BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Berikut ini adalah

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Pustaka
Berikut ini adalah hasil-hasil penelitian-penelitian terdahulu mengenai
kinerja keuangan pemerintah daerah.
1. Manik (2015) melakukan penelitian mengenai faktor- faktor yang
mempengaruhi pendapatan anggaran belanja daerah melalui belanja
modal, dana pengembangan dan pendapatan asli daerah terhadap
kinerja keuangan pemerintah di kabupaten dan kota di Kepulauan Riau
tahun 2010 – 2014, dengan menggunakan data dari Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) khususnya Laporan Realisasi Anggaran
(LRA). Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa secara persial
menunjukan semua variabel berpengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan kabupaten/ kota pemerintah di Kepulauan Riau
2) Sudarsana dan Shiddiq(2013), melakukan penelitian mengenai
pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan temuan audit BPK
terhadap kinerja pemerintah pusat. Karakteristik pemerintah daerah ini
menggunakan proksi ukuran pemerintah, tingkat kekayaan daerah, dan
temuan audit. Pupulasi dalam penelitian ini adalah seluruh kota/
kabupaten di Indonesia tahun 2010. Pemilihan sampel adalah
pemerintah daerah yang memiliki data yang lengkap meliputi neraca,
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) serta hasil pemeriksaan audit BPK.
10
Hasil penelitian ini adalah bahwa variabel ukuran pemerintah pusat,
tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat (DAU), dan belanja
modal tidak berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah.
Sedangkan tingkat kekayaan daerah (PAD) memiliki pengaruh positif
terhadap kinerja pemerintah daerah. Temuan audit berpengaruh negatif
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
3) Hafidz Sularso (2011), Penelitian ini bertujuan untuk melihat Pengaruh
Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal Dan Pertumbuhan
Ekonomi Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa Alokasi belanja modal dipengaruhi oleh kinerja
keuangan, alokasi belanja modal berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung dipengaruhi
oleh kinerja keuangan daerah .
4) Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh PAD terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara yang
diukur dengan rasio aktivitas. Data yang digunakan adalah laporan
realisasi anggaran (LRA) selama periode tahun 2002-2006. Dalam
penelitian ini menggunakan populasi penelitian seluruh Kabupaten dan
Kota di Sumatera Utara. Kesimpulan dari penelitian menunjukkan
bahwa secara parsial hanya pajak daerah, retribusi daerah, lain-lain
PAD saja yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan
pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara, sedangkan
hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak
11
berpengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan pemerintah
Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Sementara secara
simultan PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan
pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara
B.
Landasan Teori
1. LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Derah)
1.1 Pengertian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 1 Revisi tahun
2009 dalam Muhibtari (2014), Laporan Keuangan adalah suatu
penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu
entitas yang ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian
besar pengguna laporan keuangan.
Erlina dan Rasdianto (2013) menyatakan bahwa laporan
keuangan adalah produk akhir dari proses akuntansi yang telah
dilakukan. Laporan keuangan yang disusun harus memenuhi prinsipprinsip yang dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Laporan keuangan
dihasilkan dari masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang kemudian dijadikan dasar dalam membuat Laporan
Keuangan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. Laporan keuangan
daerah suatu hasil dari proses pengidentifikasian, pengukuran,
pencatatan dari transaksi ekonomi (keuangan) dari entitas pemerintah
daerah
yang
dijadikan
sebagai
12
informasi
dalam
rangka
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah dan pengambilan
keputusan ekonomi oleh pihak-pihak eksternal entitas pemerintah
daerah yang memerlukannya. Laporan keuangan pemerintah daerah
(LKPD) tersebut harus disusun sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP).
LKPD digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan,
belanja, transfer dan pembiayaan dengan anggaran yang ditetapkan,
menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektifitas dan efisiensi suatu
entitas pemerintah daerah. Laporan keuangan daerah bermanfaat
dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan
ekonomi sosial maupun politik karena LKPD memberi informasi
berikut:
a. Kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh
pengeluaran.
b. Kesesuaian cara memperoleh sumber daya ekonomi dan alokasinya
dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundangundangan.
c. Jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan
entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai.
d. Cara entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan
mencukupi kebutuhan kasnya.
e. Posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan
sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka
13
panjang termasuk yang berasal dari pajak dan pinjaman.
f. Perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami
kenaikan atau penurunan sebagai akibat kegiatan yang dilakukan
selama periode pelaporan.
Laporan Keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai
posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu
entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan
informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas dan
kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para
pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai
alokasi sumber daya. Secara spesifik tujuan laporan
keuangan
pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk
pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas
pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Untuk
memenuhi tujuan tersebut,
informasi
mengenai
keuangan/ekonomi,
Laporan
Keuangan
menyediakan
sumber dan penggunaan sumber daya
transfer,
pembiayaaan,
sisa
lebih/kurang
pelaksaaan anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/defisit laporan
operasional, aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas
pelaporan.
Setiap
pemerintah
daerah
mempunyai
kewajiban
untuk
melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai
dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada
14
suatu periode pelaporan untuk kepentingan :
a. Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan
pengelolaan
sumber
daya
serta
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
b. Manajemen
Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan
kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga
memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian
atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk
kepentingan masyarakat.
c. Transparansi
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada
masyarakat
berdasarkan
pertimbangan
bahwa
masyarakat
memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh
atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber
daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada
peraturan perundang-undangan.
d. Keseimbangan antar Generasi (intergenerational equity)
Membantu
para
pengguna
dalam
mengetahui
kecukupan
penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai
seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang
akan
datang
diasumsikan
15
akan
ikut
menanggung
beban
pengeluaran tersebut.
Dalam pasal
24 PP Nomor 71 Tahun 2010 kerangka konseptual
akuntansi pemerintah yaitu pada pernyataan peran dan tujuan laporan
keuangan, menyatakan bahwa, “Laporan Keuangan disusun untuk
menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan
seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama
satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk
mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk
melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi
keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu pelaporan, dan
membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundangundangan”.
Pada tanggal 13 Juni 2005 pemerintah menetapkan PP Nomor 24
Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis
kas menuju akrual (cash basis toward accrual) yang mengakui,
pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas serta mengakui asset,
utang, dan ekuitas dana berbasis akrual. PP ini diterbitkan untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 32 Ayat 2 UU Nomor 17 Tahun 2003
tetang Keuangan Negara. PP Nomor 24 Tahun 2005 I ini menjadi acuan
bagi penyusunan laporan keuangan, pemeriksaan laporan keuangan,
dan pengguna laporan keuangan daerah.
Pada tahun 2010 dikeluarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 sebagai
pengembangan dari PP Nomor 2004 Tahun 2005. PP Nomor 71 Tahun
16
2010 merupakan SAP berbasis akrual yang mengakui pendapatan,
beban, asset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis
akrual, serta mengakui pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam
pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan
dalam APBN/ APBD. Peraturan pemerintah tersebut menjadi pedoman
bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan akuntansi berbasis akrual
secara penuh paling lambat tahun anggaran 2015.
PP Nomor 71 tahun 2010 menghendaki penyajian laporan keuangan
yang berbasis akrual, namun karena APBD disusun berdasarkan basis
kas maka untuk pelaporan realisasi anggaran menggunakan basis kas.
Maka dari itu, pemerintah akan menerapkan 2 basis akuntansi yaitu
basis kas dan basis akrual. Laporan keuangan yang dilaporkan
berdasarakan basis akrual adalah Neraca, Laporan Operasional,
Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas
Laporan Keuangan. Sedangkan laporan keuangan yang dilaporkan
berdasarkan basis kas meliputi Laporan Realisasi Anggaran dan
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL).
1.2 Komponen Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan
keuangan yang wajib disusun dan di sajikan oleh entitas pelaporan
menurut SAP berbasis kas menuju akrual yaitu :
1. Laporan Realisai Anggaran (LRA)
2. Neraca
17
3. Laporan Arus Kas (LAK)
4. Catatan atas Laporan Keuangan ( CaLK)
Sedangkan, SAP berbasis akrual mewajibkan entitas pelaporan
menyusun dan menyajikan tujuh laporan keuangan pokok yang terbagi
kedalam tiga jenis pelaporan, yaitu :
1. Pelaporan Financial (Financial Report)
a. Neraca
b. Laporan Operasional (LO)
c. Laporan Arus Kas
d. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
2. Pelaporan pelaksanaan anggaran (Budgetary Report)
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
b. Laporan Saldo Anggaran Lebih (SAL)
3. Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK)
Untuk penjelasan masing-masing komponen LKPD, maka akan di
jelaskan di bawah ini :
a. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas
pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal
tertentu. Dalam neraca, setiap entitas mengklasifikasikan
asetnya
dalam
aset
lancar
dan
nonlancar
serta
mengklasifikasikan kewajibannya menjadi kewajiban jangka
pendek dan jangka panjang.
18
b. Laporan Operasional (LO)
Dalam PP Nomor 71 2010 paragraf 78 di jelaskan bahwa
Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya
ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang
dikelola oleh pemerintah
pusat/daerah untuk kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan.
Kemudian dalam pargaraf 79 dijelaskan mengenai unsur-unsur
dalam laporan operasional :
1. Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.
2. Beban adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih.
3. Transfer adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran
uang dari/oleh suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas
pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi
hasil.
4. Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar
biasa yang terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan
merupakan operasi biasa, tidak diharapkan sering atau rutin
terjadi, dan berada di luar kendali atau pengaruh entitas
bersangkutan.
c. Laporan Arus Kas
Dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 paragraf 80 kerangka
19
konseptual SAP, dijelaskan bahwa Laporan Arus Kas
menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasi,
investasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan
saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas
pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu, kemudian
pada paragraph 81 dijelaskan mengenai unsur-unsur dalam
laporan arus kas meliputi :
1. Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke
Bendahara Umum Negara/Daerah.
2. Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari
Bendahara Umum Negara/Daerah.
d. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
Dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 paragraf 82 kerangka
konseptual SAP, dijelaskan bahwa Laporan Perubahan Ekuitas
menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun
pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya LPE
merupakan laporan yang menghubungkan antara LO dengan
neraca. Pos- pos yang disajikan dalam LPE yaitu :
1. Ekuitas awal
2. Surplus/ deficit- LO pada periode bersangkutan
3. Koreksi-koreksi yang berlangsung menambah/ mengurangi
ekuitas.
4. Ekuitas Akhir.
20
e. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 paragraf 61 kerangka
konseptual SAP, dijelaskan bahwa . Laporan Realisasi
Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian
sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah
pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara
anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. LRA
menggambarkan kegiatan keuangan pemerintah daerah yang
menunjukan ketaatannya pada APBD. Kemudian pada pragraf
62 disebutkan unsur-unsur dalam LRA yaitu ;
1. Pendapatan – LRA
adalah
penerimaan
oleh
Bendahara
Umum
Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas
pemerintah lainnya yang menambah Saldo Anggaran Lebih
dalam periode tahun anggaran
yang bersangkutan yang
menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali
oleh pemerintah.
2. Belanja
adalah
semua
pengeluaran
oleh
Bendahara
Umum
Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi Saldo
Anggaran
Lebih
dalam
periode
tahun
anggaran
bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya
kembali oleh pemerintah.
21
3. Transfer
adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas
pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana
perimbangan dan dana bagi hasil.
4. Pembiayaan ( Financing )
adalah
setiap
penerimaan/pengeluaran
yang
tidak
berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu
dibayar kembali dan/atau akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran
berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama
dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan
surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat
berasal dari pinjaman dan hasil divestasi. Pengeluaran
pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran
kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada
entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.
f. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL)
Dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 Pada paragraph 42 dijelaskan
bahwa laporan perubahan SAL lebih menyajikan secara
komparatif dengan periode sebelumnya pos- pos berikut :
1. Saldo Anggaran Lebih Awal
2. Penggunaan Saldo Anggaran Lebih
3. Sisa lebih/ kurang pembiayaan anggaran tahun berjalan
22
4. Koreksi kesalahan pembukuaan tahun sebelumnya
5. Lain-lain
6. Saldo anggaran lebih akhir
dan paragraf 63 kerangka konseptual SAP dijelaskan bahwa
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan
informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun
pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
g. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
Dalam PP Nomor 71 tahun 2010 paragraf 83 kerangka
konseptual SAP dijelaskan bahwa Catatan atas Laporan
Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka
yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan
Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan
Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan
Keuangan juga mencakup informasi
tentang kebijakan
akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan
informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk
diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta
ungkapan-ungkapan yang diperlukan
untuk menghasilkan
penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas Laporan
Keuangan mengungkapkan/menyajikan/menyediakan hal-hal
sebagai berikut:
1. Mengungkapkan informasi Umum tentang Entitas Pelaporan
23
dan Entitas Akuntansi.
2. Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan
dan ekonomi makro.
3. Menyajikan ikhtisar pencapaian target keuangan selama
tahun pelaporan berikut kendala dan hambatan yang
dihadapi dalam pencapaian target.
4. Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan
keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih
untuk diterapkan atas transaksi- transaksi dan kejadiankejadian penting lainnya
5. Menyajikan rincian dan penjelasan masing-masing pos yang
disajikan pada lembar muka laporan keuangan.
6. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan
Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan
dalam lembar muka laporan keuangan.
7.
Menyediakan informasi lainnya yang diperlukan untuk
penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar
muka laporan keuangan.
1.3 Entitas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah
Berdasarkan PP Nomor 71 tahun 2010, entitas akuntansi
merupakan unit pada pemerintahan yang mengelola anggaran,
kekayaan, dan kewajiban yang menyelenggarakan akuntansi dan
menyajikan laporan keuangan
24
atas
dasar
akuntansi
yang
diselenggarakan. Sedangkan entitas pelaporan merupakan unit
pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang
menurut peraturan perundang-undangan waib menyajikan laporan
pertanggungjawaban berupa laporan keuangan yang bertujuan
umum yang terdiri dari:
1. Pemerintah Pusat
2. Pemerintah Daerah
3. Masing-masing kementrian Negara atau lembaga di
lingkungan pemerintah pusat
4. Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/ daerah
atau organisasi lainya jika menurut peraturan perundangundang satuan organisasi dimaksud waib menyajikan
laporan keuangan.
2. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
2.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu
rencana kerja pemerintah yang dinyatakan secara kuantitatif,
biasanya dalam satuan moneter yang mencerminkan sumbersumber penerimaan daerah dan pengeluaran untuk membiayai
kegiatan dan proyek daerah dalam kurun waktu satu tahun
anggaran. Pada hakekatnya anggaran daerah (APBD) merupakan
salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah
25
yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Dengan demikian APBD
harus benar-benar dapat mencerminkan kebutuhan masyarakat
dengan memperhatikan potensi-potensi keanekaragaman daerah
(Lasminingsih, 2004 : 223).
Dalam APBD pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain
Pendapatan Daerah yang Sah. Selanjutnya Belanja digolongkan
menjadi 4 yakni Belanja Aparatur Daerah, Belanja Pelayanan
Publik, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan, dan Belanja
Tak Tersangaka. Belanja Aparatur Daerah diklasifikasikan menjadi
3 kategori yaitu Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan
Pemeliharaan, dan Belanja Modal / Pembangunan. Belanja
Pelayanan Publik dikelompokkan menjadi 3 yakni Belanja
Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan, dan
Belanja Modal. Pembiayaan seperti sudah dikatakan di atas, adalah
sumber - sumber penerimaan dan pengeluaran daerah yang
dimaksudkan untuk menutup defisit anggaran atau sebagai alokasi
surplus anggaran. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumbersumber pembiayaan, yaitu : sumber penerimaan daerah dan sumber
pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan
daerah adalah: sisa lebih anggaran
tahun lalu, penerimaan
pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan,
dan transfer dari dana cadangan. Sedang sumber pembiayaan
26
berupa pengeluaran daerah terdiri atas: pembayaran utang pokok
yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana
cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun sekarang.
2.2 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Saat ini APBD yang digunakan berdasarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam Pasal 22 disebutkan, struktur
APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :
a.
Pendapatan Daerah
Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang
diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode
tahun bersangkutan. Dalam pasal 25 disebutkan bahwa kelompok
pendapatan daerah dikelompokan atas : pendapatan asli daerah,
dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
1.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Sesuai dengan Undang-Undang No.33 tahun 2004
disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
pendapatan
yang
diperoleh
Daerah
yang
dipungut
berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang- undangan. PAD merupakan semua penerimaan
daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
Kelompok PAD dipisahkan menjadi empat Jenis Pendapatan,
yaitu:
27
a. Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh
orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan
berlaku,
peraturan
yang
penyelenggaraan
perundang-undangan
digunakan
untuk
pemerintahan
yang
membiayai
Daerah
dan
pembangunan Daerah (Yani:2008). Jenis pajak daerah :
i.)
Jenis pajak provinsi, terdiri dari :
i. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di
Atas air
ii. Bea Balik nama kendaraan bermotor dan
kendaraan di atas air
iii. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
iv. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah
tanah dan pemanfaatan permukaan untuk
digunakan bagi orang pribadi atau badan,
kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga
dan pertanian rakyat.
ii) Jenis pajak kabupaten/ kota, terdiri dari :
i. Pajak hotel
ii. Pajak restoran
iii. Pajak hiburan
28
iv. Pajak reklame
v. Pajak penerangan jalan
vi. Pajak pengambilan bahan golongan C
vii. Pajak parker
b. Ristribusi Daerah
Ristribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atau jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Objek Retribusi daerah adalah berbagai jenis jasa
tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Jasa
tertentu tersebut dibagi ke dalam tiga golongan :
i. Retribusi Jasa Umum
Retribusi jasa umum adalah retribusi atas
jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah
daerah, untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan. Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan
yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan (Siahaan, 2010:623). Jenis- jenis ristribusi
jasa umum yaitu :
29
i. Retribusi pelayanan kesehatan
ii. Retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan.
iii. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda
penduduk dan akta catatan sipil.
iv. Retribusi pelayanan pemakaman dan
pengabuan mayat.
v. Retribusi pelayanan parker di tepi jalan umum
vi. Retribusi pengujian kendaraan bermotor
vii. Retribusi pemeriksaan alat pemadam
kebakaran
viii.
Retribusi penggantian biaya cetak peta
ix. Retribusi pengujian kapal perikanan.
Jenis Retribusi umum untuk setiap daerah
provinsi dan daerah kabupaten/ kota ditetapkan
sesuai dengan kewenangan masing-masing
daerah.
ii. Retribusi Jasa Usaha
Dalam Siahaan (2010:623), Retribusi jasa
usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan
oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip
komersial karena pada dasarnya dapat pula
disediakan oleh sektor swasta. Jenis-jenis resribusi
jasa usaha yaitu :
30
i. Retribusi pemakaian kekayaan daerah
ii. Retribusi pasar grosir dan/ atau pertokoan
iii. Retribusi tempat pelelangan.
iv. Retribusi terminal
v. Retribusi tempat khusus parkir.
vi. Retribusi penginapan/ pesinggahan/ villa.
vii. Retribusi penyedotan kakus/ jamban
viii. Retribusi rumah potong hewan
ix. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal
x. Retribusi tempat rekreasi dan olah raga.
xi. Retribusi penyebrangan di atas air
xii. Retribusi pengolahan limbah cair
xiii. Retribusi penjualan produksi usaha daerah.
Jenis Retribusi jasa usaha untuk setiap daerah
provinsi dan daerah kabupaten/ kota ditetapkan
sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah.
iii. Retribusi perzinan tertentu
Adalah retribusi atas kegiatan tertentu
pemerintah daerah dalam rangka pemberi izin
kepada
orang
dimaksudkan
pribadi
untuk
atau
pembinaan,
badan
yang
pengaturan,
pengendalian dan pengawasan atas kegiatan
pemafaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,
31
barang, prasarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga
kelestarian
lingkungan.
Jenis-jenis
retribusi
perizinan tertentu yaitu :
1. Retribusi izin mendirikan bangunan
2. Retribusi izin tempat penjualan minuman
beralkohol
3. Retribusi izin gangguan
4. Retribusi izin trayek
Jenis retribusi perizinan tertentu untuk daerah
provinsi dan kabupaten/ kota ditetapkan dengan
kewenangan masing-masing daerah.
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan
Hasil
pengelolaan
kekayaan
daerah
yang
dipisahkan merupakan hasil yang diperoleh dari
pengelolaan kekayaan yang terpisah dari pengelolaan
APBD. Jika atas pengelolaan tersebut memperoleh laba,
laba tersebut dapat dimasukan sebagai salah satu sumber
pendapatan asli daerah. Hasil pengelolaan kekayaan
daerah tersebut mencakup :
i. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan
milik daerah/ Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
ii. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan
32
milik pemerintah/ Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)
iii. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan
milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
d. Lain- lain PAD yang Sah.
Lain-lain PAD yang sah merupakan penerimaan
daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah,
retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan. Dalan pasal 22 ayat 2 PP Nomor 58
Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan dearah
disebutkan bahwa lain-lain PAD yang sah mencakup :
i. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan
ii. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan
daerah yang tidak di pisahkan
iii. Jasa giro
iv. Pendapatan Bunga
v. Tuntutan ganti rugi
vi. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing.
vii. Komis, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat
dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau
jasa oleh daerah.
33
2.
Dana Perimbangan
Dana perimbangan pada prinsipnya merupakan
pendapatan yang berasal dari pemerintah pusat yang
dialokasikan ke daerah. Dalam pasal 27 Permendagri Nomor
13 tahun 2006, kelompok pendapatan dana perimbangan
dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas :
a. Dana Bagi Hasil
Dalam pasal 11 UU Nomor 13 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa dana bagi
hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana
bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas :
i. Pajak Bumi dan Bnagunan (PBB)
ii. Bea perolehan ha katas tanah dan bangunan
(BPHTB)
iii. Pajak penghasilan (PPh) pasal 25 dan pasal 29 wajib
pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh pasal 21.
Sedangkan dana bagi hasil yang berasal dari sumber daya
alam berasal dari :
i. Kehutanan
ii. Pertambangan umum
iii. Perikanan
iv. Pertambangan minyak bumi
34
v. Pertambangan gas bumi
vi. Pertambangan panas bumi
b. Dana Aloksi Umum (DAU)
Sesuai dengan Undang-Undang No.33 tahun
2004 disebutkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU)
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang
dialokasikan
dengan
tujuan
pemerataan
kemampuan keuangan antardaaerah untuk mendanai
kebutuhan
daerah
dalam
rangka
pelaksanaan
Desentralisasi. Dana Alokasi Umum (DAU) bertujuan
untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah
yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan
kemampuan keuangan antardaerah melalui penerapan
formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi
daerah. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya
celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan
selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi
daerah (fiscal capacity). Daerah yang potensi fiskalnya
besar tetapi kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh
alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang
potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar
akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara
implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU
35
sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.
c. Dana Alokasi Khusus (DAK)
Sesuai dengan Undang-Undang No.33 tahun
2004 disebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK)
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan
untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional. Khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana
dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum
mencapai standar tertentu atau untuk mendorong
percepatan pembangunan Daerah.
3.
Lain- lain Pendapatan Daerah yang Sah
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang
berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Jenis
Pendapatan ini menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004
meliputi Objek Pendapatan berikut:
a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.
b. Jasa Giro
c. Pendapatan Bunga
d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing
e. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat
36
dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa
oleh daerah.
b.
Belanja Modal
1) Pengertian Belanja Modal
Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja
Langsung dalam APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto
(2013) Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk aset
tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode
akuntansi.
Besaran
nilai
pembelian/pengadaan
atau
pembangunan aset tetap berwujud dianggarkan dalam belanja
modal hanya sebesar harga beli/bangun aset (Permendagri 13
Tahun
2006).
Dalam
Lampiran
III
PMK
No.
101/PMK.02/2011 Belanja Modal dipergunakan untuk antara
lain: Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Peralatan dan
Mesin, Belanja Modal Gedung dan bangunan, Belanja Modal
Jalan Irigasi dan Jaringan, Belanja Modal lainnya, dan Belanja
Modal Badan Layanan Umum (BLU).
Secara spesifik sumber pendanaan untuk Belanja
Modal belum ditentukan aturannya. Namun seluruh jenis
sumber-sumber penerimaan daerah dapat dialokasikan untuk
mendanai Belanja Daerah diantaranya Belanja Modal.
Sumber-sumber penerimaan daerah (UU Nomor 33 Tahun
2004) yang dapat digunakan sebagai sumber pendaaan Belanja
37
Daerah berasal dari Pendapatan Daerah dan Pembiayaan.
Pendapatan Daerah bersumber dari:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu: Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang sah.
b. Dana Perimbangan yaitu: Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus.
c. Lain-Lain pendapatan yang sah yaitu: Hasil
Penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan,
Jasa Giro, Pendapatan bunga, Keuntungan selisih
nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan
Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai
akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang
dan/atau jasa oleh Daerah.
Sedangkan Pembiayaan daerah bersumber dari: Sisa
Lebih Pembiayaan Anggaran Daerah, Penerimaan
Pinjaman Daerah, Dana cadangan daerah, dan Hasil
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
2) Klasifikasi Belanja
Dalam pasal 32 permendagri no 13 tahun 2006
disebutkan mengenai klasifikasi belanja menurut urusan
pemerintahan yang terdiri dari :
a) Urusan Wajib
38
Klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup :
i.)
Pendidikan
ii.)
Kesehatan
iii.)
Pekerjaan umum
iv.)
Perumahan rakyat
v.)
Penataan ruang
vi.)
Perencanaan pembangunan
vii.) Perhubungan
viii.) Lingkungan hidup
ix.)
Pertanahan
x.)
Kependudukan dan catatan sipil
xi.)
Pemberdayaan perempuan
xii.) Keluarga berencana dan keluarga sejahtera
xiii.) Sosial
xiv.) Tenaga kerja
xv.) Koperasi dan usaha kecil dan menengah
xvi.) Penanaman modal
xvii.) Kebudayaan
xviii.) Pemuda dan olahraga
xix.) Keasatuan bangsa dan politik dalam negeri
xx.) Pemerintah umum
xxi.) Kepagawaian
xxii.) Pemberdayaan Masyarakat dan desa
39
xxiii.) Statistik
xxiv.) Arsip dan
xxv.) Komunikasi dan Informatika
b) Urusan Pilihan
Klasifikasi belanja menurut urusan pilihan mencakup :
i.)
Pertanian
ii.) Kehutanan
iii.) Energi dan Sumber daya mineral
iv.) Pariwisata
v.) Kelautan dan Perikanan
vi.) Perdagangan
vii.) Perindustrian
viii.)Transmigrasi
Kemudian dalam pasal 33 disebutkan mengenai klasifikasi
belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan
keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara
yang terdiri dari :
i.)
Pelayanan umum
ii.)
Ketertiban dan ketrentaman
iii.)
Ekomomi
iv.)
Lingkungan hidup
v.)
Perumahan dan fasilitas umu
vi.)
Kesehatan
40
vii.) Pariwisata dan budaya
viii.) Pendidikan, dan
ix.)
Perlindungan sosial.
Klasifikasi menurut organisasi disesuaikan dengan susunan
organisasi
pada
masing-masing
pemerintahan
daerah.
Sedangkan klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan
disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah.
3) Struktur Belanja
Struktur belanja berdasarkan Kepmendagri No 29 tahun
2002 terdiri dari : Belanja adminitrasi umum, belanja operasi
dan pemiliharaan, belanja modal, belanja bagi hasil dan
bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Sedangkan
dalam Permendagri No 13 tahun 2006, belanja menurut
strukturnya dibagi menjadi 2 kelompok belanja yaitu belanja
tidak langsung dan belanja langsung.
a) Belanja Tidak Langsung
Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja
yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dna kegiatan. Kelompok belanja
tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang teridiri
dari :
i.)
Belanja Pegawai
41
ii.) Bunga
iii.) Subsidi
iv.) Hibah
v.) Bantuan Sosial
vi.) Belanja bagi hasil
vii.) Bantuan keungan
viii.) Belanja tidak terduga
b) Belanja Langsung
Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang
di anggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan
program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung di bagi
menurut jenis belanja yang terdiri dari :
i.) Belaja Pegawai
ii.) Belanja barang dan jasa
iii.) Belanja modal
Belanja langsung untuk melaksanakan program dan
kegiatan pemerintahan daerah di anggarkan pada belanja
SKPD. Dasar pertimbangan pengelompokan jenis belanja
adalah mengenai keterkaitan pendanaan dengan keluaran
dan hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan
yang dianggarkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian
keluaran dan hasil tersebut.
42
3. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
3.1 Pengertian Kinerja Keuangan Pemrintah Daerah
Menurut
Halim
(2004:
24),
kinerja
keuangan
pemerintah daerah merupakan salah satu ukuran yang dapat
digunakan
untuk
melihat
kemampuan
daerah
dalam
menjalankan otonomi daerah. Selanjutnya pengukuran kinerja
diartikan sebagai suatu indikator keuangan atau non keuangan
dari suatu pekerjaan yang dilaksanakan atau hasil yang dicapai
dari suatu aktivitas suatu proses atau suatu unit organisasi.
Pengukuran kinerja merupakan wujud akuntabilitas di mana
penilaian
yang
lebih tinggi menjadi tuntutan yang harus
dipenuhi, data pengukuran kinerja dapat menjadi peningkatan
program selanjutnya. Kemudian Ibnu Syamsi (1986) dalam
Adhiantoko
(2013)
mendefinisikan
Kinerja
Keungan
pemerintah daerah sebagai kemapuan suatu daerah untuk
menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah
dalam memehuni kebutuhan guna mendukung berjalanya
sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan
pembangunan daerahnya dengan tidak tergantung sepenuhnya
kepada pemerintah pusat dan menpunyai keleluasan di dalam
menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyrakat daerah
dalam batas-batas yang di tentukan peraturan perundangundang.
43
Berdasarakan defenisi diatas, dapat kita simpulkan bahwa
pengukuran kinerja keuangan salah satu ukuran yang dapat
digunakan
untuk
melihat
kemampuan
daerah
dalam
menjalankan otonomi daerah, pencapaian prestasi atau
keberhasilan pemerintah daerah dalam memperoleh sumbersumber keuangan daerah dan bagaimana mengalokasikan untuk
melaksanakan
berbagai macam program
dan kegiatan
pemerintah daerah yang dapat dilihat dari pencapaian anggaran
daerah dengan tingakat realisasinya.
3.2 Tujuan Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Menurut Mardiasmo (2009) dalam Halim dan Kusufi (2014)
disebutkan
bahwa
pengukuran
kinerja
sektor
publik
dimaksudkan untuk :
a. Memperbaiki kinerja pemerintah
b. Membantu mengalokasikan sumber daya dan pembuatan
keputusan
c. Mewujudkan akuntabilitas publik dan memperbaiki
komunikasi kelembagaan.
Menurut Abdul Halim (2007) dalam Adhiantoko(2013)
disebutkan bahwa pengukuran kinerja keuangan pemerintahan
daerah digunakan sebagai tolak ukur dalam :
a. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai
penyelenggaraan otonomi daerah.
44
b. Mengukur efektivitas dan efesiensi dalam merealisasikan
pendapatan daerah.
c. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam
membelanjakan pendapatan daerah
d. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan
dalam pembentukan pendapatan daerah.
e. Melihat pertumbuhan atau perkembangan perolehan
pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama
periode waktu tertentu.
3.3 Indikator Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif
yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau
tujuan yang telah ditetapkan (BPKP, 2000) dalam Mahsun
(2014). Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
indikator kinerja merupakan kriteria yang digunakan untuk
menilai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi yang
diwujudkan dalam ukuran-ukuran tertentu. Jenis indikator
kinerja pemerintah adalah :
a. Indikator masukan (input), yaitu
segala sesuatu yang
dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk
menghasilkan keluaran. Indikator ini mngukur jumlah
sumber daya seperti anggaran (dana),SDM, dll.
b. Indikator Proses (Prosess)
45
Dalam indikator proses, organisasi merumuskan ukursn
kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun
tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan.
c. Indikator
Keluaran
(Output),
adalah
sesuatu
yang
diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang
dapat berupa fisik atau nonfisik. Tolak ukur keluaran dalam
hal ini merupakan sesuatu yang dihasilkan dari suatu
kegiatan.
d. Indikator
Hasil
(Outcomes),
adalah
sesuatu
yang
mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka
menengah (efek langsung). Dengan indikator outcome,
organisasi akan mengetahui apakah hasil yang telah di
peroleh dalam bentuk output memang dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya dan membarikan kegunaan yang
besar bagi masyarakat banyak.
e. Indikator manfaat (Benefit), adalah sesuatu yang terkait
dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator
manfaat menggambarkan manfaat yang diperoleh dari
indikator hasil.
f. Indikator dampak, (Impact), adalah pengaruh yang di
timbulkan baik positif maupun negatif.
46
3.4 Pendekatan Pengukuran Kinerja Keunagan Pemerintah Daerah
Pendekatan pengukuran kinerja keunagan pemerintah
daerah meliputi :
a. Anilisis anggaran,yaitu pengukuran kinerja yang dilakukan
dengan membandingkan anggaran dengan ralisasinya. Data
yang digunakan sebagai dasar analisis anggaran adalah
anggaran dan laporan realisasi anggaran.
b. Analisis rasio laporan keuangan, merupakan pengukuran
kinerja yang didasarkan atas perhitungan rasio-rasio
keuangan, misalnya rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio
solvabilitas dan rasio pasar.
c. Balanced Scorecard Method, merupakan pengukuran
kinerja dengan berbasis aspek finansial dan nonfinansial.
d. Perfomance Aaudit (Pengukuran Value for Money ) ,
merupakan
pengukuran
dan
pemeriksaan
kinerja
berdasarkan pada ukuran ekonomi, efisiensi dan efektifitas.
Teknik pengukuran dalam konsep value for maney :
a. Tingkat ekonomi
Tingakat ekonomi mengukur tingkat kehematann
dari pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh
organisasi
sektor
publik.
Pengukuran
ekonomi
menggunakan data-data anggaran pengeluaran dari
realisasinya.
47
Formula dalam mengukur tingkat ekonomi :
× 100 %
Sumber : Mahsun, 2014:186
Kriteria ekonomi adalah :
1) Jika di peroleh nilai kurang dari 100 % (x<100%)
bearti ekonomis.
2) Jika diperoleh nilai sama dengan 100% (x = 100%)
bearti ekonomi berimbang.
3) Jika diperoleh nilai lebih dari 100% (x > 100%) bearti
tidak ekonomis.
b. Tingkat Efisiensi
Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD)
menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan
realisasi
pendapatan
yang
diterima.
Kinerja
pemerintahan daerah dalam melakukan pemungutan
pendapatan dikategorikan efisien apabila rasio yang
dicapai kurang dari 1 (satu) atau di bawah 100%.
Semakin
kecil
rasio
efisiensi
berarti
kinerja
pemerintahan semakin baik. Rumus yang digunakan
untuk menghitung rasio ini adalah :
48
Formula dalam mengukur tingkat efisiensi :
× 100 %
Sumber : Abdul Halim (2007:234)
Kriteria efisiensi adalah :
Kriteria Efisiensi
Persentase Efisiensi
100% keatas
Tidak Efisien
90%-100%
Kurang Efisien
80%-90%
Cukup Efisien
60%-80%
Efisien
Kurang dari 60%
Sangat Efisien
c. Tingakat efektivitas
Tingakt efektivitas mengukur tingkat output dari
organisasi sektor publik terhadap target-target pendapatan
sektor
publik.
Pengukuran
tingkat
efektivitas
menggunakan data realisasi pendapatan dan anggaran
atau target pendapatan.
Formula untuk menghitung tingkat efektivitas :
Sumber : Mahsun, 2014:186
49
× 100 %
Kriteria efektivitas adalah :
1) Jika diperoleh nilai kurang dari 100% (x <100%)
bearti tidak efektif.
2) Jika diperoleh nilai sama dengan 100 % (x = 100 %)
bearti efektivitas berimbang.
3) Jika di peroleh nilai lebih dari 100 % (x > 100%
)bearti tidak efektif.
C.
Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yanag
masih bersifat praduga/ dugaan sehingga perlu dibuktikan kebenarannya.
Dalam penelitian ini, dikembangkan beberapa hipotesis berkaitan
dengan faktor-fator yang mempengaruhi anggaran belanja daerah
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah :
a. Pemerintah akan melakukan pembangunan infrastruktur serta
sarana dan prasarana yang diperlukan oleh negara, yang
tercermin di dalam belanja modal yang dilakukan oleh
pemerintah. Belanja modal yang besar merupakan cerminan dari
banyaknya infrastruktur dan sarana yang dibangun. Semakin
banyak pembangunan yang dilakukan akan meningkatkan
pertumbuhan kinerja keuangan daerah, sesuai dengan logika,
semakin banyak sumber yang menghasilkan, maka hasilnya pun
akan semakin banyak. Hal ini sesuai dengan definisi, dimana
PKKD berarti adalah“peningkatan capaian dari suatu hasil kerja
50
dibidang keuangan daerah yang meliputi anggaran dan realisasi
Belanja termasuk Belanja Modal dengan menggunakan
indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan
atau ketentuan perundang-undangan dari satu periode anggaran
ke periode anggaran berikutnya”.
Menurut Kuncoro (2004), Pembangunan sarana dan
prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada
pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pelayanan sektor publik
secara berkelanjutan akan meningkatkan sarana dan prasarana
publik, investasi pemerintah juga meliputi perbaikan fasilitas
pendidikan, kesehatan, dan sarana penunjang lainnya. Syaratan
fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat
pengadaan. Dari uraian diatas, maka pengembangan hipotesis
dalam variable ini adalah :
H1
: Diduga Belanja Modal berpengaruh terhadap
kinerja keuangan daearah.
b.
Dalam peneltian ini dana perimbangan digambarkan dengan
penerimaan dana, mencakup Dana Alokasi Umum (DAU), Dana
Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi, kepada daerah diberikan melalui APBN
yang bersifat transfer dengan prinsip money follows Function. Salah
satu tujuan pemberian tersebut adalah untuk mengurangi
kesenjangan fiskal antara pemerintah dengan daerah dan antar
51
daerah, serta meningkatkan kapasitas daerah dalam menggali
potensi ekonomi daerah.
Penelitian Martiani (2010), tidak menemukan adanya hubungan
antara tingakat ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana
dari pemerintah pusat dengan tingkat pengungkapan. Sedangkan,
Sumarjo (2010) menemukan adanya pengaruh positif dana
perimbangan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Dari
uraian diatas, maka pengembangan hipotesis dalam variable ini
adalah :
H2
:
Diduga
Dana
Perimbangan
berpengaruh
terhadap kinerja keuangan daearah.
c.
Dalam penelitian ini pendapatan asli daerah terhadap kinerja
keuangan, PAD digambarkan dengan total PAD yang terdiri dari
pendapatan
pajak
daerah,
pendapatan
ristribusi
daerah,
pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang di pisahkan,
dan lain-lain PAD yang sah.
Peningkatan
PAD
seharusnya
didukung
dengan
peningkatan kualitas layanan publik. Dimana kualitas layanan
publik yang baik akan mencerminkan kinerja yang baik suatu
pemerintah daerah. PAD merupakan sumber-sumber penerimaan
daerah asli yang digali di daerah tersebut untuk digunakan
sebagai modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai
pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil
52
ketergantungan dana dari pemerintah pusat. Penelitian Tumpal
manik (2015)
Dari uraian diatas, maka pengembangan hipotesis dalam variable
ini adalah :
H3
: Diduga Pendapatan Asli Daerah berpengaruh
terhadap kinerja keuangan daearah.
d.
Dari uraian hipotesis diatas, dikembangkan hipotesis berdasarkan
pengaruh secara bersama- sama variabel independen yaitu
belanja modal daerah, dana perimbangan dan pendapatan asli
daerah terhadap kinerja keungan pemerintah daerah. Sehingga
diperoleh hipotesis :
H4
: Belanja modal daerah, dana perimbangan dan
pendapatan asli daerah secara bersama-sama berpengaruh
terhadap kinerja keuangan daerah.
53
D.
Kerangka Penelitian
Berdasarkan Hipotesis penelitian, maka kerangka penelitian
adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1
Kerangka Penelitian
H1
Belanja Modal (X1)
H2
Dana Perimbangan (X2)
H3
Pendapatan Asli Daerah (X3)
H4
54
Kinerja Keauangan
Pemerintah Daerah
(Y)
Download