BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dan dilakukan secara prospektif untuk mengetahui dan menentukan mutasi gen Mycobacterium tuberculosis penyebab resistensi terhadap Rifampicin, Isoniazid, dan Etambutol pada pasien MDR-TB yang memenuhi kriteria periode bulan Agustus sampai November 2016 di RSUP Haji Adam Malik Medan. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan Agustus sampai November 2016 di poli MDR-TB RSUP Haji Adam Malik Medan. Penentuan mutasi gen Mycobacterium tuberculosis penyebab resistensi terhadap Rifampicin, Isoniazid, dan Etambutol menggunakan metode molekuler PCR dilakukan di laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 3.3 Kerangka Konsep Konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1 34 Universitas Sumatera Utara Jenis Kelamin Usia Status Pernikahan Pendidikan Suspek MDR TB Tempat berobat TB Kriteria Suspek Penyakit Komorbid Pemeriksaan GeneXpert MTB/RIF Positif MDR TB Negatif MDR TB Sampel Dahak Deteksi gen embB Ekstraksi DNA M.tuberculosis dari sputum Deteksi gen rpoB Deteksi gen katG Mutasi = Resisten Wild Type Gambar 3.1 Kerangka Konsep 3.4 Populasi dan Sampel Penelitian 3.4.1 Populasi Target Populasi target penelitian ini adalah pasien MDR-TB RSUP Haji Adam Malik Medan 3.4.2 Populasi Terjangkau Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah suspek MDR-TB RSUP Haji Adam Malik Medan selama periode bulan Agustus sampai November 2016. 35 Universitas Sumatera Utara 3.4.3 Sampel Penelitian Sampel penelitian harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. semua penderita MDR-TB. b. penderita positif GeneXpert MTB/RIF resisten rifampisin. c. kategori semua gender d. penyakit Komorbid pada pasien MDR-TB e. pasien MDR-TB dari etnis/suku tertentu. 3.4.4 Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel sebagai subjek penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling. Pemilihan sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang mempunyai kaitan dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya. 3.4.5 Jumlah Sampel Perhitungan jumlah sampel didasarkan pada Teorema Limit Central (Pierre Simon Laplace, 1749-1827) seperti dikutip dalam Notoatmodjo (2011), yaitu sebuah teorema yang menyatakan bahwa kurva distribusi sampling (untuk ukuran sampel 30 atau lebih) akan berpusat pada nilai parameter populasi dan akan memiliki semua sifat-sifat distribusi normal. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 31 orang berdasarkan teori diatas. 3.5 Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini, dilakukan sebagai berikut: a. pasien poli MDR-TB di RSUP Haji Adam Malik Medan digunakan sebagai subjek penelitian. Apabila memenuhi kriteria penelitian diminta persetujuan 36 Universitas Sumatera Utara keluarga dengan informed consent tertulis dari keluarga dan selanjutnya diikutsertakan dalam penelitian. b. data riwayat pengobatan, umur, jenis kelamin, status pernikahan, penyakit komorbid dicatat c. sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat klinik (sputum) yang diperoleh dari pasien poli MDR-TB d. identifikasi mutasi gen pada sampel sputum yang mengandung Mycobacterium tuberculosis dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 3.6 Alur Penelitian Alur penelitian disajikan pada Gambar 3.2: Sputum penderita MDR Tb yang mempunyai hasil positif GeneXpert MTB/RIF Periode: Agustus - November 2016 Isolasi DNA dari Sputum Amplifikasi gen rpoB, katG, dan embB dengan PCR Deteksi hasil PCR dengan metode elektroforesis gel Analisis Gambar 3.2 Alur Penelitian 37 Universitas Sumatera Utara 3.7 Etika Penelitian Etika pada penelitian ini terdiri dari: a. prosedur penelitian harus mendapat ijin dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik. b. prosedur untuk diikutsertakan dalam penelitian akan dimintakan dari pasien/keluarga dalam bentuk informed consent tertulis. c. pasien/keluarga berhak menolak untuk diikutsertakan dalam penelitian dengan alasan apapun serta berhak untuk keluar dari penelitian setiap saat. d. data identitas yang diperoleh dari hasil penelitian akan dirahasiakan. e. semua biaya yang keluar sebagai akibat ikut serta penelitian akan ditanggung oleh peneliti. 3.8 Prosedur Penelitian 3.8.1 Pengambilan Sampel Sputum (R. Gandasoebrata, 1992) a. pengambilan sputum sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dimana kemungkinan untuk mendapat sputum bagian dalam lebih besar. Atau juga bisa diambil sputum sewaktu. Pengambilan sputum juga harus dilakukan sebelum pasien menyikat gigi. b. agar sputum mudah dikeluarkan, pasien dianjurkan mengonsumsi air yang banyak kira-kira 2 gelas pada malam sebelum pengambilan sputum. c. dijelaskan pada pasien yang dimaksud dengan sputum agar yang dibatukkan benar-benar sputum, bukan air liur/saliva ataupun campuran antara sputum dan saliva. Selanjutnya, dijelaskan cara mengeluarkan sputum. d. sebelum mengeluarkan sputum, pasien terlebih dahulu berkumur- kumur dengan air dan melepas gigi palsu (bila ada) 38 Universitas Sumatera Utara e. sputum diambil dari batukan pertama (first cough) f. cara membatukkan sputum yaitu ditarik nafas dalam dan kuat (dengan pernafasan dada) batukkan kuat sputum pada mulut wadah penampung. Wadah penampung berupa pot steril bermulut besar dan berpenutup (Screw Cap Medium) g. diperiksa sputum yang dibatukkan, bila ternyata yang dibatukkan adalah air liur/saliva, maka harus diulangi. h. sputum yang dipilih sebaiknya mengandung unsur-unsur khusus seperti,: butir keju, darah, dan unsur-unsur lain. i. bila sputum susah keluar dilakukan perawatan mulut. Perawatan mulut dilakukan dengan obat gliseril guayakolat (expectorant) 200 mg atau dengan mengonsumsi air teh manis saat malam sebelum pengambilan sputum. j. bila sputum juga tidak bisa didahakkan, sputum dapat diambil secara: i. Aspirasi transtracheal ii. Bronchial lavage iii. Lung biopsy Sampel (Sputum) yang diambil harus memenuhi kriteria. Perawat yang berkompeten mengambil sampel sputum yang ditampung dalam wadah transparan bermulut lebar dan dapat ditutup. Sampel dimasukkan ke dalam ice cooler kemudian langsung di bawa ke Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk digunakan sebagai bahan penelitian identifikasi mutasi gen yang terjadi pada Mycobacteirum tuberculosis. Jika sampel belum digunakan, harus disimpan pada suhu 2-8°C 39 Universitas Sumatera Utara 3.8.2 Dekontaminasi sampel dengan NaOH (Lisdawati, 2010) a. bahan dan alat Sarung tangan, masker, tabung falcon, autoclave, vortex mixer, inkubator, pengatur waktu/timer, mesin sentrifugasi rotor conical tube 50 ml 3000xg, sputum,NaOH 4%, buffer fosfat steril pH 6,8. b. cara kerja Sampel dalam pot dibuka lalu didekontaminasi dengan larutan NaOH 4% sebanyak 2 ml untuk menghilangkan kontaminasi silang, lalu dipindahkan kedalam tabung falcon, kemudian dihomogenkan menggunakan vortex mixer selama 5-20 detik, lalu dibiarkan selama 15 menit. Ditambahkan buffer fosfat steril pH 6,8 lalu spesimen dipekatkan menggunakan sentrifuse 3000x g selama 15 menit. Larutan supernatan dibuang dan endapan diresuspensi dengan buffer fosfat sebanyak 2 ml. Sampel disimpan pada inkubator suhu 37°C selama 15 menit, kemudian sampel disiapkan untuk proses ekstraksi DNA. 3.8.3 Ekstraksi DNA M.tuberculosis dari sputum dan strain standar H37RV (PureLink™ Genomic DNA, 2007) a. bahan dan alat Sarung tangan, masker, mikropipet, Waterbath atau heat block, tabung ependorf 1,5ml, tip biru 1000 µl, tip kuning 200 µl, mesin sentrifugasi, pengatur waktu/timer, kit ekstraksi DNA PureLink™ Genomic DNA. b. cara kerja Ekstraksi DNA M.tuberculosis sampel dan strain standar H37RV sebagai kontrol positif dilakukan menggunakan PureLink™ Genomic DNA (Invitrogen) dengan prosedur sesuai ketentuan pabrikan. 40 Universitas Sumatera Utara Waterbath atau heat block diset pada suhu 55 ° C dan 20 µl Proteinase K ditambahkan ke tabung efendorf steril. Suspensi sel (sampai dengan 5 x 10 6 sel) diambil secara sentrifugasi, media pertumbuhan dibuang lalu sel diresuspensi dalam 200 µl PBS (Phospat Buffer Saline), dan ditambahkan kedalam tabung yang sudah berisi 20 µl Proteinase K. 20 µl RNase A ditambahkan ke lisat, aduk dengan vortexing singkat, dan inkubasi pada suhu kamar selama 2 menit. 200 µl PureLink ™ Genomic Lysis/Binding Buffer ditambahkan ke dalam lysat dan diaduk dengan vortexing untuk mendapatkan larutan yang homogen setelah itu tube diinkubasi pada 55 ° C selama 10 menit untuk meningkatkan protein digesti. 200 µl etanol 96-100% ditambahkan ke dalam tube lalu vortex selama 5 detik untuk menghasilkan larutan homogen. 3.8.4 Purifikasi DNA (PureLink™ Genomic DNA, 2007) a. bahan dan alat Sarung tangan, masker, mikropipet, tabung ependorf 1,5ml, tip biru 1000 µl, tip kuning 200 µl, mesin sentrifugasi, pengatur waktu/timer, kit ekstraksi DNA PureLink™ Genomic DNA, Spin Kolom PureLink™. b. cara kerja Lisat (≈ 640 µl) yang sudah dipreparasi dengan PureLink ™ Genomic Lysis/Binding Buffer dan etanol dipindahkan pada spin kolom kemudian disentrifugasi 10000 × g selama 1 menit pada suhu kamar. Collection tube dibuang dan tempatkan spin kolom ke collection tube PureLink ™ bersih, ditambahkan 500 µl Wash Buffer 1 yang dipreparasi dengan etanol ke kolom, kemudian sentrifugasi 10000 × g selama 1 menit pada suhu kamar. Collection tube dibuang dan tempatkan spin kolom ke collection tube PureLink ™ bersih, 41 Universitas Sumatera Utara ditambahkan 500 µl Wash Buffer 2 yang dipreparasi dengan etanol ke kolom, kemudian disentrifugasi kecepatan maksimum selama 3 menit pada suhu kamar. Collection Tube dibuang lalu spin kolom ditempatkan dalam tabung microcentrifuge 1,5 ml steril dan ditambahkan 50 µl PureLink ™ Genomic Elution Buffer ke kolom, inkubasi pada suhu kamar selama 1 menit, kemudian disentrifugasi kecepatan maksimum selama 1 menit pada suhu kamar, tabung berisi DNA genomik murni. Langkah elusi kedua dapat dilakukan untuk mendapatkan DNA lebih menggunakan volume elusi buffer sama dengan elusi pertama, kolom disentrifugasi pada kecepatan maksimum selama 1,5 menit pada suhu kamar. Tabung berisi DNA genomik murni, kolom diambil dan dibuang. DNA dapat diaplikasikan sesuai yang diinginkan atau simpan purified DNA pada - 4°C (jangka pendek) atau -20 ° C (jangka panjang). 3.8.5 Amplifikasi gen rpoB kodon 516, 526, dan 531 Multiplex-PCR (P.Farnia, 2012) a. bahan dan alat Sarung tangan, masker, mikropipet, tabung ependorf 1,5ml, tip biru 1000 µl, tip kuning 200 µl, tip putih 10 µl, PCR tube, mesin PCR / Thermal cycler, mesin sentrifugasi, GoTaq® Green Master mix, DMSO, nuclease free water, DNA M.tuberculosis sampel dan standar H37RV, primer RIRm, rpoB 516, rpoB 526, dan rpoB 531 (Tabel 3.1). b. cara kerja 5 µL ekstrak DNA ditambahkan 12,5 µL GoTaq® Green Master mix; 0,5 µL DMSO; 3 µL nuclease free water dan primer masing-masing 1 µL dalam 42 Universitas Sumatera Utara PCR tube, kemudian amplifikasi fragmen gen rpoB pada mesin PCR/ Thermal cycler pada kondisi seperti Tabel 3.2. Produk PCR diperiksa dengan elektroforesis gel, Wild type M.tuberculosis H37RV akan membentuk pita DNA berukuran 218 bp, 185 bp, dan 170 bp dan suatu sampel dikatakan mutan jika tidak terbentuk pita DNA di daerah 218 bp, 185 bp, dan 170 bp atau salah satu dari pita DNA tersebut. Tabel 3.1 : Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen rpoB kodon 516, 526, dan 531 Multiplex-PCR dan deteksi MDR strains M. tuberculosis. rpoB 516 rpoB 526 rpoB 531 Product size (base pair) Primer Sequence (5’-3’) rpoB 516 RIRm rpoB 526 RIRm rpoB 531 RIRm CAGCTGAGCCAATTCATGGA TTGACCCGCGCGTACAC CTGTCGGGGTTGACCCA TTGACCCGCGCGTACAC CACAAGCGCCGACTGTC TTGACCCGCGCGTACAC Target 218 185 170 Tabel 3.2 : Kondisi Multiplex PCR Thermal cycler gen rpoB 40 Cycles Initial denaturation 5 menit 95°C Step 1 30 sec Step 2 30 sec Step 3 30 sec Final extension 7 menit 72°C 95°C 68°C 72°C 3.8.6 Amplifikasi gen rpoB kodon 507, 518, dan 533 Multiplex-PCR (P.Farnia, 2012) a. bahan dan alat Sarung tangan, masker, mikropipet, tabung ependorf 1,5ml, tip biru 1000 µl, tip kuning 200 µl, tip putih 10 µl, PCR tube, mesin PCR / Thermal cycler, mesin sentrifugasi, GoTaq® Green Master mix, DMSO, nuclease free water, DNA M.tuberculosis sampel dan standar H37RV, primer RIRm, rpoB 507, rpoB 518, dan rpoB 533 (Tabel 3.3). 43 Universitas Sumatera Utara b. cara kerja 5 µL ekstrak DNA ditambahkan 12,5 µL GoTaq® Green Master mix; 0,5 µL DMSO; 3 µL nuclease free water dan primer masing-masing 1 µL dalam PCR tube, kemudian amplifikasi fragmen gen rpoB pada mesin PCR/ Thermal cycler pada kondisi seperti Tabel 3.2. Produk PCR diperiksa dengan elektroforesis gel, Wild type M.tuberculosis H37RV akan membentuk pita DNA berukuran 244 bp, 213 bp, dan 163 bp dan suatu sampel dikatakan mutan jika tidak terbentuk pita DNA di daerah 244 bp, 213 bp, dan 163 bp atau salah satu dari pita DNA tersebut. Tabel 3.3 : Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen rpoB kodon 507, 518 dan 533 Multiplex-PCR dan deteksi MDR strains M. tuberculosis. Target rpoB 507 rpoB 518 rpoB 533 Primer rpoB 507 RIRm rpoB 518 RIRm rpoB 533 RIRm Product size (base pair) Sequence (5’-3’) GCGATCAAGGAGTTCGG TTGACCCGCGCGTACAC TGAGCCAATTCATGGACCAGA TTGACCCGCGCGTACAC CGCCGACTGTCGGCGCT TTGACCCGCGCGTACAC 244 213 163 3.8.7 Amplifikasi gen rpoB kodon 511, 513, dan 522 Multiplex-PCR (P.Farnia, 2012) a. bahan dan alat Sarung tangan, masker, mikropipet, tabung ependorf 1,5ml, tip biru 1000 µl, tip kuning 200 µl, tip putih 10 µl, PCR tube, mesin PCR / Thermal cycler, mesin sentrifugasi, GoTaq® Green Master mix, DMSO, nuclease free water, DNA M.tuberculosis sampel dan standar H37RV, primer RIRm, rpoB 511, rpoB 513, dan rpoB 522 (Tabel 3.4). 44 Universitas Sumatera Utara b. cara kerja 5 µL ekstrak DNA ditambahkan 12,5 µL GoTaq® Green Master mix; 0,5 µL DMSO; 3 µL nuclease free water dan primer masing-masing 1 µL dalam PCR tube, kemudian amplifikasi fragmen gen rpoB pada mesin PCR/ Thermal cycler pada kondisi seperti Tabel 3.2. Produk PCR diperiksa dengan elektroforesis gel, Wild type M.tuberculosis H37RV akan membentuk pita DNA berukuran 230 bp, 251 bp, dan 199 bp dan suatu sampel dikatakan mutan jika tidak terbentuk pita DNA di daerah 230 bp, 251 bp, dan 199 bp atau salah satu dari pita DNA tersebut. Tabel 3.4 : Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen rpoB kodon 511, 513, dan 522 Multiplex-PCR dan deteksi MDR strains M. tuberculosis. Target rpoB 511 rpoB 513 rpoB 522 Primer Sequence (5’-3’) rpoB 511 RIRm rpoB 513 RIRm rpoB 522 RIRm TTCGGCACCAGCCAGCT TTGACCCGCGCGTACAC CACCAGCCAGCTGAGCC TTGACCCGCGCGTACAC GACCAGAACAACCCGCTGT TTGACCCGCGCGTACAC Product size (base pair) 230 251 199 3.8.8 Amplifikasi gen katG kodon 315 Multiplex-PCR (P.Farnia, 2012) a. bahan dan alat Sarung tangan, masker, mikropipet, tabung ependorf 1,5 ml, tip biru 1000 µl, tip kuning 200 µl, tip putih 10 µl, PCR tube, mesin PCR / Thermal cycler, mesin sentrifugasi, GoTaq® Green Master mix, DMSO, nuclease free water, DNA M.tuberculosis sampel dan standar H37RV, primer katG5R dan katGOF (Tabel 3.5). 45 Universitas Sumatera Utara b. cara kerja 5 µL ekstrak DNA ditambahkan 12,5 µL GoTaq® Green Master mix; 0,5 µL DMSO; 5 µL nuclease free water dan primer masing-masing 1 µL dalam PCR tube, kemudian amplifikasi fragmen gen katG pada mesin PCR/ Thermal cycler pada kondisi seperti Tabel 3.6. Produk PCR diperiksa dengan elektroforesis gel, Wild type M.tuberculosis H37RV akan membentuk pita DNA berukuran 292 bp dan suatu sampel dikatakan mutan jika tidak terbentuk pita DNA di daerah 292 bp. Tabel 3.5 : Primer yang digunakan untuk amplifikasi PCR gen katG kodon 315 dan deteksi MDR strains M. tuberculosis. Target Primer Sequence (5’-3’) Product size (base pair) katG315 katG5R katGOF ATACGACCTCGATGCCGC GCAGATGGGGCTGATCTACG 292 Tabel 3.6 : Kondisi Multiplex PCR Thermal cycler gen katG 40 Cycles Initial denaturation 5 menit 95°C Step 1 30 sec Step 2 30 sec Step 3 30 sec Final extension 7 menit 72°C 95°C 70°C 72°C 3.8.9 Amplifikasi gen embB kodon 306 dengan Nested Allele Specific-PCR (P.Farnia, 2012) a. bahan dan alat Sarung tangan, masker, mikropipet, tabung ependorf 1,5 ml, tip biru 1000 µl, tip kuning 200 µl, tip putih 10 µl, PCR tube, mesin PCR / Thermal cycler, mesin sentrifugasi, GoTaq® Green Master mix, nuclease free water, DNA M.tuberculosis sampel dan standar H37RV, primer Emb1 forward, Emb1 reverse, Emb306A, dan Emb306B (Tabel 3.7). 46 Universitas Sumatera Utara b. cara kerja 5 µL Ekstrak DNA ditambahkan 12,5 µL GoTaq® Green Master mix, 5,5 µL nuclease free water dan 2 µL primer Emb1 forward dan Emb2 reverse pada PCR tube, kemudian amplifikasi fragmen gen embB pada mesin PCR/ Thermal cycler pada kondisi seperti Tabel 3.8. Produk PCR pertama diambil 5 µl ditambahkan 12,5 µL GoTaq® Green Master mix; 4,5 µL nuclease free water dan primer emb306A, emb306B, dan Emb2 reverse masing –masing sebanyak 1 µL, amplifikasi kembali dengan kondisi seperti pada tabel 3.8, kemudian produk PCR dielektroforesis. Wild type M.tuberculosis H37RV akan membentuk pita DNA berukuran 325 bp dan 160 bp atau 220 bp, sedangkan suatu sampel dikatakan mutan jika tidak terbentuk pita DNA berukuran 325 bp dan 160 bp atau 220 bp. Tabel 3.7 : Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen embB kodon 306 dengan Nested Allele Specific-PCR dan deteksi MDR strains M. tuberculosis. Target Emb 306 Primer Sequence (5’-3’) Emb1 forward Emb1 reverse GGGCGGGGCTCAATTGCC GCGCATCCACAGACTGGCGTC GACGACGGCTACATCCTGGGC A GGTCGGCGACTCGGGCC Emb306 A Emb306 B Product size (base pair) 325 160 dan 220 Tabel 3.8 : Kondisi Nested Allele Specific-PCR Thermal cycler gen embB 30 Cycles Initial denaturation 5 menit 95°C Step 1 30 sec Step 2 30 sec Step 3 30 sec Final extension 10 menit 72°C 94°C 65°C 72°C 47 Universitas Sumatera Utara 3.8.10 Deteksi hasil PCR dengan elektroforesis gel agarosa (Made, 2014) a. bahan dan alat Sarung tangan, masker, mikropipet,erlenmeyer, tip putih 10 µl, perangkat gel elektroforesis, gel documentation system, gel agarosa, buffer TAE 10 x, etidium bromida, BenchTop 1000 bp DNA ladder (Promega). b. cara kerja Sebanyak 3,9 g agarosa dalam 130 mL trisasetat EDTA (TAE) 10x dipanaskan hingga larut, kemudian larutan didiamkan hingga hangat dan ditambahkan 1 μL etidium bromida (EtBr). Campuran tersebut dikocok hingga homogen kemudian dituang ke dalam cetakan dan dibiarkan hingga membeku sempurna. Sebanyak 5 μL sampel hasil PCR dan marker dimasukkan ke dalam sumur gel agarosa 3%. Proses elektroforesis dilakukan dengan beda potensial sebesar 80 V, 400 A selama 70 menit. DNA hasil amplifikasi yang telah dielektroforesis divisualisasi dengan menggunakan Gel Documentation. Pita DNA akan terlihat dan dapat diketahui ukurannya berdasarkan penanda ukuran molekul yang dinyatakan dengan base pair. 3.9 Analisis Data Data yang diperoleh merupakan data kualitatif dan kemudian dianalisis secara deskriptif. 48 Universitas Sumatera Utara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Subjek Penelitian Telah dilakukan penelitian observasional terhadap 31 pasien MDR TB yang akan menjalani pengobatan dan yang telah menjalani pengobatan selama 1 bulan tetapi masih positif BTA. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai November 2016 di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dan Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Seluruh subjek penelitian yang diikutsertakan dalam penelitian berdasarkan purposive sampling. Semua subjek menandatangani pernyataan persetujuan (informed consent). Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK USU. 4.1.1 Jenis Kelamin Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1: Tabel 4.1 Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total N 21 10 31 Persentase 67,74 % 32,26 % 100,00 % Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi penderita MDR TB berdasarkan jenis kelamin yaitu penderita MDR TB laki-laki lebih banyak yaitu 21 orang (67,74%) dibandingkan perempuan yaitu 10 orang (32,26%). Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sirait pada tahun 2013 49 Universitas Sumatera Utara di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung yang menunjukkan bahwa penderita MDR TB lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan (56,8%: 43,2%) dan penelitian Susanty pada tahun 2015 di RSUP. H. Adam Malik Medan, bahwa penderita MDR TB laki-laki lebih banyak (71,43%) dibandingkan dengan perempuan (28,57%). Menurut Nofizar (2012), WHO melaporkan prevalensi TB paru 2,3 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan terutama pada negara yang sedang berkembang karena laki-laki dewasa lebih sering melakukan aktivitas sosial, sedangkan perempuan lebih sering terlambat berobat atau datang ke fasilitas kesehatan karena berhubungan dengan rasa malu yang lebih dibandingkan dengan laki-laki serta adanya rasa khawatir akan dikucilkan dari keluarga dan lingkungan sekitarnya akibat penyakitnya. Penelitian yang dilakukan Rifat pada tahun 2014 di Banglades menunjukkan perbandingan prevalensi TB paru antara laki-laki dan perempuan sama hingga umur remaja tetapi setelah remaja prevalensi laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Hal ini diduga karena hingga umur remaja kontak hanya terjadi pada lingkungan yang lebih kecil tetapi setelah dewasa laki-laki banyak kontak dengan lingkungan yang lebih besar di luar rumah dibandingkan dengan perempuan di samping faktor biologi, sosial budaya termasuk stigma TB sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko untuk terjadinya MDR TB. 4.1.2 Usia penderita MDR-TB Data yang disajikan pada Tabel 4.2 menunjukkan usia penderita MDR TB di RSUP Haji Adam Malik Medan yang menjadi sampel penelitian. Dari jumlah sampel sebanyak 31 sampel, usia penderita MDR terbanyak adalah 31-40 tahun 50 Universitas Sumatera Utara yaitu sebanyak 10 penderita (32,26%), kemudian rentang usia 51-60 tahun (22,58%) serta rentang usia 21-30 tahun dan 41-50 tahun masing-masing sebesar 16,13%. Tabel 4.2 Distribusi frekuensi usia penderita MDR-TB RSUP Haji Adam Malik Medan Kelompok Usia < 20 21 - 30 31- 40 41 - 50 51- 60 > 60 Total N 1 5 10 5 7 3 31 Persentase 3,23 % 16,13 % 32,26 % 16,13 % 22,58 % 9,68 % 100,00 % Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Nofizar pada tahun 2012 di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta bahwa penderita MDR-TB terbanyak adalah pada usia 31-40 tahun (30%) dan penelitian Susanty pada tahun 2015 di RSUP. H. Adam Malik Medan bahwa penderita MDR-TB terbanyak pada usia 31-40 tahun dengan 30,95 %. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan WHO dalam Global Tuberculosis Report tahun 2014 bahwa insidensi TB paru terbanyak adalah pada usia produktif sehingga sangat mengganggu perekonomian tingkat keluarga sampai negara, disamping itu sangat berbahaya terhadap tingkat penularan karena pasien mudah berinteraksi dengan orang lain sehingga penularan mudah terjadi (Bintang, 2013). Di negara berkembang angka kejadian TB terbanyak adalah usia muda, sedangkan di negara maju lebih tinggi pada kelompok usia tua. 51 Universitas Sumatera Utara 4.1.3 Suku penderita MDR-TB Karakteristik subjek penelitian berdasarkan suku dapat dilihat pada Tabel 4.3 terbanyak berasal dari suku batak sebanyak 12 sampel (38,71%) dan paling sedikit berasal dari suku arab dan suku minang dengan masing-masing 1 sampel (3,23%). Meskipun ada beberapa bukti untuk mendalilkan predisposisi genetik host sebagai dasar untuk faktor risiko MDR-TB, seperti penelitian dari India, pasien dengan HLA-DRB1*13 dan -DRB1*14 ditemukan memiliki dua kali lipat peningkatan risiko MDR-TB dan pasien di Korea sangat terkait dengan HLA DRB1*08032DQB1*0601 haplotype. Peran faktor-faktor ini tidak diketahui secara pasti, sangat mungkin bahwa lokus atau alel terkait mempunyai peran permisif dalam memberikan peningkatan kerentanan OAT untuk pengembangan MDR-TB (Sharma dan Mohan, 2004). Hal ini sesuai dengan pernyataan WHO pad global TB report tahun 2014 yang menyatakan bahwa TB paru adalah penyakit yang dapat menyerang semua ras dan suku di seluruh dunia. Tabel 4.3 Distribusi frekuensi suku penderita MDR TB RSUP Haji Adam Malik Medan Suku Aceh Arab Batak Jawa Minang Melayu Mandailing Total N 3 1 12 4 1 2 8 31 Persentase 9,68 % 3,23 % 38,71 % 12,90 % 3,23 % 6,45 % 25,81 % 100,00 % 4.1.4 Status pernikahan penderita MDR-TB Distribusi status pernikahan penderita MDR TB pada penelitian ini (Tabel 4.4) paling banyak adalah penderita yang sudah menikah sebanyak 25 orang 52 Universitas Sumatera Utara (80,65%). Hasil penelitian Susanty juga mendapatkan bahwa distribusi penderita MDR TB pada tahun 2015 lebih banyak pada penderita yang sudah menikah yaitu sebesar 90,45%, serupa dengan penelitian Bintang (2013) di RSUP H.Adam malik penderita yang sudah menikah, sebanyak 9 orang (64,29%). Sedangkan yang tidak atau belum menikah sebanyak 5 orang (35,71%). Tabel 4.4 Distribusi subjek penelitian berdasarkan status pernikahan Status Pernikahan Menikah Belum Menikah Total N 25 6 31 Persentase 80,65 % 19,35 % 100,00 % 4.1.5 Status pendidikan penderita MDR-TB Distribusi status pendidikan penderita MDR-TB pada penelitian ini (Tabel 4.5) paling banyak adalah pendidikan sarjana sebanyak 9 orang (29,03%), dan yang paling sedikit adalah pendidikan pasca sarjana sebanyak 1 orang (3,23%). Tabel 4.5 Distribusi frekuensi status pendidikan penderita MDR-TB RSUP Haji Adam Malik Medan Status Pendidikan SD SMP SMU Sarjana Pasca Sarjana Tidak Sekolah Total N 6 7 8 9 1 0 31 Persentase 19,35 % 22,58 % 25, 81 % 29, 03 % 3,23 % 0,00 % 100,00 % Pada penelitian yang dilakukan Nofizar pada tahun 2012 di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, pendidikan pasien MDR-TB yang tertinggi adalah S1 sampai yang terendah SD; 4 orang S1; 2 orang D-III; 24 orang SMA/sederajat; 7 orang SMP/sederajat dan SD/sederajat sebanyak 13 orang. Hal ini menunjukkan berdasarkan status pendidikan, paling banyak adalah pada tingkat SMA/sederajat, 53 Universitas Sumatera Utara diikuti SD/sederajat, belum bisa disimpulkan bahwa tingkat pendidikan rendah cenderung menjadi faktor risiko terjadinya MDR-TB, karena faktor konseling dari tenaga medis kepada pasien serta dukungan dari keluarga sangat berperan besar dalam kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat secara tepat. 4.1.6 Tempat Berobat TB Sebelumnya penderita MDR-TB Berdasarkan frekuensi distribusi tempat berobat TB sebelum penderita MDR-TB masuk ke RSUP Haji Adam Malik Medan dapat dilihat pada Tabel 4.6, dari 31 sampel, penderita MDR-TB yang berobat TB sebelumnya ke praktek dokter swasta 2 orang (6,45%), ke rumah sakit 10 orang (32,26%), ke puskesmas 17 orang (54,84%), ke klinik paru 1 orang (3,23%), dan ke RSU Paru 1 orang (3,23%). Jadi, persentase tertinggi tempat berobat TB sebelum penderita MDRTB masuk ke RSUP Haji Adam Malik Medan adalah ke puskesmas sebanyak 17 penderita (54,84%). Tabel 4.6 Distribusi frekuensi tempat berobat TB sebelumnya penderita MDRTB RSUP Haji Adam Malik Medan Tempat berobat TB sebelumnya Puskesmas Rumah Sakit Praktek Dokter Swasta Klinik Paru RSU Paru Total N 17 10 2 1 1 31 Persentase 54,84 % 32,26 % 6,45 % 3,23 % 3,23 % 100,00 % Distribusi tempat berobat TB sebelumnya pada penelitian ini menunjukkan bahwa puskesmas merupakan tempat berobat TB yang paling banyak dengan jumlah 17 orang (54,84%). Hasil penelitian ini dapat dijelaskan merujuk pada penelitian Suharmiati dan Maryani pada tahun 2011 menggunakan data sekunder hasil Survei Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, bahwa fasilitas kesehatan yang 54 Universitas Sumatera Utara dimanfaatkan oleh penderita untuk diagnosis dan pengobatan TB paling banyak adalah di puskesmas yaitu 47,6%; pasien berhenti setelah minum obat 2-5 bulan sebanyak 39,6%; dan pasien tidak minum obat 57,1%. Ketidakpatuhan berupa kontrol tidak teratur dan mangkir/putus obat merupakan faktor risiko bagi pasien MDR-TB, komunikasi, informasi, dan edukasi yang disampaikan oleh dokter merupakan faktor resiko dari sisi dokter dan sebagian besar pasien tidak meminum obat OAT sesuai panduan yang benar merupakan faktor resiko dari obat pada penderita MDR-TB (Nofizar, 2012). 4.1.7 Penyakit Komorbid penderita MDR-TB Penyakit komorbid yang diamati pada penelitian ini adalah diabetes melitus dan HIV/AIDS. Dari 31 sampel, 7 orang (22,58%) memiliki penyakit komorbid diabetes melitus, 24 orang (77,42%) tidak mempunyai penyakit komorbid, sedangkan penyakit komorbid HIV/AIDS pada penderita MDR-TB yang dijadikan subjek penelitian tidak ditemukan (Tabel 4.7). Tabel 4.7 Distribusi frekuensi penyakit komorbid penderita MDR-TB RSUP Haji Adam Malik Medan Penyakit Komorbid Diabetes Melitus HIV/AIDS Tidak ada penyakit komorbid Total N 7 0 24 31 Persentase 22,58 % 0,00 % 77, 42 % 100,00 % Penelitian yang dilakukan Yuan (2013) menunjukkan bahwa DM merupakan faktor risiko penting TB. Hubungan antara DM dengan MDR-TB masih kontroversi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien DM lebih mudah menderita MDR-TB dibandingkan dengan yang tanpa DM. Penelitian Rifat (2014) menunjukkan bahwa DM tipe 2 merupakan faktor risiko TB dan 55 Universitas Sumatera Utara berhubungan dengan MDR TB yang mempengaruhi outcome pengobatan TB dan merupakan penyakit penyebab gagalnya pengobatan serta menurunnya imunitas penderita terhadap TB karena DM meningkatkan kesensitifan terhadap strain yang resisten terhadap obat. Perubahan metabolik pada penderita DM akan mempengaruhi farmakokinetik OAT melalui perubahan absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Efektivitas OAT dipengaruhi oleh kadar obat di dalam plasma sehingga pada kasus DM terjadi penurunan efektifitas OAT dan berakibat terhadap kesembuhan pasien TB. Kadar OAT yang rendah dalam plasma dapat menginduksi resistensi terhadap OAT sehingga menimbulkan komplikasi. 4.1.8 Kriteria Suspek Penderita MDR TB Berdasarkan kriteria suspek MDR-TB (Tabel 4.8), dari 31 sampel 5 orang (16,13%) terindikasi karena gagal pengobatan ketegori 2, kriteria suspek MDRTB karena gagal pengobatan kategori 1 sebanyak 6 orang (19,35%), kriteria suspek karena kambuh kategori 1 dan kategori 2 sebanyak 13 orang (41,94%), kriteria suspek MDR-TB karena lalai/default pengobatan kategori 1 atau 2 sebanyak 7 orang (22,58%). Persentase tertinggi kriteria suspek MDR-TB adalah kriteria nomor 6 yaitu karena kambuh kategori 1 dan kategori 2 sebanyak 13 orang (41,94%). Tabel 4.8 Distribusi frekuensi kriteria suspek penderita MDR-TB RSUP Haji Adam Malik Medan Kriteria Suspek MDR TB N Persentase 1. Kronik/gagal pengobatan kategori 2 5 16,13 % 2. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif 0 0,00 % setelah bulan ke 3 pengobatan kategori 2 3. Pasien TB yang pernah diobati OAT MDR TB 0 0,00 % (Fluorokuinolon dan kanamisin) 4. Gagal pengobatan kategori 1 6 19,35 % 5. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif 0 0,00 % setelah sisipan pada pengobatan kategori 1 6. Kambuh 13 41,94 % 56 Universitas Sumatera Utara 7. Pengobatan setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 atau 2 Lanjutan Tabel 4.8 Kriteria Suspek MDR TB 8. Suspek TB dengan keluhan yang tinggal dekat dengan pasien MDR TB terkonfirmasi termasuk petugas kesehatan yang bertugas di bangsal MDR TB Total 7 22,58 % N Persentase 0 0,00 % 31 100,00 % Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Susanty (2015) di RSUP H. Adam Malik Medan bahwa penderita kriteria suspek MDR TB terbanyak yaitu pasien TB kasus kambuh (relaps) kategori 1 dan 2 yaitu sebanyak 40,48% serta penelitian yang dilakukan Sharma (2011) di India yang menunjukkan bahwa dari 40 pasien TB MDR, 29 orang (72,5%) merupakan pasien TB relaps atau kambuh. Tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nofizar di RSUP Persahabatan Jakarta (2012) yang menunjukkan bahwa kriteria suspek MDR-TB terbanyak dikarenakan kasus kronik /gagal pengobatan kategori 2 sebanyak 36%. 3.2 Distribusi mutasi gen rpoB M.tuberculosis pada subjek penelitian Berdasarkan distribusi mutasi gen rpoB M.tuberculosis pada subjek penelitian, seluruh sampel yaitu sebanyak 31 sampel mengalami mutasi gen rpoB M.tuberculosis di kodon 516 (100%) dan tidak ditemukan M.tuberculosis wild type. Dari 31 sampel sebanyak 30 orang (96,77%) mengalami mutasi gen rpoB pada beberapa kodon (multiple mutation), dan hanya 1 sampel yang mengalami mutasi gen rpoB M.tuberculosis di kodon 516 (Tabel 4.9). 57 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.9 Distribusi mutasi gen rpoB M.tuberculosis pada subjek penelitian Kodon Termutasi 507 511 513 516 518 522 526 531 533 Wild type N 24 22 22 31 25 27 28 30 4 0 Persentase 77,42 % 70,97 % 70,97 % 100,00 % 80,65 % 87,10 % 90,32 % 96,77 % 12,90 % 0,00 % Persentase kejadian tertinggi mutasi gen 81 bp rpoB M.tuberculosis atau pada daerah RRDR adalah pada kodon 516 (100%), diikuti kodon 531 (96,77%), dan kodon 526 (90,32%). Persentase mutasi gen 81 bp rpoB M.tuberculosis terkecil terdapat pada kodon 533 (12,90%). Kejadian mutasi ini ada kesamaan dengan penelitian Da Silva dan Palomino (2011) yaitu mutasi paling banyak terjadi pada kodon 531 dan 526, dan yang sering dilaporkan pada kebanyakan penelitian adalah pada kodon 516 (Zhang dan Yew, 2009; Da Silva dan Palomino, 2011). Mutasi yang ditemukan dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian yang ditemukan oleh Lingala (2010) di India yaitu mutasi gen 81 bp rpoB M.tuberculosis persentase terbanyak ditemukan pada kodon 531(47%), 526 (17%), dan 516 (13%). Sedangkan Yao tahun 2010 yang menggunakan isolat dari Chongqing, China persentase mutasi gen 81 bp rpoB M.tuberculosis yang terjadi pada kodon 531(73%) dan kodon 513 (27%), tetapi tidak dijumpai mutasi pada kodon 511, 516, 526 dan 533. Penelitian Nghiem (2011) yang menggunakan isolat M.tuberculosis dari Vietnam, juga menunjukan hasil yang sama dengan temuan 58 Universitas Sumatera Utara Lingala di India dengan persentase mutasi rpoB terbanyak pada kodon 531(37,8%), 526 (23%), dan 516 (9,46%). Resistensi rifampisin dihubungkan dengan mutasi pada gen rpoB, yang mengkode β-subunit RNA polymerase M. tuberculosis (Li e al, 2012). Dengan GeneXpert MTB/RIF yang resistensi terhadap rifampisin dideteksi sebagai gagalnya satu atau lebih rpoB-molecular beacon spesifik untuk menghibridisasi amplikon polimorfisme rpoB, dan yang paling sering terjadi yaitu pada kodon 516, 526, dan 531. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 95% M. tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin mengalami mutasi pada gen 81 bp rpoB pada kodon 507 sampai 533 (Li et al, 2012; Castan et al, 2014). Diperkirakan sebanyak 5% M. tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin mengalami mutasi di luar hot spot region rpoB (Li et al, 2012). Produk PCR diperiksa dengan elektroforesis gel, Wild type M.tuberculosis H37RV sebagai kontrol positif akan membentuk fragmen spesifik alel sesuai dengan target primer yang digunakan, sedangkan hasil PCR multipleks sampel dikatakan bermutasi jika tidak terbentuk pita DNA sesuai fragmen spesifik alel, yang divalidasi dengan kontrol positif dan kontrol negatif yang digunakan. Kedua kontrol berjalan dengan baik, ditunjukan dengan tidak adanya pita DNA pada hasil PCR kontrol negatif dan adanya pita DNA sesuai dengan PCR multipleks yang dilakukan pada hasil PCR kontrol positif. Hasil elektroforesis produk PCR resisten terhadap rifampisin ditunjukkan pada gambar 4.1 sampai gambar 4.4. 59 Universitas Sumatera Utara Gambar 4.1 Elektroforesis produk PCR 213 bp dan 163 bp fragmen gen rpoB M.tuberculosis dengan primer rpoB518, rpoB533, dan RIRm dalam agarose 3%. Keterangan : - Lane A : 1000 bp DNA Ladder/Marker - Lane 1 dan 28 : kontrol negatif - Lane 2 dan 29 : hasil PCR H37RV wild type (kontrol positif) - Lane 3-27 dan 30-35 : hasil PCR sampel 1-31 60 Universitas Sumatera Utara Gambar 4.2 Elektroforesis produk PCR 251 bp dan 230 bp fragmen gen rpoB M.tuberculosis dengan primer rpoB511, rpoB513, dan RIRm dalam agarose 3%. Keterangan: - Lane A - Lane 1 dan 28 - Lane 2 dan 29 - Lane 3-27 dan 30-35 : 1000 bp DNA Ladder/Marker : kontrol negatif : hasil PCR H37RV wild type (kontrol positif) : hasil PCR sampel 1-31 61 Universitas Sumatera Utara Gambar 4.3 Elektroforesis produk PCR 218 bp, 185 bp dan 170 bp fragmen gen rpoB M.tuberculosis dengan primer rpoB516, rpoB526, rpoB531 dan RIRm dalam agarose 3%. Keterangan : - Lane A - Lane 1 dan 28 - Lane 2 dan 29 - Lane 3-27 dan 30-35 : 1000 bp DNA Ladder/Marker : kontrol negatif : hasil PCR H37RV wild type (kontrol positif) : hasil PCR sampel 1-31 62 Universitas Sumatera Utara Gambar 4.4 Elektroforesis produk PCR 244 bp dan 199 bp fragmen gen rpoB M.tuberculosis dengan primer rpoB507, rpoB522, dan RIRm dalam agarose 3%. Keterangan : - Lane A - Lane 3 dan 29 - Lane 1,2 dan 27-28 - Lane 4-26 dan 30-37 : 1000 bp DNA Ladder/Marker : kontrol negatif : hasil PCR H37RV wild type (kontrol positif) : hasil PCR sampel 1-31 Mutasi gen rpoB M tuberculosis pada kodon 516 telah dilaporkan terjadi mutasi Asp516 menjadi Val dan Gly, termutasinya residu menjadi Val dan Gly menyebabkan ikatan hidrogen tidak terbentuk, dan adanya perubahan residu asam amino dengan rantai samping polar menjadi non polar. Hilangnya ikatan hidrogen yang pada awalnya terbentuk akan mengurangi afinitas pengikatan RIF sehingga RIF terikat lebih lemah pada RNAP subunit β, akibatnya RIF tidak dapat bekerja secara efektif, padahal aktivitas RIF lebih bergantung pada kemampuannya untuk 63 Universitas Sumatera Utara berikatan dengan RNAP. Selain hal itu, konformasi RIF yang kaku diduga juga mengakibatkan RIF tidak dapat beradaptasi terhadap mutasi yang merubah bentuk dan lingkungan kimia tapak pengikatnya. Jika RIF terikat lemah dengan RNAP mengakibatkan perubahan posisi RIF, terutama pada kondisi enzim yang bersifat dinamis dan juga dipengaruhi oleh adanya molekul air. Bila posisi RIF berubah sedemikian rupa sehingga tidak lagi menghalangi jalur perpanjangan RNA, maka kemungkinan proses transkripsi akan terus berjalan dan bakteri akan resisten terhadap RIF (Ubyaan, 2012). Satu studi tentang gen rpoB pada isolat yang resisten terhadap rifampisin telah mengidentifikasi berbagai mutasi dan delesi pendek pada gen. Dari penelitian dilaporkan ada sebanyak 69 perubahan nukleotida tunggal, 3 insersi, 16 delesi, dan 38 perubahan nukleotida multipel. Lebih 95% dari semua mutasi berlokasi pada 81bp regio inti gen rpoB antara kodon 507‐533 dengan perubahan paling sering yaitu pada kodon Ser531Leu, His526Tyr, dan Asp516Val. Perubahan asam amino serin pada kodon 531 serta histidin pada kodon 526 ditemukan pada 70% isolat resisten terhadap rifampisin. Namun begitu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memastikan asam amino yang termutasi pada hasil penelitian ini yaitu melalui sequensing. Beberapa perubahan asam amino yang terjadi pada mutasi gen rpoB dapat dilihat di Tabel 4.10 64 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.10 Distribusi perubahan asam amino gen rpoB yang termutasi Kodon Termutasi Perubahan Nukleotida Perubahan asam amino 511 CTG → CCG Leu → Pro 513 CAA → CCA Gln → Pro GAC → GTC Asp → Val 516 GAC → TAC Asp → Tyr GAC → GGC Asp → Gly 522 TCG → TTG Ser → Leu CAC → CTC His → Leu CAC → TAC His → Tyr CAC → GAC His → Asp 526 CAC → CGC His → Arg CAC → AGC His → Ser CAC → ACC His → Thr TCG → TTG Ser → Leu TCG → TGG Ser → Trp 531 TCG → TTC Ser → Phe TCG → CAG Ser → Gln 533 CTG → CCG Leu → Pro Sumber : Nghiem, 2011 dan Yao, 2010 3.3 Distribusi mutasi gen katG M.tuberculosis pada subjek penelitian Distribusi mutasi gen katG M.tuberculosis pada Tabel 4.11 dan hasil elektroforesis produk PCR ditunjukkan pada Gambar 4.5. Berdasarkan uji yang dilakukan 26 sampel dari 31 sampel (83,87%) mengalami mutasi pada gen katG M.tuberculosis terjadi pada kodon 315 yang berarti 26 orang mengalami resistensi terhadap INH dan juga mengalami resistensi terhadap rifampisin. Pada penelitian Susanty (2015) didapatkan 42 dari 48 sampel yang resisten terhadap rifampisin juga resisten terhadap isoniazid berdasarkan hasil uji kepekaan metode proporsi media LJ atau terdapat 87,5% penderita yang resisten terhadap rifampisin juga resisten terhadap isoniazid. Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lebih dari 90% kasus resistensi rifampisin juga resistensi terhadap isoniazid oleh karena itu resistensi rifampisin dapat digunakan sebagai tanda pendeteksi MDR-TB (WHO, 2013b). 65 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.11 Distribusi mutasi gen katG 315 M.tuberculosis pada subjek penelitian Distribusi Mutasi N Persentase Mutan 26 83,87 % Wild type 5 16,13 % Total 31 100,00 % Gambar 4.5 Elektroforesis produk PCR 270 bp fragmen gen katG M.tuberculosis dengan primer katG5R dan KatGOF dalam agarose 3%. Keterangan Gambar : - Lane A - Lane 1 dan 23 - Lane 2 dan 24 - Lane 3-22 dan 25-35 : 1000 bp DNA Ladder/Marker : kontrol negatif : hasil PCR H37RV wild type (kontrol positif) : hasil PCR sampel 1-31 INH masuk ke sel bakteri sebagai prodrug secara difusi pasif, kemudian diaktivasi oleh enzim katalase peroksidase yang dikode oleh gen katG membentuk kompleks isonocotinic acyl-NADH yang berikatan erat pada enoylacyl-acyl 66 Universitas Sumatera Utara carrier protein (ACP) reduktase yang dikenal sebagai inhA sehingga memblokade aktivitas sintesis asam lemak serta menghambat sintesis asam mikolat yang diperlukan untuk dinding sel mikobakterium. Kehilangan aktivitas katalase peroksidase (katG) akan menyebabkan resistensi terhadap INH, yang disebabkan oleh adanya mutasi pada gen katG. Kebanyakan peristiwa mutasi dijumpai antara kodon 138 dan 328, dan yang paling sering pada kodon 315 dari gen tersebut. (Rattan, 1998) Beberapa varian mutasi pada kodon 315 gen katG M.tuberculosis yaitu Ser315Thr (AGC→ACC), Ser315Thr (AGC→ACA), Ser315Asn (AGC→AAC), Ser315Ilo (AGC→ATC), Ser315Arg (AGC→CGC), Ser315Arg (AGC→AGA), dan Ser315Gly (AGC→GGC), tetapi mutasi paling banyak adalah mutasi Ser315Thr (AGC→ACC) dan menyebabkan perubahan asam amino serin menjadi treonin yang akan mengekspresikan protein katalase-peroksidase mutan. (Ramaswamy, 2003). 3.4 Distribusi mutasi gen embB M.tuberculosis pada subjek penelitian Sembilan sampel dari 31 sampel (29,03%) mengalami mutasi gen embB M.tuberculosis pada kodon 306A sehingga menimbulkan resistensi terhadap etambutol, 8 dari 9 sampel yang termutasi pada kodon 306A juga mengalami resisten terhadap rifampisin dan isoniazid, sedangkan 1 sampel lainnya mengalami resistensi terhadap rifampisin dan etambutol. Distribusi mutasi gen embB M.tuberculosis pada subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan hasil elektroforesis produk PCR ditunjukkan pada Gambar 4.6. 67 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.12 Distribusi mutasi gen embB 306 M.tuberculosis pada subjek penelitian Distribusi Mutasi N Persentase Mutan 9 29, 03 % Wild type 22 70,97 % Total 31 100,00 % Gambar 4.6 Elektroforesis produk PCR 325 bp, 160 bp dan 220 bp fragmen gen embB M.tuberculosis dengan primer embB306A dan embB306B serta primer emb1F dan emb2R dalam agarose 3%. Keterangan Gambar : - Lane A - Lane 1 dan 23 - Lane 2 dan 24 - Lane 3-22 dan 25-35 : 1000 bp DNA Ladder/Marker : kontrol negatif : hasil PCR H37RV wild type (kontrol positif) : hasil PCR sampel 1-31 Kemampuan bakteri (resistensi perolehan) untuk tetap tumbuh dan multifikasi dengan kehadiran antibiotika menggambarkan adanya perbedaan 68 Universitas Sumatera Utara genetika dengan bakteri yang sensitif. Apabila populasi bakteri beradaptasi dengan kehadiran antibiotika, sel-sel yang sensitif secara perlahan akan digantikan oleh bakteri yang resisten yang membawa gen untuk memacu sifat resisten. Pada paparan OAT yang tidak adekuat, bakteri yang sensitif akan mati dan mutan akan berkembang biak dengan pesat tanpa adanya persaingan yang berarti dalam hal nutrisi. Tuberkulosis pada kasus MDR cenderung akan berkembang menjadi kasus kronik dan kondisi ini semakin mempermudah penyebaran M. tuberculosis galur MDR. Mutasi terhadap OAT terjadi 10-9 kali per pembelahan sel. Oleh sebab itu OAT diberikan secara kombinasi untuk memperkecil kemungkinan terjadinya mutasi hingga 10-18 per pembelahan sel (Rinanda,2015). Ethambutol (EMB), digunakan dalam kombinasi dengan obat lain dan spesifik terhadap mikobakterium yang sedang mengalami diferensiasi mampu menghambat arabinosyl transferase (embB) yang terlibat pada biosintesis dinding sel bakteri. Berbagai studi berhasil mengidentifikasi lima macam mutasi pada kodon 306 [(ATG‐GTG), (ATG‐CTG), (ATG‐ATA), (ATG‐ATC) dan (ATG‐ ATT)] yang menghasilkan substitusi asam amino (Val, Leu, dan Ile) pada isolat resisten EMB. Analisis dari Rattan (1998) embCAB telah mengkonfirmasi dominasi embB substitusi Met306 antara isolat M.tuberculosis resistan EMB (sekitar 89% antara isolat resisten embB dengan substitusi asam amino tunggal). Dari 118 isolat M.tuberculosis menunjukkan bahwa 5 mutan embB kodon 306, semua mengarah ke substitusi Val, Leu, atau Ile. Perubahan struktural pada kodon ini merugikan interaksi etambutol dan embB, sehingga menghasilkan fenotip resisten. 69 Universitas Sumatera Utara Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 4 dari 31 sampel (12,90%) mengalami monoresisten rifampisin (R), 18 dari 31 sampel (58,06%) mengalami resisten terhadap rifampisin dan isoniazid (RH), 8 dari 31 sampel (25,81%) mengalami resisten terhadap rifampizin, isoniazid dan etambutol (RHE), serta 1 sampel lainnya (3,23%) mengalami polyresisten terhadap rifampisin dan etambutol (RE). Beberapa penelitian di Indonesia juga menunjukkan angka monoresisten yang rendah seperti yang dilaporkan oleh Aditama dalam Sihombing (2012) yang mendapatkan angka 0,50% pada monoresisten rifampisin dan hasil penelitian Sihombing di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 yang mendapatkan monoresisten rifampisin hanya ada 1 kasus (1,18%) dari 18 kasus monoresisten primer. Penelitian Bintang (2015) diperoleh resistensi pada rifampisin dan INH (RH) sebanyak 4 orang (28,58%), resitensi terhadap rifampisin, INH, etambutol (RHE) dan sebesar 2 orang (14,28%). Berdasarkan teori, jika resistensi rifampisin dan MDR TB mempunyai korelasi kuat, maka deteksi MDR TB cukup hanya dengan single rapid test yang mendeteksi resistensi rifampisin seperti GeneXpert MTB/RIF. Pada negara dengan kejadian monoresisten rifampisin rendah tetapi prevalensi MDR TB tinggi, korelasi ini dapat dipakai. Negara dengan kejadian monoresisten rifampisin tinggi, korelasi tersebut masih dipertanyakan dan tidak selalu dapat digunakan (Coovadia, et al, 2013). Berdasarkan data dari WHO (2013a) Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban MDR TB tinggi dengan perkiraan pasien MDR TB sebesar 6900 kasus yaitu 1,9% dari kasus baru dan 12% dari kasus pengobatan ulang. Oleh karena itu GeneXpert MTB/RIF dapat digunakan untuk mendeteksi atau mendiagnosis MDR TB untuk kasus di Indonesia. 70 Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan a. karakteristik pasien MDR-TB di RSUP Haji Adam Malik berdasarkan jenis kelamin lebih banyak pada laki-laki yaitu 21 orang ( 67,74%). Berdasarkan usia penderita MDR terbanyak yaitu 31-40 tahun sebanyak 10 orang (32,26%). Berdasarkan suku paling banyak suku batak sebanyak 12 orang (38,71%). Berdasarkan status pernikahan paling banyak penderita sudah menikah yaitu 25 orang (80,65 %). Berdasarkan tingkat pendidikan paling banyak penderita mempunyai pendidikan Sarjana yaitu 9 orang (29,03%), berdasarkan tempat berobat TB penderita sebelumnya paling banyak di puskesmas yaitu sebanyak 17 orang (54,84%), berdasarkan penyakit komorbid yang dijumpai yaitu diabetes melitus sebanyak 7 orang (22,58%), dan berdasarkan kriteria suspek MDR TB paling banyak yaitu pasien TB kasus kambuh (relaps) kategori 1 dan kategori 2 sebanyak 13 orang (41,94%.). b. persentase tertinggi terjadinya mutasi gen 81 bp rpoB M.tuberculosis atau pada daerah RRDR (Rifampicin Resistance Determining Region) yaitu berada pada kodon 516 (100%) kemudian pada kodon 531 (96,77%), dan kodon 526 (90,32%) sedangkan persentase terkecil yaitu adanya mutasi gen 81 bp rpoB M.tuberculosis pada kodon 533 (12,90%). 71 Universitas Sumatera Utara c. sebanyak 83,87% dari sampel mengalami mutasi gen katG M.tuberculosis di kodon 315 yang mengakibatkan resistensi terhadap INH dan juga mengalami resistensi rifampisin. d. sebanyak 29,03% dari sampel mengalami mutasi gen embB M.tuberculosis di kodon 306A sehingga menimbulkan resistensi terhadap etambutol. e. kodon yang bermutasi pada isolat klinis pasien MDR-TB pada RSUP Haji Adam Malik Medan sesuai dengan yang dilaporkan untuk strain dari bagian lain dunia, terutama mutasi umum yang mencerminkan pola global f. dari hasil penelitian didapatkan bahwa 4 sampel (12,90%) mengalami monoresisten rifampisin (R), 18 sampel (58,06%) mengalami resisten terhadap rifampisin dan isoniazid (RH), 8 sampel (25,81%) mengalami resisten terhadap rifampizin, isoniazid, dan etambutol (RHE), serta 1 sampel lainnya (3,23%) mengalami polyresisten terhadap rifampisin dan etambutol (RE). 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian disarankan: a. penelitian lebih lanjut untuk memastikan asam amino mana yang termutasi dengan cara sequensing DNA yang dihasilkan dari penelitian ini. b. memeriksa varian mutasi pada gen rpoB selain pada 81 bp untuk memastikan mutasi gen rpoB selain pada RRDR penyebab resistensi rifampisin c. memeriksa varian mutasi gen ahpC, inhA, kasA dan ndh untuk memastikan mutasi selain gen katG penyebab resistensi INH. d. memeriksa varian mutasi gen embCAB untuk memastikan mutasi selain gen embB penyebab resistensi etambutol. 72 Universitas Sumatera Utara e. dilakukan penyuluhan oleh tenaga kesehatan kepada masyarakat luas mengenai bahaya MDR-TB disertai cara penularan penyakit, pencegahan, serta penanggulangan jika telah menderita MDR-TB. f. dilakukan asuhan kefarmasian serta konseling kepada penderita TB dan MDR- TB serta keluarga pasien agar patuh dalam mengkonsumsi obat secara tepat dan benar. 73 Universitas Sumatera Utara