hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan

advertisement
GAMBARAN KONSEP DIRI PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH
KERJA UPTD KESEHATAN PUSKESMAS SUKAMULYA
KABUPATEN CIAMIS
TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Untuk Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Pada Program S1 Keperawatan
Oleh :
ASEP SUDRAJAT
NIM : 12SP277008
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2016
GAMBARAN KONSEP DIRI PADA PENDERITA TB PARU DIWILAYAH KERJA
UPTD KESEHATAN PUSKESMAS SUKAMULYA
KABUPATEN CIAMIS TAHUN 20161
2
3
Asep Sudrajat Elis Noviati Lilis Lismayanti
4
INTISARI
Penyakit TB Paru merupakan penyakit infeksi dan menular. Penyakit ini dapat
diderita oleh setiap orang dan dapat menyebabkan perubahan fisik, mental dan
sosial. Keadaan ini dapat mempengaruhi konsep diri penderitanya. Sehingga
menyebabkan penderita TB Paru merasa tidak berdaya, menolak, merasa
bersalah, merasa rendah diri dan menarik diri dari orang lain.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran konsep diri pada penderita
TB paru di Wilayah Kerja UPTD Kesehatan Puskesmas Sukamulya Kabupaten
Ciamis Tahun 2016. Desain penelitian ini yaitu deskriptif dengan sampel adalah
30 orang penderita TB paru. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner
dengan skala Likert. Hasil penelitian menunjukkan sebesar 53,3% memiliki citra
diri negatif ,50% memiliki ideal diri positif dan negatif, 56,7% memiliki harga diri
rendah, 60,0% memiliki penampilan peran positif, dan 53,3% memiliki identitas
diri positif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan konsep diri pada penderita
tuberkulosis memiliki kategori positif sebanyak 56,7%.
Disarankan bagi perawat yang bertanggung jawab dalam masalah TB paru, agar
dalam memberikan bimbingan dan konseling bagi penderita TB paru supaya
dapat meningkatkan koping diri terhadap perubahan komponen konsep diri dan
memperhatikan aspek perubahan komponen konsep diri yang terjadi pada
penderita TB paru.
.
.
Kata Kunci
:
Kepustakaan :
Keterangan :
Konsep Diri, Penderita TB Paru
43 Referensi (2005-2014)
1 Judul, 2 Nama Mahasiswa S1 Keperawatan, 3 Nama
Pembimbing I, 4 Nama Pembimbing II
iv
THE SELF CONCEPT OF PATIENTS WITH TUBERCULOSIS IN PUSKESMAS
SUKAMULYA KABUPATEN CIAMIS YEAR 2016 1
2
3
Asep Sudrajat Elis Noviati Lilis Lismayanti
4
ABSTRACT
Pulmonary tuberculosis is an infectious and contagious disease. Every person
can suffer from this disease. Which cauces physical, mental and social changes.
This condition potentially affects patients self concept which then makes
tuberculosis patients feel powerless, offensive, guilty, and inferior and tend to
withdraw from society.
This research’s aim was to know description of self-concept component to
tuberculosis patients in Puskesmas Sukamulya Kabupaten,2016. Design of this
research was descriptive with sample was 30 tuberculosis patients. Data were
collected by using questionnaire with likert scale. The result of research showed
that as much as 53,3% of respondents had negative bodyi mage,50,0%of
respondents had posittive and negative self-ideal, 56,7 % of respondents showed
low self esteem, 60,0% of respondents had positive role performance, and 53,3%
of respondents had positive self identity.
Based on the results of this study concluded that self-concept in patient
tuberculosis have the category positif 56,7%.
It’ssuggest for nurse who responsible in tuberculosis problems in order to give a
introduction and counseling for tuberculosis patients to increase self coping
against the change of self-concept and observe that change which created to
tuberculosis patients.
Keywords :
Bibliography :
Description :
Self-conceft, Tuberculosis Patients
43 reference (2005-2014)
1.Title, 2. Student Name, 3. Name of Supervisor I, 4. Name of
Supervisor II
v
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
tahan asam (BTA) Mycobacterium tuberkulosis. Tuberkulosis merupakan
masalah kesehatan global utama dengan tingkat kejadian 9 juta kasus
pertahun diseluruh dunia dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta
manusia ( Atit et al, 2012).
Penyakit TB Paru dari tahun ke tahun mengalami peningkatan
walaupun berbagai upaya telah dilakukan baik penyuluhan sampai
dengan pengobatan gratis di puskesmas dan rumah sakit kurangnya
kesadaran penderita untuk berobat secara teratur menjadi penyebab
masih tingginya kasus TB Paru sampai tahun 2013 ( Kemenkes, 2013).
World Health Organization (WHO) mengatakan Pada tahun 2013,
terdapat 6,1 juta kasus TB Paru. Dari jumlah kasus tersebut 5,7 juta
adalah orang-orang yang baru didiagnosis dan 0,4 juta lainnya sudah
dalam pengobatan. Meskipun prevalensi TB Paru menurun secara
signifikan dalam beberapa tahun terakhir, namun jumlah penderita
penyakit TB Paru di Indonesia masih terbilang tinggi karena jumlah
penderita TB di Indonesia menempati peringkat empat terbanyak di
seluruh dunia setelah China, India, dan Afrika Selatan.
Prevalensi TB Paru diindonesia pada tahun 2013 ialah 297 per
100.000 penduduk dengan kasus baru setiap tahun mencapai 460.000
kasus. Dengan demikian, Total kasus hingga 2013 mencapai sekitar
800.000 – 900.000 kasus (Tjandra,2014). Data Depkes menyebutkan
pasen TB Paru yang ditemukan dan diobati tahun 2012 mencapai 42,32%
2
(Target 80%), dan pada tahaun 2013 mencapai 90,8% (target 87%).
Penanggulangan TB Paru sesuai dengan sarat WHO bisa mencapai
sekurangnya 85 % pasien TB Paru dapat ditemukan dan diobati dengan
angka kesembuhan sekitar 87% (kemenkes,2013).
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh
tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0.4 persen, tidak berbeda dengan
2007. Lima provinsi dengan TB paru tertinggi adalah Jawa Barat (0.7%),
Papua (0.6%), DKI Jakarta (0.6%), Gorontalo (0.5%), Banten (0.4%) dan
Papua Barat (0.4%) (kemenkes,2013).
Jumlah penderita tuberculosis paru yang berada di kabupaten
Ciamis pada tahun 2013 sebanyak 1.164 kasus, tahun 2014 sebanyak
1.388 Kasus dan tahun 2015 sebanyak 1.395 kasus.
Table 1.1 Data 5 Besar UPTD Kesehatan Puskesmas Dengan
penderita Tuberkulosis paru di Kabupaten Ciamis tahun 2015
Penderita Tuberkulosis Paru
No
Puskesmas
Target
Kejadian
%
50
35
30
30
30
207,38
159,99
117,84
109,71
111,17
penemuan
1.
2.
3.
4.
5.
Sukamulya
Gardujaya
Sukamantri
Panumbangan
Jatinagara
24
22
26
27
27
Sumber : Dinkes Kabupaten Ciamis, 2015
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa UPTD Kesehatan
Puskesmas Sukamulya merupakan Puskesmas yang memiliki jumlah
penderita Tuberkulosis paru pertama dari data 5 besar puskesmas di
Kabupaten Ciamis dengan jumlah penderita tuberculosis sebanyak 50
orang (207,38) dari target penemuan 24 orang pada tahun 2015.
3
Pada tahun 2015 angka kejadian TB di UPTD Kesehatan
puskesmas Sukamulya mengalami penurunan sebanyak 3 kasus,
penderita TB di Puskesmas Sukamulya dari tahun ke tahun merupakan
penderita baru, terdapat catatan angka kekambuhan penyakit sebanyak 2
orang dari tahun 2013 – 2015, faktor yang paling mempengaruhi tingginya
angka kejadian tuberkolosis paru diwilayah UPTD Kesehatan puskesmas
sukamulya adalah faktor kontak langsung dengan penderita tuberkolosis.
Tabel 1.2. Cakupan Kasus Tuberkulosis Paru Berdasarkan Wilayah
Kerja UPTD Kesehatan Puskesmas Sukamulya tahun 2015
No
1
Desa
Desa Sukasetia
Kejadian
5
2
Desa Sukahaji
9
3
Desa sukamaju
3
4
Desa sukahurif
4
5
Desa cijulang
9
6
Desa sukamulya
8
7
Lain-lain
13
Jumlah
50
Sumber : Puskesmas Sukamulya Kabupaten Ciamis, 2015
Puskesmas
Sukamulya
sudah
menjalankan
Program
Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis Paru dengan menyediakan OAT
jangka pendek dengan mutu terjamin dan pencatatan secara baku untuk
memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan
tuberculosis namun kejadian tuberculosis masih tetap tinggi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh “indah 2012” ada
hubungan antara dukungan keluarga terhadap konsep diri pada penderita
tuberkulosis dalam proses pengobatan di wilayah Puskesmas Bendosari
Sukoharjo.
4
Setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor yang
mempengaruhi konsep diri, dan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan konsep diri salah satunya yaitu significant other atau
orang-orang terdekat (Stuart & Sundeen, 2007). Seseorang yang sakit
biasanya akan mengalami perubahan terhadap konsep diri. Konsep diri
adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup
bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh
aspek kepribadiannya. Konsep diri tidak hanya bergantung pada
gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi juga bergantung pada
aspek psikologis dan spiritual diri. Konsep diri berperan penting dalam
hubungan seseorang dengan anggota keluarganya yang lain. Klien yang
mengalami perubahan konsep diri karena sakitnya mungkin tidak mampu
lagi memenuhi harapan keluarganya, yang akhirnya menimbulkan
ketegangan dan konflik (Potter & Perry, 2009).
Penyakit
TB
Paru
merupakan
suatu
penyakit
yang
dapat
mempengaruhi konsep diri penderitanya. Konsep diri yang bisanya
terpengaruhi citra diri, ideal diri, harga diri, peran, identitas diri.
Tuberkulosis sering kali menimbulkan dampak terhadap fisik, mental
dan sosial. Stigma negatif dan diskriminasi yang diberikan oleh
masyarakat terhadap pasien TB paru dapat menyebabkan penurunan
harga diri. Hal ini yang menjadi perbedaan penyakit TB paru dari penyakit
kronis lainnya. Penyakit TB paru dan pengobatannya dapat mengganggu
seluruh aspek dari diri seseorang. Perubahan fisik, pandangan negatif
masyarakat mengenai penyakit ini, dan keterbatasan dalam melakukan
aktivitas dan sosialisasi mempengaruhi seluruh bagian dari konsep diri
pasien TB paru. Oleh karena itu peran keluarga terhadap penderita TB
paru sangat dibutuhkan khususnya dalam memberikan perawatan, tidak
5
hanya perawatan secara fisik namun juga perawatan secara psikososial.
(Stuart, 2008).
Terjadinya perubahan konsep diri pada penderita TB Paru akan
mempengaruhi psikologis penderita, akibatnya penderita merasa tidak
berdaya, merasa bersalah, merasa rendah diri dan menarik diri, oleh
sebab itu dukungan keluarga merupakan aspek yang sangat penting
dalam motivasi, sikap optimis merupakan sikap yang sangat dianjurkan
dalam Islam, sebagai mana firman Alloh SWT dalam Ali Imran: 139).
َ‫َو ََل ت َ ِهنُوا َو ََل تَ ْحزَ نُوا َوأ َ ْنت ُ ُم ْاْل َ ْعلَ ْونَ ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم ُمؤْ ِمنِين‬
Artinya : “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu
bersedih
hati,
padahal
kamulah
orang-orang
yang
paling
tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (Ali Imran: 139)”.
‫علَ ْي ِه ُم ْال َم ََلئِ َكةُ أ َ ََّل تَََاُُوا َو ََل‬
َّ ‫إِ َّن الَّذِينَ قَالُوا َربُّنَا‬
َ ‫اَّللُ ث ُ َّم ا ْستَقَا ُموا تَتَن ََّز ُل‬
َ‫عدُون‬
َ ‫تَحْ زَ نُوا َوأ َ ْب ِش ُروا بِ ْال َجنَّ ِة الَّتِي ُك ْنت ُ ْم تُو‬
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami
ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka
malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan) : Janganlah
kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah
kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah.
Suliswati (2005) mengatakan Aspek psikologis merupakan aspek
yang sering dilupakan oleh perawat. Perawat sering lebih berfokus
terhadap
adaptasi
fisik
yang
dilalui
pasien
dan
cenderung
mengesampingkan adaptasi psikologisnya ketika menderita TB paru.
dalam teori adaptasinya mengatakan bahwa pengalaman individu dan
6
interpretasi dari lingkungan membentuk persepsi diri. Pada pasien TB
paru sendiri, penyakit TB paru dan program pengobatan yang harus
dijalani dalam jangka waktu yang lama serta stigma yang didapatkan dari
masyarakat terkait penyakit TB paru dapat mempengaruhi konsep diri dan
prilaku pasien TB paru.
Hasil studi pendahuluan wawancara pada penderita TB Paru dan
petugas kesehatan di puskesmas sukamulya pada tanggal 15 maret 2016
didapatkan kebanyakan masyarakat yang mederita TB Paru, merasa
rendah diri, merasa bersalah terhadap penyakit yang dideritanya, menarik
diri dari orang lain karena khawatir penyakit yang diderita menular kepada
orang lain, mengalami gangguan dalam berhubungan, dan malu untuk
memeriksakan dirinya ke tempat pelayanan kesehatan, Akibatya petugas
kesehatan selalu melakukan pemeriksaan kepada masyarakat untuk
melihat masyarakat yang terkena TB Paru.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti
“Gambaran Konsep Diri Pada Penderita TB Paru Di Wilayah Kerja UPTD
Kesehatan Puskesmas Sukamulya Kabupaten Ciamis”.
B. RUMUSAN MASALAH
Penyakit TB Paru merupakan penyakit yang dapat mempengaruhi
perubahan konsep diri penderita TB Paru.Perubahan tubuh dapat
mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu Citra diri, Ideal diri,
Harga diri, Peran diri, dan identitas diri. bisanya penderita TB Paru
mempersepsikan sakit dengan menunjukkan perubahan perilaku, seperti :
marah-marah, menarik diri, kegiatan sehari – hari dirumah, dan
membatasi diri. Selain itu penderita merasa ketakutan akan isolasi dan
perlakuan negatif dari masyarakat bila mengetahui dirinya menderita
TBC.
7
Pada penelitian ini penulis akan meliahat “Gambaran Konsep Diri
Pada Penderita TB Paru Di Wilayah Kerja UPTD Kesehatan Puskesmas
Sukamulya Kabupaten Ciamis‟‟.
C. Tujuan penelitian
1.
Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran konsep diri penderita TB paru Wilayah
kerja UPTD Kesehatan Puskesmas sukamulya.
2.
Tujuan khusus
a
Mengetahui gambaran citra diri penderita Tuberkolosis di
Wilayah kerja UPTD Kesehatan Puskesmas sukamulya.
b
Mengetahui gambaran ideal diri penderita Tuberkolosis di
Wilayah kerja UPTD Kesehatan Puskesmas sukamulya.
c
Mengetahui gambaran harga diri penderita Tuberkolosis di
Wilayah kerja UPTD Kesehatan Puskesmas sukamulya.
d
Mengetahui gambaran peran diri penderita Tuberkolosis di
Wilayah kerja UPTD Kesehatan Puskesmas sukamulya.
e
Mengetahui gambaran identitas diri penderita Tuberkolosis di
Wilayah kerja UPTD Kesehatan Puskesmas sukamulya.
D. Manfaat penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Hasil
penelitian
ini
dapat
menambah
khasanah
dalam
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kesehatan dan
keperawatan terutama yang berkaitan dengan Tuberkolosis.
8
2.
Manfaat Praktis
a
Dinas kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data nyata bagi
dinas kesehatan untuk membuat program kesehatan yang
lebih baik lagi berkaitan dengan penyakit TB Paru.
b
Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat dijadikan data untuk lebih
memahami terhadap kondisi psikologis penderita TB Paru.
c
Institusi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang
berguna bagi para pembaca untuk menambah wawasan,
pengetahuan, tentang ilmu kesehatan penyakit dalam dan
komunitas tentang penyakit TB Paru.
d
Peneliti lain
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan bahan
dasar
sebagai
acuan
untuk
penelitian
lebih
lanjut
khususnya tentang hubungan konsep diri pada penderita
tuberkolosis.
E. Keaslian penelitian
Penelitian mengenai konsep diri yang pernah di lakukan oleh „‟Indah
2012” tentang hubungan antara dukungan keluarga terhadap konsep diri
pada penderita tbc dalam proses pengobatan di wilayah kerja puskesmas
bendosari Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mengetahui
hubungan antara dukungan keluarga terhadap konsep diri pada penderita
TBC dalam proses pengobatan di wilayah kerja Puskesmas Bendosari.
Jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional.
9
Persamaan dengan penelitian ini adalah pada objek penelitian yang
membahas tuberkolosis. Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang
peneliti buat yaitu pada lokasi, waktu, teknik pengambilan sampel, dan
judul yang diambil yaitu “ Gambaran Konsep Diri Pada Penderita TB Paru
Di Wilayah Kerja UPTD Kesehatan Puskesmas Sukamulya Kabupaten
Ciamis”. Jenis penelitian yang akan dilakukan ini termasuk jenis penelitian
yang bersifat deskriftif di mana bertujuan untuk melihat konsep diri pada
penderita TB Paru.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Konsep diri
a. Pengertian konsep diri
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan
pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi
individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sudeen,
2007).
Hal
ini
temasuk
persepsi
individu
akan
sifat
dan
kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai
yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta
keinginannya.
Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara
utuh, menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spiritual.
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam konsep diri yaitu: dipelajari
melalui pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain,
berkembang secara bertahap, diawali pada waktu bayi mulai
mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain, positif ditandai
dengan kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan, negativ
ditandai dengan hubungan induvidu dan hubungan social yang
maladaptiv, merupakan aspek kritikal dan dasar dari pembentukan
perilaku idividu, berkembang dengan cepat bersama-sama dengan
perkembangan bicara, terbentuk karena peran keluarga khususnya
pada
masa
anak-anak
yang
perkembangannya (suliswati, 2005).
mendasari
dan
membantu
11
b. Pembentukan konsep diri
Konsep diri merupakan hasil dari aktivitas pengeksplorasian dan
pengalaman dengan tubuhnya sendiri. Konsep diri dipelajari melalui
pengalaman pribadi setiap individu, hubungan dengan orang lain dan
interaksi dengan dunia diluar dirinya. Konsep diri berkembang terus
mulai dari bayi hingga usia tua. Pengalaman dalam keluarga
merupakan dasar pembentukan konsep diri karena keluarga dapat
memberikan perasaan mampu dan tidak mampu, perasaan diterima
atau ditolak dan dalam keluarga individu mempunyai kesempatan
untuk
mengidentifikasi dan
meniru
perilaku
orang
lain
yang
diinginkannya serta merupakan pendorong yang kuat agar individu
mencapai tujuan yang sesuai atau pengharapan yang pantas. Dengan
demikian jelas bahwa kebudayaan dan sosialisasi mempengaruhi
konsep diri dan perkembangan kepribadian seseorang.
Seseorang dengan konsep diri positif dapat mengeksplorasi
dunianya
secara
terbuka
dan
jujur
karena
latar
belakang
penerimaannya sukses, konsep diri yang positif berasal dari
pengalaman
yang
positif
yang
mengarah
pada
kemampuan
pemahaman. Karakter individu dengan konsep diri yang positif :
1) Mampu membina hubungan pribadi, mempunyai teman dan
gampang bersahabat.
2) Mampu berfikir dan membuat keputusan.
3) Dapat beradaptasi dan menguasai lingkungan.
Konsep diri negativ dapat dilihat dari hubungan individu dan
sosial yang maladaptiv. Setiap individu dalam kehidupannya tidak
terlepas dari berbagai stressor, dengan adanya stressor akan
menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri. Dalam usaha
12
mengatasi ketidakseimbangan tersebut individu menggunakan koping
yang bersifat membangun ataupun koping yang bersifat merusak.
Koping yang konstruktif akan menghasilkan respon yang adaptif yaitu
aktualisasi diri dan konsep diri yang positif.
Maria (2007) mengatkan faktor-faktor yang memepengaruhi
pembentukan dan perkembangan konsep diri seseorang, antara lain:
a). Usia
Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia dimana
perbedaan ini lebih banyak berhubungan dengan tugas-tugas
perkembangan. Pada masa kanak-kanak, konsep diri seseorang
menyangkut hal-hal disekitar diri dan keluarganya. Pada masa
remaja, konsep diri sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan
orang yang dipujanya, sedangkan remaja dan kematangannya
terlambat yang diperlakukan seperti kanak-kanak merasa tidak
dipahami
sehingga
cenderung
berperilaku
kurang
dapat
menyesuaikan diri, sedangkan masa dewasa konsep dirinya
sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan dan pada
usia tua konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan
fisik, perubahan mental maupun sosial (Febri, 2008).
b). Pendidikan
Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan
meningkatkan prestasinya. Jika prestasinya meningkat maka
konsep dirinya akan berubah (Febri, 2008).
c). Status sosial ekonomi
Status sosial seseorang memengaruhi bagaimana penerimaan
orang lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat
memengaruhi konsep diri seseorang, penerimaan lingkungan
13
terhadap seseorang cenderung didasarkan pada status sosial
ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya
tinggi
akan
dibandingkan
mempunyai
individu
konsep
yang
diri
status
yang
lebih
sosialnya
positif
rendah.
(Pudjijogyanti, 2009).
d). Hubungan keluarga
Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan
anggota keluarganya akan mengidentifikasikan diri dengan orang
lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama, bila
tokoh ini sesama jenis maka akan mengembangkan konsep diri
yang layak untuk jenis seksnya.
e). Orang lain
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih
dahulu, bagaimana anda mengenal diri saya akan membentuk
konsep diri saya, (Rakhmat, 2005) menjelaskan bahwa individu
diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan
dirinya, individu akan cenderung bersikap menghormati dan
menerima dirinya. Sebaliknya bila orang lain selalu meremehkan
dirinya, menyalahkan, dan menolaknya ia akan cenderung tidak
menyenangi dirinya.
f). Kelompok rujukan (Reference group)
Yaitu kelompok yang secara emosional mengikat individu, dan
berpengaruh terhadap perkembangan konsep dirinya. Menurut
(Rakhmat, 2005) ciri orang yang memiliki konsep diri negative
ialah peka terhadap kritik, responsive sekali terhadap pujian,
mempunyai sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disenangi
orang lain, merasa tidak diperhatikan, dan bersikap psimis
14
terhadap kompetisi, sebaliknya orang yang memiliki konsep diri
positif ditandai dengan lima hal:
1.
Kemampuan mengatasi masalah.
2.
Merasa setara dengan orang lain.
3.
Menerima pujian tanpa rasa malu.
4.
Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai
perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya
disetujui masyarakat.
5.
Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup
mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak
disenanginya dan berusaha mengubahnya.
c. Jenis konsep diri
Jenis konsep diri dalam perkembangannya iterbagi menjadi dua jenis :
1. Konsep diri positif
Konsep diri yang positif lebih berupa penerimaan diri, kerendahan
hati dan kedermawanan dan bukan kepada kebanggan yang
besar, keangkuhan serta keegoisan. Konsep diri positif bersifat
stabil dan bervariasi. Seseorang yang mempunyai konsep diri
positif mengenal dirinya dengan sangat baik, dapat memahami
dan menerima sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang
dirinya atau dengan kata lain dapat menerima segala kelebihan
dan kekurangan yang ada pada dirinya sendiri, evaluasi tehadap
dirinya sendiri menjadi positif dan menerima keberadaan orang
lain serta mampu merancang tujuan-tujuan sesuai realitas, yaitu
tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai.
15
Menurut Rakhmat (2005) orang yang memiliki konsep diri positif
ditandai dengan lima hal, yaitu:
1)
Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah.
2)
Ia merasa setara dengan orang lain.
3)
Ia menerima pujian tanpa rasa malu.
4)
Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai
perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya
disetujui masyarakat.
5)
Ia
mampu
memperbaiki
dirinya
karena
sanggup
mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak
disenanginya dan berusaha mengubahnya.
2. Konsep diri negatif
Konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan
kepada kemampuan sendiri. Orang yang tidak menyenangi dirinya
merasa bahwa dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan.
Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin
menghindari situasi komunikasi. Ia takut orang lain akan
mengejeknya atau menyalahkannya. Orang yang takut dalam
interaksi sosial, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil
mungkin berkomunikasi, dan akan berbicara apabila terdesak
saja. Tentu tidak semua ketakutan komunikasi disebabkan
kurangnya percaya diri, tetapi di antara berbagai faktor, percaya
diri adalah yang paling menentukan (Rakhmat, 2005).
16
Rakhmat, 2005) mengungkapkan ada empat tanda orang yang
memiliki konsep diri negatif, yaitu:
1)
Ia peka pada kritik.
2)
Responsif sekali terhadap pujian.
3)
Merasa tidak disenangi orang lain.
4)
Bersikap pesimis terhadap kompetisi.
d. Komponen konsep diri
1. Gambaran diri atau citra tubuh (body image) .
Gambaran diri adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik
disadari atau tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau
sekarang mengenai ukuran dan bentuk, fungsi dan penampilan
serta potensi tubuh (Suliswati, 2005).
Factor-faktor predisposisi klien dengan gangguan citra tubuh
antara lain: kehilangan atau kerusakan bagian tubuh, perubahan
ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat pertumbuhan dan
perkembangan atau penyakit), proses patologik penyakit dan
dampaknya terhadap struktur maupun fungsi tubuh, prosedur
pengobatan seperti radiasi, kemoterapi, transplantasi. Banyak
faktor yang dapat mempengaruhi gambaran diri seseorang,
seperti, munculnya stresor yang dapat menggangu integrasi
gambaran diri. Stresor-stresor tersebut dapat berupa :
1)
Operasi.
mastektomi, amputsi ,luka operasi yang semuanya
mengubah gambaran diri. Demikian pula tindakan koreksi
seperti operasi plastik, dan lain –lain.
2)
Kegagalan fungsi tubuh.
17
Seperti
hemiplegi,
buta,
tuli
dapat
mengakibatkan
depersonlisasi yaitu tidak mengakui atau asing dengan
bagian tubuh, sering berkaitan dengan fungsi saraf.
3)
Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi Seperti
sering
terjadi
mempersiapkan
pada
klien
penampilan
gangguan
dan
jiwa,
klien
pergerakan
tubuh
sangat berbeda dengan kenyataan.
4)
Tergantung pada mesin.
Seperti : klien intensif care yang memandang imobilisasi
sebagai
tantangan,
akibatnya
sukar
mendapatkan
informasi umpan balik yang enggan menggunakan
intensif care dipandang sebagai gangguan.
5)
Perubahan tubuh
Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana
seseorang akan merasakan perubahan pada dirinya
seiring
dengan
bertambahnya
usia.
Tidak
jarang
seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan
positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika
didapati perubahan tubuh yang tidak ideal.
6)
Umpan balik interpersonal yang negatif
Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa
celaan, makian sehingga dapat membuat seseorang
menarik diri.
7)
Standar sosial budaya.
Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang
berbeda-beda pada setiap orang dan keterbatasannya
serta
keterbelakangan
dari
budaya
tersebut
18
menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu,
seperti adanya perasaan minder.
Beberapa gangguan pada citra diri tersebut dapat menunjukan
tanda dan gejala, seperti :
1)
Shock psikologis
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap
dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama
tindakan. Syok psikologis digunakan sebagai reaksi
terhadap ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan
kenyataan
perubahan
menggunakan
mekanisme
mengingkari,
menolak
tubuh
membuat
pertahanan
dan
diri
proyeksi.
klien
seperti
Untuk
mempertahankan keseimbangan diri.
2)
Menarik diri
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari
kenyataan, tetapi karena tidak mungkin maka klien lari
atau menghindar secara emosional. Klien menjadi pasif,
tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk
berperan dalam perawatannya.
3)
Penerimaan atau pengakuan secara bertahap
Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon
kehilangan atau berduka muncul. Setelah fase ini klien
mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang
baru.
19
Perubahan perilaku pada gangguan citra tubuh antara lain:
menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu, menolak
bercermin, tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh,
menolak usaha rehabilitasi, usaha pengobatan mandiri yang tidak
tepat, dan menyangkal cacat tubuh.
Hal-hal penting yang terkait dengan gambaran diri sebagai berikut:
a). Fokus individu terhadap fisik lebih menonjol pada usia remaja
Bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, serta tanda-tanda
pertumbuhan
kelamin
sekunder
(mamae,
menstruasi,
perubahan suara, pertumbuhan bulu), menjadi citra diri.
b). Cara individu memandang diri berdampak penting terhadap
aspek psikologis.
c). Gambaran yang realistik terhadap menerima dan menyukai
bagian tubuh, akan memberi rasa aman dalam menghindari
kecemasan dan meningkatkan harga diri.
d). Individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap
gambaran dirinya, dapat mendorong sukses dalam kehidupan.
Sejak
lahir
individu
mengeksplorasi
bagian
tubuhnya,
menerima reaksi tubuhnya, menerima stimulus orang lain.
Persepsi dan pengalaman individu terhadap tubuhnya dapat
mengubah citra tubuh secara dinamis, persepsi orang lain di
lingkungan klien terhadap tubuh klien turut mempengaruhi
penerimaan klien pada dirinya.
20
2. Ideal diri (self ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang perilakunya,
disesuaikan dengan standar pribadi yang terkait dengan cita-cita,
harapan, dan keinginan, tipe orang yang diidam-idamkan, dan nilai
yang ingin dicapai. Pembentukan ideal diri dimulai pada masa
anak-anak dipengaruhi oleh orang yang penting pada dirinya yang
memberikan harapan atau tuntutan tertentu. Seiring dengan
berjalannya waktu individu menginternalisasikan harapan tersebut
dan akan membentuk dasar-dasar ideal diri. Pada usia remaja,
ideal diri akan membentuk melalui proses identifikasi pada orang
tua, guru, dan teman. Pada usia yang lebih tua dilakukan
penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya kekuatan fisik dan
perubahan peran serta tanggung jawab (Suliswati, 2005).
Individu cenderung menetapkan tujuan yang sesuai dengan
kemampuannya, kultur, realita, menghindari kegagalan dan rasa
cemas. Ideal diri harus cukup tinggi supaya mendukung respek
terhadap diri, tetapi tidak terlalu tinggi, terlalu menuntut, samarsamar. Ideal diri berperan sebagai pengatur internal dan
membantu
individu
mempertahankan
kemampuannya
menghadapi konflik atau kondisi yang membuat bingung. Ideal diri
penting untuk mempertahankan kesehatan dan keseimbangan
mental.
21
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ideal diri sebagai
berikut:
a. Menetapkan ideal diri sebatas kemampuan.
b. Faktor kultur dibandingkan dengan standar orang lain.
c. Hasrat melebihi orang lain.
d. Hasrat untuk berhasil.
e. Hasrat untuk memenuhi kebutuhan realistis.
f. Hasrat untuk menghindari kegagalan.
g. Adanya perasaan cemas dan rendah diri.
3. Harga diri (self esteem)
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang
dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku dapat
memenuhi ideal diri. Harga diri sangat rentan terganggu pada saat
remaja dan usia lanjut. Harga diri yang tinggi terkait dengan
keefektifan dalam kelompok dan penerimaan oleh orang lain.
Sementara itu harga diri rendah terkait dengan hubungan
interpersonal yang buruk dan hal itu merupakan resiko terjadinya
depresi (Suliswati. (2005).
Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi gangguan harga diri, seperti :
1) Perkembangan individu
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti
penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai
dan mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan
gagal
untuk
berkembang
mencintai
lebih
orang
besar,
anak
lain.
Pada
mengalami
saat
anak
kurangnya
pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang dekat
22
atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu
tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan
bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua yang
terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa tidak
berguna.
2) Ideal Diri tidak realistis
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak
punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat
standar yang tidak dapat dicapai, seperti cita-cita yang terlalu
tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat
dicapai membuat individu menghukum diri sendiri dan
akhirnya percaya diri akan hilang.
3) Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa
rendah diri.
4) Sistem keluarga yang tidak berfungsi
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak
mampu membangun harga diri anak dengan baik. Orang tua
memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan
merusak harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika
kemampuan menyelesaikan masalah tidak adekuat. Akhirnya
anak
memandang
negatif
terhadap
pengalaman
dan
kemampuan di lingkungannya.
5) Pengalaman traumatik yang berulang, misalnya akibat aniaya
fisik, emosi dan seksual.
23
Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan
fisik,
emosi,
perampokan.
peperangan,
Individu
bencana
merasa
alam,
tidak
kecelakan
mampu
atau
mengontrol
lingkungan. Respon atau strategi untuk menghadapi trauma
umumnya mengingkari trauma, mengubah arti trauma, respon
yang biasa efektif terganggu, akibatnya koping yang biasa
berkembang adalah depresi dan denial pada trauma. Faktor
predisposisi gangguan harga diri antara lain: penolakan dari orang
lain, kurang penghargaan, pola asuh yang salah yang terlalu
dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu dituntut dan tidak
konsisten, persaingan antar saudara, kesalahan dan kegagalan
yang berulang dan tidak mampu mencapai standar yang
ditentukan. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan harga
diri rendah antara lain: mengkritik diri sendiri, merasa bersalah dan
khawatir, merasa tidak mampu, menunda keputusan, gangguan
berhubungan, menarik diri dari realita, merusak diri, membesarbesarkan diri sebagai orang penting, perasaan negative terhadap
tubuh, ketegangan peran, pesimis menghadapi hidup, keluhan
fisik, dan penyalah gunaan zat.
Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan
perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai meningkatnya usia.
Untuk meningkatkan harga diri anak diberi kesempatan untuk
sukses, beri penguatan atau pujian bila sukses, tanamkan “ideal”
atau harapan jangan terlalu tinggi dan sesuaikan dengan budaya,
berikan dorongan untuk aspirasi atau cita-citanya dan membantu
membentuk pertahanan diri untuk hal-hal yang menggangu
persepsinya.
24
Seseorang yang mengalami harga diri rendah ditandai
dengan perilaku seperti perasaan cemas, mengkritik diri sendiri
atau orang lain, penurunan produktivitas, destruktif terhadap diri
sendiri dan orang lain, gangguan dalam berhubungan, perasaan
tidak mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung atau marah yang
berlebihan,
perasaan
negatif
mengenai
tubuhnya
sendiri,
ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang
pesimis, keluhan fisik, pandangan hidup yang bertentangan,
penolakan terhadap kemampuan personal, dan menarik diri
(Stuart & Sundeen, 2007).
Adapun cara untuk meningkatkan harga diri adalah
sebagai berikut:
a Memberikan kesempatan untuk berhasil.
b Memberikan pengakuan dan pujian.
c Mananamkan gagasan yang dapat memotivasi kreativitas
seseorang untuk berkembang.
d Mendorong aspirasi atau cita-citanya.
e Menanggapi pertanyaan dan pendapat dengan cara memberi
penjelasan yang sesuai.
f
Memberikan dukungan untuk aspirasi yang positif sehingga
seorang memandang dirinya diterima dan bermakna.
g Membantu pembentukan koping.
4. Peran diri (self role)
Peran diri adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan
tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungakan dengan
fungsi individu di dalam kelompok sosialnya. Peran memberikan
sarana untuk berperan serta dalam kehidupan sosial dan
25
merupakan cara untuk menguji identitas dengan memvalidasi
pada orang yang berarti. Setiap orang disibukkan oleh beberapa
peran yang berhubungan dengan posisi pada tiap waktu
sepanjang daur kehidupan. Harga diri yang tinggi merupakan hasil
dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal
diri. Faktor predisposisi gangguan peran meliputi: transisi peran
yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan situasi
dan keadaan sehat-sakit, ketegangan peran ketika individu
menghadapi dua harapan yang bertentangan secara terus
menerus yang tidak terpenuhi, keraguan peran ketika individu
kurang pengetahuannya harapan peran yang spesifik dan bingung
tentang tingkah laku peran yang sesuai dan peran yang terlau
banyak ( Suliswati. 2005).
Sepanjang
kehidupan
individu
sering
menghadapi
perubahan-perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau
sementara karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan
transisi peran. Transisi peran tersebut dapat di kategorikan
menjadi beberapa bagian, seperti :
1)
Transisi Perkembangan
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada
identitas. Setiap perkembangan harus di lalui individu
dengan menjelaskan tugas perkembangan yang berbedabeda, hal ini dapat merupakan stresor bagi konsep diri.
2)
Transisi Situasi
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah
atau berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau
kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau
26
menjadi
orang
tua.
Perubahan
status
menyebabkan
perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan
peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau pera
berlebihan.
3)
Transisi sehat sakit
Stresor
pada
tubuh
dapat
menyebabkan
gangguan
gambaran diri dan berakibat diri dan berakibat perubahan
konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua
komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri
peran diri dan harga diri. Masalah konsep diri dapat
dicetuskan oleh faktor psikologis, sosiologi atau fisiologi
namun yang penting adalah persepsi klien terhadap
ancaman (Salbiah. dunia psikologi, 2008).
Penyebab atau faktor-faktor gangguan peran tersebut
dapat di akibatkan oleh konflik peran interpersonal, individu
dan lingkungan tidak mempunyai harapan peran yang
selaras, contoh peran yang tidak adekuat, kehilangan
hubungan yang penting, perubahan peran seksual, keraguraguan
peran
perubahan
kemampuan
fisik
untuk
menampilkan peran sehubungan dengan proses menua,
kurangnya pengertian tentang peran, ketergantungan obat,
kurangnya keterampilan sosial, perbedaan budaya, harga
diri rendah, dan konflik antar peran yang sekaligus
diperankan. Gangguan-gangguan peran yang terjadi dapat
ditandai dengan tanda dan gejala, seperti mengungkapkan
ke tidak puasan perannya atau kemampuan menampilkan
peran, mengingkari atau menghindari peran, kegagalan
27
transisi
peran,
ketegangan
peran,
kemunduran
pola
tanggung jawab yang biasa dalam peran, proses berkabung
yang tidak berfungsi, dan kejenuhan pekerjaan (Stuart &
Sundeen, 2007).
5. Identitas diri (self identity)
Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang
dapat diperoleh individu dari observasi dan penilaian terhadap
dirinya, individu menyadari bahwa dirinya berbeda dengan orang
lain. Identitas diri merupakan sintesis dari semua aspek konsep
diri sebagai suatu kesatuan yang utuh, tidak dipengaruhi oleh
pencapaian tujuan, atribut atau jabatan dan peran. Seseorang
yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan
memandang dirinya berbeda dengan orang lain dan tidak ada
duanya. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (respek pada
diri sendiri), kemampuan dan penguasaan diri (Suliswati. (2005).
Perubahan perilaku yang berhubungan dengan kerancuan
identitas antara lain: tidak melakukan kode moral, kepribadian
yang bertentangan, hubungan interpersonal yang eksploitatif,
perasaan hampa, perasaan mengambang tentang diri, kekacauan
identitas seksual, ideal diri tidak realistis, tidak mampu berempati
terhadap orang lain.
Faktor
predisposisi
gangguan
identitas
diri
meliputi:
ketidakpercayaan terhadap orang lain, tekanan dari teman
sebaya, dan perubahan struktur sosial.
Identitas berkembang sejak masa anak-anak bersamaan
dengan perkembangan konsep diri. Dalam identitas diri ada
otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, respek terhadap diri,
28
mampu menguasai diri, mengatur diri dan menerima diri. Ciri-ciri
individu yang mempunyai identitas diri positif antara lain:
a.
Mengenal diri sebagai organisme yang utuh terpisah dari
orang lain.
b.
Mengakui jenis kelamin sendiri.
Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu
keselarasan.
c.
Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat.
d.
Menyadari hubungan masa lalu, sekarang, dan yang akan
datang.
e.
Mempunyai
tujuan
hidup
yang
bernilai
dan
dapat
direalisasikan.
e. Teori faktor yang mempengaruhi konsep diri
Menurut Stuart dan Sundeen (2007) ada beberapa faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perkembangan
konsep
diri.
Faktor-foktor
tersebut terdiri dari teori perkembangan, Orang yang terpenting atau
yang terdekat (Significant Other) dan persepsi diri sendiri (Self
Perception)
1. Pengaruh perkembangan
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang
secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan
membedakan
dirinya
dan
orang
lain.
Dalam
melakukan
kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan
dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui
bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan,
pangalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan
29
pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat
serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.
2. Orang yang terpenting atau terdekat (Significant Other)
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman
dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain
yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri
pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi
orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat
dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting
sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
3. Persepsi diri sendiri (Self Perception)
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya,
serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi
tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan
pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek
yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan
konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif dan dapat
dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual
dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang
negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang
terganggu. (Salbiah. dunia psikologi, 2008).
f.
Pengukuran Konsep Diri
Burns (dalam Strein, 2008) mengemukakan dua cara yang dapat
dilakukan untuk mengukur konsep diri, yaitu :
1. Melalui respon atas aitem-aitem dalam skala konsep diri spesifik
yang diberikan kepada subjek.
30
2. Melalui pengamatan individual atas pola perilaku yang muncul dari
subjek.
Untuk metode pelaporan yang dapat digunakan dalam mengukur
konsep diri individu di antaranya :
1.
Skala Penilaian
Skala ini dapat berupa kuesioner, inventori, atau skala-skala sikap
yang diberikan kepada subjek.
2.
Daftar ceklist
Metode ini mengarahkan subjek untuk memilih aitem-aitem yang
sesuai dengan kondisi subjek yang sebenarnya.
3.
Teknik Sort-Q
Metode ini mengarahkan subjek untuk melakukan sortir ataupun
pengurutan terhadap kumpulan item-item yang ada dalam tes.
Sehingga didapatkan sebuah kontinum penilaian yang sesuai
dengan diri subjek.
4.
Metode respons yang tidak terstruktur (bebas)
Metode ini meminta subjek untuk memberikan jawaban yang tidak
terstruktur (bebas). Jenis soal yang ditawarkan biasanya tertulis
dalam bentuk essay, dimana subjek disuruh untuk menuliskan
kata-kata dalam kolom yang kosong.
5.
teknik-teknik proyektif
Teknik ini sering digunakan dalam mengukur konsep diri yang
tidak sadar (unconscious self-concept).
6.
Wawancara
Alat ukur yang dapat digunakan dalam mengukur konsep diri ini
cukup.
31
g. Tindakan pada gangguan konsep diri
Fokus tindakan adalah pada tingkat penilaian kognitif terhadap
kehidupan yang terdiri dari persepsi, keyakinan, dan pendirian.
Kesadaran klien akan emosi dan perasaannya juga hal yang penting,
setelah mengevaluasi hal kognitif dan kesadaran perasaan, klien
mulai menyadari masalah dan kemudian merubah perilaku, prinsip
asuhan keperawatan yang diberikan adalah pemecahan masalah
yang terlihat dari kemajuan klien yang meningkat dari satu tingkat ke
tingkat berikutnya. Tindakan keperawatan dibagi lima tingkat (Stuart
dan Sundeen, 2007).
1.
Memperluas kesadaran diri (ekspanded self-awareness).
2.
Menyelidiki atau eksplorasi diri (self-eksploration).
3.
Mengevaluasi diri (self-evaluation).
4.
Perencanaan realistis (realistic planning).
5.
Tanggung jawab bertindak (commitment to action).
2. Tuberkulosis
a. Pengertian
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang banyak
menginfeksi
manusia
yang
disebabkan
oleh
mycobacterium
tubercolosis. Penyakit ini banyak menginfeksi paru dan jika di obati
dengan baik penyakit ini dapat sembuh. transmisi penyakit biasanya
melalui saluran nafas yaitu melalui droplet yang dihasilkan oleh
pasien yang terinfeksi TB ( Mario dan Richad,2011).
b. Etiologi dan faktor resiko TB
Tubekulosis adalah penyakit yang menular langsung disebabkan
oleh infeksi kuman (basil) mycobacterium tuberculosis organisme ini
termasuk
ordo
Actinomycetalis,
familiamycobacteriaceae
dan
32
genusmycobacterium.
genus mycobacterium
memiliki
beberapa
spesies diantaranya mycobacterium tubercolosis yang menyebabkan
infeksi pada manusia. basil tuberkolosis berbentuk batang ramping
lurus, tapi kadang-kadang agak melengkung, dengan ukuran panjang
2-4 dan lebar 0,2-0,5. Organisme ini tidak bergerak, tidak membentuk
sporan dan tidak berkapsul, bila diwarnai akan terlihat berbentuk
manik-manik atau granular, sebagian besar basil tuberkolosis
menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lain.
mycobacterium tuberkolosis merupakan mikobakteria tahan asam dan
merupakan mikobakteria aerob obligat dan mendapat energi dari
oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. dibutuhkan waktu 18
jam untuk menggandakan pertumbuhan pada media kultur biasa
dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu (Putra,2010).
Suhu optimal untuk tumbuh pada 370c dan pH 6,4–7,0. jika
dipanaskan pada suhu 600c akan mati dalam waktu 15-20 menit.
kuman ini sangat rentan terhadap sinar matahari dan radiasi sinar
ultraviolet.
Selnya
terdiri
dari
rantai
panjang
glikolipid
dan
phospoglican yang kaya akan mikolat (mycoside) yang melindungi sel
mikobakteria dari lisosomserta menahan pewarna fuschin setelah
disiram dengan asam (Herchline,2013).
c. Patogenesis TB Paru
Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui
inhalasi droplet saluran nafas yang mengandung kuman - kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang
mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit
yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Setelah berada dalam ruang
alveolus, biasanya dibagian bawah lobus atas paru atau dibagian atas
33
lobus bawah, basil tuberkel membangkitkan reaksi peradangan
leukosit
polimorfonuklear
tampak
pada
tempat
tersebut
dan
memfagosit bakteri tersebut, namun tidak membunuh organisme
tersebut. sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag.
alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi. bakteri terus
difagosit atau berkembang biak di dalam sel. basil juga menyebar
melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional.
makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit. reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10
sampai 20 hari ( Price dan Standridge,2006).
Kuman yang bersarang dijaringan paru akan berbentuk sarang
tuberkolosis pneumoni kecil dan disebut sarang primer atau fokus
ghon.dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah
bening menuju hilus dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah
bening hilus, semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
kompleks primer menurut Amir dan Bahar (2009) selanjutnya
dapat menjadi :
1)
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
2)
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garisgaris fibrotik, klasifikasi di hilus dan dapat terjadi reaktivasi
lagi kuman yang dormant.
3)
Berkomplikasi dan menyebar.
34
d. Klasifikasi TB Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum, TB Paru menurrut PDPI
(2011) dikategorikan menjadi :
1. TB Paru BTA postif :
a). Sekurang –kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukan
BTA postif.
b). Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjuknan BTA
positif
dan
kelainan
radiologi
menunjukan
gambaran
tuberkulosis aktif.
c). Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukan BTA
positif dan biakan positif.
2. TB Paru dan BTA negatif :
a). Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukan BTA negatif.
gambaran
klinis
dan
kelainan
radiologi
menunjukan
tuberkolosis aktif.
b). Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukan BTA negatif dan
biakan menunjukan tuberkolosis positif.
e. Menifestasi Klinis
Gejala klinis TB dapat dibagi menjdi 2 golongan yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala
lokal berupa gejala respiratorik (PDPI,2011).
1. Gejala Respiratorik
Gejala respiratorik sangat bervariasi mulai tidak bergejala
samapai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi gejala
respiratorik terdiri dari :
a). Batuk > 2 minggu.
b). Batuk darah.
35
c). Sesak nafas.
d). Nyeri dada.
2. Gejala sistemik yang dapat timbul berupa :
a). Demam.
b). Keringat malam.
c). Anoreksia.
d). Berat nadan menrurun.
f.
Diagnosis TB Paru
Diagnosis TB Paru dapat ditegakan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan
bakteriologi,
radiologi
dan
pemerikaan penunjang lainnya. Pada pemeriksaan fisik kelainan paru
umumnya terletak didaerah lobos superior terutama daerah apeks
dan segemen posterior, serta dareah apek lobus inferior.pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara nafas bronkhial
,suara nafas melemah, ronkhi basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum (PDPI,2011). Pada TB paru yang lanjut
dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otototot interkostal.bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi
mediastinum atau paru lainnya (Amin dan Bahar,2009).
Pada pemeriksaan radiologi (PDPI,2011) menyatakan gambaran
yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah :
1)
Bayangan berawan atau nodular disegmen apikal dan
posterior lobus atas paru dan segemen superior lobus
bawah.
2)
Kavitas,terutama lebih dari satu,dikelilingi oleh bayangan
opak berawan atau nodular.
3)
Banyangan bercak miller.
36
4)
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
g. komplikasi dan prognosis
Terdapat
berbagai
macam
komplikasi
TB
Paru,
dimana
komplikasi dapat terjadi di paru-paru, saluran nafas, pembuluh darah,
mediastinum, pleura ataupun dinding dada (Jeoung dan Lee,2008).
Komplikasi TB ini dapat terjadi baik baik pada pasien yang
diobati ataupun tidak Secara garis besar menurut kim et al (2011)
komplikasi TB dikategorikan menjadi :
1)
Lesi parenkim
a). Tuberkuloma dan thin-walled cavity.
b). Sirkatriks dan destruksi paru.
c). Aspergilloma.
d). Karsinoma bronkogenik.
2)
Lesi saluran nafas.
a). Bronkiektasis.
b). Stenosis trakeabronkhial.
c). Bronkolitiasis.
3)
komplikasi vaskular
a). Tombosis dan vaskulitis.
b). Dilatasi arteri nronchial.
c). Aneurisma rassmussen.
4)
Lesi mediastinum
a). Klasifikasi nodus limfa.
b). Fistula esofagomediastinal.
c). Tuberkolosis perikarditis.
37
5)
Lesi pleura
a). Chronic tubercolous empyema dan fibrothorax.
b). Fistula bronkopleura.
c). Pneumotoraks.
Prognosis dapat menjadi buruk bila dijumpai keterlibatan ekstra
paru, keadaan immunodefisiensi, usia tua, dan riwayat pengobatan TB
sebelumnya (Herchline,2013).
Kesembuhan sempurna biasanya dijumpai pada kasus non MDR
dan non –XDR TB, ketika regimen pengobatan selesai. beberapa
penelitian menunjukan bahwa terapi dengan sisitem DOTS memiliki
tingkat kekambuhan 0 -14 %.
Pada negara dengan prevalensi TB
yang rendah, kekambuhan biasanya timbul 12 bulan setelah
pengobatan selesai dan biasanya diakibatkan oleh relaps. Hal ini
berbeda pada negara dengan prevalensi TB yang tinggi, dimana
kekambuhan diakibatkan oleh reinfeksi (Herchline,2013).
h. Pencegahan
Menurut PDPI (2011) Cara terbaik untuk mencegah TB adalah
dengan pengobatan terhadap pasien yang mengalami infeksi TB
sehingga rantai penularan terputus. Tiga topik dibawah ini merupakan
topik yang penting untuk pencegahan TB :
1. Proteksi terhadap paparan TB
Diagnosis dan tatalaksana dini merupakan cara terbaik
untuk menurunkan paparan TB, Resiko Paparan Terbesar
Terdapat Di Bangsal TB dan ruang rawat, dimana staf medis
dan pasien lain mendapat paparan berulang dari pasien yang
terkena TB. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kemungkinan transmisi antara lain :
38
a). Cara batuk
Cara ini merupakan cara yang sederhana, murah dan
efektif dalam mencegah penularan TB
dalam ruangan.
pasien harus menggunakan sapu tangan untuk menutupi
mulut dan hidung, sehingga saat batuk atau bersin tidak
terjadi penularan melalui udara.
b). Menurunkan konseentrasi bakteri
1)
Sinar matahari dan ventilasi
Sinar matahari dapat membunuh kuman TB dan
ventilasi yang baik dapat mencegah transmisi TB
dalam ruangan.
2)
Filtrasi
Penyaringan udara tergantung dari fasilitas dan
sumber daya yang tersedia.
3)
Radiasi dan UV bakterisidal
M.tuberkolosis sangat sensitif terhadap radiasi UV
bakterisidal.metode radiasi ini sebaiknya digunakan
di ruangan yang dihuni pasien TB yang infeksius
dan ruangan dilakukan tindakan induksi sputum
ataupun bronkoskopi.
c). Masker
Penggunaan masker secara rutin akan menurunkan
penyebaran kuman lewat udara. jika memungkinkan,
pasien TB dengan batuk tidak terkontrol disarankan
menggunakan masker setiap saat. staf medis juga
disarankan menggunakan masker ketika paparan terhadap
sekret nafas tidak dapat dihindari.
39
d). Rekomendasi NTP (National TB prevention) terhadap
paparan TB :
1)
Segera rawat inaf pasien dengan TB paru BTA (+)
untuk pengobatan fase intensif, jika diperlukan.
2)
Pasien sebaiknya diisolasi untuk mengurangi resiko
paparan TB ke pasien lain.
3)
Pasien yang diidolasi sebaiknya tidak keruangan tanpa
menggunakan masker.
4)
Pasien yang dicurigai atau dikonfirmasi terinfeksi TB
sebaiknya tidak ditempatkan diruangan yang dihuni
pasien
yang
immunocompromised,
seperti
HIV,
traspalntasi dan onkologi.
2. Vaksinasi BCG (Bacillus calmette guerin )
BCG merupakan vaksi hidup yang berasal dari m.bovis
fungsi BCG adalah melindungi anak terhadap TB diseminata
dan TB ekstra paru berat (TB meningitis dan TB milier).BCG
tidak memliki efek menurunkan kasus TB paru pada dewasa.
BCG diberikan secara intradermal kepada populasi yang belum
terinfeksi.
1)
Tes tuberkolin
Neonatus dan bayi hingga 3 bulan tanpak adanya riwayat
kontak dengan TB, dapat diberikan vaksinasi BCG tanpa
tes tuberkolin sebelumnya.
2)
Vaksinasi rutin
Pada negara dengan prevalensi TB yang tinggi WHO
merekomendasikan pemberian vaksinasi BCG sedini
mungkin,terutama saat baru lahir. Pada bayi baru lahir
40
hingga usia 3 bulan,dosisnya adalah 0,5 ml sedangkan
untuk anak yang lebih besar diberikan 0,1 ml.
i.
Terapi pencegahan
Tujuan terapi pencegahan adalah untuk mencegah infeksi TB
menjadi penyakit, karena penyakit TB dapat timbul pada 10 % orang
yang mengalami infeksi TB. kemoprofilaksis dapat diberikan bila ada
riwayat kontak dengan tes tuberkolin positif tetapi tidak ada gejala
bukti radiologis TB. obat yang digunakan biasanya dalah isonazid
(5mg/kg) selama 6 bulan. jika memungkinkan dilakukan dengan
pengamatan langung.
Wieslaw et al, (2011) mengatakan kelompok yang mendapat
profilaksis anatar lain :
a). Bayi dengan ibu yang terinfeksi TB paru
Bayi yang sedang mendapat asi dari ibu denga TB paru,
sebaiknya mendapat isoniazid selam 3 bulan. selam 3 bulan
dilakukan tes tuberkolin, jika hasil negatif maka diberikan
vaksinasi, jika positif maka dilanjutkan isoniazid selam 3
bulan lagi, jika terdapat adanya bukti penyakit, maka perlu
diberikan pengobatan penuh.
b). Anak dengan riwayat kontak,
tuberkolin negatif, tampak
sehat, tanpa riwayat BCG, sama seperti diatas.
c). Anak dengan riwayat kontak, tuberkolin positif (tanpa riwayat
BCG).
1.
Anak tanpa gejala sebaiknya diberikan profilaksis
isoniazid 6 bulan.
2.
Anak dengan gejala dan pemeriksaan menunjukan TB
diberikan pengobatan TB.
41
3.
Anak
dengan
gejala,
tetapi
pemeriksaan
tidak
menunjukan TB, diberikan profilaksis isoniazid.
j.
Pengobatan
DEPKES (2007) mengatakan pengobatan TB dilakukan dengan
prinsip-prinsip antara lain :
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah yang cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan.
pemakaian
jangan
gunakan
OAT-kombinasi
OAT
dosis
tunggal
tetap
(monoterapi).
(OAT-KDT)
lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT =Directly observed treatment) oleh
seorang pengawas menelan obat (PMO).
Panduan OAT yang digunakan diindonesia yaitu :
1)
Kategori I
a TB paru (kasus baru).BTA Positif pada foto toraks terdapat
lesi luas.
b Panduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZE/4 RH atau 2
RHZE/6HE atau 2 RHZE/4RH3H3.
2)
Kategori II
1. TB Paru kasus kambuh.
Panduan obat yang dianjurkan adalah 2RHZES/1 RHZE
sebelum ada hasil uji resistensi. bila hasil resistensi telah
ada, berikan obat sesuai dengan hasil uji resistensi.
2. TB Paru kasus gagal pengobatan
a Panduan obat yang dianjurkan sebelum ada hasil uji
resistensi (contoh :3-5 bulan kanamisin, ofloksasin,
42
etionamid, sikloserin, dianjurkan 15-18 bulan ofloksasin,
etinamid, sikloserin).
b Dalam keadaan tidak memungkinkan fase awal dapat
diberikan 2 RHZES/1 RHZE.
c Fase lanjut sesuai dengan uji hasil resistensi.
d Bila tidak terdapat hasil uji resistensi,dapat diberikan 5
RHE.
3. TB Paru kasus putus berobat
a
Berobat > 4 bulan

BTA saat ini negatif,klinis radiologi tidak aktif atau
ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan
.bila gambaran radiolgi aktif ,lakukan analisis lebih
lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan penyakit paru lain.bila terbukti
TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan
panduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama(2 RHZES/1 RHZE/ 5
REH3E3).

BTA saat ini positif, pengobatan dimulai dari awal
dengan panduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan yang lebih lama.
b Berobat < 4 bulan

Bila BTA positif, pengobatan dimulai darai awal
dengan panduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan lebih lama.

Bila BTA negatif, gambaran foto thoraks positif TB
aktif, pengobatan diteruskan.
43
3)
Kategori III
a). TB Paru (kasus baru),BTA negatif atau pada foto toraks
lesi minimal.
b). Paduan obat yang diberikan adalah 2RHZE/ 4 R3H3.
4)
Kategori IV
TB Paru kronik, panduan obat yang dianjurkan bila belum ada
hasil uji resisitesi, berikan RHZES. bila telah ada hasil uji
resistensi, berikan sesuai uji resistensi (minimal OAT).
5)
Kategori V
MDR TB, Paduan obat yang dianjurkan sesuai uji resistensi
ditambah OAT lini 2 atau H seumur hidup (PDPI.2011).
Obat-oabat TB memiliki efek samping diantarnya :
1.
Isoniazid dapat menyebabkan kerusakan hepar yang
akan mengakibatkan mual, muntah dan jaundice. Kadang
dapat menyebabkan kebas pada tungkai.
2.
Rifamfisin
dapat
menyebabkan
keruskan
hepar,
perubahan warna air mata, keringat dan urun menjadi
oranye.
3.
Pirazinamid dapat menyebabkan keruskan hepar dan
gout.
4.
Etambutol dapat menyebabkan pandangan kabur dan
gangguan
penglihatan
warna
karena
obat
ini
mempengaruhi nervus optikus.
5.
Streptomisin dapat menyebabkan pusing dan gangguan
pendengaran akibat keruskan saraf telingan dalam.
44
B. Landasan Teori
Setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor yang
mempengaruhi konsep diri, seseorang yang sakit bisanya akan
mengalami perubahan perubahan konsep diri. konsep diri adalah citra
mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka
melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.
konsep diri tidak hanya tergantung pada gambaran tubuh dan peran yang
dimilikinya tetapi juga bergantung pada aspek psikologis da spiritual diri.
Penyakit tuberkolosis merupakan suatu penyakit yang dapat
mempengaruhi konsep diri penderitanya. konsep diri yang biasanya
terpengaruhi citra diri, ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri.
bisanya penderita TB Paru mempersepsikan sakit dengan menunjukan
perilaku seperti marah-marah, menarik diri, dan membatasi diri. Selain itu
penderita merasa ketakutan akan isolasi dan perlakuan negatif dari
masyarakat bila mengetahui dirinya menderita TBC.
Aspek psikologis merupakan aspek yang sering dilupakan oleh
perawat. Perawat sering lebih berfokus terhadap adaptasi fisik yang dilalui
pasien dan cenderung mengesampingkan adaptasi psikologisnya ketika
menderita TB paru.
45
C. Kerangka konsep
Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan
dengan
bagaimana
seorang
peneliti
menyusun
teori
atau
menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting
untuk masalah (Notoatmodjo, 2010).
Adapun kerangka konsep dari penelitian yang berjudul “Gambaran
Konsep Diri Pada Penderita TB Paru Di Wilayah Kerja UPTD Kesehatan
Puskesmas Sukamulya Kabupaten Ciamis” dapat di gambarkan sebagai
berikut :
Gambaran
konsep diri :
Penderita TB
1. Citra diri
2. Ideal diri
3. Harga diri
4. Peran diri
5. Identitas diri
Gambar 2.1 kerangka konsep
Keterangan :
Diteliti
Tidak Ditelitii
Konsep diri
positif (+)
Konsep diri
negatif (-)
.
DAFTAR FUSTAKA
Al Quran Surat Al Imran 3 Ayat 139.
Agustiani, H. (2006). Psikologi perkembangan pendekatan ekologi kaitannya
dengan konsep diri, Bandung : PT.Refika Aditama.
Amin dan Bahar ,(2009) Tuberculosis Paru, Dalam : Sudoyono , A.,W., dkk
Buku Ajar Ilimu Penyakit Dalam Jilid II .Ed 4 ,Jakarta : FKUI.
Arikunto, (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, PT Rineka
Cipta. Jakarta.
Atit el ., (2012) Tracing contacts of TB patient in malaysia: costs and
prscticality.A Springer Open Journal ,1: 8.
Burns, R.B. Konsep Diri Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku. Alih
Bahasa: Eddy . Penerbit Arcan: Jakart a; 2008.
Daulay,w (2009). Hubungan dukungan keluarga dengan harga diri rendah
pada pasien tuberkulosis. jurnal keperawatan.
Depkes (2007) Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis
.Departement Kesehatan Republik Indonesia .Edisi 3,Cetakan II.
Dinkes Kabupaten Ciamis (2015) Laporan Survisasi Terpadu Berbasis
Puskesmas (STP) Dinas Kesehatan Pangandaran.
Erdem. (2003), Determination of self-esteem levels of patients with
tuberculosis.
Febri, Diana, dkk. (2008).Hubungan Antara Konsep Diri dan Kecemasan
Dengan Penyesuaian Sosial Pada Penyandng Epilepsi Tipe
Gradial.Anima Vol. XII No. 46 April-Juni.
Fitriani E. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis.
Semarang: UNS. 2012
Girsang YL. Gambaran harga diri pasien tuberkulosis di Poliklinik Paru RS
Persahabatan. Depok: FIK Universitas Indonesia. 2013.
Herchline, (2013) Tuberculosis .Available from : http://emedicine.mediscape
.com/ [accesed 15 maret 2016].
Jeong ,Y.,J.Lee, K., S., (2008) Pulmonary Tuberculosis : Up-To-Date Imaging
and Management. American Journal of Roentgrnology : 191 (3).
Available From : http://www.ajronline.org/ [accesed 16 maret 2016].
Kemenkes RI, (2013) . Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Kim et al, (2011) Thoracic Sequelae and Complications of Tubeculosis . Radio
Graphics.21 (4).
Naga, S. S. (2012). Ilmu penyakit dalam. Yogyakarta: Diva Press.
Notoatmodjo,S, (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta
Jakarta.
____________, (2012) Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan Rineka
cipta : Jakarta.
Maria, Ulfah. 2007. Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri
Terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis (Tidak diterbitkan).
Mario dan Richard, (2011) Tuberulosis. Dalam : Kasper, D., L., et al. Harrison
Principles of Internal Medicine 16th Ed.Mc Graw-Hill.
Mazbow, 2009. Apa itu dukungan sosial? Online. www. Mazbow.com
/2009/08/apa-itudukungan-sosial.
PDPI , (2011) Tuberkolosis : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia : Jakarta.
Potter & Perry (2009) Buku Ajar Funda mental Keperawatan : Konsep, Proses
& Praktek. Edisi 4. Vol 1. Jakarta : EGC.
Price, S,A., Standridge, M.P., ( 2006 ) Tuberkolosis Paru. Dalam : Price, S.A.,
Wilson, L.M., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC.
Pudjijogyanti, CR. 2008. Konsep Diri Dalam Pendidikan.Jakarta : Arcan.
Purwanto, S., dan Riyadi. (2009). Asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Priyoto, 2014. Teori sikap dan prilaku dalam kesehatan, Nuha Medika.
Putra ,A.K., (2010) Kejadian Tuberculosis pada anggota keluarga yang tinggal
serumah dengan penderita TB Paru BTA Positif. Available from : http : //
repository . usu.ac . id / handle /123456789/19500 [ accesed 15 maret
2016 ].
Putra, R. N. (2011). Hubungan perilaku dan kondisi sanitasi rumah dengan
kejadian TB Paru. Diperoleh tanggal 15 Januari 2014 dari
http://www.repository.unand.ac.id/16894.
Rakhmat, J. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakara.
Ridwan Akdon, (2007) Rumus dan Data Dalam Aplikasi Statistik. Alpabeta :
Bandung.
Raynel, F. (2010). Gambaran komponen konsep diri pada penderita TB Paru
di wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir kota Padang. Jurnal Keperawatan
Ners, 6, 93- 98.
Salbiah. Konsep diri.Desember 2008. Diakses tanggal 22 desember 2009
10.35. http://duniapsikologi.dagdigdug.com/files/2008/12/konsep-diri.pdf.
Stuart, dkk 2008, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3 Jakarta : EGC.
Stuart, G.W, & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5.
Jakarta; EGC.
Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Tjandra (2014) Indonesia Peringkat 4 Pasien TB Terbanyak di Duinia
Available from : http://health.kompas.com/ [accesed 17 maret 2016].
Wadjah N. Gambaran karakteristik penderita TBC Paru di Wilayah Kerja
Pukesmas Pagimana Kecamatan Pagimana Kabupaten Banggai. Banggai:
USU. 2012 .
Wieslaw et al, (2011) TB Manual National Tuberculosis Programme
Guidelines. Available from : www.euro.who.int/ [accesed 16 maret 2016].
World Health Organization (WHO). (2013). Tuberculosis Available from :
www.who.co.id [accesed 15 maret 2016 ].
Yuliana, 2013. Hubungan antara harga diri rendah dengan prilaku pada
penderita tuberkulosis, jurnal keperawatan.
Download