SI Edisi 9 September 2015

advertisement
Ahmadiyya Masjid, Kampala, Uganda. Masjid ini memiliki kapasitas 500
orang jamaah dan dibangun pada tahun 2015
Masjid Khurshid, Singida, Dodona, Tanzania
Susunan Redaksi
SINAR ISLAM
Penasehat
H. Abdul Basit
Pemimpin Umum
Mahmud Mubarik Ahmad
Pemimpin Redaksi
Fazal Muhammad
Redaktur Pelaksana
Sukma Fadhal Ahmad
Khaeruddin Ahmad Jusmansyah
Distributor
Asep Nasir
Penerbit
Jln. Tawakal Ujung Raya No. 7
Jakarta Barat 11440
Daftar Isi:
Dari Redaksi
Haji Mabrur
4
Al Quran Tafsir Kabir
6
Kutipan Hadits
14
Sajian Utama
Baiat dan Taat Kepada Khilafat
15
Artikel
1. Shalat Mi‟raj Kaum Mukmin
24
2. Ujian dan „The Big Bang‟
Ruhani
36
Terjemah Buku Masih Mau‟ud as.
Haqiqatul Wahyi Bag. 11
41
Sabda-sabda Masih Mau‟ud as.
Malfuzat
46
Kenangan dengan Mushlih Mau‟ud ra.
Cara Mushlih Mau‟udra. Tanamkan
Jiwa Waqaf
53
[email protected]
ISSN 2355-1135
Bagi para pembaca SINAR ISLAM yang
ingin mengirimkan naskah essai, opini,
tinjauan buku, ataupun surat pembaca dapat
dikirim melalui surat ke alamat redaksi di
Jln. Tawakal Ujung Raya No.7
Jakarta Barat 11440
atau ke alamat Email:
[email protected]
Cover depan
: Baiat International (Sumber photo: www.al-islam.org)
Cover halaman 2 : Ahmadiyya Masjid, Kampala, Uganda dan Masjid Khurshid, Singida, Dodoma,
Tanzania (Sumber photo: www.ahmadiyyamosque.info.com)
DARI REDAKSI
Haji Mabrur
H
aji Mabrur, dicita-citakan
banyak orang, tapi sulit digapai.
Ibn Hajar „Hafiz‟ Al-Asqalani
dalam kitabnya, Fathul Baari, berpendapat, Haji Mabrur adalah haji yang
maqbul, yaitu haji yang diterima Allah
Ta‟ala.
Adapun menurut Imam Nawawi,
yang tercatat dalam Syarah Muslimnya, Haji Mabrur itu ialah haji yang
tidak dikotori oleh dosa, atau haji
yang diterima Allah Ta‟ala.
Imam Nawawi menambahkan,
Haji Mabrur itu tidak dimotivasi oleh
riya, rasa ingin terkenal, popular atau
jadi
perbincangan
orang-orang.
Apalagi niat berhaji itu hanya untuk
mengangkat gengsi pribadi, agar dipanggil „haji‟.
Kita umumnya memiliki kesamaan pandangan dengan Imam
Nawawi ini; kita merasa jengah dengan beberapa oknum yang „menjual‟
kehajiannya untuk gengsi semata.
Banyak orang beranggapan, biaya
besar yang harus dikeluarkan dan
fisik yang harus kuat untuk melawan
alam Arabiya saat beribadah haji,
dianggap sebagai pengorbanan yang
luar biasa. Maka gelar „haji‟ menjadi
layak disematkan pada namanya sebagai penghargaan atas segala pengorbanannya tersebut. Padahal, Allah
Ta‟ala berfirman: “Padahal mereka
tidak diperintahkan melainkan supaya
beribadah kepada Allah dengan tulus
ikhlas dalam ketaatan kepada-Nya. (QS.
Al-Bayyinah: 6)
4
Dalam kamus Al-Munawwir kata
„mabrur‟ berasal dari kata „barrayaburru-barran‟ yang artinya taat berbakti. Adapun kata „al-birru‟ diartikan
sebagai ketaatan, kesalehan atau kebaikan. Maksudnya, seorang yang
sedang, pernah atau akan berhaji hendaknya selalu memiliki ketaatan yang
tinggi kepada Allah, Rasulullah saw.,
dan orang-orang „haq‟, memiliki kesalehan dan kebaikan yang paripurna.
Pencapaian Haji Mabrur tidak bisa
diraih hanya dengan mengikuti segala
syarat amalan berhaji. Memang mengikuti segala prosedur berhaji akan
membuat seseorang „sah‟ melakukan
ibadah haji, tapi belum tentu haji
yang mabrur.
Dalam Al-Quran surat An-Nisa,
ayat 70 disebut bahwa pencapaian
tingkatan ruhani shaleh, syahid, shiddiq, hingga meraih tingkat ruhani
nabi hanya bisa dicapai dengan mentaati Allah Ta‟ala dan Rasulullah saw..
Begitu pula dengan Haji Mabrur,
hanya bisa diraih oleh orang-orang
yang memiliki tingkat ketaatan yang
tinggi.
Kita semua bisa melihat ketaatan
seseorang dalam hidup kesehari
annya, sebelum dan sesudah berhaji,
sebagai indikasi dari Haji Mabrur.
Contoh sederhana bisa kita jumpai. Jika ada ajakan tertulis untuk
menjaga kebersihan, tapi ternyata
dilanggar dengan membuang sampah
sembarangan, maka orang yang
membuang sampah sembarangan itu
diragukan akan mendapat karunia
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
DARI REDAKSI
Haji Mabrur atau akan bisa meraih
Haji Mabrur kelak. Dia tidak memiliki
ketaatan yang dibutuhkan untuk
meraih „haji mabrur‟.
Dalam berbagai riwayat, sering
dikisahkan ada orang Islam yang tidak
berhasil melaksanakan ibadah haji tapi
malah mendapat gelar „haji mabrur‟.
Misalkan yang dikisahkan oleh Abdullah bin al-Mubarak atau Ibnul Mubarak, yang diberi bergelar Abu Abdirrahman yang hidup pada abad kedua
Hijriah (tahun 118 H-181 H).
Dikisahkan, ketika Abdullah bin
Mubarak tertidur di Masjidil Haram
pada suatu musim haji, ia bermimpi.
Dalam mimpinya, ia melihat dua
Malaikat turun dari langit.
Dalam mimpinya tersebut dua
Malaikat itu berdialog tentang ibadah
haji yang dilakukan oleh 600.000 orang
pada tahun itu, namun ibadah haji semua orang tidak diterima. Sebaliknya,
ada seorang tukang jahit sepatu dari
Damaskus yang tidak pergi ke haji,
malah mendapat karunia dari Allah
dengan Haji Mabrur. Penjahit sepatu
itu disebut oleh Malaikat bernama Muwafaq.
Abdullah bin Mubarak yang sedang
tidur terbangun dan kemudian bertekad
menemui Muwafaq di Damaskus untuk menanyakan amalan apa saja yang
biasa dilakukannya sehingga hanya dia
yang hajinya diterima Allah Ta‟ala
pada tahun itu.
Setelah bertemu dengan Muwafaq,
Abdullah bin Mubarak mendapat kete
rangan bahwa pada tahun itu Muwafaq
berniat untuk berangkat menunaikan
ibadah haji, dan dia telah mengumpulkan uang hingga mencapai 300 dirham
untuk perbekalan dan ongkos. Namun
beberapa waktu sebelum berangkat,
uang 300 dirham itu diberikan kepada
tetangga sebelah rumahnya, seorang
janda dengan 3 orang anak, yang sedang kelaparan karena sudah tiga hari
tidak makan.
Kepada Muwafaq, janda itu mengaku terpaksa memasak daging bangkai
keledai yang ditemukannya di jalanan.
Janda itu menyebut, daging bangkai itu
halal baginya yang sedang kelaparan
dan haram bagi Muwafaq yang
berkecukupan.
Kesusahan janda tersebut membuat
hati Muwafaq luluh dan rela mengorbankan ibadah hajinya.
Penjelasan itu membuat jelas bagi
Abdullah bin Mubarak, ternyata Muwafaq yang tidak jadi pergi ke haji
malah menjadikannya haji mabrur.
Kita semua paham, menolong orang
yang kelaparan yang ada di depan mata
kita justru lebih utama daripada
menunaikan haji yang masih dicitacitakan. Karena Rasulullah saw. sendiri
mengajarkan kepada kita bahwa hanya
berniat melakukan sebuah kebaikan
saja akan diganjar sebagai suatu kebaikan yang sempurna, apalagi berniat dan
melakukan sebuah kebaikan yang amat
besar, tentu Allah akan memberi ganjaran hingga tujuh ratus kali lipat. Wajar jika kemudian kebaikan yang dilakukan Muwafaq mendapat ganjaran
Haji Mabrur.
Kita bisa menerawang jauh, bisa
jadi, saat Muwafaq membantu janda
miskin tersebut, motivasi utamanya
adalah mentaati perintah Allah Ta‟ala
dan Rasulullah saw. yang memerintahkan agar kita saling tolong
menolong dalam hal kebaikan antar
sesama manusia.
Akhirnya, haji mabrur mutlak
hanya bisa diraih oleh orang yang
memiliki ketaatan yang tinggi kepada
Allah Ta‟ala dan Rasulullah saw.. Tanpa
ketaatan jangan harap haji mabrur bisa
diraih. Red [][]
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
5
Al-Quran Tafsir Kabir
Al Quran Tafsir Kabir adalah
salah satu karya fenomenal dari
Hadhrat Mirza Bashiruddin
Mahmud Ahmad ra. Khalifah
Kedua Jemaat Ahmadiyah.
Surah Al-Fatihah
Kerinduan hati Muhammad Rasulullah
saw.
lah yang telah menarik
karunia Allāh Ta‟ala. Kerinduan itulah yang telah dijelaskan di dalam
َ
َ ُ َ
kalimat ‫الص َشاغ امل ْعخ ِل ُْ ََم‬
‫ ِا ْه ِذها‬hanya perbedaan inilah yang telah
ِ
diciptakan oleh ayat Qurān.
Pertama, memilih kalimat yang sempurna dan suci bersih dari segala
kelemahan.
Kedua, melaluinya di dalam hati mereka yang tidak ada kerinduanpun diusahakan terciptanya kerinduan semacam itu.
Ketiga, ditimbulkan keinginan dan harapan, jika kamu berdoa
seperti itu maka akan terkabul. Bahkan diperintahkan, berdoalah
seperti ini. Karena berpikiran bahwa di dalam hati Muhammad Rasulullah saw. tidak timbul pikiran semacam itu, merupakan serangan yang
keterlaluan terhadap Rasulullah saw., bahkan terhadap Allāh Ta‟ala
bahwa di dalam hati Muhammad Rasulullah saw. tidak ada suatu kerinduan untuk mendapatkan jalan yang lurus. Tetapi Allāh Ta‟ala yang
َ ُ َ َ
ُُ
memaksa beliau saw. menjadi seorang Nabi. ‫وػىر ِباهللِ ِم ًْ ر ِالً الخ َشافاث‬
“Kami berlindung kepada Allāh dari bid‟ah-bid‟ah itu.”
Kalau keberatan ini masuk akal lalu apakah ada orang yang berani
berkata, bahwa sebelum Qurān Karīm turun Muhammad saw. adalah
orang baik atau orang buruk, berbakti dalam kecintaan pada Allāh
Ta‟ala atau tidak, telah mencapai kedekatan dengan Allāh Ta‟ala sebelum turunnya Qurān Karīm atau tidak. Jika jawaban pertanyaanpertanyaan tersebut terbukti benar maka seseorang dapat berkata, apa
perlunya kita mendirikan shalat yang perintahnya terdapat di dalam
6
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Al-Quran Tafsir Kabir
Qurān Karīm. Apa perlunya berpuasa yang perintahnya terdapat di
dalam Qurān Karīm. Apa perlunya berjihad, atau apa perlunya hukumhukum syari‟at lain yang terdapat di dalam Qurān Karīm.
Bila Muhammad Rasulullah saw., tanpa pengamalan semua itu bisa
mendapatkan ketaqwaan dan kecintaan pada Allāh Ta‟ala, maka kamipun tanpa itu semua bisa memperolehnya, bahkan tanpa perkara
agama.
Di dalam perkara duniawipun jika ada yang berkata, mana yang lebih dulu ayam atau telur. Mana yang lebih dulu biji atau pohon.
Sekarangpun akan terjadi seperti itu. Untuk menciptakannya apa perlunya kita mentaati ketentuan qudrat alam. Maka setiap orang gila
akan berkata kepada orang itu, peraturan Tuhan beda saat biji belum
ada, dan beda lagi ketika biji sudah diciptakan. Sebelum Qurān Karīm
turun kepada Muhammad Rasulullah saw. ajaran yang murni sudah lenyap.
Semangat kasih sayang tumbuh di dalam fitrat suci Muhammad
Rasulullah saw. Allāh Ta‟ala tanpa kalimat khusus atau pertimbangan
khusus mengabulkan dan memberkahinya. Tetapi setelah Qurān
Karīm turun untuk setiap perkara ada kaidahnya secara khusus.
Sekarang tanpa itu tidak bisa mendapat nikmat-nikmat yang sebelumnya bisa didapat. Muhammad Rasulullah saw. telah meletakan pondasi
agama dan syariat. Sekarang apapun yang berada di luar peraturan
syariat tersebut sekali-kali tidak akan berhasil.
Atas pertanyaan inipun dari sisi lain dapat dikembangkan. Yakni,
apakah nabi hanya sekadar sebuah sebutan, atau untuk seorang
nabipun ada syarat taqwa, thaharat, dan qurb ilahiyah? (ketaqwaan, kesucian, kedekatan kpd Allāh). Jika untuk seorang nabi ada persyaratannya maka pertanyaannya adalah, apakah bisa seseorang yang
bukan nabi memiliki ketaqwaan, thaharat, dan qurb ilahi melebihi seorang nabi.
Jika jawaban mufasir dan orang-orang yang sepaham dengannya
adalah “iya mungkin“ bahwa seseorang yang bukan nabi bisa memiliki
ketaqwaan, kesucian, kedekatan dengan Allāh melebihi seorang nabi,
maka yang tersisa hanyalah konflik harfiah. Tetapi jika jawaban pertanyaan itu adalah, seorang yang bukan nabi tidak bisa lebih afdhal
daripada seorang nabi. Maka orang-orang yang berkata bahwa di dalam
ummat Muhammad Rasulullah saw. tidak bisa ada pangkat, zilli, buruzzi,
dan ummati. Mereka akan berkata, di dalam ummat ini tidak ada seorangpun yang dapat mencapai kedudukan qurb ilahi yang pernah dicapai oleh orang-orang terdahulu. Dan orang-orang yang mendakwakan
seperti itu sesungguhnya menyatakan ummat Muhammad saw. mahSINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
7
Al-Quran Tafsir Kabir
rum dari nikmat-nikmat itu.
Mufassir sahib ini mengajukan satu keberatan lagi. Apa sebabnya di
dalam 1300 tahun yang lalu tidak seorang Muslimpun yang doanya terkabul untuk hal itu.
Jawabannya adalah, pengabulan doa tergantung pada jumlah dan
sifat doa itu. Pengeritik inipun mengakui bahwa kedudukan shiddiqiyyat bisa didapat di dalam ummat ini. maka perihal ummat inipun pertanyaan bisa diajukan kepadanya. Yakni, berapa orang di dalam ummat ini yang telah mendapat derajat shidiqiyyat? Jika di dalam 1300 tahun yang lalu hanya Abu Bakar ra. yang dapat, maka keberatan ini pula
yang terpaksa dilontarkan. Yakni, apakah selama 1300 tahun tidak ada
orang lain yang doanya terkabul? Dan jika orang lainpun ada yang
mendapatkannya maka pertanyaannya adalah, apakah orang-orang itu
lebih mulia daripada Umar ra., Usman ra., dan Ali ra. atau tidak? Jika tidak, lalu bagaimana hal itu bisa terjadi? Yakni, orang yang derajatnya
lebih rendah bisa menjadi shiddiq sementara orang yang derajatnya lebih tinggi yang layak mendapat derajat syahiid tidak bisa disebut shiddiq?
Pendeknya, keberatan yang ditujukan atas turunnya nubuwwat, keberatan itulah yang membenarkan terbukanya pintu shidiqiyyat. Jadi,
keberatan itu timbul disebabkan oleh kurangnya penelaahan secara
seksama bukan berdasar pada hakikat.
Berkenaan ayat ini saya merasa perlu menjelaskan satu point lagi.
Nama lain surah Fatihah yang disebutkan oleh Rasul Karim saw. ada
dua yaitu Umul Qurān dan Umul kitab (Abu Dawud, Kitabush-sholāt).
Menurut saya nama-nama ini berasal dari Qurān Karīm juga. Dan
sumbernya adalah ayat ini. Di dalam ayat ini dan ayat sebelumnya dikatakan bahwa puncak ibadah kepada Ilahi adalah manusia memohon
kepada Allāh Ta‟ala menjadi golongan mun‟am alaih siratal mustaqīm
(golongan orang-orang yang mendapat nikmat jalan yang lurus).
Sekarang jika doa ini dapat terkabul maka zahirlah, ketika dari hati
manusia secara kaum menjerit kepada Allāh Ta‟ala bahwa kami sedang
mengalami kehancuran bukakanlah jalan petunjuk bagi kami. Doa dan
kerinduan hati yang sucipun menyatu bersama jaman itu. Allāh Ta‟ala
menjadikannya pemenang di jaman itu. Maka kasih sayang Allāh bergejolak dan karunia Ilahi turun dalam bentuk ilham dan hidayah.
Demikian hal itu terus berlaku di setiap jaman.
Doa orang-orang mazlum (yang dizalimi) di zaman Nuh as. menyatu
dengan doa ratapan hati suci Nuh as. menarik Kalam turun kepada Nuh
as.
. Jeritan arwah (ruh-ruh) di jaman Ibrahim as. menyatu dengan harapan hati suci Ibrahim as. menjadi penyebab turunnya Suhufi Ibrahim as..
8
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Al-Quran Tafsir Kabir
Inilah kisah yang telah berlaku di jaman Musa as. dan Isa as.. Dan
seperti itu pula telah terjadi di jaman Rasul Karim saw.. Terbukti dari
hadis sahih bahwa sebelum Qurān Karīm turun Rasulullah saw. sering
memisahkan diri dari kesibukan dunia, pergi ke gua Hira untuk berdoa dan beribadah di sana. Itu adalah suasana kesucian hati yang memberi kemampuan pikiran beliau saw. untuk merenungkan. Selain itu
ratapan duniapun sedang naik ke langit. Semua itu bertemu menarik
karunia Tuhan turun ke bumi dan turunlah Qurān Karīm.
َ َ َْ
َّ َ
َ ُ َ ّ ‫ ا ْهذ َه‬pada hakikatnya
Karena itu ‫الص َشاغ امل ْعخ ِل ُْ َم ِص َشاغ ال ِز ًْ ًَ او َػ ْمذ َغل ْي ِهم‬
ِ ِ ِ
merupakan gambaran keadaan dunia sebelum turunnya Qurān.
Kesucian arwah (ruh-ruh) jaman itu telah membangkitkan bukan
saja rintihan hati tapi topan pun ikut bangkit di dalam pikiran mereka.
Dan sebagai akibatnya turunlah Kalam Zaman itu. Maka dikarenakan
doa ini telah turun di dalam surah Fatihah, dan telah yang menjadi
penyebab turunnya Kalam Ilahi. Oleh sebab itu Rasul Karim saw. telah
memberi nama surah Fatihah Ummul Qurān dan Ummul Kitab. Yakni,
di dalam surah Fatihah telah diterangkan perkara yang menjadi penyebab turunnya Qurān. Dan dikarenakan menjadi penyebab turunnya
Qurān maka al Fatihah memiliki kedudukan sebagai umul Qurān.
Hal inipun perlu diingat, bahwa Rasul Karim saw. menyebut surah
Fatihah Qurān ‟Azīm. Bukan berarti bahwa surah Fatihah adalah
Qurān Azīm sementara yang lainnya Qurān kecil, pikiran seperti itu
tidak benar. Ada lagi sebab lainnya, dan menurut saya adalah nama
Ummul Qurān dan Ummul kitab. Ketika Rasul Karim saw. mengatakan
surah Fatihah adalah Ummul Qurān dan Ummul Kitab beliau saw. berpikir hal ini bisa menimbulkan kesalahpahaman. Yakni, barang kali
surah ini terpisah dari Qurān Karīm. Karena itu beliaupun memberi
nama surah Fatihah ini Qurān ‟Azīm. Supaya orang-orang Muslim
tahu bahwa surah Fatihah tidak terpisah dari Qurān Karīm bahkan
bagian dari padanya. Bagian dari suatu bendapun seutuhnya masuk
dalam nama benda itu, karena itu Beliau saw. menamakan surah Fatihah
Qurān ‟Azīm.
Kita biasa bila ingin mendengar bagian Qurān maka berkata „Hafiz
sahib, bacalah Qurān‟. Atau berkata, „Seseorang sedang membaca
Qurān Karīm‟. Atau ada suatu perkara di dalam suatu ayat, maka kita
berkata, „Qurān berkata demikian‟. Artinya bukanlah bahwa menurut
kami hanya surah atau ayat itu saja yang dinamakan Qurān Karīm
yang lainnya bukan Qurān. Bahkan maksud kami adalah surah atau
ayat yang kita baca atau yang dipakai sebagai rujukan itu adalah bagian
Qurān.
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
9
Al-Quran Tafsir Kabir
Ada lagi satu cerita lain yang layak juga diingat di sini. Bahwa Rasul Karim saw. menamakan surah Fatihah Ummul Qurān, Ummul Kitab dan Qurān ‟Azim. Seakan-akan di satu sisi, ia adalah benda itu, di
sisi lain iapun benda yang lahir darinya. Dari sini lahir satu nilai ruhani yang luar biasa. Yakni, di dalam dunia ruhani keadaan pertama
melahirkan keadaan kedua. Karena itu keadaan pertama dari satu sudut
pandang dikatakan ibu dan keadaan setelah itu dinamakan keturunan.
Dari segi ini surah Fatihah disebut juga Ummul Qurān. Dan dikarenakan ia sendiri Qurān maka iapun dikatakan Qurān.
Tentang manusiapun pada saat terjadi perubahan, kata-kata similar
semacam itu digunakan. Pada surah At-Tahrim, Allāh berfirman
َ
ٌَ
bahwa permisalan orang Mumin dapat diberikan seperti ‫ن‬
َ ‫ ِا ْم َشأة ِف ْش َغى‬dan
ْ
‫ َم ْشٍَم ِبي ِذ ِغ ْم َشان‬. Dan tentang orang-orang Mukmin yang permisalannya
disamakan dengan Maryam binti Imran, di akhir ayat Allāh berfirman:
َ ًَ ‫ص َّذ َك ْذ بيل َماث َ ّب َها َو ُه ُخبه َو َو َاه ْذ م‬
َ ‫َف َى َف ْخ َىا ف ُْه م ًْ ُّس ْوخ َىا َو‬
)2‫الل ِاه ِخ ْح َن (ظىسة جدشٍم ع‬
‫ِ ِ ِ ِس‬
ِِ
ِ
ِ
ِ ِ ِ
“Kami meniupkan Kalam Kami ke dalam dirinya, dan ia beriman
pada kalam dan kitab-kitab Tuhannya. Dan ahirnya ia menjadi seorang
laki-laki yang patuh taat. Yakni, orang-orang yang bersifat Maryam
secara berangsur-angsur mencapai kemajuan, akhirnya menjadi tempat
turunnya kalam Ilahi, maka mereka berjiwa Al Masih.”
Surah Fatihah-pun bernama Ummul Qurān dan Ummul Kitab juga
dikatakan Qurān Azim. Hal itu memberi satu refrensi halus pada istilah Islam. Dan bagi orang-orang, hal tersebut di dalamnya ada petunjuk. Orang yang tidak dapat memahami masalah bagaimana seseorang
dari ummat Muhammad bisa dinamakan Maryam dan juga Isa.
Jika Rasul Karim saw. menamakan surah Fatihah sebagai Ummul
Qurān dan juga Qurān, maka bagi seorang Muslim yang benar apa
susahnya memahami masalah itu bahwa Allāh Ta‟alapun memberi
nama Maryam dan juga Isa kepada seorang laki-laki. Ketika dalam kadaan itu di hadapan Allāh Ta‟ala ia terus berdoa untuk kedatangan seorang Masih Zaman itu dalam keadaan bersifat Maryam yang
karenanya ia dinamakan Maryam.
َ ْ
َ ُ َ
Seperti dikarenakan doa surah Fatihah ‫الص َشاغ امل ْعخ ِل ُْ َم‬
ِ ‫ ِاه ِذها‬yang terusmenerus dipanjatkan kepada Allah untuk memohon satu petunjuk dinamakan Ummul Qurān dan Ummul Kitab. Tetapi ketika doa orang
yang sempurna itu telah dikabulkan dan Allāh Ta‟ala telah mengutus-
10
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Al-Quran Tafsir Kabir
nya sebagai Al Masih Akhir Zaman untuk dunia maka ia dinamakan
َ ْ
َ ُ َ
Isa. Sebagaimana doa ‫الص َشاغ امل ْعخ ِل ُْ َم‬
ِ ‫ ِاه ِذها‬dipanjatkan. Qurān Karīm
diturunkan ke dunia dan doa itu sendiri menjadi bagiannya. Maka
setelah itu ia dinamakan Ummul Qurān dan Ummul Kitab, selanjutnya ia dinamakan Qurān ‟Azīm.
Berkenaan dengan doa ini ada satu hal yang layak diingat, yang oleh
para Sahabah ra. dipandang penting, diberikan kepada dunia sebagai
satu contoh tertinggi yang bandingannya tidak terdapat pada suatu
kaum lain di dunia ini. Dan kalaupun setelahnya kaum Muslimin
mengingatnya maka sungguh merekapun dapat memperlihatkan contoh tertinggi itu kepada dunia, sehingga di dalam sejarah dunia namanya akan dikenang untuk selamanya. Akan tetapi sangat disayangkan
kaum Muslimin telah melupakan dua petunjuk emas yang diterangkan
di dalam ayat ini. Dan mereka telah jatuh dari standar yang di atasnya
Allāh Ta‟ala hendak mengukuhkan mereka. Jika hari inipun orangorang Muslim menjadikan hidayah ini sebagai pegangannya maka semua kesulitan mereka segera dapat teratasi, kemudian mereka akan
dapat meraih kehormatan dan kemuliaan yang tiada tara bandingannya.
Pelajaran yang telah diterangkan di dalam ayat ini adalah bahwa
setiap kaum mempunyai satu tujuan, dan mereka berusaha keras untuk
meraihnya. Demikian pula penciptaan duniapun mempunyai satu tujuan. Kaum yang dapat menyempurnakan maksud tersebut itulah
kaum yang berhak memperlihatkan maksud dan tujuan sebenarnya
dunia diciptakan. Adam as. datang ke dunia, dan mengajarkan beberapa
kebaikan kepada dunia. Bagi orang-orang di zaman itu pelajaran yang
diajarkannya itu merupakan ta‟lim yang sangat tinggi. Dengan meng
amalkan kebaikan-kebaikan itu orang-orang di zaman itu telah mampu
menciptakan perubahan yang sangat besar pada ruhani dan ahlak
mereka. Dan kecerdasan mereka jauh melampaui orang-orang sebelumnya, akan tetapi manusia di zaman itu belum lagi sampai pada kesempurnaan yang untuk itu ia telah dilahirkan. Maka untuk kemajuannya usaha keras terus dilakukan hingga Nuh as. lahir. Dan beliau as.
telah mengangkat derajat manusia satu tingkat lebih tinggi. Akan
tetapi manusia walaupun melalui Nuh as. secara ruhani dan ahlaki serta
kecerdasan telah mencapai kemajuan, namun belum juga mampu
meraih maksud dan tujuan tersebut yang untuk itu manusia telah dilahirkan. Setelah beliau as., datang nabi yang lain dan setelah itu, datang
lagi yang lain kemudian datang lagi yang lain. Demikian hal itu terus
berlanjut hingga datanglah Muhammad Rasulullah saw..
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
11
Al-Quran Tafsir Kabir
Beliau saw. telah menzahirkan semua rahasia dari kepala hingga kaki
yang selama ini tersembunyi bagi manusia. Untuk kemajuan agama,
kecerdasan, dan ahlak seberapa perkara diperlukan semuanya telah dijelaskan oleh Beliau saw.. Walaupun
secara keilmuan agama sudah semُ ََْ ُ ْ َ ََْ ْ ُ َْ ْ ُ َ ُ ْ َ ْ َ َ ْ َ
ْ
ْ
َ
purna dan ‫ الُىم أهملذ لىم ِدًىىم وأجممذ غلُىم ِوػم ِتي‬telah diumumkan, akan
tetapi selama ajaran tersebut belum diamalkan secara menyeluruh
maka maksud dan tujuan turunnya belum dapat terpenuhi. Dan maksud serta tujuan pengutusan Rasul Karim saw. belum dapat dikatakan
telah berhasil sepenuhnya.
Untuk
Allāh Ta‟ala pada surah Fatihah mengajarkan
َ َ itu,
ْ َ َ ْ َّ َ َ
ُ َ ّ َ ْ
َ
َ
ْ
ْ
doa
‫االص َشاغ امل ْع َخ ِل ُْ َم ِصشاغ ال ِزًً اوػمذ غلي ِهم‬
ِ ‫ ِاه ِذه‬kepada orang-orang
Muslim. Dan berpesan, ingatlah selalu maksud ini, barang siapa meng
utamakan Maqam-e-Mahmud (Martabat yang Terpuji) yang semenjak
permulaan dunia ini telah menjalani perjalanan ruhani itu. Dan banyak
nabi-nabi telah datang silih berganti mengantarkan manusia ke berbagai tingkatan ruhani. Tugas menyampaikan ke derajat terakhir tanggung jawabnya di serahkan kepada Muhammad Rasulullah saw. , maka
pergilah kesana !
Jadi, makna “Berilah kami bagian dari semua nikmat golongan
mun‟am alaih” adalah “Wahai Tuhan, berilah kami kebaikan-kebaikan
ummat Adam as., berilah kami kecerdasan seperti ummat Nuh as., sampaikanlah kami ke maqam ummat Ibrahim as., berilah kami kesempurnaan ummat Musa as., berilah kami bagian pengaruh ruhaniyat Al Masih. Demikianlah tingkat demi tingkat terus mencapai ketinggian derajat ruhani, akhirnya sampaikanlah kami pada maqami Muhammad saw.
supaya Muhammad saw. berhasil mencapai maksudnya dan meraih
Maqam-e-Mahmud.
َ
َّ َ
َ َْ
Jadi, maksud ‫ ِص َشاغ ال ِز ًْ ًَ او َػ ْمذ َغل ْي ِهم‬adalah tujuan terakhir
kesempurnaan ruhani manusia. Yang sejak semula insani kafilah terus
bergerak menuju ke sana, yang tugas membimbingnya telah diberikan
kepada para nabi di berbagai jaman. Dan yang tugas mengantarkan ke
tempat tujuan terakhirnya telah dibebankan kepada Muhammad saw.
Dan melalui doa ini ummat Muhammad saw. memohon. Yakni,
“Wahai Allah, kesempurnaan agama melalui Muhammad Rasulullah
saw.
Engkaulah yang telah melakukannya.”
Kini masih ada masalah yakni, amal perbuatan kamipun hendaknya selaras dengan agama itu, supaya kami dapat menzahirkan semua kekuatan yang tersembunyi dan tinggi itu yang melalui berbagai
nabi telah tumbuh dan berkembang, yang kelahirannya adalah maksud
termulia dan terakhir penciptaan manusia. Untuk pekerjaan itu kami
12
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Al-Quran Tafsir Kabir
telah berdiri siap mengerjakannya. Sekarang tolong dan anugerahilah
kami, agar kami dapat sekaligus mencapai semua tempat turunnya irfan di mana berbagai kaum melalui nabi-nabi telah mencapainya, supaya maksud kelahiran manusia menjadi sempurna melalui ummat
Muhammad saw.. Para sahabat ra. telah mengutamakan maksud itu, dan
telah menerapkan pada dirinya semua akhlak kaum-kaum terdahulu
dan telah memperagakannya sebagai satu contoh tanpa banding kepada
dunia. Hari ini jika Jemaat kita mengutamakan maksud itu maka
Maqam-e-Mahmud Rasul Karim saw. akan semakin dekat dan dunia akan
terhindar dari kegelisahannya.
Setiap orang atau bangsa yang membuat Allah menjadi murka berَ
ُ َ
arti telah termasuk dalam ‫ىب َغل ْي ِهم‬
ِ ‫مغظ‬. Demikian pula setiap kaum yang
tenggelam ke dalam cinta ghairullah dan melupakan Allah mereka
َ Tetapi Rasul Karim saw. memberikan arti khas kepada dua
ٌ ‫ط‬.
adalah ٌ‫ا‬
kata-kata ini. Imam Ahmad bin Hanbal di dalam Musnad-nya menyalin satu riwayat yang cukup panjang dari Adi bin Hatim yang dibagian
akhirnya berbunyi:
َّ ‫الظال ْح َن‬
ُ ‫َ َا َّن املَ ْغ‬: ‫هللا َغ َل ُْه َو َظ َّل َم‬
َّ ‫الي ُه ْى ُد َو َا َّن‬
ُ ‫صلى‬
َ ‫الى‬
َ ‫اٌ َس ُظ ْى ٌُ هللا‬
َ ‫ظ ْى َب َغ َل ْيهم‬
َ ‫َك‬
.‫ي‬
َ ‫ص َاس‬
ِ
ِ
ِ
ِ
َ
ُ ‫ املَ ْغ‬adalah Yahudi, dan maksud dari ‫الظال ْح َ َن‬
َّ
Yakni, maksud ‫ظ ْى َب َغل ْي ِهم‬
ِ
adalah Nasrani. Demikian pula di dalam hadits Tirmizi-pun riwayat
ini pula yang disalinnya. Dan statusnya dikatakan Hasan-Gharīb.
Ibnu Mardawih menyalin satu riwayat dari Abu Zar al Ghifari
َ
ُ ْ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ
َّ ‫الي ُه ْى ُد َو ُك ْل ُذ‬
َ ْ ُ ُ َ
َ
َ ‫الظ ِال ْح َن َك‬
َ ٌ‫ا‬
َ ‫َ َك‬, ‫ظ ْىب َغ َل ْيهم‬
ٌ‫ا‬
ِ ٌ‫ظألذ َسظى‬
ِ ِ ‫هللا صلى هللا غلُ ِه وظلم غ ًِ املغ‬
َّ (Fatah ul Bayan, jilid 1) yakni, Hadhrat Abu Zar berkata, “Saya
ّ ‫الى‬
‫صاسي‬
َ
bertanya kepada Rasulullah saw., „Siapakah yang dimaksud dengan ‫غ ْح ِر‬
َ
ُ ‫ ’املَ ْغ‬Beliau saw bersabda, „Yahudi‟. Kemudian saya bertanya
‫ظ ْى ِب َغل ْي ِهم‬
َّ
lagi „siapakah yang dimaksud dengan ‫ن‬
َ َ ‫الظ ِال ْح‬
Beliau saw. bersabda,
„Nasrani‟. (Bersambung) Fazal M. [][]
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
13
Hadits Tentang Haji Mabrur
ُّ‫ َو ْال َحج‬، ‫ْال ُع ْم َر ُة إ َلى ْال ُع ْم َرة َك َّفا َر ٌة ِلَا َب ْي َن ُه َما‬
ِ
ِ
ِ
ُ َّ َ ْ َّ ٌ َ َ ُ َ َ ْ َ ُ ُ ْ َ ْ
‫اِلبرور ليس له جزاء ِإال الجن ُة‬
“Di antara umrah yang satu dan umrah lainnya akan
menghapuskan dosa di antara keduanya dan Haji
Mabrur tidak ada balasannya kecuali Surga.”
(HR. Bukhari, No. 1773 dan HR. Muslim, No. 1349)
14
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Tulisan ini adalah makalah ceramah
yang disampaikan oleh Mln. Fazal Muhammad, Mbsy.* di hari kedua Jalsah
Salanah Jemaat Ahmadiyah Markaz/
Kemang, Sabtu 1 Agustus 2015, yang
diadakan di Bogor, Jawa Barat dari tanggal 31 Juli 2015 sampai 2 Agustus 2015.
Makalah ini judul aslinya adalah
“Ikatan dan Keitaatan pada Khilafat”.
Red [][]
ُ
َّ ُ َ َ َ
ُ
‫هللا ال ِز ًْ ًَ اَ َم ُى ْىا ِم ْىى ْم َو َغ ِمل ْىا‬
‫وغذ‬
َ َ ْ َ ْ َ َ َْ
ْ َ ْ ََ
َ
َّ
ْ
َّ
ُ
‫ض همااظخخلف‬
ِ ‫الص ِلحَ ِذ لِعخخ ِلفنهم ِفى الاس‬
َّ َ َ ّ َ
َّ
َ
َ
‫ال ِز ًْ ًَ ِم ًْ ك ْب ِل ِه َْمصلےََ َول ُُ َم ِىج َّن ل ُه ُم ال ِزي ْاسجض َى‬
َ َ َ
َ
‫ْ َ ْ ً كلے‬
‫ل ُه ْم َول ُُ َب ِّذ ل َّن ُه ْم ِم ًْ م َب ْػ ِذ خ ْى ِف ِهم امىا‬
َ
َ ُ ْ َ َ
َ
‫ٌَ ْػ ُب ُذ ْوه ِن ْى ال ٌُش ِشو ْىن ِب ْى ش ِْ ًئا كلےَ َو َم ًْ ه َف َش َب ْػ َذ‬
َُ
‫ر ِل ًَ فا ْول ِئ ًَ ُه ُم الفَ ِع ُل ْى َن‬
“Allah telah berjanji kepada orangorang beriman dari antara kamu yang
berbuat amal saleh, bahwa Dia pasti
akan menjadikan mereka itu khalifah
di muka bumi ini, sebagaimana Dia
telah menjadikan khalifah orang-orang
yang sebelum mereka; dan Dia pasti
akan meneguhkan bagi mereka agama
mereka, yang telah Dia ridhoi bagi
mereka; dan pasti Dia akan memberi
mereka keamanan dan kedamaian
sebagai pengganti sesudah ketakutan
mencekam mereka. Mereka akan
menyembah Aku, dan mereka tidak
akan mempersekutukan sesuatu dengan
Aku. Dan barang siapa ingkar sesudah
itu, mereka itulah orang-orang
durhaka.” (An-Nur:56)
Konsep Khilafat Haqqah
Islamiyah yang benar adalah yang
sesuai dengan kandungan ayat ini,
yakni Khilafat alaa minhaajinnubuwwah. Khilafat semacam ini
telah berdiri menggenapi janji
Allah itu yang dikenal dengan
sebutan Khilafat Rasyidiin yang
berakhir pada Khalifah ke-4
Sayyidina Ali ra..
Hadhrat Rasulullah saw. telah
memberi kabar bahwa di Akhir
Zaman khilafat seperti itu akan
berdiri kembali di bawah panjipanji Jamaah yang didirikan oleh
Imam Mahdi Akhiruz-zaman al Masih
al Mau‟ud as. untuk mengunggulkan
Islam kedua kalinya di atas semua
agama-agama lain di dunia ini.
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
15
Sajian | utama
Khilafat inipun telah tegak berdiri,
yang dikenal dengan nama
Khilafatul Masih, yang kini sedang
berjuang di bawah pimpinan
Khalifatul Masih kelima Hadhrat
Mirza Masroor Ahmad aba.
Dua poin penting akan
disampaikan pada artikel ini, yaitu
Ikatan dan Ketaatan pada Khilafat.
Dua perkara ini perlu dipahami
oleh semua orang, baik para
pengurus maupun anggota Jemaat
Ahmadiyah pada umumnya.
Ikatan Pada Khilafat
Berkenaan dengan Ikatan pada
Khilafat, ada 3 poin yang perlu
disampaikan. Pertama Kewajiban
Baiat; Kedua Menjalin hubungan
dengan Khalifah; Ketiga Menulis
surat kepada Khalifah.
1. Kewajiban Baiat
Bai‟at berasal dari kata kerja
bayya‟a, yubayyi‟u, bay‟atun artinya
jual-beli. Baiat adalah sumpah setia
pada suatu kepemimpinan. Baiat
dalam makna Islami adalah penyerahan diri secara total untuk
patuh taat pada seorang Nabi Allah
atau penerusnya, Khalifatul Muslimin, imam atau pemimpin ruhani
tertinggi dalam Islam. Dengan
prosesi baiat terjalinlah ikatan hukum berupa hak dan kewajiban
serta tanggung jawab kedua belah
pihak secara adil dan proporsional
yang merupakan hasil
dari pernyataan baiat itu.
Baiat merupakan pernyataan
16
komitmen spiritual secara formal
di depan Nabi Allah atau Khalifahnya untuk menjalani hidup yang
benar dan lurus. Baiat merupakan
jalan menuju hijrah kepada suasana
batin yang baru dan memberikan
motivasi berkomitmen dalam kehidupan yang benar. Jamaah harus
patuh taat pada imam yang membimbing mereka ke jalan yang lurus untuk mencapai ridho Allah.
Seorang Imam adalah model,
panutan, dan konsultan bagi ummatnya. Sikap seorang murid pada
Imamnya adalah sami‟naa wa
atha‟naa, patuh dan taat. Sikap ini
tumbuh karena kesadaran dan
keimanan yang haq dan benar.
Utusan Allah baik Nabi atau
Khalifah adalah guru, pendidik,
pengayom bagi jamaahnya.
ً
ُ
َّ
َ
ُۡ
‫ُه َى ال ِز ۡی َب َػث ِفی الا ِّم ّّٖح َن َس ُظ ۡىال ِّم ۡن ُہ ۡم َی ۡخل ۡىا‬
ۡ
َ
َ ۡ ۡ
ّ
ّ
‫َغل ۡي ِہ ۡم ای ِخ ّٖہ َو ُی َض ِک ۡي ِہ ۡم َو ُی َػ ِل ُم ُہ ُم ال ِکخ َب َو ال ِحک َمت‬
“Dialah yang mengutus kepada
kaum yang buta huruf seorang Rasul
dari antara mereka, yang membacakan
Ayat-ayat-Nya kepada mereka, dan
mensucikan mereka dan mengajarkan
mereka Al-Kitab dan Hikmah.“ (AlJumuah:3)
Allah ridha kepada orang-orang
Mukmin yang baiat kepada utusanNya.
ّٰ
ۡ
َ
ُۡۡ
ََ
‫لل ۡذ َس ِض َى الل ُہ َغ ًِ املإ ِم ِى ۡح َن ِار ُی َب ِای ُػ ۡىه َک‬
ََ
ُ
َ
َّ َ ۡ َ
ٌَ ‫الش َج َش ِۃ ف َػ ِل َم َما ِف ۡی ُكل ۡى ِب ِہ ۡم فا ۡه َض‬
‫ج دذ‬
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Sajian | utama
َ
ََ
َّ
َ‫م‬
َۡ ‫الع ِک ۡیىت َغل ۡي ِہ‬
“Sungguh Allah telah ridha kepada
orang-orang mu‟min ketika mereka
bai‟at kepada engkau di bawah pohon
itu , dan Dia mengetahui apa yang ada
di dalam hati mereka, lalu Dia menurunkan ketentraman kepada
mereka” (Al-Fatah:19)
Allah memerintahkan Rasulullah saw. mengambil baiat kaum perempuan.
ٓ َ
ُۡۡ
َّ ‫ًَا ُّی َہا‬
‫الى ِب ُّى ِارا َجا َء َک املإ ِمى ُذ ُی َب ِای ۡػ َى َک‬
َ ۡ
َ
ۡ ۡ َّ َ ٰۤ
َ ّٰ
‫َغلی ا ۡن ال ُیش ِشک ًَ ِبالل ِہ ش ۡی ًئا َّو ال َی ۡع ِشك ًَ َو ال‬
َ َ ۡ
َ
ۡ َ
‫َی ۡضِه ۡح َن َوال َی ۡل ُخل ًَ ا ۡوال َد ُه ًَّ َوال َیا ِج ۡح َن ِب ُب ۡہ َخ ٍان‬
َ
َ
َ
َ
‫َّی ۡفت ِرۡی َى ٗہ َب ۡح َن ا ۡی ِذ ۡی ِہ ًَّ و ا ۡس ُج ِل ِہ ًَّ َوال َی ۡػ ِص ۡی َى َک ِف ۡی‬
َ ۡ ۡ َ َّ ُ ۡ َ َ ۡ ُ ۡ َ
ّٰ
ّٰ
‫اظ َخغ ِف ۡش ل ُہ ًَّ الل َہ ؕ ِا َّن الل َہ‬
‫مػشو ٍف فب ِایػہً و‬
َ
ُ
‫غف ۡى ٌس َّس ِخ ۡی ٌم‬
“Wahai Nabi, jika datang perempuan-perempuan Mukmin hendak
baiat kepada engkau bahwa mereka
tidak akan menyekutukan sesuatu dengan Allah, tidak akan mencuri, dan
tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak mereka, tidak akan
melemparkan suatu tuduhan yang sengaja dibuat-buat antara tangan dan
kaki mereka, dan tidak akan mendurhakai engkau dalam hal yang baik,
maka terimalah baiat mereka dan mintalah ampunan bagi mereka dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang ”.(AlMumtahinah : 13)
Rasulullah saw. mewajibkan
orang Mukmin baiat kepada Imam
Mahdi as.
ُ ‫َفا َرا َ َسأ ًْ ُخ ُم‬
َّ ‫ىه َف َب ّاٌ ْػ ُه َو َل ْى َخ ْب ًىا َغلى‬
‫الع ِلج‬
ِ
ِ
ُ َ ْ َ ُ َّ َ
َ
ُّ
ْ
‫(ظجن ابً مجه‬
‫هللا امله ِذي‬
ِ ‫ف ِاهه خ ِلُفت‬
)4804 ‫هخاب الفتن خذًث‬
“Apabila kalian melihatnya maka
baiatlah kepadanya walaupun kalian
harus merangkak di atas salju, karena
dia Khalifatullah al-Mahdi.“ (Sunan
Ibnu Majah, Kitabul fitan, Hadits
no. 4084)
Orang yang mati tanpa baiat
kepada Imam Mahdi, matinya
Mati Jahiliyah.
ً
َ ‫ِغ فى ُغ ُىله َب ُْ َػ ًت َم‬
َ َ َ َّ ْ َ
‫اث َم ُْ َخت‬
ِِ
ِ ‫مً ماث ل‬
ً
)‫َج ِاه ِل َُت (صحُذ معلم‬
“Barang siapa mati sedangkan
dalam hidupnya tidak ada ikatan
baiat, maka ia mati secara jahiliyah.“ (Shahih Muslim)
Orang yang telah baiat mendapat bimbingan lahir-batin, wawasan keislaman yang luas, pendalaman dan penghayatan tentang
agama, dengan demikian akan dihasilkan pribadi-pribadi yang
berkualitas, menjadi contoh bagi
umat manusia. Sebagai khaira ummat memiliki visi jauh ke depan,
bercita-cita tinggi, harapannya
adalah kebahagiaan yang kekal
abadi.
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
17
Sajian | utama
Baiat memberikan ketentraman
di hati dan mendapat ganjaran baik
dari Allah. Secara zahir kita baiat
di tangan Khalifah, tetapi sesungguhnya kita baiat kepada Allah dan
mendapat pertolongan dari-Nya.
َّ
ّٰ َ
َ
‫ِا َّن ال ِز ۡی ًَ ُی َب ِای ُػ ۡىه َک ِا َّه َما ُی َب ِای ُػ ۡىن الل َہ َی ُذ‬
َ َ َ ّٰ
َ َ َ
َ
ُ ُ
‫الل ِہ ف ۡىق ا ۡی ِذ ۡی ِہ ۡم ۚ ف َم ًۡ َّهکث ف ِا َّه َما َی ۡىکث َغلی‬
َ
َ
ّٰ
َ
‫ه ۡف ِع ّٖہ ۚ َو َم ًۡ ا ۡوفی ِب َما غ َہ َذ َغل ۡی ُہ الل َہ‬
َ ‫َف َع ُی ۡإج ۡیہ َا ۡج ًش‬
‫اغ ِظ ۡی ًما‬
ِ ِ
“Sesungguhnya orang-orang yang
baiat kepada engkau, sebenarnya
mereka baiat kepada Allah. Tangan
Allah ada di atas tangan mereka.
Maka barang siapa melanggar janjinya itu, maka sesungguhnya ia hanyalah memutuskannya untuk kerugian
dirinya sendiri. Dan barang siapa
menyempurnakan janji yang dibuat
dengan Allah, maka Dia segera akan
memberinya ganjaran yang besar.” (Al-Fatah:11)
Ayat ini menjelaskan bahwa
baiat adalah ikatan yang tidak boleh dijadikan barang permainan.
Karena ikrar yang diucapkan atas
nama Allah adalah pernyataan sakral yang harus disempurnakan secara lahir maupun batin. Orang
yang baiat mendapat pertolongan
dan ridha dari Allah, tetapi barang
siapa memutuskan baiatnya atau
keluar dari Jamaah Nabi Allah
maka ia akan menanggung akibat
kerugian bagi dirinya sendiri.
Karena orang semacam itu telah
18
berani mendustai janjinya sendiri
kepada Allah.
Hadhrat Masih Mau‟ud as. telah
menentukan 10 butir Syarat Baiat
yang merupakan inti dari ajaran
Islam. Jika setiap orang yang telah
baiat benar-benar mengamalkan
syarat-syarat tersebut, maka ia
akan menjadi seorang Muslim Sejati.
Apa maksud dan tujuan baiat
itu, Hadhrat Masih Mau‟ud as. bersabda :
“Kalian yang telah baiat
kepadaku hendaknya memperhatikan firman Allah:
َ ‫ئ ْه ُى ْى ُخم ُجد ُّب ْى َن‬
ُ ‫هللا َف َّاجب ُػ ْىوى ًُ ْدب ْب ُى ُم‬
‫هللا‬
ِ ِ
ِ
ِ
ِ
ُ
ُ َْ ْ َ َ
ُ
َ
ُ
ُ
ُ
َ
َ
ُ
ْ
ْ
ْ
ْ
َّ
‫وَغ ِفشلىم رهىبىم وهللا غفىسالش ِخُم‬
“Jika kalian mencintai Allah maka
ikutilah aku, Allah akan mencintai
kalian.” (Ali Imran:32)
Jadi maksud dan tujuan hakiki
dari baiat adalah mengikuti Rasulullah s aw. dengan sebenarbenarnya. Maksud dan tujuan dari
baiat adalah untuk agama, untuk
kebaikan-kebaikan ruhani dan untuk meraih ridha Allah Ta‟ala.
ۡ َ َّ ۡ َ ۡ ُ َّ ُ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ ُ
‫اط ج َا ُم ُش ۡ َو َن‬
ِ ‫ک َىخم خ َحر َام ٍَت َاخ ِشجذ ِللى‬
َ ُۡۡ َ َ ۡ ََۡ َ ۡ ُ ۡ َۡ
‫ِباملػش َو ِف و جن َہىن غ ًِ امل َىک ِش‬
“Kalian adalah umat terbaik
yang dilahirkan untuk kebaikan
manusia,menyeru kepada kebaikan
dan melarang berbuat buruk.“ (Ali
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Sajian | utama
Imran:111)
SW18 5QL. England.
2. Menjalin Hubungan dengan
Khalifatul Masih
Dalam usaha memelihara ikatan
kepada Khilafat hendaknya setiap
Ahmadi selalu menjalin hubungan
dengan Khalifah. Sebagaimana setangkai dahan akan tetap hidup
apabila tangkai tersebut menyatu
dengan b atang pohon itu.
Demikian pula ruhani seorang
Ahmadi akan tetap segar apabila
selalu terhubung dengan Khalifah.
Untuk memelihara kebugaran ikatan itu setiap Ahmadi perlu menjalin hubungan dengan Khalifatul
Masih, misalnya melalui berkirim
surat. Setiap Ahmadi boleh
mengirim surat kepada Hadhrat
Khalifah. Sebaiknya surat ditulis
dalam bahasa Inggris atau Urdu
dengan isi yang jelas dan ringkas,
dilengkapi alamat pengirim yang
jelas dan lengkap lalu kirim
melalui pos ke alamat: London
Mosque, 16 Gressenhall Road, London
3. Mengirim Surat kepada
Khalifatul Masih
Berkirim surat merupakan salah
satu cara untuk memelihara agar
ikatan ruhani tetap hidup. Karena
dengan berkirim surat kepada
Khalifah, kita dapat menyampaikan permohonan doa, mohon petunjuk, dan lain-lain untuk kebaikan diri kita. Hadhrat Khalifatul
Masih sangat menghargai dan
mencintai setiap Ahmadi yang
berkirim surat. Beliau selalu membalas surat-surat yang datang dari
seorang Ahmadi. Hal itu merupakan salah satu bukti bahwa beliau sangat mencintai setiap
Ahmadi. Beliau selalu mendoakan
kita dalam setiap shalatnya. Jadikanlah berkirim surat kepada
Khalifatul Masih tradisi yang
hidup bagi setiap Ahmadi, baik
orang dewasa maupun anak-anak,
khususnya para pelajar. Karena doa
-doa seorang Khalifah sangat
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
19
Sajian | utama
maqbul di sisi Allah Ta‟ala karena
beliau adalah Wakil Utusan Allah.
Ketaatan pada Khilafat
Berkenaan dengan ketaatan
pada Khilafat, saya membaginya ke
dalam tiga bagian, Pertama
Mendengar dan Membaca Khutbah
Khalifatul Masih; Kedua Melaksanakan Perintah Nizam Khilafat;
Ketiga Contoh Kisah-kisah tentang
Ketaatan para Sahabat ra. pada
Khilafat.
dengan cara memanfaatkannya sebaik-baiknya. Taat pada Khalifah
berarti taat pada Nabi berarti pula
taat pada Allah Ta‟ala. Maka sungguh beruntunglah orang-orang
yang taat pada Khalifah.
2. Melaksanakan Perintah Nizam Khilafat
Nizam Khilafat adalah peraturan Khilafat. Institusi tertinggi
di dalam Islam setelah Kenabian
adalah Khilafat. Apapun yang telah
ditetapkan di dalam Nizam Khilafat harus ditaati dan diamalkan.
1. Mendengar dan Membaca Suara Khalifah adalah final untuk
ditaati dan dilaksanakan.
Khutbah Khalifatul Masih
Suatu kali Hadhrat Khalifatul
Suara Khalifah adalah Suara Alra.
lah. Karena, seorang Khalifah Masih II bersabda kepada Majlis
adalah Wakil Nabi Allah. Untuk Khuddamul Ahmadiyah: “Kalian
itu, semua sabdanya harus diden- boleh bermusyawarah dan memgar dan ditaati. Kita adalah orang- buat program, tetapi keputusan
orang yang bernasib baik, karena Khalifah adalah final dan itulah
telah berada di dalam satu Jamaah yang harus ditaati dan diamalkan.”
Jemaat ini mempunyai wadah
yang di dalamnya ada wujud seotempat
bermusyawarah yang kita
rang Khalifah yang selalu memberikan nasihat-nasihat, memberi- kenal dengan sebutan Majlis Syura.
Majlis
ini2015
memiliki kedudukan tarbiyat
khutbahSINARmelalui
ISLAM | Volume
2, Edisi 9, Tabuk
1394 HSSyura
/ September
khutbahnya. Sementara Muslim kan kedua setelah Khilafat. Segala
yang lain tidak memiliki karunia keputusan yang ditetapkan di
ini. Karenanya kita harus selalu dalam Majlis Syura harus dilakmendengarkan dan membaca nasi- sanakan. Semua anggota Majlis
hat-nasihat beliau khususnya di Syura mempunyai kewajiban undalam Khutbah Jum‟ah dan pidato- tuk melaksanakan dan mengontrol
pidato beliau pada kesempatan Jal- pelaksanaannya yang berlaku
hingga tiba Syura berikutnya.
sah Salanah dan lainnya.
Selain itu di dalam Jemaat ini
Allah Ta‟ala telah menyediakan
ada
peraturan yang dipakai sebagai
sarana bagi kita yaitu adanya siacuan.
Diantaranya adalah Rule
aran MTA, Khutbah Jum‟at yang
dicetak dan dibagikan secara gratis. and Regulation (Peraturan dan KeKita harus mensyukuri nikmat itu tentuan) biasa disingkat RR. RR ini
20
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Sajian | utama
mengatur tata kelola Jemaat secara
administrasi. Landasan semua Nizam ini adalah Al-Quran dan Sunnatur Rasul saw. , serta hadits-hadits
Nabi saw..
3. Kisah-kisah tentang Ketaatan
Para Sahabat ra. pada Khilafat
Hadhrat Masih Mau‟ud as bersabda: “Aku sangat bersyukur
kepada Allah Ta‟ala karena Dia
telah menganugerahiku sebuah Jemaat yang sangat setia dan
mukhlis. Bila saja aku memanggil
mereka untuk suatu maksud atau
suatu pekerjaan mereka menyambutnya dengan penuh semangat
dan keberanian sesuai dengan kemampuannya. Mereka maju ke depan saling berlomba satu sama lain.
Aku menyaksikan di dalam pribadi
mereka tertanam sifat shidiq dan
tulus yang mendalam. Apabila
mereka menerima suatu perintah
dariku untuk suatu pekerjaan
mereka selalu siap mengerjakannya”.
Di dalam buku Hakikatul Wahyi
Hadhrat Masih Mau‟ud as. telah
menulis, “Di dalam buku Barahin
Ahmadiyya terdapat nubuwatan
dari Allah Ta‟ala mengenai diriku.
Firman-Nya: „ , ‫ك َم َحبَّة ِّمنِى‬
َ ‫اَ ْلقَيْت َعلَ ْي‬
‫ َولِتصْ نَ َع عَلى َع ْينِى‬akan Aku tanamkan
kecintaan terhadap engkau di
dalam hati manusia dan Aku akan
pelihara engkau di hadapan mataKu‟.”
Berikut ini beberapa contoh para
Sahabat Masih Mau‟ud dalam hal
keitaatan, ketulusan dan
peng-
khidmatan pada Jemaat.
Sayyid Mir Nasir Syah Sahib ra.
Sayyid Mir Nasir Syah Sahib,
seorang pengawas di bidang pekerjaan umum. Beliau menulis surat
kepada Hadhrat Masih Mau‟ud as.
sebagai berikut: “Saya berkeinginan keras di hari Kiamat nanti termasuk dalam Jemaat Hudhur yang
penuh berkat. Hudhur, Allah lebih
mengetahui tingkat kecintaan saya
kepada Hudhur. Saya bersedia
mengorbakan semua kekayaan dan
jiwa raga saya, saudara-saudara dan
ibu-bapak saya. Semoga akhir
hidup saya dalam kecintaan dan
ketaatan sepenuhnya kepada Hudhur. Aamiin.”
Hadhrat Masih Mau‟ud as. bersabda, “Apabila saya menjumpai
ketulusan dan kesetiaan seperti itu
di dalam kebanyakan anggota Jemaat, maka seketika itu terucap di
bibir saya „Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkaulah yang telah
menarik hati mereka kepadaku di
zaman yang pekat seperti ini. Engkau-lah yang telah menanamkan
istiqamat di dalam hati mereka.
Itulah tanda qudrat Engkau yang
sangat Agung‟.” (ibid) .
Hadhrat Fadhal Ilahi Sahib ra.
Hadhrat Fadhal Ilahi Sahib ra.
seorang pensiunan pegawai pos.
Beliau menceritakan riwayatnya,
“Ketika kenaikan pangkat sudah
ditentukan oleh pemerintah, maka
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
21
Sajian | utama
saya memberitahukan Hudhur,
bahwa saya harus pindah dari
Qadian ke tempat tugas yang baru.
Hadhrat Masih Mau‟ud as. bersabda:
„Saudara Fadhal Ilahi perhatikanlah
orang lain dari tempat-tempat jauh
datang ke sini dengan biaya mahal.
Mengapa engkau malah mau pergi
hanya karena kenaikan pangkat?
Tetaplah tinggal di sini, berapapun
keperluan engkau akan kami penuhi‟. Demi perintah Hudhur as.
maka saya batal pindah dari Qadian
dan kenaikan gaji saya korbankan
setiap bulannya. (Daftar Riwayat
Sahabah Ghair Matbu‟ah jilid 6 halaman 315, Riwayat Hadhrat Fadhal Ilahi
Sahib ra.)
Hadhrat Malik Sadi Khan Sahib ra.
“Suatu hari saya datang ke
Qadian. Tiba di sana saat akan shalat Zhuhur. Ketika Hudhur as.
datang, saya bersalaman. Hudhur as.
melihat saya memakai antinganting lalu bertanya, „Mengapa engkau memakai anting-anting?‟ Saya
berkata, „Hudhur, ini adat-istiadat
orang kampung‟. Hudhur as. bersabda, „Laki-laki Muslim tidak boleh memakai anting-anting, bukalah!‟ Maka, saya membukanya.
Ketika saya datang untuk shalat
Ashar, Hudhur as. bersabda, „Nah,
sekarang engkau nampak sebagai
lelaki Muslim‟. Maka pada saat itu
juga saya baiat kepada beliau
as.
” (Daftar Riwayat Sahabah jld. 7
halaman 217, Hadhrat Malik Sadi
Khan Sahib ra.)
Hadhrat Khalifatul Masih V atba.
22
bersabda, “Sekarang ini banyak
anak-anak lelaki memakai antinganting dan kalung terbuat dari emas
sebagai hiasan. Semua benda-benda
itu dilarang bagi laki-laki. Saya
melihat ada anak-anak Ahmadi juga
memakainya. Hendaknya mereka
jangan memakai perhiasan tersebut.”
Hadhrat Syeih Zainul Abidin Sahib
ra.
Hadhrat Syeih Zainul Abidin
Sahib ra. menulis, bahwa Hafiz
Hamid Ali Sahib gemar menghisap
hukkah. Bila datang ke Qadian ia
selalu mampir ke rumah Mian Nizamuddin Sahib sekadar untuk
menghisap hukkah. Mian Nizamuddin adalah anggota keluarga
dekat Hadhrat Masih Mau‟ud as.
tetapi penentang keras Jemaat dan
tidak baiat.
Ketika Hudhur as. tahu bahwa
Hafiz Ali suka menghisap hukkah
di rumah Mian Nizamuddin beliau
as.
bersabda, “Hafiz Ali, ambilah
uang ini dan belilah hukkah untuk
engkau sendiri, jangan mampir ke
rumah orang itu lagi, karena di sana
orang-orangnya menentang Islam.”
Enam atau tujuh bulan setelah itu
Hadhrat Masih Mau‟ud as. bersabda
kepada Hafiz Ali, “Hafiz Ali sahib,
sebaiknya tuan berhenti merokok
tinggalkan hukkah itu.” Ia berkata,
“Baik Hudhur, saya tinggalkan kebiasaan merokok ini.” Maka semenjak hari itu Hafiz Ali berhenti
merokok.
Lihatlah, betapa bersabarnya
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Sajian | utama
Masih Mau‟ud as. memberikan
tarbiyat kepada sahabat tersebut
hingga berhenti merokok. Tetapi
jangan disalah-artikan, bahwa
karena Hadhrat Masih Mau‟ud as.
menyuruh Hafiz Ali membeli
hukkah lalu dipahami bahwa
merokok itu dibolehkan. Itu cara
beliau as. memberikan tarbiyat
se c ara p e rlah an - la h an yang
akhirnya tercapai apa yang
dimaksud oleh beliau as..
Di satu tempat Hadhrat Masih
Mau‟ud as. bersabda, “Seandainya di
jaman Rasulullah saw. sudah ada rokok pasti Rasulullah saw. melarang
menghisap rokok, karena perbuatan
itu merusak kesehatan diri sendiri.”
Dengan meninggalkan kebiasaan
merokok seseorang akan
mendapatkan kesehatan jasmani,
karena ia bisa terhindar dari
penyakit pernafasan yang
ditimbulkan oleh asap rokok. Dari
pada uangnya habis dibakar lebih
baik ia belikan susu yang
b e r ma n f a a t b a g i k e se h a t a n
jasmaninya. Ia pun akan merasakan
kesehatan ruhani, karena orang
yang merokok dibenci oleh
Malaikat, dan ia pun dapat meraih
karunia berkorban harta di jalan
Allah swt. melalui pembayaran
Candah, Tarik Jadid, Waqaf e
Jadid, Shadaqah dan lain-lain. Iapun akan menikmati kesehatan
ekonomi, karena dengan ia tidak
merokok berarti ia dapat
menghemat uang. Subhaanallaah!
Hadhrat Maulvi Aziz Din Sahib ra.
Hadhrat Maulvi Aziz Din Sahib
menerangkan, “Mln. Mufti
Muhammad Sadiq Sahib ra. bekerja
di kota Lahore. Pagi-pagi meminta
izin kepada Hadhrat Masih Mau‟ud
as.
pergi ke Lahore untuk masuk
kerja. Hadhrat Masih Mau‟ud as.
bersabda, „Pagi ini anda jangan
pergi, tinggal saja di sini‟. Di siang
harinya Mufti Sahib berkata,
„Hudhur, hari ini saya kerja
sebenarnya harus berangkat tadi
pagi, sekarang waktunya sudah
lewat‟. Hadhrat Masih Mau‟ud as. as.
bersabda, „Jangan khawatir dengan
waktu sekarang, pergilah‟. Maka
Mufti Sahib pun berangkat bersama
saya. Jadwal kereta berangkat jam
14:00 sedangkan kami berangkat
sudah jam 16:00 petang. Kami
berpikir pasti sudah tertinggal
kereta. Ketika sampai di stasiun
Batala ternyata kereta itu terlambat
hingga 2 jam, akhirnya kami pun
bisa berangkat naik kereta itu.
Berkat taat kepada beliau as. Allah
Ta‟ala telah mengatur perjalanan
Mufti Sahib.” (Daftar Riwayat
Sahabah jilid 11 halaman 215-216)
Demikian artikel ini disajikan,
semoga bermanfaat bagi anda yang
membacanya. Aamiin. [][]
ra.
َ
َ ‫َوآخ ُش َد ْغ َى َها َان‬
‫الح ْم ُذ ِللَ ِه َس ِ ّب الػَل ِم ْح َن‬
ِ
ِ
ُ ْ َ َ ُ َ َّ َ
ُ ََََ
ُ
َ
ْ
َ
ْ
َ
‫هللا وبشواجه‬
ِ ‫والعَلم غلُىم وسخمذ‬
*Fazal Muhammad Mbsy.
Pemimpin Redaksi Sinar Islam
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
23
Sajian | utama
Tulisan ini adalah makalah ceramah yang
disampaikan oleh Mln. Zafrullah Rarin
Yudiarko*. di hari pertama Jalsah
Salanah Jemaat Ahmadiyah Markaz/
Kemang, Jum’at, 31 Juli 2015, yang
diadakan di Bogor, Jawa Barat dari tanggal 31 Juli 2015 sampai 2 Agustus 2015.
Red [][]
Pengertian Shalat
Arti
kata
‫صلىة‬
adalah
menggerakkan dan bebas atau
terbuka. Dari segi ini shalat
membuat seseorang menjadi siap
dan bertanggung jawab, dan tidak
membiarkan seseorang duduk
bermalas-malasan
tanpa
ada
tujuan. Orang yang shalat selalu
siap sedia untuk memenuhi hakhak Allah Ta‟ala dan hambahamba-Nya, dan mereka membenci kelesuan dan kemalasan.
Kata ‫ صلىة‬berasal dari kata ‫صلي‬
artinya terbakar dan membakar.
Dari kata ini berarti kecintaan
kepada Ilahi yang menggelora
diperoleh melalui shalat. Selama
24
hati tidak terbakar, selama itu pula
tidak akan timbul kelezatan dan
kebahagiaan di dalam shalat.
Salah satu arti lainnya dari kata
‫ صلىة‬adalah fana dalam berdoa dan
menjerit kepada Allah Ta‟ala. Doa
merupakan kemuliaan dan ruhnya
shalat. Yakni di dalam shalat
manusia menuju singgasana Allah
Ta‟ala dengan menjadi pendamba
kecintaan-Nya.
Hadhrat Masih Mau‟ud as.
bersabda: “Suatu kali saya berpikir
bahwa apakah perbedaan shalat
dan doa. Di dalam hadits tertera,
ْ
ُ َ َّ
‫الصلىة ُم ُخ ال ِػ َب َادة‬
“Shalat adalah sumsum ibadah“
Yakni, shalat adalah doa. Shalat
adalah bagian dari ibadah. Ketika
doa seseorang hanya untuk urusanurusan duniawi, maka itu bukanlah
shalat. Tetapi ketika seseorang
ingin berjumpa dengan Allah
Ta‟ala
dan
memperhatikan
keridhaan-Nya, serta berdiri di
hadapan Allah Ta‟ala dengan
penuh penghormatan, kerendahan
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Artikel
diri, tawadhu„, dan kefanaan demi
mengharapkan keridhaan Allah
Ta‟ala, barulah dia berada di dalam
shalat. Hakikat dasar dari doa
adalah
melaluinya
tercipta
hubungan antara Tuhan dan
manusia.
Inilah
doa
yang
melaluinya diperoleh Qurub Ilahi,
dan menghindarkan manusia dari
hal-hal yang tidak masuk akal.
Pada
hakikatnya
manusia
(berdoa
dengan
tujuan)
memperoleh
keridhaan
Ilahi.
Setelah itu diperbolehkan berdoa
untuk
kebutuhan-kebutuhan
duniawi. Hal ini diperbolehkan
karena
terkadang
kesulitankesulitan duniawi bisa menjadi
penghambat dalam urusan-urusan
agama, khususnya pada saat lemah,
serba kekurangan, dan kesulitankesulitan duniawi bisa menjadi
batu sandungan bagi urusanurusan agama.
Kata
‫ صلىة‬memiliki arti
berkobar, sebagaimana terciptanya
kobaran karena api. Begitu pula
hendaknnya timbul gejolak di
dalam doa. Ketika sampai pada
kondisi
sebagaimana
keadaan
orang yang mati, barulah itu
disebut ‫صلىة‬. (Malfuzhat, jilid 7, hal.
368)
Pengertian Mendirikan Shalat
Dalam Tafsir Kabir dijelaskan,
untuk shalat, Al-Quranul Karim
menggunakan kata
“iqamatus
shalah“
(mendirikan
shalat).
Berikut
penjelasan
tentang
„iqamatus shalah„ yang diambil dari
Tafsir Kabir.
Pertama, arti kata iqamat adalah
mendirikan (qaim) dan senantiasa
melekat (dawam). Dari segi ini
berarti, shalat dikerjakan secara
dawam, dan tidak dikerjakan
dengan lalai atau acuh tak acuh.
Arti kedua dari kata iqamat
adalah lurus (i‟tidal) dan benar
(drusti). Yaitu, shalat dikerjakan
tepat pada waktunya dengan
memperhatikan seluruh syaratsyaratnya.
Arti yang ketiga dari iqamat
adalah menjadikan sesuatu sebagai
kebiasaan, dan membuatnya menjadi umum atau biasa. Dari segi ini
berarti,
shalat
tidak
hanya
dikerjakan sendiri-sendiri, tapi
dibiasakan juga kepada orang lain
dan diajak supaya mengerjakannya
secara dawam.
Allah
Ta‟ala
seakan-akan
memberikan kesempatan kepada
orang Mukmin supaya mereka
mendirikan shalat di antara orang
lain, dan mengajak mereka untuk
mengerjakan shalat. Jika mereka
tidak bisa shalat, maka orang
Mukmin
tersebut
akan
mengajarkan mereka shalat. Jika
ada yang tidak tahu terjemahan
bacaan shalat, maka mereka
mengajarkan terjemahannya kepadanya.
Pendek kata, setiap orang
hendaknya sibuk dalam membiasakan diri dalam mengerjakan
shalat, dan menegakkannya di
dunia ini. Ada yang menjelaskan
keindahan-keindahan shalat. Ada
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
25
Artikel
yang mengajarkan terjemahan
bacaan shalat. Ada yang mengajak
orang-orang untuk mengerjakan
shalat. Ada yang meningkatkan
kecintaan di antara orang-orang
yang mengerjakan shalat. Dengan
begitu tidak ada seorang Mukmin
pun yang tidak mengamalkan
perintah “yuqiimus shalah.“
Jadi, Allah Ta‟ala berfirman
bahwa, pekerjaan kalian bukanlah
hanya mengerjakan shalat sendiri.
Tapi merupakan tanggung jawab
kalian juga untuk menanamkan
kebiasaan mengerjakan shalat
dengan
segenap
kemampuan
kepada orang-orang di dunia
dengan cara mengajak orang-orang
untuk
mengerjakan
shalat,
mengajarkan terjemahan shalat
kepada yang tidak bisa membaca,
dan meningkatkan kecintaan akan
shalat kepada orang-orang yang
mengerjakan shalat. (Tafsir Kabir
jilid 6, juz 4, hal. 385-386)
Arti yang keempat dari kata
“iqamatus shalah“ adalah shalat
dikerjakan
secara
berjamaah.
Iqamat yang dikumandangkan
sebelum memulai shalat berjamaah, di dalamnya mengisyaratkan kepada arti seakan-akan
Allah Ta‟ala berfirman bahwa
kewajiban kalian bukanlah hanya
beribadah kepada Allah Ta‟ala, tapi
juga merupakan kewajiban kalian
untuk shalat secara berjamaah.
Maksudnya adalah, Kami (Tuhan)
tidak
hanya
memerintahkan
beribadah kepada kalian, tetapi
memerintahkan untuk beribadah
secara berjamaah.
26
Di semua agama yang lain jika
ada
orang
yang
beribadah
sendirian, maka dia dianggap
sebagai seorang yang zuhud „abid
(orang yang banyak beribadah),
orang yang sangat suci, dan orang
yang sangat „arif, sehingga orangorang semacam ini (dianggap)
sebagai orang yang memperoleh
qurub Ilahi (kedekatan dengan
Allah Ta‟ala) dan liqa Ilahi
(perjumpaan dengan Allah Ta’ala).
Tapi Islam berkata, bahwa jika ada
seseorang yang tidak mengerjakan
shalat berjamaah, maka sebanyak
apapun dia mengerjakan ibadah
dengan sendirian, dia sekali-kali
tidak dapat dianggap sebagai
seorang yang benar dan suci. Dia
tidak dapat diberikan kedudukan
yang terhormat di dalam kaum. Ini
merupakan perbedaan yang sangat
besar antara Islam dan agamaagama lain.
Jadi, orang yang kaum lain
menetapkannya sebagai seorang
yang suci hanya karena dia
mengerjakan ibadah dengan cara
sendirian, (justru) Islam menetapkannya sebagai seorang yang
murtad dan mardud (tertolak).
Dunia menganggapnya sudah
mencapai Allah Ta‟ala, sedangkan
Islam menganggapnya jauh dari
kedekatan dengan Allah Ta‟ala.
Karena Islam mengatakan “aqiimis
shalah“,
Kami
tidak
hanya
memerintahkan kalian mengerjakan shalat, tapi kami memerintahkan kalian mengerjakan
shalat
bersama
orang
lain
(berjamaah), dan jangan hanya
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Artikel
memperbaiki keadaan kalian saja,
tapi tingkatkanlah kerohanian
kaum
dengan
memberikan
bimbingan kepada mereka. Janganlah kalian menjauh dari kaum,
melainkan teruslah mendekati
mereka. Jagalah akhlak dan
kerohanian
mereka,
bagaikan
seorang penjaga yang handal.
(Tafsir Kabir, jilid 6, juz 4, hal. 385)
Dan arti yang kelima dari kata
iqamat adalah membuat berdiri,
atau tidak membiarkan terjatuh
suatu benda yang hampir jatuh.
Hal ini mengisyaratkan bahwa,
manusia tidak selalu berada dalam
keadaan yang sama. Terkadang di
dalam shalat, dia mengalami
kegelisahan.
Tapi
hendaknya
jangan berputus asa, dan janganlah
menganggap shalat kalian itu tidak
berguna. Tapi hendaknya terus
berusaha
mengerjakan
shalat
dengan cara yang benar. Karena
Allah Ta‟ala menghendaki pengorbanan dari hamba-hamba-Nya
sedemikian rupa, yakni pengorbanan dengan sekuat tenaga.
Pendek kata, orang-orang yang
pikirannya sangat kotor, dan tidak
bisa menegakkkan tobat di dalam
shalat, jika mereka berusaha
memperbaiki shalat mereka, dan
mengerjakannya dengan penuh
perhatian, maka ketika dia jatuh
dari maqam atau kedudukannya,
tapi karena dia berusaha untuk
mendirikan shalatnya, oleh karena
itu Allah Ta‟ala tidak akan menyia
-nyiakan shalatnya, dan dia tidak
akan tidak mendapatkan hasil
(artinya, dia pasti akan berhasil).
“.....Islam berkata, bahwa jika
ada seseorang yang tidak
mengerjakan shalat berjamaah,
maka sebanyak apapun dia
mengerjakan ibadah dengan
sendirian, dia sekali-kali tidak
dapat dianggap sebagai seorang
yang benar dan suci. Dia tidak
dapat diberikan kedudukan yang
terhormat di dalam kaum. Ini
merupakan perbedaan yang
sangat besar antara Islam dan
agama-agama lain.“
Hadhrat Masih Mau‟ud as.
bersabda:
“Shalat adalah akar dan tangga
dari segala kemajuan. Oleh karena
itu, dikatakan bahwa shalat adalah
tangga bagi orang beriman. Di
dunia ini telah berlalu ratusan ribu
waliullah,
orang
suci,
para
agamawan, orang yang memiliki
keruhanian
tinggi
(qathb).
Bagaimana
mereka
bisa
mendapatkan
kedudukan
dan
derajat semacam ini? Melalui
shalatlah mereka mendapatkannya.
Hadhrat Rasulullah saw. Bersabda,
“Qurrota
„aini
fisholah“ (Nasa‟i, Bab An-Nisa) yakni
kesejukan mataku ada di dalam
shalat.
Pada hakikatnya, tatkala manusia sudah sampai pada kedudukan dan derajat ini, maka
baginya shalat menjadi sesuatu
yang paling lezat. Dan inilah
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
27
Artikel
maksud dari sabda Rasulullah saw.
itu.
Jadi,
setelah
manusia
memperoleh keselamatan dari jiwa
yang penuh perjuangan, dia akan
sampai pada maqom tertinggi.
Pendek kata, ingatlah yuqiimus
shalah merupakan derajat dan
tingkat permulaan, dimana menger
-jakan shalat dengan hampa dan
susah payah. Tetapi sesuai dengan
petunjuk Al-Quran, bagi orang
semacam ini, setelah dia lulus dari
tingkat ini, dia akan sampai pada
kedudukan di mana shalat menjadi
penyejuk mata baginya.“
(Malfuzhat, jilid 6, hal. 310)
Perhatian terhadap
pentingnya shalat
Allah Ta‟ala di dalam AlQuranul
Karim
berkali-kali
menekankan berkenaan dengan
shalat, dan terus-menerus memuji
orang-orang yang mengerjakan
shalat, serta mencela orang-orang
yang tidak mengerjakan shalat,
atau orang-orang yang malas
mengerjakan shalat. Sebagaimana
Dia berfirman, “Hamba Tuhan yang
terbaik adalah yang menjaga shalatshalatnya,
dan
dawam
dalam
mengerjakannya“ (QS. Al-Ma‟arij,
70:24).
Sebagaimana di lain tempat Dia
berfirman, “Jagalah shalat-shalat,
khususnya shalat yang ada ditengahtengah
kesibukan
atau
aktifitas.” (QS. Al-Baqarah, 2:239).
Lalu Dia berfirman, “Orang yang
tidak shalat, akan masuk ke dalam
28
neraka.“ (QS. Al-Mudatsir, 74:4344).
“Keadaan orang-orang yang lalai
dan malas dalam mengerjakan shalat,
patut disesali.“ (QS. Al-Ma‟un,
107:5,6).
Dalam hadits-hadits Rasulullah
pun shalat sangat ditekankan
dan diutamakan. Sebagaimana
Rasulullah saw. bersabda, “Shalat
adalah tiang agama. Orang yang
mengerjakan shalat secara dawam,
berarti dia telah menegakkan agama,
dan orang yang meninggalkan shalat,
berarti dia telah menjatuhkan agama,
dan telah meruntuhkan bangunannya.
Perbedaan Islam dan kafir terletak
pada shalat.“
Suatu kali beliau saw. bersabda,
“Pada hari kiamat yang paling
pertama dihisab adalah shalat.“ Di
lain kesempatan, beliau saw. dalam
menjelaskan keutamaan shalat di
hadapan para Sahabat ra. bersabda,
“Orang yang disamping rumahnya
terdapat sungai yang airnya bersih,
dan dia mandi di situ lima kali sehari,
dengan begitu tidak akan ada kotoran
tersisa di badannya. Begitu juga orang
yang mengerjakan shalat lima waktu
dalam sehari, maka tidak akan tersisa
ketidakbersihan di dalam batinnya,
dan juga tidak akan tersisa kotoran
kesalahan dan dosa di dalam
batinnya.“ (Shahih Bukhari).
saw.
Untuk sampai kepada Allah
Ta‟ala, ada tingkatan-tingkatan
yang di dalamnya dibutuhkan kerja
keras, usaha, dan perjuangan
manusia itu sendiri. Begitu juga
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Artikel
untuk sampai ke tempat tujuan,
yakni untuk memperoleh qurub
Ilahi,
shalat
merupakan
kendaraannya. Barangsiapa yang
mengendarainya, dia dengan cepat
dapat mencapai Allah Ta‟ala, dan
barang siapa yang meninggalkan
shalat,
bagaimana
bisa
dia
mencapai Allah Ta‟ala. (Malfuzhat
Mafhuman, jilid 5, hal. 255).
Sebagaimana di lain tempat
Hadhrat Masih Mau‟ud as. bersabda:
“Tidak ada doa yang lebih
utama dibandingkan shalat. Karena
di dalamnya terdapat tahmid, istighfar, dan shalawat. Kumpulan segala
doa dan wirid itulah yang disebut
dengan shalat. Dengan itu segala
macam kesedihan dan kesulitan
akan hilang sirna.
Kerjakanlah
shalat
dengan
seindah-indahnya, dan dengan
memahami maknanya. Setelah doa
-doa sunah, berdoa jugalah dalam
bahasa kalian sendiri. Dengan
begitu kalian akan memperoleh
ketentraman qalbu, dan apabila
Allah Ta‟ala menghendaki, maka
segala macam kesulitan kalian
akan hilang sirna.
Shalat adalah sarana untuk
mengingat
Allah
Ta‟ala.
Sebagaimana Dia berfirman:
َ
ْ َ َ َّ
َ‫الصلىة ِل ِزه ِشي‬
‫ا ِك ِم‬
“Dirikanlah
shalat
untuk
mengingat-Ku.” (QS. Thoha, 20:15).
(Malfuzhat, jilid 5, hal. 432-433)
Di dalam shalat terdapat juga
banyak
kesempatan
untuk
terkabulnya doa. Khususnya sujud
yang merupakan maqam atau
tempat yang paling dekat (dengan
Allah Ta‟ala) dan keadaan yang
paling tepat untuk berdoa.
Sebagaimana tertera dalam
hadits Rasulullah saw.:
ْ ُ ُ
َْ
َ‫اك َش ُب َما ًَي ْىن ال َػ ْب ُذ ِم ًْ َّسِّب ِه َو ُه َى َظ ِاج ٌذ‬
“Keadaan yang paling dekat antara
hamba dan Tuhan-nya adalah ketika
dia sedang bersujud.” (HR. Muslim,
Kitabush Shalah, Bab Ma Yuqalu fir
Ruku‟)
Falsafah Ibadah Shalat
Ingatlah, shalat bukan sesuatu
yang merugikan. Bahkan shalat
ditetapkan untuk menyelamatkan
manusia dari segala macam
kerugian, dan menghindarkan
manusia dari segala macam keburukan. Seakan-akan Islam mengemukakan
pandangan,
bahwa,
“Wahai manusia! Kerjakanlah shalat, yakni (hanya) sepuluh atau
lima belas menit kalian duduk dan
berdiri, bukan atas dasar keinginan
Tuhanmu. Tapi kerjakanlah untuk
ishlah atau perbaikan dirimu, dan
shalat merupakan sesuatu yang dapat menghapuskan banyak keburukan.
Sebagian orang sekalipun telah
mengerjakan shalat, tapi masih saja
melakukan berbagai jenis keburu-
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
29
Artikel
kan. Jawabannya adalah, mereka
mengerjakan shalat tidak dengan
ruh dan tidak tulus. Tapi mereka
hanya
mengerjakan
sebagai
rutinitas dan kebiasaan semata.
Ruhani mereka mati.
Shalat yang dapat menjauhkan
dari berbagai keburukan adalah
yang di dalamnya terdapat ruh
kebenaran, dan pengaruh kebaikan.
Shalat bukan hanya gerakangerakan
jasmani,
tapi
pada
hakikatnya rukun-rukun shalat
merupakan gerakan-gerakan ruhani. Manusia harus berdiri
berhadap-hadapan dengan Tuhan,
dan qiyam atau berdiri juga
merupakan
gerakan
yang
menunjukkan penghambaan. Ruku‟
yang merupakan bagian kedua,
menunjukkan seakan-akan dia siap
tunduk sedemikian rupa untuk
melaksanakan perintah, sedangkan
sujud menzahirkan penghormatan
sempurna,
merendahkan
diri
sepenuhnya, dan kefanaan, yang
merupakan tujuan dari ibadah.
Allah
Ta‟ala
menetapkan
gerakan-gerakan dan cara-cara ini
sebagai sarana untuk mengingatNya, dan menetapkan tubuh untuk
mengambil bagian dari cara-cara
batin.
Selain
itu
untuk
membuktikan
gerakan-gerakan
batin, Dia menetapkan gerakangerakan lahir.
Shalat menanamkan keyakinan
di dalam hati manusia untuk takut
kepada Allah Ta‟ala, dan meyakini
bahwa Dia Maha Melihat dan
Maha Mengetahui. Shalat akan
terus menyegarkan keyakinan itu,
30
supaya kita dalam pekerjaan kita,
tidak mengabaikan keridaan Allah
Ta‟ala. Karena seseorang yang
berkali-kali hadir di haribaan Allah
Ta‟ala akan berikrar, bahwa,
“Wahai Tuhan! Engkau Pemilik
segala
keindahan,
Pemelihara
segala sesuatu, Maha Mulia, Maha
Pemberi Ganjaran, berada dalam
kekuasaan Engkau ganjaran dan
hukuman, aku adalah hamba-Mu,
Engkau adalah Pemilik-ku, Maha
Pemberi Rezeki, aku senantiasa
patuh kepada-Mu.” Maka orang
semacam ini seharusnya senantiasa
bertobat dari dosa-dosa. Karena
bagaimana mungkin seseorang
yang meyakini Tuhan sebagai
Tuhan sekalian alam, Maha
Pengasih Maha Penyayang, Raja
Hari
Pembalasan,
Maha
Mengetahui, Maha Bijaksana dan
Maha Kuasa, bersamaan dengan
itu dia juga terus melakukan
banyak keburukan, dan dia itu
tidak merasa malu karena berkalikali sudah hadir di singgasana
Tuhan?
Lalu di dalam ibadah Islam,
ditegakkan dasar-dasar berjamaah
yang merupakan dasar dari agama.
Jelaslah, bahwa kehidupan manusia terdiri dari dua sisi, yakni individu atau pribadi dan berjamaah
atau kebersamaan. Untuk menjaga
kedua sisi itu diperlukan agama,
politik, umat, akhlak, dan kerjasama atau tolong menolong
dalam segala hal. Kalau tidak,
masyarakat akan menjadi rusak.
Bangsa yang tidak memperhatikan
kehidupan bersama dan tanggung
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Artikel
jawabnya dalam berpolitik, bangsa
itu lemah. Begitu pula bangsa yang
menjadikan manusia sebagai sebagian kecil dari mesin atau alat
politik, berarti bangsa itu telah
menutup jalan-jalan kemajuan bagi
manusia. Metode dasar dan yang
dapat berhasil adalah, ketika sisi
individu dan berjamaah keduaduanya ditegakkan dalam waktu
yang bersamaan dan berimbang.
Dalam agama, juga cara inilah
yang bisa berhasil dan bermanfaat.
Islam
memberikan
perhatian
secara khusus kepada hikmah itu.
Dalam agama, ruh kebersamaan
atau
berjamaah
diberikan
kedudukan istimewa lagi mulia.
Contohnya shalat, di dalamnya
terdapat
keindividuan
dan
kebersamaan juga. Tapi shalat
yang di dalamnya terdapat suatu
corak
kebersamaanlah
yang
darinya
diperoleh
suatu
keistimewaan. Karena di dalam
Islam telah diwajibkan shalat
berjamaah, dan diharuskan untuk
mengerjakannya, dengan batasan
kalau tidak ada uzur atau halangan.
Melalui shalat akan terbuka bagi
manusia pintu-pintu mimpi yang
benar, ilham, kasyaf, mukalamat
dan mukhathabat Ilahiah, serta
meningkatkan hubungan dengan
Allah Ta‟ala, sehingga setelah
sempurnanya tabattul (pemutusan
hubungan dengan dunia), lalu
manusia akan menjadi milik Allah
Ta‟ala dan melebur ke dalam dzatNya. (Malfuzhat, jilid 1, hal. 232)
Shalat mengantarkan manusia
sampai kepada kedudukan tertinggi
dalam keruhanian. Sebagaimana
yang diisyaratkan dalam hadits
saw.
Rasulullah
,
“Ashsholaatu
mi‟raajul mu‟miniin.“ (shalat adalah
tangga bagi orang Mukmin). (Tafsir
Kabir Razi jilid 1 hal 207)
Pendek kata, agama yang lain
tidak memiliki ibadah yang sesempurna ini. Ini suatu bukti yang
agung akan keunggulan agama Islam.
Kemudian bersamaan dengan
itu Islam juga memberi petunjuk,
yakni apabila kita berada di dusun
tempat
tinggal
kita,
maka
hendaknya
diusahakan
untuk
shalat di masjid dusun itu. Dengan
itu akan tercipta hubungan dengan
para tetangga dan diperoleh juga
cahaya bagi ruh secara individu
dan berjamaah. Pendek kata,
dengan cara itulah Islam berusaha
untuk menyempurnakan faedahfaedah yang dapat ditemukan
dalam berjamaah.
Dalam sebuah riwayat tertera,
bahwa seseorang berkata kepada
salah seorang Sahabat ra., “Baiklah,
berarti si fulan mesti pergi ke
dusun untuk mengerjakan shalat.“
Sahabat tersebut berkata, “Saya
mendengar dari Rasulullah saw.
bahwa kita hendaknya mengerjakan shalat di masjid yang ada di
dusun tempat tinggal kita. Oleh
karena itu saya
mengerjakan
shalat di masjid yang ada di dusun
tempat tinggal saya.“
Di dalam shalat, kita mendapat
kesempatan untuk memperoleh
pengetahuan dari hukum-hukum
atau
perintah-perintah
Allah
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
31
Artikel
Ta‟ala. Karena di dalam shalat,
beberapa bagian Al-Quranul Karim
juga dibaca. Dengan begitu setiap
hari ilmu kita tentang beberapa
hukum Allah Ta‟ala bertambah
sedemikian rupa, dan timbul pula
semangat
tambahan
untuk
mengamalkannya.
Shalat
juga
memberikan
pelajaran kepada kita, bahwa
pekerjaan yang dibebankan kepada
kita bukanlah hanya tanggung
jawab pribadi atau perseorangan
saja.
Untuk
itu
diperlukan
kekuatan bersama. Selama kita
tidak berusaha memenangkan
Islam dengan mempersatukan dari
segala segi, dan menjadi kesatuan
yang sempurna, selama itu pula
Islam tidak akan menang.
Dalam setiap kaum setidaknya
telah ditetapkan tatacara untuk
beribadah kepada Allah Ta‟ala.
Tapi tidak mesti dalam tatacara itu
terdapat ma‟quliyat (sesuatu yang
masuk akal) dan hikmah. Tetapi
tatacara ibadah dalam Islam, yakni
seluruh gerakan-gerakan shalat
memiliki tujuan, faedah, dan
wibawa. Bacaan yang dibaca orangorang dalam shalat memiliki
makna dan penuh dengan ma‟rifat.
Begitu pula seluruh tatacara yang
ditetapkan di dalam shalat,
digunakan sebagai cara menzahirkan penghormatan dalam
berbagai kaum.
Di kaum Iran, berdiri lurus
dengan melepaskan tangan (tidak
melipat tangan) merupakan tanda
untuk menzahirkan penghormatan.
Dalam kaum keturunan Turki,
32
“Shalat juga memberikan
pelajaran kepada kita, bahwa
pekerjaan
yang
dibebankan
kepada kita bukanlah hanya
tanggung jawab pribadi atau
perseorangan saja. Untuk itu
diperlukan kekuatan bersama.
Selama kita tidak berusaha
memenangkan Islam dengan
mempersatukan dari segala segi,
dan menjadi kesatuan yang
sempurna, selama itu pula Islam
tidak akan menang.“
berdiri dengan melipat tangan,
merupakan tanda untuk menzahirkan penghormatan. Dalam
kaum Yahudi dan beberapa kaum
yang lain, menunduk merupakan
tanda
untuk
menzahirkan
kepercayaan (akidah). Di kaum
Asia kecil, India, Pakistan, dan
Afrika, jatuh bersujud merupakan
cara
untuk
menzahirkan
penghormatan.
Dalam
kaum
Eropa, duduk bersimpuh dianggap
sebagai cara untuk menzahirkan
penghormatan. Pendek kata, dalam
setiap kaum setidaknya ada cara
untuk menzahirkan kepercayaan.
Semua penghormatan itu dikumpulkan di dalam shalat.
Salah satu faedahnya adalah
ketika seseorang menjadi Muslim,
dan melihat kebiasaan kaumnya,
dan
melakukan
penzahiran
penghormatan dengan caranya
sendiri yang khas, maka dia akan
merasakan
kelezatan
yang
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Artikel
sempurna.
Orang
Kristen
menyukai tunduk dengan duduk
bersimpuh, yakni seperti duduk
tasyahud. Karena dalam umat
Kristen, terbiasa duduk seperti
duduk
tasyahud
untuk
menzahirkan
penghormatan.
Orang Hindustan menganggap
keadaan
sujud
merupakan
penghinaan (diri) dan perendahan
diri yang tak terhingga. Orang Iran
merasa hina atau rendah diri dalam
keadaan berdiri sambil melepaskan
tangan. Orang Yahudi tampak
hina dalam keadaan ruku‟. Pendek
kata, kaum apapun yang masuk ke
dalam Islam, maka dengan melihat
di dalam shalat (terdapat) cara-cara
mereka, dalam penghormatan dan
pengagungan, lalu ruh mereka akan
memperoleh ketentraman derajat
pertama di dalamnya (shalat).
Lihatlah,
betapa
indahnya
(ibadah) yang ada di dalam Islam.
Hal-hal yang sehalus ini tidak
tampak dalam ibadah-ibadah kaum
yang lain, dan inilah sebabnya
Islam merupakan agama yang
universal, dan seluruh dunia harus
bergabung ke dalamnya.
Kemudian
Islam
telah
menghilangkan batasan-batasan.
Orang Kristen apabila hendak
shalat mesti pergi ke gereja. Orang
Hindu apabila hendak shalat mesti
pergi ke kuil. Orang Sikh apabila
hendak shalat mesti pergi ke
gurdawara. Tetapi Rasul Karim saw.
bersabda:
َْ ْ َ ُ
ُ ‫الا ْس‬
‫ض َم ْس ِج ًذا‬
‫ج ِػلذ ِلى‬
“Telah dijadikan bagiku bumi
sebagai masjid” (HR. Bukhari,
Kitabul Yatim)
Orang-orang Kristen hanya
beribadah di gereja. Orang-orang
Hindu hanya beribadah di kuil.
Hanya orang Islam saja yang
bersujud di seluruh permukaan
bumi. Apabila kita pergi ke
gunung, maka dengan sengaja kita
shalat di berbagai tempat. Supaya
tidak ada tempat yang tersisa di
mana tidak didirikan ibadah
kepada Allah Ta‟ala.
Lihatlah, betapa luasnya apa
yang ditemukan di dalam Islam.
Di mana Allah Ta‟ala telah
menegakkan kesamaan antara
umat manusia, dengan menjadikan
setiap orang berhak untuk menjadi
imam, di situ pula Rasulullah saw.
telah menegakkan kesamaan di
muka bumi dengan bersabda,
“Ju„ilat lil ardhi masjidan.“ Lalu, di
satu sisi di mana beliau saw. telah
merubah seluruh bumi sebagai
masjid dengan bersabda, “ju„ilat lil
ardhi masjidan,“ di situ pula setelah
menggabungkan nafal-nafal dengan fardhu-fardhu, beliau saw.
menjadikan setiap rumah sebagai
masjid. Karena berkenaan dengan
shalat-shalat nafal, beliau saw. suka
apabila dikerjakan di rumah.
Sebagaimana beliau saw. bersabda,
ُ َ َ
َ َُ
‫ال ج ْج َػل ْىا ُب ُُ ْىجى ْم َمل ِاب َش‬
(HR. Tirmidzi, Bab. Tsawabul
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
33
Artikel
Quran)
Yakni, jangan jadikan rumahrumahmu
seperti
kuburan.
Sebagaimana tidak diperbolehkan
shalat di atas kuburan, jangan pula
kamu
menganggap
rumahrumahmu
seperti
itu.
Tapi
biasakanlah mengerjakan beberapa
shalat di rumah. Begitulah Allah
Ta‟ala telah membukakan jalan
untuk beribadah di muka bumi.
Di dalam shalat Islam ditetapkan waktu sedemikian rupa yang
tidak dapat dijumpai permisalannya dalam agama-agama lain.
Misalnya:
Sebelum matahari terbit, ada
shalat; setelah matahari tepat di
atas kepala, ada shalat; dekat
terbenamnya matahari, ada shalat;
setelah terbenamnya matahari, ada
shalat; pada malam hari sebelum
tidur, ada shalat.
Ini semua merupakan lima
shalat fardhu. Ini semua tidak bisa
dikerjakan
sekehendak
hati
seseorang. Sedemikian banyaknya
ibadah maka dalam agama mana
lagi ibadah sebanyak ini dapat
dijumpai.
Kesimpulannya adalah bahwa
Islam telah menetapkan waktuwaktu yang berbeda untuk shalat
dan melalui itu Islam telah
menciptakan suatu bentuk perkumpulan
kaum
(dengan
frekwensi) yang lebih sering.
Pada saat shalat, umat Muslim
memuji dan memuliakan Allah
Ta‟ala. Berdoa di haribaan-Nya.
Memohon di hadapan-Nya untuk
perbaikan diri, kemajuan rohani,
34
kemajuan
bagi
teman-teman,
kemuliaan, serta beraneka ragam
kemajuan duniawi, dan ruhani
lainnya.
Keagungan
yang
sederhana dari shalat adalah, pada
saat shalat seorang Mukmin tidak
bisa melihat kesana-kemari, tidak
bisa berbicara dengan orang lain,
dan ketika shalat di masjid tidak
memperdulikan perbedaan kaum
atau pun keturunan. Di hadapan
Allah Ta‟ala semuanya sama. Si
miskin dan si kaya berdiri dalam
satu shaf. Seorang hamba memiliki
hak berdiri di samping rajanya.
Budak sekalipun memiliki hak
berdiri di samping raja. Pada saat
shalat, seorang hakim, pendosa,
wartawan, dan tentara berdiri
bersebelah-sebelahan. Tidak ada
yang
bisa
menunjuk-nunjuk
(memerintah) seseorang. Tidak
ada yang bisa menyuruh seseorang
untuk mundur dari tempatnya. Di
dalam masjid,
setiap orang
memiliki hak dan kedudukan atau
derajat yang sama. Jadi semuanya
berdiri dengan tenang di hadapan
Allah Ta‟ala, dengan derajat yang
sama. Melaksanakan ruku‟, sujud,
dan berdiri sesuai dengan isyarah
imam. Terkadang imam membaca
ayat-ayat Al-Quran dengan suara
keras, supaya dia bisa memberikan
nasihat kepada jamaah. Dalam
beberapa bagian shalat, masingmasing orang membaca doa yang
telah
ditetapkan,
dan
juga
membaca doa yang diinginkan.
(Pengantar Tafsir Quran)
Allah Ta‟ala telah menjadikan
shalat sebagai sarana untuk
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Artikel
berjumpa dengan-Nya. Setelah
mengucapkan takbir, orang yang
shalat seakan-akan berada di
hadapan Allah Ta‟ala. Bahkan dia
larut secara sempurna dalam
beribadah. Dia tidak bisa berbicara
dengan siapapun. Dia juga tidak
bisa menjawab salam orang lain.
Sampai-sampai orang yang tidak
shalat
pun
tidak
berhak
memberitahukan kesalahan dari
orang
yang
sedang
shalat.
Misalnya, ada orang yang shalat
kelebihan atau kurang dalam
mengerjakan sujud, maka orang
yang tidak mengerjakan shalat
tidak bisa memberitahukan apa
kesalahannya itu. Seorang Muslim
ketika mengerjakan shalat, seakanakan hadir di singgasana Allah
Ta‟ala, dan orang lain tidak berhak
mencampuri urusannya. Ya, orang
yang
bisa
memberitahukan
kesalahannya adalah orang yang
ikut berjamaah dengannya. Begitu
juga dia tidak bisa melirik kesanakemari. Rasulullah saw. bersabda,
“Orang yang shalat melihat kesana
-kemari, Allah Ta‟ala akan
mengganti
kepalanya
dengan
kepala keledai.“ Dalam hadits itu
Rasulullah saw. mengisyarahkan
kepada kebodohan orang semacam
ini, dan di dalam hadits itu
terdapat permisalan bahwa orang
yang semacam ini berada pada
kebodohan tingkat pertama (paling
bodoh, pent). Karena alasan apa dia
melihat kesana-kemari saat sedang
shalat, adalah karena tampak
olehnya
suatu
benda
yang
mengagumkan atau lebih menarik.
Tapi pertanyaannya adalah, benda
apa yang lebih menarik atau
mengagumkan dibandingkan Allah
Ta‟ala. Apabila dia meninggalkan
Allah Ta‟ala dan melihat bendabenda yang lain, maka sesungguhnya
dia
benar-benar
keledai. Di hadapannya ada Allah
Ta‟ala bagaikan wajah yang sangat
menawan, lalu dia melihat kucing
atau tikus, maka tidak diragukan
lagi bahwa dia benar-benar keledai.
Jadi, di dalam shalat hendaknya
benar-benar fana kepada Allah
Ta‟ala, dan pada saat memulai
shalat, dalam mengucapkan takbir
terdapat hikmah, seakan-akan
orang yang mengucapkan takbir
mengumumkan, bahwa “Wahai
saudaraku, wahai yang mulia, dan
wahai keluargaku! Bagiku kalian
juga mulia, tapi dibandingkan
kalian, bagiku Allah Ta‟ala lebih
Mulia. Dia Maha Besar. Aku
hendak pergi ke hadapan-Nya dan
memutuskan hubungan dengan
kalian.“ Ketika shalat selesai, maka
dia mengucapkan assalamu„alaikum
warahmatullah. Maksudnya adalah,
sekarang aku telah kembali.
Sebagaimana ketika ada yang
datang dari luar mengucapkan
assalamu„alaikum, begitu pula dia
mengucapkannya. Aku telah pergi
keluar, sekarang aku telah kembali.
Beginilah shalat yang begitu
murni dan sempurna. [][]
*Zafrullah Rarin Yudiarko
Staf Sekretaris Umum PB JAI
Bidang Surat Masuk
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
35
Artikel
Ujian Keimanan dan
‘The Big Bang’ Ruhani
Bagian I
Oleh: Ruhdiyat Ayyubi Ahmad
Pendahuluan
diri dari azab Kami? Sangat buruk
apa yang mereka putuskan.” (AlAnkabūt, 29:1-5)
Berkenaan dengan proses penciptaan alam semesta yang disebut peristiwa “the Big
Bang” (Ledakan Besar), Allah Swt.
berfirman:
Allah Ta‟ala berfirman mengenai tujuan ujian keimanan bagi
orang-orang yang menyatakan telah beriman kepada Allah Ta‟ala dan
kepada Rasul Allah yang kedatang
annya dijanjikan kepada mereka:
ّٰ
ٓ ٓ
َّ َ ً
َّ ‫الل ِہ‬
﴾﴿ۚ ‫الش ِخ َۡی ِم ﴿﴾ ال ّـم‬
َ ِ ‫الش ۡخم‬
‫ِب ۡع ِ َم‬
َ ٰۤ ُ ۡ َ ُ َّ َ َ َ
ٰۤ ُ
‫اط ا ۡن ُّیت َرک ۡىا ا ۡن َّی ُل ۡىل ۡىا ا َم َّىا َو ُہ ۡم‬
‫َاخ ِعب الى‬
ۡ‫َال ُی ۡف َخ ُى ۡى َن ﴿﴾ َو َل َل ۡذ َف َخ َّىا َّال ِز ۡی ًَ م ًۡ َك ۡب ِلہم‬
ِ
ِ
َ ََ
ّٰ
ًَّ‫ص َذ ُك ۡىا َو َل َی ۡػ َل َم‬
َ ًَ ‫َّالز ۡی‬
‫فل َی ۡػل َم ًَّ الل ُہ‬
ِ
ۡ
َ
ُ
َّ
‫الک ِز ِب ۡح َن ﴿﴾ ا ۡم َخ ِع َب ال ِز ۡی ًَ َی ۡػ َمل ۡى َن‬
ٓ َ
َ
َ ُ
َّ
﴾﴿ ‫الع ِّیا ِث ا ۡن َّی ۡع ِب ُل ۡىها ؕ َظا َء َما َی ۡدک ُم ۡىن‬
“Aku baca dengan nama Allah,
Maha Pemurah, Maha Penyayang.
Aku, Allah Yang Maha Mengetahui.
Apakah manusia menyangka bahwa
mereka akan dibiarkan berkata; „Kami
telah beriman‟ dan mereka tidak akan
diuji? Dan sungguh Kami benar-benar
telah meng uji orang-orang sebelum
mereka, maka pasti Allah mengetahui
orang-orang yang berkata benar dan
pasti Dia mengetahui orang-orang
yang dusta. Ataukah orang-orang
yang berbuat keburukan menyangka
bahwa mereka akan dapat melepaskan
36
َّ ‫َا َو َل ۡم َی َش َّال ِز ۡی ًَ َک َف ُش ٰۡۤوا َا َّن‬
‫العمى ِث َو‬
َٓ ۡ
ۡ
َ ۡ َ َ َ َۡ ۡ
‫ض کاه َخا َسج ًلا ف َف َخ ۡلن ُہ َما ؕ َو َج َػل َىا ِم ًَ املا ِء‬
‫الاس‬
َ‫ُ َّ َ ۡ َ ّ َ َ َ ُ ۡ ُ ۡ ن‬
﴾﴿ ‫کل ش ى ٍء ح ٍی ؕ افَل یإ ِمىى‬
“Tidakkah orang-orang yang kafir
melihat bahwa seluruh langit dan bumi
keduanya dahulu suatu massa yang
menyatu, lalu Kami pisahkan
keduanya? Dan Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup dari air. Tidakkah
mereka mau beriman?” (Al-Anbiya,
21:31).
Ayat ini mengisyaratkan landasan agung satu kebenaran ilmiah.
Agaknya ayat itu menunjuk
kepada alam semesta, ketika masih
belum mempunyai bentuk benda,
dan ayat itu bermaksud menyatakan bahwa seluruh alam semesta
khususnya tata surya, -- sesuai dengan Sifat Rabbubiyat Allah Swt. (QS.
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Artikel
Kemarau (Sumber:
http:rmolsumsel.com)
Al-Fatihan, 1:2) telah berkembang
dari “gumpalan” yang belum mempunyai bentuk atau segumpal kabut.
Selaras dengan asas yang Allah
Swt.
lancarkan Dia memecahkan gumpalan zat itu dan pecahan-pecahan
yang cerai-berai menjadi kesatuankesatuan wujud tata-surya (“The
Universe Surveyed” oleh Harold
Richards dan “The Nature of the
Universe” oleh Fred Hoyle).
‫َو َج َع ۡلنَا ِمنَ ۡال َمآ ِء ک َّل ش َۡیء َحی‬
Sesudah itu Allah Swt. menciptakan
seluruh kehidupan itu dari air.
Ayat ini nampaknya mengandung arti bahwa seperti alam kebendaan, demikian pula alam keruhanian pun berkembang dari
“gumpalan” yang belum mempunyai bentuk, yang terdiri dari alam
pikiran yang kacau-balau dan kepercayaan-kepercayaan yang bukanbukan.
Sebagaimana Allah Swt. dengan
hikmah-Nya yang tidak pernah meleset dan sesuai dengan rencana
agung-Nya telah memecahkan
“gumpalan” zat itu, dan pecahanpecahan yang bertebaran dan tersusun menjadi kesatuan wujud berbagai tata surya, maka persis seperti
itu pula Dia mewujudkan suatu tertib ruhani yang baru dalam suatu
alam yang berguling-gantang di
dalam paya-paya cita-cita yang
kacau-balau (QS.30:42).
Pengutusan Rasul Allah Sebagai
Sarana Pemecah “Gumpalan”
dan “Kemarau Panjang” Dunia
Ruhani
Bila umat manusia tenggelam
ke dalam kegelapan akhlak yang
keruh
serta angkasa keruhanian
menjadi tersaput oleh awan yang
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
37
Artikel
padat dan sesak, Allah Swt. menyebabkan munculnya suatu cahaya
berupa seorang utusan Ilahi (Rasul
Allah) yang mengusir kegelapan
ruhani yang telah menyebar luas
itu, dan dari gumpalan yang tidak
berbentuk dan tanpa kehidupan -yang berupa kerendahan akhlak dan
ruhani -- lahirlah suatu alam semesta ruhani yang mulai meluas dari
pusatnya dan akhirnya melingkupi
seluruh bumi, menerima kehidupan
dan pengarahan, dari tenaga penggerak yang berada di belakangnya
berupa wahyu Ilahi, yang dalam AlQuran digambarkan sebagai turunnya air hujan yang menghidupkan
bumi yang telah mati karena mengalami musim kemarau panjang,
firman-Nya:
ۡ ََ
ُ ُ َ ۡ َ َ ٰۤ
َّ
‫ال ۡم َیا ِن ِلل ِز ۡی ًَ ا َم ُى ۡىا ا ۡن جخش َؼ كل ۡى ُب ُہ ۡم‬
ۡ
ّٰ ۡ
َ
ُ ُ َ
‫ِل ِزک ِش الل ِہ َو َما ه َض ٌَ ِم ًَ ال َح ِ ّم ۙ َو ال َیک ۡىه ۡىا‬
َ َ َ َ ُ ۡ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ ُ َ ۡ َّ َ
‫اٌ َغل ۡي ِہ ُم‬
‫کال ِزیً اوجىا ال ِکخب ِمً كبل فؼ‬
ُُ
َ
َ‫ُ ۡ ن‬
ََ َۡ
‫الا َم ُذ فل َع ۡذ كل ۡى ُب ُہ ۡم ؕ َو ک ِث ۡح ٌر ِّم ۡن ُہ ۡم ف ِعلى‬
َ ۡ ۡ ُ َ ّٰ َّ َ ٰۤۡ ُ َ ۡ
َ ‫الا ۡس‬
ؕ ‫ض َب ۡػ َذ َم ۡى ِت َہا‬
‫﴿﴾ ِاغلمىا ان اللہ یح ِی‬
َ‫َ ۡ َ َّ َّ َ ُ ُ ۡ َ َ َّ ُ ۡ َ ۡ ُ ۡ ن‬
﴾﴿ ‫كذ بیىا لکم الای ِذ لػلکم حػ ِللى‬
“Apakah belum sampai waktu bagi
orang-orang yang beriman, bahwa hati
mereka tunduk untuk mengingat Allah
dan mengingat kebenaran yang telah
turun kepada mereka, dan mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang
diberi kitab sebelumnya, maka jaman
kesejahteraan menjadi panjang atas
mereka lalu
hati mereka menjadi
keras, dan kebanyakan dari mereka
menjadi durhaka? Ketahuilah, bahwa38
sanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah
menjelaskan Tanda-tanda kepadamu
supaya kamu mengerti.” (Al-Hadīd,
57:17-18).
Mengisyaratkan kepada Sunnatullah yang dikemukakan dalam
ۡ ُ ُ َ َّ َ ُ ُ َ
َ
ayat ‫َو ال َیک ۡىه ۡىا کال ِز ۡیً ا ۡوجىا ال ِکخ َب ِم ًۡ ك ۡب ُل‬
--dan mereka tidak
menjadi
seperti orang-orang yang diberi kiَ َ َ َ
ُ َۡ
tab sebelumnya, ‫اٌ َغل ۡي ِہ ُم الا َمذ‬
‫فؼ‬
َ --
ُُ
ََ
‫ فل َع ۡذ كل ۡى ُب ُہ ۡم‬maka zaman
kesejahteraan menjadi panjang atas
mereka lalu hati mereka menjadi
َ
َ ُ
keras, َ -- ‫ّ ِم ۡن ُہ ۡم ف ِعل ۡىن‬
‫ َو ک ِث ۡح ٌر‬dan
kebanyakan dari mereka menjadi
durhaka?” firman-Nya berikut ini:
ۡ
ۡ
ۡ َ
َ
‫ظ َہ َش ال َف َع ُاد ِفی ال َب ّ ِر َو ال َب ۡد ِش ِب َما ک َع َب ۡذ‬
ُ
َّ َ ۡ َ ۡ ُ َ ۡ ُ
َّ
َۡ
‫ع ال ِز ۡی َغ ِمل ۡىا‬
‫اط ِلی ِزیلہم بػ‬
ِ ‫ای ِذی الى‬
َّ َ
َ
﴾﴿ ‫ل َػل ُہ ۡم َی ۡش ِج ُػ ۡىن‬
“Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia,
supaya
dirasakan kepada mereka akibat sebagian perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka kembali dari
kedurhakaannya.” (Ar-Rūm [30]:42).
َۡ ُ َ ۡ َ
Ungkapan ayat ‫ظ َہ َش الف َعاد ِفی الب ّ ِر َو‬
َ--َ َ
َّ
‫اط‬
ِ ‫الى‬
ۡ
َ
َ
‫ال َب ۡد ِش ِب َما ک َع َب ۡذ ا ۡی ِذی‬
“Kerusakan telah meluas di daratan
dan di lautan disebabkan perbuatan
tangan manusia” menggambarkan
keadaan keadaan ratqan yakni
su atu yang te lah “meng-
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Artikel
Ilustrasi Nebula.
gumpal” (ratqan) sehingga sulit
memisahkan mana
bagian-bagian
yang baik dan mana bagian-bagian
yang buruk dari “gumpalan” tersebut.
Pengutusan Rasul Allah Merupakan “The Big Bang” (Ledakan
Besar) Dalam Dunia Ruhani
Dalam ayat tersebut Allah Swt.
mengemukakan Sunnah-Nya yang
senantiasa terjadi dalam
dunia
keruhanian, bahwa bila kegelapan
menyelimuti muka bumi dan
manusia melupakan Allah Swt. dan
menaklukkan diri sendiri kepada penyembahan tuhan-tuhan yang dikhayalkan dan diciptakan oleh mereka
sendiri, maka Allah Swt. membangkitkan seorang nabi
sebagai
“sarana” pemecah gumpalan” (ratqan)
-- yang disebut
“the Big Bang” (Ledakan Besar) --
untuk mengembalikan gembalaan
yang tersesat keharibaan Majikannya, yaitu Allah Swt.:
ۡ َ َ َ َۡ ۡ َ
َّ ‫َا َّن‬
َ-- ‫ض کاه َخا َسج ًلا‬
‫العمى ِث و الاس‬
bahwa seluruh langit dan bumi
keduanya dahulu suatu massa yang
menyatu
-- ‫فَفَت َۡق ٰنہ َما‬lalu Kami
pisahkan keduanya? (QS.21:31), firman-Nya:
َ
ۡ َ ٰۤ
ۡ ُ ۡ َ ّٰ َ َ َ
‫ان الل ُہ ِل َیز َس املإ ِم ِى ۡح َن َغلی َما اه ُخ ۡم َغل ۡی ِہ‬
‫ما ک‬
ّٰ َ َ َ َ ّ َّ َ َ ۡ َ ۡ َ ۡ َ ّٰ َ
ُ‫اللہ‬
‫ختى ی ِمحز الخ ِبیث ِمً الؼ ِی ِب ؕ و ما کان‬
ّٰ َّ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ ُ َ ۡ ُ
ًۡ‫الل َہ َی ۡج َخب ۡى م‬
ً‫ِلیؼ ِلػکم غلی الغی ِب و ل ِک‬
ِ ِ
ّٰ
ۡ‫اللہ َو ُ ُظلہ ۚ َو ان‬
ُ َ ٓ َ َّ ۡ
ِ
ّٖ ِ ‫ُّس ُظ ِل ّٖہ َمً یشا ُء ۪ فا ِمى ۡىا ِب ِ س‬
َ ُ ََ
َ
ُۡ
﴾﴿ ‫جإ ِم ُى ۡىا َو ج َّخ ُل ۡىا فلک ۡم ا ۡج ٌش َغ ِظ ۡی ٌم‬
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman di
dalam keadaan kamu berada di dalam-
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
39
Artikel
nya hingga Dia memisahkan yang
buruk dari yang baik. Dan Allah
sekali-kali tidak akan memperlihatkan
yang gaib kepada kamu, tetapi Allah
memilih di antara rasul-rasul-Nya
siapa yang Dia kehendaki, karena itu
berimanlah kamu kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu
ganjaran yang besar.” (QS. Ali
„Imran, 3:180).
ٰۤ
َ ۡ ُ ۡ َ ُ ّٰ َ َ
Ayat ‫َما کان اللہ ِل َیز َس املإ ِم ِى ۡحن َغلی َما‬
َ
َّ
َ َ ۡ
َۡ
– ‫اه ُخ ۡم َغل ۡی ِہ َخ ّٰتى َی ِم ۡح َز الخ ِب ۡیث ِم ًَ الؼ ِّی ِب‬
“Allah sekali-kali tidak akan
membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di
dalamnya hingga Dia memisahkan
yang buruk dari yang baik” maksudnya adalah bahwa setelah terjadi
proses “pemecahan gumpalan” di
kalangan umat manusia melalui
pengutusan Nabi Besar Muhammad
saw.
, percobaan dan kemalangan yang
telah dialami kaum Muslimin
hingga saat itu tidak akan segera
berakhir. Masih banyak lagi percobaan yang tersedia bagi mereka,
dan percobaan-percobaan itu akan
terus-menerus datang, hingga orang
-orang beriman sejati, akan benarbenar dibedakan dari kaum munafik
dan yang lemah iman, firman-Nya:
ۡ ‫ٰۤی َا ُّی َہا َّالز ۡی ًَ ا َم ُىىا‬
َّ ‫اظ َخ ِػ ۡی ُى ۡىا ب‬
‫الص ۡب ِر َو‬
ِ
ِ
ّٰ َّ
ۡ‫الصبرۡی ًَ ﴿﴾ َو َال َج ُل ۡى ُلىا‬
ّٰ ‫الل َہ َم َؼ‬
َّ
‫ىۃ ؕ ِان‬
ِ ‫الصل‬
ِِ
ٓ َ
ّٰ
َۡ َۡ
ٌ ‫اللہ َا ۡم َى‬
َ
‫اث ؕ َب ۡل ا ۡخ َیا ٌء َّو‬
ِ ‫ِملً ُّیلخ ُل ِف ۡی ظ ِب ۡی ِل‬
َ ُ ُ َ
ۡ َ َّ
ًَ ‫ل ِک ًۡ ال حش ُػ ُش ۡو َن ﴿﴾ َو ل َى ۡبل َى َّهک ۡم ِبش ۡى ٍء ِّم‬
ُ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ ّ ‫ۡال َخ ۡىف َو ۡال ُج ۡىع َو َه ۡل‬
‫غ‬
ِ
ٍ
ِ ‫ص ِمً الامى ِاٌ و الاهف‬
ِ
40
ٰۤ َ
َّ
َّ َ
ّٰ ‫الث َمش ِث ؕ َو َب ّشش‬
َ‫الص ِب ِرۡی ًَ ﴿﴾ۙ ال ِز ۡی ًَ ِارا‬
‫و‬
ِ ِ
َ ‫َا‬
ۡ‫ص َاب ۡت ُہ ۡم ُّمص ۡی َب ٌت ۙ َك ُال ٰۡۤىا ِا َّها ِل ّٰل ِہ َو َِا َّه ٰۤا ِا َلی ِہ‬
ِ
َ‫ص َلى ٌث ّم ًۡ َّسّبہ ۡم و‬
َ ‫سج ُػ ۡى َن ﴿﴾ؕ ُا ٓولئ َک َغ َل ۡيہ َۡم‬
ِ
ِ َِ َ ِ ُ ۡ
ٓ ِ ُ َ ٌ َ ِۡ َ
ُ
َ
ۡ
ُ
ُ
ۡ
﴾﴿ ‫سخمت ۟ و اول ِئک ہم املہخذون‬
“Hai orang-orang yang beriman,
mohonlah pertolongan dengan sabar
dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan
janganlah kamu mengatakan mengenai
orang-orang yang terbunuh di jalan
Allah bahwa mereka itu mati, tidak
bahkan mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadari. Dan Kami niscaya
akan menguji kamu dengan sesuatu
berupa ketakutan, kelaparan,
kekurangan dalam harta, jiwa dan buahbuahan, dan berilah kabar gembira
kepada orang-orang yang sabar. Yaitu
orang-orang yang apabila suatu musibah menimpa mereka, mereka berkata:
”Sesungguhnya kami milik Allah dan
sesungguhnya kepada-Nya-lah kami
kembali. Mereka itulah orang-orang
yang dilimpahi berkat-berkat dan rahmat dari Rabb (Tuhan) mereka dan
mereka inilah yang mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah, 2:154-157).
(Bersambung) [][]
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Karya:
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad
Qadiani as.
Penterjemah: Tim Penterjemah Dewan Naskah JAI
Pintu ini terbuka untuk setiap
orang yang meminta Tanda yang
baru, dan aku berikrar bahwa sekiranya ada yang bermubahalah
denganku dan dengan tegas bersumpah demi Allah – dan setelah
memanjatkan doa mubahalah, ia menyiarkannya secara terbuka sedikitnya di
tiga surat kabar terkemuka – lalu ia
selamat dari Azab Samawi, tentu
aku bukanlah berasal dari Allah.
Tidak perlu batasan waktu dalam
pelaksanaan mubahalah ini. Syarat
-nya adalah bahwa ada perkara
(pertanda) yang turun yang dapat
dirasakan oleh hati.
Sekarang aku akan mencatat
beberapa ilham-ilham Ilahi berikut
ini dengan terjemahannya yang
tujuan menuliskannya agar pelaku
mubahalah yang seperti itu ber-
Bagian 11
sumpah demi Allah, lalu hendaknya ia mencantumkan seluruh
ilhamku dalam materi mubahalah
(yang ia siarkan itu), serta menyebarkan pernyataan bahwa semua
ilham itu adalah rekaan manusia
belaka dan bukan kalamullah.
Tuliskan juga “Aku telah membaca semua ilham-ilham ini dengan
penuh ketelitian dan aku bersumpah
demi Allah bahwa ilham-ilham ini merupakan rekaan manusia, maksudnya
rekaan orang ini (Hadhrat Masih
Mau‟ud as.) dan kepadanya sama sekali
tidak turun ilham dari Allah.”
Sehubungan dengan seseorang
yang bernama Abdul Hakim Khan,
yang merupakan seorang asisten
ahli bedah, penduduk Patiala, yang
telah berbaiat namun menjadi murtad, secara khusus ia menjadi
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
41
Haqiqatul Wahyi
“Mukhatab” (lawan bicara) ku.
Sekarang kami akan menuliskan
ilham-ilham itu.1
ّٰ ْ
َّ ً‫الش ْخم‬
َّ ‫الل ِه‬
َ‫الش ِخ ُْ ِم‬
‫ِبع ِم‬
ِ
Dengan nama Allah yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
َ
ّٰ
ْ
‫ًَا ا ْخ َم َذ َبا َس َن الل ُه ِف ُْ ًَ غ َما َس َم ُْ َذ ِار َس َم ُْ َذ‬
ّٰ َّ َ
ُ ‫الش ْخمً غ َغ َّل َم‬
َّ ََ-‫الل َه َسمى غ‬
ََ-َ‫الل ْشا َن غ‬
ً‫ول ِى‬
َ‫ِل ُخ ۡى ِز َس َك ۡى ًما َّم ٰۤا ُا ۡه ِز َس ا َب ُاؤ ُہ ْم َوِل َد ْع َدب ْح َن َظب ُْل‬
ِ
ِ
‫ُ ْ َ ْ َ غ ُ ْ ّ ْ ُ ْ ُ َ َ َ َ َّ ُ ُ ْ ْ َ غ‬
‫ََكل ِا ِوي ا ِمشث و اها اوٌ املإ ِم ِىحن‬- ‫املجش ِمحن‬
َ‫الباػ َل َوان‬
َ ُ
َ َّ ‫الب غ‬
َ َ َ َ َ ُّ َ
ِ ‫اػ َل ِان‬
ِ ‫ك ْل ج َاء الحم و صهم‬
َ ّٰ َ َّ َ ُ ْ َ ْ َ ُّ ُ ‫َ ُ ْ ً غ‬
‫ص َّل الل ُه َغل ُْ ِه‬
‫َول بشه ٍت ِمً مدم ٍذ‬- ‫صهىكا‬
َ َ ْ ْ ُ َ َ َ َّ َ َ َ َ َّ َ ْ َ َ َ َ َ َ ‫َ َ َّ َ غ‬
‫ََوكالىا ِان هزا‬-‫وظل َم فخباسن مً غلم و حػل َم‬
َ ْ َّ
َ ُ ّٰ
َ
‫َكل الله ث َّم ر ْس ُه ْم ِف ْي خ ْى ِط ِه ْم‬- ‫ِالا ِاخ ِخلم غ‬
َ َ
َْ
ُ َ ْ
َ
ًْ ‫ًَل َػ ُب ْىن غ ك ْل ِا ْن ِافت َرًْ ُخ ُه ف َػل َّي ِا ْج َش ٌم ش ِذ ًْ ٌذ َو َم‬
َ َّ
َْ َ
َ ّٰ َ َ ْ
‫اظلم ِم َّم ًِ افت َر َغلي الل ِه ه ِز ًباغ ُه َى ال ِزي ا ْس َظ َل‬
ُّ ّ ََ َُ ْ ُ ّ َ
ْ َ َ ُ ‫َس ُظ ْى َل ُه ب‬
‫الذ ًْ ًِ و ِل ِه‬
ِ ‫الهذي و ِدً ًِ الح ِم ِلُظ ِهشه غلي‬
ِ
َ ّٰ َ َ ُ
َ
َ
َ
َ
‫َال ُم َب ِّذ ٌُ ِلي ِل َما ِج ّٖه غ ًَ ُل ْىل ْىن اوي ل ًَ هزا ِا ْن هزا‬-‫غ‬
ْ ََ
َ َ
َ
َ َ ٌُ ْ َ َّ
‫البش ِش غ َو اغاهه َغل ُْ ِه ك ْى ٌم اخ ُش ْو َن غ اف َخأ‬
‫ِالا كى‬
َ َ َ ْ ّ َ ُْ
ُ
ْ
َ
َ
ُ
‫ُْ َ غ‬
َ
َ
ْ
ْ
َ
َ
ْ
ْ
‫السحش و اهخم جب ِصشون هيهاث هيهاث ملا‬
ِ ‫جىن‬
َْ ٌ َ ٌ ْ ُ َ ُ
َّ َ ْ ‫ُ ْ َ ُ ْ َ غ‬
‫َ ِمً هزا ال ِزي هى م ِهحن جا ِهل او‬-َ ‫جىغذون‬
ُ ٌ
َ
ٌ
ْ َ َ ّٰ
‫ََك ْل ِغ ْى ِذي ش َاه َذة ِم ًَ الل ِه ف َه ْل اه ُخ ْم‬- ‫َم ْج ُى ْىن‬
ُ
َ
َ
ٌ
ْ َ َ ّٰ
‫َك ْل ِغ ْى ِذي ش َاه َذة ِم ًَ الل ِه ف َه ْل اه ُخ ْم‬-َ‫ُم ْع ِل ُم ْىن غ‬
َ ََ
َ
ُ
َ ْ
‫َ َو لل ْذ ل ِب ْع ُذ ِف ُْى ْم ُغ ُم ًشا ِم ًْ ك ْب ِل ّٖه‬-َ‫ُمإ ِم ُى ْىن غ‬
َ
َ ُ َ ََ َ
‫َهزا ِم ًْ َس ْخ َم ِت َسِّب ًَ ًُ ِخ َّم ِو ْػ َم ِخ ّٖه‬-َ‫افَل ح ْػ ِلل ْىن غ‬
َ
َ
َ
‫ْ َ َّ َ َ ْ ُ ْ َ غ‬
‫َف َب ِ ّش ْش غ َو َما ا ْه َذ ِب ِىػم ِت سِبً ِبمجىىن‬-َ‫َغل ُْ ًَ غ‬
َّ
َّ ‫َل ًَ َد َس َج ٌت ف ْي‬
‫الع َم ِاء َو ِف ْي ال ِز ًْ ًَ ُه ْم ًُ ْب ِص ُش ْو َن‬
ِ
َ‫َ ُهش ْٓي ا ًَاث َونهذم َما ٌَ ْػ ُم ُش ْو َن‬-َ‫غ‬
ِ
ِ
Artinya: “Wahai Ahmad, Tuhan
telah memberkahimu. Bukan engkau
yang melempar ketika engkau melempar, melainkan Allah-lah yang melempar. Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengajarkan Al-Quran kepada
engkau (yakni, telah menzahirkan
padamu maknanya yang benar) supaya
engkau memberi peringatan kepada
kaum yang nenek moyang mereka tidak mendapat peringatan dan supaya
jalan para pendosa menjadi jelas, supaya dapat diketahui siapa yang telah
berpaling darimu. Katakanlah: „Aku
telah diutus oleh Allah dan aku adalah
orang yang pertama-tama beriman.‟
Katakanlah: „Kebenaran telah datang
dan kebatilan telah lenyap. Sesung-
1
Susunan ilham-ilham ini berbeda karena telah turun berulang-ulang. Memang kalimatkalimat wahyu Ilahi ini terkadang turun kepadaku dengan rangkaian tertentu, dan kadangkadang dengan rangkaian lain yang berbeda. Boleh jadi beberapa kalimat di antaranya telah
turun ratusan kali atau lebih dari itu. Oleh karena itu qira’at (cara membacanya) tidak hanya
dalam satu susunan, dan mungkin juga pada masa yang akan datang susunan seperti ini pun
tidak akan bertahan, karena sudah merupakan Sunnatullah bahwa wahyu suci-Nya mengalir
di lidah dalam bentuk kalimat yang terpotong-potong serta meluncur dari kalbu dengan cepat. Lalu Allah Ta’ala sendiri yang menempatkan kalimat-kalimat yang berlainan itu dalam
satu susunan tertentu. Dalam beberapa kesempatan Dia menempatkan kalimat pertama
pada akhir paragraf. Ini sunnah yang penting bahwa keseluruhan kalimat (wahyu) ini tidak
diletakkan dalam suatu susunan yang tertentu, melainkan muncul dalam bentuk yang berbeda dari segi qiraatnya. Beberapa kata-kata dalam wahyu yang diulang-ulang itu berbeda
dengan lafaz wahyu sebelumnya. Ini merupakan kebisaan Allah SWT dan Dia lebih tahu akan
rahasia-rahasia-Nya. (Penulis)
42
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Haqiqatul Wahyi
guhnya kebatilan itu pasti akan lenyap.‟ Segala keberkatan berasal dari
Muhammad saw., maka beberkatlah
orang yang mengajar dan orang yang
diajari. Mereka akan berkata: „Ini bukanlah wahyu, tidak lain melainkan
rangkaian kalimat yang direkayasa
sendiri.‟ Katakanlah: „Dialah Tuhan
yang telah menurunkan kalimatkalimat ini,‟ kemudian biarkanlah
mereka bermain dalam gurauan
mereka. Katakanlah: „Jika kalimatkalimat ini hasil rekayasaku, dan bukan Kalam Ilahi, niscaya aku layak
mendapatkan hukuman yang keras.
Siapakah yang lebih aniaya dari orang
yang mengada-adakan dusta atas Allah?‟ Dialah Tuhan yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan
agama yang benar agar Dia memenangkan agama tersebut atas semua
agama. Kalimat-kalimat Tuhan akan
genap dan tidak akan ada yang dapat
merubah Firman-Nya. Mereka berkata: „Bagaimana engkau meraih
maqam ini?‟ Penjelasan yang diilhamkan ini tidak lain hanyalah perkatan
manusia dan dibuat dengan bantuan
orang lain. Wahai manusia, apakah
kalian terperangkap dalam tipuan,
padahal kalian mengetahui? Apa pun
janji yang diberikan orang ini
kepadamu mustahil akan dipenuhinya.
Janji orang rendah, bodoh atau gila
dan berbicara tanpa dasar.‟ Katakanlah: „Di sisiku ada kesaksian dari
Allah. Lalu, apakah kalian akan menerimanya? Sungguh aku telah tinggal
beberapa lama di tengah-tengah kalian
sebelumnya. Apakah kalian tidak
menggunakan akal?‟ Martabat Ini
berasal dari Rahmat Tuhan engkau.
Dia akan menyempurnakan nikmatNya atas engkau. Maka, berikanlah
kabar gembira. Dengan Rahmat Tuhanmu, engkau bukan orang gila. Engkau memiliki derajat di langit dan di
tengah-tengah orang-orang yang melihat. Kami akan memperlihatkan tanda
-tanda untuk engkau dan kami akan
menghancurkan gedung-gedung yang
telah mereka bangun.”
َ
َّ ّٰ َ
َ َ
‫الح ْم ُذ ِلل ِه ال ِز ْي َج َػل ًَ امل ِع ُْ َذ ْاب ًَ َم ْشٍَ َم غ ال‬
َ َُ
ََ ُ َ
َ
‫َ َو كال ْىا اج ْج َػ ُل‬-*َ‫ٌُ ْعئ ُل َغ َّما ًَ ْف َػ ُل َو ُه ْم ٌُ ْعئل ْىن غ‬
َ َ ّ َ َ َْ ُ ْ ُ ْ َ َْ
َ َ َ َ
َ‫اٌ ِا ِوي ا ْغل ُم َما ال ح ْػل ُم ْىن غ‬
‫ِفيها مً ًف ِعذ ِفيها ك‬
ُ َ َ َ َّ َ ََ َ َ ََ ْ َ ٌ ْ ُ ّ
َّ‫اف َل َذي‬
‫َاوي ال ًخ‬- ً‫َ ِا ِوي م ِهحن مً اساد ِاهاهخ‬ّٰ َ َ َ ‫ُ ْ َ ُ ْ َ غ‬
ْ‫الل ُه َ َال ْغ ِل َب َّن َا َها َو َس ُظ ْىلي غ َو ُهم‬
‫َهخب‬-َ ‫املشظلىن‬
ِ
ّٰ َّ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ
ْ‫الل َه َم َؼ َّال ِز ًْ ًَ َّاج َلىا‬
‫ِمً بػ ِذ غل ِب ِهم ظُغ ِلبىن ۛ ِان‬
َ
ْ
َ
َّ ‫َ ُاسٍْ ًَ َصل َضلت‬-َ‫َو َّال ِز ًْ ًَ ُه ْم ُم ْد ِع ُى ْى َن غ‬
َ- ‫العا َغ ِت غ‬
ِ
َّ ْ ْ َ َّ ُ ُ َ ُ ّ
َ‫الُ ْىم‬
َ ‫الذاس ؃ َو ْام َخ ُاص ْوا‬
ِ ‫ِا ِوي اخا ِفظ ول مً ِفي‬
َ
َ َ َ َ َ ُّ َ ٓ َ َ ْ ْ ُ
َ- ‫اػ َُلغ‬
ِ ‫َجا َء الحم وصهم الب‬- ‫ا ُّی َها املج ِش ُمىن‬
َ
ُ َّ َ
َ ُ
‫َبشاسة جللاها‬-َ‫هزاال ِز ْي ه ْى ُخ ْم ِب ِه ح ْع َخ ْع ِجل ْىن غ‬
َ ‫َ َا ْه َذ َغ َلي َب ِّ َىت م ًْ َّ ّب ًَ غ َه َف ُْ َى‬-‫الىب ُُّ ْى َن غ‬
َّ
‫ان‬
ِ
ِ‫ِ ٍ ِ س‬
َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ ُ ّ َ ُ َ ‫ُ ْ َ ْ َ غ‬
َ-‫اػ ْح َ َن‬
ِ ُ‫املعت ْه ِضِئحن ه ْل اه ِبئى ْم غلي مً ججزٌ ش‬
ّٰ
َّ َ ُ َ َ َّ َ َ
ُ ‫َ َو َال َج ُْ َئ‬- ‫ان َا ِث ُْم‬
‫غ ِم ًْ َس ْو ِح الل ِه‬
ٍ ‫ججزٌ غلي و َّل اف‬
ّٰ ْ َ َّ َٰۤ َ ‫غ َ َٰۤ َّ َ ْ َ ّٰ َ ْ ٌ غ‬
‫ص َش الل ِه‬
‫َالا ِان ه‬-َ ‫الا ِان سوح الل ِه ك ِشٍب‬
َ
ّ‫َ ًَ ْأ ُج ْى َن ِم ًْ ُول‬- ‫ََ ًَ ْأ ِج ُْ ًَ ِم ًْ ُو ّل َف ّج َغم ُْم‬-‫بغ‬
َ ٌ ٍْ‫ك ِش‬
ِ
ٍ ِ ٍ ِ
ّٰ َ ُ ُ ْ َ ‫َ ّ َ ْ غ‬
ُ ‫َ ًَ ْى‬-َ‫الل ُه م ًْ غ ْى ِذ ّٖه غ‬
‫ص ُش َن‬
‫فج غ ِمُ ٍم ًىصشن‬
ِ ِ
َ َ ّ َ ُ َ ‫َ ٍ ٌ ُ ْ َ ْ ْ َ َّ َ غ‬
َ
‫اث‬
ِ ‫َال مب ِذٌ ِلي ِلم‬- ‫ِسجاٌ هى ِحي ِالي ِهم ِمً العم ِاء‬
ّٰ
َّ ًَ ‫اٌ َسُّب ًَ ِا َّه ٗه َهاص ٌٌ ِم‬
َ ‫َ َك‬-َ‫الل ِه غ‬
ًَ ُْ ‫الع َم ِاء َما ًَ ْش ِط‬
ِ
َ
َ
‫َفخذ الىلي فخذ و‬- ‫َ ِا َّن ف َخ ْد َىا ل ًَ َخ ْخ ًجا ُم ِب ْح َن‬-َ‫غ‬
َ َ َ ‫غ‬
ُ ‫ان الا ًْ َم‬
ّ ‫كشبىاه‬
‫ان‬
ِ ‫َ َو ل ْى و‬-َ ‫َالشجؼ الىاط‬- ‫هجُا‬
َ َ ُ
ُ
ّٰ َ َ
َّ
ُ
‫َه ْى ُب‬-َ‫َاها الل ُه ُب ْش َهاه ٗه غ‬-َ‫ُم َػل ًلا ِبالث َرًَّا ل َىا ل ُه غ‬
َ ‫َ ًَا َك َم َش ًَا َش ْم‬- ‫َه ْج ًزا َم ْخ ِف ًُّا َف َا ْخ َب ْب ُذ َا ْن ُا ْغ َش ُف‬
‫غ‬
ّٰ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ ْ ّ َ ْ َ
‫ص ُش الل ِه و اهخهي‬
‫َ ِارا جاء ه‬- ً‫اهذ ِم ِني و اها ِمى‬
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
43
Haqiqatul Wahyi
َ َ ْ َ َ ‫َ ْ َ َ َ َّ ْ َ َ ُ َ ّ َ غ‬
‫غ هزا‬
ِ‫َال‬-َ ً‫امشالضمان الُىا و جمذ و ِلمت سِب‬
َ ّٰ ْ َ
َ
َ ‫َََ َو َال ُج‬- ‫الح ّم‬
‫ص ِّػ َْش َ ِلخل ِم الل ِه َو ال حعئم‬
ِ ‫ِب‬
َ
َّ ّ
َ َ
َّ َ
‫َ َو َب ِش ِش ال ِز ًْ ًَ ا َم ُى ْىا ا َّن‬-َ‫َ ِو ِو ِ ّظ ْؼ َمياه ًَ غ‬- ‫اط‬
ِ ‫ِمىالى‬
َ ْ
ُ
َ َ
‫ل ُه ْم ك َذ َم ِص ْذ ٍق ِغ ْى َذ َ ِسّب ِه ْم غ َواج ُل َغل ْي ِه ْم َما ا ْو ِح َي‬
َ
‫ْ َّ َ غ‬
ً‫ِال ُْ ًَ ِمً سِب‬
Artinya: “Segala puji bagi Allah
yang telah menjadikan engkau sebagai
Al-Masih bin Maryam.2 Dia tidak
akan ditanya tentang apa yang Dia
kerjakan tapi merekalah yang akan
ditanya. Mereka berkata: „Apakah
Engkau menjadikan orang yang membuat kerusakan di muka bumi ini sebagai khalifah?‟ Dia berfirman: „Aku
mengetahui apa yang kalian tidak
tahu. Aku akan menghinakan orang
yang beriradah untuk menghinakan
engkau. Di sisi-Ku para rasul tidak
akan merasa takut atas musuh. Allah
telah menetapkan Aku dan Rasulrasulku pasti akan unggul. Setelah kalah (maghlub) mereka akan segera
mendapatkan kemenangan‟.3 Sesungguhnya Allah menyertai orang-orang
yang bertaqwa dan orang-orang yang
berbuat baik. Aku akan perlihatkan
kepada engkau gempa bumi yang menyerupai kiamat. Aku akan menjaga
setiap orang yang berada di dalam
rumah ini. Wahai orang-orang yang
berdosa! Pisahkanlah diri kalian pada
hari ini. Kebenaran telah datang dan
kebatilan telah lenyap. Inilah yang
dulu kalian minta untuk dipercepat.
Inilah Kabar gembira yang diperoleh
para Nabi. Engkau berasal dari Tuhanmu, disertai dengan dalil yang ter-
2
Dalam Kalam Suci, Allah Ta’ala yang tertulis pada beberapa tempat dalam kitabku
“Barāhin Ahmadiyyah” dijelaskan oleh Allah Ta’ala dengan gamblang bagaimana Dia menetapkanku sebagai Isa bin Maryam. Dalam kitab tersebut, pertama-tama Tuhan telah menyebutku dengan nama Maryam, lalu menjelaskan bahwa Ruh Allah telah ditiupkan ke dalam
Maryam tersebut, lalu Dia berfirman bahwa setelah ruh ditiupkan, maqam (derajat) Maryam
berubah menjadi derajat Isa. Dengan demikian terlahir Isa yang telah terlahir dari Maryam
itu disebut sebagai Ibnu Maryam. Lalu di tempat lain, Dia berfirman mengenai derajat tersebut:
َ
ۡ
ٗ َّ ٗ ۡ َ ُ ُ َ َ َ َ ۡ َ ُّ
َ ۡ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َّ ۡ َ ُ ‫َفأ َج ٓا َء َها ٱملَ َخ‬
‫يع ُّا‬
ِ ‫اض ِئلى ِجز ِع ٱلىخل ِت كالذ ًلُخ ِني ِمذ كبل هزا وهىذ وعُا م‬
Artinya: “Maka rasa sakit melahirkan anak memaksanya pergi ke sebatang pohon kurma,
ia berkata, ‘Alangkah baiknya jika aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang dilupakan!” (QS. Maryam: 24)
Disini Allah Ta’ala telah berfirman secara isti’arah bahwa ketika hamba yang diutus ini
(Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as.) telah terlahir dari derajat Maryam kepada derajat Isa dan
dari segi ini hamba ini menjadi Ibnu Maryam, maka perlunya tabligh yang serupa dengan rasa
sakit ketika melahirkan, disampaikan kepada khalayak umat yang laksana akar kering di mana
di dalamnya tidak terdapat buah pemahaman dan ketakwaan. Mereka (umat) pun sigap
melontarkan tuduhan dusta setelah mendengarkan pendakwaan itu; menyakiti dan melontarkan perkataan yang bermacam-macam berkenaan dengannya. Pada saat itulah dia akan
berkata di dalam hati: “Andaikata aku mati sebelum ini dan tidak di ingat lagi sehingga tak
ada yang mengenalku.” (Penulis) [][]
44
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Haqiqatul Wahyi
ang. Cukuplah Kami yang menghadapi
orang-orang yang mengolok-olok engkau. Maukah aku beritahukan kepada
kalian tentang orang yang dihinggapi
setan. Setan-setan itu turun kepada
setiap pendusta lagi pendosa. Janganlah engkau berputus asa akan rahmat Allah. Ketahuilah, sesungguhnya
rahmat Allah itu dekat. Ketahuilah,
sesungguhnya pertolongan Allah telah
dekat. Pertolongan itu akan datang
kepadamu dari setiap jarak yang jauh.
Dan (pertolongan itu) akan datang
dari tempat-tempat jauh yang karena
begitu banyak orang-orang yang melaluinya, jalan-jalannya akan menjadi
legok. Begitu banyaknya orang-orang
yang berasal dari tempat yang jauh
yang akan datang kepadamu, hingga
jalan-jalan yang akan dilaluinya akan
m e n j a d i d a la m . T u h a n a ka n
menolongmu dengan pertolongan-Nya.
Orang-orang yang akan menolongmu
adalah orang-orang yang akan kami
beri ilham ke dalam hatinya. Tidak
ada perubahan dalam kalimat-kalimat
Allah. Tuhanmu berfirman bahwasanya akan turun suatu perkara dari
langit yang akan menggembirakanmu.
Kami akan menganugerahkan kemenangan yang nyata bagi engkau.
Kemenangan Wali [Sahabat Allah]
adalah kemenangan yang besar, dan
Ka m i t ela h menga nu ger ahka n
kepadanya kedekatan dan telah me-
jadikannya tempat berbagi rahasia. Ia
yang paling pemberani di antara
manusia. Sekiranya iman telah terbang
ke bintang Tsurayya pasti ia akan
membawanya turun. Allah akan menjadikan bukti-bukti kebenarannya
bersinar. Dahulu Aku adalah
khazanah yang tersembunyi, lalu Aku
ingin dikenal. Wahai bulan, wahai
matahari, engkau berasal dari Aku
dan Aku berasal dari engkau. Apabila
pertolongan Allah telah datang dan
zaman telah kembali pada Kami, akan
dikatakan: „Bukankah orang yang
diutus ini ada dalam kebenaran?‟
Janganlah engkau membalikkan wajahmu terhadap makhluk Tuhan, dan
janganlah engkau merasa lelah dengan
banyaknya pertemuan dengan manusia. Engkau harus meluaskan tempatmu, agar orang-orang yang akan
datang mendapatkan tempat yang cukup untuk tinggal. Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang beriman bahwa di sisi Tuhan, langkahlangkah mereka berada dalam kebenaran. Bacakanlah kepada mereka apa
yang telah diwahyukan Tuhan
kepadamu.”
(Bersambung)
3
Dalam wahyu Ilahi ini aku disebut dengan kata “rusul” karena di dalam Barāhin Ahmadiyya Allah Ta’ala menetapkan aku sebagai mazhar (manifestasi) seluruh nabi dan menisbahkan nama segenap nabi kepadaku. Aku adalah Adam, Shets, Nuh, Ibrahim, Ishaq, Ismail,
Yaqub, Yusuf, Musa, Daud, Isa ‘alihimussalam dan aku merupakan manifestasi sempurna
nama Rasulullah saw., yakni secara zilli (banyangan) aku adalah Muhammad saw. dan Ahmad as..
(Penulis) [][]
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
45
DUA MACAM KETUARENTAAN
Manusia mengalami suatu masa
melemahnya fisik, yaitu yang disebua masa tua (renta). Pada saat itu
mata tidak lagi berfungsi, dan
telinga pun tidak dapat mendengar
lagi. Ringkasnya, semua bagian
tubuh menjadi hampir tidak berfungsi sama sekali.
Ingatlah, masa tua ini ada dua
macam, yakni secara alami dan secara non alami. Secara alami
adalah seperti yang telah dipaparkan tadi, sedangkan secara nonalami adalah tidak mempedulikan
penyakit--penyakit yang timbul.
Nah, sikap itu membuat manusia
menjadi lemah dan menjadikanya
tua sebelum saatnya.
Sebagaimana di dalam tatanan
jasmani berlaku hal demikian, begitu pula yang berlaku di dalam
Malfuzat adalah kompilasi dari sabda-sabda Imam Mahdi dan Al Masih Yang Dijanjikan,
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. dari tahun 1891 sampai 1908. Sabda-sabda itu dikumpulkan
oleh tiga orang Ahmadi, yaitu Maulana Abdul Karim, Mufti Muhammad Shadiq dan Syekh Yaqub
Ali Irfani. Mereka mengumpulkan sabda-sabda itu, baik bersumber dari diri mereka sendiri atau
pun dari para Ahmadi lainnya yang pernah bergaul dengan Hadhrat Imam Mahdi as.
Pada tahun 1940 hingga 1947, Maulana Jalaluddin Syam melakukan penjilidan terhadap
sabda-sabda tersebut. Hasilnya terkumpullah sebanyak 10 jilid buku.
Di masa kekhalifahan Khalifah ke IV, Hadhrat Mirza Tahir Ahmad r.h. Malfuzat dijilid ulang
dan dirampingkan menjadi 5 jilid.
Kutipan-kutipan Malfuzat yang diterbitkan SINAR ISLAM adalah Malfuzat yang telah dijilid
menjadi 5 jilid.
46
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Malfuzat
tatanan ruhani. Jika seseorang tidak
berusaha mengganti akhlak- akhlak
buruk dengan akhlak-akhlak mulia.
Serta dengan sifat-sifat yang baik,
maka kondisi akhlaknya benarbenar akan jatuh.
Dari sabda-sabda Rasulullah saw.
dan dari ajaran Quran Karim hal ini
dengan jelas terbukti, bahwa bagi
setiap penyakit itu ada obatnya.
Namun jika kemalasan telah menguasai seorang manusia, maka selain binasa tidak ada cara lain
baginya. Jika seseorang menjalani
hidup dengan sikap tidak peduli
seperti halnya seorang yang sudah
tua-renta maka bagaimana mungkin dia dapat selamat?
(Malfuzat, jld. I, hlm. 136-137).
Firman-Nya:
َّ
َ
َ
َْ
‫ِئ َّن الل َه ال ٌُغ ِّح ُر َما ِب َل ْى ٍم َخ َّتى ٌُغ ِّح ُروا َما ِبأه ُف ِع ِه ْم‬
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka mengubah ke-adaan yang ada
pada diri mereka sendiri.” (Ar-Ra‟d,
12)
Yakni, Allah tidak akan menjauhkan segala macam musibah
dan bencana dari suatu kaum, selama kaum itu sendiri tidak berusaha untuk menjauhkannya. Jangan putus asa. Jika kalian tidak
berupaya dengan gigih (sungguhsungguh) maka bagaimana mungkin dapat terjadi perubahan? Ini
adalah Sunnah (kebiasaan) Allah
Ta‟ala yang tidak pernah berubah,
sebagaimana difirmankan:
َ َّ
َ َ
‫َول ًْ ج ِج َذ ِل ُع َّى ِت الل ِه ج ْب ِذًَل‬
“Kamu sekali-kali tidak akan pernah
akan menemukan perubahan
dalam sunnatullah.” (Al-Fath, 24
Jadi, Jemaatku maupun pihak
lain, mereka dapat melakukan perubahan akhlak apabila mereka melakukan mujahadah (perjuangan
sungguh-sungguh) dan memanfaatkan doa. Jika tidak, maka tidak
akan mungkin.”
(Malfuzat, jld. I, hlm. 137).
JALAN KEBERHASILAN
“Betapa penyayangnya Tuhan
dan betapa berharganya harta yang
dapat kalian simpan di sini, entah
itu satu penny atau satu rupee atau
satu pound. Pencuri tidak dapat
mencuri di sini, dan tidak ada kekh
awatiran akan menjadi bangkrut.
Hadits menyebutkan, bahwa jika
seseorang menyingkirkan sebuah
duri dari jalan, dia akan mendapat ganjarannya atas tindakan itu;
jika seseorang mengambil air
dan menuangkan seember air ke
dalam poci (ember) orang lain,
ganjarannya tidak akan hilang.
Kalian harus ingat, bahwa jalan
di mana seseorang tidak akan gagal
adalah jalan Tuhan. Jalan duniawi
adalah seperti jalan di mana orang
tersandung pada setiap langkah,
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
47
Malfuzat
dan di setiap langkah dia mendapati batu-batu besar kegagalan.
Mereka yang meninggalkan kerajaan mereka bukanlah orang bodoh:
Ibrahim „Adham, Syah Suja, Syah
Abdul Aziz – yang dikenal sebagai
Mujaddid – adalah sebagian orang
yang
meninggalkan
kerajaan
mereka dan mengucapkan selamat
tinggal kepada kemegahan dan keindahan mereka. Mereka melakukan
hal itu karena mereka menyadari
bahwa ada batu sandungan pada
setiap langkah.
Tuhan adalah sebuah mutiara.
Setelah mengenal-Nya, seseorang
memandang
kepada
hal-hal
duniawi dengan benci dan menganggapnya hina. Sedemikian rupa
sehingga ia tidak mau melihat sekilas pun pada mereka. Kalian harus
mencari pengenalan dan pemahaman
sepenuhnya atas Tuhan, dan kalian
harus berbaris ke arah-Nya, karena
di dalamnya, dan hanya di dalamnya,
terletak
keberhasilan
(kesuksesan).”
(Malfuzāt, jld. I, hlm. 139).
KONDISI AKHLAK
“Akan tetapi kondisi akhlak merupakan suatu keramat, yang tidak
dapat diprotes oleh siapa pun. Itulah sebabnya kepada Nabi kita Rasulullah saw. mukjizat terbesar dan
terkuat yang telah diberikan adalah
akhlak. Sebagaimana difirmankan:
48
َ
ُُ
َ‫َوِئ َّه ًَ ل َػلى خل ٍم َغ ِظ ٍُم‬
“Dan sesungguhnya engkau benarbenar
memiliki
akhlak
yang
agung” (Al-Qalām, 5).
Dalam segi kekuatan serta
bukti, segala mukjizat Rasulullah
saw.
melampaui seluruh mukjizat
para nabi lainnya. Akan tetapi
mukjizat akhlaki beliau adalah yang
paling unggul, dan sejarah dunia
tidak dapat mengungkapkan serta
memaparkan tandingannya.”
(Malfuzat, jld. I, hlm. 141).
JEMAAT DAN IMBAUAN MEMPERHATIKAN DENGAN SEKSAMA
“Jadi, sekali aku katakan dengan
tegas, dan Sahabat-sahabatku dengarlah. Yakni, mereka jangan
menyia- nyiakan kata-kataku dan
jangan menganggapnya sebagai
cerita serta dongeng, melainkan
segenap ucapan yang disampaikan
dengan rasa sependeritaan dan
solidaritas sejati, yang memang
secara fitrat terdapat di dalam ruh
saya, dengarkanlah semua itu dari
kedalaman kalbu dan camkanlah.
Ya, ingat baik-baik dan yakini
dengan benar, bahwa suatu hari
kita harus menuju Allah Ta‟ala.
Jadi jika kita berangkat dari sini
(dunia) dengan kondisi yang baik
maka bagi kita suatu hal yang beberkat dan suatu kegembiraan.
Jika tidak, kondisinya sangat berbahaya.
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Malfuzat
Ingatlah, tatkala manusia pergi
dalam kondisi buruk maka tempat
yang jauh itu baginya dimulai dari
sini (dunia) juga, yakni sejak mengalami kematian pada dirinya terjadi perubahan. Allah Taala berfirman:
ْ
َ َ
َ‫ِئ َّه ُه َم ًْ ًَأ ِث َسَّب ُه ُم ْج ِش ًما ف ِا َّن ل ُه َج َه َّى َم‬
ُ ‫ال ًَ ُم‬
‫ىث ِف َيها َوال ًَ ْد َُا‬
“Sesungguhnya barangsiapa datang
kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya
neraka jahannam, ia tidak mati di
dalamnya dan tidak hidup.” (Thā
Hā, 75).
Betapa
jelasnya
hal
itu.
Kelezatan sebenarnya terdapat
dalam ketentraman dan kebahagiaan
hidup. Bahkan seseorang dikatakan
hidup apabila dia berada dalam
kondisi aman dan tentram dari
segala segi. Jika dia mengalami
suatu keperihan, misalnya sakit perut atau sakit gigi maka [terasa]
lebih buruk daripada mati, dan
kondisinya adalah dia tidak dapat
disebut mati dan tidak pula dapat
disebut hidup.
Oleh karena itu bayangkanlah
betapa buruknya kondisi azab yang
mengerikan di dalam neraka jahanam.”
(Malfuzat, jld. I, hlm. 142-143).
HUBUNGAN KECINTAAN
DENGAN ALLAH TA’ALA
“Orang berdosa adalah dia yang
di dalam hidupnya memutuskan
hubungannya dengan Allah Ta‟ala.
Dia diperintahkan supaya menjadi
milik Allah Ta‟ala, dan supaya menetap bergaul bersama para Shiddiqin, tetapi dia menjadi hamba
hawa-nafsu dan selalu berteman
dengan orang-orang bejad serta
para musuh Allah dan Rasul. Dari
tingkah lakunya dia memperlihatkan seakan-akan dia telah memutuskan hubungan dengan Allah
Ta‟ala.
Ini adalah suatu Sunnatullah
(kebiasaan Alah Ta‟ala), yakni ke
mana saja manusia melangkahkan
kaki maka dia semakin jauh dari
arah yang berlawanan. Dia
memisahkan diri dari Allah Ta‟ala
lalu menjadi hamba hawa-nafsunya,
maka Allah menjadi jauh darinya.
Semakin kuat hubungan dengan Allah maka semakin berkurang pula
hubungannya dengan nafsu.
Jadi, jika manusia melalui amalan menzahirkan ketidakpedulian
terhadap Allah Ta‟ala, maka pahamilah bahwa Allah Ta‟ala juga
tidak peduli terhadapnya. Dan jika
manusia menjalin hubungan kecintaan terhadap Allah Ta‟ala dan tunduk kepada-Nya bagai air [yang
mengalir] maka pahamilah bahwa
Dia Maha Pengasih. Allah Ta‟ala
cinta kepadanya melebihi orang
yang mencinta. Dia adalah Allah
yang menurunkan berkat-berkat
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
49
Malfuzat
kepada orang-orang yang dicintaiNya. Dan Dia membuat hal ini
terasa bagi mereka, bahwa Allah
ada bersama mereka. Sampaisampai Dia menanamkan berkat di
dalam kata-kata mereka dan pada
bibir-bibir mereka. Orang-orang
mengambil berkat dari pakaianpakaian mereka dan dari setiap hal
yang berasal dari mereka.
Bukti tentang keberadaan orang
semacam itu di dalam umat Rasulullah saw. sampai sekarang masih
ada.”
“Seseorang yang menjadi
milik Allah maka Allah
menjadi miliknya dan
Allah Ta‟ala tidak
menyia-nyiakan orang
yang berusaha keras dan
gigih datang menuju
kepada-Nya.”
Kami” (Al-Ankabut, 70).
(Malfuzat, jld. I, hlm. 143-144).
ALLAH TA’ALA TIDAK MENYIANYIAKAN AMAL BAIK SEKECIL
APA PUN
“Seseorang yang menjadi milik
Allah maka Allah menjadi milik
nya dan Allah Ta‟ala tidak menyia
-nyiakan orang yang berusaha
keras dan gigih datang menuju
kepada-Nya. Hal ini mungkin saja,
yakni petani membuat sawahladangnya hancur sia-sia. Pelayan
berhenti bekerja dan mengalami
kerugian. Peserta ujian tidak lulus.
Namun, orang yang berusaha keras
menuju Allah, tidak pernah gagal.
Ada janji-Nya yang benar:
َ
َ
َ ‫َو َّالز‬
َ- ‫ًً َج َاه ُذوا ِف َُىا ل َن ْه ِذ ًَ َّن ُه ْم ُظ ُبل َىا‬
ِ
“Dan orang-orang yang berjihad
untuk Kami, Kami niscaya akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
50
Yakni, orang yang berusaha gigih
mencari jalan-jalan Allah Ta‟ala,
akhirnya dia akan mencapai tujuannya.
Kita merasa kasihan melihat
orang-orang yang mempersiapkan
diri menghadapi ujian-ujian duniawi, dan melihat kerja keras serta
kondisi para pelajar yang giat belajar sampai larut malam, maka
apakah Allah Taala yang kasihsayang dan karunia-Nya tidak terbatas serta tidak terhitung itu akan
menyia-nyiakan orang yang menuju
kepada-Nya?
Tidak, sama sekali tidak. Allah
tidak menyia-nyiakan kerja-keras
siapapun: "Innallāha lā yudhi‟u ajral
muhsinīn
(sesungguhnya Allah
tidak menyia-nyiakan pahala orang
-orang yang berbuat baik “– At
Taubah, 120). Kemudian Dia berfirman: “Man- yaf‟al mistsqala dzarratin khairan- yarrah (barangsiapa
mengerjakan kebaikan seberat
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Malfuzat
dzarrrah.” (Al-Zilzal, 8)
Kita menyaksikan setiap tahun
ribuan pelajar yang mengalami kegagalan setelah bekerja keras dan
upaya gigih bertahun-tahun lalu
melakukan bunuh dir. Namun karunia sempurna Allah Ta‟ala
adalah sedemikian rupa, yakni Dia
tidak menyia-nyiakan amal sekecil
apa pun.
Jadi, sangat disayangkan, bahwa untuk hal-hal yang berupa anggapan dan asumsi saja manusia tergila-gila bekerja keras di dunia
sedemikian rupa, sehingga mereka
tidak menghiraukan istirahat bagi
diri mereka, semua itu mereka lakukan hanya didasari harapanharapan kosong, bahwa mungkin
mereka akan berhasil. Mereka
menanggung ribuan kepedihan dan
kedukaan.
Seorang saudagar menanamkan
uang
jutaan
rupees
dengan
mengharapkan keuntungan, namun
dia pun tidak begitu yakin bahwa
dia pasti akan berhasil. Akan tetapi
aku tidak melihat upaya dan usaha
gigih seperti itu di kalangan orang
yang menuju Allah Ta‟ala, padahal
terdapat janji yang pasti dan jelas,
bahwa siapa saja yang melangkahkan kaki ke arah-Nya sedikit
pun kerja kerasnya tidak akan disiasiakan.
Mengapa orang-orang ini tidak
mengerti? Mengapa mereka tidak
takut bahwa akhirnya suatu hari
mereka pasti akan mati? Apakah
setelah menyaksikan kegagalankegagalan itu mereka tidak susah-
payah memikirkan tentang perniagaan yang tidak mengandung
kerugian apa pun dan memiliki keuntungan yang pasti? Betapa seorang petani bekerja keras mengolah
pertaniannya, tetapi siapa yang dapat mengatakan bahwa hasilnya
pasti akan memuaskan?”
(Malfuzat, jld. I, hl. 144-145).
“KHAZANAH PERMATA” ALLAH
TA’ALA
“Allah Ta‟ala Maha Pengasih,
dan betapa ini merupakan suatu
khazanah. Yakni uang kecil pun
dapat terkumpul, demikian pula
uang besar dan uang emas. Tidak
ada ancaman pencuri dan tidak ada
bahaya bahwa akan jatuh miskin.
Ada di dalam hadits, bahwa jika
seseorang membuang duri yang
terdapat di tengah jalan maka pahalanya akan diberikan kepada
orang itu. Jika ada yang menimba
air satu ember lalu dia berikan ke
rumah saudaranya maka Allah tidak akan menyia-nyiakan pahalanya.
Jadi, ingatlah, jalan yang di
dalamnya manusia tidak akan pernah gagal adalah jalan Allah. Jalan
besar dunia (duniawi) adalah suatu
jalan di mana manusia dapat tergelincir setelah melangkahkan kaki di
atasnya, dan di situ terdapat batubatu besar kegagalan. Orang-orang
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
51
Malfuzat
yang telah meninggalkan tampuk
kerajaan mereka ternyata mereka
bukanlah orang-orang bodoh, misalnya Ibrahim „Azham, Syah
Syuja‟, dan Syah „Abdul „Aziz
yang juga disebut Mujaddid.
Mereka melepaskan kekuasaan,
kerajaan dan kemuliaan dunia, sebabnya adalah di situ terdapat
ketergelinciran pada setiap langkah.
Allah Ta‟ala adakah sebuah
“Permata”, setelah meraih makrifat
-Nya manusia akan melihat bendabenda duniawi dengan sangat rendah dan hina sedemikian rupa, sehingga untuk melihatnya pun terpaksa harus memaksa dan merusak
kalbu. Oleh karena itu carilah
makrifat Allah Ta‟ala, dan langkahkan kaki ke arah-Nya, sebab di
situ terletak kesuksesan.”
(Malfuzat, jlid I, hlm. 145).
KARAMAH AKHLAK
“Memohon perbaikan dari Allah
Ta‟ala dan mengerahkan kekuatan
adalah cara keimanan. Di dalam
hadits tertera, seseorang yang menengadahkan tangan untuk berdoa
dengan penuh keyakinan, Allah
Ta‟ala tidak akan menolak doanya.
Oleh karena itu mohonlah kepada
Allah Ta‟ala, dan mohonlah dengan penuh yakin dan niat baik.
Nasihatku sekali lagi adalah,
menampilkan akhlak baik berarti
menampilkan karamah kalian. Jika
ada yang mengatakan bahwa dia
52
ingin menjadi orang yang memiliki
karamah, maka ingatlah bahwa setan dapat menipunya. Sebab yang
dimaksud dengan karamah bukanlah keajaiban dan ketakaburan.
Melalui karamah orang--orang dapat mengetahui kebenaran dan hakikat Islam. Dan karamah merupakan
hidayah (petunjuk), jadi yang
seperti tadi itu adalah bisikan setan.
Lihatlah jutaan umat Islam
yang terdapat di berbagai kawasan
muka bumi ini, apakah mereka masuk Islam melalui kekuatan
pedang, kekerasan dan pemaksaan?
Tidak. Itu sama sekali salah. Justru
pengaruh karamah Islamlah yang
telah menarik mereka. Karamah itu
terdiri dari berbagai macam dan
jenis. Salah satu di antaranya
adalah karamah akhlak, yang terbukti berhasil di setiap lapangan.
Mereka yang telah masuk Islam
adalah hanya karena telah menyaksikan karamah orang-orang yang
benar, dan mereka mendapat pengaruh dari itu. Mereka telah menyaksikan Islam dengan pandangan mulia, bukannya karena mereka
menyaksikan pedang.
Para peneliti dari Eropa terpaksa mengakui hal ini, bahwa ruh
kebenaran Islam itu sendiri yang
sedemikian rupa kuatnya, sehingga
membuat kaum-kaum lain terpaksa
masuk Islam.”
(Malfuzat, jld I, hlm. 145-146).
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Kenangan dengan Mushlih Mau’ud
ra.
ra.
Cara Mushlih Mau’ud
Tanamkan Jiwa Waqaf
Tulisan karya: Hadhrat Mirza Mubarak Ahmad rh.*
Penterjemah: Muharim Awwaluddin*
Sesudah beberapa hari, ayahanda memanggil saya kembali ke
Qadian dan menunjuk saya dalam
jabatan yang beliau secara pribadi
awasi. Hanya sesudah beberapa
hari, saya menerima sepucuk surat
dari Maulwi Abdurrahman Anwar,
yang menjadi Incharge Tahrik
Jadid dan juga mengawasi urusanurusan Waqaf Zindegi, mengatakan
bahwa „Tuan adalah seorang Waqif
Zindegi dan saya mendengar bahwa
Tuan mengenakan rambut gaya
barat. Tolong rapikan dengan suatu
cara hingga rambut bagian depan
dan belakang dipotong.‟
Ketika saya menerima surat itu,
saya menulis bahwa siapa yang
memberitahukan beliau bahwa
Bagian 8
saya adalah seorang Waqif Zindegi.
Untuk maksud waqaf (dedikasi),
adalah penting bahwa itu harus secara tertulis. Jika beliau mempunyai sesuatu dari tulisan saya, salinannya mohon kirimkan kepada
saya. Jika tidak, beliau hendaknya
tidak mengirimi saya surat semacam itu.
Sesudah surat ini, saya tak pernah menerima suatu surat dari beliau tentang masalah itu. Sesudah
beberapa hari kewafatan Hadhrat
Mushlih Mau‟ud ra., Maulwi Abdurrahman Anwar datang ke kantor saya dan mengatakan bahwa
beliau datang untuk memberitahu
saya mengenai surat itu, mengapa
beliau menuliskannya kepada saya.
*Hadhrat Mirza Mubarak Ahmad rh. adalah salah satu putra Hadhrat Mushlih Mau’ud,
Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra.. Pengalaman masa hidupnya bersama Hadhrat Mushlih Mau’ud ra. beliau tuangkan dalam tulisan bersambung yang pernah dimuat di majalah bulanan yang terbit di Kanada yang bernama Ahmadiyya Gazette Canada, pada tahun 1992
dan 1993 dengan judul “Yadong ke Drice”. Karena banyak informasi menarik seputar perjalan
hidup Hadhrat Mushlih Mau’ud, terutama berkenaan dengan penggenapan wahyu, kasyaf
dan ilham yang diterima oleh Hadhrat Masih Mau’ud as., dari tulisan itu, maka Redaksi SINAR
ISLAM menerbitkan kembali karya tulis tersebut yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia oleh Mln. Muharim Awwaluddin dengan judul “Kenang-kenangan dengan Hadhrat
Mushlih Mau’ud ra. “ secara berkala sampai selesai.
Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat bagi kemajuan ruhani kita semua. Amin.
Selamat Membaca. Red [][]
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
53
Kenangan dengan Mushlih Mau’ud
Beliau mengatakan bahwa surat itu
ditulis atas kehendak ayah saya
dan bukan ditulis oleh nya sendiri.
Ketika jawaban saya disampaikan
kepada Hudhur ra., beliau membacanya dan memerintahkannya untuk tidak menulis sesuatu
[mengenai Waqaf] kepada Mubarak di masa mendatang.
Saya ingin menerangkan beberapa latar belakangnya. Bila saja
ayahanda menyampaikan bahwa
„Semua anakku adalah Waqaf
(didedikasikan untuk khidmat
agama)‟, saya selalu menulis
kepada beliau bahwa „saya tak pernah mewaqafkan hidup saya‟.
Suatu hari, ibu saya memanggil
saya dan menanyakan bahwa mengapa saya menulis surat semacam
itu kepada beliau? Beliau merasa
susah untuk menerimanya. Ayahanda telah menyatakan perasaan
ini kepada ibu saya juga.
Beliau mengungkapkan rasa
sedih beliau yang mendalam tapi
tidak pernah mengingatkan saya
untuk itu. (Betapa seorang pribadi
yang tegar! Betapa besar hatinya!).
Dalam salah satu surat saya, saya
sejauh itu menulis kepada beliau,
“Saya tak pernah melakukan
Waqaf, tapi Tuan boleh mengumumkan bahwa itu merupakan
keinginan Tuan bahwa semua putra saya akan diwaqafkan untuk
agama.”
Sejauh itu mengenai anak-anak
lelaki beliau. Dalam salah satu pidatonya, Hudhur ra. bersabda
bahwa beliau ingin menikahkan
54
ra.
semua putri beliau dengan Waqifin
Zindegi. Tapi sesudah pernikahan
salah seorang putri beliau, yang
suaminya bukan Waqif Zindegi,
beliau mengungkapkan kesedihan
beliau yang mendalam mengenai
hal itu dalam salah satu khutbah
beliau. Ketika saya mendengar hal
ini, saya merasa sangat menyesal.
Saya berjanji bahwa sesudah melaksanakan istikharah selama tiga
hari, saya akan menulis kepada
ayahanda tentang waqaf saya.
Ketika saya pulang, saya berbicara dengan istri saya, Aminah
Tayyibah Begum mengenai hal itu
dan memintanya untuk melaksanakan istikharah untuk maksud itu.
Saya percaya bahwa tidak ada
Waqif Zindegi dapat bekerja dengan
sepenuh hati dan dengan ruh
Waqaf hakiki, hingga dan kecuali
jika istrinya disiapkan untuk ambil
bagian cobaan-cobaan hidup ini.
Sebab itu, istri saya juga berdoa
dan melakukan istikharah dan
memberitahukan saya bahwa dia
siap untuk mempersembahkan
segala pengorbanan di jalan ini.
Maka, sesudah tiga hari, saya
menulis surat kepada ayahanda
bahwa saya dengan senang hati
mewaqafkan hidup saya, dengan
pengertian penuh akan tujuantujuannya demi agama saya. Semoga ini diterima dengan baik.
Inilah jawabannya, saya terima
dari beliau:
Yang Terkasih Mubarak,
Assalamu „Alaikum,
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Kenangan dengan Mushlih Mau’ud
Aku sudah menerima surat engkau
dan berdoa semoga Allah menerima
tekatmu. Sebenarnya ini merupakan
jalan hakiki untuk kemajuan keluarga
kita. Ini merupakan masa yang sebenarnya dari perjuangan untuk Islam.
Bagi para anggota keluargaku, pada
masa ini, terlibat dalam pekerjaanpekerjaan lain merupakan pengkhianatan dan dosa yang mungkin tak
pernah dimaafkan. Aku sungguhsungguh gembira menerima surat engkau…
Mirza Mahmud Ahmad
Seperti telah saya sebutkan
bahwa ayah saya biasa pergi ke
bukit tempat peristirahatan pada
musim panas. Itu tidak berarti perjalanan untuk bersenang-senang.
Tapi karena panas yang meningkat, beliau tidak dapat melakukan
pekerjaan-pekerjaan sebanyak yang
beliau ingin lakukan. Suatu kali,
ayahanda berada di bukit peristirahatan di kota Dalhousie beserta
para staf beliau dan beberapa anggota keluarga. Ketika beliau menerima sepucuk telegram mengenai
penerimaan Islam oleh seorang
berkebangsaan Inggris. Beliau sangat gembira menerima kabar itu.
Beliau mengirimkan pesan kepada
para staf bahwa hari berikut
mereka akan pergi ke Dayan Kund
(sebuah bukit yang indah, beberapa
mil dari kota Dalhousie) untuk
wisata.
Ketika kami tiba di sana, beliau
ra.
menyuruh setiap orang untuk menciptakan syair dan membacakannya di depan orang banyak.
Dia yang syairnya terbaik, akan
mendapat hadiah sepuluh rupee.
Jurinya adalah beliau sendiri, Maulana Ab durrahim Dard r h .
(sekretaris pribadi beliau) dan Dr.
Hasymatullah ra.. Tapi secara bersamaan, ayahanda mengumumkan
bahwa beliau tidak akan dinilai untuk dapat hadiah.
Maka, setiap orang mulai membacakan syair-syair termasuk ayahanda. Di antara orang-orang
adalah Abdul Ahad Khanrh., seorang pengawal yang berasal dari
Afghanistan dan datang ke Qadian
ketika dirinya masih amat muda.
Meskipun lama tinggal di Qadian,
beliau tidak dapat mengucapkan
bahasa Urdu dengan benar
sedemikian banyak hingga beliau
tidak membedakan antara gender
dari kata-kata tertentu. (Catatan di
Ahmadiyya Gazette: Dalam bahasa Inggris, kata benda dan kata
ganti diucapkan sebagai masculine
dan feminine dan bukan kata kerja,
tapi dalam bahasa Urdu, kata-kata
kerja juga berubah sesuai dengan
kata benda masculine dan ataumuannats dan muzakkar. Oleh sebab
itu, permainan kata-kata di sini
mungkin tidak dinikmati sepenuhnya oleh para pembaca riwayat
ini). Misalnya, suatu ketika sesudah shalat Jum‟at, jika ada shalat
jenazah gaib akan dilaksanakan,
Abdul Ahad Khan rh. selalu mengumumkan dan akan mengatakan,
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
55
Kenangan dengan Mushlih Mau’ud
„Kini shalat jenazah dimulai‟ (janazah syuru hoti he) dan beliau menggunakan gender feminine
(wanita) dalam kata kerja itu, sedangkan dalam bahasa Urdu, kata
„janazah‟ diucapkan dalam gender
masculine (pria).
Ketika ayahanda menyuruh Abdul Ahad Khan untuk membacakan syairnya, beliau mengatakan, “Tuan, Qurbanat Syawam
(bolehkah saya berkorban untuk
Tuan – ini selalu akan beliau ucapkan ketika ditujukan kepada beliau) saya adalah orang yang tak
berkemampuan, maka mohon saya
boleh dikecualikan.” Ayahanda
bersabda, “Hari ini tak ada kekecualian. Anda harus membuat syair
dan membacakannya di sini.”
Pada hari-hari itu, Deputy
Commissioner Distrik Gurdaspur
yang baru (seorang pejabat Inggris)
datang ke sana dan dia datang
mengunjungi ayahanda di Qadian
juga. (Selama hari-hari di Qadian
itu, kapan saja seorang Deputy
Commissioner baru diangkat, dia
biasa berkunjung ke Qadian untuk
menjumpai ayah saya).
Secara lahiriah pejabat itu
adalah orang bertubuh gemuk
pendek. Abdul Ahad Khan juga
telah melihatnya. Maka beliau
membuat lelucon tentang pejabat
itu dan membacakan syair-syair
berikut:
Tinggi seharusnya Deputy Commissioner;
Pasti dia seorang hamba di pintu
gerbang Al-Masih.
56
ra.
Siapa yang memakaikan celana
dengan jas?
Lebih baik letakkan dia di pelana
keledai.
Bait ini membuatnya memenangkan hadiah pertama. Tapi
dengan menceritakan peristiwa ini,
saya ingin menyebutkan bahwa
Hudhur ra. amat senang ketika beliau mendengar, bahkan hanya satu
jiwa menerima Islam dan menempatkannya di umat Nabi Suci Muhammad saw. dan mengirimkan shalawat kepada beliau saw..
Sebenarnya, siang dan malam,
Hudhur ra. sepenuhnya dibaktikan
dalam mengkhidmati Islam dan
mengibarkan bendera Allah Ta‟ala,
dan agama-Nya. Beliau ra. tidak
akan membiarkan kekurangan sekecil-kecilnya dalam perkara ini.
Orang itu, mungkin saudara atau
saudari beliau, istri-istri beliau atau
anak-anak beliau atau para anggota
Jemaat. Saya mengutip satu kejadian di bawah ini tentang hal itu.
Pada musim panas di tahun
1929, beliau pergi ke Kashmir. Selama tinggal di sana, beliau mengunjungi satu tempat peristirahatan yang indah selama dua hari
dan kami tinggal di tenda-tenda.
Dalam jarak dekat, ada sebuah
gunung tertutup dengan salju dan
sebuah rencana dibuat untuk mengunjungi tempat itu. Beberapa
kuda poni disewa agar para wanita
dan anak-anak juga boleh menyertai. Beliau ra. sedang memeriksa
sendiri untuk memuatkan mereka
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
Kenangan dengan Mushlih Mau’ud
di punggung kuda-kuda itu. Ketika
semua orang bergerak, salah satu
dari kuda-kuda poni dengan penunggangnya tidak bergerak. Beliau bertanya kepada orang yang
mengendarainya, “Mengapa anda
tidak bergerak?” Jawabannya
adalah bahwa kuda ini sedang melakukan istikharah. Ketika beliau
mendengar jawaban itu, beliau sangat marah. Beliau memerintahkan
orang itu untuk turun dan kembali
ke tenda. Beliau bersabda, “Aku
tidak dapat menanggung perolokan
terhadap agama Allah dan tidak
siap untuk membawa anda denganku.” Oleh sebab itu, orang itu
ditinggalkan dan kami semua pergi
untuk wisata. Beliau marah dengan
orang itu karena kesalahan ini selama berhari-hari.
Saya telah menyebutkan bahwa
ayahanda, bersama dengan peningkatan ruhani para anggota Jemaat,
peduli mengenai kesejahteraan jasmani saudara-saudari Jemaat. Beliau memerintahkan untuk menyelenggarakan Turnamen Tahunan
Ahmadiyah di Qadian. Beliau
sendiri akan datang untuk menonton pertandingan-pertandingan
dan membagikan hadiah-hadiah.
Ini menciptakan semangat di
kalangan generasi muda untuk bertanding dalam setiap olah raga dan
permainan.
Suatu kali beliau meminta satu
pertandingan hoki dimainkan
antara tim Mughal dan tim lain dan
beliau akan datang sendiri untuk
melihat pertandingan itu. Beliau
ra.
menunjuk saya untuk memimpin
tim Mughal.
Kami dengan susah payah dapat
mengatur sebelas pemain untuk
tim Mughal, sedemikian susah
hingga salah seorang dari pemain
belakang dan penjaga gawang kami
benar-benar masih hijau dan tak
pernah memegang pemukul hoki
dalam hidupnya. Seluruh Qadian
hadir untuk melihat pertandingan.
Ayahanda, para sesepuh keluarga
dan para senior lainnya hadir untuk menikmati permainan itu.
Pada babak pertama, kami kalah
dengan dua gol. Selama istirahat,
saya mengatakan kepada tim saya
bahwa Hadhrat Sahib ra. ada di
sana untuk menonton pertandingan ini dan kita sedang kalah
dalam permainan ini. Saya malu
untuk berpikir bahwa kami kalah
dalam pertandingan ini. Ketika
pertandingan dimulai kembali
(Hudhur ra. ikut bermain), kami
mencetak tiga gol terhadap lawan
kami, dan menang.
Di sini, saya ingin menyebutkan
bahwa para anggota keluarga dan
warga dari para pemain Mughal
mendukung para pemain mereka
sendiri dan para penduduk Qadian
mendukung tim yang lain. Itu merupakan waktu ketika tidak ada
perbedaan antara Khalifah dan Jemaat. Ini merupakan cermin keindahan persamaan Islam.
Itu merupakan hari-hari ketika
tim Qadian dianggap di antara timtim terbaik di anak benua India.
Surat-surat kabar India, dari pantai
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
57
Kenangan dengan Mushlih Mau’ud
ke pantai, seperti Statesman, Civil
and Military Gazette dan Hindu Madras, biasa mengulas penampilan
tim Qadian. Tim-tim kami biasa
pergi ke kota-kota lain untuk memainkan pertandingan - pertandingan dan kembali dengan gelar-gelar
juara. Satu ciri khas yang unik dari
kunjungan-kunjungan ini adalah
bahwa di kota apa pun, kami pergi,
kami memainkan pertandingan di
siang hari dan malamnya pertemuan besar diadakan yang di
dalamnya para pemain kami juga
berbicara dengan para hadirin dan
menyampaikan ceramah-ceramah.
Orang-orang sangat terkesan dan
akan mengatakan, orang-orang ini
aneh, bermain di siang hari dan
menyampaikan pesan Islam pada
malam hari.
Pada musim panas, beberapa
kegiatan wisata diadakan di terusan yang mengalir dekat Qadian,
di mana kami sepanjang hari mengadakan berbagai perlombaan seperti berenang dan lain-lain. Ayahanda, secara pribadi biasa ikut
serta dalam perlombaan-perlombaan ini. Suatu ketika, saya ingat,
pada salah satu dari kegiatan ini,
ayahanda mengumumkan tentang
perlombaan jarak jauh. Beliau juga
ikut dalam perlombaan itu. Syaratnya adalah bahwa tidak seorang
pun menjejakkan kakinya ke tanah
dan renang itu berjalan tanpa istirahat (berhenti). Kini, para
perenang sedang berenang dan para
penilai berjalan mengikuti mereka
sepanjang tepian terusan. Sesudah
58
ra.
beberapa waktu, orang-orang mulai
berhenti satu demi satu. Akhirnya,
hanya ayahanda yang masih
berenang. Beliau berenang kirakira satu mil dan ini berarti beliau
memenangkan perlombaan itu.
Beliau acap kali bersabda bahwa
seorang Muslim seharusnya tidak
ketinggalan dari orang bukan Muslim dalam bidang apa pun. Dalam
salah satu Khutbah Jum‟atnya,
yang disiarkan dalam harian AlFazal 29 April 1939, beliau menyebutkan sebuah peristiwa tentang
kehidupan Hadhrat Isma‟il Syahid
rh.
. Suatu kali beliau sedang berdiri
di tepi Sungai Jehlam menantikan
perahu. Beliau melihat bahwa di
sana ada balapan renang antara
seorang Muslim dan seorang Sikh.
Setiap kali, orang Sikh itu memenangkan perlombaan itu. Melihat ini, beliau menunda perjalanan
beliau dan berlatih renang. Sesudah
beliau memenangkan lomba
menghadapi orang Sikh itu, maka
beliau melanjutkan perjalanan beliau. (Bersambung) [][]
*Muharim Awwaluddin
Mubaligh Ahmadiyah Bertugas
Di Benowo, Surabaya,
Jawa Timur
Sumber: Ahmadiyya Gazette, June 1994,
hal. 14-17. Terjemah Inggris: Barakzai.
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015
JEMAAT AHMADIYAH
Jemaat Ahmadiyah adalah gerakan dalam Islam yang didirikan oleh Hadhrat
Mirza Ghulam Ahmad as. pada tahun 1889 (1306 H).
Jemaat Ahmadiyah bukanlah agama baru. Jemaat Ahmadiyah adalah jamaah
Muslim. Syahadat Ahmadiyah adalah:
ُ‫للا‬
ْ َ‫ش َهدُ أَن ُلَ إِلَ ُهَ إِ ُلا للاُ َوأ‬
ْ َ‫أ‬
ِ ُ‫ش َهدُ أَناُ م َح امدًا َرسىل‬
Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. lahir pada
tahun 1835 di Qadian, India dan wafat pada tahun 1908. Berdasarkan wahyu dan
perintah dari Allah Ta‟ala, beliau as. adalah Al-Masih Yang Dijanjikan dan
Imam Mahdi, yang telah dikabarkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. akan
datang di Akhir Zaman.
Beliau as. berpangkat Nabi dan Rasul tetapi tidak membawa syariat baru. Tugas beliau as. adalah untuk menghidupkan agama dan menegakan Syariat Islam.
Setelah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. wafat, kepemimpinan dalam Jemaat Ahmadiyah dilanjutkan dengan berdirinya khilafat, sesuai dengan Sunnah
Islam.
Khalifah pertama dalam Jemaat Muslim Ahmadiyah adalah Hadhrat Hafiz
Al-Hajj Hakim Nuruddin ra. (1908-1914). Kedua Hadhrat Al-Hajj Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad (1914-1965). Mengenai Hadhrat Mirza Bashiruddin
Mahmud Ahmad ra. ini Hadhrat Imam Mahdi as. sering menerima wahyu yang
mengabarkan bahwa beliau akan memegang peranan penting dalam perkembangan Islam. Dan terbukti, Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra. memegang jabatan Khalifah Muslim Ahmadiyah selama 51 tahun. Dalam masa jabatan kekhalifahan beliau inilah Jemaat Muslim Ahmadiyah menyebar ke seluruh pelosok dunia.
Khalifah ketiga adalah Hadhrat Hafiz Mirza Nasir Ahmad ra. (1965-1982).
Khalifah keempat adalah Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rh. (1982-2003) dan Khalifah kelima adalah Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba. (2003– sampai sekarang).
Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah bagian dari Jemaat Muslim Ahmadiyah
Internasional yang berpusat di Qadian, India, lalu pada tahun 1947 pindah ke
Rabwah, Pakistan, dan sejak tahun 1984 hingga kini berpusat sementara di London, Inggris.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia didirikan pada tahun 1925 dan telah diakui sebagai badan hukum dengan ketetapan Menteri Kehakiman Republik Indonesia
tanggal 13 Maret 1953 No. J.A. 5/23/13.
Kebenaran pendakwaan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. sebagai Imam
Mahdi dan Al-Masih Yang Dijanjikan dapat diuji dengan ajaran Al-Quran dan
Hadits-hadits Nabi Besar Muhammad saw. Jika penyelidikan demikian tidak
memberikan kepuasan batin, maka dapat diminta petunjuk langsung dari Allah
Ta‟ala dengan jalan shalat Istikharah yang dilakukan dengan hati yang khusu
dan Ikhlas. [][]
Download