Cost Effectiveness Edukasi Berulang Dan Booklet Dengan Edukasi Tunggal Dalam Mengurangi Mual Muntah Dan Gangguan Pengecapan Pasca Kemoterapi Kanker Ginekologi Susilawati Email : [email protected] Abstrak Mual muntah dan gangguan pengecapan merupakan efek samping kemoterapi yang dialami oleh pasien kanker yang berdampak terhadap gangguan nutrisi. Edukasi dengan metode dan media yang efektif dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan self care pasien untuk mengurangi mual muntah dan gangguan pengecapan.Tujuan: untuk mengetahui cost effectiveness edukasi berulang dan booklet dengan edukasi tunggal dalam mengurangi mual muntah dan gangguan pengecapan pasca kemoterapi.Metode: Desain penelitian quasi eksperimen dengan pre-post test design dan pengukuran dilakukan pada hari kedua setelah kemoterapi. Pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 38 pasien kanker ginekologi di RS. Kanker Dharmais Jakarta. Analisa data menggunakan wilcoxon test dan paired t test.Hasil: Penelitian menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p value< 0,05) setelah diberikan edukasi baik pada kelompok edukasi berulang dan booklet maupun kelompok edukasi tunggal dalam membantu meningkatkan kemampuanpasien untuk mengurangi keluhan mual muntah dan gangguan pengecapan. Rekomendasi : pemberian edukasi dengan frekuensi satu kali dengan menggunakan media penyuluhan lembar balik lebih efektif dibandingkan dengan pemberian edukasi berulang dan booklet. Perawat sebaiknya dapat memberikan edukasi dengan metode dan media yang tepat serta cost effectivenes dalam meningkatkan kemampuan perawatan diri pasien. THE COST EFFECTIVENESS OF RECURRENT EDUCATION AND BOOKLET WITH SINGLE EDUCATION IN RELIEVING NAUSEA VOMITING AND TASTING DISTURBANCE AFTER CHEMOTHERAPY ON GYNAECOLOGICAL CANCER Abstract Nausea vomiting and disturbance of taste is a chemotherapy side effect which is experienced by cancer patients that lead to nutritional deficiencies. Education with effective methods and media can help to improve patient’s knowledge and self-care to relieve nausea vomiting and disturbance of taste. Purpose: to determine the cost effectiveness of recurrent education and booklet with single education in relieving nausea vomiting and taste disturbance after chemotherapy.Methods: The study design quasi-experimental with pre-post test design and the measurement is performed on the second day after chemotherapy. Sampling test was taken by using Consecutive sampling with 38 cancer gynaecology patients at Dharmais Cancer Hospital Jakarta.Data analysis uses Wilcoxon Test and Paired T Test. Results: The results showed significant differences (p value <0.05) after being given education both in recurrent education group and booklet also single educationgroup in helping to improve the patient's ability to relieve complaints of nausea, vomiting and disturbance of taste.Recommendation: Educationprovision with one frequency by using flipchart media counceling is more effective than recurrent and booklets education. Nurses should be able to provide education with appropriate methods andcost effectivenes in improving patient’s self care ability. Kata kunci : Cost effectiveness, education, nausea and vomiting, tasting disturbance, chemotherapy, gynecology cancer Pendahuluan Kemoterapi menyebabkan efek samping terhadap kerusakan sel-sel normal di dalam tubuh. Efek samping kemoterapi yang dialami oleh penderita kanker diantaranya mual, muntah, alopesia, nyeri dan kelelahan yang berdampak terhadap gangguan kehidupan sosial, malnutrisi, gangguan psikologi bahkan sampai menyebabkan terjadinya depresi yang berdampak negatif terhadap kualitas hidup penderita (Ravasco dalam Ayhan, Gultekin & Dursun, 2010; Casey, Chen & Rabow, 2011; Anar, Altiparmak, Unsal, Tatar & Halilcolar, 2012; Sauer & Voss, 2012). Akibat efek samping kemoterapi yang dilaporkan oleh lebih dari 80% pasien kanker yang menjalani kemoterapi yaitu kekurangan gizi (Sauer & Voss, 2012). Dilaporkan 30% pasien mengalami mual selama pengobatan kemoterapi dan 20% pasien mengalami muntah selama menjalani pengobatan. Mual atau muntah dilaporkan terjadi dalam 24 jam pertama atau setelah 24 jam pasca kemoterapi dan gejala ini dapat berlangsung hingga 5 sampai 8 hari setelah kemoterapi (Mustian et al, 2011).Penelitian Grunberg (2004) melaporkan, lebih dari 35% pasien mengalami pengalaman mual akut dan 13% mengalami muntah akut, sedangkan kejadian mual lambat terjadi pada 60% pasien dan muntah lambat terjadi pada 50% pasien yang mendapatkan kemoterapi dengan agen emetogenik tinggi. Efek samping lain dari kemoterapi adalah gangguan pengecapan seperti penurunan ketajaman rasa atau kehilangan ketajaman rasa (Rhodes et al, 1994 dan Lees, 1999 dalam Ravasco, 2005). Gangguan pengecapan berlangsung beberapa jam setelah kemoterapi sampai berminggu-minggu yang berdampak terhadap penurunan asupan makanan. Gangguan pengecapan, bau terhadap makanan serta penurunan selera makan akibat kemoterapi dilaporkan oleh 15% - 100% pasien kanker (Ravasco, 2005). Wickham, et al dalam Rehwaldt (2009) melaporkan sekitar 38% - 77% pasien dengan kanker mengalami gangguan pengecapan setelah kemoterapi dan sekitar 2,71% pasien yang mengalami gangguan pengecapan mempengaruhi aktivitas hidup mereka sehari-hari. Gangguan pengecapan, mual dan muntah menyebabkan selera makan dan nafsu makan berkurang sehingga asupan nutrisi untuk energi tubuh menurun. Penting dalam meminimalkan efek samping kemoterapi, dimana penderita sebaiknya menjaga daya tahan tubuh dengan asupan nutrisi yang adekuat. Asupan nutrisi dipertahankan melalui pengelolaan makanan yang tepat dalam membantu mengurangi mual muntah dan gangguan pengecapan. Upaya untuk merubah dan meningkatkan perilaku kesehatan pasien dalam mengurangi efek samping kemoterapi dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan. Edukasi mengenai program pengelolaan nutrisi merupakan salah satu upaya penanganan yang dapat dilakukan untuk mengurangi mual, muntah dan gangguan pengecapan yang berpengaruh terhadap asupan nutrisi. Peningkatan pengetahuan melalui edukasi dapat menghimbau, mengajak, mengajarkan dan memberikan informasi serta meningkatkan kesadaran pasien (Notoatmodjo, 2003). Beberapa penelitian melaporkan informasi yang diterima oleh pasien dari pemberian edukasi dapat meningkatkan kemandirian pasien (self care) dalam upaya mengurangi efek samping kemoterapi (Widra, 2001; Rehwaldt, 2009). Informasi yang diberikan melalui edukasi dilakukan untuk meningkatkan strategi self care. Edukasi sebaiknya dilaksanakan pada awal kemoterapi dengan informasi dan bimbingan yang tepat untuk mengembangkan perilaku perawatan diri (self care behaviours) di rumah selama menjalani kemoterapi. Perilaku perawatan diri tersebut dimaksudkan agar memandirikan pasien dalam mengurangi efek samping yang terjadi untuk mengoptimalkan kondisi kehidupan pasien kanker (Williams & Schreier, 2004; Prutipinyo, Maikeow & Sirichotiratana, 2012). Peningkatan pengetahuan melalui program edukasi sangat penting untuk memelihara kualitas hidup pasien dan terapi yang dilakukannya. Keberhasilan pendidikan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya penggunaan alat bantu media penyuluhan yang sesuai dengan sasaran, metode yang tepat, kemudahan peserta penyuluhan dalam menerima pesan, intensitas dalam memberikan edukasi, petugas yang memberikan edukasi dan sumber daya yang memadai (Hartono, 2010). Penggunaan alat bantu sebagai media penyuluhan serta frekuensi pemberian informasi secara berulang merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasi agar informasi lebih mudah disampaikan dan diterima oleh pasien. Metode ini akan membantu menginternalisasikan informasi yang diterima ke dalam memori seseorang. Perawat harus menyampaikan informasi yang tepat dan dalam bentuk yang dapat dimengerti. Keberadaan media dalam memberikan edukasi akan membantu dalam menyampaikan pesan-pesan kesehatan kepada sasaran secara lebih jelas dan tepat (Hartono, 2010). Pemberian edukasi yang efektif dan efisien tidak hanya diukur dari penggunaan metoda dan media yang tepat. Oleh karena itu tenaga kesehatan sebagai pendidik dalam melaksanakan pendidikanharus mampu mengatur penggunaan media penyuluhan dengan tepat dan memperhatikan aspek cost effectivenes. Cost effectiveness analysis membantu dalam menganalisis program-program tersebut sebelum diputuskan alternatif mana yang akan dipilih dalam meningkatkan efisiensi waktu, manfaat dan memobilisasi sumber dana. Penelitian ini ditujukan untuk menentukan penggunaan metode dan media edukasi yang paling cost effectiveness berdasarkan waktu, manfaat penerapannya dan sumber dana yang dibutuhkan. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan quasi experiment design dengan pre and post test design dengan pre and post test design. Kelompok pada penelitian ini adalah kelompok intervensi yang diberikan edukasi berulang dan booklet, yaitu kelompok yang diberikan edukasi dengan frekuensi dua kali dengan penggunaan media lembar balik pada saat pelaksanaan edukasinya, serta pemberian booklet sebagai panduan di rumah. Kelompok intervensi kedua adalah kelompok yang diberikan edukasi tunggal, yaitu diberikan edukasi dengan frekuensi satu kali dengan penggunaan media lembar balik dalam pelaksanaan edukasinya. Pengukuran dilakukan pada hari kedua setelah kemoterapi dengan menggunakan kuesioner Rhodes Index Nausea Vomiting and Retching (Rhodes INVR)danTaste and Smell Surveys. Uji reliabilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach didapatkan nilai koefisien reliabilitas instrumen 0,731 (lebih besar dari r tabel 0,60). Cara pengambilan sampel dilakukan melalui consecutive sampling. Total sampel dalam penelitian ini adalah 38 pasien kanker ginekologi yang menjalani kemoterapi. Waktu penelitian dilaksanakan di RS. Kanker Dharmais Jakarta pada bulan Mei sampai Juni 2013. Hasil Penelitian Responden yang didapatkan pada waktu penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi diperoleh 18 responden pada kelompok intervensi yang diberikan edukasi berulang dan booklet, dan 20 responden pada kelompok yang diberikan edukasi tunggal. Karakteristik responden berdasarkan usia pada penelitian ini yaitu berusia minimal 22 tahun dan maksimum berusia 63 tahun dengan rerata usia responden adalah 46,34±9,151. Karakteristik responden berdasarkan jenis kanker ginekologi dalam penelitian ini terdiri dari 23 responden penderita kanker servik dan 15 responden penderita kanker ovarium. Latar belakang pendidikan pada kedua kelompok intervensi mayoritas 55,3% memiliki latar belakang pendidikan lanjut (SMA dan PT/Diploma) dan 44,7% memiliki latar belakang pendidikan dasar (SD dan SMP). Siklus kemoterapi yang sedang dijalani oleh responden pada kedua kelompok penelitian mayoritas berada pada siklus ketiga (52,7%), sedangkan sisanya berada pada siklus kemoterapi keempat (28,9%) dan siklus kemoterapi kelima (18,4%). Sistem pemberian kemoterapi 55,3% mendapatkan pengobatan multydaydan sisanya diberikan dengan metode singleday (44,7%). Mayoritas responden mendapatkan agen kemoterapi dengan tingkat emetogenik tinggi (71,1%) dan sisanya mendapatkan agen kemoterapi dengan tingkat emetogenik sedang (28,9%). Analisis bivariat untuk mengetahui perbedaan penurunan mual muntah antara kedua kelompok setelah diberikan intervensi digunakan uji parametrik Independent T Test. Sedangkan untuk gangguan pengecapan karena datanya tidak berdistribusi normal maka untuk mengetahui penurunan skor gangguan pengecapan antara kedua kelompok setelah diberikan intervensi digunakan uji non parametrik yaitu MannWithney Test. Perbedaan mual muntah dan gangguan pengecapan sebelum dan setelah diberikan intervensi pada masing-masing kelompok menunjukkan adanya perbedaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2 dibawah ini. Tabel 1. Perbedaan skor mual muntah sebelum dan sesudah intervensi (N=38) Rerata ± SD Skor Mual Muntah Sebelum Sesudah Penurunan (n=18) (n= 20) dalam Penurun an kelompok antara (p value) kelompo k (p value) Kelompok 10,33±4,887 8,44±5,090 0,002* 12,95±4,019 11,90±4,090 0,018* 0,026* intervensi edukasi berulang dan booklet Kelompok intervensi edukasi tunggal Keterangan: * bermakna pada α < 0,05 Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan bahwa p value< 0,05 yang artinya terdapat perbedaan yang bermakna rerata skor mual muntah sesudah dilakukan edukasi antara kelompok intervensi edukasi berulang dengan kelompok intervensi edukasi tunggal, dimana rerata mual muntah pada kelompok intervensi yang diberikan edukasi berulang dan booklet mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan pada kelompok intervensi edukasi tunggal. Secara lebih jelas tergambar dalam Skor Mual Muntah gambar dibawah ini: 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 12.95 10.33 11.90 8.44 Sebelum Sesudah IntervensiIntervensi Kelompok Intervensi edukasi berulang dan booklet Efektifitas edukasi berulang dan booklet serta edukasi tunggal dalam mengurangi mual muntah didapatkan efektifitasnya sebesar sebesar 29,08% dapat menurunkan mual muntah. Artinya Jika edukasi berulang dan booklet dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan self care pasien kanker pasca kemoterapi dalam mengurangi mual muntah akibat efek samping kemoterapi, dengan pembanding kelompok intervensi yang diberikan edukasi berulang dan booklet maka dapat mengurangi mual muntah sebesar 29,08%. Perbedaan skor gangguan pengecapan baik pada kelompok intervensi edukasi berulang dan booklet dan kelompok intervensi edukasi tunggal mengalami penurunan dengan p value< 0,05 hal ini menunjukkan nilai yang bermakna yaitu terdapat perbedaan penurunan skor gangguan pengecapan pengecapan dalam kelompok sebelum dan setelah diberikan intervensi. Tabel 2. Perbedaan skor gangguan pengecapan sebelum dan sesudah intervensi di RS. Kanker Dharmais, Mei – Juni 2013 (N=38) Rerata ± SD Skor gangguan pengecapan Kelompok Sebelum Sesudah (n=18) (n= 20) Penuru Penuru nan nan dalam antara kelomp kelomp ok ok (p (p value) value) 0,033* 11 10,5 0,005* 11 10 0,002* intervensi edukasi berulang dan booklet Kelompok intervensi edukasi tunggal Keterangan: * bermakna pada α < 0,05 Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan bahwa p value< 0,05 yang artinya terdapat perbedaan yang bermakna rerata skor gangguan pengecapan sesudah dilakukan edukasi antara kelompok intervensi edukasi berulang dengan kelompok intervensi edukasi tunggal, dimana nilai median gangguan pengecapan pada kelompok intervensi yang diberikan edukasi tunggal mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan pada kelompok intervensi edukasi berulang dan booklet. Secara lebih jelas tergambar dalam gambar dibawah ini: Skor Pengecapan 16 14 12 10 8 6 4 2 0 11.0 11.0 10.5 10.0 Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi Kelompok Intervensi 2EB Kelompok Intervensi 1E Efektifitas edukasi berulang dan booklet serta edukasi tunggal dalam mengurangi gangguan pengecapan didapatkan efektifitasnya sebesar sebesar 5%. Jika edukasi berulang dan booklet dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan self care pasien kanker pasca kemoterapi dalam mengurangi gangguan pengecapan akibat efek samping kemoterapi, dengan pembanding kelompok intervensi yang diberikan edukasi tunggal maka dapat mengurangi gangguan pengecapan sebesar 5%. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang bermakna, bahwa edukasi yang diberikan kepada responden dapat membantu mengurangi mual muntah dan gangguan pengecapan, dimana penurunan skor mual muntah mengalami penurunan yang lebih besar pada kelompok yang mendapatkan edukasi berulang dan booklet sebagai panduan di rumah, dibandingkan dengan kelompok responden yang hanya mendapatkan edukasi tunggal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa intervensi yang diberikan dengan edukasi berulang dan booklet sebagai panduan di rumah terbukti meningkatkan kemandiriaan responden dalam membantu mengatasi mual muntah. Tetapi hasil analisa statistik menunjukkan bahwa dengan edukasi tunggal tetap memberikan pengaruh bermakna yaitu dapat membantu mengurangi gangguan pengecapan. Efektifitas metode ceramah disertai dengan penggunaan media booklet sebagai pedoman di rumah berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan sekitar 29% dapat membantu mengurangi mual muntah dan 5% membantu mengurangi gangguan pengecapan akibat efek samping kemoterapi. Hal ini menunjukkan terjadinya perubahan pengetahuan dan kemampuan klien dalam meningkatkan self care di rumah dalam mengurangi keluhan mual muntah. Menurut Suiraoka & Supariasa (2012) bahwa penerimaan informasi yang diperoleh oleh seseorang hanya mampu diingat atau diserap sebesar 30% dari apa yang didengar, tetapi seseorang dapat mengingat 50% dari yang dilihat dan didengar. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses pendidikan atau edukasi dengan melibatkan berbagai indera akan lebih mudah diterima dan diingat oleh sasaran penerima informasi. Hasil belajar seseorang bisa diperoleh dari pengalaman belajar langsung, kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang, melalui benda tiruan atau penyampaian informasi secara abstrak. Sehingga dengan demikian bila metode pemberian edukasi melalui ceramah yang melibatkan indera pendengaran, akan lebih baik bila dikombinasikan dengan penggunaan media dalam pendidikan, dalam hal ini adalah media lembar balik dan booklet. Hal ini sejalan menurut Suliha, dkk (2002) dalam Simamora (2008) bahwa pemilihan metode edukasi baik secara perorangan atau kelompok akan berpengaruh terhadap proses edukasi yang efisien seperti pemilihan model edukasi dan penggunaan alat bantu atau media ketika memberikan edukasi diantaranya melalui media poster, leaflet, booklet, lembar balik dan stiker. Diharapkan penyampaian informasi melalui berbagai metoda dan media dapat lebih mudah diterima oleh pasien. Meskipun penelitian menunjukkan adanya perbedaan nilai median gangguan pengecapan pada kelompok intervensi edukasi berulang dan booklet lebih kecil dibandingkan pada kelompok intervensi edukasi tunggal, tetapi menunjukkan perbedaan kemaknaan pada kedua kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan perlakuan.Perbedaan tersebut dikarenakan berbagai faktor karena gangguan pengecapan dipengaruhi juga oleh faktor usia, kebersihan mulut yang kurang, reflluks gastrointestinal karena mual muntah dan infeksi atau lesi di area mulut (Gemper, et al, 2011). Gangguan pengecapan selain karena pengaruh penyakit kanker dan kemoterapi, juga dipengaruhi oleh faktor usia karena penurunan sel-sel reseptor pengecapan akibat proses menua (Doty, 1989; Hong, et al, 2009). Pada kelompok intervensi edukasi berulang dan booklet berdasarkan karakteristik usia responden lebih banyak berusia 45 tahun keatas dibandingkan di kelompok edukasi tunggal. Faktor lain yang mempengaruhi lambatnya penurunan skor gangguan pengecapan kemungkinan dikarenakan faktor kebersihan mulut yang kurang dan lesi yang diderita oleh pasien, pada kelompok intervensi edukasi berulang dan booklet ada beberapa responden yang mengeluhkan mengalami stomatitis setelah kemoterapi, hal tersebut karena pengaruh agen kemoterapi yang menyebabkan kerusan pada sel-sel normal disekitar mulut. Semua faktor tersebut dapat mempengaruhi penurunan keluhan ganguan pengecapan. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan edukasi yang diberikan secara berkelanjutan dan penggunaan alat media yaitu booklet sebagai buku pedoman yang dapat digunakan oleh pasien di rumah akan sangat membantu responden dibandingkan dengan responden yang hanya diberikan edukasi dengan intensitas satu kali, meskipun keduan kelompok menunjukkan adanya penurunan skor mual muntah dan gangguan pengecapan setelah diberikan edukasi. Hal ini sejalan menurut Syah (2004) bahwa pemberian informasi yang diberikan kepada seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya faktor media yang digunakan akan membantu memudahkan dalam menerima pesan, penggunaan alat bantu yang sesuai dengan sasaran, intensitas edukasi dan petugas yang memberikan edukasi. Pemberian edukasi yang efektif diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mandiri responden dalam mengatasi mual muntah dan gangguan pengecapan akibat kemoterapi. Hal ini sejalan dengan konsep teori self care Orem tahun 1995 ditujukan bahwa individu harus mampu mengenali dan melakukan aktivitas perawatan diri untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Sejalan dengan penelitian Rehwaldt (2009) bahwa pendidikan atau pemberian intervensi yang diberikan kepada pasien dari mulai siklus kemoterapi pertama dan terus berkelanjutan efektif dapat meningkatkan strategi perawatan diri. Penelitian lain juga menyatakan bahwa pendidikan yang diberikan kepada pasien mengenai informasi tentang efek samping pengobatan untuk meningkatnya perilaku perawatan diri dapat meminimalkan beratnya gejala yang ditimbulkan oleh efek samping kemoterapi tersebut dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Dodd & Dibble, 1993; Hoskins, 1997, Orem, 1995 dalam Rehwaldt, 2009). Berdasarkan segi efektifitasnya pemberian edukasi berulang dan booklet maupun edukasi tunggal, keduanya memberikan hasil yang efektif, ditunjukkan dengan terdapatnya perbedaan yang bermakna setelah diberikan edukasi, meskipun pada edukasi berulang dan booklet lebih menunjukkan perubahan yang cepat dalam membantu pasien untuk mengurangi mual muntah akibat efek samping kemoterapi, sama halnya dengan intervensi yang diberikan melalui edukasi tunggal juga menunjukkan bahwa perubahan penurunan skor gangguan pengecapan dibandingkan dengan edukasi yang diberikan secara berulang dan pemberian booklet. Meskipun edukasi berulang dan booklet maupun edukasi tunggal, keduanya menunjukkan hasil yang efektif, tetapi dari segi waktu untuk edukasi berulang memerlukan waktu yang cukup banyak karena edukasi diberikan secara berulang lebih dari satu kali dibandingkan dengan edukasi tunggal yang hanya dilakukan satu kali. Dari segi SDM untuk edukasi berulang membutuhkan sumber daya yang cukup banyak, karena dibutuhkan lebih dari satu orang petugas dalam memberikan edukasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan dibandingkan dengan edukasi tunggal. Jika dibandingkan dengan cost, edukasi berulang dan pemberian booklet disamping memberikan manfaat yang besar bagi pasien dan dapat dijadikan panduan serta bahan bacaan bagi pasien di rumah tetapi memerlukan biaya yang cukup besar untuk menyediakan booklet bagi setiap pasien yang menjalani kemoterapi. Biaya yang diperlukan untuk melakukan satu kali intervensi pada intervensi edukasi berulang dan booklet perlu dipertimbangkan dari segi alat dan bahan yang digunakan, biaya intervensi dan lain-lain dalam arti bahwa pelaksanaan edukasi berulang dan booklet memerlukan biaya yang cukup besar untuk meningkatkan pengetahuan dan self care pasien kanker pasca kemoterapi dalam mengurangi mual muntah dan gangguan pengecapan, dibandingkan dengan pemberian edukasi tunggal dengan frekuensi edukasi satu kali dan tanpa pemberian booklet. Berdasarkananalisis Cost-effectiveness dilihat dari efisiensi waktu, manfaat dan memobilisasi sumber dana, meskipun edukasi berulang dan booklet menunjukkan perbedaan bermakna dan efektif meningkatkan self care pasien sama halnya dengan pemberian edukasi tunggal, tetapi edukasi tunggal lebih efektif dan efisien dapat membantu meningkatkan pengetahuan seseorang dalam meningkatkan kemandirian pasien di rumah pasca kemoterapi. Kesimpulan Terdapat penurunan mual muntah dan gangguan pengecapan pada kedua kelompok setelah diberikan perlakuan. Melalui penggunaan metode dan media edukasi yang efektif dapat meningkatkan pengetahuan dan self care pasien dalam mengurangi mual muntah dan gangguan pengecapan. Edukasi yang diberikan sekali dengan media lembar balik lebih cost efectivenes dari segi waktu, manfaat dan biaya dibandingkan dengan edukasi yang diberikan berulang dan booklet, meskipun keduanya memberikan perubahan yang bermakna. Rekomendasi Bagi pihak Rumah Sakit, diharapkan pihak RS mengembangkan penerapkan metoda dan media edukasi yang cost effectiveness dalam meningkatkan pengetahuan dan kemampuan klien, yaitu dengan edukasi tunggal melalui pemberian edukasi dengan frekuensi satu kali dan penggunaan media yang efektif seperti media lembar balik pada saat diberikan edukasi. Referensi Gamper, E. M., Giesinger, J. M., Oberguggenberger, A., Kemmler, G., Wintner, L. M., Gattringer, K., et al. (2012). Taste alterations in breast and gynaecological cancer patients receiving chemotherapy: prevalence, course of severity and quality of life correlates. Acta Onkologies, 51, 490-496 Doty, R.L (1989). Age related alterations in taste and smell function. Chapter Sixteen. Journal Geriatric Otorhinolaryngology. Grunberg, S.M. (2004). Chemotherapy induced nausea vomiting: prevention, detection and treatmenthow are we doing?. Journal of Supportive Oncology, 2(1), 1-12 Grunberg, S.M., Deuson, R.R.., Mavros, P., Gelling, O., Hansen, M., Cruciani, G., et al. (2004). Incidence of chemotherapy induced nausea and emesis after modern antiemetics. American Cancer Society. DOI 10.1002/cncr.20230. Hartono, B. (2010). Promosi kesehatan di puskesmas dan rumah sakit. Jakarta: Rineka Cipta Hong, J. H., Ozbek, P. O., Stanek, B. T., Dietrich, A. M., Duncan, S. E., Lee, Y. W., et al. (2009). Taste and odor abnormalities in cancer patients. The Journal of Supportive Oncology, 7, 58 – 65. Mustian, K. M., Devine, K., Ryan, J. L., Janelsins, M. C., Sprod, L. K., Peppone, L. J., et al. (2011). Treatment of nausea and vomiting during chemotherapy. Supportive Oncology, 7(2), 91-7 Notoadmojo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Prutipinyo, C., Maikeow, K. & Sirichotiratana, N. (2012). Self care behaviours of chemotherapy patients. Journal Med Assoc Thai, 95 (suppl.6), S30-S37. Ravasco, P. (2005). Aspects of taste and compliance in patients with cancer. European. Journal of Oncology Nursing, 9, S84-S91, doi: 10.1016/j.ejon.2005.09.003 Ravasco, P. (2010). Nutrition in cancer, dalam Ayhan, A., Gultekin, M. & Dursun, P. (Ed.), Textbook Gynaecological Oncology (hlm.463-470). Turkey: Gunes Publishing Rehwaldt, M., Wickham, R., Purl, S., Tariman, J., Blendowski, C., Shott, S. & Lappe, M. (2009). Self care strategies to cope with taste changes after chemotherapy. Oncology Nursing Forum, 36(2), E47-E55 Rhodes, V. A., & Mc Daniel, R. W. (2004). Nausea, vomiting and retching: complex problems in palliative care. CA Cancer Journal Clinic, 51(4), 232-248 Sauer, A.C & Voss, A..C., (2012, May). Improving outcomes with nutrition in patients with cancer. White Paper, Abbot A Promise for Life. Simamora, R. H. (2009). Buku ajar pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: EGC Suiraoka & Supariasa. 2012. Media Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Graha Ilmu. Wydra, E. W. (2001). The Effectiveness of a self care management interactive multimedia module. Oncology Nursing Forum, 28(9), 1399-1407 Williams, S. A. & Schreier, A. M. (2004). The effect of education in managing side effects in women receiving chemotherapy for treatment of breast cancer. Oncology Nursing Forum, 31(1). E16E23, Doi: 10.1188/04.