Ahmadiyya Masjid, Kampala, Uganda. Masjid ini memiliki kapasitas 500 orang jamaah dan dibangun pada tahun 2015 Masjid Khurshid, Singida, Dodona, Tanzania Susunan Redaksi SINAR ISLAM Penasehat H. Abdul Basit Pemimpin Umum Mahmud Mubarik Ahmad Pemimpin Redaksi Fazal Muhammad Redaktur Pelaksana Sukma Fadhal Ahmad Khaeruddin Ahmad Jusmansyah Distributor Asep Nasir Penerbit Jln. Tawakal Ujung Raya No. 7 Jakarta Barat 11440 Daftar Isi: Dari Redaksi Haji Mabrur 4 Al Quran Tafsir Kabir 6 Kutipan Hadits 14 Sajian Utama Baiat dan Taat Kepada Khilafat 15 Artikel 1. Shalat Mi‟raj Kaum Mukmin 24 2. Ujian dan „The Big Bang‟ Ruhani 36 Terjemah Buku Masih Mau‟ud as. Haqiqatul Wahyi Bag. 11 41 Sabda-sabda Masih Mau‟ud as. Malfuzat 46 Kenangan dengan Mushlih Mau‟ud ra. Cara Mushlih Mau‟udra. Tanamkan Jiwa Waqaf 53 [email protected] ISSN 2355-1135 Bagi para pembaca SINAR ISLAM yang ingin mengirimkan naskah essai, opini, tinjauan buku, ataupun surat pembaca dapat dikirim melalui surat ke alamat redaksi di Jln. Tawakal Ujung Raya No.7 Jakarta Barat 11440 atau ke alamat Email: [email protected] Cover depan : Baiat International (Sumber photo: www.al-islam.org) Cover halaman 2 : Ahmadiyya Masjid, Kampala, Uganda dan Masjid Khurshid, Singida, Dodoma, Tanzania (Sumber photo: www.ahmadiyyamosque.info.com) DARI REDAKSI Haji Mabrur H aji Mabrur, dicita-citakan banyak orang, tapi sulit digapai. Ibn Hajar „Hafiz‟ Al-Asqalani dalam kitabnya, Fathul Baari, berpendapat, Haji Mabrur adalah haji yang maqbul, yaitu haji yang diterima Allah Ta‟ala. Adapun menurut Imam Nawawi, yang tercatat dalam Syarah Muslimnya, Haji Mabrur itu ialah haji yang tidak dikotori oleh dosa, atau haji yang diterima Allah Ta‟ala. Imam Nawawi menambahkan, Haji Mabrur itu tidak dimotivasi oleh riya, rasa ingin terkenal, popular atau jadi perbincangan orang-orang. Apalagi niat berhaji itu hanya untuk mengangkat gengsi pribadi, agar dipanggil „haji‟. Kita umumnya memiliki kesamaan pandangan dengan Imam Nawawi ini; kita merasa jengah dengan beberapa oknum yang „menjual‟ kehajiannya untuk gengsi semata. Banyak orang beranggapan, biaya besar yang harus dikeluarkan dan fisik yang harus kuat untuk melawan alam Arabiya saat beribadah haji, dianggap sebagai pengorbanan yang luar biasa. Maka gelar „haji‟ menjadi layak disematkan pada namanya sebagai penghargaan atas segala pengorbanannya tersebut. Padahal, Allah Ta‟ala berfirman: “Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan kepada-Nya. (QS. Al-Bayyinah: 6) 4 Dalam kamus Al-Munawwir kata „mabrur‟ berasal dari kata „barrayaburru-barran‟ yang artinya taat berbakti. Adapun kata „al-birru‟ diartikan sebagai ketaatan, kesalehan atau kebaikan. Maksudnya, seorang yang sedang, pernah atau akan berhaji hendaknya selalu memiliki ketaatan yang tinggi kepada Allah, Rasulullah saw., dan orang-orang „haq‟, memiliki kesalehan dan kebaikan yang paripurna. Pencapaian Haji Mabrur tidak bisa diraih hanya dengan mengikuti segala syarat amalan berhaji. Memang mengikuti segala prosedur berhaji akan membuat seseorang „sah‟ melakukan ibadah haji, tapi belum tentu haji yang mabrur. Dalam Al-Quran surat An-Nisa, ayat 70 disebut bahwa pencapaian tingkatan ruhani shaleh, syahid, shiddiq, hingga meraih tingkat ruhani nabi hanya bisa dicapai dengan mentaati Allah Ta‟ala dan Rasulullah saw.. Begitu pula dengan Haji Mabrur, hanya bisa diraih oleh orang-orang yang memiliki tingkat ketaatan yang tinggi. Kita semua bisa melihat ketaatan seseorang dalam hidup kesehari annya, sebelum dan sesudah berhaji, sebagai indikasi dari Haji Mabrur. Contoh sederhana bisa kita jumpai. Jika ada ajakan tertulis untuk menjaga kebersihan, tapi ternyata dilanggar dengan membuang sampah sembarangan, maka orang yang membuang sampah sembarangan itu diragukan akan mendapat karunia SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 DARI REDAKSI Haji Mabrur atau akan bisa meraih Haji Mabrur kelak. Dia tidak memiliki ketaatan yang dibutuhkan untuk meraih „haji mabrur‟. Dalam berbagai riwayat, sering dikisahkan ada orang Islam yang tidak berhasil melaksanakan ibadah haji tapi malah mendapat gelar „haji mabrur‟. Misalkan yang dikisahkan oleh Abdullah bin al-Mubarak atau Ibnul Mubarak, yang diberi bergelar Abu Abdirrahman yang hidup pada abad kedua Hijriah (tahun 118 H-181 H). Dikisahkan, ketika Abdullah bin Mubarak tertidur di Masjidil Haram pada suatu musim haji, ia bermimpi. Dalam mimpinya, ia melihat dua Malaikat turun dari langit. Dalam mimpinya tersebut dua Malaikat itu berdialog tentang ibadah haji yang dilakukan oleh 600.000 orang pada tahun itu, namun ibadah haji semua orang tidak diterima. Sebaliknya, ada seorang tukang jahit sepatu dari Damaskus yang tidak pergi ke haji, malah mendapat karunia dari Allah dengan Haji Mabrur. Penjahit sepatu itu disebut oleh Malaikat bernama Muwafaq. Abdullah bin Mubarak yang sedang tidur terbangun dan kemudian bertekad menemui Muwafaq di Damaskus untuk menanyakan amalan apa saja yang biasa dilakukannya sehingga hanya dia yang hajinya diterima Allah Ta‟ala pada tahun itu. Setelah bertemu dengan Muwafaq, Abdullah bin Mubarak mendapat kete rangan bahwa pada tahun itu Muwafaq berniat untuk berangkat menunaikan ibadah haji, dan dia telah mengumpulkan uang hingga mencapai 300 dirham untuk perbekalan dan ongkos. Namun beberapa waktu sebelum berangkat, uang 300 dirham itu diberikan kepada tetangga sebelah rumahnya, seorang janda dengan 3 orang anak, yang sedang kelaparan karena sudah tiga hari tidak makan. Kepada Muwafaq, janda itu mengaku terpaksa memasak daging bangkai keledai yang ditemukannya di jalanan. Janda itu menyebut, daging bangkai itu halal baginya yang sedang kelaparan dan haram bagi Muwafaq yang berkecukupan. Kesusahan janda tersebut membuat hati Muwafaq luluh dan rela mengorbankan ibadah hajinya. Penjelasan itu membuat jelas bagi Abdullah bin Mubarak, ternyata Muwafaq yang tidak jadi pergi ke haji malah menjadikannya haji mabrur. Kita semua paham, menolong orang yang kelaparan yang ada di depan mata kita justru lebih utama daripada menunaikan haji yang masih dicitacitakan. Karena Rasulullah saw. sendiri mengajarkan kepada kita bahwa hanya berniat melakukan sebuah kebaikan saja akan diganjar sebagai suatu kebaikan yang sempurna, apalagi berniat dan melakukan sebuah kebaikan yang amat besar, tentu Allah akan memberi ganjaran hingga tujuh ratus kali lipat. Wajar jika kemudian kebaikan yang dilakukan Muwafaq mendapat ganjaran Haji Mabrur. Kita bisa menerawang jauh, bisa jadi, saat Muwafaq membantu janda miskin tersebut, motivasi utamanya adalah mentaati perintah Allah Ta‟ala dan Rasulullah saw. yang memerintahkan agar kita saling tolong menolong dalam hal kebaikan antar sesama manusia. Akhirnya, haji mabrur mutlak hanya bisa diraih oleh orang yang memiliki ketaatan yang tinggi kepada Allah Ta‟ala dan Rasulullah saw.. Tanpa ketaatan jangan harap haji mabrur bisa diraih. Red [][] SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 5 Al-Quran Tafsir Kabir Al Quran Tafsir Kabir adalah salah satu karya fenomenal dari Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra. Khalifah Kedua Jemaat Ahmadiyah. Surah Al-Fatihah Kerinduan hati Muhammad Rasulullah saw. lah yang telah menarik karunia Allāh Ta‟ala. Kerinduan itulah yang telah dijelaskan di dalam َ َ ُ َ kalimat الص َشاغ امل ْعخ ِل ُْ ََم ِا ْه ِذهاhanya perbedaan inilah yang telah ِ diciptakan oleh ayat Qurān. Pertama, memilih kalimat yang sempurna dan suci bersih dari segala kelemahan. Kedua, melaluinya di dalam hati mereka yang tidak ada kerinduanpun diusahakan terciptanya kerinduan semacam itu. Ketiga, ditimbulkan keinginan dan harapan, jika kamu berdoa seperti itu maka akan terkabul. Bahkan diperintahkan, berdoalah seperti ini. Karena berpikiran bahwa di dalam hati Muhammad Rasulullah saw. tidak timbul pikiran semacam itu, merupakan serangan yang keterlaluan terhadap Rasulullah saw., bahkan terhadap Allāh Ta‟ala bahwa di dalam hati Muhammad Rasulullah saw. tidak ada suatu kerinduan untuk mendapatkan jalan yang lurus. Tetapi Allāh Ta‟ala yang َ ُ َ َ ُُ memaksa beliau saw. menjadi seorang Nabi. وػىر ِباهللِ ِم ًْ ر ِالً الخ َشافاث “Kami berlindung kepada Allāh dari bid‟ah-bid‟ah itu.” Kalau keberatan ini masuk akal lalu apakah ada orang yang berani berkata, bahwa sebelum Qurān Karīm turun Muhammad saw. adalah orang baik atau orang buruk, berbakti dalam kecintaan pada Allāh Ta‟ala atau tidak, telah mencapai kedekatan dengan Allāh Ta‟ala sebelum turunnya Qurān Karīm atau tidak. Jika jawaban pertanyaanpertanyaan tersebut terbukti benar maka seseorang dapat berkata, apa perlunya kita mendirikan shalat yang perintahnya terdapat di dalam 6 SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Al-Quran Tafsir Kabir Qurān Karīm. Apa perlunya berpuasa yang perintahnya terdapat di dalam Qurān Karīm. Apa perlunya berjihad, atau apa perlunya hukumhukum syari‟at lain yang terdapat di dalam Qurān Karīm. Bila Muhammad Rasulullah saw., tanpa pengamalan semua itu bisa mendapatkan ketaqwaan dan kecintaan pada Allāh Ta‟ala, maka kamipun tanpa itu semua bisa memperolehnya, bahkan tanpa perkara agama. Di dalam perkara duniawipun jika ada yang berkata, mana yang lebih dulu ayam atau telur. Mana yang lebih dulu biji atau pohon. Sekarangpun akan terjadi seperti itu. Untuk menciptakannya apa perlunya kita mentaati ketentuan qudrat alam. Maka setiap orang gila akan berkata kepada orang itu, peraturan Tuhan beda saat biji belum ada, dan beda lagi ketika biji sudah diciptakan. Sebelum Qurān Karīm turun kepada Muhammad Rasulullah saw. ajaran yang murni sudah lenyap. Semangat kasih sayang tumbuh di dalam fitrat suci Muhammad Rasulullah saw. Allāh Ta‟ala tanpa kalimat khusus atau pertimbangan khusus mengabulkan dan memberkahinya. Tetapi setelah Qurān Karīm turun untuk setiap perkara ada kaidahnya secara khusus. Sekarang tanpa itu tidak bisa mendapat nikmat-nikmat yang sebelumnya bisa didapat. Muhammad Rasulullah saw. telah meletakan pondasi agama dan syariat. Sekarang apapun yang berada di luar peraturan syariat tersebut sekali-kali tidak akan berhasil. Atas pertanyaan inipun dari sisi lain dapat dikembangkan. Yakni, apakah nabi hanya sekadar sebuah sebutan, atau untuk seorang nabipun ada syarat taqwa, thaharat, dan qurb ilahiyah? (ketaqwaan, kesucian, kedekatan kpd Allāh). Jika untuk seorang nabi ada persyaratannya maka pertanyaannya adalah, apakah bisa seseorang yang bukan nabi memiliki ketaqwaan, thaharat, dan qurb ilahi melebihi seorang nabi. Jika jawaban mufasir dan orang-orang yang sepaham dengannya adalah “iya mungkin“ bahwa seseorang yang bukan nabi bisa memiliki ketaqwaan, kesucian, kedekatan dengan Allāh melebihi seorang nabi, maka yang tersisa hanyalah konflik harfiah. Tetapi jika jawaban pertanyaan itu adalah, seorang yang bukan nabi tidak bisa lebih afdhal daripada seorang nabi. Maka orang-orang yang berkata bahwa di dalam ummat Muhammad Rasulullah saw. tidak bisa ada pangkat, zilli, buruzzi, dan ummati. Mereka akan berkata, di dalam ummat ini tidak ada seorangpun yang dapat mencapai kedudukan qurb ilahi yang pernah dicapai oleh orang-orang terdahulu. Dan orang-orang yang mendakwakan seperti itu sesungguhnya menyatakan ummat Muhammad saw. mahSINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 7 Al-Quran Tafsir Kabir rum dari nikmat-nikmat itu. Mufassir sahib ini mengajukan satu keberatan lagi. Apa sebabnya di dalam 1300 tahun yang lalu tidak seorang Muslimpun yang doanya terkabul untuk hal itu. Jawabannya adalah, pengabulan doa tergantung pada jumlah dan sifat doa itu. Pengeritik inipun mengakui bahwa kedudukan shiddiqiyyat bisa didapat di dalam ummat ini. maka perihal ummat inipun pertanyaan bisa diajukan kepadanya. Yakni, berapa orang di dalam ummat ini yang telah mendapat derajat shidiqiyyat? Jika di dalam 1300 tahun yang lalu hanya Abu Bakar ra. yang dapat, maka keberatan ini pula yang terpaksa dilontarkan. Yakni, apakah selama 1300 tahun tidak ada orang lain yang doanya terkabul? Dan jika orang lainpun ada yang mendapatkannya maka pertanyaannya adalah, apakah orang-orang itu lebih mulia daripada Umar ra., Usman ra., dan Ali ra. atau tidak? Jika tidak, lalu bagaimana hal itu bisa terjadi? Yakni, orang yang derajatnya lebih rendah bisa menjadi shiddiq sementara orang yang derajatnya lebih tinggi yang layak mendapat derajat syahiid tidak bisa disebut shiddiq? Pendeknya, keberatan yang ditujukan atas turunnya nubuwwat, keberatan itulah yang membenarkan terbukanya pintu shidiqiyyat. Jadi, keberatan itu timbul disebabkan oleh kurangnya penelaahan secara seksama bukan berdasar pada hakikat. Berkenaan ayat ini saya merasa perlu menjelaskan satu point lagi. Nama lain surah Fatihah yang disebutkan oleh Rasul Karim saw. ada dua yaitu Umul Qurān dan Umul kitab (Abu Dawud, Kitabush-sholāt). Menurut saya nama-nama ini berasal dari Qurān Karīm juga. Dan sumbernya adalah ayat ini. Di dalam ayat ini dan ayat sebelumnya dikatakan bahwa puncak ibadah kepada Ilahi adalah manusia memohon kepada Allāh Ta‟ala menjadi golongan mun‟am alaih siratal mustaqīm (golongan orang-orang yang mendapat nikmat jalan yang lurus). Sekarang jika doa ini dapat terkabul maka zahirlah, ketika dari hati manusia secara kaum menjerit kepada Allāh Ta‟ala bahwa kami sedang mengalami kehancuran bukakanlah jalan petunjuk bagi kami. Doa dan kerinduan hati yang sucipun menyatu bersama jaman itu. Allāh Ta‟ala menjadikannya pemenang di jaman itu. Maka kasih sayang Allāh bergejolak dan karunia Ilahi turun dalam bentuk ilham dan hidayah. Demikian hal itu terus berlaku di setiap jaman. Doa orang-orang mazlum (yang dizalimi) di zaman Nuh as. menyatu dengan doa ratapan hati suci Nuh as. menarik Kalam turun kepada Nuh as. . Jeritan arwah (ruh-ruh) di jaman Ibrahim as. menyatu dengan harapan hati suci Ibrahim as. menjadi penyebab turunnya Suhufi Ibrahim as.. 8 SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Al-Quran Tafsir Kabir Inilah kisah yang telah berlaku di jaman Musa as. dan Isa as.. Dan seperti itu pula telah terjadi di jaman Rasul Karim saw.. Terbukti dari hadis sahih bahwa sebelum Qurān Karīm turun Rasulullah saw. sering memisahkan diri dari kesibukan dunia, pergi ke gua Hira untuk berdoa dan beribadah di sana. Itu adalah suasana kesucian hati yang memberi kemampuan pikiran beliau saw. untuk merenungkan. Selain itu ratapan duniapun sedang naik ke langit. Semua itu bertemu menarik karunia Tuhan turun ke bumi dan turunlah Qurān Karīm. َ َ َْ َّ َ َ ُ َ ّ ا ْهذ َهpada hakikatnya Karena itu الص َشاغ امل ْعخ ِل ُْ َم ِص َشاغ ال ِز ًْ ًَ او َػ ْمذ َغل ْي ِهم ِ ِ ِ merupakan gambaran keadaan dunia sebelum turunnya Qurān. Kesucian arwah (ruh-ruh) jaman itu telah membangkitkan bukan saja rintihan hati tapi topan pun ikut bangkit di dalam pikiran mereka. Dan sebagai akibatnya turunlah Kalam Zaman itu. Maka dikarenakan doa ini telah turun di dalam surah Fatihah, dan telah yang menjadi penyebab turunnya Kalam Ilahi. Oleh sebab itu Rasul Karim saw. telah memberi nama surah Fatihah Ummul Qurān dan Ummul Kitab. Yakni, di dalam surah Fatihah telah diterangkan perkara yang menjadi penyebab turunnya Qurān. Dan dikarenakan menjadi penyebab turunnya Qurān maka al Fatihah memiliki kedudukan sebagai umul Qurān. Hal inipun perlu diingat, bahwa Rasul Karim saw. menyebut surah Fatihah Qurān ‟Azīm. Bukan berarti bahwa surah Fatihah adalah Qurān Azīm sementara yang lainnya Qurān kecil, pikiran seperti itu tidak benar. Ada lagi sebab lainnya, dan menurut saya adalah nama Ummul Qurān dan Ummul kitab. Ketika Rasul Karim saw. mengatakan surah Fatihah adalah Ummul Qurān dan Ummul Kitab beliau saw. berpikir hal ini bisa menimbulkan kesalahpahaman. Yakni, barang kali surah ini terpisah dari Qurān Karīm. Karena itu beliaupun memberi nama surah Fatihah ini Qurān ‟Azīm. Supaya orang-orang Muslim tahu bahwa surah Fatihah tidak terpisah dari Qurān Karīm bahkan bagian dari padanya. Bagian dari suatu bendapun seutuhnya masuk dalam nama benda itu, karena itu Beliau saw. menamakan surah Fatihah Qurān ‟Azīm. Kita biasa bila ingin mendengar bagian Qurān maka berkata „Hafiz sahib, bacalah Qurān‟. Atau berkata, „Seseorang sedang membaca Qurān Karīm‟. Atau ada suatu perkara di dalam suatu ayat, maka kita berkata, „Qurān berkata demikian‟. Artinya bukanlah bahwa menurut kami hanya surah atau ayat itu saja yang dinamakan Qurān Karīm yang lainnya bukan Qurān. Bahkan maksud kami adalah surah atau ayat yang kita baca atau yang dipakai sebagai rujukan itu adalah bagian Qurān. SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 9 Al-Quran Tafsir Kabir Ada lagi satu cerita lain yang layak juga diingat di sini. Bahwa Rasul Karim saw. menamakan surah Fatihah Ummul Qurān, Ummul Kitab dan Qurān ‟Azim. Seakan-akan di satu sisi, ia adalah benda itu, di sisi lain iapun benda yang lahir darinya. Dari sini lahir satu nilai ruhani yang luar biasa. Yakni, di dalam dunia ruhani keadaan pertama melahirkan keadaan kedua. Karena itu keadaan pertama dari satu sudut pandang dikatakan ibu dan keadaan setelah itu dinamakan keturunan. Dari segi ini surah Fatihah disebut juga Ummul Qurān. Dan dikarenakan ia sendiri Qurān maka iapun dikatakan Qurān. Tentang manusiapun pada saat terjadi perubahan, kata-kata similar semacam itu digunakan. Pada surah At-Tahrim, Allāh berfirman َ ٌَ bahwa permisalan orang Mumin dapat diberikan seperti ن َ ِا ْم َشأة ِف ْش َغىdan ْ َم ْشٍَم ِبي ِذ ِغ ْم َشان. Dan tentang orang-orang Mukmin yang permisalannya disamakan dengan Maryam binti Imran, di akhir ayat Allāh berfirman: َ ًَ ص َّذ َك ْذ بيل َماث َ ّب َها َو ُه ُخبه َو َو َاه ْذ م َ َف َى َف ْخ َىا ف ُْه م ًْ ُّس ْوخ َىا َو )2الل ِاه ِخ ْح َن (ظىسة جدشٍم ع ِ ِ ِ ِس ِِ ِ ِ ِ ِ ِ “Kami meniupkan Kalam Kami ke dalam dirinya, dan ia beriman pada kalam dan kitab-kitab Tuhannya. Dan ahirnya ia menjadi seorang laki-laki yang patuh taat. Yakni, orang-orang yang bersifat Maryam secara berangsur-angsur mencapai kemajuan, akhirnya menjadi tempat turunnya kalam Ilahi, maka mereka berjiwa Al Masih.” Surah Fatihah-pun bernama Ummul Qurān dan Ummul Kitab juga dikatakan Qurān Azim. Hal itu memberi satu refrensi halus pada istilah Islam. Dan bagi orang-orang, hal tersebut di dalamnya ada petunjuk. Orang yang tidak dapat memahami masalah bagaimana seseorang dari ummat Muhammad bisa dinamakan Maryam dan juga Isa. Jika Rasul Karim saw. menamakan surah Fatihah sebagai Ummul Qurān dan juga Qurān, maka bagi seorang Muslim yang benar apa susahnya memahami masalah itu bahwa Allāh Ta‟alapun memberi nama Maryam dan juga Isa kepada seorang laki-laki. Ketika dalam kadaan itu di hadapan Allāh Ta‟ala ia terus berdoa untuk kedatangan seorang Masih Zaman itu dalam keadaan bersifat Maryam yang karenanya ia dinamakan Maryam. َ ْ َ ُ َ Seperti dikarenakan doa surah Fatihah الص َشاغ امل ْعخ ِل ُْ َم ِ ِاه ِذهاyang terusmenerus dipanjatkan kepada Allah untuk memohon satu petunjuk dinamakan Ummul Qurān dan Ummul Kitab. Tetapi ketika doa orang yang sempurna itu telah dikabulkan dan Allāh Ta‟ala telah mengutus- 10 SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Al-Quran Tafsir Kabir nya sebagai Al Masih Akhir Zaman untuk dunia maka ia dinamakan َ ْ َ ُ َ Isa. Sebagaimana doa الص َشاغ امل ْعخ ِل ُْ َم ِ ِاه ِذهاdipanjatkan. Qurān Karīm diturunkan ke dunia dan doa itu sendiri menjadi bagiannya. Maka setelah itu ia dinamakan Ummul Qurān dan Ummul Kitab, selanjutnya ia dinamakan Qurān ‟Azīm. Berkenaan dengan doa ini ada satu hal yang layak diingat, yang oleh para Sahabah ra. dipandang penting, diberikan kepada dunia sebagai satu contoh tertinggi yang bandingannya tidak terdapat pada suatu kaum lain di dunia ini. Dan kalaupun setelahnya kaum Muslimin mengingatnya maka sungguh merekapun dapat memperlihatkan contoh tertinggi itu kepada dunia, sehingga di dalam sejarah dunia namanya akan dikenang untuk selamanya. Akan tetapi sangat disayangkan kaum Muslimin telah melupakan dua petunjuk emas yang diterangkan di dalam ayat ini. Dan mereka telah jatuh dari standar yang di atasnya Allāh Ta‟ala hendak mengukuhkan mereka. Jika hari inipun orangorang Muslim menjadikan hidayah ini sebagai pegangannya maka semua kesulitan mereka segera dapat teratasi, kemudian mereka akan dapat meraih kehormatan dan kemuliaan yang tiada tara bandingannya. Pelajaran yang telah diterangkan di dalam ayat ini adalah bahwa setiap kaum mempunyai satu tujuan, dan mereka berusaha keras untuk meraihnya. Demikian pula penciptaan duniapun mempunyai satu tujuan. Kaum yang dapat menyempurnakan maksud tersebut itulah kaum yang berhak memperlihatkan maksud dan tujuan sebenarnya dunia diciptakan. Adam as. datang ke dunia, dan mengajarkan beberapa kebaikan kepada dunia. Bagi orang-orang di zaman itu pelajaran yang diajarkannya itu merupakan ta‟lim yang sangat tinggi. Dengan meng amalkan kebaikan-kebaikan itu orang-orang di zaman itu telah mampu menciptakan perubahan yang sangat besar pada ruhani dan ahlak mereka. Dan kecerdasan mereka jauh melampaui orang-orang sebelumnya, akan tetapi manusia di zaman itu belum lagi sampai pada kesempurnaan yang untuk itu ia telah dilahirkan. Maka untuk kemajuannya usaha keras terus dilakukan hingga Nuh as. lahir. Dan beliau as. telah mengangkat derajat manusia satu tingkat lebih tinggi. Akan tetapi manusia walaupun melalui Nuh as. secara ruhani dan ahlaki serta kecerdasan telah mencapai kemajuan, namun belum juga mampu meraih maksud dan tujuan tersebut yang untuk itu manusia telah dilahirkan. Setelah beliau as., datang nabi yang lain dan setelah itu, datang lagi yang lain kemudian datang lagi yang lain. Demikian hal itu terus berlanjut hingga datanglah Muhammad Rasulullah saw.. SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 11 Al-Quran Tafsir Kabir Beliau saw. telah menzahirkan semua rahasia dari kepala hingga kaki yang selama ini tersembunyi bagi manusia. Untuk kemajuan agama, kecerdasan, dan ahlak seberapa perkara diperlukan semuanya telah dijelaskan oleh Beliau saw.. Walaupun secara keilmuan agama sudah semُ ََْ ُ ْ َ ََْ ْ ُ َْ ْ ُ َ ُ ْ َ ْ َ َ ْ َ ْ ْ َ purna dan الُىم أهملذ لىم ِدًىىم وأجممذ غلُىم ِوػم ِتيtelah diumumkan, akan tetapi selama ajaran tersebut belum diamalkan secara menyeluruh maka maksud dan tujuan turunnya belum dapat terpenuhi. Dan maksud serta tujuan pengutusan Rasul Karim saw. belum dapat dikatakan telah berhasil sepenuhnya. Untuk Allāh Ta‟ala pada surah Fatihah mengajarkan َ َ itu, ْ َ َ ْ َّ َ َ ُ َ ّ َ ْ َ َ ْ ْ doa االص َشاغ امل ْع َخ ِل ُْ َم ِصشاغ ال ِزًً اوػمذ غلي ِهم ِ ِاه ِذهkepada orang-orang Muslim. Dan berpesan, ingatlah selalu maksud ini, barang siapa meng utamakan Maqam-e-Mahmud (Martabat yang Terpuji) yang semenjak permulaan dunia ini telah menjalani perjalanan ruhani itu. Dan banyak nabi-nabi telah datang silih berganti mengantarkan manusia ke berbagai tingkatan ruhani. Tugas menyampaikan ke derajat terakhir tanggung jawabnya di serahkan kepada Muhammad Rasulullah saw. , maka pergilah kesana ! Jadi, makna “Berilah kami bagian dari semua nikmat golongan mun‟am alaih” adalah “Wahai Tuhan, berilah kami kebaikan-kebaikan ummat Adam as., berilah kami kecerdasan seperti ummat Nuh as., sampaikanlah kami ke maqam ummat Ibrahim as., berilah kami kesempurnaan ummat Musa as., berilah kami bagian pengaruh ruhaniyat Al Masih. Demikianlah tingkat demi tingkat terus mencapai ketinggian derajat ruhani, akhirnya sampaikanlah kami pada maqami Muhammad saw. supaya Muhammad saw. berhasil mencapai maksudnya dan meraih Maqam-e-Mahmud. َ َّ َ َ َْ Jadi, maksud ِص َشاغ ال ِز ًْ ًَ او َػ ْمذ َغل ْي ِهمadalah tujuan terakhir kesempurnaan ruhani manusia. Yang sejak semula insani kafilah terus bergerak menuju ke sana, yang tugas membimbingnya telah diberikan kepada para nabi di berbagai jaman. Dan yang tugas mengantarkan ke tempat tujuan terakhirnya telah dibebankan kepada Muhammad saw. Dan melalui doa ini ummat Muhammad saw. memohon. Yakni, “Wahai Allah, kesempurnaan agama melalui Muhammad Rasulullah saw. Engkaulah yang telah melakukannya.” Kini masih ada masalah yakni, amal perbuatan kamipun hendaknya selaras dengan agama itu, supaya kami dapat menzahirkan semua kekuatan yang tersembunyi dan tinggi itu yang melalui berbagai nabi telah tumbuh dan berkembang, yang kelahirannya adalah maksud termulia dan terakhir penciptaan manusia. Untuk pekerjaan itu kami 12 SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Al-Quran Tafsir Kabir telah berdiri siap mengerjakannya. Sekarang tolong dan anugerahilah kami, agar kami dapat sekaligus mencapai semua tempat turunnya irfan di mana berbagai kaum melalui nabi-nabi telah mencapainya, supaya maksud kelahiran manusia menjadi sempurna melalui ummat Muhammad saw.. Para sahabat ra. telah mengutamakan maksud itu, dan telah menerapkan pada dirinya semua akhlak kaum-kaum terdahulu dan telah memperagakannya sebagai satu contoh tanpa banding kepada dunia. Hari ini jika Jemaat kita mengutamakan maksud itu maka Maqam-e-Mahmud Rasul Karim saw. akan semakin dekat dan dunia akan terhindar dari kegelisahannya. Setiap orang atau bangsa yang membuat Allah menjadi murka berَ ُ َ arti telah termasuk dalam ىب َغل ْي ِهم ِ مغظ. Demikian pula setiap kaum yang tenggelam ke dalam cinta ghairullah dan melupakan Allah mereka َ Tetapi Rasul Karim saw. memberikan arti khas kepada dua ٌ ط. adalah ٌا kata-kata ini. Imam Ahmad bin Hanbal di dalam Musnad-nya menyalin satu riwayat yang cukup panjang dari Adi bin Hatim yang dibagian akhirnya berbunyi: َّ الظال ْح َن ُ َ َا َّن املَ ْغ: هللا َغ َل ُْه َو َظ َّل َم َّ الي ُه ْى ُد َو َا َّن ُ صلى َ الى َ اٌ َس ُظ ْى ٌُ هللا َ ظ ْى َب َغ َل ْيهم َ َك .ي َ ص َاس ِ ِ ِ ِ َ ُ املَ ْغadalah Yahudi, dan maksud dari الظال ْح َ َن َّ Yakni, maksud ظ ْى َب َغل ْي ِهم ِ adalah Nasrani. Demikian pula di dalam hadits Tirmizi-pun riwayat ini pula yang disalinnya. Dan statusnya dikatakan Hasan-Gharīb. Ibnu Mardawih menyalin satu riwayat dari Abu Zar al Ghifari َ ُ ْ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ الي ُه ْى ُد َو ُك ْل ُذ َ ْ ُ ُ َ َ َ الظ ِال ْح َن َك َ ٌا َ َ َك, ظ ْىب َغ َل ْيهم ٌا ِ ٌظألذ َسظى ِ ِ هللا صلى هللا غلُ ِه وظلم غ ًِ املغ َّ (Fatah ul Bayan, jilid 1) yakni, Hadhrat Abu Zar berkata, “Saya ّ الى صاسي َ bertanya kepada Rasulullah saw., „Siapakah yang dimaksud dengan غ ْح ِر َ ُ ’املَ ْغBeliau saw bersabda, „Yahudi‟. Kemudian saya bertanya ظ ْى ِب َغل ْي ِهم َّ lagi „siapakah yang dimaksud dengan ن َ َ الظ ِال ْح Beliau saw. bersabda, „Nasrani‟. (Bersambung) Fazal M. [][] SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 13 Hadits Tentang Haji Mabrur ُّ َو ْال َحج، ْال ُع ْم َر ُة إ َلى ْال ُع ْم َرة َك َّفا َر ٌة ِلَا َب ْي َن ُه َما ِ ِ ِ ُ َّ َ ْ َّ ٌ َ َ ُ َ َ ْ َ ُ ُ ْ َ ْ اِلبرور ليس له جزاء ِإال الجن ُة “Di antara umrah yang satu dan umrah lainnya akan menghapuskan dosa di antara keduanya dan Haji Mabrur tidak ada balasannya kecuali Surga.” (HR. Bukhari, No. 1773 dan HR. Muslim, No. 1349) 14 SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Tulisan ini adalah makalah ceramah yang disampaikan oleh Mln. Fazal Muhammad, Mbsy.* di hari kedua Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah Markaz/ Kemang, Sabtu 1 Agustus 2015, yang diadakan di Bogor, Jawa Barat dari tanggal 31 Juli 2015 sampai 2 Agustus 2015. Makalah ini judul aslinya adalah “Ikatan dan Keitaatan pada Khilafat”. Red [][] ُ َّ ُ َ َ َ ُ هللا ال ِز ًْ ًَ اَ َم ُى ْىا ِم ْىى ْم َو َغ ِمل ْىا وغذ َ َ ْ َ ْ َ َ َْ ْ َ ْ ََ َ َّ ْ َّ ُ ض همااظخخلف ِ الص ِلحَ ِذ لِعخخ ِلفنهم ِفى الاس َّ َ َ ّ َ َّ َ َ ال ِز ًْ ًَ ِم ًْ ك ْب ِل ِه َْمصلےََ َول ُُ َم ِىج َّن ل ُه ُم ال ِزي ْاسجض َى َ َ َ َ ْ َ ْ ً كلے ل ُه ْم َول ُُ َب ِّذ ل َّن ُه ْم ِم ًْ م َب ْػ ِذ خ ْى ِف ِهم امىا َ َ ُ ْ َ َ َ ٌَ ْػ ُب ُذ ْوه ِن ْى ال ٌُش ِشو ْىن ِب ْى ش ِْ ًئا كلےَ َو َم ًْ ه َف َش َب ْػ َذ َُ ر ِل ًَ فا ْول ِئ ًَ ُه ُم الفَ ِع ُل ْى َن “Allah telah berjanji kepada orangorang beriman dari antara kamu yang berbuat amal saleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu khalifah di muka bumi ini, sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah orang-orang yang sebelum mereka; dan Dia pasti akan meneguhkan bagi mereka agama mereka, yang telah Dia ridhoi bagi mereka; dan pasti Dia akan memberi mereka keamanan dan kedamaian sebagai pengganti sesudah ketakutan mencekam mereka. Mereka akan menyembah Aku, dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan Aku. Dan barang siapa ingkar sesudah itu, mereka itulah orang-orang durhaka.” (An-Nur:56) Konsep Khilafat Haqqah Islamiyah yang benar adalah yang sesuai dengan kandungan ayat ini, yakni Khilafat alaa minhaajinnubuwwah. Khilafat semacam ini telah berdiri menggenapi janji Allah itu yang dikenal dengan sebutan Khilafat Rasyidiin yang berakhir pada Khalifah ke-4 Sayyidina Ali ra.. Hadhrat Rasulullah saw. telah memberi kabar bahwa di Akhir Zaman khilafat seperti itu akan berdiri kembali di bawah panjipanji Jamaah yang didirikan oleh Imam Mahdi Akhiruz-zaman al Masih al Mau‟ud as. untuk mengunggulkan Islam kedua kalinya di atas semua agama-agama lain di dunia ini. SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 15 Sajian | utama Khilafat inipun telah tegak berdiri, yang dikenal dengan nama Khilafatul Masih, yang kini sedang berjuang di bawah pimpinan Khalifatul Masih kelima Hadhrat Mirza Masroor Ahmad aba. Dua poin penting akan disampaikan pada artikel ini, yaitu Ikatan dan Ketaatan pada Khilafat. Dua perkara ini perlu dipahami oleh semua orang, baik para pengurus maupun anggota Jemaat Ahmadiyah pada umumnya. Ikatan Pada Khilafat Berkenaan dengan Ikatan pada Khilafat, ada 3 poin yang perlu disampaikan. Pertama Kewajiban Baiat; Kedua Menjalin hubungan dengan Khalifah; Ketiga Menulis surat kepada Khalifah. 1. Kewajiban Baiat Bai‟at berasal dari kata kerja bayya‟a, yubayyi‟u, bay‟atun artinya jual-beli. Baiat adalah sumpah setia pada suatu kepemimpinan. Baiat dalam makna Islami adalah penyerahan diri secara total untuk patuh taat pada seorang Nabi Allah atau penerusnya, Khalifatul Muslimin, imam atau pemimpin ruhani tertinggi dalam Islam. Dengan prosesi baiat terjalinlah ikatan hukum berupa hak dan kewajiban serta tanggung jawab kedua belah pihak secara adil dan proporsional yang merupakan hasil dari pernyataan baiat itu. Baiat merupakan pernyataan 16 komitmen spiritual secara formal di depan Nabi Allah atau Khalifahnya untuk menjalani hidup yang benar dan lurus. Baiat merupakan jalan menuju hijrah kepada suasana batin yang baru dan memberikan motivasi berkomitmen dalam kehidupan yang benar. Jamaah harus patuh taat pada imam yang membimbing mereka ke jalan yang lurus untuk mencapai ridho Allah. Seorang Imam adalah model, panutan, dan konsultan bagi ummatnya. Sikap seorang murid pada Imamnya adalah sami‟naa wa atha‟naa, patuh dan taat. Sikap ini tumbuh karena kesadaran dan keimanan yang haq dan benar. Utusan Allah baik Nabi atau Khalifah adalah guru, pendidik, pengayom bagi jamaahnya. ً ُ َّ َ ُۡ ُه َى ال ِز ۡی َب َػث ِفی الا ِّم ّّٖح َن َس ُظ ۡىال ِّم ۡن ُہ ۡم َی ۡخل ۡىا ۡ َ َ ۡ ۡ ّ ّ َغل ۡي ِہ ۡم ای ِخ ّٖہ َو ُی َض ِک ۡي ِہ ۡم َو ُی َػ ِل ُم ُہ ُم ال ِکخ َب َو ال ِحک َمت “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul dari antara mereka, yang membacakan Ayat-ayat-Nya kepada mereka, dan mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Al-Kitab dan Hikmah.“ (AlJumuah:3) Allah ridha kepada orang-orang Mukmin yang baiat kepada utusanNya. ّٰ ۡ َ ُۡۡ ََ لل ۡذ َس ِض َى الل ُہ َغ ًِ املإ ِم ِى ۡح َن ِار ُی َب ِای ُػ ۡىه َک ََ ُ َ َّ َ ۡ َ ٌَ الش َج َش ِۃ ف َػ ِل َم َما ِف ۡی ُكل ۡى ِب ِہ ۡم فا ۡه َض ج دذ SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Sajian | utama َ ََ َّ َم َۡ الع ِک ۡیىت َغل ۡي ِہ “Sungguh Allah telah ridha kepada orang-orang mu‟min ketika mereka bai‟at kepada engkau di bawah pohon itu , dan Dia mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka, lalu Dia menurunkan ketentraman kepada mereka” (Al-Fatah:19) Allah memerintahkan Rasulullah saw. mengambil baiat kaum perempuan. ٓ َ ُۡۡ َّ ًَا ُّی َہا الى ِب ُّى ِارا َجا َء َک املإ ِمى ُذ ُی َب ِای ۡػ َى َک َ ۡ َ ۡ ۡ َّ َ ٰۤ َ ّٰ َغلی ا ۡن ال ُیش ِشک ًَ ِبالل ِہ ش ۡی ًئا َّو ال َی ۡع ِشك ًَ َو ال َ َ ۡ َ ۡ َ َی ۡضِه ۡح َن َوال َی ۡل ُخل ًَ ا ۡوال َد ُه ًَّ َوال َیا ِج ۡح َن ِب ُب ۡہ َخ ٍان َ َ َ َ َّی ۡفت ِرۡی َى ٗہ َب ۡح َن ا ۡی ِذ ۡی ِہ ًَّ و ا ۡس ُج ِل ِہ ًَّ َوال َی ۡػ ِص ۡی َى َک ِف ۡی َ ۡ ۡ َ َّ ُ ۡ َ َ ۡ ُ ۡ َ ّٰ ّٰ اظ َخغ ِف ۡش ل ُہ ًَّ الل َہ ؕ ِا َّن الل َہ مػشو ٍف فب ِایػہً و َ ُ غف ۡى ٌس َّس ِخ ۡی ٌم “Wahai Nabi, jika datang perempuan-perempuan Mukmin hendak baiat kepada engkau bahwa mereka tidak akan menyekutukan sesuatu dengan Allah, tidak akan mencuri, dan tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak mereka, tidak akan melemparkan suatu tuduhan yang sengaja dibuat-buat antara tangan dan kaki mereka, dan tidak akan mendurhakai engkau dalam hal yang baik, maka terimalah baiat mereka dan mintalah ampunan bagi mereka dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang ”.(AlMumtahinah : 13) Rasulullah saw. mewajibkan orang Mukmin baiat kepada Imam Mahdi as. ُ َفا َرا َ َسأ ًْ ُخ ُم َّ ىه َف َب ّاٌ ْػ ُه َو َل ْى َخ ْب ًىا َغلى الع ِلج ِ ِ ُ َ ْ َ ُ َّ َ َ ُّ ْ (ظجن ابً مجه هللا امله ِذي ِ ف ِاهه خ ِلُفت )4804 هخاب الفتن خذًث “Apabila kalian melihatnya maka baiatlah kepadanya walaupun kalian harus merangkak di atas salju, karena dia Khalifatullah al-Mahdi.“ (Sunan Ibnu Majah, Kitabul fitan, Hadits no. 4084) Orang yang mati tanpa baiat kepada Imam Mahdi, matinya Mati Jahiliyah. ً َ ِغ فى ُغ ُىله َب ُْ َػ ًت َم َ َ َ َّ ْ َ اث َم ُْ َخت ِِ ِ مً ماث ل ً )َج ِاه ِل َُت (صحُذ معلم “Barang siapa mati sedangkan dalam hidupnya tidak ada ikatan baiat, maka ia mati secara jahiliyah.“ (Shahih Muslim) Orang yang telah baiat mendapat bimbingan lahir-batin, wawasan keislaman yang luas, pendalaman dan penghayatan tentang agama, dengan demikian akan dihasilkan pribadi-pribadi yang berkualitas, menjadi contoh bagi umat manusia. Sebagai khaira ummat memiliki visi jauh ke depan, bercita-cita tinggi, harapannya adalah kebahagiaan yang kekal abadi. SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 17 Sajian | utama Baiat memberikan ketentraman di hati dan mendapat ganjaran baik dari Allah. Secara zahir kita baiat di tangan Khalifah, tetapi sesungguhnya kita baiat kepada Allah dan mendapat pertolongan dari-Nya. َّ ّٰ َ َ ِا َّن ال ِز ۡی ًَ ُی َب ِای ُػ ۡىه َک ِا َّه َما ُی َب ِای ُػ ۡىن الل َہ َی ُذ َ َ َ ّٰ َ َ َ َ ُ ُ الل ِہ ف ۡىق ا ۡی ِذ ۡی ِہ ۡم ۚ ف َم ًۡ َّهکث ف ِا َّه َما َی ۡىکث َغلی َ َ ّٰ َ ه ۡف ِع ّٖہ ۚ َو َم ًۡ ا ۡوفی ِب َما غ َہ َذ َغل ۡی ُہ الل َہ َ َف َع ُی ۡإج ۡیہ َا ۡج ًش اغ ِظ ۡی ًما ِ ِ “Sesungguhnya orang-orang yang baiat kepada engkau, sebenarnya mereka baiat kepada Allah. Tangan Allah ada di atas tangan mereka. Maka barang siapa melanggar janjinya itu, maka sesungguhnya ia hanyalah memutuskannya untuk kerugian dirinya sendiri. Dan barang siapa menyempurnakan janji yang dibuat dengan Allah, maka Dia segera akan memberinya ganjaran yang besar.” (Al-Fatah:11) Ayat ini menjelaskan bahwa baiat adalah ikatan yang tidak boleh dijadikan barang permainan. Karena ikrar yang diucapkan atas nama Allah adalah pernyataan sakral yang harus disempurnakan secara lahir maupun batin. Orang yang baiat mendapat pertolongan dan ridha dari Allah, tetapi barang siapa memutuskan baiatnya atau keluar dari Jamaah Nabi Allah maka ia akan menanggung akibat kerugian bagi dirinya sendiri. Karena orang semacam itu telah 18 berani mendustai janjinya sendiri kepada Allah. Hadhrat Masih Mau‟ud as. telah menentukan 10 butir Syarat Baiat yang merupakan inti dari ajaran Islam. Jika setiap orang yang telah baiat benar-benar mengamalkan syarat-syarat tersebut, maka ia akan menjadi seorang Muslim Sejati. Apa maksud dan tujuan baiat itu, Hadhrat Masih Mau‟ud as. bersabda : “Kalian yang telah baiat kepadaku hendaknya memperhatikan firman Allah: َ ئ ْه ُى ْى ُخم ُجد ُّب ْى َن ُ هللا َف َّاجب ُػ ْىوى ًُ ْدب ْب ُى ُم هللا ِ ِ ِ ِ ِ ُ ُ َْ ْ َ َ ُ َ ُ ُ ُ َ َ ُ ْ ْ ْ ْ َّ وَغ ِفشلىم رهىبىم وهللا غفىسالش ِخُم “Jika kalian mencintai Allah maka ikutilah aku, Allah akan mencintai kalian.” (Ali Imran:32) Jadi maksud dan tujuan hakiki dari baiat adalah mengikuti Rasulullah s aw. dengan sebenarbenarnya. Maksud dan tujuan dari baiat adalah untuk agama, untuk kebaikan-kebaikan ruhani dan untuk meraih ridha Allah Ta‟ala. ۡ َ َّ ۡ َ ۡ ُ َّ ُ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ ُ اط ج َا ُم ُش ۡ َو َن ِ ک َىخم خ َحر َام ٍَت َاخ ِشجذ ِللى َ ُۡۡ َ َ ۡ ََۡ َ ۡ ُ ۡ َۡ ِباملػش َو ِف و جن َہىن غ ًِ امل َىک ِش “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk kebaikan manusia,menyeru kepada kebaikan dan melarang berbuat buruk.“ (Ali SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Sajian | utama Imran:111) SW18 5QL. England. 2. Menjalin Hubungan dengan Khalifatul Masih Dalam usaha memelihara ikatan kepada Khilafat hendaknya setiap Ahmadi selalu menjalin hubungan dengan Khalifah. Sebagaimana setangkai dahan akan tetap hidup apabila tangkai tersebut menyatu dengan b atang pohon itu. Demikian pula ruhani seorang Ahmadi akan tetap segar apabila selalu terhubung dengan Khalifah. Untuk memelihara kebugaran ikatan itu setiap Ahmadi perlu menjalin hubungan dengan Khalifatul Masih, misalnya melalui berkirim surat. Setiap Ahmadi boleh mengirim surat kepada Hadhrat Khalifah. Sebaiknya surat ditulis dalam bahasa Inggris atau Urdu dengan isi yang jelas dan ringkas, dilengkapi alamat pengirim yang jelas dan lengkap lalu kirim melalui pos ke alamat: London Mosque, 16 Gressenhall Road, London 3. Mengirim Surat kepada Khalifatul Masih Berkirim surat merupakan salah satu cara untuk memelihara agar ikatan ruhani tetap hidup. Karena dengan berkirim surat kepada Khalifah, kita dapat menyampaikan permohonan doa, mohon petunjuk, dan lain-lain untuk kebaikan diri kita. Hadhrat Khalifatul Masih sangat menghargai dan mencintai setiap Ahmadi yang berkirim surat. Beliau selalu membalas surat-surat yang datang dari seorang Ahmadi. Hal itu merupakan salah satu bukti bahwa beliau sangat mencintai setiap Ahmadi. Beliau selalu mendoakan kita dalam setiap shalatnya. Jadikanlah berkirim surat kepada Khalifatul Masih tradisi yang hidup bagi setiap Ahmadi, baik orang dewasa maupun anak-anak, khususnya para pelajar. Karena doa -doa seorang Khalifah sangat SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 19 Sajian | utama maqbul di sisi Allah Ta‟ala karena beliau adalah Wakil Utusan Allah. Ketaatan pada Khilafat Berkenaan dengan ketaatan pada Khilafat, saya membaginya ke dalam tiga bagian, Pertama Mendengar dan Membaca Khutbah Khalifatul Masih; Kedua Melaksanakan Perintah Nizam Khilafat; Ketiga Contoh Kisah-kisah tentang Ketaatan para Sahabat ra. pada Khilafat. dengan cara memanfaatkannya sebaik-baiknya. Taat pada Khalifah berarti taat pada Nabi berarti pula taat pada Allah Ta‟ala. Maka sungguh beruntunglah orang-orang yang taat pada Khalifah. 2. Melaksanakan Perintah Nizam Khilafat Nizam Khilafat adalah peraturan Khilafat. Institusi tertinggi di dalam Islam setelah Kenabian adalah Khilafat. Apapun yang telah ditetapkan di dalam Nizam Khilafat harus ditaati dan diamalkan. 1. Mendengar dan Membaca Suara Khalifah adalah final untuk ditaati dan dilaksanakan. Khutbah Khalifatul Masih Suatu kali Hadhrat Khalifatul Suara Khalifah adalah Suara Alra. lah. Karena, seorang Khalifah Masih II bersabda kepada Majlis adalah Wakil Nabi Allah. Untuk Khuddamul Ahmadiyah: “Kalian itu, semua sabdanya harus diden- boleh bermusyawarah dan memgar dan ditaati. Kita adalah orang- buat program, tetapi keputusan orang yang bernasib baik, karena Khalifah adalah final dan itulah telah berada di dalam satu Jamaah yang harus ditaati dan diamalkan.” Jemaat ini mempunyai wadah yang di dalamnya ada wujud seotempat bermusyawarah yang kita rang Khalifah yang selalu memberikan nasihat-nasihat, memberi- kenal dengan sebutan Majlis Syura. Majlis ini2015 memiliki kedudukan tarbiyat khutbahSINARmelalui ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HSSyura / September khutbahnya. Sementara Muslim kan kedua setelah Khilafat. Segala yang lain tidak memiliki karunia keputusan yang ditetapkan di ini. Karenanya kita harus selalu dalam Majlis Syura harus dilakmendengarkan dan membaca nasi- sanakan. Semua anggota Majlis hat-nasihat beliau khususnya di Syura mempunyai kewajiban undalam Khutbah Jum‟ah dan pidato- tuk melaksanakan dan mengontrol pidato beliau pada kesempatan Jal- pelaksanaannya yang berlaku hingga tiba Syura berikutnya. sah Salanah dan lainnya. Selain itu di dalam Jemaat ini Allah Ta‟ala telah menyediakan ada peraturan yang dipakai sebagai sarana bagi kita yaitu adanya siacuan. Diantaranya adalah Rule aran MTA, Khutbah Jum‟at yang dicetak dan dibagikan secara gratis. and Regulation (Peraturan dan KeKita harus mensyukuri nikmat itu tentuan) biasa disingkat RR. RR ini 20 SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Sajian | utama mengatur tata kelola Jemaat secara administrasi. Landasan semua Nizam ini adalah Al-Quran dan Sunnatur Rasul saw. , serta hadits-hadits Nabi saw.. 3. Kisah-kisah tentang Ketaatan Para Sahabat ra. pada Khilafat Hadhrat Masih Mau‟ud as bersabda: “Aku sangat bersyukur kepada Allah Ta‟ala karena Dia telah menganugerahiku sebuah Jemaat yang sangat setia dan mukhlis. Bila saja aku memanggil mereka untuk suatu maksud atau suatu pekerjaan mereka menyambutnya dengan penuh semangat dan keberanian sesuai dengan kemampuannya. Mereka maju ke depan saling berlomba satu sama lain. Aku menyaksikan di dalam pribadi mereka tertanam sifat shidiq dan tulus yang mendalam. Apabila mereka menerima suatu perintah dariku untuk suatu pekerjaan mereka selalu siap mengerjakannya”. Di dalam buku Hakikatul Wahyi Hadhrat Masih Mau‟ud as. telah menulis, “Di dalam buku Barahin Ahmadiyya terdapat nubuwatan dari Allah Ta‟ala mengenai diriku. Firman-Nya: „ , ك َم َحبَّة ِّمنِى َ اَ ْلقَيْت َعلَ ْي َولِتصْ نَ َع عَلى َع ْينِىakan Aku tanamkan kecintaan terhadap engkau di dalam hati manusia dan Aku akan pelihara engkau di hadapan mataKu‟.” Berikut ini beberapa contoh para Sahabat Masih Mau‟ud dalam hal keitaatan, ketulusan dan peng- khidmatan pada Jemaat. Sayyid Mir Nasir Syah Sahib ra. Sayyid Mir Nasir Syah Sahib, seorang pengawas di bidang pekerjaan umum. Beliau menulis surat kepada Hadhrat Masih Mau‟ud as. sebagai berikut: “Saya berkeinginan keras di hari Kiamat nanti termasuk dalam Jemaat Hudhur yang penuh berkat. Hudhur, Allah lebih mengetahui tingkat kecintaan saya kepada Hudhur. Saya bersedia mengorbakan semua kekayaan dan jiwa raga saya, saudara-saudara dan ibu-bapak saya. Semoga akhir hidup saya dalam kecintaan dan ketaatan sepenuhnya kepada Hudhur. Aamiin.” Hadhrat Masih Mau‟ud as. bersabda, “Apabila saya menjumpai ketulusan dan kesetiaan seperti itu di dalam kebanyakan anggota Jemaat, maka seketika itu terucap di bibir saya „Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkaulah yang telah menarik hati mereka kepadaku di zaman yang pekat seperti ini. Engkau-lah yang telah menanamkan istiqamat di dalam hati mereka. Itulah tanda qudrat Engkau yang sangat Agung‟.” (ibid) . Hadhrat Fadhal Ilahi Sahib ra. Hadhrat Fadhal Ilahi Sahib ra. seorang pensiunan pegawai pos. Beliau menceritakan riwayatnya, “Ketika kenaikan pangkat sudah ditentukan oleh pemerintah, maka SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 21 Sajian | utama saya memberitahukan Hudhur, bahwa saya harus pindah dari Qadian ke tempat tugas yang baru. Hadhrat Masih Mau‟ud as. bersabda: „Saudara Fadhal Ilahi perhatikanlah orang lain dari tempat-tempat jauh datang ke sini dengan biaya mahal. Mengapa engkau malah mau pergi hanya karena kenaikan pangkat? Tetaplah tinggal di sini, berapapun keperluan engkau akan kami penuhi‟. Demi perintah Hudhur as. maka saya batal pindah dari Qadian dan kenaikan gaji saya korbankan setiap bulannya. (Daftar Riwayat Sahabah Ghair Matbu‟ah jilid 6 halaman 315, Riwayat Hadhrat Fadhal Ilahi Sahib ra.) Hadhrat Malik Sadi Khan Sahib ra. “Suatu hari saya datang ke Qadian. Tiba di sana saat akan shalat Zhuhur. Ketika Hudhur as. datang, saya bersalaman. Hudhur as. melihat saya memakai antinganting lalu bertanya, „Mengapa engkau memakai anting-anting?‟ Saya berkata, „Hudhur, ini adat-istiadat orang kampung‟. Hudhur as. bersabda, „Laki-laki Muslim tidak boleh memakai anting-anting, bukalah!‟ Maka, saya membukanya. Ketika saya datang untuk shalat Ashar, Hudhur as. bersabda, „Nah, sekarang engkau nampak sebagai lelaki Muslim‟. Maka pada saat itu juga saya baiat kepada beliau as. ” (Daftar Riwayat Sahabah jld. 7 halaman 217, Hadhrat Malik Sadi Khan Sahib ra.) Hadhrat Khalifatul Masih V atba. 22 bersabda, “Sekarang ini banyak anak-anak lelaki memakai antinganting dan kalung terbuat dari emas sebagai hiasan. Semua benda-benda itu dilarang bagi laki-laki. Saya melihat ada anak-anak Ahmadi juga memakainya. Hendaknya mereka jangan memakai perhiasan tersebut.” Hadhrat Syeih Zainul Abidin Sahib ra. Hadhrat Syeih Zainul Abidin Sahib ra. menulis, bahwa Hafiz Hamid Ali Sahib gemar menghisap hukkah. Bila datang ke Qadian ia selalu mampir ke rumah Mian Nizamuddin Sahib sekadar untuk menghisap hukkah. Mian Nizamuddin adalah anggota keluarga dekat Hadhrat Masih Mau‟ud as. tetapi penentang keras Jemaat dan tidak baiat. Ketika Hudhur as. tahu bahwa Hafiz Ali suka menghisap hukkah di rumah Mian Nizamuddin beliau as. bersabda, “Hafiz Ali, ambilah uang ini dan belilah hukkah untuk engkau sendiri, jangan mampir ke rumah orang itu lagi, karena di sana orang-orangnya menentang Islam.” Enam atau tujuh bulan setelah itu Hadhrat Masih Mau‟ud as. bersabda kepada Hafiz Ali, “Hafiz Ali sahib, sebaiknya tuan berhenti merokok tinggalkan hukkah itu.” Ia berkata, “Baik Hudhur, saya tinggalkan kebiasaan merokok ini.” Maka semenjak hari itu Hafiz Ali berhenti merokok. Lihatlah, betapa bersabarnya SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Sajian | utama Masih Mau‟ud as. memberikan tarbiyat kepada sahabat tersebut hingga berhenti merokok. Tetapi jangan disalah-artikan, bahwa karena Hadhrat Masih Mau‟ud as. menyuruh Hafiz Ali membeli hukkah lalu dipahami bahwa merokok itu dibolehkan. Itu cara beliau as. memberikan tarbiyat se c ara p e rlah an - la h an yang akhirnya tercapai apa yang dimaksud oleh beliau as.. Di satu tempat Hadhrat Masih Mau‟ud as. bersabda, “Seandainya di jaman Rasulullah saw. sudah ada rokok pasti Rasulullah saw. melarang menghisap rokok, karena perbuatan itu merusak kesehatan diri sendiri.” Dengan meninggalkan kebiasaan merokok seseorang akan mendapatkan kesehatan jasmani, karena ia bisa terhindar dari penyakit pernafasan yang ditimbulkan oleh asap rokok. Dari pada uangnya habis dibakar lebih baik ia belikan susu yang b e r ma n f a a t b a g i k e se h a t a n jasmaninya. Ia pun akan merasakan kesehatan ruhani, karena orang yang merokok dibenci oleh Malaikat, dan ia pun dapat meraih karunia berkorban harta di jalan Allah swt. melalui pembayaran Candah, Tarik Jadid, Waqaf e Jadid, Shadaqah dan lain-lain. Iapun akan menikmati kesehatan ekonomi, karena dengan ia tidak merokok berarti ia dapat menghemat uang. Subhaanallaah! Hadhrat Maulvi Aziz Din Sahib ra. Hadhrat Maulvi Aziz Din Sahib menerangkan, “Mln. Mufti Muhammad Sadiq Sahib ra. bekerja di kota Lahore. Pagi-pagi meminta izin kepada Hadhrat Masih Mau‟ud as. pergi ke Lahore untuk masuk kerja. Hadhrat Masih Mau‟ud as. bersabda, „Pagi ini anda jangan pergi, tinggal saja di sini‟. Di siang harinya Mufti Sahib berkata, „Hudhur, hari ini saya kerja sebenarnya harus berangkat tadi pagi, sekarang waktunya sudah lewat‟. Hadhrat Masih Mau‟ud as. as. bersabda, „Jangan khawatir dengan waktu sekarang, pergilah‟. Maka Mufti Sahib pun berangkat bersama saya. Jadwal kereta berangkat jam 14:00 sedangkan kami berangkat sudah jam 16:00 petang. Kami berpikir pasti sudah tertinggal kereta. Ketika sampai di stasiun Batala ternyata kereta itu terlambat hingga 2 jam, akhirnya kami pun bisa berangkat naik kereta itu. Berkat taat kepada beliau as. Allah Ta‟ala telah mengatur perjalanan Mufti Sahib.” (Daftar Riwayat Sahabah jilid 11 halaman 215-216) Demikian artikel ini disajikan, semoga bermanfaat bagi anda yang membacanya. Aamiin. [][] ra. َ َ َوآخ ُش َد ْغ َى َها َان الح ْم ُذ ِللَ ِه َس ِ ّب الػَل ِم ْح َن ِ ِ ُ ْ َ َ ُ َ َّ َ ُ ََََ ُ َ ْ َ ْ َ هللا وبشواجه ِ والعَلم غلُىم وسخمذ *Fazal Muhammad Mbsy. Pemimpin Redaksi Sinar Islam SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 23 Sajian | utama Tulisan ini adalah makalah ceramah yang disampaikan oleh Mln. Zafrullah Rarin Yudiarko*. di hari pertama Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah Markaz/ Kemang, Jum’at, 31 Juli 2015, yang diadakan di Bogor, Jawa Barat dari tanggal 31 Juli 2015 sampai 2 Agustus 2015. Red [][] Pengertian Shalat Arti kata صلىة adalah menggerakkan dan bebas atau terbuka. Dari segi ini shalat membuat seseorang menjadi siap dan bertanggung jawab, dan tidak membiarkan seseorang duduk bermalas-malasan tanpa ada tujuan. Orang yang shalat selalu siap sedia untuk memenuhi hakhak Allah Ta‟ala dan hambahamba-Nya, dan mereka membenci kelesuan dan kemalasan. Kata صلىةberasal dari kata صلي artinya terbakar dan membakar. Dari kata ini berarti kecintaan kepada Ilahi yang menggelora diperoleh melalui shalat. Selama 24 hati tidak terbakar, selama itu pula tidak akan timbul kelezatan dan kebahagiaan di dalam shalat. Salah satu arti lainnya dari kata صلىةadalah fana dalam berdoa dan menjerit kepada Allah Ta‟ala. Doa merupakan kemuliaan dan ruhnya shalat. Yakni di dalam shalat manusia menuju singgasana Allah Ta‟ala dengan menjadi pendamba kecintaan-Nya. Hadhrat Masih Mau‟ud as. bersabda: “Suatu kali saya berpikir bahwa apakah perbedaan shalat dan doa. Di dalam hadits tertera, ْ ُ َ َّ الصلىة ُم ُخ ال ِػ َب َادة “Shalat adalah sumsum ibadah“ Yakni, shalat adalah doa. Shalat adalah bagian dari ibadah. Ketika doa seseorang hanya untuk urusanurusan duniawi, maka itu bukanlah shalat. Tetapi ketika seseorang ingin berjumpa dengan Allah Ta‟ala dan memperhatikan keridhaan-Nya, serta berdiri di hadapan Allah Ta‟ala dengan penuh penghormatan, kerendahan SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Artikel diri, tawadhu„, dan kefanaan demi mengharapkan keridhaan Allah Ta‟ala, barulah dia berada di dalam shalat. Hakikat dasar dari doa adalah melaluinya tercipta hubungan antara Tuhan dan manusia. Inilah doa yang melaluinya diperoleh Qurub Ilahi, dan menghindarkan manusia dari hal-hal yang tidak masuk akal. Pada hakikatnya manusia (berdoa dengan tujuan) memperoleh keridhaan Ilahi. Setelah itu diperbolehkan berdoa untuk kebutuhan-kebutuhan duniawi. Hal ini diperbolehkan karena terkadang kesulitankesulitan duniawi bisa menjadi penghambat dalam urusan-urusan agama, khususnya pada saat lemah, serba kekurangan, dan kesulitankesulitan duniawi bisa menjadi batu sandungan bagi urusanurusan agama. Kata صلىةmemiliki arti berkobar, sebagaimana terciptanya kobaran karena api. Begitu pula hendaknnya timbul gejolak di dalam doa. Ketika sampai pada kondisi sebagaimana keadaan orang yang mati, barulah itu disebut صلىة. (Malfuzhat, jilid 7, hal. 368) Pengertian Mendirikan Shalat Dalam Tafsir Kabir dijelaskan, untuk shalat, Al-Quranul Karim menggunakan kata “iqamatus shalah“ (mendirikan shalat). Berikut penjelasan tentang „iqamatus shalah„ yang diambil dari Tafsir Kabir. Pertama, arti kata iqamat adalah mendirikan (qaim) dan senantiasa melekat (dawam). Dari segi ini berarti, shalat dikerjakan secara dawam, dan tidak dikerjakan dengan lalai atau acuh tak acuh. Arti kedua dari kata iqamat adalah lurus (i‟tidal) dan benar (drusti). Yaitu, shalat dikerjakan tepat pada waktunya dengan memperhatikan seluruh syaratsyaratnya. Arti yang ketiga dari iqamat adalah menjadikan sesuatu sebagai kebiasaan, dan membuatnya menjadi umum atau biasa. Dari segi ini berarti, shalat tidak hanya dikerjakan sendiri-sendiri, tapi dibiasakan juga kepada orang lain dan diajak supaya mengerjakannya secara dawam. Allah Ta‟ala seakan-akan memberikan kesempatan kepada orang Mukmin supaya mereka mendirikan shalat di antara orang lain, dan mengajak mereka untuk mengerjakan shalat. Jika mereka tidak bisa shalat, maka orang Mukmin tersebut akan mengajarkan mereka shalat. Jika ada yang tidak tahu terjemahan bacaan shalat, maka mereka mengajarkan terjemahannya kepadanya. Pendek kata, setiap orang hendaknya sibuk dalam membiasakan diri dalam mengerjakan shalat, dan menegakkannya di dunia ini. Ada yang menjelaskan keindahan-keindahan shalat. Ada SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 25 Artikel yang mengajarkan terjemahan bacaan shalat. Ada yang mengajak orang-orang untuk mengerjakan shalat. Ada yang meningkatkan kecintaan di antara orang-orang yang mengerjakan shalat. Dengan begitu tidak ada seorang Mukmin pun yang tidak mengamalkan perintah “yuqiimus shalah.“ Jadi, Allah Ta‟ala berfirman bahwa, pekerjaan kalian bukanlah hanya mengerjakan shalat sendiri. Tapi merupakan tanggung jawab kalian juga untuk menanamkan kebiasaan mengerjakan shalat dengan segenap kemampuan kepada orang-orang di dunia dengan cara mengajak orang-orang untuk mengerjakan shalat, mengajarkan terjemahan shalat kepada yang tidak bisa membaca, dan meningkatkan kecintaan akan shalat kepada orang-orang yang mengerjakan shalat. (Tafsir Kabir jilid 6, juz 4, hal. 385-386) Arti yang keempat dari kata “iqamatus shalah“ adalah shalat dikerjakan secara berjamaah. Iqamat yang dikumandangkan sebelum memulai shalat berjamaah, di dalamnya mengisyaratkan kepada arti seakan-akan Allah Ta‟ala berfirman bahwa kewajiban kalian bukanlah hanya beribadah kepada Allah Ta‟ala, tapi juga merupakan kewajiban kalian untuk shalat secara berjamaah. Maksudnya adalah, Kami (Tuhan) tidak hanya memerintahkan beribadah kepada kalian, tetapi memerintahkan untuk beribadah secara berjamaah. 26 Di semua agama yang lain jika ada orang yang beribadah sendirian, maka dia dianggap sebagai seorang yang zuhud „abid (orang yang banyak beribadah), orang yang sangat suci, dan orang yang sangat „arif, sehingga orangorang semacam ini (dianggap) sebagai orang yang memperoleh qurub Ilahi (kedekatan dengan Allah Ta‟ala) dan liqa Ilahi (perjumpaan dengan Allah Ta’ala). Tapi Islam berkata, bahwa jika ada seseorang yang tidak mengerjakan shalat berjamaah, maka sebanyak apapun dia mengerjakan ibadah dengan sendirian, dia sekali-kali tidak dapat dianggap sebagai seorang yang benar dan suci. Dia tidak dapat diberikan kedudukan yang terhormat di dalam kaum. Ini merupakan perbedaan yang sangat besar antara Islam dan agamaagama lain. Jadi, orang yang kaum lain menetapkannya sebagai seorang yang suci hanya karena dia mengerjakan ibadah dengan cara sendirian, (justru) Islam menetapkannya sebagai seorang yang murtad dan mardud (tertolak). Dunia menganggapnya sudah mencapai Allah Ta‟ala, sedangkan Islam menganggapnya jauh dari kedekatan dengan Allah Ta‟ala. Karena Islam mengatakan “aqiimis shalah“, Kami tidak hanya memerintahkan kalian mengerjakan shalat, tapi kami memerintahkan kalian mengerjakan shalat bersama orang lain (berjamaah), dan jangan hanya SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Artikel memperbaiki keadaan kalian saja, tapi tingkatkanlah kerohanian kaum dengan memberikan bimbingan kepada mereka. Janganlah kalian menjauh dari kaum, melainkan teruslah mendekati mereka. Jagalah akhlak dan kerohanian mereka, bagaikan seorang penjaga yang handal. (Tafsir Kabir, jilid 6, juz 4, hal. 385) Dan arti yang kelima dari kata iqamat adalah membuat berdiri, atau tidak membiarkan terjatuh suatu benda yang hampir jatuh. Hal ini mengisyaratkan bahwa, manusia tidak selalu berada dalam keadaan yang sama. Terkadang di dalam shalat, dia mengalami kegelisahan. Tapi hendaknya jangan berputus asa, dan janganlah menganggap shalat kalian itu tidak berguna. Tapi hendaknya terus berusaha mengerjakan shalat dengan cara yang benar. Karena Allah Ta‟ala menghendaki pengorbanan dari hamba-hamba-Nya sedemikian rupa, yakni pengorbanan dengan sekuat tenaga. Pendek kata, orang-orang yang pikirannya sangat kotor, dan tidak bisa menegakkkan tobat di dalam shalat, jika mereka berusaha memperbaiki shalat mereka, dan mengerjakannya dengan penuh perhatian, maka ketika dia jatuh dari maqam atau kedudukannya, tapi karena dia berusaha untuk mendirikan shalatnya, oleh karena itu Allah Ta‟ala tidak akan menyia -nyiakan shalatnya, dan dia tidak akan tidak mendapatkan hasil (artinya, dia pasti akan berhasil). “.....Islam berkata, bahwa jika ada seseorang yang tidak mengerjakan shalat berjamaah, maka sebanyak apapun dia mengerjakan ibadah dengan sendirian, dia sekali-kali tidak dapat dianggap sebagai seorang yang benar dan suci. Dia tidak dapat diberikan kedudukan yang terhormat di dalam kaum. Ini merupakan perbedaan yang sangat besar antara Islam dan agama-agama lain.“ Hadhrat Masih Mau‟ud as. bersabda: “Shalat adalah akar dan tangga dari segala kemajuan. Oleh karena itu, dikatakan bahwa shalat adalah tangga bagi orang beriman. Di dunia ini telah berlalu ratusan ribu waliullah, orang suci, para agamawan, orang yang memiliki keruhanian tinggi (qathb). Bagaimana mereka bisa mendapatkan kedudukan dan derajat semacam ini? Melalui shalatlah mereka mendapatkannya. Hadhrat Rasulullah saw. Bersabda, “Qurrota „aini fisholah“ (Nasa‟i, Bab An-Nisa) yakni kesejukan mataku ada di dalam shalat. Pada hakikatnya, tatkala manusia sudah sampai pada kedudukan dan derajat ini, maka baginya shalat menjadi sesuatu yang paling lezat. Dan inilah SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 27 Artikel maksud dari sabda Rasulullah saw. itu. Jadi, setelah manusia memperoleh keselamatan dari jiwa yang penuh perjuangan, dia akan sampai pada maqom tertinggi. Pendek kata, ingatlah yuqiimus shalah merupakan derajat dan tingkat permulaan, dimana menger -jakan shalat dengan hampa dan susah payah. Tetapi sesuai dengan petunjuk Al-Quran, bagi orang semacam ini, setelah dia lulus dari tingkat ini, dia akan sampai pada kedudukan di mana shalat menjadi penyejuk mata baginya.“ (Malfuzhat, jilid 6, hal. 310) Perhatian terhadap pentingnya shalat Allah Ta‟ala di dalam AlQuranul Karim berkali-kali menekankan berkenaan dengan shalat, dan terus-menerus memuji orang-orang yang mengerjakan shalat, serta mencela orang-orang yang tidak mengerjakan shalat, atau orang-orang yang malas mengerjakan shalat. Sebagaimana Dia berfirman, “Hamba Tuhan yang terbaik adalah yang menjaga shalatshalatnya, dan dawam dalam mengerjakannya“ (QS. Al-Ma‟arij, 70:24). Sebagaimana di lain tempat Dia berfirman, “Jagalah shalat-shalat, khususnya shalat yang ada ditengahtengah kesibukan atau aktifitas.” (QS. Al-Baqarah, 2:239). Lalu Dia berfirman, “Orang yang tidak shalat, akan masuk ke dalam 28 neraka.“ (QS. Al-Mudatsir, 74:4344). “Keadaan orang-orang yang lalai dan malas dalam mengerjakan shalat, patut disesali.“ (QS. Al-Ma‟un, 107:5,6). Dalam hadits-hadits Rasulullah pun shalat sangat ditekankan dan diutamakan. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, “Shalat adalah tiang agama. Orang yang mengerjakan shalat secara dawam, berarti dia telah menegakkan agama, dan orang yang meninggalkan shalat, berarti dia telah menjatuhkan agama, dan telah meruntuhkan bangunannya. Perbedaan Islam dan kafir terletak pada shalat.“ Suatu kali beliau saw. bersabda, “Pada hari kiamat yang paling pertama dihisab adalah shalat.“ Di lain kesempatan, beliau saw. dalam menjelaskan keutamaan shalat di hadapan para Sahabat ra. bersabda, “Orang yang disamping rumahnya terdapat sungai yang airnya bersih, dan dia mandi di situ lima kali sehari, dengan begitu tidak akan ada kotoran tersisa di badannya. Begitu juga orang yang mengerjakan shalat lima waktu dalam sehari, maka tidak akan tersisa ketidakbersihan di dalam batinnya, dan juga tidak akan tersisa kotoran kesalahan dan dosa di dalam batinnya.“ (Shahih Bukhari). saw. Untuk sampai kepada Allah Ta‟ala, ada tingkatan-tingkatan yang di dalamnya dibutuhkan kerja keras, usaha, dan perjuangan manusia itu sendiri. Begitu juga SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Artikel untuk sampai ke tempat tujuan, yakni untuk memperoleh qurub Ilahi, shalat merupakan kendaraannya. Barangsiapa yang mengendarainya, dia dengan cepat dapat mencapai Allah Ta‟ala, dan barang siapa yang meninggalkan shalat, bagaimana bisa dia mencapai Allah Ta‟ala. (Malfuzhat Mafhuman, jilid 5, hal. 255). Sebagaimana di lain tempat Hadhrat Masih Mau‟ud as. bersabda: “Tidak ada doa yang lebih utama dibandingkan shalat. Karena di dalamnya terdapat tahmid, istighfar, dan shalawat. Kumpulan segala doa dan wirid itulah yang disebut dengan shalat. Dengan itu segala macam kesedihan dan kesulitan akan hilang sirna. Kerjakanlah shalat dengan seindah-indahnya, dan dengan memahami maknanya. Setelah doa -doa sunah, berdoa jugalah dalam bahasa kalian sendiri. Dengan begitu kalian akan memperoleh ketentraman qalbu, dan apabila Allah Ta‟ala menghendaki, maka segala macam kesulitan kalian akan hilang sirna. Shalat adalah sarana untuk mengingat Allah Ta‟ala. Sebagaimana Dia berfirman: َ ْ َ َ َّ َالصلىة ِل ِزه ِشي ا ِك ِم “Dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (QS. Thoha, 20:15). (Malfuzhat, jilid 5, hal. 432-433) Di dalam shalat terdapat juga banyak kesempatan untuk terkabulnya doa. Khususnya sujud yang merupakan maqam atau tempat yang paling dekat (dengan Allah Ta‟ala) dan keadaan yang paling tepat untuk berdoa. Sebagaimana tertera dalam hadits Rasulullah saw.: ْ ُ ُ َْ َاك َش ُب َما ًَي ْىن ال َػ ْب ُذ ِم ًْ َّسِّب ِه َو ُه َى َظ ِاج ٌذ “Keadaan yang paling dekat antara hamba dan Tuhan-nya adalah ketika dia sedang bersujud.” (HR. Muslim, Kitabush Shalah, Bab Ma Yuqalu fir Ruku‟) Falsafah Ibadah Shalat Ingatlah, shalat bukan sesuatu yang merugikan. Bahkan shalat ditetapkan untuk menyelamatkan manusia dari segala macam kerugian, dan menghindarkan manusia dari segala macam keburukan. Seakan-akan Islam mengemukakan pandangan, bahwa, “Wahai manusia! Kerjakanlah shalat, yakni (hanya) sepuluh atau lima belas menit kalian duduk dan berdiri, bukan atas dasar keinginan Tuhanmu. Tapi kerjakanlah untuk ishlah atau perbaikan dirimu, dan shalat merupakan sesuatu yang dapat menghapuskan banyak keburukan. Sebagian orang sekalipun telah mengerjakan shalat, tapi masih saja melakukan berbagai jenis keburu- SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 29 Artikel kan. Jawabannya adalah, mereka mengerjakan shalat tidak dengan ruh dan tidak tulus. Tapi mereka hanya mengerjakan sebagai rutinitas dan kebiasaan semata. Ruhani mereka mati. Shalat yang dapat menjauhkan dari berbagai keburukan adalah yang di dalamnya terdapat ruh kebenaran, dan pengaruh kebaikan. Shalat bukan hanya gerakangerakan jasmani, tapi pada hakikatnya rukun-rukun shalat merupakan gerakan-gerakan ruhani. Manusia harus berdiri berhadap-hadapan dengan Tuhan, dan qiyam atau berdiri juga merupakan gerakan yang menunjukkan penghambaan. Ruku‟ yang merupakan bagian kedua, menunjukkan seakan-akan dia siap tunduk sedemikian rupa untuk melaksanakan perintah, sedangkan sujud menzahirkan penghormatan sempurna, merendahkan diri sepenuhnya, dan kefanaan, yang merupakan tujuan dari ibadah. Allah Ta‟ala menetapkan gerakan-gerakan dan cara-cara ini sebagai sarana untuk mengingatNya, dan menetapkan tubuh untuk mengambil bagian dari cara-cara batin. Selain itu untuk membuktikan gerakan-gerakan batin, Dia menetapkan gerakangerakan lahir. Shalat menanamkan keyakinan di dalam hati manusia untuk takut kepada Allah Ta‟ala, dan meyakini bahwa Dia Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Shalat akan terus menyegarkan keyakinan itu, 30 supaya kita dalam pekerjaan kita, tidak mengabaikan keridaan Allah Ta‟ala. Karena seseorang yang berkali-kali hadir di haribaan Allah Ta‟ala akan berikrar, bahwa, “Wahai Tuhan! Engkau Pemilik segala keindahan, Pemelihara segala sesuatu, Maha Mulia, Maha Pemberi Ganjaran, berada dalam kekuasaan Engkau ganjaran dan hukuman, aku adalah hamba-Mu, Engkau adalah Pemilik-ku, Maha Pemberi Rezeki, aku senantiasa patuh kepada-Mu.” Maka orang semacam ini seharusnya senantiasa bertobat dari dosa-dosa. Karena bagaimana mungkin seseorang yang meyakini Tuhan sebagai Tuhan sekalian alam, Maha Pengasih Maha Penyayang, Raja Hari Pembalasan, Maha Mengetahui, Maha Bijaksana dan Maha Kuasa, bersamaan dengan itu dia juga terus melakukan banyak keburukan, dan dia itu tidak merasa malu karena berkalikali sudah hadir di singgasana Tuhan? Lalu di dalam ibadah Islam, ditegakkan dasar-dasar berjamaah yang merupakan dasar dari agama. Jelaslah, bahwa kehidupan manusia terdiri dari dua sisi, yakni individu atau pribadi dan berjamaah atau kebersamaan. Untuk menjaga kedua sisi itu diperlukan agama, politik, umat, akhlak, dan kerjasama atau tolong menolong dalam segala hal. Kalau tidak, masyarakat akan menjadi rusak. Bangsa yang tidak memperhatikan kehidupan bersama dan tanggung SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Artikel jawabnya dalam berpolitik, bangsa itu lemah. Begitu pula bangsa yang menjadikan manusia sebagai sebagian kecil dari mesin atau alat politik, berarti bangsa itu telah menutup jalan-jalan kemajuan bagi manusia. Metode dasar dan yang dapat berhasil adalah, ketika sisi individu dan berjamaah keduaduanya ditegakkan dalam waktu yang bersamaan dan berimbang. Dalam agama, juga cara inilah yang bisa berhasil dan bermanfaat. Islam memberikan perhatian secara khusus kepada hikmah itu. Dalam agama, ruh kebersamaan atau berjamaah diberikan kedudukan istimewa lagi mulia. Contohnya shalat, di dalamnya terdapat keindividuan dan kebersamaan juga. Tapi shalat yang di dalamnya terdapat suatu corak kebersamaanlah yang darinya diperoleh suatu keistimewaan. Karena di dalam Islam telah diwajibkan shalat berjamaah, dan diharuskan untuk mengerjakannya, dengan batasan kalau tidak ada uzur atau halangan. Melalui shalat akan terbuka bagi manusia pintu-pintu mimpi yang benar, ilham, kasyaf, mukalamat dan mukhathabat Ilahiah, serta meningkatkan hubungan dengan Allah Ta‟ala, sehingga setelah sempurnanya tabattul (pemutusan hubungan dengan dunia), lalu manusia akan menjadi milik Allah Ta‟ala dan melebur ke dalam dzatNya. (Malfuzhat, jilid 1, hal. 232) Shalat mengantarkan manusia sampai kepada kedudukan tertinggi dalam keruhanian. Sebagaimana yang diisyaratkan dalam hadits saw. Rasulullah , “Ashsholaatu mi‟raajul mu‟miniin.“ (shalat adalah tangga bagi orang Mukmin). (Tafsir Kabir Razi jilid 1 hal 207) Pendek kata, agama yang lain tidak memiliki ibadah yang sesempurna ini. Ini suatu bukti yang agung akan keunggulan agama Islam. Kemudian bersamaan dengan itu Islam juga memberi petunjuk, yakni apabila kita berada di dusun tempat tinggal kita, maka hendaknya diusahakan untuk shalat di masjid dusun itu. Dengan itu akan tercipta hubungan dengan para tetangga dan diperoleh juga cahaya bagi ruh secara individu dan berjamaah. Pendek kata, dengan cara itulah Islam berusaha untuk menyempurnakan faedahfaedah yang dapat ditemukan dalam berjamaah. Dalam sebuah riwayat tertera, bahwa seseorang berkata kepada salah seorang Sahabat ra., “Baiklah, berarti si fulan mesti pergi ke dusun untuk mengerjakan shalat.“ Sahabat tersebut berkata, “Saya mendengar dari Rasulullah saw. bahwa kita hendaknya mengerjakan shalat di masjid yang ada di dusun tempat tinggal kita. Oleh karena itu saya mengerjakan shalat di masjid yang ada di dusun tempat tinggal saya.“ Di dalam shalat, kita mendapat kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dari hukum-hukum atau perintah-perintah Allah SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 31 Artikel Ta‟ala. Karena di dalam shalat, beberapa bagian Al-Quranul Karim juga dibaca. Dengan begitu setiap hari ilmu kita tentang beberapa hukum Allah Ta‟ala bertambah sedemikian rupa, dan timbul pula semangat tambahan untuk mengamalkannya. Shalat juga memberikan pelajaran kepada kita, bahwa pekerjaan yang dibebankan kepada kita bukanlah hanya tanggung jawab pribadi atau perseorangan saja. Untuk itu diperlukan kekuatan bersama. Selama kita tidak berusaha memenangkan Islam dengan mempersatukan dari segala segi, dan menjadi kesatuan yang sempurna, selama itu pula Islam tidak akan menang. Dalam setiap kaum setidaknya telah ditetapkan tatacara untuk beribadah kepada Allah Ta‟ala. Tapi tidak mesti dalam tatacara itu terdapat ma‟quliyat (sesuatu yang masuk akal) dan hikmah. Tetapi tatacara ibadah dalam Islam, yakni seluruh gerakan-gerakan shalat memiliki tujuan, faedah, dan wibawa. Bacaan yang dibaca orangorang dalam shalat memiliki makna dan penuh dengan ma‟rifat. Begitu pula seluruh tatacara yang ditetapkan di dalam shalat, digunakan sebagai cara menzahirkan penghormatan dalam berbagai kaum. Di kaum Iran, berdiri lurus dengan melepaskan tangan (tidak melipat tangan) merupakan tanda untuk menzahirkan penghormatan. Dalam kaum keturunan Turki, 32 “Shalat juga memberikan pelajaran kepada kita, bahwa pekerjaan yang dibebankan kepada kita bukanlah hanya tanggung jawab pribadi atau perseorangan saja. Untuk itu diperlukan kekuatan bersama. Selama kita tidak berusaha memenangkan Islam dengan mempersatukan dari segala segi, dan menjadi kesatuan yang sempurna, selama itu pula Islam tidak akan menang.“ berdiri dengan melipat tangan, merupakan tanda untuk menzahirkan penghormatan. Dalam kaum Yahudi dan beberapa kaum yang lain, menunduk merupakan tanda untuk menzahirkan kepercayaan (akidah). Di kaum Asia kecil, India, Pakistan, dan Afrika, jatuh bersujud merupakan cara untuk menzahirkan penghormatan. Dalam kaum Eropa, duduk bersimpuh dianggap sebagai cara untuk menzahirkan penghormatan. Pendek kata, dalam setiap kaum setidaknya ada cara untuk menzahirkan kepercayaan. Semua penghormatan itu dikumpulkan di dalam shalat. Salah satu faedahnya adalah ketika seseorang menjadi Muslim, dan melihat kebiasaan kaumnya, dan melakukan penzahiran penghormatan dengan caranya sendiri yang khas, maka dia akan merasakan kelezatan yang SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Artikel sempurna. Orang Kristen menyukai tunduk dengan duduk bersimpuh, yakni seperti duduk tasyahud. Karena dalam umat Kristen, terbiasa duduk seperti duduk tasyahud untuk menzahirkan penghormatan. Orang Hindustan menganggap keadaan sujud merupakan penghinaan (diri) dan perendahan diri yang tak terhingga. Orang Iran merasa hina atau rendah diri dalam keadaan berdiri sambil melepaskan tangan. Orang Yahudi tampak hina dalam keadaan ruku‟. Pendek kata, kaum apapun yang masuk ke dalam Islam, maka dengan melihat di dalam shalat (terdapat) cara-cara mereka, dalam penghormatan dan pengagungan, lalu ruh mereka akan memperoleh ketentraman derajat pertama di dalamnya (shalat). Lihatlah, betapa indahnya (ibadah) yang ada di dalam Islam. Hal-hal yang sehalus ini tidak tampak dalam ibadah-ibadah kaum yang lain, dan inilah sebabnya Islam merupakan agama yang universal, dan seluruh dunia harus bergabung ke dalamnya. Kemudian Islam telah menghilangkan batasan-batasan. Orang Kristen apabila hendak shalat mesti pergi ke gereja. Orang Hindu apabila hendak shalat mesti pergi ke kuil. Orang Sikh apabila hendak shalat mesti pergi ke gurdawara. Tetapi Rasul Karim saw. bersabda: َْ ْ َ ُ ُ الا ْس ض َم ْس ِج ًذا ج ِػلذ ِلى “Telah dijadikan bagiku bumi sebagai masjid” (HR. Bukhari, Kitabul Yatim) Orang-orang Kristen hanya beribadah di gereja. Orang-orang Hindu hanya beribadah di kuil. Hanya orang Islam saja yang bersujud di seluruh permukaan bumi. Apabila kita pergi ke gunung, maka dengan sengaja kita shalat di berbagai tempat. Supaya tidak ada tempat yang tersisa di mana tidak didirikan ibadah kepada Allah Ta‟ala. Lihatlah, betapa luasnya apa yang ditemukan di dalam Islam. Di mana Allah Ta‟ala telah menegakkan kesamaan antara umat manusia, dengan menjadikan setiap orang berhak untuk menjadi imam, di situ pula Rasulullah saw. telah menegakkan kesamaan di muka bumi dengan bersabda, “Ju„ilat lil ardhi masjidan.“ Lalu, di satu sisi di mana beliau saw. telah merubah seluruh bumi sebagai masjid dengan bersabda, “ju„ilat lil ardhi masjidan,“ di situ pula setelah menggabungkan nafal-nafal dengan fardhu-fardhu, beliau saw. menjadikan setiap rumah sebagai masjid. Karena berkenaan dengan shalat-shalat nafal, beliau saw. suka apabila dikerjakan di rumah. Sebagaimana beliau saw. bersabda, ُ َ َ َ َُ ال ج ْج َػل ْىا ُب ُُ ْىجى ْم َمل ِاب َش (HR. Tirmidzi, Bab. Tsawabul SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 33 Artikel Quran) Yakni, jangan jadikan rumahrumahmu seperti kuburan. Sebagaimana tidak diperbolehkan shalat di atas kuburan, jangan pula kamu menganggap rumahrumahmu seperti itu. Tapi biasakanlah mengerjakan beberapa shalat di rumah. Begitulah Allah Ta‟ala telah membukakan jalan untuk beribadah di muka bumi. Di dalam shalat Islam ditetapkan waktu sedemikian rupa yang tidak dapat dijumpai permisalannya dalam agama-agama lain. Misalnya: Sebelum matahari terbit, ada shalat; setelah matahari tepat di atas kepala, ada shalat; dekat terbenamnya matahari, ada shalat; setelah terbenamnya matahari, ada shalat; pada malam hari sebelum tidur, ada shalat. Ini semua merupakan lima shalat fardhu. Ini semua tidak bisa dikerjakan sekehendak hati seseorang. Sedemikian banyaknya ibadah maka dalam agama mana lagi ibadah sebanyak ini dapat dijumpai. Kesimpulannya adalah bahwa Islam telah menetapkan waktuwaktu yang berbeda untuk shalat dan melalui itu Islam telah menciptakan suatu bentuk perkumpulan kaum (dengan frekwensi) yang lebih sering. Pada saat shalat, umat Muslim memuji dan memuliakan Allah Ta‟ala. Berdoa di haribaan-Nya. Memohon di hadapan-Nya untuk perbaikan diri, kemajuan rohani, 34 kemajuan bagi teman-teman, kemuliaan, serta beraneka ragam kemajuan duniawi, dan ruhani lainnya. Keagungan yang sederhana dari shalat adalah, pada saat shalat seorang Mukmin tidak bisa melihat kesana-kemari, tidak bisa berbicara dengan orang lain, dan ketika shalat di masjid tidak memperdulikan perbedaan kaum atau pun keturunan. Di hadapan Allah Ta‟ala semuanya sama. Si miskin dan si kaya berdiri dalam satu shaf. Seorang hamba memiliki hak berdiri di samping rajanya. Budak sekalipun memiliki hak berdiri di samping raja. Pada saat shalat, seorang hakim, pendosa, wartawan, dan tentara berdiri bersebelah-sebelahan. Tidak ada yang bisa menunjuk-nunjuk (memerintah) seseorang. Tidak ada yang bisa menyuruh seseorang untuk mundur dari tempatnya. Di dalam masjid, setiap orang memiliki hak dan kedudukan atau derajat yang sama. Jadi semuanya berdiri dengan tenang di hadapan Allah Ta‟ala, dengan derajat yang sama. Melaksanakan ruku‟, sujud, dan berdiri sesuai dengan isyarah imam. Terkadang imam membaca ayat-ayat Al-Quran dengan suara keras, supaya dia bisa memberikan nasihat kepada jamaah. Dalam beberapa bagian shalat, masingmasing orang membaca doa yang telah ditetapkan, dan juga membaca doa yang diinginkan. (Pengantar Tafsir Quran) Allah Ta‟ala telah menjadikan shalat sebagai sarana untuk SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Artikel berjumpa dengan-Nya. Setelah mengucapkan takbir, orang yang shalat seakan-akan berada di hadapan Allah Ta‟ala. Bahkan dia larut secara sempurna dalam beribadah. Dia tidak bisa berbicara dengan siapapun. Dia juga tidak bisa menjawab salam orang lain. Sampai-sampai orang yang tidak shalat pun tidak berhak memberitahukan kesalahan dari orang yang sedang shalat. Misalnya, ada orang yang shalat kelebihan atau kurang dalam mengerjakan sujud, maka orang yang tidak mengerjakan shalat tidak bisa memberitahukan apa kesalahannya itu. Seorang Muslim ketika mengerjakan shalat, seakanakan hadir di singgasana Allah Ta‟ala, dan orang lain tidak berhak mencampuri urusannya. Ya, orang yang bisa memberitahukan kesalahannya adalah orang yang ikut berjamaah dengannya. Begitu juga dia tidak bisa melirik kesanakemari. Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang shalat melihat kesana -kemari, Allah Ta‟ala akan mengganti kepalanya dengan kepala keledai.“ Dalam hadits itu Rasulullah saw. mengisyarahkan kepada kebodohan orang semacam ini, dan di dalam hadits itu terdapat permisalan bahwa orang yang semacam ini berada pada kebodohan tingkat pertama (paling bodoh, pent). Karena alasan apa dia melihat kesana-kemari saat sedang shalat, adalah karena tampak olehnya suatu benda yang mengagumkan atau lebih menarik. Tapi pertanyaannya adalah, benda apa yang lebih menarik atau mengagumkan dibandingkan Allah Ta‟ala. Apabila dia meninggalkan Allah Ta‟ala dan melihat bendabenda yang lain, maka sesungguhnya dia benar-benar keledai. Di hadapannya ada Allah Ta‟ala bagaikan wajah yang sangat menawan, lalu dia melihat kucing atau tikus, maka tidak diragukan lagi bahwa dia benar-benar keledai. Jadi, di dalam shalat hendaknya benar-benar fana kepada Allah Ta‟ala, dan pada saat memulai shalat, dalam mengucapkan takbir terdapat hikmah, seakan-akan orang yang mengucapkan takbir mengumumkan, bahwa “Wahai saudaraku, wahai yang mulia, dan wahai keluargaku! Bagiku kalian juga mulia, tapi dibandingkan kalian, bagiku Allah Ta‟ala lebih Mulia. Dia Maha Besar. Aku hendak pergi ke hadapan-Nya dan memutuskan hubungan dengan kalian.“ Ketika shalat selesai, maka dia mengucapkan assalamu„alaikum warahmatullah. Maksudnya adalah, sekarang aku telah kembali. Sebagaimana ketika ada yang datang dari luar mengucapkan assalamu„alaikum, begitu pula dia mengucapkannya. Aku telah pergi keluar, sekarang aku telah kembali. Beginilah shalat yang begitu murni dan sempurna. [][] *Zafrullah Rarin Yudiarko Staf Sekretaris Umum PB JAI Bidang Surat Masuk SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 35 Artikel Ujian Keimanan dan ‘The Big Bang’ Ruhani Bagian I Oleh: Ruhdiyat Ayyubi Ahmad Pendahuluan diri dari azab Kami? Sangat buruk apa yang mereka putuskan.” (AlAnkabūt, 29:1-5) Berkenaan dengan proses penciptaan alam semesta yang disebut peristiwa “the Big Bang” (Ledakan Besar), Allah Swt. berfirman: Allah Ta‟ala berfirman mengenai tujuan ujian keimanan bagi orang-orang yang menyatakan telah beriman kepada Allah Ta‟ala dan kepada Rasul Allah yang kedatang annya dijanjikan kepada mereka: ّٰ ٓ ٓ َّ َ ً َّ الل ِہ ﴾﴿ۚ الش ِخ َۡی ِم ﴿﴾ ال ّـم َ ِ الش ۡخم ِب ۡع ِ َم َ ٰۤ ُ ۡ َ ُ َّ َ َ َ ٰۤ ُ اط ا ۡن ُّیت َرک ۡىا ا ۡن َّی ُل ۡىل ۡىا ا َم َّىا َو ُہ ۡم َاخ ِعب الى َۡال ُی ۡف َخ ُى ۡى َن ﴿﴾ َو َل َل ۡذ َف َخ َّىا َّال ِز ۡی ًَ م ًۡ َك ۡب ِلہم ِ ِ َ ََ ّٰ ًَّص َذ ُك ۡىا َو َل َی ۡػ َل َم َ ًَ َّالز ۡی فل َی ۡػل َم ًَّ الل ُہ ِ ۡ َ ُ َّ الک ِز ِب ۡح َن ﴿﴾ ا ۡم َخ ِع َب ال ِز ۡی ًَ َی ۡػ َمل ۡى َن ٓ َ َ َ ُ َّ ﴾﴿ الع ِّیا ِث ا ۡن َّی ۡع ِب ُل ۡىها ؕ َظا َء َما َی ۡدک ُم ۡىن “Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Aku, Allah Yang Maha Mengetahui. Apakah manusia menyangka bahwa mereka akan dibiarkan berkata; „Kami telah beriman‟ dan mereka tidak akan diuji? Dan sungguh Kami benar-benar telah meng uji orang-orang sebelum mereka, maka pasti Allah mengetahui orang-orang yang berkata benar dan pasti Dia mengetahui orang-orang yang dusta. Ataukah orang-orang yang berbuat keburukan menyangka bahwa mereka akan dapat melepaskan 36 َّ َا َو َل ۡم َی َش َّال ِز ۡی ًَ َک َف ُش ٰۡۤوا َا َّن العمى ِث َو َٓ ۡ ۡ َ ۡ َ َ َ َۡ ۡ ض کاه َخا َسج ًلا ف َف َخ ۡلن ُہ َما ؕ َو َج َػل َىا ِم ًَ املا ِء الاس َُ َّ َ ۡ َ ّ َ َ َ ُ ۡ ُ ۡ ن ﴾﴿ کل ش ى ٍء ح ٍی ؕ افَل یإ ِمىى “Tidakkah orang-orang yang kafir melihat bahwa seluruh langit dan bumi keduanya dahulu suatu massa yang menyatu, lalu Kami pisahkan keduanya? Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup dari air. Tidakkah mereka mau beriman?” (Al-Anbiya, 21:31). Ayat ini mengisyaratkan landasan agung satu kebenaran ilmiah. Agaknya ayat itu menunjuk kepada alam semesta, ketika masih belum mempunyai bentuk benda, dan ayat itu bermaksud menyatakan bahwa seluruh alam semesta khususnya tata surya, -- sesuai dengan Sifat Rabbubiyat Allah Swt. (QS. SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Artikel Kemarau (Sumber: http:rmolsumsel.com) Al-Fatihan, 1:2) telah berkembang dari “gumpalan” yang belum mempunyai bentuk atau segumpal kabut. Selaras dengan asas yang Allah Swt. lancarkan Dia memecahkan gumpalan zat itu dan pecahan-pecahan yang cerai-berai menjadi kesatuankesatuan wujud tata-surya (“The Universe Surveyed” oleh Harold Richards dan “The Nature of the Universe” oleh Fred Hoyle). َو َج َع ۡلنَا ِمنَ ۡال َمآ ِء ک َّل ش َۡیء َحی Sesudah itu Allah Swt. menciptakan seluruh kehidupan itu dari air. Ayat ini nampaknya mengandung arti bahwa seperti alam kebendaan, demikian pula alam keruhanian pun berkembang dari “gumpalan” yang belum mempunyai bentuk, yang terdiri dari alam pikiran yang kacau-balau dan kepercayaan-kepercayaan yang bukanbukan. Sebagaimana Allah Swt. dengan hikmah-Nya yang tidak pernah meleset dan sesuai dengan rencana agung-Nya telah memecahkan “gumpalan” zat itu, dan pecahanpecahan yang bertebaran dan tersusun menjadi kesatuan wujud berbagai tata surya, maka persis seperti itu pula Dia mewujudkan suatu tertib ruhani yang baru dalam suatu alam yang berguling-gantang di dalam paya-paya cita-cita yang kacau-balau (QS.30:42). Pengutusan Rasul Allah Sebagai Sarana Pemecah “Gumpalan” dan “Kemarau Panjang” Dunia Ruhani Bila umat manusia tenggelam ke dalam kegelapan akhlak yang keruh serta angkasa keruhanian menjadi tersaput oleh awan yang SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 37 Artikel padat dan sesak, Allah Swt. menyebabkan munculnya suatu cahaya berupa seorang utusan Ilahi (Rasul Allah) yang mengusir kegelapan ruhani yang telah menyebar luas itu, dan dari gumpalan yang tidak berbentuk dan tanpa kehidupan -yang berupa kerendahan akhlak dan ruhani -- lahirlah suatu alam semesta ruhani yang mulai meluas dari pusatnya dan akhirnya melingkupi seluruh bumi, menerima kehidupan dan pengarahan, dari tenaga penggerak yang berada di belakangnya berupa wahyu Ilahi, yang dalam AlQuran digambarkan sebagai turunnya air hujan yang menghidupkan bumi yang telah mati karena mengalami musim kemarau panjang, firman-Nya: ۡ ََ ُ ُ َ ۡ َ َ ٰۤ َّ ال ۡم َیا ِن ِلل ِز ۡی ًَ ا َم ُى ۡىا ا ۡن جخش َؼ كل ۡى ُب ُہ ۡم ۡ ّٰ ۡ َ ُ ُ َ ِل ِزک ِش الل ِہ َو َما ه َض ٌَ ِم ًَ ال َح ِ ّم ۙ َو ال َیک ۡىه ۡىا َ َ َ َ ُ ۡ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ ُ َ ۡ َّ َ اٌ َغل ۡي ِہ ُم کال ِزیً اوجىا ال ِکخب ِمً كبل فؼ ُُ َ َُ ۡ ن ََ َۡ الا َم ُذ فل َع ۡذ كل ۡى ُب ُہ ۡم ؕ َو ک ِث ۡح ٌر ِّم ۡن ُہ ۡم ف ِعلى َ ۡ ۡ ُ َ ّٰ َّ َ ٰۤۡ ُ َ ۡ َ الا ۡس ؕ ض َب ۡػ َذ َم ۡى ِت َہا ﴿﴾ ِاغلمىا ان اللہ یح ِی ََ ۡ َ َّ َّ َ ُ ُ ۡ َ َ َّ ُ ۡ َ ۡ ُ ۡ ن ﴾﴿ كذ بیىا لکم الای ِذ لػلکم حػ ِللى “Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka jaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka? Ketahuilah, bahwa38 sanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepadamu supaya kamu mengerti.” (Al-Hadīd, 57:17-18). Mengisyaratkan kepada Sunnatullah yang dikemukakan dalam ۡ ُ ُ َ َّ َ ُ ُ َ َ ayat َو ال َیک ۡىه ۡىا کال ِز ۡیً ا ۡوجىا ال ِکخ َب ِم ًۡ ك ۡب ُل --dan mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kiَ َ َ َ ُ َۡ tab sebelumnya, اٌ َغل ۡي ِہ ُم الا َمذ فؼ َ -- ُُ ََ فل َع ۡذ كل ۡى ُب ُہ ۡمmaka zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi َ َ ُ keras, َ -- ّ ِم ۡن ُہ ۡم ف ِعل ۡىن َو ک ِث ۡح ٌرdan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?” firman-Nya berikut ini: ۡ ۡ ۡ َ َ ظ َہ َش ال َف َع ُاد ِفی ال َب ّ ِر َو ال َب ۡد ِش ِب َما ک َع َب ۡذ ُ َّ َ ۡ َ ۡ ُ َ ۡ ُ َّ َۡ ع ال ِز ۡی َغ ِمل ۡىا اط ِلی ِزیلہم بػ ِ ای ِذی الى َّ َ َ ﴾﴿ ل َػل ُہ ۡم َی ۡش ِج ُػ ۡىن “Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya dirasakan kepada mereka akibat sebagian perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka kembali dari kedurhakaannya.” (Ar-Rūm [30]:42). َۡ ُ َ ۡ َ Ungkapan ayat ظ َہ َش الف َعاد ِفی الب ّ ِر َو َ--َ َ َّ اط ِ الى ۡ َ َ ال َب ۡد ِش ِب َما ک َع َب ۡذ ا ۡی ِذی “Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia” menggambarkan keadaan keadaan ratqan yakni su atu yang te lah “meng- SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Artikel Ilustrasi Nebula. gumpal” (ratqan) sehingga sulit memisahkan mana bagian-bagian yang baik dan mana bagian-bagian yang buruk dari “gumpalan” tersebut. Pengutusan Rasul Allah Merupakan “The Big Bang” (Ledakan Besar) Dalam Dunia Ruhani Dalam ayat tersebut Allah Swt. mengemukakan Sunnah-Nya yang senantiasa terjadi dalam dunia keruhanian, bahwa bila kegelapan menyelimuti muka bumi dan manusia melupakan Allah Swt. dan menaklukkan diri sendiri kepada penyembahan tuhan-tuhan yang dikhayalkan dan diciptakan oleh mereka sendiri, maka Allah Swt. membangkitkan seorang nabi sebagai “sarana” pemecah gumpalan” (ratqan) -- yang disebut “the Big Bang” (Ledakan Besar) -- untuk mengembalikan gembalaan yang tersesat keharibaan Majikannya, yaitu Allah Swt.: ۡ َ َ َ َۡ ۡ َ َّ َا َّن َ-- ض کاه َخا َسج ًلا العمى ِث و الاس bahwa seluruh langit dan bumi keduanya dahulu suatu massa yang menyatu -- فَفَت َۡق ٰنہ َماlalu Kami pisahkan keduanya? (QS.21:31), firman-Nya: َ ۡ َ ٰۤ ۡ ُ ۡ َ ّٰ َ َ َ ان الل ُہ ِل َیز َس املإ ِم ِى ۡح َن َغلی َما اه ُخ ۡم َغل ۡی ِہ ما ک ّٰ َ َ َ َ ّ َّ َ َ ۡ َ ۡ َ ۡ َ ّٰ َ ُاللہ ختى ی ِمحز الخ ِبیث ِمً الؼ ِی ِب ؕ و ما کان ّٰ َّ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ ُ َ ۡ ُ ًۡالل َہ َی ۡج َخب ۡى م ًِلیؼ ِلػکم غلی الغی ِب و ل ِک ِ ِ ّٰ ۡاللہ َو ُ ُظلہ ۚ َو ان ُ َ ٓ َ َّ ۡ ِ ّٖ ِ ُّس ُظ ِل ّٖہ َمً یشا ُء ۪ فا ِمى ۡىا ِب ِ س َ ُ ََ َ ُۡ ﴾﴿ جإ ِم ُى ۡىا َو ج َّخ ُل ۡىا فلک ۡم ا ۡج ٌش َغ ِظ ۡی ٌم “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalam- SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 39 Artikel nya hingga Dia memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar.” (QS. Ali „Imran, 3:180). ٰۤ َ ۡ ُ ۡ َ ُ ّٰ َ َ Ayat َما کان اللہ ِل َیز َس املإ ِم ِى ۡحن َغلی َما َ َّ َ َ ۡ َۡ – اه ُخ ۡم َغل ۡی ِہ َخ ّٰتى َی ِم ۡح َز الخ ِب ۡیث ِم ًَ الؼ ِّی ِب “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya hingga Dia memisahkan yang buruk dari yang baik” maksudnya adalah bahwa setelah terjadi proses “pemecahan gumpalan” di kalangan umat manusia melalui pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. , percobaan dan kemalangan yang telah dialami kaum Muslimin hingga saat itu tidak akan segera berakhir. Masih banyak lagi percobaan yang tersedia bagi mereka, dan percobaan-percobaan itu akan terus-menerus datang, hingga orang -orang beriman sejati, akan benarbenar dibedakan dari kaum munafik dan yang lemah iman, firman-Nya: ۡ ٰۤی َا ُّی َہا َّالز ۡی ًَ ا َم ُىىا َّ اظ َخ ِػ ۡی ُى ۡىا ب الص ۡب ِر َو ِ ِ ّٰ َّ ۡالصبرۡی ًَ ﴿﴾ َو َال َج ُل ۡى ُلىا ّٰ الل َہ َم َؼ َّ ىۃ ؕ ِان ِ الصل ِِ ٓ َ ّٰ َۡ َۡ ٌ اللہ َا ۡم َى َ اث ؕ َب ۡل ا ۡخ َیا ٌء َّو ِ ِملً ُّیلخ ُل ِف ۡی ظ ِب ۡی ِل َ ُ ُ َ ۡ َ َّ ًَ ل ِک ًۡ ال حش ُػ ُش ۡو َن ﴿﴾ َو ل َى ۡبل َى َّهک ۡم ِبش ۡى ٍء ِّم ُ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ ّ ۡال َخ ۡىف َو ۡال ُج ۡىع َو َه ۡل غ ِ ٍ ِ ص ِمً الامى ِاٌ و الاهف ِ 40 ٰۤ َ َّ َّ َ ّٰ الث َمش ِث ؕ َو َب ّشش َالص ِب ِرۡی ًَ ﴿﴾ۙ ال ِز ۡی ًَ ِارا و ِ ِ َ َا ۡص َاب ۡت ُہ ۡم ُّمص ۡی َب ٌت ۙ َك ُال ٰۡۤىا ِا َّها ِل ّٰل ِہ َو َِا َّه ٰۤا ِا َلی ِہ ِ َص َلى ٌث ّم ًۡ َّسّبہ ۡم و َ سج ُػ ۡى َن ﴿﴾ؕ ُا ٓولئ َک َغ َل ۡيہ َۡم ِ ِ َِ َ ِ ُ ۡ ٓ ِ ُ َ ٌ َ ِۡ َ ُ َ ۡ ُ ُ ۡ ﴾﴿ سخمت ۟ و اول ِئک ہم املہخذون “Hai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan mengenai orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa mereka itu mati, tidak bahkan mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadari. Dan Kami niscaya akan menguji kamu dengan sesuatu berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan dalam harta, jiwa dan buahbuahan, dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila suatu musibah menimpa mereka, mereka berkata: ”Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami kembali. Mereka itulah orang-orang yang dilimpahi berkat-berkat dan rahmat dari Rabb (Tuhan) mereka dan mereka inilah yang mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah, 2:154-157). (Bersambung) [][] Rujukan: The Holy Quran Editor: Malik Ghulam Farid SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Karya: Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani as. Penterjemah: Tim Penterjemah Dewan Naskah JAI Pintu ini terbuka untuk setiap orang yang meminta Tanda yang baru, dan aku berikrar bahwa sekiranya ada yang bermubahalah denganku dan dengan tegas bersumpah demi Allah – dan setelah memanjatkan doa mubahalah, ia menyiarkannya secara terbuka sedikitnya di tiga surat kabar terkemuka – lalu ia selamat dari Azab Samawi, tentu aku bukanlah berasal dari Allah. Tidak perlu batasan waktu dalam pelaksanaan mubahalah ini. Syarat -nya adalah bahwa ada perkara (pertanda) yang turun yang dapat dirasakan oleh hati. Sekarang aku akan mencatat beberapa ilham-ilham Ilahi berikut ini dengan terjemahannya yang tujuan menuliskannya agar pelaku mubahalah yang seperti itu ber- Bagian 11 sumpah demi Allah, lalu hendaknya ia mencantumkan seluruh ilhamku dalam materi mubahalah (yang ia siarkan itu), serta menyebarkan pernyataan bahwa semua ilham itu adalah rekaan manusia belaka dan bukan kalamullah. Tuliskan juga “Aku telah membaca semua ilham-ilham ini dengan penuh ketelitian dan aku bersumpah demi Allah bahwa ilham-ilham ini merupakan rekaan manusia, maksudnya rekaan orang ini (Hadhrat Masih Mau‟ud as.) dan kepadanya sama sekali tidak turun ilham dari Allah.” Sehubungan dengan seseorang yang bernama Abdul Hakim Khan, yang merupakan seorang asisten ahli bedah, penduduk Patiala, yang telah berbaiat namun menjadi murtad, secara khusus ia menjadi SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 41 Haqiqatul Wahyi “Mukhatab” (lawan bicara) ku. Sekarang kami akan menuliskan ilham-ilham itu.1 ّٰ ْ َّ ًالش ْخم َّ الل ِه َالش ِخ ُْ ِم ِبع ِم ِ Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. َ ّٰ ْ ًَا ا ْخ َم َذ َبا َس َن الل ُه ِف ُْ ًَ غ َما َس َم ُْ َذ ِار َس َم ُْ َذ ّٰ َّ َ ُ الش ْخمً غ َغ َّل َم َّ ََ-الل َه َسمى غ ََ-َالل ْشا َن غ ًول ِى َِل ُخ ۡى ِز َس َك ۡى ًما َّم ٰۤا ُا ۡه ِز َس ا َب ُاؤ ُہ ْم َوِل َد ْع َدب ْح َن َظب ُْل ِ ِ ُ ْ َ ْ َ غ ُ ْ ّ ْ ُ ْ ُ َ َ َ َ َّ ُ ُ ْ ْ َ غ ََكل ِا ِوي ا ِمشث و اها اوٌ املإ ِم ِىحن- املجش ِمحن َالباػ َل َوان َ ُ َ َّ الب غ َ َ َ َ َ ُّ َ ِ اػ َل ِان ِ ك ْل ج َاء الحم و صهم َ ّٰ َ َّ َ ُ ْ َ ْ َ ُّ ُ َ ُ ْ ً غ ص َّل الل ُه َغل ُْ ِه َول بشه ٍت ِمً مدم ٍذ- صهىكا َ َ ْ ْ ُ َ َ َ َّ َ َ َ َ َّ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ غ ََوكالىا ِان هزا-وظل َم فخباسن مً غلم و حػل َم َ ْ َّ َ ُ ّٰ َ َكل الله ث َّم ر ْس ُه ْم ِف ْي خ ْى ِط ِه ْم- ِالا ِاخ ِخلم غ َ َ َْ ُ َ ْ َ ًْ ًَل َػ ُب ْىن غ ك ْل ِا ْن ِافت َرًْ ُخ ُه ف َػل َّي ِا ْج َش ٌم ش ِذ ًْ ٌذ َو َم َ َّ َْ َ َ ّٰ َ َ ْ اظلم ِم َّم ًِ افت َر َغلي الل ِه ه ِز ًباغ ُه َى ال ِزي ا ْس َظ َل ُّ ّ ََ َُ ْ ُ ّ َ ْ َ َ ُ َس ُظ ْى َل ُه ب الذ ًْ ًِ و ِل ِه ِ الهذي و ِدً ًِ الح ِم ِلُظ ِهشه غلي ِ َ ّٰ َ َ ُ َ َ َ َ َال ُم َب ِّذ ٌُ ِلي ِل َما ِج ّٖه غ ًَ ُل ْىل ْىن اوي ل ًَ هزا ِا ْن هزا-غ ْ ََ َ َ َ َ َ ٌُ ْ َ َّ البش ِش غ َو اغاهه َغل ُْ ِه ك ْى ٌم اخ ُش ْو َن غ اف َخأ ِالا كى َ َ َ ْ ّ َ ُْ ُ ْ َ َ ُ ُْ َ غ َ َ ْ ْ َ َ ْ ْ السحش و اهخم جب ِصشون هيهاث هيهاث ملا ِ جىن َْ ٌ َ ٌ ْ ُ َ ُ َّ َ ْ ُ ْ َ ُ ْ َ غ َ ِمً هزا ال ِزي هى م ِهحن جا ِهل او-َ جىغذون ُ ٌ َ ٌ ْ َ َ ّٰ ََك ْل ِغ ْى ِذي ش َاه َذة ِم ًَ الل ِه ف َه ْل اه ُخ ْم- َم ْج ُى ْىن ُ َ َ ٌ ْ َ َ ّٰ َك ْل ِغ ْى ِذي ش َاه َذة ِم ًَ الل ِه ف َه ْل اه ُخ ْم-َُم ْع ِل ُم ْىن غ َ ََ َ ُ َ ْ َ َو لل ْذ ل ِب ْع ُذ ِف ُْى ْم ُغ ُم ًشا ِم ًْ ك ْب ِل ّٖه-َُمإ ِم ُى ْىن غ َ َ ُ َ ََ َ َهزا ِم ًْ َس ْخ َم ِت َسِّب ًَ ًُ ِخ َّم ِو ْػ َم ِخ ّٖه-َافَل ح ْػ ِلل ْىن غ َ َ َ ْ َ َّ َ َ ْ ُ ْ َ غ َف َب ِ ّش ْش غ َو َما ا ْه َذ ِب ِىػم ِت سِبً ِبمجىىن-ََغل ُْ ًَ غ َّ َّ َل ًَ َد َس َج ٌت ف ْي الع َم ِاء َو ِف ْي ال ِز ًْ ًَ ُه ْم ًُ ْب ِص ُش ْو َن ِ ََ ُهش ْٓي ا ًَاث َونهذم َما ٌَ ْػ ُم ُش ْو َن-َغ ِ ِ Artinya: “Wahai Ahmad, Tuhan telah memberkahimu. Bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, melainkan Allah-lah yang melempar. Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengajarkan Al-Quran kepada engkau (yakni, telah menzahirkan padamu maknanya yang benar) supaya engkau memberi peringatan kepada kaum yang nenek moyang mereka tidak mendapat peringatan dan supaya jalan para pendosa menjadi jelas, supaya dapat diketahui siapa yang telah berpaling darimu. Katakanlah: „Aku telah diutus oleh Allah dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.‟ Katakanlah: „Kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap. Sesung- 1 Susunan ilham-ilham ini berbeda karena telah turun berulang-ulang. Memang kalimatkalimat wahyu Ilahi ini terkadang turun kepadaku dengan rangkaian tertentu, dan kadangkadang dengan rangkaian lain yang berbeda. Boleh jadi beberapa kalimat di antaranya telah turun ratusan kali atau lebih dari itu. Oleh karena itu qira’at (cara membacanya) tidak hanya dalam satu susunan, dan mungkin juga pada masa yang akan datang susunan seperti ini pun tidak akan bertahan, karena sudah merupakan Sunnatullah bahwa wahyu suci-Nya mengalir di lidah dalam bentuk kalimat yang terpotong-potong serta meluncur dari kalbu dengan cepat. Lalu Allah Ta’ala sendiri yang menempatkan kalimat-kalimat yang berlainan itu dalam satu susunan tertentu. Dalam beberapa kesempatan Dia menempatkan kalimat pertama pada akhir paragraf. Ini sunnah yang penting bahwa keseluruhan kalimat (wahyu) ini tidak diletakkan dalam suatu susunan yang tertentu, melainkan muncul dalam bentuk yang berbeda dari segi qiraatnya. Beberapa kata-kata dalam wahyu yang diulang-ulang itu berbeda dengan lafaz wahyu sebelumnya. Ini merupakan kebisaan Allah SWT dan Dia lebih tahu akan rahasia-rahasia-Nya. (Penulis) 42 SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Haqiqatul Wahyi guhnya kebatilan itu pasti akan lenyap.‟ Segala keberkatan berasal dari Muhammad saw., maka beberkatlah orang yang mengajar dan orang yang diajari. Mereka akan berkata: „Ini bukanlah wahyu, tidak lain melainkan rangkaian kalimat yang direkayasa sendiri.‟ Katakanlah: „Dialah Tuhan yang telah menurunkan kalimatkalimat ini,‟ kemudian biarkanlah mereka bermain dalam gurauan mereka. Katakanlah: „Jika kalimatkalimat ini hasil rekayasaku, dan bukan Kalam Ilahi, niscaya aku layak mendapatkan hukuman yang keras. Siapakah yang lebih aniaya dari orang yang mengada-adakan dusta atas Allah?‟ Dialah Tuhan yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkan agama tersebut atas semua agama. Kalimat-kalimat Tuhan akan genap dan tidak akan ada yang dapat merubah Firman-Nya. Mereka berkata: „Bagaimana engkau meraih maqam ini?‟ Penjelasan yang diilhamkan ini tidak lain hanyalah perkatan manusia dan dibuat dengan bantuan orang lain. Wahai manusia, apakah kalian terperangkap dalam tipuan, padahal kalian mengetahui? Apa pun janji yang diberikan orang ini kepadamu mustahil akan dipenuhinya. Janji orang rendah, bodoh atau gila dan berbicara tanpa dasar.‟ Katakanlah: „Di sisiku ada kesaksian dari Allah. Lalu, apakah kalian akan menerimanya? Sungguh aku telah tinggal beberapa lama di tengah-tengah kalian sebelumnya. Apakah kalian tidak menggunakan akal?‟ Martabat Ini berasal dari Rahmat Tuhan engkau. Dia akan menyempurnakan nikmatNya atas engkau. Maka, berikanlah kabar gembira. Dengan Rahmat Tuhanmu, engkau bukan orang gila. Engkau memiliki derajat di langit dan di tengah-tengah orang-orang yang melihat. Kami akan memperlihatkan tanda -tanda untuk engkau dan kami akan menghancurkan gedung-gedung yang telah mereka bangun.” َ َّ ّٰ َ َ َ الح ْم ُذ ِلل ِه ال ِز ْي َج َػل ًَ امل ِع ُْ َذ ْاب ًَ َم ْشٍَ َم غ ال َ َُ ََ ُ َ َ َ َو كال ْىا اج ْج َػ ُل-*ٌَُ ْعئ ُل َغ َّما ًَ ْف َػ ُل َو ُه ْم ٌُ ْعئل ْىن غ َ َ ّ َ َ َْ ُ ْ ُ ْ َ َْ َ َ َ َ َاٌ ِا ِوي ا ْغل ُم َما ال ح ْػل ُم ْىن غ ِفيها مً ًف ِعذ ِفيها ك ُ َ َ َ َّ َ ََ َ َ ََ ْ َ ٌ ْ ُ ّ َّاف َل َذي َاوي ال ًخ- ًَ ِا ِوي م ِهحن مً اساد ِاهاهخّٰ َ َ َ ُ ْ َ ُ ْ َ غ ْالل ُه َ َال ْغ ِل َب َّن َا َها َو َس ُظ ْىلي غ َو ُهم َهخب-َ املشظلىن ِ ّٰ َّ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ ْالل َه َم َؼ َّال ِز ًْ ًَ َّاج َلىا ِمً بػ ِذ غل ِب ِهم ظُغ ِلبىن ۛ ِان َ ْ َ َّ َ ُاسٍْ ًَ َصل َضلت-ََو َّال ِز ًْ ًَ ُه ْم ُم ْد ِع ُى ْى َن غ َ- العا َغ ِت غ ِ َّ ْ ْ َ َّ ُ ُ َ ُ ّ َالُ ْىم َ الذاس َو ْام َخ ُاص ْوا ِ ِا ِوي اخا ِفظ ول مً ِفي َ َ َ َ َ َ ُّ َ ٓ َ َ ْ ْ ُ َ- اػ َُلغ ِ َجا َء الحم وصهم الب- ا ُّی َها املج ِش ُمىن َ ُ َّ َ َ ُ َبشاسة جللاها-َهزاال ِز ْي ه ْى ُخ ْم ِب ِه ح ْع َخ ْع ِجل ْىن غ َ َ َا ْه َذ َغ َلي َب ِّ َىت م ًْ َّ ّب ًَ غ َه َف ُْ َى-الىب ُُّ ْى َن غ َّ ان ِ ِِ ٍ ِ س َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ ُ ّ َ ُ َ ُ ْ َ ْ َ غ َ-اػ ْح َ َن ِ ُاملعت ْه ِضِئحن ه ْل اه ِبئى ْم غلي مً ججزٌ ش ّٰ َّ َ ُ َ َ َّ َ َ ُ َ َو َال َج ُْ َئ- ان َا ِث ُْم غ ِم ًْ َس ْو ِح الل ِه ٍ ججزٌ غلي و َّل اف ّٰ ْ َ َّ َٰۤ َ غ َ َٰۤ َّ َ ْ َ ّٰ َ ْ ٌ غ ص َش الل ِه َالا ِان ه-َ الا ِان سوح الل ِه ك ِشٍب َ َّ ًَ ْأ ُج ْى َن ِم ًْ ُول- ََ ًَ ْأ ِج ُْ ًَ ِم ًْ ُو ّل َف ّج َغم ُْم-بغ َ ٌ ٍْك ِش ِ ٍ ِ ٍ ِ ّٰ َ ُ ُ ْ َ َ ّ َ ْ غ ُ َ ًَ ْى-َالل ُه م ًْ غ ْى ِذ ّٖه غ ص ُش َن فج غ ِمُ ٍم ًىصشن ِ ِ َ َ ّ َ ُ َ َ ٍ ٌ ُ ْ َ ْ ْ َ َّ َ غ َ اث ِ َال مب ِذٌ ِلي ِلم- ِسجاٌ هى ِحي ِالي ِهم ِمً العم ِاء ّٰ َّ ًَ اٌ َسُّب ًَ ِا َّه ٗه َهاص ٌٌ ِم َ َ َك-َالل ِه غ ًَ ُْ الع َم ِاء َما ًَ ْش ِط ِ َ َ َفخذ الىلي فخذ و- َ ِا َّن ف َخ ْد َىا ل ًَ َخ ْخ ًجا ُم ِب ْح َن-َغ َ َ َ غ ُ ان الا ًْ َم ّ كشبىاه ان ِ َ َو ل ْى و-َ َالشجؼ الىاط- هجُا َ َ ُ ُ ّٰ َ َ َّ ُ َه ْى ُب-ََاها الل ُه ُب ْش َهاه ٗه غ-َُم َػل ًلا ِبالث َرًَّا ل َىا ل ُه غ َ َ ًَا َك َم َش ًَا َش ْم- َه ْج ًزا َم ْخ ِف ًُّا َف َا ْخ َب ْب ُذ َا ْن ُا ْغ َش ُف غ ّٰ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ ْ ّ َ ْ َ ص ُش الل ِه و اهخهي َ ِارا جاء ه- ًاهذ ِم ِني و اها ِمى SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 43 Haqiqatul Wahyi َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َّ ْ َ َ ُ َ ّ َ غ غ هزا َِال-َ ًامشالضمان الُىا و جمذ و ِلمت سِب َ ّٰ ْ َ َ َ َََ َو َال ُج- الح ّم ص ِّػ َْش َ ِلخل ِم الل ِه َو ال حعئم ِ ِب َ َّ ّ َ َ َّ َ َ َو َب ِش ِش ال ِز ًْ ًَ ا َم ُى ْىا ا َّن-ََ ِو ِو ِ ّظ ْؼ َمياه ًَ غ- اط ِ ِمىالى َ ْ ُ َ َ ل ُه ْم ك َذ َم ِص ْذ ٍق ِغ ْى َذ َ ِسّب ِه ْم غ َواج ُل َغل ْي ِه ْم َما ا ْو ِح َي َ ْ َّ َ غ ًِال ُْ ًَ ِمً سِب Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan engkau sebagai Al-Masih bin Maryam.2 Dia tidak akan ditanya tentang apa yang Dia kerjakan tapi merekalah yang akan ditanya. Mereka berkata: „Apakah Engkau menjadikan orang yang membuat kerusakan di muka bumi ini sebagai khalifah?‟ Dia berfirman: „Aku mengetahui apa yang kalian tidak tahu. Aku akan menghinakan orang yang beriradah untuk menghinakan engkau. Di sisi-Ku para rasul tidak akan merasa takut atas musuh. Allah telah menetapkan Aku dan Rasulrasulku pasti akan unggul. Setelah kalah (maghlub) mereka akan segera mendapatkan kemenangan‟.3 Sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat baik. Aku akan perlihatkan kepada engkau gempa bumi yang menyerupai kiamat. Aku akan menjaga setiap orang yang berada di dalam rumah ini. Wahai orang-orang yang berdosa! Pisahkanlah diri kalian pada hari ini. Kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap. Inilah yang dulu kalian minta untuk dipercepat. Inilah Kabar gembira yang diperoleh para Nabi. Engkau berasal dari Tuhanmu, disertai dengan dalil yang ter- 2 Dalam Kalam Suci, Allah Ta’ala yang tertulis pada beberapa tempat dalam kitabku “Barāhin Ahmadiyyah” dijelaskan oleh Allah Ta’ala dengan gamblang bagaimana Dia menetapkanku sebagai Isa bin Maryam. Dalam kitab tersebut, pertama-tama Tuhan telah menyebutku dengan nama Maryam, lalu menjelaskan bahwa Ruh Allah telah ditiupkan ke dalam Maryam tersebut, lalu Dia berfirman bahwa setelah ruh ditiupkan, maqam (derajat) Maryam berubah menjadi derajat Isa. Dengan demikian terlahir Isa yang telah terlahir dari Maryam itu disebut sebagai Ibnu Maryam. Lalu di tempat lain, Dia berfirman mengenai derajat tersebut: َ ۡ ٗ َّ ٗ ۡ َ ُ ُ َ َ َ َ ۡ َ ُّ َ ۡ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َّ ۡ َ ُ َفأ َج ٓا َء َها ٱملَ َخ يع ُّا ِ اض ِئلى ِجز ِع ٱلىخل ِت كالذ ًلُخ ِني ِمذ كبل هزا وهىذ وعُا م Artinya: “Maka rasa sakit melahirkan anak memaksanya pergi ke sebatang pohon kurma, ia berkata, ‘Alangkah baiknya jika aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang dilupakan!” (QS. Maryam: 24) Disini Allah Ta’ala telah berfirman secara isti’arah bahwa ketika hamba yang diutus ini (Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as.) telah terlahir dari derajat Maryam kepada derajat Isa dan dari segi ini hamba ini menjadi Ibnu Maryam, maka perlunya tabligh yang serupa dengan rasa sakit ketika melahirkan, disampaikan kepada khalayak umat yang laksana akar kering di mana di dalamnya tidak terdapat buah pemahaman dan ketakwaan. Mereka (umat) pun sigap melontarkan tuduhan dusta setelah mendengarkan pendakwaan itu; menyakiti dan melontarkan perkataan yang bermacam-macam berkenaan dengannya. Pada saat itulah dia akan berkata di dalam hati: “Andaikata aku mati sebelum ini dan tidak di ingat lagi sehingga tak ada yang mengenalku.” (Penulis) [][] 44 SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Haqiqatul Wahyi ang. Cukuplah Kami yang menghadapi orang-orang yang mengolok-olok engkau. Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang orang yang dihinggapi setan. Setan-setan itu turun kepada setiap pendusta lagi pendosa. Janganlah engkau berputus asa akan rahmat Allah. Ketahuilah, sesungguhnya rahmat Allah itu dekat. Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan Allah telah dekat. Pertolongan itu akan datang kepadamu dari setiap jarak yang jauh. Dan (pertolongan itu) akan datang dari tempat-tempat jauh yang karena begitu banyak orang-orang yang melaluinya, jalan-jalannya akan menjadi legok. Begitu banyaknya orang-orang yang berasal dari tempat yang jauh yang akan datang kepadamu, hingga jalan-jalan yang akan dilaluinya akan m e n j a d i d a la m . T u h a n a ka n menolongmu dengan pertolongan-Nya. Orang-orang yang akan menolongmu adalah orang-orang yang akan kami beri ilham ke dalam hatinya. Tidak ada perubahan dalam kalimat-kalimat Allah. Tuhanmu berfirman bahwasanya akan turun suatu perkara dari langit yang akan menggembirakanmu. Kami akan menganugerahkan kemenangan yang nyata bagi engkau. Kemenangan Wali [Sahabat Allah] adalah kemenangan yang besar, dan Ka m i t ela h menga nu ger ahka n kepadanya kedekatan dan telah me- jadikannya tempat berbagi rahasia. Ia yang paling pemberani di antara manusia. Sekiranya iman telah terbang ke bintang Tsurayya pasti ia akan membawanya turun. Allah akan menjadikan bukti-bukti kebenarannya bersinar. Dahulu Aku adalah khazanah yang tersembunyi, lalu Aku ingin dikenal. Wahai bulan, wahai matahari, engkau berasal dari Aku dan Aku berasal dari engkau. Apabila pertolongan Allah telah datang dan zaman telah kembali pada Kami, akan dikatakan: „Bukankah orang yang diutus ini ada dalam kebenaran?‟ Janganlah engkau membalikkan wajahmu terhadap makhluk Tuhan, dan janganlah engkau merasa lelah dengan banyaknya pertemuan dengan manusia. Engkau harus meluaskan tempatmu, agar orang-orang yang akan datang mendapatkan tempat yang cukup untuk tinggal. Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang beriman bahwa di sisi Tuhan, langkahlangkah mereka berada dalam kebenaran. Bacakanlah kepada mereka apa yang telah diwahyukan Tuhan kepadamu.” (Bersambung) 3 Dalam wahyu Ilahi ini aku disebut dengan kata “rusul” karena di dalam Barāhin Ahmadiyya Allah Ta’ala menetapkan aku sebagai mazhar (manifestasi) seluruh nabi dan menisbahkan nama segenap nabi kepadaku. Aku adalah Adam, Shets, Nuh, Ibrahim, Ishaq, Ismail, Yaqub, Yusuf, Musa, Daud, Isa ‘alihimussalam dan aku merupakan manifestasi sempurna nama Rasulullah saw., yakni secara zilli (banyangan) aku adalah Muhammad saw. dan Ahmad as.. (Penulis) [][] SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 45 DUA MACAM KETUARENTAAN Manusia mengalami suatu masa melemahnya fisik, yaitu yang disebua masa tua (renta). Pada saat itu mata tidak lagi berfungsi, dan telinga pun tidak dapat mendengar lagi. Ringkasnya, semua bagian tubuh menjadi hampir tidak berfungsi sama sekali. Ingatlah, masa tua ini ada dua macam, yakni secara alami dan secara non alami. Secara alami adalah seperti yang telah dipaparkan tadi, sedangkan secara nonalami adalah tidak mempedulikan penyakit--penyakit yang timbul. Nah, sikap itu membuat manusia menjadi lemah dan menjadikanya tua sebelum saatnya. Sebagaimana di dalam tatanan jasmani berlaku hal demikian, begitu pula yang berlaku di dalam Malfuzat adalah kompilasi dari sabda-sabda Imam Mahdi dan Al Masih Yang Dijanjikan, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. dari tahun 1891 sampai 1908. Sabda-sabda itu dikumpulkan oleh tiga orang Ahmadi, yaitu Maulana Abdul Karim, Mufti Muhammad Shadiq dan Syekh Yaqub Ali Irfani. Mereka mengumpulkan sabda-sabda itu, baik bersumber dari diri mereka sendiri atau pun dari para Ahmadi lainnya yang pernah bergaul dengan Hadhrat Imam Mahdi as. Pada tahun 1940 hingga 1947, Maulana Jalaluddin Syam melakukan penjilidan terhadap sabda-sabda tersebut. Hasilnya terkumpullah sebanyak 10 jilid buku. Di masa kekhalifahan Khalifah ke IV, Hadhrat Mirza Tahir Ahmad r.h. Malfuzat dijilid ulang dan dirampingkan menjadi 5 jilid. Kutipan-kutipan Malfuzat yang diterbitkan SINAR ISLAM adalah Malfuzat yang telah dijilid menjadi 5 jilid. 46 SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Malfuzat tatanan ruhani. Jika seseorang tidak berusaha mengganti akhlak- akhlak buruk dengan akhlak-akhlak mulia. Serta dengan sifat-sifat yang baik, maka kondisi akhlaknya benarbenar akan jatuh. Dari sabda-sabda Rasulullah saw. dan dari ajaran Quran Karim hal ini dengan jelas terbukti, bahwa bagi setiap penyakit itu ada obatnya. Namun jika kemalasan telah menguasai seorang manusia, maka selain binasa tidak ada cara lain baginya. Jika seseorang menjalani hidup dengan sikap tidak peduli seperti halnya seorang yang sudah tua-renta maka bagaimana mungkin dia dapat selamat? (Malfuzat, jld. I, hlm. 136-137). Firman-Nya: َّ َ َ َْ ِئ َّن الل َه ال ٌُغ ِّح ُر َما ِب َل ْى ٍم َخ َّتى ٌُغ ِّح ُروا َما ِبأه ُف ِع ِه ْم “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah ke-adaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Ar-Ra‟d, 12) Yakni, Allah tidak akan menjauhkan segala macam musibah dan bencana dari suatu kaum, selama kaum itu sendiri tidak berusaha untuk menjauhkannya. Jangan putus asa. Jika kalian tidak berupaya dengan gigih (sungguhsungguh) maka bagaimana mungkin dapat terjadi perubahan? Ini adalah Sunnah (kebiasaan) Allah Ta‟ala yang tidak pernah berubah, sebagaimana difirmankan: َ َّ َ َ َول ًْ ج ِج َذ ِل ُع َّى ِت الل ِه ج ْب ِذًَل “Kamu sekali-kali tidak akan pernah akan menemukan perubahan dalam sunnatullah.” (Al-Fath, 24 Jadi, Jemaatku maupun pihak lain, mereka dapat melakukan perubahan akhlak apabila mereka melakukan mujahadah (perjuangan sungguh-sungguh) dan memanfaatkan doa. Jika tidak, maka tidak akan mungkin.” (Malfuzat, jld. I, hlm. 137). JALAN KEBERHASILAN “Betapa penyayangnya Tuhan dan betapa berharganya harta yang dapat kalian simpan di sini, entah itu satu penny atau satu rupee atau satu pound. Pencuri tidak dapat mencuri di sini, dan tidak ada kekh awatiran akan menjadi bangkrut. Hadits menyebutkan, bahwa jika seseorang menyingkirkan sebuah duri dari jalan, dia akan mendapat ganjarannya atas tindakan itu; jika seseorang mengambil air dan menuangkan seember air ke dalam poci (ember) orang lain, ganjarannya tidak akan hilang. Kalian harus ingat, bahwa jalan di mana seseorang tidak akan gagal adalah jalan Tuhan. Jalan duniawi adalah seperti jalan di mana orang tersandung pada setiap langkah, SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 47 Malfuzat dan di setiap langkah dia mendapati batu-batu besar kegagalan. Mereka yang meninggalkan kerajaan mereka bukanlah orang bodoh: Ibrahim „Adham, Syah Suja, Syah Abdul Aziz – yang dikenal sebagai Mujaddid – adalah sebagian orang yang meninggalkan kerajaan mereka dan mengucapkan selamat tinggal kepada kemegahan dan keindahan mereka. Mereka melakukan hal itu karena mereka menyadari bahwa ada batu sandungan pada setiap langkah. Tuhan adalah sebuah mutiara. Setelah mengenal-Nya, seseorang memandang kepada hal-hal duniawi dengan benci dan menganggapnya hina. Sedemikian rupa sehingga ia tidak mau melihat sekilas pun pada mereka. Kalian harus mencari pengenalan dan pemahaman sepenuhnya atas Tuhan, dan kalian harus berbaris ke arah-Nya, karena di dalamnya, dan hanya di dalamnya, terletak keberhasilan (kesuksesan).” (Malfuzāt, jld. I, hlm. 139). KONDISI AKHLAK “Akan tetapi kondisi akhlak merupakan suatu keramat, yang tidak dapat diprotes oleh siapa pun. Itulah sebabnya kepada Nabi kita Rasulullah saw. mukjizat terbesar dan terkuat yang telah diberikan adalah akhlak. Sebagaimana difirmankan: 48 َ ُُ ََوِئ َّه ًَ ل َػلى خل ٍم َغ ِظ ٍُم “Dan sesungguhnya engkau benarbenar memiliki akhlak yang agung” (Al-Qalām, 5). Dalam segi kekuatan serta bukti, segala mukjizat Rasulullah saw. melampaui seluruh mukjizat para nabi lainnya. Akan tetapi mukjizat akhlaki beliau adalah yang paling unggul, dan sejarah dunia tidak dapat mengungkapkan serta memaparkan tandingannya.” (Malfuzat, jld. I, hlm. 141). JEMAAT DAN IMBAUAN MEMPERHATIKAN DENGAN SEKSAMA “Jadi, sekali aku katakan dengan tegas, dan Sahabat-sahabatku dengarlah. Yakni, mereka jangan menyia- nyiakan kata-kataku dan jangan menganggapnya sebagai cerita serta dongeng, melainkan segenap ucapan yang disampaikan dengan rasa sependeritaan dan solidaritas sejati, yang memang secara fitrat terdapat di dalam ruh saya, dengarkanlah semua itu dari kedalaman kalbu dan camkanlah. Ya, ingat baik-baik dan yakini dengan benar, bahwa suatu hari kita harus menuju Allah Ta‟ala. Jadi jika kita berangkat dari sini (dunia) dengan kondisi yang baik maka bagi kita suatu hal yang beberkat dan suatu kegembiraan. Jika tidak, kondisinya sangat berbahaya. SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Malfuzat Ingatlah, tatkala manusia pergi dalam kondisi buruk maka tempat yang jauh itu baginya dimulai dari sini (dunia) juga, yakni sejak mengalami kematian pada dirinya terjadi perubahan. Allah Taala berfirman: ْ َ َ َِئ َّه ُه َم ًْ ًَأ ِث َسَّب ُه ُم ْج ِش ًما ف ِا َّن ل ُه َج َه َّى َم ُ ال ًَ ُم ىث ِف َيها َوال ًَ ْد َُا “Sesungguhnya barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya neraka jahannam, ia tidak mati di dalamnya dan tidak hidup.” (Thā Hā, 75). Betapa jelasnya hal itu. Kelezatan sebenarnya terdapat dalam ketentraman dan kebahagiaan hidup. Bahkan seseorang dikatakan hidup apabila dia berada dalam kondisi aman dan tentram dari segala segi. Jika dia mengalami suatu keperihan, misalnya sakit perut atau sakit gigi maka [terasa] lebih buruk daripada mati, dan kondisinya adalah dia tidak dapat disebut mati dan tidak pula dapat disebut hidup. Oleh karena itu bayangkanlah betapa buruknya kondisi azab yang mengerikan di dalam neraka jahanam.” (Malfuzat, jld. I, hlm. 142-143). HUBUNGAN KECINTAAN DENGAN ALLAH TA’ALA “Orang berdosa adalah dia yang di dalam hidupnya memutuskan hubungannya dengan Allah Ta‟ala. Dia diperintahkan supaya menjadi milik Allah Ta‟ala, dan supaya menetap bergaul bersama para Shiddiqin, tetapi dia menjadi hamba hawa-nafsu dan selalu berteman dengan orang-orang bejad serta para musuh Allah dan Rasul. Dari tingkah lakunya dia memperlihatkan seakan-akan dia telah memutuskan hubungan dengan Allah Ta‟ala. Ini adalah suatu Sunnatullah (kebiasaan Alah Ta‟ala), yakni ke mana saja manusia melangkahkan kaki maka dia semakin jauh dari arah yang berlawanan. Dia memisahkan diri dari Allah Ta‟ala lalu menjadi hamba hawa-nafsunya, maka Allah menjadi jauh darinya. Semakin kuat hubungan dengan Allah maka semakin berkurang pula hubungannya dengan nafsu. Jadi, jika manusia melalui amalan menzahirkan ketidakpedulian terhadap Allah Ta‟ala, maka pahamilah bahwa Allah Ta‟ala juga tidak peduli terhadapnya. Dan jika manusia menjalin hubungan kecintaan terhadap Allah Ta‟ala dan tunduk kepada-Nya bagai air [yang mengalir] maka pahamilah bahwa Dia Maha Pengasih. Allah Ta‟ala cinta kepadanya melebihi orang yang mencinta. Dia adalah Allah yang menurunkan berkat-berkat SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 49 Malfuzat kepada orang-orang yang dicintaiNya. Dan Dia membuat hal ini terasa bagi mereka, bahwa Allah ada bersama mereka. Sampaisampai Dia menanamkan berkat di dalam kata-kata mereka dan pada bibir-bibir mereka. Orang-orang mengambil berkat dari pakaianpakaian mereka dan dari setiap hal yang berasal dari mereka. Bukti tentang keberadaan orang semacam itu di dalam umat Rasulullah saw. sampai sekarang masih ada.” “Seseorang yang menjadi milik Allah maka Allah menjadi miliknya dan Allah Ta‟ala tidak menyia-nyiakan orang yang berusaha keras dan gigih datang menuju kepada-Nya.” Kami” (Al-Ankabut, 70). (Malfuzat, jld. I, hlm. 143-144). ALLAH TA’ALA TIDAK MENYIANYIAKAN AMAL BAIK SEKECIL APA PUN “Seseorang yang menjadi milik Allah maka Allah menjadi milik nya dan Allah Ta‟ala tidak menyia -nyiakan orang yang berusaha keras dan gigih datang menuju kepada-Nya. Hal ini mungkin saja, yakni petani membuat sawahladangnya hancur sia-sia. Pelayan berhenti bekerja dan mengalami kerugian. Peserta ujian tidak lulus. Namun, orang yang berusaha keras menuju Allah, tidak pernah gagal. Ada janji-Nya yang benar: َ َ َ َو َّالز َ- ًً َج َاه ُذوا ِف َُىا ل َن ْه ِذ ًَ َّن ُه ْم ُظ ُبل َىا ِ “Dan orang-orang yang berjihad untuk Kami, Kami niscaya akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan 50 Yakni, orang yang berusaha gigih mencari jalan-jalan Allah Ta‟ala, akhirnya dia akan mencapai tujuannya. Kita merasa kasihan melihat orang-orang yang mempersiapkan diri menghadapi ujian-ujian duniawi, dan melihat kerja keras serta kondisi para pelajar yang giat belajar sampai larut malam, maka apakah Allah Taala yang kasihsayang dan karunia-Nya tidak terbatas serta tidak terhitung itu akan menyia-nyiakan orang yang menuju kepada-Nya? Tidak, sama sekali tidak. Allah tidak menyia-nyiakan kerja-keras siapapun: "Innallāha lā yudhi‟u ajral muhsinīn (sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang -orang yang berbuat baik “– At Taubah, 120). Kemudian Dia berfirman: “Man- yaf‟al mistsqala dzarratin khairan- yarrah (barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Malfuzat dzarrrah.” (Al-Zilzal, 8) Kita menyaksikan setiap tahun ribuan pelajar yang mengalami kegagalan setelah bekerja keras dan upaya gigih bertahun-tahun lalu melakukan bunuh dir. Namun karunia sempurna Allah Ta‟ala adalah sedemikian rupa, yakni Dia tidak menyia-nyiakan amal sekecil apa pun. Jadi, sangat disayangkan, bahwa untuk hal-hal yang berupa anggapan dan asumsi saja manusia tergila-gila bekerja keras di dunia sedemikian rupa, sehingga mereka tidak menghiraukan istirahat bagi diri mereka, semua itu mereka lakukan hanya didasari harapanharapan kosong, bahwa mungkin mereka akan berhasil. Mereka menanggung ribuan kepedihan dan kedukaan. Seorang saudagar menanamkan uang jutaan rupees dengan mengharapkan keuntungan, namun dia pun tidak begitu yakin bahwa dia pasti akan berhasil. Akan tetapi aku tidak melihat upaya dan usaha gigih seperti itu di kalangan orang yang menuju Allah Ta‟ala, padahal terdapat janji yang pasti dan jelas, bahwa siapa saja yang melangkahkan kaki ke arah-Nya sedikit pun kerja kerasnya tidak akan disiasiakan. Mengapa orang-orang ini tidak mengerti? Mengapa mereka tidak takut bahwa akhirnya suatu hari mereka pasti akan mati? Apakah setelah menyaksikan kegagalankegagalan itu mereka tidak susah- payah memikirkan tentang perniagaan yang tidak mengandung kerugian apa pun dan memiliki keuntungan yang pasti? Betapa seorang petani bekerja keras mengolah pertaniannya, tetapi siapa yang dapat mengatakan bahwa hasilnya pasti akan memuaskan?” (Malfuzat, jld. I, hl. 144-145). “KHAZANAH PERMATA” ALLAH TA’ALA “Allah Ta‟ala Maha Pengasih, dan betapa ini merupakan suatu khazanah. Yakni uang kecil pun dapat terkumpul, demikian pula uang besar dan uang emas. Tidak ada ancaman pencuri dan tidak ada bahaya bahwa akan jatuh miskin. Ada di dalam hadits, bahwa jika seseorang membuang duri yang terdapat di tengah jalan maka pahalanya akan diberikan kepada orang itu. Jika ada yang menimba air satu ember lalu dia berikan ke rumah saudaranya maka Allah tidak akan menyia-nyiakan pahalanya. Jadi, ingatlah, jalan yang di dalamnya manusia tidak akan pernah gagal adalah jalan Allah. Jalan besar dunia (duniawi) adalah suatu jalan di mana manusia dapat tergelincir setelah melangkahkan kaki di atasnya, dan di situ terdapat batubatu besar kegagalan. Orang-orang SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 51 Malfuzat yang telah meninggalkan tampuk kerajaan mereka ternyata mereka bukanlah orang-orang bodoh, misalnya Ibrahim „Azham, Syah Syuja‟, dan Syah „Abdul „Aziz yang juga disebut Mujaddid. Mereka melepaskan kekuasaan, kerajaan dan kemuliaan dunia, sebabnya adalah di situ terdapat ketergelinciran pada setiap langkah. Allah Ta‟ala adakah sebuah “Permata”, setelah meraih makrifat -Nya manusia akan melihat bendabenda duniawi dengan sangat rendah dan hina sedemikian rupa, sehingga untuk melihatnya pun terpaksa harus memaksa dan merusak kalbu. Oleh karena itu carilah makrifat Allah Ta‟ala, dan langkahkan kaki ke arah-Nya, sebab di situ terletak kesuksesan.” (Malfuzat, jlid I, hlm. 145). KARAMAH AKHLAK “Memohon perbaikan dari Allah Ta‟ala dan mengerahkan kekuatan adalah cara keimanan. Di dalam hadits tertera, seseorang yang menengadahkan tangan untuk berdoa dengan penuh keyakinan, Allah Ta‟ala tidak akan menolak doanya. Oleh karena itu mohonlah kepada Allah Ta‟ala, dan mohonlah dengan penuh yakin dan niat baik. Nasihatku sekali lagi adalah, menampilkan akhlak baik berarti menampilkan karamah kalian. Jika ada yang mengatakan bahwa dia 52 ingin menjadi orang yang memiliki karamah, maka ingatlah bahwa setan dapat menipunya. Sebab yang dimaksud dengan karamah bukanlah keajaiban dan ketakaburan. Melalui karamah orang--orang dapat mengetahui kebenaran dan hakikat Islam. Dan karamah merupakan hidayah (petunjuk), jadi yang seperti tadi itu adalah bisikan setan. Lihatlah jutaan umat Islam yang terdapat di berbagai kawasan muka bumi ini, apakah mereka masuk Islam melalui kekuatan pedang, kekerasan dan pemaksaan? Tidak. Itu sama sekali salah. Justru pengaruh karamah Islamlah yang telah menarik mereka. Karamah itu terdiri dari berbagai macam dan jenis. Salah satu di antaranya adalah karamah akhlak, yang terbukti berhasil di setiap lapangan. Mereka yang telah masuk Islam adalah hanya karena telah menyaksikan karamah orang-orang yang benar, dan mereka mendapat pengaruh dari itu. Mereka telah menyaksikan Islam dengan pandangan mulia, bukannya karena mereka menyaksikan pedang. Para peneliti dari Eropa terpaksa mengakui hal ini, bahwa ruh kebenaran Islam itu sendiri yang sedemikian rupa kuatnya, sehingga membuat kaum-kaum lain terpaksa masuk Islam.” (Malfuzat, jld I, hlm. 145-146). SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Kenangan dengan Mushlih Mau’ud ra. ra. Cara Mushlih Mau’ud Tanamkan Jiwa Waqaf Tulisan karya: Hadhrat Mirza Mubarak Ahmad rh.* Penterjemah: Muharim Awwaluddin* Sesudah beberapa hari, ayahanda memanggil saya kembali ke Qadian dan menunjuk saya dalam jabatan yang beliau secara pribadi awasi. Hanya sesudah beberapa hari, saya menerima sepucuk surat dari Maulwi Abdurrahman Anwar, yang menjadi Incharge Tahrik Jadid dan juga mengawasi urusanurusan Waqaf Zindegi, mengatakan bahwa „Tuan adalah seorang Waqif Zindegi dan saya mendengar bahwa Tuan mengenakan rambut gaya barat. Tolong rapikan dengan suatu cara hingga rambut bagian depan dan belakang dipotong.‟ Ketika saya menerima surat itu, saya menulis bahwa siapa yang memberitahukan beliau bahwa Bagian 8 saya adalah seorang Waqif Zindegi. Untuk maksud waqaf (dedikasi), adalah penting bahwa itu harus secara tertulis. Jika beliau mempunyai sesuatu dari tulisan saya, salinannya mohon kirimkan kepada saya. Jika tidak, beliau hendaknya tidak mengirimi saya surat semacam itu. Sesudah surat ini, saya tak pernah menerima suatu surat dari beliau tentang masalah itu. Sesudah beberapa hari kewafatan Hadhrat Mushlih Mau‟ud ra., Maulwi Abdurrahman Anwar datang ke kantor saya dan mengatakan bahwa beliau datang untuk memberitahu saya mengenai surat itu, mengapa beliau menuliskannya kepada saya. *Hadhrat Mirza Mubarak Ahmad rh. adalah salah satu putra Hadhrat Mushlih Mau’ud, Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra.. Pengalaman masa hidupnya bersama Hadhrat Mushlih Mau’ud ra. beliau tuangkan dalam tulisan bersambung yang pernah dimuat di majalah bulanan yang terbit di Kanada yang bernama Ahmadiyya Gazette Canada, pada tahun 1992 dan 1993 dengan judul “Yadong ke Drice”. Karena banyak informasi menarik seputar perjalan hidup Hadhrat Mushlih Mau’ud, terutama berkenaan dengan penggenapan wahyu, kasyaf dan ilham yang diterima oleh Hadhrat Masih Mau’ud as., dari tulisan itu, maka Redaksi SINAR ISLAM menerbitkan kembali karya tulis tersebut yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Mln. Muharim Awwaluddin dengan judul “Kenang-kenangan dengan Hadhrat Mushlih Mau’ud ra. “ secara berkala sampai selesai. Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat bagi kemajuan ruhani kita semua. Amin. Selamat Membaca. Red [][] SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 53 Kenangan dengan Mushlih Mau’ud Beliau mengatakan bahwa surat itu ditulis atas kehendak ayah saya dan bukan ditulis oleh nya sendiri. Ketika jawaban saya disampaikan kepada Hudhur ra., beliau membacanya dan memerintahkannya untuk tidak menulis sesuatu [mengenai Waqaf] kepada Mubarak di masa mendatang. Saya ingin menerangkan beberapa latar belakangnya. Bila saja ayahanda menyampaikan bahwa „Semua anakku adalah Waqaf (didedikasikan untuk khidmat agama)‟, saya selalu menulis kepada beliau bahwa „saya tak pernah mewaqafkan hidup saya‟. Suatu hari, ibu saya memanggil saya dan menanyakan bahwa mengapa saya menulis surat semacam itu kepada beliau? Beliau merasa susah untuk menerimanya. Ayahanda telah menyatakan perasaan ini kepada ibu saya juga. Beliau mengungkapkan rasa sedih beliau yang mendalam tapi tidak pernah mengingatkan saya untuk itu. (Betapa seorang pribadi yang tegar! Betapa besar hatinya!). Dalam salah satu surat saya, saya sejauh itu menulis kepada beliau, “Saya tak pernah melakukan Waqaf, tapi Tuan boleh mengumumkan bahwa itu merupakan keinginan Tuan bahwa semua putra saya akan diwaqafkan untuk agama.” Sejauh itu mengenai anak-anak lelaki beliau. Dalam salah satu pidatonya, Hudhur ra. bersabda bahwa beliau ingin menikahkan 54 ra. semua putri beliau dengan Waqifin Zindegi. Tapi sesudah pernikahan salah seorang putri beliau, yang suaminya bukan Waqif Zindegi, beliau mengungkapkan kesedihan beliau yang mendalam mengenai hal itu dalam salah satu khutbah beliau. Ketika saya mendengar hal ini, saya merasa sangat menyesal. Saya berjanji bahwa sesudah melaksanakan istikharah selama tiga hari, saya akan menulis kepada ayahanda tentang waqaf saya. Ketika saya pulang, saya berbicara dengan istri saya, Aminah Tayyibah Begum mengenai hal itu dan memintanya untuk melaksanakan istikharah untuk maksud itu. Saya percaya bahwa tidak ada Waqif Zindegi dapat bekerja dengan sepenuh hati dan dengan ruh Waqaf hakiki, hingga dan kecuali jika istrinya disiapkan untuk ambil bagian cobaan-cobaan hidup ini. Sebab itu, istri saya juga berdoa dan melakukan istikharah dan memberitahukan saya bahwa dia siap untuk mempersembahkan segala pengorbanan di jalan ini. Maka, sesudah tiga hari, saya menulis surat kepada ayahanda bahwa saya dengan senang hati mewaqafkan hidup saya, dengan pengertian penuh akan tujuantujuannya demi agama saya. Semoga ini diterima dengan baik. Inilah jawabannya, saya terima dari beliau: Yang Terkasih Mubarak, Assalamu „Alaikum, SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Kenangan dengan Mushlih Mau’ud Aku sudah menerima surat engkau dan berdoa semoga Allah menerima tekatmu. Sebenarnya ini merupakan jalan hakiki untuk kemajuan keluarga kita. Ini merupakan masa yang sebenarnya dari perjuangan untuk Islam. Bagi para anggota keluargaku, pada masa ini, terlibat dalam pekerjaanpekerjaan lain merupakan pengkhianatan dan dosa yang mungkin tak pernah dimaafkan. Aku sungguhsungguh gembira menerima surat engkau… Mirza Mahmud Ahmad Seperti telah saya sebutkan bahwa ayah saya biasa pergi ke bukit tempat peristirahatan pada musim panas. Itu tidak berarti perjalanan untuk bersenang-senang. Tapi karena panas yang meningkat, beliau tidak dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan sebanyak yang beliau ingin lakukan. Suatu kali, ayahanda berada di bukit peristirahatan di kota Dalhousie beserta para staf beliau dan beberapa anggota keluarga. Ketika beliau menerima sepucuk telegram mengenai penerimaan Islam oleh seorang berkebangsaan Inggris. Beliau sangat gembira menerima kabar itu. Beliau mengirimkan pesan kepada para staf bahwa hari berikut mereka akan pergi ke Dayan Kund (sebuah bukit yang indah, beberapa mil dari kota Dalhousie) untuk wisata. Ketika kami tiba di sana, beliau ra. menyuruh setiap orang untuk menciptakan syair dan membacakannya di depan orang banyak. Dia yang syairnya terbaik, akan mendapat hadiah sepuluh rupee. Jurinya adalah beliau sendiri, Maulana Ab durrahim Dard r h . (sekretaris pribadi beliau) dan Dr. Hasymatullah ra.. Tapi secara bersamaan, ayahanda mengumumkan bahwa beliau tidak akan dinilai untuk dapat hadiah. Maka, setiap orang mulai membacakan syair-syair termasuk ayahanda. Di antara orang-orang adalah Abdul Ahad Khanrh., seorang pengawal yang berasal dari Afghanistan dan datang ke Qadian ketika dirinya masih amat muda. Meskipun lama tinggal di Qadian, beliau tidak dapat mengucapkan bahasa Urdu dengan benar sedemikian banyak hingga beliau tidak membedakan antara gender dari kata-kata tertentu. (Catatan di Ahmadiyya Gazette: Dalam bahasa Inggris, kata benda dan kata ganti diucapkan sebagai masculine dan feminine dan bukan kata kerja, tapi dalam bahasa Urdu, kata-kata kerja juga berubah sesuai dengan kata benda masculine dan ataumuannats dan muzakkar. Oleh sebab itu, permainan kata-kata di sini mungkin tidak dinikmati sepenuhnya oleh para pembaca riwayat ini). Misalnya, suatu ketika sesudah shalat Jum‟at, jika ada shalat jenazah gaib akan dilaksanakan, Abdul Ahad Khan rh. selalu mengumumkan dan akan mengatakan, SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 55 Kenangan dengan Mushlih Mau’ud „Kini shalat jenazah dimulai‟ (janazah syuru hoti he) dan beliau menggunakan gender feminine (wanita) dalam kata kerja itu, sedangkan dalam bahasa Urdu, kata „janazah‟ diucapkan dalam gender masculine (pria). Ketika ayahanda menyuruh Abdul Ahad Khan untuk membacakan syairnya, beliau mengatakan, “Tuan, Qurbanat Syawam (bolehkah saya berkorban untuk Tuan – ini selalu akan beliau ucapkan ketika ditujukan kepada beliau) saya adalah orang yang tak berkemampuan, maka mohon saya boleh dikecualikan.” Ayahanda bersabda, “Hari ini tak ada kekecualian. Anda harus membuat syair dan membacakannya di sini.” Pada hari-hari itu, Deputy Commissioner Distrik Gurdaspur yang baru (seorang pejabat Inggris) datang ke sana dan dia datang mengunjungi ayahanda di Qadian juga. (Selama hari-hari di Qadian itu, kapan saja seorang Deputy Commissioner baru diangkat, dia biasa berkunjung ke Qadian untuk menjumpai ayah saya). Secara lahiriah pejabat itu adalah orang bertubuh gemuk pendek. Abdul Ahad Khan juga telah melihatnya. Maka beliau membuat lelucon tentang pejabat itu dan membacakan syair-syair berikut: Tinggi seharusnya Deputy Commissioner; Pasti dia seorang hamba di pintu gerbang Al-Masih. 56 ra. Siapa yang memakaikan celana dengan jas? Lebih baik letakkan dia di pelana keledai. Bait ini membuatnya memenangkan hadiah pertama. Tapi dengan menceritakan peristiwa ini, saya ingin menyebutkan bahwa Hudhur ra. amat senang ketika beliau mendengar, bahkan hanya satu jiwa menerima Islam dan menempatkannya di umat Nabi Suci Muhammad saw. dan mengirimkan shalawat kepada beliau saw.. Sebenarnya, siang dan malam, Hudhur ra. sepenuhnya dibaktikan dalam mengkhidmati Islam dan mengibarkan bendera Allah Ta‟ala, dan agama-Nya. Beliau ra. tidak akan membiarkan kekurangan sekecil-kecilnya dalam perkara ini. Orang itu, mungkin saudara atau saudari beliau, istri-istri beliau atau anak-anak beliau atau para anggota Jemaat. Saya mengutip satu kejadian di bawah ini tentang hal itu. Pada musim panas di tahun 1929, beliau pergi ke Kashmir. Selama tinggal di sana, beliau mengunjungi satu tempat peristirahatan yang indah selama dua hari dan kami tinggal di tenda-tenda. Dalam jarak dekat, ada sebuah gunung tertutup dengan salju dan sebuah rencana dibuat untuk mengunjungi tempat itu. Beberapa kuda poni disewa agar para wanita dan anak-anak juga boleh menyertai. Beliau ra. sedang memeriksa sendiri untuk memuatkan mereka SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 Kenangan dengan Mushlih Mau’ud di punggung kuda-kuda itu. Ketika semua orang bergerak, salah satu dari kuda-kuda poni dengan penunggangnya tidak bergerak. Beliau bertanya kepada orang yang mengendarainya, “Mengapa anda tidak bergerak?” Jawabannya adalah bahwa kuda ini sedang melakukan istikharah. Ketika beliau mendengar jawaban itu, beliau sangat marah. Beliau memerintahkan orang itu untuk turun dan kembali ke tenda. Beliau bersabda, “Aku tidak dapat menanggung perolokan terhadap agama Allah dan tidak siap untuk membawa anda denganku.” Oleh sebab itu, orang itu ditinggalkan dan kami semua pergi untuk wisata. Beliau marah dengan orang itu karena kesalahan ini selama berhari-hari. Saya telah menyebutkan bahwa ayahanda, bersama dengan peningkatan ruhani para anggota Jemaat, peduli mengenai kesejahteraan jasmani saudara-saudari Jemaat. Beliau memerintahkan untuk menyelenggarakan Turnamen Tahunan Ahmadiyah di Qadian. Beliau sendiri akan datang untuk menonton pertandingan-pertandingan dan membagikan hadiah-hadiah. Ini menciptakan semangat di kalangan generasi muda untuk bertanding dalam setiap olah raga dan permainan. Suatu kali beliau meminta satu pertandingan hoki dimainkan antara tim Mughal dan tim lain dan beliau akan datang sendiri untuk melihat pertandingan itu. Beliau ra. menunjuk saya untuk memimpin tim Mughal. Kami dengan susah payah dapat mengatur sebelas pemain untuk tim Mughal, sedemikian susah hingga salah seorang dari pemain belakang dan penjaga gawang kami benar-benar masih hijau dan tak pernah memegang pemukul hoki dalam hidupnya. Seluruh Qadian hadir untuk melihat pertandingan. Ayahanda, para sesepuh keluarga dan para senior lainnya hadir untuk menikmati permainan itu. Pada babak pertama, kami kalah dengan dua gol. Selama istirahat, saya mengatakan kepada tim saya bahwa Hadhrat Sahib ra. ada di sana untuk menonton pertandingan ini dan kita sedang kalah dalam permainan ini. Saya malu untuk berpikir bahwa kami kalah dalam pertandingan ini. Ketika pertandingan dimulai kembali (Hudhur ra. ikut bermain), kami mencetak tiga gol terhadap lawan kami, dan menang. Di sini, saya ingin menyebutkan bahwa para anggota keluarga dan warga dari para pemain Mughal mendukung para pemain mereka sendiri dan para penduduk Qadian mendukung tim yang lain. Itu merupakan waktu ketika tidak ada perbedaan antara Khalifah dan Jemaat. Ini merupakan cermin keindahan persamaan Islam. Itu merupakan hari-hari ketika tim Qadian dianggap di antara timtim terbaik di anak benua India. Surat-surat kabar India, dari pantai SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 57 Kenangan dengan Mushlih Mau’ud ke pantai, seperti Statesman, Civil and Military Gazette dan Hindu Madras, biasa mengulas penampilan tim Qadian. Tim-tim kami biasa pergi ke kota-kota lain untuk memainkan pertandingan - pertandingan dan kembali dengan gelar-gelar juara. Satu ciri khas yang unik dari kunjungan-kunjungan ini adalah bahwa di kota apa pun, kami pergi, kami memainkan pertandingan di siang hari dan malamnya pertemuan besar diadakan yang di dalamnya para pemain kami juga berbicara dengan para hadirin dan menyampaikan ceramah-ceramah. Orang-orang sangat terkesan dan akan mengatakan, orang-orang ini aneh, bermain di siang hari dan menyampaikan pesan Islam pada malam hari. Pada musim panas, beberapa kegiatan wisata diadakan di terusan yang mengalir dekat Qadian, di mana kami sepanjang hari mengadakan berbagai perlombaan seperti berenang dan lain-lain. Ayahanda, secara pribadi biasa ikut serta dalam perlombaan-perlombaan ini. Suatu ketika, saya ingat, pada salah satu dari kegiatan ini, ayahanda mengumumkan tentang perlombaan jarak jauh. Beliau juga ikut dalam perlombaan itu. Syaratnya adalah bahwa tidak seorang pun menjejakkan kakinya ke tanah dan renang itu berjalan tanpa istirahat (berhenti). Kini, para perenang sedang berenang dan para penilai berjalan mengikuti mereka sepanjang tepian terusan. Sesudah 58 ra. beberapa waktu, orang-orang mulai berhenti satu demi satu. Akhirnya, hanya ayahanda yang masih berenang. Beliau berenang kirakira satu mil dan ini berarti beliau memenangkan perlombaan itu. Beliau acap kali bersabda bahwa seorang Muslim seharusnya tidak ketinggalan dari orang bukan Muslim dalam bidang apa pun. Dalam salah satu Khutbah Jum‟atnya, yang disiarkan dalam harian AlFazal 29 April 1939, beliau menyebutkan sebuah peristiwa tentang kehidupan Hadhrat Isma‟il Syahid rh. . Suatu kali beliau sedang berdiri di tepi Sungai Jehlam menantikan perahu. Beliau melihat bahwa di sana ada balapan renang antara seorang Muslim dan seorang Sikh. Setiap kali, orang Sikh itu memenangkan perlombaan itu. Melihat ini, beliau menunda perjalanan beliau dan berlatih renang. Sesudah beliau memenangkan lomba menghadapi orang Sikh itu, maka beliau melanjutkan perjalanan beliau. (Bersambung) [][] *Muharim Awwaluddin Mubaligh Ahmadiyah Bertugas Di Benowo, Surabaya, Jawa Timur Sumber: Ahmadiyya Gazette, June 1994, hal. 14-17. Terjemah Inggris: Barakzai. SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 9, Tabuk 1394 HS / September 2015 JEMAAT AHMADIYAH Jemaat Ahmadiyah adalah gerakan dalam Islam yang didirikan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. pada tahun 1889 (1306 H). Jemaat Ahmadiyah bukanlah agama baru. Jemaat Ahmadiyah adalah jamaah Muslim. Syahadat Ahmadiyah adalah: ُللا ْ َش َهدُ أَن ُلَ إِلَ ُهَ إِ ُلا للاُ َوأ ْ َأ ِ ُش َهدُ أَناُ م َح امدًا َرسىل Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. lahir pada tahun 1835 di Qadian, India dan wafat pada tahun 1908. Berdasarkan wahyu dan perintah dari Allah Ta‟ala, beliau as. adalah Al-Masih Yang Dijanjikan dan Imam Mahdi, yang telah dikabarkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. akan datang di Akhir Zaman. Beliau as. berpangkat Nabi dan Rasul tetapi tidak membawa syariat baru. Tugas beliau as. adalah untuk menghidupkan agama dan menegakan Syariat Islam. Setelah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. wafat, kepemimpinan dalam Jemaat Ahmadiyah dilanjutkan dengan berdirinya khilafat, sesuai dengan Sunnah Islam. Khalifah pertama dalam Jemaat Muslim Ahmadiyah adalah Hadhrat Hafiz Al-Hajj Hakim Nuruddin ra. (1908-1914). Kedua Hadhrat Al-Hajj Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad (1914-1965). Mengenai Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra. ini Hadhrat Imam Mahdi as. sering menerima wahyu yang mengabarkan bahwa beliau akan memegang peranan penting dalam perkembangan Islam. Dan terbukti, Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra. memegang jabatan Khalifah Muslim Ahmadiyah selama 51 tahun. Dalam masa jabatan kekhalifahan beliau inilah Jemaat Muslim Ahmadiyah menyebar ke seluruh pelosok dunia. Khalifah ketiga adalah Hadhrat Hafiz Mirza Nasir Ahmad ra. (1965-1982). Khalifah keempat adalah Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rh. (1982-2003) dan Khalifah kelima adalah Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba. (2003– sampai sekarang). Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah bagian dari Jemaat Muslim Ahmadiyah Internasional yang berpusat di Qadian, India, lalu pada tahun 1947 pindah ke Rabwah, Pakistan, dan sejak tahun 1984 hingga kini berpusat sementara di London, Inggris. Jemaat Ahmadiyah Indonesia didirikan pada tahun 1925 dan telah diakui sebagai badan hukum dengan ketetapan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 13 Maret 1953 No. J.A. 5/23/13. Kebenaran pendakwaan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih Yang Dijanjikan dapat diuji dengan ajaran Al-Quran dan Hadits-hadits Nabi Besar Muhammad saw. Jika penyelidikan demikian tidak memberikan kepuasan batin, maka dapat diminta petunjuk langsung dari Allah Ta‟ala dengan jalan shalat Istikharah yang dilakukan dengan hati yang khusu dan Ikhlas. [][]