1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Ruang

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Ruang Komunal
Istilah ruang komunal merupakan terjemahan dari bahasa inggris
untuk istilah public space. Public space dapat diartikan ruang yang
digunakan untuk umum. Sesuai dengan pendapat Altman (dalam fisher,
1984) wilayah atau tetitori publik mempunyai prinsip bahwa setiap orang
diperkenankan untuk berada di tempat itu. Roger Scruption (dalam BengHaut, 1992) menjelaskan bahwa istilah ruang publik/ ruang komunal merujuk
pada lokasi yang :

Dapat diakses oleh setiap orang

Kurang sesuai untuk digunakan individual

Perilaku pengguna ruang terikat oleh norma sosial yang berlaku
Menurut Field (1992), ruang komunal termasuk public goods yang
mana mempunyai karakter sebagai berikut :

Nilai kegunaan dari public goods tidak akan berukuran/ menurun
apabila dikonsumsi oleh seseorang

Berbeda dengan private goods , penyedia private goods tidak dapat
melarang pengguna yang tidak ikut membayar untuk turut menikmati
barang tersebut.
Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa ruang komunal
merupakan ruang yang mudah diakses dan dipergunakan oleh masyarakat
luas dalam berinteraksi sosial, baik dikelola oleh pemerintah, swasta, maupun
masyarakat.
Pengertian Ruang Publik
Darmawan (2003:1) ruang
publik memiliki fungsi ruang interaksi
sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat, dan tempat apresiasi
budaya. Menurut Carr (1992) ruang publik dapat diartikan sebagai ruang
milik bersama, tempat masyarakat melakukan aktifitas fungsional dan ritual
dalam ikatan komunitas, baik dalam kehidupan rutin sehari–hari, maupun
9
10
dalam suatu perayaan. Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa ruang publik merupakan wadah interaksi sosial
masyarakat, ruang tempat semua lapisan masyarakat bertemu dan
berinteraksi. Ruang publik adalah ruang terbuka yang mampu menampung
kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama. Kedua
pengertian di atas merupakan pengertian ruang publik secara umum pada
sebuah kota dan mengacu pada ruang terbuka.
Jenis Ruang Publik
Meskipun sebagian ahli mengatakan bahwa umumnya ruang publik
adalah ruang terbuka, Hakim (1987) dalam Studyanto (2009) menjelaskan
bahwa ruang publik terbagi menjadi dua jenis :
a.
Ruang publik tertutup, yaitu ruang publik yang terdapat didalam suatu
bangunan.
b.
Ruang publik terbuka, yaitu ruang publik yang berada di luar
bangunan yang sering juga disebut ruang terbuka (open space).
Dalam konteks penelitian ini, ruang publik yang dimaksud mengacu
pada ruang publik tertutup atau ruang publik yang terdapat dalam bangunan
rumah susun. Sehingga, pengertian ruang publik adalah wadah interaksi
sosial masyarakat penghuni rumah susun, tempat penghuni rumah susun
bertemu, berinteraksi, dan melakukan aktifitas bersama. Dapat pula menjadi
tempat melakukan hajatan bagi penghuni rumah susun.
Jenis Kegiatan Pada Ruang Publik
Dari pembahasan di atas mengenai pengertian ruang publik, diketahui
bahwa fungsi ruang publik adalah sebagai wadah interaksi sosial, yang
menampung kebutuhan akan tempat untuk bertemu, berinteraksi, melakukan
aktifitas bersama, dan melaksanakan hajatan. Kemudian dari fungsi ruang
publik tersebut, dirumuskan tiga kelompok jenis kegiatan yang dapat
diwadahi oleh ruang publik dalam rumah susun, sebagai berikut :
a. Berkumpul dan berinteraksi
Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam kelompok ini misalnya
bertegur sapa, berkumpul (berdiri maupun duduk), berbincang/ngobrol.
11
b. Bermain dan berolahraga
Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam kelompok ini misalnya
bermain kartu, berbagai permainan anak-
anak, catur, senam, dan lainlain.
c. Melaksanakan acara/hajatan
Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam kelompok ini misalnya
arisan, ulang tahun, pernikahan, rapat penghuni, dan lain-lain.
Ruang publik sama dengan ruang komunal dan untuk selanjutnya di
penelitian ini akan disebut ruang komunal.
2.1.2
Ruang Komunal Mahasiswa
Ruang komunal mahasiswa merujuk pada ruang publik di kampus
yang lebih sering digunakan oleh mahasiwa untuk
berinteraksi social.
Disamping ruang komunal untuk kegiatan yang bersifat formal seperti ruang
kuliah, juga terdapa ruang komunal untuk kegiatan informal seperti ruang
parkir, selasar, hall, teras, tangga. Menurut C.M. Deasy (1985), karakteristik
ruang komunal mahasiwa di kampus mempunyai karakter umum sebagai
berikut :

Berbatasan/berdekatan
dengan
rute
sirkulasi
utama
kampus,
memindahkan ruang sosial ke tempat-tempat yang jauh umumnya
tidak berhasil, kecuali dipaksakan atraksi tambahan untuk menarik
mahasiwa menjauh dari rute normal mereka.

Sebagian besar lebih berhasil pada perempatan jalan, pada tempattempat tujuan utama atau bersama dengan pelayanan makanan.
2.1.3

Menyediakan beberapa fasilitas tempat duduk.

Menyediakan beberapa fasilitas untuk berteduh.
Ruang Komunal sebagai Tempat Interaksi
Menurut Wijayanti (2000) kegiatan yang bersifat formal adalah
kegiatan yang dilaksanakan berdasar jadwal (terstruktur) dan kegiatan
tersebut dipimpin oleh dosen. Kegiatan yang bersifat informal yaitu kegiatan
yang dilaksanakan atas dasar kesadaran sendiri, dan tanpa pemrakarsa.
12
Termasuk dalam kegiatan ini adalah ; berbincang-bincang, menunggu kuliah,
menunggu dosen, menunggu teman, berdiskusi dan lain sebagainya.
Berdasarkan penelitian Wijayanti (2000) ruang yang dimanfaatkan
oleh mahasiswa untuk melakukan kegiatan berinteraksi sosial karena adanya
alasan sebagai berikut :

Dekat dengan ruang yang dituju (kurang lebih 25m)

Tempat yang teduh, terletak di dalam suatu bangunan, terhalang dari
sinar matahari dan hujan secara langsung maupun tak langsung, dan
terhalang dari angina keras

Tempat terbuka dengan dinding pada satu atau dua sisi

Tempat yang kosong

Tempat yang dapat digunakan untuk duduk nyaman sesuai egonomik

Bebas, tidak terhalang melihat ke arah tempat parkir

Bebas, tidak terhalang melihat ke arah kehadiran dosen

Kemudahan mendapatkan informasi
Sedangkan interaksi sosial yang dilakukan oleh mahasiswa di ruang
komunal menurut Wijayanti (2000) adalah :

Memanfaatkan kondisi pola yang tersedia : lantai dan anak tangga
untuk duduk, dinding atau kolom untuk bersandar

Duduk atau berdiri pada sudut-sudut ruang

Duduk bersandar pada sepanjang dinding dan di sudut ruangan pada
ruangan tertutup

Duduk bersebelahan saat menunggu kuliah, menunggu dosen,
menunggu teman dan dengan orientasi konvergen

Duduk berhadapan saat berdiskusi dan mengerjakan tugas, orientasi
memusat

Duduk berkelompok, bergabung dengan teman satu angkatan
Dalam Berliana (2008) ruang komunal atau ruang publik berguna
untuk menampung kegiatan sosial masyarakat dengan kriteria yang dijelaskan
dalam Sunaryo et.al (2010) sebagai berikut:
 Ruang tempat masyarakat berinteraksi, melakukan beragam kegiatan
13
secara berbagi dan bersama, meliputi interaksi sosial, ekonomi dan
budaya, dengan penekanan utama pada aktivitas sosial, menjadi
wadah kegiatan komunal interaksi masyarakat dimana terjadi
beragam aktivitas, merupakan ruang dimana masyarakat berbagi
ruang dan waktu untuk aktivitasnya.
 Ruang yang diadakan, dikelola dan dikontrol secara bersama baik
oleh instansi publik maupun privat didedikasikan untuk kepentingan
dan kebutuhan publik. Dengan begitu dapat diambil kesimpulan
bahwa ruang komunal memiliki sifat publik.
 Ruang yang terbuka dan aksesibel secara visual maupun fisik bagi
semua tanpa kecuali.
Pada pengertian ini, ruang komunal diartikan
sebagai ruang yang terbuka/outdoor yang memiliki kemudahan
pencapaian dan bersifat visible atau mudah dilihat. Aspek
aksesibilitas dan visibilitas ini termasuk hal yang mendukung fungsi
ruang komunal.
 Ruang dimana masyarakat mendapat kebebasan beraktivitas.
2.1.4
Mahasiswa dan Perilaku
Mahasiswa adalah insan peserta didik yang terdaftar dan belajar pada
perguruan tinggi tertentu. Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi yang dapat membentuk akademi,
politeknik, sekolah tinggi, institute ataupun universitas (Emyll; 1994 dalam
Alfianingsih; 1998).
Menurut sudut pandang ilmu psikologi, khususnya psikologi
perkembangan, mahasiswa dapat digolongkan berada dalam remaja akhir/
dewasa awal (Monks; 1981). Pada masa ini kondisi psikologi yang khusus
adalah individu berada dalam proses menuju kemandirian antara lain
mencoba melepaskan diri dari kontrol orang tua dan beradaptasi dengan
masyarakat luas. Menurut Aryatmi (1985), masa remaja merupakan masa
penuh tantangan dan kesukaran, masa yang menuntut ndividu menentukan
sikap dan pilihan, menuntut kemampuan menyesuaikan diri. Dalam
melaksanakan kegiatan belajarnya, mahasiswa akan selalu berinteraksi baik
sesamanya maupun dengan civitas akademik lainnya. Kegiatan berinteraksi
14
ini berlangsung sepanjang jam-jam kegiatan mereka di kampus. Kegiatan
interaksi mahasiswa yang berlangsung di kampus dapat bersifat formal
maupun informal.
2.1.5 Pola-Pola Ruang Komunal
Menurut Edi Purwanto (2012) parameter untuk mengidentifikasi pola-pola
ruang komunal dibagi dalam 5 parameter yaitu :

Sifat kegiatan ditentukan oleh berdasarkan klasi- fikasi formal atau
tidak formal, kegiatan formal misalnya arisan, rapat RT, sedangkan
kegiatan formal misalnya siskamling, duduk santai sambil mengobrol.

Frekwensi kegiatan
Frekwensi kegiatan dapat diidentifikasi berdasakan jam, harian,
mingguan, bulanan.

Ruang yang digunakan berupa ruang yang direncanakan sejak awal,
berbentuk ruang pertemuan (tertutup) di lantai dasar masing-masing
blok bangunan, ruang bersama tiap lantai tiap blok bangunan
berbentuk selasar yang diperlebar, ruang terbuka berupa taman dan
lapangan olah raga. Ruang yang tidak direncanakan sejak awal,
berupa ruang-ruang yang digunakan sebagai ruang bersama berupa
selasar, lobby/hall, tangga, tempat usaha, dan sebagainya.

Skala kegiatan
Skala kegiatan dibagi menjadi dua, yaitu skala intern RT/kelompokkelompok kecil dan antar RT.

Jarak jangkauan
Jarak jangkauan diukur berdasarkan jarak antara unit hunian dengan
ruang komunal, bisa dekat, sedang, dan jauh.
Berdasarkan 5 parameter tersebut diatas, pola-pola ruang komunal dibagi
dalam 3 kelompok besar, yaitu :

Pola untuk intensitas aktivitas tinggi
Pola ruang komunal dengan intensitas tinggi lebih banyak dipengaruhi
oleh parameter kegiatan yang tidak formal dengan frekuensi jamharian, memanfaatkan ruang-ruang yang tidak direncanakan seperti
salasar, tangga, lobby, merupakan tempat interaksi antar tetangga
15
dengan jarak jangkauan dari hunian relative dekat.

Pola untuk intensitas aktivitas sedang
Pola ruang komunal dengan intensitas sedang lebih banyak
dipengaruhi oleh parameter kegiatan formal dan tidak formal dengan
frekuensi mingguan, memanfaatkan ruang-ruang yang direncanakan
seperti ruang pertemuan dengan jarak jangkauan dari hunian relative
sedang.

Pola untuk intensitas aktivitas rendah
Pola ruang komunal dengan intensitas rendah lebih banyak
dipengaruhi oleh parameter kegiatan formal dengan frekuensi
mingguan – bulanan, memanfaatkan ruang-ruang yang direncanakan
seperti ruang pertemuan tertutup, parkir sepeda motor dengan jarak
jangkauan dari hunian relatif jauh.
2.1.6
Persepsi Ruang Komunal
Persepsi merupakan proses yang integrated dari individu terhadap
stimulus yang diterimanya (Moskowitz dan Orgel, dalam Walgito, 1994),
teori tersebut dilengkapi dan ditunjang oleh teori Sarlito (1992) bahwa
persepsi itu dibentuk dari individu dan setting fisik lingkungannya. Kedua
teori tersebut juga ditunjang lebih dalam oleh Weisman (1981) yang
menyatakan bahwa fenomena perilaku merupakan hasil interaksi anatara
organisasi dengan setting fisik. Fenomena perilaku tersebut terdapat beberapa
macam, salah satunya adalah pembentukan persepsi. Juga menurut Rita
(1983) persepsi merupakan proses pengorganisasian dan penafsiran terhadap
stimulus yang diberikan oleh lingkungan. Sehingga aspek individu dan aspek
setting fisik sangat berkaitan dalam pembentukan persepsi. Sehingga
organisasi kajian teori dapat dilihat pada skema berikut :
16
Gambar 2.1 Diagram Organisasi Kajian Teori
Sumber : Rita, 1983
Melihat skema diatas, dalam menemukan faktor pembentuk persepsi
ruang komunal, diperlukan variabel-variabel faktor yang berasal dari variabel
persepsi dan variabel ruang komunal. Maka, kajian teori akan memaparkan
teori-teori persepsi dan teori ruang komunal sebagai setting untuk
membangun variabel faktor dalam penelitian. Berikut pembahasan kedua
teori tersebut untuk membangun variabel penelitian.
Teori persepsi menurut Moskowitz dan Orgel dalam Walgito (1940),
persepsi merupakan proses integrated dari individu terhadap stimulus yang
diterimanya, yaitu sebagai proses pengorganisasian, penginterpretasian,
terhadap stimulus yang diterima oleh individu, sehingga merupakan sesuatu
yang berarti dan merupakan aktifitas yang intergrated dalam diri individu.
Teori tersebut didukung oleh Rita (1983) dimana persepsi diartikan sebagai
proses pengorganisasian dan penafsiran terhadap stimulus yang diberikan
oleh lingkungan. Dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu respon
berupa
penilaian
seorang
individu
terhadap
rangsangan/
stimulus
lingkungannya.
Pada kajian sebelumnya, telah disimpulkan mengenai definisi dan
pemahaman persepsi. Selanjutnya, munculnya persepsi dapat dilihat dengan
adanya motif, harapan dan minat menurut Rita (1983).
17
Motif, harapan dan minat dapat dipahami sebagai berikut:

Motif
Motif merupakan suatu dorongan individu yang bisa membuat
individu
melakukan
kegiatan
dan
mencapai
tujuan
tertentu.
Berdasarkan pada teori Woodwort dalam Gerungan (2000) terdapat
beberapa kemungkinan fenomena yang terjadi yang bisa menafsirkan
motif seseorang yaitu
o Pelaku menentang lingkungan
o Pelaku ikut serta/memanfaatkan lingkungan
o Pelaku pergi dari lingkungan
Dalam berkegiatan di suatu tempat, manusia memiliki beberapa
pilihan seperti diatas untuk mencapai tujuan tertentu dan indikator diatas
yang digunakan untuk mengukur motif penduduk dalam berkegiatan di
Tambak Mulyo.

Harapan
Harapan adalah sesuatu yang diinginkan untuk menjadi kenyataan.
Dalam mewujudkan suatu harapan, manusia memerlukan “aksi”,
sehingga variabel harapan disini bisa dioperasionalkan dalam bentuk
kegiatan/respon aksi.

Minat
Minat dapat diartikan sebagai kecenderungan hati terhadap sesuatu.
Disini minat merepresentasikan tujuan utama seseorang/kelompok
berkegiatan di suatu tempat.
Berdasarkan simpulan dari teori diatas, maka persepsi ruang komunal
memiliki makna bahwa warga memandang/menilai suatu ruang sebagai ruang
komunal berdasarkan rangsangan yang ada di lingkungan tersebut. Dimana
ruang komunal sendiri adalah ruang milik bersama yang bersifat publik dan
bisa digunakan oleh individu/kelompok dalam melakukan aktifitas tertentu.
Dalam penilaian persepsi ruang komunal masyarakat, akan diukur dengan
variabel motif, minat, dan harapan oleh Rita (1983) dengan penyesuaian dan
pengoperasionalan variabel sesuai dengan konteks ruang komunal.
18
Dalam penilaian persepsi, juga akan dikaji dan dibangun variabel dari
teori Ittelson (1978) yang memaparkan dimensi persepsi urban design dalam
4 ranah dibawah ini.

Kognitif
Merupakan suatu pemikiran, pengorganisasian suatu informasi yang
mempermudah kita membuat pemahaman tentang suatu lingkungan.

Afektif
Perasaan yang mempengaruhi persepsi termasuk makna dalam
asosiasi lingkungan.

Interpretatif
Penafsiran atas sebuah stimulan yang ada di lingkungan.

Evaluatif
Merupakan penyatuan nilai sehingga membentuk suatu justifikasi
seperti “baik/buruk” nya suatu nilai.
2.1.7 Public Places Inside
Menurut C.M.Deasy, FAIA (1990) dalam bukunya yang berjudul
“Designing Places for People” kebutuhan pertama untuk seseorang
memasuki bangunan yaitu informasi yang jelas, oleh karena itu ruang publik
harus menyediakan resepsionis, pusat informasi, buku tamu, dan denah ruang
publik.
Desain harus menunjukkan bahwa pengunjung dianggap sebagai
manusia, sehingga :
o Mengakomodasi transisi dari luar ke dalam.
o Menyediakan tempat duduk dari jenis dan jumlah yang tepat.
o Menyediakan sistem antrian di mana pun orang harus menunggu
untuk layanan.
o Menghibur atau menginformasikan orang-orang yang menunggu.
2.1.8 Public Places Outside
Menurut C.M.Deasy, FAIA (1990) dalam bukunya yang berjudul
“Designing Places for People”.
19
Personal Safety

Desain untuk kebutuhan perumahan lokal.

Konsentrasikan kegiatan di sejumlah daerah.

Meningkatkan lalu lintas kaki melalui taman.

Mempertahankan visibilitas yang baik ke taman.

Menyediakan kawasan lindung untuk anak-anak kecil.
Friendship Formation Group Membership

Membuat kegiatan terlihat dari perimeter taman.

Menyediakan cara pintas yang menarik melalui taman.

Mengatur jalan setapak untuk melintasi bidang kegiatan yang
beragam.

Menyediakan area kinerja sepanjang jalan atau di tengah berjalan.

Menyediakan tempat duduk di taman entri dan daerah masing-masing
kegiatan.
2.1.9
Teori Proxemics
Jarak dan Ruang
Studi yang menelaah persepsi manusia atas ruang (pribadi dan social),
cara manusia menggunakan ruang, dan pengaruh ruang dalam komunikasi
disebut Proxemic. (Edward T. Hall dalam Mulyana, 2005).
Biasanya kita mempunyai tempat, misalnya di mana kita biasa duduk
saat kuliah atau bekerja, ruang mana yang biasa digunakan oleh masingmasing anggota keluarga. Bahkan dalam interaksi sehari- hari di luar rumah,
misalnya dalam menggunakan fasilitas umum, walaupun kita berdesakdesakkan, namun tetap ada ruang/sudut kita sendiri. Artinya, orang membuat
jarak atau ruang.
Jarak atau ruang memiliki fungsi:


Safety : Ketika ada jarak antara kita dan orang lain, kita akan merasa
aman karena kita yakin orang tersebut tidak akan menyerang kita
dengan mengejutkan.
Communication : ketika orang-orang berdekatan dengan kita, kita
akan dengan mudah berkomunikasi dengan mereka

Affection : Ketika orang-orang dekat dengan kita, kita bisa saling
menjalin keakraban
20

Threat : atau ancaman, bisa dilakukan hal sebaliknya, kita dapat
mempertimbangkan memperlakukan orang lain dengan melanggar
ruang mereka. Kebiasaan/kecenderungan penggunaan ruang muncul
karena dorongan teritorial.
Menurut Edward T. Hall, seorang antropolog, penggunaan ruang
berhubungan erat dengan kemampuan bergaul dengan sesama dan penentuan
keakraban antara diri dengan orang lain. Berdasarkan pengamatannya di
Amerika Utara, Hall menentukan 4 zone jarak di mana manusia bergerak
tersebut:
1.
Jarak Intim 0-18 inci (< 0,5m) Jarak ini biasa digunakan dengan
orang yang intim. Pada jarak ini, kehadiran orang lain secara fisik
dirasa mengganggu. Dalam jarak ini, pandangan mata terdistorsi dan
suara-suara yang terdengar berupa sebuah bisikan, erangan, atau
dengkuran. Pada jarak ini juga dua orang tersebut dapat merasakan
panas dan bau tubuh serta dapat menyentuh pasangannya. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa ada saat-saat di mana kita ikut terlibat
dengan emosi seseorang, perasaan kita berubah mengikuti moodnya.
Namun berdesak-desakkan di dalam lift tidak termasuk dalam
kategori ini karena syarat yang ada dalam kategori ini adalah harus
terdapat kesengajaan atau ada daya tarik-menarik antara dua orang
tersebut.
2.
Jarak Pribadi (Personal) 18 inci - 4 kaki (± 0,5m-1,5m) 18 inci
merupakan jarak terluar dari jarak intim dan awal dari jarak personal.
Pada jarak ini kita kehilangan rasa panas dan bau badan pasangan
kecuali bila menggunakan wewangian yang kuat baunya. Pandangan
mata mulai terlihat fokus dan suara yang dikeluarkan mulai memiliki
arti verbal. Walaupun syarat yang termasuk dalam tipe ini khas,
namun
seseorang
masih
dapat
memegang,
atau
mendorong
pasangannya. Jarak ini merupakan jarak interaksi dari teman baik,
juga merupakan jarak yang paling sesuai bagi orang-orang yang
mendiskusikan masalah-masalah pribadi.
3.
Jarak Sosial 4 - 10 kaki (1,5m-3m Disebut juga sebagai jarak
psikologis, dimana seseorang mulai merasa cemas saat orang lain
21
memasuki batas wilayahnya (merupakan zona transaksi impersonal).
Dalam jarak ini kita dapat benar- benar melihat dan mendengar
dengan jelas. Mata kita dapat fokus pada keseluruhan wajah orang
yang dihadapi ketika jaraknya lebih dari 8 kaki. Jarak ini sesuai untuk
pertemuan-pertemuan dalam urusan kantor dan tidak menjadi masalah
ketika kita tidak peduli dengan kehadiran orang lain dan mudah untuk
tidak terlibat dalam pembicaraan orang-orang di sekitar kita pada
jarak tersebut.
4.
Jarak Publik 10 kaki - tidak terbatas (± 3m)
Sekali seseorang ada pada jarak ini kita dapat memahami nuansa arti
dari wajah atau intonasi suara orang lain. Mata kita dapat memandang
tubuh orang lain. Ini merupakan jarak perkuliahan, pertemuan massa,
interaksi dengan figur yang memiliki kekuatan.
Tabel 2.1 Zona Jarak
Sumber : Joyce Marcella Laurens, 2004
Dari jarak yang digunakan orang dalam berkomunikasi dapat kita maknai
sebagai berikut:

Status
Orang-orang dengan status setara membuat jarak yang lebih dekat
antara mereka dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki status
berbeda.

Konteks
Makin besar jarak, makin besar pula usaha yang dibutuhkan untuk
memperkecil jarak tersebut agar isi komunikasi dapat dikelola.
22

Masalah
Makin rahasia masalah yang dibicarakan, makin dekat pula jarak yang
dibuat. Sebaliknya, makin umum permasalahan, makin jauh jarak
yang dibuat.

Jenis kelamin dan usia
Sesama wanita mengambil jarak yang lebih dekat dibandingkan
dengan yang dilakukan pria dengan sesama jenis kelaminnya atau
antara pria dan wanita.

Penilaian positif dan negatif
Orang mengambil jarak yang lebih jauh dengan orang lain yang
memiliki status lebih tinggi, figur kekuasaan, musuh, orang-orang
yang memiliki cacat fisik, orang dari ras yang berbeda, dan juga dari
orang-orang yang dinilai negatif dibandingkan dengan jarak yang
dibuat dengan teman atau anggota kelompok.
2.1.10 Arsitektur dan Perilaku Manusia
Hasil desain arsitektur dapat menjadi salah satu fasilitator terjadinya
perilaku, namun juga bisa menjadi penghalang terjadinya perilaku. Kebiasaan
mental dan sikap perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya.
Menurut Drucker (1969) mengindikasikan bahwa “sebagian besar yang kita
lihat adalah sesuatu yang ingin kita lihat”. Sementara itu, Charles Jencks
(1971) menambahkan bahwa dalam masyarakat yang pluralis, arsitek dituntut
untuk mengenali berbagai konflik dan mampu mengartikulasi bidang sosial
setiap manusia pada setiap situasi sosial tertentu.
Bentuk tatanan di ruang-ruang publik dibagi menjadi dua, yaitu:

Ruang Sosiopetal (Sociopetal)
Istilah sosiopetal merujuk pada suatu tatanan yang mampu
memfasilitasi interaksi sosial. Tatanan sosiopetal yang paling umum
adalah meja makan, tempat anggota keluarga berkumpul mengelilingi
meja dan saling erhadapan satu sama lain. Ruang rapat dengan tatanan
perabotnya akan menentukan posisi pimpinan rapat. Pemakaian meja
bundar akan semakin memperkuat pembentuk ruang sosiopetal.
Selain tata perabot, pembentukan ruang pun akan sangat berperan
dalam keberhasilan membentuk ruang sosiopetal.
23

Ruang Sosiofugal (Sociofugal)
Ruang sosiofugal adalah tatanan yang mampu mengurangi interaksi
sosial. Tatanan sosiofugal kerap kali ditemukan pada ruang tunggu.
Misalnya, ruang tunggu stasiun kereta api atau bandara tempat para
pengunjung duduk saling membelakangi.
Tatanan yang baik bergantung pada interaksi sosial yang diharapkan terjadi di
lingkungan tersebut. Meskipun tatanan tempat duduk sudah dibuat saling
berhadapan, tidak selalu berarti bahwa akan terjadi percakapan menurut
Gifford (1981). Ada faktor lain seperti kepribadian seseorang yang juga akan
memperngaruhi proses sosialisasi
2.1.11 Fasilitas Sekunder
Standarisasi Desain Perpustakaan Perguruan Tinggi
Gedung/luas ruangan
Berdasarkan Standar Nasional Perpustakaan Perguruan Tinggi, perpustakaan
menyediakan gedung/luas lantai sebagai berikut :
Tabel 2.2 Luas Ruangan Perpustakaan
Jumlah Mahasiswa
Luas Ruang
>1000
200 m2
1000 – 2500
500 m2
2501 – 5000
1000 m2
5001 – 7500
1500 m2
7501 – 10000
2000 m2
10001 - 20000
4000 m2
Sumber : Safna-aniez.blogspot.com, diakses April 2014
Komposisi ruang :
Berdasarkan Standart Nasional Perpustakaan Perguruan Tinggi, ruang
perpustakaan meliputi :

Area koleksi 45 %

Area pemustaka 25 %

Area kerja 10 %
24
Koleksi :
Berdasarkan Standar Nasional Perpustakaan Perguruan Tinggi, standar jenis
dan jumlah koleksi dalam perpustakaan sebagai berikut :
Koleksi perpustakaan berbentuk karya tulis, karya cetak, dan/karya rekam
terdiri atas fiksi dan nonfiksi. Koleksi nonfiksi terdiri atas buku wajib mata
kuliah, bacaan umum, referensi, terbitan berkala, muatan lokal, laporan
penelitian dan lieratur kelabu.
Jumlah buku wajib dihitung menggunakan rumus 1 program studi X (144 sks
dibagi 2 sks permatakuliah) X 2 judul permata kuliah = 144 judul buku wajib
per program studi.
Pola yang terjadi pada perpustakaan :
Gambar 2.2 Pola Area Baca pada Perpustakaan
Sumber : Neufert, 2002
Gambar 2.3 Pola Area Baca Individual
Sumber : Neufert, 2002
Perpustakaan memiliki area baca yang memiliki dua pola yaitu untuk
individu yang membutuhkan kondisi yang serius dan kelompok yang
membutuhkan eye contact. Pola tersebut dapat diterapkan dengan penataan
meja yang berhadapan maupun meja berhadapan namun terhalang.
25
Café/Resto
Untuk dapat makan dengan nyaman, seseorang membutuhkan meja
dengan lebar rata-rata 60cm dan ketinggian 40cm. Lebar keseluruhan meja
dipengaruhi oleh perangkat makan, oleh sebab itu lebar keseluruhan untuk
sebuah meja yang ideal adalah 80-85cm.
Gambar 2.4 Ukuran Pola Area Makan
Sumber : Neufert, 2002
Gambar 2.5 Pola Meja Persegi Area Makan
Sumber : Neufert, 2002
Gambar 2.6 Pola Meja Bundar Area Makan
Sumber : Neufert, 2002
Ruang utama sebuah ruang makan adalah ruang pengunjung. Jumlah
meja
atau kursi seharusnya bebas untuk pengelompokan meja yang leluasa.
26
Sehingga penataan meja dibuat dengan format dua orang sehingga apabila
pengguna bersifat kelompok (lebih dari dua orang) maka meja dapat ditata
dengan format kelipatannya, untuk mempermudah sirkulasi penggunanya.
Toko
Gambar 2.7 Pola Toko
Sumber : Neufert, 2002
Pengaturan sirkulasi pelanggan yang membuat pola tersebut terbentuk.
Sirkulasi pelanggan juga harus merupakan bagian yang terintegrasi dengan
baik. Pintu masuk pada a dan c terpisah, sedangkan pada b dihubungkan.
Fitness Center
Gambar 2.8 Contoh Ruangan Fitness
Sumber : Neufert, 2002
27
Stage Performer
Gambar 2.9 Pola Alternatif Stage Performer
Sumber : Neufert, 2002
Panggung kecil :
Dasar panggung tidak lebih dari 100 meter persegi, tanpa perluasan panggung
(panggung samping), langit-langit panggung tidak lebih tinggi dari 1m di atas
tinggi pintu gerbang dan panggung kecil tidak memerlukan tirai besi.
Gambar 2.10 Pola Alternatif Stage Performer
Sumber : Neufert, 2002
2.2
Hipotesis
Berdasarkan dari teori dan referensi yang sudah ada, dapat diambil
hipotesis bahwa dengan adanya penambahan dan pemusatan fasilitas
sekunder mahasiswa Universitas Bina Nusantara dengan menerapkan konsep
pola ruang komunal maka, dapat memperbaiki keadaan ekonomi sekitar binus
melalui perencanaan, pelayanan fasilitas dan tata kelola. Dan interaksi sosial
28
antar mahasiswa Universitas Bina Nusantara menjadi lebih baik dan tidak
lagi bersifat individual.
2.3
Novelty
Berbeda dengan ruang komunal yang dibahas pada tinjauan pustaka
sebelumnya yaitu ruang komunal yang terbentuk bersifat kognitif, ruang yang
sebelumnya tidak direncanakan dalam perancangan sebagai ruang yang
menghasilkan interaksi sosial, namun tetap memiliki fungsi yang sama yaitu
ruang publik. Dalam proyek ini ruang komunal direncanakan dalam
perancangan. Ruang komunal Binus tidak hanya berfungsi untuk berkumpul
dan berinteraksi, namun juga dilengkapi fasilitas-fasilitas lain untuk
menunjang dan memenuhi aktivitas sekunder mahasiswa Binus. Terdapat
ruang berkumpul, ruang makan, ruang olahraga, dan lain-lain dalam satu
ruang komunal.
Download