DESKRIPSI PSYCHOLOGICAL WELL-BEING

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DESKRIPSI PSYCHOLOGICAL WELL-BEING
PADA LESBIAN
Studi Kualitatif Naratif di Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Agatha Kharisma Ratnadewi
109114153
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN MOTTO
Pandanglah burung-burung dilangit, yang tidak menabur dan tidak menuai
dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh
Bapamu yang di surga.
Bukanlah kamu jauh melebihi burung-burung itu?
(Matius, 6 : 26)
Ngluruk tanpo bolo, menang tanpo ngasorake,
Sekti tanpo aji-aji, sugih tanpo bondho.
Ikhlas, menikmati apapun yang terjadi bersama semesta,
dan semua akan baik-baik saja…
(dei)
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Karya ini kupersembahkan kepada:
Orang tuaku yang sangat luarbiasa
Thomas Harsono dan Retna Praseyaningrum “Uye”,
Kesayanganku Bethouven Van Cui dan Gilbertus
Bollu,
Segenap keluarga dan para sahabatku,
Sekaligus orang-orang yang selalu menopangku,
Terimakasih atas segala dukungan, doa, dan
pelajaran hidup yang kalian berikan
Terimakasih pula sarung ajaib yang selalu memberi
kenyamanan.
Tak lupa, aku juga berterimakasih kepadamu,
alam semesta.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DESKRIPSI PSYCHOLOGICAL WELL-BEING
PADA LESBIAN
Studi Kualitatif Naratif di Yogyakarta
Agatha Kharisma Ratnadewi
ABSTRAK
Orang yang memiliki orientasi seksual lesbian, mereka memiliki banyak
sumber stres. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa lesbian
memiliki beban psikologis karena orientasi seksual yang mereka miliki. Proses
untuk menerima diri sudah cukup sulit, ditambah dengan prasangka, stigma dan
penolakan yang ada di masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan
Psychological Well Being pada lesbian melalui metode kualitatif studi naratif.
Peneliti mewawancarai 2 orang yang memiliki orientasi seksual lesbian untuk
mengumpulkan data. Setiap informan yang diwawancarai menceritakan suatu
aspek penting atau peristiwa tertentu yang pernah mereka alami. Data akan
dianalisis menggunakan analisis tematik. Hasil penelitian ini adalah informan
yang memiliki Psychological Well Being baik memiliki narasi kehidupan
progresif/optimistik. Faktor yang mendukung Psychological Well Being adalah
dukungan sosial, pemahaman diri, perasaan diterima, harapan kepada orang lain,
perasaan kecewa karena harapan yang tidak terpenuhi, penilaian terhadap situasi
yang dihadapi, dan keterbukaan terhadap pengalaman baru. Hasil deskripsi
penelitian menunjukkan bahwa penerimaan diri sejak awal dan dukungan sosial
dapat membantu proses Psychological Well Being informan menjadi lebih cepat.
Setelah menerima diri, barulah informan nyaman untuk menampilkan diri sebagai
lesbian dan cenderung dapat mempersiapkan diri terhadap reaksi lingkungan.
Pada akhirnya, informan akan merasa semakin nyaman, dapat menerima dan
berdamai dengan diri serta lebih siap terhadap pandangan lingkungan.
Kata kunci: Lesbian, psychological well-being (PWB), deskripsi, narasi
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
THE DESCRIPTION OF PSYCHOLOGICAL
WELL-BEING ON LESBIAN
Narrative Qualitative Study in Yogyakarta
Agatha Kharisma Ratnadewi
ABSTRACT
People who have a lesbian sexual orientation, they have many sources of
stress. This research is motivated by the belief that lesbians have a psychological
burden because of their sexual orientation. The process to accept yourself is hard
enough, coupled with the prejudice, stigma and denial that exist in society. The
purpose of this study is to describe the Psychological Well Being on lesbian
narrative studies through qualitative methods. Researchers interviewed two
people who have a lesbian sexual orientation to collect data. Each informant was
interviewed tells an important aspect or a particular event they have ever
experienced. Data will be analyzed using thematic analysis. The results of this
study are informants who had Psychological Well Being both have a progressive
life narrative / optimistic. Factors that support the Psychological Well Being is
social support, self-understanding, a feeling of acceptance, hope to others,
feelings of disappointment because expectations were not met, an assessment of
the situation at hand, and openness to new experiences. The description of the
research shows that since the beginning of self-acceptance and social support can
help the process of Psychological Well Being of informants to be faster. After
receiving himself, the informants convenient to present themselves as lesbian, and
tend to be prepared for the reaction environment. In the end, informant will feel
more comfortable, able to receive and make peace with themselves and better
prepared against environmental point of view.
Key words: Lesbian, psychological well-being (PWB), description, narrative
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti haturkan kepada Tuhan Yesus, atas berkat dan
penyertaanya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.
Peneliti menyadari bahwa tanpa benih semangat, peristiwa, dan setiap perjumpaan
yang merupakan rencana-Nya, peneliti tidak akan dapat segera menyelesaikan
skripsi ini.
Peneliti berharap agar skripsi ini dapat memberikan informasi yang
bermanfaat bagi seseorang yang memiliki orientasi seksual Lesbian dan pihakpihak terkait sehingga stigma dan diskriminasi terhadap Lesbian dapat diturunkan.
Semoga penelitian ini dapat merangsang kemunculan penelitian lain mengenai
psychological well-being pada Lesbian mengingat dampaknya yang sangat baik
bagi kesejahteraan psikologis.
Terselesaikanya skripsi ini tidak akan terjadi tanpa kesempatan, semangat,
dan masukkan dari beberapa pihak. Dalam kesempatan ini, peneliti ingin
mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak.
1. Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M. Si selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si selaku Kaprodi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
3. Bapak C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah sabar membimbing penulis dari awal pengerjaan penelitian ini sampai
selesai. Terima kasih atas dukungan, kesabaran, pengarahan dan energi
positifnya yang sangat membantu penulis.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. C. Siswa Widyatmoko, M.Psi. dan P. Henrietta P.D.D.S., M.A. selaku dosen
penguji yang telah memberikan masukan sehingga penelitian ini memiliki
kualitas yang lebih baik.
5. Ibu Passchedona Henrietta Puji Dwi Astuti Dian Sabbati, MA. selaku dosen
pembimbing akademik, yang selalu memberikan dukungan kepada peneliti.
6. Jajaran dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang sudah
membantu setiap proses dalam kegiatan belajar mengajar. Terima kasih atas
ilmu dan bimbingan selama peneliti menjadi mahasiswa.
7. Staf dan karyawan Fakultas Psikologi: Bu Nanik, Mas Gandung, Mas Muji,
Pak Gik atas pelayanan baik dalam administrasi dan sarana perkuliahan.
8. Thomas Harsono dan Retno Prasetyaningrum (Uye) selaku Orangtua peneliti
yang luar biasa memberikan motivasi, tidak lelah untuk mendukung dan
mendoakan peneliti sehingga dapat menyelesaikan tulisan ini.
9. Simbah Siti selaku nenek peneliti yang selalu mendukung, mendoakan dan
merebuskan air panas untuk mandi di setiap harinya agar peneliti tetap sehat.
10. Dian Novita yang selalu memotivasi dan meluangkan waktunya untuk
mendampingi peneliti serta menyediakan diri untuk mendengar segala keluh
kesah, curhatan dan kesabaran menghadapi naik turunnya emosi peneliti
dalam proses penyelesaian skripsi ini.
11. Bethouven Van Cui dan Gilbertus Bollu anjing kesayangan yang sudah
seperti kakak dan anak, selalu memberikan semangat baru dengan kelucuan
dan kenakalannya.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12. Echi Kiprit yang kadang menjengkelkan namun sering memotivasi
mengucapkan “Ayo ibuk e Bollu cemangatt!”.
13. Benk-benk sahabat baik, selalu membantu sarana prasarana kepada peneliti.
14. Andang yang bersedia membantu dan membagikan pengalamannya dalam
penulisan skripsi ini.
15. Terimakasih untuk semua keluarga dan sahabat yang tidak ada hentinya
mendoakan dan mendukung peneliti.
16. Tim IHAP Jogja ; mbak Mira, mas Maliq, Dian, mbak Nana, mbak Eni, Nuri
dan Ari yang sering memberikan dukungan dengan candaan segar.
17. Para informan penelitian. Terimakasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan
waktu
kepercayaan
dan
keterbukaan
kalian
dalam
menceritakan
pengalamannya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
18. Pihak-pihak lain yang telah memberikan dukungan. Sekali lagi peneliti
mengucapkan terima kasih.
19. Alam semesta. Terimakasih alam semesta atas segala proses ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh karena itu, peneliti bersedia membuka diri untuk menerima saran dan kritik
yang membangun demi kualitas karya ini.
Yogyakarta, 17 Juni 2016
Peneliti,
Agatha Kharisma Ratnadewi
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ..................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN MOTTO ........................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................... vi
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
ABSTRACT ....................................................................................................... viii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................................... ix
KATA PENGANTAR ......................................................................................... x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xviii
DAFTAR SKEMA............................................................................................. xix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 15
C. Tujuan .......................................................................................................... 15
D. Manfaat ........................................................................................................ 15
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. LGBT …........................................................................................................ 18
B. Persoalan yang dihadapi lesbian.................................................................... 21
1. Diskriminasi ........................................................................................... 21
2. Stigma .................................................................................................... 23
3. Kekerasan ............................................................................................... 24
4. Bullying .................................................................................................. 25
5. Kontruksi nilai di masyarakat ................................................................ 27
C. Psychological Well-Being (PWB) ................................................................. 28
1. Eudaimonia Happinness ......................................................................... 28
2. Dimensi Psychological Well Being......................................................... 30
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Well-Being ..................................... 41
D. Kerangka Pikir Teori ..................................................................................... 47
E. Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................................. 48
B. Fokus Penelitian ........................................................................................... 50
C. Informan Penelitian ...................................................................................... 51
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 52
E. Analisis Data.................................................................................................. 54
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Tahap Organisasi Data ........................................................................... 55
2. Tahap Analisis Tematik .......................................................................... 57
3. Tahap Interpretasi.................................................................................... 59
F. Keabsahan Data ............................................................................................. 60
1. Kredibilitas ............................................................................................. 61
2. Dependabilitas ....................................................................................... 63
3. Transferabilitas ...................................................................................... 64
4. Konfirmabilitas ....................................................................................... 65
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian .................................................................................. 66
1. Proses Pengumpulan Data ...................................................................... 66
2. Identitas Informan ................................................................................... 67
3. Proses Pengambilan Data ....................................................................... 67
B. Hasil Analisis Narasi ..................................................................................... 68
1. Narasi Informan A .................................................................................. 68
2. Narasi Informan B .................................................................................. 78
3. Analisis Struktur Narasi .......................................................................... 89
C. Hasil Analisis Tematik/Interpretatif Psychological Well-Being .................. 96
1. Penerimaan Diri ...................................................................................... 96
2. Penguasaan Lingkungan.......................................................................... 98
3. Otonomi / Kemandirian ....................................................................... 102
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Hubungan Positif dengan Orang Lain .................................................. 105
5. Perkembangan Diri................................................................................ 109
6. Tujuan Hidup ........................................................................................ 112
D. Ringkasan dan Integrasi .............................................................................. 117
E. Pembahasan ................................................................................................. 121
1. Keterkaitan antara Faktor PWB dengan Dimensi PWB ....................... 121
2. Keterkaitan antara Faktor PWB dengan Narasi Subjek ........................ 126
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................. 130
B. Saran ........................................................................................................... 132
1. Bagi Orang yang Memiliki Orientasi Seksual Lesbian ........................ 132
2. Bagi Kerabat dan Instansi Terkait ........................................................ 132
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ...................................................................... 133
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 134
LAMPIRAN ...................................................................................................... 137
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
A. ANALISIS TEMATIK
1. Analisis Tematik Informan A ................................................................. 138
2. Analisis Tematik Informan B ................................................................. 162
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Panduan Pertanyaan .................................................................... 53
Tabel 2. Keterangan Koding ................................................................................ 56
Tabel 3. Contoh Tabel Analisis Tematik ............................................................. 59
Tabel 4. Identitas Informan .................................................................................. 67
Tabel 5. Jadwal Pengambilan Data ...................................................................... 67
Tabel 6. Ringkasan Analisis Struktur Narasi ....................................................... 96
Tabel 7. Rangkuman Tema Hasil Analisis Tematik .......................................... 114
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SKEMA
Skema 1 : Kerangka Pikir Teori .......…………………………………………… 47
Skema 2 : Proses Physchological well being pada informan A …........…..……. 91
Skema 3 : Proses Physchological well being pada informan B ……................... 95
Skema 4 : Dinamika Proses Physchological well being pada kedua informan... 120
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam kehidupan ini jika seseorang ditanya apakah yang mereka
inginkan kebanyakan dari mereka akan mengatakan ingin bahagia,
keadaan dimana seseorang merasa senang, nyaman, dan gembira.
Kebahagiaan akan menjadi suatu prioritas utama untuk dicapai di dalam
kehidupan setiap orang. Kebahagiaan merupakan hal yang tidak dapat
dibayar, karena kebahagiaan merupakan perasaan senang yang tidak dapat
ditukar oleh apapun. Pada dasarnya kebahagiaan tersebut tidak dapat
diukur dengan barometer apapun, setiap orang memiliki tolok ukur
tersendiri terhadap hal yang menyenangkan bagi dirinya, yaitu
kebahagiaan.
Kebahagiaan adalah hak setiap individu yang hidup di dunia, tanpa
pengecualian pada kelompok minoritas seperti lesbian. Seseorang yang
memiliki orientasi seksual lesbian juga berhak mendapatkan kebahagiaan
baik secara pribadi yang berasal dari dalam dirinya sendiri maupun
hubungan sosial masyarakat. Ada fakta yang menyatakan bahwa lesbian
menjalani hidupnya dengan kepalsuan, ketidak bahagiaan, dan tertekan
oleh posisi sosial yang diterima dari masyarakat. Stigma dan tekanan
masyarakat justru menyebabkan banyak lesbian mencoba mengingkari
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
dirinya sendiri, dalam arti mengingkari seksualitas dan orientasi seksual
mereka (Suara Perempuan, Senin 26 Agustus 2002).
Jumlah heteroseksual yang lebih dominan di dunia telah
memunculkan asumsi bahwa semua orang adalah heteroseksual, dalam
artian perempuan akan memilih laki-laki untuk menjadi pasangan
hidupnya, begitupun sebaliknya. Nilai-nilai budaya heteronormatifitas
menjadi salah satu akar asumsi bahwa jika ada anggota keluarga yang
LGBT merupakan suatu aib sehingga tidak layak tinggal satu rumah
dengan saudara yang mayoritas heteroseksual, pengalaman LGBT pergi
dari rumah dan diusir merupakan kasus yang sering dijumpai. Disisi lain,
budaya heteronormatifitas ditunjukkan oleh pemaksaan lesbian untuk
menikah dengan orang yang tidak disukai atau selalu bertanya-tanya soal
pernikahan. Hal ini memaksa seorang lesbian untuk berperilaku seolaholah
heteroseksual
dengan
membawa
“Pasangan
Palsu”
demi
membahagian orang tua dan keluarganya. Upaya lain dengan cara
menghindari pulang atau bertemu orang tua agar tidak ditanya soal
pernikahan dan dinasehati soal mempunyai keturunan (Menguak Stigma,
Kekerasan & Diskriminasi pada LGBT di Indonesia. Arus Pelangi, 90;
2013).
Tidak
adanya
pengetahuan
yang
memadai
inilah
yang
menyebabkan munculnya informasi-informasi yang simpang siur dan tidak
dapat
dipertanggungjawabkan
kebenarannya
berkenaan
dengan
homoseksualitas di Indonesia. Informasi yang simpang siur tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
akhirnya berdampak pada pemberian stigma negatif pada homoseksualitas
terutama lesbian.
Tidak dapat dipungkiri bahwa realita keberadaan lesbian, biseksual
dan transgender (LBT) ini telah lama ada bahkan sudah ada sejak berabadabad tahun yang lalu. Di Surakarta sendiri pada tahun 1824 telah
ditemukan fenomena hubungan seksual antar perempuan. Demikian juga
di lingkungan kraton dikenal dengan istilah “lingkaran relasi lesbian“ yang
terjadi antara selir-selir Sultan Pakubuwono V (Wieringa, Blackwood,
2009:6).
Ada anggapan bahwa seseorang yang memiliki orientasi seksual
lesbian terjadi karena pergaulan bebas, broken home, frustasi terhadap
laki-laki dan alasan-alasan lainnya yang tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada. Kemudian ada juga pendapat lain dari sebagian masyarakat yang
menyatakan
lesbian
merupakan
penyakit
menular
yang
dapat
disembuhkan. Sehingga pandangan ini menyebabkan homophobia di
kalangan masyarakat.
Melihat fenomena-fenomena yang masih marak di masyarakat
seperti diskriminasi, kekerasan dan bullying terhadap homoseksual,
peneliti tertarik untuk meneliti mengenai kebahagiaan pada lesbian.
Pertanyaan besar yang mendasari penelitian ini adalah; Bagaimana
seseorang
yang
memiliki
orientasi
seksual
lesbian
memperoleh
kebahagiaan atau well-being. Melihat fenomena-fenomena yang sudah
sering terjadi dan kondisi mereka yang sering terbentur dengan stigma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
negatif dari masyarakat, maka akan berujung pada diskriminasi dan
kekerasan yang diterima oleh seorang lesbian. Bagaimana seorang lesbian
dapat melewati masa-masa sulitnya. Perlu diingat kembali bahwa
kebahagiaan adalah hak setiap orang.
Meskipun pada tahun 1973, American Psychiatric Association
menyatakan bahwa homoseksualitas bukanlah gangguan mental dan
karena itu homoseksualitas dikeluarkan dari daftar gangguan jiwa dalam
DSM. Dua tahun kemudian, 1975, American Psychological Association
menyetujui bahwa orientasi seksual sesama jenis tidak berdampak bagi
kerusakan mental. Baru pada 1993, WHO mengeluarkan homoseksualitas
dari daftar International Classification of Diseases atau ICD (Galliano,
2003). Namun ironisnya, ada penelitian yang menemukan bahwa 89,3%
dari LGBT di Indonesia telah mengalami kekerasan, diantaranya; 79,1%
kekerasan psikologis, 46,3% kekerasan fisik, 26,3% kekerasan ekonomi,
45,1% kekerasan seksual dan 63,3% kekerasan budaya (Arus Pelangi,
KSM and PLUSH, 2013).
Sebuah survei yang dilakukan oleh Lingkar Survei Indonesia (LSI)
pada 2012 menunjukkan meningkatnya intoleransi masyarakat Indonesia
terhadap kelompok minoritas, termasuk lesbian. Survei ini menunjukkan
sebanyak 80,6% subjek keberatan jika harus bertetangga dengan lesbian
atau gay, meningkat sebanyak 15,9% dari survei yang sama pada tahun
2005. Bahkan yang lebih tragis pada tingkatan kognitif-intelektual, masih
banyak masyarakat Indonesia modern yang sebetulnya terpelajar namun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
masih merasa sulit menerima homoseksualitas, dan keberadaan lesbian.
Profesi sebagai psikolog tentunya akan berhubungan langsung dengan
masyarakat luas dan tidak dapat dipungkiri jika suatu saat akan menangani
kasus yang behubungan dengan kelompok minoritas, seperti lesbian. Kita
perlu pikirkan kembali, bagaimana jika psikolog yang berperan sebagai
helper tersebut memiliki klien yang berorientasi lesbian? Apakah psikolog
tersebut akan dapat membantu kliennya, jika ada penolakan di dalam diri
seorang helper terhadap orientasi yang dimiliki kliennya. Seorang
psikolog yang hanya mendengar kata-kata "homo atau lesbian" meskipun
tidak bertemu secara langsung sudah timbul perspektif negatif di dalam
pikirannya, maka bisa saja akan berdampak pada proses konseling.
Stigma yang diberikan oleh masyarakat kelas menengah urban
modern merupakan pengaruh dari homophobia Barat. Menariknya,
perkembangan positif di dunia Barat terkait homoseksualitas juga
berimbas pada cara berpikir beberapa intelektual Indonesia yang melihat
contoh bagaimana kalangan intelektual di Barat mulai menerima isu
homoseksualitas berkat temuan-temuan dan kajian ilmiah (Oetomo, 2001).
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya fenomena-fenomena mengenai
diskriminasi dan kekerasan yang terjadi pada Lesbian. Fenomena tersebut
terlihat dari kasus yang terjadi pada tahun 2000 ketika diselenggarakannya
penyuluhan HIV AIDS di salah satu daerah di kawasan Kaliurang oleh
LGBT. Penyuluhan ini menuai protes dari banyak kalangan, disamping
protes, acara yang mereka selenggarakan tersebut dibubarkan oleh massa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
yang anarkis karena dianggap sebagai acara maksiat oleh para penggerak
massa. Tidak hanya kasus ini saja, namun masih banyak lagi kasus yang
dialami oleh kelompok LGBT yang berakhir pada penyiksaan dan
kekerasan. Realita yang ada hingga saat ini adalah banyak kelompok
LGBT
yang dikucilkan
dari
lingkungan
masyarakatnya.
Namun
sayangnya, tidak hanya masyarakat namun juga aparat berwajib seringkali
melakukan tindakan kekerasan kepada LGBT. Mereka merasa tidak
memiliki harga diri di mata aparat penegak hukum.
Tidak berhenti disitu, pada tahun 2008, kasus lesbian di
Makassar yang sempat marak yaitu terjadi pemukulan mantan polisi
terhadap lesbian. Kasus ini diawali dari pertemanan istri polisi dengan
seorang lesbian yang bernama Linda dan Wilma, istri polisi tersebut
datang ke tempat Linda dan Wilma untuk mengobrol. Suatu ketika polisi
tersebut mengetahui istrinya berada di rumah Linda dan Wilma, polisi
tersebut langsung memukul dan mengatai “Dasar kalian semua lesbian
anjing, sundal, iblis tidak tahu untung!”.Lalu, dia menuduh Linda dan
Wilma yang telah menjerumuskan istrinya menjadi seorang lesbian.
Bahkan menarik untuk disimak ketika infotainment Silet menayangkan
acaranya yang bertema Homoseksual di stasiun TV RCTI. Ini terkait
banyaknya job bagi artis yang ‘dicap’ sebagai selebriti homo. Selain
karena memang mereka berbeda dalam menghibur pemirsa baik di TV,
rumah, maupun acara-acara off air lainnya, mereka selalu menampilkan
hal-hal lucu, konyol, dan jahil, sehingga banyak masyarakat yang terhibur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Sebut saja Mitha The Virgin, Ivan Gunawan, Ruben Onsu, Olga
Syahputra, dan Aming, yang kini lagi naik daun. Para selebriti ini sering
muncul di layar kaca dan inilah yang dinilai beberapa kalangan termasuk
MUI (Majelis Ulama Indonesia), sebagai cerminan yang merusak moral
agama dan bangsa. MUI pun mulai gerah dengan tayangan yang sebagian
besar entertainer Indonesia mulai berani menampakkan sisi lain dari
mereka. Acara Silet bertajuk khusus kelompok LGBTI ini ditayangkan
pada 24 Januari 2008, pukul 11.30. Bahkan, salah satu ketua MUI, KH
Amidhan, meminta supaya pemerintah mencekal artis-artis yang menganut
paham homoseksual (Harian Nonstop, 1 Maret 2008, Artis Homo
Dicekal).
Selain
kasus
tersebut,
yang
sekarang
masih
hangat
diperbincangkan adalah kasus pembatalan rencana penyelenggaraan
seminar tentang lesbian, gay, biseksual, transgender, dan interseks
(LGBTI) di Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta. Seminar ini
rencananya akan dilaksanakan pada 27 September 2014. Pada saat itu
Forum Umat Islam (FUI) Yogyakarta menyebar pengumuman lewat
telepon seluler dan media sosial berisi tuntutan pembatalan seminar pada
Selasa, 16 September 2014. FUI menilai seminar bertajuk LGBTI, We Are
Different, We Are Unique and We Are One itu menghina ajaran Islam.
Rektor Universitas Sanata Dharma Johanes Eka Priyatma mengatakan
keputusan membatalkan acara tersebut diambil pada Rabu siang 17
September 2014. Kemudian panitia penyelenggara seminar dari Jurusan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Psikologi dan Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Psikologi USD
memenuhi panggilan Kepolisian Daerah Yoyakarta. Dia mengakui
keputusan ini memang berat untuk diambil mengingat pihaknya harus
mengabaikan prinsip kebebasan akademik di kampus. Eka berpendapat di
universitas tidak bisa mengabaikan konteks bahwa ada masyarakat di
Yogyakarta yang memprotes pembahasan tema LGBTI. "Percuma juga
kalau dipaksakan pasti tidak produktif dan pesan utamanya malah tidak
sampai," katanya. Dia mengakui, di tengah masyarakat yang masih belum
terbuka, pelaksanaan prinsip kebebasan akademik susah diterapkan secara
penuh. "Ini tanda kami perlu pakai bahasa lain yang lebih bisa diterima
publik untuk melaksanakan itu," katanya. Fuad (FUI) menuding seminar
dengan tema seputar lesbian dan gay merupakan upaya mengenalkan
komunitas LGBTI ke publik. Organisasinya khawatir identitas komunitas
LGBTI kelak semakin diterima oleh publik dan dianggap legal. "Itu
(LGBTI) penyakit menular dan lama-lama mereka bisa minta legalisasi
nikah sesama jenis," katanya. "Akhirnya muslim sebagai mayoritas jadi
korban karena keluarganya ada yang tertular, padahal itu jelas dilarang
agama." (tempo.co)
Pemaparan tentang berbagai bentuk kekerasan pada kelompok
lesbian secara psikologis berdampak pada kondisi kejiwaan korban seperti
perasaan tertekan, tersiksa, dan trauma yang sulit disembuhkan. Pelaku
kekerasan mungkin tidak memahami bahwa dampak dari perilakunya akan
dibawa seumur hidup oleh korban dan ini termaninfestasi dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
kehidupan sehari-hari atau temporer (sewaktu-waktu) dan beresiko akan
terjadinya kematian (Menguak Stigma, Kekerasan & Diskriminasi pada
LGBT di Indonesia. Arus Pelangi, 95; 2013).
Melihat masalah-masalah dari lingkungan sosial yang sering
dialami oleh lesbian, dapat dilihat bahwa faktor prasangka cukup
mengambil peran di dalamnya. Prasangka terjadi dimana-mana dalam
berbagai bentuk, dan hal itu mempengaruhi kita semua. Prasangka dapat
terjadi dalam dua arah: mengalir dari kelompok mayoritas kepada
kelompok minoritas, begitupun sebaliknya. Kelompok manapun dapat
menjadi sasaran prasangka. Banyak aspek dari identitas kita yang dapat
menyebabkan kita diberi label dan didiskriminasi, antara lain kebangsaan,
ras, etnis, jenis kelamin, orientasi seksual, agama, penampilan fisik,
negara, dll. Ketidaksukaan terhadap suatu kelompok yang berlangsung
terus-menerus akibatnya dapat meningkatkan kebencian ekstrim, bahkan
dapat diikuti dengan tindakan menyiksa dan membunuh. Salah satu
konsekuensi dari seringnya menjadi target prasangka terus menerus adalah
penurunan harga diri seseorang (Handout Psi. Sosial II: PRASANGKA/
MM. Nilam Widyarini).
Menurut Bram & Kasim (dalam Sarwono, 2006) berpendapat
bahwa prasangka adalah perasaan negatif yang ditujukan terhadap
seseorang berdasar semata-mata pada keanggotaan mereka pada kelompok
tertentu. Ini berarti bahwa prasangka melibatkan penilaian aprior sebab
memperlakukan objek sasaran prasangka tidak berdasarkan karakteristik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
unik individu, tetapi melekatkan karakteristik kelompoknya yang
menonjol.
Situasi tersebut merupakan situasi-situasi sulit yang ada di dalam
proses hidup seorang lesbian, yang pada akhirnya akan berdampak pada
menurunnya kebahagiaan seorang homoseksual. Sebagai bagian dari
homoseksual, lesbian mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri
dengan
orientasi
seksualnya.
Apalagi
ditambah
dengan
sulitnya
menghadapi penolakan-penolakan yang ada di masyarakat seperti
kekerasan
dan
diskriminasi
serta
bullying.
Faktor-faktor
yang
menyebabkan hal tersebut adalah faktor kurangnya informasi terhadap
lesbian. Selain itu ada juga faktor warisan yaitu informasi yang diturunkan
dari jaman dahulu yang belum tentu benar adanya. Melihat fenomenafenomena yang terjadi di masyarakat seperti itu, bagaimana seorang
lesbian dapat mencapai kebahagiaan? Mampukah seorang lesbian
mencapai kebahagiaan hakiki seperti yang dipaparkan oleh Aristoteles
bahwa kebahagiaan merupakan keutamaan manusia melebihi kepemilikan
(barang), dan sebagainya. Manusia harus hidup dengan baik yang
menurutnya hidup dengan masuk akal (reason). Masuk akalkah bila
lesbian tidak dapat hidup selayaknya manusia hidup dengan nyaman, tanpa
rasa takut dan bersalah? (jurnal perempuan, 87).
Para ahli memperkirakan bahwa kira-kira 1 dari 10 orang mungkin
lesbian atau gay. Angka ini merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan
oleh Alfred Kinsey pada tahun 1940-an. Banyak orang-orang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
terkenal dalam sejarah lesbian dan gay. Ada orang kulit putih, hitam, latin,
Asia Timur, India, Afrika yang memiliki orientasi seksual lesbian. Mereka
bisa saja orang Yahudi, Katolik, Protestanm Budha, Muslim, Atheis atau
yang lainnya. Lesbian juga ada yang kaya, ada juga yang miskin, tua dan
muda, difabel (Galink, 2013:18). Hal ini sama seperti orang yang memiliki
orientasi seksual heteroseksual pada umumnya. Kesetaraan lesbian dan
gay seperti heteroseksual masih marak diperjuangkan oleh para pejuang
HAM pada organisasi yang bergerak dibidangnya. Berbicara mengenai
kebahagiaan dan homoseksual, sepertinya menarik bagi peneliti untuk
melihat bagaimana puncak kebahagiaan yang dimiliki seorang lesbian,
apakah seorang lesbian dapat mencapai puncak kebahagiaan ditengah
maraknya diskriminasi dan kekerasan yang ada di masyarakat, karena pada
dasarnya setiap orang memiliki hak untuk bahagia.
Bisa disimpulkan setelah melihat fenomena-fenomena yang terjadi
ini sebagian besar kasus-kasus lain tidak pernah sampai ke permukaan.
Masih ada puluhan kasus lain yang tidak diketahui. Dari beberapa kasus
yang dialami oleh seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian di
berbagai daerah seperti yang sudah ditulis, realitas di masyarakat sangat
bertolak belakang dengan segala peraturan yang ada. Dari fenomena yang
ada bisa dijadikan indikator bahwa diskriminasi terhadap kelompok
minoritas di Indonesia masih sangat marak. Pelakunya ada yang dari
masyarakat, ada yang dari aparat pemerintah, yang menyatukan mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
adalah kebencian atau perasaan hina terhadap lesbian atau homoseksual,
pandangan itu ada di balik semua contoh diskriminasi dan/atau kekerasan.
Homoseksualitas itu sendiri adalah rasa ketertarikan romantis
dan/atau seksual atau perilaku antara individu berjenis kelamin atau
gender yang sama. Sebagai orientasi seksual, homoseksualitas mengacu
kepada "pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman seksual, kasih
sayang, atau ketertarikan romantis" terutama atau secara eksklusif pada
orang dari jenis kelamin sama, "Homoseksualitas juga mengacu pada
pandangan individu tentang identitas pribadi dan sosial berdasarkan pada
ketertarikan, perilaku ekspresi, dan keanggotaan dalam komunitas."
(Sexual Orientation, Homosexuality dan Bisexuality, 2010).
Psychological
well-being
(PWB)
merupakan
sebutan
bagi
kesejahteraan (well-being) psikologis manusia. (Synder, Lopez, dan
Pedrotti, 2011 dalam Preventi, 2015) mendefinisikan PWB sebagai tingkat
kesejahteraan manusia yang dikarekteristikan oleh penerimaan diri (selfacceptance), perkembangan diri (personal growth), memiliki tujuan hidup
(purpose in life), penguasaan lingkungan (environmental mastery),
kemandirian (autonomy), hubungan positif dengan orang lain (positive
relation with others).
Psychological well-being cenderung meninjau alasan seseorang
sejahtera
secara
psikologis
(Baumgardner
&
Crothers,
2009).
Psychological well-being menggunakan perspektif eudaimonia, yang
menyatakan bahwa kesejahteraan psikologis diperoleh melalui perjuangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
menemukan diri yang sesungguhnya dan mengaktualisasikannya dalam
kehidupan nyata (Ryff, 2014). Ryff berpendapat bahwa Psychological
well-being merupakan sumber resiliensi/ ketahanan dalam menghadapi
kesulitan hidup dan mencerminkan fungsi positif, kekuatan personal, dan
kesehatan mental (Braumgrardner & Crothers, 2009).
Pada dasarnya kebahagiaan itu bersifat subjektif, setiap individu
memiliki tolak ukur kebahagiaan dan faktor yang mendatangkan
kebahagiaan yang berbeda-beda pada masing-masing individu. Peneliti
merasa PWB lebih tepat digunakan sebagi landasan dalam penelitian pada
lesbian ini, karena PWB cenderung melihat kebahagiaan seseorang, bukan
mengukur kebahagiaan seseorang (Subjective Well-Being).
Ada dua perspektif dalam psychological well-being, yaitu
perspektif hedonis dan eudaimonis. Peneliti menggunakan perspektif
eudaimonis dalam penelitian pada lesbian ini, karena perspektif
eudaimonis menganggap bahwa manusia dapat meraih well-being dengan
cara memenuhi “true-self” mereka, sedangkan hedonis lebih berfokus pada
kesenangan semata untuk meraih kesejahteraan. Psychological well-being
dinilai dapat meningkatkan resiliensi seseorang dalam mengatasi
tantangan hidup (Ryff dalam Baumgardner dan Crothers, 2009).
Penelitian sebelumnya terkait dengan Psychological well-being
pada lesbian adalah penelitian dari Universitas Sumatera Utara yang
berjudul “Gambaran Psychological well-being pada lesbian” oleh (Cindy
Angelina & Aarliza Lubis, 2011). Penelitian tersebut bersifat deskriptif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
dan mengunakan teknik snow ball dengan sampel sebanyak 32 orang
dengan jumlah item sebanyak 55. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa mayoritas Psychological well-being pada lesbian tergolong sedang
mengarah ke rendah pada dimensi penerimaan diri dan penguasaan
terhadap lingkungan. Sedangkan dimensi yang mendapatkan skor cukup
baik adalah dimensi perkembangan pribadi. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa Psychological well-being pada lesbian lebih rendah
dari yang non lesbian. Dari penelitian tersebut peneliti ingin lebih jauh
melihat Psychological well-being pada lesbian di Yogyakarta dengan
pemahaman yang lebih mendalam mengenai pengalaman dan pemaknaan
informan, sehingga peneliti menggunakan penelitian kualitatif naratif
dalam penelitian ini.
Penelitian ini berjudul “Deskripsi psychological well-being pada
lesbian".
Peneliti
mengunakan
penelitian
kualitatif
karena
ingin
memberikan penjelasan yang lebih mendalam mengenai hubungan antara
peristiwa dengan makna, terutama menurut persepsi partisipan (dalam M,
Djunaidi Ghony & Fauzan Al, 2014). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah studi naratif atau analisis naratif. Setiap partisipan
yang diwawancarai menceritakan suatu aspek penting atau peristiwa
tertentu yang pernah mereka alami (Riessman, 1993). Peneliti ingin
melihat narasi serta melihat dimensi-dimensi psychological well-being di
dalam proses hidup lesbian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Dari judul tersebut peneliti ingin memberikan informasi kepada
masyarakat dan pembaca mengenai deskripsi psychological well-being
pada lesbian. Dengan adanya informasi yang jelas diharapkan akan
membuat masyarakat lebih terbuka dan memahami LGBT. Pentingnya
mengenal LGBT adalah untuk memperluas cara pandang masyarakat
terhadap LGBT. Streotype negatif yang tertanam di masyarakat sudah
menyulitkan seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian untuk
menyesuaikan diri dengan orientasi seksualnya, ditambah dengan
diskriminasi dan kekerasan. Informasi ini bertujuan untuk mengurangi
stigma negatif dan meningkatkan kualitas kenyamanan psikologis supaya
lebih produktif.
B. Rumusan Masalah
-
Bagaimana deskripsi psychological well-being pada lesbian?
C. Tujuan Penelitian
-
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui deskripsi psychological
well-being dalam proses kehidupan lesbian.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Bagi
akademik,
hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan sumbangan pengetahuan dan wawasan serta sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
dokumen akademik yang dapat menjadi acuan civitas akademika,
khususnya bidang studi psikologi. Lebih jauh peneliti berharap hasil
penelitian ini dapat memperkaya wawasan dan kajian komprehensif
pada perkembangan ilmu psikologi, terutama mengenai psychological
well-being pada lesbian.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada
pembaca, LSM/ organisasi yang peduli dan bergerak dalam
mendampingi
isu-isu
LGBT
(Lesbian,
Gay,
Biseksual,
dan
Transgender) mengenai deskriptif psychological well-being pada
lesbian. Pembaca maupun masyarakat umum diharapkan untuk lebih
menghargai mengenai keberagaman orientasi seksual terutama pada
lesbian, sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi streotype
negatif yang masih melekat dimasyarakat, terutama bagi kalangan
akademisi khususnya mahasiswa psikologi yang masih kurang paham
mengenai realitas kehidupan lesbian.
Bagi seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian, peneliti
mengharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi suatu pembelajaran
atau pengalaman baru yang dapat diceritakan dengan teman lain yang
mengalami masalah serupa. Hal ini, secara tidak langsung akan
membantu teman-teman yang lain agar dapat lebih menerima diri dan
dapat membantu dalam proses melewati masa-masa sulit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Bagi informan sendiri, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
membantu informan melihat ulang proses hidupnya sehingga dapat
belajar dari pengalaman masa lalu untuk direfleksikan. Hal ini,
berguna untuk membantu proses well-being informan dalam
melanjutkan proses hidupnya.
Dengan tersebarluasnya pemahaman, pengalaman tersebut,
peneliti berharap dapat memberikan sumbangsih dan ikut serta
berupaya menurunkan jumlah diskriminasi dan kekerasan yang tengah
dialami oleh seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) dan Transeksual
1. Lesbian
Lesbian adalah perempuan yang memiliki ketertarikan emosi,
fisik dan seksual kepada sesama jenis atau sesama perempuan. Selain
itu lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan pilihan
orientasi seksualnya kepada sesama perempuan yang mencintai
perempuan baik secara fisik, seksual, emosional atau secara spiritual.
Lesbian juga didefinisikan bukanlah sekedar faktor alamiah, tetapi
lebih kepada masalah preferensi seksual berdasarkan pengalaman
perempaun yang tidak terjadi pada suatu titik spesifik dalam hidup
seorang perempuan. Itu bisa terjadi setiap saat, ketika beranjak remaja,
dewasa, saat menjadi orang tua ataupun dimasa tua. Lesbian tidak
mengenal kelas sosial, ia bisa siapa saja, guru, perawat, model, aktris,
agamawan dan lain sebagainya. (Novita, 2011;17).
Hal yang terpenting adalah seseorang itu menjadi dirinya
sendiri apa adanya. Argument yang dilihat dari sudut pandang “alami”
(sesorang menjadi seorang lesbian sejak lahir ) bertolak belakang jika
dilihat dari sudut pandang “kejadian yang bukan alami” (adanya suatu
kejadian yang membuat seseorang menjadi lesbian). Essensialnya
adalah bahwa setiap perempuan dapat menjadi seorang lesbian setiap
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
saat di dalam kehidupannya. Jika menyadari bahwa diri adalah
sesorang lesbian atau mempunyai perasaan lesbian, tidak secara
otomatis harus berhubungan seks atau terlibat dalam suatu hubungan
dengan sama jenis. Beberapa lesbian ada yang memilih untuk berstatus
single ( sendiri ) dan merasa senang atau puas dengan identitas mereka
sendiri. Setiap orang bebas dengan pilihan-pilihannya. Jika seseorang
memilih menjadi lesbian maka hal tersebut akan menjadi identitas
seksualnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lesbian
adalah rasa ketertarikan perempuan dengan jenis kelamin yang sama
baik secara fisik, emosional, maupun seksual.
2. Gay
Gay adalah laki-laki yang memiliki ketertarikan emosi, fisik
dan seksual kepada sesama jenis atau sesama laki-laki. Selain itu gay
adalah istilah bagi laki-laki yang mengarahkan pilihan orientasi
seksualnya kepada sesama laki-laki, mencintai laki-laki baik secara
fisik, seksual, emosional atau secara spiritual (Novita, 2011;17).
3. Biseksual
Biseksual adalah seorang yang secara fisik, emosional dan
seksual tertarik kepada laki-laki maupun perempuan walaupun tidak
dalam saat yang bersamaan. ( Ardhanary Institute, 2008:18).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
4. Transgender
Transgender adalah seseorang yang merasakan identitas
gendernya berbeda dari jenis kelamin yang mereka miliki saat
dilahirkan, bersikap dan berperilaku seperti lawan jenis kelaminnya.
Kelompok ini biasannya tidak melakukan operasi (Galink, 185; 2013).
Transgender ada 2, yaitu:
a. Waria : Trans dari gender laki-laki ke perempuan.
b. Transmen
: Trans dari gender perempuan ke laki-laki.
5. Transeksual
Transeksual adalah orang yang memiliki keinginan untuk hidup
dan diterima sebagai anggota anggota dari jenis kelamin yang
berlawanan dari jenis kelamin biologisnya. Ingin melakukan terapi
hormonal dan oprasi untuk membuat tubuhnya semirip mungkin
dengan lawan jenis kelamin biologisnya dan sesuai dengan identitas
gender mereka. Kategori ini berlaku bagi yang sudah atau belum
melakukan terapi dan atau operasi (Galink, 186; 2013).
Penelitian ini mengambil informan Lesbian karena sesuai dengan kriteria
informan penelitian yaitu, perempuan yang tertarik baik secara emosi, fisik
maupun seksual dengan sesama perempuan, dan menerima diri apa adanya atau
tidak mempunyai keinginan untuk meubah organ seksualnya. Dalam penelitian ini
mengambil dua lesbian sebagai informan penelitian. Peneliti hanya mengambil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
dua informan dengan alasan terbatasnya informan yang sesuai kriteria dan
menyetujui untuk melakukan proses wawancara.
B. Persoalan yang dihadapi lesbian
1. Diskriminasi
Diskriminasi
adalah
setiap
pebatasan,
pelecehan,
atau
pengucilan yang langsung maupun tidak langsung didasarkan peda
pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok,
golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,
keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau
penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi
manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual
maupun kolektif dalam bidang politik, ekkonomi, hukum, sosial,
budaya, dan aspek kehidupan lainnya. (UU HAM 39/1999 Pasal 1
Ayat 3).
Diskriminasi di sini dapat diartikan sebagai pelayanan dan/atau
perlakuan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana
pelayanan/perlakuan berbeda ini dibuat berdasarkan karakteristik yang
diwakili oleh individu tersebut, seperti karakteristik kelamin, orientasi
seksual, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi 27 fisik
atau karakteristik lain, yang tidak mengindahkan tujuan yang sah atau
wajar. (Arus Pelangi & Yayasan Tifa, 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa diskriminasi
merupakan suatu bentuk pembedaan perilaku seseorang maupun
kelompok masyarakat karena alasan tertentu terhadap seseorang
dengan perlakuan yang berbeda dengan umumnya.
Beberapa contoh diskriminasi yang sering dihadapi kelompok
LGBTI di Indonesia adalah sebagai berikut (Arus Pelangi dan
Yayasan Tifa, 2008: 28):
a. Diskriminasi sosial, contohnya adalah stigmatisasi, cemoohan,
pelecehan, dan pengucilan, tidak adanya kesempatan yang sama
untuk mengenyam pendidikan formal, dan kekerasan fisik
maupun psikis; contohnya melempar batu kerikil ke seorang
lesbian, gay, maupun waria.
b. Diskriminasi hukum contohnya adalah kebijakan Negara yang
melanggar hak-hak LGBTI dan perlakuan hukum yang berbeda.
Perda Provinsi Sumatera Selatan No. 13 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Maksiat di Provinsi Sumatera Selatan. Perda ini
mengkriminalisasikan
kelompok
LGBTI
dengan
mengkategorikan kelompok LGBTI sebagai bagian dari
perbuatan pelacuran (Arus Pelangi, 2011: 2).
c. Diskriminasi politik, contohnya adalah kesempatan berbeda
dalam wilayah politik praktis dan pencekalan atau tidak adanya
keterwakilan politik dari kelompok LGBTI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
d. Diskriminasi ekonomi, contohnya adalah pelanggaran hak atas
pekerjaan di sektor formal. Contohnya pelarangan orang dengan
LGBT bekerja disuatu perusahaan.
e. Diskriminasi kebudayaan, contohnya adalah upaya penghapusan
dan penghilangan nilai-nilai budaya yang ramah terhadap
kelompok LGBTI. Contohnya, selama dasawarsa 70-80an
budaya Bissu di Sulawesi Selatan hampir musnah diberantas
oleh kelompok Islam garis keras, DI-TII.
2. Stigma
Menurut Erving Goffman (1968) Stigma adalah segala bentuk
atribut fisik dan sosial yang mengurangi identitas sosial seseorang,
mendiskualifikasikan orang itu dari penerimaan seseorang. Sedangkan
menurut (KBBI), stigma adalah ciri negatif yang menempel pada
pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya.
Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa stigma adalah
sikap merendahkan (mendiskreditkan) seseorang atau sekelompok
yang memiliki atribut sehingga dapat menyebabkan pandangan
masyarakat yang buruk kepada seseorang atau kelompok tertentu
(Galink, 2013).
Kasus yang sering dijumpai pada orang dengan lesbian adalah
bagaimana sebagian besar masyarakat hingga detik ini masih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
berpandangan bahwa lesbian itu sakit jiwa, perilaku menyimpang dan
tidak normal.
3. Kekerasan
a. Bentuk- bentuk kekerasan yang dialami oleh kelompok LGBT
1. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual cukup banyak dialami oleh
kelompok LGBT. Penelitian yang dilakukan oleh Ardhanary
Institute dengan metode wawancara menemukan 9 dari 10
orang LBT
yang
diwawancarai
mengalami kekerasan
seksual baik berupa perkosaan maupun pemaksaan aktivitas
seksual yang lain. Pelaku kekerasan mulai dari keluarga,
aparat penegak hukum, dokter, maupun masyarakat umum
(Galink, 2013).
2. Kekerasan Verbal
Kekerasan verbal merupakan salah satu kekerasan
yang paling sering diterima oleh seseorang yang memiliki
orientasi seksual lesbian. Kekerasan verbal yang sering
diterima seperti; Menjatuhkan metal denegan komentarkomentar yang meremehkan, mengancam, dan memanggil
dengan nama panggilan yang diskriminatif yang akan
berdampak pada kepercayaan diri seseorang.
(facebook.com/stopverbalviolence)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
3. Kekerasan fisik
Kekerasan yang dialami dapat berupa pemukulan,
tamparan, meludahi. Pelaku adalah keluarga, pasangan,
keluarga pasangan (Galink, 2013).
4. Kekerasan emosional
Biasanya orang LGBT mengalami penolakan dari
keluarga setelah mereka mengaku atau ketahuan sebagai
LGBT. Kekerasan yang dilakukan keluarga dapat berupa
ancaman untuk
menyembunyikan orientasi
seksualnya,
membatasi pergaulan, memaksa untuk ”berobat”, penolakan,
ataupun pengusiran (Galink, 2013).
Kekerasan emosional yang lain juga dilakukan oleh
media dengan membuat pemberitaan yang mendiskreditkan
kalangan LGBT, misalnya dalam kasus pembunuhan berantai
yang dilakukan Ryan.
4. Bullying
Bullying adalah perilaku agresif yang disengaja dan yang
melibatkan adanya ketidakseimbangan kekuasaan atau kekuatan. Hal
in dapat terjadi di semua bidang, batas-batas wilayah geografis, ras,
sosial ekonomi (UNICEF, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Bullying sering kali terlihat sebagai perilaku pemaksaan atau
usaha menyakiti fisik ataupun psikologis terhadap seseorang atau
kelompok yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang
yang memprsepsikan dirinya lebih “kuat”. Perbuatan pemaksaan atau
menyakiti ini terjadi di dalam sebuah kelompok (KPAI, 2012).
Dengan
demikian,
dapat
didefinisikan
bahwa
bullying
merupakan perilaku agresif yang tidak diinginkan, yang dilakukan
oleh seseorang kepada orang lain (dianggap lebih lemah, baik secara
fisik, psikologis, seksual maupun sosial).
Bentuk-bentuk bullying (UNICEF, 2007):
a. Bullying secara langsung: Contohnya pada perempuan yang
berpenampilan seperti laki-laki di ejek dan diteriaki lesbian,
didorong, diserang, bahkan merusak barang-barang.
b. Bullying secara tidak langsung : Perempuan lesbian biasanya sering
dikucilkan, di sebarkan gosip negatif, disindir dengan lelucon yang
menyakitkan, dan dilecekan secara verbal serta perilaku sosial.
c. Cyber bullying: Sering ditemui di media sosial seperti Facebook,
Instagram, SMS dan e-mailpelecehan atau penghinaan kepada
lesbian.
d. Trans/ Homophobic Bullying: Trans/ Homophobic Bullying secara
sederhana adalah bullying berbasis orientasi seksual, identitas
gender, dan ekspresi gender (disingkat SOGIE), atau bullying
terhadap jenis gender tertentu, berdasarkan fakta maupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
interpretasi pelaku tentang orientasi seksual, identitas gender, dan
ekspresi gender korban yang bertentangan dengan normativitas
gender tersebut (UNESCO, 2012)
5. Kontruksi nilai di masyarakat (Tuntutan budaya/ lingkungan)
a. Tekanan nilai-nilai di masyarakat terkait dengan perempuan.
Teori kekeluargaan dan keluarga cenderung menekankan
peran perempuan sebagai orang yang menghasilkan segalanya dan
sebagai ibu, tetapi bukti ini justru memperluas pandangan
mengenai kehidupan perempuan mencakup berbagai tingkatan
hubungan sosial yang tidak didefinisikan melulu dengan bagaimana
mereka merawat rumah tangga. Teori ini bahkan menggugat
anggapan “kodrati” bahwa perempun harus berpasangan dengan
laki-laki agar dapat membangun rumah tangga (Wieringa &
Blackwood,2009:30) .
Rich
(1980)
berpendapat
bahwa
kewajiban
akan
heteroseksualisme ini dialami hampir semua perempuan diseluruh
dunia, dengan menegaskan bahwa budaya mensyaratkan, bahkan
dalam beberapa kasus, memaksakan adanya pernikahan (Wieringa
& Blackwood,2009:31).
Pernikahan heteroseksual mungkin menjadi norma tatanan
masyarakat, dan sering kali dikukuhkan sebagai satu-satunya cara
menuju kedewasaan. Serangan terhadap perempuan lajang muncul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
dalam berbagai bentuk seperti fitnah, cemooh sampai dengan
genosidayang disengaja (Wieringa & Blackwood,2009:33-34).
Dengan demikian, tuntutan atau tekanan nilai-nilai di
masyarakat sudah menjadi budaya bahwa perempuan agar
berpenampilan feminim dan menikah. Norma dan tatanan
masyarakat terssebut yang akhirnya menyumbangkan stressor yang
cukup tinggi untuk mencapai kenyamanan di dalam kehidupan
seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian.
C. Psychological Well-Being
1. Eudaimonic Happinness
Pendekatan
(happiness)
eudaimonic
dicetuskan
Aristoteles.Menurut
oleh
dalam
memandang
seorang
Aristoteles,
filsuf
kebahagiaan
kebahagiaan
Yunani,
yakni
ditemukan
ketika
seseorang dapat mewujudkan kebenaran (virtue) dan melakukan apa
yang
berharga
untuk
dilakukan
(Ryan
&
Deci,
2001).
Ia
mendefinisikan kebahagiaan sebagai hasil dari perwujudan diri,
pemberian arti, dan pemenuhan potensi diri (Baumgardner & Crothers,
2009). Teori eudaimonia tidak memandang bahwa kebahagiaan dapat
diraih dari usaha untuk selalu memperoleh kenikmatan. Kenikmatan
yang diperoleh tidak selalu baik atau membuat manusia berkembang.
Aristoteles menganggap bahwa kebahagiaan yang didasarkan pada
prinsip hedonisme (kenikmatan) akan membuat manusia menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
hamba dari hasrat/nafsu. Penelitian mengenai eudaimonia telah banyak
dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan Eudaimonia yang
dicetuskan oleh Aristoteles diwakili oleh psychological well-being
dalam diri seseorang (Ryan & Deci, 2001).
Ryan dan Deci mendeskripsikan well-being sebagai konstruk
kompleks yang menitikberatkan pada pengalaman dan fungsi diri yang
optimal. Menurut Waterman, eudaimonic well-being memiliki unsur
utama memenuhi dan mewujudkan sifat diri yang sebenarnya (Ryan &
Deci, 2001). Sedangkan Ryff, pakar psychological well-being,
berpendapat bahwa well-being seharusnya menjadi sumber resiliensi
dalam menghadapi kesulitan dan mencerminkan fungsi positif,
kekuatan personal, dan kesehatan mental (Baumgardner & Crothers,
2009).
Dengan
demikian
dapat
ditarik
kesimpulan
bahwa
psychological well-being adalah pemenuhan dan perwujudan diri
seseorang yang menjadi sumber resiliensi/ketahanan diri dalam
menghadapi kesulitan dan mencerminkan fungsi positif, kekuatan
personal, dan kesehatan mental.
Psychological well-being (PWB) merupakan sebutan bagi
kesejahteraan (well-being) psikologis manusia. (Synder, Lopez, dan
Pedrotti, 2011 dalam Preventi, 2015) mendefinisikan PWB sebagai
tingkat kesejahteraan manusia yang dikarekteristikan oleh penerimaan
diri (self-acceptance), perkembangan diri (personal growth), memiliki
tujuan hidup (purpose in life), penguasaan lingkungan (environmental
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
mastery), kemandirian (autonomy), hubungan positif dengan orang lain
(positive relation with others).
Menurut Hauser, 2005 (dalam Preventi, 2015), Psychological
well-being merupakan kesejahteraan psikologis individu yang berfokus
pada realisasi diri (self-realization), pernyataan diri (personal
expressiveness), dan aktualisasi diri (self-actualization). Psychological
well-being
merujuk
pada
bagaimana
seseorang
mengevaluasi
kehidupan mereka (Diener, 1997).
Menurut Ryff, 1995 penting untuk mendapatkan psychological
well-being karena nilai positif dari kesehatan mental yang ada di
dalamnya yang akan membuat seseorang dapat mengidentifikasikan
apa yang hilang dalam hidupnya. Kebahagiaan itu bersifat subjektif
karena setiap individu memiliki tolak ukur kebahagiaan dan faktor
yang mendatangkan kebahagiaan yang berbeda-beda pada masingmasing individu. Karena kebahagiaan itu bersifat subjektif, maka
seorang dengan lesbian juga memiliki alasan sendiri dalam
memperoleh kebahagiaan di dalam kehidupannya.
2. Dimensi Psychological Well Being
Psycholgical well-being terwujud dalam 6 dimensi, yakni
penerimaan diri, penguasaan lingkungan, kemandirian, hubungan
positif dengan orang lain, perkembangan diri, dan tujuan dalam hidup.
Dimensi-dimensi tersebut diuraikan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
a. Penerimaan diri (Self Acceptance)
Penerimaan diri diawali dengan pengenalan akan diri.
Menurut Maslow, orang yang mampu menerima diri dapat
menerima kekurangan dan kelemahannya tanpa rasa malu,
bersalah, maupun defensif. Ia menerima kodrat sebagaimana
adanya dan menerima nafsu tanpa rasa malu. Ia memiliki
perasaan positif terhadap masa lalu (Ryff, 2014). Ia puas dengan
dirinya. Diri merupakan sesuatu yang luas dan dalam karena
semua pikiran dan perasaan mampu diungkapkan. Oleh karena
itu, ia tidak memalsukan diri dan tidak menyembunyikan diri
dibelakang topeng peran sosial. Ia sadar sedang memainkan
peran dan tidak mencampurkan peran dengan diri. Pribadi ini
mengembangkan keharmonisan antara dirinya yang sebenarnya
dan
kenyataan
(Schultz,
1977/2010).
Oleh
karena
itu,
penerimaan diri merupakan kemampuan seseorang dalam
menerima diri seutuhnya dan mampu mengungkapkannya secara
leluasa.
Self-criticism merupakan keadaan yang berlawanan dengan
self-acceptance. Seseorang dengan self-criticism memiliki
perasaan inferior yang kuat. Ia merasa malu dan bersalah atas
kelemahan dan kekurangannya (Blatt dalam Blatt, Quinlan,
Chevron, McDonald, Zuroff, 1982 dalam Preventi 2015). Orang
ini juga merasa tidak berharga dan mengembangkan sikap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
defensif.
Orang
ini
banyak
membuang
waktu
untuk
mencemaskan hal-hal yang tidak dapat diubah (Schultz,
1977/2010). Menurut Ryff (2014), orang yang tidak memiliki
self-acceptance cenderung merasa kecewa terhadap masa lalu
dan berharap menjadi seseorang yang berbeda dari dirinya yang
sebenarnya. Dengan demikian, self-criticism didefinisikan
sebagai ketidakmampuan seeorang untuk menerima diri secara
utuh sehingga diri merasa inferior, tidak berharga, dan berharap
menjadi orang lain yang berbeda dari dirinya.
b. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)
Dimensi penguasaan lingkungan pada kepribadian sehat
pertama kali dicetuskan oleh Phillips. Ia memaparkan bahwa
penguasaan lingkungan dapat diraih dengan 5 tahap, yakni
isolation, dependency, autonomy, cooperation, independence.
Namun, penguasaan lingkungan tidak memperoleh perhatian
khusus sebelum diperkenalkan kambali oleh Ryff (Perron, 2006
dalam Preventi 2015). Ryff mengutarakan bahwa penguasaan
lingkungan
kemampuan
dapat
didefinisikan
seseorang
untuk
sebagai
mengatur
kapasitas
atau
hidup
dan
dunia/lingkungan sekitar (dalam Preventi, 2015). Sedangkan
Jahoda berpendapat bahwa penguasaan lingkungan adalah
kemampuan untuk memilih atau membuat lingkungan sesuai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
dengan kondisi fisik. Allport menyatakan pendapatnya mengenai
penguasaan lingkungan. Menurutnya, penguasaan lingkungan
adalah kemampuan berpartisipasi dalam bidang penting dimana
terjadi proses untuk keluar dari diri. Penguasaan lingkungan juga
sering disinggung oleh teori perkembangan. Teori-teori tersebut
menyatakan bahwa penguasaan lingkungan adalah kemampuan
untuk memanipulasi dan mengontrol lingkungan kompleks
melalui aktifitas mental dan fisik (Ryff & Singer, 2008). Ryff
(2014) menyatakan bahwa mampu menggunakan kesempatan
yang
muncul
dan
kemampuan
untuk
memilih
maupun
menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai
pribadi juga merupakan salah satu aspek penguasaan lingkungan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
penguasan lingkungan adalah kemampuan seseorang untuk
mengontrol (memilih, membuat, mengatur) lingkungan yang
kompleks serta menggunakan kesempatan yang muncul melalui
aktivitas fisik dan mental agar sesuai dengan kebutuhan dan nilai
pribadi.
Situasi yang berlawanan dengan penguasan lingkungan
adalah ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness).
Learned helplessnes merupakan keyakinan bahwa semua usaha
yang
dilakukan
seseorang
akan
mengantarnya
pada
kesalahan/kegagalan. Learned helplessness muncul sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
akibat dari keyakinan seseorang bahwa peristiwa-peristiwa
dalam hidupnya serta hasil-hasil yang ia peroleh dalam hidup
secara umum tidak bisa dikontrol dan ia mendapati kegagalan
dalam semua usaha yang ia lakukan (repeated failure)
(Woolfolk, 2013). Ketika mereka merasa tidak dapat mengontol
peristiwa-peristiwa dalam hidup, muncul pemikiran bahwa usaha
untuk mencoba tidak diperlukan karena hasilnya akan sia-sia dan
tidak akan berhasil. Mereka akhirnya menjadi seseorang yang
merasa tidak memiliki harapan (hopelessness). Berdasarkan
uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa learned helplessness
adalah
perasaan
tidak
berdaya
karena
tidak
mampu
mengendalikan hasil-hasil yang diperoleh dalam hidup.
c. Kemandirian (Autonomy)
Maslow berpendapat
bahwa pribadi
yang memiliki
kemandirian (autonomy) tidak memiliki kebutuhan yang kuat
akan orang lain. Pemuasan datang dari dalam diri sehingga
mereka dapat menghasilkan kepuasan-kepuasan sendiri. Mereka
tidak memerlukan orang lain atau hal-hal di luar diri untuk
menghasilkan kepuasan. Perasaan dan tingkah laku terarah pada
diri sendiri. Mereka memiliki kemampuan untuk membentuk
pikiran, mencapai keputusan, melaksanakan dorongan, maupun
disiplin yang mereka miliki. Oleh karena itu, mereka mampu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
dengan baik melawan pengaruh sosial, mampu mempertahankan
otonomi batin, dan tidak serta merta terpengaruh oleh budaya
(Schultz,
1977/2010).
Mereka
juga
mengevaluasi
diri
menggunakan standar pribadi Ryff (dalam Preventi, 2015).
Dengan
demikian,
kemampuan
seseorang
kemandirian
untuk
didefinisikan
membentuk
sebagai
pikiran
dan
melaksanakan dorongan sehingga tidak memiliki kebutuhan yang
kuat akan orang lain.
Situasi yang bertolak belakang dengan autonomy adalah
dependency/ketergantungan.
Seseorang
dengan
dependency
memiliki perasaan putus asa dan merasa lemah. Mereka berusaha
memiliki relasi interpersonal yang baik untuk meningkatkan selfesteemnya yang rendah (Coyne dan Whiffen, 1995 dalam
Preventi, 2015). Ia tidak mampu menghasilkan kepuasan sendiri
(Schultz, 1977/2010). Orang ini merasa takut ditinggalkan orang
lain. Ia berharap dirawat, dicintai, dan dilidungi oleh orang lain
(Blatt dalam Blatt et al., 1982). Mereka tidak memiliki perasaan
akan diri yang kuat sehingga mereka bersandar pada ide, nilai,
dan tingkah laku orang lain. Perasaan akan diri yang mereka
miliki hanya merupakan pantulan diri orang lain yang tidak
berasal dari perkembangan mereka sendiri (Schultz, 1977/2010).
Berdasarkan uraian tersebut, ketergantungan merupakan
keadaan dimana seseorang merasa lemah dan tidak memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
perasaan
kuat
akan
diri
sehingga
mengusahakan
relasi
interpersonal untuk meningkatkan self-esteem.
d. Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relations with
Others)
Dalam bukunya Pattern and Growth in Personality (1961),
Gordon W. Allport menyebutkan 2 jenis hubungan hangat
dengan orang lain, yakni keintiman (intimacy) dan belas kasih
(compassion). Allport memaparkan bahwa keintiman merupakan
perasaan cinta/sayang yang ditujukan kepada orang tua, anak,
partner, dan teman. Seseorang mampu mengembangkan dengan
baik suatu keintiman ketika ia telah memiliki perasaan identitas
diri (Schultz, 1977/2010). Keintiman membuat seseorang
memiliki relasi yang hangat, memuaskan, dan terpercaya.
Mereka merasa bahwa kesejahteraan orang lain sama penting
dengan kesejahteraan dirinya. Hal tersebut juga membuat orang
ini memiliki rasa empati yang kuat (Ryff, 2014). Cinta dan
perhatian yang mereka berikan kepada orang lain tanpa syarat
dan tidak mengikat. Seseorang yang mampu mengembangkan
keintiman dengan baik akan memiliki rasa perluasan diri yang
berkembang baik pula (Schultz, 1977/2010).
Bentuk relasi hangat yang kedua adalah belas kasih
(compassion). Perasaan ini muncul sebagai hasil dari perluasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
imajinatif diri seseorang bahwa ia adalah bagian dari keluarga
semua bangsa. Hal ini membuat individu memahami pengalaman
sakit, menderita, kuat, dan gagal yang muncul dalam kehidupan
manusia. Belas kasih membuat seseorang sabar terhadap perilaku
orang lain, tidak menghakimi maupun menghukum. Seseorang
menjadi mampu menerima kelemahan-kelemahan manusia dan
sadar bahwa dirinya memiliki kelemahan yang sama (Schultz,
1977/2010). Berdasarkan uraian tersebut dapat didefiniskian
bahwa relasi positif dengan orang lain merupakan relasi yang
didasari oleh keintiman dan belas kasih.
Orang yang tidak memiliki hubungan positif dengan orang
lain cenderung tidak sabar dan tidak mampu memahami sifat
universal dari pengalaman dasar manusia (Schultz, 1977/2010).
Hal ini membuat mereka memiliki sedikit hubungan yang dekat,
hangat, dan terpercaya. Ia sulit menjadi terbuka dan peduli
dengan orang lain. Terkadang, orang-orang ini merasa terisolasi
dan frustasi dengan hubungan interpersonal. Hal ini membuat
mereka tidak memiliki keinginan untuk berusaha menjaga relasi
yang penting dengan orang lain (Ryff, 2014). Dengang demikian,
dapat disimpulkan bahwa hubungan positif dengan orang lain
menjelaskan bahwa pentingnya mempunyai kemampuan untuk
menyayangi orang lain. Menjalin hubungan yang hangat dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
orang lain yang merupakan salah satu dimensi dalam
Psychological Well Being.
e. Perkembangan Diri (Personal Growth)
Perkembangan dirimerupakan dimensi well-being yang
paling dekat dengan teori eudaimonia yang dipaparkan oleh
Aristoteles. Perkembangan diri bertitik berat pada perwujudan
diri seseorang yang sesungguhnya (self-realization) (Ryff &
Singer, 2008).
Perkembangan diri dimulai sejak masa kanak-kanak. Anakanak mulai memiliki dorongan untuk melakukan sesuatu dan
mengusahakan hubungan yang memuaskan dengan dunia. Hal
tersebut menyebabkan munculnya dorongan untuk mengolah
selera
dan
ketertarikan.
Seseorang
terdorong
untuk
meningkatkan dan memenuhi dirinya secara lengkap. Seseorang
dapat terus berkembang ketika mampu menerima dirinya dengan
penuh rasa penghargaan dan humor (Murphy, 1954).
Berdasarkan keterangan proses diatas, menurut Murphy
(1954), pertumbuhan pribadi adalah pergerakan individu menuju
pemenuhan potensi diri sebagai seorang pribadi. Robitscheck
(dalam Preventi, 2015) berpendapat bahwa pertumbuhan pribadi
merupakan
keterlibatan
seseorang
dalam
meningkatkan,
mengembangkan, dan menumbuhkan diri sebagai pribadi. Ryff
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
dan Singer (2008) berpendapat bahwa pertumbuhan pribadi
merupakan proses berkelanjutan untuk mengembangkan potensi.
Dengan demikian, pertumbuhan pribadi dapat disimpulkan
sebagai
pergerakan
indiviu
untuk
meningkatkan,
mengembangkan, dan menumbuhkan potensi diri sehingga diri
seseorang yang sesungguhnya dapat terwujud.
Seseorang dengan personal growth yang baik akan terbuka
pada pengalaman baru. Mereka berperilaku secara efektif dan
menunjukkan pemahaman akan diri (Ryff, 2014). Mereka
memiliki rasa kuat akan arah hidup, mengetahui aturan dirinya
sendiri dalam hidup, dan memiliki rencana untuk memenuhi
tujuan tertentu dalam hidup, Robitscheck dalam Stevic & Ward,
2008 (Chrisina, 2015: 24).Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa
fungsi
psikologis
yang
optimal
dapat
terus
mengembangkan potensi yang dimiliki dan terbuka pada
pengalaman baru agar dapat tumbuh menjadi seseorang yang
efektif dan memiliki tujuan hidup.
f. Tujuan dalam hidup (Purpose In Life)
Carr, 1997 (dalam Preventi, 2015) menuturkan bahwa
tujuan dalam hidup merupakan rasa keberartian dalam hidup
seseorang. Frankl menekankan pentingnya menemukan arti
dalam hidup dalam pendekat yang ia lakukan mengenai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
kesehatan psikologis. Ketika seseorang mampu memberi
arti/tujuan pada hidupnya, ia akan semakin menjadi manusia
yang utuh. Kemauan akan arti hidup didorong oleh kebutuhan
untukmemberi
suatu
maksud
bagi
keberadaan
manusia.
Tanggung jawab pribadi sangat diperlukan dalam proses
memperoleh pengertian dan pemahaman akan arti/tujuan dari
kehidupan manusia. Dalam menghadapi situas-situasi yang
menantang dalam hidup, manusia secara bertanggung jawab dan
bebas berusaha menemukan maksud dari kondisi yang muncul.
Manusia bertanggung jawab menentukan caranya masingmasing dalam menemukan makna dan tetap bertahan didalam
cara maupun makna tersebut segera setelah ditemukan. Arti
maupun tujuan yang manusia peroleh mengenai hidup akan
terwujud dalam kehidupan sehari-hari melalui 3 cara, yakni
melalui pemberian kepada dunia dengan suatu ciptaan,
pemaknaan yang diambil dari suatu pengalaman, dan sikap yang
diambil terhadap penderitaan.
Orang yang mampu menemukan arti/tujuan dalam hidup
mampu menghadap suatu penderitaan dengan sabar karena ia
memiliki alasan untuk bertahan hidup (Schultz, 1977/2010).
Orang yang memiliki tujuan dalam hidup merasa bahwa
hidupnya memiliki arah. Ia mampu menemukan arti dalam masa
lalunya. Ia juga memiliki kepercayaan yang memberi tujuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
akan
hidupnya
(Ryff,
2014).
Dengan
demikian,
dapat
disimpulkan bahwa tujuan hidup menjelaskan perlu adanya
kepercayaan dalam individu bahwa dalam hidup selalu
mempunyai
makna
dan
tujuan.
Seseorang
diharapkan
mempunyai tujuan dalam setiap kehidupan yang dijalaninnya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Well Being
Faktor-faktor yang mempengaruhi Well Being, yaitu:
a. Faktor demografis
Penelitian Ryff menunjukkan bahwa faktor demografis seperti
status ekonomi, usia, jenis kelamin dan budaya mempengaruhi
psychological well-being.
b. Status sosial ekonomi
Faktor ini berkaitan dengan penerimaan diri, tujuan hidup,
penguasaan lingkungan dan pertumbuhan pribadi. Seseorang
dengan sosial ekonomi rendah cenderung membandingkan dirinya
terhadap sosial ekonomi tinggi.
c. Usia
Dalam
penelitian
Ryff
terdapat
perbedaan
tingkat
psychological well-being pada orang dari berbagai kelompok usia.
Faktor penguasaan lingkungan meningkat
seiring dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
bertambahnya usia. Semakin bertambah usia seseorang maka
semakin mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya. Individu
pada usia dewasa akhir memiliki skor well-being lebih rendah
pada tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi; individu dalam usia
dewasa madya memiliki skor well-being yang lebih tinggi dalam
penguasaan lingkungan; individu yang berada dalam usia dewasa
awal memiliki skor yang lebih rendah dalam otonomi dan
penguasaan lingkungan dan memiliki skor yang lebih tinggi
dalam dimensi pertumbuhan pribadi.
Sebagai contoh, pada lesbian, usia berperan cukup penting
dalam pembentukan kematangan sosio-emosi, selain itu setiap
proses dan pengalaman juga merupakan bagian dari bagaimana
kematangan sosio-emosi secara bertahap terbentuk.
d. Jenis kelamin
Menurut Ryff, satu-satunya dimensi yang menunjukkan
perbedaan signifikan antara laki-laki dan perempuan adalah
dimensi hubungan positif dengan orang lain. Perbedaan pola pikir
mempengaruhi strategi koping yang dilakukan, menyebabkan
seseorang berjenis kelamin perempuan cenderung memiliki
psychological well-being yang lebih baik daripada laki-laki.
Perempuan umumnya lebih mampu mengekspresikan emosi dan
menjalin relasi sosial dengan orang lain (Nofianti, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Sebagai contoh, pada lesbian, ketika seorang dengan
lesbian berada di lingkungan yang memiliki orientasi seksual
sama dengannya maka dapat mudah terbangun keterbukaan untuk
mengekspresikan emosi, bahkan dengan hal-hal yang lebih
pribadi.
e. Budaya
Ryff mengemukakan bahwa sistem nilai individualismekolektivisme memberi dampak terhadappsychological well-being
yang dimiliki suatu masyarakat. Budaya barat memiliki skor yang
tinggi dalam penerimaan diri dan dimensi otonomi, sedangkan
budaya timur yang menjunjung tinggi nilai kolektivisme,
memiliki skor yang tinggi pada hubungan positif dengan orang
lain.
f. Dukungan sosial
Dukungan sosial dapat dirasakan individu dari orang lain atau
sebaliknya
meliputi
rasa
aman,
penghargaan,
perhatian,
pertolongan, dll. Beberapa jenis dukungan sosial, yaitu:
1. Dukungan emosional (melibatkan empati, rasa peduli, dan
perhatian).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
2. Dukungan penghargaan (persetujuan ataupun dorongan
positif yang dapat membangun seperti harga diri, kompetensi
dan perasaan dihargai).
3. Dukungan instrumental (tindakan secara langsung).
4. Dukungan Informasional (pemberian nasehat, petunjuk, saran
atau umpan balik terhadap tingkah laku seseorang).
5. Kompetensi pribadi.
6. Kompetensi kognitif pribadi yang umumnya digunakan pada
kehidupan sehari-hari.
g. Kepribadian.
Individu dengan komptensi penerimaan diri maunpun
kemampuan dalam menjalin hubungan yang harmonis di
lingkungan akan cenderung terhindar dari konflik dan stress
(Ryff, 1995).
Penelitian ini tidak akan mengkaji semua faktor Well-Being.
Penelitian ini akan mengkaji faktor kepribadian, pengalaman
kekeluargaan, dan dukungan sosial. Peneliti memilih faktor tersebut
untuk dikaji karena konteks kehidupan informan yang dikaji dalam
penelitian ini berkaitan dengan hal-hal tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
D. Kerangka Berpikir Teori
Seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian mendapatkan
banyak tekanan dan beban dalam menjalankan proses kehidupan yang
berkaitan dengan masalah tuntutan sosial di masyarakat yang cukup
kompleks. Budaya heteronormatifitas yang ada dimasyarakat membentuk
norma yang menyatakan bahwa perempuan haruslah berpenampilan
feminim dan semestinya menikah dengan lawan jenis merupakan stressor
yang cukup kuat pada lesbian. Selain itu, mereka juga sering mendapatkan
diskriminasi, stigma, bullying maupun kekerasan dari masyarakat. Tidak
berheti disitu, dalam bidang pekerjanpun seorang lesbian mengalami
penolakan bahkan kekerasan dalam lingkungan kerjanya. Stigma negatif
yang tertanam di masyarakat sudah menyulitkan seseorang yang memiliki
orientasi seksual lesbian untuk menyesuaikan diri dengan orientasi
seksualnya, ditambah dengan diskriminasi dan kekerasan.
Proses identifikasi diri dari orang yang memiliki orientasi seksual
lesbian bukanlah hal yang mudah dilakukan, umumnya proses identifikasi
diri dan pilihan orientasi seksual merupakan proses dengan berbagai
penolakan keluarga hingga lingkungan, bahkan penolakan dari dalam diri
sendiri. Penolakan lingkungan terhadap lesbian sering ditemui dalam
berbagai justifikasi moral seperti mulai dari kata “menyimpang” hingga
“sakit jiwa” muncul menghakimi orang yang memiliki orientasi seksual
lesbian. Tidak dapat dipungkiri perbedaan orientasi seksual ini sering
dijumpai untuk dijadikan alasan bagi aparat negara menolak mengakui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
mereka sebagai manusia dan warga negara biasa bahkan disamakan
dengan kriminal.
Situasi diatas yang akhirnya melibatkan mereka dalam situasi
depresif. Situasi depresif pada akhirnya akan memunculkan beberapa
dampak seperti kecemasan, kekhawatiran, kepanikan, menurunnya harga
diri dan keputusasaan. Persoalan-persoalan tersebut hampir dialami oleh
semua
lesbian,
namun
banyak
juga
lesbian
yang
mengalami
perkembangan secara emosi dan sosial. Mereka memiliki banyak cara
untuk melewati masa sulit ketika mengalami diskriminasi, stigmatisasi,
kekerasan, bullying serta konstruksi yang terbentuk oleh masyarakat
selama ini. Beberapa hal diantara cara yang coba dilakukan adalah dengan
menerima diri sendiri, mengembangkan diri, memiliki tujuan hidup yang
berguna bagi diri sendiri maupun orang lain, mencoba beradaptasi dengan
lingkungan sehingga bisa diterima, dan yang terakhir adalah menjalin
hubungan baik dengan orang lain. Dengan demikian, lesbian yang mampu
melewati situasi sulit seperti beberapa persoalan diatas maka dinyatakan
dapat mencapai Psychological Well-Being.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Stigma
Diskriminasi
Kekerasan
& Bullying
Konstruksi
nilai
LESBIAN
Memiliki/ mampu
menghadapi
tantangan dengan
menunjukkan dimensi
PWB secara positif
Cenderung tidak
mampu menghadapi
tantangan dengan
menunjukkan dimensi
PWB secara negatif
PWB
Tidak PWB
Skema 1. Kerangka Pikir
E. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, beberapa pertanyaan yang ingin
dijawab dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah narasi Psychological Well-Being seorang lesbian?
2. Bagaimanakah deskripsi Psychological Well-Being seorang lesbian
ketika menjalani kehidupan di tengah penolakan, kekerasan, serta
stigmatisasi yang terbentuk oleh masyarakat?
3. Bagaimanakah peran faktor-faktor Psychological Well-Being dalam
membentuk
narasi
orang
yang
memiliki
orientasi
lesbian?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang
dibutuhkan untuk menguraikan latar dan individu secara utuh. Miller
(dalam Moelong, 2006) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai cara
untuk melakukan pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri
dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan
dalam penelitiannya (Moloeng, 2006).
Peneliti kualitatif mencoba memahami seperti apa pengalaman
yang dirasakan oleh individu dan bagaimana individu bersikap dan
berperilaku terhadap situasi tertentu (Willig, 2013). Dalam ranah psikologi
tentu saja objek yang diteliti berupa perilaku manusia beserta aktifitas
mental yang mendasarinya. Berdasarkan penjelasan mendasar yang
dikemukakan oleh Willig (2013) tersebut, ketika dikaitkan dengan konteks
ilmu psikologi maka metodologi penelitian kualitatif dalam ranah ilmu
psikologi adalah sebuah metodologi penelitian untuk memahami arti dari
pengalaman individu berdasarkan perilaku yang dimunculkannya serta
aktifitas mental yang mendasarinya dengan batasan central phenomenon
berupa konstruk psikologis yang dipahami berdasarkan sudut pandang
informan penelitian.
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Penelitian ini menggunakan analisis narasi. Melalui analisis narasi,
peneliti dimampukan untuk memahami informan dan dunianya. Metode
ini
didefinisikan
sebagai
metode
penceritaan
yang
didalamnya
mengandung susunan interpretasi berdasarkan urutan waktu awal, tengah,
akhir. Tiga bagian tersebut digunakan karena mampu menampilkan
peristiwa secara terintegrasi. Metode ini berfungsi deskriptif dan
interpretif. Sebagai metode yang memiliki fungsi mendeskripsikan,
metode studi naratif berusaha menangkap dan mendeskripsikan kata kunci,
isu, dan peristiwa kompleks yang dialami oleh informan. Melalui proses
koding, studi naratif didesain untuk menangkap keseluruhan arti cerita dan
isu-isu khusus yang berkaitan. Sebagai metode yang memiliki fungsi
interpretif, studi naratif menghubungkan keseluruhan arti cerita dan isu-isu
khusus dengan teori yang lebih luas. Hal tersebut memampukan peneliti
untuk melakukan interpretasi. Tahap ini juga dapat membawa peneliti
pada proses pelabelan data sebagai kategori tertentu yang mengilustrasikan
isi teori yang diacu. Fungsi interpretif dari metode ini mampu melihat
bagaimana elemen dalam cerita dapat saling berkaitan, isu apa yang
menjadi tema utama, gambar diri, serta kepercayaan dan nilai-nilai apa
yang mendasari (Smith, 2008).
Terdapat beberapa jenis sruktur narasi, diantaranya adalah struktur
narasi progresif/optimistik dan struktur narasi regresif/pesimistik). Narasi
progresif/optimistik merupakan narasi yang menggambarkan rangkaian
tantangan dalam hidup dan tokoh utama dapat memunculkan kesepatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
untuk menjadi manusia yang lebih baik. Narasi progresif/optimistik juga
ditandai dengan nuansa narasi yang optimistik. Sedangkan struktur narasi
regresif/pesimistik merupakan narasi yang menggambarkan rangkaian
kesengsaraan tokoh utama dan memiliki nuansa narasi pesimistik (Smith,
2008).
Peneliti menilai bahwa metode studi naratif sangat cocok
digunakan pada penelitian ini. Tujuan dari metode studi naratif sesuai
dengan definisi konstruk PWB dan tujuan dari penelitian ini. Tujuan
penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menemukan faktor PWB, yang
didefinisikan sebagai pemenuhan dan perwujudan diri seseorang yang
menjadi sumber resiliensi/ketahanan diri dalam menghadapi kesulitan dan
mencerminkan fungsi positif, kekuatan personal, dan kesehatan mental,
sedangkan tujuan dari metode studi naratif adalah mempelajari ketahanan
dan perkembangan diri seseorang, serta mengidentifikasi mekanisme yang
mendorong penyesuaian adaptif pada ketidakmampuan atau situasi sulit.
Hal tersebut membuat studi naratif dapat menjadi alat bagi peneliti untuk
mencapai tujuan penelitian (Dunn dalam Christina, 2015).
B. Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian kualitatif menitik beratkan pada kebaruan
informasi yang dapat diperoleh dari upaya untuk memahami secara lebih
luas dan mendalam tentang situasi sosial yang dialami informan
(Sugiyono, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui lebih dalam
mengenai deskripsi seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian,
yang ditilik dari beberapa dimensi physichologcal well-being. Dengan
adanya informasi yang jelas diharapkan akan membuat masyarakat lebih
terbuka dan memahami LGBT.
C. Informan Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik Purposive sampling. Tujuan
Purposive sampling adalah memaksimalkan kedalaman informasi.
Berbeda dengan Probability sampling yang bertujuan agar hasil penelitian
dapat digeneralisasikan. Purposive sampling didefinisikan sebagai
pengambilan
sampel
sumber
data
dengan
pertimbangan
tertentu
(Sugiyono, 2013).
Purporsive sampling merupakan teknik dalam non-probability
sampling
yang
memungkinkan
peneliti
dapat
memilih
informan
berdasarkan kepada ciri-ciri yang dimiliki oleh informan penelitian, yang
dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang akan
dilakukan (Moelong, 2008). Peneliti memilih kriteria informan dalam
penelitian ini, sebagai berikut:
a. Informan berjenis kelamin perempuan
b. Memiliki orientasi seksual lesbian
c. Informan menyadari tertarik dengan perempuan sejak kecil
d. Informan sudah menerima diri dengan orientasi seksualnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Dalam pemilihan subyek penelitian, ada beberapa kriteria yang
peneliti pakai untuk melihat bagaiman proses seorang lesbian hingga
dirinya dapat mencapai well-being. Seorang lesbian dapat dikatakan dapat
mencapai well-being ketika melampaui tahap-tahap sperti 6 dimensi
Psychological well-being, yakni penerimaan diri, penguasaan lingkungan,
kemandirian, hubungan positif dengan orang lain, perkembangan diri, dan
tujuan dalam hidup. Dengan tahapan tersebut maka akan terlihat
bagaimana proses seorang lesbian mencapai Psychological well-being.
D. Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
wawancara. Menurut Stewart & Cash 2008 (dalam Herdiansyah, 2015),
wawancara diartikan sebagai suatu interaksi yang di dalamnya terdapat
pertukaran/ sharing aturan, tanggung jawab, perasaan, kepercayaan, motif,
dan informasi. Wawancara melibatkan komunikasi dua arah antara kedua
kubu dan ada tujuan yang akan dicapai melalui komunikasi tersebut.
Peneliti memilih menggunakan teknik wawancara karena wawancara
memugkinkan peneliti mengumpulkan data yang beragam dari informan
dalam berbagai situasi dan konteks. Myers 2009 (dalam Samiaji Saroso,
2012) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data dengan wawancara
memungkinkan peneliti menggali data yang “kaya” dan multi dimensi
mengenai suatu hal dari para partisipan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Peneliti melakukan wawancara mendalam langsung di Yogyakarta
dengan individu yang sudah terpilih menjadi informan penelitian. Individu
tersebutlah yang menjadi informan-informan penting dalam penelitian ini.
Untuk memastikan bahwa semua data terkumpul dengan baik, peneliti
menggunakan alat perekam dan membuat catatan lapangan.
Tabel 1
Daftar Panduan Pertanyaan
Seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian
Awal

















Bagaimana kehidupan anda sebelum menyadari bahwa anda
seorang lesbian?
Bagaimana sejarah hidup anda ketika diri anda mulai merasakan
bahwa anda seorang lesbian?
Bagaimana ketertarikan anda saat itu dengan laki-laki dan
perempuan?
Apa yang anda pikirkan ketika mulai merasakan bahwa anda
seorang lesbian?
Bagaimana perasaan anda saat itu?
Bagaimana proses anda melewati pergulatan saat itu?
Mengapa anda berpikir dan merasa seperti itu?
Bagaimana hubungan anda dengan keluarga?
Bagaimana hubungan anda dengan orang lain?
Apa yang membuat anda memiliki hubungan seperti itu?
Bagaimana anda memandang diri dan hidup anda saat itu?
Tengah
Bagaimana kehidupanmu setelah menyadari bahwa dirimu
seorang lesbian?
Bagaimana perasaan anda saat meyakini bahwa anda lesbian?
Mengapa anda berpikir dan merasa seperti itu?
Perlakuan apa yang anda terima setelah orang lain tau bahwa anda
lesbian?
Apa reaksi anda setelah mendapatkan perlakuan tersebut?
Bagaimana perasaan anda saat itu?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54





















Bagaimana proses dan cara anda menyikapi hal tersebut?
Mengapa anda bersikap seperti itu?
Apakah ada hal yang mengganggu, menggelisahkah atau hal
menyenangkan yang anda alami?
Bagaimana pikiran dan perasaan anda terhadap hal tersebut?
Bagaimana hubungan anda dengan keluarga setelah anda
meyakini bahwa anda lesbian?
Bagaimana hubungan anda dengan orang lain setelah anda
meyakini bahwa anda lesbian?
Apa yang membuat anda memiliki hubungan seperti itu?
Bagaimana anda memandang diri dan hidup anda setelah anda
meyakini bahwa anda lesbian?
Akhir
Apa yang sedang anda alami di kehidupan sekarang terkait
dengan orientasi seksual yang anda miliki?
Bagaimana perasaan anda sekarang menghadapi hal tersebut?
Mengapa anda berpikir dan merasa seperti itu?
Perlakuan apa yang sedang anda terima saat ini setelah orang lain
tau bahwa anda lesbian?
Apa reaksi anda setelah mendapatkan perlakuan tersebut?
Apakah ada hal yang mengganggu, menggelisahkah atau hal
menyenangkan yang anda alami saat ini?
Bagaimana pikiran dan perasaan anda terhadap hal tersebut?
Sekarang bagaimana hubungan anda dengan keluarga?
Sekarang bagaimana hubungan anda dengan orang lain?
Menurut anda apa yang membuat anda memiliki hubungan seperti
itu?
Bagaimana anda memandang diri anda sekarang?
Bagaimana anda memaknai hidup anda saat ini?
Apakah anda memiliki harapan tertentu?
E. Analisis Data
Setelah mendapatkan data yang relevan, tahap selanjutnya adalah
melakukan analisis data. Metode analisis data yang paling sesuai dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
karakteristik data penelitian kualitatif adalah analisis tematik. Analisis data
kualitatif menurut Seiddel dalam Moleong (dalam Aulia, 2013) adalah:
1. Mencatat untuk menghasilkan catatan lapangan tersebut diberi kode
agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.
2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan
membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.
3. Berfikir dengan membuat kategori-kategori data agar mempunyai
makna, mencari, dan menentukan pola hubungan-hubungan dan
membuat temuan-temuan.
Secara lebih rinci, metode analisis data dalam penelitian ini
dijabarkan sebagai berikut (Poerwandari, 2005):
1. Tahap Organisasi Data
Metode analisis data dalam penelitian ini diawali dengan
pengorganisasian data. Hal ini dilakukan karena data penelitian
kualitatif sangat banyak dan beragam. Organisasi data memampukan
peneliti
untuk
memperoleh
kualitas
data
yang
baik,
mendokumentasikan analisis, dan menyimpan data yang berkaitan
dengan penyelesaian penelitian.
Pengorganisasan data dapat dilakukan dengan:
a. Mencantumkan kode yang mudah diingat dan menggambarkan
berkas/data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Tabel 2
Keterangan Koding
Kode
A
- A1
- A2
- A3
- A4
- A5
- A6
B
- B1
- B2
- B3
- B4
C
- C1
- C2
- C3
- C4
- C5
- C6
- C7
D
- D1
- D2
- D3
- D4
- D5
- D6
- D7
- D8
- D9
- D10
E
- E1
- E2
- E3
- E4
- E5
- E6
Keterangan
Penerimaan Diri
- Menerima kelebihan dan kelemahan diri
- Menerima orientasi seksualnya
- Tidak mengubah atau bersembunyi karena
menyesuaikan dengan peranan sosial
- Sulit menerima kelebihan dan kelemahan diri
- Sulit menerima orientasi seksualnya
- Menyembunyikan identitasnya untuk menyesuaikan
dengan peranan sosial
Penguasaan Lingkungan
- Nyaman terhadap lingkungan
- Dapat menyesuaikan diri tanpa kehilangan nilai diri
- Sulit merasakan kenyamanan terhadap lingkungan
- Sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan
Otonomi
- Mampu mengambil keputusan sendiri
- Inisiatif
- Mandiri
- Memiliki pandangan dan pendapat sendiri
- Sulit mengambil keputusan sendiri
- Tidak mempunyai inisiatif
- Tergantung dengan orang lain
Hubungan Positif dengan Orang Lain
- Interaksi yang positif dengan orang lain
- Mampu percaya dengan orang lain
- Mampu berempati
- Mampu memberikan dukungan satu sama lain
- Mampu terbuka/berbagi dengan orang lain
- Interaksi yang negatif dengan orang lain
- Sulit percaya pada orang lain
- Sulit berempati
- Sulit memberikan dukungan satu sama lain
- Sulit terbuka/berbagi dengan orang lain
Perkembangan Diri
- Terbuka terhadap pengalaman
- Mau belajar hal-hal yang baru
- Mampu menemukan hal-hal baru
- Mampu menyelesaikan masalah dengan baik
- Enggan belajar dari pengalaman
- Enggan belajar hal-hal yang baru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
- E7
- E8
F
- F1
- F2
- F3
- F4
- F5
- F6
- Belum mampu menemukan hal-hal baru
- Tidak dapat menyelesaikan masalah dengan baik
Tujuan dalam Hidup
- Memiliki tujuan yang ingin dicapai
- Tujuan mengarah kepada kebahagiaan
- Tujuan hidup berakar dari nilai diri
- Memiliki harapan
- Belum memiliki tujuan yang ingin dicapai
- Tidak memiliki harapan
b. Mencantumkan tanggal pada setiap berkas yang memerlukan
spesifikasi waktu.
c. Melakukan penomoran secara urut dari baris ke baris ketika
menganalisis data.
d. Memisahkan data menjadi 3 bagian, yakni awal, tengah, dan akhir.
2. Tahap Analisis Tematik
Analisis tematik merupakan proses dasar analisis penelitian
kualitatif. Analisis tematik adalah proses menemukan tema dan
indikator yang berada dalam tumpukan informasi yang tersedia serta
mengklasifikasikan tema tersebut dengan label, definisi, dan deskripsi.
Tema-tema
tersebut,
mendeskripsikan
secara
fenomena
dan
minimal,
secara
diharapkan
maksimal
mampu
diharapkan
memampukan peneliti melakukan interpretasi terhadap fenomena yang
terjadi. Tema-tema tersebut dapat muncul pada tingkat manifes (secara
langsung dapat terlihat) dan pada tingkat laten ( secara langsung tidak
dapat terlihat namun mendasari/ membayangi). Sangat penting bagi
peneliti untuk sadar terhadap emosi, nilai-nilai, prakonsepsi teoritis,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
pilihan-pilihan, dan pandangan tentang hidup dalam melakukan proses
analisis tematik. Dengan menyadari hal-hal tersebut, peneliti
diharapkan tidak memproyeksikannya dalam proses analisis tematik.
Melakukan analisis tematik dengan cara sengaja memikirkan konsep
yang berada dikutub berlawanan dengan konsep yang peneliti dalami
akan sangat membantu. Teknik ini dinamakan flip flop. Teknik flip flop
menjadi bagian penting dari identifikasi dan kategorisasi konsep.
Dengan teknik ini, peneliti dimungkinkan untuk mengembangkan
berbagai kemungkinan konsep dan penjelasannya. Peneliti melakukan
analisis tematik pada masing-masing kasus secara terpisah terlebih
dahulu. Hal ini dikarenakan peneliti ingin melihat bagaimana individuindividu yang berbeda mengembangkan psychological well-being.
Analisis kasus secara terpisah memungkinkan peneliti melihat
fenomena secara lebih mendalam. Setelah melakukan analisis kasus
secara terpisah, peneliti melakukan analisis antar kasus. Hal ini
memungkinkan peneliti memperoleh gambaran lebih mendalam dan
komprehensif.
Analisis tematik, secara teknis akan dilakukan sebagai berikut:
a.
Membaca
transkrip
wawancara
berulang
kali
sebelum
menyimpulkan data.
b. Secara
disiplin
segera
menuliskan
pemikiran dan pencerahan ketika muncul
c.
Menyimpulkan data
tambahan-tambahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
d. Mengidentifikasi tema yang muncul dari kesimpulan data
e.
Memberi koding dari tema yang ada pada kesimpulan data.
Tabel 3
Contoh Tabel Analisis Tematik
No.
Hasil Wawancara
Kesimpulan
Kode
Hasil wawancara merupakan transkip asli wawancara
dengan informan. Kesimpulan berisi tentang inti atau garis besar
dari hasil wawancara. Berdasarkan isi dari kolom kesimpulan,
peneliti brusaha mengkategorikan tema kesimpulan dalam deskripsi
Psychological well-being kemudian peneliti memberi koding yang
diletakkan pada kolom kode.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan beberapa dimensi
Psychological well-being yang akan dikoding, seperti penerimaan
diri, penguasaan lingkungan, kemandirian, hubungan positif
dengan orang lain, perkembangan diri, dan tujuan dalam hidup.
3. Tahap Interpretasi
Istilah analisis dan interpretasi seringkali digunakan bergantian.
Namun, menurut Kvale (1996), interpretasi merupakan upaya
memahami data secara lebih ekstensif dan mendalam. Peneliti berusaha
mengembangkan struktur dan hubungan-hubungan bermakna yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
secara eksplisit tidak ditampilkan oleh data/ hasil wawancara. Dalam
tahap ini, peneliti perlu mengambil jarak dari data, memahami dan
melakukan langkah-langkah metodis dan teoritis yang jelas, dan
memasukkan data dalam konteks konseptual khusus.
Pada bagian hasil penelitian ini, peneliti akan memaparkan narasi
kehidupan informan sesuai dengan urutah awal, tengah dan akhir.
Berdasarkan pemaparan narasi tersebut, peneliti melakukan analisi
narasi yang meliputi struktur narasi, nuansa narasi, gambaran diri, dan
tema dominan. Berdasarkan analisis narasi yang telah dilakukan,
peneliti diharapkan dapat melihat perbedaan struktur narasi diantara
kedua informan dengan membandingkan keduanya. Peneliti akan
melakukan analisis Psychological well-being informan pada bagian
selanjutnya. Peneliti mencoba untuk mendeskripsikan dan memaparkan
faktor Psychological well-being yang ditemukan menggunakan acuan
teori yang digunakan pada penelitian ini.
F. Keabsahan Data
Penelitian dengan metode kualitatif seringkali tidak memperoleh
penghargaan sebesar yang dinikmati oleh penelitian dengan pendekatan
kuantitatif karena anggapan kurang ilmiahnya penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif tidak jarang dianggap lebih merefleksikan kerja seni,
tidak menghasilkan data yang tetap terukur jelas, dengan subjektif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
sehingga diperlukan istilah-istilah alternatif untuk lebih merefleksikan
asumsi paradigma kualitatif (Poerwandari dalam Aulia, 2013).
1. Kredibilitas dimaksudkan untuk merangkum bahasan menyangkut
kualitas penelitian kualitatif. Kredibilitas kualitatif terletak pada
keberhasilannya mencapai maksud, mengeksplorasi masalah, atau
mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial, atau pola interaksi
yang kompleks. Deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan
(kompleksitas) aspek-aspek yang terkait dan interaksi dari berbagai
aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif.
Konsep
kredibilitas
juga
harus
mampu
mendemonstrasikan
kompleksitas hubungan antar aspek tersebut. Penelitian dilakukan
dengan cara tertentu untuk menjamin informan penelitian diidetifikasi
dan dideskripsikan secara akurat (Poerwndari dalam Aulia, 2013).
Hal-hal yang secara praktis dapat dilakukan antara lain melalui
(Patton, Marshall & Rossman dalam Aulia, 2013):
a. Mencatat bebas hal-hal penting serinci mungkin, mencakup catatan
pengamatan objektif teradap setting, partisipan ataupun hal yang
terkait.
b. Mendokumentasikan secara lengkap dan rapi data yang terkumpul.
c. Memanfaatkan langkah-langkah dan proses yang diambil peneliti
sebelumnya sebagai masukan bagi peneliti untuk melakukan
pendekaatan terhadap penelitiannya dan menjamin pengumpulan
data yang berkualitas untuk penelitiannya sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
d. Melakukan pengecekan dan pengecekan kembali (checkig and
checking) dan dengan usaha menguji kemungkinan dugaan-dugaan
yang berbeda.
e. Validitas komunikatif. Dalam proses pengambilan data, peneliti
menggunakan alat perekam dan melakukan pencatatan lapangan
segera setelah proses pengambilan data untuk memastikan agar
data yang diperoleh akurat dan tidak mengandung unsur subjektif
peneliti. Peneliti tidak melakukan konfirmasi data kepada informan
karena
diharapkan
rerkaman
dan
catatan
lapangan
sudah
menggambarkan apa yang benar benar ingin disampaikan oleh
informan sehingga data yang diperoleh peneliti tidak perlu
dikonfirmasikan lagi kepada informan.
f. Validitas argumentative. Penelitian dikatakan memiliki validitas
argumentatif yang baik jika rasionale data yang diperoleh dan hasil
penelitian dapat diikuti dengan baik. Untuk mencapai validitas
argumentatif,
peneliti
melakukan
diskusi
dengan
dosen
pembimbing dan menyertakan partner atau orang-orang yang dapat
berperan sebagai pengkritik yang memberikan saran-saran dan
pembelaan yang akan memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis
terhadap analisis yang dilakukan peneliti.
g. Validitas ekologis. Validitas ekologis menunjukkan sejauh mana
penelitian dilakukan pada kondisi alamiah dari partisipan yang
diteliti. Selama proses pengambilan data, peneliti tidak berusaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
memberikan perlakuan khusus (treatmen) agar informan mengubah
pandangan dan pikirannya mengenai sesuatu. Peneliti berupaya
memperoleh data apa adanya dengan mengajukan pertanyaan untuk
memancing informan menunjukkan perasaan, pikiran, pandangan,
dan sikapnya terhadap sesuatu.
2. Dependabilitas
Dependabilitas merupakan pengganti reliabilitas dalam penelitian
kualitatif. Walaupun demikian, konsep mengenai keajegan yang
dimaksud sangat berbeda antara penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian kuantitatif berpendapat bahwa realita bersifat statis sehingga
dapat direplikasi dengan serangkaian pengendalian atau manipulasi.
Sedangkan penelitian kualitatif berpendapat bahwa dunia sosial
bersifat dinamis. Peneliti kualitatif justru dituntut untuk memahami
kompleksitas konteks realita menggunakan strategi atau desain
penelitian yang luwes. Dengan dasar demikian, konsep replikasi dalam
penelitian kualitatif tidak dapat diterima. Reliabilitas dalam penelitian
kualitatif dilakuan dengan menjaga data agar benar-benar sesuai
dengan realita. Hal ini dilakukan dengan pencatatan rinci mengenai
data, desain penelitian, keputusan-keputusan serta alasan pengambilan
keputusan tersebut. Hal ini memungkinkan pihak lain untuk
mempelajari data, mengajukan pertanyaan jika perlu, dan melakukan
analisis kembali (Marshall dan Rossman dalam Poerwandari, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Oleh karena itu, peneliti kualitatif mengusulkan beberapa hal untuk
meningkatkan dipendabilitas (Sarantakos dalam Poerwandari, 2005).
a. Koherensi
Koherensi merupakan kesesuaian metode yang dipilih
untuk mencapai tujuan penelitian.
b. Keterbukaan
Keterbukaan merupakan sejauh mana peneliti membuka
diri dengan memanfaatkan metode-metode yang berbeda untuk
mencapai tujuan.
c. Diskursus
Diskursus merupakan sejauh mana dan sesensitif apa
penelitian mendiskusikan temuan dan analisisnya dengan orangorang lain. Untuk mencapai hal ini, peneliti melibatkan 2 orang
rekan peneliti lain dalam melakukan analisis data (devil’s
advocate). Peneliti juga dibimbing oleh seorang dosen untuk
menjamin kualitas penelitian.
3. Transferabilitas
Transferabilitas adalah aspek validitas eksternal dalam penelitian
kualitatif. Transferabilitas merupakan sejauh mana hasil penelitian
dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. Oleh karena itu,
sangat penting bagi peneliti untuk membuat orang lain memahami
penelitiannya (Sugiyono, 2013). Untuk mencapai transferabilitas,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
peneliti berusaha memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan
dapat dipercaya agar orang lain dapat memutuskan apakah hasil
penelitian dapat diaplikasikan di tempat atau kasus lain.
4. Konfirmabilitas
Konfirmabilitas merupakan aspek pengganti objektivitas dalam
penelitian kualitatif. Konfirmabilitas menyiratkan bahwa penelitian
dapat dikonfirmasikan dan bukan berarti menciptakan jarak antara
peneliti dan informan (Patton dalam Poerwandari, 2005). Lincoln dan
Guba (dalam Poerwandari, 2005) menyarankan agar evaluasi objektif
diarahkan pada data yang diperoleh. Objektivitas dalam penelitian
kualitatif merupakan kesamaan pandangan atau analisis terhadap topik
atau data penelitian. Dengan demikian, konfirmabilitas merupakan
sejauh mana diperoleh kesetujuan di antara peneliti-peneliti mengenai
aspek yang dibahas (Sarantakos dalam Poerwandari, 2005). Peneliti
melakukan devil’s advocade, diskusi dengan dosen pembimbing, dan
studi literatur untuk memenuhi aspek ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
1. Proses Pengumpulan Data
Peneliti mendatangi sebuah komunitas LGBT yang berada di
Yogyakarta. Saat berada di komunitas tersebut peneliti bertemu dengan
anggota komunitas yang sudah peneliti kenal sebelumnya. Peneliti meminta
seorang teman tersebut untuk membantu agar dihubungkan dengan
informan penelitian yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh
peneliti. Peneliti melakukan komunikasi melalui sosial media dan bertemu
langsung dengan informan untuk membangun rasa percaya dan kenyamanan
informan ketika wawancara. Selain itu peneliti juga melakukan rapor
(mencatat data informan yang relevan) dan memberikan informed consent
secara lisan dengan memaparkan tujuan wawancara, kerahasiaan identitas
informan, alasan kenapa informan terpilih, dan menjelaskan peran informan
dalam penelitian. Setelah berhasil memperoleh persetujuan informan untuk
berpartisipasi dalam penelitian, peneliti membuat janji wawancara dengan
informan.
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
2. Identitas Informan
Adapun data informan penelitian disajikan dalam Tabel 1 berikut:
Tabel 4
Identitas Informan
Informan A
Informan B
Inisial
DJ
MR
Usia
32
34
Jumlah saudara
Anak ke-2 dari 2
Anak pertama dari 3
bersaudara
bersaudara
SMA
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
Kriteria lesbian
Sejak kapan memiliki
ketertarikan kepada
perempuan
S1
Penulis Buku/ Swasta
LSM
Memiliki ketertarikan
dengan perempuan,
tidak ingin merubah
organ seksualnya
Memiliki
ketertarikan dengan
perempuan, tidak
ingin merubah organ
seksualnya
sejak berusia 4 tahun
sejak TK
3. Proses Pengambilan Data
Tabel 5
Jadwal Pengambilan Data
No. Informan
1.
2.
DJ
MR
Hari, Tanggal, Jam
Tempat
Jumat, 22-4-2016
Kafe Togamas
Pukul 12.30-13.30 WIB
Kotabaru
Rabu, 4-5-2016
Rumah Informan
Pukul 13.30-14.30 WIB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Sebelum memberikan pertanyaan, peneliti meminta ijin untuk
menggunakan alat perekam kepada informan. Peneliti memberikan raport
dan mulai memberikan pertanyaan utama, serta memberikan pertanyaan
yang terbuka supaya informan dapat memberikan informasi. Sehingga
peneliti dapat lebih dalam menggali data. Setelah wawancara selesai peneliti
bertanya kepada informan apakah masih ada yang ingin disampaikan tidak,
lalu ditutup dengan mengucapkan terimakasih. Total waktu wawancara
setiap informan kurang lebih 60 menit. Setelah melakukan wawancara,
peneliti membuat catatan lapangan mengenai situasi yang terjadi dan
mencatat gagasan yang muncul selama wawancara. Setelah itu, peneliti juga
mulai melakukan penulisan transkrip wawancara dan analisis tematik.
B. Hasil Analisis Narasi
1. Narasi Informan A (DJ)
a. Pengalaman sebelum menyadari lesbian (awal)
Kehidupan masa kecil informan sama seperti anak kecil seusianya
yang sekolah dan banyak bermain, dan tidak merasakan ada yang
berbeda dalam hidupnya (S.A.6-7). Pada awalnya informan tidak
menyadari orientasi seksualnya mengarah pada lesbian. Informan
merasakan perasaan yang sama seperti jatuh cinta dengan seorang
perempuan. Namun informan belum menyadari bahwa hal tersebut
adalah ketertarikan sesama jenis atau lesbian karena belum ada wacana
mengenai hal tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Jadi ada perasaan-perasaan yang ya kayak orang jatuh cinta pada
umumnya itu, cuma yang membedakan adalah ya cintanya itu
sama sesama jenis gitu kan (S.A.12-14)
Pada dasarnya informan memiliki banyak teman laki-laki dan
perempuan, namun informan lebih banyak bermain dengan laki-laki
(S.A.41).
Lebih nyaman aja sih sebenernya sama perempuan, ee..lebih
intim gitu lho (S.A.36-37), kalau sama perempuan tu bawaannya
baper (bawa perasaan) kalau deket. Deket dikit kalau dia baik
terus, “aduh kok anak ini sweet banget ya”. Tapi kalaupun lakilaki sih kalaupun sweet tetep gak kepikiran, gak bawa perasaan
lah yang jelas kalau sama laki-laki, kalau main temen gila-gilaan
sih iya, tapi ya pada dasarnya karena memang tidak tertarik
(S.A.42-47).
Informan memandang bahwa ketertarikan atau jatuh cinta seorang
lesbian sama seperti heteroseksual. Informan tidak menyadari tepatnya
kapan memiliki ketertarikan dengan sesama perempuan. Namun ia
merasa kagum dan jatuh cinta dengan sesama perempuan ketika duduk
dibangku SD (S.A.50-58). Hal yang membuat informan tertarik dengan
sesama perempuan adalah karena perempuan itu lebih menarik meskipun
belum ada keinginan memiliki. Sementara terhadap laki-laki, informan
merasa sama sekali tidak tertarik.
Yang menarik tu perempuan menurutku gitu lho, kayak lebih
tertarik ngliatin temen-temen perempuan, lebih tertarik ngobrol
sama temen-temen perempuan, pokoknya perempuan itu menjadi
e apa ya sesuatu yang menurutku lebih indah aja, awalnya sih dari
itu (S.A.27-31).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Bagi informan, perempuan lebih menarik karena informan merasa
nyaman dengan perempuan (S.A.36-37). Informan memang tidak ada
perasaan tertarik dengan laki-laki (S.A.46-37). Informan memandang
bahwa ketertarikan atau jatuh cinta seorang lesbian sama seperti
heteroseksual.
Pertanyaan kayak gini ni yang sebenarnya perlu di klarifikasi.
Sebenarnya sama dengan temen-temen hetero, mereka gak pernah
punya usia ketika mereka tertarik atau merasa diri mereka hetero,
tertarik dengan lawan jenis, apa bedanya dengan teman-teman
homoseksual gitu (S.A.50-54).
b. Kehidupan saat menyadari seorang lesbian dan saat coming out
(tengah)
Pada akhirnya, informan menyadari bahwa dirinya berbeda dalam
orientasi seksualnya ketika banyak wacana-wacana yang menentang
hubungan sesama jenis tersebut. Informan mulai memikirkan dan
khawatir dengan keluarganya karena orientasi seksualnya. Informan
merasa tetap harus menjaga nama baik keluarga.
Cuma ketika mulai banyak wacana-wacana yang menentang ya
menentang kayak ya udah mulai banyak wacana-wacana kontra,
normal gak normal, sakit gak sakit. Yang pertama kali aku rasain
adalah, “aduh ini gimana kalau keluarga tau” itu pertama pasti.
Karena ketika keluarga tau otomatis kan harus menjaga, apa ya
namanya, ya nama baik lah atau apa lah, kayak gitu (S.A.61-67).
Pada awalnya informan belum serius berpacaran dengan seorang
perempuan dan masih menjalani hubungannya secara sembunyisembunyi, namun merasa pasrah jika ada keluarga yang mengetahuinya
(S.A.72-75). Informan benar-benar tidak dapat menjalani kehidupannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
sebagai seorang perempuan pada umumnya seperti yang masyarakat
pahami seperti menjalin hubungan dengan laki-laki. Di sisi lain informan
merasa belum siap untuk coming out sehingga informan menjalani
relasinya secara sembunyi-sembunyi (S.A.89-90). Informan pada
awalnya masih menyembunyikan bahwa dirinya seorang lesbian
sehingga harus bisa menempatkan diri terutama di lingkungan keluarga
misalnya sebagai anak saat berkumpul bersama keluarga (S.A.107-109).
Informan merasa terkurung dalam kotak kaca saat belum coming
out sehingga tidak dapat melakukan banyak hal dengan bebas termasuk
mengekspresikan rasa sayangnya kepada pasangan (S.A.136-141).
Menurut informan, ia dan heteroseksual itu sama. Sama-sama dapat
merasakan jatuh cinta, hanya yang membedakan adalah kepada siapa
perasaan tersebut muncul (S.A.146-148). Kelemahan informan adalah
rasa ketidakmampuan mengungkapkan perasaannya kepada perempuan
yang dia sukai, karena belum mengetahui orientasi seksualnya. Selain itu
hal lainnya adalah bahwa informan juga belum coming out sehingga
tidak bisa mengungkapkan rasa suka seperti heteroseksual pada
umumnya menyampaikan ketertarikan dengan lawan jenis (S.A.159167). Informan merasa tidak salah memiliki ketertarikan terhadap sesama
perempuan (S.A.S.172-175).
Informan mampu memutuskan untuk tidak menjalin relasi dengan
laki-laki karena memang tidak ada ketertarikan (S.A.154-156). Pada
akhirnya, informan mulai memikirkan untuk terbuka dengan keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
mengenai diri dan orientasi seksualnya karena merasa tidak dapat
dipaksakan untuk tertarik dengan laki-laki. Dan informan merasa bahwa
dirinya mempunyai orientasi seksual lesbian (S.A.96-99). Informan DJ
berasal dari keluarga yang cukup demokratis, terbukti ketika informan
mengakui bahwa dirinya adalah seorang lesbian kepada keluarganya.
Ketika menyampaiakn ketertarikannya kepada keluarga tidak ada konflik
antara informan dengan orang tua (S.A.213-214). Menurutnya,
keluarganya pun tidak ada yang menentang apapun keadaan informan
termasuk orientasi seksualnya yang berbeda.
Kalau keluarga pada saat itu mungkin mereka sudah mengamati
aku dari kecil, udah tau aku dari lama mereka nggak nyangka
kalau itu benar, tapi ketika aku ditanya aku jawab iya saat ditanya
punya orientasi seksual yang berbeda ya sejauh ini keluargaku
nggak pernah menentang apapun (S.A.120-130).
Namun kakak informan sempat tidak menerima informan sebagai
adik karena orientasi seksualnya. Namun seiring berjalannya waktu, pada
akhirnya kakaknya dapat menerima keadaan informan (S.A. 191-193).
c. Kehidupan setelah coming out (akhir)
Orang tua informan cukup bijaksana menanggapi pengakuan
informan tentang orientasi seksualnya, sehingga hubungan baik masih
terjalin dengan keluarganya. Walapun awalnya sempat bersitegang
dengan kakaknya, namun akhirnya tetap terjalin hubungan baik.
Kalau sama orang lain sebenarnya coming out ku ini nggak terlalu
spesial, kalau sama keluarga mereka nggak memberikan respon
yang keras, mungkin mereka agak kaget tapi mereka cukup
bijaksana dengan “ o ya udah lah kalau kamu memang kayak gitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
mau gimana lagi” bukan yang lantas kamu harus menikah atau
kamu harus ke psikolog atau apa itu nggak (S.A.185-190).
Keluarga sudah menerima orientasi seksual informan sehingga
informan merasa harus menjaga nama baik keluarga terutama di luar
(S.A.2014-206). Setelah terbuka dengan keluarga, informan merasa
hubungan dengan keluarganya tetap baik-baik saja. Keluarga mendukung
dan tidak mempermasalahkan mengenai hubungan informan dengan
pasangannya.
Maksudnya, kalo menurutku jauh lebih santai gitu lho, karena
udah nggak ada lagi yang ditutup-tutupi kan. Kayak tadi aku
bilang aku bisa bawa pasanganku pulang ke rumah, pasanganku
bisa deket sama orangtuaku, orangtuaku juga jadi lebih tenang
mungkin karena aku punya pasangan yang bakal jagain aku juga.
Selama ini kan aku nggak terlalu terbuka sama keluarga gitu. Jadi,
sekarang lebih enak aja sih, lebih santai (S.A.280-286).
Dengan orang lain selain keluarga, informan punya cara tersendiri
untuk mulai terbuka mengenai diri dan orientasi seksualnya,
Pada saat sama orang lain itu coming out kan sebenarnya karena
moment aku ngeluarin buku, bukunya tentang lesbian. Disitu
kayak orang berbondong-bondong untuk mau tau kehidupan
lesbian kayak apa. Akhirnya jadi yang wawancara sana-sini.
Mereka ngak mau tau aku seperti apa tapi mau tau seperti apa
lesbian itu. Tapi menurutku gini orang-orang diluar sana selama
itu menguntungkan kayak media kalau itu menguntungkan untuk
mereka, pasti mereka akan baik sama aku gitu (S.A.194-201).
Sebelum terbuka dengan teman-temannya, informan tetap
berusaha menjalin hubungan baik. Pada saat teman-temannya sudah tahu
orientasi seksual informan, hubungan yang baik masih terjalin dengan
teman-temannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Ya nggak ada yang pasti, kalau aku suka perempuan temen-temen
mungkin udah tau cuma karena belum ada statement apapun dari
aku ya cuma jadi kayak saling bertanya. Aku sibuk untuk
menyembunyikan dan mereka sibuk untuk bertanya dalam hati,
ini disaat temen-temen dan orang tua belum tau kalau aku lesbian.
Kalau pas udah tau sih temen-temen sejauh ini didepanku baikbaik aja (S.A.120-126).
Informan tetap dapat berinteraksi dengan baik dan nyaman
dengan komunitas maupun di luar komunitas meskipun mereka tahu
bahwa informan seorang lesbian (S.A.113-117).
Selama berinteraksi dengan orang lain, informan merasa senang
jika diwawancara karena akan memberikan wacana ke masyarakat terkait
lesbian (S.A.207-210). Mengenai keterbukaan di tempat kerja, awalnya
informan cukup berhati-hati karena belum tentu mereka menerima.
Informan hanya berusaha untuk bekerja secara profesional dan baik.
Tempat kerja itu kita nggak tau orang-orangnya kayak apa gitu
kan. Tapi aku nggak menutupi. Aku hanya berproses seperti
manusia kerja pada umumnya gitu, berusaha profesional,
berusaha baik. Tapi ketika suatu hari ada pertanyaan dari tempat
kerja tentang orientasi seksualku, ya aku nggak akan menolak itu
gitu. Dan sejauh ini belum pernah ada penolakan yang sangat
signifikan ya sampai yang “maaf ya kita nggak bisa
memperkerjakan seorang lesbian”. Belum pernah sih (S.A.266273).
Pada akhirnya informan mampu menerima dirinya bahwa ia
seorang lesbian dan mampu bertahan dengan pilihannya sebagai seorang
lesbian hingga saat ini,
Nggak semua orang bisa menerima dirinya berbeda (senyum).
Karena kan aku nih kan kayak merasa susahlah dengan banyak
hal yang terjadi di luar sana, isu-isu yang negatif tentang LGBT
gitu. Aku memandang bahwa diriku ya luar biasa bisa bertahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
sampai detik ini dengan orientasi seksualku yang berbeda. Kalo
nggak aku pasti udah nyerah dan dinikahkanlah pasti (S.A.313319).
Meskipun informan mampu menyelesaikan permasalahan terkait
hubungan dengan keluarga dan orang lain, namun masih ada konflik
dalam diri yang berkaitan dengan pasangan. Informan merasa apapun
yang berkaitan dengan pasangan akan berkaitan dengan informan juga,
termasuk coming out pasangan yang tidak diterima keluarga dan
lingkungannya sehingga dapat memutus hubungan dengan informan.
Yang nggak selesai sebenernya adalah konflik dengan diri sendiri
malahan. Maksudnya menjalani kehidupan sebagai lesbian ini kan
nggak cuma selesai ketika kita terima diri kita berbeda, nggak
selesai juga ketika kita diterima di masyarakat atau di keluarga.
Nggak selesai di situ, tapi proses-proses yang berhubungan
dengan pasangan. Pasangan ini kan juga punya proses yang sama
kan, harus bertemu dengan keluarganya, harus bertemu dengan
lingkungannya. Nah, itu sebenarnya. Jadi lebih ke aku kok
ngurusi proses coming out-nya pasanganku tuh lho, bukan proses
coming out-ku (S.A.332-341).
Informan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya, dan
berusaha memberikan dukungan kepada pasangannya,
Lebih ke ada banyak lelah sih di situ karena kayak yang aku nih
sebenernya udah selesai lho sama diriku sendiri, aku nih
sebenernya udah selesai sama keluargaku. Udahlah, selesai
dengan coming out-ku gitu, tapi kok malah aku harus ngurusin
coming out-nya orang gitu lho. Tapi kan itu pasangan kita dan
nggak menutup kemungkinan kalo.. justru itu aku mumetnya di
situ malahan, ngurusin coming out-nya orang. Remeh-temeh sih
sebenernya karena tuh kan, misalnya nih aku berhubungan
dengan orang, terus orangnya itu belum coming out gitu kan, kan
yang deg-degan aku (S.A.344-352)
Selain mengenai dirinya dan pasangannya, informan juga
berusaha membangun persepsi dalam benak masyarakat bahwa lesbian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
tidak seperti yang mereka pikirkan selama ini (S.A.363-367). Informan
berpandangan bahwa lingkungan sosial seseorang yang dapat menerima
dirinya belum tentu dapat menerima jika ada anggota keluarganya yang
berorientasi lesbian karena pemikiran yang berbeda. Informan berharap
bahwa masih ada hal-hal positif dari orientasi seksual lesbian yang
dipahami oleh heteroseksual (S.A.372-377), karena informan masih
merasa terganggu jika masyarakat mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi
namun responnya negatif. Hal ini membuat informan berpikir untuk
mencari cara agar masyarakat tidak terlalu usil dengan lesbian, namun
dapat memahami bahwa inilah orientasi seksual.
Hal yang mengganggu dan menggelisahkan itu ya itu tadi soal
relasi. Jelas. Relasi ini kan bukan cuma urusan sama keluarga aja,
tapi ada banyak hal gitu lho kayak instansi-instansi terkait di
mana tempat pasanganku kerja misalnya. Tempat tinggal ajalah
paling gampang. Misal, kita tinggal bareng. Kita harus cari tempat
yang di mana lingkungannya nggak terlalu kepo gitu lho, nggak
terlalu rese’ gitu kan. Hal-hal yang kayak gitu menggelisahkan.
Kita harus mikir keras tuh lho, gimana ya caranya supaya orangorang nih nggak terlalu lebay gitu lho ngurusin hidup kita. Itu
menggelisahkan (S.A.381-389).
Informan belajar dari sejarah bahwa tidak menutup kemungkinan
suatu saat lesbian dan homoseksual dapat diterima masyarakat (S.A.397402). Dengan melihat berbagai kondisi lesbian termasuk LGBT di mata
masyarakat dan menemukan perkembangan mengenai kondisi LGBT
yang sudah mulai dianggap dan diterima masyarakat (S.A.405-410)
Semakin ke sini ini kan semakin banyak orang yang sounding
tentang LGBT. Banyak juga tempat-tempat yang udah mulai
membiarkan teman-teman ini beraktivitas gitu lho. Banyaklah.
Yang membuat orang-orang tuh jadi ngeliatnya tuh bukan cuma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
luarnya aja, tapi “oo ternyata temen-temen LGBT ini bisa bekerja
dengan baik, bisa berkreasi dengan baik” gitu kan. Itu pasti nanti
one day, LGBT akan biasa aja kok di dunia ini.
Pada akhirnya, informan berharap bahwa penilaian hidupnya di
mata orang lain adalah karena berbagai prestasinya, bukan orientasi
seksualnya (S.A.476-478). Informan juga memiliki harapan untuk
komunitasnya dan merasa bahwa harus berbuat sesuatu untuk menjaga
komunitasnya agar tidak menjadi bahan bully masyarakat umum. Hal
tersebut informan lakukan karena informan merasa diskriminasi dan
kekerasan yang dialami oleh lesbian sangat mengganggu diri seorang
lesbian (S.A.520-525).
Selain itu, informan berharap supaya ada pendampingan terhadap
teman-teman LGBT saat coming out supaya tidak frustasi (S.A.604-606).
Dan kepada psikolog untuk tidak mengutamakan hasil akhir namun
proses
yang dilalui, misalnya proses
coming out
yang tetap
membutuhkan teman curhat (S.A.608-609). Menurut informan, yang
penting adalah pendampingan dan tempat cerita karena jika hal tersebut
tidak terpenuhi maka akan mencari pelarian negatif bahkan bisa sampai
bunuh diri (S.A.617-619). Harapan terhadap keluarga yang mempunyai
keluarga dengan orientasi seksual lesbian adalah agar lebih terbuka dan
tidak memaksakan suatu kehendak yang membuat seseorang merasa
tertekan dan putus asa (S.A.623-627).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
2. Narasi Informan B (MR)
a. Pengalaman sebelum menyadari lesbian (awal)
Informan MR berasal dari keluarga Jawa yang cukup kental
memegang adat Jawa. Terbukti beberapa prinsip masih dipegang seperti
anak pertama perempuan tidak boleh dilangkahi adiknya untuk menikah.
Hal tersebut masih dipegang karena dipercayai dapat menimbulkan
petaka atau hal-hal yang tidak menguntungkan (S.B.279-282). Selain itu
juga orang tua berprinsip bahwa anak sulung harus mampu bertanggung
jawab untuk hal-hal tertentu, misalnya jika orang tua bertengkar maka
tanggung jawab anak sulunglah yang menyelesaikannya (S.B.324-327).
Kehidupan informan pun dari kecil berada di lingkungan yang
mayoritas laki-laki (S.B.33-36), terlebih informan lebih menyukai
aktifitas fisik seperti memancing, mencari ikan, dan bermain layanglayang (S.B.16-18). Bahkan informan tidak nyaman berpakaian
“perempuan” misalnya rok (S.B.19). Selama ini penampilan informan
dianggap wajar dan masih umum sebagai perempuan meskipun tidak
memakai rok (S.B.182-184). Penampilan informan masih bisa diterima
orang tua meskipun berpenampilan maskulin namun tidak ekstrim
(S.B.170-172).
Sebenernya kalo aku selalu potong pendek itu karena rambutku
kriting dan itu ribet dan aku selalu dibully maka aku selalu potong
pendek dan orangtua nggak ada soal. Cuman memang ada
beberapa titik yang mereka cukup ketat. Misalnya, aku minta
motor GL Pro nggak dikasih. Sebenarnya lainnya nggak ada. Aku
belajar nyopir kayak sodaraku cowok juga iya, kami bantu di toko
sama-sama iya, mancing iya (S.B.173-179).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Pada awalnya bapaknya memang menginginkan anak pertama
laki-laki dan ibu informan juga tidak terlalu memaksa anak
perempuannya harus menggunakan rok kecuali di sekolah yang memang
harus tunduk pada aturan sekolah (S.B.23-27).
b. Kehidupan saat menyadari seorang lesbian dan coming out (tengah)
Informan menyadari bahwa dirinya memiliki orientasi seksual
lesbian ketika duduk dibangku SMA. Pada saat itu mulai muncul
pertanyaan mengapa dirinya berbeda (S.B.11-12). Akan tetapi informan
mulai flashback dan memahami bahwa ketertarikannya terhadap
perempuan berawal sejak TK (S.B.53-54).
Aku sering membayangkan misalnya akan ada momen-momen di
mana ada interaksi yang lebih hangat secara fisik dengan bu guru
ini, tapi aku membayangkan tidak dalam interaksi seksual, tapi
lebih kayak dia memanjakanku (S.B.55-58). Aku di TK 2 tahun.
Aku lulus dari TK itu 6 tahun kurang. Kalo aku 2 tahun, aku
masuk TK umur 4 dan itu shocking ya membayangkan bahwa aku
merasa tanda-tanda awal itu justru muncul di umur yang cukup
muda. Kemudian SD sempat juga cukup tertarik dengan bu guru.
Pokoknya temanya waktu TK-SD itu I love you, bu Guru (S.B.5964).
Informan hanya membayangkan dapat berinteraksi lebih ke
momen hangat/intim seperti pelukan, bukan interaksi seksual seperti
ciuman dan sebagainya (S.B.70-73). Saat SMA, informan mencoba untuk
menjalin relasi dengan laki-laki namun tidak nyaman. Saat SMP,
informan merasakan kenyamanan berada ketika dekat dengan seorang
perempuan (S.B.76-85).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Informan mulai mencari tahu kenapa dirinya berbeda dengan
perempuan lain yang dapat menjalin hubungan yang nyaman dengan
laki-laki. Namaun dirinya justru tertarik dengan sesama perempuan.
Informan merasa mengalami kesulitan untuk mencari informasi tentang
LGBT. Tapi pada kenyataan saai itu informan merasa terpakasa harus
tunduk pada aturan dan standar umum dalam masyarakat seperti
pasangan dengan lawan jenis dan bukan sesama jenis (S.B.89-99).
SMA itu proses aku bertanya. Sekitar tahun 1997-1998, kelas dua,
itu proses aku bertanya kenapa aku merasa berbeda dengan yang
lain. Aku mencari informasi. Proses pencarianku tidak selesai dan
tersendat waktu itu karena akses informasi tidak banyak. Belum
ada internet dan lain sebagainya. Handphone pun belum ada.
Tetapi aku justru harus tunduk pada standar-standar umum orangorang. Misalnya, harus pacaran sama laki-laki
Informan berusaha untuk menuruti standar umum dengan
menjalin hubungan dengan laki-laki namun ditentang orang tua dengan
alasan beda asal, akhirnya justru informan memberontak, bahkan mulai
berelasi dengan perempuan.
Karena semangatku saat itu adalah semangat memberontak, maka
semua yang dilarang orangtuaku justru aku akan jalankan. Pada
akhirnya kenyamananku yang berbicara (S.B.111-113).
Pada akhirnya, informan mulai berelasi dengan perempuan karena
merasa percuma berpacaran dengan laki-laki. Selain karena pernah
terjadi pertentangan dengan orang tuanya, informan juga dari awal tidak
merasa tertarik dan menikmati berelasi dengan laki-laki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Informan mulai resmi berpasangan dengan seorang perempuan
sekitar tahun 2005-2006 (S.B. 116). Meskipun informan telah berelasi
dalam waktu yang cukup lama, namun informan merasa ada rasa bersalah
dan mengganjal dalam dirinya. Hingga khirnya informan bertemu dengan
komunitas LGBT dan informan menemukan banyak hal baru yang
membuat banyak pertanyaannya dapat terjawab (S.B.130-137).
Informan merasa bahwa yang terberat adalah sebelum membuka
diri karena belum tahu bagaimana menghadapi respon sekitarnya.
Informan belum menemukan jawaban dari semua pertanyaannya. Melihat
sepupunya yang dianggap kurang sopan karena tinggal bersama
perempuan dan menjadi bahan gunjingan adalah salah satu hal yang
menjadi pertimbangan informan untuk membuka dirinya (S.B.148-156).
Informan berusaha mencari informasi, namun karena teknologi informasi
belum canggih, informan tidak menemukan banyak informasi (S.B.158160).
Informan belum bisa menentukan mau ke arah mana tujuan
hidupnya karena masih memikirkan banyak pertanyaan yang belum
terjawab mengenai orientasi seksualnya
Hanya memang pola pikirku saat itu belum bisa menjangkau aku
mau apa, aku mau seperti apa. Seluruh fokusku masih habis di
pertanyaan (S.B.200-202).
Pada saat informan bekerja di sebuah LSM, informan mulai
berinisiatif untuk ikut kursus gender dan seksualitas sehingga
menemukan banyak jawaban atas pertanyaannya selama ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Baru ketika 2009, aku meminta ke direkturku di LSM untuk ikut
kursus gender dan seksualitas di Surabaya. Di saat itu aku merasa
menemukan seluruh jawaban pertanyaanku (S.B.213-216).
Akhirnya
informan
menemukan
konsep
kehidupan
yang
sesungguhnya. Menemukan jawaban tentang seksualitas yang dikaitkan
dengan banyak aspek kehidupan seperti agama dan budaya (S.B.219225). Informan memahami bahwa kontrol agama sangat ketat yang
membentuk pola pikir. Hal inilah yang semakin membuat informan
mencari lebih banyak informasi sehingga berbagai pertanyaannya
terjawab (S.B.242-248).
Di lingkungan keluarga, informan hanya terbuka dengan adik
laki-lakinya.
Di keluargaku misalnya, adekku yang nomor dua tau. Aku cerita
sama dia. Dia laki-laki. Dia tau aku berpasangan dengan siapa.
Dia tidak mendebat, bahkan dia juga berteman baik dengan
pasanganku. Tidak banyak konflik di situ (S.B.252-256).
Informan merasa belum dapat terbuka dengan orang tua karena
berbagai sebab.
Dengan kedua adekku baik-baik saja. Mereka jenis yang cukup
mensupportku di banyak hal pun kalo ada konflik bukan soal
orientasi seksual. Dengan orangtua, aku masih menunggu momen
karena satu sakjane akar persoalannya adalah aku tidak berani
(S.B.309-401). Aku takut menghadapi reaksi dan lain sebagainya.
Aku merasa justru pertanyaan dari orang-orang ini adalah satu
tekanan lain bagiku. Oh ternyata ada standar baru ketika kita
selesai menerima sebagai lesbian, maka standar berikutnya adalah
orangtua harus tahu dan mengakui. Itu pressure lagi (S.B.406411).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Hal yang membuat informan takut terbuka dengan orang tua
mengenai orientasi seksualnya adalah mengenai prosesnya, bukan
dampaknya. Sulit bagi informan untuk menyampaikan bahwa dirinya
adalah seorang lesbian. Ditambah identitasnya sebagai perempuan Jawa
sebagai anak pertama. Informan merasa bahwa persoalan ada pada
dirinya sendiri (S.B.413-423).
Informan merasa terus didesak dan merasa tidak nyaman kenapa
informan tidak memiliki pasangan laki-laki atau keinginan untuk
menikah. Akhirnya informan tidak pernah mau berkomunikasi lagi
tentang hal tersebut sampai saat ini (S.B.291-300). Informan tidak terlalu
nyaman dengan orang tua karena banyaknya larangan dan doktrin yang
ditanamkan kepada informan.
Kalo dulu, sempat aku melewati fase memberontak saat remaja.
Bapak-ibukku tuh keras, tapi bukan keras main fisik, tapi main
doktrin. Kan sama aja njebol itu luar biasa. Yang kulakukan
adalah aku memberontak terhadap seluruh larangan. Nah, fase
kedua adalah kemarahanku bukan lagi hanya soal orientasi
seksual. Bagiku waktu itu aku merasa harus ada titik ketika
mereka harus menerimaku apa adanya. Tetapi justru kemarahanku
adalah aku merasa dibedakan karena aku sulung. Ada hal-hal
yang harus menjadi tanggung jawabku sebagai sulung. Misalnya,
ketika orangtuaku ribut, itu tanggung jawab sulung untuk
menyelesaikan. Bagiku itu tidak oke (S.B.317-327).
Informan merasa marah dengan adanya doktrin dan tanggung
jawab yang dibebankan orang tua kepadanya. Sehingga hubungan dengan
orang tua tidak cukup baik dan akhirnya informan membatasi interaksi
dengan orang tua (S.B.330-337). Adanya konflik dengan orang tua
membuat informan menjauh dan berusaha untuk hidup mandiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Jadi 2009 aku memutuskan keluar dari rumah. Aku bicara sama
mereka bahwa aku pengen menjalani hidup mandiri. Aku pengen
hidup dengan gaji yang kumiliki. Dan mereka tidak ada soal. Tapi
sebenernya itu modus aja karena aku hidup dengan pasanganku.
Membuat jarak aja (S.B.338-342).
Informan merasa tidak nyaman dengan keluarganya karena
tuntutan orang tua terkaitan posisinya sebagai perempuan Jawa dan
sulung, sementara informan adalah seorang lesbian (S.B.344-351).
Di lingkungan kerja, informan menjadi eksperimen untuk uji
sikap heteroseksual terhadap LGBT, dan sejauh ini tidak ada masalah.
Informan menyadari bahwa proses menjadi lesbian belum selesai karena
informan tidak nyaman interaksi fisik dengan perempuan selain
pasangannya.
Di lingkungan pekerjaan, aku menjadi salah satu eksperimen atas
sikap lembaga. Jadi kalo LSM mengatakan bahwa LSM pro
terhadap LGBT tetapi tidak pernah ada LGBT di sana. Saya
diterima dan saya digunakan sebagai ruang uji coba sikap temanteman staf. Overall sih, oke (S.B.259-263). Cuman aku
menyadari aku belum selesai karena aku masih nggak bisa tidur di
kamar dengan perempuan. Bagiku itu sangat tidak nyaman.
Berinteraksi fisik dengan perempuan di luar pasanganku itu masih
nggak bisa (S.B.264-267).
Selama berproses, informan menemukan bahwa saat dirinya
memiliki kesempatan menyuarakan aspirasinya sebagai lesbian, hal
tersebut bisa sangat kebablasan dan menyakiti banyak pihak, terutama
jika disandingkan dengan agama (S.B.360-370). Informan merasa bahwa
pembenaran yang selama ini menjadi prinsipnya masih dalam prosesyang
belum usai karena informan menyadari bahwa dirinya belum selesai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
berproses. Hal tersebut membuat informan lebih berhati-hati (S.B.373384). Dalam prosesnya, informan masih memikirkan bahwa hak seorang
LGBT harus terpenuhi seperti heteroseksual dan informan menyadari
bahwa hal tersebut merupakan arogansi (S.B.392-395)
Di titik-titik ketika emosiku masih cukup tinggi setelah tau
banyak hal. Aku akan cenderung bersikap memusuhi dalam tanda
kutip pada orang-orang yang tidak sepakat pada isu LGBT. Jadi
aku merasa semacam toa masjid, orang harus denger, orang harus
patuh. Kalo mereka yang tidak oke terhadap isu LGBT, maka aku
akan pasang garis tegas kamu bukan masuk cluster ke temenku
(S.B.426-437).
Informan menyadari bahwa menjadi lesbian tidak cukup sampai
pada mengakui orientasi seksualnya (S.B.435-437), justru setelah itu
kehidupan seorang lesbian baru dimulai (S.B.451). Informan menemukan
bahwa sikap kerasnya pada pihak-pihak yang tidak mendukung (LGBT)
merupakan bentuk pelampiasannya sebagai minoritas (S.B.439-441).
Informan merasa bahwa seharusnya baik lesbian, LGBT, maupun
heteroseksual meskipun berbeda orientasi seksualnya namun tidak
menimbulkan perbedaan perlakuan karena sama-sama manusia (S.B.453458).
Informan merasa bahwa masalah justru bukan karena perbedaan
orientasi seksualnya, tapi interaksi manusia seperti menyikapi perbedaan
pendapat dan cara pandang (S.B. 466-470). Informan menyadari dan
menemukan bahwa proses menjadi seorang lesbian selesai adalah ketika
kenyataan berbeda dari keinginan dan harapan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Jadi tahapannya dari minoritas, selalu menjadi korban, kemudian
pada titik kita didengarkan oleh mayoritas, kita diistimewakan
oleh mayoritas, dan kemudian aku memimpin suatu organisasi.
Kebayang nggak sih, secara psikologis aku selalu menginginkan
didengarkan, aku selalu menginginkan dipatuhi, aku selalu
menginginkan apa yang kurencanakan dijalankan dengan baik
oleh seluruh stafku. Dan ternyata faktanya tidak se-oke itu. Maka
konflik yang muncul menjadi konflik-konflik personal,
kemarahan-kemarahan personal. Jadi kayak kita udah naik, terus
jatuh lagi. “Oh ternyata aku nggak mampu. Oh ternyata sebatas
ini.” Di fase-fase itu sih (S.B.472-482).
c. Kehidupan setelah coming out (akhir)
Informan merasa bahwa konflik terbesarnya adalah perasaan
marahnya pada pihak-pihak yang membedakan antara lesbian dengan
heteroseksual (S.B. 486-489). Informan masih memiliki kemarahan
ketika masih banyak pertanyaan yang mengganggunya meskipun sudah
menerima identitasnya sebagai lesbian (S.B.496-499). Bagi informan,
masalah identitas sebagai lesbian bukan lagi soal dirinya, tapi
persoalannya adalah bahwa lesbian masih menjadi minoritas (S.B. 502504).
Pengalaman interaksi dengan berbagai pihak mengajarkan
informan akan banyak hal. Ketika berpisah dengan pasangan adalah saatsaat yang membuat informan down dalam waktu yang lama dan dapat
menimbulkan sikap apatis terhadap banyak hal (S.B.521-530). Di saat
mengalami down, informan menemukan cara untuk dapat belajar
menerima diri sesuai fakta yang ada dan pada akhirnya mampu
menemukan sumber masalahnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Tapi aku bertemu dengan satu kawan yang banyak
membimbingku. Akhirnya ketemu dengan satu proses
meditasinya Buddhist, Vipassana, yang melihat hidup
sebagaimana adanya faktanya saja. Melihat fakta sebagaimana
adanya fakta, tidak harus memaksakan kita harus menerima atau
tidak menerima, tetapi itulah fakta. Proses dengan dia cukup
lama. Aku pernah juga hipnoterapi. Belakangan aku menyadari
bahwa aku pernah mengalami kekerasan seksual dan itu ternyata
belum selesai. Tetapi dengan proses meditasi itu kemudian mulai
terurai dan titik kupikir aku merasa terselamatkan adalah ketika
aku mengikuti retret meditasi 2 malam 1 hari di Vihara Mendut
yang aku merasa justru aku menemukan cinta Tuhan di situ
(S.B.530-541).
Akhirnya informan mampu merubah pola pikirnya dan memiliki
cara pandang yang positif. Hal tersebut berdampak positif terhadap
hubungannya dengan berbagai pihak seperti kedua saudaranya. Bahkan
jika harus open kepada orang tuanya informan cukup siap(S.B. 544-554).
Dengan mengubah cara pandang, banyak hal positif yang ditemukan oleh
informan (S.B.575-577). Informan menemukan bahwa tidak penting saat
ini pengakuan dari berbagai pihak mengenai orientasi seksualnya.
Informan memandang bahwa hidup tidak hanya ego tapi berdamai dan
menerima diri apapun keadaannya (S.B.560-566). Bagi informan,
menjadi lesbian maupun heteroseksual tidak ada bedanya, semua adalah
sama-sama manusia (S.B.509-511). Informan menerima bahwa manusia
itu pasti berbeda, sehingga seharusnya manusia harus terus belajar dan
mencari untuk bagaimana cara menerima setiap keadaan di dunia ini
(S.B.513-519).
Informan belajar untuk tidak memaksakan pendapatnya kepada
orang lain karena tidak ada gunanya (S.B.580-582). Informan menyadari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
bahwa setiap manusia punya kelebihan dan kekurangan masing-masing,
termasuk dirinya (S.B.591-593). Pengalaman yang diterimanya selama
ini membuatnya menyadari bahwa Tuhan menunjukkan cinta kasihnya
(S.B.596-603).
Pada
akhirnya,
informan
mulai
terbuka
dengan
keluarganya dan mulai menyadari bahwa adik-adiknya cukup suportif.
Orang tuanya juga saat ini membutuhkan dirinya karena kesepian dan
hanya tinggal berdua saja (S.B.605-610). Informan tidak terlalu
memperdulikan sikap orang lain, informan percaya bahwa dengan
berbuat baik maka orang lain juga akan bersikap baik (S.B.614-616).
Informan telah banyak belajar hal dan akhirnya menemukan cara
pandang yang positif yang membuatnya dapat menyelesaikan banyak
masalahnya dengan baik (S.B.619-622).
Informan menyadari bahwa dirinya masih dalam fase naik turun.
Secara umum informan memandang bahwa hidupnya biasa saja
(S.B.626-629). Saat ini, informan menjalani kehidupan dan menerima
keadaan sesuai faktanya (S.B.633.634). Informan memiliki harapan agar
dirinya tidak banyak menyusahkan orang lain, atau merepotkan banyak
pihak (S.B.637-640). Informan berharap mendapatkan pasangan orang
dari luar Indonesia. Harapan lain informan adalah ada perubahan yang
lebih baik terkait persolan yang dialami oleh lesbian. (S.B.642-646).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
3. Analisis Struktur Narasi
a. Informan A
Deskripsi
diatas
menggambarkan
bagaimana
informan
menghadapi lingkungan dimana dia berinteraksi. Diantaranya adalah
interaksi dengan keluarga, sahabat dan teman-teman serta lingkungan
kerja sebelum dan sesudah coming out mengenai orientasi seksualnya.
Ketika menyadari bahwa dirinya menyukai sesama perempuan, informan
merasa menerima orientasi seksualnya. Dengan penerimaan tersebut
informan mulai memikirkan cara untuk dapat terbuka dengan orangorang dilingkungan sekitarnya. Hingga saat ini informan sudah bisa
terbuka dengan keluarga, sahabat dan teman-temannya serta orang-orang
di lingkungan kerjanya. Hubungan antara informan dengan ketiga
lingkungan tempat berinteraksi tersebut tidak jauh berbeda dimana
sebelum dan sesudah coming out. Informan tetap dapat memiliki
hubungan yang baik dan tidak ada konflik. Informan merasa bahwa
dirinya diterima sebagai seorang lesbian dan merasa harus tetap menjaga
nama baik keluarganya. Dimana keluarganya tetap ada, melindunginya
dan menjaganya meskipun informan memiliki orientasi seksual lesbian.
Penerimaan dari keluarga sahabat serta orang-orang di lingkungan kerja
tersebut membuatnya nyaman dengan lingkungan manapun. Informan
merasa harus berusaha untuk mengubah image lesbian menjadi positif
dengan berbagai prestasi. Sehingga apapun orientasi seksualnya setiap
orang dapat diterima oleh masyarakat dan tidak didiskriminasi. Informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
banyak mempelajari hal-hal baru terkait dengan pengetahuan maupun
keadaan LGBT terutama lesbian. Hal tersebut dilakukannya untuk
membuat diri dan pasangan dipandang sama sebagai manusia seperti
heteroseksual. Dalam menjalani kehidupan sebagai lesbian, informan
memiliki tujuan hidup dan harapan-harapan yang ingin diwujudkan.
Harapan tersebut adalah untuk dirinya sendiri maupun komunitas LGBT.
Berdasarkan deskripsi fenomena kehidupan di atas, informan A
memiliki struktur narasi progresif/optimistik. Nuansa dari narasi
kehidupan informan adalah optimistik. Gambaran diri (image) yang
nampak dalam ceritanya adalah seseorang yang mampu mengatasi situasi
di lingkungannya. Tema dominan yang muncul adalah penguasaan
lingkungan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Mulai merasa tertarik kepada perempuan
Merasa terkurung dalam kotak kaca sehingga dapat melihat banyak hal tapi tidak
bisa keluar dari kota tersebut untuk melakukan sesuatu
Orang tua cukup bijak menanggapi pengakuan orientasi seksual
Mampu bertahan dengan pilihannya sebagai lesbian
Konflik dalam diri terkait dengan pasangan
Mampu menyelesaikan masalah dan memberikan dukungan pasangan
Membangun persepsi positif di lingkungan masyarakat terkait lesbian
Berharap bahwa penilaian hidupnya di masyarakat karena prestasinya, bukan
orientasi seksualnya
Pendampingan oleh psikolog dirasa cukup penting untuk mengurangi pelarian
negatif
Nyaman terhadap diri, dapat menerima dan berdamai dengan diri diri lebih baik,
serta lebih bijak menanggapi reaksi lingkungan
Skema 2 : Proses Physchological well being pada informan A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
b. Informan B
Informan memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan
kedua orang tuanya karena orang tua masih memegang adat Jawa yang
kental. Tuntutan demi tuntutan muncul dan harus dipenuhi oleh
informan. Pemikiran pada umunya adalah bahwa perempuan Jawa yang
juga anak sulung dituntut harus mampu menyelesaikan konflik jika orang
tuanya bertikai. Selain itu juga harus menikah terlebih dahulu
dibandingkan adik-adiknya karena orang tua percaya akan terjadi
musibah jika tidak dilakukan. Hal tersebut menjadi konflik bagi informan
karena informan mulai menyadari bahwa dirinya memiliki orientasi
seksual lesbian.
Pengalaman informan menjalin hubungan dengan lawan jenis
justru ditentang orang tua karena masalah adat. Namun dibalik hal itu,
informan benar-benar menyadari bahwa dirinya tidak merasakan
ketertarikan dengan lawan jenis tapi justru dengan sesama jenis. Pada
awalnya informan hanya mampu terbuka dengan kedua adiknya.
Sementara dengan kedua orang tuanya belum dapat terbuka karena
merasa akan ada konflik besar jika terbuka. Desakan orang tua terhadap
informan untuk menikah semakin membuat informan tidak nyaman.
Karena hal tersebut informan memutuskan untuk pergi dari rumah dan
putus komunikasi dengan kedua orang tuanya. Sementara itu dengan
adik-adiknya, teman-teman dan sahabat serta lingkungan kerjanya,
informan dapat terbuka bahwa dirinya adalah seorang lesbian. Saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
coming out pun tidak ada masalah yang terjadi pada informan. Informan
merasa bahwa dirinya harus bertindak untuk komunitasnya agar tidak
mendapatkan diskriminasi. Informan berupaya untuk LGBT dapat
diterima sebagai bagian dari masyarakat. Diawal informan memiliki
pemahaman bahwa ketika ada yang mentang hal-hal tersebut maka
informan menganggap mereka bukanlah teman melainkan musuh. Dalam
perjuangannya menuntut hak-hak LGBT, informan lebih banyak
menemukan orang-orang yang beradu argumen dan menentangnya. Hal
tersebut memimbulkan konflik, kemarahan dan kekecewaan pada diri
informan. Pada satu titik, kejenuhan mulai dirasakan informan saat
harapan untuk komunitasnya dapat diterima masyarakat masih terlalu
sulit hingga saat ini. Hal tersebut membuat informan merasa down. Ada
hal lain yang membuat informan merasa down yaitu ketika relasi dengan
pasangannya harus berakhir. Kondisi-kondisi tersebut membawa
informan menemukan satu cara untuk mengatasinya yaitu dengan
meditasi. Dalam meditasi tersebut, informan banyak introspeksi dan
belajar dari pengalaman untuk lebih menerima keadaan dan tidak
memaksakan kehendaknya. Informan mengalami perubagan pola pikir,
dari pola pikir yang lama dan negatif menjadi pola pikir positif. Saat
informan mampu merubah pola pikirnya, informan merasa memiliki cara
pandang yang positif. Dan hal tersebut berdampak positif terhadap
hubungannya dengan banyak orang temasuk orang tuanya. Informan
merasa dapat terbuka dengan siapa saja. Jika ada kejadian yang tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
sesuai dengan keinginannya informan mulai menerima hal tersebut dan
tidak menanggapi dengan emosi. Informan belajar tentang banyak hal
sehingga menemukan cara pandang yang positif dan membuatnya dapat
menyelesaikan banyak masalahnya dengan baik. Selain itu, informan
masih merasa mempunyai tujuan dan harapan yang baik untuk diri
maupun komunitasnya.
Berdasarkan deskripsi kehidupan di atas, informan memiliki
struktur narasi progresif/optimistik. Nuansa dari narasi kehidupan
informan pada awalnya penuh konflik dengan orang tuanya dan orangorang yang menentang orientasi sekusl dan komunitasnya. Namun
akhirnya informan dapat menyelesaikan konflik tersebut dengan baik
sehingga narasi kehidupan informan menjadi optimistik. Gambaran diri
(image) yang muncul dalam cerita informan ini adalah seseorang yang
dapat mengendalikan situasi negatif yang dialaminya. Tema dominan
yang muncul adalah perubahan ke arah yang positif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Mulai merasa tertarik kepada perempuan
Melakukan aktivitas fisik laki-laki
Mulai bertanya tentang diri terkait orientasi seksualnya
Berusaha menuruti standard umum yaitu menjalin relasi dengan laki-laki, namun tidak
muncul ketertarikan dan tidak menikmati relasi.
Bekerja di LSM dan berinisiatif ikut kursus gender dan seksualitas sehingga menemukan
jawaban atas pertanyaan
Tekanan dari keluarga (budaya jawa) karena anak sulung
Mendapatkan tekanan untuk menikah
Muncul kemarahan ketika ada orang yang menolak dan menentang lesbian
Melakukan proses meditasi Budhis yang melihat hidup sebagaimana adanya fakta saja,
tidak memaksakan kita harus menerima atau menolak.
Mulai menyadari bahwa setiap orang mempunyai prosesnya sendiri dan menyalahkan itu
tidak membantu
Menerima berbagai kondisi dilingkungan masyarakat termasuk penolakan-penolakan,
membuatnya tetap nyaman terhadap lingkungan dan menjalani kehidupan seperti biasa
Menemukan sikap keras pada pihak-pihak yang tidak mendukung LGBT merupakan bentuk
pelampiasannya sebagai minoritas
Merasa bahwa masalah bukan karena perbedaan orientasi seksual, namun interaksi manusia
seperti menyikapi perbedaan pendapat dan pandangan
Nyaman terhadap diri, dapat menerima dan berdamai dengan diri diri lebih baik, serta lebih
bijak menanggapi reaksi lingkungan
Skema 3 : Proses Physchological well being pada informan B
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Tabel 6
Ringkasan Analisis Struktur Narasi
Informan A
Informan B
Struktur Narasi
Progresif/optimistik
Progresif/optimistik
Nuansa narasi: optimistik
Nuansa narasi: optimistik
Gambaran diri:
Gambaran diri:
seseorang yang mampu menguasai seseorang yang mampu mengatasi
lingkungan
Tema
dominan:
konflik
sehingga
mampu
penguasaan menguasai lingkungan
lingkungan
Tema dominan: perubahan ke arah
yang positif
C. Hasil Analisis Tematik/Interpretasi Psychology Well Being
1. Penerimaan diri
Informan A cenderung mampu menerima dirinya dengan orientassi
seksualnya. Hal tersebut terlihat dari kemampuan untuk coming out kepada
keluarga, teman, dan lingkungan kerja.
Karena mau gimana lagi (hehehehe) karena nggak ada jalan lain gitu
lho, kita mau…. Melawan itu juga nggak bisa gitu lho. Pikiran ku
pada saat itu, ee aku ngak mungkin sama laki-laki juga karena
seperti apa yang ku bilang emang nggak tertarik (S.A.96-99).
Informan A tidak menutup-nutupi bahwa dirinya memiliki orientasi
seksual
lesbian,
menyembunyikannya.
meskipun
pada
awalnya
masih
berusaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Kalau aku suka perempuan temen-temen mungkin udah tau cuma
karena belum ada statement apapun dari aku ya cuma jadi kayak
saling bertanya. Aku sibuk untuk menyembunyikan dan mereka
sibuk untuk bertanya dalam hati, ini disaat temen-temen dan orang
tua belum tau kalau aku lesbian. Kalau pas udah tau sih temen-temen
sejauh ini didepanku baik-baik aja (S.A.120-126).
Informan A dapat menjalani hidupnya dengan orientasi seksualnya.
Selain itu informan A berani untuk mengambil sikap terbuka dengan orang
lain dan tidak menyembunyikan identitasnya.
Ya karena memang kita kan makhluk sosial to? Harus bersosialisasi,
kan? Maksudnya, kalo pun semakin kita terbuka sama masyarakat
sebenarnya orang akan semakin kenal gitu lho. Oh ternyata jadi
lesbian nggak seburuk yang kita bayangin kok (S.A.251-254)
Berbeda dengan informan B yang membutuhkan proses untuk
sampai pada tahap penerimaan diri. Selain itu informan B merasa bahwa
pada dalam prosesnya informan B masih memikirkan bahwa hak LGBT
harus terpenuhi seperti kelompok heteroseksual. Informan B belum bisa
menerima perlakuan orang terhadap LGBT.
Aku merasa bahwa semua orang harus paham ada orang-orang
LGBT, harus menerima, harus diperlakukan dengan baik, dan semua
orang harus menghargai. Harus harus harus ini yang menurutku
bentuk arogansi (S.B.392-395).
Awalnya informan juga merasa bahwa yang tidak menerima lesbian
bukanlah temannya, bahkan memusuhinya (S.B.426-428). Hingga pada
akhirnya informan B berada pada titik dimana kenyataan sangat berbeda
dengan harapan. Harapan bahwa lesbian dapat diterima di masyarakat,
namun hingga saat ini masih jauh dari keinginan. Masyarakat masih banyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
yang menolak dan menentang LGBT. Hal tersebut membuat informan
merasa sangat marah dan akhirnya down. Persoalan relasi yang berakhirpun
juga membuat informan merasa down.
Setelah terhajar banyak persoalan, interaksiku dengan staf di LSM,
interaksiku dengan para board dan anggota misalnya. Kemudian ada
titik di mana aku putus dengan pasanganku yang kupikir kehidupan
kami sangat-sangat perfect, yang kami membangun bisnis bersama,
kami memiliki tanah bersama, kita punya sekian mimpi, sekian hal
yang mau dicapai dan itu selesai. Itu titik aku sangat jatuh secara
psikologis. Kupikir titik terberat selama hidupku, ada sekitar dua
bulan. Yang tadinya kemarahan yang muncul menjadi sangat apatis
dengan banyak hal dan aku tidak mempercayai semua hal (S.B.521530). Akhirnya ketemu dengan satu proses meditasinya Buddhist,
Vipassana, yang melihat hidup sebagaimana adanya faktanya saja.
Melihat fakta sebagaimana adanya fakta, tidak harus memaksakan
kita harus menerima atau tidak menerima, tetapi itulah fakta
(S.B.531-535).
Informan juga mulai menyadari bahwa setiap manusia punya
kelebihan dan kekurangan masing-masing, termasuk dirinya,
Kan semua orang, semua makhluk itu punya keunikan masingmasing, punya proses masing-masing. Menyalahkan itu tidak
membantu menurutku (S.B.591-593).
2. Penguasaan lingkungan
Sebelum terbuka kepada keluarga bahwa dirinya lesbian, informan
tahu bagaimana menempatkan diri sebagai anak sehingga hubungan masih
berjalan dengan nyaman. Informan merasa nyaman terhadap lingkungan dan
menyesuaikan diri tanpa kehilangan nilai dirinya,
Baik-baik aja sih, kalau pas aku dirumah kan nggak membawa
atribut apa-apa, maksudnya aku bukan seorang heteroseksual atau
homoseksual tapi aku seorang anak (S.A.107-109)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Informan A tetap dapat berinteraksi dengan baik dan nyaman dengan
komunitas maupun di luar komunitas meskipun mereka tahu bahwa
informan seorang lesbian. Selain itu informan juga merasa mendapat
dukungan karena beberapa teman dapat menerima dirinya dengan orientasi
seksualnya,
Ya biasa juga, kalau beberapa teman-teman sih udah ada yang tau
ya, cuma kalau temen-temen diluar komunitas itu lebih diem gitu
kalau misal tau, nggak ada yang nanya macem-macem sih enggak,
mungkin cuma dalam hati aja mereka ngrasani. Tapi ya how care
gitu kan (S.A.113-117)
Informan A memiliki hubungan yang baik dengan siapapun sebelum
terbuka dengan orang lain mengenai orientasi seksualnya. Bahkan setelah
informan membuka diri pun informan masih merasa nyaman dengan
lingkungannya,
Nggak ada yang salah aku ngrasa kayak biasa aja itu lho, yang sama
kayak misalnya seseorang perempuan suka sama laki-laki atau lakilaki suka sama perempuan (S.A.146-148)
Berbeda dengan informan B yang awalnya sulit menguasai
lingkungan karena hubungan yang kurang harmonis dengan orang tuanya.
Selain itu kemarahan dalam diri informan diawal muncul pada orang-orang
yang mendiskriminasi LGBT. Hubungan informan B dengan orang tua pada
awalnya tidaklah baik. Pada awalnya, informan merasa tidak nyaman dan
memiliki hubungan yang buruk dengan orang tuanya. Hal tersebut
dikarenakan banyak tuntutan dari orang tua terkait posisinya sebagai
perempuan Jawa dan anak sulung, sementara informan memiliki
ketertarikan dengan sesama perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Satu, tanaman-tanaman nilai di diriku sebagai perempuan, Jawa,
sulung, lesbian. Empat identitas. Paling tidak aku merasa bahwa aku
akan menghindari konflik ketika aku merasa powerku itu cukup
lemah. Aku akan membuat jarak yang aman sehingga aku sendiri
tidak terlukai. Aku tidak peduli orang lain, tapi aku sendiri tidak
terlukai. Yang kedua, aku merasa kayak bentuk perlawanan juga
nggak sih. Tapi pokoknya itu deh, karena aku nggak mau terlalu
berkonflik (S.B.344-351).
Orang tuanya masih menganut budaya Jawa yang sangat kental
seperti akan ada hal buruk jika seorang adik menikah lebih dulu dibanding
kakaknya. Sehingga orang tua berinisiatif menjodohkan, namun ditunda
karena informan tidak merespon karenya rasa ketidaknyamanannya dengan
perjodohan.
Bagi keluarga Jawa itu kan suatu persoalan ya ketika anak sulung itu
perempuan dan adiknya menikah duluan itu akan membawa bad luck
kira-kira. Maka, ada upaya-upaya dari orangtuaku misalnya
menjodohkan dengan anak temennya. Karena aku tidak merespon
dan orangtuaku tidak membuka ruang pembicaraan, maka itu pun
berlalu dan perjodohannya pun ditunda tanpa disepakati. Artinya
karena tidak dibicarakan, ya sudah akhirnya ilang saja (S.B.279-286)
Adanya konflik dengan orang tua membuat informan menjauh
dengan alasan ingin hidup mandiri (S.B.338-340).
Jadi 2009 aku memutuskan keluar dari rumah. Aku bicara sama
mereka bahwa aku pengen menjalani hidup mandiri. Aku pengen
hidup dengan gaji yang kumiliki. Dan mereka tidak ada soal. Tapi
sebenernya itu modus aja karena aku hidup dengan pasanganku.
Membuat jarak aja.
Selain itu, informan B juga merasa bahwa banyak hal termasuk
kemarahan yang dirasakannya adalah karena orang-orang belum bisa
menerima LGBT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Di titik-titik ketika emosiku masih cukup tinggi setelah tau banyak
hal. Aku akan cenderung bersikap memusuhi dalam tanda kutip pada
orang-orang yang tidak sepakat pada isu LGBT. Jadi aku merasa
semacam toa masjid, orang harus denger, orang harus patuh. Kalo
mereka yang tidak oke terhadap isu LGBT, maka aku akan pasang
garis tegas kamu bukan masuk cluster ke temenku (S.B.426-431).
Informan merasa bahwa konflik terbesarnya adalah perasaan
marahnya pada pihak-pihak yang menyatkan bahwa lesbian itu berbeda dan
tidak dapat diterima dimasyarakat,
Saat ini aku bisa mengidentifikasi bahwa mostly, perasaanku adalah
kemarahan yang cukup besar kepada dunia dan seisinya. Marah
karena dibedakan. Artinya, lesbian itu adalah berbeda, lesbian itu
selalu ditolak di manapun (S.B.486-489)
Meskipun sudah menerima identitasnya, informan masih ada
kemarahan ketika banyak pertanyaan yang mengganggunya,
Ada titik ketika aku menjadi cukup marah juga. Tapi maksudnya aku
sampaikan bahwa fase setelah selesai menerima indentitasku,
pertanyaannya berada di hal-hal yang berbeda, yang muncul
kemarahan (S.B.496-499).
Informan B dapat menguasai lingkungan setelah masa down-nya
berakhir. Sampai pada akhirnya informan menemukan cara untuk menjalani
hidup sesuai fakta sehingga dapat berdamai dalam arti yang sesungguhnya
dengan seluruh proses hidupnya.
Jadi kupikir aku lebih bisa legowo melihat banyak hal walaupun
misalnya ada titik waktu ketika aku turun lagi, marah lagi. Ya wajar
dalam konteks kehidupan ya (S.B.585-587).
Selain itu, Informan menyatakan bahwa tidak penting saat ini
pengakuan dari berbagai pihak mengenai orientasi seksualnya. Karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
informan memandang bahwa hidup tidak hanya ego tapi berdamai dan
menerima diri apapun keadaannya,
Tetapi berkenalan dengan cara pandang yang aku dapat di meditasi
buddhist ini banyak membuka ruang berfikirku. Di mana letak ego
kita? Bahwa banyak hal ternyata kita hidup dalam ego, dalam
bayang-bayang ego misalnya. Kemudian berdamai dalam arti yang
sesungguhnya dengan seluruh proses hidup kita (S.B.560-565).
Informan mulai dapat menerima kenyataan meskipun tidak sesuai
dengan harapan tetapi lebih mencoba menerima fakta yang ada,
Jadi kupikir aku lebih bisa legowo melihat banyak hal walaupun
misalnya ada titik waktu ketika aku turun lagi, marah lagi. Ya wajar
dalam konteks kehidupan ya. Aku cukup terganggu dengan pola
pikir banyak pihak yang menurutku kenapa semua orang seneng
memaksakan cara pandangnya (S.B.585-589).
Informan memandang bahwa hidup itu biasa saja. Hidup itu hanya
soal kemauan untuk menjalani sebagaimana adanya fakta (S.B. 633-634).
Penerimaan informan B dengan berbagai kondisi di sekitarnya termasuk
penolakan-penolakan terhadap diri dan komunitasnya membuatnya tetap
nyaman terhadap lingkungan dan dapat menjalani kehidupan manusia
seperti biasa.
3. Otonomi/ Kemandirian
Informan A mampu untuk mengambil keputusan, salah satunya tidak
menjalin relasi (pacaran) dengan laki-laki karena memang tidak ada
ketertarikan. Informan A tidak mau memaksakan diri untuk coba-coba
menjalin relasi dengan laki-laki,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Tapi emang nggak ada aja perasaan kalau orang bilang katanya
“kamu belum nyoba aja” ya ngapain aku nyoba kalau aku nggak
suka (S.A.154-156)
Informan membuka diri mengenai orientasi seksualnya kepada orang
lain bertepatan dengan moment Informan A mengeluarkan buku tentang
lesbian.
Kalau pada saat sama orang lain itu coming out kan sebenarnya
karena moment aku ngeluarin buku, bukunya tentang lesbian
(S.A.194-195).
Informan A juga mampu menyimpulkan bahwa dalam hidupnya
respon keluarga adalah lebih penting,
Aku bisa keluar dari kotak kaca karena apalagi sih yang harus
dikhawatirin selain keluarga. Ketika keluarga nerima, aku udah
nggak peduli sama orang lain (S.A.227-229).
Informan B juga memiliki otonomi yaitu inisiatif. Informan mulai
mencari tahu kenapa dirinya tertarik dengan sesama perempuan dan bisa
dikatakan berbeda dengan perempuan lain yang dapat menjalin hubungan
yang nyaman dengan laki-kali (S.B.89-91). Informan pun mampu memilih
apa yang menurutnya nyaman seperti menolak memakai rok karena
ketidaknyamanannya.
Aku yang menolak pake rok karena memang jenis aktivitasku.
Bapakku kan suka banget mancing, jadi aku sering ikut. Otomatis
aku pasti akan pilih pake celana pendek (S.B.31-33).
Informan merasa bahwa orang tuanya dulu menolak relasinya
dengan pasangan laki-lakinya padahal itu yang orang tuanya harapkan. Dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
hal tersebut akhirnya muncul pemberontakan dari diri informan dan
akhirnya mengikuti keinginan dirinya.
Hubungan dengan pacarnya ditentang orang tua dengan alasan beda
asal, akhirnya justru informan memberontak, bahkan mulai pacaran
dengan perempuan (S.B.111-113)
Informan
pun
memutuskan
untuk
berelasi
dengan
seorang
perempuan sekitar 2005-2006 (S.B.116). Informan B mampu memutuskan
langkah yang harus ditempuh. Hal tersebut terlihat dari langkah yang
ditempuhnya untuk mempelajari tentang orientasi seksualnya sebelum
coming out. Hal tersebut lantaran mengingat pengalaman saudaranya yang
menjadi bahan gunjingan karena tidak memenuhi standar umum (S.B.148151). Informan mulai berinisiatif untuk ikut kursus gender dan seksualitas
pada tahun 2009 di Surabaya (S.B.213-215) untuk mencari tahu berbagai
pertanyaan yang mengganggunya selama ini.
Hubungan informan B dengan orang tua pada awalnya tidaklah baik.
Adanya konflik dengan orang tua membuat informan memutuskan untuk
hidup mandiri mulai tahun 2009 (S.B.338-340).
Informan juga memiliki pandangan-pandangan dan pendapat yang
diyakininya. Informan merasa bahwa seharusnya perbedaan orientsi seksual
antara LGBT dan heteroseksual tidak menimbulkan perbedaan perlakuan
karena semua adalah sama-sama manusia,
Maksudku, pada akhirnya kita itu sama-sama manusia dan tidak ada
sesuatu yang istimewa di antara yang lainnya. Berbeda iya, tetapi
perbedaan ini tidak seharusnya menimbulkan perbedaan perlakuan,
perbedaan sikap juga di dalam hal apapun. Sah juga memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
perbedaan pendapat, perbedaan cara pandang, perbedaan nilai
misalnya (S.B.453-458).
Informan merasa bahwa masalah justru bukan karena perbedaan
orientasi seksualnya, tapi interaksi manusia seperti menyikapi perbedaan
pendapat dan cara pandang (S.B.466-470). Pada akhirnya, informan mampu
menilai bahwa menjadi lesbian maupun heteroseksual itu tidak ada bedanya,
sama-sama sebagai manusia (S.B.509-511) dan menerima bahwa manusia
bisa saja berbeda, dan harusnya banyak belajar dan mencari cara untuk
belajar menerima keadaan di dunia (S.B.513-519).
4. Hubungan Positif dengan Orang lain
Informan A mulai memikirkan dan khawatir ketika keluarganya
mengetahui bahwa dirinya lesbian. Dari hal itu informan merasa bahwa
tetap harus menjaga nama baik keluarga,
Cuma ketika mulai banyak wacana-wacana yang menentang ya
menentang kayak ya udah mulai banyak wacana-wacana kontra,
normal gak normal, sakit gak sakit. Yang pertama kali aku rasain
adalah, “aduh ini gimana kalau keluarga tau” itu pertama pasti.
Karena ketika keluarga tau otomatis kan harus menjaga, apa ya
namanya, ya nama baik lah atau apa lah, kayak gitu (S.A.61-67).
Informan mampu terbuka dan mengakui kepada keluarga bahwa
dirinya mempunyai orientasi seksual lesbian,
Ketika aku ditanya aku jawab iya saat ditanya punya orientasi
seksual yang berbeda ya sejauh ini keluargaku nggak pernah
menentang apapun (S.A.128-130).
Orang tua informan cukup bijaksana menanggapi pengakuan
informan tentang orientasi seksualnya. Sehingga informan tetap memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
hubungan baik dengan keluarganya meskipun sempat bersitegang dengan
kakaknya. Namun akhirnya informan tetap berhubungan baik dengan
keluarganya dan tidak ada konflik yang berarti dan masalah terselesaikan.
Kalau sama orang lain sebenarnya coming out ku ini nggak terlalu
spesial, kalau sama keluarga mereka nggak memberikan respon yang
keras, mungkin mereka agak kaget tapi mereka cukup bijaksana
dengan “ o ya udah lah kalau kamu memang kayak gitu mau gimana
lagi” bukan yang lantas kamu harus menikah atau kamu harus ke
psikolog atau apa itu nggak (S.A.185-190)
Mereka tidak memberikan reaksi keras, pada saat aku jawab “ya aku
lesbian gitu”, mereka gak bereaksi keras. Jadi, hari itu juga clear.
Nggak ada konflik apa-apa. Cuma pada saat mulai sering banyak
orang yang bertanya segala macem mungkin keluarga tuh mikirnya
udah mulai ke yang tetangga yang nanya apa, keluarga besar nanya
apa. Kayak gitu aja sih. Dan itu bisa diselesaikan (S.A.213-218)
Selain dengan keluarga, informan juga mulai terbuka dengan orang
lain meskipun secara tidak langsung.
Pada saat sama orang lain itu coming out kan sebenarnya karena
moment aku ngeluarin buku, bukunya tentang lesbian. Disitu kayak
orang berbondong-bondong untuk mau tau kehidupan lesbian kayak
apa. Akhirnya jadi yang wawancara sana-sini. Mereka ngak mau tau
aku seperti apa tapi mau tau seperti apa lesbian itu (S.A.194-198).
Dengan
keterbukaan
dengan
keluarga,
informan
merasa
mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari keluarga, sehingga informan
A diharapkan dapat menjaga diri dan nama baik diri dan keluarganya,
Kalau sama keluarga jelas selesai ya clear, yang aku jaga ketika
mereka sudah mau menerima aku, aku ngak boleh sembaranganlah
ibaratnya aku jangan jadi orang yang bajingan. Tapi kalau sama
orang luar aku lebih nggak peduli karena nggak papa (S.A.204-207)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Selain dengan keluarga, informan A mempertimbangkan untuk
terbuka di tempat kerja tentang orientasi seksualnya. Informan tidak
menutupi tentang dirinya, namun tetap berusaha menyesuaikan dengan
lingkungan tempatnya bekerja. Informan mulai terbuka dengan pertanyaan
teman kerjanya terkait\ orientasi seksualnya. (S.A.263-273)
Selain itu, informan A juga terbuka dengan memberikan wacana
tentang lesbian kepada masyarakat melalui wawancara dengannya
Mereka memanfaatkan ku dengan wawancara atau apapun, tapi itu
malah bagus karena aku dapat memberikan wacana kemasyarakat
luas dan biarkan mereka berfikir sendiri, lebih kesitu sih (S.A.208210).
Bahkan hubungan informan A dengan pasangannya tetap diterima
oleh keluarga,
Maksudnya, kalo menurutku jauh lebih santai gitu lho, karena udah
nggak ada lagi yang ditutup-tutupi kan. Kayak tadi aku bilang aku
bisa bawa pasanganku pulang ke rumah, pasanganku bisa deket sama
orangtuaku, orangtuaku juga jadi lebih tenang mungkin karena aku
punya pasangan yang bakal jagain aku juga (S.A.280-285)
Berbeda dengan informan A, informan B awalnya memiliki
hubungan yang buruk dengan orang tuanya. Informan merasa terkekang
karena banyak doktrin dari orang tuanya yang membuat informan
memberontak. Selain doktrin, informan merasa marah dengan orang tuanya
karena ada banyak hal-hal yang menjadi tanggung jawab anak sulung yang
menurut informan tidak pada tempatnya,
Kalo dulu, sempat aku melewati fase memberontak saat remaja.
Bapak-ibukku tuh keras, tapi bukan keras main fisik, tapi main
doktrin. Kan sama aja njebol itu luar biasa. Yang kulakukan adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
aku memberontak terhadap seluruh larangan. Nah, fase kedua adalah
kemarahanku bukan lagi hanya soal orientasi seksual. Bagiku waktu
itu aku merasa harus ada titik ketika mereka harus menerimaku apa
adanya. Tetapi justru kemarahanku adalah aku merasa dibedakan
karena aku sulung. Ada hal-hal yang harus menjadi tanggung
jawabku sebagai sulung. Misalnya, ketika orangtuaku ribut, itu
tanggung jawab sulung untuk menyelesaikan. Bagiku itu tidak oke
(S.B.317-327).
Informan belum dapat terbuka dengan orang tuanya dan karena
merasa terus didesak untuk menikah. Informan merasa tidak nyaman dan
akhirnya tidak pernah berkomunikasi lagi dalam waktu yang sangat lama,
Sampe titik terakhir, beberapa tahun lalu, aku merasa terjebak karena
aku hidup dengan pasanganku yang kedua, perempuan. Dia pergi,
yang di rumah cuma aku. Adekku pergi karena kami sewa rumah
bareng. Dan bapak-ibukku datang dan terbukalah diskusi itu. Aku
tidak banyak menjawab. Aku hanya bilang nggak, nggak, nggak.
Setelah itu aku cukup marah sama orangtuaku. Aku tidak
berkomunikasi sama mereka. Aku tidak pulang juga ke kampung
halaman yang tidak begitu jauh itu. Itu adalah terakhir kali mereka
mendesakku. Sampe sekarang belum pernah ada obrolan lagi
(S.B.291-300).
Informan B hanya dapat terbuka dengan adik laki-lakinya mengenai
orientasi seksualnya dan tidak ada konflik dari keterbukannya tersebut
(S.B.252-256).
Dengan kedua adekku baik-baik saja. Mereka jenis yang cukup
mensupportku di banyak hal pun kalo ada konflik bukan soal
orientasi seksual (S.B.398-400).
Di lingkungan kerja, informan B memiliki relasi yang baik dengan
rekan kerja. Berbeda hubungan antara informan B dengan orang tuanya,
informan merasa terkekang karena banyak doktrin dari orang tuanya yang
membuat informan memberontak. Selain doktrin, informan merasa marah
dengan orang tuanya karena ada banyak hal-hal yang menjadi tanggung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
jawab anak sulung yang menurut informan tidak pada tempatnya (S.B.317321, 323-327).
Selama berproses, informan menemukan bahwa saat dirinya
memiliki kesempatan menyuarakan aspirasi sebagai lesbian, tetapi
informan berpikir akan menyakiti banyak pihak ketika aspirasi tersebut
disandingkan dengan agama. (S.B.360-370).
Pada akhirnya, informan mulai terbuka dengan keluarganya dan
mulai menyadari bahwa adik-adiknya cukup suportif, dan orang tua yang
membutuhkannya karena kesepian (S.605-610).
5. Perkembangan Diri
Dalam aspek perkembangan diri, informan A mampu menyelesaikan
masalah dengan keluarganya. Informan A mampu mengatasi konflik dalam
proses coming out kepada keluarganya,
Mereka tidak memberikan reaksi keras, pada saat aku jawab “ya aku
lesbian gitu”, mereka gak bereaksi keras. Jadi, hari itu juga clear.
Nggak ada konflik apa-apa (S.A.213-215).
Informan tidak merasakan perbedaan dalam menjalani hidup baik
sebelum maupun setelah coming out serta mampu menjalani aktifitas seperti
biasa,
Aku menjalani hidup ya kayak manusia aja gitu. Ya bangun tidur, ya
kerja, ya beraktivitas seperti biasa gitu, bersosialisasi (S.A.246-247).
Informan B juga mengalami pertumbuhan diri yaitu mau belajar halhal baru. Adanya perasaan berbeda membuat informan mencoba
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
mempelajari hal-hal baru yang berkaitan dengan lesbian ataupun LGBT.
Meskipun informan mengalami kesulitan untuk mencari informasi tentang
LGBT, informan tetap mencoba mencarinya (S.B.89-97).
Informan B mampu menemukan hal-hal baru yang membuatnya
semakin tahu mengenai hal yang selama ini menjadi pertanyaannya.
Bertemu dengan komunitas adalah salah satu cara mengetahui informasi
menegenai lesbian.
Cuma memang beruntung aku ketemu dengan komunitas gay dan
komunitas waria. Aku melihat fakta di situ. Perasaan bersalahku
menjadi terjawab sedikit demi sedikit (S.B.134-137).
Informan B belajar dari pengalaman sepupunya bahwa sebelum
membuka diri kepada orang lain mengenai orientasi seksualnya, perlu
memahami seperti apa kondisinya (S.B.151-156). Kursus gender dan
seksualitas yang diikuti informan B mampu membuatnya menemukan
banyak jawaban atas pertanyaannya mengenai lesbian dan LGBT. Dari hal
tersebut informan dapat menemukan banyak hal baru tentang komunitas
(S.B.213-216). Pada akhirnya informan B menemukan konsep kehidupan
normal sesungguhnya. Menemukan jawaban tentang seksualitas yang
dikaitkan dengan banyak aspek kehidupan seperti agama dan budaya
(S.B.219-225).
Informan menemukan bahwa kontrol agama sangat ketat yang
membentuk pola pikir. Hal inilah yang semakin membuat informan mencari
lebih banyak informasi sehingga berbagai pertanyaannya terjawab (S.B.242248). Informan merasa bahwa pembenaran yang selama ini menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
prinsipnya masih ada yang salah karena informan menyadari bahwa dirinya
belum selesai berproses. Hal tersebut membuat informan lebih berhati-hati
(S.B.373-384).
Informan menemukan bahwa sikap kerasnya pada pihak-pihak yang
tidak mendukung LGBT merupakan bentuk pelampiasannya sebagai
minoritas.
Keluar dari sikap mental minoritas itu menurutku satu persoalan.
Karena ketika kita biasa menjadi korban kekerasan, ada titik di mana
kita berpotensi sangat besar menjadi pelaku kekerasan (S.B.439441).
Bagi informan B, menjadi lesbian tidak cukup sebatas mengakui
orientasi seksualnya, justru setelah itu kehidupan seorang lesbian baru
dimulai,
Tadinya kupikir ‘selesai’ itu adalah selesai menyadari fakta bahwa
aku berbeda. Kemudian itu namanya adalah lesbian. Kemudian
menjadi seorang lesbian itu sah dan halal misalnya. Bagiku kupikir
itu selesai. Ternyata belakangan bukan itu (S.448-451).
Informan B merasa bahwa masalah justru bukan karena perbedaan
orientasi seksualnya, tapi interaksi manusia seperti menyikapi perbedaan
pendapat dan cara pandang. Informan B menyadari dan menemukan bahwa
membuka diri terkait orientasi seksual bukanlah finishnya.
Jadi tahapannya dari minoritas, selalu menjadi korban, kemudian
pada titik kita didengarkan oleh mayoritas, kita diistimewakan oleh
mayoritas, dan kemudian aku memimpin suatu organisasi. Kebayang
nggak sih, secara psikologis aku selalu menginginkan didengarkan,
aku selalu menginginkan dipatuhi, aku selalu menginginkan apa
yang kurencanakan dijalankan dengan baik oleh seluruh stafku. Dan
ternyata faktanya tidak se-oke itu. Maka konflik yang muncul
menjadi konflik-konflik personal, kemarahan-kemarahan personal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Jadi kayak kita udah naik, terus jatuh lagi. “Oh ternyata aku nggak
mampu. Oh ternyata sebatas ini.” Di fase-fase itu sih (S.B. 472-482).
Informan juga merasa bahwa pembenaran yang selama ini menjadi
prinsipnya masih ada yang salah karena informan menyadari bahwa dirinya
belum selesai berproses. Hal tersebut membuat informan lebih berhati-hati
(S.B.373-384). Informan B banyak menemukan hal-hal baru dari
pengalaman dan kemauannya untuk membaca dan belajar,
Kupikir justru di situlah ke-Mahakuasa-an Tuhan dengan cinta
kasihnya. Mencipta berbagai ragam identitas. Hanya memang
persoalannya adalah mau nggak kita membaca. Di Islam ada
statement pertama Iqro, bacalah. Kemudian kita mencari. Menurut
persoalan saat ini adalah ketika ada seseorang yang kemudian
merasa ada yang salah dengan dunia ini, kupikir orang itu harus
meluangkan waktu untuk mencari (S.B.513-519).
Informan telah banyak belajar hal dan akhirnya menemukan cara
pandang yang positif yang membuatnya dapat menyelesaikan banyak
masalahnya dengan baik (S.B.619-622), termasuk hubungannya dengan
orang tuanya.
6. Tujuan dalam Hidup
Informan mampu menyelesaikan masalah terkait hubungan dengan
keluarga dan orang lain.
Konflik yang masih ada dalam diri adalah
berkaitan dengan pasangan karena informan merasa apapun yang berkaitan
dengan pasangan akan berkaitan dengan informan juga. Konflik tersebut
misalnya jika coming out tidak diterima keluarga dan lingkungannya
sehingga dapat memutus hubungan dengan informan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Usiaku 32 dan aku selesai dengan itu. Yang nggak selesai
sebenernya adalah konflik dengan diri sendiri malahan. Maksudnya
menjalani kehidupan sebagai lesbian ini kan nggak cuma selesai
ketika kita terima diri kita berbeda, nggak selesai juga ketika kita
diterima di masyarakat atau di keluarga. Nggak selesai di situ, tapi
proses-proses yang berhubungan dengan pasangan (S.A.332-337)
Informan mampu memiliki harapan, bukan hanya untuk dirinya
namun lebih luas yaitu untuk komunitasnya (S.A.498-501). Informan juga
berharap supaya ada pendampingan terhadap teman-teman LGBT saat
coming out supaya tidak frustasi (S.A.604-606). Terutama bagi psikolog
untuk tidak mengutamakan hasil akhir namun proses yang dialami, misalnya
proses coming out yang tetap membutuhkan teman curhat (S.A.608-609).
Hal tersebut penting karena tanpa pendampingan dan tempat cerita lesbian
bisa saja mencari pelarian negatif bahkan bunuh diri (S.A.617-618).
Harapan juga ditujukan kepada keluarga yang memiliki anggota keluarga
dengan orientasi seksual lesbian atau LGBT untuk lebih terbuka. Sehingga
tidak memaksakan suatu kehendak yang membuat seseorang merasa
tertekan dan putus asa (S.A.623-627).
Informan B juga mempunyai harapan-harapan untuk dirinya sendiri,
informan berharap tidak banyak menyusahkan orang lain, atau merepotkan
banyak pihak (S.B.637-640).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Tabel 7
Rangkuman Tema Hasil Analisis Tematik
Informan A
Informan B
Penerimaan Diri
Informan A memiliki penerimaan diri
Informan B memiliki penerimaan diri
1. Menerima
kelebihan
dan 1. Menerima
kelebihan
dan
kelemahan diri (S.A.313)
kelemahan diri (S.B. 392-395;
2. Menerima orientasi seksualnya
439-441; 531-535; 591-593)
(S.A.96-99; 172-175)
2. Menerima orientasi seksualnya
3. Tidak mengubah atau bersembunyi
(S.B. 406-411)
karena
menyesuaikan
dengan 3. Menyembunyikan
identitasnya
peranan sosial (S.A. 125-126; 128untuk
menyesuaikan
dengan
130; 251-254; 267-271; 317-319;
peranan sosial (S.B.71-73; 111454-458)
113; 116; )
4. Menyembunyikan
identitasnya
untuk
menyesuaikan
dengan
peranan sosial (S.A.72-75; 89-90;
136-137)
Penguasaan Lingkungan
1. Nyaman
terhadap
lingkungan 1. Nyaman
(S.A.107-109; 113-117; 146-148;
280-285)
terhadap
lingkungan
(S.B.633-634)
2. Dapat menyesuaikan diri tanpa
2. Dapat menyesuaikan diri tanpa
kehilangan nilai diri (S.B. 170-
kehilangan nilai diri (S.A.107-109;
172; 182-184; 259-263; 560-565;
267-269)
585-587; 633-634)
3. Sulit
merasakan
kenyamanan
terhadap lingkungan (S.B. 95-99;
264-267; 279-286; 334-351; 486489;496-499)
4. Sulit menyesuaikan diri dengan
lingkungan (S.B.76-80; 426-428)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Otonomi
1. Mampu
mengambil
keputusan 1. Mampu
sendiri (S.A.46-47; 154-156; 263267; 421-424; 427-432)
2. Inisiatif
mengambil
keputusan
sendiri (S.B.55-58; 148-151)
2. Inisiatif (S.B.89-91; 213-216)
(S.A.194-195;227-229; 3. Mandiri (S.B. 338-340; )
381-384; 520-525)
3. Memiliki pandangan dan pendapat
sendiri (S.A.27-31; 36-37; 50-54)
4. Memiliki pandangan dan pendapat
sendiri (S.B. 453-458; 466-470;
509-511; 513-519)
4. Sulit mengambil keputusan sendiri
(S.A. 166-167; )
Hubungan Positif dengan Orang Lain
1.
2.
Interaksi yang positif dengan 1. Interaksi yang positif dengan orang
orang lain (S.A.185-190; 280-
lain (S.B. 252-256;315-317; 398-
285; 300-306; 414-416; 440-443)
400; 605-610)
Mampu percaya dengan orang 2. Mampu berempati (S.B. 360-370;
lain (S.A.204-206; 280-285; 440443; 454-458)
3.
Mampu berempati (S.A.61-67;
454-458; 520-525)
4.
3. Mampu
memberikan
dukungan
satu sama lain (S.B. 398-400)
4. Mampu terbuka/berbagi dengan
Mampu memberikan dukungan
orang lain (S.B. 252-256; 398-400;
satu sama lain (S.A.213-218; 300-
502-504)
306; 332-337; 344-349)
5.
642-646)
5. Interaksi
yang
negatif
dengan
Mampu terbuka/berbagi dengan
orang lain (S.B. 291-300; 317-321;
orang lain (S.A. 125-126; 128-
323-327; 330-337; 486-489)
130; 194-195; 207-210; 251-254; 6. Sulit terbuka/berbagi dengan orang
269-271; 280-285; 414-416; 440443)
lain (S.B.413-418)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Pengembangan Diri
1. Terbuka
terhadap
pengalaman
1. Terbuka
terhadap
pengalaman
(S.A.373-377; 397-402; 405-410;
(S.B. 152-156; 373-384; 439-441;
461-468; 505-510; 511-517; 542-
521-530; 596-603)
552; 559-570)
2. Mau belajar hal-hal yang baru
2. Mau belajar hal-hal yang baru
(S.B. 158-160; 213-216; 242-247;
(S.A.484-486; 488-493; 505-510;
542-552; 559-570)
544-554)
3. Mampu menemukan hal-hal baru
3. Mampu menemukan hal-hal baru
(S.B.130-132; 133-137; 213-216;
(S.A. 405-410; 542-552; 559-570)
219-225; 228-233; 242-247; 360-
4. Mampu menyelesaikan masalah
370; 435-437; 448-451; 472-480;
dengan baik (S.A.213-218; 246-
513-519; 531-535; 560-565; 575-
247; 344-349; 447-449; 542-552)
577; 580-582; 614-616; 619-622;
5. Belum mampu menemukan hal-hal
baru (S.A.6-7; 12-14; )
626-629)
4. Belum mampu menemukan hal-hal
baru (S.B.11-13; 16-17)
Tujuan
1. Memiliki tujuan yang ingin dicapai
(S.A. 332-337; 363-367; 476-478;
511-517)
2. Tujuan
1. Memiliki harapan (S.B. 637; 638640; 642-646)
2. Belum memiliki tujuan yang ingin
mengarah
kepada
kebahagiaan (S.A. 332-337)
3. Tujuan hidup berakar dari nilai diri
4. Memiliki harapan (S.A. 373-377;
495-505; 511-517; 529-535; 604606; 608-609; 617-618; 623-627)
dicapai (S.B.200-202)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
D. Ringkasan dan Integrasi hasil
Berdasarkan kesimpulan yang peneliti buat mengenai definisi
psychological well-being dalam tinjauan teori, psychological wellbeing
merupakan pemenuhan dan perwujudan diri seseorang yang menjadi
sumber resiliensi/ketahanan diri dalam menghadapi kesulitan. Selain itu
psychological wellbeing mencerminkan fungsi positif, kekuatan personal
dan kesehatan mental. Maka tidak heran jika narasi informan A dan B
bernuansa progresif/optimistik. Informan A ketika mulai merasa tertarik
dengan perempuan, maka informan mulai menyadari bahwa dirinya
memiliki orientasi seksual lesbian, dengan adanya penerimaan dari
keluarga, maka informan A dapat menikmati proses hidup dan nyaman
dengan dirinya. Sedikit berbeda dengan informan B yang mengalami
tekanan dan memiliki konflik dengan keluarga sehingga informan B
sempat mencoba mengikuti pandangan umum untuk memiliki relasi
dengan laki-laki seperti pada umumnya. Informan B banyak belajar
memaknai kehidupan sehingga dapat menikmati proses hidup dan nyaman
dengan dirinya sendiri. Meskipun melalui proses kehidupan yang berbeda,
Informan A dan B memiliki 6 dimensi pembentuk PWB, yakni
penerimaan diri, penguasaan lingkungan, kemandirian, perkembangan diri,
relasi positif dengan orang lain dan tujuan hidup. Hal tersebut sekaligus
membuktikan bahwa dimensi PWB membantu orang yang memiliki
orientasi seksual lesbian untuk bertahan menghadapi kesulitan yang
mereka hadapi dalam hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Berdasarkan pemaparan analisis tematik PWB pada bagian
sebelumnya, peneliti dapat menemukan beberapa faktor penting yang
mempengaruhi perkembangan dimensi PWB pada informan. Faktor yang
mempengaruhi
perkembangan
penerimaan
diri
informan
adalah
pemahaman tentang diri dan dukungan sosial. Pemahaman tentang diri
seperti informan A dan B yang dapat menerima diri, mempertahankan
orientasi seksual lesbian dan tidak menutup-nutupi orientasi seksualnya.
Meskipun mendapatkan perlakuan maupun pandangan negatif dari
lingkungan dan masyarakat terkait lesbian, informan A dan B mampu
menghadapi masalah dengan pikiran positif dan tenang. Hal tersebut
diperoleh dari hasil belajar pengalaman kegagalan atau kesuksesan dimasa
lalu, self-efficacy (termasuk didalamnya self-esteem), dukungan dari
keluarga dan teman juga mempengaruhi perkembangan dari penguasaan
lingkungan dan kemandirian. Informan A dan B juga melakukan aktifitas
yang dapat menambah wawasan masyarakat terkait lesbian, dengan
harapan dapat berkurangnya pandangan negatif terhadap lesbian dan
mendapatkan penerimaan lebih baik dari lingkungan sosial.
Perasaan diterima, penilaian terhadap seseorang atau sesuatu yang
melekat pada seseorang, harapan pada orang lain, dan perasaan kecewa
karena harapan tidak terpenuhi mempengaruhi relasi positif informan
dengan orang lain. Perkembangan diri informan dipengaruhi oleh
penilaian terhadap situasi yang dihadapi dan keterbukaan terhadap
pengalaman baru. Rasa tanggung jawab terhadap diri, keluarga, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
kepuasan ketika dapat berguna bagi orang lain, serta keyakinan (belief)
pada sesuatu membuat informan memiliki tujuan hidup. Dapat
disimpulkan bahwa ketika dimensi PWB, faktor penerimaan diri dan
dukungan sosial dapat dicapai informan, maka informan akan dapat
menerima, berdamai dengan diri, lebih nyaman terhadap diri, siap terhadap
pandangan dan penilaian lingkungan, memiliki hubungan positif dengan
orang lain, serta memiliki perkembangan diri yang baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Mulai merasakan ketertarikan
dengan perempuan
Menyadari memiliki orientasi
seksual lesbian
Menyadari memiliki orientasi
seksual lesbian
Penerimaan Keluarga
Tekanan dan konflik keluarga
Mengikuti pandangan umum
untuk berelasi dengan laki-laki
Belajar banyak hal untuk
memaknai hidup
Menikmati proses hidup dan nyaman dengan diri
Menerima diri sebagai lesbian, mempertahankan orientasi seksual lesbian
dan tidak berusaha menutupi-nutupi hal terkait orientasi seksualnya.
Mendapatkan perlakuan maupun pandangan negatif dari lingkungan dan
masyarakat umum sebagai lesbian
Mampu menghadapi masalah dengan pikiran positif dan tenang. Melakukan
aktifitas yang dapat menambah wawasan masyarakat terkait lesbian
Berkurangnya pandangan negatif terhadap lesbian.Memperoleh penerimaan
lebih baik dari lingkungan sosial.





Menerima dan berdamai dengan diri
Nyaman terhadap diri
Siap terhadap pandangan dan penilaian lingkungan
Memiliki hubungan positif terhadap orang lain
Perkembangan diri yang baik

Skema 4 : Dinamika Proses Physchological well being pada informan A dan B
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
E. Pembahasan
1. Keterkaitan antara faktor PWB dengan dimensi PWB
Dari hasil yang diperoleh dari informan, peneliti telah menemukan
faktor penting yang mempengaruhi perkembangan dimensi PWB pada diri
informan. Penelitian ini menemukan bahwa pemahaman diri merupakan
faktor penting pembentuk penerimaan diri. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Hurlock dalam Satyaningtyas dan Abdullah (2012).
Para informan telah menyadari memiliki orientasi seksual lesbian
sudah dari kecil sehingga meskipun mendapat tekanan lingkungan sosial
informan tetap menjadi dirinya sendiri. Hal ini berkaitan dengan
pemahaman diri yang merupakan pandangan representasi kognitif diri,
bahan dari isi konsep diri pada anak yang didasarkan pada peran dan
kategori yang mendefinisikan siapa anak itu dan salah satu hal yang
memberi dasar mengenai identitas pribadi. Setelah memahami dan
menyadari diri dengan identitas gender tertentu, anak cenderung
mempertahankan konsistensi identitas gender tersebut melalui kategori dan
perilaku (Santrock, 2002).
Pada saat awal menyadari bahwa dirinya adalah seorang lesbian, ada
dua pandangan yang berbeda yaitu, rasa untuk menolak dan rasa nyaman
untuk menjalaninya. Reaksi ini juga berkaitan dengan diri sebenarnya dan
diri ideal yang diyakini oleh para informan. Adanya inkongruensi antara diri
sebenarnya dan diri ideal cenderung memunculkan kecemasan perasaan
tertekan maupun ketidakbahagiaan (Feist & Feist, 2010 dalam Maria, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Informan memiliki kondisi fisik perempuan namun memiliki identitas
gender maskulin sehingga cenderung menampilkan diri sebagai laki-laki.
Individu yang memiliki konflik dengan realita akan memunculkan
kecemasan dalam dirinya. Hal ini terutama tampak pada informan B yang
cenderung menolak keadaan dirinya di awal. Berbeda dengan informan A
yang dapat menerima dirinya di awal proses, sehingga membantunya lebih
cepat dalam proses well-being karena adanya kongruensi dalam dirinya.
Psychological well-being lesbian dapat dilihat dari 6 aspek yaitu
penerimaan diri, penguasaan lingkungan, otonomi, hubungan positif dengan
orang lain, pertumbuhan diri dan memiliki tujuan. Setelah melewati fase
coming out (membuka diri) tentu ada sebagian masyarakat yang
menganggap bahwa lesbian berbeda sehingga mendapat perlakuan yang
berbeda pula. Hal ini dapat mengganggu psikologis seorang lesbian bahkan
jika sangat frustasi dapat mencari pelarian negatif seperti NAPZA dan
bunuh diri.
Berdasarkan wawancara dengan informan, bagi mereka yang
memiliki oreintasi seksual lesbian dari sejak kecil akhirnya mampu
memutuskan dan memilih mana yang ingin dijalani dalam hidupnya.
Berkaitan dengan Psychological well-being, kedua informan memiliki
Psychological well-being yang baik dengan melihat aspek penerimaan diri,
penguasaan lingkungan, otonomi, hubungan positif dengan orang lain,
perkembangan diri dan tujuan hidup. Dari hasil penelitian yang di dapat,
kedua informan memenuhi 6 aspek dimensi psychology well being tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Penerimaan diri informan ini berkaitan dengan pandangan positif
terhadap diri sendiri dan menerima diri apa adanya, meskipun masih
memperoleh pandangan dan perlakuan yang tidak menyenangkan dari
lingkungan sosial. Dengan sikap ini, individu cenderung tidak mengubah,
memalsukan atau bersembunyi untuk sesuai dengan peranan sosial
(Baumgardner & Crothers, 2009). Hal tersebut yang membuat informan
tidak menutup-nutupi orientasi seksualnya meskipun dengan resiko akan
memperoleh pandangan dan perlakuan negatif dari lingkungan.
Informan A menerima bahwa dirinya merupakan seorang lesbian.
Informan A mampu membuka diri terutama kepada keluarga bahwa dirinya
adalah seorang lesbian. Orang tua tidak mempermasalahkan bahwa
informan A adalah seorang lesbian. Adanya pengertian dari orang tua
membuat hubungan antara informan dengan orang tua tetap terjalin baik,
begitu juga dengan teman-teman informan. Informan A tetap dapat menjalin
hubungan baik dan saling mendukung dengan teman-temannya yang
mayoritas heteroseksual. Dalam berproses informan mampu menyelesaikan
masalah-masalah yang berkaitan dengan orientasi seksualnya, namun masih
memikirkan tentang pasangannya yang belum coming out. Informan A
banyak berharap lebih kepada komunitasnya disbanding dengan dirinya
sendiri. Harapan tersebut adalah bahwa suatu saat nanti komunitasnya dapat
diterima oleh masyarakat sebagai manusia yang tidak berbeda dengan
heteroseksual.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Sedikit berbeda dengan informan B. Informan B mengalami proses
yang sangat panjang untuk menerima orientasi seksualnya. Masyarakat
dianggap masih mendiskriminasi lesbian dan komunitasnya. Terjadi banyak
konflik dalam dirinya ketika berproses dengan lingkungan yang tidak bisa
menerima lesbian. Selain itu ditambah hubungannya dengan orang tua
kurang harmonis karena informan B merasa banyak tuntutan dari kedua
orang tuanya. Dalam perjalanan kehidupannya, akhirnya informan berada
pada titik dimana harapannya mengangkat komunitas LGBT belum bisa
terpenuhi. Prosesnya juga dilalui dengan jatuh bangunnya membangun
relasi dengan perempuan. Berbagai kondisi tersebut membuat informan B
merasa down, namun pada akhirnya menemukan titik balik untuk merubah
pola pikir yang akhirnya menyadarkannya tentang hidup. Informan B mulai
menerima keadaan seperti apa adanya dan mulai dapat membangun
hubungan yang positif terutama dengan orang tuanya. Informan B juga
mampu memiliki harapan baik untuk dirinya maupun komunitasnya.
Dapat dilihat bahwa faktor dukungan sosial memiliki peran yang
sangat penting dalam dimensi PWB bagi kedua informan. Adanya dukungan
sosial membuat informan percaya bahwa dirinya diterima oleh lingkungan
sekitanya. Informan A mendapatkan dukungan sosial dari keluarga, teman
dan rekan kerjanya. Informan A mendapatkan dukungan sosial berupa
dukungan emosional seperti rasa empati, peduli dan perhatian dari keluarga
serta sahabatnya. Terlihat bahwa meskipun informan A memiliki orientasi
seksual lesbian namun keluarganya tetap mendukung saat informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
memiliki pasangan. Begitu juga dengan teman/sahabatnya yang selalu
memberi
empati
dan
perlindungan
di
saat
orang-orang
mulai
mempertanyakan orientasi seksualnya. Dukungan sosial lain juga berupa
dukungan penghargaan yang diterima dari lingkungan kerjanya. Informan A
yang berusaha keras untuk bekerja secara profesional telah membuktikan
bahwa seorang lesbian mampu berprestasi. Dengan prestasinya tersebut
dirinya
dihargai
dan
diterima
di
lingkungan
kerjanya,
bukan
mengucilkannya seperti yang terjadi pada lesbian pada umumnya.
Berbeda dengan informan B yang hanya menerima dukungan sosial
dari teman/sahabat dan lingkungan kerja. Konflik yang informan B alami
dengan orang tua/keluarga membuat informan tidak nyaman sehingga
belum mampu menerima keadaan dirinya. Informan B lebih nyaman dengan
lingkungan kerja karena justru di tempat kerja informan B merasa lebih
dihargai dan diterima. Konflik dan tidak adanya dukungan dari orang tuanya
membuat informan tidak nyaman sehingga akhirnya memilih untuk lari dari
rumah. Selain itu pemahaman terhadap orientasinya yang belum selesai dan
belum diterimanaya lesbian dimasyarakat membentuk pikiran negatif. Hal
tersebut terlihat ketika informan B membatasi dan menentang siapa saja
yang tidak dapat menerima lesbian. Konflik yang terjadi tersebut membuat
informan hanya merasakan kemarahan dan kekecewaan yang menyebabkan
dirinya tidak nyaman dengan lingkungan luar selain tempat kerja dan
lingkungan sosial teman-temannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Penelitian ini menemukan bahwa ketika seseorang diterima oleh
orang lain itu akan membuat seseorang memiliki relasi positif dengan orang
lain.
Penerimaan
menumbuhkan
kepercayaan
pada
diri
seseorang
(Hendriani, Handariyati dan Sakti, 2006). Penilaian negatif mengenai
seseorang ataupun sesuatu yang melekat pada seseorang, serta perasaan
kecewa karena harapan kepada orang lain tidak terpenuhi membuat
seseorang tidak memiliki relasi postif dengan orang lain. Hal ini sesuai
dengan pendapat Lazarus & Smith (2008) bahwa proses kognitif, yakni
pengetahuan dan penilaian mempengaruhi emosi. Penilaian negatif akan
menimbulkan emosi negatif sehingga orang tersebut tidak memiliki relasi
positif dengan orang lain yang menjadi objek penilaian. Horowit, Rosenberg
dan Bartholomwe (1993) juga mengemukakan bahwa harapan pada orang
lain dan perasaan kecewa karena harapan tersebut tidak terpenuhi dapat
menurunkan relasi positif. Individu akan berusaha melindungi diri dari
kekecewaan yang diperkirakan dengan menghindari relasi akrab dengan
orang lain, seperti yang dialami informan B.
2. Keterkaitan antara faktor PWB dengan narasi informan
Pada bagian sebelumnya, peneliti telah menjelaskan faktor-faktor
PWB dan kaitannya dengan dimensi PWB maupun PWB itu sendiri. Pada
bagian ini, peneliti menjelaskan dinamika antara faktor-faktor PWB dan
bagaimana faktor tersebut mempengaruhi narasi informan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Seperti diketahui bahwa ada berbagai faktor yang menyebabkan
seseorang memiliki PWB yang positif antara lain faktor sosial ekonomi,
usia, jenis kelamin, budaya, dukungan sosial dan kepribadian (Ryff, 1995).
Seseorang yang memiliki dukungan sosial dari sekelilingnya mampu
membangun kepercayaan diri bahwa keberadaan dirinya mendapat
dukungan dan kepercayaan dari lingkungan antara lain lingkungan keluarga,
lingkungan kerja dan lingkungan sosial misalnya teman dan pasangan.
Informan A memahami bahwa keluarga adalah pihak yang paling
berarti untuknya. Informan A berusaha membangun hubungan yang positif
dengan keluarganya seperti tetap menjaga nama baik keluarganya dengan
melihat statusnya sebagai lesbian. Meskipun informan A memiliki orientasi
seksual yang dimata masyarakat sudah negatif, bukan berarti dirinya selalu
menilai bahwa dirinya negatif. Sebaliknya, informan A berusaha
membuktikan pada orang lain bahwa meskipun ia seorang lesbian, prestasi
yang dimilikinya cukup membanggakan. Dengan hal tersebut informan A
berharap seorang lesbian tidak dinilai dari siapa dirinya, tapi bagaimana
prestasinya. Sama halnya dengan informan B saat mendapatkan dukungan
dari lingkungan kerja dimana informan B merasa bebas dan percaya diri
mengungkapkan segala keinginan dan harapan mengenai dirinya dan
komunitasnya.
Informan A dan informan B merasa bahwa dengan dukungan
tersebut, mereka merasa percaya diri untuk terbuka dengan orang lain,
mengemukakan pendapat/argumen bahkan membela diri. Dukungan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
kepercayaan diri yang mereka dapatkan menjadi sumber daya. Penilaian
terhadap sumber daya yang dimiliki dipengaruhi oleh kemampuan
seseorang dalam memahami dirinya. Seseorang yang memiliki pemahaman
akan diri mempunyai kesempatan untuk mengenali dan menilai secara
realistis kemampuan dan ketidakmampuannya.
Informan A memiliki dukungan sosial yang tinggi. Hal tersebut
berasal dari keluarga, sahabat dan rekan kerja. Informan menganggap bahwa
dukungan tersebut membuatnya yakin bahwa seorang lesbian mempunyai
hak yang sama untuk hidup, hak untuk beraktivitas dan bersosialisasi seperti
heteroseksual karena sama-sama manusia. Informan A percaya bahwa kelak
apa yang diharapkannya yaitu komunitas lesbian dan heteroseksual dapat
hidup berdampingan. Begitu juga dengan informan B. Pemahaman akan
seorang lesbian membuat informan B memandang bahwa lesbian berhak
untuk hidup tanpa adanya diskriminasi.
Kedua informan menunjukkan mereka memiliki self-efficacy yang
tinggi. Self-efficacy yang tinggi membuat informan A dan informan B
merasa memiliki sumber daya untuk menghadapi tantangan sehingga
merasa tidak takut dalam menghadapi tantangan tersebut. Kedua informan
merasa
mampu
menghadapi
tantangan,
maka
memiliki
narasi
progresif/optimistik dan suasana narasi menjadi optimistik. Selain itu,
informan A dan informan B selalu percaya dan memiliki harapan bahwa
lesbian kelak dapat diterima dilingkungan masyarakat. Ketika dimensi
PWB, faktor penerimaan diri dan dukungan sosial dapat dicapai informan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
maka informan akan dapat menerima, berdamai dengan diri, lebih nyaman
terhadap diri, siap terhadap pandangan dan penilaian lingkungan, memiliki
hubungan positif dengan orang lain, serta memiliki perkembangan diri yang
baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian yang berjudul Deskripsi
Physhological Well-Being pada Lesbian adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil dari deskripsi kehidupan informan, informan A dan
informan B memiliki struktur narasi progresif/optimistik. Informan A
memiliki gambaran diri (image) yang nampak dalam ceritanya adalah
seseorang yang mampu mengatasi situasi/lingkungan. Tema dominan yang
muncul adalah penguasaan lingkungan. Adapun informan B adalah seseorang
yang dapat mengendalikan situasi negatif yang dialaminya. Tema dominan
yang muncul adalah perubahan ke arah yang positif.
Terdapat dua sikap yang ditampilkan saat menyadari bahwa dirinya
memiliki orientasi seksual lesbian, yakni menerima diri dan menolak diri.
Ketika dapat menerima diri dari awal, maka proses well-being akan lebih
cepat. Disamping itu kondisi lingkungan dan keluarga yang mendukung juga
mempengaruhi penerimaan diri. Penerimaan diri dianggap penting bagi
informan, karena merupakan proses penting untuk berproses dalam hidup
selanjutnya. Hal ini dapat dilihat dari 6 aspek dimensi Psychological well
being pada lesbian yaitu penerimaan diri, penguasaan lingkungan, otonomi,
hubungan positif dengan orang lain, pertumbuhan diri dan memiliki tujuan.
130
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Faktor PWB memiliki peran dalam pembentukan narasi informan.
Informan A dan informan B dipengaruhi oleh pemahaman akan diri dan
dukungan sosial. Dengan adanya dukungan sosial maka informan
memiliki perasaan diterima yang membuat seseorang memiliki relasi
positif dengan orang lain. Seseorang yang memiliki pemahaman akan diri
mempunyai kesempatan untuk mengenali dan menilai secara realistis
kemampuan dan ketidakmampuannya. Dari hal tersebut dapat dilihat
bahwa kedua informan menunjukkan mereka memiliki self-efficacy yang
tinggi. Kedua informan mampu menghadapi tantangan, maka memiliki
narasi progresif/optimistik. Selain itu, informan A dan informan B selalu
percaya dan memiliki harapan bahwa lesbian kelak dapat diterima di
masyarakat.
Secara keseluruhan hasil deskripsi penelitian menunjukkan bahwa
penerimaan diri sejak awal dapat membantu proses Psychological Well
Being informan menjadi lebih cepat. Setelah menerima diri, barulah
informan nyaman untuk menampilkan diri sebagai lesbian dan cenderung
dapat mempersiapkan diri terhadap reaksi lingkungan. Pada akhirnya,
ketika dimensi PWB, faktor penerimaan diri dan dukungan sosial dapat
dicapai informan, maka informan akan dapat menerima, berdamai dengan
diri, lebih nyaman terhadap diri, siap terhadap pandangan dan penilaian
lingkungan, memiliki hubungan positif dengan orang lain, serta memiliki
perkembangan diri yang baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
B. Saran
A. Bagi Orang yang Memiliki Orientasi Seksual Lesbian
Bagi informan sendiri, disarankan agar dapat lebih melihat ulang
proses hidupnya sehingga dapat belajar dari pengalaman masa lalu untuk
direfleksikan. Hal ini, berguna untuk membantu proses well-being
informan dalam melanjutkan proses hidupnya sehingga dapat tetap
produktif dan berarti.
B. Bagi Kerabat dan Instansi Terkait
a. Lesbian memiliki beban psikologis karena orientasi seksual yang
mereka miliki. Proses untuk menerima diri sudah cukup sulit,
ditambah dengan stigma dan diskriminasi yang ada di masyarakat.
Kerabat dan instansi terkait diharapkan dapat memupuk kepercayaan
dan rasa aman pada mereka untuk berproses. Dukungan sosial akan
sangat berarti untuk membantu lebian dalam menghadapi kesulitan
yang mereka hadapi. Selain itu, Anda juga disarankan untuk
membantu meningkatkan kualitas hidup lesbian dengan memfasilitasi
proses memunculkan psychological well-being dalam diri mereka.
b. Bagi konselor
Berikanlah pandangan-pandangan yang lebih positif mengenai
keberagaman orientasi seksual. Konselor juga disarankan agar lebih
netral dan tidak berusaha memaksa untuk menentukan pilihan sesuai
dengan keinginan konselor. Berdasarkan pengalaman salah satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
informan penelitian ini, hal tersebut sangat membantu dalam proses
penerimaan diri dan beradaptasi.
C. Bagi Peneliti Selanjutnya
Berdasarkan dari data yang peneliti peroleh, bagaimana informan
memaknai peranan dari Agama dan budaya yang mengakar dimasyarakat
juga mempengaruhi diri seorang lesbian. Namun karena batasan
penelitian, peneliti tidak dapat mengkaji secara lebih mendalam mengenai
hal tersebut. Peneliti selanjutnya dianjurkan mengkaji hal tersebut karena
berdasarkan beberapa penelitian, religiusitas berdampak positif bagi
kesehatan mental/ PWB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Alexis Mira, P, O. (2013). Special Issue on LGBT Psychology: Towards an
LGBT-Inclusive Psychology (Reflecting on a Social Change Agenda for
Philippine Psychology). Philippine Journal of Psychology. Vol. 46 No.2, 517.
Angelina Cindy. (2011). Gambaran Psychological Well-Being Pada Lesbian.
Studi Kuantitatif. Universitas Sumatera Utara.
Arivia Gadis & Gina Abby. (2015). Makna Hidup Bagi LGBT Ketika Negara
Abai : Kajian Queer di Jakarta. Jakarta : Jurnal Perempuan.
Ariyanto, & Triawan Rido. 2008. Jadi, Kau Tak Merasa Bersalah!?, Diskriminasi
dan kekerasan terhadap LGBT. Arus Pelangi dan Yayasa Tifa. Jakarta
Selatan: Citra Grafika.
Arus Pelangi. 2008. Menuju Penghormatan dan Pemenuhan Hak‐hak Kelompok
Minoritas Berdasarkan Orientasi Seksual dan Identitas Gender. Jakarta.
Arus Pelangi, KSM & PLUSH. (2013). Research study titled 'Unveiling Stigma,
Violence and Discrimination toward the Lesbian, Gay, Bisexual and
Transgender (LGBT) Community in Indonesia', based on information from
335 LGBT people in Jakarta, Yogyakarta and Makassar. Dipungut pada 16
Mei, 2016, dari http://www.thejakartapost.com/longform/2016/05/16/aportrait-of-a-gay-indonesian.html
Baumgarder, S. R., Crothers, M. K (2009). Positive Psychology. New Jersey:
Pearson Education, Inc.
Buchori, B. & I. Soenarto. 1996. Mengenal Dharma Wanita. Hal. 172-193.
Mayling Oey-Gardiner dkk. (ed.), Perempuan Indonesia: Dulu dan Kini.
Jakarta: PT Gramedia
Baumgarder, S. R., Crothers, M. K (2009). Positive Psychology. New Jersey:
Pearson Education, Inc.
Blatt, S. J., Quinland, D. M., Chevron, E. S., & McDonal, C., Zuroff, D. (1982).
Dependency and self-criticism: Psychological dimensions of depression.
Journal of Consulting and Clinical Psychology, 1, 113-124. doi: 10.1037/0022006X.50.1.113.
Buchori, B. & I. Soenarto. (1996). Mengenal Dharma Wanita. Hal. 172-193.
Mayling Oey-Gardiner dkk. (ed.), Perempuan Indonesia: Dulu dan Kini.
Jakarta: PT Gramedia
134
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Cindy Angelina & Aarliza Lubis. (2011). Gambaran Psychological well-being
pada
lesbian.
Dipungut
pada
10
Mei,
2016,
dari
http://skripsipsikologilengkap.blogspot.co.id/2013/08/skripsi-psikologigambaran.html?m=1
Dunn, D. S., Uswatte, G., & Elliott, T. R. (2009). Happiness, resilience, and
positive growth following physical disability: Issues for understanding,
reseacrh, and therapeutic intervention. Oxford Handbook of Posiive
Phsychology, 2(62), 651-664.
Galink (2013). Seksualitas Rasa Rainbow Cake (Memahami keberagaman
orientasi seksual manusia). Yogyakarta: PKBI-DIY.
Galliano, G (2003). Gender: Crossing Boundaries. Canada : Wadswort/ Thomson
Learning
Ghony, M. Djunaidi & Fauzan, (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media
Herdiansyah Haris. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Psikologi.
Jakarta : Salemba Humanika.
Moleong. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Bandung.
Moleong, Lexy. J. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya Offset.
Murphy, G. (1954). Professional progress through personal growth. AJN The
American Journal of Nursing, 54 (12), 1464-1467.
Oetomo, D (2001). Memberi Suara Pada yang Bisu. Yogyakarta : PT Galang
Press.
Preventi, C. S (2015). Deskripsi dan faktor Psychological well-being pada Istri
yang Tertular HIV/AIDS. Dipungut pada 20 November, 2015, dari USD,
fakultas Psikologi. Yogyakarta.
Rissa Aulia. (2014). Teknik Komunikasi Terapeutik antara Relawan dengan
Pasien Gangguan Mental dan Kejiwaan. Madura : Universitas Trunojoyo.
Ryff, C. D. & Keyes, C. L. M. (1995). The Structure of Psychological Well-Being
Revisited. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 69, No.
4,719-727
Ryff, C. D. & Singer, B. H. (2008). Know thyself and become what you are: A
eudaimonic approach to psychological well-being. Journal of Happiness
Studies, 9(1), 13-39. doi: 10.1007/s10902-006-9019-0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Ryff, C. D. (2014). Psychological well-being revisited: Advances in the science
and pactice of eudaimonia. Psychotherapy and Psychosomatics, 83, 10-28.
Doi: 10.1159/000353263
Santrock, J. W. (2002). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup.
Jakarta : Erlangga.
Sarosa, Samiaji, S. E., M.Sc., Ph. D. (2012). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif.
Jakarta Barat: PT Indeks.
Satyaningtyas, R., & Abdullah, S. M. (2012). Penerimaan Diri dan Kebermaknaan
Hidup Penyandang Cacat Fisik. Dipungut pada 8 September, 2014, dari
http://fpsi.mercubuana-yogya.ac.id/wp
content/uploads/2012/06/LIAPENERIMAANKEMAKNAAN- HIDUP.pdf
Schultz, D. (2010). Psikologi Pertumbuhan: Model-model Kepribadian Sehat
[Growth psychology: models of the heathy personality]. Terj. Yustinus,
Yogyakarta: Kanisius. (Karya asli terbit 1977)
Smith, J. A. (2008). Qualitative Psychology: A Practice Guide For Research
Methods 2nd Edition. Singapore: Sage.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
CV. Alfabeta.
Universitas Sanata Dharma Batalkan Seminar LGBTI. (2014). Tempo.co.
Dipungut
17
Juni,
2015,
dari
https://m.tempo.co/read/news/2014/09/17/058607716/universitas-sanatadharma-batalkan-seminar-lgbti
Wahjana Juliani. (2002). Perempuan Lesbian di Indonesia. Suara Perempuan, 26
Agustus 2002. ILC Forum. Dipungut 25 Juni, 2016, dari
https://ilc2009.wordpress.com/category/artikel-tentang-lesbian/.
Wieringa Saskia E. & Blackwood Evelyn. 2009. Hasrat Perempuan. Jakarta
Selatan: Ardhanary Institute.
Sumber Internet:
http://aprilfullmoon.blogspot.com/2009/10/upaya-kelompok-lgbt-lesbian-gaybiseksual.html
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-lindapebri-6508-310_babii.pdf
http://www.slideshare.net/HutaurukMusa/stigma-10562714
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
137
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
A. ANALISIS TEMATIK
1. Analisis Tematik Informan A
AWAL
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Transkip Wawancara
P : Hei DJ….Mau nerusin yang di BBM ni, jadi kalau memang
berkenan untuk menjawab silahkan dijawab, dan boleh gak
dijawab kalau dirasa itu tidak ingin disampaikan.
Kalau boleh tau, boleh di critain ni bagaimana kehidupan anda
sebelum menyadari kalau anda lesbian?
S : Eee…kehidupannya biasa aja, maksudnya ya kayak anak-anak
pada umumnya gitu, remaja-remaja pada umumnya gitu, ya sekolah,
ya berteman, main, eee…ya biasa biasa.
P : O gitu ya, trus gimana sih dulu semacam sejarah atau
kehidupan dulu ketika kamu merasakan kalau kamu tu lesbian?
S : Ini sebenarnya agak susah buat dijelasin ya, karena itu let it flow
gitu ya, jadi ada perasaan-perasaan yang ya kayak orang jatuh cinta
pada umumnya itu, cuma yang membedakan adalah ya cintanya itu
sama sesama jenis gitu kan.
Menurutku waktu itu bukan suatu masalah sih. Karena Aku waktu
itu belum berpikiran bahwa itu tu masalah karena aku dulu belum
ada wacana-wacana bahwa itu gak normal, itu sakit atau segala
macem, aku gak kepikiran sampai situ, yang aku tau aku suka sama
perempuan, yaudah gitu aja
P : Okey, nah boleh diceritain gak prosesnya pada awal ketika
emm…kamu
mulai
merasakan
ketertarikan
dengan
Keterangan
Kode
Informan tidak merasakan ada
yang berbeda dalam hidupnya
sebelum menyadari bahwa ia
seorang lesbian.
E7
Informan merasakan perasaan
yang sama seperti jatuh cinta,
meskipun
dengan
sesama
perempuan
namun
informan
belum menyadari bahwa hal
tersebut mengarah pada lesbian
karena belum ada wacana
mengenai hal tersebut.
E7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
perempuan?
S : Emm…aduh, gak move on dong ni aku kalau cerita yang
ini…(ketawa). Itu berarti cerita jatuh cinta pertama kali ya?
P : Boleh cerita jatuh cinta pertama kali atau ketertarikan gitu
S : Karena dari dulu tu sebenarnya aku punya banyak teman, ya lakilaki ya perempuan gitu, yang menarik tu perempuan menurutku gitu
lho, kayak lebih tertarik ngliatin temen-temen perempuan, lebih
tertarik ngobrol sama temen-temen perempuan, pokoknya
perempuan itu menjadi e apa ya sesuatu yang menurutku lebih indah
aja, awalnya sih dari itu. Cuma belum kepikiran yang “aduh, pengen
deh dia jadi pacarku”, itu gak kepikiran, cuma untuk pacaran sama
laki-laki malah lebih gak kepikiran, kayak gitu.
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
P : Dari situ, apa yang dulu kamu pikirkan, maksudnya
ketertarikan dengan perempuan itu dari sudut pandang apa?
S : Emm….apa ya, lebih nyaman aja sih sebenernya sama
perempuan, ee..lebih intim gitu lho, aku lebih yang ke…perempuan
tu lebih enak diajak ngobrol yang lebih serius, dibanding laki-laki.
P : Terus saat itu, ketertarikan kamu dengan perempuan dan
laki-laki bagaimana?
S : Kalau laki-laki sih lebih seneng jadi temen rock and roll gitu,
kalau sama perempuan tu bawaannya baper (bawa perasaan) kalau
deket. Deket dikit kalau dia baik terus, “aduh kok anak ini sweet
banget ya”. Tapi kalaupun laki-laki sih kalaupun sweet tetep gak
kepikiran, gak bawa perasaan lah yang jelas kalau sama laki-laki,
kalau main temen gila-gilaan sih iya, tapi ya pada dasarnya karena
memang tidak tertarik.
P : Terkait dengan sejarah hidup, awal anda menyadari diri
Hal yang membuat informan
tertarik dengan sesama perempuan
adalah
karena
perempuan
dianggap lebih cantik dan menarik
meskipun belum ada keinginan
memiliki, sementara terhadap
laki-laki sama sekali tidak ada
ketertarikan.
C4
Bagi informan, perempuan lebih
menarik karena informan merasa
nyaman dengan perempuan
C4
Informan memang tidak ada
perasaan tertarik dengan laki-laki
C1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
anda lesbian tu mulai umur berapa kalau boleh tau?
S : Pertanyaan kayak gini ni yang sebenarnya perlu di klarifikasi.
Sebenarnya sama dengan temen-temen hetero, mereka gak pernah
punya usia ketika mereka tertarik atau merasa diri mereka hetero,
tertarik dengan lawan jenis, apa bedanya dengan teman-teman
homoseksual gitu. Aku gak pernah punya usia dimana aku
merasakan kalau aku lesbian gitu. Kalau kamu nanyanya usia kapan
pertama kali suka sama perempuan mungkin aku bisa jawab gitu.
Kalau aku suka sama perempuan yang benar-benar pakai perasaan
cinta, tidak hanya sekedar kagum, itu SD mungkin gitu.
P : Trus apa yang kamu pikirkan ketika mulai merasakan
bahwa km tu lesbian?
S : Gak gimana-gimana, cuma ketika mulai banyak wacana-wacana
yang menentang ya menentang kayak ya udah mulai banyak
wacana-wacana kontra, normal gak normal, sakit gak sakit. Yang
pertama kali aku rasain adalah, “aduh ini gimana kalau keluarga tau”
itu pertama pasti. Karena ketika keluarga tau otomatis kan harus
menjaga, apa ya namannya, ya nama baik lah atau apa lah, kayak
gitu.
P : Disitu gimana perasaannya, pas ketika sudah mulai
terpikirkan bahwa kalau ada istilah normal gak normal, sehat
gak sehat, terus ke khawatiran kalau keluarga tau bagaimana,
perasaan yang kamu alami saat itu?
S : Emm…yang jelas gimana caranya gak ketauan, pertama ya kan.
Tapi aku ini orang yang maksudnya kayak, ya lakukan dulu,
tanggung jawab belakangan gitu lho. Jadi kalaupun besok suatu hari
ketahuan yaudah, cuma sebisa mungkin waktu itu gak ketauan.
Kalau pas awal-awal itu kan belum serius gitu lho punya pacar
Informan memandang bahwa
ketertarikan atau jatuh cinta
seorang lesbian sama dengan
kaum hetero. Informan tidak
menyadari
tepatnya
menjadi
lesbian, namun ia jatuh cinta dan
tidak hanya sekedar kagum
dengan sesama perempuan adalah
waktu SD
C4
Informan mulai memikirkan dan
khawatir dengan keluarganya
karena keadaan dirinya yang
lesbian, informan merasa tetap
harus menjaga nama baik
keluarga
D3
Pada awalnya, informan belum
serius berpacaran dengan seorang
perempuan sehingga menjalani
hubungan dengan sembunyisembunyi, namun pasrah jika
A6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
perempuan, bener-bener masih pengen main sana sini, jadi gak
terlalu kepikiran sih sebenarnya. Cuma pada saat udah mulai mau
serius sama perempuan, suka sama perempuan itu kan jadi kayak
main petak umpet gitu kan. Gimana caranya biar keluarga gak
ngeliat gitu lho kalau aku lagi jatuh cinta segala macem
P : Terus emm..gimana anda melewati proses pergulatan, kayak
semacam anda tadi bilang bahwa ngumpet gitu lah ya dari
keluarga biar keluarga gak melihat kalau anda jatuh cinta gitu.
Gimana ni anda melewati proses itu?
S : Sebenarnya bukan pergulatan ya, tapi gini aja deh kayak
misalnya kamu disuruh sekolah di tempat yang kamu nggak suka,
trus kamu jalanin nih tapi kamu sering bolos otomatis kan bolosbolos itu harus kamu sembunyikan dari keluargamu. Ya sama kayak
aku tapi ya udah jalanin aja ngak terlalu gimana-gimana.
P : Berarti kalau boleh saya simpulkan prosesnya, let it flow gitu
ya, dijalanin aja gitu.
S : Iya, ho o
P : Trus kenapa anda bisa berfikir kalau let it flow aja gitu? Apa
yang menyebabkan kata-kata itu muncul?
S : Karena mau gimana lagi (hehehehe) karena nggak ada jalan lain
gitu lho, kita mau…. Melawan itu juga nggak bisa gitu lho. Pikiran
ku pada saat itu, ee aku ngak mungkin sama laki-laki juga karena
seperti apa yang ku bilang emang nggak tertarik. Dan cepat atau
lambat aku pasti akan ngomong sama keluarga entah ketauan duluan
atau aku dulu yang ngomong aku juga nggak ngerti, cuma pada
akhirnya keluarga pasti akan tau dan itu kapan ya let it flow.
P : Terus saat itu hubungan sama keluarga gimana?
S : Pada saat aku pas coming out atau belum?
keluarga mengetahui
Informan tidak dapat menjalani
kehidupannya sebagai perempuan
pada umumnya seperti jatuh cinta
dengan
laki-laki,
informan
menjalani kehidupan lesbiannya
meski sembunyi-sembunyi
A6
Pada akhirnya, informan mulai
memikirkan untuk terbuka dengan
keluarga mengenai dirinya karena
merasa tidak dapat dipaksakan
tertarik dengan laki-laki, dan
informan merasa bahwa dirinya
mempunyai orientasi seksual
seorang lesbian
A2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
P : Belum, pas diawal ketika baru menyadari kalau kamu
lesbian, nah terus hubunganmu sama keluarga gimana?
S : Baik-baik aja sih, kalau pas aku dirumah kan nggak membawa
atribut apa-apa, maksudnya aku bukan seorang heteroseksual atau
homoseksual tapi aku seorang anak
P : Terus kalau hubungan sama orang lain gimana?
S : Maksudnya masyarakat luas atau komunitas?
P : Ya semua, entah masyarakat luas, komunitas atau teman
S : Ya biasa juga, kalau beberapa teman-teman sih udah ada yang
tau ya, cuma kalau temen-temen diluar komunitas itu lebih diem gitu
kalau misal tau, nggak ada yang nanya macem-macem sih enggak,
mungkin cuma dalam hati aja mereka ngrasani. Tapi ya how care
gitu kan
P : Apa yang bikin hubungan anda seperti itu dengan keluarga
atau orang lain?
S : Ya nggak ada yang pasti, kalau aku suka perempuan tementemen mungkin udah tau cuma karena belum ada statement apapun
dari aku ya cuma jadi kayak saling bertanya. Aku sibuk untuk
menyembunyikan dan mereka sibuk untuk bertanya dalam hati, ini
disaat temen-temen dan orang tua belum tau kalau aku lesbian.
Kalau pas udah tau sih temen-temen sejauh ini didepanku baik-baik
aja. Kalau keluarga pada saat itu mungkin mereka sudah mengamati
aku dari kecil, udah tau aku dari lama mereka nggak nyangka kalau
itu benar, tapi ketika aku ditanya aku jawab iya saat ditanya punya
orientasi seksual yang berbeda ya sejauh ini keluargaku nggak
pernah menentang apapun.
131
P : Itu cerita sebelum dan setelah coming out ya?
Sebelum mengakui bahwa dirinya
lesbian, informan tahu bagaimana
menempatkan diri sebagai anak
saat bersama keluarga untuk
membuat hubungan yang nyaman
B1, B2
Informan tetap dapat berinteraksi
dengan baik dengan komunitas
maupun di luar komunitas
meskipun mereka tahu bahwa
informan seorang lesbian, namun
informan tetap merasa nyaman
B1, D4
Sebelum terbuka dengan keluarga
dan teman-temannya, informan
tetap berusaha berhubungan baik.
Pada saat sudah tahu pun
informan
tetap
memiliki
hubungan yang baik dengan
teman-temannya.
Menurutnya,
keluarganya pun tidak ada yang
menentang
apapun
keadaan
informan
termasuk
orientasi
seksualnya yang berbeda.
A3, D5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
S : Iya
P : Saat itu ketika awal anda merasa diri anda seorang lesbian
dan anda belum coming out bagaimana kamu memandang diri
dan hidup kamu saat itu?
S : Emmm, aku merasa kayak orang yang ada didalam kotak kaca
gitu lho, yang bisa melihat banyak hal diluar tapi nggak bebas.
Kayaka apa ya…, ya banyak hal yang bisa dilakuin sebenarnya
karena sebenarnya intinya cuma jatuh cinta ya, tapi ketika kita suka
sama orang kita nggak bisa mengekspresikan itu kan gimana sih
sedih-sedih nggak jelas gitu, ya gitu.
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
TENGAH
P : Oke terus disaat kamu menyadari kalau kamu seorang lesbian
bagaimana kehidupan kamu saat itu?
S : Baru sadar diri sendiri
P : Ya
S : eee, ya itu tadi karena aku merasa itu nggak ada yang salah aku
ngrasa kayak biasa aja itu lho, yang sama kayak misalnya seseorang
perempuan suka sama laki-laki atau laki-laki suka sama perempuan. Ya
aku tu ngrasanya kayak gitu. Nggak ada yang salah menurutku
P : Terus perasaan pas kamu yakin bahwa kamu seorang lesbian?
S : Karena aku pernah jatuh cinta sama perempuan dan itu luar biasa,
dan ya itu nggak pernah mungkin aku lakuin sama laki-laki dan aku
juga nggak pernah sih suka sama laki-laki dari awal sampai sekarang.
Bukan karena laki-laki nggak menarik ya, tapi apa ya…. Tapi emang
nggak ada aja perasaan kalau orang bilang katanya “kamu belum nyoba
aja” ya ngapain aku nyoba kalau aku nggak suka
P : Itu tadi terkait ketertarikan ya, terus kalau lebih keperasaan
Sebelum coming out, informan
merasa terkurung dalam kotak
kaca sehingga tidak dapat
melakukan banyak hal dengan
bebas termasuk ekspresi rasa suka
dengan kekasih
A6
Informan tetap merasa biasa
seperti kaum hetero, dapat jatuh
cinta, yang membedakan hanya
kepada siapa mempunyai
perasaan tersebut
B1
Informan mampu memutuskan
untuk tidak menjalin relasi
dengan
laki-laki
karena
memang tidak ada ketertarikan
C1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
kamu saat itu pas mulai menyadari kalau kamu tu lesbian?
S : Sebenernya nggak masalah ya cuma maksudnya nggak ada yang
gimana-gimana gitu, cuma ketika kita suka sama perempuan entah itu
lesbian atau bukan kan kita suka sama seseorang kita nggak tau
orientasi seksual nya apa itu yang sebenernya bikin aduh gimana ya…
masak suka sama perempuan. Ada pikiran kayak gitu tu ada dan kalau
perempuan itu gak suka sama kita kan ya udah jelas, jelas bahwa
merasa itu kayak yang tak bilang kalau berada di kotak kaca.
Eeeeeeeeee… intinya perasaan ku saat itu kayak dirantai, kamu bisa
jalan cuma beberapa meter dari situ nggak bisa lepas
P : Terus kenapa kamu bisa mikir kayak gitu? Kenapa mikir
kayak dirantai? Seperti dalam kotak kaca? Kenapa
membayangkan diri mu seperti itu?
S : Karena memang terbatas to, saat itu aku belum terlalu paham
tentang wacana LGBT. Yang ada dalam otakku adalah
heteronormatifitas, laki-laki sama perempuan, aku nggak salah suka
sama perempuan tapi mengungkapkan sukanya itu aku nggak tau
gimana gitu lho. Mau nyari pacar aja susah kan. Karena aku nggak tau
mana yang lesbian mana yang enggak pada saat itu dan ketika suka
sama orang nggak segampang laki-laki mengungkapkannya sama
perempuan.
P : Terus boleh diceritain nggak perlakuan apa yang kamu terima
setelah orang lain tau kalau kamu lesbian?
S : Perlakuan baik atau buruknya?
P : Boleh dua-duanya
S : Sama orang lain atau keluarga?
P : Boleh juga diceritain semuanya
S : Kalau sama orang lain sebenarnya coming out ku ini nggak terlalu
Informan merasa tidak mampu
mengungkapkan perasaan ke
orang yang disukainya karena
belum mengetahui orientasi
seksualnya, dan informan juga
belum coming out sehingga
tidak bisa mengungkapkan rasa
suka seperti kaum hetero
C5
Informan merasa tidak salah
bahwa menyukai sesama
perempuan, namun kelemahan
yang dimiliki informan adalah
tidak mampu
mengungkapkannya
A1
Orang tua informan
D1
cukup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
spesial, kalau sama keluarga mereka nggak memberikan respon yang
keras, mungkin mereka agak kaget tapi mereka cukup bijaksana dengan
“ o ya udah lah kalau kamu memang kayak gitu mau gimana lagi”
bukan yang lantas kamu harus menikah atau kamu harus ke psikolog
atau apa itu nggak. Mereka cukup penuh kasih gitu memperlakukan
aku. Cuma dulu sempat kakak perempuanku tidak mau mengakui kalau
aku ini adiknya, tapi lama-lama gak tau tepatnya kapan juga biasa aja,
gak jadi masalah lagi.
Dan kalau pada saat sama orang lain itu coming out kan sebenarnya
karena moment aku ngeluarin buku, bukunya tentang lesbian. Disitu
kayak orang berbondong-bondong untuk mau tau kehidupan lesbian
kayak apa. Akhirnya jadi yang wawancara sana-sini. Mereka ngak mau
tau aku seperti apa tapi mau tau seperti apa lesbian itu. Tapi menurutku
gini orang-orang diluar sana selama itu menguntungkan kayak media
kalau itu menguntungkan untuk mereka, pasti mereka akan baik sama
aku gitu.
P : Reaksimu mendapatkan semacam perlakuan atau melewati
proses itu apa?
S : Kalau sama keluarga jelas selesai ya clear, yang aku jaga ketika
mereka sudah mau menerima aku, aku ngak boleh sembaranganlah
ibaratnya aku jangan jadi orang yang bajingan.
Tapi kalau sama orang luar aku lebih nggak peduli karena nggak papa
sih mereka memanfaatkan ku dengan wawancara atau apapun, tapi itu
malah bagus karena aku dapat memberikan wacana kemasyarakat luas
dan biarkan mereka berfikir sendiri, lebih kesitu sih.
211
212
P : Boleh diceritain gak tadi maksudnya dalam keluarga clear itu
gimana?
bijaksana
menanggapi
pengakuan informan tentang
orientasi seksualnya, sehingga
tetap memiliki hubungan baik
dengan keluarganya meskipun
sempat bersitegang dengan
kakaknya, namun akhirnya
tetap berhubungan baik.
Informan punya cara tersendiri
untuk mulai terbuka dengan
orang lain mengenai dirinya
Keluarga sudah menerima
keadaan informan sehingga
informan merasa harus menjaga
nama baik keluarga terutama di
luar.
Informan merasa senang jika
diwawancara karena
akan
memberikan
wacana
kemasyarakat terkait lesbian.
C2, D5
D2
D5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
S : Ya itu tadi, mereka tidak memberikan reaksi keras, pada saat aku
jawab “ya aku lesbian gitu”, mereka gak bereaksi keras. Jadi, hari itu
juga clear. Nggak ada konflik apa-apa. Cuma pada saat mulai sering
banyak orang yang bertanya segala macem mungkin keluarga tuh
mikirnya udah mulai ke yang tetangga yang nanya apa, keluarga besar
nanya apa. Kayak gitu aja sih. Dan itu bisa diselesaikan. Tanpa aku
harus bilang apa-apa, keluarga tau harus menjawab apa ketika tetangga
nanya atau orang lain nanya.
P : Tapi dari tetangga atau orang lain itu pernah mendapatkan
suatu perlakuan apa gitu nggak?
S : Sejauh ini belum.
P : Terus perasaanmu pas itu gimana setelah cerita sama keluarga,
terus temen-temen juga udah bisa menerima, dan seperti proses
yang Anda ceritakan, perasaan saat itu piye?
S : Jelas ya, rantainya lepas dan aku bisa keluar dari kotak kaca karena
apalagi sih yang harus dikhawatirin selain keluarga. Ketika keluarga
nerima, aku udah nggak peduli sama orang lain. Menurutku gitu. Jadi
aku lebih bebas berekspresi aja ketika keluarga udah tau. Aku bisa
bawa pacarku ke rumah kapan aja, aku bisa kenalin ke keluargaku. Ya
sejauh kami masih sopan-sopan aja kan sebenarnya nggak masalah.
P : Proses yang luar biasa ya, yang sudah dilalui. Terus boleh
diceritain lebih dalam nggak bagaimana proses dan cara Anda
menyikapi hal tersebut?
S : Proses apa, nih?
P : Proses ketika memang keluarga sudah menerima, terus Anda
menyikapinya dengan seperti apa? Misal di masyarakat atau
teman itu seperti apa? Anda menyikapinya itu seperti apa?
S : Proses dan cara menyikapinya. Biasa aja sih. Gimana sih, nggak
Informan
mampu
menyelesaikan masalah baik
dengan keluarga maupun orang
lain
mengenai
orientasi
seksualnya
D4, E4
Informan dapat memutuskan
siapa yang berperan dalam
hidupnya yaitu keluarga
C2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
241
242
243
244
245
246
247
248
ngerti aku maksudnya. Gimana nih, maksudnya?
P : Maksudnya, misal tadi Anda bercerita bahwa memang tidak
ada masalah, keluarga clear kayak gitu, kan? Terus bagaimana
Anda menyikapi proses tersebut?
S : Ya biasa aja karena kan semuanya udah nggak ada masalah to. Ini
maksudnya kayak aku menjalani hidup ya kayak manusia aja gitu. Ya
bangun tidur, ya kerja, ya beraktivitas seperti biasa gitu, bersosialisasi.
Nggak ada yang spesial.
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
P : Seperti bersosialisasi dan lain-lain yang tadi Anda sebutkan itu,
mengapa Anda bersikap seperti itu?
S : Ya karena memang kita kan makhluk sosial to? Harus
bersosialisasi, kan? Maksudnya, kalo pun semakin kita terbuka sama
masyarakat sebenarnya orang akan semakin kenal gitu lho. Oh ternyata
jadi lesbian nggak seburuk yang kita bayangin kok. Gitu lho. Itu tuh
sebenernya penting. Jadi, kalo misalnya teman-teman lesbian lainnya
semakin menutup diri sama masyarakat, itu salah menurutku karena tak
kenal maka tak sayang, kan? Kayak gitu. Justru nggak papa orang
nanya tentang orientasi seksual kita, kita jawablah. Jangan ditutuptutupi.
260
261
262
263
264
265
266
P : Terus ada nggak hal yang kayak mengganggu atau
menggelisahkan? Terus hal yang menyenangkan yang Anda alami
saat itu?
S : Dulu aku selalu takut ketika aku harus membuka orientasi
seksualku yang berbeda ini di tempat kerja karena kan mungkin
keluargaku bisa nerima, tetangga-tetanggaku nggak masalah, tementemenku nggak masalah, tapi kan tempat kerja itu kita nggak tau orang-
Informan tidak merasakan
perbedaan dalam menjalani
hidup baik sebelum maupun
setelah coming out dan mampu
menjalani aktifitas seperti biasa
E4
Informan
berani
untuk
mengambil sikap yaitu terbuka
dengan
orang
lain
dan
membangun hubungan dengan
sosialisasi
A3, D5
Informan mempertimbangkan
untuk terbuka di tempat kerja
tentang orientasi seksualnya
Informan
tidak
menutupi
C1, D5
B2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
267
268
269
270
271
272
273
orangnya kayak apa gitu kan. Tapi aku nggak menutupi. Aku hanya
berproses seperti manusia kerja pada umumnya gitu, berusaha
profesional, berusaha baik. Tapi ketika suatu hari ada pertanyaan dari
tempat kerja tentang orientasi seksualku, ya aku nggak akan menolak
itu gitu. Dan sejauh ini belum pernah ada penolakan yang sangat
signifikan ya sampai yang “maaf ya kita nggak bisa memperkerjakan
seorang lesbian”. Belum pernah sih.
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
P : Mungkin boleh diceritakan lagi ya, tadi sempat diceritakan
bagaimana hubungan Anda dengan keluarga setelah Anda yakin
bahwa Anda lesbian?
S : Hubungan sebelum?
P : Setelah Anda yakin dan Anda merasa bahwa Anda lesbian.
Sebenarnya pengalaman aja sih.
S : Yaa hubungannya biasa aja. Maksudnya, kalo menurutku jauh lebih
santai gitu lho, karena udah nggak ada lagi yang ditutup-tutupi kan.
Kayak tadi aku bilang aku bisa bawa pasanganku pulang ke rumah,
pasanganku bisa deket sama orangtuaku, orangtuaku juga jadi lebih
tenang mungkin karena aku punya pasangan yang bakal jagain aku
juga. Selama ini kan aku nggak terlalu terbuka sama keluarga gitu.
Jadi, sekarang lebih enak aja sih, lebih santai.
P : Kalo sama orang lain?
S : Orang lain siapa dulu, nih? Kalo cuma orang-orang yang sekedar
kenal, teteplah aku punya privacy gitu lho. Mereka hanya tau luaranku
aja gitu. Walaupun mereka tau aku lesbian, tapi kan mereka nggak tau
aku nih lesbian yang kayak apa gitu kan. Tapi kalo sama temen-temen,
sahabat-sahabat, kerabat yang dekatlah atau teman kerja, ya itu sama
lebih santai gitu lho. Lebih gimana sih, kita hidup nggak harus pake
tentang
dirinya,
namun
berusaha menyesuaikan dengan
lingkungan kerjanya.
Informan
tidak
menutupi
tentang orientasi seksualnya
jika ada pertanyaan teman
kerjanya
A3, D5
Keluarga mendukung dan tidak
mempermasalahkan mengenai
hubungan informan dengan
pasangannya.
B1, D1, D2, D5
Informan dapat memilih teman
sejati dan teman berbagi yang
dipercayainya
D2, D5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
319
320
topeng.
P : Terus menurutmu nih, apa sih yang bikin hubungan kalian itu
baik kayak gitu?
S : Hubunganku dengan?
P : Dengan keluarga maupun dengan orang lain, termasuk teman
dan kerabat.
S : Adanya saling menghargai mungkin ya. Mereka menghargai
pilihanku yang berbeda, aku menghargai dengan cara aku bersikap
baik. Gitu. Jadi, aku tau kok itu nggak mudah buat mereka untuk
menerima aku. Mereka juga bersedia menjadi garda depan ketika ada
orang-orang di luar sana yang mungkin ngomongin aku ya. Dan aku
menghargai itu. Maksudnya, jangan sampai aku melakukan kesalahan
dan bawa-bawa nama mereka gitu lho.
P : Terus saat itu ketika Anda menyadari bahwa Anda memiliki
orientasi seksual lesbian, bagaimana Anda memandang diri setelah
mengetahui bahwa Anda lesbian?
S : Memandang diri setelah aku tau aku lesbian? Pertama aku
memandang aku berbeda. Jelas. Yang kedua, aku memandang bahwa,
ini boleh sombong ya, nggak semua orang bisa jadi lesbian. Nggak,
maksudku nggak semua orang bisa menerima dirinya berbeda
(senyum). Dan ketika orang nyinyir, buatku itu, apa ya, kayak sampah
gitu lho. Karena kan aku nih kan kayak merasa susahlah dengan
banyak hal yang terjadi di luar sana, isu-isu yang negatif tentang LGBT
gitu. Aku memandang bahwa diriku ya luar biasa bisa bertahan sampai
detik ini dengan orientasi seksualku yang berbeda. Kalo nggak aku
pasti udah nyerah dan dinikahkanlah pasti.
AKHIR
P : Oke. Terus kalo sekarang, di kehidupan yang sekarang ini,
Informan memiliki orang-orang
yang cukup dekat untuk
melindungi dan menjaganya,
selain itu informan mampu
menempatkan diri untuk tidak
melibatkan orang-orang yang
menjaganya
dalam
kesalahannya
D1, D4
Informan mampu menerima
dirinya bahwa ia seorang
lesbian
A2
Informan mampu bertahan
dengan pilihannya sebagai
lesbian
A3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
Anda sedang mengalami apa terkait dengan orientasi seksual yang
Anda miliki?
S : Aku lagi jatuh cinta.
P : Jadi lebih ke relasi ya, maksudnya lebih memahami relasi
pasangan?
S : Iya, bener.
P : Terus bisa diceritakan nggak, maksudnya, mungkin di situ ada
proses yang bisa diceritakan atau..
S : Sebenarnya ini semua pertanyaan ini aku selesai ya kayak
bagaimana proses awal, bagaimana proses coming out, bagaimana
proses dengan keluarga dan segala macem dengan teman-teman. Itu
aku selesai sebenarnya. Usiaku 32 dan aku selesai dengan itu. Yang
nggak selesai sebenernya adalah konflik dengan diri sendiri malahan.
Maksudnya menjalani kehidupan sebagai lesbian ini kan nggak cuma
selesai ketika kita terima diri kita berbeda, nggak selesai juga ketika
kita diterima di masyarakat atau di keluarga. Nggak selesai di situ, tapi
proses-proses yang berhubungan dengan pasangan. Pasangan ini kan
juga punya proses yang sama kan, harus bertemu dengan keluarganya,
harus bertemu dengan lingkungannya. Nah, itu sebenarnya. Jadi lebih
ke aku kok ngurusi proses coming out-nya pasanganku tuh lho, bukan
proses coming out-ku.
342
343
344
345
346
P : Terus saat ini menghadapi situasi yang seperti itu, perasaanmu
gimana?
S : Gimana ya. Lebih ke ada banyak lelah sih di situ karena kayak yang Informan
mampu
aku nih sebenernya udah selesai lho sama diriku sendiri, aku nih menyelesaikan masalah yang
sebenernya udah selesai sama keluargaku. Udahlah, selesai dengan dihadapinya, dan berusaha
Informan
mampu
menyelesaikan
masalah
hubungan dengan keluarga dan
orang lain, namun masih ada
konflik dalam diri yang
berkaitan dengan pasangan
karena informan merasa apapun
yang
berkaitan
dengan
pasangan
akan
berkaitan
dengan
informan
juga,
termasuk jika gagal untuk
coming out misalnya tidak
diterima
keluarga
dan
lingkungannya sehingga dapat
memutus hubungan dengan
informan
D4, F1, F2
D4, E4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
347
348
349
350
351
352
353
coming out-ku gitu, tapi kok malah aku harus ngurusin coming out-nya memberikan dukungan kepada
orang gitu lho. Tapi kan itu pasangan kita dan nggak menutup pasangannya
kemungkinan kalo.. justru itu aku mumetnya di situ malahan, ngurusin
coming out-nya orang. Remeh-temeh sih sebenernya karena tuh kan,
misalnya nih aku berhubungan dengan orang, terus orangnya itu belum
coming out gitu kan, kan yang deg-degan aku. Yang deg-degan aku,
yang ketakutan aku. Karena itu kan anak orang ya. Kayak gitu deh.
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
364
365
366
367
368
369
370
371
372
373
P : Terus kenapa sih, kamu bisa mikir sama merasakan takut, degdegan? Itu muncul darimana?
S : Muncul dari pertama, jelas, takut hubunganku nggak berhasil.
Hubunganku nggak berhasil hanya karena misalnya nih, dia ketahuan
dia lesbian terus dilarang berhubungan sama aku atau malah dipaksa
menikah atau apalah gitu. Hal-hal yang kayak gitu. Lebih takut ke
relasi yang gagal pada akhirnya.
P : Selain pada relasi, perlakuan apa yang saat ini kamu terima
terkait orientasi seksual yang kamu miliki?
S : Nggak ada. Justru malah sebenernya kayak perilaku positif sih. Ya
itu tadi, prosesku untuk membuka diri dan aku melemparkan wacana
orientasi seksual itu sebenarnya justru malah kayak orang-orang jadi
kayak gini, “oh ternyata gitu ya, oh ternyata lesbian itu gitu ya, oh
ternyata mereka sama ya sama kita.” Jadi, perilaku-perilaku yang
positif sebenernya.
P : Mendapatkan feedback kayak gitu tadi dari orang lain itu
reaksimu piye?
S : Oo ya bersyukur dong. Maksudnya, mungkin mereka cuma kayak
bisa menerima aku karena aku tetep orang lain ya buat mereka. Nggak
menutup kemungkinan ketika mereka nerima aku sebagai lesbian,
Informan berusaha membangun
persepsi
dalam
benak
masyarakat bahwa lesbian tidak
seperti yang mereka pikirkan
selama ini
F1
Informan berpandangan bahwa
lingkungan sosial seseorang
yang dapat menerima dirinya
belum tentu dapat menerima
anggota keluarganya yang
E1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
374
375
376
377
belum tentu ketika mereka punya saudara, punya adek, punya kakak,
atau apalah yang juga lesbian, mereka bisa nerima. Belum tentu.
Tapi paling tidak mereka sudah taulah hal-hal positif dari orientasi
seksual yang berbeda.
berorientasi lesbian karena
pemikiran
yang
berbeda.
Informan berharap
bahwa
masih ada hal-hal positif dari
orientasi seksual lesbian yang
dipahami kaum hetero
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
P : Terus saat ini ada nggak hal yang kayak mengganggu,
menggelisahkan atau bahkan hal yang menyenangkan yang kamu
alami?
S : Hal yang mengganggu dan menggelisahkan itu ya itu tadi soal
relasi. Jelas. Relasi ini kan bukan cuma urusan sama keluarga aja, tapi
ada banyak hal gitu lho kayak instansi-instansi terkait di mana tempat
pasanganku kerja misalnya. Tempat tinggal ajalah paling gampang.
Misal, kita tinggal bareng. Kita harus cari tempat yang di mana
lingkungannya nggak terlalu kepo gitu lho, nggak terlalu rese’ gitu kan.
Hal-hal yang kayak gitu menggelisahkan. Kita harus mikir keras tuh
lho, gimana ya caranya supaya orang-orang nih nggak terlalu lebay gitu
lho ngurusin hidup kita. Itu menggelisahkan. Kalo menyenangkan ya
itu tadi, jauh lebih bisa berekspresi tuh lho. Nggak perlu vulgar ya, tapi
kayak sekarang pun ada banyak temen-temen lesbian yang berani
ngerayain ulang tahun pacarnya di tempat-tempat terbuka, public space
gitu. Di kafe atau apa. Itu ulang tahun pacarnya ya yang sama-sama
perempuan padahal. Kayak gitu.
395
396
397
398
P : Terus apa yang kamu pikirin atau kamu rasain terkait hal
tersebut?
S : Yang aku pikirin jelas kayak gini. Beberapa ratus tahun yang lalu Informan belajar dari sejarah
kan orang nggak akan kepikiran kalo perempuan tuh bakal ada di bahwa
tidak
menutup
Informan
masih
merasa
terganggu jika masyarakat
mempunyai rasa ingin tahu
yang tinggi namun responnya
negatif. Hal ini membuat
informan
berpikir
untuk
mencari cara agar masyarakat
tidak terlalu usil dengan
lesbian,
namun
dapat
memahaminya
F4
C2
E1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
399
400
401
402
403
404
405
406
407
408
409
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
425
426
posisi-posisi penting pemerintahan gitu kan. Aku juga mikirnya
mungkin beberapa tahun lagi atau beberapa puluh tahun lagi atau
berapa ratus tahun lagi mungkin LGBT nih udah bener-bener bisa
diterima di masyarakat.
P : Apa yang membuat Anda berpikiran seperti itu?
S : Proses. Manusia ini kan nggak goblok ya. Punya otak buat mikir.
Dan semakin ke sini ini kan semakin banyak orang yang sounding
tentang LGBT. Banyak juga tempat-tempat yang udah mulai
membiarkan teman-teman ini beraktivitas gitu lho. Banyaklah. Yang
membuat orang-orang tuh jadi ngeliatnya tuh bukan cuma luarnya aja,
tapi “oo ternyata temen-temen LGBT ini bisa bekerja dengan baik, bisa
berkreasi dengan baik” gitu kan. Itu pasti nanti one day, LGBT akan
biasa aja kok di dunia ini.
P : Terus sekarang boleh diceritakan nggak gimana sih
hubunganmu sama keluarga saat ini?
S : Hubunganku sama keluarga semakin baik sih, semakin terbuka,
semakin santai, semakin enak tuh lho kalo mau ngapa-ngapain. Nggak
perlu yang ngumpet-umpet, nggak perlu yang macem-macem.
P : Kalo sama orang lain? Bisa teman atau kerabat.
S : Iya, sama kayak gitu. Temenku nih, nggak berubah soalnya dari
awal sampe akhir tuh nggak berubah. Ya orang-orangnya itu-itu aja.
P : Kenapa orang-orangnya itu-itu aja?
S : Karena aku memilih teman sekarang. Orang-orang yang tidak
berkualifikasi untuk jadi temanku biasanya ya aku cukup kenal aja.
Nggak yang aku pertahanin. Karena buat apa sih kita berteman sama
orang-orang yang cuma memberikan energi negatif?
P : Terus bisa dijelasin nggak kualifikasi seperti apa sih yang
menurut pandangan Anda bisa dipertahankan sebagai teman?
kemungkinan suatu saat lesbian
dan LGBT dapat diterima
masyarakat
Informan mengamati berbagai
kondisi lesbian termasuk LGBT
di mata masyarakat dan
menemukan
hal-hal
baru
mengenai kondisi LGBT di
masyarakat
E1, E3
Informan mampu membangun
hubungan yang hangat dan
intim dengan keluarga
Informan
mampu
mempertahankan
hubungan
baik dengan teman dan sahabat
D1, D5
Informan mampu memutuskan
untuk memilih teman yang baik
untuk dirinya sendiri
C1
D1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
S : Satu, yang jelas sama-sama punya pandangan positif. Yang kedua,
teman itu kan sebenernya kayak seleksi alam aja. Yang dia bisa nerima
kita apa adanya, dia pasti akan bertahan. Nggak cuma bisa buat diajak
seneng-seneng, tapi bisa diajak mikir juga, bisa diajak diskusi juga.
Hal-hal cerdas bisa kita lakukan bersama. Hal-hal konyol juga kita bisa
lakukan bersama.
P : Menurut Anda, kalo memiliki hubungan dengan keluarga yang
seperti itu sampe sekarang dan hubungan dengan orang lain
seperti ini, apa sih yang bisa membuat hubungannya seperti itu?
Kan tadi Anda cerita kalo hubungan Anda saat ini sama keluarga
itu semakin baik. Terus hubungan dengan orang lain terkait
kerabat, teman semakin baik. Nah, menurutmu nih, apa sih yang
membuat hubungan kalian itu bisa seperti itu?
S : Ya itu tadi, saling menghargai, toleransi, terbuka. Jadi, orang itu
kadang merasa dihargai ketika kita terbuka sama dia. Nggak ada yang
ditutupi, nggak ada yang perlu disembunyiin. Orang merasa kayak “oh
kamu percaya sama aku untuk paham sama dirimu”. Kayak gitu sih.
P : Mungkin punya pengalaman yang bisa diceritain nggak terkait
dengan hubungan dengan orang lain?
S : Ya kayak aku sama tempat kerja ya. Mereka lebih ke yang penting
kerjaanku kan beres. Ketika aku punya orientasi seksual yang beda, ya
mereka cukup tau aja. Cukup “ya udah terus kenapa? Yang penting
kerjaanmu beres”. Itu kan maksudnya kayak ketika aku terbuka,
mereka bisa menerima. Dan mereka menghargai apa yang perlu
dihargai sepantasnya.
P : Terus kamu memandang hidupmu atau memandang dirimu
saat ini seperti apa?
S : Aku stronger than yesterday. Jelas. Karena ketika aku selesai
Informan mampu memilih
teman yang punya pandangan
positif untuknya dan juga
sebaliknya, saling
menguntungkan
C1
Informan mampu membangun
hubungan positif dengan
keluarga, terbuka dan
membangun kepercayaan
dengan orang terdekat
D1, D2, D5
Informan
mampu
menyelesaikan
tanggung
jawabnya sebagai karyawan
tanpa memperdulikan penilaian
orang lain tentang dirinya, yang
penting hasil kerjanya
Informan mampu terbuka
E4
A3, C2, C3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
455
456
457
458
459
460
461
462
463
464
465
466
467
468
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
dengan proses coming out.. Gini, coming out itu sebenernya bukan
satu-satunya hal yang paling berat yang dialami teman-teman lesbian
atau LGBT. Tapi bagaimana caranya ketika kamu sudah coming out
dan berusaha menjadi manusia gitu lho. Ngerti nggak maksudku?
P : Bisa dijelasin lagi nggak maksudnya bagaimana proses itu
terjadi?
S : Jadi kan orang-orang pasti berpikir gitu lho, yang paling susah dari
LGBT ini adalah coming out. Takutlah dengan segala macem hukuman
dalam tanda kutip, yang diterima ketika kita coming out. Tapi
sebenernya nggak gitu. Sebenernya kayak kamu mau memutuskan
untuk menikah tuh lho. Nikahnya kan gampang, resepsi gampang.
Tinggal cari duit gimana caranya nikah. Tapi kan kehidupan setelah
menikahnya itu kan yang perlu dipikirin, bagaimana menjaga kualitas
pernikahan? Sama kayak proses diri. Jadi, ketika kamu udah coming
out, gimana caranya supaya kamu menjadi lesbian yang baik di mata
orang. Bukan lesbian abal-abal. Bukan yang terkenal dengan party-nya,
bukan terkenal dengan gonta-ganti pasangannya. Tapi ya itu tadi yang
aku bilang, menjadi manusia yang manusia. Yang kamu dihargai
karena kamu berprestasi. Saya ini menjawab pertanyaan nggak sih?
Kayak nggak deh.
P : Jadi lebih ke bagaimana kamu memandang dirimu?
S : Ya itu, aku pengen jadi manusia. Orang bukan kenal aku karena “oh
DJ tuh yang lesbian itu ya?”, Nggak, tapi lebih yang “oh DJ tuh yang
prestasinya ABCD”. Nah, gitu.
479
480
481
P : Terus kalo memaknai hidupmu saat ini gimana? Mungkin
kayak kamu bisa menceritakan hal apapun sih dalam memaknai
hidupmu saat ini. Tapi mungkin lebih dijelasin ketika kamu
mengenai jati dirinya dan
mampu menentukan langkah
selanjutnya sebagai manusia
pada umumnya
Informan mampu untuk belajar
dari pengalaman teman-teman
sesama LGBT seperti apa
menjalani hidup sebagai LGBT
Informan memiliki harapan
bahwa penilaian hidupnya di
mata orang lain adalah karena
berbagai prestasinya, bukan
orientasi seksualnya
E1
F4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
482
483
484
485
486
487
488
489
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
501
502
503
504
505
506
507
508
509
memandang dirimu better than yesterday, kamu memaknai
hidupmu seperti apa?
S : Aku nggak pernah kepikiran dalam memaknai hidupku sekarang.
Hidupku sekarang kan belum selesai. Jadi aku belum evaluasi soal
hidupku ini.
P : Mungkin bisa diceritain sampe kemarin atau detik ini.
S : Aku sedang dalam proses berjuang sebenernya sekarang. Berjuang
untuk dianggap sebagai manusia tadi sih. Jadi, aku belum bisa
memaknai hidupku apa-apa untuk saat ini. Karena itu kan sebenernya
lebih kayak ya yang penting kita bersyukur, kan? Bersyukur aja setiap
harinya. Tapi aku belum bisa memaknai yang kayak gimana gitu, aku
belum bisa.
P : Terus saat ini punya harapan tertentu nggak terkait orientasi
seksual atau kehidupan atau diri?
S : Kalo harapan terkait orientasi seksual, aku bukan orang yang
menganut konsep pernikahan ya, apalagi pernikahan LGBT. Nggak,
belom kepikiran sampe situ. Tapi aku lebih berharap sih, kalo untuk
aku sendiri aku berharap aku bisa terus memberikan wacana ya tentang
LGBT ini ke orang-orang. Ya sekitarku ajalah. Aku nggak mulukmuluk yang harus ikut demo sana-sini waktu Idaho atau apa tuh nggak.
Orang-orang sekitarku aja. Setiap hari kan kita akan bertemu dengan
orang baru. Aku kampanyenya dengan itu, dengan orang-orang
sekitarku aja. Dan aku berharap temen-temen komunitas LGBT jauh
lebih bijaksana dan cerdas. Jangan gampang yang kayak kemarin
ajalah, isu LGBT yang begitu kerasnya itu aku baca. Kok kayaknya
terlalu berlebihan temen-temen LGBT menanggapinya. Yang harus
kumpul di titik 0 kilometerlah, dimanalah. Itu tuh nggak akan
menyelesaikan masalah sebenernya. Justru mulai dari diri sendiri
Informan merasa masih harus
banyak belajar mengenai hidup
E2
Informan masih belajar banyak
hal-hal baru dalam proses
kehidupannya sebagai lesbian
E2
Informan mampu memiliki
harapan, bukan hanya untuk
dirinya namun lebih luas yaitu
untuk komunitasnya
F4
Informan belajar dari
pengalaman-pengalaman
terdahulu sehingga dapat
memenuhi harapannya
E1, E2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
510
511
512
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
529
530
531
532
533
534
535
536
537
sebenernya. Itu harapan untuk komunitas ya terkait orientasi seksual.
Harapan besarnya, ya udahlah orientasi seksual ini jangan lagi dijadiin
isu. Sama aja kayak kita nafas tiap harilah, anggap aja kayak gitu.
Nggak perlu jadi wacana-wacana lagilah. Karena ketika masih jadi
wacana, berarti itu kan masih ada pro dan kontra. Anggap aja kayak
selera, satu suka tempe, satu suka ayam. Itu kan nggak pernah jadi
wacana kan kenapa kamu suka tempe dan aku suka ayam. Ya udah
anggap aja kayak gitu.
P : Terus kenapa kamu bisa mempunyai pikiran seperti itu?
Berawal dari apa?
S : Berawal dari capek. Capek dengan isu yang setiap tahun tuh, hanya
jadi tumpangan tuh lho. Kayak kita ini cuma dijadiin kambing hitam
untuk nutupin isu-isu lain gitu kan. Ini kan urusan hati ya. Orientasi
seksual itu kan urusan hati. Ngapain sih ngurusin hati orang. Kita lho
yang jatuh cinta, kita lho yang patah hati. Penting po itu dijadiin
omongan? Nggak penting menurutku. Berawal dari capek dan
menurutku semakin nggak bermutu tuh lho ngomongin LGBT itu tuh.
Kejahatan orang dikaitkan dengan isu LGBT, apalah itu dikaitkan
dengan isu LGBT. Sebenernya udah nggak penting lagi itu. Ngapain?
Dan harapan terbesar sebenernya adalah orang-orang kayak orangorang pinter yang aku bilang yang sekolah sampe S entah berapa itu
percuma ketika tidak mengimplementasikan ilmunya di masyarakat
gitu lho. Anak-anak psikologi tau itu PPDGJ, tapi apa yang terjadi?
Disangkallah ilmu itu kan hanya untuk dapat nama dan rasa aman.
Kamu jadi kelihatan goblok di mataku ketika itu terjadi gitu lho, mau
seberapa tinggi kamu sekolah.
P : Pandanganmu terhadap hal tersebut gimana? Termasuk
perasaanmu menghadapi situasi yang tadi kamu cerita bahwa lagi
Informan tetap berharap
berdasarkan pengalamanpengalaman sehingga
mempunyai harapan dan tujuan
dalam hidupnya
E1, F1, F4
Informan merasa bahwa harus
berbuat sesuatu untuk menjaga
kaumnya agar tidak menjadi
bahan bully masyarakat umum
karena informan mampu
merasa bahwa apa yang dialami
kaumnya sangat mengganggu
C2, D3
Harapan informan terhadap
orang-orang yang dianggap
intelektual
F4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
538
539
540
541
542
543
544
545
546
547
548
549
550
551
552
553
554
555
556
557
558
559
560
561
562
563
564
565
booming di titik 0-lah, ada isu-isu itulah, bahwa LGBT itu sebagai
isu tumpangan agar tidak buat pijakan tadi ya kalo nggak salah.
Bagaimana kamu menanggapi hal tersebut dan perasaanmu
gimana sih melihat isu yang seperti ini?
S : Dulu waktu usiaku masih 20-an, wah aku juga ikut panas tuh pasti.
Nggak terima. Cuma sekarang aku udah lebih nggak peduli karena juga
aku melihat mo marah sama siapa? Mo marah sama orang-orang yang
kontra? Mereka nggak salah karena apa? Karena wacana-wacana
sendiri dari dalam orang-orang yang merasa ngerti tentang LGBT itu
juga nggak nyampe ke mereka gitu lho. Jadi, menurutku juga duaduanya bukan orang-orang yang patut dibela sih. Ayolah, kita samasama untuk membenahilah. Sebelum kita protes soal hak kita, ya kita
kaji dululah sebenernya apa sih yang masih pro dan kontra. Kita nggak
ngomongin masalah agama ya karena masalah agama ini nggak akan
pernah selesai.
P : Terus tadi kalo nggak salah denger aku denger kurang
menyetujui bahwa ada pernikahan sejenis saat ini, itu bisa
diceritain nggak maksudnya itu lebih bagaimana?
S : Itu kan tapi pandangan pribadiku.
P : Iya, boleh diceritain nggak pandangan pribadimu terkait hal
tersebut?
S : Sebelum LGBT benar-benar dianggap hanya soal selera yang
berbeda, aku pikir percuma mau menikah sampai ujung dunia juga.
Karena ujung-ujungnya tetap akan jadi open relationship. Pernikahan
itu sebenernya buat apa sih? Satu, menghindari zinah gitu kan. Yang
kedua, supaya dapet payung hukum ketika terjadi KDRT atau segala
macem. Nah, temen-temen LGBT sebenernya belum bisa sampe sana.
Kalo menurutku lho ya. Ini aku harus bilang kalo menurutku, kalo
Informan berusaha untuk
belajar dari pengalamanpengalaman bagaimana
menghadapi orang lain sebagai
seorang lesbian
E1, E2, E3, E4
Informan mengambil banyak
pelajaran dari kasus yang
menimpa kaum LGBT lainnya
sehingga menyadari bahwa
kaumnya tidak akan mendapat
ruang yang sama dengan
masyarakat hetero
E1, E2, E3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
566
567
568
569
570
571
572
573
574
575
576
577
578
579
580
581
582
583
584
585
586
587
588
589
590
591
592
593
nggak aku ntar dihajarin sama temen-temen LGBT. Karena sama aja
menikah nih ya, terus habis itu terjadi kasus kekerasan nih dalam
hubungan mereka. Mo minta apa? Mo minta payung hukum yang
mana? Itu nggak akan pernah bisa. Mo menikah di Belanda pun, balik
ke Indonesia juga percuma.
P : Terus menanggapi hal tersebut, kamu lebih melakukan hal
atau berproses seperti apa?
S : Lebih proses ke pengayaan diri sih sebenernya. Lebih kayak yang
ketika aku berpasangan ya melakukan hal-hal yang dilakukan pasangan
to. Maksudnya kayak menjalani hidup biasa, kayak berpasangan. Aku
nggak muluk-muluk soal itu. Gimana dong?
P : Sedikit lagi masalah open relationship. Terkait dengan katakata itu, maksudnya apa?
S : Ini cuma kayak lingkaran setan sebenernya. Temen-temen LGBT
minta haknya untuk menikah, jelas itu masih jauh. Sementara itu belum
terlaksana, belum terpenuhi, temen-temen LGBT sudah terlanjur sudah
terlanjur masuk ke budaya open relationship itu tadi. Maksudnya
kayak gini. Misalnya aku berpasangan dengan orang, kapanpun aku
bosen dengan dia atau kapanpun aku nggak sreg sama dia, aku bisa
sama orang lain. Begitu juga dengan dia. Karena apa? Karena kan
nggak ada ikatan pernikahan yang dilindungi oleh hukum ya kan?
Apalagi untuk punya keturunan. Nah, itu tuh akan kayak jadi budaya
tuh lho. Akan jadi kebiasaan ketika kita berpasangan akhirnya
gampang banget untuk sama orang lain, aku memperhalus kata-kata
selingkuh sih ya, untuk berhubungan sama orang lain yang bukan
pasangan kita. Kayak gitu. Itu kan open relationship.
P : Dari obrolan kita siang ini, masih ada cerita yang belum
disampaikan atau mungkin tadi kelupaan atau mau ada yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
594
595
596
597
598
599
600
601
602
603
604
605
606
607
608
609
610
611
612
613
614
615
616
617
618
619
ditambahkan atau apalah sebelum kita akhiri ini?
S : Apa yaa.. Karena kalo dari pertanyaan-pertanyaan ini kan
sebenernya pertanyaan-pertanyaan orang yang tidak selesai dengan
coming out atau mengalami proses keras ketika coming out. Cuma aku
ini berbeda karena aku justru malah berurusan sama orang-orang yang
belum selesai dengan coming out. Itu jauh lebih susah lho. Maksudnya,
kalo kita mau coming out sama keluarga kita sendiri, kita tau keluarga
kita kayak gimana. Tapi ketika kita berada di samping orang yang
belum selesai dengan coming out, justru pergerakan kita itu jauh lebih
terbatas karena kita nggak tau keluarganya gimana, temen-temennya
gimana. Jadi, menurutku mungkin ya ada harapan-harapan kayak
temen-temen yang coming out ini ada pendampingannya tuh lho,
supaya nggak frustasi.
P : Pendampingan seperti apa yang misalnya kamu harapkan?
S : Ya rubahlah psikolog itu. Bukan hanya mengurusi soal sehat dan
sakit, sembuh dan normal itu tadi, tapi pro-choice. Jadi temen-temen
yang coming out ini tau, yang berproses coming out ini tau harus curhat
kemana. Sebenernya kalo ini terpenuhi, misalnya temen-temen yang
frustasi dengan orientasi seksualnya ini ketika dia ada wadah untuk
curhat atau untuk apa, aku yakin kok prosentase pengguna narkoba
berkurang. Mungkin juga prosentase orang bunuh diri juga berkurang.
P : Menurut Anda, apa kaitannya orientasi seksual lesbian dengan
pengguna NAPZA sama bunuh diri?
S : Ya iyalah. Gini, aku stress. Aku mau cerita semakin disudutkan
sama orang. Aku nggak tau aku harus ngapain, aku nggak tau harus lari
ke mana. Jalan yang paling simpel kalo nggak NAPZA, ya bunuh diri.
620
P : Kalo boleh diceritain, apa punya pengalaman terkait hal
Harapan informan supaya ada
pendampingan terhadap temanteman LGBT saat coming out
supaya tidak frustasi
Harapan informan terhadap
psikolog untuk tidak
mengutamakan hasil akhir
namun proses yang dialami,
misalnya proses coming out
yang tetap membutuhkan teman
curhat
F4
Menurut informan, yang
penting adalah pendampingan
dan tempat cerita karena jika
hal tersebut tidak terpenuhi
maka akan mencari pelarian
negatif bahkan bunuh diri
F4
F4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
621
622
623
624
625
626
627
628
629
630
631
tersebut?
S : Nggak sih. kalo aku sih nggak. Pernah mengenal orang yang pernah
kayak gitu. Kayak dia dipaksa menikah sama laki-laki padahal dia
bener-bener nggak bisa sama laki-laki, akhirnya dia berusaha untuk
bunuh diri. Untung selamet. Ya itu kan maksudnya keluarganya juga
harus berpikir lebih luaslah. Kayak gitu. Ayolah, temen-temen dari
psikologi ini harusnya jadi orang-orang yang pionirlah.
P : Oke, itu harapannya ya DJ, ya. Ada yang mau ditambahkan
mungkin?
S : Nggak, udah.
P : Makasih buat obrolannya
Harapan terhadap keluarga
yang lebih terbuka agar tidak
memaksakan suatu kehendak
yang membuat seseorang
merasa tertekan dan putus asa.
F4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
2. Analisis Tematik Informan B
AWAL
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Transkip Wawancara
P : Siang, mbak MR. Jadi nerusin obrolan yang udah
beberapa minggu lalu saya sampaikan bahwa mbak MR saya
pilih menjadi informan dalam penelitian saya terkait dengan
psychological well-being pada lesbian. Ada beberapa
pertanyaan yang akan saya ajukan, itu boleh dijawab atau
boleh tidak dijawab sekiranya mbak MR tidak nyaman
dengan pertanyaan itu. Nggak ada jawaban benar atau salah,
cuman nanti kita untuk melihat prosesnya aja. Kalo boleh
saya tahu, bagaimana kehidupan Anda sebelum menyadari
bahwa mbak MR itu seorang lesbian?
S : Oke. Proses menyadari bahwa aku berbeda itu sudah dari awal
sih. Maksudku, muncul pertanyaan itu, terutama cukup gelisah,
itu SMA sekitar tahun 1997. Dari awal sih aku ngrasa kayak lebih
praktis main sama cowok, tapi sebenarnya kayak nggak ada
perbedaan sih menurutku. Aku punya banyak teman cowok,
banyak teman cewek. Tapi memang aku merasa lebih praktis
main dengan cowok dengan permainan-permainan yang lebih
fisik ya sifatnya. Mancing, cari ikan, layang-layang, terus petak
umpet pas purnama. Aku dari kecil nggak nyaman pake rok.
Cukup sulit mendeskripsikan apakah aku tidak nyaman itu satu
pola yang terbentuk atau memang aku menolak. Tapi dari kecil
aku nggak nyaman dan kebetulan orangtuaku nggak terlalu juga
memaksakan karena sakjane orangtuaku menginginkan anak
Keterangan
Informan mulai
mempertanyakan dirinya yang
lebih memilih dan nyaman
bermain dengan teman laki-laki,
termasuk gaya pakaian yang
tidak nyaman dengan pakaian
perempuan seperti rok sehingga
sejak kecil informan tidak
pernah memakai rok kecuali
seragam sekolah
Kode
E7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
cowok. Di awal, bapakku menginginkan anak cowok dan ibuku
nggak terlalu ribet harus karena cewek harus pake rok segala
macem. Mungkin di sekolah aja sih harus tunduk, tapi aku nggak
punya sama sekali baju rok cewek di luar seragam.
P : Jadi dari kecil apakah tritmen orangtua terkait dengan
fisik, maksudnya penampilan, memang style cowok atau
nggak masalah? Nggak dipeduliin?
S : Kayaknya sih, aku yang menolak pake rok karena memang
jenis aktivitasku. Bapakku kan suka banget mancing, jadi aku
sering ikut. Otomatis aku pasti akan pilih pake celana pendek.
Adekku yang kedua itu cowok terus aku juga ada sepupu cowok.
Karena orangtuaku punya toko bahan bangunan, tukangtukangnya pun cowok. Malah pertama kali aku belajar sholat, aku
pake sarung dan itu yang ngajarin tukang yang udah sepuh. Pake
sarung terus pake kopiah.
P : Terus kalo boleh diceritain juga bagaimana sejarah hidup
ketika mbak MR mulai merasakan bahwa mbak MR seorang
lesbian?
S : Proses ini tidak terjadi di awal. Proses menyadari justru
muncul di SMA, tapi aku flashback betul perjalanan hidupku.
Misalnya, sejak kapan aku merasa berbeda. Ternyata kutemukan
TK aku merasa lebih nyaman dengan guru. Aku sering
membayangkan misalnya akan ada momen-momen di mana ada
interaksi yang lebih hangat secara fisik dengan bu guru ini, tapi
aku membayangkan tidak dalam interaksi seksual, tapi lebih
kayak dia memanjakanku. Karena kebetulan ibuku cukup sibuk
dengan tokonya. Aku di TK 2 tahun. Aku lulus dari TK itu 6
tahun kurang. Kalo aku 2 tahun, aku masuk TK umur 4 dan itu
Informan menolak memakai rok
karena jenis aktivitasnya
dominan aktivitas laki-laki,
selain itu informan juga
dikelilingi oleh lingkungan yang
mayoritas laki-laki seperti
saudara dan tukang-tukang yang
bekerja di toko ayahnya
Informan flashback bahwa
gejala ketertarikan dengan
perempuan awalnya adalah saat
TK yaitu dengan gurunya, bukan
tertarik secara seksual, tapi
kehangatan secara fisik seperti
memanjakan, bahkan hal
tersebut berlanjut hingga SD
yang juga tertarik dengan
gurunya.
C1
E3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
shocking ya membayangkan bahwa aku merasa tanda-tanda awal
itu justru muncul di umur yang cukup muda. Kemudian SD
sempat juga cukup tertarik dengan bu guru. Pokoknya temanya
waktu TK-SD itu I love you, bu Guru. SD itu aku nggak pernah
merasa tertarik yang serius pengen pacaran dengan cowok. Tetapi
rasa penasaran ingin pacaran itu justru lebih terjadi karena temantemanku mengalaminya, aku nggak.
P : Kalo boleh diceritain juga, ketertarikan seperti apa sih
sama bu guru-bu guru tadi?
S : Kayak aku membayangkan misalnya dipeluk. Kemudian
ngobrol saja yang tidak terganggu siapa pun. Nggak kepikiran
sampe yang mencium dan lain sebagainya, tapi lebih ke momenmomen intim, momen-momen hangat.
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
82
83
P : Terus saat itu ketertarikan Anda dengan laki-laki dan
perempuan bagaimana?
S : TK-SD, aku nggak bisa mendeskripsikan. Terutama SD.
Pengen pacaran soalnya temen-temenku mengalaminya dan aku
tidak. Jadi, aku pengen tau rasanya. SMA, titik mulai aku cukup
bertanya dan mencoba pacaran, tapi juga nggak nyaman. Itu
dengan laki-laki. Dengan perempuan kalo SD kayaknya nggak
ada yang cukup deket di usiaku. SMP, dua kali kalo tidak salah
aku sangat penasaran dengan temen cewekku yang aku sangat
nyaman ketika hanya dengan dia. Kayak fokusnya dia cuma ke
aku. Dua-duanya udah menikah. Tapi nggak pernah
membayangkan lebih dari itu. Jadi, kayak fokusnya dia cuman ke
aku tok.
P : Ketika Anda memikirkan dan merasakan kalo mbak MR
seorang lesbian, bagaimana yang Anda pikirkan atau
Informan hanya membayangkan
dapat berinteraksi lebih ke
momen hangat/intim seperti
pelukan, bukan interaksi seksual
seperti ciuman dan sebagainya
Saat SMA, informan mencoba
untuk pacaran dengan laki-laki
namun tidak nyaman. Saat SMP,
informan merasakan
kenyamanan berada dekat
dengan perempuan
Informan mulai mencari tahu
A6
B4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
bagaimana yang Anda rasakan?
S : SMA itu proses aku bertanya. Sekitar tahun 1997-1998, kelas
dua, itu proses aku bertanya kenapa aku merasa berbeda dengan
yang lain. Aku mencari informasi. Kayaknya kalo nggak salah
dipicu artikel di Minggu Pagi ada sempat bahasan soal gay kalo
nggak salah. Aku sempet cari nama organisasinya. Aku temukan
nama Gaya Nusantara di Surabaya dan Suara Srikandi di Jawa
Barat. Proses pencarianku tidak selesai dan tersendat waktu itu
karena akses informasi tidak banyak. Belum ada internet dan lain
sebagainya. Handphone pun belum ada. Tetapi aku justru harus
tunduk pada standar-standar umum orang-orang. Misalnya, harus
pacaran sama laki-laki. Jadi, pertama kali aku pacaran dengan
teman mainku dari kecil, laki-laki, karena itu pun dijodohin sama
temen-temenku. Jadi itu bertahan satu bulan yang jenis
pacarannya pake surat yang kalo misalnya rapat pemuda dia
jemput aku dengan sepeda. Pacaran kedua dengan kakaknya dia,
laki-laki, itu pun karena dijodoh-jodohkan. Pacaran ketiga dengan
laki-laki, waktu itu aku kuliah, karena waktu itu aku menyadari
bahwa aku memiliki ketertarikan kepada perempuan. Ternyata
perempuan ini menganggapku sebagai kakak. Jadi kami sering
camping bareng. Sering cuman berdua aja. Dia punya pacar
cowok. Nggak mau kalah aku pacaran sama cowok. Dan itu
bertahan tiga tahun. Dia orang Jawa Barat, tapi karena dia Jawa
Barat dan aku Jawa ditentang orangtuaku. Karena semangatku
saat itu adalah semangat memberontak, maka semua yang
dilarang orangtuaku justru aku akan jalankan. Pada akhirnya
kenyamananku yang berbicara.
kenapa dirinya berbeda dengan
perempuan lain yang menjalin
hubungan yang nyaman dengan
laki-laki dan justru tertarik
dengan sesama perempuan
Informan mengalami kesulitan
untuk mencari informasi tentang
LGBT, justru harus tunduk pada
aturan dan standar umum dalam
masyarakat seperti pasangan
dengan lawan jenis dan bukan
sesama jenis
Informan terpaksa berusaha
untuk menuruti standar umum
dengan menjalin hubungan
dengan laki-laki
Hubungan dengan pacarnya
ditentang orang tua dengan
alasan beda asal, akhirnya justru
informan memberontak, bahkan
mulai pacaran dengan
perempuan
C2
B3
A6
C1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
P : Perasaannya terus apa yang Anda pikirkan juga ketika
mulai pacaran sama perempuan?
S : Aku mulai pacaran sama perempuan sekitar tahun 2005-2006.
Waktu itu dengan teman kerjaku di laborat. Mbak-mbaknya ini
pada titik saat ini aku mengatakan ia bukan seorang lesbian.
Hanya karena atau paling tidak kalo pun dia seorang lesbian, dia
belum selesai. Nggak tau sih, makin deket aja. Tipeku itu kalo
sangat penasaran dan menyukai seseorang, tak tempel terus dalam
konteks pertemanan. Dia juga tidak menolak. Akhirnya, makin
deket dan ya jalan. Dengan pacar cowok ini untuk memutuskan
dia dengan alasan logis itu nggak ketemu. Akhirnya memang
putusnya menjadi tidak terlalu oke.
P : Di saat mulai tertarik dengan perempuan atau mulai
pacaran dengan perempuan itu apakah ada kayak perasaan
bukan terkait dengan ketertarikan tapi perasaan takut atau
apa nih?
S : Pasti ya. Pasti karena kebetulan dia sendiri cukup religius.
Jadi, kami menikmati apa yang terjadi di antara kami, tetapi
persoalan aku sedang melanggar sesuatu yang besar itu masih
membayangi. Itu bertahan sampai 2009. Sekitar 3 tahun kami
jalan, tetep merasa bahwa ada sesuatu yang besar yang salah.
Cuma memang beruntung aku ketemu dengan komunitas gay dan
komunitas waria. Aku melihat fakta di situ. Perasaan bersalahku
menjadi terjawab sedikit demi sedikit, beda dengan pasanganku.
Walaupun dia kenal dengan temen-temenku, tetapi dia tidak
terlalu secara personal berinteraksi. Aku putus dengan dia pun
belakangan juga baru kusadari bahwa ada perlakuan-perlakuan
dia yang menurutku masuk di ranah kekerasan. Pembatasan aku
Informan mulai resmi pacaran
dengan seorang perempuan
sekitar 2005-2006
Meskipun informan pacaran
dengan waktu yang lama, namun
informan merasa ada rasa
bersalah dan mengganjal dalam
dirinya. Hingga bertemu dengan
komunitas LGBT maka
informan menemukan banyak
hal baru yang membuat banyak
pertanyaannya dapat terjawab
C1
E3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
berinteraksi dengan siapa. Kemudian misalnya kita punya satu
aturan, sebenarnya dia yang bikin aturan, kami pacaran adalah
ketika di dalam kamar dalam posisi terkunci dan lampu mati. Jadi
di luar dari itu interaksi fisik tidak pernah muncul.
P : Lalu bagaimana proses mbak MR melewati pergulatan
itu?
S : Sebenernya yang terberat itu justru sebelum ketika aku
memutuskan pacaran sama cewek. Karena aku merasa aku
berbeda, tapi aku nggak tau berbeda yang seperti apa, ini jenis
apa, posisi di masyarakat seperti apa. Aku sama sekali nggak tau.
Ditambah ada sepupu jauhku yang tampilannya butch banget. Dia
hidup sama perempuan di Prambanan dan dia selalu menjadi
bahan gunjingan di keluarga besar dan itu cukup tidak oke
bagiku. Punya sekian pertanyaan, tapi tidak pernah menemukan
informasi untuk menjawab kegelisahanku.
P : Menurut mbak MR, kenapa itu tidak terjawab saat itu?
S : Saat itu tidak banyak akses informasi yang ada. Internet
mungkin sudah ada, tetapi nggak sampai di kampungku sana.
Handphone juga belum. Jadi, telfonan masih pake telfon rumah.
Kemudian media cetak tidak banyak membahas. Kalopun ada
yang membahas, paling seputar konfliknya. Jadi konfliknya siapa
naksir siapa. Ternyata dia istri siapa atau suami siapa. Sekali
tersebut dua organisasi itu, Gaya Nusantara dan Suara Srikandi,
aku tidak pernah bisa mendapatkan informasi dari sana karena dia
Informan merasa bahwa yang
terberat adalah sebelum
membuka diri karena belum tahu
menghadapi respon sekitarnya.
Informan belum menemukan
jawaban semua pertanyaannya.
Melihat sepupunya yang
dianggap kurang sopan dan
tinggal bersama perempuan
menjadi bahan gunjingan,
menjadi pertimbangan informan
untuk terbuka
Informan berusaha mencari
informasi, namun karena
teknologi informasi belum
canggih, informan tidak
menemukan banyak informasi
C1
E1
E2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
di kota yang berbeda.
P : Kalo terkait dengan hubungan dengan keluarga saat
Anda belum menyadari kalo Anda lesbian dan merasakan
ketertarikan dengan perempuan?
S : Lagi-lagi orangtuaku tidak terlalu menjadi masalah karena
penampilanku pun masih cukup wajar. Dalam artian budaya
maskulin yang muncul itu bukan maskulin yang ekstrim.
Sebenernya kalo aku selalu potong pendek itu karena rambutku
kriting dan itu ribet dan aku selalu dibully maka aku selalu potong
pendek dan orangtua nggak ada soal. Cuman memang ada
beberapa titik yang mereka cukup ketat. Misalnya, aku minta
motor GL Pro nggak dikasih. Sebenarnya lainnya nggak ada. Aku
belajar nyopir kayak sodaraku cowok juga iya, kami bantu di toko
sama-sama iya, mancing iya.
P : Terus kalo hubungannya sama orang lain, misal di
masyarakat sosial atau teman?
S : Nggak ada masalah juga sih. Maksudku aku melihatnya nggak
ada masalah karena memang aku masih tampil dengan pakempakem mainstream walaupun aku tidak pernah pake rok. Secara
garis besar nggak ada soal sih. Bahkan misalnya aku belajar
sholat pake sarung pun juga itu bukan sesuatu yang besar saat itu
di keluarga.
P : Terus menurut mbak MR, apa yang membuat mbak MR
memiliki hubungan yang seperti itu dengan keluarga, temanteman, dan masyarakat?
S : Kalo dengan keluarga, kupikir karena keluargaku pada saat itu
bukan jenis yang sangat religius. Kedua orangtuaku itu samasama menjalankan ritual agamanya cuman nggak yang harus
Informan masih dalam toleransi
orang tua dalam berpenampilan
wajar meskipun berpenampilan
maskulin namun tidak ekstrim.
Selama ini penampilan informan
masih dianggap wajar dan masih
umum sebagai perempuan
meskipun tidak memakai rok
B1
B1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
saklek. Kemudian masyarakat di tempat aku tinggal itu kan
daerah di mana terjadi banyak interaksi orang, dengan orang baru
terutama, karena wilayahku kan kampung nggak, kota juga
bukan. Cuman banyak pendatang dan ini daerah transit
P : Bagimana Mbak MR memandang diri hidup Anda saat
baru mulai merasakan kalo Anda lesbian?
S : Bingung, iya. Takut, iya. Hanya memang pola pikirku saat itu
belum bisa menjangkau aku mau apa, aku mau seperti apa.
Seluruh fokusku masih habis di pertanyaan. Sakjane apa yang
kualami dan lain sebagainya. Bahwa ketika ketemu dengan
temen-temen komunitas gay dan waria, aku menyadari fakta ada
orang-orang yang memiliki persoalan hampir sama denganku,
tetapi ini pun belum selesai
TENGAH
P : Boleh diceritakan kehidupan mbak MR setelah
menyadari bahwa mbak MR itu lesbian?
S :Itu terjadi ketika aku pacaran sama yang pacar pertamaku yang
cewek. Kebetulan waktu itu aku aktif dulu di PKBI, berkenalan
dengan Sogi dan lain sebagainya. Cuman memang belum banyak.
Waktu itu kan pekerjaanku masih fokus di pencegahan HIV. Soal
orientasi seksual belum banyak dibincang. Baru ketika 2009, aku
meminta ke direkturku di IHAP untuk ikut kursus gender dan
seksualitas di Surabaya. Di saat itu aku merasa menemukan
seluruh jawaban pertanyaanku.
P : Perasaan mbak MR saat meyakini bahwa mbak MR
lesbian?
S : Aku merasa terbebas dari keterkungkungan pertanyaan dan
aku merasa bahwa normal itu adalah menjalani hidup sebagai diri
Informan belum bisa
menentukan mau ke arah mana
tujuan hidupnya karena masih
memikirkan banyak pertanyaan
yang belum terjawab mengenai
keadaan orientasi seksualnya
Informan mulai berinisiatif
untuk ikut kursus gender dan
seksualitas sehingga menemukan
banyak jawaban atas
pertanyaannya selama ini
Pada akhirnya informan
menemukan konsep kehidupan
normal sesungguhnya.
F5
C2, E2, E3
E3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
kita. Karena di Kursus Gender Seksualitas 2 minggu itu, di situ
kita diajarin tentang orientasi seksual, seksualitas dikaitkan
dengan HAM, seksualitas dikaitkan dengan agama, ini yang luar
biasa menurutku, seksualitas dikaitkan dengan budaya. Oke, ini
jawabannya atas banyak pertanyaanku selama ini.
P : Masih inget nggak kenapa Anda berpikir dan merasakan
hal seperti itu?
S : Terutama perasaan bahwa aku melanggar, aku melakukan
kesalahan yang cukup besar atau aku melanggar suatu aturan
besar yang waktu itu aku belum bisa terjemahkan. Belakangan
aku meyakini bahwa itu aturan di agama, itu terjawab di situ
bahwa Tuhan nggak serempong itu, bahwa budaya juga nggak
serempong itu. Dari dulu bahkan ada. Tapi justru ketika
masuknya Islam ala Arab dan lain sebagainya ini, maka banyak
terjadi pembelokkan dan lain sebagainya.
P : Boleh diceritain mbak maksudnya kata-katanya mbak
MR rempong tadi terkait hal apa soal agama?
S : Misalnya bahwa Anisa, laki-laki berpasangan dengan
perempuan, Adam dengan Hawa, harus menikah, salah satu cara
mencapai surga bagi perempuan itu adalah menikah dan melayani
suaminya. Kemudian setiap pembatasan dan lain sebagainya,
gaya berpakaian. Terutama bagaimana kontrol agama atas pola
pikir itu yang kubilang rempong. Tidak semuanya terjawab, tetapi
itu membuka kesadaranku. Paling tidak gerbangnya terbuka dan
aku banyak meluangkan waktu untuk selalu mencari. Apalagi
akses informasi mulai cukup terbuka. Aku selalu luangkan waktu
untuk membaca sehingga sedikit demi sedikit kumpulan
pertanyaan itu terjawab.
Menemukan jawaban tentang
seksualitas yang dikaitkan
dengan banyak aspek kehidupan
Informan menemukan bahwa
perasaan bersalah dan melanggar
lebih karena keyakinan pada
agama dan Tuhan
Informan memahami bahwa
kontrol agama sangat ketat yang
membentuk pola pikir. Hal
inilah yang semakin membuat
informan mencari lebih banyak
informasi sehingga berbagai
pertanyaannya terjawab
E3
E2, E3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
272
273
P : Selama mbak MR menyadari kalo mbak MR seorang
lesbian, perlakuan apa yang mbak MR terima setelah orang
lain tau bahwa mbak MR lesbian?
S : Di keluargaku misalnya, adekku yang nomor dua tau. Aku
cerita sama dia. Dia laki-laki. Dia tau aku berpasangan dengan
siapa. Dia tidak mendebat, bahkan dia juga berteman baik dengan
pasanganku. Tidak banyak konflik di situ. Keluargaku pun cukup
dekat dengan keluarga pasanganku waktu itu karena di usiaku
waktu itu lebih muda dari sekarang dan tuntutan untuk menikah
belum segencar beberapa waktu yang lalu. Makanya juga nggak
terlalu ada persoalan. Kemudian justru di lingkungan pekerjaan,
di IHAP, aku menjadi salah satu eksperimen atas sikap lembaga.
Jadi kalo IHAP mengatakan bahwa IHAP pro terhadap LGBT
tetapi tidak pernah ada LGBT di sana. Saya diterima dan saya
digunakan sebagai ruang uji coba sikap teman-teman staf. Overall
sih, oke. Misalnya sampe ke interaksi fisik. Cuman aku
menyadari aku belum selesai karena aku masih nggak bisa tidur
di kamar dengan perempuan. Bagiku itu sangat tidak nyaman.
Berinteraksi fisik dengan perempuan di luar pasanganku itu
masih nggak bisa. Masih kayak yang justru timbul pertanyaan di
kepalaku, jangan-jangan nanti aku tertarik untuk melakukan halhal di luar batas, jangan-jangan dia kemudian tersinggung,
jangan-jangan kemudian dia nggak nyaman. Jadi konflik barunya
tu adalah konflik dengan diriku sendiri.
P : Terus boleh diceritain nggak proses tuntutan untuk
menikah dari orangtua seperti apa?
S : Dulu orangtuaku tau aku pacaran sama laki-laki. Terus
belakangan berapa tahun aku nggak pernah lagi bawa laki-laki
Informan dapat terbuka dengan
adik laki-lakinya, dan tidak ada
konflik
Informan menjadi eksperimen di
lingkungan kerja mengenai uji
sikap kaum hetero terhadap
LGBT, dan sejauh ini tidak ada
masalah
Informan menyadari bahwa
proses menjadi lesbian belum
selesai karena informan tidak
nyaman interaksi fisik dengan
perempuan selain pasangannya
Orang tua masih memiliki
pandangan Jawa yang sangat
kental misal ada hal buruk jika
seorang adik menikah lebih dulu
D1, D5
B2
B3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
pulang. Kalopun ada, laki-laki yang tidak terlalu maskulin,
temen-temenku. Kayaknya mereka juga ngerasa bahwa ini bukan
pacarku. Kemudian adekku menikah, yang nomor dua. Bagi
keluarga Jawa itu kan suatu persoalan ya ketika anak sulung itu
perempuan dan adiknya menikah duluan itu akan membawa bad
luck kira-kira. Maka, ada upaya-upaya dari orangtuaku misalnya
menjodohkan dengan anak temennya. Karena aku tidak merespon
dan orangtuaku tidak membuka ruang pembicaraan, maka itu pun
berlalu dan perjodohannya pun ditunda tanpa disepakati. Artinya
karena tidak dibicarakan, ya sudah akhirnya ilang saja. Tapi
pernah terakhir ibuku, kalo bapakku sih nggak terlalu ribet ya,
beberapa kali memintaku untuk menikah, “ra pengen po
menikah?” Dalihnya selalu “besok kalo tua siapa yang urus?” Ku
bilang aku akan tabung, aku akan masuk ke panti jompo atau pun
kalo misalnya aku hidup panjang ya ke panti jompo, kalo nggak
siapa yang tau. Sampe titik terakhir, beberapa tahun lalu, aku
merasa terjebak karena aku hidup dengan pasanganku yang
kedua, perempuan. Dia pergi, yang di rumah cuma aku. Adekku
pergi karena kami sewa rumah bareng. Dan bapak-ibukku datang
dan terbukalah diskusi itu. Aku tidak banyak menjawab. Aku
hanya bilang nggak, nggak, nggak. Setelah itu aku cukup marah
sama orangtuaku. Aku tidak berkomunikasi sama mereka. Aku
tidak pulang juga ke kampung halaman yang tidak begitu jauh itu.
Itu adalah terakhir kali mereka mendesakku. Sampe sekarang
belum pernah ada obrolan lagi.
P : Tadi kan diceritain mbak MR bahwa keluarga mbak MR
cukup akrab dengan orangtua pasangan perempuan mbak
MR. Apakah saat itu orangtua tau kalo itu pasangan mbak
dibanding kakaknya sehingga
orang tua berinisiatif
menjodohkan, namun ditunda
karena informan tidak merespon
Informan belum dapat terbuka
dengan orang tuanya dan karena
merasa terus didesak, informan
merasa tidak nyaman dan
akhirnya tidak pernah
berkomunikasi lagi sampai saat
ini
B3
D6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
319
320
321
322
323
324
325
MR atau memang teman dekat?
S : Keluarga kami taunya teman deket karena beda usia kami
cukup jauh. Dia 8 tahun di atasku. Jadi kayak merasa kami kakakadikkan. Cuman kakak-adikkan, sering banget nginep. Menurutku
mereka merasa ada hal yang berbeda dalam relasi kami, tapi tidak
terbicarakan juga.
P : Reaksi mbak MR setelah mendapatkan semacam
perlakuan, kayak disuruh menikah, dari orangtua atau
mungkin tadi lembaga gimana?
S : Kalo di kerjaan sih, aku kemudian belakangan memahami
bahwa terlepas setidak oke apapun, tujuannya baik. Jadi aku
nggak ada soal. Malah aku merasa justru orientasi seksualku bisa
menjadi kayak bahan pelajaran dalam tanda kutip kepada
masyarakat dampingan kami. Kalo dulu, sempat aku melewati
fase memberontak saat remaja. Bapak-ibukku tuh keras, tapi
bukan keras main fisik, tapi main doktrin. Kan sama aja njebol itu
luar biasa. Yang kulakukan adalah aku memberontak terhadap
seluruh larangan. Nah, fase kedua adalah kemarahanku bukan lagi
hanya soal orientasi seksual. Bagiku waktu itu aku merasa harus
ada titik ketika mereka harus menerimaku apa adanya. Tetapi
justru kemarahanku adalah aku merasa dibedakan karena aku
sulung. Ada hal-hal yang harus menjadi tanggung jawabku
sebagai sulung. Misalnya, ketika orangtuaku ribut, itu tanggung
jawab sulung untuk menyelesaikan. Bagiku itu tidak oke.
Selain doktrin, informan merasa
marah dengan orang tuanya
karena ada banyak hal-hal yang
menjadi tanggung jawab anak
sulung yang menurut informan
tidak pada tempatnya
D6
326
327
328
329
P : Proses Anda atau cara Anda menyikapi hal-hal tersebut Informan merasa marah dengan
bagaimana, mbak?
adanya doktrin dan tanggung
S : Aku merasa tidak banyak progres di fase-fase itu. Yang ada jawab yang dibebankan orang
justru kemarahan-kemarahan. Terlebih lagi fase ketika seseorang
D6
Di lingkungan kerja, informan
memiliki relasi dan tujuan yang
baik
Dengan orang tua, informan
merasa terkekang karena banyak
doktrin dari orang tuanya yang
membuat informan
memberontak
D1
D6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
330
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
mengetahui tentang dalam tanda kutip kebenaran tentang
orientasi seksual, berkenalan dengan isu hak. Yang ada itu kan
menuntut ya. Iki kan hakku, ini hakku, sikap itu hakku, menjadi
diriku itu hakku, dan lain sebagainya. Aku merasa menjadi orang
yang cukup banyak menuntut dan cukup banyak marah. Jadi
hubunganku dengan orangtuaku ya tidak terlalu baik. Aku
membatasi saja interaksi dengan mereka. Jadi 2009 aku
memutuskan keluar dari rumah. Aku bicara sama mereka bahwa
aku pengen menjalani hidup mandiri. Aku pengen hidup dengan
gaji yang kumiliki. Dan mereka tidak ada soal. Tapi sebenernya
itu modus aja karena aku hidup dengan pasanganku. Membuat
jarak aja.
P : Kenapa Anda bersikap membuat jarak sama orangtua?
S : Satu, tanaman-tanaman nilai di diriku sebagai perempuan,
Jawa, sulung, lesbian. Empat identitas. Paling tidak aku merasa
bahwa aku akan menghindari konflik ketika aku merasa powerku
itu cukup lemah. Aku akan membuat jarak yang aman sehingga
aku sendiri tidak terlukai. Aku tidak peduli orang lain, tapi aku
sendiri tidak terlukai. Yang kedua, aku merasa kayak bentuk
perlawanan juga nggak sih. Tapi pokoknya itu deh, karena aku
nggak mau terlalu berkonflik.
P : Saat Anda menyadari kalo Anda lesbian, ada nggak hal
yang mengganggu atau menggelisahkan atau bahkan hal
yang menyenangkan yang mbak MR alami?
S : Mix ya. Maksudku karena aku kemudian berproses, aku
bekerja, aku hidup di tengah-tengah aktivis LSM yang konsen di
isu perempuan, jadi aku merasa bahwa identitasku ini adalah
keuntungan. Menjadi lesbian itu satu keuntungan karena hampir
tua kepadanya sehingga
hubungan dengan orang tua
tidak cukup baik dan membatasi
interaksi dengan orang tua
C3
Adanya konflik dengan orang
tua membuat informan menjauh
dan berusaha untuk hidup
mandiri
Informan merasa tidak nyaman
dengan keluarganya karena
tuntutan orang tua berkaitan
posisinya sebagai perempuan
Jawa dan sulung, sementara
informan juga seorang lesbian
Selama berproses, informan
menemukan bahwa saat dirinya
memiliki kesempatan
menyuarakan aspirasi sebagai
lesbian, namun menurutnya
dirinya sangat kebablasan dan
B3
D3, E3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
358
359
360
361
362
363
364
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
semua mata organisasi sudah melihat LGBT. Ini sedang menjadi
konsen bersama. Tapi secara personal, belakangan aku menyadari
bahwa dengan dianakemaskan oleh gerakan, oleh banyak
organisasi juga tidak cukup sehat menurutku. Artinya kayak
kebayang nggak sih secara psikologis kita selalu dibungkam, kita
dibatasin, kita minoritas. Tiba-tiba ‘tak’ dalam hitungan detik kita
ada di situasi yang kita itu betul-betul dipersilahkan kamu mau
bicara. Ya, menurutku secara psikologis kemudian aku merasa
cukup arogan dan aku bisa berbicara dengan sangat keras.
Kupikir menurutku itu melukai banyak pihak, terutama ketika kau
berbicara orientasi seksual disandingkan dengan agama misalnya.
Beberapa reaksi keras muncul dari audiens waktu itu.
P : Reaksi keras dari audiens itu muncul karena apa menurut
mbak MR?
S : Misalnya, aku berbicara waktu itu di Ungaran bahwa saya
merasa diuntungkan sebagai lesbian karena saya tidak akan
pernah kena pasal zinah. Saya tidak akan pernah bisa
memasukkan penis ke dalam vagina misalnya. Jadi saya nggak
akan kena hukum rajam misalnya. Saya mendeskripsikan tuhan
saya adalah seorang perempuan umur 30 tahun dengan ukuran
berat 32B misalnya, whatever. Sekeras itu saya berbicara tentang
seksualitas dan ketuhanan. Belakangan saya menyadari bahwa
saya bisa berbicara keras karena memang saya belum selesai
proses dengan diri saya. Waktu itu ada seorang peserta
mengatakan, “Mbak, Mbak nggak takut po sama Tuhan?” ‘Tek’
ada yang salah nih dalam diriku. Dari situ aku mulai berhati-hati
sih.
P : Mbak MR prosesnya lebih ke proses bisa mengatakan
menyakiti banyak pihak,
terutama jika disandingkan
dengan agama.
Informan merasa bahwa
pembenaran yang selama ini
menjadi prinsipnya masih ada
yang salah karena informan
menyadari bahwa dirinya belum
selesai berproses. Hal tersebut
membuat informan lebih berhatihati
C4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
seperti itu dan mengungkapkan seperti itu pas awal ketika
Anda menyadari benar kalo Anda lesbian kan?
S : Bukan awal menyadari sih, tapi awal aku menerima orientasi
seksualku.
P : Terus apa yang mbak MR pikirkan dan mbak MR
rasakan saat itu?
S : Aku merasa bahwa semua orang harus paham ada orang-orang
LGBT, harus menerima, harus diperlakukan dengan baik, dan
semua orang harus menghargai. Harus harus harus ini yang
menurutku bentuk arogansi.
396
397
398
399
400
401
402
403
404
405
406
407
408
409
410
411
P : Kalo hubungan sama keluarga setelah mbak MR
meyakini bahwa mbak MR lesbian?
S : Dengan kedua adekku baik-baik saja. Mereka jenis yang
cukup mensupportku di banyak hal pun kalo ada konflik bukan
soal orientasi seksual. Dengan orangtua, aku masih menunggu
momen karena satu sakjane akar persoalannya adalah aku tidak
berani. Tapi aku selalu mengatakan kepada orang terutama ketika
aku menjadi narasumber aku selalu ditanya, “Mbak orangtuanya
tau kalo mbak lesbian?” Saya selalu mengatakan bahwa, “Saya
sedang menunggu waktu, pak, bu, untuk berbicara ke mereka.
Akan ada titik ketika saya akan berbicara.” Tapi sebenernya aku
takut untuk jujur. Aku takut menghadapi reaksi dan lain
sebagainya. Aku merasa justru pertanyaan dari orang-orang ini
adalah satu tekanan lain bagiku. Oh ternyata ada standar baru
ketika kita selesai menerima sebagai lesbian, maka standar
berikutnya adalah orangtua harus tahu dan mengakui. Itu pressure
Dalam prosesnya, informan
masih memikirkan bahwa hak
seorang LGBT harus terpenuhi
seperti kaum hetero dan
informan menyadari bahwa hal
tersebut merupakan arogansi
Informan memiliki dukungan
dan interaksi yang baik dengan
adik-adiknya, sementara
informan belum berani
membuka diri terhadap orang
tuanya
Hal yang informan takutkan
adalah menghadapi pertanyaan
dan reaksi dari orang-orang.
Informan memahami setelah
menerima orientasi seksualnya
maka orang tua juga harus
A1
D1, D4, D5
A2
E3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
412
lagi.
mengakui
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
P : Kekhawatiran apa sih yang sebenarnya ditakutkan?
S : Aku tidak khawatir terhadap dampaknya. Aku justru khawatir
pada prosesnya. Bagaimana menyampaikan, “Pak, Bu, saya
lesbian. Tara!” Jangankan harus berbicara bagitu ya. Dengan
empat identitasku tadi perempuan, Jawa, sulung, dan lesbian,
mengatakan tidak saja atas statement orangtuaku atau orangorang yang lebih tua dariku itu bukan hal yang mudah. Aku bisa
pada satu titik misalnya mengatakan tidak tapi tidak dengan
penuh kemarahan. Setelah itu aku akan menyalahkan diriku
habis-habisan atas kata tidak ini. Jadi kalo menurutku, di titik
sekarang ketakutannya bukan di dampak akan statementku, tetapi
pada prosesnya. Jadi persoalan di diriku aja sih
Hal yang membuat informan
takut terbuka dengan orang tua
mengenai orientasi seksualnya
adalah mengenai prosesnya,
bukan dampaknya. Sulit bagi
informan untuk menyampaikan
bahwa dirinya seorang lesbian,
ditambah identitasnya sebagai
perempuan Jawa anak pertama.
Informan merasa bahwa
persoalan ada pada dirinya
sendiri
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
P : Kalo hubungan mbak MR sama orang lain setelah
meyakini kalo mbak MR itu lesbian?
S : Di titik-titik ketika emosiku masih cukup tinggi setelah tau
banyak hal. Aku akan cenderung bersikap memusuhi dalam tanda
kutip pada orang-orang yang tidak sepakat pada isu LGBT. Jadi
aku merasa semacam toa masjid, orang harus denger, orang harus
patuh. Kalo mereka yang tidak oke terhadap isu LGBT, maka aku
akan pasang garis tegas kamu bukan masuk cluster ke temenku.
P : Menurut mbak MR apa yang membuat mbak MR
memiliki hubungan yang seperti itu dengan orang lain dan
keluarga?
S : Kalo menurutku sih masih ada hal yang tidak selesai. Kalau
Pada saat berproses, informan
merasa bahwa yang tidak
mendukung kaumnya bukanlah
temannya, bahkan memusuhinya
Informan menyadari bahwa
menjadi lesbian tidak cukup
sampai mengakui orientasi
D10
B4
E3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
178
437
438
439
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
455
456
457
458
459
460
461
tadinya kupikir persoalan identitas orientasi seksualku ketika
ketemu jawabannya maka akan selesai, ternyata nggak. Ada hal
lain di dalam diriku yang menjadi minoritas selama hidup itu.
Dan keluar dari sikap mental minoritas itu menurutku satu
persoalan. Karena ketika kita biasa menjadi korban kekerasan,
ada titik di mana kita berpotensi sangat besar menjadi pelaku
kekerasan. Di titik itu aku menyadari bahwa ketika aku
melontarkan statement-statement kerasku tentang seksualitas dan
agama, aku sedang melakukan kekerasan juga kepada orangorang yang tidak pro.
P : Boleh diceritain nggak maksud ‘selesai’ dalam konteks ini
apa?
S : Tadinya kupikir ‘selesai’ itu adalah selesai menyadari fakta
bahwa aku berbeda. Kemudian itu namanya adalah lesbian.
Kemudian menjadi seorang lesbian itu sah dan halal misalnya.
Bagiku kupikir itu selesai. Ternyata belakangan bukan itu. Ada
hal yang lebih dalam lagi misalnya bahwa seseorang itu tidak
akan terbatas pada kotak-kotak itu. Maksudku, pada akhirnya kita
itu sama-sama manusia dan tidak ada sesuatu yang istimewa di
antara yang lainnya. Berbeda iya, tetapi perbedaan ini tidak
seharusnya menimbulkan perbedaan perlakuan, perbedaan sikap
juga di dalam hal apapun. Sah juga memiliki perbedaan pendapat,
perbedaan cara pandang, perbedaan nilai misalnya.
seksualnya
Informan menemukan bahwa
sikap kerasnya pada pihak-pihak
yang tidak mendukung kaumnya
(LGBT) merupakan bentuk
pelampiasannya sebagai
minoritas
Informan menemukan bahwa
menjadi lesbian tidak cukup
sebatas mengakui orientasi
seksualnya, justru setelah itu
kehidupan menjadi lesbian baru
dimulai
Informan merasa bahwa
seharusnya baik lesbian, LGBT,
maupun hetero meskipun
berbeda orientasi seksual tidak
menimbulkan perbedaan
perlakuan karena sama-sama
manusia
P : Terus kan ada dua kriteria ‘selesai’ yang mbak MR Informan merasa bahwa masalah
jelasin. Yang pertama, ketika sudah menyatakan bahwa
A1, E1
E3
C4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
179
462
463
464
465
466
467
468
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
479
480
481
482
483
484
485
486
487
488
489
lesbian itu halal, ya itu selesai. Tapi, proses-prses semakin
berjalan bahwa seperti yang mbak MR katakan tadi.
Posisinya pas mbak MR mulai berubah dari makna ‘selesai’
di awal dan yang kedua tadi, posisi mbak MR sudah
menyadari dan meyakini bener mbak MR lesbian atau dalam
proses apa?
S : Sudah meyakini. Sudah menjalani juga kehidupan sebagai
lesbian. Justru ketika aku harus dihadapkan pada persoalan lain.
Persoalan yang lebih mendasar dari persoalan orientasi seksual,
tapi persoalan interaksi antar manusia saja misalnya. Atau
bagaimana harus mensikapi perbedaan pendapat misalnya. Jadi,
dalam posisi ketika aku harus memimpin IHAP dengan aku
memiliki sekian staf yang memiliki pendapat mereka masingmasing. Jadi tahapannya dari minoritas, selalu menjadi korban,
kemudian pada titik kita didengarkan oleh mayoritas, kita
diistimewakan oleh mayoritas, dan kemudian aku memimpin
suatu organisasi. Kebayang nggak sih, secara psikologis aku
selalu menginginkan didengarkan, aku selalu menginginkan
dipatuhi, aku selalu menginginkan apa yang kurencanakan
dijalankan dengan baik oleh seluruh stafku. Dan ternyata faktanya
tidak se-oke itu. Maka konflik yang muncul menjadi konflikkonflik personal, kemarahan-kemarahan personal. Jadi kayak kita
udah naik, terus jatuh lagi. “Oh ternyata aku nggak mampu. Oh
ternyata sebatas ini.” Di fase-fase itu sih.
P : Saat mbak MR meyakini kalo mbak MR lesbian,
bagaimana mbak MR memandang diri atau memandang
hidup saat itu?
S : Saat ini aku bisa mengidentifikasi bahwa mostly, perasaanku
justru bukan karena perbedaan
orientasi seksualnya, tapi
interaksi manusia seperti
menyikapi perbedaan pendapat
dan pandang
Informan menyadari dan
menemukan bahwa proses
menjadi seorang lesbian selesai
adalah ketika kenyataan berbeda
dari keinginan dan harapan
Informan merasa bahwa konflik
terbesarnya adalah perasaan
C4
E3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
501
502
adalah kemarahan yang cukup besar kepada dunia dan seisinya.
Marah karena dibedakan. Artinya, lesbian itu adalah berbeda,
lesbian itu selalu ditolak di manapun. Ada titik ketika misalnya,
kayak kenapa selama ini LGBT selalu menjadi korban kekerasan?
Selalu dipinggirkan dan lain sebagainya? Ada titik ketika
kemarahanku adalah kemarahan kepada Tuhan. Tuhan juga yang
ciptain kita. Aku kemudian bertanya, Tuhan itu sosok seperti apa
sehingga Dia menjadi sangat egois menciptakan beberapa
makhluknya dilahirkan untuk dihina-hina, disakiti, dan lain
sebagainya. Ada titik ketika aku menjadi cukup marah juga. Tapi
maksudnya aku sampaikan bahwa fase setelah selesai menerima
indentitasku, pertanyaannya berada di hal-hal yang berbeda, yang
muncul kemarahan.
marahnya pada pihak-pihak
yang membedakan lesbian
Informan masih ada kemarahan
bahwa meskipun sudah
menerima identitasnya sebagai
lesbian namun masih banyak
pertanyaan yang
mengganggunya
B3
503
504
505
506
507
508
509
P : Terus kalo memandang hidup mbak MR saat itu atau
memandang diri?
S : Terkait orientasi seksual kalo menyalahkan diri sudah tidak,
tetapi aku masih sangat terganggu dengan bahwa aku tidak bisa
asertif, tidak bisa mengatakan tidak, tidak bisa speak up kayak
gitu. Aku banyak menyalahkan diri di sana. Kupikir semua orang
harus mengikuti apa mau lesbian.
AKHIR
P : Apa yang sedang mbak MR alami di kehidupan sekarang
terkait dengan orientasi seksual yang mbak MR miliki?
S : Biasa saja. Tidak ada yang berbeda. Tidak juga harus
diistimewakan. Menjadi lesbian adalah menjadi manusia.
Menjadi heteroseksual adalah menjadi manusia.
Bagi informan, masalah identitas
sebagai lesbian bukan lagi soal
dirinya, tapi kaumnya yang
menjadi minoritas
D3
Bagi informan, menjadi lesbian
maupun hetero tidak ada
bedanya, sama-sama sebagai
manusia
C4
510
511
512
513
514
B3, D6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
181
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
529
530
531
532
533
534
535
536
537
538
539
540
541
542
543
544
545
P : Ada perasaan apa nggak yang mbak MR alami sekarang?
S : Nggak. Kupikir justru di situlah ke-Mahakuasa-an Tuhan
dengan cinta kasihnya. Mencipta berbagai ragam identitas. Hanya
memang persoalannya adalah mau nggak kita membaca. Di Islam
ada statement pertama Iqro, bacalah. Kemudian kita mencari.
Menurut persoalan saat ini adalah ketika ada seseorang yang
kemudian merasa ada yang salah dengan dunia ini, kupikir orang
itu harus meluangkan waktu untuk mencari.
P : Bagaimana proses mbak MR dapat berpikir seperti itu?
S : Setelah terhajar banyak persoalan, interaksiku dengan staf di
IHAP, interaksiku dengan para board dan anggota misalnya.
Kemudian ada titik di mana aku putus dengan pasanganku yang
kupikir kehidupan kami sangat-sangat perfect, yang kami
membangun bisnis bersama, kami memiliki tanah bersama, kita
punya sekian mimpi, sekian hal yang mau dicapai dan itu selesai.
Itu titik aku sangat jatuh secara psikologis. Kupikir titik terberat
selama hidupku, ada sekitar dua bulan. Yang tadinya kemarahan
yang muncul menjadi sangat apatis dengan banyak hal dan aku
tidak mempercayai semua hal. Tapi aku bertemu dengan satu
kawan yang banyak membimbingku. Akhirnya ketemu dengan
satu proses meditasinya Buddhist, Vipassana, yang melihat hidup
sebagaimana adanya faktanya saja. Melihat fakta sebagaimana
adanya fakta, tidak harus memaksakan kita harus menerima atau
tidak menerima, tetapi itulah fakta. Proses dengan dia cukup
lama. Aku pernah juga hipnoterapi. Belakangan aku menyadari
bahwa aku pernah mengalami kekerasan seksual dan itu ternyata
belum selesai. Tetapi dengan proses meditasi itu kemudian mulai
terurai dan titik kupikir aku merasa terselamatkan adalah ketika
Informan menerima bahwa
manusia bisa saja berbeda, dan
harusnya banyak belajar dan
mencari untuk belajar menerima
keadaan dunia
Pengalaman interaksi dengan
berbagai pihak mengajarkan
informan banyak hal dan pada
putus dengan pasangan yang
membuatnya down dalam waktu
yang lama yang menimbulkan
sikap apatis dengan banyak hal
Di saat mengalami down,
informan menemukan untuk
dapat belajar menerima diri
sesuai fakta yang ada dan pada
akhirnya mampu menemukan
sumber masalah
C4
E1
A1, E3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
182
546
547
548
549
550
551
552
553
554
555
556
557
558
559
560
561
562
563
564
565
566
567
568
569
570
571
572
573
aku mengikuti retret meditasi 2 malam 1 hari di Vihara Mendut
yang aku merasa justru aku menemukan cinta Tuhan di situ.
P : Terus apakah ada perlakuan yang sedang mbak MR
terima saat ini terkait dengan orientasi seksual?
S : Secara pribadi tidak. Karena dengan aku merasa proses
perubahan pola pikirku yang tadinya marah dengan semua orang
dan sekarang aku merasa lebih stabil, akhirnya cara pandangku
terhadap banyak hal menjadi cukup positif dan itu dampaknya
hubunganku dengan banyak pihak juga cukup baik. Misalnya,
dengan kedua adikku yang mereka sangat tahu siapa saudaranya
dan mereka juga tidak ada soal. Aku tidak lagi merasa terbebani
harus membicarakan orientasi seksualku pada orangtuaku.
Bagiku, justru ketika seseorang open kepada orangtuanya itu
bentuk ego dan ada untungnya bagi kita, tapi nggak ada
untungnya bagi orangtua kita kalo menurutku. Jadi aku tidak lagi
memandang itu sesuatu hal yang penting. Bagiku pengakuan atas
siapa diriku juga udah nggak terlalu penting. Jadi aku nggak
merasa ada persoalan.
P : Kenapa sekarang bisa berpikir pengakuan diri itu nggak
terlalu penting?
S : Kalo kenapanya dan dimulai dari titik mana aku juga nggak
terlalu bisa menjawab. Tetapi berkenalan dengan cara pandang
yang aku dapat di meditasi buddhist ini banyak membuka ruang
berfikirku. Di mana letak ego kita? Bahwa banyak hal ternyata
kita hidup dalam ego, dalam bayang-bayang ego misalnya.
Kemudian berdamai dalam arti yang sesungguhnya dengan
seluruh proses hidup kita. Berdamai bukan kemudian
memaksakan ini selesai atau memaksakan “yes okay, ini nggak
Setelah informan mampu
merubah pola pikir, informan
memiliki cara pandang yang
positif dan berdampak positif
terhadap hubungannya dengan
berbagai pihak misalnya kedua
saudaranya, bahkan jika harus
open kepada orang tuanya
E2
Informan menemukan bahwa
tidak penting saat ini pengakuan
dari berbagai pihak mengenai
orientasi seksualnya, karena
informan memandang bahwa
hidup tidak hanya ego tapi
berdamai dan menerima diri
apapun keadaannya
E3, B2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
183
574
575
576
577
578
579
580
581
582
583
584
585
586
587
588
589
590
591
592
593
594
595
596
597
598
599
600
601
ada soal” atau “oke, menurut agama nggak papa”. Tapi benerbener yang menurutku.. aku nggak tau kenapa aku sulit
mendeskripsikan. Ya menurutku ya sudah. Piye? Bantu aku
mendeskripsikannya.
P : Ya intinya bahwa selesai tadi kan? Seperti yang mbak MR
katakan tadi. Terus kalo boleh diceritakan lagi nih, ada hal
yang mengganggu atau menggelisahkan atau hal yang
bahkan menyenangkan saat ini? Terkait orientasi seksual
boleh atau kehidupan mbak MR saat ini juga boleh.
S : Menyenangkan pasti menyenangkan. Setelah pola atau cara
pandangku yang berubah, maka kemudian menurutku banyak hal
menyenangkan. Melihat dari sisi positifnya. Dalam artian satu
contoh misalnya, aku marah pada orang yang tidak bisa menerima
orientasi seksual seseorang, aku akan membatasi, aku tidak akan
berteman, aku akan marah pada dia. Tapi di titik sekarang aku
menghargai bahwa semua orang itu punya pendapat masingmasing dan tidak ada gunanya memaksakan pendapat kita ini ke
orang lain. Mending ada manfaatnya. Yang repot kan bikin orang
stres trus jadi tambah persoalan. Jadi lebih bisa melihat seseorang
bersikap itu dari cara pandang orang itu. Jadi kupikir aku lebih
bisa legowo melihat banyak hal walaupun misalnya ada titik
waktu ketika aku turun lagi, marah lagi. Ya wajar dalam konteks
kehidupan ya. Aku cukup terganggu dengan pola pikir banyak
pihak yang menurutku kenapa semua orang seneng memaksakan
cara pandangnya. Misalnya, A itu benar B itu salah, maka semua
orang harus ikut A atau misalnya semua orang harus memusuhi
B. Kan semua orang, semua makhluk itu punya keunikan masingmasing, punya proses masing-masing. Menyalahkan itu tidak
Dengan mengubah cara
pandang, banyak hal positif yang
ditemukan oleh informan
Informan belajar untuk tidak
memaksakan pendapatnya
kepada orang lain karena tidak
ada gunanya
Informan mulai dapat menerima
kenyataan meskipun tidak sesuai
harapan
Informan menyadari bahwa
setiap manusia punya kelebihan
dan kekurangan masing-masing,
termasuk dirinya
E3
E3
B2
A1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
602
membantu menurutku.
603
604
605
606
607
608
609
610
611
612
613
614
615
616
617
618
619
P : Terus apa yang Anda rasakan saat menanggapi perilaku
itu?
S : Tidak ada sih. Ya sudah, begitu saja adanya. Malah justru aku
merasa Tuhan hadir dalam peristiwa-peristiwa seperti itu. Tuhan
menunjukkan cinta kasihnya dalam banyak hal di kehidupan dia.
Jadi kalo dulu aku sempat marah dan aku menyatakan aku
meletakkan ke-Islam-anku, aku sempat marah pada orangtuaku
karena mereka melabeliku Islam dan harus menjalani hidup ala
Islam, tapi menurutku saat ini bukan begitu. Wajah Tuhan itu
wajah cinta kasih.
P : Terus hubungan sama keluarga gimana sekarang?
S : Baik. Setelah 5 tahun aku keluar dari rumah, ada satu momen
ketika aku pingin balik tinggal bersama di dekat keluarga intiku.
Sudah dua bulan ini aku tinggal bersama keluargaku dan sangat
menyenangkan. Ternyata aku punya adik yang cukup suportif,
orangtua yang sebenarnya mereka sangat kesepian, kasian juga
barusan tau, keponakan yang lucu-lucu. Yang nggak ada: pacar
620
621
622
623
624
625
626
627
P : Terus kalo hubungan sama orang lain gimana sekarang?
Masyarakat atau teman..
S : Aku juga nggak bisa mendeskripsikan karena masing-masing
orang punya cara pandang masing-masing. Tetapi yang kuyakini
adalah ketika kita bersikap baik, maka orang lain akan bersikap
baik juga ke kita. Jadi ya berusaha bersikap baik aja.
P : Apa sih yang membuat mbak MR sekarang memiliki
hubungan seperti itu?
Informan merasa bahwa
pengalaman selama ini
membuatnya menyadari bahwa
Tuhan menunjukkan cinta
kasihnya.
Pada akhirnya, informan mulai
terbuka dengan keluarganya dan
mulai menyadari bahwa adikadiknya cukup suportif, dan
orang tua yang
membutuhkannya karena
kesepian
Informan tidak terlalu
memperdulikan sikap orang lain,
informan percaya bahwa dengan
berbuat baik maka orang lain
juga bersikap baik
Informan telah banyak belajar
hal dan akhirnya menemukan
E1
D1
E3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
185
628
629
630
631
632
633
634
635
636
637
638
639
640
641
642
643
644
645
646
647
648
649
650
651
652
653
654
655
S : Terutama karena perubahan pola pikirku ya. Perubahan cara
pandangku melihat dunia, melihat kehidupan, melihat warna, dan
lain sebagainya. Ketika cara pandangku yang berubah, pada
akhirnya semua akan mengikuti. Bukan saya yang harus berubah,
tapi saya yang harus berubah.
P : Bagaimana mbak MR memandang diri mbak MR
sekarang?
S : Baik. Bahwa pasti akan ada momen-momen kita aku turun.
Pasti akan muncul lagi ketika aku merasa kesepian misalnya.
Titik itu aku akan lari ke apapun yang bisa menjawab kesepianku.
Tren terakhir adalah novel. Atau seminggu terakhir trennya
adalah pengen punya pacar. Ya tinggal dijalani saja. Aku
memandang hidupku biasa-biasa saja.
P : Terus kalo memaknai hidup mbak MR saat ini?
S : Aku memandang hidup biasa saja. Hidup itu hanya soal
kemauan untuk menjalani sebagaimana adanya fakta.
P : Pertanyaan terakhir, apa mbak MR punya atau memiliki
harapan tertentu untuk kehidupan mbak MR?
S : Aku berharap tidak banyak menyusahkan orang. Udah. Kalo
mo mati, ya segera mati misalnya. Artinya tidak kemudian
membebani banyak pihak. Kalopun bahagia juga tidak
merepotkan banyak pihak. Ya kupikir aku nggak pengen
merepotkan banyak pihak aja.
P : Apakah ada harapan terkait orientasi seksual?
S : Ya pasti harapan personalnya aku pengen cari pasangan bule.
Kalo harapan secara besar misalnya bahwa keadaan akan
membaik paling tidak seperti akhir-akhir ini ketika LGBT
menjadi sangat dimusuhi dan isunya muncul. Ya aku berharap ini
cara pandang yang positif yang
membuatnya dapat
menyelesaikan banyak
masalahnya dengan baik
Informan menyadari bahwa
dirinya dalam fase naik turun.
Secara umum informan
memandang bahwa hidupnya
biasa saja
Informan menjalani kehidupan
dan menerima keadaan sesuai
faktanya
Informan berharap tidak banyak
menyusahkan banyak orang,
atau merepotkan banyak pihak
Informan berharap dapat
pasangan bule
Informan berharap masalah yang
menimpa kaumnya semakin
E3
E3
B1, B2
F4
F4
D3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
186
656
657
658
659
660
661
662
juga bisa mulai turun. Banyak absurdnya ya di fase ini.
membaik
P : Oke sebenarnya pertanyaan sudah selesai, tapi mungkin
ada yang pengen mbak MR tambahkan atau sampaikan lagi
yang belum tersampaikan tadi?
S : Nggak sih.
P : Oke berarti udah selesai ya, mbak. Makasih..
S : Sama-sama De
Download