KESEIMBANGAN DALAM BERISLAM UNTUK MENCAPAI KEMENANGAN DUNIA DAN AKHIRAT Oleh : Mirza Azkia Keseimbangan (At Tawazun) merupakan salah satu prinsip ajaran Islam. Keseimbangan membuka jalan bagi nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan. Keseimbangan akan melahirkan kebahagiaan yang ditkitai dengan adanya ketenteraman dan kesejahteraan yang merata. Keseimbangan menebarkan rasa aman, dan membebaskan manusia dari semua bentuk intimidasi dan rasa takut. Keseimbangan menjamin distribusi kekayaan Negara proporsional, memberi peluang bekerja dan berusaha secara merata. Keseimbangan membebaskan, sedang ketimpangan atau ketidakseimbangan membelenggu. Keseimbangan membahagiakan, dan ketidakseimbangan menyengsarakan. Bila kita pelajari Al Qur’an secara seksama, dapat kita simpulkan bahwa Wahyu Islami yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW menampilkan adanya suatu keseimbangan antara kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrowi. Rasulullah SAW bersabda : “Yang paling baik dalam segala hal adalah yang dipertengahan.”. Bila kita terlalu berlebihan mengejar kesenangan duniawi, maka kita akan terperosok menjadi manusia yang serakah, sebaiknya bila kita terlalu mengejar akhirat maka kita akan bisa menjadi manusia apatis yang tidak peduli lagi kepada keadaan di sekitar kita. Padahal menurut ajaran Islam iman dan amal saleh harus seimbang dan tali silaturahmi harus tetap dijaga. Sebagai manusia kita harus senantiasa mensyukuri karunia Allah yang tiada terbatas, tak bisa terhitung lagi. وَاﺑْﺘَﻎِ ﻓِﯿﻤَﺎ آﺗَﺎكَ ﷲﱠُ اﻟﺪﱠارَ اﻵﺧِﺮَةَ وَﻻ ﺗَﻨْﺲَ ﻧَﺼِﯿﺒَﻚَ ﻣِﻦَ اﻟﺪﱡﻧْﯿَﺎ وَأَﺣْﺴِﻦْ ﻛَﻤَﺎ أَﺣْﺴَﻦَ ﷲﱠُ إِﻟَﯿْﻚَ وَﻻ ﺗَﺒْﻎِ اﻟْﻔَﺴَﺎدَ ﻓِﻲ اﻷرْضِ إِنﱠ ﷲﱠَ ﻻ ﯾُﺤِﺐﱡ َاﻟْﻤُﻔْﺴِﺪِﯾﻦ Artinya : “Dan carilah dengan apa yang dianugerahkan Allah untuk kebahagiaan akhirat, dan janganlah kamu lupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi dan berbuatlah kebaikan sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakkan” ( QS : AlQashash 28 : 77 ) Ayat Al-Qur’an diatas menegaskan bahwa Allah SWT mempersilakan untuk manusia mendapatkan kenikmatan di dunia, dunia merupakan sebuah jalan atau cara untuk muslim mencapai surga-Nya. Dan janganlah seseorang itu meninggalkan sama sekali kesenangan dunia baik berupa makanan, minuman dan pakaian serta kesenangan-kesenangan yang lain sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran yang telah digariskan oleh Allah, karena baik untuk Tuhan, untuk diri sendiri maupun keluarga, semuanya itu mempunyai hak atas seseorang yang harus dilaksanakan. Sabda Nabi Muhammad SAW.:“Kerjakanlah (urusan) duniamu seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya. Dan laksanakanlah amalan akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok.” (H.R. Ibnu Asakir). Dari paparan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa sikap tawazun adalah sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap muslim, karena dengan adanya sikap tawazun maka akan lebih mudah dalam mendapat kemenangan di dunia dan akhirat. Dalam bertawazun, ada beberapa keterampilan penting yang harus dipenuhi oleh seorang muslim. Keterampilan tersebut terbagi kedalam 7 bagian, yaitu : 1. Keterampilan intelektual 2. Keterampilan spiritual 3. Keterampilan fisikal 4. Keterampilan akhlak (sosial) 5. Keterampilan finansial 6. Keterampilan dakwah 7. Keterampilan politik Ketujuh bagian tersebut harus dikuasai oleh setiap muslim dengan tujuan mendapatkan kemenangan di dunia dan di akhirat. Berikut penjelasannya : 1. Keterampilan intelektual, kecerdasan dan kecakapan luar biasa yang ada dalam diri Nabi Muhammad SAW telah dikaruniakan Allah sebagai bekal yang sangat penting dalam menyampaikan misi kerasulannya dan memimpin ummatnya. Beliau bukan hanya menjadi pemimpin dalam urusan agama saja, tetapi lebih dari menjadi pemimpin dalam segala hal mulai dari ekonomi, sosial, hingga dalam masalah pendidikan. Rasulullah SAW betul- betul memperhatikan masalah pendidikan dengan serius, karena diutusnya beliau sebetulnya yaitu untuk mendidik dan berdakwah. Dalam mendidik dan berdakwah Nabi Muhammad SAW telah dibekali dengan kecerdasan dengan diberikan ilmu pengetahuan oleh Allah sendiri melalui Malaikat Jibril. Turunnya surat Al-Alaq 1-5 memberi bukti bahwa Nabi diperitahkan untuk membaca yang berarti diperintahkan padanya untuk menggali ilmu pengetahuan. Sebagai jalan pendidikan dan dakwah dijadikan sarana untuk mentransfer ilmu pengetahuan itu. Jika, pada waktu itu Rasulullah SAW diberikan oleh Allah kemampuan sastra yang diatas rata-rata bangsa Arab lainnya, karena pada zaman itu ilmu kesusateraan sangat dihargai oleh bangsa Arab. Pada abad ke-21 ini, ilmu-ilmu yang sifatnya sains dan ilmiah sangat dihargai oleh semua orang, oleh karena itu, penting sekali sebagai muslim yang hidup di abad ke-21 untuk memahami ilmu tersebut, mendapat perhatian orang lain karena kita memahami ilmu yang dihargai dapat kita jadikan dakwah tersendiri. Selain itu, kita juga harus memahami ilmu-ilmu yang sifatnya dasar-dasar Islam. 2. Keterampilan spiritual, Kesuksesan dan kebahagian hidup sejatinya bukan hanya terletak pada seberapa kaya, seberapa banyak uang dan materi yang kita punya atau seberapa tinggi jabatan serta seberapa dihormatinya kita oleh orang lain. Semakin Kita memiliki kecerdasan spiritual (SQ), semakin mudah Kita untuk bisa menemukan kebahagian dan memaknai hidup. Kecerdasan spiritual (SQ) tidak hanya berhubungan dengan pikiran, batin dan jiwa Kita sendiri, namun kecerdasan spiritual (SQ) juga berhubungan dengan orang lain dan alam semesta. Semakin tinggi kecerdasan spiritual (SQ) yang Kita miliki, semakin tinggi pula kontribusi Kita pada sesama dan alam semsesta. Dengan memiliki kecerdasan spiritual (SQ) yang tinggi, manusia tidak akan terbawa arus zaman yang semakin kehilangan nilai-nilai kehidupan, kurangnya rasa simpati dan empati pada sesama dan kurangnya kesadaran untuk menjaga alam semesta demi terjaganya kelangsungan hidup umat manusia. Pentingnya kecerdasan spiritual bagi kehidupan adalah dengan memiliki kecerdasan spiritual (SQ), Kita akan mampu memaknai hidup. Makna hidup yang dapat diperoleh ketika memiliki kecerdasan spiritual (SQ) yang tinggi adalah terbebasnya rohani, batin dan jiwa dari godaan nafsu, keserakahan, lingkungan yang penuh persaingan dan konflik yang akan membawa kehancuran bagi umat manusia. 3. Keterampilan fisikal, sebagai seorang muslim yang kaaffah kekuatan fisik adalah penting dan lebih dicintai oleh Allah SWT, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah…” (HR. Muslim). Dalam hadits tersebut, kata kuat bisa diartikan sebagai kuat fisiknya. Hal ini penting, karena sebagai seorang muslim yang sudah embedded pada dirinya amanah sebagai dai, memerlukan kekuatan fisik. Jika saja kita tidak mempunyai fisik yang kuat, aka nada hambatan dalam menajalani kehidupan. Oleh karena itu, kekuatan fisik seorang muslim sangat penting, hal tersebut dapat dicapai dengan olahraga yang rutin dan makan-makanan yang bergizi. 4. Keterampilan akhlak, Yusuf Qardhawi menyebutkan bahwa paling tidak ada tiga macam ancaman terhadap akhlak manusia dalam kehidupan modern dewasa ini, yaitu ananiyyah, madiyyah dan naf’iyyah. Ananiyyah artinya individualisme, yaitu faham yang bertitik tolak dari sikap egoisme, mementingkan dirinya sendiri, sehingga mengorbankan orang lain demi kepentingannya sendiri. Orang orang yang berpendirian semacam ini tidak memiliki semangat ukhuwah Islamiyah, rasa persaudaraan dan toleransi (tasamuh) sehingga sulit untuk merasakan penderitaan orang lain. Padahal seseorang baru dikatakan berakhlak mulia tatkala ia memperhatikan nasib orang lain juga. Madiyyah artinya sikap materialistik yang lahir dari kecintaan pada kehidupan duniawi yang berlebihan. Hal demikian dijelaskan oleh Allah dalam Al Qur’an surat Hud (11) : 15-16 yang berbunyi : Artinya : “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan Sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan., Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang Telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang Telah mereka kerjakan.” Naf’iyyah artinya pragmatis yaitu menilai sesuatu hanya berdasarkan pada aspek kegunaan semata. Ketiga ancaman terhadap akhlak mulia ini hanya akan dapat diatasi manakala manusia memiliki pondasi aqidah yang kuat dan senantiasa melakukan amal ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Paling tidak, kita menghindari ketiga sifat tersebut. 5. Keterampilan finansial, Rasulullah dan istrinya (khadijah) adalah seorang pedagang. Berdagang adalah salah satu cara untuk mencapai kebebasan finansial yang paling cepat. Kebebasan finansial adalah kondisi dimana pendapatan pasif sudah cukup untuk menutupi biaya pengeluaran. Ketika seorang muslim mencapai titik kebebasan finansial, maka akan ada banyak waktu luang yang dapat dimanfaatkan untuk beribadan dan juga melaksanakan fungsi sosial di masyarakat. Dalam lingkup negara, negara yang menguasai dunia adalah negara yang memiliki finansial yang bagus. Oleh karena itu, sudah menjadi sebuah urgensi bagi kita dan negara untuk memiliki keterampilan finansial. 6. Keterampilan dakwah, dalam diri seorang muslim sudah embedded fungsi sebagai dai. Keterampilan dalam berdakwah adalah hal yang harus dipahami oleh setiap muslim. Rasulullah bersabda bahwa bicaralah kamu sesuai dengan lawan bicaramu, hal ini merupakan prinsip dalam berdakwah yaitu menyesuaikan cara berdakwah dengan objek dakwah kita. Hal ini harus dipahami oleh seorang dai agar tujuan berdakwah yaitu penyebaran pemikiran-pemikiran Islam dapat menyebesar secara mudah dan luas. Pada akhirnya, penyebaran pemikiran ini akan mempermudah gerak dakwah Islam dalam lingkup negara maupun dunia. 7. Keterampilan politik, Politik senantiasa diperlukan oleh masyarakat manapun. Ia merupakan upaya untuk memelihara urusan umat di dalam dan di luar negeri. Kalau kita memandang seseorang dalam sosoknya sebagai manusia (sifat manusiawinya), ataupun sebagai individu yang hidup dalam komunitas tertentu, maka sebenarnya ia bisa disebut sebagai seorang politikus. Di dalam hidupnya manusia tidak pernah berhenti dan mengurusi urusannya sendiri, urusan orang lain yang menjadi tanggung jawabnya, urusan bangsanya, ideologi dan pemikiran-pemikirannya. Oleh karena itu setiap individu, kelompok, organisasi ataupun negara yang memperhatikan urusan umat (dalam lingkup negara dan wilayah-wilayah mereka) bisa disebut sebagai politikus. Kita bisa mengenali hal ini dari tabiat aktivitasnya, kehidupan yang mereka hadapi serta tanggung jawabnya. Islam sebagai agama yang juga dianut oleh mayoritas umat di Indonesia selain sebagai aqidah ruhiyah (yang mengatur hubungan manusia dengan Rabb-nya), juga merupakan aqidah siyasiyah (yang mengatur hubungan antara sesama manusia dan dirinya sendiri). Oleh karena itu Islam tidak bisa dilepaskan dari aturan yang mengatur urusan masyarakat dan negara. Islam bukanlah agama yang mengurusi ibadah mahdloh individu saja. Berpolitik adalah hal yang sangat penting bagi kaum muslimin. Ini kalau kita memahami betapa pentingnya mengurusi urusan umat agar tetap berjalan sesuai dengan syari’at Islam. Terlebih lagi ‘memikirkan/memperhatikan urusan umat Islam’ hukumnya fardlu (wajib)sebagaimana Rasulullah bersabda :"Barangsiapa di pagi hari perhatiannya kepada selain Allah, maka Allah akan berlepas dari orang itu. Dan barangsiapa di pagi hari tidak memperhatikan kepentingan kaum muslimin maka ia tidak termasuk golongan mereka (kaum muslimin)". Oleh karena itu setiap saat kaum muslimin harus senantiasa memikirkan urusan umat, termasuk menjaga agar seluruh urusan ini terlaksana sesuai dengan hukum syari’at Islam. Sebab umat Islam telah diperintahkan untuk berhukum (dalam urusan apapun) kepada apa yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, yakni Risalah Islam yang dibawa oleh