LEMBAR BERITA PRAKIRAAN DAMPAK ACIAR Prakiraan Dampak No. 55 April 2009 Pelestarian Perikanan Indonesia Masyarakat Indonesia sangat bergantung pada sumberdaya produksi perikanan tangkap dan budidaya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun sumberdaya tersebut saat ini sedang berada dalam kondisi terancam. Penangkapan ikan yang berlebihan, tidak mengikuti peraturan/undang-undang, serta tidak dilaporkan (IUU), menjadi masalah yang sangat serius pada sektor perikanan di Indonesia, termasuk pada perairan yang berbatasan dengan Australia ataupun dengan negara tetangga lainnya. Dalam bidang perikanan budidaya, para petani penggarap udang di Indonesia telah menghadapi kerugian yang sangat besar sebagai akibat dari penyakit, masalah penurunan kualitas tanah serta praktekpraktek pengelolaannya. Diperkirakan sekitar 100.000 hektar tambak air payau luasan kecil terbengkalai, sehingga banyak petani tidak memperoleh penghasilan dari budidaya udang tersebut. Masalah-masalah yang kompleks tersebut mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia, yang merupakan negara mitra utama ACIAR. Oleh sebab itu penelitian dan pengelolaan yang terkoordinasi merupakan hal yang penting dilakukan agar sektor industri perikanan budidaya dapat berjalan baik dan memberikan kepastian hasil serta penghidupan yang lebih baik bagi para petani. Tanggapan dari ACIAR ACIAR telah menginvestasikan sekitar 20 juta dollar Australia dalam bidang penelitian dan pengembangan perikanan di Indonesia sejak tahun 1980-an. Secara keseluruhan terdapat 41 proyek yang diarahkan pada aspek-aspek penanganan cadangan ikan dari alam maupun praktek-praktek budidaya perikanan. Investasi kami telah berkembang menjadi 3 area, termasuk diantaranya adalah kegiatankegiatan yang saling terkait: • Perikanan tangkap Termotivasi oleh adanya fakta bahwa cadangan ikan semakin menurun, kegiatan penelitian dan pengembangan difokuskan pada analisa dan pengumpulan data jumlah tangkapan yang sahih, serta pengembangan model perikanan untuk memperbaiki informasi dan pengelolaannya. Proyek ini mencakup tentang kakap merah, hiu dan ikan pari, tuna dan penangkapan ikan yang tidak terdata (IUU). • Kegiatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan praktek budidaya ikan karang yang bernilai tinggi seperti ikan kerapu. Proyek yang lain menelaah strategi untuk mengoptimalkan produksi keramba jaring apung sekaligus mengurangi perselisihan di antara para petani keramba dan para nelayan ikan yang kurang mampu yang menggantungkan hidupnya pada penangkapan ikan di wadukwaduk. Prakiraan dampak Studi pengkajian dampak yang dilakukan ACIAR mengenai program penelitian dan pengembangan perikanan di Indonesia serta dua proyeknya menunjukkan dampak yang penting dan semaking berkembang. Studi pengkajian dampak terhadap pengembangan ikan tuna menunjukkan potensi keuntungan, dalam besaran nilai bersih saat ini (Net Present Value – NPV), mencapai sekitar 168 juta dolar Australia didalam bidang litbang bila dikaitkan dengan investasi ACIAR. Dilaporkan adanya kemungkinan pengembalian mencapai sekitar 547 juta dolar Australia dari total investasi yang ditanamkan, dari hasil pengkajian budidaya udang dari petani skala kecil. Jangka waktu persiapan proyek ini berlangsung cukup lama dan perlu dicatat bahwa banyak penelitian yang baru saja diselesaikan atau masih berlangsung, sehingga pengkajian dampaknya pun juga sedang dilakukan. Sebagian besar prakiraan pengkajian dampak didasarkan pada peluang pengembalian modalnya dimasa mendatang. Pencapaian utama dari seluruh proyek ditandai dengan adanya peningkatan kapasitas pada bidang penelitian dan penyuluhan di Indonesia, serta kemampuan teknis untuk mendukung penelitian di masa yang akan datang. Cara pandang baru yang muncul di setiap proyek menghasilkan perbaikan dalam hal praktek dan teknologi, sehingga pihak terkait dapat merasakan hasilnya dalam jangka panjang. (Dua hasil studi pengkajian dampak secara lebih detil dapat dibaca di halaman 2-4 dari lembar fakta ini) Perikanan Budidaya Komoditas lainnya Penelitian dan pengembangan juga meliputi perikanan ikan laut bersirip, pembudidayaan kepiting bakau serta perikanan waduk. Sumber foto: Lilis Sadiyah Beberapa proyek terdahulu difokuskan pada pemberantasan penyakit yang sedang merebak sehingga menyebabkan kegagalan panen yang luarbiasa di bidang budidaya udang. Pada proyek berikutnya, penelitian difokuskan tidak hanya pada kesehatan udang, tetapi juga pada kualitas air dan tanah, praktek pengelolaan yang lebih baik, dan potensi penggunaan tanaman dan komoditas alternatif untuk mengurangi resiko produksi. Penelitian juga diarahkan pada penentuan kesesuaian lahan untuk perikanan budidaya. Bidang Litbang difokuskan pada proses pengumpulan dan analisa data tangkapan yang dapat diandalkan guna menjawab tentang semakin menipisnya cadangan ikan. ACIAR Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) merupakan bagian dari program bantuan pembangunan Australia. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan pembangunan pertanian secara berkelanjutan yang bermanfaat bagi penelitipeneliti di negara berkembang maupun Australia. ACIAR memberikan mandat untuk melakukan penelitian bersama tersebut kepada para peneliti dari Australia dan negara-negara berkembang. ACIAR juga menangani kontribusi Australia pada Pusat Penelitian Pertanian Internasional. Selain itu ACIAR juga melakukan pengkajian dampak secara independen atas proyek-proyek yang didanainya. Halaman 2 Pelestarian Perikanan Indonesia Ringkasan pengembalian investasi ACIAR di bidang Litbang Perikanan Penelitian dan pengembangan ikan tuna Penelitian dan pengembangan remediasi tambak Nilai keuntungan saat ini (dalam juta Dolar Australia: A$m) 169 Nilai keuntungan saat ini (dalam juga Dolar Australia: A$m) 232 Nilai pengeluaran saat ini (A$m) 1 Nilai pengeluaran saat ini (A$m) 4.4 Keuntungan bersih (A$m) 168 Keuntungan bersih (A$m) 227 Perbandingan keuntungan dan pengeluaran 179 Perbandingan keuntungan dan pengeluaran 52 Nilai pengembalian internal (%) 210 Nilai pengembalian internal (%) 26 Pengkajian Dampak Satu: Mencegah Penurunan Jumlah Ikan Tuna Australia dan Indonesia memiliki Zona Ekonomi Ekslusif di bagian timur Laut Hindia, dimana nilai tangkapan ikan tuna baik tangkapan komersial maupun ‘artisanal’ mencapai 15% dari total tangkapan tuna di Laut Hindia. Namun, sejak tahun 2000, para nelayan melaporkan penurunan tangkapan beberapa species , baik dalam hal jumlah maupun ukuran ikannya. Penurunan ini menunjukkan bahwa penangkapan ikan pada tingkatan sekarang ini di wilayah tersebut tidaklah lestari dan dapat menandai kejatuhan bidang perikanan serta mengancam mata pencaharian masyarakat nelayan. Jika hanya memfokuskan pada indikator jumlah tangkapan dan ukuran ikan, maka perubahan penting dalam tingkat reproduksi serta penyebaran populasi ikan tidak akan dapat diketahui. Untuk memastikan bahwa spesies dan industri perikanan dapat bertahan melalui praktek manajemen yang lebih baik, para peneliti Indonesia memerlukan kemampuan yang lebih besar dalam mengawasi, menganalisa dan melaporkan semua hal yang terkait dengan bidang perikanan. Tanggapan dari ACIAR Tujuan ACIAR adalah menjawab prioritas Indonesia yang sudah disebutkan dalam melaksanakan pembangunan kapasitas nasional yang efektif untuk memonitor dan mengkaji data perikanan tuna dan ‘billfish’ (ikan berparuh) guna meningkatkan kemampuannya dalam melaporkan data tersebut kepada organisasi-organisasi manajemen internasional. Dengan bantuan dari CSIRO, pekerjaan ini melibatkan perbaikan dan perluasan sistem data nasional, pelaksanaan tinjauan data perikanan secara menyeluruh, dan meningkatkan kemampuan pemerintah dalam menganalisa, menginterpretasi dan melaporkan data. Pada tahun 1994 dibentuk Komisi Perlindungan Tuna Bersiripbiru Wilayah Selatan (CCSBT), untuk memastikan berjalannya konservasi cadangan tuna bersiripbiru dan optimalisasi pemanfaatannya. Australia, Jepang, Korea dan Taiwan meminta Indonesia masuk dalam keanggotaan CCSBT, untuk memastikan pengelolaan perikanan yang lebih baik. Satu persyaratan utama keanggotaan Indonesia (dan untuk memperbolehkan penjualan tuna yang berkelanjutan ke pangsa pasar Jepang, Taiwan, Korea dan US yang bernilai tinggi), adalah penilaian yang obyektif serta kesepakatan pengelolaan cadangan ikan tuna. “Informasi ini sangat bermanfaat bagi para nelayan dalam meningkatkan keahlian mereka, dalam menangkap ikan secara efektif dan mencapai sasaran, dan melaksanakan kegiatan penangkapan yang bertanggungjawab untuk mempertahankan hasil yang berkelanjutan.” —Lilis Sadiyah Lilis Sadiyah adalah seorang sarjana di bidang Matematika dari Indonesia, yang melalui program beasiswa John Allwright Fellowship, sedang mengambil program PhD di Universitas Tasmania. Ibu Sadiyah adalah salah satu peserta awal penataran pengkajian cadangan dan saat ini bekerja di CSIRO untuk menganalisa data dari program uji coba pengamat serta data historis dan gugus berkala. Selain memberikan dampak positif bagi kehidupan profesionalnya, penelitian Lilis akan memberikan kontribusi dalam analisa, penafsiran, dan pengkajian data bagi forum-forum manajemen perikanan internasional dan pengembangan pengawasan ikan tuna. Foto: Craig Proctor, CSIRO Marine Research. Daerah ini meliputi sejumlah lokasi kunci bagi spesies tuna, dan di perairan bagian selatan Jawa Timur dan Bali sangat dikenal sebagai tempat bertelur bagi ikan tuna bersiripbiru (SBT). Halaman 3 Pelestarian Perikanan Indonesia Membangun pengetahuan dan kapasitas baru Memperkirakan nilai dari dampak ACIAR bekerjasama dengan CSIRO untuk membentuk program dan basisdata pengamatan percobaan ilmiah, memberikan pelatihan pada enam pengamat Indonesia untuk mengumpulkan data penangkapan dari kapal ‘longline’. Dengan berlanjutnya pemodelan Litbang dan perikanan ekstensif, investasi ACIAR diperkirakan menghasilkan potensi keuntungan, nilai saat ini (PVT) sebesar A$168 juta. Hal ini memperlihatkan keuntungan sebesar $180 dari setiap $1 yang diinvestasikan, dan nilai pengembalian internal sebesar 210%. Program tersebut melengkapi sistem pengawasan berbasis pelabuhan yang telah ada, yang sudah dibangun sebelumnya melalui dukungan Australia maupun pihak-pihak internasional, serta pelatihan strata dua bagi para spesialis pengkajian cadangan ikan tuna dari Indonesia yang masih terus berlangsung hingga kini. Program ini juga memperlengkapi Departemen Kelautan dan Perikanan Indonesia dengan peningkatan kemampuan untuk menganalisa, menafsirkan dan melaporkan data pengkajian jumlah cadangan. Pada April 2008 Indonesia diterima sebagai anggota CCSBT dimana kapasitas dalam menyediakan data yang dapat diandalkan, menjadi dasar utama keanggotaan tersebut. Dengan pemodelan yang lebih dapat dipercaya, pengelolaan dan kelestarian perikanan diharapkan dapat meningkat. Keuntungan bagi Indonesia diperkirakan mendekati A$10 juta. Konsumen yang mendapat keuntungan sebesar $924 juta diperkirakan termasuk Jepang, Korea dan Taiwan dengan perkiraan cadangan SBT jangka panjang. Sementara nelayan-nelayan dari negara-negara tersebut diperkirakan mendapatkan keuntungan $170 juta. Sedangkan keuntungan yang didapat Australia dan New Zealand diperkirakan mencapai $30 juta. Selain keuntungan langsung secara ekonomi, terdapat juga: • • • • • keuntungan ekologi secara luas hubungan yang membaik dengan Australia keuntungan sosial bagi masyarakat nelayan Indonesia, dengan pemasukan yang lebih tinggi bagi armada kapal pemahaman yang lebih baik mengenai species tuna. Para nelayan dan konsumen juga akan mendapatkan keuntungan dari tingkat harga yang lebih murah dan terjaminnya persediaan ikan dalam jangka waktu yang lebih lama. Pengkajian Dampak Dua: Remediasi tambak udang Pada tahun 1980-an Indonesia melakukan investasi yang penting dalam pertambakan yaitu tambak air payau bagi para petani penggarap untuk memproduksi udang. Banyak petani mengubah lahan sawah mereka menjadi tambak, dengan harapan budidaya tambak akan mengubah kehidupan mereka karena menghasilkan suatu produk ekspor yang bernilai tinggi Sumber foto: Jes Sammut Satu dekade berikutnya terjadi kejatuhan produksi tambak udang yang mengenaskan dikarenakan adanya penyakit. Para petani terpukul oleh hilangnya cadangan udang dalam jumlah besar sehingga akhirnya menelantarkan tambak-tambak mereka, menyebabkan sekitar 100.000 ha tambak menganggur hingga saat ini. Beberapa petani menjalankan produksi lokal seperti bandeng dan rumput laut, tetapi mereka harus berusaha keras untuk mendapatkan pemasukan karena tanah mereka tidak cocok lagi untuk produksi beras dan juga tidak memungkinkan untuk usaha budidaya tambak. Tanggapan dari ACIAR ACIAR telah mendanai lokakarya yang menyelidiki kerugian-kerugian akibat penyakit. Para peneliti menyadari adanya faktor lain yang utama yaitu Tanah Sulfat Masam, yang berhubungan dengan tingkat kerawanan terkena penyakit, mengurangi hasil panenan dan kasuskasus kematian secara mendadak. Sebuah proyek yang dipimpin oleh University of New South Wales, difokuskan pada teknik remediasi. Proyek selanjutnya difokuskan pada pengkajian kemampuan dan kesesuaian tanah untuk tambak udang,pengendalian penyakit dan memperbaiki praktek pengelolaan lahan budidaya, serta membangun kapasitas teknis dan penyuluhan (ekstension). Tim peneliti mengembangkan proses remediasi untuk tambak, dengan menggabungkan proses pengapuran dan pembersihan, rotasi dan budidaya tumpangsari, penyediaan benih yang bebas penyakit dan isolasi. Tantangan utama yang muncul adalah rendahnya tingkat adopsi oleh para petani. Kemampuan mereka terhalangi oleh akses yang Para peneliti, Dr Jes Sammut dari University of New South Wales dan Dr Akhmad Mustafa dari Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai (RICA) sedang mengembangkan kapasitas dalam remediasi tambak dengan petani setempat. terbatas pada pengetahuan yang baru, dan juga biaya dan risiko yang berhubungan dengan investasi awal remediasi. Namun, para petani di beberapa tempat sudah berhasil mengadopsi proses tersebut, dan kuncinya adalah keterlibatan peneliti yang baik dalam proses pembukaan tambak percontohan serta kerjasama yang baik dengan para petani. Pemerintah Indonesia sudah mengumumkan rencana merevitalisasi industri budidaya tambak yang sedang merana, termasuk remediasi tambak terlantar untuk produksi udang putih dan udang windu. Dengan investasi besar yang diusulkan dalam bidang penyuluhan, penelitian dan pengembangan yang dibiayai oleh ACIAR akan memberikan masukan yang penting dalam proses perencanaan pemerintah. LEMBAR BERITA PRAKIRAAN DAMPAK ACIAR Prakiraan Dampak No. 55 April 2009 Halaman 4 Pelestarian Perikanan Indonesia Foto: Mike Rimmer, James Cook University, Proyek Rehabilitasi Perikanan Budidaya di Aceh Manfaat bagi para petani dan perencana yang berkelanjutan “Kegiatan ini mulai membangun kepercayaan diri masyarakat setempat...” Dari kiri: Aris Sutartono dari Departemen Kelautan dan Perikanan RI, Zulkifli Ahmad, petani; dan Richard Callinan dari University of Sydney menguji tempat pakan udang di tambak percontohan Aceh. “Aktifitas tambak percontohan ini sangat baik karena memberikan bukti pada masyarakat bahwa melalui teknik yang tepat kita dapat memelihara udang dengan sukses hingga masa panen. Kegiatan ini mulai membangun kepercayaan masyarakat lokal yang tinggal di sekitar tambak percontohan.” — Zulfiki Ahmad, nelayan dari Aceh, yang berbicara mengenai tambak percontohan di desa Meuliek. Pencapaian utama dari remediasi yang didanai ACIAR adalah pengembangan teknologi untuk membantu mengetahui dan melokalisir tanah sulfat masam serta permasalahan tanah lainnya. Teknologi ini akan membantu para petani dan pemerintah lokal menghindari dari kesalahan perencanaan, sehingga mereka mampu menilai kesesuaian lahan yang lebih baik untuk berbagai macam jenis produksi. Pengetahuan yang baru tentang tanah sulfat masam di Indonesia telah memberikan banyak manfaat bagi Australia, contohnya: masalah yang sama muncul di wilayah pantai New South Wales, dan pengetahuan ini sudah dipertimbangkan dalam pengembangan wilayah pemukiman dan pertanian. Manfaat utama yang lain dari proyek ini menjadi lebih jelas saat terjadinya Tsunami pada Boxing Day tahun 2004, dimana banyak tambak tradisional hancur di Aceh. Para peneliti Indonesia yang dilatih melalui proyek ACIAR, bekerjasama dengan peneliti Australia, dapat secara cepat merespon keadaan. Banyak lembaga-lembaga yang bekerja di area rekonstruksi mengesampingkan kemungkinan adanya masalah tanah sulfat masam di Aceh. Pemetaan ekstensif selama proyek ACIAR berlangsung menunjukkan banyak tambak yang dibangun di atas area yang berisiko tinggi akan tanah sulfat masam. Para peneliti juga bekerja dengan badan lain guna memperbaiki pendekatan-pendekatan mereka dalam menerapkan teknik konvensional dan pengapuran, dan dalam mempromosikan praktek pengelolaan dan teknologi pemetaan yang lebih baik. Tanpa kemampuan ini, kemungkinan pemulihan pertambakan udang di Aceh akan mengalami penundaan. Prakiraan dampak Manfaat sebenarnya dari penelitian dan pengembangan ACIAR akan tergantung pada tingkatan adopsinya. Sebuah pengkajian dampak proyek remediasi awal, yang didanai oleh ACIAR, telah berhasil menorehkan beberapa skenario dalam perencanaan revitalisasi pemerintah. Salah satu contoh skenario penurunan biaya terbaik diperkirakan dapat memberikan keuntungan bagi petani mencapai A$2.000 juta, dihitung dengan menggunakan nilai saat ini, selama kurun waktu 20 tahun yang akan datang, bila dinas penyuluhan lokal melakukan penanaman investasi yang cukup besar. IAFS02a | April 2009 | ISSN 1836-8271 Secara historis, memang cukup sulit untuk mendapatkan dukungan dari otoritas lokal sehingga perlu diformulasikan skenario yang dibuat sedikit kurang optimis. Diperkirakan keuntungan hasil saat ini sebesar A$547 selama 20 tahun. Hal ini berarti setiap 1 dolar yang diinvestasikan ACIAR, lembaga penelitian di Australia dan di Indonesia, akan berhasil mengembalikan sebesar $52. Nilai hasil internal diperkirakan sebesar 26%. Laporan selengkapnya Proyek perikanan ACIAR di Indonesia: tinjauan dan prakiraan dampak (IAS No. 55) pleh Greg Martin, IDA Economics, dapat diunduh tanpa biaya dari www.aciar.gov.au/publication/ IAS55 Untuk bentuk cetakan: ACIAR Communications Program GPO Box 1571 Canberra ACT 2601 Australia Fax: +61 2 6217 0501 Email: [email protected] Seri Penilaian Dampak ACIAR Di ACIAR, kami melakukan analisa investasi penelitian dan pengembangan secara seksama untuk menilai keefektifan dan kuantitas dampak dari proyek kami. Informasi ini memberi pemahaman kepada para berbagai pihak dan membantu kami untuk terus-menerus melakukan perbaikan. ACIAR juga telah melakukan penilaian dampak secara independen selama beberapa tahun. • Analisa penilaian dampak dari 90 proyek ACIAR hingga tahun 2004 mencapai total keuntungan sebesar A$6,6 milyar. • Perbandingan keuntungan dan biaya adalah $30 untuk setiap $1 yang diinvestasikan.