AKURAT, CEPAT, MUDAH DAN MERATA SEBUAH PRAKTIK PENGELOLAAN INFORMASI PUBLIK Oleh Suprawoto Kepala Badan Informasi Publik Disampaikan dalam Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia ke-1, Bali, 2-5 Desember 2008 Pengantar Secara substansial kerja pengelolaan informasi publik saat ini telah mendapatkan perhatian serius dari kalangan baik birokrasi pemerintah dan lembaga publik lainnya. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari perkembangan pergaulan dunia serta proses yang kini tengah dijalani Indonesia sebagai negara demokrasi. Informasi publik merupakan hak dasar yang mesti dipenuhi oleh lembaga publik untuk disebarluaskan kepada masyarakat. Informasi ini ketika dikemas sedemikian rupa akan dapat mendukung berkembangnya partisipasi publik dan hubungan yang ideal antara masyarakat dengan aparatur pemerintah. Akan tetapi, faktanya kemampuan sebagian masyarakat Indonesia dalam mengakses informasi tidak sama baik dalam hal kuantitas maupun kualitas, bukan saja terhadap media yang berbasis teknologi komunikasi dan informasi, tetapi juga media konvensional sebelumnya. Kesenjangan informasi terjadi antara masyarakat baik dari latar belakang pendidikan, faktor ekonomis dengan faktor lingkungan geografis tempat tinggal. Kehadiran Undang-Undang No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ini pun dikhawatirkan dapat menimbulkan “kepanikan” di kalangan birokrasi, karena bisa jadi masyarakat berbondong-bondong menyerbu instansi pemerintah dan yang telah berkembang Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan,disimpan,dikelola, dikirim,dan/atau diterima oleh Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya sesuai dengan Undang-undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Badan publik adalah lembaga eksekutif,legislatif, yudikatif, dan badan lain yang tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruhnya dananya bersumber APBN dan/atau APBD, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD,sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. KETENTUAN UMUM UU No 14/2008 1 meminta informasi apa saja yang mereka inginkan. Apa saja. Bisa saja nanti ada yang meminta penjelasan secara teknis maupun non-teknis tentang penanganan bencana lumpur di Sidoarjo, atau permintaan literatur yang sebenarnya sangat lama, misalnya berapa lokasi pekuburan Belanda di Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan pengembangan sistem dan metoda pelayanan informasi publik yang efisien, dan efektif dengan bobot materi informasi yang terpercaya. Semua hal tersebut hendaknya dilakukan oleh instansi/lembaga penyedia informasi publik secara sinergi; penting untuk meningkatkan kepercayaan hal ini sangat masyarakat terhadap instansi/lembaga penyedia informasi publik baik di pusat maupun daerah. Layanan Berbasis TIK: Sebuah Ancangan Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi mendorong adanya perubahan manajemen organisasi secara keseluruhan dan mengubah pendekatan organisasi dalam berhubungan dengan masyarakat atau warga negara. Hal ini mungkin juga tampak dalam berbagai ragam layanan publik yang dilakukan oleh organisasi pemerintah dan lembaga publik lainnya. Konsekuensinya, perubahan yang terjadi jelas menuntut kehadiran inovasi dalam mengelola layanan publik yang disediakan. Fakta menunjukkan bahwa layanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi memudahkan masyarakat dalam mengakses beragam jenis layanan, baik dengan perangkat komputer, jaringan seluler atau telepon bergerak (lihat, Rust dan Kannan, 2002) Secara faktual, pelayanan lewat dengan menggunakan teknologi infromasi dan komunikasi kemudian kian berkembang, tidak hanya mencakup penggunaan jaringan elektronik, internet, ataupun infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, tetapi juga mencakup jenis dan bentuk pelayanan publik serta lingkungan dan proses pelayanan publik ketika diberikan kepada warga negara. Di titik inilah, sejalan dengan konteks pelayanan informasi publik, diperlukan sistem layanan informasi publik yang memadai. Sistem informasi itu untuk meningkatkan aksesibiltas atau kemudahan memperoleh informasi, kualitas informasi, dan pengembangan manajemen organisasi (Lucas, 1987). 2 Pengelolaan informasi publik melibatkan pengumpulan, analisis, dan penyebaran informasi kepada publik. Tentu dibutuhkan kepemimpinan dan pengambilan keputusan yang efektif sehingga memungkinkan masyarakat/publik mampu mengakses dan memahami informasi yang disediakan. Secara garis besar dapat dipahami bahwa proses pengelolaan ini mencakup dua wilayah kegiatan penting, pertama penyediaan informasi yang akurat, cepat dan mudah diakses. Dan kedua, mengembangkan kolaborasi dan sinergi promosi dan pertukaran informasi antar lembaga yang ada. Namun perlu diperhatikan, karena pengelolaan informasi publik lebih mengedepankan aspek teknis, pada akhirnya pengembangan layanan mengabaikan kualitas informasi. Padahal, kualitas informasi itu seharusnya menjadi ruh dari informasi yang disampaikan kepada publik, apalagi bentuk layanan informasi publik oleh pemerintah/lembaga publik sangat berkaitan dengan hal tersebut. Berkaitan dengan produk informasi, O’Brien (1998:25--26) mengidentifikasi beberapa atribut kualitas informasi yang akan membuat informasi publik lebih bernilai dan bermanfaat bagi publik penggunanya. Pandangan O’Brien menjadi sangat relevan karena tiga dimensi, yaitu dimensi waktu, isi, dan bentuk informasi harus diperhitungkan dalam pengelolaan informasi publik berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Secara lebih lengkap, O’Brien membuat karakteristik kualitas informasi seperti yang terdapat di dalam tabel berikut ini: Tabel 1. Atribut Kualitas Informasi Dimensi Waktu Tak Terbatas Informasi harus disediakan ketika diperlukan Waktu Terkini Informasi harus termutakhirkan saat disediakan Frekuensi Informasi harus disediakan sesering diperlukan Periode Waktu Informasi dapat disediakan mengenai situasi yang lalu, terkini, dan waktu yang akan datang Dimensi Isi Akurasi Informasi harus bebas dari salah Relevansi Informasi harus terkait dengan kebutuhan publik khusus dan dalam waktu yang khusus pula Kelengkapan Semua informasi yang diperlukan harus disediakan Singkat Hanya informasi yang diperlukan yang harus disediakan 3 Cakupan Performa Informasi dapat memiliki cakupan luas tertentu, fokus internal atau eksternal Performa Informasi dapat dilacak dengan mengukur aktivitas yang terpenuhi, kemajuan yang ada, atau akumulasi sumber daya Dimensi Bentuk Kejelasan Informasi harus disediakan dalam bentuk yang mudah dimengerti Detil Informasi dapat disediakan secara lengkap atau dalam bentuk ringkas Urutan Informasi dapat disusun dalam urutan yang jelas/tertentu Tampilan Informasi dapat disajikan dalam bentuk narasi, angka, grafis, atau bentuk lain Media Informasi dapat disediakan dalam bentuk dokumen tercetak, tampilan video, atau media lain Sumber: O’Brien (1998: 26) Dimensi waktu, isi, dan bentuk informasi menjadi unsur yang penting dalam kualitas informasi. Informasi yang berkualitas tentu sangat diperlukan dan memainkan peranan penting. Ketika keputusan atau sebuah kebijakan layanan publik didukung oleh informasi berkualitas rendah, tanpa dukungan informasi sama sekali, dapat dipastikan keputusan itu akan keliru atau berisiko kegagalan dalam mengimplementasikannya di lapangan. Padahal mayoritas bentuk layanan informasi publik yang dilakukan pemerintah/lembaga publik sangat berkaitan dengan pengumpulan serta pengolahan dan penyediaan berbagai data atau informasi, pengetahuan ataupun kebijakan, serta proses penyebarannya kepada publik yang membutuhkan layanan. Di Praktik Layanan Informasi Publik: Sebuah Upaya Dalam UU No 14/2008 Keterbukaan Informasi Publik, term informasi publik diartikan sebagai informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola dan/atau dikirim/diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UU ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. 4 Dari aspek pemanfaatan, informasi publik dapat dimaknai dalam dua perspektif, pertama, informasi tentang yang berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat; karena itu harus diketahui dan dipahami secara akurat oleh masyarakat. Dan kedua, informasi yang bersifat kontingensi atau mendesak atas konteks dan skala tertentu sebagai bentuk penjelasan atas isu yang berkembang di masyarakat. Kebijakan penyediaan dan pelayanan informasi publik dirancang dan didesain untuk mendorong terpenuhinya dua perspektif informasi publik tersebut. Secara mendasar ada tiga pendekatan untuk mengembangkan kebijakan dan program informasi publik. Pertama, pengembangan dan penguatan kelembagaan yang status dan perannya melakukan sosialisasi kebijakan pemerintah agar menjadi acuan atau referensi dalam pemecahan persoalan yang ada. Kedua, melakukan fasilitasi atau menumbuhkembangkan suasana dan kondisi yang bisa membuat dan mendorong publik untuk berpikir kritis dan berpartisipasi secara aktif dengan menyediakan informasi di bidang politik, hukum dan keamanan, perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Dan, ketiga, penguatan koordinasi lembaga-lembaga pelayanan informasi publik baik di pusat dan di daerah untuk mengembangkan sinergi pelayanan yang ada. Ketiga hal ini dirangkum dalam empat jalur utama program strategis yang diharapkan bisa menjembatani seluruh penyelenggara pemerintahan dan komponen masyarakat, khususnya dalam hal pelayanan informasi publik. Empat jalur tersebut adalah: 1. JALUR AKURASI INFORMASI, mencakup penyediaan informasi publik bidang Politik, Hukum, Hankam, Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat, peningkatan kualitas informasi publik, dan pengelolaan pendapat umum Dalam implementasinya telah disediakan bahan informasi publik dalam bentuk tercetak seperti buku, tabloid, poster, leaflet, stiker; dan menyebarluaskan kepada masyarakat baik secara langsung maupun melalui forum-forum diskusi dan sosialisasi, serta perpustakaan-perpustakaan. Selain itu, bekerjasama dengan instansi pemerintah terkait menyelenggarakan konferensi pers di Departemen Komunikasi dan 5 Informatika, untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat dan media mengenai kebijakan dan program pemerintah tentang masalah tertentu. Misalnya Penanganan korban bencana alam dan korban banjir (Bakornas PB/Satkorlak/Satlak, Departemen Sosial, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan), Pencegahan penyebaran virus flu burung (Depkes dan Deptan), Pencegahan tindak pidana korupsi (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan lain-lain. Saat ini juga tengah dibangun Kominfo Database, yang dirancang untuk mengumpulkan, mengolah, menyediakan dan menyajikan data dan informasi publik tentang kebijakan dan program dan pemerintah negara di bidang Polhukam, Perekonomian, dan Kesejahteraan Rakyat. Ke depan informasi publik yang ada di Kominfo Database ini diharapkan dapat diakses oleh masyarakat melalui mekanisme tertentu. 2. JALUR KECEPATAN INFORMASI, dengan peningkatan percepatan penyebaran informasi publik. Dalam implementasinya Departemen Komunikasi dan Informatika membangun dan mengembangkan Kominfo Newsroom yang output-nya berupa informasi aktual mengenai kebijakan dan program pemerintah dan negara dengan update konten setiap hari. Disajikan dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris) dan ditayangkan secara online dalam situs www.bipnewsroom.info dan www.depkominfo.go.id. Departemen Komunikasi dan Informatika menempatkan reporter-reporter di berbagai instansi pemerintah (pusat) dan BUMN untuk memperoleh data dan informasi aktual tentang kebijakan dan program instansi pemerintah terkait, kemudian oleh redaktur Kominfo Newsroom diolah dan ditayangkan dalam situs tersebut. Departemen Komunikasi dan Informatika juga telah bekerja sama dengan Direktorat Informasi dan Media, Departemen Luar Negeri untuk memberitahukan keberadaan situs tersebut kepada Perwakilan Tetap RI di luar negeri (kedutaan besar, konsulat jenderal, dan konsulat), sehingga dapat diakses dan dijadikan sumber acuan informasi resmi pemerintah. Menurut data 6 pengakses situs dan pemantauan, telah banyak perwakilan RI di luar negeri yang mengakses situs tersebut. 3. JALUR KEMUDAHAN INFORMASI melalui diversifikasi produk informasi publik. Dalam implementasinya, selain menyajikan informasi dalam bentuk tercetak juga menyediakan bahan informasi publik dalam bentuk audio (CD) dan audio visual (VCD/DVD) guna memenuhi kebutuhan informasi publik untuk radio atau forum- forum diskusi serta sosialisasi. Departemen Komunikasi dan Informatika juga menfasilitasi pembangunan call center, yang dimaksudkan untuk memberikan pelayanan informasi publik kepada masyarakat mengenai kebijakan pemerintah dan negara melalui telepon bebas pulsa. Saat ini proses fasilitasi kegiatan yang dilakukan bersama Departemen Sosial, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Plan Internasional adalah TESA (Telepon Sahabat Anak) 129. 4. JALUR PEMERATAAN INFORMASI, yang mencakup peningkatan jaringan penyebaran informasi publik, peningkatan kerjasama dengan pemerintah daerah, dan fasilitasi kelembagaan layanan informasi di daerah. Departemen Komunikasi dan Informatika melaksanakan program Merajut kembali komunikasi antara Pusat dan Daerah yang terputus sejak diberlakukannya UU tentang Pemerintahan Daerah, dengan pemerintah memberikan provinsi dan bantuan operasional kabupaten/kota guna kepada penyebaran informasi publik tentang kebijakan pemerintah kepada masyarakat. Konsep dasar implementasi pelayanan informasi publik yang tengah dikembangkan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika adalah jejaring (networking). Seluruh komponen masyarakat baik individu maupun kelembagaan memiliki akses dan kapabilitas yang seirama, membangun kolaborasi, sehingga terbentuk jejaring informasi dan komunikasi yang saling mendukung untuk pengembangan sistem pelayanan informasi publik. Ketika sistem ini bisa berjalan maka akan dapat meningkatkan kepercayaan 7 masyarakat terhadap instansi/lembaga penyedia informasi publik baik di pusat maupun daerah. Selain melakukan penguatan lembaga dan struktur pengelolaan informasi, Departemen Komunikasi dan Informatika juga telah mengembangkan sistem informasi publik sebagai wahana komunikasi timbal balik dan pendidikan publik (public education agency) melalui pelayanan informasi berjenjang dan berkelanjutan. Mengelola Tantangan Pelayanan Informasi Publik Pada dasarnya, tantangan terbesar dalam membangun sistem informasi dan komunikasi publik yang berkualitas, adalah mengemas sebuah sistem pengelolaan informasi dan pengemasan informasi yang dibutuhkan publik dan memiliki kualitas, akurat dan menarik. Sebab dengan adanya informasi yang sesuai dengan kebutuhan publik dan acceptable maka kepuasan publik akan bisa tercapai. Dengan informasi yang berkualitas maka kredibilitas lembaga pemerintah akan semakin diandalkan di mata publik. Sementara itu menurut Indrajit (2002) menyebutkan tiga tantangan besar dalam pengembangan layanan informasi publik yang menggunakan teknologi informasi yakni (1) pengembangan kanal akses yang dapat digunakan secara efektif oleh masyarakat dan pemerintah, (2) keterlibatan lembaga swasta dalam pengembangan infrastruktur, dan (3) penyusunan strategi institusi, terutama strategi investasi dan operasional. Ada pula tantangan lain, yaitu mengubah budaya pelayanan yang bisa mengakomodasi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (lihat Bourn, 2002). Hal terakhir ini yang membutuhkan kepemimpinan untuk mengawal dan memastikan layanan informasi publik bisa berlangsung dengan baik. Jika dikelompokkan dalam proses pengelolaan informasi publik, poblema tersebut terbagi dalam tiga kategori aktivitas utama, pertama penyediaan dan penyebaran informasi publik, kedua fasilitasi pelancaran arus informasi publik, dan ketiga penguatan kapasitas lembaga pelayanan informasi publik. 8 Untuk mengatasi problem penyediaan dan penyebaran, ada beberapa saran dalam pengelolaan informasi publik, paling tidak perlu diperhatikan halhal berikut: 1. hendaknya memperhatikan bentuk, serta kapasitas dan kebutuhan publik akan layanan. 2. harus dikemas demikian rupa agar diketahui publik dan melibatkan partisipasi publik dalam setiap proses pelayanan. 2. untuk memastikan dampak layanan informasi publik agar bisa dipercaya masyarakat maka setiap jenis layanan informasi publik selain memuaskan juga harus dapat menjangkau seluruh anggota masyarakat dengan menyediakan akses hingga ke tingkat individu (Suprawoto, 2007). Sementara dalam konteks fasilitasi pelancaran arus informasi, adalah kewajiban lembaga layanan informasi publik untuk mendukung penyebaran dan pemerataan informasi publik ke seluruh lapisan masyarakat. Salah satu elemen bagi terciptanya pelancaran arus informasi publik adalah terciptanya jaringan komunikasi dan koordinasi antar lembaga dalam penyediaan dan pelayanan informasi publik. Selain iitu terciptanya program-program komunikasi yang konvergen dan sirkular antara lembaga publik dengan masyarakat. Di titik inilah dibutuhkan pengembangan ”jembatan informasi” atau mengembangkan fungsi sebagai CIO (Chief of Infomation Officer). Karena dengan adanya pemahaman atau penguasaan informasi maka bisa mendorong upaya dalam integrasi pelayanan serta dan interkoneksi layanan informasi publik sehingga memudahkan bagi warga dalam menggunakan pelayanan yang ada. Untuk pengembangan kapasitas kelembagaan, maka hal terpenting yang perlu dipersiapkan adalah mempersiapkan dasar yang kuat berkaitan dengan perangkat-perangkat pendukung, teknologi yang digunakan, dan sumber daya informasi publik. Hal tersebut bisa diwadahi dalam pengembangan database informasi publik sehingga akan sangat mudah nantinya dalam mempersiapkan saluran-saluran informasi yang mendukung 9 penerapan teknologi informasi untuk peningkatan kualitas layanan informasi publik di masa yang akan datang. Dalam upaya mengembangkan kualitas kinerja, semua elemen harus bisa digerakkan. Dari segi manajemen pengelolaan, pelayanan, penyebaran, pengemasan informasi harus diupayakan dengan sungguh-sungguh. Juga pelatihan sumber daya manusia terus dilakukan sehingga akan senatiasa dapat mendukung percepatan teknologi dan masalah yang terjadi. Penutup Teknologi informasi dan komunikasi dalam layanan informasi publik pada batas tertentu menjadi salah satu kekuatan pemaksa perubahan paradigma dan cara pelayanan publik yang disediakan pemerintah/lembaga publik. Namun, teknologi informasi dan komunikasi tidak bisa sepenuhnya menggantikan pelayanan dan proses pengambilan keputusan yang biasanya dilakukan birokrat pelayanan publik. Oleh karena itu bisa dipahami, jika teknologi informasi dan komunikasi hanya merupakan sarana bantu dalam pembuatan keputusan dan penyajian informasi kepada publik tentang berbagai aspek layanan. Namun demikian, potensi pengembangan itu jelas tidak akan tertutup. Pasalnya, ada tiga kekuatan penerapan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia yakni (1) pasar yang besar karena penduduk Indonesia yang pada saat ini lebih dari 220 juta orang. Selain itu, (2) respons pasar yang meningkat pesat terhadap pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, dan (3) komitmen pemerintah untuk menyediakan akses informasi untuk daerah tertinggal (Rosmansyah, Zuhri, dan Supangkat, 2006:184--186). Tentu, hal itu akan semakin sempurna jika berbagai bentuk pilihan jenis layanan informasi publik secara digital dan berbasis teknologi informasi dan komunikasi selayaknya lebih didorong oleh kebutuhan akan efisiensi dan efektivitas layanan terhadap publik atau masyarakat luas. Kelahiran UU KIP adalah sebuah dasar hukum bagi pelaksanaan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Tentu, adanya sanksi bagi pelanggaran atau ketidaksiapan badan publik dalam menyediakan informasi publik mendorong setiap pihak, khususnya para pejabat, bersiap-siap kerja ekstra keras karena meja kerjanya akan dipenuhi surat-surat permintaan 10 informasi yang dibutuhkan publik. Atau, jangan-jangan meja itu justru dipenuhi surat-surat panggilan sidang yang mereka terima karena menolak atau mengabaikan permintaan informasi. Dengan lahirnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi, memang para pejabat publik atau pengelola informasi tak bisa lagi seenaknya menolak memberikan informasi dengan berbagai alasan. Para pemohon informasi berhak mengajukan gugatan terhadap pejabat publik ke Komisi Informasi. Bahkan, jika tidak puas dengan putusan Komisi Informasi, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008 membolehkan pemohon informasi menggugat ke pengadilan. Undang-undang tersebut juga mengatur soal pemberian sanksi pidana penjara satu tahun dan denda Rp 5 juta bagi pejabat yang menolak memberikan informasi publik yang berakibat merugikan orang lain. Jika pejabat publik sengaja membuat informasi publik tidak benar dan menyesatkan, ia dijerat pidana dengan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 5 juta. Sebaliknya, bagi masyarakat, undang-undang ini mengakhiri ketertutupan informasi selama ini. Juga untuk meminimalkan praktek suap dan korupsi karena memperdagangkan informasi dan mengakhiri pemanfaatan informasi publik (memelintir) untuk kepentingan tertentu. Tantangan saat ini, bagaimana persiapan kita menyambut implementasi Undang-Undang No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik? Bahan bacaan: Indrajit, R.E. 2002. E-Government: Strategi Pembanguan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik berbasis Teknologi Digital. Penerbit Andi. Yogyakarta. _________. 2005. Kerangka konseptual Domain Kunci Keberhasilan Proyek Perencanaan dan Pengembangan Electronic Government dalam Supangkat, S.H.; J. Sembiring; Y. Rosmansyah (ed.). Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi: e-Indonesia Initiatives 2005. Bandung. h. 367-371. Lucas, H.C.Jr. 1987. Analisis Desain dan Implementasi Sistem Informasi. Erlangga. Jakarta. O’Brien, James A, 2003, Introduction to Information System, Irwin/McGraw-Hill. Rosmansyah, Y.; S. Zuhri, dan S.H.Supangkat. 2006. Sebuah Rancangan Roadmap Tekonologi Informasi dan Komunikasi. dalam Supangkat, S.H.; J. Sembiring; Y. Rosmansyah (ed.). Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia. Bandung. h. 182-186. Rust, R.T. and P.K. Kannan. 2002. e-Service: New Directions in Theory and Practice. ME Sharpe. New York. Suprawoto. 2007. Pelayanan Publik melalui E-Government: Studi Kasus pada Pelayanan KTP Online, PSB Online, dan e-Procurement di Kota Surabaya. Disertasi. Universitas Brawijaya, Malang. 11