BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Ruang Komunal Istilah ruang komunal merupakan terjemahan dari bahasa inggris untuk istilah public space. Public space dapat diartikan ruang yang digunakan untuk umum. Sesuai dengan pendapat Altman (dalam fisher, 1984) wilayah atau tetitori publik mempunyai prinsip bahwa setiap orang diperkenankan untuk berada di tempat itu. Roger Scruption (dalam BengHaut, 1992) menjelaskan bahwa istilah ruang publik/ ruang komunal merujuk pada lokasi yang : Dapat diakses oleh setiap orang Kurang sesuai untuk digunakan individual Perilaku pengguna ruang terikat oleh norma sosial yang berlaku Menurut Field (1992), ruang komunal termasuk public goods yang mana mempunyai karakter sebagai berikut : Nilai kegunaan dari public goods tidak akan berukuran/ menurun apabila dikonsumsi oleh seseorang Berbeda dengan private goods , penyedia private goods tidak dapat melarang pengguna yang tidak ikut membayar untuk turut menikmati barang tersebut. Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa ruang komunal merupakan ruang yang mudah diakses dan dipergunakan oleh masyarakat luas dalam berinteraksi sosial, baik dikelola oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Pengertian Ruang Publik Darmawan (2003:1) ruang publik memiliki fungsi ruang interaksi sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat, dan tempat apresiasi budaya. Menurut Carr (1992) ruang publik dapat diartikan sebagai ruang milik bersama, tempat masyarakat melakukan aktifitas fungsional dan ritual dalam ikatan komunitas, baik dalam kehidupan rutin sehari–hari, maupun 9 10 dalam suatu perayaan. Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang publik merupakan wadah interaksi sosial masyarakat, ruang tempat semua lapisan masyarakat bertemu dan berinteraksi. Ruang publik adalah ruang terbuka yang mampu menampung kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama. Kedua pengertian di atas merupakan pengertian ruang publik secara umum pada sebuah kota dan mengacu pada ruang terbuka. Jenis Ruang Publik Meskipun sebagian ahli mengatakan bahwa umumnya ruang publik adalah ruang terbuka, Hakim (1987) dalam Studyanto (2009) menjelaskan bahwa ruang publik terbagi menjadi dua jenis : a. Ruang publik tertutup, yaitu ruang publik yang terdapat didalam suatu bangunan. b. Ruang publik terbuka, yaitu ruang publik yang berada di luar bangunan yang sering juga disebut ruang terbuka (open space). Dalam konteks penelitian ini, ruang publik yang dimaksud mengacu pada ruang publik tertutup atau ruang publik yang terdapat dalam bangunan rumah susun. Sehingga, pengertian ruang publik adalah wadah interaksi sosial masyarakat penghuni rumah susun, tempat penghuni rumah susun bertemu, berinteraksi, dan melakukan aktifitas bersama. Dapat pula menjadi tempat melakukan hajatan bagi penghuni rumah susun. Jenis Kegiatan Pada Ruang Publik Dari pembahasan di atas mengenai pengertian ruang publik, diketahui bahwa fungsi ruang publik adalah sebagai wadah interaksi sosial, yang menampung kebutuhan akan tempat untuk bertemu, berinteraksi, melakukan aktifitas bersama, dan melaksanakan hajatan. Kemudian dari fungsi ruang publik tersebut, dirumuskan tiga kelompok jenis kegiatan yang dapat diwadahi oleh ruang publik dalam rumah susun, sebagai berikut : a. Berkumpul dan berinteraksi Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam kelompok ini misalnya bertegur sapa, berkumpul (berdiri maupun duduk), berbincang/ngobrol. 11 b. Bermain dan berolahraga Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam kelompok ini misalnya bermain kartu, berbagai permainan anak- anak, catur, senam, dan lainlain. c. Melaksanakan acara/hajatan Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam kelompok ini misalnya arisan, ulang tahun, pernikahan, rapat penghuni, dan lain-lain. Ruang publik sama dengan ruang komunal dan untuk selanjutnya di penelitian ini akan disebut ruang komunal. 2.1.2 Ruang Komunal Mahasiswa Ruang komunal mahasiswa merujuk pada ruang publik di kampus yang lebih sering digunakan oleh mahasiwa untuk berinteraksi social. Disamping ruang komunal untuk kegiatan yang bersifat formal seperti ruang kuliah, juga terdapa ruang komunal untuk kegiatan informal seperti ruang parkir, selasar, hall, teras, tangga. Menurut C.M. Deasy (1985), karakteristik ruang komunal mahasiwa di kampus mempunyai karakter umum sebagai berikut : Berbatasan/berdekatan dengan rute sirkulasi utama kampus, memindahkan ruang sosial ke tempat-tempat yang jauh umumnya tidak berhasil, kecuali dipaksakan atraksi tambahan untuk menarik mahasiwa menjauh dari rute normal mereka. Sebagian besar lebih berhasil pada perempatan jalan, pada tempattempat tujuan utama atau bersama dengan pelayanan makanan. 2.1.3 Menyediakan beberapa fasilitas tempat duduk. Menyediakan beberapa fasilitas untuk berteduh. Ruang Komunal sebagai Tempat Interaksi Menurut Wijayanti (2000) kegiatan yang bersifat formal adalah kegiatan yang dilaksanakan berdasar jadwal (terstruktur) dan kegiatan tersebut dipimpin oleh dosen. Kegiatan yang bersifat informal yaitu kegiatan yang dilaksanakan atas dasar kesadaran sendiri, dan tanpa pemrakarsa. 12 Termasuk dalam kegiatan ini adalah ; berbincang-bincang, menunggu kuliah, menunggu dosen, menunggu teman, berdiskusi dan lain sebagainya. Berdasarkan penelitian Wijayanti (2000) ruang yang dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk melakukan kegiatan berinteraksi sosial karena adanya alasan sebagai berikut : Dekat dengan ruang yang dituju (kurang lebih 25m) Tempat yang teduh, terletak di dalam suatu bangunan, terhalang dari sinar matahari dan hujan secara langsung maupun tak langsung, dan terhalang dari angina keras Tempat terbuka dengan dinding pada satu atau dua sisi Tempat yang kosong Tempat yang dapat digunakan untuk duduk nyaman sesuai egonomik Bebas, tidak terhalang melihat ke arah tempat parkir Bebas, tidak terhalang melihat ke arah kehadiran dosen Kemudahan mendapatkan informasi Sedangkan interaksi sosial yang dilakukan oleh mahasiswa di ruang komunal menurut Wijayanti (2000) adalah : Memanfaatkan kondisi pola yang tersedia : lantai dan anak tangga untuk duduk, dinding atau kolom untuk bersandar Duduk atau berdiri pada sudut-sudut ruang Duduk bersandar pada sepanjang dinding dan di sudut ruangan pada ruangan tertutup Duduk bersebelahan saat menunggu kuliah, menunggu dosen, menunggu teman dan dengan orientasi konvergen Duduk berhadapan saat berdiskusi dan mengerjakan tugas, orientasi memusat Duduk berkelompok, bergabung dengan teman satu angkatan Dalam Berliana (2008) ruang komunal atau ruang publik berguna untuk menampung kegiatan sosial masyarakat dengan kriteria yang dijelaskan dalam Sunaryo et.al (2010) sebagai berikut: Ruang tempat masyarakat berinteraksi, melakukan beragam kegiatan 13 secara berbagi dan bersama, meliputi interaksi sosial, ekonomi dan budaya, dengan penekanan utama pada aktivitas sosial, menjadi wadah kegiatan komunal interaksi masyarakat dimana terjadi beragam aktivitas, merupakan ruang dimana masyarakat berbagi ruang dan waktu untuk aktivitasnya. Ruang yang diadakan, dikelola dan dikontrol secara bersama baik oleh instansi publik maupun privat didedikasikan untuk kepentingan dan kebutuhan publik. Dengan begitu dapat diambil kesimpulan bahwa ruang komunal memiliki sifat publik. Ruang yang terbuka dan aksesibel secara visual maupun fisik bagi semua tanpa kecuali. Pada pengertian ini, ruang komunal diartikan sebagai ruang yang terbuka/outdoor yang memiliki kemudahan pencapaian dan bersifat visible atau mudah dilihat. Aspek aksesibilitas dan visibilitas ini termasuk hal yang mendukung fungsi ruang komunal. Ruang dimana masyarakat mendapat kebebasan beraktivitas. 2.1.4 Mahasiswa dan Perilaku Mahasiswa adalah insan peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu. Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi yang dapat membentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institute ataupun universitas (Emyll; 1994 dalam Alfianingsih; 1998). Menurut sudut pandang ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan, mahasiswa dapat digolongkan berada dalam remaja akhir/ dewasa awal (Monks; 1981). Pada masa ini kondisi psikologi yang khusus adalah individu berada dalam proses menuju kemandirian antara lain mencoba melepaskan diri dari kontrol orang tua dan beradaptasi dengan masyarakat luas. Menurut Aryatmi (1985), masa remaja merupakan masa penuh tantangan dan kesukaran, masa yang menuntut ndividu menentukan sikap dan pilihan, menuntut kemampuan menyesuaikan diri. Dalam melaksanakan kegiatan belajarnya, mahasiswa akan selalu berinteraksi baik sesamanya maupun dengan civitas akademik lainnya. Kegiatan berinteraksi 14 ini berlangsung sepanjang jam-jam kegiatan mereka di kampus. Kegiatan interaksi mahasiswa yang berlangsung di kampus dapat bersifat formal maupun informal. 2.1.5 Pola-Pola Ruang Komunal Menurut Edi Purwanto (2012) parameter untuk mengidentifikasi pola-pola ruang komunal dibagi dalam 5 parameter yaitu : Sifat kegiatan ditentukan oleh berdasarkan klasi- fikasi formal atau tidak formal, kegiatan formal misalnya arisan, rapat RT, sedangkan kegiatan formal misalnya siskamling, duduk santai sambil mengobrol. Frekwensi kegiatan Frekwensi kegiatan dapat diidentifikasi berdasakan jam, harian, mingguan, bulanan. Ruang yang digunakan berupa ruang yang direncanakan sejak awal, berbentuk ruang pertemuan (tertutup) di lantai dasar masing-masing blok bangunan, ruang bersama tiap lantai tiap blok bangunan berbentuk selasar yang diperlebar, ruang terbuka berupa taman dan lapangan olah raga. Ruang yang tidak direncanakan sejak awal, berupa ruang-ruang yang digunakan sebagai ruang bersama berupa selasar, lobby/hall, tangga, tempat usaha, dan sebagainya. Skala kegiatan Skala kegiatan dibagi menjadi dua, yaitu skala intern RT/kelompokkelompok kecil dan antar RT. Jarak jangkauan Jarak jangkauan diukur berdasarkan jarak antara unit hunian dengan ruang komunal, bisa dekat, sedang, dan jauh. Berdasarkan 5 parameter tersebut diatas, pola-pola ruang komunal dibagi dalam 3 kelompok besar, yaitu : Pola untuk intensitas aktivitas tinggi Pola ruang komunal dengan intensitas tinggi lebih banyak dipengaruhi oleh parameter kegiatan yang tidak formal dengan frekuensi jamharian, memanfaatkan ruang-ruang yang tidak direncanakan seperti salasar, tangga, lobby, merupakan tempat interaksi antar tetangga 15 dengan jarak jangkauan dari hunian relative dekat. Pola untuk intensitas aktivitas sedang Pola ruang komunal dengan intensitas sedang lebih banyak dipengaruhi oleh parameter kegiatan formal dan tidak formal dengan frekuensi mingguan, memanfaatkan ruang-ruang yang direncanakan seperti ruang pertemuan dengan jarak jangkauan dari hunian relative sedang. Pola untuk intensitas aktivitas rendah Pola ruang komunal dengan intensitas rendah lebih banyak dipengaruhi oleh parameter kegiatan formal dengan frekuensi mingguan – bulanan, memanfaatkan ruang-ruang yang direncanakan seperti ruang pertemuan tertutup, parkir sepeda motor dengan jarak jangkauan dari hunian relatif jauh. 2.1.6 Persepsi Ruang Komunal Persepsi merupakan proses yang integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya (Moskowitz dan Orgel, dalam Walgito, 1994), teori tersebut dilengkapi dan ditunjang oleh teori Sarlito (1992) bahwa persepsi itu dibentuk dari individu dan setting fisik lingkungannya. Kedua teori tersebut juga ditunjang lebih dalam oleh Weisman (1981) yang menyatakan bahwa fenomena perilaku merupakan hasil interaksi anatara organisasi dengan setting fisik. Fenomena perilaku tersebut terdapat beberapa macam, salah satunya adalah pembentukan persepsi. Juga menurut Rita (1983) persepsi merupakan proses pengorganisasian dan penafsiran terhadap stimulus yang diberikan oleh lingkungan. Sehingga aspek individu dan aspek setting fisik sangat berkaitan dalam pembentukan persepsi. Sehingga organisasi kajian teori dapat dilihat pada skema berikut : 16 Gambar 2.1 Diagram Organisasi Kajian Teori Sumber : Rita, 1983 Melihat skema diatas, dalam menemukan faktor pembentuk persepsi ruang komunal, diperlukan variabel-variabel faktor yang berasal dari variabel persepsi dan variabel ruang komunal. Maka, kajian teori akan memaparkan teori-teori persepsi dan teori ruang komunal sebagai setting untuk membangun variabel faktor dalam penelitian. Berikut pembahasan kedua teori tersebut untuk membangun variabel penelitian. Teori persepsi menurut Moskowitz dan Orgel dalam Walgito (1940), persepsi merupakan proses integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya, yaitu sebagai proses pengorganisasian, penginterpretasian, terhadap stimulus yang diterima oleh individu, sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas yang intergrated dalam diri individu. Teori tersebut didukung oleh Rita (1983) dimana persepsi diartikan sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran terhadap stimulus yang diberikan oleh lingkungan. Dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu respon berupa penilaian seorang individu terhadap rangsangan/ stimulus lingkungannya. Pada kajian sebelumnya, telah disimpulkan mengenai definisi dan pemahaman persepsi. Selanjutnya, munculnya persepsi dapat dilihat dengan adanya motif, harapan dan minat menurut Rita (1983). 17 Motif, harapan dan minat dapat dipahami sebagai berikut: Motif Motif merupakan suatu dorongan individu yang bisa membuat individu melakukan kegiatan dan mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan pada teori Woodwort dalam Gerungan (2000) terdapat beberapa kemungkinan fenomena yang terjadi yang bisa menafsirkan motif seseorang yaitu o Pelaku menentang lingkungan o Pelaku ikut serta/memanfaatkan lingkungan o Pelaku pergi dari lingkungan Dalam berkegiatan di suatu tempat, manusia memiliki beberapa pilihan seperti diatas untuk mencapai tujuan tertentu dan indikator diatas yang digunakan untuk mengukur motif penduduk dalam berkegiatan di Tambak Mulyo. Harapan Harapan adalah sesuatu yang diinginkan untuk menjadi kenyataan. Dalam mewujudkan suatu harapan, manusia memerlukan “aksi”, sehingga variabel harapan disini bisa dioperasionalkan dalam bentuk kegiatan/respon aksi. Minat Minat dapat diartikan sebagai kecenderungan hati terhadap sesuatu. Disini minat merepresentasikan tujuan utama seseorang/kelompok berkegiatan di suatu tempat. Berdasarkan simpulan dari teori diatas, maka persepsi ruang komunal memiliki makna bahwa warga memandang/menilai suatu ruang sebagai ruang komunal berdasarkan rangsangan yang ada di lingkungan tersebut. Dimana ruang komunal sendiri adalah ruang milik bersama yang bersifat publik dan bisa digunakan oleh individu/kelompok dalam melakukan aktifitas tertentu. Dalam penilaian persepsi ruang komunal masyarakat, akan diukur dengan variabel motif, minat, dan harapan oleh Rita (1983) dengan penyesuaian dan pengoperasionalan variabel sesuai dengan konteks ruang komunal. 18 Dalam penilaian persepsi, juga akan dikaji dan dibangun variabel dari teori Ittelson (1978) yang memaparkan dimensi persepsi urban design dalam 4 ranah dibawah ini. Kognitif Merupakan suatu pemikiran, pengorganisasian suatu informasi yang mempermudah kita membuat pemahaman tentang suatu lingkungan. Afektif Perasaan yang mempengaruhi persepsi termasuk makna dalam asosiasi lingkungan. Interpretatif Penafsiran atas sebuah stimulan yang ada di lingkungan. Evaluatif Merupakan penyatuan nilai sehingga membentuk suatu justifikasi seperti “baik/buruk” nya suatu nilai. 2.1.7 Public Places Inside Menurut C.M.Deasy, FAIA (1990) dalam bukunya yang berjudul “Designing Places for People” kebutuhan pertama untuk seseorang memasuki bangunan yaitu informasi yang jelas, oleh karena itu ruang publik harus menyediakan resepsionis, pusat informasi, buku tamu, dan denah ruang publik. Desain harus menunjukkan bahwa pengunjung dianggap sebagai manusia, sehingga : o Mengakomodasi transisi dari luar ke dalam. o Menyediakan tempat duduk dari jenis dan jumlah yang tepat. o Menyediakan sistem antrian di mana pun orang harus menunggu untuk layanan. o Menghibur atau menginformasikan orang-orang yang menunggu. 2.1.8 Public Places Outside Menurut C.M.Deasy, FAIA (1990) dalam bukunya yang berjudul “Designing Places for People”. 19 Personal Safety Desain untuk kebutuhan perumahan lokal. Konsentrasikan kegiatan di sejumlah daerah. Meningkatkan lalu lintas kaki melalui taman. Mempertahankan visibilitas yang baik ke taman. Menyediakan kawasan lindung untuk anak-anak kecil. Friendship Formation Group Membership Membuat kegiatan terlihat dari perimeter taman. Menyediakan cara pintas yang menarik melalui taman. Mengatur jalan setapak untuk melintasi bidang kegiatan yang beragam. Menyediakan area kinerja sepanjang jalan atau di tengah berjalan. Menyediakan tempat duduk di taman entri dan daerah masing-masing kegiatan. 2.1.9 Teori Proxemics Jarak dan Ruang Studi yang menelaah persepsi manusia atas ruang (pribadi dan social), cara manusia menggunakan ruang, dan pengaruh ruang dalam komunikasi disebut Proxemic. (Edward T. Hall dalam Mulyana, 2005). Biasanya kita mempunyai tempat, misalnya di mana kita biasa duduk saat kuliah atau bekerja, ruang mana yang biasa digunakan oleh masingmasing anggota keluarga. Bahkan dalam interaksi sehari- hari di luar rumah, misalnya dalam menggunakan fasilitas umum, walaupun kita berdesakdesakkan, namun tetap ada ruang/sudut kita sendiri. Artinya, orang membuat jarak atau ruang. Jarak atau ruang memiliki fungsi: Safety : Ketika ada jarak antara kita dan orang lain, kita akan merasa aman karena kita yakin orang tersebut tidak akan menyerang kita dengan mengejutkan. Communication : ketika orang-orang berdekatan dengan kita, kita akan dengan mudah berkomunikasi dengan mereka Affection : Ketika orang-orang dekat dengan kita, kita bisa saling menjalin keakraban 20 Threat : atau ancaman, bisa dilakukan hal sebaliknya, kita dapat mempertimbangkan memperlakukan orang lain dengan melanggar ruang mereka. Kebiasaan/kecenderungan penggunaan ruang muncul karena dorongan teritorial. Menurut Edward T. Hall, seorang antropolog, penggunaan ruang berhubungan erat dengan kemampuan bergaul dengan sesama dan penentuan keakraban antara diri dengan orang lain. Berdasarkan pengamatannya di Amerika Utara, Hall menentukan 4 zone jarak di mana manusia bergerak tersebut: 1. Jarak Intim 0-18 inci (< 0,5m) Jarak ini biasa digunakan dengan orang yang intim. Pada jarak ini, kehadiran orang lain secara fisik dirasa mengganggu. Dalam jarak ini, pandangan mata terdistorsi dan suara-suara yang terdengar berupa sebuah bisikan, erangan, atau dengkuran. Pada jarak ini juga dua orang tersebut dapat merasakan panas dan bau tubuh serta dapat menyentuh pasangannya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada saat-saat di mana kita ikut terlibat dengan emosi seseorang, perasaan kita berubah mengikuti moodnya. Namun berdesak-desakkan di dalam lift tidak termasuk dalam kategori ini karena syarat yang ada dalam kategori ini adalah harus terdapat kesengajaan atau ada daya tarik-menarik antara dua orang tersebut. 2. Jarak Pribadi (Personal) 18 inci - 4 kaki (± 0,5m-1,5m) 18 inci merupakan jarak terluar dari jarak intim dan awal dari jarak personal. Pada jarak ini kita kehilangan rasa panas dan bau badan pasangan kecuali bila menggunakan wewangian yang kuat baunya. Pandangan mata mulai terlihat fokus dan suara yang dikeluarkan mulai memiliki arti verbal. Walaupun syarat yang termasuk dalam tipe ini khas, namun seseorang masih dapat memegang, atau mendorong pasangannya. Jarak ini merupakan jarak interaksi dari teman baik, juga merupakan jarak yang paling sesuai bagi orang-orang yang mendiskusikan masalah-masalah pribadi. 3. Jarak Sosial 4 - 10 kaki (1,5m-3m Disebut juga sebagai jarak psikologis, dimana seseorang mulai merasa cemas saat orang lain 21 memasuki batas wilayahnya (merupakan zona transaksi impersonal). Dalam jarak ini kita dapat benar- benar melihat dan mendengar dengan jelas. Mata kita dapat fokus pada keseluruhan wajah orang yang dihadapi ketika jaraknya lebih dari 8 kaki. Jarak ini sesuai untuk pertemuan-pertemuan dalam urusan kantor dan tidak menjadi masalah ketika kita tidak peduli dengan kehadiran orang lain dan mudah untuk tidak terlibat dalam pembicaraan orang-orang di sekitar kita pada jarak tersebut. 4. Jarak Publik 10 kaki - tidak terbatas (± 3m) Sekali seseorang ada pada jarak ini kita dapat memahami nuansa arti dari wajah atau intonasi suara orang lain. Mata kita dapat memandang tubuh orang lain. Ini merupakan jarak perkuliahan, pertemuan massa, interaksi dengan figur yang memiliki kekuatan. Tabel 2.1 Zona Jarak Sumber : Joyce Marcella Laurens, 2004 Dari jarak yang digunakan orang dalam berkomunikasi dapat kita maknai sebagai berikut: Status Orang-orang dengan status setara membuat jarak yang lebih dekat antara mereka dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki status berbeda. Konteks Makin besar jarak, makin besar pula usaha yang dibutuhkan untuk memperkecil jarak tersebut agar isi komunikasi dapat dikelola. 22 Masalah Makin rahasia masalah yang dibicarakan, makin dekat pula jarak yang dibuat. Sebaliknya, makin umum permasalahan, makin jauh jarak yang dibuat. Jenis kelamin dan usia Sesama wanita mengambil jarak yang lebih dekat dibandingkan dengan yang dilakukan pria dengan sesama jenis kelaminnya atau antara pria dan wanita. Penilaian positif dan negatif Orang mengambil jarak yang lebih jauh dengan orang lain yang memiliki status lebih tinggi, figur kekuasaan, musuh, orang-orang yang memiliki cacat fisik, orang dari ras yang berbeda, dan juga dari orang-orang yang dinilai negatif dibandingkan dengan jarak yang dibuat dengan teman atau anggota kelompok. 2.1.10 Arsitektur dan Perilaku Manusia Hasil desain arsitektur dapat menjadi salah satu fasilitator terjadinya perilaku, namun juga bisa menjadi penghalang terjadinya perilaku. Kebiasaan mental dan sikap perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya. Menurut Drucker (1969) mengindikasikan bahwa “sebagian besar yang kita lihat adalah sesuatu yang ingin kita lihat”. Sementara itu, Charles Jencks (1971) menambahkan bahwa dalam masyarakat yang pluralis, arsitek dituntut untuk mengenali berbagai konflik dan mampu mengartikulasi bidang sosial setiap manusia pada setiap situasi sosial tertentu. Bentuk tatanan di ruang-ruang publik dibagi menjadi dua, yaitu: Ruang Sosiopetal (Sociopetal) Istilah sosiopetal merujuk pada suatu tatanan yang mampu memfasilitasi interaksi sosial. Tatanan sosiopetal yang paling umum adalah meja makan, tempat anggota keluarga berkumpul mengelilingi meja dan saling erhadapan satu sama lain. Ruang rapat dengan tatanan perabotnya akan menentukan posisi pimpinan rapat. Pemakaian meja bundar akan semakin memperkuat pembentuk ruang sosiopetal. Selain tata perabot, pembentukan ruang pun akan sangat berperan dalam keberhasilan membentuk ruang sosiopetal. 23 Ruang Sosiofugal (Sociofugal) Ruang sosiofugal adalah tatanan yang mampu mengurangi interaksi sosial. Tatanan sosiofugal kerap kali ditemukan pada ruang tunggu. Misalnya, ruang tunggu stasiun kereta api atau bandara tempat para pengunjung duduk saling membelakangi. Tatanan yang baik bergantung pada interaksi sosial yang diharapkan terjadi di lingkungan tersebut. Meskipun tatanan tempat duduk sudah dibuat saling berhadapan, tidak selalu berarti bahwa akan terjadi percakapan menurut Gifford (1981). Ada faktor lain seperti kepribadian seseorang yang juga akan memperngaruhi proses sosialisasi 2.1.11 Fasilitas Sekunder Standarisasi Desain Perpustakaan Perguruan Tinggi Gedung/luas ruangan Berdasarkan Standar Nasional Perpustakaan Perguruan Tinggi, perpustakaan menyediakan gedung/luas lantai sebagai berikut : Tabel 2.2 Luas Ruangan Perpustakaan Jumlah Mahasiswa Luas Ruang >1000 200 m2 1000 – 2500 500 m2 2501 – 5000 1000 m2 5001 – 7500 1500 m2 7501 – 10000 2000 m2 10001 - 20000 4000 m2 Sumber : Safna-aniez.blogspot.com, diakses April 2014 Komposisi ruang : Berdasarkan Standart Nasional Perpustakaan Perguruan Tinggi, ruang perpustakaan meliputi : Area koleksi 45 % Area pemustaka 25 % Area kerja 10 % 24 Koleksi : Berdasarkan Standar Nasional Perpustakaan Perguruan Tinggi, standar jenis dan jumlah koleksi dalam perpustakaan sebagai berikut : Koleksi perpustakaan berbentuk karya tulis, karya cetak, dan/karya rekam terdiri atas fiksi dan nonfiksi. Koleksi nonfiksi terdiri atas buku wajib mata kuliah, bacaan umum, referensi, terbitan berkala, muatan lokal, laporan penelitian dan lieratur kelabu. Jumlah buku wajib dihitung menggunakan rumus 1 program studi X (144 sks dibagi 2 sks permatakuliah) X 2 judul permata kuliah = 144 judul buku wajib per program studi. Pola yang terjadi pada perpustakaan : Gambar 2.2 Pola Area Baca pada Perpustakaan Sumber : Neufert, 2002 Gambar 2.3 Pola Area Baca Individual Sumber : Neufert, 2002 Perpustakaan memiliki area baca yang memiliki dua pola yaitu untuk individu yang membutuhkan kondisi yang serius dan kelompok yang membutuhkan eye contact. Pola tersebut dapat diterapkan dengan penataan meja yang berhadapan maupun meja berhadapan namun terhalang. 25 Café/Resto Untuk dapat makan dengan nyaman, seseorang membutuhkan meja dengan lebar rata-rata 60cm dan ketinggian 40cm. Lebar keseluruhan meja dipengaruhi oleh perangkat makan, oleh sebab itu lebar keseluruhan untuk sebuah meja yang ideal adalah 80-85cm. Gambar 2.4 Ukuran Pola Area Makan Sumber : Neufert, 2002 Gambar 2.5 Pola Meja Persegi Area Makan Sumber : Neufert, 2002 Gambar 2.6 Pola Meja Bundar Area Makan Sumber : Neufert, 2002 Ruang utama sebuah ruang makan adalah ruang pengunjung. Jumlah meja atau kursi seharusnya bebas untuk pengelompokan meja yang leluasa. 26 Sehingga penataan meja dibuat dengan format dua orang sehingga apabila pengguna bersifat kelompok (lebih dari dua orang) maka meja dapat ditata dengan format kelipatannya, untuk mempermudah sirkulasi penggunanya. Toko Gambar 2.7 Pola Toko Sumber : Neufert, 2002 Pengaturan sirkulasi pelanggan yang membuat pola tersebut terbentuk. Sirkulasi pelanggan juga harus merupakan bagian yang terintegrasi dengan baik. Pintu masuk pada a dan c terpisah, sedangkan pada b dihubungkan. Fitness Center Gambar 2.8 Contoh Ruangan Fitness Sumber : Neufert, 2002 27 Stage Performer Gambar 2.9 Pola Alternatif Stage Performer Sumber : Neufert, 2002 Panggung kecil : Dasar panggung tidak lebih dari 100 meter persegi, tanpa perluasan panggung (panggung samping), langit-langit panggung tidak lebih tinggi dari 1m di atas tinggi pintu gerbang dan panggung kecil tidak memerlukan tirai besi. Gambar 2.10 Pola Alternatif Stage Performer Sumber : Neufert, 2002 2.2 Hipotesis Berdasarkan dari teori dan referensi yang sudah ada, dapat diambil hipotesis bahwa dengan adanya penambahan dan pemusatan fasilitas sekunder mahasiswa Universitas Bina Nusantara dengan menerapkan konsep pola ruang komunal maka, dapat memperbaiki keadaan ekonomi sekitar binus melalui perencanaan, pelayanan fasilitas dan tata kelola. Dan interaksi sosial 28 antar mahasiswa Universitas Bina Nusantara menjadi lebih baik dan tidak lagi bersifat individual. 2.3 Novelty Berbeda dengan ruang komunal yang dibahas pada tinjauan pustaka sebelumnya yaitu ruang komunal yang terbentuk bersifat kognitif, ruang yang sebelumnya tidak direncanakan dalam perancangan sebagai ruang yang menghasilkan interaksi sosial, namun tetap memiliki fungsi yang sama yaitu ruang publik. Dalam proyek ini ruang komunal direncanakan dalam perancangan. Ruang komunal Binus tidak hanya berfungsi untuk berkumpul dan berinteraksi, namun juga dilengkapi fasilitas-fasilitas lain untuk menunjang dan memenuhi aktivitas sekunder mahasiswa Binus. Terdapat ruang berkumpul, ruang makan, ruang olahraga, dan lain-lain dalam satu ruang komunal.