membangun dan memperkuat
konotasi
negatif
terhadap
perilaku
yang
termarginalkan
dengan
HIV&AIDS8. Individu yang hidup dengan HIV sering diyakini sebagai
akibat dari melakukan sesuatu yang salah. Stigmatisasi juga dapat terjadi
pada tingkat yang lain. Orang yang hidup dengan HIV dapat
menginternalisasi diri terhadap tanggapan negatif dan reaksi orang lain.
Pada ODHA hal ini dapat diwujudkan dalam perasaan malu, menyalahkan
38.
7
Hutapea, Ronald, 1995, AIDS&PMS dan Perkosaan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, hlm.
8
Joel Gallant, 2010, Seratus Tanya Jawab Mengenai HIV&AIDS, Jakarta : Indeks, hlm.
13.
6
diri sendiri, dan tidak berharga yang dihubungkan dengan perasaan
terisolasi dari masyarakat, depresi, dan keinginan untuk bunuh diri.
Stigma dan diskriminasi terhadap orang HIV khususnya ibu rumah
tangga biasanya berupa sikap sinis, cibiran, cemoohan, perasaan takut dan
pandangan
negatif
yang
berlebihan.
Sikap
semacam
ini
akan
mempengaruhi dan mempengaruhi kualitas komunikasi di masyarakat.
Stigma juga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan persepsi
masyarakat dalam memandang keberadaan ODHA.
Kurangnya penghargaan diri dan mudah putus asa. Dengan
demikian adanya tindakan diskriminasi justru akan mempersulit
penanganan, dan akhirnya membuka peluang bagi penyebaran yang
meluas dan tidak terkendali. Mengingat bahwa penangggulangan
HIV&AIDS sangat penting, maka dari itu perlu adanya kerjasama yang
baik dari berbagai pihak yang terkait seperti masyarakat, pemerintah dan
NGO (Non-Government Organizations).
Berikut ini adalah tabel penderita virus HIV&AIDS dilihat dari
jenis pekerjaan di DIY sebagai berikut :
7
Tabel I. 2
Jumlah Penderita HIV&AIDS dilihat
dari jenis pekerjaan (Maret 2016) di DIY
Pekerjaan
Jumlah
AIDS
HIV
Tenaga Profesional
Medis
4
7
11
Tenaga Non
Profesional
114
228
342
Seniman/Artis
2
14
16
Buruh Kasar
96
246
342
PNS
42
80
122
Narapidana
8
29
37
Pelaut
1
3
4
Pramugara/i
0
0
0
Manager Eksekutif
0
0
0
Profesional Non
Medis
99
226
325
Wiraswata
214
636
850
Petani/Peternak
39
73
112
Anggota TNI/POLRI
11
22
33
Penjaja Seks
28
122
150
Supir
IBU RUMAH
TANGGA
Siswa/Mahasiswa
14
45
59
199
407
606
73
236
309
Lain-lain
199
464
663
Tak Diketahui
171
496
667
1314
3334
4648
JUMLAH
Sumber : aidsyogya.or.id
Kasus Penyakit
8
Berdasarkan jumlah penderita virus HIV&AIDS dilihat dari jenis
pekerjaan maka penulis mengambil dan memilih sampel penelitian adalah
Ibu Rumah Tangga. Hal ini dikarenakan jumlah pengidap virus
HIV&AIDS Ibu Rumah Tangga jumlahnya cukup besar. Meskipun jika
dilihat dari jumlah pengidap virus HIV&AIDS yang paling besar dari jenis
pekerjaan adalah wiraswasta. Namun jenis pekerjaan wiraswasta tidak
mengklasifikasikan jenis kelamin dan kompetensi dibandingkan dengan
kategori lain. Namun jumlah terbesar selanjutnya adalah Ibu Rumah
Tangga berjumlah 606 Orang Dengan HIV&AIDS (ODHA).
Dalam realitas kehidupan masyarakat yang telah mengalami
perubahan, terutama fenomena pemenuhan kebutuhan keluarga dan upayaupaya untuk mempertahankan hidup keluarga, meningkatnya kebutuhan
terhadap pendidikan dan kesehatan, maka pencari nafkah tunggal
sesungguhnya bukan masalah jika telah mencukupi kebutuhan keluarga,
sehingga dapat menciptakan kehidupan sejahtera dan sakinah. Namun jika
pencari nafkah tunggal tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga,
maka dalam keluarga telah terjadi pergeseran dimana siap atau tidak siap,
mampu atau tidak mampu istri mengambil peran produktif di luar tugas
reproduksinya di wilayah domestik 9 . Hal ini menjadi suatu hal yang
menarik dengan porsi yang sebesar itu belum ada penelitian yang
membahas khusus Orang Dengan HIV&AIDS (ODHA) Ibu Rumah
Tangga menghadapi stigma masyarakat.
9
S.C. Utami Munandar, 1985, Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia : Suatu
Tinjauan Psikologis, Jakarta : UI Press, 132.
9
Selain itu, penelitian mengenai Orang Dengan HIV&AIDS juga
banyak dilakukan oleh beberapa peneliti seperti penelitian dari Maya
Abida dengan mengenai “Proses Pengakuan Orang Dengan HIV&AIDS
(ODHA) (Studi Tentang Orang Dengan HIV&AIDS yang Tergabung di
Dalam Kelompok Dukungan Sebaya Be Positive, Kabupaten Magelang,
Jawa Tengah) tahun 201310. Menjelaskan di Indonesia keberadaan Orang
Dengan HIV&AIDS (ODHA) diidentikkan dengan pendosa dan tidak
bermoral. Sehingga ODHA pantas dijauhi dan dikucilkan. Padahal HIV
dapat menyerang siapa saja, dan orang yang terinfeksi virus HIV akan
menjadi pembawa dan penular virus HIV seumur hidupnya. Meskipun
begitu, salah satu tanggung jawab ODHA lakukan adalah dengan
berpartisipasi dalam pencegahan dan penularan HIV&AIDS dengan
mengadakan sosialisasi pada masyarakat. Puncak dari proses pengakuan
adalah keadaan dimana Odha dan memiliki kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam budaya dan kultur yang dibentuknya sendiri. Dengan
kata lain, Odha mampu mengembangkan diri di lingkungan sosialnya.
Dalam hal ini Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) menjadi prototype dari
wujud budaya yang dibentuk odha. Penelitian ini berbeda dengan
penelitian Maya Abida yang berfokus pada proses pengakuan ODHA di
sebuah lembaga swadaya masyarakat. Fokus penelitian ini pada stigma
masyarakat terhadap Ibu Rumah Tangga penderita HIV&AIDS.
10
Maya Abida, 2013, Proses Pengakuan Orang Dengan HIV&AIDS (ODHA) (Studi
Tentang Orang Dengan HIV&AIDS yang tergabung di dalam Kelompok dukungan Sebaya Be
Positive, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Skripsi, Yogyakarta : Ilmu Pembangunan Sosial
dan Kesejahteraan (SOSIATRI) UGM.
10
Penelitian oleh Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kedokteran, Universitas Lambung Mungkurut di Jurnal Kesehatan
Masyarakat.
Dengan
judul
Pengetahuan,
Sikap
dan
Pencegahan
HIV&AIDS Pada Ibu Rumah Tangga, disusun oleh Lenny Octavianty,
Atikah Rahayu, Fauzie Rahman dan Dian Rosadi11. Menjelaskan tentang
virus HIV merupakan penyebab penyakit AIDS yang merusak kekebalan
tubuh manusia. Tahun 2013 di Kalimantan Selatan terdapat 227 kasus HIV
dan 134 kasus AIDS dengan kasus tertinggi di Kabupaten Tanah Bumbu
yaitu kasus HIV 189 orang dan 30 kasus AIDS. Peningkatan kasus baru
diproyeksikan terjadi pada populasi sopir karena termasuk mobile men
with money and migrant. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
hubungan penegtahuan dan sikap dengan upaya pencegahan HIV&AIDS
pada Ibu Rumah Tangga dengan suami suami pekerja sopir bus antar kota
terhadap upaya pencegahan HIV&AIDS. Sampel dalam penelitian ini
sebanyak 40 ibu rumah tangga secara accidental. Hasil dari penelitian ini
adalah responden yang memiliki tingkat pengetahuan tentang HIV&AIDS
rendah dan tingkat pengetahuan tentang HIV&AIDS tinggi. Dalam
penelitian ini diketahui tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
sikap yang dimiliki ibu rumah tangga yang memiliki suami pekerja sopir
antar kota dengan upaya pencegahan HIV&AIDS di Kabupaten Tanah
11
Lenny Octavianty, Atikah Rahayu, Fauzie Rahman, Dian Rosadi, 2015, Pengetahuan,
Sikap dan Pencegahan HIV&AIDS Pada Ibu Rumah Tangga, Jurnal Kesehatan Masyarakat :
KEMAS 11 (1) (2015) 53-58, hal. 53-58.
11
Bumbu12. Posisi penelitian ini berbeda dari penelitian Lenny Oktovianty
dkk. Jika Leny dkk dalam penelitian ini meneliti mengenai pengetahuan,
sikap dan pencegahan HIV&AIDS karena dilihat dari pekerjaan suami
sebagai sopir alat transportasi. Penelitian ini berfokus pada stigma
masyarakat terhadap Ibu Rumah Tangga penderita HIV&AIDS.
Selain itu, ada juga penelitian tentang persepsi dan sikap
masyarakat hindu Bali terhadap penyakit HIV&AIDS dan ODHA (Orang
Dengan HIV&AIDS) di Desa Sanur Kodya Denpasar Bali oleh Ni
Komang Ekawati tahun 201013. Menjelaskan Bahwa penyakit HIV&AIDS
telah menjadi masalah global yang melanda dunia karena dalam waktu
relative cepat terjadi penignkatan jumlah penderita. Di Bali penyebaran
penyakit HIV&AIDS sudah meluas ke 9 kabupaten dan sudah menyerang
semua kelompok umur. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Informan penelitian 37 orang terdiri dari 10 orang tokoh masyarakat, 9
orang tokoh muda laki-laki dan 11 orang tokoh muda perempuan serta 7
orang informan kunci. Hasil penelitian bahwa masyarakat mempunyai
persepsi bahwa penyakit HIV&AIDS adalah penyakit berbahaya dan
semua orang rentan terkena virus HIV&AIDS karena dapat menyerang
semua kelompok umur. Dibandingkan penyakit yang lain HIV&AIDS
dipandang penyakit yang lebih berat karena belum ditemukan obat/vaksin
12
Lenny Octavianty, Atikah Rahayu, Fauzie Rahman, Dian Rosadi, 2015, Pengetahuan,
Sikap dan Pencegahan HIV&AIDS Pada Ibu Rumah Tangga, Jurnal Kesehatan Masyarakat :
KEMAS 11 (1) (2015) 53-58, hal. 53-58.
13
Ni Komang Ekawati, 2010, Persepsi dan Sikap Masyarakat Hindu Bali terhadap
penyakit HIV&AIDS dan ODHA (Orang Dengan HIV&AIDS) di Desa Sanur Kodya Denpasar
Bali, Tesis, Yogyakarta : Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada.
12
yang dapat mencegah penularannya. Pengalaman masyarakat melihat ciriciri orang yang meninggal akibat HIV&AIDS menimbulkan ketakutan
dalam diri masyarakat untuk tidak tertular. Sikap negatif juga ditunjukkan
masyarakat pada penderita ODHA dan jenasah ODHA. Kurangnya
informasi terhadap cara penularan HIV&AIDS menjadi hambatan dalam
mencegah terjadinya stigma dan diskriminasi. Penelitian dari Ni Komang
Ekawati ini secara isu hampir sama dengan penelitian terkait dengan
masalah persepsi dan sikap masyarakat. Namun secara perspektif
penelitian ini berbeda karena akan melihat stigma masyarakat terhadap
Orang Dengan HIV&AIDS khusus bagian Ibu Rumah Tangga.
Penelitian dari Surahmansah Said tahun 2014 tentang stigma
HIV&AIDS
dan
kualitas
hidup
Orang
Dengan
HIV&AIDS
di
Yogyakarta14, menjelaskan tentang HIV&AIDS merupakan penyakit yang
masih menjadi perhatian di dunia dan Indonesia. Orang dengan
HIV&AIDS mengalami beban hidup yang berat dalam kesehariaannya
menghadapi beban penyakit yang diderita dan psikologis dari lingkungan
sekitar. Hal ini berdampak pada kualitas hidup yang harus dijalani seharihari.
Stigma
HIV&AIDS
menjadi
masalah
psikososial
yang
mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan penderitanya. Adanya
stigma akan berdampak pada tatanan sosial masyarakat dan akses ke
pelayanan kesehatan. Pengidap HIV&AIDS dapat kehilangan pergaulan
sosial, kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan yang pada akhirnya
14
Surahmansah Said, 2014, Stigma HIV&AIDS dan Kualitas Hidup Orang Dengan
HIV&AIDS di Yogyakarta, Yogyakarta : Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.
13
menimbulkan kerawanan sosial dan mempengaruhi kualitas hidup mereka.
Persamaannya terletak di yang ditelii mengenai stigma namun di
hubungkan
dengan
kualitas
hidup
Orang
Dengan
HIV&AIDS.
Perbedaannya terletak pada metode penelitian menggunakan kuantitatif
karena untuk menguji hubungan antara stigma dengan kualitas hidup
Orang Dengan HIV&AIDS. Jika dilihat secara isu dan fokusnya,
penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang ada di
Padukuhan Mrican. Karena lokasi penelitian Surahmansah Said di
lembaga swadaya masyarakat penanganan ODHA, namun penelitian ini
dilakukan bukan di lembaga swadaya masyarakat melainkan lebih kepada
masyarakat sekitar yang hidup di sekitar LSM tersebut.
Penelitian dari Zainul Ahwan tahun 2015 tentang Stigma dan
diskriminasi HIV & AIDS pada Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di
masyarakat basis anggota Nahdlatul Ulama’ (NU) Bangil (Studi kajian
peran starategis Faith Based Organization (FBO) dalam isu HIV 15 .
Menjelaskan saat ini terdapat 33.2 juta (30.6 – 36.1 juta) orang hidup
dengan status HIV dan AIDS. Di Indonesia sampai pada tahun 2012
terdapat 21.511 kasus HIV dan 5.686 AIDS dengan 5.484 kematian. (Data
resmi kementrian kesehatan RI). Hampir tidak ada provinsi yang
dinyatakan bebas dari HIV dan AIDS, bahkan diperkirakan saat ini HIV
dan AIDS sudah terdapat di lebih dari separuh Kabupaten/Kota di seluruh
15
Zainul Ahwan, 2012, Stigma dan Diskriminasi HIV&AIDS pada Orang Dengan HIV
dan AIDS (ODHA) di masyarakat basis anggota Nahdlatul ‘Ulama (NU) Bangil (Studi Kajian
peran strategis Faith Based Organization (FBO) dalam isu HIV, Pasuruan : Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik Universitas Yudharta.
14
Indonesia. Kabupaten Pasuruan mulai tahun 1993 s/d juni 2013
menunjukkan jumlah kasus HIV mencapai 716 kasus dan 427 AIDS. HIV
dan AIDS sangat erat dengan stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap
orang dengan HIV dan AIDS (ODHA). Dari penelitian ini menunjukkan
bahwa persoalan HIV dan AIDS bukan hanya persoalan medis / kesehatan
semata, tetapi merupakan persoalan sosial yang membutuhkan keterlibatan
panyak pihak dari semua unsur masyarakat. HIV dan AIDS merupakan isu
kesehatan yang sangat erat dengan stigma dan diskriminasi. Masyarakat
NU Bangil masih mempunyai persepsi negatif terhadap Orang Dengan
HIV&AIDS, hal ini disebabkan karena kurangnya edukasi masyarakat
terhadap pengetahuan HIV&AIDS. Kesamaan penelitian yang dilakukan
oleh Zainul Akhwan yaitu sama-sama meneliti tentang stigma masyarakat
terhadap Orang Dengan HIV&AIDS, namun perbedaan terletak di subjek
penelitian. Karena penelitian ini yang menjadi subjek adalah masyarakat
yang digolongkan menjadi tiga ahli dan ODHA hanya khusus Ibu Rumah
Tangga.
Beberapa penelitian diatas yang meneliti tentang Orang Dengan
HIV&AIDS (ODHA) antara lain : Maya Abida, Lenny Oktavianty dkk, Ni
Komang Ekawati, Surahmansah Said dan Zainul Akhwan. Diantara
peneliti tersebut pernah meneliti stigma pada Orang Dengan HIV
(ODHA), penelitiannya banyak terfokus pada faktor-faktor yang
menyebabkan dan mempengaruhi kualitas hidup ODHA dari segi aspek
sosial dan klinis. Penelitian tentang stigma secara luas yang berhubungan
15
dengan kehidupan Orang Dengan HIV&AIDS dan stigma masyarakat
terhadap kualitas hidup ODHA sudah pernah dilakukan. Sehingga pada
penelitian ini peneliti melakukan fokus pada stigma masyarakat terhadap
Ibu Rumah Tangga penderita HIV&AIDS, untuk diteliti sekaligus
melengkapi hasil penelitian sebelumnya. Perbedaan lainnya adalah
penelitian ini memakai pendekatan kualitatif serta untuk membedakan
dengan penelitian terdahulu, maka peneliti menentukan informannya yaitu
masyarakat Padukuhan Mrican yang digolongkan menjadi kalangan ahli
kesehatan, ahli agama dan ahli akademisi.
Dengan mempertimbangkan potensi ibu rumah tangga, serangkaian
aktivitas di keluarga sebagai pemain yang banyak peran. Maka
berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang apa penyebab stigma masyarakat terhadap
Ibu Rumah Tangga penderita HIV&AIDS.
B. Rumusan Masalah
Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri semakin meluas penularan
virus HIV&AIDS hingga ke pelosok daerah, berbagai macam stigma dan
diskriminasi yang dihadapi oleh ODHA juga beragam. Jika tindakan
tersebut tidak segera dikurangi perkembangannnya akan memperburuk
komunikasi sosial ODHA dengan masyarakat sekaligus berujung
munculnya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Adapun faktor
pengetahuan, persepsi, kepercayaan seperti mitos-mitos yang kurang tepat
16
terhadap HIV&AIDS dan tingkat pendidikan menjadi pengaruh stigma
yang berkembang di masyarakat. Stigma masyarakat Daerah Istimewa
Yogyakarta khususnya di Padukuhan Mrican terhadap virus HIV&AIDS
akan menimbulkan perbedaan gaya hidup dan mendiskriminasi Orang
Dengan HIV&AIDS disekitar. Maka rumusan masalah yang diajukan
adalah :
1. Bagaimana stigma masyarakat terhadap ibu rumah tangga penderita
HIV&AIDS di Padukuhan Mrican, Caturtunggal, Depok, Sleman ?
2. Apa penyebab stigma masyarakat terhadap ibu rumah tangga penderita
HIV&AIDS di Padukuhan Mrican, Caturtunggal, Depok, Sleman ?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui stigma dan penyebab stigma
masyarakat terhadap ibu rumah tangga penderita HIV&AIDS di
Padukuhan Mrican, Caturtunggal, Depok, Sleman.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mampu memberikan manfaat dan kegunaan :
1. Dunia Akademisi
Menjadi bahan masukan bagi ilmu pengetahuan yang dapat
memberikan sumbangan informasi bagi peneliti selanjutnya terkhusus
yang berkaitan dengan stigma dan penguatan sumber daya manusia
17
orang dengan HIV&AIDS.
2. Pemerintah Daerah Setempat
Secara praksis, menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah Yogyakarta
khususnya dinas terkait dalam kerjasama lintas sektor untuk menyusun
program peningkatan kesejahteraan Orang Dengan HIV&AIDS
(ODHA). Sebagai alternatif masukan dalam membuat perencanaan
kebijakan penanggulangan kesehatan serta evaluasi program kesehatan
khususnya dalam upaya pencegahan HIV&AIDS.
3. Lembaga Swadaya Masyarakat
Memberikan masukan kepada pihak terkait dalam hal penanganan
Orang Dengan HIV&AIDS (ODHA) sebagai tindakan impresif
penanggulangan penyakit menular dan membantu tingkat depresi yang
dialami Orang Dengan HIV&AIDS terutama Ibu Rumah Tangga
sebagai peran kunci di sebuah keluarga.
4. Peneliti
Meningkatkan wawasan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti
dalam melaksanakan sebuah penelitian ilmiah tentang stigma terhadap
keluarga ODHA. Penelitian ini adalah bagian dari suatu proses
pembelajaran bagi peneliti untuk mengungkapkan suatu stigmatisasi
yang ada di masyarakat sehingga diharapkan dapat memberikan
pengalaman dan mengembangkan wawasan dalam melakukan
penelitian kualitatif.
18
E. Kajian Teoritik
1. Penyebab Stigma
Menurut Erving Goffman, Stigma adalah segala bentuk atribut
fisik dan sosial yang mengurangi identitas sosial seseorang.
Mendiskualifikasi orang itu dari penerimaan seseorang. Sedangkan
menurut kamus Bahasa Indonesia stigma adalah ciri negatif yang
menempel pada pribadi seseorang karena pegaruh lingkungannya16.
Ada berbagai penyebab terjadinya stigma, antara lain :
a. Takut
Ketakutan merupakan penyebab umum, dalam kasus kusta muncul
takut akan konsekuensi yang di dapat jika tertular, bahkan
penderita cenderung takut terhadap konsekuensi sosial dari
pengungkapan kondisi sebenarnya. Takut dapat menyebabkan
stigma diantara anggota masyarakat atau di kalangan pekerja
kesehatan.
b. Tidak Menarik
Beberapa kondisi dapat menyebabkan orang dianggap tidak
menarik, terutama dalam budaya dimana keindahan lahilriah sangat
dihargai. Dalam hal ini gangguan di wajah, alis hilang, hidung
runtuh seperti dapat terjadi dalam kasus-kasus lanjutan dari kusta
atau virus HIV&AIDS akan ditolak masyarakat karena terlihat
16
Erving Goffman, 1986, Stigma : Notes on the Management of Spoiled Identity,
Prentice-Hall : Cambridge University Press, hlm. 18.
19
berbeda.
c. Kegelisahan
Kecacatan karena virus HIV&AIDS membuat penderita tidak
nyaman, mereka mungkin tidak tahu bagaimana berperilaku di
hadapan orang dengan kondisi yang dialaminya sehingga
cenderung menghindar.
d. Asosiasi
Stigma oleh asosiasi juga dikenal sebagai stigma simbolik, hal ini
terjadi ketika kondisi kesehatan dikaitkan dengan kondisi yang
tidak menyenangkan seperti pekerja seks komersial, pengguna
narkoba, orientasi seksual tertentu, kemiskinan atau kehilangan
pekerjaan. Nilai dan keyakinan dapat memainkan peran yang kuat
dalam menciptakan atau mempertahankan stigma, misalnya
keyakinan tentang penyebab kondisi seperti keyakinan bahwa virus
HIV&AIDS adalah kutukan Tuhan atau disebabkan oleh dosa
dalam kehidupan sebelumnya.
e. Kebijakan atau undang-undang
Hal ini biasa terlihat ketika penderita dirawat di tempat yang
terpisah dan waktu yang khusus dari rumah sakit, seperti klinik /
dukungan sebaya untuk penyakit seksual menular.
f. Kurangnya kerahasiaan
Pengungkapan yang tidak diinginkan dari kondisi seseorang dapat
disebabkan cara penanganan hasil tes yang sengaja dilakukan oleh
20
tenaga medis kesehatan, ini mungkin benar-benar tidak diinginkan
seperti pengiriman dari pengingat surat atau kunjungan pekerja
kesehatan di kendaraan ditandai dengan pro logo gram17.
Berdasarkan uraian mengenai penyebab stigma yang sudah
diuraikan oleh Erfing Goffman menjelaskan bahwa penyebab stigma
antara lain : takut, tidak menarik, kegelisahan, asosiasi, undangundang dan kurangnya kerahasiaan. Indikator tersebut yang digunakan
peneliti dalam penelitian ini untuk menganalisis penyebab stigma
masyarkat terhadap ibu rumah tangga penderita HIV&AIDS.
2. Konsep Masyarakat
Konsep masyarakat yang dikaji dalam penelitian ini dimaksud
untuk mendapat pengertian dan pemahaman secara mendalam tentang
pola tingkah laku kehidupan masyarakat dalam suatu komunitas,
kesatuan kolektif, dalam hal ini agar dapat memberi penjelasan lebih
terperinci dalam masyarakat di Padukuhan Mrican. Khususnya pada
penyebab stigma masyarakat terhadap ibu rumah tangga penderita
HIV&AIDS.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang bertampat tinggal
dalam suatu daerah tertentu serta dapat berinteraksi dengan individu
lainnya delam kurun waktu yang cukup lama18. Alvin L. Betrand,
17
Erving Goffman, 1986, Stigma : Notes on the Management of Spoiled Identity,
Prentice-Hall : Cambridge University Press, hlm. 22.
18
Suryono Sukanto, 1984, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat,
Jakarta : Rajawali Press, hlm. 22.
21
masyarakat adalah suatu kelompok orang yang sama identifikasinya,
teratur sedemikian rupa di dalam menjalankan segala sesuatu yang
diperlukan bagi kehidupan bersama secara harmonis19. Selanjutnya
pengertian
masyarakat
yang
diungkapkan
oleh
Seorang
ahli
antropologi R. Linton, setiap selompok manusia yang telah cukup lama
hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan
dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial
dengan batas-batas tertentu20.
Dari beberapa definisi masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa
masyarakat bukan sekedar kumpulan manusia semata-mata tanpa
ikatan, akan tetapi terdapat hubungan fungsional antara satu dengan
yang
lainnya.
Setiap
individu
mempunyai
kesadaran
akan
keberadaannya di tengah-tengah individu lainnya, sehingga sistem
pergaulan yang membentuk keperibadaian dari setiap individu yang
disadarkan atas kebiasaan atau lembaga kemasyarakatan yang hidup
dalam masyarakat tertentu 21 . Masyarakat bukan hanya sekedar
memiliki hubungan fungsional saja tetapi masyarakat juga memiliki
ide-ide serta gagasan yang dimiliki oleh masing-masing individu,
dapat merubah sebuah nasip mereka untuk mendapatkan kebebasan
berfikir dalam memajukan Desa, budaya, pendidikan, agama, polotik,
sosial, serta yang lainnya.
19
Ibid
Ibid
21
Suryono Sukanto, 1984, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat,
Jakarta : Rajawali Press, hlm. 22.
20
22
Masyarakat
golongan
elit
adalah
sekelompok
lapisan
masyarakat yang mempunyai kedudukan terkemuka di sebuah
lingkunga dan mempunyai martabat yang tinggi dalam masyarakat.
Mereka terdiri dari golongan bangsawan, tentara, kaum keagamaan,
kaum intelek dan pedagang 22 . Kaum bangsawan yang menduduki
jabatan tertentu merupakan golongan elit pegawai di samping
golongan bangsawan yang tidak menduduki jabatan khusus dalam
kerajaan. Para raja biasanya menempatkan kaum keluarga atau
kerabatnya dalam struktur pemerintahan. Hal itu untuk memperkokoh
kedudukannya di bidang ekonomi dan politik. Selain kerabat raja,
orang asing dapat juga menempati kedudukan elite pegawai. Biasanya
jabatan untuk mereka ialah jabatan syahbandar.
Golongan elit itu dapat membedakan dirinya dari lapisan lain
(seperti golongan non-elite) terutama dalam kehidupan ekonomi dan
sosial budayanya. Mereka mempunyai corak dan gaya berpakaian
sendiri, juga bahasa dan gaya rumahnya berlainan dengan golongan
lain. Jumlah golongan elit itu tidak banyak jika dibandingkan dengan
jumlah penduduk non-elite. Pada masa itu hubungan antara golongan
elit dan golongan non-elit yang terdiri dari penduduk biasa sangat
terbatas, setidaknya mereka membatasi diri dalam pergaulan karena
perbedaan status sosial23.
22
Suzanne Keller, 1984, Penguasa dan Kelompok Elit : Peranan Elit-penentu Dalam
Masyarakat Modern, Jakarta : Rajawali, hlm. 21.
23
Suzanne Keller, 1984, Penguasa dan Kelompok Elit : Peranan Elit-penentu Dalam
Masyarakat Modern, Jakarta : Rajawali.
23
Kemudian hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi
tentang sistem lapisan masyarakat adalah status dan peranan. Hal itu
merupakan unsur baku dalam sistem lapisan, dan mempunyai arti
yang penting bagi sistem sosial. Sedang status sosial adalah
kedudukan seseorang dalam kelompok masyarakat, yang meliputi
keseluruhan posisi sosial yang terdapat dalam kelompok besar
masyarakat, dari yang paling rendah dan paling tinggi. Seperti status
yang didapat seseorang melalui usaha-usahanya sediri. Seseorang
harus melakukan sesuatu untuk mendapatkan achieved status, seperti
bersekolah, mempelajari keterampilan, berteman atau menciptakan
sesuatu yang baru. Dalam konteks ini misalnya dokter, dosen, ahli
agama dan lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut maka informan dalam penelitian ini
adalah masyarakat elit. Untuk memperjelas siapa masyarakat elit yang
dijadikan informan berikut penjelasannya di bagan berikut ini :
Elit:AhliKesehatan,AhliAgama,Akademisi,
PimpinanLSM,PakDukuh
Masyarakat
NonElit:Tukangbecak,pengamen,pedagang
asongan,tukangojek
Oleh karena itu dalam penelitian ini berdasarkan konsep
masyarakat yang sudah dijelaskan. Berkaitan dengan penentuan siapa
24
masyarakat yang akan menjadi objek wawancara. Masyarakat yang
menjadi informan adalah kalangan ahli kesehatan, kalangan ahli
agama dan kalangan ahli akademisi sekaligus pimpinan LSM dan
Pihak Dukuh.
3. Ibu Rumah Tangga
Ibu rumah tangga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sebagai wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai
macam pekerjaan rumah tangga, atau seorang istri dan ibu yang hanya
mengurusi pekerjaan dalam rumah tangga dan tidak bekerja di
kantor24. Ibu rumah tangga yang dimaksud disini yaitu para wanita
yang sudah menikah dan bertugas mengurus rumah tangga, mengurus
anak dan suami, dan juga bekerja sebagai buruh cuci, pembantu
rumah tangga, kasir toko, dan wiraswasta. Istilah yang digunakan
untuk menggambarkan seorang wanita yang telah menikah serta
menjalankan pekerjaan rumah, merawat anak-anaknya, memasak,
membersihkan rumah dan tidak bekerja di luar rumah. Seorang ibu
rumah tangga sebagai wanita menikah yang bertanggung jawab atas
rumah tangganya. Seiring perkembangan zaman dan dunia globalisasi
isu penyebaran HIV mulai merambah pada ibu rumah tangga. Padahal
Ibu Rumah Tangga sendiri tidak mengetahui virus yang dinamakan
HIV&AIDS, atau Human Immunedeficiency Virus. Terlebih lagi ibu
24
Pusat Bahasa, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat,Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, hlm. 516.
25
rumah tangga bukanlah kelompok beresiko terinfeksi HIV&AIDS.
Faktor yang mengakibatkan ibu rumah tangga terinfeksi
HIV&AIDS, diantaranya daya tawar lemah, ibu rumah tangga yang
secara ekonomi maupun pendidikan masih bergantung pada suami,
sehingga hal tersebut mewakili budaya patriarki yang hingga kini
masih di anut di Indonesia.
Selain itu juga faktor sikap pasrah ibu rumah tangga sebagai
makhluk kelas dua dibawah kontrol laki-laki baik kesehatan, fisik
maupun
reproduksi.
Perempuan
hanya
bisa
menerima
dan
menganggap hal tersebut sebagai sebuah resiko. Selain faktor diatas
terdapat pula faktor lain yaitu adanya stigma ganda yang harus dipikul
perempuan, anggapan seorang ibu rumah tangga yang harus dipikul
perempuan, anggapan seorang ibu rumah tangga yang harus menjaga
kesehatan suami dan anak tanpa harus mengetahui banyak tentang
kesehatannya sendiri membuat semakin sulitnya kondisi perempuan.
Bahkan adanya berbagai faktor yang menjadi penyebab seperti yang
dijelaskan diatas menimbulkan stigma dan diskriminasi baik fisik
maupun psikologi. Dalam rangka menciptakan kehidupan yang lebih
sehat dan aman bagi perempuan maka kita harus menghentikan,
minimal mengeliminasi, segala bentuk diskriminasi dan tindak
kekerasan terhadap perempuan. Untuk itu hal paling penting
diperlukan adalah paying hukum yang secara efektif melindungi
perempuan, produk hukum yang memadai untuk menjerat pelaku
26
kekerasan terhadap perempuan dan membuat mereka jera.
4. Orang Dengan HIV&AIDS (ODHA)
Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk golongan virus
RNA yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa
informasi genetik. Sebagai retrovirus HIV memiliki sifat khas karena
memiliki ensim reverse transcriptase yaitu ensim yang mampu
mengubah informasi genetic yang berada dalam RNA dalam bentuk
DNA yang kemudian diintegrasikan ke dalam informasi genetic sel
limfosit yang diserang25.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yaitu
sindrom (kumpulan gejala) menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS sangat mudah
tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh
penderita telah menurun. Semua orang yang terinfeksi HIV adalah
orang yang beresiko untuk sakit atau mati akibat infeksi oportunistik
dan komplikasi neoplastik sebagai suatu konsekuensi yang tidak
terelakkan dari AIDS26.
Orang Dengan HIV&AIDS (ODHA) adalah orang yang telah
terinfeksi HIV atau yang telah mulai menampakkan satu atau lebih
25
Alan Cantwell, Ahmad Said (Ed), 2008, Bom Ancaman Senjata Biologi Yang Tidak
Disadari AIDS Mengungkap Fakta Tersembunyi Tentang Rekayasa dan Penyebaran Virus AIDS,
Semarang : Yayasan Nurani, hlm. 92.
26
Tim Spiritia, 2014, Merawat ODHA di Rumah, Jakarta : Yayasan Spiritia, hlm.9.
27
gejala AIDS 27 . Orang yang terinfeksi HIV tidak akan menyadari
bahwa dirinya telah terinfeksi virus ini karena tidak akan
menunjukkan gejala apapun sampai bersangkutan melakukan testing
HIV. Rata-rata dibutuhkan waktu sekitar 8 sampai 10 tahun dari mulai
masuknya HIV sampai muncul gejala AIDS (window period) untuk
orang dewasa, walaupun kadang AIDS muncul kurang dari 2 tahun
atau ada yang lebih dari 10 tahun. Sekitar 10 persen orang yang
terinfeksi HIV akan berkembang menjadi AIDS dalam jangka waktu 2
sampai 3 tahun, sementara terdapat sekitar 10 persen pengidap HIV
yang tidak berkembang menjadi AIDS bahkan setelah 10 tahun28.
Mayoritas pengidap HIV ini tidak menyadari bahwa dirinya
telah terinfeksi, maka pengidap HIV ini akan terus melakukan
aktifitas seperti biasa tanpa menyadari bahwa dirinya setiap saat dapat
menularkan HIV kepada orang lain, seperti melakukan hubungan
seksual baik dengan pasangannya maupun berganti-ganti pasangan,
menggunakan napza suntik dengan jarum secara berganti-ganti dan
sebagainya. ODHA baru akan mengetahui bahwa dirinya telah
terinfeksi HIV apabila telah melakukan testing HIV. Hal inilah yang
membuat penyebaran HIV terjadi dengan begitu cepat dan meluas.
27
Alan Cantwell, Ahmad Said (Ed), 2008, Bom Ancaman Senjata Biologi Yang Tidak
Disadari AIDS Mengungkap Fakta Tersembunyi Tentang Rekayasa dan Penyebaran Virus AIDS,
Semarang : Yayasan Nurani, hlm. 92.
28
Chris W. Green, 2014, Pengobatan untuk AIDS : Ingin Mulai ?, Jakarta : Yayasan
Spiritia, hlm. 12.
28
Download