PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DESKRIPSI PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA LESBIAN Studi Kualitatif Naratif di Yogyakarta SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh: Agatha Kharisma Ratnadewi 109114153 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN MOTTO Pandanglah burung-burung dilangit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di surga. Bukanlah kamu jauh melebihi burung-burung itu? (Matius, 6 : 26) Ngluruk tanpo bolo, menang tanpo ngasorake, Sekti tanpo aji-aji, sugih tanpo bondho. Ikhlas, menikmati apapun yang terjadi bersama semesta, dan semua akan baik-baik saja… (dei) iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Karya ini kupersembahkan kepada: Orang tuaku yang sangat luarbiasa Thomas Harsono dan Retna Praseyaningrum “Uye”, Kesayanganku Bethouven Van Cui dan Gilbertus Bollu, Segenap keluarga dan para sahabatku, Sekaligus orang-orang yang selalu menopangku, Terimakasih atas segala dukungan, doa, dan pelajaran hidup yang kalian berikan Terimakasih pula sarung ajaib yang selalu memberi kenyamanan. Tak lupa, aku juga berterimakasih kepadamu, alam semesta. v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DESKRIPSI PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA LESBIAN Studi Kualitatif Naratif di Yogyakarta Agatha Kharisma Ratnadewi ABSTRAK Orang yang memiliki orientasi seksual lesbian, mereka memiliki banyak sumber stres. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa lesbian memiliki beban psikologis karena orientasi seksual yang mereka miliki. Proses untuk menerima diri sudah cukup sulit, ditambah dengan prasangka, stigma dan penolakan yang ada di masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan Psychological Well Being pada lesbian melalui metode kualitatif studi naratif. Peneliti mewawancarai 2 orang yang memiliki orientasi seksual lesbian untuk mengumpulkan data. Setiap informan yang diwawancarai menceritakan suatu aspek penting atau peristiwa tertentu yang pernah mereka alami. Data akan dianalisis menggunakan analisis tematik. Hasil penelitian ini adalah informan yang memiliki Psychological Well Being baik memiliki narasi kehidupan progresif/optimistik. Faktor yang mendukung Psychological Well Being adalah dukungan sosial, pemahaman diri, perasaan diterima, harapan kepada orang lain, perasaan kecewa karena harapan yang tidak terpenuhi, penilaian terhadap situasi yang dihadapi, dan keterbukaan terhadap pengalaman baru. Hasil deskripsi penelitian menunjukkan bahwa penerimaan diri sejak awal dan dukungan sosial dapat membantu proses Psychological Well Being informan menjadi lebih cepat. Setelah menerima diri, barulah informan nyaman untuk menampilkan diri sebagai lesbian dan cenderung dapat mempersiapkan diri terhadap reaksi lingkungan. Pada akhirnya, informan akan merasa semakin nyaman, dapat menerima dan berdamai dengan diri serta lebih siap terhadap pandangan lingkungan. Kata kunci: Lesbian, psychological well-being (PWB), deskripsi, narasi vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI THE DESCRIPTION OF PSYCHOLOGICAL WELL-BEING ON LESBIAN Narrative Qualitative Study in Yogyakarta Agatha Kharisma Ratnadewi ABSTRACT People who have a lesbian sexual orientation, they have many sources of stress. This research is motivated by the belief that lesbians have a psychological burden because of their sexual orientation. The process to accept yourself is hard enough, coupled with the prejudice, stigma and denial that exist in society. The purpose of this study is to describe the Psychological Well Being on lesbian narrative studies through qualitative methods. Researchers interviewed two people who have a lesbian sexual orientation to collect data. Each informant was interviewed tells an important aspect or a particular event they have ever experienced. Data will be analyzed using thematic analysis. The results of this study are informants who had Psychological Well Being both have a progressive life narrative / optimistic. Factors that support the Psychological Well Being is social support, self-understanding, a feeling of acceptance, hope to others, feelings of disappointment because expectations were not met, an assessment of the situation at hand, and openness to new experiences. The description of the research shows that since the beginning of self-acceptance and social support can help the process of Psychological Well Being of informants to be faster. After receiving himself, the informants convenient to present themselves as lesbian, and tend to be prepared for the reaction environment. In the end, informant will feel more comfortable, able to receive and make peace with themselves and better prepared against environmental point of view. Key words: Lesbian, psychological well-being (PWB), description, narrative viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Puji dan syukur peneliti haturkan kepada Tuhan Yesus, atas berkat dan penyertaanya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Peneliti menyadari bahwa tanpa benih semangat, peristiwa, dan setiap perjumpaan yang merupakan rencana-Nya, peneliti tidak akan dapat segera menyelesaikan skripsi ini. Peneliti berharap agar skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi seseorang yang memiliki orientasi seksual Lesbian dan pihakpihak terkait sehingga stigma dan diskriminasi terhadap Lesbian dapat diturunkan. Semoga penelitian ini dapat merangsang kemunculan penelitian lain mengenai psychological well-being pada Lesbian mengingat dampaknya yang sangat baik bagi kesejahteraan psikologis. Terselesaikanya skripsi ini tidak akan terjadi tanpa kesempatan, semangat, dan masukkan dari beberapa pihak. Dalam kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak. 1. Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M. Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma 2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma 3. Bapak C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar membimbing penulis dari awal pengerjaan penelitian ini sampai selesai. Terima kasih atas dukungan, kesabaran, pengarahan dan energi positifnya yang sangat membantu penulis. x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. C. Siswa Widyatmoko, M.Psi. dan P. Henrietta P.D.D.S., M.A. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan sehingga penelitian ini memiliki kualitas yang lebih baik. 5. Ibu Passchedona Henrietta Puji Dwi Astuti Dian Sabbati, MA. selaku dosen pembimbing akademik, yang selalu memberikan dukungan kepada peneliti. 6. Jajaran dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang sudah membantu setiap proses dalam kegiatan belajar mengajar. Terima kasih atas ilmu dan bimbingan selama peneliti menjadi mahasiswa. 7. Staf dan karyawan Fakultas Psikologi: Bu Nanik, Mas Gandung, Mas Muji, Pak Gik atas pelayanan baik dalam administrasi dan sarana perkuliahan. 8. Thomas Harsono dan Retno Prasetyaningrum (Uye) selaku Orangtua peneliti yang luar biasa memberikan motivasi, tidak lelah untuk mendukung dan mendoakan peneliti sehingga dapat menyelesaikan tulisan ini. 9. Simbah Siti selaku nenek peneliti yang selalu mendukung, mendoakan dan merebuskan air panas untuk mandi di setiap harinya agar peneliti tetap sehat. 10. Dian Novita yang selalu memotivasi dan meluangkan waktunya untuk mendampingi peneliti serta menyediakan diri untuk mendengar segala keluh kesah, curhatan dan kesabaran menghadapi naik turunnya emosi peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini. 11. Bethouven Van Cui dan Gilbertus Bollu anjing kesayangan yang sudah seperti kakak dan anak, selalu memberikan semangat baru dengan kelucuan dan kenakalannya. xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12. Echi Kiprit yang kadang menjengkelkan namun sering memotivasi mengucapkan “Ayo ibuk e Bollu cemangatt!”. 13. Benk-benk sahabat baik, selalu membantu sarana prasarana kepada peneliti. 14. Andang yang bersedia membantu dan membagikan pengalamannya dalam penulisan skripsi ini. 15. Terimakasih untuk semua keluarga dan sahabat yang tidak ada hentinya mendoakan dan mendukung peneliti. 16. Tim IHAP Jogja ; mbak Mira, mas Maliq, Dian, mbak Nana, mbak Eni, Nuri dan Ari yang sering memberikan dukungan dengan candaan segar. 17. Para informan penelitian. Terimakasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan waktu kepercayaan dan keterbukaan kalian dalam menceritakan pengalamannya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. 18. Pihak-pihak lain yang telah memberikan dukungan. Sekali lagi peneliti mengucapkan terima kasih. 19. Alam semesta. Terimakasih alam semesta atas segala proses ini. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti bersedia membuka diri untuk menerima saran dan kritik yang membangun demi kualitas karya ini. Yogyakarta, 17 Juni 2016 Peneliti, Agatha Kharisma Ratnadewi xii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ..................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii HALAMAN MOTTO ........................................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................... vi ABSTRAK .......................................................................................................... vii ABSTRACT ....................................................................................................... viii LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................................... ix KATA PENGANTAR ......................................................................................... x DAFTAR ISI ..................................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii DAFTAR TABEL ........................................................................................... xviii DAFTAR SKEMA............................................................................................. xix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah......................................................................................... 15 C. Tujuan .......................................................................................................... 15 D. Manfaat ........................................................................................................ 15 xiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB II TINJAUAN TEORI A. LGBT …........................................................................................................ 18 B. Persoalan yang dihadapi lesbian.................................................................... 21 1. Diskriminasi ........................................................................................... 21 2. Stigma .................................................................................................... 23 3. Kekerasan ............................................................................................... 24 4. Bullying .................................................................................................. 25 5. Kontruksi nilai di masyarakat ................................................................ 27 C. Psychological Well-Being (PWB) ................................................................. 28 1. Eudaimonia Happinness ......................................................................... 28 2. Dimensi Psychological Well Being......................................................... 30 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Well-Being ..................................... 41 D. Kerangka Pikir Teori ..................................................................................... 47 E. Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ............................................................................................. 48 B. Fokus Penelitian ........................................................................................... 50 C. Informan Penelitian ...................................................................................... 51 D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 52 E. Analisis Data.................................................................................................. 54 xiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1. Tahap Organisasi Data ........................................................................... 55 2. Tahap Analisis Tematik .......................................................................... 57 3. Tahap Interpretasi.................................................................................... 59 F. Keabsahan Data ............................................................................................. 60 1. Kredibilitas ............................................................................................. 61 2. Dependabilitas ....................................................................................... 63 3. Transferabilitas ...................................................................................... 64 4. Konfirmabilitas ....................................................................................... 65 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian .................................................................................. 66 1. Proses Pengumpulan Data ...................................................................... 66 2. Identitas Informan ................................................................................... 67 3. Proses Pengambilan Data ....................................................................... 67 B. Hasil Analisis Narasi ..................................................................................... 68 1. Narasi Informan A .................................................................................. 68 2. Narasi Informan B .................................................................................. 78 3. Analisis Struktur Narasi .......................................................................... 89 C. Hasil Analisis Tematik/Interpretatif Psychological Well-Being .................. 96 1. Penerimaan Diri ...................................................................................... 96 2. Penguasaan Lingkungan.......................................................................... 98 3. Otonomi / Kemandirian ....................................................................... 102 xv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. Hubungan Positif dengan Orang Lain .................................................. 105 5. Perkembangan Diri................................................................................ 109 6. Tujuan Hidup ........................................................................................ 112 D. Ringkasan dan Integrasi .............................................................................. 117 E. Pembahasan ................................................................................................. 121 1. Keterkaitan antara Faktor PWB dengan Dimensi PWB ....................... 121 2. Keterkaitan antara Faktor PWB dengan Narasi Subjek ........................ 126 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................................. 130 B. Saran ........................................................................................................... 132 1. Bagi Orang yang Memiliki Orientasi Seksual Lesbian ........................ 132 2. Bagi Kerabat dan Instansi Terkait ........................................................ 132 3. Bagi Peneliti Selanjutnya ...................................................................... 133 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 134 LAMPIRAN ...................................................................................................... 137 xvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR LAMPIRAN A. ANALISIS TEMATIK 1. Analisis Tematik Informan A ................................................................. 138 2. Analisis Tematik Informan B ................................................................. 162 xvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR TABEL Tabel 1. Daftar Panduan Pertanyaan .................................................................... 53 Tabel 2. Keterangan Koding ................................................................................ 56 Tabel 3. Contoh Tabel Analisis Tematik ............................................................. 59 Tabel 4. Identitas Informan .................................................................................. 67 Tabel 5. Jadwal Pengambilan Data ...................................................................... 67 Tabel 6. Ringkasan Analisis Struktur Narasi ....................................................... 96 Tabel 7. Rangkuman Tema Hasil Analisis Tematik .......................................... 114 xviii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR SKEMA Skema 1 : Kerangka Pikir Teori .......…………………………………………… 47 Skema 2 : Proses Physchological well being pada informan A …........…..……. 91 Skema 3 : Proses Physchological well being pada informan B ……................... 95 Skema 4 : Dinamika Proses Physchological well being pada kedua informan... 120 xix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan ini jika seseorang ditanya apakah yang mereka inginkan kebanyakan dari mereka akan mengatakan ingin bahagia, keadaan dimana seseorang merasa senang, nyaman, dan gembira. Kebahagiaan akan menjadi suatu prioritas utama untuk dicapai di dalam kehidupan setiap orang. Kebahagiaan merupakan hal yang tidak dapat dibayar, karena kebahagiaan merupakan perasaan senang yang tidak dapat ditukar oleh apapun. Pada dasarnya kebahagiaan tersebut tidak dapat diukur dengan barometer apapun, setiap orang memiliki tolok ukur tersendiri terhadap hal yang menyenangkan bagi dirinya, yaitu kebahagiaan. Kebahagiaan adalah hak setiap individu yang hidup di dunia, tanpa pengecualian pada kelompok minoritas seperti lesbian. Seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian juga berhak mendapatkan kebahagiaan baik secara pribadi yang berasal dari dalam dirinya sendiri maupun hubungan sosial masyarakat. Ada fakta yang menyatakan bahwa lesbian menjalani hidupnya dengan kepalsuan, ketidak bahagiaan, dan tertekan oleh posisi sosial yang diterima dari masyarakat. Stigma dan tekanan masyarakat justru menyebabkan banyak lesbian mencoba mengingkari 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 dirinya sendiri, dalam arti mengingkari seksualitas dan orientasi seksual mereka (Suara Perempuan, Senin 26 Agustus 2002). Jumlah heteroseksual yang lebih dominan di dunia telah memunculkan asumsi bahwa semua orang adalah heteroseksual, dalam artian perempuan akan memilih laki-laki untuk menjadi pasangan hidupnya, begitupun sebaliknya. Nilai-nilai budaya heteronormatifitas menjadi salah satu akar asumsi bahwa jika ada anggota keluarga yang LGBT merupakan suatu aib sehingga tidak layak tinggal satu rumah dengan saudara yang mayoritas heteroseksual, pengalaman LGBT pergi dari rumah dan diusir merupakan kasus yang sering dijumpai. Disisi lain, budaya heteronormatifitas ditunjukkan oleh pemaksaan lesbian untuk menikah dengan orang yang tidak disukai atau selalu bertanya-tanya soal pernikahan. Hal ini memaksa seorang lesbian untuk berperilaku seolaholah heteroseksual dengan membawa “Pasangan Palsu” demi membahagian orang tua dan keluarganya. Upaya lain dengan cara menghindari pulang atau bertemu orang tua agar tidak ditanya soal pernikahan dan dinasehati soal mempunyai keturunan (Menguak Stigma, Kekerasan & Diskriminasi pada LGBT di Indonesia. Arus Pelangi, 90; 2013). Tidak adanya pengetahuan yang memadai inilah yang menyebabkan munculnya informasi-informasi yang simpang siur dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya berkenaan dengan homoseksualitas di Indonesia. Informasi yang simpang siur tersebut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 akhirnya berdampak pada pemberian stigma negatif pada homoseksualitas terutama lesbian. Tidak dapat dipungkiri bahwa realita keberadaan lesbian, biseksual dan transgender (LBT) ini telah lama ada bahkan sudah ada sejak berabadabad tahun yang lalu. Di Surakarta sendiri pada tahun 1824 telah ditemukan fenomena hubungan seksual antar perempuan. Demikian juga di lingkungan kraton dikenal dengan istilah “lingkaran relasi lesbian“ yang terjadi antara selir-selir Sultan Pakubuwono V (Wieringa, Blackwood, 2009:6). Ada anggapan bahwa seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian terjadi karena pergaulan bebas, broken home, frustasi terhadap laki-laki dan alasan-alasan lainnya yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Kemudian ada juga pendapat lain dari sebagian masyarakat yang menyatakan lesbian merupakan penyakit menular yang dapat disembuhkan. Sehingga pandangan ini menyebabkan homophobia di kalangan masyarakat. Melihat fenomena-fenomena yang masih marak di masyarakat seperti diskriminasi, kekerasan dan bullying terhadap homoseksual, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai kebahagiaan pada lesbian. Pertanyaan besar yang mendasari penelitian ini adalah; Bagaimana seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian memperoleh kebahagiaan atau well-being. Melihat fenomena-fenomena yang sudah sering terjadi dan kondisi mereka yang sering terbentur dengan stigma PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4 negatif dari masyarakat, maka akan berujung pada diskriminasi dan kekerasan yang diterima oleh seorang lesbian. Bagaimana seorang lesbian dapat melewati masa-masa sulitnya. Perlu diingat kembali bahwa kebahagiaan adalah hak setiap orang. Meskipun pada tahun 1973, American Psychiatric Association menyatakan bahwa homoseksualitas bukanlah gangguan mental dan karena itu homoseksualitas dikeluarkan dari daftar gangguan jiwa dalam DSM. Dua tahun kemudian, 1975, American Psychological Association menyetujui bahwa orientasi seksual sesama jenis tidak berdampak bagi kerusakan mental. Baru pada 1993, WHO mengeluarkan homoseksualitas dari daftar International Classification of Diseases atau ICD (Galliano, 2003). Namun ironisnya, ada penelitian yang menemukan bahwa 89,3% dari LGBT di Indonesia telah mengalami kekerasan, diantaranya; 79,1% kekerasan psikologis, 46,3% kekerasan fisik, 26,3% kekerasan ekonomi, 45,1% kekerasan seksual dan 63,3% kekerasan budaya (Arus Pelangi, KSM and PLUSH, 2013). Sebuah survei yang dilakukan oleh Lingkar Survei Indonesia (LSI) pada 2012 menunjukkan meningkatnya intoleransi masyarakat Indonesia terhadap kelompok minoritas, termasuk lesbian. Survei ini menunjukkan sebanyak 80,6% subjek keberatan jika harus bertetangga dengan lesbian atau gay, meningkat sebanyak 15,9% dari survei yang sama pada tahun 2005. Bahkan yang lebih tragis pada tingkatan kognitif-intelektual, masih banyak masyarakat Indonesia modern yang sebetulnya terpelajar namun PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 masih merasa sulit menerima homoseksualitas, dan keberadaan lesbian. Profesi sebagai psikolog tentunya akan berhubungan langsung dengan masyarakat luas dan tidak dapat dipungkiri jika suatu saat akan menangani kasus yang behubungan dengan kelompok minoritas, seperti lesbian. Kita perlu pikirkan kembali, bagaimana jika psikolog yang berperan sebagai helper tersebut memiliki klien yang berorientasi lesbian? Apakah psikolog tersebut akan dapat membantu kliennya, jika ada penolakan di dalam diri seorang helper terhadap orientasi yang dimiliki kliennya. Seorang psikolog yang hanya mendengar kata-kata "homo atau lesbian" meskipun tidak bertemu secara langsung sudah timbul perspektif negatif di dalam pikirannya, maka bisa saja akan berdampak pada proses konseling. Stigma yang diberikan oleh masyarakat kelas menengah urban modern merupakan pengaruh dari homophobia Barat. Menariknya, perkembangan positif di dunia Barat terkait homoseksualitas juga berimbas pada cara berpikir beberapa intelektual Indonesia yang melihat contoh bagaimana kalangan intelektual di Barat mulai menerima isu homoseksualitas berkat temuan-temuan dan kajian ilmiah (Oetomo, 2001). Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya fenomena-fenomena mengenai diskriminasi dan kekerasan yang terjadi pada Lesbian. Fenomena tersebut terlihat dari kasus yang terjadi pada tahun 2000 ketika diselenggarakannya penyuluhan HIV AIDS di salah satu daerah di kawasan Kaliurang oleh LGBT. Penyuluhan ini menuai protes dari banyak kalangan, disamping protes, acara yang mereka selenggarakan tersebut dibubarkan oleh massa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6 yang anarkis karena dianggap sebagai acara maksiat oleh para penggerak massa. Tidak hanya kasus ini saja, namun masih banyak lagi kasus yang dialami oleh kelompok LGBT yang berakhir pada penyiksaan dan kekerasan. Realita yang ada hingga saat ini adalah banyak kelompok LGBT yang dikucilkan dari lingkungan masyarakatnya. Namun sayangnya, tidak hanya masyarakat namun juga aparat berwajib seringkali melakukan tindakan kekerasan kepada LGBT. Mereka merasa tidak memiliki harga diri di mata aparat penegak hukum. Tidak berhenti disitu, pada tahun 2008, kasus lesbian di Makassar yang sempat marak yaitu terjadi pemukulan mantan polisi terhadap lesbian. Kasus ini diawali dari pertemanan istri polisi dengan seorang lesbian yang bernama Linda dan Wilma, istri polisi tersebut datang ke tempat Linda dan Wilma untuk mengobrol. Suatu ketika polisi tersebut mengetahui istrinya berada di rumah Linda dan Wilma, polisi tersebut langsung memukul dan mengatai “Dasar kalian semua lesbian anjing, sundal, iblis tidak tahu untung!”.Lalu, dia menuduh Linda dan Wilma yang telah menjerumuskan istrinya menjadi seorang lesbian. Bahkan menarik untuk disimak ketika infotainment Silet menayangkan acaranya yang bertema Homoseksual di stasiun TV RCTI. Ini terkait banyaknya job bagi artis yang ‘dicap’ sebagai selebriti homo. Selain karena memang mereka berbeda dalam menghibur pemirsa baik di TV, rumah, maupun acara-acara off air lainnya, mereka selalu menampilkan hal-hal lucu, konyol, dan jahil, sehingga banyak masyarakat yang terhibur. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 Sebut saja Mitha The Virgin, Ivan Gunawan, Ruben Onsu, Olga Syahputra, dan Aming, yang kini lagi naik daun. Para selebriti ini sering muncul di layar kaca dan inilah yang dinilai beberapa kalangan termasuk MUI (Majelis Ulama Indonesia), sebagai cerminan yang merusak moral agama dan bangsa. MUI pun mulai gerah dengan tayangan yang sebagian besar entertainer Indonesia mulai berani menampakkan sisi lain dari mereka. Acara Silet bertajuk khusus kelompok LGBTI ini ditayangkan pada 24 Januari 2008, pukul 11.30. Bahkan, salah satu ketua MUI, KH Amidhan, meminta supaya pemerintah mencekal artis-artis yang menganut paham homoseksual (Harian Nonstop, 1 Maret 2008, Artis Homo Dicekal). Selain kasus tersebut, yang sekarang masih hangat diperbincangkan adalah kasus pembatalan rencana penyelenggaraan seminar tentang lesbian, gay, biseksual, transgender, dan interseks (LGBTI) di Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta. Seminar ini rencananya akan dilaksanakan pada 27 September 2014. Pada saat itu Forum Umat Islam (FUI) Yogyakarta menyebar pengumuman lewat telepon seluler dan media sosial berisi tuntutan pembatalan seminar pada Selasa, 16 September 2014. FUI menilai seminar bertajuk LGBTI, We Are Different, We Are Unique and We Are One itu menghina ajaran Islam. Rektor Universitas Sanata Dharma Johanes Eka Priyatma mengatakan keputusan membatalkan acara tersebut diambil pada Rabu siang 17 September 2014. Kemudian panitia penyelenggara seminar dari Jurusan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8 Psikologi dan Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Psikologi USD memenuhi panggilan Kepolisian Daerah Yoyakarta. Dia mengakui keputusan ini memang berat untuk diambil mengingat pihaknya harus mengabaikan prinsip kebebasan akademik di kampus. Eka berpendapat di universitas tidak bisa mengabaikan konteks bahwa ada masyarakat di Yogyakarta yang memprotes pembahasan tema LGBTI. "Percuma juga kalau dipaksakan pasti tidak produktif dan pesan utamanya malah tidak sampai," katanya. Dia mengakui, di tengah masyarakat yang masih belum terbuka, pelaksanaan prinsip kebebasan akademik susah diterapkan secara penuh. "Ini tanda kami perlu pakai bahasa lain yang lebih bisa diterima publik untuk melaksanakan itu," katanya. Fuad (FUI) menuding seminar dengan tema seputar lesbian dan gay merupakan upaya mengenalkan komunitas LGBTI ke publik. Organisasinya khawatir identitas komunitas LGBTI kelak semakin diterima oleh publik dan dianggap legal. "Itu (LGBTI) penyakit menular dan lama-lama mereka bisa minta legalisasi nikah sesama jenis," katanya. "Akhirnya muslim sebagai mayoritas jadi korban karena keluarganya ada yang tertular, padahal itu jelas dilarang agama." (tempo.co) Pemaparan tentang berbagai bentuk kekerasan pada kelompok lesbian secara psikologis berdampak pada kondisi kejiwaan korban seperti perasaan tertekan, tersiksa, dan trauma yang sulit disembuhkan. Pelaku kekerasan mungkin tidak memahami bahwa dampak dari perilakunya akan dibawa seumur hidup oleh korban dan ini termaninfestasi dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 kehidupan sehari-hari atau temporer (sewaktu-waktu) dan beresiko akan terjadinya kematian (Menguak Stigma, Kekerasan & Diskriminasi pada LGBT di Indonesia. Arus Pelangi, 95; 2013). Melihat masalah-masalah dari lingkungan sosial yang sering dialami oleh lesbian, dapat dilihat bahwa faktor prasangka cukup mengambil peran di dalamnya. Prasangka terjadi dimana-mana dalam berbagai bentuk, dan hal itu mempengaruhi kita semua. Prasangka dapat terjadi dalam dua arah: mengalir dari kelompok mayoritas kepada kelompok minoritas, begitupun sebaliknya. Kelompok manapun dapat menjadi sasaran prasangka. Banyak aspek dari identitas kita yang dapat menyebabkan kita diberi label dan didiskriminasi, antara lain kebangsaan, ras, etnis, jenis kelamin, orientasi seksual, agama, penampilan fisik, negara, dll. Ketidaksukaan terhadap suatu kelompok yang berlangsung terus-menerus akibatnya dapat meningkatkan kebencian ekstrim, bahkan dapat diikuti dengan tindakan menyiksa dan membunuh. Salah satu konsekuensi dari seringnya menjadi target prasangka terus menerus adalah penurunan harga diri seseorang (Handout Psi. Sosial II: PRASANGKA/ MM. Nilam Widyarini). Menurut Bram & Kasim (dalam Sarwono, 2006) berpendapat bahwa prasangka adalah perasaan negatif yang ditujukan terhadap seseorang berdasar semata-mata pada keanggotaan mereka pada kelompok tertentu. Ini berarti bahwa prasangka melibatkan penilaian aprior sebab memperlakukan objek sasaran prasangka tidak berdasarkan karakteristik PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10 unik individu, tetapi melekatkan karakteristik kelompoknya yang menonjol. Situasi tersebut merupakan situasi-situasi sulit yang ada di dalam proses hidup seorang lesbian, yang pada akhirnya akan berdampak pada menurunnya kebahagiaan seorang homoseksual. Sebagai bagian dari homoseksual, lesbian mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan orientasi seksualnya. Apalagi ditambah dengan sulitnya menghadapi penolakan-penolakan yang ada di masyarakat seperti kekerasan dan diskriminasi serta bullying. Faktor-faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah faktor kurangnya informasi terhadap lesbian. Selain itu ada juga faktor warisan yaitu informasi yang diturunkan dari jaman dahulu yang belum tentu benar adanya. Melihat fenomenafenomena yang terjadi di masyarakat seperti itu, bagaimana seorang lesbian dapat mencapai kebahagiaan? Mampukah seorang lesbian mencapai kebahagiaan hakiki seperti yang dipaparkan oleh Aristoteles bahwa kebahagiaan merupakan keutamaan manusia melebihi kepemilikan (barang), dan sebagainya. Manusia harus hidup dengan baik yang menurutnya hidup dengan masuk akal (reason). Masuk akalkah bila lesbian tidak dapat hidup selayaknya manusia hidup dengan nyaman, tanpa rasa takut dan bersalah? (jurnal perempuan, 87). Para ahli memperkirakan bahwa kira-kira 1 dari 10 orang mungkin lesbian atau gay. Angka ini merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Alfred Kinsey pada tahun 1940-an. Banyak orang-orang yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11 terkenal dalam sejarah lesbian dan gay. Ada orang kulit putih, hitam, latin, Asia Timur, India, Afrika yang memiliki orientasi seksual lesbian. Mereka bisa saja orang Yahudi, Katolik, Protestanm Budha, Muslim, Atheis atau yang lainnya. Lesbian juga ada yang kaya, ada juga yang miskin, tua dan muda, difabel (Galink, 2013:18). Hal ini sama seperti orang yang memiliki orientasi seksual heteroseksual pada umumnya. Kesetaraan lesbian dan gay seperti heteroseksual masih marak diperjuangkan oleh para pejuang HAM pada organisasi yang bergerak dibidangnya. Berbicara mengenai kebahagiaan dan homoseksual, sepertinya menarik bagi peneliti untuk melihat bagaimana puncak kebahagiaan yang dimiliki seorang lesbian, apakah seorang lesbian dapat mencapai puncak kebahagiaan ditengah maraknya diskriminasi dan kekerasan yang ada di masyarakat, karena pada dasarnya setiap orang memiliki hak untuk bahagia. Bisa disimpulkan setelah melihat fenomena-fenomena yang terjadi ini sebagian besar kasus-kasus lain tidak pernah sampai ke permukaan. Masih ada puluhan kasus lain yang tidak diketahui. Dari beberapa kasus yang dialami oleh seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian di berbagai daerah seperti yang sudah ditulis, realitas di masyarakat sangat bertolak belakang dengan segala peraturan yang ada. Dari fenomena yang ada bisa dijadikan indikator bahwa diskriminasi terhadap kelompok minoritas di Indonesia masih sangat marak. Pelakunya ada yang dari masyarakat, ada yang dari aparat pemerintah, yang menyatukan mereka PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 adalah kebencian atau perasaan hina terhadap lesbian atau homoseksual, pandangan itu ada di balik semua contoh diskriminasi dan/atau kekerasan. Homoseksualitas itu sendiri adalah rasa ketertarikan romantis dan/atau seksual atau perilaku antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama. Sebagai orientasi seksual, homoseksualitas mengacu kepada "pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman seksual, kasih sayang, atau ketertarikan romantis" terutama atau secara eksklusif pada orang dari jenis kelamin sama, "Homoseksualitas juga mengacu pada pandangan individu tentang identitas pribadi dan sosial berdasarkan pada ketertarikan, perilaku ekspresi, dan keanggotaan dalam komunitas." (Sexual Orientation, Homosexuality dan Bisexuality, 2010). Psychological well-being (PWB) merupakan sebutan bagi kesejahteraan (well-being) psikologis manusia. (Synder, Lopez, dan Pedrotti, 2011 dalam Preventi, 2015) mendefinisikan PWB sebagai tingkat kesejahteraan manusia yang dikarekteristikan oleh penerimaan diri (selfacceptance), perkembangan diri (personal growth), memiliki tujuan hidup (purpose in life), penguasaan lingkungan (environmental mastery), kemandirian (autonomy), hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others). Psychological well-being cenderung meninjau alasan seseorang sejahtera secara psikologis (Baumgardner & Crothers, 2009). Psychological well-being menggunakan perspektif eudaimonia, yang menyatakan bahwa kesejahteraan psikologis diperoleh melalui perjuangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 menemukan diri yang sesungguhnya dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan nyata (Ryff, 2014). Ryff berpendapat bahwa Psychological well-being merupakan sumber resiliensi/ ketahanan dalam menghadapi kesulitan hidup dan mencerminkan fungsi positif, kekuatan personal, dan kesehatan mental (Braumgrardner & Crothers, 2009). Pada dasarnya kebahagiaan itu bersifat subjektif, setiap individu memiliki tolak ukur kebahagiaan dan faktor yang mendatangkan kebahagiaan yang berbeda-beda pada masing-masing individu. Peneliti merasa PWB lebih tepat digunakan sebagi landasan dalam penelitian pada lesbian ini, karena PWB cenderung melihat kebahagiaan seseorang, bukan mengukur kebahagiaan seseorang (Subjective Well-Being). Ada dua perspektif dalam psychological well-being, yaitu perspektif hedonis dan eudaimonis. Peneliti menggunakan perspektif eudaimonis dalam penelitian pada lesbian ini, karena perspektif eudaimonis menganggap bahwa manusia dapat meraih well-being dengan cara memenuhi “true-self” mereka, sedangkan hedonis lebih berfokus pada kesenangan semata untuk meraih kesejahteraan. Psychological well-being dinilai dapat meningkatkan resiliensi seseorang dalam mengatasi tantangan hidup (Ryff dalam Baumgardner dan Crothers, 2009). Penelitian sebelumnya terkait dengan Psychological well-being pada lesbian adalah penelitian dari Universitas Sumatera Utara yang berjudul “Gambaran Psychological well-being pada lesbian” oleh (Cindy Angelina & Aarliza Lubis, 2011). Penelitian tersebut bersifat deskriptif PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 dan mengunakan teknik snow ball dengan sampel sebanyak 32 orang dengan jumlah item sebanyak 55. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mayoritas Psychological well-being pada lesbian tergolong sedang mengarah ke rendah pada dimensi penerimaan diri dan penguasaan terhadap lingkungan. Sedangkan dimensi yang mendapatkan skor cukup baik adalah dimensi perkembangan pribadi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Psychological well-being pada lesbian lebih rendah dari yang non lesbian. Dari penelitian tersebut peneliti ingin lebih jauh melihat Psychological well-being pada lesbian di Yogyakarta dengan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pengalaman dan pemaknaan informan, sehingga peneliti menggunakan penelitian kualitatif naratif dalam penelitian ini. Penelitian ini berjudul “Deskripsi psychological well-being pada lesbian". Peneliti mengunakan penelitian kualitatif karena ingin memberikan penjelasan yang lebih mendalam mengenai hubungan antara peristiwa dengan makna, terutama menurut persepsi partisipan (dalam M, Djunaidi Ghony & Fauzan Al, 2014). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi naratif atau analisis naratif. Setiap partisipan yang diwawancarai menceritakan suatu aspek penting atau peristiwa tertentu yang pernah mereka alami (Riessman, 1993). Peneliti ingin melihat narasi serta melihat dimensi-dimensi psychological well-being di dalam proses hidup lesbian. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 Dari judul tersebut peneliti ingin memberikan informasi kepada masyarakat dan pembaca mengenai deskripsi psychological well-being pada lesbian. Dengan adanya informasi yang jelas diharapkan akan membuat masyarakat lebih terbuka dan memahami LGBT. Pentingnya mengenal LGBT adalah untuk memperluas cara pandang masyarakat terhadap LGBT. Streotype negatif yang tertanam di masyarakat sudah menyulitkan seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian untuk menyesuaikan diri dengan orientasi seksualnya, ditambah dengan diskriminasi dan kekerasan. Informasi ini bertujuan untuk mengurangi stigma negatif dan meningkatkan kualitas kenyamanan psikologis supaya lebih produktif. B. Rumusan Masalah - Bagaimana deskripsi psychological well-being pada lesbian? C. Tujuan Penelitian - Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui deskripsi psychological well-being dalam proses kehidupan lesbian. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Bagi akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan wawasan serta sebagai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 dokumen akademik yang dapat menjadi acuan civitas akademika, khususnya bidang studi psikologi. Lebih jauh peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memperkaya wawasan dan kajian komprehensif pada perkembangan ilmu psikologi, terutama mengenai psychological well-being pada lesbian. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pembaca, LSM/ organisasi yang peduli dan bergerak dalam mendampingi isu-isu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) mengenai deskriptif psychological well-being pada lesbian. Pembaca maupun masyarakat umum diharapkan untuk lebih menghargai mengenai keberagaman orientasi seksual terutama pada lesbian, sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi streotype negatif yang masih melekat dimasyarakat, terutama bagi kalangan akademisi khususnya mahasiswa psikologi yang masih kurang paham mengenai realitas kehidupan lesbian. Bagi seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian, peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi suatu pembelajaran atau pengalaman baru yang dapat diceritakan dengan teman lain yang mengalami masalah serupa. Hal ini, secara tidak langsung akan membantu teman-teman yang lain agar dapat lebih menerima diri dan dapat membantu dalam proses melewati masa-masa sulit. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 Bagi informan sendiri, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu informan melihat ulang proses hidupnya sehingga dapat belajar dari pengalaman masa lalu untuk direfleksikan. Hal ini, berguna untuk membantu proses well-being informan dalam melanjutkan proses hidupnya. Dengan tersebarluasnya pemahaman, pengalaman tersebut, peneliti berharap dapat memberikan sumbangsih dan ikut serta berupaya menurunkan jumlah diskriminasi dan kekerasan yang tengah dialami oleh seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) dan Transeksual 1. Lesbian Lesbian adalah perempuan yang memiliki ketertarikan emosi, fisik dan seksual kepada sesama jenis atau sesama perempuan. Selain itu lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan pilihan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan yang mencintai perempuan baik secara fisik, seksual, emosional atau secara spiritual. Lesbian juga didefinisikan bukanlah sekedar faktor alamiah, tetapi lebih kepada masalah preferensi seksual berdasarkan pengalaman perempaun yang tidak terjadi pada suatu titik spesifik dalam hidup seorang perempuan. Itu bisa terjadi setiap saat, ketika beranjak remaja, dewasa, saat menjadi orang tua ataupun dimasa tua. Lesbian tidak mengenal kelas sosial, ia bisa siapa saja, guru, perawat, model, aktris, agamawan dan lain sebagainya. (Novita, 2011;17). Hal yang terpenting adalah seseorang itu menjadi dirinya sendiri apa adanya. Argument yang dilihat dari sudut pandang “alami” (sesorang menjadi seorang lesbian sejak lahir ) bertolak belakang jika dilihat dari sudut pandang “kejadian yang bukan alami” (adanya suatu kejadian yang membuat seseorang menjadi lesbian). Essensialnya adalah bahwa setiap perempuan dapat menjadi seorang lesbian setiap 18 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 saat di dalam kehidupannya. Jika menyadari bahwa diri adalah sesorang lesbian atau mempunyai perasaan lesbian, tidak secara otomatis harus berhubungan seks atau terlibat dalam suatu hubungan dengan sama jenis. Beberapa lesbian ada yang memilih untuk berstatus single ( sendiri ) dan merasa senang atau puas dengan identitas mereka sendiri. Setiap orang bebas dengan pilihan-pilihannya. Jika seseorang memilih menjadi lesbian maka hal tersebut akan menjadi identitas seksualnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lesbian adalah rasa ketertarikan perempuan dengan jenis kelamin yang sama baik secara fisik, emosional, maupun seksual. 2. Gay Gay adalah laki-laki yang memiliki ketertarikan emosi, fisik dan seksual kepada sesama jenis atau sesama laki-laki. Selain itu gay adalah istilah bagi laki-laki yang mengarahkan pilihan orientasi seksualnya kepada sesama laki-laki, mencintai laki-laki baik secara fisik, seksual, emosional atau secara spiritual (Novita, 2011;17). 3. Biseksual Biseksual adalah seorang yang secara fisik, emosional dan seksual tertarik kepada laki-laki maupun perempuan walaupun tidak dalam saat yang bersamaan. ( Ardhanary Institute, 2008:18). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 4. Transgender Transgender adalah seseorang yang merasakan identitas gendernya berbeda dari jenis kelamin yang mereka miliki saat dilahirkan, bersikap dan berperilaku seperti lawan jenis kelaminnya. Kelompok ini biasannya tidak melakukan operasi (Galink, 185; 2013). Transgender ada 2, yaitu: a. Waria : Trans dari gender laki-laki ke perempuan. b. Transmen : Trans dari gender perempuan ke laki-laki. 5. Transeksual Transeksual adalah orang yang memiliki keinginan untuk hidup dan diterima sebagai anggota anggota dari jenis kelamin yang berlawanan dari jenis kelamin biologisnya. Ingin melakukan terapi hormonal dan oprasi untuk membuat tubuhnya semirip mungkin dengan lawan jenis kelamin biologisnya dan sesuai dengan identitas gender mereka. Kategori ini berlaku bagi yang sudah atau belum melakukan terapi dan atau operasi (Galink, 186; 2013). Penelitian ini mengambil informan Lesbian karena sesuai dengan kriteria informan penelitian yaitu, perempuan yang tertarik baik secara emosi, fisik maupun seksual dengan sesama perempuan, dan menerima diri apa adanya atau tidak mempunyai keinginan untuk meubah organ seksualnya. Dalam penelitian ini mengambil dua lesbian sebagai informan penelitian. Peneliti hanya mengambil PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 dua informan dengan alasan terbatasnya informan yang sesuai kriteria dan menyetujui untuk melakukan proses wawancara. B. Persoalan yang dihadapi lesbian 1. Diskriminasi Diskriminasi adalah setiap pebatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung maupun tidak langsung didasarkan peda pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekkonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya. (UU HAM 39/1999 Pasal 1 Ayat 3). Diskriminasi di sini dapat diartikan sebagai pelayanan dan/atau perlakuan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana pelayanan/perlakuan berbeda ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut, seperti karakteristik kelamin, orientasi seksual, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi 27 fisik atau karakteristik lain, yang tidak mengindahkan tujuan yang sah atau wajar. (Arus Pelangi & Yayasan Tifa, 2008). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa diskriminasi merupakan suatu bentuk pembedaan perilaku seseorang maupun kelompok masyarakat karena alasan tertentu terhadap seseorang dengan perlakuan yang berbeda dengan umumnya. Beberapa contoh diskriminasi yang sering dihadapi kelompok LGBTI di Indonesia adalah sebagai berikut (Arus Pelangi dan Yayasan Tifa, 2008: 28): a. Diskriminasi sosial, contohnya adalah stigmatisasi, cemoohan, pelecehan, dan pengucilan, tidak adanya kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan formal, dan kekerasan fisik maupun psikis; contohnya melempar batu kerikil ke seorang lesbian, gay, maupun waria. b. Diskriminasi hukum contohnya adalah kebijakan Negara yang melanggar hak-hak LGBTI dan perlakuan hukum yang berbeda. Perda Provinsi Sumatera Selatan No. 13 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Maksiat di Provinsi Sumatera Selatan. Perda ini mengkriminalisasikan kelompok LGBTI dengan mengkategorikan kelompok LGBTI sebagai bagian dari perbuatan pelacuran (Arus Pelangi, 2011: 2). c. Diskriminasi politik, contohnya adalah kesempatan berbeda dalam wilayah politik praktis dan pencekalan atau tidak adanya keterwakilan politik dari kelompok LGBTI. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 d. Diskriminasi ekonomi, contohnya adalah pelanggaran hak atas pekerjaan di sektor formal. Contohnya pelarangan orang dengan LGBT bekerja disuatu perusahaan. e. Diskriminasi kebudayaan, contohnya adalah upaya penghapusan dan penghilangan nilai-nilai budaya yang ramah terhadap kelompok LGBTI. Contohnya, selama dasawarsa 70-80an budaya Bissu di Sulawesi Selatan hampir musnah diberantas oleh kelompok Islam garis keras, DI-TII. 2. Stigma Menurut Erving Goffman (1968) Stigma adalah segala bentuk atribut fisik dan sosial yang mengurangi identitas sosial seseorang, mendiskualifikasikan orang itu dari penerimaan seseorang. Sedangkan menurut (KBBI), stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa stigma adalah sikap merendahkan (mendiskreditkan) seseorang atau sekelompok yang memiliki atribut sehingga dapat menyebabkan pandangan masyarakat yang buruk kepada seseorang atau kelompok tertentu (Galink, 2013). Kasus yang sering dijumpai pada orang dengan lesbian adalah bagaimana sebagian besar masyarakat hingga detik ini masih PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 berpandangan bahwa lesbian itu sakit jiwa, perilaku menyimpang dan tidak normal. 3. Kekerasan a. Bentuk- bentuk kekerasan yang dialami oleh kelompok LGBT 1. Kekerasan seksual Kekerasan seksual cukup banyak dialami oleh kelompok LGBT. Penelitian yang dilakukan oleh Ardhanary Institute dengan metode wawancara menemukan 9 dari 10 orang LBT yang diwawancarai mengalami kekerasan seksual baik berupa perkosaan maupun pemaksaan aktivitas seksual yang lain. Pelaku kekerasan mulai dari keluarga, aparat penegak hukum, dokter, maupun masyarakat umum (Galink, 2013). 2. Kekerasan Verbal Kekerasan verbal merupakan salah satu kekerasan yang paling sering diterima oleh seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian. Kekerasan verbal yang sering diterima seperti; Menjatuhkan metal denegan komentarkomentar yang meremehkan, mengancam, dan memanggil dengan nama panggilan yang diskriminatif yang akan berdampak pada kepercayaan diri seseorang. (facebook.com/stopverbalviolence) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 3. Kekerasan fisik Kekerasan yang dialami dapat berupa pemukulan, tamparan, meludahi. Pelaku adalah keluarga, pasangan, keluarga pasangan (Galink, 2013). 4. Kekerasan emosional Biasanya orang LGBT mengalami penolakan dari keluarga setelah mereka mengaku atau ketahuan sebagai LGBT. Kekerasan yang dilakukan keluarga dapat berupa ancaman untuk menyembunyikan orientasi seksualnya, membatasi pergaulan, memaksa untuk ”berobat”, penolakan, ataupun pengusiran (Galink, 2013). Kekerasan emosional yang lain juga dilakukan oleh media dengan membuat pemberitaan yang mendiskreditkan kalangan LGBT, misalnya dalam kasus pembunuhan berantai yang dilakukan Ryan. 4. Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang disengaja dan yang melibatkan adanya ketidakseimbangan kekuasaan atau kekuatan. Hal in dapat terjadi di semua bidang, batas-batas wilayah geografis, ras, sosial ekonomi (UNICEF, 2007). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 Bullying sering kali terlihat sebagai perilaku pemaksaan atau usaha menyakiti fisik ataupun psikologis terhadap seseorang atau kelompok yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang yang memprsepsikan dirinya lebih “kuat”. Perbuatan pemaksaan atau menyakiti ini terjadi di dalam sebuah kelompok (KPAI, 2012). Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa bullying merupakan perilaku agresif yang tidak diinginkan, yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain (dianggap lebih lemah, baik secara fisik, psikologis, seksual maupun sosial). Bentuk-bentuk bullying (UNICEF, 2007): a. Bullying secara langsung: Contohnya pada perempuan yang berpenampilan seperti laki-laki di ejek dan diteriaki lesbian, didorong, diserang, bahkan merusak barang-barang. b. Bullying secara tidak langsung : Perempuan lesbian biasanya sering dikucilkan, di sebarkan gosip negatif, disindir dengan lelucon yang menyakitkan, dan dilecekan secara verbal serta perilaku sosial. c. Cyber bullying: Sering ditemui di media sosial seperti Facebook, Instagram, SMS dan e-mailpelecehan atau penghinaan kepada lesbian. d. Trans/ Homophobic Bullying: Trans/ Homophobic Bullying secara sederhana adalah bullying berbasis orientasi seksual, identitas gender, dan ekspresi gender (disingkat SOGIE), atau bullying terhadap jenis gender tertentu, berdasarkan fakta maupun PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 interpretasi pelaku tentang orientasi seksual, identitas gender, dan ekspresi gender korban yang bertentangan dengan normativitas gender tersebut (UNESCO, 2012) 5. Kontruksi nilai di masyarakat (Tuntutan budaya/ lingkungan) a. Tekanan nilai-nilai di masyarakat terkait dengan perempuan. Teori kekeluargaan dan keluarga cenderung menekankan peran perempuan sebagai orang yang menghasilkan segalanya dan sebagai ibu, tetapi bukti ini justru memperluas pandangan mengenai kehidupan perempuan mencakup berbagai tingkatan hubungan sosial yang tidak didefinisikan melulu dengan bagaimana mereka merawat rumah tangga. Teori ini bahkan menggugat anggapan “kodrati” bahwa perempun harus berpasangan dengan laki-laki agar dapat membangun rumah tangga (Wieringa & Blackwood,2009:30) . Rich (1980) berpendapat bahwa kewajiban akan heteroseksualisme ini dialami hampir semua perempuan diseluruh dunia, dengan menegaskan bahwa budaya mensyaratkan, bahkan dalam beberapa kasus, memaksakan adanya pernikahan (Wieringa & Blackwood,2009:31). Pernikahan heteroseksual mungkin menjadi norma tatanan masyarakat, dan sering kali dikukuhkan sebagai satu-satunya cara menuju kedewasaan. Serangan terhadap perempuan lajang muncul PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 dalam berbagai bentuk seperti fitnah, cemooh sampai dengan genosidayang disengaja (Wieringa & Blackwood,2009:33-34). Dengan demikian, tuntutan atau tekanan nilai-nilai di masyarakat sudah menjadi budaya bahwa perempuan agar berpenampilan feminim dan menikah. Norma dan tatanan masyarakat terssebut yang akhirnya menyumbangkan stressor yang cukup tinggi untuk mencapai kenyamanan di dalam kehidupan seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian. C. Psychological Well-Being 1. Eudaimonic Happinness Pendekatan (happiness) eudaimonic dicetuskan Aristoteles.Menurut oleh dalam memandang seorang Aristoteles, filsuf kebahagiaan kebahagiaan Yunani, yakni ditemukan ketika seseorang dapat mewujudkan kebenaran (virtue) dan melakukan apa yang berharga untuk dilakukan (Ryan & Deci, 2001). Ia mendefinisikan kebahagiaan sebagai hasil dari perwujudan diri, pemberian arti, dan pemenuhan potensi diri (Baumgardner & Crothers, 2009). Teori eudaimonia tidak memandang bahwa kebahagiaan dapat diraih dari usaha untuk selalu memperoleh kenikmatan. Kenikmatan yang diperoleh tidak selalu baik atau membuat manusia berkembang. Aristoteles menganggap bahwa kebahagiaan yang didasarkan pada prinsip hedonisme (kenikmatan) akan membuat manusia menjadi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 hamba dari hasrat/nafsu. Penelitian mengenai eudaimonia telah banyak dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan Eudaimonia yang dicetuskan oleh Aristoteles diwakili oleh psychological well-being dalam diri seseorang (Ryan & Deci, 2001). Ryan dan Deci mendeskripsikan well-being sebagai konstruk kompleks yang menitikberatkan pada pengalaman dan fungsi diri yang optimal. Menurut Waterman, eudaimonic well-being memiliki unsur utama memenuhi dan mewujudkan sifat diri yang sebenarnya (Ryan & Deci, 2001). Sedangkan Ryff, pakar psychological well-being, berpendapat bahwa well-being seharusnya menjadi sumber resiliensi dalam menghadapi kesulitan dan mencerminkan fungsi positif, kekuatan personal, dan kesehatan mental (Baumgardner & Crothers, 2009). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa psychological well-being adalah pemenuhan dan perwujudan diri seseorang yang menjadi sumber resiliensi/ketahanan diri dalam menghadapi kesulitan dan mencerminkan fungsi positif, kekuatan personal, dan kesehatan mental. Psychological well-being (PWB) merupakan sebutan bagi kesejahteraan (well-being) psikologis manusia. (Synder, Lopez, dan Pedrotti, 2011 dalam Preventi, 2015) mendefinisikan PWB sebagai tingkat kesejahteraan manusia yang dikarekteristikan oleh penerimaan diri (self-acceptance), perkembangan diri (personal growth), memiliki tujuan hidup (purpose in life), penguasaan lingkungan (environmental PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 mastery), kemandirian (autonomy), hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others). Menurut Hauser, 2005 (dalam Preventi, 2015), Psychological well-being merupakan kesejahteraan psikologis individu yang berfokus pada realisasi diri (self-realization), pernyataan diri (personal expressiveness), dan aktualisasi diri (self-actualization). Psychological well-being merujuk pada bagaimana seseorang mengevaluasi kehidupan mereka (Diener, 1997). Menurut Ryff, 1995 penting untuk mendapatkan psychological well-being karena nilai positif dari kesehatan mental yang ada di dalamnya yang akan membuat seseorang dapat mengidentifikasikan apa yang hilang dalam hidupnya. Kebahagiaan itu bersifat subjektif karena setiap individu memiliki tolak ukur kebahagiaan dan faktor yang mendatangkan kebahagiaan yang berbeda-beda pada masingmasing individu. Karena kebahagiaan itu bersifat subjektif, maka seorang dengan lesbian juga memiliki alasan sendiri dalam memperoleh kebahagiaan di dalam kehidupannya. 2. Dimensi Psychological Well Being Psycholgical well-being terwujud dalam 6 dimensi, yakni penerimaan diri, penguasaan lingkungan, kemandirian, hubungan positif dengan orang lain, perkembangan diri, dan tujuan dalam hidup. Dimensi-dimensi tersebut diuraikan sebagai berikut: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31 a. Penerimaan diri (Self Acceptance) Penerimaan diri diawali dengan pengenalan akan diri. Menurut Maslow, orang yang mampu menerima diri dapat menerima kekurangan dan kelemahannya tanpa rasa malu, bersalah, maupun defensif. Ia menerima kodrat sebagaimana adanya dan menerima nafsu tanpa rasa malu. Ia memiliki perasaan positif terhadap masa lalu (Ryff, 2014). Ia puas dengan dirinya. Diri merupakan sesuatu yang luas dan dalam karena semua pikiran dan perasaan mampu diungkapkan. Oleh karena itu, ia tidak memalsukan diri dan tidak menyembunyikan diri dibelakang topeng peran sosial. Ia sadar sedang memainkan peran dan tidak mencampurkan peran dengan diri. Pribadi ini mengembangkan keharmonisan antara dirinya yang sebenarnya dan kenyataan (Schultz, 1977/2010). Oleh karena itu, penerimaan diri merupakan kemampuan seseorang dalam menerima diri seutuhnya dan mampu mengungkapkannya secara leluasa. Self-criticism merupakan keadaan yang berlawanan dengan self-acceptance. Seseorang dengan self-criticism memiliki perasaan inferior yang kuat. Ia merasa malu dan bersalah atas kelemahan dan kekurangannya (Blatt dalam Blatt, Quinlan, Chevron, McDonald, Zuroff, 1982 dalam Preventi 2015). Orang ini juga merasa tidak berharga dan mengembangkan sikap PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 defensif. Orang ini banyak membuang waktu untuk mencemaskan hal-hal yang tidak dapat diubah (Schultz, 1977/2010). Menurut Ryff (2014), orang yang tidak memiliki self-acceptance cenderung merasa kecewa terhadap masa lalu dan berharap menjadi seseorang yang berbeda dari dirinya yang sebenarnya. Dengan demikian, self-criticism didefinisikan sebagai ketidakmampuan seeorang untuk menerima diri secara utuh sehingga diri merasa inferior, tidak berharga, dan berharap menjadi orang lain yang berbeda dari dirinya. b. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery) Dimensi penguasaan lingkungan pada kepribadian sehat pertama kali dicetuskan oleh Phillips. Ia memaparkan bahwa penguasaan lingkungan dapat diraih dengan 5 tahap, yakni isolation, dependency, autonomy, cooperation, independence. Namun, penguasaan lingkungan tidak memperoleh perhatian khusus sebelum diperkenalkan kambali oleh Ryff (Perron, 2006 dalam Preventi 2015). Ryff mengutarakan bahwa penguasaan lingkungan kemampuan dapat didefinisikan seseorang untuk sebagai mengatur kapasitas atau hidup dan dunia/lingkungan sekitar (dalam Preventi, 2015). Sedangkan Jahoda berpendapat bahwa penguasaan lingkungan adalah kemampuan untuk memilih atau membuat lingkungan sesuai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 dengan kondisi fisik. Allport menyatakan pendapatnya mengenai penguasaan lingkungan. Menurutnya, penguasaan lingkungan adalah kemampuan berpartisipasi dalam bidang penting dimana terjadi proses untuk keluar dari diri. Penguasaan lingkungan juga sering disinggung oleh teori perkembangan. Teori-teori tersebut menyatakan bahwa penguasaan lingkungan adalah kemampuan untuk memanipulasi dan mengontrol lingkungan kompleks melalui aktifitas mental dan fisik (Ryff & Singer, 2008). Ryff (2014) menyatakan bahwa mampu menggunakan kesempatan yang muncul dan kemampuan untuk memilih maupun menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi juga merupakan salah satu aspek penguasaan lingkungan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penguasan lingkungan adalah kemampuan seseorang untuk mengontrol (memilih, membuat, mengatur) lingkungan yang kompleks serta menggunakan kesempatan yang muncul melalui aktivitas fisik dan mental agar sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi. Situasi yang berlawanan dengan penguasan lingkungan adalah ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness). Learned helplessnes merupakan keyakinan bahwa semua usaha yang dilakukan seseorang akan mengantarnya pada kesalahan/kegagalan. Learned helplessness muncul sebagai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 akibat dari keyakinan seseorang bahwa peristiwa-peristiwa dalam hidupnya serta hasil-hasil yang ia peroleh dalam hidup secara umum tidak bisa dikontrol dan ia mendapati kegagalan dalam semua usaha yang ia lakukan (repeated failure) (Woolfolk, 2013). Ketika mereka merasa tidak dapat mengontol peristiwa-peristiwa dalam hidup, muncul pemikiran bahwa usaha untuk mencoba tidak diperlukan karena hasilnya akan sia-sia dan tidak akan berhasil. Mereka akhirnya menjadi seseorang yang merasa tidak memiliki harapan (hopelessness). Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa learned helplessness adalah perasaan tidak berdaya karena tidak mampu mengendalikan hasil-hasil yang diperoleh dalam hidup. c. Kemandirian (Autonomy) Maslow berpendapat bahwa pribadi yang memiliki kemandirian (autonomy) tidak memiliki kebutuhan yang kuat akan orang lain. Pemuasan datang dari dalam diri sehingga mereka dapat menghasilkan kepuasan-kepuasan sendiri. Mereka tidak memerlukan orang lain atau hal-hal di luar diri untuk menghasilkan kepuasan. Perasaan dan tingkah laku terarah pada diri sendiri. Mereka memiliki kemampuan untuk membentuk pikiran, mencapai keputusan, melaksanakan dorongan, maupun disiplin yang mereka miliki. Oleh karena itu, mereka mampu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 dengan baik melawan pengaruh sosial, mampu mempertahankan otonomi batin, dan tidak serta merta terpengaruh oleh budaya (Schultz, 1977/2010). Mereka juga mengevaluasi diri menggunakan standar pribadi Ryff (dalam Preventi, 2015). Dengan demikian, kemampuan seseorang kemandirian untuk didefinisikan membentuk sebagai pikiran dan melaksanakan dorongan sehingga tidak memiliki kebutuhan yang kuat akan orang lain. Situasi yang bertolak belakang dengan autonomy adalah dependency/ketergantungan. Seseorang dengan dependency memiliki perasaan putus asa dan merasa lemah. Mereka berusaha memiliki relasi interpersonal yang baik untuk meningkatkan selfesteemnya yang rendah (Coyne dan Whiffen, 1995 dalam Preventi, 2015). Ia tidak mampu menghasilkan kepuasan sendiri (Schultz, 1977/2010). Orang ini merasa takut ditinggalkan orang lain. Ia berharap dirawat, dicintai, dan dilidungi oleh orang lain (Blatt dalam Blatt et al., 1982). Mereka tidak memiliki perasaan akan diri yang kuat sehingga mereka bersandar pada ide, nilai, dan tingkah laku orang lain. Perasaan akan diri yang mereka miliki hanya merupakan pantulan diri orang lain yang tidak berasal dari perkembangan mereka sendiri (Schultz, 1977/2010). Berdasarkan uraian tersebut, ketergantungan merupakan keadaan dimana seseorang merasa lemah dan tidak memiliki PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 perasaan kuat akan diri sehingga mengusahakan relasi interpersonal untuk meningkatkan self-esteem. d. Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relations with Others) Dalam bukunya Pattern and Growth in Personality (1961), Gordon W. Allport menyebutkan 2 jenis hubungan hangat dengan orang lain, yakni keintiman (intimacy) dan belas kasih (compassion). Allport memaparkan bahwa keintiman merupakan perasaan cinta/sayang yang ditujukan kepada orang tua, anak, partner, dan teman. Seseorang mampu mengembangkan dengan baik suatu keintiman ketika ia telah memiliki perasaan identitas diri (Schultz, 1977/2010). Keintiman membuat seseorang memiliki relasi yang hangat, memuaskan, dan terpercaya. Mereka merasa bahwa kesejahteraan orang lain sama penting dengan kesejahteraan dirinya. Hal tersebut juga membuat orang ini memiliki rasa empati yang kuat (Ryff, 2014). Cinta dan perhatian yang mereka berikan kepada orang lain tanpa syarat dan tidak mengikat. Seseorang yang mampu mengembangkan keintiman dengan baik akan memiliki rasa perluasan diri yang berkembang baik pula (Schultz, 1977/2010). Bentuk relasi hangat yang kedua adalah belas kasih (compassion). Perasaan ini muncul sebagai hasil dari perluasan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 imajinatif diri seseorang bahwa ia adalah bagian dari keluarga semua bangsa. Hal ini membuat individu memahami pengalaman sakit, menderita, kuat, dan gagal yang muncul dalam kehidupan manusia. Belas kasih membuat seseorang sabar terhadap perilaku orang lain, tidak menghakimi maupun menghukum. Seseorang menjadi mampu menerima kelemahan-kelemahan manusia dan sadar bahwa dirinya memiliki kelemahan yang sama (Schultz, 1977/2010). Berdasarkan uraian tersebut dapat didefiniskian bahwa relasi positif dengan orang lain merupakan relasi yang didasari oleh keintiman dan belas kasih. Orang yang tidak memiliki hubungan positif dengan orang lain cenderung tidak sabar dan tidak mampu memahami sifat universal dari pengalaman dasar manusia (Schultz, 1977/2010). Hal ini membuat mereka memiliki sedikit hubungan yang dekat, hangat, dan terpercaya. Ia sulit menjadi terbuka dan peduli dengan orang lain. Terkadang, orang-orang ini merasa terisolasi dan frustasi dengan hubungan interpersonal. Hal ini membuat mereka tidak memiliki keinginan untuk berusaha menjaga relasi yang penting dengan orang lain (Ryff, 2014). Dengang demikian, dapat disimpulkan bahwa hubungan positif dengan orang lain menjelaskan bahwa pentingnya mempunyai kemampuan untuk menyayangi orang lain. Menjalin hubungan yang hangat dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 orang lain yang merupakan salah satu dimensi dalam Psychological Well Being. e. Perkembangan Diri (Personal Growth) Perkembangan dirimerupakan dimensi well-being yang paling dekat dengan teori eudaimonia yang dipaparkan oleh Aristoteles. Perkembangan diri bertitik berat pada perwujudan diri seseorang yang sesungguhnya (self-realization) (Ryff & Singer, 2008). Perkembangan diri dimulai sejak masa kanak-kanak. Anakanak mulai memiliki dorongan untuk melakukan sesuatu dan mengusahakan hubungan yang memuaskan dengan dunia. Hal tersebut menyebabkan munculnya dorongan untuk mengolah selera dan ketertarikan. Seseorang terdorong untuk meningkatkan dan memenuhi dirinya secara lengkap. Seseorang dapat terus berkembang ketika mampu menerima dirinya dengan penuh rasa penghargaan dan humor (Murphy, 1954). Berdasarkan keterangan proses diatas, menurut Murphy (1954), pertumbuhan pribadi adalah pergerakan individu menuju pemenuhan potensi diri sebagai seorang pribadi. Robitscheck (dalam Preventi, 2015) berpendapat bahwa pertumbuhan pribadi merupakan keterlibatan seseorang dalam meningkatkan, mengembangkan, dan menumbuhkan diri sebagai pribadi. Ryff PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 dan Singer (2008) berpendapat bahwa pertumbuhan pribadi merupakan proses berkelanjutan untuk mengembangkan potensi. Dengan demikian, pertumbuhan pribadi dapat disimpulkan sebagai pergerakan indiviu untuk meningkatkan, mengembangkan, dan menumbuhkan potensi diri sehingga diri seseorang yang sesungguhnya dapat terwujud. Seseorang dengan personal growth yang baik akan terbuka pada pengalaman baru. Mereka berperilaku secara efektif dan menunjukkan pemahaman akan diri (Ryff, 2014). Mereka memiliki rasa kuat akan arah hidup, mengetahui aturan dirinya sendiri dalam hidup, dan memiliki rencana untuk memenuhi tujuan tertentu dalam hidup, Robitscheck dalam Stevic & Ward, 2008 (Chrisina, 2015: 24).Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fungsi psikologis yang optimal dapat terus mengembangkan potensi yang dimiliki dan terbuka pada pengalaman baru agar dapat tumbuh menjadi seseorang yang efektif dan memiliki tujuan hidup. f. Tujuan dalam hidup (Purpose In Life) Carr, 1997 (dalam Preventi, 2015) menuturkan bahwa tujuan dalam hidup merupakan rasa keberartian dalam hidup seseorang. Frankl menekankan pentingnya menemukan arti dalam hidup dalam pendekat yang ia lakukan mengenai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40 kesehatan psikologis. Ketika seseorang mampu memberi arti/tujuan pada hidupnya, ia akan semakin menjadi manusia yang utuh. Kemauan akan arti hidup didorong oleh kebutuhan untukmemberi suatu maksud bagi keberadaan manusia. Tanggung jawab pribadi sangat diperlukan dalam proses memperoleh pengertian dan pemahaman akan arti/tujuan dari kehidupan manusia. Dalam menghadapi situas-situasi yang menantang dalam hidup, manusia secara bertanggung jawab dan bebas berusaha menemukan maksud dari kondisi yang muncul. Manusia bertanggung jawab menentukan caranya masingmasing dalam menemukan makna dan tetap bertahan didalam cara maupun makna tersebut segera setelah ditemukan. Arti maupun tujuan yang manusia peroleh mengenai hidup akan terwujud dalam kehidupan sehari-hari melalui 3 cara, yakni melalui pemberian kepada dunia dengan suatu ciptaan, pemaknaan yang diambil dari suatu pengalaman, dan sikap yang diambil terhadap penderitaan. Orang yang mampu menemukan arti/tujuan dalam hidup mampu menghadap suatu penderitaan dengan sabar karena ia memiliki alasan untuk bertahan hidup (Schultz, 1977/2010). Orang yang memiliki tujuan dalam hidup merasa bahwa hidupnya memiliki arah. Ia mampu menemukan arti dalam masa lalunya. Ia juga memiliki kepercayaan yang memberi tujuan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 akan hidupnya (Ryff, 2014). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan hidup menjelaskan perlu adanya kepercayaan dalam individu bahwa dalam hidup selalu mempunyai makna dan tujuan. Seseorang diharapkan mempunyai tujuan dalam setiap kehidupan yang dijalaninnya. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Well Being Faktor-faktor yang mempengaruhi Well Being, yaitu: a. Faktor demografis Penelitian Ryff menunjukkan bahwa faktor demografis seperti status ekonomi, usia, jenis kelamin dan budaya mempengaruhi psychological well-being. b. Status sosial ekonomi Faktor ini berkaitan dengan penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan pribadi. Seseorang dengan sosial ekonomi rendah cenderung membandingkan dirinya terhadap sosial ekonomi tinggi. c. Usia Dalam penelitian Ryff terdapat perbedaan tingkat psychological well-being pada orang dari berbagai kelompok usia. Faktor penguasaan lingkungan meningkat seiring dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 bertambahnya usia. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya. Individu pada usia dewasa akhir memiliki skor well-being lebih rendah pada tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi; individu dalam usia dewasa madya memiliki skor well-being yang lebih tinggi dalam penguasaan lingkungan; individu yang berada dalam usia dewasa awal memiliki skor yang lebih rendah dalam otonomi dan penguasaan lingkungan dan memiliki skor yang lebih tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi. Sebagai contoh, pada lesbian, usia berperan cukup penting dalam pembentukan kematangan sosio-emosi, selain itu setiap proses dan pengalaman juga merupakan bagian dari bagaimana kematangan sosio-emosi secara bertahap terbentuk. d. Jenis kelamin Menurut Ryff, satu-satunya dimensi yang menunjukkan perbedaan signifikan antara laki-laki dan perempuan adalah dimensi hubungan positif dengan orang lain. Perbedaan pola pikir mempengaruhi strategi koping yang dilakukan, menyebabkan seseorang berjenis kelamin perempuan cenderung memiliki psychological well-being yang lebih baik daripada laki-laki. Perempuan umumnya lebih mampu mengekspresikan emosi dan menjalin relasi sosial dengan orang lain (Nofianti, 2012). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43 Sebagai contoh, pada lesbian, ketika seorang dengan lesbian berada di lingkungan yang memiliki orientasi seksual sama dengannya maka dapat mudah terbangun keterbukaan untuk mengekspresikan emosi, bahkan dengan hal-hal yang lebih pribadi. e. Budaya Ryff mengemukakan bahwa sistem nilai individualismekolektivisme memberi dampak terhadappsychological well-being yang dimiliki suatu masyarakat. Budaya barat memiliki skor yang tinggi dalam penerimaan diri dan dimensi otonomi, sedangkan budaya timur yang menjunjung tinggi nilai kolektivisme, memiliki skor yang tinggi pada hubungan positif dengan orang lain. f. Dukungan sosial Dukungan sosial dapat dirasakan individu dari orang lain atau sebaliknya meliputi rasa aman, penghargaan, perhatian, pertolongan, dll. Beberapa jenis dukungan sosial, yaitu: 1. Dukungan emosional (melibatkan empati, rasa peduli, dan perhatian). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44 2. Dukungan penghargaan (persetujuan ataupun dorongan positif yang dapat membangun seperti harga diri, kompetensi dan perasaan dihargai). 3. Dukungan instrumental (tindakan secara langsung). 4. Dukungan Informasional (pemberian nasehat, petunjuk, saran atau umpan balik terhadap tingkah laku seseorang). 5. Kompetensi pribadi. 6. Kompetensi kognitif pribadi yang umumnya digunakan pada kehidupan sehari-hari. g. Kepribadian. Individu dengan komptensi penerimaan diri maunpun kemampuan dalam menjalin hubungan yang harmonis di lingkungan akan cenderung terhindar dari konflik dan stress (Ryff, 1995). Penelitian ini tidak akan mengkaji semua faktor Well-Being. Penelitian ini akan mengkaji faktor kepribadian, pengalaman kekeluargaan, dan dukungan sosial. Peneliti memilih faktor tersebut untuk dikaji karena konteks kehidupan informan yang dikaji dalam penelitian ini berkaitan dengan hal-hal tersebut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45 D. Kerangka Berpikir Teori Seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian mendapatkan banyak tekanan dan beban dalam menjalankan proses kehidupan yang berkaitan dengan masalah tuntutan sosial di masyarakat yang cukup kompleks. Budaya heteronormatifitas yang ada dimasyarakat membentuk norma yang menyatakan bahwa perempuan haruslah berpenampilan feminim dan semestinya menikah dengan lawan jenis merupakan stressor yang cukup kuat pada lesbian. Selain itu, mereka juga sering mendapatkan diskriminasi, stigma, bullying maupun kekerasan dari masyarakat. Tidak berheti disitu, dalam bidang pekerjanpun seorang lesbian mengalami penolakan bahkan kekerasan dalam lingkungan kerjanya. Stigma negatif yang tertanam di masyarakat sudah menyulitkan seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian untuk menyesuaikan diri dengan orientasi seksualnya, ditambah dengan diskriminasi dan kekerasan. Proses identifikasi diri dari orang yang memiliki orientasi seksual lesbian bukanlah hal yang mudah dilakukan, umumnya proses identifikasi diri dan pilihan orientasi seksual merupakan proses dengan berbagai penolakan keluarga hingga lingkungan, bahkan penolakan dari dalam diri sendiri. Penolakan lingkungan terhadap lesbian sering ditemui dalam berbagai justifikasi moral seperti mulai dari kata “menyimpang” hingga “sakit jiwa” muncul menghakimi orang yang memiliki orientasi seksual lesbian. Tidak dapat dipungkiri perbedaan orientasi seksual ini sering dijumpai untuk dijadikan alasan bagi aparat negara menolak mengakui PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46 mereka sebagai manusia dan warga negara biasa bahkan disamakan dengan kriminal. Situasi diatas yang akhirnya melibatkan mereka dalam situasi depresif. Situasi depresif pada akhirnya akan memunculkan beberapa dampak seperti kecemasan, kekhawatiran, kepanikan, menurunnya harga diri dan keputusasaan. Persoalan-persoalan tersebut hampir dialami oleh semua lesbian, namun banyak juga lesbian yang mengalami perkembangan secara emosi dan sosial. Mereka memiliki banyak cara untuk melewati masa sulit ketika mengalami diskriminasi, stigmatisasi, kekerasan, bullying serta konstruksi yang terbentuk oleh masyarakat selama ini. Beberapa hal diantara cara yang coba dilakukan adalah dengan menerima diri sendiri, mengembangkan diri, memiliki tujuan hidup yang berguna bagi diri sendiri maupun orang lain, mencoba beradaptasi dengan lingkungan sehingga bisa diterima, dan yang terakhir adalah menjalin hubungan baik dengan orang lain. Dengan demikian, lesbian yang mampu melewati situasi sulit seperti beberapa persoalan diatas maka dinyatakan dapat mencapai Psychological Well-Being. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 Stigma Diskriminasi Kekerasan & Bullying Konstruksi nilai LESBIAN Memiliki/ mampu menghadapi tantangan dengan menunjukkan dimensi PWB secara positif Cenderung tidak mampu menghadapi tantangan dengan menunjukkan dimensi PWB secara negatif PWB Tidak PWB Skema 1. Kerangka Pikir E. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, beberapa pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah narasi Psychological Well-Being seorang lesbian? 2. Bagaimanakah deskripsi Psychological Well-Being seorang lesbian ketika menjalani kehidupan di tengah penolakan, kekerasan, serta stigmatisasi yang terbentuk oleh masyarakat? 3. Bagaimanakah peran faktor-faktor Psychological Well-Being dalam membentuk narasi orang yang memiliki orientasi lesbian? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang dibutuhkan untuk menguraikan latar dan individu secara utuh. Miller (dalam Moelong, 2006) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai cara untuk melakukan pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam penelitiannya (Moloeng, 2006). Peneliti kualitatif mencoba memahami seperti apa pengalaman yang dirasakan oleh individu dan bagaimana individu bersikap dan berperilaku terhadap situasi tertentu (Willig, 2013). Dalam ranah psikologi tentu saja objek yang diteliti berupa perilaku manusia beserta aktifitas mental yang mendasarinya. Berdasarkan penjelasan mendasar yang dikemukakan oleh Willig (2013) tersebut, ketika dikaitkan dengan konteks ilmu psikologi maka metodologi penelitian kualitatif dalam ranah ilmu psikologi adalah sebuah metodologi penelitian untuk memahami arti dari pengalaman individu berdasarkan perilaku yang dimunculkannya serta aktifitas mental yang mendasarinya dengan batasan central phenomenon berupa konstruk psikologis yang dipahami berdasarkan sudut pandang informan penelitian. 48 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 Penelitian ini menggunakan analisis narasi. Melalui analisis narasi, peneliti dimampukan untuk memahami informan dan dunianya. Metode ini didefinisikan sebagai metode penceritaan yang didalamnya mengandung susunan interpretasi berdasarkan urutan waktu awal, tengah, akhir. Tiga bagian tersebut digunakan karena mampu menampilkan peristiwa secara terintegrasi. Metode ini berfungsi deskriptif dan interpretif. Sebagai metode yang memiliki fungsi mendeskripsikan, metode studi naratif berusaha menangkap dan mendeskripsikan kata kunci, isu, dan peristiwa kompleks yang dialami oleh informan. Melalui proses koding, studi naratif didesain untuk menangkap keseluruhan arti cerita dan isu-isu khusus yang berkaitan. Sebagai metode yang memiliki fungsi interpretif, studi naratif menghubungkan keseluruhan arti cerita dan isu-isu khusus dengan teori yang lebih luas. Hal tersebut memampukan peneliti untuk melakukan interpretasi. Tahap ini juga dapat membawa peneliti pada proses pelabelan data sebagai kategori tertentu yang mengilustrasikan isi teori yang diacu. Fungsi interpretif dari metode ini mampu melihat bagaimana elemen dalam cerita dapat saling berkaitan, isu apa yang menjadi tema utama, gambar diri, serta kepercayaan dan nilai-nilai apa yang mendasari (Smith, 2008). Terdapat beberapa jenis sruktur narasi, diantaranya adalah struktur narasi progresif/optimistik dan struktur narasi regresif/pesimistik). Narasi progresif/optimistik merupakan narasi yang menggambarkan rangkaian tantangan dalam hidup dan tokoh utama dapat memunculkan kesepatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50 untuk menjadi manusia yang lebih baik. Narasi progresif/optimistik juga ditandai dengan nuansa narasi yang optimistik. Sedangkan struktur narasi regresif/pesimistik merupakan narasi yang menggambarkan rangkaian kesengsaraan tokoh utama dan memiliki nuansa narasi pesimistik (Smith, 2008). Peneliti menilai bahwa metode studi naratif sangat cocok digunakan pada penelitian ini. Tujuan dari metode studi naratif sesuai dengan definisi konstruk PWB dan tujuan dari penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menemukan faktor PWB, yang didefinisikan sebagai pemenuhan dan perwujudan diri seseorang yang menjadi sumber resiliensi/ketahanan diri dalam menghadapi kesulitan dan mencerminkan fungsi positif, kekuatan personal, dan kesehatan mental, sedangkan tujuan dari metode studi naratif adalah mempelajari ketahanan dan perkembangan diri seseorang, serta mengidentifikasi mekanisme yang mendorong penyesuaian adaptif pada ketidakmampuan atau situasi sulit. Hal tersebut membuat studi naratif dapat menjadi alat bagi peneliti untuk mencapai tujuan penelitian (Dunn dalam Christina, 2015). B. Fokus Penelitian Fokus dalam penelitian kualitatif menitik beratkan pada kebaruan informasi yang dapat diperoleh dari upaya untuk memahami secara lebih luas dan mendalam tentang situasi sosial yang dialami informan (Sugiyono, 2013). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51 Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai deskripsi seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian, yang ditilik dari beberapa dimensi physichologcal well-being. Dengan adanya informasi yang jelas diharapkan akan membuat masyarakat lebih terbuka dan memahami LGBT. C. Informan Penelitian Penelitian ini menggunakan teknik Purposive sampling. Tujuan Purposive sampling adalah memaksimalkan kedalaman informasi. Berbeda dengan Probability sampling yang bertujuan agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan. Purposive sampling didefinisikan sebagai pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013). Purporsive sampling merupakan teknik dalam non-probability sampling yang memungkinkan peneliti dapat memilih informan berdasarkan kepada ciri-ciri yang dimiliki oleh informan penelitian, yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan (Moelong, 2008). Peneliti memilih kriteria informan dalam penelitian ini, sebagai berikut: a. Informan berjenis kelamin perempuan b. Memiliki orientasi seksual lesbian c. Informan menyadari tertarik dengan perempuan sejak kecil d. Informan sudah menerima diri dengan orientasi seksualnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52 Dalam pemilihan subyek penelitian, ada beberapa kriteria yang peneliti pakai untuk melihat bagaiman proses seorang lesbian hingga dirinya dapat mencapai well-being. Seorang lesbian dapat dikatakan dapat mencapai well-being ketika melampaui tahap-tahap sperti 6 dimensi Psychological well-being, yakni penerimaan diri, penguasaan lingkungan, kemandirian, hubungan positif dengan orang lain, perkembangan diri, dan tujuan dalam hidup. Dengan tahapan tersebut maka akan terlihat bagaimana proses seorang lesbian mencapai Psychological well-being. D. Teknik Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara. Menurut Stewart & Cash 2008 (dalam Herdiansyah, 2015), wawancara diartikan sebagai suatu interaksi yang di dalamnya terdapat pertukaran/ sharing aturan, tanggung jawab, perasaan, kepercayaan, motif, dan informasi. Wawancara melibatkan komunikasi dua arah antara kedua kubu dan ada tujuan yang akan dicapai melalui komunikasi tersebut. Peneliti memilih menggunakan teknik wawancara karena wawancara memugkinkan peneliti mengumpulkan data yang beragam dari informan dalam berbagai situasi dan konteks. Myers 2009 (dalam Samiaji Saroso, 2012) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data dengan wawancara memungkinkan peneliti menggali data yang “kaya” dan multi dimensi mengenai suatu hal dari para partisipan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53 Peneliti melakukan wawancara mendalam langsung di Yogyakarta dengan individu yang sudah terpilih menjadi informan penelitian. Individu tersebutlah yang menjadi informan-informan penting dalam penelitian ini. Untuk memastikan bahwa semua data terkumpul dengan baik, peneliti menggunakan alat perekam dan membuat catatan lapangan. Tabel 1 Daftar Panduan Pertanyaan Seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian Awal Bagaimana kehidupan anda sebelum menyadari bahwa anda seorang lesbian? Bagaimana sejarah hidup anda ketika diri anda mulai merasakan bahwa anda seorang lesbian? Bagaimana ketertarikan anda saat itu dengan laki-laki dan perempuan? Apa yang anda pikirkan ketika mulai merasakan bahwa anda seorang lesbian? Bagaimana perasaan anda saat itu? Bagaimana proses anda melewati pergulatan saat itu? Mengapa anda berpikir dan merasa seperti itu? Bagaimana hubungan anda dengan keluarga? Bagaimana hubungan anda dengan orang lain? Apa yang membuat anda memiliki hubungan seperti itu? Bagaimana anda memandang diri dan hidup anda saat itu? Tengah Bagaimana kehidupanmu setelah menyadari bahwa dirimu seorang lesbian? Bagaimana perasaan anda saat meyakini bahwa anda lesbian? Mengapa anda berpikir dan merasa seperti itu? Perlakuan apa yang anda terima setelah orang lain tau bahwa anda lesbian? Apa reaksi anda setelah mendapatkan perlakuan tersebut? Bagaimana perasaan anda saat itu? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54 Bagaimana proses dan cara anda menyikapi hal tersebut? Mengapa anda bersikap seperti itu? Apakah ada hal yang mengganggu, menggelisahkah atau hal menyenangkan yang anda alami? Bagaimana pikiran dan perasaan anda terhadap hal tersebut? Bagaimana hubungan anda dengan keluarga setelah anda meyakini bahwa anda lesbian? Bagaimana hubungan anda dengan orang lain setelah anda meyakini bahwa anda lesbian? Apa yang membuat anda memiliki hubungan seperti itu? Bagaimana anda memandang diri dan hidup anda setelah anda meyakini bahwa anda lesbian? Akhir Apa yang sedang anda alami di kehidupan sekarang terkait dengan orientasi seksual yang anda miliki? Bagaimana perasaan anda sekarang menghadapi hal tersebut? Mengapa anda berpikir dan merasa seperti itu? Perlakuan apa yang sedang anda terima saat ini setelah orang lain tau bahwa anda lesbian? Apa reaksi anda setelah mendapatkan perlakuan tersebut? Apakah ada hal yang mengganggu, menggelisahkah atau hal menyenangkan yang anda alami saat ini? Bagaimana pikiran dan perasaan anda terhadap hal tersebut? Sekarang bagaimana hubungan anda dengan keluarga? Sekarang bagaimana hubungan anda dengan orang lain? Menurut anda apa yang membuat anda memiliki hubungan seperti itu? Bagaimana anda memandang diri anda sekarang? Bagaimana anda memaknai hidup anda saat ini? Apakah anda memiliki harapan tertentu? E. Analisis Data Setelah mendapatkan data yang relevan, tahap selanjutnya adalah melakukan analisis data. Metode analisis data yang paling sesuai dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55 karakteristik data penelitian kualitatif adalah analisis tematik. Analisis data kualitatif menurut Seiddel dalam Moleong (dalam Aulia, 2013) adalah: 1. Mencatat untuk menghasilkan catatan lapangan tersebut diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri. 2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya. 3. Berfikir dengan membuat kategori-kategori data agar mempunyai makna, mencari, dan menentukan pola hubungan-hubungan dan membuat temuan-temuan. Secara lebih rinci, metode analisis data dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut (Poerwandari, 2005): 1. Tahap Organisasi Data Metode analisis data dalam penelitian ini diawali dengan pengorganisasian data. Hal ini dilakukan karena data penelitian kualitatif sangat banyak dan beragam. Organisasi data memampukan peneliti untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis, dan menyimpan data yang berkaitan dengan penyelesaian penelitian. Pengorganisasan data dapat dilakukan dengan: a. Mencantumkan kode yang mudah diingat dan menggambarkan berkas/data. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56 Tabel 2 Keterangan Koding Kode A - A1 - A2 - A3 - A4 - A5 - A6 B - B1 - B2 - B3 - B4 C - C1 - C2 - C3 - C4 - C5 - C6 - C7 D - D1 - D2 - D3 - D4 - D5 - D6 - D7 - D8 - D9 - D10 E - E1 - E2 - E3 - E4 - E5 - E6 Keterangan Penerimaan Diri - Menerima kelebihan dan kelemahan diri - Menerima orientasi seksualnya - Tidak mengubah atau bersembunyi karena menyesuaikan dengan peranan sosial - Sulit menerima kelebihan dan kelemahan diri - Sulit menerima orientasi seksualnya - Menyembunyikan identitasnya untuk menyesuaikan dengan peranan sosial Penguasaan Lingkungan - Nyaman terhadap lingkungan - Dapat menyesuaikan diri tanpa kehilangan nilai diri - Sulit merasakan kenyamanan terhadap lingkungan - Sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan Otonomi - Mampu mengambil keputusan sendiri - Inisiatif - Mandiri - Memiliki pandangan dan pendapat sendiri - Sulit mengambil keputusan sendiri - Tidak mempunyai inisiatif - Tergantung dengan orang lain Hubungan Positif dengan Orang Lain - Interaksi yang positif dengan orang lain - Mampu percaya dengan orang lain - Mampu berempati - Mampu memberikan dukungan satu sama lain - Mampu terbuka/berbagi dengan orang lain - Interaksi yang negatif dengan orang lain - Sulit percaya pada orang lain - Sulit berempati - Sulit memberikan dukungan satu sama lain - Sulit terbuka/berbagi dengan orang lain Perkembangan Diri - Terbuka terhadap pengalaman - Mau belajar hal-hal yang baru - Mampu menemukan hal-hal baru - Mampu menyelesaikan masalah dengan baik - Enggan belajar dari pengalaman - Enggan belajar hal-hal yang baru PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57 - E7 - E8 F - F1 - F2 - F3 - F4 - F5 - F6 - Belum mampu menemukan hal-hal baru - Tidak dapat menyelesaikan masalah dengan baik Tujuan dalam Hidup - Memiliki tujuan yang ingin dicapai - Tujuan mengarah kepada kebahagiaan - Tujuan hidup berakar dari nilai diri - Memiliki harapan - Belum memiliki tujuan yang ingin dicapai - Tidak memiliki harapan b. Mencantumkan tanggal pada setiap berkas yang memerlukan spesifikasi waktu. c. Melakukan penomoran secara urut dari baris ke baris ketika menganalisis data. d. Memisahkan data menjadi 3 bagian, yakni awal, tengah, dan akhir. 2. Tahap Analisis Tematik Analisis tematik merupakan proses dasar analisis penelitian kualitatif. Analisis tematik adalah proses menemukan tema dan indikator yang berada dalam tumpukan informasi yang tersedia serta mengklasifikasikan tema tersebut dengan label, definisi, dan deskripsi. Tema-tema tersebut, mendeskripsikan secara fenomena dan minimal, secara diharapkan maksimal mampu diharapkan memampukan peneliti melakukan interpretasi terhadap fenomena yang terjadi. Tema-tema tersebut dapat muncul pada tingkat manifes (secara langsung dapat terlihat) dan pada tingkat laten ( secara langsung tidak dapat terlihat namun mendasari/ membayangi). Sangat penting bagi peneliti untuk sadar terhadap emosi, nilai-nilai, prakonsepsi teoritis, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58 pilihan-pilihan, dan pandangan tentang hidup dalam melakukan proses analisis tematik. Dengan menyadari hal-hal tersebut, peneliti diharapkan tidak memproyeksikannya dalam proses analisis tematik. Melakukan analisis tematik dengan cara sengaja memikirkan konsep yang berada dikutub berlawanan dengan konsep yang peneliti dalami akan sangat membantu. Teknik ini dinamakan flip flop. Teknik flip flop menjadi bagian penting dari identifikasi dan kategorisasi konsep. Dengan teknik ini, peneliti dimungkinkan untuk mengembangkan berbagai kemungkinan konsep dan penjelasannya. Peneliti melakukan analisis tematik pada masing-masing kasus secara terpisah terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan peneliti ingin melihat bagaimana individuindividu yang berbeda mengembangkan psychological well-being. Analisis kasus secara terpisah memungkinkan peneliti melihat fenomena secara lebih mendalam. Setelah melakukan analisis kasus secara terpisah, peneliti melakukan analisis antar kasus. Hal ini memungkinkan peneliti memperoleh gambaran lebih mendalam dan komprehensif. Analisis tematik, secara teknis akan dilakukan sebagai berikut: a. Membaca transkrip wawancara berulang kali sebelum menyimpulkan data. b. Secara disiplin segera menuliskan pemikiran dan pencerahan ketika muncul c. Menyimpulkan data tambahan-tambahan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59 d. Mengidentifikasi tema yang muncul dari kesimpulan data e. Memberi koding dari tema yang ada pada kesimpulan data. Tabel 3 Contoh Tabel Analisis Tematik No. Hasil Wawancara Kesimpulan Kode Hasil wawancara merupakan transkip asli wawancara dengan informan. Kesimpulan berisi tentang inti atau garis besar dari hasil wawancara. Berdasarkan isi dari kolom kesimpulan, peneliti brusaha mengkategorikan tema kesimpulan dalam deskripsi Psychological well-being kemudian peneliti memberi koding yang diletakkan pada kolom kode. Pada penelitian ini peneliti menggunakan beberapa dimensi Psychological well-being yang akan dikoding, seperti penerimaan diri, penguasaan lingkungan, kemandirian, hubungan positif dengan orang lain, perkembangan diri, dan tujuan dalam hidup. 3. Tahap Interpretasi Istilah analisis dan interpretasi seringkali digunakan bergantian. Namun, menurut Kvale (1996), interpretasi merupakan upaya memahami data secara lebih ekstensif dan mendalam. Peneliti berusaha mengembangkan struktur dan hubungan-hubungan bermakna yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60 secara eksplisit tidak ditampilkan oleh data/ hasil wawancara. Dalam tahap ini, peneliti perlu mengambil jarak dari data, memahami dan melakukan langkah-langkah metodis dan teoritis yang jelas, dan memasukkan data dalam konteks konseptual khusus. Pada bagian hasil penelitian ini, peneliti akan memaparkan narasi kehidupan informan sesuai dengan urutah awal, tengah dan akhir. Berdasarkan pemaparan narasi tersebut, peneliti melakukan analisi narasi yang meliputi struktur narasi, nuansa narasi, gambaran diri, dan tema dominan. Berdasarkan analisis narasi yang telah dilakukan, peneliti diharapkan dapat melihat perbedaan struktur narasi diantara kedua informan dengan membandingkan keduanya. Peneliti akan melakukan analisis Psychological well-being informan pada bagian selanjutnya. Peneliti mencoba untuk mendeskripsikan dan memaparkan faktor Psychological well-being yang ditemukan menggunakan acuan teori yang digunakan pada penelitian ini. F. Keabsahan Data Penelitian dengan metode kualitatif seringkali tidak memperoleh penghargaan sebesar yang dinikmati oleh penelitian dengan pendekatan kuantitatif karena anggapan kurang ilmiahnya penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif tidak jarang dianggap lebih merefleksikan kerja seni, tidak menghasilkan data yang tetap terukur jelas, dengan subjektif PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61 sehingga diperlukan istilah-istilah alternatif untuk lebih merefleksikan asumsi paradigma kualitatif (Poerwandari dalam Aulia, 2013). 1. Kredibilitas dimaksudkan untuk merangkum bahasan menyangkut kualitas penelitian kualitatif. Kredibilitas kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud, mengeksplorasi masalah, atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial, atau pola interaksi yang kompleks. Deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan (kompleksitas) aspek-aspek yang terkait dan interaksi dari berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif. Konsep kredibilitas juga harus mampu mendemonstrasikan kompleksitas hubungan antar aspek tersebut. Penelitian dilakukan dengan cara tertentu untuk menjamin informan penelitian diidetifikasi dan dideskripsikan secara akurat (Poerwndari dalam Aulia, 2013). Hal-hal yang secara praktis dapat dilakukan antara lain melalui (Patton, Marshall & Rossman dalam Aulia, 2013): a. Mencatat bebas hal-hal penting serinci mungkin, mencakup catatan pengamatan objektif teradap setting, partisipan ataupun hal yang terkait. b. Mendokumentasikan secara lengkap dan rapi data yang terkumpul. c. Memanfaatkan langkah-langkah dan proses yang diambil peneliti sebelumnya sebagai masukan bagi peneliti untuk melakukan pendekaatan terhadap penelitiannya dan menjamin pengumpulan data yang berkualitas untuk penelitiannya sendiri. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62 d. Melakukan pengecekan dan pengecekan kembali (checkig and checking) dan dengan usaha menguji kemungkinan dugaan-dugaan yang berbeda. e. Validitas komunikatif. Dalam proses pengambilan data, peneliti menggunakan alat perekam dan melakukan pencatatan lapangan segera setelah proses pengambilan data untuk memastikan agar data yang diperoleh akurat dan tidak mengandung unsur subjektif peneliti. Peneliti tidak melakukan konfirmasi data kepada informan karena diharapkan rerkaman dan catatan lapangan sudah menggambarkan apa yang benar benar ingin disampaikan oleh informan sehingga data yang diperoleh peneliti tidak perlu dikonfirmasikan lagi kepada informan. f. Validitas argumentative. Penelitian dikatakan memiliki validitas argumentatif yang baik jika rasionale data yang diperoleh dan hasil penelitian dapat diikuti dengan baik. Untuk mencapai validitas argumentatif, peneliti melakukan diskusi dengan dosen pembimbing dan menyertakan partner atau orang-orang yang dapat berperan sebagai pengkritik yang memberikan saran-saran dan pembelaan yang akan memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap analisis yang dilakukan peneliti. g. Validitas ekologis. Validitas ekologis menunjukkan sejauh mana penelitian dilakukan pada kondisi alamiah dari partisipan yang diteliti. Selama proses pengambilan data, peneliti tidak berusaha PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63 memberikan perlakuan khusus (treatmen) agar informan mengubah pandangan dan pikirannya mengenai sesuatu. Peneliti berupaya memperoleh data apa adanya dengan mengajukan pertanyaan untuk memancing informan menunjukkan perasaan, pikiran, pandangan, dan sikapnya terhadap sesuatu. 2. Dependabilitas Dependabilitas merupakan pengganti reliabilitas dalam penelitian kualitatif. Walaupun demikian, konsep mengenai keajegan yang dimaksud sangat berbeda antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kuantitatif berpendapat bahwa realita bersifat statis sehingga dapat direplikasi dengan serangkaian pengendalian atau manipulasi. Sedangkan penelitian kualitatif berpendapat bahwa dunia sosial bersifat dinamis. Peneliti kualitatif justru dituntut untuk memahami kompleksitas konteks realita menggunakan strategi atau desain penelitian yang luwes. Dengan dasar demikian, konsep replikasi dalam penelitian kualitatif tidak dapat diterima. Reliabilitas dalam penelitian kualitatif dilakuan dengan menjaga data agar benar-benar sesuai dengan realita. Hal ini dilakukan dengan pencatatan rinci mengenai data, desain penelitian, keputusan-keputusan serta alasan pengambilan keputusan tersebut. Hal ini memungkinkan pihak lain untuk mempelajari data, mengajukan pertanyaan jika perlu, dan melakukan analisis kembali (Marshall dan Rossman dalam Poerwandari, 2005). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64 Oleh karena itu, peneliti kualitatif mengusulkan beberapa hal untuk meningkatkan dipendabilitas (Sarantakos dalam Poerwandari, 2005). a. Koherensi Koherensi merupakan kesesuaian metode yang dipilih untuk mencapai tujuan penelitian. b. Keterbukaan Keterbukaan merupakan sejauh mana peneliti membuka diri dengan memanfaatkan metode-metode yang berbeda untuk mencapai tujuan. c. Diskursus Diskursus merupakan sejauh mana dan sesensitif apa penelitian mendiskusikan temuan dan analisisnya dengan orangorang lain. Untuk mencapai hal ini, peneliti melibatkan 2 orang rekan peneliti lain dalam melakukan analisis data (devil’s advocate). Peneliti juga dibimbing oleh seorang dosen untuk menjamin kualitas penelitian. 3. Transferabilitas Transferabilitas adalah aspek validitas eksternal dalam penelitian kualitatif. Transferabilitas merupakan sejauh mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. Oleh karena itu, sangat penting bagi peneliti untuk membuat orang lain memahami penelitiannya (Sugiyono, 2013). Untuk mencapai transferabilitas, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65 peneliti berusaha memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya agar orang lain dapat memutuskan apakah hasil penelitian dapat diaplikasikan di tempat atau kasus lain. 4. Konfirmabilitas Konfirmabilitas merupakan aspek pengganti objektivitas dalam penelitian kualitatif. Konfirmabilitas menyiratkan bahwa penelitian dapat dikonfirmasikan dan bukan berarti menciptakan jarak antara peneliti dan informan (Patton dalam Poerwandari, 2005). Lincoln dan Guba (dalam Poerwandari, 2005) menyarankan agar evaluasi objektif diarahkan pada data yang diperoleh. Objektivitas dalam penelitian kualitatif merupakan kesamaan pandangan atau analisis terhadap topik atau data penelitian. Dengan demikian, konfirmabilitas merupakan sejauh mana diperoleh kesetujuan di antara peneliti-peneliti mengenai aspek yang dibahas (Sarantakos dalam Poerwandari, 2005). Peneliti melakukan devil’s advocade, diskusi dengan dosen pembimbing, dan studi literatur untuk memenuhi aspek ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Proses Pengumpulan Data Peneliti mendatangi sebuah komunitas LGBT yang berada di Yogyakarta. Saat berada di komunitas tersebut peneliti bertemu dengan anggota komunitas yang sudah peneliti kenal sebelumnya. Peneliti meminta seorang teman tersebut untuk membantu agar dihubungkan dengan informan penelitian yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Peneliti melakukan komunikasi melalui sosial media dan bertemu langsung dengan informan untuk membangun rasa percaya dan kenyamanan informan ketika wawancara. Selain itu peneliti juga melakukan rapor (mencatat data informan yang relevan) dan memberikan informed consent secara lisan dengan memaparkan tujuan wawancara, kerahasiaan identitas informan, alasan kenapa informan terpilih, dan menjelaskan peran informan dalam penelitian. Setelah berhasil memperoleh persetujuan informan untuk berpartisipasi dalam penelitian, peneliti membuat janji wawancara dengan informan. 66 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67 2. Identitas Informan Adapun data informan penelitian disajikan dalam Tabel 1 berikut: Tabel 4 Identitas Informan Informan A Informan B Inisial DJ MR Usia 32 34 Jumlah saudara Anak ke-2 dari 2 Anak pertama dari 3 bersaudara bersaudara SMA Pendidikan Terakhir Pekerjaan Kriteria lesbian Sejak kapan memiliki ketertarikan kepada perempuan S1 Penulis Buku/ Swasta LSM Memiliki ketertarikan dengan perempuan, tidak ingin merubah organ seksualnya Memiliki ketertarikan dengan perempuan, tidak ingin merubah organ seksualnya sejak berusia 4 tahun sejak TK 3. Proses Pengambilan Data Tabel 5 Jadwal Pengambilan Data No. Informan 1. 2. DJ MR Hari, Tanggal, Jam Tempat Jumat, 22-4-2016 Kafe Togamas Pukul 12.30-13.30 WIB Kotabaru Rabu, 4-5-2016 Rumah Informan Pukul 13.30-14.30 WIB PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68 Sebelum memberikan pertanyaan, peneliti meminta ijin untuk menggunakan alat perekam kepada informan. Peneliti memberikan raport dan mulai memberikan pertanyaan utama, serta memberikan pertanyaan yang terbuka supaya informan dapat memberikan informasi. Sehingga peneliti dapat lebih dalam menggali data. Setelah wawancara selesai peneliti bertanya kepada informan apakah masih ada yang ingin disampaikan tidak, lalu ditutup dengan mengucapkan terimakasih. Total waktu wawancara setiap informan kurang lebih 60 menit. Setelah melakukan wawancara, peneliti membuat catatan lapangan mengenai situasi yang terjadi dan mencatat gagasan yang muncul selama wawancara. Setelah itu, peneliti juga mulai melakukan penulisan transkrip wawancara dan analisis tematik. B. Hasil Analisis Narasi 1. Narasi Informan A (DJ) a. Pengalaman sebelum menyadari lesbian (awal) Kehidupan masa kecil informan sama seperti anak kecil seusianya yang sekolah dan banyak bermain, dan tidak merasakan ada yang berbeda dalam hidupnya (S.A.6-7). Pada awalnya informan tidak menyadari orientasi seksualnya mengarah pada lesbian. Informan merasakan perasaan yang sama seperti jatuh cinta dengan seorang perempuan. Namun informan belum menyadari bahwa hal tersebut adalah ketertarikan sesama jenis atau lesbian karena belum ada wacana mengenai hal tersebut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69 Jadi ada perasaan-perasaan yang ya kayak orang jatuh cinta pada umumnya itu, cuma yang membedakan adalah ya cintanya itu sama sesama jenis gitu kan (S.A.12-14) Pada dasarnya informan memiliki banyak teman laki-laki dan perempuan, namun informan lebih banyak bermain dengan laki-laki (S.A.41). Lebih nyaman aja sih sebenernya sama perempuan, ee..lebih intim gitu lho (S.A.36-37), kalau sama perempuan tu bawaannya baper (bawa perasaan) kalau deket. Deket dikit kalau dia baik terus, “aduh kok anak ini sweet banget ya”. Tapi kalaupun lakilaki sih kalaupun sweet tetep gak kepikiran, gak bawa perasaan lah yang jelas kalau sama laki-laki, kalau main temen gila-gilaan sih iya, tapi ya pada dasarnya karena memang tidak tertarik (S.A.42-47). Informan memandang bahwa ketertarikan atau jatuh cinta seorang lesbian sama seperti heteroseksual. Informan tidak menyadari tepatnya kapan memiliki ketertarikan dengan sesama perempuan. Namun ia merasa kagum dan jatuh cinta dengan sesama perempuan ketika duduk dibangku SD (S.A.50-58). Hal yang membuat informan tertarik dengan sesama perempuan adalah karena perempuan itu lebih menarik meskipun belum ada keinginan memiliki. Sementara terhadap laki-laki, informan merasa sama sekali tidak tertarik. Yang menarik tu perempuan menurutku gitu lho, kayak lebih tertarik ngliatin temen-temen perempuan, lebih tertarik ngobrol sama temen-temen perempuan, pokoknya perempuan itu menjadi e apa ya sesuatu yang menurutku lebih indah aja, awalnya sih dari itu (S.A.27-31). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70 Bagi informan, perempuan lebih menarik karena informan merasa nyaman dengan perempuan (S.A.36-37). Informan memang tidak ada perasaan tertarik dengan laki-laki (S.A.46-37). Informan memandang bahwa ketertarikan atau jatuh cinta seorang lesbian sama seperti heteroseksual. Pertanyaan kayak gini ni yang sebenarnya perlu di klarifikasi. Sebenarnya sama dengan temen-temen hetero, mereka gak pernah punya usia ketika mereka tertarik atau merasa diri mereka hetero, tertarik dengan lawan jenis, apa bedanya dengan teman-teman homoseksual gitu (S.A.50-54). b. Kehidupan saat menyadari seorang lesbian dan saat coming out (tengah) Pada akhirnya, informan menyadari bahwa dirinya berbeda dalam orientasi seksualnya ketika banyak wacana-wacana yang menentang hubungan sesama jenis tersebut. Informan mulai memikirkan dan khawatir dengan keluarganya karena orientasi seksualnya. Informan merasa tetap harus menjaga nama baik keluarga. Cuma ketika mulai banyak wacana-wacana yang menentang ya menentang kayak ya udah mulai banyak wacana-wacana kontra, normal gak normal, sakit gak sakit. Yang pertama kali aku rasain adalah, “aduh ini gimana kalau keluarga tau” itu pertama pasti. Karena ketika keluarga tau otomatis kan harus menjaga, apa ya namanya, ya nama baik lah atau apa lah, kayak gitu (S.A.61-67). Pada awalnya informan belum serius berpacaran dengan seorang perempuan dan masih menjalani hubungannya secara sembunyisembunyi, namun merasa pasrah jika ada keluarga yang mengetahuinya (S.A.72-75). Informan benar-benar tidak dapat menjalani kehidupannya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71 sebagai seorang perempuan pada umumnya seperti yang masyarakat pahami seperti menjalin hubungan dengan laki-laki. Di sisi lain informan merasa belum siap untuk coming out sehingga informan menjalani relasinya secara sembunyi-sembunyi (S.A.89-90). Informan pada awalnya masih menyembunyikan bahwa dirinya seorang lesbian sehingga harus bisa menempatkan diri terutama di lingkungan keluarga misalnya sebagai anak saat berkumpul bersama keluarga (S.A.107-109). Informan merasa terkurung dalam kotak kaca saat belum coming out sehingga tidak dapat melakukan banyak hal dengan bebas termasuk mengekspresikan rasa sayangnya kepada pasangan (S.A.136-141). Menurut informan, ia dan heteroseksual itu sama. Sama-sama dapat merasakan jatuh cinta, hanya yang membedakan adalah kepada siapa perasaan tersebut muncul (S.A.146-148). Kelemahan informan adalah rasa ketidakmampuan mengungkapkan perasaannya kepada perempuan yang dia sukai, karena belum mengetahui orientasi seksualnya. Selain itu hal lainnya adalah bahwa informan juga belum coming out sehingga tidak bisa mengungkapkan rasa suka seperti heteroseksual pada umumnya menyampaikan ketertarikan dengan lawan jenis (S.A.159167). Informan merasa tidak salah memiliki ketertarikan terhadap sesama perempuan (S.A.S.172-175). Informan mampu memutuskan untuk tidak menjalin relasi dengan laki-laki karena memang tidak ada ketertarikan (S.A.154-156). Pada akhirnya, informan mulai memikirkan untuk terbuka dengan keluarga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72 mengenai diri dan orientasi seksualnya karena merasa tidak dapat dipaksakan untuk tertarik dengan laki-laki. Dan informan merasa bahwa dirinya mempunyai orientasi seksual lesbian (S.A.96-99). Informan DJ berasal dari keluarga yang cukup demokratis, terbukti ketika informan mengakui bahwa dirinya adalah seorang lesbian kepada keluarganya. Ketika menyampaiakn ketertarikannya kepada keluarga tidak ada konflik antara informan dengan orang tua (S.A.213-214). Menurutnya, keluarganya pun tidak ada yang menentang apapun keadaan informan termasuk orientasi seksualnya yang berbeda. Kalau keluarga pada saat itu mungkin mereka sudah mengamati aku dari kecil, udah tau aku dari lama mereka nggak nyangka kalau itu benar, tapi ketika aku ditanya aku jawab iya saat ditanya punya orientasi seksual yang berbeda ya sejauh ini keluargaku nggak pernah menentang apapun (S.A.120-130). Namun kakak informan sempat tidak menerima informan sebagai adik karena orientasi seksualnya. Namun seiring berjalannya waktu, pada akhirnya kakaknya dapat menerima keadaan informan (S.A. 191-193). c. Kehidupan setelah coming out (akhir) Orang tua informan cukup bijaksana menanggapi pengakuan informan tentang orientasi seksualnya, sehingga hubungan baik masih terjalin dengan keluarganya. Walapun awalnya sempat bersitegang dengan kakaknya, namun akhirnya tetap terjalin hubungan baik. Kalau sama orang lain sebenarnya coming out ku ini nggak terlalu spesial, kalau sama keluarga mereka nggak memberikan respon yang keras, mungkin mereka agak kaget tapi mereka cukup bijaksana dengan “ o ya udah lah kalau kamu memang kayak gitu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73 mau gimana lagi” bukan yang lantas kamu harus menikah atau kamu harus ke psikolog atau apa itu nggak (S.A.185-190). Keluarga sudah menerima orientasi seksual informan sehingga informan merasa harus menjaga nama baik keluarga terutama di luar (S.A.2014-206). Setelah terbuka dengan keluarga, informan merasa hubungan dengan keluarganya tetap baik-baik saja. Keluarga mendukung dan tidak mempermasalahkan mengenai hubungan informan dengan pasangannya. Maksudnya, kalo menurutku jauh lebih santai gitu lho, karena udah nggak ada lagi yang ditutup-tutupi kan. Kayak tadi aku bilang aku bisa bawa pasanganku pulang ke rumah, pasanganku bisa deket sama orangtuaku, orangtuaku juga jadi lebih tenang mungkin karena aku punya pasangan yang bakal jagain aku juga. Selama ini kan aku nggak terlalu terbuka sama keluarga gitu. Jadi, sekarang lebih enak aja sih, lebih santai (S.A.280-286). Dengan orang lain selain keluarga, informan punya cara tersendiri untuk mulai terbuka mengenai diri dan orientasi seksualnya, Pada saat sama orang lain itu coming out kan sebenarnya karena moment aku ngeluarin buku, bukunya tentang lesbian. Disitu kayak orang berbondong-bondong untuk mau tau kehidupan lesbian kayak apa. Akhirnya jadi yang wawancara sana-sini. Mereka ngak mau tau aku seperti apa tapi mau tau seperti apa lesbian itu. Tapi menurutku gini orang-orang diluar sana selama itu menguntungkan kayak media kalau itu menguntungkan untuk mereka, pasti mereka akan baik sama aku gitu (S.A.194-201). Sebelum terbuka dengan teman-temannya, informan tetap berusaha menjalin hubungan baik. Pada saat teman-temannya sudah tahu orientasi seksual informan, hubungan yang baik masih terjalin dengan teman-temannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74 Ya nggak ada yang pasti, kalau aku suka perempuan temen-temen mungkin udah tau cuma karena belum ada statement apapun dari aku ya cuma jadi kayak saling bertanya. Aku sibuk untuk menyembunyikan dan mereka sibuk untuk bertanya dalam hati, ini disaat temen-temen dan orang tua belum tau kalau aku lesbian. Kalau pas udah tau sih temen-temen sejauh ini didepanku baikbaik aja (S.A.120-126). Informan tetap dapat berinteraksi dengan baik dan nyaman dengan komunitas maupun di luar komunitas meskipun mereka tahu bahwa informan seorang lesbian (S.A.113-117). Selama berinteraksi dengan orang lain, informan merasa senang jika diwawancara karena akan memberikan wacana ke masyarakat terkait lesbian (S.A.207-210). Mengenai keterbukaan di tempat kerja, awalnya informan cukup berhati-hati karena belum tentu mereka menerima. Informan hanya berusaha untuk bekerja secara profesional dan baik. Tempat kerja itu kita nggak tau orang-orangnya kayak apa gitu kan. Tapi aku nggak menutupi. Aku hanya berproses seperti manusia kerja pada umumnya gitu, berusaha profesional, berusaha baik. Tapi ketika suatu hari ada pertanyaan dari tempat kerja tentang orientasi seksualku, ya aku nggak akan menolak itu gitu. Dan sejauh ini belum pernah ada penolakan yang sangat signifikan ya sampai yang “maaf ya kita nggak bisa memperkerjakan seorang lesbian”. Belum pernah sih (S.A.266273). Pada akhirnya informan mampu menerima dirinya bahwa ia seorang lesbian dan mampu bertahan dengan pilihannya sebagai seorang lesbian hingga saat ini, Nggak semua orang bisa menerima dirinya berbeda (senyum). Karena kan aku nih kan kayak merasa susahlah dengan banyak hal yang terjadi di luar sana, isu-isu yang negatif tentang LGBT gitu. Aku memandang bahwa diriku ya luar biasa bisa bertahan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75 sampai detik ini dengan orientasi seksualku yang berbeda. Kalo nggak aku pasti udah nyerah dan dinikahkanlah pasti (S.A.313319). Meskipun informan mampu menyelesaikan permasalahan terkait hubungan dengan keluarga dan orang lain, namun masih ada konflik dalam diri yang berkaitan dengan pasangan. Informan merasa apapun yang berkaitan dengan pasangan akan berkaitan dengan informan juga, termasuk coming out pasangan yang tidak diterima keluarga dan lingkungannya sehingga dapat memutus hubungan dengan informan. Yang nggak selesai sebenernya adalah konflik dengan diri sendiri malahan. Maksudnya menjalani kehidupan sebagai lesbian ini kan nggak cuma selesai ketika kita terima diri kita berbeda, nggak selesai juga ketika kita diterima di masyarakat atau di keluarga. Nggak selesai di situ, tapi proses-proses yang berhubungan dengan pasangan. Pasangan ini kan juga punya proses yang sama kan, harus bertemu dengan keluarganya, harus bertemu dengan lingkungannya. Nah, itu sebenarnya. Jadi lebih ke aku kok ngurusi proses coming out-nya pasanganku tuh lho, bukan proses coming out-ku (S.A.332-341). Informan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya, dan berusaha memberikan dukungan kepada pasangannya, Lebih ke ada banyak lelah sih di situ karena kayak yang aku nih sebenernya udah selesai lho sama diriku sendiri, aku nih sebenernya udah selesai sama keluargaku. Udahlah, selesai dengan coming out-ku gitu, tapi kok malah aku harus ngurusin coming out-nya orang gitu lho. Tapi kan itu pasangan kita dan nggak menutup kemungkinan kalo.. justru itu aku mumetnya di situ malahan, ngurusin coming out-nya orang. Remeh-temeh sih sebenernya karena tuh kan, misalnya nih aku berhubungan dengan orang, terus orangnya itu belum coming out gitu kan, kan yang deg-degan aku (S.A.344-352) Selain mengenai dirinya dan pasangannya, informan juga berusaha membangun persepsi dalam benak masyarakat bahwa lesbian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76 tidak seperti yang mereka pikirkan selama ini (S.A.363-367). Informan berpandangan bahwa lingkungan sosial seseorang yang dapat menerima dirinya belum tentu dapat menerima jika ada anggota keluarganya yang berorientasi lesbian karena pemikiran yang berbeda. Informan berharap bahwa masih ada hal-hal positif dari orientasi seksual lesbian yang dipahami oleh heteroseksual (S.A.372-377), karena informan masih merasa terganggu jika masyarakat mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi namun responnya negatif. Hal ini membuat informan berpikir untuk mencari cara agar masyarakat tidak terlalu usil dengan lesbian, namun dapat memahami bahwa inilah orientasi seksual. Hal yang mengganggu dan menggelisahkan itu ya itu tadi soal relasi. Jelas. Relasi ini kan bukan cuma urusan sama keluarga aja, tapi ada banyak hal gitu lho kayak instansi-instansi terkait di mana tempat pasanganku kerja misalnya. Tempat tinggal ajalah paling gampang. Misal, kita tinggal bareng. Kita harus cari tempat yang di mana lingkungannya nggak terlalu kepo gitu lho, nggak terlalu rese’ gitu kan. Hal-hal yang kayak gitu menggelisahkan. Kita harus mikir keras tuh lho, gimana ya caranya supaya orangorang nih nggak terlalu lebay gitu lho ngurusin hidup kita. Itu menggelisahkan (S.A.381-389). Informan belajar dari sejarah bahwa tidak menutup kemungkinan suatu saat lesbian dan homoseksual dapat diterima masyarakat (S.A.397402). Dengan melihat berbagai kondisi lesbian termasuk LGBT di mata masyarakat dan menemukan perkembangan mengenai kondisi LGBT yang sudah mulai dianggap dan diterima masyarakat (S.A.405-410) Semakin ke sini ini kan semakin banyak orang yang sounding tentang LGBT. Banyak juga tempat-tempat yang udah mulai membiarkan teman-teman ini beraktivitas gitu lho. Banyaklah. Yang membuat orang-orang tuh jadi ngeliatnya tuh bukan cuma PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77 luarnya aja, tapi “oo ternyata temen-temen LGBT ini bisa bekerja dengan baik, bisa berkreasi dengan baik” gitu kan. Itu pasti nanti one day, LGBT akan biasa aja kok di dunia ini. Pada akhirnya, informan berharap bahwa penilaian hidupnya di mata orang lain adalah karena berbagai prestasinya, bukan orientasi seksualnya (S.A.476-478). Informan juga memiliki harapan untuk komunitasnya dan merasa bahwa harus berbuat sesuatu untuk menjaga komunitasnya agar tidak menjadi bahan bully masyarakat umum. Hal tersebut informan lakukan karena informan merasa diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh lesbian sangat mengganggu diri seorang lesbian (S.A.520-525). Selain itu, informan berharap supaya ada pendampingan terhadap teman-teman LGBT saat coming out supaya tidak frustasi (S.A.604-606). Dan kepada psikolog untuk tidak mengutamakan hasil akhir namun proses yang dilalui, misalnya proses coming out yang tetap membutuhkan teman curhat (S.A.608-609). Menurut informan, yang penting adalah pendampingan dan tempat cerita karena jika hal tersebut tidak terpenuhi maka akan mencari pelarian negatif bahkan bisa sampai bunuh diri (S.A.617-619). Harapan terhadap keluarga yang mempunyai keluarga dengan orientasi seksual lesbian adalah agar lebih terbuka dan tidak memaksakan suatu kehendak yang membuat seseorang merasa tertekan dan putus asa (S.A.623-627). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78 2. Narasi Informan B (MR) a. Pengalaman sebelum menyadari lesbian (awal) Informan MR berasal dari keluarga Jawa yang cukup kental memegang adat Jawa. Terbukti beberapa prinsip masih dipegang seperti anak pertama perempuan tidak boleh dilangkahi adiknya untuk menikah. Hal tersebut masih dipegang karena dipercayai dapat menimbulkan petaka atau hal-hal yang tidak menguntungkan (S.B.279-282). Selain itu juga orang tua berprinsip bahwa anak sulung harus mampu bertanggung jawab untuk hal-hal tertentu, misalnya jika orang tua bertengkar maka tanggung jawab anak sulunglah yang menyelesaikannya (S.B.324-327). Kehidupan informan pun dari kecil berada di lingkungan yang mayoritas laki-laki (S.B.33-36), terlebih informan lebih menyukai aktifitas fisik seperti memancing, mencari ikan, dan bermain layanglayang (S.B.16-18). Bahkan informan tidak nyaman berpakaian “perempuan” misalnya rok (S.B.19). Selama ini penampilan informan dianggap wajar dan masih umum sebagai perempuan meskipun tidak memakai rok (S.B.182-184). Penampilan informan masih bisa diterima orang tua meskipun berpenampilan maskulin namun tidak ekstrim (S.B.170-172). Sebenernya kalo aku selalu potong pendek itu karena rambutku kriting dan itu ribet dan aku selalu dibully maka aku selalu potong pendek dan orangtua nggak ada soal. Cuman memang ada beberapa titik yang mereka cukup ketat. Misalnya, aku minta motor GL Pro nggak dikasih. Sebenarnya lainnya nggak ada. Aku belajar nyopir kayak sodaraku cowok juga iya, kami bantu di toko sama-sama iya, mancing iya (S.B.173-179). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79 Pada awalnya bapaknya memang menginginkan anak pertama laki-laki dan ibu informan juga tidak terlalu memaksa anak perempuannya harus menggunakan rok kecuali di sekolah yang memang harus tunduk pada aturan sekolah (S.B.23-27). b. Kehidupan saat menyadari seorang lesbian dan coming out (tengah) Informan menyadari bahwa dirinya memiliki orientasi seksual lesbian ketika duduk dibangku SMA. Pada saat itu mulai muncul pertanyaan mengapa dirinya berbeda (S.B.11-12). Akan tetapi informan mulai flashback dan memahami bahwa ketertarikannya terhadap perempuan berawal sejak TK (S.B.53-54). Aku sering membayangkan misalnya akan ada momen-momen di mana ada interaksi yang lebih hangat secara fisik dengan bu guru ini, tapi aku membayangkan tidak dalam interaksi seksual, tapi lebih kayak dia memanjakanku (S.B.55-58). Aku di TK 2 tahun. Aku lulus dari TK itu 6 tahun kurang. Kalo aku 2 tahun, aku masuk TK umur 4 dan itu shocking ya membayangkan bahwa aku merasa tanda-tanda awal itu justru muncul di umur yang cukup muda. Kemudian SD sempat juga cukup tertarik dengan bu guru. Pokoknya temanya waktu TK-SD itu I love you, bu Guru (S.B.5964). Informan hanya membayangkan dapat berinteraksi lebih ke momen hangat/intim seperti pelukan, bukan interaksi seksual seperti ciuman dan sebagainya (S.B.70-73). Saat SMA, informan mencoba untuk menjalin relasi dengan laki-laki namun tidak nyaman. Saat SMP, informan merasakan kenyamanan berada ketika dekat dengan seorang perempuan (S.B.76-85). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80 Informan mulai mencari tahu kenapa dirinya berbeda dengan perempuan lain yang dapat menjalin hubungan yang nyaman dengan laki-laki. Namaun dirinya justru tertarik dengan sesama perempuan. Informan merasa mengalami kesulitan untuk mencari informasi tentang LGBT. Tapi pada kenyataan saai itu informan merasa terpakasa harus tunduk pada aturan dan standar umum dalam masyarakat seperti pasangan dengan lawan jenis dan bukan sesama jenis (S.B.89-99). SMA itu proses aku bertanya. Sekitar tahun 1997-1998, kelas dua, itu proses aku bertanya kenapa aku merasa berbeda dengan yang lain. Aku mencari informasi. Proses pencarianku tidak selesai dan tersendat waktu itu karena akses informasi tidak banyak. Belum ada internet dan lain sebagainya. Handphone pun belum ada. Tetapi aku justru harus tunduk pada standar-standar umum orangorang. Misalnya, harus pacaran sama laki-laki Informan berusaha untuk menuruti standar umum dengan menjalin hubungan dengan laki-laki namun ditentang orang tua dengan alasan beda asal, akhirnya justru informan memberontak, bahkan mulai berelasi dengan perempuan. Karena semangatku saat itu adalah semangat memberontak, maka semua yang dilarang orangtuaku justru aku akan jalankan. Pada akhirnya kenyamananku yang berbicara (S.B.111-113). Pada akhirnya, informan mulai berelasi dengan perempuan karena merasa percuma berpacaran dengan laki-laki. Selain karena pernah terjadi pertentangan dengan orang tuanya, informan juga dari awal tidak merasa tertarik dan menikmati berelasi dengan laki-laki. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81 Informan mulai resmi berpasangan dengan seorang perempuan sekitar tahun 2005-2006 (S.B. 116). Meskipun informan telah berelasi dalam waktu yang cukup lama, namun informan merasa ada rasa bersalah dan mengganjal dalam dirinya. Hingga khirnya informan bertemu dengan komunitas LGBT dan informan menemukan banyak hal baru yang membuat banyak pertanyaannya dapat terjawab (S.B.130-137). Informan merasa bahwa yang terberat adalah sebelum membuka diri karena belum tahu bagaimana menghadapi respon sekitarnya. Informan belum menemukan jawaban dari semua pertanyaannya. Melihat sepupunya yang dianggap kurang sopan karena tinggal bersama perempuan dan menjadi bahan gunjingan adalah salah satu hal yang menjadi pertimbangan informan untuk membuka dirinya (S.B.148-156). Informan berusaha mencari informasi, namun karena teknologi informasi belum canggih, informan tidak menemukan banyak informasi (S.B.158160). Informan belum bisa menentukan mau ke arah mana tujuan hidupnya karena masih memikirkan banyak pertanyaan yang belum terjawab mengenai orientasi seksualnya Hanya memang pola pikirku saat itu belum bisa menjangkau aku mau apa, aku mau seperti apa. Seluruh fokusku masih habis di pertanyaan (S.B.200-202). Pada saat informan bekerja di sebuah LSM, informan mulai berinisiatif untuk ikut kursus gender dan seksualitas sehingga menemukan banyak jawaban atas pertanyaannya selama ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82 Baru ketika 2009, aku meminta ke direkturku di LSM untuk ikut kursus gender dan seksualitas di Surabaya. Di saat itu aku merasa menemukan seluruh jawaban pertanyaanku (S.B.213-216). Akhirnya informan menemukan konsep kehidupan yang sesungguhnya. Menemukan jawaban tentang seksualitas yang dikaitkan dengan banyak aspek kehidupan seperti agama dan budaya (S.B.219225). Informan memahami bahwa kontrol agama sangat ketat yang membentuk pola pikir. Hal inilah yang semakin membuat informan mencari lebih banyak informasi sehingga berbagai pertanyaannya terjawab (S.B.242-248). Di lingkungan keluarga, informan hanya terbuka dengan adik laki-lakinya. Di keluargaku misalnya, adekku yang nomor dua tau. Aku cerita sama dia. Dia laki-laki. Dia tau aku berpasangan dengan siapa. Dia tidak mendebat, bahkan dia juga berteman baik dengan pasanganku. Tidak banyak konflik di situ (S.B.252-256). Informan merasa belum dapat terbuka dengan orang tua karena berbagai sebab. Dengan kedua adekku baik-baik saja. Mereka jenis yang cukup mensupportku di banyak hal pun kalo ada konflik bukan soal orientasi seksual. Dengan orangtua, aku masih menunggu momen karena satu sakjane akar persoalannya adalah aku tidak berani (S.B.309-401). Aku takut menghadapi reaksi dan lain sebagainya. Aku merasa justru pertanyaan dari orang-orang ini adalah satu tekanan lain bagiku. Oh ternyata ada standar baru ketika kita selesai menerima sebagai lesbian, maka standar berikutnya adalah orangtua harus tahu dan mengakui. Itu pressure lagi (S.B.406411). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83 Hal yang membuat informan takut terbuka dengan orang tua mengenai orientasi seksualnya adalah mengenai prosesnya, bukan dampaknya. Sulit bagi informan untuk menyampaikan bahwa dirinya adalah seorang lesbian. Ditambah identitasnya sebagai perempuan Jawa sebagai anak pertama. Informan merasa bahwa persoalan ada pada dirinya sendiri (S.B.413-423). Informan merasa terus didesak dan merasa tidak nyaman kenapa informan tidak memiliki pasangan laki-laki atau keinginan untuk menikah. Akhirnya informan tidak pernah mau berkomunikasi lagi tentang hal tersebut sampai saat ini (S.B.291-300). Informan tidak terlalu nyaman dengan orang tua karena banyaknya larangan dan doktrin yang ditanamkan kepada informan. Kalo dulu, sempat aku melewati fase memberontak saat remaja. Bapak-ibukku tuh keras, tapi bukan keras main fisik, tapi main doktrin. Kan sama aja njebol itu luar biasa. Yang kulakukan adalah aku memberontak terhadap seluruh larangan. Nah, fase kedua adalah kemarahanku bukan lagi hanya soal orientasi seksual. Bagiku waktu itu aku merasa harus ada titik ketika mereka harus menerimaku apa adanya. Tetapi justru kemarahanku adalah aku merasa dibedakan karena aku sulung. Ada hal-hal yang harus menjadi tanggung jawabku sebagai sulung. Misalnya, ketika orangtuaku ribut, itu tanggung jawab sulung untuk menyelesaikan. Bagiku itu tidak oke (S.B.317-327). Informan merasa marah dengan adanya doktrin dan tanggung jawab yang dibebankan orang tua kepadanya. Sehingga hubungan dengan orang tua tidak cukup baik dan akhirnya informan membatasi interaksi dengan orang tua (S.B.330-337). Adanya konflik dengan orang tua membuat informan menjauh dan berusaha untuk hidup mandiri. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84 Jadi 2009 aku memutuskan keluar dari rumah. Aku bicara sama mereka bahwa aku pengen menjalani hidup mandiri. Aku pengen hidup dengan gaji yang kumiliki. Dan mereka tidak ada soal. Tapi sebenernya itu modus aja karena aku hidup dengan pasanganku. Membuat jarak aja (S.B.338-342). Informan merasa tidak nyaman dengan keluarganya karena tuntutan orang tua terkaitan posisinya sebagai perempuan Jawa dan sulung, sementara informan adalah seorang lesbian (S.B.344-351). Di lingkungan kerja, informan menjadi eksperimen untuk uji sikap heteroseksual terhadap LGBT, dan sejauh ini tidak ada masalah. Informan menyadari bahwa proses menjadi lesbian belum selesai karena informan tidak nyaman interaksi fisik dengan perempuan selain pasangannya. Di lingkungan pekerjaan, aku menjadi salah satu eksperimen atas sikap lembaga. Jadi kalo LSM mengatakan bahwa LSM pro terhadap LGBT tetapi tidak pernah ada LGBT di sana. Saya diterima dan saya digunakan sebagai ruang uji coba sikap temanteman staf. Overall sih, oke (S.B.259-263). Cuman aku menyadari aku belum selesai karena aku masih nggak bisa tidur di kamar dengan perempuan. Bagiku itu sangat tidak nyaman. Berinteraksi fisik dengan perempuan di luar pasanganku itu masih nggak bisa (S.B.264-267). Selama berproses, informan menemukan bahwa saat dirinya memiliki kesempatan menyuarakan aspirasinya sebagai lesbian, hal tersebut bisa sangat kebablasan dan menyakiti banyak pihak, terutama jika disandingkan dengan agama (S.B.360-370). Informan merasa bahwa pembenaran yang selama ini menjadi prinsipnya masih dalam prosesyang belum usai karena informan menyadari bahwa dirinya belum selesai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85 berproses. Hal tersebut membuat informan lebih berhati-hati (S.B.373384). Dalam prosesnya, informan masih memikirkan bahwa hak seorang LGBT harus terpenuhi seperti heteroseksual dan informan menyadari bahwa hal tersebut merupakan arogansi (S.B.392-395) Di titik-titik ketika emosiku masih cukup tinggi setelah tau banyak hal. Aku akan cenderung bersikap memusuhi dalam tanda kutip pada orang-orang yang tidak sepakat pada isu LGBT. Jadi aku merasa semacam toa masjid, orang harus denger, orang harus patuh. Kalo mereka yang tidak oke terhadap isu LGBT, maka aku akan pasang garis tegas kamu bukan masuk cluster ke temenku (S.B.426-437). Informan menyadari bahwa menjadi lesbian tidak cukup sampai pada mengakui orientasi seksualnya (S.B.435-437), justru setelah itu kehidupan seorang lesbian baru dimulai (S.B.451). Informan menemukan bahwa sikap kerasnya pada pihak-pihak yang tidak mendukung (LGBT) merupakan bentuk pelampiasannya sebagai minoritas (S.B.439-441). Informan merasa bahwa seharusnya baik lesbian, LGBT, maupun heteroseksual meskipun berbeda orientasi seksualnya namun tidak menimbulkan perbedaan perlakuan karena sama-sama manusia (S.B.453458). Informan merasa bahwa masalah justru bukan karena perbedaan orientasi seksualnya, tapi interaksi manusia seperti menyikapi perbedaan pendapat dan cara pandang (S.B. 466-470). Informan menyadari dan menemukan bahwa proses menjadi seorang lesbian selesai adalah ketika kenyataan berbeda dari keinginan dan harapan, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86 Jadi tahapannya dari minoritas, selalu menjadi korban, kemudian pada titik kita didengarkan oleh mayoritas, kita diistimewakan oleh mayoritas, dan kemudian aku memimpin suatu organisasi. Kebayang nggak sih, secara psikologis aku selalu menginginkan didengarkan, aku selalu menginginkan dipatuhi, aku selalu menginginkan apa yang kurencanakan dijalankan dengan baik oleh seluruh stafku. Dan ternyata faktanya tidak se-oke itu. Maka konflik yang muncul menjadi konflik-konflik personal, kemarahan-kemarahan personal. Jadi kayak kita udah naik, terus jatuh lagi. “Oh ternyata aku nggak mampu. Oh ternyata sebatas ini.” Di fase-fase itu sih (S.B.472-482). c. Kehidupan setelah coming out (akhir) Informan merasa bahwa konflik terbesarnya adalah perasaan marahnya pada pihak-pihak yang membedakan antara lesbian dengan heteroseksual (S.B. 486-489). Informan masih memiliki kemarahan ketika masih banyak pertanyaan yang mengganggunya meskipun sudah menerima identitasnya sebagai lesbian (S.B.496-499). Bagi informan, masalah identitas sebagai lesbian bukan lagi soal dirinya, tapi persoalannya adalah bahwa lesbian masih menjadi minoritas (S.B. 502504). Pengalaman interaksi dengan berbagai pihak mengajarkan informan akan banyak hal. Ketika berpisah dengan pasangan adalah saatsaat yang membuat informan down dalam waktu yang lama dan dapat menimbulkan sikap apatis terhadap banyak hal (S.B.521-530). Di saat mengalami down, informan menemukan cara untuk dapat belajar menerima diri sesuai fakta yang ada dan pada akhirnya mampu menemukan sumber masalahnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87 Tapi aku bertemu dengan satu kawan yang banyak membimbingku. Akhirnya ketemu dengan satu proses meditasinya Buddhist, Vipassana, yang melihat hidup sebagaimana adanya faktanya saja. Melihat fakta sebagaimana adanya fakta, tidak harus memaksakan kita harus menerima atau tidak menerima, tetapi itulah fakta. Proses dengan dia cukup lama. Aku pernah juga hipnoterapi. Belakangan aku menyadari bahwa aku pernah mengalami kekerasan seksual dan itu ternyata belum selesai. Tetapi dengan proses meditasi itu kemudian mulai terurai dan titik kupikir aku merasa terselamatkan adalah ketika aku mengikuti retret meditasi 2 malam 1 hari di Vihara Mendut yang aku merasa justru aku menemukan cinta Tuhan di situ (S.B.530-541). Akhirnya informan mampu merubah pola pikirnya dan memiliki cara pandang yang positif. Hal tersebut berdampak positif terhadap hubungannya dengan berbagai pihak seperti kedua saudaranya. Bahkan jika harus open kepada orang tuanya informan cukup siap(S.B. 544-554). Dengan mengubah cara pandang, banyak hal positif yang ditemukan oleh informan (S.B.575-577). Informan menemukan bahwa tidak penting saat ini pengakuan dari berbagai pihak mengenai orientasi seksualnya. Informan memandang bahwa hidup tidak hanya ego tapi berdamai dan menerima diri apapun keadaannya (S.B.560-566). Bagi informan, menjadi lesbian maupun heteroseksual tidak ada bedanya, semua adalah sama-sama manusia (S.B.509-511). Informan menerima bahwa manusia itu pasti berbeda, sehingga seharusnya manusia harus terus belajar dan mencari untuk bagaimana cara menerima setiap keadaan di dunia ini (S.B.513-519). Informan belajar untuk tidak memaksakan pendapatnya kepada orang lain karena tidak ada gunanya (S.B.580-582). Informan menyadari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88 bahwa setiap manusia punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, termasuk dirinya (S.B.591-593). Pengalaman yang diterimanya selama ini membuatnya menyadari bahwa Tuhan menunjukkan cinta kasihnya (S.B.596-603). Pada akhirnya, informan mulai terbuka dengan keluarganya dan mulai menyadari bahwa adik-adiknya cukup suportif. Orang tuanya juga saat ini membutuhkan dirinya karena kesepian dan hanya tinggal berdua saja (S.B.605-610). Informan tidak terlalu memperdulikan sikap orang lain, informan percaya bahwa dengan berbuat baik maka orang lain juga akan bersikap baik (S.B.614-616). Informan telah banyak belajar hal dan akhirnya menemukan cara pandang yang positif yang membuatnya dapat menyelesaikan banyak masalahnya dengan baik (S.B.619-622). Informan menyadari bahwa dirinya masih dalam fase naik turun. Secara umum informan memandang bahwa hidupnya biasa saja (S.B.626-629). Saat ini, informan menjalani kehidupan dan menerima keadaan sesuai faktanya (S.B.633.634). Informan memiliki harapan agar dirinya tidak banyak menyusahkan orang lain, atau merepotkan banyak pihak (S.B.637-640). Informan berharap mendapatkan pasangan orang dari luar Indonesia. Harapan lain informan adalah ada perubahan yang lebih baik terkait persolan yang dialami oleh lesbian. (S.B.642-646). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89 3. Analisis Struktur Narasi a. Informan A Deskripsi diatas menggambarkan bagaimana informan menghadapi lingkungan dimana dia berinteraksi. Diantaranya adalah interaksi dengan keluarga, sahabat dan teman-teman serta lingkungan kerja sebelum dan sesudah coming out mengenai orientasi seksualnya. Ketika menyadari bahwa dirinya menyukai sesama perempuan, informan merasa menerima orientasi seksualnya. Dengan penerimaan tersebut informan mulai memikirkan cara untuk dapat terbuka dengan orangorang dilingkungan sekitarnya. Hingga saat ini informan sudah bisa terbuka dengan keluarga, sahabat dan teman-temannya serta orang-orang di lingkungan kerjanya. Hubungan antara informan dengan ketiga lingkungan tempat berinteraksi tersebut tidak jauh berbeda dimana sebelum dan sesudah coming out. Informan tetap dapat memiliki hubungan yang baik dan tidak ada konflik. Informan merasa bahwa dirinya diterima sebagai seorang lesbian dan merasa harus tetap menjaga nama baik keluarganya. Dimana keluarganya tetap ada, melindunginya dan menjaganya meskipun informan memiliki orientasi seksual lesbian. Penerimaan dari keluarga sahabat serta orang-orang di lingkungan kerja tersebut membuatnya nyaman dengan lingkungan manapun. Informan merasa harus berusaha untuk mengubah image lesbian menjadi positif dengan berbagai prestasi. Sehingga apapun orientasi seksualnya setiap orang dapat diterima oleh masyarakat dan tidak didiskriminasi. Informan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90 banyak mempelajari hal-hal baru terkait dengan pengetahuan maupun keadaan LGBT terutama lesbian. Hal tersebut dilakukannya untuk membuat diri dan pasangan dipandang sama sebagai manusia seperti heteroseksual. Dalam menjalani kehidupan sebagai lesbian, informan memiliki tujuan hidup dan harapan-harapan yang ingin diwujudkan. Harapan tersebut adalah untuk dirinya sendiri maupun komunitas LGBT. Berdasarkan deskripsi fenomena kehidupan di atas, informan A memiliki struktur narasi progresif/optimistik. Nuansa dari narasi kehidupan informan adalah optimistik. Gambaran diri (image) yang nampak dalam ceritanya adalah seseorang yang mampu mengatasi situasi di lingkungannya. Tema dominan yang muncul adalah penguasaan lingkungan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91 Mulai merasa tertarik kepada perempuan Merasa terkurung dalam kotak kaca sehingga dapat melihat banyak hal tapi tidak bisa keluar dari kota tersebut untuk melakukan sesuatu Orang tua cukup bijak menanggapi pengakuan orientasi seksual Mampu bertahan dengan pilihannya sebagai lesbian Konflik dalam diri terkait dengan pasangan Mampu menyelesaikan masalah dan memberikan dukungan pasangan Membangun persepsi positif di lingkungan masyarakat terkait lesbian Berharap bahwa penilaian hidupnya di masyarakat karena prestasinya, bukan orientasi seksualnya Pendampingan oleh psikolog dirasa cukup penting untuk mengurangi pelarian negatif Nyaman terhadap diri, dapat menerima dan berdamai dengan diri diri lebih baik, serta lebih bijak menanggapi reaksi lingkungan Skema 2 : Proses Physchological well being pada informan A PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92 b. Informan B Informan memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan kedua orang tuanya karena orang tua masih memegang adat Jawa yang kental. Tuntutan demi tuntutan muncul dan harus dipenuhi oleh informan. Pemikiran pada umunya adalah bahwa perempuan Jawa yang juga anak sulung dituntut harus mampu menyelesaikan konflik jika orang tuanya bertikai. Selain itu juga harus menikah terlebih dahulu dibandingkan adik-adiknya karena orang tua percaya akan terjadi musibah jika tidak dilakukan. Hal tersebut menjadi konflik bagi informan karena informan mulai menyadari bahwa dirinya memiliki orientasi seksual lesbian. Pengalaman informan menjalin hubungan dengan lawan jenis justru ditentang orang tua karena masalah adat. Namun dibalik hal itu, informan benar-benar menyadari bahwa dirinya tidak merasakan ketertarikan dengan lawan jenis tapi justru dengan sesama jenis. Pada awalnya informan hanya mampu terbuka dengan kedua adiknya. Sementara dengan kedua orang tuanya belum dapat terbuka karena merasa akan ada konflik besar jika terbuka. Desakan orang tua terhadap informan untuk menikah semakin membuat informan tidak nyaman. Karena hal tersebut informan memutuskan untuk pergi dari rumah dan putus komunikasi dengan kedua orang tuanya. Sementara itu dengan adik-adiknya, teman-teman dan sahabat serta lingkungan kerjanya, informan dapat terbuka bahwa dirinya adalah seorang lesbian. Saat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93 coming out pun tidak ada masalah yang terjadi pada informan. Informan merasa bahwa dirinya harus bertindak untuk komunitasnya agar tidak mendapatkan diskriminasi. Informan berupaya untuk LGBT dapat diterima sebagai bagian dari masyarakat. Diawal informan memiliki pemahaman bahwa ketika ada yang mentang hal-hal tersebut maka informan menganggap mereka bukanlah teman melainkan musuh. Dalam perjuangannya menuntut hak-hak LGBT, informan lebih banyak menemukan orang-orang yang beradu argumen dan menentangnya. Hal tersebut memimbulkan konflik, kemarahan dan kekecewaan pada diri informan. Pada satu titik, kejenuhan mulai dirasakan informan saat harapan untuk komunitasnya dapat diterima masyarakat masih terlalu sulit hingga saat ini. Hal tersebut membuat informan merasa down. Ada hal lain yang membuat informan merasa down yaitu ketika relasi dengan pasangannya harus berakhir. Kondisi-kondisi tersebut membawa informan menemukan satu cara untuk mengatasinya yaitu dengan meditasi. Dalam meditasi tersebut, informan banyak introspeksi dan belajar dari pengalaman untuk lebih menerima keadaan dan tidak memaksakan kehendaknya. Informan mengalami perubagan pola pikir, dari pola pikir yang lama dan negatif menjadi pola pikir positif. Saat informan mampu merubah pola pikirnya, informan merasa memiliki cara pandang yang positif. Dan hal tersebut berdampak positif terhadap hubungannya dengan banyak orang temasuk orang tuanya. Informan merasa dapat terbuka dengan siapa saja. Jika ada kejadian yang tidak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94 sesuai dengan keinginannya informan mulai menerima hal tersebut dan tidak menanggapi dengan emosi. Informan belajar tentang banyak hal sehingga menemukan cara pandang yang positif dan membuatnya dapat menyelesaikan banyak masalahnya dengan baik. Selain itu, informan masih merasa mempunyai tujuan dan harapan yang baik untuk diri maupun komunitasnya. Berdasarkan deskripsi kehidupan di atas, informan memiliki struktur narasi progresif/optimistik. Nuansa dari narasi kehidupan informan pada awalnya penuh konflik dengan orang tuanya dan orangorang yang menentang orientasi sekusl dan komunitasnya. Namun akhirnya informan dapat menyelesaikan konflik tersebut dengan baik sehingga narasi kehidupan informan menjadi optimistik. Gambaran diri (image) yang muncul dalam cerita informan ini adalah seseorang yang dapat mengendalikan situasi negatif yang dialaminya. Tema dominan yang muncul adalah perubahan ke arah yang positif. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95 Mulai merasa tertarik kepada perempuan Melakukan aktivitas fisik laki-laki Mulai bertanya tentang diri terkait orientasi seksualnya Berusaha menuruti standard umum yaitu menjalin relasi dengan laki-laki, namun tidak muncul ketertarikan dan tidak menikmati relasi. Bekerja di LSM dan berinisiatif ikut kursus gender dan seksualitas sehingga menemukan jawaban atas pertanyaan Tekanan dari keluarga (budaya jawa) karena anak sulung Mendapatkan tekanan untuk menikah Muncul kemarahan ketika ada orang yang menolak dan menentang lesbian Melakukan proses meditasi Budhis yang melihat hidup sebagaimana adanya fakta saja, tidak memaksakan kita harus menerima atau menolak. Mulai menyadari bahwa setiap orang mempunyai prosesnya sendiri dan menyalahkan itu tidak membantu Menerima berbagai kondisi dilingkungan masyarakat termasuk penolakan-penolakan, membuatnya tetap nyaman terhadap lingkungan dan menjalani kehidupan seperti biasa Menemukan sikap keras pada pihak-pihak yang tidak mendukung LGBT merupakan bentuk pelampiasannya sebagai minoritas Merasa bahwa masalah bukan karena perbedaan orientasi seksual, namun interaksi manusia seperti menyikapi perbedaan pendapat dan pandangan Nyaman terhadap diri, dapat menerima dan berdamai dengan diri diri lebih baik, serta lebih bijak menanggapi reaksi lingkungan Skema 3 : Proses Physchological well being pada informan B PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96 Tabel 6 Ringkasan Analisis Struktur Narasi Informan A Informan B Struktur Narasi Progresif/optimistik Progresif/optimistik Nuansa narasi: optimistik Nuansa narasi: optimistik Gambaran diri: Gambaran diri: seseorang yang mampu menguasai seseorang yang mampu mengatasi lingkungan Tema dominan: konflik sehingga mampu penguasaan menguasai lingkungan lingkungan Tema dominan: perubahan ke arah yang positif C. Hasil Analisis Tematik/Interpretasi Psychology Well Being 1. Penerimaan diri Informan A cenderung mampu menerima dirinya dengan orientassi seksualnya. Hal tersebut terlihat dari kemampuan untuk coming out kepada keluarga, teman, dan lingkungan kerja. Karena mau gimana lagi (hehehehe) karena nggak ada jalan lain gitu lho, kita mau…. Melawan itu juga nggak bisa gitu lho. Pikiran ku pada saat itu, ee aku ngak mungkin sama laki-laki juga karena seperti apa yang ku bilang emang nggak tertarik (S.A.96-99). Informan A tidak menutup-nutupi bahwa dirinya memiliki orientasi seksual lesbian, menyembunyikannya. meskipun pada awalnya masih berusaha PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97 Kalau aku suka perempuan temen-temen mungkin udah tau cuma karena belum ada statement apapun dari aku ya cuma jadi kayak saling bertanya. Aku sibuk untuk menyembunyikan dan mereka sibuk untuk bertanya dalam hati, ini disaat temen-temen dan orang tua belum tau kalau aku lesbian. Kalau pas udah tau sih temen-temen sejauh ini didepanku baik-baik aja (S.A.120-126). Informan A dapat menjalani hidupnya dengan orientasi seksualnya. Selain itu informan A berani untuk mengambil sikap terbuka dengan orang lain dan tidak menyembunyikan identitasnya. Ya karena memang kita kan makhluk sosial to? Harus bersosialisasi, kan? Maksudnya, kalo pun semakin kita terbuka sama masyarakat sebenarnya orang akan semakin kenal gitu lho. Oh ternyata jadi lesbian nggak seburuk yang kita bayangin kok (S.A.251-254) Berbeda dengan informan B yang membutuhkan proses untuk sampai pada tahap penerimaan diri. Selain itu informan B merasa bahwa pada dalam prosesnya informan B masih memikirkan bahwa hak LGBT harus terpenuhi seperti kelompok heteroseksual. Informan B belum bisa menerima perlakuan orang terhadap LGBT. Aku merasa bahwa semua orang harus paham ada orang-orang LGBT, harus menerima, harus diperlakukan dengan baik, dan semua orang harus menghargai. Harus harus harus ini yang menurutku bentuk arogansi (S.B.392-395). Awalnya informan juga merasa bahwa yang tidak menerima lesbian bukanlah temannya, bahkan memusuhinya (S.B.426-428). Hingga pada akhirnya informan B berada pada titik dimana kenyataan sangat berbeda dengan harapan. Harapan bahwa lesbian dapat diterima di masyarakat, namun hingga saat ini masih jauh dari keinginan. Masyarakat masih banyak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98 yang menolak dan menentang LGBT. Hal tersebut membuat informan merasa sangat marah dan akhirnya down. Persoalan relasi yang berakhirpun juga membuat informan merasa down. Setelah terhajar banyak persoalan, interaksiku dengan staf di LSM, interaksiku dengan para board dan anggota misalnya. Kemudian ada titik di mana aku putus dengan pasanganku yang kupikir kehidupan kami sangat-sangat perfect, yang kami membangun bisnis bersama, kami memiliki tanah bersama, kita punya sekian mimpi, sekian hal yang mau dicapai dan itu selesai. Itu titik aku sangat jatuh secara psikologis. Kupikir titik terberat selama hidupku, ada sekitar dua bulan. Yang tadinya kemarahan yang muncul menjadi sangat apatis dengan banyak hal dan aku tidak mempercayai semua hal (S.B.521530). Akhirnya ketemu dengan satu proses meditasinya Buddhist, Vipassana, yang melihat hidup sebagaimana adanya faktanya saja. Melihat fakta sebagaimana adanya fakta, tidak harus memaksakan kita harus menerima atau tidak menerima, tetapi itulah fakta (S.B.531-535). Informan juga mulai menyadari bahwa setiap manusia punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, termasuk dirinya, Kan semua orang, semua makhluk itu punya keunikan masingmasing, punya proses masing-masing. Menyalahkan itu tidak membantu menurutku (S.B.591-593). 2. Penguasaan lingkungan Sebelum terbuka kepada keluarga bahwa dirinya lesbian, informan tahu bagaimana menempatkan diri sebagai anak sehingga hubungan masih berjalan dengan nyaman. Informan merasa nyaman terhadap lingkungan dan menyesuaikan diri tanpa kehilangan nilai dirinya, Baik-baik aja sih, kalau pas aku dirumah kan nggak membawa atribut apa-apa, maksudnya aku bukan seorang heteroseksual atau homoseksual tapi aku seorang anak (S.A.107-109) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99 Informan A tetap dapat berinteraksi dengan baik dan nyaman dengan komunitas maupun di luar komunitas meskipun mereka tahu bahwa informan seorang lesbian. Selain itu informan juga merasa mendapat dukungan karena beberapa teman dapat menerima dirinya dengan orientasi seksualnya, Ya biasa juga, kalau beberapa teman-teman sih udah ada yang tau ya, cuma kalau temen-temen diluar komunitas itu lebih diem gitu kalau misal tau, nggak ada yang nanya macem-macem sih enggak, mungkin cuma dalam hati aja mereka ngrasani. Tapi ya how care gitu kan (S.A.113-117) Informan A memiliki hubungan yang baik dengan siapapun sebelum terbuka dengan orang lain mengenai orientasi seksualnya. Bahkan setelah informan membuka diri pun informan masih merasa nyaman dengan lingkungannya, Nggak ada yang salah aku ngrasa kayak biasa aja itu lho, yang sama kayak misalnya seseorang perempuan suka sama laki-laki atau lakilaki suka sama perempuan (S.A.146-148) Berbeda dengan informan B yang awalnya sulit menguasai lingkungan karena hubungan yang kurang harmonis dengan orang tuanya. Selain itu kemarahan dalam diri informan diawal muncul pada orang-orang yang mendiskriminasi LGBT. Hubungan informan B dengan orang tua pada awalnya tidaklah baik. Pada awalnya, informan merasa tidak nyaman dan memiliki hubungan yang buruk dengan orang tuanya. Hal tersebut dikarenakan banyak tuntutan dari orang tua terkait posisinya sebagai perempuan Jawa dan anak sulung, sementara informan memiliki ketertarikan dengan sesama perempuan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100 Satu, tanaman-tanaman nilai di diriku sebagai perempuan, Jawa, sulung, lesbian. Empat identitas. Paling tidak aku merasa bahwa aku akan menghindari konflik ketika aku merasa powerku itu cukup lemah. Aku akan membuat jarak yang aman sehingga aku sendiri tidak terlukai. Aku tidak peduli orang lain, tapi aku sendiri tidak terlukai. Yang kedua, aku merasa kayak bentuk perlawanan juga nggak sih. Tapi pokoknya itu deh, karena aku nggak mau terlalu berkonflik (S.B.344-351). Orang tuanya masih menganut budaya Jawa yang sangat kental seperti akan ada hal buruk jika seorang adik menikah lebih dulu dibanding kakaknya. Sehingga orang tua berinisiatif menjodohkan, namun ditunda karena informan tidak merespon karenya rasa ketidaknyamanannya dengan perjodohan. Bagi keluarga Jawa itu kan suatu persoalan ya ketika anak sulung itu perempuan dan adiknya menikah duluan itu akan membawa bad luck kira-kira. Maka, ada upaya-upaya dari orangtuaku misalnya menjodohkan dengan anak temennya. Karena aku tidak merespon dan orangtuaku tidak membuka ruang pembicaraan, maka itu pun berlalu dan perjodohannya pun ditunda tanpa disepakati. Artinya karena tidak dibicarakan, ya sudah akhirnya ilang saja (S.B.279-286) Adanya konflik dengan orang tua membuat informan menjauh dengan alasan ingin hidup mandiri (S.B.338-340). Jadi 2009 aku memutuskan keluar dari rumah. Aku bicara sama mereka bahwa aku pengen menjalani hidup mandiri. Aku pengen hidup dengan gaji yang kumiliki. Dan mereka tidak ada soal. Tapi sebenernya itu modus aja karena aku hidup dengan pasanganku. Membuat jarak aja. Selain itu, informan B juga merasa bahwa banyak hal termasuk kemarahan yang dirasakannya adalah karena orang-orang belum bisa menerima LGBT. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101 Di titik-titik ketika emosiku masih cukup tinggi setelah tau banyak hal. Aku akan cenderung bersikap memusuhi dalam tanda kutip pada orang-orang yang tidak sepakat pada isu LGBT. Jadi aku merasa semacam toa masjid, orang harus denger, orang harus patuh. Kalo mereka yang tidak oke terhadap isu LGBT, maka aku akan pasang garis tegas kamu bukan masuk cluster ke temenku (S.B.426-431). Informan merasa bahwa konflik terbesarnya adalah perasaan marahnya pada pihak-pihak yang menyatkan bahwa lesbian itu berbeda dan tidak dapat diterima dimasyarakat, Saat ini aku bisa mengidentifikasi bahwa mostly, perasaanku adalah kemarahan yang cukup besar kepada dunia dan seisinya. Marah karena dibedakan. Artinya, lesbian itu adalah berbeda, lesbian itu selalu ditolak di manapun (S.B.486-489) Meskipun sudah menerima identitasnya, informan masih ada kemarahan ketika banyak pertanyaan yang mengganggunya, Ada titik ketika aku menjadi cukup marah juga. Tapi maksudnya aku sampaikan bahwa fase setelah selesai menerima indentitasku, pertanyaannya berada di hal-hal yang berbeda, yang muncul kemarahan (S.B.496-499). Informan B dapat menguasai lingkungan setelah masa down-nya berakhir. Sampai pada akhirnya informan menemukan cara untuk menjalani hidup sesuai fakta sehingga dapat berdamai dalam arti yang sesungguhnya dengan seluruh proses hidupnya. Jadi kupikir aku lebih bisa legowo melihat banyak hal walaupun misalnya ada titik waktu ketika aku turun lagi, marah lagi. Ya wajar dalam konteks kehidupan ya (S.B.585-587). Selain itu, Informan menyatakan bahwa tidak penting saat ini pengakuan dari berbagai pihak mengenai orientasi seksualnya. Karena PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102 informan memandang bahwa hidup tidak hanya ego tapi berdamai dan menerima diri apapun keadaannya, Tetapi berkenalan dengan cara pandang yang aku dapat di meditasi buddhist ini banyak membuka ruang berfikirku. Di mana letak ego kita? Bahwa banyak hal ternyata kita hidup dalam ego, dalam bayang-bayang ego misalnya. Kemudian berdamai dalam arti yang sesungguhnya dengan seluruh proses hidup kita (S.B.560-565). Informan mulai dapat menerima kenyataan meskipun tidak sesuai dengan harapan tetapi lebih mencoba menerima fakta yang ada, Jadi kupikir aku lebih bisa legowo melihat banyak hal walaupun misalnya ada titik waktu ketika aku turun lagi, marah lagi. Ya wajar dalam konteks kehidupan ya. Aku cukup terganggu dengan pola pikir banyak pihak yang menurutku kenapa semua orang seneng memaksakan cara pandangnya (S.B.585-589). Informan memandang bahwa hidup itu biasa saja. Hidup itu hanya soal kemauan untuk menjalani sebagaimana adanya fakta (S.B. 633-634). Penerimaan informan B dengan berbagai kondisi di sekitarnya termasuk penolakan-penolakan terhadap diri dan komunitasnya membuatnya tetap nyaman terhadap lingkungan dan dapat menjalani kehidupan manusia seperti biasa. 3. Otonomi/ Kemandirian Informan A mampu untuk mengambil keputusan, salah satunya tidak menjalin relasi (pacaran) dengan laki-laki karena memang tidak ada ketertarikan. Informan A tidak mau memaksakan diri untuk coba-coba menjalin relasi dengan laki-laki, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103 Tapi emang nggak ada aja perasaan kalau orang bilang katanya “kamu belum nyoba aja” ya ngapain aku nyoba kalau aku nggak suka (S.A.154-156) Informan membuka diri mengenai orientasi seksualnya kepada orang lain bertepatan dengan moment Informan A mengeluarkan buku tentang lesbian. Kalau pada saat sama orang lain itu coming out kan sebenarnya karena moment aku ngeluarin buku, bukunya tentang lesbian (S.A.194-195). Informan A juga mampu menyimpulkan bahwa dalam hidupnya respon keluarga adalah lebih penting, Aku bisa keluar dari kotak kaca karena apalagi sih yang harus dikhawatirin selain keluarga. Ketika keluarga nerima, aku udah nggak peduli sama orang lain (S.A.227-229). Informan B juga memiliki otonomi yaitu inisiatif. Informan mulai mencari tahu kenapa dirinya tertarik dengan sesama perempuan dan bisa dikatakan berbeda dengan perempuan lain yang dapat menjalin hubungan yang nyaman dengan laki-kali (S.B.89-91). Informan pun mampu memilih apa yang menurutnya nyaman seperti menolak memakai rok karena ketidaknyamanannya. Aku yang menolak pake rok karena memang jenis aktivitasku. Bapakku kan suka banget mancing, jadi aku sering ikut. Otomatis aku pasti akan pilih pake celana pendek (S.B.31-33). Informan merasa bahwa orang tuanya dulu menolak relasinya dengan pasangan laki-lakinya padahal itu yang orang tuanya harapkan. Dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104 hal tersebut akhirnya muncul pemberontakan dari diri informan dan akhirnya mengikuti keinginan dirinya. Hubungan dengan pacarnya ditentang orang tua dengan alasan beda asal, akhirnya justru informan memberontak, bahkan mulai pacaran dengan perempuan (S.B.111-113) Informan pun memutuskan untuk berelasi dengan seorang perempuan sekitar 2005-2006 (S.B.116). Informan B mampu memutuskan langkah yang harus ditempuh. Hal tersebut terlihat dari langkah yang ditempuhnya untuk mempelajari tentang orientasi seksualnya sebelum coming out. Hal tersebut lantaran mengingat pengalaman saudaranya yang menjadi bahan gunjingan karena tidak memenuhi standar umum (S.B.148151). Informan mulai berinisiatif untuk ikut kursus gender dan seksualitas pada tahun 2009 di Surabaya (S.B.213-215) untuk mencari tahu berbagai pertanyaan yang mengganggunya selama ini. Hubungan informan B dengan orang tua pada awalnya tidaklah baik. Adanya konflik dengan orang tua membuat informan memutuskan untuk hidup mandiri mulai tahun 2009 (S.B.338-340). Informan juga memiliki pandangan-pandangan dan pendapat yang diyakininya. Informan merasa bahwa seharusnya perbedaan orientsi seksual antara LGBT dan heteroseksual tidak menimbulkan perbedaan perlakuan karena semua adalah sama-sama manusia, Maksudku, pada akhirnya kita itu sama-sama manusia dan tidak ada sesuatu yang istimewa di antara yang lainnya. Berbeda iya, tetapi perbedaan ini tidak seharusnya menimbulkan perbedaan perlakuan, perbedaan sikap juga di dalam hal apapun. Sah juga memiliki PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105 perbedaan pendapat, perbedaan cara pandang, perbedaan nilai misalnya (S.B.453-458). Informan merasa bahwa masalah justru bukan karena perbedaan orientasi seksualnya, tapi interaksi manusia seperti menyikapi perbedaan pendapat dan cara pandang (S.B.466-470). Pada akhirnya, informan mampu menilai bahwa menjadi lesbian maupun heteroseksual itu tidak ada bedanya, sama-sama sebagai manusia (S.B.509-511) dan menerima bahwa manusia bisa saja berbeda, dan harusnya banyak belajar dan mencari cara untuk belajar menerima keadaan di dunia (S.B.513-519). 4. Hubungan Positif dengan Orang lain Informan A mulai memikirkan dan khawatir ketika keluarganya mengetahui bahwa dirinya lesbian. Dari hal itu informan merasa bahwa tetap harus menjaga nama baik keluarga, Cuma ketika mulai banyak wacana-wacana yang menentang ya menentang kayak ya udah mulai banyak wacana-wacana kontra, normal gak normal, sakit gak sakit. Yang pertama kali aku rasain adalah, “aduh ini gimana kalau keluarga tau” itu pertama pasti. Karena ketika keluarga tau otomatis kan harus menjaga, apa ya namanya, ya nama baik lah atau apa lah, kayak gitu (S.A.61-67). Informan mampu terbuka dan mengakui kepada keluarga bahwa dirinya mempunyai orientasi seksual lesbian, Ketika aku ditanya aku jawab iya saat ditanya punya orientasi seksual yang berbeda ya sejauh ini keluargaku nggak pernah menentang apapun (S.A.128-130). Orang tua informan cukup bijaksana menanggapi pengakuan informan tentang orientasi seksualnya. Sehingga informan tetap memiliki PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106 hubungan baik dengan keluarganya meskipun sempat bersitegang dengan kakaknya. Namun akhirnya informan tetap berhubungan baik dengan keluarganya dan tidak ada konflik yang berarti dan masalah terselesaikan. Kalau sama orang lain sebenarnya coming out ku ini nggak terlalu spesial, kalau sama keluarga mereka nggak memberikan respon yang keras, mungkin mereka agak kaget tapi mereka cukup bijaksana dengan “ o ya udah lah kalau kamu memang kayak gitu mau gimana lagi” bukan yang lantas kamu harus menikah atau kamu harus ke psikolog atau apa itu nggak (S.A.185-190) Mereka tidak memberikan reaksi keras, pada saat aku jawab “ya aku lesbian gitu”, mereka gak bereaksi keras. Jadi, hari itu juga clear. Nggak ada konflik apa-apa. Cuma pada saat mulai sering banyak orang yang bertanya segala macem mungkin keluarga tuh mikirnya udah mulai ke yang tetangga yang nanya apa, keluarga besar nanya apa. Kayak gitu aja sih. Dan itu bisa diselesaikan (S.A.213-218) Selain dengan keluarga, informan juga mulai terbuka dengan orang lain meskipun secara tidak langsung. Pada saat sama orang lain itu coming out kan sebenarnya karena moment aku ngeluarin buku, bukunya tentang lesbian. Disitu kayak orang berbondong-bondong untuk mau tau kehidupan lesbian kayak apa. Akhirnya jadi yang wawancara sana-sini. Mereka ngak mau tau aku seperti apa tapi mau tau seperti apa lesbian itu (S.A.194-198). Dengan keterbukaan dengan keluarga, informan merasa mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari keluarga, sehingga informan A diharapkan dapat menjaga diri dan nama baik diri dan keluarganya, Kalau sama keluarga jelas selesai ya clear, yang aku jaga ketika mereka sudah mau menerima aku, aku ngak boleh sembaranganlah ibaratnya aku jangan jadi orang yang bajingan. Tapi kalau sama orang luar aku lebih nggak peduli karena nggak papa (S.A.204-207) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107 Selain dengan keluarga, informan A mempertimbangkan untuk terbuka di tempat kerja tentang orientasi seksualnya. Informan tidak menutupi tentang dirinya, namun tetap berusaha menyesuaikan dengan lingkungan tempatnya bekerja. Informan mulai terbuka dengan pertanyaan teman kerjanya terkait\ orientasi seksualnya. (S.A.263-273) Selain itu, informan A juga terbuka dengan memberikan wacana tentang lesbian kepada masyarakat melalui wawancara dengannya Mereka memanfaatkan ku dengan wawancara atau apapun, tapi itu malah bagus karena aku dapat memberikan wacana kemasyarakat luas dan biarkan mereka berfikir sendiri, lebih kesitu sih (S.A.208210). Bahkan hubungan informan A dengan pasangannya tetap diterima oleh keluarga, Maksudnya, kalo menurutku jauh lebih santai gitu lho, karena udah nggak ada lagi yang ditutup-tutupi kan. Kayak tadi aku bilang aku bisa bawa pasanganku pulang ke rumah, pasanganku bisa deket sama orangtuaku, orangtuaku juga jadi lebih tenang mungkin karena aku punya pasangan yang bakal jagain aku juga (S.A.280-285) Berbeda dengan informan A, informan B awalnya memiliki hubungan yang buruk dengan orang tuanya. Informan merasa terkekang karena banyak doktrin dari orang tuanya yang membuat informan memberontak. Selain doktrin, informan merasa marah dengan orang tuanya karena ada banyak hal-hal yang menjadi tanggung jawab anak sulung yang menurut informan tidak pada tempatnya, Kalo dulu, sempat aku melewati fase memberontak saat remaja. Bapak-ibukku tuh keras, tapi bukan keras main fisik, tapi main doktrin. Kan sama aja njebol itu luar biasa. Yang kulakukan adalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108 aku memberontak terhadap seluruh larangan. Nah, fase kedua adalah kemarahanku bukan lagi hanya soal orientasi seksual. Bagiku waktu itu aku merasa harus ada titik ketika mereka harus menerimaku apa adanya. Tetapi justru kemarahanku adalah aku merasa dibedakan karena aku sulung. Ada hal-hal yang harus menjadi tanggung jawabku sebagai sulung. Misalnya, ketika orangtuaku ribut, itu tanggung jawab sulung untuk menyelesaikan. Bagiku itu tidak oke (S.B.317-327). Informan belum dapat terbuka dengan orang tuanya dan karena merasa terus didesak untuk menikah. Informan merasa tidak nyaman dan akhirnya tidak pernah berkomunikasi lagi dalam waktu yang sangat lama, Sampe titik terakhir, beberapa tahun lalu, aku merasa terjebak karena aku hidup dengan pasanganku yang kedua, perempuan. Dia pergi, yang di rumah cuma aku. Adekku pergi karena kami sewa rumah bareng. Dan bapak-ibukku datang dan terbukalah diskusi itu. Aku tidak banyak menjawab. Aku hanya bilang nggak, nggak, nggak. Setelah itu aku cukup marah sama orangtuaku. Aku tidak berkomunikasi sama mereka. Aku tidak pulang juga ke kampung halaman yang tidak begitu jauh itu. Itu adalah terakhir kali mereka mendesakku. Sampe sekarang belum pernah ada obrolan lagi (S.B.291-300). Informan B hanya dapat terbuka dengan adik laki-lakinya mengenai orientasi seksualnya dan tidak ada konflik dari keterbukannya tersebut (S.B.252-256). Dengan kedua adekku baik-baik saja. Mereka jenis yang cukup mensupportku di banyak hal pun kalo ada konflik bukan soal orientasi seksual (S.B.398-400). Di lingkungan kerja, informan B memiliki relasi yang baik dengan rekan kerja. Berbeda hubungan antara informan B dengan orang tuanya, informan merasa terkekang karena banyak doktrin dari orang tuanya yang membuat informan memberontak. Selain doktrin, informan merasa marah dengan orang tuanya karena ada banyak hal-hal yang menjadi tanggung PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109 jawab anak sulung yang menurut informan tidak pada tempatnya (S.B.317321, 323-327). Selama berproses, informan menemukan bahwa saat dirinya memiliki kesempatan menyuarakan aspirasi sebagai lesbian, tetapi informan berpikir akan menyakiti banyak pihak ketika aspirasi tersebut disandingkan dengan agama. (S.B.360-370). Pada akhirnya, informan mulai terbuka dengan keluarganya dan mulai menyadari bahwa adik-adiknya cukup suportif, dan orang tua yang membutuhkannya karena kesepian (S.605-610). 5. Perkembangan Diri Dalam aspek perkembangan diri, informan A mampu menyelesaikan masalah dengan keluarganya. Informan A mampu mengatasi konflik dalam proses coming out kepada keluarganya, Mereka tidak memberikan reaksi keras, pada saat aku jawab “ya aku lesbian gitu”, mereka gak bereaksi keras. Jadi, hari itu juga clear. Nggak ada konflik apa-apa (S.A.213-215). Informan tidak merasakan perbedaan dalam menjalani hidup baik sebelum maupun setelah coming out serta mampu menjalani aktifitas seperti biasa, Aku menjalani hidup ya kayak manusia aja gitu. Ya bangun tidur, ya kerja, ya beraktivitas seperti biasa gitu, bersosialisasi (S.A.246-247). Informan B juga mengalami pertumbuhan diri yaitu mau belajar halhal baru. Adanya perasaan berbeda membuat informan mencoba PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110 mempelajari hal-hal baru yang berkaitan dengan lesbian ataupun LGBT. Meskipun informan mengalami kesulitan untuk mencari informasi tentang LGBT, informan tetap mencoba mencarinya (S.B.89-97). Informan B mampu menemukan hal-hal baru yang membuatnya semakin tahu mengenai hal yang selama ini menjadi pertanyaannya. Bertemu dengan komunitas adalah salah satu cara mengetahui informasi menegenai lesbian. Cuma memang beruntung aku ketemu dengan komunitas gay dan komunitas waria. Aku melihat fakta di situ. Perasaan bersalahku menjadi terjawab sedikit demi sedikit (S.B.134-137). Informan B belajar dari pengalaman sepupunya bahwa sebelum membuka diri kepada orang lain mengenai orientasi seksualnya, perlu memahami seperti apa kondisinya (S.B.151-156). Kursus gender dan seksualitas yang diikuti informan B mampu membuatnya menemukan banyak jawaban atas pertanyaannya mengenai lesbian dan LGBT. Dari hal tersebut informan dapat menemukan banyak hal baru tentang komunitas (S.B.213-216). Pada akhirnya informan B menemukan konsep kehidupan normal sesungguhnya. Menemukan jawaban tentang seksualitas yang dikaitkan dengan banyak aspek kehidupan seperti agama dan budaya (S.B.219-225). Informan menemukan bahwa kontrol agama sangat ketat yang membentuk pola pikir. Hal inilah yang semakin membuat informan mencari lebih banyak informasi sehingga berbagai pertanyaannya terjawab (S.B.242248). Informan merasa bahwa pembenaran yang selama ini menjadi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111 prinsipnya masih ada yang salah karena informan menyadari bahwa dirinya belum selesai berproses. Hal tersebut membuat informan lebih berhati-hati (S.B.373-384). Informan menemukan bahwa sikap kerasnya pada pihak-pihak yang tidak mendukung LGBT merupakan bentuk pelampiasannya sebagai minoritas. Keluar dari sikap mental minoritas itu menurutku satu persoalan. Karena ketika kita biasa menjadi korban kekerasan, ada titik di mana kita berpotensi sangat besar menjadi pelaku kekerasan (S.B.439441). Bagi informan B, menjadi lesbian tidak cukup sebatas mengakui orientasi seksualnya, justru setelah itu kehidupan seorang lesbian baru dimulai, Tadinya kupikir ‘selesai’ itu adalah selesai menyadari fakta bahwa aku berbeda. Kemudian itu namanya adalah lesbian. Kemudian menjadi seorang lesbian itu sah dan halal misalnya. Bagiku kupikir itu selesai. Ternyata belakangan bukan itu (S.448-451). Informan B merasa bahwa masalah justru bukan karena perbedaan orientasi seksualnya, tapi interaksi manusia seperti menyikapi perbedaan pendapat dan cara pandang. Informan B menyadari dan menemukan bahwa membuka diri terkait orientasi seksual bukanlah finishnya. Jadi tahapannya dari minoritas, selalu menjadi korban, kemudian pada titik kita didengarkan oleh mayoritas, kita diistimewakan oleh mayoritas, dan kemudian aku memimpin suatu organisasi. Kebayang nggak sih, secara psikologis aku selalu menginginkan didengarkan, aku selalu menginginkan dipatuhi, aku selalu menginginkan apa yang kurencanakan dijalankan dengan baik oleh seluruh stafku. Dan ternyata faktanya tidak se-oke itu. Maka konflik yang muncul menjadi konflik-konflik personal, kemarahan-kemarahan personal. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112 Jadi kayak kita udah naik, terus jatuh lagi. “Oh ternyata aku nggak mampu. Oh ternyata sebatas ini.” Di fase-fase itu sih (S.B. 472-482). Informan juga merasa bahwa pembenaran yang selama ini menjadi prinsipnya masih ada yang salah karena informan menyadari bahwa dirinya belum selesai berproses. Hal tersebut membuat informan lebih berhati-hati (S.B.373-384). Informan B banyak menemukan hal-hal baru dari pengalaman dan kemauannya untuk membaca dan belajar, Kupikir justru di situlah ke-Mahakuasa-an Tuhan dengan cinta kasihnya. Mencipta berbagai ragam identitas. Hanya memang persoalannya adalah mau nggak kita membaca. Di Islam ada statement pertama Iqro, bacalah. Kemudian kita mencari. Menurut persoalan saat ini adalah ketika ada seseorang yang kemudian merasa ada yang salah dengan dunia ini, kupikir orang itu harus meluangkan waktu untuk mencari (S.B.513-519). Informan telah banyak belajar hal dan akhirnya menemukan cara pandang yang positif yang membuatnya dapat menyelesaikan banyak masalahnya dengan baik (S.B.619-622), termasuk hubungannya dengan orang tuanya. 6. Tujuan dalam Hidup Informan mampu menyelesaikan masalah terkait hubungan dengan keluarga dan orang lain. Konflik yang masih ada dalam diri adalah berkaitan dengan pasangan karena informan merasa apapun yang berkaitan dengan pasangan akan berkaitan dengan informan juga. Konflik tersebut misalnya jika coming out tidak diterima keluarga dan lingkungannya sehingga dapat memutus hubungan dengan informan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113 Usiaku 32 dan aku selesai dengan itu. Yang nggak selesai sebenernya adalah konflik dengan diri sendiri malahan. Maksudnya menjalani kehidupan sebagai lesbian ini kan nggak cuma selesai ketika kita terima diri kita berbeda, nggak selesai juga ketika kita diterima di masyarakat atau di keluarga. Nggak selesai di situ, tapi proses-proses yang berhubungan dengan pasangan (S.A.332-337) Informan mampu memiliki harapan, bukan hanya untuk dirinya namun lebih luas yaitu untuk komunitasnya (S.A.498-501). Informan juga berharap supaya ada pendampingan terhadap teman-teman LGBT saat coming out supaya tidak frustasi (S.A.604-606). Terutama bagi psikolog untuk tidak mengutamakan hasil akhir namun proses yang dialami, misalnya proses coming out yang tetap membutuhkan teman curhat (S.A.608-609). Hal tersebut penting karena tanpa pendampingan dan tempat cerita lesbian bisa saja mencari pelarian negatif bahkan bunuh diri (S.A.617-618). Harapan juga ditujukan kepada keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan orientasi seksual lesbian atau LGBT untuk lebih terbuka. Sehingga tidak memaksakan suatu kehendak yang membuat seseorang merasa tertekan dan putus asa (S.A.623-627). Informan B juga mempunyai harapan-harapan untuk dirinya sendiri, informan berharap tidak banyak menyusahkan orang lain, atau merepotkan banyak pihak (S.B.637-640). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114 Tabel 7 Rangkuman Tema Hasil Analisis Tematik Informan A Informan B Penerimaan Diri Informan A memiliki penerimaan diri Informan B memiliki penerimaan diri 1. Menerima kelebihan dan 1. Menerima kelebihan dan kelemahan diri (S.A.313) kelemahan diri (S.B. 392-395; 2. Menerima orientasi seksualnya 439-441; 531-535; 591-593) (S.A.96-99; 172-175) 2. Menerima orientasi seksualnya 3. Tidak mengubah atau bersembunyi (S.B. 406-411) karena menyesuaikan dengan 3. Menyembunyikan identitasnya peranan sosial (S.A. 125-126; 128untuk menyesuaikan dengan 130; 251-254; 267-271; 317-319; peranan sosial (S.B.71-73; 111454-458) 113; 116; ) 4. Menyembunyikan identitasnya untuk menyesuaikan dengan peranan sosial (S.A.72-75; 89-90; 136-137) Penguasaan Lingkungan 1. Nyaman terhadap lingkungan 1. Nyaman (S.A.107-109; 113-117; 146-148; 280-285) terhadap lingkungan (S.B.633-634) 2. Dapat menyesuaikan diri tanpa 2. Dapat menyesuaikan diri tanpa kehilangan nilai diri (S.B. 170- kehilangan nilai diri (S.A.107-109; 172; 182-184; 259-263; 560-565; 267-269) 585-587; 633-634) 3. Sulit merasakan kenyamanan terhadap lingkungan (S.B. 95-99; 264-267; 279-286; 334-351; 486489;496-499) 4. Sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan (S.B.76-80; 426-428) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115 Otonomi 1. Mampu mengambil keputusan 1. Mampu sendiri (S.A.46-47; 154-156; 263267; 421-424; 427-432) 2. Inisiatif mengambil keputusan sendiri (S.B.55-58; 148-151) 2. Inisiatif (S.B.89-91; 213-216) (S.A.194-195;227-229; 3. Mandiri (S.B. 338-340; ) 381-384; 520-525) 3. Memiliki pandangan dan pendapat sendiri (S.A.27-31; 36-37; 50-54) 4. Memiliki pandangan dan pendapat sendiri (S.B. 453-458; 466-470; 509-511; 513-519) 4. Sulit mengambil keputusan sendiri (S.A. 166-167; ) Hubungan Positif dengan Orang Lain 1. 2. Interaksi yang positif dengan 1. Interaksi yang positif dengan orang orang lain (S.A.185-190; 280- lain (S.B. 252-256;315-317; 398- 285; 300-306; 414-416; 440-443) 400; 605-610) Mampu percaya dengan orang 2. Mampu berempati (S.B. 360-370; lain (S.A.204-206; 280-285; 440443; 454-458) 3. Mampu berempati (S.A.61-67; 454-458; 520-525) 4. 3. Mampu memberikan dukungan satu sama lain (S.B. 398-400) 4. Mampu terbuka/berbagi dengan Mampu memberikan dukungan orang lain (S.B. 252-256; 398-400; satu sama lain (S.A.213-218; 300- 502-504) 306; 332-337; 344-349) 5. 642-646) 5. Interaksi yang negatif dengan Mampu terbuka/berbagi dengan orang lain (S.B. 291-300; 317-321; orang lain (S.A. 125-126; 128- 323-327; 330-337; 486-489) 130; 194-195; 207-210; 251-254; 6. Sulit terbuka/berbagi dengan orang 269-271; 280-285; 414-416; 440443) lain (S.B.413-418) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116 Pengembangan Diri 1. Terbuka terhadap pengalaman 1. Terbuka terhadap pengalaman (S.A.373-377; 397-402; 405-410; (S.B. 152-156; 373-384; 439-441; 461-468; 505-510; 511-517; 542- 521-530; 596-603) 552; 559-570) 2. Mau belajar hal-hal yang baru 2. Mau belajar hal-hal yang baru (S.B. 158-160; 213-216; 242-247; (S.A.484-486; 488-493; 505-510; 542-552; 559-570) 544-554) 3. Mampu menemukan hal-hal baru 3. Mampu menemukan hal-hal baru (S.B.130-132; 133-137; 213-216; (S.A. 405-410; 542-552; 559-570) 219-225; 228-233; 242-247; 360- 4. Mampu menyelesaikan masalah 370; 435-437; 448-451; 472-480; dengan baik (S.A.213-218; 246- 513-519; 531-535; 560-565; 575- 247; 344-349; 447-449; 542-552) 577; 580-582; 614-616; 619-622; 5. Belum mampu menemukan hal-hal baru (S.A.6-7; 12-14; ) 626-629) 4. Belum mampu menemukan hal-hal baru (S.B.11-13; 16-17) Tujuan 1. Memiliki tujuan yang ingin dicapai (S.A. 332-337; 363-367; 476-478; 511-517) 2. Tujuan 1. Memiliki harapan (S.B. 637; 638640; 642-646) 2. Belum memiliki tujuan yang ingin mengarah kepada kebahagiaan (S.A. 332-337) 3. Tujuan hidup berakar dari nilai diri 4. Memiliki harapan (S.A. 373-377; 495-505; 511-517; 529-535; 604606; 608-609; 617-618; 623-627) dicapai (S.B.200-202) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117 D. Ringkasan dan Integrasi hasil Berdasarkan kesimpulan yang peneliti buat mengenai definisi psychological well-being dalam tinjauan teori, psychological wellbeing merupakan pemenuhan dan perwujudan diri seseorang yang menjadi sumber resiliensi/ketahanan diri dalam menghadapi kesulitan. Selain itu psychological wellbeing mencerminkan fungsi positif, kekuatan personal dan kesehatan mental. Maka tidak heran jika narasi informan A dan B bernuansa progresif/optimistik. Informan A ketika mulai merasa tertarik dengan perempuan, maka informan mulai menyadari bahwa dirinya memiliki orientasi seksual lesbian, dengan adanya penerimaan dari keluarga, maka informan A dapat menikmati proses hidup dan nyaman dengan dirinya. Sedikit berbeda dengan informan B yang mengalami tekanan dan memiliki konflik dengan keluarga sehingga informan B sempat mencoba mengikuti pandangan umum untuk memiliki relasi dengan laki-laki seperti pada umumnya. Informan B banyak belajar memaknai kehidupan sehingga dapat menikmati proses hidup dan nyaman dengan dirinya sendiri. Meskipun melalui proses kehidupan yang berbeda, Informan A dan B memiliki 6 dimensi pembentuk PWB, yakni penerimaan diri, penguasaan lingkungan, kemandirian, perkembangan diri, relasi positif dengan orang lain dan tujuan hidup. Hal tersebut sekaligus membuktikan bahwa dimensi PWB membantu orang yang memiliki orientasi seksual lesbian untuk bertahan menghadapi kesulitan yang mereka hadapi dalam hidup. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118 Berdasarkan pemaparan analisis tematik PWB pada bagian sebelumnya, peneliti dapat menemukan beberapa faktor penting yang mempengaruhi perkembangan dimensi PWB pada informan. Faktor yang mempengaruhi perkembangan penerimaan diri informan adalah pemahaman tentang diri dan dukungan sosial. Pemahaman tentang diri seperti informan A dan B yang dapat menerima diri, mempertahankan orientasi seksual lesbian dan tidak menutup-nutupi orientasi seksualnya. Meskipun mendapatkan perlakuan maupun pandangan negatif dari lingkungan dan masyarakat terkait lesbian, informan A dan B mampu menghadapi masalah dengan pikiran positif dan tenang. Hal tersebut diperoleh dari hasil belajar pengalaman kegagalan atau kesuksesan dimasa lalu, self-efficacy (termasuk didalamnya self-esteem), dukungan dari keluarga dan teman juga mempengaruhi perkembangan dari penguasaan lingkungan dan kemandirian. Informan A dan B juga melakukan aktifitas yang dapat menambah wawasan masyarakat terkait lesbian, dengan harapan dapat berkurangnya pandangan negatif terhadap lesbian dan mendapatkan penerimaan lebih baik dari lingkungan sosial. Perasaan diterima, penilaian terhadap seseorang atau sesuatu yang melekat pada seseorang, harapan pada orang lain, dan perasaan kecewa karena harapan tidak terpenuhi mempengaruhi relasi positif informan dengan orang lain. Perkembangan diri informan dipengaruhi oleh penilaian terhadap situasi yang dihadapi dan keterbukaan terhadap pengalaman baru. Rasa tanggung jawab terhadap diri, keluarga, dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119 kepuasan ketika dapat berguna bagi orang lain, serta keyakinan (belief) pada sesuatu membuat informan memiliki tujuan hidup. Dapat disimpulkan bahwa ketika dimensi PWB, faktor penerimaan diri dan dukungan sosial dapat dicapai informan, maka informan akan dapat menerima, berdamai dengan diri, lebih nyaman terhadap diri, siap terhadap pandangan dan penilaian lingkungan, memiliki hubungan positif dengan orang lain, serta memiliki perkembangan diri yang baik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120 Mulai merasakan ketertarikan dengan perempuan Menyadari memiliki orientasi seksual lesbian Menyadari memiliki orientasi seksual lesbian Penerimaan Keluarga Tekanan dan konflik keluarga Mengikuti pandangan umum untuk berelasi dengan laki-laki Belajar banyak hal untuk memaknai hidup Menikmati proses hidup dan nyaman dengan diri Menerima diri sebagai lesbian, mempertahankan orientasi seksual lesbian dan tidak berusaha menutupi-nutupi hal terkait orientasi seksualnya. Mendapatkan perlakuan maupun pandangan negatif dari lingkungan dan masyarakat umum sebagai lesbian Mampu menghadapi masalah dengan pikiran positif dan tenang. Melakukan aktifitas yang dapat menambah wawasan masyarakat terkait lesbian Berkurangnya pandangan negatif terhadap lesbian.Memperoleh penerimaan lebih baik dari lingkungan sosial. Menerima dan berdamai dengan diri Nyaman terhadap diri Siap terhadap pandangan dan penilaian lingkungan Memiliki hubungan positif terhadap orang lain Perkembangan diri yang baik Skema 4 : Dinamika Proses Physchological well being pada informan A dan B PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121 E. Pembahasan 1. Keterkaitan antara faktor PWB dengan dimensi PWB Dari hasil yang diperoleh dari informan, peneliti telah menemukan faktor penting yang mempengaruhi perkembangan dimensi PWB pada diri informan. Penelitian ini menemukan bahwa pemahaman diri merupakan faktor penting pembentuk penerimaan diri. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hurlock dalam Satyaningtyas dan Abdullah (2012). Para informan telah menyadari memiliki orientasi seksual lesbian sudah dari kecil sehingga meskipun mendapat tekanan lingkungan sosial informan tetap menjadi dirinya sendiri. Hal ini berkaitan dengan pemahaman diri yang merupakan pandangan representasi kognitif diri, bahan dari isi konsep diri pada anak yang didasarkan pada peran dan kategori yang mendefinisikan siapa anak itu dan salah satu hal yang memberi dasar mengenai identitas pribadi. Setelah memahami dan menyadari diri dengan identitas gender tertentu, anak cenderung mempertahankan konsistensi identitas gender tersebut melalui kategori dan perilaku (Santrock, 2002). Pada saat awal menyadari bahwa dirinya adalah seorang lesbian, ada dua pandangan yang berbeda yaitu, rasa untuk menolak dan rasa nyaman untuk menjalaninya. Reaksi ini juga berkaitan dengan diri sebenarnya dan diri ideal yang diyakini oleh para informan. Adanya inkongruensi antara diri sebenarnya dan diri ideal cenderung memunculkan kecemasan perasaan tertekan maupun ketidakbahagiaan (Feist & Feist, 2010 dalam Maria, 2015). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122 Informan memiliki kondisi fisik perempuan namun memiliki identitas gender maskulin sehingga cenderung menampilkan diri sebagai laki-laki. Individu yang memiliki konflik dengan realita akan memunculkan kecemasan dalam dirinya. Hal ini terutama tampak pada informan B yang cenderung menolak keadaan dirinya di awal. Berbeda dengan informan A yang dapat menerima dirinya di awal proses, sehingga membantunya lebih cepat dalam proses well-being karena adanya kongruensi dalam dirinya. Psychological well-being lesbian dapat dilihat dari 6 aspek yaitu penerimaan diri, penguasaan lingkungan, otonomi, hubungan positif dengan orang lain, pertumbuhan diri dan memiliki tujuan. Setelah melewati fase coming out (membuka diri) tentu ada sebagian masyarakat yang menganggap bahwa lesbian berbeda sehingga mendapat perlakuan yang berbeda pula. Hal ini dapat mengganggu psikologis seorang lesbian bahkan jika sangat frustasi dapat mencari pelarian negatif seperti NAPZA dan bunuh diri. Berdasarkan wawancara dengan informan, bagi mereka yang memiliki oreintasi seksual lesbian dari sejak kecil akhirnya mampu memutuskan dan memilih mana yang ingin dijalani dalam hidupnya. Berkaitan dengan Psychological well-being, kedua informan memiliki Psychological well-being yang baik dengan melihat aspek penerimaan diri, penguasaan lingkungan, otonomi, hubungan positif dengan orang lain, perkembangan diri dan tujuan hidup. Dari hasil penelitian yang di dapat, kedua informan memenuhi 6 aspek dimensi psychology well being tersebut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123 Penerimaan diri informan ini berkaitan dengan pandangan positif terhadap diri sendiri dan menerima diri apa adanya, meskipun masih memperoleh pandangan dan perlakuan yang tidak menyenangkan dari lingkungan sosial. Dengan sikap ini, individu cenderung tidak mengubah, memalsukan atau bersembunyi untuk sesuai dengan peranan sosial (Baumgardner & Crothers, 2009). Hal tersebut yang membuat informan tidak menutup-nutupi orientasi seksualnya meskipun dengan resiko akan memperoleh pandangan dan perlakuan negatif dari lingkungan. Informan A menerima bahwa dirinya merupakan seorang lesbian. Informan A mampu membuka diri terutama kepada keluarga bahwa dirinya adalah seorang lesbian. Orang tua tidak mempermasalahkan bahwa informan A adalah seorang lesbian. Adanya pengertian dari orang tua membuat hubungan antara informan dengan orang tua tetap terjalin baik, begitu juga dengan teman-teman informan. Informan A tetap dapat menjalin hubungan baik dan saling mendukung dengan teman-temannya yang mayoritas heteroseksual. Dalam berproses informan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan orientasi seksualnya, namun masih memikirkan tentang pasangannya yang belum coming out. Informan A banyak berharap lebih kepada komunitasnya disbanding dengan dirinya sendiri. Harapan tersebut adalah bahwa suatu saat nanti komunitasnya dapat diterima oleh masyarakat sebagai manusia yang tidak berbeda dengan heteroseksual. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124 Sedikit berbeda dengan informan B. Informan B mengalami proses yang sangat panjang untuk menerima orientasi seksualnya. Masyarakat dianggap masih mendiskriminasi lesbian dan komunitasnya. Terjadi banyak konflik dalam dirinya ketika berproses dengan lingkungan yang tidak bisa menerima lesbian. Selain itu ditambah hubungannya dengan orang tua kurang harmonis karena informan B merasa banyak tuntutan dari kedua orang tuanya. Dalam perjalanan kehidupannya, akhirnya informan berada pada titik dimana harapannya mengangkat komunitas LGBT belum bisa terpenuhi. Prosesnya juga dilalui dengan jatuh bangunnya membangun relasi dengan perempuan. Berbagai kondisi tersebut membuat informan B merasa down, namun pada akhirnya menemukan titik balik untuk merubah pola pikir yang akhirnya menyadarkannya tentang hidup. Informan B mulai menerima keadaan seperti apa adanya dan mulai dapat membangun hubungan yang positif terutama dengan orang tuanya. Informan B juga mampu memiliki harapan baik untuk dirinya maupun komunitasnya. Dapat dilihat bahwa faktor dukungan sosial memiliki peran yang sangat penting dalam dimensi PWB bagi kedua informan. Adanya dukungan sosial membuat informan percaya bahwa dirinya diterima oleh lingkungan sekitanya. Informan A mendapatkan dukungan sosial dari keluarga, teman dan rekan kerjanya. Informan A mendapatkan dukungan sosial berupa dukungan emosional seperti rasa empati, peduli dan perhatian dari keluarga serta sahabatnya. Terlihat bahwa meskipun informan A memiliki orientasi seksual lesbian namun keluarganya tetap mendukung saat informan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125 memiliki pasangan. Begitu juga dengan teman/sahabatnya yang selalu memberi empati dan perlindungan di saat orang-orang mulai mempertanyakan orientasi seksualnya. Dukungan sosial lain juga berupa dukungan penghargaan yang diterima dari lingkungan kerjanya. Informan A yang berusaha keras untuk bekerja secara profesional telah membuktikan bahwa seorang lesbian mampu berprestasi. Dengan prestasinya tersebut dirinya dihargai dan diterima di lingkungan kerjanya, bukan mengucilkannya seperti yang terjadi pada lesbian pada umumnya. Berbeda dengan informan B yang hanya menerima dukungan sosial dari teman/sahabat dan lingkungan kerja. Konflik yang informan B alami dengan orang tua/keluarga membuat informan tidak nyaman sehingga belum mampu menerima keadaan dirinya. Informan B lebih nyaman dengan lingkungan kerja karena justru di tempat kerja informan B merasa lebih dihargai dan diterima. Konflik dan tidak adanya dukungan dari orang tuanya membuat informan tidak nyaman sehingga akhirnya memilih untuk lari dari rumah. Selain itu pemahaman terhadap orientasinya yang belum selesai dan belum diterimanaya lesbian dimasyarakat membentuk pikiran negatif. Hal tersebut terlihat ketika informan B membatasi dan menentang siapa saja yang tidak dapat menerima lesbian. Konflik yang terjadi tersebut membuat informan hanya merasakan kemarahan dan kekecewaan yang menyebabkan dirinya tidak nyaman dengan lingkungan luar selain tempat kerja dan lingkungan sosial teman-temannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126 Penelitian ini menemukan bahwa ketika seseorang diterima oleh orang lain itu akan membuat seseorang memiliki relasi positif dengan orang lain. Penerimaan menumbuhkan kepercayaan pada diri seseorang (Hendriani, Handariyati dan Sakti, 2006). Penilaian negatif mengenai seseorang ataupun sesuatu yang melekat pada seseorang, serta perasaan kecewa karena harapan kepada orang lain tidak terpenuhi membuat seseorang tidak memiliki relasi postif dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Lazarus & Smith (2008) bahwa proses kognitif, yakni pengetahuan dan penilaian mempengaruhi emosi. Penilaian negatif akan menimbulkan emosi negatif sehingga orang tersebut tidak memiliki relasi positif dengan orang lain yang menjadi objek penilaian. Horowit, Rosenberg dan Bartholomwe (1993) juga mengemukakan bahwa harapan pada orang lain dan perasaan kecewa karena harapan tersebut tidak terpenuhi dapat menurunkan relasi positif. Individu akan berusaha melindungi diri dari kekecewaan yang diperkirakan dengan menghindari relasi akrab dengan orang lain, seperti yang dialami informan B. 2. Keterkaitan antara faktor PWB dengan narasi informan Pada bagian sebelumnya, peneliti telah menjelaskan faktor-faktor PWB dan kaitannya dengan dimensi PWB maupun PWB itu sendiri. Pada bagian ini, peneliti menjelaskan dinamika antara faktor-faktor PWB dan bagaimana faktor tersebut mempengaruhi narasi informan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127 Seperti diketahui bahwa ada berbagai faktor yang menyebabkan seseorang memiliki PWB yang positif antara lain faktor sosial ekonomi, usia, jenis kelamin, budaya, dukungan sosial dan kepribadian (Ryff, 1995). Seseorang yang memiliki dukungan sosial dari sekelilingnya mampu membangun kepercayaan diri bahwa keberadaan dirinya mendapat dukungan dan kepercayaan dari lingkungan antara lain lingkungan keluarga, lingkungan kerja dan lingkungan sosial misalnya teman dan pasangan. Informan A memahami bahwa keluarga adalah pihak yang paling berarti untuknya. Informan A berusaha membangun hubungan yang positif dengan keluarganya seperti tetap menjaga nama baik keluarganya dengan melihat statusnya sebagai lesbian. Meskipun informan A memiliki orientasi seksual yang dimata masyarakat sudah negatif, bukan berarti dirinya selalu menilai bahwa dirinya negatif. Sebaliknya, informan A berusaha membuktikan pada orang lain bahwa meskipun ia seorang lesbian, prestasi yang dimilikinya cukup membanggakan. Dengan hal tersebut informan A berharap seorang lesbian tidak dinilai dari siapa dirinya, tapi bagaimana prestasinya. Sama halnya dengan informan B saat mendapatkan dukungan dari lingkungan kerja dimana informan B merasa bebas dan percaya diri mengungkapkan segala keinginan dan harapan mengenai dirinya dan komunitasnya. Informan A dan informan B merasa bahwa dengan dukungan tersebut, mereka merasa percaya diri untuk terbuka dengan orang lain, mengemukakan pendapat/argumen bahkan membela diri. Dukungan dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128 kepercayaan diri yang mereka dapatkan menjadi sumber daya. Penilaian terhadap sumber daya yang dimiliki dipengaruhi oleh kemampuan seseorang dalam memahami dirinya. Seseorang yang memiliki pemahaman akan diri mempunyai kesempatan untuk mengenali dan menilai secara realistis kemampuan dan ketidakmampuannya. Informan A memiliki dukungan sosial yang tinggi. Hal tersebut berasal dari keluarga, sahabat dan rekan kerja. Informan menganggap bahwa dukungan tersebut membuatnya yakin bahwa seorang lesbian mempunyai hak yang sama untuk hidup, hak untuk beraktivitas dan bersosialisasi seperti heteroseksual karena sama-sama manusia. Informan A percaya bahwa kelak apa yang diharapkannya yaitu komunitas lesbian dan heteroseksual dapat hidup berdampingan. Begitu juga dengan informan B. Pemahaman akan seorang lesbian membuat informan B memandang bahwa lesbian berhak untuk hidup tanpa adanya diskriminasi. Kedua informan menunjukkan mereka memiliki self-efficacy yang tinggi. Self-efficacy yang tinggi membuat informan A dan informan B merasa memiliki sumber daya untuk menghadapi tantangan sehingga merasa tidak takut dalam menghadapi tantangan tersebut. Kedua informan merasa mampu menghadapi tantangan, maka memiliki narasi progresif/optimistik dan suasana narasi menjadi optimistik. Selain itu, informan A dan informan B selalu percaya dan memiliki harapan bahwa lesbian kelak dapat diterima dilingkungan masyarakat. Ketika dimensi PWB, faktor penerimaan diri dan dukungan sosial dapat dicapai informan, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129 maka informan akan dapat menerima, berdamai dengan diri, lebih nyaman terhadap diri, siap terhadap pandangan dan penilaian lingkungan, memiliki hubungan positif dengan orang lain, serta memiliki perkembangan diri yang baik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian yang berjudul Deskripsi Physhological Well-Being pada Lesbian adalah sebagai berikut: Berdasarkan hasil dari deskripsi kehidupan informan, informan A dan informan B memiliki struktur narasi progresif/optimistik. Informan A memiliki gambaran diri (image) yang nampak dalam ceritanya adalah seseorang yang mampu mengatasi situasi/lingkungan. Tema dominan yang muncul adalah penguasaan lingkungan. Adapun informan B adalah seseorang yang dapat mengendalikan situasi negatif yang dialaminya. Tema dominan yang muncul adalah perubahan ke arah yang positif. Terdapat dua sikap yang ditampilkan saat menyadari bahwa dirinya memiliki orientasi seksual lesbian, yakni menerima diri dan menolak diri. Ketika dapat menerima diri dari awal, maka proses well-being akan lebih cepat. Disamping itu kondisi lingkungan dan keluarga yang mendukung juga mempengaruhi penerimaan diri. Penerimaan diri dianggap penting bagi informan, karena merupakan proses penting untuk berproses dalam hidup selanjutnya. Hal ini dapat dilihat dari 6 aspek dimensi Psychological well being pada lesbian yaitu penerimaan diri, penguasaan lingkungan, otonomi, hubungan positif dengan orang lain, pertumbuhan diri dan memiliki tujuan. 130 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131 Faktor PWB memiliki peran dalam pembentukan narasi informan. Informan A dan informan B dipengaruhi oleh pemahaman akan diri dan dukungan sosial. Dengan adanya dukungan sosial maka informan memiliki perasaan diterima yang membuat seseorang memiliki relasi positif dengan orang lain. Seseorang yang memiliki pemahaman akan diri mempunyai kesempatan untuk mengenali dan menilai secara realistis kemampuan dan ketidakmampuannya. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa kedua informan menunjukkan mereka memiliki self-efficacy yang tinggi. Kedua informan mampu menghadapi tantangan, maka memiliki narasi progresif/optimistik. Selain itu, informan A dan informan B selalu percaya dan memiliki harapan bahwa lesbian kelak dapat diterima di masyarakat. Secara keseluruhan hasil deskripsi penelitian menunjukkan bahwa penerimaan diri sejak awal dapat membantu proses Psychological Well Being informan menjadi lebih cepat. Setelah menerima diri, barulah informan nyaman untuk menampilkan diri sebagai lesbian dan cenderung dapat mempersiapkan diri terhadap reaksi lingkungan. Pada akhirnya, ketika dimensi PWB, faktor penerimaan diri dan dukungan sosial dapat dicapai informan, maka informan akan dapat menerima, berdamai dengan diri, lebih nyaman terhadap diri, siap terhadap pandangan dan penilaian lingkungan, memiliki hubungan positif dengan orang lain, serta memiliki perkembangan diri yang baik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132 B. Saran A. Bagi Orang yang Memiliki Orientasi Seksual Lesbian Bagi informan sendiri, disarankan agar dapat lebih melihat ulang proses hidupnya sehingga dapat belajar dari pengalaman masa lalu untuk direfleksikan. Hal ini, berguna untuk membantu proses well-being informan dalam melanjutkan proses hidupnya sehingga dapat tetap produktif dan berarti. B. Bagi Kerabat dan Instansi Terkait a. Lesbian memiliki beban psikologis karena orientasi seksual yang mereka miliki. Proses untuk menerima diri sudah cukup sulit, ditambah dengan stigma dan diskriminasi yang ada di masyarakat. Kerabat dan instansi terkait diharapkan dapat memupuk kepercayaan dan rasa aman pada mereka untuk berproses. Dukungan sosial akan sangat berarti untuk membantu lebian dalam menghadapi kesulitan yang mereka hadapi. Selain itu, Anda juga disarankan untuk membantu meningkatkan kualitas hidup lesbian dengan memfasilitasi proses memunculkan psychological well-being dalam diri mereka. b. Bagi konselor Berikanlah pandangan-pandangan yang lebih positif mengenai keberagaman orientasi seksual. Konselor juga disarankan agar lebih netral dan tidak berusaha memaksa untuk menentukan pilihan sesuai dengan keinginan konselor. Berdasarkan pengalaman salah satu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 133 informan penelitian ini, hal tersebut sangat membantu dalam proses penerimaan diri dan beradaptasi. C. Bagi Peneliti Selanjutnya Berdasarkan dari data yang peneliti peroleh, bagaimana informan memaknai peranan dari Agama dan budaya yang mengakar dimasyarakat juga mempengaruhi diri seorang lesbian. Namun karena batasan penelitian, peneliti tidak dapat mengkaji secara lebih mendalam mengenai hal tersebut. Peneliti selanjutnya dianjurkan mengkaji hal tersebut karena berdasarkan beberapa penelitian, religiusitas berdampak positif bagi kesehatan mental/ PWB. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR PUSTAKA Alexis Mira, P, O. (2013). Special Issue on LGBT Psychology: Towards an LGBT-Inclusive Psychology (Reflecting on a Social Change Agenda for Philippine Psychology). Philippine Journal of Psychology. Vol. 46 No.2, 517. Angelina Cindy. (2011). Gambaran Psychological Well-Being Pada Lesbian. Studi Kuantitatif. Universitas Sumatera Utara. Arivia Gadis & Gina Abby. (2015). Makna Hidup Bagi LGBT Ketika Negara Abai : Kajian Queer di Jakarta. Jakarta : Jurnal Perempuan. Ariyanto, & Triawan Rido. 2008. Jadi, Kau Tak Merasa Bersalah!?, Diskriminasi dan kekerasan terhadap LGBT. Arus Pelangi dan Yayasa Tifa. Jakarta Selatan: Citra Grafika. Arus Pelangi. 2008. Menuju Penghormatan dan Pemenuhan Hak‐hak Kelompok Minoritas Berdasarkan Orientasi Seksual dan Identitas Gender. Jakarta. Arus Pelangi, KSM & PLUSH. (2013). Research study titled 'Unveiling Stigma, Violence and Discrimination toward the Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender (LGBT) Community in Indonesia', based on information from 335 LGBT people in Jakarta, Yogyakarta and Makassar. Dipungut pada 16 Mei, 2016, dari http://www.thejakartapost.com/longform/2016/05/16/aportrait-of-a-gay-indonesian.html Baumgarder, S. R., Crothers, M. K (2009). Positive Psychology. New Jersey: Pearson Education, Inc. Buchori, B. & I. Soenarto. 1996. Mengenal Dharma Wanita. Hal. 172-193. Mayling Oey-Gardiner dkk. (ed.), Perempuan Indonesia: Dulu dan Kini. Jakarta: PT Gramedia Baumgarder, S. R., Crothers, M. K (2009). Positive Psychology. New Jersey: Pearson Education, Inc. Blatt, S. J., Quinland, D. M., Chevron, E. S., & McDonal, C., Zuroff, D. (1982). Dependency and self-criticism: Psychological dimensions of depression. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 1, 113-124. doi: 10.1037/0022006X.50.1.113. Buchori, B. & I. Soenarto. (1996). Mengenal Dharma Wanita. Hal. 172-193. Mayling Oey-Gardiner dkk. (ed.), Perempuan Indonesia: Dulu dan Kini. Jakarta: PT Gramedia 134 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 135 Cindy Angelina & Aarliza Lubis. (2011). Gambaran Psychological well-being pada lesbian. Dipungut pada 10 Mei, 2016, dari http://skripsipsikologilengkap.blogspot.co.id/2013/08/skripsi-psikologigambaran.html?m=1 Dunn, D. S., Uswatte, G., & Elliott, T. R. (2009). Happiness, resilience, and positive growth following physical disability: Issues for understanding, reseacrh, and therapeutic intervention. Oxford Handbook of Posiive Phsychology, 2(62), 651-664. Galink (2013). Seksualitas Rasa Rainbow Cake (Memahami keberagaman orientasi seksual manusia). Yogyakarta: PKBI-DIY. Galliano, G (2003). Gender: Crossing Boundaries. Canada : Wadswort/ Thomson Learning Ghony, M. Djunaidi & Fauzan, (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Herdiansyah Haris. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Psikologi. Jakarta : Salemba Humanika. Moleong. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Bandung. Moleong, Lexy. J. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset. Murphy, G. (1954). Professional progress through personal growth. AJN The American Journal of Nursing, 54 (12), 1464-1467. Oetomo, D (2001). Memberi Suara Pada yang Bisu. Yogyakarta : PT Galang Press. Preventi, C. S (2015). Deskripsi dan faktor Psychological well-being pada Istri yang Tertular HIV/AIDS. Dipungut pada 20 November, 2015, dari USD, fakultas Psikologi. Yogyakarta. Rissa Aulia. (2014). Teknik Komunikasi Terapeutik antara Relawan dengan Pasien Gangguan Mental dan Kejiwaan. Madura : Universitas Trunojoyo. Ryff, C. D. & Keyes, C. L. M. (1995). The Structure of Psychological Well-Being Revisited. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 69, No. 4,719-727 Ryff, C. D. & Singer, B. H. (2008). Know thyself and become what you are: A eudaimonic approach to psychological well-being. Journal of Happiness Studies, 9(1), 13-39. doi: 10.1007/s10902-006-9019-0 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 136 Ryff, C. D. (2014). Psychological well-being revisited: Advances in the science and pactice of eudaimonia. Psychotherapy and Psychosomatics, 83, 10-28. Doi: 10.1159/000353263 Santrock, J. W. (2002). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta : Erlangga. Sarosa, Samiaji, S. E., M.Sc., Ph. D. (2012). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Jakarta Barat: PT Indeks. Satyaningtyas, R., & Abdullah, S. M. (2012). Penerimaan Diri dan Kebermaknaan Hidup Penyandang Cacat Fisik. Dipungut pada 8 September, 2014, dari http://fpsi.mercubuana-yogya.ac.id/wp content/uploads/2012/06/LIAPENERIMAANKEMAKNAAN- HIDUP.pdf Schultz, D. (2010). Psikologi Pertumbuhan: Model-model Kepribadian Sehat [Growth psychology: models of the heathy personality]. Terj. Yustinus, Yogyakarta: Kanisius. (Karya asli terbit 1977) Smith, J. A. (2008). Qualitative Psychology: A Practice Guide For Research Methods 2nd Edition. Singapore: Sage. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: CV. Alfabeta. Universitas Sanata Dharma Batalkan Seminar LGBTI. (2014). Tempo.co. Dipungut 17 Juni, 2015, dari https://m.tempo.co/read/news/2014/09/17/058607716/universitas-sanatadharma-batalkan-seminar-lgbti Wahjana Juliani. (2002). Perempuan Lesbian di Indonesia. Suara Perempuan, 26 Agustus 2002. ILC Forum. Dipungut 25 Juni, 2016, dari https://ilc2009.wordpress.com/category/artikel-tentang-lesbian/. Wieringa Saskia E. & Blackwood Evelyn. 2009. Hasrat Perempuan. Jakarta Selatan: Ardhanary Institute. Sumber Internet: http://aprilfullmoon.blogspot.com/2009/10/upaya-kelompok-lgbt-lesbian-gaybiseksual.html http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-lindapebri-6508-310_babii.pdf http://www.slideshare.net/HutaurukMusa/stigma-10562714 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI LAMPIRAN 137 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 138 A. ANALISIS TEMATIK 1. Analisis Tematik Informan A AWAL No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Transkip Wawancara P : Hei DJ….Mau nerusin yang di BBM ni, jadi kalau memang berkenan untuk menjawab silahkan dijawab, dan boleh gak dijawab kalau dirasa itu tidak ingin disampaikan. Kalau boleh tau, boleh di critain ni bagaimana kehidupan anda sebelum menyadari kalau anda lesbian? S : Eee…kehidupannya biasa aja, maksudnya ya kayak anak-anak pada umumnya gitu, remaja-remaja pada umumnya gitu, ya sekolah, ya berteman, main, eee…ya biasa biasa. P : O gitu ya, trus gimana sih dulu semacam sejarah atau kehidupan dulu ketika kamu merasakan kalau kamu tu lesbian? S : Ini sebenarnya agak susah buat dijelasin ya, karena itu let it flow gitu ya, jadi ada perasaan-perasaan yang ya kayak orang jatuh cinta pada umumnya itu, cuma yang membedakan adalah ya cintanya itu sama sesama jenis gitu kan. Menurutku waktu itu bukan suatu masalah sih. Karena Aku waktu itu belum berpikiran bahwa itu tu masalah karena aku dulu belum ada wacana-wacana bahwa itu gak normal, itu sakit atau segala macem, aku gak kepikiran sampai situ, yang aku tau aku suka sama perempuan, yaudah gitu aja P : Okey, nah boleh diceritain gak prosesnya pada awal ketika emm…kamu mulai merasakan ketertarikan dengan Keterangan Kode Informan tidak merasakan ada yang berbeda dalam hidupnya sebelum menyadari bahwa ia seorang lesbian. E7 Informan merasakan perasaan yang sama seperti jatuh cinta, meskipun dengan sesama perempuan namun informan belum menyadari bahwa hal tersebut mengarah pada lesbian karena belum ada wacana mengenai hal tersebut. E7 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 139 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 perempuan? S : Emm…aduh, gak move on dong ni aku kalau cerita yang ini…(ketawa). Itu berarti cerita jatuh cinta pertama kali ya? P : Boleh cerita jatuh cinta pertama kali atau ketertarikan gitu S : Karena dari dulu tu sebenarnya aku punya banyak teman, ya lakilaki ya perempuan gitu, yang menarik tu perempuan menurutku gitu lho, kayak lebih tertarik ngliatin temen-temen perempuan, lebih tertarik ngobrol sama temen-temen perempuan, pokoknya perempuan itu menjadi e apa ya sesuatu yang menurutku lebih indah aja, awalnya sih dari itu. Cuma belum kepikiran yang “aduh, pengen deh dia jadi pacarku”, itu gak kepikiran, cuma untuk pacaran sama laki-laki malah lebih gak kepikiran, kayak gitu. 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 P : Dari situ, apa yang dulu kamu pikirkan, maksudnya ketertarikan dengan perempuan itu dari sudut pandang apa? S : Emm….apa ya, lebih nyaman aja sih sebenernya sama perempuan, ee..lebih intim gitu lho, aku lebih yang ke…perempuan tu lebih enak diajak ngobrol yang lebih serius, dibanding laki-laki. P : Terus saat itu, ketertarikan kamu dengan perempuan dan laki-laki bagaimana? S : Kalau laki-laki sih lebih seneng jadi temen rock and roll gitu, kalau sama perempuan tu bawaannya baper (bawa perasaan) kalau deket. Deket dikit kalau dia baik terus, “aduh kok anak ini sweet banget ya”. Tapi kalaupun laki-laki sih kalaupun sweet tetep gak kepikiran, gak bawa perasaan lah yang jelas kalau sama laki-laki, kalau main temen gila-gilaan sih iya, tapi ya pada dasarnya karena memang tidak tertarik. P : Terkait dengan sejarah hidup, awal anda menyadari diri Hal yang membuat informan tertarik dengan sesama perempuan adalah karena perempuan dianggap lebih cantik dan menarik meskipun belum ada keinginan memiliki, sementara terhadap laki-laki sama sekali tidak ada ketertarikan. C4 Bagi informan, perempuan lebih menarik karena informan merasa nyaman dengan perempuan C4 Informan memang tidak ada perasaan tertarik dengan laki-laki C1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 140 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 anda lesbian tu mulai umur berapa kalau boleh tau? S : Pertanyaan kayak gini ni yang sebenarnya perlu di klarifikasi. Sebenarnya sama dengan temen-temen hetero, mereka gak pernah punya usia ketika mereka tertarik atau merasa diri mereka hetero, tertarik dengan lawan jenis, apa bedanya dengan teman-teman homoseksual gitu. Aku gak pernah punya usia dimana aku merasakan kalau aku lesbian gitu. Kalau kamu nanyanya usia kapan pertama kali suka sama perempuan mungkin aku bisa jawab gitu. Kalau aku suka sama perempuan yang benar-benar pakai perasaan cinta, tidak hanya sekedar kagum, itu SD mungkin gitu. P : Trus apa yang kamu pikirkan ketika mulai merasakan bahwa km tu lesbian? S : Gak gimana-gimana, cuma ketika mulai banyak wacana-wacana yang menentang ya menentang kayak ya udah mulai banyak wacana-wacana kontra, normal gak normal, sakit gak sakit. Yang pertama kali aku rasain adalah, “aduh ini gimana kalau keluarga tau” itu pertama pasti. Karena ketika keluarga tau otomatis kan harus menjaga, apa ya namannya, ya nama baik lah atau apa lah, kayak gitu. P : Disitu gimana perasaannya, pas ketika sudah mulai terpikirkan bahwa kalau ada istilah normal gak normal, sehat gak sehat, terus ke khawatiran kalau keluarga tau bagaimana, perasaan yang kamu alami saat itu? S : Emm…yang jelas gimana caranya gak ketauan, pertama ya kan. Tapi aku ini orang yang maksudnya kayak, ya lakukan dulu, tanggung jawab belakangan gitu lho. Jadi kalaupun besok suatu hari ketahuan yaudah, cuma sebisa mungkin waktu itu gak ketauan. Kalau pas awal-awal itu kan belum serius gitu lho punya pacar Informan memandang bahwa ketertarikan atau jatuh cinta seorang lesbian sama dengan kaum hetero. Informan tidak menyadari tepatnya menjadi lesbian, namun ia jatuh cinta dan tidak hanya sekedar kagum dengan sesama perempuan adalah waktu SD C4 Informan mulai memikirkan dan khawatir dengan keluarganya karena keadaan dirinya yang lesbian, informan merasa tetap harus menjaga nama baik keluarga D3 Pada awalnya, informan belum serius berpacaran dengan seorang perempuan sehingga menjalani hubungan dengan sembunyisembunyi, namun pasrah jika A6 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 141 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 perempuan, bener-bener masih pengen main sana sini, jadi gak terlalu kepikiran sih sebenarnya. Cuma pada saat udah mulai mau serius sama perempuan, suka sama perempuan itu kan jadi kayak main petak umpet gitu kan. Gimana caranya biar keluarga gak ngeliat gitu lho kalau aku lagi jatuh cinta segala macem P : Terus emm..gimana anda melewati proses pergulatan, kayak semacam anda tadi bilang bahwa ngumpet gitu lah ya dari keluarga biar keluarga gak melihat kalau anda jatuh cinta gitu. Gimana ni anda melewati proses itu? S : Sebenarnya bukan pergulatan ya, tapi gini aja deh kayak misalnya kamu disuruh sekolah di tempat yang kamu nggak suka, trus kamu jalanin nih tapi kamu sering bolos otomatis kan bolosbolos itu harus kamu sembunyikan dari keluargamu. Ya sama kayak aku tapi ya udah jalanin aja ngak terlalu gimana-gimana. P : Berarti kalau boleh saya simpulkan prosesnya, let it flow gitu ya, dijalanin aja gitu. S : Iya, ho o P : Trus kenapa anda bisa berfikir kalau let it flow aja gitu? Apa yang menyebabkan kata-kata itu muncul? S : Karena mau gimana lagi (hehehehe) karena nggak ada jalan lain gitu lho, kita mau…. Melawan itu juga nggak bisa gitu lho. Pikiran ku pada saat itu, ee aku ngak mungkin sama laki-laki juga karena seperti apa yang ku bilang emang nggak tertarik. Dan cepat atau lambat aku pasti akan ngomong sama keluarga entah ketauan duluan atau aku dulu yang ngomong aku juga nggak ngerti, cuma pada akhirnya keluarga pasti akan tau dan itu kapan ya let it flow. P : Terus saat itu hubungan sama keluarga gimana? S : Pada saat aku pas coming out atau belum? keluarga mengetahui Informan tidak dapat menjalani kehidupannya sebagai perempuan pada umumnya seperti jatuh cinta dengan laki-laki, informan menjalani kehidupan lesbiannya meski sembunyi-sembunyi A6 Pada akhirnya, informan mulai memikirkan untuk terbuka dengan keluarga mengenai dirinya karena merasa tidak dapat dipaksakan tertarik dengan laki-laki, dan informan merasa bahwa dirinya mempunyai orientasi seksual seorang lesbian A2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 142 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 P : Belum, pas diawal ketika baru menyadari kalau kamu lesbian, nah terus hubunganmu sama keluarga gimana? S : Baik-baik aja sih, kalau pas aku dirumah kan nggak membawa atribut apa-apa, maksudnya aku bukan seorang heteroseksual atau homoseksual tapi aku seorang anak P : Terus kalau hubungan sama orang lain gimana? S : Maksudnya masyarakat luas atau komunitas? P : Ya semua, entah masyarakat luas, komunitas atau teman S : Ya biasa juga, kalau beberapa teman-teman sih udah ada yang tau ya, cuma kalau temen-temen diluar komunitas itu lebih diem gitu kalau misal tau, nggak ada yang nanya macem-macem sih enggak, mungkin cuma dalam hati aja mereka ngrasani. Tapi ya how care gitu kan P : Apa yang bikin hubungan anda seperti itu dengan keluarga atau orang lain? S : Ya nggak ada yang pasti, kalau aku suka perempuan tementemen mungkin udah tau cuma karena belum ada statement apapun dari aku ya cuma jadi kayak saling bertanya. Aku sibuk untuk menyembunyikan dan mereka sibuk untuk bertanya dalam hati, ini disaat temen-temen dan orang tua belum tau kalau aku lesbian. Kalau pas udah tau sih temen-temen sejauh ini didepanku baik-baik aja. Kalau keluarga pada saat itu mungkin mereka sudah mengamati aku dari kecil, udah tau aku dari lama mereka nggak nyangka kalau itu benar, tapi ketika aku ditanya aku jawab iya saat ditanya punya orientasi seksual yang berbeda ya sejauh ini keluargaku nggak pernah menentang apapun. 131 P : Itu cerita sebelum dan setelah coming out ya? Sebelum mengakui bahwa dirinya lesbian, informan tahu bagaimana menempatkan diri sebagai anak saat bersama keluarga untuk membuat hubungan yang nyaman B1, B2 Informan tetap dapat berinteraksi dengan baik dengan komunitas maupun di luar komunitas meskipun mereka tahu bahwa informan seorang lesbian, namun informan tetap merasa nyaman B1, D4 Sebelum terbuka dengan keluarga dan teman-temannya, informan tetap berusaha berhubungan baik. Pada saat sudah tahu pun informan tetap memiliki hubungan yang baik dengan teman-temannya. Menurutnya, keluarganya pun tidak ada yang menentang apapun keadaan informan termasuk orientasi seksualnya yang berbeda. A3, D5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 143 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 S : Iya P : Saat itu ketika awal anda merasa diri anda seorang lesbian dan anda belum coming out bagaimana kamu memandang diri dan hidup kamu saat itu? S : Emmm, aku merasa kayak orang yang ada didalam kotak kaca gitu lho, yang bisa melihat banyak hal diluar tapi nggak bebas. Kayaka apa ya…, ya banyak hal yang bisa dilakuin sebenarnya karena sebenarnya intinya cuma jatuh cinta ya, tapi ketika kita suka sama orang kita nggak bisa mengekspresikan itu kan gimana sih sedih-sedih nggak jelas gitu, ya gitu. 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 TENGAH P : Oke terus disaat kamu menyadari kalau kamu seorang lesbian bagaimana kehidupan kamu saat itu? S : Baru sadar diri sendiri P : Ya S : eee, ya itu tadi karena aku merasa itu nggak ada yang salah aku ngrasa kayak biasa aja itu lho, yang sama kayak misalnya seseorang perempuan suka sama laki-laki atau laki-laki suka sama perempuan. Ya aku tu ngrasanya kayak gitu. Nggak ada yang salah menurutku P : Terus perasaan pas kamu yakin bahwa kamu seorang lesbian? S : Karena aku pernah jatuh cinta sama perempuan dan itu luar biasa, dan ya itu nggak pernah mungkin aku lakuin sama laki-laki dan aku juga nggak pernah sih suka sama laki-laki dari awal sampai sekarang. Bukan karena laki-laki nggak menarik ya, tapi apa ya…. Tapi emang nggak ada aja perasaan kalau orang bilang katanya “kamu belum nyoba aja” ya ngapain aku nyoba kalau aku nggak suka P : Itu tadi terkait ketertarikan ya, terus kalau lebih keperasaan Sebelum coming out, informan merasa terkurung dalam kotak kaca sehingga tidak dapat melakukan banyak hal dengan bebas termasuk ekspresi rasa suka dengan kekasih A6 Informan tetap merasa biasa seperti kaum hetero, dapat jatuh cinta, yang membedakan hanya kepada siapa mempunyai perasaan tersebut B1 Informan mampu memutuskan untuk tidak menjalin relasi dengan laki-laki karena memang tidak ada ketertarikan C1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 144 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 kamu saat itu pas mulai menyadari kalau kamu tu lesbian? S : Sebenernya nggak masalah ya cuma maksudnya nggak ada yang gimana-gimana gitu, cuma ketika kita suka sama perempuan entah itu lesbian atau bukan kan kita suka sama seseorang kita nggak tau orientasi seksual nya apa itu yang sebenernya bikin aduh gimana ya… masak suka sama perempuan. Ada pikiran kayak gitu tu ada dan kalau perempuan itu gak suka sama kita kan ya udah jelas, jelas bahwa merasa itu kayak yang tak bilang kalau berada di kotak kaca. Eeeeeeeeee… intinya perasaan ku saat itu kayak dirantai, kamu bisa jalan cuma beberapa meter dari situ nggak bisa lepas P : Terus kenapa kamu bisa mikir kayak gitu? Kenapa mikir kayak dirantai? Seperti dalam kotak kaca? Kenapa membayangkan diri mu seperti itu? S : Karena memang terbatas to, saat itu aku belum terlalu paham tentang wacana LGBT. Yang ada dalam otakku adalah heteronormatifitas, laki-laki sama perempuan, aku nggak salah suka sama perempuan tapi mengungkapkan sukanya itu aku nggak tau gimana gitu lho. Mau nyari pacar aja susah kan. Karena aku nggak tau mana yang lesbian mana yang enggak pada saat itu dan ketika suka sama orang nggak segampang laki-laki mengungkapkannya sama perempuan. P : Terus boleh diceritain nggak perlakuan apa yang kamu terima setelah orang lain tau kalau kamu lesbian? S : Perlakuan baik atau buruknya? P : Boleh dua-duanya S : Sama orang lain atau keluarga? P : Boleh juga diceritain semuanya S : Kalau sama orang lain sebenarnya coming out ku ini nggak terlalu Informan merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan ke orang yang disukainya karena belum mengetahui orientasi seksualnya, dan informan juga belum coming out sehingga tidak bisa mengungkapkan rasa suka seperti kaum hetero C5 Informan merasa tidak salah bahwa menyukai sesama perempuan, namun kelemahan yang dimiliki informan adalah tidak mampu mengungkapkannya A1 Orang tua informan D1 cukup PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 145 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 spesial, kalau sama keluarga mereka nggak memberikan respon yang keras, mungkin mereka agak kaget tapi mereka cukup bijaksana dengan “ o ya udah lah kalau kamu memang kayak gitu mau gimana lagi” bukan yang lantas kamu harus menikah atau kamu harus ke psikolog atau apa itu nggak. Mereka cukup penuh kasih gitu memperlakukan aku. Cuma dulu sempat kakak perempuanku tidak mau mengakui kalau aku ini adiknya, tapi lama-lama gak tau tepatnya kapan juga biasa aja, gak jadi masalah lagi. Dan kalau pada saat sama orang lain itu coming out kan sebenarnya karena moment aku ngeluarin buku, bukunya tentang lesbian. Disitu kayak orang berbondong-bondong untuk mau tau kehidupan lesbian kayak apa. Akhirnya jadi yang wawancara sana-sini. Mereka ngak mau tau aku seperti apa tapi mau tau seperti apa lesbian itu. Tapi menurutku gini orang-orang diluar sana selama itu menguntungkan kayak media kalau itu menguntungkan untuk mereka, pasti mereka akan baik sama aku gitu. P : Reaksimu mendapatkan semacam perlakuan atau melewati proses itu apa? S : Kalau sama keluarga jelas selesai ya clear, yang aku jaga ketika mereka sudah mau menerima aku, aku ngak boleh sembaranganlah ibaratnya aku jangan jadi orang yang bajingan. Tapi kalau sama orang luar aku lebih nggak peduli karena nggak papa sih mereka memanfaatkan ku dengan wawancara atau apapun, tapi itu malah bagus karena aku dapat memberikan wacana kemasyarakat luas dan biarkan mereka berfikir sendiri, lebih kesitu sih. 211 212 P : Boleh diceritain gak tadi maksudnya dalam keluarga clear itu gimana? bijaksana menanggapi pengakuan informan tentang orientasi seksualnya, sehingga tetap memiliki hubungan baik dengan keluarganya meskipun sempat bersitegang dengan kakaknya, namun akhirnya tetap berhubungan baik. Informan punya cara tersendiri untuk mulai terbuka dengan orang lain mengenai dirinya Keluarga sudah menerima keadaan informan sehingga informan merasa harus menjaga nama baik keluarga terutama di luar. Informan merasa senang jika diwawancara karena akan memberikan wacana kemasyarakat terkait lesbian. C2, D5 D2 D5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 146 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 S : Ya itu tadi, mereka tidak memberikan reaksi keras, pada saat aku jawab “ya aku lesbian gitu”, mereka gak bereaksi keras. Jadi, hari itu juga clear. Nggak ada konflik apa-apa. Cuma pada saat mulai sering banyak orang yang bertanya segala macem mungkin keluarga tuh mikirnya udah mulai ke yang tetangga yang nanya apa, keluarga besar nanya apa. Kayak gitu aja sih. Dan itu bisa diselesaikan. Tanpa aku harus bilang apa-apa, keluarga tau harus menjawab apa ketika tetangga nanya atau orang lain nanya. P : Tapi dari tetangga atau orang lain itu pernah mendapatkan suatu perlakuan apa gitu nggak? S : Sejauh ini belum. P : Terus perasaanmu pas itu gimana setelah cerita sama keluarga, terus temen-temen juga udah bisa menerima, dan seperti proses yang Anda ceritakan, perasaan saat itu piye? S : Jelas ya, rantainya lepas dan aku bisa keluar dari kotak kaca karena apalagi sih yang harus dikhawatirin selain keluarga. Ketika keluarga nerima, aku udah nggak peduli sama orang lain. Menurutku gitu. Jadi aku lebih bebas berekspresi aja ketika keluarga udah tau. Aku bisa bawa pacarku ke rumah kapan aja, aku bisa kenalin ke keluargaku. Ya sejauh kami masih sopan-sopan aja kan sebenarnya nggak masalah. P : Proses yang luar biasa ya, yang sudah dilalui. Terus boleh diceritain lebih dalam nggak bagaimana proses dan cara Anda menyikapi hal tersebut? S : Proses apa, nih? P : Proses ketika memang keluarga sudah menerima, terus Anda menyikapinya dengan seperti apa? Misal di masyarakat atau teman itu seperti apa? Anda menyikapinya itu seperti apa? S : Proses dan cara menyikapinya. Biasa aja sih. Gimana sih, nggak Informan mampu menyelesaikan masalah baik dengan keluarga maupun orang lain mengenai orientasi seksualnya D4, E4 Informan dapat memutuskan siapa yang berperan dalam hidupnya yaitu keluarga C2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 147 241 242 243 244 245 246 247 248 ngerti aku maksudnya. Gimana nih, maksudnya? P : Maksudnya, misal tadi Anda bercerita bahwa memang tidak ada masalah, keluarga clear kayak gitu, kan? Terus bagaimana Anda menyikapi proses tersebut? S : Ya biasa aja karena kan semuanya udah nggak ada masalah to. Ini maksudnya kayak aku menjalani hidup ya kayak manusia aja gitu. Ya bangun tidur, ya kerja, ya beraktivitas seperti biasa gitu, bersosialisasi. Nggak ada yang spesial. 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 P : Seperti bersosialisasi dan lain-lain yang tadi Anda sebutkan itu, mengapa Anda bersikap seperti itu? S : Ya karena memang kita kan makhluk sosial to? Harus bersosialisasi, kan? Maksudnya, kalo pun semakin kita terbuka sama masyarakat sebenarnya orang akan semakin kenal gitu lho. Oh ternyata jadi lesbian nggak seburuk yang kita bayangin kok. Gitu lho. Itu tuh sebenernya penting. Jadi, kalo misalnya teman-teman lesbian lainnya semakin menutup diri sama masyarakat, itu salah menurutku karena tak kenal maka tak sayang, kan? Kayak gitu. Justru nggak papa orang nanya tentang orientasi seksual kita, kita jawablah. Jangan ditutuptutupi. 260 261 262 263 264 265 266 P : Terus ada nggak hal yang kayak mengganggu atau menggelisahkan? Terus hal yang menyenangkan yang Anda alami saat itu? S : Dulu aku selalu takut ketika aku harus membuka orientasi seksualku yang berbeda ini di tempat kerja karena kan mungkin keluargaku bisa nerima, tetangga-tetanggaku nggak masalah, tementemenku nggak masalah, tapi kan tempat kerja itu kita nggak tau orang- Informan tidak merasakan perbedaan dalam menjalani hidup baik sebelum maupun setelah coming out dan mampu menjalani aktifitas seperti biasa E4 Informan berani untuk mengambil sikap yaitu terbuka dengan orang lain dan membangun hubungan dengan sosialisasi A3, D5 Informan mempertimbangkan untuk terbuka di tempat kerja tentang orientasi seksualnya Informan tidak menutupi C1, D5 B2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 148 267 268 269 270 271 272 273 orangnya kayak apa gitu kan. Tapi aku nggak menutupi. Aku hanya berproses seperti manusia kerja pada umumnya gitu, berusaha profesional, berusaha baik. Tapi ketika suatu hari ada pertanyaan dari tempat kerja tentang orientasi seksualku, ya aku nggak akan menolak itu gitu. Dan sejauh ini belum pernah ada penolakan yang sangat signifikan ya sampai yang “maaf ya kita nggak bisa memperkerjakan seorang lesbian”. Belum pernah sih. 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 P : Mungkin boleh diceritakan lagi ya, tadi sempat diceritakan bagaimana hubungan Anda dengan keluarga setelah Anda yakin bahwa Anda lesbian? S : Hubungan sebelum? P : Setelah Anda yakin dan Anda merasa bahwa Anda lesbian. Sebenarnya pengalaman aja sih. S : Yaa hubungannya biasa aja. Maksudnya, kalo menurutku jauh lebih santai gitu lho, karena udah nggak ada lagi yang ditutup-tutupi kan. Kayak tadi aku bilang aku bisa bawa pasanganku pulang ke rumah, pasanganku bisa deket sama orangtuaku, orangtuaku juga jadi lebih tenang mungkin karena aku punya pasangan yang bakal jagain aku juga. Selama ini kan aku nggak terlalu terbuka sama keluarga gitu. Jadi, sekarang lebih enak aja sih, lebih santai. P : Kalo sama orang lain? S : Orang lain siapa dulu, nih? Kalo cuma orang-orang yang sekedar kenal, teteplah aku punya privacy gitu lho. Mereka hanya tau luaranku aja gitu. Walaupun mereka tau aku lesbian, tapi kan mereka nggak tau aku nih lesbian yang kayak apa gitu kan. Tapi kalo sama temen-temen, sahabat-sahabat, kerabat yang dekatlah atau teman kerja, ya itu sama lebih santai gitu lho. Lebih gimana sih, kita hidup nggak harus pake tentang dirinya, namun berusaha menyesuaikan dengan lingkungan kerjanya. Informan tidak menutupi tentang orientasi seksualnya jika ada pertanyaan teman kerjanya A3, D5 Keluarga mendukung dan tidak mempermasalahkan mengenai hubungan informan dengan pasangannya. B1, D1, D2, D5 Informan dapat memilih teman sejati dan teman berbagi yang dipercayainya D2, D5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 149 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 topeng. P : Terus menurutmu nih, apa sih yang bikin hubungan kalian itu baik kayak gitu? S : Hubunganku dengan? P : Dengan keluarga maupun dengan orang lain, termasuk teman dan kerabat. S : Adanya saling menghargai mungkin ya. Mereka menghargai pilihanku yang berbeda, aku menghargai dengan cara aku bersikap baik. Gitu. Jadi, aku tau kok itu nggak mudah buat mereka untuk menerima aku. Mereka juga bersedia menjadi garda depan ketika ada orang-orang di luar sana yang mungkin ngomongin aku ya. Dan aku menghargai itu. Maksudnya, jangan sampai aku melakukan kesalahan dan bawa-bawa nama mereka gitu lho. P : Terus saat itu ketika Anda menyadari bahwa Anda memiliki orientasi seksual lesbian, bagaimana Anda memandang diri setelah mengetahui bahwa Anda lesbian? S : Memandang diri setelah aku tau aku lesbian? Pertama aku memandang aku berbeda. Jelas. Yang kedua, aku memandang bahwa, ini boleh sombong ya, nggak semua orang bisa jadi lesbian. Nggak, maksudku nggak semua orang bisa menerima dirinya berbeda (senyum). Dan ketika orang nyinyir, buatku itu, apa ya, kayak sampah gitu lho. Karena kan aku nih kan kayak merasa susahlah dengan banyak hal yang terjadi di luar sana, isu-isu yang negatif tentang LGBT gitu. Aku memandang bahwa diriku ya luar biasa bisa bertahan sampai detik ini dengan orientasi seksualku yang berbeda. Kalo nggak aku pasti udah nyerah dan dinikahkanlah pasti. AKHIR P : Oke. Terus kalo sekarang, di kehidupan yang sekarang ini, Informan memiliki orang-orang yang cukup dekat untuk melindungi dan menjaganya, selain itu informan mampu menempatkan diri untuk tidak melibatkan orang-orang yang menjaganya dalam kesalahannya D1, D4 Informan mampu menerima dirinya bahwa ia seorang lesbian A2 Informan mampu bertahan dengan pilihannya sebagai lesbian A3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 150 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 Anda sedang mengalami apa terkait dengan orientasi seksual yang Anda miliki? S : Aku lagi jatuh cinta. P : Jadi lebih ke relasi ya, maksudnya lebih memahami relasi pasangan? S : Iya, bener. P : Terus bisa diceritakan nggak, maksudnya, mungkin di situ ada proses yang bisa diceritakan atau.. S : Sebenarnya ini semua pertanyaan ini aku selesai ya kayak bagaimana proses awal, bagaimana proses coming out, bagaimana proses dengan keluarga dan segala macem dengan teman-teman. Itu aku selesai sebenarnya. Usiaku 32 dan aku selesai dengan itu. Yang nggak selesai sebenernya adalah konflik dengan diri sendiri malahan. Maksudnya menjalani kehidupan sebagai lesbian ini kan nggak cuma selesai ketika kita terima diri kita berbeda, nggak selesai juga ketika kita diterima di masyarakat atau di keluarga. Nggak selesai di situ, tapi proses-proses yang berhubungan dengan pasangan. Pasangan ini kan juga punya proses yang sama kan, harus bertemu dengan keluarganya, harus bertemu dengan lingkungannya. Nah, itu sebenarnya. Jadi lebih ke aku kok ngurusi proses coming out-nya pasanganku tuh lho, bukan proses coming out-ku. 342 343 344 345 346 P : Terus saat ini menghadapi situasi yang seperti itu, perasaanmu gimana? S : Gimana ya. Lebih ke ada banyak lelah sih di situ karena kayak yang Informan mampu aku nih sebenernya udah selesai lho sama diriku sendiri, aku nih menyelesaikan masalah yang sebenernya udah selesai sama keluargaku. Udahlah, selesai dengan dihadapinya, dan berusaha Informan mampu menyelesaikan masalah hubungan dengan keluarga dan orang lain, namun masih ada konflik dalam diri yang berkaitan dengan pasangan karena informan merasa apapun yang berkaitan dengan pasangan akan berkaitan dengan informan juga, termasuk jika gagal untuk coming out misalnya tidak diterima keluarga dan lingkungannya sehingga dapat memutus hubungan dengan informan D4, F1, F2 D4, E4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 151 347 348 349 350 351 352 353 coming out-ku gitu, tapi kok malah aku harus ngurusin coming out-nya memberikan dukungan kepada orang gitu lho. Tapi kan itu pasangan kita dan nggak menutup pasangannya kemungkinan kalo.. justru itu aku mumetnya di situ malahan, ngurusin coming out-nya orang. Remeh-temeh sih sebenernya karena tuh kan, misalnya nih aku berhubungan dengan orang, terus orangnya itu belum coming out gitu kan, kan yang deg-degan aku. Yang deg-degan aku, yang ketakutan aku. Karena itu kan anak orang ya. Kayak gitu deh. 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 P : Terus kenapa sih, kamu bisa mikir sama merasakan takut, degdegan? Itu muncul darimana? S : Muncul dari pertama, jelas, takut hubunganku nggak berhasil. Hubunganku nggak berhasil hanya karena misalnya nih, dia ketahuan dia lesbian terus dilarang berhubungan sama aku atau malah dipaksa menikah atau apalah gitu. Hal-hal yang kayak gitu. Lebih takut ke relasi yang gagal pada akhirnya. P : Selain pada relasi, perlakuan apa yang saat ini kamu terima terkait orientasi seksual yang kamu miliki? S : Nggak ada. Justru malah sebenernya kayak perilaku positif sih. Ya itu tadi, prosesku untuk membuka diri dan aku melemparkan wacana orientasi seksual itu sebenarnya justru malah kayak orang-orang jadi kayak gini, “oh ternyata gitu ya, oh ternyata lesbian itu gitu ya, oh ternyata mereka sama ya sama kita.” Jadi, perilaku-perilaku yang positif sebenernya. P : Mendapatkan feedback kayak gitu tadi dari orang lain itu reaksimu piye? S : Oo ya bersyukur dong. Maksudnya, mungkin mereka cuma kayak bisa menerima aku karena aku tetep orang lain ya buat mereka. Nggak menutup kemungkinan ketika mereka nerima aku sebagai lesbian, Informan berusaha membangun persepsi dalam benak masyarakat bahwa lesbian tidak seperti yang mereka pikirkan selama ini F1 Informan berpandangan bahwa lingkungan sosial seseorang yang dapat menerima dirinya belum tentu dapat menerima anggota keluarganya yang E1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 152 374 375 376 377 belum tentu ketika mereka punya saudara, punya adek, punya kakak, atau apalah yang juga lesbian, mereka bisa nerima. Belum tentu. Tapi paling tidak mereka sudah taulah hal-hal positif dari orientasi seksual yang berbeda. berorientasi lesbian karena pemikiran yang berbeda. Informan berharap bahwa masih ada hal-hal positif dari orientasi seksual lesbian yang dipahami kaum hetero 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 P : Terus saat ini ada nggak hal yang kayak mengganggu, menggelisahkan atau bahkan hal yang menyenangkan yang kamu alami? S : Hal yang mengganggu dan menggelisahkan itu ya itu tadi soal relasi. Jelas. Relasi ini kan bukan cuma urusan sama keluarga aja, tapi ada banyak hal gitu lho kayak instansi-instansi terkait di mana tempat pasanganku kerja misalnya. Tempat tinggal ajalah paling gampang. Misal, kita tinggal bareng. Kita harus cari tempat yang di mana lingkungannya nggak terlalu kepo gitu lho, nggak terlalu rese’ gitu kan. Hal-hal yang kayak gitu menggelisahkan. Kita harus mikir keras tuh lho, gimana ya caranya supaya orang-orang nih nggak terlalu lebay gitu lho ngurusin hidup kita. Itu menggelisahkan. Kalo menyenangkan ya itu tadi, jauh lebih bisa berekspresi tuh lho. Nggak perlu vulgar ya, tapi kayak sekarang pun ada banyak temen-temen lesbian yang berani ngerayain ulang tahun pacarnya di tempat-tempat terbuka, public space gitu. Di kafe atau apa. Itu ulang tahun pacarnya ya yang sama-sama perempuan padahal. Kayak gitu. 395 396 397 398 P : Terus apa yang kamu pikirin atau kamu rasain terkait hal tersebut? S : Yang aku pikirin jelas kayak gini. Beberapa ratus tahun yang lalu Informan belajar dari sejarah kan orang nggak akan kepikiran kalo perempuan tuh bakal ada di bahwa tidak menutup Informan masih merasa terganggu jika masyarakat mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi namun responnya negatif. Hal ini membuat informan berpikir untuk mencari cara agar masyarakat tidak terlalu usil dengan lesbian, namun dapat memahaminya F4 C2 E1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 153 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 posisi-posisi penting pemerintahan gitu kan. Aku juga mikirnya mungkin beberapa tahun lagi atau beberapa puluh tahun lagi atau berapa ratus tahun lagi mungkin LGBT nih udah bener-bener bisa diterima di masyarakat. P : Apa yang membuat Anda berpikiran seperti itu? S : Proses. Manusia ini kan nggak goblok ya. Punya otak buat mikir. Dan semakin ke sini ini kan semakin banyak orang yang sounding tentang LGBT. Banyak juga tempat-tempat yang udah mulai membiarkan teman-teman ini beraktivitas gitu lho. Banyaklah. Yang membuat orang-orang tuh jadi ngeliatnya tuh bukan cuma luarnya aja, tapi “oo ternyata temen-temen LGBT ini bisa bekerja dengan baik, bisa berkreasi dengan baik” gitu kan. Itu pasti nanti one day, LGBT akan biasa aja kok di dunia ini. P : Terus sekarang boleh diceritakan nggak gimana sih hubunganmu sama keluarga saat ini? S : Hubunganku sama keluarga semakin baik sih, semakin terbuka, semakin santai, semakin enak tuh lho kalo mau ngapa-ngapain. Nggak perlu yang ngumpet-umpet, nggak perlu yang macem-macem. P : Kalo sama orang lain? Bisa teman atau kerabat. S : Iya, sama kayak gitu. Temenku nih, nggak berubah soalnya dari awal sampe akhir tuh nggak berubah. Ya orang-orangnya itu-itu aja. P : Kenapa orang-orangnya itu-itu aja? S : Karena aku memilih teman sekarang. Orang-orang yang tidak berkualifikasi untuk jadi temanku biasanya ya aku cukup kenal aja. Nggak yang aku pertahanin. Karena buat apa sih kita berteman sama orang-orang yang cuma memberikan energi negatif? P : Terus bisa dijelasin nggak kualifikasi seperti apa sih yang menurut pandangan Anda bisa dipertahankan sebagai teman? kemungkinan suatu saat lesbian dan LGBT dapat diterima masyarakat Informan mengamati berbagai kondisi lesbian termasuk LGBT di mata masyarakat dan menemukan hal-hal baru mengenai kondisi LGBT di masyarakat E1, E3 Informan mampu membangun hubungan yang hangat dan intim dengan keluarga Informan mampu mempertahankan hubungan baik dengan teman dan sahabat D1, D5 Informan mampu memutuskan untuk memilih teman yang baik untuk dirinya sendiri C1 D1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 154 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447 448 449 450 451 452 453 454 S : Satu, yang jelas sama-sama punya pandangan positif. Yang kedua, teman itu kan sebenernya kayak seleksi alam aja. Yang dia bisa nerima kita apa adanya, dia pasti akan bertahan. Nggak cuma bisa buat diajak seneng-seneng, tapi bisa diajak mikir juga, bisa diajak diskusi juga. Hal-hal cerdas bisa kita lakukan bersama. Hal-hal konyol juga kita bisa lakukan bersama. P : Menurut Anda, kalo memiliki hubungan dengan keluarga yang seperti itu sampe sekarang dan hubungan dengan orang lain seperti ini, apa sih yang bisa membuat hubungannya seperti itu? Kan tadi Anda cerita kalo hubungan Anda saat ini sama keluarga itu semakin baik. Terus hubungan dengan orang lain terkait kerabat, teman semakin baik. Nah, menurutmu nih, apa sih yang membuat hubungan kalian itu bisa seperti itu? S : Ya itu tadi, saling menghargai, toleransi, terbuka. Jadi, orang itu kadang merasa dihargai ketika kita terbuka sama dia. Nggak ada yang ditutupi, nggak ada yang perlu disembunyiin. Orang merasa kayak “oh kamu percaya sama aku untuk paham sama dirimu”. Kayak gitu sih. P : Mungkin punya pengalaman yang bisa diceritain nggak terkait dengan hubungan dengan orang lain? S : Ya kayak aku sama tempat kerja ya. Mereka lebih ke yang penting kerjaanku kan beres. Ketika aku punya orientasi seksual yang beda, ya mereka cukup tau aja. Cukup “ya udah terus kenapa? Yang penting kerjaanmu beres”. Itu kan maksudnya kayak ketika aku terbuka, mereka bisa menerima. Dan mereka menghargai apa yang perlu dihargai sepantasnya. P : Terus kamu memandang hidupmu atau memandang dirimu saat ini seperti apa? S : Aku stronger than yesterday. Jelas. Karena ketika aku selesai Informan mampu memilih teman yang punya pandangan positif untuknya dan juga sebaliknya, saling menguntungkan C1 Informan mampu membangun hubungan positif dengan keluarga, terbuka dan membangun kepercayaan dengan orang terdekat D1, D2, D5 Informan mampu menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai karyawan tanpa memperdulikan penilaian orang lain tentang dirinya, yang penting hasil kerjanya Informan mampu terbuka E4 A3, C2, C3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 155 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 dengan proses coming out.. Gini, coming out itu sebenernya bukan satu-satunya hal yang paling berat yang dialami teman-teman lesbian atau LGBT. Tapi bagaimana caranya ketika kamu sudah coming out dan berusaha menjadi manusia gitu lho. Ngerti nggak maksudku? P : Bisa dijelasin lagi nggak maksudnya bagaimana proses itu terjadi? S : Jadi kan orang-orang pasti berpikir gitu lho, yang paling susah dari LGBT ini adalah coming out. Takutlah dengan segala macem hukuman dalam tanda kutip, yang diterima ketika kita coming out. Tapi sebenernya nggak gitu. Sebenernya kayak kamu mau memutuskan untuk menikah tuh lho. Nikahnya kan gampang, resepsi gampang. Tinggal cari duit gimana caranya nikah. Tapi kan kehidupan setelah menikahnya itu kan yang perlu dipikirin, bagaimana menjaga kualitas pernikahan? Sama kayak proses diri. Jadi, ketika kamu udah coming out, gimana caranya supaya kamu menjadi lesbian yang baik di mata orang. Bukan lesbian abal-abal. Bukan yang terkenal dengan party-nya, bukan terkenal dengan gonta-ganti pasangannya. Tapi ya itu tadi yang aku bilang, menjadi manusia yang manusia. Yang kamu dihargai karena kamu berprestasi. Saya ini menjawab pertanyaan nggak sih? Kayak nggak deh. P : Jadi lebih ke bagaimana kamu memandang dirimu? S : Ya itu, aku pengen jadi manusia. Orang bukan kenal aku karena “oh DJ tuh yang lesbian itu ya?”, Nggak, tapi lebih yang “oh DJ tuh yang prestasinya ABCD”. Nah, gitu. 479 480 481 P : Terus kalo memaknai hidupmu saat ini gimana? Mungkin kayak kamu bisa menceritakan hal apapun sih dalam memaknai hidupmu saat ini. Tapi mungkin lebih dijelasin ketika kamu mengenai jati dirinya dan mampu menentukan langkah selanjutnya sebagai manusia pada umumnya Informan mampu untuk belajar dari pengalaman teman-teman sesama LGBT seperti apa menjalani hidup sebagai LGBT Informan memiliki harapan bahwa penilaian hidupnya di mata orang lain adalah karena berbagai prestasinya, bukan orientasi seksualnya E1 F4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 156 482 483 484 485 486 487 488 489 490 491 492 493 494 495 496 497 498 499 500 501 502 503 504 505 506 507 508 509 memandang dirimu better than yesterday, kamu memaknai hidupmu seperti apa? S : Aku nggak pernah kepikiran dalam memaknai hidupku sekarang. Hidupku sekarang kan belum selesai. Jadi aku belum evaluasi soal hidupku ini. P : Mungkin bisa diceritain sampe kemarin atau detik ini. S : Aku sedang dalam proses berjuang sebenernya sekarang. Berjuang untuk dianggap sebagai manusia tadi sih. Jadi, aku belum bisa memaknai hidupku apa-apa untuk saat ini. Karena itu kan sebenernya lebih kayak ya yang penting kita bersyukur, kan? Bersyukur aja setiap harinya. Tapi aku belum bisa memaknai yang kayak gimana gitu, aku belum bisa. P : Terus saat ini punya harapan tertentu nggak terkait orientasi seksual atau kehidupan atau diri? S : Kalo harapan terkait orientasi seksual, aku bukan orang yang menganut konsep pernikahan ya, apalagi pernikahan LGBT. Nggak, belom kepikiran sampe situ. Tapi aku lebih berharap sih, kalo untuk aku sendiri aku berharap aku bisa terus memberikan wacana ya tentang LGBT ini ke orang-orang. Ya sekitarku ajalah. Aku nggak mulukmuluk yang harus ikut demo sana-sini waktu Idaho atau apa tuh nggak. Orang-orang sekitarku aja. Setiap hari kan kita akan bertemu dengan orang baru. Aku kampanyenya dengan itu, dengan orang-orang sekitarku aja. Dan aku berharap temen-temen komunitas LGBT jauh lebih bijaksana dan cerdas. Jangan gampang yang kayak kemarin ajalah, isu LGBT yang begitu kerasnya itu aku baca. Kok kayaknya terlalu berlebihan temen-temen LGBT menanggapinya. Yang harus kumpul di titik 0 kilometerlah, dimanalah. Itu tuh nggak akan menyelesaikan masalah sebenernya. Justru mulai dari diri sendiri Informan merasa masih harus banyak belajar mengenai hidup E2 Informan masih belajar banyak hal-hal baru dalam proses kehidupannya sebagai lesbian E2 Informan mampu memiliki harapan, bukan hanya untuk dirinya namun lebih luas yaitu untuk komunitasnya F4 Informan belajar dari pengalaman-pengalaman terdahulu sehingga dapat memenuhi harapannya E1, E2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 157 510 511 512 513 514 515 516 517 518 519 520 521 522 523 524 525 526 527 528 529 530 531 532 533 534 535 536 537 sebenernya. Itu harapan untuk komunitas ya terkait orientasi seksual. Harapan besarnya, ya udahlah orientasi seksual ini jangan lagi dijadiin isu. Sama aja kayak kita nafas tiap harilah, anggap aja kayak gitu. Nggak perlu jadi wacana-wacana lagilah. Karena ketika masih jadi wacana, berarti itu kan masih ada pro dan kontra. Anggap aja kayak selera, satu suka tempe, satu suka ayam. Itu kan nggak pernah jadi wacana kan kenapa kamu suka tempe dan aku suka ayam. Ya udah anggap aja kayak gitu. P : Terus kenapa kamu bisa mempunyai pikiran seperti itu? Berawal dari apa? S : Berawal dari capek. Capek dengan isu yang setiap tahun tuh, hanya jadi tumpangan tuh lho. Kayak kita ini cuma dijadiin kambing hitam untuk nutupin isu-isu lain gitu kan. Ini kan urusan hati ya. Orientasi seksual itu kan urusan hati. Ngapain sih ngurusin hati orang. Kita lho yang jatuh cinta, kita lho yang patah hati. Penting po itu dijadiin omongan? Nggak penting menurutku. Berawal dari capek dan menurutku semakin nggak bermutu tuh lho ngomongin LGBT itu tuh. Kejahatan orang dikaitkan dengan isu LGBT, apalah itu dikaitkan dengan isu LGBT. Sebenernya udah nggak penting lagi itu. Ngapain? Dan harapan terbesar sebenernya adalah orang-orang kayak orangorang pinter yang aku bilang yang sekolah sampe S entah berapa itu percuma ketika tidak mengimplementasikan ilmunya di masyarakat gitu lho. Anak-anak psikologi tau itu PPDGJ, tapi apa yang terjadi? Disangkallah ilmu itu kan hanya untuk dapat nama dan rasa aman. Kamu jadi kelihatan goblok di mataku ketika itu terjadi gitu lho, mau seberapa tinggi kamu sekolah. P : Pandanganmu terhadap hal tersebut gimana? Termasuk perasaanmu menghadapi situasi yang tadi kamu cerita bahwa lagi Informan tetap berharap berdasarkan pengalamanpengalaman sehingga mempunyai harapan dan tujuan dalam hidupnya E1, F1, F4 Informan merasa bahwa harus berbuat sesuatu untuk menjaga kaumnya agar tidak menjadi bahan bully masyarakat umum karena informan mampu merasa bahwa apa yang dialami kaumnya sangat mengganggu C2, D3 Harapan informan terhadap orang-orang yang dianggap intelektual F4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 158 538 539 540 541 542 543 544 545 546 547 548 549 550 551 552 553 554 555 556 557 558 559 560 561 562 563 564 565 booming di titik 0-lah, ada isu-isu itulah, bahwa LGBT itu sebagai isu tumpangan agar tidak buat pijakan tadi ya kalo nggak salah. Bagaimana kamu menanggapi hal tersebut dan perasaanmu gimana sih melihat isu yang seperti ini? S : Dulu waktu usiaku masih 20-an, wah aku juga ikut panas tuh pasti. Nggak terima. Cuma sekarang aku udah lebih nggak peduli karena juga aku melihat mo marah sama siapa? Mo marah sama orang-orang yang kontra? Mereka nggak salah karena apa? Karena wacana-wacana sendiri dari dalam orang-orang yang merasa ngerti tentang LGBT itu juga nggak nyampe ke mereka gitu lho. Jadi, menurutku juga duaduanya bukan orang-orang yang patut dibela sih. Ayolah, kita samasama untuk membenahilah. Sebelum kita protes soal hak kita, ya kita kaji dululah sebenernya apa sih yang masih pro dan kontra. Kita nggak ngomongin masalah agama ya karena masalah agama ini nggak akan pernah selesai. P : Terus tadi kalo nggak salah denger aku denger kurang menyetujui bahwa ada pernikahan sejenis saat ini, itu bisa diceritain nggak maksudnya itu lebih bagaimana? S : Itu kan tapi pandangan pribadiku. P : Iya, boleh diceritain nggak pandangan pribadimu terkait hal tersebut? S : Sebelum LGBT benar-benar dianggap hanya soal selera yang berbeda, aku pikir percuma mau menikah sampai ujung dunia juga. Karena ujung-ujungnya tetap akan jadi open relationship. Pernikahan itu sebenernya buat apa sih? Satu, menghindari zinah gitu kan. Yang kedua, supaya dapet payung hukum ketika terjadi KDRT atau segala macem. Nah, temen-temen LGBT sebenernya belum bisa sampe sana. Kalo menurutku lho ya. Ini aku harus bilang kalo menurutku, kalo Informan berusaha untuk belajar dari pengalamanpengalaman bagaimana menghadapi orang lain sebagai seorang lesbian E1, E2, E3, E4 Informan mengambil banyak pelajaran dari kasus yang menimpa kaum LGBT lainnya sehingga menyadari bahwa kaumnya tidak akan mendapat ruang yang sama dengan masyarakat hetero E1, E2, E3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 159 566 567 568 569 570 571 572 573 574 575 576 577 578 579 580 581 582 583 584 585 586 587 588 589 590 591 592 593 nggak aku ntar dihajarin sama temen-temen LGBT. Karena sama aja menikah nih ya, terus habis itu terjadi kasus kekerasan nih dalam hubungan mereka. Mo minta apa? Mo minta payung hukum yang mana? Itu nggak akan pernah bisa. Mo menikah di Belanda pun, balik ke Indonesia juga percuma. P : Terus menanggapi hal tersebut, kamu lebih melakukan hal atau berproses seperti apa? S : Lebih proses ke pengayaan diri sih sebenernya. Lebih kayak yang ketika aku berpasangan ya melakukan hal-hal yang dilakukan pasangan to. Maksudnya kayak menjalani hidup biasa, kayak berpasangan. Aku nggak muluk-muluk soal itu. Gimana dong? P : Sedikit lagi masalah open relationship. Terkait dengan katakata itu, maksudnya apa? S : Ini cuma kayak lingkaran setan sebenernya. Temen-temen LGBT minta haknya untuk menikah, jelas itu masih jauh. Sementara itu belum terlaksana, belum terpenuhi, temen-temen LGBT sudah terlanjur sudah terlanjur masuk ke budaya open relationship itu tadi. Maksudnya kayak gini. Misalnya aku berpasangan dengan orang, kapanpun aku bosen dengan dia atau kapanpun aku nggak sreg sama dia, aku bisa sama orang lain. Begitu juga dengan dia. Karena apa? Karena kan nggak ada ikatan pernikahan yang dilindungi oleh hukum ya kan? Apalagi untuk punya keturunan. Nah, itu tuh akan kayak jadi budaya tuh lho. Akan jadi kebiasaan ketika kita berpasangan akhirnya gampang banget untuk sama orang lain, aku memperhalus kata-kata selingkuh sih ya, untuk berhubungan sama orang lain yang bukan pasangan kita. Kayak gitu. Itu kan open relationship. P : Dari obrolan kita siang ini, masih ada cerita yang belum disampaikan atau mungkin tadi kelupaan atau mau ada yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 160 594 595 596 597 598 599 600 601 602 603 604 605 606 607 608 609 610 611 612 613 614 615 616 617 618 619 ditambahkan atau apalah sebelum kita akhiri ini? S : Apa yaa.. Karena kalo dari pertanyaan-pertanyaan ini kan sebenernya pertanyaan-pertanyaan orang yang tidak selesai dengan coming out atau mengalami proses keras ketika coming out. Cuma aku ini berbeda karena aku justru malah berurusan sama orang-orang yang belum selesai dengan coming out. Itu jauh lebih susah lho. Maksudnya, kalo kita mau coming out sama keluarga kita sendiri, kita tau keluarga kita kayak gimana. Tapi ketika kita berada di samping orang yang belum selesai dengan coming out, justru pergerakan kita itu jauh lebih terbatas karena kita nggak tau keluarganya gimana, temen-temennya gimana. Jadi, menurutku mungkin ya ada harapan-harapan kayak temen-temen yang coming out ini ada pendampingannya tuh lho, supaya nggak frustasi. P : Pendampingan seperti apa yang misalnya kamu harapkan? S : Ya rubahlah psikolog itu. Bukan hanya mengurusi soal sehat dan sakit, sembuh dan normal itu tadi, tapi pro-choice. Jadi temen-temen yang coming out ini tau, yang berproses coming out ini tau harus curhat kemana. Sebenernya kalo ini terpenuhi, misalnya temen-temen yang frustasi dengan orientasi seksualnya ini ketika dia ada wadah untuk curhat atau untuk apa, aku yakin kok prosentase pengguna narkoba berkurang. Mungkin juga prosentase orang bunuh diri juga berkurang. P : Menurut Anda, apa kaitannya orientasi seksual lesbian dengan pengguna NAPZA sama bunuh diri? S : Ya iyalah. Gini, aku stress. Aku mau cerita semakin disudutkan sama orang. Aku nggak tau aku harus ngapain, aku nggak tau harus lari ke mana. Jalan yang paling simpel kalo nggak NAPZA, ya bunuh diri. 620 P : Kalo boleh diceritain, apa punya pengalaman terkait hal Harapan informan supaya ada pendampingan terhadap temanteman LGBT saat coming out supaya tidak frustasi Harapan informan terhadap psikolog untuk tidak mengutamakan hasil akhir namun proses yang dialami, misalnya proses coming out yang tetap membutuhkan teman curhat F4 Menurut informan, yang penting adalah pendampingan dan tempat cerita karena jika hal tersebut tidak terpenuhi maka akan mencari pelarian negatif bahkan bunuh diri F4 F4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 161 621 622 623 624 625 626 627 628 629 630 631 tersebut? S : Nggak sih. kalo aku sih nggak. Pernah mengenal orang yang pernah kayak gitu. Kayak dia dipaksa menikah sama laki-laki padahal dia bener-bener nggak bisa sama laki-laki, akhirnya dia berusaha untuk bunuh diri. Untung selamet. Ya itu kan maksudnya keluarganya juga harus berpikir lebih luaslah. Kayak gitu. Ayolah, temen-temen dari psikologi ini harusnya jadi orang-orang yang pionirlah. P : Oke, itu harapannya ya DJ, ya. Ada yang mau ditambahkan mungkin? S : Nggak, udah. P : Makasih buat obrolannya Harapan terhadap keluarga yang lebih terbuka agar tidak memaksakan suatu kehendak yang membuat seseorang merasa tertekan dan putus asa. F4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 162 2. Analisis Tematik Informan B AWAL No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Transkip Wawancara P : Siang, mbak MR. Jadi nerusin obrolan yang udah beberapa minggu lalu saya sampaikan bahwa mbak MR saya pilih menjadi informan dalam penelitian saya terkait dengan psychological well-being pada lesbian. Ada beberapa pertanyaan yang akan saya ajukan, itu boleh dijawab atau boleh tidak dijawab sekiranya mbak MR tidak nyaman dengan pertanyaan itu. Nggak ada jawaban benar atau salah, cuman nanti kita untuk melihat prosesnya aja. Kalo boleh saya tahu, bagaimana kehidupan Anda sebelum menyadari bahwa mbak MR itu seorang lesbian? S : Oke. Proses menyadari bahwa aku berbeda itu sudah dari awal sih. Maksudku, muncul pertanyaan itu, terutama cukup gelisah, itu SMA sekitar tahun 1997. Dari awal sih aku ngrasa kayak lebih praktis main sama cowok, tapi sebenarnya kayak nggak ada perbedaan sih menurutku. Aku punya banyak teman cowok, banyak teman cewek. Tapi memang aku merasa lebih praktis main dengan cowok dengan permainan-permainan yang lebih fisik ya sifatnya. Mancing, cari ikan, layang-layang, terus petak umpet pas purnama. Aku dari kecil nggak nyaman pake rok. Cukup sulit mendeskripsikan apakah aku tidak nyaman itu satu pola yang terbentuk atau memang aku menolak. Tapi dari kecil aku nggak nyaman dan kebetulan orangtuaku nggak terlalu juga memaksakan karena sakjane orangtuaku menginginkan anak Keterangan Informan mulai mempertanyakan dirinya yang lebih memilih dan nyaman bermain dengan teman laki-laki, termasuk gaya pakaian yang tidak nyaman dengan pakaian perempuan seperti rok sehingga sejak kecil informan tidak pernah memakai rok kecuali seragam sekolah Kode E7 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 163 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 cowok. Di awal, bapakku menginginkan anak cowok dan ibuku nggak terlalu ribet harus karena cewek harus pake rok segala macem. Mungkin di sekolah aja sih harus tunduk, tapi aku nggak punya sama sekali baju rok cewek di luar seragam. P : Jadi dari kecil apakah tritmen orangtua terkait dengan fisik, maksudnya penampilan, memang style cowok atau nggak masalah? Nggak dipeduliin? S : Kayaknya sih, aku yang menolak pake rok karena memang jenis aktivitasku. Bapakku kan suka banget mancing, jadi aku sering ikut. Otomatis aku pasti akan pilih pake celana pendek. Adekku yang kedua itu cowok terus aku juga ada sepupu cowok. Karena orangtuaku punya toko bahan bangunan, tukangtukangnya pun cowok. Malah pertama kali aku belajar sholat, aku pake sarung dan itu yang ngajarin tukang yang udah sepuh. Pake sarung terus pake kopiah. P : Terus kalo boleh diceritain juga bagaimana sejarah hidup ketika mbak MR mulai merasakan bahwa mbak MR seorang lesbian? S : Proses ini tidak terjadi di awal. Proses menyadari justru muncul di SMA, tapi aku flashback betul perjalanan hidupku. Misalnya, sejak kapan aku merasa berbeda. Ternyata kutemukan TK aku merasa lebih nyaman dengan guru. Aku sering membayangkan misalnya akan ada momen-momen di mana ada interaksi yang lebih hangat secara fisik dengan bu guru ini, tapi aku membayangkan tidak dalam interaksi seksual, tapi lebih kayak dia memanjakanku. Karena kebetulan ibuku cukup sibuk dengan tokonya. Aku di TK 2 tahun. Aku lulus dari TK itu 6 tahun kurang. Kalo aku 2 tahun, aku masuk TK umur 4 dan itu Informan menolak memakai rok karena jenis aktivitasnya dominan aktivitas laki-laki, selain itu informan juga dikelilingi oleh lingkungan yang mayoritas laki-laki seperti saudara dan tukang-tukang yang bekerja di toko ayahnya Informan flashback bahwa gejala ketertarikan dengan perempuan awalnya adalah saat TK yaitu dengan gurunya, bukan tertarik secara seksual, tapi kehangatan secara fisik seperti memanjakan, bahkan hal tersebut berlanjut hingga SD yang juga tertarik dengan gurunya. C1 E3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 164 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 shocking ya membayangkan bahwa aku merasa tanda-tanda awal itu justru muncul di umur yang cukup muda. Kemudian SD sempat juga cukup tertarik dengan bu guru. Pokoknya temanya waktu TK-SD itu I love you, bu Guru. SD itu aku nggak pernah merasa tertarik yang serius pengen pacaran dengan cowok. Tetapi rasa penasaran ingin pacaran itu justru lebih terjadi karena temantemanku mengalaminya, aku nggak. P : Kalo boleh diceritain juga, ketertarikan seperti apa sih sama bu guru-bu guru tadi? S : Kayak aku membayangkan misalnya dipeluk. Kemudian ngobrol saja yang tidak terganggu siapa pun. Nggak kepikiran sampe yang mencium dan lain sebagainya, tapi lebih ke momenmomen intim, momen-momen hangat. 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 82 83 P : Terus saat itu ketertarikan Anda dengan laki-laki dan perempuan bagaimana? S : TK-SD, aku nggak bisa mendeskripsikan. Terutama SD. Pengen pacaran soalnya temen-temenku mengalaminya dan aku tidak. Jadi, aku pengen tau rasanya. SMA, titik mulai aku cukup bertanya dan mencoba pacaran, tapi juga nggak nyaman. Itu dengan laki-laki. Dengan perempuan kalo SD kayaknya nggak ada yang cukup deket di usiaku. SMP, dua kali kalo tidak salah aku sangat penasaran dengan temen cewekku yang aku sangat nyaman ketika hanya dengan dia. Kayak fokusnya dia cuma ke aku. Dua-duanya udah menikah. Tapi nggak pernah membayangkan lebih dari itu. Jadi, kayak fokusnya dia cuman ke aku tok. P : Ketika Anda memikirkan dan merasakan kalo mbak MR seorang lesbian, bagaimana yang Anda pikirkan atau Informan hanya membayangkan dapat berinteraksi lebih ke momen hangat/intim seperti pelukan, bukan interaksi seksual seperti ciuman dan sebagainya Saat SMA, informan mencoba untuk pacaran dengan laki-laki namun tidak nyaman. Saat SMP, informan merasakan kenyamanan berada dekat dengan perempuan Informan mulai mencari tahu A6 B4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 165 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 bagaimana yang Anda rasakan? S : SMA itu proses aku bertanya. Sekitar tahun 1997-1998, kelas dua, itu proses aku bertanya kenapa aku merasa berbeda dengan yang lain. Aku mencari informasi. Kayaknya kalo nggak salah dipicu artikel di Minggu Pagi ada sempat bahasan soal gay kalo nggak salah. Aku sempet cari nama organisasinya. Aku temukan nama Gaya Nusantara di Surabaya dan Suara Srikandi di Jawa Barat. Proses pencarianku tidak selesai dan tersendat waktu itu karena akses informasi tidak banyak. Belum ada internet dan lain sebagainya. Handphone pun belum ada. Tetapi aku justru harus tunduk pada standar-standar umum orang-orang. Misalnya, harus pacaran sama laki-laki. Jadi, pertama kali aku pacaran dengan teman mainku dari kecil, laki-laki, karena itu pun dijodohin sama temen-temenku. Jadi itu bertahan satu bulan yang jenis pacarannya pake surat yang kalo misalnya rapat pemuda dia jemput aku dengan sepeda. Pacaran kedua dengan kakaknya dia, laki-laki, itu pun karena dijodoh-jodohkan. Pacaran ketiga dengan laki-laki, waktu itu aku kuliah, karena waktu itu aku menyadari bahwa aku memiliki ketertarikan kepada perempuan. Ternyata perempuan ini menganggapku sebagai kakak. Jadi kami sering camping bareng. Sering cuman berdua aja. Dia punya pacar cowok. Nggak mau kalah aku pacaran sama cowok. Dan itu bertahan tiga tahun. Dia orang Jawa Barat, tapi karena dia Jawa Barat dan aku Jawa ditentang orangtuaku. Karena semangatku saat itu adalah semangat memberontak, maka semua yang dilarang orangtuaku justru aku akan jalankan. Pada akhirnya kenyamananku yang berbicara. kenapa dirinya berbeda dengan perempuan lain yang menjalin hubungan yang nyaman dengan laki-laki dan justru tertarik dengan sesama perempuan Informan mengalami kesulitan untuk mencari informasi tentang LGBT, justru harus tunduk pada aturan dan standar umum dalam masyarakat seperti pasangan dengan lawan jenis dan bukan sesama jenis Informan terpaksa berusaha untuk menuruti standar umum dengan menjalin hubungan dengan laki-laki Hubungan dengan pacarnya ditentang orang tua dengan alasan beda asal, akhirnya justru informan memberontak, bahkan mulai pacaran dengan perempuan C2 B3 A6 C1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 166 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 P : Perasaannya terus apa yang Anda pikirkan juga ketika mulai pacaran sama perempuan? S : Aku mulai pacaran sama perempuan sekitar tahun 2005-2006. Waktu itu dengan teman kerjaku di laborat. Mbak-mbaknya ini pada titik saat ini aku mengatakan ia bukan seorang lesbian. Hanya karena atau paling tidak kalo pun dia seorang lesbian, dia belum selesai. Nggak tau sih, makin deket aja. Tipeku itu kalo sangat penasaran dan menyukai seseorang, tak tempel terus dalam konteks pertemanan. Dia juga tidak menolak. Akhirnya, makin deket dan ya jalan. Dengan pacar cowok ini untuk memutuskan dia dengan alasan logis itu nggak ketemu. Akhirnya memang putusnya menjadi tidak terlalu oke. P : Di saat mulai tertarik dengan perempuan atau mulai pacaran dengan perempuan itu apakah ada kayak perasaan bukan terkait dengan ketertarikan tapi perasaan takut atau apa nih? S : Pasti ya. Pasti karena kebetulan dia sendiri cukup religius. Jadi, kami menikmati apa yang terjadi di antara kami, tetapi persoalan aku sedang melanggar sesuatu yang besar itu masih membayangi. Itu bertahan sampai 2009. Sekitar 3 tahun kami jalan, tetep merasa bahwa ada sesuatu yang besar yang salah. Cuma memang beruntung aku ketemu dengan komunitas gay dan komunitas waria. Aku melihat fakta di situ. Perasaan bersalahku menjadi terjawab sedikit demi sedikit, beda dengan pasanganku. Walaupun dia kenal dengan temen-temenku, tetapi dia tidak terlalu secara personal berinteraksi. Aku putus dengan dia pun belakangan juga baru kusadari bahwa ada perlakuan-perlakuan dia yang menurutku masuk di ranah kekerasan. Pembatasan aku Informan mulai resmi pacaran dengan seorang perempuan sekitar 2005-2006 Meskipun informan pacaran dengan waktu yang lama, namun informan merasa ada rasa bersalah dan mengganjal dalam dirinya. Hingga bertemu dengan komunitas LGBT maka informan menemukan banyak hal baru yang membuat banyak pertanyaannya dapat terjawab C1 E3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 167 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 berinteraksi dengan siapa. Kemudian misalnya kita punya satu aturan, sebenarnya dia yang bikin aturan, kami pacaran adalah ketika di dalam kamar dalam posisi terkunci dan lampu mati. Jadi di luar dari itu interaksi fisik tidak pernah muncul. P : Lalu bagaimana proses mbak MR melewati pergulatan itu? S : Sebenernya yang terberat itu justru sebelum ketika aku memutuskan pacaran sama cewek. Karena aku merasa aku berbeda, tapi aku nggak tau berbeda yang seperti apa, ini jenis apa, posisi di masyarakat seperti apa. Aku sama sekali nggak tau. Ditambah ada sepupu jauhku yang tampilannya butch banget. Dia hidup sama perempuan di Prambanan dan dia selalu menjadi bahan gunjingan di keluarga besar dan itu cukup tidak oke bagiku. Punya sekian pertanyaan, tapi tidak pernah menemukan informasi untuk menjawab kegelisahanku. P : Menurut mbak MR, kenapa itu tidak terjawab saat itu? S : Saat itu tidak banyak akses informasi yang ada. Internet mungkin sudah ada, tetapi nggak sampai di kampungku sana. Handphone juga belum. Jadi, telfonan masih pake telfon rumah. Kemudian media cetak tidak banyak membahas. Kalopun ada yang membahas, paling seputar konfliknya. Jadi konfliknya siapa naksir siapa. Ternyata dia istri siapa atau suami siapa. Sekali tersebut dua organisasi itu, Gaya Nusantara dan Suara Srikandi, aku tidak pernah bisa mendapatkan informasi dari sana karena dia Informan merasa bahwa yang terberat adalah sebelum membuka diri karena belum tahu menghadapi respon sekitarnya. Informan belum menemukan jawaban semua pertanyaannya. Melihat sepupunya yang dianggap kurang sopan dan tinggal bersama perempuan menjadi bahan gunjingan, menjadi pertimbangan informan untuk terbuka Informan berusaha mencari informasi, namun karena teknologi informasi belum canggih, informan tidak menemukan banyak informasi C1 E1 E2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 168 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 di kota yang berbeda. P : Kalo terkait dengan hubungan dengan keluarga saat Anda belum menyadari kalo Anda lesbian dan merasakan ketertarikan dengan perempuan? S : Lagi-lagi orangtuaku tidak terlalu menjadi masalah karena penampilanku pun masih cukup wajar. Dalam artian budaya maskulin yang muncul itu bukan maskulin yang ekstrim. Sebenernya kalo aku selalu potong pendek itu karena rambutku kriting dan itu ribet dan aku selalu dibully maka aku selalu potong pendek dan orangtua nggak ada soal. Cuman memang ada beberapa titik yang mereka cukup ketat. Misalnya, aku minta motor GL Pro nggak dikasih. Sebenarnya lainnya nggak ada. Aku belajar nyopir kayak sodaraku cowok juga iya, kami bantu di toko sama-sama iya, mancing iya. P : Terus kalo hubungannya sama orang lain, misal di masyarakat sosial atau teman? S : Nggak ada masalah juga sih. Maksudku aku melihatnya nggak ada masalah karena memang aku masih tampil dengan pakempakem mainstream walaupun aku tidak pernah pake rok. Secara garis besar nggak ada soal sih. Bahkan misalnya aku belajar sholat pake sarung pun juga itu bukan sesuatu yang besar saat itu di keluarga. P : Terus menurut mbak MR, apa yang membuat mbak MR memiliki hubungan yang seperti itu dengan keluarga, temanteman, dan masyarakat? S : Kalo dengan keluarga, kupikir karena keluargaku pada saat itu bukan jenis yang sangat religius. Kedua orangtuaku itu samasama menjalankan ritual agamanya cuman nggak yang harus Informan masih dalam toleransi orang tua dalam berpenampilan wajar meskipun berpenampilan maskulin namun tidak ekstrim. Selama ini penampilan informan masih dianggap wajar dan masih umum sebagai perempuan meskipun tidak memakai rok B1 B1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 169 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 saklek. Kemudian masyarakat di tempat aku tinggal itu kan daerah di mana terjadi banyak interaksi orang, dengan orang baru terutama, karena wilayahku kan kampung nggak, kota juga bukan. Cuman banyak pendatang dan ini daerah transit P : Bagimana Mbak MR memandang diri hidup Anda saat baru mulai merasakan kalo Anda lesbian? S : Bingung, iya. Takut, iya. Hanya memang pola pikirku saat itu belum bisa menjangkau aku mau apa, aku mau seperti apa. Seluruh fokusku masih habis di pertanyaan. Sakjane apa yang kualami dan lain sebagainya. Bahwa ketika ketemu dengan temen-temen komunitas gay dan waria, aku menyadari fakta ada orang-orang yang memiliki persoalan hampir sama denganku, tetapi ini pun belum selesai TENGAH P : Boleh diceritakan kehidupan mbak MR setelah menyadari bahwa mbak MR itu lesbian? S :Itu terjadi ketika aku pacaran sama yang pacar pertamaku yang cewek. Kebetulan waktu itu aku aktif dulu di PKBI, berkenalan dengan Sogi dan lain sebagainya. Cuman memang belum banyak. Waktu itu kan pekerjaanku masih fokus di pencegahan HIV. Soal orientasi seksual belum banyak dibincang. Baru ketika 2009, aku meminta ke direkturku di IHAP untuk ikut kursus gender dan seksualitas di Surabaya. Di saat itu aku merasa menemukan seluruh jawaban pertanyaanku. P : Perasaan mbak MR saat meyakini bahwa mbak MR lesbian? S : Aku merasa terbebas dari keterkungkungan pertanyaan dan aku merasa bahwa normal itu adalah menjalani hidup sebagai diri Informan belum bisa menentukan mau ke arah mana tujuan hidupnya karena masih memikirkan banyak pertanyaan yang belum terjawab mengenai keadaan orientasi seksualnya Informan mulai berinisiatif untuk ikut kursus gender dan seksualitas sehingga menemukan banyak jawaban atas pertanyaannya selama ini Pada akhirnya informan menemukan konsep kehidupan normal sesungguhnya. F5 C2, E2, E3 E3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 170 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 kita. Karena di Kursus Gender Seksualitas 2 minggu itu, di situ kita diajarin tentang orientasi seksual, seksualitas dikaitkan dengan HAM, seksualitas dikaitkan dengan agama, ini yang luar biasa menurutku, seksualitas dikaitkan dengan budaya. Oke, ini jawabannya atas banyak pertanyaanku selama ini. P : Masih inget nggak kenapa Anda berpikir dan merasakan hal seperti itu? S : Terutama perasaan bahwa aku melanggar, aku melakukan kesalahan yang cukup besar atau aku melanggar suatu aturan besar yang waktu itu aku belum bisa terjemahkan. Belakangan aku meyakini bahwa itu aturan di agama, itu terjawab di situ bahwa Tuhan nggak serempong itu, bahwa budaya juga nggak serempong itu. Dari dulu bahkan ada. Tapi justru ketika masuknya Islam ala Arab dan lain sebagainya ini, maka banyak terjadi pembelokkan dan lain sebagainya. P : Boleh diceritain mbak maksudnya kata-katanya mbak MR rempong tadi terkait hal apa soal agama? S : Misalnya bahwa Anisa, laki-laki berpasangan dengan perempuan, Adam dengan Hawa, harus menikah, salah satu cara mencapai surga bagi perempuan itu adalah menikah dan melayani suaminya. Kemudian setiap pembatasan dan lain sebagainya, gaya berpakaian. Terutama bagaimana kontrol agama atas pola pikir itu yang kubilang rempong. Tidak semuanya terjawab, tetapi itu membuka kesadaranku. Paling tidak gerbangnya terbuka dan aku banyak meluangkan waktu untuk selalu mencari. Apalagi akses informasi mulai cukup terbuka. Aku selalu luangkan waktu untuk membaca sehingga sedikit demi sedikit kumpulan pertanyaan itu terjawab. Menemukan jawaban tentang seksualitas yang dikaitkan dengan banyak aspek kehidupan Informan menemukan bahwa perasaan bersalah dan melanggar lebih karena keyakinan pada agama dan Tuhan Informan memahami bahwa kontrol agama sangat ketat yang membentuk pola pikir. Hal inilah yang semakin membuat informan mencari lebih banyak informasi sehingga berbagai pertanyaannya terjawab E3 E2, E3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 171 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 P : Selama mbak MR menyadari kalo mbak MR seorang lesbian, perlakuan apa yang mbak MR terima setelah orang lain tau bahwa mbak MR lesbian? S : Di keluargaku misalnya, adekku yang nomor dua tau. Aku cerita sama dia. Dia laki-laki. Dia tau aku berpasangan dengan siapa. Dia tidak mendebat, bahkan dia juga berteman baik dengan pasanganku. Tidak banyak konflik di situ. Keluargaku pun cukup dekat dengan keluarga pasanganku waktu itu karena di usiaku waktu itu lebih muda dari sekarang dan tuntutan untuk menikah belum segencar beberapa waktu yang lalu. Makanya juga nggak terlalu ada persoalan. Kemudian justru di lingkungan pekerjaan, di IHAP, aku menjadi salah satu eksperimen atas sikap lembaga. Jadi kalo IHAP mengatakan bahwa IHAP pro terhadap LGBT tetapi tidak pernah ada LGBT di sana. Saya diterima dan saya digunakan sebagai ruang uji coba sikap teman-teman staf. Overall sih, oke. Misalnya sampe ke interaksi fisik. Cuman aku menyadari aku belum selesai karena aku masih nggak bisa tidur di kamar dengan perempuan. Bagiku itu sangat tidak nyaman. Berinteraksi fisik dengan perempuan di luar pasanganku itu masih nggak bisa. Masih kayak yang justru timbul pertanyaan di kepalaku, jangan-jangan nanti aku tertarik untuk melakukan halhal di luar batas, jangan-jangan dia kemudian tersinggung, jangan-jangan kemudian dia nggak nyaman. Jadi konflik barunya tu adalah konflik dengan diriku sendiri. P : Terus boleh diceritain nggak proses tuntutan untuk menikah dari orangtua seperti apa? S : Dulu orangtuaku tau aku pacaran sama laki-laki. Terus belakangan berapa tahun aku nggak pernah lagi bawa laki-laki Informan dapat terbuka dengan adik laki-lakinya, dan tidak ada konflik Informan menjadi eksperimen di lingkungan kerja mengenai uji sikap kaum hetero terhadap LGBT, dan sejauh ini tidak ada masalah Informan menyadari bahwa proses menjadi lesbian belum selesai karena informan tidak nyaman interaksi fisik dengan perempuan selain pasangannya Orang tua masih memiliki pandangan Jawa yang sangat kental misal ada hal buruk jika seorang adik menikah lebih dulu D1, D5 B2 B3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 172 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 pulang. Kalopun ada, laki-laki yang tidak terlalu maskulin, temen-temenku. Kayaknya mereka juga ngerasa bahwa ini bukan pacarku. Kemudian adekku menikah, yang nomor dua. Bagi keluarga Jawa itu kan suatu persoalan ya ketika anak sulung itu perempuan dan adiknya menikah duluan itu akan membawa bad luck kira-kira. Maka, ada upaya-upaya dari orangtuaku misalnya menjodohkan dengan anak temennya. Karena aku tidak merespon dan orangtuaku tidak membuka ruang pembicaraan, maka itu pun berlalu dan perjodohannya pun ditunda tanpa disepakati. Artinya karena tidak dibicarakan, ya sudah akhirnya ilang saja. Tapi pernah terakhir ibuku, kalo bapakku sih nggak terlalu ribet ya, beberapa kali memintaku untuk menikah, “ra pengen po menikah?” Dalihnya selalu “besok kalo tua siapa yang urus?” Ku bilang aku akan tabung, aku akan masuk ke panti jompo atau pun kalo misalnya aku hidup panjang ya ke panti jompo, kalo nggak siapa yang tau. Sampe titik terakhir, beberapa tahun lalu, aku merasa terjebak karena aku hidup dengan pasanganku yang kedua, perempuan. Dia pergi, yang di rumah cuma aku. Adekku pergi karena kami sewa rumah bareng. Dan bapak-ibukku datang dan terbukalah diskusi itu. Aku tidak banyak menjawab. Aku hanya bilang nggak, nggak, nggak. Setelah itu aku cukup marah sama orangtuaku. Aku tidak berkomunikasi sama mereka. Aku tidak pulang juga ke kampung halaman yang tidak begitu jauh itu. Itu adalah terakhir kali mereka mendesakku. Sampe sekarang belum pernah ada obrolan lagi. P : Tadi kan diceritain mbak MR bahwa keluarga mbak MR cukup akrab dengan orangtua pasangan perempuan mbak MR. Apakah saat itu orangtua tau kalo itu pasangan mbak dibanding kakaknya sehingga orang tua berinisiatif menjodohkan, namun ditunda karena informan tidak merespon Informan belum dapat terbuka dengan orang tuanya dan karena merasa terus didesak, informan merasa tidak nyaman dan akhirnya tidak pernah berkomunikasi lagi sampai saat ini B3 D6 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 173 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 MR atau memang teman dekat? S : Keluarga kami taunya teman deket karena beda usia kami cukup jauh. Dia 8 tahun di atasku. Jadi kayak merasa kami kakakadikkan. Cuman kakak-adikkan, sering banget nginep. Menurutku mereka merasa ada hal yang berbeda dalam relasi kami, tapi tidak terbicarakan juga. P : Reaksi mbak MR setelah mendapatkan semacam perlakuan, kayak disuruh menikah, dari orangtua atau mungkin tadi lembaga gimana? S : Kalo di kerjaan sih, aku kemudian belakangan memahami bahwa terlepas setidak oke apapun, tujuannya baik. Jadi aku nggak ada soal. Malah aku merasa justru orientasi seksualku bisa menjadi kayak bahan pelajaran dalam tanda kutip kepada masyarakat dampingan kami. Kalo dulu, sempat aku melewati fase memberontak saat remaja. Bapak-ibukku tuh keras, tapi bukan keras main fisik, tapi main doktrin. Kan sama aja njebol itu luar biasa. Yang kulakukan adalah aku memberontak terhadap seluruh larangan. Nah, fase kedua adalah kemarahanku bukan lagi hanya soal orientasi seksual. Bagiku waktu itu aku merasa harus ada titik ketika mereka harus menerimaku apa adanya. Tetapi justru kemarahanku adalah aku merasa dibedakan karena aku sulung. Ada hal-hal yang harus menjadi tanggung jawabku sebagai sulung. Misalnya, ketika orangtuaku ribut, itu tanggung jawab sulung untuk menyelesaikan. Bagiku itu tidak oke. Selain doktrin, informan merasa marah dengan orang tuanya karena ada banyak hal-hal yang menjadi tanggung jawab anak sulung yang menurut informan tidak pada tempatnya D6 326 327 328 329 P : Proses Anda atau cara Anda menyikapi hal-hal tersebut Informan merasa marah dengan bagaimana, mbak? adanya doktrin dan tanggung S : Aku merasa tidak banyak progres di fase-fase itu. Yang ada jawab yang dibebankan orang justru kemarahan-kemarahan. Terlebih lagi fase ketika seseorang D6 Di lingkungan kerja, informan memiliki relasi dan tujuan yang baik Dengan orang tua, informan merasa terkekang karena banyak doktrin dari orang tuanya yang membuat informan memberontak D1 D6 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 174 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 mengetahui tentang dalam tanda kutip kebenaran tentang orientasi seksual, berkenalan dengan isu hak. Yang ada itu kan menuntut ya. Iki kan hakku, ini hakku, sikap itu hakku, menjadi diriku itu hakku, dan lain sebagainya. Aku merasa menjadi orang yang cukup banyak menuntut dan cukup banyak marah. Jadi hubunganku dengan orangtuaku ya tidak terlalu baik. Aku membatasi saja interaksi dengan mereka. Jadi 2009 aku memutuskan keluar dari rumah. Aku bicara sama mereka bahwa aku pengen menjalani hidup mandiri. Aku pengen hidup dengan gaji yang kumiliki. Dan mereka tidak ada soal. Tapi sebenernya itu modus aja karena aku hidup dengan pasanganku. Membuat jarak aja. P : Kenapa Anda bersikap membuat jarak sama orangtua? S : Satu, tanaman-tanaman nilai di diriku sebagai perempuan, Jawa, sulung, lesbian. Empat identitas. Paling tidak aku merasa bahwa aku akan menghindari konflik ketika aku merasa powerku itu cukup lemah. Aku akan membuat jarak yang aman sehingga aku sendiri tidak terlukai. Aku tidak peduli orang lain, tapi aku sendiri tidak terlukai. Yang kedua, aku merasa kayak bentuk perlawanan juga nggak sih. Tapi pokoknya itu deh, karena aku nggak mau terlalu berkonflik. P : Saat Anda menyadari kalo Anda lesbian, ada nggak hal yang mengganggu atau menggelisahkan atau bahkan hal yang menyenangkan yang mbak MR alami? S : Mix ya. Maksudku karena aku kemudian berproses, aku bekerja, aku hidup di tengah-tengah aktivis LSM yang konsen di isu perempuan, jadi aku merasa bahwa identitasku ini adalah keuntungan. Menjadi lesbian itu satu keuntungan karena hampir tua kepadanya sehingga hubungan dengan orang tua tidak cukup baik dan membatasi interaksi dengan orang tua C3 Adanya konflik dengan orang tua membuat informan menjauh dan berusaha untuk hidup mandiri Informan merasa tidak nyaman dengan keluarganya karena tuntutan orang tua berkaitan posisinya sebagai perempuan Jawa dan sulung, sementara informan juga seorang lesbian Selama berproses, informan menemukan bahwa saat dirinya memiliki kesempatan menyuarakan aspirasi sebagai lesbian, namun menurutnya dirinya sangat kebablasan dan B3 D3, E3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 175 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 semua mata organisasi sudah melihat LGBT. Ini sedang menjadi konsen bersama. Tapi secara personal, belakangan aku menyadari bahwa dengan dianakemaskan oleh gerakan, oleh banyak organisasi juga tidak cukup sehat menurutku. Artinya kayak kebayang nggak sih secara psikologis kita selalu dibungkam, kita dibatasin, kita minoritas. Tiba-tiba ‘tak’ dalam hitungan detik kita ada di situasi yang kita itu betul-betul dipersilahkan kamu mau bicara. Ya, menurutku secara psikologis kemudian aku merasa cukup arogan dan aku bisa berbicara dengan sangat keras. Kupikir menurutku itu melukai banyak pihak, terutama ketika kau berbicara orientasi seksual disandingkan dengan agama misalnya. Beberapa reaksi keras muncul dari audiens waktu itu. P : Reaksi keras dari audiens itu muncul karena apa menurut mbak MR? S : Misalnya, aku berbicara waktu itu di Ungaran bahwa saya merasa diuntungkan sebagai lesbian karena saya tidak akan pernah kena pasal zinah. Saya tidak akan pernah bisa memasukkan penis ke dalam vagina misalnya. Jadi saya nggak akan kena hukum rajam misalnya. Saya mendeskripsikan tuhan saya adalah seorang perempuan umur 30 tahun dengan ukuran berat 32B misalnya, whatever. Sekeras itu saya berbicara tentang seksualitas dan ketuhanan. Belakangan saya menyadari bahwa saya bisa berbicara keras karena memang saya belum selesai proses dengan diri saya. Waktu itu ada seorang peserta mengatakan, “Mbak, Mbak nggak takut po sama Tuhan?” ‘Tek’ ada yang salah nih dalam diriku. Dari situ aku mulai berhati-hati sih. P : Mbak MR prosesnya lebih ke proses bisa mengatakan menyakiti banyak pihak, terutama jika disandingkan dengan agama. Informan merasa bahwa pembenaran yang selama ini menjadi prinsipnya masih ada yang salah karena informan menyadari bahwa dirinya belum selesai berproses. Hal tersebut membuat informan lebih berhatihati C4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 176 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 seperti itu dan mengungkapkan seperti itu pas awal ketika Anda menyadari benar kalo Anda lesbian kan? S : Bukan awal menyadari sih, tapi awal aku menerima orientasi seksualku. P : Terus apa yang mbak MR pikirkan dan mbak MR rasakan saat itu? S : Aku merasa bahwa semua orang harus paham ada orang-orang LGBT, harus menerima, harus diperlakukan dengan baik, dan semua orang harus menghargai. Harus harus harus ini yang menurutku bentuk arogansi. 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 P : Kalo hubungan sama keluarga setelah mbak MR meyakini bahwa mbak MR lesbian? S : Dengan kedua adekku baik-baik saja. Mereka jenis yang cukup mensupportku di banyak hal pun kalo ada konflik bukan soal orientasi seksual. Dengan orangtua, aku masih menunggu momen karena satu sakjane akar persoalannya adalah aku tidak berani. Tapi aku selalu mengatakan kepada orang terutama ketika aku menjadi narasumber aku selalu ditanya, “Mbak orangtuanya tau kalo mbak lesbian?” Saya selalu mengatakan bahwa, “Saya sedang menunggu waktu, pak, bu, untuk berbicara ke mereka. Akan ada titik ketika saya akan berbicara.” Tapi sebenernya aku takut untuk jujur. Aku takut menghadapi reaksi dan lain sebagainya. Aku merasa justru pertanyaan dari orang-orang ini adalah satu tekanan lain bagiku. Oh ternyata ada standar baru ketika kita selesai menerima sebagai lesbian, maka standar berikutnya adalah orangtua harus tahu dan mengakui. Itu pressure Dalam prosesnya, informan masih memikirkan bahwa hak seorang LGBT harus terpenuhi seperti kaum hetero dan informan menyadari bahwa hal tersebut merupakan arogansi Informan memiliki dukungan dan interaksi yang baik dengan adik-adiknya, sementara informan belum berani membuka diri terhadap orang tuanya Hal yang informan takutkan adalah menghadapi pertanyaan dan reaksi dari orang-orang. Informan memahami setelah menerima orientasi seksualnya maka orang tua juga harus A1 D1, D4, D5 A2 E3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 177 412 lagi. mengakui 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 P : Kekhawatiran apa sih yang sebenarnya ditakutkan? S : Aku tidak khawatir terhadap dampaknya. Aku justru khawatir pada prosesnya. Bagaimana menyampaikan, “Pak, Bu, saya lesbian. Tara!” Jangankan harus berbicara bagitu ya. Dengan empat identitasku tadi perempuan, Jawa, sulung, dan lesbian, mengatakan tidak saja atas statement orangtuaku atau orangorang yang lebih tua dariku itu bukan hal yang mudah. Aku bisa pada satu titik misalnya mengatakan tidak tapi tidak dengan penuh kemarahan. Setelah itu aku akan menyalahkan diriku habis-habisan atas kata tidak ini. Jadi kalo menurutku, di titik sekarang ketakutannya bukan di dampak akan statementku, tetapi pada prosesnya. Jadi persoalan di diriku aja sih Hal yang membuat informan takut terbuka dengan orang tua mengenai orientasi seksualnya adalah mengenai prosesnya, bukan dampaknya. Sulit bagi informan untuk menyampaikan bahwa dirinya seorang lesbian, ditambah identitasnya sebagai perempuan Jawa anak pertama. Informan merasa bahwa persoalan ada pada dirinya sendiri 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 P : Kalo hubungan mbak MR sama orang lain setelah meyakini kalo mbak MR itu lesbian? S : Di titik-titik ketika emosiku masih cukup tinggi setelah tau banyak hal. Aku akan cenderung bersikap memusuhi dalam tanda kutip pada orang-orang yang tidak sepakat pada isu LGBT. Jadi aku merasa semacam toa masjid, orang harus denger, orang harus patuh. Kalo mereka yang tidak oke terhadap isu LGBT, maka aku akan pasang garis tegas kamu bukan masuk cluster ke temenku. P : Menurut mbak MR apa yang membuat mbak MR memiliki hubungan yang seperti itu dengan orang lain dan keluarga? S : Kalo menurutku sih masih ada hal yang tidak selesai. Kalau Pada saat berproses, informan merasa bahwa yang tidak mendukung kaumnya bukanlah temannya, bahkan memusuhinya Informan menyadari bahwa menjadi lesbian tidak cukup sampai mengakui orientasi D10 B4 E3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 178 437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 tadinya kupikir persoalan identitas orientasi seksualku ketika ketemu jawabannya maka akan selesai, ternyata nggak. Ada hal lain di dalam diriku yang menjadi minoritas selama hidup itu. Dan keluar dari sikap mental minoritas itu menurutku satu persoalan. Karena ketika kita biasa menjadi korban kekerasan, ada titik di mana kita berpotensi sangat besar menjadi pelaku kekerasan. Di titik itu aku menyadari bahwa ketika aku melontarkan statement-statement kerasku tentang seksualitas dan agama, aku sedang melakukan kekerasan juga kepada orangorang yang tidak pro. P : Boleh diceritain nggak maksud ‘selesai’ dalam konteks ini apa? S : Tadinya kupikir ‘selesai’ itu adalah selesai menyadari fakta bahwa aku berbeda. Kemudian itu namanya adalah lesbian. Kemudian menjadi seorang lesbian itu sah dan halal misalnya. Bagiku kupikir itu selesai. Ternyata belakangan bukan itu. Ada hal yang lebih dalam lagi misalnya bahwa seseorang itu tidak akan terbatas pada kotak-kotak itu. Maksudku, pada akhirnya kita itu sama-sama manusia dan tidak ada sesuatu yang istimewa di antara yang lainnya. Berbeda iya, tetapi perbedaan ini tidak seharusnya menimbulkan perbedaan perlakuan, perbedaan sikap juga di dalam hal apapun. Sah juga memiliki perbedaan pendapat, perbedaan cara pandang, perbedaan nilai misalnya. seksualnya Informan menemukan bahwa sikap kerasnya pada pihak-pihak yang tidak mendukung kaumnya (LGBT) merupakan bentuk pelampiasannya sebagai minoritas Informan menemukan bahwa menjadi lesbian tidak cukup sebatas mengakui orientasi seksualnya, justru setelah itu kehidupan menjadi lesbian baru dimulai Informan merasa bahwa seharusnya baik lesbian, LGBT, maupun hetero meskipun berbeda orientasi seksual tidak menimbulkan perbedaan perlakuan karena sama-sama manusia P : Terus kan ada dua kriteria ‘selesai’ yang mbak MR Informan merasa bahwa masalah jelasin. Yang pertama, ketika sudah menyatakan bahwa A1, E1 E3 C4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 179 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488 489 lesbian itu halal, ya itu selesai. Tapi, proses-prses semakin berjalan bahwa seperti yang mbak MR katakan tadi. Posisinya pas mbak MR mulai berubah dari makna ‘selesai’ di awal dan yang kedua tadi, posisi mbak MR sudah menyadari dan meyakini bener mbak MR lesbian atau dalam proses apa? S : Sudah meyakini. Sudah menjalani juga kehidupan sebagai lesbian. Justru ketika aku harus dihadapkan pada persoalan lain. Persoalan yang lebih mendasar dari persoalan orientasi seksual, tapi persoalan interaksi antar manusia saja misalnya. Atau bagaimana harus mensikapi perbedaan pendapat misalnya. Jadi, dalam posisi ketika aku harus memimpin IHAP dengan aku memiliki sekian staf yang memiliki pendapat mereka masingmasing. Jadi tahapannya dari minoritas, selalu menjadi korban, kemudian pada titik kita didengarkan oleh mayoritas, kita diistimewakan oleh mayoritas, dan kemudian aku memimpin suatu organisasi. Kebayang nggak sih, secara psikologis aku selalu menginginkan didengarkan, aku selalu menginginkan dipatuhi, aku selalu menginginkan apa yang kurencanakan dijalankan dengan baik oleh seluruh stafku. Dan ternyata faktanya tidak se-oke itu. Maka konflik yang muncul menjadi konflikkonflik personal, kemarahan-kemarahan personal. Jadi kayak kita udah naik, terus jatuh lagi. “Oh ternyata aku nggak mampu. Oh ternyata sebatas ini.” Di fase-fase itu sih. P : Saat mbak MR meyakini kalo mbak MR lesbian, bagaimana mbak MR memandang diri atau memandang hidup saat itu? S : Saat ini aku bisa mengidentifikasi bahwa mostly, perasaanku justru bukan karena perbedaan orientasi seksualnya, tapi interaksi manusia seperti menyikapi perbedaan pendapat dan pandang Informan menyadari dan menemukan bahwa proses menjadi seorang lesbian selesai adalah ketika kenyataan berbeda dari keinginan dan harapan Informan merasa bahwa konflik terbesarnya adalah perasaan C4 E3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 180 490 491 492 493 494 495 496 497 498 499 500 501 502 adalah kemarahan yang cukup besar kepada dunia dan seisinya. Marah karena dibedakan. Artinya, lesbian itu adalah berbeda, lesbian itu selalu ditolak di manapun. Ada titik ketika misalnya, kayak kenapa selama ini LGBT selalu menjadi korban kekerasan? Selalu dipinggirkan dan lain sebagainya? Ada titik ketika kemarahanku adalah kemarahan kepada Tuhan. Tuhan juga yang ciptain kita. Aku kemudian bertanya, Tuhan itu sosok seperti apa sehingga Dia menjadi sangat egois menciptakan beberapa makhluknya dilahirkan untuk dihina-hina, disakiti, dan lain sebagainya. Ada titik ketika aku menjadi cukup marah juga. Tapi maksudnya aku sampaikan bahwa fase setelah selesai menerima indentitasku, pertanyaannya berada di hal-hal yang berbeda, yang muncul kemarahan. marahnya pada pihak-pihak yang membedakan lesbian Informan masih ada kemarahan bahwa meskipun sudah menerima identitasnya sebagai lesbian namun masih banyak pertanyaan yang mengganggunya B3 503 504 505 506 507 508 509 P : Terus kalo memandang hidup mbak MR saat itu atau memandang diri? S : Terkait orientasi seksual kalo menyalahkan diri sudah tidak, tetapi aku masih sangat terganggu dengan bahwa aku tidak bisa asertif, tidak bisa mengatakan tidak, tidak bisa speak up kayak gitu. Aku banyak menyalahkan diri di sana. Kupikir semua orang harus mengikuti apa mau lesbian. AKHIR P : Apa yang sedang mbak MR alami di kehidupan sekarang terkait dengan orientasi seksual yang mbak MR miliki? S : Biasa saja. Tidak ada yang berbeda. Tidak juga harus diistimewakan. Menjadi lesbian adalah menjadi manusia. Menjadi heteroseksual adalah menjadi manusia. Bagi informan, masalah identitas sebagai lesbian bukan lagi soal dirinya, tapi kaumnya yang menjadi minoritas D3 Bagi informan, menjadi lesbian maupun hetero tidak ada bedanya, sama-sama sebagai manusia C4 510 511 512 513 514 B3, D6 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 181 518 519 520 521 522 523 524 525 526 527 528 529 530 531 532 533 534 535 536 537 538 539 540 541 542 543 544 545 P : Ada perasaan apa nggak yang mbak MR alami sekarang? S : Nggak. Kupikir justru di situlah ke-Mahakuasa-an Tuhan dengan cinta kasihnya. Mencipta berbagai ragam identitas. Hanya memang persoalannya adalah mau nggak kita membaca. Di Islam ada statement pertama Iqro, bacalah. Kemudian kita mencari. Menurut persoalan saat ini adalah ketika ada seseorang yang kemudian merasa ada yang salah dengan dunia ini, kupikir orang itu harus meluangkan waktu untuk mencari. P : Bagaimana proses mbak MR dapat berpikir seperti itu? S : Setelah terhajar banyak persoalan, interaksiku dengan staf di IHAP, interaksiku dengan para board dan anggota misalnya. Kemudian ada titik di mana aku putus dengan pasanganku yang kupikir kehidupan kami sangat-sangat perfect, yang kami membangun bisnis bersama, kami memiliki tanah bersama, kita punya sekian mimpi, sekian hal yang mau dicapai dan itu selesai. Itu titik aku sangat jatuh secara psikologis. Kupikir titik terberat selama hidupku, ada sekitar dua bulan. Yang tadinya kemarahan yang muncul menjadi sangat apatis dengan banyak hal dan aku tidak mempercayai semua hal. Tapi aku bertemu dengan satu kawan yang banyak membimbingku. Akhirnya ketemu dengan satu proses meditasinya Buddhist, Vipassana, yang melihat hidup sebagaimana adanya faktanya saja. Melihat fakta sebagaimana adanya fakta, tidak harus memaksakan kita harus menerima atau tidak menerima, tetapi itulah fakta. Proses dengan dia cukup lama. Aku pernah juga hipnoterapi. Belakangan aku menyadari bahwa aku pernah mengalami kekerasan seksual dan itu ternyata belum selesai. Tetapi dengan proses meditasi itu kemudian mulai terurai dan titik kupikir aku merasa terselamatkan adalah ketika Informan menerima bahwa manusia bisa saja berbeda, dan harusnya banyak belajar dan mencari untuk belajar menerima keadaan dunia Pengalaman interaksi dengan berbagai pihak mengajarkan informan banyak hal dan pada putus dengan pasangan yang membuatnya down dalam waktu yang lama yang menimbulkan sikap apatis dengan banyak hal Di saat mengalami down, informan menemukan untuk dapat belajar menerima diri sesuai fakta yang ada dan pada akhirnya mampu menemukan sumber masalah C4 E1 A1, E3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 182 546 547 548 549 550 551 552 553 554 555 556 557 558 559 560 561 562 563 564 565 566 567 568 569 570 571 572 573 aku mengikuti retret meditasi 2 malam 1 hari di Vihara Mendut yang aku merasa justru aku menemukan cinta Tuhan di situ. P : Terus apakah ada perlakuan yang sedang mbak MR terima saat ini terkait dengan orientasi seksual? S : Secara pribadi tidak. Karena dengan aku merasa proses perubahan pola pikirku yang tadinya marah dengan semua orang dan sekarang aku merasa lebih stabil, akhirnya cara pandangku terhadap banyak hal menjadi cukup positif dan itu dampaknya hubunganku dengan banyak pihak juga cukup baik. Misalnya, dengan kedua adikku yang mereka sangat tahu siapa saudaranya dan mereka juga tidak ada soal. Aku tidak lagi merasa terbebani harus membicarakan orientasi seksualku pada orangtuaku. Bagiku, justru ketika seseorang open kepada orangtuanya itu bentuk ego dan ada untungnya bagi kita, tapi nggak ada untungnya bagi orangtua kita kalo menurutku. Jadi aku tidak lagi memandang itu sesuatu hal yang penting. Bagiku pengakuan atas siapa diriku juga udah nggak terlalu penting. Jadi aku nggak merasa ada persoalan. P : Kenapa sekarang bisa berpikir pengakuan diri itu nggak terlalu penting? S : Kalo kenapanya dan dimulai dari titik mana aku juga nggak terlalu bisa menjawab. Tetapi berkenalan dengan cara pandang yang aku dapat di meditasi buddhist ini banyak membuka ruang berfikirku. Di mana letak ego kita? Bahwa banyak hal ternyata kita hidup dalam ego, dalam bayang-bayang ego misalnya. Kemudian berdamai dalam arti yang sesungguhnya dengan seluruh proses hidup kita. Berdamai bukan kemudian memaksakan ini selesai atau memaksakan “yes okay, ini nggak Setelah informan mampu merubah pola pikir, informan memiliki cara pandang yang positif dan berdampak positif terhadap hubungannya dengan berbagai pihak misalnya kedua saudaranya, bahkan jika harus open kepada orang tuanya E2 Informan menemukan bahwa tidak penting saat ini pengakuan dari berbagai pihak mengenai orientasi seksualnya, karena informan memandang bahwa hidup tidak hanya ego tapi berdamai dan menerima diri apapun keadaannya E3, B2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 183 574 575 576 577 578 579 580 581 582 583 584 585 586 587 588 589 590 591 592 593 594 595 596 597 598 599 600 601 ada soal” atau “oke, menurut agama nggak papa”. Tapi benerbener yang menurutku.. aku nggak tau kenapa aku sulit mendeskripsikan. Ya menurutku ya sudah. Piye? Bantu aku mendeskripsikannya. P : Ya intinya bahwa selesai tadi kan? Seperti yang mbak MR katakan tadi. Terus kalo boleh diceritakan lagi nih, ada hal yang mengganggu atau menggelisahkan atau hal yang bahkan menyenangkan saat ini? Terkait orientasi seksual boleh atau kehidupan mbak MR saat ini juga boleh. S : Menyenangkan pasti menyenangkan. Setelah pola atau cara pandangku yang berubah, maka kemudian menurutku banyak hal menyenangkan. Melihat dari sisi positifnya. Dalam artian satu contoh misalnya, aku marah pada orang yang tidak bisa menerima orientasi seksual seseorang, aku akan membatasi, aku tidak akan berteman, aku akan marah pada dia. Tapi di titik sekarang aku menghargai bahwa semua orang itu punya pendapat masingmasing dan tidak ada gunanya memaksakan pendapat kita ini ke orang lain. Mending ada manfaatnya. Yang repot kan bikin orang stres trus jadi tambah persoalan. Jadi lebih bisa melihat seseorang bersikap itu dari cara pandang orang itu. Jadi kupikir aku lebih bisa legowo melihat banyak hal walaupun misalnya ada titik waktu ketika aku turun lagi, marah lagi. Ya wajar dalam konteks kehidupan ya. Aku cukup terganggu dengan pola pikir banyak pihak yang menurutku kenapa semua orang seneng memaksakan cara pandangnya. Misalnya, A itu benar B itu salah, maka semua orang harus ikut A atau misalnya semua orang harus memusuhi B. Kan semua orang, semua makhluk itu punya keunikan masingmasing, punya proses masing-masing. Menyalahkan itu tidak Dengan mengubah cara pandang, banyak hal positif yang ditemukan oleh informan Informan belajar untuk tidak memaksakan pendapatnya kepada orang lain karena tidak ada gunanya Informan mulai dapat menerima kenyataan meskipun tidak sesuai harapan Informan menyadari bahwa setiap manusia punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, termasuk dirinya E3 E3 B2 A1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 184 602 membantu menurutku. 603 604 605 606 607 608 609 610 611 612 613 614 615 616 617 618 619 P : Terus apa yang Anda rasakan saat menanggapi perilaku itu? S : Tidak ada sih. Ya sudah, begitu saja adanya. Malah justru aku merasa Tuhan hadir dalam peristiwa-peristiwa seperti itu. Tuhan menunjukkan cinta kasihnya dalam banyak hal di kehidupan dia. Jadi kalo dulu aku sempat marah dan aku menyatakan aku meletakkan ke-Islam-anku, aku sempat marah pada orangtuaku karena mereka melabeliku Islam dan harus menjalani hidup ala Islam, tapi menurutku saat ini bukan begitu. Wajah Tuhan itu wajah cinta kasih. P : Terus hubungan sama keluarga gimana sekarang? S : Baik. Setelah 5 tahun aku keluar dari rumah, ada satu momen ketika aku pingin balik tinggal bersama di dekat keluarga intiku. Sudah dua bulan ini aku tinggal bersama keluargaku dan sangat menyenangkan. Ternyata aku punya adik yang cukup suportif, orangtua yang sebenarnya mereka sangat kesepian, kasian juga barusan tau, keponakan yang lucu-lucu. Yang nggak ada: pacar 620 621 622 623 624 625 626 627 P : Terus kalo hubungan sama orang lain gimana sekarang? Masyarakat atau teman.. S : Aku juga nggak bisa mendeskripsikan karena masing-masing orang punya cara pandang masing-masing. Tetapi yang kuyakini adalah ketika kita bersikap baik, maka orang lain akan bersikap baik juga ke kita. Jadi ya berusaha bersikap baik aja. P : Apa sih yang membuat mbak MR sekarang memiliki hubungan seperti itu? Informan merasa bahwa pengalaman selama ini membuatnya menyadari bahwa Tuhan menunjukkan cinta kasihnya. Pada akhirnya, informan mulai terbuka dengan keluarganya dan mulai menyadari bahwa adikadiknya cukup suportif, dan orang tua yang membutuhkannya karena kesepian Informan tidak terlalu memperdulikan sikap orang lain, informan percaya bahwa dengan berbuat baik maka orang lain juga bersikap baik Informan telah banyak belajar hal dan akhirnya menemukan E1 D1 E3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 185 628 629 630 631 632 633 634 635 636 637 638 639 640 641 642 643 644 645 646 647 648 649 650 651 652 653 654 655 S : Terutama karena perubahan pola pikirku ya. Perubahan cara pandangku melihat dunia, melihat kehidupan, melihat warna, dan lain sebagainya. Ketika cara pandangku yang berubah, pada akhirnya semua akan mengikuti. Bukan saya yang harus berubah, tapi saya yang harus berubah. P : Bagaimana mbak MR memandang diri mbak MR sekarang? S : Baik. Bahwa pasti akan ada momen-momen kita aku turun. Pasti akan muncul lagi ketika aku merasa kesepian misalnya. Titik itu aku akan lari ke apapun yang bisa menjawab kesepianku. Tren terakhir adalah novel. Atau seminggu terakhir trennya adalah pengen punya pacar. Ya tinggal dijalani saja. Aku memandang hidupku biasa-biasa saja. P : Terus kalo memaknai hidup mbak MR saat ini? S : Aku memandang hidup biasa saja. Hidup itu hanya soal kemauan untuk menjalani sebagaimana adanya fakta. P : Pertanyaan terakhir, apa mbak MR punya atau memiliki harapan tertentu untuk kehidupan mbak MR? S : Aku berharap tidak banyak menyusahkan orang. Udah. Kalo mo mati, ya segera mati misalnya. Artinya tidak kemudian membebani banyak pihak. Kalopun bahagia juga tidak merepotkan banyak pihak. Ya kupikir aku nggak pengen merepotkan banyak pihak aja. P : Apakah ada harapan terkait orientasi seksual? S : Ya pasti harapan personalnya aku pengen cari pasangan bule. Kalo harapan secara besar misalnya bahwa keadaan akan membaik paling tidak seperti akhir-akhir ini ketika LGBT menjadi sangat dimusuhi dan isunya muncul. Ya aku berharap ini cara pandang yang positif yang membuatnya dapat menyelesaikan banyak masalahnya dengan baik Informan menyadari bahwa dirinya dalam fase naik turun. Secara umum informan memandang bahwa hidupnya biasa saja Informan menjalani kehidupan dan menerima keadaan sesuai faktanya Informan berharap tidak banyak menyusahkan banyak orang, atau merepotkan banyak pihak Informan berharap dapat pasangan bule Informan berharap masalah yang menimpa kaumnya semakin E3 E3 B1, B2 F4 F4 D3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 186 656 657 658 659 660 661 662 juga bisa mulai turun. Banyak absurdnya ya di fase ini. membaik P : Oke sebenarnya pertanyaan sudah selesai, tapi mungkin ada yang pengen mbak MR tambahkan atau sampaikan lagi yang belum tersampaikan tadi? S : Nggak sih. P : Oke berarti udah selesai ya, mbak. Makasih.. S : Sama-sama De