Pemodelan Gelombang Bunyi Dalam Air dan

advertisement
PEMODELAN GELOMBANG BUNYI DALAM AIR DAN SOLUSINYA
DWI PUSPA ANGGRAINI
G54103034
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
ABSTRACT
DWI PUSPA ANGGRAINI. Modeling and Solution for Acoustic Wave in Water. Supervised by
ENDAR H. NUGRAHANI and ALI KUSNANTO.
Sound is produced by vibration of an object, it forms an acoustic wave and spreads through a
medium from a location to another. Wave equation is a hyperbolic second order partial differential
equation. In this case, the occured process depends on time variable. This indicates that the result
of the process will be determined by the initial conditions.
To build a one dimensional acoustic wave model, three characteristics are being assumed.
This model is solved using d’Alembert method. The solution of the corresponding 2-dimensional
wave equation is a particular solution which fulfils some additional conditions. This solution is
obtained by using Fourier method, polar coordinate transformation, and Bessel solution. The
resulting particular solution is illustrated by displaying some three dimensional graphical
representation.
ABSTRAK
DWI PUSPA ANGGRAINI. Pemodelan Gelombang Bunyi Dalam Air dan Solusinya. Dibimbing
oleh ENDAR H. NUGRAHANI dan ALI KUSNANTO.
Bunyi merupakan suatu gelombang yang dihasilkan oleh objek yang bergetar dan menyebar
melalui sebuah medium dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Persamaan gelombang atau getaran
termasuk dalam persamaan diferensial parsial orde dua bertipe hiperbolik. Dalam kasus PDP
hiperbolik, proses yang terjadi akan bergantung terhadap waktu. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa hasil dari suatu proses yang bergantung terhadap waktu akan sangat ditentukan oleh
keadaan proses tersebut pada saat awal.
Tiga karakteristik diasumsikan untuk membangun model gelombang bunyi di dalam air 1
dimensi, yang mana solusinya dicari dengan menggunakan metode d’Alembert. Penyelesaian PDP
orde dua yang akan dicari adalah hingga penyelesaian khusus yang unik serta memenuhi syarat
tambahan tertentu. Solusi khusus model gelombang bunyi dalam air 2 dimensi dicari dengan
menggunakan metode gabungan antara koordinat polar, metode Fourier, dan solusi Bessel. Solusi
khusus yang didapatkan diilustrasikan dengan menyajikan beberapa gambar grafik 3 dimensi.
PEMODELAN GELOMBANG BUNYI DALAM AIR DAN SOLUSINYA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
DWI PUSPA ANGGRAINI
G54103034
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Judul
Nama
NIM
: PEMODELAN GELOMBANG
SOLUSINYA
: Dwi Puspa Anggraini
: G54103034
BUNYI
DALAM
AIR
DAN
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S.
NIP. 131 842 411
Drs. Ali Kusnanto, M.Si.
NIP. 131 913 135
Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. drh. Hasim, DEA.
NIP. 131 578 806
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada
manusia termulia, Muhammad SAW. Tema yang dipilih dalam penulisan karya ilmiah ini adalah
pencarian solusi model suatu Persamaan Diferensial Parsial, dengan judul Pemodelan Gelombang
Bunyi Dalam Air dan Solusinya. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Matematika.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, MS. dan Bapak Drs. Ali
Kusnanto, M.Si. sebagai pembimbing serta Bapak Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. sebagai penguji yang
telah banyak memberikan pengarahan, saran dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini.
Penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh Dosen atas ilmu yang telah diberikan beserta
seluruh staf Departemen Matematika dan teman-teman atas bantuanya dalam pelaksanaan
penulisan dan penyusunan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Papa, Mama,
Mba’ Ika dan De’ Sari, serta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, dan dorongan moril yang
telah diberikan, kepada teman-teman Math 40, adik-adik Math 41, 42, 43, teman-teman di Wisma
Ayu, rekan-rekan Biru Muda, Fusi 40 dan “Keluarga ATE224” atas dukungan dan semangat.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2008
Dwi Puspa Anggraini
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 10 Oktober 1985 dari ayah Mohammad Effendie
dan ibu Nurul Ayni. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negri 2 Cirebon dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis
memilih Program Studi Matematika, Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Pendidikan
Agama Islam tahun ajaran 2005/2006 dan 2006/2007. Penulis juga aktif dalam organisasi
GUMATIKA (Gugus Mahasiswa Matematika), serta Lembaga Dakwah Fakultas SERUM-G, dan
kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA pada periode
2004/2005 dan periode 2005/2006.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ ix
I PENDAHULUAN ..................................................................................................................
1.1 Latar Belakang .........................................................................................................
1.2 Tujuan ......................................................................................................................
1
1
1
II LANDASAN TEORI .............................................................................................................
2
III MODEL GELOMBANG BUNYI DALAM AIR 1-DIMENSI .............................................
3.1 Model 1-Dimensi .....................................................................................................
3.2 Solusi Model 1-Dimensi ..........................................................................................
7
7
8
IV MODEL GELOMBANG BUNYI DALAM AIR 2-DIMENSI ............................................
4.1 Model 2-Dimensi .....................................................................................................
4.2 Transformasi Koordinat Kartesian ke Koordinat Polar ...........................................
4.3 Solusi Model 2-Dimensi ..........................................................................................
4.4 Pemisahaan Peubah .................................................................................................
4.4.1 Peubah t .......................................................................................................
4.4.2 Peubah θ dan r ...........................................................................................
4.5 Solusi Deret .............................................................................................................
4.6 Ilustrasi Grafik ........................................................................................................
11
11
11
11
11
11
12
14
17
SIMPULAN..................................................................................................................................
19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................
20
LAMPIRAN ................................................................................................................................. 21
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Gambar u ( x, t ) dengan x = 10 , 0 ≤ t ≤ 10 ..........................................................................
10
2.
Gambar u ( x, t ) dengan t = 10 , 0 ≤ x ≤ 10 ........................................................................
10
3.
Gambar u ( x, t ) dengan 0 ≤ t ≤ 10 dan 0 ≤ x ≤ 10 ............................................................
10
4.
Gambar u ( r , θ , t ) dengan θ = 0 , serta nilai parameter λ = 1 , dan m = 1 .........................
17
5.
Gambar u ( r , θ , t ) dengan θ = π , serta nilai parameter λ = 1 , dan m = 1 ........................
17
6.
Gambar u ( r , θ , t ) dengan θ = −π , serta nilai parameter λ = 1 , dan m = 1 ......................
17
7.
Gambar u ( r , θ , t ) dengan θ = π
8.
Gambar u ( r , θ , t )
9.
Gambar u ( r , θ , t )
, serta nilai parameter λ = 1 , dan m = 1 ...................... 17
2
dengan θ = 0 , serta nilai parameter λ = 1 , dan m = 5 ......................... 18
dengan θ = 0 , nilai parameter λ = 1 , dan m = 10 ............................... 18
10. Gambar u ( r , θ , t ) dengan θ = 0 , serta nilai parameter λ = 3 , dan m = 1 ........................
18
11. Gambar u ( r , θ , t ) dengan θ = 0 , serta nilai parameter λ = 3 , dan m = 5 ........................ 18
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Langkah mendapatkan persamaan (2.7) ...............................................................................
22
2.
Menyatakan opertaor Laplace dua dimensi dalam koordinat polar ......................................
22
3.
Transformasi persamaan gelombang ....................................................................................
23
4.
Mencari persamaan (4.20) ....................................................................................................
24
5.
Langkah-langkah mendapatkan persamaan (4.23) ...............................................................
24
6.
Menentukan persamaan (4.28) .............................................................................................. 25
7.
Langkah-langkah mendapatkan persamaan (4.29) ...............................................................
25
8.
Mencari persamaan (4.30) ....................................................................................................
26
9.
Langkah-langkah mendapatkan persamaan (4.31) ...............................................................
27
10. Menentukan persamaan (4.32) .............................................................................................. 27
m
11. Membuktikan J m ( z ) = ( −1) J − m ( z ) ................................................................................. 28
ix
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu kajian oseanografi adalah
mendeteksi gelombang di dalam air
(underwater wave), di mana salah satu yang
menjadi perhatian adalah masalah gelombang
bunyi. Bunyi merupakan suatu gelombang
yang dihasilkan oleh objek-objek yang
bergetar dan menyebar melalui sebuah
medium dari satu lokasi ke lokasi lainnya.
Aplikasi yang sangat penting mengenai
gelombang bunyi di dalam air (underwater
acoustics) adalah sonar untuk mendeteksi,
menelusuri dan mengklasifikasi kapal selam.
Secara umum persamaan gelombang atau
getaran
termasuk
dalam
Persamaan
Diferensial Parsial (PDP) orde dua bertipe
hiperbolik. Dalam kasus PDP hiperbolik, pada
umumnya proses yang terjadi akan bergantung
terhadap waktu. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa hasil dari suatu proses yang bergantung
terhadap waktu akan sangat ditentukan oleh
keadaan proses tersebut pada saat awal.
Dalam hal ini, maka diperlukan syarat
tambahan berupa syarat awal dan syarat batas
yang memenuhi suatu keadaan tertentu
dengan fungsi PDP yang diketahui.
Berbagai bentuk syarat tambahan yang
berlaku pada suatu PDP:
a. Masalah nilai awal (MNA), apabila hanya
diberikan syarat awal saja.
b. Masalah nilai batas (MNB), apabila
hanya ada syarat batas.
c. Masalah nilai awal dan batas (MNAB),
apabila baik syarat awal maupun syarat
batas diberikan keduanya.
Untuk PDP hiperbolik biasanya berlaku MNA
dan MNAB. Permasalahan yang dapat
dinyatakan dalam bentuk PDP sangatlah
beragam sehingga solusi PDP akan sangat
beragam. Tidak semua PDP dapat dicari
solusinya
secara
mudah.
Dengan
perkembangan alat bantu komputer yang
sangat pesat, maka teknik penyelesaian PDPpun dapat diperoleh dengan menggunakan
metode numerik. Akan tetapi tetap saja, tidak
semua masalah dapat diselesaikan secara
numerik, sehingga pemahaman analitik dalam
penyelesaian PDP tetap merupakan hal yang
paling utama.
Tiga karakteristik yang diasumsikan,
dapat digunakan untuk membangun sebuah
persamaan bunyi di dalam air, yaitu:
a. Perpindahan bunyi pada sejumlah air ke
posisi baru.
b. Perubahan kepekatan sebanding dengan
perubahan tekanan lokal.
c. Ketidaksamaan tekanan menghasilkan
pergerakan di dalam air.
Dalam karya ilmiah Lestari (2004) telah
diperoleh perambatan gelombang bunyi dalam
air dengan menggunakan persamaan parabolik
dua dimensi. Hal tersebut melatar belakangi
karya ilmiah ini untuk mencari persamaan
gelombang bunyi dengan menggunakan
metode lainnya.
Metode
yang
digunakan
dalam
menyelesaikan persamaan diferensial parsial
linear homogen pada model 1-dimensi adalah
dengan menggunakan solusi analitik biasa,
sedangkan pada model 2-dimensi dengan
menggunakan koordinat polar, metode
Fourier, dan solusi Bessel.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah:
a. Mencari persamaan gelombang bunyi 1dimensi dengan menggunakan tiga
karakteristik timbulnya gelombang dan
solusinya dengan menggunakan metode
d’Alembert.
b. Mencari solusi khusus 2-dimensi dengan
menggunakan metode gabungan antara
koordinat polar, metode Fourier, dan solusi
Bessel.
1
II LANDASAN TEORI
Definisi 1 (Turunan Fungsi f )
Turunan fungsi f
pada bilangan
dinyatakan dengan f ′ (a ) adalah
f ( x ) ≠ 0 maka disebut PD tak homogen.
a
f (a + h ) − f (a )
,
(2.1)
f ′ (a ) = lim
h
h →0
jika limit ini ada.
(Kreyszig, 1993)
Definisi 2 (Turunan Parsial)
Misalkan f adalah fungsi dua variabel x
dan y , dengan x adalah variabel yang
berubah-ubah dan y adalah variabel tetap.
Dimisalkan y = b dengan b adalah suatu
konstanta, sedemikian sehingga fungsi
variabel tunggal x adalah g ( x ) = f ( x , b ) .
Jika g
mempunyai turunan di a , maka
turunan parsial dari f terhadap x di ( a , b )
dinyatakan dengan f x ( a , b ) . Jadi
f x (a , b ) = g ′ (a )
dengan
(2.2)
g ( x ) = f (x ,b ) .
Menurut persamaan (2.1), maka persamaan
(2.2) menjadi
f ( a + h, b ) − f ( a , b )
(2.3)
f ( a,b ) = lim
.
x
h
h→0
Jika dimisalkan titik (a ,b ) berubah-ubah
dalam persamaan (2.3) maka f x menjadi
fungsi dua variabel. Jika f adalah fungsi dua
variabel, turunan parsialnya adalah fungsi f x
yang didefinisikan oleh
f (x + h , y ) − f (x , y )
f x ( x , y ) = lim
.
h
h →0
(Stewart, 1993)
Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Linear
Suatu Persamaan Diferensial Biasa (PDB)
orde ke-n adalah linear ketika persamaan
tersebut dapat dituliskan dalam bentuk
dny
d n −1 y
+ a1 ( x )
+…
a0 ( x )
n
dx
dx n −1
dy
… + a n −1 ( x )
+ an ( x ) y = f ( x )
dx
( a0 ( x ) ≠ 0 )
Fungsi
a0 ( x ) , a1 ( x ) ,… , an ( x
)
disebut
Sedangkan persamaan diferensial dikatakan
homogen jika f ( x ) = 0 . Ketika koefisien
adalah fungsi konstan, persamaan diferensial
dapat dikatakan memiliki koefisien konstan.
Kecuali jika keadaan sebaliknya, harus selalu
diasumsikan bahwa koefisien adalah fungsi
kontinu dan a0 ( x ) ≠ 0 di setiap interval pada
suatu persamaan adalah terdefinisi. Jika suatu
PDB orde ke-n tidak dapat ditulis pada bentuk
umum di atas maka disebut PDB taklinear
orde ke-n.
(Farlow, 1994)
Solusi PDB Linear Orde Dua
Persamaan diferensial linear orde ke-dua
mempunyai bentuk ay ′′+by ′+cy = 0 dengan
a , b dan c konstanta dan a ≠ 0 . Persamaan
ar 2 + br + c = 0
disebut
persamaan
karakteristik dari persamaan diferensial di
atas. Akar-akar r1 dan r2 dapat dicari dengan
menggunakan rumus r12 =
−b ± b 2 − 4ac
.
2a
Sifat 1 ( b 2 − 4ac > 0 )
Jika akar-akar r1 dan r2 dari persamaan
karakteristik adalah real dan berbeda maka
solusi umum dari ay ′′+by ′+cy = 0 adalah
y = c1 e r x + c 2 e r x .
1
2
Sifat 2 ( b − 4ac = 0 )
Jika persamaan karakteristik mempunyai
satu akar real r , maka solusi umum dari
ay ′′+by ′+cy = 0 adalah
2
y = c1e rx + c 2 xe rx .
Sifat 3 ( b 2 − 4ac < 0 )
Jika akar-akar persamaan karakteristik
adalah bilangan kompleks r1 = α + i β dan
r2 = α − i β maka solusi umum dari
ay ′′+by ′+cy = 0 adalah
y = e α x (c1 cos β x + c 2 sin β x ) .
c1 dan c 2 adalah konstanta real.
(Farlow, 1994)
PDP Linear Orde Dua
Bentuk umum persamaan diferensial parsial
orde dua dalam dua variabel dinyatakan dalam
Au xx + Bu xy + Cu yy + Du x + Eu y + Fu = G
(2.4)
koefisien pada persamaan diferensial, jika
2
3
dengan A , B , C , D , E , F , G adalah konstanta
real dan u adalah fungsi dari x dan y yang
diberikan.
Titik singular yang tidak memenuhi (2)
disebut sebagai titik singular tak-regular.
(Goode, 1991)
Jenis 1 (Persamaan Eliptik)
Jika persamaan diferensial parsial di atas
memenuhi B 2 − 4 A C < 0 maka persamaan
(2.4) memiliki tipe eliptik.
Jenis 2 (Persamaan Parabolik)
Jika persamaan diferensial parsial di atas
memenuhi B 2 − 4 A C = 0 maka persamaan
(2.4) memiliki tipe parabolik.
Jenis 3 (Persamaan Hiperbolik)
Jika persamaan diferensial parsial di atas
memenuhi B 2 − 4 A C > 0 maka persamaan
(2.4) memiliki tipe hiperbolik.
(Farlow, 1994)
Deret Taylor
Andaikan f adalah suatu fungsi dengan
turunan ke- ( n + 1) , yaitu f ( n +1) ( x ) ada untuk
Nilai dan Vektor Eigen
Jika A adalah matriks n × n , maka vektor
taknol x di dalam R n dinamakan vektor
eigen (eigen vector) dari A jika Ax adalah
kelipatan skalar dari x yaitu,
Ax = λ x
untuk suatu skalar λ . Skalar λ dinamakan
nilai eigen (eigenvalue) dari A dan x
dikatakan vektor eigen yang bersesuaian
dengan λ .
(Anton, 1988)
setiap x pada suatu selang buka I yang
mengandung a. Maka untuk setiap x di I
berlaku
f ′′ ( a )
2
f ( x ) = f ( a ) + f ′ ( a )( x − a ) +
(x − a)
2!
n
f ( ) (a )
n
+… +
(x − a ) + Rn (x )
n!
dengan sisa R n ( x ) diberikan oleh rumus
Rn (x ) =
f
(c )
n +1
(x − a)
( n + 1)!
( n +1)
dan c suatu titik antara x dan a .
(Purcell, 1987)
Deret Frobenius
Asumsikan bahwa x0 = 0 adalah titik singular
regular pada persamaan diferensial dalam
bentuk
P ( x ) y ′′ ( x ) + Q ( x ) y ′ ( x ) + R ( x ) y ( x ) = 0.
(2.5)
Suatu deret Frobenius dalam bentuk
Titik Biasa dan Titik Singular
Titik x = x 0 disebut sebagai titik biasa pada
persamaan diferensial
y ′′ + P ( x ) y ′ + Q ( x ) y = 0
jika
P ( x0 )
Q ( x0 )
dan
masing-masing
analitik di x = x 0 . Setiap titik yang bukan
titik biasa pada persamaan di atas, maka
disebut sebagai titik singular.
(Goode, 1991)
Titik Singular Regular dan Tak-Regular
Titik x = x 0 disebut sebagai titik singular
regular pada persamaan diferensial
y ′′ + P ( x ) y ′ + Q ( x ) y = 0
jika dan hanya jika diikuti dua kondisi yang
memenuhi :
1. x 0 adalah titik singular pada persamaan
di atas.
2. Fungsi
p (x ) = (x − x 0 ) P (x )
dan
q (x ) = (x − x 0 ) Q (x )
2
x = x0.
analitik
di
∞
∞
n=0
n=0
y ( x ) = x r ∑ cn x n = ∑ cn x n + r ,
dengan c n suatu konstanta, dapat digunakan
untuk menyelesaikan persamaan diferensial.
Parameter r harus dipilih sedemikian
sehingga ketika deret tersebut disubstitusi ke
dalam persamaan diferensial, koefisien
pangkat terkecil pada x adalah nol. Hal
tersebut dinamakan sebagai Persamaan
Indeks.
(Goode, 1991)
Persamaan Indeks
Misalkan terdapat PD homogen orde ke-2
y ′′ + a ( x ) y ′ + b ( x ) y = 0,
dengan asumsi bahwa x = 0 merupakan titik
singular regular. Diberikan deret Frobenius
dalam bentuk
∞
∞
n=0
n=0
y ( x ) = x r ∑ cn x n = ∑ cn x n + r ,
dengan koefisien c 0 , c1 ,… dan r ditentukan
sehingga deret tersebut memenuhi persamaan
diferensial. Diasumsikan c 0 ≠ 0 . Penurunan
pada deret Frobenius akan dihasilkan
4
∞
Persamaan Helmholtz
Persamaan Helmholtz memiliki bentuk
∇ 2φ + λφ = 0
y ′ = ∑ ( n + r ) c n x n + r −1
n =0
∞
y ′′ = ∑ ( n + r )( n + r − 1) c n x n + r − 2 .
n =0
Substitusi y , y ′ dan y ′′ ke dalam PD
homogen orde ke-2 yang diberikan
∞
∑( n + r )( n + r −1)c x
n + r −2
n
n =0
+
∞
∞
n =0
n =0
a ( x ) ∑( n + r ) c n x n +r −1 + b ( x ) ∑cn x n +r = 0 .
Persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut
∞
∑( n + r )( n + r −1)c x
n
n =0
n + r −2
+
∞
∞
n =0
n =0
xa( x ) ∑( n + r ) cn x n+r −2 + x 2b ( x ) ∑cn x n +r −2 = 0.
(2.6)
Karena x = 0 merupakan titik singular
regular maka xa ( x ) dan x 2b ( x ) memiliki
perluasan deret pangkat dalam bentuk
xa ( x ) = α 0 + α1x + α 2 x 2 + α 3 x 3 + ……
dengan ∇ 2 adalah operator Laplace, λ
adalah konstanta, dan φ adalah suatu fungsi
yang terdefinisi pada ruang Euclid R3
dimensi 2 atau 3. Persamaan Helmholtz
termasuk pada persamaan diferensial parsial
eliptik.
(Haberman, 1987)
Persamaan Bessel
Suatu persamaan diferensial linear orde kedua
yang dinyatakan sebagai
⎛ w2⎞
1
v ′′ + v ′ + ⎜1 − 2 ⎟v = 0 ,
s
s ⎠
⎝
dengan s terdefinisi pada
adalah konstanta taknegatif disebut sebagai
persamaan Bessel orde ke-w.
(Farlow, 1994)
∞
Γ ( p ) = ∫ t p −1e −t dt ,
Substitusi perluasan deret pangkat di atas ke
dalam persamaan (2.6) akan menghasilkan
⎡⎣ r ( r − 1) + α 0 r + β0 ⎤⎦ C 0 x r − 2 + ⎡⎣(1 + r ) rC 1 +
=0
(2.7)
[Lihat Lampiran 1]
Persamaan tersebut akan memenuhi jika dan
hanya jika koefisien pangkat x terkecil sama
dengan
nol.
Dalam
hal
ini
⎣⎡ r ( r − 1) + α 0 r + β 0 ⎦⎤ C 0 = 0, karena asumsi
c0 ≠ 0
maka
dan w
Definisi 3 (Fungsi Gamma)
Fungsi Gamma didefinisikan sebagai
x 2b ( x ) = β 0 + β1x + β 2 x 2 + β 3 x 3 + ……
(1 + r ) α 0C1 + rα1C 0 + β0C 1 + β1C 0 ] x r −1 +
[0, ∞]
r ( r − 1) + α 0 r + β 0 = 0.
Persamaan kuadrat pada r disebut sebagai
persamaan kuadratik / persamaan indeks pada
PD homogen orde ke-2.
(Andrews, 1991)
Operator Laplace
Suatu operator yang dinyatakan sebagai
∂ 2u ∂ 2u
∇ 2u = 2 + 2
∂x
∂y
disebut operator Laplace dua dimensi dalam
koordinat kartesian. Sedangkan
∂ 2u 1 ∂u 1 ∂ 2u
∇ 2u = 2 +
+
∂r
r ∂r r 2 ∂θ 2
disebut operator Laplace dua dimensi dalam
koordinat polar. [Lihat Lampiran 2]
(Haberman, 1987)
p >0.
0
(Goode, 1991)
Lemma 1 (Fungsi Gamma)
Untuk semua p > 0 ,
Γ ( p + 1) = p Γ ( p ) .
Bukti:
∞
Γ ( p + 1) = ∫ t p e −t dt
0
∞
∞
= ⎡⎣ −t p e −t ⎤⎦ + p ∫ t p −1e −t dt
0
= p Γ ( p ).
0
(Goode, 1991)
Metode Pemisahan Peubah
Misalkan diberikan PDP orde kedua dimensi 2
⎛ ∂ 2u ∂ 2u ⎞
∂ 2u
=c2 ⎜ 2 + 2 ⎟ .
(2.8)
2
∂t
∂y ⎠
⎝ ∂x
Metode pemisahan peubah dimulai dengan
menunjukkan bahwa peubah waktu t dapat
dipisahkan dari peubah x, dan y dengan
pemisahan perkalian dalam bentuk
u ( x , y , t ) = h (t ) φ ( x , y ) . (2.9)
φ ( x , y ) adalah fungsi yang belum diketahui
pada peubah x, dan y.
5
Substitusi persamaan (2.9) ke
persamaan (2.8) didapatkan
⎛ ∂ 2φ ∂ 2φ
d 2h
φ ( x , y ) 2 = c 2 h (t ) ⎜ 2 + 2
∂y
dt
⎝ ∂x
dalam
⎞
⎟.
⎠
Setelah pemisahan peubah akan diperoleh
1 1 d 2 h 1 ⎛ ∂ 2φ ∂ 2φ ⎞
= ⎜
+
⎟ = −λ .
c 2 h dt 2 φ ⎝ ∂x 2 ∂y 2 ⎠
Untuk h (t ) dan φ ( x , y ) masig-masing akan
Langkah 1:
Penentuan penyelesaian khusus dari PDP
dengan pemisalan perkalian
u ( x , t ) = X ( x )T (t ) .
Substitusi ke dalam PD didapat
X ( x )T ′′ (t ) − a 2 X ′′ ( x )T (t ) = 0 .
Setelah pemisahan peubah akan diperoleh
X ′′ T ′′
= 2 = λ konstanta.
X
aT
Untuk masing-masing X ( x ) dan T (t )
diperoleh PDB dan PDP berikut
d 2h
∂ 2φ ∂ 2φ
+
= −λφ .
= −λ c 2 h
dan
2
dt
∂x 2 ∂y 2
Untuk persamaan PDP yang diperoleh, dapat
dipisahkan lagi antara peubah x dan y dengan
cara yang sama seperti metode pemisahan
peubah waktu t dengan peubah x dan y.
Dengan demikian u ( x , y , t ) = h (t ) φ ( x , y )
dengan penyelesaiannya adalah X ( x ) dan
(Haberman, 1987)
Langkah 2:
Dengan memasukkan penyelesaian ke dalam
syarat batas, diperoleh X ( 0 )T (t ) = 0 ,
adalah penyelesaian dari u tt = c 2 (u xx + u yy ) .
Metode d’Alembert
Metode d’Alembert diilustrasikan untuk
sebuah solusi persamaan gelombang 1dimensi. Langkah awal adalah membuat
kuadrat padanan persamaan gelombang 1dimensi, sehingga dari kuadrat padanan
tersebut didapatkan persamaan karakterstik.
Selanjutnya
mentransformasi
solusi
persamaan karakteristik, dengan memisalkan
ξ = x − ct dan η = x + ct yang kemudian
akan diperoleh transformasi akhir untuk
u ( x , t ) = ω (ξ ,η ) .
Langkah berikutnya adalah menurunkan
persamaan u ( x , t ) = ω (ξ ,η ) secara parsial
dan mensubtitusikannya ke dalam persamaan
gelombang 1-dimensi sehingga hasil akhir
akan diperoleh
u ( x , t ) = F ( x − ct ) + G ( x + ct ) .
Dengan F dan G adalah fungsi sembarang
yang dapat diturunkan dua kali.
(Andrews, 1991)
Metode Fourier
Solusi PDP orde dua dapat berupa solusi
deret Fourier. Berikut ini solusi deret Fourier
diperoleh dengan ilustrasi sebuah persamaan
gelombang.
Misalkan diketahui permasalahan nilai
awal dan nilai batas homogen berikut
u tt − a 2u xx = 0,
u ( x , 0) = ϕ ( x ) , ut ( x , 0) = ψ ( x ) .
u ( 0, t ) = 0, u ( l , t ) = 0, 0 ≤ x ≤ 1, t ≥ 1.
diperoleh PDB berikut
X ′′ ( x ) − λ X ( x ) = 0 , T ′′ (t ) − λ a 2 T (t ) = 0
T (t ) . Dengan demikian u = X ⋅T
adalah
penyelesaian dari u tt − a u xx = 0 .
2
X ( l )T (t ) = 0 , untuk semua t ≥ 0 . Untuk
X
diperoleh persamaan nilai eigen
X ′′ − λ X = 0 dengan syarat nilai batas
X ( 0 ) = X ( l ) = 0 . Penyelesaian tak trival
hanya
didapatkan untuk nilai eigen
n 2π 2
λn = − 2
( n = 1, 2,3…) , yaitu fungsi
l
nπ
x . Untuk λ = λn
eigen X n ( x ) = C n sin
l
didapatkan
penyelesaian
persamaan
diferensial
bagi
T ,
yaitu
nπ a
nπ a
T n (t ) = A n cos
t − B n sin
t . Dengan
l
l
mendefinisikan konstanta C n A n dan C n B n
sebagai A n dan B n kembali, diperoleh
nπ a
nπ a ⎞ nπ
⎛
u n ( x ,t ) = ⎜ An cos
t + B n sin
t ⎟ sin x
l
l ⎠
l
⎝
sebagai penyelesaian persamaan diferensial
homogen u tt − a 2u xx = 0 , dengan syarat nilai
batas u ( 0, t ) = u ( l , t ) = 0.
Langkah 3:
Pemenuhan syarat nilai awal untuk
penyelesaian dengan bentuk deret berikut
∞
u ( x ,t ) = ∑un ( x ,t )
n =1
∞
nπa
nπa ⎞ nπ
⎛
= ∑⎜ An cos
t + Bn sin
t ⎟ sin x
l
l ⎠
l
n =1 ⎝
(2.10)
6
pada
syarat
nilai
u ( x , 0) = ϕ ( x ) , ut ( x , 0) = ψ ( x ) ,
awal
dengan
pemilihan konstanta A n dan B n yang sesuai,
diperoleh
∞
∞
nπ
nπa
nπ
An sin x = ϕ ( x ) , ∑
Bn sin x =ψ ( x )
∑
l
l
l
n =1
n =1
nπ a
Bn
Dengan demikian didapat A n dan
l
sebagai koefisien deret fourier dari ϕ ( x ) dan
ψ ( x ) pada pembentukan deret Fourier bagi
nπ a
x . Untuk
l
memperoleh rumus ini, misalkan ϕ ( x ) dan
pembentukan fungsi eigen sin
ψ ( x ) adalah fungsi ganjil dengan periode
2l , kemudian dengan menggunakan rumus
koefisien Fourier diperoleh
1
2
nπ
An = ∫ϕ ( x ) sin x dx ,
l0
l
2
nπ
ψ ( x ) sin x dx . (2.11)
nπa ∫0
l
Dengan demikian persamaan (2.10) dengan
koefisen A n dan B n seperti pada persamaan
(2.11) adalah penyelesaian masalah nilai awal
dan nilai batas homogen yang dicari.
(Nugrahani, 2005)
1
Bn =
III MODEL GELOMBANG BUNYI DALAM AIR 1-DIMENSI
3.1 Model 1-Dimensi
Untuk
merumuskan
persamaan
gelombang bunyi dalam air 1-dimensi
didefiniskan peubah yang menggambarkan
permasalahan tersebut. Misalkan x dan t
masing-masing merupakan peubah jarak dan
waktu
u ( x ,t )
: simpangan titik pada jarak dan
ρ ( x ,t )
waktu tertentu
: kepekatan atau kepadatan
p ( x ,t )
: tekanan
Sebelum
bergerak,
air
memiliki
kepekatan ρ0 dan tekanan po , keduanya
bebas terhadap x dan t . Untuk kemudahan
perhitungan maka ditetapkan temperatur
adalah tetap.
Terdapat tiga ciri yang diasumsikan untuk
membangun sebuah persamaan bunyi di
dalam air :
a. Perpindahan bunyi pada sejumlah air
ke posisi baru.
kepekatan
sebanding
b. Perubahan
dengan perubahan tekanan lokal.
c. Ketidaksamaan tekanan menghasilkan
pergerakan di dalam air.
Misalkan massa air pada saat volume awal
adalah
M = ρo A Δx
(3.1)
dengan A adalah luas penampang dan Δx
adalah perubahan jarak.
Dari ciri yang pertama, asumsikan bahwa
perpindahan gerak air dari volume awal (V 0 )
( antara x dan x +Δx ) ke volume akhir
(V 1 )
( antara u ( x , t ) dan u ( x + Δx , t ) ).
Sehingga untuk volume akhir didefinisikan
V1 = A × perpindahan gerak air
V 1 = A ⎡⎣ x +Δx +u ( x + Δx , t ) − x −u ( x , t ) ⎤⎦
⎡ u ( x + Δx , t ) − u ( x , t ) ⎤
= A Δx ⎢1 +
⎥ .
Δx
⎣
⎦
Didefinsikan massa air adalah
M = ρ ( x , t ) × V1
maka
⎡ u ( x +Δx ,t ) −u ( x ,t ) ⎤
M = ρ ( x ,t ) A Δx ⎢1+
⎥.
Δx
⎣
⎦
(3.2)
Andaikan tidak ada perubahan massa awal,
dari (3.1) dan (3.2)
⎡ u ( x +Δx ,t ) −u ( x ,t ) ⎤
⎥
Δx
⎣
⎦
⎡ u ( x +Δx ,t ) −u ( x ,t ) ⎤
ρ0 = ρ ( x ,t ) ⎢1+
⎥.
Δx
⎣
⎦
Dengan mengambil Δx → 0 maka diperoleh
⎡
u ( x +Δx ,t ) −u ( x ,t ) ⎤
ρ0 = ρ ( x ,t ) ⎢1+ lim
⎥
Δx →0
Δx
⎣
⎦
ρ0 A Δx = ρ ( x ,t ) A Δx ⎢1+
⎡ ∂u ( x ,t ) ⎤
(3.3)
= ρ ( x ,t ) ⎢1+
⎥ .
∂x ⎦
⎣
Perpindahan bunyi pada sejumlah air ke posisi
baru dapat mempengaruhi kepekatan,
sehingga perubahan pada kepekatan dapat
didefinisikan sebagai berikut
ερ ( x , t ) = ρ ( x , t ) − ρ 0
(3.4)
karena telah diasumsikan Δx → 0 , maka
perubahan pada kepekatan diasumsikan pula
ερ ( x , t )
sangat
kecil
sehingga
1,
ρ0
persamaan (3.4) dapat diterapkan pada
persamaan (3.3) menjadi
ερ ( x , t )
∂u ( x , t )
.
(3.5)
=−
∂x
ρ0
Dari ciri yang kedua, dapat diterjemahkan
ke dalam suatu persamaan yaitu
p ( x ,t ) = p0 + ρ ( x ,t )
(3.6)
ε p ( x ,t )
1 . Dalam pembahasan ciri
p0
yang kedua ini akan digunakan suatu
hubungan umum antara tekanan pada medium
p dan kepekatan ρ , misalkan
dengan
p =f (ρ) .
(3.7)
Selanjutnya
p 0 + ε p ( x , t ) = f ( ρ 0 + ε ρ ( x , t ) ) . (3.8)
Diasumsikan ε ρ ( x , t ) kecil, sehingga jika
diperluas dalam rangkaian Taylor maka
persamaan (3.8) akan menjadi
ε p ( x ,t ) + p0 = f ( ρ 0 + ε ρ ( x ,t ) )
= f ( ρ 0 ) + ε ρ ( x ,t ) f ′( ρ 0 ) .
Dari asumsi ke-2 dihasilkan
(3.9)
p 0 = f ( ρ0 ) .
Substitusikan ke dalam persamaan (3.9)
sehingga
ε p ( x , t ) = ε ρ ( x , t )f ′ ( ρ 0 ) ,
(3.10)
7
8
dengan f ′ ( ρ 0 ) memiliki dimensi percepatan
kuadrat. Dengan mendefinisikan
v x2 ≡ f ′ ( ρ 0 )
(3.11)
akan diperoleh
ε p ( x , t ) = v x2 ε ρ ( x , t )
(3.12)
Pada ciri yang ketiga untuk memperoleh
persamaan diferensial parsial bagaimana jarak
berubah terhadap waktu, maka digunakan
Hukum Newton pada suatu titik massa
F = m × a di mana besarnya percepatan
sebanding dengan besarnya gaya.
Pada hukum Newton, gerakan horizontal
pada bidang horizontal dianggap sangat kecil
sehingga persaamaan pada bidang horizontal
dapat diabaikan. Persamaan bidang vertikal
terhadap perpindahan kedudukan adalah total
massa ( ρ 0 ( x ) × Δx × A ) dikali dengan
komponen vertikal pada percepatan
(
∂ 2u
∂t 2
)
yang ekivalen dengan perubahan gaya pada
arah positif x dan arah negatif x ditambah
dengan kumpulan gaya pada bidang vertikal.
x
adalah
Gaya pada arah positif
F + = A ⋅ p ( x , t ) dan gaya pada arah negatif
x adalah F − = A ⋅ p ( x + Δx , t ) sehingga :
∂2u ( x, t )
ρ0 AΔx
∂t 2
ρ0AΔx
= ⎡⎣ A⋅ p ( x, t ) − A⋅ p ( x +Δx, t )⎤⎦
+ ρ0 ( x) ⋅Δx ⋅ q ( x, t )
∂ u ( x ,t )
2
∂t 2
= A ⎡⎣ p ( x ,t ) − p ( x +Δx ,t ) ⎤⎦
+ ρ0 ( x ) ⋅Δx ⋅q ( x ,t ) ,
dengan q ( x , t ) adalah kumpulan gaya pada
bidang vertikal per unit massa. Bagi kedua
ruas pada persamaan di atas dengan Δx dan
anggap Δx sangat kecil yaitu Δx → 0 .
∂2u ( x ,t )
ρ0AΔx
A ⎡ p ( x ,t ) − p ( x +Δx ,t ) ⎤⎦
∂t 2
= ⎣
Δx
Δx
ρ0 ( x ) ⋅Δx ⋅q ( x ,t )
+
Δx
2
p
x
⎡
( +Δx ,t ) − p ( x ,t )⎤⎦
∂ u ( x ,t )
= −A ⎣
ρ0 A
2
Δx
∂t
+ ρ0 ( x ) ⋅q ( x ,t )
lim ρ0A
∂2u ( x ,t )
Δx →0
∂t
2
⎡ p ( x +Δx ,t ) − p ( x ,t ) ⎤⎦
= − A lim ⎣
Δx →0
Δx
+ lim ρ0 ( x ) ⋅q ( x ,t )
Δx →0
∂ u ( x ,t )
2
ρ0 A
∂t 2
⎛ ∂p ( x ,t ) ⎞
= −A ⎜
⎟ + ρ0 ( x ) ⋅q ( x ,t ) .
⎝ ∂x ⎠
Untuk kasus persamaan gelombang bunyi
dimensi satu, jika kumpulan gaya per unit
massa adalah suatu gaya berat maka q ( x , t )
pada persamaan di atas bernilai ( − g ) . Dalam
beberapa keadaan, gaya berat tersebut sangat
⎛ ∂p ( x , t ) ⎞
sehingga
kecil
( ρ0 g ) −A ⎜
⎟
⎝ ∂x
⎠
dapat diabaikan. Maka persamaan tersebut
menjadi :
∂ 2u ( x , t )
⎛ ∂p ( x , t ) ⎞
ρ0A
= −A⎜
⎟
2
∂t
⎝ ∂x
⎠
2
∂ u (x ,t )
⎛ ∂p ( x , t ) ⎞
ρ0
= −⎜
⎟
∂t 2
⎝ ∂x
⎠
ρ0
∂ 2u ( x , t )
∂t 2
2
∂ u ( x ,t )
=−
∂
( p ( x ,t ))
∂x
∂
(ε p ( x , t ) + p 0 ) .
∂x
(3.13)
Substitusi persamaan (3.5) ke persamaan
(3.12) diperoleh
∂u ( x , t )
. (3.14)
ε p ( x , t ) = − v x2 ρ0
∂x
Substitusi persamaan (3.14) ke persamaan
(3.13) menjadi :
∂2u ( x ,t )
∂
=− (ε p ( x ,t ) + p0 )
ρ0
∂x
∂t 2
∂2u ( x ,t )
⎞
1 ∂ ⎛ 2 ∂u ( x ,t )
=−
+ p0 ⎟
⎜−v x ρo
ρ0 ∂x ⎝
∂t 2
∂x
⎠
2
∂ u ( x ,t )
1 ∂ ⎛ 2 ∂u ( x ,t ) ⎞ 1 ∂
=−
p
⎜−v ρ
⎟−
ρ0 ∂x ⎝ x o ∂x ⎠ ρ0 ∂x 0
∂t 2
ρ0
∂t 2
=−
0
∂2u ( x ,t )
∂t 2
∂2u ( x ,t )
∂t
2
∂ u ( x ,t )
2
ρ ∂ ⎛ ∂u ( x ,t ) ⎞ 1
=− 0 ⎜−v x2
⎟ − ( 0)
ρ0 ∂x ⎝
∂x ⎠ ρ0
=v x2
∂2u ( x ,t )
∂x 2
2
2 ∂ u ( x ,t )
−0
.
(3.15)
=v x
∂t 2
∂x 2
Persamaan (3.15) dapat ditulis sebagai
∂ 2u
∂ 2u
(3.16)
=c2 2
2
∂t
∂x
dengan c adalah kecepatan gelombang bunyi.
Persamaan
(3.16)
adalah
persamaan
gelombang 1-dimensi.
3.2 Solusi Model 1-Dimensi
Dalam subbab ini akan dicari solusi
model persamaan (3.16) dengan menggunakan
metode d’Alembert.
9
Bentuk kuadrat padanan dari persamaan
(3.16) adalah ϕ (ξ1 , ξ 2 ) = ξ12 − c 2ξ 22 dengan
ξ1 = u tt dan ξ 2 = u xx . Bentuk kuadrat
padanan pada persamaan (3.16) termasuk
jenis persamaan diferensial parsial hiperbolik
karena :
D ( x ,t ) = b 2 ( x ,t ) − a ( x ,t )c ( x ,t )
= 0 − 1 ⋅ ( −c 2 )
=c2 > 0.
Persamaan karakteristik dari bentuk kuadrat
padanan
tersebut
adalah
:
1⋅ ( x ′) − c 2 = 0 ↔ ( x ′) − c 2 = 0
2
2
↔ ( x ′ − c )( x ′ + c ) = 0
↔ x ′ = c , x ′ = −c .
Solusi persamaan karakteristik :
x ′ =c
x ′ = −c
⇔ x = ct + a1
⇔ x = −ct + a2
⇔ a1 = x − ct
⇔ a2 = x + ct
Misalkan a1 = ξ dan a2 = η . Dengan
mentransformasi ξ = x − ct dan η = x + ct ,
akan diperoleh penyelesaian untuk x dan t :
η −x
substitusi ke x = ξ + ct sehingga
t =
c
x = ξ + ct
⎛η − x ⎞
x = ξ +c ⎜
⎟
⎝ c ⎠
x = ξ +η − x
2x = ξ + η
1
x = (ξ + η ) .
2
1
η −x
Substitusi x = (ξ + η ) ke dalam t =
2
c
didapatkan
1
1
1
η − (ξ + η ) η − η − ξ
2
2
2
=
t =
c
c
1
1
η− ξ
2
2
=
c
1
(η − ξ )
= 2
.
c
Sehingga transformasi akhir untuk u adalah :
⎛1
(η − ξ ) ⎞
u ( x , t ) = u ⎜ (ξ + η ) ,
⎟
2c ⎠
⎝2
= ω ( ξ ,η )
= ω ( x − ct , x + ct )
Turunan ξ dan η terhadap x dan t masingmasing adalah :
ξx = 1
ηx = 1
ξt = −c
ηt = c
Dengan
menurunkan
persamaan
secara
parsial,
dan
u ( x , t ) = ω (ξ ,η )
mensubstitusikan turunan ξ dan η terhadap
x dan t , diperoleh :
u x ( x, t ) = ωξ ⋅ ξ x + ωη ⋅η x
= ωξ ⋅ (1) + ωη ⋅ (1)
= ωξ + ωη
u xx ( x, t ) = ωξξ ⋅ ξ x + ωξη ⋅η x
+ ωηξ ⋅ ξ x + ωηη ⋅η x
= ωξξ + 2ωξη + ωηη
ut ( x, t ) = ωξ ⋅ ξ t + ωη ⋅η t
= ωξ ( − c ) + ωη ( c )
= −c ωξ + c ωη
u tt ( x , t ) = −c (ωξξ ⋅ ξt + ωξη ⋅ηt )
+ c (ωηξ ⋅ ξt + ωηη ⋅ηt )
= −c (ωξξ ( −c ) + ωξη (c ) )
+ c (ωηξ ( −c ) + ωηη (c ) )
= c 2ωξξ − c 2ωξη − c 2ωηξ + c 2ωηη .
Substitusi turunan-turunan parsial di atas ke
dalam persamaan (3.16) :
u t t − c 2u x x = 0
↔ c 2ω ξξ − c 2ω ξη − c 2 ω η ξ + c 2 ω η η
− c 2 (ω ξ ξ + 2 ω ξ η + ω η η
)= 0
↔ c 2ω ξξ − c 2ω ξη − c 2 ω η ξ + c 2 ω η η
− c 2 ω ξ ξ − 2c 2 ω ξ η − c 2 ω η η = 0
↔ − 2 c 2ω ξη − 2 c 2ω ξη = 0
↔ − 4 c 2ω ξη = 0
↔ ω ξη = 0
Solusi persamaan diferensial :
ωξ = ∫ ω d η = F 1 (ξ )
ξη
ω ( ξ ,η ) = ∫ F
(ξ ) d ξ = F (ξ ) + G (η )
u ( x , t ) = ω (ξ ,η )
u ( x , t ) = F (ξ ) + G (η )
(3.17)
∴ u ( x , t ) = F ( x − ct ) + G ( x + ct )
1
Dengan F dan G adalah fungsi sembarang
yang dapat diturunkan dua kali.
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa
perambatan gelombang ke kanan atau ke kiri
10
sebagai suatu keadaan yang tetap bergeser
sepanjang sumbu x ditentukan oleh kecepatan
bunyi c . Ketika gelombang merambat seperti
itu, maka disebut gelombang datar karena sifat
gelombang adalah konstan di atas bidang pada
x tetap.
Berikut ini akan diilustrasikan persamaan
(3.17) dengan persamaan
u ( x , t ) = sin ( x − ct ) + cos ( x + ct )
dengan c = 2 m/s, dengan mengambil x tetap
dan t bervariasi (Gambar 1), t tetap dan x
bervarasi (Gambar 2), serta x dan t
bervariasi (Gambar 3).
u@x,tD
0.6
0.4
0.2
x
2
4
6
8
10
-0.2
-0.4
-0.6
Gambar 2. Gambar u ( x, t ) dengan t = 10 ,
0 ≤ x ≤ 10 .
u@x,tD
2
2
1
t
2
4
6
8
10
-1
1
0
-1
-2
0
10
8
6
4
2
4
2
6
8
-2
10
Gambar 1. Gambar u ( x, t ) dengan x = 10 ,
Gambar
0 ≤ t ≤ 10 .
0 ≤ t ≤ 10 dan 0 ≤ x ≤ 10 .
3.
Gambar
0
u ( x, t )
dengan
IV MODEL GELOMBANG BUNYI DALAM AIR 2-DIMENSI
4.1 Model 2-Dimensi
Persamaan gelombang 2-dimensi, memiliki
bentuk persamaan
∂ 2u
− c 2 ∇ 2u ( x , y ) = f ( x , y , t ) ,
∂t 2
dengan f ( x , y , t ) adalah gaya yang bekerja
dari luar. Jika tidak ada gaya dari luar yang
bekerja terhadap membran, maka persamaan
diferensial homogennya adalah
∂ 2u
− c 2 ∇ 2u ( x , y ) = 0 .
∂t 2
Masalah Nilai Awal Batas (MNAB) akan
ditentukan dengan mengasumsikan bahwa
membran memiliki perpindahan sebesar nol
(membran berada dalam keadaan diam) di
sekitar batas tepi, r = 0 , r = a.
4.2 Transformasi Koordinat Kartesian ke
Koordinat Polar
Sebelum mencari penyelesaian pada
masalah di atas, langkah pertama adalah
mentransformasi koordinat kartesian ke
koordinat polar. Transformasi tersebut akan
∂ 2u
(4.1)
menghasilkan 2 − c 2 ∇ 2u ( r , θ ) = 0
∂t
[Lihat Lampiran 3].
Dengan syarat nilai batas dan nilai awal
(simpangan awal dan kecepatan awal)
diasumsikan diketahui
u tt − c 2 u = 0,
u ( 0, θ , t ) = 0 ; u ( a, θ , t ) = 0,
u ( r , −π , t ) = 0 ; u ( r , π , t ) = 0,
u ( r ,θ , 0 ) = α ( r ,θ ) ,
(4.2)
u t ( r ,θ , 0 ) = β ( r ,θ ) ,
0 ≤ r ≤ a ; −π ≤ θ ≤ π ; t ≥ 0 .
4.3 Solusi Model 2-Dimensi
Beberapa cara penyelesaian masalah
untuk persamaan bunyi pada dimensi yang
lebih tinggi diantaranya adalah dengan
menggunakan koordinat polar, solusi deret
Fourier, atau dengan solusi Bessel. Pada
bagian solusi model selanjutnya akan dipilih
penyelesaian
model
2-dimensi
pada
persamaan bunyi dengan menggunakan
metode gabungan antara koordinat polar,
solusi deret Fourier dan solusi Bessel,
sehingga untuk langkah awal persamaan
diferensial parsial di atas dipecahkan dengan
menggunakan koordinat polar dengan kasus
u = u ( r ,θ , t ) .
4.4 Pemisahan Peubah
4.4.1 Peubah t
Misalkan langkah selanjutnya adalah
memisahkan peubah waktu t dari peubah r
dan θ .
u ( r , θ , t ) = φ ( r , θ ) h (t ) .
(4.3)
Substitusikan persamaan (4.3) ke dalam
persamaan
(4.1),
maka
didapatkan
2
∂ h (t )
φ ( r ,θ ) − c 2 h (t ) ∇ 2φ ( r ,θ ) = 0
∂t 2
sehingga
∂ 2 h (t )
φ ( r ,θ ) = c 2 h (t ) ∇ 2φ ( r ,θ ) = −λ .
∂t 2
Persamaan tersebut dipenuhi untuk suatu
daerah tertentu apabila kedua sisi persamaan
adalah sama dengan suatu konstanta tertentu,
misalkan −λ , yang disebut sebagai konstanta
pemisah. Diperoleh
∂ 2 h (t )
∂t 2 = − λ ,
(4.4)
c 2 h (t )
∇ 2φ ( r ,θ )
φ ( r ,θ )
= −λ .
(4.5)
Notasi −λ dipilih sebagai konstanta pemisah
karena persamaan diferensial (4.4) bergantung
pada waktu dan akan memiliki solusi jika
λ > 0 . Dapat ditunjukkan bahwa h (t )
∂ 2 h (t )
= − λ c 2 h (t ) .
∂t 2
Solusi persamaan (4.4) diselesaikan
secara langsung dengan menggunakan metode
persamaan diferensial biasa.
∂ 2 h (t )
= − λ c 2 h (t )
∂t 2
h ′′ + λ c 2 h = 0 .
Persamaan
karakteristiknya
adalah
x 2 + λ c 2 = 0 dengan akar x 1 dan x 2 adalah
memenuhi
x 12 =
=
=
−b ±
b 2 − 4 ac
2a
0 ± 02 − 4.1.(λ c 2 )
2.1
±
−4λ c 2
2
11
12
dengan c merupakan kecepatan pada bunyi
sehingga c 2 selalu bernilai positif. Karena λ
adalah konstanta bernilai positif, maka akarakar dari persamaan karakteristik di atas
berbentuk bilangan kompleks, yaitu
2c λ i
x1 =
= c λi
2
−2c λ i
dan x 2 =
= −c λ i .
2
Maka solusi umum dari h ′′ + λ c 2 h = 0 adalah
(
h ( t ) = A1 cos c λ t + A2 sin c λ t
)
1
∂
1
g (θ ) ( rf ′ ( r ) ) + 2 ( f ( r ) g 2 (θ ) ) + λφ ( r ,θ ) = 0
r
r
∂r
g (θ ) ∂ ⎛ ∂f
⎜r
r ∂r ⎝ ∂r
2
⎞ f (r ) ⎛ ∂ g ⎞
⎟ + 2 ⎜ 2 ⎟ + λf ( r ) g (θ ) = 0 .
⎠ r ⎝ ∂θ ⎠
Dengan demikian r dan θ dapat dipisahkan
dengan mengalikan persamaan tersebut
dengan r 2 dan membaginya dengan
f ( r ) g (θ ) sehingga :
g (θ ) r
(4.6)
r ∂ ⎛ ∂f ⎞
1 ⎛ ∂2 g ⎞
2
⎜
⎟ + λr = 0
⎜r ⎟ +
f ( r ) ∂r ⎝ ∂r ⎠ g (θ ) ⎝ ∂θ 2 ⎠
dengan A1 dan A 2 adalah konstanta real.
Ketika λ > 0 maka h adalah kombinasi linear
pada sin c λ t dan cos c λ t yang berkisar
pada frekuensi c λ .
4.4.2 Peubah θ dan r
Telah diasumsikan bahwa medium
memiliki perpindahan sebesar nol karena pada
kondisi batas ( r = a ) , simpangan tetap
(medium berada dalam keadaan diam) di
sekitar batas tepi, r = a sehingga φ ( a,θ ) = 0 .
Pemisahan peubah yang dilakukan pada
langkah awal terhadap MNAB dari (4.2)
memberikan :
∇ 2φ ( r , θ ) + λφ ( r , θ ) = 0,
u ( 0, θ ) = 0 ; u ( a , θ ) = 0,
(4.7)
u ( r , −π ) = 0 ; u ( r , π ) = 0,
0 ≤ r ≤ a ; −π ≤ θ ≤ π .
Untuk memudahkan mendapatkan solusi
pada persamaan (4.5) digunakan pemisahan
koordinat
polar,
misalkan
φ ( r , θ ) = f ( r ) g (θ )
untuk batas tepi
membran 0 ≤ r ≤ a , −π ≤ θ ≤ π . Persamaan
(4.3)
akan
ekivalen
dengan
u ( r , θ , t ) = f ( r ) g (θ ) h (t ) .
Dalam koordinat polar diketahui bahwa
1 ∂ ⎛ ∂φ ⎞ 1 ∂ 2φ
∇ 2φ =
⎜r
⎟+
r ∂r ⎝ ∂r ⎠ r 2 ∂θ 2
(Haberman, 1987).
Substitusi φ ( r , θ ) = f ( r ) g (θ ) ke dalam
persamaan (4.5) sehingga,
∇ 2φ ( r , θ ) + λ φ ( r ,θ ) = 0
1 ∂ ⎛ ∂φ ⎞ 1 ∂2φ
+ λφ ( r ,θ ) = 0
⎜r ⎟ +
r ∂r ⎝ ∂r ⎠ r 2 ∂θ 2
1 ∂
1
( rf ′ ( r ) g (θ ) ) + r 2 ( f ( r ) g 2 (θ ) ) + λφ ( r ,θ ) = 0
r ∂r
⎛ ∂2 g ⎞
∂ ⎛ ∂f ⎞
2
⎜ r ⎟ + f ( r ) ⎜ 2 ⎟ + λr f ( r ) g (θ ) = 0
∂r ⎝ ∂r ⎠
⎝ ∂θ ⎠
−
1 ⎛ ∂2 g ⎞
r ∂ ⎛ ∂f ⎞
2
⎜ 2 ⎟=
⎜ r ⎟ + λr = μ . μ
g (θ ) ⎝ ∂θ ⎠ f ( r ) ∂r ⎝ ∂r ⎠
adalah bentuk konstanta pemisah ke dua.
Dengan demikian terbentuklah persamaan
diferensial :
∂2 g
= − μ g yang dapat ditulis sebagai
Œ
∂θ 2
(4.8)
g ′′ (θ ) + μ g (θ ) = 0
Œ
r ∂ ⎛ ∂f
⎜r
f ( r ) ∂r ⎝ ∂r
⎞
2
(4.9)
⎟ + λr = μ
⎠
Kalikan kedua ruas pada persamaan (4.9)
dengan f ( r )
∂ ⎛ ∂f ⎞
2
⎜r
⎟ + λf ( r ) r = μ f ( r )
∂r ⎝ ∂r ⎠
r ⎡⎣f ′ ( r ) + f ′′ ( r ) ⋅ r ⎤⎦ + λf ( r ) r 2 = μ f ( r )
r
r 2 f ′′ ( r ) + r f ′ ( r ) + λr 2f ( r ) − μf ( r ) = 0
r 2 f ′′ ( r ) + r f ′ ( r ) + ( λr 2 − μ ) f ( r ) = 0 .
(4.10)
Persamaan (4.8) dan (4.10) adalah
persamaan Helmholtz, yang relatif sulit untuk
diselesaikan. Untuk memudahkan, maka akan
dicari penyelesaiannya dalam bentuk khusus
yang memenuhi masalah nilai awal batas yang
telah ditentukan. Dapat ditunjukkan φ ( r , θ )
memenuhi ∇ 2φ ( r , θ ) + λφ ( r ,θ ) = 0 dengan
memperhatikan syarat nilai batas dari (4.7)
diperoleh persamaan nilai eigen berikut :
g ′′ (θ ) + μ g (θ ) = 0,
r 2 f ′′ ( r ) + r f ′ ( r ) + ( λr 2 − μ ) f ( r ) = 0,
g (π ) = 0 , g ( −π ) = 0,
f ( r ) = 0 , f (a ) = 0 .
Persamaan Helmholtz pada persamaan
(4.8) dan (4.10) merupakan persamaan eliptik
dengan fungsi yang dicari tidak bergantung
13
pada waktu, sehingga tidak diperlukan syarat
awal. Yang perlu diperhatikan adalah syarat
nilai batas yaitu
f ( a ) = 0 , dengan
u ( a,θ , t ) = 0 .
Telah
diketahui
bahwa
0 ≤ r ≤ a dan −π ≤ θ ≤ π , sehingga, baik θ
dan r terdefinisi pada jarak yang terbatas.
∂ 2 g (θ )
= − μ g (θ )
∂θ 2
∂ 2 g (θ )
+ μ g (θ ) = 0
∂θ 2
g ′′ + μ g = 0
Persamaan karakteristiknya adalah x 2 + μ = 0
Jika akar x 1 dan x 2 dicari, akan didapatkan :
x 12
Sehingga solusi
g (θ ) = 0 .
± −4 ( 0 )
adalah g (θ ) = B1 + B2θ .
Dengan mensubstitusikan nilai batas untuk
persamaan nilai eigen g (π ) = 0 dan
g ( −π ) = 0 maka akan diperoleh ;
g ( π ) = B 1 + B 2π = 0
0 ± 02 − 4.1.μ
=
2.1
⇔ − B 2π − B 2π = 0
g ( −π ) = B 1 − B 2π = 0
± −4 μ
,
2
dengan μ adalah suatu konstanta.
ƒ Kasus μ < 0
Jika μ < 0 maka akar-akar dari persamaan
karakteristik diatas adalah real dan berbeda
tanda.
=
4μ
=
2
− −4 ( − μ )
μ
=
2
− 4μ
=
=− μ
2
2
Sehingga solusi umum dari g ′′ + μ g = 0
x2 =
adalah g (θ ) = B 1 e
.
+ B2 e
Dengan mensubstitusikan nilai batas untuk
persamaan nilai eigen g (π ) = 0 dan
μθ
− μθ
g ( −π ) = 0 maka akan diperoleh ;
g (π ) = B 1 e
μ π
⇔ B1 = −B 2
e
μ π
⇔ − B 2e
⇔ B2 e
μ π
(
μ π
−
⇔ B 2 = B 1 = 0.
⇔ B 2 = B 1 = 0.
Sehingga solusi
g (θ ) = 0 .
adalah
trivial
μ π
+ B2 e
Dengan mensubstitusikan nilai batas untuk
persamaan nilai eigen g (π ) = 0 dan
g (π ) = B 1 cos μ π + B 2 sin μ π = 0
⎞ −
⎟e
⎟
⎠
μ π
−3 μ π
+ B2 e
μ π
=0
)=0
⇔ B1 = −B 2
=0
μ π
=0
yaitu
ƒ Kasus μ > 0
Jika μ > 0 maka akar-akar dari persamaan
karakteristik adalah bilangan kompleks.
−4 ( μ ) 2 μ i
=
= μi
x1 =
2
2
− −4 ( μ ) − 2 μ i
x2 =
=
=− μ i .
2
2
Sehingga solusi umum dari g ′′ + μ g = 0
adalah
g (θ ) = B1 cos μ θ + B2 sin μθ .
(4.11)
⇔ B 1 cos μ π = − B 2 sin μ π
+ B2 e
−e
⇔ −2 B 2 π = 0
g ( −π ) = 0 maka akan diperoleh ;
=0
μ π
μ π
−
μ π
−3 μ π
+ B2 e
μ π
e
g ( −π ) = B 1 e
−
⎛
e
⇔ ⎜ −B 2
⎜
e
⎝
−
yaitu
± 0
=
=0
2
2
Sehingga solusi umum dari g ′′ + μ g = 0
x =
⇔ B 1 = − B 2π
−4 ( − μ )
trivial
ƒ Kasus μ = 0
Jika μ = 0 maka akar-akar dari persamaan
karakteristik memiliki satu akar real x .
−b ± b 2 − 4ac
=
2a
x1 =
adalah
sin μ π
cos μ π
g ( −π ) = B1 cos μ ( −π ) +B2 sin μ ( −π ) = 0
⇔ B1 cos μ (π ) − B2 sin μ (π ) = 0
⎛
sin μ π ⎞
⇔⎜ −B2
⎟cos μ π − B2 sin μ π = 0
⎜
cos μ π ⎟⎠
⎝
⇔−B2 sin μ π − B2 sin μ π = 0
⇔−2B2 sin μ π = 0
14
B 2 = 0 atau
dengan R ( z ) dan S ( z ) memiliki deret
sin μ π = 0 ⇔ μ π = mπ
Taylor. Kasus tersebut biasa disebut dengan
tiitk regular singular. Maka bentuk persamaan
(4.14) menjadi
d 2f
1 df z 2 − m 2
+
+
f = 0 (4.15)
dz 2 z dz
z2
dengan R ( z ) = 1 dan S ( z ) = z 2 − m 2
μ =m
μ = m2
m = 0, ±1, ± 2,… .
Bilangan μ m = m 2 , m = 0, ± 1, ± 2,… (kecuali
μ0 ) disebut sebagai nilai eigen dari g .
Karena μ = μm maka persamaan (4.10)
menjadi
r 2 f ′′ ( r ) + r f ′ ( r ) + ( λ r 2 − m 2 ) f ( r ) = 0 . (4.12)
Persamaan (4.12) terdiri atas dua parameter,
m dan λ . Dipilih m suatu integer tak
negatif dan telah didefiniskan sebelumnya
bahwa nilai λ yang memenuhi, terjadi pada
saat λ > 0 . Untuk memudahkan mencari
solusi (4.10), baik secara numerik maupun
melalui solusi eksak dimisalkan suatu
z = λr
yang
dapat
transformasi
menghilangkan kebergantungan persamaan
diferensial terhadap λ . Sehingga persamaan
(4.12) menjadi
z 2 f ′′ ( z ) + z f ′ ( z ) + ( z 2 − m 2 ) f ( z ) = 0
(0 < z
< ∞).
(4.13)
Persamaan
(4.13)
adalah
persamaan
diferensial Bessel orde- m atau persamaan
diferensial linear orde-2 dengan koefisien
variabel.
4.5 Solusi Deret
Secara umum persamaan diferensial
linear orde-2 adalah
d 2f
df
+ a (z )
+ b ( z ) f = 0. (4.14)
dz
dz 2
Jika a ( z ) dan b ( z ) memiliki deret Taylor
yang analitik di z = 0 maka z = 0 adalah
suatu titik biasa. Dalam kasus tersebut semua
solusinya dapat direpresentasikan dengan
kekonvergenan deret Taylor,
∞
f = ∑ al z l = a0 + a1 z + a2 z 2 +
.
l =0
Persamaan (4.13) memiliki titik singular
yang bebas pada saat z = 0 dan tidak
memiliki titik lainnya dalam bilangan
kompleks. Jika z = 0 adalah titik singular
maka semua solusinya tidak dapat dinyatakan
dalam deret Taylor. Untuk memudahkan
mencari solusi yang analitik di z = 0
R (z )
S (z )
dan b ( z ) =
dimisalkan a ( z ) =
z
z2
keduanya memiliki deret Taylor yang analitik
di z = 0 . Ubah persamaan (4.15) sedemikian
sehingga menjadi bentuk persamaan (4.13)
dengan cara mengalikan kedua ruas
persamaan (4.15) dengan peubah z 2 ,
sehingga didapatkan
d 2f
df
z2
+z
+ (z 2 − m 2 )f = 0 .
dz
dz 2
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa z = 0 merupakan titik regular singular
pada persamaan diferensial Bessel. Untuk
memudahkan memperoleh solusi substitusikan
R ( z ) = 1 dengan R ( 0 ) dan S ( z ) = z 2 − m 2
dengan S ( 0 ) . Maka akan didapatkan
z 2 f ′′ ( z ) + z f ′ ( z ) − m 2 f ( z ) = 0
(4.16)
Untuk titik regular singular yang analitik
di z = 0 , maka persamaan diferensial Bessel
di atas memiliki solusi deret dalam bentuk
∞
f ( z ) = z r ∑ al z l
l =0
(a0 ≠ 0 )
(4.17)
yang disebut sebagai deret Frobenius. z
konvergen untuk daerah ( 0, ∞ ) . r adalah
salah satu solusi dari persamaan indeks
kuadrat, yaitu persamaan yang diperoleh
dengan mensubtitusi z r . Untuk memperoleh
persamaan indeks kuadrat substitusikan
f = z r kedalam persamaan (4.16).
f ≈ z r ↔ df = r z r −1dz ,
df
= r z r −1 ,
dz
d 2f
= r ( r − 1) z r − 2 ,
dz 2
substitusikan ke dalam persamaan
d 2f
df
z2
+z
− m 2f ≈ 0
2
dz
dz
menghasilkan
⇔ z 2 ( r ( r −1) z r −2 ) + z r ( z r −1 ) − m 2f ≈ 0
(
)
⇔ ( r ( r −1) z ) + ( r ( z ) ) − m z ≈ 0
r
r
⇔ zr ⎣⎡r ( r −1) + r − m2 ⎦⎤ = 0
⇔ r ( r −1) + r − m2 = 0
2 r
15
akar-akar yang dihasilkan adalah r1 = m dan
r2 = − m . Jika m ≠ 0 , maka dihasilkan dua
solusi pendekatan yang bebas linear,
f ≈ z m dan f ≈ z − m
(4.18)
Jika m = 0 hanya dihasilkan satu solusi
bebas linier, f ≈ z 0 = 1 . Solusi kedua yaitu
f ≈ ln z yang dapat diturunkan langsung dari
persamaan (4.16). Sehingga untuk m = 0 akan
dihasilkan
(4.19)
f ≈ 1 dan f ≈ ln z
Oleh karena m adalah suatu integer yang
tak negatif, maka deret Frobenius akan
menghasilkan dua solusi bebas linear.
Penurunan
deret Frobenius
f (z )
1
a0 ,
2 ( 2m + 2 )
a2 = −
1
a0
2 i 4 ( 2m + 2 )( 2m + 4 )
a4 =
a6 = −
a8 =
1
a0
2 i 4 i 6 ( 2 m + 2 )( 2 m + 4 )( 2 m + 6 )
1
a0
2 i 4i6i8i( 2m + 2)( 2m + 4)( 2m + 6)( 2m + 8)
( −1)
a0
2i 4i…i( 2m )( 2m + 2)( 2m + 4)…( 2m + 2k )
k
a2k =
∞
k = 1, 2,3,…
f ( z ) = z r ∑ al z l menghasilkan
l =0
a2k =
∞
f ′ = ∑ ( r + l ) al z r + l −1 ,
l =0
∞
f ′′ = ∑ ( r + l )( r + l − 1) al z
r +l −2
.
l =0
Substitusikan ke dalam persamaan (4.13),
sehingga didapatkan
∞
∑ ⎡⎣( r + l )
l =0
2
∞
− m 2 ⎤ al z r + l + ∑ al − 2 z r + l = 0 .
⎦
n =2
(4.20)
[Lihat Lampiran 4]
Ketika l = 0 , persamaan (4.20) akan
menghasilkan
r =±m .
(4.21)
Ketika l = 1 , persamaan (4.20) akan
menghasilkan
⎡( r +1)2 − m 2 ⎤ a1 = 0 ,
(4.22)
⎣
⎦
dan untuk l ≥ 2 , persamaan (4.20) akan
menghasilkan
⎡( r + l )2 − m 2 ⎤ al = −al −2 ,
l = 2,3,… (4.23)
⎣
⎦
[Lihat Lampiran 5]
Asumsikan akar pertama r = m . Pada
kasus (4.22) dihasilkan bahwa
( 2m + 1) a1 = 0 ,
sehingga karena m ≥ 0 maka
a1 = 0 .
(4.24)
Sedangkan persamaan (4.23) menghasilkan
1
al = −
al − 2 ,
l = 2,3,… (4.25)
k ( 2m + l )
Dari (4.24) dan (4.25) didapatkan bahwa nilai
untuk semua koefisien ganjil adalah nol,
sehingga
a2 k +1 = 0 ,
(4.26)
k = 0,1, 2,…
Untuk koefisien genap, dari persamaan (4.25)
dihasilkan
( −1)
k
2 i 4i…i2( m ) 2( m +1) 2( m + 2)…2( m + k )
a0
yang selanjutnya dapat ditulis sebagai
k
( −1)
a2k = 2k
a0
2 k !( m + 1)( m + 2)…( m + k )
k = 1, 2,3,…
(4.27)
Dengan mensubstitusi persamaan (4.27)
ke dalam persamaan (4.17), maka dihasilkan
k
∞
( −1) z 2k
.
f m ( z ) = a0z m ∑ 2k
k =0 2 k !(1+ m )( 2 + m )……( k + m )
(4.28)
[Lihat Lampiran 6]
Dengan cara yang sama, untuk akar r = − m
akan diperoleh persamaan
k
∞
( −1) z 2k
.
f −m ( z ) = b0z −m ∑ 2k
k =0 2 k !(1− m )( 2 − m )……( k − m )
(4.29)
[Lihat Lampiran 7]
a0 dan b 0 adalah konstanta yang selalu
berubah.
b0 =
Dipilih
1
,
2 Γ (1 − m )
−m
Gamma
yang
a0 =
1
,
2m Γ (1 + m )
Γ (x )
adalah
didefinisikan
dan
fungsi
sebagai
∞
Γ ( x ) = ∫ t x −1e −t dt . Menurut Lemma 1, maka
0
Γ(1+ k + m ) = ( k + m )
( 2 + m )(1+ m ) Γ(1+ m ) ,
Γ(1+ k − m ) = ( k − m ) ( 2 − m )(1− m ) Γ(1− m ) .
Substitusikan ke dalam persamaan (4.28) dan
(4.29) maka kedua persamaan tersebut dapat
ditulis sebagai
16
( −1)
k = 0 k !Γ (1 + k
∞
J m (z ) = ∑
k
⎛z ⎞
⎜ ⎟
+m)⎝ 2 ⎠
2k +m
, (4.30)
[Lihat Lampiran 8]
( −1)
J −m ( z ) = ∑
k
!
Γ
(1 + k
k =0
∞
k
⎛z ⎞
⎜ ⎟
−m)⎝ 2 ⎠
2k −m
. (4.31)
⎛ cos ( m1π ) J m1 ( z ) − J − m1 ( z ) ⎞
Y m2 ( z ) = lim ⎜
⎟⎟ .
m1 →m 2 ⎜
sin m1π
⎝
⎠
Sehingga solusi umum untuk persamaan
Bessel pada orde m ≥ 0 jika m = 0,1, 2,…
adalah
f = C1 J m ( z ) + C 2Y m ( z ) ,
(4.34)
[Lihat Lampiran 9].
Persamaan (4.30) dan (4.31) masing-masing
adalah solusi persamaan Bessel orde-m dan
orde-(-m). J m ( z ) dan J − m ( z ) adalah dua
dengan C 1 dan C 2 adalah konstanta real.
solusi yang bebas linear jika m bukan suatu
integer.
Karena telah dipilih m suatu integer yang
tak negatif, maka persamaan Bessel diatas
dapat ditulis sebagai
k
∞
( −1) ⎛ z ⎞2 k + m
(4.32)
J m (z ) = ∑
.
⎜ ⎟
k = 0 k !( k + m ) ! ⎝ 2 ⎠
[Lihat Lampiran 10]
Persamaan (4.32) disebut sebagai fungsi
Bessel pertama. Pada kasus m suatu integer
tak negatif, fungsi Bessel J m ( z ) dan
Untuk menentukan nilai eigen pada
f digunakan syarat batas homogen yaitu
f ( a ) = 0 dan karena perpindahan membran
J − m ( z ) memiliki sifat bergantung linear
karena
J m ( z ) = ( −1) J − m ( z
m
)
Karena z = λ r
menjadi f ( r ) = C 1 J m
terbatas
saja.
Dalam menentukan fungsi Bessel kedua
yang bebas linear untuk m = 0,1, 2,… ,
sebelumnya harus ditetapkan dahulu fungsi
Bessel kedua yang bebas linear untuk m bukan
suatu integer. Dengan mempertimbangkan
m ≠ 0,1, 2,… dan hubungan kombinasi linear
pada J m ( z ) dan J − m ( z ) , maka bentuk solusi
fungsi Bessel kedua pada orde m ≠ 0,1, 2,…
adalah
J ( z ) cos m π − J − m ( z )
Y m1 ( z ) = m
.
(4.33)
sin m π
Dari persamaan (4.33) dapat ditentukan
fungsi Bessel kedua yang bebas linear pada
orde m = 0,1, 2,… Karena penyebut pada
Y m1 ( z ) adalah nol ketika m = 0,1, 2,… maka
Y m1 ( z ) tidak terdefinisi. Jika pembilang pada
(
)
λ r + C 2Y m
)
λr .
Karena
f ( 0 ) < ∞ maka f ( 0 ) = 0 berhingga. Di
sisi lain dapat dilihat bahwa nilai yang
dihasilkan oleh Y m ( z ) tidak berhingga
sehingga haruslah C 2 = 0 , maka
f ( r ) = C1 J m
(
)
λr .
(4.35)
Untuk f ( a ) = 0 , nilai eigennya adalah
Jm
(
)
λa = 0 .
Dapat dilihat bahwa λ a adalah akar dari
fungsi Bessel J m ( z ) . Sehingga akar ada tak
terhingga banyaknya dari setiap fungsi Bessel
J m ( z ) . Misalkan z mp adalah akar ke-p dari
J m ( z ) , maka
⎛ z mp ⎞
⎟
⎝ a ⎠
λ a = z mp ⇔ λmp = ⎜
2
⎛ z mp ⎞
⇔ λmp = ⎜
⎟ .
⎝ a ⎠
Untuk setiap m, terdapat bilangan tak
terhingga banyaknya nilai eigen dan untuk
setiap nilai eigen tersebut terdapat fungsi
eigen
r⎞
⎛
f ( r ) = J m λmp r = J m ⎜ z mp ⎟ .
a⎠
⎝
Untuk m = 0,1, 2,… dan p = 0,1, 2,…
Karena
maka
persamaan
λ = λmp
(
)
(
Y m1 ( z ) adalah nol, maka Y m1 ( z ) dapat
h ( t ) = A1 cos c λ t + A2 sin c λ t
didefinisikan sebagai nilai limit. Dengan
menggunakan aturan L’Hopital, dapat
didefinisikan Y m 2 ( z ) ketika m = 0,1, 2,…
menjadi
sebagai
(
f (0) < ∞ .
maka
[Lihat
Lampiran 11], sehingga untuk fungsi Bessel
pertama pada orde m cukup diambil J m ( z )
maka persamaan (4.34)
(
)
h (t ) = A1 cos c λmp t + A 2 sin c λmp t
Dan karena μ = μm = m 2 , maka
g (θ ) = B 1 cos μθ + B 2 sin μθ
menjadi
).
17
g (θ ) = B 1 cos ( m θ ) + B 2 sin ( m θ ) .
Dari semua solusi yang didapatkan pada
h (t ) , g (θ ) , dan f ( r ) yaitu (4.6), (4.11),
Dari Gambar 4 terlihat bahwa lengkungan
gelombang yang terjadi cukup teratur. Akan
tetapi pada kisaran nilai peubah tertetu terjadi
riakan gelombang bunyi yang lebih tenang.
(4.35) substituskan ke dalam persamaan (4.3),
sehingga akan diperoleh
u mp ( r ,θ , t ) = C1J m
(
)
λmp r
i( B1 cos ( mθ ) + B 2 sin ( mθ ) )
(
(
)
))
(
i A1 cos c λmp t + A2 sin c λmp t .
(4.36)
Untuk bentuk aljabar yang lebih
sederhana, diasumsikan bahwa keadaan awal
saat diam,
u t ( r ,θ , 0 ) = β ( r ,θ ) = 0
sehingga sin c λmp t pada persamaan (4.36)
dapat diabaikan karena bernilai 0. Akibatnya
∞
∞
u ( r ,θ , t ) = ∑∑ Amp J m
m = 0 p =1
(
λmp r
0.5
θ
0
10
8
-0.5
6
0
r
4
2
4
t
2
6
8
10 0
Gambar 5. Gambar u ( r , θ , t ) dengan θ = π ,
serta nilai parameter λ = 1 , dan m = 1 .
)
(
)
cos ( mθ ) cos c λmp t
∞
∞
+ ∑∑ B mp J m
m = 0 p =1
(
λmp r
)
(
)
sin ( mθ ) cos c λmp t
A mp = C 1B 1A1
dengan
dan
B mp
0.5
θ
0
10
8
-0.5
6
(4.37)
= C 1B 2 A1
0
r
4
2
4
adalah konstanta.
t
2
6
8
10 0
4.6 Ilustrasi Grafik
Berikut ini akan disajikan beberapa
gambar grafik tiga dimensi pada model
gelombang bunyi 2-dimensi dalam persamaan
(4.36). Dipilih untuk nilai peubah 0 ≤ t ≤ 10 ,
0 ≤ r ≤ 10
dan menganggap konstanta
A1 = A 2 = B 1 = B 2 = C 1 = 1 serta kecepatan
6. Gambar u ( r , θ , t ) dengan
θ = −π , serta nilai parameter λ = 1 , dan
Gambar
m =1.
bunyi di dalam air c = 15 × 102 m s .
0.5
θ
0
10
8
-0.5
6
0
4
2
r
4
t
2
6
8
10 0
0.5
θ
0
10
8
-0.5
6
0
4
2
r
4
t
2
6
Gambar
7.
Gambar
u ( r ,θ , t )
dengan
θ = π 2 , serta nilai parameter λ = 1 , dan
m =1.
8
10
0
Gambar 4. Gambar u ( r , θ , t ) dengan θ = 0 ,
serta nilai parameter λ = 1 , dan m = 1 .
Jika diperhatikan antara Gambar 4, Gambar 5
Gambar 6 dan Gambar 7, tidak terjadi
perubahan gelombang yang cukup relatif. Hal
ini berarti bahwa perubahan nilai θ tidak
18
berpengaruh terhadap amplitudo yang akan
terjadi pada gelombang bunyi.
0.5
θ
0
10
8
-0.5
0.5
0.25
θ
0
-0.25
-0.5
0
6
10
0
4
6
t
2
6
8
r
4
2
10
4
t
2
6
r
4
2
8
Gambar 10. Gambar
8
10 0
Gambar 8. Gambar u ( r , θ , t ) dengan θ = 0 ,
0
u ( r ,θ , t )
dengan
θ = 0 , serta nilai parameter λ = 3 , dan
m =1.
serta nilai parameter λ = 1 , dan m = 5 .
0.04
0.02
θ
0
-0.02
10
0.5
0.25
θ
0
-0.25
-0.5
0
8
4
2
6
4
2
r
t
2
6
8
4
t
10
2
6
r
4
6
0
10
8
8
10 0
Gambar 9. Gambar u ( r , θ , t ) dengan θ = 0 ,
nilai parameter λ = 1 , dan m = 10 .
Pada Gambar 8 dan Gambar 9, ketika nilai
parameter m dirubah menjadi lebih besar
terlihat bahwa gelombang bunyi mulai muncul
pada 4 ≤ r ≤ 8 pada semua kisaran waktu,
dalam hal ini 0 ≤ t ≤ 10 . Amplitudo
gelombang pun terjadi pada kisaran r = 8 .
Gambar 11. Gambar
0
u ( r ,θ , t )
dengan
θ = 0 , serta nilai parameter λ = 3 , dan
m = 5.
Pada Gambar 10 dan Gambar 11 ketika nilai
parameter λ diperbesar akan dihasilkan
gelombang bunyi yang lebih banyak.
Akibatnya
panjang
gelombang
yang
dihasilkan pun lebih pendek bila dibandingkan
dengan sebelumya.
SIMPULAN
Tiga karakteristik yang digunakan untuk
membangun sebuah persamaan bunyi dalam
air menghasilkan model gelombang bunyi 1
∂ 2u
∂ 2u
dimensi
= c 2 2 . Dengan menggunakan
2
∂t
∂x
metode d’Alembert, telah diperoleh solusi
∞
∞
u ( r ,θ , t ) = ∑∑ Amp J m
m = 0 p =1
(
)
(
dalam bentuk u ( x, t ) = F ( x − ct ) + G ( x + ct ) ,
F dan G fungsi sembarang.
Pada solusi model gelombang bunyi 2dimensi, dihasilkan solusi deret dalam bentuk
)
∞
∞
λmp r cos ( mθ ) cos c λmp t + ∑∑ B mp J m
Grafik tiga dimensi yang ditampilkan
menyatakan bahwa perubahan nilai θ tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap
amplitudo yang akan terjadi pada gelombang
m = 0 p =1
(
)
(
)
λmp r sin ( mθ ) cos c λmp t
bunyi. Semakin besar nilai λ maka akan
semakin pendek panjang gelombang yang
dihasilkan oleh gelombang bunyi di dalam air.
19
DAFTAR PUSTAKA
Andrews, LC. 1991. Introduction to
Differential Equations with Boundary
Harper
Collins
Value
Problems.
Publishers, Inc, New York.
Anton, H. 1998. Aljabar Linear Elementer.
Erlangga. Jakarta.
Farlow, S.J. 1994. An Introduction to
Differential
Equations and
Their
Applications. McGraw-Hill, Singapore.
Goode, S.W. 1991. An Introduction to
Differential Equations and Linear
Algebra. Prentice-Hall, Inc, New Jersey.
Haberman, R. 1987. Elementary Applied
Partial Differential Equations. PrenticeHall, Inc, New Jersey.
Kreyszig, E. 1993. Matematika Teknik
Lanjutan. Ed. ke-2. Terjemahan Bambang
Sumantri. Gramedia, Jakarta.
Lestari, P. 2004. Model Matematika Tiga
Dimensi Untuk Perambatan Bunyi Di
Dalam Air [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Meinhold P, Wagner, E. 1990. Persamaan
Diferensial Parsial. Terjemahan Endar H
Nugrahani, Bogor.
Purcell E.J. 1987. Calculus with Analytic
Geometry, 5th Edition. Prentice-Hall, New
Jersey.
Stewart, J. 2002. Kalkulus, Edisi keempat,
Jilid 1. Terjemahan Drs. I Nyoman
Susila, M.Sc dan Hendra Gunawan, Ph.D.
Erlangga, Bandung.
Tipler, P.A. 1998. Fisika Untuk Sains dan
Teknik. Ed. ke-3. Terjemahan Dra. Lea
Prasetio, M.Sc. dan Rahmad W. Adi,
Ph.D. Erlangga, Bandung.
Weinberger, HF. 1965. A First Course in
Partal Differential Equations. Blaisdell
Publishing Company, London.
20
LAMPIRAN
22
Lampiran 1
Langkah mendapatkan persamaan (2.7)
Diketahui PD Homogen orde ke-2 sebagai berikut :
∞
∑ ( n + r )( n + r − 1) c
n =0
n
∞
∞
n =0
n =0
x n + r − 2 + xa ( x ) ∑( n + r ) cn x n +r −2 + x 2b ( x ) ∑cn x n +r −2 = 0
dengan perluasan deret pangkat :
∞
xa ( x ) = α 0 + α1x + α 2 x 2 + α 3 x 3 + …… = ∑ α n x n
n =0
∞
x 2b ( x ) = β 0 + β1x + β 2 x 2 + β 3 x 3 + …… = ∑ β n x n .
n =0
Substitusi perluasan deret pangkat di atas ke dalam PD Homogen orde ke-2
∞
∑ ( n + r )( n + r − 1) c
n =0
n
x n +r −2 +
∞
∞
∑α x ∑( n + r )c x
n
n =0
n
n =0
n +r −2
n
∞
∞
n =0
n =0
+ ∑βn x n ∑cn x n +r −2 = 0
↔ ⎡⎣ r ( r − 1)C 0 x r − 2 + (1 + r ) rC 1x r −1 + …⎤⎦ + ⎡⎣(α 0 + α1x ) ( rC 0 x r − 2 ) + (1 + r )C 1x r −1 + …⎤⎦ +
⎡( β 0 + β1x ) (C 0 x r − 2 + C 1x r −1 ) + …⎤ = 0
⎣
⎦
↔ ⎡⎣ r ( r − 1)C 0 x r − 2 + (1 + r ) rC 1x r −1 + …⎤⎦ + ⎡⎣ r α 0C 0 x r − 2 + (1 + r ) α 0C 1x r −1 +
( rα C x ) + (1 + r ) α C X
r −1
1
0
1
1
r
+ …⎤⎦ + ⎡⎣ β 0C 0 x r − 2 + β 0C 1x r −1 + β1C 0 x r −1 + β1C 1x r + …⎤⎦ = 0
↔ ⎡⎣ r ( r − 1) + α 0 r + β 0 ⎤⎦ C 0 x r − 2 + ⎡⎣(1 + r ) rC 1 + (1 + r ) α 0C 1 + r α1C 0 x r −1 + β 0C 1 + β1C 0 ⎤⎦ x r −1
+ ⎡⎣(1 + r ) α1C 1 + β1C 1 ⎤⎦ x r + …… = 0.
Lampiran 2
Menyatakan opertaor Laplace dua dimensi dalam koordinat polar.
Diketahui operator Laplace dua dimensi dalam koordinat kartesian :
∂ 2u ∂ 2u
∇ 2u = 2 + 2
∂x
∂y
(1)
Misalkan : u = u ( x , y )
dengan x = r cos θ , y = r sin θ .
∂u
Maka didapatkan :
= u r rx + u θ θ x ,
∂x
∂ 2u
sehingga
= (u r )x rx + u r rxx + (u θ ) x θ x + u θ θ xx .
∂x 2
Dengan menggunakan aturan rantai : (u r )x = u rr rx ,
Diketahui bahwa : r = x 2 + y 2 ,
sehingga : rx =
x
x2+y2
x
= ,
r
r − xrx 1 ⎛ x x ⎞
= −⎜ 2 ⎟
r2
r ⎝r r ⎠
2
1 x
r2 −x 2
= − 3 =
r r
r3
y2
= 3
r
(*)
(2)
(uθ )x
= u θθ θ x .
(3)
(**)
(4)
rxx =
(5)
23
y
x
1
y
y
⎛ y ⎞
sehingga θ x =
(6)
− 2⎟=− 2
=− 2
2 ⎜
2
x +y
r
⎛y ⎞ ⎝ x ⎠
1+ ⎜ ⎟
⎝x ⎠
2xy
⎛ 2⎞
(7)
θ xx = − y ⎜ − 3 ⎟ rx = 4
r
r
⎝
⎠
Dengan mesubstitusi persamaan (3), (4), (5), (6), dan (7) ke persamaan (2) didapatkan :
⎛y2⎞
∂ 2u
⎛ x ⎞⎛ x ⎞
⎛ y ⎞⎛ y ⎞
⎛ 2xy ⎞
(8)
= u rr ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ + u r ⎜ 3 ⎟ + u θθ ⎜ − 2 ⎟ ⎜ − 2 ⎟ + u θ ⎜ 4 ⎟ .
2
r
r
∂x
r
r
r
⎝ ⎠⎝ ⎠
⎝
⎠⎝
⎠
⎝ r ⎠
⎝
⎠
Diketahui bahwa : θ = arctan
Dari (*) juga didapatkan :
∂u
= u r ry + u θ θ y ,
∂y
sehingga
∂ 2u
= (u r ) y ry + u r ryy + (u θ ) y θ y + u r θ yy .
∂y 2
Dengan menggunakan aturan rantai : (u r ) y = u rr ry .
Dari (**) didapatkan ry =
r − yry
y
x +y
2
1 ⎛y y ⎞
−⎜
⎟
r ⎝ r2 r ⎠
1 y 2 r2 − y 2
= − 3 =
r r
r3
x2
= 3 .
r
1
1
x
⎛1⎞
= 2
θy =
⎟=
2 ⎜
2
x
y
r
⎛y ⎞ ⎝ ⎠ x +
1+ ⎜ ⎟
x
⎝x ⎠
ryy =
r2
⎛
2
=
y
,
r
(9)
(uθ ) y
= u θθ θ y .
(10)
(11)
=
2⎞
2xy
θ yy = x ⎜ − 3 ⎟ ry = − 4 .
r
⎝ r ⎠
(12)
(13)
(14)
Dengan mesubstitusi persamaan (10), (11), (12), (13) dan persamaan (14) ke persamaan (9)
⎛x2 ⎞
∂ 2u
⎛ y ⎞⎛ y ⎞
⎛ x ⎞⎛ x ⎞
⎛ 2xy ⎞
didapatkan :
(15)
=
+
u
u
rr ⎜
⎟ ⎜ ⎟ r ⎜ 3 ⎟ + u θθ ⎜ 2 ⎟ ⎜ 2 ⎟ + u θ ⎜ − 4 ⎟ .
∂y 2
⎝ r ⎠⎝ r ⎠
⎝ r ⎠⎝ r ⎠
⎝ r ⎠
⎝r ⎠
Kemudia dengan mensubstitusikan persamaan (8) dan persamaan (15) ke persamaan (1)
didapatkan :
⎛x2 ⎞
⎛y2⎞
⎛y2⎞
⎛y2⎞
⎛x2 ⎞
⎛x2 ⎞
⎛ 2xy ⎞
⎛ 2xy ⎞
∇ 2u = ⎜ 2 ⎟ u rr + ⎜ 3 ⎟ u r + ⎜ 4 ⎟ u θθ + ⎜ 4 ⎟ u θ + ⎜ 2 ⎟ u rr + ⎜ 3 ⎟ u r + ⎜ 4 ⎟ u θθ + ⎜ − 4 ⎟ u θ
r
r
r
r
r
r
r
r ⎠
⎝
⎠
⎝
⎝
⎠
⎝
⎠
⎝
⎠
⎝
⎠
⎝
⎠
⎝
⎠
2
2
2
2
2
2
⎛x +y ⎞
⎛x +y ⎞
⎛x +y ⎞
=⎜
⎟ u rr + ⎜
⎟u r + ⎜
⎟ u θθ
2
3
4
r
r
⎝
⎠
⎝
⎠
⎝ r
⎠
1
1
= u rr + u r + 2 u θθ
r
r
Lampiran 3
Transformasi persamaan gelombang dimensi 2 dari koordinat kartesian ke koordinat polar
∂ 2u
− c 2 ∇ 2u ( x , y ) = 0
∂t 2
24
↔
2
∂ 2u
∂ 2u ⎞
2⎛ ∂ u
c
−
+
⎜
⎟=0
2
∂t 2
∂y 2 ⎠
⎝ ∂x
↔
2
∂ 2u
1 ∂u 1 ∂ 2u ⎞
2⎛∂ u
−
+
+
c
⎜
⎟=0
2
r ∂r r 2 ∂θ 2 ⎠
∂t 2
⎝ ∂r
↔
∂ 2u
− c 2 ∇ 2u ( r , θ ) = 0.
∂t 2
Lampiran 4
Mencari persamaan (4.20)
∞
f = z r ∑ al z l
l =0
∞
f ′ = ∑ ( r + l ) al z r + l −1
l =0
∞
f ′′ = ∑ ( r + l )( r + l − 1) al z r + l − 2
l =0
d 2f
df
+z
+ (z 2 − m 2 )f = 0
dz
dz 2
⎛ ∞
⎞
⎛ ∞
⎞
z 2 ⎜ ∑ ( r + l )( r + l − 1) al z r + l − 2 ⎟ + z ⎜ ∑ ( r + l ) al z r + l −1 ⎟ + ( z 2 − m 2 )
⎝ l =0
⎠
⎝ l =0
⎠
z2
⎛ ∞
r +l
⎜ ∑ ( r + l )( r + l − 1) al z
⎝ l =0
⎞ ⎛ ∞
r +l
⎟ + ⎜ ∑ ( r + l ) al z
⎠ ⎝ l =0
∞
∑ ⎡⎣( r + l )( r + l − 1) + ( r + l ) − m
∑ ⎡⎣( r + l )
2
l =0
⎞
⎟=0
⎠
∞
⎞ ⎛ ∞
2 ⎛
r +l +2 ⎞
r +l
⎟ + ⎜ ∑ al z
⎟ − m ⎜ ∑ al z
⎠ ⎝ l =0
⎠
⎝ l =0
⎞
⎟=0
⎠
∞
2
l =0
∞
⎛ r ∞
l
⎜ z ∑ al z
⎝ l =0
⎤⎦ al z r + l + ∑ al z r + l + 2 = 0
l =0
∞
− m 2 ⎤ al z r + l + ∑ al − 2 z r + l = 0
⎦
l =2
Lampiran 5
Langkah-langkah mendapatkan persamaan (4.23)
Substitusikan l = 2,3, 4,… ke persamaan (4.20)
(( r + 2) − m ) a z + a z
(( r + 2) − m ) a = −a
( ( r + 3) − m ) a z + a z
(( r + 4) − m ) a z + a z
(( r + 4) − m ) a = −a
2
r +2
2
2
r +3
r +3
2
1
r +4
2
2
4
2
2
)
− m 2 a2 z r + 2 = −a0 z r + 2 ⇔
r +4
( ( r + 3) − m ) a z
= 0 ⇔ (( r + 4) − m ) a z
=0 ⇔
2
r +3
2
3
2
2
4
= −a1z r + 3 ⇔
r +4
( ( r + 3)
= −a2 z r + 4 ⇔
2
4
(( r + l )
(( r + l )
(( r + 2)
0
3
2
=0 ⇔
2
2
2
r +2
0
2
)
)a
2
2
− m 2 al z r + l + al − 2 z r + l = 0 ⇔
2
−m2
l
= −al − 2
(( r + l )
2
)
− m 2 al z r + l = −al − 2 z r + l ⇔
2
)
− m 2 a3 = −a1
25
Lampiran 6
Menentukan persamaan (4.28)
∞
f = z r ∑ al z l
l =0
∞
= z r ∑ a2 k z 2 k Substitusi persamaan (4.27)
k =0
k =0
( −1) z 2 k
k !( m + 1)( m + 2 )… ( m + k )
k
∞
= a0 z m ∑
22 k
Lampiran 7
Langkah-langkah mendapatkan persamaan (4.29)
Diasumsikan akar kedua adalah r = − m , maka persamaan (4.22) dihasilkan bahwa :
⎡( − m + 1)2 − m 2 ⎤ b1z − m +1 = 0
⎣
⎦
⎡( −2m + 1) 2 ⎤ b1 = 0
⎣
⎦
( −2m + 1) b1 = 0
Karena −m ≤ 0 maka b1 = 0 . Selanjutnya persamaan (4.23) menghasilkan
⎡( r + l )2 − m2 ⎤ bl = −bl −2
⎣
⎦
⎡( −m + l )2 − m2 ⎤ bl = −bl −2
⎣
⎦
2
⎡⎣−2ml + l ⎤⎦ bl = −bl −2
l [ −2m + l ] bl = −bl −2
bl = −
1
bl −2
l [ −2m + l ]
l = 2,3,4,...
Dengan mensubstitusi l = 2,3, 4,... ke dalam persamaan di atas maka akan diperoleh bentuk
koefisien ganjil dan koefisien genap secara umum.
1
b2 = −
b0 ,
2 ( −2 m + 2 )
b3 = −
1
b1 = 0
3 ( −2m + 3)
b4 = −
1
1
b2 =
b0
4 ( −2m + 4 )
2 i 4 ( −2m + 2 )( −2m + 4 )
b5 = −
1
b3 = 0
5 ( −2m + 5)
b6 = −
1
1
b4 = −
b0
6 ( −2 m + 6 )
2 i 4 i 6 ( − 2 m + 2 )( − 2 m + 4 )( − 2 m + 6 )
b7 = −
1
b5 = 0
7 ( −2m + 7 )
b8 = −
1
1
b6 =
b0
8 ( −2 m + 8 )
2 i 4 i 6 i8i( −2 m + 2 )( −2 m + 4 )( −2 m + 6 )( −2 m + 8 )
b9 = −
1
b7 = 0
9 ( −2m + 9 )
dan seterusnya.
26
Dari formula diatas didapatkan untuk koefisien ganjil adalah nol, sehingga a2 k +1 = 0 untuk
k = 0,1, 2,… Untuk koefisien genap diperoleh bentuk secara umum
b2 k =
( −1)
k
2 i 4i……i( 2m )( −2m + 2 )( −2m + 4 )( −2m + 8)……( −2m + 2k )
k = 1, 2,3,…
b0
( −1)
b0
2 i 4i……i( 2m ) 2(1− m ) 2( 2 − m ) 2( 3 − m ) 2( 4 − m )……2( k − m )
k
( −1)
b0 .
= 2k
2 k !(1 − m )( 2 − m )( 3 − m )( 4 − m )……( k − m )
k
b2k =
b2 k
Substitusikan bentuk umum koefisien genap yang diperoleh ke dalam persamaan (4.17)
∞
f = z r ∑ al z l
l =0
=z
∞
r
∑a
k =0
2k
z 2k
( −1) z 2 k
k !(1 − m )( 2 − m )( 3 − m )( 4 − m )…… ( k
k
∞
= b0 z − m ∑
22 k
k =0
−m)
Lampiran 8
Mencari persamaan (4.30)
∞
Γ (1+ k + m) = ∫ t (1+m) +k −1e−t dt
0
∞
= ∫ t m+k e−t dt
0
= −t m +k e −t
∞
0
∞
+ ( m + k ) ∫ t m +k −1e −t dt
0
⎧⎪
= ( m + k ) ⎨−t m +k −1e −t
⎪⎩
∞
0
∞
⎫⎪
+ ( m + k −1) ∫ t m +k −2e −t dt ⎬
⎪⎭
0
⎧⎪
= ( m + k )( m + k −1) ⎨−t m +k −2e −t
⎪⎩
∞
0
∞
⎫⎪
+ ( m + k − 2) ∫t m +k −3e −t dt ⎬
⎪⎭
0
⎪⎧
= ( m + k )( m + k −1)( m + k − 2) ⎨−t m +k −3e −t
⎩⎪
∞
0
∞
⎪⎫
+ ( m + k − 3) ∫ t m +k −4e −t dt ⎬
0
⎭⎪
∞
= ( m + k )( m + k −1)( m + k − 2)( m + k − 3)……( m + 2)( m +1) ∫t me −t dt
= (k + m )
0
( 2 + m )(1+ m ) Γ (1+ m )
Substitusikan persamaan di atas dan koefisien ao yang telah diasumsikan ke dalam persamaan
(4.28), diperopleh :
k
∞
( − 1) z 2 k
f m ( z ) = a0 z m ∑ 2 k
k !(1 + m )( 2 + m )…… ( k + m )
k =0 2
( − 1) z 2 k
∑ 2 k k !(1 + m )( 2 + m )…… ( k + m )
k =0 2
k
∞
( − 1) z 2 k + m
= ∑ 2k +m
k !(1 + m )( 2 + m )…… ( k + m ) Γ (1 + m )
k =0 2
=
1
z
2 m Γ (1 + m )
∞
m
k
27
=
( − 1)
∑
k = 0 k ! Γ (1 + k
k
∞
⎛z ⎞
⎜ ⎟
+ m )⎝ 2 ⎠
2k +m
Lampiran 9
Langkah-langkah mendapatkan persamaan (4.31)
∞
Γ (1− m + k ) = ∫ t (1−m ) +k −1e −t dt
0
∞
= ∫ t −m +k e −t dt
0
= −t −m +k e −t
∞
0
∞
+ ( −m + k ) ∫ t −m +k −1e −t dt
0
⎪⎧
= ( −m + k ) ⎨−t −m +k −1e −t
⎩⎪
∞
0
∞
⎪⎫
+ ( −m + k −1) ∫ t −m +k −2e −t dt ⎬
0
⎭⎪
⎪⎧
= ( −m + k )( −m + k −1) ⎨−t −m +k −2e −t
⎩⎪
∞
0
∞
⎪⎫
+ ( −m + k − 2) ∫ t −m +k −3e −t dt ⎬
0
⎭⎪
⎪⎧
= ( −m + k )( −m + k −1)( −m + k − 2) ⎨−t −m +k −3e −t
⎪⎩
∞
0
∞
⎪⎫
+ ( −m + k − 3) ∫ t −m +k −4e −t dt ⎬
0
⎭⎪
∞
= ( −m + k )( −m + k −1)( −m + k − 2)( −m + k − 3)……( −m + 2)( −m + 1) ∫t −me −t dt
= (k − m )
0
( 2 − m )(1− m ) Γ (1− m )
Substitusikan persamaan di atas dan koefisien bo yang telah diasumsikan ke dalam persamaan
(4.29), diperopleh :
( − 1) z 2 k
∑
2k
k !(1 − m )( 2 − m )…… ( k − m )
k =0 2
k
∞
( − 1) z 2 k
1
= −m
z −m ∑ 2k
2 Γ (1 − m )
k !(1 − m )( 2 − m )…… ( k
k =0 2
k
∞
( − 1) z 2 k − m
= ∑ 2k −m
k !(1 − m )( 2 − m )…… ( k − m ) Γ (1 − m )
k =0 2
k
2k −m
∞
( − 1)
⎛z ⎞
=∑
⎜ ⎟
k = 0 k ! Γ (1 + k − m ) ⎝ 2 ⎠
f −m (z ) = b0 z
−m
k
∞
−m)
Lampiran 10
Menentukan persamaan (4.32)
Γ (1) = 1
∞
Γ ( 2 ) = ∫ t e −t dt = −t e −t
0
∞
∞
0
∞
+ ∫ e −t dt = 0 +Γ (1) = 1!
0
Γ ( 3) = ∫ t e dt = −t e
−t ∞
Γ ( 4 ) = ∫ t e dt = −t e
−t ∞
2
0
∞
3
0
−t
−t
2
3
0
0
∞
+ 2 ∫ t e −t dt = 0 + 2 Γ ( 2 ) = 2.1!
0
∞
+ 3 ∫ t 2 e −t dt = 0 + 3 Γ ( 3) = 3.2.1 = 3!
0
28
∞
Γ ( 5 ) = ∫ t 4 e −t dt = −t 4 e −t
0
∞
0
∞
+ 4 ∫ t 3 e −t dt = 0 + 4 Γ ( 4 ) = 4.3.2.1 = 4!
0
Γ ( ( k + m ) + 1) = ( k + m ) Γ ( k + m ) = ( k + m )!
2k + m
( −1)
⎛z ⎞
⎜ ⎟
k = 0 k !Γ (1 + k + m ) ⎝ 2 ⎠
k
∞
( −1) ⎛ z ⎞2 k + m
=∑
⎜ ⎟
k = 0 k !( k + m ) ! ⎝ 2 ⎠
k
∞
J m (z ) = ∑
Dengan cara yang sama akan diperoleh :
k
2k −m
∞
( −1)
⎛z ⎞
J −m ( z ) = ∑
⎜ ⎟
k = 0 k !Γ (1 + k − m ) ⎝ 2 ⎠
( −1) ⎛ z ⎞2 k − m
⎜ ⎟
k = 0 k !( k − m ) ! ⎝ 2 ⎠
∞
=∑
k
Lampiran 11
m
Membuktikan J m ( z ) = ( −1) J − m ( z )
( −1) ⎛ z ⎞2 k − m
⎜ ⎟
k = 0 k !( k − m ) ! ⎝ 2 ⎠
∞
Diketahui J − m ( z ) = ∑
k
( −1) ⎛ z ⎞2 k + m
⎜ ⎟
k = 0 k !( k + m ) ! ⎝ 2 ⎠
k −m
2( k − m ) + m
∞
( −1)
⎛z ⎞
=∑
⎜ ⎟
k = 0 ( k − m ) !( ( k − m ) + m ) ! ⎝ 2 ⎠
k
∞
( −1) ⎛ z ⎞2k − m
−m
= ( −1) ∑
⎜ ⎟
k = 0 k !( k − m ) ! ⎝ 2 ⎠
k
∞
( −1) ⎛ z ⎞2k − m
m
= ( −1) ∑
⎜ ⎟
k = 0 k !( k − m ) ! ⎝ 2 ⎠
m
= ( −1) J − m ( z )
m
terbukti bahwa J m ( z ) = ( −1) J − m ( z ) .
∞
J m (z ) = ∑
k
Download